KEBIJAKAN REMUNERASI BERBASIS KINERJA : Oleh : Prof. Dr. H Budiman Rusli, MS. Guru Besar FISIP UNPAD Abstrak Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan kinerja aparatur, pemerintah menerapkan kebijakan remunerasi. Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan terobosan terhadap fenomena yang menunjukkan citra kurang baik para aparatur saat ini. Terlebih lagi dengan maraknya perilaku korup aparat yang terjadi hampir di setiap institusi pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Namun sayangnya kebijakan pemberian remunerasi yang telah dijalankan belum menunjukkan hasil yang diinginkan ,misalnya di Kementrian Keuangan ,setelah lebih dari dua tahun kebijakan remunerasi dijalankan belum nampak hasilnya secara signifikan, bahkan perilaku korup semakin parah ,berarti ada sesuatu yang tidak beres dalam pelaksanaan kebijakan remunerasi ini. Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun tahun 2010 ini mulai melakukan uji coba,hasilnya belum dapat dilihat ,kita berharap akhir tahun ini ada hasil yang positif. Kebijakan remunerasi memerlukan sistem yang terpadu dimana kinerja, kompetensi aparatur serta sikap pengabdian dijadikan titik tolak dengan tetap konsisten menegakkan prinsip reward and punishment . Kata Kunci : Remunerasi, Kinerja aparatur. Pendahuluan Belum lama berselang, kita dikejutkan dengan kejadian yang menyangkut seorang staf pelaksana di Direktorat Jenderal Pajak golongan III.a yang memiliki rekening bank senilai 28 milyar rupiah,uang tersebut disinyalir merupakan hasil penggelapan pajak yang dilakukannya. Walaupun gaji yang diperolehnya berkisar antara 12 sd 14 juta rupiah, di atas gajih rata-rata seorang guru besar, ternyata tidak mampu mencegah penyimpangan keuangan Negara yang kemudian dikenal dengan Kasus Mafia perpajakan. Kementrian Keuangan telah menerapkan kebijakan remunerasi bagi aparatur di lingkungannya lebih dari dua tahun sehingga pendapatan mereka di atas rata-rata pendapatan aparatur Kementrian lainnya dengan harapan akan memicu peningkatan kinerja pelayanan dan mencegah terjadinya penggelapan uang Negara. Kebijakan tersebut ternyata tidak dapat [Type text]
Page 1
meredam praktek korupsi ,karena kemudian ditemukan pula rentetan kasus serupa lainnya yang intinya berupa penggelapan uang pajak dalam jumlah yang lebih besar lagi, di Surabaya misalnya puluhan bahkan ratusan milyar rupiah diselewengkan oleh oknum pegawai Kantor pajak dengan leluasa dan telah berjalan bertahun-tahun seakan akan tanpa ada pengawasan. Kejadian seperti ini sangat kontradiktif dimana di satu pihak rakyat dipaksa untuk taat membayat pajak sedangkan di pihak lain aparatur di bidang perpajakan dengan leluasa menyalahgunakannya untuk memperkaya diri sendiri. Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan banyak pihak:” Apa yang salah dalam kebijakan remunerasi ini, dan mengapa tidak dapat mencegah perbuatan korupsi serta mengapa tidak berimbas pada peningkatan pelayanan aparatur “ ? Kalau kita cermati, dalam era New Public Service sekarang ini, telah terjadi revitalisasi kedudukan masyarakat sebagai warga negara yang mempunyai hak untuk dilayani. masyarakat sebagai pemilik kedaulatan negara bukan hanya sebagai pelanggan,artinya peran serta masyarakat dalam proses implementasi kebijakan publik menjadi sebuah kewajiban ( Denhart and Denhart ;2003) Penerapan New Public Service yang mensyaratkan perlunya sistem politik yang demokratis sudah sejalan dengan kondisi di Indonesia pasca reformasi. Masyarakat sebagai pemegang kedaulatan memiliki kekuatan yang diberikan Undang-undang untuk menuntut pelayanan prima dari pemerintah. Perbedaan yang mencolok dengan paradigma Administrasi Publik sebelumnya seperti New Public Management (NPM) atau lebih jauh lagi di era Old Public Administration (OPA) yang diterapkan pada Orde Baru adalah dari segi posisi masyarakat yang dinilai sebagai pelanggan (Costumer) bahkan sebagai Konstituen yang kurang memiliki kekuatan dan legitimasi untuk menuntut pelayanan yang baik dari pemerintah. Oleh karena itu berbagai kasus tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini harus mendapat perhatian serius, sebelum terjadi gejolak di masyarakat yang memancing krisis kepercayaan kepada pemerintah. Tidak terkecuali pihak Kejaksaan dan Kepolisian sebagai pemegang peran penegakkan hukum,tidak luput turut mewarnai coreng morengnya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi seperti munculnya mafia-mafia kasus yang dijalankan secara lintas instansi,sehingga masyarakat selain merasa muak juga bingung untuk menilai mana yang salah dan yang benar, [Type text]
Page 2
mana pejabat penegak kebenaran dan mana penjahatnya. Masyarakat sekarang ini menuntut peran birokrasi yang lebih lugas dan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan publik. Menyadari hal itu, Pemerintah merespon berbagai keluhan masyarakat ini dengan melakukan penyempurnaan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), yang difokuskan pada penilaian kinerja pegawai dan pemberian Remunerasi (insentive) berbasis kinerja. Upaya ini diharapkan selain dapat memperbaiki kinerja juga dapat meningkatkan kesejahteraan para PNS. Remunerasi ,Kesejahteraan Pegawai, dan Peningkatan Kinerja. Remunerasi memiliki makna sebagai pembayaran atas apa yang sudah dikerjakan oleh seorang pegawai atau sebagai balas jasa atas pelaksanaan tugas seseorang pegawai. Sulistiyo yang dikutip Noorsyamsa menjelaskan bahwa Remunerasi, kompensasi,gaji dan upah termasuk insentif seringkali dipergunakan secara bergantian dan dianggap memiliki makna yang sama yaitu balas jasa atas pelaksanaan tugas seorang pegawai. Seperti, Paul Mackay (1997) mengatakan ada dua jenis balas jasa yang diberikan kepada pegawai yaitu Remuneration and Reward. Remuneration is the monetary value of the compensation an employee receives in return for the performance of their contacted duties and responsibilities. Reward on the other hand covern both remuneration and other tangible and in tangible gains of value to the employee. Pendapat Mackay ini menekankan bahwa remunerasi merupakan balas jasa yang diberikan kepada pegawai atas kinerjanya dan diwujudkan dalam bentuk uang (gaji, bonus,komisi dan sebagainya), sedangkan reward pengertiannya lebih luas yaitu balas jasa yang diberikan kepada pegawai atas kinerjanya yang bisa berwujud uang dan bukan uang (promosi, tugas belajar, tamasya dsb). Mengenai Remunerasi ini, Dessler, berpendapat bahwa remunerasi atau kompensasi adalah setiap bentuk pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada pegawai, dan timbul dari dipekerjakannya pegawai itu. Ada tiga komponen remunerasi/kompensasi pegawai yaitu : 1. Direct fincial payment seperti gaji,upah,insentif komisi dan bonus. 2. Indirect financial payment seperti : asuransi,tamasya dsb. 3. Non financial reward seperti: promosi, beasiswa dsb.
[Type text]
Page 3
Dengan demikian, remunerasi sebenarnya berbicara soal imbalan yang diberikan kepada seseorang (aparatur pemerintah) berkaitan dengan kompetensi yang dimilikinya dan kinerja (performance) yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Baik terhadap kompetensi yang dimiliki maupun kinerja yang dihasilkan sama-sama dihargai dengan imbalan. Kebijakan pemberian Remunerasi dan kaitannya dengan peningkatan kinerja PNS merupakan bagian dari usaha reformasi birokrasi yang digagas pemerintah melalui Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara yang meliputi kegiatan : 1. Pembangunan System remunerasi yang didasarkan pada prestasi kerja. 2. Pembangunan system remunerasi yang didasarkan pada tingkat kelayakan hidup ,gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya serta harus mampu memacu produktivitas. 3. Penyempurnaan system pensiun. (Deputi MenPAN Bidang SDM Aparatur, 2009) Sistem penggajian bagi PNS telah dituangkan dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang didalam pasal 7 disebutkan bahwa : 1) Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. 2) Gaji yang diterima Pegawai Negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya. 3) Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 1 ditetapkan dengan PP. Sementara itu untuk PP nya sendiri telah diberlakukan PP Nomor 8 tahun 2009 Tentang Penggajian PNS. Dalam penerapannya PP tentang gaji ini mendapat sorotan dari berbagai pihak berkaitan dengan kelemahan yang dirasakan, seperti system penggajian belum mampu meningkatkan kinerja dan juga belum mampu memenuhi bebutuhan minimal para PNS. Secara rinci kelemahan PP itu berkaitan dengan : 1. System penggajian belum mampu sepenuhnya mengakomodir kinerja dan kompetensi yang dimiliki PNS.
[Type text]
Page 4
2. Secara nominal jumlah rupiah yang diterima belum mampu memenuhi kebutuhan standar hidup layak sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 43 Tahun 1999. 3. System penggajian PNS terpisah dengan system pemberian tunjangan jabatan struktural maupun fungsional. Para PNS saat ini selain menerima gaji pokok seperti yang diatur dalam PP No. 8 tahun 2009 juga mendapat tambahan berupa tunjangan jabatan . Jabatan PNS secara umum terbagi dua yaitu jabatan struktural dan fungsional. Setiap jabatan memiliki tunjangan yang berbeda. Tunjangan jabatan struktural diatur dalam Perpres No. 26 tahun 2007 Tentang Tunjangan Jabatan Struktural,sedangkan untuk jabatan fungsional diatur oleh instansi Pembina jabatan fungsional seperti fungsional peneliti pembinanya adalah LIPI, Widyaaswara pembinanya LAN. Kelemahan yang dirasakan berkaitan dengan pemberian tunjangan ini adalah jumlah tunjangan jabatan baik struktural maupun fungsional relatif lebih besar dibandingkan dengan jumlah besaran gaji pokok yang diterima. Fenomena ini menunjukkan bahwa penghargaan yang diberikan terhadap kinerja dan kompetensi pegawai masih kurang. Oleh karena itu tidak heran bila melihat banyak PNS yang lebih berorientasi mengejar jabatan dari pada menunjukkan prestasi kerja dan meningkatkan kompetensi. Seperti halnya yang terjadi di Kementerian Keuangan Republik Indonesia,khususnya di Direktorat Jenderal Pajak, insentif dan tunjangan yang diperbesar jumlahnya secara flat tanpa memeperhitungkan kinerja yang ditunjukkan dan kompetensi yang dimiliki aparatur, kurang memberikan dorongan kepada mereka untuk meningkatkan kinerja dan mengembangkan kompetensinya sesuai kebutuhan organisasi. Yang jelas kondisi ini telah membuka jurang yang lebar dalam take home pay antara jenjang jabatan. Oleh karena itu tidak heran bila Jabatan dikejar walaupun dengan menggunakan cara-cara yang kurang baik ,Spoyl system lebih dikedepankan dari pada Meryt System, Kadangkala menghalalkan segala cara untuk memperoleh income yang lebih besar dengan jalan pintas. Oleh karena itu bukan jaminan dengan peningkatan remunerasi akan menghilangkan praktek korupsi
[Type text]
Page 5
bila tidak dibarengi dengan kebijakan rewaed and punishment dan pembentukkan Tim Penilai kinerja pegawai yang independent dan berfunsi dengan baik. Lebih dari itu belum terpenuhinya kebutuhan hidup minimal sebagian besar aparatur di Kementrian dan institusi pemerintah yang lain , berdampak pada kegiatan yang kontra produkrif untuk mencari income tambahan baik dalam jam kerja atau setelah jam kerja, bahkan tidak jarang kondisi seperti ini memunculkan praktek suap menyuap, kolusi dan korupsi,yang sudah barang tentu membuat kinerja PNS merosot dan menjadi sorotan masyarakat. Hal ini terjadi hampir di setiap instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah ,baik Provinsi ,Kota maupun kabupaten. Salah satu Provinsi yang tahun 2010 ini mulai menerapkan system remunerasi adalah Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Kebijakan Remunerasi Di Pemprov. Jabar. Di Jawa Barat , pemberian remunerasi berbasis kinerja diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 119 tahun 2009 Tentang Pedoman Pengukuran Kinerja Dalam Pemberian Tambahan Penghasilan Bagi PNS dan CPNS di Lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Barat ,Peraturan Gubernur tersebut merupakan tindak lanjut dari kebijakan Menpan berupa Surat Edaran Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor: SE/28/M.PAN/10/2004 Tanggal 10 Oktober 2004 tentang Penataan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Surat Edaran tersebut
mewajibkan setiap instansi baik pusat maupun daerah melaksanakan kegiatan : 1, Penataan PNS di lingkungan unit kerja mengacu pada Keputusan Men.PAN Nomor: Kep/23.2/M.PAN/2004 Tanggal 16 Februari 2004 tentang Pedoman Penataan Pegawai. 2. Setiap instansi wajib melaksanakan analisis jabatan yang mengacu pada Keputusan Men. PAN Nomor: KEP/61/M.PAN/6/2004 Tanggal 21 Juni 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan. 3. Setiap instansi pemerintah harus melaksanakan analisis beban kerja berdasarkan/ mengacu pada Keputusan Men.PAN Nomor: KEP/75/M.PAN/7/2004 Tanggal 23 Juli
[Type text]
Page 6
2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi PNS. Dengan berbagai kebijakan ini diharapkan dapat memperbaiki komposisi dan distribusi pegawai, dengan indikasi : 1. Terjadinya kesesuaian antara jumlah dan komposisi pegawai dengan kebutuhan masingmasing unit kerja yang telah ditata berdasarkan visi-misi sehingga pegawai mempunyai kejelasan tugas dan tanggung jawab. 2. Terciptanya kesesuaian antara kompetensi yang dimiliki pegawai dengan syarat jabatan. 3. Terdistribusinya pegawai secara proporsional di masing-masing unit kerja sesuai dengan beban kerja masing-masing. 4. Tersusunnya sistem penggajian yang adil, layak dan mendorong peningkatan kinerja. 5. Terlaksananya sistem penilaian kerja yang obyektif. Output dari penataan aparatur negara tersebut diharapkan berupa 1) profil jabatan bagi setiap jabatan baik jabatan struktural, jabatan fungsional yang berangka kredit maupun tidak berangka kredit; 2) perkiraan beban kerja untuk individu, jabatan dan unit kerja; dan 3) beban kerja dan profil jabatan bersama-sama digunakan untuk menyusun jumlah kebutuhan pegawai per jabatan dan unit kerja. •
Untuk tersusunnya sistem penggajian yang adil, layak dan mendorong peningkatan kinerja, pemerintah provinsi jawa barat memberlakukan insentif berbasis kinerja (IBK) dalam bentuk tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) bagi para pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov Jabar, baik yang menduduki jabatan struktural, fungsional, maupun yang tidak memiliki jabatan. Hal itu dilakukan sebagai upaya perbaikan kesejahteraan pegawai melalui efisiensi berupa penghapusan honorarium berbagai kegiatan yang selama ini diberikan tanpa kejelasan ukuran kinerja. IBK diberikan dengan skala tunjangan yakni Rp 1,5 juta untuk golongan I A tanpa jabatan apa pun, sampai dengan Rp 30 juta untuk golongan IV E yang memiliki jabatan eselon II dan Rp 40 juta bagi eselon I per bulan. Pemberian IBK ini dengan rincian, 80 persen diberikan penuh tanpa ditautkan dengan penilaian kinerja, sedangkan sisanya, 20 persen akan dibayar berdasarkan hasil pengukuran kinerja masing-masing PNS. Kinerja pegawai dijabarkan langsung
[Type text]
Page 7
dari misi organisasi. Penilaian kinerja dilakukan secara transparan dan obyektif. Penilaian kinerja menjadi bahan diagnosis dalam upaya peningkatan kinerja organisasi. Selanjutnya kinerja pegawai juga menjadi instrumen utama dalam pemberian reward and punishment termasuk untuk promosi dan rotasi pegawai. •
IBK yang diterapkan sekarang merupakan perubahan dari yang selama ini dilakukan yaitu tunjangan yang diperoleh pejabat eselon II, III dan IV tidak berbasis kinerja namun cenderung berdasarkan kegiatan atau proyek semata. Bentuknya bisa berupa honor atau imbalan atas mulusnya kegiatan dan proyek. Hal ini membuat kesenjangan penghasilan antarpara pejabat eselon. Akhirnya, muncul tindakan korupsi di lingkungan pemerintahan daerah, melemahnya motivasi, dan menurunnya kinerja yang berujung terabaikannya pelayanan publik. Di luar itu, tidak dibenarkan mendapat honor atau imbalan lain. Di sisi lain, komponen honor yang selama ini selalu muncul dalam kegiatan atau proyek dialokaskan untuk belanja keperluan publik. Sehingga jika IBK tidak segera direalisasikan, maka sistem lama akan berlaku lagi dibarengi semakin banyaknya kegiatan atau proyek yang mempermudah PNS mendapatkan honor atau imbalan. Meski demikian, ke depan sistem IBK-TPP ini masih harus disempurnakan karena skala tunjangan dari tertinggi terlampau jauh/jomplang. Idealnya pemberian imbal jasa dari skala tertinggi ke terendah satu berbanding empat atau maksimal lima.( Rakhmalia Mayakusumah, 2010)
•
Tambahan penghasilan (TP) diberikan kepada 16.000 pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemprov Jabar secara penuh. Artinya, penilaian-penilaian berbasis kinerja yang menjadi dasar pemberian TP tidak digunakan sama sekali. Proporsi potongan TP belum diberlakukan karena di tingkat implementasinya masih ada sejumlah kesulitan dalam menerapkan standar pengukuran kinerja. Namun setelah tiga bulan, para PNS tidak akan lagi menerima IBK secara penuh 100 persen, tetapi bergantung pada hasil penilaian terhadap perilaku dan prestasi kerja masingmasing PNS.
Penutup Kita berharap ke depan , perbaikan kinerja aparatur negara di lingkungan Kementerian / lembaga semakin lebihmeningkat. Dengan reformasi birokrasi yang berkesinambungan maka PNS yang profesional dan bermoral, sistem manajemen yang bersifat dan berorientasi pada kinerja akan terwujud
[Type text]
Page 8
, Remunerasi bisa meningkatkan kesejahteraan pegawai dan sekaligus memperbaiki I kinerja tanpa harus terseret kearah perilaku korupsi.
Dengan demikian diharapkan kebijakan remunerasi akan memberikan hasil yang signifikan ,bila berbasis pada kinerja (RBK),dengan mengembangkan system Meryt dalam penerimaan dan pengembangngan pegawai serta penerapan system reward and punishment yang konsisten. Tiga komponen penting yang menjadi perhatian Remunerasi Berbasis Kinerja adalah : Jabatan, Kompetensi yang dibutuhkan dan kinerja. Imbalan yang diberikan untuk sebuah jabatan berbentuk gaji, imbalan terhadap kompetensi berupa insentif, sedangkan imbalan terhadap kinerja berupaBonus. Standar gaji perlu ditingkatkan sebagi bentuk income yang bersifat tetap, sedangkan insentif dan bonus diberikan sebagai penghargaan terhadap kompetensi dan kinerja setiap aparat.Semakin baik kinerja dan kompetensi semakin baik pula income yang diterima dan begitu sebaliknya.Hal ini yang akan membedakan remunerasi yang diterima setiap aparatur pemerintah..
Daftar pustaka Denhardt, 2003, The Public Service, , Oxford Univercity Press: Newyork Dessler, Gary,2006, Human Resouce Management An Asian Perspective,Prentice Hall,Pearson Education South Asia Pte Ltd,Singapore. Farnham, Davis and Sylvia Norton, 1993, Managing in New Publik Srvice, Mc. Millans Press, London. Mackay,Paul,1997, Which Remuneration And Rewards System Will Work Best For Us, Performance Based Or Skill Based? Management Development Centre,USA. Spencer, M Lyle and Spencer, M Signe,1993, Competence at Work Modelas for Superrior Performance,John Wily & Son, Inc,New York, USA Sulistiyo, Agus, 2007, Konsep Sistem Penggajian di Indonesia, LAN.
Sumber-Sumber Lain : Rahmalia Mayakusumah, Makalah 2010, Remunerasi Berdasarkan Insentif Berbasis Kinerja (IBK) di Pemporov. Jawa, Program Magister Pasca Sarjana FISIP UNPAD. Syam Noorsyamsa Djumara, Makalah 2010, Insentive Berbasis Kinerja : Tinjauan Teoritis dan Praktis, Program Doktor Pasca Sarjana FISIP UNPAD Sistem Remunerasi (Penggajian) : HRcentro/Indonesian HR Community/dasar sdm Sistem Remunerasi Penggajian 090218.html [Type text]
Page 9
Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999, Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2007 tentang Penggajian PNS Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2009,Tentang Perubahan kesebelas atas PeraturaPemerintah Nomor 7 tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 119 tahun 2009 Tentang Pedoman Pengukuran Kinerja Dalam Pemberian Tambahan Penghasilan Bagi PNS dan CPNS di Lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Barat
[Type text]
Page 10