KEBIJAKAN OTORITAS JASA KEUANGAN STIMULUS PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL DAN PENINGKATAN SUPPLY VALUTA ASING DI SEKTOR JASA KEUANGAN 7 OKTOBER 2015 1.
RELAKSASI KETENTUAN PERSYARATAN KEGIATAN USAHA PENITIPAN DAN PENGELOLAAN (TRUST) BANK
2.
MERANCANG SKEMA ASURANSI PERTANIAN
3.
REVITALISASI MODAL VENTURA
4.
PEMBENTUKAN KONSORSIUM PEMBIAYAAN INDUSTRI BERORIENTASI EKSPOR DAN EKONOMI KREATIF SERTA USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI
5.
PEMBERDAYAAN LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA
6.
PENEGASAN IMPLEMENTASI ONE PROJECT CONCEPT DALAM PENETAPAN KUALITAS KREDIT
Jakarta, 7 Oktober 2015 ttd MULIAMAN D. HADAD Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
1
RELAKSASI KETENTUAN PERSYARATAN KEGIATAN USAHA PENITIPAN DAN PENGELOLAAN (TRUST) BANK Sebagai upaya untuk mendukung kebijakan stimulus lanjutan dan meningkatkan kemampuan bank dalam mengelola valuta asing terutama sebagai kelanjutan dari kebijakan sebelumnya terkait pengelolaan valas hasil ekspor, perlu adanya kebijakan untuk meningkatkan kemampuan
perbankan dalam mengelola dana yang dimiliki oleh para pelaku ekonomi khususnya yang berjumlah besar dan dalam valuta asing. Oleh karena itu, OJK akan merelaksasi ketentuan persyaratan Bank Umum dan KCBA untuk dapat melakukan aktivitas usaha penitipan dan pengelolaan atau yang biasa disebut dengan Trust. Relaksasi persyaratan tersebut adalah sebagai berikut: Bank Umum dan Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) - Persyaratan pemenuhan Rasio KPMM yang sebelumnya dipersyaratkan minimal 13% selama 18 bulan berturut-turut diubah menjadi minimal KPMM sesuai profil risiko selama 6 bulan berturut-turut. - Persyaratan tingkat kesehatan yang sebelumnya dipersyaratkan Tingkat Kesehatan (Risk Based Bank Rating) minimal PK 2 pada periode 12 bulan terakhir berturut-turut dan minimal PK 3 pada periode 6 bulan sebelumnya diubah menjadi peringkat Tingkat Kesehatan minimal PK 2 pada periode penilaian terakhir. - Persyaratan Permodalan selama melakukan kegiatan Trust yang sebelumnya dipersyaratkan wajib memenuhi Rasio KPMM minimum 13% diubah menjadi KPMM minimum sesuai profil risiko.
Kantor Cabang Bank Asing - Penghapusan persyaratan wajib menjadi berbadan hukum Indonesia bagi KCBA yang akan melakukan kegiatan Trust. Dengan relaksasi penyaratan melakukan kegiatan usaha Trust ini diharapkan: - Industri perbankan dapat menampung dana valas termasuk dari sektor migas yang selama ini menggunakan Trustee luar negeri; - Meningkatkan pasokan valas sehingga diharapkan dapat membantu mendukung stabilitas nilai tukar dan memperdalam pasar valas domestic; dan - Meningkatkan daya saing perbankan nasional melalui diversifikasi layanan dan kegiatan perbankan domestik Saat ini Bank yang telah melakukan kegiatan usaha Trust adalah Bank Mandiri, BRI dan BNI. Dengan relaksasi persyaratan ini maka terdapat 20 Bank Umum dan 3 KCBA yang memenuhi syarat melakukan kegiatan Trust ini.
2
MERANCANG SKEMA ASURANSI PERTANIAN Berkerjasama dengan Kementrian Pertanian, Kementrian BUMN dan Perusahaan Asuransi BUMN (Konsorsium) merancang skema Asuransi Pertanian. Skema yang akan diterapkan adalah Asuransi Usaha Tani Padi yang 20% premi dibayar petani dan 80% dibayar Pemerintah. Manfaat dari kebijakan ini: -
-
Pertanian rawan terhadap dampak negatif perubahan iklim yang menyebabkan gagal panen pertanian. Dengan Asuransi ini, Petani akan terlindungi secara financial akibat kegagalan panen. Menjadikan petani bankable terhadap kredit pertanian Menstabilkan pendapatan petani
Tahap pertama, Pemerintah sudah mengalokasikan dana premi Rp150 miliar yang bisa mengcover kurang lebih 1 juta hektar lahan pertanian di tahun 2015. Premi per hektar sebesar Rp180ribu (Rp150 ribu dibayar Pemerintah dan Rp30ribu dibayar petani per hektarnya) untuk pertanggungan sebesar Rp6 juta (biaya tanam per hektar). Dengan terproteksinya para petani tersebut maka diharapkan menjadi terbuka akses pinjaman/kredit kepada para petani tersebut. Potensi kredit bagi para petani dengan adanya skema ini adalah sekitar Rp6 Triliun.
REVITALISASI MODAL VENTURA 3
Peran industri modal ventura dalam mendukung pendanaan UMKM khususnya start-up business yang bergerak di sektor ekonomi kreatif belum maksimal. Sebagian besar Perusahaan Modal Ventura (PMV) yang ada saat ini melakukan kegiatan pembiayaan bagi hasil seperti di perbankan. Hal ini menyebabkan adanya mismatch antara kegiatan penyertaan modal dengan sumber pendanaan yang berasal dari pinjaman. Oleh karena itu, OJK mengambil kebijakan sebagai berikut: 1. Perluasaan Jenis Kelembagaan – Perluasan bentuk badan hukum dan badan usaha yang dapat melakukan kegiatan modal ventura yang sebelumnya hanya dapat dilakukan oleh PT dan Koperasi, menjadi dapat dilakukan juga oleh Perseroaan Komanditer (PK) dan melalui pembentukan Dana Ventura dengan skema Kontrak Investasi Bersama yang merupakan bentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) antara PMV dan kustodian. Dana Ventura merupakan sumber pendanaan bagi PMV yang berasal dari kumpulan dana investor (baik yang berasal dari Pemerintah, Badan Usaha, Badan Hukum, maupun perorangan) yang dapat digunakan untuk pendanaan terhadap usaha produktif. 2. Perluasan Kegiatan Usaha – Kegiatan usaha PMV tidak terbatas pada kegiatan penyertaan saham atau pembelian obligasi konversi, tetapi PMV dapat juga menyalurkan pendanaan kepada usaha produktif antara lain dengan melakukan pembelian atas surat utang yang diterbitkan oleh UMKM termasuk oleh start up company di berbagai elemen. Selain itu, PMV dapat memberikan jasa konsultasi di bidang manajemen, pemasaran dan akuntansi dalam melakukan kegiatannya. Diharapkan dengan kebijakan ini:
Terciptanya industri modal ventura di Indonesia yang mencerminkan karakteristik modal ventura melalui kegiatan dukungan pendanaan pada industri start-up termasuk ekonomi kreatif.
Mengurangi mismatch antara sumber pendanaan dengan karakteristik kegiatan usaha PMV.
Tersedianya akses pendanaan bagi perkembangan pelaku usaha yang bergerak di bidang ekonomi kreatif dan UMKM.
Terciptanya lapangan kerja baru pada sektor industri kreatif dan sektor pendukungnya, sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional.
4
PEMBENTUKAN KONSORSIUM PEMBIAYAAN INDUSTRI BERORIENTASI EKSPOR DAN EKONOMI KREATIF SERTA UMKMK Otoritas Jasa Keuangan bersama-sama dengan Kementerian Keuangan dan Badan Ekonomi Kreatif mendorong pembentukan konsorsium Industri Pembiayaan yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) bersama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk memberikan pembiayaan di sektor industri kreatif, beorientasi ekspor dan UMKMK yang mendapatkan program penjaminan dari Perusahaan Penjaminan yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (ASIPPINDO). Kebijakan ini merupakan Sinergi Industri Keuangan Non Bank yang diharapkan akan mengakselerasi pembiayaan yang berorientasi ekspor, ekonomi kreatif dan UMKMK. Potensi tambahan pembiayaan dari mekanisme ini adalah sebesar Rp5-10 Triliun. Berdasarkan data dari Rencana Aksi Jangka Menengah Ekonomi Kreatif 2015 sd 2019, Ekonomi Kreatif ini menyumbang sekitar 7,5% PDB nasional dan kontribusi terhadap ekspor nasional sebesar 5,7%. Sedangkan kontribusi ekonomi kreatif dalam pertumbuhan penciptaan lapangan kerja baru adalah sebesar 2% atau sekitar 250 ribu lapangan kerja baru per tahun. Dengan inisiatif ini diharapkan kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB nasional dan penciptaan lapangan kerja baru akan semakin meningkat.
5
PEMBERDAYAAN LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA Sektor perdagangan luar negeri merupakan salah satu faktor penunjang pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas perekonomian nasional. Untuk mempercepat laju pertumbuhan perdagangan luar negeri Indonesia dan meningkatkan daya saing pelaku bisnis, diperlukan suatu Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang lebih fleksible dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga diperlukan deregulasi peraturan LPEI, yang tidak mengacu kepada industri perbankan dan lebih pro kepada UMKM. Oleh karena itu, OJK akan mengeluarkan kebijakan yang bersifat relaksasi atas beberapa prudential regulation bagi LPEI antara lain mencakup: 1. Penghapusan ketentuan batas modal minimum – OJK tidak akan mengatur mengenai batas modal minimum yang harus dimiliki LPEI agar LPEI lebih leluasa dalam pelaksanaan tugasnya mendorong pelaku usaha yang berorientasi ekspor. Namun demikian, OJK akan menambahkan aturan mengenai gearing ratio yang lebih sesuai dengan karakteristik LPEI sebagai Lembaga Pembiayaan Ekspor . 2. Menambahkan pengaturan Financing Aset Ratio – OJK akan mengatur mengenai batas minimum portofolio pembiayaan yang dilakukan oleh LPEI dibandingkan dengan total aset yang dimiliki dalam rangka mendorong LPEI dapat menjalankan visi misinya untuk menunjang kebijakan Pemerintah dalam rangka mendorong program ekspor nasional. 3. Mendorong pembiayaan UMKM – OJK akan menambahkan aturan mengenai batasan minimum penyaluran pembiayaan oleh LPEI kepada UMKM, sehingga dapat lebih mengoptimalkan peran LPEI dalam mendorong dan mengembangkan UMKM yang berorientasi ekspor. Diharapkan dengan kebijakan ini:
Mengoptimalkan peran LPEI dalam mendukung kebijakan Pemerintah dalam rangka mendorong program ekspor nasional.
Mendorong LPEI untuk melakukan penyaluran pembiayaan kepada segmen UMKM sehingga dapat membantu program pemerintah dalam mengakselerasi pengembangan UMKM yang dapat melahirkan entrepreneur-entrepreneur baru yang dapat memperluas lapangan kerja.
Meningkatkan peran LPEI dalam mendorong pelaksanaan program financial inclusion.
6
PENEGASAN IMPLEMENTASI ONE PROJECT CONCEPT DALAM PENETAPAN KUALITAS KREDIT Sebagaimana diketahui dalam ketentuan mengenai penilaian kualitas asset bank umum tahun 2012, telah diatur bahwa Bank wajib menetapkan kualitas yang sama terhadap kredit yang digunakan untuk membiayai satu debitur atau satu proyek yang sama, baik yang diberikan oleh satu bank atau lebih dari satu bank. Dalam rangka menerapkan manajemen risiko kredit terhadap satu debitur yang memperoleh fasilitas kredit dari beberapa bank, maka ditegaskan kembali bahwa dalam hal terdapat pemisahan arus kas maka penetapan kualitas kredit yang diberikan kepada beberapa proyek dari debitur yang sama, dapat ditetapkan berbeda (one project concept).
7