KEBIJAKAN FORMULASI SAKSI PELAKU YANG BEKERJASAMA (JUSTICE COLLABORATOR) SEBAGAI ALASAN PERINGANAN PIDANA DALAM RANGKA PEMBARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL Rahmi Dwi Sutanti1, Barda Nawawi Arief2, ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan formulasi hukum pidana tentang Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) sebagai alasan peringanan pidana saat ini. Tujuan lainnya adalah mengetahui kebijakan formulasi hukum pidana tentang Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) sebagai alasan peringanan pidana yang akandatang. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang dianalisis menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan formulasi hukum pidana saat ini mengenai Saksi Pelaku yang Bekerjasama dapat ditemukan dalam beberapa peraturan, yang telah merumuskan adanya peringanan pidana. Data lainnya menjukan bahwa Kebijakan formulasi hukum pidana yang akan datang mengenai Saksi Pelaku yang Bekerjasama sebagai alasan peringanan pidana dapat dilakukan dengan memperhatikan Pengertian. Kata Kunci: kebijakan, Justice Collaborator, keringanan pidana,
ABSTRACT This study aims to determine the policy formulation of the criminal law of the Cooperating Witness Actors (Justice Collaborator) as the reason for the current criminal mitigation. Another aim was to determine the formulation of criminal law policy of the Cooperating Witness Actors (Justice Collaborator) as a reason for criminal mitigation come. This research is a normative law were analyzed using qualitative analysis. The results showed that the policy formulation of the current criminal law regarding Witness Collaborating Actors can be found in some of the rules, which have formulated their criminal mitigation. Other data menjukan that the criminal law policy formulation that will come about as a Cooperating Witness Actors that reason criminal mitigation can be done by taking into account Understanding . Keywords: policy, Justice Collaborator, lightening criminal,
1
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum UNDIP Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum UNDIP
2
yang selama ini dikenal dalam
I.PENDAHULUAN
Kitab
1 Latar Belakang
Undang-Undang
Hukum
Penanganan tindak pidana
Pidana (KUHP) Indonesia, adalah
korupsi, sebagai salah satu tindak
Percobaan sebagaimana diatur di
pidana terorganisir, memunculkan
dalam Pasal 53; dan Pembantuan
istilah baru Justice Collaborator.
sebagaimana diatur dalam Pasal
Istilah yang sering disandingkan
56-57. Selain mengenai Percobaan
dengan
dan
whistleblower
ini,
Pembantuan,
alasan
Agung
peringanan pidana juga ditemukan
untuk menerbitkan Surat Edaran
dalam pengaturan di luar KUHP,
(SEMA) Nomor 4 Tahun 2011,
yaitu terkait dengan anak yang
untuk memberikan instruksi bagi
berkonflik
Para Hakim agar memberikan
sebagaimana
perlakuan khusus bagi orang-
Undang-Undang Nomor 11 Tahun
orang yang dapat dikategorikan
2012 tentang Sistem Peradilan
sebagai Pelapor Tindak Pidana
Pidana Anak.
mendorong
dan
Mahkamah
Saksi
Pelaku
dengan diatur
Mengetahui
yang
hukum, dalam
adanya
Bekerjasama, antara lain dengan
desakan dari dunia Internasional
memberikan keringanan pidana
yang tertuang dalam berbagai
dan/atau
hasil konvensi internasional, yaitu
bentuk
perlindungan
UNCAC 2003 dan UNCATOC
lainnya. SEMA Nomor 4 Tahun 2011, memberikan batasan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator), adalah salah satu pelaku tindak pidana terorganisir, mengakui dilakukannya,
kejahatan
yang
bukan
pelaku
2000
untuk
memberikan
peringanan pidana bagi Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator);
perkembangan
KUHP
yang
asing
telah
memasukkan unsur “kerjasama” seperti yang dimaksud dalam
utama dalam kejahatan tersebut serta
memberikan
keterangan
sebagai saksi di dalam proses peradilan. Alasan peringanan pidana
Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator), sebagai alasan
peringanan
pidana
(Norwegia dan Portugal); dan
sebagai
upaya
pengungkapan pidana
perkara
terorganisir
dalam
keseluruhan hukum yang berlaku
tindak
di suatu negara, oleh Moeljatno
yang
didefinisikan sebagai dasar dan aturan untuk :31
tergolong rumit, maka menjadi menarik
untuk
kemudian
dan
membahas
mengangkat
a. Menentukan perbuatan yang dilarang
ancaman
berupa pidana tertentu bagi
secara ilmiah alasan peringanan
yang melanggar.
pidana bagi Saksi Pelaku yang Bekerjasama
disertai
b. Menentukan kapan dan dalam
(Justice
hal
Collaborator). 2 Permasalahan
apa
pidana
dapat
dijatuhkan
kepada
mereka
yang
melanggar
larangan
tersebut.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan
c. Menentukan
dengan
cara
masalah yang muncul dalam
bagaimana pengenaan pidana
penulisan tesis ini adalah sebagai
dapat
berikut:
orang yang disangka telah
1. Bagaimana formulasi
kebijakan hukum
dilakukan
terhadap
melanggar larangan tersebut.
pidana
Melakukan
pembaruan
tentang Saksi Pelaku yang
hukum (law reform) khususnya
Bekerjasama
(Justice
pembaruan hukum pidana (penal
Collaborator) sebagai alasan
reform), pada hakikatnya tidak
peringanan pidana saat ini?
hanya mengganti rumusan pasal
2. Bagaimana kebijakan formulasi hukum pidana tentang Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) sebagai alasan
akan tetapi membangun atau memperbarui
pokokpemikiran ide dasarnya 4 . Upaya melakukan pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya :5
peringanan
a. Merupakan bagian dari kebijakan
pidana yang akan datang? 4 Tinjauan Pustaka
3
a. Pembaruan Hukum Pidana Indonesia Hukum merupakan
pidana bagian
pokok-
yang dari
4
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta, 2008), hlm.1.
Barda Nawawi Arief, Pembaharuan Hukum Pidana dalam Perspektif KajianPerbandingan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 1. 3 Ibid, hlm. 3.
untuk
berorientasi pada kebijakan (“policy-
memperbarui substansi hukum
oreientedapproach”) dan sekaligus
(legal substance) dalam rangka
pendekatan yang berorientasi pada
lebih mengefektifkan penegakan
nilai (“value-oriented approach”).
hukum.
Pembaruan
(upaya
rasional)
b. Merupakan bagian dari kebijakan (upaya
rasional)
untuk
dilakukan
berdasarkan mengingat
dengan
padakebijakan, pada
hakikatnya
memberantas/menanggulangi
pembaruan merupakan bagian dari
kejahatan
kebijakan atau “policy”. Pembaruan
dalam
rangka
perlindungan masyarakat.
hukum
pidana
(penal
reform)
c. Merupakan bagian dari kebijakan
merupakan bagian dari kebijakan
(upaya rasional) untuk mengatasi
atau politik hukum pidana (penal
masalah
sosial
dan
masalah
policy). Di dalam setiap kebijakan
dalam
rangka
terkandung pertimbangan nilai, oleh
tujuan
karena itu pembaruan hukum pidana
nasional (yaitu “social defence”
harus didasarkan pada pendekatan
dan “social welfare”).
nilai.6
kemanusiaan
mencapai/menunjang
d. Merupakan upaya peninjauan dan penilaian dan
kembali
reevaluasi)
(reorientasi
B. Kebijakan Formulasi sebagai Bagian dari Kebijakan Hukum Pidana
pokok-pokok
Salah satu hal yang ingin
pemikiran, ide-ide dasar, atau
dicapai dalam hukum pidana
nilai-nilai sosio-filosofik, sosiopolitik, dan sosio-kultural yang melandasi kebijakan kriminal dan
mengenai
penanggulangan
kejahatan.
Sudarto,
kebijakan (penegakan) hukum
mengemukakan
bahwasanya suatu usaha yang
pidana selama ini. Pembaruan
adalah
rasional dari masyarakat dalam pidana
menanggulangi kejahatan dapat
(penal reform) merupakan kegiatan
disebut dengan politik kriminal
yang
ataupun
berlanjut,
hukum
terus-menerus
(kontinyu) dan tak kenal (suistanable). pidana
pada
Pembaruan hakikatnya
kebijakan
kriminal.
henti hukum harus
dilakukan dengan pendekatan yang
4
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana : PerkembanganPenyusunan Konsep KUHP Baru, (Jakarta : Kencana, 2010), hlm.29.
Politik
kriminal
dapat
juga
Hukum Pidana
diartikan dalam arti sempit, lebih luas, dan paling luas.7
Tujuan pemidanaan saat
Pembangunan
harus
ini tidak dapat hanya dilihat
diusahakan terwujud pada ketiga
sebagai
tahap
(absolut)
kebijakan
penegakan
aspek
pembalasan
ataupun
aspek
hukum pidana, yang meliputi
pencegahan
tahap formulasi, aplikasi, dan
Nawawi Arief mengungkapkan
eksekusi. Inilah yang dimaksud
perkembangan
dengan penegakan hukum pidana
sebagai berikut :9
merupakan bagian integral dari
a. Dilihat dari Perlindungan
kebijakan Muladi,
sosial.
Menurut
inilah
yang
engineering by criminal law8.
b. Dilihat dari Perlindungan
Merumuskan asas dalam hukum pidana juga merupakan kriminalisasi.
Karena
dengan
dibentuknya
asas
c. Dilihat
aspek terhadap
aspek terhadap
Penyalahgunaan
sebagai suatu tindak pidana atau
Sanksi/Reaksi, maka tujuan
dimintai
pidana
pertanggungjawabannya.
adalah
mengatur/membatasi
C. Alasan Peringan
kesewenangan penguasa dan warga masayarakat.
an Pidana
d. Dilihat
dari
Perlindungan
dalam
aspek terhadap
keseimbangan
5
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung : Penerbit Alumni, 1981), halm.1136 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, (Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2004), hlm. 14.
dari
Perlindungan
dipandang
dapat
aspek terhadap
adalah Perbaikan si Pelaku (mengubah tingkah laku).
perbuatan-perbuatan mana yang dapat
pidana
pelaku, maka tujuan pidana
tersebut, maka akan menentukan kemudian
tujuan
Barda
kejahatan, maka tujuan pidana adalah penanggulangan kejahatan.
menunjukkan pengertian social
langkah
(relatif).
kepentingan/nilai 9
yang
Barda Nawawi Arief, Tujuan dan Pedoman Pemidanaan Perspektif PembaharuanHukum
terganggu,
maka
pidana
tujuan
pada putusan Hakim sebagai
adalah
“Hal yang Meringankan”.
memelihara/memulihkan
D. Pemahamanan mengenai Saksi
keseimbangan masyarakat.
Pelaku yang Bekerjasama (JusticeCollaborator)
Alasan peringanan pidana
Terdapat beberapa istilah
dalam sistem peradilan pidana Indonesia, dapat dikelompokkan
untuk
menyebut
keterlibatan
menjadi dua kelompok, yaitu :
seorang pelaku kejahatan dalam
a. Alasan Yuridis
pengungkapan
kasus
Merupakan alasan peringanan
pidana
pidana yang melihat keadaan
Istilah-istilah tersebut antara lain
objektif
terjadinya
Plea Bargaining, CrownWitness,
tindak
pidana.
peringanan
pidana
suatu
Whistleblower,
alasan
(Pasal
Pertanggungjawaban
mengaku
keuangan
terdakwa bersalahsebelum
persidangan dimulai. Jika jaksa
KUHP);
setuju, maka jaksa dapat
pidana
bagi Anak; dan pengembalian kerugian
Justice
Bargaining
memungkinkan
Pembantuan
56
dan
Plea
antara lain : Percobaan (Pasal KUHP);
dilakukannya.
Collaborator.
yang
merupakan alasan yuridis ini 53
yang
tindak
mengurangi dakwaan atau memberi rekomendasi kepada pengadilan agar menjatuhkan pidana yang lebih ringan.10
negara
sebagaimana Pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999.
Crown Witness atau Saksi
b. Alasan Faktual
mahkota
dikenal
dalam
Merupakan alasan peringanan
praktikpengadilan di Nederland,
pidana yang melihat dari
yaitu salah seorang terdakwa
keadaan subjektif terjadinya
yang paling ringan peranannya
tindak pidana, yaitu keadaan-
dalam pelaksanaan kejahatan itu,
keadaan yang meliputi pelaku
misalnya
(kondisi
pelaku)
terorisme, dikeluarkan dari daftar
melakukan
tindak
pidana.
peringanan
pidana
saat 8
Alasan
faktual ini biasanya nampak
delik
narkoba
atau
Indriyanto Seno Adji, Humanisme dan Pembaruan Penegakan Hukum (Jakarta: Kompas, 2009), hal 155.
terdakwa dan dijadikan saksi.
Normatif
Dasar
asas
Penelitian yuridis normatif yang
oportunitas yang ada di tangan
dimaksud disini adalah penelitian
jaksa untuk menuntut atau tidak
terhadap
menuntut
vertikal
hukumnya
ialah
seseorang
ke
atau
Doktrinal.
taraf dan
sinkronisasi
horizontal
12 12
.
pengadilan baik dengan syarat
Spesifikasi penelitian ini adalah
maupun tanpa syarat.
Penelitian
Seorang
Deskriptif
(kualitatif).
Whistleblower
Jenis
Analitis
data
yang
seringkali dipahami sebagai saksi
digunakan adalah data sekunder,
pelapor. Istilah dalam bahasa
dengan rincian berupa Bahan
Inggris tersebut diartikan "peniup
Hukum
peluit" yang dimaknai sebagai
peraturan
pelaku
yang mengandung kemungkinan
kriminal
membongkar kejahatan. Justice
yang 11
Primer,
terdiri
perundang-undangan
adanya
penerapan
JusticeCollaborator
Collaborator
dari
sebagai
adalah setiap tersangka yang
alasan peringanan pidana, dan
terlibatorganisasi kejahatan dan
putusan hakimdengan terdakwa
telah melakukan suatu tindak
Agus Condro Prayitno; Bahan
pidana, baik atas inisiatif sendiri
Hukum Sekunder, terdiri dari
maupun atas permintaan aparatur
tulisan-tulisan
hukum
dan,
untuk
Hukum
Tersier,
tulisan dalam jurnal hukum.
barang bukti sehingga penyidikan efektif.11
Bahan
terdiri dari kamus, dan tulisan-
menemukan alat-alat bukti dan dan penuntutan dapat berjalan
pendapat-
pendapat pakar hukum pidana;
hukum bekerja sama dengan penegak
atau
B. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
I.5 Metodologi
1. Kebijakan
Formulasi
Hukum
Pidana
tentang
dilakukan dalam penelitian ini
Saksi
Pelaku
yang
adalah
Bekerjasama
(Justice
Collaborator)
Sebagai
Pendekatan Pendekatan
yang Yuridis
9
Romli Atmasasmita, Jutice Collaborator, Mungkinkah?, http://gagasanhukum.wordpress.com/ta g/justice-collaborator-mungkinkah/, diakses pada tanggal 10 Desember 2012.
12
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu TinjauanSingkat, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm.74.
Alasan Peringanan Pidana
tentang
Saat Ini
Perpu Nomor 1 Tahun Undang-Undang
Nomor
8
tentang
Tahun
Hukum
1981 Acara
2002 Pidana menjadi
pengertian mengenai Saksi,
Undang
di dalam Pasal 1 angka 26,
tentang
Pemberantasan Tindak
merumuskan
Pidana,
Penetapan
Terorisme, Undang-
d. Undang-Undang
sebagai orang yang dapat
Nomor 21 Tahun 2007
memberikan
tentang Tindak Pidana
guna
keterangan kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan
tentang
suatu
perkara pidana yang ia dengar sendiri,
ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri. Beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia memberikan tempat bagi Saksi sebuah tindak pidana, antara lain :
Perdagangan Orang e. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika f. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang 9 Pemidanaan untuk pelaku kejahatan, dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
a. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
a. Dipidana sama dengan
b. Undang-Undang
b. Dipidana lebih ringan
Sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Nomor 20 Tahun 2001
Sebagaimana diatur dalam
tentang Perubahan Atas
Pasal 53 dan Pasal 56 KUHP.
Undang-Undang
Selain itu, di luar KUHP,
Nomor 31 Tahun 1999
peringanan pidana diberikan
tentang Pemberantasan
bagi pelaku tindak pidana di
Tindak Pidana Korupsi
bawah umur, sebagaimana
c. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003
diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak; dan
yang
Pasal
menanggulangi
4
Undang-Undang
diberikan
untuk
tindak
pidana
1999
tertentu yang bersifat serius seperti
tentang Pemberantasan tindak
tindak pidana korupsi, terorisme,
pidana korupsi, sebagaimana
tindak pidana narkotika, tindak
telah diubah dengan Undang-
pidana
Undang Nomor 20 Tahun
perdagangan orang, maupun tindak
2001,
pidana
Nomor
31
Tahun
yang
kemungkinan
menegaskan pemberian
pidana yang lebih ringan bagi pelaku tipikor yang telah mengembalikan
kerugian
c. Dipidana lebih berat Sebagaimana diatur dalam
lainnya
terorganisir
13
uang,
yang
bersifat
. Saksi Pelaku yang
Bekerjasama diterangkan sebagai salah satu pelaku tindak pidana tertentu dalam
negara.
pencucian
sebagaimana SEMA
dimaksud
ini,
mengakui
kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku tersebut
utama
dalam
serta
kejahatan
memberikan
Pasal 63, 64, dan 65 KUHP (Perbarengan); dan Pasal
keterangan sebagai saksi di dalam
Pasal 486, 487, dan 488 KUHP (Pengulangan).
yang dapat diberikan Hakim, adalah
proses peradilan. Bentuk perlakuan :
Perumusan alasan yang meringankan pidana di dalam KUHP, Percobaan,
hanya
mencakup sebagaimana
dirumuskan dalam Pasal 53; dan Pembantuan
1. Menjatuhkan pidana percobaan bersyarat khusus; dan/atau 2. Menjatuhkan pidana penjara yang paling ringan di antara terdakwa lainnya yang terbukti bersalah
sebagaimana
dirumuskan dalam Pasal 56. Keberadaan Saksi Pelaku yang Bekerjasama untuk meringankan pidana belum dikenal dalam sistem KUHP Indonesia saat ini. SEMA ini dibentuk untuk mewadahi peran serta masyarakat
dalam perkara yang dimaksud Pemberian perlakuan khusus dalam bentuk keringanan pidana, harus dilakukan hakim dengan tetap wajib 13
Djoko Sarwoko, Reward Bagi “Whistle Blower” (Pelapor Tindak Pidana) dan “JusticeCollaborator” (Saksi Pelaku yang Bekerja Sama) dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu,Rakernas Mahkamah Agung 2011, hlm. 3.
memperhatikan rasa keadilan
(Nomor
KEPB-02/01-
masyarakat.
55/12/2011), dan Ketua Lembaga
Meskipun ketentuan dalam
Perlindungan Saksi dan Korban
SEMA ini bersifat internal dalam
Republik Indonesia (Nomor 4
lembaga peradilan sehingga tidak
Tahun
dapat diterapkan dalam lembaga
Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi
lain, akan tetapi langkah pembaruan
Pelapor dan Saksi Pelaku yang
Mahkamah
Bekerjasama.
Agung
ini
telah
membuka jalan yang masih tertutup
2011),
Peraturan
tentang
Bersama
ini
dalam kaitannya perhatian bagi
memberikan
Saksi Pelaku yang Bekerjasama
terhadap istilah Saksi Pelaku
(Justice Collaborator).
yang Bekerjasama sebagai saksi
batasan
definisi
yang juga sebagai pelaku suatu A.2.4 Peraturan Bersama antara Menkumham, Kapolri,
Jaksa
KPK,
Agung,
dan
LPSK
mengenai Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama Pada
tanggal
14
Desember 2011, diterbitkanlah Peraturan
Bersama
antara
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik
Indonesia
(Nomor
M.HH-
11.HM.03.02.TH.2011), Agung
Republik
PER-
045/A/JA/12/2011), Kepolisian Indonesia
Kepala
Negara (Nomor
Republik 1
Tahun
2011), Komisi Pemberantasan Korupsi
Republik
Indonesia
pidana
yang
bersedia
membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak
pidana
mengembalikan
untuk
aset-aset
atau
hasil suatu tindak pidana kepada negara
dengan
memberikan
informasi kepada aparat penegak hukum
serta
kesaksian
di
memberikan dalam
proses
yang
dapat
peradilan.
Jaksa
Indonesia
(Nomor
tindak
Hak-hak
diperoleh Saksi Pelaku yang Bekerjasama, sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama ini meliputi : perlindungan fisik dan psikis;
perlindungan
hukum;
penanganan secara khusus; dan penghargaan. Penghargaan yang
dapat diberikan kepada Saksi
Williem
Max
Pelaku yang Bekerjasama, dapat
Keempat
terdakwa
berupa :
merupakan anggota DPR RI
a. keringanan
tuntutan
hukuman, termasuk menuntut hukuman percobaan; dan/atau b. pemberian remisi tambahan dan hak-hak narapidana lain sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku apabila Saksi Pelaku
Tutuarima. tersebut
dari Fraksi PDI-P pada Komisi IX Periode Tahun 1999-2004. Para terdakwa terlibat dalam proses
pemilihan
Anggota
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 8 Juni 2004 di gedung Nusantara I DPR RI, yang salah satu pesertanya
yang Bekerjasama adalah seorang narapidana.
adalah
Peraturan Bersama ini juga memberikan pengaturan mengenai
Miranda
Gultom.
Swaray
15
Para
terdakwa
hak tersebut; maupun ketentuan
mendapat dakwaan alternatif dari Jaksa Penuntut Umum,
lainyang sifatnya teknis terkait
sebagai berikut :
dengan keberadaan Saksi Pelaku
a. Kesatu :
tata cara pemberian hak; pembatalan
yang Bekerjasama.
Melanggar pasal 5 Ayat (2)
14
Yurisprudensi peradilan di Indonesia telah mencatatkan putusan kasus yang dinilai oleh publik terkait dengan Saksi Pelaku yang Bekerjasama, salah
jo. Pasal 5 Ayat (1) butir b
satunya adalah kasus Agus
Pidana
Condro.
diajukan
ke
persidangan
bersama
dengan
empat
terdakwa lainnya, yaitu Max Rusman
Lumban
Toruan, Poltak Sitorus 14 , dan 14
Tahun
1999
tentang
Pemberantasan
Tindak Korupsi
sebagaimana telah diubah
Agus Condro Prayitno
Moein,
Undang-Undang Nomor 31
Terdakwa atas nama Poltak Sitorus telah meninggal dunia, oleh karena itu terdapat alasan hapusnya pidana,
dengan
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan
atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999
tentang
sehingga tersisa empat terdakwa dalam persidangan kasus tersebut. 1415 Putusan No. 14/Pid.B/TPK/2011/PN.JKT.PST hlm. 89
Tindak
Jaksa Penuntut Umum di dalam
Pidana Korupsi jo. Pasal 55
tuntutan pidananya, namun hanya
Ayat (1) ke-1 KUHP.
meminta kepada Majelis Hakim agar
Pemberantasan
b. Kedua :
diberikan putusan yang berdimensi 11
keadilan, mengingat terdakwa adalah
Undang-Undang Nomor 31
Whistle Blower, yang didukung surat
Tahun
tentang
dari Lembaga Perlindungan Saksi
Tindak
dan
Melanggar
Pasal 1999
Pemberantasan Pidana
Korupsi
tanggal 27 Mei 2011, yang intinya
dengan
menyangkut keringanan hukuman.
Undang-Undang
tentang
Perubahan
atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999
Pemberantasan
Tindak
a. Terdakwa mengakui terus terang;
dakwaan
alternatif tersebut, Majelis Hakim menilai fakta hukum yang terjadi di persidangan
lebih
membuktikan Penuntut
tepat
untuk
dakwaan
Umum
pada
Jaksa dakwaan
kedua. Selain mempertimbangkan fakta-fakta
hukum
untuk
membuktikan unsur dalam dakwaan, Hakim
menjatuhkan
di
putusan,
dalam
Tim Penasihat Hukum Agus Condro membantah
b. Terdakwa bersikap persidangan;
sopan
di
c. Terdakwa perbuatannya;
menyesali
d. Terdakwa belum pernah dihukum e. Terdakwa
telah
menyerahkan
uang yang diperoleh dari hasil kejahatan ke negara melalui KPK yaitu Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara dan menyerahkan 1 (satu) buah apartemen berikut dokumen kepemilikannya;
juga
mempertimbangan Nota Pembelaan
tidak
juga yang
Meringankan” sebelum menjatuhkan putusan, yaitu berupa :
Ayat (1) ke-1 KUHP. Berdasarkan
Majelis Hakim mempertimbangkan “Hal
tentang
Pidana Korupsi jo. Pasal 55
yang
No.R.0706/1.3/LPSK/05/2011,
sebagaimana telah diubah Nomor 20 Tahun 2001
Majelis
Korban
atau
keberatan dengan analisa yuridis
f. Terdakwa adalah sebagai Pelapor sehingga perkara korupsi penerimaan TC BII oleh anggota Komisi IX DPR RI periode tahun 1999-2004 dapat terungkap.
Surat
dari
terhadap pelaku penyertaan,
LPSK
pidananya diperberat.
menyebutkan peranan Agus Condro
Perkembangan
Prayitno adalah Whistle Blower. Akan
tetapi,
pemberian
pertimbangan
status
Justice
”mengakui terus terang”, ”menyesali
Collaborator dalam beberapa
perbuatannya”, ”menyerahkan hasil
kasus hukum di Indonesia
kejahatan”, dan ”sebagai pelapor
ditunjukkan
yang mengungkap tindak pidana”,
pemberian
mengindikasikan
bagi beberapa terpidana yang telah
dengan status
tersebut
menjalani
sebagian
hukumannya. Para terpidana yang
kemudian
Justice antara
bergelar
Collaborator lain,
Tony
ini Wong
adanya peran sebagai Saksi
dalam kasus pembalakan liar;
Pelaku yang Bekerjasama,
Mindo Rosalina Manulang
meskipun istilah Saksi Pelaku
dalam kasus suap Wisma
yang
Bekerjasama
tidak
Atlet Sumatera Selatan; dan
disebut Majelis Hakim dalam
yang
putusannya.
Vincentius
Putusan
pidana
yang
dikenakan
penjara terhadap Prayitno lebih
terbaru
Agus dapat
Condro
dibandingkan
penggelapan pajak PT. Asian Agri. 3.
bila dengan
Collaborator) Sebagai Alasan
terdakwa lain dalam kasus
Peringanan Pidana
yang sama. Dalam hal ini
Yang Akan Datang
terlihat adanya peringanan pidana
bagi
kasus
Kebijakan Formulasi Hukum Pidana tentang Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice
dikatakan
ringan
dalam
adalah
Berdasarkan Pasal 37
pelaku
Konvensi
pidana
Korupsi, orang-orang yang
(deelneming). Merupakan hal
ikut serta dalam tindak pidana
yang
yang
penyertaan
tindak
kontras,
mengingat
PBB
ditetapkan
Melawan
dalam
1 4
Konvensi
ini,
yang
telah
atau penuntutan suatu tindak
memberikan informasi yang
pidana terorganisir. Selain itu,
berguna kepada pejabat yang
dirasa
berwenang
memberikan imunitas.
untuk
tujuan
penyelidikan
dan
pembuktian;
dan
perlu
pula
untuk
a. Macedonia
untuk
Undang-Undang
memberikan bantuan khusus
Perlindungan Saksi Macedonia
dan faktual kepada pejabat
tanggal 26 Mei 2005, menyebut
yang
istilah
berwenang
dalam
Justice
Collaborator
merampas hasil kejahatan dan
dalam Pasal 2 angka 2, dengan
mengembalikannya,
kriteria sebagai berikut :
wajib
diberikan tindakan dukungan yang
tepat,
terdakwa
(ayat
terdakwa,
hukuman
terpidana, atau anggota kelompok kriminal atau geng
2);
lainnya;
yaitu
mengurangi
a. Merupakan
berupa dan
dilepaskannya saksi pelaku
b. Berpartisipasi dalam melakukan tindak pidana;
tersebut dari penuntutan (ayat c. Setuju
3).
untuk
dengan Konvensi ketentuan
ini
memuat
perlakuan
seseorang
yang
bagi
bekerjasama
dengan pejabat penegak hukum, yaitu dalam Pasal 26. Tindakan yang tepat dalam mendorong partisipasi
orang-orang
pengungkapan terorganisir,
dalam
kejahatan salah
kemungkinan tertentu,
dalam
untuk
hukuman substansial
mengurangi
terdakwa
memberikan
kasus yang
kerjasama dalam
penyidikan
badan-badan
yang
berwenang
dalam
penyelidikan, dan
penuntutan,
persidangan
tindak
pidana tersebut; d. Dengan memberikan pernyataan dalam kapasitas sebagai saksi terkait dengan tindak pidana yang terorgansir.
satunya
dilakukan dengan memberikan
bekerjasama
Akan
tetapi,
bentuk
perlakuan yang dapat diberikan bagi menurut hanyalah
JusticeCollaborator undang-undang berupa
menjagakerahasiaan
ini :
identitas;
menyediakan pribadi;
perlindungan
perubahan
tempat
dapat diberikan pada seorang justice
collaborator.
Yang
tinggal; dan, perubahan identitas.
bersangkutan
Sedangkan perlakuan dalam hal
terhadap beberapa tindakan yang
peringanan pidana tidak nampak
lebih mengarah kepada bentuk
dalam undang-undang ini.
perlindungan.
b. Albania
d.
hanya
berhak
Norwegia
Undang-Undang Albania
Berdasarkan
ketentuan
Nomor 9205 tertanggal 15 Maret
dalam Pasal 58 dan Pasal 59
2004 yang berjudul Law on The
KUHP
Justice Collaborator and Witness
diketahui
Protection,
Norwegia menunjukkan adanya
pengertian
memberikan mengenai
Justice
Collaborator dalam Pasal 2
bahwa
KUHP
pengurangan pidana bagi :
2) Peranan dalam penyertaan tersebut
sangat
dengan orang lain, ataupun kadar penyertaannya kecil;
menjadi
tersangka
mencegah akibat yang timbul
kerjasama,
atau memperbaiki kerusakan
pemberitahuan,
dan
yang
dibuat
selama proses pidana;
dari perbuatannya; dan 4) Membuat pengakuan secara berterus-terang.
c. Berada pada kondisi bahaya dan ancaman yang nyata.
Unsur-unsur menunjukkan
Beberapa hal yang dapat kepada
justice
collaboratordalam
undang-
undang
tersebut,
di
telah
perlindungan
karena
diberikan
tergantung
3) Sebelum mengetahui dirinya
a. Terdakwa atau terpidana;
pernyataan
dapat
1) Pelaku kejahatan penyertaan;
huruf b. Berdasarkan pengertian yang ada dalam pasal tersebut, maka seorang Justice Collaborator di Albania adalah seorang :
b. Mendapat
Norwegia,
Albania
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10, menunjukkan ketiadaan alasan peringanan pidana yang
beberapa
tersebut esensi
Saksi Pelaku yang Bekerjasama, hanya saja pengaturan yang ada dalam
KUHP
Norwegia
ini
belum menyebut peranannya bagi pengungkapan kasus lain yang terkait
dengan
yang
pelaku
tersebut lakukan. Oleh karena itu,
belum tepat apabila dikatakan
(menyerahkan diri), sebagaimana
Saksi Pelaku yang Bekerjasama.
disebutkan dalam Pasal 42; dan
e.
Confessions
Portugal
(pengakuan),
mengenai
sebagaimana disebutkan dalam
peringanan pidana sebagaimana
Pasal 173. Hanya saja dalam hal
disebutkan
dalam
72
Saksi Pelaku yang Bekerjasama,
KUHP
Portugal,
telah
menyerahkan diri dan pengakuan
unsur
saja tidak cukup, melainkan perlu
Saksi Pelaku yang Bekerjasama,
adanya dorongan informasi yang
yaitu :
diberikan
Ketentuan
mengandung
Pasal
beberapa
1) Adanya
kondisi
sebelum,
mengungkap
pada saat, ataupun setelah
terorganisir
tindak
pihak lain.
yang
pidana
dilakukan,
menghilangkan
untuk
dapat
tindak yang
pidana
melibatkan
sifat Peringanan pidana bagi
melawan hukumnya tindak pidana, kesalahan dari si pelaku tindak pidana, atau perlunya pidana dijatuhkan. Keadaan setelah terjadinya
Saksi Pelaku yang Bekerjasama dirasa
perlu
untuk
diformulasikan,
dengan
didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut :
tindak pidana bisa berupa pengakuan tanpa paksaan dari si pelaku tindak pidana itu sendiri.
Indonesia
telah
memperhatikan
mulai peranan
Saksi dalam pengungkapan
2) Unsur sikap pelaku tindak pidana
a. Penegakan hukum pidana di
yang menunjukkan
adanyapenyesalan
dan
upayanya untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan. f. Jepang
kasus, termasuk di dalamnya adalah Saksi Pelaku yang Bekerjasama. b. Eksistensi Saksi Pelaku yang Bekerjasama
di
Indonesia
diakomodir dalam Undang-
KUHP Jepang memuat
Undang Perlindungan Saksi
hal
esensinya
dan Korban (dengan tidak
mendekati Saksi Pelaku yang
memberikan sebutan istilah);
Bekerjasama,
Surat
dua
yang yaitu
Surrender
Edaran
Mahkamah
Agung
(bersifat
terbatas
memperbaiki keadaan. Dengan
hanya untuk Para Hakim);
demikian, esensi Saksi Pelaku
dan Peraturan Bersama antara
yang Bekerjasama telah terlihat,
Menkumham, Jaksa Agung,
dengan penegasan pula adanya
Kapolri, KPK, dan Ketua
peringanan
LPSK
penyertaan tindak pidana.
(sudah
mencakup
mulai prosedural
perlakuan bagi Saksi Pelaku yang Bekerjasama).
terhadap
e. Terdapat pula beberapa terpidana kasus yang belakangan disebut sebagai
Saksi
Pelaku
Bekerjasama, c. Meskipun yang
peraturan-peraturan
telah
mengakomodir
perlakuan bagi Saksi Pelaku yang
suatu
yang
sehingga
peringanan pidana yang dapat diberikan adalah berupa remisi dan pembebasan bersyarat.
Bekerjasama
f. Dunia internasional telah mulai
adanya
menaruh perhatian dalam hal
mengisyaratkan
peringanan pidana, akan tetapi
peranan
dalam induk hukum pidana di
Bekerjasama,
Indonesia
beberapa
(KUHP)
belum
Saksi
Pelaku yaitu
yang dalam
Konvensi
dan
merumuskan alasan peringanan
perumusan
pidana dalam hal peran Saksi
maupun KUHP negara lain.
Pelaku yang Bekerjasama.
undang-undang
g. Pancasila sebagai simbol-simbol
d. Analisis terhadap putusan Agus
nilai
moralitas
asli
Bangsa
dijadikan
patokan
Condro Prayitno menunjukkan
Indonesia,
adanya penyertaan dalam tindak
dalam
pidana yang dilakukan, akan
peradilan
tetapi mendapat putusan yang
dalam
lebih
untuk memberikan peringanan
ringan
beberapa
dibandingkan
terdakwa
melaksanakan pidana.
menentukan
sistem
Termasuk kebijakan
dalam
pidana bagi Saksi Pelaku yang
rangkaian kasus korupsi tersebut,
Bekerjasama, harus didasarkan
karena
nilai-nilai
peranannya
pengungkapan sikapnya penyesalan
kasus
yang dan
dalam serta
menunjukkan berusaha
Pancasila,
salah
satunya “hikmat kebijaksanaan” dalam sila keempat. h. Salah
satu
kearifan
yang
terkandung
Pancasila
Selain itu, untuk memberikan
adalah Kearifan Religius, yang
perlakuan yang khusus bagi
memberi
Saksi
dalam
dalam landasan
penentuan
agamis kebijakan.
Pelaku
Bekerjasama, UU Nomo 13
Dalam hal ini, maka kearifan
Tahun
religius
Perlindungan
agama
Islam,
yang
2006
tentang Saksi
dan
memberikan rambu-rambu di
Korban, juga telah menyiapkan
dalam Al Quran dan Hadis.
draft
Dalam hal Saksi Pelaku yang
rancangan baru.
Bekerjasama, terdapat Hadis yang
menunjukkan
bahwa
setiap individu yang bersedia memberikan
kesaksiannya
sebelum diminta adalah saksi yang paling baik. Sedangkan dalam beberapa ayat Al Quran, menunjukkan bahwa kepastian penghukuman yang ditentukan Allah SWT ternyata juga tetap ada keringanannya. i. Bentuk
perwujudan
C. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Kebijakan
formulasi
hukum pidana saat ini mengenai
Saksi
Pelaku
yang
Bekerjasama
dapat
ditemukan
dalam
beberapa
peraturan,
yang ius
telah
merumuskan
adanya
constituendum berupa Konsep
peringanan
pidana.
KUHP
2012
Akan
alasan
peringanan
merumuskan pidana
tetapi,
posisi
pengaturan-
antara lain berupa penyerahan
pengaturan
diri dan adanya penyesalan,
belum memiliki posisi
yang merupakan salah satu
yang kuat. Apalagi
esensi
mengingat
Saksi
Pelaku
Bekerjasama, bahwa
yang
menunjukkan
Konsep
telah
menyeimbangkan
unsur
obyektif
unsur
dengan
subyektif suatu tindak pidana.
tersebut
putusan
yang
menunjukkan Saksi
Pelaku
Bekerjasama “Turut
analisis
Serta
esensi yang adalah yang
Diperingan”, sehingga
perlu memasukkannya ke
dalam
induk
a. Segera
hukum pidana. b. Kebijakan
formulasi
hukum pidana yang akan datang mengenai Saksi
2. Saran
Pelaku
yang
formulasi Pelaku
yang
Bekerjasama alasan
alasan
peringanan
pidana,
pidana
dapat
bentuk
dengan
hukum
pidana mengenai Saksi
Bekerjasama sebagai
dilakukan
mengadakan
sebagai
peringanan baik
dalam
Peraturan
Pemerintah
untuk
memperhatikan
merevisi
KUHP,
Pengertian;
maupun
dalam
Tindak
yang
dapat
RKUHP dan segera
memunculkan
Saksi
mengsahkannya
Pelaku
yang
menjadi KUHP.
Bekerjasama;
serta
pidana
Bentuk
Peringanan
b. Mengadakan penelitian dan
seminar
terkait
Pidana yang Dapat
perkembangan
posisi
Diberikan. Kebijakan
Saksi
formulasi
dapat
Bekerjasama
dilakukan
dengan
membuat
Peraturan
Pelaku
menunjukkan “turut
Undang-Undang
diperingan”. untuk
merevisi
KUHP
(jangka
pendek);
maupun
dengan
menempatkannya dalam RKUHP untuk segera menjadi
disahkan KUHP
(jangka panjang).
dalam
hukum pidana, yang
Pemerintah Pengganti (Perpu)
yang
adanya
serta
yang
KEPUSTAKAAN Moeljatno.
Asas-Asas
Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta, 2008. Muladi
Kapita
Selekta
Sistem Peradilan Pidana. Semarang : Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, 2004. Nawawi Arief, Barda. Pembaharuan Hukum dalam
Pidana
Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung : Penerbit Alumni, 1981.
Djoko Sarwoko. Reward Bagi
“Whistle
Blower” (Pelapor
PerspektifKajian Perbandingan.
Tindak Pidana)dan
Bandung : Citra
Collaborator”
Aditya
(Saksi Pelaku yang Bekerja Sama)
Bakti,
2005. ---------.
Tujuan
“Justice
dan
Pedoman Pemidanaan Perspektif PembaharuanHuku m
Pidana
dan
Pidana Tertentu. Rakernas
Perbandingan Beberapa Negara. Semarang
Collaborator, Mungkinkah?,
Oetama, 2009.
http://gagasanhukum.wordpre
---------. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana : Perkembangan
dan
Pembaruan Penegakan Hukum. Jakarta: 2009.
collaborator-mungkinkah/, Desember 2012.
Indriyanto.
Humanisme
ss.com/tag/justicediakses pada tanggal 10
Penyusunan Konsep KUHP Baru. Jakarta : Kencana, 2010. Adji,
MahkamahAgung 2011. Romli Atmasasmita, Jutice
:Percetakan
Seno
dalam Perkara Tindak
Kompas,
Putusan No. 14/Pid.B/TPK/2011/PN.JKT.PST