Kebijakan Badan Pertanahan Nasional terhadap Tanah Bekas Pertambangan di Aceh Trio Yusandy
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016), pp. 109-118.
KEBIJAKAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL TERHADAP TANAH BEKAS PERTAMBANGAN DI PROVINSI ACEH POLICY OF THE NATIONAL LAND AUTHORITY ON EX MINING LAND IN ACEH PROVINCE Trio Yusandy Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Aceh Jl. Muhammadiyah No. 91, Batoh, Lueng Bata, Banda Aceh E-mail:
[email protected] ABSTRAK Di Provinsi Aceh pertambangan minyak menjadi salah satu kegiatan pertambangan terbesar dan menjadi sumber daya alam unggulan bagi pendapatan daerah. Permasalahan muncul setelah pertambangan tersebut berhenti beroperasi, banyak lahanlahan bekas pertambangan yang ditelantarkan oleh perusahaan sehingga memunculkan potensi tumpang tindih hak atas tanah di kemudian hari. Penelitian ini menggunakan socio-legal research. Melalui pendekatan ini, objek hukum akan dimaknai sebagai bagian dari subsistem sosial di antara subsistem-subsistem sosial lainnya. Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa kegiatan pertambangan di Provinsi Aceh memiliki dampak negatif terhadap ekosistem hutan yang ada di Aceh. Akibatnya, Aceh mengalami kekeringan ketika musim kemarau, hasil pertanian mereka pun menurun. Selain itu eksploitasi yang dilakukan perusahaan tambang mengakibatkan banyaknya lahan pertambangan yang ditelantarkan. Upaya pemerintah dalam pengaturan pemanfaatan, penggunaan serta peruntukannya dapat menjadi kewenangan pemerintah daerah. Pengawasan harus dilakukan dengan adanya kerjasama antara Badan Pertanahan Nasional dan pemerintah daerah dalam memproteksi permohonan sertifikasi tanah di atas lahan bekas tambang. Kata Kunci: Kebijakan, Pertambangan, Tumpang Tindih Kebijakan. ABSTRACT Oil exploration is one of the largest mining and natural resources for local revenue. A problem arises when the mine quits its operations, it then abandoned by the company causes the potential overlap of land rights in the future. This is socio-legal research. By it, the legal objecs are interpreted as part of the social subsystem among the others. The research shows that mining activity has a negative impact on the forest ecosystem. Thus, Aceh suffers from droughts during dry season, their agricultural products decrease. In addition, the company abondons mining lands. Efforts done by the government in regulating the usage, and painning is a local government authority. It should be done by the cooperation between the National Land Agency and local gevernments in protecting the certification application on the former mining lands. Keywords: Policy, Mining, Overlapping Policy.
ISSN: 0854-5499
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Kebijakan Badan Pertanahan Nasional terhadap Tanah Bekas Pertambangan di Aceh Trio Yusandy
PENDAHULUAN Salah satu pertambangan yang banyak ditemui di Aceh adalah pertambangan minyak. Pada prinsipnya undang-undang telah menjelaskan adanya kewajiban bagi semua pihak, baik pemerintah maupun rakyat memanfaatkan potensi tambang bagi kemakmuran. Pada prakteknya, hal itu belum terwujud dalam pengelolaan pertambangan minyak yang ada di Provinsi Aceh. Padahal, Indonesia diakui sebagai penghasil minyak terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia bisa disebut sebagai negara yang masih memiliki kandungan minyak berlimpah. Potensi minyak yang bisa membawa Indonesia menuai pendapatan berlimpah untuk kemakmuran rakyatnya belum diatur secara optimal. Masih sering terjadi penyelundupan minyak melalui penambangan ilegal. Bayangkan saja,
penambangan ilegal mampu
menghasilkan 60 ribu ton per tahun, tak begitu beda jauh dengan jumlah produksi penambangan legal sebesar 71.610 per tahun. Hasil penambangan ilegal tentu tak masuk ke dalam kas negara, terutama dalam bentuk royalti dan pajak. 1 Biasanya, minyak dari aktivitas penambangan ilegal itu dipasarkan ke sejumlah negara, seperti Malaysia, Thailand, Singapura, dan Cina. Ada sejumlah masalah yang mestinya segara mendapatkan solusi. Permasalahan tersebut antara lain adalah belum optimalnya kebi jakan nasional, peraturan yang bermasalah, penegakan hukum yang tidak konsisten, KKN berbagai oknum, pencurian, penyeludupan, perusakan lingkungan, dominasi asing dan pemilik modal, serta kemiskinan dan ketertinggalan masyarakat. Banyak dampak negatif yang timbul akibat kesalahan dan penyelewengan pengelolaan tambang minyak. Sekitar 40% produksi minyak nasional setiap tahun diseludupkan. Negara kehilangan pendapatan, hanya dari royalty (besarnya 2% harga jual timah), sekitar US$ 9,5
1
Menyelamatkan Kehancuran Pertambangan Timah Bangka Belitung (2) http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/menyelamatkan-kehancuran-pertambangan-timah-bangka-belitung2.htm#.VLHCWtKUfnY diunduh pada tanggal 22-12-2014
110
Kebijakan Badan Pertanahan Nasional terhadap Tanah Bekas Pertambangan di Aceh Trio Yusandy
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
juta per tahun. Belum lagi kerugian akibat penggelapan pajak, yang jumlahnya pasti jauh lebih besar. Dari beberapa permasalahan yang muncul karena usaha pertambangan tersebut, terdapat satu permasalahan yang akan difokuskan dalam penelitian ini yaitu terkait kebijakan yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan nasional terhadap pengusahaan, penggunaan, pemilikan dan pemanfaatan hak atas tanah bekas pertambangan untuk menghindari tumpang tindih lahan di kemudian hari. Hal ini menjadi penting untuk diteliti karena di Aceh saat ini banya k lahanlahan bekas pertambangan yang terlantar dan tidak dilakukan pengurusan atas hak tersebut. Sehingga memunculkan kekhwatiran akan adanya tumpang tindih hak atas tanah di kemudian hari. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka di dalam penelitian ini pada akhirnya terfokus pada permasalahan sebagai berikut: (1) Bagaimana dampak penguasaan, penggunaan, pemilikan dan pemanfaatan hak atas tanah bekas pertambangan di Provinsi Aceh? (2) Bagaimana upaya Pemerintah dan Badan Pertanahan Nasional terhadap penguasaan, penggunaan, pemilikan dan pemanfaatan hak atas tanah bekas pertambangan untuk menghindari tumpang tindih lahan?
METODE PENELITIAN Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian. 2 Menurut Sutrisno Hadi, Penelitian adalah usaha untuk menemukan,
2
Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 6.
111
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Kebijakan Badan Pertanahan Nasional terhadap Tanah Bekas Pertambangan di Aceh Trio Yusandy
mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah. 3 Penelitian
sebagai
sarana
dalam
pengembangan
ilmu
pengetahuan
untuk
mengungkapkan kebenaran-kebenaran secara sistematis, analisis dan konstruktif terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah dengan menggambarkan makna tindakan -tindakan sosial dan simbol-simbol yang terjadi di dalam sistem pendaftaran tanah, penelitian untuk disertasi ini secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam ranah pendekatan socio-legal research. Pendekatan ini dilakukan untuk memahami hukum dalam konteks masyarakatnya 4 yaitu suatu pendekatan yang bersifat non-doktrinal. Melalui pendekatan ini, obyek hukum akan dimaknai sebagai bagian dari subsistem sosial di antara subsistem -subsistem sosial lainnya. Pemahaman bahwa hukum adalah sebatas seperangkat norma yang terlepas dari kesatuan sosial, hanya akan mengingkari keterkaitan hukum sebagai norma dan basis sosial. Brian Z. Tamanaha menegaskan bahwa hukum dan masyarakat memiliki bingkai yang disebut “The Law-Society Framework” yang memiliki karaktaristik hubungan tertentu. Hubungan tersebut ditunjukkan dengan dua komponen dasar. Komponen p ertama terdiri dari dua tema pokok yaitu ide yang menyatakan bahwa hukum adalah cermin masyarakat dan ide bahwa fungsi hukum adalah untuk mempertahankan “social order”. Komponen kedua terdiri dari tiga elemen, yaitu: custom/consent; morality/reason; dan positive law. Custom/consent and morality/reason dapat dipahami dalam pemikiran Donald Black sebagai culture. Lebih lanjut dikemukakan bahwa pendekatan ini, dengan strategi metodologisnya menganjurkan to learn from the people, mengajak para pengkaji hukum agar juga menggali dan meneliti makna-makna hukum dari perspektif para pengguna dan/atau pencari keadilan.
3 4
112
Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I, ANDI, Yogyakarta, 2000, hlm. 4. Soerjono Soekanto dkk, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, PT Bina Aksara, Jakarta, 1988, hlm. 9.
Kebijakan Badan Pertanahan Nasional terhadap Tanah Bekas Pertambangan di Aceh Trio Yusandy
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1) Dampak Pertambangan di Provinsi Aceh Dampak lingkungan (environmental impact) adalah perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh suatu aktivitas. Berdasarkan definisi ini, berarti perubahan lingkungan yang terjadi langsung mengenai komponen lingkungan primernya, sedang perubahan lingkungan yang disebabkan oleh berubahnya kondisi komponen lingkungan dikatakan bukan dam pak lingkungan, melainkan karena pengaruh perubahan komponen lingkungan atau akibat tidak langsung dapat disebut juga sebagai pengaruh (environmental effect). Pertambangan minyak Aceh yang dikelola PT Pertamina telah berkontribusi bagi perekonomian
negara,
baik
menyumbang
devisa
negara
serta
menjadi
penggerak
perekonomian di wilayah Aceh. Pendapatan PT Pertamina pada 2013, seperti disebutkan sebelumnya, mencapai Rp. 1, 626 triliun dan pada 2008 mencapai Rp. 9, 053 triliun. Namun, pertambangan minyak Aceh juga telah mengabaikan pengelolaan lingkungan hingga menimbulkan dampak kerusakan ekosistem. Dampak kerusakan ekosistem akibat pertambangan minyak Aceh merupakan dampak lingkungan jangka panjang, berupa kolam-kolam bekas tambang, hilangnya keanekaragaman hayati, dan berkurangnya vegetasi. Pemulihan dampak kerusakan lingkungan itu bisa jadi membutuhkan biaya lebih tinggi dibanding keuntungan produkti minya yang telah diperoleh. Dan selama ini, PT. Pertamina atau pun penambang inkonvensional hanya mengambil manfaat ekonomi dari sumberdaya timah. Perlahan kondisi lingkungan provinsi ini mengalami kehancuran. Tambang minyak ilegal pun telah membuat bumi Serambj Mekah tercabik-cabik. Setidaknya 10 sungai besar di wilayah ini telah rusak yang menyebabkan flora dan fauna berada di ambang kepunahan. Ini disebabkan banyaknya pelanggaran aturan, dalam bentuk penambangan di luar wilayah yang telah ditetapkan atau menjual hasil penambangan kepada pihak lain selain kepada pemilik kuasa penambangan (KP). 113
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Kebijakan Badan Pertanahan Nasional terhadap Tanah Bekas Pertambangan di Aceh Trio Yusandy
Akibatnya, tambang minyak bisa muncul di daerah aliran sungai atau pun di pantai. Berdasarkan catatan Jaringan Advokasi Tambang, setidaknya 100 kilogram batuan digali hanya untuk menghasilkan 0,35 kilogram bahan tambang. Sedangkan 99 persen bahan sisa tambang itu dibuang sebagai limbah. Asosiasi Tambang Minyak Rakyat (Asmira) Aceh bersama pemerintah daerah dan kepolisian bekerja sama menertibkan tambang minyak ilegal. Saat ini jumlah tambang minyak tinggal 1.000-an unit karena ketatnya penertiban. Tahun 2007-2013 tambang timah pernah mencapai 7.000 unit. 5 Kelestarian fungsi ekosistem hutan seharusnya dipertahankan. Jika tidak, maka keberlanjutan kehidupan mahkluk hidup dan bahkan manusia akan terancam. Kerusakan ekosistem hutan telah berdampak panjang pada efek rumah kaca yang mengakibatkan bumi semakin panas dan berdampak pada kesehatan manusia. Jika manusia menyadari pentingnya menjaga kelestarian fungsi ekosistem hutan, sesungguhnya hal ini adalah untuk keberlanjutan manusia itu sendiri. Aktivitas tambang inkonvensional di Aceh semakin marak berdampak pada kerusakan ekosistem. Sebab, obyek penambangan hampir mencakup ke segala aspek ekosistem alam, yaitu wilayah darat dan laut Bangka. Objek penambangan terutama di dalam ruang lingkup kerja wilayah hutan konservasi yang menjadi sasaran pertambangan warga Aceh, membuat area hutan di Aceh semakin terancam keberadaannya. Ini menambah permasalahan global pembalakan liar hutan Aceh. Beberapa penambang inkonvensional bahkan telah menggunduli area hutan, diantaranya hutan fungsi khusus, hutan lindung, hutan produksi, hutan konservasi atau reklamasi eks tambang timah hingga hutan magrove. Langkah tersebut dilakukan dengan tujuan membuka lahan pertambangan timah. Para penambang inkonvensional membuka lahan pertambangan
5
http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/menyelamatkan-kehancuran-pertambangan-timah-bangkabelitung-2.htm diunduh tanggal 11-12-2014.
114
Kebijakan Badan Pertanahan Nasional terhadap Tanah Bekas Pertambangan di Aceh Trio Yusandy
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
dengan cara membabat, membakar, kemudian menggunduli area hutan, guna kepentingan eksploitasi. Hilangnya
ekosistem
hutan
yang
berganti
menjadi
area
pertambangan
telah
menghilangkan fungsi ekosistem hutan sebagai pertukaran energi (energy circuits), siklus hidrologi, rantai makanan mahkluk hidup (food chains), mempertahankan keanekaragaman hayati (diversity patterns), daur nutrien (nutrien cycles) dan pengendali ketika terjadi pencemaran (control/ cybernetics). Kerusakan ekosistem hutan telah berdampak pada ketidakseimbangan sistem alam.
2) Upaya Badan Pertanahan Nasional Kebijakan Badan Pertanahan Nasional telah dimulai dengan meminta Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan koordinasi terkait izin pengelolaan tambang. Dalam proses perizinan antara lain melibatkan empat instansi, yakni Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian ESDM, Kementerian Kehutanan, dan Badan Pertanahan Nasional. Kebijakan tersebut perlu dilakukan khususnya dimulai dengan koordinasi Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kementerian ESDM. KLH menaruh perhatian khusus pada sisi kelengkapan dokumen permohonan izin tambang, terutama berkaitan dengan isu lingkungan. Berdasarkan analisis tersebut maka Kementerian ESDM dan KLH akan mengeluarkan penilaian clear and clean dengan tambahan komponen green untuk melengkapi keabsahan izin penambangan dari sisi lingkungannya. Pada dasarnya kebijakan yang akan dilakukan tersebut akan fokus pada izin yang dikeluarkan Kementerian Kehutanan dalam pertambangan yang merupakan tindak lanjut dari izin-izin yang diterbitkan instansi terkait sebelumnya. Perusahaan tambang harus punya izin terlebih dahulu yang dibuktikan dengan IUP (Izin Usaha Pertambangan), PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara), atau kontrak karya. Apabila izin IUP dan PKP2B sudah ada dari perusahaan tersebut ketika ia beroperasi di hutan maka tidak serta 115
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Kebijakan Badan Pertanahan Nasional terhadap Tanah Bekas Pertambangan di Aceh Trio Yusandy
merta bisa masuk tanpa izin dari Kementerian Kehutanan dalam bentuk Izin Pinjam Pakai Lahan Hutan atau IPPLH. Hal ini akan memprotekasi pengelolaan hak atas tanah pertambangan agar tidak terjadi tumpang tindih lahan. Pasal 38 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan merumuskan penggunanan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri Kehutanan. Menteri mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Sehingga untuk mendapatkan izin eksplorasi hingga kegiatan produksi atau eksploitasi tambang minerba yang ada dalam kawasan hutan, harus melewati prosedur yang telah ditetapkan Kementerian Kehutanan. Prosedur ini diatur dalam PP No 24 Tahun 2010 jo No. 61 Tahun 2012 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, dan Permenhut No. 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Semua dasar hukum tersebut memerlukan koordinasi yang intens dan terpadu dari semua stackeholder terkait, mengingat kegiatan pertambangan yang memasuki kawasan hutan syarat akan domain kewenangan dari lintas sektoral. Sehingga k ejelasan implementasi regulasinya akan sangat dipengaruhi oleh harmonisasi dengan instansi lainnya agar tidak terjadi overlaping, termasuk juga dengan pemerintah daerah di dalamnya. Berdasarkan kebijakan tersbut maka ditetapkan bahwa izin lingkungan menjad i salah syarat yang diperhatikan Kementerian Kehutanan sebelum memberikan izin. Izin tersebut menjadi bagian penting dari kajian Amdal. Izin lingkungan ditambahkannya ke dalam persyaratan pemberian izin dalam ruang lingkup penggunaan lahan hutan untuk tamb ang. Serta bagi Badan Pertanahan Nasional, izin tersebut menjadi syarat mutlak untuk melakukan pendaftaran tanah terhadap lahan bekas pertambangan sehingga tumpang tindih atas lahan pertambangan dapat dihindari.
116
Kebijakan Badan Pertanahan Nasional terhadap Tanah Bekas Pertambangan di Aceh Trio Yusandy
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
KESIMPULAN Penelitian yang telah dilakukan pada akhirnya memperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama, seluruh kegiatan pertambangan tidak ada yang berdampak positif terhadap lingkungan bahkan dapat dikatakan sangat merusak lingkungan alam. Begitu juga yang terjadi di pertambangan Aceh. Penambangan minyak yang dilakukan secara terus menerus yang telah menyebabkan kerusakan lingkungan laut yang sangat parah. Kerusakan itu juga sudahterlihat bahkan dirasakan oleh masyarakat setempat. Masalah yang muncul menjadi cerminan bahwa lemahnya sistim Pemerintah dalam memenuhi kesejahteraan masyarakat di daerah Aceh. Kedua, pengaturan penguasaan dan pemilikan atas tanah tetap merupakan kewenangan Pemerintah Pusat dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional, sehingga tidak mungkin dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Adapun pengaturan pemanfaatan, penggunaan serta peruntukannya dapat menjadi kewenangan pemerintah daerah. Maka solusi yang ditawarkan dalam penelitian ini terkait dengan tanah – tanah pasca tambang minyak tersebut adalah di iberikan Hak Pengelolaan atas nama Pemerintah Daerah. Disamping pemberian hak pengelolaan pada wilayah tertentu kepada pemerintah daerah, maka pada wilayah lainnya tanah – tanah pasca tambang tersebut dinyatakan tetap sebagai tanah Negara. Hal ini memberikan peluang kepada pihak – pihak yang memerlukan tanah untuk menguasai, memiliki, menggunakan dan memanfaatkan tanah untuk keperluan dan kepentingan usahanya. Perlakuan terhadap tanah pasca tambang timah ini di pisahkan menjadi dua yaitu : diberikan dengan Hak Pengelolaan dan Tanah Negara yang open akses merupakan solusi yang tepat. Karena saat ini terdapat beberapa kepentingan dan keinginan dari beberapa pihak yang menghendaki terkait penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan penggunaan tanah pasca tambang timah tersebut. Mulai dari pemerintah daerah dan Propinsi, pengusaha, masyarakat umum, badan usaha dan lainnya.
117
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 1, (April, 2016).
Kebijakan Badan Pertanahan Nasional terhadap Tanah Bekas Pertambangan di Aceh Trio Yusandy
DAFTAR PUSTAKA Komaruddin dan Yooke Tjumparmah, 2000, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Bumi Askara, Jakarta. Rusdi Malik, 2000, Penemu Agama Dalam Hukum di Indonesia, Universitas Trisakti, Jakarta. Soerjono Soekamto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. Soerjono Soekanto dkk, 1988, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, PT Bina Aksara, Jakarta. Sutrisno Hadi, 2000, Metodologi Research Jilid I, ANDI, Yogyakarta. http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/menyelamatkan-kehancuran-pertambangantimah-bangka-belitung-2.htm diunduh tanggal 11-12-2014. Menyelamatkan
Kehancuran
Pertambangan
Timah
Bangka
Belitung
(2)
http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/menyelamatkan-kehancuranpertambangan-timah-bangka-belitung-2.htm#.VLHCWtKUfnY diunduh pada tanggal 22-12-2014.
118