KEBIJAKAN AMIR SJARIFUDDIN TERHADAP ANGKATAN PERANG TAHUN 1946-1948 SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah
Oleh : Y.Anjar Triantara NIM : 994314020
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009
MOTTO •
Dalam kehidupan ini ada kawan yang memuji dan ada lawan yang menguji
•
Love is no something, only but some the live’s idea because live without the idea Isn’t useful, and the idea without love would die.
•
Jangan kau tangisi hari kemarin, karena hidup adalah perjuangan tanpa henti
•
The only way to have a friend is to be one.
•
Kekuatan cinta adalah rasa ingin memiliki dimana rasa itu ada pasti ada cinta.
•
Jangan pernah takut sama bayangan kita sendiri sebab kita tidak akan bisa maju dalam menyikapi jaman.
•
“Tentu saja banyak wanita di dunia, beberapa diantaranya cantik. Namun di mana lagi akan kudapatkan wajah yang setiap raut, bahkan setiap kerutannya, mengingatkan pada memori-memori paling indah dan manis dalam hidupku” Karl Marx.
PERSEMBAHAN
Dengan segala rasa cinta dan rasa syukur kepeda Tuham YME skripsi ini di persembahkan kepada: 1. Bapak (Sugiyanto HS) dan Ibu (Maria Warsiyem) yang tercinta atas pendampingan dan dukungan spritual dan material. 2. Untuk Istriku yang tercinta Bernadeta Pindah Herwati yang selalu mendukungku pada setiap saat, dimana suka maupun duka kau selalu ada di hatiku. 3. Untuk anak-anakku yang Ganteng Alvin dan Maxi Bapak semoga sukses selalu dalam mengarungi hidup ini. 4. Untuk kakakku Dodok, Wawan makasih banget atas motifasinya selalu. 5. Untuk Mereka yang terkasih dalam Tuhan Yesus yang kucintai. 6. Untuk bangsaku yang harus bangkit, terus jangan menyerah dalam hidup.
ABSTRAK
Judul :Kebijakan Amir Sjarifuddin Terhadap Angkatan Perang Tahun 19461948. Oleh : Y. Anjar Triantara Permasalahan yang dibahas antara lain : faktor-faktor pendorong berdirinya angkatan perang , perkembangan angkatan perang pada masa pemerintahan Amir Sjarifuddin pada tahun 1946-1948, dan bentuk konkret kebijakan Amir Sjarifuddin. Tujuan penulisan adalah untuk mendeskripsikan tentang angkatan perang yang muncul akibat dari kolonialisme dan fasisme, setelah Amir Sjarifuddin menjabat menjadi menteri pertahanan maka akan di alihkan fungsikan dan tujuannya menjadi tentara berorientasi revolusioner. Metode penulisan mengunakan metode sejarah, yaitu proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau, untuk menghasilkan suatu tulisan sejarah, maka ada beberapa langkah yaitu : pemilihan subyek, pengumpulan sumber, kritik sumber, analisis data, dan penulisan.Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Politik dan social. Penulisan ini mengunakan metode deskripti analisis. Kebijakan Amir Sjarifuddin terhadap angkatan perang adalah suatu bentuk dari indoktrinnasi politik, sebab langkah tersebut berguna untuk menguasai nilai-nilai keamanan dan pertahanan negara. Langkah yang dilakukan Amir, merupakan usahanya supaya dapat menghilangkan unsur fasisme Jepang dalam diri tentara rakyat.Pembentukan Pepolit dalam badan pendidikan yaitu untuk memberikan bekal tentara tentang bagaimana mereka bisa loyal terhadap pemerintah dan tidak bertindak sendiri tanpa ada perintah dari pusat. Amir Sjarifuddin adalah tokoh yang sangat menentang nilai-nilai fasisme Jepang , sebab pernah merasakan sendiri menjadi tawanan Jepang pada waktu itu. Rasa benci yang begitu dalam akan diwujudkannya setelah ia menjadi menteri pertahanan, dan memberikan konsepsi menyangkut ketentaraan supaya ditanamkan pada aspek pertahanan dan keamaman. Maka banyak sekali masalah-masalah yang dihadapinya semasa menjabat menteri. Usaha yang dilakukannya untuk mengabungkan antara pamerintah dengan tentara dan tidak ada perbedaan dalam berpolitik serta bertangung jawab dengan badan pekerja dan KNIP, karena mendapat mandat dari Presiden Soekarno, saat pemerintahan dalam keadaan kacau.
ABSTRACT
Title ; The Amir Sjarifuddin’s policy of armed forces in 1946 until 1948. By : Y. Anjar Triantara. The problems that discussed for example : supporting factors the formed of armed forces, the growth of armed forces on the governance of Amir Sjarifuddin in 1946-1948, and the concrete form of Amir Sjarifuddin’s policy. This writing target to describe about armed forces which appear because the effect of colonialism and fascism, after Amir Sjarifuddin become a Minister of Defender it will be displaced function and the target is become the army orient revolutionary. The writing method is using the history method, it is a process to test and analyze the critically record and an old world omission, to produce a history article, so there are some steps they are : subject election, gathering sources, criticize the source, analyze the data, and writing. The approach that used is political and social approach. This writing is use the analyze description method. Amir Sjarifuddin’s policy of armed forces is a from of political endocrines. Because, the step is use to master defence and security values state. The step that conducted by Amir, is representing his effort to eliminate the element of Japan fascism on people military. Forming Pepolit in education institute is to give the military’s knowledge how they loyal to the government and do not take any actions without order from the center. Amir Sjarifuddin is a figure who opposing the values of Japan fascism, because he has felt become the Japan captive in the past. The deep hates will realize after he become a Minister of Defence, and give the conception concerning to army that inculcated on defence and security aspect. So there are a lot of problems that faced when he become a Minister of Defence. The effort that he does is joining the government with military and there is not a difference in politic and responsibility with labour institute and KNIP, because getting mandate from President Soekarno, when the governance in disorder condition.
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama
: Y. Anjar Triantara
Nomor Mahasiswa
: 994314020
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, aya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul : KEBIJAKAN AMIR SJARIFUDDIN TERHADAP ANGKATAN PERANG TAHUN 1946-1948 berserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolayan dalam bentuk Pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selam tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 2 Juni 2008 Menyatakan
( Y. Anjar Triantara)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan YME atas berkat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Kebijakan Amir Sjarifuddin Terhadap Angkatan Perang Tahun 1946-1948. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan meraih gelar sarjana sastra di Unversitas Sanata Dharma, Fakultas Sastra, Jurusan Ilmu Sejarah. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan ijin atas penulisan skripsi ini. 2. Ketua Progaram Studi Ilmu Sejarah Univesitas Sanata Dharma, yang telah memberikan kesempatan dalam penulisan ini. 3. Bapak Prof. Dr. P.J. Soewarno, S.H., selaku pembimbing I yang telah membimbing dan mengoreksi skripsi ini hingga selesai. 4. Bapak Drs. H. Purwanta M.A, selaku pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan, bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan tugas belajar. 5. Para Dosen Ilmu Sejarah, yang telah banyak memberikan bekal pengetahuan dan bimbingan bagi penulis selama menyelesaikan tugas belajar. 6. Staf Perpustakaan USD yang telah memberikan pelayanan kepada penulis untuk mendapatkan referensi.
7. Teman-teman mahasiswa Ilmu Sejarah angkatan 99, serta semua sahabat atas dukungan, persahabatan, kerjasama dan kebersamaanya selama penulis menyelesaikan studi di Univesitas Sanata Dharma. Penulis menyadari atas kekurangan dan kelemahan terhadap penulisan skripsi ini.Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai upaya penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi Univesitas Sanata Dharma Yogyakarta khususnya.
Yogyakarta, 24 November 2007 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................... i Halaman Persetujuan Pembimbing...................................................................... ii Halaman Pengesahan .......................................................................................... iii Halaman Motto ................................................................................................... iv Halaman Persembahan........................................................................................ v Pernyataan Keaslian Karya ................................................................................. vi Abstrak ............................................................................................................... vii Abstract .............................................................................................................. viii Lembar pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah untuk kepentingan akademis ............................................................................... ix Kata Pengantar.................................................................................................... x Daftar Isi............................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 B. Rumusan masalah.............................................................................. 5 C. Tujuan Penelitian............................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian............................................................................. 6 E. Tinjauan Sumber ............................................................................... 6 F. Landasan Teori.................................................................................. 10 G. Hipotesis ........................................................................................... 12
H. Metode dan Pendekatan Penelitian..................................................... 15 1. Pengumpulan Data....................................................................... 15 2. Analisis Data ............................................................................... 17 I. Sistematika Penulisan ........................................................................ 19
BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDORONG BERDIRINYA ANGKATAN PERANG ................................................................................................ 21 A. Faktor Politik..................................................................................... 26 B. Faktor Ekonomi................................................................................. 29 C. Faktor Sosial ..................................................................................... 32
BAB III PERKEMBANGAN ANGKATAN PERANG PADA MASA PEMERINTAHAN PEMERINTAHAN AMIR SJARIFUDDIN PADA TAHUN 1946-1948 ................................................................... 36 A. Awal Mula Amir Sjarifuddin Masuk dalam Politik ............................ 36 1. Menjadi wakil Badan Pekerja ...................................................... 36 2. Tujuan dan Langkah Badan Pekerja............................................. 43 B. Amir Sjarifuddin Menjadi Menteri Pertahanan .................................. 44 1. Pelaksanaan Kekuasaan ............................................................... 44 C. Amir Sajrifuddin Merencanakan Reorganisasi Pemerintahan ............. 45 1. Hubungan Militer Tentara Rakyat Dengan Tentara Reguler ......... 45 2. Pendidikan Militer dalam angkatan Perang (Pepolit).................... 46
BAB IV BENTUK KONKRIT KEBIJAKAN AMIR SJARIFUDDIN ................ 49 A. Hubungan Angkatan Perang Dengan Amir Sjarifuddin ...................... 49 B. Angkatan Darat Sebagai Kekuatan Politik Pasif................................. 58
BAB V KESIMPULAN..................................................................................... 66 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah. Dalam sejarah bangsa Indonesia, proklamasi kemerdekaan dan perang kemerdekaan akan tercatat sebagai puncak-puncak yang berkilau dan merupakan dasar dari perjuangan. Keinginan untuk mengakhiri penjajahan akaibat dari imperalisme Jepang dan Belanda adalah sama usianya dengan penjajahan itu sendiri sebab : sejak permulaan penjajahan dengan mengadakan pemberontakanpemberontakan dan kemudian usaha-usaha itu dilanjutkan dengan bentuk pergerakan nasional. Baru dalam tahun 1949 maka memperoleh pengakuan dunia terhadap kemerdekaan.1 Adanya situasi vacuum of power di Indonesia itu menimbulkan persoalan: bagaimana proklamasi kemerdekaan akan dilakukan. Di satu pihak, Sukarno dan Hatta serta lain-lainnya dalam menghadapi saat-saat seperti itu belum mau melakukan Proklamasi dengan berbagai pertimbangannya sendiri. Di lain fihak kalangan pemuda yang bergerak di bawah tanah seperti Sjahrir, Chairul Saleh dan lainya mendesak kepada Sukarno dan Hatta yang mereka pandang sebagai pemimpin agar supaya proklamasi kemerdekaan dilakukan secepat mungkin dan sekarang itu juga tanpa menghubung-hubungkannya dengan pertemuan semacam di Dalat
1
T.B Simatupang, 1954, Pelopor Dalam Perang, Pelopor Dalam Damai, Jakarta.hlm. 47.
Jajaran Pustaka Militer,
Sukarno sebagai Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia kemudian mengundang badan tersebut untuk bersidang membicarakansaat proklamasi. Setelah melihat keragu-raguan serta kelunakan sikap yang ada pada Sukarno dan Hatta untuk menyatakan Proklamasi dan merasa khawatir kalau Panitia Persiapanmenjadi ragu-ragu serta lunak pula, maka para pemuda yang bergerak di bawah tanah segera memutuskan untuk mengadakan tindakan pressure yang keras. Pada tanggal 16 Agustus 1945, malam hari kalangan pemuda tersebut dengan pimpinan Sukarni “menculik” Sukarno dan Hatta ke basis pertahanan pasukan Pembela Tanah Air (PETA) di luar Jakarta, Rengasdengklok. Di situ pemimpin itu dipaksa oleh anak buahnya agar Sukarno-Hatta mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan secepat-cepatnya pada saat itu juga. Para pemuda itu tidak mau mendasarkan pengumuman proklamasi pada pertimbangan hasil pertemuan Jepang , sebab Jepang telah tidak berkuasa di wilayah Indonesia sedangkan Sekutu tidak berada di wilayah Indonesia. Sukarni memberikan jaminan kepada Sukarno-Hatta, bahwa sebanyak puluhan ribu pemuda bersenjata siap bergerak ke Jakarta mengiringi proklamasi.2 Ada tiga hal yang menyebabkan propaganda kemerdekaan Indonesia mendapatkan pengakuan dunia antara tahun 1945 samapai 1949. yang pertama ialah kekuatan yang ada pada kita, baik moral maupun material. Yang kedua ialah keadaan internasional yang mengandung syarat-syarat yang menguntungkan bagi propaganda, dan yang ketiga ialah kedudukan Belanda dalam tahun 1945 2
Goerge McT, Kahin, 1966, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta. Hlm. 135.
yang terlalu lemah, baik moral maupun material untuk menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Pemahaman sejarah Indonesia kita selanjutnya
khususnya
dalam
perkembangan Angkatan Perang , perjuangan kemerdekaan akan tetap merupakan sumber inspirasi dan sumber perkembangan tradisi. Bagi Angkatan Perang sejarah perjuangan kemerdekaan
itu mengandung pula bahan-bahan
untuk mengembangkan teori-teori tentang masalah taktik dan organisasi. Oleh sebab itu kita harus berusaha untuk mencatat perjuangan kemerdekaan selengkap mungkin. Di dalam sebuah negara hubungan antara sipil dan militer harus dilihat dalam kerangka sistem politiknya yang berlaku, baik dari segi kewibawaannya maupun dari jenis pemerintahannya. Untuk menkaitkan interaksi sipil dan militer dengan tingkat kebudayaan politik di dalam masyarakat maka perlu pembentukan sistem politik. Setelah berakhirnya pemerintahan Jepang maka Sukarno mencoba untuk membentuk pemerintahan yang baru ,agar dapat menjalankan pemerintahan dengan baik. Pada waktu itu pemerintahan Sukarno menghadapi dua masalah yang mendesak :menjernihkan posisinya terhadap tentara Jepang yang masih berada di Indonesia; dan menegakkan wibawa pemerintah. Munculnya masalah antara tentara reguler dangan tentara laskar adalah sebagai hal yang dilatari dengan pencarian makan dan duwit. Jadi tentara pada umumnya tidak suka sama laskar bukan atas dasar politik, tetapi karena merasa
bahwa laskar punya senjata yang seharusnya mereka miliki, jadi ini konflik yang mendasar.3 Pada saat minggu-minggu pertama sesudah proklamasi kemerdekaan kita berhasil merebut kembali dan menjadi modal perjuangan selajutnya berupa penguasaan daerah-daerah di Indonesia, sekalipun tidak seluruhnya. Cita-cita kemerdekaan telah tersebar luas dikalangan rakyat, selama pendudukan Jepang dan paling sedikit setengah juta pemuda-pemuda yang bersedia untuk membela Republik dengan mempertaruhkan jiwanya dan kebanyakan diantaranya telah memperoleh latihan militer selama pendudukan Jepang, memberikan dasar cukup kuat untuk perjuangan Republik selanjutnya. Dapat dikatakan sesudah prokalamasi tersusun pula dasar-dasar kekuatan yang berusaha akan menghancurkan Republik. Dasar-dasar kekuatan yang berusaha akan menghancurkan republik itu diletakan pada penguasaan daerah diluar Jawa dan Madura oleh Belanda, dan menempatkan pasukan-pasukan di kota-kota besar pada minggu pertama sesudah proklamasi. Pasukan-pasukan itu kemudian disusul oleh pasukan Belanda dengan kejadian-kejadian selanjutnya melalui Linggarjati, Serangan Belanda
yang pertama, Renville, Serangan
Belanda yang kedua, dan Persetujuan Rum-van Royen serta KMB adalah perkembangan dari keadaan yang tercipta setelah proklamasi kemerdekaan
3
Benedict Andeson,1999, Revolusi Pemuda , tentang Revolusi Kemerdekaan, dalam Mencari demokrasi. ISAI, Jakarta . hal. 24.
B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Apa faktor-faktor pendorong berdirinya Angkatan Perang ? 2. Bagaimana perkembangan Angkatan Perang pada masa pemerintahan Amir Sjarifuddin pada tahun 1946-1948 ? 3. Bagaimana bentuk-bentuk konkrit kebijakan Amir Sjarifuddin tentang Angkatan Perang ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk menambah pengetahuan tentang kebijakan yang diambil oleh Amir Sjarifuddin alam Angkatan Perang tahun 1946-1948 terhadap perkembangan pemerintahan Indonesia pada saat itu. Dalam kaitannya dengan pertahanan sipil-militer. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mendiskripsikan dan menganalisis, faktor-faktor pendorong kebijakan Amir Sjarifuddin. b. Untuk mendiskripsikan dan menganalisis, perkembangan Angkatan Perang dengan munculnya sebuah kebijakan. c. Untuk mendiskripsikan dan menganalisis, bentuk kebijakan-kebijakan Amir Sjarifuddin
konkrit terhadap
D. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang kebijakan Amir Sjarifuddin terhadap Angkatan Perang 1946-1948. Dan melihat realitas yang ada kondisi Angkatan Perang pada saat itu. 2. Bagi Universitas Sanata Dharma. Penelitian, ini diharapkan akan
dapat membantu wawasan dan
melengkapi karya tulis Ilmiah di Universitas Sanata Dharma. 3. Bagi Dunia Ilmu Pengetahuan. Penelitian, ini dapat menambah wawasan dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang kebijakan Amir Sjarifuddin terhadap Angkatan Perang.
E. Tinjauan Sumber Dalam penulisan ini penulis mengguraikan sumber tertulis berupa buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Dalam penulisan sejarah sumber-sumber yang digunakan di bagi menjadi 2 yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer berupa buku-buku dan arsip yang berisi tentang data-data asli sebagai hasil dari kesaksian pelaku-pelaku peristiwa itu sendiri, yaitu menyangkut tentang kebijakan Amir Sjarifuddin terhadap Angkatan Perang. Sedang sumber-sumber sekunder berupa majalah dan buku-buku sebagai sumber pelengkap untuk membahas permasalahan, merupakan kesaksian dari seorang yang tidak terlihat langsung dalam peristiwa tersebut. Buku-buku sebagai acuan pokok atau sumber primer antara lain; buku yang berjudul Nasionalisme Dan Revolusi Di Indonesia, karangan Goerge Mc Turnan
Kahin, yang merupakan terjemahan dan diterbitkan oleh Sebelas Maret University Press, berkerja sama dengan Pustaka Sinar Harapan tahun 1995. Dalam buku ini menguraikan pengetahuan faktual serta cerita (naratif) deskriptif mengenai proses perkembangan pergerakan nasional, pendudukan Jepang, dan pergolakan serta perjuangan bangsa Indonesia masa Revolusi. Buku Pelopor Dalam Perang Pelopor Dalam Damai, karangan T.B Simatupang, diterbitkan oleh Jajasan Pustaka Militer, 1945. Dalam buku ini meguraikan perjalanan sejarah Angkatan Perang dari awal masa kedudukan Jepang, Belanda dan bentuk-bentuk serta langkah-langkah yang dilakukan oleh Angkatan Perang dalam pembangunan pertahanan untuk Negara Republik Indonesia. Buku Tentara Nasional Indonesia, Jilid Pertama dan Kedua karangan Abdul Haris Nasution, diterbitkan oleh Seruling Masa, Jakarta, 1968. Dalam buku ini menguraikan tentang masa liberalisme ABRI/ TNI selau mengemukakan untuk kembali ke UUD 1945 sebagai suatu syarat mutlak untuk mengatasi kesukarankesukaran dalam Negara dan dengan demikian diharapkan bersatunya potensi nasioanal untuk Ampera.Kewajiban ABRI/TNI sebgai tulang punggung Negara selamanya harus tetap memperkuat dan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan. Sumber sekunder yaitu; Buku berjudul Politik Militer Indonesia 19451967,Menuju Dwi Fungsi ABRI, karangan Ulf Sundhausen dan diterbitkan oleh LP3ES tahun 1986.Dalam buku ini menguraikan tentang pemahaman arah
mengenai hubungan sipil-militer di Negara-negara yang sedang berkembang pada umumnya, dengan menyelidiki sebab campur tangan militer di Indonesia. Buku Perkembangan Militer Dalan Politik Di Indonesia, 1945-1966. Karangan Yahya A. Muhaimin dan diterbitkan oleh Gajah mada Universitas Press.Dalam buku ini menguraikan tentang bagaimana untuk dapat memahami hubungan antara politik militer di Indonesia dengan mengunakan gaya bahasa lain”mengapa tentara Indonesia memainkan peranan politik sampai kemudian memegang
oposisi
dominan,dan
bagaimana
proses
perkembangan
itu
berlangsung”. Buku Revolusi Pemuda Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 19441946. Karangan Ben Anderson dan diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan Jakarta. Dalam buku ini menguraikan tentang asalnya revolusi di Indonesia mengungkapkan sifat-sifat khas yaitu dengan memasukan melalui analisa Marxis yang konvesional atau dipandang baik dari segi “keterasingan para cerdik pandai maupun frustasi terhadap harapan-harapan yang semakin memuncak”, Ia menjelaskan pusat dari kekuatan revolusi dalam tahap awal yaitu kemerdekaan, bahkan yang menentukan adalah tangan pemuda Indonesia. Buku Perintah Presiden Sukarno, Rebut Kembali Madiun, Siliwangi Menumpas Pemberontakan PKI/Muso 1948, karangan Hirmawan Soetanto dan diterbitkan oleh Pustaka harapan Jakarta, 1994. Dalam buku ini menguraikan tentang nilai pragmatis yang merupakan suatu nilai sejarah sangat bermanfaat untuk menghidupkan sejarah agar tidak menjadi deretan kronologis sejarah yang mati dan tiada arti. Bagi TNI sejarah merupakan ilmu pengetahuan untuk benar-
benar
dapat
dirasakan
manfaatnya
bagi
pengembangan
tugas
yang
dihadapi.Dapat dikatakan gerak juang Siliwangi merupakan perjalanan sejarah militer yang pada saatnya menjadi bagian dari sejarah. Buku Perjuangan Politik Bangsa Indonesia, Linggarjati, karangan K.M.L Tobing, diterbitkan oleh Gunung Agung Jakarta, 1986. Dalam buku ini menguraikan perjuangan politik kemerdekaan yang dilalui hanyalah unsur yang lahir dari potensi bangsa, secara formal mereka tidak memiliki sarana dan ilmu yang dapat diandalkan. Perjuangan politik revolusi dipastikan pada puncak peristiwa yang sangat mempengaruhi perjuangan kemerdekaan dengan demikian lebih jelas diperoleh gambaran tentang tidak adanya tolak ukur moral dalam politik materialisme terhadap generasi penerus. Buku Menentang Mitos Tentara Rakyat, karangan Coen Husain Pontoh, Resist Book, Yogyakarta, 2005. Dalam buku ini menguraikan persoalan dwifungsi ABRI diartikan masuk dalam politik praktis yang mengenai fungsi pertahanan dan merumuskan arah politik nasional. Legitimasi penempatan posisi militer yang setara dengan pemerintahan sipil, melihat ruang gerak tentara sebagai alat negara dan nilai-nilai pertahanan nasional. Perbedaan yang mendasar adalah statement dan jalan pikiran antara penulis dan pembaca cukup berbeda, sebab daya serap masing-masing peryataan yang di cerna dalam pikiran antara buku yang satu dengan yang lain sangat seknifikan.Jadi kemungkinan untuk alasan pemilihan judul atau topik memang kurang ada dukungan dari sumber-sumber yang ada. Alangkah baiknya apabila ada rekan mahasiswa yang mau memperbaikainya dengan membandingkan
kembali atau melihat kembali kekurangan dan kelebihan yang perlu untuk di jelaskan kembali.
F. Landasan Teori Dalam penulisan skripsi ini, yang dibahas adalah kebijakan Amir Sjarifuddin terhadap Angkatan Perang tahun 1946-1948.Maka dalam usaha mencari jawaban atau pengertian yang berhubungan dengan judul Skripsi agar lebih mudah pemahamannya. Dalam penulisan ini yang akan diperjelas adalah bentuk-bentuk kebijakan yang diambil oleh Amir terhadap Angkatan Perang, dan kondisi juga strukturisasi Angkatan Perang pada saat sebelum dan sesudah menjadi Menteri Pertahanan. Kebijakan adalah rangkaian konsep dasar yang menjadi garis besar rencana dalam pelaksanaan suatu perjalanan, itu merupakan tujuan atau prinsip pedoman untuk menjamin usaha mencapai sasaran.4 Maka dapat dilihat menurut Anderson telaah rincinya mengenai periode ini merupakan salah satu sumber utama mengenai hubungan antara tentara dan kabinet sosialis yang pertama ,niat Amir untuk memberikan indoktrinasi politik kepada tentara itu didasarkan pada pengalaman pribadinya dengan orang-orang Jepang di masa pendudukan, dan hasratnya agar tentara Indonesia tidak mengembangkan apa yang dianggap sebagai nilai-nilai yang militeristik dan otoriter dari tentara Kekaisaran dengan kemampuannya untuk mencampuri urusan politik.5
4
Kamus Besar Bahasa Indonesia , Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa, 1993, Balai Pustaka, Jakarta. 5 ULF Sundhaussen,1986, Politik Militer Indonesia 1945-1967, Menuju Dwifungasi ABRI, :LP3ES Jakarta. hlm.45-46.
Bentuk kebijakan tersebut yaitu dengan memberikan pendidikan politik kepada korps perwira tentara, baik dalam upaya yang sangat tulus untuk ’mendemokrasikan’ dan ‘mensosialkan’ pandangan mereka , maupun dengan sendirinya memperkuat kedudukan terhadap komandan-komandan yang dekat kepada Sudirman. Melakukan kampanye memberikan ‘keyakinan politik’ kepada tentara dengan upaya untuk mengikat mereka
kepada pemerintahan, tidak
sekedar sebagai alat sembarang pemerintah yang kebetulan sedang berkuasa, melainkan juga memberikan pendidikan ideologis kepada mereka untuk berada dalam jangkuan golongan yang berorientasi sosialis yang dipimpin oleh Amir Sjarifiuddin.6 Pada tanggal 19 Febuari 1946 Amir mengumumkan bahwa staf pendidikan telah dibentuk dalam lingkungan kementrianya, tugasnya adalah untuk meletakan garis-garis pedoman bagi pendidikan politik tentara. Staf pendidikan dikepalai oleh Soekono Djojopraktiknjo, seorang bekas pegawai kantor pos,dan anggota partai sosialis terdiri dari 3 orang sosialis lainya, tiga politisi Islam dari Masjumi dan Dr. Mustopo orang yang agak eksentrik dan bekas komandan BKR Surabaya. Dengan demikian hanya golongan Sosialis dan Masjumi yang terwakili dalam staf pendidikan. Kecuali Mustopo yang pernah menjabat komandan bataliyon PETA, tidak seorangpun yang berpendidikan militer. Walaupun demikian Soekono diberi pangkat letjen yang merupakan pangkat yang disandang oleh Oerip Sumoharjo pada waktu itu sebagai Kepala Staf di Markas Besar Tentara
6
Ben Anderson,1988, ‘Revoluisi Pemuda’ Pendudukan jepang perlawanan di jawa 1944-1988, Sinar Harapan, Jakarta. hlm. 359..
dan semua orang lainya mendapat pangkat mayor jendral setaraf dengan panglima divisi. Bentuk konkrit dari kebijakan yang dilakukan oleh Amir Sjarifuddin adalah rasa ketidak puasan terhadap tentara yang kurang begitu loyal dengan Negara karena mereka merupakan bagian terpenting dari pemerintahan Republik Indonesia. Secara de fakto angkatan perang merupakan unsur utama dalam pemerintahan, sebab itu adalah kangkah kuat untuk menunjukan bahwa negara itu maju dan berkembang apabila bisa diakui oleh negara lain secara de yure.Hubungan diplomasi antar negara menjadikan kuat akan pengakuan kekuasaan yang mutlak bahwa Indonesia itu ada, bukan dari hadiah dari Belanda melainkan perjuangan kedaulatan dan kekuatan militer juga diplomasi politik.
G. Hipotesis Dari uraian diatas maka diambil hipotesis sebabai berikut: 1. Kalau berdirinya angkatan perang menandai awal munculnya tentara regular dan laskar rakyat, maka pemerintah akan mendirikan angkatan perang. Jatuhnya pemerintahan Jepang di Indonesia menyebabkan munculnya gerakan pemuda yang terjalin pada organisasi-organisasi perjuangan yang dikenal dengan nama “lasykar”. Kurangnya persenjataan,tidak terlatih, ketidakdisiplinan ,dan tidak memiliki pemimpin yang berpengalaman. Faktor politik, merupakan bentuk
sedang keterkaitan antara pemrintah
dengan tentara baik langsung maupun tidak langsung.
Tetapi pada
kenyataannya tentara laskar atau rakyat berdiri sendiri dan tidak mau
diperintah oleh pemerintah, karena sering berselisih paham dengan pemerintah Sukarno dan tidak mau menerima perintah dari pemimpin nasional yang tidak bersikap tegas dalam menentang pendaratan pasukanpasukan Sekutu dan Belanda. Demikian juga pemerintah menekan semangat mereka para pemuda yang tergabung dalam lascar rakyat untuk bertindak. 2. Kalau Amir Sjarifuddin mengangap faktor politik penting, maka diadakan reorganisasi struktur pemerintahan dan tentara yang mencakup biro perjuang. Mereka yang sudah masuk dalam pendidikan militer Amir sehingga tergabung dalam wadah perjuangan. Idiologi yang ada adalah bagaimana antara tentara dan Negara saling berhubungan tidak ada jurang pemisah yang sangat tajam, sebab langkah yang ditempuh oleh Amir ialah mempolitikkan tentara dan menjadikan alat negara yang tangguh. Perkembangan angkatan perang
pada masa pemerintahan Amir
Sjarifuddind dengan dilakukannya reorganisasi dalam struktur pemerintahan antara tentara dan laskar rakyat dalam satu wadah politik, yang berupa penghabungan anatara keduannya digabungkan menjadi satu untuk sistem pertahanan. Membentuk sebuah “Biro Perjuangan”di dalam lingkungan kementerian yang bertangungjawab atas urusan kelaskaran. Berbagai badan perjuangan yang ada pada waktu itu di organisasikan menjadi brigade-brigade ditempatkan di bawah pengaruh Biro perjuangan yang juga membentuk inspektorat di daerah-daerah.
Dalam hal ini Amir tidak saja berhasil untuk tetap mengontrol atas bagian terbesar dari pasukan, dia juga telah mengembangkan sebuah konsep untuk menempatkan tentara reguler dibawah pengaruhnya, tujuannya itu hendak dicapai dengan melalui indoktrinasi politik. Pembentuk staf pendidikan membawakan korps Pepolit yang tugasnya adalah meletakkan pedoman bagi pendidikan politik tentara dalam pembentukkan pemerintahan. Pedoman tersebut merupakan arah dan tujuan yang sesungguhnya dari kebijakan Menteri Pertahanan. 3. Kalau Amir Sjarifuddin menganggap tentara rakyat bermafaat dalam sistem politik pertahanan dan keamanan maka dia akan megabungkan tentara rakyat dan tentara reguler dalam angkatan perang Indonesia. Kebijakan angkatan perang yang diambil oleh Amir Sjarifuddin dengan mengantikan sistem politik militer yang ada menjadi suatu kekuatan politk untuk membangun sebuah negara. Langkah-langkah yang ditempuh dengan melihat kinerja tentara yang kurang begitu loyal terhadap pemerintah tentang arti kedaulatan
bersifat menyeluruh. Usaha yang dilakukan Amir yaitu,
pendidikan politik untuk tentara
merupakan usaha pemerintah untuk
gabungan kedua belah pihak untuk mewujudakan dindoktinasi politik dalam pemerintahan. Bentuk konkrit yaitu dengan mengantikan sistem politik pertahanan keamanan melalui reorganisasi dan rasionalisasi angkatan perang dalam struktur pemerintahan yakni mengabungkan antara tentara rakyat dangan
tentara sipil, menjadi lembaga pertahanan negara. Pengantin nama dan fungsi tentara rakyat menjadi BKR,TKR TRI dan TNI.
H. Metode dan Pendeketan Penelitian Metode. 1. Pengumpulan Data Penulisan ini memiliki 2 ciri yaitu pertama mengandung praspektif historis dan kedua bersifat politik. Oleh karena itu data yang digunakan harus memenuhi dua kriteria tersebut.Pertama, mengandung prespektif historis berarti data yang digunakan berupa kumpulan fenomena-fenomena yang dibatasi dalam ruang dan waktu. Berarti data pada penulisan ini berdasarkan pada fenomena yang terjadi dalam suatu tempat dan dibatasi oleh waktu. Kedua, sifat dari penulisan ini adalah politik sehingga data yang digunakan berupa pertanyaan-pertanyaan atau tulisa mengenai hubungan pemerintahan dan angkatan perang. Data pada penulisan ini diperoleh melalui studi pustaka. Studi pustaka merupakan suatu metode penulisan dimana penulis mengali dan mengolah data yang
sudah berbentuk tulisan atau pertanyaan menjadi suatu
historiografi. Ini berarti menandakan bahwa data yang digunakan sudah ada kemudian mencari, mempelajari, dan memperdalam. Dalam penulisan sejarah, sumber-sumber yang digunakan dibagi menjadi 2 yaitu sumber primer dan sumber sekunder.Sumber primer adalah kesaksian dari seorang saksi dengan mata
kepala sendiri menyaksikan peristiwa
tersebut atau pelaku-pelaku peristiwa itu sendiri. Sedangkan sumber sekunder adalah kesaksian dari seorang yang tidak mengunakan mata kepala sendiri atau dari seorang yang tidak menyaksikan sendiri dalam peristiwa yang dikisahkannya. Langkah berikutnya adalah kritik sumber. kritik sumber merupakan tahap setelah pengumpulan data. Kritik bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kredibilitas sumber.Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kritik adalah pengujian terhadap data pada penulisan sejarah.7 Kritik sumber pada penulisan sejarah merupakan sesuatu yang harus dilakukan. Hal ini untuk mengindari adanya kepalsuan dan keberpihakan suatu sumber dan data pada penulisan ini. Sumber primer di dapatkan dari Buku karya Kahin, T.B Simatupang, Nasution, sebab mereka sendiri mengalami dan menyaksikan bagaimana peristiwa tersebut. Sebagin besar merupakan sumber sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber yang merupakan pengunaan sumber lain. Jadi, sumber ini merupakan sumber kedua, yaitu, buku karya
Ben Anderson, Ulf Sundhausen,Yahya A.
Muhaimin, Hirmawan Soetanto, K.M. L Tobing, oleh karena itu penulis memperlakukan sumber sedemikian rupa sehingga hasilnya mendekati kebenaran. Salah satu cara yang ditempuh penulis untuk kritik interen adalah membandingkan antar sumber.Bila parbandingan ini kesemuanya ke arah metodologi topik yang akan dibahas maka sumber tersebut diakuki 7
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (terj.Nugroho Notosusanto),1983, Universitas Indonesia Pres, Jakarta. hlm. 75.
kredibilitasnya, sedangkan untuk melakukan kritik ekstern sumber tertulis dilakukan dengan meneliti jenis tulisan, gaya bahasanya, setelah itu baru diteliti isinya,apakah isi pernyataan, fakta-fakta dan ceritanya dapat dipercaya, untuk itu perlu pula di identifikasi penulisannya hal ini menyangkut apakah seorang panulis ini berkompeten terhadap masalahmasalah. Sumber primer adalah sumber yang didapatkan dari kejadian tersebut dan bukan dari manipulasi keadaan atau pada waktu peristiwa berlangsung terjadi. Seperti tokoh-tokoh yang menulis buku tersebut dan mengalami sendiri peristiwa itu, dan melihat realita yang ada. Sepeti Nasution, Simatupang
dan kahin. Perjalanan sejarah perjuangan yang ditulis oleh
tokoh-tokoh tersebut merupakan sumber primer, sebab di karenakan menjadi dasar baik secara ruang dan waktu. 2. Analisis Data Data yang telah diseleksi dan diuji dilanjutkan dengan analisis. Analisis merupakan tahap yang paling penting dan menentukan dalam suatu penulisan. Jenis analisa ditentukan oleh sifat data yang dikumpulkan.Apabila data yang dikumpulkan itu berwujud kasus-kasus maka analisanya bersifat kualitatif.8 Hasil analisis akan menunjukkan tingkat keberhasilan suatu penulisan. Penulis berusaha menempatkan data secermat mungkin supaya hasil penulisan ini bisa mendekati keadaan yang sebenarnya. Pengolahan data 8
Koentjaraningrat,1993, Metode-metode Penelitian Masyarakat, : P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. hlm. 296.
secara cermat diharapkan mampu mengurangi subjektivitas yang biasanya muncul dalam sebuah historiografi, sebab sejarah dalam arti objektif (peristiwa) yang diamati dan dirumuskan dalam pikiran subjek tidak akan pernah murni tetapi lebih diberi warna sesuai kacamata subjek.9 Penulisan ini mengunakan model deskriftif analisis, sumber-sumber yng dikumpulkan kemudian dianalisis, sehingga dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang sedang diteliti. Melalui model penulisan tersebut diharapkan dapat menghasilkan suatu tulisan sejarah yang dapat dipercaya.
Pendekatan. Sebagai permasalahan inti dari metodologi dalam ilmu sejarah dapat tersebut masalah pendekatan. Penggambaran mengenai suatu peristiwa di lihat dari segi mana kita memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang di ungkapkan. Pendekatan politikologis menyoroti struktur kekuasaan, Jenis pemimpin, hierarki sosial, pertentangan kekuasaan dan lain-lain. Dengan bantuan pengetahuan konsep dan teori ilmu-ilmu sosial, yaitu sosiologi, antropologi, dan ilmu politik.10 Pendekatan yang digunakan adalah sejarah politik, sebab di sini mengupas tentang kiprah
orang yang berkuasa pada waktu itu. Termasuk dalam teori
orang-orang besar. Sebagai permasalahan inti dari metodologi dalam ilmu sejarah 9
Sartono Kartodirdjo,1992, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi sejarah, : Gramedia, Jakarta. hlm.62. 10 Ibid, hlm.4 dan 166
dapat disebut masalah pendekatan. Pengambaran kita mengenai suatu peristiwa sangat tergantung pada pendekatan, ialah dari segi mana kita memandangnya, dimensi mana yang di perhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkan. Dalam menghadapi gejala histories yang kompleks, diperlukan penyaringan data yang diperlukan. Maka suatu seleksi akan dipermudah dengan adanya konsep-konsep yang berfungasi sebagai kriteria, antara lain teori-teori ilmu-ilmu sosial, yaitu ilmu politik. Maka kerangka konseptual referensi lebih luas dan analisis lebih mendalam. Di sini sejarah politik dalam bentuk sejarah analitis akan mampu menerangkan kejadian politik secara lebih mendalam. Melihat sistem politik berserta proses dan stuktur politik yang terdapat didalamnya maka hal ini membawa implikasi motodologis ialah mencakup pendekatan sistem. Konsep yang dipergunakan ialah bentuk-bentuk dari teori-teori ilimu-ilmu sosial yang mendukung konsep penganalisanya maupun bentuk dasar dari gejala sejarah yang komplek. Sejarah politik menjadi acuan pokok yang bisa menunjukan langkah nyata untuk membentuk sebuah kerangka berfikir.
I. Sistematika Penulisan Penulisan ini akan disusun dengan sistematika sebagai berikut; Bab I adalah latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjuan pustaka, landasan teori, hipotesa, metode dan pendekatan. Bab II, Antara lain berisi : Faktor-faktor pendorong munculnya angkatan perang, ditinjau dari Faktor politik,ekonomi dan sosial yang mendasar.
Bab III, berisi : Perkembangan Angkatan
Perang dengan munculnya
kebijakan pemerintah pada masa pemerintahan Amir Sjarifuddin tersebut. Bab IV, berisi : Bagaimana bentuk-bentuk konkrit kebijakan yang telah dilaksanakan Amir Sjarifuddin. Bab V, Berisi : Penutup dan kesimpulan.
BAB II FAKTOR – FAKTOR PENDORONG BERDIRINYA ANGKATAN PERANG Proklamasi kemerdekaan adalah merupakan suatu tindakan yang revolusioner. Dengan kata bahwa kita menyatakan berdirinya suatu negara nasional yang meliputi seluruh wilayah yang sebelumnya terkenal sebagai Hindia-Belanda. Maka proklamasi sebagai tolak ukur utama dimana menghapus hak-hak kehidupan Belanda di Indonesia. Kebebasan negara Indonesia setelah proklamasi memberikan nuansa kepada rakyat berasa bahwa negara berdaulat sebagai tuan rumah, yang telah lepas dari kekuasaan Jepang dan Belanda. Tujuan dari proklamasi kemerdekaan ialah memberikan kebebasan hak untuk dapat berkarya yang lebih sempurna, kecerdasan tinggi dan kesejahteraan serta kebahagiyaan cukup besar kepada manusia Indonesia.11 Akar dari perjuangan bangsa Indonesia yang dilakukan oleh para pemuda ialah mendesak pemerintah untuk bertindak memproklamasi kemerdekaan dengan cara paling efektif dan militan.12 Pada waktu itu pemuda merupakan golongan yang istimewa didalam masyarakat kita, baik di desa maupun dari golongan terpelajar yang pernah mengikuti latihan militer, semuanya merasakan adanya ikatan khusus yaitu untuk memelopori perjuangan kemerdekaan. Dapat dikatakan para pemuda disemua tempat berkumpul memelopori penaikan bendera Merah Putih,dan merebut
11
T.B, Simatupang, 1945, Pelopor Dalam Perang Pelopor Dalam Damai, Yayasan Pustaka Militer, Jakarta hlm 25 12 T.B Simatupang, ibid, hlm. 109.
kembali kekuasaan dikantor-kantor milik Jepang serta melucuti senjata-senjata tentara jepang untuk membentuk barisan-barisan pemuda bersenjata. Istilah laskar dapat diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan soldier, militia, atau army. Namun pada masa revolusi fisik istilah itu bermakna satuan bersenjata di luar tentara regular, yang pada umumnya berkonotasi pada orientasi politik tertentu.13 Dalam sejarah laskar sejak semula adalah sejarah yang bersifat aspirasi politik, yaitu menuju Indonesia merdeka. Ketika Jepang mendarat di tanah Jawa, para aktivis nasionalis curiga pada niat baik “saudara tua” itu memutuskan untuk melawan dua arah. Pertama,golongan Soekarno-Hatta yang memilih berjuang secara resmi di atas tanah (terang-terangan); dan kedua golongan pemuda yang bergerak dibawah tanah (secara diam-diam) Dalam kenyataannya bahwa Hatta dan Sjahrir, bertemu dan membicarakan strategi yang harus ditempuh dalam penegakan pemerintahan sangat berlainan dan menyebabkan perang idiologi untuk membentuk suatu stabilitas pertahanan. Hasilnya Soekarno-Hatta akan berkerja sama dengan jepang, sedangkan Sjahrir akan menempuh garis non-kooperasi. Mengenai gerakan bawah tanah Kahin14dan Anderson15 menjelaskan pada masa pendududkan Jepang terdapat empat kekutan bawah tanah. Pertama terbersar adalah gerakan bawah tanah Amir Sjarifuddin, seorang bekas ketua gerakan rakyat Indonesia (Gerindo), yang paling konsisten melawan fasisme, dan merupakan
13
Robert B. Crib, 1999, Gejolak Revolusi di Jakarta 1945-1949 Pergulatan antara Otonomi dan Hegemoni, P.T. Pustaka uatama graffiti. Jakarta. Hlm. 61. 14 Goerge, McT. Kahin,1995, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Sinar Harapan Indonesia., Jakarta. Hlm141-143 15 benedict R.O.G. Anderson, 1988, Revolusi pamuda Pendududkan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946, Harta Mitra Pustaka Kayu, Jakarta. Hlm 58-71.
kekuatan yang ditakuti oleh jepang. Kedua, gerakan yang dipimpin oleh Soetan Sjahrir. Ketiga, adalah gerakan bawah tanah Persatuan Mahasiswa, di Jakarta terutana di fakultas kedokteran. Keempat, gerkan bawah tanah yang diketuani oleh Sukarni , yang bermarkas diasrama angkatan baru Indonesia.jalan Menteng Raya 31 Jakarta. Tujuan utama dari keempat gerakan bawah tanah adalah masuk ke dalam Peta dan ke dalam organisasi-organisasi yang dibentuk oleh Jepang. Ada dua tujuan utama dari perembesan itu :16 1. Sebanyak mungkin memegang kendali dalam unit-unit semua organisasi itu lewat pemegang posisi kunci yang dapat dipercaya. 2. Menggiring anggotanya ke arah anti Jepang dan Pro Sekutu, terutama menyiapkan mereka untuk bangkit melawan Jepang bila invasi sekutu bakal datang. Perembesan gerakan bawah tanah di imbangi dengan mendapat lahan yang subur pada gelora pemuda, terutama setelah Jepang takluk pada Sekutu. Pemuda-pemuda itu merasa terpangil
untuk menyelamatkan revolusi dan membela kehormatan
Republik. Mereka rela mengenyampingkan kepentingan dan kenikmatan pribadinya demi tegaknya republik yang baru merdeka. Dalam sejarah bangsa Indonesia Proklamasi Kemerdekaan dan perang kemerdekaan akan menjadi dasar untuk membangun sebuah negara yang kuat., apabila terdukung oleh dibentuknya angkatan perang kuat. Keinginan untuk membentuk pertahanan negara dilakukan dengan berbagi faktor yaitu; faktor
16
Ibid. hlm 144.
politik,ekonomi,sosial yang cukup kuat agar terbentuklah angkatan perang. Ada tiga hal yang dapat menyebabkan perjuang bangsa Indonesia ; pertama kekuatan pada diri sendiri (baik moral maupun material), kedua keadaan Internasional saat itu menguntungkan perjuangan, ketiga kedudukan Belanda saat itu sangat lemah baik moril maupun materiel, maka langkah tersebut untuk menegakan kembali kekuasaan di Indonesia. Perkembangan angkatan perang dalam sejarah bangsa Indonesia dan khususnya berdirinya angkatan perang ialah perjuangan kemerdekaan akan merupakan sumber inspirasi dan sumber perkembangan tradisi. Karena pada waktu itu sangat menjujung tinggi kebersamaan dalam berjuang untuk mengusir penjajah baik Jepang maupun Belanda. Terliahat dari sistem komado yang dilakukan oleh penguasa atau bentuk feodalisme yang cukup dominan dalam kehidupan masyarakat.
Bagi angkatan
perang sejarah perjuangan itu mengandung pula bahan-bahan untuk mengembangkan teori-teori tentang taktik dan organisasi. Oleh sebab itu berusaha mencatat sejarah perjuangan kemerdekaan dengan selengkap mungkin dan jujur. Dalam periode minggu-minggu pertama sesudah proklamasi kemerdekaan pemuda berhasil merebut modal perjuangan selanjutnya berupa senjata dan pengusaan daerah-daerah yang luas di Indonesia, meskipun tidak seluruhnya. Citacita kemerdekaan yang tersebar luas di kalangan rakyat selama pendudukan Jepang, jadi paling sedikit setengah juta pemuda yang bersedia untuk membela Republik dengan mempertahankan jiwanya. Mereka semua diantaranya telah memperoleh latihan militer selama pendudukan Jepang, memberikan dasar-dasar cukup kuat kepada perjuangan Republik selanjutnya.
Selanjutnya dalam minggu pertama telah tersusun pula dasar-dasar kekuatan yang barusaha akan mnghancurkan republik. Dasar-dasar kekuatan itu diletakan kepada penguasaan daerah di luar Jawa dan Madura oleh Belanda dan menempatkan pasukan-pasukan sekutu di seuruh kota-kota besar pada minggu pertama sesudah proklamasi, pasukan itu kemudian di susul oleh pasukan Belanda.17 Kejadian-kejadian selanjutnya mulai Linggarjati, serangan Belanda pertama, Renvile, serangan Belanda kedua, dan persetujuan Rum-van Royen, serta KMB adalah perkembangan dari keadaan yang tercipta pada minggu-minggu pertama sesudah Proklamasi Kemerdekaan. Perjuangan kemerdekaan membuktikan bahwa negara Barat tidak dapat lagi memaksakan kekuasaannya terhadap bangsa Timur, dengan mempergunakan angkatan laut,angkatan darat, angkatan udara. Suatu bangsa yang mempunyai keisyafan nasional yang meluas dikalangan rakyat yang telah memiliki kemahiran kemilteran dan senjata
tidak dapat lagi dijajah. Pencobaan
untuk menjajah hanya akan melahirkan chaos, hal ini adalah penting bagi hubungan antar negara-negara sedang berkembang dan negara maju pada waktu akan datang. Pemakaian tenaga pemuda yang jumlahnya lebih dari setengah juta dan pemakain senjata-senjta rampasan dari Jepang tidak dapat diatur dengan efisiens oleh karena tidak diadakan suatu organisasi yang sangup memimpin meliputi semua tenagatenaga dalam waktu singkat. Tenaga manusia dan senjata disusun dalam beratu-ratus pasukan yang masing-masng bertindak sendiri. Pertentangan-pertentangan pribadi antar daerah dan pusat, serta faktor politik, kurangnya tenaga kerja yang
17
Ibid, hlm.99.
berpengalaman dalam pekerjaan mengatur dan memimpin organisasi militer yang besar. Pengalaman-pengalaman yang membuktikan bahwa untuk melawan pasukanpasukan Belanda yaitu diperlukan pasukan bernilai tinggi mempunyai persenjataan yang kuat,dan dapat bertindak seperti mobil.Yakni bergerak dari satu daerah ke daerah lain untuk menyerang kedudukan musuh. Di samping itu diperlukan pasukan yang terpencar di semua daerah-daerah, bertugas untuk memberikan perlindungan kepada pamongpraja agar bisa meneruskan pemerintahan dimana-mana. Oleh sebab itu diadakanlah reorganisasi dan rasionalisasi dalam angkatan perang. Suasana persatuan antara rakyat dan laskar-laskar begitu kental karena bersama rakyat mereka membela dan mempertahankan kemerdekaan,sebab pemuda-pemuda yang tergabung dalam laskar rakyat lebih militan dan lebih radikal melawan tentara Sekutu maupun NICA.mereka cepat mendapat dukungan dari rakyat dari pada tentara regular. Badan perjuangan (laskar) yang sesunguhnya merupakan lambang dari rakyat yang bersenjata, dengan kata lain, tentara yang lahir dari rakyat , besar barsama rakyat, dan revolusi adalah laskar rakyat. menurut Anderson.18 A. Faktor Politik Angkatan perang dilahirkan oleh Proklamasi kemerdekaan adalah anak kandung dari revolusi. Oleh sabab itu apabila kita hendak memahami fungsi angkatan perang , maka muncul pertanyaan : apakah fungsi angkatan perang kita dalam hubungan cita-cita Proklamasi kemerdekaan dan revolusi. Tentu saja ada kaitanya karena merupakan suatu mata rantai yang saling berhubungan. Dapat
18
Ibid. hlm 294.
dijelaskan bentuk dari angkatan perang bukan merupakan tujuan dalam dirinya, malainkan tidak untuk kepentingan anggota-anggotanya saja tetapi sebagai alat dari negara yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dan oleh negara maka angkatan perang adalah alat untuk memajukan kepentingan rekyat dan sebagai alat abadi dari rakyat. Pengertian angkatan perang mengenai fungsinya ialah bersumber dari UUD 1945 bagian dari pembukaan yang berisi hal berikut: “kemudian dari pada itu untuk membentuk sustu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa, dan ikut melakukan keteriban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial , maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susuna negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusywaratan perwakilan , serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonasia.” Disini dapat kita pahami pemerintah menjalankan pertahanan keluar dan memelihara keamanan serta ketertiban dalam negeri. Tentara merupakan alat Juga sarana pelatihan keprajuritan bagi rakyat, yang dimaksud adalah dalam hubungan wajib-militer dan wajib-latih, ini berarti negara membuktikan latihan keprajuritan kepada rakyat dapat dipergunakan dengan sadar dan sistematis sebagai bagian dari usaha untuk mecerdaskan kehidupan bangsa. Sebelum pendudukan Jepang keinginan untuk merdeka telah memperoleh bentuk yang nyata berupa pergerakan nasional dan memperoleh isi terang sebagai cita-cita untuk mewujudkan demokrasi di Indonesia. Saat tentara pernah menjadi bagian dari tentara pasukan Jepang yang merupakan tulang punggung satusatunya dalam organisasi tidak menyerah, atau dengan kata lain ialah tenaga-
tenaga yang mempunyai kemahiran militer untuk bertempur dan semangat berjuang yang luas tersebar, terutama dikalangan pemuda-pemuda. Akan tetapi tidak ada suatu pusat atau suatu staf umum yang memimpin dan mengtur seluruhnya; tidak ada rangka organisasi, tidak ada saluran untuk memimpin dan mengawasi
seluruhnya.
Banyak
pemuda-pemuda
yang
mau
bertempur
mengunakan juga senjata-senjata tetapi tidak ada organisasi yang mengaturnya. Apa yang dijalankan oleh Jepang pendidikan bidang militer di Indonesia selama zaman pendudukan masih sangat jauh bagi persiapan untuk mendirikan suatu Tentara Nasional. Tidak ada suatu keseimbangan di dalam usaha Jepang antara pembentukan pasukan-pasukan dan penyebarluasan kemahiran militer
pada
suatu pihak dan usaha untuk mempersiapkan personil yang akan memimpin seluruhnya itu pada pihak lain kondisi demikian mempunyai pengaruh yang masih akan lama terasa dalam perkembangan angkatan perang Indonasia yang didirikan sesudah Proklamasi Kemerdekaan. Melalui bebagai organisasi semi militer dan organisasi militer, di antaranya Peta kemahiran militer dan sifat-sifat militan tersebar luas di kalangan bangsa Indonesia, terutama di kalangan pemuda-pemuda. Hal ini sangat besar artinya bagi perjuangan kemerdekaan. Penyebarluasan kemahiran militer selama penddudukan Jepang berlansung dengan tentara Jepang sebagai satu-satunya organisasi sentral yang mengawasi dan memimpin kegiatan-kegiatan militer bangsa Indonesia yaitu rakyat Indonesia termasuk Peta, dipersiapkan hanya untuk membantu tentara Jepang secara sedaerah demi sedaerah.
Dengan hilangnya tentara Jepang dalam susunan diatas, sesudah kapitalisme Jepang, ditambah lagi dengan dibubarkanya batalyon-batalyon Peta sebagai batalyon yang teratur, maka usaha-usaha untuk mendirikan angkatan perang yang mempunyai pusat dapat mengatur dan mengawasi semua pasukan, merupakan syarat mutlak bagai organisasi militer dari tiap-tiap negara, dan harus dimulai dari permulaan sekali.19 Faktor politik yang terdapat di negara Indonesia pada waktu itu meliputi, keadaan geografis, kemampuan keuangan, tingkat kecerdasan dan semangat rakyat, keadaan perekonomian, tingkat kemajuan teknik dan industri. Semua ini sangat menentukan dalam pemecahan masalah pembentukan angkatan perang. Dalam kenyataan revolusi melahirkan kediktatoran, oleh karena itu tidak heran lagi apabila tidak ada hubungan baik antara pejabat-pejabat politik dan pemimpin militer.Jalannya perjuangan kemerdekaan terutama sesudah serangan militer Belanda kedua,
dimana hampir semua pemimpin-pemimpin politik
tertawan atau tidak dapat lagi berbuat apa-apa sedangkan angkatan perang melanjutkan perjuangan bersama rakyat di desa-desa
dan memperkuat lagi
perasaan kalangan anggota-anggota angkatan perang bahwa mereka tidak dapat dianggap alat saja,
yang hanya menjalankan keputusan saja tetapi bukan
mengenai jalannya perjuangan.
B. Faktor Ekonomi
19
Ibid, hlm. 263-276.
Setelah kemerdekaan negara Indonesis mengalami berbagai rintangan yang memang menjadi dasar untuk bisa maju mencapai kedaulatan. Sangat jelas akibat revolusi
ini
menyebabkan
sistem
perekonomian
Indonesia
mengalami
kemerosotan, karena situasi negara yang belum jelas atas pengakuan secara de fakto ataupun de yure dalam dunia Internasional. Maka muncul banyak sekali bekas-bekas tentara KNIL dan PETA, yang secara ekonomi mereka pernah bekerja dan ikut organisasi pertahanan yang dipimpin oleh Belanda dan Jepang. Sebagai negara yang.merdeka dan berdaulat rakyat Indonesia akan tetap menhadapi masalah pertahanan. Karena masalah pertahana negara Indonesia sesudah pengakuan kedaulatan harus ditinjau dalam hubungan yang lebih luas. Dapat dikatakan bahwa keadaan ekonomi pada waktu itu memang dibawah pemerintahan Jepang, akibatnya segala hal yang berhubungan dengan nilai-nilai pertahanan tidak bisa digerakan secara luas. Ada jaminan bahwa tanah yang akan dibagikan oleh petani itu akan terbatas kepada hak milik dari orang asing yang menjadi musuh, dan dari bangsawanbangsawan yang menjadi antek Belanda. Tak seorang pun akan kehilangan tanah yang diperlukan untuk sumber nafkahnya sendiri, tetapi setiap jengkal yang melebihi keperluan itu akan diberikan kepada orang-orang miskin dan yang tidak mempunyai tanah. Penguasaan buruh atas perusahaan akan membantu meningkatkan produksi dan mengembangkan dukungan politik bagi rezim revolusioner, tetapi kaum buruh juga akan dilibatkan dalam suatu organisasi politik yang terkoordinasi supaya kegiatan mereka dapat dikaitkan dengan rencana ekonomi berjuang.
Hubungan pembagian tanah dengan Angkatan Perang adalah jelas sesuai dengan hak milik masing-masing dari tentara,sebab sudah dari aturan yang ditetapkan oleh pemerintah pada waktu itu (Belanda) setiap anggota tentara Belanda mendapatkan haknya terhadap pemilikan tanah, jadi apabila hak tersebut melebihi hak kepemilikan mendapatkan sangsi yaitu untuk orang-orang yang tidak memiliki tanah (orang-orang miskin). Hubungan buruh dengan Angkatan Perang adalah bertolak dari peningkatan produksi pangan membuat keadaan ekonomi menjadi lebih baik karena penguasan buruh atas perusahaan akan membantu meningkatkan produksi dan mengembangkan aspek politik,sebab kaum buruh merupakan motorisasi ekonomi politik dalam pemerintahan.Langkah yang ditempuh yaitu peningkatan produksi, penambahan lahan pangan, peningkatan pertahanan dan keamanan. Jatuhnya pemerintahan Jepang membuat bangsa Indonesia bangkit kembali untuk membentuk tentara pertahanan yang kuat, guna menjalankan roda perekonomian pada berbagai bidang.Munculnya rasa dan jiwa kemerdekaan oleh rakyat Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan, mengakibatkan adanya rasa kesatuan yang tumbuh pada kalangan masyarakat, karena kebebasan untuk membela pemerintah republik menjadi lebih kuat serta bersemangat. Pengambil balik oleh sistem pemerintahan, menjadikan aspek ekonomi tumbuh berkembang dari terkecil menjadi besar. Langkah yang dilakukan oleh para pemuda dalam menciptakan sistem ekonomi yang maju terlihat dari usaha-usaha meraka untuk membentuk pemerintahan berdaulat, tidak ada pemisahan fungsi dari nilai kesatuan dan keadilan untuk merdeka.
Dalam
aspek
ekonomi
pemerintahan
Indonesia
berusaha
untuk
mensejahterakan petani dan buruh melalui berbagai usaha-usaha yang dilakukan terutama
dalam
bidang
pertanian
seperti
peningkatan
produksi
pangan.Peningkatan perekonomian demi tercapainya tujuan maka dilakukan peningkatan kebutuhan Angkatan Perang dalam sektor pangan,peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan.Jadi usaha yang dilakukan oleh Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan Angkatan Perang melalui perbaikan ekonomi (peningkatan pertanian) dan prasarana kebutuhan pangan untuk tentara maupun petani.
C. Faktor sosial Pada tingkat pemerintahan negara, organisasi harus menjamin bahwa segi pertahanan selalu cukup diperhatikan dalam mengambil keputusan-keputusan penting mengenai nasib negara. Selanjutnya haruslah terjamin bahwa semua sumber kekuatan negara dipersiapkan dan apabila perlu dapat dikerahkan dalam waktu yang singkat dan teratur untuk kepentingan pertahanan negara. Pada tingkat angkatan perang, organisasi harus menjamin bahwa ketiga angkatan dari angkatan perang dibangun,dipelihara dan dipergunakan menurut pokok-pokok pikiran yang sama, sebab ketiga-tiganya pada akhirnya dipelajari dari sumber yang sama dan ketiganya diperuntukkan tujuan sama. Sudah barang tentu organisasi angkatan perang harus disesuikan dengan tugas-tugas yang dihadapi. Penetapan kekuatan dari masing-masing angkatan
haruslah tergantung dari peran yang ditentukan bagi masing-masing angkatan dalam memenuhi tugas harus diselasaikan oleh angkatan perang. Perlu untuk di catat hal yang dihadapi oleh tentara pada waktu ini dan masa depan yaitu ; tugas keamanan dalam negeri, memberikan sumbangan untuk mencapai stabilitas di Indonesia, memberikan sumbangan dalam usaha pembangunan, mempersiapkan diri untuk pertahan rakyat, meletakkan sendisendi bagi pembanguna angkatan perang. Angkatan perang harus terdiri dari tenaga-tenaga sukarelawan dan tenaga wajib-militer. Ketentuan ini harus dilengkapkan dengan ketentuan lebih lanjut tentang cara menerima tenaga-tenaga sukarela tentang syarat yang harus mereka penuhi. Adanya nilai rasa tentang wajib-militer dan latihan militer merupakan bentuk konkrit dari angkatan perang dalam mewujudkan suatu pertahanan yang kolektf di dalam angkatan perang. Kemungkinan terjadi pembedeaan fungsi dan tujuan adalah kendala yang ditanganai oleh para anggota-anggota angkatan perang.. Peralihan fungsi pada masa pemerintahan Jepang diganti dengan system pemerintahan Republik terbukti dari proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dipelopori oleh para pemuda-pemuda yang anti Jepang (fasisme). Ini semua memberikan kontribusi terhadap pemerintahan Indonesia selanjutnya. Jalannya proklamasi mempunyai nilai kepuasan yang total dan utuh agar tercapainya kedaulatan yang mutlak. Munculnya fasisme dan kolonialisme di Indonesia sudah berkurang akibat dari usaha-usaha para pemuda-pemuda Indonesia untuk mendapatkannya kebebasan hak berbangsa dan bernegara.
Sikap militan yang dilakukan oleh para pemuda dalam menegakkan kembali Indonesia, adalah reaksi dari rasa perjuangan untuk merdeka, bebas dari penjajahan dan kebersamaan untuk meciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ada dua hal yang penting sesudah pengakuan kedaulatan, yaitu menegakkan stabilitas
dengan mengusahakan adanya harmoni antara
pemerintah,masyarakat dan angkatan perang. Jadi, fakor berdirinya angkatan perang menandai awal
dari munculnya
tentara regular dan laskar rakyat. Berdirinya angkatan perang ini dapat dicerminkan dengan beberapa faktor pendorong, yang ditinjau dari faktor politik menuntut pertahanan yang kuat maka pemerintah akan mendirikan angkatan perang. Jatuhnya pemerintahan Jepang di Indonesia menyebabkan munculnya gerakan pemuda yang terjalin pada organisasi-organisasi perjuangan yang dikenal dengan nama “laskar”. Kurangnya persenjataan, tidak terlatih, ketidakdisiplinan, dan tidak memiliki pemimpin yang berpengalaman. Maka, faktor berdirinya angkatan perang didorong oleh faktor antara lain; faktor politik, untuk menjelaskan keberadaan laskar rakyat
pertama harus
melihat bagaimana metode perlawanan yang dilakukan oleh rakyat ketika menghadapi tentara pendudukan Jepang, terutama gerakan bawah tanahnya, Kedua ialah mengabungkan pada gairah dan gelora pemuda yang menyala-nyala yang tidak bisa ditampung oleh suatu organisasi bersenjata yang teratur, disiplin dan hirarkis. ditunjukan dengan adanya pengakuan de fakto dan de yure oleh pemerintah Indonesia dengan munculnya proklamasi kemerdekaan sebagai tonggak perjuangan untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan dari pihak luar.
Faktor ekonomi adanya mobilisasi sistem ekonomi ketidakmampuan dalam pemulihan sistem perekonomian rakyat untuk bebas dalam melakukan aktifitas ekonomi, baik secara langsung dan tidak langsung. Rakyat diberi kebebasan untuk mengolah lahan produksi dengan adanya pembagian tanah kepada petanipetani miskin untuk mewujudkan hak buruh menguasai produksi. Keterkaitan hubungan antara petani dan buruh dalam mobilisasi system ekonomi kuat, karena petani memegang peranan ekonomi dan aktifitas ekonomi sedangkan buruh hanyalah fasilitator saja dikarenakan hak buruh dan petani sama memegang peranan ekonomi rakyat. Faktor sosial, adanya kebebasan dalam mengikuti wajib militer tidak ada batasan baik petani atau buruh dalam mengikuti pendidikan militer. Kebebasan yang diberikan oleh para anggota angkatan perang tidak dilihat dari asal mulanya tetapi rasa akan cinta tanah air untuk mewujudkan nilainilai keadilan dan persatuan.
BAB III PERKEMBANGAN ANGKATAN PERANG PADA MASA PEMERINTAHAN AMIR SJARIFUDDIN PADA TAHUN 1946-1948
A. Awal Mula Amir Sjarifuddin Masuk dalam Politik 1. Menjadi Wakil Badan Pekerja Pada tanggal 5 Oktober 1945 pemerintah menelurkan dekrit tentang dibentuknya Badan Keamana Rakyat
atau BKR. Badan keamana rakyat
berfungsi sebagai alat untuk menjamin keamanan dalam negeri. Ini merupakan awal terbentuknya angkatan perang. Kemudian diganti dengan TKR yaitu Tentara Keamana Rakyat berfungsi sebagai alat bersenjata yang diatur oleh oraganisasi militer dan besifat sentralistis. Menjelang akhir September 1945 telah menjadi jelas bahwa BKR bukan lagi merupakan organisasi-organisasi yang efektif atau berguna untuk mengatsi masalah militer. Ketidakpastian mengenai kesatuan-kesatuan militer melemahkan menjadikan mereka untuk menciptakan ketegangan-ketegangan dengan pemimpin sipil yang resmi membawakannya. Selain itu mengalirnya senjata-senjata Jepang ke dalam tangan-tangan pemuda, yang kebanyakan bukan anggota BKR, memakasa kabinet Sukarno memikirkan dengan susnguh-sunguh mengenai penggantian BKR itu dengan suattu organisasi yang lebih hirarkis dan teknis militer , langsung dibawah pengawasanya.
Pada bulan November 1945 pemerintah republik menyusun pimpinana tentara Yogyakarta, sedangkan kementrian luar negari tetap tinggal di Jakarta memperlihatkan wajah diplomasi, sedangkan Yogyakarta memperlihatkan wajah militer Akan sering terjadi perbedaan paham mengenai saling ketidak percayaan diantar kedua belah pihak yang menuduh pandangan orang dalam picik, sedangkan kurangnya percaya diri dari pemerintah akan kekuatan sendiri. Kekuatan republik berpokok pada pemuda-pemuda sejak proklamasi kemerdekaan telah mempelopori perjuangan untuk menegakkan dan membela negara Indonesia. Terlihat dari bergabungnya para pemuda yang meninggalkan bangku sekolah, pekerjaan sawah dan ladangnya menjadi satu wadah badan perjuangan. Dalam kenyataannya meskipun sudah ada hubungan bekas perwiraperwira KNIL, dengan pemimpin-pemimpin tinggi pemerintah, dalam segi lain kedududkam mereka
masih sangat lemah. Akhirnya Penggabungan
anggota bekas KNIL yang telah cerai-berai adalah faktor cukup penting dalam perjuangan untuk mengusai Angkatan Darat baru. Masalah yang dihadapi oleh Urip dan kelompoknya bukan saja dibubarkanya peta oleh Jepang dan perkembangan cepat dari gerakan pemuda bersenjata, tetapi tidak ada badan pengawas pusat yang efektif untuk mewujudkan rencanaya.. Dari segi lain bekas anak buah Peta mendapat latihan lapangan yang cukup intensif dan kurangnya pendidikan formal mereka mengenai sejarah dan strategi militer, dan juga karena Peta tidak mempunyai kesatuan-kesatuan
diatas tingkat batalyon, atau staf pusat, akibatnya kurang mamapu untuk melayanai eselon-eseon tentara nasional yang baru untuk melawan veteran KNIL. Di tengah sepektrum ini berdiri bekas anak buah peta, yang walaupaun mempunyai beberapa ciri profesionalisme dan pandangan militernya orang KNIL
cenderung setidak-tidaknya pada tahap-tahap awal revolusi untuk
merasakan suatu ikatan batin dengan badan perjuangan, karean dua golongan itu telah tumbuh
dari pengalaman yang sama dan sekarang sama-sam
mengalami bahaya dalam penderitaan digaris depan. Baru lama kemudian setelah mengalami kekalahan-kekalah yang parah dari Belanda , bekas anak buah Peta dan KNIL mulai meninggalkan ketidakpercayaan dan iri hati mereka , dan berkerja sama menentang badan perjuangan , melucuti dan membubarkan mereka guna menggabungkannya dalam struktur komando yang semakin hirarkis. Adanya permasalahan-permasalah yang seolah-olah kesulitan ditimbulkan oleh keanekaragaman dan persaingan dari golongan-golongan kader perwira berbeda. Maka Urip masih juga dihadapkan kepada kenyataan bahwa staf yang baru itu sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk menguasai pembagian senjata dalam tentara nasional yang baru , seperti yang dikatakan oleh Nasution tentang perkembangan tentara nasional tumbuh dari bawah keatas bukan dari atas kebawah. Fakta ini lebih banyak dari faktor lainnya yang mempengaruhi politik militer pada waktu itu dan menentukan garisgaris perkembangan TKR selanjutnya.
Munculnya permasalahan pokok legitimasi
antara tentara dan badan
perjuangan sangat erat hubungannya dengan adanya laskar rakyat, sebab keduanya merupakan satu unsur untuk membentuk badan pertahanan keamanan rakyat. Sesuai dengan pembagian kekuasaan dan fungsi maka pemimpin tentara merasa terpaksa untuk cepat-cepat menentukan peranan dan tugas-tugasnya sendiri berhadapan dengan laskar supaya membatasi konflik dan persaingan. Pada tanggal 6 Desember Urip Sumoharjo mengeluarkan pengumuman istimewa mengenai hubungan antara TKR dan laskar,sebab menjadi pokok perdebatan yang terus berkembang dalam waktu ini. Untuk menghilangkan salah paham dan keraguan yang sedang timbul antara barisan rakyat dengan TKR atau sebaliknya, Maka akan di uraikan sebagai berikut; a. TKR adalah sebagian dari masyarakat yang diserahkan kewajiban untuk mempertahankan kesatuan republik Indonesia; untuk sanggup memenuhi kewajiban ini sebaiknya tentara dibebaskan dari pekerjaan lain kecuali pertahanan negara dan hidupnya ditanggung oleh masyarakat. b. Hak dan kewajiban untuk
mempertahankan keamanan keluar dan
kedalam bukanlah monopoli tentara. Sesungguhnya dalam usaha untuk mempertahankan negara, masyarakat seluruhnya yang berjuang dengan tentaranya, tenaga produksinya, tenaga pengangkutannya dan kerelaan untuk berkorban. c. Banyak diantara rakyat yang merasa tidak puas untuk melakukan pekerjaanya sehari-hari yaitu pekerjaan biasa dan mereka membentuk
laskar-laskar, barisan, gerakan-gerakan perjuangan yang semuanya membuktikan kemampunnya untuk turut serta dengan aktif dalam usaha menjamin kesentosaan negeri. d. Pembentukan laskar rakyat telah dianjurkan oleh TKR, apabila kita harus menetang penjajahan maka tidak cukup untuk memajukan tentara saja, rakyat seharusnya berjuang dengan tentara sebagai tulang punggungnya. e. Adanya persiapan dalam berjuang; 1) Pembentukan barisan yang disiplin dan mempunyai pimpinan yang rapi. 2) Latihan dan persenjataan 3) Rencana perjuangan dan latihan koordinasi diantara semua golongan yang berjuang. f. Laskar rakyat tetap merupakan organisasi-organisasi rakyat. TKR tidak mencampuri pemilihan pimpinan dan aturan rumah tangga, TKR tidak akan melucuti senjata rakyat tetapi ingin mempersatukannya. 20 Akan tetapi, meskipun ada pengumuman ini ketegangan dan persaingan berlangsung terus karena manipulasi-manipulasi politik dan kelangkaan sumber masih ada.Dalam sejumlah daerah berbagai badan perjuangan setempat cukup sadar terhadap kepentingan mereka bersama sehingga mampu membentuk struktur kepemimpinana federatif melalui langkah dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka. Dengan demikian mereka dapat betul-betul mengimbangi kesatuan-kesatuan tentara setempat, 20
Benedict R. O. G. Anderson,1988, Revolusi Pemuda Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946, Sinar Harapan, Jakarta ,hlm, 295-296
yang sering tidak begitu baik terorganisasi.Hubungan yang sebenarnya antara badan perjuangan dan tentara di setiap daerah cenderung dalam jangka panjang untuk berbeda sesuai dengan keterpaduan ideologi dan organisasi militer , serta kekuatan-kekuatan dari saingan mereka. Sikap yang ingin ditunjukan oleh Urip tentang keadaan rasa tidak senang mulai tumbuh dan berkembang di kalangan tentara, dimana para perwira tentara mendesak agar kalangan militer mengambil prakarsa untuk mereorganisasikan pimpinan puncak lembaga pertahanan jika pemerintah bersikap tak acuh. Ketiadaan kerja sama
dan koordinasi nantinya akan
menimbulkan krisis besar yang pertama dalam hubungan sipil dengan militer. Pemindahan markas besar tentara ke Yogyakarta
dan pemerintahan di
Jakarta akan menyebabkan dampak hubungan dengan sipil-militer menjadi sangat sulit dalam menentukan kebijakan yang akan diambil dari masingmasing badan tersebut. Masuknya Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam pencalonan menjadi menteri pertahanan dan Sudirman menjadi panglima tentara yang memperoleh dukungan dari para perwira Jawa, membuat reaksi keras dari Sjahrir karena dalam kenmyataan itu Soekarno menyuruhnya untuk membentuk
parlemen
baru
guna
membenahi
sistem
pemerintahan
presisdensil kacau. Konsekwensi yang dilakukan oleh Soekarno terhadap Sjahrir tentang wewenang
dalam legistatif dengan persetujuan presiden
membentuk kabinet parlementer diketuai oleh Sjahrir dan Wakil Amir Sjarifuddin. Sjahrir memperkenalkan kabinetnya dengan menteri pertahanan
di duduki oleh Amir Sjarifuddin meskipun kenyataanya sudah di jabat oleh Sri Sultan.HB IX. Hal ini mengakibatkan sikap konfrontasi terhadap tentara.21 Motif Sjarir untuk berkonfrontasi dengan tentara kareana hak sebagai perdana menteri sudah di akui oleh parlemen dan pemerintah sebab ini merupakan syarat yang di ajukan oleh Sjahrir sebelum masuk dalam parlemen. Usaha Sjahrir ini merupakan langkah untuk menegakan supermasi sipil atas militer,oleh sebab itu tindakan tentara untuk memilih
menteri
pertahanan harus di tolak sebagai soal prinsip. Ada tiga alasan mengenai
dwitunggal Sjahrir dan Amir yang telah
memasukan anti fasis dengan sengketa mereka dalam tentara,22 pertama memperkuat kedudukan mereka dalam menghadapi sekutu:suatu sikap tegas terhadap perwira didikan Jepang akan memperjelas lagi bahwa kabinet baru terdiri dari orang-orang yang telah menolakuntuk bekerja sama dengan Jepang, kedua mengecam tentara sebagai fasis Jepang dimaksudkan untuk mencegah
para
perwiranya
menjadi
terlalu
mandiri
dengan
jalan
menunjukkan kesalahan mereka di masyarakat, ketiga bahwa antara Amir dan Sjahrir adalah benci Jepang dan sistem politiknya. Adanya badan pekerja yang disetujui oleh Soekarno, sebagai badan yang bertujuan untuk mengubah KNIP menjadi badan dengan fungsi-fungsi legistaif bertanggungjawab secara keseluruhan. Maka badan tersebut memilih
21
George, McT. Kahin, 1995, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 243-244 22 Ulf SundHaussen, 1986, Politik Militer Indonesis 1945-1967 Menuju Dwifungsi TNI, LP3ES, Jakarta. Hlm. 36-37.
Sjahrir dan Amir Sjarifuddin menjadi pemimpin sesuai dengan keinginana para pemuda menginginkan reorganisasi KNIP. Untuk menghindari salah pengertian status dan fungsinya tanggal 17 Oktober, Presiden mengeluarkan, tentang tugas dan kewajiban badan pekerja sebagai berikut; 23 a. Ikut ambil bagian dalam menyusun Garis-garis Besar Haluan Negara, berarti bersama-sama presiden, menanamkan dasar Garis-garis Besar Haluan Negara yang luas. Namun badan pekerja
tidak berhak ikut
campur dalam perincian usaha pencarian kebijakan tersebut karena ini adalah hak tunggal presiden. b. Bersama-sama dengan presiden , menyusun hukum-hukum yang bertalian dengan semua bidang pemerintahan. Hukum-hukum tersebut harus dijalankan oleh pemerintah, yaitu presiden dibantu para menteri dan para pejabat pembantu masing-masing.
2. Tujuan dan langkah Badan Pekerja Pertimbangan pokok yang mendasari perubahan perubahan srtuktur pemerintahan dan praktek yang diprakarsai oleh Sjahrir dan para pengikutnya adalah keinginan untuk menyelamatkan Republik itu dari apa yang mereka pandang sebagai penyimpangan yang buruk kea rah pemerintahan otoriter serta organisasi politik yang otoriter dan totaliter. Secara khusus mereka
23
Loc. cit. Hlm. 192-193.
berusaha untuk menghancurkan organisasi yang hebat sedang dibina oleh Subarjo dan beberapa koleganya, baik di dalam maupun diluar kabinetnya. Pada prinsipnya perubahan-perubahan di pemerintahan ini dijadikan sarana untuk mencapai tujuan akhir politik. Di balik kebijakan ini masih ada suatu pertimbangan yang penting namun bersifat sekuler, yaitu keinginan untuk sedapat mungkin menghapus noda kolaborator dari pemerintah, karena mereka yakin bahwa cara ini akan memperkuat kedudukan Internasional republik ini dalam megadakan perundingan dengan Belanda. Langkah yang ditempuh oleh badan pekerja yaitu pertama, mempertegas pengawasan yang memadai dari pemerintah pusat atas KNI setempat (lokal) dan menyelaraskan aktivitas pemerintah pusat dengan aktivitas KNI setempat. Kedua,dengan mengusulkan perundang-undangan berikutnya yaitu menyarankan agar system partai tunggal di ganti dengan sistem multi-partai di mana semua aliran politik yang berkepentingan punya perwakilan .24
B. Amir Sjarifuddin Menjadi Menteri Pertahanan 1. Pelaksanaan kekuasaan Persiapan yang dilakukan oleh Amir Sjarifuddin dalam menjabat menjadi menteri pertahanan adalah menggabungkan antara tentara rakyat dengan tentara sipil dalam satu wadah, dan mendapat pendidikan secara politik. Sentralisasi kekuasaan yang dilakukan oleh Amir merupakan usahanya dalam
24
Ibid. hlm 193-194
mewujudkan
satu
tentara
yang
solid
dan
tangguh
untuk
dapat
mempertahankan negara dalam maupaun luar. Pembebasan unsur-unsur militeristik gaya Jepang oleh Amir dalam angkatan perang menjadi kuat didukung dengan adanya pendidikan terhadap tentara. Membentuk biro perjuangan ialah untuk bertanggung jawab atas segala unsur kelaskaran, karena inisiatif ini
untuk mengatur kebebasan
laskar-laskar.Berbagai badan perjuangan yang ada pada waktu itu diorganisasikan menjadi brigade-brigade dan di beri nama Tentara Nasional Indonesia Masyarakat. Brigade-brigade itu ditempatkan dibawah pengarahan biro perjuangan yang juga membentuk inspektorat di daerah-daerah. Suatu perbandingan mengenai jumlah personil antar pasukan yang berada di bawah komando biro perjuangan dan markas besar tentara sampai tingkat tertentu menunjukan kekuatan Amir Sjarifuddin lebih dominan sebab berhasil untuk tetap memegang kontrol atas sebagain besar dari pasukan , dia juga mengembangkan sebuah konsep untuk menempatkan tentara regular dibawah pengaruhnya. Tujuan itu hendak di capai melalui indoktrinasi politik.
C. Amir Sjarifuddin Merencanakan Reorganisasi Pemerintahan 1. Hubungan militer tentara rakyat dengan tentara regular Hubungan militer tentara rakyat dengan tentara regular adalah berbeda karena, masing-masing merasa mempunyai kekuatan sendiri yang dapat digunakan untuk melawan penjajahan. Tentara rakyat sangat militan sebab mereka tidak ada yang mengkoordinir apa saja yang dilakukan adalah untuk
kepentingan bersama, sedangkan tentara regular adalah tentara bekas didikan Jepang atau Belanda yang pernah mengenyam pendidikan militer yang cukup.Mereka berfikir sistematis karena langkah-langkah yang dilakukan menjadi dasar selanjutnya.Kurangnya pendidikan formal dalam tentara rakyat menjadikan mereka bertindak sesuai dengan pikiran dan tujuan mereka tanpa ada rencana yang matang untuk mejalankan tugas sebaik mungkin. Jadi Semula Amir sangat berniat untuk memberikan pendidikan politik kepada korp perwira tentara baik dalam upaya yang sangat tulus untuk” mendemokrasikan dan mensosialkan” pandangan mereka dengan sendirinya untuk memperkuat kedudukanya sendiri tethadap komandan-komandan yang dekat dengan Sudirman. Kampanye untuk membrikan kekuatan politik kepada tentara terlihat sebagai suatu upaya untuk mengikat mereka kepada pemerintah, tidak sekedar sebagai alat sembarang pemerintah yang kebetulan sedang berkuasa, melainkan juga untuk memberikan pendididkan ideologis kepada mereka sehingga untuk seterusnya akan berada dalam jangkauan golongan yang berorientasi sosialis yang dipimpin oleh Amir.25 2. Pendidikan Militer dalam Angkatan Perang (Pepolit) Pada tanggal 19 Febuari1946 Amir Sjarifudin mengumumkan sebuah staf pendidikan telah dibentuk di dalam lingkungan kementeriannya, tugasnya adalah untuk meletakkan garis-garis pedoman bagi pendidikan politik tentara. Dalam pengumuman itu dikemukakan bahwa; pendidikan itu materinya tidak
25
Anderson, op. cit.hlm. 359.
akan berupa pandangan-pandangan politik dari satu partai politik atau pendapat dari satu golongan, melainkan ideologi yang sudah tercakup dalam UUD. Garis-garis besar ideologi ini akan ditetapkan oleh sebuah komisi untuk menjamin bahwa seluruh materi yang diberikan kepada anggotaanggota tentara akan mempunyai landasan ideoligi yang terdapat dalam UUD. Di antara para pendidiknya akan terdapat juga ahli-ahli mengenai agama Islam,sehingga segala propaganda bagi tentara di dalam staf pendidikan akan dapat diselaraskan dengan ajaran agama. Staf pendidikan dikepalai oleh Soekono Djojopratiknjo, seorang bekas pegawai kantor pos dan anggota partai sosialis, juga politisi islam tiga orang dari masjumi. Dengan demikian hanya golongan sisoalis dan masjumi yang menjadi staf pendidikan. Walaupun demikian Soekono mendaptkan pangkat letnan jendral yaitu pangkat yang sama seperti pernah di sandang oleh Urip sebagi kepala staf di Markas Besar Tentara, dan semua orang yang lain mendapat pangkat mayor jendral, setaraf dengan panglima devisi.Staf pendidikan membawakan korps pepolit( pendidikan politik tentara) yang terdiri dari 55 opsir politik semuanya diambil dari Pesindo sampai partaipartai lain yang memprotes pengangkatan yang sepihak itu. Mereka disebar keseluruh Indonesia kepada tiap-tiap devisi diperbantukan lima orang, kedudukan mereka dalam devisi bebas sama sekali dari panglima devisi, untuk menjamin agar indoktrinasi dapat dilaksanakan bebas dari campur tangan markas Besar Tentara.
Masalah yang dihadapi oleh staf pendidikan ialah bagaimana mereka masuk dalam Markas besar Tentara dan para panglima devisi, banyak perwira yang memprotes keberadaan perwira pepolit campur tangan dalam devisidevisi.Sebaba pada waktu itu Markas Besar belum siap untuk mengajukan suatu pemecahan , maka para panglima devisi menentukan sikapnya sendiri dalam persoalan.sementara sejumlah panglima mengijinkan opsir-opsir politik untuk memperoleh pengaruh didalam devisi mereka, yang lainnya mencegah melaksanakan tugas mereka sendiri. Perkembangan
angkatan
perang pada
masa
pemerintahan
Amir
sjarifuddin yaitu dengan memberikan pendidikan politik bagi tentara untuk dapat maju bukan sekedar sebagai pertahanan melainkan bisa masuk dalam politik tanpa ada perbedaan mendasar.Pendidikan politik yang di berikan oleh Amir adalah memberikan pendidikan politik bagi tentara baik sipil maupun militer bisa mendapatkan hak sama dalam politik. Membentuk biro perjuangan yang mengetengahkan bidang poltik bagi tentara, untuk masuk dalam pemerintahan tanpa ada batasan, yang jelas guna mewujudkan stabilitas politik yang berkembang sesuai dengan keinginan Amir Sjarifuddin sebagai menteri pertahanan Amir Sjarifuddin membawahi tentara rakyat sebagai langkah awal masuknya unsur politiknya dalam pemerintahan melalui pepolit yang dibentuk agar pendidikan tentara dapat berkembang dengan cepat sesuai ideologi dan indoktrinasi politik.
BAB IV BENTUK KONKRET KEBIJAKAN ANGKATAN PERANG AMIR SJARIFUDDIN
A. Hubungan Angkatan Perang dengan Amir Sjarifuddin Angkatan perang adalah bentuk penggabungan dari berbagai jenis laskarlaskar rakyat yang bergabung menjadi satu, untuk melawan Jepang dan Belanda yang ada di Indonesia. Amir Sjarifuddin melihat hubungan antara tentara rakyat dengan tentara regular tidak baik, sebab mereka merasa belum ada pemimpin yang bisa mengatur dan mengkoordinir bagaimana bentuk-bentuk sistem pertahanan yang baik, melalui pendidikan militer. Langkah yang dilakukan oleh Amir Sjarifuddin adalah tidak akan memberikan jarak antara tentara rakyat dan regular untuk mendapatkan hak dalam politik.Meskipun masing –masing tentara memilki dasar pendidikan yang berbeda yaitu model Peta dan KNIL, tapi oleh Amir mereka diberikan indoktrinasi politik
yang sifatnya demokratis tidak berbentuk fasis dan
memberikan bentuk strukturisasi dalam tentara untuk membentuk hirarkisiatas dalam angkatan perang.26 Untuk menjelaskan keberadaan laskar rakyat, kita pertama harus melihat bagaimana metode perlwanan yang dilakukan oleh tentara ketika menghadapi kedudukan Jepang, terutama gerakan bawah tanahnya., sedangkan kedua ialah
26
Ulf Sundhaussen, 1986, Politik Militer Indonesia 1945-1967 Menuju dwifungsi TNI, LP3ES, Jakarta, hlm. 53-55
menghubungkan bagaimana semangat dan yang menyala-nyala yang tidak bisa ditampung oleh suatu organisasi bersenjata yang teratur, disiplin, dan hirarkis. Dalam pandangan Amir Sjarifuddin setelah menempati sejumlah angkatan udara dan angkatan laut di bawah pengawasanya langsung, juga mengembangkan korps polisi mobil menjadi suatu pasukan tempur militer yang tangguh. Dalam hal ini Amir tidak saja berhasil untuk tetap memegang kontrol atas bagian terbesar dari pasukan yang ada didalam angkatan perang Indonesis.Maka ia juga akan mengembangkan konsep untuk menempatkan tentara reguler di bawah pengaruhnya. Tujuan ini hendak dicapai melalui indoktrinasi politik. Pidato yang di lakukan oleh Amir Sjarifuddin pada tanggal 17 November 1945, menyebutkan tentang keberadaan tentara bekas KNIL dan Peta
adalah
tentara tanpa ada keyakinan politik dan anggota-anggotanya hanya serdadu bayaran. Pandangan kiri Amir tentang tentara yang berbau komunis yaitu tentara harus menjadi sebuah tentara dengan suatu ideologi dan dengan landasan politik yang kuat , sehingga mereka akan mengetahui dengan pasti kewajiban-kewajiban dan hak-hak mereka dalam zaman revolusi Sejak semula pendidikan yang di berikan Amir untuk tentara adalah cita-cita untuk bisa mnegambil semua kedudukan yang ada dalam Markas Besar Tentara, di bawah pengaruhnya. Tetapi kenyataan para perwira yang ada sangat sulit dipengaruhi sebab mereka tidak suka melihat tentara rakyat dimasukkan dalam satu devisi. Sikap penolakan oleh para perwira terhadap campur tangan pepolit dalam tubuh devisi-devisi dalam tentara.27
27
Ibid, hlm. 44-45.
Keterlibatan Sudirman terhadap angkatan perang adalah upaya untuk mempertahankan tentara memberikan ruang gerak Amir Sjarifuddin yang sempit, dalam usahanya ingin menguasai angkatan perang.Amir merasa bahwa Sudirman adalah lawan yang sulit untuk ditaklukan, karena pengaruhnya dalam angkatan perang cukup tinggi Adanya tawaran tentara agar tetapkan batasan yang tegas mengenai peran, fungsi dan progresif semua pihak yang bersangkutan, yakni tentara, pemerintah dan organisasi-organisasi kelaskaran., dalam jangka pendek akan menguntungkan Sudirman, tetapi dalam jangka panjang juga akan memberikan manfaat kepada pemerintah dan Negara secara keseluruhan. Ketiadaan koordinasi dan otonomi fungsional adalah merupakan ancaman tidak hanya bagi kemampuan pertahanan Republik yang masih muda tetapi juga bagi sistem politik itu sendiri.Ketiadaan koordinasi telah memaksa semua organisasi dan lembaga yang terlibat dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pertahanan untuk memperluas lingkup kegiatan dan perhatian mereka sehingga mencakup pula fungsi-fungsi yang ada disetiap tatanegara sudah diberi batasanbatasan baik. Kedudukan sementara kabinet berupaya untuk mencampuri hirarki dan struktur militer juga mengotak-atik peran utamanya sebagai alat pertahanan tentara regular dan pasukan-pasukan tidak resmi , akibat tidak adanya batasan tegas mengenai fungsi. Keterlibatam untuk membela adalah melanggar progratif kaum politisi untuk mengariskan kebijakan negara.
Gejala yang mendasar mencerminkan perselisihan antara pemerintah dan tentara mengenai peranan pihak kaum politisi adalah perdebatan, bukan mengenai soal apakah militer harus berperan politik atau tidak melainkan mengenai soal bagaimana peran politik itu seharusnya. Amir Sjarifuddin berpendapat bahwa ‘ tentara revolusioner harus berpartisipasi secara luas dalam politik agar tidak menjadi sekedar alat mati di tangan pemerintah sebagaimana halnya dengan tentara Kolonial dulu’ . Disini Amir melihat kedudukan tentara pada waktu itu cuma sebagai pertahanan saja tidak bisa masuk dalam pemerintahan atau dalam politik , yang dapat memberikan peranan cukup luas dalam mewujudkan sistem pertahanan nasional. Pemilihan Sultan sebagai menteri keamanan rakyat oleh militer dua hari sebelum pembentukan kabinet Sjahrir, di terima sebagai tantangan pribadi dan langsung kepada perdana menteri, yang mengumumkan keinginannya untuk mengangkat Amir Sjarifuddin menduduki posisi tersebut, dan menjelaskan dengan tegas bahwa tidak akan menerima apa yang dianggapnya sebagai suatu pola gaya Jepang yang militeristik.28 Ahkirnya tentara mundur meskipun setelah banyak kata-kata pedas saling di lemparkan. Akan tetapi mengenai kedudukan Sudirman , tentara tidak akan mau bergeser sedikitpun, dan akhirnya pada tanggal 18 Desembar hampir enam minggu setelah konpensasi Yogyakarta, pemerintah Sjarir dengan rasa enggan mengumumkan pengangkatannya secara resmi sebagai panglima besar.
28
Benedict R.O.G. Anderson, 1988, Revolusi Pemuda Pendudukan Jepang dan Perlawanan Di Jawa 19944-1946, Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 276-277.
Pelantikan kabinet baru menjadikan masalah baru di tandai pertentangan dan persaingan yang akan berlangsung lama antara pemerintah dengan komando tinggi militer. Sudirman dan kawan-kawannya merasa tersinggung karena tuduhan-tuduhan yang terselubung dari pemerintah dengan menggabungkan keputusan bentuk militerisme dan fasisme,dan merasa terhina akan penangguhan yang lama untuk menegaskan pengangkatan Sudirman sebagai panglima besar. Langkah yang dilakukan oleh Amir dan Sjahrir dalam tubuh tentara adalah untuk mengerogoti kewibawaan Sudirman dan juga membatasi langkah-langkah nya agar terjadi permusuhan di markas besar.Oleh sebab itu Sudirman dijadikan daya tarik untuk berbagai golongan politik yang menentang pemimpin-pemimpin kabinet. Akan tetapi di belakang persaingan-persaingan ini nampak dua pandangan yang berbeda mengenai apa yang sepantasnya menjadi watak dan peran tentara nasional.Konsepsi yang dirumuskan oleh Amir setelah menjabat menjadi menteri, yaitu membahas watak TKR, Amir menekankan perbedaan yang ia lihat antara Angkatan Darat baru dan dua Angkatan Darat “Indonesia” sebelumnya KNIL dan Peta . Dengan sengit ia memberikan ciri kepada KNIL sebagai tentara bayaran yang anggota-anggotanya
rela digunakan oleh pemerintah Belanda
untuk menindas bangsanya sendiri. Sementara Peta hanya sekedar alat Jepang untuk mencapai tujuan-tujuan kolonialnya. Sebaliknya pemuda Indonesia yang masuk Tentara Keamanan Rakyat mempunyai dasar dan keyakinan politk, Keyakinan ingin mengembangkan apa saja yang ada padanya untuk menjaga keamanan negara, sudah tentu jauh
bedanya dengan kedua tentara yang sudah kita gambarkan diatas.Di sini Amir menarik kontras antara pemuda Nazi dan pemuda Rusia selama perang yang mempertalikan keberhasilan Rusia kepada keyakinan-keyakinan politik yang tangguh dari Tentara Merah. Keyakinan pemuda-pemuda yang masuk Tentara Keamanan Rakyat pada waktu itu semangatnya mirip pemuda Rusia yang masuk Tentara Merah.29 Sikap yang dilakukan oleh Amir Sajrifuddin dalam angkatan bersenjata Indonesia ialah menekankan perlunya jiwa kerakyatan, sebab pengaruh-pengaruh kejiwaan dari latihan Jepang terhadap pemuda dan tentara Indonesia. Karena itu sejak semula ia bermaksud untuk mendidik korps perwira Angkatan Darat secara politik, kedunnya untuk “mendemokrasikan”dan “mensosialisasikan” pandangan mereka dan juga membangun wewenangnya sendiri sebagai menteri keamanan rakyat berhadapan dengan markas besar tentara. Gerakan untuk memberikan keyakinan-keyakinan politik
kepada tentara
dimaksudkan sebagai suatu upaya bukan hanya untuk menghubungkan korps perwira dengan erat kepada pemerintah yang sedang berkuasa, tetapi juga memberikan mereka suatu orientasi ideology yang akan membuat mereka tetap berada dalam jangkuan golongan-golongan sosialis. Pola tentara merah yang dikutip dalam pengumuman Amir bukan dipilih begitu saja, meskipun hanya sedikit mungkin hanya sedikit saja ia mempunyai pengertian yang jelas bagaimana dalam prakteknya Tentara Merah itu diorganisasikan, Amir Sjarifuddin menganggapnya sebagai tentara patriotik dan
29
Ibid. hlm. 278.
militan yang diilhami dengan tujuan-tujuan sosialis,dan di bawah bimbingan politik secara tetap dari suatu partai pemerintah yang kuat. Ditinjau dalam prespektif politik dapat dimengerti bahwa tentara nasional adalah tentara rakyat, lebih demokratis dan bersifat sama-rata sama-rasa dariapada yang dimiliki oleh partai politik.kalau membayangkan tentara sebagai kekuatan yang revolusioner yang tidak lepas dari solidaritas nasioanl.Jiwa revolusioner adalah usaha-usaha untuk mewujudkan stabilisasi pertahanan nasioal yang utuh dan kompleks terciptanya tujuan nasional. Langkah politik Amir Sjarifuddin dalam tubuh tentara, setelah menjabat menjadi menteri pertahanan mengumumkan akan membentuk staf pendidikan dalam TKR. Lamgkah ini menurut penjelasan resmi adalah jawaban kepada keinginan rakyat bahwa: “ tentara mesti menjadi tentara yang berideologi dan cukup dasar politiknya, sehingga yakin akan kewajibannya dan haknya didalam jaman revolusi ini. Isi pendidikan itu tidak bercorak politik suatu partai atau pendapat satu golongan, tetapi ideology yang telah tertera dalam Undang-undang dasar. Garis-garis dari hal pendidikan itu akan ditentukan oleh komisi, sehingga dijamin, bahwa segala bahan yang akan disampaikan kepada para anggota tentara berdasarkan ideologi yang terdapat di dalamUndang-undang dasar. Diantara para pendidik terdapat juga ahli agama Islam dalam Staf pendidikan itu segala propaganda bagi tentara dapat disesuaikan dengan dasar keagamaan”.30 Tugas staf pendidikan adalah membuat setiap prajurit sadar akan perannya sebagai mana apa yang dinamakan oleh Presiden alat negara. Pelajaran yang
30
Ibid. hlm 280.
diberikan oleh staf pendidikan berbagai mata pelajaran yang seragam untuk seluruh tentara. Semua media penghubung akan digunakan untuk menanamkan gagasan yang benar, sementara korps perwira akan diberikan latihan khusus sebagai guru.Hal penting lagi yaitu masuknya staf pendidikan akan menjadi bagian dari kementrian pertahanan, bukan lagi bagian dari markas besar tentara. Kepemipinan dalam Staf pendidikan terdiri dari tujuh anggota yaitu; Soekono Djojopartiknjo, Anwar Tjokroaminoto, Wijono, dr. Mustopo, Faried Ma’ruf, H. Abdul Mukti, dan Sumarsono.Dalam kelompok ini partai Sosialis dan Masyumi diwakili secara baik, sementara organisasi-organisasi politik lainnya sama sekali tidak. Dalam lingkungan tentara perkembangbiakan yang pesat terjadi dengan bermunculannya kelompok-kelompok pemuda yang berskala kecil setempat dan tidak tetap, sifatnya sebagian militer dan sebagian politik yang sulit untuk dipisahkan satu dengan lainnya. Pemikiran yang semakin banyak diberikan kepada pemusatan dan penyaluran tenaga pemuda ke dalam bentuk organisasi baru, lebih patuh dan tunduk pada pemerintah pusat. Gerakan pemuda adalah suatu bentuk ancaman bagi pemerintah yang ingin mengkonsolidasikan wewenangnya dan merundingkan suatu penyelesaian terhadap Belanda, tetapi upaya untuk berhasil sangat terbatas. Usaha Amir dalam kongres yang menyatakan tentang suatu gerakan (persatuan) pemuda Indonesia yang bersifat fusi berazas sosialites bertujuan menegakkan negara republik Indonesia berdasarkan kedaulatan rakyat. Keputusan yang dilakukan Oleh Amir, dalam sidang untuk memberika pidato tentang ;’hai pemuda jika kamu memegang bedil di tangan kanan, maka haruslah
tangan kirimu memegang sabit”. Ini adalah langkah yang akan digunakan oleh Amir untuk menciptakan bentuk tentara yang akan mendukungnya dalam pemerintahan. Propaganda politik yang dilancarkan oleh Amir didalam angkatan perang memberikan dampak yang tidak memuaskan sebagian banyak yang tidak mau untuk mengikuti langkah-langkah dan ideologi yang akan ditempuh oleh Amir. Masuknya unsur dalam tentara mengakibatkan masalah-masalah baru baik secara diplomatik maupun pemerintahan. Usaha yang dilakukan Amir untuk mengabungkan tentara dengan pemerintahan dalam satu komando yang dipertanggungjawabkan pada badan pekerja dan KNIP, secara diplomasi dan politk mempunyai peranan yang sama. Bentuk konkret kebijakan Amir Sjarifuddin yaitu, memberikan pendidikan politik dalam tentara dan memasukan indoktrinasi politik militer
untuk
menciptakan tentara yang handal seperti Tentara Merah. Reorganisasi tentara dalam pemerintahan, berdampak hubungan politik antar tentara rakyat dan tentara sipil. Kedudukan tentara dan pemerintah yang cukup jauh oleh Amir Sjarifuddin di persempit dengan memasukan unsur militer dalam pemerintahan, guna mendukung usahanya untuk menguasai angkatan perang di Indonesia. Tetapi langkah tersebut tidak begitu memuaskan, sebab banyak sekali yang harus dilakukan oleh Amir untuk mewujudkan usahanya, seperti memberikan pendidikan politik, kepada para perwira-perwira didalam markas besar tentara.
B. Angkatan Darat Sebagai Kekuatan Politik Pasif Apa sebenarnya yang memotivasi terjunnya angkatan darat ke area politik? Apakah sekedar menyelamatkan rakyat dan bangsa ini dari tepi jurang keruntuhannya ataukah ada motivasi politik tertentu yang mendorong angkatan darat berpolitik praktis.Pernyataan-pernyataan ini harus diajukan untuk menguji klaim-klaim tentang motivasi kemurniaan angkatan darat dalam mengabdikan dirinya pada kedaulatan rakyat. Menurut pendapat Ruth T. McVery seorang pakar tentang Indonesia mengatakan, sejak semula Angkatan Darat menolak supermasi pemerintahan sipil, terutama kendali sipil dalam urusan militer. Penolakan asas supermasi sipil ini bisa dilacak pada masa awal-awal pembentukan TNI, terutama karena pengaruh didikan militer Jepang pada eks-Peta. Dalam tradisi kemiliteren Jepang, kedudukan seorang perwira tergantung penilaian bawahnya bukan pada pemerintahan bawahanya. Dalam relasi sipilmiliter keyakinan ini melahirkan pandangan sesuai warisan militer Jepang tidak wajib orang militer untuk tunduk pada pemerintahan sipil. Hal ini memang sesuai dengan keadaan politik di Jepang pada masa Perang Dunia II, bahwa militer merupakan lembaga yang paling dominan secara politik. Di
bawah
bimbingan
tradisi
fasisme
Jepang ,ketika kemerdekaan
diproklamasikan segara tampak bahawa angkatan darat yang didominasi oleh eks-Peta tak mau tunduk sepenuhnya pada pemerintah sipil.Namun demikian selain soal warisan fasisme jepang, ketidakpatuhan itu juga disebabkan kecurigaan yang berlebihan terhadap upaya-upaya pemerintah terutama kabinet
sosialis dalam menata hubungan antara pemerintah dengan militer.Kecurigaan itu semakin memuncak, jika mereka mengenang kembali ungkapan Perdana Menteri Sjahrir, yang dimuat dalam brosur berjudul Perdjoeangan Kita. Dalam pamflet politik itu Sjahrir sebagai seorang anti fasis dengan keras, tegas dan tajam menyatakan ketidak-setujuannya terhadap antek-antek yang saat itu sedang berkuasa dan kecenderungan militerisme di kalangan rakyat. berikut adalah supermasi pamflet itu; “Tahun-tahun yang kemudian ini, kita terlalu merasakan kekuatan militer. Tak kurung hal ini dan didikan militer yang diberikan kepada pemudapemuda serta rakyat kita umumnya, dapat menimbulkan kekeliruan, seolaholah perjuangan kita ini perjuangan militer.Hanya pengertian tentang dasar kemasyarakatan pejuang kita ini, dapat menghindarkan kekeliruan ini. Dalam perjuangan kita yang berupa dan memakai alat negara Indonesia, kita terpaksa harus mengadakan alat perjuangan kenegaraan, yaitu bala tentara. Itu tak boleh berarti bahwa kita menjadi abdi kenegaran atau menjadi abdi kemiliteran, alias fasis dan militeris. Batas-batas hal ini dengan semangat revolusi kerakyatan kita, harus ditajamkan sehingga jangan kita membunuh semangat serta revolusi kita oleh karena ikita sesat pada militerisme dan fasisme”31 Serangan telak Sjarir itu begitu menghujam ulu hati tentara sehingga dirasakan sebagai sesuatu yang sangat menyakitkan Sudah tentu tudingan keras itu mereka tolak, sehingga konfrontasi antara tentara dan pemerintah sipil, khususnyadengan kabinet-kabinet Sosialis, bersemi sudah. Ketika menelaah masa awal kemerdekaan,di mana sistem presisdensil diganti dengan sistem perlementer pada 14 november 1945, TNI memandang bawha sistem parlementer ternyata tidak menguntungkan kelangsungan hidup Negara dan bangsa. Bagi mereka liberalisme Baratadalah sebuah prilaku politik yaitu ditandai oleh kekacauan, pemberontakan, disintegrasi. 31
Ibid. hlm. 22-223.
Konfrontasi pertama antara perwira TNI dengan pemerintah sipil di bawah pimpinan Sjarir, dimulai ketika para perwira angkatan darat tersebut menyelenggarakan konfrensi militer pertama di Yogyakarta, pada 12 November 194. Di kota itu, mereka menggakat Jendral Sudirmandan Sri-Sultan HB IX, masing-masing sebagai Panglima Besar Tentara dan Menteri Pertahana. Dan sesuai trasisi kemiliteran jepang pengangkatan para pemimpin puncak TNI itu tidak dikonsultasikan pada pemerintahan sipil di Jakarta. Di pihalk lain pemerintah yang agak tidak mengerti hasil keputusan para perwira angkatan darat, pada tanggal 14 mengangkat Urip Sumohardjo, sebagai panglima angkatan darat dan Amir Sjarifuddin, sebagai Menteri Pertahanan Perbedaan ini menimbulkan konflik. Terjadi tarik menarik antara kedua belah pihak, yang kemudian diselesaikan dengan jalan kompromi. Pemerintah akhirnya memerima jendral Sudirman sebagai Panglima Besar dan sebagai imbalannya angkatan darat melepaskan jabatan menteri pertahanan dari Sri-Sultan HB IX kepada Amir Sjarifuddin. Menurut Ulf Sundhaussen ada tiga hal yang menyebabkan kenapa Sjarir menolak hasil pilihan tentara. 32Pertama hak Perdana Menteri untuk memilih anggota-anggota kabinetnya sudah diakui di kalangan parlemen dan pemerintah; kedua, guna menegakan bentuk pemerintahan yang demokratis berarti menegakkan supremasi sipil dan militer oleh sebab itu tindakan tentara untuk memiih Menteri Pertahanan harus ditolak sebagai suatu prinsip.; ketiga, sjarir sudah terikat janji untuk memberikan jabatan Menteri Pertahanan kepada Amir sjarifuddin yang telah memperlihatkan perhatiannya
32
Ulf Sundhaussen Op. Cit, hlm. 35.
kepada unsure militer ketika ia masih menjadi menteri penerangan dalam pemerintahan Soekarno. Di lain pihak motivasi tebtara untuk memilih sendiri pemimpinnya, menurut Salim Said, merupakan konsekuensi dari tentara yng membentuk dirinya sendiri dan lemahnya institusi-institusisi sipil. Tetapi kita coba mamasuki jantung semangat TNI yang didomina eks-Peta, pemilihan pemimpin tentara pada tanggal 12 november itu dicerminkan usaha mereka untuk merealisasikan gagasan kemiliteran Japang dalam kebudayaan Indonesia. Menurut Andeson menulis; “Peta telah disusun dengan tradisi Jepang dan dengan trasisi itu, paling sedikit pada zaman terakhir kekaisaran Jepang, kepala angkatan darat yang efektif (kastaf) dipilih melalui perundingan dikalangan perwira-perwira senior tanpa diikutsertakanya orang sipil siapapun juga. Selain itu Kastaf tidak menjadi cabinet joang , melainkan langsung dilaporkan kepada Kaisar.Seajak semula Sudirman berusaha keras untuk berbuat sesui dengan tradisi ini. menganggap dirinya setingkat dengan pemimpin-pemimpin cabinet, tidak berada dibawah mereka, dan dalam tafsiran perannya ini ia mendapat dukungan kuat dari dalam tentara”33 Kompromi teryata tidak meredakan ketegangan, apalagi menyelesaikan konflik antara pemerintah sipil dengan angkatan darat.materi perseturuan malah telah beralih pada urusan bagaimana seharusnaya kedudukan tentara dalam negara. Pemerintah sipil lewat Kementerian Pertahanan yang djabat oleh Amir Sjarifuddin mengajukan konsepsi menyangkut ketentaraan sebagai berikut; Tentara Belanda dan jepang karena berjiwa kolonial gampang bertindak fasis, sewenang-wenang dan kejam terhadp rakyat. ini dipermudah karena untuk menjadi opsir mesti dipenuhi syarat-syarat ijazah yang hanya dapat dipenuhi orang-orang mampu artinya, orang yang biasanya berkepentingan banyak dengan
33
Anderson, Op Cit. hlm. 275.
si penjajah atau orang-orang yang biasanya tidak bergaul dengan rakyat biasa. Keadaan di jaman penjajahan itu pasti membawa bekas di jaman republik. Oleh karena itu tentara perlu didemokratisasikan.ikhtiar ini sekarang dapat dilihat di Negara-negara lain di mana pemerintah dapat dipengaruhi oleh organisasi masa, yaitu organisasi buruh, tani , dan pemuda progresif. Jalan supaya dapat didemokratisasi : 1. Memperbesar upaya tentara menjadi volk-leger (tentara rakyat)artinya tentara bagi rakyat bisa dengan ; a. Mendidik tentara dengan asas-asas demokrasi supaya tentara dicintai rakyat dan menjauhkan diri dari sifat membenci bangsa lain. Yang dibenci adalah imperialismenya bangsa-bangsa lain. b. Menghilangkan tinggkah kalu colonial dan fasis di kalangan tentara. c. Memperbaiki dan memperbanyak pendidikan umum dan pemberantasan buta huruf di kalangan tentara. 2. Cara promosi (naik pangkat) harus didemokratiskan, artinya supaya dikalangan opsir juga ditahan atau disamakan dengan orang-orang yang asalnya dari buruh dan tani, maka supaya promosi dimudahkan, yaitu mempermudah promosi dari pangkat-pangkat rendahan dengan tidak terutama menekankan ijazah dan sudahberapa tahun lamanya di tentara penjajahan Belanda kemudian tentara Jepang dan lalu di tentara republik, tetapi didasarkan atas jasa dalam pertempuran. 3. Tentara tidak boleh bertindak sendiri-sendiri, melainkan menjalankan politik pemerintah.
4. Mempererat hubungan antara tentara, laskar dan rakyat dengan kewajiban tentar dan laskar berkerja guna keperluan umum untuk rakyat di waktu yang lapang (membentu panen, membantu pabrik, memperbaiki jalan) 5. menjamin tentara dan laskar sepenuhnya dalam hal kesejahteraan, perlengkapan lainya, dan juga alat pengangkutan. 6. Menghargai jasa para pahlawan di garis depan dengan sepenuhnya sebagai berikut : a. Keluarga mereka harus dicukupi akan hal jaminan dan keluarga pahlawan yang gugur dapat jaminan luar biasa. b. Mereka harus dicukupi dalam hal makanan dan pakaian. c. Mengubah cara kerja supaya langsung memberi manfaat bagi prajurit. 7. Memberi hukuman yang patut kepada prajurit dan opsir yang terbukti a. Tidak memenuhi kewajiban dalam mempertahankan garis depan. b. Melakukan korupsi. c. Dengan sengaja menganjurkan cara-cara fasisme dan kolonial dalam tentara.34 Konsepsi Amir Sjarifuddin ini ditanggapi dingin dan sinis oleh kalangan tentara. Sudirman sendiri sebagai panglima yang dipilh oleh bawahannya selalu berusaha untuk bersikap otonom dari pemerintah. Karena itu para pemimpin angkatan darat juga mempunyai konsepsi sendiri mengenai kedudukan tentara revolusi yang harus berpolitik secara luas dan bukan yang mati dari pemerintah.
34
Soe, Hok Gie, 1997, Orang-orang di Persimpangan Kiri jalan, Bantang Budaya, Yogyakarta, hm. 91-93.
Tentara juga menggulirkan wacana banhwa soal pertahanan negara bukanlah semata-mata urusan politik, aspek militer harus perlu diperhitungkan. Dan dalam penyusunan pertahanan negara harus disusun suatu organisasi tentara yang efisien dan mempunyai garis komando yang ketat. Bertempur bukan semata-mata soal keberanian belaka, tetapi soal perhitungan yang cermat dan teliti untuk menghindari korban yang minimal guna meraih kemenangan. Tentara juga melihat bahwa dengan didikan laskar-laskar bersenjata di samping rakyat, akan merupakan hambatan dalam perjuangan besenjata. Mereka laskar-laskar bersenjata, ini bertempur tidak atas dasar komando yang sentral dan perhitungan yang teliti, tatapi atas komando garis induknya, yaitu partai politik. Atau juga atas dasar pertimbangan sesuka hati para komandannya sehingga, hal ini jelas belawanan dengan kehendak untuk membangun sebuah organisasi militer yang efisien, yang menganut garis komando yang ketat dan disiplin. Penjelasan Soeparjo Roestam, mantan ajudan Sudirman menjelaskan sikap tentara terhadap pemerintah; “ Tentara (maksudnya Sudirman) tidak menyangkal posisinya sebagai alat negara tetapi bersama dengan itu tentara juga merasa dirinya sebagai pejuang kemerdekaan seperti banyak kelompok pejuang kemerdekaan yang lain diluar tentara. (Sayangnya) pemerintah menganggap tentara sebagai alat Negara. Perbedaan pendapat antara tentara dan pemerintah sangat disadari Sudirman. Seringkali ia membahas hal itu dengan kami. Sudirman tidak ingin dipermainkan. Ia tidak ingin kalau pemerintah hanya memberi perintah. Ia menghendaki musyawarah. Ia tidak ingin melaksanakan perintah tanpa mengetahui mengapa perintah itu diberikan.”
Jika kita lihat secara cermat kedua konsepsi ini terlihat jelas betapa dalamnya jurang perbedaan di antara mereka. Kementerian pertahanan menghendaki agar tentara mengikuti politik pemerintah, sementara tentara berpendapat, mereka bukan alat mati pemerintah. Pemerintah berusaha mewujudkan sebuah tentara yang demokratis tapi, tentara menginginkan suatu organisasi militer yang efisien, dengan pola kepemimpinan yang sentralistis berdasarkan garis komando yang ketat. Pemerintah berharap agar tentara dan laskar bisa berkerja sama, sedangkan tentara menghendaki agar laskar dibubarkan atau dilebur dalam tentara regular. Dengan jurang perbedaan yang sangat prinsipil ini, kompromi menjadi barang langka dan mahal harganya.
BAB V KESIMPULAN
Kebijakan adalah bentuk sikap yang diambil oleh Amir Sjarifuddin terhadap angkatan perang di Indonesia.. Sebab pada waktu itu secara politik pemerintah mengalami disintegrasi antara tentara dan pemerintah. Ini dipicu oleh sikap tentara yang tidak mau dikontrol oleh pemerintah, dan mereka merasa bahwa tentara punya wewenang sendiri untuk bisa mengatur gerak dan langkah apa yang harus diambil oleh tentara itu sendiri. Unsur kecurigaan antara pemerintah dengan tentara membuat jurang pemisah yang cukup tajam. Akibatnya banyak sekali tentara rakyat yang melakukan tindakantindakan yang sangat merugikan rakyat itu sendiri. Kurangnya kesadaran akan peran tentara dalam masyarakat membuat semakin jauh hubungan mereka dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan. Kelemahan yang ditimbulkan oleh pemerintah akibat kesewenang-wenangan dari tentara karena mengakibatkan banyak masalah yang muncul di tubuh tentara. Sikap sadar
diri
dikalangan
anggota-anggota
tentara
akan
fungsi
dan
tujuan
mereka,membuat semakin sulit untuk di kendalikan. Langkah yang di tempuh oleh Amir Sjarifuddin sebagai Menteri pertahanan ingin memberikan peluang bagi tentara untuk masuk dalam dunia politk dan ikut berperan serta dalam mengatur pemerintahan. Adanya faktor pendorong terhadap angkatan perang adalah setelah peranan pemerintah Jepang di Indonesia mulai berkurang akibat dari datangnya sekutu yang
dibantu oleh Inggris yang akan masuk di Indonesia mengakibatkan kondisi politik, sosial dan ekonomi pada waktu itu cukup memprihatinkan. Dapat dikatakan lemahnya nilai-nilai pertahanan pada masa itu sangat mudah sekali terjadi pembrontakan-pembrontakan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia , sebab merasa terusik dalam benak mereka akan kemerdekaan yang utuh.. Masuknya unsur militerisme Jepang ditentara Indonesia sangat kuat, karena jiwa-jiwa fasisme eksPeta sangat dominan. Dan juga unsur kolonialisme Belanda yang ada juga mempengaruhi pola pikir masyarakat terutama para tentara atau perwira yang merasakan didikan Jepang dan Belanda. Secara politik kementrian pertahanan menghendaki agar tentara mengikuti politik pemerintah,sementara
tentara
berpendapat,
mereka
bukan
alat
mati
pemerintah.Pemerintah berusaha untuk mewujudkan sebuah tentara yang demokratis tapi, tentara menginginkan suatu organisasi yang
efisien, dengan pola
kepemimpinan yang sentralistik berdasarkan garis komando yang kuat. Pemerintah berharap agar tentara dan laskar bisa bekerja sama,sedangkan tentara menghendaki agar laskar dibubarkan atau dilebur kedalam tentar regular. Langkah konkret yang ditempuh Amir Sjarifuddin adalah dengan mendirikan badan pekerja bersama Sjahrir untuk melakukan oposisi terhadap pemerintah agar terwujud apa yang di inginkan pemerintah harus memberikan wewenangnya untuk bekerja sama dengan KNIP untuk membuat kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah.. Pentingnya badan pendidikan tentara sebenarnya merupakan rekomendasi dari pertemuan TKR di Yogyakarta. Karena dianggap sebagai kebutuhan yang masuk
akal, tetapi ketika rekomendasi itu mau dijalankan oleh Amir Sjarifuddin yang menganut supermasi sipil, tentara memandang badan pendidikan itu menyimpang dari rekomendasi. Kecurigaan angkatan darat melihat Pepolit, dalam penjelasan pemerintah menyebutkan bahwa staf pepolit bertugas mencetak setiap prajurit agar sadar akan peranannya sebagai apa yang dinamakan oleh Presiden alat negara. Usaha untuk menempatkan tentara sebagi sekedar alat negara itulah yang ditolak oleh angkatan darat, karena sejak semula mereka tidak mau jadi alat mati di tanggan sipil. Indoktrinasi terhadap tentara akibat dari konsepsi Amir, sebagai menteri pertahanan memberikan permusuhan yang tajam diantara mereka yang ingin berdiri sendiri tanpa ada campurtangan dari pemerintah. Oleh sebab itu muncul kecurigaankecurigaan yang ada dalam kubu pemerintah dengan tentara akan semakin sulit untuk terpusatkan. Keinginan Amir Sjarifuddin membentuk tentara yang sesuai dengan tentara Rusia, yang memberikan loyalitasnya terhadap pemerintah agar tercipta suasana yang sama-rasa sama-rata, yang adil menurut pendapat tersebut. Sebenarnya itu sulit sebab menduduki kursi dan menjalankan roda pemerintahan adalah tujuan utama Amir, untuk menguasai seluruh angkatan perang yang ada di markas besar tentara dan perwira-prewira tentara yang berpengaruh di dalamnya. Dari pemahaman penulis tentang kebijakan Amir terhadap Angkatan Perang terbukti jelas bab II yang menunjukkan suatu pola hubungan dalam kubu tentara. Langkah ini merupakan bagaimana mencari peluang dalam penganalisaan keterkaitan antara perkembangan dari masa sebelum dan sesudah terbentuknya
Angkatan Perang. Sedangkan bab I II dan IV, menunjukkan hubungan keterkaitan meskipun hanya terbukti sebagian oleh penulis tetapi semuanya ini merupakan bagian dari pembandingan-pembandigan unsur dan bentuk dari berbagai pernyataan buku-buku. Jadi apabila ada penulis lain ingin memperbaikinya maka saya akan berterimakasih atas sumbangan dan kritikannya untuk menemukan hal yang baru lagi dalam strategi dan pembentukan Angkatan Perang.
DAFTAR PUSTAKA Anderson, Ben 1988 : Revolusi Pemuda., Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Coen, Huasain Pontoh, 2005 : Menentang Mitos Tentara Rakyat, Resist Book, Yogyakarta. Gottschalk, Louis, 1983 : Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto, Univesitas Indonesia press, Jakarta. Koencaraningrat, 1993 : Metode-metode Penelitan Masyarakat, P.T Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Kuntowijoyo, 1995 : Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta, Yayasan Bandung Budaya. Moedjanto,G, 1989 : Indonesia Abad Ke-20, jilid 2, Dari Perang Kemerdekaan Pertama Sampai PELITA III, Kanisius, Yogyakarta. Mc Turnan, Kahin, Goerge 1995 : Nasionalisme Dan Revolusi Di Indonesia , terj Nationalism And Revolution In Indonesia, UNS Press dan Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Nasution, A.H. 1977 : Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid 2, Diplomasi Atau bertempur, Angkasa, Bandung. …………………., 1977 :
Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid 3 , Dilplomasi Sambil
Bertempur, Angkasa, Bandung. ………………….., 1977 :
Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid 4 , Periode Linggarjati,
Angkasa, Bandung. ……………………, 1968 : Tentara Nasional Indonesia, Jilid 1 dan 2, Seruling Masa, Jakarta.
Sartono kartodirdjo, 1992 : Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, PT Gramedia, Jakarta
------------------------, 1982 : Pemikiran Dan Perkembangan Historiografi Indonesia, suatu alternative, PT Gramedia, Jakarta. Simatupang,T.B 1981 : Pelopor Dalam Perang Pelopor Dalam Damai, Yayasan Pusataka Militer, Jakarta.
……………………., 1960 : Pemerintah Masyarakat Angkatan Perang”Pidato-pidato dan karangankarangan tahun 1955-1958”, P.T. Indra, Jakarta. ……………………., 1956 : Soal-Soal Politik Militer Di Indonesia,Gaya Raya Limited, Jakarta. Soe, hok Gie, 1997 : Orang-orang di Persimpangan Kiri jalan, Bentang Budaya , Yogyakarta. Salim Said, 2001, Militer Indonesia dan Politik Dulu, Kini dan Kelak, Pusataka Pintar harapan, Jakarta. Sundhaussen, ULF. 1986 :
Politik Militer Indonesia 1945-1967, menuju dwifungsi ABRI, LP3ES,
Jakarta. Yahya A. Muhaimin, 1982 : Perkembangan Militer Dalam Politik Di Indonesia 1945-1966, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Lampiran I Reorganisasi tentara dimulai dengan keluarnya maklumat Presiden Soekarno pada tanggal 25 Januari 1946 yang merubah Tentara Keselamatan Rakyat menjadi Tentara Republik Indonesia. Dengan ini ditegaskan bahwa TKR harus menyesuaikan dirinya sebagai alat negara, alat Republik Indonesia yang harus patuh kepada pemimpin negara, yakni Pemerintah Republik Indonesia. Maklumat itu berbunyi sebagai berikut : Kami Presiden Republik Indonesia, setelah mendengar nasehat dari Dewan Kementerian yang berapat di Yogyakarta pada tanggal 24 Januari 1946; menimbang , bahwa di dalam saat perjuangan politik negara Republik Indonesia sekarang mesti diperhatikan kesatuan susunan ketentaraan. Menetapkan : 1.
Nama Tentara Keselamatan Rakyat, dahulu Tentara Keamanan Rakyat, dirobah jadi Tentara Republik Indonesia.
2.
Tentara Republik Indonesia adalah satu-satunya organisasi militer negara Republik Indonesia.
3.
Tentara Republik Indonesia akan disusun atas dasar militer internasional.
4.
Tentara Keselamatan Rakyat yang sekarang, yang mulai hari pengumuman maklumat ini disebut Tentara Republik Indonesia, akan diperbaiki susunannya atas dasar dan bentuk ketentaraan yang sempurna.
5.
Untuk melaksanakan pekerjaan yang disebut di dalam fatsal 4, maka oleh pemerintah akan diangkat sebuah panitia, yang terdiri dari para ahli militer dan ahli lain yang dianggap perlu.
Presiden Republik Indonesia ttd Soekarno. Menteri pertahanan td Amir Sjarifuddin.
(Dr. A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan, Indonesia, 1977, Angkasa, Bandung, hlm. 123-124.)
Lampiran II
Keanggotaan kabinet Sjarifuddin yang semula adalah sebagai berikut : Kedudukan
Nama
Partai
Perdana Menteri
Amir Sjarifuddin
Sosialis
Wakil Perdana Menteri
Dr. A.K. Gani
PNI
Wakil Perdana Menteri
Setiadjit
Buruh
Menteri Dalam Negeri
Wondoamiseno
PSII
Wakil Menteri Dalam Negeri
Mr. Abdulmajid
Sosialis
Menteri Luar Negeri
Hadji Agoes Salim
Non-Partai
Wakil Menteri Luar Negeri
Mr. Tamzil
Sosialis
Wakil Menteri Perekonomian
Kasimo
katolik
Wakil Menteri Perekonomiaan
Dr. A. Tjokronegoro
Sosialis
Menteri Pertahanan
Mr. Amir Sjarifuddin
Sosialis
Wakil Menteri Pertahanan
Arudjikartawinata
PSII
Menteri Pendidikan
Mr. Ali Sastroamijoyo
PSII
Menteri keuangan
Mr. A.A. Maramis
PNI
Wakil menteri Keuangan
Dr. Ong Eng Djie
Sosialis
Menteri Penerangan
Sjahbudin Latif
PSII
Wakil Menteri Penerangan
Setiadi
Non-partai
Menteri Perhubungan
Ir. Juanda
Non-Partai
Menteri Perkerjaan Umum
Ir. Moch Enoch
Non-Partai
Wakil Menteri pekerjaan umum
Ir. Laoh
PNI
Menteri Kesehatan
Dr. J. Leimena
Kristen
Wakil Menteri Kesehatan
Dr. Satrio
Buruh
Menteri Sosial
Suprojo
Buruh
Wakil Menteri Sosial
Sukoso Wirjosaputro
PSII
Menteri Kehakiman
Mr. Susanto Tirtoprojo
PNI
Menteri Agama
Kiaji Achmad Asj’ri
PSII
Wakil Menteri Agama
H. Anwarudin
PSII
Menteri Perburuhan
Nona S.K. Trimurti
Buruh
Wakil MenteriPerburuhan
Mr. Walipo
PNI
Menteri Negara
Sri Sultan HB
Non-Partai
Menteri Negara
Wikanan
Kongres pemuda
Menteri Negara
Sojas
Legiun Petani
Menteri Negara
Siauw Giok Tjhan
Komunitas Cina
Menteri Negara
Maruto Marusman
PKI
(Goerge , McT . Kahin, Nasionalisme Dan Revolusi di Indonesia,1995 Harapan Jakarta, hlm. 265-266.)
Sinar
Lampiran III
PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG Presiden Republik Indonesia , Panglima Tertinggi Angkatan Perang
Mengingat
: Putusan Panitia Pembentukan Organisasi Tentara Nasional Indonesia.
Menimbang
: Bahwa pada saat ini telah tiba waktunya untuk meresmikan berdirinya Tentara nasioanl Indonesia ;
Menetapkan :
I. Mulai tanggal 3 Juni 1947, kami syahkan dengan resmi berdirinya Tentara Nasional Indonesia. II. Segenap anggota angkatan Perang yang ada sekarang dab segenap anggota Laskar yang sudah atautidak tergabung di dalam Biro Perjuanganmulai saat ini dimasukan serentak ke dalam Tentara Nasional Indonesia. III. Pemimpin Tertinggi dari Tentara Nasional Indonesia terdiri dari : 1. Kepala
: Panglima Besar Angkatan Perang.
2. Anggota
: Letnan-Jenderal Urip Sumoharjo.
3. Anggota
: Laksamana-Muda Nazir.
4. Anggota
: Sutomo.
5. Anggota
: Ir. Sakirman.
6. Anggota
: Jokosuyono.
IV. Pucuk Pimpinan Tentara Nasional Indonesia menjalankan tugas kewajiban yang mengenai siasat dan organisasi Tentara Nasional Indonesia sedang berjalan; V. Semua satuan-satuan Angkatan Perang dan satuan-satuan laskar yang mulai hari tanggal penetapan ini menjelma menjadikan satu Tentara Nasional Indonesia diwajibkan taat dan tunduk pada segal perintah dan instruksi yang dikeluarkan oleh Pucuk Pimpinan Tentara Nasional Indonesia.
Ditetapkan dan dikeluarkan di Yogyakarta pada tanggal 3 Juni 1947.
Presiden Republik Indonesia Panglima Tertinggi Angkatan Perang ttd Soekarno Menteri Pertahanan ttd Amir Sjarifuddin
(Dr. A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid 4, Periode Linggarjati,1977, Angkasa, Bandung, hlm.445