PERANG MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DIKEBUMEN TAHUN 1945-1950
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh: FUAD YOGO HARDYANTO NIM. C0502016
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
i
PERANG MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DI KEBUMEN TAHUN 1945-1950
Disusun oleh: FUAD YOGO HARDYANTO NIM. C0502016
Telah Disetujui oleh Pembimbing :
Pembimbing
Drs. Tunjung Wahadi Sutirto, M.Si. NIP.19611225 198703 1003
Mengetahui: Ketua Jurusan Sejarah
Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum NIP. 19540223 198601 2001
ii
PERANG MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DI KEBUMEN TAHUN 1945-1950
Disusun oleh: FUAD YOGO HARDYANTO C0502016 Telah Disetujui Oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Tanggal 2010 Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua
Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum NIP. 19540223 198601 2001
........................................
Dra Sawitri Pri Prabawati, M.Pd NIP. 19580601 198601 2001
.........................................
Drs. Tunjung Wahadi Sutirto, M.Si. NIP. 19611225 198703 1003
.........................................
Drs. Supariadi, M.Hum NIP. 19620714 198903 1002
.........................................
Sekretaris
Penguji I
Penguji II
Dekan, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Drs. SUDARNO, M.A. NIP. 19530314 198506 1001
iii
PERNYATAAN
Nama : FUAD YOGO HARDYANTO NIM : C 0502016 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Perang Mempertahankan Kemerdekaan di Kebumen Tahun 1945-1950 adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut. Surakarta, Februri 2010 Yang membuat pernyataan,
Fuad Yogo Hardyanto
iv
MOTTO : HISTORIA VITAE MAGISTRA
Pasrah marang Hyang Widi iku ora ateges ora gelem nyabut gawe, nanging percaya yen Hyang Widi iku Maha Kuwasa. Dene kasil orane apa kang kita tuju kuwi saka karsaning Hyang Widi. ( Joyo Boyo)
v
PERSEMBAHAN :
Skripsi ini penyusun persembahkan kepada: ·
Ayah, ibu dan adiku tercinta
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas berkah, rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perang Mempertahankan Kemerdekaan di Kebumen Tahun 1945-1950”. Skripsi ini penulis ajukan untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Sejarah pada Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan. Namun berkat bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu sudah sepantasnya penulis mengucapkan rasa terima kasih yang setulustulusnya kepada:
1. Drs. Sudarno, MA. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Drs. Tunjung W Sutirto, M.Si. selaku pembimbing skripsi yang dengan tekun, teliti dan sabar telah membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini. 4. Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd. selaku pembimbing akademis yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani studi di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
vii
5. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis kuliah. 6. Para informan yang telah membantu memberikan informasi yang sangat berharga sebagai bahan penulisan skripsi 7. Bapak, ibu dan adikku yang tidak kenal lelah memberi dorongan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 8. Adekku yang telah banyak memberi semangat untuk terus berjuang. 9. Keluarga besar mahasiswa Ilmu Sejarah FSSR UNS khususnya teman-teman angkatan 2002. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu-persatu yang dengan segala upaya dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dan menyempurnakan sekripsi ini sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan jika ada kesalahan dan kekurangan dalam tulisan ini penulis mohon maaf sebesar-besarya. Surakarta, Februari 2010
Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman JUDUL ..................................................................... .............................. i PERSETUJUAN ..................................................................................... ii PENGESAHAN ...................................................................................... iii PERNYATAAN...................................................................................... iv MOTTO .................................................................................................. v PERSEMBAHAN ................................................................................... vi KATA PENGANTAR ............................................................................ vii DAFTAR ISI ........................................................................................... ix DAFTAR PETA ...................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xii DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH .............................................. xiii ABSTRAK ............................................................................................... xv
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.....................................................
1
B. Perumusan Masalah ...........................................................
6
C. Tujuan Penelitian ...............................................................
6
D. Manfaat Penelitian .............................................................
6
E. Metode Penelitian ..............................................................
7
F. Kajian Pustaka..................................................................... 10 G. Sistematika Penulisan ........................................................ 12
BAB II KEBUMEN PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN TAHUN 1945 A. Proklamasi Kemerdekan di Kebumen Tahun 1945 ........... 14 B. Munculnya Badan dan Laskar Perjuangan Rakyat di Kebumen ............................................................................ 19 1. ............................................................................... Angkatan Muda Kebumen .......................................... ................. 20
ix
2. ............................................................................... KNI (Komite Nasional Indonesia) .............................. ........ 23 3. AOI (Angkatan Oemat islam) ...................................... 26 4. ............................................................................... Badan dan Laskar Perjuangan lain di Kebumen ......... .................. 29
BAB III PERJUANGAN RAKYAT KEBUMEN MENGHADAPI AGRESI MILITER BELANDA A. Kedatangan Tentara Belanda ............................................. 31 B. Pertempuran di Kebumen................................................... 38 1. Pertempuran karanggayam ............................................. 40 2. Peristiwa kanonade Desa Candi ..................................... 43 3. Peristiwa Sidobunder ..................................................... 46 BAB IV SISTEM PERTAHANAN DAN PERJUANGAN RAKYAT KEBUMEN A. Agresi Militer Belanda II ................................................... 55 B. Strategi Perang dan Sistem Logistik ................................. 64
BAB V KESIMPULAN ........................................................................ 72 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 74 DAFTAR INFORMAN............................................................................ 76 LAMPIRAN... ......................................................................................... 77
x
DAFTAR PETA Halaman
Peta.1. Peta wilayah Karanggayam ...................................................................... 42 Peta.2. Peta Pertempuran dan tugu peringatan Sidobunder ................................. 50
xi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Peta Kebumen................................................................................... 78 Lampiran 2. Peta Agresi Militer I Belanda Di Jawa Tengah................................ 79 Lampiran 3. Peta Agresi Militer II Belanda Di Jawa Tengah............................... 80 Lampiran 4. Daftar pelanggaran Renville............................................................. 81 Lampiran 5. Instruksi No. 1 /MBKD/ 1949.......................................................... 87 Lampiran 6. Instruksi No. 11/MBKD/1949.......................................................... 97 Lampiran 7. Undang-Undang No. 30 Tahun 1948............................................. 100
xii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
AOI
: Angkatan Oemat Islam
AM
: Angkatan Muda
AMGRI
: Angkatan Muda Guru Republik Indonesia
API
: Angkatan Pemuda Indonesia
APRI
: Angkatan Perang Republik Indonesia
BBI
: Barisan Buruh Indonesia
Bengkok
: Tanah desa yang dipinjamkan kepada perangkat desa sebagai pengganti gaji
BKR
: Badan Keamanan Rakyat
BPKKP
: Badan Pembantu Keluarga Korban Perjuangan
BPR
: Badan Perwakilan Rakyat
BPRI
: Barisan Pemberontak Indonesia
BPRK
: Badan Perwakilan Rakyat Kabupaten
BTI
: Barisan Tani Indonesia
Defensif
: Bersikap betahan
Djanggolan
: Semacam upeti yang dibayarkan penduduk kepada kepala desa atas hasil panen.
Heiho
: Pasukan pembantu Jepang
Keibodan
: Korps Kewaspadaan Jepang yang berusia 25-30 tahun
KDM
: Komando Distrik Militer
KMB
: Konfrensi Meja Bundar
KMD
: Komando Militer Daerah
KNI
: Komite Nasional Indonesia
KTN
: Komisi Tiga Negara
MBKD
: Markas Besar Komando Djawa
NICA
: Netherlands Indies Civils Affairs
ODM
: Onder Distrik Militer
Ofensif
: Bersifat menyerang
Onderan
: Kecamatan
xiii
ORI
: Oeang Republik Indonesia
Palagara
: Peraturan desa
PAT
: Pao An Tui (pasukan kepolisian belanda yang terdiri dari orangorang cina)
PBAP
: Panglima Besar Angkatan Perang
PBB
: Persatuan Bangsa-Bangsa
PERPIS
: Perstuan Pelajar Indonesia Sulawesi
Pesindo
: Pemuda Sosialis Indonesia
PETA
: Pembela Tanah Air
PHB
: Pemberantasan Buta Huruf
PKI
: Partai Komunis Indonesia
PMKT
: Pemerintahan Militer Kecamatan
PMO
: Pemerintahan Militer Onderan
PPRDK
: Panitia Pembelaan Rakyat Daerah Kabupaten/Panitia Pembelaan Rakyat Kabupaten Kebumen
PTTD
: Panglima Tentara dan Teritorium Djawa
Propagandis
: Orang yang pekerjaannya melakukan propaganda
Romusha
: Tenaga kerja paksa pada masa penjajahan Jepang
SATRIA
: Sarekat Tani Republik Indonesia
SEAC
: South East Asia Command
Seinendan
: Korps pemuda militer Jepang yang berusia 14-25 tahun
STC
: Sub territorium Comando
STP
: Sekolah Tehnik Pertama
Sudanco
: Komandan kompi
SWPA
: South West Pasiffic Area
TKR
: Tentara Keamanan Rakyat
TNI
: Tentara Nasional Indonesia
TP
: Tentara Pelajar
UNCI
: United Nations Commision for Indonesia.
xiv
ABSTRAK
Fuad Yogo Hardyanto. C0502016. Perang Mempertahankan Kemerdekaan di Kebumen Tahun 1945-1950. Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarata. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana latar belakang perjuangan rakyat kebumen yang tergabung dalam laskar dan badan-badan perjuangan rakyat dalam melucuti sisa pasukan Jepang? (2) Peristiwa apa saja yang mewarnai perjuangan rakyat Kebumen dalam mempertahankan Kemerdekaan Republik indonesia? (3) Bagaimana sistem rekruitmen, logistik dan strategi perang masyarakat Kebumen dalam perang mempertahankan kemerdekaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan tahapan:Pertama, Heuristik, yaitu tahap pengumpulan sumber dokumen; kedua, kritik sumber/kritik sejarah, adalah menilai atau mengkritik sumber itu, baik itu ekstern maupun intern; ketiga, interpretasi, yaitu penafsiran sumber yang dapat dipercaya; keempat, historiografi, adalah penulisan sejarah sebagai suatu kisah Hasil penelitian menggambarkan bahwa Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, mendorong Angkatan Muda Kebumen menjadi pelopor dalam menggerakan roda pemerintahan dan pelucutan senjata milik Jepang. Gerakan ini menjadi suatu model perjuangan yang dilakukan pada masa itu. Ditengah peran Angkatan Muda Kebumen yang begitu dominan maka di Kebumen banyak tumbuh dan berkembang laskar-laskar dan badan perjuangan sebagai respon jaman revolusi. Laskar-laskar dan badan perjuangan yang sangat menojol antara lain Angkatan Muda Kebumen, Komite Nasional Indonesia (KNI) dan Angkatan Oemat Islam (AOI). Laskar-laskar dan badan perjuangan ini menjadi pejuang garis depan menahan laju serangan tentara Belanda. Agresi militer Belanda 1 dihadapi oleh masyarakat Kebumen dengan membentuk berbagai badan pertahanan rakyat seperti Panitia Pembelaan Rakyat Kabupaten Kebumen (PPRDK). Pada masa agresi militer Belanda I terjadi beberapa peristiwa pertempuran seperti pertempuran Karanggayam, Pertempuran Sidobunder dan peristiwa Kanonade desa Candi. Sedangkan pada agresi militer Belanda II pemerintah Kabupaten Kebumen mengikuti instruksi yang dikeluarkan oleh Markas Besar Komando Djawa. Instruksi perang gerilya dilakukan di Kebumen dengan melibatkan masyarakat sebagai pager desa. Selain itu juga diadakan pusat-pusat logistik di Kebumen berupa dapur-dapur umum. Lokasi dapur umum antara lain berada di Buayan, Ayah, Rowokele, Gombong dan Sempor. Peran logistik dikebumen sangat besar bagi perjuangan kemerekaan di Kebumen. Dukungan logistik yang mengalir biasanya berasal dari daerah-daerah yang berada dekat dengan medan pertempuran. Dengan adanya dukungan logistik ini maka moral prajurit dapat terjaga untuk selalu berjuang digaris depan.
xv
ABSTRACT
Fuad Yogo Hardyanto. C0502016. The Battle of Defending Independence in Kebumen During 1945-1950 Period. Thesis: History Department of Letters and Fine Arts Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. The problems of research are (1) What was the background of Kebumen’s people struggle integrated in the people struggle troops and bodies in striping the rest of Japanese soldier? (2) What event did color the Kebumen people’s struggle of defending Indonesian Republic’s independence? (3) How was the recruitment, logistic and battle strategy of Kebumen people in the battle of defending independence. The method employed in this research was historical method with the following steps: Firstly, heuristic, that is, the collection of document source; secondly, source criticism/history criticism, that is to asses or to critique the source, either internally or externally; thirdly, interpretation, that is, to interpret the reliable source; fourthly, historiography, that is, the history writing as a story. The result of research represents that Indonesian Republic’s Independence Proclamation on August 17, 1945, encouraged the Kebumen Youth to become the pioneer in motivating the government wheel and Japanese arms striping. This movement becomes a model of struggle done at that time. Amid the dominant role of Kebumen Youth there grows and develops the struggle troops and bodies as the response to revolution age. The most prominent struggle troops and bodies include: Kebumen Youth (Angkatan Muda Kebumen), Indonesian National Committee (KNI) and Islamic Community Force (AOI). It was this struggle troops and bodies that became the frontline struggler in resisting the Dutch soldier’s attack. The first Dutch military aggression was faced by Kebumen people by establishing such people defense bodies as People Defense Committee of Regency Kebumen (PPRDK). In the first Dutch military aggression time many battle events occurred including Karanggayam, Sidobunder battles and Kanodade event in village Candi. Meanwhile during the second Dutch military aggression, the Regency Kebumen’s government followed instruction issued by the Java Command Headquarter. The instruction of guerrilla battle was done in Kebumen by involving the people as the village fence. In addition, the logistic centers were also built in Kebumin in the form of public kitchens. The locations of public kitchen included Buayan, Ayah, Rowokele, Gombong and Sempor. The role of logistic in Kebumen is very important for the independence struggle in Kebumen. The logistic support usually derived from the areas adjacent to the battle arena. With the logistic support, the soldiers’ morale was maintained to keep struggling in the frontline.
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kemerdekaan negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dapat disebut sebagai titik puncak dari upaya dan perjuangan rakyat Indonesia untuk terlepas dari belenggu penjajahan. Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun dan kemudian dijajah oleh Jepang selama 3,5 tahun. Setelah mengalami masa penjajahan yang demikian lama, dan dengan perjuangan yang demikian berat baik secara fisik maupun nonfisik, akhirnya tercapai juga kemerdekaan Indonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat atas wilayah dan rakyatnya. Kemerdekaan yang dicapai tersebut seharusnya menjadi sebuah langkah awal dalam pembentukan jati diri sebagai sebuah bangsa yang merdeka, berdaulat, dan bebas menentukan nasib serta pemerintahannya sendiri. Masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia ternyata masih menjadi masa yang cukup berat bagi rakyat Indonesia. Indonesia sebagai sebuah negara yang baru saja merdeka rupanya masih menjadi incaran negara imperialis yang masih menginginkan untuk kembali menjajah Indonesia. Indonesia dituntut untuk mampu mempertahankan kemerdekaan yang telah diperolehnya dari rongrongan pihak penjajah yang mencoba kembali untuk menguasai wilayah negara ini. Periode dimana rakyat Indonesia harus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan negara ini dikenal sebgai periode revolusi. Periode revolusi ini berjalan selama 5 tahun yaitu terhitung sejak tahun 1945-1950. Periode revolusi ini ditandai dengan perlawanan fisik seluruh rakyat Indonesia dengan ciri dan
xvii
lingkungan yang berbeda dari daerah yang satu dengan yang lain dalam menghadapi penjajah. Masa revolusi ini ditandai juga dengan tumbuhnya kesadaran nasional dan mulai diterimanya nilai-nilai revolusi, kemerdekaan, demokrasi, hak asasi, anti imperialisme, dan heroisme.1 Nilai-nilai revolusi yang muncul mampu menimbulkan perubahan-perubahan baik sosial, politik, dan ekonomi secara cepat dan drastis sehingga mendorong perubahan untuk membebaskan diri dari segala bentuk imperialisme dan kolonialisme.2 Muncul gerakan perjuangan rakyat melawan kolonialisme dan imperialisme terhadap negara penjajah seperti Jepang dan Belanda. Gerakan perjuangan rakyat ini muncul dalam waktu yang hampir bersamaan dan menyebar di seluruh wilayah tanah air. Perjuangan rakyat di daerah-daerah di masa revolusi dihadapkan pada dua kekuatan, yaitu sisa pasukan Jepang yang telah kalah perang sejak 15 Agustus 1945 dan dengan pasukan Belanda yang kembali datang ke Indonesia dengan strategi menumpang pada pasukan sekutu yang datang untuk melucuti senjata pasukan militer Jepang. Barisan militer Belanda yang datang kembali ke Indonesia ini adalah pasukan NICA (Netherlands Indies Civils Affairs). Pada awalnya tujuan kedatangan NICA adalah untuk melucuti dan memulangkan pasukan militer Jepang, namun pada akhirnya diketahui bahwa dalam tubuh NICA terdapat kekuatan tentara yang dipersenjatai lengkap sehingga bukan lagi bersikap defensif melainkan bersifat ofensif dan ini adalah hal yang menyimpang
1
Suyatno Kartodirdjo dalam Alfian (Ed), 1977, Segi-segi Sosial budaya Masyarakat Aceh, Jakarta: PT. Gramedia, hal. 59. 2
Ibid, hal. 48.
xviii
dari tujuan awal didatangkannya pasukan ini. Penyimpangan terhadap tujuan awal NICA ini terbukti dengan dilancarkannya serangan atau agresi militer Belanda I dan II yang dilakukan atas dalih aksi polisionel. Atas aksinya dalam agresi militer I dan II, pihak Belanda mendapat perlawanan yang sangat gigih dari rakyat Indonesia. Sejarah mencatat bahwa perlawanan rakyat penguasaan sepihak oleh Belanda terjadi di banyak tempat. Yogyakarta yang saat itu merupakan ibukota negara juga tak luput dari incaran Belanda dan juga beberapa kota di Jawa Tengah. Pasukan Belanda dengan cepat berhasil menguasai daerah-daerah di Jawa Tengah misalnya Semarang, Salatiga, Sala, dan Magelang, di kota-kota tersebut juga muncul perlawanan rakyat yang cukup masif.3 Perlawanan rakyat terhadap pasukan militer Jepang adalah karena pasukan Jepang ini bermaksud untuk mempertahankan status quo di daerah bekas pendudukan atas perintah dari sekutu. Alasan inilah yang akhirnya memunculkan perlawanan rakyat yang bertujuan untuk merebut perlengkapan senjata dari pihak Jepang. Perlawanan-perlawanan rakyat ini muncul di banyak daerah misalnya Semarang, Yogyakarta, Klaten, dan Blitar.4 Paska proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, di kabupaten Kebumen muncul kelompok-kelompok laskar rakyat. Munculnya kelompokkelompok laskar rakyat ini adalah sebagai antisipasi terhadap kemungkinan kembalinya penjajah asing menguasai lagi negara Indonesia. Kelompok-kelompok
3
A.H. Nasution, 1976, Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid V, Bandung: Dinas Sejarah Militer, Hal. 137. 4
Nugroho Notosusanto, 1979, Tentara PETA pada Jaman Jepang di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, hal. 129.
xix
laskar rakyat itu antara lain: Kelompok Angkatan Muda, AOI (Angkatan Oemat Islam), AMGRI (Angkatan Muda Guru Republik Indonesia), Barisan Banteng, KNI (Komite Nasional Indonesia). Organisasi dan badan-badan kelaskaran inilah yang muncul di Kebumen paska proklamasi kemerdekaan RI. Dalam masa pelucutan senjata Jepang ini, kelompok laskar rakyat tersebut saling bahu membahu melucuti senjata dan mengambil alih asset-aset yang dimiliki oleh tentara Jepang. Munculannya kelompok-kelompok laskar rakyat, di daerah Kebumen juga disertai
terjadinya
peristiwa
peristiwa-peristiwa
heroik
dalam
upaya
mempertahankan kemerdekaan RI. Peristiwa-peristiwa tersebut antara lain: 1. Pertempuran Karanggayam Peristiwa ini terjadi pada 19 Agustus 1947 diawali oleh penyerbuan pasukan Belanda terhadap Batalyon 62 yang bermarkas di daerah Kajoran, Karanggayam, Kebumen. Laskar rakyat dan tentara berjuang bersama untuk menghadapi pasukan Belanda yang datang dan melakukan serangan. Bukti adanya peristiwa ini dan juga sebagai penghargaan terhadap mereka yang gugur dalam peristiwa ini adalah didirikannya monumen Purangga (Monumen Pertempuran Karanggayam).5 2. Peristiwa Sidobunder Pertempuran Sidobunder terjadi pada 2 September 1947, pertempuran ini terjadi di desa Sidobunder, Kecamatan Puring, Kabupaten Kebumen ini menelan tidak kurang dari 36 orang korban jiwa. Selain melibatkan tentara dan laskar 5
H.R. Soenarto, 1998, Kisah Beberapa Pertempuran dalam Perang Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia di Daerah Kebumen. Makalah Seminar, Kebumen, hal. 10
xx
Rakyat, peristiwa Sidobunder juga melibatkan kelompok tentara pelajar yang didatangkan dari wilayah lain yaitu Yogya, Semarang, Solo dan Sulawesi. 3. Peristiwa Kanonade Peristiwa Kanonade juga dikenal sebagai peristiwa Candi yang terjadi di desa Candi, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Kebumen. dalam Agresi militer I atau yang juga dikenal sebagai Clash I, pasukan Belanda membumihanguskan desa Candi dengan menggunakan senjata kanon pada tanggal 19 Oktober 1947.6 Peristiwa ini menelan korban sejumlah 786 orang dimana mayoritas korban adalah warga sipil. Banyaknya korban dari warga sipil diakibatkan karena serangan kanon ini dilakukan di area sipil yakni di pasar desa. Perjuangan rakyat Kebumen dalam mempertahankan kemerdekaan melalui perlawanan bersenjata merupakan topik yang menarik untuk ditulis karena daerah Kebumen merupakan garis terdepan dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Penetapan Kebumen sebagai daerah garis depan pertempuran dapat dilihat dalam perjanjian perjanjian Linggar Jati dan Renville dimana Kebumen ditetapkan sebagai daerah batas antara wilayah Belanda dan Republik Indonesia. Daerah Kebumen juga dijadikan kantong bagi hijrahnya tentara Republik yang berasal dari wilayah Jawa Barat, sehingga daerah Kebumen ini menjadi tempat yang sangt strategis bagi kekuasaan Republik dalam menghadang mobilitas pasukan Belanda untuk menguasai Jogjakarta. Tema penulisan sejarah militer terutama perang kemerdekaan dalam wilayah lokal diharapkan dapat menungkapkan peran-peran penting masyarakat
6
Ondo Supriyanto.blogspot.com/peristiwa kanonade.
xxi
dalam mempertahankan kemerdekaan. Dalam penulisan juga diharapkan adanya sebuah pengungkapan peran dari masyarakat lokal dalam mendukung sebuah rencana besar dari sebuah sistem kenegaraan yang baru di dalam mempertahankan kemerdekaannya. B. Perumusan Masalah Pokok permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah perang mempertahankan kemerdekaan di Kebumen tahun 1945-1950, sedangkan permasalahan-permasalahan yang akan diteliti adalah: 1. Bagaimana latar belakang perjuangan rakyat Kebumen yang tergabung dalam laskar dan badan-badan perjuangan rakyat dalam melucuti sisa-sisa pasukan Jepang? 2. Peristiwa apa saja yang mewarnai perjuangan rakyat Kebumen dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia? 3. Bagaimana sistem rekruitmen, logistik, dan strategi perang masyarakat Kebumen dalam perang mempertahankan kemerdekaan?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan sejauh mana perjuangan laskar-laskar dan badan-badan perjuangan rakyat dalam melucuti sisa-sisa pasukan Jepang di Kebumen antara tahun 1945-1950. 2. Mendeskripsikan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Kabupaten Kebumen dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
xxii
3. Mendeskripsikan sistem rekruitmen, logistik dan strategi perang masyarakat Kebumen dalam perang mempertahankan Kemerdekaan. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat akademik: bagi setiap pembaca karya ini dapat menjadi salah satu acuan literatur sejarah perang kemerdekaan sehingga dapat menjadi pandangan akademik bagi peneliti lain yang fokus terhadap persoalan perang kemerdekaan yang terjadi di Kebumen. 2. Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan pengembangan studi praktis sejarah khususnya mengenai sejarah militer di wilayah Kebumen.
E. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Pengambilan lokasi penelitian di Kabupaten Kebumen disebabkan karena masih terbatasnya literatur dan tulisan yang membahas tentang perang kemerdekaan di wilayah tersebut. Perang kemerdekaan yang terjadi di Kebumen juga merupakan salah satu peristiwa yang turut berperan dalam terjaganya kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia. Perang kemerdekaan di Kebumen juga melibatkan dan mengorbankan banyak pejuang yang berasal dari daerah lain misalnya Solo,Yogyakarta dan Sulawesi. 2. Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan tahapan:
xxiii
Pertama adalah Heuristik, yaitu tahap pengumpulan sumber dokumen; kedua, kritik sumber/kritik sejarah, adalah menilai atau mengkritik sumber itu, baik itu ekstern maupun intern; ketiga, interpretasi, yaitu penafsiran sumber yang dapat dipercaya; keempat, historiografi, adalah penulisan sejarah sebagai suatu kisah.7
3. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data Data atau informasi yang penting dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini sebagian besar berupa data kualitatif. Informasi tersebut digali dari berbagai sumber data. Adapun jenis sumber data yang akan digunakan adalah: a. Studi dokumen Dalam suatu penelitian sejarah penggunaan dokumen adalah penting. Dokumen merupakan bahan utama dalam suatu penelitian sejarah.8 Bahan dokumen yang ada di Indonesia dapat dibagi atas beberapa macam, yaitu: otobiografi, surat-surat pribadi, buku atau catatan harian, memoar, surat kabar, dokumen pemerintah, dan cerita roman atau cerita rakyat.9 Dalam penelitian ini dokumen yang dipakai adalah: arsip delegasi Indonesia yang menjelaskan secara rinci berbagai peristiwa pelanggaran-pelangaran yang dilakukan oleh pemerintah kolonial terhadap perjanjian Renville, instruksi No. 11/MBKD/1948 tentang
7
Louis Gottschalk dalam Nugroho Notosusanto (terj), 1975, Mengerti Sejarah, Jakarta: UI Press, hal. 34. 8
Ibid, hal. 45.
9
Ibid, hal. 48.
xxiv
Intruksi Pasukan Gerilya Desa, Instruksi MBKD No.1 /MBKD/1948 Instruksi Bekerja Pemerintah Militer Seluruh Jawa tahun 1948 tentang Pemberian Kekuasaan Penuh Kepada Presiden Dalam Kondisi Bahaya, Memoar tentang pembentukan dan visi perjuangan Kesatuan Rakyat Kabumen, buku atau catatan harian pelaku perjuangan rakyat Kebumen, surat kabar, dokumen yang diterbitkan oleh bagian penerangan kabupaten Kebumen tentang perjuangan dan pembangunan di Kebumen tahun 1945-1953. Dokumen-dokumen tersebut berfungsi menyajikan data untuk menguji dan memberi gambaran kepada teori, sehingga akan memberi fakta untuk memperoleh pengertian historis tentang fenomena yang unik. Studi dokumen ini dilangsungkan untuk mendapatkan data atau informasi yang telah ditulis baik berupa catatan atau laporan dari instansi pemerintah ataupun dari pihak lain. b. Wawancara Penggunaan metode wawancara dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data secara lisan yang berfungsi sebagai pendukung data dokumenter. Metode ini dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data secara langsung dari informan. Adapun pelaksanaan wawancara dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara berstuktur dan tidak berstruktur.10 Teknik wawancara berstruktur berarti peneliti melakukan suatu wawancara dengan mempunyai suatu aturan yang ketat yang harus dipenuhi dan ditaati, sedangkan wawancara tidak berstruktur ini berarti tidak mempunyai suatu daftar pertanyaan
10
Koentjaraningrat, 1983, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia,
hal.133.
xxv
dengan susunan kata dan dengan tata urut tetap yang harus dipatuhi oleh peneliti secara ketat. Namun dalam penelitian ini telah disiapkan suatu pedoman wawancara yang bersifat terfokus agar dapat mengarahkan penelitian sesuai dengan perumusan masalahnya. Yang dipilih sebagai informan adalah orangorang yang dianggap tahu mengenai masalah yang akan diteliti. Informan ini meliputi orang-orang yang pernah terlibat secara langsung dalam peristiwa perang kemerdekaan yang terjadi di Kebumen. Informan kunci dalam penelitian ini adalah H.R. Sunarto (82) ketua Legiun Veteran Cabang Kebumen, K.H. Munji Masturo (83) mantan angota Tentara Pelajar, Suparman (81) Anggota Legiun Veteran Cabang Kebumen, Disan Hadi Suwito (81) Anggota DHC 45, Sumrah (80) Anggota DHC 45 Kebumen.
4.
Tehnik Analisis Data Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sedemikian rupa sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Sehingga rumusan hipotesis kerja tersebut dapat berguna.11 Tahapan setelah data-data terkumpul, kritik sumber. Setelah data dianggap valid maka peneliti selanjutnya mengadakan interpretasi dan penafsiran yang kemudian dianalisa secara kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif.
11
Lexy. J. Moleong, 1988, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: P.T. PPL PTK, hal. 29.
xxvi
F. Kajian Pustaka Buku pertama yang menjadi kajian pustaka sebagai pendukung dalam penelitian ini adalah karya Anton E. Lucas yang berjudul One Soul One Strugle, Peristiwa Tiga Daerah, 1989. Anton E. Lucas dalam bukunya ini menguraikan dan menganalisa peristiwa yang terjadi di tiga daerah yaitu Tegal, Brebes dan Pemalang dengan melihat latar belakang sosial ekonomi, masa pendudukan Jepang, kegiatan perlawanan bawah tanah, perjuangan kemerdekaan, pecahnya revolusi dan diahiri pembahasan aktifitas golongan politik dalam mengimbangi situasi revolusioner yang sedang memuncak. Buku ini dapat digunakan sebagai acuan dalam penulisan perjuangan masyarakat kebumen khususnya tentang perlawanan dan pelucutan senjata terhadap tentara jepang serta perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari tangan Belanda yang mencoba menguasai kembali Indonesia setelah Merdeka. Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, Peranan Pelajar Dalam Perang Kemerdekaan,1985.12 mengungkapkan tentang keterlibatan tentara pelajar dalam perjuangan fisik kemerdekaan republik Indonesia. Buku ini mengungungkapkan secara keseluruhan perjuangan tentara pelajar di seluruh Indonesia antara lain: TRIP Jawa Timur, TP Jawa Tengah, TP Jawa Barat, TP Yogyakarta, TP Sumatera, TP Kalimantan, TP Sulawesi, dan TP di luar brigade XVII. Pembahasan buku ini tidak mendetail, namun bisa menjadi hal yang penting dalam membandingkan perjuangan tentara pelajar di berbagai daerah. Dalam 12
Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, 1985, Peranan Pelajar Dalam Perang Kemerdekaan, Jakarta: Pusat Sejarah ABRI.
xxvii
revolusi fisik di Kebumen, tentara pelajar juga terlibat sebagai salah satu komponen pelaku perjuangan terutama tentara pelajar dari Yogyakarta dan Jawa Tengah. Buku ini digunakan sebagai bahan komparasi dalam melihat pola dan bentuk keterlibatan tentara pelajar dalam perjuangan fisik di daerah Kebumen. A.H. Nasution, Pokok-pokok Gerilya dan Pertahanan Republik Indonesia di Masa Lalu dan Masa yang Akan Datang, 1980. Buku ini membahas tentang berbagai strategi dan taktik dalam dalam suatu pertempuran, selain itu dalam buku ini juga membandingkan strategi dan taktik perang dari negara lain. Dari buku ini kita dapat mengerti lebih rinci tentang taktik perang, salah satunya adalah perang gerilya yang banyak dipakai sebagai strategi selama masa perjuangan fisik. Relevansinya dengan studi tentang perjuangan kemerdekaan di Kebumen, buku ini dapat menjadi bahan acuan jenis strategi perang atau pertempuran yang dilakukan oleh pejuang rakyat selama masa perang fisik di daerah tersebut.
Himawan Soetanto, Yogyakarta 19 Desember 1948, Jendral Spoor versus Jendral Sudirman, 2006. Membahas tentang perjuangan bangsa Indonesia sejak menyerahnya jepang kepada Sekutu, proklamasi kemerdekaan sampai dengan masa ahir perjuangan melawan belanda. Dalam buku ini dibahas setrategi perang antara belanda dan Indonesia, beberapa perundingan antara pemerintah Indonesia dengan belanda,perlawanan rakyat atas pendudukan Belanda dalam pertempuran dengan lebih fokus sekitar peristiwa agresi militer I dan II. Karena minimnya referensi tentang perjuangan rakyat di daerah Kebumen, maka buku ini dapat
xxviii
dipakai juga sebagai bahan acuan dalam melihat bentuk dan pola perjuangan rakyat di Kebumen.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab I adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, serta analisa data dan terakhir adalah sistematika penulisan. Bab II membahas respon masyarakat Kebumen mengenai berita kemerdekaan Republik Indonesia, pembentukan laskar-laskar dan badan-badan rakyat, peristiwa pelucutan senjata tentara Jepang. Bab III menjelaskan mengenai berbagai peristiwa perang mempertahankan kemerdekaan di Kebumen yang dilakukan oleh angkatan perang Republik Indonesia serta laskar-laskar rakyat melawan penjajahan Belanda. Bab IV mengupas mengenai sistem kelembagaan angkatan perang Republik Indonesia dan laskar-laskar rakyat di Kebumen, termasuk di dalamnya adalah sistem rekruitmen anggota, sistem persenjataan, logistik serta strategi perang. Bab V merupakan kesimpulan yang penulis dapatkan dari pembahasan bab-bab di atas.
BAB II KEBUMEN PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN TAHUN 1945
xxix
A. Proklamasi Kemerdekaan di Kebumen Tahun 1945 Perjuangan rakyat Kebumen pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia berjalan tidak secara spontan tetapi telah dimulai sejak Jepang masih berkuasa di Indonesia. Perjuangan ini dilakukan oleh angkatan muda Kebumen dengan melakukan gerakan bawah tanah. Pada bulan Maret 1944, Sri Darmadji seorang pegawai kantor pos Bandung dipindahkan ke Kebumen, selain sebagai pegawai kantor pos ia juga anggota Angkatan Pemuda Indonesia (API) pusat yang telah mendapatkan mandat dari ketua API pusat, Erwin Suratman agar menjadi pelopor gerakan bawah tanah di Kebumen untuk menggulingkan pemerintahan Jepang. Gerakan bawah tanah ini dibantu juga oleh Alip Prawirohardjo, Sudjangi dan Mariman.13 Sri Darmadji selain dibantu tokoh-tokoh gerakan bawah tanah diatas juga dibantu oleh Wasilan yang mendukung dan merencanakan gerakan bawah tanah ini. Kedua tokoh ini bergerak mencari kawan-kawan yang dapat diajak melaksanakan perjuangan gerakan bawah tanah dengan sangat hati-hati, hal ini dikarenakan mata-mata Jepang selalu bergerak memantau segala aktivitas masyarakat yang mencurigakan. Mereka akhirnya menemukan seorang kawan lagi yang bernama Sumarsono seorang Kepala Koperasi di Kebumen dalam menjalankan gerakan bawah tanahnya. Sumarsono selain bergerak mencari pengikut, juga sebagai penyokong dana bagi gerakan bawah tanah rakyat Kebumen melawan kekuasaan Jepang.14
13
Kebumen Berdjuang, (Panitya Peringatan 17 Agustus 1953 Kabupaten Kebumen: Bagian Penerangan), 1953, hal. 17. 14 Ibid.
xxx
Gerakan bawah tanah ini juga diketahui oleh Bupati Kebumen, Prawoto Sudibjo. Bupati Prawoto Sudibjo mendukung serta melindungi gerakan bawah tanah rakyat Kebumen. Hasil dari gerakan bawah tanah ini berupa memperkecil setoran padi rakyat kepada pemerintah Jepang melalui Kepala Pemasukan Padi yang dipimpin oleh Sumarsono dengan persetujuan Bupati Prawoto Sudibjo. Selain memperkecil setoran padi rakyat kepada pemerintah Jepang, hasil dari gerakan bawah tanah ini juga memperkecil pemberangkatan rakyat untuk diberangkatkan bekerja sebagai romusha. Gerakan bawah tanah ini mendapatkan tambahan tenaga dengan masuknya anak-anak Sekolah Tehnik Pertama (STP) di Kebumen dan diberi pelatihan pencak silat yang diselenggarakan di Kantor Pos Kebumen. Kegiatan gerakan bawah tanah semakin maju dengan mengawasi asrama tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Gombong. Hubungan dengan PETA dilakukan melalui kurir penghubung sudanco (komandan kompi) Sudradjat. Melalui hubungan ini dapat diketahui kekuatan PETA di Gombong baik persenjataan maupun jumlah personilnya. Hubungan ini juga menjadi alat infiltrasi dengan memasukan semangat ”Supriyadi” diantara anggota-anggota PETA. Selain asrama PETA di Gombong, asrama PETA di Purworejo juga diawasi dan diinfiltrasi oleh gerakan bawah tanah Kebumen dengan menunjuk Suprapto sebagai propagandis yang menanamkan kebencian terhadap pemerintah Jepang. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia maka pemerintahan Jepang berakhir, akan tetapi
xxxi
proklamasi kemerdekaan ini juga menimbulkan kebingungan diberbagai kalangan masyarakat juga di Kabupaten Kebumen. Pemerintah pusat hanya memberikan kepastian agar masyarakat tenang sedangkan pemerintah daerah tidak berbuat apaapa. Ditengah ketidak pastian, Angkatan Muda Kebumen yang berasal dari gerakan bawah tanah pada masa pemerintahan Jepang segera mengambil tindakan pasti dengan mengumpulkan pegawai-pegawai muda yang terdiri dari laki-laki dan wanita untuk membikin bendera dan lencana Merah-Putih bertempat di Kantor Pos Kebumen. Bendera terdiri dari dua bahan yaitu kertas dan kain. Pemasangan bendera di kantor-kantor pemerintahan dilakukan oleh Angkatan Muda dan membagikan bendera-bendera kertas ke rumah-rumah warga serta kendaraan-kendaraan.15 Gerakan Angkatan Muda Kebumen tidak hanya sampai di situ, mereka berkeliling ke kecamatan-kecamatan dan desa-desa untuk mengadakan rapat-rapat dan memberikan penerangan kepada masyarakat mengenai kemerdekaan Republik Indonesia. Rapat umum pertama tentang pengumuman Indonesia Merdeka dilakukan pada tanggal 28 Agustus 1945 di Kebumen. Rapat umum ini juga dilakukan di daerah-daerah lain dengan meriah. Perayaan menyambut kemerdekaan juga diadakan di Ambal yang berlangsung di laut dan di pasar dengan sambutan yang sangat meriah karena masyarakat dapat melihat laut, sebab selama hampir tiga tahun pemerintah Jepang melarang masyarakat Kebumen melihat laut. Selain penerangan terhadap masyarakat AM Kebumen juga membantu aparat pemerintah dalam menjalankan pemerintahan agar pemerintah 15
Wawancara dengan Edi Budianto, tanggal 10 April 2009.
xxxii
tidak tergelincir ke dalam kebimbangan, dengan kata lain bahwa pemerintahan Kabupaten Kebumen dipegang oleh Angkatan Muda Kebumen.16 Kemerdekaan RI yang telah dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945 belum memberi kekuasaan penuh kepada pemerintah Indonesia karena bala tentara Jepang masih berada di Indonesia, begitu pula di Kebumen. Angkatan Muda sebagai organisasi pelopor segera mengambil langkah melucuti kekuasaan Jepang dengan mengambil alih barang-barang milik Jepang berupa truk, mobil dan sepeda motor. Pengambil alihan alat transportasi ini dilakukan melalui perundingan oleh Angkatan Muda yang dipimpin Sridarmadji di Pendopo Kabupaten Kebumen. Walaupun perundingan berjalan sangat alot, akhirnya pihak Jepang menyerahkan truk dan kemudian mobil dari pabrik minyak Kebumen dan pabrik Kebulusan. Pengambilalihan ini dilaksanakan dan dipimpin oleh Wasilan dan dibantu oleh pelajar STP.17 Kebumen akhirnnya memiliki 4 buah truk, 2 buah mobil dan sebuah sepeda motor hasil pengambilalihan dari pihak Jepang. Tidak hanya alat transportasi, Angkatan Muda juga melakukan perundingan dengan pihak Jepang mengenai pengambilalihan pabrik-pabrik yang dikuasai Jepang. Pabrik-pabrik tersebut adalah Pabrik Minyak Kebumen, Pabrik Minyak Karanganyar, Pabrik Tenun Sruweng, dan Pabrik Genteng Kebulusan. Pabrik-pabrik ini segera menjadi milik negara setelah diambil alih oleh para pejuang Angkatan Muda.18
16
Ibid.
17
Wawancara dengan HR Sunarto, tanggal 12 April 2009.
18
Ibid.
xxxiii
Memasuki bulan September 1945 pelucutan senjata milik Jepang segera dilakukan oleh Angkatan Muda Kebumen. Pelucutan senjata ini dilakukan melalui perundingan dengan pihak Jepang. Perundingan dilakukan oleh Wasilan dibantu Muin Sadjoko atas perintah Sri darmadji di markas Jepang yang berada di jalan raya Kebumen. Muin Sadjoko yang dapat berbahasa Jepang bertugas sebagai penerjemah. Setelah hampir satu jam perundingan, akhirnya Jepang menyerah dan melucuti senjatanya. Pelucutan senjata ini selain dilakukan oleh Angkatan Muda Kebumen juga dibantu oleh Badan Keamanan Rakyat (BKR) Kebumen serta Kepolisian Kebumen. Perlucutan senjata Jepang berlanjut ke daerah Sumpyuh (Banyumas) dilakukan oleh Angkatan Muda Kebumen sebagai pelopor yang telah mengadakan pengintaian cukup lama. Sedianya pelucutan senjata ini juga mendapat bantuan dari BKR Purwokerto, tetapi BKR Purwokerto terlambat sehingga Angkatan Muda Kebumen melakukan pelucutan lebih awal dan mendapatkan 2 buah truk serta 20 pucuk senapan karabin. Senjata yang didapatkan dari hasil pelucutan tentara Jepang ini kemudian digunakan rakyat Kebumen untuk melakukan perjuangan bersenjata melawan penjajah.
xxxiv
B. Munculnya Badan dan Laskar Perjuangan Rakyat di Kebumen Badan perjuangan dan laskar perjuangan rakyat adalah suatu organisasi kemiliteran maupun semi militer yang secara resmi dibentuk masyarakat maupun oleh pemerintah Republik Indonesia dalam rangka revolusi kemerdekaan Indonesia. Badan perjuangan dan laskar rakyat ada yang dibentuk sejak jaman Jepang bahkan dibentuk oleh pemerintah militer Jepang sendiri dan berganti nama ketika Indonesia merdeka. Pemerintah militer Jepang mulai membentuk dan memobilisasi para pemuda untuk ikut berjuang melawan pasukan sekutu sejak tahun 1943. Korps pemuda semi militer (Seinendan) dibentuk pada bulan April 1943 untuk pemuda yang berusia antara empat belas tahun hingga dua puluh lima tahun. Pemuda yang berusia antara dua puluh lima tahun hingga tiga puluh tahun dibentuk suatu korps kewaspadaan (Keibondan) sebagai organisasi kepolisian dan penanggulangan kebakaran serangan udara. Pada pertengahan tahun 1943 dibentuk Heiho (pasukan pembantu) sebagai bagian angkatan dari angkatan darat dan angkatan laut Jepang. Pada akhir perang sekitar 25000 pemuda Indonesia berada dalam organisasi Heiho dan mendapatkan latihan militer yang sama dengan prajurit Jepang. Pada bulan Oktober 1943 Jepang membentuk organisasi pemuda yang paling berarti yaitu PETA (Pembela Tanah Air). Organisasi ini merupakan tentara sukarela Indonesia yang pada masa akhir perang beranggotakan 37000 orang di Jawa dan 20000 orang di Sumatra.19
19
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, (Serambi: Jakarta), 2008, hal.
431-432.
xxxv
Prajurit Peta di daerah Kebumen bermarkas di Gombong dan Purworejo. Prajurit Peta di daerah Kebumen mampu disusupi oleh para pejuang bawah tanah Kebumen untuk ikut membantu melengserkan kekuasaan Jepang, sehingga memasuki awal kemerdekaan RI, para anggota Peta banyak yang ikut bergabung dengan badan-badan maupun laskar-laskar perjuangan rakyat Kebumen. Badan dan laskar perjuangan rakyat yang ada di Kebumen dan menjadi sebuah kekuatan yang berpengaruh dalam masa kemerdekaan di Kebumen adalah Angkatan Muda Kebumen, Komite Nasional Indonesia (KNI), dan Angkatan Oemat Islam (AOI).
1. Angkatan Muda Kebumen Angkatan Muda adalah organisasi pertama yang muncul di daerah Kebumen. Organisasi ini merupakan organisasi yang beranggotakan pemudapemuda dan dipimpin kaum muda yang sejak jaman pemerintahan Jepang telah melakukan gerakan bawah tanah sebagai bentuk perlawanannya. Angkatan Muda dipelopori oleh Sri Darmadji, Wasilan, dan Sumarsono. Ketua pertamanya adalah Sri Darmadji. Pada perkembangan selanjutnya, Angkatan Muda berubah menjadi PESINDO (Pemuda Sosialis Indonesia). Aktivitas perlawanan yang dilakukan oleh Angkatan Muda misalnya adalah pemasangan bendera merah putih, pemasangan lencana merah putih, penempelan plakat, aksi corat-coret di tembok-tembok untuk mengobarkan semangat perlawanan terhadap penjajah. Sedangkan isu yang diangkat antara lain adalah nasionalisasi aset asing. Isu tersebut menjadi salah satu isu utama yang diangkat
oleh
organisasi
ini
dalam
xxxvi
dukungannya
terhadap
semangat
nasionalisme.20 Propaganda dan pewacanaan isu ini dilakukan secara terus menerus setiap hari. Disamping mengatur dan berpartisipasi atas jalannya revolusi, Angkatan Muda juga ikut andil dalam mengatur jalannya pemerintahan daerah. Atas keterlibatannya dalam mengatur roda pemerintahan daerah, Angkatan Muda dapat disebut sebagai salah satu organisasi rakyat yang cukup besar dan sukses. Kemunculan Angkatan Muda ini menginspirasi berdirinya organisasi serupa yang diberi nama Angkatan Tua. Angkatan Tua didirikan dan dipelopori oleh Sudjono dan Subagyo. Organisasi mengikuti perkembangan revolusi dan menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Bergerak bersama dengan Angkatan Muda, organisasi ini bertekad untuk menggerakkan jiwa merdeka di kalangan rakyat di daerah Kebumen. Karena pewacanaan isu yang sangat masif, maka gerakan tersebut akhirnya meluas sampai ke seluruh daerah di Kabupaten Kebumen. Angkatan Muda dan Badan Keamanan Rakyat (BKR) setiap bulan memerlukan sekitar Rp. 40.000 untuk biaya operasionalnya. Pembiayaan ini menjadi tanggung jawab dari KNI (Komite Nasional Indonesia) bidang Ekonomi yang pada periode 1945 di ketuai oleh Sumarsono.21 Pekik komando ” SIAAAAAAAP” merupakan seruan yang sangat populer di masa tersebut. Kalau mendengar aba-aba ”Siaaap!”,maka para pemuda maupun orang tua, terutama laki-laki keluar rumah dengan senjata seadanya.22 Slogan
20
Kebumen Berdjuang, (Panitya Peringatan 17 Agustus 1953 Kabupaten Kebumen: Bagian Penerangan), 1953, hal. 5. 21
Ibid.
22
Wawancara dengan Disan Hadi Suwito, tanggal 20 April 2009.
xxxvii
pekik MERDEKA yang digagas juga mendapat sambutan dari rakyat. Secepat kilat slogan ini merata dan populer dikalangan rakyat luas. Seluruh masyarakat dari mulai mereka yang tinggal di daerah kota sampai dengan masyarakat di daerah pegunungan secara lantang memekikkan MERDEKA disertai semangat yang menyala. Kenyataan ini menunjukkan bahwa usaha untuk mempersatukan dan menyadarkan rakyat akan arti penting kemerdekaan telah berhasil.23 Angkatan Muda juga melakukan penyerbuan dan pelucutan senjata milik pasukan militer Jepang yang berada di Kebumen. Penyerobotan truk dan mobil milik Jepang juga menjadi suatu model perjuangan yang banyak dilakukan kala itu. Hasilnya, Angkatan Muda Kebumen mempunyai aset 4 buah truk, 2 buah mobil, dan 1 sepeda motor sebagai hasil rampasan dari Jepang. Selain itu juga terdapat perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasikan diantaranya: Pabrik minyak Kebumen, Pabrik minyak Karanganyar, Pabrik tenun Sruweng, dan Pabrik genteng Kebumen. Pelucutan senjata Jepang di daerah Sumpyuh (Kabupaten Banyumas) juga dilakukan oleh barisan dari daerah Kebumen. Dibantu oleh pemuda-pemuda Mataram,
Angkatan
Muda Kebumen
menjadi
pelopor dan
melakukan
penyelidikan atau pengintaian terhadap tentara Jepang di Kebumen sampai akhirnya dipindahkan oleh Angkatan Muda. Peralatan-peralatan dan senjata yang cukup memadai dari hasil perampasan militer Jepang ini digunakan juga oleh Angkatan Muda Kebumen
23
Wiyanto (dkk), Kebumen Pada Masa Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945-1949, (Grafika: Gombong), 2001, hal. 10.
xxxviii
untuk membantu perjuangan sampai keluar daerah Kebumen, misalnya di daerah Magelang dan Semarang. Perjuangan keluar daerah biasanya dilakukan dengan perwakilan yang ikut dalam setiap gerakan pasukan BKR.24
2. KNI ( Komite Nasional Indonesia) KNI pertama kali dibentuk oleh Goelarso sekaligus menjabat sebagai Ketua Umum. Anggota-anggotanya sekaligus merangkap sebagai staff antara lain adalah Gularso, Iskandar, Sudjono Hadipranoto, Martosuwito, Brotosusatro, Sumbono, dan Sumarsono. Beberapa anggota KNI adalah bekas tentara PETA (Pembela Tanah Air), sebuah badan kelaskaran bentukan Jepang. Mereka adalah: Moch. Safi’i, Kyai Affandi, Sumarsono, dan Sudrajat, mereka juga membentuk BKR (Barisan Keamanan Rakyat). Ketua pertamanya adalah Sudrajat yang tak lain bekas shudancho PETA dan pada perkembangannya digantikan oleh Sarbini. Dengan cepat BKR berkembang dan berdiri di semua kecamatan di daerah Kebumen. KNI merupakan badan yang terpenting pada masa awal Indonesia merdeka di Kabupaten Kebumen. Badan ini menjadi pemerintah yang menjalankan segala aktivitas roda pemerintahan kabupaten Kebumen bersama Angkatan Muda dan Asisten Wedana sebagai pelaksana.25
24 25
Ibid. Kebumen Berdjuang, Op. Cit., hal. 5.
xxxix
KNI mengalami pergantian kepemimpinan akibat perbedaan pendapat antara ketua Gularso dengan anggota lainnya yang menginginkan segera mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang dan melucuti semua persenjataan Jepang. Ketua KNI, Gularso tidak setuju dan menunggu perintah dari pusat, akibat hal ini Gularso dipecat dari jabatan ketua KNI Kebumen dan digantikan oleh Sugeng.26 Pergantian pucuk pimpinan KNI mulai terasa baik ketika bupati Kebumen Said diganti dengan Prawoto. Roda pemerintahan di kabupaten Kebumen yang terasa baik ini dikarenakan kesesuaiannya dengan Angkatan Muda dan arus revolusi. Roda pemerintahan sedikit menegang ketika pemerintah pusat mengeluarkan perintah agar dilakukan pembaharuan lurah bagi seluruh desa di Kebumen. Bupati merasa keberatan dengan perintah ini karena dikhawatirkan akan terjadi kekacauan di desa-desa.27 Bupati Kebumen kemudian mengutus segolongan lurah terkemuka untuk mengadakan audiensi dengan Presiden. Usaha ini gagal dan KNI segera mendorong Bupati agar segera melaksanakan perintah dari pusat tersebut. Dorongan ini diputuskan dalam rapat pleno KNI Kebumen yang diadakan tanggal 13 Januari 1946 yang berisi: a. Perubahan bengkok lurah atau tjarik dan palagara untuk diusulkan ke atas. b. Sekitar pembaharuan kepala desa sesuai dengan telegram dari Perdana Mentri Sjutan Sjahrir.
26 27
Ibid. Ibid.
xl
c. Membentuk panitia kecil umtuk meninjau keluar daerah tentang pembaharuan kepala desa. d. Tiap-tiap onderan supaya membentuk panitia pembaharuan kepala desa yang terdiri dari pamong praja dan KNI serta badan-badan lain.28 Akhirnada bulan Juni 1946 seluruh lurah di kabupaten Kebumen diperbaharui.29 Pembaharuan kepala desa meliputi seluruh kabupeten Kebumen, sebagian besar pemilihan kepala desa dilakukan semua warga negara yang telah berumur 18 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Perubahan bengkok dan palagara ditetapkan dalam pemilihan itu. Pada umumnya kepala desa maksimum akan mendapatkan 7 hektar, selebihnya dijadikan tanah kemakmuran desa. Djanggolan, palagara lainnya yang memberatkan rakyat juga ikut dihapuskan. KNI sendiri mengalami perubahan menjadi BPR (Badan Perwakilan Rakyat) yang dibentuk dan diresmikan pada tanggal 4 April 1946. Perubahan ini telah dirumuskan dalam rapat pleno KNI Kebumen tanggal 3 Maret 1946 yang berisi30: a. Verslag rapat KNI Magelang tentang penetapan undang-undang BPRK (Badan Perwakilan Rakyat Kabupaten) b. Merubah bentuk KNI untuk mendekati BPRK.
28
Arsip Rapat KNI Kebumen tanggal 13 Januari 1946, Koleksi Arsip Daerah Kabupaten Kebumen, lihat juga, Kebumen Berdjuang, Op. Cit., hal. 7, Wiyanto (dkk), Kebumen Pada Masa Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945-1949, Gombong: Grafika, 2001, hal. 11. 29
Ibid.
30
Arsip Rapat KNI Kebumen tanggal 4 April 1946, Koleksi Arsip Daerah Kabupaten
Kebumen.
xli
c. KNI dibubarkan jika BPRK telah dibentuk d. Ditiap-tiap onderan supaya dibentuk sebuah panitya pemilihan anggota BPRK. Panitya tersebut terdiri atas KNI ranting dan badan-badan lainnya serta masing-masing desa seorang wakil Badan Perwakilan Desa (BPD). Sedang yang berhak memilih anggota BPRK wakil onderannya itu hanyalah para anggota BPD seluruh onderan. e. Penetapan anggota BPRK Kebumen terdiri dari wakil-wakil onderan masingmasing seorang dan satu orang wakil dari organisasi atau partai. Anggota BPR terdiri dari wakil-wakil partai, organisasi-organisasi masingmasing satu orang, satu orang perwakilan Kecamatan yang dipilih oleh BPD (Badan Perwakilan Desa). Wakil BPRK Kebumen terdiri dari 8 orang wakil organisasi, 26 orang wakil partai politik, dan 22 orang wakil dari masing-masing Kecamatan. Sebagai ketua pertama BPRK Kebumen adalah bupati Prawoto, wakil ketua adalah Sugeng.31 Pelantikan BPRK Kebumen dilakukan oleh Residen Kedu, sedangkan pembubaran KNI dilakukan oleh Dr. Mardjaban dari Magelang.32
3. AOI (Angkatan Oemat Islam) Angkatan Oemat Islam didirikan sekitar September-Oktober 1945.33 Sebagai gerakan kelaskaran sudah banyak gerakannya dalam menghadapi usaha-
31
Kebumen Berdjuang, Op. Cit., hal. 7, lihat juga Wiyanto (dkk), Kebumen Pada Masa Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945-1949, (Grafika: Gombong), 2001, hal.11. 32
Ibid.
33
Kuntowijoyo. AE priyono, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi. Books. Google.com/books hal 170
xlii
usaha militer Belanda antara 1945-1950 di Kebumen. Untuk dapat membahas sebuah gerakan organisasi sosial kita harus melihat tiga komponen yang esensial dan juga krusial yakni kepemimpinan, ideologi, dan organisasi. Kepemimpinan dalam AOI bertumpu pada wibawa pribadi Kiai Haji Makfudz Abdurrahman. Kharisma dari beliau ini muncul antara lain karena sifat-sifat keunggulan dalam pengetahuan, keterampilan, kreatifitas, inisiatif, serta keberanian moral. Secara ideologis, AOI sebagai badan perjuangan dapat diidentifikasikan sebagai golongan agama dalam hal ini adalah agama Islam. Unsur nasionalisme terutama dalam aspek anti kolonialisme juga mewarnai AOI sebagaimana tercantum dalam tujuan serta anggaran dasar mereka. Di pihak lain, ideologi perang jihad dapat juga menjadi dasar yang kuat bagi semangat anti kolonislisme yang dimiliki oleh AOI. Ciri lain dari organisasi ini adalah kepercayaan akan kekebalan yang dalam masyarakat tradisional dapat menjadi daya tarik tersendiri disamping dapat berfungsi sebagai alat untuk membangkitkan semangat agresif dari rakyat. Hal ini dimanfaatkan secara positif oleh AOI baik pada masa revolusi maupun pada saat terjadinya pemberontakan.34 Sebagai sebuah badan perjuangan yang berlandaskan agama Islam, sebagian besar anggota AOI adalah para santri dengan profesi utama sebagai petani. Kelompok ini biasanya memiliki tingkat pendidikan yang rendah namun mempunyai loyalitas tinggi terutama pada sosok sang pemimpin yaitu Kiai Haji Makhfudz Abdurrahman. AOI merupakan sebuah organisasi dengan kekuatan dominan pada masa revolusi kemerdekaan. AOI mampu memobilisasi potensi
34
Kebumen Berdjuang, Op. Cit., hal. 10.
xliii
rakyat dengan menggunakan simbol-simbol Islam sebagai pemersatu. Prinsip Islam tentang keadilan sangat sesuai bagi masyarakat pedesaan yang menderita akibat kekejaman penjajah. Paska diadakannya Konferensi Meja Bundar (KMB), yang kemudian dilanjutkan dengan pengakuan kedaulatan, masalah rasionalisasi dalam tubuh militer menjadi persoalan tersendiri bagi AOI. Rasionalisasi telah menyebabkan terganggunya keberadaan badan perjuangan AOI. Timbul ketidaksesuaian sosial, muncul perasaan tidak aman, dan frustasi dikalangan masyarakat luas. Deprivasi muncul karena mereka terancam kehilangan kedudukan sosial ekonominya, kehilangan hak-hak politik atau kehilangan warisan kulturalnya. Deprivasi relatif inilah yang menyebabkan munculnya pemberontakan AOI di Kebumen pada akhirnya. Pemerintah meminta AOI untuk bergabung dengan APRIS. Tawaran dari pemerintah disikapi secara berbeda di internal AOI. Kiai Haji Makhfudz Abdurrahman menolak dengan keras tawaran untuk bergabung dengan APRIS, namun sebaliknya, adiknya yaitu Kiai Haji Noersodik menerima tawaran pemerintah tersebut. Akibatnya timbul konflik internal di tubuh AOI. Konflik internal yang berujung pada pecahnya AOI, menimbulkan rasa tidak nyaman pada para anggotanya. Pada akhirnya, Kiai Haji Makhfudz Abdurrahman melakukan pemberontakan yang didukung oleh hampir semua unsur di AOI. AOI mempunyai pandangan bahwa dalam tubuh APRIS terdapat pasukanpasukan kafir dan atheis. Mereka memutuskan untuk menolak tawaran bergabung dengan
dasar
tersebut.
Usaha-usaha
xliv
diplomatik
yang
dilakukan
gagal
menyelesaikan perbedaan pendapat antara AOI dan pemerintah sehingga pertumpahan darahpun tidak dapat dielakkan. Simbol-simbol Islam begitu melekat kuat dalam diri pasukan AOI. Gerakan Islam mereka pun bisa dikatakan radikal dengan perjuangan melawan pasukan kafir, perang jihad, dan perang suci. Gerakan sosial yang dilakukan oleh AOI di Kebumen dapat dikatakan gagal mencapai tujuannya. Faktor penyebabnya cukup beragam diantaranya adalah: 1. Sumber daya manusia yang terdiri dari kepemimpinan, organisiasi, dan keterlibatan masyarakat. Kepemimpinan yang didasarkan pada kharisma seseorang ternyata tidak selalu membawa keberhasilan. Kultus individu terhadap sosok Kiai Haji Makhfudz Abdurrahman membuat anggota tidak bisa mandiri dan terlalu terjebak pada loyalitas yang bisa saja tanpa rasionalisasi yang kuat. Meninggalnya sang pemimpin juga melumpuhkan semangat juang dari para pengikutnya. Keorganisasian dan mekanisme keanggotaan yang liberal dalam organisasi serta hanya bertumpu pada para pemimpinnya saja pada gilirannya ternyata membuat koordinasi antar cabang dan ranting lemah dan sulit untuk dilakukan. Keterlibatan masyarakat yang dilandaskan pada dorongan moral saja bukan atas tujuan yang jelas juga menjadi salah satu faktor gagalnya gerakan sosial organisasi AOI di wilayah Kebumen. 2. Faktor sarana dan prasarana yang menyangkut masalah dana, serta masalah logistik dan persenjataan. Dalam hal pendanaan, logistik, dan persenjataan yang dimiliki oleh AOI tidak memadai untuk sebuah perlawanan jangka
xlv
panjang. Persenjataan yang dimiliki oleh pasukan AOI jika dibandingkan dengan persenjataan yang dimiliki oleh pemerintah sangat minim dan ketinggalan jaman. 3. Faktor psikologis ketika terjadi pemberontakan AOI harus berperang melawan teman-teman mereka sendiri selama perang kemerdekaan. Secara psikologis hal ini tidak menguntungkan meskipun mereka mempunyai prinsip bahwa yang mereka perangi adalah kekafiran. Konflik internal yang terjadi di internal AOI menyikapi terbentuknya APRIS secara psikologis juga mengganggu pikiran dan perasaan anggotanya. Adanya beban psikologis inipun juga menjadi salah satu penyebab kegagalan gerakan sosial yang mereka lakukan.35
4. Badan dan Laskar Perjuangan lain di Kebumen Paska diambil alihkanya kekuasaan dari tangan Jepang oleh Angkatan Muda Kebumen, Angkatan Muda memiliki pengarauh yang besar di KNI. Untuk mengimbangi gerakan Angkatan Muda yang merekrut kalangan buruh, beberapa badan lain dari lapisan masyarakat lainnya dibentuk. Pada Oktober 1945 telah berdiri AMGRI (angkatan Muda Guru Republik Indonesia) dan Barisan Banteng (semula merupakan Barisan Pelopor). Pada bulan November 1945 berdiri pula Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), Barisan Buruh Indonesia (BBI), Persatuan Wanita Indonesia (PERWANI) kemudian menjadi Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI), GPH, Hisbullah, Laskar Rakyat dan Sarekat
35
Danar Widayanta, “Angkatan Oemat Islam 1945-1950, Studi Gerakan Sosial di Kebumen”, Jhonoe.blogspot.com/sejarah-angkatan-oemat-islam.
xlvi
Tani Republik Indonesia (SATRIA) yang kemudian menjadi Barisan Tani Indonesia (BTI).36 Pada bulan itulah, Angkatan Muda menjadi PESINDO. Ada juga golongan tua yang digerakkan oleh dua penghulu yakni Kiai Haji Umar Nasir Tjandi dan Kiai Haji Makmur Tedjasari. Pada bulan Desember 1945 berdiri Pemuda Putri Indonesia (PPI), PGRI dan Muslimat. Selain itu didirikan pula Laskar Merah di Kutawinangun dan Sarekat Rakjat di Selang.37 Pada bulan Januari 1946 berdiri Pemuda Rakjat dan bulan Februari berdiri Partai Nasional Indonesia.38 Laskarlaskar dan badan-badan perjuangan ini yang menjadi roda perjuangan melawan penjajahan kembali Belanda dengan melakukan pertempuran fisik di wilayah Kebumen.
BAB III PERJUANGAN RAKYAT KEBUMEN MENGHADAPI AGRESI MILITER BELANDA
A. Kedatangan Tentara NICA Belanda Tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah, bertekuk lutut kepada Sekutu. Dengan demikian, Perang Dunia II yang melibatkan banyak Negara telah berahir. Jerman di Eropa telah menyerah kepada sekutu pada bulan Mei 1945, dan pada 15 Agustus 1945 itu terjadi perubahan tanggung jawab mandala perang Sekutu di
36
Kebumen Berdjuang, Op. Cit., hal. 7.
37
Ibid.
38
Ibid.
xlvii
Asia Tenggara. Panglima SEAC (South East Asia Command) Laksamana Mountbatten memperluas tanggung jawabnya dengan mengambil alih SWPA (South West Paciffic Area) yang meliputi sebagian besar wilayah Hindia Belanda (Indonesia) dan kepulauan sebelah timur Sumatra yang semula dibawah komando Jendral Mack Arthur.39 Belanda ingin menduduki kembali Indonesia dan menghukum mereka yang telah bekerja sama dengan pihak Jepang, tetapi pada tahun 1945 mereka tidak sanggup melakukan itu sendirian sehingga harapan mereka kini tertumpu pada pihak Inggris. Laksamana Mountbatten ternyata menunjukkan sikap diluar keinginan Belanda yaitu tidak berniat menaklukkan Indonesia untuk Belanda. Sikap Mountbatten ini dikarenakan dia tidak memiliki banyak serdadu untuk melakukan hal itu. Mountbatten hanya menetapkan sasarannya secara terbatas yaitu membebaskan para tawanan bangsa Eropa dan menerima penyerahan pihak Jepang sementara hal-hal lainnya terserah kepada pihak Belanda. Mountbatten memperlakukan pemerintahan Republik yang ada di daerah-daerah sebagai kekuasaan de facto.40 Atas dasar persetujuan Civil Affairs Agreement antara pemerintah Inggris dan Belanda tanggal 24 Agustus 1945, yang boleh mendarat hanya tentara Inggrisakan tetapi kepada tentara itu dapat diperbantukan pegawai-pegawai sipil Belanda sebagai pegawai Netherlands Indies Civils Affairs (NICA). Batalyon Infanteri tempur Inggris yang pertama kali mendarat di Jakarta adalah batalyon
39
Himawan Soetanto, Yoyakarta 19 Desember 1948, Jendral Spoor versus Jendral Sudirman, (Gramedia Pustaka Utama: Jakarta). 2006. Hal. 1 40 M.C. Ricklefs,Op. Cit hal,453.
xlviii
Seaforth Highlander dari Brigade Infanteri I, Divisi 23 Fighting Cock pada tanggal 29 September di Jakarta. Apa yang dikhawatirkan pihak Indonesia terjadi, pendaratan pasukan inggris diikuti oleh pendaratan pasukan Belanda, yaitu Satu Detasemen Marinir dari kapal perang HM Tromp. Minggu pertama bulan Oktober mendaratlah sisa Brigade I/Divisi 23 Fighting Cock, dua batalyon Infanteri dan dua Batalyon Artileri Medan. Pihak Belanda dalam kesempatan ini juga mulai mendaratkan pasukannya. Tanggal 4 Oktober 1945 lima kompi KNIL dari Balikpapan dan Tarakan tiba di Jakarta, yang kemudian diformasikan menjadi Batalyon Infanteri I/KNIL, disusul Oleh Batalyon infanteri II/Prins Bernhard KNIL dari Singapura yang seluruh personilnya adalah bekas tawanan perang. Tiba pula dari Australia perkapal 1000 personil Nica yang akan melaksanakan administrasi pemerintahan Belanda di Indonesia.41 Belanda, dengan kedok NICA inilah berhasil memasukkan orang-orangnya, tidak hanya pegawai sipil tetapi juga pegawai militer. Sekutu membentuk suatu komado khusus yang diberi nama Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI). Tugas AFNEI di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang 2. Membebaskan para tawanan perang dan inteniran sekutu 3. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan 4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintahan sipil
41
Himawan Soetanto, Op.cit, hal. 15.
xlix
5. Menghimpun keterangan dan menuntut penjahat perang Pasukan sekutu yang tergabung dalam AFNEI mendarat di Jakarta pada tanggal 29 September 1945. Pasukan Inggris yang sebagian besar terdiri dari orang India bergerak memasuki pulau Jawa dan Sumatra. Pasukan pertama sampai Jakarta pada pertengahan kedua bulan September 1945. Letnan Jendral Sir Philip Christison sebagai Panglima Inggis untuk Indonesia berusaha ingin menghindari bentrokanbentrokan dengan rakyat Indonesia. Atas dasar itu dia mengirimkan serdaduserdadu lama tentara kolonial Belanda dan pasukan-pasukan Belanda yang baru tiba di Indonesia Timur, sehingga pendudukan kembali Belanda berlangsung dengan cepat. Letnan Gubernur Belanda J. Van Mook juga lebih senang memusatkan perhatian Belanda yang mula-mula pada Indonesia Timur, yang memiliki kepentingan ekonomi besar dan penduduknya diduga tidak begitu anti Belanda.42 Kedatangan pasukan Sekutu pada awalnya disambut dengan sikap terbuka oleh pihak Indonesia. Baru setelah diketahui bahwa pasukan sekutu datang membawa orang-orang NICA (Belanda) yang hendak kembali menegakkan kekuasaan kolonial Hindia Belanda, sikap Indonesia berubah menjadi curiga dan kemudian bermusuhan. Situasi memburuk setelah NICA mempersenjatai bekas KNIL (tentara Belanda). Pasukan sekutu yang telah memasuki wilayah Indonesia meningkatkan ketegangan-ketegangan di Jawa dan Sumatra dengan melakukan provokasi-provokasi. Pada bulan Oktober meletus pertempuran-pertempuran di 42
M.C. Ricklefs, Op. Cit. hal. 454-470.
l
jalan-jalan antara pemuda RI dengan bekas tawanan Belanda, pasukan Indo-Eropa dan Jepang. Di kota Semarang dan Pekalongan terjadi pertempuran hebat antara pemuda RI dan tentara Jepang pada tanggal 14 Oktober 1945. Sebanyak 130 tentara Jepang tewas dan 300 orang berhasil ditawan. Pihak Inggris tiba di Semarang enam hari kemudian dibawah pimpinan Brigadir Jendral Bethel ketika pihak Jepang sudah hampir berhasil merebut kekuasaan atas kota ini dengan membawa korban kira-kira 500 orang Jepang dan 2000 orang Indonesia. Kedatangan pasukan sekutu ini disambut baik oleh rakyat Semarang karena bertujuan untuk melucuti senjata tentara Jepang di Jawa Tengah dan mengurus para tawanan perang. Gubernur Jawa Tengah bahkan menawarkan bantuan bahan makanan dan keperluan lainnya. Pihak sekutu pun berjanji untuk tidak mengganggu kedaulatan RI.43 Kenyataan menjadi lain ketika Pihak Inggris memutuskan untuk mengungsikan para tawanan Indo-Eropa dan Eropa secepat mungkin dari wilayah pedalaman Jawa yang bergolak. Detasemen-detasemen bergerak ke Magelang dan Ambarawa untuk membebaskan sekitar 10.000 tawanan, tetapi mereka menemui banyak perlawanan dari pihak Republik, sehingga harus menggunakan serangan udara terhadap RI. Pada tanggal 2 November 1945 Soekarno sebagai presiden pertama RI memerintahkan gencatan senjata atas permintaan pihak Inggris, tetapi
43
Wiyanto (dkk), Op. Cit . hal. 8-9.
li
pada akhir November pertempuran telah berkobar lagi dan pihak Inggris mundur ke Ambarawa pada tanggal 21 November 1945.44 Resimen Kedu di bawah pimpinan Letnan Kolonel M. Sarbini segera mengadakan pengejaran. Gerakan mundur tentara sekutu tertahan di desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Sastrodiharjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta. Di desa Ngipik, tentara Sekutu dihadang oleh Batalyon I Surjosumpeno. Tentara Sekutu mencoba menguasai dua desa di sekitar Ambarawa. Letnan Kolonel Isdiman yang menjabat sebagai Komandan Resimen Banyumas gugur dalam pertempuran tersebut. Sehari sebelumnya terjadi insiden bersenjata antara rakyat dan sekutu di Ambarawa, yang kemudian meluas menjadi pertempuran. Pertempuran terjadi di sepanjang rel kereta api yang membelah kota Ambarawa. Pasukan RI membentuk jajaran pertahanan di utara rel, sedangkan tentara sekutu di tangsi-tangsi militer selatan rel.45 Kolonel Sudirman, Panglima Divisi Banyumas turun langsung ke medan pertempuran Ambarawa setelah mengetahui gugurnya Letnan Kolonel Isdiman. Kehadiran pasukan di bawah pimpinan Kolonel Sudirman memberikan semangat baru kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan diantara kmandankomandan sektor dan pengepungan terhadap musuh diperketat. Siasat yang dilakukan adalah serangan serentak di semua sektor pada saat yang sama. Bala
44
A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan, Jilid 3, (Dinas Sejarah Militer: Bandung), 1976, hal. 3-137. 45 Wiyanto (dkk), Op.Cit., hal. 9.
lii
bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Surakarta, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang dan kota-kota lain.46 Pada tanggal 23 November 1945 pasukan Indonesia mengadakan serangan serentak. Pada pertempuran yang berlangsung selama empat hari ini, pasukan Indonesia akhirnya mampu menghalau tentara Sekutu dari Ambarawa. Pasukan Sekutu mundur ke kota Semarang. Pada pertempuran di Ambarawa pasukan bantuan dari Kebumen terdiri dari 2 Batalyon BKR/TKR yaitu Batalyon 62 Gombong dan Batalyon 64 Kebumen serta dari badan-badan perjuangan terdiri dari Hizbullah, AMBI, Tentara Pelajar, BPRI, Laskar Rakyat. Terdapat dua orang yang gugur dalam pertempuran di Ambarawa ini yaitu Muzaki dari Kauman Gombong serta satu lagi berasal dari kota Kebumen.47 Pertentangan dan pertempuran yang berkepanjangan baru dapat diredam setelah kedua belah pihak sepakat mengadakan gencatan senjata untuk berunding dalam konferensi Linggarjati. Perjanjian Linggarjatibaru dapat disepakati tanggal 15 Nopember 1946, dengan pokok-pokok persetujuannya adalah: 1. Belanda mengakui wilayah RI secara de facto atas Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda sudah harus meninggalkan wilayah-wilayah tersebut paling lambat tanggal 1 Januari 1949. 2. RI dan Belanda akan bekerja sama untuk membentuk Republik Indonesia Serikat yang terdiri dari RI, Kalimantan dan Timur Besar. 3. Belanda dan RI akan bekerja sama membentuk Uni Indonesia-Belanda.
46
Ibid., hal. 10.
47
Ibid., hal. 11.
liii
Dengan tercapainya persetujuan Linggarjati tanggal 15 November 1946 yang kemudian disyahkan tanggal 25 Maret 1947 di Jakarta, justru membuat suhu politik di Indonesia semakin keruh. Pertentangan antra partai-partai politik yang pro dan kontra persetujuan Linggarjati semakin meruncing, sehingga situasi yang demikian juga mempengaruhi situasi-situasi di daerah-daerah. Mengantisipasi keamanan yang semakin kacau maka pada bulan Desember 1946 Inspektorat Biro Perjuangan dibentuk di Kebumen, kemudian disusul pula di kecamatan-kecamatan. Selanjutnya Inspektorat Biro Perjuangan ini menjelma menjadi TNI Masyarakat.48 Pada tanggal 27 Mei 1947 Belanda mengirimkan nota yang merupakan ultimatum dan harus dijawab oleh pemerintah RI dalam waktu 14 hari. Pokokpokok nota tersebut adalah: 1. Membentuk pemerintahan ad interim bersama 2. Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama 3. RI harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerah-daerah yang diduduki Belanda 4. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama, termasuk daerah-daerah Republikyang memerlukan bantuan Belanda 5. Menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor.49
48
TNI Masyarakat merupakan badan-badan perjuangan yang tidak melebur menjadi TNI seperti Hizbullah, Angkatan Oemat Islam, GPII, Lasykar Rakyat, Laskar Merah dan lain-lain. Sedangkan anggota TNI merupakan bekas anggota Peta, Heiho, Keisatsutai (polisi), Seinendan, Keibondan, dan lainnya yang pada tanggal 5 Oktober 1945 tergabung dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR). 49
Wiyanto (dkk), Op.Cit., hal. 22.
liv
Nota yang bersifat mengultimatum itu mendapat reaksi yang keras dari rakyat Indonesia, termasuk di Kebumen. Berbagai persiapan menghadapi kemungkinan-kemungkinan buruk segera dilakukan. Golongan yang menentang dan mendukung Persetujuan Linggarjati segera bersatu untuk menghadapi Belanda. Selanjutnya di Kebumen dibentuk sebuah badan untuk mengatur siasat pertahanan. Badan ini bernama Badan Koordinasi Kabupaten Kebumen yang diketuai oleh Bupati Kebumen Sudjono. Seluruh badan perjuangan di Kebumen masuk ke dalam wadah ini.50 Badan ini juga merupakan Pimpinan Tertinggi dari Pemerintahan Daerah Kabupaten Kebumen.
B. Pertempuran di Kebumen Badan Koordinasi Kabupaten Kebumen terbentuk belum cukup lama, Belanda mulai menjalankan agresi dengan perang kolonialnya yang pertama pada tanggal 21 Juli 1947 dengan menyerang seluruh wilayah Republik. Rakyat dan pemerintah Kebumen segera mengadakan tindakan. Untuk menghadang laju tentara Belanda yang sudah sampai di Buntu (perbatasan Banyumas-Kedu) seluruh rakyat dikerahkan untuk menebang pohon-pohon pada malam hari disepanjang
jalan,
membuat
tankval,
merusak
jembatan-jembatan
dan
memperkuat penjagaan. Beberapa tindakan segera diambil untuk mengantisipasi serangan Belanda diantaranya
yaitu mengumpulkan semua bangsa Tionghoa
yang berada di dalam Kabupaten Kebumen untuk diungsikan ke tempat yang jauh dari kota, kemudian dikirim ke Jogjakarta.
50
Kebumen Berdjuang, OP. Cit. hal. 26.
lv
Panitia Pembelaan Rakyat Kabupaten Kebumen (PPRDK) dibentuk. Badan ini menangani berbagai masalah mengenai pertahanan rakyat yang diketuai oleh Bupati dan Wakil Bupati Kebumen. Untuk mengantisipasi serangan Belanda yang semakin hari semakin mendekati perbatasan daerah Kebumen, Pemerintah Kabupaten Kebumen segera menjalankan politik bumi hangus yang pertama kali di distrik Gombong. Asrama Polisi, Kantor Pos, Kantor Telegram, Kawedanan, Rumah
gadai,
Stasiun,
Tangsi,
Gedung
Bioskop,
dan
sebagainya
dibumihanguskan. Sangat disayangkan, taktik bumihangus ini tidak berjalan sesuai rencana sehingga beberapa tangsi militer yang dibakar tidak seluruhnya hancur sehingga dapat digunakan oleh pasukan Belanda yang memasuki kota Gombong pada tanggal 4 Agustus 1947 sebagai markas. Pasukan Belanda meneruskan penyerangannya ke Karanganyar tetapi terhenti akibat adanya gencatan senjata yang diprakarsai oleh Dewan Kemanan PBB. Gencatan senjata ini tidak brlangsung lama karena dilanggar oleh pasukan Belanda sehingga menimbulkan pertempuran-pertempuran di kota Kebumen.51 Panitia Pembantu Garis Depan dibentuk di Kebumen dan pada saat yang bersamaan datang bantuan pasukan lascar rakyat yang berasal dari kota Yogyakarta dan Solo. Mayor Jendral Abdul Kadir dari Kementerian Pertahanan yang semula bermarkas di Kebumen terpaksa pindah ke Kutowinangun karena situasi semakin gawat. Tanggal 22 Oktober 1947 semua Jawatan yang ada di kota Kebumen diungsikan dan Kebumen dijadikan kota tentara. Sementara itu gerakan bumi 51
Ibid.
lvi
hangus terus dijalankan oleh para pejuang untuk menghambat gerakan tentara Belanda. Untuk mempertahankan ibukota Kabupaten (Kebumen) dari tentara Belanda, didatangkan pasukan Gobed pimpinan Dr. Moestopo . Bersamaan dengan itu datang pula Tim Panitia Jasa-jasa Baik dari Australia. Tepat pada hari Natal tanggal 25 Desember 1947 Panglima Besar Jendral Soedirman dan para pengawalnya datang ke Kebumen. Pada clash I, kota Kebumen mengalami pertempuran-pertempuran
yang
heroik
yaitu
pertempuran
Karanggayam,
Kanonade Desa Candi, dan Peristiwa Sidobunder.52 1. Pertempuran Karanggayam Pada hari Jumat tanggal 19 Agustus 1947, Belanda dengan kekuatan sekitar satu batalyon menyerang pertahanan pasukan Batalyon 62 TKR di daerah Kajoran, Karanggayam. Pada awalnya pasukan Belanda bergerak dari daerah Gombong
kearah
utara
melalui
Sidayu,
Panimbun,
Kenteng
menuju
Karanggayam. Kedatangan pasukan Belanda ini diketahui oleh pasukan TKR dan pada pukul 23.00 waktu setempat, telah terjadi baku tembak antara pasukan Belanda tersebut dengan pasukan TKR yang tengah berpatroli di Panimbun. Setelah baku tembak di daerah Panimbun tersebut, pasukan Belanda mengatur strategi dan membagi pasukannya menjadi beberpa kesatuan dengan tujuan untuk menyerang pertahanan pasukan RI yang ada di Gunung Pukul maupun Markas Komando Sektor yang berada di Kalipancur. Pasukan Belanda berhasil mengepung pasukan RI. Akibatnya, pada sekitar pukul 05.00 sampai dengan 10.00 waktu setempat terjadilah pertempuran sengit antara tentara RI
52
Ibid.
lvii
melawan agresi yang dilakukan oleh pasukan Belanda tersebut. Pasukan RI yang ada di Gunung Pukul adalah pasukan Seksi Jatiman Kompi I. Pertempuran ini meluas hingga ke wilayah kuburan Pamekas. Pasukan tentara RI terdesak dan mundur dari wilayah Gunung Pukul, sehingga bisa dikatakan pasukan Belanda mampu menduduki wilayah tersebut.53 Telah dijelaskan di awal bahwa akibat baku tembak di daerah Penimbun, pasukan Belanda membagi dirinya menjadi beberapa kelompok atau kesatuan. Pasukan Belanda yang lain, mencoba untuk menyusup melalui daerah Pejaten. Tujuan mereka sama, yaitu berusaha untuk mengambil alih wilayah pertahanan pasukan RI yang ada di Gunung Pukul. Pasukan Belanda yang telah bersusah payah menyusup melalui daerah Pejaten tersebut tidak mengetahui bahwa pos pertahanan Gunung Pukul telah direbut oleh pasukan Belanda yang semula berada di kuburan Pamekas. Baku tembak kemudian terjadi antar pasukan Belanda itu sendiri yang berujung dengan jatuhnya korban dari kedua belah pihak yang notabene sama-sama tentara Belanda. Sekitar pukul 10.00 pagi sampai dengan pukul 14.00 waktu setempat, terjadi lagi pertempuran sengit antara pasukan tentara RI melawan pasukan Belanda. Pertempuran kali ini terjadi antara pasukan RI markas Batalyon 62 di pos komando Kalipancur dengan pasukan belanda yang menduduki wilayah Gunung Kradonan dan simpang empat Kajoran. Dalam pertempuran tersebut,
53
Wawancara dengan Soemrah, tanggal 26 April 2009.
lviii
kurang lebih 60 orang serdadu Belanda tewas dan sekitar 20 orang pasukan RI gugur.54
Gambar 1. Peta Wilayah Karanggayam (Koleksi H. R. Soenarto).
Melihat posisi dan keadaan pasukan Batalyon 62 yang dinilai kritis, Mayor Panuju selaku Komandan Batalyon pada pagi harinya memerintahkan agar pasukan pindah ke desa Clapar. Setelah semalam di desa Clapar, pasukan ini kembali lagi bertempur untuk mempertahankan Karanggayam pada tanggal 20 Agustus 1947, sembari mengadakan pembersihan dan penguburan anggota pasukan yang gugur dalam pertempuran yang telah terjadi.55
54
Ibid.
55
Wawancara dengan H. R. Soenarto, tanggal 2 Maret 2009.
lix
Berikut ini adalah daftar nama anggota pasukan RI yang menjadi korban dalam pertempuran Karanggayam:56 No
Nama
Asal Kesatuan
1
Johanes (Prj I)
Markas Batalyon 62 Res. 20 Div III Gombong
2
Aminas (Kopral)
Kompi I Batalyon 62 Res. 20 Div. III
3
Iamadi (Prj I)
Kompi I Batalyon 62 Res. 20 Div. III
4
Usman Koopor (Jepang)
Regu III Sekai I Klp. II Batalyon 62 Res 20 Div III
5
Soemarto (Sersan dan Ru III)
Kompi III Bat. 62 Res. 20 Div. III
6
Sapar (prj I)
Kompi III Bat. 62 Res. 20 Div. III
7
Boediman (Prj I)
Kompi III Bat. 62 Res. 20 Div. III
8
Kasimin (Sersan anggota markas KI.
Kompi III Bat. 62 Res. 20 Div. III
IV) 9
Saproel (Prj I)
Anggota kesehatan Batalyon 62 Res. 20 Div. III
10
Ngadiran (Serma)
Anggota Kader school Gombong
11
Gonggo (Prj I)
Kesatuan Inspektorat Infanteri Gombong
12
Keman
Penduduk desa Karanggayam yang membantu di dapur umum
13
Daslam
Penduduk desa Karanggayam yang membantu di dapur umum
14
Tujuh orang anggota Infanteri Inspektorat yang tidak dikenal namanya (berdasarkan kesaksian
56
Ibid.
lx
Serma Purnawirawan dari Kaderschool Gombong) Sumber: wawancara dengan HR. Sunarto.
Untuk mengenang jasa korban tewas dalam pertempuran Karanggayam, maka di daerah yang dulu terjadi peristiwa pertempuran tersebut kini didirikan sebuah monumen perjuangan.
2. Peristiwa Kanonade Desa Candi Pada masa agresi militer Belanda yang pertama, terjadi peristiwa Kanonade. Disebut peristiwa kanonade karena dalam pertempuran tersebut pihak Belanda membumihanguskan desa Candi dengan senjata kanon (canon). Kanon merupakan jenis senjata dengan ukuran di atas senapan mesin. Pada perang dunia (PD) II, sejumlah negara yang terlibat perang sudah menggunakan senjata jenis ini. Negara Jerman adalah negara yang mendobrak dengan menggunakan kanon untuk mempersenjatai pasukannya (dari internet, blognya ondo). Dengan kekuatan ledak yang cukup tinggi, maka dampak ledakan dari senjata jenis ini luar biasa bagi seseorang yang terkena meskipun hanya berupa serpihan dari senjata ini. Peristiwa Kanonade terjadi di desa Candi Kecamatan Karanganyar Kabupaten Kebumen. Belanda dengan agresi militer pertamanya atau yang juga dikenal dengan Kles I, membumihanguskan desa tersebut pada 19 Oktober 1947. Sasaran tembak senjata kanon yang digunakan oleh Belanda adalah pasar Candi, dimana tempat tersebut merupakan salah satu area yang ramai dikunjungi oleh warga sipil. Ditengah kegiatan jual beli dan hiruk pikuk warga, pada pukul 07.00
lxi
waktu setempat, Belanda mulai menyerang area tersebut. Senjata kanon dilepaskan dari tangsi Belanda yang ada di Gombong, sekitar 7 km jauhnya dari desa Candi. Banyak korban tewas akibat serangan Belanda ini dan karena area ini adalah sebuah pasar, maka jumlah korban yang terbanyak adalah dari pihak warga sipil. Tidak sedikit orang yang tewas karena muntahan peluru yang konon hanya dengan beberapa butir saja mampu untuk membelah sebuah pesawat terbang. Tidak diketahui secara pasti jenis kanon yang digunakan oleh Belanda. Serangan itu berlangsung dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 13.00. Dengan memuntahkan sekitar 600 peluru, Belanda mampu membuat ratusan rumah warga rusak dan tidak kurang dari 786 warga meregang nyawa.57 Serangan Belanda terhadap desa Candi terjadi dalam tiga tahap. Tahap I, pada pukul 07.00, lima menit kemudian terjadi serangan kedua samai dengan pukul 11.00, dan jeda beberapa saat, kemudian dilancarkan serangan ketiga yang berakhir pada pukul 13.00. Desa Candi menjadi sasaran serangan Belanda karena pada waktu itu desa ini menjadi markas TRI, dapur umum, dan gudang logistik tentara Indonesia. Tentara bersama rakyat bersatu melakukan perlawanan sebab saat itu Belanda sudah menguasai Gombong sementara daerah pertahanan Indonesia berada di Kemit. Di sektor Kemit pertahanan dibagi menjadi tiga yakni di bagian selatan yang bermarkas di Puring, desa Sidobunder, di tengah yaitu Karanganyar, dan di utara yaitu Karanggayam.58
57
Kebumen Berdjuang, Op. Cit. hal. 27.
58
Wawancara dengan Suparman, tanggal 6 Maret 2009.
lxii
Desa Candi luluh lantak sehingga warga yang masih selamat mencoba untuk mengungsi ke daerah lain bahkan ada juga yang mengungsi ke goa yang ada di sekitar daerah tersebut. Trauma akan kejadian tersebut membuat banyak warga takut untuk kembali ke rumah mereka dan lebih memilih untuk mengungsi ke daerah gunung di wilayah Giripurno. Selama rentang waktu hampir satu tahun, Desa Candi menjadi desa mati karena ditinggal pergi oleh warganya. Peristiwa penyerangan Belanda terhadap desa Candi merupakan sebuah peristiwa yang cukup besar di Jawa Tengah pada masa Agresi Militer I karena memakan korban hampir mencapai 1000 orang. Peristiwa Candi sangat dirasakan oleh Pemerintah dan rakyat Kebumen, untuk menyelamatkan dan mengurangi penderitaan korban penduduk oleh pemerintah daerah diambil langkah-langkah sebagai berikut: 1. Sekolah-sekolah yang berada di dalam kota dan sekitarnya ditutup. 2. Rumah penjara Kebumen di pindahkan ke Purworejo. 3. Pasar Temenggungan (Kebumen) untuk sementara ditutup. 4. Jawatan-jawatan dipindahkan ke Prembun 5. pengosongan kota Kebumen dengan mengungsikan penduduk ke daerahdaerah yang aman. Wilayah dalam kota hanya diduduki oleh pasukan bersenjata TKR, TNI Masyarakat, Polisi, Pasukan rakyat. 59 Untuk mengenang korban peristiwa Candi / Kanonade, pada tahun 1950 di kawasan pasar Candi didirikan sebuah monumen yang diberi nama monumen Kanonade. 59
Ibid.
lxiii
3. Peristiwa Sidobunder Tanggal 2 September 1947, di desa Sidobunder Kecamatan Puring Kabupaten Kebumen terjadi pertempuran untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia Markas Tentara Pelajar yang dikenal dengan kompi Tjok (kompi 320) dari detasement 300 di bawah komando Kapten Martono yang berkedudukan di Yogya karta diserang oleh Belanda dari dua penjuru. Pada waktu itu adalah musim hujan dan desa Sidobunder tergenang banjir sehingga warga kesulitan untuk memperoleh bahan makanan, namun demikian, karena kecintaan dan semangat juang yang tinggi, warga bersama dengan tentara tetap melakukan perlawanan dengan gigih.60 Sekitar pukul 11.00 waktu setempat, sejumlah tentara pelajar yang bermarkas di rumah Kartowiyoto mendengar suara tembakan. Dalam suasana hujan, mendung tebal dan minimnya alat komunikasi, maka sulit bagi mereka untuk mengetahui dari arah mana datangnya suara tembakan tersebut. Selang berapa lama, dari informasi yang didapat dari penduduk setempat, ternyata mereka telah dikepung oleh pasukan tentara NICA dari dua jurusan. Arah timur laut dari dukuh Bedil desa Madurejo dan dari arah tenggara dari desa Bumirejo dan Kaleng. Pasukan Belanda datang dengan jumlah yang banyak dan persenjatan lengkap. Dikepung demikian, sulit bagi pasukan TP untuk mencari posisi yang tepat dan strategis untuk bertahan. Terjadilah pertempuran dahsyat dengan kekuatan yang sama sekali tidak berimbang.
60
Wawancara dengan K.H Munji Masturo, tanggal 2 Maret 2009.
lxiv
Pertempuran terjadi mulai pukul 11.00 sampai dengan pukul 19.00 waktu setempat. Dalam peristiwa tersebut, tercatat sejumlah 23 orang gugur dari pihak pasukan Tp dan 10 orang warga sipil tewas, beberapa rumah juga hangus terbakar karena dibakar oleh tentara Belanda. Dari 23 orang anggota TP yang gugur, hanya 10 orang jenasah yang dapat ditemukan. Jenazah lainnya diduga dibawa lari oleh pasukan NICA atau hanyut terbawa banjir. Korban dari pihak lawan tidak diketahui secara pasti, sebab situasi sangat kacau dan kekuatan Belanda jauh lebih besar.61 Satu pasukan TP Seksi 321 dari kompi 320 Batalyon 300 dengan komandan Seksinya Anggoro mendapat perintah untuk menduduki Sidobunder dengan maksud untuk memperkut pasukan lainnya yang telah ada di sana. Pada tangga 31 Agustus 1947 seksi tersebut sudah memasuki desa Sidobunder. Bersamaan dengan itu datang pula pasukan PERPIS (Persatuan Pelajar Indonesia Sulawesi) dibawah pimpinan Maulwi Saelan juga beberapa anggota TP dari Purworejo. Kedua pasukan tersebut datng dari Yogyakarta. Pasukan pimpinan Maulwi Saelan persenjataanya cukup lengkap untuk ukuran pada waktu itu. Pada saat itu Karangbolong sudah diduduki oleh pasukan Belanda. Mendengar informasi demikian, maka pada tanggal 1 September 1947 saudara Losung dari PERPIS dan tiga orang anggota lainnya ditugaskan untuk menelusuri kebenaran informasi yang mengatakan bahwa Belanda sudah menduduki Karangbolong. Setelah dilakukan cek, maka didapati bahwa informasi tersebut benar namun pasukan Belanda itu tidak terlalu banyak jumlahnya.
61
Ibid.
lxv
Akhirnya terjadilah peristiwa Sidobunder pada tanggal 2 September 1947. Pada saat itu, pada waktu pagi buta, markas pasukan TP di datangi oleh seseorang yang bertujuan untuk memberikan ubi rebus. Ditengah situasi yang sulit untuk mendapatkan bahan makanan, pasukan TP yang terdiri dari pelajar SLTP dan SLTA itu sama sekali tidak menaruh curiga atas niat dari orang tidak dikenal tersebut. Baru setelah peristiwa terjadi, diketahui bahwa orang yang memberikan ubi rebus tersebut merupakan mata-mata pihak NICA. Telah disebutkan di atas bahwa pasukan TP terdesak dan terkepung cara tapal kuda oleh pasukan Belanda.62 Dalam keadaan terkepung, komandan pasukan memerintahkan agar semua bergerak ke arah timur untuk meloloskan diri dari kepungan musuh. Arah ke timur ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa di sebeleha timur ada markas pasukan AOI. Sangat disayngkan, dikarenakan cuaca yang mendung gelap dan juga banjir, tidak semua anggota pasukan dapat bergerak dengan cepat. Gerakan ke arah timur ini dipercayakan kepada Maulwi Saelan dan anak buahnya dengan disertai sebuah Juki Kanju (jenis senapan mesin Jepang). Komandan seksi, Anggoro, lewat seorang kurir memerintahkan agar regu Djokopramono untuk segera bergabung dengan seksinya. Pada saat menunggu kedatangan regu Djokopramono inilah Belanda yang datang dari arah Utara menyerang pasukan TP. Pasukan TP mampu bertahan pada awalnya, namun karena kekuatan yang tidak berimbang, akhirnya Belanda berhasil mendesak kedudukan pasukan TP.63
62
Ibid.
63
Ibid.
lxvi
Bagian tersulit yang harus dihadapi oleh pasukan TP adalah bahwa sebagian besar pasukan dari pihak Belanda adalah warga asli/pribumi Indonesia. Dalam kondisi yang gelap dan hujan deras, sulit bagi pasukan TP untuk mengenali apakah mereka kawan atau lawan sebab seragam yang digunakan juga nampak sama dalam kegelapan. Selain itu, kehancuran dari seksi yang dipimpin oleh Anggoro ini adalah karena mundurnya pasukan Hisbullah tanpa pemberitahuan kepada pasukan TP. Mundurnya pasukan Hisbullah di sebelah utara dan kanan pos pertahanan tanpa pemberitahuan ini telah membuka jalan bagi tentara Belanda untuk masuk ke dalam pos pertahanan TP.
Gambar 2. Peta Pertempuran dan Tugu Peringatan Sidobunder (Koleksi H. R. Soenarto).
Berikut adalah nama-nama korban meninggal pada pertempuran mempertahankan kemerdekaan yang terjadi di Sidobunder, Kebumen yaitu Abunandir, Achmad Surjomihardjo, Bayu, Ben Rumayar, Djokopramono, Harun,
lxvii
Kodara Sam, La Indi, Laksudi, Losung F, Poernomo, Pramono, Rachmat, Ridwan, Soegiyono, Soehapto, Soepardi, Soeryoharjono (hary), Tadjoedin, Willy Hutauruk, Rinanggar Benny, Herman Fernandes, Sinriang, Rasikun Madmusin, Keonarso. Sedangkan warga sipil yang meninggal adalah Kartowiyoto, Mujadi, Sungkowo, Diman, Sawal, Sawikromo, Miran alias Madkarta, Ny. Djawinangun, Paing alias Bajang, Ngalimun, dan Ny. Kalyem merupakan korban cacat tetap karena terkena peluru tepat di atas bibir.64 Sebagian besar anggota TP yang gugur berasal dari Yogyakarta, oleh sebab itu maka jenasah mereka diupayakan untuk dibawa ke Yogyakarta, dan karena sulitnya alat transportasi pada waktu itu, maka perlu sampai 5 hari untuk membawa jenasah-jenasah tersebut sampai di Yogyakarta. Jenasah-jenasah tersebut sebelumnya terlebih dahulu disemayamkan di gedung BPKKP ( Badan Pembantu Keluarga Korban Perjuangan) di Gondomanan dan keesokan harinya dikebumikan. Jenasa para korban in diterima secara langsung oleh Kapten Martono yang saat itu menjabat sebagai komandan Detasemen 300/TP.
BAB IV SISTEM PERTAHANAN DAN PERJUANGAN RAKYAT KEBUMEN
Agresi militer Belanda berhenti ketika terjadi gencatan senjata melalui perjanjian Renville yang diprakarsai oleh Komisi Tiga Negara yang terdiri dari Australia, Belgia dan Amerika Serikat. Pokok perjanjian Renville ini adalah persetujuan gencatan senjata dan penentuan garis-garis demarkasi. 64
Ibid.
lxviii
Perjanjian Renville ini segera dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Kebumen dengan penetapan garis statusquo (demarkasi) pada tanggal 12 Januari 1948, yaitu garis yang memisahkan daerah Republik dan Belanda. Mula-mula ditetapkan sepanjang sungai Kemit (sungai yang memisahkan sebagian wilayah distrik Karanganyar dan Gombong) merupakan daerah statusquo. Garis batas wilayah Indonesia dan Beland ini kemudian banyak dirubah karena perbatasan distrik Karanganyar dan Gombong tidak semua terletak disepanjang sungai tersebut. Beberapa peraturan diadakan, antara lain: 1. Demiliterisasi daerah terdepan garis statusquo yang mana tidak diperkenankan anggota tentara berada didaerah itu. Pemeliharaan keamanan dan ketertiban didaerah tersebut dilakukan oleh pasukan sipil. 2. Mengenai lalu-lintas sipil dibatasi pada jalan-jalan perhubungan yang ditetapkan dan disetujui oleh pembesar-pembesar yang berwajib dari kedua belah pihak dengan bantuan KTN (Komisi Tiga Negara). 3. Pemakaian jembatan kereta api disungai Luk-Ula yang selanjutnya disebut jembatan Renville sebagai jalan bagi lalu-lintas sipil yang menghubungkan antara daerah Kebumen Timur dan Kebumen Barat.65 Tentara Belanda yang berada di sebelah timur sungai Kemit dan di daerahdaerah patroli ditarik mundur ke Gombong. Masing-masing pihak menjaga daerah demarkasi tersebut. Insiden tembak-menembak perlahan mulai mereda tetapi di daerah batas garis demarkasi masyarakat mengalami penderitaan dengan
65
Kebumen Berdjuang, (Panitya Peringatan 17 Agustus 1953 Kabupaten Kebumen: Bagian Penerangan), 1953, hal. 26.
lxix
munculnya aksi penggarongan yang tertuju kepada harta benda masyarakat. Tentara Belanda juga terus menerus mengadakan penangkapan-penangkapan terhadap masyarakat yang dicurigai sebagai tentara yang berada diwilayah sebelah barat garis demarkasi.66 Selain
batas
garis
demarkasi,
sebagai
konsekwensi
terhadap
penandatanganan persetujuan Renville, maka RI harus melaksanakan pemindahan pasukan TNI dari daerah kantong gerilyanya di Jawa Barat. Setelah terbentuknya panitiya Hijrah berdasarkan Penetapan Presiden tahun 1948 No. 4, maka mulailah TNI hijrah. Sebagian tentara hijrah terdiri dari kesatuan-kesatuan Divisi I/Siliwangi dengan panglimanya Mayor Jendral A.H. Nasution di samping kekuatan-kekuatan bersenjata lainnya yang berjumlah 35.000 anggota. Pos-pos pertama untuk tentara hijrah ditetapkan di Rembang melalui laut dari pelabuhan Cirebon, dan darat dari Cirebon ke Banjarnegara, Turen dan Kebumen selanjutnya ke kota Yogyakarta.67 Sebenarnya di kalangan prajurit TNI telah timbul rasa kecewa terhadap perintah hijrah tersebut dan banyak yang melakukan protes, akan tetapi semua segera dilaksanakan untuk menepati isi perjanjian Renville. Kota Kebumen mulai menerima pasukan hijrah pada bulan Mei 1948 yang membuat kota Kebumen menjadi kota yang padat karena dipenuhi oleh Tentara
66
Wawancara dengan H. R. Soenarto, tanggal 2 Maret 2009. Untuk lebih jelas pelanggaran-pelanggaran terhadap persetujuan Renville dapat dilihat pada “Daftar Pelanggaran Belanda yang tidak sesuai dengan pokok-pokok yang tertjantum dalam persetudjuan Renville dari tanggal 11 sampai 20 Djuni 1948”, Koleksi Arsip Nasonal. Kejahatan-kejahatan yang terjadi selain penangkapan-penangkapan oleh tentara Belanda terhadap masyarakat juga perampokanperampokan yang dilakukan oleh masyarakat lain mengambil situasi yang sangat sulit di daerah Kebumen. 67
A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan, Jilid 5, (Dinas Sejarah Militer: Bandung), 1987, hal. 258.
lxx
yang hijrah bersama keluarga mereka. Salah satu akibat yang terasa adalah kesulitan dalam ekonomi karena adanya blokade ekonomi Belanda. Blokade ekonomi Belanda berakibat dengan sukarnya memperoleh barang-barang kebutuhan sehari-hari, sehingga harga membumbung tinggi dan nilai uang ORI (Oeang Republik Indonesia) terus merosot. Barang-barang tersebut banyak yang tersedot ke daerah yang diduduki Belanda. Perdagangan uang logam secara gelap semakin marak.68 Perjanjian Renville dan penetapan garis demarkasi tidak hanya membawa dampak sosial terhadap masyarakat Kebumen tetapi juga dampak politik yang menimbulkan sebuah perpecahan di kalangan masyarakat Kebumen. Indikasi perpecahan dikalangan masyarakat Kebumen dapat dilihat dari peristiwa penyerangan yang dilakukan oleh Pasukan Angkatan Oemat Islam (AOI) dari Kutowinangan dan Kedungwot terhadap Kepala Desa Gondanglegi (Ambal) tanpa alasan yang jelas. Pertempuran hampir terjadi antara pasukan-pasukan AOI dengan pengikut Kepala Desa Gondanglegi dan dapat didamaikan oleh Polisi dan wedono Kutowinangun.69 Perjanjian Renville yang dimaksudkan sebagai upaya gencatan senjata antara pasukan Belanda dan Republik Indonesia menjadi masalah didalam prakteknya. Pasukan Belanda banyak melanggar garis demarkasi yang telah ditetapkan secara sengaja. Pasukan Belanda melakukan patroli-patroli di sekitar perbatasan garis demarkasi terkadang melewati garis demarkasi dan melakukan
68
Wawancara dengan Disan Hadi Suwito, tanggal 20 Januari 2009.
69
Ibid.
lxxi
perampasan-perampasan barang milik penduduk, bahkan melakukan penangkapan terhadap penduduk yang dianggap sebagai pasukan Republik. Patroli-patroli pasukan Belanda biasa memasuki pedesaan dengan bersenjata lengkap merampas barang penduduk dan menangkap penduduk sipil dan hal ini dilakukan pada bulan Maret 1948.70 Pelanggaran perjanjian Renville yang besar dilakukan Belanda pada tanggal 18-22 Agustus 1948 dengan melakukan pembersihan diseluruh desa sebelah selatan jalan kereta api Gombong yang diduduki oleh Belanda. Pasukan Belanda melakukan pembersihan dengan cara menjaga dan menutup akses arus lalu lintas manusia dan barang yang hendak ke pasar. Pembersihan ini dilakukan hingga tanggal 20 Agustus 1948. Pasukan Belanda juga melakukan pembersihan terhadap rumah-rumah penduduk yang dicurigai dan melakukan penculikan dan penangkapan terhadap penduduk yang dicurigai. Belanda juga melakukan jam malam kepada penduduk desa dari mulai magrib hingga pagi hari. Penduduk dilarang keluar dari rumah dan mengadakan pertemuan dengan penduduk lainnya pada jam tersebut. Akibat dari aksi pelanggaran ini masyarakat di wilayah pendudukan Belanda menjadi gelisah dan takut.71 Aksi-aksi pelanggaran yang dilakukan oleh pasukan Belanda membuat kehidupan masyarakat di Kabupaten Kebumen mengalami kesulitan-kesulitan dalam masa perjanjian Renville, tetapi setelah kembalinya pemerintahan kota ke
70
Arsip Kantor Gubernur Djawa Tengah Magelang No. D.P. 2677/34 tentang Laporan Pelanggaran Persedjuan Renville, tanggal 21 Agustus 1948. 71
Arsip Sekretariat Panitya Pertahanan Rakjat Kabupaten Kebumen No. 6/rhs/24/VIII/48 tentang Pembersihan di Daerah Gombong (pendudukan Belanda), tanggal 24 Agustus 1948.
lxxii
Kebumen dari Kutowinangun, roda pemerintahan segera dijalankan kembali. Hal utama yang dilakukan adalah mengadakan gerakan Pemberantasan Buta Huruf (PBH). Segera dibentuk panitia-panitia pendidikan masyarakat di kecamatankecamatan yang mengadakan latihan kader-kader PBH. Kegiatan
gerakan
Pemberantasan Buta Huruf (PBH) dilaksananakan pada sore hari. Belanda yang menguasai wilayah barat sungai Kemit selain mendirikan pemerintahan sipil juga membentuk kepolisian dan pasukan khusus yang terdiri dari orang-orang Cina. Kepolisian ini lebih dikenal dengan sebutan Detasement Politie (DP) dan pasukan yang terdiri dari orang-orang Cina bernama Pao An Tui (PAT). Di Gombong Pao An Tui berkekuatan 100 orang dan bermarkas di Bojong.72 Alat-alat ini digunakan oleh Belanda sebagai bagian dari teror terhadap pemerintahan Republik selain menjaga perbatasan garis demarkasi.
A. Agresi Militer Belanda II Pemberontakan PKI Madiun membuat posisi Republik melemah, disaat itulah bangsa Indonesia menghadapi kekuatan Belanda yang melancarkan agresi militernya yang kedua. Bulan Desember 1948 merupakan saat yang genting bagi pemerintahan Republik Indonesia, karena Belanda telah mengambil momentum terbaiknya untuk melakukan agresinya secara besar-besaran. Republik Indonesia baru saja mengalami pemberontakan PKI Madiun yang secara politis, militer maupun ekonomi telah melemahkan kekuatan Republik sehingga tidak dapat menghadang laju serangan pasukan Belanda yang telah unggul dari segala posisi.
72
Wiyanto (dkk), Op. Cit. hal. 49.
lxxiii
Secara militer, RI lemah karena terfokus pada penumpasan pemberontakan PKI Madiun yang menggunakan tenaga cadangan yang rencananya akan dipersiapkan untuk menghadapi agresi militer Belanda ini. Demikian pula secara fisik pasukan RI lemah karena beberapa bulan terus-menerus bertugas di front, kecuali itu juga penggunaan amunisi menghabiskan persediaan yang sebenarnya digunakan untuk pertahanan, belum terhitung senjata yang hilang ataupun rusak. Dari segi politik akibat peristiwa Madiun rakyat masih terpecah-belah sehingga belum ada persatuan. Sedangkan kekuatan ekonomi RI benar-benar parah akibat blokade-blokade ekonomi Belanda ataupun kerusakan-kerusakan akibat peristiwa Madiun.73 Tepat tanggal 18 Desember 1948 , Dr. Beel berbicara di radio menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian Renville. Belanda melancarkan agresi militer yang ke II tepat pada tanggal 19 Desember 1948. Pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 rakyat dikejutkan dengan adanya berita bahwa lapangan terbang Maguwo diserang oleh pesawat-pesawat Belanda yang kemudian diduduki oleh pasukan-pasukan payungnya. Semula rakyat masih mengira bahwa suara bom dan tembakan-tembakan adalah dalam rangka latihan perang-perangan pihak TNI yang sebelumnya sudah diumumkan. Dugaan rakyat memang beralasan karena di Kaliurang sendiri juga sedang dilangsungkan perundingan antara RI dengan Belanda yang dihadiri oleh Komisi Tiga Negara (KTN).
73
Ibid.
lxxiv
Pada serangan umum ini secara serentak Belanda menggerakkan pasukannya dari berbagai garis demarkasi yaitu: 1. Dari arah barat pasukan Belanda bergerak ke timur yaitu dari Gombomg menuju Yogyakarta dengan menduduki Karanganyar, Kutowinangun, Prembun, dan Kebumen pada hari itu juga yang kemudian diteruskan menduduki Purworejo dan Magelang. 2. Setelah berhasil menduduki Maguwo, Belanda meneruskan gerakannya merebut kota Yogyakarta, kemudian bergerak ke utara merebut Magelang bersama pasukan yang bergerak dari Purworejo. 3. Dari arah Salatiga, pasukan Belanda bergerak ke Surakarta yang kemudian pecah menjadi dua pasukan di Boyolali. Satu pasukan menuju Surakarta dan yang satunya lagi menuju Yogyakarta melalui Klaten.74 Agresi militer Belanda ke II melalui garis demarkasi Kebumen dilancarkan dari Gombong ke kebumen melalui dua jurusan yaitu jurusan pertama melalui jalan kereta api, dan jurusan kedua melalui jalan raya lalu memotong di Pejagoan (Turunan). Akibat serangan ini, kota Kebumen menjadi kacau. Taktik bumi hangus segera dilaksanakan termasuk diantaranya Pendopo Kabupaten Kebumen dibakar habis. Semua tawanan dan tahanan yang berada dipenjara Kebumen dikeluarkan dengan kawalan polisi ke tempat yang lebih aman yaitu ke wilayah Kawedusan di sebelah timur Kebumen. Selanjutnya mereka dilepaskan dan kembali ke rumah masing-masing.75
74
Ibid.
75
Wawancara dengan H. R. Soenarto, tanggal 2 Maret 2009.
lxxv
Instansi-instansi pemerintah segera mengambil tindakan mengungsi ke daerah lain yang lebih aman dan terus menjalankan tugasnya. Pengungsian penduduk sangat kacau, sebagian menuju selatan kota dan sebagian lagi menuju ke utara kota. Kapal terbang Belanda berputar-putar di langit Kebumen dan dari pesawat tersebut disebar surat-surat selebaran yang berisi himbauan agar penduduk tetap tenang. Namun kepanikan tidak dapat dihindarkan karena pertempuran hampir terjadi sepanjang hari di sekitar kota. Pusat pemerintahan Kabupaten bersama Komando Distrik Militer (KDM) yang merupakan pemerintahan militer berada di desa Tanuharjo, Alian. Pada tanggal 22 Desember 1948 Markas Besar Komando Djawa yang berkedudukan di Prambanan mengumumkan tentang berlakunya Pemerintahan Militer untuk seluruh Jawa.76 Empat hari kemudian pusat pemerintahan militer di Kabupaten Kebumen dipindah ke desa Kalirancang, Alian. Di kecamatan-kecamatan dibentuk Pemerintahan Militer Onderan (PMO) yang kemudian menjadi PMKT (Pemerintahan Militer Kecamatan).77 Pada Bulan Januari 1949 Pemerintah bersama rakyat membentuk pasukan gerilya di bawah pimpinan Mayor Sudharmo dan Komandan KDM Mayor Rachmat. Tentara, Polisi, dan barisan-barisan rakyat mengadakan serangan gerilya dengan sasaran tempat-tempat yang diduduki Belanda. Pada tanggal 17 Januari 1949 pasukan gerilya berhasil menghancurkan 2 buah truk patroli dan
76
Wiyanto, dkk, Op. Cit . Hal 57. Hal ini sesuai dengan UU No. 30 1948 mengenai Pemberian Kekuasaan Penuh Kepada Presiden Dalam Keadaan Bahaya. 77
Kebumen Berdjuang, (Panitya Peringatan 17 Agustus 1953 Kabupaten Kebumen: Bagian Penerangan), 1953, hal. 12.
lxxvi
menewaskan 13 serdadu Belanda di jalan Selang Kebumen. Tentara Belanda membalas dengan menggempur markas polisi di Wonokromo dengan kanon yang mengakibatkan 5 buah rumah hancur dan beberapa orang menjadi korban. Pertempuran berlanjut ke daerah Kembangsari, Wonosari dan Kawedusan yang mengakibatkan terbakarnya 9 rumah dan perampasan harta milik penduduk oleh tentara Belanda. Serangan gerilya TNI dan Masyarakat Kebumen secara efektif dilakukan malam hari karena menghasilkan kerugian yang besar bagi pasukan Belanda. Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi pada tanggal 28 Januari 1949 untuk mengupayakan penghentian tembak-menembak antara pasukan Belanda dan pasukan TNI. Resolusi ini berisi: 1. Penghentian semua operasi militer dengan segera oleh Belanda dan penghentian semua aktivitas gerilya oleh Republik. Kedua belah pihak harus bekerja sama untuk mengadakan perdamaian kembali. 2. Pembebasan dengan segera dan dengan tidak bersyarat semua tahanan politik di dalam daerah Republik oleh Belanda semenjak tanggal 19 Desember 1948. 3. Belanda
harus
memberikan
kesempatan
kepada
pemimpin-pemimpin
pemerintahan Republik untuk kembali ke Yogyakarta dengan segera agar dapat melaksanakan pasal 1 di atas dan supaya pemimpin-pemimpin Republik dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya dengan bebas. Pada tahap pertama
pemerintah
di
dalam
kota
Yogyakarta
dan
daerah-daerah
sekelilingnya, sedangkan kekuasaan Republik di daerah-daerah Republik
lxxvii
menurut batas-batas persetujuan Renville dikembalikan berangsur-angsur kepada Republik. 4. Perundingan-perundingan akan dilaksanakan dalam waktu yang secepatcepatnya dengan dasar persetujuan Linggarjati, Renville dan terutama berdasarkan pembentukan suatu Pemerintah Ad Interim Federal paling lambat pada tanggal 15 Maret 1949. Pemilihan untuk Dewan Pembuat UndangUndang Dasar Negara Indonesia Serikat selambat-lambatnya pada tanggal 1 Juli 1949. 5. Komisi Tiga Negara (KTN) digantikan oleh Komisi Perserikatan BangsaBangsa untuk Indonesia (United Nations Commission for Indonesia atau UNCI) dengan tugas membantu melancarkan perundingan-perundingan untuk mengurus pengembalian kekuasaan pemerintah Republik.78 Pertempuran antara pihak Indonesia dengan Belanda masih terjadi bahkan meluas walaupun resolusi PBB telah disepakati. Mayor Sudharmo yang berada di Kebumen semakin mengintensifkan koordinasi dengan semua pejuang bersenjata di wilayah Kebumen untuk melakukan serangan Gerilya terhadap kedudukan Belanda. Dimana tempat yang dirusak oleh gerilyawan RI, maka pihak Belanda membalas dengan korban penduduk yang lebih besar, seperti penyerangan ke daerah Krakal yang dilakukan oleh Belanda dengan kanon dari Wonosari yang menyebabkan beberapa orang tewas.
78
Dinas Sejarah Kodam VII Diponegoro, Sejarah Rumpun Diponegoro dan Pengabdiannya, Semarang, 1977.
lxxviii
Pusat pemerintahan Kabupaten Kebumen yang berada di Kalirancang dipindah ke Kedondong (Pelumbon) dan Wadaskalang. Pemerintah Kabupaten juga berusaha membentuk pemerintahan dan melancarkan usaha-usahanya di daerah-daerah Buayan, Ayah, Rowokele, Gombong dan Sempor.79 Ratusan tentara Divisi Siliwangi yang dahulu telah hijrah ke Kebumen melakukan perjalanan kembali ke daerah asal mereka Jawa Barat melalui dan beristirahat di Ambal. Pasukan Gatotkaca dan sebagainya yang bertugas digaris depan tidak sedikit yang bermarkas di daerah Ambal. Daerah Ambal, Kebumen pada saat itu merupakan pusat wilayah pertahanan dan pusat perdagangan serta lalu lintas. Di sebelah utara Prembun , Aliyan, Karanggayam juga merupakan pusatpusat pertahanan Republik Indonesia wilayah Kebumen. Sebagai pusat pertahanan tidak jarang wilayah Ambal diintai dan diserang oleh pasukan Belanda. Seperti yang terjadi pada tanggal 25 Februari 1949, antara jam 7 pagi pesawat udara Belanda terbang rendah mengintai wilayah Ambal. Setelah itu datang 7 buah pesawat udara bomber menderu-deru dan berputar-putar semakin rendah disertai penembakan dan menjatuhi Ambal dengan bom-bom selama setengah jam. Markas Komando Onder Distrik Militer (KODM) pusat (PMO) menjadi sasaran dan hancur lebur. Beberapa rumah hancur. Sedangkan koraban jiwa berjumlah 9 orang dan 11 orang mengalami luka berat dan ringan.80 Serangan di Ambal oleh tentara Belanda dibalas oleh TNI pada bulan Maret 1949 melalui pasukan Surengpati dengan menyerang pasukan Belanda 79 80
Kebumen Berdjuang, Op. Cit., hal. 13. Ibid.
lxxix
yang sedang berpatroli di wilayah Mirit. Serangan ini menimbulkan korban jiwa yang cukup besar di pihak Belanda. Korban jiwa dari pihak Belanda ini segera diangkut ke Prembun. Setelah serangan ini, pasukan Belanda menyerang pasukan TNI melalui Prembun dengan kanon dan juga serangan udara yang melayanglayang di wilayah Kebumen dengan menjatuhkan bom-bom serta menembaki pejuang-pejuang Republik. Akibat serangan pasukan Belanda yang gencar maka pusat pemerintahan Kebumen yang berada di Kalirancang dipindahkan ke Wadasmalang pada tanggal 25 Maret 1949. Melalui pusat pemerintahan Kebumen di Wadasmalang ini pemerintah mencoba mengkonsolidasikan kembali pasukan-pasukan dan wilayah pengungsian penduduk melalui wilayah pegunungan dan pesisir pantai.81 Bulan April hingga Oktober 1949 pasukan gerilya Kebumen baik siang dan malam terus melakukan perlawanan terhadap serangan-serangan Belanda yang menyerang wilayah Krakal, Sruni, Banjaran serta Prembun. Perintah tembak-menembak. Sementara itu, untuk mempercepat gencatan senjata dan menyelesaikan pertikaian antara pasukan Belanda dan TNI, UNCI mengadakan kontak-kontak dengan para pemimpin Republik dan mengadakan sebuah perundingan di Bangka untuk mempercepat pelaksanaan Resolusi PBB tanggal 28 Januari 1949. Persetujuan dan perundingan antara pihak Belanda dan Republik ahirnya dapat dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 1949 dengan menghasilkan Persetujuan Roem-Royen yang isinya sebagai berikut:82
81
Ibid.
82
Wiyanto (dkk), Op. Cit., hal. 66.
lxxx
1. Delegasi Indonesia menyatakan kesediaan Republik Indonesia untuk: a. Mengeluarkan perintah kepada pengikut Republik yang bersenjata untuk menghentikan perang gerilya. b. Bekerja sama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan c. Turut serta dalam konferensi Meja Bundar di Den Haag, dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan RI tanpa syarat. 2. Delegasi Belanda menyatakan bahwa: a. Menyetujui kembalinya pemerintahan RI ke Yogyakarta b. Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik c. Menyetujui adanya RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat d. Berusaha dengan sungguh-sungguh agar KMB segera diadakan sesudah Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta. Hasil perundingan ini tidak serta-merta menghentikan aktivitas pertikaian karena pasukan Belanda masih terus melakukan serangan terhadap posisi-posisi pertahanan gerilyawan RI. Baru setelah diumumkan gencatan senjata oleh Presiden Soekarno dan Panglima Besar Jendral Sudirman pada tanggal 3 Agustus 1949 aksi tembak-menembak dapat dihentikan walaupun hanya untuk sementara. Di Kebumen sendiri pertempuran terakhir yang cukup besar adalah perebutan kota Gombong oleh pasukan gerilya RI dibawah komando Mayor Sudharmo pada bulan Oktober 1949 dan berhasil menguasai Gombong selama satu hari satu malam. Kondisi kota Kebumen berangsur-angsur pulih setelah pasukan-pasukan
lxxxi
Belanda ditarik mundur dari Kebumen. Pemerintahan kembali dijalankan di kota Kebumen, penduduk mulai berdatangan kembali ke kota dari tempat pengungsian mereka. Hal ini terjadi setelah pengakuan kedaulatan RI pada tanggal 27 Desember 1949.83
83
Ibid.
lxxxii
B. Strategi Perang dan Sistem Logistik Agresi militer Belanda II telah menyebabkan pemerintahan sipil RI terhenti, maka Kolonel A.H. Nasution membentuk Markas Besar Komando Djawa (MBKD) di desa Kepurun, Klaten, Jawa Tengah berdasarkan Instruksi Panglima Besar Angkatan Perang (PBAP) No. 70/PBAP/1948. Berdasarkan Instruksi MBKD No. 1/MBKD/1948 maka terbentuk susunan pemerintahan Militer sebagai berikut: 1. Panglima Besar Angkatan Perang 2. Panglima Tentara dan Teritorium Djawa 3. Gubernur Militer yang terdiri dari: a. Gubernur Militer II/ Divisi II yang dipimpin Kolonel Gatot Subroto b. Gubernur Militer III/Divisi III yang dipimpin Kolonel Bambang Sugeng 4. Komando Daerah Militer (KDM) atau Sub Territorium Commando (STC) terbagi atas: a. Divisi II yaitu: i.
STC Semarang dipimpin Mayor Widagdo
ii.
STC Surakarta dipimpin Letnan Kolonel Mursito
iii.
STC Pati dipimpin Mayor Munadi
iv.
STC Madiun dipimpin Letnan Kolonel Marjadi
b. Divisi III yaitu: 1) STC Banjumas dipimpin Mayor Kun Kamdani 2) STC Pekalongan dipimpin Mayor Brotosewojo 3) STC Kedu dipimpin Letnan Kolonel M. Sarbini
lxxxiii
4) STC Jogjakarta dipimpin Letnan Kolonel Suhut 5. Lurah, Kader Desa, Kader Dukuh Melalui MBKD inilah keputusan dan instruksi kepada seluruh pasukan TNI dalam menyusun perlawanan gerilya terhadap Belanda di jalankan. MBKD mengeluarkan Instruksi Panglima MBKD sebagai bagian dari siasat perang gerilya dengan surat keputusan MBKD No. 11/MBKD/1949 mengenai pembentukan Gerilya Desa dengan mengikutsertakan pemuda aktif dalam perlawanan gerilya. Instruksi ini berarti telah mengerahkan dan memobilisasi segenap kekuatan rakyat desa dengan segenap potensinya, sehingga desa memegang peranan utama dalam perjuangan kemerdekaan.84 Jaringan administratif yang mengkoordinir semua potensi kekuatan masyarakat secara resmi dibentuk pada tahun 1948 berdasarkan “Instruksi Bekerja Pemerintah Militer Seluruh Jawa” yang diinstruksikan oleh Mohammad Hatta sebagai Menteri Pertahanan. Dalam instruksi tersebut diantaranya disebutkan bahwa berlakunya pemerintahan militer yang memegang semua alat kekuasaan negara, semua badan dan jawatan yang penting dimiliterisir dan berlakunya hokum militer. Untuk itulah dalam rangka mengatur pelaksanaan pertahanan militer dan sipil perlu dibentuk pula pemerintahan sipil yang bersifat totaliter. Dengan demikian terbentuklah pemerintahan yang terdiri atas: 1. Instansi Pemerintah Militer dengan susunan Panglima Besar Angkatan Perang (PBAP) – Panglima Tentara dan Teritorium Djawa (PTTD) – Gubernur
84
Saleh A. Djamhari, Ikhtisar Sejarah Perjuangan ABRI 1945-Sekarang, (Pusat Sejarah ABRI: Jakarta), 1979, hal. 5-20.
lxxxiv
Militer – Komando Militer Daerah (KMD) – Komando Distrik Militer (KDM) – Komando Onder Distrik Militer (KODM) – Kader Desa – Kader Dukuh. 2. Instansi Pemerintahan Sipil dengan susunan Residen – Bupati – Camat – Lurah. Sedangkan Gubernur Sipil dalam masa perang dijadikan sebagai penasehat Gubernur Militer.85 Adapun kelengkapan staf untuk Gubernur Militer, Komando Militer Daerah, Komando Distrik Militer, dan Komando Onder Distrik Militer adalah sebagai berikut: a. Biro Umum Biro ini mengurus masalah organisasi, kehakiman, dan ketertiban serta perhubungan.
Untuk
masalah
organisasi
sasarannya
melengkapi
dan
menyempurnakan perintah militer dan personalnya. Sedangkan kehakiman dan ketertiban ditujukan guna menegaskan kepada masyarakat bahwa Republik Indonesia masih berdiri dengan adanya pemeliharaan ketertiban umum, dan tindakan dari polisi serta hakim yang masih mengadili bagi pelanggar-pelanggar hukum. Adapun sasaran dari perhubungan adalah terjaminnya ketertiban peraturan, koordinasi, dan sebagainya. Untuk kepentingan ini secara periodic diberangkatkan kurir-kurir guna menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya. b. Biro Pertahanan Biro pertahanan ditujukan ke dalam lingkungan daerah militer ODM dan desa dengan cara:
85
A.H. Nasution, Pokok-Pokok Gerilya, (Angkasa: Bandung), 1984, hal. 276-277.
lxxxv
1) Setiap lurah, keluarga dan setiap penduduk harus tahu bagaimana bersikap bila tertawan Belanda 2) Setiap penduduk harus dapat mengamankan barang-barang yang berharga seperti hewan, padi, dan sebagainya 3) Memelihara hubungan dan saling tukar menukar informasi antar desa misalnya dengan membunyikan tong-tong bila ada patroli musuh 4) Setiap penduduk harus tahu bagaimana caranya bersembunyi 5) Para pemuda diarahkan untuk menyerang pabrik-pabrik, sarana dan prasarana jalan, telepon, listrik dan jalan kereta api serta lain sebagainya. Strategi dan taktik ini digunakan untuk memaksimalkan peranan desa dalam mempertahankan kemerdekaan melalui perang gerilya. Melalui Intruksi No. 11/MBKD/1949 Panglima Markas Besar Komando Djawa menginstruksikan taktik peperangan gerilya dengan memobilisasi masyarakat desa dikarenakan tidak mencukupinya tenaga territorial untuk menjadi anggota KODM. Dalam instruksinya MBKD menetapkan bahwa instruksi Pasukan Gerilya Desa (Pager Desa) adalah sebagai berikut: 1. Susunan: KODM membentuk di tiap desa satu regu Pager Desa terdiri atas pemudapemuda terpilih. Tenaga-tenaga bekas tentara yang berpengalaman dan belum mempunyai tanggungan keluarga yang berarti agar digunakan.
lxxxvi
a. Anggota-anggota berpangkat prajurit dan komandan regu berpangkat kopral KODM menjadi komandan dari gabungan pasukan buat seluruh ODM. b. Semua anggota dicatat sebagai anggota ODM dan kelak menjadi anggota cadangan dari pertahanan teritorial dari KDM c. Semua anggota disumpah sebagai tentara: 1) Setia kepada negara RI 2) Setia kepada hokum TNI 3) Taat pada atasan Sumpah diambil oleh KODM atau wakilnya dengan disaksikan lurah. 2. Tugas: a. Melakukan tindakan-tindakan gerilya dibawah perintah KODM 1) Melakukan bumihangus 2) Melakukaan perhubungan 3) Melakukan pengintaian 4) Melakukan penjagaan desa 5) Melakukan pengrusakan dan perintangan jalan-jalan dan rel kereta api 6) Melakukan pengrusakan alat-alat perhubungan musuh 7) Dan lain-lainnya yang dianggap perlu oleh KODM b. Menjadi cadangan (reserve) APRI c. Membantu kepolisian militer dalam KODM 3. Pager Desa tidak diasramakan, melainkan masing-masing tinggal dirumahnya. Semua anggota Pager Desa adalah tenaga dinas sukarela dan dibebaskan dari
lxxxvii
pajak. Pager Desa diambil dari pemuda-pemuda yang belum berkeluarga dengan masa tugas yang bergiliran 4. KODM mengatur latihan-latihan anggota-anggota dengan petunjuk-petunjuk KDM. KDM mengatur secara periodik latihan-latihan kepala regu. Latihan dari anggota Pager Desa dikhususkan dalam hal: a. Cara membumihanguskan b. Menyelidiki musuh c. Menyampaikan berita d. Security (mematai-matai musuh dan kabar provokasi) e. Cara bertindak, menghilang bila musuh berpatroli sampai desa, cara menyelamatkan Lurah, penduduk, barang-barang, dsb. f. Cara-cara merusak dan menggerilya perhubungan musuh 5. Persenjataan masing-masing anggota Pager Desa adalah alat-alat atau senjata tajam sendiri dan alat yang mungkin diusahakan oleh KODM Dengan perluasan tenaga Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) maka pertahanan RI menjadi tiga garis yaitu garis pertama adalah pasukan mobil APRI, garis ke dua adalah pasukan-pasukan teritorial dan garis belakang adalah pasukanpasukan Gerilya Desa.86 Pemenuhan logistik para pejuang dilakukan oleh badan khusus yaitu dapur umum yang berada langsung di bawah PMKT. Dapur umum ini dikelola oleh para wanita yang ikut aktif di front belakang baik oleh masyarakat desa maupun oleh struktur pemerintahan militer langsung. Dapur umum yang dikelola oleh PMKT 86
Markas Besar Komando Djawa No. 11/MBKD/1949 tentang Instruksi Pasukan Gerilya
Desa.
lxxxviii
di koordinasi oleh staf bagian suplai atau logistik yang menyediakan seluruh kebutuhan makan dan minum tentara. Bagian logistik ini menugaskan seorang ketua dapur umum yang mempunyai banyak pembantu dari tenaga masyarakat sekitar. Sifat dari dapur umum ini diusahakan terus menerus selama masih ada perjuangan, meskipun markasnya berpindah-pindah, berbeda dengan dapur umum yang dikelola oleh masyarakat dusun, baik bahan pokok logistik maupun tenaga kerjanya dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Sifat dapur umum ini insidental artinya bila ada sepasukan TNI tiba dan menginap di suatu desa untuk misi pengacauan, penyerangan, dan pencegatan suatu konvoi Belanda, maka di desa tersebut segera diadakan markas dapur umum di bawah koordinasi badan pertahanan desa atau pager desa setempat.87 Bahan-bahan suplai logistik yang diperuntukan bagi dapur umum telah diatur dalam instruksi MBKD No. 4/MBKD/1949 tentang instruksi kerja bagian kerja suplai PMKT, adapun cara kerja bagian suplai PMKT adalah sebagai berikut: 1. Bahan suplai diperoleh dengan cara pengumpulan dari rakyat oleh pemerintah (padi, pajak, denda, barang-barang bumihangus dan penyitaan milik Belanda) 2. Bahan suplai juga diperoleh dengan jalan perebutan dan pertempuran (sabotase konvoi, serangan kota, aksi illegal pencurian dan penggarongan Belanda) 3. Barang-barang suplai juga diperoleh dengan jalan perdagangan 4. Mempergunakan uang dan bahan-bahan dengan hemat 87
Wawancara dengan H. R. Soenarto, tanggal 2 Maret 2009.
lxxxix
Dapur Umum sendiri memiliki kepengurusan, yaitu: 1. Ketua dapur umum memiliki tugas mengkoordinir dan memimpin semua tugas-tugas operasional dapur umum yang langsung ditunjuk oleh bagian suplai PMKT. 2. Sekretaris yang bertugas menginventarisasi kebutuhan-kebutuhan logistik dan kebutuhan yang diperlukan TNI. Sekretaris pula yang melaporkan kondisi keuangan, perlengkapan, kesehatan dan makanan kepada ketua dapur umum. 3. Bendahara yang bertugas sebagai perencana biaya pembelanjaan makan dan keperluan perlengkapan prajurit. 4. Seksi memasak bertugas memasak kebutuhan makanan prajurit tiga kali sehari serta menentukan menu yang disajikan. 5. Seksi belanja bertugas membelanjakan kebutuhan makan dan perlengkapan prajurit dengan dana yang diperoleh dari PMKT atau masyarakat. 6. Seksi konsumsi bertugas mencari tambahan masukan barang kebutuhan, uang atau makanan dari masyarakat desa dan mengirimkan makanan dan perelangkapan parajurit sampai di front pertempuran dimana prajurit bertempur. 7. Seksi pembantu umum bertugas membantu tugas-tugas seksi yang lainnya.88 Dapur umum di Kebumen berada di Buayan, Ayah, Rowokele, gombong dan Sempor. Peran logistik di Kebumen sangat besar bagi perjuangan kemerdekaan. Dukungan logistik yang mengalir biasanya berasal dari desa-desa yang berada dekat dengan lokasi pertempuran, sedangkan pusat logistik PMKT 88
Ibid.
xc
Kebumen selalu berpindah-pindah mengikuti pusat pemerintahan Kebumen yang selalu berpindah dalam menjalankan tugasnya.
BAB V KESIMPULAN Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, mendorong Angkatan Muda Kebumen menjadi pelopor dalam menggerakkan roda pemerintahan dan pelucutan-pelucutan senjata Jepang. Angkatan Muda juga melakukan penyerbuan dan pelucutan senjata milik pasukan militer Jepang yang berada di Kebumen, Purworejo dan Kutoarjo. Pelucutan tentara Jepang tidak hanya dengan melucuti senjata dan menangkapi tentara Jepang tetapi juga melakukan penyerobotan truk dan mobil milik Jepang serta aset-aset Jepang yang ada di wilayah Kebumen. Model ini menjadi suatu model perjuangan yang banyak dilakukan kala itu. Hasilnya, Angkatan Muda Kebumen mempunyai aset 4 buah truk, 2 buah mobil, dan 1 sepeda motor sebagai hasil rampasan dari Jepang. Selain itu juga terdapat perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasikan diantaranya: Pabrik minyak Kebumen, Pabrik minyak Karanganyar, Pabrik tenun Sruweng, dan Pabrik genteng Kebumen. Peristiwa pelucutan tentara Jepang yang dilakukan oleh Laskar-laskar dan badan-badan perjuangan di Kebumen menandai berakhirnya kekuasaan Jepang di Kebumen. Di tengah peran Angkatan Muda Kebumen yang begitu dominan maka di Kebumen mulai marak tumbuh dan berkembang laskar-laskar dan badan-badan perjuangan sebagai respon jaman revolusi. Laskar-laskar dan badan-badan
xci
perjuangan rakyat yang sangat dominan antara lain Komite Nasional Indonesia (KNI) serta Angkatan Oemat Islam (AOI). Selain sebagai badan perjuangan bersenjata laskar-laskar dan badan-badan perjuangan rakyat tumbuh sebagai badan-badan sipil yang ikut mengurusi pemerintahan Kabupaten Kebumen. Sedangkan laskar-laskar dan badan-badan perjuangan yang lain dibentuk dalam rangka bahu membahu dalam menghadapi kekuasaan Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. Laskar-laskar dan badan-badan perjuangan ini menjadi pejuang garis depan menahan laju serangan dari tentara Belanda. Agresi militer Belanda I dihadapi oleh masyarakat Kebumen dengan membentuk berbagai badan pertahanan rakyat antara lain Panitia Pembelaan Rakyat Kabupaten Kebumen (PPRDK) dibentuk. Badan ini menangani berbagai masalah mengenai pertahanan rakyat yang diketuai oleh Bupati dan Wakil Bupati Kebumen. Pada masa agresi militer Belanda I terjadi peristiwa pertempuran yang terjadi di wilayah Kebumen antara lain pertempuran Karanggayam, Peristiwa Sido Bunder, serta peristiwa Kanonade di desa Candi yang menimbulkan berbagai kerugian baik nyawa maupun harta benda di pihak Belanda dan Republik. Sedangkan pada agresi militer Belanda ke II pemerintah Kabupaten Kebumen mengikuti intruksi yang dikeluarkan oleh Markas Besar Komando Djawa. Intruksi perang gerilya dilakukan di Kebumen dengan melibatkan masyarakat sebagai pager desa. Selain itu juga diadakan pusat-pusat logistik di kabupaten Kebumen berupa dapur-dapur umum. Dapur umum di Kebumen berada di Buayan, Ayah, Rowokele, Gombong dan Sempor. Peran logistik di Kebumen sangat besar bagi perjuangan kemerdekaan. Dukungan logistik yang mengalir
xcii
biasanya berasal dari desa-desa yang berada dekat dengan lokasi pertempuran. Dengan adanya dukungan logistik ini maka moral prajurit dapat terjaga untuk selalu berjuang di garis depan.
DAFTAR PUSTAKA
Dokumen:
Daftar Pelanggaran Belanda yang tidak sesuai dengan pokok-pokok yang tertjantum dalam persetudjuan Renville dari tanggal 11 sampai 20 Djuni 1948, Koleksi Arsip Nasonal RI, Jakarta.
Instruksi No. 11/MBKD/1949 Instruksi Pasukan Gerilya Desa.
Instruksi No. 1/MBKD/1948 Instruksi Bekerja Pemerintah Militer Seluruh Jawa.
Panitya Peringatan 17 Agustus 1953. 1953. Kebumen Berdjuang, Kebumen: Bag. Penerangan.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1948 tentang Pemberian Kekuasaan Penuh Kepada Presiden Dalam Keadaan Bahaya.
Buku:
Alfian (Ed). 1977. Segi-segi Sosial budaya Masyarakat Aceh. Jakarta: PT. Gramedia
xciii
Himawan Soetanto. 2006. Yogyakarta 19 Desember 1948, Jendral Spoor versus Jendral Sudirman. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Koentjaraningrat.
1983.
Metode-Metode
Penelitian
Masyarakat.
Jakarta:
Gramedia
Kuntowijoyo. 1994. Metodologi Sejarah.Yogyakarta: Tiara Wacana.
Lexy. J. Moleong. 1988. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: P.T. PPL PTK
Lucas. Anton E. 1989. One Soul One Strugle, Peristiwa Tiga Daerah. Yogyakarta. Resist Book.
Nasution. A.H. 1976. Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid III. Bandung: Dinas Sejarah Militer
-----------------, 1976. Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid V.
Bandung: Dinas
Sejarah Militer
-----------------, 1980, Pokok-pokok Gerilya dan Pertahanan Republik Indonesia di Masa Lalu dan Masa yang Akan Datang, Bandung: Angkasa
----------------. 1979. Tentara PETA pada Jaman Jepang di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Nugroho Notosusanto (terj). 1975. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press
xciv
Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, 1985, Peranan Pelajar Dalam Perang Kemerdekaan, Jakarta: Pusat Sejarah ABRI.
Rosihan Anwar. 1997. Singa Dan Banteng, Sejarah Hubungan Belanda-Indonesia 1945-1950. Jakarta: UI Press.
Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi.
Saleh A. Djamhari, 1979. Ikhtisar Sejarah Perjuangan ABRI 1945-Sekarang. Jakarta: Pusat Sejarah ABRI
Sartono Kartodirjo. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia
Soenarto.
H.R
1998.
”Kisah
Beberapa
Pertempuran
dalam
Perang
Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia di Daerah Kebumen”.
Wiyanto (dkk). 2001. Kebumen Pada Masa Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945-1949. Gombong: Grafika.
Website:
Danar Widayanta, Angkatan Oemat Islam 1945-1950. Studi Gerakan Sosial di Kebumen: Jhonoe.blogspot.com/sejarah-angkatan-oemat-islam.
Kuntowijoyo. AE Priyono, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi.: Books. Google.com
Ondo supriyanto.blogspot.com/peristiwa kanonade.
xcv
xcvi