BAB II EKSISTENSI/KEBERADAAN DIREKSI NOMINEE SEBAGAI ORGAN PENGURUS DI DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN TERBATAS
A. Direksi Sebagai Organ Pengurus dalam Perseroan Terbatas Direksi atau disebut juga sebagai pengurus perseroan adalah alat perlengkapan Perseroan yang melakukan semua kegiatan Perseroan dan karenanya bertindak mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dengan demikian, ruang lingkup tugas direksi adalah mengurus Perseroan.106 Direksi adalah organ perseroan yang mewakili kepentingan perseroan sebagai subyek hukum yang mandiri.107 Tugas dan tanggung jawab Direksi serta wewenangnya ditetapkan oleh undang-undang. Dengan demikian, keberadaan Direksi dalam suatu Perseroan juga diatur berdasarkan undang-undang.108 Kepengurusan suatu perusahaan dilakukan oleh jajaran Direktur atau Dewan Direksi yang pada umumnya dipimpin oleh Direktur Utama. Dengan demikian, Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda, yakni melaksanakan pengurusan dan
106
Agus Budiarto, Op. cit., hlm. 63. Lihat Achmad Ichsan, Op. cit., hlm. 386, dikatakan, “Pengertian “pengurusan” di sini meliputi tugas pengadministrasian dan pemeliharaan harta kekayaan Perseroan termasuk memperbesar dan memperkecil modal Perseroan dalam batas-batas tertentu guna membantu kelancaran jalannya Perseroan, juga pendaftaran di kantor kepaniteraan pengadilan negeri serta pengumuman di Berita Negara dan tindakan administrasi lain yang harus dilakukan menurut perundang-undangan Perseroan.” 107 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 7 Tahun 2009 tentang Pedoman Pasal 26 tentang Pedoman Jabatan Rangkap, Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, tth, hlm. 8. 108 Raffles, Op. cit., hlm. 68, sebagaimana dikutip dari I.G Rai Widjaya, Hukum Perusahaan: UU dan Peraturan Pelaksana di Bidang Usaha (Jakarta: Megapoint, 2000).
39
Universitas Sumatera Utara
40
menjalankan perwakilan perseroan.109 Dalam hal ini, Direktur Utama atau Presiden Direktur atau nama lain, berikut seluruh jajaran anggota Direksi lainnya adalah memiliki kedudukan yang sama.110 Mengenai jumlah anggota Direksi Perseroan, UUPT hanya mencantumkan batasan bahwa anggota Direksi adalah sekurang-kurangnya 1 (satu) orang. Sedangkan untuk penambahan sampai berapapun jumlahnya adalah diserahkan kepada Perseroan masing-masing. Hal ini adalah sebagaimana diatur di dalam Pasal 92 ayat (3) UUPT 2007, bahwa Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih. Pengecualian terhadap jumlah anggota Direksi yang dapat terdiri atas 1 (satu) orang tersebut adalah sebagaimana diatur di dalam ketentuan Pasal 92 ayat (4) UUPT, yakni, “Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.” Dengan demikian, untuk bidang usaha tertentu, Perseroan wajib memiliki Direksi lebih dari 1 (satu) orang, yang akan bertanggung jawab secara kolegial di dalam pengurusan Perseroan.
109 Ibid. Lebih lanjut dikatakan, “Kewenangan pengurusan Direksi mencakup semua perbuatan hukum yang berkaitan dengan maksud dan tujuan Perseroan sebagaimana dimuat dalam Anggaran Dasarnya. Kewenangan pengurusan tersebut tidak hanya terbatas pada memimpin dan menjalankan kegiatan rutin sehari-hari, namun termasuk kewenangan untuk mengambil inisiatif dan membuat rencana masa depan Perseroan dalam rangka mewujudkan maksud dan tujuan Perseroan.” 110 Try Widiyono, (II), Op. cit., hlm. 44. Lebih lanjut dikatakan, “Seorang Direktur Utama atau Presiden Direktur atau nama lain untuk itu mempunyai kedudukan yang sejajar. Akan tetapi, kemudian perbedaan diantara masing-masing anggota Direksi itu hanya berkaitan dengan pembagian tugas dan wewenang, baik berdasarkan RUPS, anggaran dasar atau menurut keputusan Direksi yang bersangkutan. Tegasnya, Direksi itu bersifat kolegial.”
Universitas Sumatera Utara
41
It is clear that a Director has a tremendous responsibility for a Company’s success in achieving its objectives. Therefore, in appointing a Director, the shareholders must carefully pay attention to the capability and integrity of the nominee Director.111 (Adalah merupakan hal yang sangat jelas bahwa Direksi memiliki tanggung jawab yang sangat besar terhadap keberhasilan sebuah Perseroan untuk mencapai maksud tujuannya. Oleh karenanya, dalam penunjukan seseorang sebagai anggota Direksi, para pemegang saham haruslah sangat berhati-hati dalam melakukan penilaian terhadap kemampuan dan integritas yang ada pada diri seorang calon Direktur.) Mengenai hal ini erat kaitannya dengan pemberlakuan terhadap ketentuan dari Pasal 1367 ayat 1 dan ayat 3 KUH Perdata112 terhadap anggota direksi yang ditunjuk oleh para pemegang saham tersebut. Dalam hal demikian, para pemegang saham dapat saja dimintakan pertanggungjawaban atas tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh Direktur (khususnya adalah Direktur Nominee) yang ditempatkannya dalam jajaran Dewan Direksi.
111
Retno Wulandari, “Director’s Responsibilities in a Limited Liability Company”, (FW&P, Januari-April 2010), hlm. 26, dapat diakses di http://franswinarta.com/ArticleDirector's_Responsibilities_in_a_Limited_Liability_Company.pdf, terakhir kali diakses pada tanggal 1 November 2012. 112 Ibid., hlm. 103. Ketentuan dalam Pasal 1367 KUH Perdata lebih jelas dijabarkan dalam ayat-ayat berikut, sebagai berikut: (1) Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. (2) Orangtua dan wali bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh anak-anak yang belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orangtua atau wali. Majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan urusan mereka, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan atau bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang-orang itu. (3) Guru sekolah atau kepala tukang bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh muridmuridnya atau tukang-tukangnya selama waktu orang-orang itu berada di bawah pengawasannya. (4) Tanggung jawab yang disebutkan di atas berakhir, jika orangtua, guru sekolah atau kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka masing-masing tidak dapat mencegah perbuatan itu atas mana meneka seharusnya bertanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
42
Adapun beberapa persyaratan yang harus dan selayaknya dimiliki oleh seorang individu untuk dapat diangkat menjadi anggota Direksi, dengan mengacu pada ketentuan di dalam Pasal 93 UUPT, yakni sebagai berikut: 113 (1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah: a. dinyatakan pailit; b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. (2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. (3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan. Persyaratan tentang kemampuan melaksanakan perbuatan hukum, tidak cukup hanya orang yang sudah dewasa dan cakap melakukan transaksi, melainkan dengan latar belakang pendidikan dan pengalamannya orang yang bersangkutan mampu 113
Bandingkan dengan Mary Fulton, Op. cit., hlm. 7, dikatakan, “Almost every individual is eligible to become a director of a company as there are no specific professional qualifications required of a director. There are certain exemptions to the general rule, as certain individuals are prohibited from holding office. Some examples are: a. Undischarged bankrupts are prohibited from holding the office of director. b. In certain circumstances of fraud or mismanagement a director may be disqualified or restricted from holding office. c. A corporate body is not permitted to be a director. Accordingly, a limited company cannot itself be a director of another company. d. The auditor of a company is prohibited from acting as a director of that company. (Hampir setiap individu memiliki kemampuan dan layak untuk menjadi seorang direktur dari sebuah perusahaan dikarenakan tiadanya suatu kualifikasi professional tertentu yang dibutuhkan untuk menjadi seorang direktur. Pengecualian tertentu sebagaimana dalam praktik serta ketentuan umum yang lazim, dimana terhadap beberapa indiviu tertentu adalah dilarang untuk menduduki jabatan tersebut. Sebagai contoh adalah: a. Seorang yang pailit/bangkrut dilarang untuk menduduki jabatan sebagai direktur suatu perusahaan. b. Dalam hal tertentu terkait dengan penggelapan atau kelalaian manajemen, seorang direktur dimungkinkan untuk diberhentikan atau dikeluarkan dari jabatannya. c. Sebuah badan hukum perseroan tidak diperbolehkan untuk menjadi seorang direktur. Berdasarkan hal tersebut, sebuah perseroan terbatas tidak dapat menjadi seorang direktur untuk perseroan terbatas lainnya. d. Auditor dari perusahaan yang bersangkutan dilarang untuk bertindak selaku direktur dari perusahaan tersebut.)”
Universitas Sumatera Utara
43
mengelola perseroan. Selain itu juga karakter atau watak seseorang sangat mempengaruhi dalam kepengurusan perseroan.114 Mengenai syarat tidak pernah dinyatakan pailit, ini dalam hubungannya dengan tingkat kepercayaan seseorang. Orang yang pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan, itu karena yang bersangkutan dalam keadaan tidak mampu (berhenti) membayar utang-utangnya. Sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-Undang Kepailitan dengan adanya putusan pailit, si pailit tidak berhak lagi melakukan pengurusan terhadap harta bendanya.115 Pada perusahaan … badan hukum, pemimpin perusahaan (bedrief leider, manager) adalah orang yang diberi kuasa oleh pengusaha untuk menjalankan perusahaan atas nama pengusaha. Dia menggantikan pengusaha dalam segala hal mengenai pengelolaan perusahaan. Pemimpin perusahaan berfungsi sebagai wakil pengusaha dan berkuasa dalam segala hal yang berkenaan dengan pengelolaan perusahaan yang dipimpinnya. Pemimpin perusahaan adalah pemegang kuasa tertinggi dalam menjalankan perusahaan. … Pada perusahaan besar, pemimpin perusahaan berbentuk dewan pimpinan yang disebut direksi …116 Kewenangan Direksi untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama perseroan bukan dan tidak hanya terbatas pada perbuatan hukum yang secara tegas disebut dalam maksud dan tujuan perseroan. Kewenangan Direksi juga meliputi perbuatan-perbuatan sekunder yakni perbuatan-perbuatan yang menurut kebiasaan, kewajaran dan kepatutan dapat disimpulkan adalah berhubungan dengan maksud dan tujuan perseroan, meskipun perbuatanperbuatan tersebut tidak secara tegas disebutkan dalam maksud dan tujuan perseroan.117 Selain dari persyaratan tidak pailit secara pribadi, bagi seorang Direktur suatu perseroan disyaratkan pula bahwa yang bersangkutan tidak pernah dinyatakan bersalah oleh pengadilan, yang karena kesalahannya menyebabkan suatu Perseroan
114 Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas yang Baru, (Jakarta: Penerbit Djambatan, 1996), (I), hlm. 74. 115 Ibid. 116 Abdulkadir Muhammad, Op. cit., hlm. 26. 117 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha …, loc. cit.
Universitas Sumatera Utara
44
menjadi pailit.118 Kalau ada anggota Direksi yang pernah diperkarakan atau diputuskan dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, dipandang reputasinya tidak baik dalam mengelola suatu perseroan. Orang tersebut dinilai tidak mampu mengurus perseroan, sehingga perseroan menjadi jatuh dan tidak mampu membayar utang.119 Di kalangan orang yang bergerak di bidang bisnis, kalau ada orang yang pernah dinyatakan pailit, biasanya orang tersebut kurang dipercaya lagi, karena utang yang tidak mampu dibayar sangat mengecewakan terutama terhadap para kreditur. Apabila yang bersangkutan mencari kredit, melakukan pembelian barang tidak kontan atau sebagai penjamin utang (borgtocht) dipandang meragukan atau kurang dipercaya. Orang yang demikian jika diangkat sebagai Direksi dikhawatirkan akan menghadapi kendala dalam melakukan hubungan ke luar.120 Anggota Direksi yang dalam menjalankan tugasnya memiliki cacat yang mengakibatkan kerugian perseroan sebagaimana dimaksud, jelas tidak tepat untuk diangkat menjadi Direksi, baik dalam perseroan yang sama maupun perseroan lain, karena diragukan kemampuannya dalam mengurus perseroan.121 Mengenai syarat tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara selama lima tahun sebelum pengangkatan.122 Bahwa tindak pidana yang merugikan keuangan negara misalnya kejahatan korupsi maupun penggelapan. Kejahatan ini tidak selalu pelakunya dari pegawai negeri sipil. Orang yang bukan pegawai negeri sipil juga dapat dipidana dengan kejahatan tersebut. Contohnya dalam kasus Golden Key Group salah satu pelakunya Eddy Tansil dipidana karena kejahatan korupsi. Dia bukan pegawai negeri sipil melainkan pegawai swasta. Kemudian dalam syarat ini hukumannya lima tahun, hukuman yang demikian dapat menggambarkan bahwa kesalahan 118
Munir Fuady, Hukum Perusahaan (Dalam Paradigma Hukum Bisnis), (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1999), (I), hlm. 81. 119 Gatot Supramono, (I), Op. cit., hlm. 75 120 Ibid. 121 Ibid. 122 Lihat Munir Fuady, (I), Op. cit., hlm. 82, dikatakan, “Kecuali yang bersangkutan telah melampaui 5 (lima) tahun atau telah selesai menjalani hukumannya tersebut.”
Universitas Sumatera Utara
45
pelakunya cukup berat. Orang yang pernah dihukum karena kejahatan menyebabkan kerugian keuangan negara dapat menjadi catatan hitam bagi dunia usaha. Mantan terpidana tidak dapat diangkat menjadi anggota Direksi, karena dikhawatirkan akan merugikan perseroan dan merugikan negara pula.123 Oleh karena itu, yang layak diangkat menjadi anggota Direksi (reasonable director) adalah orang yang tidak diragukan kehati-hatiannya. … untuk mengukur patokan atau standar reasonable director … yang umum dipegang, anggota Direktur tersebut, mampu memperlihatkan tingkat kehati-hatian yang wajar atau yang layak bagi seorang sesuai dengan pengalaman dan kualifikasinya sebagai seorang Direktur.124 Pengangkatan anggota Direksi hanya untuk batas waktu tertentu, tidak selama berdirinya Perseroan.125 Direksi adalah sebuah jabatan yang tidak bersifat permanen. Ada masa untuk mulai menjabat dan ada pula masa untuk mengakhirinya.126 Dalam kedudukannya sebagai pengurus perseroan, Direksi mempunyai tugas untuk mewakili perseroan. Apabila Direksi terdiri dari lebih dari satu orang, maka yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota Direksi. Walaupun demikian, apabila dalam anggaran dasar telah ditentukan Direktur Utama saja yang berhak mewakili perseroan, maka anggota Direksi lainnya tidak dapat mewakili. Anggota Direksi lainnya baru dapat mewakili jika Direktur Utama memberikan kuasa kepadanya.127 123
Gatot Supramono, (I), Op. cit., hlm. 75-76. M. Yahya Harahap, (I), Op. cit., hlm. 379. 125 Gatot Supramono, (I), Op. cit. hlm. 77. Menurut ketentuan Pasal 94 ayat (5) jo. ayat (6) UUPT, dikatakan, ”Saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota Direksi adalah ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian dan pemberhentian tersebut. Apabila tidak ditetapkan, maka dianggap mulai berlaku terhitung sejak ditutupnya RUPS mengenai pengangkatan, penggantian dan pemberhentian tersebut.” Bandingkan dengan Mary Fulton, Op. cit., hlm. 10, dikatakan, “Appointment as a director cannot be made effective without sending the notice of appointments which must contain the signature of the appointee signifying consent to the appointment.” Lihat juga Stephen W. Mayson, Derek French & Christopher L. Ryan, Company Law: 2001-2002 Edition, (United Kingdom: Blackstone Press Limited, 2001), (I), hlm. 462, dikatakan, “A director of a company is entitled to relinquish the office at any time by giving notice to the company. The director’s resignation is effected by the notice and does not depend on acceptance of the resignation by the company because the company cannot refuse acceptance. However, once notice has been given it cannot be withdrawn except by the agreement with the company.” 126 Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007), (Jakarta: Permata Aksara, 2012), hlm. 82. 124
127 Gatot Supramono, (I), loc. cit. Hal ini tentunya menjadi sedikit berbeda dalam praktik lazim keseharian, dimana di dalam Anggaran Dasar suatu PT umum dicantumkan klausula yang memberikan kewenangan kepada anggota Direksi lain untuk bertindak mewakili kepentingan Perseroan dengan ketidakhadiran Direktur Utama, tanpa diperlukannya suatu pembuktian oleh dan terhadap pihak ketiga. Adapun alasan utamanya adalah agar Perseroan tetap dapat berjalan dan
Universitas Sumatera Utara
46
Anggota Direksi diangkat oleh RUPS untuk mengurus perseroan. Dalam tugasnya mengurus perseroan diwajibkan dengan itikad baik128 dan penuh tanggung jawab. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan.129 Dari ukuran manajemen dapat dilihat apabila perusahaan tidak dapat mencapai tujuannya, maka dapat dikatakan bahwa kepengurusan perusahaan tidak dijalankan dengan baik. Apabila ukuran ini benar-benar diterapkan pada perseroan, maka direksi akan dituntut untuk benar-benar professional.130 Tentang kepentingan siapa yang harus dititikberatkan, menurut Schilfgaarde, dalam hal berbicara tentang “kepentingan” dalam PT, sebenarnya banyak kepentingan yang harus diperhatikan. Selain kepentingan pemegang saham dan “kepentingan perseroan sendiri” (yang dinamakannya “het vennootschap belang”) masih ada lagi kepentingan lain yang patut diperhatikan, seperti kepentingan para karyawan, kepentingan pihak ketiga dan kepentingan nasional.131
kepentingan Perseroan tidak menjadi terbengkalai apabila harus sampai menunggu kehadiran Direktur Utama. 128 Ibid., hlm. 80. Lihat juga Detlev F. Vagts, Basic Corporation Law: Materials-Cases-Text, (New York: The Foundation Press, Inc., 1989), hlm. 211, dikatakan, “A director or officer has a duty to his corporation to perform his functions in good faith, in a manner that he reasonably believes to be in the best interests of the corporation … and with the care that an ordinarily prudent person would reasonably be expected to exercise in a like position and under similar circumstances. (Seorang direktur atau pejabat perseroan memiliki tugas terhadap perseroan yang dipimpinnya untuk menjalankan fungsi wewenangnya dengan itikad baik, dalam suatu tata cara yang diyakini olehnya adalah demi kepentingan terbaik daripada perseroan … dan dengan kehati-hatian bahwa seseorang yang memiliki prudent yang murni secara lazim akan bertindak sebagaimana pada kedudukan dan keadaan yang sama.” 129 Binoto Nadapdap, Op. cit., hlm. 85. 130 Agus Budiarto, Op. cit., hlm. 72-73. Lihat juga Detlev F. Vagts, Op. cit., hlm. 224, dikatakan, “One of the foremost functions of the board is to protect the corporation from abuse by selfinterested members of management. (Salah satu fungsi yang paling diutamakan dari dewan direksi adalah untuk melindungi Perseroan dari tindakan merugikan yang dilakukan oleh unsur manajemen demi kepentingan pribadinya.)” 131 Rudhi Prasetya, Op. cit., hlm. 222.
Universitas Sumatera Utara
47
Prinsip Direksi sebagai pemegang amanah (trustee) karena sumber kewenangan Direksi berasal dari ‘trust’ atau ’fiducia’, tetapi amanah yang diemban adalah amanah Perseroan bukan amanah dari pemegang saham … Atas dasar pemikiran tersebut, maka Direksi di dalam menjalankan tugasnya mengurus Perseroan tidak boleh menerima manfaat terhadap dirinya sendiri, ini berarti kepentingan Perseroan harus didahulukan.132 Dalam pengelolaan Perseroan, tidak tertutup kemungkinan Direksi akan menghadapi kepentingan yang berbeda, dimana kadangkala Direksi akan dihadapkan pada konflik kepentingan, baik antara diri pribadi Direksi dengan Perseroan, atau antara Perseroan dengan pihak ketiga (umumnya pemegang saham). Dalam kaitan dengan penelitian ini, perbedaan kepentingan yang mungkin terjadi misalkan seandainya terjadi pertentangan atau benturan kepentingan diantara kepentingan pemegang saham dengan kepentingan Perseroan. Dalam hal ini, Direksi cenderung akan dihadapkan pada suatu dilema perihal kepentingan siapa yang didahulukan. Mengenai benturan kepentingan ini dapat ditinjau dari ketentuan di dalam UUPT, bahwa apabila terjadi benturan kepentingan (conflict of interest) pada diri Direksi, khususnya mengacu pada Pasal 99 UUPT133, anggota Direksi tersebut menjadi tidak berhak dan tidak berwenang untuk mewakili Perseroan.
132
Try Widiyono, (II), Op. cit., hlm. 90. Lihat ketentuan Pasal 99 UUPT, dikatakan: (1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan apabila: a. terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan. (2) Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berhak mewakili Perseroan adalah: a. anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan; b. Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan; atau c. pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan. 133
Universitas Sumatera Utara
48
Dengan demikian, kewenangan untuk mewakili Perseroan, yang sifatnya mutlak dan melekat pada Direksi, dapat menjadi terbatas dikarenakan adanya conflict of interest tersebut. Alasan utama yang dapat dipertimbangkan adalah tidak lain karena Direksi mewakili Perseroan itu dalam kapasitas untuk dan atas nama (for and on behalf) Perseroan, bukan atas nama pribadi atau pihak tertentu selain daripada Perseroan (as the representative of the company). B. Direksi Nominee dalam Perseroan Terbatas Mendahului kajian terhadap keberadaan Direksi Nominee dalam suatu Perseroan, maka kiranya adalah lebih tepat apabila ditinjau dahulu pengertian dasar yang sebenarnya terkandung dan menjadi fokus penelitian di dalam istilah “Direksi Nominee” itu, yakni pemahaman tentang Nominee. Apabila ditinjau pengertian dan konsep yang terdapat di dalam UUPT, tentunya tidak akan dijumpai adanya istilah atau redaksi “Nominee.” Namun sebagai referensi, menurut Financial Action Task Force (FATF) – Groupe d’action financière (GAFI), “Nominee is the person, corporation, or beneficiary who has been appointed or designated to act for another (e.g. a Nominee Director is a director nominated by another director to act in his or her place).134 Sedangkan pengertian Nominee dengan merujuk kepada Black’s Law Dictionary, dapat diuraikan sebagai berikut:
134
Financial Action Task Force-Groupe d’action financière, “The Misuse of Corporate Vehicles, Including Trust and Company Service Providers”, (France: FATF/OECD, 13 Oktober 2006), hlm. 24, dapat diakses di http://www.fatfgafi.org/media/fatf/documents/reports/Misuse%20of%20Corporate%20Vehicles%20including%20Tru sts%20and%20Company%20Services%20Providers.pdf, terakhir kali diakses pada tanggal 23 Oktober 2012.
Universitas Sumatera Utara
49
“1. A person who proposed for an office, membership, award or like title, or status. An individual seeking nomination, election or appointment is a candidate. A candidate for election becomes a nominee after being formally nominated. 2. A person designated to act in place of another usually in a very limited way. 3. A party who holds bare legal title for the benefit of others or who receives and distributes funds for the benefit of others.”135 Berdasarkan pengertian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa Nominee adalah seseorang yang ditunjuk untuk mewakili kepentingan pihak lain dalam rangka melakukan suatu perbuatan hukum tertentu yang terbatas sifatnya, demi keuntungan pihak yang diwakilinya tersebut, atau dapat disebabkan pertimbangan atas alasan lainnya. Sedangkan untuk pengertian Direksi Nominee atau Direktur Nominee sendiri tidak dijumpai adanya satu definisi atau pengartian secara tersendiri dalam UUPT sebagaimana pengertian Direksi yang diuraikan dengan jelas. Pengertian atas Direktur Nominee itu bahkan tidak kemudian ada diuraikan lebih lanjut dalam anggaran dasar PT. Dalam realita dunia usaha di Indonesia, keberadaan Direksi Nominee dalam suatu PT bagaikan ada namun tiada. Hal ini dalam artian Direksi Nominee tidak dikenal menurut ketentuan dan aturan hukum yang ada, akan tetapi secara praktiknya jelas-jelas ada dan telah menjadi satu hal yang dapat dikatakan cukup lazim.136 Hal
135
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, (St. Paul: West, 2004), hlm. 1076. Lihat Anonim, “Law Director Essay”, dapat diakses di http://www.antiessays.com/freeessays/212152.html, terakhir kali diakses pada tanggal 12 November 2012, dikatakan, “The phenomenon of nominee director has become an important feature of the modern … corporate scene. … Nominee directors as a concept exists worldwide, …” 136
Universitas Sumatera Utara
50
ini tentunya senada dengan pendapat The Companies and Securities Law Review Committee, yang menyatakan bahwa: The term ‘Nominee Director’ is not defined, indeed, it is not even employed in company statutes. Nor have the courts adopted any single clear definition. In commercial practice persons may be nominated or elected to the Board of Directors as of right by an individual shareholder, a class of shareholders, or some other groups (e.g. a major lender to the company or the employee of a company), rather than by the general body of shareholders. Sectional appointment of directors is recognised in Australia and overseas.137 (Terminologi ‘Direktur Nominee’ tidak didefinisikan, bahkan sebenarnya, hal tersebut tidak dituangkan di dalam anggaran dasar perusahaan. Belum ada pengadilan yang mengadopsi satu definisi tunggal yang benar-benr jelas. Dalam praktik komersial, seseorang itu dapat saja dinominasikan atau diangkat menjadi anggota Dewan Direksi sebagai wujud pelaksanaan hak individu pemegang saham, sekelompok pemegang saham, atau kelompok tertentu lainnya (misalnya pemberi pinjaman utama terhadap perseroan atau karyawan perseroan), daripada oleh segenap pemegang saham. Penunjukan seperti ini dikenal di Australia dan beberapa negara lainnya.) Namun dalam rangka memberikan pedoman untuk mengarahkan penelitian ini, maka dapat dirujuk beberapa pengertian Direksi Nominee sebagai berikut: “Nominee Director has a definition as person which acts as a non-executive director on the board of directors of a firm, on behalf of another person or firm such as a bank, investor, or tender. Also, a resident in a tax haven who lends his or her name to a non-resident as a trustee on the board of an offshore firm in that haven. Typically there is no shareholding requirement for the nominee director but, if the bylaws of a firm impose a share qualification, he or she must
137
The Companies and Securities Law Review Committee, ”The Duties and Liabilities of Nominee Directors and Alternate Directors: Discussion Paper No. 7”, hlm. 2, dapat diakses di http://www.takeovers.gov.au/content/Resources/cslrc/cslrc_discussion_paper_no_7.aspx, terakhir kali diakses pada tanggal 2 Juli 2012. Lihat juga Financial Supervision Commission, “Guidance on the responsibilities and duties of directors under the laws of the Isle of Man”, (Isle of Man, Agustus 2011), hlm. 2, dapat diakses di http://www.gov.im/lib/docs/fsc/guidanceontheresponsibilitiesand.pdf, terakhir kali diakses pada tanggal 1 Desember 2012, dikatakan, “The concept of a “nominee” director does not exist in law.”
Universitas Sumatera Utara
51
obtain them within the specified period. Some jurisdictions allow a firm to be named as a nominee director of another firm. Also called straw man.”138 A nominee director is a director appointed to the board of a company to represent the interests of his appointor on that board. He may be appointed by a shareholder, a creditor or another stakeholder.139 (Seorang Direktur Nominee adalah seorang direktur yang ditunjuk ke dalam Dewan Direksi suatu perusahaan untuk mewakili kepentingan dari pihak yang menunjuknya ke dalam dewan tadi. Dia bisa saja ditunjuk oleh seorang pemegang saham, kreditur atau pihak ketiga lain yang berkepentingan.) The nominee director of a financial institution may be their employee or from a panel of professionals from various disciplines maintained by them. What is needed is a person with professional attitude and capability of taking commercial decisions.140 (Direktur Nominee dari sebuah lembaga keuangan dapat dimungkinkan merupakan pegawai lembaga tersebut atau berasal dari sekelompok jajaran professional dari berbagai disiplin ilmu yang dibina oleh mereka. Apa yang cukup 138
Anonim, “Nominee Director”, dapat diakses di http://www.businessdictionary.com/definition/nominee-director.html#ixzz1zFzXfnO4, terakhir diakses pada 28 Juni 2012. Lihat juga Tony Chong, “The role of, and issues with, nominee directors”, dapat diakses di http://www.lavanlegal.com.au/index.php/publications/publicationdetail/the_role_of_and_issues_with_ nominee_directors, terakhir diakses pada tanggal 12 Oktober 2012, dikatakan, “A nominee director is a director who is appointed by a shareholder, creditor or interest group (whether contractually or by resolution at a company meeting) and who has a continuing loyalty to the appointor or other interest in the company.” 139 Sarah Paterson and Maximilian Schlote, “Nominee directors and insolvent companies”, Slaughter and May, Juli 2011, hlm. 1, dapat diakses di http://www.slaughterandmay.com/media/1555668/nominee-directors-and-insolvent-companies.pdf, terakhir kali diakses pada tanggal 22 Oktober 2012. 140 Anonim, “The Role of Nominee Director”, dapat diakses di http://www.financialexpress.com/news/the-role-of-nominee-director/50761, terakhir diakses pada tanggal 25 Juni 2012.
Universitas Sumatera Utara
52
penting adalah seseorang dengan karakter dan kemampuan professional dalam mengambil kebijakan/keputusan bisnis.) Dalam hal disyaratkan kemampuan yang mumpuni dari (calon) anggota Direksi, maka agaknya hal tersebut akan menjadi sedikit berbeda dengan hasil kajian Stephen Griffin terhadap kenyataan yang berkembang dewasa ini. Beliau menyebutkan bahwa “… a person appointed to a directorship does not require any formal qualifications; it is even possible for an infant to be appointed to a directorship; see e.g. Marquis of Bute’s case [1892] 2 Ch 100.”141 Nominee directors are persons who are appointed to the Board of Directors of a company by a certain appointer.142 However, despite his special interest appointment, a nominee director is usually a de jure director of the company to whose board he has been appointed.143 (Direktur nominee adalah orang-orang yang ditunjuk untuk mengisi jabatan dalam Dewan Direksi sebuah perusahaan oleh pihak tertentu.
Namun
bagaimanapun,
dengan
mengesampingkan
kepentingan
penunjukannya yang diistimewakan tersebut, seorang direktur nominee adalah lazimnya sama dengan direktur yang ditunjuk secara sah dan resmi menduduki jabatan dalam Dewan Direksi dari sebuah perusahaan.) Dari beberapa definisi ataupun pengertian yang diuraikan tersebut, dapat ditarik beberapa kesamaan, bahwa Direktur Nominee adalah seorang Direktur (atau seseorang yang ditunjuk (atau dipinjam namanya) dengan pertimbangan alasan 141
Stephen Griffin, Op. cit., hlm. 226. Lihat Kala Anandarajah and Foo E Lin, loc. cit. 143 Sarah Paterson and Maximilian Schlote, loc. cit. 142
Universitas Sumatera Utara
53
tertentu untuk menduduki jabatan sebagai anggota Direksi suatu Perseroan) yang ditunjuk oleh dan untuk mewakili kepentingan pihak-pihak tertentu dalam rangka melaksanakan kepengurusan atas Perseroan atau untuk mengendalikan jalannya Perseroan. A corporation is an artificial person. It can do anything a person can do; to buy and sell property, both real and personal, in its own name. It can sue and be sued in its own name. It is formal.144 Also it can buy and sell realty, give gifts, enter into contracts, pay income taxes, receive, and amongst other things, bequest and devise.145 (Perseroan adalah merupakan sebuah perwujudan subjek hukum semu. Ia dapat melakukan hal apapun sebagaimana yang dilakukan oleh manusia, untuk membeli atau menjual harta benda, baik berwujud maupun yang dimiliki atas namanya. Ia dapat pula mengajukan gugatan hukum dan digugat secara hukum berdasarkan namanya. Ini merupakan satu hal yang lazim. Dapat pula ia membeli dan menjual barang-barang berwujud, memberi hadiah, menjadi pihak di dalam kontrak, membayar
pajak
penghasilan,
berpiutang
dan
hal
lainnya,
menerima
pengalihan/warisan dan pendapatan.) Perseroan sebagai sebuah artificial person (manusia semu) tidak mungkin dapat bertindak sendiri. Perseroan tidak memiliki kehendak untuk menjalankan dirinya sendiri. Untuk inilah maka diperlukan orang-orang yang memiliki kehendak yang akan menjalankan Perseroan tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian Perseroan. Orang-orang yang akan menjalankan, mengelola dan mengurus
144 145
Kenneth S. Ferber, Op. cit., hlm. 18. Ibid, hlm. 24.
Universitas Sumatera Utara
54
Perseroan ini dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas disebut dengan istilah Organ Perseroan.146 Although shareholders own a corporation, they traditionally have possessed no right to manage the business of the corporation. Instead, shareholders elect individuals to a board of directors, to which management is entrusted.147 (Walaupun para pemegang saham memiliki Perseroan, akan tetapi secara lazimnya mereka tidak memiliki kewenangan atau hak untuk mengelola jalannya usaha dari Perseroan. Oleh karenanya, para pemegang saham akan memilih individu tertentu untuk ditempatkan dalam satu Dewan Direksi, kepada siapa pengelolaan Perseroan dipercayakan.) Kepengurusan terhadap suatu PT dilakukan oleh Direksi, dimana untuk tugas dan wewenang serta tanggung jawabnya lebih lanjut sebagaimana diatur dalam UUPT 2007. Direktur dalam menjalankan roda perusahaan berdasarkan kewenangan yang ada harus selalu waspada dan bertindak dengan perhitungan yang cermat.
146
Zulfi Chairi, “Tanggung Jawab Direksi Dalam Menerapkan Prinsip Good Corporate Governance”, hlm. 3, dapat diakses di http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1591/1/perdata-zulfi2.pdf, terakhir diakses pada tanggal 20 Juni 2012, sebagaimana dikutip dari Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 20. Lihat juga Stephen W. Mayson, Derek French & Christopher L. Ryan, (I), Op. cit., hlm. 442, dikatakan, “A company as an artificial person cannot perform its own acts, and there must accordingly be someone who can represent and act on behalf of the company. The registered company was invented in order to provide a legal form for investors to put their money into a business without being responsible for managing it. Instead, management was to be conducted by directors, who would represent the company in its dealings with others. (Sebuah perusahaan sebagai sebuah subjek hukum semu tidak dapat bertindak sendiri, dan karenanya harus ada seseorang yang akan mewakili dan bertindak untuk kepentingan dan atas nama perusahaan. Perseroan terbatas didirikan dan didaftarkan dengan tujuan untuk menyediakan suatu bentuk resmi bagi para investor untuk menanamkan modalnya dalam sebuah bisnis tanpa perlu menjadi bertanggung jawab dalam pengelolaannya. Dengan demikian, manajemen akan dilaksanakan oleh para direktur, yang akan mewakili perseroan dalam setiap hubungan dengan pihak luar.)” 147 Jane P. Mallor [et al], Business Law: the ethical, global, and e-commerce environment – th 12 edition, (New York: The McGraw-Hill Companies, Inc., 2004), hlm. 928.
Universitas Sumatera Utara
55
Dalam kebijakan yang dibuatnya, Direktur harus selalu bertindak hati-hati, mempertimbangkan keadaan, kondisi dan biaya pengelolaan yang besar. 148 Kewaspadaan dan prinsip kehati-hatian yang seyogianya dimiliki seorang Direktur ini tentunya akan menjadi berbeda apabila Direktur atau anggota Direksi tersebut merupakan nominee yang mengemban misi tertentu yang telah di-‘titip-kan oleh beneficiary-nya. Sebagaimana hal ini menjadi salah satu pertimbangan yang dijadikan sebagai referensi oleh Stephen W. Mayson, dkk, yang menyebutkan,”A shareholder with a significant investment in a private company who is not an executive director of a company usually ensures that he has the right to appoint one or more directors.”149 (Seorang pemegang saham dengan investasi yang signifikan di dalam sebuah perusahaan tertutup yang tidak menjadi direktur eksekutif dari perusahaan tersebut lazimnya akan memastikan bahwa ia memiliki hak untuk menunjuk satu atau lebih direktur.) Dalam hal demikian, maka para pemegang saham mayoritas umumnya akan menempatkan orang-orang kepercayaannya untuk duduk di dalam jajaran Dewan Direksi. Dampak
lanjutannya,
sebagaimana
disebutkan
oleh
V.
Umakanth,
“Sometimes, Nominee directors also find themselves in an uneviable position – in case of a conflict between the interests of the nominating institution and the company,
148
Binoto Nadapdap, Op. cit., hlm. 75, sebagaimana dikutip dari Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance, (Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002), hlm. 140. 149 Stephen W. Mayson, Derek French & Christopher L. Ryan, (I), Op. cit., hlm. 458.
Universitas Sumatera Utara
56
whose interests are they required to protect?”150 (Kadangkala, direktur nominee juga menemukan diri mereka berada pada posisi yang tidak mudah - dalam hal terjadi benturan/konflik antara kepentingan dari pihak yang melakukan penunjukan dengan kepentingan dari perseroan, kepentingan yang mana yang harus dilindungi oleh direktur?) Sebenarnya, kepentingan antara shareholder dan stakeholder adalah sama, yaitu mengharapkan Perseroan tersebut dapat survive dan tetap eksis. Akan tetapi, dalam praktiknya, hal ini tidak mungkin dapat terjadi dalam hal para pemegang saham ikut serta mengendalikan Perseroan sedemikian rupa sehingga pihak lain (stakeholder) akan dirugikan, misalnya pemegang saham menjual sahamnya kepada pihak lain. Pembelian saham tersebut dilatarbelakangi oleh adanya kemauan dari pemilik modal untuk dapat menguasai perusahaan. Selanjutnya pemilik perusahaan yang baru, melalui RUPS, ingin mengubah core business yang dapat merugikan karyawan (berujung pada terjadinya PHK). Dalam kasus demikian, dapat dikatakan bahwa terjadi konflik kepentingan antara shareholder dengan stakeholder. Lebih lanjut untuk memudahkan pemegang saham dapat mengendalikan perusahaannya adalah dengan cara mengganti Direksi Perseroan.151 Adapun beberapa alasan penunjukan Direksi Nominee, diantaranya adalah sebagai berikut:152 150
V. Umakanth, “Stock Options for Nominee Directors”, 6 Agustus 2008, dapat diakses di http://indiacorplaw.blogspot.com/2008/08/stock-options-for-nominee-directors.html, terakhir kali diakses pada tanggal 21 November 2012. Lihat Anonim, “Law Nominee … loc. cit., dikatakan, “A look at the concept of nominee director would reveal that this concept has a serious drawback – it being the conflict of interest and division of loyalty that a nominee director has to face on the hand being a representative of a institution and on the other hand being the director of a company and the duties and liabilities that come with it.” 151 Try Widiyono, Op. cit., (II), hlm. 125-126. Lebih lanjut dikatakan, “Konflik kepentingan tersebut berdampak terhadap pemilihan Direksi tidak lagi berdasarkan pada standard of care, tetapi berdasarkan kepentingan para pemegang saham. Sekalipun terlihat para Direksi Perseroan memiliki kualifikasi dan memenuhi syarat sebagai Direksi Perseroan, tetapi dalam kenyataannya Direksi yang baru tersebut hanya sebagai “Direksi boneka”.” 152 Lihat Anonim, “Why I need a nominee shareholder or/and nominee director?”, dapat diakses di http://www.asiabs.com/english/english_Company_Parking_Shareholders_and_Directors_155.htm#155, terakhir diakses pada tanggal 30 Juni 2012, disebutkan beberapa alasan yang mendorong penunjukkan pemegang saham nominee atau Direksi Nominee di Hong Kong, yakni:
1. Hiding identity of beneficiary owner and director: For non-Hong Kong offshore companies, such as BVI, shareholder and director registration record is NOT open for public search. For Hong Kong companies, such record is open for public search. Nominee arrangement can help to keep those information confidential;
Universitas Sumatera Utara
57
1. Untuk menyembunyikan identitas daripada pemilik atau direktur dalam kenyataannya (pihak beneficiary), dimana menurut ketentuan hukum negara tertentu kadangkala informasi tentang pendiri atau pemilik perusahaan sedemikian umum yang dapat mengakibatkan siapa saja menjadi kenal dan tahu siapa di balik sebuah perusahaan, atau dikarenakan adanya ketentuan hukum di negara tertentu yang membatasi pihak-pihak tertentu untuk menduduki jabatan Direktur; 2. Untuk tujuannya menyederhanakan struktur dalam perusahaan, dalam artian nominee tersebut sebagai pihak yang nantinya secara tidak langsung mewakili beneficiary yang bisa saja terdiri dari banyak pihak dengan kepentingan yang sama; 3. Untuk memperoleh fasilitas komersial dalam transaksi bisnis, yang belum tentu dapat diperoleh si beneficiary apabila ia yang secara langsung mengajukan permohonan untuk fasilitas tersebut; 4. Untuk kepraktisan dan efisiensi waktu dan biaya dalam praktik kepengurusan perusahaan, dalam rangka ‘jaga-jaga’ seandainya anggota Direksi yang berwenang ternyata sedang tidak berada di tempat karena alasan tertentu, sehingga Direktur Nominee dalam kapasitasnya sebagai Direksi berhak untuk mewakili kepentingan Perseroan yang sifatnya umum (misalnya dalam hal penandatanganan perjanjian, dan sebagainya). Dalam kenyataan praktik, mengenai eksistensi/keberadaan Direksi Nominee tidak kemudian dapat dilihat secara kasat mata. Hal ini dalam artian Direksi Nominee itu ada, akan tetapi pembuktian terhadap eksistensi/keberadaannya adalah merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. Sebagaimana di dalam kasus SRD, yang telah disinggung di bagian awal penelitian ini, sang Direktur Utama mengaku menjadi
2. Simplifying the company structure: The actual structure of a company may involve many shareholders and directors. This will increase the administrative work when some transaction need to be entered into. For example, many banks need to know the detail of each beneficiary shareholder (such as bank reference letter from each owner). To avoid such situation, the shareholding and directorship can be registered using one (1) shareholder and one (1) director, whereas this representative act as nominee for real owners and directors to the management of the company; 3. Business facilitation: Keeping real owner’s identity confidential often gives convenience in business operation. For example, a business owner often declares himself a senior marketing staff that needs to report to a director (another person) - who is the one making the final decision; 4. Saving time and cost: When the beneficiary shareholder or director is out of the territory, nominee shareholder and director can sign contract or legal document for the company.
Universitas Sumatera Utara
58
korban daripada pemilik PT yang sebenarnya.153 Menurutnya, ia hanya menjalankan kesepakatan apa yang telah dibuat oleh pemilik sebenarnya dengan pihak ketiga. Apabila dikaji lebih lanjut perihal kasus tersebut, dapat dilihat bahwa mengenai nominee tersebut tidak kemudian menjadi bahan pertimbangan bagi majelis hakim yang memeriksa kasus tersebut di dalam menjatuhkan putusan hukumnya. Majelis hakim yang memeriksa tentunya hanya murni berpegang kepada formilnya semata. Selain merupakan kelanjutan dari pelimpahan kasus Sisminbakum yang berkas penyidikannya dilimpahkan dari kejaksaan, dalam kaitan dengan penelitian ini, yang cukup menarik perhatian adalah dalam kenyataannya Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut hanya berfokus terhadap siapa yang namanya tercatat sebagai Direksi pada akta PT tersebut,154 dan terhadap pokok perkara yang diperiksa tanpa ada pertimbangan mengenai status nominee daripada Direksi PT tersebut.
153
Lihat Anonim, “Kasus Sisminbakum: Nyanyian Seusai Kasasi”, 21 Juni 2010, dapat diakses di http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/06/21/HK/mbm.20100621.HK133870.id.html, terakhir diakses pada tanggal 23 Desember 2012, dikatakan, “Yohanes mengaku dirinya ditipu dan dikorbankan bosnya di PT Sarana, Hartono Tanoesoedibjo. Jaksa menganggap dirinya pendiri dan pemilik Sarana. Dasarnya, akta perusahaan pada 30 Juni, yang menyatakan posisinya sebagai direktur utama. Padahal, menurut Yohanes, ia bergabung dengan PT Sarana pada 2 September 2000. Kepada Tempo, Yohanes menunjukkan fotokopi surat pengangkatannya yang ditandatangani Hartono. "Saya baru tahu soal akta itu setelah diperiksa kejaksaan," katanya. Sarana, kata Yohanes, sudah beroperasi sebelum ia di sana. Buktinya, menurut dia, pada 18 Juli 2000 ada pembayaran Rp 128 juta untuk dana awal proyek Sisminbakum. Kendati lalu menjadi orang "nomor satu", Yohanes mengaku sekadar boneka. Perusahaan sepenuhnya dikendalikan Hartono, pemilik mayoritas saham, termasuk dalam pengambilan uang.” 154 Hal ini dapat dikatakan merupakan dampak daripada kenyataan belum adanya pengaturan mengenai penggunaan nominee ini dalam UUPT, yang merupakan ‘kitab suci’ bagi pelaku usaha yang memilih PT sebagai bentuk badan usahanya. Dalam hal demikian, kemudian bagi Hakim, diperlukan adanya suatu keberanian untuk melakukan terobosan penemuan hukum dalam memutus perkara sejenis. Tentu tidak selalu Hakim hanya berpegang kepada apa yang telah diatur di dalam undangundang semata, dimana kebiasaan dan realita konkrit dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman. Oleh karenanya, akan lahir yurisprudensi yang, walaupun di Indonesia tidak bersifat mengikat, dapat saja diikuti oleh hakim lain di dalam memutus perkara sejenis.
Universitas Sumatera Utara
59
C. Eksistensi/Keberadaan Direksi (Nominee) pada Negara-negara dengan Sistem Hukum Civil Law dan Common Law Eksistensi/Keberadaan Direksi sebagai organ pengurus dalam Perseroan Terbatas di negara-negara dengan sistem Civil Law dan sistem Common Law hampir sama fungsinya.155 Direksi akan menjalankan fungsi dan tanggung jawab sepenuhnya untuk dan atas nama Perseroan. Namun eksistensi daripada Direksi Nominee belum secara terang dikenal dan dipraktikkan secara legal dalam tatanan sistem hukum Civil Law (atau dikenal dengan sistem Eropa Kontinental) yang berlaku dan dianut oleh hakim sebagai lembaga yudikatif di Indonesia. Dalam hal demikian, tentunya akan menjadi berbeda apabila kemudian diperbandingkan sistem hukum yang berbeda satu dengan lainnya, yakni memperbandingkan ketentuan yang berlaku pada sistem hukum Civil Law dengan sistem hukum Common Law (atau dikenal dengan sistem Anglo Saxon). Eksistensi Direksi Nominee adalah sedemikian hebatnya di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law yang kiblatnya adalah negara Kerajaan ‘monarchy’ Inggris dan terutama Amerika Serikat. Hal ini tentu berbeda dengan Indonesia dengan warisan sistem hukum bercorak Eropa Kontinental dari Belanda, sebagaimana pendapat Erman Rajagukguk, “… yang digolongkan sebagai negara dengan sistem hukum “Civil Law” yang tidak menganut “Stare Decisis Doctrine”
155
Perbedaan diantara kedua sistem hukum dalam rangka menelaah fungsi pengurusan suatu PT adalah terhadap kelembagaan yang dikenal di masing-masing sistem hukum tersebut. Umumnya pada negara dengan tradisi sistem hukum Common Law menganut ‘single board system/one tier board system’ (tidak diadakan pemisahan secara struktural diantara lembaga dengan fungsi pengawasan dan lembaga dengan fungsi pengurusan), sedangkan pada negara dengan tradisi sistem hukum Civil Law lazim menerapkan ‘binary board system/two tiers board system’ (secara tegas diatur perbedaan antara lembaga dengan fungsi pengawasan dan lembaga dengan fungsi pengurusan, dimana pemisahan secara fungsi juga secara fisik kelembagaannya).
Universitas Sumatera Utara
60
seperti “Common Law”, yaitu hakim yang belakangan wajib mengikuti putusanputusan hakim terdahulu dalam perkara yang faktanya sama …”156 Sekalipun terdapat perbedaan dalam hal pengakuan terhadap eksistensi atau keberadaan Direksi Nominee, namun yang dapat dijadikan persamaan diantara kedua sistem hukum tersebut adalah bahwa yang dapat menduduki jabatan sebagai anggota Direksi harus orang perseorangan, tidak boleh berupa suatu lembaga atau badan atau bahkan perusahaan.157 Apabila kemudian dilihat kembali ketentuan dalam Pasal 93 ayat (1) UUPT 2007, dimana jelas menunjukkan UUPT telah secara jelas mensyaratkan bahwa anggota Direksi haruslah orang perseorangan. Ini berarti dalam hukum perseroan Indonesia tidak dikenal adanya pengurusan Perseroan yang dilakukan oleh badan hukum perseroan lainnya maupun oleh badan usaha lain, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.158 Selain itu, yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa perorangan yang akan diangkat sebagai anggota Direksi harus yang benar-benar cakap dalam melakukan perbuatan hukum, dalam kaitan bahwa Direksi-lah yang nantinya akan menjalankan kepengurusan Perseroan. 156
Erman Rajagukguk, “Pengelolaan Perusahaan yang Baik: Tanggung Jawab Pemegang Saham, Komisaris dan Direksi”, Artikel Utama pada Jurnal Hukum Bisnis Volume 26 – No. 3 – Tahun 2007, hlm. 14. 157 Lihat P.P.S Gogna, Op. Cit., hlm. 243, dikatakan, “… any person is a director who acts as a director i.e., supervises and controls the overall affairs of the company. He may be called by any name. It may, however, be noted that only an individual can be appointed a director. A firm, association, or a company cannot be a director of the company ….” 158 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op. Cit., hlm. 98-99. Bandingkan dengan ketentuan di dalam The Companies Act 2006, dimana yang pada awalnya memperbolehkan apabila direksi perseroan itu dijabat oleh perseroan/badan hukum tunggal, yang kemudian pada Oktober 2008 dibatasi dan disyaratkan bahwa dalam hal akan ditunjuk direksi yang dijabat oleh perseroan/badan hukum maka harus didampingi oleh setidaknya seorang direktur yang merupakan orang perseorangan.
Universitas Sumatera Utara
61
All acts done by a meeting of directors, or of a committee of directors, or by a person acting as a director shall, notwithstanding that it be afterwards discovered that there was a defect in the appointment of any director or that any of them were disqualified from holding office, or had vacated office, or were not entitled to vote, be as valid as if every such person had been duly appointed and was qualified and had continued to be a director and had been entitled to vote.159 (Segala tindakan yang dilakukan melalui Rapat Direksi, atau oleh sebuah Komite Direksi, atau oleh seorang yang bertindak selayaknya Direktur adalah, kecuali di kemudian hari diketahui bahwa ada cacat dalam penunjukan salah seorang Direktur atau salah satu diantara mereka tidak memenuhi kualifikasi untuk menjabat, atau telah mengundurkan diri, atau tidak memiliki hak suara, tetap sah dan berlaku dalam hal setiap orang telah ditunjuk dan memenuhi persyaratan dan tetap menjalankan jabatannya dan memiliki hak suara.) Sebagai bahan referensi dalam pembahasan lebih lanjut mengenai organ Direksi dalam suatu badan hukum PT, diambil beberapa contoh negara yang dalam praktik hukum perusahaan cukup menjadi acuan secara internasional. Selain berfokus terhadap organ pengurus (baca: Direksi), sebagaimana esensi dari penelitian ini yang lebih diarahkan kepada pertanggungjawaban organ pengurus PT tersebut, maka akan juga dilihat sejauh mana pertanggungjawaban Direksi sebagai organ pengurus yang ada pada badan hukum perseroan di masing-masing negara tersebut. Adapun beberapa negara yang kiranya cukup sesuai untuk dijadikan sebagai acuan di dalam penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. United Kingdom – Common Law Salah satu bentuk organisasi usaha dalam wilayah United Kingdom dikenal dengan registered companies (perseroan yang terdaftar), dimana perseroan yang terdaftar ini didirikan oleh dua atau lebih banyak orang. Sebagaimana diatur dalam Companies Act tahun 1948, perseroan yang telah terdaftar ini memperoleh status badan hukum yang terpisah daripada pribadi orang-orang yang telah menjadi anggota daripada perseroan ini. Seperti halnya dengan perseroan terbatas 159
Stephen W. Mayson, Derek French and Christopher L. Ryan, Op. cit., hlm. 456.
Universitas Sumatera Utara
62
menurut hukum Indonesia, maka pada umumnya para pemegang saham yang dianggap sebagai anggota daripada perseroan yang terdaftar ini mempunyai tanggung jawab secara terbatas (limited liability) untuk hutang-hutang daripada perseroan terhadap pihak ketiga. Karena statusnya sebagai badan hukum maka perseroan ini berjalan terus sampai ia dibubarkan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasarnya. Berdirinya perseroan ini tidak terpengaruh oleh perubahan dalam keanggotaan. Demikian pula milik daripada perseroan ini terlepas daripada anggota-anggota pribadi yang merupakan pemegang saham perseroan ini. Pengurusan (management) dipisahkan daripada keanggotaan (pemegang saham). Para anggota dalam kualitasnya sebagai pemegang saham tidak berhak untuk mengikat perseroan. Mereka ini seolah-olah mempunyai status yang terlepas daripada perseroan yang terdaftar itu.160 Ketentuan-ketentuan dalam Companies Act berlaku untuk, baik Public Companies maupun Private Companies setelah didirikan. Suatu Private Company sekurangkurangnya mempunyai 2 (dua) Pemegang Saham dan 1 (satu) orang Direktur. Sedangkan suatu Public Company harus mempunyai sekurang-kurangnya 7 (tujuh) Pemegang Saham dan 2 (dua) Direktur.161 Pengurusan daripada suatu company berada pada 2 (dua) badan khusus, yaitu: Rapat Pemegang Saham, dan Direksi (Board of Directors). Kekuasaan tertinggi dalam suatu perseroan boleh dikatakan terletak pada Rapat Pemegang Saham (ultimate authority), tetapi karena harus bersifat kolektif dalam suatu rapat, maka tidak mungkin mereka ini melaksanakan kontrol secara mendetail sehari-hari berkenaan dengan dijalankannya perusahaan oleh para Direktur. Oleh karena itu, para direktur ini sesungguhnya berada dalam kedudukan yang jauh lebih kuat daripada para pemegang saham untuk dapat mempengaruhi jalannya perusahaan. Inilah yang terkenal dengan “One Board System” yang tidak mempunyai suatu kontrol atas direktur ini seperti halnya dalam suatu “Two-tier Board System.” Inilah sistem yang dikenal dalam hukum Indonesia dengan adanya Komisaris atau “Supervisory Director.” Dalam sistem hukum United Kingdom, One Board System ini adalah yang lazimnya dipakai. Berbeda dengan keadaan dalam sistem dalam Undang-undang Hukum Dagang dan praktek di Indonesia yang mengikuti praktek di Negeri Belanda serta negara Eropah dan negara kontinental lainnya, 160
Sudargo Gautama, Komala Lumanau, dan Liz Asnahwati, Ikhtisar Hukum Perseroan Berbagai Negara yang Penting bagi Indonesia, (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 53-55. 161 Ibid., hlm. 57-58.
Universitas Sumatera Utara
63
dimana terdapat sistem komisaris atau Supervisory Director sebagai pengawas terhadap pihak Direksi yang melakukan pekerjaan pimpinan perseroan seharihari. Kekuasaan daripada direksi ini dicantumkan dalam pasal-pasal Akte Pendirian. Biasanya direksi ini mempunyai wewenang untuk melakukan management secara seluas mungkin. Hanya dalam hal-hal dimana secara tegas dinyatakan diperlukan persetujuan daripada para pemegang saham, maka ini harus diminta terlebih dahulu.162 Selama para anggota direksi bertindak dengan itikad baik (in good faith), maka sesungguhnya keinginan atau petunjuk yang diberikan oleh para pemegang saham tidak perlu diperhatikan oleh direksi. Dan para pemegang saham ini juga terikat pada apa yang telah dilakukan oleh pihak direksi untuk perseroan yang bersangkutan itu. Apabila para anggota direksi melampaui wewenang yang diberikan kepada mereka atau tidak bertindak dengan itikad baik, maka perbuatan mereka ini dapat diratifikasi oleh para pemegang saham asal saja hal ini memang terletak di dalam kekuasaan pihak perseroan itu sendiri. Direktur, disebut juga “Managers” atau “Governors” ini sekurang-kurangnya harus 1 (satu) orang dalam suatu Private Company dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang dalam suatu Public Company. Pengangkatan dan wewenang yang diberikan kepada mereka dicantumkan dalam Memorandum of Association bersangkutan. Tiap orang, termasuk juga Badan Hukum, dapat diangkat sebagai Direktur.163 Pengangkatan Direktur umumnya dilakukan berdasarkan ketentuan bahwa 1/3 daripada Board of Directors ini akan mengundurkan diri pada tiap Rapat Pemegang Saham Tahunan. Mereka dapat juga dipilih kembali pada rapat bersangkutan itu. Tapi mungkin juga ditentukan dalam Anggaran Dasar bahwa para anggota Direksi diangkat untuk periode yang lebih lama atau seumur hidup.164 Para Direktur ini dianggap sebagai Pejabat (Officers) dari Perseroan. Mereka bertindak sebagai Pemegang Kuasa (Agent) daripada Perseroan. Demikian pula kewajiban mereka ini ialah sebagai suatu pemegang kuasa terhadap perseroan. Sebagai Direktur mereka sesungguhnya bukan merupakan buruh atau employee daripada perseroan. Tetapi dalam praktek seringkali para Direktur diangkat dalam kedudukan mereka ini sebagai eksekutif daripada perseroan itu berdasarkan suatu Perjanjian Kerja. Para Direktur bukan merupakan kuasa daripada Pemegang
162
Ibid., hlm. 70-71. Dalam tradisi sistem hukum yang dianut United Kingdom ini, agaknya sedikit berbeda dengan yang sistem hukum perusahaan yang diberlakukan di Indonesia, yang mensyaratkan bahwa seorang Direktur adalah orang perseorangan. Alasan utamanya adalah suatu perseroan itu hanya dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum (dalam rangka pengurusan) melalui organnya karena sifat perseroan itu sebagai artificial person, walaupun untuk pertanggungjawabannya tetap melekat pada perseroan tersebut. 164 Ibid., hlm. 71-72. 163
Universitas Sumatera Utara
64
Saham secara individual, karena secara individual mereka tidak memiliki tanggung jawab apapun terhadap Pemegang Saham.165 Seorang Direktur mempunyai 2 (dua) kewajiban utama, yakni:166 (1) Untuk melaksanakan kekuasaan mereka ini dengan itikad baik demi kepentingan Company secara keseluruhan; (2) Untuk bertindak secara baik dan bijaksana (to act with reasonable care and skill). Pada umumnya kekuasaan dari para Direksi ini dilakukan secara kolektif. Maka ada ketentuan dalam Articles of Association berkenaan dengan harus diadakannya Rapat Direksi secara berkala. Seorang Ketua akan diangkat diantara para anggota direksi ini. Ia dikenal sebagai “The Chairman of the Company.” Di samping itu, maka menurut kebiasaan diberikan hak kepada direksi untuk melakukan delegasi daripada beberapa atau semua fungsi mereka kepada Panitia tertentu yang terdiri dari 1 (satu) atau lebih Direktur. Diantara mereka diangkat suatu “Managing Director” untuk melakukan aktivitas dan pengawasan atas perusahaan sehari-hari. Managing Director ini yang bertindak sebagai Chief Executive dari Perusahaan bersangkutan, dan setiap orang luar yang melakukan transaksi dengan perseroan bersangkutan ini dan mengadakan transaksi dengan Managing Director dapat mempercayai bahwa ia ini mempunyai kekuasaan penuh untuk mengikat perusahaan.167 2. Belanda – Civil Law Hukum perseroan yang berlaku di Nederland, sebelum diadakan perubahanperubahan akhir-akhir ini, pada pokoknya adalah sama dengan peraturan “Naamloze Vennootschap” yang kini tercantum dalam Kitab Undang-Undang
165
Ibid., hlm. 74. Ibid., hlm. 74-75. 167 Ibid., hlm. 75. 166
Universitas Sumatera Utara
65
Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel) di Indonesia (Pasal 36-56) satu dan lain berhubung dengan berlakunya Prinsip Konkordansi.168 Sejak tahun 1971 terjadi banyak perubahan-perubahan dalam perundangundangan mengenai Vennootschap di Nederland. Kemudian terjadi pula perubahan-perubahan dalam tahun 1976, dimana perubahan-perubahan bersangkutan dilakukan dengan: a. Undang-undang tanggal 3 Mei 1971 (Staatsblad 286); b. Undang-undang tanggal 8 April 1976 (Staatsblad 228, 229). Menurut Undang-undang tanggal 3 Mei 1971 (Staatsblad 286), dikenal 2 (dua) bentuk perusahaan (Kapitaalvennootschappen) sebagai berikut: 1. Naamloze vennootschap, disingkat “NV”; 2. Besloten vennootschap met beperkte aanspraktelijkkheid, disingkat “BV.” Baik NV maupun BV, keduanya adalah merupakan badan hukum.169 Pengurus pada perseroan besar yang diwajibkan: Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Pengurus dan Dewan Komisaris, yang sedikit-dikitnya terdiri dari 3 (tiga) orang.170 Pengurus (dikenal dengan nama “Directie” atau “Raad van bestuur/ Raad van beheer”) mempunyai kewajiban untuk menjalankan management perusahaan sehari-hari: Memutuskan, memimpin dan mewakili NV di luar dan di dalam hukum. Pengangkatan Direksi dalam perseroan biasa untuk pertama kali diatur dalam akte pendirian, dan untuk selanjutnya oleh RUPS. Pemberhentian Direksi dari jabatannya dilakukan oleh yang mengangkat. Dewan Komisaris baru dapat memberhentikan Direksi setelah mendengar RUPS, walaupun diketahui bahwa banyak keputusan penting dalam perseroan yang memerlukan persetujuan Dewan Komisaris.171 Direksi bertanggung jawab terhadap RUPS, sekalipun diangkat oleh Dewan Komisaris. Apabila bertindak dalam batas wewenangnya untuk dan atas nama perseroan, maka pribadi pengurus tidak bertanggung jawab. Di luar daripada itu adalah menjadi tanggung jawab pribadi pengurus. Kecuali apabila kemudian
168
Ibid., hlm. 83. Ibid., hlm. 84-85. 170 Ibid., hlm. 88. 171 Ibid., hlm. 92. 169
Universitas Sumatera Utara
66
ternyata menguntungkan bagi perusahaan atau bila kemudian tindakannya itu dapat disahkan oleh organ yang lebih tinggi.172 Perseroan biasa dan perseroan besar173 yang bebas harus mempunyai management yang terdiri dari sedikitnya 1 (satu) Direktur. Apabila terdapat lebih dari 1 (satu) Direktur, mereka ini akan membentuk Dewan Direksi, dimana keputusankeputusan biasanya diambil berdasarkan mayoritas suara. Direktur-direktur adalah tenaga inti dalam perusahaan, mereka ditugaskan untuk mengelola seluruh perusahaan, yaitu administrasi harta tetap serta hutang-hutang dan mewakili perusahaan di Pengadilan. Apabila ada lebih dari 1 (satu) Direktur (sesuai syaratsyarat pada Anggaran Dasar), maka perusahaan dalam tindakan-tindakannya dengan pihak ketiga diwakili oleh masing-masing Direktur, kecuali apabila anggaran menetapkan bahwa kuasa umum untuk mewakili dilimpahkan kepada 2 (dua) atau lebih Direktur atau Direktur khusus seperti Ketua Management.174 Umumnya Direktur-Direktur mempunyai wewenang yang sama, dan anggaran dasar boleh memberikan kuasa khusus atau membatasi kuasa terhadap beberapa direktur sampai batas-batas tertentu. Anggaran dasar dapat melimpahkan kepada management dengan kuasa khusus seperti untuk mengeluarkan saham. Walau anggaran dasar mensyaratkan persetujuan badan pengawas seperti Dewan Komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham untuk mengadakan transaksitransaksi jenis tertentu sesuai penetapan di dalam anggaran dasar, maka sah tidaknya transaksi tidak bergantung daripada persetujuan tersebut. Direksi yang bertindak menyalahi persyaratan ini boleh (dalam kasus penting) dipecat akan tetapi transaksinya sah dan mengikat untuk perusahaan. Secara teori kuasa management tidak dapat dibatasi oleh petunjuk-petunjuk dari Rapat Umum Pemegang Saham.175 Direktur biasanya dianggap sebagai seorang karyawan perusahaan dan atas dasar kontrak kerja dengan perusahaan, diangkat hanya untuk jangka waktu tertentu, dan bertanggung jawab penuh terhadap perusahaan sehubungan dengan tugasnya tersebut.176 Direksi mempunyai tugas secara full time, tidak demikian halnya dengan Dewan Komisaris. Suatu badan hukum dapat diangkat sebagai Direktur, 172
Ibid., hlm. 92-93. Lihat Ibid., hlm. 98, dikatakan, “Perseroan Besar disebut juga “Grote Vennootschap”, yang dapat dibagi-bagi lagi atas: 1. Perusahaan Bebas (Vrijgestelde Vennootschap); 2. Perusahaan Struktur (Structuur Vennootschap); 3. Perusahaan Struktur Terbatas (Verlichte Structuur Vennootschap), bergantung daripada susunan management yang memenuhi syarat keseluruhan atau sebagian.” 174 Ibid., hlm. 105-106. 175 Ibid., hlm. 106-107. 176 Ibid., hlm. 112. 173
Universitas Sumatera Utara
67
atau Komisaris, kecuali dalam hal Perusahaan Struktur Terbatas, dimana anggota Dewan Komisaris harus merupakan pribadi orang.177 3. Amerika Serikat – Common Law Sebagai negara merdeka yang awalnya merupakan bagian dari kekuasaan Kerajaan Inggris, Amerika Serikat tentu menerapkan sistem hukum yang boleh dikatakan hampir sama dengan sistem hukum Inggris yang kental dengan nuansa common law, tetapi dengan penyesuaian dimana dipertimbangkan perlu sebagai wujud independensi negara serikat yang tidak lagi berada di bawah naungan Inggris. Bahwa oleh karena di Amerika Serikat terdiri dari 51 (lima puluh satu) sistem hukum dagang yang berlaku di masing-masing negara bagiannya, maka dalam kaitan dengan uraian mengenai bentuk-bentuk daripada perseroan terbatas, dari sekian banyak sistem hukum yang ada kemudian akan dibatasi pada satu sistem hukum dari satu negara bagian saja, yakni District of Columbia.178
177
Ibid., hlm. 113. Ibid., hlm. 245. Dalam perkembangan beberapa waktu belakangan ini, baik di dalam pembahasan ataupun dalam realitanya, seringkali dijadikan sebagai rujukan adalah ketentuan hukum korporasi (corporate law) yang berlaku di wilayah hukum negara bagian Delaware. Lihat Nadelle Grossman, “Director Compliance with Elusive Fiduciary Duties in a Climate of Corporte Governance Reform”, (Marquette University Law School, Faculty Publications Vol. XII, Paper 172, 2007), hlm. 396-397, dikatakan, “In Delaware, where the majority of U.S. corporations are incorporated … For that reason, Delaware law is often thought of as supplying the national corporate law. (Di Delaware, dimana sebagian besar dari perusahaan-perusahaan di AS didirikan … Untuk alasan tersebut, hukum Delaware seringkali dianggap sebagai yang memberikan sumbangan terhadap hukum perusahaan nasional.)” Lihat juga Carter G. Bishop, “A Good Faith Revival of Duty of Care Libility in Business Organization Law”, Paper 07-03, (Boston: Suffolk University Law School, 24 Januari 2007), hlm. 482, dapat diakses di http://papers.ssrn.comsol3papers.cfmabstract_id=1001990, terakhir kali diakses pada tanggal 25 Oktober 2012, sebagaimana dikutip dari Lucian Are Bebchuk & Assaf Hamdani, Vigorous Race or Leisurely Walk: Reconsidering the Competition over Corporate Charters, 112 Yale L.J. 553, 556 (2002), dikatakan, “Delaware law is important to corporate law because so many corporation are incorporated in that state. (Hukum Delaware adalah cukup penting terhadap hukum 178
Universitas Sumatera Utara
68
Bentuk Corporation adalah yang paling banyak dipakai karena sifatnya sebagai badan hukum dan pembatasan tanggung jawab dari pemegang saham atas shares yang mereka pegang, dan dengan mudahnya dapat dialihkan kepemilikan atas saham ini.179 Umumnya tidak dipakai sistem komisaris, dan atas usaha sehari-hari daripada Board of Directors diadakan pengawasan oleh para pemegang saham sendiri dalam rapat-rapat pemegang saham.180 Mengenai management oleh Board of Directors ini ditentukan umumnya dalam apa yang dinamakan “Bylaws” daripada Corporation ini yang menyerupai Articles of Association dalam sistem hukum Inggris.181 Mengenai jumlah dari anggota Direksi ditentukan oleh apa yang ditentukan dalam Bylaws dari Perseroan. Biasanya para direktur ini mempunyai wewenang untuk memberitahukan segala perbuatan seperti yang dilakukan oleh Corporation itu sendiri. Jadi ia dapat mengikat perseroan, baik di dalam maupun di luar hukum. Tetapi biasanya ada larangan tertentu bagi para anggota direksi untuk melakukan kontrak dengan perusahaan lain dimana ada kepentingan pribadi dari para anggota direksi ini sendiri. Dinyatakan bahwa transaksi semacam ini tidak dapat dibenarkan kecuali mendapat persetujuan daripada Rapat Umum Pemegang Saham.182 Dari paparan tersebut di atas, kemudian dapat ditarik suatu pemahaman dasar perihal bagaimana sebenarnya eksistensi/keberadaan Direksi (Nominee) pada negara dengan sistem hukum berbeda satu dengan lainnya.
korporasi/hukum perusahaan dikarenakan sangat banyak korporasi yang didirikan di negara bagian tersebut.)” 179 Ibid., hlm. 249. 180 Ibid., hlm. 249-250. 181 Ibid., hlm. 250. 182 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
69
Menurut kebanyakan negara yang menganut sistem Civil Law, hubungan antara direktur dengan perusahaan adalah bersifat kontraktual. Artinya, sungguhpun antara perusahaan dengan direkturnya tidak terdapat suatu kontrak tertentu, tetapi oleh hukum “dianggap” (fiksi) ada kontrak pemberian kuasa. … Sebagai konsekuensi yuridisnya, direktur sebagai pemegang kuasa tidak boleh bertindak melebihi dari kekuasaan yang diberikan kepadanya. … Lain halnya hukum di negara-negara yang menganut sistem Anglo Saxon, di mana direktur berkedudukan sebagai agen (trustee) dari perusahaan, yang mempunyai tugas serta hubungan fiduciary. Dalam hal tersebut, direktur haruslah selalu melakukan “duty of care” terhadap perusahaan yang dipimpinnya.183 D. Eksistensi/Keberadaan Direksi (Nominee) menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Sedangkan UUPT 1995 dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru.184 Dilihat dari sudut sifat Perseroan (corporate nature), Perseroan adalah merupakan persoon yang tidak terlihat, tidak teraba dan artifisial (invisible intangible and artificial person). Namun demikian, hukum atau undang-undang memberikan kepadanya untuk menikmati semua hak yang dapat dimiliki dan dinikmati oleh masusia atau persoon alamiah (natural persoon). Perseroan memiliki kebangsaan, tempat kedudukan di negara mana Perseroan berada, serta Perseroan itu memiliki hak untuk diperlakukan dan dilindungi dengan cara 183
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: Penerbit PT. Alumni, 2004), hlm. 175. Lihat juga Yahya A.Z., “Perbandingan Hukum Tanggung Jawab Direktur (PT) Antara Sistem Hukum Civil Law dengan Common Law”, 21 Juli 2009, dapat diakses di http://yahyazein.blogspot.com/2009/07/perbandingan-hukum-tanggung-jawab.html, terakhir diakses pada tanggal 01 Desember 2012, dikatakan, “Sistem Hukum Civil Law (Indonesia) tidak mengenal pranata “fiduciary relation”, sehingga hubungan antara direktur dengan perusahaan tidak merupakan hubungan antara “trustee” dengan “beneficiary” seperti dalam sistem Common Law. Dalam sistem hukum Civil Law seperti di Indonesia, hubungan tersebut hanya merupakan hubungan antara pemberi kuasa (perusahaan) dengan penerima kuasa (direktur) atau jika direktur diberi upah, maka secara legal hubungan tersebut merupakan hubungan perburuhan. Oleh karena itu, … direktur sebagai penerima kuasa hanya akan bertanggung jawab secara pribadi jika dia menjalankan tugasnya melebihi kuasa yang yang diberikan kepadanya. Hal tersebut dapat dilihat dalam anggaran dasar perusahaan. Oleh karena itu, secara konkrit dapat dikatakan jika dalam sistem hukum Common Law, direktur bertindak menurut standar tertentu sebagai trustee, sedangkan menurut sistem Civil Law, direktur pada prinsipnya bertindak hanya dengan memperhatikan anggaran dasar perusahaan.” 184 Lihat konsiderans “Menimbang” dalam UUPT 2007, khususnya butir c. dan butir d.
Universitas Sumatera Utara
70
yang sama sesuai dengan proses yang dibenarkan oleh hukum (due process of law).185 Konsep bahwa PT adalah badan hukum melahirkan keberadaan PT sebagai subjek hukum mandiri, dengan keberadaan yang terpisah dari para pemegang sahamnya. Keberpisahan ini mengakibatkan bahwa PT mutlak memerlukan Direksi sebagai wakilnya. Berbeda dengan manusia, karena PT adalah suatu artificial person, maka dia hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan perantaraan manusia sebagai wakilnya. Sebagai sebuah badan hukum, oleh hukum, anggota Direksi ditugaskan untuk mewakili PT di dalam maupun di luar pengadilan. Jadi yang harus mewakili PT di dalam maupun di luar pengadilan harus manusia atau orang perseorangan. Diatur dalam Pasal 97 ayat (1) UUPT bahwa: Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).”186 Apabila pengaturan mengenai persyaratan untuk menjadi Direksi belum ditemukan dalam KUHD187, pengaturan tersebut kemudian telah diatur di dalam UUPT 1995 dan lebih lanjut diperbaharui dengan diundangkannya UUPT 2007. Pengaturan tentang syarat untuk dapat diangkat sebagai Direksi ini utamanya adalah bertujuan untuk memastikan agar yang nantinya bertindak untuk dan mewakili kepentingan Perseroan Terbatas adalah benar mereka yang mampu dan sanggup mengemban tanggung jawab untuk mengurus PT yang bersangkutan. Sebagaimana
185
M. Yahya Harahap, “Separate Entity, Limited Liability, dan Piercing The Corporate Veil”, Artikel Utama pada Jurnal Hukum Bisnis Volume 26 – No. 3 – Tahun 2007, (II), hlm. 44. 186 Nike K. Rumokoy, “Pertanggungjawaban Perseroan selaku Badan Hukum dalam Kaitannya dengan Gugatan atas Perseroan (dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai Acuan Pembahasan)”, dapat diakses di http://repo.unsrat.ac.id/48/1/2.Nike.pdf, terakhir diakses pada tanggal 27 Juni 2012. 187 Lihat Achmad Ichsan, Op. cit., hlm. 386, dikatakan, “Pasal 44 KUH Dagang menyatakan bahwa perseroan itu diurus (beheer) oleh suatu pengurus yang diangkat oleh para pesero dari sesama pesero atau orang luar dengan atau tanpa upah, dan dengan atau tanpa pengawasan komisaris.” Lebih lanjut dalam Ibid., hlm. 389, dikatakan, “Undang-Undang tidak menetapkan siapa-siapa yang dapat diangkat sebagai pengurus, karena itu siapa saja dapat diangkat, sekalipun bukan seorang pemegang saham, kecuali apabila ditetapkan lain dalam anggaran dasarnya.”
Universitas Sumatera Utara
71
diungkapkan oleh Try Widiyono, alasan utamanya adalah dikarenakan mengurus Perseroan bukan merupakan hal yang mudah.188 Namun konsep nominee untuk anggota Direksi mulai dari KUHD/WvK sampai dengan diundangkannya UUPT, baik UUPT 1995 atau yang terbaru di dalam UUPT 2007 belum diatur ataupun dikenal lebih lanjut selain daripada konsep Direksi sebagaimana lazimnya. Apabila dirujuk kepada hukum positif yang ada, yakni UUPT 2007, maka dapat diketahui bahwa tidak ada satu pasal atau ayat pun di dalam UUPT 2007 yang memberikan landasan hukum bagi keberadaan Direksi Nominee dalam suatu PT di Indonesia. Adapun dalam praktik kemudian memang keberadaan Direksi Nominee menjadi semakin marak adalah murni disebabkan oleh pengaruh daripada ketentuan hukum asing yang seringkali (secara langsung maupun tidak langsung) dibawa dan diterapkan oleh dan melalui para pelaku ekonomi/bisnis dari luar (baca: asing) yang berhubungan dengan pihak Indonesia. Akan tetapi, konsep apapun itu, setiap direktur memiliki tanggung jawab yang sama terhadap keberlangsungan perusahaan.189
188
Try Widiyono, (II), Op. cit., hlm. 41. Financial Supervision Commission, Op. cit., hlm. 2, dikatakan, “Every director has an equal duty of responsibility to the company. A director who neglects that responsibility in the interests of, or on the orders of, a principal will be guilty of breach of duty. Directors should not allow others to unduly influence them in a way as to undermine the exercise of their powers, in good faith, in the best interests of the company. … The directors must make their own decisions, after receiving appropriate professional advice if necessary. (Setiap Direktur memiliki sebuah duty of responsibility yang sama terhadap perseroan. Seorang direktur yang gagal memenuhi pertanggung jawabannya demi kepentingan dari, atau mematuhi perintah dari, seorang prinsipal akan dinyatakan bersalah melanggar wewenangnya. Direksi tidak seharusnya mengizinkan pihak lain secara tanpa hak mempengaruhi mereka sedemikian rupa untuk mengesampingkan pelaksanaan kewenangannya, dengan itikad baik, dan demi kepentingan perseroan. … Direksi harus membuat keputusannya sendiri, setelah merujuk pada nasihat professional yang diterimanya apabila diperlukan.)” 189
Universitas Sumatera Utara
72
According to the Companies and Securities Law Review Committee, the term ‘nominee director’ signifies persons who, independently of their method of appointment, are expected to act as directors in accordance with some understanding or arrangement which creates an obligation or mutual expectation of loyalty to some person or persons other than the company as a whole. This defenition seems too wide, because it covers a case where the extraneous duty of loyalty is owed to a person who has not played a part in appointing the director to office. Nonetheless, it captures the central idea that a problem will arise whenever an extraneous duty of loyalty exists.190 (Berdasarkan kepada the Companies and Securities Law Review Committee, terminologi “direktur nominee’ menunjukkan perserorangan yang, secara independen dalam tata cara pengangkatan, diharapkan akan bertindak selayaknya direktur mengacu pada beberapa pemahaman atau pengaturan yang menimbulkan sebuah kewajiban atau harapan bersama terhadap loyalitas ke beberapa orang selain daripada perusahaan secara keseluruhannya. Definisi ini kelihatannya cukup luas, karena itu meliputi sebuah kasus dimana kewajiban akan loyalitas cukup luas dibebankan untuk seseorang yang tidak terlibat di dalam penunjukan direktur untuk mengurus keseharian. Sekalipun demikian, hal tersebut telah mencakup ide utama bahwa akan timbul permasalahan ketika kewajiban akan loyalitas diberlakukan.) Adapun yang juga perlu diperhatikan lebih lanjut, pengurus (dalam hal ini Direksi) tidak harus terikat dalam hubungan kerja layaknya pemberi kerja dengan penerima kerja, sehingga dengan sendirinya pengurus tidak identik dengan buruh atau tenaga kerja dari PT yang bersangkutan. Walaupun umum dipraktikkan bahwa mereka yang menduduki jabatan Direksi atau Dewan Komisaris PT (khususnya yang tercatat sebagai nominee) adalah mereka yang ternyata masih tercatat sebagai karyawan aktif daripada PT yang bersangkutan ataupun afiliasinya.191 Tidak dapat
190
R.P. Austin, Op. cit., hlm. 2-3. Lihat Mary Fulton, Op. cit., hlm. 14, dikatakan, “A director is not an employee of the company by virtue of his directorship. … If he has additional duties above and beyond normal board duties, he may be an employee. … If he is removed as a director at a company meeting this may not end the employment although his directorship has been ended. (Seorang direktur adalah bukan seorang pekerja dari sebuah perusahaan dimana ia adalah berada di jajaran direksinya. … Dalam hal yang bersangkutan memiliki tugas tambahan selain daripada fungsi direktur lazimnya, dimungkinkan dia adalah seorang pekerja. … Apabila yang bersangkutan diberhentikan sebagai direktur menurut 191
Universitas Sumatera Utara
73
dikesampingkan pula bahwa masih dapat dijumpai Direksi atau Dewan Komisaris PT yang
mengutamakan
profesionalisme192
dalam
menjalankan
fungsi
jabatan
sebagaimana mestinya. Sebagaimana diungkapkan oleh Stephen W. Mayson, dkk., bahwa, “The fact that a person is a director of a company does not in itself make that person an employee (what used to be called a ‘servant’) of the company. Being a director of a company is usually categorized as ‘holding an office’ rather than being an employee.”193 Hubungan diantara pengurus dengan perseroan dapat dianggap sebagai hubungan dimana pengurus selaku karyawan atau buruh apabila pengurus itu menerima gaji yang merupakan suatu hubungan kerja. Atas dasar inilah diberlakukan
pertimbangan perusahaan tidak kemudian secara serta merta mengakhiri pula hubungan kerjanya tersebut.)” 192 Lihat Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2012), hlm. 219220, dikatakan,”… bahwa seseorang telah menerapkan profesionalisme, jika telah menunjukkan beberapa ciri-ciri, yakni: Pertama, adanya keinginan untuk memperbaharui pengetahuan, yang berarti secara aktif mencari ilmu baru, tidak sekedar menunggu diajari atau mendapat training perusahaan (passion for knowledge); Kedua, memiliki sense of business dimana selalu dapat melihat setiap kegiatan yang dilakukan dalam perusahaan dalam konteks business (passion for business); Ketiga, adanya kemauan untuk melayani, dimana orang tersebut tidak ragu untuk membantu dan melayani siapapun dalam organisasi (passion for service); dan Keempat, memiliki kemampuan untuk bekerja sama dengan siapapun dalam lingkup bisnisnya secara efektif (passion for people).” 193 Stephen W. Mayson, Derek French & Christopher L. Ryan, Op. cit., hlm. 474. Bandingkan dengan Rachmadi Usman, Op. cit., hlm. 177, dikatakan, “… Menurut Civil Law Sytem, seorang Direksi hanya orang upahan saja yang didasarkan pada pemberian kuasa maupun hubungan ketenagakerjaan. … seorang Direksi bertindak mengikuti atau menuruti aturan dan ketentuan yang ditetapkan dalam anggaran dasar karena dirinya hanya bertindak sebagai penerima kuasa dari perseroan. Dengan demikian, antara Direksi dengan perseroan merupakan individu yang terpisah, dimana perseroan itu seolah-olah bukan miliknya.”
Universitas Sumatera Utara
74
ketentuan dalam Pasal 1601 KUH Perdata dan seterusnya serta undang-undang dan peraturan perburuhan yang berlaku.194 Dalam kedudukannya sebagai karyawan atau buruh, maka pengurus dalam hal ini dapat diberhentikan dan dapat dibebaskan dari tugasnya. Hak untuk memberhentikan ada pada para pemegang saham dalam RUPS, sedangkan hak untuk membebaskan dari tugas pengurusan ada pada komisaris. Dengan ini, maka pemberhentian pengurus apabila dilakukan sebelum RUPS harus didahului dengan suatu schorsing yang dilakukan oleh para komisaris baru kemudian dilanjutkan dengan pemberhentiannya. … Selama schorsing ini, hubungan kerja dianggap belum terputus, sehingga pengurus masih berhak menerima gajinya.195 Menurut UUPT, fungsi utama dari Direksi adalah untuk menjalankan pengurusan Perseroan sesuai dengan kebijakan yang dianggap tepat dalam batasanbatasan yang telah ditentukan oleh UUPT maupun anggaran dasar Perseroan. Sebagaimana diuraikan dalam Pasal 94 ayat (1) UUPT, bahwa, “Anggota Direksi diangkat oleh RUPS.” Kemudian dalam Pasal 105 ayat (1) UUPT, disebutkan, “Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.” Dengan demikian, sepanjang pengangkatan dan/atau pemberhentian terhadap anggota Direksi dilaksanakan melalui forum resmi, yakni RUPS, maka kewenangan yang ada pada Direksi tetap dapat berjalan. Dalam hal ini, anggota Direksi harus melaksanakan pengurusan atas Perseroan dengan baik,
194 Achmad Ichsan, Op. cit., hlm. 388. Saat ini pengaturan perundang-undangan yang mengatur tentang perburuhan adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sedangkan untuk produk turunannya lazim mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, dan peraturan teknis terkait lainnya. 195 Ibid., hlm. 391.
Universitas Sumatera Utara
75
untuk kemudian akan dapat mempertanggungjawabkannya secara sah kepada dan hanya melalui forum RUPS.196 E. Eksistensi/Keberadaan Perseroan Terbatas
Direksi
(Nominee)
menurut
Anggaran
Dasar
Direksi dalam menjalankan kepengurusan Perseroan berdasarkan anggaran dasar. Anggaran dasar Perseroan ini wajib dibuat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini, untuk anggaran dasar Perseroan Terbatas wajib dibuat sesuai dengan UUPT.197 Dalam hal terdapat pertentangan antara anggaran dasar dan UUPT, maka yang berlaku adalah UUPT.198 Anggaran Dasar Perseroan (Articles of Association/Incorporation) merupakan “piagam” atau “charter” Perseroan. Boleh juga dikatakan “perjanjian” yang berisi ketentuan tertulis mengenai kekuasaan dan hak-hak yang dapat dilakukan pengurus Perseroan. Anggaran Dasar merupakan dokumen yang berisi aturan internal dan pengurusan Perseroan yang berfungsi sebagai aturan pokok.199 Sebagaimana halnya kewenangan Direksi untuk mengurus Perseroan, maka tidak berbeda pula terhadap Direksi Nominee tentunya juga wajib tunduk terhadap peraturan tertulis yang telah ada yang mengatur tentang Direksi secara umum. Dengan demikian, ketentuan di dalam Anggaran Dasar Perseroan yang mengatur
196
Kewenangan yang dimiliki oleh RUPS tersebut adalah kewenangan yang sifatnya mutlak dan tidak dapat dilimpahkan atau didelegasikan kepada organ perseroan lain atau pihak lainnya. Lihat M. Yahya Harahap, (I), Op. cit., hlm. 417, dikatakan, “Oleh karena itu, sekiranya pun undang-undang atau anggaran dasar tidak mengatur kewenangan itu, kekuasaan pemegang saham … tersebut selamanya melekat pada diri mereka, dan kekuasaan itu tidak dapat dicabut (onherroepelijk, irrevocable) oleh siapa pun. Namun seperti yang berulangkali dikatakan, agar pelaksanaan dan penerapan kekuasaan … itu sah menurut hukum (rechtmatig, lawful) harus disalurkan oleh pemegang saham melalui RUPS.” 197 Try Widiyono, (II), Op. cit., hlm. 123. 198 Ibid., hlm. 126. 199 M. Yahya Harahap, (I), Op. cit., hlm. 192, sebagaimana dikutip dari Charlesworth and Morse, Company Law, Fourteenth Edition, (ELBS, 1991), hlm. 85.
Universitas Sumatera Utara
76
tentang Direksi pada umumnya juga akan mengikat terhadap keberadaan Direksi Nominee. Anggaran Dasar Perseroan sebagaimana diatur di dalam UUPT sekurangkurangnya harus memuat: a. b. c. d. e.
f. g. h. i.
nama dan tempat kedudukan Perseroan; maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan; jangka waktu berdirinya Perseroan; besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor; jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham; nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris; penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS; tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris; tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.200 Sekalipun belum ada pengaturan yang jelas tentang Direksi Nominee ini,
masih dapat dimungkinkan oleh pendiri Perseroan di dalam tahapan pendirian dan pencantuman ketentuan pokok di dalam Anggaran Dasar Perseroan, atau oleh pemegang saham Perseroan pada saat hendak melakukan perubahan terhadap ketentuan Anggaran Dasar Perseroan, kemudian memberikan batasan-batasan yang ketat terhadap kewenangan yang akan dijalankan oleh Direksi.201 Meskipun UUPT 2007 digolongkan sebagai bagian hukum ekonomi yang khusus mengatur bidang hukum Perseroan (corporate law), tidak semua 200
Pasal 15 ayat (1) UUPT. Lihat Binoto Nadapdap, Op. cit., hlm. 24, dikatakan, “Apa yang ditentukan dalam UndangUndang No. 40 Tahun 2007 mengenai isi Anggaran Dasar adalah ketentuan yang bersifat minimum. Dalam hal para pendiri Perseroan Terbatas menghendaki di dalam anggaran dasar Perseroan Terbatas dimuat ketentuan selain dari yang ditentukan, hal tersebut dimungkinkan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang. Mengenai ketentuan apa saja yang perlu ditambahkan di dalam anggaran dasar selain dari yang telah ditentukan … diserahkan kepada para pihak yang mendirikan perseroan terbatas.” 201
Universitas Sumatera Utara
77
ketentuan yang terdapat di dalamnya bersifat “hukum memaksa” (dwingenrecht, mandatory law). Banyak diantara substansinya yang bersifat “hukum mengatur” (aanvuelendrecht, directory rule) … antara lain mengenai pengaturan tata cara pengangkatan anggota Direksi (sebagaimana diatur di dalam Pasal 94 ayat (4) UUPT).202 Dalam perkembangannya, memang dipandang betapa pentingnya bagi para pemegang saham untuk dapat menguasai dan mempengaruhi para pengurus PT. Bertalian dengan hal itulah, dalam praktek semakin bertumbuh apa yang dinamakan klausula “oligarchis”, atau lazim dikenal dengan penamaan klausula “autokratis” dalam rangka penyusunan statuta PT. Klausula itu memang tidak selalu dijumpai dalam setiap statuta PT, tetapi dapat diadakan manakala dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan. 203 Klausula oligarkhi ini biasanya bertujuan agar kepentingan para pendiri PT tetap terlindungi. Dengan klausula oligarkhi, diberikan hak-hak khusus kepada para pemegang saham tertentu untuk mengajukan dan menentukan orang-orang tertentu yang dapat diangkat menjadi direksi dan komisaris.204
202
Lihat M. Yahya Harahap, (I), Op. cit., hlm. 86. Rudhi Prasetya, loc. cit., hlm. 223-224. Lebih lanjut diuraikan bahwa, ”Dalam mekanismenya, dalam statuta dapat ditentukan 2 (dua) macam saham. Di samping saham biasa, dapat diadakan pula apa yang dinamakan “saham prioritas.” Adapun yang dimaksud dengan saham prioritas adalah suatu saham khusus yang memberikan hak istimewa kepada pemegang/pemiliknya. Keistimewaan saham ini terletak dalam hal RUPS akan mengadakan pemilihan pengurus. Dalam hal ini telah ditentukan dalam statuta bahwa hanya pemegang saham prioritas-lah yang berhak memajukan calon yang akan dipilih menjadi pengurus. Sedang para pemegang saham biasa hanya tinggal memberikan suaranya untuk memilih siapa yang akan ditunjuk sebagai pengurus dari calon yang telah diajukan oleh pemegang saham prioritas. Oleh karena itu, melalui mekanisme ini dapatlah sekelompok pemegang saham tertentu menguasai dan lebih memberikan peranannya dalam penentuan pengurus, yang berarti akan lebih terjamin kepentingan para pemegang saham yang bersangkutan.” 204 Lihat Agus Budiarto, loc. cit., hlm. 75, dikatakan, “Namun dengan diundangkannya UUPT, khususnya mengacu pada ketentuan Pasal 15 ayat (3) huruf b, dalam Anggaran Dasar suatu PT itu dilarang dimuat adanya ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri Perseroan atau pihak lain. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa klausula oligarkhi itu tidak dapat ditempatkan lagi dalam akta pendirian suatu PT.” Lihat juga H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2: Bentuk-bentuk Perusahaan, Cetakan ke-11, (Jakarta: Penerbit Djambatan, 2007), hlm. 141, dikatakan, “Kalau peraturan pengangkatan pengurus yang diatur dalam anggaran dasar itu ada syarat-syaratnya, maka klausul yang demikian itu disebut “otokratis atau oligarkhis.” … Karena klausul semacam ini dapat mengakibatkan kemunduran perseroan, maka sebaiknya adanya klausul semacam ini dihindari.” Bandingkan dengan Westlaw Journal, “Corporate Officers & Directors Liability”, Volume 26, Issue 6, 13 September 2010, hlm. 13, dapat diakses di http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=nominee+director+westlaw&source=web&cd=11&cad 203
Universitas Sumatera Utara
78
Tindakan Direksi dalam mengurus Perseroan tidak hanya berdasarkan ketentuan yang ada di dalam UUPT … Tindakan Direksi harus juga memperhatikan ketentuan-ketentuan yang lebih khusus. Asas tersebut secara nyata biasanya dinyatakan dalam anggaran dasar Perseroan yang menyatakan: “Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan dengan mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”205 Peraturan perundang-undangan tersebut hakikatnya merupakan rambu dan batas kewenangan tindakan Direksi, yang secara umum (lex generali) diatur dalam UUPT dan anggaran dasar perusahaan yang bersangkutan. Secara lex speciali, diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih khusus mengatur mengenai tindakan Direksi yang bersangkutan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kewenangan Direksi yang bersumber pada anggaran dasar dapat berbeda-beda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Bahkan dalam anggaran dasar perusahaan tertentu, Direksi tidak dapat memberikan kewenangan kepada anggota Direksi, tanpa adanya persyaratan tertentu, misalnya harus melalui rapat direksi. Ketentuan ini sangat wajar, oleh karena prinsip tanggung jawab Direksi yang ditentukan oleh UUPT sebagai tanggung jawab kolegial.206 Tindakan hukum Direksi biasanya telah diatur dalam Anggaran Dasar Perseroan, dan berkenaan dengan itu, terdapat 4 (empat) jenis perbuatan hukum Direksi, yaitu sebagai berikut: a. Perbuatan hukum Direksi yang umum, yang tidak memerlukan bantuan atau pendampingan atau persetujuan dari Dewan Komisaris dan/atau RUPS. b. Perbuatan hukum Direksi yang memerlukan bantuan atau pendampingan atau persetujuan atau dikonsultasikan dari dan/atau dengan Dewan Komisaris. c. Perbuatan hukum Direksi yang memerlukan bantuan atau pendampingan atau persetujuan dari RUPS.
=rja&ved=0CC0QFjAAOAo&url=http%3A%2F%2Fwww.buckleysandler.com%2Fuploads%2F36%2 Fdoc%2Fwestlaw%2520compensation%2520risk%2520sep10.pdf&ei=rcvBUMnaBMjorQe3u4CYBw &usg=AFQjCNGrf75O37WIz4KsdwVuk-jOkS0TBQ, terakhir kali diakses pada tanggal 21 November 2012, yang menginformasikan bahwa per tahun 2010 lalu, lembaga dengan sebutan Security and Exchange Commission (SEC) sedang berupaya meluluskan aturan yang memberikan suatu kewenangan baru kepada para Pemegang Saham untuk kembali menggunakan haknya secara hukum untuk mencalonkan dan memilih anggota Direksi di luar RUPS Tahunan (… to propose the election of director nominees between annual meetings, atau … to nominate candidates to the boards of the companies), termasuk pula kewenangan untuk melengserkan anggota Direksi yang melakukan perbuatan yang dinilai merugikan Perseroan yang mereka miliki. 205 Try Widiyono, (II), Op. cit., hlm. 45. 206 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
79
d. Perbuatan hukum Direksi yang memerlukan bantuan atau pendampingan atau persetujuan dari Dewan Komisaris dan RUPS.207 Kewenangan Direksi untuk mengurus Perseroan yang telah ditetapkan dalam perundang-undangan yang berlaku dan diimplementasikan dalam anggaran dasar Perseroan, baik kewenangan Direksi sendiri, tanpa bantuan/izin/persetujuan Dewan Komisaris dan atau RUPS atau yang masih memerlukan bantuan/izin/persetujuan Dewan Komisaris dan atau RUPS, dalam hal-hal tertentu menjadi tidak berlaku.208 Namun demikian, mengikuti teori tentang pemberian kuasa, maka Direksi akan bertanggung jawab jika Perseroan melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak terdapat dalam anggaran dasar. Karena … telah melampaui kewenangan yang diberikan kepadanya oleh anggaran dasar. … Dengan demikian, mereka pada prinsipnya akan menjadi bertanggung jawab secara renteng.209
207
Ibid., hlm. 50. Ibid., hlm. 78. Lebih lanjut dikatakan, “Tidak berlakunya kewenangan tersebut, antara lain: 1. Kewenangan Direksi yang diatur dalam anggaran dasar Perseroan tidak sesuai atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Adanya peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang mengubah kewenangan Direksi yang terdapat pada anggaran dasar Perseroan. 3. Kewenangan Direksi yang diatur dalam anggaran dasar Perseroan tersebut harus melalui cara dan prosedur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, apabila berdasarkan kajian hukum, ternyata prosedur tersebut bertentangan dan membatasi kewenangan Direksi yang diatur dalam anggaran dasar, maka kewenangan tersebut menjadi tidak berlaku.” 209 Munir Fuady, (I), Op. cit., hlm. 11. 208
Universitas Sumatera Utara