ffuo} ,rorro
o*,ul#tect
rndonesia
Kebebasan Berserikat PHK yang Tidak Sah Kesetaraan dalam pekerjaan Kesetaraan Pengupahan Kutipan dari Penelitian-penelitian Umum dan Khusus Komite Ahli lLo Mengenai Penerapan Konvensi dan Rekomendasi
Freedom of Association Unjustified Dismissal Equality in Employment Equal Remuneration Excerpts from the Generar and speciar surveys of the rLo committee of Experts on the Apprication of conventions ano Recommendations
Hak Cipta @ Kantor Perburuhan Intemtrsional 2006 Cetakan Pertama,2006 Publikasi-publikasi International laborrr Office nremperolch hak cipta yang dilinrlungi olch Protokol 2 dari Konvensi Hak cipta universal. Meskipun denrikiin, i"tiii"" singkar yan1,, diambil dari putrlikasi *::"lrl clapat tliperbanyak i,rnpa ot.risasi a*gun syarar dllirr sunrbernya. untuk.ntendapoimn not p.rbn.yaka, .l,rn lrcnlirlcnrahan. strrar l]:.y-:l':lT rrrmaran harus dialamatknn kcpada Publicatiots Ilurenu (lligits and lrcrmisitnr's), Itrttrnotittrtrtl Labour offce, cH-1211 Geneva 22, Switzerlon.l, attru melaiiri Knntor ILO tli Jakart.. Kant.r Perburuhan Internasional akan menyambut baik lamaran terscbut.
ILO
pHKyangTidaksah Kesetaraan daram pekerjaan penelitian-peneritian umum Kutipin clari cran Khusus 5"tt-"^T- lqgupahan; penerapan Kebebasan Berserikat
Komite Ahli ILO Mengenai
Konvensi clan Rekonrenclasi
Freedom of Association unjustified Dismissal Equality in Employment Equal Remuneration; Excerpts from the Generar inct specral'sriuuf, of the Committeeon the Application of Conventions ancl Reconrnnenclations ISBN
ILo
92-2479749,o 97&y2-2479149-1
Sesuai dengan tatil cara Perserikatan Bangsa-Bangsa, pcn(antunran inforrrrasi clalnm publikasi-
publikasi
ILo
beserta saiian bahan tulisan yang terdapat
di dalamnya sama setali tiank dari Kantor perturuian_Inlcrnasional nl"ng"nui infornrasi ya.g 311;::::Y:_1p-ri,.-r.plp"" r)€rKenaan dengan status hokum suatu Negara, dacrah atau witayah utou kukrusaon Nagara tersebut, atau status hukum pihak-pihak yang [rcrw,enan11 -- dari ivcgtrra terselrut, dkru vanl]
berkenaan dengan penentuan batas-batas Nt:go.a
ter",.'brt
Dalam publikasi-publikasi ILO tersebul- setiap opini yang lrcrupa artikel, kaiian cla. lrrntrrk konhibusi tertulis lainnya, ynng terah diakui ann aii naotrngani ich nrasing-r,asin6 penulisnya, sepenuhnya nrt'npai innggung iawab nrasing-nrasing p.nulis 1rrsc5ut. pcr.ualarr atau publikasi opini tcrselrut ti,l,rk (iinrurlion cltpat tlitrrfsirkrrn lrtrlrwrr Ka.tor prrrlrrrrtr6an Internasional menyetujui atau rnenyarankan opini tirsr.rbrrt. Penyebu-tan nama perusahlon, produk dan proscs yang bersifat konrersil iuga bahwa Kantor Perbrrruhan Internaslonal mcrigiklankan atrru nrcntlukunl;
tidak lxrrarti
p
rltrk
atau proses tersebut. Sebaliknya, tictak dise'bulnya :uatu. pcrusahaan, procruk atau p1.51,5 tertentu yang bersifat konlersil.iuga tidak dapat ke.nruclian ctapat
adanya hubungan atau persetuiuan
Publikasi-publikasi
ILo dapat diperoleh nrelalui kankrr-kanbr penvakilarr ILo tli
llo
berbagri
atau langsung melalui Kantor Pusat dengan alanrat ILO publications, Intcrnatiorral Labour of6ce, cH-1211 Geneva 22, Jl. M.lJ. llramrirr'-Kav. 3, Jakarta t0z5o. xaiarofl rtau rla[r.r
l{1e*u
publikali terbaru dapat diminta
secara Cuma-Cunra potla alamat tersetrut, atau nrelalui e-nrail:
[email protected] ; [email protected]
Kuniungi website kami: www,ilo.org/publns www.un.or,idlilo ; Dcetak di Jalarta, Indonesia
Kebebasan Berserikat PHK yang Tidak Sah Kesetaraan dalam Pekerjaan Kesetaraan Pengupahan Kutipan dari Penelitian-Penelitian Umum dan Khusus Komite Ahli ILO Mengenai Penerapan Konvensi dan Rekomendasi
Kqta Pengantar Untuk membangun dasar yang kuat bagi hubungan yang kerja yang baik dan keadilan social, standar perburuhan internasional yang aiadopsi oleh organisasi Perburuhan Internasional (ILo) adalah rujukan yang penting khususnya bagi peraturan nasional. Namury kontribusi yan[ potensial dari hukum perburuhan internasional tidaklah terbatas pacti impaknya terhadap peraturan perundang-undangan tapi juga ,uga clilam memperkuat kasus hukum domestik dalam isu-isu ketenagakerjaan. salah satu tujuan langsung dari proyek Dektarasi ILollsA adalah membanfu pembentukan sistem peradilan perburuhan baru seperti diamanatkan uu No.2 tahun 2004 mengenai penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial. Proyek telah melaksanakan lokakarya pelauhin untuk hakim perburuhan di Indonesia yang bertujuan khususnya untuk memampukan mereka menggunakan sumber-sumber dan instrumeninstrumen ILO ketika menerapkan dan menafsirkan peraturan perundangundangan Indonesia. Lokakarya mengenai Hukum perburuhan Intrernasional dan Praktek Peradilan Nasional di Indonesia dilaksanakan oleh Proyek bekerja sama dengan Pusat pelatihan Internasional ILo (Turin) di Bandung dan Jakarta di bulan November 2005. pelatihan menempatkan penekanan pada penggunaan pengamatan dan rekomendasi dari badan pengawas ILo dalam mengadili atau menyelesaikan kasus-kasus perburuhan secara umum disetujui bahwa rujukan terhadap dokumen badan pengawas ILo dapat membangun pengadilan hubungin indushial yang
baru
di Indonesia
ketika menerapkan ketentuan pirundang-ra"ngo.,
kh_ususnya mengenai isu-isu kunci seperti kebebasan berserika! hak mo[ok, PHK anti serikat, kesetaraanupah untuk nilai yang setara dan perlindungun
pekerja dengan HIV/AIDS. Dampak dari pengimatan dan rekomendasi badan-badan pengawas ILo dapat memajukin keputusan pengaclilan hubungan indushial melalui peneriemahan ke clalam Bahasa Inclonesia clari alinea-alinea pilihan yang diambil dari penelitian umum clan khusus yang dilakukan oleh Komite Ahli Penerapan Konvensi dan Rekomendasi yan[ dianggap relevan bagi hakim perburuhan cti Indonesia .
Hakini dari Mahkamah Agung Australia selatan, Robyn Layton (Presiden Komite Ahli Penerapan Konvensi dan Rekomendasi tlo;, Temesgen samuel ( spesialis ILo mengenai stanclarperburuhan Internasional, sRo Manila), dan Xavier Beaudonnet (Manajer program, Pusat Pelatihan ILO Turin), menjadi nara sumber dalam lokakarya pertama
mengenai Hukum Perburuhan Internasional dan Praktek Peradilan Nasional di Indonesia untuk hakim perburuhan yang potensial (dari kalangan pengusaha dan pekerja). Mereka menyarankan pentingnya dan akan sangat berguna bila menerbitkan alinea-alinea pilihan dari kebebasan berserikat dan perundingan bersama, perlindungan dari PHK yang tidak adil, kesetaraan dalam pekerjaan dan jabatan, dan kesetaraan pengupahan dari penelitian uumum dan khusus komite ahli penerapan konvensi dan rekomendasi. Merek ajuga membantu mengidentifikasi alinea-alinea pilihan yang paling relevan untuk hakim perburuhan.
ini
Kantor ILO Jakarta dan Proyek Deklarasi percaya bahwa publikasi
akan menjadi alat yang berharga dan sumber referensi unfuk
penyelesaian efektif dari perselisihan perburuhan oleh hakim perburuhan di lndonesia sejalan dengan tujuan UU No.2 tahun 20M unttu menjamin proses penyelesaian yang cepat, murah, dan adil yang dapat membawa keadilan bagi semua pihak. Jakarta, Oktober 2006
/r'^ I
Alan Boulton Direktur ILO Jakarta
uabour^\\ \
^v.^ qNoz' /,r
w
frlo).UB
AMan^-4 Carmelo C.Noriel Kepala Penasehat Teknis ILO/ USA Declaration Project
DAFTAR ISI KataPmgantar
Kutipan Penelitian Umrrm atas Laporan-laporan Mengenai Konvensi (No.100) dan Rekomendasi (No.90), 1951, Mengenai Kesetaraan Pengupahan o Upah o EnolumenTambahan Unsw Ti d ak L atgsutrg
il
ai lub alan
YangThnbul Karena Hubungan Kerja Pekerja Pekerjaan ilengan nilai yatg sann
Kiteia Pefilaian Pekerjaan Disktiminasi Eksplisit atau
lnpli sit
lam Kerja dan Saioritas o Percy aratan Kerj a Yang Ny ata
c
Ruiukan kepaila Kriteria
c Bukti
ilat Sisten Eoaluasi
danBeban Peubuktian
o Pengadilan: Perafsirut Prinsip 8
8
o Definisi Upalt
o Diskiminasi Tidak
Ln,ngsuttg
o Eaahrasi yang Obyektil Mengenai Pekerjaat 12
o Metode penilaian pekerjaan 72
.
Peilggunaar Eoaluasi Pekerjaan dalau Mererapkar Prbrsip Konootsi
o Bebat Pembuktiat 13
Kutipan Penelitian Umum Mengenai Laporan-laporan mengenai Konvensi Kebebasan Berserikat dan Hak untuk Berserikat (No.87), 1948 dan Konvensi Hak untuk Berserikat dan Berundlng Bersanra (No.98),1949
o Sumber Utam* lnstrutne*irstrunet ILO
o
i
'#i#i::::
15
::: ::::: ::::::: ::::: :: ::::
Sumber-anmber lnternasional
15
:::: :::::::::::::: :: :: ::::::
76
Lain
o Hak Pekeria ilan Pengusaha, Tanpa Pentbeilaat Apapun, untuk Mendiikan d an B
eryabung ilengan
O
rgani
s
asi 17 77
o Pekeia-pebrja
ili Zona Proses
Ekspor
: 18
o HakMogok
'r . 'r
18 19
Paragraf 1,37 ......... P;rragraf 138............. Paragral 139............,
19 19
20 20
c lrstrumet-itstrutueu ILO
)>
Paragraf 142...........,.
20
o lrstrumen lnternasi onal dat Regiotal Laht 27
o
P eub atas
an y ang T e rkait
de
tgat
P e I ay
atat
U
uut t t
.., 23 23
c Pembatasan Sehukngan ilargat Pelayanan yatg Petting
t
24 25
JanrinanKompeasasi 26
o PiketingEengoktpasiatr Tempat Kerj a 26
c
Satksi tethadap Peuogokan 26
27
PHK
D
Karena Al
as
an
E
k o:aonti
Paragraf213.
Bukti Konpensasi 29 29 29
ArbitrasiWajib
30 30 30 30 31 31
Kutipan Penelitian khusus Mengenai Kesetaraan daram pekeriaan dan ]abatan Sehubungan dengan Konvensi No.111 o Pembeilakuan Kolzoelr.si bagi Semua Oratg 32 32
c AlasanHskimitasi -
33 33
lenis Kelamin 33
o Status Sipil
34
dan Perkawina4 Keadaail Keluarga danpersalinan 34 34
o Pelecehan seksual o Alnsan Diskriuinnsi - pandotgtttt potitik
34 35
35 35
t t
Alosan Diskriminasi
36
-
Pekerja detganTanggutg Jatoab Keluarga
!
Paragraf 54............... Alasan Diskininnsi - Keadaan Kesehatan Paragraf 57...............
I
c Sektor-SekorYatg Dicokup oleh Koroensli Akses terhadap pelotihnn,
Pekerj aan dan l abatan, persy aratan-persy aratar dan Ketinnatt-Ketettfiiatt
Pekejaan
36 37 37 38
38 39 39
o
Akses terhadap Upah Kerja
D
o lantinan Masa
.
40 40
Paragraf 83............... Kerja
Persyarutat yatg Merdasar dari PekerjaatTertettu 41.
47
42 42 42
t Bebat Peubuktian }
43 43
Paragraf 231,,.,,,,......
o GantiRugidmSanksi o tllV/AIDS
M 45 45
Kutipan Penelitian Umum Mengenai Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja (No.158) dan Rekomendasi (No.L56),1982 Perlindungan Terhadap Pemutusan Hubungan Keria yang Tidak Sah
o Defirisi dsnMetode Pererapat
t
46 46 46 46
PHK yatg Melarggar Hak-hak Metdasar
o Ketiil akhsilirat
D 'r
seuent ara Paragraf 136.
47 47
(a
Paragraf 1,42.
o Bebat Pembuktian 49 49 50 50
c G anti Rugi: Dipekerj akan keubali
at au Konpets asi 50 50
51 51
o I angka W aktu P embeitaluan 52 53 54 54
Kutipan Penelitian Umum atas Laporan-laporan Mengenai Konvensi (No.l00) dan Rekomendasi (No.90), 19S1, Mengenai Kesetaraan pengupahan Uptlt Paragraf 14: sesuai dengan Pasal L, ayat (a) dari Konvensi, "upah mencakup upah atau gaji minimum, pokok atau biasa dan setiap tambahan emolumen apapun yang dibayarkan langsung atau tidak langsun& secara tunai atau natura,
oleh pengulaha kepada pekerja dan timbul karena hubungan kerja clengan pekerja". Definisi ini yang mencakup arti yang seluas-luasnya, berusaha untuk memastikan bahwa kesamaan tictak hanyiterbatas paclaupah pokok atau upah biasa, juga tidak dibatasi pada definisi semanUk-
Enrclwnen Tambohnn Paragraf 15:
Istilah "emolumen apapun" membawa keclalam lingkup Konvensi unsurunsur yang banyak dan juga berbeda. selama p".riopin Konvensi, telah dipertimbangkan untuk memilah secara lebih khusui ,nrr.-unrur vang, disamping gaji atau upah biasa, pokok dan minimum, harus dianggip sebagai bagian integral dari imbalan unfuk tujuan Konvensi dan yang mana seyogianya dibayar tanpa diskriminasi yang berrtasarkan nis Ialg it kelamin. Namu& bagaimanapun juga, komite fonferensi yang berw.,irang lebih memilih untuk menerima ungkapan yang mencikrp ,"*runro "setiap tambahan emorumen apapun" dari pala ungkapin-ungknlrin seperti "setiap tambahan, suplemen, margin, bonus, tunjangan ittau tambahan lainnya dan "semua manfaat dan ke*untungan.l Dengan clenriki,rn imbalan menurut Konvensi mencakup antara lain," perbedaan upan at,ru keunikan berdasarkan senioritas2 atau stafus perka*inan,3 tunjangan biaya hidup,a funjangan perumahan atau hunian,s clin funjangan keluarga,o,z yairg I
Konpcrensi Perburuhan Internasional (rLC), Sesi ke-33, r950, Laporan Sidang (Rp),
i.fn VIII: I-qrf z
Keseraraan pcngupahan,
ha L 5 0 8.
ILC, Sesi ke-34, 1951, Laporair VII(Z), tal.+t I?80rhal.142-143 (tndonesio)danhal.143 (trtandia)(pemenuhankcpatuhan): RCE IlqE l98l' hal'150 (Belayta) (pernenuhan keparuhan); ncr tst4,-hat rsa .i seq,1-i*nr,,1
(pcmcnuhan kepatuhan). Permintaan langsung Dennark 1963.
'
clibayarkan oleh pengusaha dan manfaat dalam natura seperti pemberian dan pencucian pakaian kerja.s
Unsur Tidak Langsrmg dari Imbalan Paragraf 16:
Disamping kata-kata "langsung atau tidak langsung" dalam definisi inrbalan dalam Konvensi dirancang untuk mencakup emolumen-emolumen tertentu yang tidak dibayar secara langsung oleh pengusaha kepada pekerja bersangkutary misalnya, tunjangan hari libur yang dibayar dari dana bersama yang dikelola oleh para pengusaha atau para pekerja.e Oleh sebab itu dalam mempertimbangan ruang lingkup definisi dalam Pasal 1, ayat (a), tidak perlu ditetapkan apakah imbalan-imbalan tertentu yang diterima pekerja langsung dibuat oleh para pekerja atau apakah diberikan secara tidak langsung.
Konvensi mencakup semua komponen imbalan - langsung dan tidak Iturg,sung - yang timbul dari hubungan kerja. Hal ini menunjukkan pentingnya dicantumkan ungkapan "yang timbul dari hubungan kerja pekerja" dalam membatasi lingkup Konvensi.
Yang Tirrtbul Ksrena Hubungan Keria Pelceria
Paragaf.lT: Arti penting hubungan antara hubungan kerja pekerja dan upah yang akan clipertimbangkan dalam Konvensi menfadi lebih jelas dalam hal sumbangan dan manfaat jaminan sosial. Selama persiapan inshumen-instrumen tahun 7957, Panitia Konferensi mencatat bahwa tunjangan yang dibayarkan nrenurut rancangan ;'aminan sosial yang dibiayai oleh organisasi atau industri bersangkutan merupakan bagian dari sistem pengupahan dalam organisasi dan adalah satu dari unsur-unsur yang membentuk upah dalam kaitan mana seyogianya tidak ada diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.lo Sebaliknya, tunjangan yang diadakan menurut suatu sistem jaminan sosial
5
tgtt, hal.l50 (Prancis) dan RCE 1984, hal.l90 (Belgia) (pemenuhan kepatuhan). Perkembangan terhadap perlakuan yang setara dalma pemberian hutjangan'tunjangan ini scringkali mengikuti parghapusan dugaan yang t€gas maupun implisit bahwa "kepala kcluarga" atau pencari naftah utama adalah laki-laki - lihat para.886,87,211,212 d8n 240. '8 RCp tqgS, hal.250 (Luxemburg) (pemenuhan kepatuhan). RCE 1984, hal.l98 (Norwegia). e ILC, Sesi ke-34, 1951, RP, lampiran X: Kesetaraan Pengupahan, par.9,, hal.614-615. '0lLC, Sesi ke-34, 1951, Laporan VII(2), hal.43.
6
RCE
publik tidak dapat dianggap sebagai tragian t-rari upah, da^
suatr.r
amandemen untuk menambahkan manfaat jiminan sosiai kedalam unsurllnsur yang tercantum dalam upah ctitarik setelah ditentang dengan alasan bahwa- dibeberapa negara jaminan sosial tidak *urrprk'un bagian clari upah.tz rampaknya telah dibuat perbeclaan antara .rn.ungrr, jaminan sosiar yang-dibiayai oleh pengusaha atau indushi bersangkutan -'yang tacrinya
dimaksudkan untuk ditangani oreh Konvensi - dan manfaat menurut rancangan jaminan sosial pubtik yang dianggap beracra crilutrr ..*1d" lingkupnya.ts
Pekujann dengan nilni yang sama
Paragraf
1*
Menurut Konvensi Kesetaraan pengupahan dan Rekomencrasi 195[, sesuai dengan kata-kata dalam Mukaddirnah Angg".un dasar ILo, imbalan setara unfuk para pekerja pria dan wanita akan ditetapkan untuk ,,pekerjaan dengan nilai yang sama". Jadi, berbecra crengan sejumrah instrumen rainnya mengenai perlakuan yang sama, stancrar tlo metangkah rebirr iorri ai.i referensi tepada pekerjaan "yang sama atau "seilti)a", cralam memilih " nilai" pekerjaan sebagai perband ingan.
Kriterin Paragraf 20: Menurut Pasal
1 (b) dari Konvensi, istilah "upah yang sama untuk para pekerja pria dan wanita untuk pekerjaan yang nirainya sama,, merujuk tingkat imbalan yang 'ditetaptan uJraasarkan jenis kelami.. l9n"a, wllaynul dengan jelas pertimbangan yang bercrasarkan jenis keramin pek:!: tidak dipertimbangkan, definisi inl udat memberikan indikasi vang positif mengenai bagaimana caranya menetapkan ,,nirai,, pekerjaan. Dartrnr penyiapan inshumen-instrumen tahun 1951, iotr o.,,n Kanior menelaah tiga kemungkinan kriteria: kinerja pria dan wanita dalam pekerjaan yang sebanding, biaya produksi. aiau nilai keseruruhan rrrgi peigrsaha dan akhirnya-, "isi pekerjaan".ll pencrekatan terakhir ini- ,,iernyata paring memuaskan unfuk semua pihak," dan teks kesimpuran yang diusurkan i]119,_Sesi ke.34, 1951, Laporan Vrr(t), hat.t5.
ji&i?iFifdil'iiil,Tl;,iHtrl}lffi
l.;;lT,ifl fl T:kffi
yang.diambil di beberapa negara dalam menerapkan piinsip laki dan perempuan.dalam hit jaminan social dan aianggai
lTiffi
l*1'u6n1fl nau,.n bagi lakiscbagai kesempatan untuk
kesetaraan;;.il;,
3iff$s:i;!i:t,';Tl;"ll;l,lul'l*s.fuud
yang disiapkan oleh Kantor mendefinisikan ungkapan "upah yang sama untuk para pekerja pria dan wanita untuk pekerjaan dengan nilai yang setara" sebagai "tingkat upah akan ditetapkan berdasarkan isi pekerjaan, tanpa membedakan berdasarkan ienis kelamin pekerja".ls Sesuai dengan diskusi dalam Panitia Konferensi, Referensi mengenai "isi
pekerjaan" dihapuskan dari definisi pekerjaan dengan nilai yang sama clalam Pasal 1 (b) dari Konvensi dan dipindahkan ke ketentuan terpisah mengenai tujuan penilaian pekerjaan berdasarkan kerja yang akan dilaksanakan, yang menjadi Pasal 3 dari Konvensi.
Penilaian Pekerjaat
Paragraf 21: Pasal 3, ayat 3 dari Konvensi menunjang definisi negatif dalam Pasal 1 (b) ("ttrnpa diskriminasi") dengan menetapkan bahwa "tingkat yang berbeda
anLara para pekerja yang sesuai dengan, tanpa melihat jenis kelamin, yang ditetapkan penilaian yang obyektif, dalam perbedaan-perbedaan, -yang
'dapat
dianggap sebagai akan dilaksanakan tidak pekerjaan berlawanan dengan prinsip upah yang sama .... Untuk pekerjaan dengan nilai yang sana". Konvensi tidak menetapkan suatu kewajiban tanpa syarat untuk tindakan penilaian pekerjaan yang obyektif berdasarkan pekerjaan yang akan dilaksanaka& dan bahkan tidak menetapkan pilihan atas metoda tertentu penilaian pekerjaan;10 tetapi menurut Pasal 3, ayat 3 bentuk penilaian yang obyektif atas pekerjaan berdasarkan pekerjaan yang akan dilaksanakan adalah satu-satunya cara yang ditetapkan dalam Konvensi untuk membedakan upah sesuai dengan prinsip kesamaan. Seperti clisimpulkan oleh Komite dalam ayat 168 dari peneliUan umumnya dalam tahun 1975, penerapan ide pekerjaan dengan nilai yang sama tentu saja rnengimplikasikan perbandingan antara pekerjaan; bila nilai berbagai pekerjaan harus dibandingkan, harus ada prosedur yang tepat unfuk rnemastikan suatu evaluasi bebas ctari diskriminasi berdasarkan jenis kelarnin.
DisWhnhrusi Eksplisit atau Implisit
Paragraf 23: Dalam membicarakan "tingkat upah yang ditetapkan tanpa diskriminasi berdasarkanjenis kelamin", Konvensi tidak saja menangani diskriminasi r5 16
lLC, Scsi kc-33, 1950, RP, Lampiran VIII: Kesetaraan Pengupahan, Poin 3, h81.508. Pasal 3 pnr.l dan 2. Lihat juga par.l38 sampai 152 dibawah ini.
terbuka trerhadap masing-masing jenis kelamin, tetapi juga cralam kasus dimana terdapat kriteria yang obyektif seperti kine4a"atau kesulitan pekerjaan secara eksplisit atau implisit didefinisikan atau diterapkan clalam kaitan jenis kelamin pekerja. Hal ini menunjukkan penghapusan semua pikiran yang didasarkan pada gender dalam proses penetapan trpah. Jacli, Komite telah menekankan dalam ayat 38 aaii peneiitian umumnya tahun 1975 bahwa kriteria ketuaran, sementara memang sah, menjadi tidik c{apat diterima jika hanya wanita yang disyaratkan menunjukkan bukti keluaran mereka atau jika kerompok upah ""tut yang berbeda ditetapkan berdasarkan keluaran rata-rata dari masing-masing jenis kelanrin. Demikian pula berbagai ketentuan yang bersifat melindungL seperti larangan jenis pekerjaan tertentu untuk wanita, yang dapat dlsyaratkar, oleh unclangundang atau perjanjian bersami tidak dapat digunakan untuk membenarkan skala upah yang terpisah.lT Akhirnya, tidak c"ukup mengganti skala upah yang berbeda unfuk pekerjaan "pia" dan,,wanita,, trerdasarkan skala yang serupa yang diungkapkin daiam bahasa yang netrar tetapi menyelamatkan profil pekeriaan yang diwarisi dan p"iu"a."n-perbeclaan upah yang ada; dalam har ini yang tinggar adarih asumsi mengenai diskriminasi berdasarkan gender aanhetoJa klasifikasi pekerjaan perlu diganti dengan metoda yang didasarkan pada kriteria yang tidak mempun-yai hubungan -baru dengan persyaratan-persyaratan sebelumnya yang
berdasarkanjenis kelamin.rs
lam Karja dnn Senioritas Paragraf 51:
Diantara unsur-unsur tambahan yang disebutkan dalam sejunrrah uncrangundang sebagai kriteria untuk membandingkan imbalah' aclalah faktor_ faktor-seperti jam kerja.atau senioritas, yang Lerkaitan dengan waktu yang diryrikan dihmpat kerja atau untuk peie4aan atau daram"perayanan atau usaha;- kriteria seperti ini yang rorn"-.a.i berlaku untuk pJa aan wanita dan tidak memerlukan unsur feniraian dapat dianggap nenar untuk tujuan
diskriminasi upah berdasarkan jenis kelamin.rr
r7
RCE 1980, p.l3g (Argentina) p.ll} (Itaty)
'" RCE 1969,
pm.h waktu dibavar dengan
upah otau tunjangan jam-an yang ,.'311:";^l1tr_r-r,|r.1J-a oerocoa dengan peke4a pcnuh wahu dan perbedaan antara pekerja parirh ivaktu ain plnul waktu s{alan dalam praktekny-adengan perbedaan menumdcnis tetamin, nraka tirnbul pertanyaan mengenai adanya.diskriminasi tidak rangsung, yang harus dikaji sesuai dcngan situasi t€rsebut dan alasan adanya perlakuan yang u,"rruJu taieurt.-Lil,.ip.r.iz9
ini.
dibawah
Pasyartttat Keria Ynng NYata Paragraf 60:
Kehimpilan (atau pengetahuan yang dibuktikan dengan titel/gelar atau ijazah atau praktek dalam kerja, dan kemampuan yang diperoleh dari
pengalaman, usaha (usaha fisik atau mental, atau tekanan fisik, mental atau ryoiif yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan) dan tanggung jawab
(atau keputusan) yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan (sesuai dengan sifaf ruang lingkup dan kerumitan tugas yang ada dalam setiap
pekJrjaan, sejauh mana pengusaha mengandalkan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan dan tanggung jawab pegawai terhadap pengusaha
untuk sumberdaya dan untuk pekerjaan para pega\ /ai lainnya), dan keaclaan dimana pekerjaan akan dilaksanakan (termasuk faktor-faktor seperti suara, panas/ dingin, isolasi, bahaya fisik, bahaya terhadap kesehatan clin keaclaan lainnya yang dihasilkan oleh .lingkungan kerja) meruPakan kriteria yang paling sering dibicarakan dalam undang-undang imbalan yang settrra dan petunjuk untuk membandingkan pekerjaan yang dilaksanakan oleh pria dan wanita (atih-alih cara pekerjaan itu dilaksanakan).
Rujukm kepadn Kriteria dan Sistem Eaaluasi Paragraf 64:
Kriteria evaluasi didasarkan pada analisa persyaratan pekerjaaO seperti ),ang dicantumkan dalam ayat 60 diatas, dimasukkan dalam undangunclang imbalan setara di Katada,2o Perancis dan klmdia2l unfuk menentukan kesetaraan antara pekerjaan yang tidak identik atau serupa sifatnya. Di Inggris, tuntutan dibuat mengenai pekerja dengan nama yang beraneka ragam, seperti upaya/ keahlian, dan keputusannya dievaluasi dalam stucli yang mencakup pekerjaan seluruh atau setiap pekerja dalam kervajiban atau kelompok kewajiban.22 Tanpa menyebutkan kriteria yang 20
Mcskipun bagian 1 06 mengecualikan "semua kriteria lain" dari evaluasi, larangan khusus diskriminaii berdasarkan jenis kelamin tidak discbutkan dalam Kondisi Kerja atas UU Hubungan Kerja, tapi dimasukkan dalam pasal 39 Konstitusi . 2t Schubungandengan hal ini, hal yang penting melekat pada beban pembuktian bahwa alasan yang nraterial yang tidak terkait denganjenis kelamin mensahkan adanya perlakuan pekerja menunjukkan fakta' !,anlbcrbeda, ieringkali dibebanlian kepada pengusaha dimana iakf yang mendasarkanasumsi bahrva diskriminasi tclah tcrjadi atas dasar jenis kelaminnya lilrat para.67,1(r7 dan 168. 22 Bagian I (5) dari W Upah yang Setara tahun 1970, sebagaimana dirubah (L.S. 1975 U.K. l, lampiran l). Menurut Bagian I (2) UU, masukan oleh bagian 2 Peraturan Upah yang Setara (Perubahan), I 983, kriteria yang sama berlaku dalam kasus.kasus dimana tidak ada studi cvaluasi pekerjaan yang telah dilakukan. Namun, dalam mengomcntari penerapan Konvcnsi di tahun I 983-85, Kongres Serikat Pekerja menunjukkan bahwa dalam poraturEn tersebut, porempuon harus menunjukkan penclitian dari pekerjaan yang "scrupa" atau "hampir atas
-
-
khusus, definisi "kerja dengan nilai yang setara" di portugal merujuk pada tugas-tugas yang, "meskipun berbeda sifatnya, dianggip setara setelah penerapan tujuan kriteria penilaian pekerjaan".23 Hampii seripa cli swedia,
rujukan dibuat terhadap 'pekerjain dimana, sesuai dengin perjanjian
bersama atau praktek yang crilakukan dalam kegiatan yurrg"b"r.ungkutan,
dianggap setara atau memiliki nilai yang setar" sehr6,rngu, crengan
penilaian pekerjaan yang disetu jui".z+ Di Bela,da, hukum menjatur bahwa, untuk fujuan hak-hak pekerjaan terhadap kesetaraan upah untuk kerja dengan nilai yang setara, "pekerjaan harus dinilai sesuai dengan sistem evaluasi kerja yang trerpercaya; untuk hal ini jaminan harus ada sehrbrngun slstem, yang biasa dilaksanakan ii.^nu pekerja dipekerjakan. {enganDalam hal tidak ada sisEm tersebut, pekerjaan harus dinilai secara aclil sesuai dengan keterangan yang tersedin.r,zs
Bukti dut Beban Pembuktian
Paragrrt
672
unfuk memberikan dampak peraturan kepada prinsip upah yang
setara,
sejumlah neglra mengandalkan ketenfu an-ketentuan nurcum yang nr erarang perlakuan tidak sam.a terhadap para pekerja dengan p"*rut.on yong -p"ngrsahaz7 sama,26
atau diskrimilali yqan anta.a pria dan
**itu iiut
atau lebih-umum lagi, diskriminasi cralim menetapkan upahzi atiu yang mensyaratkan tersedianya pekerjaan untuk setiap warga dengan konclisi yang sama dan kesempatan yang sama untuk r"r*onyo'tnpa cliskriminasi
scrupa" (mei,juk pada bagian l(2) (a) dan (a) utr) tidak berlaku sebeberum adanya upaya membuktikan kesetaraan n il ai. 'lu-nun 2 (e) Peraturan Legislatif No.3 92/79 unt*menjamin kesetaraan kesempatan dan bagi_p_erempuan din laki-laki daram har kerja dan pekerjaan fui.-isil - r"..:;
rl*y* ^.Bagian 4(l) UU mengenai
kesetaraan
*t*u
pr...puan
dan
r*i-ruLi auru.
pekerjaan,
tahun 1979 (L.S. 1979- Srve.2) B.agian 4 dsri xesetaraari.u$ah bagi pcrcmpuan dan Laki-laki tahun 1975 (L.s. r975 Pcnyusunan ketentuan ini memp-crtimuarigkan fakta bahwa, menurut bagian 2 darr 3. hak terhadap kcsetaraan upah untuk pckcrjaan acnla" nilai yang,.t*u r,r*, hanry n$a.ne.kerjaan-yang setara.at;u hampir setaia nilainya yang dilakukan oleh pckerja yang berbeda jenis kelamin, tetapi dalam trat tiaat ada dasarcluri.i p.iu.raiigan, pnoo upat, yang biasa diterima oleh ockeda yang bobeda jenis kclaminnya titrat par.z+ dibawah ini. rvntntka,pinsip.Vl dari prinsip Mendasar UU perburuhan (Ls l95l - Dom. r) ''ll\enubtit Jepang,bagian 4 uU Kordisi Ke{a tahun 1947 (Ls i[,qt iip:l:Ziliibwe,uasian s 1t1 ($) UU Hubungan Perburuhan, No.l6 tahun 198_s. ' 'o Austrla,bagian l2 uu Kcsetaraan pcrrakuan tahun_1979(L! 1979-Aus.l); Bergia,bagian 12?,128 dan 130 UU Reformasi Ekonomi tuf,rn f sii (LS i97E 25
w
a-i;;;;il;td.i.
I:tl't).
dt,.rp;ffi i
-
_da,ii-- "
berdasarkan jenis kelamin.2e Dalam beberapa hal, undang-undang selanjutnya menetapkan definisi diskriminasi. Di Austria, "diskriminasi aclalah pembedaan yang dilakukan sehingga merugikan orang bersangkutan tanpa adanya pembenaran" (pasal 2 dari UU Kesetaraan Perlakuan). Di Zhnbabtoe, seseorang dianggap didiskriminasikan jika tinclakannya atau hal yang tidak dilakukannya menyebabkan atau dapat menyebabkan mereka dari satu jenis kelamin diperlakukan tidak baik atau lebih baik dari mereka dari pada mereka dari jenis kelamin yang lain, kecuali jika tampak bahwa tindakan tersebut atau hal yang tidak dilakukan tersebut secara keseluruhan atau terutama tidak dapat diberlakukan te.rhadap jenis ketamin dari mereka yang bersangkutan (pasal 5(6) dari UU
I{ubungan Perburuhan No.16 tahun 1985). Definisidefinisi ini secara keseluruhan menuju pada beban pembuktian, yang kuncinya telah rnemperoleh perhatian serupa dalam sejumlah undang-undang pengupahan dan perlakuan setara.
P e n g ndil
au
P en
nfsir an
P
rinsip
Paragraf 119:
Dibeberapa negara, kemajuan dalam pelaksanaan pengupahan setara terkenruka lebih berdasarkau interpretasi judicial dari pada Undakan perundang-undangan. Berdasarkan pernyataan secara garis besar atau clalanr kasus lainnya, ketentuan-ketentuan perundang'udangan atau hukum vtrng relatif menghambat, pengadilan dibeberapa jurisdiksi bertanggung jawab dalam pengembangan konsep "upah yang setara" dan definisi
"upah" yang sesuai dengan Konvensi. Situasi tersebut
telah
diperbincangkan di Republik Federnsi lerman mauPun di ltalia (lihat paragraf 39 diatas) dimana penerapan prinsip upah yang setara untuk pekerjaan yang sama dijelaskan oleh pengadilan konstitutsi melalui badan jurisdiksi berdasarkan ketentuan undang-undang umum, yang dikembangkan sebelum penerapan perundang-undangan yang menjamin hak upah yang setara dalam ketentuan yang lebih rinci (ayat 49). Paragrapf 123: Dalarn mempertimbangkan interpretasi yang diberikan kepada konsep upah yang setara untuk "pekerjaan yang sama atau hampir sama"3O Pengadilan
W
Pcrburuhan tahun 1970 (LS 1970 - Iraq. l): "sebagai imbalan untuk lrak,bagion I (a) upah yang sesuai dengan upaya yang dilakukan dan kualitas serta kuantitas produksi". Yaman, bagian 5 (a) W Perburuhan, No. 14 tahun 1978. Lihatjuga par.57 diatas. 30 UU Pekerja Laki-laki dan Perempuan (Upah yang Setara) 5724-1964, scbagaimana diubah dcngan UU Pekerja Laki-laki dan Perempuan (Upah yang Setara) (Perubahan No.2) 5733' 1973 nengatur bahwa "pengusaha harus membayar pekerja perempuan upah yang setara 7e
Pekerja Nasional
di
Isroel menetapkan bahwa undang-unclang harus
diinterpretasikan berd asarka n asu m si ba hwa para pembuai undang-unda n g bermaksud menegakkan Konvensi No.100 yang teiatr diratifikasi oleh Israel. Pengadilan juga menetapkan bahwa cralam menetapkan apakah pekerjaan sama atau hampir sama, jelas pendapat ahli analiia peke4aan udak-sala akan melanjutkan perbincangan tetapi juga akan memierikan sumbangin kepada penylesaian yang tepaf walaupun ketentuan tersebut ditetapfan dalam perundang-undangan.3r
Defnisi Upnh Paragraf 126:
sejumlah kasus berkaitan dengan pembayaran tunjangan kepacra ,,kepala keluarga" yang diskriminatif terhiclap para wanita. Masalah in timbul dalam suatu kasus di Jepang dimana goii p"gu*ui bank ditambah dengan tunjangan yang diberikan kepacra kepara ketuarga. Dimana hak terhalap upah ini tidak tebatas sejauh menyangkut para pegawai pria, para pegawai wanita hanya berhak atas upah ini selama gaji luimi mereka tetap ueraaa dibawah tingkat yang ditetapkan. pe"n[adilan menginterpretasikan peraturan gaji bank sebagai mencerminkan asumsi bank bairwa hanya pria yang menjadi kepala keluarga. Menurut pengaclilan, situati seperti ini bersifat diskriminas.i terhadap para pegawai wanita. selanjutnya, pengadilan berpendapat bahwa kriteiia jenis kelamin tidak clapat dibenarkan dan membatarkan peraturan terkait.3z Kasus-kasus mengenai diskriminasi berdasarkan jenis keramin juga timbul dinegara-negara lain dimana upah unfuk berbagai manfaat, funai atau cralam natura, berkaitan "kepala kelaurga", crengan asumsi tersirat atau tersurat $engan-konsep bahwa hanya pria yang harus ciipertimb-"angkan. Diantara contoh
dengan upah yang dibayarkan kepada pekerja raki-laki di tempat kerja untuk pekerjaan yang sama atau hamDer sama". 3' *Elite'Israei Swees and chocolate Industry Ltd.v. Lederman, 5 Maret l97g; RCE 19s0,
hal.l43 1sraeh.
Pengadilan ncgeri Morioka terhadap kasus Bank Irvate, 2g Maret i'*rpl!r:* l9g5 dalam tfu\m "Hanreijiho"
No.l149. Mcnurut Fiukum standar perburuhan (LS 1947 Jap.3). {g1na] diskriminasi antara laki-lakidan percmpuan dalam pengupahan u..ouru.toni*is kclamin d!g*.g (bug* 4). Bagian t t .neraennislkan upah seb'agai..upa},, bonus dan setiap bentuk pembavaran lainnva kepada pekerja au.i p.igrsutu ;;8ilil;;h;ekerja...,,,
g.:i,irr*rrr,
wanitil.33 Demikian pula tuntutan diajukan terhadap Belgia
dalam
hubungan dengan perat'uran yang membe'dakan kondisi untuk pria dan
wanita dalam pemberian tuniangan akomodasi atau kediaman kepada para pegawai Kementerianr dan terhaclap Perancis, dimana tunjangan untuk
poiu anggota staf pertambangan diberikan hanya kepada para
kepala
keluara (yang didefinisikan sebagai pria yang sudah menikah, Pria yang menanggung orang tua atau saudara dan wanita menikah yang menanggung suaminya).3s
D iskr i nrin asi T i d ak
L an g s ut
r
g
Paragraf 129:
Dalam mempertimbangkan penerapan undang-undang upah yang setara, pengaditan dihadapkan kepada kasus-kasus diskriminasi tidak langsung nraupun langsung. Tindakan hukum yang melibatkan para pekeria Paruhrvakiu menggambarkan kesulitan membedakan antara diskriminasi lxrrclasarkan jenis kelamin dan perbeclaan nilai pekerjaan yang dilakukan oleh para pekerja pria dan wanita bersangkutan. Suatu kasus dibidan ini rnenyangkut tindakan di Iaggris oleh seorang pekeria paruh-waktu wanita yang clibayar dengan nitai per janr yang lebih rendah dari pada seorang pekerja tetap pria yang melakukan pekerjaan yang sama.36 Pengadilan Eropa, yang mengadili hal tersebut pada penetapan pertamanya menyatakan bahwa perbedaan mbalan antara para pekerja tetap dan paruhwaktu bukan merupakan diskriminasi kecuali dalam kenyataannya hanya merupakan cara tidak langsung untuk mengurangi imbalan para pekerja praruh-waktu berdasarkan kenyataan bahwa kelompok Peke4a terdiri ,t l)alam
Kasus Komisi v. Grand Dtchy of Luxembourg (kasus 58/81 (1982) 3CMLR 482) Pengadilan menganggap bahrva Luxembourg melanggar prinsjP kesetaraan pelguqa\m antia laki-laki dan perempuan dalam Pasal I 19 Perjanjian EEC sebagaimana ditafsirkan dalam Petunjuli EEC mengenai kesetaraan upah. Namun selanjutnya Pemerintah nengundangkan peratuan tanggal 20 Mei 1983 yang mengatur kesetaraan upatr antara laki' laki dan perempuan sehuburgan dengan tunjangan keluarga. RCE 1985, hal.250 (Luxe mb ou rg) (pengamatan kepatuhan) r{ Ro-val Oraer iO. t.eZ memberikan tunjangan bagi laki-laki yang menikah tetapi untuk perempuan hanya jika mereka mcmpunyai anak. Komisi dari Masyarakat Eropa menarik p.rgudra*yu di pengadilan ketika Order dirubah (melalui Royal Order l0'9.81 dan i+. iz.a t) yang memberikan tunjangan kepada pegawai laki-laki dan perempuau dengan kriteria yang sama. RCE 1984, hal. 190' I (Belgia) (pengamatan kepatuhan). pemerintah mengeluarkan ketentuan melalui Order '5 Proses prl*ggaran ditelantarkan ketika tanssal 2 Mei 1979. RCE 198 l, hal. 149- I 50 (Prancis) (pengamatan kepatuhan). dengan UU Kesetaraan Upah 'o Sliung Pengadilan Industrial membatalkan tuntutan sesuai hrggris itas dasar terdapat "perbedaan yang besar" selain daripada perbedaan jenis kelamin aniira pekerjaan yang dilakukan oleh pihak pcrempuan dibandingkan dengan pekerja lakitaki. Pida tingkat Banding di Pengadilan Banding, penuntut mendasarkan pada Pasal I 19
Perjanjian EEC (JenHns v. Kingsgate (Clothing Productions Ltd) (1981), IRLR 7l).
10
sebagian besar atau semuanya wanita. pengadilan Inggris akhirnya menyatakan bahwa perbedaan imbalan antara pa.a pekerli-paruh-waktu yang terdiri terutama dari wanita dan pekerja tetap hanya dipat clibenatran l""gl menunjukkan "perbedaan material'' yung uenar;aahm pasal 1(3)
Pay Act). Tidak cukup bagi plngusaha untuk menyatakan ia tidak mempunyai maksud yang nyata atau tersembunyi dalanr diskriminasi terhadap wanita.37 Keputusan serupa juga diambil oleh Equal fa1 bahwa
Pengadilan Pekerja Federal di RepublikFederal Jermin aili* kasus seorang gelerja paruh-waktu wanita yang menurut peraturan pensiun pekerlaan, berhak untuk menerima pensiun setelah bekerja sebagai pegawai tetap selama 15 tahun. Menurut pengadilan, prinsip umum perlakuan ^"ur,g"nui setara dianggap dilanggar jika peraturan pensiun tidak mencakup para pegawai paruh-waktu (yang sebagian besar adalah wanita) dan tidak acra alasan untuk membenarkan pembedaan tersebut perbedaan dalam volume pekerjaan antara pekerja- tetap. dan pekerja paruh-waktu tidak merupakan alasan yang cukup.* Di lrtmdda, tuniutan'paia pekerja paruh_waktu wanita unfuk menerima upah per jam yang sama-crengan yong dibayarkan kepacra rekan kerja pria yang merupakan pekerja tetap terah diselesaikan meralui pembandingan perbedaan pekerjain berdasaikan kriteria yang disebut perundang-undangan upah yang setara, yaitu ketrampilan, usaha {al-am 'I. fisik atau mental, tanggung jawiU aan to]raisi ke4i.or
37
Mengurangi ketidakhadiran dan memperoleh.penggunaan yang maksimum scbagaimana B:ld'Le sebasai tu.luun-ying daiat iembenarkan uparr yang lcbih Dagr paruh waktu. Namun ditekankan bahwa-pengusaha harus mimuuttiian perbedaan upah menhasilkan: pembelaan "perbedaan yang bisar; tidak berkaitan dalam kasus dimana pengusaha bermaksud mengeluarkan hasil iniiania Uahrva hasil-hasil tersebut pada kenyataannya dikeluarkan. Ibid. '" Dalam pandangan Pengadilan, ketika kebanyakan pckerja pcrempuan dirugikan oelh q:r.uPT pe,sion yang mengeluarrian_pckaja paruh waktu, hal iniiapat meiggambarkan $:Sgfip.uarik yang f:lrygef_p-l'at i, iaragraph fijJr" tiirl,"rr:i*?.'@r, sr,rirt,, ff., dirangku-m orerr pemertniarr datam rampiran ?#)1!!r,t;"1tBil]?82,rrar.i+oo laporannya I9EI-E3 menganai Konvensi No.I00) " Dunnes Storcs Ltd. fNavan) dan l7 pckerja pcrcmpuan (Epl4/g3) dan Drrnncs Storcs Ltd. ; aErpir,ri i, ofu e/8 3, di ron gkum tahun I e 8 3 Lo poran ]- II-ry r aNnan Agen Kesetaraan Ke{a lrlandia. Daram kasus lang pertama, petugas menganggap pertandingan udraasartan t riteria yang diah, daram Bagian 3 (c ) dari Anti Diskriminasi (pengupahan) 1974 menunjukkan baf,wa kerja penggugat tidati setara de,ngan kerja raki-riki pembandingnyu; auru'n k;;;; y;ilH;;iiperuanainga, Trla.inva. menunjukkan bahwa scluruh.pekajaan yang diraluian oretr pcngguiai!.t.u riruinyu dcngan bandingan pekerja laki-laki dan karenanya iiberikan upah y-g
g:::ltii*lfq:1',:" renoan peker;a
...Uutiit-
g::::df .]jt feT3lg w
i;,.,il;
\s{g*
i;t#r.-
71
Eaalucsi yang Obyektif Mengerni Pel',eriaan
Paragraf 138:
3, ayat 2 dari Konvensi menetapkan tindakan yang akan diambil untuk melakukan penilaian yang obyektif terhadap pekerjaan berdasarkan pekerjaan yang akan dilakukan "dimana tindakan demikian akan membantu dalam memberikan dampak terhadap ketentuan-ketentuan Konvensi". Seperti ternyata dari indikasiindikasi yang diberikan sebelumnya dalam laporan inl ide membayar pria dan wanita sesuai dengan nilai pekerjaan mereka tentu saia mengimplikasikan penerapan teknik untuk mengukur dan membandingkan secara obyektif nilai relatif ctari pekerjaan yang dilakukan. Lagi pula teknik ini penting untuk menetapkan apakah pekerjaan yang melibatkan pekerjaan yang berbeda dapat pula mempunyai ntlai yang sama dalam kaitan dengan upah. Karena pria dan wanita cenderung melakukan pekerjaan yang berbeda,40 teknik untuk mengukur nilai relatif dari pekerjaan dengan isi yang berbeda adalah penting untuk menghapuskan diskriminasi upah antara pria dan wanita. Penilaian pekerjaan, yang membuka jalan bagi pekerjaan yang memuaska& tanpa memperhitungkan sifat pribadi seorang pekerja, semakin diplrtimbangkan disejumlah negara sebagai teknik yang paling layak untuk mengembangkan upah yang setara bagi pria dan wanita.
Pasal
Me todc peillaian pekerj aan
Paragraf 139:
Pada dasarnya, penilaian pekerjaan merupakan prosedur resmi dimana melalui analisa isi pekerjaary berusaha mengurutkan pekerjaan berdasarkan hierarki ddalam kaitan dengan nilainya biasanya untuk menetapkan tingkat upah. Hal itu berkaitan dengan penilaian pekerjaan dan bukan penilaian pekerja secara perorangan. Sebelum menguraikan metoda dasar penilaian pekerjaan, perlu diperhatikan bahwa kedua unsur utama dari rencana evaluasi pekerjaan adalah analisa pekerjaan dan uraian pekerjaan.ar Analisa pekerjaan menyangkut pemeriksaan sistematis terhadap pekerjaan untuk menentukan sifat tugas yang dilaksanakan,. ketrampilan dan usaha yang dibutuhkan dan kondisi kerja yang berkaitan dengan pekerjaan Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan, disiapkan uraian a0
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bahkan dalam pekerjaan yang memasukkan pekerja laki-laki dan perempuan, pekerjaan tersebut sebenarnya dipisahkan berdasarkanjenis kelamin (lihat D.J.Treiman and H.L Harhnan (eds.): Women, work and wages: Equal pay for work of equal value (Washington" DC, National Academy Press, l98l), hal.52 and B.F.Reskin and H.LHartmenn (eds.): Women's worh men's work: Sex segregatation on the 7bD flVashington, DC, National Academy Press, 1986), hal.l8. ar Untukpenjelasan lengkap, lihat: ILO: Job Evaluafon, Jenewa, 1986.
12
Fkgrt-u".r,
yang merinci sifat-sifat utama dari masing-masing pekerjaan.
setelah analisa pekerjaan dan uraian pekerjaan, sampaipada talap penting penilaian pekerjaan, terutama perbandingan sistematis diri pekerjaan untui< menetapkan hierarki. Ada empat jenis atau metoda uadisionai penilaian pekerjaan. Dari semua ini, dua metoda non-analisa utama dari evaluasi pekerjaan - metoda ranking dan metoda klasifikasi atau metoda uraian tingkat - menetapkan hierarki dengan membandingkan seluruh pekerjaan tanpa menganalisa faktor-faktornya. Menurut kedul metoda anaiisa dasar penilaian dan perbandingan fa\tor, tugas setiap pekerjaan clibagi menjacri unsur-unsur biasa atau faktor-faktor yang diberi poin atau nilai-nilai lain, yang jumlah totalnya menunjukkan arti penting masing-masing pekerjaar.r dalam hierarki. uraian singkat mengenai masin[-masin[ aari metocla clasar akan menggambarkan ciri-ciri utama mereka.
Panggwraan Eonlunsi pekerjaan dalam Menerapkart
prircip
Korntettsi
Paragraf 147:
Panitia mencatat beberapa kasus dimana keputusan upah setara diberikan berdasarkan penilaian pekerjaan. Misalnyi, Komisi Hak Azasi Manusia
Kanada, menyetujui. penyelesaian peiselisihan yang menyangkut . perbandingan berbagai jenis pekerjaan, seteloh evaluasi meiemukan bahwa pekerjaan-pekerjaan mempunyai nilai yang sama.a2
Deng;rn -dilikukan .tersebut demikiao perbandingan terah untu.u kelompok ahri
perpustakaan yang terdiri terutama dari para wanita dengan kelompok para peneliti sejarah yang sebagian besar aaatatr pria clan antira clirektur wanita
perawatan dalam sebuah rumah sakit dan para direktur lainnya dirumah sakit Ersebut yang kesemuanya adalah pria.43
Beban Pembuktinn
Paragraf 767:
Diskriminasi dalam upah seringkali sulit dibuktikan, terutama bila hal itu tidak langsung dan timbul dari kriteria atau klasifikasi dan sistem evaluasi yang diskriminatif. Para pegawai juga dapat menghadapi kesulitan dalarrr membuktikan fuduhan diskriminasi lareni mereki ticlak dapat mengakses catatan dan informasi yang diperrukan. oreh sebab itu, sejunrrah pemerintah telah mengambil tindakan legislatif untuk menempatkan beban a2
MenurutBagian I I uU HAM Kanada, laki-laki dan perempuan yang bekerja di tcmpat yang sama harus menerima upah.yang setara.untuk pckerjaan'yang'sctio nirainya. Nilal diukur berdasarkan keahlian, usaha dan kondisi kerl'a. a3 Komisi IIAM Kanada, rqua ray Cusru*r, idii-rs84. Lihat juga RcE r985, hal247 (Kanada)
13
pembuktian pada pengusaha dalam penyelesaian upah yang setara. Misalnya, legislasi perlakuan setara tahun 1980 di Republik Federosi lerman membalikkan dan menempatkan pada pengusaha "tugas membuktikan bahwa alasan-alasan yang tidak berkaitan dengan jenis kelamin tertentu membenarkan pedakukan yang berbeda", dimana pekerja mengemukakan "fakta-fakta yang menjadi alasan untuk mengasumsikan bahwa telah terjdi diskriminasi yang berkaitan dengan jenis kelaminnya".s
aa
Bagian I
1980
W
HuLum Perburuhan (Harmonisasi Masyarakat Eropa), 13 Agustus 1980, LS (Repub:lik Federasi Jerman).
- Ger.F.R3, lihat RCE 1982, hal.l5l
14
Kutipan Penelitian Umum Mengenai Laporan-laporan mengenai _ Konvensi Kebebasan Berserikat dan Hak untuk Berserikat (No.8Z), 1948 dan Konvensi Hak untuk Berserikat dan Berunding Bersama (No.9B), 1g4g Sumber Utama: Instrumen-ittshumen ILO
Paragraf 5:
serikat n9k94a telah meminta pengakuan atas kebebasan berserikat jauh sebelum ILo berdiri. sebagai bagian dari hak asasi manusia clan ketentuan penting yang dimaksudkan untuk memastikan pembelaan kepacla pekerja, kebebasan berserikat sangat penting khususnyi dalam panclangan pekerja sebagai struktur tripartit di ILo. Hal ini juga nerupakan kepentingan yu,ig pasti bagi organisasi pengusaha untuk, yang saat ini proiecru.nya letai-, banyak digunakan yang dibentuk untuk memistikan t penerapannya. iru., ILo kemudian memasukkan prinsip ini clalam konstitusinya cli tahun 19j9 sebagai salah satu tujuan program aksinya. pembukaan bagian XIII clari versailles Treati menyebutkan 'p"ngrkru.r atas p.insip kebebasan berserika/' diantara tujuan-tujuan yang dipromosikun ot"t Lb, aur, dalam prinsip-prinsip umum yang diatur dalam pasal 4zz dari rreati berisi ketenfuan mengenai "hak berserikat oleh pekerja dan pengusaha untuk
semua fujuan yang sah".
Paragraf 6: Kebebasan berserikat telah diproklamirkan sebagai salah satu prinsip yang
paling mendasar dari organisasi, kebutuhan akan hal tersebut ior,goi dirasakan untuk mengadopsi ketentuan yang bertujuan untuk menjeraskan
yang umum menjadi lebih tepat a"r, ,ntut mengatur elemen-elemen intinya dalam inshumen ILo yang formal afar p".,".ipu. umumnya bisa secara efektif dipromosikan dan diiwasi. usaha i*at untut< melakukan hal ini mengalami kegagalan di tahun 1927.1 fonsep
I
Penempatan bagian ini dalam agenda di tolak pada sesi Konprensi perburuhan Internasional tahun 1928, khususnya karena kel-ompok pekeda, penyebab utamanya karena pertanyaan yang berkaitan iengan hak untui tiAat Uerseiitai dan rormatitas hukum yang harus dipatuhi oleh organlsasi.
15
Parugraf 7:
Padf tahun 1944, Konstitusi ILO dilengkapi dengan Deklarasi Philadelpia, yang menegaskan "prinsip fundamental dimana organisasi didasarkan dan, khuiusnya, kebebasan berekspresi dan berserikat penting untuk kemaiuan terus menerus.2 Pada saat yang bersamaan, Deklarasi mengakui kewajiban utama dari ILO untuk meneruskan pelaksanaan program yang ingin dicapai, antara lairy " pengakuan yang efektif atas hak untuk berunding bersama, kerjasama manajemen dan pekerja dalam perkembangan yang terus nenerus atas efisiensi yang produktif, dan kolaborasi pekerja dan pengusaha dalam persiapan dan penerapan ukuran sosial dan ekonomi". Priniip-prinsip yang diartikulasikan dalanr Konstitusi diterapkan terhadap seluruh Negara Anggota dari Organisasi'
S
umber -s unrber In tern asio n al Lain
Paragraf 14:
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tidak berhubungan dengan isu-isu perburuhan, dan sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani tahun 1946 dengan ILO, diakui bahwa ILO adalah badan'khusus yang bertanggung jawab untuk membuat aturan-aturan untuk mencapai tujuan yang disebutkan dalam Konstitusinya. Namun, sejalan dengan kerangka dari instrumen-instrumen yang terkait dengan hak asasi, PBB telah mengadopsi standar-standar dan prinsip-prinsip mengenai masalah perburuhao termasuk hak-hak serikat pekerja. Dengan demikian, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948, Perjanjian Internasional mengenai Hak-hak Ekononri, Sosial dan Budaya tahun 1966, dan Perjanjian Internasional mengenai Hak-hak Politik dan Sipil mengatur mengenai hak-hak dan ketrebasan-kebebasan yang esensial unfuk ntelaksanakan secara bebas hakhak serikat pekerja. Pengaruh moral yang tidak mungkin dipertentangkan clalam Deklarasi mengatur, antara lain, bahwa semua orang memiliki hak ats kebebasan untuk berkumpul dan berserikat secara damai (pasal 20.1) dan hak untuk membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja untuk mendapatkan perlindungan atas kepentinganya (pasal B.a)' Perjanjian yang diberlakukan pada tahun 1976, berisi ketentuan mengenai hak untuk berserikat, khususnya hak untuk membentuk serikat pekerja dan hak untuk mogok. Sesuai dengan pasal 18 dari Perjanjian Internasional mengenai Hakhak Ekonomi, Sosial dan Budaya, ILO melapor kepada Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) mengenai perkembangan yang dibuat dalam memastikan kepatuhan atas ketentuan Perjanjian yang berada dalam kompetensi organisasi. Badan Pengatur memPercayakan tugas ini kepada 2
Deklarasi mengenai maksud dan tujuan dari Organisasi Perburuhan Internasional, psl.l(b). 1,6
KomiE Ahli, yang telah memeriksa posisi sejumlah pihak Negara, khususnya sehubungan dengan pelaksinaan pisal-psasf yang tertait dengan Perjanjian.
Hak Pe?,erja don Pengusatra, Tanpa penfuedaan Apapwt, untuk Mendirikan rlan Ber gabung den gan Or ganisosi
Paragraf 45: Pasal 2 Konvensi No.87 mengatur bahwa "pekerja dan pengusaha tanpa -dan...uergauung pembedaan
apapu& memiliki hak untuk *endiriku.r
dengan organisasi yang dipilihnya sendiri...,'. Dalam mengadopsi-irtitoii "tanpa pembedaan apapud,, yang dia.ggap sebagai .".u yr"ng lebih cocok ylk mengekspresikan lingkup universii dari prinsip teueuasan berserikat daripada membuat suatu diftar rarangan Lentui-bentuk pembecraarg Konferensi Perburuhan Internasional menegaskan bahwa hak untuk berserikat harus dijamin tanpa pembedaan atau diskriminasi dari segala jenis seperti pekerjaan, jenis kelamir; warna kuli! ras, kepercayaary kebangsaan atau opini poliuk3 oleh karenanya hak untuk berserikat harus dianggap prinsip umum, pengecualiannya hanyalah yang ditetapkan daram Pasal 9 Konvensi, yang mengijinkan irlugu.u untuk menentukan sejauh mana jaminan yang diatur dalam Konvensi berlaku unfuk angkatan bersenjata dan polisi.
Paragraf4* Mempertimbangkan kata-kata yang luas dari pasar 2 Konvensi No.gZ sem]ra pegawai negeri harus memiliki hak untuk mendirikan organisasi profesi, tanpa menghiraukan apakah mereka terlibat dalam adminishasi negarl pada tingkat pusa! daerah atau lokal, mereka adalah pegawai yang memebrikan layanan pubrik yang penting atau yang dipekerjikan ciatan badan-badan ekonomi negira. - Namury pengujian darl perundangundangan berbagai Negara menunjukkan uitrwi istilah yangdigunakin y"Yl merujuk pada pegawai negeri mempunyai pemahaman yang ruas. Istilah yang sama dalam perunding-undangan di berbagai negara tidak sela-lu mencakup orang yang sama,a namun ai beUerapa ,r"!-o p"rrndang_ undangannya telah mengatur pembedaan mengenai statis dan hak dari
3
[-O: Catatan Sidang, ILC, Sesi ke-30, 1947, ha1.570. " contohnyq kata Prancis "fonctionnaiie" (pegawai negeri) tidak memiliki arti yang sama di negara-negara yang berbahasa prancisl
17
berbagai kategori pegawai negeri.s Komite menilai bahwa semua pekerja dalanikategori ini dicakup oleh Konvensi, apapun istilah yang digunakan. Pekarja-pekerjn rli Zona Proses Ekspor
Paragraf 60:
Mengenai hal yang lebih khusus yaitu hak berserikat dari pekerja di zona
pror"s ekspor, Komite telah beberapakali bertemu untuk membahas
nrasalah-misalah dalam perundang-undangan di beberapa Negara dalam konteks Pasal 2 Konvensi No,87,5 dan telah menekankan pentingnya hal tersebut melekat pada kebutuhan semua pekerja, tanpa pembedaan apaPun, untuk menclapatkan hak-hak serikat pekerja seperti yang diatur dalam Konvensi.)uga telah clirujuk Deklarasi Tipartit mengenai Prinsip-prinsip Perusahaan Multi Nasional clan Kebiiakan Sosial, yang diadopsi oleh Badan
Pengtrtur ptrcla ttrhun
.Ig77,
dinyatakan dalam paragraf 45 bahwa
"pemerintah Negara penerirna menau,arkan insentif khusuS unfuk menarik investasi asing, insesntif-insentif ini harus tidak memasukkan pembatasan atas kebebasan berserikat pekerja atau hak untuk berserikat dan berunding bersama."
Hnk Mogok Paragraf 136:
Tindikan mogok, yang merupakan bentuk yang paling nyata dari tindakan bersama dalam hal perselisihan perburuhan, seringakali dilihat sebagai 5
Contohnya, Jermail, hukum dan praktek menggambarkan satu perbedaan, lebih berdasarkan stahts duipada sifat filtgsinya, antara pegawai negeri yang memiliki status "Beamte", dan orang yang dipekerjakan pada berbagai tingkat pada layanan publik, kerah putih ("Angestellte") atau pekerja manual ("Arbeiter") 6 contohnya: Banglodesh: Komite berpendapat bahwa psl.l 1A dari uu otoritas Zona Proses Eksport, 1980, yang mengatur pengecualian suatu daerah dari operasional seluruh atau sebagian Peraturan Hubungan Industrial, tidak cocok dingan pasal 2 dari Konvensi No.87 (RCE 1991, hal' 149). Pakistan'. psl.25 dari Peraturan Otoritas Zona Proses Eksport, 1980, mengecualikan seluruh daerah tersebut dari lingkup peraturan Hubungan Industrial, 1969 sehingga menolak hakhak pekerja untuk membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja; Komite telah meminta iemerintah untuk merubah peraturannya (RCE 1993, hal.2l7-218). Togo: Pemerintah menyatakan bahwa zona perdagangan bebas dalam proses pembentukan, Komite meminti untuk menjelaskan secara rinci apakah ketentuan UU Perburuhan berlaku untuk daerah tersebut. Sebaliknya, Komite mencatat bahwa kemajuan telah dibuat akhir-akhir ini oleh Republik Dominika (RCE 1993, hal.l91) danPanama (RCE, 1994 pengamatan atas Konvensi 98). 18
seniata terakhir dari organisasi pekeria dalam mendesak permintaan mereka. Ini juga merupakan cara bertindak yang paling kontroversial, yang tiercermin dalam diskusi di badan-badan pengawas dan khususnya tcetutran yang cukup banyak diberikan ke Komite Kebebasan Berserikat mengenai masalah ini. Hak untuk mogok iuga menemui kesulitan-kesulitan dalam sektor publik dan semi-publilg dimana konsep pengusaha tidaklah tanpa ambiguitas dan dimana masalah mengenai layanan esensial timbul lebih :eT"g dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, karena pelaksanaan dari hak ini sangat mempengaruhi pihak ketiga yangkadangkala merasa mereka menjadi korban dalam perselisihan dimina meieka tidik ambil bagian dari hal tersebut Komite bahwa akan sangat berguna untuk menjelaskan secara detail-percaya pandangan atas gambaran ying urensial mengenai hubungan industrial, dengan rujukan pada ketentuin-k-etentuan substa ntif yang ada dan proses yang membawa pada terbenfuknya prinsipprinsip tertentu mengenai isu ini. Namun sebelum memprosesnya, romite ingi" membuat beberapa pengamatan umum. Paragraf 137:
Pertama, tindakan mogok tidak dapat terlihat sebagai hal yang terpisah (terisolasi) dari hubungan induskiil secara keseluiuhan. Aduloh b"no. bahwa ini adalah hak yang mendasar, tapi bukan sebagai akhir. Mogok adalah sangat mahal-dan sangat merugikin bagi pekerja', pengusaha Jan masyarakat dan ketika hal tersebut jadi karena gagalnya proscs dalarn
menentukan kondisi kerja melalui perunding"r, Etap menjadi tujuan akhir.
[r*^i
yi"g
harusnya
Paragraf 138:
selnlutrya, lebih dari aspek-aspek lainnya dalam hubungan indushial,
tindakan mogok seringkali menjadi symptom dari isu yang'iebih luas clan lebar, sehingga fakta bahwa mogok diiarang oleh perunlang-unclangan negara atau putusan pengadilan tidak akan mencegah terjaclinyimogot jita tekanan ekonomi dan sosial cukup kuat. seba[ai tambahan, meskipun otoritas judicial umumnya membatasi dirinya clalim menerapkan peraturan yang ada mengenai mogolg namun bukanrah hal yang umum bagi pekerja dan serikatnya untuk melakukan mogok secara'tipai dengan tufuin agir peraturannya diganti, sehingga menuju kepada perbedaan peniapat crirn bahkan perselisihan.
Paragraf 13* Komite juga menekankan bahwa memelihara hubungan kerja adalah konsekuensi hukum yang normal dari pengakuan nil untui mogok. Namuru dibeberapa negara dengan sistem hukum comrtton-lartr menganggapnya memiliki efek pemutusan kontrak kerja, membuat pengusaha bebas untuk menggantikan pekerja yang mogok dengan pekerja 19
baru.7 Di negara lain, ketika mogok terjadi, pengusaha dapat mem-PHK pekerja atau menggantikannya sementara waktu atau untuk waktu tidak iertentu. Selanjutnya, sanksi atau cara penanganannya umumnya tidak memuaskan ketika mogok terjadi karena tindakan-tindakan yang diambil oleh pengusaha (tindakan disipliner, pemindahan iabatan, Penurunan jabata+ PHK); hal ini ntenimbulkan isu serius yang khusus dalam hal PHK jika pekerja hanya menerima ganti rugi dan bukan dipekerjakan kembali. Dalam pandangan Komitg perundang-undangan harus mengatur perlindungan yang cukup mengenai hal ini, kalau tidak hak untuk mogok akan bertentang dengan isinya. Paragraph
141.:
Terakhir, seseorang seharusnya tidak melihat secara mendalam dimensi sosial dari tindakan pemogokkan, seperti halnya fenomena sosial lain, hal ini dipengaruhi oleh ekonomi, sosial, teknologi dan perubahan lain yang harus diadaptasi. Beberapa contoh misalnya, kemajuan teknologi, peningkatan globalisasi dan perkembangan perusahaan multi nasional semua faktor yang mempengaruhi kondisi-kondisi dimana barang dan jasa dihasilkan dan hubungannya dengan pekerjaan.- sangat mempengaruhi isu tindakan pemogokkan. Perubahan juga dapat dilihat dalam motif yang mendasari penmogokkan: kebanyakan mogok digunakan unfuk menyokong tuntuLan peningkatan upah atau kondisi kerja lainnya, pemogokkan saat ini dibeberapa negara dijadikan "untuk perlindungan ketenagakerjaanl' atau "nrenentang delokalisasi" kadangkala dengan dukungan dari pengusaha. Paragraf 141:
Instrumen ILO adalah sumber hukum yang utama dalam konsep ini, tapi hak untuk mogok juga diakui dalam beberapa inshumen internasional dan regional lainnya, dan juga dalam perundang-undangan dan praktek nasional.
lnstr unmrirrstrunrcn ILO
Paragraf.l42: Meskipun hak untuk mogok tidak secara tegtrs dinyatakan dalam Konstitusi ILO atau dalam Deklarasi Philadelphia, atau secara khusus diakui dalam Konvensi No.87 dan 9& tapi kelihatannya sudah dipastikan ada dalam laporan yang disusun untuk diskusi pertama Konvensi No.87.a Hak unfuk 7
Meskipunjarang dikakukan dalam praktek, pekerja sangat rentan terhadap aturan ini. Contohnya, lihat CFd Laporanke277, Kasus No.l540 (inggris), pra.47-98 8
lLC,
Sesi ke-30, 1947, Laporan
Y[I, Kebebasan Berserikat dan Hubungan
Incluslrial. 20
mogok disebutkan beberapa kali dalam laporan tersebut yang menjelaskan sejarah dari masalah kebebasan berserikat dan menggambart<"an peneleitian
dari perundang,undangan dan praktek. Kesimpulan dan pengamatan
dalam laporan tersebu! menyebutkan juga sehubungan dengan kasus khulus- mengenai pegawai negeri dan konsiliasi sukarJa.e Namun, dalam pembahasan dalam Konperensi tahun 1947 dan 194g, tidak ada amendemen yang secara t€,gas menfuentuk atnu menolak hak untuk mogok diadopsi atau bahkan dimasukkan.. slll ini, hanya pasal 1 dari Konvinsi penghapusan Kerja Paksa,1957 (No.105r10 dan paragraph 4,6, dan Z dari Rekomendasi Konsiliasi Sukarela dan Arbihasi, 195i (No.92),u menyebutkan tindakan Togolc meskipun tidak secara langsung. Namun, beberapa keputusan dari Konperensi Perburuhan lnternasional, konperensi regibnal dan komite indushialtz merujuk pada hak mogok atau menjamii pelaksanaan hak
mogok.
lnstrumen Intmrasional dan Regionat Lain
Pangraf 7432 Pasal 8(1)(d) Perjanjian Internasional mengenai Hak-hak Ekonomi, sosiar dan Budaya mengatur bahwa pihak Negara dalam perjanjian wajib untuk memastikary antara lain,,, ... hak unfuk mogo( dengansyarat hak tersebut e
"...pengakuan atas hak untuk berserikat bagi pegawai negeri tidakrah menyimpulkan adanya,hak u.nty\ yang-',irupakan-hal yang terpisah sebagai -ryogorq ;...1ila p-ara pihak bahan pertimbangan", ibid., har. r 09; memitit
mereka wajib untuk men-ghindari pemogokan atau penut pa, perusahaan selama proses
konsiliasi." Ibid.. hal. l2l r0
Ke4apaksa dilarang ... '(d) sebagai hukuman karena berpartisipasi daram mogok;". rr '4. Jika suatu perselisihan sudah diserahkan pada prosedur konsiliasi dengan ger;etujyan lemua pihalq para pihak harus didorong untuk meniadakan mogok dan lockout ketika konsiliasi sedang berjalan... Jika
perselisihan
suatu sudah diserahkan kepada arbitrasi untuk penyelesaian . .6. akhir atas persetujuan para pihalr, para pihak harus didorong untuk mJniadakan mogok dan lockout ketika proses arbitrasi sedang berjaran j,u; ;;n;;ira putusan arbitrasi 7. Tidak ada ketentuan dalam Rekomendasi ini yang dapat ditafsirkan sebagai membatasi hak untuk mogok dalam cara apapun." 12 contohnya, para.l5 aai r"prturu;;;il;;ihak serikat pekerja dan hubungan mereka dengan kebebasan sipir, 197_0;pa.r-t1r; keputusan r.ng.mip..rindun-gan hak untuk berserikat dan hak untuk berunding bersamg KonperEnsi plrburuhan Amerika-Serikat Ketiga yang merupakan Negara anggota rLo, Mexico, 1946; para.l3(2) dan l7 dari keputusan mengenai truuungiiindusual di transportasi domestilc, 1947.
27
dilaksanakan sesuai dengan perundang-undangan negara yang bersangkutan"l3. Pada tingkat regional, pasal 6(4) dari Charter Sosial Eropa tahun 1961 secara tegas mengakui hak untuk mogok dalam hal adanya
benturankepentingan, tunduk pada kewajiban yang timbul dari perundingan bersama.la Pasal 27 dari charter Inter-American mengenai ]aminan Sosial tahun 1948 menyatakan bahwa: " Pekerja memiliki hak untuk mogok. Undang-undang harus mengatur syarat dan pelaksanaan hak ini."rs Hak untuk mogok juga diakui dalam pasal 8 (1) (b) dari Protokol Tambahan Konvensi Amerika mengenai Hak asasi dalam area Hak'hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.16
Perubatasnn yang Tarkait detgan Pelayanan Umwn
Paragraf 155:
Konvensi No.87 menjanrin hak-hak untuk berorganisasi kepada pekerja di sektor layanan publik. Namun hak mogok mereka mungkin dibatasi atau dilarang jika diatur dengan ketentuan yang membatasi, seperti yang diatur dalam paragraph 151 diatas. Perundang-undangan nasional bervariasi
mengenai hal ini: pada satu sisi, ada sistem yang secara khusus mengakuinyalT dan pada sisi yang lain ada yang secara khusus
13
Dari 83 negara anggota ILO yang telah meratifikasi Konvensi No.87 dan
iaq empat Negar a (J epan g, B e l anda, N orw e gi a, Tri ni dod dan To b ago'; mendaftarkan reservasi menegnai Pasal 8(l)(d). Empat lainnya (Algeria, India, Mexico, Selandia Baru) mendampingkan ratifikasinya dengan deklarasi atau reservasi umum mengenai Pasal 8. Jepang membuat deklarasi atas penafsiran mengenai personel pemadam kebakaran. Prancis menyatakan akan menerapkan ketentuan Perjanjian mengenai hak untuk mogok sesuai dengan pasal 6 (a) dari Charter Sosial Eropa. ra Mengenai asal dari Charter Sosial Eropa dan penganrh yang standar ILO tidEk Perj anj
memilikinya, lihat International Labour lleview, VoI.L)O(XIV, No.5, Nov.l96l, hal.3 64-365;
l'
No.6, dec.
I 9 61, hal.47 5 -47 6.
Charter Inter-American mengenai Jaminan Sosial diadopsi oleh Konperensi Internasional Negara-negara Amerika kesembilan, di Bogotq 1948. Paragraf keenam dari Pembukaan - naskah yang tanggal-tanggalnya berasal dari periode yang sama dengan Konperensi perburuhan internasional mengenai kebebasan berserikat - menyatakan bahwa hal ini adalah 'untuk kepentingan publik, dari pandangan internasional , untuk mengundangkan peraturan sosial yang paling lengkap, untuk memberikan jaminan hak-hak bagi pekerja dalam skala yang tidak lebih rendah daripada yang ditetapkan dalam Konvensi dan Rekomendasi Organisasi Perburuhan Internasional. 16 Protokol Tambahan tahun 1988, dikenal sebagai "Protokol San Salvador". 17 Contohnya Ftji, Gabon, Polandia, Spanyol
22
melarangnya.l8 Di beberapa negara tidak ada peruncrang-undangan yang mengafurnya, yang dapat secara radikal menimbulkan'-penafsiran yor[ berbeda-beda oleh otoritas publik larangan secara diam-diam atau pengakuan. Lebih lanju! pegawai n"g".i kadangkala cliatur dalam perundang-undangan terpisah yang mendefinisikin, kondisi hak-hak mogok mereka,le dimana negara tain uaat membuai perbedaan antara sektor publik dan privaf pekerja dalam sekio. pubrik harus .seiringga mematuhi prosedur yang disebutkan-dalam perundang-undangan dalam hal mogok.zo
Paragraf 157: Bahkan ketika hak mogok diakui dalam sektor publilg hal semua pegawai negeri menikmati kebebasan daiam
ini tidak berarti hal ini. Di kebanyakan negara praktek dan hukum menciptakan berbagai macam larangan dan kondisi, yang umumnya berdasarkan criteria se"perti tingkatan hierarkis a.tau. tingkat kinerjo kondisi harus dipatuhi ketika pe*ogo'kk"n terjadi dan diadakan, dan bahkan menjadi pilihan para pihaksLurgri arat penyeresaian
perselisihxn.zt Paragraf 158:
Dalam pandangan Komite, definisi yang terlualu luas mengenai konsep pegawai negeri biasanya akan menghasilkan pembatasa. yanj sangat luas
atau..bahkan larangan atas hak mogok untuk pekerja ini salah satu kesulitannya adalah karena fakta konilp itu sendiri bervariasi crari sistem fykum yang satu ke.yang lainnya. Contohnya, isitilah ,pega*ai negeri,,, "fonctionnaire", dan "fungsionaris" acralah jiuh dari *"*fiiu kesamaan cakupag lebih lanjut, istil;h yang iclentical digunakan daram bahasa yang sama tidak selalu berarti hal yang sama cri n"g^." y.ng t uruu.ra; terakhir, beberapa sistem menggelomngLton pegawai'r,"g".i dalamtategori yang berbeda-beda, dengan status, hak dan klwa;iban-yang berbecra, 22dimana pembedaan tersebut tidak ada di sistem lain atau tidak memiliki konseluenssi yang sama. Meskipun Komite tidak crapat memperajari karakter khusus dan hacrisi hukukm dan sosial di masing-masing negara, namum hal tersebut harus mengupayakan terciptanya criteria umunl yang adil untuk menguji kecocokan perundang-undangan dengan ketentuan 18
o
Contohnya Bolivia, Repttbtik Korea contohnya Repubtik ifrika selatan, Guatemala, Italia, Lesotho, I_uxemburg,
Portuaal
;: uonronnys ::;i"P*
a, llsrri!, lty;1rati Mesi r, H onsaria, rndia, Mo ri il.r, syedi a Kanada: uu Hubungan Staf perayanan pubrik; pirihan dianarar dua u
ti
prosedursalah satunya diluar tindakan p"rogokrn, yang dapat ditinjau secara b^erkala oleh pekerja
"
Contohnya Jerman dan Turki.
23
clalam Konvensi No.87. Akan menjadi tidak berguna untuk mencoba menggambarkan penerapan yang berlebihan daan universal dari daftar katefJri pegawai negeri yang seharusnya menikamati hak mogok atau ditoiak ,ntrt mendipatkan hak tersebut. Sebagaimana telah dicataia Komite menganggap [rirhwa larangan terhadap hak mogok dalam sektor publik taruiaiUatasi ke pegawai negeri yang melaksanakan otoritas atas no^u ,,.gura. Komite sadar ikan fakta bahwa kecuali kelompok yang masuk dalam itu kut"gori atau lainnya, hal tersebut akan sering menjadi tingkatan. Dalam suatu kasus, satu solusi mungkin tidak bisa dikenakan terii,aclap semua larangan mogok, tetapi memberikan kategori atau yang terdefinis dan terbatas dari layanan minimum yang dinegosiasikan ketika penghentian kerja yang totai clan panjang mungkin dihasilkan dalam konsekuens i xrius pada masyarakat. Pembntnsan Seluiltrutgnn dengan Pelnymrun ynng Penthry
Paragraf 159:
uanyat negara yang memiliki ketentuan yang. melarang atau membatasi
pemogokan dalam sLktor-sektor yang penting, suatu konsep yang berbedahaa aari satu perundang-undangan suatu negara dengan yang lainnya'
Mereka o,rr,gkin bervaiiasi dari yang hanya memberikan sedikit yang memiliki daftar yang panjang ternasuk dalam pembatasanz{ samPai -sencliri.zsKadangkala undang-undang memasukkan undang-undang definisl dari ying paling membatasi sampai yang paling umum, meliputi
semua kegiatan dimana pemerintah meungkin menganggap pantas unfuk dimasukan atau semua pemogokan yang dianggap mengganggu ketertiban publik, ketertiban umurn atau perkembangan ekonomi.25 Dalam kasus yang perundang-undangan mengatur bahwa pernyataan mengenai hal lk t "-, pitrat otoritas cukup untuk mensahkan sifat dari sektor-sektor yang ini dari
dianggap penting.2T Prinsip dimana hak untuk mogok mungkin dibatasi
"
Survey Umum: I 959, para.68
; 1973, para.l973,
para. 109; 1983, para'214'
Contoirya'. Algeria, Republik Dominikq, Haiti, Hongaria, Lesotho' 'o 2t Contohnya : Boltvia: Keputusan Mahkamah Agung No. I 598 tahun I 950, Kolombia: uu Perburuhan psl.430 dan 450 (1) dan Keputusan No.4l4 dut 43',7 tahun l952rtkuodor: Psl.5O3 UU No.133 untuk mereformasi UU Perburuhan, Etiopia: psl.136 (2) mengenai Proklamasi No.42l1993 mengenai Perburuhan. 26 Ctntohnya: Pantai Gacling. psl.l83 UU Perburuhan. Pakistan'. psl.33 (l) Peraturarr Hubungan Industrial tahun 1969. Filipina;ps1.263 (g) dan (D
UU
Perburuhan. Rumania:psl.38-43 UU No.15 tahun 1991 mengenai penyelesaian oerselisihan industrial. ), contohnya Guatemala,psl.243 uU Perburuhan, Pahslan, ordinansi Hubungan Industrial tahun 1969, Filrytina: Psl.263 (g) dan (i) W perburuhan, Romania:Psl38' 43 UU No.l5 tahun l99l mengenai penyelesaian perselisihan industrial. 24
atau bahkan dilarang dalam sektor-sektor yang penting akan kehilangan maknanya jika perundang-undangan nasional mendefinisikan sektor ini secala luas. sebagai pengecualian terhadap prinsip yang umum dari hak untuk mogok, sektor-sektor yang penung ai^uou "priisip ini mungkin diabaikan sebagian atau seluruhnya harus didefiniskan secara tegas: karenanya Komite menganggap bahwa sektor-sektor yang p".ung hanyarah yang apanila mendapat interupsi akan membahayakan iiwa, keamanan atau kesehatan baik selurulsebagian penduiup.zs'selanjutnya, cralam lh" pandangan Komite tidaklah diinginkin - uitrtan mungkin - untuk mencoba membuat daftar yang lengkap dan tetap atas sektor_sektor yang dapat dianggap penting. Paragraf 160:
{.$u mengingat hal yang sangat penting yang melekat di sifat universal dari standar, Komitre menganggap trat teril6ut "harus kelda_an yang khusus yang Ueititu di nagara anggota, ^".p"rti.bangakan karena gangguan terhadap sektor-sektor tertentu yang d-i bebeilpa. negara mungkin mengakibatan kesulitan ekonomi atau mungkin bencana di iegara rain cran secara menuju pada kondisi yang mungkin dapat meinbahayakan -pesat iiwa, keamanan dan kesehatan populasi. Contohnya, p"rnogotur, cli pelabuhan atau transportasi maritim mungkin oto., slg"ri menyebabkan gangguan yang serius untuk suafu pulau yang banyak o.ung bergantung padanya seperti sektor menyediaian" keperruan ctisar kepada .yu-ng penduduk sekitar daripada hal terseLut terjadi aatam suatu negara atau daratan tertentu. selanjutnya, sektor yang tidak penting dalam arti tertentu mungkin dapat menjadi sektor yang penting jika pemogokan melebihi waktu Ertentu sehingga jiwa, keimaian a*"t"s"rrrL" piprlasi menjadi berbahaya (contohnya. menorak mengumpurkan sampat. rirmah tangga). untuk menghindari kerugian yant uaat bisa diierbaiki atau tidak proporsional terhadap kepentingan pekerjaan pihak yang bersengketa, maupun kerugian terhadap pihak keuga yaitu penggr^u uiu, konsumen
yang mengalami kerugian ekonomi dari perselisiiran*tcitetuf tersebut, pihar otoritas dapat membentuk sistem layanan minimum dalam sektor layanan
lainnya yang merupakan kegunain masyarakat daripada mengenakan
Iarangan mogok, yang seharusnya dibatasi pada sektor_rlkto, yang penting
dalam arti yang tegas.
]8.Suqve1Utyr, !ea3, qg.]-f-l -2t4.Lihat ju,ga pengamatan komite mengenai hal ini terhadap !\ador (R9p 1993, har.l93). u-ntuk tisotno, Komite ,.n.utut ,..ur. memuaskan bahwa psl.232 (r) w perburuhan tahun r992 mendefinisikan rayanlayan yang penting sebagaimana diindikasikan diatas (RCE rqsi, h"i,ool. 25
laminan Kompeusasi Parugtaf.\642
pembatasan atau larangan, pekerja yang dirugikan atas arti kata penting dalam membela kepentingan sosial ekonomi
]ika hak mogok tunduk pada
pekerjaannya harus diberikan jaminan kompensasi, contohnya dalamhal teriadi jalan buntu (deadlock) prosedur mediasi dan konsiliasi yang menuju pada mekanisme arbitrasi nampaknya dapat digunakan oleh para pihak sangat penting bahwa pekerja tersebut dapat berpartisipasi dalam menentukan dan melaksanakan prosedur, yang selanjutnya harus memberikan jaminan yang cukup mengenai kenehalan dan waktu yang cepa! keputusan arbitrasi harus mengikat keduabelah pihak dan sekali diterbitkan harus dilaksanakan secara cepat dan lengkap.
dan
P ike ting/P en
gokup asian Tentpat Keri a
Paragraf,!74: Pemogokan dengan mengokupasi tempat keria (picketizg) bertuiuan untuk memastikan suksenya pemogokan dengan meripengaruhi orang sebanyak mungkin untuk tidak bekerja. Pengadilanbiasa atau khusus umumnya bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah ini. Praktek secara nasional mungkin lebih penting disini daripada subyek lainnya: ketika di beberapa negara pemogokan dengan mengokupasi tempat kerja hanyalah suatu cara untuk memberikan informasi, mengafur semua kemungkinan unhrk mencegah orang yang tidak mogok memasuki tempat kerja namun di negara yang lain mungkin hal tersebut dianggap sebagai bentuk dari hak mogok, dan pengokupasian tempat kerja adalah perluasan yang alami, aspek-aspek yang jarang dipertanyakan dalam praktek, kecuali dalam kasus yang ekshem atas kekerasan terhadap seseorang atau perusakan properti'
Komite menganggap bahwa pembatasan atas pemogokan dengan mengokupasi tempat kerja harus dibatasi kepada kasus-kasus yang tindakannya membahayakan kedamaian.
S
nt*si
te rh ad
np P e nro gokan
Patagraf 176:
Kebanyakan perundang-undangan yang membatasi atau melarang hak untuk mogok juga mengatur ketentuan yang mengenakan sanksi untuk pekerja dan serikat pekerja yang melanggar ketentuan ini. Di beberapa negara, pemogokan secara tidak sah adalah pelanggaran yang berat yang
26
dapat dihukum dengan denda atau penjara.2e Di lain tempa! melakukan pemogokan yang tidak sah dapat crianggap senagai praktek perburuhan yang tidak adil dan menyebabkan kewajibin sipil clan sinksi disiplin. Paragraf 177l.
Komite menganggap bahwa sanksi untuk tinclakan pemogokan hanya mungkin unfu k pelarangan-pelarangan yang sesuai clengan prinsip-prinsip kebebasan berserikal Bahkan daram kisus-kasus tersetrut, baik ganti rugi
yang berlebihan kepada pengacrilan hubungan perburuhan clan keberaclaan
sanksi yang berat u1tuk ti-ndakan pe*ogoion akan sangat mungkin
menciptakan masalah daripada menyeLsaiki.r.yo. Karena p"ri"rupo. yur,g
tidak proporsional dari sanksi pidana tidak mendukung perkembangan hubungan industrial yang harrnonis dan stabil, lika sani.si penjara akan dikenakan kepada semua, maka harus diiusufikasi karena adanya pelanggaran berat yang dilakukan. Dalam setiap kasus, hak untuk bancling
harus ada.
Paragral1,TSz
sebagai tambahan, pelarangan atau pembatasan tertentu terhacrap hak yang sesuai dengan piinsipprinsip kebebasan berserikat :nPk logok kadangkala mengatur sanksi sipit atau pidana ternaaap perogohn aan seri.kaj pekerja yang melanggar ketentuin ini. Daram punirngrn Komite, sanksi tersebut tidak boreh tidak proporsional terhadap pelanigaran yang beraL
PHK Kmena Alosan Ekonomi
Paragraf 213:
Masalah khusus yang timbul sehubungan dengan pHK karena arasan ekonomi, yang mungkin memiliki konsefuensi yang negatif untuk pekerja yang berserikat, dan khususnya pada pengurus seritif jika alasan itu digunakan sebagai cara yang uait tangsunguntuk menghukum mereka karena tindakan diskriminasi inti serika!?eng-an alasan pfix t orer,o alasan
p".*o r.ir on pekerja, ketentuan yang ingin
rana
nya, Reko"menaasi i|;lr"S,.fl ,P,rly. :1ana-sa 1971(No.143) termasuk pu.ugraph - (2)(0, 2e
Contohnya lkuador, Fililtina, Sudan, Syria, Thailand, Kosta Rika. -- Ljontohnya Brazil: Komite menganggap bahwa arahan dari presiden Bank Brazil
yary tetitratannya akan di-pHK sebagai bagian dari memberitahukan kepada pekerja yang;kerlaiya sedikir tapi permintaannya banyak" berdasarkan kriteria serekii yung ,nunitin ,r.un mengenyampingkan hak-hak pekerja untuk berorganisasiyan'g ai.;a?.,i, of.f, Konstitusi dan peraturna nasional lifCf teOt, p.iSt1 ne\erja |]3,k,i:T!:11,!.1n3r Keouar(an restrukturisasi dan
27
memperkuat perlindungan dalam masalah ini, pengakuarr atas prioritas yang harus diberikan kepada perwakilan pekerja sehubungan dengan meipertahankan mereka dalam hal penguralgan- Pekeria. Selanjutnya, Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 (No.158), menetapkan bahwa pengusaha memutuskan PHK karena alasan ekonomi, teknologi, strucfural itori, yur,g sifatnya serupa, keputusan tersebut harus dibuat dengan berkonsultasi dengan perwakilan pekerja (Pasal 13) dan pemberitahuan harus diberikan kepada otoritas yang berwenang (Pasal 14). Meskipun keclua ketentuan ini tidak memberikan perlindungan khusus bagi pekerja yang berserikat clan pengurus serikat pekerja dalam hal PHK karena alasan Lkonomi, ketentuan tersebut clapat membantu melindungi mereka terhadap tindakan diskriminasi anti serikat.3l
Paragraf 2L7t
salah satu kesulitan yang dihasilkan karena menempatkan pada pekerja beban pembuktian atas tinclakan yang terjadi sebagai akibat diskriminasi anti seiikat pekerja, yang mungkin merupakan hambatan yang sulit untuk mengkompeiasikan ketidakadilan yang diderita. Oleh karenanya p"rrr,a"n[-undangan cli beberapa Negara memperkuat perlindungan ierhadap pekerja dengan menempatkan kewajiban kepada pengusaha ciaripacli kipada serikat pekerja atas pembuktian terhadap dugaan tindakan cliskiiminasi anti serikat pekerja32, dan beberapa ketentuan dalam perundang-unclangan secara tegas n'rembenhrk dugaan unfuk keuntungan pekerja.33 kur"n, seringkali sulit bahkan tidak mungkin bagi pekerja untuk membuktikan bahwa clia telah menjadi korban dari tindakan diskriminasi anti serikat pekerja, perundang-undangan atau praktek seharusnya menyecliakan cara untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ini, contohnya dengan menggunakan cara diatas'
I
Konvensi no. I 58, yang berlaku di tahun 1985, telah menerima 20 ratifikasi sejak
3l
Desember 1993. Contohnya l;inlandia, ketika pekerja diduga telah diberhentikan karena aktivitas serikat pekerja, pengusaha harus membuktikan bahwa dia memiliki alsan yang cukup kuat untul rnemberhentikan pekerja (RCE,l99l). Hongaria sebagaimana diatur dalam LIU Perburuhan 1992. 33 Contohnya Kanada (Quebec), pasal l7 UU Perburuhan.
32
28
Kompensasi
Pangraf 2792 Mengenai benfuk kompensasi, Komitre berpanclangan bahwa tujuannya adalah-untuk mengganti secara penub baik secara fiiancial maupun clalam kondisi pekerjaan, ketidakadilan yang diderita oleh pekerja seo"gui akibat tindakan dari diskriminasi anti se.ikat pekerja karena'ini merupakan pelanggaran atas hak yang mendasar. soiusi yang terbait untuk memeperkjakan kembali peke41 pada posisinyi a""ngo" "aur.n atas pembayaran |Ran yang belum dibayar d; pemelihaiaan trat-tut yang harus diperolehnya. Supaya hq ini aapat berjalan, pihak berwenang yang bertanggung jawab atas kasus teriebut, pengadiran umum atau badan khusus, harus memiliki kekuasaan yang "diperlukan untuk untuk memutuskan secara cepa! lengkap dan mindi"i aan khususnya untuk memufuskan cara yang paling cocok unfuk menyelesaikannya sesuai dengan keadaaru iermasuk dipekerjakan kembari jika hal tersebut dikehendaki oleh pekerja.ar Paragrrt?.20: Komite menganggap. perundang-undangan yang memperbolehkan !ul*-. mengakhiri hubungan terp aengin plt"fr. a""g.n kondisi sfsusa-fa bahwa dia membayal.I,ompenJsi yung ai, toiotetr un d a ng-uia ur,p d alam semua kasus adalah pHK yang tidak sah, kutiku motif sesuigt"n"y, adalah keanggotaan atau akti_vitas serikat pekerja, adarah tidak liajar menurut kondisi dalam pasar^-l Konvensi, ganti rugi yang paring tlpat adarah dipekerjakan kem bali.3s Paragraf.2?lt Apabila dipekerjakan kembali tidaklah mungkiry kompensasi untuk pHK I"*."i anti serikat pekerja haruslah lebih tinggi daripada jenis pHK lainnya.
Jumlah kompensasi harus ditinjau secara Serkati kh;;;;;. dinegara_ negara dengan inflasi.yang-sering berubah-ubah, crimana kompensasi menjadi bersifat simlofik. untuk mer,gt inaaii masarah ini, lTgg-llnya Kompensasi yang ditetapkan oleh undang-undang diram hal diskriminasi 3a 35
Lihatpga beberap keputusan Komite kebebasan Berserikat sehubungan dengan hal ini: Laporan ke-281, Kasus No. l5l0 (paragtay), par.94 dan 95; Laporan ke_ No.l589 Worolrg),-o_2r.:ra; iaporln 183, 5Tr: N". line &eptrttt* !9yti1t-ilra),par.753, kasusNo.r388 dan 1595 lGuatemaiaj,p*.ir;r';^poran ke*:159.4 (panai Gading), par.SO;iaporan te- i6o, Kasus No. t 629 791: par. 56e, dan kasus No. I 65 5 (Ni karagua), par.27 5. 1), ut *ancis' menurut yurisprudensi dari "cour de cassation", pengadiran harus untuk pekerj rv-g Tu.,,yqrkT dipekerjakan e---diskiminasi anti serikat peke{a, jika pekerja
ii-ise,rrr*
\i!:
t."r
ai-priii"ffi"rrn
I.Tbt
mlmintinya.
29
anti serikat pekerjtr seharusnya ticlak mencantumkan jumlah yang absolu[ namun, ketentuan yang bersangkutan seharusnya dirancang untuk menghasilkan efek Peringatan.s ArbitrasiWajib Paragraf 254:
perniasalahan lain yang sering timbul berkaitan dengan perundangundangan yang membuat ketentuan menempuh arbitrasi wajib dalam hal terjacli kegagilan atas perundingan bersama. Menekankan bahwa puib".luur, ii"idrur. di sektor privat, pubtik dan semi publik dapat meminta Leberapa kualifikasi, Komite menganggap perlu untuk menjelasakan pandangannya menganai hal ini. l'aragraf 255:
Ada perbeclaan yang biasanya ciibuat anatar dua tipe perselisihan: disatu sisi perselisihan-hak (kaclangkala disebut juga pelanggaran)_ yang terkait clen[an penerapan atau penafsiran dari perjanjian bersama,-dan disisi lain puriutiriltun kepentingan yang terkait dengan penrbentukan perjanjian L".r"nlu atau perubahannya mengenai upah atau kondisikondisi kerja lain yang ada di dalam perjanjian bersama, melalui perundingan bersama' Hanya yang terakhir yang dibahas disini. Paragraf 256: Bebeiapa kebimbangan timbul saat untuk urenggunakan arti yang pasti dari istilah ;arbitrasi *ajib". Jika istilah tersebut merujuk kepada akibat waiib dari prosedur arbitrasi yang cliselesaikan melalui kesukarelaan para pihah
hal ini tidak akan menimbulkan kesu[tan menurut pandangan Komite karena para pihak akan dianggap menerima unfuk terikat oleh keputusan arbiter atau clewan arbitrasi yang mereka pilih secara bebas. Isu yang timbul dalam praktek aclalah dalam hal arnihasi wajib dimana pihak yang
berwenang mengenakan perselisihan kepentingan atas permintaan safu
pilmk, atau atas htisintif nrcreka scndiri. Parugraf 2572
Sehubungan dengan arbitrasi yang diwajibkan oleh pihak berwenang atas permintaan dalah satu pihak Komite menganggap hal tersebut secara ,*r* bertentangan clengan prinsip negosiasi sukarela atas perjanjian bersama yang clibentuk oleh Konvensi No.98, dan otonomi 36
dari mitra
Contohnya Kosta Rika denda sampai dengan 23 kali upah minimum bulanan. Ilepulik Diminika.. denda 7 12 kaliupah minirnum bulanan. Lihat jugaRcE 1993,
-
paragraph I I
1.
30
berundingnya. Namun pengecualian mungki. cubuat clalam hal ktrsus yang memperbolehkan organisasi pekerja memulai proseclur tersebut atiu keinginan merek4 untuk menyelesaiakan perjanjiun berro*o yang pertama kali. Pengalaman menunjukkan bahwa perjanjian bersama yang pertama seringkali menjadi salah satu langkah yang paling sulit dalam menciptakan hubungan perundingan yang baik, model dari ketentuan ini bisa clikatakan sebagai semangat dari alat dan prosedur yang memfasilitasi perundingan besama.
Paragraf 258:
Mengenai arbitrasi yang diwajibkan oleh pihak yang berwenang atas inisiatif mereka sendiri, Komite menganggap bahwa iangat sulit untuk menyelesaikan intervensi d,engan prinsip iiiat kesukarelaari dari negosiasi yang diafur dalam Pasal 4 Konvensi No.98. namun harus cliakui ada masa dimana_dalam perundingan setelah aclanya negosiasi panjang dan berbelitbeli! pihak berwenang sah untuk ikut cimpui ketiki aengin jelas terjadi jalan buntu dalam perundingan yang ticlak rnungkin iiakhiri kecuali adanya inisiatif dari pihak yang berwenang. Dengan mengingat berbagai macam kerangka hukum (dilengkapi dengan kasus dan praktek hukum nasional) yang ada di berbagai negara anggota untuk menyelesaikan apa yang menjadi salah satu masalah yang paling sulit dari hubungan industrial, Komib hanya akan memberikan pandangan umum mer.,ge.ai hal ini dan menyarankan beberapa prinsip-prinsip yang dapat ctilaksinakan melalui ,, lkyl _Iu"g diadaptasi olah kondisi nisiorial",'sebagaimana diatur clalam Pasal 4 Konvensi.
Paragraf 259:
Menurut pandangan Komite, sangat dianjurkan bil apar apihak cliberikan ytiap kesempatan unfuk berunding bersama, selama ,nnsa ya,g cukup, dengan bantuan dari fasilitator yanginandiri (mediator, konsiliaio., dlt.; dorl alat serta prosedur yang dibentuk denga^ tujuan utama dari perundingan bersama yang terfasilitasi. Berdasarkan ketentuan bahwa perjanyian yang dinegosiasikan, meskipun tidak memuaskan, lebih 'uail claripadi penylesaian yang dipakrul.n, para pihak harus selalu rnemiliki pdinan untuk secara sukarela kembali ke meji perundingan, yang berakibat bah*,a apapun mekanisme penyelesaian perselisihan-yang dladopsi haruslah memungkinkan penundaan terhadap proses arbitiasiiraiib jik; para pihak ingin kembali bernegosi asi.
31
Kutipan Penelitian khusus Mengenai Kesetaraan dalam pekerjaan dan Jabatan Sehubungan dengan Konvensi No.1 1 { Pemberlakuan Kuruensi bagi Senrua Orang
Paragraf 19:
Tidak ada ketentuan dari Konvensi No. 111 yang membatasi ruang
lingkupnya berkenaan dengan orang perorangan air., p"r."4.an. Tuyuan dai perangkat ini adalah untuk melindungi semua orangierhadap diskriminasi !a]am pekerjaan atau jabatan atas crasar suku barigso, *u.r,u kuli! ienis kelamiry agama, pandangan poritik, kebangsaan semura cran asal muastrl
sosial, dengan kemungkinan mempe.luii perlinclungannya terhacrap diskriminasi atas dasar kriteria lainnya. Paragraf 2ft
Pada saat yang bersamaan ketika Konferensi mengaclopsi Konvensi No. 111, .i'Jo.
'111 Konferensi juga mengacropsi Rekomendasi yang bersifat melengkapi Konvensi tersebut. Di samping perlindungan lnng-diberikan oleh Konvelsi, Rekomendasi No. 111 herisi ketentuan-klteniuan yang juga mengacu kepada situasi tertentu dari para pekerja migran. nerangtii'db mendefinisikan seorang "m igran untuk ct ipekerjikan,,'- sebagai,,siseorang yang bermigrasi dari satu negara ke negira lain crengan maksud untuk dipekerjakan dengan cara rain serain itas keputusinnya sendiri dan mencakup segala orang yang secara rutin ctiperbolehkan masuk sebagai migr-an_untuk dipekerjakan" (pasar 11, paragrif 1, crari Konvensi k Dipekerjakan (seterah Direvisi), 194t No. 97)). paragrafMigrisi g lari lnt Rekomendasi No' 111 mengatur bahwa berkenaan aengan para pekerja imigran yang berkebangsaan asing cran para anggota keluarga mereka, seharusnya diperhatikan ketentuan-ketentuan crari konvensi No. 97 yang berkenaan dengan kesetaraan perrakuan, cran juga perru criperhatikan Rekomendasi-Rekomendasi yang menvertainyo ving berkenaan dengan pencabutan pembatasan-pembatasan terhad-ap " akses atas pekerjaan. Perangkat ini kemucrian- crirengkapi crengan para pekeria Migran (Ketentuan-Ketentunn Pele.ngkap), Konverrsi, .Ig7S (No. t43), cltrn Rekomendasi Para Pekerja Migran, 1975 (No. 151), yang berisi definisi_ definisi dan ketentuan-ketentuan yang sama yang airc.iu., daram Konvensi No. 111.
32
Paragraf 21: Sesuai dengan perangkat-perangkat
iru, yang berada di
ini, bukan hanya para pekerja migran wilayah suatu Negara penandatangan, dalam
seharusnya secara sah menikmati perlakuan yang sehra (Pasal 6 Konvensi No. 97), mereka juga seharusnya diuntungkan dengan adanya suatu
kebijakan nasional yang dirancang untuk memajukan kesetaraan atas kesempatan (Bagian II Konvensi No. 143), yang secara tidak langsung menyatakan pengadopsian tindakan-tindakan positif.r Parugraf 22:
Juga terdapat perangkat-perangkat ILO lainnya yang berkenaan dengan non-diskriminasi, yang memberikan perlindungan yang lebih spesifik dibandingkan perlindungan yang diberikan berdasarkan Konvensi dan Rekomendasi No. 111; hal-hal tersebut berkenaan dengan para pekerja yang nrenriliki tanggung jarvab terhatlap keluarga nrereka, pekerjaan paruh rr',rl.ttr, rrtasyarakat-rrtasvarakat,ttlat tlart 1'rt'tlalantatt, para Pol'enlpuan dar.t orang-orang cacat.
Alo'snn Diskrhninnsi
paragraf
-
lenis Kilamin
35:
Pembedaan berdasarkan jenis kelamin adalah pembedaan yang mempergunakan sifat-sifat dan fungsifungsi biologis yang membedakan lelaki dari perempuan. Pembedaan-pembedaan tersebut termasuk pembedaan yang dilakukan secara eksplisit ataupun implisit, terhadap suatu jenis kelamin yang dirugikan atau kepada yang lainnya. Para perempuanlah yang paling sering terkena dampaknya, terutama dalam hal terjadinya diskriminasi secara tidak langsung oleh pembedaan-pembedaan ini yang berasal dari perilaku kadisional yang masih tetap bertahan dengan kuat dalam masyarakat-masyarakat tertentu, sementara dalam masyarakat lainnya, hal-hal tersebut telah kehilangan alasan yang masuk akal untuk menerapkary sebagian besar sebagai akibat dari peranan perempuan yang iauh lebih besar dalam segala aspek kegiatan. Peraturan mengenai nondiskriminasi antara jenis kelamin adalah suatu langka yang penting dalam I
Dalam SurYey Umumnya tahun 1980 mengenai para peke{a mig.aq Komite menekankan bahwa: "Paragraf I dari Pasal I I Konvensi No. 97 dan Paragraf I (a) dari Rekomsndasi No. 86 mendofinisikan suatu "migran untuk dipekerjakan" sebagai "scseorang yang bermigrasi dari satu negara ke negara lain dengan nalaud untuk dipekcry'akan dengan cara lain selain atas keputusannya sendiri dan mencakup segala orang yang secara rutin dincrhnlplrknn Konvensi Paragraf I dari Pasal I I Kot untuk dinekeriakan". dipekerjakan"' Paragaf migran rrntrrk masuk eehnoni sebagai misrnn dipcrbolehkan masrrk No. 143 berisi suatu definisi yeng sangat serupa. Namun demikian, ditetapkan bahwa defurisi tcrsebut berlaku hanya demi kepentingan Bagian II dari Konvensi, yang berkenaan dengan kesetaraan kesempatan dan perlakuan."
puagraflg
ll
33
suafu kebijakan kesetaraan kesempatan clan perlakuan dalam pekerjaan dan jabatan. Paragraf 35:
Meskipun ketika har tersebut tidak lagi berasal dari suatu anggapan atas inferioritas, diskriminasi terhadap p".*.,pro. dalam pekerjaan masih tetap didasari oleh pertimbangan-perdmbangan lainnya y.ng membatasi kesempatarr-kesempatan mereka ctarim memperoleh atau tetap mempertahankan pekerjaan mereka. status sipil dan perkmrinan, Kendaan Keluarga dnrrpersnrhtnn
Paragrat 37: stafus perkawinan termasuk juga iskriminasi berdasarkan jenis keramin, atau lebih khususnya,.keadaan keruarga (khususnya untuk tanggung iawab terhadap orang yang ditanggung), danluga kehamilan dan persalinan. Paragraf 38: Pembedaan yang terkait crengan status keperdataan dapat bercrampak baik
terhadap lelaki maupun perempuan ion sebenarnya tiaot bersifat diskriminatif dalam pengertiannya iendiri. Har tersebut iiskriminatif hanya dalam definisi di daram Konvensi apabila hal tersebut berakibat bahwa suafu persyaratan ata.u ketentuan menjacri crikenakan terhacrap seseorang dari suatu jenis kelamin yang ticrak akan crikenakan terhacrap seseorang cra.i jenis kelamin lainnya. sifat diskriminatif crari pembecraan-pe,i.,todo"n yong didasari pada kehamiran, persalinan cran keadaan medis yang -Jnfi;itit terkait dengannya tampak dengan adanya fakta bahwo, ,".o., har-har tgr.sebu-t hanya terjacri terhadap perempuan. Hal sama juga terjacri hal persyaratan-persyaratan atau ketentuan-ketentuan 'ang yang bersifat laf-am fisik yang tampaknya berlaiu secara setara tetapi ternvata berakibat craranr suatu hasil yang secara de facto mendiskiiminasi. Hal inilah yang tamplknya sering teriadi,- nrisarnya, persyaratan-persyar.ta. mengenai tinggi badan atau berat yang- sama baik bagi leraki maupun .bacran semua pembedhan ini seringkari dianggap seiragai diskriminasi le.rempuan. tidak langsung (lihat paragraf 26 clibawa'h). Pelecelwt seksual
Paragraf 39: Istilah "pelecehan seksual" atau "perhatian yang bersifat seksuar yang tidak diinginkan" mencakup segala penghinaan atau kata-kata, candaan, sindiran dan komentar yang ticrak pantas- terhadap pakaiary keadaan fisik, usia, 34
korrrlisi keluirrgir tlnri scseortlrlS, r,ltrtr lain-lliry suatu perllaku yang rnerendahkan atau yang txJrslfot PaternallcUk dengan impllkacl rekoucl yang merendahkan martabag segala undangan atau perrrintaan yang fldak aitetrendat
ataupun tidak; segala pandangan yang bernafsu atau gerakan tubuh lainnya yang bisa dikaitkin dLngan seksualitas; dan segala kontak fisik yang ddak aipeaufa+ seperti menyentuh, usapan, cubitan atau perkosaan. Agar dapat diinggap sebagai pelecehan seksual dalam pekerjaarU suatu tindalon sePerd ini harus, sebagai tambahao sewajarnya diterima sebagai suatu persyaratan untuk tetap dipat bekerja atau suatu prasyarat agar dapat dipekerjakau atau mempengirutU keputusan-keputusan yang diambil dalam sekto tnl dan/atau mempengaruht kinerja. Pelecehan seksual juga dapat timbul dari situasi-situasi yang pada umumnya bersifat tidak bersahabat brhadap suatu jenis kelamin itau tertradap ienis i<elamin
lainnya.
'
Paragraf r10: Pelecehan seksual memandang rendah kesetaraan
di tempat kerja dengan para pekerja; hal kesejahteraan pribadi dan integritas mempertanyakan dasar-dasar atas melemahkan dengan perusahaan tersebut merusak suatu produktifitas. merugikan dan dibangun kerja mana hubungan-hubungan tindakan ini, dari yang serius akibat Dari sudut pandang kegawatan dan dan yang melarangnya perafuran beberapa negara sekarang ini mengadopsi pidana. perdata atau dan/ menjadikannya tunduk terhadap saksi-sanksi Alasat Diskriminasi - Pandangan Politik Paragraf 45:
Dalam melindungi orang Perorangan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan atas dasar pandangan politrh Konvcnsi secara'tidak iangsung menyatakan bahwa perundungan ini akan diberikan Erhadap halhal-yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang menyatakan atau menunjukkan sikap menentang terhadap prinsip-prinsip politik yang sudah
terbentuk, atau karena suatu pandangan yang berbeda. Perlindungan terhadap pandangan-pandangan poutik hanya berlaku terhadap pandangan-pandangan yang baik dinyatakan mauPun ditunju}'&an,. dan Uaat Uertat u apabila cara{ara yang dengankekerasan dipergunakan untuk menyatakan atau menunjukkan pandangan'pandangan ini. Paragraf46:
Pengakuan yang sudah meluas telah diberilon dalam hukum atas pelaiangan terhadap segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada pandan[an politik Namun, di beberapa negara, orang perorangan ditolak Uete4a atau dikecualikan dari perlindungan yang diberikan oleh hukum 35
atas dasar kesetaraan, dengan alasan keanggotaan mereka daram suatu partai politik; di negara lain, dipertinrbangkan mengenai perilaku politik atau sosial-politi( komitmen sebagai warga negara atau kuaritas moral berkenaan dengan sejumlah besar pete4aan cralam seruruh sektor kegiatan, utul terhadap akses atas pendidikan atau peratihan keiuruan. diskriminasi ini seringkari criterapkan oleh Negara atau pihak Ienis yang berwenang. Meskipun dampaknyi rebih terasa pacra layanan-rayanan umum, mereka tidak hanya terbatas pada hal_hal teriebut, terutama karena pembedaan antara sektor public dan sektor swasta meniacli semakin kabur. Dalam sektor layanan umum, terutama berkenaan dengan posisi-posisi yang tinggi atau jabatan-jabatan yang didasari atas kepercayaan public, suatu kewajiban tertentu atau netralitai,lan loyalitas clapat cliperoleh'tanpa, meskipun demikiary membatarkan perlindungan yang aiueritan oleh Konvensi.
Paragraf 47:
Kewajiban-kewaiiban umum guna menyesuaikan diri dengan suafu ideologi yang.-sudah ditetapkan atau untuk menancratangani sultu sumpah setia politik akan dianggap diskriminatif; namun demikian, dalam kasus ctimana pandangan politik diiadikan bahan pertimbangan sebagai suatu prasyarat unfuk suatu pekerjaan seharusnya diteraah ,&o., obyektif, berdasarkan pencermataan yuridis, untuk menentukan apabila prasyarat ini nyata_nvata* dibenarkan oleh persya ra tan-persya ra ta n m eleka t pada
pek".r";,
Alasm Dislcriminasi - pekerjn dengm Tnnggurtg
i;; ;;;:
Jmoab Kelumga
Paragraf 53:
Tanggung jawab terhadap keluarga crapat menjadi suatu hanrbatan
terhadap kesetaraan dalam pekerjaan cran suatu sumber yang penhng crari diskriminasi secara rangsung maupun ticrak rangsung t".(ra.l, perempuan. Konferensi mengakui bahwa "agir hak perempuan untuk bekerja cri luar rumah tanpa diskriminasi.da.pat sepenuhnya beifungsi secara efektif (...) (e)
tindakan-tindatan pendidikan don pemajuan leharusnya dilakukan
sebagaimana diperlukan crianggap sewalarnya guna mencrorong suatu pembagian yang lebih acrillan d-i antara para anggota keiuarga atas tugas-tugas rumah tangga".Di paragraf 3 pacra survey umlum didalafi rapo.ar,ny" pacta tahun 1978 berkenaan dengan Rekomeniasi pekerjaan (perempuan crengan Tanggung Jawab rerhadap Keruarga), 1965 (No. tisl, iomitekenekankan bahwa "seluruh tindakan ynt memajukan kesetaraan hak-hak mungkin l menjadi fidak berarH unhlk sebagian besar perempuan apabira - seblgai
akibat dari tanggung jawab
,eieta terhadip keluarga I
melepaskan pekerjaan mereka sepenuhnya
36
mereka harus
itu, t"t iiungan kesempatan
untuk maju karena mereka hanya dapat menyediakan sebagian kecil dari perhatian dan energi mereka bagi pekerjaan mereka secara profesional".2 Paragraf 54:
yang sangat besar yang telah mengalihkan penekanan dari melindungi perempuan dalam pekerjaan untuk Perubahan-perubahan
meningkatkan kemungkinan-kemungkinan memPekerjakan mereka Elah membiwa kepada suitu keyakinan bahwa kesetaraan memPersyaratkan bahwa perempuan dan lelaki diperlakukan sama dalam setiap sektorl termasui< yang diatur dalam peraturan yang bersifat _ melindungiP perubahan-perubahan ini tercermin dalam pengadoPsian pada tahun 1981 itur Kor,rrensi mengenai Para Pekerja dengan Tanggung Jawab Terhadap Keluarga, 1981 (No. 156), yang mencakup kedua belah jenis kelamin. Pengadopsian perangkat-perangkat ini menandakan suatu peralihan dalam perilaku tradisional berkenaan dengan peranan peremPuan, dan suafu pengakuan bahwa tanggung jawab terhadap keluarga udak hanya *u^p"og"ruhi para pekerja perempuan tetapi juga keluarga itu sendiri dan masyiraliat Berdasarkan Konvensi ini, seluruh pekeria seharusnya menikmati kesetaraan kesempatan dan perlakuan yang efektif, bukan hanya antara para pekerja lelaki dan perempuan yang irempunyai tanggung iawab terhadap keluarga, tetapi juga antara mereka dengan para pekerja lainnya. Tujuan dari Konvensi adalah agar masing-masing Negara memungkinkan paia pekerjanya yang mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga untuk tete4a tanpa diskriminasi, darg sepanjang memungkinkan, tanpa terjadinya tonRik antara pekerjaan mereka dengan tanggung jawab mereka terhadap keluarga.
Alasan Diskrininasi
-
Keadnan Kexhatan
Paragraf 57:
Tidai ada keraguan bahwa kesehatan harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi kecakapan seseorang untuk suatu pekerjaan tertentu dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip perlindungan terhadap kesehatan masyarakat, dalam hal-hal yang sepatutrya. Namun demikia& kesehatan fisik maupun mental seharusnya tidak dipertimbangkan secara a frori sebagai suatu aspek yang mendasar pada hubungan kerja. Suatu analisa men[enai apakah hal tersebut mendasar seharusnya dilakukan berdasarkan hubungan antara keadaan kesehatan seseorang pada saat ini dengan Penelitian Umum ILO dari Komite Ahli mengenai Konvensi dan Rekomendasii terkait dengan Rekomendasi Pekerjaan (Perempuan dengan Tanggung Jawab Kcluarga), 1965 (No. tZt;, Laporan Ill (Bagian 4B), lLC, Sesi ke'64, Jenowa, 1978, par.3' i Berkenian drng* ini, pasal g,puagraf 2,Deklarasi Kesetaraan Kesempatan dan Perlakuan untuk Para Pekerja Perempuaq diadopsi pada tanggal 25 Juni 1975
2
37
persyaratan-persyaratan pekerjaan secara normal untuk pela ksanaan suatu pekeiaan tertentu. Paragraf 60:
dengan Human Immunocleficiency virus (HIV) dan Acquired _Berkenaan Immunodeficiency syndrome (AIDS), telah tercatat terjadinya suatu kecenderungan diantara para pemberi kerja untuk menyaring paia pekerja secara sistematis dan tanpa sepengetahuan 6aik sebel,rm perekrutan atau sebagai bagian clari pemeriksaan ^"."i.u, kesehatan berkenaan d.1g.ul pekerjaan yang dilakukan secira rutin. Tidak diragukan bahwa praktek-praktek semacam ini dapat menuju ke arah cliskrimiriasi mengenai akses terhadap dan hak untuk tetap mempertahankan pekerjaan. Ketentuanketentuan yang bersifat melindungi oleh karenanya sangat diperlukan dalam hal ini, untuk melarang penyaringan para "pete4i tanpa sepengetahuan mereka serta untuk meniagi keiahasiaan hasil dari pemeriksaan-pemeriksaan yang mungkin ?ilrkrkon karena alasan kesehatan masyarakat-para individu yang menjadi pihak yang dikenakan llosls penyaringan seharusnya selalu diberitahu *errg"nai hasil tersebut. Ketika seorang pekeria did iangnosa seba gai r"r"o.ur.,g".ien gan HlV-positif akan terjadi suatu reaksi - yang seringkari'berupa ."oiiri n"g,our - teriradap hubungan pada pekerjaan, baik dengan pari pemberi iierja dan para penyelia yang secara langsung berkcaudut
pekerjaan.r
s e*lor
-
lelctor
Ym
dm l abatan,
g
D
i
c nk u
p'or er r K o mrc si : tt
Akses terhnrlnp pe I o ti h n u, p ekerj
P er sy ar a t an- p er sy nr a t an tl n n Ke ten
tu
nt r - Ke ier
ft
u
n
l
p eke rj nit
n nt
r
r
Paragraf 65: Pasal_.1,paragtaf 3, Konvensi No. 111 menl,atakan bahrva istirah ,,pekerjaan,,
dan "jabatan" mencakup akses terhacrap pelatihan kejuruan (bagian A), t
Untuk pemap{alylng lcbih rinci mengcnai pcrangkat ini,rihat para pekerja dengan TanggungJawob Terhadap Keruarga, siru"y ,.urritahun
i993,
38
r.c, s.ri r.lio
akses terhadap pekerjaan dan terhadap jabatan-jabatan tertentu (bagian B), dan persyaratan-persyaratan dan ketentuan-ketentuan pekerjaan (bagian C).
perlindungan yang diberikan oleh Konvensi tidak hanya terbatas pada perlakuan yang diberikan kepada seseorang yang telah memperoleh akses terhadap pekerjaan atau terhadaP suatu jabatan. Secara tegas dinyatakan mengenai kemungkinan untuk memperoleh akses terhadap pekerjaan atau terhadap suatu jabatan dan juga mencakup akses terhadap pelatihan, yang tanpanya tidak akan ada kemungkinan yang nyata untuk masuk kerja atau menduduki suatu iabatan. l'aragraf 69: Panduan pelatihan dan kejuruan sangatlah penting karena mereka menentukan kemungkinan memperoleh akses terhadap pekerjaan dan jabatan. Praktek-praktek diskriminasi berkenaan dengan akses terhadap pelatihan kemudian diabadikan dan diperburuk dalam pekerjaan dan jabatan.
Paragaf 732 Dalam prakteknya, diskriminasi dalam akses terhadap pelatihan dapat berupa 2 bentuk baik berupa penolakan atau secara sengaia melalaikan unfuk menerima permohonan seseorang untuk diterima sebagai seorang murid, pelajar atau Peserta pelatihan; atau dengan cara menetaPkan persyaratan-persyaratan penerimaan yang mengarah kepada pengecualian terhadap para calon dengan alasan-alasan yang disebutkan dalam Konvensi. Diskriminasi dalam hal ini jarang sekali berasal dari ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara langsung bersifat diskriminatif. Umumnya hal ini tirnbul karena praktek-praktek yang didasarkan pada stereotip yang terutama berdampak pada para perempuan dan kelompokkelompbk yang dirugikan dan minoritas tertentu. Tindakan-tindakan positif yang diambil untuk memberlakukan kebijakan nasional sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2 Konvensi maka memfokuskan pada kepentingan tertentu karena mereka membuat menjadi tidak mungkin unfuk meralat ketidaksetaraan yang telah terjadi secara de facto yang berdampak Pada para anggota dari kelompok-kelompok ini yang dirugikan karena fenomena pemisahan jabatan. Pemajuan kesetaraan kesempatan dan perlakuan berkenaan dengan pelatihan juga berlaku terhadpa proses Pelatihan yang sesungguhnya. Beberapa ketentuan nasional mengatur bahwa tidaklah dilarang untuk mengakhiri pelatihan atas alasan-alasan diskriminatif tertenfu yang telah diatur, atau bahwa adalah melanggar hukum bila secara sengaja membatasi atau menolak seseorang untuk mendapatkan segala keuntungan, fasilitas atau layanan yang orang tersebut berhak untuk mendapatkannya dalam suahl lembaga pelatihan.
39
Akss tarhndnp Upnh Kerjn Paragraf 82: Penerapan prinsip kesetaraan kesempatan clan perlakuan menjamin bahwa setiap orang memiliki hak agar ramaran kerjanya untuk suafu pekerjaan yang ia pilih dipertimbangkan secara adil, tanpa cliskriminasi atas clasar
segala alasan yang disebutkan dalam Konvensi. Ketentuan ini tidaklah memberikan kepada setiap orang hak atas pekerjaan yang cripilihnyo dengan tidak mempertimbangkan kualifikasi-kualifi kasi profesionilitasnya atau persyaratan-persyaratan lainnya. Tata cara perekrutan dan pernyataan mengenai alasan-alasan dalam hal diambilnya suatu keputusan yang merugikan atas lamaran kerja tersebut penting untuk diiertimbangkan guna penerapan secara efektif atas hak ini. seorang calon yang ielah dieliminasi seharusnya diberikan akses terhadap infoi'masi secara tertulis dengan pelatihan, pengalaman praktek dan kualifikasi_ lerf91aan kualifikasi yang secara mudah dapat ciiiaentifikaii yrr,g dimiliki oleh orang tersebut yang telah ditunjuk untuk suatu posisi tertentu, terutama apabili posisi tersebut telah diiklankan secara umum kepada masyarakaL Paragraf 83:
Pgmberi kerja seharuslya hanya menerapkan kriteria perekrutan yang obyektif dalam memilih seorang caron. persyaratan-plrsyaratan yang berkenaan dengan berat baclan, tinggi bactan ataukekuatan risik senarusnyi
tidak dianggap sebagai kriteria yang obyektif kecuali sepanjang persyaratan-persyaratan tersebut diperlukan
unfuk pelaksanaan
suatu
kegiatan tertentu. Lebih Jauh lagi, pertanyaan-pertanyaan tentang pandangan-pandangan mengenai politik,'keagamaan atau serikat buruh dari pekerja seharusnya tidak melebihi apa ying telah ditentukan dalam
Pasal 1, paragraf 2 (lihat diatas).
laninm Masa Karja Paragraf 108: Berkenaan dengan pemutushn hubungan kerja secara kolektif karena alasan
ekonomis, perlindungan terhadap alskriminasi seharusnya juga terkait dengan diskriminasi tidak langsung yang timbul sebagai atiuat clari kriteria yang telah dibuat untuk menentukan urutan pemecatan. perlu untuk dipastikan bahwa keadaan-keadaan yang tampaknya nehal, yang termasuk dalam kesepakatan kerja bersama dan y"r,g aite.upt
terkena dampak ketika aturan "yang terakhir masuk adalah yang pertama keluay'' diterapkan; dan dalam sektor-sektor dimana hal-hal tersebut mungkin secara signifikan terjadi. Komite menekankan dalam Survey umumnya yang disebu&an diatas bahwa adalah penting bagi pemilihan
para pekerja yang akan dikenakan pemutusan hubungan kerja
secara
kolektif agal pemecatan tersebut dilakukan secara seobyektif mungkin guna menghindari segala risiko yang mengakibatkan diambilnya keputusankeputusan secara sepihak, dan bahw& sebagaimana dianjurkan dalam Rekomendasi No. 165, kriteria-kriteria ini seharusnya dibuat dimuka. Kriteria yang paling sering diterapkan adalah sehubungan dengan keterampilan-keterampilan yang berkenaan dengan pekerjaarg lamanya masa kerja, keadaan-keadaan keluarga dan bahkan sehubungan dengan kesulitan untuk menemukan pekerjaan alternatif. Perlakuan yang tidak adil terhadap lelaki dan perempuan, dan terhadap kategori-kategor Para Pekeria yang dirugikao dapt dmbul dari penerapan dndakan-tindakan tersebuL terutama dalam situasi krisis ekonomi yang semakin meningkat saat ini, dimana negara-negara menghadapi masalah-masalah penyesuaian strukfural, pengangguran, kekurangan pekerjaan dan tuntutan atas kemampuan bersaing yang semakin meningkat sebagai akibat dari globalisasi ekonomi.
Persyaratan yang Madasm dari Pekeriaan Tertsntu
Paragraf 118:
Berdasarkan Pasal 1, paragraf ? Konvensi No. 111, "segala pembedaan, pengecualian atau preferensi berkenaan dengan suatu pekerjaan terEntu atas dasar persyaratan-persyaratan mendasar tidak akan dianggap sebagai diskriminasi". Pengecualian ini harus dita6irkan secara terbatas. IGUka kualifikasi-kualifikasi dipersyaratkan untuk suatu pekerjaan tertentu, mungkin hal tersebut tidak dapat secara mudah dibedakan antara apa yang tergolong dan apa yang tidak tergolong diskriminasi. Seringkali sulit untuk memberi batasan antara persyaratan-persyaratan bona fide untuk suatu pekerjaan dan penggunaan kriteria-kriteria tertentu untuk mengecualikan kategori-kategori pekerja tertentu. Guna menentukan cakupan yang
sesungguhnya dari pengharapan ini, dua hal berikut ini seharusnya diperhatikail pertama, konsep "suatu pekerjaan tertenfu' daru kedua, definisi "persyaratan-persyaratan mendasay'' dari suatu pekerjaan terEntu. Paragraf 119:
Tampaknya dari pekerjaan persiapan untuk Konvensi bahwa konsep dari "suatu pekerjaan tertentu" mengacu kepada suatu pekerjaan, fungsi atau tugas yang spesifik dan dapat diuraikan. Kualifikasi-kualifikasi yang diperlukan dapat diuraikan sebagaimana hal-hal tersebut dipersyaratkan
41,
oleh sifat dari pekerjaan tertentu tersebut, secara proporsional dengan persyaratan-persyaratan yang mend asar tanpa berbeniurin dengan prinsip kesetaraan lesempatan dan perrakuan. Nimun craram keadain upoprn
tidak diperbolehkan bahwa kualifikasi yang sama dipersyaratkan untuk suafu keseluruhan sektor kegiatan. reneiipan r".o.o sistematit atas qglsyaratan-persyaratan yang melibatkan satu atau lebih alasan-alasan diskriminasl rans dipertimbingkan oleh Konvensi No. 111 tidak dapat
diterima; pelaksanaan secara trati-trau atas masing-masing kasus perorangan dipersyaratkan. Demikian pulu clengan pengecualian i".uru umum atas pekerjaan-pekerjaan atau jabatan-jabatan bitentu, seperti pekerjaan di sektor pertanian, di zona-zona pengolahan ekspor atau layanan masyaraka! dari suatu ruang lingkup tindaian yang dirancang untuk memajukan prinsip kesetaraan kesempatan aa., perlafuan secara nyata
_atas
bertentangan dengan Konvensi. Paragraf 120:
Berkenaan dengan lelaki dan
pembedaan atas dasar jenis
-perempuary kelamin mungkin dipersyaratkan rnt t pekerjaan-p"t"4uu" tertentu, sep.erti pekerjaan-pekerjaan dalam sektor kesenian atau yang dirasa melibatkan keintiman fisik tertentu; pembedaan seperti itu mungkin juga dapat dikaitkan dengan tindakin-tindakan ierlindunjan khusus. P9mled-aan-pembedaan
ini
seharusnya ditentukanl atas suatir dasar yang
obyektif dan seharusnya mempertimbangkan kapasitas individu yang
bersangkutan. Namun demikian, p"ng"cuuiior, yu.,j terus terjadi terhadap para perempuan terhadap posisi-posisi kewenangan tertenfu semata-mata hanyalah karena mereka- acralah perempuan dan"menghadapi prasangkaprasangka negatif adalah salah satu tindakan yang"harus din.pri-t^n dengan metode-metode yang sepatutnya terhacrap k"eadaan-keacraan dan praktek-praktek n asi onal, berd a sa rka n plrangkat ta'hun 1 95g. Paragraf 121: Berkenaan dengan agama, ketentuan-ketentuan nasional dapat membatasi pekerjaan-pekerjaan yang terkait crengan suatu agama tertentu terhacrap
orang-orang yang menganut agama tersebut. Ketmtuan-ketentuan sepe.& ini !.Tylya dia ngga p ticr ak cr iskri m i natif; namu n a nm il.iai, pengecua ian ini tidak berlaku terhadap seluruh pekerjaan yang clilakukan untuk suatu organisai keagamaan (seperti perawatan geaung, ail.;. r
Pangrrt722l. Pandangan politis dalam keadaan tertentu mungkin merupakan persyaratan yang- sesungguhnya dalam jaba tan ad ministrative senior, contoirnya unfuk mereka dengan tanggung jawab khusus mengembangkan kebijakan pemerintah. Namun sangat penting bahwa hal terJebut teriatas untuk hal ErEnfu saja - harus dievaluasi beidasarkan kasus per kasus karena hal 42
tersebut mungkin bertentangan dengan keEntuan dalam Konvensi yang menginginkan-kebijakan yang dirancaltg utttuk menghilangkan diskrlminasi atas lasar, antara iain, pandangan politis, khususnya sehubungan dengan pekerjaan dibawah pettga*asin otoritas nasional. Agar masuk dalam cakupan pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 1, parugraf 2, kriteiia ini harus sesuai dengan kenyataan dan tujuan dari persyaratan mendasar jabatan atau pekerjaan tersebut.
BebanPembuktian
Paragraf 230: Tuga"s utama
dari badan peradilan quasi adalah unfuk menerima dan
menyelesaiakan kasus-kasus diskriminasi dengan memberikan putusan yang final dan mengikat para pihak umumnya terkait_dengan individu tapi icadingkala dengan sejumlah orang. Beban pembukuan dapat menjadi trarnbiian yang iignifikan dalam rangka mencapal hasil yang adil dalam dugaan tcaius distcriminasi, baik secara langsung mauPun tidak langsung. Coitohnya dalam kasus diskrininasi pada tahap rekruhen atau promosi, per,ggrrgit melamar posisi yang lowong dan kemudian ditolak, sehingga iau-arrguur, terjadi diskriminasi. Biasanya iriformasi mengenai kribria untuk s6l"kri, din kuatifikasi dan penilaian dari berbagai kandidat untuk posisi yang dibuka biasanya ada pada pengusaha. Hal ini biasanya benar
dalam hal diskriminasi tidak langsung dimana kriteria yang actual atas seleksi tersebut sudah ada selama bertahun-tahun. Di banyak negara/ beban pembuktian ada pada penggugat, pengusaha tidak wajib memberikan bukti yu.g menunjuklan tidak ada diskriminasi atas penolakan tersebut. iren[usaha dapat memenangkan kasus hanya dengan mengatakan tidak ada diskriminasi dan dengan menyanggah alasan yang diberikan oleh penggugal Komite mencatat bahwa di beberapa negafa, sekali penggugat or"i6"itut bukti yang utama atas dugaan diskriminasi, beban pembuktian beralih kepada pengusaha. Paragraph 231:
masalah prosedural yang paling penting yang timbul ketika telah terjadi diskriminasi dalam pekerjaan atau jabatan mnduga seseorang terkait dengan fitcta Uatrwa beban pembuktian atas diskriminasi ada di tangan penggugat, yang merupakan hambatan yang sangat sulit untuk ."r,a"pitt* ginti kerugian atas penederitaan yang didapatkan. Meskipun kadanfkala Uutcu-Uutu tapat dikumpulkan tanpa kesulitan (dalam hal iklan lowongan pekerjaan yang diskriminasinya sangat jelas), tapi lebih sering diskriminasi melibatkan tindakan atau kegiatan yang bersofat dugaan daripada kepastian dan sulit untuk dibuktikan, khususnya dalam kasus diskriminasi tidak langsung atau sistematis, dan lebih jauh ketika informasi
Satatr
situ
dan catatan yang merupakan bukti seringkali dipegang oleh orang yang dituduh melakukan diskriminasi.
Ganti Rugi dan Sanksi
Paragal2S2: Kesulitan lain terhadap penerapan yang efektif dari hak untuk mengajukan
pengaduan dihadapan badan peradilan quasi, dan juga dipemgiairan ym-uT yang diberi wewenang untuk menyelesaikan peiselisihan adalah baik korban maupun saksi takut adanya kemungkinan mendapat hukuman dari pengusaha. Di Brazil,. tidak adanya pergiduan khusus sehubungan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin atau warna kulit dianggap oreh qg.1erinln cukup wajar karena fakta korbannya menolak untuk diidenttfikasikan karena takut hukuman dan juga mereka meragukan keefektifan dan kemandirian dari otoritas pu6tit. Hukuman dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, namun umumnya aclalah pHK bagi pekerja atau orang-orang yang membantunya.
Htv/AtDS Paragraf264: Praktek-praktek diskriminasi dapat dilakukan clalam berbagai bentuk yang seringkali tersembunyi. Contohnya, pekerja mungkin diperianyakan status
HIV-nya, atau diminta merakukan tei ams yang seringkari tanpa sepengetahuan mereka. Mereka juga di-pHx semata-irata karena alasan status HIV. Prakte&-praktek seperu ini merupakan diskriminasi. Meskipun terdapat- pekerjaan-pekerjaan dimana o.ang dengan status HIV harus dipertimbangkan apakah diterima atau tidak, ,,"rrir., hal tersebut sangat jarang. Agar status HIV bisa menjadi alasan yang sah terhadap diskriminasi, maka dasarnya hal tersebut menjadi tritarlgan dalam meraksanakan pekerjaan tertentu. Meskipun status iTW posiUi adalah alsan cliskriminasi yang tidak bias diterima, dan telah banyak dilakukan di banyak -HIVnegara-
negara, ada pekerjaan-pekerjaan climana orang dengan status plsitif harus. diperhitungkan karena kesehata,ny. r"ngrt diperrukan craranr pekerjaannnya. Contohnya perawa! dokter atau dokter jigi yong rrictang spesialisasinya (seperti bedah atau suntik), membawu ,"rik*o berhubungan yang dapat memindahkan virus sehingga cratrrat crianggap tidakcocok untuk pekerjaan tersebub dalam har ini, u"uon pembuiutan harus acra pacra pengusaha. Penorakan untuk memperkerjik"n s"reorang dengan HIV positif atau untuk mempertahankannya aitam suatu peklrjaan harusrah bukan pada kesehatannya. Diskriminasi terberat bagi seorang !-illsarkan HIV positif di tempat kerja adalah bila teman sekerjanya menorak o.onf 44
tersebut atau mengacuhkannya, berburuk sangka atau takut tertular. Jenis diskriminasi seperti ini biasnaya hanya berdasarkan rumor dan sangat menekan secara mental bagi pekerja yang bersangkutan. Faktanya, resiko penularan HIV atau AIDS melalui kontak dengan penderita di tempat kerja sangat terbatas kecuali untuk pekerja dibidang perawatan kesehatan, atau laini.rya yang mungkinn melakukan pemotongan atau kontak lain yang ada
resiko pemindahan cairan tubuh. Maka disarankan bagi pekerja-pekeria tersebut berhati-hati dalam menjalankan tugasnya. Paragraf 265:
yang telah menambahkan dasar ini untuk melarang diatur dalam Konvensi, tidak sah untuk meolak sebagaimana diskriminasi karena semata-mata alasan HIV positif atau pekerja mem-PHK pelamar atau
Dinegara-negara
iid,rgu HIV positif, kecuali secara obyektif dan dengan itikad
baik
ditentukan bahwa sangat perlu bagi pekerjaan tersebut tidak terkena HIV positif. Kondisi lain yang mungkin ditetapkan adalah infeksi dapat dibrkutar, atau secara signifikan akan menghalangi kinerja kerja, yang akhirnya membuat seseorang tidak cocok dengan pekerjaan tersebut karena alasan kesehatan. Sebagiamana ditunjukkan oleh Komite dalam Penelitian Umum tahun 1988, "sangat jelas bahwa keadaan kesehatan seseorang harus diperhitungkan dalam menilai kinerjanya untuk pekerjaan tertentu, meskipun tukan dia yang memiliki kewajiban beban pembuktian ketika terjadi konsekuensi sebagai akibat penyakitrya dulu atau sekarang ini" (paragraf 71). Paragraph 266:
seseorang yang dinyatakan menderita AIDS dan diagnosa medis mengindikasikan bahwa penyakit tersebut akan menghalangi kinerja kerja, atau tugas-tugas lain yang ditawarkan sebagai alternatif, berada dalam situasi yang dapat dibandingkan dengan mereka yang menderita jenis penyakit lain sehingga membuatnya tidak cocok untuk bekeria.
45
Kutipan Penelitian Umum Mengenai Konvensi pemutusan Hubungan Kerja (No.l58) dan Rekomendasi (No.lee), 1982 - Perlindungan Terhadap pemutusan Hubungan Kerja yang Tidak Sah Definisi dan Metode penuapan Paragraf
1*
Menurut Pasal 3 Konvensi, istilah "pemufusan" dan,,pemufusan hubungan kerja (PHR" berarti pemutusan hubungan ke4i atas inisiatif dari pengusah4 yang membatasi lingkup substanHr ai.i Konvensi terhadap metode pemutusan ieria, pengecualian dari yang lainnyi. .hubungan Menurut definisi iry instrumen yangmetipru pe^rtusan hubungan ke4a a.an !1$n hubungan bisnis lainnyi- atai inisiatif pengusaha - dan bukan atas inisiatif pekeria atau sebagai akibat dari perjanji"n |rng dinegosiasikan dengan sunguh-sungguh dan bebas antara para pit it. " " Paragraf 20:
selanjutny4 karena istilah "pemufusan" berarti pemutusan hubungan kerja dan bukan interupsi lainnya, sebagai contohnya kontrak kerja, ienangguhan maka hal tersebut harus dicatat bahwa penangguharilrsebut, contohnya -tangsiig karena sakit atau kehamiran, terkait dengan pemutusanan hubungan kerja sebagaiman di beberapa negara melindungi pekerja terhadap pemufusan selama masa pemangguhan kontrak.t Paragraf 2t: dicatat juga bahwa definisi yang diberikan untukk tujuan Konvensi
HlTr
tidak mensyaratkan suatu negara merubah istilah yur,g il"r.ka pakai, dengan syarat ketrentuan subsfantif clalam hukum nasioial diberlakukan terhadap seseorang yang dicakup oleh instrumen tadi.2 Pangral22t
cara dimana PHK didefinisikan tergantung dari kepentingannya. contohnya untuk pemecatan, pHK sunggrh dit"krkan atas"i.risiatif Jika, dari
pengusaha secara salah dilabelkan untui< contohnya pengunduran diri, pelanggaran kontralg pensiun, perubahan kontrak, tlaaaan"memaksa atau
pemutusan oleh pengadilarg aturan perlindungan yang mengatur gTa IgB sama di b"hlu.p3_l:gga, pemecatan pekerja sangat terkait dengan pHK. lPqtg 'lLC, Sesi ke-67, 1981, Laporan VIII12;]nui.il.
pemutusan mungkin sangat jelas tidak berlaku; tetapi penggulaan istilah Lrsebut tidak dapat o,"rr6rrui pengusaha menghindari kewajibannya untuk
memberikan p"ilirdrogu., dalam hal Erjadi Pemuhrsan. Beberapa perubahan diperkenalkair oleh pengusaha, khususnya mengenai kondisi irubungan kerja dan yang tidak timbul dari persyaratan hubungan kerja yur,g riogguh-sungguh, dapat membuat pekerja tertekan untuk menerima p"r,iU"t ui"tersebtit atau klluar dari pekeriaannya atau_memiliki resika iit.rtrro, karena dianggap tidak mematuhi perintah dari majikannya' Karena itu perlu untuk mlnletastan apakah suatu situasi bukan merupakan PHK tersamar atau PHK sesungguhnya yang dilakukan oleh pengusaha menurut Konvensi, karena kalau tidak pekerja secara defacto atau dejure perlindungannya telah dikorbankan secara tidak sah sebagaimana diatur dalam Konvensi.3
P
HK y ang Mel atggar Hak-hzk Mendasar
Paragraf 117:
mendasar atau fisik atau nyawa pekerja berada dalam perlu adanya pembuktian (beban pembuktian terbalik) adalah resiko, suatu yang memungkinkan pekerja untuk melaporkan penanganan dan cara tanpa takut dihukum, meskipun hal tersebut iliegai yang praktek-priktek dalam Konvensi No.158' yang tegas bukanlah persyaratan
...reuta hak-hak
IQtid nkh adir an s emen
t or
a
Paragraf 136:
sementara dari kerja sah untuk PHK. yang alasan menjadi karena sakit atau terluka tidaklah ada surat sejauh kerja, dari Definisi dari ketidakhadiran sementara terhadap mungkin yang pembatasan keterangan dokter diharuskan dan metode dengan Penerapan p"r,erupan ayat 1 pasal ini dan dianggap sesuai yang dirujuk dalam Pasal 1 Konvensi ini." Pasal
6 Konvensi mengatur bahwa"ketidakhadiran
Paragraf 7372
Menurut Pasal ini, PHK karena ketidakhadiran sementara secara PrlnslP tidaklah sah; alasan ini dapat dibandingkan dengan alasan yang terdaftar di Pasal 5 Konvensi. Namu& Konvensi memperbolehkan pembatasan brtentu yang dapat ditentukan oleh metode penerapan nasional. Konvensi tidak Jika pengusaha membuat kondisi kerja pekerja menjadi tidak- bias..ditoleransi lagi sehingga dia dip'aksi berhenti, pengusaha melakukin tindakan yang disgbi! dibeterapa negara sebagai pemecatan Vang tonsttit tif' dan pekerja dapat mengambr! ti$alan hukum seperti scolah' oiut, diu telah dipecat oleh pengusaha (Contohnya; Amerika Serikat)' 3
47
menjelaskan konsep sakit atau terluka. Istilah ini umumnya diterima dalam
arti baik sakit atau terluka yang tidak berhubungan denian pekerjaan dan sakit atau terluka karena peke4aan. Juga tidak didefini;ika; konsep dari ketidakhadiran sementarai namun istila"h,,sementara,, d;;;" sencririnya bahwa perlindungan dapat dibatasi untuk jangka ivaktu tertentu fr$ifat dari ketidakhadiran. seranjutanya, Konvensi juga fidak menjeraskan ne1lata-san apa yang 1-unqkin ditetapkan. salah sati pembatasan mungkin terkait dengan ketidakhadirun yar,g berurang-ulu.,j ku."nu sakita iuga harus disebutkan bahwa-pelanggaran kontralikareni cuu yang diberikan karena sakit atau terluka iiki- diperbolehkan dalam trutum nasional haruslah dilihat sebagai 1'ang ikan memberikan uang pesangon dan fHK tujangan sejenis lainnya, dan bukan pelanggaran kontrak taiena orang yang dipekeriakan. Konsep ketidakhadiran sementara nampaknya lebih didefiniskan dalam metode penerapan nasional. secara esensial konsep tersebut didefinisikan berdasarkan Jangka waktu ya.,g be.arreka ragam, mulai dari hitungan bulan sampai U"U"r"p" tahun;s banyak negara yang mengadopsi jangka waktu enam bulan. balam praktek, ketidakhadiran semerrtara -biasanya mengakibatkan penuncraan ierhactap konhak kerja untuk jangka waktu tertentu (dan pengusaha terus ."^bryu, upah atau tunia-1gan lainnya sebagian atau seluruhnya melarui tunjangan jaminan dan-rarangan untuk pHK selama masa yang terah ditentukan.6 3.1siat) walaupun Konvensi memberikan definisi ketidakiradiran sementara pada hukum nasional Komite menganggap bahwa ketidakhadiran didefinisikan dalam arti jangka wakfunya, fiat ini h".r, ,"rrui dengan tujuan clari pasal, yaitu untuk melindungi hubungan kerja pekerja pada saat, iu."r," keadaan memaksa, dia tidak menjalankin te*aiiUaooya. Di negara-negara laio kriteria utama -dlp.r!kapasitas kerja. Coniotrrya, ai ,utu ,,"g0r., sakit "*!.1 9ide$a oleh pekerja Hg.l bi:i dianggap sebagai dasar pHK sepanjang hal brsebut tidak secara substantif merrgrirngi kapasitas kerjanyai Paragraf lrlll: Pembatasan Juga dapat menjacri konsekuensi
dari ketidakhadiran yang berulang-ulang karena sakit, ketidakhadiran tersebut kadangkala cr ianggap menganggu jalannya perusahaan. Khususnya, dalam hal oran"g yang terkena 4
ILC, Scsi kc-68, 19g2, Catatnn Sidang, hal.30/8.
'contohnya: 30 hari di Korea,4.bulan-ii Azerbaiian, Rusia,6 bulon di Benin, Kamentn, Irak, Ktwatt, Madagoskar, senegar (dipcrpnnjnng lagi'untuk
dt 6
Hongaria, Indonesia,2 tahun di
aiuiaol
Austrlo: FdErasi Kamar
rtntem hqt oarrir aro,.
*p,f
._,..,.1.I-.1{ Tannnggaplida.k
l*:*,nlll.1:!yi
y i,:!,3.* itia." ketidakhadiran
**"if:,H:rj-$::l*.f
memuasakan bahwa pHK . tidnk glld. trgatn dilarang
r.o,p.t.n,i rir.ru rukit.,";;;hka;k.{,;
Contohnya di Finlaniii,pasal 37 UU Kontrak Hubungan Kerja, 1970
48
prii*el, s.r, iahun
u,u*ilG,;emirir.i
sementara
berhak atas lima hari cuti sakit khusus. 7
p*;.i;l;;tr
HIV (human immunodeficiency virus) dan yang menderita AIDS (acquired immunodeficiency virus), pernyataan yang timbul darikonsultasi bersama antara OrganisasiKesehatan Dunia (WHO) bekerjasama dengln Ilo di tahun 1988 merekomendasikan bahwa pekerja yang terinfkesi HIV yang berada dalam kondisi yang sehat harus diperlakukan sama dengan pekeria lainnya, dan mereka yang terkena penyakit yang terkait dengan HIV, termasuk AIDS, diperlakukan sama sebagaimana pekerja yang sakit karena penyakit lainnya. Menurut pernyataan ini, infeksi HIV bukanlah sebaba PHK, orang yang memiliki penyakit yang terkait dengan HIVharus dapat bekerja selama secaia medis dianggap mampu bekerja.s Sehubungan dengan penyakit
tersebut, yang mungkin memerlukan perawatan berkala, Komib menganggap penting untuk secara hati-hati menimbang dan. mengevaluasi konsekuensi dari ketidakhadiran semacam ini dalam praktek operasional perusahaar; dengan mengingat konsekuensi yang sulit bahwa PHK mungkin terjadi pada pekerja. Komite menunjuk perlunya ffndakan yang tepat untuk melindungi orang yang bekerja dan berhubungan dengan orang yang memiliki penyakit tersebute
Beban Pembuktian
Paragraf 196: Pasal 9, ayat 1 dari Konvensi menyatakan bahwa badan yang dirujuk dalam Pasal S "harus diberdayakan untuk menguji alasan PHK dan keadaan yang terkait lainnya dan memberikan putusan apakah PHk tersebut sah." Paragraf 197:
Ketentuan ini membentuk prinsiP yang penting mengenai hak untuk banding, dimana harus dimungkinkan bahwa alasan dan situasi lainnya yang terkait dengan kasus tersebut diuji oleh badan yang imparsial, yang mampu memutuskan apakah PHK tersebut sah' Ayat ini, dengan kata-kata yang sedikit berbeda, didukung oleh sebagidn besar pemerintah sejak awal persiapannya.
t Pemyataan dari Konsulatsi mengenai AIDS dan tempat kerjq 27'29 hrloi 1988, dok WHO/GPMNF/88.7 Rev.l. eDi
Kanada,pe,ngaditan menyatakan bahwa status HIV tidak boleh digunakan sebagai alasan otomatis terhadap PHK, dan telah mengakui HIV dan AIDS sebagai kctidakmampuan menurut hukum federal dan provinsi (ILC, Sesi kc'80, 1993, Laporan III (Bagian 4A)' hal.327; Konvcnsi No.l ll, Kanada).
49
Paragraf L98:
Sehubungan dengan beban pembuktian dalam pasal 9 ayat 2, yang menyatakan bahwa__,1_-agar pekerja tidak menanggung sendiri beban pembuktian bahwa PHK ticrak sah, metode p"n".rpui"yaig dirujuk daram pasal 1 Konvensi harus memberikan satu kfoua rcmungtinan berikut ini: (a) beban pembuktian mengenai alasan yang sah atas iut< sebagaimana didefinisikan dalam pasal4 konvensi harus a"da pada pengusaha; (b) badan yang dirujuk dalam pasal S Konvensi harus diberaayatrn"ur,tuk mencapai kesimpulan_mengenai alasan pHK dengan o,e*pe.timbangkan bukti-bukti yang diberikan oleh para pihak dan sisuai dengan tata c"ara yang diatur dalam praktek dan hukum nasional. Paragraf 2Gl:
jarak dengan konsep tradisional mengenai hukum diletakkn paaa pitrJy"'rrg te. ol,or,. Hal tersebut berdasarkan tradisi di negara-negara yang menganut commom law dimana pengusaha diminta untuk'meny"ai"un ium p"ux yang sah tanpa pemberitahuan atas kesalahan berat dan atas konsep yang berlaku sekarang-ini di negara-negara lain dalam proses perdata dimana hakim memufuskan berdasarkan bukti-bukti yang uau ai iraaapanrrya utamanya bukti yang diserahkan oleh para pihak, oleii karenanya u".pu.iiriprsi dalam pencarian kebenaran,. seringkali dengan kekuaLn investigasi yang 5s-ungguhnya. Hal ini juga berhubungan-dengan prinsip aimana ketentuan hukum perselisihan perburuhan harus ditafsirlan untuk membera pekerja. mengambil 5oo*pi kontrak, dimana
beban pembuktian
Ganti Rugi: Dirykerjakan kembali atau Kompensasi Paragraf 218:
Menurut pasal 10 Konvensi, "jika badan yang crirujuk dalam
pasar
S...menganggap bahwa pHK tidak sah dan jikahal terseuut uaat didukung atau tidak berlaku menurut hukum dan praktek nasional, harus dinyatakan bahwa PHK tidak sah dan/atau memerintahkan atau -""jrrr1r.un pekerja dipekerjakan kembali, mereka harus diberikan pembayaran atas kompensasi yang layak dan hal-hal lain yang dianggap pantas.,, Paragraf
21*
pasar 10 memberikan keutamaan untuk menyatakan pHK fg-k"9 dalampekerja-dipekerjakan -.rg, kembali sebagai ;;il dalam hal Id:k:t_9fn t".i19i PH{
rans tidak sah. Namuru hal tersebut fleksibel dalam hal yang ditawarkaru tergantung dari kekuatan badan F_"nti Tgi.lain-
ada
il'";il;ilT,I.lTiii.Tlf dan
50
memperke4akan kembali pekerja.lo Teks menjelaskan bahwa kompensasi yang dibayarkan haruslah "Pantas".
Pangraf 231: Baik di negara-negara dimana kompensasi finansial ditawarkan sebagai satu-satunyi bentut gand rugi dan di negara dimana Perundang-undangan prakteknya mengijinkan sejumlah fleksibilitas antara kompensasi maupun -dipeicerjakan kembali, PHK berdasarkan satu atau beberapa alasan dan yang Udak iah yang terdaftar dalam Pasal 5 Konvensl, dan khususnya -berdasarkan alasan diskriminasi, dianggap di beberapa negara tidak sah karena mengeyampingkan hak asasi manusia, dan dapat mengembalikan pekerja te petcL4aannya semula.11 Penerapan prinsip dipekerjakan kembali dalam hal pembatalan PHK menjadi penting dalam hal perwakilan pekeria, dan beberapa badan banding telah menegaskan prinsip ini dalam beberapa tahun terakhir ini dan telah menetapkan dipekerjakan kembali sebagai hukuman dari PHK yang tidak sah atau pembatalan PHK12 Namum pembatalan PHK dapat juga diterapkan dalam hal pekerja biasa jika hak-hak mendasar dilanggar, dan dapat membuat pekerja dipekerjakan kembali.l3 Paragraf 232: Sehubungan dengan hal diatas, Komite menganggap kompensasi dalam hal
pHK yang menginyao,pingkan hak dasar, dituiukan untuk memberikan tompensaii secira penuh, baik secara finansial maupun secara posisi,
apabila pekerja dianngap dirugukan, penyelesaian yang paling baik adalah p"t dipekerjakan kembali dengan membayar upah yang belum dibayar -dane4u hak-hik yang seharusnya diperoleh. Untuk melakukan ini, badan yang r0
ILC, Scsi kc-68, l982,IaPoran Sidang,hal.30/10
rr Contohnya di Repubtik Dominika,dalam pasal 391 W perburuhan:-PHK qeloja fanS dicakup daiam keklUalan scrikat pckcrjo ("fucro sindicat") adalatrtidak sah' PHktcrsebut mensyaratkan adanya persetujuan lebih dahulu dari badan pubunrhlo" Di Prancr,s, scsuai dengan pasal L-l2i-4-5 W PLrburuhan, pekerja tidak dapat dipgtuskan hubungan k{anya ataidasar asal keturunan, jcnis kelamiq kebiasaan, keadaan keluarga" snggota dari etnis tertetrtu, kebangsaan atau Letidakmampuan yang dinyatakan dengan sruatleterangan dolter atas dasar kesef,atan atau ketidak mampuannya, atau karana mcojalankan hak untuk mogok. Semua UU yang bertentangsn sehubungan dengan hak pekerja ini dinyatakal tidak sah. Terdapat contoi kasus, pengusaha dilarang mendislciminasikan atas alasan diatas (Cas.r.Soc., iaatatt tiaak sah atas alasan diskiminatif atau terdapat prosedur l5 May 1991): ltalia,
iiff
vane trdak benar: namun, konsekuensi dari dua benhrk pembatalan ini berbcda. 12 C-ontohnya Prarcis; Kasus tanggal 17 Maret 1993;2 Jruni 1993; 27 Okt.l993. t3 Contohnya Prarcis: Dipekerjakannya kembali seorang pemogot Vang.telah diputuslan hubungan ierjanya kareni menldantin kebebasan publik hanya dapat diatur melalui badan bandin! aatam lit kesalahan berat pekerja (kesalahan dicirikan oleh niat pekcrja untuk melukai pengusaha) (kasus 26 September 1990; 2l Februari l99l).
51
imparsial harus memiliki kekuasaan yang criperlukan unfuk memutuskan secara cepat, lengkap dan penuh kemandirian, clan khususnya untuk memufuskan bentuk penanganan yang paling tepat sehubungan dengan keadaan yang terjadi, termasuk kemungkinan aipete4akan kembati. gila dipekerjakan kembafi tidak termasuk dalam bentuk penanggulangan, bila hal tersebut tidak mungkin atau tidak diinginkan oleh pukiiiu, akan lebih baik bila kompensasi diberikan sehubungan dengan pHK tersehut clengan alasan melanggar hak asasi untuk mengganti keiugian yang diderita, cian kompensasinya harus lebih tinggi daripida bentuk'iHryang lain. Komite mencatat bahwa dalam hal ini di suatu negara batas iertinggi dari yang dapat diberikan sehubungan ?e.g"r, diskriminaii jenis frompensasi kelamin atau ras berdasarkan banding yang dilakut
I an gka Wak tu P emberitahuan
Pangraf
2432
Menurut kondisi dalam Konvensi ini, jangka waktu pemberitahuan haruslah jangka waktu yang "layak". Dalam menjawab ,ruLn pemerintah untuk menspesifikan jangka waktu jangka waklu pemberitahuan clalam instrumen konvensi atas dasar lamanya wakfu kerja pekerja atau keahlian pekerja, dipertimbangkan untuk lebih baik -"nguto.rya bercrasarkan kebijakan masing-masing negara.rs Dalam hal terjaii perselisihan, baclan pengawas akan memutuskan apakah durasi ying hiueritan ,,layaK,. Ketentuan yang terkait dengan jangka waktu p""-u".itut uan sangan bervariasi dari satu negara ke negari lainnya. Di negara-negara climana perjajian kerja diatur- oleh ketentuan legislitif, biasaiya aka'n mengatur jangka wakfu pemberitahuan- Jangki waktu p",'b".ituhuon yang ditetapkan oleh peraturan adarah jangka waktu minimum yu.rg .iopot
t'
Inggrls: Pcraturan Diskriminasi scks dan Upoh yang sctara tgl.22 Nopcmbcr I993, Hubungan-Ras tgl.3 Juli r994, pcraturan Hubingan Ris (Bunga*atas 1994- PgngadopsiaLthl lryrn: dalarn Kasus Marshall (No z)
r.*
Konrpcnsasi) tgr.
tjt, r
pingadilan ringgi ai'Eiopa AgustuJtr:. K'ompensasi rita-rata tetaf,"meningtat !g!: sebesar 45 posen. Kompensp! a3.!al percmpuan ying di pHK di p;rrhu* tayanan fral publik karena kehamilan adarah 35,000 poundsterringjiunltan 2?9;0-09
1993 mcngikuti
u.*ra,iri*lui|too
sampai
polndstoling. Jumlah total kompensasi yan!'aiuerikan rntut masaiut airririnusi '
dari I juta poundstcrling di tahun l9-93. ILC, Sesi ke-67, Laporan VIII(2), hal.79.
g.dalah lcbih
"
k.prt
52
diperpanjang melalui perjanjian bersama,l6 nlelalui kontrak itu sendiri atau melalui kebiasaan. Dalam beberapa hal, pemberitahuan hanya diafur oleh perundang-undangan jika tidak dicakup dalam perjanjian bersama, atau
hukum mengatur bahwa dalam hal tidak adanya perjanjian bersama, kondisi dan jangka waktu pemberitahuan ditentukan oleh peraturan atau kepufusan.17
Paragraf244z Jangka waktu pemberitahuan bervariasi dari satu negara ke negara lainnya, dan kadangkala bervariasi meskipun dalam satu negara dari satu jabatan atau sektor dengan jabatan atau sektor lainnya. Juga mungkin berbeda tergantung dari jenis konbak jangka waktu upah atau kategori pekeria yang bersangkutan. Jangka waktunya mungkin meningkat dengan meningkatnya
jangka waktu kerja, yang seringkali menjadi kriteria utama untuk nrenentukan jangka waktu pemberitahuan, yang meningkat secara proporsional menurut lamanya masa kerja.ts Kadangkala, umur pekerja menjadi kriteria yang berlaku.te
16
Contohnya: .lernran,psl.622 (4) UU Hukum Perdata. Contohnya: Kamerun,psl.34 UU Pcrburuhan tahun 1992, kondisi danjangka waktu pcmberitahuan diatur oleh perintah nrcntcri, setelah bcrkonsultasi dengan Komisi Perburuhan Konsultasi Nasional, dengan mcnrpcrhitungkanjangka rvaktu bekerja dan kategorijabatan pckcrjal kgtentuan yang scrupa juga ada di Republik Afrika T'engah: psl.43 W No.6l -221 Perburuhan 1.'ang rnengundangkan UU Perburuhan; Mal, Contohnya'. Kamerun, psl.34 tahun I 992, kondisi dan jangka waktu pemberitahuan diatur oleh perintah menteri, setelah berkonsultasi dengan Komisi Perburuhan Konsultasi Nasional, dengan memperhitungkan jangka rvaktu bekerja dan kategorijabatan pekerja; ketentuan yang serupajuga ada di Ilepublik Afnka kngah: psl.43 W No.6l-221 yang nengundangkan UU Perburuhan; Mali, Cote d'lwrie:psl.4l LIIJ Perburuhan tahun 1992. Pantai gading:psl.4l UU Perburuhan tahun 1992. r7
W
r8
Contohnya: Australia'. ps.l70 DB(2) UU Hubungan Industrial 1988 sebagaimana dirubah dengan UU Rcformasi Hubungan Industrial, 1993: satu sampai empat minggs; Kamboja: empat hari untuk masa kerja sampai tiga bulan; tiga bulan unhrk masa kerja lebih dari sepuluh tahun: Siprus:ps.9 UU PHK: pemberitahuan bervariasi antara sahr minggu untuk masa kerja 3(r sampai 52 minggu dan enam minggu untuk masa ke{a sekurang-kurangnya 208 minggu; Equator'. satu minggu setelah satu bulan, satu bulan setelah enam bulan: Prancis: ps.L.l22-6 UU Perburuhan: satu bulan untuk masa kcrja enam bulan sampai dua tahun; dua bulan untuk masa kerja lebih dari dua tahun; tanpa mengurangi ketentuan yang lebih menguntungkan dalam kontrak kerja, perjanjian bersama atau kebiasaan; Hongaria: ps.92 UU No.22 tahun 1992 yang mengundangkon UU Perburuhan: minimum 30 hari; maximum satu tahun; pcriode 30 hari diperpanjang sesuai dengan masa kerja; perpanjangan tersebut bsrvariasi antara lima hari untuk masa kerja seetelah tiga tahun sampai 20 hari untuk masa kerja setelah 20 tahun: Iceland; ps. I UU Pemberitahuan PHK tahun 1970: satu sampai tiga bulan', Luxemburg: ps.20 UU kontrakkcrja: dua sampai cnam bulan; Polandio:ps.35 UU Perburuhan. re Contohnya Swedia;ps.ll UU Jaminan Kerja tahun 1982: dua sampai enam bulan penrberitahuan untuk umur 25 sampai 45 tahun, setelah enam bulan masa kerja sebelum pemberitahuan, atau 12 bulan nrasa kerja setelah dua tahun.
53
Paragraf 245:
Di
negara-negara lain, jangka wakfu pemberitahuan bervariasi menurut jangka waktu penggajian.2, pekerja yang ctigaji secara bulanan seringkali berhak antara dua minggu sampai satu bulam- pemberitahuan, dan untuk pekerja yang digaji secara hariaru mingguan atau empat harian cliberikan satu atau.dua minggu pemberitahuan. Namun jangka waktu tersebut dapat diperpanjang. Kadangkala mereka menaikkan *"t'tu pemberitahuan sesuai dengan lamanya bekerja untuk pekerja yang dibayu. d"ngur, interval yang
sama.21
Paragraf 246:
waktu-jangka waktu yang berbeda atas pemberitahuan kadangkala pekerja lrang jangka waktu pemberitahuannya ueraaiartan pada jangka *u{t upah dan mereka yang berdasarkan jangka waktu kerli.z rareia itu jangki waktu pemberitahuan mungkin lebih-lama bagi pekerja yang tidak meneiima upah dan pekerja dengan keahlian"yang tinggi daripacra yang pekerja femburbiasa, dengan peningkatan tambahan waktu sesuai dengan lamanya waktu kerja unfuk_ masing-masing kategori, atau mungkin bervariasi menurut upah yang diterimanya.zg Di satu negr.u pembedaan antara pekerja upahan fangka
tergrtung pada kategori atau tingat pekerjaan, baik untuk
20
w
contohnya.Eang lodes pasal 19 No.vlll thn 1965 scbagimana dirubah thn 1985: 120 nan unur( pekerJa tetap yang dibayarkan sccara bulanan;.60 harijuka mereka dibayar dengan dasarpcrhitun_gan yang lainnya; rirazil pasar4gT Konsoiidari 8 hari untuk q.\ry3-ya-"g dibayar sccara minggua, itou bulanan atau mcrcka ynng ,rduh b"keda lebih Kcrenagakerjaan thn Ie7i: pekeqa 1,ang o^oayar secara *.i1,:I:.^53.H-ukum bu.lanan, atau mingguan; Mauritius pasal 3l UU perburuhan No.50 tahun1975: tiga bulan unbtuk tiga.tahunlekirja secara ,n.n.*r, 14 pemberitahuan untuk p"IAu yang dibayar dalam intervar tc iu;,periode pemberitahuan hari intervar gaji yaitu k,rang dari 14 hari. periode pemberitahuan khuius berlaku t p.[.r:i tertentu, scperti pekcrja di sektor pertanian dan konstruksi; th'geno: pojanjian bersama antar posisi tanggal l5 Desember 1972: pekerja yang dibayar brfinun .otu'uJr" p..l.iilrruan dan 8 hari untuk peke{a lainnya. '' contohnya Qatarw No-3 thn 1962 untuk pekcrja yang dibayar secara tahunan atau bulanan berhak atas satu bulam pemberitahuan bilaieiah b'ekerji ,.116 ri6 Lhun dan dua bulan pemebritahuan untuk.vang terah bckc{a rebih dari flt.4u yung dibayar 6engT dasar yang lainnya, satu minggu sampai satu bur* i.-u.riiur,ran tcrganrung
w p.;t;hai:
rir,.ii,rtrr
:nj:*lTi
t..,
*t
,;; ;;;;-
rir";h;;l-;;;k
p^ada lamanya bekerja.
"-contoltnya Kamerun psr.34 UU perburuhan tahun 1992; cote d,Ivorre psr.l Desember N9 8g-l-0J tanggal 2l Juni. 1980: periode prrur.it irru" bervariasi u".a.i*t* apakah pt\"Ja dibay-ar perjanL atau buranan; untuk vang terakhir, har terganrung papa fatgsori p,\erja. Mali,.LIU perbumhan: pcrmberitah,i- u"*-iuri ramanya bekerja dan meningkat untuk posisi p*gu*u. dun posisi manajeriui J* .r.r.[rtir.
.ilqryg
i;;;* ;;;r*t
8.cont9hn11{elgta,unntkpe\ria.uqlhoylamanya tahun, dan 56 hari untuk ,"a-ttu
2g hari untuk waktu kcrja dibawah 20
Li4u )o tahrn utuu i.uit,: pcrian;ian
*u,
hari pemberitahuan untuk waktu kirja dibawah buion, waktunva dapat ditambah atau dikurangi oleh PerintahRrjr
54
ii
dj;;#;
mengatur 7
u.u.rrpi r".tlila,gr.a
fr,"iriirf;ffi;:
tJntukpekerja
dan pekerja yang tidak menerima lembur dihapuskan.za Dinegara lain perjanjian bersama di sektor logam/pertambangan/energi memasukkan jangka waktu pemberitahuan untuk pekeria upahan sama dengan iangka waktu pemeberitahuan wajib bagi pekerja yang tidak menerima upah lembur.2s Di negara-negara yang lain, jangka waktu pemberitahuan tidak dapat diperpendek dari jangka waktu tetap yang sama untuk semua pekerja.25 Dalam beberapa kasus, jangka waktu pemberitahuan tidak mencakup jangka wakfu tertentu selama konhak ditangguhkan.z
yang tidok menerima upah lembur, apabila upah tahunan kotornya tidak melebihi batas tcrtentu, pemberitahuan dilakukan sekurang-kurangnya tiga bulan untuk waktu kerja dibawah lima tahun, ditingletkan tiga bulan untuk setiap tambahan rvallu kerja lima tahun. Apabila upahnya mclcbihi batas tertentu, pemberitahuan ditcntukan melalui kesepakatan, berdasarkan faktor-faktor seperti usia,jangka rvalitu kerja,jabatan dan upah. 2oJerman, psl.622 UU Hukum Perdata, scbagaimana dirubah dengan UU tanggal 7 Oktober 1993 mengharmonisasikan periode pemberitahuan untuk pekuja upahan dan peke{a yang tidak menerima upah lembur. Periode pemberitahuan adalah empat minggu, meningkat setclah usia 25 tahun sesuai dengan jangka rvaktu kerja (satu bulan untuk dua tahun bekerja, sarnpai dengan tujuh bulan untuk 20 tahun bekerja). Austria; pembedaan ini masih tetap ada. 25 Austia'.lnformasi yang diberikan oleh Kamar Fedcral Pekerja. 26 Corrtohnya: Repubtik Korea: ps.27-2(1) UU Standar Perburuhan: 30 hari. 27 Contohnya: Bclgia, periode pcmberitahuan tidak mcmasukkan periode tcrtentu dimana kontrak kerja ditangguhkan (cuti tahuan, cuti hami sebelum dan sesudah melahirkan, pcngadilan penahanan, periode tertentu untuk tugas militcr, ketidakmampuan untuk bekcrja (sakit atau kccelakaan), kompensasi periodc istirahat, gangguan total dalam berkarir). Dalam hal ini, pemberitahuan diperpanjang sama dcngan periode penagguhan. Hal yang sama jika pcngusaha memebrikan pembcritahuan selama periode pengangguhan kontrak, periode prncberitahuan dimulai ketika periodc pcnangguhan tclah berakhir,
55
E iE.}
llr t= €t E
=(D (} :(.t
6 ^g
-€=
(J= .E.-tJ =,
--
Gl-C
=: o= := 6= -. E<
g-
{a
=3 C'.n
_-,
--
e,. :--cr rllr -1 ? dE= --3 c; ratt z G
::-: {4,
= G
G o E at,
--
>o
Freedom of Association Unjustified Dismissal Equality in Employment Equal Remuneration Excerpts from the General and special surveys of the lLo commitee of Experts on the Application of conventions and Recomendations
Eoreword To build a strong foundation for sound labour rerations and social justice, international labour standards (II-S) adopted by the International Labour organization (ILo) are an important point of reference especially for national legislation. The potential contribution of international labour law however is not limited to ib impact on rabour legislation but also in strengthening domestic case law on labour issues. one of the immediate objectives of the IL)IJSA Decrmation projeil is to assist in the establishment of a new labour judicial system envisionecl under . The project has conducted haining workshops for labour judges in Indonesia aimed principally at enabling them to use ILo sources ind instruments when applying and interpreting Indonesian labour laws ancl regulations. workshops covering International Labour Law anct National Judicial Practice in Indonesia were conducted by the project together with the ILo International rraining center (Turin) in Bandung and Jikarta in November 2005. The baining placed particular emphasis on the use of ILO supervisory bodies' observations and recommendations in resolving or adiudicaung labour cases.
It was generally agreed that reference to the ILo supervisory boclies, documenb could help the new Indonesian industrial reladons courb when on key issues such as fPnlrins the provisions of the labour laws, especially -anti-union freedom of association, the right to shike, dismissals, equal
remuneration for work of equal value and protection of workers with HIV/AIDS. The impact of the ILo supervisory bodies, observations ancl recommendations in Indonesia could be enhanced through the translation to Bahasa Indonesia of selected paragraphs deemed retevint to labour judges f.-oT u number of general and speciaL surveys conductecl by the committee of Experb on the Application of Conventions and Recommendations (CEACR).
_lTug" Robyn Layton of the south Austrarian supreme court (Chair of the ILo Committee of Experts of the Application of Conventions ancl Recomme-ndations), Mr. Temesgen samuel (ILo specialist on International Labour Standlardq Sub-Regional Office in Minila) ancl Mr. Xayier
Beaudonnet (Programme Manager, ILo Training center, Turin), served as internadonal resource persons in the inaugural workshops on International Labour Law and National Judicial Practicei in Indonesia ior potential labour iudges as well as ad hoc judges (employers and workers). They suggestecl
the importance and usefulness of publishing selected paragraphs from the general and special surveys of the CEACR and helped identify paragraphs that would be most relevant for labour judges.
The ILO Jakarta Office and the Declaration Project trust that this publication will serve as a valuable tool and source of reference for the effective resolution of labour disputes by labour judges in Indonesia in line with the aim of Act No.2 of 2004, namely to ensure fast inexpensive, and fair resolution of disputes. Jakarta, October 2006
/4* I Alan Boulton Director, ILO Jakarta
c{ac4/"4\ Carmelo C.Noriel Chief Technical Advisor ILO/ USA Declaration Project
CONTENTS Foraoonl Exceqpt on General Survey of the Reports on the Equal Remuneration Convention (No.lCI), and Recommendation
o Retwturatiot 7
c Ail ilitianal Emolumeats 1
o lrulircctElenarts of Renuneration 2
o
Aisbg Att
of the Worket/s Employmeat 2
o WorkolEryalValue o Criteria o JobEoahration
o Explicit ot lmpli cit Disctiuinati on o Hourc of Wo*anilSenioity c lnhercnt lob Reqirenefis
c
Reference
c
Eoiilance andBurilen of Proo/
to lobEoaluation
Citeia
anil Systems
c Thc Canrtx: Intewretatiotts of the pinciple 8
c
8
Dettnltiaa of Rcnaneratlon 8
o lndirect Disqimlnation
o OblectloeEoahtation
10 of lobs 11
o Methoils of lobEoafuation
c
72
Use of lob Esalaation in Applying the Principb of the Conoention
72
c Burden ofProof 13
Excerpt on General Survey of the Reports on the Freedom of Association and the Right to Organize Convention (No.87),1948 and the Right to Organize and Collective Bargaining Convention (No.98),1949
c Pirtcipal
Source: ILO ltstruments 1.4
74 15 O
ther lttentati otal
S
our
ce
s
15
Right of Workers and Euployers, Without Distinctiort Whatsoeaer, to Estublish atd I oitr Orgaraizatiorts
t6 76
Workers
h Export Processittg
Zotes 17
The Rigltt to Sttike 77 18 18 18
19 19
ILO htstrumants 19
Otlrcr
Irtmutiotal atd Regional l'r.strut,laelts 20
Resttictiols Relating to the Public Seroice 27 21
22
Restrictions Relatitg to Essential Seraices ,,.,
23
Coupasatory Guarantees 24
Picketiry/O canpatiott of the W orkplace S
arcti on Agair rs t Stti ke s 25 25
o Dissmissal/or economic Reasots
25 25
c Eoiilence
o Compensation 27 27 27
o Contrylsory Arbitrailon
28 28 28 28
29 29
Excerpt o:r Special Survey on Equality in Employment and Occupation ln respect of Convention No.111
.
Application of the Conaention to All persons 30 30 30
o Grounils of Disoimination -
31
Sex 31
o Cioil arul marital
31
stafiis, fnmily situatiory prcgtrancy anil confinement 32 32
o SenralHarassment c
c
32 32
Grounds of Disc,rininatiotr
- Political Opittiott 33 33 33
.Grounils of Discrimination
-
workers with Family Respottsibilities
o Grcunils o/Disctiminatiott - State of Healttt
34 34
35 35
Eielils cooered by the Conoettiott: Acccss to troining, ocatpation ard Euploynent, Tenns atd C otdi ti otts of Employ nten t
r
ri )
Paragraph 65 ,,...,.........
35 36 36
l'aragraph69............... Paragraph 73 ...............
Access to Wage
Euploymefi 37 37
o SecuiA ofTenure 37
c lilterert Requircnrerts
of A Paragraph 118 .............
'r ) )>
Paragraph 119 ....,.....,.. Paragraph120.............
i
Paragraph 122 .............
P
articular I ob 38
38 38 39 39
o Burder ol Proof
I
39 40
i
Paragraph 231 ,....,.....,. c Reurcdies atd Sarzctiotts ! Paragraph232.............
40
o HIV/AIDS 41,
47
42
Excerpt on General Survey on the Termination of Employment Conv ention (No.158) and Rec ommendati on (No.166), 1982
- Protection
Against Uniustified Dismissal o
c c
D
! r i !
c/ittiti ott aful Me
tho ds of Paragraph19............... Paragraph 20 ............... Paragraph 21 ............... Paragraph 22 ...............
Disuissals
i
luplar rert ati orr 43 43 43 43
ltfritgirtg Fundamettal Rr'gftfs
Paragraph 117 ............. Temporary Absetce
M 45 46
o ButdetofProof
} o
Paragraph 198 ..,,...,.,,..
Reue dies: Reinstateuerrt aill/o r
}
46 46 47 47
Paragraph 219 ,............
C oupets
ati o tt 47 47
Paragraph 231 Paragraph?32
o Length of Notice Period
48 48 49 50 50 51
Excerpt on General Survey of the Reports on the Equal Remuneration Gonvention (No.l00), and Recommendation (No.90), 19S1 Remunaation Paragraph
1r1:
According to Article 1, paragraph (a) of the convention, ,,remuneration includes the ordinary, basic or minimum wage or salary and any additional emolumenb whatsoever payable direcfly o. indirectly, whether in cash or in kind, by the, e_mployer to the workei and arising out of the workey's employmenf'. This definition, which is couched ri ttre broadest possible trems, seeks to ensure that equality is not limited to the basic or ordinary wage, nor in any other way restricted according to semantic distinctions. Additional Emoluments Paragraph 15: The te11"any additional emoluments whaboever/, brings within the ambit of the Conventioru elemenb as numerous as they ur" iirr".r". During the preparation of the conventiory consideration had been given to enumeriting
more specifically the elemenb whictu in addition to fre ordinary basic oi minimum wage of salary, should be considered an integral part of remuneration for the purposes of the convention and wirich should accordingly be paid without discrimination based on sex. In the even! ho1veve1, the competent conference committee preferred to accept the allembracing phrase 'any additional emoluments whatsoevel, over such fgrmuta-{9ns 'any incremen! supplement, margin, bonus, allowance or 1_s other addiHon" and "all the benefib ind advantagis,.., rhrr, remuneration under the convention includes, intrer ali4 wage d-ifferenuals or incremenb based on seniority2 or marital status,3 cost-of-l.iving allowancerJ norsing o, I
lnternational Labour conferemce, 33dsession, I950, Record ofproceedings (hereafter..Rp), appendi-xYlll: Equal Remuneration, p.50g.
:ll.C234i
Session, 1951, Report
llIE 1981, p.150 (Naherrands)
VtilZl, p.+:.
t?!9'r.-14.2'143 (Indonesta) atia
pia:
ererandl(observation of satisfaction); RCE rss+, p.l%;;;;; (Greece)
(observation of satiiactionli (observation of satisfaction). a Direct requcst Dennark 1963.
icr
residential aUowances,s,5 and family allowances,z paid by the employer, and benefits in kind such as the allotrnent and laundering of working clothes.s
lndirect Elemants
of Remuneration
Paragraph 16:
The addition of the words "directly or indirectly'' in the definition of remuneration in the Convention was designed to include certain emolumenb which are not payable directly by the employer to the worker concerned - for example, holiday allowances paid out of a common fund managed by employers or workers.e In considering the coverage of the definition in Article 1, paragraph (a), it is not necessary, therefore, to determine whether particular considerations received by workers are made directly by employers or whether they are granted indirectly.
- direct and indirect poinb to the This relationship. which the employment arise out of the workey's phrase out the "arlsing be attached to importance to
The Convention covers all components of remuneration
employmenf in delimiting the scope of the Convention. Arising Out of theWorlcer's Employmmt
PangraphLTz The importance of the link between a workey's employment and paymenb to be considered under the Convention becomes particularly evident in the case of social security contributions and benefits. During the preparation of the 1951 instruments, the competent Conference commit@ noted that allowances paid under social security schemes financed by the undertaking or industry concerned were part of the sysEm of remuneration in the undertaking or industry concerned were one of the elemenb making up wages in respect of which there should be no discrimination based on seLro On the other hand, allowances made under a public system of social security were not to be considered as part of remuneration 1r and an amendment to 5
RCE 1981, p .150 (France) and RCE 1984, p.190 (Belgiun) (observation of satisfaction). progress towards equsl treahuent in the granting of these allowanccs often follows the elimination of the explicit or implicit presumption that "heads of household' or primary breadwinners are men - see below, paras.86, 87,211,212 and 240. 7 RCE tS8S, p .250 (Luxembourg) (observation of satisfaction).
6
t
RCE tgg+, p.t98 (Norway). 346 Scssion, 1951, RP, Appendix X: Equal Remuneration, para.9 lLC, 346 Session, 1951, report VII (2), p.a3.
'lLC, r0 rr
ILC, 346 Session, 1951, Report VII 9l), p.15.
add all social security benefib to the items included in remuneration was withdrawn after having been opposed on the ground that in certain countries social security benefib did not form part oi ru*roeration.r2 It thus appears that a distinction was made between social security schemes
financed ty the employer or industry concerned which were meant to be covered by the Convention - and benefits under "purert'' pubric social security schemes which were considered outside its scope.rs"
Work of Equal Value
Paragraph
1*
under the equal remuneration convention and Recommendation of following the words of the preamble to the ILo constitution, remuneration for men and women workers is to be established ,for
1.95L,
equal
wori of equal value". Thus,, unlike a number of other instruments on equar treatment, the ILo standards go beyond a reference to ,,the same,, or "similar/' work in choosing the ,,vilue,, of the work as the point of
comparison.
Criteria Paragraph 2& According to Article (b) of the convention, the term ,,equal remuneration for men and women for work of equal value" refers to rates of remuneration established without discrimination basecl on sex. while clearly excluding any consideration related to the sex of the worker, this definition providel no positive indication as to how the "value', of work is to be determined. In preparation of the 1951 instruments, the office report examined three categories of possible criteria: relative perfonnanc" oi-". and women on comparable work, cost of production oi overall value to the employer, and finally, 'Job contenfJl rhis last approach had ,,proved most satisfactory for all concerne4" and the text of proposed concrusions prepared by the office defined phrase "equal remuneration for men arrd *oa"n workers for -the
work of equal value" as meaning that 'remuneration rates shalr be established on the basis of the sex of the workey',.ls
l, Rp, Appcndix ?5 {: egual remunerarion, para. 8, p. 6 I 4. of its.generalreport of 1985, the committee r.it a trri ii.usures taken in several ootmtnes to apply the.qrinciple of equal treatrnent for men and wom;in matters of social sec,rity and consideredit would be oiport * to study the question of adopting international standards on this subject :: I],9, 111 Sessioq 1e50, Rcportl (l), pp.2l to 40. " ILC, 33'Session, 1950, Rp, appeoAi VUt: Equal remuneratioq point 3, p.50g.
il
l!9f{!f
-_[!fgtPl
lgn,^l 7l
Following a discussion in the competent conference committee, the reference to "job contenf' was eliminated from the definition of work of equal value in Article 1 (b) of the Convention and hansferred to a separate provision on the objective appraisal of jobs on the basis of the work to be performed, which became Article 3 of the Convention.
lob Eualuation Paragraph 2L:
Article 3, paragraph 3 of the Convention complements the purely negative definition in Article 1 (b) ("without discrimination") by specifying that "clifferential rates between workers which correspond, without regard to sex, to differences, as determined by such objective appraisal, in the work to be performecl shall not be considered as hing contrary to the principle of equal remuneration ... for work of equal value". The Convention does not provide an unconditional obligation to take measures for the objective appraisal of jobs on the basis of the work to be performed, and even less imposes the choice of a particular job evaluation methodil6 but it follows from Article 3, paragraph 3 that some form of objective appraisal of jobs on the basis of the work to be performed is the only method set forth in the Convention for differentiating wages in conformity with the principle of equality. As the Committee idea of work of equal value necessarily implies some comparison between jobs; when the value of different jobs has to be compared, there should exist appropriate rnachinery and procedrues to ensure an evaluation free from discrimination based on sex. Explicit or Implicit Disuiminatiott Paragraph 23:
In referring to "rates of remuneration established without discrimination based on sex", the Convention covers not only open discriminatiOn against
either se& but also cases where apparently objective criteria such as performance or job difficulty are explicitly or implicitly defined or applied with reference to the workey's sex. It connotes the elimination of all sexbase
Articlc 3, paras. I and 2. See also paras.138 to 152 bclow.
various provisions of a protective character, such as the prohibition of certain forrrs of work for women, that may be raid down by laws or 19ll1uve agreemenb cannot be invoked to juitify differential wage scales.u Finally, it is not sufficient to replace separah wage scales for ,,male,, and by similar scales wordecl in neutral ranguage but preserving 1'f:T"1"" iobs both the inherited job profiles and existing wage differlntilab; in such cases tlere presumption pf discriiinatioo based on ser and job a -remains classification methods need to be replaced by new ones based on criteria having no connection with the former distinctions based on sex.18 Hours ofWork and Seaiority
Paragraph 51:
Among the additional elements mentioned in a number of laws criteria fol..9^pfng remuneration are factors such as hours of work or as seniority, which relaE to the time spent at or in the or within the service or iob enterprise; such crlEria, which are equalry applicable to men and women and do not call for an erement of judgment oiippraisar, may be considered as neutral for the purposes of wage diicrimination based on Jex.rs lnherent I ob Req uiremen ts
Paragraph 6&
skill (or knoryledge evidenced by
a titre or diproma or by practice in the job, and abilities following from explrier,ce effort (physical or mental ".qri.ea;, effort, or physical, mental ot n"*o.rs strain connectea *itrr performance of yo.u and responsibirity (or decision) required to p".ior. the work P" (having regard to the nafure, scope and complexity or tne auties inherent in -the each job, the extent to. which emptoye. ."ii", on the employee to perfonn the work and the accountability oi the emproyee for resources and for the work of other employees)'andto tr " employer the conditions under which the work is- to be performed linituding'ia.t*, ,".r, as noise,
heag cold, isolation, physical
danger, health halards u.J any ott u, conditions produced by the work eniironment) are the critreria most often refurred to in equal remuneration legislation and guide.tines in order to r7
RCE 1980, RCE 1969, ::
p)lg (Argentina) p.tt} (haty)
" Howevetr where oart-frme workers are paid different hourly wages or benefits than fulltime wqkcrs and the distinction betweeniuir-tir. *o pun-time workErs conesponds in ql*4q io ? large extent" to a distinction according to iex, the qrestion oiina-ir..t discrimination ariscs, which has to be o,u'nir"a inine [ght of tlie p.d;;il;;r.srances and the reasons invoked for the differentiar tr*t.rnt se-e paragr;;h rzs
i;r"*.
compare work to be performed by men and by women (rather than the manner in which it is performed).
Reference to lob Ertaluation
Oiteria and Systems
Paragraph 64:
Evaluation criteria based on an analysis of the inherent job requiremen@ such as those set out in paragraphs 60 et seq. Above, are enumerated by equal pay legislation in canada,zo Fraflce, lreland2l for determining an equivalence between jobs which are neither identical nor similar in nature. Irr the llnited Khtgdom, demand made on a worker under various headings such as effort, skill, decision are to be evaluated in a sfudy covering the jobs of all or any of the employees in an undertaking of group of undertakingsP Without [iting specifii criteria, the definition of "work of equal valud' in Parfugal refers to duties which, "although different in nature, are considered to be-equivalent after the application of objective job assessment cribria".a Similarly, in Swedcn, reference is made to "work which, in acCordance with a colleciive agreement or the practice observed *itt ir, the sphere of activity concerned, ii to Ue regarded as equal or of equal value in the light of an agreed assessment of the job."zl ln the Nefhellands, the law provides that, for ttre prrposes of workers' entitlement to equal wages for work of equal valuq ,,work shall be assessed in accordance with a reliable system of job evaluaUoni to this end recourse shall be had as far as possible to the system customary in the undertaking where the worker concerned is employed. In
While section 106 excludes "all othsr criteria" of evaluatioq a specific prohibition of discrimination based on sex is not spelled out in the Workers' Conditions of Employment Act, but included in articlc 39 of the Constitution. ?r ln 1ris connectior; crucial importance attachcs to the burden ofproving that material reasons uruelated to sex justify differential treatment, often placed on the employcr where the rvorker establishes facts that afford grounds for assuming that discrimination has occurred on account ofhis or her sex - see below paras.67, 167 and 168. 22 Section l(5) ofthe Equal Pay Act 1970, as amended (L.S. 1975 - UKK l, schedule l). Under section I (2) @ of the Act, inssrted by section 2 of the Equal Pay (amendment) Regulations, 1983, the same criteria apply in cases where no job evaluation study has been per-formed so far. However, in comments on the application of the Convention in 1983'85, the irade Union Congress pointed out that, under the regulation, a womar must show that the criterion of"like'ior "bioadly similar" work (rofened to in sectious I (2) (a) and (4) ofthe Act) does not apply before an attempt can be made to prove equal value., 23 Section 2 (e) of Legislative Decree N o.392179 to guarantpe equality of opportunity and treatment for women and men in matters of work and employment (L.S. 1979 - Por.3) ?a Section 4(l) of the Act respecting equality betrveen men and women at work' of 1979 (L.S.
20
1979
-
Swe.2).
the absence of such systrem the work shall be fairly assessed in the light of the available inform ation."2s
Eoidmce and Burden of proof
Paragraph 67:
In order to give stafutory effect to the principle of equal remuneration, a number of countries. rely legal provisions whi& prohibit unequal heatment of the workers of-o1 the same enterprise,zo o. puy discriminaton between men and by the employerzz oi -o." generally, -women discrimination in the fixing of remunerationla or which call for work to be made available to every citizen subject to the same conditions and equal opporfunies for all without discrimination on grounds of sex.2e ln some cases, the law provides further indications to define discrimination. In
"the expression l*4, the detriment
'discrimination' means any differentiation made to person concerned without material justificatiod, (secuo12 of the Equality of rreatment Act), tn zimbahte,. p"iron shall be deemed to have discriminated if his act or omission cu,.rs"J or is likely to cause persons of one sex to be treated less favourably or more favourably than persons of the other se& unless it is shown that such act or omission was not attributable wholly or mainly to the sex of the persons concerned (section 5(6) of the Labour Relations Acb No.16 of 19gs). such definitions turn to a large extent upon the burden of proof, whose key role has been given similar attention in a number of equal pay and equal treatnnent laws.
of the
Byur Wages for Women and Men Act of le75 (L.S. te75 - Beth.l). The oratung ol thi( provision takes account ofthe fact that, under sections 2 and 3, entitlement to equal wages for work of e4uar va[ue may be based noi only approximately equal value done in the same undertaking by a worker of the othsr r"*, tut, in ttre absence of such basis-of comparisoq on wages normally received by a *ort.r oitl. oirr"i sex elsewhere -x scc par.4 below. Dontntcan-Repubhc,principle vI of the Fundamental principles of the Labour code (LS
i1^r:ll"*tft:
*;;k;i"di;
l95l -Dom.l)
lo?y,section 4 of the conditions of Employment Act of 1947 (LS l 947 Jap.3); 1 ,Zirybabwe,section s(lXd) of the Labour nihtions Act, No.16 of iSgS. '" Ausfrq, section 12 of thc Equality of rreatment Act or tszg (Ls 1979 Ats.l); Belgtun, t2.9 of the Economic Reform Act of le78 (Ls le78 _ Bet.2). 121t " lraq, section l(a) ofthe Labour code of 1970 (Ls 1970 - Iraq.i): ..in return for wages consistent with the effort exerted ry{ th, equaliry and quantity orti,, p.oar.t-i*,,. Democratic femen,section 5 (a) of the Labo* iu*, Nb.t+ oi rszg. 5". ,i;-iara.57 above.
i;*j!T
t{llo
-
Tlu Courts: lnterpretatiuts of the Principle Paragraph 11* In some countries, progress
equal pay has been brought about more by judicial interpretation than legislative action. On the basiiof broadly - stated or, in other cases, relatively restrictive consdtutional
in the implementation of
or legal provisions, the courts in a number of jurisdictions have been responsibie for developing concepts of "equal pay'' and definitions of ,,remuneration" corresponding to those of the Convention. Mention has .
already been made of the situation in both the Federal Republic of Germany and in ltaly (se paragraph 39 above) where the application of the principle
of equal pay for work of equal value has been made clear by
the
corrrtitutionai courts through a body of jurisprudence based on general constitutional provisions, developed well before the enactment of legislation guaranteeing the enjoyment of the right to equal pay in more detailed terms (paragraph 49). Paragraph 123:
In considering the interpretation to be given to fhe concept of equal pay for the "same or substantially the same work"3o tlte National Labour Court in Isrnel ruled that the law must be interpreted on the assumption that the legislator intended to uphold Convention No.100, which Israel h.as ratified' The Court also stated that in determining whether work is the same or substantially the same, it is clear that the opinion of an expert on occupational analysis will not only further the deliberatjon but will also contribute to its proper solution, even though no such requirement is prescribed in the legislation.3l
D efin
i
tiott of Rem un er attut
Paragraph 126:
A number of cases have concerned the payment of allowances to the "head of the household" in conditions discriminatory to women. This question arose in a Japanese case where the salaries of bank emPloyees were supplemented by allowances accorded to heads of families. Whereas eligibility for this payment was in no way limited in so far as male employees were concerned, female employees only retained eligibility for 30
The male and female workers (Equal pay) law 5724-1964. as amended by the male and female workers (Equal pay) (Amendment No.2) Larv 5733-1973 provides that "an employer shall pay to a female worker a wage equal to the wagc paid to a male worker at that place of cmployment lor the same or substantially the same rvork." 3l "Elite" Israel Sweets and Chocolate Industry Ltd.r'.Ledcrman, 5 March 1978: RCE, p.143 (lsrael).
so long as their husbands' salaries remained below a specified level. The court interpreted the banKs salary regulations are reflecting a presumption by the bank that only males served as head of families. tn ttre view of the court such a sifuation discriminated against female employees. Accordingly, the court found that the criterion of sJx was not justifiable and nullified the regulation in euestion.3z Cases concerning iiscrimination based on sex have also arisen in other countries where the payment of various benefits, in cash or in kind, were connected with the concept of "head of househol6", o\ the implicit or expricit assumption that only males were to be considered. Among examples of infringement proceedings initiated by the European Court which led to ,".""diul ucio., by the countries concerned may be mentioned the case against Luxembourg in rcspect of the payment of family allowances granted to civil servants and equivalent staff in conditions constituting disciimination against women.33 similarly, prryeeding were initiated agaiist Bergium in co#ection with an order which laid down different conditiot s fo, .e., and women in the gynting of an accommodation or residence allowance to the staff of Sil:hfr"- and against France, where a housing allowance for members of the staff of mines was granted onry to heads of households (defined as married men, men caring for dependent parenb or siblings and married women with dependent husbands).ss
]ne 9a1me{
32
Judgment of the District Court of Morioka in the Iwate Bank case, 2g March l9g5 in Legal Jounral'Hanre-ijiho" No.l149. undo the Labo,r standards Law (LS r94r Jap.3), discrimination bctween mcn,and women in *ages on the uasis of se- ir prrrruit"a (section 4).
-
wage, salary,"allowance, bonus aad every othcr payment to .1t-*:I9q:T_q:: \yorKer rom the employer ^..the as remuneration of labour. ,,. ure_
..
"
In the commrssion v. the Grand Duchy of Luxenbo.urg (c-ase58/81 (19s2) 3GMLR 482) the court foud that Luxembourgwas
Article I I 9 of the EEC reaty
violatini
the
principf
ii"q*ip.i'r"r"i1iLd *o.en i,
inierpr*ed' as interpretea i" die eiii oi.r"tir" on Equal pay. Subscguently, however, the Governm-ent enacted leiislation of2o l,r"y isii L.tablishing equEl tsGatm€nt bstwecn men and wome,n in resp..iorth family alloivan." ncn tsts, (Lw e nb ou r g) (observatim of satis factiori;. *yTO Thc Royal ordcr of 30.1.67 gantod allowancis to ma'ied men but to wometr onry if thcy had adcpcndcnt child. The coimission of the iuropean communities witiJ,er" its mmplaint to the co,rt whcn rhe order was amended ruy noyJ oiae.s rl to award the allowance !o male and fanale oflicials o, trr. ru,nr' "i:iag.t critoL. ncr ibti, pp. iso-r {!e lStun) (observation of satisfaction).
"
The
as
procecdings wereabandoned when the Government
.infringement abrogated the prorlrol by order of 2 uay lols. RcE r98r, pp.r49-150 rrrrrrrl or iouroa-tioo satisfaction).
ln dir e ct D
is
crimin ation
Paragraph 12*
ln coirsidering the applicaflon of equal pay legislation, the courb have been facecl with cises of inclirect as well as direct discrimination. l,egal action involving part-time workers illustrates the difficulty of distinguishing between-iei-based discrimination and a difference in the value of the work performed by the men and women workers concerned. A case in this area concerned an action in the l-lnited Kittgdortt by a part-time female worker who was paid a lower hourly rate than a full-time male worker employed on the same work.5 The European Court of Justice, to which the matter was referred for a prelirninary ruling, helcl that a difference in pay between fuIl-time and partiinre workers does not amount to cliscrimination unless it is in reality merely an indirect way of reducing the pay of part-time workers on the ground that the group workers is composed exclusively or predominantly of women. The British Tribunal subsequently held that a differential in pay between part-time workers who are predominantly women and full-time workers iould only be justified by showing a genuine "material difference" (within section 1(3) of the Equal Pay Act). It was not sufficient for the employer to state that he clid not have actual or covert intenfions of discriminating against women.37 A similar decision was taken by the Federal Labour Court in the Federal Republic of Germany in the case of a female part-time worker who, under the pension regulations of the undertaking was entitled to a pension only after 15 years of full-time employment. According to the Court, ihe general principle of equal treatment is deemed to have been infringed if p"nJion regulations exclude part-time employees (who are predominantly women) aJ a whole from entitlement to benefib and there are no special grounds justifying such differentiation. The difference in the volume of work between full-time and part-time employment does not in ibelf constitute sufficient grounds.s ln lreland, claims of female part-time workers for the The industrial tribunal hearing the matter dismissed the claim under the UK Equal Pay Act on the ground that there was a "matcrial differcnce" othcr than the difference of sex bctwccn the rvork of the women and her male comparator. On appeal to the Emplolment Appeal Tribunal, the claimant relied on Article I 19 of the EEC Treaty (JenHns v.Kingsgqte (Clothing
36
Productions Ltd.) (1981), IRLR 7l). Judgment of the District Court of Morioka in the Iwate Bank case, 28 March 1985 in Legal Journal 38 When, in the view of the Court, predominantly female workers are adversely affected by pension regulations excluding part-time workers, this could constitutc covert discrimination in violation olarticle 3, paragraphs (2) and (3) of the Constitution. (Der Betrieb,3lANB4l79, 6 April 1982, pp.1466 ff., iummarized by the Governnrcnt in an annex to its report for l98l83 on Convention No.l00).
37
10
same hourly rate of remuneration as that paid to male colleagues working full-time have been resolved through comparing the different jobs on the basis of the critreria cited-under the equar pay legislation, viz.skil, physical or mental effort responsibility and woiting condihons.3e
Objectiw Eoaluation of lobs Paragraph 13E:
Article 3, paragraph 1 of the convention callas for measures to be taken to promote an objective appraisal of jobs on the basis of the work to be performed "where such action wil aisist in giving effect to the provisions of the convention". As is apparent from the indicau6ns provided earlier in this the notion of paying men and women in accordance with the value of fp:.t, their work necessarily implies the adoption of some technique to measure o$ectively the relativs value of jobs performed. such 1"9 :o^pTe a technique is moreover essential in determining'whettrer jobs involving different work,ay nonetheress have the same value for the purposes of remuneration. Because men and women tend to perform different jobs,a, a bchnique to measure the relative value of ious *i*, is critical to eliminating discrimination in til remuneratioir "*ii, of content men and women. Iob evaluation, which provides a way of systematicafly rewarding jobs for their contenL without regard to tt," p"rronui .r,"...t".irucs of a worker, has come to be conside."d i. an increising number of countries as the most feasible technique of extending equal re-muneration to men and women.
3e
Dunnes snres Ltd. (Nayn) and 17 Femare Enproyees(Epl4/g3) andDunnes stores Ltd slt:1, summarized in r983 Annual Q'Iewbrtdg) ond 7 Fenoie Report of hish Emprovment Elrairty.lien"y. rn orfi.o considered that a comparison on the uasis or ciiieria-set tut in Sectlon 3 (c ) of the Anti-Discrimination (Pa, Act 1974 showed that the claimant" *oik not equar value with that the male comparator; in the second casc, a comparison showed ur* tr,. by thc claimantsrras equal in value to ttrat thl .utr .o*po.utor and awards r*"q,lJpuy
inptolri pttini,bip
fff"llf,h*es
[. r^t.*",;;;;;];d ** "r-rl ;;fi;"r-.d*ere made
have demonstrated that even in occupations which include
rnale and female workas the jobs men and woman-actualy hola are segregated by sex (see in this regard D'J'Treiman and H.I. Hargan (eds.): women, ona.nogrr: Equat payfor work of equar valrc (washin8ton, DC, National Academy press, l98l), pplsz
iri
,rrit
H.I.Hartmenn (eds.): women's worrq norii DC, National Academy press, 19g6), pp.lg ff.
11
aoa
si, segregotation
n.i.riJrti,
*a
on the job(lvashington,
Methods of lob Eaaluatisn
Paragraph 13*
nasiitty, job evaluation is a formal procedure which, through analyzing the content'of jobs, seeks hierarchically ranks those jobs in terms of their value, usually foi ttre purpose of establishing wage rates. It is concerned with evaluiting the joL and not the individual worker. Before describing the basic methods of 1o6 evaluatiory it is necessary to note that the two principal elements of any job evaluation plan are job analysis and job description.al jobs to determine the Job analysit et tailt a systematic examinations of and the working required effort nature oi the tasks performed, the skill and thus collected, information conclitions associatecl with a job. On the basis of job clescriptions are prepared, detailing the essential characteristics of each job. Afterlob analysil and the preparations of job descriptions comes to the
essential stage of job evaluation, nanrely the systematic comparison of jobs in order to eitablish a hierarchy. There are four haditional types or methods of job evaluation - the ranking method and the classification or grade clescription methods - establish a hierarchy by comparing whole jobs without analyzing their component factors. Under the two basic analytical methods of point rating and factor comparison, the duties of each job are broken clown into common elements or factors to which indicating the importance of each job in the hierarchy. A brief description of each of the four basic methods will serve to illustrate tl'reir main features.
lJx of lob Eaaluatiott itt Applying tlrc Principle of the Conoentiotr Paragraph 147:
The Committee has noted a number of cases where awards for equal pay have been made on the basis of job evtrluation. The Canadian Fluman Rights Commission has, for example, approved seftlements in disputes involving comparisons of different types of jobs, after evaluation found the jobs to be
of
equal value.a2 Comparisons have thus been made between
a
predominantly male grouP of historical researchers; and between a female nursing director in a hospital and the hospital's other directors, all of whom were males.43 predominantly female group of librarians with
t'
a
For a full explanation, see: ILO; Jo b l]valuation, Geneva, 1986. Under Section l1 of the Canadian Human Rights Act, men and women working in the same establishment must receive equal pay for rvork of equal value' Value is measured by skill, effort and working condition. a3 canadian Humin fughts commission: Equal Pay casebook 1978-1984. See also RcE '1985,p.247 (Canada.
*2
12
Burden of Proof
Paragraph 152
Dirrimination in remuneration is ofEn difficult
to
provg particularly
it is indircct and arises from dirriminatory cribria or ilassificationwtren and
evduation sysEms. Emproyees may also faie difficulHe in rruut r,u"tir,g allegations of dirrimination because they lack access b the necessary records and inforrration. For these reasons, a number of governmenb have talen legislative action to place the burden of proof oo" u," employer in q"y aitpuhs. Fol gxample the 1980 equality of heaturent legislation in A"{ &e Fened papubric of c*rnory reverses pt..o th"-;;royer ,,the "rra proving of that mabrial reasons unrelabd to a";particul* ** justg qly differential heatmenf', where a worker establishes -facb that afford grounds for assuming that discrimination has occurred on account of his
*{'!
s scctim I
of thc l^rbon Law @,ropean comm,nitic Harmarfsadon) Act, 13 -- August 19g0, LS 1980 -Gq.F.R3, see nCf, istZ, p.t St fnarra n
iol,,fA;;;;
13
Excerpt on General Survey of the Reports on the Freedom of Association and the Right to Organize Convention (No.g7), 1948 and the Right to Organize and Collective Bargaining Convention (No.9g), I 949 Pincipal Source: ILO hrstruments Paragraph 5:
workers' organizations had been demanding recognition of freedom of association well before the establishment of *," no.-es an integral part of basic human righb and as the cornerstone of provisions intended to ensure
the defense of workers, freedom of association is particularly important for the ILo in view of the latte/s tripartite structure. It is also undoubtecl interest to employers' organization, which now makes greater use of the procedures which have been established for the pu.poI" of ensuring its application. The ILo could therefore not fail to inciude this principle in its constifution of 1919 as one of the objectives of its programme or action. The preamble to Part XItr of the treaty of versailles menf,oned ,,recognition of the principle of freedom of aisociation" among the objectives to be promoted by the ILo and the general principles sit ro.th ir. A.ti.t" 422 of the Treaty contained a provision concerning ,rthe .ight of association for all lawful purposes by the employed as well ur"by tt" ei.ploy".r,;. Paragraph 6: Freedom of association having thus been proclaimed from the outset as one of the fundamental principles oj organization, the need was rapidly fert lhe to adopt provisions
aimed at defining lhi, g"rr".ul concept more precisely and to set forth ib essential elements in a formal ILo instrument in orcler general application courd be effectivery promoted a supervised. th:t lb An initial atbmpt to do this failed in7927.r
I rhe
placin-g ofthis item on the agenda ofthe l92g session ofthe International labour conference was rejected, in particular by the workerr' group, i.inly because of question relating to the right not io organize and to the regar"for;;aiiies to ue observed by organizations.
14
Paragraph Z ln L944, the Constitution of the ILO was supplemented by the inclusion of
the Declaration of l']hiladelphia, which reaffirmed "the fundamental principles on which the organization is based and, in particular, that ireeclom of expressiot ar,d of association are essential to sustained
At the same time, the Declaration recognized the ILC) s solemn obligation to further the implementation of programmes which would achieve, among other things "the effective recognition of the right of collective bargaining, the cooperation of management and labour in the continuous improvement of productive efficiency, and the collaboration of workers and employers in the preparation and application of social and progress,,.2
economic measures". The principles thus enunciated in the ConstitUtion are applicable to all the members States of the Organization.
O
tlcr
ln tm t atiot al S ou r ces
Paragraph 14:
The United Nations does not deal with labour issues as such, and in agreement concluded in 1946 with the ILO it recognized that body as the specialized agency with responsibility for taking aPPropriate measures to achieve the objectives laid down in its Constitution. The United Nations has, however, adopted - essentially within the framework of instruments relating to human rights - standards and principles also concerning labour matters, including trade union rights. Thus, the 1948 Universal declaration of Human Righb, the 1966 International Covenant on Economic, Social and Cultural Righb and the 1966 International Covenant on Civil and Political Rights set forth rights and freedoms which are essential to the free exercise of trade union rights, The Declaration, the moral influence of which is inclisputable, provides, inter alia, that everyone has the right to freedom of peaceful assembly and association garticle 20.1) and the right to form and to join trade unions for the protection of his interests 9article 8.a). The Covenants, which entered into force in1976, contain provisions concerning the right of association, in particular the right to form trade unions and the right to shike. In accordance with article 18 of the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, the ILO reporb to the Economic and Social Council of the United Nations (ECOSOC) on the progress made in ensuring observation of those provisions of the Covenant which lie within the competence of the Organization. The Governing Body enhusted this task to the Committee of Experts, which has examined the position in a number
2
Declaration concerning the aims and purposes of the International Labour Organization, art.I(b). 15
of- states
party, particularly with regarcl to the implementation of
relevant articles of the Covenanl
the
Right ofWorlcers and Employers,
Wthout Distinction V\lhatseoer, to Establish artd fuh Aganizatiorrs
Paragaph 45: Article 2 of the Convention No.g7 provides that ,,workers and employers, without distinction whaboever, shill have the right to establish and ... to join organizations of their own choosing..." In adopting the terms ,without distinction whaboevel', which it considered a more ,r'ltubl" way in which to express the universal scope of the principle of freedom of association than a list of prohibited forms of distinction, the lnternational Labour Conference emphasizrd that the right to organize should be guaranteed without distinction or discrimination of any kind as to occupatioru sex, colour, race, nationality or political opinion.3 The rigit to organize shourd _.-t*dr therefore be consider{ as general principle, thJonry to which $eg"or is that stipulated in Article the bonrentior,, which"*."'ptio. permits states to determine the extent to wfuch the guarantees provided for in the Convention apply to the armed forces u.,d th" police. Paragraph 49 Given the very broad wording of Article 2 of Convention No.gZ all pubric servants and officials should have the right to establish occupational organizations, irrespective of whether they are engaged in the state administration at the central, regional or locil level, are "offi.iut, of boclies which provide important pubiii services or are employed in state-owned economic undertakings. However, an examination of the legislation of different countries shows that the terms usecl to refer to public servants vary a great deal. The same expressions in the legislation of different countries do not necessarily cover the same pe.ronsl while in some countries the legislations ibelf draws distinctioni as to the status ancl righb of the various categories pf public servant.s The committee considers that all workers in this category are covered w.th" Convention, whatever the terms used. 3
ILO: Record of proceedings, ILC, 30e Session, 1947, p.570.
a
For example, the French word 'fonctionnaire" (public servant) does not have the
same meaning in all French-speaking countries.
- f or example, in Germany, raw and practice draw a distinction, based on .rrarrrs rather than on the nature offimctioni, between public servant, r,uuing ,r.," status of "B.:*,9', and other persons emproyed at the various r"r.rr orfuuriiservice, white collars ("Angestellte") or manual workers (..Arbeiter,'). 16
War?'ers fu ExPort Processittg Zurcs
Paragraph 6&
As regards more specifically the right to organize of workers in export processing zones, the Committee has on several occasions in recent years looked into the problems posed by the legislation in certain counbies within the context of Article 2 of Convention No.8Z5 and has emphasized the importance it attaches to the need for all workers, without distinction whatsoever, fully to enjoy the trade union rights provided for by the Convention. It has also recalled that the Tripartite Declaration of principles concerning Multinational Enterprises and Social Policy, adopted by the Governing Body in November 1977, stales in Paragraph 45 that "where governments of host countries offer special incentives to athact foreign inveshrent, these incentives should not include any limitation of the workers' freedom of association or the right to organize and bargain collectively".
The Right to Slrike
Paragraph 136:
Strike action, which is the most visible form of collective action in the event of a labour dispute, is often seen as the last resort of workers' organizaUons irr the pursuit of their demands. It is also the means of action which gives rise to the most controversy, which is reflected in the discussions within the supervisory bodies and in particular in the large number of complaints presented to the Committee on Freedom of Association on this subjecL The right to shike also raises special clifficulties in the public and semi-public sectors, where the concept of employer is not without ambiguities and 6For
example: Bangladesh: the Committee was of the view that s. I lA of the Export Processing Zones Authority Act, 1980, which provides for the exemption of a zone from the operation of all or part of the Industrial Relations ordinance, is not compatible with Article 2 of Convention No.87 (RCE 1991, p.149). Pakistan: s.25 of the Export Processing Zones Authority ordinance, 1980, excludes completely such zones from the scope ofthe Industrial relations ordinanace, 1969, thus denying workers there the right to establish and join trade unions; the Committee has recluested the Government to modify its legislation (RCE 1993, pp.217--'218). Togo: the Government having stated that free trade zones are in the process ofbeing established, the Committee requested it to specify whether the provisions of the Labour Code apply to industrial relations in such zones. By contrast, the Committee was able to note that some progress had been made recently as regards the Dominican Republic (RCE 1993, p.191), and Panama (RCE, 1994 observation on
c.e8)
't7
where the problem of essential services arises more frequently than in other sectors, since the exercise of this right inevitably effects thiicl parties who sometimes feel that they are the victims in disputes in which they have no part. The Committee believes that it would be useful to explain in some detail ib views on this essential feature of industrial relations, iith reference to the existing substantive provisions and the process which has led it to establish certain principles on this subiect. However, before proceeding, it
would like to make some general observations. Paragraph 137:
First, strike action cannot be seen in isolation from inclustrial relations as a whole. It is true that it is a basic righ9 but it is not an end in ibelf. strikes are expensive and disruptive-f9-r workers, employers and society and when they occur they are due to a failure in the pro.eir of fixing *orkirg conditio.s through collective bargaining which should remain the"final objective. Paragraph 138:
Furthermore, more than any other aspect of industrial relations, strike action is often the symptom of broader and nrore diffuse issues, so that the fact that a strike is prohibited by a countr]/s legislation or by a judicial order will not prevent it from occurring if economic and social pr"sr."s are sufficiently strong. In addition, while the iudicial authorities generally have to confine themselves to applying existing legar rures to strikes, it is not unusuar for workers and their unions to launch strikes precisely with the aim of having these-rules changed, which inevitably leads to diiferences of opinion and
even further disputes. Paragraph
13*
The committee also emphasizes that the maintaining of the employment relationship is a normal legal consequence of ,*ogiitio. of the rigtrt to strike. However, in some countries with common-L* system shikes are regarded as the effect of terminating the conhact, -having leaving employers free to replace strikers with new "rployr"nt recruits.z In other counkies, when a strike takes place, employers may dismiss strikers or replace them temporarily, .or for an indeteiminate periocr. Furthermore, sanctions or redress measures are frequently inadequ"t" *h"n strikers are singled out through some measures taken by the emptoyer (crisciprinary action, transfer, demotion, dismissal); this raises a parttiularly serious issue in the case of dismissar, if workers may only obtain cramages and not their reinstatemenL In the committee's view, regislation rt o,rii provicle for a 7
Although this is rare ir-p_r3gti.., workers are vulnerable to this type of measure, see, for example, cF l',277,n Report, case No. r 54 o (united paras.47-98.
Kiffiif,
18
genuine protection devoid of content.
in this respect, otherwise the right to strike
maybe
Paragraph ltl& Lastly, one should not overlook the sociological dimension of strike action, whic"h, like any other social phenomenon, is affected by economic, social, technological ancl other changes to which it has to adapl To name only a few exai'rples, technological aclvances, increasing globalization and the clevelopment of multinational enterprises - all factors profoundly affecting
the condiUons in which goocls and services are produced and their relationship with work - cannot but influence the issue of strike action' Change can also be seen in the motives underlying strikes: while most improved pay or other working strikei used to support -hu.ru demands for ,".untly been held in some countries "for the conditions, strikes protection of employmen/' or "against delocalization", sometimes with backing frorn employers. Paragraph 141:
The ILO instrumenb are the primary source of law in this context, but the right to shike is also recognilec{ in several other international or regional instruments, and in national legislations and practice.
ILO Instrwnents Paragraph L42: Although the right to strike is not explicitly stated in the ILO Constitution or
Phitadelphia, nor specifically recognized in Conventions Nos. 87 and 98, it seemed to have been taken for granted in the report preparecl for the first cliscussion of Convention No.87.a The right to stiike was-mentioned several times in that part of the report describing the history of the problem of freedom of association and outlining the survey of legislition and practice. ln the conclusions and observations of the same reporg it was alio mentioned in connection with the special case of public servanb and voluntary conciliation.e However, during discussions at the
in the
Declaration
of
, ILC, 30s Sessioq 1947, Report YlI, Freedom of Associalion and Industrial Relalions. e .,...the recognition of the right of association of public servants in no way prejudges the question of the right of such offrcials to strike, which is something qriie aiart from the question under consideration", ibid., p.109; ""-.if the parties huu. .".our.e by muiual agreement to an agency for conciliation,-they should be obliged to refrain from strites or lockouts during the procedure of conciliation."
Ibid., p.l2l, 79
confermce in 7917 and 19{8, no amendment expressl y etabti*ing or itettying the right to strike was adopEd or even submitted. ei preseng orify artiite i of the Abolition of Forced Labour Convention, igsl (No.1b51,ro Paragraphs 4,6 and 7 of the voluntary conciliation and Arbihation "nO Recommendatioo 1951 (No.gy,rr mention strike action, albeit ind.irrtly. However, several resolutions of the InEmational tabour Conftrence, regional conferences and industrial commitEesl2 refer to the right to strike or to measures to guarantee its exercise.
O
tho lntnnational anil Regional lnshtmeab
Pangnph ll(t: I (1) (d) of the trnbrnational Covenant on Economic, social and cultural Rights provides that the staEs parties to the covenant undertake to ensune, intsr ali+ "...ttre right to skike, provided Orat it is exercised in conformity with the laws of the particulariountJ./,.13 at the regional levEl, article 6 (a) of the European social charbr of r%r expresly ,*ogoir* a" right b strike in the evmt of a conflict of inEresb, subiec.t to the orbtgations resulting from collective agreemmb in fonce.lr Article 27 of the InErAmerican charEr of social Guaranbes of 194g stiprracs ,,\,vorke.s ttal have tr9 right to shile. The law shall regulae the conditions and exercise of that right"ts rhe right b strike is irso iecognizea in arHcle g (1) (b) of the
Artitle
ol.mmqylsov rabour is prohibited ... '(d) as apunishment for having participated in strikes;,'. '1."1' tf dispute has been submitted to conciliation procedure with the consent of " all the parties concerned,the latter should be encouraged to absatain from strikes and lockouts while conciliation is in progess... " No provisions of this necommind-ation may be interpreted as limiting in any way whatsower, the right to strike." of the 83 rmrbcr states of the ILo which have ratified both conventioh No.g7
l't:r.q
ad
the covenant, four
(Jryr,
Netrprrqds, Nontay, TriniM
qd robap)
regiscred a resevation specincauy concerning aricr; (l) (dr. s (Algeria, hdia, Mexico, New karodl accom'panied tr,.i, iaiin."ti* *i r, declaration or general resqvui,on conceroing hrticle g. " locnration or interpretation concerning fire-fighting persoiner. France ietuo tt"iiirrourd appry the provisions of the covenant coooi.ning the right to strike in accordance with article 6 (4) of the European Social charti. concerning the genesis of the Euhopean Social charter and the influence which ILo standards have had on it, see Intirnational Labour Review, vo.i>ooov, No.5, Nov. I 96 l, pp364-365; No. 6, Dec. 1961, pp.47 547 6. " Inter-American charter of Social Guarantees adopted by the Ninth International conference of American states, Bogota, l 948. nre iintr preambre - a text which dates from the same period as the internatioo"t-t"uoui conventions on
F;;the^
jq*, ;ie'a
-
p"d;d ;f;;
20
Additional Protocol to the American Convention on Human Righb in the Area of economic, Social and Cultural Righs.to Rcstrictiols Relating to tlu Public Stuice
Pangnph
156:
Convention No.87 guarantees the right to organize to workers in the public service. However, their corollary right to strike may be either limited or
prohibiEd
if they are governed by restrictive provisions, such as those
refurred to in paragraph 151 above. National legislation varie widely in this respect at one end, there are sysftms which specifically recognize ittT and at ttre other end, therc are those that specifically prohibit itrE In some countries there are no laws or regulations on the subjec! which can give rise to radically differmt inErpretations by the public authorities; tacit prohibition or recognitioru Furthermore, public servanb are sometimes governed by entir,ely-separab legislation which defines, in particular, the conditions for their right to strike,re whereas other countries make no distinction between the privab and public sectors, so workers in the latbr must observe the procdur€s laid down in the general legislation in order to strike.zo
Pangnph
157:
Even when the right to sbike is recognized in the public servicg this does not mean Uut all public servants enjoy unlimited freedom in this resPect In most countries law and practice establish various restrictions and conditions and conditions, which are generally based on such criEria as the hierarchical rank or level of responsibility of the employees concerned, the nature of the sefvices they perform, the conditions to be observed where a strike is cdled
and held, and even the parties' choice of the machinery for settling dispuEs.2l * fieedom of association - states that it is to &e public interest, from the international point of view, to ensct the most comprehensive social legislUion possiblg to give workers guamntees urd rights on ascale not lower than that fixed in the Conventions and Recommendations of the tnternational Labour Organizations". lu Additional Protocol of 1988, known as the "Protocol of San Salvador". 17 For orample: Cote d'Ivoire, fiji, France, Gaboq Poland, Spain' tt For o.ample: Boliviq Republic of Korea. " For example: Central African Republic, Guatemalg Italy, Lesotho, Luxemburg Portugal. 20
Foro
Sweden.
For e*ample: Cotd4 Public Service StaffRelations Act; the choice, which can be reviewed periodically by workers, between two procedures, one of which orcludes strike action.
"
Paragraph 158:
In view of the committee, a too broacl definition of the concept of public servant is likely to result in a very wide restriction or even a prohibition of the right to strike for these workers. one of the main difficulties is due to the fact that the concept itself varies considerably from one legal system to another. For example, the terms "civil servanf', "fonctiinnaire,, and "funcionario" are far from having the same coveragei furthermore, an identical term used in the same language does not ahiays mean the same thing in different countries; lastlp some systems classify public servanb in diff-erent categories, with different stafus, obligations 'ur,a .igt t ,zz while such distinctions do not exist in other sysemi or do not have the same consequences. Although the traditio.tr of each country, it must, however, endeavor to establish fairly uniform criteria in order to examine the compatibility of legislation with the provisions of convention No.g7. It youl-d be futile to bry to draw up an exhaustive and universally applicable list of categories of public servants who should enioy the right to strike or be denied such a righl As it has already noted,ts the Commitlee considers that the prohibition of the right to shike in the public service should be limited to public servants exercising authority in the name of the state. The Committee is aware of the fact that except for the groups falling clearly into one category or another, the matter will frequenfly be one of degree. In borderline cases, one solution might be not io impose a total prohibition to skikes, but rather to provide for the maintaining by a definei and limited category of staff of a negotiated minimum service when a total and prolonged stoppage might result in serious consequences for the public. Reslrictions Relating to Essential Smtias
Paragraph 159:
Numerous countries have provisions prohibiting or limiting strikes in varils from one national lEgislation to another. .uy range from merery a retatively short limitative -ftgl enumeration2a to a long list, which is included in the la# itself.2s Sometinres essential services, a concept, which
22
For orample; Germany'. B.eamte, Arbeitnejmer (Angesteflte, Arbeiter). manual workers, office employees. "" General Sumeys: 1959, para.68; 1973,para.l09; 19g3, para.2l4. For example: Algeria, Dominican republic, Haiti, Hun[ary, Lesorho.
hrkey:
"
l'1or oxample: Botivia: Supreme decree no.l598 of 1950. colombia:ss.43O and 4!o(t)(a) ofthe Labour code and Decrees Nos. 414 and 437 of 1952; 1543 of 1955; I 593 of 1959; I I 67 of 1963; 57 and 534 of r 967. Ecaador:s.sl3 of Act No. I 33 to reform the Labour c. Ethiopia:s.136(2) of proclamation No.42l1993 respecting 22
the law includes definitions, from the most restrictive to the most general kind, covering all activities which the governmenb may consider appropriate tolnclude or all skikes which it deems detrimental to public orcler,'the general interest or economic development.26 In extreme cases, the legislations provide that a mere statement to this effect by the authorities ruifi."r to justify the essential nature of the service.27 The principle whereby the right to strike may be Iimited or even prohibited in essential services would lose all meaning if national legislation defined these services in too broad a manner. As an exception to the general principle of the right to strike, the essential services in which this principle may be entirely or Partly waived should be defined restrictively: the Committee therefore considers that essential services are only those the interruption of which would enclanger the life, personal safety or health of the whole or part of the populition.2s Furthermore, it is of the opinion that it would not be desirable * or possible - to attempt to draw up a complete and fixed list of "\ren services, which can be consiclerecl as essentia[. Paragraph 160: Whii; recalling, the paramount irnportance which it attaches to the universal nature of standards, the Committee considers that account must be taken of the special circumstances existing in the various member States, since the
interruption of certain services which in some counhies might at worst cause economic hardship could prove disastrous in other countries and rapidly lead to conditions which might endanger the life personal safety or health of the population. A strike in the port or maritime transport services, for example,-might more rapidly cause serious disruptions for an island which is heavily dependent on such services to provide basic supplies to its population than it would for a country on a continent. Furthermore, a nonessential service in the strict sense of the term may become essential if the strike affecting it exceeds a certain duration or extent so that the lifu, personal safety or health of the population are endangered (foi example in labour. Greece"s.4 0f the Act No.l915 0f 1990. Mali:Decree no,90-562/P-RM of 22 Dec.1990. Swaziland'. s.65(6) of the Industrial Relations Act of 1980. Dominica: s.59(1): '6 For e*ample'. Cote d'Ivore: s. 183 of the Labour Code. s.5S(l)(b) of Industrial Relations Act No.18 of 1986, as amended. Trinidodand T',obaso.. s.65 0f the Industrial Relations Act. Tunisia: s.384 0f the Labour code. s.33(l) of the " Foiexample: Guatemal a: s.243 of the Labour Code.andPakistan: (i) Labour Code. of the s.263(g) Philippines: 1969. of Ordinance Industrials Romania: ss.38-43 of Act No.15 of 1991 respecting the settlement of industrial disputes. 28
deneral Surveys, 1983, paras.213-214. See also the observation of the Committee on this point concerning Ecuador (RCE I 993,p.193). As regards Lesotho, the Committee has noted with satisfaction that s.232(1) of the 1992 Labour Code defines essensial services as indicated above (RCE 1993, p'206)' 23
household refuse collection services). In order to avoicl clanrages which are
irreversible or out of all proportion to the occupational inierests of the parties to the dispute, as well as damages to thircl parties, namely the users or consumers who suffer the economic effects of collective diiputes, tlre authorities could establish a system of minimum service in other senrices which are of public utility ("services d'utilite publique) rather than impose in the strict sense of the term-
Compens ator y G uor ail
tus
Paragraph 164:
If the right to strike is subject to restrictions or a prohibition, workers who
are-thus deprived of an essential means of defending their socio-economic and occupational interesb should be afforcled compei'satory guarantees, for example conciliation and mediation procedures ieading,'in" the event of
deadloclg
to
arbihation seen to be reriaril. uy the parties -machinery It is essential that the latter be able to participate in determining and. implementing the procedure, which snoura fr.th"..o." provicre sufficient guarantees of impartiality and rapidity; arbihation awards should concerned.
be binding on both parties and onte issuei snouta be implemented rapidly
and completely.
P icke
ting/O ccupation of the Workplace
Paragraph 174:
strike picketing aims at ensuring the success of the strike by persuading as many persons as possibre t-g stay away from work. The ordinaryt'or specialized courb are generally responsible for resolving problems which may arise in this respect. National practice is perhaps orJr" i*po.tant here than on any other subjecb while in s-ome countries strike pickets are merely a means of information,-ruling out any possibility of preventing non-strikers from entering the workpracq in other iountries they may be regarded as a form of the right to strike, and the occupation of the workplace as ib natural extension, aspects which are rarely questioned in practice, except in extreme cases of violence against persons or damage to property. The committee considers in this respect that restrictions on stritl pickes ancl workplace occupations should be limited to cases where thl action ceases to be
peaceful.
24
S
anction Against Shil<es
Paragraph 176:
Most legislation restricting or prohibiting the right to strike also contains clauses providing for sanctions against workers and hade unions that infringe these provisions. In some counbies, striking illegally is a penal offence punishable by a fine or term of imprisonmenL2e Elsewhere, engaging in an unlawful sbike may be considered as unfair labour practice and entail civit liability and disciplinary sanctions. Paragraph1,TTz
The Committee considers that sanctions for strike action should be possible only where the prohibitions in question are in conformity with the principles of freedom of association. Even in such cases, both ex6essive recourse to the courb in labour relations and the existence of heavy sanctions for strike action may well create more problems than they resolve. Since the application of disproportionate penal sanctions does not favor the development of harmonious and stable industrial relations, if measures of imprisonment are to be imposed at all they s.hould be justified by the seriousness of the offences committed. In any case, a right of appeal should exist in this respect. Paragraph 178:
ln additiory certain prohibitions of, or restrictions to, the right to strike which are in conformity with the principles of freedom of association sometimes provide for civil or penal sanctions against shikers and trade unions which violate these provisions. In the view of the Committee, such sanctions should not be disproportionate to the seriousness of the violations.
Disunissal for ecotontic Reasons
Paragraph 213: A special problem arises in connection with dismissals for economic reasons,
which may have negative repercussions on unionized workers, and in particular on union officers, if they are used as an indirect means of subjecting them to acts of anti-union discrimination, under the guise of
Some countries have adopted legislation which prohibits employers from hiring outside workers to ensure continuation of produotion of services, for example: Bulgaria, Canada (Quebec, Ontario, Brilish Columbia) with some exceptions made tbr managerial staff; Greece ; 7 urkey.
"
25
dismissal on economic grounds.s. Amongpt other messures, the workers, Representatives Recommendatio& 1971 foo.1a3) includes in paragraph 5(2)(0 a provision w-hich is rikely to shengthen protection in this namely recognition of a priority to be given to ruork"rs, representatives
,ir*L
with employment in case of reduction of the worldorce. Furthermore, the Tennination of Employment corwenuo& 1982 (No.158), stipulaEs that when thee employer conemplaes brminations for reasons of an economic, Echnologicaf, sructural or similar nafure, provisions must be made for compecnt authority (Article rq. Aturougrr these two provisions do not provide s@fic roi unionizea workers and trade union officers in the event off-kuor. dismissat for economic regard
to their rehntion in
they may help probct them against acb of T*.*, discrimination3r
anti_union
Eoidarcc
PangrarphZtTt
one of the main difficulties resulb from placing on workers the burden of proving that the act in question occurred as a result of anti-union dirriminatioru which mar constituE an insurmountabre obstacle to compensation for the prejudice suffe.red. Legislation in several countries has therefore shengthened-the proEction of workers by placing on the emproyer tlre onus ploving that the act of alreged anti-union discrimination was connecEd-of with questions other than trale union matter,32 and some texb expressly establish a presumption in the workey's favour.s since it mav ofbn be difficult, if not impoisible, for a worker to prove Urri;" il b*n tlrc victim of an act of anu-union dirriminatioru legisration or practice should-provide ways-to remedy these difficulties, for iistance by using the
methods mentioned above.
'0^r.or9xamnle, Brazir: the committee considered that a directive from the president of the bank of Brazil ro compire a r"gistui oiu;proyees ril.ery to ue Jismrssea as part of the staffrestrucr,ring poricy ina ar-a*rng attention ,"ir," .rprryees who 'horked the leas and demanded trie mosr" is u-fua on serection c.itL-i rikery to im.ryair the employees' 1g!r_1o organize whichis guaranteed by he constirution and y{onal legistation (RCE 1991, iZstl " converetion No. l 58, which came into force in 19g5, had received 20 ratifications a! of 3l December 1993. " For example: Fintand,.when a worker alleges that he has been dismissed for trade union activities. the emoroyer must prove ttra"t tre had reasons for dismissing rhe worker rnci rssi ilii.-H"rgrry, art.5(2) of the Labour Code of
sufficien;i;;;
1992.
33
For example: Caruda (euebec) art.l7 of the Labour Code. 26
ComPnsation
Paragraph 219 ns regards the form of compensation, the Committee is of the view that its purpose must be comPensate fully, both in financial an din occupational ierms, the prejudice suffered by a worker as a result of an act of anti-union dirrimination, since this is a violation of a fundamenhl right The best
solution is generally the reinstaEmmt of the worker in his post with payment of unpaid wages and maintenance of acqufud righb. For this b be aohe the authorities resPonsible for examining such cases, the ordinary courts or specialized bodies, should have all the necessary Powers to rule rapidly, compleEly and in full independence and in particular to decide the most ippropriae iorm of redress in the light of the circumstances, including reinstabment if it is requesbd by the worker.r Paragraph 22&
The Commitbe considers that legislation which allows the employer in practice to Erminate the employment of a worker on condition that he pay ih".o^p"*ation provided by the law in all cases or uniustifid dismissal when the real motive is his trade union membrshiP or activity, is inadequaE under the terms of Article 1 of the Convention, the most appropriab measnre being reinstabment$ Paragraph 221:
Where reinstatement is impossible, compensation for anti-union dismissal should be higher than that prescriH for other kinds of dismissal. The amount shoufu be reviewed periodically, in particular in countries with galloping inflation where the compensation soon komes merely symbol.ic. tn order to avoid this problem, the composition established by the law in the event of anti-union discrimination should not be exPressd in absoluE
3o
See also the many decisions
of the Committee on Freedom of Association in this
I 0 (Poaguay), naras 94 alf 95; 283d Repo-rt Case Report, case No.l549 (Doninicot Republic), ptu.a314; 2e+6 (Morocco), No. tsgg
r*;;, ,i F nupot ,-Cttu No. I 5
para.753, cases Nos. f588 and 1595 (Gttatemala), para.!3a; 285-h-Report' Case Case No.l629 (Korea), para.569;
irlo.l59a (Cote d'Ivoire),para.50, 286t Report, and Case No. 1655 (it 3:
icuagua), Pua27
ln France, according to
5.
a well-established
jurisprudence of the 'Cour de
cassation", the court must order the reinstatement of workers dismissed for anti' trade union reasons, ifthey so request. 27
figures; rather, the relevant provisions shoulcl be clraftecl in such a wav as to retain their dissuasive effect.s
Coup ulsor y Ar bi tr a ti on
Paragraph 25rt
Another frequent problem concerns legislation, which makes provision for recourse to compulsory arbitration in the event of failure of collective bargaining. Stressing that the different circumstances of the private, public and semi-public sectors may call for some qualifications, tlhe comminee considers it necessary to elaborate somewhat its views on the subject. Paragraph 255:
A distinction is usually made between two types of disputes: on the
one
hand rights disputes (sometimes arso cailed giievances; which concern the application or the interpretation of a collertive agreement and, on the other
hand, interest dispute which relate to the establishment of a collective agreement or to the modificatioru through collective bargaining, of wages and other conditions of work contained in an existing collective agreement. Only the latter are dealt with here. Paragraph 226:
some confusion arises at times as to the exact meaning of the term "compulsory arbitration". If that term refers to the compulso"ry effects of an arbitration procedure resorted to voluntarily by both pirties,'this does not raise difficulties in the Committee's position since the parties should norrrally be deemed to accept to be bouncl by the decision oi tt," arbitrator or arbitration board they have freely chosen. the real issue arises in practice in the case of compulsory arbihation which authorities may impose in an interest dispute at the request of one party, or their own initiaiae. Paragraph 252 As regards arbitration imposed by the authorities at the request of one party, the committee considers that it is generally contrary to the principle br tne voluntarily negotiation of collective agreements established in Convention
No.98, and thus the autonomy of barglining partners. An exception miglrt however be made in the case of piovrsioni which, for instance, ailow workers' organizations to initiate such a procedure on their owrL for the
r
For example: costa Rica: fine up to 23 times the monthly minimum wage, Dominican Reprblic: fine 7-12 times montly minimum wage. see also RCE 1993, para. l I 1.
28
conclusion
of a frct collective agreemmt As experience shows that first
colledive agreemenb are ofbn one of the most difficult sEPs in establishing a sound bargaining relationship, these types of Provisions may be said b be in the spirit of machinery and procedures, which facilitab collective bargaining. Paragnph 25E: As regards arbitration imposed by the authorities at their own initiative, the ComnritEe considers that it is difficult to reconcile such inErventions with the principle of the voluntary naturc of negotiation established in Article 4 of Convention No.9B. However, it has to recognize that there comes a time in bargaining where, afbr protrac@d and fruitles negotiation, the bargaining will not be broken without some initiative on their parl In view of the wide variety of legal frameworks (compleEd through national caselaw and practice) estabtished in the various member States to address what constihrtes one of the most difficult problems of industrial relations, the Commitbe would only give some general guidance in this respect and suggest a few principles that could be implemented through "measures adapbd to national conditions", as conbmplated in Article 4 of the Convention.
Paragnph 25* In the Commitbe's opinion, it would be highly advisable that the parties be giva aay opportunity to bargain collectively, during a suficient Wid, with the help of inibpendent facilitators (mediator, conciliator, eE.) and machinery and procedures designed with the foremost obiective of facilitating collective bargaining. Based on the premise that a negotiaEd agreement, however uruatisfactorY, is to be preferred to an imposed solution, the parties should always retain the option of returning voluntarily b bargaining tirble, which implies that whabver dispuEs settlement mechanism is adopted should incorporab the possibility of suspending the compulsory arbihation process, if the parties want to nesume negotiations.
29
Excerpt on Special Survey on Equality in Employment and Occupation in respect of Convention No.111 Applicntiort of tlrc Comterftiort to All persons Paragraph
1*
No provision of convention No.111 limits its scope as regards indivicluals and occupations. The purpose of the instrument is to piotect all persons against discrimination in employment or occupatio., or, the basis bf .o.e, .o.l9q, ser religion, political opinion, national exhaction and social origirl lth the possibility of extending ib protection to discrimination on the basis of other criteria. Paragraph 2&
At the same time the conference
adopted Convention No.111,
it
arso
adopted Recommendation No.111, which supplemenb the convention. In
l9di!9. to the protection provided by the ttnventioru
Recommendation
No.111 contains provisions that also refer to the particular situation of migrant workers. ILO instruments define a "migrant ?or employmenf, ,,a as person who migrates from one countr5r to another with i view to being employed otherwise than on his own account and includes any person regularly admifted as a migrant for employmenf' (Article 11, paragraph 1, of the Migration for Employment convention (Revised), ie+r 6o.e41. Paragraph 8 of Recommencration No.111 provides that'with respect to immigrant workers of foreign nationality and th" members of their families, regards should be had to the provisions of Convention No.97 relating to equality of treatment and to those ot ib accompanying Recommendation relating to the lifting of restrictions on access to employment. This instrument was latrer s.upplement by the Migrant Workers iSupptementary "and
Provisions), convention, 197s 9no.143), the vtigrant workers Recommendation, 1975 (No.151), which contain the same definitions and
terms as those given in Convention No.1l1. Paragraph 21:
ln accordance with these instruments, not only should migrant workers lawfully within the territory of a signatory sLte enyoy equal treatnent (Article 6 of Convention No.9z), they-should also ueneiit from a national
30
policy designed to promote equality of opportunity (Part II of Convention No.143), which implies the adoption of positive measures.l Paragraph 22: There are also other ILO instruments relating to non-discrimination, which provide more specific protection than that under Convention and
Recommendation No.111; these concern workers with family responsibilities, part-time work, indigenous and hibal peoples, women and disabled persons.
Grounds of Disuimination
-
Sex
Paragraph 35: Distinctions based on sex are those which use the biological characteristics and functions that differentiate men from women. Such distinctions include those established explicitly or implicifly, to the disadvantage of one sex or the other. Women are most commonly affected, especially in the case of
indirect discriminatio& by these distinctions, which stem from traditional attitudes that still persist shongly in certain societies, while in others they have lost considerable ground, mainly as a result of greater participation by women in every sphere of activity. Legislation concerning nondiscrimination between the sexes is an important steP in a policy of equality of opportunity and treatment in employment and occupation. Paragraph 36:
it no longer stems from a presumption of inferiority, discrimination against women in employment is still often fuelled by other considerations that limit their opportunities of obtaining or remaining in employment. Even when
I
In its General Survey of 1980 on nrigrant rvorkers the Committee stressed in paragraph 29 that: "Paragraph I ofArticle I I ofConvention No.97 and Paragraph I (a) of Recommendation No.86 define a "migrant for employment" as "a person who migrates from one country to another with a view to being employed oherwise than his own account and includcs any person regularly admitted as a migrant employment". Paragraph I of Article I I of Convention No.143 contains a very similar definition. However, it is specified that the definition applies only for the purpose of Part II ofthc Convcntion, which conceru equality of opportunity and treatment."
31
Cioil onil moital stahs, fimtly situation, pregrorlcy anit cotfinemnt Paragraph 32 sex-based dirrimination also includes that based on marital status or more
iHj*I,_jT-rL oependent persons),
situation (especialty
in relation t,,"rf*ribiliry
as well as pregnancy and
for
confinemenl
Paragraph 3&
b civil status can afftct bottr men and women and are not thensloes dirriminatory. ftrey are only discrimina;ry'*ini' u," meaning of the conventign they result in a requirement or condition being if inpo'ed on an individual of one'sex that would not impoJ o, som@ne of tt." other sex. The dirriminatory nature ofbedistinctions based on Pregnancy, confinement and relabd medical conditions is demonstraH by the fact urag by definitioo the-r can only afftct *"oo,* rr,e saie appues to physical requiremenb or conditions thalarc apparently applied equaly b,ut rceult in de facb dirrimination This orc"'ippe# d[-tl* case, for of requiurenb co-ncerning height or weighg which ].ipt", are the same for both men and womerL All of thd disEnctions are ofEn conside'ed to be indir€ct discriminaUon (see paragraph 26 above). Distinction linked
in
fuualilaassment Paragnph3g rhe Enns "sexual harassmmf' or "unsoliciEd sexuar atEntion, incrude any insult or inappropria*- remark joke, insinuation and .o.."ot on a person-s age, fu_dy situatioo G a condescenainj *:,.phy:ique, or pabnalistic attitude with sexuar implications undermining dignitr iny'un*elcome invitation or reques! yrficit or *pu.6 whetf,er ;;i acJompaniea by threab; any lascivious.rook o. ofre" gesi,e associaH with sexuarity; and any unnecessary physical contact such as touching caresses,-pinctring or assault In order b constitub sexual harassment in employmeni an act of this typemust, in additioru be jusdy p**i""a as a condition ore*proyment or preondition for ernployment of influence drisions taten in tis fiel4 affect perforrrarrce. sexual harassmmt may T!/:' also arise from situations, which are generally hostile to one sex or the other.
ParagraphlCI Sexual harassmmt unlerlina tfr" workplace by calling into question individual inbgrity and-eqlality the *r"u t"ir,g or,n6rr..ns; ii damage an en*rprise by weakening the_basg upon which-*".t *r"u"*iips are uuilt and impairing productivity. kr view of ure gravity *d ;;rcussions
.l
*;;;,
32
of this practce, some countries are now adoPting leghlation Prohibiting it and making it subiect to civil and/or criminal penaldes' Gtounds of
Disuimination' P,oliticd
Wni*
Pangraph 45:
n
p-rofuting individuals against discrimination
occupation
oi
in
employmmt and
Ae basis of political opinion, the Convention implies that this
b
them in respect of activities expressing or demonstrating opposition to the estabtished political principles, or simply a d.iffurent opi"ion. The probction of potitical opinions only applies to opinions *i ictr are eithei expressd or demonstrabd, and does not apply if violent methods are used to express or demonstrate these opinions.
prohction shall be afforded
Paragnph 4G widipiead recognition is given in law to the prohibition of all types of dixriitinaUon basea on poUUcal opinion. However, in some countries individuals are denied employment or excluded from the proEcdon afforded by the law on equality, on the grounds or their membership in a others, account is taken of political or socio-political political p"tty; i$itrae, civic-commitment or moral qualities with regard to large number of jobs in all sectors of activity, or to access to education or vocational baining' This type of dirriminauon is most likely to be practic"a -tv tr9 stac or the publii iuthorities. Although its effects are felt more in the public services,
it
it
.n" not confined therEto, partly because the distinction between public
*d"y pri*c secbrs is becoming increasingly blurr€d. h S"_ public service *p"i"Uy as regards hig6y responsible posts or positions of trust a certain obligation or neuuarity and loyalty can be required withouL however, nullifying tlre protection afforded by the Convention.
Paragnph47: The feneral obligations to conform to an established ideology or to sign an oattr-of pohtical allegiance would be considered discriminatory however, as cases in which the ground of political opinion is taken into consideration judicial under examined, be objectively a prerequisie for a-given lob ihould r"'r,rU"y, to deermine if this prerequisib b really iustified by the inherent requiremenb of the job.
33
Grounds of Disoimination
-
workers wiilt Family Respottsibilities
Paragraph 53:
Family responsibilities can be a barrier to equarity in employment and a major source of direct or incrirect discrimination agrir,st women. The colF.'.l." recognized that "in order to make wom"en,s right to work outside the home without discrimination fully effective (...),"ar.ruonal and promotional measures should be taken as necessary and appropriate to encourage a more equitable sharing among family members of househotcl 3 of ib 19zg G"eneral 5"*"y or tt" ."p""c rerating 3tY. rn paragraph to (women with Family Responsibilities) Recommendation, l!-Erptoyment 1965 (No.123), the committl emphasized that ,,a[ measures promoting eeull riqtrp may prove meaningless for a vast proportion of women if - as result of their family responsibirities they must either give up their jobs Td::ty, or.lose- any chance of advanceient because they can give onry a smaller part of their attention and energy to their professional work-.2 Paragraph 54:
The profound changes that have shifted the emphasis from protecting y9P"l in employmelt to improving their employment pro.p".s have lecr to the belieJ that equality ruqui."s thii women indmen be treatea equally in every field, including that of protective legislation;e these changes were reflected in th-e adoption in 19g1 of the worke"rs *ith F;it Responsibilities conventioru 1981 (No.156), which concerns both sexes. rrr"1i"fu"n of these inskumenb marked a shift in traditional attitudes concernin! the rore of women, and recognition that family responsibilities affect notinry women workers but the family and society as wer. under this convention, a, of these workers shourd enjoy effective equality of opportunity and beatment, not only between men and women -o.k"., with family responsiuirities, but between these and other workers. The convention,s aim is for each state to enable workers with famly responsibilities to engage in emproyment without discriminatio.n,io theextent possibre, without conflict between "n9, responsibilitils.s their employment and family
i19_9y:l.Survel of the Committee of Experts on Conventions and t? Eryl:r1,.,ifvy"i,;ffi ffi,IJ; 1:::n:**3y*:Tp*1q#ion, lratins ll. Ie6s'(No ii:I, rilp"i iii p.i'i,l, lnternational [?:..Tll1*_') 64ft s;sion,
d;;;;;, re78, para 3 l,:b.*:_g::fyl. Fc), l3,H::+ri#:91'"ls**i,:i;;r-;..*{,,-i?,:,:i,?oropport,nitvand Treahrent for Women Workeis,'adopt.a Zi l*r'f S?5. ",
u
Grounds of
Dbtimination 'State
of Heakh
Paragraph 57:
Theri
ii
no doubt that health must be taken into consideration when
evaluating an individual's aptitude for a particular job taking account of the principles- of protection of public health, in appropriate cases' However, ptrysiiat or mental health stroUa not be considered apriori to be an essential aspect of the employment relationship. An analysis of whether it is essential shtuld be made based on the relationship between the personls current state of health and the normal occupational requirements for the exercise of a particular job. Paragraph 6&
es lgiras the Human Immunodeficiency Virus (HW) and
Acquired
Immuiodeficiency Syndrome (AIDS), a tendency has been noted among employers to screen workers systematically and without their knowledge, either prior to recruitment or as part of regular occupational health examini6ons. There is no doubt that such practices oPen the way to discrimination regarding access to and retention of employment. Protective provisions are the-reforelndispensable in this reliard, in order to prohibit the screening of workers without their knowledge as well as to maintain the confideniiality of the results of examinations that may carry out for reasons of public health. lndividuals subjected to screening should always be informed of the results. When a worker is diagnosed as HlV-positive there will be repercussions - most often negative - on relations at work both with employeri and immediate supervisors and with colleagues. Measures to provid-e information on how the virus is transmitted and a public awaneness
campaign could be an adequate means of eradicating preiudice and misionceptions regarding HlV-positive individuals. Although this is a task for the public authorities, a great deal can also be accomplished at the enterprise level. Referetce -ay be made to the statement on HIV and AIDS in thl workplace drafted by the World Health Organization (WHO) in association with ILO in June 1988 concerning the components of a policy of non-discrimination in employmenla
For a detailed description of this instrument, see Workers with family rcsponsibtlities,lhe general Survey of 1993, ILC, 806 Session.
a
35
Fields Cooued
fu
the Conoantion: Access to trniuitrg, Occrqtntiort ottd Ernployrrtcttt,
Tenns nnd Conditiotts of Entploynrcnt
Paragraph 65:
frtict-e 1, paragraph a, of Convention no.111 provides that the terms "employmenf' and "occupation,, include to vocational training (section A), access to employment and to particular ".."ri occupations (section B),
and tenns and conditions of emproyment (section c). The protection provided by the convention is not limited to the treatment accorded to a person who has already gained access to employment or to an occupation. It is expressly extended to the possibilities of gaining access to employment or to an occupation and also covers access to trainirqg, without which there is no real possibility of entering employment or an ociupation. Paragraph 6
Training and vocational guidance.are of paramount importance in that they determine the possibilities of gaining ..."r, to employment and occupation. Discriminatory practices with-respit to access to haining are subsequentry perpefuated and aggravated in employment ancl occupatiJns. Paragraph 73:
In practicg discrimination in access to haining may take two forms: either rej'ecting or deliberately omitting to accept i peisor,s application to be admitted as a pupil, student or trainee; oi else ,uiung admission requiremenb that lead to the exclusion of cancliclates on g.ou.,i, referred to in the convention. Discrimination in this area rarely originates in provisions of laws regulations that are direcfly discriminatory. tt gJr,".ully arises out of practices based on stereotypes affecting mainly "women' and certain disadvantaged and minoritl groups. The positive measures taken to give effect to the national policy refer.ua to in Articre 2 of the convention thus take on.particular importance as they make it possible to rectify the de facto inequalities affecting the members oi th"re groups that are at a disadvantage owin-g to the phenomenon of occupational segregation.-rr," p.o.otion of equality of opportunity and heahnent in respect Jf t ri.ri,g aiso applies to theactual process of training. some nationar provisions sufrulatea that it is prohibited to terminate training on certain specified discriminatory grounr.ts, or that it is unlawful deliberately to reshict or to deny a person any benefits,
facilities or services to which he or she is entitled in a training eslblishment.
36
Access
to Wage ErtPloYment
Paragraph 82
rne ipitication of the principle of equality of opporhrnity and beatment guur"r,i*, that every p"rtott Las the right to have his or her application for Iuch a chosen job considered equitably, without discrimination based on any of the grounds referred to in the Convention. It does not give every person the
rigtt
to the job of his or her choice, irrespective of his or her professional
quahEcations or other conditions. The recruitrrent procedure and the itatement of reasons in the event of an adverse decision on the application are of considerable importance for the effective application of this right A candidate who has been eliminated should be allowed access to written information relating to the traininp practical experience and other easily identifiable qualificltions possessed by the Person who has been appointed to the pos! eipecially if the post has been advertised publicly' Paragraph 83:
rne Emitoyer should only apply objective recruitment criteria in his or her choice of a candidate. Requirlments as to weigh! height or physical strength should not be considered as objective criteria except in so far as they are requirements necessary to the performance of a particular activity. Moreover, inquiries inio the worker's political, religious or bade union opinions strouta not extend beyond what is referred to in Article 1, paragraph 2 (see above).
SecuritY of Turure
Paragraph 108:
As regards collective dismissals for economic reasons, protection against discrimination should also relate to indirect discrimination resulting from
the criteria established to determine the order of dismissals. It is necessary to
ensure that conditions that appear to be neubal, that are included in collective agreemenb and that are applied across the board, do not in fact lead to indlect discrimination affecting one of the categories of persons characterized by one of the grounds referred to in the Convention. Women are particularly affected when the rule of "last in, first ou(' is applied; and in sectbrs where may be particularly significanl The CommitEe emphasiz€-djn its above-mentioned glneral Survey that it is important for the choice of the workers to be affectea Uy a collective dismissal to be made as objectively as possible in order to avoid any risk of reaching arbitrary decisions, and that ir advocated in Recommendation No.166, these criteria should be established in advance. The criteria most often applied relate to occupational skills, length of service, family circumstances and even to the difficulty of 37
finding alternative employment Inequitable heaknent of men and women, and of disadvantages categories of workers, can arise from the application of such measur€s, in particuiar in the current increasingry rruqr"lrt sifuations of economic crisis, in which countries face strucfural adjustment problems, unemploymen! underemployment and the demands - of -- increased
competitiveness as a result of globalization of the economy.
lnherent Requirements of A pmticalm lob
Paragraph 118:
ljn$er. Article 1, paragraph
,,any
2, of Convention No.111, distinctiory exclusion or preference in respect of a particular job based on the inherent requiremenb thereof shafl not be deemed to be discrimination,. This exception must be interpreted restrictivery. when qualifications are required for,a particular job, it .1r no! be simple to distinguish between what does and what does not constitute discrimination. It is often difficurt to draw the line between bona fide requiremenb for job a ancr the use of certain criteria to exclude certain categories of workers. In order to dctermine the real scope of this expectatiory the,folrowing two p.i"re shourd be examined: firs! the concept of "a particular job" and, iecond, the clefinition of ,,inherent requiremenb" of a particular job. Paragraph 11* lt appears from the preparatory work for the Convention that the concept of "a particular joo"' referJ to a siecific and definable job, function or task. The necessary qualifications may be defined as tt i"q"i."a by the characteristics of the particurar "r" ,ob, in proportion to its inherent
requiremenb without coming into confiict with the principle of equality of opportunity and treaknenl If no circumstances, ho*evei may the same qualification be required for an entire sector of activity. systematic application of requiremenb involving one or more of the grounds of discrimination envisaged by convenfon uo.rtl is in admissible; carefur examination of each individual case is required. Likewisg the general exclusion of certain jobs or.occupations, such- as work in agriculture, export processing zones or the public service from the scope of .Zu*, designecr to promote the principre of equality of opportunity
obviously contrary to
thl Conve.,Uon. '
,iJLr*ent
is
Paragraph 12O As regards men and women, distinctions on the basis of sex may be required for certain iobs, such as those in the p"ii*.ing arts or wr,ictr ire perceivecr as involving particular physicar intimacy; such ,s distinction may arso be linked
to
speciar protection
-".rrr"r. 38
These distinctions shourd be
cletermined on an obiective basis and should take account of individual posb capacities. However, the continuing exclusion of women from certain negatve encounter and women of authority merely because they are prejudices is one of th" measures to be eliminated by methods appropriate io national conditions and practice, under the 1958 instruments, Paragraph 121:
witfregard to religion, national provisions can be found restricting jobs
associatel with a particular religion to persons of that religion. Provisions of this kind are generally deemed not to be discriminatory; however, this exclusion does not appiy to all work performed for a religious organization (such as building maintenance, etc.). Paragraph 122
Politilaiopinions may in certain limited circumstances constitute a bona fide qualification for certain senior administrative posts, for example in those involving special responsibilities for the development of government policy' Howevei, ii is essential that this not be carried beyond certain limits - to be evaluated on case-by
Burden ofProof
Paragraph 23ft
"main
duty of these quasi-jurisdictional bodies is to receive and, by adopting final decisions thit are binding upon the parties, resolve cases of
fne
disciiminafion, generally relating to individuals but sometimes involving a number of pers6ns. The burden of proof can be a significant hurdle in the way of obtaining a just and fair result in a case of alleged discriminatioO whether indirect or direct. For example, in a discrimination case involving initial hiring or promotio& the complainant applies for a_position and is rejected, ufeg"aty for a discriminatory reason. Usually information concerning thJcrftria for selection, and the qualifications and assesement of the varioui candidates for the position lies mainly within the knowledge of the employer. This is particularly true in cases of indirect discrimination when the ictual criteriiof selection for a position may have been established over many years. In many countries, the burden of proof lies on the 39
complainant with the employer not obriged to produce evicrence tencring to show that non-discriminitory reasons exprain the rejection. rt" employer may win the case imply_ by saying nothing and by merely challenging the inbrferences drawn by thecompla"inant. The Committee notes with interest that in some countries,- once the complainant has produced prausible or prima facie evidence of discrimination, the burden'"i ;;;;; shifb to the employer. Paragraph
81:
of the most important procedural problems that arises when a person T" alleges that there has been discrimination in emproyment or occupation is connected with the fact that the burden or p.oring the discrimination underlying the act complained of lies with th; co-piai.,ont, which smay represent an insurmountable obstacle as regards affording remedies for the harm euffered. while at times the evidence can be collected without undue diffrcdty (in the case, for example, oi aarertise*";;-f;. ;ob ,acancies where the dlscrimination is obvious), more often the discrimination involves an action or activity that is suspected rather than established and difficult to Provg particularly in the case of indirect or systematic discrimination, and more so when the information and records ttrrt t .r*ait * evidence
are generally held by the person being ^igt accused of disc"rimination.
Ile medies an d
S an c
tion s
Paragraph 232 Another obstacle to t\g eneclve apprication of the right to lodge
a complaint before a quasi-jurisdictionar uoip ana abo bef6re an oidinary court empowered to settle this sort of dispute, is the victims,, as well as the witnessec, fear of possible reprisars uy *re emproyer. In Brazif the absence of.specific complainb in resiect of iiscrimination on the basis of sex or colour is considered by the government to be due to the fact that the victims refuse to be identified oyt oif"r. of reprisals and also u*urr" *,"y entertain doubts as to the effectiveness and impartiality of the public authorities. Reprisals can take different forms, but in the majority ,i;;; the worker and the persons who helped him or her are dismissed.
40
Htv/AIDS Paragraph 26rl:
plsciiminatory practices may take many forms, which are often hidden' For examplg *orie6 may be questioned aLout their HIV status, or be required to submitto AIDS sgeening, most often withouttheir knowledge. They may also be dismissed solely oi the grounds of their HIV status. Each of these practices constitutes discrimination. Although there are occuPations in which HIV status should be taken into account, they are very few. In order for HIV status as such to be a valid ground of discriminatioO it must constitute a barrier to performing a particular job. While HlV-positive status for is an unacceptable ground of disirimination, and has been so designabd occupations-in are there countries, most jobs in an ircreasing number of whici a person's HlV-posiive status should be taken into account when his or her fiLress for a iob is being assessed. For examplg lursT, doctors or dentisb whose field of specializa$on (such as surgery or the administration be of injections) involves u iitk of contact that could tansmit the virus could proof should of burden the considered is unfit for their job; in these cases, lie on the employer. Refusal io hire an HlV-positive person or to retain him or her in emptoyment should, in this case, be bised on grounds other than the person's- state of health. The harshest discrimination to which HIVpositve workers may be subjected occurs at the workplace, among fellow workers who may reject these persons owing to ignorance, prejudice or fear of illness. This type of discrimination, which is psychologically distressing for the worker who is ostracized, is often based on rumours' In fact, there is limited risk at the workplace of transmitting the virus through contact with a person with HIV or atOS except in cases of health<are worker€, or others *h"r" there may be cub or other contact that risks transmission of bodily fluids. It is in any case recommended to these workers that they take special precautions in performing their duties. Paragaph 265: In th; countries that have added this ground to the prohibited grounds of discrimination laid down in the convention, it is not lawful to refuse a iob to an applicant or to dismiss a worker for the sole reason that he or she is or is HlV-positive, unless it can be obiectively established in ,rrp*t"d of being'the ubr"r..u of infection is a necessary occupational good ruitt that iequirement. Another condition on which this may be done is if it is established that the infection would evidently and significantly hamper the performance of the job, which would in effect amount to finding the person unfit for the job foi medical reasons. As the Committee pointed out in its General Survey of 1988, "it would aPpear that the state of health of a person shoutd be taken into account in assessing his or her aptifude for a specific job, although he or she should not be subiect to the burden of proving his or 47
her aptifude where
concemed" (paragraph-rhe. 71).
consequences
of past or
present diseases are
Paragraph 265: Persons with declareg ArDs symptoms and a-medical prognosis indicating
that the disease will hampe. ti .,o.orul, regular p".rorori." or tn" job, or of other duties which migtrt be" offerecr as an alternative, are in a sifuation comparable to that of those who suffer from any other illness that makes them unfit for the job.
Excerpt on General Survey on the Termination of Emproyment convention (No.{58) and Recommendation (No.l 66), 1gB2- protection Against Unjustified Dismissal Definition and Methoik of Impbmentation
1* Under Article Paragraph
3 o{ the Conventiory the terms ,,termination,, and "terminaffon of employmen(' mean termination or at the initiative of the employer, which restricts the ".ptoy-ent of the substant'r"'r.op" Convention to this me*rod of terminatin-g the u^proyrrr"it rerationship, to the exclusion of others. under this definition, the instruments cover termination of the emproyment rerationship and .oi o*r". business relations - at the initiative or t}re employer - and not at the initiative of the workers or the parties.
as a result of a genuine and freely negouated
ug.**".t
between
Paragraph 2&
Furtherrrore, while the term "termination" means Ermination of the employment relationship and not other interruptions, as for example suspension of the employment contract, it should be noted that such suspensiorl for example, due to ilrness or maternity, is directry related to brmination of the employment relationship in so far as in some countries the worker is protected against termination during the period of suspension t
of the contract Paragraph 21:
It should also be noted that the definition of termination given for the purpose of the convenqon does not require countries to arter the
terminology they use, provided that the subitantive p;;;i;.; law are applied to the persons covered by the instruments.2
in national
Paragraph 22 The manner in which the termination of an employment relationship is defined is of particular importance. If, instead of dismissal, the termination I
In the same way in some @untries, the 'laying gryination of emptoyment. ;ilsleyAt ' lLC, 67^ Session, I 9g I , Report V llt e), p.29
43
off'of
a worker is closcly linked to a
of the employment relationship though really at the inifative of
the
employer is wrongly labeled by him foi example as resignation, breach of conrait, retirement, modification of the contsact, fora maieure or Judicial termination, the rules of protection governing termination might apparently seem not to apply; but tire use of iuch terminology should not enable the
to ciriumvent the obliga6ons with regard to the probction pr"r..iU"a in the event of dismisJal Certain changes introduced by the
employer
lmployer, in par[cular as concerns conditioru of employment and which do ,,of urir" out of genuine operational requirements, might place the workers job or incur under pressure Jither to aicept such changes out to glv_e Yp his employey's the disregarded having for the risk of being sanctionLd a situafion whether verify to able be to inshuctions. It is therefore necessary of the termination real a or does not constitute a clisguised dismissal since Convention, the of sense relationship instigated by the employer in the jure unduly be de facto or otherwise the worker iot.ett ud would de deprived of the protection by the Convention.3
D is missals
lnfrin giug F ufldailM*al Rights
Puagraph 117: ...Wtren fundamental rights or the physical integrity or lives of workers are at stakg it would be desirable for conditions as to proof (reversal of the burden of proof) and measures of redress (reinstatement) to be such as to allow the workers to report illegal practices without fearing reprisals, although that is not an explicit requirement of convention No.158. Tempormy Absara
Paragraph 136:
ArtiJe 3 of the Convention provides that "temporary absence from work because of illness or injury shall not constitute a valid reason for terminaUon. The definition of what constitutes temporary abence from work, the extent to which medical cefification shall be requird and possible limitations to the application of paragraph 1 of this Article shall be determined in accordince with the methods of implementation referred to in Article 1 of this convention".
3
If the employer makes the conditions of a worker so intolsrable that the latter is forced to
resign, the'employer commits what is callcd in some countries a "constructive discharge" and (for the ivorkers r*y irt r legal proceedings as if he had been dismissed by the employer example : Uuited States).
M
Paragraph 137:
under this Articre, the termination of the employment rerationship because of a-temporary absence due to illness in principle, both valid; this reason is thus comparabre to those listed in Article 5 of the convention. The convention allows, however, ror certain restrictions that can be detennined by national methods of implement"uo. rrr" convention does not define the concept of illness or injury. These terms are. comm-only accepbd as meaning hT.T*r-a-nd injurythat are not rerated to ilrness and injury. Nor does it define ttre corrcept of temporary abslnce; however, hrm ".Emporary'-implies in fu"riti.t the protection |he may be restricted to a certain rength of absence. Moreorrer, not specify what sort of restrictions might ue estaurisned. one of the res*ictions could be r$ated- to repeated abslnces as a rerurt of ,lness.a It should also be mentioned that breach of contract following extended t"r*s-ar" to illness or injury if permitbd by nationar law shoul-d be seen u, u t irration that would normally give risl to severance.lro*rrr.", and other similar benefits, and not as a breach of contract br th" l'tre concept of temporary absence -e.mplo,"d
ii
work;t;;;rtional
,lr"-i;;;;;"-fu
po*i.
"
seems to be defined w national methods of implementation. It is essentialy defined in terms of ib rength, which varies considerably' and can range foom ,oo,e months to sevelal'years;s many counbies have adopted adoration of six months. In f.*u., temporary r1u!!s in r rrrp*irion or the emproyment 1=bs19e.senyltr contract for a specified period (with the emproylr .oii.,ui.,g t9 nrr'u"""io o" coverage being suppried in part or in fuil bi rr;i;ir".urity benefits) and a prohibition to hrminate emolovment duringihis Goa.or during a prescribed period.o Although ttre ionrrention reav[s *ru'Jerirrition of temporary absence to national provisions, the committ* .onria"rs that where the absence is defined in brms of its duratio.u it rr,orrJ be compatible with the aim of the Article' which is to protect a worker/s emproyment at a time when, for of fote majeure, he is unable to carry out his obligations. In other 1:"t1n: countries, the main .:bd-ol is capacity oi work. for e-xaipte, in one country, an illness s{fe{ by a worker cannot be deemed to constitute grounds for hrminauon of emptoymeniin so far., it tur-r,ot caused a substantial and permanent reducdoL oi.upr.ity for workz
;ltjl9::l,T.l:n1
le82r Rto..a of proceedings, p.30/8
i#,#,T::;;rt:;f::r13,,;ii;; ,;;i,"i,;;":
*H#ffi
Azerbatjan, Russian Federation;six
,ff:r;:Hfr),syrian ig;:r*i:r:i;l:;i:!iy::;,':,:?W#'!::;;'ir#;##i::i*; Arab repubtic, Z;;r;;;;;;;;:f;;;;;;:;;i:;r:;:#"*r:::ri
-_____ l#f**::*:l^'"!H:fl
jll:t*,-.g.l,idersitunsatisractorythatterminarionof
i13ffiil**s:,T1t*:l*:::::,:tll$;,:df;i;;7,ix;ffi $ii;ff :,1#,;y"1ff Efo',:fi .,,
Ig*"xxr1,:::::::i::;t{;l!;;i,;ift
,y::l'Ig.S.*ti.tl.qpqweaayr,i;;;l:i;i.ur. flFor example; Ft tond;;.ri;ii" C;;;fi;i Eilrily,*, n
45
,1r,oj:ffi::,".
Act, r e70.
Paragraph 1tl2 limf,ations can also be the consequence of repeated absences due to illness, the such ahences hing sometimes seen as disturbing the smooth running of
enterprise. Specifiially, in the case of persons infected by the human imm,nodeficiency ,i*s (HIV) and those suffering from acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), the statement resulting from a joint consultation held in 1988 by the world Health organization (wHo) in collaboration with the ILO recommends that workers infected with HIV who are in good health be treated in the same way as other workers, and that those riith HlV-related illness, including AIDS, be treated the same as any other ill workers. According to this statement, HIV infection is not a cause for termination of employmen$ persons with HlV-related illness should be able to work as long is medically fit for available, appropriate work.E With regards to such llhess, which may require periodic. beatnenl the Committee deems it particularly important to carefully weigh and evaluate the repercussions thit absencei of this kind may have in practice on the opur"Uo. of the enterprise, bearing in mind the difficult consequences that termination of employment can entail for the workers.g The commitEe points to the necesJity of taking appropriate measures to protect the persons who work in contact with those having such illnesses. Burden ofPtoof
Paragraph 1!t6:
Artiie d, paragraph 1, of the Convention provides that the bodies referred to in Article 8 'ishall be empowered to examine the reasons given for the termination and the other circumstances relating to the case and to render a decision on whether the terrrination was justified". Paragraph 197:
lnis"provision establishes the essential principle of the right to appeal, under whicir it must be possible for thee reasons and the circumstances relating to the case to be examined by an impartial body, enabling it to decide on the justification of the termination. This Paragraph, in a slightly different wording, was supported by the very large majority of governments from the beginning of the PreParatory work. I
Statemeut from the consultation on
doc.WHO/GPMNF/88.7
iTiCoroarU"courts
Rev.
AIDS and the workplace, 27-29 June 1988,
l.
have statod that
HtV
cannot be used as an aulomatic ground
fo
dismissal from employment, and have recognized HIV and AIDS as disabilities under fedcral *a prori"ciut lcgislaiion 0LC, tOfr Session, 1993, Report III (Part 4A), p.327; Convontion
no.lll,
Canada).
46
Paragraph 198:
As regards the burden of proof Article 9, paragraph 2, provides that ,,in order for the worker not to have to bear atone ttre"buia"" J jro"ing that the termination was not justified, the methods of implementauJn ieferred to in Article 1 of this convention shall provide for one or the other or both of the following possibilities: (a) the burden of proving th; of a valid reason for the termination as defined in Article 4 of this ";;;";e convention shall be empowered to reach a conclusion on the reason for the termination having regard to the evidence provided by the parties and accordir,fio p.oc"dr.e, provided by national law and practicd,. ' Paragraph 203:
The convention therefore distances itself from the haditionar concept of contract law, whereb)' bur(en of proof is placed ,h" ;;;;hinant. It is bu*9 in particular on {e the tadition or.o*rron raw""countries in which the employer was required to provide proof of the justificatio" of employment without notice for seri-ous misconduct ";;r*ination and on the concepts now current in other countriesin civil proceedings in which *re;uage decides in the light of evidence before ti*, *"irry-the evidence presented by the parties, participating in the search for the b"th, t*Uy ;fb" with real powers of investigation. It islbo linked to the principle whereby in labour dispubs legal provisions must be interpreted in favour of the worker. Remcdies: Reinstatemett md/or Cottpensation
Paragraph 218:
Under Article 10 of the Conventiory ,,if the bodies referred to in Article g... find that termination is unjustified ,nJiitt u"" .oi or do not find it practicable, in accordance with nationar "y raw and "-pori"."a p*.u.* to decrare
the tennination invalid and/or o.der o. propose -of of the workers, they shall be empowered to ordlr reinstatement
compensation or such other relief as may be deemed Paragraph
poy-".,i
adequate
lpirropJ"t",,.
21* fne-y-oraing of Articre.l0 gives preference to decraring the termination invalid and reinstating the *orter as remedies in the ."ur" or unjustifiecr termination of- employment. However, it is flexibre in that it offers other possible remedies, depending on the powers of the impartial body and the practicability of a decision -to nullify the termination and reinstate the
47
worker.lo The text specifies, moreover, that when compensation is paid should be "adequate".
it
Paragraph 231; Both-in iountries where financial compensation is offered as the sole remedy
and in those where legislation or practice allows a certain amount of flexibility between coipensation and reinstatemeni terminations of employment based ot on" o, several of the invalid reasons listed in Article 5
of the Conventiory and in particular those based on discriminatory grounds, are considered in some countries as null and void since they impair a basic human right, and entail the worker's reinstatementlr The application of the principle-of reinstatement in the event of the nullity of the termination of
employment is particularly important in the case of staff rePresentatives, bodies harre lffiro,ed this principte in_ recent years and ro^. "r,d "pp"at have favoured reinstatement as the penalty for wrongful dismissal, and thus for the nullity of the termination of employmenll2 However, -nullity of the termination of employment can also apply in the case of an ordinary worker if a fundamental righi is at stake, and can entail the workey's reinstatemenLr3 Paragraph 232 In th; Ugnt of the above, the Committee considers that compensation, in the case of termination of employment impairing a basic right, should be aimed
at compensating fully, both in financial and in occupational terms, the prejudice sufrered by the worker, the best solution generally being ieinstatement of the worker in his job with payment of unpaid wages and maintenance of acquired rights. In order to do this, the impartial bodies should have all the necessary powers to decide on the most apPropriate ILC, 686 Session, 1982, Record of Proceedings,p.30/10 t, This is the case for cxample lrr thi Domintcai Republic: s.391 of the Labour Code: the dismissal of a worker coveied by trade union immunity C'fuero sindical') is null and void' '0
iuch tcrmination requires the piior authorization ofthe labour Uibunal. In France,it accordance witlr ss.i-tZZ-45 ;f the Labour Code, the worker may not have his employment
terminatea on the ground of his origin, sex, customs, family situation' membcrship of an .thri. group, natioi or incapacity ii declared by the work's doctor, on the basis ofthe workeris state of health or disabitity, or for the normal exercise of the right to strike. All contrary acts in respect of the *otket are legally invalid' Under case'law, the employcr is prohibitc{ under sanotion of nullity, from discriminating within Oe monning of thc abovc'
',n*tiooia totion
(Coss.Soc., 15 May l99l); Italy,termination is null and void if it is basod grounds or whero thcro is a prooedural dofoct; howcvcr, the couscqucnccs on discriminatory
of these two forms of nullity differ. r2 For examplc: France'. Cass.Soc', 17 Mar.1993; 2 June 1993; Zl Oct'lc)93' ,, for.*u*ife;. France..the reinstatement of a suiker who had his employmgnt terminatcd for having exucised a public freedom can only be ruled out by the appeal body in the case of a rvorke-r's gross misconduct (misconduct characterized by tht wo1!9r's inteirt to harm the employer ofthe undertaking) (Cass.soc., 26 Sep.l990; 2l Feb'1991)
48
form of redress in the light of the circumstances, including the possibility of reinstatement when reinstatement is no provided us i fo*, of redress, yhel it is not possible or not desired by tlie worker, it would be desirable for the compensation awarded for termination of employment for a reason which impairs a fundamental human right to be commensurate with the prejudice suffered, and higher than foi other kinds of termination. The committee notes in this respect that in one county the upper limit of compensation that can be awarded in respect of sex oi racial discrimination has been repealed and the courb a.e empowered to award interest on compensation. The removal of this limit on compensation resulted in large a number of appeals being filed, in particular bywomen who had had their employment terminated in certain public services as a result of pregnancy. Average compensation is rising and substantial compensation has been awarded by some courts.la
bngth of Notia Period Paragraph 2rB:
under the terrrs of the convention, the period of notice must be of
"reasonable" duration. In reply to a governmen(s proposal to specify the o{ the notice period in the instrument on the basis of the workels l""sq length of seMce or skills, it was considered preferable to leave this to the discretion of each state.ls In the event of aispute, it would be for the supervisory bodies to determine whether the duration is ,,reasonable,,. The provisions relating to the period of notice vary greafly from one country to another. ln countries where conhacts or employmlnt are governed by legislative provisions, the latter arso usually proviie ror p"rira of notice. The notice periods laid down by legislation are minimum " periods, which may be extended by collective agreement 16 by the contract ibelf or by custom. In some cases, notice is only gore.ned by legislation if it is not covered by collective agreemen! or the iaw provider thut in the absence of
ta.tlntted Kygqtn: the Scx Discrimin-ation and Equar pay (Rcmedies) Regurations of 22 Nov.1993; the Race Relations (Remedies) Act of j luty ill+ *a trte naciieiations llnterest gn fyards) Rcgulations of l. Aug- 1994. The adoption Lf the Regulatiorr follows thc decision of the Court of Justice.olthe European Communities in-tle tvtantraU case (No.2) of Aug. I 993- Ayerag3 compensation has risen by 45 per cent. compensation in tne case or wome,n who have had their employment ter.irated in the public u, u [.rrt or pregnancy amounted to some t35,000,-thc sums varying bltween fg00 and f,299,000. The total arnout of compensation granted for discriminatioi *us ore, rt mitrion in rssr. r5lLC,67ft Scssion, 1981, Reiort VIII(2) 'o For example: Germany: s.622(4)of tire Civit Code.
oii6l
soi.,
,;i;
49
---
collective agleement the conditions and length of notice are determined by regulation or decree.17
Patagnph2L* The length of notice period varies considerably from one country to anothe& and sometimes within the same country and from one occupation or sector of economy to another. It may also differ depending on the type of contsacL the pay period or the category of worker concerned. It ofEn increases with length of servicg which is often the main criterion for determining the tength of the notice period, which increases in proportion to length of service.ls Sometimes the workey's age is the criterion applied.te Paragraph 245:
tn ottreicountries, the period of notice varies according to the pay period'2o A worker paid on a monthly basis is often entitled to between two weeks' and one month's notice, while a worker paid on a daily, weekly or fortnighfly basis is given one to two weeks' nofice. However, the periods 17 For exarnple Cameroon.. s.34 of the Labour Code of 1992; the couditions and length of notice are aetermined Uy ministerial order, altcr consultation with the National Consultative Labour Commission, taking account of the worker's length of service and occupational category; similarprovisions exist intheCentalAfricanRepublic'. s.43 ofActNo.6l'22lto promulgate tlre Labour Code; Cote d'lvoire; Mali: s.L.4l of the Labour Code, 1992' lt For fxamplc: Australia: s.170 DB(2) of the Industrial Relations Act, 1988, as amcndcd by tlre Indusfial Relations Reform Act, 1993: one to four weeks; Cambodia: four days for up to three months' length of sewice; three monfis for over ten years' length of servicc; Cltprus: s.9 of the Termination of Employment Act: notice varies between one week for 36 to 52 weels' service and six weeks for at least 208 weeks' servicc; Equatorial Guinea: one weck aftcr onc nronth, one month after six months: lirance: s.L. 122-6 of the Labour Code: one month for six months' to two years' servicc; two months for over two years' servicc; without prejudicc to more favouable provisions in the contract of employment, collective agre€ment or custom; Hungary: s.92 of Act No .22 of 1992 to promulgate the Labour Code: 30 days minimum; mo yaar miximum; thc 30-day pcriod is cxtcndcd in proportion to lcngth ofscrvico: such pxtension varies &om fivc days after three years' service to 60 days efter 20 years' scrvice; Iceland s.l of the Notice of Dismissal Act of 1979: one to tbree mofih; LuxemDtrg s.20 of the Act on employment contracts: two to six months; Poland: s.35 of the Labour Code. ,' for exampte : Sweden; s. I I of the Security of Employmart Act of 1982: two to six mouths' notice from the age of 25 to 45 years, after six months of service proceding thc notico, or 12 months of servicc during the last two years. 20For examplc Bangladesh: s.19 of Actno.vIII of 1965, as amended in 1985: 120 days for permanent;mployies paid on a monthly basis; 60 days if they are paid to anotrer basis; Brazil: s.487 of the Consolidation of Labour Laws: eight days for workers paid on a weckly or monthly basis or those with over l2 months' service,' Kuwait: s.53 of the Employmcnt I,8w of of 1964: 15 days for workers paid on a monthly basis, otherwise one week; Maurltlus;s.3\ of the Labour Aci, no.50 of l97i: three months for three year'continuous service, 14 days for rvorkers paid at 14-day intervals, notice period equal to pay intervals of less than 14 days. Specific notice p€riods exist for eertain categories of workers, such as agficultural and construction workers; Niger; interoccupational collcctive agreement dated 15 Dec. 1972: ono month for workers paid on a monthly basis, eight days for other.
50
may be longer. sometimes they increase with length of service for workers paid at the same intervals.2l Paragraph 246:
Different periods
of
notice are sometimes laid down depending on
occupational category or grade, both for workers whose notice period is based o1 pay periods and for those for whom it varies according to length of
service.22
The period
of
notice may therefore be longer
for
sararied
emp.loyees and highry skilled woikers than for *rf*ur.n".r, with additional increases in proportion to length of senrice for ea"ch category, or it may vary according to remuneration.23 In one county, the distinction betw-een wagrearnerg- and salaried employees was recently abolished.zr In anothercounky, a collective ag.eemenf in the metal/mining/energy sector incl.udgd notice periods for wige-earners similar to the staf,itory period of nodce for salaried employees.2s ln other countries, however, the duration of notice cannot be shorter than a fixed period, which is the same for alr workers.25 In some cases, the notice perioa does not include certain periods
during which the contract is suspended.zz 2r
For example: Qatar:Act no.3 of r962:for workers paid on yearly a or monthly basis, one month'g notice. for up to five years' service and two months' noiice ro. more; foi worteis paio on another basis. one week to one month's notice depending on length or."*ir".
of 1992;coted,Ivoire:s.lofDecree -lFgglgplq,tomeroor:s.34ofther,auouriJ. No'80'107 of2l June 1980: the notice period varies according to *t.ttre, tt e workers are R1d by the hour, week or month; for thi latrer, it depends A;.il;;; Ji-wortcer; lzaii:
s.L4l of the Labour code: notice varies accoriing to lengxh",of increased for foremen and assimilated persons and for manag#al and executive staff. " !o.r example; Belgrum: for wage-eamers the general rule is 2g days for under 20 years' soltce, and 5-6 days for 20 years or more; empliyment contracts may provide for seven days, notice for undcr six months' service; in some secio.s periods are reduces or iioeaseo uy oaet @otels and garages). For salaried empliyees, where gross annual remuneration foralnot o(ceed qoes a certain threshold, notice is at least three monhslor under five years' setrvice, increased by three months for each additionar p*oa oii*e v;;;.'\ 4r"r" rcmuneration exceeds the thLreshold, notice is determinld uy ugr..rn.ntJ*Jon factors such as the worker's age, length of service, job and remuneration. '- uermanyi ss.622 of the civil code, as amended bv thc Act of 7 oct. 1993 harmonizing penods of notice for dismissar of wage-eamem and salaried rrpr"yr* T}.l"uce period is four weela, increased after the uge'ol25- yea.s in proportion to length ofservice (one month for two years' service' up to seven monthi for 20 yeirs' sewice). iusia: tiris attinction stlt applied 25 austrla: information supplied by the Federal chamber of workers. Rep-ublic of Korea: s.27-2(t) of thc Labour Standards Act: 30 days ;; I':: -' tsor example Belgiun; the.notice period does not include certain specified periods for which is suspended (annual leove, pre_and postnatal matemiry leave, qetennon pendmg triar, certain periods of military duty, incapaci'ty for work (illness and tt{ury;, pmp-ensltory rest periods, total interrup;ion or caree.). l,i is exteided bv the duration of the suspension. similarly,if th. ".*iiotice a*ing 'trr. aperiod of suspension of 0re contract, the notice period begins p"i"a suspension has ended. "rrry "ri. "r
s;i;;ri,t;;
TTII:
*:g:::1,:lpf"Irrrt
tl*" "mpi;y;;;r.rilii..
51