UNIVERSITAS INDONESIA
Kebahagiaan dan Kualitas Hidup Penduduk Jabodetabek (Studi pada Dewasa Muda Bekerja dan Tidak Bekerja) Happiness and Quality of Life of Jabodetabek’s Citizen (Research on Employed and Unemployed Young Adults)
SKRIPSI
ASRI MUTIARA PUTRI 0805007031
FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM SARJANA DEPOK JUNI 2009
1
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
Kebahagiaan dan Kualitas Hidup Penduduk Jabodetabek (Studi pada Dewasa Muda Bekerja dan Tidak Bekerja) Happiness and Quality of Life of Jabodetabek’s Citizen (Research on Employed and Unemployed Young Adults)
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
ASRI MUTIARA PUTRI 0805007031
FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM SARJANA DEPOK JUNI 2009
2
Universitas Indonesia
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh Nama : Asri Mutiara Putri NPM : 0805007031 Program Studi : Psikologi Judul Skripsi : Kebahagiaan dan Kualitas Hidup Penduduk Jabodetabek (Studi Pada Dewasa Muda Bekerja dan Tidak Bekerja) Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan dite rima sebagai persyaratan yang dipe rlukan untuk me mperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI Pembimbing I :
(Dra. Yudiana Ratna Sari, M.Si) NIP. 132090791 Pembimbing II:
(Fitri Fausiah, S.Psi., M.Psi.) NIP. Penguji
:
(Dra. Amarina Ashar Ariyanto, M.Si., Ph.D.) NIP. 130701872 Penguji
:
Dra. Fivi Nurwianti, M.Si.) NIP. 0800300005 Depok, 19 Juni 2009 Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
(Dr. Wilman Dahlan Mansoer, M.Org.Psy) NIP. 130540025
ii
Universitas Indonesia
TANDA PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Nama NPM Fakultas Program Studi Judul Skripsi
: Asri Mutiara Putri : 0805007031 : Psikologi : Psikologi : Kebahagiaan dan Kualitas Hidup (Studi Pada Dewasa Muda Bekerja dan Tidak Bekerja di Jabodetabek)
Depok, 19 Juni 2009
(Dra. Yudiana Ratna Sari, Msi) NIP. 132090791
iii
Universitas Indonesia
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Asri Mutiara Putri NPM : 0805007031 Judul Skripsi : Kebahagiaan dan Kualitas Hidup Penduduk Jabodetabek (Studi Pada Dewasa Muda Bekerja dan Tidak Bekerja)
Menyatakan bahwa Skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Apabila saya mengutip karya orang lain, maka saya mencantumkan sumbe rnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Saya be rsedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Unive rsitas Indonesia apabila terbukti melakukan tindakan plagiat. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Depok, 19 Juni 2009
(Asri Mutiara Putri) NPM. 0805007031
iv
Universitas Indonesia
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Unive rsitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Fakultas Jenis Karya
: Asri Mutiara Putri : 0805007031 : Psikologi : Skripsi
Demi penge mbangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk me mberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Nonexclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “Kebahagiaan dan Kualitas Hidup Penduduk Jabodetabek (Studi Pada Dewasa Muda Bekerja dan Tidak Bekerja)”, beserta perangkat (jika ada). Berdasarkan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihkan bentuk, mengalihme diakan mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), me rawat serta memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta dan juga sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya secara sadar tanpa paksaan dari pihak mana pun.
Dibuat di Pada Tanggal
: Depok : 19 Juni 2009
Yang me mbuat pe rnyataan
(Asri Mutiara Putri) NPM. 0805007031
v
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR Hanya dengan rahmat, anugerah, dan ridho dari Allah SWT peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, sebagai pengabdian terakhir dalam menempuh pendidikan strata satu di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Skripsi ini disusun oleh peneliti dengan bantuan, dukungan, dan masukan dari berbagai pihak. Maka dari itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih dengan tulus kepada semua pihak yang telah bersedia memberikan kontribusinya dalam rangka penyelesaian skripsi ini : 1. Dra. Yudiana Ratna Sari, Msi, selaku dosen pembimbing pertama. Terima kasih atas waktu bimbingan dan diskusinya, serta bantuan dan sarannya yang sangat berharga. 2. Mellia Christia dan Fitri Fauziah, selaku dosen pembimbing kedua. Terima kasih atas masukan dan sarannya sehingga membuat skripsi saya menjadi lebih baik 3. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, atas ilmu yang telah diberikan kepada peneliti selama menempuh perkuliahan di fakultas ini. 4. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia atas kesediaannya memberikan bantuan selama peneliti menuntut ilmu di fakultas ini. 5. Seluruh responden skripsi, atas kesediaannya berpartisipasi dalam skripsi ini 6. Ayah, Ibu, kakak, dan adik tersayang. Terima kasih atas pengertian dan motivasinya yang membuat peneliti bersemangat untuk tetap berjuang menyelesaikan skripsi ini. Kupersembahkan skripsi ini untuk kalian dengan penuh cinta. 7. Sahabat-sahabatku terkasih
yang tergabung dalam penelitian payung
kebahagiaan, terima kasih atas bantuan kalian dalam me nyelesaikan skripsi ini. Tanpa kalian, skripsi ini tidak akan berhasil dengan baik. 8. Sahabt-sahabatku selama perkuliahan di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, terima kasih atas doa dan motivasi kalian selama ini, semoga kita bisa meraih mimpi- mimpi kita di masa depan. Depok, Juni 2009 Peneliti
vi
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama
: Asri Mutiara Putri
Program Studi : Psikologi Judul
: Kebahagiaan dan Kualitas Hidup (Studi pada Dewasa Muda yang Bekerja dan Tidak Bekerja di Jabodetabek)
Pekerjaan merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Individu yang bekerja merasakan berbagai manfaat dari pekerjaan, yang penting dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Disisi lain, di Jakarta saat ini semakin banyak jumlah individu yang tidak bekerja atau menganggur. Kondisi ini diprediksi akan memberikan dampak negatif terhadap kebahagiaan dan kualitas hidup individu. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai tingkat kebahagiaan dan kualitas hidup individu yang tidak bekerja bila dibandingkan dengan individu yang bekerja. Penelitian ini dilakukan pada 132 penduduk Jabodetabek. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen pengambilan data. Dalam rangka mengukur kebahagiaan, digunakan alat ukur Subjective Happiness Scale, sedangkan kualitas hidup diukur dengan alat ukur Schedule for Evaluation of Individual Quality of Life- Direct Weighting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang bekerja lebih bahagia dibandingkan dengan individu yang tidak bekerja. Namun, diperoleh hasil yang berbeda untuk kualitas hidup, dimana tidak terdapat perbedaan tingkat kualitas hidup antara individu yang bekerja dan tidak bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan memiliki pengar uh terhadap kebahagiaan, namun tidak berpengaruh terhadap kualitas hidup. Individu yang tidak bekerja ditemukan tidak memandang pekerjaan sebagai aspek kehidupan yang penting. Kondisi ini membuat individu yang tidak bekerja tetap dapat memiliki kualitas hidup yang baik. Kata Kunci
: Pekerjaan, Kebahagiaan, Kualitas Hidup
vii
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
: Asri Mutiara Putri
Study Program: Psikologi Title
: Happiness and Quality of Life (Research on Employed and Unemployed Young Adults in Jabodetabek)
Employment is an important aspect in human life. Being employed is beneficial to improve people’s well being. On the other side, in Jakarta currently number of unemployed people becomes higher. This condition is predicted as a cause of decline in happiness and people’s quality of life. The purpose of this research is to give a description about the happiness and quality of life of employed and unemployed people. This research involves 132 Jabodetabek’s citizens. Design of this research is a cross sectional study with questionnaire as an instrument for collecting data. Subjective Happiness Scale is used to measure happiness, while Schedule for Evaluation of Individual Quality of Life- Direct Weighting is used to measure quality of life. Result of this research show that employed people is happier than unemployed people. On the other side, this research found no difference between employed and unemployed quality of life. These results show that employment has an effect on happiness, but not affected quality of life. Employment is not seen as an important aspect of life by unemployed people. This condition make unemployed people can still have a good quality of life. Keywords
: Employment, happiness, quality of life.
viii
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................ LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. TANDA PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI...................................... LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................... KATA PENGANTAR ...................................................................................... ABSTRAK ........................................................................................................ ABSTRACT...................................................................................................... DAFTAR ISI..................................................................................................... DAFTAR TABEL............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................... 1.5. Sistematika Penulisan ..........................................................................
i ii iii iv v vi vii viii ix xi xii 1 1 8 8 8 9
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 11 2.1. Kebahagiaan......................................................................................... 11 2.1.1. Definisi Kebahagiaan .................................................................. 11 2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan .................................. 13 2.1.3. Pengukuran Kebahagiaan............................................................ 17 2.2. Kualitas Hidup ..................................................................................... 19 2.2.1. Definisi Kualitas Hidup .............................................................. 19 2.2.2. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup............................... 21 2.2.3. Pengukura Kualitas Hidup .......................................................... 22 2.3. Dewasa Muda....................................................................................... 24 2.4. Kerja..................................................................................................... 25 2.4.1. Definisi Kerja .............................................................................. 25 2.4.2. Makna Kerja................................................................................ 26 2.4.3. Tidak Bekerja .............................................................................. 28 2.4.4. Dampak dari Kondisi Tidak Bekerja .......................................... 30 2.5. Kebahagiaan dan Kualitas Hidup pada Dewasa Muda Bekerja dan Tidak Bekerja .................................................................................................. 31 3. PERMASALAHAN, VARIABEL PENELITIAN, DAN HIPOTESIS . 3.1. Permasalahan ........................................................................................ 3.2. Variabel Penelitian ................................................................................ 3.3. Hipotesis................................................................................................
ix
37 37 38 39
Universitas Indonesia
4. METODE PENELITIAN ......................................................................... 4.1.Partisipan Penelitian.............................................................................. 4.1.1. Karakteristik Partisipan............................................................... 4.1.2. Pemilihan Sampel ....................................................................... 4.1.3. Jumlah Sampel ............................................................................ 4.2.Tipe/Desain Penelitian .......................................................................... 4.3.Metode Pengumpulan Data ................................................................... 4.4.Instrumen Penelitian ............................................................................. 4.4.1. Pengukuran Kebahagiaan............................................................ 4.4.1.1. Metode Skoring Kebahagiaan ....................................... 4.4.2. Pengukuran Kualitas Hidup ........................................................ 4.4.2.1. Metode Skoring Kualitas Hidup .................................... 4.4.3. Adaptasi Alat Ukur ..................................................................... 4.4.3.1. Pengujian Subjective Happiness Scale .......................... 4.4.3.2. Pengujian SEIQOL-DW ................................................ 4.4.4. Data Kontrol................................................................................ 4.5. Prosedur Penelitian .............................................................................. 4.5.1. Tahap Persiapan .......................................................................... 4.5.2. Tahap Pelaksanaan ...................................................................... 4.5.3. Tahap Pengolahan Data .............................................................. 4.6. Analisis Data ........................................................................................
40 40 40 41 41 42 42 44 44 44 45 45 46 47 51 53 54 54 55 56 57
5. HASIL DAN ANALISIS........................................................................... 58 5.1. Gambaran Umum Subjek..................................................................... 58 5.2. Gambaran Kebahagiaan ....................................................................... 61 5.2.1. Perbandingan Kebahagiaan antara Dewasa Muda Bekerja dan Tidak Bekerja .................................................................................................. 62 5.3. Gambaran Kualitas Hidup.................................................................... 63 5.3.1. Perbandingan Kualitas Hidup antara Dewasa Muda Bekerja dan Tidak Bekerja ........................................................................................ 64 5.3.2. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Kualitas Hidup ................... 66 5.4. Hasil Tambahan ................................................................................... 67 6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN.............................................. 73 6.1. Kesimpulan .......................................................................................... 73 6.2. Diskusi ................................................................................................. 73 6.3. Saran..................................................................................................... 80 DAFTAR REFERENSI .................................................................................. 83
x
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Analisis Diskriminasi Item Subjective Happiness Scale ..........................47 Tabel 4.2. Korelasi Subjective happiness scale dengan BDI dan IKAD ...................48 Tabel 4.3. Norma Subjective happiness scale............................................................50 Tabel 4.4. Korelasi Global Quality of Life dengan BDI dan IKAD ..........................51 Tabel 4.5. Norma SEIQoL-DW .................................................................................52 Tabel 5.1. Penyebaran Usia Subjek ...........................................................................57 Tabel 5.2. Jenis Kelamin Subjek................................................................................57 Tabel 5.3. Status Pernikahan Subjek .........................................................................58 Tabel 5.4. Penyebaran Wilayah Tempat Tinggal Subjek .........................................58 Tabel 5.5. Latar Belakang Pendidikan Subjek ...........................................................59 Tabel 5.6. Jenis Pekerjaan Subjek..............................................................................59 Tabel 5.7. Penghasilan Subjek ...................................................................................60 Tabel 5.8. Aktivitas Mencari Pekerjaan.....................................................................61 Tabel 5.9. Rata-Rata skor Kebahagiaan.....................................................................61 Tabel 5.10. Frekuensi Skor Subjective happiness scale ............................................62 Tabel 5.11. Hasil t tes Skor Kebahagiaan ..................................................................62 Tabel 5.12. Hasil anova skor kebahagiaan berdasarkan jenis pekerjaan ................... 63 Tabel 5.13. Rata-rata Skor kebahagiaan berdasarkan jenis pekerjaan ....................... 64 Tabel 5.14. Rata-Rata skor Kualitas Hidup ...............................................................64 Tabel 5.15. Frekuensi Skor SEIQOL-DW .................................................................65 Tabel 5.16. Hasil t tes skor kualitas hidup .................................................................65 Tabel 5.17. Hasil Anova skor kualitas hidup .............................................................66 Tabel 5.18. Rata-rata Skor kebahagiaan berdasarkan jenis pekerjaan .......................66 Tabel 5.19. Aspek-aspek penting yang mempengaruhi kualitas hidup .....................67 Tabel 5.20. Daftar 5 Aspek Kehidupan Terpenting ...................................................68 Tabel 5.21.Gambaran Kebahagiaan Kelompok Bekerja Berdasarkan Demografi ....68 Tabel 5.22.Gambaran Kualitas Hidup Kelompok Bekerja Berdasarkan Demografi .70 Tabel 5.23. Gambaran Kebahagiaan Kelompok Tidak Bekerja Berdasarkan Demografi ..................................................................................................................71 Tabel 5.24. Gambaran Kualitas Hidup Kelompok Tidak Bekerja Berdasarkan Demografi ..................................................................................................................72
xi
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Alat Ukur Lampiran A.1. Alat Ukur Subejctive Happiness Scale Lampiran A.2. Alat Ukur SEIQOL_DW Lampiran B. Hasil Analsis Statistik dengan SPSS 13.0 for Windows Lampiran B.1.
Frekuensi Gambaran Umum Subjek kelompok Bekerja
Lampiran B.2.
Frekuensi Gambaran Umum Kelompok Tidak Bekerja
Lampiran B.3.
Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Lampiran B.4.
Rata-rata Skor Kebahagiaan dan Kualitas Hidup Kelompok Bekerja
Lampiran B.5.
Frekuensi Skor Kebahagaan dan Kualitas Hidup Kelompok Bekerja
Lampiran B.6.
Rata-rata Skor Kebahagiaan dan Kualitas Hidup Kelompok Tidak Bekerja
Lampiran B.7.
Frekuensi Skor Kebahagiaan dan Kualitas Hidup Kelompok Tidak Bekerja
Lampiran B.8.
Frekuensi Aspek Kehidupan Kelompok Bekerja
Lampiran B.9.
Frekuensi Aspek Kehidupan Kelompok Tidak Bekerja
Lampiran B.10. T-Test Kebahagiaan dan Kualitas Hidup (kel bekerja dan tidak bekerja) Lampiran B.11. Oneway
Anova
Kebahagiaan
dan
Kualitas
Hidup
(berdasarkan jenis pekerjaan) Lampiran B.12. T-Test Kebahagiaan berdasarkan jenis kelamin pada kel bekerja Lampiran B.13. T-Test Kebahagiaan berdasarkan status pernikahan pada kel bekerja Lampiran B.14. Anova Kebahagiaan berdasarkan pendidikan pada kel bekerja Lampiran B.15. Anova Kebahagiaan berdasarkan penghasilan pada kel bekerja Lampiran B.16. T-Test Kualitas hidup berdasarkan status pernikahan pada kel Bekerja
xii
Universitas Indonesia
Lampiran B.17. T-Test Kualitas hidup berdasarkan jenis kelamin pada kel bekerja Lampiran B.18. Anova Kualitas Hidup Berdasarkan pendidikan pada kel bekerja Lampiran B.19. Anova Kualitas Hidup Berdasarkan penghasilan pada kel bekerja Lampiran B.20. T-Test Kebahagiaan berdasarkan jenis kelamin pada kel tidak bekerja Lampiran B.21. T-Test Kebahagiaan berdasarkan status pernikahan pada kel tidak bekerja Lampiran B.22. Anova Kebahagiaan berdasarkan pendidikan pada kel tidak bekerja Lampiran B.22. T-Test Kualitas hidup berdasarkan jenis kelamin pada kel tidak bekerja Lampiran B.23. T-Test Kualitas Hidup berdasarkan status pernikahan pada kel tidak bekerja Lampiran B.24. Anova Kualitas Hidup Berdasarkan pendidikan pada kel tidak bekerja Lampiran B.25. Frekuensi usia subjek berstatus lajang pada kelompok tidak bekerja Lampiran B.26. Penghasilan Pegawai Negeri dan BHMN Lampiran B.27. Penyebaran Usia dan Status Pernikahan Subek Laki- Laki pada Kelompok Tidak Bekerja Lampiran B.28. Penyebaran Usia dan Status Pernikahan Subjek Wanita pada Kelompok Tidak Bekerja
xiii
Universitas Indonesia
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ―Lieben und arbeiten‖- untuk mencinta dan untuk bekerja. Pernyataan Freud ini menggambarkan dua ranah utama dari kehidupan orang dewasa, dimana pekerjaan merupakan salah satunya. Dalam masa perkembangan dewasa muda, pekerjaan merupakan salah satu tugas perkembangan utama yang harus dipenuhi. Pekerjaan memiliki banyak fungsi dalam kehidupan manusia. Salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan. Namun bagi kebanyakan orang, makna pekerjaan tidak hanya dilihat dari kompensasi uang yang diperoleh. Pekerjaan memberikan banyak makna lain pada kehidupan manusia, antara lain memberikan makna lebih mendalam bagi pengembangan individu. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Craig (1986), bahwa kerja merupakan kesempatan bagi individu untuk mengembangkan kreativitas dan produktivitas serta meningkatkan harga diri. Selain itu, menurut Lemme (1995), pekerjaan merupakan faktor utama yang menentukan status dan kelas sosial ekonomi individu. Namun demikian, sangat disayangkan bahwa saat ini semakin banyak jumlah orang yang tidak dapat bekerja. Di Indonesia sendiri, jumlah penduduk yang tidak bekerja semakin meningkat, khususnya sejak terjadinya krisis ekonomi global baru-baru ini. Hingga tanggal 12 Desember 2008, di Indonesia sudah ada 41.415 jumlah pekerja yang mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK) dan rencana PHK, serta 25.688 pekerja yang dirumahkan dan rencana diruma hkan (Humas Depnakertrans dalam endonesia, 2008). Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) mencatat sembilan dari 11 propinsi menanggung beban yang paling berat dalam menghadapi dampak
krisis keuangan
global,
khususnya dampak
pada
pemutusahan hubungan kerja (PHK) dan rencana PHK massal. Menakertrans Erman Suparno di Jakarta, mengatakan sembilan propinsi tersebut diantaranya Sumatra Utara, Riau, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah (swaberita, 2008). Dari data
Universitas Indonesia
2
tersebut diketahui bahwa DKI Jakarta merupakan salah satu propinsi yang akan terkena dampak cukup berat akibat krisis ekonomi global, khususnya pemutusan hubungan kerja (PHK). Meningkatnya jumlah pekerja yang di PHK berarti bahwa jumlah warga Jakarta yang tidak bekerja semakin meningkat. Selain karena pemutusan hubungan kerja (PHK) ada beberapa kondisi lain yang menyebabkan individu pada usia dewasa muda tidak bekerja. Kondisi tersebut antara lain kecelakaan fisik yang menyebabkan individu tidak dapat bekerja, pensiun, memilih berhenti dari pekerjaan yang sedang dijalani, tidak memperoleh lapangan pekerjaan, dan memilih untuk tidak bekerja dalam hidupnya (Neimeyer, 2000; Genda, 2006). Berbagai kondisi tersebut tentunya memberikan dampak bagi kondisi fisik maupun psikis individu yang tidak bekerja. Secara umum, kondisi tidak bekerja akan memberikan dampak negatif bagi individu yang mengalaminya baik bagi individu yang tidak bekerja karena kehilangan pekerjaannya (kecelakaan kerja, PHK, tidak memperoleh lapangan kerja) ataupun bagi individu yang tidak bekerja karena sukarela memilih untuk tidak bekerja. Dampak yang paling nyata adalah individu yang tidak bekerja kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun demikian dampak ini masih dapat diatasi oleh sebagian orang yang memiliki dukungan materi dari orang-orang disekitarnya, sehingga walaupun mereka tidak bekerja mereka masih dapat melangsungkan hidupnya. Dampak yang lebih besar adalah pada kondisi psikologis dari individu yang tidak bekerja. Individu yang tidak bekerja kehilangan kesempatan untuk mencapai prestasi, kemungkinan pengenalan diri, kemajuan, dan pengembangan pribadi (Herzberg, dalam Furnham, 1988). Selain memberikan dampak negatif, kondisi tidak bekerja ternyata juga dapat memberikan dampak positif bagi kalangan tertentu. Menurut Totman (1990) pada beberapa kasus, individu yang tidak bekerja menyukai kebebasan mereka dan mengambil keputusan untuk menikmati aktivitas dan memenuhi ambisi yang tidak dapat terpenuhi bila mereka bekerja. Hal ini kembali didukung oleh Glaptys (1989 dalam Dianasari, 1996) yang mengungkapkan adanya efek positif dari ketiadaan pekerjaan, yaitu adanya waktu luang untuk melakukan berbagai macam
Universitas Indonesia
3
hal yang diinginkan, dan tidak adanya kewajiban dan keharusan melakukan kegiatan tertentu. Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa kondisi tidak bekerja memberikan dampak yang berbeda-beda bagi setiap individu. Selain itu, seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa pada usia dewasa muda pekerjaan merupakan salah satu tugas perkembangan yang cukup penting untuk dipenuhi. Hal ini berarti bahwa individu pada usia dewasa muda yang tidak bekerja belum dapat
memenuhi
tugas
perkembangannya.
Tidak
terpenuhinya
tugas
perkembangan ini dapat mempengaruhi kualitas hidup individu tersebut (Wardhani, 2006). Setiap individu mengejar kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan sendiri merupakan keadaan psikologis yang positif ditandai dengan tingginya derajat kepuasan hidup, emosi positif, dan rendahnya dera jat emosi negatif (Carr, 2004). Selain itu, menurut Veenhoven (2001) kebahagiaan merupakan komponen penting yang turut menentukan kualitas hidup individu. Kualitas hidup secara umum dibedakan menjadi kualitas eksternal dan internal individu (Veenhoven, dalam Filep, 2004). Kualitas eksternal berkaitan dengan kondisi lingkungan individu, sedangkan kualitas internal berhubungan dengan kondisi subjektif individu seperti otonomi, kreativitas, kontrol terhadap realitas, serta kesejahteraan subjektif dan kebahagiaan yang dirasakan individu. Kondisi subjektif dianggap lebih berperan dalam mempengaruhi kualitas hidup, karena kondisi kehidupan tertentu tidak menghasilkan reaksi yang sama pada setiap individu, tiap-tiap individu
memiliki
definisi
masing- masing
mengenai
hal- hal
yang
mengindikasikan kualitas hidup yang baik dan buruk (Brown et al., 1997). Dalam hal kebahagiaan, setiap individu juga memiliki pemaknaan yang berbeda terhadap kebahagiaan yang ia rasakan, dengan kata lain, kebahagiaan yang berhubungan dengan aspek internal dari kualitas hidup akan mepengaruhi baik tidaknya kualitas hidup individu tersebut. Selain itu menurut Veenhoven (2001), kebahagiaan berhubungan dengan seberapa individu menikmati hidupnya secara keseluruhan. Disisi lain, menurut O’Connor (1993) faktor utama yang menentukan kualitas hidup individu adalah persepsi individu terhadap kesenjangan antara apa yang ada dengan apa yang
Universitas Indonesia
4
mungkin terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas hid up lebih menekankan pada penilaian secara kognitif dan mencakup tentang aspek-aspek kehidupan tertentu yang dimaknai secara berbeda oleh setiap individu. Oleh karena itu, untuk melihat penilaian individu tentang kualitas kehidupannya perlu dilakukan pengukuran kebahagiaan secara umum dan pengukuran kualitas hidup yang lebih spesifik pada aspek-aspek kehidupan yang dianggap penting oleh individu, sehingga walaupun kebahagiaan merupakan bagian dari kualitas hidup, peneliti melihat perlu dilakukan pengukuran yang berbeda untuk keduanya. Berdasarkan pemaparan sebelumnya, yaitu tidak dimilikinya pekerjaan pada usia dewasa muda akan mempengaruhi kualitas hidup maka kondisi tersebut juga akan mempengaruhi kebahagiaan individu. Hal ini diperkuat oleh Izawa (2004) yang menyatakan pekerjaan sebagai salah satu faktor demografi yang penting mempengaruhi kebahagiaan dibandingkan faktor demografi lain. Pekerjaan menjadi hal yang utama karena pekerjaan memberikan aktivitas yang menghabiskan sepertiga waktu individu (8 jam perhari), dimana waktu ini setara dengan waktu yang dihabiskan individu untuk tidur dan melakukan berbagai aktivitas lainnya. Selain itu, bila dikaitkan dengan fenomena pengangguran yang sudah dijelaskan sebelumnya, berbagai dampak negatif dan positif dari kondisi tidak bekerja tentu juga akan berpengaruh terhadap kebahagiaan yang ia rasakan dan lebih jauh lagi dapat mempengaruhi kualitas hidupnya. Penelitian yang dilakukan di negara-negara Eropa menunjukkan bahwa individu yang tidak bekerja memiliki tingkat kebahagiaan yang paling rendah dibandingkan dengan kelompok yang lain (pekerja full time, pensiunan, ibu rumah tangga, pelajar, dan lain- lain) dan pekerja full time memiliki tingkat kebahagiaan yang paling tinggi (Guven & Sorensen, 2007). Temuan yang serupa juga diperoleh Clark dan Oswald (dalam Dowling, 2005) yang menyatakan bahwa kehilangan pekerjaan memiliki dampak yang lebih buruk pada kesejahteraan daripada peristiwa lain, seperti perceraian dan perpisahan. Dalam hal kualitas hidup juga diperoleh hasil penelitian yang tidak jauh berbeda dimana individu yang bekerja memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan individu yang tidak bekerja (Hultman, Hemlin, dan H¨ornquist, 2006). Dalam penelitian tersebut perbedaan yang paling menonjol antara individu
Universitas Indonesia
5
yang bekerja dan tidak bekerja terlihat pada aspek finansial dan pemaknaan hidup secara keseluruhan, sedangkan aspek yang perbedaannya tidak cukup besar namun tetap signifikan adalah aspek keluarga, aktivitas, dan kemampuan kognitif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek finansial merupakan salah satu aspek yang berperan penting mempengaruhi kualitas hidup individu yang tidak bekerja. Individu yang bekerja memiliki kualitas hidup yang lebih baik dan menjadi lebih bahagia karena memperoleh berbagai manfaat dari pekerjaan, seperti keuangan, hubungan pertemanan, dan kepuasan personal (Smolak, 1993). Bagi individu yang tidak bekerja, berbagai dampak buruk dari hilangnya pekerjaan menurunkan kualitas hidup individu tersebut dan membuatnya menjadi kurang bahagia bila dibandingkan dengan individu yang bekerja. Tidak dimilikinya pekerjaan tidak hanya membuat seseorang tidak memiliki penghasilan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan finansial, namun juga memberikan dampak tambahan berupa psikologis dan social, seperti kehilangan harga diri dan status social yang diperoleh dari pekerjaan (Dowling, 2005). Selain itu, dampak dari pengangguran akan semakin besar ketika individu yang tidak bekerja berada dalam lingkungan masyarakat yang menganggap pekerjaan adalah hal yang penting sehingga tidak bekerja sering dianggap sebagai kegagalan personal (Kelvin & Jarret dalam Argyle, 1999). Lamanya masa tidak bekerja juga mempengaruhi kesejahteraan yang dirasakan individu. Semakin lama individu tersebut tidak bekerja, semakin buruk pengaruhnya terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan yang ia rasakan (Jackson et al. dalam Argyle, 1999). Berbeda dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya, terdapat pula hasil penelitian lain yang menunjukkan bahwa kondisi tidak bekerja tidak selamanya membuat individu menjadi tidak bahagia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Inglehart (dalam Argyle, 1999) diperoleh bahwa terdapat 61 % individu yang tidak bekerja merasa puas dengan hidupnya walaupun jumlah ini memang lebih sedikit bila dibandingkan dengan individu yang bekerja. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa bagi sekelompok individu, kondisi tidak bekerja tidak memberi dampak buruk pada kepuasan hidup yang dirasakannya. Kepuasan hidup merupakan komponen penting yang turut menentukan kebahagiaan yang
Universitas Indonesia
6
dirasakan individu, bila individu puas dengan hidupnya dapat dikatakan ia juga merasa bahagia dengan hidupnya. Dengan kata lain individu yang tetap merasa puas dengan hidupnya walaupun tidak bekerja dapat dikatakan juga merasa bahagia dengan hidupnya. Hal ini juga didukung oleh Starrin & Larsson (dalam Hultman, Hemlin, dan Hornquist, 2006) yang menemukan bahwa kondisi kesehatan dari beberapa individu yang tidak bekerja justru meningkat karena mereka dapat terlepas dari pekerjaan yang tidak memuaskan. Selain itu, beberapa individu juga dapat memperoleh aspek positif dari kondisi tidak bekerjanya, seperti kemandirian, perilaku pro aktif, dan semangat untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan nilai yang dianutnya (Fryer dan Payne dalam Hultman, Hemlin, dan Hornquist, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Bockerman dan Ilmakunnas (2005) di Finlandia bahkan menemukan bahwa kondisi tidak bekerja tidak berpengaruh terhadap kebahagiaan. Hal ini mungkin dikarenakan masyarakat Finlandia sudah beradaptasi dengan tingginya tingkat pengangguran yang terjadi sejak tahun 1990. Terdapat kemungkinan bahwa pandangan sosial terhadap buruknya pengangguran telah menurun sehingga individu yang tidak bekerja tidak lagi terpengaruh oleh pandangan negatif dari masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijelaskan di atas tentang pengaruh pekerjaan terhadap kebahagiaan dan kualitas hidup individu, dapat disimpulkan bahwa kondisi tidak bekerja yang diprediksi memberikan dampak negatif bagi individu, ternyata juga dapat memberikan hal positif bagi individu. Sebagian individu yang tidak bekerja tetap memiliki kualitas hidup dan kebahagiaan yang tinggi karena mereka dapat beradaptasi serta mencari nilai positif dari kondisi tidak bekerja. Selain itu, individu yang tidak bekerja juga berada dalam lingkungan masyarakat yang tidak lagi memandang pengangguran sebagai hal yang negatif, sehingga hal ini tidak memperburuk persepsi individu tentang dirinya. Jakarta sebagai ibukota negara merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian. Pembangunan kota Jakarta relatif lebih cepat dibandingkan kotakota lain di Indonesia. Pembangunan ini terlihat dari lengkapnya fasilitas yang terdapat di kota Jakarta dibandingkan daerah lain, seperti lembaga pendidikan,
Universitas Indonesia
7
sarana transportasi, pelayanan kesehatan, tempat hiburan, dan fasilitas lainnya. Namun demikian, selain memberikan fasilitas yang lengkap bagi warganya, Jakarta juga memiliki beberapa permasalahan yang cukup berat mempengaruhi kehidupan warganya. Masalah tersebut antara lain meningkatnya jumlah kemiskinan, kriminalitas, dan pengangguran akibat kepadatan penduduk (antara.co.id). Masalah bencana alam, yaitu banjir juga sudah menjadi hal yang rutin dihadapi warga Jakarta setiap datangnya musim penghujan. Berbagai masalah ini tentu saja menuntut warga Jakarta untuk berusaha lebih keras dalam mempertahankan hidup. Dalam kondisi ini, pekerjaan menjadi salah satu hal utama yang harus dimiliki oleh warga Jakarta. Tanpa pekerjaan, warga Jakarta akan kesulitan memenuhi tuntutan hidup dan persaingan yang ada sehingga dapat berdampak buruk terhadap kesejahteraan psikologisnya. Hal ini membuat pekerjaan menjadi faktor penting yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kebahagiaan dan kualitas hidup warga Jakarta. Dalam kondisi seperti ini bagaimanakah warga Jakarta khususnya penduduk yang tidak bekerja memandang kebahagiaan dan kualitas hidup mereka? Tingginya tingkat persaingan untuk mempertahankan hidup dapat menurunkan kebahagiaan dan kualitas hidup penduduk yang tidak bekerja. Disisi lain tingginya tingkat pengangguran sejak krisis moneter tahun 1997 bisa saja membuat warga Jakarta memandang pengangguran sebagai hal yang wajar sehingga tidak mempengaruhi kebahagiaan dan kualitas hidup yang mereka miliki. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melihat gambaran kebahagiaan dan kualitas hidup warga Jakarta dan sekitarnya yang dikaitkan dengan status pekerjaan (bekerja dan tidak bekerja). Penelitian ini dilakukan mengingat peneliti belum menemukan adanya penelitian serupa yang perna h dilakukan di Indonesia, khususnya di Jakarta. Disisi lain, informasi tentang kebahagiaan dan kualitas hidup warga Jakarta, khususnya warga yang tidak bekerja penting untuk diketahui. Informasi ini dapat menjadi informasi penunjang untuk memberikan intervensi pada kelompok masyarakat yang tidak bekerja sehingga dapat meningkatkan kebahagiaan dan kualitas hidup mereka. Oleh karena itu, peneliti menganggap perlu untuk melakukan penelitian yang melihat
Universitas Indonesia
8
kebahagiaan dan kualitas hidup pada individu yang bekerja dan tidak bekerja. Penelitian akan dilakukan pada kelompok dewasa muda (18-40 tahun) yang bekerja dan tidak bekerja di wilayah Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek). Hal ini dilakukan mengingat pada usia dewasa muda pekerjaan merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi.
1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana gambaran kebahagiaan pada dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja di Jabodetabek? 2. Apakah ada perbedaan tingkat kebahagiaan yang signifikan antara dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja di Jabodetabek? 3. Bagaimana gambaran kualitas hidup pada dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja di Jabodetabek? 4. Apakah ada perbedaan tingkat kualitas hidup yang signifikan antara dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja di Jabodetabek? 5. Apa saja aspek-aspek kehidupan yang dianggap penting bagi dewasa muda di Jabodetabek dalam mempengaruhi kualitas hidupnya?
1.3. Tujuan Penelitian 1. Sebagai peneliatian awal untuk melihat gambaran kebahagiaan dan kualitas hidup pada dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja di Jakarta 2. Untuk melihat perbandingan kebahagiaan dan kualitas hidup antara dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja di Jakarta 3. Untuk mengetahui aspek-aspek penting yang mempengaruhi kebahagiaan dan kualitas hidup dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja.
1.4. Manfaat Penelitian Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu psikologi khususnya pada kajian mengenai kebahagiaan dan kepuasan hidup yang merupakan salah satu kajian dari psikologi positif dalam kaitannya dengan status pekerjaan. Selain itu, mengingat penelitian ini merupakan
Universitas Indonesia
9
penelitian awal untuk melihat gambaran kebahagiaan dan kualitas hidup masyarakat Jakarta maka hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya bidang psikologi klinis dan sosial. Adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai besarnya pengaruh dari kondisi bekerja dan tidak bekerja terhadap kebahagiaan dan kualitas hidup warga Jakarta, serta aspek-aspek apa yang mempengaruhi kebahagiaan dan kualitas hidup warga Jakarta. Dengan begitu, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi warga Jakarta untuk meningkatkan kebahagiaan dan kualitas hidup mereka. Lebih jauh lagi, hasil penelitian ini dapat dijadikan
pertimbangan
bagi
pihak-pihak
yang
berkepentingan
untuk
mengoptimalkan level kebahagiaan warga Jakarta khususnya pada kelompok individu yang tidak bekerja.
1.5 Sistematika Penulisan Laporan penelitian ini terdiri dari enam bagian. Adapun sistematika penulisan pada laporan ini adalah sebagai berikut: Bab I : pendahuluan yang berisi latar belakang dilakukannya penelitian mengenai kebahagiaan dan kualitas hidup pada dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja di Jakarta dan menjelaskan urgensi dari penelitian yang akan dilakukan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian—baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis—serta sistematika penulisan yang akan digunakan dalam penelitian ini. Bab II : mengulas dasar-dasar teori yang digunakan untuk mendukung penelitian yang akan dilakukan, yaitu teori mengenai kebahagiaan, kualitas hidup, teori perkembangan dewasa muda, bekerja dan tidak bekerja, serta hubungan kebahagiaan dan kualitas hidup dengan kondisi bekerja dan tidak bekerja. Bab III : menguraikan permasalahan, hipotesis, dan variabel penelitian, baik secara konseptual maupun operasional. Bab IV : memberikan penjelasan mengenai metode penelitian yang digunakan, yang terdiri dari tipe dan desain penelitian, partisipan penelitian, teknik
Universitas Indonesia
10
pengambilan sampel, instrumen penelitian, pengujian instrumen penelitian, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisis data yang akan dilakukan. Bab V : merupakan bagian hasil dan analisis hasil dari data penelitian. Pada bagian ini dijelaskan mengenai gambaran umum partisipan penelitian, gambaran kebahagiaan dan kualitas hidup pada penduduk ya ng bekerja dan tidak bekerja, serta perbandingan kebahagiaan dan kualitas hidup diantara kedua kelompok tersebut. Selain itu juga disertakan hasil tambahan yang didapatkan dari penelitian ini, yaitu aspek-aspek yang dianggap penting oleh warga Jakarta dala m mempengaruhi kualitas hidup. Bab VI : berisi kesimpulan yang menjawab permasalahan penelitian, diskusi yang memuat perbandingan dengan temuan-temuan sebelumnya serta keterbatasan penelitian, saran teoritis untuk mengembangkan penelitian, dan saran praktis yang dapat dilakukan berdasarkan hasil penelitian.
Universitas Indonesia
11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebahagiaan 2.1.1. Definisi Istilah kebahagiaan oleh beberapa tokoh sering disamakan dengan kesejahteraan subjektif (Diener et al., 2003). Hal ini dikarenakan definisi kebahagiaan telah menjadi perdebatan selama berabad-abad sehingga beberapa ilmuwan menggunakan istilah kesejahteraan subjektif sebagai istilah ilmiah dari kebahagiaan (Diener et al., 2003). Kebahagiaan didefinisikan sebagai keadaan psikologis positif yang ditandai dengan tingginya derajat kepuasan hidup, afek positif, dan rendahnya derajat afek negatif (Carr, 2004). Definisi lain yang serupa juga diungkapkan oleh Diener et al (2003) yang menggunakan istilah kesejahteraan subjektif sebagai sinonim dari kebahagiaan, yaitu: “subjective well-being emphasizes an individual‟s own assessment of his or her own life – not the judgment of „„experts‟‟ – and includes satisfaction (both in general and satisfaction with specific domains), pleasant affect, and low negative affect.” (Diener et al. 2003) Dari definisi tersebut diketahui bahwa kebahagiaan menekankan pada penilaian individu terhadap kehidupannya (bukan penilaian ahli). Selain itu, kebahagiaan juga melibatkan kepuasan (kepuasan secara umum dan kepuasan pada ranah kehidupan yang spesifik), afek yang menyenangkan, dan rendahnya afek negatif. Berdasarkan kedua definisi yang sudah dijelaskan di atas, terlihat bahwa kebahagiaan memiliki beberapa komponen penting, yaitu kepuasan hidup (secara umum dan spesifik pada ranah kehidupan tertentu), afek positif, dan afek negatif (Diener et al., 2003). 1. Afek Positif dan Afek Negatif Afek positif dan afek negatif menggambarkan pengalaman utama dari situasi atau kejadian yang terus terjadi dalam kehidupan manusia. Hal ini yang membuat para tokoh berpendapat bahwa penilaian afektif terhadap situasi tertentu
turut
mempengaruhi
penilaian
individu
akan
kesejahteraan
subjektifnya. Dengan mengetahui tipe kecenderungan reaksi yang dialami
Universitas Indonesia
12
individu, kita dapat memperoleh pemahaman tentang cara individu menilai kondisi dan peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Evaluasi afektif ini terdiri dari emosi dan mood, dimana emosi bersifat lebih sementara karena merupakan respon situasi, sedangkan mood memiliki rentang yang lebih lama daripada emosi. Orang yang dikatakan bahagia adalah orang yang jarang mengalami afek negatif dan sering mengalami afek positif (Diener, Scollon dan Lucas, 2003). 2. Kepuasan Hidup Kepuasan hidup didefinisikan sebagai penilaian global tentang kualitas hidup individu. Individu dapat menilai kondisi hidupnya, mempertimbangkan pentingnya kondisi-kondisi ini, dan mengevaluasi kehidupan mereka pada skala yang berkisar dari tidak puas sampai puas. Berbeda dengan afek positif dan negatif yang merupakan komponen afektif dari kebahagiaan, kepuasan hidup merupakan komponen koginitif karena melibatkan proses kognitif dalam mengevaluasi kejadian-kejadian dalam hidup. Penilaian kepuasan hidup berbeda-beda dari satu kebudayaan dengan kebudayaan lain dan bahkan pada level individual. Hal ini terjadi karena adanya kriteria-kriteria yang berbeda-beda baik pada satu kebudayaan dengan kebudayaan lain maupun dari satu individu dengan individu lain. Hal ini merupakan sebuah keuntungan karena pada akhirnya tingkat kepuasan hidup yang dirasakan individu benar-benar bersumber dari perspektif individu itu sendiri (Diener, Scollon, dan Lucas, 2003). 3. Ranah kepuasan Ranah kepuasan menggambarkan evaluasi individu terhadap ranah yang spesifik dalam kehidupannya. Penilaian terhadap ranah kehidupan yang spesifik dapat menjelaskan komponen-komponen yang mempengaruhi penilaian kepuasan hidup individu secara keseluruhan. Oleh karena itu, penilaian terhadap ranah kepuasan yang spesifik ini dapat memberikan informasi mengenai cara individu membuat penilaian kebahagiaan secara keseluruhan, dan juga dapat memberi informasi yang lebih detil tentang aspek spesifik dari kehidupan individu yang berjalan buruk dan berjalan baik.
Universitas Indonesia
13
Untuk melihat gambaran kebahagiaan individu secara keseluruhan, komponen-komponen dari kesejahteraan subjektif di atas harus dilihat karena masing- masing komponen memiliki informasi- informasi yang unik sehingga bisa didapatkan gambaran kesejahteraan subjektif yang lebih lengkap (Diener, Scollon dan Lucas, 2003). Namun demikian, Lyubomirsky dan Lepper (1997) memberikan kritik bahwa penilaian kesejahteraan subjektif atau kebahagiaan tidak cukup hanya dilihat dari masing- masing komponen. Dibutuhkan sebuah penilaian global mengenai keseluruhan hidup yang lebih luas daripada hanya melihat afek, kepuasan hidup, ranah kepuasan yang penting bagi individu. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa kebanyakan orang dapat dengan mudah menilai dirinya sebagai orang yang bahagia atau tidak. Tidak hanya itu, kebanyakan orang juga dapat menilai orang lain sebagai orang yang bahagia atau tidak. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah term mengenai kebahagiaan yang tidak sekedar menilai kebahagiaan
seseorang
dari komponen-komponen
subjective
well-being.
Lyubomirsky dan Lepper (1997) menyebutnya dengan subjective happiness, yaitu penilaian subjektif dan global dalam menilai diri sebagai orang yang bahagia ata u tidak. Hal ini berangkat dari pemikiran bahwa kebahagiaan dinilai berdasarkan kriteria-kriteria subjektif yang dimiliki individu, sehingga dapat disimpulkan bahwa sumber-sumber kebahagiaan bervariasi dari individu ke individu lain (Lyubomirsky dan Lepper, 1997).
2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan Mengidentifikasi faktor- faktor yang mempengaruhi kebahagiaan bukanlah hal yang mudah (Diener dalam Carr 2004). Sebagai manusia, kita mengetahui bahwa beberapa situasi dapat membuat kita merasa bahagia dan di sisi lain terdapat pula kejadian yang dapat membuat kita menderita. Perbedaan kebahagiaan pada setiap
individu
mungkin disebabkan oleh p erbedaan
kepribadian yang sebagian ditentukan secara genetik. Di sisi lain, tidak ada keraguan bahwa terdapat pula pengaruh lingkungan yang kondusif atau yang menyediakan kesempatan bagi individu untuk membangun keahlian yang dibutuhkan untuk mencapai kebahagiaan. Berikut ini akan dijelaskan tentang
Universitas Indonesia
14
beberapa faktor yang mempengaruhi kebahagiaan individu (Carr, 2004; Eddington & Shuman, 2005; Argyle, 1999). a. Kepribadian Studi kepribadian tentang kebahagiaan menunjukkan bahwa individu yang bahagia dan tidak bahagia memiliki profil kepribadian yang berbeda (Diener et al., dalam Carr, 2004). Dalam kebudayaan barat, orang yang bahagia adalah orang yang extrovert, optimis, memiliki harga diri (selfesteem) yang tinggi, dan locus of control internal, sedangkan orang yang tidak bahagia cenderung memiliki kadar kecemasan (neuroticism) yang tinggi. Namun demikian hubungan antara kepribadian dengan kebahagiaan tidak sama untuk semua budaya. Pengaruh kepribadian terhadap kebahagiaan juga didukung oleh hasil penelitian yang menemukan bahwa keberagaman emosi senang dan tidak senang serta kepuasan hidup lebih dipengaruhi oleh tempramen atau watak daripada oleh lingkungan kehidupan atau peristiwa tertentu (Eddington & Shuman, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa dalam menentukan kebahagiaan, reaksi personal individu terhadap suatu peristiwa lebih penting daripada peristiwa itu sendiri, dan faktor kepribadian berperan dalam menentukan reaksi personal kita. Bahkan kembali menurut Eddington & Shuman (2005) faktor kepribadian merupakan faktor yang paling kuat dan konsisten dalam meramalkan kebahagiaan. b. Variabel Demografi dan Lingkungan Selain kepribadian, faktor penting yang juga diduga memiliki pengaruh terhadap kebahagiaan adalah variabel demografi dan lingkungan seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, kelas sosial, pendapatan, pernikahan, pekerjaan, agama, dan waktu luang (Argyle, 1999; Eddington & Shuman, 2005). 1. Usia Argyle (1999) menemukan pengaruh usia terhadap kebahagiaan sangatlah kecil. Dalam beberapa hal, orang-orang yang lebih tua cenderung merasa kurang baik, beberapa disebabkan karena kondisi kesehatan yang tidak lagi sebaik saat masih muda, memiliki pendapatan yang lebih rendah
Universitas Indonesia
15
karena pensiun, dan hanya sedikit yang masih bertahan dalam pernikahan. Namun, jika mengabaikan beberapa kondisi tersebut, umumnya orang tua dapat tetap merasa bahagia. Campbell, Converse, & Rodgers (dalam Argyle, 1999) menemukan bahwa individu yang lebih tua tidak lagi memiliki cita-cita dalam hidupnya. Oleh karena itu, kesenjangan antara tujuan dengan pencapaian menjadi lebih kecil. Hal ini sesuai dengan Inglehart’s (1990, dalam Argyle, 1999) yang menyatakan bahwa mereka cenderung menyesuaikan cita-cita mereka dengan kondisi aktual dalam kehidupan mereka. 2. Jenis kelamin Tidak ada perbedaan yang mendasar antara pria dan wanita dalam hal kebahagiaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Michalos (1991, dalam Eddington & Shuman, 2005) ditemukan bahwa perbedaan jenis kelamin pada kebahagiaan sangatlah kecil. Di lain pihak, terdapat temuan lain yang menarik tentang kebahagiaan dalam hubungannya dengan jenis kelamin, dimana wanita dilaporkan memiliki afek negatif dan cenderung lebih depresi dibandingkan laki- laki, sehingga lebih sering melakukan terapi untuk menyembuhkannya. Salah satu penjelasan akan hal ini adalah wanita cenderung lebih terbuka tentang pengalaman yang dirasakannya, sementara laki- laki cenderung menyangkal perasaan tersebut. Hal ini yang mungkin membuat wanita dan laki- laki diketahui tetap memiliki tingkat kebahagiaan yang hampir sama. 3. Pendidikan Pengaruh dari pendidikan terhadap tingkat kebahagiaan ditemukan sangat kecil di beberapa negara, seperti di Amerika Serikat, negara-negara Eropa, Jepang, dan Singapura (Argyle, 1999). Namun demikian, pendidikan memiliki sedikit pengaruh pada beberapa negara, seperti Austria, Korea Selatan, Meksiko, Yugoslavia, Filipina, dan Nigeria (Veenhoven et.al, dalam Argyle, 1999). Adanya perbedaan hasil yang ditemukan disebabkan oleh kemakmuran dari masing- masing
negara.
Pendidikan
lebih
berpengaruh terhadap kebahagiaan pada negara-negara miskin. Namun demikian walaupun pengaruh pendidikan terhadap kebahagiaan kecil,
Universitas Indonesia
16
tetapi cukup signifikan, karena pendidikan mempengaruhi status pekerjaan dan pendapatan yang diperoleh individu. 4. Kelas sosial Kelas sosial turut menentukan pekerjaan, pendapatan, kesehatan, serta gaya hidup dalam menghabiskan waktu luang. Hal ini membuat individu yang berada pada kelas sosial menengah ke atas cenderung lebih bahagia 5. Pendapatan Secara umum, orang yang memiliki pendapatan lebih tinggi lebih bahagia dibandingkan orang yang berpendapatan rendah. Namun hubungan ini tidak terlalu kuat. Perubahan dalam pendapatan juga dapat menimbulkan efek negatif terhadap kebahagiaan individu. 6. Pernikahan Adanya hubungan yang positif antara pernikahan dengan kebahagiaan ditemukan pada beberapa penelitian (Eddington & Shuman, 2005; Gundelach & Kreiner, 2004). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa individu yang menikah memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak menikah, bercerai dan menjadi janda/duda, atau berpisah. Pernikahan dan kebahagiaan berkorelasi secara signifikan (Glenn & Weaver, 1979; Gove, Hughes, & Style, 1983; dalam Eddington & Shuman, 2005). Selain itu, Diener et.al
(1998, dalam
Eddington & Shuman, 2005) pun menambahkan bahwa pernikahan memberikan pengaruh yang lebih baik pada laki- laki dibandingkan pada wanita dalam hal adanya emosi positif yang hadir dalam pernikahan. 7. Pekerjaan Status kepegawaian seseorang berhubungan dengan kebahagiaan. Individu yang bekerja umumnya lebih bahagia dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja,
dan individu yang bekerja dengan menggunakan
kemampuan (skilled jobs) lebih bahagia dibandingkan pekerja yang tidak menggunakan kemampuan (unskilled jobs) (Argyle, 2001, dalam Carr, 2004). Hal ini disebabkan bekerja memberikan tingkat stimulasi yang optimal dimana individu menemukan hal- hal yang menyenangkan, kesempatan untuk memenuhi rasa keingintahuannya dan pengembangan
Universitas Indonesia
17
kemampuan, adanya dukungan sosial, adanya rasa aman secara finansial, serta merasa memiliki identitas dan tujuan dalam hidupnya. Berbagai situasi yang dapat meningkatkan kebahagiaan akan menghasilkan produktivitas yang baik di lingkungan kerja. Sementara itu, individu yang tidak bekerja umumnya memiliki tingkat stres yang tinggi, kepuasan hidup yang rendah, dan memiliki tingkat kemungkinan melakukan bunuh diri yang tinggi dibandingkan individu yang bekerja (Oswald, 1997; Platt & Kreitman, 1985; dalam Eddington & Shuman, 2005). Namun terdapat pula penelitian lain yang menemukan hasil yang berbeda. Dalam beberapa kasus individu yang tidak bekerja tetap dapat merasa bahagia dengan hidupnya (Inglehart; Campbell et al 1976, dalam dalam Argyle, 1999). Beberapa dari mereka justru dapat memperoleh manfaat dari kondisi tidak bekerjanya. Selain itu, ada juga penelitian yang menemukan bahwa kondisi tidak bekerja dapat menurunkan kepuasan hidup namun tidak memiliki pengaruh terhadap kebahagiaan (Bockerman & Ilmakunnas, 2005). 8. Agama Keterlibatan dengan aktivitas keagamaan memiliki pengaruh kecil terhadap kebahagiaan, namun berpengaruh lebih besar pada orang yang lebih tua dan anggota dari kelompok keagamaan tertentu 9. Waktu luang Waktu luang berperan penting dalam kebahagiaan individu. Kegiatan seperti olahraga, musik, pekerjaan sukarela, serta keterlibatan dengan klub sosial tertentu berpengaruh positif terhadap kebahagiaan. Kegiatan menonton televisi adalah kegiatan waktu luang yang paling banyak dilakukan, namun memiliki dampak positif yang sangat lemah.
2.1.3. Pengukuran Kebahagiaan Beberapa penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa situasi objektif, variabel demografi, dan peristiwa hidup berkorelasi dengan kebahagiaan lebih lemah dibandingkan intuisi atau pengalaman sehari- hari (Diener, 1984; Lyubomirsky & Ross, 1997 dalam Lyubomirsky & Lepper, 1997). Hasil
Universitas Indonesia
18
penemuan tersebut menunjukkan pentingnya proses subjektif dalam kebahagiaan. Hal ini membuat peneliti yang menggunakan tradisi subjektif dalam melihat kebahagian tidak kaget bila menemukan beberapa individu yang merasa bahagia walaupun terdapat hambatan personal, tragedi, dan kekurangan cinta atau kekayaan, sedangkan beberapa individu lain merasa tidak bahagia walaupun dikelilingi oleh berbagai kenyamanan dan keuntungan (Lyubomirsy & Lepper, 1997). Mengingat pentingnya proses subjektif dalam mengukur kebahagiaan, peneliti-peneliti sebelumnya lebih banyak menggunakan metode lapor diri (self report) yang terkadang dilengkapi dengan data informan, wawancara, obervas i, dan pengukuran fisiologis untuk melihat kebahagiaan (Diener dalam Lyubomirsky & Leppe, 1997). Alat-alat pengukuran yang banyak digunakan antara lain Bradburn’s (1969) Affect Balance Scale, yang mengukur komponen afektif dari kebahagiaan, yaitu keseimbangan emosi positif dan negatif yang dialami selama 4 minggu terakhir. Pengukuran lain terhadap komponen kognitif adalah Satifaction With Life Scale (Diener et al., 1985) dan satu item Delighted-Terrible Scale (Andrews & Withey, 1976). Selain beberapa alat ukur yang sudah disebutkan sebelumnya, terdapat pula alat ukur lain yang banyak digunakan untuk mengukur kebahagiaan. Alat ukur yang sudah dijelaskan sebelumnya hanya mengukur salah satu dari komponen dari kebahagiaan. Terdapat pula alat ukur lain yang mengukur kebahagiaan secara keseluruhan (tidak hanya komponen afektif atau kognitif saja) dan terdiri dari beberapa item, sehingga dapat memiliki keunggulan secara psikometri. Alat ukur ini dinamakan Subjective Happiness Scale (Lyubomirsky & Leppe, 1997), yaitu skala yang terdiri dari 4 item dan mengukur kebahagiaan secara global. Item pertama dalam alat ukur tersebut mengukur bagaimana individu menilai kebahagiaannya secara keseluruhan, item kedua berkaitan dengan evaluasi individu terhadap kebahagiaan yang ia rasakan bila dibandingkan dengan teman sebayanya, item ketiga dan keempat memberi penjelasan tentang karakteristik orang yang bahagia dan tidak bahagia dimana individu diminta untuk membandingkan diri mereka dengan karakteristik tersebut. Dari penjelasan tentang keempat item tersebut dapat dikatakan item pertama merupakan penilaian
Universitas Indonesia
19
individu tentang kebahagiaannya secara umum, item kedua berhubungan dengan komponen kepuasan hidup, item ketiga dan keempat berkaitan dengan komponen afek positif dan negatif. Pengukuran seperti ini memberikan kategori kesejahteraan yang lebih luas dan mengarah pada fenomena psikologis yang lebih global (Diener dalam Lyubomirsky & Leppe, 1997). Pengukuran seperti ini juga perlu dilakukan mengingat kebanyakan individu mampu menilai sejauh mana ia adalah orang yang bahagia (atau tidak bahagia), dan penilaian ini cenderung tidak setara dengan sekedar penjumlahan dari level emosi dan kepuasan hidupnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini pengukuran kebahagiaan akan menggunakan Subjective Happiness Scale sebagai alat ukurnya.
2.2. Kualitas Hidup 2.2.1. Definisi Goodinson dan Singleton (dalam O’Connor, 1993) mengemukakan definisi kualitas hidup sebagai derajat kepuasan atas penerimaan suasana kehidupan saat ini. Definisi yang sedikit berbeda diungkapkan oleh Ontario Social Development Council (dalam Wardhani, 2006) mendefinisikan kualitas hidup sebagai respons individu tentang perbedaan yang dirasakan antara kenyataan dengan kegiatan yang diinginkan. Dalam hal ini, kualitas hidup merupakan hasil dari interaksi faktor sosial, kesehatan, ekonomi, dan lingkungan yang dapat mempengaruhi kondisi sosial dan perkembangan manusia. Hal ini didukung oleh Bergner (1989, dalam O’Connor 1993) yang mengatakan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan menipisnya diskrepansi antara tujuan yang telah dicapai dengan tujuan yang ingin dicapai. Menurut O’Connor (1993) faktor utama yang menentukan kualitas hidup individu adalah persepsi individu terhadap kesenjangan antara apa yang ada dengan apa yang mungkin terjadi. Carr & Higginson (2001) mengumpulkan beberapa definisi kualitas hidup dan membuat kesimpulan bahwa kualitas hidup ditentukan oleh beberapa hal sebagai berikut:
Universitas Indonesia
20
-
seberapa jauh kesesuaian antara harapan dan ambisi dengan pengalaman yang dicapainya (berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Calman 1984, dalam O’Connor, 1993)
-
persepsi individu mengenai posisi mereka dalam kehidupan dilihat dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal serta hubungannya dengan tujuan, harapan, standard, dan hal- hal lain yang menjadi perhatian individu tersebut (berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh WHOQoL, dalam Power, 2003).
-
Penilaian mengenai keadaan seseorang bila dibandingkan dengan kondisi ideal tertentu
-
Hal-hal yang dianggap penting dalam kehidupan seseorang Dari pendapat beberapa tokoh di atas tentang definisi kualitas hidup,
peneliti menyimpulkan bahwa kualitas hidup ditentukan oleh persepsi individu terhadap kesenjangan antara hal-hal yang dialami dan terjadi dalam hidupnya dengan harapan, ambisi, dan hal- hal lain yang ingin dicapai dalam kehidupan, dimana persepsi individu dipengaruhi oleh konteks budaya dan sistem nilai yang dipegang oleh
individu tersebut.
Semakin kecil
individu
mempersepsi
kesenjangan dalam hidupnya semakin tinggi kualitas hidup individu tersebut. Dari definisi kualitas hidup dapat terlihat bahwa secara umum kualitas hidup terdiri dari dua bagiban (Veenhoven dalam Filep, 2004), yaitu kualitas eksternal dan kualitas internal. Kualitas eksternal berkaitan dengan faktor lingkungan dan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan, sedangkan kualitas internal berhubungan dengan kondisi internal individu yang mempengaruhi persepsinya terhadap lingkungan dan peristiwa hidup, seperti otonomi, kreativitas, kontrol terhadap realita, serta kesejahteraan subjektif dan kebahagiaan. Berdasarkan definisi kualitas hidup juga dapat dikatakan bahwa kualitas hidup merupakan konsep yang bersifat subjektif karena melibatkan persepsi individu terhadap aspek-aspek kehidupannya. Browne et al (1997) mengatakan bahwa kondisi kehidupan tertentu tidak menghasilkan reaksi yang sama pada setiap individu, karena tiap-tiap individu memiliki definisi masing- masing mengenai hal- hal yang mengindikasikan kualitas hidup yang baik dan buruk. Secara logis dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek kehidupan adalah relevan
Universitas Indonesia
21
bagi semua individu (universal), namun seberapa penting aspek-aspek tersebut bagi tiap-tiap individu akan bervariasi dalam budaya yang berbeda-beda (Carr & Higginson, 2001). Menurut Browne et al (1997) manusia mendefinisikan aspekaspek kehidupan dengan cara yang berbeda-beda, menggunakan kriteria yang berbeda untuk mengevaluasi aspek-aspek tersebut, dan memberikan penekanan derajat kepentingan yang berbeda pada aspek-aspek tersebut dalam kaitannya terhadap kualitas hidup secara keseluruhan, dengan kata lain, suatu area kehidupan yang tidak berjalan dengan baik namun tidak memiliki nilai kepentingan tertentu akan memberikan pengaruh yang lebih rendah terhadap kualitas hidup individu jika dibandingkan dengan area kehidupan lain yang tidak berjalan dengan baik namun dianggap sangat penting oleh individu (Hickey, 1996).
2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Goodinson dan Singleton (dalam Wardhani, 2006) menyebutkan tiga faktor umum yang mempengaruhi kualitas hidup individu, yaitu keadaan lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan personal individu. Zhan (dalam Wardhani, 2006) menambahkan latar belakang kesehatan dan budaya sebagai faktor yang juga mempengaruhi kualitas hidup. Faktor-faktor ini mempengaruhi cara individu dalam menentukan standar kehidupan sebagai pembanding terhadap kondisinya saat ini. Selain faktor-faktor tersebut, O’Connor (1993) mengatakan bahwa kualitas hidup juga dapat dipengaruhi oleh domaindomain kepuasan seperti pernikahan, kesehatan, pekerjaan, dll, peristiwa dalam hidup yang berarti, serta standard referensi (harapan, aspirasi, perasaan mengenai persamaan). Kembali menurut O’Connor (1993) kesehatan, kekayaan, dan kenyamanan biasa dilihat sebagai hal- hal yang berpotensi dalam mempengaruhi kualitas hidup namun bukan merupakan bagian dari kualitas hidup itu sendiri (O’Connor, 1993). Bohnke (2005) juga mengungkapkan hal yang sama tentang faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Menurutnya kualitas hidup berhubungan dengan dimensi-dimensi seperti pendapatan, pendidikan, akses terhadap sumber materi, pelayanan kesehatan, keluarga, dan hubungan sosial.
Universitas Indonesia
22
Namun demikian, bagaimana aspek-aspek kehidupan yang dikatakan O’Connor (1993) dan Bohnke (2005) tersebut berpengaruh terhadap kualitas hidup tergantung pada sejauh mana seseorang menilai aspek tersebut sebagai bagian penting dari hidupnya. Dalam menentukan derajat kepentingan suatu aspek kehidupan ini, individu kembali dipengaruhi oleh faktor-fator yang sudah disebutkan sebelumnya, yaitu latar belakang personal, fisik, sosial, kesehatan, dan budaya (Goodinson dan Singleton; Zhan, dalam Wardhani, 2006).
2.2.3. Pengukuran Kualitas Hidup Pengukuran terhadap kualitas hidup dapat dilakukan dengan melihat kondisi objektif dalam kehidupan individu. Pengukuran kualitas hidup semacam ini banyak dilakukan dalam bidang ekonomi atau politik (O’Connor, 1993). Dalam pengukuran ini kualitas hidup digambarkan berdasarkan keadaan material yang terlihat dari individu, contohnya seperti pendefinisian kualitas hidup yang baik berdasarkan kesehatan fisik yang baik, keamanan material, keluarga yang mendukung, teman, dll (O’Connor, 1993). Pengkuran lain terhadap kualitas hidup melihat persepsi subjektif individu terhadap kehidupannya. Pengukuran semacam ini sesuai dengan definisi kualitas hidup yang dijelaskan peneliti sebelumnya, dimana sangat menekankan pada pentingnya subjektivitas dalam mengukur kualitas hidup. Mengingat kualitas hidup merupakan kondisi psikologis yang dihasilkan oleh persepsi individu terhadap kesenjangan antara hal- hal yang dialami dengan hal- hal yang dinginkan individu, maka pengukuran kualitas hidup sebaiknya dilakukan secara individual dengan metode lapor diri. Selain itu, dalam mengukur kualitas hidup juga perlu diperhatikan aspek-aspek yang penting dalam kehidupan individu, karena setiap individu memiliki penilaian yang berbeda akan aspek-aspek yang penting dalam hidupnya. The Schedule for the Evaluation of Individual Quality of Life (SEIQoL) adalah alat ukur yang dikembangan sesuai dengan pemikiran tersebut. Dalam SEIQoL, individu memilih sendiri aspek-aspek yang ia pertimbangkan sebagai prioritas utama yang mempengaruhi kualitas hidupnya dan menggunakan sistem nilai mereka sendiri untuk mendeskripsikan status fungsional (kondisi/ posisinya saat ini dalam aspek kehidupan tersebut) dan derajat kepentingan relatif (sejauh
Universitas Indonesia
23
mana ia menganggap aspek kehidupan tersebut penting baginya) dari masingmasing aspek-aspek yang ia pilih (Browne et al, 1997). Dengan demikian, SEIQoL sebagai alat ukur memungkinkan pengukuran kualitas hidup yang didasarkan pada perspektif individual itu sendiri (Hickey et al, 1996) dan mampu memberi gambaran mengenai persepsi individ u mengenai kualitas hidup dan aspek-aspek kehidupan yang mempengaruhinya. SEIQoL merupakan instrumen pengukuran dengan dasar wawancara dengan menggunakan decision analysis technique yang dikenal dengan nama judgment analysis. Namun, penggunaannya dan pengolahan data yang didapat sangatlah kompleks sehingga dikembangkan versi pendek dari alat ukur tersebut dengan menggunakan teknik direct weighting. Alat ukur versi pendek dari SEIQoL tersebut, dikenal dengan nama SEIQoL-DW. Hasil yang diperoleh dari SEIQoL-DW telah dibandingkan dengan SEIQoL dan terbukti valid dan reliabel dalam mengukur domain kualitas hidup (Hickey et al, 1996). Alat ukur SEIQoL-DW menggunakan prosedur administrasi dan pengolahan data yang lebih sederhana dengan bentuk item yang sedikit dimodifikasi. Item pertama meminta individu untuk menyebutkan 5 aspek terpenting dalam kehidupan, item kedua meminta individu untuk menilai kondisinya pada masing- masing aspek dengan skala 0-100. Pada item ketiga individu diminta untuk memberikan bobot secara langsung terhadap 5 aspek kehidupan yang mereka anggap penting, dimana ketika dijumlahkan seluruh bobot dari 5 aspek tersebut berjumlah 100. Hal yang perlu ditekankan dalam alat ukur SEIQoL-DW adalah proses dimana individu menentukan kesenjangan antara kenyataan dengan harapannya sudah terjadi secara internal dan subjektif dalam diri individu ketika memberikan penilaian untuk item kedua dan ketiga. Dengan kata
lain,
penilaian
individu dalam alat
ukur
ini dilakukan dengan
membandingkan individu dengan dirinya sendiri. Sistem penilaian seperti ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kualitas hidup individu yang sesuai dengan definisi kualitas hidup, yaitu persepsi individu terhadap kesenjangan antara hal- hal yang dialami dan terjadi dalam hidupnya dengan harapan, ambisi, dan hal- hal lain yang ingin dicapai dalam kehidupan, dimana
Universitas Indonesia
24
persepsi individu dipengaruhi oleh konteks budaya dan sistem nilai yang dipegang oleh individu tersebut.
2.3. Dewasa Muda Seorang dikatakan dewasa muda bila berada dalam rentang usia 18 hingga 40 tahun (Hurlock, 1990). Dalam periode ini, individu dihadapkan kepada berbagai tuntutan baru dalam hidup yang harus ia jalani. Hurlock (1990) menjelaskan dewasa muda sebagai masa dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis sejalan dengan penurunan kapasitas reproduktif. Menurut Papalia, Olds & Feldman (2001), dewasa muda adalah masa dimana terjadi peningkatan dalam perkembangan intelektual, emosional, dan fisik. Selain itu, menurut McCandels & Coop (dalam Smolak, 1993) terdapat 3 kriteria yang dibutuhkan untuk mendefinisikan masa dewasa. Kriteria pertama adalah kemandirian secara ekonomi. Hal ini berarti bahwa orang dewasa dapat memenuhi kebutuhannya sendiri secara finansial. Kriteria kedua adalah kesiapan untuk menikah dan membesarkan anak. Pada usia dewasa, individu sudah mampu membina hubungan intim dengan pasangan dan mampu membangun keluarga. Kriteria terakhir adalah mampu mengambil keputusan. Individu dikatakan sudah dewasa bila mereka sudah dapat mengambil keputusan dalam berbagai aspek kehidupannya, seperti keputusan karir atau keputusan untuk menikah. Pada usia dewasa muda terdapat beberapa tugas perkembangan yang perlu dipenuhi. Menurut Havinghurst (dalam Smolak, 1993) tugas perkembangan tersebut antara lain: 1. Memilih dan memulai hubungan dengan pasangan 2. Belajar menyesuaikan diri, dan hidup bersama secara harmonis dengan pasangan 3. Mulai membangun keluarga dan mengasimilasi peran baru sebagai orangtua 4. Membesarkan anak dan memenuhi kebutuhan mereka 5. Belajar mengatur dan melaksanakan tanggungjawab rumah tangga 6. Mulai bekerja dan atau melanjutkan pendidikan 7. Ikut bertanggung jawab sebagai warga negara
Universitas Indonesia
25
8. Mencari kelompok sosial yang cocok. Tugas-tugas perkembangan di atas tidak muncul secara berurutan, melainkan dapat muncul pada waktu yang berlainan dan sebaga i individu yang berkembang maka semua tugas tersebut harus dapat diselesaikan dengan baik. Allport (dalam Turner & Helms, 1995) menambahkan dengan mengemukakan 7 ciri kepribadian yang matang pada usia dewasa, yaitu: 1. Pengembangan diri. 2. Berhubungan hangat dengan orang lain. 3. Rasa aman secara emosional (ada dua hal penting, yaitu penerimaan diri dan penerimaan emosi). 4. Persepsi yang realistis. 5. Memiliki kemampuan dan keterampilan tertentu. 6. Mengenal diri sendiri. 7. Mengembangkan filosofi hidup.
2.4. Kerja 2.4.1. Definisi Kerja Menurut MOW International Research Team (dalam Afrinita, 1997) mendefinisikan kerja sebagai berikut: “We define working as paid employement (including self employement). In doing so we exclude other work referents such as housework, voluntary work, school work, and other forms of working where there is no exchange of labor services for pay.” Jadi kerja didefinisikan sebagai pekerjaan yang dibayar. Dengan demikian dalam definisi kerja ini tidak termasuk pekerjaan rumah tangga, pekerjaan yang dikerjakan dengan sukarela, pekerjaan sekolah dan pekerjaan-pekerjaan lain dimana pekerja tidak mendapatkan bayaran atas hasil kerja yang dilakukannya. Definisi kerja yang lain diungkapkan oleh Warr (dalam Diener, Kahneman, & Schwarz, 1999) yaitu aktivitas yang diarahkan pada tujuan yang bernilai melebihi kesenangan terhadap aktivitas itu sendiri. Dalam definisi tersebut juga dijelaskan bahwa dalam kerja dibutuhkan suatu aktivitas tertentu dan aktivitas tersebut melibatkan sejumlah usaha. Kembali menurut Warr kerja dapat digolongkan menjadi pekerjaan yang dibayar dan tidak dibayar. Pekerjaan yang Universitas Indonesia
26
dibayar sering disebut dengan kerja full-time dimana pekerjaan yang menghabiskan waktu rata-rata 35 sampai 40 jam seminggu (Szalai, 1972 dalam Warr, 1999), sedangkan pekerjaan yang tidak dibayar adalah pekerjaan seperti mengurus rumah, menjadi sukarelawan, dan lain- lain. Selain itu, masih terdapat definisi lain tentang kerja, yaitu melakukan aktivitas tertentu dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit 1 jam perhari secara terus menerus dalam seminggu (sirusa.bps.go.id). Berdasarkan penjelasan di atas peneliti mendefinisikan kerja sebagai aktivitas yang membutuhkan usaha yang dilakukan dengan maksud untuk memperoleh atau membantu memperoleh bayaran, pendapatan, atau keuntungan dan menghabiskan waktu paling sedikit 1 jam perhari secara terus- menerus dalam seminggu. Dalam definisi tersebut tidak termasuk pekerjaan rumah tangga, pekerjaan sukarela, pekerjaan sekolah, dan pekerjaan-pekerjaan lain dimana pekerja tidak mendapatkan bayaran atas hasil kerja ya ng dilakukannya.
2.4.2. Makna Kerja Pekerjaan dalam kehidupan manusia memiliki banyak makna. Hal yang paling nyata adalah dengan bekerja kita dapat memperoleh pendapatan atau uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun demikian, pekerjaan juga memiliki makna lain bagi individu yang menjalaninya. Menurut Freud (dalam Smolak, 1993), kerja merupakan salah satu syarat bagi orang dewasa agar dapat berfungsi secara optimal dalam kehidupannya. Smolak (1993) mengungkapkan 3 alasan utama orang bekerja: 1. Kelangsungan Hidup Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sejumlah orang bekerja untuk memperoleh uang yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidup (Friedman & Havinghurst, 1954; Havinghurst et al, 1976 dalam Smolak, 1993). Kerja dapat dipandang sebagai peningkatan kemungkinan untuk mempertahankan hidup bagi diri sendiri dan keluarga. Pendapatan yang diperoleh dari bekerja dapat digunakan untuk membeli makanan, pakaian, dan biaya perawatan kesehatan.
Universitas Indonesia
27
2. Kepuasan Personal Salah satu alasan utama individu bekerja adalah untuk kepuasan personal. Kepuasan personal ini mencakup kemampuan untuk berkreasi, terlibat dalam pembuatan keputusan, perasaan bahwa pekerjaan yang dijalani membawa perubahan, dan secara intelektual tertantang oleh pekerjaan. Selain itu, individu juga melihat pekerjaan mereka sebagai sumber status dan penghargaan dari lingkungan. 3. Persahabatan Kebanyakan orang senang bekerja karena pekerjaan memberi kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain. Banyaknya waktu luang yang dilewatkan di tempat kerja memungkinkan individu untuk membangun persahabatan dengan rekan kerja. Persahabatan yang dikembangkan di tempat kerja sering berlanjut pada kegiatan-kegiatan lain di luar jam kerja seperti berlibur, berolah-raga, dan lain- lain. Selain untuk memperoleh pendapatan, pekerjaan juga memberikan makna psikologis bagi individu. Atwater (1983) mengungkapkan beberapa makna psikologis dari kerja antara lain: 1. Pemenuhan kebutuhan personal Setiap orang memiliki kebutuhan untuk merasakan perkembangan, pembelajaran keahlian baru, dan pencapaian sesuatu yang berharga. Berbagai kebutuhan ini dapat dipenuhi melalui pekerjaan yang dijalani oleh individu tersebut. 2. Identitas personal Individu cenderung untuk mengidentifikasi diri pada apa yang mereka lakukan. Misalnya, seseorang yang bekerja menjadi perawat cenderung mengidentifikasi diri mereka sebagai perawat. Pekerjaan yang dijalani individu turut menentukan identitas diri individu tersebut. 3. Pencegahan kebosanan Tidak dapat dipungkiri bahwa individu bekerja untuk menghilangkan rasa bosan. Misalnya seseorang yang harus pensiun lebih awal karena alasan tertentu bisanya langsung mencari pekerjaan lain untuk menghilangkan kebosanan.
Universitas Indonesia
28
4. Membantu orang lain Kerja memiliki fungsi sosial bagi individu. Cukup banyak individu yang bertahan dengan pekerjaannya walaupun pendapatan yang diperoleh tergolong rendah, seperti guru, pegawai negeri, dan lain- lain. Biasanya mereka mempertahankan pekerjaan ini karena ada perasaan berharga yang mereka dapatkan dengan membantu orang lain. 5. Status dan penerimaan Pekerjaan adalah salah satu faktor utama yang menentukan status sosial individu. Kedudukan individu di masyarakat turut dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang individu tersebut miliki. Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa pekerjaan memberi makna yang sangat penting bagi indiviu yang menjalaninya. Namun demikian, disisi lain pekerjaan juga dapat memberikan dampak negatif bagi individu, seperti stress kerja yang akhirnya dapat mengarah pada depresi (Shields, 2006). Stres kerja bisanya dialami oleh individu yang bekerja dengan tuntutan psikologis yang cukup berat, namun di saat yang bersamaan memiliki keterbatasan dalam menggunakan keahlian dan kekuasaan untuk menjalankan tuntutan-tuntutan ini. Hal yang sama juga terjadi pada individu yang kurang mendapatkan dukungan dari rekan kerja dan atasannya.
2.4.3. Tidak bekerja Sinclair (dalam Hultman, Hemlin, dan H¨ornquist, 2006) mendefinisikan kondisi tidak bekerja sebagai berikut: “the condition of being out of work, where work means paid employment.” Dari pernyataan tersebut, tidak bekerja dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana individu tidak memiliki pekerjaan, dan pekerjaan didefinisikan sebagai pekerjaan yang dibayar. Definisi lain tentang tidak bekerja juga diungkapkan oleh Dawson (1992 dalam Shinta, 1995), sebagai berikut: “unemployed people are those member of the labour who are out of work” Definisi tersebut menjelaskan individu yang tidak bekerja sebagai individu yang merupakan anggota dari angkatan kerja yang tidak bekerja. Dawson (dalam
Universitas Indonesia
29
Shinta, 1995) memberikan penjelasan lebih lanjut untuk mempertegas definisi terebut: 1. Merupakan bagian dari angkatan kerja berarti individu harus berada dalam usia bekerja (di Indonesia batas minimal angkatan kerja = 15 tahun) serta sehat dan mampu kerja. 2. Individu harus menginginkan pekerjaan atau secara aktif mencari kerja 3. Tanpa pekerjaan berarti bahwa individu tidak dibayar atau tidak bekerja sendiri (misalnya wirausaha). Kondisi tidak bekerja yang dialami individu dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kecelakaan fisik yang menyebabkan individu tidak dapat bekerja, pemutusan hubungan kerja, pensiun, memilih berhenti dari pekerjaan yang sedang dijalani, tidak memperoleh lapangan pekerjaan, dan memilih untuk tidak bekerja dalam hidupnya (Neimeyer, 2000; Genda, 2006). Selain itu, kondisi tidak bekerja juga dapat dibedakan berdasarkan aktivitas pencarian kerja dan keinginan untuk bekerja (Genda, 2006). Tipe-tipe tersebut antara lain, individu yang tidak bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan, individu yang tidak bekerja, ingin bekerja, namun tidak aktif mencari kerja, ya ng ketiga adalah individu yang tidak bekerja dan tidak ingin bekerja. Lebih jauh lagi Genda (2006) menjelaskan kondisi tidak bekerja yang disebabkan karena individu secara sukarela memilih dan tidak ingin bekerja adalah individu yang tidak termasuk dalam angkatan kerja dan terdiri atas ibu rumah tangga, pelajar, dan pensiunan. Dalam penelitian ini definisi tentang individu yang tidak bekerja adalah individu yang berada dalam usia kerja (di atas 15 tahun), sehat dan memiliki kemampuan untuk bekerja, namun tidak memiliki pekerjaan, dimana tidak memiliki pekerjaan berarti bahwa individu tidak dibayar atau tidak bekerja sendiri. Kondisi tidak bekerja mencakup beberapa tipe, yaitu: 1. Individu yang tidak bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan 2. Individu yang tidak bekerja, ingin bekerja, namun tidak aktif mencari kerja 3. Individu yang tidak bekerja dan tidak ingin bekerja (ibu rumah tangga).
Universitas Indonesia
30
2.4.4. Dampak dari Kondisi Tidak Bekerja Dampak yang paling nyata dari kondisi tidak bekerja bagi sebagian besar orang adalah kehilangan pendapatan. Selain itu, kondisi tidak bekerja juga memberikan dampak negatif terhadap kesehatan mental individu. Smith (1985) dalam penelitiannya menemukan bahwa kondisi tidak bekerja memberikan dampak yang lebih kuat pada kesehatan mental individu daripada kesehatan fisiknya. Menurut hasil penelitian tersebut individu yang tidak bekerja menunjukkan penurunan pada kesehatan mereka dan semakin lama individu tersebut tidak bekerja penurunan kesehatan mental yang dialami semakin buruk. Individu yang tidak bekerja cenderung menjadi lebih cemas, depresi, tidak bahagia, tidak puas, neurotis, dan memiliki kepercayaan diri dan self esteem yang rendah daripada individu yang bekerja. Jahoda (dalam Smith, 1985) mengungkapkan bahwa individu yang tidak bekerja kehilangan berbagai manfaat dari pekerjaan,
seperti pekerjaan
menentukan struktur waktu yang dijalani individu setiap harinya, memungkinkan kontak sosial dengan orang lain diluar lingkungan keluarga, menentukan status sosial, dan memberikan keterauran. Selain itu, Warr (dalam Smith, 1985) menambahkan dampak negatif lain dari kondisi tidak bekerja, yaitu kehilangan kesempatan
untuk
mengembangkan
keahlian,
serta status sosial
yang
diperolehnya dari pekerjaan. Dampak dari kondisi tidak bekerja terhadap kesejahteraan psikologis individu dipengaruhi oleh persepsi individu tersebut terhadap alasan mereka tidak bekerja, penyebab utama dari kondisi tidak bekerja, dan persepsi mereka tentang kemungkinan untuk menemukan pekerjaan di masa depan (Dockery, 2004). Hal ini berarti bahwa kondisi tidak bekerja dimaknai berbeda-beda bagi setiap individu. Faktor- faktor seperti ketersediaan sumber finansial, kemampuan untuk melegitimasi status pengangguran, ketersediaan dukungan sosial, dan sikap individu terhadap pekerjaan mempengaruhi persepsi individu tentang kondisi tidak bekerja yang dialami. Selain memberikan dampak bagi individu yang mengalaminya, kondisi tidak bekerja juga dapat menimbulkan stress dan kecemasan bagi individu yang bekerja dan mulai memiliki ketakutan akan kehilangan pekerjaannya. Kondisi
Universitas Indonesia
31
tidak bekerja juga berdampak pada anggota keluarga dari individu yang tidak bekerja tersebut. Tidak bekerja menjadi hal yang lebih menakutkan bila dalam suatu masyarakat bekerja dipandang sebagai salah satu norma sosial yang penting (Dowling, 2005). Selain memberikan dampak negatif bagi individu, ada pula beberapa pendapat tentang dampak positif dari kondisi tidak bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Smith (1985) ditemukan bahwa kesehatan menta l beberapa individu meningkat ketika mereka tidak bekerja karena mereka dapat terlepas dari kondisi pekerjaan yang membuat stress dan tidak memuaskan serta dapat memperoleh beberapa aspek positif dari kondisi tidak bekerja. Dampak positif lain adalah bagi beberapa individu kondisi tidak bekerja memberi kesempatan pada mereka untuk menjadi mandiri, pro aktif, dan semangat mencapai tujuan yang sesuai dengan nilai yang mereka anut (Fryer dan Payne dalam Hultman, Hemlin, dan Hornquist, 2006). Hal yang sama juga ditemukan oleh Warr dan Jackson (dalam Hodson, 2001) dimana sekelompok individu menunjukkan peningkatan kondisi kesehatan setelah terlepas dari pekerjaan yang menekan. Pendapat tentang dampak positif dari kondisi tidak bekerja juga diungkapkan oleh Totman (dalam Dianasari, 1996) pada beberapa kasus, individu yang tidak bekerja menyukai kebebasan mereka dan mengambil keputusan untuk menikmati aktivitas dan memenuhi ambisi yang tidak dapat terpenuhi bila mereka bekerja. Hal ini kembali didukung oleh Glaptys (dalam Dianasari, 1996) yang mengungkapkan adanya efek positif dari ketiadaan pekerjaan, yaitu adanya waktu luang untuk melakukan berbagai macam hal yang diinginkan, dan tidak adanya kewajiban dan keharusan melakukan kegiatan tertentu.
2.5. Kebahagiaan dan Kualitas Hidup pada Dewasa Muda yang Bekerja dan Tidak Bekerja Pekerjaan memiliki berbagai makna bagi individu, antara lain untuk mempertahankan kelangsungan hidup, kepuasan personal, dan persahabatan (Smolak, 1993). Selain itu, kerja juga memiliki makna psikologis, yaitu untuk pemenuhan kebutuhan personal, identitas personal, pencegahan kebosanan, membantu orang lain, status dan penerimaan (Atwater, 1983). Berbagai makna
Universitas Indonesia
32
psikologis dari kerja menunjukkan bahwa selain untuk memenuhi kebutuhan hidup, kerja juga berperan penting dalam meningkatkan kepuasan personal individu terhadap dirinya. Kepuasan personal ini pada akhirnya dapat mempengaruhi kebahagiaan yang dirasakan individu. Kebahagiaan didefinisikan sebagai keadaan psikologis positif yang ditandai dengan tingginya derajat kepuasan hidup, afek positif, dan rendahnya derajat afek negatif (Carr, 2004). Dari definisi tersebut diketahui bahwa kepuasan hidup merupakan salah satu aspek penting dari kebahagiaan. Individu yang bekerja memiliki pemaknaan tersendiri terhadap peran kerja bagi kehidupannya. Bila individu memaknai pekerjaannya sebagai hal yang positif dan merasa puas dengan pekerjaannya maka hal ini turut mempengaruhi kebahagiaan yang ia rasakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kepuasan kerja dengan kebahagiaan cukup besar bila dibandingkan dengan variabel demografi lain yang juga mempengaruhi kebahagiaan (Tait, Padgett, & Baldwin dalam Izawa, 2004). Dengan kata lain, individu yang puas dengan pekerjaanya juga akan merasa bahagia dengan kehidupannya secara keseluruhan. Selain memberikan kepuasan personal, pekerjaan juga memiliki aspekaspek lain yang dapat mempengaruhi kebahagiaan individu. Disamping berperan sebagai sumber pendapatan dan penghargaan sosial, kerja juga memberikan perasaan bermakna bagi individu (Veenhoven dalam Izawa, 2004). Kerja memberikan perasaan akan tanggung jawab, motivasi, identitas, dan pengabdian. Lebih jauh lagi, pekerjaan juga melibatkan hubungan interpersonal yang memiliki peran penting dalam kehidupan individu. Individu yang bekerja cenderung merasa bahagia karena ia merasa bahwa dirinya memiliki peran terhadap kehidupan. Individu juga menerima berbagai dukungan sosial yang diperolehnya dari dunia pekerjaan sehingga dapat meningkatkan rasa kebahagiaan yang ia rasakan. Kebahagiaan yang dirasakan oleh individu yang bekerja juga memiliki pengaruh besar terhadap kualitas hidup mengingat kebahagiaan merupakan bagian dari aspek internal kualitas hidup. Aspek internal dari kualitas hidup behubungan dengan kondisi subjektif yang dirasakan individu, dimana kondisi subjektif dianggap lebih berperan dalam mempengaruhi kualitas hidup, karena kondisi kehidupan tertentu tidak menghasilkan reaksi yang sama pada setiap individu, dan
Universitas Indonesia
33
tiap-tiap individu memiliki definisi masing- masing mengenai hal- hal yang mengindikasikan kualitas hidup yang baik dan buruk (Brown et al., 1997). Besarnya pengaruh kebahagiaan yang dirasakan individu terhadap kualitas hidupnya, juga berarti bahwa pekerjaan yang berperan cukup besar dalam mempengaruhi kebahagiaan pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hidup individu. Mengingat pentingnya peran pekerjaan dalam meningkatkan kebahagiaan dan kualitas hidup, hal yang berbeda tentu saja akan terjadi pada individu yang tidak bekerja dalam hidupnya. Meskipun terdapat berbagai alasan yang membuat individu tidak bekerja (misalnya kecelakaan fisik yang menyebabkan individu tidak dapat bekerja, pemutusan hubungan kerja, pensiun, memilih berhenti dari pekerjaan yang sedang dijalani, tidak memperoleh lapangan pekerjaan, dan memilih untuk tidak bekerja dalam hidupnya (Neimeyer, 2000; Genda, 2006)), namun kondisi tidak bekerja lebih banyak berdampak buruk terhadap kehidupan individu, begitu pula terhadap kebahagiaan dan kualitas hidupnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Brief at al (dalam Izawa, 2004) menunjukkan bahwa individu yang tidak bekerja merasa kehilangan pengalaman (experimental deprivation) dan ekonomi (economic deprivation). Experimental deprivation dirasakan oleh individu yang tidak bekerja karena ia merasa kehilangan berbagai kegiatan dan pengalaman yang dapat diperolehnya dari pekerjaan. Individu yang tidak bekerja melalui kehidupan sehari-harinya tanpa kegiatan yang berarti. Economic deprivation yang dialami individu berhubungan dengan hilangnya sumber finansial yang seharusnya diperoleh dari pekerjaan. Kedua kondisi ini berperan cukup besar dalam mempengaruhi kebahagiaan dan kualitas hidup individu karena kondisi ini juga menentukan pemaknaan individu terhadap kehidupannya. Selain itu, Brenner dan Bartell (1983 dalam Izawa, 2004) mengatakan bahwa kehilangan pekerjaan disamping menyebabkan kehilangan sumber perekonomian, juga berhubungan dengan gangguan peran (role disruption), perubahan peran (role transition), dan kehilangan aktivitas yang sudah menjadi kebiasaan. Ketiga hal ini dapat membuat individu yang tidak bekerja tidak merasa
Universitas Indonesia
34
bahagia dan menurunkan kualitas hidupnya karena dapat mengubah pandangan individu terhadap kehidupannya. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum pekerjaan memiliki peranan penting dalam mempengaruhi kebahagiaan dan kualitas hidup individu. Hal ini ditandai dengan adanya perbedaan tingkat kebahagiaan dan kualitas hidup antara individu yang bekerja dan tidak bekerja, dimana individu yang bekerja akan cenderung lebih bahagia dibandingkan dengan individu yang tidak bekerja. Hasil penelitian yang dilakukan di negara barat menemukan bahwa individu yang tidak bekerja memiliki tingkat kebahagiaan yang paling rendah dibandingkan dengan kelompok yang lain (pekerja full time, pensiunan, ibu rumah tangga, pelajar, dan lain- lain) dan pekerja full time memiliki tingkat kebahagiaan yang paling tinggi (Guven & Sorensen, 2007; Ouweneel, 2002). Temuan yang serupa juga diperoleh Clark dan Oswald (dalam Dowling, 2005) yang menyatakan bahwa kehilangan pekerjaan memilik i dampak yang lebih buruk pada kesejahteraan daripada peristiwa lain, seperti perceraian dan perpisahan. Dalam hal kualitas hidup juga diperoleh hasil penelitian yang tidak jauh berbeda dimana individu yang bekerja memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan individu yang tidak bekerja (Hultmana, Hemlin, dan H¨ornquist, 2006). Dalam penelitian tersebut perbedaan yang paling menonjol antara individu yang bekerja dan tidak bekerja terlihat pada aspek finansial dan pemak naan hidup secara keseluruhan, sedangkan aspek yang perbedaannya tidak cukup besar namun tetap signifikan adalah aspek keluarga, aktivitas, dan kemampuan kognitif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek finansial merupakan salah satu aspek yang berperan penting mempengaruhi kualitas hidup individu yang tidak bekerja. Namun
demikian,
terdapat
hasil penelitian
lain
yang
ternyata
menunjukkan kondisi yang berbeda, dimana dalam beberapa kasus individu yang tidak bekerja tetap dapat merasa bahagia dengan hidupnya (Inglehart; Campbell et al 1976, dalam Argyle, 1999). Kondisi ini diperkirakan muncul karena beberapa individu yang tidak bekerja dapat terlepas dari kondisi pekerjaan yang tidak memuaskan serta dapat memperoleh aspek positif dari kondisi tidak bekerjanya,
Universitas Indonesia
35
seperti kemandirian, perilaku pro aktif, dan semangat untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan nilai yang dianutnya (Fryer dan Payne dalam Hultman, Hemlin, dan Hornquist, 2006). Sama halnya dengan kebahagiaan, dalam hal kualitas hidup pada sekelompok individu juga ditemukan hasil yang serupa, dimana individu yang tidak bekerja selama lebih dari satu tahun dapat merasakan manfaat dari kondisi tidak bekerja, seperti terlepas dari lingkungan kerja yang buruk, merasa memiliki waktu yang lebih banyak untuk diri sendiri dan keluarga (Hultman, Hemlin, dan Hornquist, 2006). Hal ini mungkin dikarenakan sekelompok subjek tersebut sudah dapat beradaptasi dan memperoleh hal positif dari kondisinya yang tidak bekerja. Berdasarkan penjelasan di atas ditemukan bahwa pada beberapa kasus, individu yang tidak bekerja tetap dapat merasakan kebahagiaan dan kua litas hidup yang baik. Namun demikian hal ini tidak berarti bahwa individu yang tidak bekerja memiliki tingkat kebahagiaan dan kualitas hidup yang sama dengan individu yang bekerja, karena temuan tersebut hanya diperoleh pada sekelompok individu, sedangkan secara keseluruhan, individu yang tidak bekerja cenderung akan memiliki tingkat kebahagiaan dan kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun pada beberapa kasus individu yang tidak bekerja tetap merasa bahagia dan memiliki kualitas hidup yang baik, secara keseluruhan akan tetap terdapat perbedaan antara individu yang bekerja dan tidak bekerja dalam hal tingkat kebahagiaan dan kualitas hidupnya. Hal ini mengingat pekerjaan memegang peranan yang cukup penting dalam kehidupan individu. Terlebih lagi, penelitian ini akan dilakukan di Jakarta sebagai ibukota negara, dimana Jakarta memiliki berbagai permasalahan yang cukup berat mempengaruhi kehidupan warganya, seperti kemiskinan, kriminalitas, bencana alam, dan masalah pengangguran itu sendiri. Dalam kondisi seperti ini, pekerjaan akan memegang peranan yang sangat penting bagi warga Jakarta dalam memenuhi segala tuntutan hidup, sehngga tidak dimilikinya pekerjaan diduga dapat mempengaruhi tingkat kebahagiaan dan kualitas hidup yang dimiliki warga Jakarta.
Universitas Indonesia
36
Bagan 2.1. hubungan pekerjaan dengan kebahagiaan dan kualitas
hidup
Universitas Indonesia
37
BAB 3 PERMASALAHAN, VARIABEL PENELITIAN, DAN HIPOTESIS
3.1. Permasalahan Pekerjaan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Individu yang bekerja merasakan berbagai manfaat dari pekerjaan, yang penting dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Disisi lain, saat ini semakin banyak jumlah individu yang tidak bekerja. Hal ini diprediksi tentu saja akan memberikan dampak negatif terhadap kehidupan dan kesejahteraan individu, karena individu yang tidak bekerja tidak dapat memenuhi berbagai kebutuhan yang seharusnya dapat dipenuhi oleh pekerjaan. Namun demikian, hasil penelitian yang sudah dilakukan menemukan adanya kontradiksi dalam hal pengaruh pekerjaan terhadap kebahagiaan dan kualitas hidup. Beberapa penelitian menemukan bahwa individu yang bekerja memiliki tingkat kebahagiaan dan kualitas hidup yang tinggi, dan sebaliknya individu yang tidak bekerja memiliki tingkat kebahagiaan dan kualitas hidup yang rendah. Namun pada sekelompok individu ditemukan hasil yang berbeda, dimana individu yang tidak bekerja dapat beradaptasi dan mengambil hal positif dari kondisi tidak bekerja yang mereka alami, sehingga mereka dapat tetap merasakan kebahagiaan dan memiliki kualitas hidup yang baik. Selain itu, mengingat kualitas hidup merupakan konsep yang bersifat subjektif
karena
melibatkan
persepsi
individu
terhadap
aspek-aspek
kehidupannya, maka dalam penelitian ini juga ingin diketahui aspek-aspek kehidupan seperti apa yang dianggap penting bagi dewasa muda di Jakarta yang dapat mempengaruhi kualitas hidupnya. Berdasarkan pemaparan di atas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran kebahagiaan pada dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja di Jabodetabek? 2. Apakah ada perbedaan tingkat kebahagiaan yang signifikan antara dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja di Jabodetabek? 3. Bagaimana gambaran kualitas hidup pada dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja di Jabodetabek?
Universitas Indonesia
38
4. Apakah ada perbedaan tingkat kualitas hidup yang signifikan antara dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja di Jabodetabek? 5. Apa saja aspek-aspek kehidupan yang dianggap penting bagi dewasa muda di Jabodetabek dalam mempengaruhi kualitas hidupnya?
3.2. Variabel Penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian yang sudah dijelaskan di atas, terdapat 3 variabel dalam penelitian ini, yaitu: DV1: Kebahagiaan a. Definisi konseptual: penilaian subjektif dan global dalam menilai kehidupan individu sebagai orang yang bahagia atau tidak yang mencakup penilaian secara afektif dan kognitif. b. Definisi operasional: skor total dari alat ukur Subjective Happiness Scale. Skor ini didapat dari mencari rata-rata dari masing- masing skor item yang memiliki rentang 1-6. DV2: Kualitas Hidup a. Definisi konseptual: persepsi individu terhadap kesenjangan antara hal- hal yang dialami dan terjadi dalam hidupnya dengan harapan, ambis i, dan halhal lain yang ingin dicapai dalam kehidupan, dimana persepsi individu dipengaruhi oleh konteks budaya dan sistem nilai yang dipegang oleh individu tersebut. b. Definisi operasional: skor total dari alat ukur Schedule for Evaluation of Individual Quality of Life – Direct Weighing. Hal ini diketahui dengan cara melihat lima aspek kehidupan yang dianggap penting oleh individu. Kemudian individu tersebut diminta untuk menilai kondisi hidupnya dengan skala 0-100, di mana angka 0 menunjukkan bahwa kondisi individu pada aspek tertentu berada pada kemungkinan terburuk, sedangkan angka 100 menunjukkan bahwa kondisi individu pada aspek tertentu berada pada kemungkin terbaik. Setelah itu tingkat kepentingan diukur dengan melihat proporsi masing- masing aspek yang bila dijumlahkan seluruh tingkat kepentingan masing- masing aspek adalah 100. Skor total diperoleh dengan mengalikan penilaian individu tentang
Universitas Indonesia
39
kondisinya saat ini dengan proporsi kepentingan pada masing- masing aspek, lalu menjumlahkan keseluruhan hasil pada 5 aspek. IV: Kerja Divariasikan menjadi: 1. Bekerja: aktivitas yang membutuhkan usaha yang dilakukan dengan maksud untuk memperoleh atau membantu memperoleh bayaran, pendapatan, atau keuntungan dan menghabiskan waktu paling sedikit 1 jam perhari secara terus- menerus dalam seminggu. 2. Tidak bekerja: kondisi dimana individu yang memiliki kemampuan untuk bekerja, tetapi tidak memiliki pekerjaan dan tidak memperoleh bayaran. Kelompok tidak bekerja meliputi seluruh kondisi tidak bekerja termasuk di dalamnya individu yang tidak bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan, individu yang tidak bekerja, ingin bekerja, namun tidak aktif mencari kerja, yang ketiga adalah individu yang tidak bekerja dan tidak ingin bekerja (misalnya ibu rumah tangga dan pelajar).
3.3. Hipotesis III.3.1. Hipotesis Alternatif: a. Dewasa muda yang bekerja memiliki skor mean yang lebih tinggi secara signifikan dari skor mean dewasa muda yang tidak bekerja dalam alat ukur Subjective Happiness Scale. b. Dewasa muda yang bekerja memiliki skor mean yang lebih tinggi secara signifikan dari skor mean dewasa muda yang tidak bekerja dalam alat ukur Schedule for Evaluation of Individual Quality of Life – Direct Weighing. III.3.2. Hipotesis Null a. Dewasa muda yang bekerja tidak memiliki skor mean yang lebih tinggi secara signifikan dari skor mean dewasa muda yang tidak bekerja dalam alat ukur Subjective Happiness Scale. b. Dewasa muda yang bekerja memiliki skor mean yang lebih tinggi secara signifikan dari skor mean dewasa muda yang tidak bekerja dalam alat ukur Schedule for Evaluation of Individual Quality of Life – Direct Weighing.
Universitas Indonesia
40
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Partisipan Penelitian 4.1.1. Karakteristik Partisipan Berdasarkan pemikiran yang telah dijabarkan pada sub bab sebelumnya, maka karakteristik dari responden yang dapat mengikuti penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Berada pada rentang usia dewasa muda (berusia 18-40 tahun) Rentang usia dewasa muda dipilih karena salah satu tugas perkembangan utama pada rentang usia tersebut adalah bekerja (Havinghurst dalam Smolak, 1993). Hal ini sesuai dengan sasaran subjek yang akan diteliti yaitu dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja. b. Berjenis kelamin pria dan wanita c. Status sosial ekonomi minimal menengah Karakteristik ini ditandai dengan pengeluaran keluarga lebih dari Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah) perbulannya (berdasarkan criteria\ kelas menengah dari AC Nielsen, 2005, dalam Hariwono, 2008). Kelas menengah dipilih karena pada kelas ini diharapkan telah memenuhi kebutuhan dasar physiological dan safety pada teori hirarki kebutuhan Maslow. Ketika kebutuhan dasar tersebut belum terpenuhi, maka kebahagiaan individu cenderung dipengaruhi oleh halhal yang sifatnya materialistis (seperti uang untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan) (Izawa, 2004). d. Pendidikan minimal SMA Karakteristik ini dipilih karena dengan tingkat pendidikan minimal SMA berarti subjek memiliki cukup kesempatan untuk bekerja dengan latar belakang pendidikan yang cukup memadai. Selain itu, pembatasan latar belakang pendidikan tersebut juga bertujuan agar subjek sudah memiliki pemahaman tentang berbagai hal yang akan memudahkan pemberian kuesioner e. Pekerjaan Karakteristik ini terbagi untuk kelompok subjek dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja. Subjek bekerja dibatasi sesuai dengan definisi kerja
Universitas Indonesia
41
yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu paling sedikit menghabiskan jam kerja 1 jam perhari secara terus- menerus selama seminggu dan memperoleh penghasilan dari pekerjaannya. Untuk subjek tidak bekerja dibatasai sebagai individu yang tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki penghasilan, baik yang sedang aktif mencari pekerjaan maupun tidak aktif mencari pekerjaan.
4.1.2. Pemilihan Sampel Peneliti menggunakan metode non-probability atau non-random sampling sebagai metode sampling dalam penelitian ini. Metode non-probability sampling digunakan saat jumlah dari populasi tidak diketahui secara pasti sehingga tidak memiliki kesempatan yang sama dan bebas untuk dipilih (Kumar, 1999). Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan keterjangkauan peneliti dimana peneliti tidak dapat menjangkau seluruh populasi yang ada sehingga tidak semua anggota dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Jenis non-probability sampling yang dipilih dalam penelitian ini adalah accidental sampling, dimana pemilihan partisipan didasarkan pada ketersediaan dan kemudahan dalam mengakses populasi partisipan penelitian (Kumar, 1999). Kelebihan teknik sampling ini yaitu, teknik tersebut merupakan cara yang lebih murah dalam menyeleksi partisipan dan menjamin didapatkannya karakteristik partisipan yang dibutuhkan (Kumar, 1999). Sementara itu, kelemahannya adalah hasil yang diperoleh dari partisipan penelitian tidak dapat digeneralisir pada populasi secara keseluruhan, dan orang yang paling mudah dijangkau mungkin tidak benar-benar representatif untuk populasi (Kumar, 1999).
4.1.3. Jumlah Partisipan Kerlinger dan Lee (2000) menyatakan bahwa semakin besar jumlah sampel yang digunakan, maka kesalahan (error) statistik yang terjadi akan lebih kecil. Lebih lanjut Kerlinger & Lee (2000) menyatakan bahwa paling tidak terdapat 30 sampel atau lebih yang didapatkan untuk memperkecil bahaya ketidakrepresentasian sampel. Oleh karena itu, peneliti menyebarkan kuesioner dalam jumlah yang banyak. Secara keseluruhan, jumlah partisipan yang diperoleh berjumlah 132 partisipan, dimana subjek yang bekerja berjumlah 73 orang (20
Universitas Indonesia
42
orang pegawai negeri dan BHMN; 30 orang pegawai swasta; dan 23 orang wiraswasta dan professional) dan subjek yang tidak bekerja berjumlah 59 orang. Jumlah ini telah memenuhi batas minimum yang dapat menyebabkan penyebaran data mendekati penyebaran normal, yaitu tiga puluh orang sampel. Guilford dan Fructher (1981) menyatakan bahwa: ”such a frequency distribution will be close to the normal form when the population distribution is not seriously skewed and when N is not small not less than 30” (1981, p.125) 4.2. Tipe/ Desain Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah field study. Field study merupakan penelitian yang bersifat non-eksperimental serta ditujukan untuk menemukan hubungan dan interaksi antara variabel sosiologis, psikologis, dan edukasional di dalam struktur sosial yang nyata (Kerlinger & Lee, 2000). Penelitian ini termasuk dalam tipe field study karena bersifat non-eksperimental dan ditujukan untuk menemukan hubungan dan interaksi antara variabel pekerjaan (bekerja dan tidak bekerja) dengan kebahagiaan dan kualitas hidup. Berdasarkan number of contacts, penelitian ini tergolong sebagai penelitian cross-sectional karena hanya dilakukan sekali pengambilan data. Desain penelitian ini digunakan ketika ingin melihat gambaran mengenai suatu fenomena di saat penelitian dilakukan (Kumar, 1999).
4.3. Metode Pengumpulan Data Penelitian
ini
menggunakan
kuesioner
sebagai
metode
untuk
mengumpulkan data. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang harus dijawab oleh subjek dengan menuliskan atau menandai jawaban yang dianggap tepat (Kumar, 1999). Peneliti memilih kuesioner sebagai alat pengumpul data karena memiliki beberapa keunggulan (Kumar, 1999), yaitu: 1. Biaya yang relatif murah tetapi dapat menjangkau subjek yang banyak dalam waktu singkat. 2. Memungkinkan peneliti untuk menjaga anonimitas subjek. 3. Menghindari interviewer bias, seperti kualitas interviewer, kualitas interaksi, dan lain- lain.
Universitas Indonesia
43
Namun demikian, kuesioner juga memiliki beberapa kelemahan (Kumar, 1999), yaitu: 1. Kuesioner hanya dapat diaplikasikan pada populasi yang dapat membaca dan menulis. 2. Jika kuesioner diberikan secara individual, tidak semua penerima kuesioner akan mengembalikan kuesioner. Untuk mengatasi hal tersebut, kuesioner dapat diadministrasikan secara kolektif. 3. Subjek tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan klarifikasi dari pernyataan
yang
tidak
dimengerti
oleh
mereka.
Jika
subjek
menginterpretasikan pertanyaan secara berbeda, kualitas informasi yang didapatkan juga berbeda. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan uji validitas, reliabilitas, dan analisis item pada kedua alat ukur sebelum digunakan untuk pengambilan data penelitian. 4. Subjek memiliki cukup banyak waktu untuk berefleksi sebelum memberikan jawaban sehingga jawaban yang diberikan mungkin saja kurang spontan dan kurang menggambarkan diri subjek yang sebenarnya. 5. Respon terhadap sebuah pertanyaan dapat dipengaruhi oleh respon terhadap pertanyaan lain. Jika subjek membaca seluruh pertanyaan sebelum menjawab, jawaban pada pertanyaan tertentu dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dari pertanyaan lain. 6. Subjek memiliki kemungkinan untuk berkonsultasi dengan orang lain. Untuk mengatasi hal itu, subjek akan diberikan penekanan bahwa tidak ada jawaban yang benar atau salah pada setiap jawaban subjek. 7. Jawaban yang diberikan oleh subjek tidak dapat ditambahkan dengan informasi lain. Untuk
mengatasi beberapa kekurangan di atas,
peneliti melakukan
administrasi alat ukur dengan mendatangi rumah-rumah subjek dan mendampingi mereka ketika mengerjakan kuesioner, kalaupun kuesioner yang diberikan harus ditinggal, peneliti juga memastikan subjek sudah mengerti seluruh instruksi yang diminta dalam kuesioner tersebut.
Universitas Indonesia
44
4.4. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan di dalam penelitian ini adalah dua buah kuesioner yang mengukur kebahagiaan dan kualitas hidup. Di bawah ini akan dijabarkan mengenai masing- masing kuesioner tersebut. 4.4.1. Pengukuran Kebahagiaan Alat ukur yang akan digunakan untuk mengukur kebahagiaan adalah Subjective happiness scale yang sudah diadaptasi secara budaya dalam penelitian payung. Alat ukur ini merupakan skala yang terdiri dari 4 item dan mengukur kebahagiaan secara global (Lyubomirsky & Lepper, 1997). Alat ukur ini dikembangkan berdasarkan teori dari subjective well-being, bahwa kebahagiaan dinilai berdasarkan kriteria-kriteria subjektif yang dimiliki individu, sehingga dapat disimpulkan bahwa sumber-sumber kebahagiaan bervariasi dari individu ke individu lain (Lyubomirsky dan Lepper, 1997). Alat ukur Subjective happiness scale ini dipilih karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu mengukur kebahagiaan secara global (tidak hanya mengukur salah satu komponen kebahagiaan saja) dan terdiri dari beberapa item sehingga dapat diuji properti psikometrinya (Lyubomirsky dan Lepper, 1997). Alat ukur ini terdiri dari empat item dengan pilihan jawaban politomi yang memiliki rentang 1-6. Dua item meminta subjek untuk menggambarkan diri mereka menggunakan penilaian absolut dan penilaian yang berhubungan dengan teman sebaya. Dua item lain memberikan deskripsi singkat tentang individu yang bahagia dan tidak bahagia, kemudian meminta subjek untuk menggambarkan seberapa sesuai diri mereka dengan deskripsi tersebut. Berikut contoh item dalam alat ukur ini (item2): Bila dibandingkan dengan teman-teman sebaya saya, saya menganggap diri saya: 1(kurang bahagia)
2
3
4
5
6 (sangat bahagia)
Untuk keseluruhan item dapat dilihat di lampiran A.1
4.4.1.1. Metode Skoring Kebahagiaan Alat ukur subjective happiness scale terdiri dari empat item dengan pilihan jawaban politomi yang memiliki rentang skor 1-6. Item nomor 1, 2, dan 3 merupakan item dengan pernyataan positif dan item nomor 4 merupakan item
Universitas Indonesia
45
dengan pernyataan negatif. Untuk item yang positif, pilihan jawaban pada skala 6 akan menggambarkan kecenderungan seseorang menilai dirinya sebagai orang berbahagia. Sementara untuk item yang negatif, pilihan jawaban pada skala 6 akan menggambarkan kecenderungan seseorang untuk menilai dirinya sebagai orang yang tidak bahagia. Skor total didapat dengan cara mencari rata-rata nilai dari skor masing- masing item. Oleh karena itu skor total dari alat ukur ini akan berkisar antara 1 sampai 6. Semakin besar skor, menunjukkan kebahagiaan yang semakin besar pula (Lyubomirsky dan Lepper, 1997).
4.4.2. Pengukuran Kualitas Hidup Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup adalah SEIQoLDW yang sudah diadaptasi dalam penelitian payung. Alat ukur ini menggunakan pendekatan subjektif dalam mengukur kualitas hidup. Dalam SEIQoL, individu memilih aspek-aspek kehidupan yang ia pertimbangkan sebagai prioritas utama yang mempengaruhi kualitas hidupnya dan menggunakan sistem nilai mereka sendiri untuk mendeskripsikan status fungsional (kondisi/ posisinya saat ini dalam aspek kehidupan tersebut) dan derajat kepentingan relatif (sejauh mana ia menganggap aspek kehidupan tersebut penting baginya) dari masing- masing aspek-aspek yang ia pilih (Browne et al, 1997). Dalam alat ukur ini pula penilaian individu akan kesenjangan antara kenyataan dengan harapannya dalam hidup sudah dikonstruk secara internal dan subjektif dalam diri individu. Dengan demikian, SEIQoL sebagai alat ukur memungkinkan pengukuran kualitas hidup yang didasarkan pada perspektif individual itu sendiri (Hickey et al, 1996) dan mampu memberi gambaran mengenai persepsi individu mengenai kualitas hidup dan aspek-aspek kehidupan yang mempengaruhinya.
4.4.2.1 Metode Skoring Kualitas Hidup Alat ukur ini terdiri dari 3 item yang saling berhubungan. Pada item pertama, subjek diminta untuk menyebutkan lima aspek kehidupan yang dianggap penting oleh individu. Kemudian pada item kedua, subjek diminta untuk menilai kondisi hidupnya dengan skala 0-100. Setelah itu pada item ketiga, subjek diminta
Universitas Indonesia
46
untuk menyebutkan tingkat kepentingan masing- masing aspek. Berikut contoj item dari alat ukur SEIQoL-DW (item 2): Bagaimana Anda me nilai kondisi diri Anda pada masing-masing aspek pada hidup Anda sekarang sesuai dengan yang telah Anda pilih pada no. 1, dengan menggunakan skala 0-100? INSTRUKSI: Memilih angka mendekati Angka 0 menandakan bahwa kondisi Anda pada aspek yang dinilai, “berada pada kemungkinan terburuk“. Sedangkan memilih angka mendekati angka 100 menandakan bahwa kondisi Anda pada aspek yang dinilai, “berada pada kemungkinan terbaik“. Untuk keseluruhan item dapat dilihat pada lampiran A.2. Skor total diperoleh dengan mengalikan penilaian individu tentang kondisinya saat ini dengan proporsi kepentingan
pada
masing- masing
aspek,
lalu
menjumlahkan
keseluruhan hasil pada 5 aspek. Skor total dari alat ukur ini akan berkisar antara 0 sampai 100. Semakin tinggi skor kualitas hidup menandakan tingkat kualitas hidup yang semakin tinggi pula, yang berarti individu mempersepsi kesenjangan yang semakin kecil antara kenyataan dengan harapannya dalam aspek-aspek kehidupan yang dianggap penting.
4.4.3. Adaptasi dan Ujicoba Alat Ukur Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung Kebahagiaan dan Kualitas Hidup Masyarakat Jakarta. Oleh karena itu, proses adaptasi dan uji coba alat ukur dilakukan peneliti bersama dengan rekan peneliti lain yang tergabung dalam penelitian payung ini. Proses adaptasi dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: 1. Menerjemahkan alat ukur yang berbahasa Inggris ke bahasa Indonesia dan dilanjutkan dengan back translation pada hasil terjemahan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan makna pada masing- masing instruksi dan item yang sudah diterjemahkan bila dibandingkan dengan alat ukur asli. 2. Uji keterbacaan terhadap 30 orang yang memenuhi kriteria sampel pada lima kelompok yang berbeda (masing- masing 6 orang) dan pada waktu yang berbeda. Uji keterbacaan ini dilakukan dengan diskusi di dalam masing-
Universitas Indonesia
47
masing kelompok. Dari uji keterbacaan yang telah dilakuakan, peneliti melakukan beberapa perbaikan terhadap alat ukur. a. Subjective happiness scale, dilakukan perubahan terhadap item 3 dan item 4, karena sebagian besar subjek merasa kesulitan memahami kalimat pada item 3 dan 4. Selain itu, perubahan juga dilakukan pada skala menjadi skala 1-6. Alat ukur ini awalnya menggunakan skala 1-7 untuk pilihan responnya, namun berdasarkan hasil diskusi kelompok, adanya skala 4 membuat subjek akan cenderung memilih skala tersebut sebagai jawaban netral, sehingga skala diubah menjadi 1-6, agar dapat meminimalisir kecenderungan menjawab netral. b. Untuk alat ukur SEIQOL-DW, perubahan yang dilakukan adalah dengan membuat daftar pilihan aspek kehidupan untuk membantu subjek dalam menjawab item pertama. Hal ini dilakukan berdasarkan hasil uji keterbacaan, banyak subjek yang kesulitan untuk menyebutkan 5 aspek penting dalam kehidupan mereka seperti yang diminta pada item 1. Pada saat diskusi kelompok, setiap peneliti juga meminta subjek dari masingmasing kelompok untuk menuliskan aspek-aspek kehidupan yang penting menurut mereka untuk membantu peneliti membuat daftar pilihan aspek. 3. Selanjutnya peneliti melakukan uji coba alat ukur terhadap 89 orang subjek yang memenuhi kriteria sampel penelitian. Setelah uji coba dilakukan, peneliti melakukan pengujian validitas, reliabilitas, serta analisis item dar i alat ukur agar alat ukur memenuhi kriteria alat ukur yang baik.
4.4.3.1. Pengujian Subjective Happiness Scale Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan dengan metode single trial reliability, yaitu coefficient alpha. Uji reliabilitas ini dipilih karena konstruk subjective happiness merupakan konstruk unidimensional sehingga item- item di dalam Subjective happiness scale merupakan item- item yang sifatnya homogen, di mana item- item tersebut mengukur suatu konstruk yang sama. Dengan demikian, diharapkan itemitem yang ada di dalam alat ukur ini dapat benar-benar secara konsisten mengukur suatu konstruk yang sama. Metode single trial reliability dianggap tepat karena
Universitas Indonesia
48
dapat melihat konsistensi antar item dalam mengukur konstruk. Alat ukur dikatakan reliabel apabila memiliki konsistensi internal yang tinggi. Teknik coefficient alpha dipilih karena respon jawaban pada alat ukur berupa respon jawaban politomi. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS 17.0 didapatkan nilai koefisien Cronbach Alpha untuk Subjective happiness scale sebesar 0.640. Hal ini berarti 64 % varians merupakan varians true score dan 36 % varians merupakan varians error. Menurut (Aiken dan Groth-Marnat, 2006), nilai minimum reliabilitas adalah sebesar 0,6 yang berarti, nilai di atas 0,6 merupakan nilai reliabilitas yang baik. Dengan demikian, Subjective happiness scale merupakan alat ukur yang reliabel.
Analisis Item Untuk typical performance test, analisis item dapat dilakukan dengan melihat daya beda item secara kuantitatif. Item yang baik adalah item yang dapat membedakan individu dengan atribut yang tinggi dengan individu dengan atribut yang rendah. Pengujian dilakukan dengan metode
corrected item-total
correlation, di mana dilakukan korelasi antara item dengan skor total alat ukur tanpa memasukkan skor item yang diperiksa. Menurut Kaplan dan Saccuzzo (2005) item dikatakan memiliki daya beda yang baik bila koefisien korelasi skor item dan skor total memiliki nilai 0,3 atau lebih. Item yang memiliki koefisien corrected item-total correlation kurang dari 0,3 adalah item yang perlu dieliminasi atau direvisi karena item tersebut tidak dapat membedakan individu dengan atribut yang tinggi dengan individu dengan atribut yang rendah dalam hal konstruk yang hendak diukur. Berikut merupakan hasil perhitungan corrected item-total correlation dengan menggunakan SPSS 17.0: Tabel 4.1. Analisis Diskriminasi Item Subjective happiness scale Subjective happiness scale (α = 0.640) Item No. 1 Item No. 2 Item No. 3 Item No. 4
Corrected Correlation 0.601 0.554 0.459 0.225
Item- Total Alpha Coef. Deleted 0.481 0.490 0.547 0.781
If
Item
Universitas Indonesia
49
Dari tabel di atas, terlihat bahwa 3 item pada alat ukur ini telah memenuhi persyaratan item yang baik, dimana seluruh item memperoleh koefisien corrected item-total correlation lebih dari 0,3. Untuk item 4 perlu dilakukan revisi, karena memperoleh koefisien corrected item-total correlation kurang dari 0,3.
Validitas Uji validitas yang dilakukan adalah uji validitas menggunakan kriteria eksternal. Pada penelitian ini alat ukur BDI dan IKAD digunakan sebagai kriteria eksternal untuk uji validitas. IKAD adalah inventori yang mengukur karakteristik aktualisasi diri, sedangkan BDI mengukur gangguan depresi. Kedua alat ukur ini dipilih karena aktualisasi diri dan depresi berkaitan secara teoritis dengan konstruk subjective happiness. Sebuah konstruk dikatakan valid apabila hasil yang didapatkan dari alat ukur tertentu berkorelasi dengan variabel lain yang secara teoritis berkorelasi dengan konstruk tersebut (Anastasi dan Urbina, 1997). Secara teoritis, konstruk subjective happiness berhubungan dengan teori hirarki kebutuhan dari Maslow (Izawa, 2004). Individu akan merasa lebih bahagia terhadap hidupnya bila kebutuhan-kebutuhannya terpenuhi (Izawa, 2004). Inventori Karakteristik Aktualisasi Diri ingin melihat karakteristik aktualisasi diri dari individu. Berdasarkan pemikiran tersebut, seseorang yang memiliki karakteristik aktualisasi diri merupakan individu yang dapat memenuhi kebutuhan aktualisasi dirinya. Selain itu, ketika seseorang telah memiliki karakteristik aktualisasi diri, berarti kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah dari aktualisasi diri pun lebih terpenuhi, sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang yang memiliki karakteristik aktualisasi diri memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi. Lebih lanjut, gangguan depresi merupakan kelainan mengenai perasaan dasar (mood). Penilaian subjective happiness dipengaruhi oleh mood sesuai dengan mekanisme subjective well-being, sehingga terdapat hubungan secara teoritis antara subjective happiness dengan gangguan depresi. Hal ini berarti, semakin tinggi tingkat subjective happiness seharusnya diikuti dengan semakin rendahnya tingkat depresi. Berikut hasil perhitungan korelasi dengan menggunakan SPSS 17.0:
Universitas Indonesia
50
Tabel 4.2. Korelasi Subjective happiness scale dengan BDI dan IKAD Alat Ukur
Beck Depression Inventori Karakteristik Inventory Aktualisasi Diri Subjective happiness r = -0.318 r = 0.310 scale Sig = 0.002 Sig = 0.003 r2 = 0.10 r2 = 0.09 Dari tabel 4.2 terlihat bahwa koefisien korelasi antara skor Subjective happiness scale dengan skor BDI adalah -0,318 dengan signifikansi sebesar 0,002. Hal ini berarti bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara Subjective happiness scale dengan skor BDI (pada los 0.05). Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat subjective happiness diikuti dengan semakin rendahnya tingkat depresi. Selanjutnya, didapatkan koefisien korelasi antara skor Subjective happiness scale dengan skor IKAD sebesar 0.310 dengan signifikansi sebesar 0.003. Hal ini berarti terdapat korelasi yang signifikan antara subjective happiness dengan karakteristik aktualisasi diri (pada los 0.05). Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat subjective happiness diikuti dengan semakin tingginya karakteristik aktualisasi diri. Hasil kedua korelasi tersebut menunjukkan bahwa Subjective happiness scale dapat secara tepat mengukur konstruk Subjective Happiness.
Norma Alat ukur Subjective happiness scale memiliki respon jawaban yang merupakan pilihan berupa skala interval dengan kontinum dari unfavorable sampai dengan favorable, yaitu dari Sangat Tidak Bahagia sampai dengan Sangat Bahagia. Menurut Edwards (1957) pada respon jawaban interval, terdapat sebuah kontinum, di mana kontinum tersebut mengarah pada dua kutub. Dengan salah satu kutub didefinisikan sebagai unfavorable dan kutub lainnya didefinisikan sebagai favorable, serta nilai tengah yang didefinisikan sebagai netral. Pada skala dengan pilihan jawaban berupa skala equal-appearing interval ini, skor yang didapatkan oleh individu memiliki arti interpretasi absolut dengan dasar nilai kontinum pada respon jawaban dalam alat ukur itu sendiri. Interpretasi dari alat tes dengan equal-appearing interval dapat dibuat secara independen tanpa melihat distribusi skor dari sebuah kelompok tertentu (Edwards, 1957). Dengan demikian,
Universitas Indonesia
51
norma yang dipilih sebagai dasar interpretasi alat ukur pun diambil dari kontinum yang terkandung dari respon jawaban. Hal ini dilakukan karena Subjective happiness scale merupakan alat ukur dengan subjektivitas yang nyata. Dengan demikian, membandingkan skor individu dengan performa kelompok dianggap kurang pantas untuk dilakukan sebagai dasar interpretasi karena arti kebahagiaan yang berbeda pada masing- masing individu. Pembuatan norma dapat dilakukan dengan cara melihat skor total dari individu dan membandingkannya pada kontinum respon jawaban. Kontinum respon jawaban pada Subjective happiness scale terentang dari: (1) Sangat Tidak Bahagia (2) Tidak Bahagia (3) Agak Tidak Bahagia (4) Agak Bahagia (5) Bahagia (6) Sangat Bahagia. Dengan demikian, rentang kontinum norma ya ng diperoleh dapat dilihat pada table di bawah ini: Tabel 4.3. Norma Subjective happiness scale Skor Total Subjective happiness scale 1 s/d 2 2.1 s/d 3 3.1 s/d 4 4.1 s/d 5 5.1 s/d 6
Inte rpretasi Sangat Tidak Bahagia Tidak Bahagia Netral Bahagia Sangat Bahagia
4.4.3.2. Pengujian SEIQOL-DW Alat ukur SEIQOL-DW merupakan alat ukur yang berbasis wawancara dan terdiri dari 3 item yang saling berhubungan. Oleh karena itu, untuk alat ukur ini peneliti hanya melakukan pengujian validitas. Menurut Anastasi dan Urbina (1997), validitas berkaitan dengan apa yang diukur oleh tes dan seberapa tepat tes mengukur apa yang hendak diukur. Pengujian SEIQOL-DW juga menggunakan IKAD dan BDI. IKAD adalah inventori yang mengukur karakteristik aktualisasi diri, sedangkan BDI mengukur gangguan depresi. Kedua alat ukur ini dipilih karena aktualisasi diri dan depresi berkaitan secara teoritis dengan konstruk kualitas hidup. Konstruk kualitas hidup berhubungan dengan teori hirarki kebutuhan dari Maslow. Menurut Maslow (dalam Ventgodt, 2003) untuk mencapai kualitas hidup yang baik, individu perlu memenuhi kebutuhankebutuhan hidupnya. Inventori Karakteristik Aktualisasi Diri ingin melihat karakteristik aktualisasi diri dari individu. Berdasarkan pemikiran terseb ut,
Universitas Indonesia
52
seseorang yang memiliki karakteristik aktualisasi diri merupakan individu yang dapat memenuhi kebutuhan aktualisasi dirinya. Selain itu, ketika seseorang telah memiliki karakteristik aktualisasi diri, berarti kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah dari aktualisasi diri pun telah terpenuhi, sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang yang memiliki karakteristik aktualisasi d iri memiliki tingkat kualitas hidup yang lebih tinggi. Lebih lanjut, gangguan depresi merupakan kelainan mengenai perasaan dasar (mood). Adanya gangguan depresi ditemukan dapat menurunkan kualitas hidup individu (Berlim, Mattevi, & Fleck, 003). Hal ini berarti, semakin tinggi tingkat tingkat kualitas hidup seharusnya diikuti dengan semakin rendahnya tingkat depresi. Tabel 4.4. Korelasi Global quality of life dengan BDI dan IKAD Alat Ukur
Beck Depression Inventory SEIQoL-DW r = -0.262 Sig = 0.013 r2 = 0.07 Berdasarkan hasil perhitungan yang terlihat
Inventori Karakteristik Aktualisasi Diri r = 0.066 Sig = 0.541 r2 = 0.004 pada tabel 3 didapatkan
koefisien korelasi antara skor global quality of life dengan skor BDI sebesar 0,262 dengan signifikansi sebesar 0,013. Hal ini berarti terdapat korelasi yang signifikan antara global quality of life dengan skor BDI (pada los 0.05). Dengan kata lain, semakin tinggi kualitas hidup subjektif seseorang diikuti dengan semakin rendahnya tingkat depresi. Selain itu, didapatkan koefisien korelasi antara skor global quality of life dengan skor IKAD sebesar 0.066 dengan signifikansi sebesar 0.541. Hal ini berarti tidak terdapat korelasi yang signifikan antara global quality of life dengan karakteristik aktualisasi diri. Adanya korelasi yang signifikan antara global quality of life dengan BDI menunjukkan bahwa alat ukur SEIQOL-DW dapat secara tepat mengukur kualitas hidup.
Norma Alat ukur SEIQOL-DW memiliki respon jawaban yang merupakan pilihan berupa skala interval dengan kontinum dari unfavorable sampai dengan favorable, yaitu dari Kualitas Hidup Sangat Buruk sampai dengan Kualitas Hidup Sangat Baik. Menurut Edwards (1957) pada respon jawaban interval, terdapat sebuah
Universitas Indonesia
53
kontinum, di mana kontinum tersebut mengarah pada dua kutub. Dengan salah satu kutub didefinisikan sebagai unfavorable dan kutub lainnya didefinisikan sebagai favorable, serta nilai tengah yang didefinisikan sebagai netral. Pada skala dengan pilihan jawaban berupa skala equal-appearing interval ini, skor yang didapatkan oleh individu memiliki arti interpretasi absolut dengan dasar nilai kontinum pada respon jawaban dalam alat ukur itu sendiri. Interpretasi dari alat tes dengan equal-appearing interval dapat dibuat secara independen tanpa melihat distribusi skor dari sebuah kelompok tertentu (Edwards, 1957). Dengan demikian, norma yang dipilih sebagai dasar interpretasi alat ukur pun diambil dari kontinum yang terkandung dari respon jawaban. Hal ini dilakukan karena SEIQOL-DW merupakan alat ukur dengan subjektivitas yang nyata. Dengan demikian, membandingkan skor individu dengan performa kelompok dianggap kurang pantas untuk dilakukan sebagai dasar interpretasi karena arti kualitas hidup yang berbeda pada masing- masing individu. Pembuatan norma dapat dilakukan dengan cara melihat skor total dari individu dan membandingkannya pada kontinum respon jawaban. Kontinum respon jawaban pada alat ukur SEIQOL-DW terentang dari: (0) Kualitas Hidup Sangat Buruk, sampai (100) Kualitas Hidup Sangat Baik. Dengan demikian, rentang kontinum norma yang diperoleh dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.5. Norma SEIQoL-DW Skor Total SEIQoL-DW 0 s/d 20 21 s/d 40 41 s/d 60 61 s/d 80 81 s/d 100
Inte rpretasi Kualitas Hidup Sangat Buruk Kualitas Hidup Buruk Kualitas Hidup Sedang Kualitas Hidup Baik Kualitas Hidup Sangat Baik
4.4.4. Data Kontrol Data kontrol memuat pertanyaan-pertanyaan untuk mengontrol subjek penelitian berdasarkan karakteristik yang sudah ditetapkan sebelumnya dan diharapkan dapat memberikan gambaran karakteristik umum subjek penelitian secara jelas. Terdapat dua data yang akan diisi oleh partisipan, yaitu data keluarga dan data individu. Untuk data keluarga, peneliti akan memberikan satu lembar isian data keluarga untuk satu rumah. Oleh karena itu, data keluarga hanya akan
Universitas Indonesia
54
diisi oleh satu partisipan saja dalam satu rumah. Data keluarga tersebut berisikan jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut, sumber penghasilan keluarga, jumlah pengeluaran rutin perbulan, dan jumlah pengeluaran tidak rutin perbulan. Untuk pengeluaran per bulan, pengkategorisasiannya didasarkan pada pembagian Status Sosial Ekonomi (Socio-Economic Status) menurut Nielsen Media Research (2005). Sementara untuk data individu, masing- masing partisipan penelitian akan diminta untuk mengisi data individu yang diberikan. Pada lembar isian data individu berisi pertanyaan tentang tanggal lahir untuk mengetahui usia, jenis kelamin, status pernikahan, kedudukan dalam keluarga, pendidikan terakhir, pekerjaan, lokasi tempat tinggal, lokasi kantor, jarak tempuh perjalanan, waktu tempuh perjalanan, sarana transportasi yang digunakan, dan penghasilan perbulan. Kesemua hal tersebut digunakan untuk melihat gambaran demografi dari populasi yang dituju.
4.5. Prosedur Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan topik ―Kebahagiaan dan Kualitas Hidup Masyarakat Jakarta‖. Penelitian payung ini dilakukan oleh 9 orang mahasiswa. Prosedur penelitian dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu, tahap persiapan, pelaksanaan, dan pengolahan data. Tahap persiapan dan pelaksanaan dilakukan secara berkelompok, sedangkan tahap pengolahan data dilakukan secara individual.
4.5.1. Tahap Pe rsiapan Hal-hal yang dilakukan dalam tahap persiapan antara lain : 1. Menentukan topik atau permasalahan yang akan diteliti 2. Mencari informasi lebih jauh mengenai fenomena yang akan diteliti, meliputi studi kepustakaan serta informasi lainnya melalui internet. 3. Merumuskan permasalahan penelitian 4. Merumuskan hipotesis penelitian. 5. Menentukan populasi dan sampel penelitian 6. Mengadaptasi alat ukur
Universitas Indonesia
55
Alat ukur yang digunakan adalah Subjective happiness scale dan SEIQOLDW. Proses adaptasi alat ukur dilakukan peneliti bersama dengan rekan peneliti lain yang tergabung dalam penelitian payung. Rekan peneliti tersebut memang memfokuskan penelitiannya mengenai adaptasi kedua alat ukur ini. Oleh karena itu, dalam proses ini peneliti tidak menjelaskan secara rinci proses adaptasi yang dilakukan. Langkah- langkah yang dilakukan dalam melakukan adaptasi alat ukur adalah: 1) Menerjemahkan bahasa yang digunakan alat ukur ke dalam bahasa Indonesia, sesuai dengan bahasa yang umum digunakan oleh responden penelitian 2) Melakukan back translation. 3) Melakukan uji keterbacaan pada tanggal 25-28 Februari 2009 terhadap alat ukur yang telah diterjemahkan. 4) Merevisi alat ukur berdasarkan hasil uji keterbacaan. 5) Melakukan uji coba alat ukur pada tanggal 4 sampai 15 Maret 2009. Uji coba ini dilakukan menggunakan responden yang lebih besar, yaitu 89 orang. 6) Menguji reliabilitas, validitas, dan analisis item alat ukur 7. Melakukan revisi alat ukur berdasarkan hasil uji coba. 8. Pelatihan terhadap peneliti untuk standardisasi pengambilan data.
4.5.2. Tahap Pelaksanaan Hal-hal yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan antara lain : 1. Melakukan pengambilan data Penelitian yang dilakukan merupakan bagian dari penelitian payung. Oleh karena itu, pengambilan data dilakukan bersama dengan rekan peneliti lain. Untuk menghemat waktu dan tenaga, peneliti dibagi ke dalam 3 kelompok, yang setiap kelompok terdiri dari 3 orang. Setiap kelompok mendatangi wilayah yang berbeda-beda. Pengambilan data penelitian dilakukan pada rentang waktu tanggal 26 Maret 2009 – 17 April 2009. Pengambilan data dilakukan dengan metode survei, yaitu household survey. Metode ini dilakukan dengan mendatangi rumah-rumah warga, dimana nantinya seluruh
Universitas Indonesia
56
anggota keluarga
yang
memenuhi kriteria partisipan akan diminta
kesediaannya untuk menjadi partisipan penelitian dan mengisi kuesioner. Peneliti memilih 30 rumah dari setiap daerah di Jabodetabek, 30 rumah dipilih dengan pertimbangan bahwa jumlah tersebut dapat memberikan gambaran yang representatif terhadap populasi penelitian. Selanjutnya peneliti meminta izin pada pejabat setempat untuk melakukan pengambilan data. Setelah memperoleh izin, pengambilan data dilakukan dengan mendatangi rumahrumah di setiap wilayah. Di setiap rumah, data diambil dari seluruh anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut yang memenuhi karakteristik subjek penelitian, yaitu berusia 18 tahun ke atas dengan pendidikan minimal SMA, dan berada pada kelas sosial menengah ke atas. 2. Mengumpulkan dan menyiapkan data untuk diolah. Peneliti melakukan pengumpulan data kuesioner yang sebelumnya ditinggal di masing- masing rumah partisipan. Selanjutnya, peneliti melakukan pengecekan kelengkapan data dan isian dari kuesioner yang telah dikembalikan. Apabila ada data yang tidak lengkap dan tidak sesuai dengan kriteria karakteristik partisipan yang telah ditentukan sebelumnya, maka data tersebut akan dipisahkan oleh peneliti. Setelah seluruh data terkumpul dan siap digunakan, peneliti melakukan skoring terhadap alat ukur dan melakukan proses entry data. Peneliti juga melakukan pengecekan kembali antara data yang tertulis di lembar kuesioner dengan data yang telah dimasukkan ke dalam software di komputer.
Hal ini dilakukan sebagai cara untuk
menghindari kesalahan input data.
4.5.3. Tahap Pengolahan Data Hal-hal yang dilakukan dalam tahap akhir antara lain : 1. Melakukan pengolahan data secara kuantitatif dengan menggunakan SPSS 13.0 for Windows 2. Menginterpretasikan hasil analisis statistik berdasarkan teori dan kerangka berpikir yang telah disusun sebelumnya. 3. Melakukan analisis dan pembahasan berdasarkan data yang diperoleh. 4. Menarik kesimpulan.
Universitas Indonesia
57
5. Mengajukan saran tindak lanjut. 6. Menyusun dan melakukan perbaikan terhadap laporan penelitian.
4.6. Analisis Data Untuk melihat gambaran kebahagiaan dan kualitas hidup dilakukan analisis berupa perhitungan rata-rata dan frekuensi yang diubah menjadi proporsi (persentase). Selain itu, untuk data kualitas hidup, juga akan dilakukan analisis berupa perhitungan frekuensi terhadap aspek-aspek penting yang mempengaruhi kualitas hidup. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan kebahagiaan dan kualitas hidup pada dua kelompok subjek, dilakukan analiasis uji-t, yaitu dengan menghitung selisih rata-rata skor total dari masing- masing alat ukur yang digunakan (Subjective happiness scale dan SEIQoL-DW) pada kelompok dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja. Peneliti juga akan melakukan analisis untuk mengetahui perbedaan kebahagiaan dan kualitas hidup pada beberapa kelompok subjek dengan jenis pekerjaan yang berbeda-beda. Untuk mengetahui hal tersebut, dilakukan perhitungan ANOVA, yaitu prosedur pengujian hipotesis yang digunakan untuk mengevaluasi perbedaan mean di antara 2 atau lebih kelompok subjek (Gravetter & Wallnau, 2007). Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat perbedaan mean dari skor kebahagiaan dan kualitas hidup antara 5 kelompok subjek dengan jenis pekerjaan yang berbeda (pegawai negeri dan BHMN, pegawai swasta, wiraswasta dan professional, ibu rumah tangga, dan tidak bekerja). Seluruh perhitungan statistik akan dilakukan dengan menggunakan SPSS 13.0 for Windows.
Universitas Indonesia
58
BAB 5 HASIL DAN ANALISIS HASIL
5.1. Gambaran Umum Subjek Subjek dalam penelitian ini adalah dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja di Jakarta dan sekitarnya. Jumlah keseluruhan subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebesar 132 orang yang terdiri dari 73 orang untuk dewasa muda yang bekerja dan 59 orang untuk dewasa muda yang tidak bekerja. Data mengenai gambaran umum subjek diperoleh melalui data partisipan yang terlampir dalam alat penelitian. Tabel 5.1. Penyebaran Usia, Jenis Kelamin, Status Pernikahan, Wilayah Tempat Tinggal, dan Latar Belakang Pendidikan Subjek Demografi Usia
Jenis Kelamin Status Pernikahan
≤ 20 21-25 26-30 31-35 36-40 Laki- laki Perempuan Lajang
Menikah Wilayah Jakarta Utara Jakarta Timur Jakarta Selatan Jakarta Barat Jakarta Pusat Bogor Depok Tanggerang Bekasi Pendidikan SMA Diploma S1 Pasca sarjana Berdasarkan tabel di atas
Bekerja Frekuensi 1 12 28 19 13 35 38 29
Tidak Bekerja Persentase Frekuensi Persentase 1.37 4 6.78 15.19 19 32.2 38.36 24 40.68 26.03 4 6.78 17.81 8 13.56 47.95 24 40.7 52.05 35 59.3 39.73 33 55.93
44 4 3 6
60.27 5.48 4.11 8.22
26 10 2 10
44.07 16.95 3.39 16.95
6 8.22 5 8.47 5 6.85 7 11.86 14 19.18 10 13.69 5 8.47 11 15.07 10 16.95 14 19.18 10 16.95 6 8.22 16 27.12 6 8.22 6 10.17 52 71.23 35 59.32 9 12.33 2 3.39 dapat dilihat bahwa kelompok individu yang
bekerja sebagian besar berusia antara 26 sampai 30 tahun dan paling sedikit berusia kurang dari 20 tahun. Pada kelompok individu yang tidak bekerja, jumlah Universitas Indonesia
59
terbanyak juga berada pada rentang usia 26 sampai 30 tahun. Subjek berusia kurang dari 20 tahun dan 31 sampai 35 tahun berjumlah paling sedikit pada kelompok tidak bekerja. Berdasarkan jenis kelamin, pada kedua kelompok penelitian (bekerja dan tidak bekerja), sebagian besar subjek berjenis kelamin perempuan. Hal ini mungkin dikarenakan metode pengambilan data yang dilakukan dengan mendatangi rumah-rumah warga. Pengambilan data lebih banyak dilakukan pada hari kerja, sehingga bisanya yang ditemui oleh peneliti di rumah adalah wanita atau ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Penyebaran status pernikahan menunjukkan pada kelompok bekerja, sebagian besar subjek telah menikah sedangkan pada kelompok tidak bekerja, sebagian besar subjek berstatus lajang. Hal ini mungkin dikarenakan pada kelompok bekerja, sebagian besar subjek yang lajang berusia 21-25 tahun (lihat lampiran B.25) sehingga mungkin saja pada rentang usia tersebut mereka baru menyelesaikan pendidikan dan belum menikah. Wilayah tempat tinggal subjek yang berada pada kelompok bekerja menyebar secara merata di seluruh wilayah Jakarta dan sekitarnya. Pada kelompok bekerja, mayoritas subjek tinggal di wilayah Bogor dan Bekasi sedangkan paling sedikit tinggal di wilayah Jakarta Timur. Pada kelompok subjek yang tidak bekerja, sebagian besar subjek bertempat tinggal di daerah Bekasi, Tanggerang, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan sedangkan paling sedikit bertempat tinggal di daerah Jakarta Timur. Sedikitnya jumlah subjek yang bertempat tinggal di wilayah Jakarta Timur mungkin dikarenakan ketika saat pengambilan data di wilayah Jakarta Timur, peneliti lebih banyak menemui subjek yang sudah berusia lanjut sehingga mereka cenderung tidak bersedia mengisi kuesioner. Berdasarkan latar belakang pendidikan terlihat bahwa baik pada kelompok bekerja maupun tidak bekerja, sebagian besar subjek memiliki latar belakang pendidikan S1. Jumlah paling sedikit untuk kelompok bekerja adalah subjek dengan latar belakang pendidikan SMA dan untuk kelompok tidak bekerja adalah subjek dengan latar belakang pendidikan pasca sarjana. Jumlah subjek yang sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan S1 mungkin dikarenakan pada penelitian ini karakteristik subjek difokuskan pada usia dewasa muda. Pada
Universitas Indonesia
60
rentang usia tersebut tingkat pendidikan yang sudah dicapai kebanyakan adalah sarjana atau S1. Tabel 5.2. Status Pekerjaan, Penghasilan, dan Aktivitas Mencari Kerja Data partisipan Status pekerjaan
Penghasilan
Aktivitas cari kerja
Pegawai Negeri dan BHMN Pegawai Swasta Wiraswasta dan professional Ibu rumah tangga Tidak bekerja < 1000.000 1.000.0012.500.000 2.500.0015.000.000 5.000.0017.500.000 7.500.00110.000.000 >10.000.001 Tidak relevan
Bekerja Tidak Bekerja Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase 20 27.39 30 23
41.09 31.51
2 20
2.74 27.39
28
38.36
10
13.69
7
9.59
6
8.22
22
37.29
37
62.71
13
22
Sedang aktif 39 66.1 mencari kerja Tidak aktif 7 11.9 mencari kerja Pada penelitian ini, peneliti membagi subjek ke dalam dua kelompok berdasarkan pekerjaannya menjadi kelompok bekerja dan tidak bekerja. Kelompok bekerja terdiri dari pegawai negeri dan BHMN, pegawai swasta, dan wiraswasta dan professional, sedangkan untuk kelompok tidak bekerja, terdiri dari ibu rumah tangga dan individu yang tidak memiliki pekerjaan. Seluruh subjek dalam penelitian ini baik bekerja maupun yang tidak bekerja merupakan individu yang termasuk dalam kelas sosial minimal menengah, hal ini ditandai dengan pengeluaran keluarga minimal Rp 3.000.000 per bulan. Pada kelompok bekerja, sebagian besar subjek bekerja sebagai pegawai swasta. Hal ini menunjukkan bahwa sektor swasta mendominasi pekerjaan warga Jabodetabek bila dibandingkan dengan sektor pemerintah. Selain itu, jumlah wiraswasta dan profesional yang menempati urutan kedua menunjukkan bahwa Universitas Indonesia
61
cukup banyak warga Jabodetabek yang membuka usaha atau lapangan pekerjaan sendiri. Pada kelompok tidak bekerja, subjek yang tidak memiliki pekerjaan berjumlah 62.71% dan ibu rumah tangga sebesar 37.29%. Khusus untuk kelompok bekerja, terdapat data tentang penghasilan per bulan yang mereka peroleh dari pekerjaannya. Dari table 5.2 di atas, terlihat bahwa sebagian besar subjek yang bekerja memiliki penghasilan berkisar antara Rp 2.500.001-5.000.000 dan paling sedikit subjek berpenghasilan kurang dari Rp 1.000.000. Hal ini mungkin terjadi karena sasaran subjek dalam penelitian ini adalah warga Jabodetabek yang berstatus sosial menengah. Khusus untuk kelompok tidak bekerja, terdapat data tentang aktivitas subjek dalam mencari pekerjaan. Sebagian besar subjek tidak bekerja sedang aktif mencari pekerjaan, sedangkan sisanya tidak mencari pekerjaan dan menjawab tidak relevan. Hal ini mungkin dikarenakan sebagian subjek yang termasuk dalam kelompok tidak bekerja adalah ibu rumah tangga, dimana mereka menganggap ibu rumah tangga adalah profesi yang mereka jalani, sehingga mereka tidak merasa pekerjaan merupakan hal yang relevan untuk mereka.
5.2. Gambaran Kebahagiaan Interpretasi terhadap skor kebahagiaan yang diperoleh dari alat ukur Subjective happiness scale dikaitkan dengan norma yang telah dibuat oleh rekan peneliti yang juga tergabung dalam payung penelitian dan memfokuskan skripsinya pada adaptasi alat ukur (lihat tabel 4.3). Tabel 5.3. Frekuensi Skor Subjective happiness scale Rentang skor (interpretasi)
Bekerja Tidak Bekerja Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Sangat Tidak Bahagia 0 0 1 1.69 Tidak Bahagia 1 1.37 2 3.39 Netral 13 17.81 14 23.73 Bahagia 32 43.84 31 52.54 Sangat Bahagia 27 36.98 11 18.64 Jumlah 73 100 59 100 Dari tabel 5.3 terlihat bahwa baik pada kelompok bekerja maupun tidak bekerja, sebagian besar subjek berada pada kondisi bahagia, yaitu dengan persentase sebesar 43,84% untuk kelompok bekerja, dan 52,54% untuk kelompok tidak bekerja. Data ini menunjukkan bahwa baik dewasa muda yang bekerja Universitas Indonesia
62
maupun yang tidak bekerja sebagian besar memandang diri mereka sebagai orang yang bahagia. Selanjutnya peneliti melihat perbandingan mean di antara kedua kelompok.
5.2.1. Perbandingan Kebahagiaan Antara Kelompok Bekerja dan Tidak Bekerja Pada bagian ini, peneliti akan membandingkan rata-rata dari skor kebahagiaan dari kedua kelompok, yaitu kelompok dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja. Skor kebahagiaan diperoleh dari alat ukur Subjective happiness scale yang terdiri dari 4 item. Tabel 5.4. Hasil t tes skor kebahagiaan Mean (Bekerja) 4.83
Mean (Tidak Bekerja) 4.46
Levene’s Test for Equality of Variance 0.588 (sig 0.445)
t
sign
Equal 2.915 0.004 variance assumed Equal 2.858 0.005 variance not assumed Pada perhitungan t test skor kebahagiaan dengan membandingkan mean
yang diperoleh dari dua kelompok subjek berdasarkan kategori dewasa muda bekerja dan tidak bekerja pada tingkat signifikansi 0.05, diperoleh hasil nilai signifikansi dari F levene’s test menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0.05, maka nilai yang dilihat adalah kelompok equal yaitu t = 2.915 dengan nilai signifikansi 0.004. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0.05, berarti menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja dalam hal kebahagiaan. Pada kelompok dewasa muda yang bekerja diperoleh nilai rata-rata 4.83. Nilai rata-rata tersebut lebih besar dari nilai rata-rata yang diperoleh kelompok dewasa muda yang tidak bekerja, yaitu sebesar 4.46. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun berdasarkan perhitungan frekuensi sebagian besar subjek pada kedua kelompok berada dalam kondisi bahagia, namun setelah dilakukan uji t kelompok dewasa muda bekerja ternyata memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi secara signifikan bila dibandingkan dengan kelompok dewasa muda yang tidak
Universitas Indonesia
63
bekerja. Hal ini berarti bahwa pekerjaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebahagiaan. Selanjutnya peneliti juga melakukan perhitungan tambahan untuk melihat perbandingan kebahagiaan pada 5
kelompok
subjek
berdasarkan jenis
pekerjaannya. Tabel 5.5. Hasil anova skor kebahagiaan berdasarkan status pekerjaan Pekerjaan N Mean F Sig. Pegawai Negeri dan BHMN 20 4.74 3.083 .018 Pegawai Swasta 30 4.89 Wiraswasta dan profesional 23 4.84 Ibu Rumah Tangga 22 4.68 Tidak Bekerja 37 4.33 Pada perhitungan anova skor kebahagiaan dengan membandingkan mean yang diperoleh dari 5 kelompok subjek berdasarkan kategori pegawai negeri dan BHMN, pegawai swasta, wiraswasta dan profesional, ibu rumah tangga, dan tidak memiliki pekerjaan pada nilai signifikansi 0.05, diperoleh hasil nilai F sebesar 3.083 dengan nilai signifikansi sebesar 0.018. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0.05, berarti menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara 5 kelompok subjek dengan jenis pekerjaan yang berbeda-beda dalam hal kebahagiaan. Dari nilai- nilai mean yang diperoleh, terlihat bahwa pegawai swasta memiliki nilai rata-rata kebahagiaan paling tinggi dibandingkan kelompok lainnya, yaitu sebesar 4.89. Selanjutnya diikuti dengan wiraswasta dan professional; pegawai negeri dan BHMN, ibu rumah tangga, dan yang memiliki nilai rata-rata kebahagiaan paling rendah adalah kelompok tidak bekerja (mean = 4.33). Selain itu, dari perhitungan Post Hoc Test (lihat lampiran B.11) juga diketahui bahwa dari 5 kelompok yang dibandingkan, kelompok yang berbeda secara signifikan adalah kelompok tidak bekerja dengan kelompok pegawai swasta, sedangkan untuk kelompok lainnya tidak ditemukan perbedaan yang signifikan.
5.3. Gambaran Kualitas Hidup Interpretasi terhadap skor kualitas hidup yang diperoleh dari alat ukur SEIQOL-DW dikaitkan dengan norma yang telah dibuat oleh rekan peneliti yang Universitas Indonesia
64
juga tergabung dalam payung penelitian dan memfokuskan skripsinya pada adaptasi alat ukur (lihat tabel 4.5). Tabel 5.6. Frekuensi Skor SEIQOL-DW Rentang skor (interpretasi)
Bekerja Tidak Bekerja Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Kualitas Hidup Sangat Buruk 1 1.37 0 0 Kualitas Hidup Buruk 4 5.48 2 3.39 Kualitas Hidup Sedang 5 6.85 9 15.25 Kualitas Hidup Baik 34 46.58 26 44.07 Kualitas Hidup Sangat Baik 29 39.73 22 37.29 Jumlah 73 100 59 100 Dari tabel 5.6 terlihat bahwa baik pada kelompok bekerja maupun tidak bekerja, sebagian besar subjek memiliki kualitas hidup yang baik, yaitu dengan persentase sebesar 46.58% untuk kelompok bekerja, dan 44.07% untuk kelompok tidak bekerja. Data ini menunjukkan bahwa baik dewasa muda yang bekerja maupun yang tidak bekerja sebagian besar memiliki kualitas hidup yang baik. Selanjutnya peneliti melihat perbandingan mean di antara kedua kelompok.
5.3.1. Perbandingan Kualitas Hidup antara Dewasa Muda Bekerja dan Tidak Bekerja Pada bagian ini, peneliti akan membandingkan rata-rata dari skor kualitas hidup dari kedua kelompok, yaitu kelompok dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja. Skor kualitas hidup diperoleh dari alat ukur SEIQOL-DW dengan melihat hasil perhitungan kualitas hidup secara global. Tabel 5.7. Hasil t tes skor kualitas hidup Mean (Bekerja) 73.88
Mean (Tidak Bekerja) 73.69
Levene’s Test for Equality of Variance 0.141 (sig 0.708)
t
sign
Equal 0.06 0.952 variance assumed Equal 0.061 0.951 variance not assumed Pada perhitungan t test skor kualitas hidup dengan membandingkan mean
yang diperoleh dari dua kelompok subjek berdasarkan kategori dewasa muda bekerja dan tidak bekerja pada tingkat signifikansi 0.05, diperoleh hasil nilai F levene’s test menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0.05, maka nilai yang dilihat Universitas Indonesia
65
adalah kelompok equal yaitu t = 0.06 dengan nilai signifikansi 0.952. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05, berarti menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja dalam hal kebahagiaan. Dari nilai rata-rata yang diperoleh kedua kelompok juga tidak jauh berbeda, yaitu 73.88 untuk kelompok bekerja dan 73.69 untuk kelompok tidak bekerja. Hal ini berarti bahwa pekerjaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas hidup. Selanjutnya peneliti juga melakukan perhitungan tambahan untuk melihat perbandingan kebahagiaan pada 5
kelompok
subjek
berdasarkan jenis
pekerjaannya. Tabel 5.8. Hasil Anova skor kualitas hidup Pekerjaan N Mean F Sig. Pegawai Negeri dan BHMN 20 69.1 1.507 .204 Pegawai Swasta 30 75.73 Wiraswasta dan profesional 23 75.61 Ibu Rumah Tangga 22 79.15 Tidak Bekerja 37 70.21 Pada perhitungan anova skor kualitas hidup dengan membandingkan mean yang diperoleh dari 5 kelompok subjek berdasarkan kategori pegawai negeri dan BHMN, pegawai swasta, wiraswasta dan profesional, ibu rumah tangga, dan tidak memiliki pekerjaan pada nilai signifikansi 0.05, diperoleh hasil nilai F sebesar 1.507 dengan nilai signifikansi sebesar 0.204. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05, berarti menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara 5 kelompok subjek dengan jenis pekerjaan yang berbeda-beda dalam hal kebahagiaan. Dari nilai- nilai mean yang diperoleh, terlihat bahwa ibu rumah tangga memiliki tingkat kualitas hidup paling tinggi dibandingkan kelompok lainnya, yaitu sebesar 79.15. Selanjutnya diikuti dengan pegawai swasta, wiraswasta dan professional, tidak bekerja, dan yang memiliki nilai rata-rata kualitas hidup paling rendah adalah pegawai negeri (mean = 69.1). Namun karena perbedaan yang ditemukan tidak signifikan, maka dapat dikatakan 5 kelompok subjek dengan jenis pekerjaan yang berbeda tidak memiliki kualitas hidup yang berbeda.
Universitas Indonesia
66
5.3.2. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Selain melakukan perhitungan terhadap skor kualitas hidup global, peneliti juga melakukan perhitungan untuk melihat lima aspek yang dianggap penting oleh subjek dalam mempengaruhi kualitas hidupnya, baik dari kelompok bekerja maupun kelompok tidak bekerja. Kelima aspek ini diperoleh dari alat ukur SEIQOL-DW, yaitu pada item pertama, yang meminta subjek untuk menyebutkan 5 aspek terpenting dalam kehidupan mereka. Tabel 5.9. Aspek-aspek yang mempengaruhi kualitas hidup Aspek Keluarga Spiritualitas Keuangan Kesehatan Karir Hubungan Pertemanan Pendidikan Pernikahan Kemandirian Percintaan Rekreasi Diri Sendiri Hobi Penampilan Kekuasaan
Bekerja 63 47 44 47 40 27 21 13 14 9 10 8 4 1 1
Tidak Bekerja 47 36 29 33 18 24 22 10 7 14 9 9 7 4 0
Dari perhitungan frekuensi yang telah dilakukan pada tabel 5.19, terlihat bahwa pada kedua kelompok, lima aspek kehidupan yang dianggap penting dan mempengaruhi kualitas hidup mereka adalah: Tabel 5.10. Daftar 5 Aspek Kehidupan Te rpenting No Bekerja
Tidak Bekerja
1
Keluarga
Keluarga
2
Spiritualitas
Spiritualitas
3
Kesehatan
Kesehatan
4
Keuangan
Keuangan
5
Karir atau pekerjaan Pertemanan
Universitas Indonesia
67
5.4. Hasil Tambahan Pada bagian ini, peneliti melakukan analisis tambahan untuk mengetahui hubungan antara kebahagiaan dengan kualitas hidup. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui pengaruh dari variabel demografi terhadap kebahagiaan dan kualitas hidup pada dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja. Variabel demografi yang akan dilihat pengaruhnya adalah jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, dan penghasilan khusus untuk kelompok bekerja. Tabel 5.11. Korelasi Kebahagiaan dengan Kualitas Hidup N
r
signifikansi
132 0.223 0.01 Dari table 5.11 terlihat bahwa koefisien korelasi antara skor kebahagiaan dengan skor kualitas hidup adalah 0.223 dengan signifikansi sebesar 0,01. Hal ini berarti bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara kebahagiaan dengan kualitas hidup. Nilai korelasi yang diperoleh positif hal ini berarti bahwa semakin tinggi kebahagiaan diikuti dengan semakin tingginya kualitas hidup. Tabel 5.12. Gambaran Kebahagiaan Kelompok Bekerja Berdasarkan Demografi Demografi Jenis Kelamin
Data Partisipan Laki-Laki Perempuan
N Mean 35 4.9 38 4.77
Status Pernikahan
Lajang Menikah
29 4.67 44 4.94
Pendidikan Terakhir
SMA Diploma Sarjana Pascasarjana >Rp 1.000.000 Rp 1.000.001,- s/d Rp 2.500.000,Rp 2.500.001,- s/d Rp 5.000.000,Rp 5.000.001,- s/d Rp 7.500.000,Rp 7.500.001,- s/d Rp 10.000.000,>Rp 10.000.000,-
6 6 52 9 2 20
Tingkat Penghasilan
4.54 5.04 4.81 5 3.75 4.8
t dan sign t = 0.837 p=0.405 (>.05) t = -1.694 p=0.095 (>.05) F = 0.784 p = 0.507 (>.05)
Keterangan Tidak signifikan
F = 3.305 p = 0.01 (<.05)
Signifikan
Tidak signifikan Tidak signifikan
28 4.66 10 5.2 7
5.32
6
4.92
Universitas Indonesia
68
Dari table 5.12 di atas, dapat dikatakan bahwa dari beberapa faktor demografi, hanya penghasilan yang ditemukan berpengaruh terhadap kebagiaan pada kelompok bekerja. Rinciannya dapat dilihat sebagai berikut: a. Jenis kelamin Hasil yang diperoleh adalah t sebesar 0.837 dengan nilai signifikansi sebesar 0.405. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05, berarti menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita yang bekerja dalam hal kebahagiaan. b. Status pernikahan Hasil yang diperoleh adalah t sebesar -1.694 dengan nilai signifikansi sebesar 0.095. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05, berarti menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara subjek berstatus lajang dan menikah dalam hal kebahagiaan. c. Latar belakang pendidikan Hasil yang diperoleh adalah F = 0.784 dengan nilai signifikansi sebesar 0.507. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05, berarti menunjukkan tidak adanya perbedaan kebahagiaan yang signifikan antara partisipan yang memiliki latar belakang pendidikan SMA, diploma, sarjana, dan pasca sarjana. d. Penghasilan Hasil yang diperoleh adalah F=3.305 dengan nilai signifikansi sebesar 0.01. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0.05, berarti menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara subjek dengan jumlah penghasilan yang berbeda-beda.
Universitas Indonesia
69
Tabel 5.13. Gambaran Kualitas Hidup Kelompok Bekerja Berdasarkan Demografi Demografi Jenis Kelamin
Data Partisipan Laki-Laki Perempuan
Status Pernikahan
Lajang Menikah
Pendidikan Terakhir
SMA Diploma Sarjana Pascasarjana >Rp 1.000.000 Rp 1.000.001,- s/d Rp 2.500.000,Rp 2.500.001,- s/d Rp 5.000.000,Rp 5.000.001,- s/d Rp 7.500.000,Rp 7.500.001,- s/d Rp 10.000.000,>Rp 10.000.000,-
Tingkat Penghasilan
N Mean t dan sign 35 73.88 t = 001 38 73.87 p=0.999 (>.05) 29 74.98 t = 0.427 44 73.15 p=0.671 (>.05) 6 59.25 F = 1.839 6 77 p=0.148 52 74.12 (>.05) 9 80.14 2 76 F = 0.627 20 69.24 p=0.680 (>.05) 28 73.03
Keterangan Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan
Tidak signifikan
10 79.73 7
77.86
6
78.21
Dari table 5.13 di atas, diketahui beberapa hasil yang berhubungan dengan kualitas hidup berdasarkan demografi: a. Jenis kelamin Hasil yang diperoleh adalah t sebesar 0.001 dengan nilai signifikansi sebesar 0.999. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05, berarti menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita yang bekerja dalam hal kualitas hidup. b. Status pernikahan Hasil yang diperoleh adalah t sebesar 0.427 dengan nilai signifikansi sebesar 0.671. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05, berarti menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara subjek berstatus lajang dan menikah dalam hal kualitas hidup. c. Latar belakang pendidikan Hasil yang diperoleh adalah F = 1.839 dengan nilai signifikansi sebesar 0.148. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05, berarti menunjukkan tidak adanya
Universitas Indonesia
70
perbedaan kualitas hidup yang signifikan antara partisipan yang memiliki latar belakang pendidikan SMA, diploma, sarjana, dan pasca sarjana. d. Penghasilan Hasil yang diperoleh adalah F=0.627 dengan nilai signifikansi sebesar 0.680. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05, berarti menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara subjek dengan jumlah penghasilan yang berbeda-beda. Tabel 5.14. Gambaran Kebahagiaan Kelompok Tidak Bekerja Berdasarkan Demografi Demografi Jenis Kelamin
Status Pernikahan
Data Partisipan Laki-Laki Perempuan
N
Lajang Menikah
33 4.27 26 4.7
Pendidikan Terakhir
Mean
23 4.38 36 4.51
SMA 16 Diploma 6 Sarjana 35 Pascasarjana 2 Dari table 5.14 di atas, dapat
t dan sign
Keterangan
t=-0.624 p=0.535. (>.05) t=-2.114 p=0.039 (<.05) F = 0.659 p=0.581 (>.05)
Tidak signifikan Signifikan
4.39 Tidak 4.17 signifikan 4.51 5 dikatakan bahwa dari beberapa faktor
demografi, hanya status pernikahan yang ditemukan berpengaruh terhadap kebagiaan pada kelompok tidak bekerja. Rinciannya dapat dilihat sebagai berikut: a. Jenis kelamin Hasil yang diperoleh adalah t sebesar -0.624 dengan nilai signifikansi sebesar 0.535. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05, berarti menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita yang bekerja dalam hal kebahagiaan. b. Status pernikahan Hasil yang diperoleh adalah t sebesar -2.114 dengan nilai signifikansi sebesar 0.039. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0.05, berarti menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara subjek berstatus lajang dan menikah dalam hal kebahagiaan. Dari nilai rata-rata yang diperoleh terlihat bahwa subjek tidak bekerja yang berstatus menikah lebih bahagia dibandingkan subjek berstatus lajang.
Universitas Indonesia
71
c. Latar belakang pendidikan Hasil yang diperoleh adalah F = 0.659 dengan nilai signifikansi sebesar 0.581. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05, berarti menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara subjek yang memiliki latar belakang pendidikan SMA, diploma, sarjana, dan pasca sarjana. Tabel 5.15. Gambaran Kualitas Hidup Kelompok Tidak Bekerja Berdasarkan Demografi Demografi Jenis Kelamin
Data Partisipan Laki-Laki Perempuan
N
Mean t dan sign
23 69.52 36 76.36
Status Pernikahan Lajang Menikah
33 69.36 26 79.19
Pendidikan Terakhir
16 6 35 2
SMA Diploma Sarjana Pascasarjana
74.31 72.67 72.6 91
t=-1.613 p=0.112 (>.05) t=-2.424 p=0.019 (<.05) F=0.833 p=0.481 (>.05)
Keterangan Tidak signifikan Signifikan
Tidak signifikan
Dari table 5.15 di atas, dapat dikatakan bahwa dari beberapa faktor demografi, hanya status pernikahan yang ditemukan berpengaruh terhadap kualitas hidup pada kelompok tidak bekerja. Rinciannya dapat dilihat sebagai berikut: a. Jenis kelamin Hasil yang diperoleh adalah t sebesar -1.613 dengan nilai signifikansi sebesar 0.112. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05, berarti menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita yang bekerja dalam hal kualitas hidup. b. Status pernikahan Hasil yang diperoleh adalah t sebesar -2.424 dengan nilai signifikansi sebesar 0.019. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0.05, berarti menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara subjek berstatus lajang dan menikah dalam hal kualitas hidup. Dari nilai rata-rata yang diperoleh terlihat bahwa subjek tidak bekerja yang berstatus menikah memiliki kualitas hidup lebih tinggi dibandingkan subjek berstatus lajang.
Universitas Indonesia
72
c. Latar belakang pendidikan Hasil yang diperoleh adalah F = 0.833 dengan nilai signifikansi sebesar 0.481. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05, berarti menunjukkan tidak adanya perbedaan kualitas hidup yang signifikan antara subjek yang memiliki latar belakang pendidikan SMA, diploma, sarjana, dan pasca sarjana.
Universitas Indonesia
73
BAB 6 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah: 1. Ada perbedaan tingkat kebahagiaan antara dewasa muda yang bekerja dan dewasa muda yang tidak bekerja di Jabodetabek, dima na dewasa muda bekerja memiliki nilai kebahagiaan yang lebih tinggi daripada dewasa muda tidak bekerja. 2. Tidak ada perbedaan tingkat kualitas hidup antara dewasa muda yang bekerja dan dewasa muda yang tidak bekerja, dimana Kedua kelompok penelitian (dewasa muda yang bekerja dan tidak bekerja) memiliki tingkat kualitas hidup yang tergolong baik. 3. Aspek-aspek penting yang berpengaruh terhadap kualitas hidup dewasa muda bekerja di Jakarta adalah keluarga, spiritualitas, kesehatan, hubungan pertemanan, dan karir atau pekerjaan, sedangkan aspek-aspek penting yang berpengaruh terhadap kualitas hidup dewasa muda tidak bekerja adalah keluarga, spiritualitas, kesehatan, keuangan, hubungan pertemanan.
6.2. Diskusi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa individu yang bekerja memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak bekerja. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang juga menemukan bahwa individu yang bekerja lebih bahagia dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja (Argyle dalam Carr, 2004). Kembali menurut Argyle (dalam Carr, 2004) pekerjaan memberikan stimulasi yang optimal bagi individu, sehingga mereka dapat menemukan hal-hal yang menyenangkan dari pekerjaannya, memiliki kesempatan untuk memenuhi rasa keingintahuannya dan pengembangan kemampuan, memperoleh dukungan sosial, adanya rasa aman secara finansial, serta merasa memiliki identitas dan tujuan dalam hidupnya.
Universitas Indonesia
74
Hasil penelitian ini juga semakin menegaskan besarnya pengaruh faktor pekerjaan terhadap kebahagiaan. Pekerjaan tidak hanya memberi manfaat finansial bagi individu, tetapi lebih jauh lagi pekerjaan dapat memberikan kepuasan personal bagi individu yang menjalaninya. Menurut Veenhoven (dalam Izawa, 2004) terdapat beberapa aspek dari pekerjaan yang dapat mempengaruhi kebahagiaan individu, antara lain penghargaan sosial dan perasaan bermakna bagi individu. Kerja memberikan perasaan akan tanggung jawab, motivasi, identitas, dan pengabdian. Selain itu, pekerjaan juga melibatkan hubungan interpersonal yang penting dalam kehidupan individu. Individu yang bekerja menerima berbagai dukungan sosial yang diperolehnya dari dunia pekerjaan sehingga dapat meningkatkan kebahagiaan yang ia rasakan. Aktivitas yang dijalani selama bekerja, terkadang juga dapat memberikan tekanan bagi individu. Misalnya, ketika individu harus menyesuaikan diri dengan dunia kerja yang baru atau ketika individu mendapat promosi dalam pekerjaan. Kondisi seperti ini juga dapat menimbulkan stres bagi individu. Namun stres yang ditimbulkan dalam pekerjaan ini merupakan stress yang dapat menstimulasi pengembangan diri dan bermanfaat bagi individu. Selye (dalam Atwater dan Duffy, 2004) menyebut stress semacam ini sebagai eustress. Hal ini juga dapat mempengaruhi kebahagiaan yang dirasakan individu yang bekerja, walaupun mengalami tekanan, namun pada akhirnya individu dapat meningkatkan kualitas dirinya dan memberikan perasaan bermakna bagi individu. Sementara itu, individu yang tidak bekerja umumnya memiliki tingkat stres yang tinggi, kepuasan hidup yang rendah, dan memiliki tingkat kemungkinan melakukan bunuh diri yang tinggi dibandingkan individu yang bekerja (Oswald, 1997; Platt & Kreitman, 1985; dalam Eddington & Shuman, 2005). Bagi individu yang tidak bekerja, jenis stres yang dialami lebih cenderung memberikan dampak negatif
karena
kondisi
tidak
bekerja
membuat
mereka
tidak
dapat
mengembangkan potensi diri yang mereka miliki. Selain itu, Brenner dan Bartell (1983 dalam Izawa, 2004) mengatakan bahwa kehilangan pekerjaan disamping menyebabkan kehilangan sumber perekonomian, juga berhubungan dengan gangguan peran (role disruption), perubahan peran (role transition), dan
Universitas Indonesia
75
kehilangan aktivitas yang sudah menjadi kebiasaan. Ketiga hal ini dapat menurunkan tingkat kebahagiaan yang dirasakan individu. Dalam penelitian ini individu yang bekerja juga menilai diri mereka sebagai orang yang bahagia, baik penilaian untuk diri sendiri maupun jika dibandingkan dengan teman-teman sebayanya, sedangkan individu yang tidak bekerja memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih rendah. Hal ini mungkin berkaitan dengan faktor- faktor yang mempengaruhi kebahagiaan individu, antara lain aktivitas dan status sosial (Argyle, 1999). Pek erjaan memberikan rutinitas yang menarik bagi individu. Dengan adanya pekerjaan, individu dapat menghabiskan
waktunya
sehari-hari
dengan
menjalani
aktivitas
yang
menyenangkan serta memberi kesempatan bagi individu untuk menyalurkan potensi yang dimilikinya dalam pekerjaan. Manfaat dari pekerjaan ini tidak dapat dirasakan oleh individu yang tidak bekerja. Individu yang tidak bekerja tidak memiliki aktivitas yang berarti untuk dijalani. Hal ini membuat individu yang tidak bekerja cenderung mengalami kebosanan sehingga menurunkan tingkat kebahagiaan yang dirasakannya. Selain itu, pekerjaan juga menentukan status sosial individu. Pekerjaan yang memberikan status sosial yang lebih tinggi akan mempengaruhi gaya hidup yang dijalani oleh individu. Hal ini membuat individu yang berada pada kelas sosial menengah ke atas akan cenderung lebih bahagia. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa berdasarkan jenis pekerjaan, terdapat perbedaan kebahagiaan antara beberapa kelompok subjek dengan jenis pekerjaan yang berbeda, dimana pegawai swasta dan kelompok tidak bekerja merupakan dua kelompok yang paling berbeda secara signifikan. Dari nilai ratarata skor kebahagiaan yang diperoleh, diketahui bahwa pegawai swasta memiliki nilai kebahagiaan yang paling tinggi dibandingkan je nis pekerjaan yang lain, sedangkan individu yang tidak bekerja memiliki tingkat kebahagiaan yang paling rendah. Selain itu, dibandingkan dengan pegawai swasta, wiraswasta, dan profesional, kebahagiaan pegawai negeri dan BHMN memiliki skor yang paling rendah. Dalam penelitian ini, ternyata ditemukan bahwa sebagian besar pegawai negeri dan BHMN memiliki tingkat penghasilan berkisar antara Rp 1.000.001-Rp 2.500.000 (lihat lampiran B.26). Penghasilan tersebut tergolong cukup rendah bila dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran keluarga di wilayah Jabodetabek yang
Universitas Indonesia
76
berkisar antara Rp 2.500.001 - Rp 5.000.000 (lihat lampiran B.29). Tingkat penghasilan tersebut juga lebih rendah dari rata-rata penghasilan pegawai swasta, yaitu Rp 2.500.001- Rp 5.000.000. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya penghasilan mempengaruhi kebahagiaan yang dirasakan individu. Begitu pula dari hasil tambahan yang ditemukan dalam penelitian ini, diketahui bahwa pada kelompok
bekerja
satu-satunya
faktor
demografi
yang
mempengaruhi
kebahagiaan adalah penghasilan. Hasil ini kembali memperkuat besarnya pengaruh penghasilan terhadap kebahagiaan. Selain itu, hal ini mungkin juga dapat menjelaskan rendahnya tingkat kebahagiaan yang dirasakan oleh individu tidak bekerja, dimana mereka tidak memiliki jaminan finansial yang cukup. Hasil yang berbeda ditemukan pada variabel kualitas hidup, yaitu tidak terdapat perbedaan antara kelompok dewasa muda yang b ekerja dan tidak bekerja, keduanya ditemukan memiliki kualitas hidup yang tergolong baik. Bila dikaitkan dengan definisi dari kualitas hidup, dimana kualitas hidup ditentukan oleh persepsi individu terhadap kesenjangan antara hal- hal yang dialami dengan halhal yang ingin dicapai dalam kehidupan, maka hasil penelitian ini berarti bahwa baik dewasa muda bekerja maupun yang tidak bekerja memandang hanya terdapat sedikit kesenjangan antara hal- hal yang dialami dengan hal- hal lain yang ingin dicapai dalam kehidupan. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa individu yang bekerja memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan dengan individu yang tidak bekerja (Hultman, Hemlin, dan H¨ornquist, 2006). Namun demikian, dalam penelitian tersebut, juga ditemukan hasil yang berbeda untuk sekelompok subjek yang sudah kehilangan pekerjaannya lebih dari satu tahun, dimana mereka dapat merasakan manfaat dari kondisi tidak bekerja, seperti terlepas dari lingkungan kerja yang buruk, merasa memiliki waktu yang lebih banyak untuk diri sendiri dan keluarga. Hal ini mungkin dikarenakan sekelompok subjek tersebut sudah dapat beradaptasi dan memperoleh hal positif dari kondisi tidak bekerja yang dialaminya. Tidak adanya perbedaan kualitas hidup antara kelompok bekerja dan tidak bekerja juga ditemukan dalam perhitungan kualitas hidup berdasarkan jenis pekerjaan. Hasil yang ditemukan menunjukkan bahwa pegawai negeri dan BHMN memiliki tingkat kualitas hidup yang paling rendah sedangkan pegawai swasta
Universitas Indonesia
77
memiliki tingkat kualitas hidup paling tinggi. Namun demikian, tidak ditemukan adanya perbedaan kualitas hidup yang signifikan di antara beberapa kelompok subjek berdasarkan jenis pekerjaan tersebut. Dari nilai rata-rata yang diperoleh, seluruh kelompok jenis pekerjaan memiliki kualitas hidup baik. Hal ini kembali menegaskan bahwa pekerjaan tidak mempengaruhi kualitas hidup individu. Temuan ini menunjukkan bahwa warga Jakarta yang tidak bekerja dapat tetap memiliki kualitas hidup yang baik. Hal ini mungkin dikarenakan Indonesia merupakan negara berkembang dengan pendapatan per kapita yang termasuk rendah bila dibandingakan negara- negara maju. Menurut Helliwell (dalam Dowling, 2005) kondisi tidak bekerja memiliki dampak yang lebih buruk terhadap kesejahteraan warga negara dengan pendapatan per kapita tinggi dibandingkan dengan negara yang pendapatan per kapitanya rendah. Lebih jauh lagi Helliwell (dalam Dowling, 2005) menjelaskan hal tersebut mungkin dikarenakan dampak psikologis dari hilangnya harga diri akibat dari tidak dimilikinya pekerjaan menjadi lebih besar bila terdapat penekanan yang lebih besar terhadap kesuksesan material.
Negara Indonesia sebagai negara berkembang mungkin tidak
menganggap kesuksesan material sebagai hal yang utama, sehingga individu yang tidak memiliki pekerjaan dapat tetap memiliki kualitas hidup yang baik. Dalam penelitian ini, kelompok subjek yang tidak bekerja sebagian besar subjek wanita merupakan ibu rumah tangga (lihat lampiran B.28). Hal ini yang juga mungkin membuat kelompok tidak bekerja memiliki kualitas hidup yang sama baiknya dengan kelompok bekerja. Sebagian besar ibu rumah tangga yang terlibat dalam penelitian ini memilih status tidak bekerja secara sukarela dan tidak secara aktif mencari pekerjaan. Hal ini kemungkinan mempengaruhi penilaian mereka tentang kualitas hidup dimana mereka tidak menganggap status tidak bekerja sebagai hal yang berdampak negatif terhadap diri mereka. Selain ibu rumah tangga, sebagian subjek yang termasuk dalam kelompok tidak bekerja adalah laki- laki lajang yang berusia 21-25 tahun (lihat lampiran B.27). Pada rentang usia tersebut kemungkinan individu baru menyelesaikan pendidikannya dan baru ingin memulai karirnya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Super (dalam Healy, 1982) bahwa usia 15-25 tahun merupakan tahap exploration dalam perkembangan karir individu, dimana individu sedang memilih karir yang
Universitas Indonesia
78
tepat sesuai dengan potensi dan minat diri, serta melakukan persiapan terhadap karir yang akan dipilihnya. Dalam tahap ini tentu saja kondisi tidak bekerja yang dialami individu tidak dimaknai sebagai kondisi yang mengganggu. Selain itu, laki- laki yang termasuk dalam kelompok tidak bekerja, sebagian besar juga belum menikah, sehingga mereka belum memiliki tanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga, kebanyakan dari mereka mungkin saja masih tinggal bersama orangtua. Terlebih lagi, karakteritik subjek dalam penelitian ini adalah individu yang termasuk dalam kelas sosial menengah sehingga mereka kemungkinan besar tidak memiliki masalah dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Hasil penelitian ini menemukan bahwa 5 aspek kehidupan yang paling penting mempengaruhi kualitas hidup kelompok tidak bekerja adalah keluarga, spiritualitas, kesehatan, keuangan, dan hubungan pertemanan. Dari 5 aspek tersebut, terlihat bahwa pekerjaan tidak dianggap sebagai aspek yang berperan penting dalam kualitas hidup kelompok tidak bekerja. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kelompok tidak bekerja menganggap pekerjaan bukan sebagai hal yang utama dalam kehidupan mereka. Dalam penelitian ini penilaian tentang kualitas hidup sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek kehidupan yang dianggap penting oleh individu. Oleh karena itu, dapat dikatakan individu yang tidak bekerja dapat tetap memiliki kualitas hidup yang baik karena bagi mereka pekerjaan bukanlah aspek yang penting dalam kehidupan. Dalam beberapa penelitian sebelumnya (Pavot, dalam Pavot et al., 2006) yang menggunakan pengukuran subjektif dalam melihat kualitas hidup sering hanya melakukan pengukuran terhadap kebahagiaan atau kesejahteraan subjektif, karena kedua hal tersebut dianggap telah dapat memberikan gambaran tentang kualitas hidup. Adanya perbedaan hasil penelitian antara kebahagiaan dan kualitas hidup dalam penelitian ini menunjukkan bahwa walaupun kedua variable tersebut berhubungan (berdasarkan hasil korelasi, lihat tabel 5.13) kedua variabel tersebut dipengaruhi oleh faktor yang berbeda. Kebahagiaan lebih dipandang sebagai penilaian subjektif terhadap kehidupan individu secara global dan lebih banyak dipengaruhi oleh kepribadian serta variabel demografi seperti pekerjaan, penghasilan, pendidikan, pernikahan, dan lain- lain, sedangkan kualitas hidup lebih melibatkan penilaian kognitif terhadap aspek-aspek kehidupan yang dianggap
Universitas Indonesia
79
penting oleh individu, dan dipengaruhi oleh lingkungan fisik, sosial, budaya, serta personal dalam menilai aspek-aspek tersebut. Hal ini yang mungkin membuat pekerjaan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kebahagiaan daripada terhadap kualitas hidup. Adanya perbedaan anatara kebahagiaan dan kualitas hidup yang ditemukan dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa dibutuhkan pengukuran yang berbeda untuk melihat kedua variabel tersebut. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan dalam hal metodologis. Keterbatasan pertama adalah tidak dilakukannya elisitasi untuk mengetahui pendangan masyarakat yang sesuai dengan kerakteristik subjek dalam penelitian ini tentang kebahagiaan dan kualitas hidup. Elisitasi ini perlu dilakukan karena penilaian tentang kebahagiaan dan kualitas hidup individu dapat dipengaruhi oleh latar belakang budaya. Mengingat dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan berasal dari negara barat, maka terdapat kemungkinan alat ukur tersebut tidak dapat diterapkan pada budaya Inonesia. Oleh karena itu, akan lebih baik bila dilakukan elisitasi agar alat ukur yang digunakan benar-benar diadaptasi sesuai dengan budaya Indonesia. Penelitian ini juga memiliki keterbatasan dalam hal pengukuran. Untuk pengukuran kualitas hidup, alat ukur yang digunakan kurang dapat memberikan gambaran yang sesuai dengan definisi kualitas hidup yang dijelaskan dalam penelitian ini. Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi inidividu akan kesenjangan antara hal- hal yang terjadi dengan harapan dalam hidup. Dalam alat ukur ini, penilaian tentang kesenjangan antara kenyataan dengan harapan sudah dikonstruk secara internal dalam diri individu, sehingga proses tersebut kurang dapat terlihat dari perhitungan skor total yang ada. Hal ini yang juga mungkin membuat tidak ditemukannya perbedaan skor kualitas hidup di antara kedua kelompok, karena skor yang diperoleh kurang menggambarkan kesenjangan yang sebenarnya. Selain itu alat ukur kualitas hidup yang digunakan merupakan inventori yang berbasis wawancara sehingga pengambilan data sebaiknya dilakukan secara langsung dimana peneliti menanyakan sendiri seluruh item dalam alat ukur. Hal ini dilakukan agar subjek benar-benar mengerti tentang item- item yang terdapat dalam alat ukur. Namun demikian, dalam penelitian ini peneliti lebih banyak
Universitas Indonesia
80
melakukan pengambilan data secara tidak langsung, dimana peneliti hanya meninggalkan kuesioner kepada subjek untuk diambil ketika sudah selesai. Hal ini kemungkinan akan mempengaruhi hasil yang diperoleh tentang gambaran kualitas hidup subjek dalam penelitian ini, karena peneliti tidak dapat memastikan apakah subjek benar-benar mengerti tentang item- item yang diminta dalam alat ukur. Sehingga hasil yang diperoleh bisa saja tidak benar-benar menggambarkan kualitas hidup yang sesungguhnya dimiliki subjek. Keterbatasan lain yang terdapat dalam penelitian ini adalah jumlah subjek yang tidak seimbang antara kelompok bekerja dan tidak bekerja. Hal ini terjadi karena pengambilan data yang dilakukan secara massal oleh peneliti bersama dengan rekan peneliti lain yang tergabung dalam payung penelitian. Pengambilan data dilakukan secara massal dengan tujuan dapat mencakup seluruh data yang dibutuhkan oleh masing- masing peneliti. Oleh karena itu, pengambilan data dilakukan terhadap subjek dengan karakteristik umum yaitu berusia di atas 18 tahun, pendidikan minimal SMA, dan berada pada kelas sosial menengah ke atas, dimana kemudian masing- masing peneliti akan memilih data yang memenuhi karakteristik subjek dari penelitian masing- masing. Metode ini membuat peneliti tidak dapat memfokuskan pengambilan datanya pada subjek dengan karakteristik khusus yang menjadi sasaran dalam penelitian ini sehingga jumlah subjek yang diperoleh menjadi tidak seimbang di antara kedua kelompok.
6.3. Saran 6.3.1. Saran Praktis Saran praktis yang dapat dilakukan berkaitan dengan hasil penelitian ini adalah: 1. Dengan
ditemukannya
pekerjaan
sebagain
faktor
penting
yang
mempengaruhi kebahagiaan maka menjadi masukan bagi pemerintah maupun pihak lain yang bekepentingan agar dapat menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak untuk warga Jabodetabek yang tidak bekerja. Selain
itu,
pemerintah
maupun pihak
swasta diharapkan
dapat
meningkatkan fasilitas serta kenyamanan lingkungan kerja sehingga dapat turut meningkatkan kebahagiaan para pegawai.
Universitas Indonesia
81
2. Hasil temuan yang menyatakan pegawai negeri dan BHMN memiliki tingkat kebahagian dan kualitas hidup paling rendah dibandingkan jenis pekerjaan lain. Hal ini dikarenakan, pegawai negeri dan BHMN memperoleh pendapatan yang cukup rendah, yaitu Rp 1.000.001-Rp 2.500.000 dari rata-rata pengeluaran Rp 2.500.001- Rp 5.000.000). Oleh karena itu, peneliti menyarankan bagi pemerintah untuk meningkatkan fasilitas dan pelayanan dalam lingkungan kerja, serta memberikan jaminan finansial yang lebih tinggi untuk meningkatkan kebahagiaan para pegawai.
6.3.2. Saran Metodologis Saran untuk penelitian selanjutnya adalah: 1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya sebelum meneliti melakukan elisitasi terlebih dahulu tentang kebahagiaan dan kualitas hidup pada sasaran subjek penelitian. 2. Kebahagiaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan alat ukur yang melihat kebahagiaan secara global. Hal ini mungkin saja kurang dapat memberikan gambaran kebahagiaan yang lebih lengkap karena tidak melihat kebahagiaan dari komponen-komponennya, sehingga untuk penelitian selanjutnya akan lebih baik bila juga melakukan pengukuran pada komponen-komponen kebahagiaan. Hal ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang komponen mana yang lebih mempengaruhi kebahagiaan pada dewasa muda bekerja dan tidak bekerja. 3. Mengadministrasikan
alat
ukur
SEIQOL-DW
dengan
melakukan
wawancara langsung sehingga memperoleh hasil kualitas hidup yang benar-benar merepresentasikan subjek penelitian. 4. Melakukan perhitungan terhadap
alat
ukur SEIQoL-DW dengan
memperhatikan variasi aspek-aspek kehidupan dan kesenjangan antara kenyataan dengan harapan. 5. Tidak hanya meneliti status pekerjaan tetapi juga melakukan pengukuran terhadap variabel kepuasan kerja, mengingat kuatnya hubungan antara kepuasan kerja dengan kebahagiaan. Dengan melibatkan variabel
Universitas Indonesia
82
kepuasan kerja diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang pengaruh pekerjaan terhadap kebahagiaan dan kualitas hidup. 6. Melakukan penelitian serupa dengan melibatkan faktor lamanya individu tidak
memiliki pekerjaan,
karena
hal
tersebut
mungkin
dapat
mempengaruhi pemaknaan individu terhadap kebahagiaan dan kualitas hidupnya. 7. Memperbanyak jumlah subjek khususnya pada kelompok dewasa muda yang tidak bekerja. 8. Melakukan penelitian sejenis pada kelas sosial yang lain 9. Melakukan penelitian sejenis dengan memfokuskan pada jenis-jenis pekerjaan tertentu, misalnya pegawai negeri, pegawai swasta, wiraswasta, atau profesional.
Universitas Indonesia
83
DAFTAR REFERENSI
Afrinita, Z. (1997). Persepsi Terhadap Fungsi Sahabat dalam Menghadapi Stress Kerja (Studi pada Dewasa Muda yang Bekerja). Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Aiken, L.R., dan Groth Marnat, G. (2006). Psychological Testing and Assessment (12th ed). USA: Pearson Education Group, Inc. Anastasi, A. dan Urbina, S. (1997). Psychological Testing (7th ed). New Jersey: Prentice Hall. Argyle, M. Causes and Correlates of Happiness. Edited by Kahneman, D. Diener, E. Schwarz, N. (1999). Well- Being: The Foundations of Hedonic Psychology. New York: Russell Sage Foundation. Atwater, E. (1983). Psychology of Adjusment: Personal Growth in a Changing World 2nd ed. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Atwater, E., dan Duffy, K.G. (2004). Psychology For Living: Adjustment, Growth, and Behavior Today (8th ed). New Jersey: Pearson Education, Inc. Berlim, M.T., Mattevi, B.S., dan Fleck, M.D. (2003). Depression and Quality of Life Among Depressed Brazilian Outpatients. Diunduh pada 23 Mei 2009 dari http://psychservices.psychiatryonline.org/cgi/content/full/54/2/254. Böckerman, P. dan Ilmakunnas, P. (2005). Elusive effects of unemployment on happiness. Discussion Paper No. 47. Diunduh pada 4 Maret 2009 dari http://www.springerlink.com/content/n6nn762m3w108232/fulltext.pdf Bohnke, P. (2005). First European Quality of Life Survey: Life Satisfaction, Happiness, and Sense of Belonging. Ireland: European Foundation for the Improvement of Living and Working Conditions. Diunduh pada 24 Februari 2009 dari www.eurofound.eu.int Browne, John P., et al. (1997). Development of A Direct Weighting Procedure for Quality of Life Domains. Quality of Life Research, 6, . 301-309. http://www.springerlink.com/content/n5l5080x78l1gx81/fulltext.pdf Carr, A. (2004). Positive Psychology The Science of Happiness and Human Strength. New York: Brunner Routledge.
Universitas Indonesia
84
Carr, Alison, J., & Higginson, Irene, J. (2001). Measuring Quality of Life: Are Quality of Life Measures Patient Centred?. , 322, p. 1357-1360. Diunduh dari bmj.com, pada 6 Februari 2009. Craig, G. (1986). Human Development (4th ed). Englewood Cliff: Prentice Hall. Dianasari, F. (1996). Sumber-sumber Stress pada Sarjana Penganggur di Perkotaan. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Diener, E. & Lucas, R.E. Personality and Subjective Well Being. Edited by Kahneman, D. Diener, E. Schwarz, N. (1999). Well- Being: The Foundations of Hedonic Psychology. New York: Russell Sage Foundation. Diener, E., Scollon, C.N., dan Lucas, R.E. (2003). The evolving concept of subjective well-being: the multifaceted nature of happiness. Advances in Cell Aging and Gerontology, vol. 15, 187–219 Dockery, M.A. (2004). Happiness, life satisfaction and the role of work: Evidence from
two
Australian
surveys
diunduh pada 4
Maret 2009
dari
http://business.curtin.edu.au/files/Dockery_happiness.pdf Dowling, M. (2005). Homeostatis and Well Being. diunduh pada 24 Februari 2009 dari http://www.economics.smu.edu.sg Eddington, N. dan Shuman, R. (2005). Subjective Well Being (Happiness) http://www.texcpe.com/cpe/PDF/ca- happiness.pdf. Filep, S. (2004). Linking Tourist Satisfaction to Happiness and Quality of Life. http://www.besteducationnetwork.org/ttviii/pdf/Filep.pdf Furnham, A.F. (1988). Unemployment. Edited by Veldhoven, G.M., dan Warneryd, K.E. Handbook of Economic Psychology. Netherland: Kluwer Academic Publisher. Genda, Y. (2007). Jobless Youths and the NEET problem
in Japan. Tokyo:
Institute of Social Science University of Tokyo. Social Science Japan Journal Vol. 10, No. 1, pp 23–40 2007 Gravetter, F. J., dan Wallnau, L.B. (2007). Statistics for The Behavioral Science (7th ed). Canada: Thompson Wadsworth. Guven, C., Sorensen, B.E. (2007). Subjective Well-Being: Keeping up with the Joneses. Real or Perceived? Incomplete and Preliminary Draf. diunduh pada 24 Februari 2009 dari www.iadb.org/res/files/qol/cahit_guven.pdf
Universitas Indonesia
85
Guilford, J.P., dan Frutcher, B. (1981). Fundamental Statistic in Psychology and Education. Tokyo: McGraw Hill. Harinowo, S. (2008). Kebangkitan Kelas Menengah Indonesia. Ekonomi. Diunduh
pada
13
Februari
2009
dari
http://blog-
suwardi.blogspot.com/2008/10/kebangkitan-kelas- menengah- indonesia.html Healy, Charles C. 1982. Career Development : Counseling through The Life Stages. Massachusetts : Allyn and Bacon, Inc Hickey, Anne M., et al. (1996). A New Short Form Individual Quality of Life Measure (SEIQoL): Application in A Cohort of Individuals with HIV/AIDS.BMY, 313, p.29-33. Hodson, C. (2001). Psychology and Work. New York: Routledge Taylor & Francis Group Hultman, B., Hemlin, S., & Hornquist, J.O. (2006). Quality of life among unemployed and employed people in northern Sweden. Are there any differences?.
Diunduh
pada
4
Maret
2009
dari
http://iospress.metapress.com/content/f93wwmardv0ace8d/ Hurlock, E.B. (1990). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan edisi kelima. (Istiwidyanti & Sudjarwo, Penerjemah). Jakarta: Penerbit Erlangga Izawa, N. (2004). An Exploration of Subjective Well Being: A Review of Empirical Factors and Paths for The Future. University of Hartford. Kaplan, R.M., dan Saccuzzo, D.P. (2005). Psychology Testing: Principles, Applications, and Issues (7th ed). USA: Thomson Wadsworth. Kumar, R. (1999). Research Methododlogy: A Step-By-Step Guide For Beginners. London: Sage Publication Ltd. Kerlinger, Fred N., & Lee, Howard B. (2000). Fondation of Behavioral Research (4th ed.). USA: Harcourt, inc. Lemme, B.H. (1995). Development in Adulthood. USA: Allyn & Bacon Lyubomirsky, S & Leppe, H.S. (1997). Measures of Subjective Happiness: Preliminary Reliability and Construct Validation. Social Indicators Research
46:1337-155.
Diunduh
dari
http://www.springerlink.com/content/u07421g90j170805/fulltext.pdf
Universitas Indonesia
86
Lyubomirsky, S & Sousa, L. (2001). Life Satisfaction. In J. Worell (Ed.),Encylopedia of women and gender: Sex similarities and differences and the impact of society on gender (Vol. 2, pp. 667-676). . Diego, CA: Academic
Press.
diunduh
pada
3
Maret
2009
dari
http://www.faculty.ucr.edu/~sonja/papers/SL2001.pdf. Neimeyer, R.A. (2000). Lessons of Loss: Guide to Coping. Australia: Australian Centre of Grief and Bereavement. O’Connor, R. (1993). Issues in The Measurement of Health Related Quality of Life. Centre for Health Program Evaluation: Working Paper 30 July 1993. http://www.rodoconnorassoc.com/issues_in_the_measurement_of_qua.htm Ouweneel, P. (2002). Social Security and Well Being of The Unemployed in 42 Nations. Journal of Happiness Studies 3: 167–192.diunduh pada 3 Maret 2009 dari http://www.springerlink.com/content/njk36tk234425k47/ Papalia, D.E., Olds, S.W., dan Feldman, R.D. (2007). Human Development (10th ed). New York: McGraw-Hill Pavot, W et al. (2006). The Quality of Life (QOL) Research Movement: Past, Present,
and
Future.
Social
Indicators
Research
76:343–466.
http://www.springerlink.com/content/82782838127h5np0/ Power, Mick. (2003). EUROHIS: Developing a Common Instrument for Health Survey. Anatoly Nosikov dan Claire Gudex. Development of A Common Instrument for Quality of Life (p. 145-159). IOS Press: Amsterdam. Diunduh
pada
26
Februari
2009
dari
http://www.euro.who.int/document/WA9502003EU.pdf#page=149 Shields, M. (2006). Stress and Depression in the Employed Population. Health Reports,
Vol.17,
No.4.
www diunduh http://www.statcan.gc.ca/ads-
annonces/82-003-x/pdf/4194128-eng.pdf Shinta, E. (1995). Perilaku Coping dan Dukungan Sosial yang Dirasakan Pemuda Penganggur Studi pada Pemuda Penganggur di Perkotaan. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Smith, R. (1985). "Bitterness, shame, emptiness, waste": an introduction to unemployment
and
health.
British
Medical Journal
Volume 291.
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1416947
Universitas Indonesia
87
Smolak, L. (1993). Adult Development. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Totman, R. (1990). Mind, Stress, and Health. London: Souvenir Press, Ltd. Turner, J.S., & Helms, D.B. (1995). Life Span Development 5th ed. USA: Holt, Rienhart, & Winston, Inc. Ventegodt, S., Merrick, J., dan Andersen, N.J. (2003). Quality of Life Theory III Masliw Revisited. The Scientific World Journal 3, 1050–1057 ISSN 1537744X; DOI 10.1100/tsw.2003.84 Veenhoven, R. (2001). Quality of Life and Happiness. 'Salute e qualità dell vida, pp
67-95
diunduh
pada
19
Mei
2009
dari
www2.eur.nl/fsw/research/veenhoven/Pub2000s/2001e-full.pdf Wardhani, Vini. (2006). Gambaran Kualitas Hidup Dewasa Muda Berstatus Lajang melalui Adaptasi Instrumen WHOQOL-BREF dan SRPB. Tugas Akhir S2. Pascasarjana Fakultas Psikologi UI. Warr, P. (1999). Well Being and The WorkPlace. Edited by Kahneman, D. Diener, E. Schwarz, N. (1999). Well- Being: The Foundations of Hedonic Psychology. New York: Russell Sage Foundation. Zuriah, Nurul. 2006. Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan, Teori-Aplikasi. Jakarta : PT Bumi aksara www.swaberita.com/2008/12/23/news/sembilan-propinsi-paling- berat-hadapikrisis-phk.html - 30k. diunduh tanggal 29 januari 2009 www.endonesia.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=5&artid=24 43 - 54k -. diunduh tanggal 29 januari 2009 www.sirusa.bps.go.id diunduh tanggal 25 April 2009 www.antara.co.id/arc/2007/11/4/dki-targetkan-kurangi-angka-kemiskinan-duapersen-per-tahun/
diunduh
pada
15
Februari
2009.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Universitas Indonesia
Lampiran A. Alat Ukur Lampran A.1. Subjective Happiness Scale INSTRUKSI PENGISIAN: Pada setiap pernyataan dan/atau pertanyaan, lingkarilah angka yang Anda rasa paling sesuai dalam menggambarkan diri Anda. Contoh: 1. Dibandingkan dengan teman-teman saya, saya menganggap diri saya sebagai orang yang: 1 2 3 4 5 6 kurang lebih beruntung beruntung Bila Anda melingkari angka yang lebih mendekati angka 1 menunjukkan bahwa Anda menganggap diri Anda sebagai orang yang kurang beruntung dibandingkan teman-teman Anda. Sedangkan, bila Anda melingkari angka yang lebih mendekati angka 6 menunjukkan bahwa Anda me– nganggap diri Anda sebagai orang yang lebih beruntung dibandingkan teman-teman Anda. Bila Anda ingin mengganti jawaban, coretlah jawaban sebelumnya dan berikanlah lingkaran pada jawaban yang sesuai dengan keadaan Anda. Contoh: 1. Dibandingkan dengan teman-teman saya, saya menganggap diri saya sebagai orang yang: 1 kurang beruntung
2
3
4
5
4
5
6 lebih beruntung
SELAMAT MENGISI, 1. Secara umum, saya menganggap diri saya: 1 bukan orang yang sangat bahagia
2
3
6 orang yang sangat bahagia
2….
Universitas Indonesia
Lampiran A.2. SEIQoL-DW INSTRUKSI PENGISIAN: Jawablah pertanyaan di bawah ini. Sebelum menjawab pertanyaan, bacalah terlebih dahulu instruksi yang diberikan dengan seksama. Anda diminta untuk memberikan jawaban yang terbuka dan jujur. SELAMAT MENGISI, 1. Apakah lima aspek kehidupan (lima hal) yang paling penting dalam hidup Anda sekarang? INSTRUKSI: Berikan keterangan singkat mengenai apa yang dimaksud dengan aspek (hal) tersebut. Aspek A: ……………….. Keterangan:………………………………………………………… Aspek B: ……………….. Keterangan:………………………………………………………… Aspek C: ……………….. Keterangan:………………………………………………………… Aspek D: ……………….. Keterangan:………………………………………………………… Aspek E: ……………….. Keterangan:………………………………………………………… 2….
Universitas Indonesia
Lampiran B. Hasil Analsis Statistik dengan SPSS 13.0 for Windows Lampiran B.1. Frekuensi Gambaran Umum Subjek kelompok Bekerja wilayah
Valid
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Frequency 4 3 6 6 5 14 10 11 14 73
Percent 5.5 4.1 8.2 8.2 6.8 19.2 13.7 15.1 19.2 100.0
Valid Percent 5.5 4.1 8.2 8.2 6.8 19.2 13.7 15.1 19.2 100.0
Cumulative Percent 5.5 9.6 17.8 26.0 32.9 52.1 65.8 80.8 100.0
usia
Valid
19 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 Total
Frequency 1 1 3 3 5 8 4 7 4 5 3 2 4 8 2 4 2 3 4 73
Percent 1.4 1.4 4.1 4.1 6.8 11.0 5.5 9.6 5.5 6.8 4.1 2.7 5.5 11.0 2.7 5.5 2.7 4.1 5.5 100.0
Valid Percent 1.4 1.4 4.1 4.1 6.8 11.0 5.5 9.6 5.5 6.8 4.1 2.7 5.5 11.0 2.7 5.5 2.7 4.1 5.5 100.0
Cumulative Percent 1.4 2.7 6.8 11.0 17.8 28.8 34.2 43.8 49.3 56.2 60.3 63.0 68.5 79.5 82.2 87.7 90.4 94.5 100.0
jeniskelamin
Valid
Frequency 35 38 73
laki-laki perempuan Total
Percent 47.9 52.1 100.0
Valid Percent 47.9 52.1 100.0
Cumulative Percent 47.9 100.0
status
Valid
lajang menikah Total
Frequency 29 44 73
Percent 39.7 60.3 100.0
Valid Percent 39.7 60.3 100.0
Cumulative Percent 39.7 100.0
pendidikan
Valid
SMA Diploma S1 pasca sarjana Total
Frequency 6 6 52 9 73
Percent 8.2 8.2 71.2 12.3 100.0
Valid Percent 8.2 8.2 71.2 12.3 100.0
Cumulative Percent 8.2 16.4 87.7 100.0
Universitas Indonesia
penghasilan
Valid
Frequency 2 20 28 10 7 6 73
<1.000.000 1.000.001-2.500.000 2.500.001-5.000.000 5.000.001-7.500.000 7.500.001-10.000.000 > 10.000.001 Total
Percent 2.7 27.4 38.4 13.7 9.6 8.2 100.0
Valid Percent 2.7 27.4 38.4 13.7 9.6 8.2 100.0
Cumulative Percent 2.7 30.1 68.5 82.2 91.8 100.0
Lampiran B.2. Frekuensi Gambaran Umum Kelompok Tidak Bekerja wilayah
Valid
1 2 3 4 5 7 8 9 Total
Frequency 10 2 10 5 7 5 10 10 59
Percent 16.9 3.4 16.9 8.5 11.9 8.5 16.9 16.9 100.0
Valid Percent 16.9 3.4 16.9 8.5 11.9 8.5 16.9 16.9 100.0
Cumulative Percent 16.9 20.3 37.3 45.8 57.6 66.1 83.1 100.0
usia
Valid
18 19 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 33 34 35 36 37 38 39 40 Total
Frequency 2 2 2 7 6 2 2 4 4 8 4 4 1 1 2 1 1 1 2 3 59
Percent 3.4 3.4 3.4 11.9 10.2 3.4 3.4 6.8 6.8 13.6 6.8 6.8 1.7 1.7 3.4 1.7 1.7 1.7 3.4 5.1 100.0
Valid Percent 3.4 3.4 3.4 11.9 10.2 3.4 3.4 6.8 6.8 13.6 6.8 6.8 1.7 1.7 3.4 1.7 1.7 1.7 3.4 5.1 100.0
Cumulative Percent 3.4 6.8 10.2 22.0 32.2 35.6 39.0 45.8 52.5 66.1 72.9 79.7 81.4 83.1 86.4 88.1 89.8 91.5 94.9 100.0
jeniskelamin
Valid
laki-laki perempuan Total
Frequency 23 36 59
Percent 39.0 61.0 100.0
Valid Percent 39.0 61.0 100.0
Cumulative Percent 39.0 100.0
status
Valid
lajang menikah Total
Frequency 33 26 59
Percent 55.9 44.1 100.0
Valid Percent 55.9 44.1 100.0
Cumulative Percent 55.9 100.0
Universitas Indonesia
pendidikan
Valid
SMA Diploma S1 pasca sarjana Total
Frequency 16 6 35 2 59
Percent 27.1 10.2 59.3 3.4 100.0
Valid Percent 27.1 10.2 59.3 3.4 100.0
Cumulative Percent 27.1 37.3 96.6 100.0
carikerja
Valid
tidak relevan ya tidak Total
Frequency 13 38 8 59
Percent 22.0 64.4 13.6 100.0
Valid Percent 22.0 64.4 13.6 100.0
Cumulative Percent 22.0 86.4 100.0
Lampiran B.3. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Pekerjaan pekerjaan Frequency Valid
pegawai negeri dan BHMN pegawai swasta wiraswasta dan profesional ibu rumah tangga tidak bekerja Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
20
15.2
15.2
15.2
30
22.7
22.7
37.9
23
17.4
17.4
55.3
22 37 132
16.7 28.0 100.0
16.7 28.0 100.0
72.0 100.0
Lampiran B.4. Rata-rata Skor Kebahagiaan dan Kualitas Hidup Kelompok Bekerja Statistics N
Valid Missing
Mean
totshs 73 0 4.8322
globalQOL 73 0 73.88
Lampiran B.5. Frekuensi Skor Kebahagaan dan Kualitas Hidup Kelompok Bekerja totshs
Valid
2.75 3.75 4.00 4.25 4.50 4.75 5.00 5.25 5.50 5.75 6.00 Total
Frequency 1 5 8 3 8 12 9 10 10 4 3 73
Percent 1.4 6.8 11.0 4.1 11.0 16.4 12.3 13.7 13.7 5.5 4.1 100.0
Valid Percent 1.4 6.8 11.0 4.1 11.0 16.4 12.3 13.7 13.7 5.5 4.1 100.0
Cumulative Percent 1.4 8.2 19.2 23.3 34.2 50.7 63.0 76.7 90.4 95.9 100.0
Universitas Indonesia
globalQOL
Valid
19 22 22 23 31 48 51 53 55 58 62 63 64 65 66 67 67 68 68 69 70 71 73 74 75 76 77 78 78 79 80 80 82 83 84 85 85 85 86 87 88 89 90 92 93 94 94 95 96 100 Total
Frequency 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 3 4 1 2 1 2 3 1 1 3 2 3 1 2 1 1 2 1 3 1 2 1 1 2 1 1 1 73
Percent 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 2.7 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 2.7 2.7 1.4 1.4 1.4 4.1 5.5 1.4 2.7 1.4 2.7 4.1 1.4 1.4 4.1 2.7 4.1 1.4 2.7 1.4 1.4 2.7 1.4 4.1 1.4 2.7 1.4 1.4 2.7 1.4 1.4 1.4 100.0
Valid Percent 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 2.7 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 2.7 2.7 1.4 1.4 1.4 4.1 5.5 1.4 2.7 1.4 2.7 4.1 1.4 1.4 4.1 2.7 4.1 1.4 2.7 1.4 1.4 2.7 1.4 4.1 1.4 2.7 1.4 1.4 2.7 1.4 1.4 1.4 100.0
Cumulative Percent 1.4 2.7 4.1 5.5 6.8 8.2 9.6 11.0 12.3 13.7 16.4 17.8 19.2 20.5 21.9 23.3 24.7 26.0 28.8 31.5 32.9 34.2 35.6 39.7 45.2 46.6 49.3 50.7 53.4 57.5 58.9 60.3 64.4 67.1 71.2 72.6 75.3 76.7 78.1 80.8 82.2 86.3 87.7 90.4 91.8 93.2 95.9 97.3 98.6 100.0
Lampiran B.6. Rata-rata Skor Kebahagiaan dan Kualitas Hidup Kelompok Tidak Bekerja Statistics N Mean
Valid Missing
totshs 59 0 4.4619
globalQOL 59 0 73.69
Universitas Indonesia
Lampiran B.7. Frekuensi Skor Kebahagiaan dan Kualitas Hidup Kelompok Tidak Bekerja totshs
Valid
1.75 2.25 2.75 3.25 3.50 3.75 4.00 4.25 4.50 4.75 5.00 5.25 5.50 6.00 Total
Frequency 1 1 1 1 2 5 6 7 8 8 8 7 2 2 59
Percent 1.7 1.7 1.7 1.7 3.4 8.5 10.2 11.9 13.6 13.6 13.6 11.9 3.4 3.4 100.0
Valid Percent 1.7 1.7 1.7 1.7 3.4 8.5 10.2 11.9 13.6 13.6 13.6 11.9 3.4 3.4 100.0
Cumulative Percent 1.7 3.4 5.1 6.8 10.2 18.6 28.8 40.7 54.2 67.8 81.4 93.2 96.6 100.0
globalQOL
Valid
26 32 41 44 45 48 50 56 58 59 60 62 66 67 69 70 71 72 73 74 75 77 78 80 81 83 84 86 87 88 89 90 94 96 99 100 Total
Frequency 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 3 1 2 2 2 2 2 3 4 2 2 5 2 1 1 1 1 2 1 1 2 59
Percent 1.7 1.7 1.7 1.7 1.7 1.7 1.7 1.7 1.7 1.7 1.7 3.4 1.7 1.7 3.4 5.1 1.7 3.4 3.4 3.4 3.4 3.4 5.1 6.8 3.4 3.4 8.5 3.4 1.7 1.7 1.7 1.7 3.4 1.7 1.7 3.4 100.0
Valid Percent 1.7 1.7 1.7 1.7 1.7 1.7 1.7 1.7 1.7 1.7 1.7 3.4 1.7 1.7 3.4 5.1 1.7 3.4 3.4 3.4 3.4 3.4 5.1 6.8 3.4 3.4 8.5 3.4 1.7 1.7 1.7 1.7 3.4 1.7 1.7 3.4 100.0
Cumulative Percent 1.7 3.4 5.1 6.8 8.5 10.2 11.9 13.6 15.3 16.9 18.6 22.0 23.7 25.4 28.8 33.9 35.6 39.0 42.4 45.8 49.2 52.5 57.6 64.4 67.8 71.2 79.7 83.1 84.7 86.4 88.1 89.8 93.2 94.9 96.6 100.0
Lampiran B.8. Frekuensi Aspek Kehidupan Kelompok Bekerja Universitas Indonesia
aspekA
Valid
spiritualitas pernikahan diri sendiri kesehatan karir kemandirian pendidikan keluarga keuangan Total
Frequency 25 2 1 8 7 4 1 23 2 73
Percent 34.2 2.7 1.4 11.0 9.6 5.5 1.4 31.5 2.7 100.0
Valid Percent 34.2 2.7 1.4 11.0 9.6 5.5 1.4 31.5 2.7 100.0
Cumulative Percent 34.2 37.0 38.4 49.3 58.9 64.4 65.8 97.3 100.0
aspekB
Valid
Missing Total
spiritualitas hobi pernikahan percintaan diri sendiri kesehatan hubungan pertemanan karir rekreasi kemandirian pendidikan keluarga keuangan Total System
Frequency 6 1 4 1 1 10 3 10 1 2 6 22 5 72 1 73
Percent 8.2 1.4 5.5 1.4 1.4 13.7 4.1 13.7 1.4 2.7 8.2 30.1 6.8 98.6 1.4 100.0
Valid Percent 8.3 1.4 5.6 1.4 1.4 13.9 4.2 13.9 1.4 2.8 8.3 30.6 6.9 100.0
Cumulative Percent 8.3 9.7 15.3 16.7 18.1 31.9 36.1 50.0 51.4 54.2 62.5 93.1 100.0
aspekC
Valid
Missing Total
spiritualitas hobi pernikahan percintaan kesehatan hubungan pertemanan karir kemandirian pendidikan keluarga keuangan Total System
Frequency 7 1 3 2 9 5 10 3 6 9 16 71 2 73
Percent 9.6 1.4 4.1 2.7 12.3 6.8 13.7 4.1 8.2 12.3 21.9 97.3 2.7 100.0
Valid Percent 9.9 1.4 4.2 2.8 12.7 7.0 14.1 4.2 8.5 12.7 22.5 100.0
Cumulative Percent 9.9 11.3 15.5 18.3 31.0 38.0 52.1 56.3 64.8 77.5 100.0
Universitas Indonesia
aspekD
Valid
Missing Total
0 spiritualitas hobi pernikahan percintaan diri sendiri kesehatan hubungan pertemanan karir rekreasi kemandirian pendidikan keluarga keuangan Total System
Frequency 1 4 1 1 4 2 12 7 10 1 2 7 5 11 68 5 73
Percent 1.4 5.5 1.4 1.4 5.5 2.7 16.4 9.6 13.7 1.4 2.7 9.6 6.8 15.1 93.2 6.8 100.0
Valid Percent 1.5 5.9 1.5 1.5 5.9 2.9 17.6 10.3 14.7 1.5 2.9 10.3 7.4 16.2 100.0
Percent 1.4 6.8 1.4 4.1 2.7 1.4 5.5 11.0 16.4 4.1 11.0 4.1 1.4 1.4 5.5 13.7 91.8 8.2 100.0
Valid Percent 1.5 7.5 1.5 4.5 3.0 1.5 6.0 11.9 17.9 4.5 11.9 4.5 1.5 1.5 6.0 14.9 100.0
Cumulative Percent 1.5 7.4 8.8 10.3 16.2 19.1 36.8 47.1 61.8 63.2 66.2 76.5 83.8 100.0
aspekE
Valid
Missing Total
0 spiritualitas hobi pernikahan percintaan kekuasaan diri sendiri kesehatan hubungan pertemanan karir rekreasi kemandirian pendidikan penampilan keluarga keuangan Total System
Frequency 1 5 1 3 2 1 4 8 12 3 8 3 1 1 4 10 67 6 73
Cumulative Percent 1.5 9.0 10.4 14.9 17.9 19.4 25.4 37.3 55.2 59.7 71.6 76.1 77.6 79.1 85.1 100.0
Lampiran B.9. Frekuensi Aspek Kehidupan Kelompok Tidak Bekerja aspekA
Valid
Missing Total
spiritualitas hobi pernikahan percintaan kesehatan hubungan pertemanan karir pendidikan keluarga keuangan Total System
Frequency 18 3 1 1 6 1 2 3 16 6 57 2 59
Percent 30.5 5.1 1.7 1.7 10.2 1.7 3.4 5.1 27.1 10.2 96.6 3.4 100.0
Valid Percent 31.6 5.3 1.8 1.8 10.5 1.8 3.5 5.3 28.1 10.5 100.0
Cumulative Percent 31.6 36.8 38.6 40.4 50.9 52.6 56.1 61.4 89.5 100.0
Universitas Indonesia
aspekB
Valid
Missing Total
spiritualitas hobi pernikahan percintaan diri sendiri kesehatan hubungan pertemanan karir rekreasi pendidikan keluarga keuangan Total System
Frequency 4 1 6 3 4 7 1 4 1 3 16 5 55 4 59
Percent 6.8 1.7 10.2 5.1 6.8 11.9 1.7 6.8 1.7 5.1 27.1 8.5 93.2 6.8 100.0
Valid Percent 7.3 1.8 10.9 5.5 7.3 12.7 1.8 7.3 1.8 5.5 29.1 9.1 100.0
Cumulative Percent 7.3 9.1 20.0 25.5 32.7 45.5 47.3 54.5 56.4 61.8 90.9 100.0
aspekC
Valid
Missing Total
spiritualitas hobi percintaan diri sendiri kesehatan hubungan pertemanan karir kemandirian pendidikan penampilan keluarga keuangan Total System
Frequency 3 2 5 1 10 10 5 1 4 1 6 5 53 6 59
Percent 5.1 3.4 8.5 1.7 16.9 16.9 8.5 1.7 6.8 1.7 10.2 8.5 89.8 10.2 100.0
Valid Percent 5.7 3.8 9.4 1.9 18.9 18.9 9.4 1.9 7.5 1.9 11.3 9.4 100.0
Percent 3.4 8.5 1.7 5.1 3.4 1.7 1.7 6.8 8.5 10.2 5.1 5.1 11.9 1.7 10.2 10.2 94.9 5.1 100.0
Valid Percent 3.6 8.9 1.8 5.4 3.6 1.8 1.8 7.1 8.9 10.7 5.4 5.4 12.5 1.8 10.7 10.7 100.0
Cumulative Percent 5.7 9.4 18.9 20.8 39.6 58.5 67.9 69.8 77.4 79.2 90.6 100.0
aspekD
Valid
Missing Total
0 spiritualitas hobi pernikahan percintaan kekuasaan diri sendiri kesehatan hubungan pertemanan karir rekreasi kemandirian pendidikan penampilan keluarga keuangan Total System
Frequency 2 5 1 3 2 1 1 4 5 6 3 3 7 1 6 6 56 3 59
Cumulative Percent 3.6 12.5 14.3 19.6 23.2 25.0 26.8 33.9 42.9 53.6 58.9 64.3 76.8 78.6 89.3 100.0
Universitas Indonesia
aspekE
Valid
Missing Total
Frequency 2 5 3 3 5 8 2 5 3 5 2 4 7 54 5 59
0 spiritualitas percintaan diri sendiri kesehatan hubungan pertemanan karir rekreasi kemandirian pendidikan penampilan keluarga keuangan Total System
Percent 3.4 8.5 5.1 5.1 8.5 13.6 3.4 8.5 5.1 8.5 3.4 6.8 11.9 91.5 8.5 100.0
Cumulative Percent 3.7 13.0 18.5 24.1 33.3 48.1 51.9 61.1 66.7 75.9 79.6 87.0 100.0
Valid Percent 3.7 9.3 5.6 5.6 9.3 14.8 3.7 9.3 5.6 9.3 3.7 7.4 13.0 100.0
Lampiran B.10. T-Test Kebahagiaan dan Kualitas Hidup (kel bekerja dan tidak bekerja) Group Statistics
totshs globalQOL
pekerjaan bekerja tidak bekerja bekerja tidak bekerja
N 73 59 73 59
Mean 4.8322 4.4619 73.88 73.69
Std. Deviation .66282 .79710 17.850 16.098
Std. Error Mean .07758 .10377 2.089 2.096
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F totshs
globalQOL
Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
Sig. .588
.141
t
.445
.708
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
2.915
130
.004
.37033
.12706
.11895
.62171
2.858
112.609
.005
.37033
.12957
.11362
.62703
.060
130
.952
.180
2.992
-5.739
6.100
.061
128.404
.951
.180
2.959
-5.675
6.036
Lampiran B.11. One way Anova Kebahagiaan dan Kualitas Hidup (berdasarkan jenis pekerjaan) ANOVA
totshs
globalQOL
Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 6.458 66.500 72.958 1720.879 36252.288 37973.166
df 4 127 131 4 127 131
Mean Square 1.614 .524
F 3.083
Sig. .018
430.220 285.451
1.507
.204
Universitas Indonesia
Descriptives
N totshs
globalQOL
pegawai negeri dan BHMN pegawai swasta wiraswasta dan profesional ibu rumah tangga tidak bekerja Total pegawai negeri dan BHMN pegawai swasta wiraswasta dan profesional ibu rumah tangga tidak bekerja Total
Mean
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound
Std. Deviation
Std. Error
Minimum
Maximum
20
4.7375
.57052
.12757
4.4705
5.0045
3.75
5.75
30
4.8917
.73895
.13491
4.6157
5.1676
2.75
6.00
23
4.8370
.65109
.13576
4.5554
5.1185
3.75
5.75
22 37 132
4.6818 4.3311 4.6667
.62765 .86413 .74628
.13381 .14206 .06496
4.4035 4.0430 4.5382
4.9601 4.6192 4.7952
3.75 1.75 1.75
6.00 5.50 6.00
20
69.10
25.016
5.594
57.39
80.81
19
96
30
75.73
15.268
2.787
70.03
81.43
22
95
23
75.61
12.904
2.691
70.03
81.19
51
100
22 37 132
79.27 70.38 73.79
16.533 15.091 17.026
3.525 2.481 1.482
71.94 65.35 70.86
86.60 75.41 76.73
32 26 19
100 94 100
Lampiran B.12. T-Test Kebahagiaan berdasarkan je nis kelamin pada kel bekerja Group Statistics
totshs
jeniskelamin laki-laki perempuan
N 35 38
Mean 4.9000 4.7697
Std. Error Mean .10808 .11132
Std. Deviation .63939 .68621
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F totshs
Equal variances assumed Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
Sig. .336
t
.564
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
Std. Error Difference
.837
71
.405
.13026
.15561
-.18001
.44054
.840
70.988
.404
.13026
.15515
-.17910
.43963
Lampiran B.13. T-Test Kebahagiaan berdasarkan status pernikahan pada kel bekerja Group Statistics
totshs
status lajang menikah
N
Mean 4.6724 4.9375
29 44
Std. Error Mean .14043 .08721
Std. Deviation .75623 .57850
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F totshs
Equal variances assumed Equal variances not assumed
2.204
Sig. .142
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
-1.694
71
.095
-.26509
.15652
-.57718
.04701
-1.604
49.016
.115
-.26509
.16531
-.59728
.06711
Universitas Indonesia
Lampiran B.14. Anova Kebahagiaan berdasarkan pendidikan pada kel bekerja Descriptives totshs
N SMA Diploma S1 pasca sarjana Total
Mean 4.5417 5.0417 4.8125 5.0000 4.8322
6 6 52 9 73
Std. Deviation .69672 .67854 .64526 .76035 .66282
Std. Error .28443 .27701 .08948 .25345 .07758
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 3.8105 5.2728 4.3296 5.7538 4.6329 4.9921 4.4155 5.5845 4.6775 4.9868
Minimum 3.75 4.00 2.75 3.75 2.75
Maximum 5.25 5.75 6.00 6.00 6.00
ANOVA totshs
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1.043 30.589 31.632
df 3 69 72
Mean Square .348 .443
F
Sig. .507
.784
Lampiran B.15. Anova Kebahagiaan berdasarkan penghasilan pada kel bekerja Descriptives totshs
N <1.000.000 1.000.001-2.500.000 2.500.001-5.000.000 5.000.001-7.500.000 7.500.001-10.000.000 > 10.000.001 Total
Mean 3.7500 4.8000 4.6607 5.2000 5.3214 4.9167 4.8322
2 20 28 10 7 6 73
Std. Deviation .00000 .67668 .68114 .32914 .47246 .60553 .66282
Std. Error .00000 .15131 .12872 .10408 .17857 .24721 .07758
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 3.7500 3.7500 4.4833 5.1167 4.3966 4.9248 4.9645 5.4355 4.8845 5.7584 4.2812 5.5521 4.6775 4.9868
Minimum 3.75 3.75 2.75 4.75 4.75 4.00 2.75
Maximum 3.75 6.00 5.75 5.75 6.00 5.50 6.00
ANOVA totshs
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 6.257 25.374 31.632
df 5 67 72
Mean Square 1.251 .379
F 3.305
Sig. .010
Lampiran B.16. T-Test Kualitas hidup berdasarkan status pe rnikahan pada kel bekerja Group Statistics
globalQOL
status lajang menikah
N 29 44
Mean 74.98 73.15
Std. Deviation 16.265 18.971
Std. Error Mean 3.020 2.860
Universitas Indonesia
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F globalQOL
Equal variances assumed Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
Sig. .069
t
.793
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
.427
71
.671
1.832
4.294
-6.730
10.394
.440
66.111
.661
1.832
4.160
-6.473
10.136
Lampiran B.17. T-Test Kualitas hidup berdasarkan je nis kelamin pada kel bekerja Group Statistics
globalQOL
jeniskelamin laki-laki perempuan
N
Mean 73.88 73.87
35 38
Std. Deviation 17.430 18.463
Std. Error Mean 2.946 2.995
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F globalQOL
Equal variances assumed Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
Sig. .172
t
.680
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
.001
71
.999
.003
4.211
-8.394
8.401
.001
70.953
.999
.003
4.201
-8.374
8.381
Lampiran B.18. Anova Kualitas Hidup Berdasarkan pendidikan pada kel bekerja Descriptives globalQOL
N SMA Diploma S1 pasca sarjana Total
6 6 52 9 73
Mean 59.25 77.00 74.12 80.14 73.88
Std. Deviation 30.308 8.532 17.279 11.508 17.850
Std. Error 12.373 3.483 2.396 3.836 2.089
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 27.44 91.06 68.05 85.95 69.31 78.93 71.29 88.98 69.71 78.04
Minimum 22 67 19 62 19
Maximum 90 87 100 96 100
ANOVA globalQOL
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1698.142 21243.454 22941.596
df 3 69 72
Mean Square 566.047 307.876
F 1.839
Sig. .148
Lampiran B.19. Anova Kualitas Hidup Berdasarkan penghasilan pada kel bekerja
Universitas Indonesia
Descriptives globalQOL
N <1.000.000 1.000.001-2.500.000 2.500.001-5.000.000 5.000.001-7.500.000 7.500.001-10.000.000 > 10.000.001 Total
Mean 76.00 69.24 73.03 79.73 77.86 78.21 73.88
2 20 28 10 7 6 73
Std. Deviation 9.899 22.717 18.253 8.829 14.758 14.201 17.850
Std. Error 7.000 5.080 3.450 2.792 5.578 5.797 2.089
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound -12.94 164.94 58.60 79.87 65.95 80.10 73.41 86.04 64.21 91.51 63.31 93.11 69.71 78.04
Minimum 69 22 19 62 53 51 19
Maximum 83 100 94 96 94 89 100
ANOVA globalQOL
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1025.747 21915.848 22941.596
df 5 67 72
Mean Square 205.149 327.102
F
Sig. .680
.627
Lampiran B.20. T-Test Kebahagiaan berdasarkan je nis kelamin pada kel tidak bekerja Group Statistics
totshs
jeniskelamin laki-laki perempuan
N 23 36
Mean 4.3804 4.5139
Std. Deviation .85569 .76519
Std. Error Mean .17842 .12753
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F totshs
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. .001
t-test for Equality of Means
t
.977
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
-.624
57
.535
-.13345
.21391
-.56179
.29489
-.609
43.143
.546
-.13345
.21932
-.57571
.30880
Lampiran B.21. T-Test Kebahagiaan berdasarkan status pernikahan pada kel tidak bekerja Group Statistics
totshs
status lajang menikah
N
Mean 4.2727 4.7019
33 26
Std. Deviation .87358 .62458
Std. Error Mean .15207 .12249
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F totshs
Equal variances assumed Equal variances not assumed
1.655
Sig. .203
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
-2.114
57
.039
-.42920
.20304
-.83578
-.02261
-2.198
56.533
.032
-.42920
.19527
-.82028
-.03811
Universitas Indonesia
Lampiran B.22. Anova Kebahagiaan berdasarkan pendidikan pada kel tidak bekerja Descriptives totshs
N SMA Diploma S1 pasca sarjana Total
16 6 35 2 59
Mean 4.3906 4.1667 4.5143 5.0000 4.4619
Std. Deviation 1.00403 .56273 .74247 .35355 .79710
Std. Error .25101 .22973 .12550 .25000 .10377
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 3.8556 4.9256 3.5761 4.7572 4.2592 4.7693 1.8234 8.1766 4.2541 4.6696
Minimum 1.75 3.25 2.25 4.75 1.75
Maximum 6.00 4.75 6.00 5.25 6.00
ANOVA totshs
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1.279 35.572 36.852
df 3 55 58
Mean Square .426 .647
F
Sig. .581
.659
Lampiran B.22. T-Test Kualitas hidup berdasarkan je nis kelamin pada kel tidak bekerja Group Statistics
globalQOL
jeniskelamin laki-laki perempuan
N
Mean 69.52 76.36
23 36
Std. Deviation 14.187 16.858
Std. Error Mean 2.958 2.810
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F globalQOL
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. .954
t-test for Equality of Means
t
.333
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
-1.613
57
.112
-6.839
4.239
-15.328
1.649
-1.676
52.659
.100
-6.839
4.080
-15.024
1.345
Lampiran B.23. T-Test Kualitas Hidup berdasarkan status pernikahan pada kel tidak bekerja Group Statistics
globalQOL
status lajang menikah
N 33 26
Mean 69.36 79.19
Std. Deviation 15.610 15.268
Std. Error Mean 2.717 2.994
Universitas Indonesia
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F globalQOL
Equal variances assumed Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
Sig. .307
t
.582
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
-2.424
57
.019
-9.829
4.054
-17.947
-1.710
-2.431
54.340
.018
-9.829
4.044
-17.934
-1.723
Lampiran B.24. Anova Kualitas Hidup Berdasarkan pendidikan pada kelompok tidak bekerja Descriptives globalQOL
N SMA Diploma S1 pasca sarjana Total
Mean 74.31 72.67 72.60 91.00 73.69
16 6 35 2 59
Std. Deviation 17.843 15.175 15.718 7.071 16.098
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 64.80 83.82 56.74 88.59 67.20 78.00 27.47 154.53 69.50 77.89
Std. Error 4.461 6.195 2.657 5.000 2.096
Minimum 32 45 26 86 26
Maximum 100 90 100 96 100
ANOVA globalQOL
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 653.338 14377.171 15030.508
df 3 55 58
Mean Square 217.779 261.403
F .833
Sig. .481
lampiran B.25. Frekuensi usia subjek berstatus lajang pada kelompok tidak bekerja usia
Valid
18 19 21 22 23 24 25 26 27 28 30 Total
Frequency 2 2 2 7 5 2 2 4 2 4 1 33
Percent 6.1 6.1 6.1 21.2 15.2 6.1 6.1 12.1 6.1 12.1 3.0 100.0
Valid Percent 6.1 6.1 6.1 21.2 15.2 6.1 6.1 12.1 6.1 12.1 3.0 100.0
Cumulative Percent 6.1 12.1 18.2 39.4 54.5 60.6 66.7 78.8 84.8 97.0 100.0
Lampiran B.26. Penghasilan Pegawai Negeri dan BHMN penghasilan
Valid
1.000.001-2.500.000 2.500.001-5.000.000 > 10.000.001 Total
Frequency 7 4 1 12
Percent 58.3 33.3 8.3 100.0
Valid Percent 58.3 33.3 8.3 100.0
Cumulative Percent 58.3 91.7 100.0
Universitas Indonesia
12
Lampiran B.27. Penyebaran Usia dan Status Pe rnikahan Subek Laki-Laki pada Kelompok Tidak Bekerja usia
Valid
19 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 36 Total
Frequency 2 1 4 2 2 1 3 1 3 1 2 1 23
Percent 8.7 4.3 17.4 8.7 8.7 4.3 13.0 4.3 13.0 4.3 8.7 4.3 100.0
Valid Percent 8.7 4.3 17.4 8.7 8.7 4.3 13.0 4.3 13.0 4.3 8.7 4.3 100.0
Cumulative Percent 8.7 13.0 30.4 39.1 47.8 52.2 65.2 69.6 82.6 87.0 95.7 100.0
status
Valid
Frequency 20 3 23
lajang menikah Total
Percent 87.0 13.0 100.0
Cumulative Percent 87.0 100.0
Valid Percent 87.0 13.0 100.0
Lampiran B.28. Penyebaran Usia dan Status Pe rnikahan Subjek Wanita pada Kelompok Tidak Bekerja usia
Valid
18 21 22 23 25 26 27 28 29 30 33 34 35 37 38 39 40 Total
Frequency 2 1 3 4 1 1 3 5 3 2 1 1 2 1 1 2 3 36
Percent 5.6 2.8 8.3 11.1 2.8 2.8 8.3 13.9 8.3 5.6 2.8 2.8 5.6 2.8 2.8 5.6 8.3 100.0
Valid Percent 5.6 2.8 8.3 11.1 2.8 2.8 8.3 13.9 8.3 5.6 2.8 2.8 5.6 2.8 2.8 5.6 8.3 100.0
Cumulative Percent 5.6 8.3 16.7 27.8 30.6 33.3 41.7 55.6 63.9 69.4 72.2 75.0 80.6 83.3 86.1 91.7 100.0
status
Valid
lajang menikah Total
Frequency 13 23 36
Percent 36.1 63.9 100.0
Valid Percent 36.1 63.9 100.0
Cumulative Percent 36.1 100.0
Lampiran B.29. Penyebaran Pengeluaran Rutin Keluarga Universitas Indonesia
13
rutin
Valid
Frequency 28 116 62 45 44 295
1.000.001-2.500.000 2.500.001-5.000.000 5.000.001-7.500.000 7.500.001-10.000.000 >10.000.001 Total
Percent 9.5 39.3 21.0 15.3 14.9 100.0
Valid Percent 9.5 39.3 21.0 15.3 14.9 100.0
Cumulative Percent 9.5 48.8 69.8 85.1 100.0
Lampiran B.30. Korelasi Kebahagiaan dan Kualitas Hidup Correlations totshs totshs
globalQOL
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
1 132 .223* .010 132
globalQOL .223* .010 132 1 132
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Universitas Indonesia