Kolom IBRAHIM ISA Minggu Siang , 30 Agustus 2015 --------------------------
Kearifan guru sejarah, benar-benar diuji saat menyampaikan narasi sejarah 1965 * * * Hari ini direncanakan untuk menulis sekitar "Presiden Jokowi menjéwér Menteri DN-nya (PDI-P) yang 'nyelonong'.Tanpa konsultasi dengan Presiden ---- mengedarkan rencana regulasi untuk membelenggu kebebasan pers di Indonesia. Padahal, -- Belum lama Presiden Jokowi menyatakan bahwa Provinsi Papua, adalah daerah yang transparan untuk pers, termasuk pers mancanegara. Ujuk-ujuk Menteri DN (PDIP) keluarkan rencana peraturan yang (tentu) dimaksudkan untuk 'mengkoreksi' pernyataan Presiden tsb. * * * Minggu pagi ini terbaca di Facebook yang di-sosialisasikan oleh Diah Wahyuningsih Naat (Batama), yang mengajukan masalah yang lebih menarik. Menyangkut masalah sejarah. Menyangkut MASAALAH PERISTIWA TRAGEDI 1965. Dan berkisar pada 'bagaimana seharusnya seorang guru sejarah bersikap terhadap masalah sejarah.Yang diajukan oleh Diah Wahyuningsih adalah TULISAN PENELITI SENIOR (LIPI) - Dr Asvi Warman Adam. Asvi menndaskan “Kearifan guru sejarah, benar-benar diuji saat menyampaikan narasi sejarah 1965 * * *
Dr Asvi menjelaskan a.l -- "Semua hal yang tertera di atas menjadi bagian penting dalam penyusunan kurikulum sejarah yang berkelanjutan dimana studi terhadap peristiwa PKI khusus peristiwa 1965 masih memunculkan kontroversi. Materi sejarah yang dimaksudkan tersebut tetap saja mendudukan peristiwa 1965 sebagai bagian dari Pemberontakan.
1
Dengan tajam Asvi menggugat: "Meski kurikulum sudah berganti serta beberapa daerah sudah ditetapkan sebagai pilot project pelaksanaan Kurikulum 2013 akan tetapi terkhusus materi Disintegrasi bangsa, G 30 S/PKI masih tertera. "Saya sangat heran dengan susunan kurikulum sejarah di tingkat SMA. Padahal, kajian fakta peristiwa Gestok terus bermunculan. "Apakah kita masih terus berpegang teguh pada susunan narasi sejarah ciptaan Nugroho Notosusanto yang merupakan perpanjang-tanganan kebijakan Orba menyusun kurikulum bermuatan politik? * * * Di sinilah inti masalahnya -- Ternyata di kalangan Pemerintah -- yang menguasai penyusunan pengajaran sejarah bangsa, tidak punya kejujuran dan obyektivitas yang normal berkenaan dengan masalah ilmu, khususnya ilmu sejarah. Dalam keadaan begini - maka perlu ditandaskan: BILA BICARA HENDAK MELAKUKAN REVOLUSI MENTAL . . . . . . . . MAKA ADALAH MENTAL DAN SIKAP YANG TIDAK JUJUR SEKITAR MASALAH SEJARAH BANGSA -- YANG PERTAMA-TAMA PERLU DIAKHIRI, DILAWAN DAN DIBERANTAS SECARA TUNTAS!! * * * Lengkapnya tulisan Dr Asvi Warman Adam:
PERUBAHAN KURIKULUM MENGENAI BEBERAPA MASALAH KONTROVERSIAL Kurikulum 1994 dalam bidang sejarah banyak dikritik karena “cakupan materi tertentu terlalu luas” dan “ beberapa materi/pokok bahasan kurang bermakna”. Oleh sebab itu diadakan penyempurnaan/penyesuaiaan kurikulum 1994 pada tahun 1999. pada era awal reformasi ini sudah bermunculan buku-buku sejarah yang menggugat sejarah resmi yang dikeluarkan rezim Orde Baru, namun perubahan itu belum Sepenuhnya Masuk kedalam Kurikulum.
2
Pada kelas III SMA cawu I, Butir “Menelaah terjadinya penghianantan Gerakan 30 September/PKI dan penumpasannya” diperbaiki menjadi”membahasa G30S/PKI dan Orde baru”. Pada kelas III SMP cawu 3, Butir-butir : “Membahas penumpasan pembrontakan G30 S/PKI”. “Menyusun daftar nama kesatuan-kesatuan aksi yang bergerak dalam rangka menumbangkan Orde lama”, “Membicarakan lahirnya Surat Perintah 11 Maret 1966 dan tindak lanjutnya dalam rangka penataan kembali kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945” disatukan menjadi satu butir yang berbunyi ‘ membahas lahirnya Orde baru”(*). Dibelakang butir tersebut dicantumkan tanda asterisk “ditunda pengajarannya sampai ada rujukan dari DEPDIKBUD”. Pada kelas VI SD cawu I, butir “Menceritakan peranan beberpa tokoh seperti Ir Soekarno, Moh Hatta, Sultan Hamengkubuwono IX, panglima besar Soedirman dan Soeharto dalam mempertahankan kemerdekaan” diperbaiki menjadi “menceritakan peranan beberapa tokoh seperti Ir Soekarno, Moh hatta, sultan Hamengkubowono IX, Panglima soedirman dalam mempertahankan kemerdekaan”. Setelah mengalami uji coba sejak tahun 2000, maka kurikulum berbasis kompetensi diganti namanya menjadi kurikulum 2004. Dalam Kurikulum 2004, pada kelas XII, IPA, pada materi Pokok “Peristiwa Gerakan 30 september 1965” dicantumkan sebagai indicator “membandingkan berbagai pendapat tentang peristiwa gerakan 30 September”. “Mendeskripsikan proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa Gerakan 30 September. Pada kelas XII, IPS dan Bahasa, indicator adalah “Menkontruksikan terjadinya peristiwa Gerakan 30 September”, “membandingkan beberapa pendapat tentang peristiwa tentang Gerakan 30 September”, “Mendeskripsikan dampak sosial Politik dan peristiwa Gerakan 30 September di dalam masyarakat”, “mendeskripsikan proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa Gerakan 30 September”. Pada kelas XII SMP, sebelum “Mendeskripsikan peristiwa Gerakan 30 September tahun 1965” siswa diberikan butir “Menjelaskan dampak Persoalan Hubungan Pusat, daerah, persaingan ideologis, dan pergolakan sosial Politik lainnya terhadap kehidupan politik nasional dan daerah sampai awal tahun 1960-an. Rumusan diatas sebetulnya sangat komprehensif dalam menggambarkan peristiwa yang terjadi pada tahun 1950-an 3
termasuk berebagai pembrontakan yang terjadi diderah-daerah. Dalam buku standar yang disusun oleh Nugroho Notosusanto yang digambarkan adalah berbagai pembrontakan yang terjadi di seluruh Indonesia dan keberhasilan tentara membrantasnya (lengkap dengan nama-nama operasi dan perwira yang menjadi komando operasi militer tersebut). Ketika terjadi perubahan itu terdapat penulis buku teks di Jawa Timur yang tidak mencamtumkan misalnya peristiwa Madium 1948. Ini memicu Jusuf Hasyim dkk untuk datang ke DPR tahun 2005 melaporkan telah terjadi pemalsuaan sejarah dalam buku pelajaran sejarah. Menteri pendidikan nasional Menugasi BSNP (Badan Standar nasional Pendidikan ) untuk menyelesaikan masalah ini. BSNP membentuk Ltim lima terdiri dari Djoko Suryo (UGM), Hamid Hasan (UPI), susanto Zuhdi (UI), Wasino (Unes Semarang)dan W Soetomo,, yang tidak jelas apakah tim ini hanya menyelesaikan persoalan sejarah yang Kontroversial itu saja atau bergerak lebih jauh mengubah Kurikulum 2004 menjadi kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan? Pada Uji Publik perbaikan Kurikulum 2004 di gedung DEPDIKNAS yang dihadiri tim Lima itu dan guru-guru dari berbagai daerah di Indonesia, pada tanggal 1 November 2005, saya telah menjelaskan tentang penyebutan Istilah yang dapat untuk gerakan yang terjadi di tahun 1965. Dalam draft itu dibagikan pada uji Publik itu misalnya rumusan kurikulum 1994 muncul kembali pada tingkat SD yaitu “menceritakan peranan beberapa Tokoh seperti Ir Soekarno, Moh Hatta, Sultan Hamengkubowono IX, panglima Besar Soedirman, Sjafruddin Perwiranegara dan Soeharto dalam mempertahankan kemerdekaan”. Memang ada yang ditambah seperti Sjafruddin Perwiranegara dan saya yang mendukung hal Itu . namun saya menganggap bahwa masuknya nama Soeharto masih kontrversial. Bukankah nama itu sudah dihapus dalam perbaikan kurikulum tahun 1999. Yang menarik adalah tanggapan dan reaksi dari pihak Departemen Pendidikan Nasional. Tidak kepalang tanggung bukan hanya Soeharto yang ditarik, tetapi semua nama tokoh itu dihilangkan sehingga butir itu berbunyi dalam KTSP “menghargai peranan tokoh pejuang dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan”. Tidak diketahui apakah ini merupakan hasil yang bulat dari tim lima, namun surat kepada menteri Pendidikan Nasional, dengan Nomor BSNP 088/BSNP/I/2006 tertanggal 23 Januari 2006, ketua BSNP (waktu itu) Bambang Madium 1948 dan mencamtumkan kata PKI setelah Peristiwa Gerakan 30 (G30S) sehingga menjadi G30S/PKI”. Namun alasan yang dijadikan pertimbangan adalah karena TAP MPRS no XXV/1966 tentang Pelarangan ajaran Komunisme, Marxisme dan Leninisme masih berlaku. Ini jelas pertimbangan politis bukan akademis.
4
TANGGAPAN; Semua hal yang tertera di atas menjadi bagian penting dalam penyusunan kurikulum sejarah yang berkelanjutan dimana studi terhadap peristiwa PKI khusus peristiwa 1965 masih memunculkan kontroversi. Materi sejarah yang dimaksudkan tersebut tetap saja mendudukan peristiwa 1965 sebagai bagian dari Pemberontakan. Meski kurikulum sudah berganti serta beberapa daerah sudah ditetapkan sebagai pilot project pelaksanaan Kurikulum 2013 akan tetapi terkhusus materi Disintegrasi bangsa, G 30 S/PKI masih tertera. Saya sangat heran dengan susunan kurikulum sejarah di tingkat SMA. Padahal, kajian fakta peristiwa Gestok terus bermunculan. Apakah kita masih terus berpegang teguh pada susunan narasi sejarah ciptaan Nugroho Notosusanto yang merupakan perpanjang-tanganan kebijakan Orba menyusun kurikulum bermuatan politik? Sebagai guru sejarah, hal ini sangat disayangkan disebabkan oleh kebingungan kita untuk merubah pola pemikiran siswa yang tanpa disadari sudah terlebih dahulu mendapat pemahaman Gestok dari generasi ibu-bapak-kakek-neneknya. Ditambah lagi adanya protes-protes kecil dari siswa yang turut terdoktrinasi oleh guru-guru sejarah yang tidak bersedia membuka pemikiran baru berkaitan dengan peristiwa Gestok. Banyak di kalangan guru sejarah tidak bersedia menjelaskan peristiwa sebenarnya atau mungkin guru-guru tersebut masih berkutat pada buku babon-nya Orba. Bagi guru-guru sejarah yang telah membuka alam pikiran dari fakta-fakta terkini peristiwa, mendatangkan kesulitan penuh dikarenakan mengerucutnya pola-pola Orba bila kita sedikit mandstream terhadap narasi sejarah kekinian. Kita dianggap akan melahirkan komunis gaya baru, kita disebut sebagai orang yang menularkan ideologi komunis bahkan cercaan akan tindakan kita yang berusaha meluruskan narasi sejarah 1965, tertuduh sebagai kaki tangan komunis. Apa yang terjadi pada bangsa ini??? Bukankah sejarah mengajarkan kebenaran sesuai faktanya??? Sangat dilematis mungkin bagi guru-guru tertentu yang mencoba meluruskan sejarah. Saya sendiri harus berseberangan dengan rekan sejarah lainnya di sekolah.
5
Kacaunya lagi, statement rekan sejarah saya melahirkan perdebata di siswa. Boleh saja perdebatan muncul asalkan tidak merusak kekritisan siswa menanggapi statement guru lainnya. Kearifan guru sejarah, benar-benar diuji saat menyampaikan narasi sejarah 1965. Sumber: FB – (Studied at Univ. of Medan – Live in Batama)
6