KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN BERGUNA DI KAWASAN LINDUNG PT. BUKIT BATU HUTANI ALAM (BBHA) KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU
DINEN BINTANG
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN DINEN BINTANG. Keanekaragaman Tumbuhan Berguna di Kawasan Lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (PT. BBHA). Dibawah Bimbingan AGUS HIKMAT dan A. MACHMUD THOHARI. Kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) berperan penting bagi kelestarian plasma nutfah tumbuhan, sebagai habitat berbagai spesies satwa dan mempertahankan fungsi-fungsi ekologis kawasan. Informasi mengenai keberadaan flora sangat diperlukan untuk memastikan kelestarian fungsi ekologis kawasan tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut maka dilakukan penelitian di kawasan lindung PT. BBHA untuk mengidentifikasi keanekaragaman spesies tumbuhan yang ada dan berguna untuk kehidupan masyarakat. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober sampai November 2010. Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu pengumpulan data sekunder berupa studi literatur dan data primer melalui analisis vegetasi. Metode analisis vegetasi menggunakan kombinasi jalur dan garis berpetak. Pengambilan plot-plot contoh dilakukan pada tiga lokasi yang berbeda, hal ini diharapkan agar data yang didapatkan dapat mewakili kondisi di kawasan lindung tersebut. Hasil penelitian teridentifikasi 38 spesies dari 17 famili yang ditemukan di lokasi penelitian. Dari hasil analisis vegetasi tersebut terdapat beberapa spesies kunci ekosistem gambut seperti Meranti bunga (Shorea teysmanniana Dyer), Meranti batu (Shorea parvifolia Dyer), Mersawa (Anishoptera marginata Korth), Durian burung (Durio carinatus Mast), Dara-dara (Myristica iners Bl), Ramin (Gonystylus bancanus Baill), Kempas (Koompassia malaccensis Maing), Punak (Tetramerista glabra Miq), Resak (Vatica rassak Bl) dan Suntai (Palaquium burckii H.J.L.A.M). Dari 38 spesies tumbuhan tersebut, teridentifikasi 32 spesies tumbuhan berguna (84%) yang dikelompakkan kedalam 10 kelompok kegunaan yaitu tumbuhan obat, hias, aromatik, sumber pangan, sumber pakan ternak, sumber pestisida nabati, sumber pewarna dan tanin, sumber kayu bakar, sumber bahan bangunan dan sumber tali dan kerajinan. Kegunaan tertinggi yaitu untuk sumber bahan bangunan sebanyak 11 spesies dan kemudian diikuti sumber pangan sebanyak 8 spesies. Kata kunci: kawasan lindung, analisis vegetasi, keanekaragaman, tumbuhan berguna.
SUMMARY DINEN BINTANG. Diversity of Useful Plants Species in Protected Areas of PT. Bukit Batu Hutani Alam (PT. BBHA). Under supervision of AGUS HIKMAT and A. MACHMUD THOHARI. Protected areas of PT. Bukit Batu Hutani Alam (PT. BBHA) has important role for the preservation of germplasm, as habitat for various wildlife species and maintaining ecological functions. Information on the presence of flora is needed to ensure the preservation of the ecological function. In this regard the study was done in PT. BBHA to identify species diversity of plants and useful plants species. The research was conducted from October until November 2010. Data collection techniques employed in the research were literatur review and vegetation analysis. Vegetation analysis were conducted using a combination of line transect and line square. Sample plots were determinate at three different location which was assumed to represent the area. Vegetation analysis found 38 species from 17 families in the area, there were several key species of peatland ecosystem, namely: Meranti bunga (Shorea teysmanniana Dyer), Meranti batu (Shorea parvifolia Dyer), Mersawa (Anishoptera marginata Korth), Durian burung (Durio carinatus Mast), Dara-dara (Myristica iners Bl), Ramin (Gonystylus bancanus Baill), Kempas (Koompassia malaccensis Maing), Punak (Tetramerista glabra Miq), Resak (Vatica rassak Bl) dan Suntai (Palaquium burckii H.J.L.A.M). Thirty two species of 38 species found in the area were identified as useful plants which categoristed in to 10 groups of uses (medicinal plants, ornamental, aromatic, food, livestock feed sources, vegetable sources of pesticides, dyes and tannins sources, firewood sources, the source material building and the source string and crafts). The highest level of usability is materials building as many as 11 species and 8 species were used as food sources. and then followed by 8 species, were found at the sites.
Keywords: protected areas, vegetation analysis, diversity, useful plants.
KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN BERGUNA DI KAWASAN LINDUNG PT. BUKIT BATU HUTANI ALAM (BBHA) KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU
DINEN BINTANG
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
Nama NIM
: Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Berguna di Kawasan Lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau : Dinen Bintang : E34060695
Menyetujui: Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F. NIP. 19620918 198903 1 002
Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA. NIP.19482081 198001 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal lulus :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi dengan judul “Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Berguna di Kawasan Lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau”. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, dan khususnya pengelola kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala bentuk kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis untuk kemajuan di masa yang akan datang.
Bogor, September 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sidikalang, Sumatera Utara pada tanggal 20 Oktober 1987. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari ayah Ramses Bintang dan Ibu Darbe Samosir. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di Sekolah Dasar HKBP Dairi tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I Sidikalang pada tahun 2003, Sekolah Menengah Atas Negeri I Sidikalang tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah melalui Tahap Persiapan Bersama (TPB), penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB. Selama kuliah di Fakultas Kehutanan IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan, antara lain: anggota Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) khususnya komisi kesenian IPB (2006-2010), Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Kelompok Pemerhati Flora (KPF). Kegiatan lapang yang pernah diikuti oleh penulis antara lain, Praktek Kamojang
Pengenalan
(2008),
Ekosistem
Eksplorasi
Flora,
Hutan (PPEH) di Kawasan SancangFauna
dan
Ekowisata
Indonesia
(RAFFLESIA)-HIMAKOVA 2009 di Cagar Alam Rawa Danau, Banten Provinsi Jawa Barat, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) 2009 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Studi Konservasi Lingkungan (SURILI)-HIMAKOVA 2009 di Taman Nasional Manupeu Tanahdaru, dan Praktek Kerja Lapang (PKLP) 2010 di Taman Nasional Merbabu. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Berguna di Kawasan Lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau” dibawah bimbingan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F dan Dr. Ir. A. Machmud Thohari DEA.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat kerja keras dan bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Orang tua tercinta Darbe Samosir (Ibu), Alm. Ramses Bintang (Bapak), Junihar Bintang (Kakak), Robin Bintang (Kakak), dan Veralina Bintang (Adik) atas segala doa, kasih sayang, bimbingan, motivasi, dukungan lahir dan batin, serta untuk seluruh anggota keluarga lainnya, terima kasih. 2. Dosen pembimbing Dr. Ir. Agus Hikmat, M. Sc. F dan Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA. atas segala arahan, bimbingan, nasihat, solusi serta saran dan masukannya selama penelitian hingga penulisan skripsi. 3. Ibu Anne Carolina, S. Si, M. Si selaku dosen penguji. 4. Dosen beserta staf KPAP atas bimbingan dan pelayanan selama penulis menuntut ilmu di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) 5. Seluruh staff PT. Bukit Batu Hutani Alam Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau, bapak Rimson dan bang Ucok yang telah membantu dalam pengambilan data di lapang. 6. Stevy Meganingtyas Nadeak yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa. 7. Tim futsal Pondok Malea: Rudy, Rano, Komeng, Dwiko, dan Juliando, terimakasih atas kebersamaan, canda dan tawa, nasehat dan perjalanan hidup yang kita bangun selama 5 tahun ini. 8. Tim futsal Cendrawasi 43: Gojali, Kolanus, Age, Obi, Fajar Kuli, Abdi, Didit, Domi, Stephen, Afroh, Hafidz, Nanang, Agung, Akmal, Iman, Dian, Amrizal Yusri, Suratman, Ajhe, Iqbal, Arga, Ishak, Nato, Nano, Reni, Catur O, Catur gendut, Mika, Angga, Rafika, Muis, Adrian, Evin, Fiona, bambang, Rosa, Fitri, Junef dan anggota band “The Banned Things” : Toocool, Ijul, Mas Bayu, dan Yunus yang sudah menjadi sumber inspirasi dan penyemangat hidup 2 tahun terakhir ini.
9. Teman-teman Komisi kesenian IPB: Bang Icho, bang Wastin, bang Ivan, bang Deni, Endru, Tisondo, Tara, Mega, Cori, Oci, Eko, Gladys, Yoan, Dorothi, dan Stephani atas doa dan dukungannya selama ini. Terimakasih untuk suka dan duka yang boleh kita lalui bersama. 10. Keluargaku Cendrawasih 43, salut untuk kekerabatan yang kita bangun. Terimakasih untuk kasih sayang, canda tawa, dan segudang pengalaman selama kuliah. Kalian ibarat hujan di sore hari, selalu menyejukkan hati dan menyegarkan kembali. 11. Seluruh keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 12. Keluarga besar HIMAKOVA. 13. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih banyak.
Semoga damai sejahtera Tuhan selalu menyertai kita semua. Amin.
Bogor, September 2011
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ……………………………………………..
i
DAFTAR ISI .………………………………………………………
ii
DAFTAR TABEL .………………………………………………...
iii
DAFTAR GAMBAR .……………………………………………...
iv
DAFTAR LAMPIRAN .…………………………………………...
v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..………………………………………......
1
1.2 Tujuan Penelitian ..………………………………………..
2
1.3 Manfaat Penelitian …..……………………………………
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Tumbuhan di Indonesia ....……………..
3
2.2 Tumbuhan Berguna .……………………………………….
3
2.3 Ekosistem Gambut…………………………………………
8
2.4 Kawasan Lindung………………………………………….
15
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………….
17
3.2 Alat dan Objek Penelitian ………………………………….
17
3.3 Metode Penelitian ………………………………………….
17
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah, Letak dan Luas Kawasan………………………….
24
4.2 Topografi kawasan………………………………………….
26
4.3 Kondisi Kawasan…………………………………………...
26
4.4 Kondisi Flora dan Fauna di Kawasan Lindung PT. BBHA..
27
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Kawasan Lindung………………………...
29
5.2 Komposisi Vegetasi…………………………………………
32
5.3 Kemerataan Spesies………………………………………….
36
5.4 Indeks Keanekaragaman Spesies Tumbuhan………………..
37
5.5 Indeks Kesamaan Komunitas………………………………..
38
5.6 Spesies-spesies Tumbuhan Berdasarkan Kegunaan………....
41
5.7 Status Konservasi Spesies Tumbuhan……………………….
48
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan…………………………………………………..
49
6.2 Saran………………………………………………………....
49
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………
50
LAMPIRAN…………………………………………………………..
55
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1
Tahapan kegiatan dan aspek yang dikaji dalam penelitian …………..
18
2
Klasifikasi kelompok kegunaan tumbuhan …………………………..
23
3
Sejarah perusahaan PT. BBHA ………………………………………
24
4
Spesies satwa yang dilindungi di kawasan lindung PT. BBHA ……..
28
5
INP spesies tumbuhan pada setiap tingkat pertumbuhan di KPPN ….
33
6
INP spesies tumbuhan pada setiap tingkat pertumbuhan di Buffer zone km 7 …………………………………………………….............
7
34
INP tumbuhan pada setiap tingkat pertumbuhan di Bufferzone km 11 …………………………………………………………......................
35
8
Indeks kesamaan komunitas pada tingkat pertumbuhan …………….
39
9
Spesies yang ditemukan dilokasi penelitian ………………………...
40
10 Klasifikasi kelompok kegunaan tumbuhan ………………………….
41
11 Spesies tumbuhan obat yang ditemukan di kawasan lindung PT. BBHA ……………………………………………………………….
42
12 Jenis dan kegunaan tumbuhan aromatik di kawasan lindung PT. BBHA ……………………………………………………………….
44
13 Tumbuhan penghasil pangan di kawasan lindung PT. BBHA ……...
45
14 Spesies penghasil getah, damar dan minyak di kawasan lindung PT. BBHA………………………………………………………………..
47
15 Status konservasi spesies tumbuhan ………………………………...
48
DAFTAR GAMBAR
No 1
Halaman Gambaran umum penampang lahan gambut tropika dan proses pembentukannya …………………………………………………….
2
10
Bentuk petak ukur pada metode jalur berpetak untuk analisis vegetasi…………………………………………………………........
19
3
Peta lokasi penelitian ..………………………………………………
25
4
Bentuk adaptasi spesies tumbuhan ekosistem gambut ……………...
29
5
Kondisi vegetasi kawasan
KPPN ………………………………….
30
6
Kondisi vegetasi kawasan lindung Buffer zone km 7 ……….............
31
7
Kondisi vegetasi di kawasan lindung Buffer zone km 11 ……...........
31
8
Kondisi kanal di HTI.………………………………………………..
32
9
Kondisi pintu kanal di HTI ………………………………………….
32
10 Nilai Indeks Kemerataan pada setiap tingkat pertumbuhan …………
36
11 Indeks keanekaragaman Shannon dari setiap tingkat pertumbuhan ....
37
DAFTAR LAMPIRAN
No 1
Halaman Hasil analisis tingkat semai di kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA)……………………………………………………………
2
Hasil analisis tingkat pancang di kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA)……………………………………………………
3
59
Spesies tumbuhan dan kegunaan yang ditemukan di kawasan lindung PT. BBHA……………………………………………………………….
6
58
Hasil analisis tingkat pohon di kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA)……………………………………………………………
5
57
Hasil analisis tingkat tiang di kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA)……………………………………………………………
4
56
61
Daftar spesies tumbuhan dan bagian yang digunakan serta manfaatnya …………………………………………………………………………...
62
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara pemilik hutan tropis terbesar di dunia. Hutan tropika Indonesia diakui sebagai komunitas yang paling kaya akan keanekaragaman tumbuhan di dunia. Khususnya hutan hujan tropika merupakan salah satu bagian dunia yang masih menyisakan kehidupan liar, yang masih membangkitkan keajaiban dan kekaguman manusia (Zuhud et al. 1994). Peningkatan jumlah dan kebutuhan masyarakat dan perkembangan industri akan memicu pemanfaatan hasil hutan yang cepat yang dapat mengakibatkan kemerosotan sumber daya alam. Untuk menjaga kelestarian sumber daya alam tersebut perlu dijaga kawasan-kawasan berupa kawasan lindung yang salah satu fungsinya untuk melestarikan spesies-spesies yang dimanfaatkan. Keppres No. 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung mendefinisikan kawasan lindung sebagai kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan, kawasan lindung juga merupakan kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) merupakan salah satu perusahaan kayu yang memiliki hak pengusahaan hutan, terletak di kabupaten Bengkalis, provinsi Riau. Sebagian dari wilayahnya terdiri dari kawasan lindung
yang
diperuntukkan sebagai kawasan lindung yang menjaga fungsi habitat dan fungsi ekologis kawasan. Kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) terdiri dari Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN), sempadan sungai, daerah perlindungan satwaliar dan buffer zone (hutan suaka alam wisata). PT. BBHA memiliki kawasan lindung yang khas berupa kawasan gambut, kawasan yang rentan dan sangat mudah mengalami kerusakan jika tidak dijaga dan dilestarikan. Indonesia memiliki hutan gambut (peatland forest) yang cukup luas, yaitu
meliputi areal seluas 1,5 juta ha (Soerianegara & Indrawan 1998) yang tersebar di Kalimantan, terutama Kalimantan Barat dan Tengah, dan Sumatera, terutama di pantai timur Sumatera, Jambi dan Riau. Gambut memiliki fungsi yang sangat vital berupa wilayah penampungan air, mencegah banjir saat musim hujan, menjaga air secara berkelanjutan sepanjang tahun dan menjaga kualitas air. Kawasan gambut juga merupakan sumber pengawetan plasma nutfah. Keberadaan Kawasan lindung penting dan vital, baik untuk fungsi habitat mahluk hidup dan fungsi ekologis yang lain, diperlukan informasi mengenai keberadaan flora secara berkelanjutan untuk memastikan kelestarian fungsi ekologis kawasan tersebut. Minimnya data merupakan suatu masalah dalam pengelolaan kawasan lindung yang harus segera diatasi karena akan menyulitkan dalam melakukan upaya-upaya konservasi. Ketersediaan data juga akan berguna dalam menduga potensi flora yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan. Berkaitan dengan hal tersebut maka penelitian mengenai inventarisasi potensi tumbuhan berguna di kawasan lindung PT. BBHA
perlu dilakukan untuk
mengetahui tingkat keanekaragaman spesies flora di lokasi tersebut serta menggali semua kekayaan spesies dan potensi flora yang berguna untuk kehidupan masyarakat.
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi keanekaragaman tumbuhan yang ada di kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA). 2. Mengidentifikasi potensi spesies tumbuhan berguna yang ada di kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA).
1.3 Manfaat Penelitian Data dan informasi yang didapatkan diharapkan dapat membantu pengelola PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) dalam melakukan kegiatan konservasi dan pengelolaan kawasan lindung.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keanekaragaman Tumbuhan di Indonesia Hutan tropika Indonesia diakui sebagai komunitas yang paling kaya akan keanekaragaman spesies tumbuhan di dunia. Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40.000 spesies yang tumbuh di dunia, 30.000 spesies diantaranya tumbuh di Indonesia. Kurang lebih dari 26 % telah dibudidayakan dan sisanya 74 % masih tumbuh liar di hutan-hutan (Syukur & Hernani 1999). Keanekaragaman flora Indonesia tercermin pada pada kekayaan spesies hutanhutan tropik basah, baik yang terdapat di dataran rendah maupun di daerah dataran tinggi, yang menutupi kurang lebih 63% luas daratan Indonesia (LIPI 1997). Tetapi keanekaragaman yang luar biasa ini sedang dalam proses kepunahan dengan kecepatan yang sangat menghawatirkan. Sekitar 900.000 ha hutan atau 5% dari luas daratan Indonesia mengalami penggundulan setiap tahun. Diperkirakan laju kerusakan hutan di Indonesia telah meningkat tiga kali lipat sejak awal tahun 1970-an dan hutan yang tersisa kebanyakan diantaranya merupakan spesies hutan yang relatif memiliki keanekaragaman rendah dan sukar dicapai seperti hutan pegunungan (Kartawinata & Whitten 1991).
2.2 Tumbuhan Berguna Tumbuhan berguna merupakan tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Tumbuhan berguna dapat dikelompokkan berdasarkan pemanfaatannya antara lain tumbuhan sebagai bahan pangan, sandang, bangunan, obat-obatan, kosmetika, alat rumah tangga dan pertanian, talitemali, anyam-anyaman, pelengkap upacara adat dan kegiatan sosial, minuman, dan kesenian (Kartikawati 2004).
2.2.1 Tumbuhan obat Tumbuhan obat merupakan spesies yang sebagian, seluruh bagian atau eksudat tanaman tersebut dapat digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obatobatan. Tumbuhan obat sangat mudah ditemukan karena banyak spesies yang
dapat tumbuh di lingkungan masyarakat. Menurut Zuhud et al. (2004), tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat obat, yang dikelompokan
manjadi: (1) Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies
tumbuhan yang diketahui atau dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional, (2) Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis, (3) Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum secara ilmiah atau penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit diketahui. Contohnya adalah Kayu manis (Cinamomum burmanii) bagian kulit kayu dan daun dapat digunakan sebagai penambah nafsu makan, Kenanga (Canangium odorata), bunganya dapat digunakan sebagai obat malaria dan
sesak nafas,
Pepaya (Carica papaya), daunnya dapat digunakan sevagai obat pencernaan (Susantyo 2011).
2.2.2 Tumbuhan aromatik Tumbuhan aromatik yakni tanaman yang mampu mengeluarkan aroma, bisa juga digunakan untuk mengendalikan lalat buah. Diantaranya spesies Selasih (Ocimum), yaitu O.minimum, O.tenuiflorum, O.sanctum dan lainnya. Selain tanaman selasih ada juga tanaman lain, yaitu Melaleuca bracteata dan tanaman yang bersifat sinergis (meningkatkan efektifitas atraktan), seperti Pala (Myristica fragans). Semua tanaman ini mengandung bahan aktif yang disukai oleh lalat buah, yaitu Methyl eugenol, dengan kadar yang berbeda (Kardinan 2007). Menurut Heyne (1987), tumbuhan aromatik yaitu tumbuhan penghasil minyak atsiri, antara lain dari famili poaceae, misalnya Akar wangi (Andropogon zizinioides), Lauraceae misalnya Kayu manis (Chinnamomum burmanii), Zingibereceae misalnya Jahe (Zingiber officinate), Piperaceae misalnya sirih (Piper betle), Santalaceae misalnya Cendana (Santalum album), Anonaceae misalnya Kenanga (Canangium odoratum) dan sebagainya. Tumbuhan penghasil minyak atsiri bersumber dari daun, batang, bunga, biji, kulit, buah dan akar atau umbi (rhizoma).
2.2.3 Tumbuhan hias Tumbuhan hias merupakan tumbuhan yang memiliki keindahan bentuk, warna/corak bunga, daun, dan memiliki nilai estetika tersendiri bagi manusia. Tanaman yang mempunyai nilai hias, baik bagian bunga, tajuk, cabang batang, buah maupun hias aroma dapat dikategorikan sebagai tanaman hias. Bunga potong pun dapat dimasukkan sebagai tanaman hias. Bagian yang dimanfaatkan orang tidak semata bagian bunga, tetapi kesan keindahan yang dimunculkan dari setiap bagian tumbuhan tersebut. Selain bunga (warna dan aroma), daun, buah, batang. (Ramadhany 1994). Contohnya adalah Anggrek Pandan (Vanda tricolor), Eddelweiss (Anaphalis javanica), Manis rejo (Vaccinium varingfolium Miq), Kantong semar (Nephentes Sp) (Susantyo 2011).
2.2.4 Tumbuhan penghasil pangan Tanaman penghasil pangan merupakan tanaman yang dapat dikonsumsi oleh manusia baik bagian buah, daun, dan bagian akar. Tetapi untuk tanaman penghasil pangan ternak disebut pakan. Contohnya buah-buahan, sayur-sayuran, gandum dan padi. Baeberapa spesies tanaman pangan
memiliki daerah
penyebaran khususnya dan hanya terdapat didaerah tertentu karena perbedaan iklim dan bentuk topografi bumi. Contohnya adalah spesies Pakis (Nephrolepis hirsutula Presl.) bagian pucuk tanaman ini bisa langsung dimakan, Talas (Colocasia gigantea (Blume) Hookf.) umbinya dapat direbus dan dimakan, Aren (Arenga pinata Merr.) olahan buahnya dapat dijadikan kolang-kaling (Susantyo 2011).
2.2.5 Tumbuhan penghasil pakan ternak Tumbuhan penghasil pakan ternak adalah tumbuhan yang dapat dimakan oleh ternak baik secara langsung atau dicampur dengan makanan lain. Tumbuhan penghasil pakan ternak harus memiliki nilai gizi yang baik, baik untuk pertumbuhan dan kesehatan ternak. Contohnya adalah kaliandra, dengan kandungan gizi 3-3,5% N, 30-75% serat, 4-5% abu, dan 2-3% lemak (menurut berat kering), serta ketercernaannya 35-40%. Contohnya adalah Rumput Teki (Cyperus rotundus Li.), Kaliandra (Calliandra calothyrsus), Rumput gajah
(keluarga rumput rumputan (graminae )) yang telah dikenal manfaatnya sebagai pakan ternak pemamah biak (Ruminansia) yang alamiah di Asia Tenggara (Anonim 2005).
2.2.6 Tumbuhan penghasil pestisida nabati Pestisida nabati adalah racun hama yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas (Arafah 2005). Pestisida nabati menggunakan bagian tumbuhan yang memiliki
bahan
aktif
tunggal
atau
majemuk
untuk
mengendalikan
mikroorganisme pengganggu tumbuhan atau tanaman. Fungsinya bisa sebagai penolak, penarik, pemandul, pembunuh dan bentuk lainnya. Campuran Lengkuas (Alpinia galanga),
Jahe (Zingiber officinale Rosc), Temulawak (Curcuma
xanthorriza Roxb) dan Kunir (Curcuma longa) yang kemudian ditambahkan susu sapi, sari tebu dan babat sapi dapat digunakan sebagai pestisida pengusir serangga (Susantyo 2011)
2.2.7 Tumbuhan penghasil bahan pewarna dan tanin Pewarna Nabati adalah pewarna yang berasal dari tumbuhan. Bahan diestrak dengan jalan fermmentasi, direbus atau secara kimiawi dari sejumlah kecil zat kimia tertentu yang terkandung di dalam jaringan tumbuhan. Tanin merupakan bahan dari tumbuhan, rasanya pahit dan kelat seringkali berupa ekstrak dari pegagan terutama daun, buah dan puru yang biasanya digunakan untuk kegiatan penyamakan (Husodo 1999). Pewarna alami di Indonesia yang telah diidentifikasi dan digunakan secara luas dalam berbagai industri seperti pada komoditas kerajinan (kayu, bambu, pandan) dan batik (katun, sutra, wol). Spesies pewarna alami menghasilkan warna-warna dasar, misalnya: warna merah dari Caesalpinia sp warna biru dari Indigofera tinctoria, warna jingga dari Bixa orellana dan wana kuning dari Mimmosa pudica. Menurut Husodo (1999) terdapat kurang lebih 150 spesies pewarna alami di Indonesia yang telah diidentifikasi dan digunakan secara luas dalam berbagai industri seperti pada komoditas kerajinan (kayu, bambu, pandan) dan batik (katun, sutra, wol).
2.2.8 Tumbuhan penghasil kayu bakar Hampir semua spesies tumbuhan berkayu dapat dijadikan bahan untuk kayu bakar. Namun tentunya ada beberapa kriteria (Sutarno, 1996 ) : 1. Tahan terhadap kekeringan dan toleran iklim 2. Pertumbuhan tajuk baik, setiap tumbuh pertunasan yang baru 3. Pertumbuhan cepat, volume hasil kayu maksimal tercapai dalam waktu yang singkat 4. Kadar air rendah dan mudah dikeringkan 5. Menghasilkan kayu yang padat dan tahan lama ketika dibakar 6. Menghasilkan sedikit asap dan tidak beracun apabila dibakar. Akasia
deguren
(Acacia
decurens),
Puspa
(Schima
walichii),
Sengon
(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) adalah beberapa spesies yang biasa digunakan oleh masyarakar sebagai kayu bakar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Susantyo 2011).
2.2.9 Tumbuhan penghasil bahan bangunan Tumbuhan penghasil bahan bangunan oleh masyarakat adat digunakan untuk membuat atau membangun rumah, tempat berkumpul dan beristirahat, dan sarana ibadat. Katikawati (2004) menyebutkan bahwa bahan bangunan utama pada masyarakat suku Dayak Meratus adalah pohon-pohon dihutan, ada pula rotan dan
bambu.
Spesies-spesies
yang
umum
digunakan
adalah
Sengon
(Paraserienthes falcataria), Jati (Tectona grandis), ulin (Euisderoxylon zwageri), Mahoni (Swietenia macrophylla) dan sebagainya.
2.2.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan Isdijoso (1992) mengatakan bahwa tumbuhan yang termasuk dalam kelompok sumber bahan sandang, tali-temali, dan anyam-anyaman yaitu : kapas (Gossypium
hirsutum),
kenaf
(Hibiscus
cannabinus),
Rosella
(Hibiscus
sabdariffa), Yute (Corchorus capsularis dan C. olitorius), Rami (Boehmeria nivea), Abaca (Musa Textilis) dan Agave/sisal (Agave sisalana dan A. cantula).
2.2.11 Tumbuhan untuk keperluan ritual, adat, dan keagamaan
Diantara berbagai macam pengetahuan masyarakat tentang tumbuhan yang dimiliki oleh masyarakat, ada yang bersifat magis, spiritual dan ritual. Salah satu diantaranya adalah pemanfaatannya di bidang upacara-upacara. Di berbagai etnis tumbuhan-tubuhan
yang
dipakai
dalam
upacara
berbeda-beda
menurut
pengetahuan masyarakat masing-masing. Dalam upacara-upacara adat yang dilakukan terutama yang berkenaan dengan upacara daur hidup. Tumbuhan Sereh (Piper betle L.) biasanya digunakan dalam prosesi upacara adat sadranan, Tesek (Dodonaea viscosa Jacq) digunakan sebagai bahan dasar pembuatan gagang keris, dan dipercaya memiliki kemampuan untuk menolak serangan dari ilmu hitam, sedangkan potongan kayu dapat digunakan jimat saat bepergian (Susantyo 2011).
2.3 Ekosistem Gambut Indonesia mempunyai hutan rawa gambut terluas keempat di dunia, yaitu seluas ± 17 juta ha, tersebar di Sumatera, Kalimantan, Irian dan sebagian kecil di daerah Sulawesi. Hasil survey Radjagukguk (1997) mengatakan bahwa daerah gambut yang terluas berada di Pulau Sumatera (8,25 juta Ha), kemudian di Pulau Kalimantan (6,79 juta Ha) dan di Pulau Irian (4,62 juta Ha). Luas lahan gambut di Indonesia cukup besar (terluas keempat di dunia) bila dibandingkan dengan negara-negara yang mempunyai lahan gambut di dunia (Istomo 1992). Tipe lahan gambut terdapat di daerah Sumatera dekat pantai timur dan merupakan jalur panjang dari utara ke selatan sejajar dengan pantai timur, di daerah Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke selatan dan ke timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir daerah aliran sungai Barito, dan bagian selatan Irian Jaya terdapat hutan gambut yang luas. Gambut di Indonesia umumnya merupakan gambut ombrogen, terutama gambut pedalaman yang terdiri atas gambut tebal dan miskin akan unsur hara, digolongkan ke dalam tingkat mesotrofik dan oligotrofik (Radjagukguk 1997). Gambut eutrofik di Indonesia hanya sedikit dan umumnya tersebar di daerah pantai dan di sepanjang jalur aliran sungai. Tingkat kesuburan gambut ditentukan oleh kandungan bahan mineral dan basa-basa, bahan substratum/dasar gambut dan ketebalan lapisan gambut. Tanah gambut di Indonesia sebagian besar bereaksi masam hingga sangat masam dengan pH kurang dari 4,0.
Pembentukan gambut di beberapa daerah pantai Indonesia diperkirakan dimulai sejak zaman glasial akhir, sekitar 3.000-5.000 tahun yang lalu. Untuk gambut pedalaman bahkan lebih lama lagi, yaitu sekitar 10.000 tahun yang lalu (Brady 1997). Seperti gambut tropis lainnya, gambut di Indonesia dibentuk oleh akumulasi residu vegetasi tropis yang kaya akan kandungan Lignin dan Nitrogen. Karena lambatnya proses dekomposisi, di ekosistem rawa gambut masih dapat dijumpai batang, cabang dan akar besar yang belum terdekomposisi secara sempurna (Murdiyarso & Suryadipura 2004). Secara fisik, lahan gambut merupakan tanah organosol atau tanah histosol yang umumnya selalu jenuh air atau terendam sepanjang tahun kecuali di drainase. Gambut merupakan suatu tipe tanah yang dibentuk dari sisa-sisa tumbuhan (batang, akar, daun dan bagian tubuh tumbuhan lainnya), karena itu kandungan bahan organik sangat tinggi (lebih dari 65%) (Anwar et al. 1984). Para pengusaha hutan mulai mengkonsentrasikan kegiatan pengusahaan hutan di hutan rawa gambut setelah mengetahui potensi hutan tanah kering semakin menurun dan setelah ditemukan spesies komersial
seperti spesies Ramin (Gonystylus
bancanus), Jelutung (Dyera costulata) dan Pulai (Alstonia sp) yang biasa ditemukan di hutan rawa gambut. Kondisi tanah gambut yang masam menyebabkan minimnya ketersediaan fosfor tanah bagi tumbuhan, karena tanah masam fosfor diikat oleh asam-asam organik, hal ini menyebabkan fosfat tidak tersedia bagi tumbuhan (Salisbury & Ross 1985). Hutan rawa gambut yang miskin hara tidak mempengaruhi pertumbuhan spesies pohon pengumpul hara, pohon akan tetap bertumbuh dan berkembang meskipun tanahnya kurang subur selama pohon sudah mengakumulasikan unsur hara dengan cukup (Ekyastuti 1996). Oleh karena itu spesies-spesies pohon yang memiliki akumulasi unsur fosfor yang cukup tinggi perlu dipertimbangkan secara ekologis dalam pemilihan spesies pohon yang akan ditanam pada lahan rehabilitas hutan rawa gambut. Tumbuhan memerlukan unsur hara fosfor diantaranya untuk perkembangan akar, mempertahankan vigor tumbuhan, pembentukan benih dan pengontrolan kematangan tumbuhan (Tan 1996).
Gambar
1 Gambaran umum penampang lahan gambut tropika dan proses pembentukannya (Wibisono & Siboro 2005)
2.3.1 Karakteristik gambut Tanah gambut dapat dibedakan menjadi gambut ombrogen dan gambut topogen jika dilihat berdasarkan proses pembentukannya. Ekosistem dengan tanah gambut ombrogen umum dijumpai dengan karakteristik (Wibisono & Siboro 2005) : a. Permukaan tanahnya lebih tinggi dari permukaan air sungai di sekelilingnya. b. Tumbuhan yang tumbuh di atas tanah gambut ombrogen menggunakan zat hara dari tumbuhan itu sendiri, dari gambut dan dari air hujan. c. Umumnya dijumpai didekat pantai dengan kedalaman gambut mencapai 20m. d. Air drainasenya sangat asam dan miskin zat hara (oligotrofik) terutama kalsium.
Ekosistem dengan tanah gambut topogen kurang umum dijumpai (walaupun semua gambut ombrogen mulai terbentuk sebagai gambut topogen), adapun karakteristik gambut topogen yaitu: a. Tumbuhan yang tumbuh di atas tanah gambut topogen mendapat zat haranya dari tanah mineral, air sungai, sisa tumbuhan dan air hujan. b. Umumnya terdapat di pantai-pantai, di balik bukit-bukit pasir dan daerah pedalaman yang air drainasenya terhambat, misalnya pada lekukan-lekukan pegunungan. Tanah gambut juga dipengaruhi oleh sifat fisik gambut tersebut. Sifat fisik tanah gambut sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangannya (dekomposisi) (Tan 1996). Berdasarkan tingkat kematangannyanya gambut dibedakan ke dalam kelas : a. Fibrik : Bahan gambut ini mempunyai tingkat dekomposisi rendah, pada umumnya memiliki bulk density <0,1 g/cm3, kandungan serat ≥3/4 volumenya, dan kadar air saat jenuh berkisar 850% hingga 3000% dari berat kering oven bahan, warnanya coklat kekuningan, coklat tua atau coklat kemerah-merahan. b. Hemik : Bahan gambut ini mempunyai tingkat dekomposisi sedang, bulk density antara 0,13-0,29 g/cm3 dan kandungan seratnya normal antara <3/4 - ≥1/4 dari volumenya, kadar air maksimum pada saat jenuh berkisar antara 250 - 450%, warnanya coklat keabu-abuan tua sampai coklat kemerah-merahan tua. c. Saprik : Bahan gambut ini mempunyai tingkat kematangan yang paling tinggi, buldensity ≥0,2 g/cm3 dan rata-rata kandungan seratnya <1/4 dari volumenya, kadar air maksimum pada saat jenuh normalnya <450%, warnanya kelabu sangat tua sampai hitam. Berat spesies (bobot isi atau bulk density-BD) gambut tropis umumnya rendah (0,1 - 0,3 g/cm3) dan sangat dipengaruhi oleh tahapan dalam proses dekomposisi dan kandungan mineral, serta porositas yang tinggi (70 - 95%). Lahan gambut tropis juga dicirikan oleh rendahnya kandungan hara dan tingginya kemasaman. Pada umumnya lahan gambut tropis memiliki pH antara 3 - 4,5 (Murdiyarso & Suryadipura 2004). Gambut memiliki daya dukung atau daya
tumpu yang rendah karena mempunyai ruang pori besar sehingga kerapatan tanahnya rendah dan bobotnya ringan. Ruang pori total untuk bahan fibrik/hemik adalah 86-91 % (volume) dan untuk bahan hemik/saprik 88-92 %, atau rata-rata sekitar 90 % volume. Sebagai akibatnya, pohon yang tumbuh di atasnya menjadi mudah rebah.
2.3.2 Komposisi spesies hutan gambut Komposisi floristik hutan gambut tergantung pada sifat fisik gambut (Samingan 1980). Pada gambut yang bersifat oligotropik lebih miskin akan spesies daripada hutan gambut yang bersifat eutrofik. Jumlah spesies dalam hutan gambut sangat terbatas mungkin disebabkan oleh pH yang rendah (pH= 3,2) serta tumbuhan bersifat steril. Hutan gambut memiliki keanekaragaman spesies tumbuhan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan tipe vegetasi hutan dataran rendah lainnya di daerah tropika (Wibisono & Siboro 2005).
(a) (b) Keterangan : a. Spesies Meranti (Shorea sp) yang merupakan salah satu spesies kunci penyusun ekosistem gambut. b. Spesies Punak (Tetrameristra glabra) yang merupakan salah satu spesies asli penyusun ekosistem gambut. Keanekaragaman spesies tumbuhan hutan rawa gambut setara dengan keanekaragaman spesies tumbuhan hutan kerangas dan hutan sub-pegunungan daerah tropika tetapi masih lebih tinggi dari pada keanekaragaman spesies hutan pegunungan dan bakau (Simbolon & Mirmanto 2000). Anderson (1963) mencatat 376 spesies tumbuhan dari hutan rawa gambut di Sarawak dan Brunai sedangkan Simbolon & Mirmanto (2000) mencatat 310 spesies tumbuhan dari berbagai hutan rawa gambut di Kalimantan Tengah. Dari penelitian Mirmanto et al. (2000), Mustaid & Sambas (1999), Simbolon (2003) dan Suzuki et al. (2000) diacu dalam
Wibisono & Siboro (2005), hutan rawa gambut alami di berbagai daerah di Kalimantan mempunyai kerapatan 1300-3200 individu /ha, dengan jumlah spesies antara 65-141 spesies dan total basal area batang pohon dengan diemeter lebih dari 5 cm sebesar 23- 47 m2/ha. Di Sumatera, lebih dari 300 spesies tumbuhan dijumpai di hutan rawa gambut namun beberapa spesies tertentu telah jarang dijumpai. Di dalam kawasan Taman Nasional Berbak, Jambi baru tercatat sekitar 160 spesies tumbuhan (Giesen 2004) akan tetapi jumlah ini diperkirakan masih akan meningkat dengan semakin meningkatnya intensitas eksplorasi spesies tanaman di kawasan ini. Di kawasan lindung PT. BBHA terdapat 38 spesies dari 17 famili, jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah spesies yang umumnya di jumpai di kawasan gambut. Sedikitnya 13 spesies vegetasi penting penyusun hutan rawa gambut dan 5 diantaranya dalam status dilindungi, masih dijumpai antara lain seperti Meranti (Shorea sp), Tenam/Mersawa (Anishoptera marginata), Durian burung (Durio carinatus), Dara‐dara (Myristica iners), Ramin (Gonystylus bancanus), Mengris/Kempas (Koompassia malaccensis), Jelutung, Keranji, Ketiau/Nyatoh, Punak, Pulai rawa, Resak (Vatica rassak) dan Balam (Ganua motleyana) (Barkah 2005). Dari 13 spesies vegetasi penyusun hutan rawa beberapa diantaranya masih dapat dijumpai di kawasan lindung PT.BBHA, seperti Meranti (Shorea sp), Mersawa (Anishoptera marginata), Durian burung (Durio carinatus), Dara-dara (Myristica iners), Ramin (Gonystylus bancanus), Kempas (Koompassia malaccensis), Punak (Tetramerista glabra), Resak (Vatica rassak) dan Balam (Ganua motleyana). Flora hutan gambut meliputi spesies palma, pandanus, podocarpus dan wakil-wakil dari kebanyakan famili yang biasa terdapat di hutan hujan, termasuk famili Dipterocarpaceae. Spesies-spesies pohon yang terdapat di hutan rawa gambut Kalimantan Tengah (Istomo 1992) adalah Ramin (Gonystylus bancanus), Meranti (Shorea sp), Milas (Palaquium sp), Tanah-tanah (Combretocarpus rotundus), Banitan (Polytalthia lateriflora), katiu (Ganua motleyana), Mentibu (Dactylocladus ochanosiachys), Lamijo (Diospyros maingayi), Gronggang (Cratoxylon arborescens), Malam-malam (Diospyros pendula), Bintangur (Calophylum soulatri), dan Asam-asam (Baccaurea bracleata).
2.3.3 Keadaan ekologis Adapun faktor yang perlu diperhatikan dalam ekosistem gambut adalah keadaan ekologis (Soerianegara & Indrawan 1998). Keadaan ekologis yang perlu diperhatikan seperti: a. Iklim, setiap spesies pohon mempunyai persyaratan tumbuh yang berhubungan erat dengan iklim. Faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan pohon adalah hujan. b. Tanah, setiap spesies tanaman membutuhkan kesuburan tanah yang berbedabeda untuk mendapat pertumbuhan yang maksimal. c. Ketinggian tempat (topografi), setiap spesies tanaman mempunyai kisaran tempat tumbuh terhadap tinggi dari permukaan laut. d. Intensitas cahaya matahari, setiap spesies tanaman membutuhkan cahaya matahari yang berbeda, ada yang besifat toleran, semitoleran, dan intoleran. e. Drainase, keadaan drainasi yang buruk akan mengakibatkan sulitnya beberapa spesies tanaman untuk berkembang, bahkan beberapa spesies tanaman tidak dapat tumbuh di daerah dengan drainase buruk.
2.4 Kawasan Lindung Kawasan lindung merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan yakni untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Dalam Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung, pengertian kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan yang berkelanjutan dan kawasan bergambut adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang lama dengan kriteria tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai dan rawa.
Kriteria kawasan hutan lindung menurut Kepres No 32 tahun 1990 adalah a. Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, spesies tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175, dan/atau b. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40 % atau lebih, dan/atau c. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih. Daerah yang termasuk dalam kawasan lindung menurut PP No.26 tahun 2007 adalah a. Kawasan yang memberikan pelindungan kawasan bawahannya, antara lain, kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air. b. Kawasan perlindungan setempat, antara lain, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air. c. Kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain, kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan d. Kawasan rawan bencana alam, antara lain, kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir. e. Kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru, cagar biosfer, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, dan terumbu karang.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau pada bulan Oktober 2010 sampai November 2010. Kawasan lindung PT. BBHA terdiri dari Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN), sempadan sungai, daerah perlindungan satwaliar dan buffer zone.
3.2 Alat dan Objek Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu peta, kamera, kertas karton, kantong plastik, tally sheet, meteran gulung, kompas, tambang, label gantung, alat tulis dan komputer, sedangkan objek kajian adalah kawasan lindung di hutan produksi PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.
3.3 Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan kegiatan yang meliputi: a. Studi literatur yaitu kajian kondisi umum kawasan lindung di hutan produksi PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) yang meliputi aspek luas, letak, status kawasan, kondisi fisik kawasan, flora, dan administrasi pemerintahan. b. Survei lapang dan pengumpulan data lapang dengan cara: (a) Orientasi lapang, dilakukan dikawasan yang mewakili kawasan pelestarian plasma nutfah. (b) Analisis vegetasi, dengan pembuatan plot- plot contoh di setiap kawasan dan (c) Pembuatan herbarium. c. Identifikasi nama ilmiah dan kegunaan dilakukan dengan cek silang terhadap literatur yang ada. d. Pengolahan dan analisa data, dilakukan secara manual maupun dengan komputer,
untuk memeperoleh data : nama spesies, famili, bagian tumbuhan berguna yang digunakan, manfaat/kegunaan, serta data atau informasi lainnya tentang tumbuhan berguna. Tabel 1 Tahapan Kegiatan dan Aspek yang dikaji dalam Penelitian inventarisasi Potensi Tumbuhan Berguna di kawasan lindung PT.BBHA No
Tahapan Kegiatan
Aspek yang dikaji
Sumber Data
Metode
1
Studi literatur
Kondisi umum lapangan : 1. Letak, Luas dan Status Kawasan 2. Kondisi Fisik Kawasan 3. Flora dan Fauna 4. Administrasi Pemerintahan
Perusahaan
Penelusuran buku, laporan dan lain-lain
2
Survey lapang
Inventarisasi potensi tumbuhan berguna di kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA)
lapang
Analisis Vegetasi
3
Identifikasi nama ilmiah dan kegunaan spesies tumbuhan berguna di kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA)
lapangan
1. Cek silang dengan Herbarium 2. Cek silang dengan Literatur
4
Pengolahan dan Analisa Data
1. Spesies-spesies tumbuhan secara umum di areal kawasan : a. Nama Lokal b. Nama Ilmiah c. Nama Famili 2. Tumbuhan Obat, Hias, Aromatik, Penghasil pangan, Penghasil pakan, Penghasil pestisida nabati, penghasil pewarna tanin, Penghail minuman, Penghasil kayu bakar, Penghasil bahan bangunan, Penghasil tali anyaman dan kerajinan : a. Nama lokal b. Nama ilmiah c. Nama famili d. Kegunaan e. Bagian yang digunakan 1. Pengolahan data 2. Analisis data
Primer dan Sekunder
1. Pengolahan data secara manual dan komputer 2. Analisis data secara deskriptif, kualitatif dan kuantitatif
3.3.1 Pengumpulan data sekunder Studi literatur dilakukan sebelum berangkat ke lokasi penelitian dan sesudah dilakukan penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dasar mengenai kondisi umum lokasi penelitian (kondisi fisik, biotik dan), data inventarisasi vegetasi yang telah dilakukan, serta untuk verifikasi (cek silang) spesies-spesies tumbuhan yang diperoleh. Data-data tersebut juga untuk
jadi acuan/panduan dalam identifikasi spesies dan untuk melengkapi data-data hasil pengamatan dilapangan. 3.3.2 Pengumpulan data primer Penelitian dan pengambilan data dilakukan di kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Data diambil dengan melakukan analisis vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan di tiga lokasi pada satu kawasan lindung yaitu pada Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN), buffer zone kilometer 7 dan buffer zone kilometer 11. Tujuannya agar data yang diambil dapat mewakili dari seluruh vegetasi pada kawasan lindung tersebut. Analisis vegetasi menggunakan metode kombinasi jalur dan garis berpetak, dibuat jalur berukuran 20 m x 200 m sebanyak 2 jalur untuk setiap lokasi dengan jarak jalur 100 m. Total jalur vegetasi sebanyak 6 jalur. Selanjutnya jalur tersebut dibagi lagi menjadi petak ukur sesuai tingkat pertumbuhan vegetasinya.
Gambar 2. Bentuk petak ukur pada metode jalur berpetak untuk analisis vegetasi
Keterangan : A : Petak pengukuran untuk semai dan tumbuhan bawah (2m x 2m), yaitu anakan dengan tinggi < 1,5 m dan tumbuhan bawah/semak/herba, termasuk didalamnya liana, epifit, pandan dan palem. B : Petak pengukuran untuk pancang (5m x 5m), yaitu anakan dengan tinggi > 1,5m dan diameter batangnya < 10 cm. C : Tiang (Petak pengukuran untuk tiang (10m x 10m)), yaitu diameter batang antara 10 cm – 19,9 cm. D : Pohon (Petak pengukuran untuk pohon (20m x 20m)), yaitu pohon yang diameter batangnya ≥ 20 cm.
3.3.3 Pembuatan herbarium Herbarium merupakan koleksi spesimen tumbuhan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun, kalau ada bunga dan buahnya). Herbarium dibuat secara kering. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan herbarium ini adalah : a. Mengambil contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya, kalau ada bunga dan buahnya diambil. b. Contoh herbarium tadi dengan menggunakan gunting daun, dipotong dengan panjang kurang lebih 40 cm. c. Kemudian contoh herbarium dimasukan ke dalam kertas koran dengan memberikan etiket yang berukuran (3 x 5) cm. Etiket berisi keterangan tentang nomor spesies, nama lokal, lokasi pengumpulan dan nama pengumpul/kolektor. d. Selanjutnya beberapa herbarium disusun diatas sasak yang terbuat dari bambu dan disemprot dengan alkohol 70% untuk selanjutnya dibawa dan dijemur dalam sinar matahari. e. Herbarium yang sudah kering lengkap dengan keterangan-keterangan yang diperlukan diidentifikasi untuk mendapatkan nama ilmiahnya.
3.4 Analisis Data 3.4.1 Penghitungan Indeks Nilai Penting (INP) Indeks nilai penting menggambarkan kelimpahan dan penguasaan suatu spesies terhadap spesies lainnya dalam suatu lokasi. Data analisis vegetasi diolah dalam variabel kerapatan (K), frekuensi (F), dan dominasi (D) dengan rumus : Jumlah individu suatu spesies Total luas unit contoh
Kerapatan
=
Kerapatan Relatif (KR)
=
Kerapatan suatus pesies Kerapatan seluruh spesies
Frekuensi
=
Jumlah plot ditemukannya spesies jumlah total plot contoh
× 100%
Frekuensi Relatif (FR)
=
Frekuensi suatu spesies × Total frekuensi seluruh spesies
Dominansi
=
Luas bidang dasar suatu spesies total luas plot contoh
Dominansi Relatif (DF)
=
100%
Dominansi suatu spesies total dominansi seluruh spesies
x 100%
Indeks Nilai Penting (INP) untuk vegetasi tingkat tiang dan pohon merupakan penjumlahan dari nilai-nilai kerapatan relatif (KR), dominansi relatif (DR), dan frekuensi relatif (FR) atau INP = KR+FR+DR. Sedangkan untuk vegetasi tingkat semai dan pancang, INP = KR+FR.
3.4.2 Penghitungan Indeks Keanekaragaman Spesies (H') Keanekaragaman spesies (H’) dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keanekaragaman pada suatu komunitas yaitu dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wienner (Krebs 1978), yaitu : H' = - [(𝑝𝑖) ln(𝑝𝑖)] ; dimana pi = ni / N
Keterangan : H' = Indeks keanekaragaman spesies ni = INP setiap spesies N = Total INP seluruh spesies Makin besar H' suatu komunitas maka semakin mantap pula komunitas tersebut. Nilai H' = 0 dapat terjadi bila hanya satu spesies dalam satu contoh (sampel) dan H' maksimal bila semua spesies mempunyai jumlah individu yang sama dan ini menunjukkan kelimpahan terdistribusi secara sempurna.
3.4.3 Penghitungan Kemeraatan Spesies (E) Kemerataan spesies digunakan untuk mengetahui sebaran individu setiap spesies dalam suatu lokasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai Evennes (Pielou 1969 diacu dalam Magurran 1988) adalah: 𝑬= Keterangan :
𝑯′ 𝒍𝒏 𝑺
E = indeks kemerataan spesies H’ = Indeks Shannon-Wiener S = Jumlah spesies
3.4.4 Pwnghitungan Indeks Kesamaan Komunitas (Indeks of Similarity) Indeks kesamaan spesies dihitung untuk mengetahui kesamaan komunitas di dua lokasi atau habitat yang berbeda. Nilai IS berkisar antara 0% - 100%. Nilai S mendekati 100% menunjukkan tingkat kesamaannya atau kemiripannya semakin tinggi dengan kata lain semakin besar indeks kesamaan semakin seragam komposisi vegetasi dari kedua tipe vegetasi yang dibandingkan. Sedangkan nilai indeks kesamaan mendekati 0% menunjukkan tingkat kesamaannya semakin rendah. Indeks yang digunakan adalah Indeks Soerensen (Dombois & Ellenberg 1974) dengan rumus: IS
2c 100% A B
Keterangan : IS = Indeks Sorensen A = Jumlah spesies di lokasi A B = Jumlah spesies di lokasi B c = Jumlah spesies yang terdapat di lokasi A dan B
3.4.5 Pengklasifikasian kelompok kegunaan tumbuhan Tumbuhan memiliki berbagai macam kegunaan. Agar mempermudah dalam penyajian maka dilakukan pengelompokan berdasarkan kelompok kegunaan dengan menyaring dari tiap-tiap kegunaan masing-masing spesies tumbuhan (Tabel 2). Dalam skripsi ini, pembahasan dibatasi pada tumbuhan yang memiliki kegunaan sebagai tumbuhan obat, tumbuhan penghasil sandang dan pangan, tumbuhan aromatik, tumbuhan penghasil pakan ternak, tumbuhan penghasil pestisida nabati dan tumbuhan penghasil bahan tali temali anyaman dan kerajinan.
Tabel 2 Klasifikasi kelompok kegunaan tumbuhan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelompok Kegunaan Tumbuhan obat Tumbuhan hias Tumbuhan aromatik Tumbuhan penghasil pangan Tumbuhan penghasil pakan ternak Tumbuhan penghasil pestisida nabati Tumbuhan bahan pewarna dan tanin Tumbuhan penghasil kayu bakar Tumbuhan penghasil bahan bangunan
10
Tumbuhan penghasil bahan tali, anyaman, dan kerajinan
Sumber : Purwanti dan Walujo (1992) diacu dalam Kartikawati (2004)
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah, Letak dan Luas Kawasan 4.1.1 Sejarah kawasan PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) yang merupakan salah satu mitra dalam manajemen Sinarmas Forestry yang memiliki komitmen yang kuat dalam rangka pengelolaan hutan tanaman secara lestari. Sejarah perusahaan PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) diuraikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Sejarah Perusahaan PT. BBHA Tahun 1999
2002
2003
2003
2009
Uraian Perijinan areal kerja PT. BBHA diawali permohonan PT. Mapala Rabda No. 011/MPR/99 tanggal 6 Maret 1999 perihal permohonan pencadangan areal IUPHHK pada hutan tanaman dan surat Kantor Wilayah Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Riau No. 7109/Kwl 4/1999 tanggal 25 Maret 1999 perihal Sarat/Pertimbangan Teknis Pencadangan Hutan Tanaman Pola Kemitraan dalam rangka Pemberdayaan Usaha Kecil, Menengah atau Koperasi seluas 30.000 Ha. Surat Gubernur provinsi Riau No. 522/EK/1173 tanggal 8 Mei 1999 perihal Rekomendasi Areal Hutan Tanaman Pola Kemitraan dalam rangka Pemberdayaan Usaha Kecil, Menengah atau Koperasi seluas 29.550 Ha tertuju Menteri Kehutanan. surat Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 805/MENHUTBUN/1999 tanggal 22 Juli 1999 perihal Pencadangan areal dan persetujuan dispensasi kegiatan Hutan Tanaman Pola Kemitraan PT. Mapala Rabda dengan Koperasi Tani Hutan Usaha Baru. PT. BBHA merupakan perusahaan patungan antara PT. Mapala Rabda dengan Koperasi Tani Hutan Usaha Baru, didirikan di Pekanbaru di hadapan Notaris Darmansyah, SH, dengan Akta No. 34 tanggal 22 Maret 2002, tentang Pendirian Perusahaan Perseroan Terbatas PT. Bukit Batu Hutani Alam. Pendirian PT. BBHA telah mendapat persetujuan oleh Menteri Kehakiman dan HAM melalui Keputusan No. C2-10122 HT.01.01TH.2003 tanggal 7 Mei 2003. Surat Kepala Badan Planologi Kehutanan No. 472/VII-KP/2003 tanggal 28 Juli 2003 tentang Peta Areal Kerja (WA) IUPHHK Hutan Tanaman An. Bukit Batu Hutani Alam di Provinsi Riau. SK Defenitif dari Menteri Kehutanan No. 365/Kpts-II/2003 tanggal 30 Oktober 2003 tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Tanaman kepada PT. Bikit Batu Hutani Alam atas areal hutan seluas ± 33.605 Ha di Provinsi Riau. Akta pendirian perusahaan mengalami perubahan yaitu Akta No. 5 tanggal 12 September 2002 yang dibuat oleh Nurhayati, SH, yang berlokasi di Pekanbaru. Perubahan tersebut telah disetujui Menteri Kehakiman dan HAM melaui keputusan No. C-2115 HT.01.04.TH.2003 tanggal 5 September 2003. SK Pengukuhan penetapan areal kerja IUPHHK untuk Hutan Tanaman PT. Bukit batu Hutani Alam tahun 2009, No: SK 84 / Menhut-II/ 2009, tanggal 5 Maret 2009.
PT. BBHA saat ini bekerja pada areal konsesi sesuai dengan SK definitif yaitu SK Menteri Kehutanan No. 365/Kpts-II/2003 tanggal 30 Oktober 2003. Sesuai dengan isi SK tersebut, areal PT. BBHA termasuk dalam kelompok hutan Sungai Bukit seluas 33.605 ha.
4.1.2 Letak dan luas kawasan PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) terletak di Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Secara geografis terletak antara 101º42’ 101º65 BT 01º19” LS - 01º38’ LU dengan luasan areal 33.605 ha. Sementara untuk penataan areal kerja terbagi ke dalam tanaman pokok, tanaman unggulan, tanaman kehidupan, kawasan lindung, dan sarana prasarana. Kawasan lindung memiliki luasan 3.466 ha atau 10 % dari total luasan areal kerja.
Gambar 3 Peta lokasi penelitian di kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam Adapun batas-batas kawasan PT. BBHA adalah 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Perkebunan PT. Sri Buana Dumai dan Lahan masyarakat. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan HSAW Bukit Batu.
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Eks HPH PT. Dexter Timber Perkasa Indonesia. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan IUPHHK-HT PT. Sekato Pratama Makmur dan Eks HPH PT. Dexter Timber Perkasa Indonesia.
4.2 Topografi Kawasan Kondisi lapangan seluruh areal kerja PT. BBHA pada Blok Makmur hampir seluruh areal kerja merupakan lahan gambut (rawa) seluas 33.375 ha (99.31 %) dan hanya sebagian kecil saja merupakan lahan kering (darat) seluas 230 ha. Berdasarkan peta rupa bumi Indonesia skala 1 : 50.000 lembar Dumai dan Bagan Siapiapi serta hasil survey tanah dan lahan, topografi areal PT. BBHA seluruhnya tergolong datar dengan kelerengan 0-8 %. Areal kerja IUPHHK-HT perusahaan terletak pada ketinggian sekitar 15-17 meter dari permukaan laut (mdpl) (Forestry Division Sinarmas Group 2007).
4.3 Kondisi Kawasan PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) memiliki kawasan lindung seluas 3.446 ha, luasan ini merupakan 10 % dari total luasan areal kerja PT. BBHA. Kawasan lindung PT. BBHA berupa kawasan lindung gambut. Kawasam gambut berfungsi vital dalam fungsi ekologi sebagai wilayah penampungan air , mencegah banjir saat musim hujan, menjaga air secara kontiniu sepanjang tahun dan menjaga kualitas air. Kawasan Gambut juga merupakan sumber pengawetan plasma nutfah. Mengabaikan fungsi vital ini berarti melepaskan karbon tersimpan pada gambut yang mudah teroksidasi menjadi gas CO2 (salah satu gas rumah kaca terpenting)
dan membiarkan lahan gambut mengalami penurunan
permukaan (subsiden) apabila hutan gambut dibuka (Barchia 2006). Lahan gambut secara alamiah memiliki tingkat kesuburan rendah karena kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara. Karakteristik dari asam-asam organik ini akan menentukan sifat kimia gambut.
Dalam sebaran tanah PT. BBHA memiliki 2 satuan
fisiografi yakni: (1) satuan fisiogarfi Peat Swamp yakni satuan rawa gambut oligotrofik air tawar dengan ketebalan gambut > 3 m yang menghasilkan tanah organik tebal (Histososl) dan (2) satuan fisiografi Sloping Rolling Plan yang menghasilkan tanah-tanah mineral (Podsolik) dan termasuk dalam kelompok bekas hutan sempadan sungai Bukit Batu deangan jenis tanah berupa (Alluvial) terdiri dari 3 formasi yaitu formasi endapan tua, formasi endapan permukaan muda dan formasi minas. Pembuatan kanal dimaksudkan untuk mengatur tinggi muka air tanah dan untuk mendapatkan daerah perakaran yang optimal bagi tanaman yang direncanakan (Acacia crassicarpa). Disamping itu, kanal juga digunakan sebagai sarana transportasi kayu dan transportasi untuk keperluan pembangunan HTI secara keseluruhan. Sistem drainase yang tidak tepat akan mempercepat kerusakan lahan gambut. Tanaman tahunan memerlukan saluran drainase dengan kedalaman berbeda-beda. Semakin dalam saluran drainase semakin cepat terjadi penurunan permukaan (subsiden) dan dekomposisi gambut sehingga ketebalan gambut akan cepat berkurang dan daya sangganya terhadap air menjadi menurun.
4.4 Kondisi Flora dan Fauna di Kawasan Lindung PT. BBHA 4.4.1 Kondisi flora Tanaman pokok yang ditanam di areal PT. BBHA adalah jenis akasia (Acacia crassicarpa). Sedangkan jenis tumbuhan asli di daerah tersebut yang dominan adalah marga pohon Calophyllum sp, Chamnosperma sp, Dyaera sp, Alstonia sp, Shorea sp, Gonystylus sp, dan Palaquium sp. Masih banyak juga ditemukan jenis pohon Ramin (Gonystylus bancanus), pohon Gaharu (Aquilaria beccariana), pohon Meranti bunga (Shorea teysmanniana), dan pohon Punak (Tetramerista glabra).
4.4.2 Kondisi Fauna Beberapa potensi fauna yang terdapat di kawasan Lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA), disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Spesies satwa yang dilindungi di kawasan lindung PT. BBHA. Status Nama Satwa
CITES
Mamalia Harimau Sumatera (Phantera tigris) Appendix I Siamang (Hylobates syndactilus) Appendix I Beruang Madu (Helarctos malayanus) Appendix I Kera Ekor Panjang (Maccaca fascicularis) Appendix II Macan Dahan (Neofelis nebulosa) Appendix I Beruk (Maccaca nemestrina) Appendix II Rusa (Cervus indicus) Appendix II Kancil (Tragulus sp.) Aves Rangkong (Buceros rhinoceros) Appendix II Elang hutan (Spilomis cheela) Appendix II Elang Rawa (Cirus aeruginosus) Appendix II Alap-alap (Elanus caerulleus) Peraturan lokal Enggang (Anthracoceros malayanus) Peraturan lokal Raja Udang (Halcyon capensis) Peraturan lokal Murrai daun Peraturan lokal Srigunting (Fregeta andrewsi) Peraturan lokal Burung Kuntul (Egretta garzetta) Peraturan lokal Bangau Storm (Ciconia stormi) Peraturan lokal Bangau Tong-tong (Leptoptilos javanicus) Appendix I Reptil Biawak (Varanus sp.) Appendix II Ular Kobra (Naja sp.) Appendix II Buaya sinyulong (Tomistoma schlegelii) Appendix I Buaya Katak (Crocodylus porosus) Appendix II Sumber : (Forestry Division Sinarmas Group 2007) Keterangan : √ = status dilindungi - = status tidak dilindungi
IUCN
PP No 7 Tahun 1997
Endangered Endangered Vulnerable Near Threatened Vulnerable Vulnerable Vulnerable Least concern
√ √ √ √ √
Near Threatened Near Threatened Near Threatened Least concern Near Threatened Least concern Near Threatened Vulnerable Least concern Endangered Vulnerable
√ √ -
Not evaluated Data sufficient Endangered Least concern
√ √
√ √
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Keadaan umum Kawasan lindung Kawasan lindung PT. BBHA merupakan areal lahan gambut yang dilalui oleh DAS (Daerah Aliran Sungai) Bukit Batu, yang memiliki peran penting dalam aspek biologis (Hidrologi, flora & fauna) dan sosial ekonomi masyarakat. Sungai Bukit batu juga mempengaruhi iklim mikro kawasan lindung yang mengakibatkan kondisi sekitar kawasan lembab. Di luar kawasan lindung dibangun kanal-kanal yang berfungsi mengatur muka air tanah disaat musim kering dan untuk menjaga kelembaban permukaan gambut. Kawasan gambut di Sumatra termasuk kategori mesotropik yang pembentukannya di pengaruhi oleh air sungai, termasuk kawasan gambut di kawasan lindung PT. BBHA (Barchia 2006). Gambut di kawasan lindung PT. BBHA sangat dipengaruhi oleh besarnya curah hujan yang turun sepanjang tahun disamping dipengaruhi oleh sungai Bukit batu. Saat musim penghujan lantai hutan akan berair dan tergenang dan saat musim kering lantai hutan akan kering. Keadaan ekstrim ini akan menyulitkan beberapa spesies tumbuhan untuk bertahan pada habitat tersebut. Keunikan ekosistem akan menyeleksi spesies-spesies ekosistem gambut. Spesies yang beradaptasi dengan baik akan dapat tumbuh dan berkembang di kawasan gambut ini.Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan besarnya variasi spesies penyusun lahan gambut (Siregar 2002). Vegetasi penyusun kawasan gambut akan beradaptasi dengan cara membentuk akar gantung dan pneumathora.
Gambar 4 Bentuk adaptasi spesies tumbuhan ekosistem gambut di kawasan lindung PT. BBHA
Kawasan lindung PT.BBHA terdiri atas kawasan pelestarian plasma nutfah (KPPN), bufferzone, sempadan sungai dan daerah pelestarian satwa liar. Kondisi vegetasi kawasan lindung PT. BBHA masih terlihat alami, pembukaan tajuk terjadi ketika pohon-pohon yang sudah tua kemudian tumbang. Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN) masih terlihat lebih rapat dan jarang terlihat pohon tua yang tumbang. Saat penelitian dilakukan, kondisi lantai hutan kering dan berdebu, banyak serasah yang sudah menguning hampir coklat ditemukan berguguran.
Gambar 5 Kondisi vegetasi kawasan KPPN di PT. BBHA Saat musim kemarau, kondisi kawasan menjadi kering, membuat penurunan lantai hutan (subsiden) dan melebarnya pori-pori tanah. Jika keadaan ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama, kemampuan pohon untuk berdiri tegak akan terganggu dan dapat menyebabkan tumbangnya pohon tersebut. KPPN didominasi oleh spesies Meranti bunga (Shorea teysmanniana). Penutupan tajuk juga begitu rapat karena masih banyak ditemukan spesies pohon yang memiliki ketinggian diatas 30 m, seperti Suntai (Palaquium burckii), Punak (Tetramerista glabra), Terentang (Camnosperma auriculatum), Durian-durian (Durio carinatus) dan spesies yang lain. Kondisi ini menyebabkan sulitnya cahaya matahari masuk ke lantai hutan sehingga menyulitkan pertumbuhan spesies tumbuhan yang bersifat intoleran. Hal ini berbeda dengan kondisi di kawasan Buffer zone km 7 dan Buffer zone km 11 dimana banyak pohon yang tua dan tumbang (Gambar 5 dan Gambar 6). Akibatnya akan membentuk lahan-lahan terbuka di dalam hutan. Pembukaan ini akan merangsang dalam pertumbuhan spesies di sekitar batang
pohon yang tumbang. Buffer zone km 7 dikuasai oleh spesies Meranti bunga dan Buffer zone km 11 dikuasai oleh spesies Suntai (Palaquium burckii).
Gambar 6 Kondisi vegetasi kawasan lindung Buffer zone km 7 di PT. BBHA Kondisi tanah di km 7 dan km 11 masih memiliki beberapa kesamaan karena kedua lokasi ini jaraknya tidak jauh, berbeda dengan kondisi tanah di kawasan KPPN. Kondisi tanah di buffer zone km 7 dan km 11 lebih padat jika dibandingkan dengan kondisi tanah di kawasan KPPN. Hal ini mungkin disebabkan karena kondisi kawasan yang berbatasan langsung dengan kanal-kanal air, dimana keberadaan kanal-kanal ini dapat menjaga kestabilan pori-pori tanah.
Gambar 7 Kondisi vegetasi kawasan lindung bufferzone km 11 di PT. BBHA Pengaturan tata air di kawasan HTI dilakukan dengan membangun kanalkanal di luar kawasan lindung. Pembuatan kanal dimaksudkan untuk mengatur tinggi muka air tanah dan untuk mendapatkan daerah perakaran yang optimal bagi tanaman yang direncanakan (Acacia crassicarpa). Disamping itu, kanal juga digunakan sebagai sarana transportasi kayu dan transportasi untuk keperluan pembangunan HTI secara keseluruhan. Tetapi keadaan kanal-kanal yang
terganggu dapat mengakibatkan penyusutan volume gambut yang akan mengakibatkan terjadinya subsiden.
Gambar 8 kondisi kanal dan pintu kanal di HTI PT. BBHA
5.2 Komposisi Vegetasi Komposisi komunitas tumbuhan dapat diartikan sebagai variasi jenis flora yang menyusun suatu komunitas. Komposisi vegetasi merupakan variasi spesies flora yang menyusun suatu komunitas yang saling mendukung satu dengan yang lainnya. Richards (1996) mengatakan bahwa komposisi vegetasi merupakan keberadaan spesies-spesies vegetasi di dalam hutan. Kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) merupakan hutan dataran rendah berupa kawasan gambut. Komposisi dan dominansi spesies tumbuhan untuk setiap lokasi dapat dilihat dari hasil perhitungan indeks nilai penting (INP). Dari hasil analisis vegetasi ditemukan 10 spesies kunci hutan gambut, yaitu Meranti bunga (Shorea teysmanniana Dyer), Meranti batu (Shorea parvifolia Dyer), Mersawa (Anishoptera marginata Korth), Durian burung (Durio carinatus Mast), Dara-dara (Myristica iners Bl), Ramin (Gonystylus bancanus Baill), Kempas (Koompassia malaccensis Maing), Punak (Tetramerista glabra Miq), Resak (Vatica rassak Bl) dan Suntai (Palaquium burckii H.J.L.A.M).
5.2.1 Indeks Nilai Penting Spesies Tumbuhan di Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN) Hasil analisis vegetasi di dalam petak contoh penelitian pada setiap tingkat pertumbuhan ditemukan sebanyak 27 spesies dari 11 famili. Berdasarkan nilai
INP untuk setiap tingkat pertumbuhan yang termasuk dalam rangking 5 (lima) besar disajikan pada Tabel 5, sedangkan daftar spesies tumbuhan tingkat semai dan tumbuhan bawah sampai tingkat pohon selengkapnya disajikan pada Lampiran 2.
Tabel 5 INP spesies tumbuhan pada setiap tingkat pertumbuhan di KPPN Tingkat Pertumbuhan No Nama Ilmiah INP (%) 1 Diospyros siamang 35.48 Semai
Pancang
2 3 4 5 1 2 3 4 5
Tiang
1 2 3 4 5
Pohon
1 2 3 4 5
Palaquim rostratum Syzygium grandis Quercus lucida Mangifera feotida Diospyros siamang Mezzetia parviflora Syzygium grandis Shorea Parvifolia Calophyllum pulcherrimum Diospyros siamang Palaquim rostratum Mezzetia parviflora Syzygium decipiens Shorea Parvifolia Shorea teysmanniana Shorea Parvifolia Mezzetia parviflora Tetrameristra glabra Diospyros siamang
29.12 21.22 19.67 17.36 39.48 25.99 23.64 16.49 13.37 49.32 39.41 37.13 27.29 19.14 55.55 25.31 23.93 21.88 21.39
Tabel 5 di atas menunjukkan besarnya indeks nilai penting dari setiap tingkat pertumbuhan di kawasan KPPN. Tingkat semai didominasi spesies Diospyros siamang sebesar 35.48%, tingkat pancang didominasi spesies Diospyros siamang sebesar 39.48%, tingkat tiang juga didominasi spesies Diospyros siamang sebesar 49.32% dan untuk tingkat pohon didominasi oleh Shorea teysmanniana sebesar 55.55%. Dari setiap tingkat pertumbuhan dapat dilihat dominansi spesies Diospyros siamang yang mendominasi dari tingkat semai, pancang, dan tiang. Hal ini menunjukkan dominansi spesies Diospyros siamang terhadap spesies yang lain cukup tinggi dan tingkat regenerasi spesies tersebut sangat baik.
5.2.3 Indeks Nilai Penting Spesies Tumbuhan di Buffer Zone Km 7
Hasil analisis vegetasi di dalam petak contoh penelitian pada setiap tingkat pertumbuhan ditemukan sebanyak 25 spesies dari 10 famili. Berdasarkan nilai INP untuk setiap tingkat pertumbuhan yang termasuk dalam rangking 5 (lima) besar disajikan pada Tabel 6, sedangkan daftar spesies selengkapnya disajikan pada Lampiran 2.
Tabel 6 INP tumbuhan pada setiap tingkat pertumbuhan di Buffer zone km 7 Tingkat Pertumbuhan Semai
Pancang
Tiang
Pohon
No 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Nama Ilmiah Diospyros siamang Syzygium grandis Syzigium jambos Cyathea junghuhniana Tetrameristra glabra Palaquim rostratum Palaquium burckii Diospyros siamang Myristica iners Shorea parvifolia Palaquim rostratum Mezzetia parviflora Laccaurea sp Palaquium burckii Diospyros siamang Shorea teysmanniana Palaquium burckii Mezzetia parviflora Palaquim rostratum Camnosperma auriculatum
INP (%) 23.08 19.44 18.68 17.31 13.67 26.44 24.77 23.11 18.44 13.61 41.54 38.71 28.07 27.50 27.30 67.63 57.54 50.55 25.98 18.14
Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa di lokasi Buffer zone km 7 spesies tumbuhan yang memiliki INP terbesar pada tingkat semai adalah
Diospyros
siamang dengan nilai INP sebesar 23,08%, pada tingkat pancang di dominasi oleh Palaquim rostratum dengan INP sebesar 26.44%, pada tingkat tiang masih didominasi oleh spesies Palaquim rostratum dengan INP sebesar 41,54% dan untuk tingkat pohon didominasi oleh spesies Shorea teysmanniana dengan INP sebesar 67,63%.
5.2.4 Indeks Nilai Penting Spesies Tumbuhan di Buffer zone Km 11 Hasil analisis vegetasi pada setiap tingkat pertumbuhan ditemukan sebanyak 25 spesies dari
15 famili. Spesies-spesies pada setiap tingkat
pertumbuhan yang termasuk dalam 5 (lima) rangking teratas pada petak contoh
akan disajikan pada Tabel 8 sedangkan untuk INP dari semua spesies yang ditemukan pada petak contoh penelitian disajikan pada Lampiran 4. Tabel 7 INP tumbuhan pada setiap tingkat pertumbuhan di Bufferzone km 11 Tingkat Pertumbuhan Semai
Pancang
Tiang
Pohon
No 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Nama Ilmiah Diospyros siamang Syzygium grandis Cyathea junghuhniana Euodia redlevi Tristianopsis maingayi Diospyros siamang Syzygium grandis Palaquim rostratum Mezzetia parviflora Laccaurea Sp Diospyros siamang Palaquim rostratum Stemunorus scorpiades Callophylum pulcherrimum Myristica iners Palaquium burckii Shorea Parvifolia Mezzetia parviflora Shorea teysmanniana Tetrameristra glabra
INP (%) 33.12 22.90 13.13 13.13 11.16 32.86 29.78 15.94 13.10 11.62 71.93 24.66 24.53 19.90 14.85 44.96 37.27 31.69 29.56 19.38
Tabel 7 diatas menunjukkan bahwa di lokasi Buffer zone km 7 spesies tumbuhan yang memiliki INP terbesar pada tingkat semai adalah
Diospyros
siamang dengan nilai INP sebesar 33,12%, pada tingkat pancang di dominasi oleh Diospyros siamang dengan INP sebesar 32,86%, pada tingkat tiang masih didominasi oleh spesies Diospyros siamang dengan INP sebesar 71,93% dan untuk tingkat pohon didominasi oleh spesies Palaquium burckii dengan INP sebesar 44,96%.
5.3 Indeks Kemerataan Spesies Tumbuhan Indeks kemerataan menunjukkan adanya penyebaran individu yang merata dari setiap spesies pada masing-masing tingkat pertumbuhan yang ada. Adapun nilai Indeks kemerataan pada setiap lokasi pengambilan plot contoh disajikan pada Gambar 10.
Indeks kemerataan
0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00
KPPN BZ KM 7 BZ KM 11 Semai
Pancang
Tiang
Pohon
Tingkat pertumbuhan
Gambar 10 Nilai Indeks Kemerataan pada setiap tingkat pertumbuhan Nilai Indeks Kemerataan memiliki selang antara 0-1, nilai indeks kemerataan mendekati 1, maka sebaran individu antar spesies relatif merata, sedangkan nilai indeks mendekati 0 maka sebaran antar individu antar spesies sangat tidak merata (Krebs 1978). Dari Gambar 10 di atas dapat dilihat kemerataan individu pada seluruh tingkat pertumbuhan berada pada selang 0,40,6. Hal ini menunjukkan tingkat kemerataan kawasan lindung memiliki tingkat kemerataan yang sedang. Tingkat kemerataan tertinggi berada pada tingkat tiang sebesar 0,62 pada jalur km 11, sedangkan tingkat kemerataan terendah sebesar 0,48 pada tingkat pohon pada jalur km 7. Dari Gambar 10 terlihat juga indeks kemerataan spesies yang kurang merata. Penyebaran spesies yang kurang merata menunjukkan adanya keterisolasian (ketidakmampuan) beradaptasi secara luas (Barkah 2005).
5.4 Indeks Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Keanekaragaman spesies tumbuhan menunjukkan kemantapan suatu pola komunitas. Semakin tinggi indeks keanekaragaman maka semakin mantap pula komunitas tersebut. Hasil perhitungan Indeks keanekaragaman Shannon dari setiap tingkat pertumbuhan dan lokasi pengambilan plot contoh tersaji pada Gambar 11.
Indeks keanekaragaman
3,00
KPPN
2,00 BZ KM7 1,00 BZ KM11
0,00 Semai
Pancang
Tiang
Pohon
Tingkat pertumbuhan
Gambar 11 Indeks keanekaragaman Shannon dari setiap tingkat pertumbuhan Gambar 11 di atas menunjukkan indeks keanekaragaman pada setiap tingkat pertumbuhan memiliki selang nilai 2-2,79 sehingga termasuk dalam tingkat keanekaragaman sedang (Krebs 1978). Keanekaragaman spesies tumbuhan dapat menunjukkan variasi spesies tumbuhan dari suatu komunitas yang dipengaruhi oleh jumlah spesies dan kelimpahan relatif dari setiap spesies. Untuk spesies dominan merupakan spesies yang dapat memanfaatkan lingkungan yang ditempatinya secara efisien dari pada spesies lain dalam tempat yang sama (Odum 1994). Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan di Kawasan lindung PT. BBHA diperoleh keanekaragaman spesies tumbuhan sebanyak 38 spesies dari 17 famili. Sementara untuk jumlah spesies di hutan gambut Bengkalis Riau yang sudah pernah diidentifikasi adalah 40 spesies dari 25 famili (Mansur 1999), Jumlah ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan kekayaan spesies yang ada di hutan gambut Kalimantan. Terdapat 86 spesies tumbuhan di kawasan gambut Kalimantan Barat (Siregar & Edy 1999) dan 50 spesies tumbuhan di kawasan gambut Kalimantan Tengah (Yusuf 1999).
Spesies yang paling banyak
ditemukan di lokasi penelitian adalah spesies-spesies yang berasal dari famili Dipterocarpaceae dan Myrtaceae, namun secara umun di kawasan gambut biasanya juga dijumpai famili Clusiaseae dan Ebenaceae sebagai yang dominan. Famili Dipterocarpaceae dan Myristicaceae merupakan famili dengan anggota spesies terbanyak di petak contoh penelitian. Hal ini dikarenakan famili Dipterocarpaceae dari marga Shorea, Dipterocarpus, Vatica, Dryobalanops dan famili Myrtaceae dengan marga Syzygium dan Tirtianopsis merupakan tumbuhan
yang mendominasi daerah-daerah gambut dan merupakan vegetasi asli hutan rawa gambut. Keanekaragaman spesies tumbuhan dapat menunjukkan variasi spesies tumbuhan dari suatu komunitas yang dipengaruhi oleh jumlah spesies dan kelimpahan relatif dari setiap spesies. Untuk jenis dominan merupakan spesies yang dapat memanfaatkan lingkungan yang ditempatinya secara efisien dari pada jenis lain dalam tempat yang sama (Odum 1994). Kelimpahan relatif dapat juga digunakan untuk menduga keanekaragaman suatu komunitas secara kuantitatif dan kualitatif. Sementara secara kualitatif, keanekaragaman spesies tidak lain adalah jumlah seluruh spesies tumbuhan yang dapat ditemukan pada suatu kondisi habitat tertentu. Hal ini karena jumlah spesies pada suatu kondisi habitat tertentu yang lebih banyak dari kondisi habitat lainnya dapat dianggap lebih beragam jenisnya.
5.5 Indeks Kesamaan Komunitas Indeks kesamaan komunitas berfungsi menunjukkan besarnya kesamaan komposisi vegetasi pada dua tipe habitat yang dibandingkan. Hasil perhitungan Indeks kesamaan komunitas dari setiap tingkat pertumbuhan dan lokasi pengambilan plot contoh tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8 Indeks kesamaan komunitas pada tingkat pertumbuhan Tingkat semai Semai (%) KPPN KPPN
-
BZ KM 7 74
BZ KM 11 66.67 80.95
BZ KM 7
74
-
BZ KM 11
66.67
80.95
Tingkat tiang Tiang (%) KPPN
-
Tingkat pancang Pancang (%) KPPN KPPN BZ KM 7 BZ KM 11
-
BZ KM 7 70.27
70.27
-
60.00
80.85
KPPN
BZ KM 7 66.67
BZ KM 11 60.00 80.85 -
Tingkat pohon KPPN -
BZ KM 7 66.67
BZ KM 7
66.67
-
BZ KM 11
77.27
79.07
BZ KM 11 77.27 79.07 -
Pohon (%) KPPN BZ KM 7 BZ KM 11
66.67 79.07
81.08
BZ KM 11 79.07 81.08 -
Berdasarkan Tabel 8 tersebut menunjukkan indeks kesamaan komunitas tertinggi adalah 81.08% pada tingkat pohon di jalur KM 7 dan KM 11, hal ini menunjukkan adanya pola kesamaan yang hampir sama pada tingkat pohon antara
jalur KM 7 dan KM 11. Sedangkan indeks kesamaan komunitas terkecil adalah 60.00% pada tingkat pancang di jalur KPPN dan KM 11. Rendahnya nilai indeks kesamaan komunitas menunjukkan adanya perbedaan komposisi vegetasi penyusun setiap jalur tersebut. Tingkat kesamaan ini biasanya dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah vegetasi pada setiap jalur dan jumlah spesies. Perbedaan jumlah penyebaran spesies di tiga lokasi pengambilan plot contoh bisa juga disebabkan oleh bentuk struktur vegetasi. Jumlah pohon-pohon besar seperti Punak (Tetrameristra glabra), Ramin (Gonistylus bancanus), Meranti (Shorea sp), Suntai (Palaquium burckii) dan jenis yang lain akan mempengaruhi jenis yang lain. Pohon-pohon besar akan membentuk naungan yang mengakibatkan spesies yang sifat intoleran tidak bisa tumbuh. Namun adanya pohon-pohon tumbang akan membentuk lahan-lahan terbuka di dalam hutan. Diperlukan spesies pionir seperti spesies Mahang (Macaranga gigantea) yang mampu tumbuh dan melakukan suksesi pada lahan terbuka tersebut. Pembukaan ini akan merangsang dalam pertumbuhan spesies di sekitar batang pohon yang tumbang. Namun regenerasi pada lahan-lahan yang terbuka pada lahan gambut membutuhkan waktu yang lama karena hanya spesies pioner tertentu yang dapat hidup dan beradaptasi di kawasan gambut. Richards (1996 ) mengatakan bahwa selain faktor ganguan seperti tumbangnya pohon-pohon yang tua, keadaan drainase dan tanah diduga paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kerapatan pohon. Penyebaran spesies-spesies tumbuhan hasil analisis vegetasi pada setiap lokasi dapat dilihat pada Tabel 9. Terdapat beberapa spesies tumbuhan yang tersebar di tiga lokasi pengambilan plot contoh seperti Diospyros siamang, Cratoxylum formosum, Shorea Sp, Tetramerista glabra, Gonitylus bancanus dan spesies-spesies tumbuhan yang lain yang termasuk spesies pengembara (kosmopolitan) yang dapat tumbuh atau ditemukan dimana saja. Spesies tumbuhan tersebut dapat digunakan untuk pemulihan lahan-lahan gambut yang sedang rusak.
Tabel 9 Spesies yang ditemukan dilokasi penelitian No
Nama Lokal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Ara Arang-arang Balam Bintangor Dara-dara Durian-durian Geronggang Jambu-jambu Kelat merah Kelat putih Kempas Ketepus Mahang Manga-mangga Manggis-manggis Medang Mempening Meranti batu Meranti bunga Mersawa Pakis hutan Pasir-pasir Parak Pelawan Pinang merah Pisang-pisang Punak Ramin Rengas Resak Rotan Serapat Suntai Tempurung Tepus Tenggek burung Terentang Trengganyun
Nama Ilmiah Ficus restusa Diospyros siamang Palaquim rostratum Callophylum pucherrimum Myristica iners Durio carinatus Cratoxylum formosum Syzygium decipiens Syzygium jambos Syzygium grandis Koompassia malaccensis Amomum coccineum Macaranga gigantea Mangifera feotida Garcinia Bancana Achtinodaphne exelsa Lithocarpus lucidus Shorea parvifolia Shorea teysmanniana Anishoptera marginata Cyathea junghuhniana Stemonurus scorpioides Aglaea glabrata Tristianopsis maingayi Areca catechu Mezzettia parviflora Tetramerista glabra Gonitylus bancanus Gluta renghas Vatica rassak Korthalsia sp Drypetes longifolia Palaquium burckii Laccaurea Sp Polyalthia hypoleuca Euodia redlevi Camnosperma curiculatum Parartocarpus trianda
Keterangan : BZ KM 7 (Buffer zone km 7) BZ KM 11 (Bffer zone km 11)
Famili Moraceae Ebenaceae Sapotaceae Guttiferae Myristicaceae Bombacaceae Guttiferaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Fabaceae Zingiberaceae Euphorbiaceae Anacardiaceae Clusiaceae Lauraceae Fagaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Cyatheaceae Myrtaceae Meliaceae Myrtaceae Arecaceae Annonnaceae Theaceae Gonysticaceae Anacardiaceae Dipterocarpaceae Arecaceae Euphorbiaceae Sapotaceae Euphorbiaceae Zingiberaceae Rutaceae Anacardiaceae Moraceae
Lokasi ditemukan KPPN BZ BZ KM 7 KM 11
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
5.6 Spesies-spesies Tumbuhan Berdasarkan Kegunaan Hasil analisis vegetasi dan identifikasi menunjukkan bahwa di kawasan Lindung PT.BBHA ditemukan jumlah spesies tumbuhan berguna sebanyak 32 spesies dari 38 spesies yang ditemukan, 17 famili, dan 6 spesies termasuk spesies dilindungi. Berdasarkan kelompok kegunaannya spesies-spesies tersebut dapat dikelompokkan kedalam 10 kelompok kegunaan. Jumlah spesies dengan kegunaan tertinggi terdapat pada kelompok kegunaan tumbuhan penghasil bahan bangunan dan kemudian diikuti kelompok kegunaan tumbuhan penghasil sumber pangan. Tabel 10 Klasifikasi kelompok kegunaan tumbuhan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelompok Kegunaan Tumbuhan sumber bahan bangunan Tumbuhan sumber pangan Tumbuhan sumber pewarna dan tanin Tumbuhan sumber kayu bakar Tumbuhan obat Tumbuhan aromatik Tumbuhan hias Tumbuhan sumber pakan ternak Tumbuhan sumber pestisida nabati
10
Tumbuhan penghasil bahan anyaman, dan kerajinan
tali,
Jumlah spesies 11 8 6 4 4 2 2 1 1
Habitus Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Perdu Pohon Pohon
1
Perdu
Tabel 10 dapat menunjukkan bahwa jumlah spesies tertinggi terdapat pada kelompok habitus pohon, sedangkan jumlah spesies perdu hanya terdiri dari 2 kelompok. Hal tersebut menunjukkan habitus pohon mempunyai keanekaragaman spesies paling tinggi diantara habitus lainnya. Adanya keanekaragaman bentuk hidup tumbuhan di kawasan lindung menunjukkan kealamian dan mendukung kelestarian plasma nutfah sumberdaya yang terkandung di dalamnya. Adapun spesies tumbuhan dan kegunaan secara lengkap akan disajikan pada Lampiran 6.
5.6.1 Tumbuhan Obat Dari hasil analisis vegetasi ditemukan 38 spesies tumbuhan, terdiri dari 32 spesies. Sementara spesies tumbuhan obat yang di temukan di kawasan lindung PT. BBHA disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Spesies tumbuhan obat yang ditemukan di kawasan lindung PT BBHA 1
Dara-dara
Myristica iners
Bagian yang digunakan Getah
2
Gronggang
Cratoxylon formosum
kulit Daun
No Nama lokal
Nama ilmiah
Getah Kulit
Macaranga gigantea
Getah
3
Mahang
4 5 6
Manggis-manggis Gracinia bancana Pakis hutan Cyathea junghuhniana Pinang merah Areca catechu
Getah Daun Buah
7
Tengganyun
Getah
Parartocarpus trianda
Khasiat Cairan pada kulit (getah) dapat digunakan sebagai obat untuk mempermudah buang air kecil Kulit sebagai obat bisul Daunnya dapat di kunyah dan di gunakan untuk menyejukkan dan menyembuhkan luka bakar. Getahnya yang sudah menghitam dan mengkilat dapat di gunakan sebagai obat bisul. Rebusan kulitnya dapat digunakan sebagai obat sakit perut Getah diteteskan ke bagian gigi yang sakit dapat dipercaya mengobati gigi yang sakit. Untuk obat sakit gigi Obat bengkak Obat sakit kepala Obat sakit hidung (mimisan) Obat penyakit paru-paru Getahnya dapat digunakan sebagai obat kudis atau obat luka bakar.
Sumber : (Heyne 1987)
Hasil identifikasi tumbuhan berguna pada Tabel 11 menunjukkan speseiesspesies tumbuhan yang berpotensi sebagai obat. Speseies- spesies diatas belum deketahui secara umum di masyarakat, hanya beberapa spesies yang sudah dikenal oleh masyarakat seperti spesies Pinang merah (Areca catechu) dan Pakis hutan (Cyathea junghuhniana) sedangkan selebihnya adalah spesies-spesies kunci hutan rawa gambut yang jarang tersentuh oleh masyarakat. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tumbuhan untuk digunakan sebagai obat yaitu bagian tumbuhan, cara pemanenan, cara pengolahan dan aturan pemakaian. Bagian tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat untuk obat secara umum adalah bagian akar, kulit kayu, daun, batang, rimpang dan buah tergantung dari jenis tumbuhan yang dimanfaatkan. Hal ini berkaitan dengan
peran
dari
masng-masing
bagian
tumbuhan
tersebut
dalam
menyembuhkan penyakit. Penggunaan tumbuhan obat secara umum biasanya dilakukan dengan cara direbus terlebih dahulu bagian yang akan digunakan, ditumbuk, dioles atau dimakan langsung. Dari Tabel 11 di atas, dapat dilihat buah Pinang merah (Areca catechu) memiliki kegunaan yang lebih banyak jika di
bandingkan dengan spesies yang lain. Buahnya dibakar dan asapnya dihisap, dipercaya menghilangkan rasa pusing kepala akibat masuk angin, asap hasil bakaran buah pinang dipercaya juga dapat menyembuhkan sakit hidung (mimisan), hasil irisan buah pinang kemudian dijemur, dihancurkan sehingga menjadi tepung, kemudian tepungnya dicampur dengan air panas kemudian disedu dan diminum dipercaya dapat berkhasiat mengobati penyakit paru-paru. Bagian getah juga memiliki kegunaan yang tinggi sebagai obat. Dari hasil identifikasi ditemukan bagian getah yang banyak digunakan sebagai obat, yaitu dengan cara mengoleskan bagian getah tersebut. Getah Dara-dara (Myristica iners) dicampur dengan air minum dapat digunakan untuk memperlancar buang air kecil. Getah Mahang (Macaranga gigantea) dan getah Manggis-manggis (Mangifera feotida) yang dioleskan ke bagian gigi yang sakit dipercaya dapat menyembuhkan sakit gigi. Sementara getah Trengganyun (Paratocarpus trianda) dapat menyembuhkan luka dan luka bakar dengan mengoleskan getah kebagian yang luka atau terbakar (Heyne 1987).
5.6.2
Tumbuhan Aromatik Minyak atsiri merupakan minyak yang diperoleh dengan cara ekstraksi
atau penyulingan dari daun, akar, batang, kulit, getah dan bunga tumbuhan (Kartikawati 2004). Dari hasil analisis vegetasi yang dilakukan di kawasan lindung PT. BBHA di temukan 2 spesies tumbuhan aromatik. Pada Tabel 12 disajikan jenis dan kegunaan tumbuhan aromatik yang ditemukan di kawasan lindung PT. BBHA.
Tabel 12 Jenis dan kegunaan tumbuhan aromatik yang ditemukan di kawasan lindung PT BBHA. No 1
Nama Lokal Suntai
Nma ilmiah Palaquim burckii
Keterangan Buah nya dapat menghasilnkan minyak yang beraroma wangi.
2
Resak
Vatica ressak
Menghasilkan damar resak yang wangi dan sudah di perdagangkan ke Singapura.
Sumber : (Heyne 1987)
Tumbuhan aromatik merupakan tumbuhan yang mampu mengeluarkan aroma dari bagian tubuh tumbuhan tersebut. Pada umumnya untuk medapatkan
bahan aromatik tumbuhan dilkukan pengolahan seperti penyulingan dan teknik yang lainnya. Spesies Suntai (Palaquim burckii) memiliki buah yang mengandung lemak/ minyak didalam daging buahnya dan beraroma wangi, biasanya diolah menjadi bahan-bahan kosmetik. Begitu juga dengan Spesies Resak (Vatica ressak) menghasilkan damar yang beraroma wangi dan bisa diolahmenjadi bahan pewangi, dari dulu sudah diperdagangkan sampai ke Singapura.
5.6.3 Tumbuhan Penghasil Pangan Tumbuhan penghasil pangan merupakan tumbuhan yang dapat dikonsumsi oleh manusia baik bagian buah, daun, atau bagian akar. Di kawasan lindung PT BBHA di temukan 7 spesies tumbuhan penghasil pangan. Pada Tabel 13 akan disajikan tumbuhan penghasil pangan yang ditemukan di kawasan lindung PT BBHA. Tabel 13 Tumbuhan penghasil pangan yang ditemukan di kawasan lindung PT. BBHA. No 1 2
Nama lokal Serapat Rengas
Nama Ilmiah Drypetes longifolia Glutha renghas
3 4 5 6 7
Trengganyun Suntai Punak Mahang Mangga-mangga
Parastocarpus trianda Palaquim burckii Tetramerista glabra Macaranga gigantea Mangifera feotida
8
Manggis-manggis
Garcinia bancana
9
Bintangur
Callophylum pucherrimum
Kegunaan Bahan makanan. Buahnya dapat dimakan setelah di bakar di atas bara. Buahnya dapat dimakan. Bahan minyak goreng. Bahan makanan Bahan menghasilkan nira yang bagus. Buahnya di dukai oleh satwa dan dapat di makan manusia juga. Buahnya dapat digunakan sebagai bahan makanan Buahnya asam tapi bisa di makan
Sumber : (Heyne 1987)
Semua spesies pada Tabel 13 memiliki buah yang dapat dimanfaatkan atau dimakan. Pohon-pohon yang tinggi dan berbuah biasanya disukain oleh satwa burung untuk makanan dan tempat bertengger. Pangan merupakan kebutuhan primer manusia yang sangat mempengaruhi keberlangsungan hidup manusia dalam berbagai hal maupun aktifitas sehari-hari. Berbagai macam tumbuhan sering dimanfaatkan manusia sebagai bahan pangan, baik karena nilai kandungan yang terdapat di dalamnya, rasa, budaya maupun karena kemudahan dalam memperolehnya. Sebanyak 9 spesies tumbuhan penghasil pangan ditemukan di
kawasan lindung PT. BBHA. Dari Tabel 13 dapat dilihat bagian buah adalah bagian yang paling banyak untuk dimanfaatkan, beberapa diantaranya ada yang dapat langsung dimakan tetapi ada juga yang memerlukan pengolahan terlebih dahulu. Spesies tumbuhan Punak (Tetramerista glabra) memiliki buah seperti telur, berwarna merah dan bisa langsung dimakan ketika sudah matang atau jatuh dari batangnya, bisa juga diolah menjadi olahan rujak. Beberapa tumbuhan seperti Manggis-
manggis
(Garcinia
bancana),
Serapat
(Drypetes
longifolia),
Tengganyun (Parartocarpus trianda) juga dapat dimanfaatkan secara langsung ketika sudah matang tanpa memerlukan pengolahan. Beberapa spesies tumbuhan juga memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan, seperti spesies Suntai (Palaquium burckii) buahnya harus diolah untuk menghasilkan minyak goreng. Dahulu buahnya diolah untuk mendapatkan kandung lemak yang berwarna putih dan memiliki rasa manis. Bagian lemak inilah yang digunakan sebagai minyak goreng. Buah dari spesies Mahang (Macaranga gigantea) dan Rengas (Gluta renghas) juga memerlukan pengolahan sebelum dimanfaatkan. Buah Mahang (Macaranga gigantea) merupakan campuran yang baik untuk menghasilkan nira yang berkualitas. Buah Mahang (Macaranga gigantea) didiamkan bersama dengan nira, setelah beberapa jam akan menghasilkan nira yang baik. Spesies rengas (Gluta renghas) dikenal dengan tumbuhan yang bersifat racun, tetapi di pedalaman Sulawesi buahnya masih dapat dimanfaatkan setelah diolah terlebih dahulu. Buahnya dibakar terlebih dahulu kemudian baru bisa dimakan.
5.6.4
Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati Pestisida nabati secara umum memiliki bahan dasar yang berasal dari
tumbuhan yang relatif mudah ditemukan dan mudah untuk dibuat, karena terbuat dari bahan alami/nabati maka pestisida ini akan mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman untuk manusia dan ternak. Dari hasil analisis vegetasi ditemukan 2 spesies yang dapat di gunakan sebagai pestisida nabati yaitu Trengganyun (Parartocarpus trianda) dan spesies Pelawan (Tristaniopsis mangiayi). Spesies Trengganyun (Parartocarpus trianda) memiliki getah yang dapat digunakan untuk membunuh hama tikus. Getahnya yang bersifat
racun dapat dicampur dengan makanan, ketika makanan tersebut dimakan oleh tikus, maka racun akan masuk ke dalam tubuh tikus, tikus akan merasa kehausan terus menerus sehingga dapat mengkibatkan kematian (Heyne 1987). Dari hasil penelitian Wardani (2008), diketahui bahwa spesies Pelawan (Tristaniopsis mangiayi) dapat digunakan untuk mengusir hama padi di sawah. Bagian kulit batangnya dipisahkan dan dibakar sampai menghasilkan asap. Asap yang dihasilkan inilah yang berfungsi mengusir hama pada pada malam hari. Fungsinya bisa sebagai penolak, penarik, pemandul, pembunuh dan bentuk-bentuk lainnya. Pemakaian kedua spesies tumbuhan yang dapat berguna sebagai sumber pestisida nabati ini masih sangat jarang sekali digunakan.
5.6.5
Tumbuhan penghasil damar dan minyak Hasil analisis vegetasi di plot contoh kawasan lindung PT BBHA
ditemukan 7 spesies penghasil damar dan minyak yang dapat dimanfaatkan dan diperdagangkan. Pada Tabel 14 disajikan spesies penghasil getah, damar dan minyak yang di temukan pada plot contoh kawasan lindung PT BBHA. Damar adalah sekresi dari pohon shorea, vatica, Dryobalanops dan lain-lain yang termasuk famili Dipterocarpaceae. Tabel 14 Spesies penghasil damar dan minyak yang di temukan pada plot contoh kawasan lindung PT BBHA. No 1
Nama Lokal Meranti batu
Nama ilmiah Shorea parvifolia
2
Resak
Vatica rassak
3
Mersawa
Anishoptera marginata
4
Mahang
Macaranga gigantea
5
Ramin
Gonitylus bancanus
6
Balam
Medhuca montleyana
7
Suntai
Palaquim burckii
Sumber : (Heyne 1987)
Keterangan Menghasilkan damar yang dapat diperdagangkan untuk industry korek api, kembang api, cat dan lain-lain Menghasilkan damar yang dapat diperdagangkan Menghasilkan damar yang bisa diperdagangkan Getahnya dapat digunakan sebagai perekat barang –barang yang terbuat dari kayu. Damarnya bisa di manfaatkan dan diperdagangkan Menghasilkan minyak balam dan dapat untuk dikonsumsi Menghasilkan minyak suntai berwarna putih dan manis
Damar banyak dimanfaatkan sebagai bahan untuk menyalakan obor, pewarna batik, dupa, dan pelapis sambungan-sambungan kapal agar tahan air. Dari hasil identifikasi ditemukan 5 spesies penghasil damar dan 2 spesies penghasil minyak. Damar yang dihasilkan oleh spesies Shorea parvifolia sudah diperdagangkan sejak dahulu, namun dalam Heyne (1987) tidak dijelaskan hasil damar ini diperdagangkan untuk kegunaan apa. Pada umumnya damar digunakan sebagai bahan baku korek api, plastik, plester, vernis, lak dan sebagainya. Larutannya dalam chloroform dapat dipakai untuk mengawetkan binatang dan tumbuhan Heyne (1987).
Sementara spesies Mahang (Macaranga gigantea)
getahnya dapat digunakan sebagai perekat barang–barang yang terbuat dari kayu, dapat juga digunakan untuk penambal lubang-lubang kecil yang ada di kapal sehingga air tidak masuk ke dalam kapal.
Spesies penghasil minyak seperti
Balam (Medhuca montleyana) dan Suntai (Palaquim burckii) sama-sama menghasilkan minyak (lemak) dan dapat untuk dikonsumsi. Dulu minyak tersebut digunakan sebagai minyak goreng untuk keperluan memasak sehari-hari.
5.7 Status Konservasi Spesies Tumbuhan Status konservasi spesies tumbuhan sangat berkaitan dengan penting tidaknya spesies tumbuhan tersebut untuk dimanfaatkan atau dilestarikan. Dari hasil identifikasi terdapat 6 spesies tumbuhan yang masuk dalam Red List IUCN 2009. Data mengenai status konservasi spesies tumbuhan disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15 Status konservasi spesies tumbuhan No 1 2 3 4 5 6
Nama ilmiah Camnosperma auriculatum Shorea platycarpa Anisoptera laevis ridl Koompassia malaccensis Cratoxylum formosum Myristica iners
Famili Anacardiaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Fabaceae Guttiferae Myristicaceae
Status Perlindungan LC/NE Critically Endangered (kritis) EN LowerRisk LC/NE Lower Risk/least concern
Sumber : Red List IUCN (2009)
Berdasarkan Tabel 15 tersebut, menunjukkan bahwa kawasan lindung PT. BBHA memiliki nilai konservasi yang tinggi, dimana kawasan tersebut mempunyai spesies dengan status perlindungan yang terancam punah (EN), disamping status perlindungan lainnya.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1. Keanekaragaman tumbuhan di kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA), teridentifikasi 38 spesies tumbuhan termasuk dalam 17 famili dari seluruh tingkat pertumbuhan dan habitus. 2. Potensi spesies tumbuhan berguna teridentifikasi sebanyak 32 spesies (84%) dari 38 spesies tumbuhan yang ditemukan
yang dapat di kelompakkan
kedalam 10 kelompok kegunaan. Kegunaan tertinggi yaitu sumber bahan bangunan sebanyak 11 spesies dan diikuti sumber pangan sebanyak 8 spesies.
6.2 Saran 1. Kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) merupakan kawasan gambut dengan fungsi ekologis yang vital, diperlukan pemantauan secara terus menerus agar vegetasi di dalam kawasan lindung tetap lestari sehingga fungsi ekologisnya tetap berjalan dengan baik. 2. Pembuatan kanal-kanal di sekitar kawasan lindung harus memperhatikan bentuk perakaran setiap spesies yang tumbuh didalam kawasan lindung tersebut, karena sistem perakaran spesies di hutan tanaman berbeda dengan spesies yang ada di kawasan lindung PT. BBHA.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson J. A. R. 1963. The Flora of The Peat Swamp Forest of Serawak and Brunai, Including of All Recorded Spesies of Flowring Plants Ferns and Ferns Allies. The Garden Bulletin, Singapore hal 132228 Anonim. 2005. Keanekaragaman Hayati. Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia. Vol. VII, Hal : 1-8. Anwar J, Damanik D, Whitten A. J. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Arafah D. 2005. Studi Potensi Tumbuhan Berguna di Kawasan Taman Nasional Bali Barat. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB: Bogor. (Tidak diterbitkan) Barchia M. F. 2006. Agroekosistem dan Transformasi Karbon. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Barkah S. B. 2005. Laporan Kegiatan Survey Vegetasi dan Kerusakaan Hutan Rawa Gambut Areal MRPP. Departemen Kehutanan Republik Indonesia: Palembang Brady M. A. 1997. Effect of Vegetation Changes on Organic Matter Dynamics in Three Control Peat Deposit in Sumatra, Indonesia. Proceeding of The International Symposium on Biodiversity Environmental Importance and Sustainability of Tropical Peat Lands in Palangkaraya: Kalimantan Departemen Kehutanan. 1990. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Jakarta: Dephut. Dombois D. M, Ellenberg H. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. Jahn Wileg & Sos, New York. Ekyastuti W. 1996. Unsur Hara Mineral Pohon Tropik. Tesis Program Pascasarjana IPB. Bogor, Tidak Diterbitkan. Foresty Division Sinarmas Group. 2007. Laporan Rapid Assessment CVF PT. BBHA. Sinarmas : Riau.
Giesen W. 2004. Causes of Peatswamp Forest Degradation in Berbak NP, Indonesia and Recommendations for Restoration. Water for Food and Ecosystem Programme project on ”Promoting the river basin and ecosystem approach for sustainable management of SE Asian lowland peatswamp forest: Case study Air Hitam Laut river basin, Jambi Province, Indonesia. International Agriculture Center/Wetlands International - Indonesia Programme. Haryanto. 1989. Studi Pendahuluan Struktur Vegetasi Hutan Gambut di Pulau Padang, Provinsi Riau. Media Konservasi vol IV hal 29-43 Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I-IV (terjemahan : de Nuttige planten van Indenesie). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Hobir. 2004. Plasma Nutfah Tanaman Atsiri. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. Jurnal. Vol.XVI. No.1.2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Bogor. Husodo T. 1999. Peluang Zat Pewarna Alami untuk Pengembangan Produk Industri Kecil dan Menengah Kerajinan dan Batik. Yogyakarta: Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Isdijoso S. H. 1992. Tumbuhan sebagai sumber bahan sandang, tali-temali dan Anyam-anyaman. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan Nasional RI. Bogor. Hal 328-334. Ismanto. 2007. Inventarisasi Potensi Pakis (Cyathea sp) di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. Buletin Konservasi Alam Vol. VII (1), April : 48-56. Istomo. 1992. Pelestarian pemanfaatan hutan rawa gambut dan permasalahan di Indonesia. Makalah penunjang pada seminar pembangunan terpadu kawasan pasang surut. Istomo, Kusmana C. 1995. Ekologi Hutan. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor IUCN. 2009. The IUCN Red List Of Threatened. http://www.iucnredlist.apps/redlist search. [10 Maret 2010] Kardinan A. 2007. Potensi Selasih sebagai Repellent terhadap Nyamuk Aedes Aegypti. Jurnal Littri 13 (2): 39-42. Juni 2007. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Bogor.
Kartawinata K, Whitten A. J. 1991. Krisis Biologi (Hilangnya Keanekaragaman Biologi). Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Kartikawati S. M. 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan Oleh Masyarakat Dayak Meratus di Kawasan Hutan Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor: Bogor. (Tidak diterbitkan) Krebs C. J. 1978. Ecological Methodology. Harper & Row Publisher. New York. LIPI. 1997. Sumberdaya Hayati Indonesia. Lembaga Biologi Indonesia. Bogor. Magurrran A. E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurements. London University. England. Mansur M. 1999. Analisis Vegetasi Hutan Rawa Gambut Di Kabupaten Bengkalis dan Kampar, Provinsi Riau. Prosiding Seminar. Balitbang Botani, Puslitbang Biologi-LIPI, Bogor: Bogor. Murdiyarso D, Suryadipura I. N. N. 2004. Paket Informasi Praktis. Perubahan Iklim dan Peranan Lahan Gambut. Bogor Odum E. P. 1994. Fundamental of Ecology . Third Edition. Samingan, T. (terjemahan). Gajah Mada University Press. Yokyakarta. Partomihardjo T. 2008. Analisis Vegetasi dan Pendugaan Biomassa di Hutan Rawa Gambut Sumatera Selatan. SSFFMP. Palembang. Radjagukguk B. 1997. Peat soil of Indonesia: Location, classification, and problems for sustainability. In: J.O. Rieley and S.E. Page (Eds.). pp. 45-54. Biodiversity and sustainability of tropical peat and peatland. Proceedings of the International Symposium on Biodiversity, environmental importance and sustainability of tropical peat and peatlands, Palangka Raya, Central Kalimantan 48 September 1999. Samara Publishing Ltd. Cardigan. UK. Ramadhany P. 1994 Keragaan Manajemen Pemasaran Pada Usaha Sewa Pakai Tanaman Hias (Studi kasus di PT. PROSIDIA DIVISI Pengembangan Agribisnis Tribur, JKT). Skripsi. Jurusan Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Richards P. W. 1996. The Tropical Rain Forest an Ecological Study. Second Edition. Cambridge University Press. Inggris
Rifai M. A, Waluyo E. B. 1992. Etnobotani dan Pengembangan Tetumbuhan Pewarna Indonesia : Ulasan suatu Pengamatan di Madura. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pertanian dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia :Bogor. Samingan T. 1980. Dendrologi. Bagian Ekologi Departemen Botani Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Salisbury F. B, Ross C. W. 1985. Plant Physiologi. Wadworth Publishing Company. Belmont. California. Simbolon H, Mirwanto E. 2000. Checklist of Plant Species in The Peatswamp Forest of Central Kalimantan. The Indonesia Institute of Science. Bogor. Bogor. Siregar M, Edy N. S. 1999. Struktur dan Keanekaragaman Flora Hutan Rawa Gambut di Kalimantan Barat. Kumpulan Abstrak Seminar Sehari, Biodiversitas dan Pengelolaan Gambut Secara Berkelanjutan. Bogor, 12-2- 1999. Puslitbang Biologi-LIPI, Bogor. Siregar M. 2002. A Pleminary Study of Forest Tree Spesies of Muara Kendawangan Nature Reserve West Kalimantan. Paper Presented at TROPEAT 2002 International Symposium or Land Management and Biodiversity in Southeast Asia, September. Bali, Indonesia Soerianegara I, Indrawan A. 1998. Ekologi hutan Indonesia. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.Bogor. Susantyo J. M. 2011. Inventarisasi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan di Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Sutarno H. 1996. Paket Modul Partisipatif Pemberdayaan Jenis Pohon dalam Sistem Watani. Prosea Indonesia. Yayasan Prosea. Bogor. Syukur C, Hernani. 1999. Budidaya Tanaman Obat Tradisional. Penebar Swadaya. Depok. Tan K. H. 1996. Soil Sampling Preparation and Analysis. Marcel Dekker, Inc, New York. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Wardani M. 2008. Keragaman Potensi Tumbuhan Berguna di Cagar Alam Mandor, Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol V No. 3: 251-266. Bogor Wibisono I. T. C, Siboro L. 2005. Panduan Rehabilitasi dan Teknik Silvikultur di Lahan Gambut. Zuhud E. A. M, Ekarelawan, Riswan S. 1994. Hutan Hujan Tropika Indonesia sebagai Sumber Keanekaragaman Plasma Nutfah Tumbuhan Obat. Dalam Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Zuhud E. A. M, Siswoyo, Sandra E, Soekmadi R, Adhiyanto E. 2004. Penyusunan Rancangan dan Pengembangan Sumberdaya Alam Hayati Berupa Tumbuhan di Kabupaten Sintang. Kerjasama Fakultas Kehutanan IPB dengan Bappeda Kabupaten Sintang. Bogor. Yusuf R. 1999. Komposisi, Struktur Vegetasi dan Degradasi Jenis Pada Hutan Sekunder Setahun Setelah Kebakaran di Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Kumpulan Abstrak Serrrinar Sehari, Biodiversitas dan Pengeloiaan Gambut Secara Berkelanjutan. Bogor, 12-2- 1999. Puslitbang Biologi-LIPI, Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil analisis tingkat semai di kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
K
KR
F
FR
INP
1
Arang-arang
Diospyros siamang Bakh
3291.67
18.4579
0.48
12.46
30.91
2
Balam
Palaquium rostratum Burck.
1625.00
9.1122
0.28
7.30
16.41
3
Bintangor
Callophylum pucherrimum Wall
83.33
0.4673
0.03
0.86
1.33
4
Dara-dara
Myristica iners BL
333.33
1.8692
0.08
2.15
4.02
5
Durian-durian
Durio carinatus Mast
166.67
0.9346
0.03
0.86
1.79
6
Geronggang
Cratoxylum formosum Dyer
166.67
0.9346
0.03
0.86
1.79
7
Jambu-jambu
Syzygium decipiens MIQ
958.33
5.3738
0.27
6.87
12.25
8
Kelat merah
Syzygium jambos Linn.
1041.67
5.8411
0.22
5.58
11.43
9
Kelat putih
Syzygium grandis Weight
1000.00
5.6075
0.32
8.16
13.77
10
Ketepus
Amomum coccineum
41.67
0.2336
0.02
0.43
0.66
11
Mahang
Macaranga gigantea Muell.
541.67
3.0374
0.12
3.01
6.04
12 13
Mangga-mangga Mempening
Mangifera feotida Lour
1208.33
6.7757
0.27
6.87
13.65
Lithocarpus lucidus (Roxb.) Rehder
1291.67
7.2430
0.22
5.58
12.83
14
Meranti batu
Shorea parvifolia Dyer
916.67
5.1402
0.18
4.73
9.87
15
Meranti bunga
Shorea taysmaniana Dyer.
416.67
2.3364
0.15
3.87
6.20
16
Pakis hutan
Cyathea junghuhniana Kze Copel
875.00
4.9065
0.18
4.73
9.63
17
Pelawan
Tristianopsis maingayi Duthie.
541.67
3.0374
0.12
3.01
6.04
18
Pinang merah
Crytostachys lakka
958.33
5.3738
0.23
6.01
11.39
19
Pisang-pisang
Mezzettia parviflora Bl
791.67
4.4393
0.22
5.58
10.02
20
Punak
Tetramerista glabra Miq.
750.00
4.2056
0.18
4.73
8.93
21
Resak
Vatica rassak Bl
83.33
0.4673
0.02
0.43
0.90
22
Rotan
Korthalsia sp
125.00
0.7009
0.02
0.43
1.13
23
Serapat
Drypetes longifolia PAX & HOFFM
41.67
0.2336
0.03
0.86
1.09
Lampiran 1 (Lanjutan) 24
Suntai
Palaquium burchii H.J.L.A.M.
41.67
0.2336
0.03
0.86
1.09
25
Tempurung
Laccaurea sp
83.33
0.4673
0.02
0.43
0.90
26
Tenggek burung
Evodia lucida Miq
416.67
2.3364
0.10
2.58
4.91
27
Terentang
Camnosperma auriculatum Hook Total
41.67 17833.33
0.2336 100
0.03 3.88
0.86 100
1.09 200
Lampiran 2 Hasil analisis tingkat pancang di kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
K
KR
F
FR
INP
1
Arang-arang
Diospyros siamang Bakh
553
21.01
0.45
11.17
32.18
2
Balam
Palaquium rostratum Burck.
207
7.85
0.37
9.10
16.95
3
Bintangor
Callophylum pucherrimum Wall
87
3.29
0.15
3.72
7.01
4
Dara-dara
Myristica iners Bl.
127
4.81
0.18
4.55
9.36
5
Durian-durian
Durio Carinatus Mast
13
0.51
0.02
0.41
0.92
6
Gronggang
Cratoxylum formosum Dyer
27
1.01
0.08
2.07
3.08
7
Jambu-jambu
Syzygium decipiens MIQ
67
2.53
0.17
4.14
6.67
8
Kelat merah
Syzygium jambos Linn.
140
5.32
0.20
4.96
10.28
9
Kelat putih
Syzygium grandis Weight
220
8.35
0.25
6.20
14.56
10
Mahang
Macaranga gigantea Muell.
53
2.03
0.07
1.65
3.68
11
Mangga-mangga
Mangifera feotida Lour
67
2.53
0.15
3.72
6.25
12 13
Medang Mempening
Achtinodaphne exelsa Nees.
27
1.01
0.07
1.65
2.67
Lithocarpus lucidus (Roxb.) Rehder
147
5.57
0.17
4.14
9.71
14
Meranti batu
Shorea parvifolia Dyer.
100
3.80
0.22
5.38
9.17
15
Meranti bunga
Shorea taysmaniana Dyer.
133
5.06
0.18
4.55
9.61
16
Pasi-pasir
Stemonurus scorpiades Becc.
20
0.76
0.07
1.65
2.41
17
Pelawan
Tristianopsis maingayi Duthie.
73
2.78
0.12
2.89
5.68
54
Lampiran 2 (Lanjutan) 18
Pinang Merah
Crytostachys lakka
40
1.52
0.07
1.65
3.17
19
Pisang-pisang
Mezzettia parviflora Bl
207
7.85
0.32
7.86
15.71
20
Punak
Tetramerista glabra Miq.
27
1.01
0.05
1.24
2.25
21
Rengas
Gluta renghas Linn.
22
Resak
Vatica rassak Bl.
7
0.25
0.02
0.41
0.67
33
1.27
0.07
1.65
2.92
23
Serapat
Drypetes longifolia PAX & HOFFM
27
1.01
0.08
2.07
3.08
24
Suntai
Palaquium burchii H.J.L.A.M.
107
4.05
0.18
4.55
8.60
25
Tempurung
Laccaurea sp
47
1.77
0.15
3.72
5.49
26
Tenggek burung
Evodia lucida Miq
13
0.51
0.03
0.83
1.33
27
Tepis
Polyalthia hypoleuca
20
0.76
0.05
1.24
2.00
28
Terentang
Camnosperma auriculatum Hook
47
1.77
0.12
2.89
4.67
2633.33
100
4.03
100
200
Total
Lampiran 3 Hasil analisis tingkat tiang di kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
K
KR
F
FR
D
DR
INP
101.67
20.68
0.65
14.87
10164.95
15.67
51.22
1
Arang-arang
Diospyros siamang Bakh
2
Balam
Palaquium rostratum Burck.
65.00
13.22
0.48
11.06
7035.43
10.85
35.13
3
Bintangor
Callophylum pucherrimum Wall
16.67
3.39
0.13
3.05
2704.46
4.17
10.61
4
Dara-dara
Myristica iners Bl.
25.00
5.08
0.23
5.34
2755.18
4.25
14.67
5
Durian-durian
Durio carinatus Mast
5.00
1.02
0.08
1.91
1316.41
2.03
4.95
6
Gronggang
Cratoxylum formosum Dyer
10.00
2.03
0.10
2.29
2058.48
3.17
7.50
7
Jambu-jambu
Syzygium decipiens MIQ
11.67
2.37
0.08
1.91
1267.71
1.95
6.23
8
Kelat merah
Syzygium jambos Linn.
33.33
6.78
0.27
6.10
4216.86
6.50
19.38
9
Kelat putih
Syzygium grandis Weight
18.33
3.73
0.15
3.43
2528.24
3.90
11.06
55
Lampiran 3 (Lanjutan) 10
Mahang
Macaranga gigantea Muell.
1.67
0.34
0.02
0.38
161.20
0.25
0.97
11
Manga-mangga
Mangifera feotida Lour
8.33
1.69
0.12
2.67
1163.00
1.79
6.16
12 13
Medang Mempening
Achtinodaphne exelsa Nees.
10.00
2.03
0.08
1.91
1724.34
2.66
6.60
6.67
1.36
0.05
1.14
1314.84
2.03
4.53
14
Meranti batu
Shorea parvifolia Dyer.
16.67
3.39
0.13
3.05
3018.61
4.65
11.09
15
Meranti bunga
Shorea taysmaniana Dyer.
20.00
4.07
0.13
3.05
2994.02
4.62
11.73
16
Pasir-pasir
Stemonurus scorpiades Becc.
1.67
0.34
0.40
9.15
191.55
0.30
9.79
17
Pelawan
Tristianopsis maingayi Duthie.
3.33
0.68
0.03
0.76
317.27
0.49
1.93
18
Pisang-pisang
Mezzettia parviflora Bl
43.33
8.81
0.37
8.39
7293.75
11.24
28.45
19
Punak
Tetramerista glabra Miq.
10.00
2.03
0.10
2.29
1304.23
2.01
6.33
20
Ramin
Gonitylus bancanus Baill.
3.33
0.68
0.02
0.38
765.17
1.18
2.24
21
Rengas
Gluta renghas Linn.
3.33
0.68
0.03
0.76
477.54
0.74
2.18
22
Resak
Vatica rassak Bl.
10.00
2.03
0.10
2.29
1469.48
2.27
6.59
23
Serapat
Drypetes longifolia PAX & HOFFM
8.33
1.69
0.08
1.91
980.60
1.51
5.11
24
Suntai
Palaquium burchii H.J.L.A.M.
20.00
4.07
0.18
4.20
2127.19
3.28
11.54
25
Tempurung
Laccaurea sp
16.67
3.39
0.17
3.81
1886.93
2.91
10.11
26 27
Tepis Terentang
Polyalthia hypoleuca Camnosperma auriculatum Hook
1.67 15.00
0.34 3.05
0.02 0.10
0.38 2.29
249.16 2591.91
0.38 4.00
1.10 9.33
28
Trengganyun
Parastocarpus trianda J.J.S.M.
5.00
1.02
0.05
1.14
792.20
1.22
3.38
491.67
100.00
4.37
100.00
64870.69
100.00
300.0
Total
Lithocarpus lucidus (Roxb.) Rehder
56
Lampiran 4 Hasil analisis tingkat pohon di kawasan lindung PT. Bukit Batu Hutani Alam (BBHA) No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
K
KR
F
FR
D
DR
INP
1
Ara
Ficus restusa L
0.42
0.25
0.02
0.35
211.02
0.15
0.75
2
Arang-arang
Diospyros siamang Bakh
5.83
3.45
0.15
3.19
3332.02
2.29
8.93
3
Balam
Palaquium rostratum Burck.
11.25
6.65
0.35
7.45
8059.90
5.54
19.64
4
Bintangor
Callophylum pucherrimum Wall
4.17
2.46
0.17
3.55
3304.36
2.27
8.28
5
Dara-dara
Myristica iners Bl
0.42
0.25
0.02
0.35
149.79
0.10
0.70
6
Durian-durian
Durio carinatus Mast
4.58
2.71
0.18
3.90
4933.70
3.39
10.00
7
Geronggang
Cratoxylum formosum Dyer
3.75
2.22
0.15
3.19
3326.73
2.29
7.70
8
Kelat merah
Syzygium jambos Linn.
3.75
2.22
0.10
2.13
2002.13
1.38
5.72
9
Kelat putih
Syzygium grandis Weight
3.75
2.22
0.13
2.84
1779.44
1.22
6.28
10
Kempas
Koompasia exelsa Maing.
1.67
0.99
0.07
1.42
1071.95
0.74
3.14
11
Mahang
Macaranga gigantea Muell.
2.50
1.48
0.07
1.42
1103.23
0.76
3.66
12
Mangga-mangga
Mangifera feotida Lour
0.42
0.25
0.02
0.35
180.63
0.12
0.73
13
Manggis-manggis
Garcinia celebica Miq.
0.42
0.25
0.02
0.35
256.43
0.18
0.78
14
Meranti batu
Shorea parvifolia Dyer.
12.92
7.64
0.33
7.09
15967.47
10.98
25.71
15
Meranti bunga
Shorea taysmaniana Dyer.
28.75
17.00
0.55
11.70
31408.49
21.60
50.30
16
Mersawa
Anishoptera marginata Korth
0.83
0.49
0.03
0.71
660.86
0.45
1.66
17
Parak
Aglaea glabrata T & B
0.42
0.25
0.02
0.35
238.44
0.16
0.76
18
Pisang-pisang
Mezzettia parviflora Bl
19.17
11.33
0.52
10.99
18360.90
12.63
34.95
19
Punak
Tetramerista glabra Miq.
8.75
5.17
0.32
6.74
9307.75
6.40
18.31
20
Ramin
Gonitylus bancanus Baill.
6.67
3.94
0.23
4.96
7274.28
5.00
13.91
21
Resak
Vatica rassak Bl.
5.83
3.45
0.22
4.61
3991.87
2.75
10.80
22
Serapat
Drypetes longifolia PAX & HOFFM
1.67
0.99
0.07
1.42
1674.33
1.15
3.56
23
Suntai
Palaquium burchii H.J.L.A.M.
25.83
15.27
0.47
9.93
17623.31
12.12
37.32
24
Tepis
Polyalthia hypoleuca
2.92
1.72
0.12
2.48
1468.21
1.01
5.22
57
25
Terentang
Camnosperma auriculatum Hook
10.00
5.91
0.30
6.38
5633.29
3.87
16.17
26
Trengganyun
Parastocarpus trianda J.J.S.M. Total
2.50
1.48
0.10
2.13
2069.25
1.42
5.03
169.17
100.00
4.7
100
145389.8
100.0
300
Lampiran 5 Spesies tumbuhan dan kegunaan yang ditemukan di kawasan lindung PT. BBHA No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Lokal Ara Arang-arang Balam Bintangor Dara-dara Durian-durian Geronggang Jambu-jambu Kelat merah Kelat putih Kempas Ketepus Mahang Manga-mangga Manggis-manggis Medang Mempening Meranti batu Meranti bunga Mersawa Pakis hutan Pasir-pasir Parak Pelawan
Nama Ilmiah Ficus restusa Diospyros canpanulata Palaquium rostratum Callophylum pucherrimum Myristica iners Durio carinatus Cratoxylum formosum Syzygium decipiens Syzygium jambos Syzygium grandis Koompassia malaccensis Amomum coccineum Macaranga gigantea Mangifera feotida Garcinia Bancana Achtinodaphne exelsa
Lithocarpus lucidus Shorea parvifolia Shorea taysmaniana Anishoptera marginata Cyathea junghuhniana Stemonurus scorpiades Aglaea glabrata Tristianopsis maingayi
obat
hias
√ √ √ -
-
aromatik
-
Sumber pangan √ √ √ √ -
Sumber pakan ternak √ -
Kegunaan penghasil bahan pestisida pewarna nabati dan tanin √ √ √ -
penghasi l kayu bakar √ √ √ √
keperluan talitemali -
penghasil bahan bangunan √ √ √ √ √ √ √ -
58
Lampiran 5 (Lanjutan) Pinang merah 25 Pisang-pisang 26 Punak 27 Ramin 28 Rengas 29 Resak 30 Rotan 31 Serapat 32 Suntai 33 Tempurung 34 Tepis 35 Tenggek burung 36 Terentang 37 Trengganyun 38
Areca catechu Mezzettia parviflora Tetramerista glabra Gonitylus bancanus Gluta renghas Vatica rassak Korthalsia Sp Drypetes longifolia Palaquium burchii Laccaurea sp Polyalthia hypoleuca Evodia lucida Miq Camnosperma auriculatum Parastocarpus trianda
√ √
√ -
√ √ -
√ √ √ √ -
-
√
√ √ √ -
-
√ -
√ √ √ √ -
(Sumber : Heyne1987)
Lampiran 6 Daftar spesies tumbuhan dan bagian yang digunakan serta manfaatnya No
Nama lokal
Nama Ilmiah
Bagian yang digunakan
Manfaat
1
Ara
Ficus restusa L
Buah
2
Arang-arang
Diospyros siamang Bakh.
Batang (Kayu), buah
3
Balam
Palaquium rostratum Burck.
Getah
4
Bintangur
Callophylum pucherrimum Wall.
Batang (Kayu), buah
5
Dara-dara
Myristica iners Bl.
Getah, kulit dan daun
buahnya menjadi makanan bagi burung Jika dimakan yang kering (Tidak terlalu Banyak) terhindar dari bahan-bahan keracunan Melicinkan tekak dan dada , mencuci hati dan jantung m,embersihkan lendir-lendir yang terdapat di dalam usus-usus. Jika dimakan masih basah menghilangkan penyakit buasir.Jika dimakan bersama buah pala sekiranya sebelum terminum/termakan racun pembunuh akan terselamat Kayunya digunakan sebagai bahan bangunan dan mebel. Menghasilkan buan yang dimakan oleh satwa Memiliki kelas awet II-III. Menghasilkan minyak balam Kayunya dapat digunakan sebagai tiang-tiang bangunan, gading-gading kapal, dan lantai, tahan terhadap cuaca dan tidak membelah. Buahnya asam tapi bisa di makan. Getah berkhasiat untuk obat sariawan kulit dan daun sebagai bahan aromatik. Kulit sebagai obat bisul. Buahnya dapat dimakan, tetapi rasanya sepet.
59
Lampiran 6 (Lanjutan) 6 Durian-durian
Durio carinatus Mast.
Batang (kayu), buah
7
Cratoxylum formosum Dyer.
Kulit, getah, daun
Kayunya memiliki kelas awet IV-VI. Biasanya kayunya di gunakan sebagai pelapis dinding. Buahnya dapat dimakan. Rebusan kulitnya dapat digunakan sebagai obat sakit perut. Getahnya yang sudah menghitam dan mengkilat dapat di gunakan sebagai obat bisul. Daunnya yang sudah di memarkan dapat digunakan untuk menyembuhkan luka bakar. Kayu bakar Buahnya di sukai olehsatwa Kayu bakar Memiliki kelas awet III-IV. Buahnya dimakan oleh burung. Getahnya dapat digunakan sebagai perekat barang –barang yang terbuat dari kayu. Daunnya dapat digunakan sebagai pembungkus lauk pauk.
Buah
Buahnya di dukai oleh satwa.
Garcinia Bancana Miq.
Buah
Medang Meranti batu
Achtinodaphne exelsa Nees. Shorea parvifolia Dyer.
Daun Damar
17
Meranti bunga
Shorea taysmaniana Dyer.
Batang (kayu), kulit kayu
18
Mersawa
Anishoptera marginata Korth.
Damar
19 20 21
Parak Pasir-pasir Pelawan
Aglaea glabrata T & B Stemonurus scorpiades Becc. Tristianopsis maingayi Duthie.
22 23 24
Pinang Merah Pisang-pisang Punak
Areca catechu Mazetti parvifolia Tetramerista glabra Miq.
Batang Batang Batang Kulit Kulit Getah
Buahnya dapat dimakan. Getahnya untuk sakit gigi. Daunnya dapat di gunakan sebagai pakan ternak. Memiliki kelas awet III-IV Menghasilkan damar Memiliki kelas awet II-III, cocok untuk bahan bangunan. Kulitnya digunakan sebagai dinding rumah. Memiliki kelas awet IV Menghasilkan damar yang bisa diperdagangkan. Kayunya tidak awet. Cocok untuk kayu bakar Kayunya tidak awet. Cocok untuk kayu bakar Kayu bakar Kulitnya dapat digunakan sebagai bahan insektisida Digunakan sebagai tanaman hias. Digunakan sebagai dinding rumah. Memiliki kelas awet III-IV
Gronggang
8 9 10 11
Jambu-jambu Kelat merah Kelat putih Kempas
Batang Buah Batang Batang (kayu), buah
Mahang
Syzygium decipiens Syzygium jambos Linn. Syzygium grandis Weight. Koompassia malaccensis Maing.ex Benth. Macaranga gigantea Muell.
12
13
Mangga-mangga
Mangifera feotida Lour.
14
Manggis-manggis
15 16
Getah, daun
61
Lampiran 6 (Lanjutan) 25 Ramin
Gonitylus bancanus Baill.
Batang (kayu), dammar
26
Rengas
Gluta renghas Linn.
Batang (kayu), biji
27
Resak
Vatica rassak Bl.
Batang, Damar
28 29
Rotan hutan Suntai
Korthalsia rostrata Blume Palaquium burckii H.J.L.A.M.
Batang Getah, buah
30
Tengganyun
Parastocarpus trianda J.J.S.M.
Getah
31
Tenggek Burung
Evodia lucida Miq
Daun
32
Terentang
Camnosperma auriculatum Hook.
Batang (kayu), biji
Kayunya dapat digunakan sebagai pembuatan tongkat, peti, gagang kris dan bahan bangunan lainnya. Damarnya bisa di manfaatkan Memiliki kelas awet II, kayunya awet dan kuat sebagai bahan bangunan. Buahnya dapat dimakan setelah di bakar (diolah) Memiliki kelas awet III Menghasilkan damar yang bisa diperdagangkan. Sebagai bahan kerajinan Menghasilkan getah suntai yang dapat di perdagangkan. Buahnya disukai oleh burung Getahnya dapat digunakan sebagai obat kudis atau obat luka bakar. Daun bisa dimakan dan dapat mencegah darah tinggi dan dapat juga menyegarkan badan. Memiliki kelas awet IV, dan digunakan untuk membuat peti mati.
(Sumber : Heyne 1987)
62