KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU
DEFRI YOZA
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan
bahwa tesis
Keanekaragaman Jenis
Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi Hutan (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2006
Defri Yoza E 015014091
ABSTRAK
DEFRI YOZA. Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan ANI MARDIASTUTI. Fragmentasi habitat pada taman hutan raya Sultan Syarif Hasyim (tahura SSH) menciptakan berbagai daerah tepi (edges) di sekelilingnya. Daerah tepi ini memiliki pola, tipe dan keanekaragaman hayati yang berbeda dengan habitat lainnya. Dalam penelitian ini dianalisis pola, tipe dan keanekaragaman hayati khususnya burung yang terdapat pada berbagai tipe edge dengan asumsi bahwa edge ini memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal kelimpahan dan keanekaragaman jenis dibanding dengan habitat sekitarnya. Kelimpahan dan keanekaragaman jenis burung disurvei dengan menggunakan kombinasi metode titik contoh (point count) dan jalur. Perbedaan keanekaragaman dan kelimpahan jenis burung diuji dengan menggunakan uji t-student. Keanekaragaman jenis burung untuk tipe makanan insektivora dan karnivora sebagian besar jumlah jenisnya lebih tinggi di edge dibandingkan dengan di habitat hutan. Sedangkan untuk tipe makanan frugivora dan nektarivora sebagian besar jumlah jenisnya mengalami penurunan pada edge dibandingkan dengan habitat hutan. Respon beberapa spesies menunjukkan adanya spesies yang merupakan habitat generalist dan habitat specialist . Ada juga spesies yang berperan sebagai edge exploiter species dan edge avoider species. Pola edge yang terdapat di tahura SSH memiliki 2 karakteristik yaitu (1) edge yang merupakan daerah tepi hutan, terdapat pada edge antara hutan dengan jalan dan hutan dengan hotel (2) edge yang merupakan daerah peralihan, terdapat pada edge antara hutan dengan semak belukar, belukar akasia, danau dan kebun. Tipe edge yang ditemukan pada lokasi penelitian terdiri atas (1) edge hutan dengan semak belukar, (2) edge hutan dengan belukar akasia, (3) edge hutan dengan danau, (4) edge hutan dengan kebun campuran, (5) edge hutan dengan kebun sawit (6) edge hutan dengan hotel dan (7) edge hutan dengan jalan. Berdasarkan tingkat kesamaan jenis burung dan tingkat keanekaragaman jenis burung terdapat perbedaan yang signifikan di antara tipe habitat dalam satu jalur pengamatan sehingga penempatan dan penentuan tipe habitat dan tipe edge dapat ditentukan dengan indikator jenis burung Burung dapat dijadikan indikator ekologi daerah tepi berdasarkan komposisi dan kelimpahan burung jenis-jenis tertentu. Di daerah tepi ditemukan jenis ruang terbuka dan jenis semi interior.
Kata kunci : keanekaragaman, edge, tahura, burung
© Hak cipta milik Defri Yoza, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU
DEFRI YOZA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Bogor 2006
Judul Tesis
: Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau
Nama
: Defri Yoza
NIM
: E015014091
Disetujui : 1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo MSc Ketua
Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti MSc Anggota
Diketahui
2. Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Dede Hermawan MSc
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto MSc
Tanggal Ujian :20 Maret 2006
Tanggal Lulus :
Kupersembahkan untuk istri, anak dan keluarga besarku
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan hidayah dan rakhmat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan tema daerah tepi hutan (edge) dengan judul Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi Hutan ( Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau. Tesis ini sangat penting artinya bagi penulis sendiri dan penulis berharap dapat memperkaya ilmu pengetahuan bidang biologi konservasi dan ekologi lanskap, memberikan informasi-informasi berharga dan bahan masukan bagi pembuat keputusan dalam mengelola hutan dan kawasan yang dilindungi. Pada kesempatan ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil se hingga kajian ini dapat diselesaikan. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Lilik B. Prasetyo MSc dan Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini. 2. Ibu Ir.Yeni A.Mulyani MSc, PhD selaku dosen penguji saat ujian tesis Keanekaragaman Jenis Burung ini diselenggarakan 3. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau yang telah memberikan akses dan data dalam pelaksanaan penelitian di Tahura Sultan Syarif Hasyim. 4. Pihak Pemda Riau yang telah memberikan bantuan dana penelitian dan beasiswa untuk studi S-2 di Sekolah Pascasarjana IPB. 5. Pihak Pemko Pekanbaru yang telah memberikan bantuan dana penelitian 6. Pihak Pemkab Kampar yang telah memberikan bantuan dana penelitian 7. Pak Naryo yang membantu dalam pengumpulan data dan analisa vegetasi dan penentuan jenis-jenis tumbuhan. 8. Istriku Reni Trisnawaty dan anakku Hibrizi Refi Arrantisi atas dorongan dan pengertian serta kasih sayangnya
9. Mama, papa, ayah dan ibu atas segala doa dan kasih sayangnya serta semangat
yang
tak
henti
dalam
mendorong
penulis
untuk
tetap
menyelesaikan studi ini. 10. Mahasiswa Jurusan Manajemen 2002 Fakultas Kehutanan Unilak yang telah membantu pengumpulan data 11. Adik-adik di Asrama Riau yang telah membantu dalam menyelesaikan segala rangkaian studi ini.
Bogor, Maret 200 6
Defri Yoza
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 6 Mei 1976 dari ayah Nazaruddin B. dan ibu Rukiaty A. Penulis merupakan putra kelima dari enam bersaudara. Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pekanbaru dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan. Tahun 2000 penulis menyelesaikan program sarjana (S1) dan tahun 2001 mulai mengajar di Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning. Tahun 2002 penulis mendaftar pada Program Pascasarjana IPB dan diterima pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan. Tahun 2004 penulis diterima menjadi staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Riau. Saat ini mengajar di Fakultas Pertanian UNRI, FMIPA UNRI dan Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning.
Materi yang diajar mulai dari ekologi, perilaku satwa, konservasi
sumberdaya alam hayati dan biologi konservasi.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang.........................................................................................
1
B. Perumusan Masalah ...............................................................................
3
C. Hipotesa ..................................................................................................
4
D. Tujuan Penelitian.....................................................................................
4
E. Manfaat Penelitian ..................................................................................
4
F. Kerangka Pemikiran ................................................................................
5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengusahaan Hutan dan Deforestasi.....................................................
7
B. Fragmentasi Habitat ................................................................................
8
C. Dampak Fragmentasi terhadap Spesies ................................................
9
D. Keanekaragaman .................................................................................... 10 E. Keanekaragaman Jenis Burung . ........................................................... 12 F. Ekologi Lanskap...................................................................................... 12 G. Struktur Lanskap ..................................................................................... 13 H. Efek Tepi (Edge effect) ........................................................................... 17 I.
Komposisi Jenis Burung di Daerah Tepi (edge) ..................................... 18
J. Respon Spesies terhadap Edges (Daerah Tepi) .................................... 20 K. Taman Hutan Raya ................................................................................. 21 III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah ............................................................................. 22 B. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................... 22 C. Bahan dan Alat ........................................................................................ 22 D. Pengumpulan Data ................................................................................. 23 E. Orientasi Lapangan................................................................................. 25 F. Analisis Data ........................................................................................... 26 IV. KONDISI UMUM TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM A.
Letak, Luas dan Batas ........................................................................... 30
x
B.
Kondisi Fisik Dasar Daerah ................................................................... 30
C.
Iklim........................................................................................................ 31
D. Kondisi Tanah ......................................................................................... 32 E. Kondisi Hidrologi ..................................................................................... 33 F. Flora dan Fauna...................................................................................... 34 G. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya ...................................................... 35 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Penentuan Edge .................................................................................... 37 2. Kondisi Jalur Pengamatan..................................................................... 38 3. Jumlah Individu dan Komposisi Jenis Vegetasi .................................... 41 4. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi dan Burung................................... 42 5. Indeks Keanekaragaman Jenis Burung ................................................ 64 6. Indeks Kemerataan Jenis Burung.......................................................... 65 7. Uji Kesamaan Dua Komunitas Burung .................................................. 67 B. Pembahasan 1. Penentuan Edge Berdasarkan Tingkat Kesamaan dan T-hitung ......... 76 2. Pengaruh Penutupan Vegetasi terhadap Jumlah dan Komposisi Jenis Burung ........................................................................................... 79 3. Pengaruh Ketersediaan Makanan terhadap Jumlah Jenis Burung ...... 84 4. Respon Jenis Burung di Tiap Jalur Pengamatan ................................ 94 5. Edge sebagai Habitat Burung................................................................ 104 6. Tipe-Tipe Daerah Tepi (Edge) ............................................................... 106 7. Burung sebagai Indikator Daerah Tepi (edge) ...................................... 106 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan.................................................................................................. 110 B. Saran ....................................................................................................... 111 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 112 LAMPIRAN ....................................................................................................... 116
xi
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Rata-Rata Curah Hujan (CH) dan Hari Hujan (HH) Beberapa Stasiun Iklim Terdekat di Sekitar Tahura SSH................................................................ 31 2. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) ............................ 45 3. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2)............................ 46 4. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Semak Belukar (SB) ......................... 48 5. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Belukar Akasia (BA) ......................... 51 6. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Danau (DN) ....................................... 54 7. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Kebun Campuran (KC)..................... 57 8. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Kebun Sawit (KS) ............................. 60 9. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur HR (HR) ............................................ 63 10. Indeks Keanekaragaman Jenis Burung pada Masing-Masing Jalur Pengamatan ............................................................................................... 65 11. Indeks Kemerataan Jenis Burung pada Masing-Masing Jalur Pengamatan ............................................................................................... 67 12. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur Pengamatan Tepi Jalan 1 (TJ 1) ............................................................... 68 13. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur Pengamatan Tepi Jalan 2 (TJ 2) ............................................................... 69 14. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur Pengamatan Semak Belukar (SB) ............................................................. 70 15. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur Pengamatan Belukar Akasia (BA) ............................................................. 71 16. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur Pengamatan Danau (DN) .......................................................................... 72 17. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur Pengamatan Kebun Campuran (KC) ......................................................... 73 18. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur Pengamatan Kebun Sawit (KS) ................................................................. 74 19. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur Pengamatan Rindu Sempadan (HR) ......................................................... 75 20.Ordo, Famili dan Jumlah Jenis Burung pada Lokasi Penelitian ................ 79 21.Nama Lokal, Nama Ilmiah, Suku dan Jenis Diet Burung ........................... 80
xii
22.Jumlah Jenis dan Jumlah Individu di Jalur Pengamatan ........................... 82 23.Komposisi Famili Buru ng Berdasarkan Jenis Makanan............................. 83
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram alur berpikir penelitian .................................................................
6
2. Patch-patch yang tersebar dalam matriks................................................. 14 3. Patch yang terdiri dari edge dan core........................................................ 15 4. Hubungan spasial dari daerah perbatasan (boundary), garis batas (border) dan daerah tepi (edge) (Forman, 1995) .................................................... 15 5. Berbagai respon spesies terhadap edge (Sisk dan Margules, 1992) ....... 20 6. Jalur pengamatan burung dan peletakannya di lapangan ........................ 24 7. Inventarisasi vegetasi metode jalur berpetak (Irawan dan Kusmana, 1995) .......................................................................................................... 25 8. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (edge) Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) .......... 44 9. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (edge) Jalur Semak Belukar (SB) ....... 47 10. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (edge) Jalur Belukar Akasia (BA) ........ 50 11. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (edge) Jalur Danau (DN) ..................... 53 12. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (edge) Jalur Kebun Campuran (KC) ... 56 13. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (edge) Jalur Kebun Sawit (KS) ............ 59 14. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (edge) Jalur Hotel Rindu (HR) ............ 62 15. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur Pengamatan Tepi Jalan 1 (TJ 1) ............................................................... 68 16. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur Pengamatan Tepi Jalan 2 (TJ 2) ............................................................... 69 17. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur Pengamatan Semak Belukar (SB) ............................................................. 70 18. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur Pengamatan Belukar Akasia (BA) ............................................................. 71 19. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur Pengamatan Danau (DN) .......................................................................... 72 20. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur Pengamatan Kebun Campuran (KC)......................................................... 73 21. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur Pengamatan Kebun Sawit (KS) ................................................................. 74 22. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur Pengamatan Hotel (HR) ............................................................................. 75
xiv
23. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) ............ 85 24. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2) ............ 86 25. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Semak Belukar (SB) ......... 87 26. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Belukar Akasia (BA) .......... 88 27. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Danau (DN)....................... 89 28. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Kebun Campuran (KC) ..... 90 29. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Kebun Sawit (KS) ............. 91 30. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Hotel (HR) ......................... 92 31. Perbandingan Jumlah Jenis Tiap Habitat .................................................. 93 32. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Tiap Tipe Habitat ........................ 94 33. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) ..................... 95 34. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2) ..................... 96 35. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Semak Belukar (SB) .................. 97 36. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Belukar Akasia (BA) .................. 98 37. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Danau (DN) ................................ 100 38. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Kebun Campuran (KC) .............. 101 39. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Kebun Sawit (KS) ...................... 102 40. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Hotel (HR) .................................. 103
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Kawasan Tahura................................................................................ 116 2. Lokasi Pengamatan di Tahura SSH .......................................................... 117 3. Jenis Burung yang Ditemukan di Lokasi Penelitian .................................. 118 4. INP dan IS Tingkat Semai pada Tepi Jalan............................................... 120 5. INP dan IS Tingkat Pancang pada Tepi Jalan .......................................... 121 6. INP dan IS Tingkat Tiang pada Tepi Jalan ................................................ 122 7. INP dan IS Tingkat Pohon pada Tepi Jalan .............................................. 123 8. INP dan IS Tingkat Semai pada Semak Belukar....................................... 124 9. INP dan IS Tingkat Pancang pada Semak Belukar................................... 125 10. INP dan IS Tingkat Tiang pada Semak Belukar ........................................ 126 11. INP dan IS Tingkat Pohon pada Semak Belukar ...................................... 127 12. INP dan IS Tingkat Semai pada Belukar Akasia ....................................... 128 13. INP dan IS Tingkat Pancang pada Belukar Akasia................................... 129 14. INP dan IS Tingkat Tiang pada Belukar Akasia ........................................ 130 15. INP dan IS Tingkat Pohon pada Belukar Akasia....................................... 131 16. INP dan IS Tingkat Semai pada Danau ..................................................... 132 17. INP dan IS Tingkat Pancang pada Danau................................................. 133 18. INP dan IS Tingkat Tiang pada Danau ...................................................... 134 19. INP dan IS Tingkat Pohon pada Danau .................................................... 135 20. INP dan IS Tingkat Semai pada Kebun Campuran................................... 136 21. INP dan IS Tingkat Pancang pada Kebun Campuran............................... 137 22. INP dan IS Tingkat Tiang pada Kebun Campuran .................................... 138 23. INP dan IS Tingkat Pohon pada Kebun Campuran................................... 139 24. INP dan IS Tingkat Semai pada Kebun Sawit........................................... 140 25. INP dan IS Tingkat Pancang pada Kebun Sawit....................................... 141 26. INP dan IS Tingkat Tiang pada Kebun Sawit ............................................ 142 27. INP dan IS Tingkat Pohon pada Kebun Sawit........................................... 143 28. INP dan IS Tingkat Semai pada Hotel....................................................... 144 29. INP dan IS Tingkat Pancang pada Hotel................................................... 145 30. INP dan IS Tingkat Tiang pada Hotel ........................................................ 146 31. INP dan IS Tingkat Pohon pada Hotel....................................................... 147 32. Jenis Pohon di Tahura SSH....................................................................... 148
xvi
33. Uji Kesamaan dengan t-student pada Komunitas Burung ........................ 149 34. INP Burung di Tepi Jalan 1 ........................................................................ 150 35. INP Burung di Tepi Jalan 2 ........................................................................ 151 36. INP Burung di Semak Belukar ................................................................... 152 37. INP Burung di Belukar Akasia.................................................................... 153 38. INP Burung di Danau ................................................................................. 154 39. INP Burung di Kebun Campuran ............................................................... 155 40. INP Burung di Kebun Sawit ....................................................................... 156 41. INP Burung di Hotel Rindu Sempadan ...................................................... 157
xvii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Deforestasi dan fragmentasi kawasan lindung meningkat di seluruh wilayah Indonesia.
Proses ini menyebabkan perubahan struktur lanskap dan
berpengaruh terhadap populasi satwa. Indonesia memiliki kawasan lindung yang terdiri atas kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam dan kawasan lindung serta hutan lindung.
Kawasan pelestarian alam mencakup taman nasional,
taman wisata alam, taman hutan raya sedangkan kawasan suaka alam mencakup cagar alam, suaka margasatwa dan taman buru (UU No.5 tahun 1990). Berdasarkan data IUCN, 48% taman nasional dan kawasan yang dilindungi luasnya kurang dari 100 km2 , 50% kurang dari 10.000 km2 dan hanya 2% yang luasnya 10.000 km2 – 100.000 km2 (IUCN 1982 dalam Primack, 1993). Kawasan lindung memiliki karakteristik ekologi yang berbeda dari satu tapak dengan tapak yang lain.
Fungsi dan tipe ekologi kawasan lindung
dipengaruhi oleh keberadaan manusia yang berinteraksi dengan kawasan lindung tersebut.
Keberadaan manusia menimbulkan efek positif dan negatif
terhadap kawasan lindung. Tindakan manusia yang menimbulkan efek negatif pada kawasan lindung berupa pembalakan liar, perkebunan, okupasi dan pembuatan jalan. Pengaruh yang timbul akibat tindakan manusia menyebabkan terjadinya fragmentasi habitat.
Perubahan kondisi lanskap ini berpengaruh
terhadap kelimpahan dan komposisi jenis satwa yang menggunakan lanskap tersebut sebagai habitatnya (Leopold, 1933 dalam Sisk & Margules, 1995). Perubahan lanskap terutama daerah tepi menyebabkan fluktuasi jumlah jenis dan komposisi jenis burung (Johnson & Williams, 2000). Fragmentasi habitat dan perubahan lanskap menyebabkan Indonesia masuk ke dalam negara-negara yang mempunyai jenis burung terancam punah terbesar di dunia, 4 jenis (3,8%) diantaranya termasuk dalam kategori Kritis, 16 jenis (15,4%) termasuk dalam kategori Genting, dan 84 jenis (80,8%) termasuk dalam kategori Rentan. Jika dilihat dari ancaman kategori tertinggi (Punah di alam, Kritis dan Genting) kedudukan Indonesia turun ke peringkat lima di bawah Brazil, Filipina, Kolombia dan Amerika Serikat. (Shannaz et al. 1995). Fragmentasi habitat pada kawasan lindung dapat memperluas daerah tepi (edge) dan mengurangi luas daerah inti (core). Daerah tepi memiliki keunikan dan ciri khas dibandingkan ha bitat utama.
Daerah tepi juga sering disebut
2
daerah peralihan atau ekoton.
Daerah tepi memiliki asosiasi vegetasi yang
merupakan integrasi dari 2 habitat yang berbeda. Sebagai contoh, daerah tepi antara hutan dengan kebun dan hutan dengan semak belukar. Daerah tepi menjadi salah satu alternatif pengelolaan habitat satwa liar.
Terjadinya
hubungan antara satwa dengan ekosistem daerah tepi menjadikan dan menciptakan relung ekologi tersendiri. Penggunaan daerah tepi oleh satwa terlihat dari jenis satwa burung dan serangga.
Disamping cepat merespon perubahan, burung dapat beradaptasi
terhadap penggunaan habitat dalam waktu yang relatif singkat. Ada jenis-jenis satwa liar khususnya burung yang menyukai daerah tepi (edge exploiter species) dan menghindari daerah tepi (edge avoider species) (Sisk & Margules, 1995) Daerah tepi banyak ditemukan di kawasan lindung daerah Riau yakni Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (Tahura SSH).
Daerah tepi yang
tercipta merupakan peralihan antara jalan dengan hutan, kebun masyarakat dengan hutan, belukar dengan hutan dan akasia dengan hutan, sehingga kawasan lindung ini menjadi penting dari sisi ekologi. Lanskap dengan proporsi habitat asli yang rendah merupakan efek dari fragmentasi habitat dan kehilangan habitat. Pengurangan terhadap ukuran habitat tersisa (remnant) menyebabkan terpecah dan berubahnya matrik dan meningkatnya proporsi habitat yang dekat dengan perbatasan (Wiens, 1994 dalam Mortberg, 2001) . Disamping itu juga kawasan lindung Tahura SSH perlu mendapatkan perhatian khusus mengingat lokasi kawasan ini secara geografis terletak di 3 kabupaten/kota yakni Kabupaten Kampar, Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak. Menurut Dishut Riau (2003), Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (Tahura SSH) sebagai salah satu kawasan yang dilindungi di daerah Riau pada umumnya dan Pekanbaru pada khususnya memiliki beberapa fungsi antara lain : •
Sebagai kawasan yang dapat dimanfaatkan potensi alamnya, baik yang alami maupun yang tidak alami, jenis asli ataupun bukan asli untuk koleksi tumbuhan dan satwa, untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan, serta wisata alam, khususnya bagi masyarakat Riau dan sekitarnya serta masyarakat luas dan wisatawan mancanegara umumnya.
•
Sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan (melestarikan fungsi ekologi dan hidrologi, ekonomi dan sosial budaya hutan).
•
Sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta keunikan alam yang diharapkan menjadi kebanggaan Provinsi Riau
3
B. Perumusan Masalah Daerah hutan yang terfragmentasi terdapat hampir di seluruh kawasan hutan baik kawasan budidaya hutan maupun hutan alam. Hutan terfragmentasi terjadi diakibatkan oleh adanya gangguan dari luar baik yang alami maupun buatan. Gangguan manusia sebagai salah satu contoh yang mengubah hutan menjadi kebun atau kawasan budidaya lainnya telah menciptakan fragmentasi dan keterputusan antara dua buah hutan yang pada mulanya merupakan satu kesatuan ekosistem. Peran, karakteristik dan fungsi hutan setelah terjadinya fragmentasi masih sedikit sekali menarik perhatian untuk diteliti secara ilmiah. Begitu pula dengan daerah tepi yang tercipta dan terbentuk hampir di setiap hutan. Daerah tepi tersebut berbatasan dengan kawasan budidaya pertanian. Daerah tepi hutan memiliki luas dan tipe yang bermacam-macam. Daerah tepi ini sering dijumpai membentuk sebuah asosiasi dan tipe ekosistem sendiri. Penentuan daerah tepi selama ini menggunakan unsur-unsur cuaca sebagai indikatornya dan masih sedikit sekali yang menggunakan indikator burung dan vegetasi dalam penentuannya. Keberadaan dan fungsi daerah tepi bagi konservasi jenis sedikit sekali mendapatkan perhatian dari para ilmuwan dan ahli konservasi di Indonesia.
Namun
yang
menjadi
permasalahan
sekarang
bagaimana
mengidentifikasi daerah tepi, parameter jenis burung apa saja yang menentukan daerah
tersebut,
dan
bagaimana
peran
daerah
tepi
bagi
konservasi
keanekaragaman jenis burung. Sedangkan permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah : 1
Bagaimana komposisi dan kelimpahan jenis burung di daerah tepi (edge) dan daerah inti (core) sebagai akibat fragmentasi hutan di Tahura SSH ?
2
Apakah daerah tepi memiliki kelimpahan dan keanekaragaman jenis burung yang lebih tinggi dibandingkan dengan 2 habitat yang berbatasan ?
3
Bagaimana pola dan tipe daerah tepi (edge) yang terbentuk seiring dengan perubahan kondisi abiotik remnant forest ?
4
Bagaimana perbedaan pola dan tipe daerah tepi (edge) menyebabkan terjadinya perbedaan kelimpahan dan keanekaragaman jenis burung ?
5
Apakah jenis-jenis burung dan vegetasi dapat menjadi indikator daerah tepi (edge) ?
4
C. Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian adalah : 1. Perbedaan kelimpahan dan keanekaragaman jenis burung terjadi di berbagai tipe daerah tepi (edges). 2. Daerah tepi memiliki keanekaragaman jenis burung yang paling tinggi dibandingkan daerah inti hutan (core) dan tipe penggunaan lahan lainnya. 3. Penggunaan lahan yang berbeda menciptakan pola dan tipe daerah tepi yang beragam. 4. Setiap jenis burung memiliki respon yang berbeda terhadap keberadaan daerah tepi (edge) dan jenis makanan yang tersedia di habitatnya 5. Keanekaragaman dan kelimpahan jenis burung dapat dijadikan sebagai indikator ekologi keberadaan daerah tepi. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. menganalisis komposisi dan kelimpahan jenis burung di daerah tepi (edge) dan daerah inti (core) yang terbentuk oleh fragmentasi hutan di Tahura SSH 2. menganalisis perbedaan keanekaragaman jenis burung di berbagai tipe daerah tepi (edge) 3. menganalisis pola dan tipe daerah tepi (edge) sebagai akibat dari perubahan penggunaan lahan di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (Tahura SSH) Propinsi Riau 4. menganalisis respon berbagai spesies burung terhadap pola dan tipe daerah tepi (edge) yang terbentuk 5. menganalisis indikator daerah tepi (edge) berdasarkan kelimpahan dan keanekaragaman jenis burung
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat sebagai : 1. bahan masukan bagi pemegang kebijakan tentang bentuk dan pola daerah tepi yang cocok bagi sebuah kawasan yang dilindungi. 2. bahan untuk mencari keterhubungan (connectivity) dan kekompakan bagi habitat yang berdekatan 3. bahan informasi habitat bagi spesies target dalam manipulasi habitat terkait dengan respon spesies tersebut terhadap keberadaan edge.
5
4. referensi ilmiah dalam penentuan daerah tepi berdasarkan parameter biotik (burung dan vegetasi) F. Kerangka Pemikiran Kondisi hutan yang terdapat di sekitar pemukiman penduduk rentan terhadap perubahan. Baik perubahan yang mencakup luas hutan maupun yang meliputi perubahan fungsi hutan. Perubah an ini terjadi akibat tekanan penduduk yang mengalihfungsikan hutan untuk kepentingan hidupnya. Hutan diokupasi menjadi kebun, ladang dan diambil kayunya secara ilegal.
Tindakan ini
menciptakan fragmentasi dan kehilangan habitat yang sangat cepat. Perilaku penduduk ini secara langsung menimbulkan perubahan terhadap luas dan fungsi hutan. Perubahan yang terbentuk menciptakan kondisi abiotik dan biotik yang sangat berbeda dari semula. Kondisi ini secara ekologis disebut fragmentasi habitat dan hutan yang ditinggalkan disebut remnant forest (edge dan core area). Fragmentasi habitat adalah perubahan kondisi habitat sebagai akibat tindakan manusia yang menimbulkan keterputusan dan kehilangan suatu kesatuan habitat.
Remnant forest adalah hutan sisa yang terjadi akibat terganggunya
suatu matriks hutan. Remnant forest terdiri dari edge dan core area. Lanskap yang terjadi oleh aktivitas manusia dapat mengubah kisaran keragaman tipe-tipe habitat, termasuk vegetasi alami, lahan pertanian, areal transmigrasi dan lahan yang terdegradasi oleh industri ekstraksi seperti pemanenan kayu, pertambangan dan pertanian yang tidak berkelanjutan. Suatu habitat yang berbeda dengan keterputusan struktur vegetasi disebut daerah tepi (edge). Efek dari habitat daerah tepi terhadap distribusi dan kelimpahan jenis satwa mendapatkan perhatian besar dalam literatur ekologi dan manajemen hidupan liar (Giles 1978 dalam Sisk & Margules, 1995). Daerah tepi yang semakin luas memberikan dampak terhadap kemampuan kolonisasi dan distribusi serta laju kepunahan jenis-jenis satwa liar. Dengan mengetahui peran, fungsi dan karakteristik dari daerah tepi sangat berguna sebagai alat (tool) dalam manajemen kawasan yang dilindungi berbasiskan keanekaragaman hayati.
6
Tekanan manusia : Ilegal logging, kebun, ladang, pemukiman
TAHURA SSH
FRAGMENTASI HUTAN
Daerah Tepi (Edge)
Indikator Vegetasi - Kerapatan tajuk - Spesies tertentu
Pola dan Tipe Edge
Komposisi Jenis Burung
Komposisi dan Struktur Vegetasi
Kelimpahan dan Keanekaragaman Jenis Burung
Peran, fungsi, karakteristik edge
Pengelolaan Kawasan untuk Konservasi Kehati
Gambar 1. Diagram alur berpikir penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengusahaan Hutan dan Deforestasi Bapedal (1995) dalam Defriyoza (2000), menyebutkan laju konversi hutan di Indonesia makin meningkat dari tahun ke tahun. Diperkirakan bahwa 900 ribu hektar sampai 1,3 juta hektar hutan dibuka se tiap tahun di Indonesia untuk berbagai macam keperluan. Diperkirakan juga hanya 61 persen habitat alami yang tersisa. Di pulau Jawa dan Bali, lenyapnya habitat mungkin mencapai 91 persen, sementara di Papua hanya 7%. Di Jawa laju penebangan adalah 1,7% nomor dua tertinggi setelah di Sumatera.
Khusus di Propinsi Riau menurut
Pemda Riau dalam Defriyoza (2000) terjadi pengurangan hutan konversi dari 4.770.085 ha pada tahun 1986 menjadi 1.560.044 ha pada tahun 1992 yang ditujukan untuk penggunaan perkebunan dan transmigrasi. Lebih lanjut Defriyoza (2000) mengatakan konversi hutan dilakukan baik oleh pengusaha maupun masyarakat untuk memenuhi berbagai macam kebutuhannya. Selain untuk kebutuhan tempat tinggal (transmigrasi) juga untuk memenuhi keperluan dalam bidang pertanian dan kehutanan. Pembangunan Hutan Tanaman Industri dan perkebunan menjadi pilihan utama dalam konversi dan penggunaan lahan, baik HTI dan perkebunan yang berskala kecil dan besar. Hasil studi FAO pada tahun 1990 yang dikutip oleh Sunderlin dan Resosudarmo (1996) menyebutkan bahwa kondisi hutan di Indonesia mengalami penurunan luas dari 74% menjadi 50% dalam selang waktu 30-40 tahun terakhir. Mengacu pada penelitian yang dilakukan FAO (1990) dalam Sunderlin dan Resosudarmo (1996) terjadi peningkatan deforestasi dalam estimasi setiap tahunnya : pada tahun 1970-an sebesar 300.000 ha/tahun; pada tahun 1987 sebesar 600.000 ha/tahun; sedangkan pada tahun 1990 mencapai 1 juta ha/tahun. Sedangkan di Propinsi Riau sendiri menurut data RePPProt tahun 1985 luas total 9.859.700 ha, yang berhutan 5.936.500 ha (60,2%). Sedangkan data dari Dephutbun pada tahun 1997 luas total 9.661.817 ha (tubuh air tidak dimasukkan dalam perhitungan luas), yang berhutan 5.071.891 ha (52,5%) dan lain-lain (berawan/tidak ada data) 2.506 ha. Dari data tersebut laju pengurangan hutan selama 12 tahun seluas 864.609 ha (14,6%) (BLK Pekanbaru, 2001)
8
B. Fragmentasi Habitat Fragmentasi habitat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebanyakan habitat mengalami fragmentasi oleh pembuatan jalan, tanah pertanian, perkotaan atau kegiatan manusia lain. Fragmentasi habitat adalah peristiwa yang menyebabkan habitat yang luas dan berkelanjutan diperkecil atau dibagi menjadi dua atau lebih fragmen (Wilcove et al. 1986; Shafer 1990 dalam Primack et al. 1998). Sewaktu habitat dirusak, sebagian darinya mungkin dibiarkan begitu saja. Fragmen- fragmen yang ditinggalkan ini adakalanya terisolasi satu dengan lainnya oleh adanya daerah yang terdegradasi. Situasi seperti ini mirip dengan model biogeografi pulau. Fragmen habitat berlaku seperti pulau yang dikelilingi oleh lautan daerah yang telah diubah oleh manusia. Fragmentasi dapat terjadi pada daerah yang sangat tereduksi atau pada daerah yang hanya sedikit mengalami reduksi (Schonewald-Cox dan Buecher 1992 dalam Primack et al. 1998). Habitat yang telah terfragmentasi berbeda dari habitat asal dalam hal fragmen yang memiliki daerah tepi.
Satu contoh
permasalahan yang akan diikuti oleh masalah-masalah yang lain dalam kaitannya dengan daerah tepi. Lebih lanjut Forman dan Godron (1986) menyatakan bahwa fragmentasi habitat adalah proses dinamis yang menghasilkan perubahan pada pola habitat pada lansekap berdasarkan waktu. Istilah fragmentasi secara umum digunakan untuk menggambarkan perubahan yang terjadi ketika blok luas dari vegetasi dimana penebangan memisahkan blok yang lebih kecil dengan yang lainnya. Proses dari fragmentasi memiliki 3 komponen yang dikenal dengan : q
Kehilangan menyeluruh dari habitat pada lanskap (kehilangan habitat)
q
Pengurangan pada ukuran blok dari habitat yang diikuti dengan pembagian dan pembersihan (pengurangan habitat) dan
q
Meningkatnya isolasi habitat untuk penggunaan lahan baru yang diokupasi pada lingkungan yang terganggu Habitat terisolasi pada daratan utama, seperti puncak gunung, danau,
hutan terfragmentasi dan cagar alam, dapat dilihat sebagai “pulau” yang dikelilingi “laut” dari habitat yang tidak sesuai.
Selanjutnya teori equilibrium
menjadi teori kerangka kerja pertama untuk menginterpretasi distribusi dan dinamika fauna pada habitat yang terganggu. Ini diperkuat dengan penelitian tentang ukuran tubuh pada konsekuensi dari fragmentasi habitat dan isolasinya bagi satwa (Simberloff 1974; Gilbert 1980; Shafer 1990 dalam Bennet 1999).
9
C. Dampak Fragmentasi terhadap Spesies Fragmentasi habitat dapat mengancam keberadaan spesies dengan berbagai cara. Pertama, fragmentasi dapat memperkecil potensi suatu spesies untuk menyebar dan kolonisasi. Banyak spesies burung, mamalia dan serangga pada daerah pedalaman hutan tidak akan dapat menyeberangi daerah terbuka oleh karena adanya bahaya dimakan pemangsa, walaupun daerah terbuka ini tidak begitu luas. Akibatnya, banyak spesies yang tidak mengkolonisasi lagi daerah asalnya setelah populasi awalnya hilang (Lovejoy et al. 1980 dalam Primack et al. 1998).
Primack et al. (1998) melanjutkan bahwa penurunan
kemampuan penyebaran hewan yang diakibatkan oleh fragmentasi habitat dapat mempengaruhi pula kemampuan penyebaran tumbuhan yang bergantung padanya.
Hal ini berlaku bagi tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan buah
berdaging (yang menjadi makanan hewan) dan tumbuh-tumbuhan yang bijinya dapat melekat pada hewan tertentu. Dengan demikian, fragmentasi habitat yang terisolasi tidak akan dikolonisasi
oleh spesies asli yang sebenarnya dapat
tumbuh di daerah tersebut. Jika pada setiap fragmen spesies punah melalui proses populasi dan suksesi, spesies baru tidak akan mengkolonisasi daerah ini oleh karena adanya penghalang penyebaran, dan akhirnya jumlah spesies pada fragmen habitat tersebut akan mengalami penurunan. Aspek kedua menurut Primack et al. (1998) yang berbahaya oleh adanya fragmentasi habitat adalah pengurangan daerah jelajah dari hewan asli. Kebanyakan spesies hewan, baik sebagai individu atau kelompok sosial, harus memiliki daerah jelajah yang cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hewan-hewan ini harus dapat berjalan dari satu sumber makanan ke sumber makanan yang lain atau yang kadang-kadang tersedia berdasarkan musimnya seperti buah, biji, rumput, genangan air dll. Suatu sumber makanan mungkin saja dibutuhkan hanya beberapa minggu atau bahkan sekali per tahunnya. Jika habitat terfragmentasi, spesies yang berada dalam satu fragmen tidak dapat berjalan ke fragmen lain yang awalnya merupakan daerah jelajahnya juga. Misalnya, pagar dapat menghalangi migrasi ilmiah yang dilakukan oleh hewan pemakan rumput seperti bison di Amerika atau wildebeest di Afrika, sehingga memaksa hewan-hewan ini untuk mengeksploitasi daerah yang sebenarnya tidak sesuai sehingga menyebabkan meraka kelaparan dan mengakibatkan pula penurunan kualitas daerah tersebut.
10
Fragmentasi habitat dapat mempercepat pengecilan atau pemusnahan populasi dengan cara membagi populasi yang tersebar luas menjadi dua atau lebih sub populasi dalam daerah-daerah yang luasnya terbatas. Populasi yang lebih kecil ini menjadi lebih rentan terhadap tekanan silang dalam (inbreeding depression), genetic drift, dan masalah-masalah lain yang terkait dengan populasi yang berukuran kecil. Suatu habitat yang luas dapat mendukung suatu populasi yang besar, tetapi jika sudah terbagi dalam fragmen mungkin saja tidak ada satu fragmen pun mendukung sub populasi yang cukup untuk bertahan (Primack, 1993). Beberapa studi yang dilakukan di beberapa pulau sebagai lokasi pengamatan, baik di kawasan temperate maupun tropis menunjukkan hasil yang sama, yang dapat disimpulkan sebagai berikut yaitu bila luas pulau berkisar 1 hingga 25 km2, seperti luas cagar alam dan suaka margastawa pada umumnya, maka laju kepunahan jenis-jenis burung dalam 100 tahun mencapai 10-50% laju kepunahan diduga akan semakin tinggi di kawasan yang kecil dan mengalami fragmentasi. Menurut penelitian Willis 1979 dalam Wilson (1993), di areal seluas 0,2 sampai 14 km2 di kawasan hutan di Brazil yang terisolasi oleh lahan pertanian, menunjukkan laju kepunahan burung berkisar 14% sampai 64% dalam 100 tahun. Menurut Harris (1984); Wilcove, et al. (1986); Saunders (1991) dalam Entebe (2005) aktivitas manusia menyebabkan terganggunya status dan distribusi populasi serta habitat satwa liar dalam dua hal yaitu (1) pengurangan total area dari habitat alami dan jumlah populasi sebagai akibat kegiatan pembangunan dan (2) habitat alami dan kisaran distribusi spesies yang sensitif mengalami fragmentasi “pulau”.
ke dalam potongan-potongan areal yang disebut
Konsekuensi dari terbentuknya “pulau-pulau” habitat, menyebabkan
kualitas habitat bagi spesies bervariasi secara spasial dan kebanyakan spesies yang terdistribusi dalam sistem metapopulasi dari populasi lokal yang terhubung oleh penyebaran.
Ketahanan metapopulasi sangat tergantung pada efisiensi
penyebaran individual spesies dari satu patch ke patch lain (Meffe et al, 1994; dalam Entebe, 2005).
D. Keanekaragaman Menurut Odum (1971) dalam Entebe (2005) keanekaragaman merupakan hal yang paling penting dalam mempelajari suatu komunitas baik tumbuhan
11
maupun hewan.
Keanekaragaman jenis (species diversity) merupakan
pertanyaan yang paling mendasar dan menarik dalam ekologi, baik teori maupun terapan (Magurran, 1988). bagaimana
mengukur
Oleh karena itu ahli ekologi harus mengetahui
keanekaragaman
jenis
dan
memahami
hasil
pengukurannya. Permasalahannya adalah banyak sekali metode pengukuran yang telah dikembangkan dan sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara ahli ekologi tentang metode tersebut. Namun banyaknya metode pengukuran keanekaragaman jenis tidak terlepas dari konsep keragaman jenis yang mempunyai dua komponen yaitu (1) jumlah jenis (species richness) yang disebut kepadatan jenis (species density), berdasarkan pada jumlah total jenis yang ada dan (2) kesamaan/kemerataan (evenness atau equatability) yang berdasarkan pada kelimpahan relatif suatu jenis dan tingkat dominansi (Krebs, 1992; Magurran, 1988). 1
Kekayaan Jenis Kekayaan jenis pertama kali dikemukakan oleh McIntossh tahun 1967. Konsep yang dikemukakannya mengenai kekayaan jenis adalah jumlah jenis/spesies dalam suatu komunitas. Kempton (1979) dalam Santosa (1995) mendefinisikan kekayaan jenis sebagai jumlah jenis dalam sejumlah individu tertentu. Sedangkan Hurlbert (1971) dalam Magurran (1988) menyatakan bahwa kekayaan jenis adalah jumlah spesies dalam suatu luasan tertentu. Beberapa indeks menyangkut kekayaan jenis yang umumnya dikenal adalah sebagai berikut : (1) metode rarefaction yang pertama kali dikemukakan oleh Sanders (1986) dan disempurnakan oleh Hurbert (1971) (Magurran, 1988), (2) indeks kekayaan jenis Margalef; (3) indeks kekayaan jenis Menhinick, (4) indeks kekayaan jenis Jacknife.
2
Kemerataan Jenis Konsep ini menunjukkan derajat kemerataan kelimpahan individu antara setiap spesies. Ukuran kemerataan pertama kali dikemukakan oleh Llyod dan Ghelardi (1964) dalam Magurran (1988) yang dapat pula digunakan sebagai indikator adanya gejala dominansi di antara setiap spesies dalam suatu komunitas.
Beberapa indeks kemerataan yang umum dikenal
diantaranya adalah : (1) indeks kemerataan Hurlbert, (2) indeks kemerataan Shannon-Wiener, (3) indeks kemerataan yang dikemukakan oleh Buzas dan Gibson (1969) dalam Krebs (1989), (4) indeks kemerataan Hill (1973) dalam
12
Ludwig dan Reynolds (1988) yang lebih dikenal dengan istilah Hill’s evenness number. 3
Kelimpahan jenis Kelimpahan jenis atau species abundance merupakan suatu indeks tunggal yang mengkombinasikan antara kekayaan jenis dan kemerataan jenis (Magurran, 1988). Diantara sekian banyak indeks kelimpahan jenis, ada tiga indeks yang paling sering dipakai oleh peneliti di bidang ekologi, yaitu indeks Simpson, indeks Shannon-Wiener dan indeks Brillouin (Poole, 1974, Krebs, 1992).
E. Keanekaragaman Jenis Burung Keanekaragaman jenis burung berbeda dari satu tempat ke tempat lain, tergantung kondisi lingkungan dan faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut adalah keragaman konfigurasi dan ketinggian pohon; sehingga hutan yan g memiliki ukuran pohon dan bentuk yang berbedabeda dari satu jenis pohon akan memiliki keanekaragaman jenis burung lebih tinggi daripada tegakan pohon dari jenis yang berbeda namun memiliki struktur bentuk yang seragam (MacArthur and MacArthur 1961 dalam Welty 1982). Menurut Keast (1985), tingginya keanekaragaman jenis burung di hutan tropis disebabkan oleh kondisi iklim tropis yang relatif stabil dan bersahabat yang memungkinkan terjadinya relung ekologi dan “species packing” terbentuk, struktur vegetasi habitat yang beragam, tingginya keanekaragaman jenis tumbuhan (floristic), beragamnya tipe pakan yang tersedia serta tingginya jumlah jenis burung yang jarang (rare) dan spesialis (specialized). F. Ekologi Lanskap Lanskap adalah suatu wilayah daratan yang heterogen dimana sekelompok interaksi terjadi dan ekosistem-ekosistem yang homogen ditemukan berulang dalam bentuk yang sama. Lanskap dibentuk oleh tiga mekanisme yang bekerja didalamnya proses geomorfologi alami, pola kolonisasi organisme dan gangguan lokal terhadap kedudukan komponennya. Gangguan termasuk aktivitas manusia seperti kegiatan pertanian dan penebangan hutan (Forman, 1995). Ekologi lanskap adalah studi tentang pola lanskap, interaksi antara patchpatch dalam sebuah mosaik lanskap dan bagaimana pola dan interaksi ini
13
berubah sepanjang waktu.
Lebih lanjut ekologi lanskap terlibat dalam hal
penerapan prinsip-prinsip ini dalam formulasi pemecahan masalah yang ada di dunia. Ekologi lanskap mempertimbangkan perkembangan dan dinamika dari ruang
heterogen dan dampaknya terhadap proses-proses
ekologi dan
manajemen dari ruang yang heterogen tersebut. (McGarigal, 2004). Ekologi lanskap memfokuskan perhatiannya pada tiga karakter lanskap yaitu : (1) struktur, merupakan hubungan spasial di antara ekosistem atau elemen yang terdapat didalamnya seperti aliran energi, materi dan spesies yang berhubungan dengan ukuran bentuk, jumlah dan macam konfigurasi ekosistem; (2) fungsi, yaitu interaksi antara elemen spasial seperti aliran energi, materi dan spesies di antara komponen ekosistem; (3) perubahan, yaitu perubahan struktur dan fungsi yang berlangsung terus-menerus ( McGarigal, 2004). G. Struktur Lanskap G.1. Patch dan Matriks Habitat Menurut Forman dan Godron (1986) patch adalah daerah yang relatif homogen yang berbeda dengan sekitarnya yang biasanya patch terdapat dalam suatu matrik yaitu wilayah yang mengelilinginya yang mempunyai struktur dan komposisi yang berbeda. Patch lanskap dapat dicirikan dengan mengacu pada beberapa tipe dasar dimana asal-usulnya melibatkan gangguan, heterogenitas habitat dan aktivitas pertanian, yaitu : a. Disturbance
patch,
terjadi
mengikuti
gangguan
lokal
(kebakaran,
penggundulan) di dalam suatu matriks dan secara normal dicirikan oleh vegetasi suksesi. b. Remnant patch adalah satu patch dari matriks habitat asli yang merupakan sisa ketika gangguan yang luas terjadi disekitarnya, misalnya suatu kumpulan tegakan dari hutan asli dikelilingi oleh tanah pertanian. c. Environmental resource patch, adalah suatu patch dimana kumpulan sumberdaya fisik berbeda dari yang mengelilingi mereka dan mempengaruhi komposisi biotik (contoh : tipe tanah khusus, suatu selokan atau parit). d. Introduced patch, terjadi mengikuti introduksi spesies dan dipelihara oleh manusia Untuk lebih jelas posisi patch dalam matriks dan definisi patch dapat dilihat pada Gambar 2.
14
Keterangan : patch matriks Gambar 2 : Patch-patch yang tersebar dalam matriks Pada
Gambar
menyebabkan
2,
terjadinya
dimana
keadaan
patch-patch,
matrik
dengan
yang
kata
lain
terfragmentasi fragmentasi
menyebabkan kawasan hutan primer yang semula saling bersambungan berubah menjadi pulau-pulau kecil yang terpencar (patch-patch dianggap sebagai pulau-pulau).
Di bidang biologi konservasi pernah terjadi debat
berkepanjangan, mengenai pada keadaan manakah kekayaan spesies akan dapat dicapai secara maksimal : satu cagar alam (tunggal) yang berukuran besar atau cagar alam yang berukuran sama namun terpecah-pecah dalam beberapa lokasi yang lebih kecil (Diamond 1975; Simberloff dan Abele 1976, 1982; Terborgh 1986). Perdebatan ini dikenal sebagai SLOSS debate (single large or several small, satu besar atau beberapa kecil). Para pendukung cagar alam tunggal berpendapat bahwa bagi spesies yang berukuran besar yang memiliki jelajah luas serta memiliki kerapatan individu yang kecil (misalnya karnivora besar) hanya cagar alam yang besar akan dapat mempertahankannya dalam jumlah yang mencukupi sehingga mewujudkan populasi umur panjang. Di lain pihak, beberapa ahli biologi konservasi berpendapat bahwa cagar alam kecil yang ditempatkan secara baik akan mempunyai berbagai kelebihan (dibandingkan satu blok cagar alam yang berukuran serupa) karena dapat mencakup tipe-tipe habitat yang lebih beragam, serta dapat menampung lebih banyak populasi spesies langka (Simberloff dan Gotelli, 1984). Namun pada akhirnya terbentuk juga konsensus, bahwa strategi mengenai ukuran cagar alam akan disesuaikan dengan kelompok spesies yang akan dilindungi (Soule dan Simberloff 1986). Telah dapat diterima bahwa dibandingkan dengan cagar alam yang kecil), cagar alam yang berukuran besar akan lebih menampung banyak
15
spesies, karena mampu menampung lebih banyak individu dan karena memiliki habitat yang lebih beragam. Bagaimanapun, cagar alam yang berukuran kecil namun dikelola dengan baik juga bermanfaat, karena dapat menyediakan perlindungan bagi banyak spesies tumbuhan, avertebrata dan vertebrata ukuran kecil (Lesica dan Alendorf, 1992). Struktur lanskap mempengaruhi pergerakan satwa (Forman dan Godron, 1986), karena fragmentasi lanskap yang terjadi menyebabkan gap yang memisahkan populasi satwa ke dalam patch-patch habitat dan menghalangi pergerakan satwa. Sampai sejauh mana suatu matrik (gap) dapat menghalangi pergerakan satwa sangat tergantung pada konfigurasi spasial gap tersebut yang kemudian diterima oleh satwa secara berbeda pada skala spasial yang sangat spesifik (Kotliar dan Wiens, 1990, Keith et al. 1997 dalam St. Clair et al. 1988 dalam Cahyadi, 2002).
Pergerakan satwa melintasi gap antar patch akan
bervariasi antar tiap spesies, tipe patch habitat, tipe matrik dan faktor lain seperti variasi cuaca, musim, rute alternatif, serta resiko yang mungkin dihadapi (predator, jarak perjalanan) (St.Clair, et al. 1988 dalam Cahyadi, 2002) G.2. Struktur Patch (Daerah Tepi (Edge) dan Daerah Inti (Core)) Thomas et al. (1979), mendefinisikan edge sebagai tempat pertemuan dua komunitas tumbuhan yang berbeda, yang jika dilihat dari struktur lanskapnya, edge dapat dibedakan menjadi 1). Inheren edge yaitu edge yang terbentuk dari pertemu an dua komunitas yang berbeda tingkat suksesinya dan 2). Induced edge yaitu edge yang
terbentuk
karena
adanya
gangguan,
misalnya
penggembalaan, logging, kebakaran. Fragmentasi habitat secara dramatis akan menambah luas daerah tepi (edge).
Lingkungan mikro daerah tepi berbeda
dengan lingkungan mikro di bagian tengah hutan.
Oleh karena spesies
tumbuhan dan hewan biasanya beradaptasi untuk suhu, kelembaban dan intensitas cahaya tertentu, perubahan tersebut akan memusnahkan banyak spesies dari fragmen-fragmen hutan. Ilustrasi patch yang memiliki edge dan core dapat dilihat pada Gambar 3. Tingkat keanekaragaman hayati pada setiap edge juga berbeda dengan daerah core (bagian tengah hutan). Edge dipandang sebagai suatu ekosistem tersendiri
yang
diakibatkan
oleh
pertemuan
dua
tipe
ekosistem.
Keanekaragaman pada edge lebih tinggi dari pada daerah core. Leopold (1933) menyatakan bahwa edge mempunyai kelimpahan jenis dan spesies yang besar,
16
karena efek aditif dari fauna karena adanya pertemuan patch dan matriks yang berbeda. Bentuk, luas, dan konfigurasi spasial edge
mempengaruhi proses
ekosistem pada edge. Edge yang sempit akan mempunyai tingkat biodiversity yang rendah.
Matriks yang terfragmentasi, akan menimbulkan banyak edge.
Fragmentasi adalah proses perubahan dari matriks homogen dan kompak, menjadi matriks yang heterogen dan terpecah-pecah.
Kondisi matriks yang
terfragmentasi ini akan berbeda dengan matriks awal dalam hal : (a) matriks yang terfragmen akan mempunyai area edge yang lebih luas, (b) jarak pusat matriks dengan edge menjadi lebih dekat (c) core area menjadi lebih sempit. Perbedaan inilah yang menyebabkan perbedaan komposisi/biodiversitasnya. patch
core
edge
Gambar 3. Patch yang terdiri dari edge dan core Masing-masing patch yang elemen lanskapnya terdiri dari edge, akan menunjukkan edge effect (misalnya pada edge didominasi oleh spesies yang hanya ditemukan di daerah tepi). Daerah terdalam dari elemen lanskap yang dianggap sebagai core, didominasi oleh spesies yang hanya ditemukan pada daerah yang jauh dari daerah tepi. Border adalah garis yang memisahkan edge dari elemen lanskap yang berbatasan.
Dua edge membentuk wilayah
perbatasan (boundary), dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Hubungan spasial dari daerah perbatasan (boundary), garis batas (border) dan daerah tepi (edge) (Forman, 1995).
17
H. Efek Tepi (Edges effect) Fragmentasi habitat secara dramatis menambah luas daerah tepi. Lingkungan mikro daerah tepi berbeda dengan lingkungan mikro di bagian tengah hutan. Beberapa efek tepi yang penting adalah naik turunnya intensitas cahaya, suhu, kelembaban, dan kecepatan angin secara drastis (Kapos 1989, Bierregaard et al. 1992 dalam Primack et al. 1998). Efek tepi ini terasa nyata sampai sejauh 500 m ke dalam hutan (Laurance, 1991 dalam Primack et al. 1998). Oleh karena spesies tumbuhan dan hewan biasanya teradaptasi untuk suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya tertentu, perubahan tersebut akan memusnahkan banyak spesies dari fragmen-fragmen hutan. Spesies tumbuhan liar yang toleran pada naungan di daerah beriklim sedang, spesies pepohonan yang muncul belakangan pada suksesi di daerah tropik dan hewan-hewan yang sensitif pada kelembaban seperti amfibi biasanya dapat dengan cepat termusnahkan oleh fragmentasi habitat dan akhirnya akan menyebabkan perubahan komposisi spesies dari suatu komunitas. Spesies tumbuhan belukar dan spesies pemula (pionir) yang lain dapat tumbuh dengan cepat sebagai reaksi terhadap meningkatnya intensitas cahaya. Tetumbuhan ini dapat berfungsi sebagai penghalang yang mengurangi efek dari gangguan lingkungan bagi bagian dalam fragmen. Dalam hal ini, daerah tepi hutan memegang peranan yang penting untuk menjaga komposisi spesies dari fragmen hutan, tetapi dalam proses selanjutnya, komposisi spesies dari daerah tepi hutan akan berubah sehingga daerah sebelah dal am akan berkurang (Primack, 1993). Jika hutan telah terfragmentasi, pertambahan kecepatan angin, rendahnya kelembaban dan tingginya suhu pada daerah tepi akan menyebabkan daerah itu lebih mudah mengalami kebakaran.
Kebakaran hutan dapat menyebar ke
fragmentasi habitat dari tanah pertanian di dekatnya yang dibakar secara teratur. Misalnya pada saat pemanenan tebu atau dari kegiatan petani yang melakukan perladangan berpindah (Gomez-Pompa dan Kaus 1992 dalam Primack 1993). Di Kalimantan seluas jutaan hektar hutan hujan tropik terbakar selama musim kemarau yang panjang antara tahun 1982 dan 1983. Penyebab dari bencana alam ini adalah gabungan dari praktek-praktek pertanian dan tebang pilih, serta kegiatan manusia lainnya (Leighton dan Wirawan 1986 dalam Primack et al. 1998).
18
Fragmentasi habitat memperbesar kerentanan fragmen akan invasi spesies eksotik dan spesies hewan dan tumbuhan pengganggu.
Daerah tepi hutan
merupakan lingkungan yang terganggu sehingga spesies pengganggu dapat dengan mudah berkembang dan menyebar ke bagian dalam fragmen hutan (Paton 1994 dalam Primack, 1993). Di Amerika Serikat, hewan-hewan omnivora seperti raccoons, sigung, dan bluejays dapat
bertambah jumlahnya di tepi
fragmen. Hewan-hewan ini dapat memperoleh makanan baik dari habitat yang terganggu maupun dari daerah yang tidak terganggu. Pemangsa yang agresif ini akan memakan telur dan anak-anak burung hutan sehingga
mencegah
keberhasilan reproduksi dari banyak spesies burung yang berada beberapa ratus meter dari daerah tepi. Burung parasit yang hidup di lapangan terbuka dan tepi hutan mempergunakan habitat tepi sebagai basis untuk menginvasi bagian dalam fragmen hutan. mengganggu
Disini, anak-anak mereka menghancurkan telur dan
kehidupan anak-anak
burung
penyanyi.
Gabungan
dari
fragmentasi habitat, kenaikan pemangsa selama masa kecil dan perusakan hutan tropik menyebabkan penurunan yang drastis pada spesies burung migran di Amerika Utara, seperti red-eyed vireo, eastern wood pe wee, dan hooded warbler (Terborgh 1989 dalam Primack et al. 1998), walapun belum ada kata sepakat mengenai penyebab sebenarnya serta seberapa jauh mereka menyebar (James et al. sedang naik cetak dalam Primack dkk, 1998). Primack (1993) melanjutkan bahwa fragmentasi habitat juga menyebabkan spesies liar menjadi dekat dengan tumbuhan dan hewan peliharaan. Penyakit spesies peliharaan ini akan dengan mudah menular ke spesies lain yang tidak mempunyai imunitas tinggi terhadap penyakit tersebut.
Keadaan yang
sebaliknya dapat terjadi, yaitu penyakit menular dari spesies liar ke spesies peliharaan bahkan juga ke manusia. Fragmentasi hutan tidak sama dengan forests patch dilihat dari komposisi dan bentuk dari areal hutan yang terjadi sebagai akibat dari gangguan dan tekanan dari manusia. (Harris, 1992). I. Komposisi Jenis Burung di Daerah Tepi (edge) Komunitas burung pada berbagai tempat mewakili tahapan-tahapan suksesi yang berbeda sebagai contoh adanya perubahan secara langsung pada komposisi spesies dari awa l hingga akhir suksesi, spesies dan kekayaan jenis paling tinggi terdapat pada hutan umur medium (Karr, 1971; May, 1982 dalam
19
Parody et al. 2001). Hasil-hasil tersebut menyatakan bahwa hutan-hutan yang telah matang komposisi komunitas menunjukkan spesies dan kekayaan jenis paling tinggi terdapat pada hutan umur medium.. Komposisi jenis burung tajuk bawah mengikuti permudaan menunjukkan dipengaruhi perubahan cepat pada penutupan vegetasi yang digambarkan oleh (Stoneman et al (1988) dalam Johnson & Williams 2000). Populasi spesies tajuk bawah menyediakan bahan untuk rekolonisasi, saat kembalinya struktur vegetasi yang sesuai (Rowley & Russel, 1991).
Sebagaimana jenis tajuk bawah-
permukaan yang bertentangan melalui studi
setelah penebangan (White
breasted robin, Grey fantail dan Red-winged fairy wren) umum pada kepadatan vegetasi di luar hutan, ini sepertinya mereka secara cepat meningkat kembali dalam lingkungan daerah celah dan daerah celah-daerah tepi. (Johnson & Williams, 2000). Perubahan tidak sebesar jenis tajuk bawah permukaan pada jalur dibandingkan daerah celah dan daerah celah-daerah tepi.
Dampak lokal
kebakaran terhadap avifauna terjadi sementara, karena permudaan yang cepat pada tajuk bawah di Hutan Karri.
Bagaimanapun juga, terdapat sedikit
perubahan pada jalur lain yang dapat ditambahkan pada kegiatan terpisah berkaitan dengan kegiatan penebangan.
Sebagai contoh kenampakan dari
Splendid wren diobservasi pada tahun kedua setelah penebangan dapat ditambahkan dengan pembangunan jalan dalam kaitannya dengan kegiatan penebangan.
Kegiatan penebangan berpengaruh terhadap kehadiran dan
kelimpahan jenis, oleh karena, memperluas areal pada kegiatan penebangan diperlukan. Pendekatan segala arah pada studi mungkin saja dibutuhkan untuk mengindikasi perubahan di berbagai bentuk komunitas di seluruh daerah celah dan daerah celah-daerah tepi. (Johnson & Williams, 2000). Jokimaki & Suhone (1993), Blair (1996) dalam Parody et al. (2001) menyatakan bahwa hutan-hutan yang telah matang komposisi komunitas menunjukkan perubahan secara langsung ketika kekayaan jenis mencapai puncak dan kemudian menurun mendekati tahap klimaks.
Perbandingan
komunitas burung sepanjang peningkatan urbanisasi di lain pihak menunjukkan peningkatan kekayaan jenis pada kondisi kawasan yang berpenghuni sedikit atau menengah tetapi akan menurun menuju pusat hunian. Hal ini mengimplikasikan bahwa level gangguan pada tingkat intermediate mempertahankan level yang paling tinggi dalam diversitas.
20
J. Respon Spesies terhadap Daerah Tepi (Edge) Pandangan umum melihat bahwa terdapat tiga kategori respon terhadap edge yaitu beberapa spesies meningkat kelimpahannya, beberapa menurun dan beberapa secara relatif tidak berpengaruh. Variasi ketiga kemungkinan tersebut muncul tergantung apakah spesies tersebut habitat generalis yang terjadi pada kedua sisi dari edge atau habitat spesialis yang terjadi hanya pada satu tipe habitat yang berbatasan.
Klasifikasi respon terhadap edge memungkinkan
analisis pada level populasi terhadap efek daerah tepi.
Menurut Sisk dan
Margules (1995) ada enam klasifikasi respon spesies terhadap daerah tepi dapat dilihat pada Gambar 5 berikut. a) HABITAT GENERALIST
b) HABITAT SPE CIALIST
Habitat 1
Habitat 1
c)
Habitat 2
HABITAT GENERALIST EDGE EXPLOITER
Habitat 1
e)
Edge
Edge
Habitat 2
HABITAT GENERALIST EDGE AVOIDER
Habitat 1
Edge
Habitat 2
Edge
Habitat 2
d) HABITAT SPE CIALIST EDGE EXPLOITER
Habitat 1 Edge
f)
Habitat 2
HABITAT SPESIALIST EDGE AVOIDER
Habitat 1
Edge
Habitat 2
Gambar 5. Berbagai respon spesies terhadap edge (Sisk dan Margules, 1992)
21
Keterangan : a) Habitat Generalist; merupakan spesies yang dapat hidup pada semua wilayah (habitat 1, edge dan habitat 2) b) Habitat Specialist; merupakan spesies yang hanya dapat hidup pada habitat 1, pada edge mengalami penurunan kelimpahan, ditunjukkan dengan respon yang tajam (hard response) sedangkan pada habitat 2 mengalami penurunan kelimpahan, ditunjukkan dengan respon yang tidak begitu tajam (soft response). c) Habitat Generalist Edge Exploiter; merupakan spesies yang dapat hidup di semua wilayah (habitat 1, habitat 2 dan khusus pada edge kelimpahannya meningkat d) Habitat Specialist Edge Exploiter; merupakan spesies yang dapat hidup pada habitat 1 dan pada edge kelimpahannya meningkat, spesies ini cenderung mendekati edge. e) Habitat Generalist Edge Avoider; merupakan spesies yang dapat hidup pada Habitat 1 dan habitat 2 dan khusus pada edge kelimpahannya menurun, jadi spesies ini cenderung menghindari edge. f) Habitat Specialist Edge Avoider; merupakan spesies yang dapat hidup pada habitat 1 dan pada edge kelimpahannya menurun, spesies ini cenderung menghindari edge.
K. Taman Hutan Raya Berdasarkan UU RI No. 5 tahun 1990 Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Sedangkan berdasarkan Dephut (1988), Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan intensifnya pemanfaatan sumberdaya alam telah menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan potensi sumberdaya alam, hal ini mendorong upaya untuk berusaha menetapkan kawasan konservasi yang tidak saja berfungsi sebagai penyangga proses ekologi dan pelestarian sumberdaya alam, namun juga pemanfaatan sumberdaya alam tersebut untuk kesejahteraan masyarakat secara luas dan berwawasan lingkungan.
III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk menganalisis : 1. Keanekaragaman jenis burung dan komposisi vegetasi sebagai akibat dari terbentuknya daerah tepi. 2. Daerah tepi yang tercipta akibat fragmentasi hutan dari lingkungan sekitar. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim dilakukan pada Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Pekanbaru Blok Pemanfaatan (Lampiran 1). Penelitian berlangsung selama 6 bulan (termasuk pengolahan data) yakni bulan Mei-Oktober 2005.
C. Bahan dan Alat Obyek yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah ordo burung yang terdiri atas berbagai jenis burung di kawasan sekitar Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim. Data biotik meliputi data jenis burung dan vegetasi. Selain itu pengaruh daerah tepi terhadap keli mpahan burung juga menjadi obyek pengamatan. Pengamatan vegetasi dilakukan untuk melihat perubahan tipe dan deskripsi vegetasi di daerah edge dan core . Alat-alat yang digunakan dalam penelitian dan pengumpulan data meliputi : 1. Binokuler (teropong) 7x50 mm 2. Tambang plastik sepanjang 20 m 3. Pita ukur, phiband dan meteran berukuran 50 m 4. Peta kerja/lokasi dan potret udara/citra satelit. 5. Kompas brunton 6. Kamera SLR, lensa tele 200 mm beserta filmnya 7. Arloji atau alat pengukur waktu 8. GPS (Global Positioning System) merk Garmin 9. Buku Panduan Lapangan Pengenalan Burung “Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan” John Mackinnon.
23
10. Alat perekam suara burung beserta kasetnya 11. Christen meter 12. Kompas Suunto
D. Pengumpulan Data Data dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan burung dan analisis vegetasi. Pengamatan pada burung dilakukan dengan menggunakan metode transek sepanjang 300-500 m (Laurance, 1991 dalam Primack et al. 1998). Pengamatan burung dilakukan pada pagi dan sore hari antara pukul 06.00 – 09.00 WIB dan pukul 15.00-18.00 WIB dalam cuaca cerah, baik pada jalur pengamatan yang telah ditentukan dengan lama pengamatan selama 20 menit interval waktu 5 menit untuk setiap pengamatan. Data sekunder dikumpulkan melalui studi literatur.
Data sekunder
merupakan data pendukung yang sangat penting dan dikumpulkan dari berbagai sumber antara lain buku teks, skripsi, tesis dan jurnal penelitian. Pengamatan burung dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu dengan mengidentifikasi dari suaranya.
Burung yang tidak
teridentifikasi secara langsung akan direkam suaranya dengan tape recorder dan diidentifikasi berdasarkan contoh suara burung dari Birdlife International. Jenis data yang dikumpulkan ada dua macam yaitu : 1. Data primer a. Keanekaragaman jenis burung Data yang berhubungan dengan komposisi, kelimpahan dan jumlah jenis burung. Pengamatan burung menggunakan kombinasi titik dan metode transek. Pengamatan dilakukan di hutan terfragmentasi dan daerah tepi hutan. Pengamatan dilakukan dari transek-transek dengan panjang 300500 m tegak lurus 2 tipe habitat, sehingga panjang jalur bervariasi tergantung dari kondisi lapangan namun mencakup kedua tipe habitat yang berdekatan. Masing-masing kondisi ekosistem diletakkan beberapa transek.
Banyak transek disesuaikan dengan kondisi dan tipe edge.
Peletakan titik di lapangan ditunjukkan oleh Gambar 6, dimana setiap titik pengamatan mewakili daerah tepi hutan dengan penggunaan habitat lain seperti belukar akasia, kelapa sawit, kebun masyarakat, danau, semak belukar, hotel dan jalan.
24
Gambar 6. Jalur Pengamatan Burung dan Peletakannya di Lapangan Keterangan : a. Edge antara hutan dengan tegakan akasia b. Edge antara hutan dengan semak belukar c. Edge antara hutan dengan kebun kelapa sawit d. Edge antara hutan dengan kebun campuran e. Edge antara hutan dengan tepi danau f. Edge antara hutan dengan jalan g. Edge antara hutan dengan hotel b. Vegetasi Data yang berhubungan dengan INP (untuk hutan yang terfragmentasi dan edge/daerah tepi hutan). Pengumpulan data vegetasi dilakukan pada jalur pengamatan burung dan tegak lurus dengan daerah tepi hutan. Metode yang digunakan adalah garis berpetak. Data yang dikumpulkan untuk tingkat tiang dan pohon adalah jenis, jumlah individu setiap jenis dan diameter setinggi dada. Untuk tingkat semai dan pancang, data yang dikumpulkan hanya jenis dan jumlah individu. Bentuk petak tersaji pada Gambar 7.
25
d
Arah rintis
c
b
Gambar 7.
a
Inventarisasi Vegetasi Metode Jalur Berpetak (Irawan & Kusmana, 1995).
Keterangan : a. (20m x 20m) untuk tingkat pohon b. (10 m x 10m) untuk tingkat tiang c. (5m x 5 m) untuk tingkat pancang d. (2m x 2m) untuk tingkat semai Pembuatan jalur pengamatan untuk burung dan vegetasi 1. Sebelum dilakukan pembuatan jalur pengamatan, terlebih dahulu melakukan orientasi lapangan dengan peta kerja atau remnant forest. 2. Penetapan jalur dilakukan secara purposive sampling berupa jalur-jalur analisis vegetasi yang ditempatkan mulai dari tepi remnant forest sampai ke dalam hutan dengan panjang jalur 300-500 m (Laurance, 1991 dalam Primack et al. 1998) dan jarak antar jalur yang bervariasi bergantung dengan kondisi keberadaan vegetasi di lapangan.
2. Data Sekunder a. Peta dan potret udara/citra satelit Taman Hutan Raya SSH b. Data gangguan terhadap Tahura SSH c. Data penutupan vegetasi E. Orientasi Lapangan Orientasi lapangan dilakukan sebelum penelitian dimulai. Hal ini bertujuan untuk mengetahui areal penelitian, mencocokkan peta kerja dengan kondisi lapangan, menentukan lokasi dan titik-titik awal jalur pengamatan. Pada setiap titik awal jalur pengamatan yang sudah ditentukan, selanjutnya diberi tanda dan
26
kode untuk memudahkan pengamatan.
Pengenalan lapangan direncanakan
selama ± 1 min ggu. F. Analisis Data F.1. Analisis Keanekaragaman Jenis Burung (Magurran, 1988) F.1.1. Indeks Keanekaragaman Jenis Burung Untuk
menentukan
kekayaan
jenis
burung
digunakan
indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener dengan rumus : s H’ =
∑
- (pi) ln pi
i :1 Dimana H’ = indeks diversitas Shanon s = jumlah jenis pi = proporsi jumlah individu ke-i (n i/N) ln = log natural F.1.2. Indeks Kemerataan Jenis Burung Untuk menentukan proporsi kelimpahan jenis burung dan
yang ada di
masing-masing tipe penggunaan lahan digunakan indeks kemerataan (Index of Equitability or evennes) yaitu jumlah individu dari suatu jenis atau kelimpahan masing-masing jenis dalam suatu komunitas E = H’/ln S Dimana E = indeks kemerataan H’= indeks keanekaragaman Shannon S = jumlah jenis F.1.3. Analisis Penyebaran Burung Analisis penyebaran digunakan untuk melihat penyebaran secara horisontal pada masing-masing habitat pengamatan dengan menggunakan nilai frekuensi ditemukannya jenis burung dalam plot contoh. Adapun rumus yang digunakan adalah : Frekuensi Jenis (FJ)
= Jumlah plot ditemukan jenis burung Jumlah seluruh plot contoh
Frekuensi Relatif (FR)
= Frekuensi suatu jenis x 100% Frekuensi seluruh jenis
27
F.1.4. Analisis Dominansi Jenis Burung Analisis dominansi jenis burung digunakan untuk melihat bagaimana komposisi jenis burung yang dominan, sub dominan dan non dominan atau jarang dalam komunitas burung yang diamati. Analisis menggunakan parameter kerapatan relatif sesuai dengan kategori yang dikemukakan oleh Jorgensen (1974), yaitu kategori burung dominan bila kerapatan relatif > 5%, sub dominan bila kerapatan relatif antara 2% - 5% dan non dominan atau jarang bila kerapatan relatif < 2%. Rumus yang digunakan : Kerapatan jenis (KJ)
= Jumlah suatu jenis burung Luas plot contoh
Kerapatan relatif (KR)
= Kerapatan suatu jenis x 100% Kerapatan seluruh jenis
F.1.5. Indeks Kesamaan Jenis Burung Perubahan komposisi jenis burung dalam suatu komunitas berkaitan dengan kondisi habitat. Perubahan tersebut diukur dengan indeks kesamaan jenis (Similarity Index) terhadap jenis burung yang menghuni antara dua tipe habitat yang dibandingkan. Data yang digunakan adalah jumlah spesies yang hadir dan yang tidak hadir. Berikut pendekatan rumus Jaccard (1901) dalam Utari (2000) : Indeks Kesamaan Jenis Jaccard (Sj) =
a a + b +c
dimana :
a = jumlah jenis yang umum di komunitas A dan B, b = jumlah jenis yang unik di komunitas A tetapi tidak di komunitas B, dan c = jumlah jenis yang unik di komunitas B tetapi tidak di komunitas A
Untuk mengetahui kedekatan atau kekariban antar komunitas burung di berbagai tipe habitat dianalisis dengan dendrogram
F.1.6. Uji t-student Uji
t-student
digunakan
untuk
mengetahui
adanya
perbedaan
keanekaragaman jenis burung antara berbagai fragmentasi-fragmentasi yang terjadi dan pada masing-masing jenis ruang terbuka hijau pada tingkat kepercayaan 95% dan 99% dengan menggunakan hipotesa :
28
H0 H1
= tidak ada perbedaan keanekaragaman jenis burung di habitat 1 dan habitat 2 = ada perbedaan keanekaragaman jenis burung di habitat 1 dan habitat 2
Maka berdasarkan Magurran (1988) persamaan yang digunakan adalah : = Ó pi (ln pi)2 (Ó pi ln pi) 2
Var H’
+ S–1
N t- hitung
=
2N2
H1’ – H2’ (Var H1’ + Var H2’) ½
df
=
(Var H1’ + Var H2’)2
((Var H1’) 2/N1) + (VarH2’) 2/N2)) Jika t-hitung < t-tabel maka terima H0 pada tingkat kepercayaan 95% dan 99% dengan derajat bebas df. Sedang jika t-hitung > t-tabel maka terima H1 pada tingkat kepercayaan 95% dan 99% dengan derajat bebas df. Dimana : S N H’ Df VarH’
= jumlah jenis dari satu unit contoh = jumlah total individu = indeks keragaman Shannon = derajat bebas = keragaman dari indeks keragaman Shannon
F.2. Analisis Vegetasi F.2.1. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi Hasil analisa vegetasi adalah untuk mengetahui komposisi jenis dan dominansinya. Dominansi suatu jenis pohon ditunjukkan dalam besaran indeks Nilai Penting (INP).
Nilai INP tersebut merupakan penjumlahan nilai-nilai
kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), untuk tingkat semai dan pancang sedang untuk tingkat tiang dan pohon ditambah nilai dominansi relatif (DR). Perhitungan nilai-nilai tersebut : * Kerapatan
= jumlah individu suatu jenis/luas unit contoh
* Kerapatan Relatif
= (kerapatan suatu jenis/kerapatan total jenis) x 100%
* Frekuensi
= jumlah plot ditemukannya suatu jenis/total plot
* Frekuensi relatif
= (frekuensi suatu jenis/total frekuensi) x 100%
* Dominansi
= luas bidang dasar suatu jenis/luas unit contoh
* Dominansi relatif
= ( dominansi suatu jenis/dominansi seluruh jenis) x 100%
29
F.2.2. Diagram Profil Pohon Diagram profil pohon remnant forest dibuat dengan mengambil beberapa jalur yang mewakili kondisi edge dan core yang diamati.
Gambaran yang
disajikan merupakan proyeksi dari kondisi vegetasi pohon dalam suatu areal dengan lebar 20 m dan panjang 60 meter. Selanjutnya untuk pembuatan diagram profil dilakukan pengukuran terhadap luas penutupan tajuk dan koordinat pohon. F.2.3. Perbedaan komunitas tumbuhan Perbedaan antara kondisi komunitas tumbuhan yang diamati kemudian dianalisa dengan nilai indeks kesamaan komunitas Jaccard dengan persamaan sebagai berikut : 2 C IS = --------A+B Dimana : IS = indeks kesamaan (Index Similarity) Jaccard A = jumlah jenis di dalam contoh A B = jumlah jenis di dalam contoh B C = jumlah jenis yang sama dari jenis-jenis yang terdapat pada contoh yang dibandingkan.
IV. KONDISI UMUM TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM A. Letak, Luas dan Batas Secara administratif, lokasi Tahura SSH Propinsi Riau berada di Kecamatan Minas Kabupaten Siak seluas 767,81 ha (12,44%); Kecamatan Tapung Hilir Kabupaten Kampar seluas 2.323,33 ha (37,64%); dan Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru seluas 3.080,86 ha (49,92%). Lokasi kawasan taman hutan raya ini berada di jalan lintas antara Pekanbaru menuju Dumai, dimana pintu gerbangnya berada pada Km 20 yang dapat dicapai kurang lebih 15 menit dari Pekanbaru. Secara geografis, kawasan ini terletak pada koordinat 0037’ LU – 0044’ LU dan 101 020’ BT – 101028’ BT. Adapun luas kawasan sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 349/Kpts-II/1996 tanggal 5 Juli 1996 adalah sebesar 5.920 ha dan ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 348/Kpts-II/1999 tanggal 26 Mei 1999 dengan luas 6.172 ha setelah dilakukan pengukuran dan penataan batas kawasan. B. Kondisi Fisik Dasar Daerah Secara umum kawasan Tahura SSH merupakan grup dataran (plaine) dengan kondisi fisiografi berombak dan bergelombang berbukit kecil di sebelah timur sungai Takuana Buluh, datar hingga bergelombang di sebelah baratnya, dan tidak seberapa luas di kanan dan kiri sungai bagian hilir berupa grup alluvial. Ketinggian kawasan dari permukaan laut berkisar 10-25 meter dengan topografi yang bervariasi Terdapat aliran sungai kecil yang dapat dikelompokkan menjadi 3 buah sub-DAS dengan luas masing-masing Sub-DAS 1 sebesar 3.642,4 ha, Sub-DAS 2 sebesar 1.239,7 ha, dan Sub-DAS 3 sebesar 1.037,9 ha. Sungai terbesar yang mengalir di kawasan Taman Hutan Raya adalah sungai Takuana yang bermuara langsung ke Sungai Siak, sementara kedua sungai yang lain bermuara ke sungai Tapung yang merupakan anak Sungai Siak.
Pengembangan fungsi Taman
Hutan Raya juga berfungsi sebagai pengaman dan pemelihara Daerah Aliran Sungai (DAS) Takuana dan DAS Siak dalam rangka penanggulangan bencana banjir.
31 C. Iklim Iklim merupakan kondisi cuaca di suatu wilayah yang luas dan dalam waktu yang lama. Dimensi ruang dan waktu yang tercakup dalam definisi ini sangat ditentukan oleh kondisi geografis setempat sehingga iklim suatu wilayah akan bervariasi atau berbeda dengan wilayah lainnya.
Dengan demikian dalam
perencanaan pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan informasi iklim perlu dikumpulkan dan dianalisis lebih lanjut.
Berkaitan dengan studi
pengelolaan kawasan konservasi Tahura SSH informasi iklim digunakan untuk memprediksi kejadian erosi, longsor, kekeringan, dan intensitas kerusakan struktur ekosistem. Data iklim yang digunakan pada daerah studi diperoleh dari stasiun iklim yang terdekat, yaitu stasiun iklim DPPU Tk I Riau di Kandis Kecamatan Minas Kabupaten Siak dan stasiun iklim BMG Sutan Syarif Qasim Pekanbaru. Data iklim DPPU Kandis dan BMG SSQ tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata Curah Hujan (CH) dan Hari Hujan (HH) Beberapa Stasiun Iklim Terdekat di Sekitar Tahura SSH DPPU Kandis No
Bulan
BMG SSQ
CH
HH
CH
HH
1.
Januari
160
12
209
15
2.
Februari
168
10
140
13
3.
Maret
192
13
236
15
4.
April
215
13
264
17
5.
Mei
179
11
244
13
6.
Juni
122
8
140
12
7.
Juli
115
8
150
9
8.
Agustus
151
10
150
13
9.
September
171
9
170
13
10.
Oktober
210
12
258
16
11.
November
196
14
310
20
12.
Desember
214
13
225
18
2.094
131
2.496
173
Total Sumber : BMG SSQ Pekanbaru
Berdasarkan Tabel 1, maka kawasan Tahura SSH digolongkan kepada daerah iklim tropika basah dengan curah hujan rata-rata tahunan antara 2.0942.496 mm per tahun dan jumlah hari hujan antara 131-171 hari. Penggolongan yang sama juga ditunjukkan dengan metode Schmidt dan Ferquson (1951) dimana kawasan ini termasuk dalam tipe hujan sangat basah (A), yaitu tidak
32 mempunyai bulan kering (curah hujan < 60 mm) dan curah hujan basah sepanjang tahun (curah hujan > 100 mm).
Jumlah curah hujan yang tinggi
sepanjang tahun atau tidak terjadi bulan-bulan kering yang jelas, berpotensi meningkatkan daya erosi dan sedimentasi. Kondisi real di lapangan ditandai dengan keruhnya air sungai, danau, atau paya-paya beberapa saat setelah hujan turun. Tingkat kekeruhan tersebut berkorelasi positif dengan tingkat erosi yang terjadi di kawasan ini. Suhu bulanan rata-rata sekitar 26,70C, suhu maksimum dapat mencapai 34,90C. Dari segi suhu udara tidak ada masalah untuk tanaman kehutanan, perkebunan atau pertanian pada umumnya, asalkan tersedia cukup air pengairan. Kelembaban udara di kawasan konservasi Tahura SSH cukup tinggi yaitu antara 79,2 sampai 82,7%. Sehubungan dengan hal ini perlud diwaspadai terhadap ancaman hama dan penyakit, terutama jamur.
D. Kondisi Tanah D.1. Geologi dan Morfologi Kawasan Tahura SSH terletak dalam struktur Tersier dan cekungan belakang busur (Back Arc Basin) dari busur pegunungan (volcanic arc) Sumatera yang membujur mengikuti pola Sumatera dengan arah barat laut-tenggara. Cekungan ini bagian dari cekungan Sumatera Tengah yang tersusun atas batuan sedimen dan endapan permukaan (aluvial). Endapan pada cekungan ini terdiri dari lapisan yang tebal diantara sumber minyak dan batu-batuan (daerah Minas). Dengan adanya proses patahan dan pelipatan selama zaman Orogeni PlioPlistosen menimbulkan patahan yang cenderung mengarah barat laut-tenggara dan sebuah seri patahan yang terpilin Penyebaran geologi di Tahura SSH diambil berdasarkan peta geologi skala 1:250.000 lembar Pekanbaru (Suwarna et al, 1994 dalam Dinas Kehutanan 2003). Kawasan ini tersusun oleh Formasi Petani dan Formasi Minas. Formasi Petani membentuk fisiografi berombak sampai berbukit kecil dan terbentuk dari serpih yang dilapisi dengan batupasir, batudebu, dab batulumpur, sedangkan Formasi Minas membentuk fisiografi dataran datar sampai bergelombang yang terbentuk dari lumpur yang tidak terkonsolidasi sampai semi konsolidasi, pasir dan kerikil. Dataran di kawasan ini memiliki sejarah yang cukup kompleks, yaitu telah mengalami berbagai proses geomorfik di permukaannya termasuk proses erosi dan sedimentasi.
Dari hasil interpretasi data yang dilengkapi dengan
33 pengamatan lapangan dapat diketahui bahwa seluruh wilayah taman hutan sampai saat ini masih mengalami siklus erosi aktif karena adanya proses pengangkatan dan biasanya membentuk lembah-lembah sempit menyerupai huruf V.
D.2. Klasifikasi Tanah Proses pembentukan tanah di kawasan Tahura SSH berjalan lebih cepat karena didukung oleh iklim daerah studi yang basah, dimana gerakan air ke bawah yang terus menerus, suhu tinggi dan banyaknya organisme (biomass) di dalam tanah.
Berdasarkan pengamatan lapangan dan analisis laboratorium
menunjukkan bahwa jenis-jenis tanah di kawasan ini terdiri atas ordo, yaitu ultisol dan inceptisol.
Jenis tanah ultisol ditemukan di derah berlereng dimana
memungkinkan terjadinya illuviasi liat membentuk horison argilik. Terbentuknya horison argilik pada ultisol di tempat ini terjadi setelah mengalami erosi (truncated) sehingga terbentuk lereng. Jenis tanah inceptisol dapat terbentuk di lereng yang lebih curam akibat erosi yang lebih kuat. menyebar mendekati aliran sungai.
Selain itu inceptisol
Pada spot-spot tertentu tepatnya pada
punggung lereng daerah tua terdapat juga jenis tanah oxi sol yang telah melapuk lanjut E. Kondisi Hidrologi Kawasan Tahura SSH merupakan daerah tangkapan air bagi aliran Sungai Siak. Beberapa aliran sungai kecil yang mengalir didalamnya membentuk pola aliran dendritik. Sungai terbesar yang mengalir adalah Sungai Takuana yang bermuara langsung ke Sungai Siak, sementara kedua sungai lainnya bermuara ke sungai Tapung (anak Sungai Siak). Dari hasil pengamatan di lapangan dan wawancara denga penduduk setempat diketahui bahwa banjir musiman terjadi selama bulan-bulan terbasah Nopember dan Desember. Banjir sesaat ini, biasanya kurang dari dua hari pada daerah lembah-lembah perbukitan kecil atau daerah datar dekat saluran drainase. Pada umumnya masyarakat mengambil persediaan air dari air tanah dangkal (sumur) dan air hujan. Tergantung dari lokasinya, kedalaman air sumur bervariasi 2 dan 6 m. selama bulan-bulan kering, kebanyakan sumur-sumur di tempat yang tinggi mempunyai kedalaman hanya 2-4 m. Penampungan air hujan
34 dari atap juga digunakan sebagai pilihan lain sumber air minum di beberapa lokasi. F. Flora dan Fauna Ekosistem dalam Tahura SSH berupa hutan hujan tropika dataran rendah (lowland tropical rain forest) karena memiliki iklim yang sangat basah, tanah kering dan ketinggian di bawah 1000m di atas permukaan laut (dpl). Jenis-jenis pohon yang dominan di areal tahura SSH ini adalah suku Dipterocarpaceae, dimana vegetasinya termasuk zone barat yang meliputi pulau Sumatera, Pulau Kalimantan dan Semenanjung Malaya. Menurut hasil interpretasi Citra Landsat TM hasil liputan 5 Juli 2002 dan pengamatan di lapangan, penutupan vegetasi di Tahura SSH sudah tidak utuh lagi hingga taraf memprihatinkan akibat penebangan liar (illegal logging). Sedangkan persentase penutupan tajuk berkisar antara 0% hingga 70%. Pada areal hutan yang rusak berat dengan penutupan tajuk <50%, vegetasi penutup tanah didominasi oleh Imperata cylindrica (alang-alang), perdu (Melastoma malabaricum, Solanum sp), dan jenis pionir seperti Vitex pubescen, Sapium baccatum, dll. Meskipun kondisi hutan Tahura SSH secara umum sudah rusak, namun masih
ditemukan
beberapa
jenis
pohon
khas
tropis,
terutama
suku
Dipterocarpaceae, seperti Shorea spp. (meranti), Dryobalanops oblongifolia (kapur), Dipterocarpus spp. (keruing), Hopea mengarawan (merawan), dll. Kerapatan tingkat pohon sangat jarang, namun tingkat permudaan masih dapat dipelihara hingga hutan bisa kembali pada kondisi klimaks. Satu hal terpenting yang harus diperhatikan jika mengandalkan suksesi alami adalah jangan sampai terjadi lagi gangguan pada areal tersebut, misal penebangan dan kebakaran. Persediaan anakan alam untuk suksesi alami dapat disumbangkan oleh beberapa pohon induk yang masih ada. Untuk mengetahui kondisi satwa di Tahura SSH telah dilakukan penjelajahan (renaissance survey) dengan menggunakan metode perjumpaan langsung dan metode point count (pencatatan pada titik tertentu), dimana penempatan jalur pengamatan dilakukan secara puposive sampling. Pencatatan dilakukan terhadap mamalia, reptilia, dan aves (burung) pada waktu pagi dan sore hari ketika sebagian besar satwa tersebut aktif. Pengamatan terhadap jenis satwa dilakukan dengan melihat individu, jejak kaki, kotoran, sarang, suara satwa
35 atau dengan tanda-tanda yang lain, dan berdasar informasi dari penduduk sekitar. Berdasarkan hasil pencatatan satwa di kawasan Tahura SSH ditemukan 12 jenis mamalia, 4 jenis reptilia dan 40 jenis burung. Hal ini merupakan salah satu potensi penting untuk pengembangan wisata alam di daerah ini. Misal, di pagi hari sering terdengar suara ungko (morning call) bersahut-sahutan dari berbagai kelompok ungko. Disamping itu, pergerakan harian ungko juga menarik karena berbeda dari primata lainnya (beruk atau monyet ekor panjang), yakni dengan brachiasi/menggunakan tangan. Potensi satwa lain untuk wisata alam di Tahura SSH adalah jenis-jenis rangkong.
Sayangnya, habitatnya di daerah ini telah
rusak, pohon-pohon berdiameter besar dan tinggi telah hilang akibat penebangan liar.
Biasanya rangkong bersarang di lubang-lubang pohon dan
sangat menyukai buah ficus.
Rangkong juga sering makan bersama-sama
primata di dalam satu pohon.
G. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Kawasan Tahura SSH berada di tiga wilayah kabupaten dan kota, yaitu Kabupaten Kampar dan Siak, serta Kota Pekanbaru.
Berdasar hasil sensus
penduduk tahun 2000 (SP2000), penduduk di ketiga wilayah tersebut berjumlah 1.265.814 jiwa dengan laju tertinggi pada periode 1980-1990, sebesar 6,63%. Tingginya laju pertumbuhan penduduk di daerah ini lebih disebabkan oleh migrasi penduduk yang ma suk (imigrasi) ke daerah ini. Secara konstan, penduduk terbanyak sepanjang tahun berada di Kota Pekanbaru, dan diikuti Kabupaten Kampar. Kawasan Tahura SSH berada di pinggir jalan lintas timur Sumatera, antara Pekanbaru-Dumai, sehingga sangat dipengaruhi oleh keberadaan penduduk di sekitar jalan tersebut. Dua pemukiman yang mempunyai interaksi kuat adalah Kelurahan Muara Fajar, Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru dan Kelurahan Minas Jaya, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak.
Tiga pemukiman lain yang
interaksinya kurang kuat saat ini dengan Tahura SSH adalah Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar dan Desa Minas Barat, serta Rantau Bertuah, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak. Berdasar etnis penduduk di Kelurahan Minas Jaya dan Muara Fajar sebagian besar adalah etnis Minang-Pariaman yang masuk ke daerah ini pada awal tahun 1960-1980an. Kedatangan mereka di daerah ini, sebagian besar
36 dilatarbelakangi oleh faktor sosial ekonomi dan budaya. Secara sosial ekonomi, daerah Minas dan Rumbai pada waktu itu sedang mengalami perkembangan dengan dibukanya jalan minyak oleh PT. Caltex Pacific Indonesia, sementara sumber daya kayu hutan untuk bahan bangunan di daerah ini sangat besar sehingga dapat menopang kehidupan mereka.
Secara budaya, orang tua
mereka seja k dulu selalu mengajarkan untuk merantau karena keterbatasan sumber daya alam di daerah asal sehingga hidup merantau telah menjadi budaya masyarakat di daerah tersebut. Etnis lain yang tinggal di daerah ini adalah Melayu, Jawa, Batak dan Cina. Pada umumnya, keempat etnis ini lebih suka menguasai tanah/lahan dibanding sumberdaya kayu.
Bagi orang Jawa dan Batak, tanah merupakan simbol
kekayaan untuk bercocok tanam.
Sementara itu, tanah bagi orang Cina
merupakan aset yang terus akan bertambah nilainya sehingga penting bagi pengembangan bisnisnya di masa depan. Oleh karena itu, sebagian besar lahan yang ada di wilayah Kelurahan Muara Fajar dikuasai oleh orang Cina. Sayangnya sebagian besar lahan mereka tidak produktif karena tidak ditanami atau diusahakan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian A.1. Penentuan Edge Daerah tepi (edge) memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya dan daerah core hutan. Dari segi abiotik edge memiliki suhu dan kelembaban udara yang berbeda dibandingkan dengan kedua tipe habitat yang berbatasan misalnya hutan dengan kebun sawit. Di lapangan sulit untuk mengukur suhu di sepanjang jalur pengamatan karena membutuhkan banyak tenaga pengukur dan waktu pengukuran serentak di setiap titik-titik pengukuran. Suhu dan kelembaban akan berbeda seiring dengan perubahan waktu pengukuran, kondisi angin, penutupan awan dan intensitas cahaya matahari. Secara biotik edge ditandai dengan adanya vegetasi peralihan antara 2 tipe habitat misalnya pada jal ur belukar ditandai dengan dominansi pohon yang bertambah banyak ke arah core dan berkurang ke arah belukar. Begitu juga dengan belukar yang makin berkurang ke arah core dan makin banyak ke arah belukar.
Asosiasi ini di lapangan tidak mempunyai batas-batas yang jelas
namun dapat diukur posisi terluar dan terdalam vegetasi indikatornya. Dua dasar penentuan edge yang digunakan dalam meletakkan jalur pengamatan yakni : 1. Indikator vegetasi Pada jalur-jalur pengamatan yang terdapat belukar seperti jalur belukar, kebun campuran, danau, kebun masyarakat digunakan vegetasi indikator seperti mahang abu (Macaranga triloba), resam (Gleichenia sp.) dan Kibatalia borneensis yang banyak ditemukan di daerah tahap awal suksesi, daerah semak dan daerah terbuka oleh penebangan. Keberadaan vegetasivegetasi ini terkait dengan tingkat intensitas cahaya matahari yang masuk ke lokasi tempat tumbuh.
Dalam sistem silvikultur dapat dimasukkan pada
golongan pohon yang tidak butuh naungan (intoleran). 2. Persentase penutupan tajuk Sedangkan pada jalur pengamatan tepi jalan ditandai dengan berkurang dan bertambahnya persentase penutupan tajuk. Makin ke arah core persentase penutupan tajuk makin besar dan makin ke jalan penutupan tajuk makin kecil. Ditetapkan penutupan tajuk di bawah 50% merupakan daerah edge dan di
38
atas 50% daerah core.
Penutupan tajuk ini terkait dengan hubungan
vegetasi dengan penyinaran matahari dan suhu serta kelembaban udara. Makin rapat tajuk makin rendah suhu dan makin tinggi kelembaban udara.
A.2. Kondisi Jalur Pengamatan Burung Berdasarkan peta penutupan vegetasi
terlihat di sebelah barat Tman
Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (Tahura SSH) didominasi oleh jenis akasia khususnya Acacia mangium yang merupakan areal konsesi PT. Arara Abadi. Sedangkan di sebelah timur didominasi oleh semak belukar dengan vegetasi utama terdiri atas alang-alang dan semak berkayu.
Untuk mendapatkan
gambaran lebih jelas tentang penutupan vegetasi dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Berdasarkan citra satelit tahun 1999, kondisi penutupan vegetasi di tahura SSH lebih kurang 50% terdiri atas areal terbuka bekas tebangan, semak belukar dan akasia. Sedangkan 50% lagi merupakan areal berhutan dengan tingkat suksesi merupakan hutan sekunder. Kondisi lapangan menunjukkan di tahura SSH areal berhutan terdapat di sekitar pendopo dan sekitar danau. Citra satelit tahun 2002 menunjukkan terjadi pengurangan areal berhutan dan peningkatan areal terbuka, semak belukar serta invasi akasia ke dalam tahura. Pengurangan areal berhutan diperkirakan mencapai hampir 5-10% dari tahun 1999. Peningkatan areal terbuka dipicu oleh tingginya tingkat pembalakan liar dan okupasi oleh masyarakat pada areal tahura SSH untuk dijadikan kebun baik kebun sawit maupun kebun tanaman campuran. Sedangkan citra satelit tahun 2004 menunjukkan areal berhutan hanya tinggal 35-40% dengan semakin bertambah luasnya keterbukaan areal, invasi akasia, kebun sawit, kebun masyarakat dan semak belukar. Berdasarkan survei lapangan ditemukan bentuk tahura SSH (khusus yang berhutan) seperti kurva tak beraturan yang membentuk sabuk (belt) dengan lebar yang berbeda.
Bentuk ini terjadi karena adanya semak belukar dan
keterbukaan areal di sekitarnya, sehingga pada saat survei dilakukan hanya beberapa plot yang dapat diletakkan di jalur pengamatan karena sudah menemukan ciri dan tipe penggunaan lahan yang berbeda pula. Pada tahun 2004 untuk menanggulangi dan meningkatkan areal berhutan pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kehutanan melakukan Gerakan
39
Rehabilitasi Lahan (Gerhan) di lokasi Tahura SSH dengan berbagai jenis lokal. Jenis-jenis meranti, gaharu dan MPTS ditanam di lokasi tahura. Ada 8 jalur pengamatan burung di tahura SSH yang diletakkan sepanjang tipe-tipe penggunaan lahan. Rata-rata jalur mencakup 3 tipe habitat yaitu habitat dengan pola penggunaan lahan yang berbeda, daerah tepi hutan (edge) dan habitat daerah inti hutan (core). Ada beberapa jalur yang mencakup hanya 2 tipe habitat yaitu edge dan core yaitu jalur hotel rindu sempadan (HR) dan jalur tepi jalan 1 dan 2 (TJ 1 dan TJ 2). Jalur-jalur ini dianggap mewakili penggunaan lahan yang ada di tahura SSH yang selama ini telah mendapatkan tekanan dari masyarakat baik dalam bentuk kebun, pembalakan liar dan kebun campuran. Deskripsi masing-masing jalur diuraikan sebagai berikut : A.2.1. Jalur Pengamatan Burung Tepi Jalan 1 dan 2 (TJ 1 dan TJ 2) Jalur pengamatan burung tepi jalan 1 dan 2 terdapat di lokasi hutan yang berbatasan langsung dengan jalan raya Pekanbaru-Minas. Jalur TJ 1 dan TJ 2 terdapat di pinggir jalan beraspal dengan intensitas kendaraan yang tinggi dan dilalui oleh bus dan truk lintas Pekanbaru-Medan. Di kiri dan kanan jalan banyak ditempati oleh perumahan dan warung penduduk dengan tingkat keterbukaan lahan yang tinggi.
Aktifitas penduduk sangat beragam dengan intensitas
kegiatan yang cukup tinggi. Jalur TJ 1 diletakkan pada jalur yang memiliki vegetasi pohon yang cukup rapat.
Sedangkan jalur TJ 2 diletakkan pada jalur wisata/track pengunjung
tahura SSH.
Pemisahan jalur ini untuk melihat seberapa besar perbedaan
keanekaragaman dan kelimpahan burung di masing-masing jalur.
Jalur jalan
dipisahkan oleh jarak dan kondisi vegetasi yang berbeda. A.2.2. Jalur Pengamatan Semak Belukar (SB) Jalur semak belukar merupakan lokasi bekas penebangan liar oleh masyarakat dan ditinggalkan begitu saja hingga berkembang menjadi semak belukar. Berdasarkan tingkat suksesinya jalur belukar ini digolongkan sebagai belukar tua dengan tumbuhnya beberapa jenis pionir di lokasi semak belukar. Jalur belukar didominasi oleh jenis-jenis herba berkayu, jenis-jenis pohon pionir dan jenis resam. pengunjung.
Jalur semak belukar ini juga dipisahkan oleh jalur wisata
40
Jalur semak belukar banyak ditemukan di lokasi dengan tingkat keterbukaan areal yang tinggi disebabkan intensitas penyinaran matahari yang cukup banyak. Beberapa jenis vegetasi semak belukar terdapat di pinggir lokasi berpohon dengan yang masih mendapatkan penyinaran yang tinggi.
A.2.3. Jalur Belukar Akasia (BA) Jalur belukar akasia yang terdapat di tahura SSH merupakan vegetasi yang didominasi oleh akasia muda dan jenis resam serta jenis rumput. Jenis akasia (Acacia mangium) merupakan spesies introduksi dari tegakan akasia yang ada di sekitar tahura SSH.
Umur akasia berkisar antara 2-3 tahun dengan
pertumbuhan yang sangat rapat. Akasia tumbuh sangat cepat dengan penyebaran dibantu oleh angin. Penyebaran akasia semakin lama merambah lokasi blok berhutan dan berkompetisi dengan pohon-pohon asli tahura SSH.
A.2.4. Jalur Pengamatan Danau (DN) Sedangkan jalur danau didominasi oleh hamparan rumput dan tanah kosong di sekitar danau dan menuju ke hutan lebih didominasi oleh semak belukar muda. Danau ini memiliki karakteristik hidrologi yang dipengaruhi oleh volume curah hujan dan dimanfaatkan oleh peternak ikan sebagai sumber air untuk budidaya ikan arwana. Pada musim-musim tertentu di pinggir danau banyak ditemukan burungburung air dari jenis belibis. Selain itu juga banyak ditemukan burung raja udang yang mencari ikan dari tepi danau.
Danau ini banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar tahura SSH untuk mencari ikan. A.2.5. Jalur Pengamatan Kebun Campuran (KC) Jalur kebun campuran terdiri atas kebun singkong, pohon rambutan, palawija dan rumput-rumputan. Jalur ini berbatasan langsung dengan kebun dan pemukiman masyarakat yang terdapat di sekitar tahura SSH. Kebun campuran ini memiliki karakteristik tanaman semusim yang beranekaragam dan sebagian kecil ditanami dengan kelapa sawit. Intensitas kegiatan manusia di kebun campuran ini relatif tinggi dengan kegiatan-kegiatan perawatan dan penyiangan kebun.
41
A.2.6. Jalur Pengamatan Kebun Sawit (KS) Berbeda dengan vegetasi kebun campuran, pada kebun sawit umur 4 tahun lantai bawahnya relatif lebih bersih dari belukar dan terdapat pemukiman masyarakat. Kebun ini mulai menghasilkan buah sawit dan telah dipanen oleh masyarakat. Pembersihan tumbuhan bawah dan penyiangan gulma cukup intensif dilakukan oleh masyarakat pemilik kebun. Namun di beberapa tempat masih ditemukan semak belukar. Di bawah kelapa sawit telah mengalami pembersihan oleh masyarakat. A.2.7. Jalur Pengamatan Hotel Rindu Sempadan (HR) Hotel Rindu Sempadan terdapat dan berbatasan langsung dengan tahura SSH.
Hotel Rindu Sempadan memanfaatkan bentang lahan dan penutupan
vegetasi tahura SSH sebagai objek wisata pendukungnya disamping kolam ikan dan taman bermain serta penangkaran satwa. Beberapa tempat seperti kolam ikan, taman bermain dan penangkaran satwa ditanami dengan pepohonan pelindung dan sering dijadikan tempat bertengger bagi burung-burung dari tahura SSH. Vegetasi antara tahura SSH dengan Hotel Rindu Sempadan didominasi oleh rumput-rumputan dan mengalami penyiangan intensif oleh petugas hotel.
A.3. Jumlah Individu dan Komposisi Jenis Vegetasi Jalur analisa vegetasi diletakkan pada jalur pengamatan burung untuk mencari hubungan antara burung dengan vegetasi yang ada.
Burung
menggunakan vegetasi sebagai tempat bersarang, mencari makanan, tempat bertengger dan tempat berlindung dari pemangsa. Pada analisa vegetasi didapatkan lebih kurang 50 jenis pohon yang terdapat pada plot pengamatan berbentuk garis berpetak. Dari 50 jenis tersebut ada jenis-jenis yang selalu muncul dan mendominasi berbagai jalur vegetasi yaitu Endospermum malaccensis, Artocarpus elasticus dan Actinodaphne sp. Jenis-jenis tersebut ditemukan hampir merata di plot vegetasi di edge maupun di core. Sedangkan ada beberapa jenis yang ditemukan hanya di tempat-tempat terbuka seperti Kibatalia borneensis (nama jenis vegetasi pada Lampiran 32). Pada jalur vegetasi paling banyak ditemukan jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae (4 jenis) namun kelimpahannya relatif sedikit.
Sedangkan
42
famili Euphorbiaceae hanya 2 jenis tapi kelimpahan pada plot vegetasi cukup banyak diikuti oleh famili Moraceae. Pada jalur kelapa sawit ditemukan 21 jenis pohon di edge dan 18 jenis pohon di corenya. Sedangkan jalur kebun campuran terdapat 16 jenis pohon di edge dan 28 jenis di core.
Berturut-turut di jalur TJ 1 15, 20 jenis pohon
ditemukan di edge dan core. Diikuti oleh jalur hotel Rindu Sempadan sebanyak 11 jenis di edge dan 14 jenis di core. Pada jalur danau jumlah jenisnya relatif sedikit dibandingkan dengan jalur vegetasi yang lain sebanyak 9 jenis di edge dan 10 jenis di core. Pada belukar akasia kedua lokasi pengamatan edge dan core memiliki jumlah jenis yang sama banyak sebesar 15 jenis. Di jalur semak belukar terdapat 9 jenis di edge dan 11 jenis di core. A.4. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi dan Burung Analisa vegetasi yang dilakukan pada jalur-jalur pengamatan burung terbatas pada edge dan core hutan, sedangkan pada habitat lain tidak dilakukan analisa vegetasi karena vegetasi cenderung seragam.
Analisa vegetasi
dilakukan untuk melihat sejauhmana suatu jenis menguasai suatu tempat, jumlah dan dominansinya. Pengukuran indeks nilai penting pada jenis burung mencakup 2 nilai indeks yang terdiri dari frekuensi relatif (FR) dan kerapatan relatif (KR).
Nilai FR
berkaitan dengan tingkat keseringan suatu jenis burung ditemukan berdasarkan jumlah plot pengamatan. Berbeda dengan nilai FR, nilai KR berkaitan dengan kepadatan jumlah individu suatu dibandingkan dengan jenis lain berdasarkan luas tempat.
A.4.1. Jalur Pengamatan Tepi Jalan 1 (TJ 1) dan Tepi Jalan 2 (TJ 2) A.4.1.1 INP Vegetasi pada Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) Analisa vegetasi pada jalur pengamatan tepi jalan hanya dilakukan pada jalur tepi jalan 1 karena habitat ini memiliki vegetasi mulai dari tingkat pohon, tiang, pancang dan semai, sedangkan pada jalur tepi jalan 2 tidak ada vegetasi karena merupakan jalur wisata pengunjung. Peletakan jalur digunakan untuk membandingkan komposisi dan jenis burung yang ditemukan. Tingkat pohon di jalur tepi jalan, banyak didominasi dan ditemukan jenis Sloetia elongata (INP 72,25%), Endospermum malaccensis (INP 66,85%) dan Aglaea sp. (INP 32,05%). Sedangkan pada habitat core jenis-jenis yang memiliki
43
KR, FR dan DR tertinggi ada pada jenis Endospermum malaccensis (INP 101,08%), Palaquium hexandrum (INP 38,87%) dan Artocarpus elasticus (INP 36,62%). Jenis Endospermum malaccensis ditemukan sebanyak 4 individu pada habitat edge dan 9 individu pada habitat core. Keberadaan jenis Endospermum malaccensis di kedua habitat menunjukkan peningkatan jumlah individu. Indeks kesamaan komunitas di kedua habitat sebesar 40% dengan jenis yang ada di kedua habitat adalah jenis Artocarpus integra, Endospermum malaccensis, Aglaea sp., Artocarpus elasticus, Palaquium hexandrum, Ixonanthes icosandra dan Garcinea syzygifolia. Kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif tertinggi pada habitat edge ditemukan pada jenis Sloetia elongata (INP 54,39%), berturut-turut INP sebesar 48,28% dan 46,73% pada Artocarpus elasticus dan Horsfieldia grandis. Sedangkan INP tertinggi di habitat core ditemukan pada jenis Polyalthia sp. (63,94%), Ixonanthes icosandra (53,45%) dan Parkia speciosa (40,04%). Indeks kesamaan antara habitat edge dan core sebesar 19,05% dengan vegetasi yang ditemukan di kedua tipe habitat adalah jenis Ixonanthes icosandra dan Dillenia reticulata. INP tingkat pancang tertinggi di edge terdapat pada jenis Polyalthia sp. (44,29%) dan Ixonanthes icosandra (34,29%), sedangkan kelima jenis pancang yang lain masing-masing INP sebesar 24,29%. INP tingkat pancang di habitat core tertinggi ditemukan pada jenis Hopea mengarawan (108,33%), Kibatalia borneensis (41,67%) dan Dillenia reticulata (37,5%). Jenis yang sama di kedua tipe habitat adalah jenis Syzygium sp. dan Ixonanthes icosandra dengan indeks kesamaan bernilai 19,05%. Pada tingkat semai di edge, INP tertinggi terdapat pada jenis Actinodaphne sp. (48,53%), Rhodamnia cinerea (42,65%) dan Palaquium hexandrum (21,76%) serta Syzygium sp. (21,76%).
Pada habitat core jenis Actinodaphne sp
(44,70%), Geronniera subaecualis (20,74%) dan Kibatalia borneensis (20,05%) memiliki nilai INP tertinggi di habitat ini.
Sedangkan jenis vegetasi yang
ditemukan baik di habitat edge maupun di habitat core adalah jenis Actinodaphne sp. dan Palaquium hexandrum dengan IS sebesar 14,29%. Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon, tingkat tiang, tingkat pancang dan tingkat semai selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4, 5, 6 dan 7. Sedangkan peta profil tingkat pohon pada jalur pengamatan tepi jalan khusus untuk daerah tepi (edge) dapat dilihat pada Gambar 8
44
Gambar 8. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (Edge) Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) Keterangan Pohon : 1. 2. 3.
Sindur Pisang-pisang Pagar- pagar
1. 2. 3. 4. 5.
Terap Sendok-sendok Ludai Asam Kandis Pisang-pisang
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kulim Berangan Meranti Cempedak Berangan Mendarahan Kelat Meranti Kulim
A.4.1.2. INP Burung pada Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) Jalur pengamatan pada tepi jalan 1 memiliki 2 tipe habitat yang berbeda dibandingkan jalur pengamatan lain yang memiliki 3 tipe habitat yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan letak dan perbatasan antara habitat. Habitat tepi jalan merupakan tepi hutan yang berbatasan langsung dengan jalan raya Pekanbaru-Minas. Pada pengamatan edge hutan banyak ditemukan burung dengan jenis yang beragam. (16,67%),
Mulai dari Pycnonotus goiavier (20%), Orthotomus ruficeps
Pycnonotus atriceps
(10%)
dan
Copsychus
saularis (10%).
Sedangkan di core ada 3 jenis yang memiliki nilai FR yang sama 10% yakni Terpsiphone paradisi, Pycnonotus goiavier dan Orthotomus ruficeps.
45
Nilai KR terbesar di habitat edge dijumpai pada jenis Pycnonotus goiavier (26,15%) kemudian Orthotomus ruficeps (13,85%). Jenis Copsychus saularis memiliki nilai FR yang sama dengan jenis Lonchura punctulata sebesar 9,23%. Burung dengan kelimpahan terbesar di core hutan terdapat pada jenis Pycnonotus goiavier (11,84%) diikuti oleh jenis Orthotomus ruficeps (10,53%) dan Megalaima australis (9,21%). INP burung pada masing-masing tipe habitat dapat dilihat pada Tabel 2 dan selengkapnya pada Lampiran 34. Tabel 2. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) Habitat Edge
Hutan
Jenis Burung Pycnonotus goiavier Orthotomus ruficeps Copsychus saularis Pycnonotus goiavier Orthotomus ruficeps Megalaima australis
FJ
FR (%)
0,86 0,71 0,43 0,71 0,71 0,57
20 16,7 10 10 10 8
KJ (Ind/ha) 8,59 4,55 3,03 4,55 4,04 3,54
KR (%)
INP (%)
26,2 13,8 9,23 11,8 10,5 9,21
46,2 30,5 19,2 21,8 20,5 17,2
A.4.1.3. INP Burung pada Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2) Berbeda dengan jalur tepi jalan 1, tepi jalan 2 diletakkan pada jalur yang digunakan oleh pengunjung tahura SSH.
Peletakan ini dimaksudkan untuk
melihat perbedaan antara jalur pengunjung dengan jalur pada lokasi hutan dalam hal kelimpahan dan keanekaragaman jenis burung. Pada habitat edge jalan ditemukan jenis dengan FR sebesar 17,65% pada Pycnonotus goiavier dan Orthotomus ruficeps.
Dan sebesar 8,82% pada
Terpsiphone paradisi dan Pycnonotus atriceps. Di core hutan banyak dijumpai jenis-jenis Terpsiphone paradisi (15,15%) dan Orthotomus ruficeps (15,15%). Jenis Pygnonotus goiavier (28,07%), Orthotomus ruficeps (17,54%) dan jenis Pycnonotus atriceps (10,53%) memiliki KR tertinggi di habitat edge. Sedangkan KR tertinggi di core oleh jenis-jenis Orthotomus ruficeps (18,75%), Pycnonotus goiavier (14,58%), Terpsiphone paradisi (10,42%) dan Aegithina tiphia (10,42%). INP burung pada masing-masing tipe habitat dapat dilihat pada Tabel 3 dan selengkapnya pada Lampiran 35. Tabel 3. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2) Habitat Edge
Hutan
Jenis Burung Pycnonotus goiavier Orthotomus ruficeps Aegithina tiphia Orthotomus ruficeps Pycnonotus goiavier Terpsiphone paradisii
FJ
FR (%)
0,86 0,86 0,57 0,71 0,57 0,71
17,6 17,6 11,8 15,2 12,1 15,2
KJ (Ind/ha) 8,09 5,06 2,53 4,55 3,54 2,53
KR (%) 28,1 17,5 8,77 18,8 14,6 10,4
INP (%) 45,7 35,2 20,5 33,9 26,7 25,6
46
A.4.2. Jalur Pengamatan Semak Belukar (SB) A.4.2.1. INP Vegetasi pada Jalur Semak Belukar (SB) Habitat edge pada jalur pengamatan semak belukar merupakan peralihan antara hutan dengan semak dimana terdapat tumbuhan bawah di sekitar pohon dan terdapat pohon di dalam semak. Jenis Endospermum malaccensis (INP 86,04%) mendominasi habitat edge semak dengan hutan. Selanjutnya diikuti oleh jenis Artocarpus elasticus (INP 75,19%) dan Cratoxylum arborescens (INP 24,52%).
Di habitat core terdapat jenis Endospermum malaccensis (INP
68,84%) yang mendominasi, selanjutnya jenis Artocarpus elasticus (INP 47,29%) dan Kibatalia borneensis (INP 36,40%). Jenis yang ditemukan di kedua tipe habitat
adalah
jenis
Endospermum
malaccensis,
Artocarpus
elasticus,
Elaeocarpus sp. dan Syzygium sp. Indeks kesamaan antara habitat edge dan core hutan sebesar 40% dengan vegetasi yang sama berjumlah 4 jenis. INP tingkat tiang tertinggi pada habitat edge terdapat pada jenis Litsea sp. (INP 67,18%). Berikutnya terdapat pada jenis Euobia sp. (INP 67,13%) dan Elaeocarpus sp. (INP 41,54%). Dari ketiga jenis di atas hanya jenis Euobia sp . yang juga ditemukan di habitat core. Sedangkan habitat core dikuasai oleh jenis Geroniera nervosa (INP 73,09%), Endospermum malaccensis (INP 57,96%) dan Dillenia oblongata (57,96%). Tingkat kesamaan komunitas antara habitat edge dan core hutan sebesar 16,67% dengan jenis yang sama berjumlah 1 jenis. INP untuk tingkat pancang pada habitat edge tidak didominasi satupun jenis pancang. Masing-masing jenis mempunyai nilai INP yang sama sebesar 33,33%. Berbeda dengan habitat edge, pada habitat core jenis Syzygium sp. (INP 50%) mendominasi sedangkan jenis lain memiliki nilai INP yang sama yakni 25%. Nilai indeks kesamaan 2 komunitas didapatkan sebesar 15,38% dengan jenis yang sama sebanyak 1 jenis (Kibatalia borneensis). Pada habitat edge banyak ditemukan semai Actinoda phne sp. (INP 95,40%) dan Kibatalia borneensis (INP 33,55%). Namun dari ketiga jenis di atas tidak ditemukan pada habitat edge kecuali jenis Actinodaphne sp. dengan INP sebesar 20,19%. Pada habitat core yang mendominasi adalah jenis Palaquium hexandrum (INP 43,27%), Palaquium sumatranum (INP 27,88%) dan Hopea mengarawan (INP 27,88%). Indeks of Similarity kedua komunitas edge dan core sebesar 14,29%. Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon, tingkat tiang, tingkat pancang dan tingkat semai selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8, 9, 10 dan 11.
47
Sedangkan peta profil tingkat pohon pada jalur pengamatan semak belukar khusus untuk daerah tepi (edge) dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (Edge) Jalur Semak Belukar (SB) Keterangan Pohon : 1. 2. 3. 4.
Sendok-sendok Terap Medang rawa Mampat
1. 2. 3. 4.
Terap Terap Sendok-sendok Terap
A.4.2.2. INP Burung pada Jalur Semak Belukar (SB) Habitat semak belukar tua dengan kondisi vegetasi banyak ditumbuhi herba berkayu dan 1-2 individu pohon sering ditemukan jenis burung Pycnonotus goiavier (21,05%), Orthotomus ruficeps (15,79%), Pycnonotus atriceps dan Pycnonotus simplex (10,53%). Pada edge antara semak belukar dengan hutan, frekuensi relatif tertinggi terdapat pada jenis Pycnonotus goiavier (17,65%) diikuti oleh jenis Orthotomus ruficeps dan Copsychus saularis sebesar 11,76%. Di core hutan banyak terdapat jenis Pycnonotus goiavier dan Orthotomus ruficeps (15,79%) serta jenis Anthreptes singalensis dan Picus puniceus (10,53%). Sedikit terjadi perbedaan dengan core pada jalur pengamatan yang lain core pada jalur semak belukar berbentuk memanjang dengan kanan kirinya dikelilingi
48
oleh semak belukar dan jalur wisata. Diduga suara burung yang ada di sekitar core teridentifikasi pada waktu pengamatan. Jenis burung yang mendominasi habitat semak adalah Pycnonotus goiavier, Orthotomus ruficeps, dan Pycnonotus simplex dengan nilai FR sebesar 24,39%, 17,07% dan 12,20%. Pada edge semak belukar dengan hutan masih didominasi oleh jenis Pycnonotus goiavier, Orthotomus ruficeps, dan Hirundo tahitica dengan nilai KR berturut-turut 23,08%, 12,82% da 12,82%. Core hutan dengan karakteristik yang berbeda menunjukkan dominansi jenis yang berbeda pula jika dibandingkan dengan core jalur pengamatan burung lainnya. Dominansi jenis yang ada di core ditunjukkan oleh jenis Pycnonotus goiavier, Orthotomus ruficeps dan Pycnonotus simplex. INP burung pada masing-masing tipe habitat dap at dilihat pada Tabel 4 dan selengkapnya pada Lampiran 36. Tabel 4. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Semak Belukar (SB) Habitat SB
Edge
Hutan
Jenis Burung Pycnonotus goiavier Orthotomus ruficeps Pycnonotus simplex Pycnonotus goiavier Orthotomus ruficeps Copsychus saularis Pycnonotus goiavier Orthotomus ruficeps Pycnonotus simplex
FJ
FR (%)
1 0,75 0,5 0,75 0,5 0,5 0,75 0,75 0,5
21,1 15,8 10,5 17,6 11,8 11,8 15,8 15,8 10,5
KJ (Ind/ha) 3,18 2,23 1,59 2,87 1,59 1,27 4,42 4,42 2,65
KR (%) 24,4 17,1 12,2 23,1 12,8 10,3 20 20 12
INP (%) 45,4 32,9 22,7 40,7 24,6 22 35,8 35,8 22,5
A.4.3. Jalur Pengamatan Belukar Akasia (BA) A.4.3.1. INP Vegetasi pada Jalur Belukar Akasia (BA) Pada habitat edge jalur akasia terdapat jenis-jenis pohon yang juga ditemukan pada jalur pengamatan lain.
Tetapi secara umum pohon yang
mendominasi jalur akasia dari jenis Endospermum sp. (INP 62,11%), Sago (INP 30,11%) dan Litsea spp. (INP 26,47%).
Pada habitat core terdapat jenis-jenis
pohon Sago (INP 66,19%), Endospermum sp. (INP 42,22%) dan Artocarpus elasticus (INP 30,01%). Vegetasi yang sama dari jenis Sago, Endospermum sp., Artocarpus rigidus, Garcinia parvifolia, Artocarpus elasticus dan Artocarpus anisophyllus. Indeks of Similarity kedua habitat edge hutan-akasia dan core hutan sebesar 40%. Tingkat tiang dengan dbh antara 10-20 cm ditemukan dalam jumlah yang berfluktuasi pada habitat edge dan core. Di habitat edge hanya ditemukan 6 individu sedangkan di habitat core 9 individu. Tingkat tiang pada habitat edge
49
didominasi oleh jenis Litsea sp. (INP 99,01%), Euobia sp. (INP 57,99%) dan Actinodaphne sp. (INP 50,46%). Sedangkan pada habitat core ditemukan jenis Artocarpus elasticus (INP 62,75%), Geroniera nervosa (INP 41,66%) dan Candelia candel (INP 39,67%).
Nilai IS sebesar 15,38% dengan jenis yang
sama terdiri dari satu jenis yaitu Euobia sp. Nilai INP pada tingkat pancang hanya terdiri dari FR dan KR.
Tingkat
pancang pada habitat edge menunjukkan tidak adanya jenis yang dominan karena seluruh jenis yang ada memiliki nilai INP yang sama sebesar 22,22%. Sedangkan tingkat pancang di habitat core hanya memiliki satu jenis pancang yang dominan yaitu jenis Ixonanthes icosandra (INP 33,33%). Perbandingan jenis yang sama didapatkan nilai IS sebesar 15,38% dengan jenis Syzygium sp. antara habitat edge dengan habitat core. Nilai INP tertinggi pada tingkat semai di habitat edge ditemukan pada jenis Actinodaphne sp. (INP 62,50%), Kibatalia borneensis (INP 37,5%) dan Palaquium sumatranum (INP 25%). Nilai tertinggi pada habitat core terdapat pada INP jenis Palaquium hexandrum 103,57%, Kibatalia borneensis 62,29% kemudian jenis lain yang mempunyai INP sama sebesar 26,79%. Jenis-jenis Actinodaphne sp., Kibatalia borneensis dan Pometia pinnata ditemukan pada kedua habitat dengan nilai IS sebesar 46,15%. Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon, tingkat tiang, tingkat pancang dan tingkat semai selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12, 13, 14 dan 15. Sedangkan peta profil tingkat pohon pada jalur pengamatan belukar akasia khusus untuk daerah tepi (edge) dapat dilihat pada Gambar 10.
50
Gambar 10. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (Edge) Belukar Akasia (BA) Keterangan Pohon : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sago Tampunik Kandis Kandis Terap Medang sijengkeng Babi kurus Damar kelok Mahang abu
A.4.3.2. INP Burung pada Jalur Belukar Akasia (BA) Akasia yang merupakan spesies invasif dan bukan merupakan spesies lokal di tahura SSH mulai tumbuh pada beberapa bagian di tahura SSH. Burungburung yang menyukai habitat akasia dari jenis-jenis Pycnonotus goiavier, Orthotomus ruficeps, Geopelia striata dan Amaurornis phoenicurus .
Masing-
masing jenis memiliki nilai FR sama sebesar 14,29%. Akasia yang tumbuh pada lokasi pengamatan berumur 2-3 tahun sering digunakan tempat bertengger sementara oleh burung. Jalur pengamatan setelah habitat akasia adalah habitat edge yang banyak ditemukan jenis Pycnonotus goiavier, Orthotomus ruficeps, Dicrurus paradiseus, Amaurornis phoenicurus dan Ninox scutulata. Jenis burung di edge memiliki nilai FR yang sama sebesar 12,5%. Jenis Orthotomus ruficeps
51
paling sering ditemukan di core dengan FR 17,67%. Setelah itu ditemukan jenisjenis Anthreptes singalensis dan Pycnonotus goiavier yang memiliki nilai FR cukup besar (11,76%). Burung dari jenis Hirundo tahitica (40%) mendominasi lokasi pengamatan habitat akasia.
Burung ini ditemukan dalam jumlah besar pada satu titik
pengamatan sehingga nilai frekuensinya lebih kecil dibandingkan jenis lain. Setelah itu habitat akasia juga didominasi oleh Geopelia striata (24%). Burung dengan FR tertinggi pada habitat akasia hanya memiliki nilai DR sebesar 8%, dari
jenis
Orthotomus
phoenicurus.
ruficeps,
Pycnonotus
goiavier
dan
Amaurornis
Di edge kelimpahan paling besar pada jenis Amaurornis
phoenicurus (18,52%) dan Hirundo tahitica (18,52%) diikuti oleh jenis Pycnonotus goiavier dan Orthotomus ruficeps sebesar 14,81%. Core yang ada di jalur pengamatan danau didominasi oleh jenis Orthotomus ruficeps (6,66%), Pycnonotus simplex (3,99%) dan Nectarinia jugularis (3,99%). INP burung pada masing-masing tipe habitat dapat dilihat pada Tabel 5 dan selengkapnya pada Lampiran 37. Tabel 5. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Belukar Akasia (BA) Habitat BA
Edge
Hutan
Jenis Burung Hirundo tahitica Geopelia striata Amaurornis phoenicurus Amaurornis phoenicurus Pycnonotus goiavier Orthotomus ruficeps Orthotomus ruficeps Pycnonotus goiavier Anthreptes singalensis
FJ 0,25 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,75 0,5 0,5
FR (%) 7,14 14,3 14,3 12,5 12,5 12,5 17,6 11,8 11,8
KJ (Ind/ha) 9,95 5,97 1,99 2,49 1,99 1,99 4,42 1,77 1,77
KR (%) 40 24 8 18,5 14,8 14,8 6,66 2,66 2,66
INP (%) 47,1 38,3 22,3 31 27,3 27,3 24,3 14,4 14,4
A.4.4. Jalur Pengamatan Danau (DN) A.4.4.1. INP Vegetasi pada Jalur Danau (DN) INP tingkat pohon di edge jalur danau paling tinggi pada jenis Endospermum malaccensis (83,29%), Quercus spp. (64,46%) dan Litsea spp. (36,65%).
Untuk habitat core didominasi oleh jenis-jenis Endospermum
malaccensis (INP 48,78%), Syzygium sp. (INP 48,38%) dan Parashorea aptera (43,80%). Vegetasi yang sama dari jenis-jenis Syzygium sp, Endospermum malaccensis, Quercus spp., Actinodaphne procera, Payena acuminata dan Artocarpus elasticus.
Indeks kesamaan sebesar 63,16% relatif tinggi
dibandingkan jalur pengamatan lain.
52
Pada tingkat tiang di habitat edge ditemukan jenis-jenis Elateriospermum sp. (INP 49,11%), Shorea sp. (INP 48,02%) dan Syzygium sp. (INP 44,72%) mendominasi dan paling banyak terdapat di habitat ini.
Di habitat core
ditemukan jenis-jenis Calophyllum pulcherrimum (INP 74,48%), Shorea sp. (INP 63,64%) dan Parashorea aptera (INP 56,51%) dengan jumlah KR, FR dan DR tertinggi. Jenis Shorea sp. dan Artocarpus anisophyllus ditemukan pada kedua habitat edge dan core dengan nilai IS sebesar 28,57%. Tingkat pancang di habitat edge banyak dijumpai jenis Artocarpus anisophyllus (INP 45,24%) sedangkan jenis-jenis lain memiliki nilai INP yang sama 30,95%. Pada habitat edge tidak ada INP yang terbesar karena memiliki nilai yang sama sebesar 66,67% pada jenis Santiria laevigata, Artocarpus anisophyllus dan Shorea sp. Jenis Artocarpus anisophyllus ditemukan di kedua habitat dengan indeks kesamaan sebesar 22,22%. Permudaan tingkat semai di habitat edge lebih banyak didominasi oleh jenis-jenis Santiria laevigata (INP 40,95%), Calophyllum pulcherrimum (INP 40,95%) dan jenis Diospyros oblonga serta Syzygium sp. dengan INP masingmasing sebesar 27,62%. Selain di habitat edge jenis Santiria laevigata (INP 45%) juga mendominasi habitat core dan diikuti oleh jenis Baccaurea pyriformis (INP 36,67%) dan Actinodaphne sp. (INP 28,33%). Indeks kesamaan komunitas antara 2 habitat edge dan core sebesar 37,5% dengan jenis yang ada di kedua habitat seperti Syzygium sp., Santiria laevigata, dan Garcinia syzygifolia. Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon, tingkat tiang, tingkat pancang dan tingkat semai selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16, 17, 18 dan 19. Sedangkan peta profil tingkat pohon pada jalur pengamatan danau khusus untuk daerah tepi (edge) dapat dilihat pada Gambar 11.
53
Gambar 11. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (Edge) Jalur Danau (DN) Keterangan Pohon : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kelat kangkung Sendok-sendok Pening- pening merah Pening- pening putih Kelat jambu Sendok-sendok
A.4.4.2. INP Burung pada Jalur Danau (DN) Danau tepi tahura dengan karakteristik debit air yang dipengaruhi oleh curah hujan menciptakan habitat bagi burung-burung pemakan ikan dan pada musim-musim tertentu terdapat beberapa jenis burung air seperti belibis. Habitat danau menjadi habitat yang disukai oleh Streptopelia chinensis (12,5%), Orthotomus ruficeps (12,5%) dan Pycnonotus goiavier (12,5%). Habitat edge dihuni oleh jenis Pycnonotus goiavier dan Orthotomus sericeus dengan FR sebesar 12,5% dan jenis lainnya memiliki FR yang sama sebesar 6,25%. Jenisjenis burung tempat terbuka banyak ditemukan di habitat danau disebabkan adanya semak belukar, rumput-rumputan di sekitar danau dan beberapa pohon yang sering digunakan sebagai tempat bertengger jenis-jenis burung. Di edge
54
antara habitat danau dengan hutan sering ditemukan jenis burung yang menyukai tempat terbuka dan tertutup denga n frekuensi relatif sama sebesar 7,69%. Jenis-jenis yang menghuni edge danau adalah jenis-jenis Pycnonotus aurigaster, Buceros rhinoceros dan Psittacula longicauda. Kerapatan relatif tertinggi pada habitat danau ditunjukkan oleh jenis Pycnonotus plumosus, Pycnonotus goiavier sebesar 17,86% diikuti oleh jenis Lonchura leucogastra dengan KR 14,29%.
Pada habitat edge didominasi oleh
jenis Pycnonotus goiavier (15,79%), Copsychus saularis, Orthotomus sericeus dan Psittacula longicauda
dengan KR masing-masing sebesar 10,53%.
Sedangkan di edge didominasi jenis tempat terbuka dari jenis Pycnonotus goiavier dan Orthotomus sericeus sebesar 13,33%.
Hal ini diduga adanya
pengaruh bentuk habitat yang memanjang dengan kiri kanan masih merupakan habitat semak belukar. INP burung pada masing-masing tipe habitat dapat dilihat pada Tabel 6 dan selengkapnya pada Lampiran 38. Tabel 6. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Danau (DN) Habitat DN
Edge
Hutan
Jenis Burung Pycnonotus goiavier Pycnonotus plumosus Lonchura leucogastra Pycnonotus goiavier Orthotomus sericeus Psittacula longicauda Pycnonotus aurigaster Orthotomus ruficeps Buceros rhinoceros
FJ
FR (%)
0,5 0,25 0,25 0,5 0,5 0,25 0,25 0,25 0,25
12,5 6,25 6,25 12,5 12,5 6,25 7,69 7,69 7,69
KJ (Ind/ha) 1,59 1,59 1,27 0,96 0,64 0,64 1,77 1,77 0,88
KR (%) 17,9 17,9 14,3 15,8 10,5 10,5 13,3 13,3 6,67
INP (%) 30,4 24,1 20,5 28,3 23 16,8 21 21 14,4
A.4.5. Jalur Pengamatan Kebun Campuran (KC) A.4.5.1. INP Vegetasi pada Jalur Kebun Campuran Tingkat pohon di habitat edge deng an nilai penjumlahan KR, FR dan DR terbesar terdapat pada jenis Endospermum malaccensis (72,61%), Artocarpus elasticus (65,69%) dan Kibatalia borneensis (46,61%).
Jenis Endospermum
malaccensis (77,46%), Palaquium hexandrum(29,86%) dan Artocarpus elasticus (29,75%) mempunyai INP tertinggi di habitat core.
Jenis Endospermum
malaccensis yang ada di core mengalami peningkatan nilai INP dibandingkan dengan di habitat edge. Sedangkan jenis yang ada di kedua habitat adalah jenis Endospermum malaccensis, Artocarpus elasticus, Aglaea sp. dan Palaquium hexandrum dengan nilai IS sebesar 34,78%.
55
Tingkat pertumbuhan tiang pada edge dengan INP sebesar 74,74% terdapat pada jenis Geroniera nervosa yang merupakan INP paling tinggi di habitat tersebut.
Kemudian diikuti oleh jenis Endopermum malaccensis
(58,86%), Euobia sp. (56,26%) dan Litsea sp. (56,26%). Berbeda dengan habitat edge, pada habitat core INP tertinggi pada jenis Polyalthia sp. (76,13%), diikuti jenis Parkia speciosa sebesar 44,02% sedangkan jenis Geroniera nervosa sebesar 40,03%. Indeks of Similarity antara kedua habitat menunjukkan nilai 16,67% dimana jenis yang sama adalah Geroniera nervosa. Nilai ini relatif kecil dan menunjukkan vegetasi yang ada di kedua habitat relatif berbeda. Pada tingkat pancang habitat edge, jenis Syzygium sp. memiliki INP tertinggi (66,67%) sedangkan 4 jenis lain memiliki INP yang sama dengan nilai 33,33%. Di habitat core INP tertinggi pada jenis Hopea mengarawan (75,56%) dan 8 jenis pancang lain INPnya 15,56%. Vegetasi yang sama diantara kedua habitat adalah jenis Kibatalia borneensis dengan indeks kesamaan sebesar 14,29%. Hal ini memperkuat dugaan bahwa antara kedua habitat edge dan core tingkat kesamaannya relatif kecil. Vegetasi tingkat semai di habitat edge terdiri dari jenis-jenis Kibatalia borneensis (INP 61,90%), Palaquium hexandrum (INP 39,68%) dan Palaquium sumatranum (INP 25,40%).
Namun di habitat core terjadi perubahan jenis
vegetasi yang memiliki nilai INP tertinggi. Jenis dengan INP tertinggi sebesar 32,05% terdapat pada jenis Actinodaphne sp., Geronniera subaecualis (INP 26,50%) dan Artocarpus elasticus (INP 24,36%).
Jenis Actinodaphne sp.
merupakan vegetasi yang ditemukan di kedua habitat edge dan core, namun di habitat edge jenis tersebut mempunyai nilai INP terkecil sedangkan di habitat core INP-nya paling besar.
Tingkat kesamaan kedua komunitas vegetasi
sebesar 11,11% dan merupakan IS paling kecil bila dibandingkan dengan IS pada tingkat pertumbuhan lain pada jalur pengamatan kebun campuran. Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon, tingkat tiang, tingkat pancang dan tingkat semai selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 20, 21, 22 dan 23. Sedangkan peta profil tingkat pohon pada jalur pengamatan kebun campuran khusus untuk daerah tepi (edge) dapat dilihat pada Gambar 12.
56
Gambar 12.
Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (Edge) Jalur Kebun Campuran (KC)
Keterangan Pohon : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sendok-sendok Kedondong Pulai Terap Balam Sendok-sendok
A.4.5.2. INP Burung pada Jalur Kebun Campuran (KC) Pada jalur pengamatan kebun campuran masyarakat ditemukan 3 jenis burung dengan nilai FR tertinggi yaitu jenis Pycnonotus goiavier (11,76%), Orthotomus ruficeps (11,76%) dan jenis Passer montanus (11,76%). Jenis-jenis ini merupakan jenis-jenis burung yang menyukai daerah terbuka dan mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan serta tidak terlalu terganggu dengan keberadaan dan aktivitas manusia di sekitar habitatnya. Sedangkan nilai FR jenis burung di edge antara kebun campuran masyarakat dengan hutan terjadi perubahan jenis yaitu jenis Prinia familiaris (10,53%), Amaurornis phoenicurus (10,35%) dan jenis Orthotomus ruficeps (10,53%) yang masih sering ditemukan di lokasi ini. Nilai FR di core lebih banyak ditemukan pada jenis Rhinomyias umbratilis (11,11%), Gracula religiosa (11,11%) dan Psittacula longicauda
57
(11,11%). Jenis-jenis burung yang ditemukan di core cenderung pada jenis-jenis yang menyukai habitat yang lebih rapat dan dengan gangguan relatif kecil dibandingkan habitat terbuka. Jenis-jenis burung yang mempunyai nilai KR tertinggi pada lokasi pengamatan kebun campuran berdasarkan kategori Jorgensen (1974) adalah Passer montanus (58,70%), diikuti oleh Geopelia striata (8,70%) dan Pycnonotus goiavier serta Orthotomus ruficeps sebesar 5,43%.
Sedangkan sebaliknya
ditemukan pada edge dengan KR tertinggi dari jenis Orthotomus ruficeps (18,75%), Amaurornis phoenicurus (15,62%). Jenis yang terdapat pada kebun campuran masih banyak ditemukan di daerah edge seperti Pycnonotus goiavier, Geopelia striata, Melanoperdix nigra dan Pycnonotus aurigaster yang masingmasing mempunyai nilai KR sebesar 6,25%.
Jenis Geopelia striata sering
dijumpai pada habitat perkebunan baik perkebunan campuran maupun satu jenis komoditas tanaman. Untuk jenis Melanoperdix nigra lebih menyukai habitat semak belukar dan menggunakan ground sebagai tempat bersarang. INP burung pada masing-masing tipe habitat dapat dilihat pada Tabel 7 dan selengkapnya pada Lampiran 39. Tabel 7. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Kebun Campuran (KC) Habitat KC
Edge
Hutan
Jenis Burung Passer montanus Pycnonotus goiavier Orthotomus ruficeps Orthotomus ruficeps Amaurornis phoenicurus Prinia familiaris Gallus varius Gracula religiosa Psittacula longicauda
FJ 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,25 0,5 0,5
FR (%) 11,8 11,8 11,8 10,5 10,5 10,5 5,56 11,1 11,1
KJ (Ind/ha) 26,9 2,49 2,49 2,99 2,49 1,99 3,54 1,77 1,77
KR (%) 58,7 5,43 5,43 18,7 15,6 12,5 15,4 7,69 7,69
INP (%) 70,5 17,2 17,2 29,3 26,2 23 20,9 18,8 18,8
A.4.6. Jalur Pengamatan Kebun Sawit (KS) A.4.6.1. INP Vegetasi pada Jalur Kebun Sawit (KS) Perhitungan nI deks Nilai Penting (INP) yang merupakan penjumlahan dari nilai KR, FR dan DR pada edge-jalur kebun sawit dengan 3 spesies pohon INP terbesar adalah Endospermum sp. (84,02%), Quercus spp. (64,99%) dan Litsea spp. (36,83%). Total INP ketiga spesies tersebut lebih dari 60% total INP pada pengamatan.
Pada core lebih dikuasai oleh jenis-jenis Syzygium sp. (48,38%),
Parashorea aptera (43,80%) dan Actinodaphne procera (38,09 %).
Namun total
ketiga jenis vegetasi itu hanya sebesar 45% dari INP keseluruhan.
Bila
58
dibandingkan dengan edge, terlihat bahwa kerapatan, frekuensi dan dominansi relatif pada core menunjukkan penyebaran yang merata. Jenis Syzygium sp. banyak ditemukan di tempat-tempat dengan kondisi vegetasi yang relatif tertutup. Sedangkan Endospermum sp.
ditemukan pada kondisi tertutup dan terbuka
serta sering dijadikan tempat bertengger banyak jenis burung. Indeks kesamaan antara edge dengan core menunjukkan bahwa antara kedua habitat dari total seluruh jenis menunjukkan kesamaan vegetasi sebesar 60%.
Ada beberapa jenis yang ditemukan baik di kedua tempat seperti
Syzygium sp., Endospermum sp., Quercus spp., Actinodaphne procera, Palaquium spp., dan Artocarpus elasticus.
Indeks kesamaan (IS) antara 2
habitat ini relatif tinggi mengingat semakin itnggi IS semakin tinggi kesamaan vegetasi. Untuk tingkat tiang di edge, INP terbesar terdapat pada Litsea sp. (67,18%), Euobia sp. (67,13%) dan Elaeocarpus sp. (41,54%). Sedangkan di core lebih banyak ditemukan dan didominasi oleh jenis-jenis Horsfieldia grandis (93,93%), Syzygium sp. (66,67%) dan Sloetia elongata (59,40%). Vegetasi yang sama antara 2 habitat adalah jenis Sloetia elongata dengan indeks kesamaan sebesar 18,18%. Nilai IS yang didapatkan relatif kecil dan menunjukkan tingkat kesamaan yang kecil pula. Pada tingkat pancang, seluruh jenis memiliki INP yang sama sebesar 33,33%.
Di habitat edge ini ditemukan jenis Kibatalia borneensis yang
merupakan jenis yang menyukai tempat terbuka.
Pada core juga ditemukan
Kibatalia borneensis (20,95%) tapi hanya terdapat pada pinggir core dengan edge dan nilai INPnya relatif kecil dibandingkan vegetasi yang lain. INP terbesar di habitat core terdapat pada Hopea mengarawan (95,24%) dan Parashorea aptera (41,90%) dengan nilai IS sebesar 18,18% dan vegetasi yang sama dari jenis Kibatalia borneensis. Vegetasi tingkat semai di edge banyak dikuasai dan ditemukan jenis Actinodaphne sp. (INP 52,38%), Palaquium hexandrum (INP 45,24%), dan Palaquium sumatranum (INP 23,81%). Sedangkan di habitat core INP tertinggi terdapat pada jenis Actinodaphne sp. (55%), Rhodamnia cinerea (45%), dan Palaquium hexandrum (32,5%).
Indeks kesamaan antara 2 habitat sebesar
16,67% dengan vegetasi yang sama dari jenis Actinodaphne sp. Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon, tingkat tiang, tingkat pancang dan tingkat semai selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 24, 25, 26 dan 27.
59
Sedangkan peta profil tingkat pohon pada jalur pengamatan kebun sawit khusus untuk daerah tepi (edge) dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (Edge) Jalur Kebun Sawit (KS) Keterangan Pohon : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kandis Sendok-sendok Sendok-sendok Balam merah Empuyan Balam merah
A.4.6.2. INP Burung pada Jalur Kebun Sawit (KS) Burung-burung dari jenis Streptopelia chinensis (16,67%) dan Pycnonotus goiavier (11,11%) sering ditemukan di jalur pengamatan sawit baik secara langsung maupun tidak langsung (identifikasi suara).
Jenis-jenis lain yang
ditemukan di kebun sawit hampir sama frekuensi relatif (FR)-nya sekitar 5,56%. Khusus untuk plot edge ada 3 jenis burung yang memiliki nilai FR yang sama sebesar 11,76%.
Jenis burung tersebut meliputi jenis Orthotomus ruficeps,
Prinia familiaris dan Pycnonotus aurigaster. Nilai FR yang sama juga ditemukan pada core sebesar 11,76% untuk jenis-jenis Prinia familiaris, Megalaima hemachepala, Rhinomyias umbratilis, dan Psittacula longicauda. Jenis Prinia
60
familiaris banyak ditemukan di daerah edge dan core sedangkan di kebun sawit juga ditemukan dalam frekuensi yang lebih kecil dibandingkan dengan kedua tipe habitat lainnya. Tiga jenis burung yang mendominasi lokasi kebun sawit berturut-turut dari Streptopelia chinensis (44,9%), Pycnonotus goiavier (23,9%), dan Passer montanus (13,2%).
Pada edge ditemukan jenis-jenis dominan dengan INP
sebesar 33,6% untuk Prinia familiaris, 30,5% untuk Orthotomus atriceps dan Pycnonotus aurigaster (21,1%). Jenis-jenis yang dominan pada kebun sawit dan edge menjadi jarang atau tidak ada sama sekali di lokasi core, sehingga terjadi pergeseran dominansi pada jenis Prinia familiaris (27,8%), Psittacula longicauda (27,8%) dan Megalaima hemachepala (23,8%).
INP burung pada masing-
masing tipe habitat dapat dilihat pada Tabel 8 dan selengkapnya pada Lampiran 40. Tabel 8. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Kebun Sawit (KS) Habitat KS
Edge
Hutan
Jenis Burung
FJ
Streptopelia chinensis Pycnonotus goiavier Passer montanus Prinia familiaris Orthotomus ruficeps Pycnonotus aurigaster Psittacula longicauda Prinia familiaris Megalaima hemachepala
0,75 0,5 0,25 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
FR (%) 16,7 11,1 5,56 11,8 11,8 11,8 11,8 11,8 11,8
KJ (Ind/ha) 5,47 2,49 1,49 3,48 2,99 1,49 3,54 3,54 2,65
KR (%) 28,2 12,8 7,69 21,9 18,7 9,37 16 16 12
INP (%) 44,9 23,9 13,2 33,6 30,5 21,1 27,8 27,8 23,8
A.4.7. Jalur Pengamatan Hotel Rindu Sempadan (HR) A.4.7.1. INP Vegetasi pada Jalur Hotel Rindu Sempadan (HR) INP pohon tertinggi pada habitat edge jalur hotel terdapat pada jenis Artocarpus rigidus (77,77%), Waru (39,45%) dan Cratoxylum arborescens (35,90%). Pada habitat core ditemukan jenis Sago (60,15%), Endospermum sp . (46,62%) dan Artocarpus rigidus (39,05%). Adapun indeks kesamaan antara 2 habitat tersebut sebesar 40% dengan jenis yang sama yaitu Cratoxylum arborescens, Artocarpus elasticus, Artocarpus rigidus, Endospermum sp. dan Garcinia parvifolia.
Artocarpus rigidus ditemukan di 2 tipe habitat dengan
kecenderungan mengalami penurunan nilai INP dari 77% pada edge menjadi 39,05% di habitat core. Tingkat tiang pada habitat edge didominasi oleh jenis-jenis Geroniera nervosa (INP 84,51%), Polyalthia sp. (INP 43,12%) dan Dillenia oblongata (INP
61
35,96%).
Sedangkan jenis-jenis Geroniera nervosa (INP 55,83%), Parkia
spesciosa (INP 52,67%) dan Candelia candel (INP 52,67%) mendominasi pada habitat edge. Kedua tipe habitat memiliki kesamaan 26,67% dengan jenis yang sama yaitu Geroniera nervosa dan Euobia sp. Jenis-jenis Hopea mengarawan, Canarium tomentosum, Parashorea aptera dengan INP masing-masing sebesar 40% mendominasi habitat edge. Khusus untuk jenis Hopea mengarawan juga mendominasi pada habitat core dengan nilai INP 68,75% sedangkan 7 jenis yang lain memiliki INP masing-masing sebesar 18,75%.
Jenis yang terdapat di kedua habitat adalah jenis Hopea
mengarawan dengan kecenderungan mengalami peningkatan nilai INP. Nilai IS kedua habitat 13,33% menunjukkan tingkat kesamaan antara 2 habitat tersebut. Berbeda dengan tingkat pancang, tingkat semai di edge didominasi oleh jenis Kibatalia borneensis (INP 29,39%), Actinodaphne sp. (INP 27,19%) dan Artocarpus elasticus (INP 24,12%). Sedangkan habitat core didominasi dan banyak ditemukan jenis-jenis Actinodaphne sp. (INP 68,89%) dan Palaquium sumatranum (INP 24,44%).
Indeks kesamaan memberikan gambaran jumlah
jenis sama yang ada di kedua habitat. Indeks menunjukkan nilai 10,53% dengan vegetasi yang sama dari jenis-jenis Actinodaphne sp. dan Geronniera subaecualis. Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon, tingkat tiang, tingkat pancang dan tingkat semai selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28, 29, 30 dan 31. Sedangkan peta profil tingkat pohon pada jalur pengamatan hotel Rindu Sempadan khusus untuk daerah tepi (edge) dapat dilihat pada Gambar 14.
62
Gambar 14.
Peta Profil Pohon di Daerah Tepi (Edge) Jalur Hotel Rindu Sempadan
Keterangan Pohon : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tampunik Cempedak Waru Waru Tampunik Sendok-sendok Tampunik
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Rambutan Tampunik Tampunikl Kandis Rambutan Tampunik Garunggang
1. 2. 3. 4.
Sendok-sendok Medang sianik Tampunik Garunggang
A.4.7.2. INP Burung pada Jalur Hotel Rindu Sempadan (HR) Dalam penentuan jalur pengamatan, pada jalur hotel Rindu Sempadan hanya mencakup 2 tipe habitat yakni edge dan core dimana habitat hotel terdiri atas ruang terbuka. Pada edge paling sering ditemukan dan frekuensi relatif paling tinggi pada jenis Streptopelia chinensis (18,75%) diikuti oleh jenis Pycnonotus goiavier, Copsychus saularis, Prinia familiaris masing-masing sebesar 12,5%.
Sebaliknya di daerah core paling banyak ditemukan jenis
Aceros corrugatus dan Prinia familiaris dengan FR sebesar 21,43% dan jenis lain memiliki FR yang sama besar (7,14%). Dominansi suatu jenis berkaitan dengan kerapatan jenis tersebut dibandingkan dengan jenis lain dalam satu plot pengamatan. Di habitat edge
63
ditemukan jenis Pycnonotus goiavier dengan KR sebesar 23,91%. Pycnonotus goiavier ditemukan pada tiap-tiap titik contoh.
Sedangkan jenis Orthotomus
ruficeps dan Copsychus saularis nilai KR tinggi di habitat edge setelah Pycnonotus goiavier dengan nilai KR sebesar 8,70%. Nilai ini masih jauh di atas kategori Jorgensen yang menyatakan spesies yang dikatakan dominan memiliki nilai KR di atas 5%. Nilai KR yang terdapat di core didominasi oleh jenis Prinia familiaris dengan sebesar 31,82%. Nilai KR sebesar 22,73% ditemukan pada jenis Aceros corrugatus. KR sebesar 9,09% terdapat pada jenis Turnix suscitator dan Rhipidura javanica. Jenis Pycnonotus goiavier mempunyai nilai FR dan KR yang tinggi disebabkan habitat pada jalur hotel Rindu Sempadan dikelilingi oleh areal terbuka dan sarana prasarana hotel.
INP burung pada masing-masing tipe
habitat dapat dilihat pada Tabel 9 dan selengkapnya pada Lampiran 41. Tabel 9. INP Jenis Burung Tertinggi di Jalur Hotel (HR) Habitat Edge
Hutan
Jenis Burung Streptopelia chinensis Pycnonotus goiavier Copsychus saularis Prinia familiaris Aceros corrugatus Rhipidura javanica
FJ
FR (%)
0,75 0,5 0,5 0,75 0,75 0,25
18,8 12,5 12,5 21,4 21,4 7,14
KJ (Ind/ha) 7,96 9,73 3,54 6,19 4,42 1,77
KR (%) 19,6 23,9 8,7 31,8 22,7 9,09
INP (%) 38,3 36,4 21,2 53,2 44,2 16,2
64
A.5. Indeks Keanekaragaman Jenis Burung Pada jalur pengamatan kebun campuran (KC) indeks keanekaragaman (H’) tertinggi pada core sebesar 2,60, diikuti oleh habitat edge sebesar 2,53 dan terendah di habitat kebun campuran dengan H’ sebesar 1,64. Keanekaragaman di kebun sawit paling tinggi terdapat pada edge dengan nilai H’ sebesar 2,46 dan core sebesar 2,42 serta habitat kebun sawit tingkat keanekaragaman sebesar 2,40.
Di jalur pengamatan hotel Rindu Sempadan (HR), keanekaragaman
burung relatif lebih rendah dibandingkan kebun campuran dan kebun sawit. Disini didapatkan Indeks Shannon sebesar 2,16 di edge dan 2,07 di core hutan. Sedangkan di habitat semak tingkat keanekaragamannya berada pada nilai 2,34 di edge.
Di core hutan keanekaragamannya sebesar 2,28 lebih besar
dibandingkan keanekaragaman di habitat semak (2,20). Indeks Shannon paling tinggi pada jalur pengamatan danau (DN) ditemukan pada habitat edge (2,55), kemudian diikuti oleh habitat core hutan sebesar 2,52. Keanekaragaman paling rendah pada jalur tersebut terdapat pada habitat danau. Namun demikian jumlah individu paling banyak ditemukan pada habitat danau dengan jumlah 28 individu. Selanjutnya pada jalur pengamatan belukar akasia (BA) didapatkan indeks keanekaragaman dengan variasi yang besar antara ketiga habitat mulai dari yang terbesar pada habitat core (2,40), habitat edge (2,19) dan paling kecil pada habitat semak belukar (1,76). Hampir sama dengan jalur pengamatan danau pada belukar akasia jumlah individu paling banyak juga ditemu kan pada habitat akasia sementara di core paling sedikit. Tingkat keanekaragaman pada jalur tepi jalan 1 (TJ 1) berbeda antara edge dengan core. Pada habitat edge tingkat keanekaragamannya sebesar 2,31 dan di core sebesar 2,93.
Sedangkan pada jalur tepi jalan 2 (TJ 2), variasi
keanekaragamannya lebih kecil dengan tingkat keanekaragaman pada edge sebesar 2,24 dan pada core sebesar 2,55. Variasi yang lebih kecil pada edge jalan 1 diduga karena vegetasi tepi jalan dan keterbukaan tajuknya yang lebih seragam dibandingkan tepi jalan 2.
Pada tepi jalan 2 terjadi peningkatan
penutupan tajuk ke arah core hutan sehingga jenis-jenis burung ditemukan lebih beragam. Ada kecenderungan pada habitat-habitat yang lebih terbuka indeks keanekaragamannya lebih rendah namun jumlah individunya paling banyak dibandingkan dengan habitat lain dalam satu jalur. Hal ini diduga disebabkan
65
oleh sedikitnya variasi habitat yang mencakup pohon, tiang, pancang, semai dan tumbuhan bawah, sehingga hanya burung-burung yang menyukai daerah terbuka saja yang paling banyak ditemukan.
Sedangkan jenis-jenis penyuka
daerah tertutup jarang ditemukan. Dari 8 jalur pengamatan ditemukan Indeks Shannon tertinggi pada habitat edge sebanyak 4 jalur dan 4 jalurnya lagi pada habitat core. Namun variasi nilai keanekaragaman diantara keduanya tidak terlalu besar. Pada jalur tepi jalan 1dan tepi jalan 2 Indeks Shannon tertinggi terdapat pada core hutan. Hal ini berkaitan dengan semakin beragam vegetasi dan semakin berkurangnya pengaruh kebisingan jalan raya terhadap jenis-jenis burung. Perbedaan tingkat keanekaragaman dan perbandingannya dengan jalur pengamatan yang lain dapat dengan jelas dilihat pada Tabel 10 berikut ini. Tabel 10. Indeks Keanekaragaman Jenis Burung pada Masing-Masing Jalur Pengamatan No
Jalur Pengamatan
1.
Kebun Campuran
2.
Kebun Sawit
3.
Semak belukar
4.
Danau
5.
Belukar akasia
6.
Hotel
7.
Tepi jalan 1
8.
Tepi jalan 2
Tipe Habitat Kebun campuran Edge Hutan Kebun sawit Edge Hutan Semak belukar Edge Hutan Danau Edge Hutan Belukar akasia Edge Hutan Edge Hutan Edge Hutan Edge Hutan
Indeks Keanekaragaman (H’) 1,64 2,53 2,6 2,4 2,46 2,42 2,2 2,34 2,28 2,36 2,55 2,52 1,76 2,19 2,39 2,16 2,07 2,31 2,93 2,24 2,55
A.6. Indeks Kemerataan Jenis Burung Indeks kemerataan jenis burung pada jalur kebun campuran (KC) paling merata pada core (0,95), edge kebun dengan hutan (0,91) dan kebun campuran (0,62). Pada kebun campuran penyebaran jenis burung yang satu tidak merata dibandingkan dengan jenis yang lain. Ada jenis burung yang ditemukan dalam jumlah yang banyak dalam 1 plot pengamatan (Hirundo tahitica).
66
Sedangkan pada kebun sawit (KS) indeks kemerataan (E) tertinggi ditemukan pada habitat core dengan E sebesar 0,94, kemudian habitat edge dengan E sebesar 0,93 dan pada habitat kebun sawit indeks kemerataannya paling rendah sebesar 0,89. Indeks kemerataan pada kebun sawit menunjukkan tidak meratanya distribusi jenis burung pada titik contoh. Beberapa jenis burung ditemukan hanya pada satu titik contoh. Pada jalur pengamatan hotel Rindu Sempadan (HR) perbedaan indeks kemerataan sangat kecil mencakup angka ketiga di belakang koma. kemerataan pada edge bernilai 0,90 dan pada core hutan 0,90.
Indeks
Perbedaan
kemerataan hampir tidak ada di 2 habitat tersebut. Indeks kemerataan pada 2 habitat tersebut dapat dikategorikan tinggi dan relatif merata jenis burungnya. Habitat edge semak belukar (SB) dengan hutan (E 0,91) memiliki indeks kemerataan yang lebih tinggi dibandingkan habitat semak (E 0,89) dan lebih rendah jika dibandingkan dengan core hutan (0,92). Penyebaran jenis burung lebih merata di titik-titik pengamatan dan jenis-jenis burung yang ditemukan terdistribusi merata di tiap pengamatan pada habitat edge dan core. Distribusi yang merata juga ditemukan pada jalur pengamatan danau (DN). Ketiga habitat memiliki indeks kemerataan yang tinggi (>0,9).
Pada habitat
danau didapatkan indeks kemerataan sebesar 0,92 dan 0,97 di habitat edge danau dengan hutan serta 0,98 di core hutan. Penyebaran jenis burung di jalur pengamatan belukar akasia (BA) paling merata pada habitat core hutan (0,93) jika dibandingkan dengan habitat edge akasia dengan hutan (0,91) dan habitat akasia (0,76).
Pada habitat akasia
beberapa jenis burung terkonsentrasi pada titik pengamatan tertentu yakni dari jenis Hirundo tahitica dan Geopelia striata. Pada jalur tepi jalan 1 (TJ 1) indeks kemerataan jenis pada core (0,92) lebih tinggi bila dibandingkan dengan edge hutan dengan jalan (0,90) dimana jumlah jenis juga lebih tinggi pada core hutan dibandingkan dengan edge. Hampir sama dengan tepi jalan 1, di tepi jalan 2 (TJ 2) indeks kemerataan jenis pada habitat core hutan (0,90) lebih tinggi dibandingkan habitat edge (0,85). Ada kecenderungan bahwa semakin terbuka suatu tempat dengan berbagai jenis burung yang ada di tempat tersebut semakin rendah indeks kemerataannya. Dari 6 jalur pengamatan yang memiliki habitat terbuka hanya satu jalur yang memiliki indeks kemerataan lebih dari 0,9 selainnya di bawah 0,9. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11.
67
Tabel 11. Indeks Kemerataan Pengamatan No
Jalur Pengamatan
1.
Kebun Campuran
2.
Kebun Sawit
3.
Semak belukar
4.
Danau
5.
Belukar akasia
6.
Hotel
7.
Tepi jalan 1
8.
Tepi jalan 2
Jenis
Burung
pada
Tipe Habitat Kebun campuran Edge Hutan Kebun sawit Edge Hutan Semak belukar Edge Hutan Danau Edge Hutan Belukar akasia Edge Hutan Edge Hutan Edge Hutan Edge Hutan
Masing-Masing
Jalur
Indeks Kemerataan (E) 0,62 0,91 0,96 0,89 0,93 0,94 0,89 0,91 0,92 0,92 0,97 0,96 0,76 0,91 0,93 0,9 0,9 0,9 0,92 0,85 0,9
A.7. Uji Kesamaan 2 Komunitas Burung Kesamaan 2 komunitas burung diuji dengan menggunakan t-student. Uji ini untuk melihat apakah 2 komunitas berbeda atau tidak.
Pengujian dilakukan
hanya pada satu jalur untuk memberikan verifikasi bahwa satu habitat yang berdekatan sama atau tidak dengan habitat lain dalam satu jalur pengamatan. Habitat dalam satu jalur pengamatan yang memiliki tingkat kesamaan yang tinggi, sedang dan rendah ditampilkan pada matriks dan dendrogram. A.7.1. Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) Pada perbandingan komunitas burung di jalur pengamatan tepi jalan 1 antara edge dengan core menunjukkan perbedaan yang signifikan.
T-hitung
edge dengan core sebesar 4,68 lebih besar dibandingkan dengan t-tabel (t-tabel á=0,01
2,41, t-tabel
á=0,05
1,68). Perbedaan ini relatif cukup besar dibandingkan
dengan jalur pengamatan lain yang tidak ada perbedaan sama sekali. Hal ini memperkuat dugaan bahwa ada pengaruh yang besar dari keberadaan jalan raya.
Tingkat kebisingan dan tingkat adaptasi berpengaruh terhadap jenis
burung yang dijumpai pada habitat edge.
68
Hasil kesamaan jenis burung antar habitat dalam jalur pengamatan tepi jalan 1 dapat dilihat pada Tabel 12.
Berdasarkan matriks tersebut maka
diperoleh bentuk dendrogram pengelompokan habitat seperti pada Gambar 15. Tabel 12. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur Pengamatan Tepi Jalan 1(TJ 1) Habitat
Edge
Hutan
Edge
1
0,32
Hutan
1
Tingkat kesamaan jenis burung tertinggi yang terlihat pada dendrogram adalah habitat hutan dengan edge sebesar 32%. Dari hasil dendrogram tersebut didapatkan dua kelompok komunitas burung yaitu edge membentuk satu komunitas dan komunitas kedua dibentuk oleh hutan.
0,6
Indeks Kesamaan Jenis 0,4 0,2
0,0
Tipe Habitat Edge Hutan
Gambar 15. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur Pengamatan Tepi Jalan 1 (TJ 1) A.7.2. Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2) Pada jalur tepi jalan 2 perbedaan hanya terjadi pada t-tabel 95% sedangkan pada t-tabel 99% tidak terdapat perbedaan antara kedua habitat. Thitung yang memb andingkan komunitas burung pada habitat edge dengan core adalah 1,84 (t-tabel
á=0,01
2,41, t-tabel
á=0,05
1,68).
Perbandingan ini hanya
signifikan pada selang kepercayaan 95% dan tidak signifikan pada selang kepercayaan 99%. Hal ini memperkuat dugaan bah wa kurangnya penutupan tajuk dan keterbukaan vegetasi menyebabkan komunitas burung di kedua habitat relatif sama pada selang kepercayaan 99%. Hasil kesamaan jenis burung antar habitat dalam jalur pengamatan hotel dapat dilihat pada Tabel 13.
Berdasarkan matriks tersebut maka diperoleh
bentuk dendrogram pengelompokan habitat seperti pada Gambar 16.
69
Tabel 13. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur Pengamatan Tepi Jalan (TJ 2) Habitat
Edge
Hutan
Edge
1
0,29
Hutan
1
Tingkat kesamaan jenis burung tertinggi yang terlihat pada dendrogram adalah habitat hutan dengan edge sebesar 29%. Dari hasil dendrogram tersebut didapatkan dua kelompok komunitas burung yaitu edge membentuk satu komunitas dan komunitas kedua dibentuk oleh hutan.
0,6
Indeks Kesamaan Jenis 0,4 0,2
0,0
Tipe Habitat Edge Hutan
Gambar 16. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur Pengamatan Tepi Jalan 2 (TJ 2) A.7.3. Jalur Semak Belukar (SB) Berdasarkan perhitungan nilai t-hitung antara habitat semak dengan edge didapatkan nilai t-hitung sebesar 1,09 (t-tabel á=0,01 2,41, t-tabel á=0,05 1,68) dimana tidak terdapat perbedaan antara habitat semak dan edge.
Sedangkan
perbandingan nilai t-hitung antara habitat semak dengan core hutan 0,95 (t-tabel 2,42, t-tabel á=0,051,68) menunjukkan tidak adanya perbedaan diantara
á=0,01
keduanya. Habitat edge dan core hutan menunjukkan tidak adanya perbedaan antara keduanya (t-hitung 0,95 dan t-tabel
á=0,01
2,42; t-tabel
á=0,05
1,68).
Hasil kesamaan jenis burung antar habitat dalam jalur pengamatan semak belukar dapat dilihat pada Tabel 14.
Berdasarkan matriks tersebut maka
diperoleh bentuk dendrogram pengelompokan habitat seperti pada Gambar 17.
70
Tabel 14. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur Pengamatan Semak Belukar (SB) Habitat
Semak belukar
Edge
Hutan
Semak Belukar
1
0,32
0,20
1
0,14
Edge Hutan
1
Tingkat kesamaan jenis burung tertinggi yang terlihat pada dendrogram adalah habitat hutan dengan edge sebesar 32%. Dari hasil dendrogram tersebut didapatkan dua kelompok komunitas burung yaitu semak belukar dan edge membentuk satu komunitas dan komunitas kedua dibentuk oleh hutan.
0,6
Indeks Kesamaan Jenis 0,4 0,2
0,0
Tipe Habitat Semak belukar Edge Hutan
Gambar 17. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur Pengamatan Semak Belukar (SB) A.7.4. Jalur Belukar Akasia (BA) Hasil perbandingan yang berbeda didapatkan pada perhitungan nilai thitung antara akasia dan core dengan nilai sebesar 3,01 (t-tabel á=0,05
á=0,01
2,39, t-tabel
1,67). Perbandingan kedua habitat memberikan kesimpulan bahwa terdapat
komunitas burung yang berbeda antara kedua. Namun sebaliknya perhitungan nilai t-hitung untuk habitat akasia dengan edge (t-hitung 0,92 < t-tabel á=0,01 2,41, t-tabel
á=0,05
1,68) dan habitat edge dengan core (t-hitung 0,44 < t-tabel
2,41, t-tabel
á=0,01
1,68) menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan.
á=0,05
Perbedaan antara habitat akasia dengan core diduga disebabkan oleh adanya jarak yang cukup jauh dan adanya habitat edge diantara keduanya. Hasil kesamaan jenis burung antar habitat dalam jalur pengamatan belukar akasia dapat dilihat pada Tabel 15.
Berdasarkan matriks tersebut maka
diperoleh bentuk dendrogram pengelompokan habitat seperti pada Gambar 18.
71
Tabel 15. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur Pengamatan Belukar Akasia (BA) Habitat
Belukar Akasia
Edge
Hutan
Belukar Akasia
1
0,62
0,1
1
0,09
Edge Hutan
1
Tingkat kesamaan jenis burung tertinggi yang terlihat pada dendrogram adalah habitat hutan dengan edge sebesar 62 %.
Dari hasil dendrogram
tersebut didapatkan dua kelompok komunitas burung yaitu belukar akasia dan edge membentuk satu komunitas dan komunitas kedua dibentuk oleh hutan.
0,8
Indeks Kesamaan Jenis 0,5 0,1
0,0
Tipe Habitat Belukar Akasia Edge Hutan
Gambar 18. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur Pengamatan Belukar Akasia (BA) A.7.5. Jalur Danau (DN) Perbandingan komunitas pada ketiga kombinasi antara habitat danau-edge, habitat danau-core dan habitat edge-core tidak menunjukkan perbedaa n dimana T-hitung lebih kecil dibandingkan t-tabel. Berturut-turut t-hitung habitat danauedge, habitat danau-edge dan habitat edge-core adalah 0,86 (t-tabel t-tabel á=0,01
á=0,05
1,68), 0,12 (t-tabel
2,45, t-tabel
á=0,05
á=0,01
2,45, t-tabel
á=0,05
á=0,01
2,41,
1,31) dan 0,69 (t-tabel
1,31).
Hasil kesamaan jenis burung antar habitat dalam jalur pengamatan danau dapat dilihat pada Tabel 16.
Berdasarkan matriks tersebut maka diperoleh
bentuk dendrogram pengelompokan habitat seperti pada Gambar 19.
72
Tabel 16. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur Pengamatan Danau (DN) Habitat
Danau
Edge
Hutan
Danau
1
0,23
0,13
1
0,23
Edge Hutan
1
Tingkat kesamaan jenis burung tertinggi yang terlihat pada dendrogram adalah habitat hutan dengan edge sebesar 23 %.
Dari hasil dendrogram
tersebut didapatkan dua kelompok komunitas burung yaitu danau dan edge membentuk satu komunitas dan komunitas kedua dibentuk oleh hutan.
0,6
Indeks Kesamaan Jenis 0,4 0,2
0,0
Tipe Habitat Danau Edge Hutan
Gambar 19. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur Pengamatan Danau (DN) A.7.6. Jalur Kebun Campuran (KC) Pengujian pada jalur kebun campuran antara habitat kebun dengan edge menunjukkan perbedaan yang signifikan antara 2 komunitas tersebut. T-hitung menunjukkan nilai 4,24 lebih besar dibandingkan t-tabel dengan selang kepercayaan 95% dan 99% sebesar 1,68 dan 2,41 (df sebesar 44). Sedangkan antara habitat kebun dengan core juga menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan t-hitung bernilai 4,78 (t table
á=0,05
1,68 dan t tabel
á=0,01
2,41 dengan df
sebesar 46). Namun perbandingan antara edge dan core tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan karena t-hitung (0,32) lebih kecil dibandingkan dengan t-tabel
á=0,05
1,68 dan t-tabel
á=0,01
2,41 dengan df sebesar 46. Tidak
adanya perbedaan antara habitat edge dengan core diduga karena hampir sebagian besar jenis burung di core juga masuk dalam pengamatan di edge.
73
Hasil kesamaan jenis burung antar habitat dalam jalur pengamatan kebun campuran dapat dilihat pa da Tabel 17.
Berdasarkan matriks tersebut maka
diperoleh bentuk dendrogram pengelompokan habitat seperti pada Gambar 20. Tabel 17. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur Pengamatan Kebun Campuran (KC) Habitat
Kebun campuran
Edge
Hu tan
Kebun campuran
1
0,4
0,12
1
0,24
Edge Hutan
1
Tingkat kesamaan jenis burung tertinggi yang terlihat pada dendrogram adalah habitat kebun campuran dengan edge sebesar 40 %.
Dari hasil
dendrogram tersebut didapatkan dua kelompok komunitas burung yaitu kebun campuran dan edge membentuk satu komunitas dan komunitas kedua dibentuk oleh hutan.
0,6
Indeks Kesamaan Jenis 0,4 0,2
0,0
Tipe Habitat Kebun Campuran Edge Hutan
Gambar 20. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur Pengamatan Kebun Campuran (KC) A.7.7. Jalur Kebun Sawit (KS) Pada perbandingan antar habitat pada jalur pengamatan kebun sawit menunjukkan tidak adanya perbedaan antara ketiga komunitas baik antara kebun sawit dengan edge, kebun sawit dengan core dan edge dengan core. Nilai t-hitung yang didapatkan pada ketiga perbandingan lebih kecil dibandingkan dengan t-tabel. Hal ini disebabkan hampir meratanya jenis-jenis burung yang ditemukan pada ketiga habitat. T-hitung pada ketiga perbandingan antara kebun sawit-edge (0,31 dan t-tabel dan t-tabel 2,41, t-tabel
á=0,01 á=0,05
á=0,01
2,41, t-tabel 1,68).
2,41, t-tabel
á=0,05
á=0,05
1,68), kebun sawit-core (0,11
1,68) dan edge-core (0,19 dan t-tabel
á=0,01
74
Hasil kesamaan jenis burung antar habitat dalam jalur pengamatan kebun sawit dapat dilihat pada Tabel 18. Berdasarkan matriks tersebut maka diperoleh bentuk dendrogram pengelompokan habitat seperti pada Gambar 21. Tabel 18. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur Pengamatan Kebun Sawit (KS) Habitat
Kebun sawit
Edge
Hutan
Kebun sawit
1
0,38
0,12
1
0,08
Edge Hutan
1
Tingkat kesamaan jenis burung tertinggi yang terlihat pada dendrogram adalah habitat kebun campuran dengan edge sebesar 38 %.
Dari hasil
dendrogram tersebut didapatkan dua kelompok komunitas burung yaitu kebun sawit dan edge membentuk satu komunitas dan komunitas kedua dibentuk oleh hutan.
0,6
Indeks Kesamaan Jenis 0,4 0,2
0,0
Tipe Habitat Kebun Sawit Edge Hutan
Gambar 21. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur Pengamatan Kebun Sawit (KS) A.7.8. Jalur Hotel Rindu Sempadan (HR) Perbandingan komunitas antara edge dan core pada jalur pengamatan hotel Rindu Sempadan menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan di antara kedua habitat. t-hitung pada perbandingan kedua habitat adalah 0,46 (ttabel
á=0,01
2,44, t-tabel
1,69) lebih kecil dibandingkan t-tabel. Ada 3 jenis
á=0,05
burung yang ditemukan di kedua habitat yaitu jenis Pycnonotus goiavier, Orthotomus ruficeps dan Prinia familiaris. Hasil kesamaan jenis burung antar habitat dalam jalur pengamatan hotel dapat dilihat pada Tabel 19.
Berdasarkan matriks tersebut maka diperoleh
bentuk dendrogram pengelompokan habitat seperti pada Gambar 22.
75
Tabel 19. Matriks Indeks Kesamaan Jenis Burung antar Habitat pada Jalur Pengamatan Hotel Rindu Sempadan (HR) Habitat
Edge
Hutan
Edge
1
0,17
Hutan
1
Tingkat kesamaan jenis burung tertinggi yang terlihat pada dendrogram adalah habitat hutan dengan edge sebesar 17 %.
Dari hasil dendrogram
tersebut didapatkan dua kelompok komunitas burung yaitu edge membentuk satu komunitas dan komunitas kedua dibentuk oleh hutan.
0,6
Indeks Kesamaan Jenis 0,4 0,2
0,0
Tipe Habitat Edge Hutan
Gambar 22. Dendrogram Tingkat Kesamaan Jenis Burung antar Habitat Jalur Pengamatan Hotel (HR)
76 B. Pembahasan B.1. Penentuan Edge berdasarkan Tingkat Kesamaan dan T-hitung B.1.1. Tingkat Kesamaan Vegetasi di Edge dan Core Berdasarkan hasil perhitungan indeks kesamaan antara habitat edge dengan core hutan dapat dibuat beberapa ketegori kesamaan komunitas. Semakin tinggi indeks kesamaan semakin tinggi pula kesamaan vegetasi dari 2 tempat yang dibandingkan.
Indeks kesamaan secara umum memiliki 5 kategori kesamaan
komunitas yakni (1) komunitas yang dibandingkan tidak sama (IS 0%), (2) komunitas
yang
dibandingkan
rendah
tingkat
kesamaan
komunitasnya
(0%
Tingkat kesamaan
komunitas tersebar pada kategori sedang. Kategori sedang terdapat pada edge kebun sawit dengan hutan (IS 60%), edge kebun campuran dengan hutan (IS 34,78%), edge jalan dengan hutan (IS 40%), edge hotel dengan hutan (IS 40%), edge danau dengan hutan (IS 63,16%), edge akasia dengan hutan (IS 40%) dan edge semak belukar dengan hutan (40%). Perbandingan tingkat tiang antara habitat edge dengan core menunjukkan kategori rendah pada edge kebun sawit dengan hutan (IS 18,18%), edge kebun campuran dengan hutan (IS 16,67%), edge jalan dengan hutan (19,05%), edge hotel dengan hutan (IS 26,67%), edge danau dengan hutan (IS 28,57%), edge akasia dengan hutan (IS 15,38%) dan edge semak belukar dengan hutan (IS 16,67%). Komunitas vegetasi tingkat pancang antara habitat edge dengan hutan menunjukkan kesamaan yang rendah. Kesamaan yang rendah ditemukan pada edge kebun sawit dengan hutan (IS 18,18%), edge kebun campuran dengan hutan (IS 14,29%), edge jalan dengan hutan (IS 19,05%), edge hotel dengan hutan (IS 13,33%), edge danau dengan hutan (IS 22,22%), edge akasia dengan hutan (IS 15,38%) dan edge semak belukar dengan hutan (IS 15,38%).
77 Tingkat kesamaan vegetasi semai antara habitat edge dengan core menunjukkan kesamaan yang relatif rendah pada edge kebun sawit dengan hutan (IS 16,67%), edge kebun campuran dengan hutan (IS 11,11%), edge jalan dengan hutan (IS 14,29%), edge hotel dengan hutan (IS 10,53%) dan edge semak belukar dengan hutan (IS 14,29%).
Sedangkan pada edge danau dengan hutan (IS
37,50%) dan edge akasia dengan hutan (IS 46,15%) menunjukkan tingkat kesamaan sedang. Berdasarkan tingkat kesamaan vegetasi antara edge dengan core didapatkan kesimpulan bahwa tidak ada satupun tingkat kesamaan komunitas yang tinggi atau 100% sama.
Kesamaan vegetasi berada pada kategori sedang dan rendah.
Secara umum kategori sedang mencakup 3-4 jenis vegetasi yang sama sedangkan kategori rendah mencakup 1-2 jenis vegetasi yang sama.
Hal ini memperkuat
dugaan bahwa secara penyebaran dan komposisi jenis terdapat perbedaan antara edge-core hutan dengan variasi indeks kesamaan antara rendah sampai dengan sedang. B.1.2. T-hitung Komunitas Burung di Edge dan Core Perhitungan dengan menggunakan t-student (Magurran, 1988) diperlukan untuk melihat sejauh mana suatu komunitas jenis memiliki perbedaan atau persamaan dengan komunitas lain.
Komunitas jenis burung yang dibandingkan
antara komunitas burung di edge dengan core hutan.
Parameter yang
dibandingkan adalah indeks keanekaragaman Shannon (H’), jumlah jenis dan jumlah individu pada masing-masing habitat edge dan core di setiap jalur pengamatan. Berdasarkan perhitungan nilai t-student didapatkan bahwa edge kebun campuran dengan core hutan (t-hitung (0,32) < t-tabel selang kepercayaan 95% (1,68); t-hitung (0,32) < t-tabel selang kepercayaan 99% (2,41)) tidak terdapat perbedaan.
Begitu juga dengan edge kebun sawit dengan core hutan tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan (t-hitung (0,19) < t-tabel selang kepercayaan 95% (1,68); t-hitung (0,32) < t-tabel selang kepercayaan 99% (2,42)) dan edge hotel dengan core hutan (t-hitung (0,46) < t-tabel selang kepercayaan 95% (1,68); t-hitung (0,46) < t-tabel selang kepercayaan 99% (2,42)). Edge semak dengan core hutan juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (t-hitung (0,95) < t-tabel selang kepercayaan 95% (1,68); t-hitung (0,95) < t-tabel selang kepercayaan 99% (2,42)).
Kondisi yang sama juga terdapat pada edge danau
78 dengan core (t-hitung (0,12) < t-tabel selang kepercayaan 95% (1,70); t-hitung (0,32) < t-tabel selang kepercayaan 99% 2,45) dan edge akasia dengan core hutan (t-hitung (0,44) < t-tabel selang kepercayaan 95% (1,69); t-hitung (0,44) < t-tabel selang kepercayaan 99% (2,44)) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan komunitas burung antara edge dengan core pada jalur pengamatan kebun sawit, kebun campuran, hotel, danau, akasia dan semak belukar. Lebih lengkap disajikan pada Lampiran 33. Berbeda dengan jalur-jalur pengamatan yang lain pada jalur pengamatan edge jalan 1 terdapat perbedaan yang signifikan dengan selang kepercayaan 95% dan 99% (t-hitung (4,68) > t-tabel selang kepercayaan 95% (1,68); t-hitung (4,68) < ttabel selang kepercayaan 99% (2,41)). Sedangkan pada edge jalan 2 terdapat perbedaan yang signifikan pada selang kepercayaan 95% dan pada selang kepercayaan 99% tidak terdapat perbedaan yang signifikan (t-hitung (1,84) > t-tabel selang kepercayaan 95% (1,68); t-hitung (1,84) < t-tabel selang kepercayaan 99% (2,41)). Berdasarkan hasil perhitungan t-student terdapat dugaan bahwa untuk edge yang terdapat pada jalur pengamatan yang letaknya jauh dari pemukiman dan jalan memiliki tingkat kesamaan dengan core hutan. Letak jalur berpengaruh terhadap komposisi keanekaragaman jenis burung di 2 habitat yang saling berdekatan, sedangkan edge hutan yang berdekatan dengan jalan serta pemukiman menciptakan komposisi jenis yang berbeda dengan daerah core hutan. Perbedaan yang terjadi juga disebabkan oleh tinggi rendahnya variasi habitat yang terdapat di sekeliling lokasi pengamatan dan intensitas gangguan manusia. Namun secara garis besar penentuan edge pada jalur pengamatan telah mewakili komposisi jenis burung yang ada disana. Hal ini sesuai dengan konsep daerah peralihan dimana spesies yang ada di edge merupakan gabungan dari spesies yang ada di habitat hutan dan habitat penggunaan lahan lainnya. Sedikit menjadi sulit bahwa jenis burung merupakan jenis yang aktif bergerak sehingga jenis yang menyukai daerah terbuka kadang ditemukan di daerah core hutan sebelah edge atau kadangkala spesies yang menyukai daerah tertutup hinggap di pohon daerah terbuka. Penentuan edge dengan menggunakan spesies burung sedikit sulit mengingat bahwa jenis burung dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, apalagi sebagian besar burung berkaitan dengan sumber makanan dan untuk jenis-jenis nektarivora
berkaitan
dengan
musim
berbunga
dan
berbuah
pepohonan.
79 Sedangkan untuk jenis insektivora berkaitan dengan populasi serangga.
Bila
karakteristik edge terkait dengan perubahan suhu secara abiotik dan perubahan vegetasi secara biotik berpengaruh tidak langsung terhadap kelimpahan burung. Fenomena ini hanya bisa dijawab dengan pengamatan bertahun-tahun untuk menentukan jenis burung apa saja yang selalu menghuni daerah edge dan ditemukan dalam kelimpahan yang besar di edge pada setiap musim dan setiap tahun. Sehingga jika berpedoman dari literatur yang menyebutkan bahwa suatu jenis menyukai daerah terbuka atau tertutup seberapa besar terbuka atau tertutupnya dan karakteristik daerah tersebut bagaimana belum dapat menjawab penghuni daerah tepi (edge). B.2. Pengaruh Penutupan Vegetasi terhadap Jumlah dan Komposisi Jenis Burung B.2.1. Jumlah Jenis Burung di Lokasi Penelitian Dari hasil pengamatan ditemukan jumlah burung sebanyak 824 individu yang terdiri atas 64 jenis dan 26 famili dari 8 jalur pengamatan. Burung-burung yang teridentifikasi didominasi oleh ordo Passeriformes sebanyak 13 famili. Burung yang paling banyak ditemukan dari famili Pycnonotidae (cucakcucakan) sejumlah 6 jenis dan famili Nectariniidae, Ploceidae, Silviidae masingmasing sebanyak 4 jenis. Keempat famili ini yang paling banyak ditemukan dan menyebar merata di tiap-tiap plot pengamatan. Sedangkan famili burung yang lain berkisar 1-3 jenis yang ditemukan di lokasi penelitian. Pada Tabel 20 disajikan jumlah ordo, famili dan jumlah jenis burung yang ditemukan di lokasi penelitian. Tabel 20. Ordo, Famili dan Jumlah Jenis Burung pada Lokasi Penelitian No 1. 2. 3.
Ordo Falconiformes Galliformes Gruiformes
4. 5. 6. 7. 8. 9.
Columbiformes Psittaformes Cuculiformes Strigiformes Caprimulgiformes Coraciiformes
10. 11.
Piciformes Passeriformes
Famili Accipitridae Phasianidae Turnicidae Rallidae Columbidae Psittacidae Cuculidae Strigidae Caprimulgidae Alcedinidae Bucerotidae Capitonidae Picidae Hirundinidae Chloropseidae Pycnonotidae Dicruridae
Jumlah Jenis 2 2 1 1 3 3 4 2 2 2 3 2 3 1 2 6 2
80 Tabel 20. Lanjutan No 11.
Ordo Passeriformes
Total 11 ordo
Famili Oriolidae Corvidae Turdidae Silviidae Muscicapidae Motacillidae Sturnidae Nectariniidae Ploceidae 26 famili
Jumlah Jenis 1 2 2 4 3 1 2 4 4 64 jenis
Sedangkan nama lokal, ilmiah dan suku serta jenis diet burung secara lengkap disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Nama Lokal, Nama Ilmiah, Suku dan Jenis Diet Burung NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
NAMA LOKAL Elang hitam Elang ular bido Puyuh hitam Ayam hutan hijau Gemak loreng Kareo padi Perkutut jawa Punai kecil Tekukur biasa Betet ekor panjang Serindit melayu Nuri tanau Bubut alang-alang Bubut besar Kadalan birah Kadalan saweh Beluk ketupa Punggok coklat Cabak maling Taktarau besar Cekakak belukar Raja udang meninting Rangkong badak Julang emas Julang jambul hitam Takur ungkut-ungkut Takur tenggeret Pelatuk kuduk-kuning Pelatuk sayap-merah Pelatuk raffles Layang-layang batu Cipoh kacat
NAMA ILMIAH Ictinaetus malayensis Spilornis cheela Melanoperdix nigra Gallus varius Turnix suscitator Amaurornis phoenicurus Geopelia striata Treron olax Streptopelia chinensis Psittacula longicauda Loriculus galgulus Psittinus cyanurus Centropus bengalensis Centropus sinensis Phaenichophaeus curvirostris Phaenichophaeus sumatranus Ketupa ketupu Ninox scutulata Caprimu lgus macrurus Eurostopodus macrotis Halcyon smyrnensis Alcedo meninting Buceros rhinoceros Aceros undulatus Aceros corrugatus Megalaima haemacephala Megalaima australis Picus flavinucha Picus puniceus Dinopium rafflesii Hirundo tahitica Aegithina tiphia
SUKU Accipitridae Accipitridae Phasianidae Phasianidae Turnicidae Rallidae Columbidae Columbidae Columbidae Psittacidae Psittacidae Psittacidae Cuculidae Cuculidae Cuculidae Cuculidae Strigidae Strigidae Caprimulgidae Caprimulgidae Alcedinidae Alcedinidae Bucerotidae Bucerotidae Bucerotidae Capitonidae Capitonidae Picidae Picidae Picidae Hirundinidae Chloropseidae
DIET Car Car Grs, Ins Grs, Ins Grs Grs Frg Frg Frg Frg Frg Frg Ins Ins Ins, Car Ins Car Car Ins Ins Pi Pi Frg Frg Frg Frg Frg Ins Ins Ins Ins Ins
81 Tabel 21. Lanjutan NO
NAMA LOKAL
33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64
Cipoh jantung Merbah cerukcuk Merbah corok-corok Cucak kuricang Cucak kutilang Cucak rumbai-tungging Merbah belukar Srigunting batu Srigunting keladi Kacembang gadung Gagak hutan Gagak kampung Kucica kampung Berkecet biru-tua Cinenen kelabu Cinenen belukar Perenjak jawa Cinenen merah Seriwang asia Sikatan-rimba dada-kelabu Kipasan belang Apung tanah Tiong emas Kerak ungu Burung-madu sriganti Burung-madu belukar Burung-madu polos Burung-madu kelapa Burung-gereja erasia Bondol haji Bondol peking Bondol perut-putih
NAMA ILMIAH Aegithina viridissima Pycnonotus goiavier Pycnonotus simplex Pycnonotus atriceps Pycnonotus aurigaster Pycnonotus eutilotus Pycnonotus plumosus Dicrurus paradiseus Dicrurus aeneus Irena puella Corvus enca Corvus macrorhyncos Copsychus saularis Cinclidium diana Orthotomus ruficeps Orthotomus atrogularis Prinia familiaris Orthotomus sericeus Terpsiphone paradisi Rhinomyias umbratilis Rhipidura javanica Anthus novaeseelandiae Gracula religiosa Acridotheres tristis Nectarinia jugularis Anthreptes singalensis Anthreptes simplex Anthreptes malacensis Passer montanus Lonchura maja Lonchura punctulata Lonchura leucogastra
SUKU Chloropseidae Pycnonotidae Pycnonotidae Pycnonotidae Pycnonotidae Pycnonotidae Pycnonotidae Dicruridae Dicruridae Oriolidae Corvidae Corvidae Turdidae Turdidae Silviidae Silviidae Silviidae Silviidae Muscicapidae Muscicapidae Muscicapidae Motacillidae Sturnidae Sturnidae Nectariniidae Nectariniidae Nectariniidae Nectariniidae Ploceidae Ploceidae Ploceidae Ploceidae
DIET Ins Frg, Ins Frg, Ins Frg, Ins Frg, Ins Frg, Ins Frg, Ins Ins Ins Frg Car Car Ins Ins Ins Ins Ins Ins Ins Ins Ins Grs Frg Frg Nec Nec Nec Nec Grs Grs Grs Grs
Keterangan : Ins : insektivora, jenis pemakan serangga Grs : granivora, jenis pemakan biji-bijian (biji rerumputan dsb) Nec : nektarivora, jenis pemakan nektar atau madu Frg : frugivora, jenis pemakan buah-buahan Car : carnivora, jenis pemakan daging P : piscivora, jenis pemakan ikan
Di antara non Passeriformes, jenis paling banyak ditemukan dari famili Cuculidae sebanyak 4 jenis dan yang lain di bawah 3 jenis. Ordo Passeriformes lebih banyak ditemukan di lokasi penelitian khususnya daerah terbuka dan edge. Khusus untuk famili Pycnonotidae paling banyak ditemukan dengan identifikasi suara maupun langsung (Lampiran 3). Sedangkan dari ordo lain hanya ditemukan
82 di core atau daerah terbuka saja, misalnya Coraciiformes (famili Bucerotidae) banyak dijumpai di daerah core hutan. Dari masing-masing jalur pengamatan, jumlah individu terbanyak ditemukan pada jalur kebun campuran (KC) sebanyak 160 individu dengan komposisi jenis burung sebanyak 14 jenis di kebun campuran, 16 jenis di edge-nya dan 15 jenis di core hutan. Berturut-turut jumlah individu di kebun campuran, edge dan hutan adalah 92, 32 dan 26 individu.
Sedangkan jumlah individu burung paling kecil
ditemukan pada jalur danau (DN) dengan jumlah sebanyak 62 individu dengan rincian: 28 individu dari 13 jenis ditemukan di habitat danau, 19 individu dari 14 jenis di edge dan 15 individu dari 13 jenis ditemukan pula di hutan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 22 berikut : Tabel 22. Jumlah Jenis dan Jumlah Individu di Jalur Pengamatan Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) Tepi Jalan 2 (TJ 2) Semak Belukar (SB)
Belukar Akasia (BA)
Danau (DN)
Kebun Campuran (KC)
Kebun Sawit (KS) Hotel Rindu (HR)
Tipe Habitat
Jumlah Jenis
Jumlah Individu
13 24 14 17 12 13 12 10 11 13 13 14 13 14 16 15 15 14 13 11 10
65 76 57 48 41 39 25 50 27 24 28 19 15 92 32 26 39 30 25 46 20
Edge Hutan Edge Hutan Semak Belukar Edge Hutan Belukar Akasia Edge Hutan Danau Edge Hutan Kebun Campuran Edge Hutan Kebun Sawit Edge Hutan Edge Hutan
Dari 8 jalur pengamatan pada Tabel terlihat bahwa 4 jalur pengamatan yakni edge semak belukar, edge danau, edge kebun campuran dan edge hotel memiliki jumlah jenis tertinggi dibandingkan dengan habitat lainnya dalam 1 jalur pengamatan. Pada jalur pengamatan tepi jalan 1 dan 2 serta belukar akasia jumlah jenis tertinggi terdapat pada habitat hutan sedangkan pada jalur kebun sawit jumlah jenis tertinggi terdapat pada habitat kebun sawit.
Hal ini berkaitan dengan
kemampuan habitat yang dapat menyediakan sumber pakan, pelindung atau ruang bagi burung (Welty,1982).
83 Menurut James (1971) dalam Welty (1982) bahwa penutupan tajuk, ketinggian tajuk dan keanekaragaman jenis pohon menentukan keanekaragaman jenis burung di suatu tempat. Stratifikasi dan daerah peralihan antara 2 habitat yang berbatasan dalam hal ini edge memungkingkan burung menempati berbagai strata yang bervariasi di daerah tepi tersebut (Gaol, 1998). Welty (1982) mengemukakan bahwa terdapat suatu rangkaian iklim mikro yang berbeda, yang tersusun dalam suatu stratifikasi mendatar hutan hujan tropik, dari tajuk atas hutan sehingga permukaan tanah (ground), tajuk hijau dari pohon hutan yang tinggi, merupakan habitat mikro yang menerima sebagian besar sinar matahari dan hujan badai. Lapisan tersebut merupakan lokasi beradanya sebagian besar bunga, buah dan satwa. Jumlah individu terbanyak terdapat pada 4 jalur yang merupakan tipe habitat bukaan yaitu semak belukar, belukar akasia, kebun campuran dan kebun sawit. Sedangkan pada daerah tepi (edge) sebanyak 2 jalur yaitu tepi jalan 2 dan hotel. Pada tipe habitat hutan dengan jumlah individu terbanyak dalam 1 jalur terdapat pada tepi jalan 1. B.2.2. Komposisi Jenis Burung Berdasarkan Makanan Secara umum jalur-jalur pengamatan di tahura SSH didominasi oleh jenis-jenis burung pemakan serangga (insectivora) sebanyak 12 famili, pemakan buah (frugivora) sebanyak 6 famili, pemakan nektar (nectarivora) sebanyak 1 famili, pemakan daging (carnivora) sebanyak 2 famili dan pemakan jenis di luar kelompok besar sebanyak 4 famili (Tabel 23). Tabel 23. Komposisi Famili Burung berdasarkan Jenis Makanan No
Jenis Pemakan
Famili
1.
Insectivora
Alcedinidae, Caprimulgidae, Chloropseidae, Cuculidae Dicruridae, Hirundinidae, Motacillidae, Muscicapidae Oriolidae, Picidae, Silviidae, Turdidae, Capitonidae
2.
Frugivora
Bucerotidae, Columbidae, Ploceidae, Psittacidae Pycnonotidae, Sturnidae
3.
Nectarivora
Nectariniidae
4.
Carnivora
Accipitridae, Strigidae, Corvidae
5.
Lain-lain (OBG)
Phasianidae, Corvidae, Rallidae, Turnicidae, Alcedinidae
84 Burung-burung pemakan serangga terdiri dari burung yang hanya pemakan serangga tanpa memakan jenis makanan lain dan burung yang utamanya makan serangga. Burung-burung dari famili ini yang mendominasi plot-plot pengamatan pada tahura SSH. Burung-burung dari famili dan jumlah jenis frugivora berada di bawah nectarivora. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Farb (1985) dalam Utari (2000) bahwa akibat perbedaan gerakan udara, sinar matahari, suhu, kelembaban, tersedianya pangan, tempat bernaung dan cara bergerak, tiap lapisan hutan hujan memiliki penghuni serangga yang beragam. Sehingga serangga adalah salah satu pakan burung terutama jenis insectivores, juga menyebabkan beragamnya jenis burung yang menghuni tiap lapisan hutan. Menurut Numelin (1989) dalam Gaol (1998) bahwa kepadatan serangga (Arthropoda) berhubungan erat dengan dengan tingkat penutupan hutan.
Pada
hutan yang memiliki penutupan tajuk dan tumbuhan bawah yang rapat, memungkinkan hidupnya beragam jenis serangga dan tersedianya sumber pakan burung. B.3. Pengaruh Ketersediaan Makanan terhadap Jumlah Jenis Burung B.3.1. Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) Hampir diseluruh grafik menunjukkan penurunan jumlah jenis untuk tipe makanan nektarivora, frugivora dan insektivora antara hutan dengan edge. Namun untuk tipe makanan carnivore mengalami peningkatan jumlah jenis jiika dibandingkan antara hutan dengan edge. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 23.
2
Nektarivora
Insektivora 16 14
12 1
Jml Jenis
Jml Jenis
14
1
11
10 8 6 4 2
0
0 Edge
Hutan Habitat
(a)
0 Hutan
Edge Habitat
(b)
85
Frugivora
Carnivora dan Lainnya
12
3 11
10 Jml Jenis
Jml Jenis
8 6 4
4
2
1
2
1
2 0
0 Hutan
Edge
Hutan
Edge
Habitat
Habitat
(c)
(d)
Gambar 23. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) (a) Nektarivora (b) Insektivora (c) Frugivora (d) Carnivora dan Lainnya B.3.2. Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2) Grafik tipe makanan frugivora dan nektarivora menunjukkan penurunan jumlah jenis dibandingkan antara hutan dengan edge.
Namun untuk tipe makanan
insektivora dan carnivora mengalami peningkatan jumlah jenis jika dibandingkan dengan habitat hutan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 24 yang menggambarkan hubungan habitat dengan kelimpahan jenis berdasarkan tipe pakan
2
Nektarivora
Insektivora 14
13
1
Jml Jenis
Jml Jenis
12
1
10 8
9
6 4 2
0
0 Edge
Hutan Habitat
(a)
0 Hutan
Habitat
(b)
Edge
86
Frugivora 9 8
Carnivora dan Lainnya 3
8
6 5 4
Jml Jenis
Jml Jenis
7
4
3 2
2
2
1
1 0
1
0 Hutan
Edge
Hutan
Habitat
Edge Habitat
(c)
(d)
Gambar 24. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2) (a) Nektarivora (b) Insektivora (c) Frugivora (d) Carnivora dan Lainnya B.3.3. Jalur Semak Belukar (SB) Hampir diseluruh grafik menunjukkan penurunan jumlah jenis pada tipe makanan nektarivora, insektivora dan carnivora. Sedangkan untuk tipe makanan frugivora mengalami peningkatan dibandingkan dengan habitat hutan. Pada Gambar 25 disajikan secara terperinci perubahan jumlah jenis burung.
Nektarivora
Insektivora 4
3 2 1
Jml Jenis
Jml Jenis
4
1
4
4
3 2
2
1 0 Hutan
0 Edge Habitat
(a)
0 SB
0 Hutan
Edge Habitat
(b)
SB
87
Frugivora 5
Carnivora dan Lainnya
5
5 4
3 2
4 Jml Jenis
Jml Jenis
4
2
1
4
4
3 2
2
1
0
0 Hutan
Edge Habitat
SB
Hutan
(c)
Edge Habitat
SB
(d)
Gambar 25. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Semak Belukar (SB) (a) Nektarivora (b) Insektivora (c) Frugivora (d) Carnivora dan Lainnya B.3.4. Jalur Belukar Akasia (BA) Grafik tipe nektarivora dan frugivora menunjukkan penurunan jumlah jenis antara hutan dengan edge.
Sedangkan untuk tipe insektivora dan carnivora
mengalami peningkatan jumlah jenis dibandingkan dengan habitat hutan. Insektivora mengalami peningkatan pada belukar akasia berbeda dengan carnivora. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 26.
2
Nektarivora
Insektivora
2
Jml Jenis
Jml Jenis
3
1
0 Hutan
0 Edge Habitat
(a)
0 BA
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
9 8 6
Hutan
Edge Habitat
(b)
BA
88
Frugivora
Carnivora dan Lainnya
5 4
5
4
3
3
2
2
Jml Jenis
Jml Jenis
4
5
1
3
3
2
2
1
0
0 Hutan
Edge Habitat
BA
Hutan
(c)
Edge Habitat
BA
(d)
Gambar 26. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Belukar Akasia (BA) (a) Nektarivora (b) Insektivora (c) Frugivora (d) Carnivora dan Lainnya B.3.5. Jalur Danau (DN) Grafik tipe makanan nektarivora menunjukkan penurunan jumlah jenis sedangkan frugivora dan insektivora mengalami peningkatan jumlah jenis bila dibandingkan dengan hutan. Tipe carnivora jumlah jenisnya tetap dari hutan ke edge. Hubungan tipe pakan dengan habitat jalur pengamatan danau lebih jelas digambarkan pada Gambar 27.
1
Nektarivora
Insektivora
Jml Jenis
Jml Jenis
2
1
0 Hutan
0 Edge Habitat
(a)
0 DN
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
9
9
7
Hutan
Edge Habitat
(b)
DN
89
Frugivora 7
Carnivora dan Lainnya
7
7
5
6 5
4 3
3
Jml Jenis
Jml Jenis
6
5 4 3
2
2
1
1
0
5
2
2
0 Hutan
Edge Habitat
DN
Hutan
(c)
Edge Habitat
DN
(d)
Gambar 27. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Danau (DN) (a) Nektarivora (b) Insektivora (c) Frugivora (d) Carnivora dan Lainnya B.3.6. Jalur Kebun Campuran (KC) Gambar 24 menunjukkan pada habitat edge jenis insektivora memiliki jumlah jenis tertinggi dibandingkan habitat kebun campuran dan hutan. Sedangkan jenis frugivora dan nektarivora mengalami penurunan jumlah jenis. Pada jenis carnivora dan lainnya terjadi peningkatan dari habitat hutan. (Gambar 28)
2
Nektarivora
Insektivora 12 11
1
Jml Jenis
Jml Jenis
10
1
8
10 8
6 4
0 Hutan
0 Edge Habitat
(a)
0 KC
2 0 Hutan
Edge Habitat
(b)
KC
90
Frugivora
Carnivora dan Lainnya
8 7
5
Jml Jenis
6
5
6
5 4
4
3
Jml Jenis
7
6
4 3
4 3
2
2 1
1 0
0 Hutan
Edge Habitat
KC
Hutan
(c)
Edge Habitat
KC
(d)
Gambar 28. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Kebun Campuran (KC) (a) Nektarivora (b) Insektivora (c) Frugivora (d) Carnivora dan Lainnya B.3.7. Jalur Kebun Sawit (KS) Gambar 29 menunjukkan terdapat peningkatan jumlah jenis dibandingkan hutan dari tipe makanan nektarivora, insektivora dan carnivora. Sedangkan tipe makanan frugivora tidak mengalami penurunan atau peningkatan (jumlah tetap).
2
Nektarivora
Insektivora 12
1
0
1
0 Hutan
1
Jml Jenis
Jml Jenis
11 10
10
8 6
6
4 2
Edge Habitat
(a)
KS
0 Hutan
Edge Habitat
(b)
KS
91
Frugivora
Carnivora dan Lainnya
6 5
5
6
5
4
4
3
Jml Jenis
Jml Jenis
5
6
4 3
2
2
1
1
0
3 2
0 Hutan
Edge Habitat
KS
Hutan
Edge Habitat
(c)
KS
(d)
Gambar 29. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Kebun Sawit (KS) (a) Nektarivora (b) Insektivora (c) Frugivora (d) Carnivora dan Lainnya B.3.8. Jalur Hotel Rindu Sempadan (HR) Gambar 30 menunjukkan terdapat penurunan jumlah jenis pada tipe makanan nektarivora dan frugivora dibandingkan hutan.
Tipe makanan insektivora tetap
jumlah jenisnya sedangkan carnivora mengalami peningkatan dibandingkan dengan habitat hutan.
2
Nektarivora
Insektivora 7
1
Jml Jenis
Jml Jenis
6 1
6
6
5 4 3 2
0
0 Edge
Hutan Habitat
1 0 Hutan
Edge Habitat
(a)
(b)
92 Frugivora 4
4 3
3 Jml Jenis
3 Jml Jenis
Carnivora dan Lainnya
4
2 1
2 1
0
3
1
0 Hutan
Edge Habitat
Hutan
(c)
Edge Habitat
(d)
Gambar 30. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Jalur Hotel (HR) (a) Nektarivora (b) Insektivora (c) Frugivora (d) Carnivora dan Lainnya Dari 8 jalur pengamatan ditemukan perbedaan antara hutan dengan edge berdasarkan jumlah jenis burung berdasarkan makanan yaitu : 1. Jenis-jenis burung nektarivora mengalami penurunan dari hutan ke arah daerah tepi pada 7 jalur pengamatan (tepi jalan 1, tepi jalan 2, danau, semak belukar, belukar akasia, kebun campuran dan hotel) dan mengalami kenaikan pada jalur kebun sawit. 2. Jenis-jenis burung insektivora mengalami kenaikan jumlah jenis antara hutan dengan edge pada jalur tepi jalan 2, belukar akasia, danau, kebun campuran dan kebun kelapa sawit, sedangkan pada jalur hotel jumlahnya tetap. Jenis ini mengalami penurunan pada jalur tepi jalan 1 dan semak belukar. 3. Jenis-jenis burung frugivora mengalami penurunan jumlah jenis antara hutan dengan edge pada jalur tepi jalan 1, tepi jalan 2, belukar akasia, kebun campuran, kebun sawit dan hotel. Sedangkan pada jalur danau dan semak belukar mengalami peningkatan jumlah jenis antara hutan dan edge. 4. Jenis-jenis carnivora dan lainnya mengalami kenaikan jumlah jenis dari hutan ke edge pada jalur tepi jalan 1, tepi jalan 2, belukar akasia, kebun campuran, kebun sawit dan hotel. Sedangkan pada jalur semak belukar mengalami penurunan dan pada jalur danau tidak mengalami penurunan ataupun kenaikan.
93 B.3.9. Gabungan Jalur Pengamatan Jumlah jenis burung berdasarkan makanan memiliki perbedaan di masingmasing habitat yang dibagi menjadi habitat core, habitat edge, habitat kebun (kebun campuran dan kebun sawit) dan habitat bukaan (semak belukar, danau, belukar akasia).
Sedangkan jenis burung berdasarkan makanannya dibagi menjadi
pemakan serangga (insektivora), pemakan buah/biji (frugivora), pemakan nektar (nektarivora) dan lain-lain (karnivora, obg). Kemudian juga akan ditentukan kaitan antara habitat dan jumlah jenis yang terdapat di habitat tersebut serta jumlah jenis burung yang dilindungi di tiap-tiap habitat (data jenis yang dilindungi terdapat pada Lampiran 3). Untuk lebih jelas dapat dilihat dari Gambar 31 berikut ini Jenis yang Dilindungi
Seluruh Jenis 12
60
10
50 41
40
Jml Jenis
Jml Jenis
50
30 20
21
19
10
8 6 5 4 2
10
2
0
0 HT
HE HK Habitat
0 HT
HB
HE HK Habitat
HB
(a) (b) Gambar 31. Perbandingan jumlah jenis tiap habitat (a) Seluruh Jenis (b) Jenis yang Dilindungi Keterangan : HT (hutan), HE (habitat edge), HK (habitat kebun/kebun campuran dan kelapa sawit), HB (habitat bukaan/semak belukar dan belukar akasia).
Sedangkan perbandingan jumlah jenis berdasarkan makanan terdapat pada Gambar 32 berikut : Insektivora
Nektarivora 25
5
23 20
4 Jml Jenis
Jml Jenis
4 3 2
2
19
15 10
9
9
5
1 0
0 HT
HE HK Habitat
(a)
0 HB
0 HT
HE HK Habitat
(b)
HB
94
Frugivora 16
15
14
13
10
9
8
7
6
8
7 Jml Jenis
12 Jml Jenis
Carnivora dan Lainnya 9 8
7
6 5 4 3 2
4 2
3 2
1 0
0 HT
HE HK Habitat
HB
HT
(c)
HE HK Habitat
HB
(d)
Gambar 32. Jumlah Jenis Berdasarkan Makanan di Tiap Tipe Habitat (a) Nektarivora (b) Insektivora (c) Frugivora (d) Carnivora dan Lainnya Keterangan : HT (hutan), HE (habitat edge), HK (habitat kebun/kebun campuran dan kelapa sawit), HB (habitat bukaan/semak belukar dan belukar akasia).
Hampir
diseluruh
grafik
menunjukkan
penurunan
jumlah
jenis
baik
berdasarkan jumlah yang dilindungi dan tidak maupun berdasarkan makanan. Namun daerah edge dengan keanekaragaman yang cukup tinggi dapat dijadikan habitat alternatif bagi konservasi keanekaragaman jenis burung. Berdasarkan Gambar 31 dan Gambar 32 terjadi penurunan jumlah jenis burung dari jumlah total, jumlah yang dilindungi dan jumlah jenis berdasarkan makanan dari habitat berhutan, habitat daerah tepi dan habitat bukaan serta diikuti habitat kebun. B.4. Respon Jenis Burung di Tiap Jalur Pengamatan Penentuan tipe burung yang mendiami habitat penggunaan lahan, habitat edge dan core menggunakan kriteria respon spesies terhadap edge (Sisk & Margules, 1995). Tipe burung ini dilihat dengan menggunakan kelimpahan jenis burung tersebut di suatu habitat. Burung-burung yang ditentukan tipe responnya terhadap edge terbatas pada 1 jenis burung di tiap habitat dengan kerapatan jenis tertinggi pada masing-masing jalur pengamatan.
Pengambilan ini dianggap
mewakili tipe jenis dengan asumsi bahwa jenis dengan kerapatan tinggi di satu habitat dan di habitat lain juga tinggi termasuk dalam habitat generalist, sedangkan kerapatan tinggi di satu habitat dan rendah di habitat lain berarti habitat specialist.
95 B.4.1. Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) Kelimpahan jenis Orthotomus ruficeps pada habitat edge sebesar 4,55 ind/ha dan di habitat core sebesar 4,04 ind/ha. Jenis ini termasuk jenis habitat specialist edge exploiter.
Sedangkan jenis Megalaima australis memiliki kelimpahan jenis
sebesar 3,54 ind/ha pada habitat core dan tidak ditemukan pada habitat lain, sehingga jenis ini dimasukkan pada jenis habitat specialist.
Jenis Pycnonotus
goiavier termasuk dalam habitat specialist edge exploiter sedangkan Terpsiphone paradisi termasuk dalam habitat spesialist edge avoider.
Keempat jenis
digambarkan dalam bentuk grafik respon pada Gambar 33 berikut ini. Orthotomus ruficeps 4.04 4 3
(b)
2 1 0 0 TJ 1
Edge
Kelimpahan Jenis
Kelimpahan Jenis
(a)
Megalaima australis
4.55
5
5 4
3.54
3 2 1 0
Core
TJ 1
6
4.55
(d)
3 0 0 TJ 1
Edge
Core
Terpsiphone paradisi
8.59
Core
Tipe Habitat
Kelimpahan Jenis
Kelimpahan Jenis
Pycnonotus goiavier
(c)
Edge
Tipe Habitat
Tipe Habitat
9
0
0
6 5 4 2.53
3 2 1
1.01 0
0 TJ 1
Edge
Core
Tipe Habitat
Gambar 33. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Tepi Jalan 1 (TJ 1) (a) Orthotomus ruficeps (b) Megalaima australis (c) Pycnonotus goaivier (d) Terpsiphone paradisi B.4.2. Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2) Jenis Aegithina tiphia ditemukan di habitat edge dengan kelimpahan jenis 2,53 ind/ha dan 2,53 ind/ha di habitat core sedangkan di habitat lain tidak ditemukan, sehingga jenis ini termasuk dalam kategori jenis habitat specialist. Kelimpahan jenis Terpsiphone paradisi di habitat core sebesar 2,53 ind/ha dan 1,52 ind/ha di habitat edge menjadikan jenis ini termasuk dalam jenis dengan respon habitat specialist edge avoider. Sedangkan Orthotomus ruficeps dan Pycnonotus goiavier termasuk dalam habitat specialist edge exploiter. Jenis-jenis burung tersebut digambarkan dengan jelas pada Gambar 34 berikut ini.
96
Aegithina tiphia
Terpsiphone paradisi 9
6
2.53
3
2.53
(b)
0
Kelimpahan Jenis
(a)
Kelimpahan Jenis
9
0
6
2.53
3 1.52 0 0
TJ 2
Edge
Core
TJ 2
Tipe Habitat
Orthotomus ruficeps
Pycnonotus goiavier 9
5.06 4.55
(d)
3
0 0
Kelimpahan Jenis
Kelimpahan Jenis
(c)
Core
Tipe Habitat
9
6
Edge
8.09
6 3.54 3
0 0
TJ 2
Edge
Core
Tipe Habitat
TJ 2
Edge
Core
Tipe Habitat
Gambar 34. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Tepi Jalan 2 (TJ 2) (a) Aegithina tiphia (b) Terpsiphone paradisi (c) Anthus navaeseelandiae (d) Irena puella B.4.3. Jalur Semak Belukar (SB) Pada habitat semak belukar, kelimpahan jenis tertinggi terdapat pada jenis Pycnonotus goiavier dengan nilai KJ 3,18 ind/ha. Jenis ini juga terdapat di habitat edge dengan kelimpahan jenis 2,87 ind/ha dan core dengan KJ 4,42 ind/ha. Jenis ini termasuk spesies habitat generalist edge avoider. Sedangkan di habitat edge kelimpahan jenis cukup tinggi pada jenis Hirundo tahitica dengan KJ sebesar 1,59 ind/ha dan di habitat semak sebesar 0,32 ind/ha serta tidak ditemukan pada habitat core. Jenis Hirundo tahitica dapat dimasukkan pada jenis habitat specialist edge exploiter. Di habitat core jenis dengan kelimpahan cukup tinggi pada Pycnonotus simplex dengan KJ sebesar 2,65 ind/ha dan kelimpahan jenis sebesar 1,59 ind/ha di semak belukar dan tidak ditemukan pada habitat edge. Pycnonotus simplex dan Orthotomus ruficeps dapat dikategorikan sebagai habitat generalist edge avoider. Jenis Copsychus saularis dimasukkan ke dalam jenis habitat specialist edge exploiter, Picus puniceus termasuk ke dalam jenis habitat specialist. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 35 berikut ini.
97
Pycnonotus simplex
2
Hirundo tahitica 3
2.65
(b)
1.59
1
Kelimpahan Jenis
(a)
Kelimpahan Jenis
3
0 Edge
1.59
1 0.32 0 0
0 SB
2
SB
Core
Tipe Habitat
Pycnonotus goiavier 4.42
4 3.18
2.87
(d)
2 1
4.42
4 3 2.23 1.59
2 1 0
0 SB
Edge
SB
Core
Tipe Habitat
Copsychus saularis
Picus puniceus
2
(f)
1.27 1
0
Kelimpahan Jenis
Kelimpahan Jenis
Core
3
1.77
2
1
0
0
0
0
0 SB
Edge
Core
Tipe Habitat
Gambar 35.
Edge
Tipe Habitat
3
(e)
Core
Orthotomus ruficeps 5
Kelimpahan Jenis
(c)
Kelimpahan Jenis
5
3
Edge
Tipe Habitat
SB
Edge
Core
Tipe Habitat
Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Semak Belukar (SB) (a) Pycnonotus simplex (b) Hirundo tahitica (c) Pycnonotus goiavier (d) Ortotomus ruficeps (e) Copsychus saularis (f) Picus puniceus
B.4.4. Jalur Belukar Akasia (BA) Kelimpahan jenis burung Geopelia striata pada habitat akasia sebesar 5,97 ind/ha dan tidak ditemukan di habitat lainnya.
Jenis Geopelia striata termasuk
habitat specialist. Sedangkan jenis Amaurornis phoenicurus memiliki kelimpahan sebesar 2,49 ind/ha di edge dan 1,99 ind/ha di habitat akasia serta tidak ditemukan pada habitat core. Amaurornis phoenicurus termasuk jenis habitat specialist edge exploiter. Jenis Anthreptes singalensis di habitat core memiliki kelimpahan sebesar
98 1,77 ind/ha dan tidak dijumpai pada habitat lain pada jalur akasia.
Jenis ini
termasuk habitat specialist. Jenis Pycnonotus goiavier termasuk pada jenis habitat generalist. Orthotomus ruficeps dikategorikan jenis habitat generalist edge avoider sedangkan Hirundo tahitica termasuk habitat specialist edge avoider.
Bila
digambarkan dalam bentuk grafik maka terlihat penggunaan habitat pada masingmasing jenis burung dan untuk lebih jelasnya dapat diihat pada Gambar 36. Pycnonotus goiavier
Amaurornis phoenicurus 10
8 6 4 1.99
1.99
(b)
1.77
2
Kelimpahan Jenis
(a)
Kelimpahan Jenis
10
8 6 4
0 0
0 BA
Edge
Core
BA
Tipe Habitat
9.95
8 5.97 6
(d)
4 2 0
0
Edge
Core
Kelimpahan Jenis
Kelimpahan Jenis
10
BA
8 6 4 2.49 2 0 0
0
BA
Edge
Core
Tipe Habitat
Tipe Habitat
Orthotomus ruficeps
Anthreptes singalensis 10
8 6 4.42 4 1.99
1.99
2 0
(f)
Kelimpahan Jenis
10
Kelimpahan Jenis
Core
Hirundo tahitica
Geopelia striata
(e)
Edge
Tipe Habitat
10
(c)
2.49
1.99 2
8 6 4 1.77 2 0
0
BA
Edge
0 BA
Edge
Tipe Habitat
Core
Core
Tipe Habitat
Gambar 36. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Belukar Akasia (BA) (a) Pycnonotus goiavier (b) Amaurornis phoenicurus (c) Geopelia striata (d) Hirundo tahitica (e) Orthotomus ruficeps (f) Anthreptes singalensis
99 B.4.5. Jalur Danau (DN) Kelimpahan jenis burung Pycnonotus plumosus pada jalur danau mulai dari tepi danau, edge dan core sebesar 1,59 ind/ha, 0 ind/ha, dan 0 ind/ha. Jenis ini termasuk jenis habitat specialist. Sedangkan jenis Copsychus saularis kelimpahan jenis pada tepi danau sebesar 0 ind/ha, 0,64 ind/ha di edge dan 0,88 ind/ha di core hutan serta tidak ditemukan pada habitat danau.
Copsychus saularis dan
Orthotomus sericeus termasuk jenis habitat specialist edge exploiter. Pada habitat core kelimpahan jenis burung Pycnonotus aurigaster sebesar 1,77 ind/ha, 0,32 ind/ha di edge dan tidak ditemukan pada habitat danau. Jenis ini termasuk dalam kategori habitat specialist edge avoider. Jenis Pycnonotus goiavier termasuk habitat generalist edge avoider sedangkan Orthotomus ruficeps dikategorikan sebagai habitat generalist edge avoider. Kelimpahan dan respon masing-masing jenis dapat terlihat pada Gambar 37 berikut.
Pycnonotus plumosus
Pycnonotus goiavier 2
1.59
1
(b) 0
0
Edge
Core
Kelimpahan Jenis
(a)
Kelimpahan Jenis
2
1.59
1
DN
DN
Tipe Habitat
Edge
Core
Tipe Habitat
Copsychus saularis
Orthotomus sericeus 2
0.88
1 0.64
0 0
(d)
Kelimpahan Jenis
2
Kelimpahan Jenis
0.88
0
0
(c)
0.96
1 0.64
0
0
0 DN
Edge
Tipe Habitat
Core
DN
Edge
Tipe Habitat
Core
100
Orthotomus ruficeps
Pycnonotus aurigaster 2
1.77
1
(f)
0.64
0
Kelimpahan Jenis
(e)
Kelimpahan Jenis
2
0
1.77
1
0.32 0 0
DN
Edge
Core
DN
Tipe Habitat
Edge
Core
Tipe Habitat
Gambar 37. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Danau (DN) (a) Pycnonotus plumosus (b) Pycnonotus goiavier (c) Copsychus saularis (d) Orthotomus sericeus (e) Orthotomus ruficeps (f) Pycnonotus aurigaster B.4.6. Jalur Kebun Campuran (KC) Burung dengan kerapatan jenis tertinggi pada habitat kebun campuran adalah jenis Passer montanus (26,87 ind/ha) dan tidak ditemukan pada tipe habitat edge dan core.
Jenis Passer montanus dikategorikan sebagai habitat specialist.
Sedangkan kerapatan jenis tertinggi di edge adalah jenis Orthotomus ruficeps (2,99 ind/ha). Kerapatan jenis Orthotomus ruficeps di habitat kebun campuran sebesar 2,49 ind/ha dan di core 1,77 ind/ha. Jenis Orthotomus ruficeps dimasukkan pada jenis habitat generalist edge exploiter. Jenis Gallus varius dengan kerapatan jenis sebesar 3,54 ind/ha dan tidak dijumpai pada edge dan habitat kebun campuran dimasukkan pada jenis habitat specialist. Jenis Gracula religiosa termasuk dalam habitat specialist, sedangkan jenis Prinia familiaris termasuk ke dalam jenis habitat specialist edge exploiter, sedangkan jenis Amaurornis phoenicurus termasuk habitat specialist edge exploiter.
Penyebaran jenis-jenis burung tersebut dapat dilihat
dengan jelas pada Gambar 38 berikut:
Orthotomus ruficeps
Amaurornis phoenicurus
(a)
Kelimpahan Jenis
3 2.49 2
(b) 1
0.5 0
0
Kelimpahan Jenis
4 2.99 3
2.49 1.77
2 1 0
KC
Edge
Tipe Habitat
Core
KC
Edge
Tipe Habitat
Core
101
Passer montanus
Prinia familiaris 30
(c)
3 1.99 2
1.77
(d)
1 0 0 KC
Edge
Kelimpahan Jenis
Kelimpahan Jenis
4
26.87
25 20 15 10 5
KC
Tipe Habitat
Core
4
3.54
3 2 1
(f) 0
Edge
Gracula religiosa
0
0
Kelimpahan Jenis
Kelimpahan Jenis
(e)
0
Tipe Habitat
Gallus varius 4
0 0
Core
3 1.77
2 1 0
0
0 KC
Edge
Core
KC
Tipe Habitat
Edge
Core
Tipe Habitat
Gambar 38. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Kebun Campuran (KC) (a) Amaurornis phoenicurus (b) Orthotomus ruficeps (c) Prinia familiaris (d) Passer Montanus (e) Gallus varius (f) Gracula religiosa B.4.7. Jalur Kebun Sawit (KS) Jenis burung Streptopelia chinensis yang terdapat di habitat kebun sawit nilai kerapatan jenisnya sebesar 5,47 ind/ha, namun jenis burung ini tidak ditemukan di edge sedangkan di habitat core ditemukan dengan kerapatan jenis sebesar 0,88 ind/ha.
Pada habitat edge kerapatan jenis tertinggi terdapat pada jenis Prinia
familiaris dengan nilai sebesar 3,48 ind/ha. Di habitat kebun sawit jenis ini memiliki kelimpahan sebesar 1 ind/ha, sedangkan di core ditemukan dengan KJ sebesar 3,54 ind/ha. Kelimpahan jenis tertinggi pada habitat core ditemukan pada jenis Psittacula longicauda sebesar 3,54 ind/ha. habitat kebun sawit dan edge.
Namun jenis ini tidak ditemukan di
Jenis burung Streptopelia chinensis dapat
dikategorikan sebagai habitat generalist edge avoider sedangkan Prinia familiaris termasuk habitat generalist dan jenis Psittacula longicauda termasuk jenis habitat specialist. Jenis Megalaima hemachepala termasuk habitat specialist edge avoider sedangkan jenis Orthotomus ruficeps termasuk habitat specialist edge exploiter.
102 Jenis Pycnonotus goiavier termasuk ke dalam jenis habitat specialist.
Respon
keenam jenis burung tersebut dapat dilihat pada Gambar 39 berikut.
Streptopelia chinensis
(a)
6
5.47
5 4
(b)
3 2 0.88 1 0
Kelimpahan Jenis
Kelimpahan Jenis
6
Prinia familiaris 5 4
KS
1 1
Edge
KS
Core
Tipe Habitat
Orthotomus ruficeps 6
5 4 3
(d)
2 1
Kelimpahan Jenis
6
Kelimpahan Jenis
Core
2
Psittacula longicauda
5 4 2.99 3 2 1
0.5 0
0
0 KS
Edge
KS
Core
Tipe Habitat
Pycnonotus goiavier
Core
Megalaima hemachepala
4
(f)
2.49
2 1 0
0
Edge
Core
0
Kelimpahan Jenis
6
5
3
Edge
Tipe Habitat
6
Kelimpahan Jenis
Edge
3
Tipe Habitat
(e)
3.54
0
0
(c)
3.48
5 4 2.65
3 2 1
0.5 0
0
KS
Tipe Habitat
KS
Edge
Core
Tipe Habitat
Gambar 39. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Kebun Sawit (KS) (a) Streptopelia chinensis (b) Prinia familiaris (c) Psittacula longicauda (d) Orthotomus ruficeps (e) Pycnonotus goiavier (e) Megalaima hemachepala
B.4.8. Respon Jenis Burung di Jalur Hotel (HR) Jalur hotel hanya terdiri dari 2 tipe habitat yaitu habitat edge dan core dimana jenis burung dengan kelimpahan jenis cukup tinggi terdapat pada jenis
103 Pycnonotus goiavier dengan KJ sebesar 4,42 ind/ha dan di habitat core KJ sebesar 0,88 ind/ha. Jenis ini termasuk habitat specialist edge exploiter karena sering terbang di sekitar areal hotel. Sedangkan jenis Aceros corrugatus kelimpahan jenis sebesar 4,42 ind/ha dan tidak ditemukan pada habitat lain.
Jenis burung ini
termasuk jenis habitat specialist edge avoider. Jenis Prinia familiaris termasuk ke dalam jenis habitat specialist edge avoider dan Streptopelia chinensis termasuk habitat specialist edge exploiter dan hanya ditemukan di edge. Secara jelas respon jenis digambarkan pada Gambar 40 berikut ini. Prinia familiaris
Aceros corrugatus 9 6.19
6
(b) 2.65
3
0
Kelimpahan Jenis
(a)
Kelimpahan Jenis
9
0
6 4.42
3
0
Edge
Core
HR
Tipe Habitat
Pycnonotus goiavier
Core
Streptopelia chinensis 9
6
(d) 3 0.88
Kelimpahan Jenis
Kelimpahan Jenis
Edge
Tipe Habitat
9
(c)
0
0 HR
7.96
6
3
0
0
0
0
0 HR
Edge
Core
Tipe Habitat
HR
Edge
Core
Tipe Habitat
Gambar 40. Respon Berbagai Jenis Burung di Jalur Hotel (HR) (a) Prinia familiaris (b) Aceros corrugatus (c) Pycnonotus goiavier (d) Streptopelia chinensis Berdasarkan grafik respon pada jalur-jalur pengamatan didapatkan bahwa setiap jenis burung memiliki respon yang berbeda pada setiap habitat dan edge dimana habitat tersebut saling berbatasan.
Masing-masing jalur pengamatan
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jenis burung yang sama dalam hal kelimpahan jenis. Dari 8 jalur pengamatan dapat ditentukan jenis-jenis burung yang habitat specialist, habitat generalist, habitat specialist edge exploiter/avoider dan habitat generalist edge exploiter/avoider. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 24 berikut ini :
104 Tabel 24. Respon Jenis Burung pada Berbagai Jalur Pengamatan No 1.
Jalur Pengamatan Tepi Jalan 1
2.
Tepi Jalan 2
3.
Semak Belukar
4.
Belukar Akasia
5.
Danau
6.
Kebun Campuran
7.
Kebun Sawit
8.
Hotel
Jenis Burung Orthotomus ruficeps Megalaima australis Pycnonotus goiavier Terpsiphone paradisi Aegithina tiphia Terpsiphone paradisi Orthotomus ruficeps Pycnonotus goiavier Pycnonotus goiavier Hirundo tahitica Pycnonotus simplex Orthotomus ruficeps Copsychus saularis Picus puniceus Geopelia striata Amaurornis phoenicurus Anthreptes singalensis Pycnonotus goiavier Orthotomus ruficeps Hirundo tahitica Pycnonotus plumosus Copsychus saularis Orthotomus sericeus Pycnonotus aurigaster Pycnonotus goiavier Orthotomus ruficeps Passer montanus Orthotomus ruficeps Gallus varius Gracula religiosa Prinia familiaris Amaurornis phoenicurus Streptopelia chinensis Prinia familiaris Psittacula longicauda Orthotomus ruficeps Pycnonotus goaivier Megalaima hemachepala Prinia familiaris Aceros corrugatus Pycnonotus goiavier Streptopelia chinensis
Respon Habitat specialist edge exploiter Habitat specialist Habitat specialist edge exploiter Habitat specialist edge avoider Habitat specialist Habitat specialist edge avoider Habitat specialist edge exploiter Habitat specialist edge exploiter Habitat generalist edge avoider Habitat specialist edge exploiter Habitat generalist edge avoider Habitat generalist edge avoider Habitat specialist edge exploiter Habitat specialist Habitat specialist Habitat specialist edge exploiter Habitat specialist Habitat generalist Habitat generalist edge avoider Habitat specialist edge avoider Habitat specialist Habitat specialist edge avoider Habitat specialist edge exploiter Habitat specialist edge avoider Habitat generalist edge avoider Habitat generalist edge avoider Habitat specialist Habitat generalist edge exploiter Habitat specialist Habitat specialist Habitat specialist edge exploiter Habitat specialist edge exploiter Habitat generalist edge avoider Habitat generalist Habitat specialist Habitat specialist edge exploiter Habitat specialist Habitat specialist edge avoider Habitat specialist edge avoider Habitat specialist Habitat specialist edge exploiter Habitat specialist edge exploiter
VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Fragmentasi habitat oleh kegiatan manusia menimbulkan daerah tepi yang berdekatan langsung dengan hutan. Daerah tepi yang ditemukan berupa daerah tepi antara hutan dengan jalan, kebun, hotel dan semak belukar. 2. Pola daerah tepi yang ditemukan pada lokasi penelitian terdiri dari dua bentuk yaitu (1) daerah tepi yang merupakan daerah terluar dari hutan, daerah tepi ini dapat dikenali dengan tidak adanya vegetasi lain selain vegetasi hutan ini terdapat pada daerah tepi pada jalan dan hotel; (2) daerah tepi yang merupakan daerah peralihan antara 2 penggunaan lahan yang berbeda (polanya hutan, daerah tepi hutan, perbatasan, daerah tepi lahan dan penggunaan lahan), daerah tepi ini ditemukan pada kebun, semak belukar dan danau. 3. Berdasarkan cara terbentuknya daerah tepi ada yang terbentuk diakibatkan oleh kegiatan manusia secara langsung contohnya pada jalan, hotel dan kebun.
Sedangkan secara tidak langsung dari kegiatan manusia adalah
pada semak belukar, belukar akasia dan danau. 4. Berdasarkan vegetasinya ditemukan pula daerah tepi dengan karakteristik soft edge (vegetasi yang berubah perlahan) seperti terdapat pada jalur belukar akasia, semak belukar, danau dan hard edge (vegetasi yang berubah secara lterna) seperti terdapat pada jalur hotel, tepi jalan dan kebun. 5. Keanekaragaman jenis burung untuk tipe makanan insektivora dan carnivore sebagian besar jumlah jenisnya lebih tinggi di edge dibandingkan dengan di habitat hutan. sebagian
Sedangkan untuk tipe makanan frugivora dan nektarivora
besar
jumlah
jenisnya
mengalami
penurunan
pada
edge
dibandingkan dengan habitat hutan. 6. Berdasarkan tingkat kesamaan jenis burung dan tingkat keanekaragaman jenis burung terdapat perbedaan yang signifikan di antara tipe habitat dalam satu jalur pengamatan sehingga penempatan dan penentuan tipe habitat dan tipe edge dapat ditentukan dengan
lternati jenis burung.
7. Vegetasi yang terdapat di lokasi penelitian menunjukkan adanya jenis-jenis alternatif yang terdapat pada daerah tepi yakni jenis Kibatalia borneensis, Macaranga triloba dan Gleichenia sp. Sedangkan jenis Endospermum sp. Banyak ditemukan pada core.
111 8. Respon beberapa jenis burung menunjukkan adanya tipe burung habitat generalist dan habitat specialist . Jenis Orthotomus ruficeps merupakan tipe habitat generalist edge exploiter dan Streptopelia chinensis habitat generalist edge avoider. Jenis Passer montanus merupakan tipe habitat specialist edge avoider dan Hirundo tahitica tipe habitat specialist edge exploiter. 9. Pada beberapa pengamatan juga ditemukan jenis burung core (Bucerotidae) yang memanfaatkan edge sebagai tempat mencari makan dan tempat bertengger sementara dari hutan Caltex Rumbai sehingga edge dapat berperan sebagai habitat alternatif untuk mencari makan, kolonisasi dan sebagai steping stone menuju habitat lain.
B. Saran-Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang komunitas burung berdasarkan musim buah-buahan dan musim berbiak pada rentang 1 tahun sehingga didapatkan data yang lebih komprehensif mengenai keanekaragaman jenis burung pada musim buah/makanan melimpah dan pada musim makanan tidak melimpah. 2. Perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai luas dan panjang edge dengan berbagai parameter yang lebih komplek berkaitan dengan faktor biotik dan abiotik. 3. Perlu dilakukan penelitian terhadap pengaruh edge terhadap interaksi dan pergerakan dari jenis terkait dengan mencari makan, perlindungan atau perilaku reproduksinya.
DAFTAR PUSTAKA Bennet, AF. 1999. Linkages in the Landscape “The Role of Corridors and Connectivity in Wildlife Conservation. IUCN – The World Conservation Union. BLK Pekanbaru. 2001. Pelatihan dan Pengembangan SDM Kehutanan dalam Kegiatan Rekalkulasi nilai Sumberdaya Hutan. Makalah Diskusi Sehari Rekalkulasi Nilai SDH. Pekanbaru. Cahyadi, I. 2002. Analisis Spasial Struktur dan Fungsi Koridor Salak-Halimun dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan Defriyoza. 2000. Dampak Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Keanekaragaman Jenis Burung di Areal Perkebunan PT. Ramajaya Pramukti. Kabupaten Dati II Kampar, Propinsi Dati I Riau. Skripsi. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. [Dephut] Departemen Kehutanan (Dirjen PHKA, Direktorat Taman Nasional dan Hutan Wisata). 1988. Pembangunan Taman Hutan Raya. Bogor. Diamond, J.M. 1975. The Island Dillema: Lesson of Modern Biogeographic Studies for The Design of Nature Reserves. Biological Conservation. Vol 7 [Dishut Riau] Dinas Kehutanan Propinsi Riau. 2003. Master Plan Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim. Dishut Riau. Pekanbaru. Entebe, RF. 2005. Penyebaran Mamalia Kecil pada Hutan Sisa (Remnant Forest) di Suaka Margasatwa Balairaja Propinsi Riau. Sekolah Pascasarja IPB. Bogor. Tidak diterbitkan. Faaborg, J. 1988. Ornithology an Ecological Approach. Prentice Hall, Inc. New Jersey. Fagan, WF, Cantrel, RS and Cosner, C. 1999. How Habitat Edges Canges Species Interactions. The American Naturalist Vol.153 No.2. Forman, RTT & Godron. 1986. Lanscape Ecology. John Wiley & Sons New York. Forman, RTT. 1995. Land Mossaic. The Ecology of Lanscape. John Wiley & Sons New York. Gaol, SEL. 1998. Studi Variasi Tingkat Keanekaragaman Jenis Burung pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Propinsi Lampung. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Harris, LD & Lopes, GS. 1992. Fragmentation habitat and The Conservation Biological Diversity. Chapman and Hall New York.
113
Idris, MM. 1996. Dampak Penebangan dan Penyaradan di Hutan Produksi Terbatas terhadap Erosi Tanah, Keadaan Iklim Mikro serta Permudaan Alam (Studi Kasus di Areal Kerja HPH PT. Indexim Utama Corp., propinsi Dati I Kalimantan Tengah). Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Johnson, GW & Williams, M. 2000. Edges and Gaps in Mature Karri Forest, South-Western Australia: Logging Effect on Bird Species abundance and Diversity. Forest Ecology and Management 131. Jorgensen, OH. 1974. Result of IPA Cencuses on Danish Farmland, pp. 310317. In : Acta Ornithologica Bulletin. Vol. XIV. Desember 1974. Warszawa. Keast, A. 1985. Tropical Rainforest Avifauna. An Introduction Conspectus, pp. 331. In : Diamond, A.W. and T.E. Lovejoy. (Eds) Conser vation of Tropical Forest Birds. ICBP. England. Krebs, CJ. 1992. Ecology. Haper & Row Publisher New York. Kusmana, C dan Istomo. 1995. Bahan Kuliah Ekologi Hutan. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Leopold, AS. 1933. Game Management. Madison. USA
University of Wisconsin. Press.
Lesica, P & Allendorf, FW. 1992. Are Small Population of Plant Worth Proserving?. Conservation Biology vol 6. Ludwig, JA and Reynolds, JF. 1998. Statistical Ecology : A Primer on Method and Computing. John Wiley and Sons. New Yoerk Chicester Brisbane Toronto Singapore. MacKinnon, J, Philips, K, van Balen, B. Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Seri Panduan Lapangan-LIPI. Puslitbang Biologi LIPI. Bogor. Magurran, A. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Croom Helmed Limited. London. Pp 1-80. McGarigal, K. 2004. Landscape Structure and Spatial Pattern Analysis for Arc/Infor. Fragstats*Arc. Mortberg, UM. 2001. Resident Bird Species in Urban Forest Remnants; Landscape dan Habitat Perpectives. Lansdcape Ecology 16. Parody, JM, Cuthbert, FJ & Deckeri, EH. 2001. The effect of 50 years of landscape change on species richness and community composition. Global Ecology dan Biogeography. Vol 10, Pg 305-313. Poole, RW. 1974. York.
An Introduction to Quantitative Ecology. McGraw Hill. New
114
Primack, RB. 1993. Essential of Conservation Biology. Sinauer Associates Inc. Sunderland, Massacushetts USA. Primack, RB., Supriatna, J, Indrawan, M dan Kramadibrata, P. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Santosa, Y. 1995. Konsep Ukuran Keanekaragaman Hayati di Hutan Tropika. Makalah dalam Pelatihan Tekhnik Pengukuran dan Monitoring Biodiversity di Hutan Tropika. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Schlaeffer, MA & Gavin, TA. 2001. Edge Effect on Lizard and Frogs in Tropical Forest Fragments. Conservation B iology Vol. 15 No. 4. Shannaz, J, Jepson, P & Rudyanto. 1995. Burung-Burung Terancam Punah di Indonesia. Departemen Kehutanan dan Birdlife International Indonesia Programme. Bogor Indonesia. Sisk, TD & Margules, CR. 1995. Habitat Edges and Restoration : methods for quantifying edges effect and predicting the results of restoration efforts. Nature Conservation 3. Simberloff, DS & Abele, LG. 1976. Island Biogeografi Theory and Conservation Practise. Science vol 91. Simberloff, DS & Gotteli, C. 1984. Effect of Insularization on Plant Species Richness in the Prairie-forest ecotone. Biological Conservation vol 29. Sunderlin, WD dan Resosudarmo, AP. 1996. Rates and Cause of Deforestation in Indonesia : Towards a Resolution of Ambiguities. CIFOR. Bogor. 19p Thomas, JW, Anderson, RG, Maser, C & Bull, EL. 1979. Snag : in Wildlife Habits in Managed Forest (JW Thomas ed), Agricultural Handbook 553 US Department of Agriculture. [UU RI] Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1990. Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Konservasi
Utari, WD. 2000. Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Tipe Habitat di Areal Hutan Tanaman Industri PT. Riau Andalan Pulp & Paper dan PT. Perkebunan Kelapa Sawit Duta Palma Nusantara Group. Propinsi Dati I Riau. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tidak diterbitkan. Welty, JC 1982. The Life of Birds. 3r d ed. Saunders College Publishing. Philadelphia. Pp 455-487. Wenger, KF. 1984. Forestry Handbook. Second Edition. John Willey & Sons, Inc. USA. Wilson, E.O. 1993. The Current State of Biological Diversity, pp. 3-18. In : Wilson, E.O. (ed) Biodiversity National Academy Press. Washington D.C.
116
Lampiran 1. Peta Kawasan Tahura SSH
Keterangan : - peta penutupan vegetasi berdasarkan citra - peta klasifikasi tutupan lahan
117
Lampiran 2. Lokasi Pengamatan di Tahura SSH
a.
b.
c.
d.
e.
f. Keterangan : a. Tepi Jalan b. Semak Belukar c. Belukar Akasia d. Danau e. Kebun Campuran f. Kebun Sawit g. Hotel
g.
118
Lampiran 3. Jenis Burung yang Mendominasi Jalur Pengamatan
a. Jenis cucak-cucakan (kiri: Pycnonotus aurigaster, kanan Pycnonotus goiavier) (dikutip dari Holmes dan Nash, 1999)
b. Jenis-jenis cinenen (kiri : Orthotomus ruficeps, kanan : Prinia familiaris) (dikutip dari Holmes dan Nash, 1999)
119
Lampiran 4. Jenis Burung yang Ditemukan di Lokasi Penelitian NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
NAMA LOKAL NAMA ILMIAH Elang hi tam Ictinaetus malayenus Elang ular bido Spilornis cheela Puyuh hitam Melanoperdix nigra Ayam hutan hijau Gallus varius Gemak loreng Turnix suscitator Kareo padi Amaurornis phoenicurus Perkutut jawa Geopelia striata Punai kecil Treron olax Tekukur biasa Streptopelia chinensis Betet ekor panjang Psittacula longicauda Serindit melayu Loriculus galgulus Nuri tanau Psittinus cyanurus Bubut alang-alang Centropus bengalensis Bubut besar Centropus sinensis Kadalan birah Phaenichophaeus curvirostris Kadalan saweh Phaenichophaeus sumatranus Beluk ketupa Ketupa ketupu Punggok coklat Ninox scutulata Cabak maling Caprimulgus macrurus Taktarau besar Eurostopodus macrotis Cekakak belukar Halcyon smirnensis Raja udang meninting Alcedo meninting Rangkong badak Buceros rhinoceros Julang e mas Aceros undulatus Julang jambul hitam Aceros corrugatus Takur ungkut-ungkut Megalaima hemachepala Takur tenggeret Megalaima australis Pelatuk kuduk-kuning Picus flavinucha Pelatuk sayap-merah Picus puniceus Pelatuk raffles Dinopium rafflesii Layang-layang batu Hirundo tahitica Cipoh kacat Aegithina tiphia Cipoh jantung Aegithina viridissima Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier Merbah corok-corok Pycnonotus simplex Cucak kuricang Pycnonotus atriceps Cucak k utilang Pycnonotus aurigaster Cucak rumbai Pycnonotus eutilotus tungging Merbah belukar Pycnonotus plumosus Srigunting batu Dicrurus paradiseus Srigunting keladi Dicrurus aeneus Kace mbang gadung Irena puella Gagak hutan Corvus enca Gagak kampung Corvus macrorhyncos Kucica kampung Copsychus saularis Berkece t biru-tua Cinclidium diana
SUKU Accipitridae Accipitridae Phasianidae Phasianidae Turnicidae Rallidae Columbidae Columbidae Columbidae Psittacidae Psittacidae Psittacidae Cuculidae Cuculidae Cuculidae Cuculidae Strigidae Strigidae Caprimulgidae Caprimulgidae Alcedinidae Alcedinidae Bucerotidae Bucerotidae Bucerotidae Capitonidae Capitonidae Picidae Picidae Picidae Hirundinidae Chloropseidae Chloropseidae Pycnonotidae Pycnonotidae Pycnonotidae Pycnonotidae Pycnonotidae Pycnonotidae Dicruridae Dicruridae Oriolidae Corvidae Corvidae Turdidae Turdidae
STATUS Dld/Apd II Dild./Apd II
Apd II Apd II Apd II
Apd II Apd II
Dld Dld/Apd II Dld/Apd II Dld/Apd II
120
Lampiran 4 (lanjutan) NO 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64
NAMA LOKAL Cinenen kelabu Cinenen belukar Pe renjak jawa Cinenen merah Seriwang asia Sikatan -rimba dada-kelabu Kipasan belang Apung tanah Tiong emas Kerak ungu Burung-madu sriganti Burung-madu belukar Burung-madu polos Burung-madu kelapa Burung-gereja erasia Bondol haji Bondol peking Bondol perut- putih
NAMA ILMIAH Orthotomus ruficeps Orthotomus atrogularis Prinia familiaris Orthotomus sericeus Terpsiphone paradisi Rhinomyias umbratilis Rhipidura javanica Anthus novaeseelandiae Gracula religiosa Acridotheres tristis Nectarinia jugularis Anthreptes singalensis Anthreptes simplex Anthreptes malaccensis Passer montanus Lonchura maja Lonchura punctulata Lonchura leucogastra
FAMILI Silviidae Silviidae Silviidae Silviidae Muscicapidae Muscicapidae Muscicapidae Motacillidae Sturnidae Sturnidae Nectariniidae Nectariniidae Nectariniidae Nectariniidae Ploceidae Ploceidae Ploceidae Ploceidae
Keterangan : Dld : burung yang dilindungi berdasarkan PP dan SK Menteri Apd II : kategori CITES Appendiks II
STATUS
Dld Dld/Apd II Dld
Dld
121
Lampiran 4. INP dan IS Tingkat Semai pada Jalur Tepi Jalan INP, IS TINGKAT SEMAI EDGE DAN CORE PADA JALUR JALAN Semai edge No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama ilmiah
Jml
Jml plot
Actinodaphne sp. Lithocarpus sp. Syzygium sp. Rhodamnia cinerea Mezetia sp. Geroniera nervosa Sloetia elongata Calophyllum pulcherrimum Palaquium hexandrum Dacryodes rostrata
5 1 2 5 1 1 1 1 2 1 20
4 1 2 3 1 1 1 1 2 1
Nama ilmiah
Jml
Jml plot
Santiria griffiti Palaquium sumatranum Polyalthia sp. Palaquium hexandrum Scorodocarpus borneensis Actinodaphne sp. Artocarpus elasticus Aglaea sp. Canarium tomentosum Garcinea syzygifolia Sapium baccatum Geronniera subaecualis Shorea leprosula Melanorhoea walichii Hopea mengarawan Cinamomum sp. Kibatalia borneensis Pometia pinnata
1 1 1 1 2 5 3 1 1 2 1 2 1 1 2 1 4 1 31
1 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1
KJ
KR
FJ
FR
INP
2500 500 1000 2500 500 500 500 500 1000 500 10000
25 5 10 25 5 5 5 5 10 5 100
0.8 0.2 0.4 0.6 0.2 0.2 0.2 0.2 0.4 0.2 3.4
23.5 5.88 11.8 17.6 5.88 5.88 5.88 5.88 11.8 5.88 100
48.53 10.88 21.76 42.65 10.88 10.88 10.88 10.88 21.76 10.88 200
KJ
KR
FJ
FR
INP
500 500 500 500 1000 2500 1500 500 500 1000 500 1000 500 500 1000 500 2000 500 15500
3.23 3.23 3.23 3.23 6.45 16.1 9.68 3.23 3.23 6.45 3.23 6.45 3.23 3.23 6.45 3.23 12.9 3.23 100
0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.8 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.4 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 2.8
7.14 7.14 7.14 7.14 7.14 28.6 7.14 7.14 7.14 7.14 7.14 14.3 7.14 7.14 7.14 7.14 7.14 7.14 100
10.37 10.37 10.37 10.37 13.59 44.7 16.82 10.37 10.37 13.59 10.37 20.74 10.37 10.37 13.59 10.37 20.05 10.37 200
Semai core No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1 2
Jenis yang sama di 2 tipe Actinodaphne sp. Palaquium hexandrum IS
0.1429
122
Lampiran 5. INP dan IS Tingkat Pancang pada Jalur Tepi Jalan INP, IS TINGKAT PANCANG EDGE DAN CORE PADA JALUR JALAN Pancang edge No. 1 2 3 4 5 6 7
Nama ilmiah Syzygium sp. Polyalthia sp. Melanorhoea burmanica Bouea burmanica Ixonanthes icosandra Calophyllum fulcerrimum Rodamnia cinerea
Jml
Jml plot
1 3 1 1 2 1 1 10
1 1 1 1 1 1 1
Jml
Jml plot
2 1 3 1 1 1 1 1 1 10 1 1 2 1 27
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1
KJ 80 240 80 80 160 80 80 800
KR 10 30 10 10 20 10 10 100
FJ 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 1.4
FR 14.29 14.29 14.29 14.29 14.29 14.29 14.29 100
INP 24.29 44.29 24.29 24.29 34.29 24.29 24.29 200
Pancang core No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 2
Nama ilmiah Palaquium sumatranum Dacryodes rostrata Dillenia reticulata Baccaurea pyriformis Syzygium sp. Ochanostachys amentacea Artocarpus elasticus Litsea sp. Ixonanthes icosandra Hopea mengarawan Canarium tomentosum Parashorea aptera Kibatalia borneensis Alsheodaphne sp.
Jenis yang sama di 2 tipe Syzygium sp. Ixonanthes icosandra IS
0.1905
KJ 160 80 240 80 80 80 80 80 80 800 80 80 160 80 960
KR 16.7 8.33 25 8.33 8.33 8.33 8.33 8.33 8.33 83.3 8.33 8.33 16.7 8.33 100
FJ 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.4 0.2 0.2 0.4 0.2 1.6
FR 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 25 12.5 12.5 25 12.5 100
INP 29.17 20.83 37.5 20.83 20.83 20.83 20.83 20.83 20.83 108.3 20.83 20.83 41.67 20.83 200
123
Lampiran 6. INP dan IS Tingkat Tiang pada Jalur Tepi Jalan INP, IS TINGKAT TIANG EDGE DAN CORE PADA JALUR JALAN Tiang edge No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama ilmiah Syzygium sp. Sloetia elongata Ixonanthes icosandra Horsfieldia grandis Cratoxylum formosum Dillenia reticulata Candelia candel Artocarpus elasticus Barringtonia racemosa
Jml 1 2 2 2 1 1 1 2 1 13
Jml plot 1 2 1 1 1 1 1 2 1
KJ
KR
FJ
FR
DJ
DR
INP
20 40 40 40 20 20 20 40 20 260
7.69 15.4 15.4 15.4 7.69 7.69 7.69 15.4 7.69 100
0.2 0.4 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.4 0.2 2.2
9.09 18.2 9.09 9.09 9.09 9.09 9.09 18.2 9.09 100
0.57 0.76 0.49 0.81 0.31 0.19 0.51 0.53 0.19 3.63
15.6 20.8 13.5 22.3 8.48 5.24 14 14.7 5.24 100
32.41 54.39 38.03 46.73 25.27 22.02 30.81 48.29 22.02 300
KJ
KR
FJ
FR
DJ
DR
INP
20 40 20 20 20 40 20 20 20 20 20 20 280
7.14 14.3 7.14 7.14 7.14 14.3 7.14 7.14 7.14 7.14 7.14 7.14 100
0.2 0.4 0.2 0.2 0.2 0.4 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 2.8
7.14 14.3 7.14 7.14 7.14 14.3 7.14 7.14 7.14 7.14 7.14 7.14 100
0.31 0.49 0.27 0.4 0.51 0.7 0.27 0.4 0.31 0.27 0.27 0.23 1.98
15.6 24.9 13.4 20.3 25.8 35.4 13.4 20.3 15.6 13.4 13.4 11.4 100
29.87 53.45 27.72 34.64 40.04 63.94 27.72 34.64 29.87 27.72 27.72 25.73 300
Tiang core No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2
Nama ilmiah Dillenia reticulata Ixonanthes icosandra Shorea parvifolia Scorodocarpus borneensis Parkia speciosa Polyalthia sp. Artocarpus integra Geroniera nervosa Dillenia oblongata Callophyllum pulcherrimum Litsea sp. Ochanostachys amentacea
Jml 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 14
Jml plot 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1
Jenis yang sama di 2 tipe Ixonanthes icosandra Dillenia reticulata IS
0.1905
124
Lampiran 7. INP dan IS Tingkat Pohon pada Jalur Tepi Jalan INP, IS TINGKAT POHON EDGE DAN CORE PADA JALUR JALAN Pohon edge No. Nama ilmiah 1 Sloetia elongata 2 Shorea acuminata 3 Artocarpus integra 4 Endospermum malaccensis 5 Calophyllum inupiloides 7 Aglaea sp. 8 Horsfieldia grandis 9 Artocarpus elasticus 10 Palaquium hexandrum 11 Sindora walichii 12 Caralia sp. 13 Ixonanthes icosandra 14 Sapium baccatum 15 Garcinea syzygifolia
Jml Jml plot 5 1 1 4 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1 24
3 1 1 3 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1
KJ KR 25 5 5 20 5 10 5 10 5 5 10 5 5 5 120
20.8 4.17 4.17 16.7 4.17 8.33 4.17 8.33 4.17 4.17 8.33 4.17 4.17 4.17 100
FJ FR 0.6 0.2 0.2 0.6 0.2 0.4 0.2 0.4 0.2 0.2 0.4 0.2 0.2 0.2 3.2
18.8 6.25 6.25 18.8 6.25 12.5 6.25 12.5 6.25 6.25 12.5 6.25 6.25 6.25 100
DJ
DR
2.21 0.21 0.25 2.12 0.25 0.76 0.51 0.46 0.35 0.33 0.49 0.38 0.51 0.21 6.75
32.7 3.08 3.63 31.4 3.63 11.2 7.53 6.8 5.23 4.89 7.31 5.59 7.53 3.08 100
INP 72.3 13.5 14.1 66.8 14.1 32.1 18 27.6 15.6 15.3 28.1 16 18 13.5 300
Pohon core No. Nama ilmiah 1 Scorodocarpus borneensis 2 Castanopsis acuminatissima 3 Shorea parvifolia 4 Artocarpus integra 5 Myristica sp. 6 Syzygium sp. 7 Ochanostachis amentacea 8 Dacryodes rostrata 9 Palaquium hexandrum 10 Vatica resak 11 Geroniera nervosa 12 Ixonanthes icosandra 13 Litsea sp. 14 Endospermum malaccensis 15 Lithocarpus sp. 16 Aglaea sp. 17 Garcinea syzigifolia 18 Elaeocarpus sp. 19 Artocarpus elasticus 20 Kibatalia borneensis Jenis yang sama di 2 tipe 1 Artocarpus integra 2 Endospermum malaccensis 3 Aglaea sp. 4 Artocarpus elasticus 5 Palaquium hexandrum 6 Ixonanthes icosandra 7 Garcinea syzygifolia
Jml Jml plot 2 2 4 1 1 4 2 1 3 1 1 1 1 9 1 2 1 1 4 1 43
IS =
1 1 2 1 1 2 1 1 3 1 1 1 1 3 1 2 1 1 2 1
KJ KR 10 10 20 5 5 20 10 5 15 5 5 5 5 45 5 10 5 5 20 5 215
0.4
4.65 4.65 9.3 2.33 2.33 9.3 4.65 2.33 6.98 2.33 2.33 2.33 2.33 20.9 2.33 4.65 2.33 2.33 9.3 2.33 100
FJ FR 0.2 0.2 0.4 0.2 0.2 0.4 0.2 0.2 0.6 0.2 0.2 0.2 0.2 0.6 0.2 0.4 0.2 0.2 0.4 0.2 5.6
3.57 3.57 7.14 3.57 3.57 7.14 3.57 3.57 10.7 3.57 3.57 3.57 3.57 10.7 3.57 7.14 3.57 3.57 7.14 3.57 100
DJ
DR
0.46 0.56 0.76 0.19 0.43 1.45 1.52 0.33 1.63 0.21 0.17 1.1 0.73 5.35 0.29 0.66 0.17 0.54 1.55 0.66 7.7
5.91 7.22 9.9 2.47 5.55 18.8 19.7 4.29 21.2 2.7 2.25 14.3 9.43 69.4 3.72 8.57 2.25 6.98 20.2 8.57 100
INP 14.1 15.4 26.3 8.36 11.4 35.2 28 10.2 38.9 8.59 8.15 20.2 15.3 101 9.61 20.4 8.15 12.9 36.6 14.5 300
125
Lampiran 8. INP dan IS Tingkat Semai pada Jalur Semak Belukar INP, IS TINGKAT SEMAI EDGE DAN CORE PADA JALUR BELUKAR Semai edge No.
Nama ilmiah
Jml
Plot
KJ
KR
FJ
FR
INP
Actinodaphne sp. Canarium tomentosum Ochanostachys amentacea Dillenia reticulata Kibatalia borneensis Pometia pinnata
11 1 1 1 4 1 19
3 1 1 1 1 1
9166.7 833.33 833.33 833.33 3333.3 833.33 15833
57.9 5.26 5.26 5.26 21.1 5.26 100
1 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 2.67
37.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 100
95.395 17.763 17.763 17.763 33.553 17.763 200
Nama ilmiah
Jml
Plot
KJ
KR
FJ
FR
INP
1 2 3 4 5 6 7 8
Palaquium sumatranum Lithocarpus sp. Palaquium hexandrum Aquilaria malaccensis Hopea mengarawan Cinamomum sp. Geronniera subaecualis Actinodaphne sp.
2 1 4 1 2 1 1 1 13
1 1 1 1 1 1 1 1
1666.7 833.33 3333.3 833.33 1666.7 833.33 833.33 833.33 10833
15.4 7.69 30.8 7.69 15.4 7.69 7.69 7.69 100
0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 2.67
12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 100
27.885 20.192 43.27 20.192 27.885 20.192 20.192 20.192 200
1
Jenis yang sama di 2 tipe Actinodaphne sp. IS =
0.1429
1 2 3 4 5 6
Semai core No.
126
Lampiran 9. INP dan IS Tingkat Pancang pada Jalur Semak Belukar INP, IS TINGKAT PANCANG EDGE DAN CORE PADA JALUR BELUKAR Pancang edge No. 1 2 3 4 5 6
Nama ilmiah Kibatalia borneensis Sloetia elongata Dipterocarpus crinitus Euodia sp. Dillenia reticulata Myristica iners
Jml
Jml plot
1 1 1 1 1 1 6
1 1 1 1 1 1
Jml
Jml plot
2 1 1 1 1 1 1 8
2 1 1 1 1 1 1
KJ 133.33 133.33 133.33 133.33 133.33 133.33 800
KR 16.67 16.67 16.67 16.67 16.67 16.67 100
FJ
FR
INP
0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 2
16.67 16.67 16.67 16.67 16.67 16.67 100
33.33 33.33 33.33 33.33 33.33 33.33 200
FJ
FR
INP
Pancang core No.
Nama ilmiah
1 2 3 4 5 6 7
Syzygium sp. Dyiospiros siamang Scorodocarpus borneensis Barringtomia racemosa Hopea mengarawan Kibatalia borneensis Alsheodaphne sp.
1
Jenis yang sama di 2 tipe Kibatalia borneensis IS
0.1538
KJ 266.67 133.33 133.33 133.33 133.33 133.33 133.33 1066.7
KR 25 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 100
0.67 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 2.67
25 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 100
50 25 25 25 25 25 25 200
127
Lampiran 10. INP dan IS Tingkat Tiang pada Jalur Semak Belukar INP, IS TINGKAT TIANG EDGE DAN CORE PADA JALUR BELUKAR Tiang edge No. 1 2 3 4 5 6 7
Nama ilmiah Palaquium hexandrum Elaeocarpus sp. Euobia sp. Sloetia elongata Actinodaphne sp. Litsea sp. Ochanostachys amentacea
Jml
Plot
1 1 2 1 1 2 1 9
1 1 2 1 1 2 1
Jml
Plot
1 1 1 1 1 5
1 1 1 1 1
KJ
KR
FJ
FR
DJ
DR
INP
33.33 33.33 66.67 33.33 33.33 66.67 33.33 300
11.11 11.11 22.22 11.11 11.11 22.22 11.11 100
0.33 0.33 0.67 0.33 0.33 0.67 0.33 3
11.11 11.11 22.22 11.11 11.11 22.22 11.11 100
0.44 0.94 1.11 0.32 0.59 1.11 0.38 4.89
9.042 19.31 22.69 6.474 12.04 22.74 7.705 100
31.26 41.54 67.13 28.7 34.26 67.18 29.93 300
KJ
KR
FJ
FR
DJ
DR
INP
0.51 0.44 0.94 0.51 0.44 2.85
17.97 15.49 33.09 17.97 15.49 100
57.96 55.49 73.09 57.96 55.49 300
Tiang core No.
Nama ilmiah
1 2 3 4 5
Endospermum malaccensis Euobia sp. Geroniera nervosa Dillenia oblongata Callophyllum pulcherrimum
1
Jenis yang sama di 2 tipe Euobia sp. IS
0.1667
33.33 33.33 33.33 33.33 33.33 166.7
20 20 20 20 20 100
0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 1.67
20 20 20 20 20 100
128
Lampiran 11. INP dan IS Tingkat Pohon pada Jalur Semak Belukar
INP, IS TINGKAT POHON EDGE DAN CORE PADA JALUR BELUKAR Pohon edge No. Nama ilmiah 1 Endospermum malaccensis 2 Artocarpus elasticus 3 Elaeocarpus sp. 4 Cratoxylum formosum 5 Ixonanthes icosandra 6 Shorea leprosula 7 Cratoxylum arborescens 8 Syzigium sp. 9 Dipterocarpus crinitus
Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP 4 3 33.3 26.7 1 25 3.97 34.4 86 4 2 33.3 26.7 0.67 16.7 3.68 31.9 75.2 1 1 8.33 6.67 0.33 8.33 0.63 5.44 20.4 1 1 8.33 6.67 0.33 8.33 0.32 2.74 17.7 1 1 8.33 6.67 0.33 8.33 0.32 2.74 17.7 1 1 8.33 6.67 0.33 8.33 0.51 4.44 19.4 1 1 8.33 6.67 0.33 8.33 1.1 9.52 24.5 1 1 8.33 6.67 0.33 8.33 0.48 4.13 19.1 1 1 8.33 6.67 0.33 8.33 0.55 4.76 19.8 15 125 100 4 100 11.6 100 300
Pohon core No. Nama ilmiah 1 Endospermum malaccensis 2 Aglaea sp. 3 Kibatalia borneensis 4 Artocarpus elasticus 5 Palaquium hexandrum 6 Myristica iners 7 Dillenia reticulata 8 Diallium platychepalum 9 Syzygium sp. 10 Garcinia syzigifolia 11 Elaiocarpus sp.
Jenis yang sama di 2 tipe 1 Endospermum malaccensis 2 Artocarpus elasticus 3 Elaeocarpus sp. 4 Syzigium sp.
Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP 5 3 41.7 22.7 1 18.8 4.27 27.4 68.8 2 2 16.7 9.09 0.67 12.5 1.06 6.82 28.4 2 2 16.7 9.09 0.67 12.5 2.31 14.8 36.4 4 2 33.3 18.2 0.67 12.5 2.59 16.6 47.3 1 1 8.33 4.55 0.33 6.25 0.8 5.14 15.9 1 1 8.33 4.55 0.33 6.25 0.59 3.78 14.6 1 1 8.33 4.55 0.33 6.25 0.71 4.57 15.4 1 1 8.33 4.55 0.33 6.25 0.71 4.57 15.4 3 1 25 13.6 0.33 6.25 1.36 8.75 28.6 1 1 8.33 4.55 0.33 6.25 0.29 1.85 12.6 1 1 8.33 4.55 0.33 6.25 0.9 5.74 16.5 22 183 100 5.33 100 15.6 100 300
IS =
0.4
129
Lampiran 12. INP dan IS Tingkat Semai pada Jalur Belukar Akasia INP, IS TINGKAT SEMAI EDGE DAN CORE PADA JALUR AKASIA Semai edge No. 1 2 3 4 5 6 7
Nama ilmiah Ochanostachys amentacea Dillenia reticulata Actinodaphne sp. Kibatalia borneensis Pometia pinnata Palaquium sumatranum Lithocarpus sp.
Jml 1 1 6 4 1 2 1 16
Jml plot 1 1 2 1 1 1 1
KJ
KR
FJ
833.33 833.33 5000 3333.3 833.33 1666.7 833.33 13333
6.25 6.25 37.5 25 6.25 12.5 6.25 100
0.33 0.33 0.67 0.33 0.33 0.33 0.33 2.67
FR
KJ
KR
FJ
FR
INP
5000 833.33 833.33 3333.3 833.33 833.33 6666.7
75 12.5 12.5 50 12.5 12.5 100
0.67 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 2.33
28.57 14.29 14.29 14.29 14.29 14.29 100
103.6 26.79 26.79 64.29 26.79 26.79 200
12.5 12.5 25 12.5 12.5 12.5 12.5 100
INP 18.75 18.75 62.5 37.5 18.75 25 18.75 200
Semai core No.
Nama ilmiah
1 2 3 4 5 6
Palaquium hexandrum Aquilaria malaccensis Dacryodes rostrata Kibatalia borneensis Actinodaphne sp. Pometia pinnata
1 2 3
Jenis yang sama di 2 tipe Actinodaphne sp. Kibatalia borneensis Pometia pinnata
Jml 6 1 1 4 1 1 14
IS
Jml plot 2 1 1 1 1 1
0.4615
130
Lampiran 13. INP dan IS Tingkat Pancang pada Jalur Belukar Akasia INP, IS TINGKAT PANCANG EDGE DAN CORE PADA JALUR AKASIA Pancang edge No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
No.
Nama ilmiah Sloetia elongata Dipterocarpus crinitus Euodia sp. Dillenia reticulata Myristica iners Syzygium sp. Dyiospiros siamang Scorodocarpus borneensis Barringtomia racemosa
Pancang core Nama ilmiah
Jml
Jml plot
1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
1 1 1 1 1 1 1 1 1
KJ
KR
FJ
133.33 133.33 133.33 133.33 133.33 133.33 133.33 133.33 133.33 1200
11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 100
0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 3
KJ
KR
FJ
FR
INP
11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 100
Jml
Jml plot
1
Syzygium sp.
1
1
33.333
20
0.33
25
45
2 3 4
Melanorhoea burmanica Bouea burmanica Ixonanthes icosandra
1 1 2 5
1 1 1
33.333 33.333 66.667 166.67
20 20 40 100
0.33 0.33 0.33 1.33
25 25 25 100
45 45 65 200
1
Jenis yang sama di 2 tipe Syzygium sp. IS
0.1538
FR
22.22 22.22 22.22 22.22 22.22 22.22 22.22 22.22 22.22 200
INP
131
Lampiran 14. INP dan IS Tingkat Tiang pada Jalur Belukar Akasia INP, IS TINGKAT TIANG EDGE DAN CORE PADA JALUR AKASIA Tiang edge No. 1 2 3 4 5
Nama ilmiah Euobia sp. Actinodaphne sp. Litsea sp. Ochanostachys amentacea Endospermum malaccensis
Jml
Plot
1 1 2 1 1 6
1 1 2 1 1
Jml
Plot
1 1 1 1 1 2 1 1 9
1 1 1 1 1 2 1 1
KJ 33.33 33.33 66.67 33.33 33.33 200
KR 16.67 16.67 33.33 16.67 16.67 100
FJ
FR
DJ
DR
INP
0.33 0.33 0.67 0.33 0.33 2
16.67 16.67 33.33 16.67 16.67 100
0.85 0.59 1.11 0.38 0.51 3.44
24.66 17.12 32.34 10.96 14.92 100
57.99 50.46 99.01 44.29 48.25 300
FJ
FR
DJ
DR
INP
0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.67 0.33 0.33 3
11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 22.22 11.11 11.11 100
0.44 0.94 0.51 0.32 0.85 0.89 0.59 0.32 4.86
9.101 19.44 10.55 6.516 17.45 18.31 12.12 6.516 100
31.32 41.66 32.78 28.74 39.67 62.75 34.34 28.74 300
Tiang core No.
Nama ilmiah
1 2 3 4 5 6 7 8
Euobia sp. Geroniera nervosa Cratoxylum formosum Dillenia reticulata Candelia candel Artocarpus elasticus Sloetia elongata Barringtonia racemosa
1
Jenis yang sama di 2 tipe Euobia sp. IS
0.1538
KJ 33.33 33.33 33.33 33.33 33.33 66.67 33.33 33.33 300
KR 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 22.22 11.11 11.11 100
132
Lampiran 15. INP dan IS Tingkat Pohon pada Jalur Belukar Akasia
INP, IS TINGKAT POHON EDGE DAN CORE PADA JALUR AKASIA Pohon edge No. Nama ilmiah 1 Sago 2 Artocarpus rigidus 3 Garcinia parvifolia 4 Artocarpus elas ticus 5 Actinodapne procera 6 Artocarpus anisophyllus 7 Damar kelok 8 Macaranga argentea 9 Payena acuminata 10 Endospermum sp. 11 Litsea spp. 12 Garcinia sp. 13 Macaranga gigantea 14 Sloetia elongata 15 Karunik
Pohon core No. Nama ilmiah 1 Endospermum sp. 2 Elateriuspermum sp. 3 Sago 4 Kalek merah 5 Piyau 6 Kalek kuning 7 Simasik 8 Artocarpus elasticus 9 Mangifera foetida 10 Artocarpus rigidus 11 Knema hookeriana (Hook f. & Toms) 12 Garcinia parvifolia 13 Calophyllum connum 14 Mangifera caesia 15 Artocarpus anisophyllus
Jenis yang sama di 2 tipe 1 Sago 2 Endospermum sp. 3 Artocarpus rigidus 4 Garcinia parvifolia 5 Art ocarpus elasticus 6 Artocarpus anisophyllus
Jml Jml plot 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 7 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 25
KJ KR FJ FR DJ DR INP 16.7 8 0.67 12.5 1.29 9.61 30.1 8.33 4 0.33 6.25 0.37 2.79 13 16.7 8 0.33 6.25 0.64 4.79 19 8.33 4 0.33 6.25 0.86 6.44 16.7 8.33 4 0.33 6.25 0.5 3.75 14 8.33 4 0.33 6.25 0.44 3.25 13.5 8.33 4 0.33 6.25 1.21 9.03 19.3 8.33 4 0.33 6.25 0.29 2.16 12.4 16.7 8 0.33 6.25 0.82 6.13 20.4 58.3 28 0.33 6.25 3.73 27.9 62.1 16.7 8 0.33 6.25 1.64 12.2 26.5 8.33 4 0.33 6.25 0.56 4.19 14.4 8.33 4 0.33 6.25 0.39 2.94 13.2 8.33 4 0.33 6.25 0.26 1.97 12.2 8.33 4 0.33 6.25 0.38 2.86 13.1 208 100 5.33 100 13.4 100 300
Jml 4 2 5 1 1 1 1 2 1 2 1
KJ KR FJ FR DJ DR INP 33.3 16 0.67 10 2.56 16.2 42.2 16.7 8 0.67 10 1.01 6.38 24.4 41.7 20 0.67 10 5.71 36.2 66.2 8.33 4 0.33 5 0.34 2.18 11.2 8.33 4 0.33 5 0.33 2.06 11.1 8.33 4 0.33 5 0.49 3.11 12.1 8.33 4 0.33 5 0.38 2.43 11.4 16.7 8 0.67 10 1.9 12 30 8.33 4 0.33 5 0.33 2.06 11.1 16.7 8 0.67 10 1 6.34 24.3 8.33 4 0.33 5 0.05 0.35 9.35
1 1 1 1 25
IS =
Jml plot 2 2 2 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1
8.33 4 8.33 4 8.33 4 8.33 4 208 100
0.4
0.33 5 0.33 5 0.33 5 0.33 5 6.67 100
0.39 2.49 11.5 0.54 3.4 12.4 0.38 2.43 11.4 0.37 2.36 11.4 15.8 100 300
133
Lampiran 16. INP dan IS Tingkat Semai pada Jalur Danau INP, IS TINGKAT SEMAI EDGE DAN CORE PADA JALUR DANAU Semai edge No.
Nama ilmiah
Jml
Jml plot
Diospyros oblonga Syzygium sp. Palaquium hexandrum Artocarpus integra Santiria laevigata Garcinea syzygifolia Calophyllum pulcherrimum
2 2 1 1 4 1 4 15
1 1 1 1 1 1 1
Nama ilmiah
Jml
Jml plot
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Santiria laevigata Geroniera nervosa Actinodaphne sp. Baccaurea pyriformis Ochanostachys amentacea Syzygium sp. Garcinea syzygifolia Artocarpus anisophyllus Polyalthia sumatrana
3 1 3 3 1 1 1 1 1 15
3 1 1 2 1 1 1 1 1
1 2 3
Jenis yang sama di 2 tipe Syzygium sp. Santiria laevigata Garcinea syzygifolia
1 2 3 4 5 6 7
KJ
KR
FJ
FR
INP
1666.7 1666.7 833.33 833.33 3333.3 833.33 3333.3 12500
13.3 13.3 6.67 6.67 26.7 6.67 26.7 100
0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 2.33
14.29 14.29 14.29 14.29 14.29 14.29 14.29 100
27.62 27.62 20.95 20.95 40.95 20.95 40.95 200
KJ
KR
FJ
FR
INP
2500 833.33 2500 2500 833.33 833.33 833.33 833.33 833.33 12500
20 6.67 20 20 6.67 6.67 6.67 6.67 6.67 100
1 0.33 0.33 0.67 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 4
25 8.333 8.333 16.67 8.333 8.333 8.333 8.333 8.333 100
45 15 28.33 36.67 15 15 15 15 15 200
Semai core No.
IS
0.375
134
Lampiran 17. INP dan IS Tingkat Pancang pada Jalur Danau INP, IS TINGKAT PANCANG EDGE DAN CORE PADA JALUR DANAU Pancang edge No. 1 2 3 4 5 6
Nama ilmiah Kibatalia borneensis Artocarpus anisophyllus Geroniera nervosa Santiria laevigata Syzygium sp. Dipterocarpus sp
Jml
Jml plot
1 2 1 1 1 1 7
1 1 1 1 1 1
Jml
Jml plot
1 1 1 3
1 1 1
KJ
KR
133.33 266.67 133.33 133.33 133.33 133.33 933.33
14.29 28.57 14.29 14.29 14.29 14.29 100
KJ
KR
133.33 133.33 133.33 400
33.33 33.33 33.33 100
FJ 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 2
FR 16.67 16.67 16.67 16.67 16.67 16.67 100
INP 30.95 45.24 30.95 30.95 30.95 30.95 200
Pancang core No.
Nama ilmiah
1 2 3
Santiria laevigata Artocarpus anisophyllus Shorea sp.
1
Jenis yang sama di 2 tipe Artocarpus anisophyllus IS =
0.2222
FJ 0.33 0.33 0.33 1
FR 33.33 33.33 33.33 100
INP 66.67 66.67 66.67 200
135
Lampiran 18. INP dan IS Tingkat Tiang pada Jalur Danau INP, IS TINGKAT TIANG EDGE DAN CORE PADA JALUR DANAU Tiang edge No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama ilmiah Elateriospermum sp. Eurycoma longifolia Shorea sp2 Garcinea syzygifolia Cal ophyllum pulcherrimum Artocarpus anisophyllus Syzygium sp. Diospyros oblonga
Jml
Jplot
2 1 2 1 1 1 1 1 10
1 1 1 1 1 1 1 1
Jml
Jplot
2 1 2 2 2 1 10
2 1 2 2 1 1
KJ
KR
FJ
66.67 33.33 66.67 33.33 33.33 33.33 33.33 33.33 333.3
20 10 20 10 10 10 10 10 100
0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 2.67
KJ
KR
FJ
66.67 33.33 66.67 66.67 66.67 33.33 333.3
20 10 20 20 20 10 100
0.67 0.33 0.67 0.67 0.33 0.33 3
FR
DJ
DR
INP
0.86 0.24 0.81 0.5 0.36 0.15 1.16 1.12 5.2
16.6 4.56 15.5 9.61 6.98 2.94 22.2 21.6 100
49.11 27.06 48.02 32.11 29.48 25.44 44.72 44.06 300
FR
DJ
DR
INP
22.22 11.11 22.22 22.22 11.11 11.11 100
1.35 0.59 0.6 0.89 0.75 0.27 4.17
32.3 14.1 14.3 21.4 18 6.52 100
74.48 35.17 56.51 63.64 49.09 27.63 300
12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 100
Tiang core No.
Nama ilmiah
1 2 3 4 5 6
Calophyllum pulcherrimum Artocarpus anishopyllus Parashorea aptera Shorea sp2 Actinodaphne sp. Baccaurea pyriformis
1 2
Jenis yang sama di 2 tipe Shorea sp2 Artocarpus anisophyllus IS
0.2857
136
Lampiran 19. INP dan IS Tingkat Pohon pada Jalur Danau
INP, IS TINGKAT POHON EDGE DAN CORE PADA JALUR DANAU Pohon edge No. Nama ilmiah 1 Syzygium sp. 2 Endospermum malaccensis 3 Quercus spp. 4 Shorea s p1 5 Litsea spp. 6 Actinodaphne procera 7 Payena acuminata 8 Artocarpus elasticus 9 Aglaea sp.
Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP 2 1 16.7 9.52 0.33 7.14 2.1 12.1 28.7 6 3 50 28.6 1 21.4 5.8 33.3 83.3 4 3 33.3 19 1 21.4 4.18 24 64.5 1 1 8.33 4.76 0.33 7.14 0.51 2.95 14.9 3 2 25 14.3 0.67 14.3 1.41 8.08 36.6 2 1 16.7 9.52 0.33 7.14 1.15 6.6 23.3 1 1 8.33 4.76 0.33 7.14 0.36 2.09 14 1 1 8.33 4.76 0.33 7.14 1.53 8.8 20.7 1 1 8.33 4.76 0.33 7.14 0.37 2.14 14 21 175 100 4.67 100 17.4 100 300
Pohon core No. Nama ilmiah 1 Garcinea syzygifolia 2 Endospermum malaccensis 3 Payena acuminata 4 Rhodamnia cinerea 5 Quercus spp. 6 Parashorea aptera 7 Syzygium sp. 8 Actinodaphne procera 9 Artocarpus elasticus 10 Polyalthia sumatrana
Jenis yang sama di 2 tipe 1 Syzygium sp. 2 Endospermum malaccensis 3 Quercus spp. 4 Actinodaphne procera 5 Payena acuminata 6 Artocarpus elasticus
Jml Jml plot KJ KR FJ FR DJ DR INP 1 1 8.33 5.56 0.33 8.33 0.51 3.69 17.6 3 2 25 16.7 0.67 16.7 2.15 15.4 48.8 2 1 16.7 11.1 0.33 8.33 1.09 7.85 27.3 1 1 8.33 5.56 0.33 8.33 0.48 3.44 17.3 1 1 8.33 5.56 0.33 8.33 0.97 6.97 20.9 3 2 25 16.7 0.67 16.7 1.46 10.5 43.8 2 1 16.7 11.1 0.33 8.33 4.03 28.9 48.4 3 1 25 16.7 0.33 8.33 1.82 13.1 38.1 1 1 8.33 5.56 0.33 8.33 0.47 3.36 17.2 1 1 8.33 5.56 0.33 8.33 0.94 6.75 20.6 18 150 100 4 100 13.9 100 300
IS =
0.6316
137
Lampiran 20. INP dan IS Tingkat Semai pada Jalur Kebun Campuran INP, IS TINGKAT SEMAI EDGE DAN CORE PADA JALUR KEBUN CAMPURAN Semai edge No. 1 2 3 4 5 6 7
Nama ilmiah Kibatalia borneensis Actinodaphne sp. Pometia pinnata Palaquium sumatranum Lithocarpus sp. Palaquium hexandrum Aquilaria malaccensis
No.
Semai core Nama ilmiah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1
Artocarpus elasticus Aglaea sp. Canarium tomentosum Garcinea syzygifolia Sapium baccatum Actinodaphne sp. Geronniera subaecualis Shorea leprosula Melanorhoea walichii Hopea mengarawan Cinamomum sp.
Jml 4 1 1 2 1 4 1 14
Jml plot 3 1 1 1 1 1 1
KJ 3333.3 833.33 833.33 1666.7 833.33 3333.3 833.33 11667
KR 28.57 7.143 7.143 14.29 7.143 28.57 7.143 100
FJ
Jml
Jml plot
KJ
KR
FJ
3 1 1 2 1 3 2 1 1 2 1 18
1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1
Jenis yang sama di 2 tipe Actinodaphne sp. IS
0.1111
2500 833.33 833.33 1666.7 833.33 2500 1666.7 833.33 833.33 1666.7 833.33 15000
16.67 5.556 5.556 11.11 5.556 16.67 11.11 5.556 5.556 11.11 5.556 100
1 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 3
0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.67 0.67 0.33 0.33 0.33 0.33 4.33
FR 33.33 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 100
INP 61.9 18.25 18.25 25.4 18.25 39.68 18.25 200
FR
INP
7.692 7.692 7.692 7.692 7.692 15.38 15.38 7.692 7.692 7.692 7.692 100
24.36 13.25 13.25 18.8 13.25 32.05 26.5 13.25 13.25 18.8 13.25 200
138
Lampiran 21. INP dan IS Tingkat Pancang pada Jalur Kebun Campuran INP, IS TINGKAT PANCANG EDGE DAN CORE PADA JALUR KEBUN CAMPURAN Pancang edge No. 1 2 3 4 5
Nama ilmiah Kibatalia borneensis Syzygium sp. Dyiospiros siamang Scorodocarpus borneensis Barringtomia racemosa
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama ilmiah Ochanostachys amentacea Artocarpus elasticus Litsea sp. Ixonanthes icosandra Hopea mengarawan Canarium tomentosum Parashorea aptera Kibatalia borneensis Alsheodaphne sp.
Jml 1 2 1 1 1 6
Jml plot 1 2 1 1 1
KJ 133.33 266.67 133.33 133.33 133.33 800
KR 16.67 33.33 16.67 16.67 16.67 100
FJ 0.33 0.67 0.33 0.33 0.33 2
FR 16.67 33.33 16.67 16.67 16.67 100
INP 33.3 66.7 33.3 33.3 33.3 200
Jml 1 1 1 1 10 1 1 1 1 18
Jml plot 1 1 1 1 2 1 1 1 1
KJ 133.33 133.33 133.33 133.33 1333.3 133.33 133.33 133.33 133.33 2400
KR 5.556 5.556 5.556 5.556 55.56 5.556 5.556 5.556 5.556 100
FJ 0.33 0.33 0.33 0.33 0.67 0.33 0.33 0.33 0.33 3.33
FR
INP 15.6 15.6 15.6 15.6 75.6 15.6 15.6 15.6 15.6 200
Pancang core
1
Jenis yang sama di 2 tipe Kibatalia borneensis IS
0.1429
10 10 10 10 20 10 10 10 10 100
139
Lampiran 22. INP dan IS Tingkat Tiang pada Jalur Kebun Campuran INP, IS TINGKAT TIANG EDGE DAN CORE PADA JALUR KEBUN CAMPURAN Tiang edge No. 1 2 3 4 5
Nama ilmiah Litsea sp. Ochanostachys amentacea Endospermum malaccensis Euobia sp. Geroniera nervosa
No. 1 2 3 4 5 6 7
Nama ilmiah Parkia speciosa Polyalthia sp. Artocarpus integra Geroniera nervosa Ixonanthes icosandra Dillenia oblongata Callophyllum pulcherrimum
Jml 1 1 1 1 1 5
Jplot 1 1 1 1 1
KJ 33.33 33.33 33.33 33.33 33.33 166.7
KR 20 20 20 20 20 100
FJ 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 1.67
FR 20 20 20 20 20 100
DJ 0.44 0.38 0.51 0.44 0.94 2.72
DR 16.27 13.86 18.86 16.27 34.75 100
INP 56.26 53.86 58.86 56.26 74.74 300
Jml 1 2 1 1 1 1 1 8
Jplot 1 2 1 1 1 1 1
KJ 33.33 66.67 33.33 33.33 33.33 33.33 33.33 266.7
KR 12 25 12 12 12 12 12 100
FJ 0.33 0.67 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 2.67
FR 12.5 25 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 100
DJ 0.85 1.16 0.44 0.67 0.38 0.51 0.44 4.46
DR 19.03 26.13 9.924 15.03 8.456 11.51 9.924 100
INP 44.02 76.13 34.92 40.03 33.46 36.51 34.92 300
IS
0.1667
Tiang core
1
Jenis yang sama di 2 tipe Geroniera nervosa
140
Lampiran 23. INP dan IS Tingkat Pohon pada Jalur Kebun Campuran
INP, IS TINGKAT POHON EDGE DAN CORE PADA JALUR KEBUN CAMPURAN Pohon edge No. Nama ilmiah 1 Endospermum malaccensis 2 Aglaea sp. 3 Kibatalia borneensis 4 Artocarpus elasticus 5 Palaquium hexandrum 6 Myristica iners 7 Dillenia reticulata 8 Diallium platychepalum
Jml Jml plot 4 3 2 2 2 2 4 2 1 1 1 1 1 1 1 1 16
KJ KR FJ FR DJ DR INP 33.3 25 1 23.1 3.03 24.5 72.6 16.7 12.5 0.67 15.4 1.06 8.62 36.5 16.7 12.5 0.67 15.4 2.31 18.7 46.6 33.3 25 0.67 15.4 3.12 25.3 65.7 8.33 6.25 0.33 7.69 0.8 6.5 20.4 8.33 6.25 0.33 7.69 0.59 4.77 18.7 8.33 6.25 0.33 7.69 0.71 5.78 19.7 8.33 6.25 0.33 7.69 0.71 5.78 19.7 133 100 4.33 100 12.3 100 300
Jml Jml plot 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 7 2 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 3 1 28
KJ KR FJ FR DJ DR INP 16.7 7.14 0.33 5.88 2.53 14.5 27.5 8.33 3.57 0.33 5.88 0.55 3.15 12.6 16.7 7.14 0.67 11.8 1.92 11 29.9 8.33 3.57 0.33 5.88 0.35 1.98 11.4 8.33 3.57 0.33 5.88 0.29 1.65 11.1 8.33 3.57 0.33 5.88 1.84 10.5 20 8.33 3.57 0.33 5.88 1.21 6.92 16.4 16.7 7.14 0.33 5.88 0.66 3.79 16.8 58.3 25 0.67 11.8 7.12 40.7 77.5 8.33 3.57 0.33 5.88 0.48 2.73 12.2 8.33 3.57 0.33 5.88 0.55 3.15 12.6 25 10.7 0.33 5.88 1.36 7.8 24.4 8.33 3.57 0.33 5.88 0.29 1.65 11.1 8.33 3.57 0.33 5.88 0.9 5.12 14.6 25 10.7 0.33 5.88 2.3 13.2 29.8 233 100 5.67 100 17.5 100 300
Pohon core No. Nama ilmiah 1 Ochanostachis amentacea 2 Dacryodes rostrata 3 Palaquium hexandrum 4 Vatica resak 5 Geroniera nervosa 6 Ixonanthes icosandra 7 Litsea sp. 8 Shorea parvifolia 9 Endospermum malaccensis 10 Lithocarpus sp. 11 Aglaea sp. 12 Syzygium sp. 13 Garcinea syzigifolia 14 Elaeocarpus sp. 15 Artocarpus elasticus
Jenis yang sama di 2 tipe 1 Endospermum malaccensis 2 Aglaea sp. 3 Artocarpus elasticus 4 Palaquium hexandrum
IS =
0.3478
141
Lampiran 24. INP dan IS Tingkat Semai pada Jalur Kebun Sawit
INP, IS TINGKAT SEMAI EDGE DAN CORE PADA JALUR KEBUN SAWIT Semai edge No. 1 2 3 4 5 6
Nama ilmiah
Jml
Plot
Actinodaphne sp. Canarium tomentosum Palaquium sumatranum Lithocarpus sp. Palaquium hexandrum Aquilaria malaccensis
5 1 2 1 4 1 14
1 1 1 1 1 1
KJ
KR
FJ
FR
INP
4167 833,3 1667 833,3 3333 833,3 11667
35,71 7,143 14,29 7,143 28,57 7,143 100
0,333 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333 2
16,67 16,67 16,67 16,67 16,67 16,67 100
52,38 23,81 30,95 23,81 45,24 23,81 200
KJ
KR
FJ
FR
INP
Semai core No.
Nama ilmiah
Jml
Plot
1 2 3 4 5 6
Actinodaphne sp. Rhodamnia cinerea Mezetia sp. Geroniera nervosa Palaquium hexandrum Dacryodes rostrata
3 2 1 1 2 1 10
2 2 1 1 1 1
1
Jenis yang sama di 2 tipe Actinodaphne sp. IS
0,2
2500 1667 833,3 833,3 1667 833,3 8333
30 20 10 10 20 10 100
0,667 0,667 0,333 0,333 0,333 0,333 2,667
25 25 12,5 12,5 12,5 12,5 100
55 45 22,5 22,5 32,5 22,5 200
142
Lampiran 25. INP dan IS Tingkat Pancang pada Jalur Kebun Sawit INP, IS TINGKAT PANCANG EDGE DAN CORE PADA JALUR KEBUN SAWIT
No. 1 2 3 4 5 6
Pancang edge Nama ilmiah Kibatalia borneensis Sloetia elongata Dipterocarpus crinitus Euodia sp. Dillenia reticulata Myristica iners
No. 1 2 3 4 5
Pancang core Nama ilmiah Hopea mengarawan Canarium tomentosum Parashorea aptera Kibatalia borneensis Alsheodaphne sp.
1
Jml 1 1 1 1 1 1 6
Jml plot 1 1 1 1 1 1
KJ 133.33 133.33 133.33 133.33 133.33 133.33 800
KR 16.67 16.67 16.67 16.67 16.67 16.67 100
FJ 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 2
FR 16.67 16.67 16.67 16.67 16.67 16.67 100
INP 33.33 33.33 33.33 33.33 33.33 33.33 200
Jml 10 1 1 2 1 15
Jml plot 2 1 1 2 1
KJ 1333.3 133.33 133.33 266.67 133.33 2000
KR 66.67 6.667 6.667 13.33 6.667 100
FJ 0.67 0.33 0.33 0.67 0.33 2.33
FR 28.57 14.29 14.29 28.57 14.29 100
INP 95.24 20.95 20.95 41.91 20.95 200
Jenis yang sama di 2 tipe Kibatalia borneensis IS =
0.1818
143
Lampiran 26. INP dan IS Tingkat Tiang pada Jalur Kebun Sawit INP, IS TINGKAT TIANG EDGE DAN CORE PADA JALUR KEBUN SAWIT Tiang edge No. 1 2 3 4 5 6 7
Nama ilmiah Palaquium hexandrum Elaeocarpus sp. Euobia sp. Sloetia elongata Actinodaphne sp. Litsea sp. Ochanostachys amentacea
Jml
Jplot
1 1 2 1 1 2 1 9
1 1 2 1 1 2 1
Jml
Jplot
1 1 2 2 6
1 1 1 1
KJ 33.33 33.33 66.67 33.33 33.33 66.67 33.33 300
KR 11.11 11.11 22.22 11.11 11.11 22.22 11.11 100
FJ
FR
DJ
DR
INP
0.33 0.33 0.67 0.33 0.33 0.67 0.33 3
11.11 11.11 22.22 11.11 11.11 22.22 11.11 100
0.44 0.94 1.11 0.32 0.59 1.11 0.38 4.89
9.04 19.3 22.7 6.47 12 22.7 7.7 100
31.26 41.54 67.13 28.7 34.26 67.18 29.93 300
FJ
FR
DJ
DR
INP
0.94 0.67 0.82 1.34 3.78
25 17.7 21.7 35.6 100
66.67 59.4 80.01 93.93 300
Tiang core No.
Nama ilmiah
1 2 3 4
Syzygium sp. Sloetia elongata Ixonanthes icosandra Horsfieldia grandis
1
Jenis yang sama di 2 tipe Sloetia elongata IS
0.1818
KJ 33.33 33.33 66.67 66.67 200
KR 16.67 16.67 33.33 33.33 100
0.33 0.33 0.33 0.33 1.33
25 25 25 25 100
144
Lampiran 27. INP dan IS Tingkat Pohon pada Jalur Kebun Sawit
INP, IS TINGKAT POHON EDGE DAN CORE PADA JALUR KEBUN SAWIT Pohon edge No. Nama ilmiah 1 Syzygium sp 2 Endospermum sp. 3 Quercus spp. 4 Shorea parvifolia 5 Litsea spp. 6 Actinodapne procera 7 Palaquium spp. 8 Artocarpus elasticus 9 Payena acuminata
Jml 2 6 4 1 3 2 1 1 1 21
Jml plot 1 3 3 1 2 1 1 1 1
KJ 16.7 50 33.3 8.33 25 16.7 8.33 8.33 8.33 175
KR 9.52 28.6 19 4.76 14.3 9.52 4.76 4.76 4.76 100
FJ 0.33 1 1 0.33 0.67 0.33 0.33 0.33 0.33 4.67
FR 7.14 21.4 21.4 7.14 14.3 7.14 7.14 7.14 7.14 100
DJ 2.1 5.8 4.18 0.51 1.41 1.15 0.36 1.53 0.37 17
DR 12.3 34 24.5 3.02 8.25 6.75 2.13 9 2.19 100
INP 29 84 65 14.9 36.8 23.4 14 20.9 14.1 300
Pohon core No. Nama ilmiah 1 Garcinia parvifolia 2 Endospermum sp. 3 Palaquium spp. 4 Rhodamnia cinerea 5 Quercus spp. 6 Parashorea aptera 7 Syzygium sp. 8 Macaranga argentea 9 Actinodapne procera 10 Artocarpus elasticus 11 Polyalthia sumatrana
Jenis yang sama di 2 tipe 1 Syzygium sp 2 Endospermum sp. 3 Quercus spp. 4 Actinodapne procera 5 Palaquium spp. 6 Artocarpus elasticus
Jml 1 2 2 1 1 3 2 1 3 1 1 18
IS =
Jml plot 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1
KJ 8.33 16.7 16.7 8.33 8.33 25 16.7 8.33 25 8.33 8.33 150
0.6
KR 5.56 11.1 11.1 5.56 5.56 16.7 11.1 5.56 16.7 5.56 5.56 100
FJ 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.67 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 4
FR 8.33 8.33 8.33 8.33 8.33 16.7 8.33 8.33 8.33 8.33 8.33 100
DJ 0.51 1.63 1.09 0.48 0.97 1.46 4.03 0.53 1.82 0.47 0.94 13.9
DR 3.69 11.7 7.85 3.44 6.97 10.5 28.9 3.77 13.1 3.36 6.75 100
INP 17.6 31.1 27.3 17.3 20.9 43.8 48.4 17.7 38.1 17.2 20.6 300
145
Lampiran 28. INP dan IS Tingkat Semai pada Jalur Hotel
INP, IS TINGKAT SEMAI EDGE DAN CORE PADA JALUR HOTEL Semai edge No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama ilmiah Kibatalia borneensis Actinodaphne sp. Pometia pinnata Hopea mengarawan Cinamomum sp. Geronniera subaecualis Artocarpus elasticus Aglaea sp. Canarium tomentosum Garcinea syzygifolia Sapium baccatum
Jml 4 2 1 2 1 1 3 1 1 2 1 19
Plot 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
KJ
KR
FJ
FR
INP
3333 1667 833,3 1667 833,3 833,3 2500 833,3 833,3 1667 833,3 15833
21,05 10,53 5,263 10,53 5,263 5,263 15,79 5,263 5,263 10,53 5,263 100
0,333 0,667 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333 4
8,333 16,67 8,333 8,333 8,333 8,333 8,333 8,333 8,333 8,333 8,333 100
29,39 27,19 13,6 18,86 13,6 13,6 24,12 13,6 13,6 18,86 13,6 200
KJ
KR
FJ
FR
INP
5833 833,3 833,3 833,3 833,3 833,3 1667 833,3 12500
46,67 6,667 6,667 6,667 6,667 6,667 13,33 6,667 100
0,667 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333 3
22,22 11,11 11,11 11,11 11,11 11,11 11,11 11,11 100
68,89 17,78 17,78 17,78 17,78 17,78 24,44 17,78 200
Semai core No.
Nama ilmiah
1 2 3 4 5 6 7 8
Actinodaphne sp. Geronniera subaecualis Shorea leprosula Melanorhoea walichii Ochanostachys amentacea Dillenia reticulata Palaquium sumatranum Lithocarpus sp.
1 2
Jenis yang sama di 2 tipe Actinodaphne sp. Geronniera subaecualis
Jml 7 1 1 1 1 1 2 1 15
IS
Plot 2 1 1 1 1 1 1 1
0,1
146
Lampiran 29. INP dan IS Tingkat Pancang pada Jalur Hotel INP, IS TINGKAT PANCANG EDGE DAN CORE PADA JALUR HOTEL Pancang edge No. 1 2 3 4 5 6 7
Nama ilmiah Ochanostachys amentacea Artocarpus elasticus Litsea sp. Ixonanthes icosandra Hopea mengarawan Canarium tomentosum Parashorea aptera
No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama ilmiah Hopea mengarawan Kibatalia borneensis Alsheodaphne sp. Sloetia elongata Dipterocarpus crinitus Euodia sp. Dillenia reticulata Myristica iners
Jml 1 1 1 1 2 2 2 10
Jml plot 1 1 1 1 2 2 2
KJ 133.33 133.33 133.33 133.33 266.67 266.67 266.67 1333.3
KR 10 10 10 10 20 20 20 100
FJ 0.33 0.33 0.33 0.33 0.67 0.67 0.67 3.33
FR 10 10 10 10 20 20 20 100
INP 20 20 20 20 40 40 40 200
Jml 9 1 1 1 1 1 1 1 16
Jml plot 1 1 1 1 1 1 1 1
KJ 1200 133.33 133.33 133.33 133.33 133.33 133.33 133.33 2133.3
KR 56.3 6.25 6.25 6.25 6.25 6.25 6.25 6.25 100
FJ 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 2.67
FR 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 99.999
INP 68.8 18.7 18.7 18.7 18.7 18.7 18.7 18.7 200
Pancang core
1
Jenis yang sama di 2 tipe Hopea mengarawan IS =
0.1333
147
Lampiran 30. INP dan IS Tingkat Tiang pada Jalur Hotel INP, IS TINGKAT TIANG EDGE DAN CORE PADA JALUR HOTEL Tiang edge No. 1 2 3 4 5 6 7
Nama ilmiah Artocarpus integra Polyalthia sp. Geroniera nervosa Ixonanthes icosandra Dillenia oblongata Callophyllum pulcherrimum Euobia sp.
No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama ilmiah Parkia speciosa Polyalthia sp. Euobia sp. Geroniera nervosa Cratoxylum formosum Dillenia reticulata Candelia candel Artocarpus elasticus
Jml 1 1 2 1 1 1 1 8
Jplot 1 1 2 1 1 1 1
KJ 33.33 33.33 66.67 33.33 33.33 33.33 33.33 266.7
KR 12.5 12.5 25 12.5 12.5 12.5 12.5 100
FJ 0.33 0.33 0.67 0.33 0.33 0.33 0.33 2.67
FR 12.5 12.5 25 12.5 12.5 12.5 12.5 100
DJ 0.44 0.85 1.61 0.38 0.51 0.44 0.44 4.68
DR 9.45 18.1 34.5 8.05 11 9.45 9.45 100
INP 34.45 43.12 84.51 33.05 35.96 34.45 34.45 300
Jml 1 1 1 1 1 1 1 1 8
Jplot 1 1 1 1 1 1 1 1
KJ 33.33 33.33 33.33 33.33 33.33 33.33 33.33 33.33 266.7
KR 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 100
FJ 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 0.33 2.67
FR 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 12.5 100
DJ 0.85 0.32 0.44 0.94 0.51 0.32 0.85 0.51 3.06
DR 27.7 10.3 14.4 30.8 16.7 10.3 27.7 16.7 100
INP 52.67 35.33 39.43 55.83 41.74 35.33 52.67 41.74 300
IS
0.2667
Tiang core
1 2
Jenis yang sama di 2 tipe Geroniera nervosa Euobia sp.
148
Lampiran 31. INP dan IS Tingkat Pohon pada Jalur Hotel
INP, IS TINGKAT POHON EDGE DAN CORE PADA JALUR HOTEL Pohon edge No. Nama ilmiah 1 Cratoxylum arborescens 2 Garangan 3 Damar kelok 4 Artocarpus elasticus 5 Shorea sp. 6 Artocarpus rigidus 7 Artocarpus lanceifolius 8 Waru 9 Endospermum sp. 10 Nephelium sp. 11 Garcinia parvifolia
Jml
Jml plot
2 1 1 1 1 6 1 2 1 2 1 19
2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1
KJ KR FJ FR DJ DR INP 16.7 10.5 0.67 15.4 1.08 9.99 35.9 8.33 5.26 0.33 7.69 0.47 4.33 17.3 8.33 5.26 0.33 7.69 0.72 6.64 19.6 8.33 5.26 0.33 7.69 1 9.29 22.2 8.33 5.26 0.33 7.69 0.64 5.9 18.9 50 31.6 0.67 15.4 3.33 30.8 77.8 8.33 5.26 0.33 7.69 0.77 7.16 20.1 16.7 10.5 0.33 7.69 2.29 21.2 39.5 8.33 5.26 0.33 7.69 0.5 4.65 17.6 16.7 10.5 0.33 7.69 0.99 9.17 27.4 8.33 5.26 0.33 7.69 0.5 4.65 17.6 158 100 4.33 100 10.8 100 300
Pohon core No. Nama ilmiah 1 Endospermum sp. 2 Litsea spp. 3 Artocarpus rigidus 4 Cratoxylum arborescens 5 Sago 6 Garcinia sp. 7 Macaranga gigantea 8 Sloetia elongata 9 Karunik 10 Elateriospermum sp. 11 Artocarpus elasticus 12 Mangifera foetida 13 Syzygium sp. 14 Piyau
Jenis yang sama di 2 tipe 1 Cratoxylum arborescens 2 Artocarpus elasticus 3 Artocarpus rigidus 4 Endospermum sp. 5 Garcinia parvifolia
Jml 3 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 19
IS =
Jml plot
KJ 2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0.4
25 8.33 16.7 8.33 16.7 8.33 8.33 8.33 8.33 8.33 8.33 8.33 16.7 8.33 158
KR FJ FR DJ DR INP 15.8 0.67 11.8 1.92 19.1 46.6 5.26 0.33 5.88 0.55 5.45 16.6 10.5 0.67 11.8 1.69 16.8 39.1 5.26 0.33 5.88 0.5 4.98 16.1 10.5 0.67 11.8 3.82 37.9 60.2 5.26 0.33 5.88 0.56 5.57 16.7 5.26 0.33 5.88 0.39 3.9 15 5.26 0.33 5.88 0.26 2.61 13.8 5.26 0.33 5.88 0.38 3.8 14.9 5.26 0.33 5.88 0.66 6.58 17.7 5.26 0.33 5.88 0.92 9.16 20.3 5.26 0.33 5.88 0.33 3.22 14.4 10.5 0.33 5.88 0.83 8.28 24.7 5.26 0.33 5.88 0.33 3.22 14.4 100 5.67 100 10.1 100 300
149
Lampiran 32. Jenis-Jenis Pohon di Tahura SSH
DAFTAR JENIS POHON YANG ADA DI TAHURA SSH-MINAS NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
NAMA BOTANIS Actinodaphne sp. Aglaea sp. Alseodaphne sp. Aquilaria malaccensis Artocarpus elasticus Artocarpus integra Baccaurea pyriformis Baringtonia racemosa Bouea burmanica Calophyllum pulcherrimum Canarium tomentosum Carallia sp. Castanopsis acuminatisima Cratox ylum formosum Cratoxylum arborescens Dacryodes rostata Diallium platycephalum Dillenia reticulata Diospyros oblonga Dipterocarpus crinitus Elaeocarpus sp. Endospermum malaccensis Garcinea syzygifolia Geronniera nervosa Geronniera subaecualis Hopea mengarawan Horsfieldia grandis Ixonanthes icosandra Kandelia candel Kibatalia borneensis Lithocarpus sp. Litsea sp. Melanorhoea walichii Myristica iners Ochanostachys arnentacea Palaquium hexandrum Palaquium sumatranum Parashorea aptera Parkia speciosa Polyalthia sp. Pometia pinata Rhodamnia cinerea Santiria graffiti Scorodocarpus borneensis Shorea leprosula Sindora walichii Sloetia elongata Syzygium sp. Vatica stapfiana
Lamk. Rein W. L. Gage. Bl. Griff. Wall. Bl. A.D.C. Dyer. Bl. H.J.Lam. Baker. King. Wild. Dyer. Muell. Pierrei. Planth. Planth. Miq. Warb. Druce.
Hook.F Bl. Mast. H.J.L. Burck. V.Sl. Hassk. Forst. Jack. Engl. Becc. Miq. Benth. Kds. V.Sl.
NAMA DAERAH Medang Kedondong Medang Gaharu Terap Cempedak Tampui daun lebar Putat Raman Bintangur Kenari Pisang-pisang Berangan Mampat Gerunggang Kedondong hutan Asam keranji Simpur Kayu arang Keruing Medang rawa Sendok-sendok Asam kandis Siluk daun lebar Siluk Merawan Mendarahan Pagar-pagar Mempisang Pulai Pasang Medang Rengas Mendarahan Petatal Balam putih Balam durian Tembalun Petai Pisang-pisang Kasai Marpoyan Lalan Kulim Meranti pirang Tamparan hantu Tempinis Kelat Resak
SUKU Lauraceae Meliaceae Lauraceae Thymelaceae Moraceae Moraceae Euphorbiaceae Lechytidaceae Anacardiaceae Guttiferae Burseraceae Rhyzoporaceae Fagaceae Hyperycaceae Hyperycaceae Burseraceae Leguminosae Dilleniaceae Ebenaceae Dipterocarpaceae Elaeocarpaceae Euphorbiaceae Guttiferae Ulmaceae Ulmaceae Dipterocarpaceae Myristicaceae Linaceae Rhyzoporaceae Apocynaceae Fagaceae Lauraceae Anacardiaceae Myristicaceae Olacaceae Sapotaceae Sapotaceae Dipterocarpaceae Leguminosae Annonaceae Sapindaceae Myrtaceae Burseraceae Olacaceae Dipterocarpaceae Leguminosae Moraceae Myrtaceae Dipterocarpaceae
150
Lampiran 33. Uji Kesamaan dengan t-student pada Komunitas Burung KC
KS
SB
DN
BK
HR
TJ1
TJ2
Co
Co
Co
Habitat
K C
K S
S B
D N
B A
Habitat 1
Ed X
Co X
Ed
Co
Ed
Co
Ed
Co
Ed
Co
Edge
-
√
Core
√
-
Habitat 1
√
√
Edge
-
√
Cor e
√
-
Habitat 1
√
√
Edge
-
√
Core
√
-
Habitat 1
√
√
Edge
-
√
Core
√
-
Habitat 1
√
X
Edge
-
√
Core
√
-
H
Edge
√
R
Core
-
T J
Edge
X
Core
-
1 T J
Edge
X
Core
-
2
Keterangan : √ : menunjukkan kesamaan komunitas X : menunjukkan ketidaksamaan komunitas KC : kebun campuran KS : kebun sawit SB : semak belukar DN : danau BA : belukar akasia HR : hotel TJ 1 : tepi jalan 1 TJ 2 : tepi jalan 2
151
Lampiran 34. INP Burung di Tepi Jalan 1 PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT EDGE JALAN 1 No
Nama Ilmiah
Jml
Jml pl ot
1 Orthotomus ruficeps 2 Pycnonotus goiavier
9 17
5 6
0.714 16.7 4.55 13.8 30.5 0.27 0.857 20 8.59 26.2 46.2 0.35
3 Passer montanus
4
1
0.143 3.33 2.02 6.15 9.49 0.17
4 Pycnonotus plumosus
3
1
0.143 3.33 1.52 4.62 7.95 0.14
5 Copsychus saularis
6
3
0.429
10 3.03 9.23 19.2 0.22
6 Pycnonotus atriceps
5
3
0.429
10 2.53 7.69 17.7 0.2
7 Hirundo tahitica
3
2
0.286 6.67 1.52 4.62 11.3 0.14
8 Lonchura punctulata
6
1
0.143 3.33 3.03 9.23 12.6 0.22
9 Pycnonotus simplex 10 Eurostopodus macrotis
3 1
1 1
0.143 3.33 1.52 4.62 7.95 0.14 0.143 3.33 0.51 1.54 4.87 0.06
11 Orthotomus atrogularis
3
2
0.286 6.67 1.52 4.62 11.3 0.14
12 Aegithina tiphia
3
2
0.286 6.67 1.52 4.62 11.3 0.14
13 Terpsiphone paradisi
2
2
0.286 6.67 1.01 3.08 9.74 0.11
65
FJ
FR
KJ
KR INP
H'
E
4.286 100 32.9 100 200 2.31 0.9
PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT CORE No
Nama Ilmiah
Jml
Jml plot
FJ
FR
KJ
KR INP
H'
1 Orthotomus ruficeps
8
5
0.714
10 4.04 10.5 20.5 0.24
2 Pycnonotus goiavier
9
5
0.714
10 4.55 11.8 21.8 0.25
3 Megalaima australis
7
4
0.571
8
3.54 9.21 17.2 0.22
4 Pycnonotus plumosus
3
2
0.286
4
1.52 3.95 7.95 0.13
5 Copsychus saularis
4
2
0.286
4
2.02 5.26 9.26 0.15
6 Megalaima hemachepala 7 Ter psiphone paradisi
6 5
3 5
0.429 0.714
6 3.03 7.89 13.9 0.2 10 2.53 6.58 16.6 0.18
8 Anthreptes malacensis
3
2
0.286
4
1.52 3.95 7.95 0.13
9 Eurostopodus macrotis
1
1
0.143
2
0.51 1.32 3.32 0.06
10 Irena puella
3
2
0.286
4
1.52 3.95 7.95 0.13
11 Aegithina tiphia
4
3
0.429
6
2.02 5.26 11.3 0.15
12 Aceros undulatus
5
3
0.429
6
2.53 6.58 12.6 0.18
13 Loriculus galgulus
2
1
0.143
2
1.01 2.63 4.63 0.1
14 Prinia familiaris 15 Corvus enca
2 1
2 1
0.286 0.143
4 2
1.01 2.63 6.63 0.1 0.51 1.32 3.32 0.06
16 Streptopelia chinensis
1
1
0.143
2
0.51 1.32 3.32 0.06
17 Orthotomus atrogularis
1
1
0.143
2
0.51 1.32 3.32 0.06
18 Psittinus cyanurus
1
1
0.143
2
0.51 1.32 3.32 0.06
19 Buceros rhinoceros
3
1
0.143
2
1.52 3.95 5.95 0.13
20 Phaenichophaeus
1
1
0.143
2
0.51 1.32 3.32 0.06
21 Aegithina viridissima 22 Pycnonotus atriceps
1 2
1 1
0.143 0.143
2 2
0.51 1.32 3.32 0.06 1.01 2.63 4.63 0.1
23 Dicrurus paradiseus
1
1
0.143
2
0.51 1.32 3.32 0.06
24 Rhinomyias umbratilis
2
1
0.143
2
1.01 2.63 4.63 0.1
E
sumatranus
76
7.143 100 38.4 100 200 2.93 0.92
152
Lampiran 35. INP Burung di Tepi Jalan 2
PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT EDGE JALAN 2 No
Jml
Jml plot
1 Orthotomus ruficeps
Nama Ilmiah
10
6
0.857 17.6 5.06 17.5 35.2 0.31
FJ
FR
KJ
KR INP
H'
E
2 Pyc nonotus goiavier
16
6
0.857 17.6 8.09 28.1 45.7 0.36
3 Passer montanus
4
1
0.143 2.94 2.02 7.02 9.96 0.19
4 Copsychus saularis
3
2
0.286 5.88 1.52 5.26 11.1 0.15
5 Pycnonotus atriceps
6
3
0.429 8.82 3.03 10.5 19.3 0.24
6 Eurostopodus macrotis
1
1
0.143 2.94 0.51 1.75 4.7
7 Centropus sinensis
2
2
0.286 5.88 1.01 3.51 9.39 0.12
8 Pycnonotus simplex 9 Terpsiphone paradisi
3 3
2 3
0.286 5.88 1.52 5.26 11.1 0.15 0.429 8.82 1.52 5.26 14.1 0.15
10 Pycnonotus aurigaster
1
1
0.143 2.94 0.51 1.75 4.7
11 Aegithina tiphia
5
4
0.571 11.8 2.53 8.77 20.5 0.21
12 Orthotomus atrogularis
1
1
0.143 2.94 0.51 1.75 4.7
0.07
13 Anthus novaeseelandiae
1
1
0.143 2.94 0.51 1.75 4.7
0.07
14 Irena puella
1 57
1
0.143 2.94 0.51 1.75 4.7 0.07 4.857 100 28.8 100 200 2.24 0.85
0.07
0.07
PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT CORE No
Nama Ilmiah
Jml
Jml plot
FJ
FR
KJ
KR INP
H'
1 Orthotomus ruficeps
9
5
0.714 15.2 4.55 18.8 33.9 0.31
2 Pycnonotus goiavier
7
4
0.571 12.1 3.54 14.6 26.7 0.28
3 Megalaima hemachepala
4
2
0.286 6.06 2.02 8.33 14.4 0.21
4 Terpsiphone paradisi
5
5
0.714 15.2 2.53 10.4 25.6 0.24
5 Anthreptes malacensis 6 Aegithina tiphia
2 5
1 4
0.143 3.03 1.01 4.17 7.2 0.13 0.571 12.1 2.53 10.4 22.5 0.24
7 Aceros undulatus
2
1
0.143 3.03 1.01 4.17 7.2
8 Irena puella
1
1
0.143 3.03 0.51 2.08 5.11 0.08
E
0.13
9 Megalaima australis
2
2
0.286 6.06 1.01 4.17 10.2 0.13
10 Prinia familiaris
2
1
0.143 3.03 1.01 4.17 7.2
0.13
11 Loriculus galgulus
2
1
0.143 3.03 1.01 4.17 7.2
0.13
12 Corvus enca
1
1
0.143 3.03 0.51 2.08 5.11 0.08
13 Streptopelia chinensis 14 Psittinus cyanurus
1 1
1 1
0.143 3.03 0.51 2.08 5.11 0.08 0.143 3.03 0.51 2.08 5.11 0.08
15 Phaenichophaeus
1
1
0.143 3.03 0.51 2.08 5.11 0.08
1
1
0.143 3.03 0.51 2.08 5.11 0.08
2
1
0.143 3.03 1.01 4.17 7.2
sumatranus 16 Eurostopodus macrotis 17 Pycnonotus atriceps
48
0.13
4.714 100 24.3 100 200 2.55 0.9
153
Lampiran 36. INP Burung di Semak Belukar PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT SEMAK No
Nama Ilmiah
Jml
Jml plot
1 Orthotomus ruficeps
7
3
2 Pycnonotus goiavier
10
4
3 Passer montanus
4
1
0.25 5.26 1.27 9.76
4 Streptopelia chinensis
2
1
0.25 5.26 0.64 4.88 10.1 0.15
5 Lonchura maja 6 Pycnonotus atriceps
4 3
1 2
0.25 5.26 1.27 9.76 15 0.23 0.5 10.5 0.96 7.32 17.8 0.19
7 Pycnonotus simplex
5
2
0.5
8 Amaurornis phoenicurus
1
1
0.25 5.26 0.32 2.44 7.7
0.09
9 Hirundo tahi tica
1
1
0.25 5.26 0.32 2.44 7.7
0.09
10 Orthotomus atrogularis
1
1
0.25 5.26 0.32 2.44 7.7
0.09
11 Turnix suscitator
2
1
0.25 5.26 0.64 4.88 10.1 0.15
12 Terpsiphone paradisi
1
1
0.25 5.26 0.32 2.44 7.7
0.09
4.75 100 13.1 100 200
2.2 0.89
41
INP
H'
0.75 15.8 2.23 17.1 32.9
FJ
0.3
1
FR
KJ
KR
E
21.1 3.18 24.4 45.4 0.34 15
0.23
10.5 1.59 12.2 22.7 0.26
PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT EDGE SEMAK No
Jml
Jml plot
FJ
FR
1 Orthotomus ruficeps
Nama Ilmiah
5
2
0.5
11.8 1.59 12.8 24.6 0.26
2 Pycnonotus goiavier
9
3
0.75 17.6 2.87 23.1 40.7 0.34
3 Aegithina tiphia
2
1
0.25 5.88 0.64 5.13
11
0.15
4 Pycnonotus plumosus 5 Copsychus saularis
2 4
1 2
0.25 5.88 0.64 5.13 0.5 11.8 1.27 10.3
11 22
0.15 0.23
6 Hirundo tahitica
5
1
0.25 5.88 1.59 12.8 18.7 0.26
7 Pycnonotus atriceps
2
1
0.25 5.88 0.64 5.13
8 Turnix suscitator
1
1
0.25 5.88 0.32 2.56 8.45 0.09
9 Orthotomus atrogularis
2
1
0.25 5.88 0.64 5.13
10 Rhinomyias umbratilis
3
1
0.25 5.88 0.96 7.69 13.6
11 Ketupa ketupu
1
1
0.25 5.88 0.32 2.56 8.45 0.09
12 Treron olax 13 Aceros undulatus
2 1
1 1
0.25 5.88 0.64 5.13 11 0.15 0.25 5.88 0.32 2.56 8.45 0.09
39
KJ
KR
INP
11 11
H'
E
0.15 0.15 0.2
4.25 100 12.4 100 200 2.34 0.91
PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT CORE No
Nama Ilmiah
Jml
Jml plot
FJ
FR
1 Picus puniceus
2
2 Pycnonotus goiavier 3 Anthreptes singalensis
5 2
2
0.5
3 2
4 Orthotomus ruficeps 5 Corvus macrorhynchos
5
3
1
1
6 Pycnonotus simplex
3
7 Caprimulgus macrurus 8 Amaurornis phoenicurus
KR
INP
H'
10.5 1.77
8
18.5
0.2
0.75 15.8 4.42 0.5 10.5 1.77
20 8
35.8 0.32 18.5 0.2
0.75 15.8 4.42
20
35.8 0.32
0.25 5.26 0.88
4
9.26 0.13
2
0.5
10.5 2.65
12
22.5 0.25
1
1
0.25 5.26 0.88
4
9.26 0.13
1
1
0.25 5.26 0.88
4
9.26 0.13
9 Dicrurus aeneus
1
1
0.25 5.26 0.88
4
9.26 0.13
10 Ketupa ketupu 11 Dicrurus paradiseus
2 1
1 1
0.25 5.26 1.77 0.25 5.26 0.88
8 4
13.3 0.2 9.26 0.13
12 Ictinaetus malayenus
1
1
0.25 5.26 0.88
4
9.26 0.13
25
KJ
E
4.75 100 22.1 100 200 2.28 0.92
154
Lampiran 37. INP Burung di Belukar Akasia PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT AKASIA No
Jml
J plot
FJ
1 Pycnonotus goiavier 2 Orthotomus ruficeps
Nama Ilmiah
4 4
2 2
0.5 0.5
14.3 1.99 14.3 1.99
8 8
22.3 0.2 22.3 0.2
3 Geopelia striata
12
2
0.5
14.3 5.97
24
38.3 0.34
4 Hirundo tahitica
20
1
0.25 7.14 9.95
40
47.1 0.37
5 Copsychus saularis
2
1
0.25 7.14
4
11.1 0.13
6 Amaurornis phoenicurus
4
2
0.5
8
22.3 0.2
7 Orthotomus atrogularis
1
1
0.25 7.14 0.5
2
9.14 0.08
8 Dicrurus paradiseus 9 Pycnonotus atriceps
1 1
1 1
0.25 7.14 0.5 0.25 7.14 0.5
2 2
9.14 0.08 9.14 0.08
10 Melanoperdix nigra
1
1
0.25 7.14 0.5
2
9.14 0.08
50
3.5
FR
KJ
1
14.3 1.99
KR
100 24.9 100
INP
H'
E
200 1.76 0.76
PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT EDGE AKASIA No
Nama Ilmiah
Jml
Jml plot
FJ
1 Pycnonotus goiavier 2 Orthotomus ruficeps
4 4
2 2
0.5 0.5
3 Passer montanus
1
1
0.25 6.25 0.5
3.7
9.95 0.12
4 Copsychus saularis
1
1
0.25 6.25 0.5
3.7
9.95 0.12
5 Ninox scutulata
2
2
0.5
12.5
7.41 19.9 0.19
6 Amaurornis phoenicurus
5
2
0.5
12.5 2.49 18.5
7 Dicrurus paradiseus
2
2
0.5
12.5
8 Hirundo tahitica
5
1
0.25 6.25 2.49 18.5 24.8 0.31
9 Orthotomus atrogularis 10 Spilornis cheela
1 1
1 1
0.25 6.25 0.5 0.25 6.25 0.5
3.7 3.7
9.95 0.12 9.95 0.12
11 Pycnonotus atriceps
1
1
0.25 6.25 0.5
3.7
9.95 0.12
27
4
FR
KJ
KR
INP
H'
E
12.5 1.99 14.8 27.3 0.28 12.5 1.99 14.8 27.3 0.28
1 1
31
0.31
7.41 19.9 0.19
100 13.4 100
200 2.19 0.91
PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT CORE No
Nama Ilmiah
Jml
Jml plot
1 Caprimulgus macrurus 2 Pycnonotus goiavier
1 2
1 2
3 Anthreptes singalensis
2
2
0.5
4 Orthotomus ruficeps
5
3
0.75 17.6 4.42 6.66 24.3 0.33
5 Dinopium rafflesii
1
1
0.25 5.88 0.88 1.33 7.21 0.13
6 Pycnonotus simplex
3
1
0.25 5.88 2.65 3.99 9.88 0.26
7 Halcyon smirnensis
1
1
0.25 5.88 0.88 1.33 7.21 0.13
8 Nectarinia jugularis
3
1
0.25 5.88 2.65 3.99 9.88 0.26
9 Corvus enca 10 Ketupa ketupu
1 1
1 1
0.25 5.88 0.88 1.33 7.21 0.13 0.25 5.88 0.88 1.33 7.21 0.13
11 Rhinomyias umbratilis
1
1
0.25 5.88 0.88 1.33 7.21 0.13
12 Treron olax
2
1
0.25 5.88 1.77 2.66 8.55 0.21
13 Buceros rhinoceros
1
1
0.25 5.88 0.88 1.33 7.21 0.13
24
FJ
FR
KJ
KR
INP
H'
E
0.25 5.88 0.88 1.33 7.21 0.13 0.5 11.8 1.77 2.66 14.4 0.21 11.8 1.77 2.66 14.4 0.21
4.25 100 21.2
32
132 2.39 0.93
155
Lampiran 38. INP Burung di Danau PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT DANAU No
Jml
Jml plot
FJ
FR
KJ
1 2 3 4
Lonchura leucogastra Alcedo meninting Streptopelia chinensis Pycnonotus goiavier
Nama Ilmiah
4 1 2 5
1 1 2 2
0.25 0.25 0.5 0.5
6.25 6.25 12.5 12.5
1.27 0.32 0.64 1.59
14.3 3.57 7.14 17.9
20.5 9.82 19.6 30.4
0.28 0.12 0.19 0.31
5 6 7 8
Halcyon smirnensis Orthotomus ruficeps Pycnonotus plumosus Orthotomus atrogularis
2 2 5 1
1 2 1 1
0.25 0.5 0.25 0.25
6.25 12.5 6.25 6.25
0.64 0.64 1.59 0.32
7.14 7.14 17.9 3.57
13.4 19.6 24.1 9.82
0.19 0.19 0.31 0.12
9 10 11 12
Prinia familiaris Dicrurus paradiseus Copsychus saularis Melanoperdix nigra
1 1 1 2
1 1 1 1
0.25 0.25 0.25 0.25
6.25 6.25 6.25 6.25
0.32 0.32 0.32 0.64
3.57 3.57 3.57 7.14
9.82 9.82 9.82 13.4
0.12 0.12 0.12 0.19
1 28
1
0.25 6.25 0.32 3.57 9.82 0.12 4 100 8.92 100 200 2.36 0.92
13 Amaurornis phoenicurus
KR INP
H'
E
PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT EDGE DANAU No
Jml
Jml plot
1 Pycnonotus goiavier 2 Copsychus saularis 3 Pycnonotus simplex
Nama Ilmiah
3 2 1
2 1 1
0.5 12.5 0.96 15.8 28.3 0.29 0.25 6.25 0.64 10.5 16.8 0.24 0.25 6.25 0.32 5.26 11.5 0.15
4 5 6 7
Hirundo tahitica Orthotomus sericeus Pycnonotus aurigaster Streptopelia chinensis
1 2 1 1
1 2 1 1
0.25 0.5 0.25 0.25
6.25 12.5 6.25 6.25
0.32 0.64 0.32 0.32
5.26 11.5 0.15 10.5 23 0.24 5.26 11.5 0.15 5.26 11.5 0.15
8 9 10 11
Alcedo meninting Megalaima australis Dicrurus paradiseus Pycnonotus atriceps
1 1 1 1
1 1 1 1
0.25 0.25 0.25 0.25
6.25 6.25 6.25 6.25
0.32 0.32 0.32 0.32
5.26 5.26 5.26 5.26
2 1 1
1 1 1
0.25 6.25 0.64 10.5 16.8 0.24 0.25 6.25 0.32 5.26 11.5 0.15 0.25 6.25 0.32 5.26 11.5 0.15
12 Psittacula longicauda 13 Rhinomyias umbratilis 14 Spilornis cheela
19 No
FJ
4
FR
KJ
KR INP
11.5 11.5 11.5 11.5
H'
E
0.15 0.15 0.15 0.15
100 6.05 100 200 2.55 0.97
PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT CORE Nama Ilmiah Jml Jml plot FJ FR KJ KR INP
H'
E
1 2 3 4 5
Pycnonotus aurigaster Copsychus saularis Anthreptes simplex Orthotomus ruficeps Dinopium rafflesii
2 1 1 2 1
1 1 1 1 1
0.25 0.25 0.25 0.25 0.25
7.69 7.69 7.69 7.69 7.69
1.77 0.88 0.88 1.77 0.88
13.3 21 0.27 6.67 14.4 0.18 6.67 14.4 0.18 13.3 21 0.27 6.67 14.4 0.18
6 7 8 9
Psittacula longicauda Gracula religiosa Acridotheres tristis Pycnonotus goiavier
1 1 1 1
1 1 1 1
0.25 0.25 0.25 0.25
7.69 7.69 7.69 7.69
0.88 0.88 0.88 0.88
6.67 6.67 6.67 6.67
10 Turnix suscitator 11 Corvus enca 12 Rhinomyias umbratilis
1 1 1
1 1 1
0.25 7.69 0.88 6.67 14.4 0.18 0.25 7.69 0.88 6.67 14.4 0.18 0.25 7.69 0.88 6.67 14.4 0.18
13 Buceros rhinoceros
1 15
1
0.25 7.69 0.88 6.67 14.4 0.18 3.25 100 13.3 100 200 2.52 0.98
14.4 14.4 14.4 14.4
0.18 0.18 0.18 0.18
156
Lampiran 39. INP Burung di Kebun Campuran PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT KEBUN CAMPURAN No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nama Ilmiah Pycnonotus goiavier Orthotomus ruficeps Passer montanus Hirundo tahitica Pycnonotus simplex Turnix suscitator Geopelia striata Orthotomus atrogularis Dicrurus paradiseus Pycnonotus atriceps Centropus bengalensis Amaurornis phoenicurus Copsychus saularis Halcyon smirnensis
Jml Jml plot 5 2 5 2 54 2 3 1 4 1 2 1 8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 2 1 92
FJ 0.5 0.5 0.5 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 4.25
FR 11.8 11.8 11.8 5.88 5.88 5.88 5.88 5.88 5.88 5.88 5.88 5.88 5.88 5.88 100
KJ 2.49 2.49 26.9 1.49 1.99 1 3.98 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 1.99 1 45.8
KR 5.43 5.43 58.7 3.26 4.35 2.17 8.7 1.09 1.09 1.09 1.09 1.09 4.35 2.17 100
INP 17.2 17.2 70.5 9.14 10.2 8.06 14.6 6.97 6.97 6.97 6.97 6.97 10.2 8.06 200
H' E 0.16 0.16 0.31 0.11 0.14 0.08 0.21 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.14 0.08 1.64 0.62
PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT EDGE KEBUN CAMPURAN No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nama Ilmiah Pycnonotus goiavier Orthotomus ruficeps Copsychus saularis Geopelia striata Prinia familiaris Melanoperdix nigra Corvus enca Pycnonotus aurigaster Anthus novaeseelandiae Amaurornis phoenicurus Orthotomus atrogularis Pycnonotus eutilotus Pycnonotus atriceps Megalaima hemachepala Turnix suscitator Phanichophaeus curvirostris
Jml 2 6 1 2 4 2 1 2 1 5 1 1 1 1 1 1
Jml plot 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1
32
FJ 0.25 0.5 0.25 0.25 0.5 0.25 0.25 0.25 0.25 0.5 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25
FR 5.26 10.5 5.26 5.26 10.5 5.26 5.26 5.26 5.26 10.5 5.26 5.26 5.26 5.26 5.26 5.26
KJ 1 2.99 0.5 1 1.99 1 0.5 1 0.5 2.49 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
KR 6.25 18.7 3.12 6.25 12.5 6.25 3.12 6.25 3.12 15.6 3.12 3.12 3.12 3.12 3.12 3.12
INP 11.5 29.3 8.39 11.5 23 11.5 8.39 11.5 8.39 26.2 8.39 8.39 8.39 8.39 8.39 8.39
H' 0.17 0.31 0.11 0.17 0.26 0.17 0.11 0.17 0.11 0.29 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11
E
4.75 100 15.9 100 200 2.53 0.91
PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT CORE No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama Ilmiah Rhinomyias umbratilis Pycnonotus goiavier Picus flavinucha Orthotomus ruficeps Gracula religiosa Amaurornis phoenicurus Pycnonotus aurigaster Psittacula longicauda Nectarinia jugularis Megalaima australis Prinia familiaris Gallus varius Corvus enca Treron olax Buceros rhinoceros
Jml Jml plot 2 2 1 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1 2 2 3 1 1 1 2 1 4 1 1 1 2 1 1 1 26
FJ 0.5 0.25 0.25 0.25 0.5 0.25 0.25 0.5 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 4.5
FR 11.1 5.56 5.56 5.56 11.1 5.56 5.56 11.1 5.56 5.56 5.56 5.56 5.56 5.56 5.56 100
KJ 1.77 0.88 0.88 1.77 1.77 0.88 0.88 1.77 2.65 0.88 1.77 3.54 0.88 1.77 0.88 23
KR 7.69 3.85 3.85 7.69 7.69 3.85 3.85 7.69 11.5 3.85 7.69 15.4 3.85 7.69 3.85 100
INP 18.8 9.4 9.4 13.2 18.8 9.4 9.4 18.8 17.1 9.4 13.2 20.9 9.4 13.2 9.4 200
H' E 0.2 0.13 0.13 0.2 0.2 0.13 0.13 0.2 0.25 0.13 0.2 0.29 0.13 0.2 0.13 2.6 0.96
157
Lampiran 40. INP Burung di Kebun Sawit PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT KEBUN SAWIT No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama Ilmiah Pycnonotus goiavier Orthotomus ruficeps Streptopelia chinensis Pycnonotus aurigaster Copsychus saularis Prinia familiaris Turnix suscitator Centropus sinensis Orthotomus atrogularis Passer montanus Anthreptes simplex Pycnonotus atriceps Centropus bengalensis Amaurornis phoenicurus Halcyon smirnensis
Jml Jml plot 5 2 1 1 11 3 3 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 3 1 2 1 1 1 1 1 2 1 2 1 39
FJ 0.5 0.25 0.75 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 4.5
FR 11.1 5.56 16.7 5.56 5.56 5.56 5.56 5.56 5.56 5.56 5.56 5.56 5.56 5.56 5.56 100
KJ 2.49 0.5 5.47 1.49 1 1 0.5 1 0.5 1.49 1 0.5 0.5 1 1 19.4
KR 12.8 2.56 28.2 7.69 5.13 5.13 2.56 5.13 2.56 7.69 5.13 2.56 2.56 5.13 5.13 100
INP 23.9 8.12 44.9 13.2 10.7 10.7 8.12 10.7 8.12 13.2 10.7 8.12 8.12 10.7 10.7 200
H' E 0.26 0.09 0.36 0.2 0.15 0.15 0.09 0.15 0.09 0.2 0.15 0.09 0.09 0.15 0.15 2.4 0.89
PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT EDGE KEBUN SAWIT No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nama Ilmiah Pycnonotus atriceps Orthotomus ruficeps Anthreptes singalensis Geopelia striata Prinia familiaris Copsychus saularis Centropus sinensis Pycnonotus aurigaster Hirundo tahitica Orthotomus atrogularis Pycnonotus eutilotus Megalaima hemachepala Amaurornis phoenicurus Turnix suscitator
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Nama Ilmiah Rhipidura javanica Streptopelia chinensis Picus flavinucha Prinia familiaris Halcyon smirnensis Megalaima hemachepala Rhinomyias umbratilis Psittacula longicauda Picus puniceus Gracula religiosa Dicrurus aeneus Treron olax Spilornis cheela
Jml Jml plot 3 1 6 2 2 1 1 1 7 2 1 1 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 30
FJ 0.25 0.5 0.25 0.25 0.5 0.25 0.25 0.5 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 4.25
FR 5.88 11.8 5.88 5.88 11.8 5.88 5.88 11.8 5.88 5.88 5.88 5.88 5.88 5.88 100
KJ 1.49 2.99 1 0.5 3.48 0.5 0.5 1.49 0.5 0.5 0.5 0.5 1 1 15.9
KR 9.37 18.7 6.25 3.12 21.9 3.12 3.12 9.37 3.12 3.12 3.12 3.12 6.25 6.25 100
INP 15.3 30.5 12.1 9.01 33.6 9.01 9.01 21.1 9.01 9.01 9.01 9.01 12.1 12.1 200
H' E 0.23 0.32 0.18 0.11 0.34 0.11 0.11 0.23 0.11 0.11 0.11 0.11 0.18 0.18 2.46 0.93
PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT CORE Jml Jml plot 1 1 1 1 1 1 4 2 2 1 3 2 2 2 4 2 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 25
FJ 0.25 0.25 0.25 0.5 0.25 0.5 0.5 0.5 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 4.25
FR 5.88 5.88 5.88 11.8 5.88 11.8 11.8 11.8 5.88 5.88 5.88 5.88 5.88 100
KJ KR INP H' E 0.88 4 9.88 0.13 0.88 4 9.88 0.13 0.88 4 9.88 0.13 3.54 16 27.8 0.29 1.77 8 13.9 0.2 2.65 12 23.8 0.25 1.77 8 19.8 0.2 3.54 16 27.8 0.29 0.88 4 9.88 0.13 0.88 4 9.88 0.13 1.77 8 13.9 0.2 1.77 8 13.9 0.2 0.88 4 9.88 0.13 22.1 100 200 2.42 0.94
158
Lampiran 41. INP Burung di Hotel
PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT EDGE HOTEL No
Jml Jml plot
FJ
FR
1 Pycnonotus goiavier
Nama Ilmiah
11
2
0.5
12.5 9.73 23.9 36.4 0.34
2 Orthotomus ruficeps
4
1
0.25 6.25 3.54
3 Streptopelia chinensis
9
3
0.75 18.8 7.96 19.6 38.3 0.32
4 Copsychus saularis
4
2
0.5
12.5 3.54
5 Prinia familiaris
3
2
0.5
12.5 2.65 6.52
6 Alcedo meninting
3
1
0.25 6.25 2.65 6.52 12.8 0.18
7 Halcyon smirnensis
5
1
0.25 6.25 4.42 10.9 17.1 0.24
8 Orthotomus atrogularis 9 Passer montanus
1 3
1 1
0.25 6.25 0.88 2.17 8.42 0.08 0.25 6.25 2.65 6.52 12.8 0.18
10 Anthreptes simplex
2
1
0.25 6.25 1.77 4.35 10.6 0.14
11 Pycnonotus atriceps
1
1
0.25 6.25 0.88 2.17 8.42 0.08
46
4
KJ
KR INP
H'
E
8.7 14.9 0.21 8.7 21.2 0.21 19
0.18
100 40.7 100 200 2.16 0.9
PERHITUNGAN INP BURUNG DI HABITAT CORE No
Nama Ilmiah
Jml Jml plot
FJ
FR
KJ
KR INP
H'
1 Cinclidium diana
1
1
0.25 7.14 0.88 4.55 11.7 0.15
2 Orthotomus ruficeps
1
1
0.25 7.14 0.88 4.55 11.7 0.15
3 Pycnonotus goiavier
1
1
0.25 7.14 0.88 4.55 11.7 0.15
4 Prinia familiaris
7
3
0.75 21.4 6.19 31.8 53.2 0.37
5 Aceros corrugatus
5
3
0.75 21.4 4.42 22.7 44.2 0.35
6 Phaenichophaeus
1
1
0.25 7.14 0.88 4.55 11.7 0.15
7 Psittacula longicauda 8 Megalaima hemachepala
1 1
1 1
0.25 7.14 0.88 4.55 11.7 0.15 0.25 7.14 0.88 4.55 11.7 0.15
9 Turnix suscitator
2
1
0.25 7.14 1.77 9.09 16.2 0.23
10 Rhipidura javanica
2
1
0.25 7.14 1.77 9.09 16.2 0.23
E
curvirostris
20
3.5
100 19.5 100 200 2.07 0.9