Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 1-7
Keanekaragaman Flora Di Kawasan Mangrove Desa Wakai ……………..……. (Sri Hartini)
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 1-7
Vol. 13, No. 2, Oktober 2013
ISSN : 1411-9447
EKOLOGIA JURNAL ILMIAH ILMU DASAR DAN LINGKUNGAN HIDUP
* KEANEKARAGAMAN FLORA DI KAWASAN MANGROVE DESA WAKAI DAN DESA TANINGKOLA, KECAMATAN UNA UNA, KABUPATEN TOJO UNA UNA, SULAWESI TENGAH Sri Hartini
* MANFAAT HUTAN MAGROVE JENU TUBAN DARI SISI PENILAIAN EKONOMI Suwarsih
* KAJIAN PERUBAHAN IKLIM DAN KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR (STUDI KASUS : KABUPATEN TUBAN) Marita Ika
* PAKAN DAN PERTUMBUHAN IKAN KERAPU CANTANG (Epinephellusfuscoguttatuslanceolatus) Sri Rahmaningsih dan Agung
* APLIKASI AMONIUM HIDROKSIDA (NH4OH) SEBAGAI TRIGGER PEMIJAHAN TIRAM MUTIARA Pinctada maxima (JAMESON) Tjahyo Winanto
* ELECTRICAL RECHARGEABELFUEL CELL DARI LARUTAN SODIUM KLORIDA UNTUK MENCIPTAKAN BATERAI BERKAPASITAS SUPER (BBS). Dadang, dkk
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Keanekaragaman Flora Di Kawasan Mangrove Desa Wakai ……………..……. (Sri Hartini)
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 1-7
EKOLOGIA JURNAL ILMIAH ILMU DASAR DAN LINGKUNGAN HIDUP
Oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan
@Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unpak Jl. Pakuan Po.Box 452 Bogor Hak Cipta dilindungi Oleh Undang-Undang All right reserved Diterbitkan pertama kali oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi Buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
ISSN 1411 – 9447
Sanksi Pelanggaran Pasal 44 : Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak sesuatu atau memberi izin untuk itu, dipidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (Seratus juta rupiah) 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah).
Keanekaragaman Flora Di Kawasan Mangrove Desa Wakai ……………..……. (Sri Hartini)
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 1-7
Vol. 13 No. 2, Oktober 2013
ISSN : 1411-9447
Jurnal Ilmiah Ilmu Dasar dan Lingkungan Hidup Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan Pelindung :
KETUA YAYASAN PAKUAN SILIWANGI PEMBINA UNIVERSITAS PAKUAN Penanggungjawab :
REKTOR UNIVERSITAS PAKUAN Ketua Pengarah :
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Ketua Dewan Redaksi : Dr. Prasetyorini, MS.
Anggota Dewan Redaksi : Dr. Oom Komala, MS., Ir. Dr. Tri Panji. Ir. E. Mulyati Effendi Ch., MS. Dra. Moerfiah, M.Si.
Ekologia adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan untuk mengakomodasi tulisan hasil penelitian bagi sivitas akademika Universitas Pakuan khususnya dan instansi lain di luar Universitas Pakuan pada umumnya. Jurnal ini memuat artikel primer yang bersumber langsung dari hasil penelitian Ilmu Dasar dan Lingkungan Hidup. Ekologia diterbitkan dua kali dalam setahun yaitu pada bulan April dan Oktober oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Pakuan. Semoga Jurnal ini bermanfaat bagi perkembangan hasanah ilmu pengetahuan.
Bogor, Oktober 2013
Redaksi Sekretaris Redaksi : Dra. Triastinurmiatiningsih, M.Si.
Penerbit/Alamat Redaksi : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Jl. Pakuan Po.Box. 452 Telp. 375547 Fax. 375547
Terbit Pertama : 2001
Keanekaragaman Flora Di Kawasan Mangrove Desa Wakai ……………..……. (Sri Hartini)
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 1-7
Vol. 13 No. 2, Oktober 2013
ISSN : 1411-9447
EKOLOGIA DAFTAR ISI …………………………………………………………………………
i
Susunan Redaksi ……………………………………………………………………..
ii
Pengantar Redaksi ……………………………………………………………………
ii
Daftar Isi ……………………………………………………………………………...
iii
Nomor ISSN
1.
2.
3.
4.
KEANEKARAGAMAN FLORA DI KAWASAN MANGROVE DESA WAKAI DAN DESA TANINGKOLA, KECAMATAN UNA UNA, KABUPATEN TOJO UNA UNA, SULAWESI TENGAH Sri Hartini
1-7
MANFAAT EKONOMI Suwarsih
8-16
HUTAN
MAGROVE JENU TUBAN DARI
SISI PENILAIAN
KAJIAN PERUBAHAN IKLIM DAN KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR (STUDI KASUS : KABUPATEN TUBAN) Marita Ika
PAKAN DAN PERTUMBUHAN IKAN KERAPU CANTANG (Epinephellus fuscoguttatus-lanceolatus) Sri Rahmaningsih dan Agung.
17-24
25-30
5.
APLIKASI AMONIUM HIDROKSIDA (NH4OH) SEBAGAI PEMIJAHAN TIRAM MUTIARA Pinctada maxima (JAMESON) Tjahyo Winanto
TRIGGER
31-35
6.
ELECTRICAL RECHARGEABEL FUEL CELL DARI LARUTAN SODIUM KLORIDA UNTUK MENCIPTAKAN BATERAI BERKAPASITAS SUPER (BBS). Dadang, dkk.
36-43
Keanekaragaman Flora Di Kawasan Mangrove Desa Wakai ……………..……. (Sri Hartini)
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 1-7
KEANEKARAGAMAN FLORA DI KAWASAN MANGROVE DESA WAKAI DAN DESA TANINGKOLA, KECAMATAN UNA UNA, KABUPATEN TOJO UNA UNA, SULAWESI TENGAH Sri Hartini Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor, LIPI ABSTRAK Inventarisasi tumbuhan di kawasan mangrove Desa Wakai dan Desa Taningkola, Kecamatan Una Una, Kabupaten Tojo Una Una, Sulawesi Tengah telah dilakukan. Hasil penelitian mencatat setidaknya 33 jenis tumbuhan ditemukan di kawasan mangrove kedua desa tersebut, dimana 4 jenis diantaranya sudah termasuk langka menurut IUCN tahun 2012, yaitu Intsia bijuga (Colebr.) Kuntze, Acrostichum aureum L, Dolichandrone spathacea (L.f.) Seem. dan Lumnitzera littorea (Jack) Voigt. Bruguiera gymnorhiza (L.) Lam. dan Lumnitzera littorea (Jack) Voigt adalah jenis yang sering ditemukan di kedua lokasi. Sebagian besar jenis yang tumbuh di kawasan mangrove tersebut memiliki manfaat yang besar bagi kehidupan manusia. Key words : Tumbuhan, Mangrove, Desa Wakai dan Desa Taningkola, Sulawesi Tengah
PENDAHULUAN Indonesia adalah negara Kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 18.108 pulau dan hanya 6.000 buah pulau yang telah dihuni, dengan 5 pulau terbesarnya yaitu Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua (Anonim, 2007). Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik yang terletak antara 6ºLU - 11°LS dan 97° 141°BT serta terletak antara 2 benua yaitu benua Asia dan Australia/Oceania. Posisi strategis ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan, sosial, politik dan ekonomi. Sebagian besar pulau-pulau di Indonesia adalah pulau-pulau kecil yang memiliki sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan maupun non pangan. Sebagai sumber pangan karena perairan sekitar pulau-pulau kecil memiliki potensi sumberdaya ikan yang besar dan sangat potensial untuk media budidaya ikan di laut. Sebagai sumber non pangan karena memiliki kekayaan ekosistem yang kaya seperti mangrove, padang lamun, terumbu karang dan biota yang hidup di dalamnya (Supardan, 2002).
Akhir-akhir ini issue tentang ancaman menurunnya keanekaragaman hayati telah memaksa kita untuk segera melakukan konservasi dalam upaya mengurangi kepunahan suatu jenis. Beberapa hal yang disinyalir menjadi faktor penyebab menurunnya keanekaragaman hayati adalah akibat peningkatan jumlah populasi manusia yang berdampak pada kerusakan lingkungan, terutama di daerah tropis (Wilson, 1988). Adanya aktivitas manusia dalam pembangunan, logging, penambangan, pertanian dan berbagai perubahan fungsi hutan lainnya telah mengakibatkan tekanan terhadap habitat alam dan jenis keragaman biologi yang hidup di dalamnya. Habitat dataran rendah dan lahan basah adalah kawasan yang paling rawan terhadap ancaman karena daerah tersebut paling mudah di akses untuk pembangunan pertanian (BAPPENAS, 1993). Desa Wakai dan Desa Taningkola adalah 2 desa di Kecamatan Una Una yang terletak di salah satu pulau kecil di kawasan Timur Indonesia yaitu Pulau Batudak. Kedua desa ini memiliki kekayaan alam yang bernilai sangat tinggi.
Keanekaragaman Flora Di Kawasan Mangrove Desa Wakai ……………..……. (Sri Hartini) 1
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 1-7
Salah satunya adalah kekayaan yang terdapat di dalam kawasan mangrovenya. Dilaporkan bahwa 27% dari total luasan hutan mangrove di dunia (4,251 juta dari 15,9 juta hektar) berada di Indonesia, dan saat ini diperkirakan tinggal sekitar 3,235 juta hektar. Pengurangan luas hutan mangrove terluas terjadi di Pulau Jawa terutama di Jawa Timur. Menurut Giesen (1993) hutan mangrove di Jawa Timur berkurang dari luasan 7.750 ha menjadi 500 ha dan kawasan mangrove yang tersisa diperkirakan kurang dari 1%. Penurunan luas hutan mangrove yang besar-besaran seperti itu sangat memprihatinkan karena ada banyak hal di dalamnya yang belum digali. Untuk itu perlu usaha penyelamatan disamping usaha-usaha pengungkapan informasi tentang keanekaragaman flora, fauna dan jasad renik maupun ekosistemnya. Beberapa surat keputusan telah ditetapkan untuk melindunginya seperti Surat Keputusan Bersama No. KB 550/KPTS/1984 dan No. 082/KPTSII/1984 yang menghimbau pelestarian jalur hijau selebar 200 m sepanjang pantai dan pelarangan menebang pohon mangrove di Jawa, serta melestarikan seluruh mangrove yang tumbuh pada pulau-pulau kecil (kurang dari 1.000 ha.). Penentuan jalur hijau mangrove juga didukung oleh SK Presiden No. 32 Tahun 1990 mengenai Pengelolaan Kawasan Lindung dan terakhir diberlakukannya Inmendagri No. 26 Tahun 1977 tentang Penetapan Jalur Hijau Mangrove. Peraturan ini menginstruksikan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia untuk melakukan penetapan jalur hijau mangrove di daerah masing-masing. Hutan mangrove khususnya di Desa Wakai dan Desa Taningkola relatif masih cukup bagus kondisinya. Namun kekayaan tumbuhan yang menyusun vegetasi hutan tersebut belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap keanekaragaman flora di kawasan
mangrove di Desa Wakai dan Desa Taningkola beserta potensinya. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat melengkapi data keanekaragaman flora di Pulau Batudaka yang sudah ada. BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Penelitian tentang keragaman flora mangrove dilakukan di Desa Wakai dan Desa Taningkola, Kecamatan Una Una, Kabupaten Tojo Una Una Kedua desa ini terletak di Pulau Batudaka yang merupakan salah satu pulau di kawasan Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah. Kepulauan Togean merupakan gugusan pulau-pulau kecil yang melintang di tengah Teluk Tomini pada koordinat 00°07‟43‟‟00°65‟06” LS dan 121°51‟63‟‟-122°44‟00” BT, memanjang sekitar 102,7 km, dengan luas daratan kurang lebih 755,4 km², yang terdiri dari kurang lebih 66 pulau besar dan kecil. Kondisi secara umum Desa Wakai dan Desa Taningkola memiliki topografi datar sampai berbukit-bukit. Kawasan berawa ataupun mangrove banyak dijumpai di sekitar tepi pantai yang memanjang mulai dari Wakai ke arah Tanimpo dan Taningkola. Daratan yang landai dan rata memungkinkan hutan mangrove berkembang dengan baik. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode jelajah, yaitu menjelajahi setiap sudut lokasi mangrove yang diteliti. Semua jenis tumbuhan yang dijumpai dicatat beserta data lapangannya, seperti lokasi, tempat tumbuh dan manfaat atau potensinya. Informasi tentang potensi pemanfaatan tumbuhan diperoleh dengan dua cara. Pertama dari data primer dengan cara mewawancarai penduduk lokal yang mengenal dan mengetahui kegunaan tumbuhan tersebut. Kedua diperoleh dari hasil penelusuran pustaka. Untuk jenisjenis yang masih diragukan nama jenisnya,
Keanekaragaman Flora Di Kawasan Mangrove Desa Wakai ……………..……. (Sri Hartini) 2
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 1-7
diambil spesimen herbariumnya guna dilakukan identifikasi lebih lanjut. Untuk identifikasi digunakan spesimen acuan yang tersimpan di Herbarium Bogoriense dan pustaka. Untuk mengetahui jenis-jenis mana yang termasuk kategori langka diacu menurut data dari IUCN (2012), Anonim (2000), Mogea et all (2001), serta Rifai et all (1992).
mangrove pulau dengan habitat umumnya batuan karang di bagian bawahnya, sedang di bagian atas pada umumnya pasir berlumpur dengan ketebalan yang berbedabeda. Hutan mangrove di Taningkola kondisinya masih cukup baik. Hutan mangrove di lokasi ini masih asli, utuh dan mempunyai permudaan yang baik serta sebagai perlindungan daerah mangrove di pulau-pulau kecil yang khas. Namun hutan mangrove di Wakai sudah banyak mengalami kerusakan, selain banyak yang berubah fungsi menjadi pemukiman, juga banyak dilakukan penebangan. Hutan mangrove di kedua desa ini mempunyai nilai ekonomis penting untuk menahan intrusi air laut, menahan gempuran ombak/gelombang, tempat wisata alam dan laut serta tempat untuk pendidikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum hutan mangrove Desa Wakai dan Desa Taningkola Pulau Batudaka mempunyai ekosistem yang khas yaitu pulau kecil yang bertopografi rata sampai berbukit dengan ketinggian maksimum sekitar 100 m dpl. Kawasan berawa atau mangrovenya terdapat di bagian tepi dari daratan dan biasanya berhubungan langsung dengan laut. Keanekaragaman jenis tumbuhan daratnya cukup tinggi. Menurut Hartini dan Wawangningrum (2009) di Pulau Batudaka setidaknya terdapat 322 jenis tumbuhan, yaitu berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan pada tahun 2009. Keanekaragaman jenis tumbuhan mangrovenya juga cukup tinggi seperti keanekaragaman yang dimiliki oleh pulaupulau kecil di Indonesia bagian timur lainnya yang biasanya lebih tinggi daripada hutan mangrove di Indonesia bagian barat. Hutan mangrove di Desa Wakai dan Desa Taningkola merupakan hutan
Keanekaragaman jenis di hutan mangrove Desa Wakai dan Desa Taningkola Hasil inventarisasi di 2 lokasi penelitian yang memiliki formasi hutan mangrove di Desa Wakai dan Desa Taningkola diperoleh sebanyak 33 jenis tumbuhan yang tergolong dalam 23 suku dan 30 marga. Dari 33 jenis, 4 jenis diantaranya termasuk dalam IUCN 2012 dalam kategori rawan (Vulnerable) dan kekhawatiaran minimal (Least Concern) (Tabel 1).
Tabel 1: Jenis-jenis tumbuhan mangrove di Desa Wakai dan Desa Taningkola, serta status kelangkaannya. No. 1. 2.
Jenis Acorus calamus L. Acrostichum aureum L.
Suku Araceae Pteridaceae
3. 4. 5.
Arthrophyllum diversifolium Blume Blighia sapida J. Konig. Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lam.
Araliaceae Sapindaceae Rhizophoraceae
6. 7. 8.
Cyperus malaccensis Lam. Diospyros malabarica (Desr.) Kostel. Dolichandrone spathacea Seem.
Cyperaceae Ebenaceae Bignoniaceae
Lokasi Wakai Wakai, Taningkola Wakai Wakai Wakai, Taningkola Wakai Wakai Wakai
9.
Duabanga moluccana Blume
Lythraceae
Wakai
Status Kelangkaan Kekhawatiran minimal Kekhawatiran minimal -
Keanekaragaman Flora Di Kawasan Mangrove Desa Wakai ……………..……. (Sri Hartini) 3
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 1-7 10.
Orchidaceae
Wakai
-
11.
Eulophia spectabilis (Dennst.) Suresh Ficus benjamina L.
Moraceae
-
12.
Ficus septica Burm.f.
Moraceae
13. 14. 15. 16.
Flagellariaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Caesalpiniaceae
17. 18.
Flagellaria indica L. Glochidion glomerulatum Boerl. Glochidion macrocarpum Blume Inocarpus fagifer (Parkinson) Fosberg Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze Ipomoea pes-caprae (L.) R.Br.
Wakai, Taningkola Wakai, Taningkola Wakai Wakai Wakai Wakai
Rawan -
19. 20.
Lepironia articulata (Retz.) Domin Lumnitzera littorea (Jack) Voigt.
Cyperaceae Combretaceae
21. 22.
Macaranga peltata Mull.Arg. Macaranga triloba Reinw. ex Blume) Mull.Arg. Metroxylon sagu Rottb. Monochoria hastata (L.) Solms Nauclea subdita Steud. Nephrolepis hirsutula (G. Forst.) C. Presl Neuburgia moluccana (Boerl.) Leenh. Pandanus papuanus Solms-Laubach Pandanus sp. Pistia stratiotes L. Senna alata (L.) Roxb. Spathoglottis plicata Lindl. Stenochlaena palustris (Burm.f.) Bedd.
Euphorbiaceae Moraceae
Wakai Wakai, Taningkola Wakai Wakai, Taningkola Wakai Wakai
Arecaceae Pontederiaceae Rubiaceae Oleandraceae
Wakai Wakai Wakai Wakai
-
Loganiaceae
Wakai
-
Pandanaceae Pandanaceae Araceae Caesalpiniaceae Orchidaceae Blechnaceae
Wakai Wakai Wakai Wakai Wakai Wakai
-
23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Caesalpiniaceae Convolvulaceae
-
Kekhawatiran minimal -
Pada Tabel 1 terlihat bahwa lokasi sudah beralih fungsi menjadi pemukiman yang memiliki keragaman jenis tertinggi warga. Karena di Wakai inilah merupakan adalah di Wakai yaitu 33 jenis, sedang di pusat dari penduduk Pulau Batudaka. Taningkola hanya ditemukan 6 jenis. JenisSehingga sebagian hutan mangrovenya ada jenis yang ditemukan di kedua lokasi yang sudah terhalang rumah-rumah penelitian adalah Lumnitzera littorea, penduduk yang bentuknya rumah Bruguiera gymnorrhiza, Acrostichum panggung. Jenis yang banyak ditemukan aureum, Ficus septica, Ficus benjamina adalah Bruguiera gymnorrhiza, Lumnitzera dan Ipomoea pes-caprae. littorea, Acrostichum aureum, Pandanus Di Taningkola hutan mangrovenya papuanus, Dolichandrone spathacea dan didominasi oleh jenis Lumnitzera littorea Metroxylon sagu. Metroxylon sagu dan Bruguiera gymnorrhiza. Hutan bahkan mendominasi kawasan tertentu mangrove di lokasi ini berbatasan langsung yang sudah terhalang pemukiman warga. dengan laut lepas. Kedua jenis tersebut Dari 33 jenis tumbuhan mangrove tumbuh dengan sangat subur tanpa ada yang tercatat, 4 jenis diantaranya telah gangguan dari masyarakat. Sedang di dikategorikan sebagai tumbuhan langka Wakai kawasan mangrove sudah terganggu menurut IUCN tahun 2012 dengan status oleh masyarakat. Banyak kawasan yang kelangkaan Least Concern (status Keanekaragaman Flora Di Kawasan Mangrove Desa Wakai ……………..……. (Sri Hartini) 4
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 1-7
kekhawatiran minimal) sampai Vulnerable (rawan) (Tabel 1). Keempat jenis tersebut adalah Acrostichum aureum (status kekhawatiran minimal), Dolichandrone spathacea (status kekhawatiran minimal), Lumnitzera littorea (status kekhawatiran minimal) dan Intsia bijuga (status rawan). Jika dibandingkan dengan data keanekaragaman jenis mangrove di beberapa lokasi lain, keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove di Pulau Batudaka lebih tinggi, seperti di kawasan hutan mangrove Gosong Telaga, Singkil, Aceh Selatan yang hanya tercatat 27 jenis, di Pulau Unggas, Air Bangis, Pasaman tercatat 18 jenis, di Teluk Mandar, Polewali, Sulawesi Selatan tercatat 28 jenis, di Pesisir Teluk Kayeli, Pulau Buru, Maluku tercatat 25 jenis, di Muara sungai Siganoi, Sorong Selatan, Papua tercatat 12 jenis dan di Teluk Kertasari, Sumbawa Barat tercatat hanya 7 jenis. Namun
demikian, keragaman jenis mangrove di daerah Pulau Batudaka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan di daerah mangrove lain seperti di Pesisir Jawa Tengah yang mencatat 55 jenis, Di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara 54 jenis, di Pantai Timur Pulau Siberut, Sumatera Barat sebesar 53 jenis, di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah sebesar 45 jenis dan di pulau Sepanjang, Jawa Timur 36 jenis (Suhardjono & Rugayah, 2007). Kegunaan/Potensi Jenis-jenis tumbuhan mangrove yang terdapat di Desa Wakai dan Desa Taningkola ternyata semua jenis mempunyai kegunaan bagi kehidupan manusia. Sayangnya pemanfaatan jenisjenis tersebut oleh masyarakat belum dilakukan. Secara rinci kegunaan dari masing-masing jenis disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2: Jenis-jenis tumbuhan mangrove di Desa Wakai dan Desa Taningkola, serta kegunaan/potensinya No. Jenis 1. Acorus calamus
2. Acrostichum aureum
3. Arthrophyllum diversifolium 4. Blighia sapida
5. Bruguiera gymnorrhiza
6. Cyperus malaccensis
7. Diospyros malabarica
Kegunaan/Potensi Semua bagian dari tumbuhan ini berguna sebagai obat. Akarnya digunakan sebagai insektisida dan bumbu dapur (pengganti pala, jahe dan kulit manis). Seduhan daunnya untuk obat bengkak. Daun dikunyah dengan tawas untuk obat sakit gigi. Akar rimpangnya untuk campuran bir, minuman keras dan parfum. Tumbuhan ini juga berkhasiat sebagai perangsang dan memperkuat alat pencernaan. Daun mudanya dapat disayur. Daunnya juga dapat dibuat atap rumah. Akar rimpang ditumbuk untuk obat luka dan bisul (de Winter and Amorosa, 1992) Tanaman hias. Daging buahnya dapat dimakan segar. Buah mudanya atau yang terlalu masak, biji dan kulitnya beracun. Minyak dari lapisan aril dari buahnya untuk obat diet. Untuk penyamakan kulit dan jala ikan. Kayu dipakai sebagai kayu bakar, tiang, tonggak rumah, kaso, tongkat pancing ikan, pulp dan tiang telegraf. Dapat dipakai sebagai bumbu masak, bahan perekat dan sebagai astringen melawan diare dan malaria. Buahnya kadang dipakai sebagai astringen, juga untuk obat mata. Tangkai daun untuk pembuatan tikar. Akar rimpang sebagai obat setelah melahirkan, obat bengkak, serta untuk diuretik. Batangnya dapat dibuat keranjang, tikar, topi dan lain-lain. Kulit batangnya untuk obat bisul dan tumor. Jus kulit batang segar untuk obat pilek. Buah mentah untuk pendingin dan penyegar. Buah masak untuk obat pendarahan, kencing nanah dan lepra.
Keanekaragaman Flora Di Kawasan Mangrove Desa Wakai ……………..……. (Sri Hartini) 5
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 1-7 8. Dolichandrone spathacea 9. Duabanga moluccana
Kayunya dapat digunakan untuk pelampung jaring ikan, korek api, pulp, kayu bakar (Sosef, Hong, and Prawirohatmodjo, 1998). Kayunya banyak digunakan untuk kayu pertukangan, veneer kayu lapis, pembuatan papan semen dan pulp.
10. Eulophia spectabilis 11. Ficus benjamina
Tanaman hias. Di Jawa banyak ditanam di alun-alun. Penyakit yang dapat diobati : pilek, demam tinggi, radang amandel, nyeri rematik sendi, luka terpukul (memar), influenza, radang saluran napas, batuk rejan, malaria, radang usus akut, disentri, dan kejang panas pada anak. Daun untuk obat kulit, radang usus buntu, bisul, gigitan ular berbisa dan sesak napas. Akar untuk penawar racun ikan dan obat asma. Perasan dari tumbukan akar dan adas pulowaras untuk mengobati keracunan ikan, gadung (Dioscorea hispida) dan kepiting. Jika ditumbuk dengan akar alang-alang, airnya untuk obat muntah. Getah untuk obat bengkak dan kepala pusing. Buah untuk pencahar. Diuretik, astringen dan obat beberapa penyakit. Kulit batangnya sebagai penyamak. Kayunya jarang digunakan, terkadang untuk kasok dan sebagai kayu bakar. Kayunya kadang untuk kasok dan sebagai kayu bakar.
12. Ficus septica
13. Flagellaria indica 14. Glochidion glomerulatum 15. Glochidion macrocarpum 16. Inocarpus fagifer
17. Intsia bijuga
18. Ipomoea pes-caprae
19. Lepironia articulata 20. Lumnitzera littorea 21. Macaranga peltata 22. Macaranga triloba 23. Metroxylon sagu 24. Monochoria hastata 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Nauclea subdita Nephrolepis hirsutula Neuburgia moluccana Pandanus papuanus Pandanus sp. Pistia stratiotes
31. Senna alata 32. Spathoglottis plicata 33. Stenochlaena palustris
Biasanya dimanfaatkan sebagai peneduh tepi jalan dan kayunya untuk membuat tempat tidur, perabot rumah tangga, dan kayu bakar. Bijinya yang telah tua dapat dimakan setelah direbus atau digoreng. Kayunya sebagai bahan bangunan, lantai, alat-alat rumah tangga, papan, bantalan, tiang listrik dan telepon, perkapalan dan jembatan. Pepagannya mengandung tannin dan dimanfaatkan sebagai zat pewarna coklat untuk kertas dan kain (Soerianegara and Lemmens, 1994). Sebagai penutup tanah yang kuat. Jus daun sebagai pertolongan pertama untuk mengobati sengatan ubur-ubur. Dapat juga untuk obat reumatik, sakit otot/pegal-pegal, wasir, sakit gigi, gusi bengkak. Jenis ini berpotensi sebagai tanaman hias kolam atau pot berair. Batangnya dapat dibuat tikar, keranjang , kapas, dan karet. Kayunya untuk bahan bangunan, jembatan, lantai, alat-alat rumah tangga maupun bantalan rel kereta (Sosef, Hong, and Prawirohatmodjo, 1998). Di Sri Lanka biasanya digunakan untuk aroma. Daun digunakan untuk membungkus manisan dan makanan lainnya. Kayunya kadang untuk kasok dan sebagai kayu bakar. Merupakan makanan pokok bagi masyarakat di Maluku dan Papua yang tinggal di pesisir. Akarnya setelah direbus untuk campuran makanan ternak. Akar yang ditumbuk dengan arang untuk obat luka. Daun muda dapat disayur. Kayunya kadang untuk kasok dan sebagai kayu bakar. Tanaman hias. Daun mudanya dapat disayur. Kayunya berpotensi sebagai bahan bangunan. Daunnya untuk pembuatan kerajinan, tikar, topi, dll. Daun untuk bahan pembuatan tikar. Tanaman hias. Untuk obat kencing nanah, disentri, dan penyakit kulit. Di China untuk makanan babi. Daunnya untuk obat kudis, obat malaria dan obat panu. Tanaman hias. Daun muda dapat disayur. Daun yang direbus untuk obat pencuci perut. Air perasan atau rebusan tumbuhan untuk obat demam, penyakit kulit. Batangnya untuk membuat penangkap ikan, bahan pengikat pengganti rotan, tambang, serta untuk membuat ikat pinggang.
Keanekaragaman Flora Di Kawasan Mangrove Desa Wakai ……………..……. (Sri Hartini) 6
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 1-7
SIMPULAN Pulau Batudaka memiliki kawasan hutan mangrove yang cukup luas. Sebagian kawasan mangrove tersebut sudah mengalami kerusakan (Wakai). Terdapat 33 jenis tumbuhan yang termasuk dalam 23 suku ditemukan di hutan mangrove di Desa Wakai dan Desa Taningkola. Sebagian besar dari jenis-jenis tersebut memiliki kegunaan dan potensi yang besar namun belum dimanfaatkan oleh masyarakat di pulau itu. Empat jenis diantaranya sudah termasuk kategori tumbuhan langka. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2000. World Conservation Monitoring Centre. Globally & Nationally Threatened Taxa of Indonesia Status Report (562 Records). Anonim. 2007. Senarai pulau di Indonesia. http://ms.wikipedia.org/wiki/ Senarai_pulau_di_Indonesia Bappenas. 1993. Biodiversity Action Plan for Indonesia. Ministry of National Development Planning-National Development Planning Agency. Jakarta. De Winter, W.P. and V.B. Amorosa (Editors). 1992. Cryptogams: Ferns and Fern Allies. Plant Resources of South East Asia No.15 (2). Bogor. Indonesia. Giesen, W. 1993. Indonesia‟s Mangroves : An update on remaining area and main management issues. Dalam Seminar “Coastal Zone Management of Small Island Ecosystems”, Ambon 7-10 April 1993. Hal.10. Hartini, S. dan H. Wawangningrum. 2009. Inventarisasi Tumbuhan di Taman Nasional Kep. Togean. Dalam Prosiding Konservasi Flora Indonesia dalam Mengatasi
Dampak Pemanasan Global. UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya „Eka Karya Bali‟. IUCN. 2012. The IUCN Red List of Threatened Species. CD-ROM. SSC Red List Programme. UK. Mogea, J.P.; D. Gandawidjaja; H. Wiriadinata; R.E. Nasution; dan Irawati. 2001. Tumbuhan Langka Indonesia. Bogor. Puslitbang Biologi-LIPI. Rifai, M.A., Rugayah, dan E.A. Widjaya (Editor). 1992. Tiga Puluh Tumbuhan Obat Langka Indonesia. Sisipan Floribunda 2(11). Penggalang Tumbuhan Indonesia. Bogor. Soerianegara, I. and R.H.M.J. Lemmens (Editors). 1994. Timber Trees: Major commercial timbers. Plant Resources of South East Asia No 5(1). Bogor. Indonesia. Sosef, M.S.M., L.T. Hong, and S. Prawirohatmodjo (Editors). 1998. Timber Trees: Lesser-known timbers. Plant Resources of South East Asia No 5(3). Bogor. Indonesia. Suhardjono & Rugayah. 2007. Keanekaragaman Tumbuhan Mangrove di Pulau Sepanjang, Jawa Timur. BIODIVERSITAS 8 (2). Hal 130-134. Supardan, A. 2002. Perencanaan Investasi Dan Analisa Peluang Usaha Di Pulau-Pulau Kecil Di Indonesia. Program Pasca Sarjana/S3. Institut Pertanian Bogor. http://tumoutou.net/702_05123/ali_ supardan.htm Wilson, E.O. 1988. Biodiversity. National Academy Press. Washington D.C.
Keanekaragaman Flora Di Kawasan Mangrove Desa Wakai ……………..……. (Sri Hartini) 7
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 8-16
MANFAAT HUTAN MAGROVE JENU TUBAN DARI SISI PENILAIAN EKONOMI Suwarsih Prodi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban ABSTRAK Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang penting di lingkungan pesisir, dan memiliki tiga fungsi utama yaitu fungsi fisik, biologis, dan ekonomis (Romimotarto, 2001). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 di kawasan hutan mangrove Jenu Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban Jawa Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Tujuan studi kasus adalah memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter yang khas dari kasus ataupun status individu yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Daftar pertanyaan kunci disusun sesuai tujuan untuk menjaring data dan informasi dari masyarakat. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer dijaring secara langsung di lapangan melalui (a) observasi lapangan dan (b) wawancara. Data sekunder diperoleh dari berbagai tulisan dan sumber-sumber data yang relevan dengan penelitian. Manfaat ekosistem mangrove di kawasan Jenu terdiri atas manfaat langsung berupa hasil hutan (kayu bakar), manfaat satwa (“soa-soa” atau biawak, “kusu”), dan penangkapan ikan (kepiting kerang dan ikan); manfaat tak langsung berupa breakwater dan tempat penyedia pakan; manfaat pilihan berupa nilai keragaman hayati ; dan manfaat eksistensi yaitu nilai yang di berikan oleh masyarakat di lokasi penelitian. Nilai Ekonomi Total (NET) hutan mangrove kawasan Jenu dengan luas 3,08 ha pada saat ini adalah sebesar Rp 24.887.887,50/tahun. Nilai tersebut terdiri atas nilai manfaat langsung Rp 11.299.500,00/tahun, manfaat tidak langsung Rp 9.098.077,50/tahun, manfaat eksistensi Rp 4.083.750,00/tahun, dan manfaat pilihan Rp 406.560,00/tahun.
Kata kunci : Hutan mangrove, studi kasus hutan mangrove juga dapat dimanfaatkan untuk industri peternakan lebah madu, ekoturisme dan kegiatan ekonomi lainnya. (Romimotarto, 2001). Sayangnya, persepsi dan cara-cara kita memanfaatkan hutan mangrove selama PJP I cenderung bersifat ekstraktif dan tidak mengindahkan azasazas kelestariannya. Konversi hutan mangrove menjadi kawasan pertambakan (daerah baru, pangkep dan lagego), kawasan pemukiman (real estate), kawasan industri (seperti industri KIMA) serta peruntukan lainnya secara tak terkendali. Padahal banyak teknik yang memungkinkan berbagai kegiatan pembangunan tersebut dapat berdampingan secara harmonis (co-exist) dengan hutan mangrove. Penebangan mangrove pun
PENDAHULUAN Sumberdaya alam merupakan aset penting suatu negara dalam melaksanakan pembangunan, khususnya pembangunan di sektor ekonomi. Selain dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, sumberdaya alam juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kesejahteraan suatu bangsa (wealth of nation). Oleh karena itu, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan berwawasan lingkungan sudah semestinya dilakukan (Sukmawan, 2004). Secara ekonomi, hutan mangrove dapat dimanfaatkan kayunya secara lestari untuk bahan bangunan, arang (charcoal), dan bahan baku kertas (pulp). Selain itu,
Manfaat Hutan Magrove Jenu Tuban Dari Sisi Penilaian…………………….……. (Suwarsih) 89
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 8-16
dilakukan semena-mena, melebihi kemampuan regenerasinya. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan mangrove secara tak terkendali di masa lalu. Akan tetapi, dua penyebab utamanya adalah karena ketidak-tahuan kita tentang arti dan peran penting mangrove bagi kehidupan termasuk manusia, dan kurangnya penguasaan kita tentang teknik-teknik pengelolaan mangrove yang ramah lingkungan. Oleh karena itu peremajaan kembali hutan mangrove sangat penting untuk mengembalikan fungsi ekologi dan ekonomisnya, dengan metode yang digunakan adalah mengadakan pendampingan langsung kepada masyarakat yang bertujuan untuk memberikan pengenalan awal kepada masyarakat akan arti dan fungsi hutan mangrove, sekaligus menjelaskan teknis pelaksanaan penanaman dengan menggunakan bibit persemaian. Mengingat masih rendahnya penghargaan masyarakat lokal terhadap potensi hutan mangrove sebagai aset ekonomi, maka perlu dilakukan penilaian (evaluasi) ekonomi terhadap besarnya manfaat dan fungsi hutan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat dan nilai ekonomi ekosistem hutan mangrove di kawasan Jenu, dan mengkuantifikasi total nilai pemanfaatan (use value) dan nilai bukan pemanfaatan (non-use value) ekosistem hutan mangrove. Hasil penelitian dapat digunakan bagi masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan mangrove sehingga memberikan manfaat maksimal (Wattimury, 2003).
tentang status subjek penelitian yang berkenan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuan studi kasus adalah memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter yang khas dari kasus ataupun status individu yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, (a) roll-meter untuk mengukur luasan hutan mangrove; (b) kamera digital untuk membuat dokumentasi penelitian; dan (c) alat tulis menulis untuk mencatat data lapangan. Daftar pertanyaan kunci disusun sesuai tujuan untuk menjaring data dan informasi dari masyarakat. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer dijaring secara langsung di lapangan melalui (a) observasi lapangan yaitu mengamati obyek penelitian secara langsung dan pengambilan data, dan (b) wawancara yaitu pengambilan data dengan cara mengadakan tanya jawab dengan responden. Data sekunder diperoleh dari berbagai tulisan dan sumber-sumber data yang relevan dengan penelitian. Sampel penelitian ditentukan sebagai bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi penelitian (Sugiyono 1999). Populasi dalam penelitian ini merupakan kumpulan kasus yang perlu memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah hutan mangrove di lokasi penelitian. Penetapan populasi dimaksudkan agar pengukuran adalah sesuai dengan kasus penelitian. Proses seleksi sampel menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah metode pengambilan sampel tidak secara acak tetapi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu secara sengaja. Menurut Kusmayandi dan Ender (2001), teknik pengambilan sampel secara purposive sampling digunakan karena pertimbangan identifikasi fungsi dan manfaat ekosistem mangrove dalam
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 di kawasan mangrove desa Jenu Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban Jawa Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Menurut Nazir (2004), studi kasus atau penelitian kasus merupakan penelitian
Manfaat Hutan Magrove Jenu Tuban Dari Sisi Penilaian…………………….……. (Suwarsih) 99
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 8-16
ML2 = Manfaat Langsung kusu ML3 = Manfaat Langsung kayu bakar ML4 = Manfaat Langsung ikan ML5 = Manfaat Langsung kerang ML6 = Manfaat Langsung kepiting b. Manfaat Tidak Langsung (MTL) Manfaat tidak langsung adalah nilai yang dirasakan secara tidak langsung terhadap barang dan jasa yang dihasilkan sumberdaya dan lingkungan (Fauzi, 2002). Manfaat tidak langsung dari hutan mangrove diperoleh dari suatu ekosistem secara tidak langsung seperti penahan abrasi pantai (Fahrudin, 1996); dan penyedia bahan organik bagi biota-biota yang hidup didalamnya (Meilani, 1996). MTL = MTL1 + MTL2 + ... .+ MTLn (dimasukkan kedalam nilai Rupiah) Dimana: MTL = Manfaat Tidak Langsung MTL1 = Manfaat Tidak Langsung sebagai peredam gelombang (breakwater). MTL2 = Manfaat Tidak Langsung sebagai penyedia bahan pakan alami untuk biota yang hidup di dalam hutan mangrove. c. Manfaat Pilihan Manfaat pilihan adalah suatu nilai yang menunjukan kesediaan seseorang untuk membayar guna melestarikan ekosistem mangrove bagi pemanfaatan di masa depan, (Fahrudin, 1996). Nilai ini didekati dengan mengacu pada nilai keanekaragaman hayati (biodiversity) hutan mangrove di Indonesia, yaitu US$ 1.500/km2/tahun atau US$15/ha/tahun (Ruitenbeek, 1991 dalam Fahrudin 1996). MP = MPb = US$ 15 per ha x Luas hutan mangrove (dimasukkan kedalam nilai Rupiah) d. Manfaat Eksistensi (ME) Manfaat eksistensi adalah manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dari keberadaan ekosistem yang diteliti setelah manfaat lainnya (manfaat
penentuan sampel sesuai tujuan penelitian. Selain itu, dasar pertimbangan pemilihan sampel adalah responden yang bersifat spesifik, sehingga penentuannya harus dilakukan dengan sengaja (purposive). Responden yang diambil dalam penelitian adalah masyarakat lokal yang melakukan aktivitas sehari-hari berkaitan dengan hutan mangrove secara langsung maupun tidak langsung. Jumlah sampel ditetapkan sebanyak 28 responden, terdiri dari 4 orang penangkap soa-soa, 4 orang penangkap kusu, 2 orang pencari kayu bakar, 8 orang penangkap ikan, 4 orang penangkap kepiting dan 6 orang pencari kerang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara, menggunakan panduan daftar pertanyaan. Selain itu informasi desa dan kondisi hutan mangrove diperoleh melalui wawancara dengan beberapa informan dan aparat desa dan penduduk masyarakat desa Jenu. Sedangkan untuk mengetahui berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk membangun sebuah breakwater diperoleh melalui pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan. Penilaian ekonomi dari seluruh manfaat sumberdaya hutan mangrove menggunakan tahap pendekatan seperti dilakukan oleh Ruitenbeek (1991). 1. Identifikasi manfaat dan fungsi ekosistem mangrove Bertujuan untuk memperoleh data tentang berbagai macam manfaat dan fungsi ekosistem hutan mangrove, yaitu terdiri dari : a. Manfaat Langsung (ML) Manfaat langsung adalah nilai yang dihasilkan dari pemanfaatan langsung dari hutan mangrove seperti menangkap ikan, kayu bakar dan wisata (Fauzi, 2002). ML = ML1 + ML2 + ML3 + …+ MLn (dimasukkan kedalam nilai Rupiah) Dimana : ML = Manfaat Langsung ML1 = Manfaat Langsung soa-soa
Manfaat Hutan Magrove Jenu Tuban Dari Sisi Penilaian…………………….……. (Suwarsih) 10
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 8-16
langsung, tidak langsung dan manfaat pilihan). Manfaat ini adalah nilai ekonomis keberadaan (fisik) dari ekosistem yang diteliti. Formulasinya adalah sebagai berikut: n ME = ∑ (MEi)/ n i=1 (dimasukkan kedalam nilai Rupiah) Dimana : ME = Manfaat Eksistensi MEi = manfaat Eksistensi dari responden ke-1 sampai ke 28 n = Jumlah responden (28 orang).
rataan sampel dengan jumlah rumah tangga dalam populasi (N), dalam hal ini untuk populasi desa Jenu. d. Nilai Ekonomi Total (NET) Pendekatan ini merupakan penjumlahan dari nilai pemanfaatan dan nilai bukan pemanfaatan hutan mangrove yang telah diidentifikasi dan dikuantifikasikan. Nilai Ekonomi Total diformulasikan sebagai berikut : NET = ML + MTL + MP + ME Dimana : ML = nilai manfaat langsung MTL = nilai manfaat tidak langsung MP = nilai manfaat pilihan ME = nilai manfaat eksistensi.
2. Kuantifikasi seluruh manfaat dan fungsi ke dalam nilai uang (rupiah) a. Nilai Pasar Pendekatan nilai pasar digunakan untuk komponen sumberdaya yang langsung diperdagangkan, misalnya kayu mangrove dan ikan. Pendekatan ini sebagian besar digunakan untuk mengetahui nilai uang bagi manfaat langsung dari ekosistem mangrove. b. Harga Tidak Langsung Pendekatan ini digunakan apabila mekanisme pasar gagal memberikan nilai suatu komponen sumberdaya, karena komponen tersebut belum memiliki pasar. Pendekatan ini digunakan untuk manfaat tidak langsung misalnya menilai manfaat fisik (peredam gelombang) dan manfaat biologis (penyedia pakan). c. Contingent Valuation Method (CVM) Pendekatan ini digunakan untuk mengkuantifikasikan manfaat pilihan (keberadaan) dari suatu komponen sumberdaya, cara ini dipakai untuk memperoleh nilai eksistensi hutan mangrove dari responden terpilih. Menurut Fauzi (2002), tahap terakhir dari CVM adalah dengan mengagregatkan rataan tersebut. Proses ini melibatkan konversi rataan sampel kerataan populasi secara keseluruhan, salah satunya adalah dengan mengalikan
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, bahwa kota Tuban mempunyai sebuah tempat kawasan hutan mangrove yang terletak di Jl. Raya Tuban-Semarang KM 9 Desa Jenu, Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban Jawa Timur. Hutan mangrove Jenu Tuban merupakan pusat hutan mangrove wilayah pesisir dan laut di Kabupaten Tuban. tempat ini mulai ada sejak tahun 1997 oleh Kelompok Tani di Desa Jenu, Kabupaten Tuban yang kemudian ternaungi dalam Forum Komunikasi Peduli Lingkungan Pesisir Tuban. Hutan mangrove Jenu Tuban juga memiliki tempat pembudidayaan tanaman Mangrove. Sehingga, tempat ini juga layak dipergunakan sebagai sarana praktek belajar untuk mempelajari, memahami, dan menyanyangi lingkungan hidup disekitar kita. Wilayah pesisir pantai desa Jenu memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup potensial untuk dikembangkan dalam menunjang taraf kehidupan masyarakat setempat, sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat yang berada di desa tersebut. Masyarakat desa Jenu berakses memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada di laut. Aktifitas pemanfaatan
Manfaat Hutan Magrove Jenu Tuban Dari Sisi Penilaian…………………….……. (Suwarsih) 11
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 8-16
potensi sumberdaya laut seperti mencari kerang (bameti) untuk memenuhi kebutuhan gizi dari sumberdaya laut setiap harinya dan aktivitas penangkapan ikan. Dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di laut, masyarakat desa khususnya nelayan di desa Jenu ini masih menggunakan alat tangkap atau teknologi penangkapan yang masih sederhana. Kawasan hutan mangrove yang merupakan objek penelitian berada pada desa Jenu Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban. Pesisir desa Jenu terletak pada kawasan pesisir jalan Tuban – Semarang. Kondisi lingkungan penelitian ini berada pada lingkungan pesisir dalam wilayah pasang surut. Dari batas garis pantai kearah darat itu ditumbuhi oleh jenis mangrove dan dari garis pantai kearah laut yang berjarak ±50 m, ditumbuhi oleh jenis-jenis mangrove. Daerah ini memiliki pantai yang landai yang ditumbuhi oleh hutan mangrove dengan luas 3,08 ha yang dibatasi oleh aliran sungai jenu. Kawasan mangrove yang menjadi daerah penelitian, tempatnya terpisah dari pemukiman penduduk, namun penduduk setempat sering memanfaatkannya di sekitar maupun di dalam hutan mangrove untuk memperoleh sumberdaya yang ekonomis seperti menangkap “soa-soa”, “kusu”, ikan, kepiting juga mencari kayu bakar dan kerang. Berdasarkan hasil inventarisasi, tercatat lima (5) jenis mangrove: Avicennia alba, Bruguiera gimnorhiza, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata dan Sonneratia alba. Adapun klasifikasi jenis mangrove dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 . Komposisi Jenis Mangrove di Pesisir Desa Jenu Famili
Genus
Spesies
Rhizophoraceae
Rhizophora
Sonneratiaceae Verbenaceae
Bruguiera Sonneratia Avicennia
Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Bruguiera gimnorhiza Sonneratia alba Avicennia alba
Famili Rhizophoraceae memiliki jumlah terbesar yang terdiri dari 2 genus dan 3 spesies. Hal ini didukung oleh tingkat kemampuan adaptasi morfologi dan anatomi dari Famili Rhizophoraceae yang lebih baik. Sedangkan famili-famili lainnya seperti Sonneratiaceae dan Verbenaceae hanya dengan satu genus saja. Spesies mangrove di lokasi penelitian, paling banyak didominasi oleh Sonneratia alba. Secara umum, hutan mangrove desa Jenu mempunyai fungsi dan manfaat adalah sebagai berikut : Peredam gelombang dan angin laut, penahan dan perangkap sedimen Daerah asuhan (nursery grounds), daerah mencari makan (feeding grounds), daerah pemijahan (spawning grounds) bagi berbagai jenis ikan, kepiting, kerang dan biota laut lainnya. Penghasil kayu bakar, pemasok larva ikan, kepiting, kerang dan biota laut lainnya. Tempat hidup dan berkembang biak ikan, kepiting, kerang dan satwa liar lainya yang di antaranya endemik. Tempat praktek kerja lapangan dan penelitian bagi mahasiswa maupun pihak yang terkait. Fungsi dan manfaat dari ekosistem mangrove ini, merupakan mata rantai utama dalam menopang keseimbangan ekosistem perairan pantai daerah ini. Pada kawasan hutan mangrove di desa Jenu, terlihat bahwa masyarakat sekitar memanfaatkan kawasan tersebut dengan berbagai macam bentuk pemanfaatan, baik pemanfaatan yang berdampak positif maupun yang negatif. Berdasarkan survei dan wawancara dengan para responden ditemukan bahwa bentukbentuk pemanfaatan di dalam maupun disekitar hutan mangrove selain dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar juga dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada di dekat desa Jenu. Berdasarkan hasil wawancara, maka dapat diidentifikasi bentuk-bentuk pemanfaatan kawasan hutan mangrove, yaitu; (1) aktivitas penangkapan,
Manfaat Hutan Magrove Jenu Tuban Dari Sisi Penilaian…………………….……. (Suwarsih) 12 12
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 8-16
(2) aktivitas pengumpulan kerang (bameti), (3) aktivitas pembuangan sampah. Adapun gambar bentuk-bentuk pemanfaatan kawasan hutan mangrove dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
Pada kawasan hutan mangrove di desa Jenu, masyarakat tidak memanfaatkan kawasan tersebut sebagai objek wisata. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan kawasan hutan mangrove yang relatif tidak baik untuk mendukung objek wisata dan kurang adanya peran pemerintah terhadap pengelolaan dan pemanfaatan kawasan mangrove tersebut. Identifikasi manfaat dan fungsi ekosistem hutan mangrove di desa Jenu, pada saat ini dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kategori manfaat, yaitu: manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat pilihan, dan manfaat eksistensi. 1. Manfaat Langsung (ML) Manfaat langsung dari hutan mangrove desa Jenu yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat terdiri atas 3 jenis manfaat yaitu, (1) manfaat hasil hutan, berupa kayu bakar; (2) manfaat satwa berupa soa-soa dan kusu; dan (3) manfaat penangkapan hasil perikanan, yaitu kepiting, kerang, ikan. Berdasarkan analisis manfaat biaya dari setiap jenis manfaat tersebut, secara keseluruhan nilai total manfaat langsung (ML) ekosistem hutan mangrove desa Jenu pada saat ini (seluas 3,08 ha) diperoleh nilai sebesar Rp. 11.299.500,00/tahun atau rata-rata Rp 3.668.668,83/ha/tahun (Tabel 2).
Gambar 1. Bentuk-bentuk pemanfaatan kawasan hutan mangrove Tabel 2. Nilai Manfaat Langsung Ekosistem Hutan Mangrove Jenis Manfaat Kayu Bakar Soa-soa Kusu Ikan Kepiting Kerang Jumlah
Nilai Manfaat (Rp/ha/thn) 1.440.000,00 240.000,00 1.087.500,00 6.300.000,00 840.000,00 1.440.000,00 11.347.500,00
Total Biaya Manfaat Bersih (Rp) (Rp/ha/thn) 120.000,00 1.320.000,00 210.500,00 29.500,00 445.500,00 642.500,00 3.308.000,00 2.992.000,00 13.000,00 827.000,00 6.000,00 1.434.000,00 4.103.000,00 7.245.000,00
Persentase (%) 18,22 0,41 8,87 41,30 11,41 19,79 100,00
Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer, 2012 Manfaat Hutan Magrove Jenu Tuban Dari Sisi Penilaian…………………….……. (Suwarsih) 13 13
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 8-16
Jenis-jenis kepiting yang ditangkap pada perairan hutan mangrove sebanyak 3 (tiga) jenis, terdiri dari : Scilla oceania sebanyak 14 ekor, Portunus sanguinolentus sebanyak 40 ekor dan Muctiris longicarpus sebanyak 60 ekor. Tiga jenis sampel tersebut merupakan data primer dan kemudian diidentifikasi berdasarkan jenis atau spesiesnya. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode kuadran (pasang tertinggi-surut terendah) dengan jarak 20 meter kearah laut. Luas ekosistem hutan mangrove desa Jenu adalah sebesar 3,08 ha. Diperkirakan dengan luasan hutan mangrove tersebut, dapat diperoleh produksi kepting sebesar 62,84 gram/tahun. Menurut penelitian yang dilakukan Pieter (2006), didapatkan harga pakan kepiting sebesar Rp 7.500,00/gram dengan kebutuhan pakan adalah 6 gram/kepiting. Berdasarkan data tersebut, maka dapat diperoleh nilai manfaat sebagai penyedia pakan alami dengan mengalikan produksi epiting dengan harga pakan dan kebutuhan pakan/kepiting, sehingga didapatkan nilai sebesar Rp 2.827.800,00/tahun. Dengan metode pendekatan penilaian tersebut, maka ekosistem hutan mangrove desa Jenu pada saat ini memberikan nilai total manfaat tidak langsung bersih sebesar Rp 9.098.077,50/tahun. 3. Manfaat Pilihan Nilai manfaat pilihan didekati dengan menggunakan nilai dari keanekaragaman hayati (biodiversity). Nilai keanekaragaman hutan mangrove di Indonesia adalah US$ 1.500/km2/tahun atau US$ 15/ha/tahun (Ruitenbeek, 1991 dalam Fahrudin, 1996). Dengan nilai tukar Rupiah rata-rata terhadap Dollar yaitu Rp 9.200,00 (Juni, 2008), maka nilai manfaat pilihan hutan mangrove desa Jenu saat ini sebesar Rp 138.000,00/ha/tahun dikalikan dengan luasan hutan mangrove 3,08 ha, maka diperoleh nilai manfaat sebesar Rp 425.040,00/tahun.
2. Manfaat Tidak Langsung (MTL) Manfaat ini meliputi: (1) manfaat fisik sebagai peredam gelombang; dan (2) manfaat biologis sebagai tempat penyedia pakan (feeding ground). Pendekatan penilaiannya adalah dengan metode penggantian. Nilai manfaat fisik sebagai peredam gelombang diestimasi melalui pendekatan pembuatan breakwater. Menurut wawancara dengan salah seorang pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan, nilai pembuatan breakwater untuk ukuran 1m x 0,15 m x 1 m (p x l x t) dengan daya tahan 10 tahun adalah Rp 278.679,00. Berdasarkan panjang garis pantai ekosistem hutan mangrove desa Jenu adalah 451 m, maka dibutuhkan breakwater sejumlah 225 buah. Nilai pembuatan breakwater untuk 225 breakwater dengan daya tahan 10 tahun seluruhnya adalah Rp 62.702.775,00. Nilai tersebut dibagi dengan 10 tahun untuk mendapatkan nilai per tahun. Dengan demikian, nilai manfaat fisik hutan mangrove sebagai peredam gelombang (breakwater) adalah sebesar Rp 6.270.277,50/tahun. Nilai manfaat biologis sebagai sebagai tempat penyedia pakan (feeding ground). Fungsi hutan mangrove sebagai penyedia pakan (feeding ground) untuk berbagai jenis biota seperti jenis kepiting. Dengan adanya hutan mangrove yang tumbuh maka suplai makanan akan tersedia dengan berlimpah. Perhitungan dari manfaat ini dengan menggunakan rumus model hubungan regresi antara luasan hutan mangrove dengan produksi kepiting. Manfaat hutan mangrove sebagai penyedia pakan didekati dengan menggunakan model regresi luasan hutan mangrove dengan menghitung produksi kepiting pada ekosistem hutan mangrove (Walpole, 1988 dalam Tupan, 2005) yaitu Y = a + bX di mana : Y = Produksi kepiting (gram) X = Luas hutan mangrove (Ha)
Manfaat Hutan Magrove Jenu Tuban Dari Sisi Penilaian…………………….……. (Suwarsih) 14 14
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 8-16
4. Manfaat Eksistensi Berdasarkan pendekatan penilaian dengan menggunakan CVM (Contingent Valuation Method) terhadap 28 responden, dapat diketahui bahwa nilai manfaat eksistensi (keberadaan) ekosistem hutan mangrove desa Jenu adalah sebesar
Rp1.325.892,85/ha/tahun atau nilai manfaat eksistensi total Rp. 4.083.750,00/tahun. Hasil identifikasi seluruh manfaat hutan mangrove yang diperoleh dari ekosistem hutan mangrove desa Jenu, sebagai berikut.
Tabel 3. Kuantifikasi Manfaat Ekosistem Hutan Mangrove Desa Jenu Jenis Manfaat
Nilai Manfaat (Rp/Ha/tahun) Manfaat Langsung 3.668.668,83 Manfaat Tidak Langsung 2.035.804,38 Manfaat Pilihan 138.000,00 Manfaat Eksistensi 1.325.892,85 Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer, 2012
Nilai Manfaat (Rp/tahun) 11.299.500,00 9.098.077,50 425.040,00 4.083.750,00
Persentase (%) 45,40 36,56 1,71 16,41
Jenis manfaat ekosistem hutan memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat, juga memiliki fungsi ekologis mangrove Desa Jenu terdiri dari manfaat yang sangat besar. manfaat langsung (ML), manfaat tidak Besaran nilai manfaat yang diperoleh pada langsung (MTL), manfaat pilihan (MP) dan kajian ini dapat saja berubah pada masa manfaat eksistensi (ME). Pada Tabel 2 mendatang, karena adanya perubahan jenis terlihat bahwa, nilai manfaat total hutan pemanfaatan, terutama nilai manfaat mangrove desa Jenu adalah sebesar Rp langsung yang perhitungannya atas dasar 24.887.887,50 /tahun atau rata-rata sebesar pemanfaatan ekstraktif sumberdaya hayati Rp 7.162.366,06/ha/tahun. yang berlangsung di lokasi penelitian Dari nilai ekonomi total (NET) sampai saat ini. tersebut diketahui bahwa manfaat langsung memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan manfaat lainnya, SIMPULAN DAN SARAN yakni sebesar Rp 11.299.500,00/tahun Hasil penelitian menunjukkan (45,40%). bahwa kawasan hutan mangrove Jenu Kuantifikasi manfaat lainnya yang kecamatan Jenu Kabupaten Tuban Jawa diperoleh berturut-turut setelah manfaat Timur mempunyai : langsung yaitu manfaat tidak langsung 1. Manfaat ekosistem mangrove di kawasan sebesar Rp 9.098.077,5/tahun (36,56%), Jenu terdiri atas manfaat langsung berupa nilai manfaat eksistensi atau keberadaan hasil hutan (kayu bakar), manfaat satwa sebesar Rp 4.083.750,00/tahun (16,41%) (“soa-soa” atau biawak, “kusu”), dan dan nilai manfaat pilihan sebesar Rp penangkapan ikan (kepiting kerang dan 425.040,00/tahun (1,71%). ikan); manfaat tak langsung berupa Manfaat langsung yang selama ini breakwater dan tempat penyedia pakan; dimanfaatkan oleh masyarakat ternyata manfaat pilihan berupa nilai keragaman merupakan sebagian dari keseluruhan hayati; dan manfaat eksistensi yaitu nilai manfaat hutan mangrove. Untuk manfaat yang diberikan oleh masyarakat di lokasi tidak langsung, manfaat eksistensi penelitian. (keberadaan), dan manfaat pilihan yang 2. Nilai Ekonomi Total (NET) hutan apabila digabungkan menjadi satu memiliki mangrove kawasan Jenu dengan luas nilai yang lebih besar. Hal ini jelas terlihat 3,08 ha pada saat ini adalah sebesar Rp bahwa hutan mangrove di samping Manfaat Hutan Magrove Jenu Tuban Dari Sisi Penilaian…………………….……. (Suwarsih) 15 15
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 8-16
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nazir, M. (1988). Metode penelitian. Cetakan ke 3. Jakarta: Ghalia Indonesia. Romimotarto, K. (2001). Biologi laut: Ilmu pengetahuan tentang biota laut. Jakarta: Penerbit Djambatan. Ruitenbeek, H.J. (1991). Mangrove management: An economic analysis of management option with a focus on Bituni Bay, Irian Jaya. Environmental Management Development in Indonesia (EMD) Project. EMDI Environmental. Reports No. 8. Jakarta. Sugiyono. (1999). Metode penelitian bisnis. Bandung: Penerbit CV ALFABETA. Sukmawan, D. (2004). Penilaian ekonomi manfaat hutan mangrove di Desa Karangjaladri,Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Tupan, Ch.I. (2005). Hubungan kepadatan kepiting bakau (Scylla spp) dengan karakteristik habitat pada hutan mangrove perairan pantai desa Passo, Ambon. Ichthyos: Jurnal Penelitian Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, 4 (2), hal. 81-86. Wattimury, M.F.J. (2003). Analisis strategis pengelolaan wilayah pesisir pantai desa Tawiri Induk. (Skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Pattimura. Ambon
24.887.887,50/tahun. Nilai tersebut terdiri atas nilai manfaat langsung Rp 11.299.500,00/tahun, manfaat tidak langsung Rp 9.098.077,50/tahun, manfaat eksistensi Rp 4.083.750,00/tahun, dan manfaat pilihan Rp 406.560,00/tahun. Kawasan hutan mangrove Desa Jenu memiliki manfaat langsung dan tak langsung serta cukup berperan bagi masyarakat lokal. Kawasan tersebut hendaknya dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai fungsi, manfaat, dan keberadaan ekosistem. Dengan demikian diperlukan peran serta masyarakat dan Pemerintah Desa dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan mangrove agar memberikan manfaat yang lebih maksimal bagi masyarakat DAFTAR PUSTAKA Fahrudin, A. (1996). Analisis ekonomi pengelolaan pesisir Kabupaten Subang, Jawa Barat. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Fauzi, A. (2002). Valuasi ekonomi sumberdaya pesisir dan lautan. Makalah pada Pelatihan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Semarang: Universitas Diponegoro. Kusmayandi & Ender. (2001). Metode penelitian kepariwisataan. Jakarta: Gramedia. Meilani, M,M. (1996). Studi pola pemanfaatan hutan mangrove untuk usaha perikanan (Studi kasus di Desa Mayangan, Kecamatan Pamanukan, Kabupaten Subang, Jawa Barat). Skripsi. Bogor: Fakultas Perikanan
Manfaat Hutan Magrove Jenu Tuban Dari Sisi Penilaian…………………….……. (Suwarsih) 16 16
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 17-24
KAJIAN PERUBAHAN IKLIM DAN KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR (STUDI KASUS : KABUPATEN TUBAN) Marita Ika Joesidawati Prodi Ilmu Kelautam, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban ABSTRAK Perubahan iklim menjadi kajian yang penting dan sangat menarik pada beberapa tahun terakhir, karena mengakibatkan kenaikan suhu udara dan kenaikan muka air laut. Tujuan makalah ini adalah untuk mengkaji model dan skenario iklim yang sesuai diterapkan sehingga dapat menggambarkan adanya perubahan iklim khususnya wilayah lokal dan mengembangkan analisis dampak kenaikan muka air laut di kawasan pesisir. Dalam Makalah ini pemodelan iklim menggunakan perangkat lunak MAGICC/SCENGEN 5.3(Model sirkulasi global CSIRO, dengan skenario A2-AIM dan B2-AIM) sedangkan kenaikan muka laut dengan memanfaatkan data Data Sea Level Anomaly dari satelit Altimeter Jason 1A. Hasil pemodelan proyeksi perubahan suhu rata-rata dan perubahan presipitasi bulanan menunjukkan pola yang teratur meningkat secara linier dan Berdasarkan trend kenaikan nilai SSHA dari satelit altimetri Jason-1 yang diekstraksi dari hasil interpolasi lintasan satelit diperoleh rata-rata kenaikan muka laut relatif selama 7 tahun (2002-2009) sebesar 11,1 mm/tahun. Skenario yang sesuai dengan kondisi daerah pesisir Kabupaten Tuban adalah skenario B2AIM. Hasil pemodelan MAGICC sesuai dengan skenario B2AIM menunjukkan laju rata-rata kenaikan muka air laut dari tahun 1990-2050 adalah sebesar 0.61 meter. Hasil pemodelan SCENGEN sesuai dengan skenario B2AIM, menunjukkan perubahan curah hujan yang cukup besar pada bulan Juli, Agustus, September dan Oktober, dan perubahan kenaikan temperatur hasil pemodelan SCENGEN yaitu sebesar 0.19⁰C 1.56⁰C pada tahun 2050. Kata kunci : Perubahan Iklim, Kenaikan Muka Laut, Magicc/Scengen, Data Altimetri Jason-1A
seperti tide gauges, dan satelit altimetry ataupun kombinasi antara tide gauges dan satelit altimetri. Prediksi kenaikan pasang surut yang diproyeksikan dengan mengamati tide gauges adalah sebesar 1,8 mm/thn selama 70 tahun terakhir (Douglas, 2001; Peltier 2001 dalam IPCC 2007), sementara yang menggunakan satelit altimetri menunjukkan telah terjadi kenaikan permukaan laut sebesar 3.1 ± 0.7 mm/thn selama periode 1993- 2003 (Cazenave dan Nerem, 2004 dalam IPCC, 2007). Informasi tersebut dapat dijadikan acuan sebagai kenaikan permukaan laut rata-rata di tingkat global. Dengan memperhatikan dampakdampak yang terjadi akibat pemanasan global dan perubahan iklim tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk
PENDAHULUAN Zedillo (2008) menjelaskan salah satu dampak perubahan iklim yang perlu diwaspadai adalah kenaikan paras muka air laut (sea level rise atau SLR). Kenaikan permukaan laut sebagai akibat dari proses pemanasan global menjadi isu penting di daerah pesisir (Nicholls dan Mimura, 1998, Marfai dan King, 2008b). Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), menyatakan bahwa kenaikan permukaan laut yang disebabkan oleh perubahan iklim akan memberikan dampak yang tinggi terhadap lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat di daerah pesisir (IPCC 2001, 2007). Berdasarkan laporan IPCC (2007), permukaan laut dunia telah diproyeksikan dengan baik melalui berbagai pendekatan dan metode,
Kajian Perubahan Iklim Dan Kenaikan Muka Air Laut ………….…………..…. (Marita Ika) 17 18
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 17-24
mengetahui bagaimana perubahan iklim dan kenaikan muka air laut yang terjadi di Indonesia khususnya di daerah pesisir. Salah satu daerah studi yang bisa dilakukan sebagai lokasi studi penelitian tersebut adalah pantai utara jawa tepatnya pesisir Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Kabupaten Tuban adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Ibu kotanya berada di kota Tuban. Luasnya adalah 1.904,70 km² dan panjang pantai mencapai 65 km. Luas wilayah Kabupaten Tuban 183.994.561 Ha, dan wilayah laut seluas 22.068 km2. Letak astronomi Kabupaten Tuban pada koordinat 111⁰ 30' - 112⁰ 35 BT dan 6⁰ 40' - 7⁰ 18' LS. Panjang wilayah pantai 65 km. Ketinggian daratan di Kabupaten Tuban bekisar antara 0 - 500 mdpl.,titik terendah, yakni 0 m dpl yang berada di Jalur Pantura dan titik tertinggi 500 m yang berada di Kecamatan Grabagan. (wikipedia, 2012) Tujuan makalah ini adalah untuk mengkaji model dan skenario iklim yang sesuai diterapkan sehingga dapat menggambarkan adanya perubahan iklim khususnya wilayah lokal dan mengembangkan analisis dampak kenaikan muka air laut di kawasan pesisir. BAHAN DAN METODE Lokasi Kawasan pesisir Tuban secara geografis terletak antara 11130‟ - 11235‟ Bujur Timur dan antara 640‟ - 718‟ Lintang Selatan. Wilayah Kawasan Pesisir Tuban mempunyai luas 16.950 Ha, dan terdiri dari 5 Kecamatan (Kecamatan Palang, Tuban, Jenu, Tambakboyo serta Bancar. Panjang pantai sepanjang 65 km yang terbentang dari Barat ke Timur.Kondisi topografi mempunyai kemiringan 0 – 2 %, serta ketinggian 0 – 7 m dpl. Lokasi penelitian adalah Desa-desa pantai di sepanjang Pesisir Kabupaten
Tuban, dan wilayah kajian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian
Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah JASON-1 GDRC phase 127 dan 140 dengan cycle 001 sampai dengan cycle 294 (data tahun 2002 sampai dengan tahun 2009). Untuk cycle 295 sampai dengan cycle 367 tahun 2010 dan tahun 2011, data proses tidak menghasil output data untuk area of interest. Data di download dari ftp://avisoftp.cnes.fr. Data dari sensor altimetri hanya mengukur tinggi permukaan laut di bawah nadir pada lintasan satelit dan hasil pengukurannya berupa titik-titik pengukuran (data tabular) tidak seperti satelit penginderaan jauh pada umumnya berupa citra dalam bentuk raster dengan lebar liputan tertentu. Data titik-titik ketinggian permukaan laut tersebut dikumpulkan dalam kurun waktu 3 sampai 10 hari dari beberapa satelit konstalasi dan diinterpolasi menjadi data spasial. Data spasial mengindikasikan daerah dengan permukaan laut tinggi dan rendah, Tinggi muka laut relatif dihitung dari penggabungan nilai SSHA beberapa lintasan satelit Jason-1 yang terdekat dengan daerah kajian yang terdapat di Laut Jawa yaitu lintasan 127 dan 140 . Pemodelan Iklim Pemodelan perubahan iklim di pesisir Kabupaten Tuban dilakukan menggunakan perangkat lunak
Kajian Perubahan Iklim Dan Kenaikan Muka Air Laut ………….…………..…. (Marita Ika) 18 18
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 17-24
MAGICC/SCENGEN 5.3. MAGICC adalah model silkus gas/iklim yang outputnya menjadi input pada SCENGEN. MAGICC digunakan untuk prediksi kenaikan muka air laut di dalam Laporan Kajian Ketiga IPCC. Sedangakan SCENGEN menghasilkan pola perubahan spasial berupa presipitasi dan perubahan temperatur regional. MAGICC mempunyai fleksibilitas pemilihan model GCM, skenario emisi gas rumah kaca, parameter model dan output tahun yang diharapkan. Input utama dari MAGICC/SCENGEN 5.3 adalah emisi antropogenik antara lain yaitu CO2, CH4, N2O, SO2, halokarbon dan gasgas reaktif yang lain. Skenario gas rumah kaca dan model GCM yang digunakan adalah nilai default IPCC pada global dan regional yang masih berlaku pada peningkatan efek gas rumah kaca untuk 100 tahun kedepan. Untuk persamaan umum dari MAGICC/SCENGAN 5.3 yang digunakan untuk memprediksi perubahan iklim yang terjadi adalah sebagai berikut: ∆Y (x, t) = ∆T (t) Y (x) Dimana: ∆Y (x, t) : pola perubahan pada waktu (t) untuk variabel (Y) (presipitasi, temperatur dan lain-lain) ∆T (t) : temperatur global rata-rata pada waktu (t) Y (x) : pola normal perubahan untuk variabel Y
UCAR/NCAR/UOP yang didownload secara gratis di http://www.ucar.edu/ Skenario SRES merupakan skenario emisi yang dikembangkan oleh Nakicenovic dan Swart (2000). Skenario SRES ini terbagi menjadi empat storyline yang disebut famili A1, A2, B1, B2. Empat famili utama ini dibentuk dengan mempertimbangkan faktor-faktor pengendali yaitu lingkungan yang meliputi antara lain: perubahan demografis, pengembangan ekonomi, dan pengembangan teknologi. Model A1 dan B1 lebih menekankan pada pendekatan global, sedangkan pada model A2 dan B2 lebih menekankan pada pendekatan regional (Lapan, 2009). Pada penelitian ini Skenario SRES yang digunakan adalah A2 dan B2 dengan asumsi untuk skenario A2 adalah terus terjadi pertambahan populasi, pengembangan ekonomi berorientasi secara regional, perubahan teknologi terjadii secara lebih lambat, sedangkan asumsi untuk skenario B2 adalah peningkatan populasi yang lebih rendah dari A2, perubahan teknologi lebih lambat, tingkat pengembangan ekonomi yang intermediate. Untuk mengetahui kenaikan muka air laut di pesisir Kabupaten Tuban, pada MAGICC dipilih dahulu skenario SRES yang sesuai dengan kondisi daerah studi. Skenario digunakan untuk menggambarkan dampak yang akan terjadi jika asumsi Pada pemodelan MAGICC sea tertentu digunakan. Dari data statistik yang level rise yang diprediksi merupakan ada (data statistika penduduk dan data proyeksi dari GCIS (Glacier and Small Ice kualitas udara) maka skenario yang paling Caps). Berikut ini adalah proyeksi sea level sesuai dengan kondisi pesisir Kabupaten rise berdasarkan GCIS berdasakan laporan Tuban adalah Skenario A2 dan B2 yang ketiga dari IPCC. lebih berorientasi ke skala regional. Dari Skenario perubahan iklim telah dua skenario ini nantinya akan berhasil disimulasikan dengan menggunadibandingkan dengan data lingkungan yang kan model-model Atmosphere-Ocean ada sehingga bisa diketahui skenario General Circulation Model (AOGCM) perubahan iklim yang sesuai dengan lokasi diantaranya CCSR/CCSM/NIES Jepang, studi. Skenario yang digunakan adalah dan CSIRO Australia, dan Pemodelan Skenario Emisi: perubahan iklim menggunakan software Skenario Kebijakan: A2-AIM, MAGICC/SCENGEN 5.3, license Skenario referensi: B2AIM Kajian Perubahan Iklim Dan Kenaikan Muka Air Laut ………….…………..…. (Marita Ika) 19 19
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 17-24
Carbon Cycle: Mid, C-Cyclus climate feetback : On , Aerosol forcing : Mid Parameter Iklim: Sensitivitas (∆T2x): 3.0 °C, Diffusivitas(K): 2.3 cm2/sec Parameter model: CSIRO Untuk mengetahui perubahan curah hujan dan perubahan temperatur yang terjadi di pesisir Kabupaten Tuban menggunakan software SCENGEN.Berikut ini adalah hasil proyeksi perubahan presipitasi untuk Kabupaten Tuban. Untuk pemodelan perubahan presipitasi Kabupaten Tuban menempati grid 7.5⁰5.0⁰LS dan 110.0⁰-112.5⁰BT. Skenario Iklim : B2AIM dan A2AIM Grid: 7.5⁰-5.0⁰LS dan 110.0⁰-112.5⁰BT Model: CSIRO with aerosol effect Pemodelan Kenailan Muka Laut Proses Pemodelan menggunakan software BRAT 3.1.0 (Basic Radar Altimetry Toolbox), data dikelompokan pertahun dari tahun 2002 sampai dengan 2009. Satu tahun data diproses dengan dua fungsi yaitu Y=F(x) dan Z=F(x,y). Parameter parameter untuk perhitungan SLA di edit dengan ocean data editing. Y=F(x), perhitungan rata rata nilai SLA setiap tahun, x tanggal perekaman, Z=F(x,y), perhitungan rata rata nilai SLA untuk setiap titik dengan interpolasi 1/3 derajat, x koordinat longitude, y koordinat latitude. Output 1 Hasil pemodelan pada setiap titik pertahun di kumpulkan dalam file SLR_by_latlong.xlsx. Dari hasil interpolasi untuk data setiap tahun, diambil setiap titik yang pada semua tahun memiliki nilai. Didapatkan dua belas titik yaitu SLR_01 – SLR_12 (warna kuning). Ke duabelas titik diplot sehingga diketahui titik titik terdekat dengan darat (titik_slr.shp). didapatkan titik SLR_03 dan SLR_08 (orange).
Nilai SLA dikumpulkan dalam bentuk table pertahun, sehingga didapatkan trend SLA pertahun untuk titik tersebut (sheet Trend_SLR). Output 2 Selain data dihitung interpolasi untuk setiap titik, data dihitung rata rata pertahun berdasarkan tanggal perekaman data (SLR_by_Year.xlsx). Dari data SLA pertanggal perekaman diketahui grafik untuk pertahun (sheet SLA_2002, SLA_2003, dst). Untuk rata rata setiap tahun ditampilkan dalam grifik pada sheet Rata_rata_per tahun HASIL DAN PEMBAHASAN Pemodelan MAGICC memproyeksi kenaikan muka air laut selama beberapa tahun ke depan sampai tahun 2050 untuk kawasan pesisir Kabupaten Tuban. Pada tahun 2050 terjadi kenaikan muka air laut sebesar 1.43 meter untuk skenario B2AIM dengan rata-rata kenaikan sebesar 0.61 meter. Sedangkan untuk skenario A2AIM pada tahun 2050 terjadi kenaikan muka air laut sebesar 1.108 meter dan dengan ratarata kenaikan 0.54 meter. Kenaikan muka air laut per 10 tahun dari pemodelan MAGICC dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 2. Tabel 1. Perbandingan Perubahan Kenaikan Muka Air Laut dari 2 Skenario Kenaikan Muka Air Laut (m) Tahun
B2AIM (Skenario Referensi)
A2AIM (Skenario Kebijakan)
1990
0
0
2000
0.135
0.135
2010
0.297
0.297
2020
0.54
0.54
2030
0.757
0.702
2040 2050 Rata-rata
1.08 1.43 0.61
0.973 1.108 0.54
Kajian Perubahan Iklim Dan Kenaikan Muka Air Laut ………….…………..…. (Marita Ika) 20 20
1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
Perubahan Presipitasi (%)
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 17-24
B2AIM A2AIM
1980
2000
2020
2040
2060
40 20 0 -20 -40 -60
2000 2010 2020 2030 2040
2050 Bulan
Gambar 2. Prediksi Kenaikan Muka Air Laut dari Tahun 1990-2050
Gambar 3. Pola Perubahan Presipitasi Selama 50 tahun (Skenario B2AIM)
Skenario B2AIM terjadi penurunan presipitasi yang cukup besar pada bulan Juli sampai bulan Oktober dengan nilai mencapai hingga -53% pada tahun 2050. Penurunan presipitasi atau curah hujan yang terjadi pada bulan Juli, Agustus, September dan Oktober tahun 2050 berturut-turut adalah -53%, -27.6%, -35.7%, -25.9% ditunjukkan pada Tabel 2 dan Gambar 3.
Pada Tabel 3 dan Gambar 4 menunjukkan skenario A2AIM terjadi penurunan presipitasi yang cukup besar pada bulan Juli sampai bulan Oktober dengan nilai mencapai hingga -64.6%. Hasil pemodelan skenario B2AIM, pada tahun 1990-2050 akan terjadi kenaikan temperatur rata-rata sebesar 0.64⁰C dengan temperatur mencapai 1.5⁰C pada tahun 2050. Sedangkan untuk skenario A2AIM, pada tahun 1990-2050 akan terjadi kenaikan temperatur rata-rata sebesar 0.54⁰C dengan temperatur rata-rata mencapai 1.13⁰C pada tahun 2050 ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 6 menunjukkan perubahan temperatur setiap 10 tahun dalam periode 2000 sampai 2100 dengan skenario iklim A2-AIM dengan model CSIR0 memiliki persamaan regresi y = 0,40x – 82,22, sedangkan scenario iklim B2-AIM dengan model CSIR0 memiliki persamaan regresi y = 0,032x - 64,69. Hasil pemodelan proyeksi perubahan suhu rata-rata global dan perubahan presipitasi bulanan menggunakan MAGICC/SCENGEN 5.3 menunjukkan bahwa pola yang teratur terdapat pada proyeksi perubahan suhu rata–rata global. Perubahan suhu rata-rata global berdasarkan skenario A2-AIM dan B2AIM meningkat secara linier. Kedua skenario dengan tingkat focus yang
Tabel 2. Penurunan presipitasi atau curah
hujan yang terjadi pada bulan Juli, Agustus, September dan Oktober tahun 2050. Perubahan Presipitasi Perbulan dalam 50 tahun (%)
Bulan 2000
2010
2020
2030
2040
2050
Januari
0
-1.4
-1.8
2.7
1.4
1.5
Februari
-0.6
-1.6
-2.2
0.3
-4.2
-7.3
Maret
-1.5
-6.7
-10.8
-5.7
-7.5
-7.6
April
-1.1
6.2
10.2
4.6
3.9
-4.2
Mei
0.7
1.5
2.5
4.1
4.8
5.7
Juni
0
8.5
13.9
-2.5
-6.9
-14.8
Juli
-5.6
-7.9
-12.4
-30.7
-40.2
-53
Agustus
-1.8
3.8
6.6
-12.1
-17.9
-27.6
September
-4.8
-11.7
-18.3
-26.5
-30.1
-35.7
Oktober
-3.4
-7.8
-12.2
-18.5
-21.5
-25.9
Nopember
1.5
10.1
15.9
9
4.1
-1.3
Desember
0
12.7
20.6
-23
-45
-26.4
Kajian Perubahan Iklim Dan Kenaikan Muka Air Laut ………….…………..…. (Marita Ika) 21
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 17-24
berbeda meskipun untuk wilayah yang sama menunjukkan laju yang berbeda. Hal
ini menegaskan terjadinya kenaikan suhu rata-rata untuk masa yang akan datang.
Tabel 3. Perubahan Presipitasi Perbulan (Skenario A2AIM) Perubahan Presipitasi Perbulan dalam 50 tahun (%) 2000 2010 2020 2030 2040 2050 -0.5 -2 -3.3 -4.6 -7.3 -8.1 -1.3 -2.1 5.3 7 -4.2 -6.9 -2 -6.2 -13.7 -15.3 -18.5 -21.5 0.4 5.2 9.4 10.2 15.8 17 0.6 -5.5 -8.9 3.3 4.1 4.9 0.8 6.5 12.4 0.5 -3.2 19.5 -4.9 -9.8 -16.1 -26.1 -32 -42.4 -0.9 2.4 1.8 2.7 -1 -6.1 -4.4 -14.6 -26.8 -41.4 -52.9 -64.6 -3.1 -9.6 -17.4 -44.8 -59.4 -42 -2.2 11.1 22.6 25.2 42.5 24.4 -0.1 -0.1 26.4 42.9 45.9 2.3
Bulan
Perubahan Presipitasi (%)
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
100 50 0 -50 -100
2000 2010 2020 2030 2040 2050
Bulan
Peerubahan Temperatur (⁰C)
Gambar 4. Pola Perubahan Presipitasi Selama 50 tahun (Skenario A2AIM)
2 1.5 SRES B2AIM
1
SRES A2AIM
0.5 0 1980
1990
2000
2010
2020 Tahun
2030
2040
2050
2060
Gambar 5. Prediksi Kenaikan Temperatur dari Tahun 1990-2050 (⁰C) Kajian Perubahan Iklim Dan Kenaikan Muka Air Laut ………….…………..…. (Marita Ika) 22 22
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 17-24
4 y = 0.040x - 82.22 R² = 0.991
3
A2-AIM
2
B2-AIM Linear (A2-AIM)
y = 0.032x - 64.69 R² = 0.997
1
Linear (B2-AIM)
0 2030
2040
2050
2060
2070
2080
2090
2100
Gambar 6. Grafik kenaikan Temperatur rata-rata setiap 10 tahun dengan model CSIRO Trend Kenaikan Muka Air Laut berdasarkan data yang diambil dengan latitude 6,628571429 dan longitude 111,882 dan latitude -6,628571429 dan longitude 112,238, diperoleh hasil seperti tampak pada Gambar 7 dan 8.
Trend SLR 2002-2009 SLR (m)
0.2 0.15 0.1
0.05
SLR_03
0
SLR_08 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 7. Trend SLR berdasarkan Latitude-Longitude
Rata rata Nilai SLA Per Tanggal Perekaman SLA Rata Rata (m)
0.2
0.15 y = 0.006x + 0.103 R² = 0.812
0.1 0.05 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Rata Rata SLA Per tahun (m)
Gambar 8. Trend SLR berdasarkan Tahun Kajian Perubahan Iklim Dan Kenaikan Muka Air Laut ………….…………..…. (Marita Ika) 23
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 17-24
Berdasarkan trend kenaikan nilai SSHA dari satelit altimetri Jason-1 yang diekstraksi dari hasil interpolasi lintasan satelit diperoleh rata-rata kenaikan muka laut relatif selama 7 tahun (2002-2009) sebesar 11,8 mm/tahun atau 0,118 m/th
0.41⁰C pada tahun 2010, 0.67⁰C pada tahun 2020, 1.03⁰C pada tahun 2030, 1.35⁰C pada tahun 2040, dan 1.56⁰C pada tahun 2050. Berdasarkan trend kenaikan nilai SSHA dari satelit altimetri Jason-1 yang diekstraksi dari hasil interpolasi lintasan satelit diperoleh rata-rata kenaikan muka laut relatif selama 7 tahun (2002-2009) sebesar 11,8 mm/tahun atau 0,118 m/th
SIMPULAN Hasil pemodelan proyeksi perubahan suhu rata-rata global dan perubahan presipitasi bulanan menggunakan MAGICC/SCENGEN 5.3 menunjukkan bahwa pola yang teratur terdapat pada proyeksi perubahan suhu rata–rata global. Perubahan suhu rata - rata global berdasarkan skenario A2-AIM dan B2 AIM meningkat secara linier. Kedua skenario dengan tingkat focus yang berbeda meskipun untuk wilayah yang sama menunjukkan laju yang berbeda. Hal ini menegaskan terjadinya kenaikan suhu rata-rata untuk masa yang akan datang Skenario yang sesuai dengan kondisi daerah pesisir Kabupaten Tuban adalah skenario B2AIM yang memiliki pendekatan regional dengan parameter antara lain yaitu peningkatan populasi yang tinggi namun tidak setinggi peningkatan populasi skenario A2, perubahan teknologi lebih lambat, tingkat pengembangan ekonomi yang intermediate, hasil pemodelan MAGICC sesuai dengan skenario B2AIM, diperoleh bahwa terjadi kenaikan muka air laut sebesar 0.135 m pada tahun 2000, 0.297 m untuk tahun 2010, 0.54 m pada tahun 2020, 0.757 m pada tahun 2030, 1.08 m pada tahun 2040 dan 1.43 m pada tahun 2050. Dan laju ratarata kenaikan muka air laut dari tahun 1990-2050 adalah sebesar 0.61 meter, hasil pemodelan SCENGEN sesuai dengan skenario B2AIM, diperoleh bahwa terjadi perubahan curah hujan yang cukup besar pada bulan Juli, Agustus, September dan Oktober, dan perubahan kenaikan temperatur hasil pemodelan SCENGEN yaitu sebesar 0.19⁰C pada tahun 2000,
DAFTAR PUSTAKA Hulme, 2009 Climate scenario development, http://www.grida.no/climate/ipcc_tar/ wg1/pdf/TAR-13.PDF Hulme, M., Wigley, T., Barrow, E., Raper, S., Centella, A., Smith, S. and Chipanshi, A.C. , 2000. Using a climatic IPCC, 2001, Emission Scenario: Summary for Policymakers, A Special Report of IPCC Working Group III IPCC, 2007, Climate Ghange Impact, Adaptation and Vulnerabilty, Cambridge University Press Marfai M.A,and King, L .2008 Potential vulnerability implication of coastal inundation due to sea level rise for the coastal zone of Semarang City, Indonesia. Environmental Geology. DOI 10.1007/s00254-007-0906-4. 11. Nicholls and Mimura (1998) Analysis of global impacts of sea-level rise: a case study of fl ooding. Phys Chem Earth A/B/C 27:1455–1466. DOI 10.1016/ S1474-7065(02)00090-6. Zedillo, Ernesto (Ed)., 2008. Global Warming, Looking Beyond Kyoto, Center for the Study of Globalization, Yale University. Brookings Institution Press. Washington, D.C.
Kajian Perubahan Iklim Dan Kenaikan Muka Air Laut ………….…………..…. (Marita Ika) 24 24
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 25-30
PAKAN DAN PERTUMBUHAN IKAN KERAPU CANTANG (Epinephellus fuscoguttatus-lanceolatus) Sri Rahmaningsih, Agung Isfan Ari Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas PGRI Ronggolawe Tuban ABSTRAK Ikan kerapu cantang (Epinephellus fuscoguttatus-lanceolatus) termasuk kelompok ikan kerapu yang berharga tinggi. Jenis kerapu ini merupakan hasil persilangan ikan kerapu macan (Epinephellus fuscoguttatus) dan ikan kerapu kertang (Epinephellus lanceolatus). Tingkat pertumbuhan ikan kerapu ini sementara menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat jika dibandingkan dengan kerapu lain yaitu dalam masa pemeliharaan 7 bulan dapat mencapai berat 5 - 7 ons/ekor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis pakan yang berbeda terhadap pertumbuhan ikan kerapu cantang (Epinephelus fuscoguttatus-lanceolatus). Penelitian ini dilaksanakan di Tambak percobaan Fakultas Perikanan dan Kelautan UNIROW selama dua bulan yaitu pada bulan April – Juni 2013. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen, dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah RAK (Rancangan Acak Kelompok). Perlakuan yang diberikan adalah perbedaan jenis pakan yang berbeda setiap perlakuan yaitu ;(A) Pakan ikan rucah atau ikan segar (B) Pakan butiran pellet (C) Pakan yang dikombinasikan antara ikan rucah dan pellet. Masing-masing pakan diberikan dengan jumlah yang sama yaitu prosentase pakan 10 – 15% dari bobot tubuh ikan dan pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore hari. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan C dengan pemberian pakan berupa ikan segar dan pellet memberikan hasil yang berbeda terhadap pertumbuhan berat, sedangkan perlakuan B memberikan hasil terbaik untuk pertumbuhan panjang.
Kata kunci : kerapu cantang (Epinephellus fuscoguttatus-lanceolatus), pertumbuhan biaya yang besar untuk kebutuhan pakan ikan kerapu. Ikan kerapu cantang (Epinephellus fuscoguttatus-lanceolatus) mudah dibudidayakan di tambak karenakan pertumbuhan jenis kerapu ini lebih cepat dibandingkan dengan kerapu lainnya. Menurut Kriswantoro (2003) pertumbuhan ikan kerapu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, makanan, kondisi lingkungan, jenis makanan, waktu pemberian pakan dan lain sebagainya. Ikan kerapu merupakan ikan karnivora yang memakan segala jenis ikan-ikan kecil yang biasa dimangsanya Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis pakan yang berbeda terhadap pertumbuhan ikan kerapu cantang (Epinephelus fuscoguttatuslanceolatus).
PENDAHULUAN Negara Indonesia memiliki potensi budidaya perikanan tambak dan laut yang sangat besar. Beberapa jenis spesies yang berpotensi menjadi komoditas budidaya adalah udang, ikan, teripang, kerang dan rumput laut. Beberapa jenis ikan laut seperti ikan kerapu macan, ikan kerapu bebek atau tikus, ikan kerapu cantang, ikan kerapu lumpur merupakan ikan laut yang mempunyai prospek pengembangan yang cukup cerah. Ikan kerapu diketahui merupakan salah satu komoditas yang penting karena bersifat Export Oriented sehingga nilai jualnya makin tinggi ketika nilai tukar dollar makin menguat. Pertumbuhan ikan merupakan salah satu persoalan yang dihadapi oleh para petani ikan kerapu, dimana dalam permasalahan ini sering kali memerlukan
Pakan Dan Pertumbuhan Ikan Kerapu Cantang ………....…. (Sri Rahmaningsih dan Agung) 25 26
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 25-30
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Tambak percobaan Fakultas Perikanan dan Kelautan UNIROW selama dua bulan yaitu pada bulan April – Juni 2013. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen, pada metode ini percobaan ditunjukan untuk melihat suatu hasil yang mengambarkan hubungan kausal variablevariabel yang diteliti. Rancangan penelitian yang digunakan adalah RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan perlakuan yang diberikan adalah perbedaan jenis pakan yang berbeda setiap perlakuan yaitu ;(A) Pakan ikan rucah atau ikan segar (B) Pakan butiran pellet (C) Pakan yang dikombinasikan antara ikan rucah dan pellet. Masing-masing pakan diberikan dengan jumlah yang sama yaitu prosentase pakan 10 – 15% dari bobot tubuh ikan dan pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore hari. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah Survival rate dan pertumbuhan ikan kerapu cantang (Epinephelu fuscogutattus-lanceolatus) dengan menggunakan 27 unit percobaan. Analisa data dengan menggunakan analisis ovarian dan analisis of ovarian, dengan tabel distribusi F atau uji F yaitu membandingkan nilai F hitung dengan F tabel. HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Survival rate atau biasa dikenal dengan SR dalam perikanan budidaya merupakan indeks kelulushidupan suatu jenis ikan dalam suatu proses budidaya dari mulai awal ikan ditebar hingga ikan dipanen. Dari perhitungan statistik data kelangsungan hidup ikan kerapu cantang (epinephellus fuscoguttatus-lanceolatus) selama penelitian dapat dilihat pada gambar 1.
Survival Rate (%) 100 95 90 85 Ikan Segar(A)
Pellet(B)
Ikan dan Pellet (C )
Gambar 1. Grafik hubungan antara masing-masing pemberian jenis pakan yang berbeda terhadap Survival Rate Faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan kerapu cantang ini diantaranya adalah kualitas air atau sifat fisik kimia air, jenis pakan yang diberikan, dan sifat kanibalisme ikan . Selama peneltian berlangsung kualitas air dijaga tetap homogen sehingga tidak berpengaruh terhadap perlakuan yang diberikan. SR ini merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. jika ikan yang hidup saat panen banyak dan yang mati hanya sedikit tentu nila SR akan tinggi, namun sebaliknya jika jumlah ikan yang mati banyak sehingga jumlah ikan yang masih hidup saat dilakukan pemanenan tinggal sedikit tentu nilai SR ini akan rendah (M. Ghufran, 2010).
Total Pertumbuhan Untuk mengetahui pertumbuhan dan kelangsungan hidup dilakukan sampling setiap 7 hari atau 1 minggu sekali. Jumlah sampel ditetapkan sebanyak 15 ekor, data yang diamati antara lain pertumbuha panjang, lebar (tinggi), dan berat tubuh ikan kerapu cantang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pertambahan berat ikan mengalami peningkatan pada pemberian pakan berupa ikan segar atau ikan rucah, sedangkan pemberian pakan berupa pellet mengacu pada pertambahan panjang ikan. Pakan Dan Pertumbuhan Ikan Kerapu Cantang ………....…. (Sri Rahmaningsih dan Agung) 26 26
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 25-30
Total Pertumbuhan Berat Data pertumbuhan berat ikan kerapu cantang (epinephelus fuscoguttatus-
lanceolatus), selama penelitian dari setiap perlakuan. Seperti yang ada pada Tabel 1
Tabel 1. Data Pertumbuhan berat (gram) Ulangan
Perlakuan A B 1 5 5 2 7.5 8 3 10 11.3 4 12.5 14 5 15.2 17.1 6 17.5 20.5 7 20.8 23.8 8 23.5 27 9 26.2 29.2 Total 138.2 155.9 Rata rata 15.35 17.32 Sumber : Hasil Penelitian Dari Tabel 1 tampak bahwa untuk perlakuan C memberikan pengaruh yang terbaik terhadap pertumbuhan ikan kerapu cantang (epinephelus fuscoguttatuslanceolatus), dengan nilai rata-rata 18.12 %, diikuti perlakuan B dengan nilai ratarata 17.32%, dan perlakuan A dengan nilai 15.35%. Grafik pertumbuhan berat selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. 35 30 25 20 15 10 5 0
ikan segar (A) pellet (B) ikan dan pellet (C ) 7 21 35 49 hari hari hari hari
Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Berat Ikan selama penelitian
C 5 8.2 11 14.5 18 21.8 24 28.2 32.4 163.1 18.12
Total (gram) 15 23.7 32.3 41 50.3 59.8 68.6 78.7 87.8 457.2
Rata-rata 5 7.9 10.7 13.6 16.7 19.9 22.8 26.3 29.2
Ikan kerapu termasuk jenis karnivora dan cara makannya melahap satu persatu makan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar. Pakan yang paling disukai dari jenis Crustaceae (udang-udangan) seperti rebon, dogol dan krosok, selain itu jenis ikan-ikan kecil seperti tembang, teri dan belanak (Rachmansyah dkk, 2003). Untuk pemberian pakan ikan kerapu cantang yaitu sebesar 10 -15 % berat badan perhari. Hal ini juga dibuktikan oleh Gufron (2010), yang menyatakan bahwa pertumbuhan ikan akan maksimal jika pemberian pakan diberikan sebanyak 15 % untuk membatu pertumbuhan maksimal ikan. Total Pertumbuhan Panjang Data pertumbuhan panjang selama penelitian dari setiap perlakuan. Seperti yang ada pada Tabel 2.
Pakan Dan Pertumbuhan Ikan Kerapu Cantang ………....…. (Sri Rahmaningsih dan Agung) 27 27
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 25-30
Tabel 2. Data Pertumbuhan Panjang (Cm) Ulangan A 1 4.2 2 5.2 3 6.4 4 7 5 8.5 6 9.2 7 10.5 8 11.4 9 12.8 Total 75.2 Rata rata 8.3 Sumber : Hasil Penelitian
Perlakuan B 4.4 5.6 6.5 7.2 8.7 9.5 10.8 11.5 13 77.2 8.5
C 4.3 5.5 6.4 7.1 8.6 9.4 10.7 11.6 12.5 76.1 8.4
Selanjutnya pertumbuhan panjang masing-masing perlakuan dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini :
12 8
ikan segar(A)
6
pellet(B)
4 2
campuran (C)
0
Rata-rata 4.3 5.4 6.4 7.1 8.6 9.3 10.6 11.5 12.7
lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan A (ikan segar atau ikan rucah) dan C (ikan segar atau ikan rucah dan pellet). Perlakuan B memberikan hasil yang terbaik, hal ini sesuai dengan pendapat M. Ghufron (2004) bahwa faktor pemberian pakan yang mengandung protein 40% 50% akan memberikan pertumbuhan yang maksimal terhadap perkembangan hidup ikan. Selain itu pemberian bahan makanan yang berupa pellet mengandung nutrisi yang lengkap yang disesuaikan dengan kebutuhan ikan, selain itu jumlah kandungan mineral dalam pakan pellet juga lebih banyak dari pakan ikan segar atau ikan rucah, kandungan mineral sangat mempengaruhi pertumbuhan tulang pada ikan. Dalam budidaya ikan kerapu pakan merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi. Pakan menyedot biaya produksi antara 55-70%. Karena itu, pemberian pakan yang berkualitas dan tepat diharapkan dapat memacu pertumbuhan ikan budidaya, sehingga biaya yang dikeluarkan dapat berganti menjadi bobot ikan.
14 10
Total (cm) 12.9 16.3 19.3 21.3 25.8 28.1 32 34.5 38.3 228.5
7 21 35 49 hari hari hari hari
Gambar 3. Kurva Pertumbuhan Panjang Ikan selama penelitian Bedasarkan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) antara perlakuan diketahui masing-masing perlakuan menunjukan bahwa pertumbuhan ikan kerapu cantang (epinephelus fuscoguttatus-lanceolatus) sangat berbeda nyata. Dari data tersebut diatas dapat disampaikan bahwa perlakuan B yaitu pemberian pakan berupa pellet,
Pakan Dan Pertumbuhan Ikan Kerapu Cantang ………....…. (Sri Rahmaningsih dan Agung) 28
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 25-30
Tabel 3. Keunggulan Pakan Buatan Dengan Pakan Ikan Rucah Variable Ketersediaan
Ikan Rucah Terbatas tergantung musim
Pakan Buatan Tidak terbatas pembuatanya dapat ditentukan
Kontinuitas
Tidak terus-menerus, dibatasi musim
Pembuatannya dapat dilakukan kapan saja.
Kandungan Nutrisi
Sulit ditentukan
Dapat disesuaikan dengan kebutuhan ikan
Teknis Penyimpanan
Lebih rumit
Lebih mudan dan terkontrol
Daya Tahan
Terbatas, tidak lebih dari 7 hari
Lebih tahan, lebih lama disimpan
Higienis
Kebersihannya kurang terjamin, diketahui membawa penyakit
Lebih higienis
Bila Lama Disimpan
Mengalami penurunan kualitas nutrisi
Kualitas nutrisinya tetap
Sumber : Kordi, 2009 Ikan rucah merupakan alternatif bahan baku dalam komposisi pakan yang jumlahnya tersedia cukup banyak. Dari hasil uji proksimat yang telah dilakukan didapat kandungan protein ikan rucah sebanyak 44%. Ini diharapkan dapat memenuhi pakan ikan kerapu yang murah dan memiliki protein tinggi. Ikan rucah banyak digunakan dalam pakan ikan kerapu karena pengunaannya sangat baik untuk pertumbuhan ikan, selain itu juga harga ikan rucah murah, sehingga penekanan pengeluaran biaya pakan dapat terkontrol
perlakuan B memberikan hasil terbaik untuk pertumbuhan panjang. Saran Saran yang dapat diberikan adalah dalam pemberian pakan dari pakan pellet ke pakan ikan rucah atau ikan segar atau sebaliknya harus di lakukan secara bertahap (waktu ikan lapar) agar ikan mau memakan pakan tersebut,, sebaiknya di giling menjadi pasta antara ikan rucah dan pellet. DAFTAR PUSTAKA Kordi, 2009. Pembesaran Kerapu Bebek di Keramba Jarring Apung. Kanisius, Yogyakarta.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan C dengan pemberian pakan berupa ikan segar dan pellet memberikan hasil yang berbeda terhadap pertumbuhan berat, sedangkan
Kriswantoro. 2003 Perbandingan Laju Pertumbuhan Beberapa Jenis Kerapu, Epinephelus spp.Scientific Report of Mariculture Research and Development Project (ATA-192) in Indonesia: 211-219.
Pakan Dan Pertumbuhan Ikan Kerapu Cantang ………....…. (Sri Rahmaningsih dan Agung) 29
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 25-30
Kordi K, 2004. Pakan ikan : formulasi, pembuatan dan pemberian pakan terhadap pertumbuhan ikan kerapu. PT. Perca, Jakarta.
Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis). J. Pen. Perikanan Indonesia, Vol.2 No.2 : 13-21. Rachmansyah, dkk, 2003. “Pengendalian Biofouling dalam Keramba Jaring Apung”dalam Warta Balitdita.
M.Ghufran., 2010. Penyerapam Nutrisi Endogen, Tabiat Makan dan Perkembangan Morphology Larva
Pakan Dan Pertumbuhan Ikan Kerapu Cantang ………....…. (Sri Rahmaningsih dan Agung) 30 30
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 31-35
APLIKASI AMONIUM HIDROKSIDA (NH4OH) SEBAGAI TRIGGER PEMIJAHAN TIRAM MUTIARA Pinctada maxima (JAMESON) Tjahjo Winanto Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dosis larutan NH4OH yang optimum dan posisi injeksi yang tepat sehingga dapat menjadi pemicu (trigger) pemijahan induk tiram mutiara Pinctada maxima (Jameson). Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (Faktorial-RAL), dengan tiga kali ulangan. Perlakuan yang diterapkan terdiri dari dua faktor yaitu (I) Posisi Injeksi dan (II) Dosis larutan NH 4OH. Faktor I terdiri dari 4 taraf faktor yaitu posisi injeksi di bagian (A) Otot aduktor, (B) Pangkal kaki, (C) Gonad dan (D) Tidak diinjeksi (kontrol). Faktor II terdiri dari 3 taraf faktor yaitu dosis (E) 0,5 ml, (F) 1,0 ml dan (G) 1,5 ml. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dosis larutan NH4OH yang optimum untuk memicu (trigger) pemijahan induk tiram mutiara Pinctada maxima (Jameson) adalah 0,51,0 ml dengan posisi injeksi terbaik di bagian pangkal kaki.
Kata kunci : Pearl oyster Pinctada maxima; amonium hidroksida (NH4OH); spawning adalah tiram tidak mau memijah setelah dipelihara di hatchery. Beberapa perusahaan tiram mutiara di Indonesia sampai saat ini masih menggunakan bahan kimia untuk mempercepat proses pemijahan di hatchery. Menurut Dan (1967); Finkel and Wolf (1980) dalam Longo (1988), bahan kimia tertentu yang diaplikasikan pada moluska, ternyata dapat meningkatkan atau memacu reaksi akrosoma. Aktifitas sel telur maupun spermatozoa dapat meningkat jika terjadi peningkatan pH intra seluler. Kondisi perairan yang basa akan meningkatkan reaksi akrosomal pada spermatozoa, sehingga berpengaruh positif terhadap peningkatan persentase fertilisasi. Beberapa jenis bahan kimia seperti Hidrogen Peroksida (H2O2), Amonia (NH4), Natrium Hidroksida (NH4OH), Larutan Tris (Tris Buffer) telah digunakan oleh Alagarswami et al (1987) dan Dharmaraj et al (1991) untuk kegiatan pembenihan atau pemijahan tiram mutiara Pinctada fucata. Winanto (2004) menggunakan larutan amonia untuk meningkatkan motilitas spermatozoa,
PENDAHULUAN Permasalah utama pada budidaya tiram mutiara (hatchery) saat ini adalah ketersediaan induk yang siap pijah dan benih (spat) yang sebagian besar masih tergantung dari alam. Suplai spat merupakan bagian yang krusial dari industri ini, jika semata-mata hanya menggantungkan pengumpulan spat dari alam (Le Blanc et al. 2005). Sedangkan spat dan calon induk yang berasal dari alam jumlahnya terbatas, sangat fluktuatif dan dipengaruhi musim. Penyediaan spat secara terkendali melalui hatchery merupakan alternatif yang tepat untuk menanggulangi terbatasnya spat alam. Menurut Jeffrey et al. (1990) tujuan utama dari kegiatan pembenihan adalah memproduksi jutaan juvenil (spat) dengan cara memelihara larva pada tingkat kepadatan yang lebih tinggi dari kondisi di alam. Produksi melalui hatchery merupakan pendekatan yang paling menguntungkan dalam penyediaan spat (Rupp et al. 2005). Permasalah lain yang timbul setelah diperoleh induk tiram mutiara dari alam
Aplikasi Amonium Hidroksida (Nh4oh) Sebagai ………….…………….…. (Tjahyo Winanto) 32 31
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 31-35
persentase pembuahan dan penetasan tiram mutiara Pinctada maxima. Konsentrasi larutan amonia yang baik untuk meningkatkan motilitas spermatozoa antara 0,025 % 0,050 %; persentase pembuahan tertinggi pada konsentrasi larutan 0,050 % (87,40 %) dan tingkat penetasan tertinggi pada konsentrasi 0,025 % (86,25 %). Aplikasi larutan kimia untuk memicu pemijahan organisme kekerangan umumnya dilakukan dengan perendaman (CMFRI, 1991; Winanto 2004). Aplikasi larutan kimia dengan cara diinjeksikan di bagian kaki dan otot aduktor Pinctada fucata telah dilakukan Alagarswami et al (1987). Pengunaan larutan kimia yang tepat dosis sangat bermanfaat dalam meningkatkan kesuburan telur dan sperma, serta meningkatkan persentase fertilisasi. Konsentrasi larutan kimia yang terlalu tinggi diduga dapat mengakibatkan rusaknya sel-sel intra seluler gamet, sedangkan konsentrasi larutan yang terlalu rendah tidak akan berpengaruh terhadap aktifitas sel gamet. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dosis NH4OH yang optimum dan posisi injeksi yang tepat sehingga dapat memicu (trigger) pemijahan induk tiram mutiara Pinctada maxima (Jameson).
sampai krem keputihan, betina berwarna kuning tua. Tiram yang telah diseleksi dibawa ke laboratorium dan dipelihara di dalam akuarium ukuran 80 liter dan diberi aerasi. Satu akuarium diisi 5 pasang tiram, posisi tiram jantan dipisahkan dari tiram betina dengan tujuan untuk memudahkan pengamatan pemijahan. Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (Faktorial-RAL), dengan tiga kali ulangan. Perlakuan yang diterapkan terdiri dari dua faktor yaitu (I) Posisi Injeksi dan (II) Dosis larutan NH4OH. Faktor I terdiri dari 4 taraf faktor yaitu posisi injeksi di bagian (A) Otot aduktor, (B) Pangkal kaki, (C) Gonad dan (D) Tidak diinjeksi (kontrol). Faktor II terdiri dari 3 taraf faktor yaitu dosis (E) 0,5 ml, (F) 1,0 ml dan (G) 1,5 ml. Sebelum perlakuan injeksi larutan NH4OH dilakukan, terlebih dahulu disiapkan tiram yang telah dibuka sebagian cangkangnya dan di ganjal baji. Prosedur membuka cangkang mengikuti petunjuk Winanto (2004). Selanjutnya dengan menggunakan alat injeksi, larutan NH4OH disuntikkan sesuai dengan perlakuan. Parameter yang diamati adalah jumlah tiram mutiara yang memijah dan sintasan. Persentase pemijahan dihitung dengan membandingkan antara jumlah tiram yang memijah dengan jumlah tiram awal. Sintasan dihitung berdasarkan persentase jumlah spat pada akhir pengamatan dibagi jumlah spat pada awal pengamatan. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F. Jika terdapat data yang penyebarannya tidak normal, maka terlebih dahulu akan dilakukan transformasi dengan logaritma natural (Ln). Apabila uji F menunjukkan adanya pengaruh nyata (P<0,05) pada tiap perlakuan, maka dilanjutkan analisis dengan uji rerata Tukey (Neter et al. 1990). Pengolahan data
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di laboratorium pembenihan tiram mutiara Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. Sebagai hewan uji digunakan tiram mutiara Pinctada maxima (Jameson) berukuran antara 15–17 cm, dengan stadia kematangan gonad IV (TKG IV). Seleksi induk dilakukan secara visual mengikuti petunjuk Winanto dan Dhoe (1992); Winanto (2004), Secara morfologi, tiram yang telah dewasa (TKG IV) dicirikan dengan berkembangnya gonad sampai menutupi seluruh organ bagian dalam sehingga tampak menggembung. Tiram jantan gonadnya berwarn putih susu
Aplikasi Amonium Hidroksida (Nh4oh) Sebagai ………….…………….…. (Tjahyo Winanto) 32 32
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 31-35
dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 15 for Windows.
maxima. Persentase pemijahan tertinggi (93,33%3,4) terdapat pada perlakuan injeksi pada pangkal kaki dengan dosis 1,0 ml (BF), sedangkan pada perlakuan injeksi pada gonad dengan dosis 1,5 ml dan tanpa injeksi (kontrol) tidak terjadi pemijahan (Gambar 1)
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi injeksi dan dosis larutan NH4OH berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pemijahan tiram mutiara Pinctada Persentase Pemijahan (%)
120
e
100
d
f
80 60
(E) 0,5 ml
b
(F) 1,0 ml
40
(G) 1,5 ml
c
20
h
g
0 (A) Otot aductor
(B) Pangkal kaki (C) Gonad (D) Tidak diinjeksi (kontrol) Posisi Injeksi dan Dosis NH4OH
Gambar 1. Persentase rata-rata pemijahan tiram mutiara Pinctada maxima pada berbagai posisi injeksi dan dosis larutan NH4OH. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa sintasan tertinggi (96,0%3,60) terdapat pada perlakuan injeksi pada pangkal kaki dengan dosis 0,5 ml (BE), tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan
perlakuan BF atau injeksi pada pangkal kaki dengan dosis 1,0 ml (95,26%3,68). Sebaliknya pada tiram mutiara yang tidak diinjeksi (kontrol) tidak ada yang mati (Gambar 2).
120
(E) 0,5 ml
b
Sintasan (%)
100 80
a
b
(F) 1,0 ml
c
e
(G) 1,5 ml c c
a d
60 40
f
f
20 0 (A) Otot aductor
(B) Pangkal kaki (C) Gonad (D) Tidak diinjeksi (kontrol) Posisi Injeksi dan Dosis NH4OH
Gambar 2. Rata-rata sintasan tiram mutiara Pinctada maxima pada berbagai posisi injeksi dan dosis larutan NH4OH. Aplikasi Amonium Hidroksida (Nh4oh) Sebagai ………….…………….…. (Tjahyo Winanto) 33
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 31-35
Pada penelitian ini, tiram menunjukkan respon pemijahan tertinggi pada perlakuan injeksi pada bagian pangkal kaki dengan dosis larutan NH4OH 1,0 ml (BF). Sebaliknya sintasan tertinggi terdapat pada perlakuan injeksi larutan NH4OH dengan dosis 0,5 ml pada bagian pangkal kaki (BE), karena perlakuan BE dan BF tidak berbeda nyata maka dosis yang dianjurkan adalah 0,5–1,0 ml. Diduga bagian pangkal kaki merupakan bagian organ yang sangat peka, organ kaki terdiri dari jaringan otot dan syaraf sehingga dapat bergerak elastis, dan pusatnya berada pada bagian pangkal kaki. Tidak mengherankan jika disuntikkan bahan kimia pada bagian tersebut dapat mengakibatkan adanya kontraksi keseluruh organ tubuh dan memicu pemijahan. Menurut Gosling (2004), Velayudhan and Gandhi (1987), kaki merupakan salah satu organ tubuh yang bersifat elastis, bentuknya seperti lidah. Kaki terdiri dari susunan jaringan otot yang menuju keberbagai arah, jaringan otot tersebut secara menyeluruh dapat ditembus oleh suatu tekanan darah, sehingga dengan adanya tekanan pada aliran tersebut kaki dapat menjadi regang (turgit) dan memanjang hingga dapat mencapai tiga kali atau lebih dari panjang normal. Injeksi larutan NH4OH pada bagian otot aduktor menunjukkan respon yang lebih rendah (16,5046,38%) jika dibandingkan injeksi pangkal kaki. Diduga otot aduktor tidak secara langsung berhubungan dengan organ reproduksi, sehingga rangsang bahan kimia yang diinjeksikan tidak nyata pengaruhnya. Disampaikan Gosling (2004), pada bivalvia otot aduktor mempunyai tugas utama khususnya dalam membuka dan menutup cangkang. Fungsi lain dari otot aduktor adalah sebagai tempat penyimpanan cadangan karbohidrat atau glikogen (Dharmaraj et al., 1987). Respon pemijahan paling rendah (3,33–11,15%) terjadi pada perlakuan
injeksi larutan NH4OH pada bagian gonad, bahkan pada dosis 1,5 ml semua hewan uji mati. Diduga larutan kimia yang disuntikkan dapat mengganggu aktivitas fisiologi tiram, sehingga respon yang ditimbulkan jadi sebaliknya yaitu tidak memijah karena sel-sel gonad letak rusak atau menyebabkan kematian. Harvey and Hoar (1979); Rodwell (1984), menyatakan bahwa larutan basa kuat dengan konsentrasi tinggi dapat merusak sel-sel telur dan sperma, serta dapat merusak aktivitas enzimatik atau biologi sebagian besar protein. Gonad adalah organ reproduksi, dalam kondisi dewasa (TKG IV) gonad menyelimuti seluruh bagian organ dalam yang meliputi perut, jantung dan bagian utama usus yang berhubungan dengan massa jeroan (Chellam, 1987; Gosling 2004). Mencermati susunan organ gonad, maka jika melakukan injeksi harus hati-hati, karena jika jarum injeksi mengenai organ vital dapat mengakibatkan kematian. Aplikasi bahan kimia sebagai trigger pemijahan tiram atau jenis kekerangan lainnya umumnya dilakukan dengan cara perendaman, bahan kimia yang digunakan berupa larutan dan dapat merubah pH air. Jenis bahan kimia yang umum digunakan antara lain hidrogen peroksida (H2O2), natrium hidroksida (NaOH), amonium hidroksida (NH4OH), dan larutan tris (trace buffer). Dalam pengaplikasiannya sering dilakukan pencampuran antara bahan-bahan kimia tersebut (CMFRI, 1991; Dharmaraj et al., 1991; Winanto 2004). Penggunaan larutan NH4OH dengan dosis 0,1 – 0,3 ml tang diinjeksikan pada otot aduktor atau pangkal kaki tiram mutiara Pinctada fucata dapat merespon pemijahan 46–50% (Alagarswami et al, 1987; Winanto, 2004). SIMPULAN Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dosis larutan NH4OH yang optimum untuk memicu (trigger) pemijahan induk
Aplikasi Amonium Hidroksida (Nh4oh) Sebagai ………….…………….…. (Tjahyo Winanto) 34
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 31-35
tiram mutiara Pinctada maxima (Jameson) adalah 0,5–1,0 ml dengan posisi injeksi terbaik di bagian pangkal kaki.
Dharmaraj, D., Kandasami, D., and Alagarswami, K. 1987. Some Aspects of Physiology of Pearl Oyster. CMFRI. Bul 39(4): 21-28.
DAFTAR PUSTAKA Alagarswami K, Dharmaraj S, Velayudhan TS, and Chellam A. 1987. Hetchery Tecnology for Pearl Oyster Production. CMFRI. Bul 39(9): 6271.
Dharmaraj, S, Velayudhan TS, Chellam A, Victor ACC, Gopinathan CP. 1991. Hatchery Production of Pearl Oyster Spat: Pinctada fucata. CMFRI Special Publication 49. India. 36p.
Chellam A. 1987. Biology of Pearl Oyster Pinctada fucata (Gould). CMFRI. Bul 39(3): 13-20.
Gosling E. 2004. Bivalve Molluscs. Biology, Ecology and Culture. Fishing News Book. Great Britain.
CMFRI. 1991. Pearl Oyster Farming and Pearl Culture. Training Manual No. 8. Regional Seafarming Development and Demonstration Project. RAS/90/002. Bangkok, Thailand. 103 p.
Harvey, B.J and W.S. Hoar., 1979. The Theory and Practise of Inducced Breeding in Fish. IDRC – Ottawa. 48 p.
Aplikasi Amonium Hidroksida (Nh4oh) Sebagai ………….…………….…. (Tjahyo Winanto) 35
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 36-43
ELECTRICAL RECHARGEABEL FUEL CELL DARI LARUTAN SODIUM KLORIDA UNTUK MENCIPTAKAN BATERAI BERKAPASITAS SUPER (BBS) (Electrtical Rechargeabel Fuel Cell Of Sodium Clhoride Solution To Create A Super Energy Storage) Dadang, Husain Nashrianto, Kurniati Program Studi Kimia, Universitas Pakuan, Bogor ABSTRAK Mengembangkan Fuel Cells dari sistem isi ulang masa ke sistem isi ulang tenaga listrik untuk menciptakan baterai berkapasitas super (BBS). Mencoba mengelektrolisis larutan Sodium Klorida dalam sel tertutup dengan tegangan diatur dari nilai terendah hingga sedikit lebih tinggi dari nilai overpotensial pada Grafit baik anoda maupun katoda dan arus elektrolisis terus-menerus diukur setiap satuan waktu. Voltase sel pada kedua elektroda pasca elektrolisis serta pola arus discharge terus-menerus diukur setiap satuan waktu. Metoda penentuan daya listrik yang tersimpan ke dalam sel dihitung dari perkalian antara coloumb dan tegangan elektrolisis; dan coloumb dihitung dari perkalian integral arus elektrolisis terhadap waktu. Metoda penentuan daya listrik pada discharge diukur dari perkalian antara coloumb dan voltase dari kedua elektroda; dan coloumb dihitung dari perkalian integral arus discharge terhadap waktu. Hasil dari penelitian ini memastikan bahwa sel larutan Sodium Klorida dapat menyimpan energi listrik serta dapat mengeluarkanya kembali untuk dimanfaatkan; sel ini menghasilkan voltase sel yang lebih tinggi mencapai 2,1 volt; dan sel dengan luas permukaan elektroda hanya 40cm 2 dapat menghasilkan arus discharge optimum 20mA serta energi listrik yang dapat dimanfaatkan mencapai 166 Joul; dan sel ini berpotensi untuk dikembangkan menjadi BBS. Kata kunci : sel larutan sodium klorida, arus discharge, arus elektrolisis, voltase sel, dan BBS
digunakan sebagai energi penggerak untuk PENDAHULUAN Menjadikan energi listrik untuk alat transportasi akan tetapi masih terbatas menggantikan energi berbahan bakar yaitu baru diterapkan pada Kereta Rel minyak (BBM) adalah solusi yang tepat Listrik. Penggunaan energi listrik untuk untuk menjawab sekaligus dua alat transportasi belum diminati permasalahan besar di dunia saat ini masyarakat karena terdapat kendala terutama di daerah-daerah perkotaan yakni fleksibilitas penggunaan energi listrik yang masalah efek samping emisi sisa masih dirasa kurang nyaman seperti belum pembakaran BBM yang menurunkan tersedianya tempat-tempat khusus untuk kualitas atmosfir baik berupa pencemaran pengisian ulang energi listrik apabila udara, efek rumah kaca maupun gangguan kendaraan sudah kehabisan daya listrik dan kesehatan lainnya serta masalah belum tersedianya sumber energi listrik keterbatasan persediaan sumber energi yang mobil (baterai) yang memiliki tidak terbarukan seperti BBM untuk kapasitas besar serta murah. kendaraan bermotor. Di beberapa Negara, Mobil-mobil listrik yang telah energi listrik sudah dijadikan energi dikembangkan saat ini baik di dalam penggerak kendaraan yang sangat aman Negeri maupun di negara-negara lain bagi lingkungan untuk menggantikan BBM masih belum praktis karena baterai sebagai yang tidak ramah lingkungan; begitu pula sumber energi listriknya masih onboard di dalam Negeri, energi listrik sudah tidak dapat dilepas-pasangkan; oleh karena Electrical Rechargeabel Fuel Cell Dari Larutan ………………………….……. (Dadang, dkk.) 37 36
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 36-43
itu, apabila listrik pada baterai habis maka mobil listrik ini mesti parkir untuk diisi listrik (charging) dengan disambung pada jaringan kabel listrik dengan waktu yang lama yaitu lebih kurang 6 jam. Meskipun baterai terpasang pada mobil listrik bisa mampu mencapai jarak tempuh 50 hingga 100 km setelah charging, akan tetapi sistem charging ini masih belum diminati masyarakat terutama harga mobil listrik saat ini harganya masih lebih mahal dari pada mobil konvensioanl pada ukuran tenaga yang sama. Mahalnya harga mobil listrik ini bertumpu pada harga baterainya yang mahal; dan apabila baterai sudah habis masa pakainya (mati) maka, biaya penggantiannya hampir sama dengan membeli mobil listrik yang baru. Meskipun saat ini mobil listrik masih belum diminati masyarakat, akan tetapi karena permasalahan ketersedian BBM yang akan semakin kritis dan karena semakin buruknya kualitas udara akibat pemakaian BBM, maka upaya konversi pemakaian BBM ke energi listrik sebagai sumber energi transportasi harus terus diupayakan. Oleh karena itu, kendalakendala yang menghambat tumbuhnya minat masyarakat untuk menggunakan mobil listrik haruslah diatasi. Beberapa kendala utama mobil listrik seperti: (a) harga mobil listrik yang lebih mahal dari pada mobil berenergi fosil; (b) sulitnya charging baterai di perjalanan; (c) kapasitas baterai yang akan terus menurun seiring dengan waktu pemakaian; dan (d) biaya penggantian baterai yang sudah (mati) hampir sama dengan membeli mobil listrik yang baru akan dapat diatasi apabila terdapat baterai berkapasitas super (BBS) yang ringan dan murah yang dapat dengan mudah diperoleh ditengah-tengah masyarakat di mana saja. Dengan mudahnya memperoleh BBS dimana saja maka, sistem listrik pada mobil listrik pun akan dapat disederhanakan dengan diubah menjadi sistem baterai lepas-pasang. Dengan rancangan sistem baterai lepas-
pasang ini akan memberikan beberapa keuntungan yaitu: (1) Mobil listrik dapat dibeli tanpa baterai sehingga harganya akan terasa sangat murah daripada mobil konvensional sekelasnya; (2) Pemilik mobil listrik dapat mengatur sendiri jumlah baterai serta kapasitasnya di kemudian hari; (3) Pemilik mobil listrik tidak dibebani oleh biaya pemakaian baterai karena biaya ini menjadi tanggungan pihak penyedia BBS isi ulang; (4) Pemilik mobil listrik tidak khawatir akan kesulitan mendapatkan energi listrik di perjalanan karena, masyarakat dapat berperan serta menyediakan BBS isi ulang; serta waktu untuk penggantian baterai yang kosong dengan baterai penuh hanya memerlukan waktu hitungan menit; (5) Pemilik mobil listrik dapat memiliki candangan BBS yang terpisah dari kendaraanya untuk menyediakan cadangan energi listrik melalui charging sendiri; (6) Pemilik mobil listrik dapat menyediakan sebanyak-banyaknya BBS isi penuh pada kendaraannya sesuai keperluan untuk perjalanan yang jauh. Saat ini sel elektrokimia penghasil energi listrik dengan kerapatan energi paling besar dihasilkan oleh fuel cells dan urutan kedua adalah baterai Lithium (Chemical Review 2004); fuel cells apabila habis energi listriknya tidak dapat dicharging dengan daya listrik melainkan diisi dengan sejumlah masa hydrogen (Chen-Yu Chen, et al. 2013). Dengan predikatnya sebagai sel elektrokimia penghasil energi listrik dengan kerapatan energi paling tinggi maka fuel cells seharusnya dapat diupayakan untuk dikembangkan menjadi baterai rechargeable berkapasitas super (BBS). Energi listrik dari fuel cells berasal dari energi kimia pembakaran bahan bakar
Electrical Rechargeabel Fuel Cell Dari Larutan ………………………….……. (Dadang, dkk.) 37 37
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 36-43
berupa gas Hidrogen di dalam larutan elektrolit. Gas hidrogen merupakan unsur dengan bobot molekul paling rendah dan kalor pembakarannya cukup tinggi oleh karenanya nilai energi yang dihasilkan per satuan masa Hidrogen (rapat energi) memiliki angka yang paling tinggi dari pada sumber energi kimia lainnya. Pada prinsipnya gas Hidrogen dapat dibentuk dari larutan elektrolit melalui suatu proses elektrolisis begitu pula gas Oksigen dapat dihasilkan dari larutan elektrolit dengan proses yang sama. Gas Hidrogen dan gas Oksigen yang terbentuk dari proses elektrolisis akan memjadi sumber energi listrik pada baterai rechargeable fuel cell. Reaksi gas Hidrogen dengan gas Oksigen dapat berlangsung secara reaksi berantai yang akan menimbulkan ledakan dengan energi yang sangat besar. Untuk menghindari terjadinya reaksi berantai, gas hydrogen dengan gas oksigen dapat dengan mudah diperoleh dari proses elektrolisis air (Pier A. de Groot 2009). Gas Klor dapat dengan mudah bereaksi dengan hydrogen menghasilkan gas hydrogen Klorid, dimana atom klorin bertindak sebagai oksidator (A.L Marshall, 1925). Oleh karenanya Oksigen sebagai sumber unsur oksidator dalam Fuel cell semestinya dapat digantikan oleh gas Klor. Penggunaan gas Klor sebagai oksidator dalam fuel cell memiliki keuntungan yakni dapat menghindari reaksi berantai hydrogen dan oksigen karena reaksi thermal dan klorin dapat diperlambat oleh hadirnya oksigen (Robert N. Peace 1934) dan energi bebas reaksi gas Klor dengan Hidrogen memiliki angka yang seimbang dengan hasil reaksi Hidrogen dengan Oksigen yang mana energi bebas ini adalah sebagai sumber energi listrik yang dikembalikan menjadi unsur masing-masing oleh elektrolisis 6 (Matthew D. Merrill 1999) . Dengan demikian pasangan oksidasi-reduksi yang aman dari bahaya ledakan yakni gas Hidrogen dan Oksigen semestinya akan
menghasilkan energi listrik sebagaimana fuel cell. Gas Klor dapat dihasilkan dari elektrolisis larutan Sodium Klorida dalam medium air di anoda begitu pula di katoda elektrolisis larutan ini diduga akan menghasilkan gas Hidrogen karena potensial reduksi ion Sodium memerlukan potensial lebih besar (H.K.Abdel-Aal et. All.2010). Dengan membuat sekat pembatas antara ruang katoda dan anoda oleh suatu bahan pembatas yang masih bisa dilalui oleh ion-ion semestinya hasil reaksi elektrolisis larutan Sodium Klorida akan menghasilkan energi listrik. Proses elektrolisis larutan Sodium Klorida merupakan proses charging yakni seharusnya menjadi bagian utama dari proses penyimpanan energi listrik di dalam sel elektrokimia (sel larutan Sodium Klorida). Pada proses pemakaian kembali energi listrik yang tersimpan dalam sel larutan Sodium Klorida adalah proses discharge yaitu proses reaksi oksidasi gas Hidrogen menjadi ion Hidronium dan proses reaksi reduksi gas Klor menjadi ion Klorida. Atas dasar logika ini semestinya sel larutan Sodium Klorida dapat menjadi fuel cell dan sekaligus dapat diharapkan akan menjadi rechargeable fuel cell karena sel ini dapat dicharging dengan energi listrik. Untuk membuktikan dugaan dan harapan ini akan dilakukan eksperimen mengelektrolisis larutan Sodium Klorida dalam medium air kemudian akan dipelajari jumlah arus elektrolisis yang masuk (charging) untuk menghitung total energi listrik yang disimpan dan arus discharge-nya untuk menghitung total energi yang dapat dimanfaatkan dari sel larutan Sodium Klorida. Begitu pula akan di pelajari besarnya voltase yang dihasilkan dari sel larutan Sodium Klorida terhadap besarnya tegangan kerja. BAHAN DAN METODE Bahan dan peralatan yang dipergunakan pada eksperimen ini meliputi
Electrical Rechargeabel Fuel Cell Dari Larutan ………………………….……. (Dadang, dkk.) 38 38
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 36-43
tinggi 100k Ω kemudian dibaca besaran arus yang mengalir. Selanjutnya beban resistor diganti dengan resistor yang lebih kecil hingga terbaca arus discharge realtif konstan. Proses pengukuran total energi yang dapat dimanfaatkan dari sel larutan Sodium Klorida dilakukan dengan mengukur arus discharge beserta voltase sel setiap interval waktu 10 menit. Energi listrik yang masuk ke dalam sel larutan Sodium Klorida dihitung berdasarkan persamaan matematis, EC = VK.IE.t; dalam artian VK adalah tegangan kerja, IE adalah arus elektrolisis, dan t adalah lamanya arus mengalir; dan energi ini ditulis dalam satuan Joule. Dalam hal nilai arus tidak konstan terhadap waktu, IE.t, ditentukan berdasarkan luas area di bawah kurva nilai arus terhadap waktu. Total energi listrik yang dapat dimanfaatkan dari sel larutan Sodium Klorida dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang sama ED = VS.ID.t; dalam artian VS adalah voltase sel, ID adalah arus discharge, dan t adalah lamanya arus mengalir; dan energi ini ditulis dalam satuan Joule. Dalam hal VS dan ID tidak konstan, VS.ID dihitung pada tiap segmen Δt dengan jumlah segmen sebanyak n; energi dihitung berdasarkan persamaan ED = (VS1.ID1 + VS2.ID2 + ... + VSn.IDn)Δt.
Sodium Klorida, aquades, kertas duplek, logam stainless steel 3016 0,05 mm, batang grafit, resistor, LED dioda, neraca analitis, volumetrik gelas, termometer, ampermeter digital, voltmeter digital, regulated DC, pencacah waktu, dan kabel sambungan. Larutan Sodium Klorida dibuat dengan menimbang sejumlah masa Sodium Klorida pada neraca analitis kemudian dilarutkan dengan aquades di dalam labu seukuran dan ditetapkan volume larutannya hingga batas volumetrik. Larutan Sodium Klorida dituangkan pada sel elektrolisis yang tersusun seperti ditunjukkan pada Gambar1 dan elektrolisis dijalankan dimulai pada tegangan kerja sebesar 1,4 volt dengan mengatur regulated DC dan arus elektrolisis yang mengalir dibaca pada ampermeter; lembaran SS 3016 berfungsi sebagai katoda disambung dengan kutub negatif regulated DC dan batang karbon berfungsi sebagai anoda disambung dengan kutub positif regulated DC. Selanjutnya dilakukan pembacaan setiap 10 menit terhadap arus elektrolisis, tegangan kerja, dan voltase sel; pembacaan data ini dihentikan hingga arus mendekati nol. Pada proses elektrolisis berikutnya dipasang tegangan kerja lebih besar yakni 1,9 volt 2,4 volt, 2,9 volt dan 3,4 volt. Sel larutan Sodium Klorida pasca dielektrolisis lalu diukur arus discharge maksimumnya, dan diukur pula total energi yang dapat dimanfaatkan melalui susunan peralatan seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Proses pengukuran arus discharge maksimum dimulai dengan memasang beban resistor 4
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada proses elektrolisis sel larutan Sodium Klorida dengan susunan peralatan sebagai berikut:
3
1
Sel elektrolisis larutan sodium Klorida
2
Katoda lembaran SS316
3
Anoda batang Karbon
4
Sekat kertas dupleks
5
Regulated DC
6
Ampermeter
2 5 1
6
Gambar 1. Sel Elektrolisis Electrical Rechargeabel Fuel Cell Dari Larutan ………………………….……. (Dadang, dkk.) 39
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 36-43
Diperoleh data perubahan nilai arus elektrolisis, IE, terhadap waktu seperti dtunjukkan pada Gambar 2. Gambar ini menunjukkan bahwa apabila tegangan kerja, VK, dipasang 1,4 volt atau lebih rendah akan menghasilkan IE yang berangsur mengecil menuju nilai nol atau elektrolisis berhenti (mati); dan pada proses elektrolisis pada tegangan kerja ini tidak terlihat adanya pembentukan gelembung gas Hidrogen di katoda begitu pula gelembung gas Klor tidak tampak di anoda. Apabila VK dipasang 2,4 volt atau lebih besar akan menghasilkan IE bernilai konstan; proses elektrolisis pada tegangan kerja ini disertai munculnya gelembung gas Hidrogen di katoda akan tetapi gelembung gas Klor tidak tampak di anoda. Adanya aliran IE memasuki larutan Sodium Klorida baik pada VK dibawah 1,9 volt atau lebih besar hal ini menunjukkan adanya reaksi elektrolisis yakni terjadi proses oksidasi pada anoda dan reduksi pada katoda. Oksidasi pada anoda yang paling mungkin adalah reaksi oksidasi anion yaitu ion Klorida menjadi gas Klor; meskipun air dapat dioksidasi menghasilkan gas Oksigen namun reaksi ini kemungkinannya jauh lebih kecil. Gas Klor apabila terbentuk di anoda akan ditandai dengan bau yang khas yaitu seperti bau cairan pemutih. Reduksi pada katoda yang paling mungkin adalah reduksi air menghsilkan gas Hidrogen; meskipun yang seharusnya tereduksi adalah kation yakni ion Sodium namun logam Sodium yang terbentuk dari hasil reduksi akan sangat reaktif bereaksi dengan air menghasilkan gas Hidrogen. Kebenaran terbentuknya gas Klor di anoda dan gas Hidrogen di katoda akan ditandai munculnya voltase sel, VS, dari kedua elektroda pasca elektrolisis.
Gambar 2. Perubahan IE terhadap t padaVK yang berbeda
Gambar 3. Pertumbuhan VS terhadap t padaVK yang berbeda Pengukuran voltase sel, VS, dengan peralatan yang ditunjukkan pada Gambar 4 diperoleh data seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Pertumbuhan VS akan berujung pada nilai konstan atau akan memiliki nilai tertinggi mendekati harga VK apabila pada elektrolisis dipasang VK lebih rendah dari 2,0 volt; akan tetapi apabila dipasang VK lebih besar dari 2,0 volt maka VS akan mencapai maksimum 2,1 volt. Munculnya nilai VS pada kedua elektroda pada sel ini pertama, merupakan bukti atas dugaan adanya elektrolisis yang menghasilkan Hidrogen di katoda dan Klor di anoda(Brown. A.J. 1887)8 yang mana
Electrical Rechargeabel Fuel Cell Dari Larutan ………………………….……. (Dadang, dkk.) 40 39
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 36-43
kedua unsur ini akan berpotensi mengion kembali kelarutan dan menghasilkan energi listrik; kedua, merupakan bukti bahwa sel larutan Sodium Klorida dapat menghasilkan listrik dan energi listrik yang dihasilkannya adalah hasil dari oksidasi bahan bakar yaitu Hidrogen(Matthew D. Merrill. 1999)9 . Untuk menguji potensi sel larutan Sodium Klorida untuk dikembangkan menjadi rechargeable fuel cell perlu dilakukan pengukuran besaran total energi listrik yang terkandung dalam sel larutan Sodium Klorida yang dapat dimanfaatkan (Fernandas, J.B. 2005)10 dan (Cristopher, R.R.2008)11.
8
Penentuan besaran total energi listrik yang dapat dimanfaatkan dari sel larutan Sodium Klorida sewaktu discharge maka terlebih dahulu dilakukan pengukuran VS dan ID (Stephen, W.2008)12 pada proses discharge melalui susunan peralatan seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Data yag diperoleh dari percobaan ini menunjukkan bahwa VS menurun seiring dengan menurunnya jumlah energi listrik yang tersisa di dalam sel. Menurunya VS sewaktu discharge sangat berhubungan dengan ketersediaan energi listrik di dalam sel seperti ditunjukkan pada Gambar 5.
7
7
Resistor
8
Dioda LED
9
Voltmeter
9
Gambar 4. Susunan Alat Penentuan ID.max dan VS Dari eksperimen seperti pada Gambar 4 diperoleh data harga ID.max yang berguna untuk mengetahui berapa besar arus dapat dihasilkan dari satuan luas permukaan elektroda. Dengan mengganti nilai resistor dari yang tinggi ke yang rendah kemudian dibaca nilai arus pada
ampermeter maka apabila diplot grafik besaran arus terhadap nilai resistor akan dapat diprediksi besaran arus ketika beban resistor mendekati nol (Cristopher, R.R. 2008)13. Besaran ID pada keadaan beban resistor mendekati nol adalah ID.max.
Gambar 5. Grafik Pola ID dan VS
Gambar 6. Grafik Pola Discharge ID dan VS
Electrical Rechargeabel Fuel Cell Dari Larutan ………………………….……. (Dadang, dkk.) 40 41
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 36-43
Dari hasil pengukuran ID.max seperti ditunjukkan pada Gambar 5 bahwa sel dengan luas elektroda 40 cm2 dapat mengeluarkan arus maksimum mencapai 205mA. Akan tetapi, pada arus maksimum VS turun mendekati nol dan pada ID mencapai 20mA VS masih berharga konstan. Data ini menunjukkan bahwa sel dengan luas elektroda 40 cm2 dapat mengeluarkan arus optimum 20mA dengan VS stabil. Harga optimum ID ini masih bisa ditingkatkan karena nilai ID sangat bergantung kepada kerapatan Hidrogen dan Klor di sekitar elektroda; dan dari besaran optimum ID ini menggiring pada suatu harapan besar bahwa sel larutan Sodium Klorida sangat berpotensi dikembangkan menjadi rechargeable fuel cell. Dalam penentuan total energi, pada susunan peralatan yang ditunjukkan pada Gambar 4, digunakan satu nilai resistor sebesar 9kΩ; sewaktu discharge dijalankan ID dan VS setiap 10 menit dibaca untuk selanjutnya diplot grafik VS dan ID terhadap t seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Grafik ini menunjukkan bahwa baik VS maupun ID bernilai konstan pada rentang waktu 45 menit dan setelahnya baik VS maupun ID; penurunan nilai Error! Not a valid link. terjadi dikarenakan cadangan energi yang tersedia disekitar permukaan elektroda telah menipis dan menurunnya ID dikarenan kecepatan difusi Hidrogen dan Klor menuju elektroda menjadi lambat. Dari Gambar 6 dapat dihitung total energi listrik yang dihasilkan sel mencapai 166 Joule. Dari data total energi yang dihasilkan sel larutan Sodium Klorida dapat dikatakan bahwa chargingdischarging sel larutan Sodium Klorida merupakan proses dari rechargeable fuel cell.
a. Elektrolisis larutan Sodium Klorida menggunakan anoda karbon dan katoda SS3016 menghasilkan gas Hidrogen pada katoda dan gas Klor pada anoda. b. Elektrolisis larutan Sodium Klorida merupakan proses charging (penyimpanan energi listrik pada sel elektrokimia) dan energi yang tersimpan ini dapat dimanfaatkan kembali sebagai energi listrik. c. Sel larutan Sodium Klorida yang terbuat dari elektroda seluas 40 cm2 dapat menghasilkan arus discharge optimum 20 mA dengan daya sebesar 166 Wat. d. Sel larutan Sodium Klorida masih dapat ditingkatkan nilai arus optimumnya maupun dayanya dan sel ini dapat berfungsi sebagai rechargeable fuel cell. Pengembangan sel larutan Sodium Klorida untuk meningkatkan daya menjadi daya yang super kapasitas serta memiliki kerapatan energi yang tinggi dapat diteliti lebih lanjut mengenai efektifitas volume larutan Sodium Klorida terhadap luas permukaan elektroda untuk menyimpan gas Hidrogen dan gas Klor sebagai sumber energi listrik yang tersimpan; serta perlu diteliti besaran tekanan kontainer di dalam sel larutan Sodium Klorida yang lebih tinggi dari tekanan atmosfir untuk menghasilkan peningktan kerapatan gas Hidrogen dan Klor di sekitar elektroda yang memungkinkan akan meningkatkan nilai voltase sel.
KESIMPULAN Dari uraian pada pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal:
Cristopher, R.R. 2008. Fundamental Electrical and Electronic Principles. 3rd Ed. Oxford: Fairmont Press, Inc.
DAFTAR PUSTAKA
Avdeef, A. 2012. Absorption and Developement.New Jersey: John Willey & Sons, Inc. Brown, A.J. 1887. Hydrogen Adsorption on Paladium. Journal of the American Chemical Society. 51,643
Electrical Rechargeabel Fuel Cell Dari Larutan ………………………….……. (Dadang, dkk.) 42 42
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 36-43
19 Rosato, D. V. 2003. Plastics Engineered Product Design. Tokyo: Elsevier Ltd.
Fernandas, J.B. 2005. Measurement of Overpotential. Goa: Department of Chemistry, University of Goa, Gadad, R.V. 2010. Engineering Chemistry. New Delhi: I.K. International Publishing House Pvt. Ltd.
SANDMEYER STEEL COMPANY, Philadelphia, www.SendmeyerSteel.com (diakses 22 Maret 2013)
Gillum, D.R. 2008. Industrial Pressure, Level, and Density Measurement, 2nd Ed. New York: ISA
Stephen, W. 2008. Electricity and Electronics Fundamentals, 2nd Ed. Boca Raton: Fairmont Press,
Ken, P. 2001. Success At Aqa Physics. 1st Published. Oxford: Oxford University Press
Thomson, D. L. 2005. Automotive Technology. 4th Ed. Clifton Park: Jack Erjavec
Letcher, T. M. 2007. Development and Applications and Solublity, Cambridge: Royal Society of Chemistry
Tang, M. 2010. Battery Technology and Markets. Berkeley: Lawrence Berkeley National Laboratory
Nashrianto, H., dan Dadang, Kurniati. 2011. Overpotensial Gas Klhorin pada Elektroda Grafit dan Overpotensial Gas Hidrogen pada Stinless Steel 304, Bogor: Fakultas MIPA, Universitas Pakuan.
V.P. Tyagi 2009. Essential Chemistry, Ist Published, New Delhi: Ratna Sagar P. Ltd.
Pavese, F. 2013. Modern Gas-Based Temperature and Pressure Measuremens. 2nd Ed. New York: Business Media
Viswanath, D. S. et all. 2007. Viscosity of Liquids. Dordreeth: Springer,
Vijayasarathy, P.R. 2011. Engineering Chemistry, 2nd Ed. New Delhi: Asoka K. Ghosh.
Watkins, A.J. 2006. Electrical Installation Calculations. 7th Ed. Oxford: Jordan Hill
Pop, V. et al. 2008. Battery Management System, Accurate State-of-Charge Indication for Battery-Powered Application. Eindhoven: Springer Business Media B.V.
Electrical Rechargeabel Fuel Cell Dari Larutan ………………………….……. (Dadang, dkk.) 43
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 36-43
PEDOMAN BAGI PENULIS JURNAL EKOLOGIA Ruang Lingkup Penyusunan pedoman ini dimaksudkan untuk membantu penulis menyiapkan naskah untuk diterbitkan pada Jurnal Ekologia. Diharapkan dengan disusunnya pedoman ini perubahan redaksional dapat dikurangi dan penyiapan naskah dapat berjalan lancar. Jurnal Ekologia memuat artikel primer yang bersumber langsung dari hasil penelitian bidang Ilmu Dasar dan Lingkungan. Bahasa dan Bentuk Naskah Naskah ditulis dengan bahasa ilmiah dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan abstrak berbahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah diketik satu spasi (1 lines) memakai tipe dan ukuran huruf baku (times new roman). Jumlah halaman maksimal 8 halaman ketik. Semua halaman diberi nomor secara berurutan. Judul dan Naskah Penulis Judul harus singkat (sebaiknya tidak lebih dari 15 kata), jelas dan secara konsisten menggambarkan isi naskah serta mengandung kata kunci yang mencerminkan isi naskah. Nama-nama penulis disertai dengan nama dan alamat instansi bekerja. Penempatan sub-sub judul disusun berurutan, sebagai berikut: Abstrak, Kata kunci, Pendahuluan, Bahan dan Metode, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran (jika ada), Ucapan Terima Kasih (jika ada), Daftar Pustaka, dan Lampiran (jika ada). Abstrak dan Kata Kunci Abstrak memuat latar belakang secara ringkas, tujuan, metode, hasil serta kesimpulan suatu penelitian. Abstrak ditulis dalam satu paragraf berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Di dalam abstrak tidak diperkenankan mencantumkan istilah-istilah yang tidak diketahui secara luas, akronim, nama/merek dagang atau tanda lain tanpa suatu keterangan. Abstrak berbahasa Inggris merupakan terjemahan dari abstrak berbahasa Indonesia dan disertai terjemahan judul naskah. Di bawah abstrak dicantumkan Kata Kunci. Pendahuluan Isi pendahuluan mencakup latar belakang, temuan terdahulu yang akan dikembangkan atau disanggah, hipotesis, pendekatan umum, dan tujuan penelitian. Bahan dan Metode Berisi penjelasan ringkas tetapi rinci tentang waktu dan tempat penelitian, bahanbahan dan metode yang digunakan, rancangan percobaan, dan analisis data. Hasil dan Pembahasan Hasil merupakan data atau fakta yang diperoleh dari penelitian. Data atau fakta penting yang tidak dapat dinarasikan dengan jelas dapat ditampilkan dalam bentuk tabel atau gambar atau ilustrasi lain. Bila hasil disajikan dalam bentuk tabel atau gambar, maka tidak perlu diuraikan secara panjang lebar. Pembahasan merupakan ulasan tentang hasil, menjelaskan makna hasil penelitian, kesesuaian dengan asil atau penelitian terdahulu, peran hasil terhadap pemecahan masalah yang disebutkan dalam pendahuluan, serta kemungkinan pengembangannya.
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 36-43
Simpulan dan Saran Ditulis dengan ringkas hasil-hasil dan saran penelitian yang kongkrit. Ucapan Terima Kasih Berisi ucapan penghargaan secara singkat kepada pihak-pihak yang telah berjasa. Daftar Pustaka Penulisan pustaka di dalam teks menggunakan nama-nama penulis, bukan nomor, dan harus tercantum di dalam Daftar Pustaka. Daftar Pustaka disusun menurut abjad dan tahun penerbitan terlebih dahulu. Kepustakaan ditulis sebagai berikut: nama penulis, tahun penerbitan, judul artikel, nama terbitan yang dapat disingkat dengan benar, volume dan nomor serta nomor halaman. Kepustakaan dari naskah yang tidak dipublikasikan dan informasi yang diperoleh melalui komunikasi pribadi tidak dicantumkan dalam Daftar Pustaka melainkan ditulis langsung pada teks, misalnya (S. Baarsyah, tidak dipublikasikan) dan F. Kasaryno, komunikasi pribadi). Pustaka dalam teks harus dicantumkan dalam Daftar Pustaka. Simbol Matematis Simbol atau persamaan matematis harus dikemukakan secara hati-hati dan jelas. Jika simbol matematis yang dimaksud tidak terdapat pada mesin tik, maka dapat ditulis dengan pensil atau pena. Jika perlu, berilah keterangan dengan tulisan tangan untuk simbol yang bersangkutan. Angka desimal ditandai dengan koma (apabila dalam baasa Indonesia) atau titik (apabila dalam bahasa inggris). Besaran ditulis dengan baku internasional dan harus mengikuti Kaidah Ejaan Bahasa Indoensia yang disempurnakan (EYD), misalnya g, l, kg, t, dan bukan ditulis gram, liter kilogram, ton. Tabel Tabel diberi nomor urut sesuai dengan keterangan dalam teks. Setiap tabel diberi judul yang singkat dan jelas, sehingga setiap tabel dipandang berdiri sendiri. Antar kolom atau anak kolom perlu terpisah secara jelas. Jumlah digit sedapat mungkin sederhana. Singkatan kata perlu diberi catatan kaki atau keterangan. Keterangan tabel diletakkan dibawah tabel ditandai dengan angka kecil superior (superscrip). Huruf a, b, c digunakan untuk tanda-tanda statistik, sedangkan angka 1,2,3 digunakan untuk keterangan atau catatan kaki tabel. Ilustrasi Ilustrasi mencakup gambar, grafik, dan foto atau lukisan. Judul ilustrasi diletakan di bawah ilustrasi. Gambar dan grafik dibuat dengan garis cukup tebal dan kontras. Judul dan keterangan grafik dan gambar ditulis pada bagian terpisah. Simbol dan singkatan kata dijelaskan pada keterangan grafik dan gambar dan grafik.simbol-simbol yang dimuat tidak terlalu banyak. Setiap gambar dan grafik haurs diterangkan di dalam teks dan diberi nomor urut. Untuk keperluan reproduksi, ilustrasi harus kontras, tajam dengan ukuran cukup besar. Foto, hitam putih atau berwarna, hendaknya dipilih yang mempunyai warna kontras, tajam, jelas, diatas kertas mengkilat. Pengolahan Naskah Redaksi melakukan koreksi dan perbaikan tanpa mengubah nama naskah. Redaksi pelaksana akan mengembalikan naskah untuk diperbaiki sesuai dengan saran redaksi, atau naskah yang tidak dapat diterbitkan, kepada penulis. Naskah rangkap dua dan disket hendaknya dikirim ke alamat redaksi disertai dengan surat pengantar.
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 36-43
Biaya Penerbitan Naskah penulis dari luar FMIPA UNPAK yang disetujui untuk diterbitkan, dikenakan biaya administrasi sebesar Rp. 100.000,-. Penulis akan mendapatkan 1 eksemplar jurnal ekologia. Redaksi Pelaksana Jurnal Ekologia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetauan Alam Universitas Pakuan Jl. Pakuan Ciheuleut Bogor Telp: (0251) 375547, Fax: (0251) 375547, email :
[email protected], http:11 wwwfmipa_unpak.net
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 36-43
FORMULIR BERLANGGANAN MAJALAH EKOLOGIA
Yang bertandatangan di bawah ini : Nama Alamat Rumah Alamat Kantor
: ……………………………………………………………………………… : ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… : ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………
Ingin menjadi pelanggan Majalah Ekologia selama ………… tahun. Bersama ini kami kirimkan biaya langganan ............................................................
sebanyak
Melalui rekening Bank Mandiri cabang Kapten Muslihat Bogor No. Rekening 133.0097696929 atas nama Moerfiah, Dra.
Harap Majalah tersebut dikirim ke alamat kantor/rumah *)
(..............................................) Tandatangan dan nama jelas
*) Catatan : Coret yang tidak perlu Jumlah langganan tiap nomor sebesar Rp. 50.000,Jumlah biaya langganan satu tahun Rp. 100.000,- ditambah 20% biaya pengiriman Setelah formulir diisi harap dikirimkan kembali kepada Majalah Ekologia 47
Rp.
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 36-43
UCAPAN TERIMA KASIH Mengucapkan terima kasih atas partisipasinya kepada reviewer dalam penerbitan Jurnal Ekologia Vol. 13 No. 2 Oktober 2013 Prof. Dr. Sri Hartini S. Sikar Dr. Sutanto Prof. Tukirin Prof. Dr. -Ing. Soewarto Hardhienata Prof. M. Arifin
Ekologia, Vol. 13 No.2 , Oktober 2013: 36-43