BANTUAN SOSIAL KEMENTERIAN AGAMA RI BAGI RUMAH IBADAT DAN ORMAS KEAGAMAAN
Editor: Muchit A. Karim
KEMENTERIAN AGAMA RI BADAN LITBANG DAN DIKLAT PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN JAKARTA, 2011
i
Perpustakaan Nasional: katalog dalam terbitan (KDT) bantuan sosial kementerian agama ri bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan / Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Ed. I. Cet. 1. ------Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2011 xxii + 202 hlm; 15 x 21 cm
ISBN : 978-979-797-330-8 Hak Cipta pada Penerbit Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara menggunakan mesin fotocopy, tanpa izin sah dari penerbit
Cetakan Pertama, Nopember 2011 BANTUAN SOSIAL KEMENTERIAN AGAMA RI BAGI RUMAH IBADAT DAN ORMAS KEAGAMAAN
Editor: Muchit A. Karim Desain cover dan Lay out oleh: Zabidi Penerbit: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Jl. MH. Thamrin No. 6 Jakarta Telp/Fax. (021) 3920425, 3920421
ii
Kata Pengantar Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Puji syukur kepada Allah SWT., Tuhan Yang Maha Esa, “Penerbitan Naskah Buku Kehidupan Keagamaan” ini akhirnya dapat diwujudkan. Penerbitan buku ini, merupakan hasil kegiatan penelitian dan pengembangan Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI pada tahun 2010. Kami menghaturkan ucapan terimakasih kepada para pakar dalam menulis prolog, juga kepada para editor buku ini yang secara tekun telah menyelaraskan laporan hasil penelitian menjadi sebuah buku yang telah diterbitkan, yang hasilnya dapat dibaca oleh masyarakat secara luas. Pada tahun 2011 ini ditetapkan 9 (sembilan) naskah buku untuk diterbitkan, yang meliputi judul-judul buku sebagai berikut: 1. Dimensi-Dimensi Kehidupan Beragama: Studi tentang Paham/Aliran Keagamaan, Dakwah dan Kerukunan, editor: Nuhrison M. Nuh. 2. Perkembangan Paham Keagamaan Lokal di Indonesia, editor: Achmad Rosidi. 3. Perkembangan Paham Keagamaan Transnasional di Indonesia, editor: Ahmad Syafi’i Mufid. 4. Keluarga Harmoni dalam Perspektif Berbagai Komunitas Agama, editor: Kustini. 5. Kepuasan Jamaah Haji terhadap Kualitas Penyelenggaraan Ibadat Haji Tahun 1430 H/2009 M, editor: Imam Syaukani. 6. Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan, editor: Muchit A Karim. iii
7. Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia (Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006), editor: M. Yusuf Asry. 8. Potret Kerukunan Umat Beragama di Provinsi Jawa Timur, editor: Haidlor Ali Ahmad. 9. Islam In A Globalized World, penulis M. Atho Mudzhar. Untuk itu, kami menyampaikan terimakasih setinggitingginya kepada para peneliti yang telah “merelakan” karyanya untuk kami terbitkan, serta kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi bagi terlaksananya program penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini. Semoga penerbitan karya-karya hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan khazanah sosial keagamaan, serta ikut memberikan pencerahan kepada masyarakat secara lebih luas tentang pelbagai perkembangan dan dinamika sosial kegamaan yang terjadi di Indonesia. Penerbitan buku ini dapat dilakukan secara simultan dan berkelanjutan setiap tahun, untuk memberikan cakrawala dan wawasan kita sebagai bangsa yang memiliki khasanah keagamaan yang amat kaya dan beragam. Tentu saja tidak ada gading yang tak retak, sebagai usaha manusia, penerbitan ini pun masih menyimpan berbagai kekurangan baik tampilan dan pilihan huruf, dimana para pembaca mungkin menemukan kejanggalan dan kekurangserasian. Dalam pengetikan, boleh jadi juga ditemukan berbagai kesalahan dan kekeliruan yang mengganggu, dan berbagai kekeliruan dan kejanggalan lainnya.Untuk itu kami mohon maaf. Tetapi yakinlah, berbagai kekurangan dan kekhilafan itu bukan sesuatu yang disengaja. Itu sepenuhnya disebabkan kekurangtelitian para editor maupun tim pengetikan. Semoga berbagai kekurangan iv
dan kelemahan teknis itu dapat dikurangi pada penerbitan berikutnya. Akhirnya, ucapan terimakasih kami haturkan kepada Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI yang telah memberikan arahan demi tercapainya tujuan dan sasaran penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini. Jakarta, November 2011 Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D NIP. 19600416 198903 1 005
v
vi
Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI uji syukur kehadirat Ilahi Tuhan Yang Maha Esa atas penelitian tentang Bantuan P Sosialterselenggaranya Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Indonesia pada tahun anggaran 2010 dan tersusunnya laporan kegiatan tersebut. Studi ini dirasa sangat urgen dan berarti bagi Puslitbang Kehidupan Keagamaan. Evaluasi bagi kebijakan pemberian dana bantuan untuk rumah ibadah dan ormas keagamaan perlu dilakukan oleh Puslitbang Kehidupan untuk memperoleh informasi langsung di lapangan mengenai implementasi program bantuan sosial untuk rumah ibadat dan ormas keagamaan tersebut. Informasi yang diperoleh diharapkan menjadi bahan mengambil kebijakan pemerintah sehingga kebijakan yang dikeluarkan berbasis riset oleh unit kelitbangan Kementerian Agama. Dengan mengevaluasi akan mudah diketahui efektivitas dari pemberian dana bantuan sosial tersebut. Evaluasi dimaksud akan menjadi rujukan bagi pengambil kebijakan di Kementerian Agama RI, khusus unit kerja yang berwenang menyalurkan dana bantuan sosial pembangunan rumah ibadat dan lembaga sosial. Unit kerja tersebut yaitu Direktorat Bimas Islam dan Sekretariat Jenderal. Juga menjadi bahan masukan lembaga audit Kementerian Agama RI (Inspektorat Jenderal). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara, studi lapangan dan kajian perpustakaan. Jumlah lokasi penelitian sebanyak 5 (lima) provinsi di vii
Indonesia, yaitu Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Aceh, dan Bali. Sebelum dilakukan penyusunan dalam bentuk sebuah buku ini, hasil penelitian ini telah melalui proses pra-seminar dan seminar. Seminar dilaksanakan Ruang Sidang Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Lt. 4 Gd. Bayt AlQur’an Komplek Taman Mini Indonesia Indah Jakarta pada tanggal 13 Desember 2010. Hadir dalam seminar tesebut para pakar, akademisi, stakeholders, para pengamat, birokrasi, ormas keagamaan, LSM, dan masyarakat luas. Dari hasil seminar tersebut diperoleh banyak sumbangsih pemikiran guna penyempurnaan dalam penyusunan akhir dalam sebuah buku dan sebagai bahan evaluasi bagi penyelenggaraan kegiatan sejenis di tahun berikutnya. Sebagai sebuah karya ilmiah, tersusunnya buku ini pantaslah memperoleh apresiasi khususnya kepada tim peneliti Bidang Pelayanan dan Pengamalan Keagamaan. Dengan kesungguhannya telah merencanakan, melaksanakan, dan mendiseminasikan secara baik penelitian ini. Apresiasi juga pantas diberikan karena penelitian ini juga mendeskripsikan dimensi pembinaan dan pelayanan pemerintah bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan berupa kebijakan pemberian bantuan dana sosial yang dapat menunjang kinerja rumah ibadat dan ormas-ormas itu. Sehubungan dengan selesainya laporan akhir ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh peneliti Bidang Pelayanan dan Pengamalan Keagamaan yang telah berhasil menuntaskan seluruh proses kegiatan penelitian dengan baik. Kami berharap kinerja ini tetap dapat dipertahankan pada kegiatan berikutnya di tahun 2012. Akhirnya, dengan mengharap ridha Allah SWT, semoga seluruh kerja keras kita tercatat sebagai amal saleh dan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas viii
penelitian di lingkungan Puslitbang Kehidupan Keagamaan dan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak umumnya. Kepada Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan dan jajaran peneliti khususnya, dan kepada semua pihak pada umumnya tak lupa kami sampaikan terima kasih atas suksesnya penyelenggaraan kegiatan dan tersusunnya buku laporan ini. Jakarta, November 2011 Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA NIP. 19570414 198203 1 003
ix
x
PROLOG Dr. H. Mundzir Suparta, MA Inspektur Jenderal Kementerian Agama RI Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke Hadirat Allah SWT, Tuhan Yang maha Esa, atas karunia rahmat, taufiq dan hidayah-Nya buku dengan judul "Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Indonesia" sebagai hasil penelitian Badan Litbang dan Diklat ini dapat diterbitkan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan nabi Muhammad, Nabi dan Rasul terakhir. Selanjutnya, sebagaimana diyatakan oleh Sdr. Prof. Dr. H. Abdurrahman Mas'ud, Kepala Puslitbang Kehidupan Beragama dalam kata pengantar buku ini bahwa penerbitan ini dianggap penting, karena tiga hal. Saya sangat setuju dengan pernyataan itu, karena memang selama ini banyak karya hasil penelitian di Kementerian Agama yang sebetulnya cukup bagus dan bisa menambah wawasan bagi percerdasan kehidupan bangsa Indonesia belum atau tidak banyak diterbitkan, sehingga kurang bias dimanfaatkan oleh orang banyak. Namun saya ingin menambah satu hal lain, yakni bahwa peneribitan hal-hasil penelitian ini akan memberikan informasi kepada mayarakat luas bahwa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama bukan saja memperhatikan dan mendorong terwujudnya kerukunan dan kemakmuran kehidupan beragama, tetapi Kementerian Agama tidak hanya xi
tinggal diam, membiarkan, dan berpangku tangan, akan tetapi melalui berbagai bentuk program dan kegiatan, yang salah satunya adalah memberitakan bantuan terhadap rumahrumah ibadat dan ormas-ormas keagamaan. Sekalipun mungkin bantuan dimaksud bila dilihat dari nominalnya tidak banyak menolong dan mengatasi kebutuhan mereka, namun bila dilihat dari segi tanggung jawab, perlindungan, pengayoman, dan layanan terhadap kehidupan beragama di Indonesia sangatlah bermakna. Karena itu, saya memandang program bantuan terhadap rumah-rumah ibadat dan ormas keagamaan mempunyai makna sangat strategis, terlebih melihat kenyataan kondisi masyarakat kita akhir-akhir ini yang sering terjadi gesekan dan konflik sosial, bisa jadi akan mengancam persatuan dan eksistensi bangsa. Konflik kekerasan yang bernuansa politis, etnis dan agama seperti ini juga merupakan salah satu bukti betapa masih rapuhnya konstruksi bangunan kebangsaan berbasis kebersamaan dan kemajmukan di negeri kita. Sehingga tidak heran kalau belakangan ini rasa kebersamaan, saling menghargai, tolong menolong, dan tenggang rasa sudah tidak tampak lagi dan nilai-nilai kebudayaan yang dibangun selama ini juga menjadi tergerus. Tanggung jawab Kementerian Agama sebagai sebuah instansi yang diberi amanat terhadap pembangunan bidang agama memang sangat berat, karena sebetulnya tidak semua bentuk gesekan dan konflik social dilatarbelakngi oleh persoalan-persoalan agama, akan tetapi tidak jarang karena xii
dipicu oleh kepentingan-kepentingan lain, baik kepentingan politik, social, suku, ekonomi, maupun kepentingan lain yang sama sekali tidak bersentuhan dengan persoalan-persoalan agama. Namun anehnya permasalahan ini sering kali dikembalikan kepada tanggung jawab Kementerian Agama. Tentang pemberian bantuan seperti dimaksud dalam buku ini, bahwa pemberian bantuan ini di samping dapat memberikan manfaat bagi tumbuh dan berkembangnya kehidupan beragama bangsa Indonesia, juga diketemukan sejumlah kendala dan kelemahan. Untuk itu, saya menyarankan kepada Direktorat-Direktorat Jenderal bimas beberapa hal sebagai berikut: 1. Secara terus menerus mengusahakan peningkatan anggaran sektor agama. Kita tahu, memang anggaran Kementerian Agama akhir-akhir ini cukup besar, tetapi besarnya anggaran tersebut bukan untuk sektor agama yang menjadi tugas pokok Kementerian Agama namun lebih diarahkna untuk sektor pendidikan. Dan anggaran untuk sektor agama sangatlah kecil, jauh dari kebutuhan untuk kepentingan layanan dan tanggung jawabnya terhadap pembinaan keberagamaan umat. Pemberian bantuan keagamaan tidak hanya terbatas pada bantuan saraa fisik, tetapi juga sangat diperlukan bantuanbantuan lainnya seperti kitab-kitab ajaran agama, 2. Melakukan pendataan secara riil terhadap rumah-rumah ibadat dan ormas-ormas keagamaan secara terus menerus, sehingga diperoleh data terbaru dan riil sesuai data yang ada di lapangan/masyarakat. Hal ini penting karena dari data riil itulah program pemberdayaan xiii
3. 4.
5.
6.
7.
keberagamaan umat dapat dijalankan secara tepat dan bijak, Meningkat kordinasi antar Direktorat-Direktoran Jenderal yang bertanggung jawab terhadap pembinaan umat beragama, sehingga diperoleh kesamaan visi dan misi pembinaan, termasuk visi misi pemberian bantuan, Meningkatkan kordinasi dengan jajaran Kementerian Agama daerah, baik baik Kemenag tingkat wilayah maupun Kemenag tingkat Kabupaten/Kota, shingga dapat dihidari berbagai kendala dan kelemahan yang ada selama ini, seperti tumpang tindih bantuan, tidak tetap sasaran, tidak tepat guna, tidak tepat tujuan, tidak tepat waku, dan tidak tepat jumlah, seperti dinyatakan dalam kata pengantar Editor buku ini, Meningkatkan kordinasi dan mendorong pemerintah daerah agar lebih meningkatkan perhatian dan layanan terhadap kehidupan beragama, sehingga tercipta kerukunan umat beragama, baik intern maupun antar umat beragama, sehingga terwujud masyarakat yang damai, sejahtera, dan bersatu yang pada gilirannya akan dapat membantu suksesnya program pembangunan bangsa di daerah itu, Lebih memerdayakan dan memfungsikan forum-forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang sudah selama ini dibangun di berbagai daerah, sehingga berbagai bentuk gesekan dan konflik social dengan mengatasnamakan agama secara dii dapat dicegah secara bersama-sama antara pemerintah dengan tokoh-tokoh agama daerah itu, Melakukan kajian dan evaluasi terhadap program dan kegiatan serta prosedur pemberian bantuan, pemanfaatan xiv
dan keguanaan bantuan, dan dampak positif bagi pembangunan dan pengembangan agama, pengamalan dan penghayatan terhadap ajaran-ajaran agama. 8. Kepada Badan Litbang dan Diklat, saya menyarankan kiranya kegiatan penelitian dan penerbitan hasil karya penelitian dan kajian dapat diteruskan dan disebarluaskan ke masyarakat luas. 9. Selain beberapa hal di atas, kiranya pemberian bantuan dlaksanakan sesuai aturan, sehingga tidak saja pemberian bantuan tersebut bermanfaat dan baik, tetapi juga benar. Selanjutnya, saya ingin menyatakan bahwa terlepas dari kekurangan dan kelemahan buku hasil penelitian ini, baik dari segi metodologi, sasaran, maupun hasilnya yang jelas program ini merupakan terobosan yang baik dan pasti bermanfaat yang perlu diteruskan. Demikian sekilas catatan yang dapat saya sumbangkan, terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya dan mohon maaf bila terdapat kekhilafan dan kesalahan. Jakarta, November 2011
xv
xvi
Prakata Editor egara dan pemerintah berkewajiban memberikan jaminan dan perlindungan atas N hak setiap warganya untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, serta memberikan fasilitas dan pemenuhan hak dasar warga tersebut (PP No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2000-2014 Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama). Pada bagian lain pelayanan kehidupan beragama masih terbatas, untuk itu pemerintah memprioritaskan peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama, dengan meningkatkan pengelolaan dan fungsi rumah ibadat serta kapasitas lembaga-lembaga sosial keagamaan. Untuk mewujudkan hal tersebut Kementerian Agama RI 2009-2014 menetapkan visi ”Tewujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri, dan sejahtera lahir batin,” dengan misi untuk meningkatkan kualitas kehidupan beragama, meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama, meningkatkan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan agama dan keagamaan, serta meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji, mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa. Salah satu bentuk implementasi dari usaha peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama, Kementerian Agama RI melaksanakan program bantuan sosial terhadap xvii
rumah ibadat dan ormas keagamaan, memberi motivasi agar aktifitas rumah ibadat dan ormas keagamaan semakin meningkat. Pemberian bantuan tersebut bersifat stimulus agar masyarakat terdorong melakukan kegiatan sosial keagamaan. Penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan tahun 2010 yang mengevaluasi bantuan sosial Kementerian Agama bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan di berbagai daerah seperti Provinsi Aceh, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Timur, hasilnya disajikan sebagai berikut: 1. Secara umum bantuan sosial keagamaan masih kurang nampak dampak sosialnya bagi peningkatan aktifitas rumah ibadat dan ormas keagamaan, walaupun di beberapa daerah bantuan tersebut dirasa dapat menggairahkan jamaah untuk memberi sumbangan dalam membangun rumah ibadat serta mengembang-kan aktifitas ormas keagamaan. 2. Dana bantuan rumah ibadat pada umumnya dimanfaatkan untuk rehabilitasi rumah ibadat. Khusus di Provinsi Nusa Tenggara Timur dana bantuan sosial dimanfaatkan bagi pemberdayaan ekonomi umat. 3. Puslitbang Kehidupan Keagamaan memandang dalam pelaksanaan program bantuan sosial keagamaan mempunyai hambatan antara lain masih minimnya bantuan sosial kepada rumah ibadat dan ormas keagamaan dibanding kebutuhan masyarakat; dalam proses penerimaan di sebagian tempat memerlukan waktu cukup lama; serta kurangnya koordinasi antara Kementerian Agama xviii
Pusat dengan Kanwil Kementerian Agama daerah dalam penentuan penerima dana bantuan sosial; serta kurang adanya studi kelayakan dan monitoring terhadap pelaksanaan pemberian bantuan sosial terhadap rumah ibadat dan ormas keagamaan. Temuan di atas disarikan dari hasil penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan di berbagai daerah seperti dikemukakan di atas, sebagaimana disajikan dalam buku ini, yang diharapkan dapat dijadikan informasi dan arujukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, terutama bagi Kementerian Agama dalam merumuskan kebijakan bagi pengembangan kehidupan beragama. Kritik dan saran kami harapkan guna penyempurnaan tulisan ini, semoga bermanfaat. Amin. Jakarta, November 2011 Editor, Muchit A Karim
xix
xx
Daftar Isi Kata Pengantar Kapuslitbang Kehidupan Keagamaan ___ iii Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ___ vii Prolog ___ xi Prakata Editor ___ xvii Daftar Isi ___ xxi Pendahuluan ___ 1 Masalah Penelitian ___ 6 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ___ 7 Kerangka Teori dan Definisi Konsep ___ 8 Kerangka Dasar Pemikiran ___ 10 Metode Penelitian ___ 11 Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Kalimantan Tengah Oleh: Kustini ___ 17 Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Nusa Tenggara Timur Oleh: Imam Syaukani ___ 57
xxi
Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Jawa Timur Oleh: Muchtar Ilyas & Zaenal Abidin ___ 107 Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Provinsi Aceh Oleh: Agus Mulyono ___ 137 Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Provinsi Bali Oleh: Muchtar ___163 Daftar Pustaka ___ 202
xxii
Pendahuluan
1
2
Latar Belakang
K
eberadaan Kementerian Agama RI berkembang sebagai sebuah birokrasi dalam konteks sosial budaya dan sejarah bangsa Indonesia. Ia lahir dari sejarah dan merupakan tuntutan bangsa, yang berakar kokoh dalam tata-nilai kemasyarakatan bangsa Indonesia. Kementerian ini lahir dalam rangka memenuhi hasrat bangsa dan negara, yang tidak lepas dari motif beragama dan sejarah perjuangan bangsa, sesuai dengan visi Kementerian Agama "Terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri dan sejahtera lahir batin" Dan misinya antara lain: meningkatkan kualitas kehidupan beragama; meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama; raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan; meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji; dan mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.1
Disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 Buku II Bab II Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama, bahwa negara dan pemerintah berkewajiban memberikan jaminan dan perlindungan atas hak setiap warganya untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, serta memberikan fasilitas dan pelayanan
1
Lih. http://kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=visimisi
3
pemenuhan hak dasar warga tersebut. Berkaitan dengan kualitas beragama yang belum optimal, dinyatakan bahwa pelayanan kehidupan beragama masih terbatas, untuk itu peran pemerintah perlu lebih meningkatkan pelayanan dan fasilitas kepada umat beragama dalam menjalankan aktivitas keagamaannya dengan mudah dan aman. Tujuan jangka panjang pembangunan bidang agama yang hendak dicapai Kementerian Agama adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, maju, sejahtera, dan cerdas saling menghormati antar pemeluk agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk mewujudkan tujuan tersebut Kementerian Agama berusaha memberikan bimbingan dan dorongan kepada usaha atau kegiatan organisasi sosial Islam, pembangunan atau rehabilitasi masjid, mushalla, dan pemeliharaan makam-makam bersejarah dengan pemberian dana bantuan kepada lembaga-lembaga keagamaan dimaksud. Namun dana bantuan keagamaan Kementerian Agama yang dimaksudkan untuk peningkatan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama di masyarakat Indonesia dewasa ini dirasa masih kurang memadai serta belum terlihat dampaknya bagi kehidupan beragama, pada sebagian masyarakat baru nampak pada tataran simbol-simbol keagamaan, dan belum menyentuh permasalahan substansial. Begitu pula pelayanan kehidupan beragama dinilai masih kurang memadai, hal itu terlihat dari kurangnya sarana dan prasarana ibadah, belum
4
optimalnya pemanfaatan tempat peribadatan, serta belum optimalnya pengelolaan serta pemanfaatan dana sosial keagamaan. Permasalahannya adalah bantuan pemerintah pada umumnya dan khususnya bantuan Kementerian Agama RI, banyak dipertanyakan oleh berbagai lapisan masyarakat dan berita di media massa terutama mengenai dampak sosialnya bagi pembangunan kehidupan beragama di Indonesia. Sebagaimana dirilis dalam situs http://www.Indonesia.com pada tanggal 19 Maret 2009 dengan judul ”Bantuan Departemen Agama dan Masalahnya”, Dalam terbitan tersebut antara lain dimuat program terkait bantuan Kementerian Agama. Sementara di lapangan diduga mekanisme kerja penanganan dana bantuan keagamaan yang disalurkan melalui Kementerian Agama Pusat masih kurang tepat sasaran, tidak tepat waktu, serta tidak jarang disalah gunakan oleh oknumoknum serta kepentingan tertentu, maupun orang yang tidak bertanggung jawab seperti melakukan kolusi, nepotisme dan lain-lain. Pada bagian lain tahun 2008 dan 2009 pelaksanaan program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas keagamaan Kementerian Agama masih menemui kendala, diantaranya adalah: Pelaksanaan program bantuan salah prosedur, yang mengakibatkan program bantuan sosial diberikan kepada sesama unit kerja Kementerian Agama. Misalkan bantuan dari Direktorat Kementerian Agama diberikan ke Kanwil dan diteruskan ke Kantor Kemenag, Dalam penentuan sasaran penerima belum menggunakan
5
studi kelayakan, yang mengakibatkan penentuan rumah ibadat dan ormas keagamaan yang berhak menerima bantuan kurang tepat sasaran. Banyak terjadi penyimpangan akibatnya pelaksanaan pemberian program bantuan penerima bantuan tidak dilakukan monitoring dan pengawasan. Dalam pengelolaan dan pemanfaatan bantuan oleh pihak penerima bantuan. Mengacu pemikiran di atas Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun anggaran 2010 melakukan penelitian tentang Evaluasi Program Bantuan Sosial Kementerian Agama Bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Indonesia. Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apa saja kebijakan yang ditempuh Kementerian Agama dalam pelaksanaan program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas keagamaan; bagaimana pengelolaan bantuan sosial rumah ibadat dan ormas keagamaan Kementerian Agama oleh penerima bantuan; bagaimana pemanfaatan bantuan sosial rumah ibadat dan ormas keagamaan oleh penerima bantuan; dampak sosial apa saja bantuan sosial rumah ibadat dan ormas keagamaan Kementerian Agama bagi pengembangan kehidupan keagamaan; dan apakah faktorfaktor pendukung dan penghambat keberhasilan program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas keagamaan.
6
Tujuan dan Kegunaan Penelitian Secara umum penelitian ini merupakan salah satu kegiatan peningkatan pelayanan kehidupan beragama kearah yang lebih baik, bagi penghayatan dan pengamalan agama masyarakat Indonesia. Melalui kegiatan penelitian ini dapat diperoleh data dan informasi yang akurat mengenai program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas keagamaan, serta dampak sosial bagi pengembangan kehidupan beragama di Indonesia. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data mengenai kebijakan yang ditempuh Kementerian Agama dalam pelaksanaan program bantuan sosial rumah ibadat dan organisasi keagamaan dengan maksud apakah bantuan tersebut sudah dimanfaatkan dan didayagunakan sesuai dengan tujuan yakni mendorong serta memberi motivasi; mengelola program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas keagamaan oleh masing-masing unit kerja Kementerian Agama sudahkah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; memperoleh informasi mengenai pemanfaatan program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas keagamaan oleh penerima bantuan; mengetahui dampak sosial program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas keagamaan bagi pengembangan kehidupan beragama; mengetahui faktor pendukung dan penghambat program dana bantuan rumah ibadat dan ormas keagamaan Kementerian Agama serta mengetahui efektifitas penggunaan bantuan sosial oleh lembaga penerima bantuan.
7
Kerangka Teori dan Definisi Konsep Program bantuan sosial keagamaan dicanangkan Kementerian Agama untuk mendorong dan memberi motivasi agar aktifitas rumah ibadat dan ormas keagamaan dapat semakin meningkat, sehingga pada akhirnya akan semakin meningkatkan kualitas kinerja Kementerian Agama. Menurut sifatnya suatu organisasi cenderung merupakan kesatuan yang komplek dan selalu berusaha mengalokasikan sumberdayanya (resources) secara rasional demi tercapainya tujuan. Menurut Streers (1985:2) makin rasional suatu organisasi, makin besar upayanya pada kegiatan yang mengarah ke tujuan. Makin besar kemajuan yang diperoleh kearah tujuan, organisasi makin efektif pula. Pengertian Evaluasi menurut (Stufflebeam dan Shinkfield, 1995) adalah merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi, dan dampak untuk membantu membuat keputusan, membantu pertanggungjawaban, dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena. Pengertian efektifitas dalam penelitian ini menggunakan pendapat dari Robbins (2001:51) yang menyatakan sebagai berikut: Dalam menyelenggarakan aktivitas organisasi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas, yaitu: (1) adanya tujuan yang
8
jelas; (2) sumber daya manusia; (3) struktur organisasi; (4) adanya dukungan atau partisipasi masyarakat, dan (5) adanya sistem nilai yang dianut. Dari konsepsi diatas menunjukkan secara jelas bahwa sumber daya manusia dan partisipasi masyarakat terhadap efektivitas organisasi. Sementara bantuan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu bantuan sosial dan bantuan keuangan. Bantuan sosial adalah bantuan yang berbentuk uang atau barang digunakan untuk membantu masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bantuan sosial tidak diberikan secara terus menerus atau tidak berulang setiap tahun anggaran, selektif dan memiliki kejelasan di dalam peruntukannya. Bantuan keuangan adalah anggaran atau dana yang diberikan oleh Kementerian Agama kepada beberapa lembaga yang dibatasi pada Mata Anggaran Belanja Lembaga Sosial lainnya dan Biaya Lembaga Sosial Daerah. Lembaga keagamaan dalam penelitian ini diartikan sesuai yang disebutkan dalam SK Sekjen Departemen Agama Nomor 77 Tahun 2008 bahwa sasaran bantuan meliputi: (1) Rumah Ibadah seperti: Masjid, Musholla, Gereja, Pura, Vihara, dan Klenteng/Kuil; dan (2) Lembaga dan Kegiatan Sosial keagamaan meliputi: Organisasiorganisasi Keagamaan Masyarakat serta kegiatan Kemasyarakatan dan Keagamaan. Kajian ini lebih menekankan pada pendekatan evaluatif program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas keagamaan di lingkungan Kementerian Agama, serta dalam bentuk studi kelayakan atas program bantuan sosial
9
rumah ibadat dan ormas kegamaan. Evaluasi dilakukan bahwa bantuan sosial memberikan feedback positif bagi lembaga dan masyarakat sekitar, bukan sebaliknya bahwa dengan bantuan sosial menjadikan lembaga penerima bantuan semakin tidak mandiri. Kerangka Dasar Pemikiran Penelitian ini lebih menekankan pada penelitian evaluasi program dana bantuan rumah ibadat dan ormas keagamaan di lingkungan Kementerian Agama. Penelitian juga berupa studi kelayakan bahwa bantuan dana keagamaan memberikan feed back positif bagi lembaga dan masyarakat sekitar, dan bukan sebaliknya bahwa bantuan menjadikan lembaga penerima bantuan semakin tidak mandiri. Supaya penelitian ini dapat berdaya guna juga tidak hanya menekankan pada hasil, jika peneliti menemukan adanya bantuan yang diberikan tidak efektif, maka harus digali informasi lebih jauh dan mendalam tentang faktor-faktor penyebab dan penghambatnya. Peneliti dapat mengembangkan temuan contoh bantuan yang tidak efektif menjadi berguna bagi para pengambil kebijakan, kalau dapat menguraikan faktor-faktor tersebut secara runtut (dimulai dari kenapa lembaga itu dipilih, bagaimana proses yang dilakukan oleh unit kerja Kementerian Agama, dan apakah ada monitoring dan pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pemeriksa/auditor). Dengan demikian data dan informasi yang diperoleh bukan berdasarkan asumsi-asumsi tetapi berdasarkan landasan hasil temuan.
10
Penyimpangan terkait dengan pelaksanaan program dana bantuan rumah ibadah dan ormas keagamaan dapat dilakukan dengan beberapa aspek baik secara pertanggungjawaban keuangan, temuan auditor maupun berdasarkan pengaduan masyarakat. Peneliti dimasingmasing lokasi penelitian mengfokuskan pada seluruh program dana bantuan rumah ibadat dan ormas keagamaan yang diberikan (Sekretariat Jenderal, Direktorat Urusan Agama, Kanwil Kemag, Kankemag), yang diterimakan pada tahun anggaran 2008 dan 2009. Metode Penelitian Pendekatan dan jenis penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan evaluatif, untuk memperoleh feedback dari suatu aktivitas yang dapat meningkatkan produk (Sugiono, 2001:5). Diharapkan dari kegiatan ini dapat diperoleh informasi dari masyarakat yang mengetahui pelaksanaan bantuan Kementerian Agama (Pusat maupun Kantor Kementerian Agama Provinsi). Metode kualitatif dalam penelitian ini lebih menekankan peneliti sebagai instrumen pokok dalam pengumpulan dan analisis data. Studi kasus dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa obyek studinya beragam, dan berusaha menelusuri berbagai variabel yang kemungkinan saling berkaitan, akan tetapi hasil ”ekplanasinya” tidak dapat digeneralisir (Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, 2003:22)
11
Subyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di lima (5) daerah meliputi ProvinsiAceh, Sumatera Utara, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Timur. Pemilihan lokasi berdasarkan bahwa daerah tersebut memiliki kelompok yang bervariasi ditinjau dari segi besarnya jumlah bantuan, kondisi sosial ekonomi, karakter budaya dan agama. Subyek penelitian ini adalah rumah Ibadat dana ormas keagamaan, meliputi masjid, gereja, pura, vihara, dan lainnya. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung kepada sejumlah informan dan data sekunder diperoleh dari buku, laporan dan literatur lainnya. Data dikumpulkan menggunakan teknik studi pustaka, wawancara dan pengamatan. Studi pustaka dilakukan dengan mengkaji dan menelaah buku-buku, dokumen dan tulisan yang terkait dengan masalah yang dikaji. Wawancara dilakukan kepada sejumlah informan yang dianggap banyak mengetahui permasalahan yang dikaji, dengan menggunakan pedoman wawancara. (Ida Bagus Mantra, 2004:86). Untuk memperoleh informasi secara mendalam sesuai kebutuhan data yang dikumpulkan, peneliti mengembangkan sendiri pedoman wawancara tersebut. Sedangkan pengamatan dilakukan terhadap obyek-obyek tertentu untuk memperkaya data terkait. Data yang berhasil dikumpulkan, diperiksa keabsahannya melalui teknik trianggulasi.
12
Informan dalam penelitian ini adalah para pejabat di lingkungan Kementerian Agama Pusat dan para pejabat Kementerian Agama Provinsi dan ormas keagamaan yang mengelola dana bantuan rumah ibadat. Analisis Data Secara garis besar, dalam proses analisis data ditempuh cara pengorganisasian data melalui pengumpulan catatan lapangan, komentar peneliti, dokumen, laporan, artikel dan sebagainya untuk dideskripsikan sesuai kontek masalah, diinterpretasi untuk memperoleh pengertian.
13
14
Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Indonesia
15
16
Kustini
Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Kalimantan Tengah
17
18
1
Kebijakan Kementerian Agama dalam Program Bantuan Sosial
Kementerian Agama mempunyai posisi yang strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional yaitu melalui melalui pelaksanaan program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas keagamaan. Dalam melaksanakan program ini Sekretaris Jenderal Departemen Agama telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 77 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Menteri Agama dan Sekretaris Jenderal Departemen Agama bagi LembagaLembaga dan Kegiatan Keagamaan. Tujuan dibuatnya Pedoman Pemberian Bantuan adalah untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja aparat Kementerian Agama, khususnya dalam pelaksanaan program bantuan bagi lembagalembaga keagamaan, agar bantuan dapat didistribusikan sesuai program yang telah ditetapkan, sehingga dapat memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan Kementerian Agama serta pembangunan nasional pada umumnya. Kegiatan kajian lebih difokuskan pada bantuan yang diberikan Sekretariat Jenderal Kementerian Agama
19
kepada: (1) rumah ibadat pada komunitas Islam, Kristen, dan Hindu; (2) lembaga dan kegiatan sosial keagamaan yang meliputi organisasi-organisasi kemasyarakatan keagamaan dan kegiatan keagamaan; (3) kegiatan lintas sektoral seperti Forum Kerukunan Umat Beragama. Dalam Lampiran Keputusan Sekretariat Jenderal Kementerian RI Nomor 77 tahun 2008 disebutkan 4 (empat) sasaran bantuan yaitu: (1) lembaga pendidikan di bawah pengelolaan Kementerian Agama antara lain: RA/BA, TPA/TPQ. MI, MTs, MA, perguruan tinggi, pondok pesantren, madrasah diniyah, majelis taklim, serta lembaga pendidikan lainnya; (2) Rumah ibadat meliputi: mesjid, musholla, gereja, pura, vihara, kelenteng/kuil; (3) lembaga dan kegiatan sosial keagamaan yang meliputi: organisasiorganisasi masyarakat keagamaan dan kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan; (4) kegiatan lintas sektoral yang meliputi: kegiatan pengarusutamaan gender dan anak, kesehatan reproduksi remaja, dan Forum Kerukunan Umat Beragama. Sesuai dengan tugas dan fungsi Puslitbang Kehidupan Keagamaan, maka jenis bantuan yang menjadi fokus penelitian terbatas pada tiga hal yaitu: rumah ibadat, lembaga sosial keagamaan, dan Forum Kerukunan Umat Beragama. Pedoman pemberian bantuan juga dikeluarkan oleh pimpinan unit kerja eselon satu di lingkungan Kementerian Agama. Dirjen Bimas Islam mengeluarkan Keputusan Dirjen Nomor Dj II/274 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Sarana Peribadatan. Sebagai tindaklanjut pelaksanaanya, Dirjen-Dirjen mengeluarkan
20
surat keputusan tentang pemberian bantuan terlampir nama dan alamat penerima bantuan. Kebijakan di Lingkungan Ditjen Bimas Islam Pada tahun 2008, Dirjen Bimas Islam mengeluarkan beberapa kebijakan melalui Surat Keputusan (SK) Dirjen Bimas Islam sebagai berikut: a. SK Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: DJ.II/301 Tahun 2008 tentang Pemberian Bantuan Rehabilitasi dan Pembangunan Masjid tertanggal 2 Juli 2008. Dalam surat keputusan disebutkan: (1) Menetapkan pemberian bantuan pembangunan dan rehabilitasi masjid-masjid yang jumlahnya tercantum dalam lampiran. (2) Bantuan dimaksud dipergunakan untuk pembangunan atau rehabilitasi masjid sesuai permohonan yang bersangkutan dan hasil survey Kantor Wilayah Kementerian Agama setempat. Point kedua isi surat keputusan tersebut menyatakan dalam menentukan subyek bantuan ditetapkan atas dasar permohonan yang telah diajukan dan dikuatkan dengan hasil survey Kantor Wilayah Kementerian Agama. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan yang ditetapkan Dirjen Bimas Islam mempertahankan aspirasi masyarakat. Dalam surat keputusan itu telah ditetapkan sebanyak 238 (dua ratus tiga puluh delapan) masjid. Setiap masjid Rp. 50.000.000,-. Provinsi Kalimantan Tengah, diberikan
21
kepada: Masjid Hidayaturrahman Jl. Tinggang KM3 Palangka Raya; Masjid Al Muhajirin Jl. Cilik Riwut Km7 Palangka Raya; Masjid Da’watul Haq Jl. Adonis Samad palangka Raya; Masjid Al Musyarifin Jl. Hiu Putih Nomor 10 Cilik Riwut KM 7 Palangka Raya. b. SK Dirjen Bimas Islam Nomor DJ.II/325 Tahun 2009 tertanggal 23 Juni 2009 tentang Pemberian Bantuan Rehabilitasi dan Pembangunan Masjid. Kebijakan yang ditentukan Dirjen Bimas Islam dalam pemberian bantuan pembangunan masjid adalah ketika akan menentukan masjid yang berhak menerima bantuan seleksi proposal yang masuk dikuatkan hasil survey Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah. Dalam Surat Keputusan Dirjen Terlampir 189 (seratus delapan puluh sembilan) masjid yang menerima bantuan dari setiap masjid Rp. 48.250.000,- (empat puluh delapan juta dua ratus lima puluh ribu rupiah). Tetapi ada satu masjid yaitu Masjid Syeh Burhanuddin di Padang Pariaman yang mendapat yang mendapat bantuan sebesar Rp. 150.000.000,karena daerah itu baru dilanda gempa yang meruntuhkan seluruh bangunan masijid. Pada tahun 2009, di Provinsi Kalimantan Tengah ada dua masjid yang memperoleh bantuan yaitu: (1) Masjid Ar Rahman Jl. Barito Selatan Hulu Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas; (2) Masjid Al Amin Desa Tahai Jaya Kecamatan Maliku Kabupaten Pulang Pisau.
22
c. SK Dirjen Bimas Islam Nomor: DJ.II/392 Tahun 2009 tanggal 4 September 2009 tentang Pemberian Bantuan Rehabilitasi dan Pembangunan Musholla. Surat Keputusan tersebut tercatat 125 musholla yang mendapat bantuan sebesar Rp. 19.296.000,- (sembilan belas juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah). Dari 125 musholah hanya satu musholah yang diberikan bantuan rehabilitasi di Provinsi Kalimantan Tengah yaitu Musholla Darul Iman Desa Mantaren Kecamatan Anjir Pasar Kabupaten Barito Kuala. Kebijakan di Lingkungan Ditjen Bimas Kristen Pada tahun 2009 Dirjen Bimas Kristen mengeluarkan Pedoman Pemberian Bantuan di Lingkungan Direktorat Urusan Agama. Dalam pedoman itu, Direktur Urusan Agama Kristen, Edison Pasaribu, M. Th. menyatakan bahwa pedoman bantuan merupakan acuan dasar yang mengatur ketentuan tentang pemberian, penggunaan, dan pertanggungjawaban atas realisasi bantuan, serta pelaporan dari penggunaan bantuan. Berdasarkan pedoman tersebut serta pedoman lainnya yang telah dibuat sebelumnya, maka tahun 2008 diterbitkan beberapa Surat Keputusan Dirjen Bimas Kristen antara lain: a) Surat Keputusan Dirjen Bimas Kristen Nomor DJ.III/KEP/ HK.00.5/71/2008 tanggal 13 Maret 2008 tentang Penetapan Bantuan untuk Pembangunan/ Rehabilitasi Tempat Ibadat. Dalam Surat Keputusan disebutkan tentang Penerima dan Besarnya Bantuan dari Program Peningkatan Pelayanan Kehidupan
23
Keagamaan yang didalamnya tercatat 3 (tiga) provinsi penerima bantuan yaitu Provinsi Sumatera Utara, Bali, dan provinsi Sulawesi Tengah. Setiap provinsi terdapat 3 (tiga) gereja yang memperoleh bantuan masingmasing sebesar Rp.20.000.000. b) Surat Keputusan Dirjen Bimas Kristen Departemen Agama RI No. DJ.III/KEP/HK.00.5/176/2008 tanggal 12 Juni 2008 tentang Bantuan Sosial Lembaga Peribadatan untuk Pembangunan/Rehabilitasi Rumah Ibadah dari Program Peningkatan Pelayanan Kehidupan Beragama. Lampiran Surat Keputusan tersebut tercatat sebanyak 100 (seratus) gereja yang memperoleh bantuan masing-masing sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Disana disebutkan bahwa yang memperoleh bantuan gereja pada tahun 2008 di Provinsi Kalimantan Tengah tercatat 2 rumah ibadat yaitu: Gereja Bethel Indonesia Kabupaten Lamandau, dan GKE Palangkaraya Jl. Diponegoro Palangkaraya. Setiap Gereja Kalimantan Evangelis menerima bantuan sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). c) Surat Keputusan Dirjan Bimas Kristen Nomor DJ.III/KEP/HK.00.5/258/2008 tentang Bantuan Lembaga Sosial Keagamaan/Sinode dari Program Pengembangan Lembaga-Lembaga Sosial Keagamaan dan Lembaga Pendidikan Keagamaan. Dalam Surat Keputusan tersebut tercatat sebanyak 150 (seratus lima puluh) gereja yang memperoleh bantuan, masingmasing Rp. 11.000.000,- (sebelas juta rupiah). Di Kalimantan Tengah terdapat dua gereja yang menerima
24
bantuan yaitu Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) Jemaat Pangarinah Jl. Teuku Umar No. 121 Palangka Raya, dan Gereja Bethel Indonesia Jl. Rajawali Km. 5 Palangka Raya. d) Surat Keputusan Dirjen Bimas Kristen Departemen Agama RI No. DJ.III/KEP/HK.00.5/ 323/2008 tanggal 1 Desember 2008 tentang Bantuan Sosial Lembaga Peribadatan untuk Pembangunan/Rehabilitasi Rumah Ibadah dari Program Peningkatan Pelayanan Keagamaan. Sebanyak 7 (tujuh) gereja yang dibantu, setiap gereja memperoleh sebesar Rp. 20.000.000,. Tapi tidak satupun gereja di lingkungan Provinsi Kalimantan Tengah tercatat sebagai penerima bantuan. e) Surat Keputusan Dirjen Bimas Kristen Departemen Agama RI No. DJ.III/KEP/HK.00.5/ 324/2008 tanggal 1 Desember 2008 tentang Bantuan lembaga Sosial Keagamaan/Sinode/Gereja serta Program Pengembangan Lembaga-Lembaga Sosial Keagamaan dan Lembaga Pendidikan Keagamaan. Dalam Surat Keputusan tersebut tercatat 20 gereja memperoleh bantuan sosial masing-masing sebesar Rp. 11.000.000,(sebelas juta rupiah). Namun dalam Surat Keputusan tersebut di Provinsi Kalimantan Timur tidak tercatat nama gereja yang menerima bantuan. Sementara pada tahun 2009 Dirjen Bimas Kristen mengeluarkan Surat Kepututusan Nomor DJ.III/KEP/HK.00.5/166/2009 tentang Bantuan Sosial Lembaga Peribadatan untuk Rehabilitasi Tempat Ibadah dan Program Peningkatan Pelayanan Kehidup-
25
an Beragama. Dalam Surat Keputusan tersebut tercatat sebanyak 50 (lima puluh) gereja yang mendapatkan bantuan, untuk setiap gereja memperoleh bantuan sebesar Rp. 20.000.000,Dari uraian diatas menunjukan bahwa Ditjen Bimas Kristen telah memberi perhatian yang cukup memadai kepada sejumlah gereja meskipun nominalnya tidak terlalu besar hanya rata-rata Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Selama tahun 2008 lebih dari 130 gereja memperoleh bantuan rehab sebesar Rp. 20.000.000,- dan sekitar 150 (seratus lima puluh) buah gereja memperoleh bantuan sebesar Rp. 11.000.000,- (sebelas juta rupiah). Kebijakan di Lingkungan Ditjen Bimas Hindu Seperti Dirjen Bimas agama lain, Dirjen BImas Hindu menyediakan pula sejumlah anggaran untuk membangun atau merehab rumah ibadat. Pada tahun 2oo7 Dirjen Bimas Hindu mengeluarkan Keputusan Nomor DJ.VI/15/SK/2007 tanggal 22 Februari 2007 tentang Bantuan Rehabilitasi tempat Ibadat Hindu (Pura). Dalam Surat Keputusan tersebut tercatat sebanyak 24 (dua puluh empat) Pura mendapat bantuan masing-masing sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Yang satu diantaranya diberi ke Pura di Kalimantan Tengah tepatnya Balai Basarah Tampung Kalingu Desa Pilang, Kabupaten Pulang Pisau.
26
Kebijakan Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah Program bantuan sosial untuk rumah ibadat dan lembaga sosial keagamaan di Provinsi Kalimantan Tengah seperti terlihat pada tabel 1. Tabel 1: Data Jumlah dan Alokasi Bantuan Sosial Keagamaan DIPA Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2008 Sasaran/Jenis
Harga (dlm Juta)
Jumlah (dlm Juta)
Pelaksana
10
20
200
Bid. Pekapontren & Penamas
Gereja Kristen
3
20
60
Bid. Bimas Kristen
Gereja Katolik
2
20
40
Bimas Katolik
Pura/Balai
2
20
20
Bimas Hindu
Vihara
1
20
20
Bimas Buddha
14
10
140
Bid. Pekapont & Penamas
1
15
15
Bid. Pekapont & Penamas
8
8.5
68
Bid. Pekapont & Penamas
1
10
10
Subbag Humas & KUB
3
50
150
Bid. Pekapont & Penamas
Vol
Bantuan Masjid
alat rebana/nasyid LASQI Provinsi LASQI Kab/Kota Operasional FKUB Pembinaan Pengemb. LSK
&
27
Sumber: Subbag Perencanaan Kanwil Kementerian Provinsi Kalimantan Tengah (2010) Sementara itu, anggaran bantuan rumah ibadat, lembaga sosial keagamaan termasuk FKUB yang bersumber pada DIPA Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2009 sebagai terlihat pada tabel 2. Tabel 2: Data Jumlah dan Alokasi Bantuan Sosial Keagamaan DIPA Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kal. Tengah Tahun 2009 Harga
Jml
(dlm Juta)
(dlm Juta)
20
20
400
Bid. Pekapont & Penamas
Gereja Kristen
6
20
120
Bid. Bimas Kristen
Gereja Katolik
2
20
40
Bimas Katolik
Pura/Balai
4
20
80
Bimas Hindu
Vihara
1
20
20
Bimas Buddha
Operasional FKUB Provinsi
1
30
30
Subbag Humas dan KUB
Operasional FKUB Kab/ Kota
3
25
75
Subbag Humas dan KUB
Pembinaan LSK Islam
12
20
240
Bid. Pekapont & Penamas
Pembinaan LSK Kristen
2
20
40
Sasaran Masjid
Vol
28
Pelaksana
Bid. Bimas Kristen
Pembinaan LSK Katolik
1
20
20
Pembinaan LSK Hindu
1
20
20
Pembinaan LSK Buddha
1
20
20
Bimas Katolik Bimas Hindu Bimas Buddha
Sumber: Subbag Perencanaan Kanwil Kementerian Provinsi Kalimantan Tengah (2010) Kebijakan tersebut kemudian diimplementasikan lebih lanjut dalam bentuk Surat Keputusan Kepala Kanwil Departemen Provinsi Kalimantan Tengah. Beberapa keputusan terkait kebijakan bantuan sosial Kanwil Kementerian Agama adalah sebagai berikut: a. Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Kalimantan Tengah Nomor Kw. 15.5/3/BA.00/896/2008 tanggal 14 Agustus 2008 tentang Penetapan Penerima Bantuan Pembangunan/ Rehab Rumah Ibadah di Kalimantan Tengah. Dalam Surat Keputusan tersebut tercatat 10 masjid penerima bantuan masing-masing Rp. 20.000.000.-. Dalam penentuan masjid yang akan dipilih sebagian penerima bantuan diseleksi berdasarkan proposal yang diajukan pengurus masjid,terlebih dahulu diseleksi oleh panitia yang dibentuk Kanwil Kementerian Agama. b. Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Kalimantan tengah Nomor Kw.15.5/4/ BA.001/684/2008 tanggal 10 Nopember 2008 tentang
29
Penetapan Penerima Bantuan Pembinaan Lembaga Sosial Keagamaan Kalimantan Tengah tahun 2008. Dalam Surat Keputusan tersebut tercatat 3 lembaga penerima bantuan masing-masing memperoleh sebesar Rp. 50.000.000,- Lembaga tersebut adalah: LP2A Propinsi Kalimantan Tengah; Dewan Masjid Propinsi Kalimantan Tengah, dan Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam (FK-PAI) Propinsi Kalimantan Tengah. c. Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Kalimantan Tengah selaku Kuasa Pengguna Anggaran Nomor kw.15.5/3 /PP.03.1 /956/2009 tentang Bantuan Pembangunan/Rehabilitasi Tempat Ibadah Kabupaten/Kota se Kalimantan Tengah. Dalam Surat Keputusan tersebut terdaftar 20 (dua puluh) masjid yang memperoleh bantuan, masingmasing sebesar Rp. 20.000.000,d. Surat Keputusan Kepala kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Kalimantan Tengah Nomor: 01/PLB.PRTI/KTG/2008 tentang Penunjukkan Lokasi Bantuan Pembangunan/Rehab Tempat Ibadah (Gereja) di Kalimantan Tengah Tahun 2008. Tercatat 3 (tiga) buah gereja mendapatkan bantuan masing-masing sebesar Rp. 20.000.000,e. Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Kalimantan Tengah Nomor 103/PLB.PRT/KTG/2009 tanggal 11 Februari 2009 tentang Penunjukan Lokasi Bantuan Pembangunan/ Rehabilitasi Tempat Ibadah (Gereja) di Kalimantan Tengah Tahun 2009. Dalam Surat Keputusan tersebut
30
terdaftar 6 (enam) gereja yang memperoleh bantuan, masing-masing sebesar Rp. 20.000.000. f.
Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Kalimantan Tengah Nomor 278/BP.MAK/KTG/2009 tanggal 20 April 2009 tentang Penunjukan Lokasi Bantuan Pembinaan Majelis Agama Kristen di Kalimantan Tengah Tahun 2009. Terdaftar 2 (dua) majelis agama Kristen yang menerima bantuan, masing-masing sebesar Rp. 15.000.000.
g. Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Kalimantan Tengah Nomor Kw.15.2/ P-8/PP.00/630/2009 tentang Penunjukkan Lembaga sebagai Penerima Bantuan Pembinaan dan Pengembangan Lembaga Pendidikan Keagamaan Hindu Tahun 2009. Surat Keputusan tersebut menetapkan 2 (dua) lembaga yang berhak menerima bantuan yaitu Yayasan Pura Pithamaha Palangka Raya dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Kapuas, masingmasing menerima sebesar Rp. 15.000.000,Surat Keputusan tersebut menjadi acuan lebih lanjut setiap bidang pada Kanwil Kementerian Agama untuk memberikan bantuan. Ada beberapa kebijakan yang ditempuh dalam menentukan bantuan. Hampir semuanya (Bidang Pekapontren dan Penamas; Bidang Bimas Kristen, dan Bimas Hindu) menetapkan penerima bantuan berdasarkan proposal yang diterima. Kemudian dilakukan studi kelayakan ke lapangan untuk memperkuat informasi yang tertera pada proposal.
31
Untuk bantuan di lingkungan Bimas Hindu, selain seleksi proposal juga diterapkan asas keseimbangan antara umat Hindu yang tergabung dalam Parisada Hindu Dharma Indonesia dengan umat Hindu Kaharingan. Jika bantuan hanya tersedia untuk satu rumah ibadat, maka penerimanya digilir setiap tahun antara rumah ibadat umat Hindu Parisada (PHDI) dengan rumah ibadat umat Hindu Kaharingan. Demikian hal jika dalam setahun ada 2 rumah ibadat yang berhak menerima bantuan, akan ditentukan secara adil bahwa satu bantuan diberikan ke Pura, dan yang lain diberikan ke rumah ibadat Kaharingan. Dengan cara ini, diharapkan konflik yang sering muncul terkait aspirasi kelompok Kaharingan dapat dikurangi.
32
2
Implementasi Bantuan Sosial
Sebagaimana telah disebutkan, bantuan yang diterima kelompok umat beragama baik untuk rumah ibadat maupun lembaga sosial keagamaan, termasuk Forum Kerukunan Umat Beragama, bisa berasal dari Direktorat Jenderal Kementerian Agama Pusat maupun Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah. Dalam studi ini akan dijelaskan beberapa bantuan tersebut. Bantuan Sosial untuk Masjid Penelitian ini mencoba menelusuri lebih lanjut bantuan yang diberikan ke masjid Al Muhajirin yang beralamat di Jl. Cilik Riwut Km 7 Palangka Raya. Masjid Al Muhajirin pembangunannya dimulai dari pemasangan fondasi dan tiang-tiang pada tahun 2004. Namun sampai tahun 2008 Pembangunan agak tersendat. Sehingga diadakan pergantian panitia pembangunan masjid diketuai oleh H. Effendi. Dia mulai bekerja sejak 17 Januari 2008. Sebagai seorang pegawai di lingkungan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. H. Effendi memperolah informasi bahwa di Kementerian Agama Pusat ada program bantuan rumah ibadat. Untuk itu ia mengajukan proposal melalui Kanwil Kementerian Agama setempat.
33
Beberapa bulan kemudian, petugas dari Kementerian Agama datang untuk mengambil foto lokasi yang akan dibangun masjid. Dengan bantuan seorang Kepala Seksi di lingkungan Kementerian Agama setelah memenuhi beberapa persyaratan administrative permohonan bantuan diterima. Bantuan dikirim ke rekening Masjid Al Muhajirin pada tanggal 1 September 2008 sebesar Rp. 50.000.000,Uang bantuan digunakan untuk membeli berbagai material seperti besi-besi, pasir, kerikil, semen, paku, serta upah. Sekarang masjid di Jl. Tjilik Riwut KM7 telah berdiri dengan megah terletak dipinggir jalan kabupaten yang menghubungkan Kota Palangkaraya dengan Kota Waringin Barat serta Kota Waringin Timur. Bagian bangunan masjid yang belum selesai adalah tempat wudu dan menara. Secara keseluruhan biaya yang diperlukan masjid sebesar Rp. 1 milyar rupiah. Selain bantuan dari Kementerian Agama Pusat, panitia menerima bantuan dari berbagai sumber seperti Pemerintah Daerah tingkat Provinsi sebesar Rp. 150.000.000,- serta Kanwil Kementerian Agama sebesar Rp. 20.000.000,- yang diterima tanggal 1 Juli 2009. Untuk menggalang dana, pembangunan masjid panitia pernah mengajukan permohonan agar masjid tersebut digunakan pelaksanaan taraweh. Taraweh tersebut dihadiri oleh Wakil Gubernur, Sekda Danrem. Ketika memberikan sambutan pada acara Wagub menghimbau agar jamaah membantu pembangunan masjid secara spontan, pada saat itu terkumpul dana sebanyak Rp. 37,5 juta.
34
Saat ini masjid telah digunakan untuk pelaksanaan ibadat secara rutin. dalam menjaga kebersihan serta mempersiapkan peralatan sholat berjamaah, maka pengurus masjid telah mempekerjakan seorang kaum dengan upah Rp. 500.000/bulan. Dia setiap bertugas mempersiapkan speaker, mangatur mimbar dan membersihkan masjid, namun sampai saat ini belum ditunjuk imam masjid, bahkan ustadz yang secara khusus bertanggung jawab terhadap kegiatan masjid juga belum ada. Kegiatan masjid mulai nampakperkembangannya seperti adanya kegiatan Majelis Taklim atau pengajian anak-anak. Selain sholat jamaah 5 waktu kegiatan rutin yang dilaksanakan adalah peringatan hari-hari besar Islam. Namun seperti diakui Ketua Pembangunan Masjid bahwa sampai sekarang belum ada kegiatan yang bersifat monumental. Pengurus masjid baru merencanakan untuk mengadakan tabligh akbar dengan mengundang Haji Bakir dari Banjarmasin. Namun hal itu masih terbatas pada rencana. Dengan kata lain, keberadaan masjid terhadap kegiatan keagamaan masyarakat sekitar relative belum terlihat. Bantuan Sosial bagi Umat Kristen Dalam Keputusan Dirjen Bimas Kristen Departemen Agama RI No. DJ.III/KEP/HK.00.5/ 324/2008 disebutkan bahwa bantuan untuk lembaga sosial keagamaan/sinode/ gereja di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2008 mencakup bantuan untuk 2 rumah ibadat yaitu: Gereja Bethel Indonesia Kabupaten Lamandau, dan Gereja Kalimantan Evangelis Palangkaraya Jl. Diponegoro Palangkaraya.
35
Setiap gereja memperoleh bantuan sebesar Rp. 20.000.000,(dua puluh juta rupiah). Namun, pejabat di lingkungan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah, dalam hal ini Kabid Bimas Kristen, tidak mengetahui adanya bantuan tersebut. Menurut Sudjito S. Silay SH, Kabid Bimas Kristen tidak pernah mengetahui secara pasti adanya bantuan dari Dirjen Bimas Kristen. Menurut dia sampai saat ini tidak pernah diberi tahu adanya bantuan dari Kementerian Agama Pusat Pusat. Namun, kami tidak pernah mengatakan bahwa tidak ada bantuan dari Pusat. Bisa saja bantuan itu ada tetapi kami tidak diberi tahu tentang hal itu karena bantuan dikirim langsung ke gereja atau yayasan tanpa melalui Kanwil Kementerian Agama. Sehingga, kalau kami ditanya tentang adanya bantuan untuk umat Kristen dari Kementerian Agama Pusat, kami tidak tahu. Kanwil Kepartemen Agama tahun 2008 dan 2009 menganggarkan bantuan rumah ibadat dan lembaga sosial keagamaan sebagai berikut: pada tahun 2008 bantuan sosial diberikan kepada 3 (tiga) gereja masing-masing Rp. 20.000.000,- serta tahun 2009 bantuan diberikan kepada 6 (enam) gereja dan 2 (dua) Yayasan masing-masing Rp. 20.000.000,Pemberian bantuan kepada umat Kristen yang berasal dari DIPA Kanwil Kementerian Agama, gereja atau yayasan yang berhak menerima bantuan ditetapkan melalui Surat Keputusan Kepala Kanwil Kementerian Agama setempat atas masukan dari Kepala Bidang Bimas Kristen. Proposal yang masuk ke Bidang Bimas Kristen
36
setiap tahun mencapai puluhan. Tetapi yang bisa dipenuhi adalah proposal sesuai dengan yang tercantum pada DIPA Kanwil kementerian Agama. Dalam penelitian ini dipilih dua bantuan sosial yaitu Gereja Kristen Evangelis yang menerima bantuan dari Dirjen Bimas Kristen2 tahun 2008, dan Yayasan Yusuf Arimatea yang menerima bantuan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2009, setiap gereja danyayasan menerima sebesar Rp. 20.000.000,Gereja Kristen Evangelis (GKE) merupakan gereja terbesat di Provinsi Kalimantan Tengah dilihat dari jumlah umat maupun bangunan gereja. Terkait bantuan untuk Gereja Kristen Evangelis sebesar Rp. 20.000.000,-, yang berasal dari Ditjen Bimas Kristen Badan Pengurus Harian Majelis Resort GKE Palangka Raya menjelaskan pada tahun 2008 GKE Palangkaraya menerima surat dari Ditjen Bimas Kristen bahwa gereja tersebut merupakan gereja yang terdaftar sebagai gereja akan menerima bantuan diharapkan agar bantuan disalurkan ke gereja yang membutuhkan. Beberapa bulan sebelumnya GKE di Desa Petuk Liti Kabupaten Pulang Pisau mengajukan proposal bantuan untuk perbaikan gereja. Pada saat itu didaerah ini hanya 2 Meskipun dengan nada “ragu-ragu”, Kabid Bimas Kristen menyatakan tidak mengetahui adanya bantuan untuk gereja yang bersumber dari Ditjen Bimas Kristen. Sikap keraguan yang peneliti tangkap dari Kepala Bidang BImas Kristen tersebut antara lain karena secara formal ia tidak mengetahui (tidak diberi tahu) adanya bantuan dari Ditjen BImas Kristen, tetapi realitas di lapangan tampaknya ia mengetahui adanya bantuan. (Hasil pengamatan penelti ketika wawancara dengan Bimas Kristen tanggal 29 April 2010).
37
ada satu proposal permohonan bantuan yang masuk, maka GKE Petuk Liti dalam rapat Majelis Resort GKE Palangka Raya ditetapkan sebagai gereja yang menerima bantuan.3 Gambaran kondisi lingkungan sekitar gereja di Desa Petuk Liti sebagaiberikut: Jumlah penduduk 145 KK, terdiri atas 299 laki-laki dan 253 perempuan. Sebagian besar penduduk + 300 orang beragama Kristen yang terbagi dalam dua jemaat Gereja Kristen Evangelis dan Gereja Bethel Indonesia. Selebihnya + 200 orang pemeluk umat Islam, Katolik (Santo Petrus), ada diantara mereka + 5 KK masih menganut kepercayaan Kaharingan. Adat Kaharingan masih kental di anut masyarakat wilayah tersebut. Ester salah seorang informan mengatakan bahwa upacara tiwah masih berlaku. Misalnya seorang nenek yang telah meninggal selama 31 kemudian dibongkar untuk dilaksanakan upacara tiwah. Tokoh masyarakat Dayak biasa disebut Mantir Adat. Biasanya berperan dalam mendamaikan perselisihan dalam masyarakat secara adat. Apabila Mantir Adat Desa tidak bisa mendamaikan, kasus ini dimusyawarahkan pada tingkat kecamatan, kabupaten dan seterusnya. Sebagian besar masyarakat di desa ini keturunan Dayak Kahayan. Kahayan adalah nama sebuah sungai didaerah tersebut. Penduduk sebagian bekerja menyadap getah karet. Sebagian yang lain petani ladang dan sedikit menjadi guru. Pemahaman keagamaan masyarakat relative baik. Namun tidak semua umat Kristen didaerah tersebut secara rutin 3 Wawancara dengan Sekretaris BPH Majelis Resort GKE Palangka Raya Andel Matsam, BA.
38
mengunjungi ke gereja untuk beribadat karena hari minggu mereka memilih pergi ke hutan menyadap getah karet dibandingkan pergi ke gereja. Gereja Sinta Petuk Liti merupakan salah satu majelis jemaat yang bernaung di bawah Majelis Resort GKE Palangkaraya di Desa Siaga Kabupaten Pulang Pisang telah berdiri sejak tahun 70-an. Gereja ini terletak sekitar 100 meter di pinggir jalan raya yang menghubungkan Palangkaraya dengan Kota Sampit. Gereja ini berawal dari bangunan berdinding kayu, berlantai papan. Setelah lebih dari 30 tahun, kondisi fisik gereja sudah mulai rusak. Papan kayu di lantai sudah banyak yang berjamur. Demikian halnya dinding kayu banyak yang rapuh. Ketika itu ada salah seorang jemaat gereja yang menyediakan tanah yang letaknya di pinggir jalan raya sehingga mulai tanggal 19 April 2006 mulai dilakukan penggalian tanah, untuk memasang pondasi gereja. dana pembangunan sebagian diperoleh dari sumbangan jamaah yang secara kolektif dikumpulkan setiap minggu. Sumbangan diperoleh pula dari pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Tengah sebesar Rp. 10.000.000,Pada awal tahun 2008, panitia pembangunan gereja mengajukan proposal ke Majelis Resort GKE Palangkaraya. Beberapa bulan berikutnya pemberitahuan dari Dirjen Bimas Kristen bahwa Majelis Resort GKE Palangkaraya memperoleh bantuan sosial. Melalui berbagai pertimbangan Badan pengurus harian GKE Palangkaraya bantuan itu disalurkan ke Majelis Jemaat Petuk Liti. Untuk itu, pengurus gereja membuat rekening di Bank Pem-
39
bangunan Kalteng, atas nama Gereja Sinta Jemaat GKE Desa Petuk Liti Kabupaten Pulang Pisau. Bantuan dari Dirjen Bimas Kristen tersebut diterima diterima melalui rekening gereja pada tanggal 25 November 2008 sebesar Rp. 20.000.000,- Uang tersebut kemudian diambil pada tanggal 4 Desember 2008, dan digunakan untuk membeli sejumlah material keperluan gereja yaitu keramik (Rp. 9.450.000,-). Selebihnya digunakan untuk membeli engsel jendela, engsel pintu, kunci, hendel, cat, semen, lem, amplas, cat dinding, upah pengerjaan, uang bensin pembelian material. Keseluruhan yang dibelanjakan berjumlah Rp. 15.240.000,- Uang bantuan sosial memang sengaja tidak dibelanjakan seluruhnya karena sebagian bantuan harus disiishkan untuk kepentingan administrasi. Jika ditaksir secara keseluruhan, maka biaya pembangunan gereja mencapai Rp. 250.000.000,- Penggunaan gereja dimulai ketika dilaksanakan perayaan hari natal tahun 2008. Waktu itu pembangunan gereja belum selesai sehingga bantuan sebesar Rp. 20 jt maka belum semua dipergunakan karena baru diambil pada tanggal 4 Desember. Keramik sudah dibeli, tetapi belum dipasang. Namun pada tanggal 25 Desember 2008 gereja sudah bisa digunakan. Pada waktu itu pengaruh pembangunan gereja terhadap jemaat gereja setempat, dilihat dari jumlah jemaat sebenarnya tidak terjadi perubahan yang signifikan. Setiap kebaktian gereja dihadiri antara 50 sampai 75 jemaat. Ada beberapa kegiatan tambahan setelah gereja itu dibangun
40
yaitu adanya jemaat mitra dan pertukaran mimbar. Namun hal itu sudah menjadi program GKE Palangka Raya. Bantuan lain diberikan oleh Kanwil Kementerian Agama untuk Yayasan Yusuf Arimatea. Yayasan ini telah berdiri sejak tahun 1991 dan telah mengelola lahan seluas 30 ha untuk pemakaman umat Krsiten yang lahan tersebut merupakan bantuan dari Pemerintah Daerah Kota Palangkaraya. Yayasan Yusuf Arimatea didirikan berdasar-kan Akta Notaris Melyo Unan Sawang, SH Nomor 17 tahun 1990 tertanggal 7 Nopember 1990. Yayasan ini didirikan berazas pelayanan sebagai berikut: Yayasan Yusuf Arimatena mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruslamat manusia; Yayasan Yusuf Arimatea berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, melayani umat kristiani khususnya serta masyarakat umum lainnya tidak memandang status dan kedudukan dalam peri kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuannya adalah sebagai beikut: Memberi pelayanan kepada anggota Jemaat GKE atau keluarga Kristen lainnya serta masyarakat umum yang ditimpa kematian; Mengelola komplek pemakaman Kristen supaya teratur dan tertata dengan baik; dan Mengamanatkan asset milik Yayasan Yusuf Arimatea Resort GKE Palangka Raya. Untuk mencapai tujuan tersebut sejak tahun 1991 Yayasan mengelola tanah seluas 30 ha yang dijadikan tempat pemakaman umat Kristen. Tanah yang berasal dari Dinas Tata Kota Palangka Raya terletak di Jl. Tjilik Riwut Km 12 Palangka Raya. Di lokasi itu tidak hanya tersedia pemakaman umat Kristen namun pemakaman umat Islam,
41
Katolik, Hindu dan Buddha terletak didaerah tersebut baru sejak pemakaman umat Kristen yang digunakan. Yayasan Arimatea mulai menggunakan lahan tersebut sejak Desember 1991 bertepatan dengan perayaan Natal. Saat ini tanah yang telah digunakan baru mencapai 2 ha dengan jumlah 1.500 makam. Meskipun berbentuk Yayasan, Yusuf Arimatea tidak semata mencari keuntungan. Biaya pemakaman di Yayasan ini relatif murah. Hanya berkisar 0 rupiah sampai dengan 15 juta rupiah. Harga normal biaya pemakaman sekitar 5 juta rupiah. Tetapi jika mereka tidak mampu, bisa gratis biaya dengan menggunakan surat keterangan tidak mampu dari aparat setempat. Hal itu sebenarnya menyulitkan Yayasan karena jika ada seorang yang meminta pemakaman gratis, biaya baru tercover setelah 10 kali pemakaman berikutnya. Oleh karena itu digunakan sistem subsidi silang. Bagi mereka yang mampu diminta membayar lebih mahal untuk menutup mereka yang tidak mampu membayar. Dalam mendukung kegiatan pemakaman itu, Pengurus Yayasan menganggap perlunya didirikan sekretariat yang berlokasi di sekitar pemakaman. Didirkan sekretariat bertujuan untuk memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Kantor yayasan masih mengontrak sejak didirikan pada tahun 1990, sehingga sekretariatnya selalu berpindah-pindah. Dengan begitu seringkali jenazah jemaat tidak bisa disemayamkan di tempat yang layak. Hal itu terjadi antara lain karena orang yang meninggal dunia tidak memiliki sanak keluarga atau
42
karena rumah keluarga tidak mau dijadikan persemayaman jenazah. Kondisi seperti ini mengharuskan ruang sekretariat dijadikan sebagai rumah duka. Keadaan ini mendorong pengurus yayasan untuk menyelesiakan pembangunan gedung sekretarat, pihak yayasan mengajukan permohonan bantuan ke Direktorat Urusan Agama Kristen. Permohonan itu dikabulkan sehingga yayasan menerima bantuan sebesar Rp. 20.000.000,- Uang digunakan untuk membeli plafon, cat kayu, pemasangan pintu dan jendela. Dampak bantuan terhadap komunitas agama Kristen tidak terlalu nampak bagi masyarakat secara individu. Setiap bantuan bermanfaat berapapun besarannya, merupakan sesuatu yang tidak bisa dielakkan. Bantuan bisa mempercepat penyelesaian pembangunan gereja Sinta di Petuk Liti. Begitu pulan bantuan untuk Yayasan Yusuf Arimatea sangat bermanfaat bagi penyelesaian gedung sekretariat. Bantuan bagi Umat Hindu Bantuan sosial umat Hindu digunakan untuk membangun rumah ibadat serta lembaga sosial keagamaan. Pada tahun 2008 Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah menyediakan bantuan sosial untuk 2 (dua) rumah ibadat masing-masing sebesar Rp. 20.000.000,-. Sementara tahun 2009 Kanwil Kementerian Agama menyediakan bantuan untuk 4 buah rumah ibadat sebesar Rp. 20.000.000,- serta satu paket bantuan untuk lembaga sosial keagamaan, yang nilainya sama, yaitu sebesar Rp. 20.000.000,-.
43
Pada tahun 2008 itu bantuan diberikan kepada Balai Tuyang Hasuling Riwut Kecamatan Pahandut Kota Palangka Raya milik Parisada Hindu dan Balai Hindu Kaharingan Desa Pangi Kecamatan Banama Tingang Kabupaten Pulang Pisau miliki Balai Kaharingan. Kemudian pada tahun 2009 bantuan diberikan ke Pura Dalem Prajapati milik Parisada Hindu dan Balai Ibadah Hindu Kaharingan Riak Bulan milik Hindu Kaharingan. Juga kepada Balai Basarah Induk Paren Nakit milik Hindu Kaharingan, kemudian Pura Mekarsari milik Parisada Hindu dan Lembaga Suka Duka Hindu Dharma Kota Palangka Raya. Sementara itu, di Provinsi Kalimantan Tengah terdapat kelompok Kaharingan yang sering menyalurkan aspirasi untuk diakui sebagai agama sendiri. Problema internal ini menimbulkan potensi konflik diantara umat Hindu untuk menghindari konflik di kalangan umat Hindu, setiap bantuan yang diterima dari Kementerian Agama Pusat maupun Kanwil Kementerian Agama Propinsi digunakan bersama untuk kepentingan komunitas Hindu dengan masyarakat Kaharingan yang secara administratif termasuk dalam penganut agama Hindu. Bantuan dari Kanwil Kementerian Agama tahun 2008 diberikan kepada dua rumah ibadat, satu digunakan untuk umat Hindu yang berada di bawah Parisada Hindu Dharma Indonesia dan satu lagi diberikan kepada Hindu Kaharingan.
44
Bantuan untuk FKUB Provinsi Kalimantan Tengah. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 Pasal 25 menyatakan bahwa: “belanja pembinaan dan pengawasan terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama serta pemberdayaan FKUB secara nasional didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara”. Dibanding FKUB provinsi lainnya, FKUB Provinsi Kalimantan Tengah termasuk kategori FKUB tipe pertama4. Terutama jika dilihat dari bantuan pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Tengah. Sejak 3 tahun terakhir yaitu tahun 2007 FKUB telah menerima bantuan untuk biaya operasional dari Pemda Provinsi sebesar Rp. 725.000.000,- . Sementara itu bantuan dari Kementerian Agama selama tahun 2008 dan 2009 adalah sebagai berikut: Pada tahun 2008, bantuan diterima: Dari Pusat Kerukunan Umat Beragama sebesar Rp.20.000.000,- digunakan untuk 4 Menteri Agama membuat kategorisasi FKUB menjadi 3 (tiga) tipe. Pertama, adalah FKUB yang surplus perhatian pemda dan aparatur pemerintah setempat serta pengurus FKUB yang ideal sehingga mengakibatkan surplus kreativitas.Perhatian dimaksud termasuk pendanaan yang rutin dan sungguh-sungguh dialokasikan untuk program penting dan strategis untuk masyarakat setempat. Hal ini mencerminkan diakomodirnya ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab VIII, Pasal 25 dan 26, Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Tipe kedua, adalah FKUB yang suplus kreativitas tetapi minus perhatian, terutama pendanaan. Dalam hal ini tampak kepedulian pemerintah menjadi masalah utama bagi kedinamisan kinerja FKUB. Dan, tipe ketiga adalah FKUB yang nyaris kurang bergerak karena defisit perhatian (fasilitas dan pendanaan) maupun kreativitas. Mencermati tiga tipologi FKUB tersebut, terutama tipologi kedua dan ketiga, maka pembenahan ideal tentu melalu dua arah, yakni dari sisi perhatian maupun kepengurusan (Sambutan Menteri Agama RI pada Rapot Koordinansi Nasional FKUB yang dilaksanakan di Hotel Sahid Jakarta tanggal 25 – 27 Mei 2010). .
45
kegiatan Seminar Sehari tentang Fenomena Aliran Keagamaan di Indonesia; Dari Kanwil Kementerian Agama Provinsi untuk biaya operasional Rp. 10.000.000,-; pembangunan kantor sekretariat FKUB sebesar Rp. 300.000.000,-. Tetapi karena FKUB Provinsi Kalimantan Tengat telah memiliki kantor sekeretariat, maka bantuan dialihkan ke Kabupaten Katingan. Sedangkan bantuan tahun 2009 berasal dari: Kanwil Kementerian Agama Propinsi Kalimantan Tengah sebesar Rp.30.000.000,- digunakan untuk Kunjungan Kerja FKUB Propinsi Kalimantan Tengah ke Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan. Dipilihnya Loksado sebagai tempat kunjungan kerja adalah karena daerah tersebut memiliki beberapa kesamaan dengan adat dan budaya Kalimantan Tengah yaitu: kemajemukan masyarakat yang tinggal dalam satu komunitas tetapi kehidupannya sangat harmonis dan rukun; mayoritas masyarakat adalah suku Dayak yang memiliki adat yang sama dengan masyarakat Kalimantan Tengah. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 17 – 19 Nopember 2009; Pusat Kerukunan Umat Beragama sebesar Rp. 20.000.000,digunakan untuk kegiatan Silaturahmi dan Dialog Antar Umat Beragama di Provinsi Kalimantan Tengah yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2009. Meskipun bantuan Kementerian Agama tidak sebesar yang diberikan Pemda Provinsi Kalimantan Tengah namun manfaatnya dikarenakan bisa mendukung kegiatan FKUB. Tidak bisa dipungkirin bahwa bantuan
46
dari Pemda Provinsi lah yang sangat mendukung kerja FKUB. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam pelaksanaan program bantuan sosial bagi rumah ibadat dan lembaga sosial keagamaan, terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat. Adapun yang menjadi faktor pendukung pelaksanaan program bantuan Kementerian Agama adalah sebagai berikut. (1) Kebijakan pimpinan yang menempatkan bantuan sebagai hal yang penting untuk diprogramkan. (2) Antusias masyarakat untuk memperoleh dan memanfaatkan bantuan telah ikut mempercepat pelaksanaan program bantuan. (3) Proses administrasi yang cukup sederhana, juga pertanggungjawaban yang juga relatif mudah. (4) Ada kelonggaran bagi penerima bantuan untuk memanfaatkan bantuan sesuai dengan kebutuhan. Sementara itu beberapa hal yang dianggap sebagai penghambat pelaksanaan program bantuan adalah (1). Tidak semua pelaksanaan bantuan dari Kementerian Agama Pusat dikoordinasi dengan Kanwil Kementerian Agama di Provinsi Kalimantan Tengah. (2) Belum ada data tentang rumah ibadat sehingga tidak dapat dipetakan kebutuhan riil bantuan yang diperlukan rumah ibadat. (3) Tidak semua bantuan mengacu pada pedoman yang telah dibuat Kementerian Agama. (4). Jumlah bantuan relatif kecil dibanding dengan kebutuhan rumah ibadat. Dengan jumlah tersebut menjadi sulit untuk mengetahui sejauh mana bantuan mempunyai dampak positif bagi pem-
47
bangunan rumah ibadat. (5) Bantuan hanya digunakan untuk kepentingan fisik bangunan dan serta ada panduan agar bantuan digunakan untuk kepentingan yang produktif dan berkelanjutan. Analisis Dengan menggunakan kerangka analisis penelitian, bisa dijelaskan bahwa dalam rangka melaksanakan program bantuan sosial bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan, Kementerian Agama Pusat maupun Kanwil Kementerian Agama provinsi telah memiliki input sebagai bahan (raw materials) untuk penentuan kebijakan. Input tersebut di dalamnya mencakup anggaran, sumber daya manusia penentu kebijakan, kebutuhan di masyarakat akan pentingnya rumah ibadat serta adanya dukungan masyarakat yang akan mengimplementasikan kebijakan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam aspek input, ada hal yang kurang terpenuhi yaitu data tentang rumah ibadat serta kebutuhan masyarakat terhadap rumah ibadat. Data tersebut penting untuk membuat peta sasaran yang tepat dalam penentuan bantuan rumah ibadat serta untuk mengukur apakah satu kelompok agama telah terpenuhi kebutuhan terhadap rumah ibadatnya. Tahap selanjutnya adalah proses diskusi, negosiasi, dan konversi sehingga mengubah input tersebut menjadi output yaitu keluarnya Surat Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Keputusan Dirjen, maupun Keputusan Kepala Kanwil Kementerian Agama. Dalam
48
proses ini, terjadi bargaining dan negosiasi antara para aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Pelaksanaan kebijakan ini kemudian terwujud dalam bentuk terbantunya biaya pembangunan atau renovasi rumah ibadat masjid, gereja maupun pura. Demikian pula beberapa yayasan keagamaan (dalam hal ini Yayasan Yusuf Arimatea) serta Forum Kerukunan Umat Beragama telah meningkat kegiatannya. Satu hal yang masih dirasakan kurang mendukung proses pelaksanaan kebijakan ini adalah untuk beberapa bantuan kurang koordinasi antara pembuat kebijakan di Kementerian Agama Pusat dengan pelaksana di daerah yaitu Kanwil Kementerian Agama Tingkat Provinsi . Outcome bantuan untuk rumah ibadat maupun ormas keagamaan dapat dilihat antara lain tersedianya rumah ibadat yang lebih nyaman bagi masyarakat muslim di sekitar masjid yang memperoleh bantuan, umat Kristen dapat beribadat dengan lebih tenang karena tersedianya gereja di Petuk Liti. Outcome dari bantuan untuk ormas keagamaan di lingkungan masyarakat Kristen di Palangkaraya antara lain masyarakat dapat lebih mudah memperoleh tempat untuk tanah kuburan. Demikian pula, bantuan untuk Forum Kerukunan Umat Beragama, meskipun jumlahnya relative sedikit, tetapi telah ikut meningkatkan peran FKUB sebagai media bagi bertemu dan berkumpulnya tokoh-tokoh agama melalui kegiatan yang dilaksanakan FKUB. yang
Impact (dampak) atau akibat lebih jauh dari bantuan diberikan Kementerian Agama belum dapat
49
diidentifikasi. Hal ini terjadi karena untuk melihat dampak diperlukan jangka waktu yang relatif lama (sekitar lima tahun) sejak bantuan diberikan. Demikian pula, jumlah bantuan yang relatif sedikit telah mengaburkan dampak yang bisa dilihat dari pemberian bantuan tersebut. Dalam kaitannya dengan bantuan untuk Forum Kerukunan Umat Beragama, maka impact yang bias dilihat adalah kondisi rukun dalam kehidupan bermasyarakat. Jikapun saat ini masyarakat Palangkaraya berada dalam kondisi rukun, hal itu tidak semata-mata karena bantuan yang diberikan terhadap FKUB, tetapi sejak lama kondisi masyarakat Palangkaraya memang sudah relatif rukun.
50
3
Penutup
Dari uraian di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Kebijakan yang diambil oleh Kementerian Agama baik di tingkat Pusat maupun propinsi dalam pelaksanaan bantuan bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan, telah melalui proses yang relative memadai yaitu melalui penerbitan Surat Keputusan. Namun demikian, belum semua pemberi bantuan membuat buku pedoman sehingga pelaksanaan bantuan belum sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan secara objektif. Akibat tidak adanya pedoman, maka tidak diketahui alasan yang pasti mengapa satu rumah ibadat memperoleh bantuan, sementara rumah ibadat lainnya tidak. 2. Dana bantuan telah dimanfaatkan dan dikelola semaksimal mungkin oleh pihak penerima. Ada bukti fisik maupun administratif terkait dengan penerimaan dan pemanfaatan bantuan tersebut. Untuk memperoleh dana bantuan tersebut, khususnya yang berasal dari Anggaran Kanwil Kementerian Agama, masyarakat (penerima bantuan) mengajukan permohonan atau
51
proposal ke Kanwil Kementerian Agama untuk kemudian dilakukan seleksi seperlunya. Sementara untuk bantuan yang berasal dari Dirjen, beberapa dilakukan dengan penunjukkan langsung ke suatu rumah ibadat. Setelah ada penunjukkan tersebut, baru dibuat proposal dari pengurus rumah ibadat. 3. Dampak sosial dari pemberian bantuan sosial untuk rumah ibadat maupun ormas keagamaan dapat dilihat baru sampai kepada tahap outcome yaitu antara lain tersedianya sebuah tempat ibadat yang cukup megah yaitu masjid Al Muhajirin di Jl. Cilik Riwut Km 7 Palangkaraya, serta tersedianya gereja yang lebih nyaman untuk beribadat umat Kristen yaitu Gereja Kristen Evangelis Sinta di Desa Petuk Liti Kabupaten Pulang Pisau. Sementara dampak lebih jauh (impact) dari bantuan sosial yaitu perubahan sosial pada masyarakat, belum sepenuhnya dapat terdeteksi. Sedangkan beberapa poin sebagai rekomendasi dari kajian ini diantaranya: 1. Diperlukan data base tentang rumah ibadat pada setiap kelompok agama. Oleh karena itu setiap direktorat hendaknya menggagas program penyediaan data base ini bekerjasama dengan unit-unit terkait termasuk Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. 2. Perlu adanya panduan yang memadai bagi pelaksanaan bantuan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari ketidakpuasan masyarakat serta adanya temuan pihak
52
pemeriksa bahwa penentuan ormas penerima bantuan kurang obyektif. 3. Studi kelayakan dalam penentuan penerima bantuan serta monitoring pelaksanaan bantuan menjadi bagian penting dalam setiap pelaksanaan program bantuan. Oleh karena itu setiap pelaksana program hendaknya menyediakan pula agenda untuk studi kelayakan serta monitoring. 4. Perlu terus ditingkatkan kordinasi antara DirektoratDirektorat dilingkungan Kementerian Agama Pusat dengan Kanwil Kementerian Agama Provinsi dalam pelaksanaan bantuan. Kanwil Kementerian Agama dapat dilibatkan dalam proses studi kelayakan maupun monitoring sehingga pelaksanaan bantuan dapat memberikan hasil yang lebih maksimal. 5. Agar bantuan dapat terlihat dampak sosial yang lebih jauh (impact), hendaknya dilakukan pendampingan pelaksanaan program bantuan dengan dana yang relative memadai.
53
Daftar Pustaka Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI. 2006. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. Bryman, Alan. Social Researsch Methods. Second Edition. Oxford University Press. USA. 2004. Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Kalimantan Tengah. 2008. Hasil Seminar tentang Fenomena Aliran Keagamaan di Indonesia.Tanggal 8 Oktober 2010. Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Kalimantan Tengah. 2009. Laporan Kunjungan Kerja FKUB Provinsi Kalimantan Tengah ke Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan. Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Kalimantan Tengah. 2010. Program Kerja FKUB Provinsi Kalimantan Tengah Tahun Anggaran 2010. Hovland, Ingie. 2010. Membuat Perbedaan: Pemantauan dan Evaluasi Penelitian Kebijakan. Working Paper 281. http://www.bimasislam.depag.go.id. Dana Bantuan Depag Bukan Untuk Konsumtif. Akses 21 Juli 2010
54
Menteri Agama RI. Sambutan pada Rapot Koordinansi Nasional FKUB yang dilaksanakan di Hotel Sahid Jakarta tanggal 25 – 27 Mei 2010 Neuman, W. Lawrence. (2003) Social Researsch Methods Qualitative dan Quantitive Approaches. Fifth Edition. Pearson Education. USA. Subarsono (2009). Analisis Kebijakan Publik, Konsep Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Keputusan Sekretaris Jenderal Departemen Agama telah mengeluarkan Nomor 77 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Menteri Agama dan Sekretaris Jenderal Departemen Agama bagi LembagaLembaga dan Kegiatan Keagamaan.
55
56
Imam Syaukani
Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Nusa Tenggara Timur
57
58
1
Kebijakan Bantuan Sosial dan Implementasinya
Pada bagian ini akan disajikan tentang kebijakan bantuan sosial bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan, implementasi kebijakan serta dampak kebijakan program bantuan sosial Kementerian Agama RI bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan. Tetapi, sebelum itu akan disajikan terlebih dahulu bantuan sosial yang telah dianggarkan dan diberikan Kementerian Agama RI pusat dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di bidang agama dan keagamaan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pada tahun anggaran 2008 s.d. 2010. Tujuan disajikannya data ini adalah untuk memberikan gambaran umum tentang besar bantuan sosial Kementerian Agama RI pusat maupun wilayah selama kurun 3 tahun terakhir; sehingga bisa diketahui tingkat penurunan dan peningkatannya. Data dihimpun terkait masalah di atas dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisis berbagai surat keputusan dan Rencana Anggaran Kementerian Agama pada tahun dimaksud, catatan rekapitulasi yang diterima dari Subbag Perencanaan, serta triangulasi data kepada
59
Subbag Keuangan Kantor Wilayah Kementerian Agama, dan Kementerian Agama RI di Jakarta. Ternyata data yang dibutuhkan semua bisa diperoleh bantuan sosial. Walaupun begitu gambaran umum Kementerian Agama RI selama 3 tahun terakhir, berhasil diungkap sebagai berikut. Tabel 1. Bansos Kementerian Agama RI di NTT (2008-2010) (dalam ribuan) Kementerian Agama RI Pusat Sumber
2008
Ditjen Bimas Islam
2009
2010
Jumlah
901.388
324.138
-
1.225.526
Ditjen Bimas Kristen
31.000
-
-
31.000
Ditjen Bimas Katolik
1.883.000
-
875.000
2.758.000
Ditjen Bimas Hindu
-
-
-
-
Ditjen Bimas Buddha
-
-
-
-
Sekretariat Jenderal
-
-
-
4.014.528
Kantor Wilayah Kementerian Agama RI Sumber Bansos
2008
2009
2010
Jumlah
Bid. Urusan Agama Katolik
330.500
100.000
150.000
580.500
Bid. Urusan Agama Kristen
115.665
75.000
120.000
310.665
20.000
50.000
100.000
170.000
103.835
-
-
103.835
Bid. Urusan Agama Islam Pembimbing Zakat dan Wakaf
60
Pembimas Hindu/Buddha
60.000
10.000
50.000
120.000
Subbag Hukmas dan KUB
160.000
620.000
30.000
810.000 1.915.000
Ket: Diolah dari berbagai sumber Tabel di atas menunjukkan bahwa Ditjen Bimas Islam pada tahun anggaran 2008, telah mengucurkan dana bantuan sosial sebesar Rp 901.388.000. Dana sebesar itu digunakan untuk pengembangan wakaf produktif dalam bentuk ruko oleh Yayasan Masjid Agung Baiturrahman, Jl. Ainiba 17, Kelurahan Nefonaek, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, sebesar Rp 500.000.000; untuk merehabilitasi 6 masjid menerima bantuan sebesar Rp 300.000.000 dan setiap masjid menerima bantuan sebesar Rp 50.000.000 untuk pembangunan 2 mushalla sebesar Rp 78.888.000, mushalla menerima bantuan sebesar Rp 39.440.000; Dari dana tersebut juga digunakan untuk penyelenggaraan khitanan massal oleh PW Muhammadiyah sebesar Rp 22.500.000. Sedangkan pada tahun anggaran 2009, dana bantuan sosial yang dikucurkan oleh Ditjen Bimas Islam sebesar Rp 324.138.000, dengan perincian: untuk merehabilitasi 5 masjid sebesar Rp 241.000.000. Setiap masjid menerima sebesar Rp 48.250.000 untuk pembangunan mushalla pada 3 lokasi sebesar Rp 57.888.000 dan setiap mushalla menerima sebesar Rp 19.296.000 serta penyeleng-
61
garaan khitanan massal oleh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) sebesar Rp 25.000.000.5 Sementara itu, Ditjen Bimas Kristen pada tahun anggaran 2008 telah memberi bantuan sosial kepada umat Kristiani di Propinsi NTT sebesar Rp 31.000.000 yang diberikan kepada dua gereja guna merehab gereja masingmasing gereja menerima sebesar Rp 20.000.000 dan Rp 11.000.000.6 Sedangkan pada tahun anggaran 2009 dan 2010, tidak ditemukan data yang memadai mengenai adanya bantuan sosial pada tahun itu. Pada sisi lain, Ditjen Bimas Katolik pada tahun anggaran 2008 telah memberi bantuan sosial kepada umat Katolik di Propinsi NTT sebesar Rp 1.883.000.000 dengan perincian: untuk pembangunan gereja sebesar Rp 1.670.000.000 dan kegiatan ormas keagamaan sebesar Rp 213.000.000. Bantuan sosial bagi ormas keagamaan digunakan untuk membiayai kegiatan musyawarah nasional organisasi kewanitaan.7 Pada tahun anggaran 2009 tidak ditemukan data yang memadai, Namun pada tahun anggaran 2010, Ditjen Bimas Katolik telah mengucurkan dana 5SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/506/Tahun 2007; SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/301/Tahun 2008; SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/ 356/Tahun 2008; SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/208/Tahun 2008; SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/325/Tahun 2009; SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/392/Tahun 2008. 6SK Dirjen Bimas Kristen No. DJ.III/KEP/HK.00.5/176/2008; SK Dirjen Bimas Kristen No. DJ.III/KEP/HK. 00.5/ 258/2008. 7SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/52/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/58/ 2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/59/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/68/ 2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/70/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/111/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/112/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/ 164/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/175/2008.
62
bantuan sosial untuk rehabilitasi gereja di Propinsi NTT sebesar Rp 650.000.000 dan bantuan sosial kegiatan bagi ormas keagamaan sebanyak Rp 225.000.000. Bantuan sosial untuk ormas keagamaan digunakan untuk biaya kegiatan pekan mudika, pemberdayaan Dewan Pastoral, karya sosial gereja, dan pemberdayaan pemuda.8 Adapun bagi Ditjen Bimas Hindu dan Ditjen Bimas Buddha antara tahun 2008 s.d. 2010, tidak ditemukan data memadai tentang bantuan sosial rumah ibadat dan ormas keagamaan di Propinsi NTT. Sedangkan pada tahun 2008 dan 2009 bagi Sekretariat Jenderal Kementerian Agama bantuan tidak disebutkan, ditemukan data tetapi tidak disebutkan jumlah nominal. Demikian nilai besaran bantuan sosial yang diberikan Kementerian Agama RI pusat terhadap Propinsi NTT dari tahun 2008 s.d. 2010. Sedangkan besaran bantuan sosial Kanwil Kementerian Agama Provinsi NTT dapat diuraikan sebagai berikut. Pada tahun anggaran 2008, Bidang Urusan Agama Katolik telah memberikan bantuan sosial kepada rumah ibadat dan ormas keagamaan sebesar Rp 330.500.000, dengan perincian sebesar Rp 40.000.000 diberikan kepada 4 lembaga sosial-keagamaan Katolik yaitu rumah sakit, biara, dan paroki untuk melengkapi sarana peribadatan masingmasing menerima Rp 10.000.000; diberikan kepada 6 8SK
Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/81/2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/80/ 2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/78/2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/63/ 2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/125/2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/121/2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/117/2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/95/ 2010.
63
komunitas umat basis (KUB) Katolik untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat sebesar Rp 180.000.000, masingmasing menerima Rp 30.000.000); dan diberikan kepada 7 keuskupan guna penyertifikatan tanah gereja 7 lokasi sebanyak 30 bidang Rp. 110.500.000.9 Pada tahun anggaran 2009, Bidang Urusan Agama Katolik menganggarkan bantuan sosial sebesar Rp 100.000.000. Dana sebesar itu diberikan kepada 8 gereja dan 2 stasi merehabilitasi dan pembangunan gereja dan masingmasing menerima Rp 10.000.000. Pada tahun anggaran 2010, bantuan sosial yang diberikan bernilai sebesar Rp 150.000.000 dialokasikan kepada 15 gereja untuk merehabilitasi dan membangun gereja masing-masing menerima Rp 10.000.000.10 Sementara itu, pada tahun anggaran 2008 Bidang Urusan Agama Kristen, telah memberikan bantuan sosial sebesar Rp 115.665.000 guna sertifikasi tanah gereja pada 21 lokasi sebanyak 23 bidang dan setiap gereja menerima sebesar Rp 5.050.000. Sedangkan pada tahun anggaran 2009, bantuan sosial digulirkan sebesar Rp 75.000.000. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kanwil Kementerian Agama bantuan tersebut satu gereja. Namun praktiknya, bantuan sosial itu diberikan kepada 8 gereja, dengan nilai bervariasi. Ada gereja yang nerima bantuan sebesar Rp 25.000.000, 3 gereja masing-masing menerima Rp 9SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.6/1/BA.00.2/ 1093/2008; SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.6/1/ BA.00.2/1094/2008; SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.1/2/KU.00.1/ 2024/2008. 10SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.6/1/BA.00.2/ 1093/2008; SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/1/ KU.00/1178/2010.
64
10.000.000, serta sisanya menerima Rp 5.000.000. Pada tahun anggaran 2010, bantuan sosial dikucurkan sebesar Rp 120.000.000 yang diperuntukkan untuk merehabilitasi dan pembangunan gereja pada 12 lokasi masing-masing menerima sebesar Rp 10.000.000).11 Pada sisi lain, Bidang Urusan Agama Islam Kanwil Kementerian Agama, tahun anggaran 2008 telah memberi bantuan sosial sebesar Rp 20.000.000 kepada 4 ormas Islam untuk menyelenggarakan sosialisasi reproduksi kesehatan perempuan dan kegiatan lain masing-masing menerima sebesar Rp 5.000.000. Sedangkan pada tahun anggaran 2009, bantuan sosial diberikan rehabilitasi dan pembangunan 10 masjid sebesar Rp 50.000.000 untuk masing-masing menerima sebesar Rp 5.000.000. Kemudian pada tahun anggaran 2010, bantuan sosial diberikan sebesar Rp 100.000.000 diperuntukkan bagi 20 masjid masing-masing Rp 5.000.000.12 Pada tahun anggaran 2008, Pembimbing Zakat dan Wakaf, telah memberikan bantuan sosial sebesar Rp 103.835.000 untuk sertifikasi tanah wakaf pada 51 lokasi. Bantuan sosial hanya diberikan kepada Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) kemudian ormas ini meng-
11SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/5/BA.00/ 802A/2009; SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/1/ BA.01.2/903/2009. 12SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/1/KP.01.1/ 561/2008; SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/1/ KP.01.1/670/2009 SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/ 1/KP.07.1/ 1271/2010.
65
alokasikanya Keputusan.13
sesuai
yang
disebutkan
dalam
Surat
Selanjutnya pada tahun anggaran 2008, Pembimas Hindu/Buddha telah memberikan bantuan sosial sebesar Rp 60.000.000 untuk pengembangan kegiatan keagamaan. Bantuan tersebut diberikan kepada 2 Pura masing-masing menerima sebesar Rp 30.000.000. Pada tahun anggaran 2009, Pembimas Hindu/ Buddha hanya dapat memberikan bantuan sosial sebesar Rp 10.000.000 dialokasikan untuk rehabilitasi 1 Pura. Pada tahun anggaran 2010, bantuan sosial diberikan kepada 5 Pura masing-masing menerima sebesar Rp 10.000.000. Bantuan sosial tidak langsung diberikan kepada rumah ibadat bersangkutan tetapi melalui Pengurus PHDI pada 5 kabupaten yang berbeda.14 Pihak PHDI kemudian mendistribusikannya kepada beberapa Pura yang layak memperoleh bantuan sosial. Forum Kerukunan Umat Beragama juga memperoleh perhatian dari Kanwil Kementerian Agama melalui Subbag Hukmas dan KUB. Pada tahun anggaran 2008 telah memberikan bantuan sosial sebesar Rp 160.000.000 digunakan untuk dana operasional 17 Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) propinsi dan daerah. Pada tahun anggaran 2009, bantuan sosial yang dikelola Subbag 13SK
Kepala Kanwil Kementerian
Agama No. KW.20.1/2/ KU.00.1/
2024/2010. 14SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/2/KU.00/ 1170/2010; SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/7/ KU.00/538/2009 SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/2/ KU.00/1170/2010; SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/ 7/KU.00/538/2009; SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.1/ 2/PP.00/801/2010.
66
Hukmas dan KUB mengalami kenaikan menjadi Rp 620.000.000. Dari dana itu sebesar Rp 30.000.000 dialokasikan untuk dana operasional FKUB propinsi, Rp 281.875.000 untuk biaya pembangunan gedung sekretariat bersama FKUB, dan selebihnya Rp 18.125.000 untuk mengurus surat izin dan administrasi pembangunan; serta sebesar Rp 290.000.000 untuk biaya operasional kepada 16 FKUB daerah masing-masing mendapat Rp 18.125.000. Pada tahun anggaran 2010, bantuan sosial yang disediakan Subbag Hukmas dan KUB hanya sebesar Rp 30.000.000 untuk biaya operasional FKUB propinsi.15
15SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.1/5/BA.05/ 249/2008; SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.1/2/PP.00/ 865/2009.
67
68
2
Kebijakan Bantuan Sosial Kementerian Agama RI
Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak faktor, dan setiap faktor satu sama lain saling berhubungan. Telah banyak teori dikemukakan para ahli terkait faktor keberhasilan implementasi kebijakan. Satu di antaranya dikemukakan George C. Edwards III (1980). Menurutnya, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat faktor, yakni: komunikasi; sumberdaya; disposisi; dan struktur birokrasi. Keempat faktor tersebut saling berhubungan satu sama lain Komunikasi maksudnya, implementor (pemanfaat kebijakan) mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. Sumberdaya maksudnya, apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud
69
sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumberdaya finansial. Disposisi maksudnya, watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. Struktur birokrasi maksudnya, struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (Standard Operating Procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak.16 Terkait aspek komunikasi dan struktur birokrasi sebagaimana disebut di atas, terutama SOP, penelitian ini mempertanyakan, apakah pemberian bantuan sosial didasarkan kepada sebuah pedoman, petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis tertentu, dan apakah hal-hal tesebut diberitahukan kepada implementor. Dari analisis dokumen dan wawancara di Kanwil Kementerian Agama RI diketahui bahwa pemberian bansos telah didasarkan kepada suatu pedoman tertentu yang disusun oleh masingmasing bidang dengan merujuk pada ketentuan umum 16AG.
Subarsono. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi, hlm.
90-92.
70
pemberian bantuan sosial di tingkat wilayah dan pusat. Pengamatan selama melakukan penelitian di Kanwil Kementerian Agama RI, semua bidang telah menyusun pedoman pemberian bantuan sosial tersendiri kecuali Bidang Urusan Agama Islam. Pedoman tersebut secara umum menjelaskan tentang dasar pemikiran pemberian bantuan sosial oleh masingmasing bidang, kriteria penerima bantuan yang terdiri atas keharusan mengajukan proposal, memiliki rekening atas nama lembaga, proposal ditandatangani Ketua Panitia, rekomendasi dari pejabat pemerintah setempat atau pemuka agama, dan pernyataan memanfaatkan bantuan sosial sesuai peruntukkannya, serta kewajiban yang harus dilakukan bagi para penerima bantuan sosial. Pedoman atau petunjuk pelaksanaan tersebut kemudian dijadikan sebagai lampiran atau menjadi bagian dari surat pemberitahuan bidang-bidang yang disampaikan kepada seksi-seksi urusan atau penyelenggara agama di daerah. Perbincangan dengan Agustinus L. Gempa, Kabid Urusan Agama Katolik,17 mengungkapkan bahwa bansos diberikan berdasarkan proposal yang masuk ke mereka. Proposal yang masuk cukup banyak. Menurut pengakuannya sudah mencapai 100-an proposal. Semua proposal yang masuk dicatat dibuku register. Namun, ketika diminta beberapa contoh proposal saja, mereka tidak memberikan dengan alasan sudah diikat rapih. Dalam menetapkan siapa yang mendapatkan bansos, dilakukan berdasarkan nomor 17Dipaparkan Agustinus T. Gempa (Kabid Urusan Agama Katolik), Lodovikus Lena (Kasi Sarana Keagamaan) dan Helly Asterius (Kasi Evaluasi dan Pelaporan).
71
urut proposal yang masuk terlebih dahulu. Akan tetapi, ada kemungkinan proposal yang baru masuk di tahun anggaran akan direspon cepat apabila memang ada alasanalasan yang bisa diterima, misalnya ada permohonan dari pihak keuskupan, mengalami kerusakan akibat konflik, atau karena pelestarian budaya. Bantuan bisa berbentuk perbaikan kondisi fisik bangunan atau kegiatan. Misalnya, pada tahun 2009 pernah diberikan bantuan rehabilitasi kepada Gereja Taman Doa di Sumba Barat yang mengalami kerusakan akibat dibakar orang yang tidak dikenal. Bantuan non-fisik atau dalam bentuk kegiatan diberikan kepada Gereja Tuan Ma dan Tuan Anak, yang pada tahun 2009 mengadakan kegiatan “Peringatan 500 tahun Gereja Tuan Ma dan Tuan Anak” yang berbentuk peribadatan pada Jumat Agung dan arakarakan. Kegiatan ini hanya ada satu-satunya di NTT, dan mungkin di Indonesia. Kegiatan tersebut sudah berlangsung ratusan tahun sejak masa Portugis sehingga mempunyai nilai sejarah dan budaya yang kuat. Atas dasar pertimbangan pelestarian sejarah dan budaya, maka Bidang Urusan Agama Katolik memberikan bantuan sosial terhadap kegiatan ini.18 Bidang Urusan Agama Katolik tidak akan memberikan bantuan kepada lembaga keagamaan yang sama pada setiap tahunnya. Lembaga keagamaan yang sudah pernah menerima tidak akan menerima bantuan lagi. Guna menjamin pemanfaatan bantuan sesuai peruntukkannya,
18Ibid.
72
Bidang Urusan Agama Katolik menyelenggarakan pemantauan dan pengawasan dengan anggaran sebesar Rp 16.000.000,-. Apakah dana sebesar itu cukup? Menurut mereka tidak cukup untuk melakukan monitoring ke wilayah kepulauan seperti NTT membutuhkan dana yang tidak sedikit. Biayanya bisa lebih besar dibandingkan perjalanan dari Kupang ke Jakarta. Terdapat hambatan pelaksanaan program bantuan menurut Kabid Urusan Agama Katolik adalah: (1) masih lambatnya pemenuhan persyaratan oleh lembaga yang menerima bantuan; (2) agak mengalami kesulitan menjelaskan kepada penerima bantuan bahwa untuk mencairkan dana LS harus membubuhkan tanda tangan terlebih dahulu di kwitansi penerimaan uang, seakan-akan pekerjaan telah dilakukan. Para Pastor tentu tidak akan mudah percaya begitu saja. Bahwa kemudian mereka bisa percaya, tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama. Mereka harus diyakinkan berdasarkan SK yang ada bahwa mereka dipastikan dapat bantuan hanya tinggal menyelesaikan masalah administrasinya saja; (3) pertanggungjawaban keuangan dan kegiatan kadang lama, bahkan kadang hanya ucapan terima kasih saja. Sedangkan faktor pendukungnya menurut Kabid Urusan Agama Katolik bahwa apabila syarat-syarat administrasi sudah dipenuhi, dana bisa cepat dicairkan.19 Ketika ditanyakan apakah ada bantuan langsung dari Kementerian Agama RI pusat ke ormas keagamaan di
19Ibid.
73
daerah, Bidang Urusan Agama Katolik menjawab kemungkinan besar ada, sebab proposal-proposal yang dirasa tidak mungkin dipenuhi Kanwil akan diteruskan ke pusat. Selanjutnya ditanyakan, apakah ada koordinasi tentang masalah ini? Mereka menjawab, selama ini tidak ada. Pernyataan tersebut dibenarkan oleh satu informan yang dijumpai di Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama RI. Padahal koordinasi penting untuk memastikan bahwa tidak ada bantuan kembar untuk satu lembaga yang sama.20 Menurut Bidang Urusan Agama Kristen, Yacobus Oktavianus, Harun, dan seorang staf menjelaskan bahwa prosedur pemberian bantuan diawali dengan surat edaran kepada Kantor Kementerian Agama RI daerah yang memberitahukan adanya bantuan sosial keagamaan bagi lembaga keagamaan di lingkungan Kristen. Surat edaran direspon dengan proposal permohonan bantuan. Sama seperti Bidang Urusan Agama Katolik, proposal yang masuk diseleksi berdasarkan pertimbangan urutan tahun yang lebih dahulu dan skala prioritas berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pemberian bantuan sosial Kementerian Agama di NTT dirasa mengalami kesulitan karena banyaknya jumlah denominasi gereja, di mana saat penelitian dilakukan kurang lebih ada 22 denominasi gereja. Setiap denominasi tentu harus diperhatikan, karena waktu itu masih banyak gereja-gereja yang membutuhkan bantuan pembangunannya belum selesai atau dalam kondisi rusak. Keberadaan
20Ibid.
74
denominasi tidak bisa dilepaskan dari munculnya aliranaliran baru dalam Kristen. Apabila ada aliran baru yang muncul, apa yang dilakukan Kementerian Agama wilayah? Menurut informan, Kementerian Agama wilayah memerintahkan mereka bergabung dengan denominasi yang sudah ada atas dasar kesepakatan dan kesamaan teologi dan praktik keagamaan. Apabila pun berbeda mereka tetap harus bernaung pada denominasi yang telah ada, sedangkan untuk teologi dan praktik keagamaannya pihak Kamenterian Agama wilayah tidak akan campur tangan.21 Berbeda dengan 2 bidang sebelumnya yang menyampaikan pemberitahuan kepada daerah terkait adanya bantuan sosial, menurut penjelasan Moh. Marhaban, Kasi Keluarga Sakinah Kementerian Agama, mereka tidak menyebarluaskan edaran terkait adanya bantuan rehabilitasi rumah ibadat dan ormas keagamaan. Proposal bantuan sudah datang dengan sendirinya, sepertinya mereka sudah tahu. Dalam memberikan bantuan mereka mempertimbangkan proposal yang masuk terlebih dahulu. Kebanyakan proposal yang masuk dari luar kota Kupang, karena memang masih banyak rumah ibadat (masjid) yang belum baik kondisinya. Sedangkan untuk di Kupang, kondisi-kondisi masjid sudah cukup baik, bahkan di antaranya sangat baik.
21Wawancara dengan Yacobis Oktavianus (Kasi Pelayanan dan Keesaan Gereja), Harun Y. Natonis (Kasi Supervisi Pendidikan Kristen), dan Deci S.C. Snae (Kasi Pelayanan dan Sarana Agama Kristen).
75
Sebelum terjadi konflik tahun 1997, kondisi masjidmasjid relatif kurang bagus. Namun, pascakonflik kondisi masjid berubah menjadi lebih baik, karena ketika itu banyak dermawan dari luar Kupang yang secara pribadi atau kelompok mendermakan uangnya untuk perbaikan masjid yang rusak terbakar. Saat itu jumlah uang derma perbaikan masjid yang beredar sudah tidak terhitung jumlahnya. Banyak uang derma yang penyampaiannya tidak berkoordinasi dengan Kementerian Agama RI wilayah atau daerah saat itu, sehingga ada beberapa masjid yang pembangunannya tidak sesuai dengan kondisi yang ada. Misalnya, masjid dibangun cukup luas tetapi umat yang tinggal di sekitar masjid hanya 4 KK. Hal tersebut jelas menimbulkan kecemburuan sosial bagi umat beragama yang lain, selain dianggap bertentangan dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006. Umat Kristen protes dan pernah hendak membongkar masjid tersebut. Namun, setelah melalui proses negosiasi upaya tersebut tidak dilakukan. Keberatan pembongkaran masjid juga disuarakan umat Katolik yang tinggal disekitar masjid, yang kebetulan punya anak beragama Islam dan tengah mendapat pendidikan di pesantren-pesantren di Jawa. Mereka mengatakan, apabila dibongkar ke mana anak-anak mereka akan shalat kalau pulang dari Jawa.22 Setali tiga uang dengan Bidang Urusan Agama Islam, Pembimbing Zakat dan Wakaf juga tidak menyebarluaskan 22Wawancara dengan Pahlawan Mukin (Kabid Urais) dan Muh. Marhaban (Kasi Keluarga Sakinah).
76
pemberitahuan adanya bansos kepada daerah. Hal tersebut karena mereka jarang sekali mendapat alokasi bantuan sosial. Dari tahun 2008-2010, mereka baru mendapat bantuan sosial sebanyak 1 kali, yaitu melalui program penerapan pemerintahan yang baik dari Sekretariat. Bimzawa mendapatkan dana Rp 103.000.000,- untuk sertifikasi tanah wakaf sebanyak 50 lokasi. Dari 50 lokasi tersebut baru 11 lokasi yang berhasil tersertifikasi, sedangkan yang lain masih proses. Kendala yang dihadapi adalah di BPN dan lokasi yang jauh dan luas.23 Berkaitan dengan program peningkatan kerukunan umat beragama, Subbag Hukmas dan KUB mengedarkan surat pemberitahuan kepada FKUB kabupaten/kota dan provinsi bila ada bantuan dana operasional. Sebagaimana telah dijelaskan di muka, pada tahun 2008 FKUB provinsi mendapat anggaran sebesar Rp 160.000.000,- yang dibagikan kepada semua FKUB kabupaten/kota. Berkenaan dengan uang Rp 160.000.000,- yang direkap Bagian Perencanaan (PIK) tercatat hanya Rp 155.000.000,-. Berkenaan dengan masalah ini Robert, staf Hukmas dan KUB menjelaskan bahwa pada tahun anggaran 2008 tertulis Rp 505.000.000,- di mana rinciannya adalah Rp 500.000.000,untuk pembangunan gedung Sekber FKUB NTT dan Rp 5.000.000,- untuk biaya administrasi. Namun uang Rp 500.000.000,- ternyata tidak bisa dicairkan tetapi yang Rp 5.000.000,- bisa dicairkan, yang kemudian digabungkan dengan Rp 155.000.000,-. Pada tahun 23Wawancara
dengan Ening Murtiningsih (Penyelenggara Zakat Wakaf) dan
Moa (Staf).
77
anggaran 2009 FKUB propinsi dan kabupaten/kota mendapat bantuan operasional sebesar Rp 320.000.000,dan bantuan untuk pembangunan gedung FKUB provinsi sebesar Rp 300.000.000,-. Hingga masuk tahun anggaran 2010, bantuan tersebut belum bisa terealisasikan karena belum ada kesepakatan letak tanah pemda yang akan didirikan gedung di atasnya.24 Bagaimana bantuan sosial dari pusat ke Kantor wilayah Kementerian Agama Provinsi menurut penjelasan beberapa informan, dilakukan dengan cara: (1) memberikan bantuan langsung kepada sasaran tanpa sepengetahuan pihak Kanwil Kementerian Agama Provinsi. Jenis bantuan ini biasanya dilakukan apabila pihak pemohon langsung mengajukan permohonan kepada Kementerian Agama pusat tanpa sepengetahuan sama sekali pihak Kanwil Kementerian Agama Provinsi; (2) memberikan bantuan langsung kepada sasaran dan hanya diberikan pemberitahuan atau tembusan kepada Kanwil Kementerian Agama Provinsi. Jenis ini biasanya dilakukan apabila pihak pemohon mengajukan permohonan ke pusat setelah mendapat rekomendasi wilayah atau mengajukan permohonan bantuan ke Kanwil Kementerian Agama Provinsi, namun karena dana yang tidak teralokasikan, maka diteruskan oleh Kanwil Kementerian Agama Provinsi ke kementerian Agama Pusat; (3) memberikan bantuan melalui Kanwil Kementerian Agama Provinsi dengan jumlah dana tertentu,
24Wawancara dengan Yakobus Beda Kleden (Kasubag Hukmas dan KUB) dan Robert (staf).
78
sedangkan penetapan penerima bantuan diserahkan sepenuhnya kepada wilayah. Perbedaan prosedur pemberian bantuan dari pusat ke wilayah tersebut, berpengaruh pula terhadap bentuk pengawasan yang dilakukan. Untuk bantuan yang diterimakan langsung dari Kementerian Agama Pusat ke Kanwil Kementerian Agama Provinsi, pengawasan biasanya dilakukan oleh pegawai Kementerian Agama pusat dalam sebuah kunjungan kerja antara 1-3 hari. Akan tetapi, pengawasan jenis ini tidak bisa dilakukan secara periodik, karena keterbatasan anggaran, waktu, dan jarak. Menurut informasi, pengawasan dari pusat biasanya dilakukan tidak lebih dari 1 kali setiap tahunnya.25 Oleh karena itu, Kementerian Agama Pusat terkadang meminta bantuan pengawasan kepada Kanwil Kementerian Agama Provinsi. Pihak Kanwil Kementerian Agama Provinsi memenuhi permintaan pusat, namun karena tidak adanya anggaran, pengawasan hanya dilakukan terhadap lokasi yang bisa dijangkau melalui jalur darat. Sedangkan untuk bantuan yang harus melalui jalur laut atau udara pada umumnya tidak dilakukan, kecuali secara bersamaan ada kunjungan kerja di lokasi yang sama. Untuk sasaran yang mendapat bantuan dari Kementerian Agama Pusat yang harus melalui rekomendasi Kanwil Kementerian Agama, selalu mendapat pengawasan secara rutin. Walaupun dalam prakteknya hanya untuk lokasi yang bisa dijangkau melalui jalur darat.26 25Wawancara
dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kementerian wilayah.
26Ibid.
79
80
3
Implementasi Kebijakan Bantuan Sosial
Pada bagian ini dipaparkan beberapa contoh bantuan sosial yang telah diberikan oleh Kementerian Agama Pusat dan Kanwli Kementerian Agama Provinsi NTT. Beberapa contoh ini diambil berdasarkan hasil pemantauan di lokasi yang paling mudah dijangkau melalui jalur darat. Ada 4 contoh yang dikemukakan, yaitu: (1) bantuan sosial Kanwil Kementerian Agama Provinsi untuk rehabilitasi dan pembangunan Gereja Kuasi Paroki Stasi Maria Fatima, Taklale, Kabupaten Kupang sebesar Rp 10.000.000; Bantuan tersebut digunakan untuk pengadaan sarana ibadat pada Biara Kongregasi Putri-putri Cinta Kasih dari Darah Yang Maha Mulia (DCPB), Kota Kupang sebesar Rp 10.000.000; untuk pemberdayaan ekonomi umat pada Komunitas Umat Basis (KUB) oleh Komisi Pengembangan dan Pengendalian Sosial Ekonomi Keuskupan Agung Kupang sebesar Rp 30.000.000; untuk rehabilitasi dan pembangunan Gereja GMIT Ebenheizer, Tarus, Kupang sebesar Rp 5.000.000; untuk rehabilitasi dan pembangunan Masjid Nurul Jadid, Merdeka Babu Kecamatan Kupang Timur sebesar Rp 5.000.000 dan bantuan sosial dari Kementerian
81
Agama pusat sebesar Rp 48.250.000; (2) bantuan sosial Kementerian Agama Pusat untuk pemberdayaan wakaf produktif kepada Yayasan Masjid Agung Baiturrahman sebesar Rp 500.000.000; untuk rehabilitasi dan pembangunan Masjid Al-Akbar Camplong dan Masjid Nabawi, Desa Reknamo masing-masing sebesar Rp 50.000.000. Gereja Kuasi Paroki Stasi Maria Fatima. Gereja terletak di daerah Kabupaten Kupang. Gereja tengah dalam tahap perbaikan untuk persiapan menjadi Paroki baru. Paroki ini terletak di daerah yang kebanyakan dihuni eks pengungsi Timor Leste. Perbincangan dengan Pastor Piet Olin, selaku penanggung jawab sekaligus Pastor Paroki, mengungkapkan bahwa dalam rangka persiapan menjadi Paroki baru, mereka telah mengajukan permohonan bantuan sosial kepada Bidang Urusan Agama Katolik Kanwil Kementerian Agama RI sebesar Rp 10.000.000 dari Rp 30.000.000 yang mereka butuhkan. Bantuan sosial tersebut rencananya akan digunakan untuk memperluas tempat paduan suara gereja saat pemantauan di lapangan, namun ternyata tempat dimaksud belum diperlebar. Mengapa demikian? Menurut pengakuan Pastor Piet, pelebaran tempat paduan suara belum dilakukan sama sekali karena dana bantuan sosial belum dicairkan dari tabungan. Bahkan, menurut pengakuannya, dia sudah mendengar dari pihak Kanwil Kementerian Agama RI bahwa bantuan sosial sudah dikirimkan namun dia sama sekali memastikan adanya pengiriman bantuan sosial tersebut ke bank. Dia berjanji akan mengecek berdasarkan
82
proposal tahun 2009 dan langsung dipenuhi diakhir tahun bantuan sosial diberikan. Alasan keterlambatan, karena pihak Kementerian Agama harus menunggu dipenuhinya syarat-syarat untuk pencairan dana bantuan sosial dari gereja yang lain.27 Sementara adanya informasi bantuan sosial diperoleh dari Pastor Piet yang menjelaskan bahwa sebelum bertugas di Kuasi Paroki Stasi Maria Fatima, dia sudah sering berhubungan dengan Kanwil Kementerian Agama RI. Beberapa Paroki yang pernah dikelolanya mendapat bantuan sosial dari kementerian. Namun, ketika ditanya, mengenai sumber dana bantuan sosial selain Kementerian Agama RI, Pastor Piet mengaku tidak tahu sama sekali. Mulai dari sinilah pembicaraan lebih diarahkan pada pemberian informasi daripada penggalian data dari informan.28 Biara Konggregasi Putri-putri Cinta Kasih dari Darah Yang Maha Mulia (DCPB). Pernah mengajukan proposal permohonan bantuan ke Kanwil Kementerian Agama, tahun 2008, yang isinya memohon bantuan untuk pengadaan sarana serta kegiatan pembinaan rohani. Bantuan yang dimohonkan sebesar Rp 16.210.000,- dengan rincian untuk: Pembelian orgen sebesar Rp 4.000.000,-; komputer Rp 6.000.000,-, 2 gitar Rp 500.000,-; biaya pembinaan rohani (retreat) untuk 26 orang sebanyak Rp 5.710.000,-. 27Wawancara dengan Pastor Piet Olin, PR, Beni Mas Neno (Ketua Panitia Pembangunan), dan Donatus Meka (Wakil Ketua Panitia Pembangunan). 28Ibid.
83
Proposal direspon pada tahun yang sama oleh Kanwil Kementerian Agama RI dengan besaran bantuan sosial sebesar Rp 10.000.000,-. Menurut Suster Mariamma, Ketua Biara, telah dipergunakan untuk pembelian orgel, gitar dan biaya retreat, sedangkan pembelian komputer tidak bisa dilakukan karena dana tidak mencukupi. Suster Mariamma menjelaskan bahwa orgel dan gitar sekarang dimanfaatkan untuk berlatih menyanyi pengisi acara kebaktian di gereja. Menurut pengakuannya, sebelumnya menerima bantuan Biara tidak memiliki orgen dan gitar, sehingga kegiatan kebaktian tidak diiringi musik. Keberadaan orgen dan gitar hasil bantuan sosial Kementerian Agama itu menurutnya sangat bermanfaat bagi kelangsungan peribadatan. Sebagai tambahan informasi bahwa kondisi Biara sangat permanen. Tembok pengaman cukup tinggi mengelilingi Biara, yang tidak memungkinkan bagi seseorang untuk melihat ke dalam lokasi kecuali harus naik ke tempat yang lebih tinggi. Asrama para calon suster dan ruang kelas sudah tersedia dan tertata rapih. Menurut pengakuan Suster Mariamma, kamar tempat tinggal para calon suster masih belum ideal karena antara calon suster dan suster masih bercampur. Mestinya tidak demikian, kamar calon suster dan suster seharusnya berpisah agar mereka lebih berkonsentrasi dalam menjalankan laku hidup spiritual. Dengan kata lain, masih diperlukan penambahan kamar-kamar baru. Terlepas dari adanya
84
kekurangan tersebut, sekilas keberadaan Biara jauh dari kesan kekurangan.29 Pada tahun 2008, dan tahun 2009, Biara mengajukan proposal kepada Kanwil Kementerian Agama yang akan digunakan untuk keperluan pengadaan 10 unit bangku, 50 unit kursi berlengan, dan 1 unit mimbar baca, dengan besaran permohonan seharga Rp 44.000.000. Namun, Bidang Urusan Agama Katolik tidak bisa memenuhi permohonan tersebut karena sesuai ketentuan, bahwa yang telah mendapatkan bantuan sosial pada tahun sebelumnya tidak akan mendapat lagi pada tahun berikutnya. Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi/Delsos Keuskupan Agung Kupang. Pada tahun 2008, mengajukan proposal kepada Kanwil Kementerian Agama RI yang berisi permohonan bansos untuk kegiatan pemberdayaan ekonomi umat meliputi: (1) pendampingan dan monitoring; (2) pelatihan manajemen kelompok usaha bersama simpan pinjam; dan (3) penyertaan modal bergulir untuk pengembangan usaha produktif. Atas pengajuan proposal tersebut, Kanwil Kementerian Agama merespon pemain tersebut dengan memberikan bantuan sosial sebesar Rp 30.000.000. Dana tersebut dikirim melalui langsung kepada rekening Komisi PSE Keuskupan Agung Kupang. Dari laporan pertanggungjawaban dan perbincangan dengan pengurus Komisi PSE, dana itu digabung dengan uang kas dan bunga bank pada tahun berjalan sebesar Rp 511.374, ditambah biaya pelaksanaan 29Wawancara dengan Suster Mariamma Antony, DCPB, Suster Selly, DCPB, Suster Essy, DCPB, dan Suster Marcelina, DCPB.
85
kegiatan pemberdayaan ekonomi umat sehingga berjunlah Rp 30.511.374. Dana sebesar itu dipergunakan untuk pendampingan kelompok masyarakat sebesar Rp 2.101.500; pelatihan manajemen kelompok usaha bersama simpan pinjam sebesar Rp 7.500.000; dan pinjaman modal pengembangan usaha produktif anggota kelompok umat basis sebesar Rp 15.500.000; dana tersebut diberikan kepada 4 orang, 3 orang diantaranya masing-masing Rp 4.000.000; dan seorang mendapat Rp 3.000.000. Sisanya digunakan untuk monitoring. Berkenaan dengan tiga kegiatan yang digelar tersebut, tampak adanya penyertaan modal bergulir untuk pengembangan usaha produktif, yang perlu memperoleh perhatian tersendiri. Sebab, dari uang Rp 15.500.000 yang diberikan kepada 4 orang itu, ternyata, sudah dapat dikembalikan kepada Komisi PSE. menjadi Rp 17.000.000, pada saat pengembalian dipungut jasa tambahan untuk kelompok umat sebesar 1% dan Keuskupan 1%. Dana itu rencananya akan digulirkan kembali kepada anggota kelompok umat basis yang lain pihak Komisi PSE tidak sembarangan. Dalam menentukan siapa yang berhak menerima modal bergulir. Mereka sudah membuat kriteria yang ketat, dengan hanya memberikan kepada anggota yang sudah mempunyai usaha dagang tetap sehingga bisa mengembalikan dan mereka harus mengikuti pembinaan yang dilakukan Komisi PSE. Satu hal yang menarik untuk dicatat adalah, ternyata anggota usaha simpan pinjam komunitas umat basis bukan hanya dari kalangan umat Katolik, tetapi juga dari
86
kalangan umat Islam. Keterlibatan mereka dalam perhimpunan tersebut, karena memang secara ekonomi mereka lemah sehingga memerlukan banyak belajar dalam pengembangan usaha dan permodalan.30 Kiprah Komisi PSE dalam pemberdayaan ekonomi umat tidak berjalan mulus, banyak hambatan yang mereka temui. Misalnya, masih maraknya perilaku senang berpesta yang menghabiskan uang dalam jumlah besar. Padahal uang itu bisa mereka tabungkan. Dalam upaya mengikis kebiasaan berpesta, pihak Komisi PSE mengadakan kegiatan Aksi Puasa Pembangunan. Yakni, mereka melaksanakan ritual puasa setiap kali menjelang Paskah, mereka menyimpan uang senilai yang dibutuhkan ketika mereka tidak berpuasa. Uang itulah yang nanti akan digunakan untuk modal usaha bersama. Hambatan lain menurut pihak Komisi PSE adalah di lapangan masih kurangnya pendamping kelompok basis dikarenakan keterbatasan sumberdaya manusia.31 Gereja GMIT Ebenheizer, Tarus, Kupang. Gereja ini pada tahun 2009 mendapat bantuan sosial dari Kanwil Kementerian Agama RI sebesar Rp 5.000.000. Gereja ini tidak mengajukan proposal ke kementerian karena bantuab sosial mereka terima dari pecahan bantuan yang diberikan kepada GMIT Syalom Yesu-Salimana, Alor Timur sebesar Rp 75.000.000. Pada tahun 2009 gereja ini baru mengajukan
30Wawancara dengan Kanisius Kusi (Ketua Komisi PSE/Delsos Keuskupan Agung Kupang). 31Wawancara dengan Roring Siltje Cecilia (Bendahara Komisi PSE/Delsos Keuskupan Agung Kupang).
87
proposal kepada Kementerian Agama dan permohonan dipenuhi pada tahun yang sama. Dana tersebut rencananya akan digunakan untuk memperbaiki kayu pada atapnya. Pada tahun 2007 gereja ini telah memperbaiki bangunan gereja yang rusak akibat bencana alam dan sudah menyelesaikan pondasi, pengecoran tiang, pemasangan batu bata merah, dan pemasangan kusen pintu dan jendela. Proposal tersebut direspon oleh Bidang Urusan Agama Kristen, namun tidak seluruhnya dipenuhi. Berdasarkan kebijakan Kepala Bidang, dana sebesar Rp 75.000.000 akan tetap dikucurkan melalui GMIT Syalom YesuSalimana dan dipertanggungjawabkan secara administrasi kepada Kanwil Kementerian Agama, namun dalam praktiknya tidak akan dimanfaatkan seluruhnya. Gereja Syalom Yesu-Salimana hanya sebatas menerima bantuan sosial namun untuk distribusinya akan diberikan kepada gereja-gereja lain dengan besaran yang bervariasi. Gereja Syalom Yesu-Salimana selaku penerima mendapat Rp 25.000.000, sedangkan sisanya dibantukan ke gereja lain, termasuk Gereja GMIT Ebenheizer, Tarus, Kupang sebesar Rp 5.000.000. Bukti distribusi berdasarkan kwitansi yang ditandatangani oleh pimpinan gereja masing-masing. Dana Rp 5.000.000 ternyata tidak digunakan oleh Gereja GMIT Ebenheizer, tetapi diberikan kepada Gereja Jemaat Kaltari Osiloam, Klasisko, Kupang Tengah yang letaknya cukup jauh dari Gereja GMIT Ebenheizer. Gereja Jemaat Kaltari Osiloam merupakan cabang dari Gereja GMIT Ebenheizer. Gereja cabang ini didirikan karena umat membutuhkan rumah ibadat yang dekat. Gereja GMIT
88
Ebenheizer sebagai gereja induk letaknya terlalu jauh bagi masyarakat yang tinggal di Kaltari. Pada saat pembangunan Gereja Jemaat Kaltari Osiloam, sebagai gereja induk tidak berkontribusi apapun. Gereja dapat berdiri sepenuhnya melalui swadaya jemaat. Digunakan untuk apakah dana Rp 5.000.000 itu? Menurut pengakuan Ketua Majelis, uang itu digunakan untuk sertifikasi tanah gereja. Masjid Nurul Jadid. Pemantauan lapangan mengungkapkan bahwa Masjid Nurul Jadid, Merdeka Babu, Kecamatan Kupang Timur merupakan masjid yang sudah selesai pembangunannya. Ukuran masjid tidak terlalu besar, tetapi cukup indah, bersih dan asri. Menurut beberapa orang informan, bahwa masjid mendapat bantuan sosial dari Kementerian Agama RI sebanyak 2 kali, yaitu dari Kanwil Kementerian Agama sebesar Rp 5.000.000 dan dari Kementerian Agama Pusat sebesar Rp 48.250.000. Kedua bantuan sosial tersebut diterima pada tahun 2009, dengan rentang bulan yang berbeda. Menurut keterangan salah satu informan, dana itu telah dihabiskan untuk pembangunan masjid sebesar Rp 250.000.000. Selain mendapat dana dari Kementerian Agama, mereka juga mencari donatur untuk penggalian dana. Atas dorongan dan dukungan dari Kepala Polres setempat, dan sekaligus sebagai dai, rehabilitasi masjid bisa berjalan dengan lancar.32
32Wawancara dengan Abdullah (Ketua Pembangunan) dan Harun (Bendahara Pembangunan).
89
Yayasan Masjid Agung Baiturrahman. Bantuan sosial untuk pemberdayaan wakaf produktif sebesar Rp 500.000.000,- diberikan kepada Yayasan Masjid Agung Baiturrahman oleh Direktorat Pemberdayaan Wakaf Ditjen Bimas Islam. Bantuan sosial sebesar itu, rencananya, akan dipergunakan untuk membangun rumah toko (ruko) sebanyak 8 unit di atas tanah wakaf milik Yayasan Masjid Baiturrahman. Menurut informasi, pemberian bantuan wakaf produktif ini tidak banyak melibatkan pihak Kanwil Kementerian Agama secara institusional. Keterlibatannya hanya sebatas pemberian informasi oleh salah seorang pegawai yang kebetulan menjadi jamaah masjid, bahwa ada program bantuan sosial dari Kementerian Agama Pusat untuk pemberdayaan wakaf produktif. Merespon informasi tersebut, pada 2006, pihak Yayasan mengajukan proposal kepada Kementerian Agama pusat. Proposal dipenuhi akhir tahun 2007 dan dana diterima tahun 2008. Setelah bantuan cair dan pihak Yayasan menyepakati segala ketentuan yang ditetapkan Kementerian Agama Pusat, dan siap diaudit oleh akuntan publik, mereka segera membangun ruko dimaksud. Akan tetapi, sampai bantuan secara keseluruhan habis terpakai, ruko yang diidam-idamkan itu belum bisa diselesaikan. Observasi terhadap lokasi memperlihatkan bahwa ruko yang direncanakan berlantai 2 (dua) berjumlah 8 (delapan) unit itu baru 40% selesai, bangunan yang sudah berdiri baru bangunan lantai 1 (satu). Bentuk bangunan baru sebatas tembok dipelur sebanyak 8 ruang, belum dicat dan sama sekali belum berlantai. Dari 8 ruang yang
90
direncanakan baru 3 (tiga) ruang yang mempunyai pintu besi. Menurut pengakuan Panitia pembangunan, bahanbahan bangunan yang bisa disimpan lama dan kemungkinan harganya meningkat telah dibeli, seperti keramik. Hanya saja belum bisa dipasang karena tidak ada anggaran. Apabila anggaran tersedia, pasti keramik akan cepat dipasang. Ketika ditanyakan mengapa uang sebesar Rp 500.000.000,- tidak bisa digunakan untuk membangun ruko sampai selesai, mereka memberikan jawabannya sebagai berikut. Bahwa, estimasi harga yang mereka cantumkan dalam proposal adalah ketika harga bangunan sebelum mengalami kenaikan. Dengan membandingkan harga ruko lain di dekat lokasi, mereka sangat yakin ruko bisa berdiri dengan dana sebesar itu. Akan tetapi, ketika bantuan cair di tahun 2007, estimasi harga tahun 2006 dipastikan gagal total, disebabkan harga-harga barang bangunan sudah melonjak naik. Ketika ditanyakan, apakah dengan kenaikan harga itu tidak ada upaya dari pihak Panitia untuk menegosiasikan ulang kualitas dan kuantitas bangunan yang akan dibangun, misalnya dari 8 unit menjadi 5 (lima) unit, mereka menjelaskan sebagai berikut. Bahwa, mereka telah berupaya melakukan negosiasi ke pihak Kementerian Agama Pusat melalui pegawai yang datang meninjau lokasi, bersikeras agar kualitas dan kuantitas bangunan tidak dikurangi sebagaimana usulan proposal. Atas dasar itu, mereka melakukan pembangunan. Mereka sebetulnya
91
sudah berusaha mengurangi ukuran ruangan tetapi hasilnya tidak begitu banyak membantu. Informasi berbeda diperoleh dari pihak lain bahwa pegawai Kementerian Agama pusat yang melakukan peninjauan sudah memberikan masukkan agar bangunan tidak perlu semuanya diselesaikan, tetapi cukup beberapa unit saja yang penting selesai 100% sehingga siap dipergunakan. Akan tetapi, pihak Panitia bersikeras akan membangun sebanyak 8 unit. Ada upaya untuk mengonfirmasikan informasi ini kepada pihak pusat tetapi subyek yang dimaksud tidak bisa dihubungi. Sebab, dirasa cukup riskan pula maka informasi ini hingga penelitian selesai tidak dilakukan check dan recheck lebih lanjut. Observasi menunjukan bahwa penyelesaian bangunan ruko masih terus dilakukan kendati prosesnya berjalan lambat. Pada saat observasi, ada sebuah ruangan yang sedang dikerjakan oleh 2 orang pekerja. Katanya, ada pihak yang berminat menyewa ruangan tersebut untuk pengembangan usaha dagang tetapi informasi tersebut masih diragukan kebenarannya, sebab ruangan yang dimaksud masih jauh dari harapan karena penyelesaian ruangan itu masih memerlukan waktu yang cukup lama.33 Berapa dana yang sudah dikeluarkan selama ini? Menurut surat laporan mereka yang ditujukan kepada Direktur Pemberdayaan Wakaf per tanggal 31 Desember 2009, tercantum sebesar Rp 649.680.150,-. Dana tersebut 33Wawancara dengan Mandarlangi Pua Upa (Ketua) dan Samsuddin Amir (Sekretaris) Nazhir Wakaf Yayasan Masjid Agung Baiturrahman Perumnas Kupang.
92
terdiri atas bantuan Kementerian Agama Pusat sebesar Rp 500.000.000,- dan Rp 149.680.150,- dari pinjaman kas Yayasan Masjid Agung Baiturrahman. Panitia selalu melaporkan perkembangan pembangunan ruko kepada Kementerian Agama pusat dengan harapan akan mendapat bantuan kembali sebesar Rp 500.000.000,- s.d. Rp 600.000.000,- untuk menyelesaikan pembangunan ruko tersebut. Apa yang dilakukan Panitia, terlepas harapan mendapat bantuan kembali, kiranya patut dihargai karena berarti memudahkan pihak pusat memantau bantuan yang telah diberikannya. Selain itu, mereka juga masih ragu tentang status bantuan yang diberikan kepada mereka itu, apakah hibah atau pinjaman yang harus dikembalikan setelah ruko mereka menghasilkan laba.34 Ketika ditanyakan untuk apa sesungguhnya rukoruko itu dibangun, Panitia menjelaskan bahwa mereka bercita-cita menjadikan ruko-ruko tersebut sebagai tempat pusat penjualan perlengkapan busana muslim, kematian dan penyewaan peralatan perayaan, sebagaimana yang mereka lihat di komplek makam dan masjid Sunan Ampel, Surabaya. Cita-cita tersebut cukup bagus tetapi tampaknya tidak memper-timbangkan faktor budaya. Observasi memperlihatkan bahwa sulit membandingkan antara lokasi ruko dengan komplek makam dan masjid Sunan Ampel. Lokasi ini merupakan tempat yang bersejarah di mana sejak lama menjadi pusat ziarah umat Islam. Jumlah peziarah tiap hari bisa ratusan dan pada hari-hari tertentu 34Wawancara dengan Mandarlangi Pua Upa (Ketua) dan Samsuddin Amir (Sekretaris) Nazhir Wakaf Yayasan Masjid Agung Baiturrahman Perumnas Kupang.
93
bisa ribuan orang, atau bahkan mungkin mencapai jutaan orang. Peziarah ditengarai datang dari berbagai penjuru tanah air. Sebagai pusat kehadiran orang, maka sentra-sentra ekonomi rakyat pun tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Sedangkan, lokasi wakaf produktif---terlepas lokasinya yang memang tergolong bukan di pinggir jalan raya--tidak mempunyai nilai sejarah apapun yang membuat masyarakat muslim tertarik untuk mengunjungi tempat tersebut. Lokasi yang terletak di pinggiran Perumnas Nofonaek tersebut, hanya ada sebuah masjid yang didirikan oleh Yayasan Muslim Pancasila, yang diberi nama Masjid Agung Baiturrahman. Jamaah masjid tersebut sebagian besar dari penghuni komplek Perumnas yang beragama Islam, yang secara kebetulan juga bukan penghuni mayoritas. Keterlibatan mereka dalam aktivitas masjid pun tampaknya tidak terlalu intens. Hal tersebut setidaknya dapat disimpulkan dari tidak tumbuhnya gairah berwakaf di kalangan umat Islam sekitar masjid. Dari informasi yang diperoleh, Panitia tidak terlalu intens mengajak masyarakat untuk gemar berwakaf, dengan menjadikan bantuan sosial dari Kementerian Agama pusat sebesar Rp 500.000.000,- tersebut sebagai momentumnya. Ada kemungkinan, suasana persaingan antarumat beragama di tempat tersebut tidak terlalu kuat. Umat Islam masih menenggang rasa untuk tidak lebih menonjol dibandingkan umat beragama lain, karena dikhawatirkan akan terjadi gesekan yang mengganggu kerukunan umat beragama.
94
Masjid Al-Akbar Camplong. Masjid ini terletak di pinggir jalan yang ramai, di lingkungan mayoritas umat Kristen. Kondisi masjid masih sangat jauh dari sempurna. Kendati bisa untuk dijadikan tempat beribadat, tetapi sekeliling tempat ibadat ini masih dipasang peralatan bangunan. Tempat berwudhu dan kamar mandi masih dalam keadaan darurat. Mereka yang ingin beribadat di masjid tersebut harus sudah dalam keadaan suci sejak dari rumah. Melihat kondisi fisik bangunan, tampaknya masih memerlukan waktu lama dan dana cukup besar untuk menyelesaikan pembangunan masjid. Masjid Nabawi, Desa Reknamo, terletak di daerah terpencil. Masjid ini jauh dari jalan raya. Umat Islam yang tinggal di dekat masjid tersebut hanya berjumlah 4 KK. Masjid cukup besar dan permanen kendati tampak belum sempurna. Tempat untuk wudhu belum tersedia. Namun demikian, tempat untuk melakukan ibadat sudah cukup memadai. Masjid terletak di dekat lingkungan masyarakat Kristen, baik penduduk asli Kabupaten Kupang atau bekas pengungsi Timor Timur yang beragama Katolik. Karena kondisi bangunan yang besar dan permanen, ternyata menimbulkan kecemburuan di kalangan nonmuslim. Mereka tidak bisa terima masjid sebesar itu hanya dimanfaatkan oleh umat Islam yang sangat sedikit jumlahnya. Namun, setelah melalui musyawarah yang cukup intens keinginan tersebut tidak diteruskan dan masalah berakhir dengan damai. Keberadaan masjid ini belum memberikan manfaat sosial apapun kepada masyarakat muslim karena
95
tempatnya yang sangat jauh dari keramaian, kecuali jika tempat itu sudah menjadi konsentrasi penduduk beragama Islam. Masjid ini menerima bantuan langsung dari Menteri Agama RI. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa sebenarnya bukan Masjid Nabawi yang akan menerima bantuan sosial tetapi Masjid Al-Jihad yang terletak di tempat lain. Namun, konon atas petunjuk Menteri Agama, alokasi bantuan sosial itu dialihkan kepada Masjid Nabawi.35 Berdasarkan elaborasi di atas diperlukan sebuah analisis dengan menggunakan standar pertanyaan sebagai berikut, di antaranya: apakah implementasi program bansos dilaksanakan sesuai dengan petunjuk; apakah fasilitas dan sumberdaya digunakan dalam program secara optimal dan bagaimana derajat manfaat atau keuntungan yang ditetapkan dalam program; apakah manfaat nyata dari program dapat dinikmati oleh sekelompok sasaran; apakah program menghasilkan outcomes yang diharapkan atau tidak; dan lain-lain. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan guna menjawab terpenuhinya empat fungsi yang hendak dicapai melalui penelitian ini, yaitu: (1) Eksplanasi. Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antarberbagai dimensi realitas yang diamatinya; (2) Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lain sesuai dengan standar dan prosedur yang
35Informasi
dari Mukhtar Ilyas, mantan Direktur Urusan Agama Islam.
96
ditetapkan; (3) Auditing. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah output benar-benar sampai ke tangan kelompok sasaran maupun penerima lain (individu, keluarga, dan organisasi); (4) Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui apakah akibat sosial-keagamaan dari kebijakan program bansos tersebut. Implementasi program bantuan sosial Kementerian Agama yang didasarkan kepada suatu ketentuan yang telah dibuat sebelumnya merupakan satu langkah bagus untuk menghindari sekecil mungkin penyimpangan, baik yang dilakukan oleh pihak birokrasi maupun masyarakat. menghindari sedini mungkin penyimpangan terhadap adanya ketentuan tersebut merupakan salah satu ciri khas implementasi kebijakan yang menggunakan strategi topdown. Ciri khas lainnya adalah adanya konsistensi implementor dan target group dengan keputusan yang dibuat, diketahuinya faktor-faktor yang potensial mempengaruhi upaya pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan, dan bagaimana kebijakan dapat diperbarui berdasarkan pengalaman pelaksanaannya. Dari beberapa implementasi bantuan sosial di atas ada beberapa catatan yang mungkin bisa direnungkan berdasarkan analisis Hogwood dan Gunn (1993) yang menemukan bahwa ada 9 sebab mengapa tidak pernah tercapainya pelaksanaan suatu kebijakan secara sempurna, di antaranya: Pertama, tidak ada dukungan lingkungan eksternal yang dibutuhkan pelaksana untuk mengatasi kendala di lapangan, misalnya dalam kasus pemberdayaan wakaf
97
produktif. Dalam kasus ini, jamaah sekitar lokasi pembuatan ruko tampaknya tidak terlalu peduli dengan keberadaan ruko. Stimulus Rp 500.000.000 ternyata tidak membangkitkan semangat berwakaf jamaah masjid dan umat Islam sekitarnya. Program pemberdayaan wakaf produktif pada akhirnya hanya menjadi kegiatan pribadi para nazhir. Kedua, tidak tersedianya waktu dan sumber dukungan yang memadai untuk melakukan usaha mencapai sasaran yang ditetapkan, misalnya upaya pemberdayaan ekonomi umat oleh Delsos Keuskupan Agung Kupang. Kegiatan seperti ini mestinya dilakukan secara rutin setiap tahun untuk beberapa kali kegiatan, karena hal tersebut dapat mempercepat proses pengentasan kemiskinan. Kasus ini juga merupakan contoh kasus yang baik untuk sebab Ketiga, yaitu tidak memadainya sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang sifatnya saling mendukung. Kondisi alam yang gersang membuat pilihan untuk usaha masyarakat pun menjadi sangat terbatas. Keempat, sasaran yang hendak dicapai tidak disusun dalam satu rangkaian tindakan yang sistematis dan terencana, misalnya dalam kasus pemberdayaan wakaf produktif dan kasus Masjid Nabawi. Pada kasus wakaf produktif, tampaknya tidak dipikirkan upaya untuk melakukan tindakan prioritas pembangunan pasca naiknya harga-harga barang bangunan atau kemungkinan dukungan masyarakat terhadap kelangsungan pembangunan. Sedangkan untuk kasus Masjid Nabawi, faktor sosiologis ternyata berpengaruh terhadap nilai manfaat
98
bantuan sosial yang diberikan. Apabila bantuan sosial terhadap masjid ini direkomendasikan oleh Menteri Agama, maka mestinya Menteri Agama bisa diyakinkan tentang kemungkinan ketidak efektifan bantuan sosial tersebut, selain juga bertentangan dengan Peraturan Bersama Menteri Agama No. 9 dan 8 Tahun 2006, karena tidak memenuhi unsur kebutuhan nyata sungguh-sungguh dan batas minimal pengguna serta pendukung. Dampak positif yang diharapkan dari pemberian bantuan sosial tidak terwujud ketika implementor tidak membuat keputusan sehingga dapat mengurangi manfaat dana bantuan sosial, misalnya dalam kasus pemberian bantuan terhadap GMIT Yesu-Salimana yang hanya mendapat Rp 25.000.000 dari usulan Rp 75.000.000.
99
100
4
Penutup
Berdasarkan elaborasi di atas, maka dapat disarikan beberapa kesimpulan berikut. 1. Dalam penyelenggaraan bantuan sosial, Kementerian Agama Pusat dan Kanwil Kementerian Agama telah menetapkan prosedur operasi yang standar (Standard Operating Procedures atau SOP) dalam wujud pedoman atau petunjuk pelaksanaan yang telah dibuat sebelumnya. Pedoman atau petunjuk pelaksanaan itu secara garis besar berisi hak dan kewajiban penerima bantuan sosial. Pembuatan ketentuan ini dalam rangka menghindari sedini tingkat penyimpangan, baik yang dilakukan oleh birokrat maupun masyarakat. Dalam rangka memenuhi asas transparansi, efek, dan akuntabilitas publik, Kanwil Kementerian Agama RI telah mengomunikasikan program bantuan itu kepada masyarakat dengan cara mengirim surat pemberitahuan kepada Kanwil Kementerian Agama RI daerah tentang adanya bantuan sosial, bagaimana mempertanggungjawabkannya, dan pemanfaatannya. Dalam kasus di NTT, ketidakadaan SOP dan pemberitahuan kepada masyarakat terkait program hanya dilakukan oleh
101
Bidang Urusan Agama Islam, dengan alasan telah rutin dilakukan dan diketahui masyarakat. 2. Implementasi bantuan sosial oleh Kanwil Kementerian Agama RI, mulai tahap pengusulan proposal dan penetapan implementor yang akan penerima bantuan sosial tetap memperhatikan skala prioritas, kebutuhan, lingkungan, dan budaya masyarakat. Hal tersebut tepat untuk menghindari menurunnya nilai pemanfaatan dana bantuan sosial yang diakibatkan faktor lingkungan dan budaya, sebagaimana yang dilakukan Kementerian Agama RI pusat dalam kasus pemberdayaan wakaf produktif dan Masjid Nabawi. Implementasi bantuan sosial juga mempertimbangkan asas pemerataan, kendati dalam praktiknya tidak selalu konsisten. Ada beberapa target yang mendapatkan bantuan sosial kemungkinan menerima lebih dari satu kali untuk tujuan yang sama atau kegiatan yang berbeda tetapi untuk kurun waktu yang sama. Hal tersebut bisa terjadi karena lemahnya perencanaan atau pengawasan (monitoring), misalnya pengawasan tidak banyak dilakukan oleh Kementerian Agama Pusat dan Kanwil Kementerian Agama. 3. Dampak sosial keagamaan yang diharapkan belum begitu tampak, kecuali terjadi di Masjid Nurul Jadid, yaitu dapat menggairahkan jamaah masjid untuk menyumbang pembangunan masjid, dan Delsos Keuskupan Agung Kupang, yaitu mampu melipatkan modal bergulir sehingga dapat diberikan kembali kepada anggota yang lain. Keberhasilan kedua tempat
102
mengoptimalkan bantuan sosial tersebut lebih pada faktor disposisi implementor di mana mereka bekerja atas dasar kejujuran, kebersamaan, dan keinginan keras untuk melakukan perubahan. Faktor lingkungan ternyata memberikan andil cukup besar bagi keberhasilan dan kegagalan program bantuan sosial, sebagaimana dalam kasus wakaf produktif. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan adalah: 1. Mengetatkan persyaratan dan pengawasan pemberian bantuan sosial untuk bantuan yang jumlah nominalnya besar. 2. Memberikan pendampingan terhadap bansos yang bersifat pemberdayaan masyarakat. 3. Mempertimbangkan faktor kondisi keagamaan dan budaya masyarakat dalam pemberian bantuan sosial untuk meminimalisir dampak negatif. 4. Meningkatkan koordinasi antara Kementerian Agama RI Pusat dan Kanwil Kementerian Agama Propinsi/ Kabupaten/Kota dan daerah. 5. Meningkatkan transparansi pemberian dan pengelolaan bantuan sosial, baik pemerintah maupun masyarakat.
103
Daftar Pustaka Abidin, Said Zainal. Kebijakan Publik (Jakarta: Suara Bebas, 2006). Denzin, Norman K. & Lincoln, Yvonna S. Handbook of Qualitative Research (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009). Ekowati, Mas Roro Lilik. Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi Kebijakan atau Program: Suatu Kajian Teoritis dan Praktis (Surakarta: Pustaka Cakra, 2009). Indiahono, Dwiyanto. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis (Yogyakarta: Gava Media, 2009). Kompilasi DIPA Satuan Organisasi/Kerja Departemen Agama Tahun 2008, Inspektur Wilayah I (Jakarta: Inspektorat Jenderal, 2009). Nugroho, Riant. Public Policy (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008). Kementerian Agama RI, Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2006). Subarsono, A.G. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Praktik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
104
Suharto, Edi. Analisis Kebijakan Publik (Bandung: Alvabeta, 2005). Rencana Strategis Kementerian Agama RI 2010-2014 (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2010).
105
106
Muchtar Ilyas & Zaenal Abidin
Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Jawa Timur
107
108
1
Implementasi Kebijakan Pemberian Bantuan Sosial
Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur Pada tahun 2008 Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur memberi bantuan langsung kepada FKUB Provinsi Jawa Timur sebesar Rp. 30.000.000,- dan 14 FKUB kabupaten/kota masing-masing sebesar Rp. 25.000.000,-. Ditahun 2009 besarnya bantuan sama, antara FKUB provinsi dengan 13 FKUB kabupaten/kota. Program bantuan diperuntukan operasionalisasi kegiatan FKUB. Mengingat terbatas bantuan maka FKUB kabupaten/kota dilakukan secara bergilir. Provinsi Jawa Timur mempunyai 36 kabupaten/kota, maka setiap FKUB baru menerima akan bantuan operasional 3 tahun sekali. Bantuan operasional menurut salah seorang informan lebih baik jika diberikan secara merata ke seluruh FKUB kabupaten/kota, sehingga dapat membantu kelancaran kegiatan operasionalnya. Pada tahun 2009 Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, melalui Pembimas Kristen memberikan bantuan kepada Lembaga Pengembangan
109
Pesparawi Daerah (LPPD) Jawa Timur sebesar Rp. 50.000.000,- Bantuan tersebut dipergunakan untuk mencetak Buku Panduan Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi). Tahun 2008 Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jatim memberi bantuan kepada Lembaga Keagamaan Buddha kabupaten/kota berupa sarana keagamaan, buku pelajaran agama masing-masing sebesar Rp. 5.000.000,-. Diberikan kepada 6 vihara. Pengelolaan dan Pemanfaatan Bantuan Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi bantuan rumah Ibadat dan ormas keagamaan di Jawa Timur, penelitian tiga rumah ibadat yaitu satu gereja, satu masjid dan satu musholla, serta tiga ormas keagamaan. Gereja Kristen Al Kitab Indonesia (GKAI) Gereja Kristen Al Kitab Indonesia (GKAI) beralamat di RW. 04 Kel. Pakis Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya. Gereja ini mempunyai Jamaat sebanyak 15 Kepala Keluarga (KK), 31 orang, dalam menggunakan bangunan milik Yayasan Berita Hidup (sekolah TK dan SD Kristen) melaksanakan ibadah. Kebaktian dilakukan terlebih dahulu dalam ruang kelas, dengan cara memindahkan peralatan sekolah. Pada tahun 2008 mendapat bantuan dana dari Ditjen Bimas Kristen sebesar Rp. 20.000.000,-. Pada waktu bantuan sudah diterima Pdt. Sadrach Kadisan memberitahukan kepada seluruh jamaah bahwa gereja yang dipimpin mendapat bantuan dan akan digunakan untuk (1)
110
pemasangan atap dari asbes, plafon dan perbaikan lantai yang keramiknya rusak seluas 8x8m2, yang merupakan sebagian dari gedung; (2) pengadaan tape recorder untuk sekolah minggu, (3) pengadaan mimbar gereja, (4) pengadaan keyboard, dan over head projector (OHP). Seluruh bukti penggunaan uang sudah dikumpulkan, namun sebelum dikirimkan ke Ditjen Bimas Kristen penerima bantuan Pdt. Sadrach Kadisan meningal dunia, sehingga pertanggungjawaban keuangan tidak dikirimkan ke Kementerian Agama. Musholla Al Fatah, Desa Pulo Gedang, Kecamatan Tembelang, Jombang Musholla Al Fatah mulai dibangun sejak awal tahun 2008 diatas tanah wakaf milik perserikatan Muhammadiyah Jombang. Luas tanah + 400m2 bangunan 150m2. Kegiatan Mushola Al Fatah adalah melaksanakan jamaah sholat 5 waktu; setiap dua minggu sekali menyelenggarakan pengajian magrib sampai isya’; setiap Jum’at Legi setelah sholat Isya’ diadakan ceramah agama dengan penceramah dari luar daerah; setiap malam bulan ramadhan diselenggarakan sholat tarawih dan ba’da magrib sampai isya’ belajar membaca Al Qur’an kelompok ibu-ibu. Panitia Pembangunan Musholla Al Fatah Desa Pulo Gedang, Kecamatan Tembelang, Jombang tahun 2008 mengajukan proposal permohonan bantuan sosial ke Kementerian Agama Pusat di Jakarta namun kebijakan tidak berhasil memperoleh bantuan. Tahun 2009 panitia kembali mengajukan proposal melalui warga Jombang yang bekerja di Kementerian Agama Pusat dan berhasil
111
mendapat bantuan sebesar Rp. 48.000.000,-. Pencairan uang dilakukan bulan September 2009 melalui rekening Bank BRI atas nama Masjid Al Fatah, namun setelah bantuan diterima panitia diminta untuk mengirim uang sebesar Rp.18.000.000,- kepada orang yang membantu atas berhasilnya menerima bantuan. Dia beralasan bahwa uang tersebut akan digunakan untuk membantu musholla lain yang berada di Jombang. Dana bantuan sebesar Rp. 30.000.000,itu selanjutnya dipergunakan untuk pemasangan keramik, mengecat tembok, plester dan sebagian digunakan untuk memperindah pintu dan jendela. Menurut panitia pembangunan Musholla Al Fatah. Bantuan sosial yang diterima, setelah dimanfaatkan untuk menyempurnakan bangunan ternyata tidak mencukupi karena bantuan sosial yang diberikan kepada Musholla Al Fatah, mengatas namakan Masjid Al falah maka bantuan sebesar Rp. 48.250.000,-, yang seharusnya hanya mendapat bantuan rehabilitasi sebesar Rp. 19.296.000,-. Sehingga harus dirubah menggunakan kata masjid menjadi musholla, sehingga dengan itu menjamin terlaksananya peraturan dan pertanggungjawaban bantuan ternyata masih sangat lemah. Masjid Al Hasan, Dusun Kunto, Kecamatan Tembelang, Jombang Masjid Al Hasan dibangun di atas tanah 800 m2 luas bangunan sekitar 400m2. Pada dasarnya masjid terbuka bagi masyarakat Islam yang ingin menggunakannya. Namun, pada kebanyakan masjid bisa dilihat dari basis pendukungnya yang mempunyai orientasi faham
112
keagamaan tertentu, seperti Nahdlatul Ulama (NU) khususnya di wilayah di Jombang. Masjid berbasis masyarakat NU umumnya menampilkan ciri tradisional terutama dalam arsitekturnya (Barliana, 2004), yang memiliki beberapa ciri sebagai berikut: 1. Bentuk dasar denah “tradisional Jawa” persegi empat (dalam arti fisik maupun simbolik); 2. Sinkretisme36 dan eklektisisme37 dalam penataan ruang, bentuk, dan fungsi; 3. Adanya orientasi kosmologis dan mistis; 4. Komposisi dan konfigurasi simbolik; 5. Penggunaan material tidak diterapkan mengikuti kaidah teknologik38; gaya/langgam arsitektur masjid mengikuti langgam tradisional seperti bentuk atap tajug atau pemakaian kubah berlanggam Timur Tengah/Pan Arabian berdasar persepsi umat Islam tentang “ciri” arsitektur masjid, dan lain-lain. 6. Dari segi transformasi bentuk, tampak bahwa perubahan bentuk masjid bersifat inkremental;
36Sinkretisme merupakan upaya untuk penyesuaian pertentangan perbedaan kepercayaan, umumnya dalam praktek berbagai aliran berpikir. Istilah ini bisa mengacu kepada upaya untuk bergabung dan melakukan sebuah analogi atas beberapa ciri-ciri tradisi, terutama dalam teologi dan mitologi agama, dan dengan demikian menegaskan sebuah kesatuan pendekatan yang melandasi memungkinkan untuk berlaku inklusif pada agama lain. 37Eklektisisme bisa diartikan sebagai upaya seseorang untuk membentuk suatu perpaduan dari berbagai unsur agama atau mazhab tertentu. 38Penggunaan material untuk konstruksi beton bertulang misalnya, tidak berdasarkan perhitungan rasional, tetapi berdasarkan intuisi dan pengalaman tukang; tak ada standarisasi, dll.
113
7. Bentuk masjid tumbuh dan berkembang tanpa skenario dengan tempelan ruang dan bentuk yang tidak selalu menyatu dengan bentuk asal; dan lain-lain. Pada dasarnya karakteristik Masjid Al Hasan tidak jauh berbeda dengan karakteristik masjid-masjid NU lainnya di Indonesia. Bangunan permanen berbentuk persegi empat “tradisional Jawa” dengan posisi menyesuaikan diri dengan arah kiblat. Bangunan masjid terdiri dari dua bagian, yaitu bagian dalam masjid dan bagian teras, ditambah halaman yang relatif luas. Atap masjid berbentuk limas segi empat terdiri dari dua tingkat, sebagai perwakilan bentuk atap rumah dalam budaya Jawa. Pada bagian atap tengah mengerucut ke atas, dihiasi dengan kubah untuk menegaskan bahwa status bangunan tersebut sebagai sebuah masjid. Bangunan masjid dilengkapi sebuah menara, dengan kubah berlanggam Timur Tengah/Pan Arabian menyerupai bawang di atasnya, sebagai tempat pengeras suara. Bentuk bangunan sejauh ini menegaskan adanya sinkretisme antara kebudayaan Timur Tengah dengan budaya Jawa. Ciri khas tradisional Jombang sebagai basis kaum Nahdhliyin sangat mewarnai karakteristik Masjid Al Hasan, yaitu keberadaan kolam untuk mencuci kaki sebelum memasuki bagian teras, serta sebuah bedug besar yang dipukul dengan irama tertentu sebelum azan berkumandang. Kolam untuk mencuci kaki diperlukan mengingat sebagian besar masyarakat adalah petani yang sehari-hari bergelut dengan lumpur persawahan. Para petani dapat langsung ke masjid setelah mendengar suara
114
bedug berkumandang, dan membersihkan sebelum masuk ke dalam masjid.
kakinya
Ciri khas yang sama tampak pada Masjid Jami’ Baitul Mukminin yang biasa disebut Masjid Agung Kabupaten Jombang. Ini berlokasi di sebelah barat alunalun kota Jombang. Bentuk tersebut kemungkinan besar sengaja diadopsi oleh Masjid Al Hasan, yang berada kurang lebih tiga kilometer dari pusat kota Jombang. Rencana awal mula pembangunan Masjid Al Hasan hanya untuk merehab bangunan masjid, namun setelah dibentuk panitia mereka membuat rencana untuk memperluas bangunan masjid dan membuat menara. Perubahan bentuk bangunan masjid itu terus berjalan tanpa perencanaan yang pasti, hal ini menyebabkan ruang dan bentuk masjid menjadi berbeda dengan bentuk asalnya. Sejarah awal terbentuknya kepengurusan masjid Al Hasan, sudah dibentuk kepanitiaan pembangunan terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan bagian teknis yang bertanggung jawab secara langsung proses pelaksanaan pembangunan. Kepanitiaan ini mengelola seluruh dana pembangunan masjid. Bantuan sosial diterima panitia pembangunan dari Kementerian Agama sebesar Rp 50.000.000,- Hal yang unik dalam penerimaan dana bantuan ini adalah penggunaannya tidak bedannya untuk pembangunan satu masjid, tetapi dibagi menjadi empat untuk membangun masjid pada empat desa, yaitu:
115
1. Masjid Al Hasan, Desa Kunto memperoleh bantuan sosial sebesar Rp 20.000.000,- dana bantuan dipergunakan untuk memperbaiki lantai bagian dalam masjid yang menggunakan keramik berbahan granit, perbaikan enternit dan untuk membuat mimbar.
Gambar 1: Masjid Al Hasan dalam proses pengembangan 2.
Desa Pesantren memperoleh bantuan sebesar Rp 10.000.000,- dipergunakan untuk membangun kembali sebuah masjid.
3.
Desa Tembelang memperoleh sebesar Rp 10.000.000,dimanfaatkan untuk merenovasi masjid.
4.
Desa Tampingan memperoleh sebesar Rp 10.000.000,dipergunakan untuk merenovasi masjid.
116
Pembagian dana bantuan sosial semacam itu berdasarkan atas hasil musyawarah masyarakat setempat, karena desa yang berdekatan itu masing-masing membutuhkan dana untuk membangun masjid di daerahnya. Hal itu dimaksudkan agar tidak terjadi kecemburuan antardesa, walaupun begitu jika hal tersebut dihubungkan dengan pertanggunjawaban keuangan satuan kerja pemberi bantuan sebenarnya tidak bisa diterima. Langkah yang ditempuh pengurus Masjid Al Hasan dengan membagikan bantuan Kementerian Agama RI terhadap tiga desa lainnya, ternyata membawa berkah yaitu memperoleh tambahan dana dari masyarakat dengan menyumbang langsung melalui panitia pembangunan masjid. Dana dari sumbangan masyarakat yang terkumpul mencapai Rp 80.000.000,- lebih. Pengumpulan dana dilakukan melalui berbagai cara adakalanya menyumbang datang sendiri menyerahkan uang ke bendahara, khususnya melalui infak, sedekah menjelang hari raya Idul Fitrih, dan pelaksanaan sholat Jumat. Pengelolaan dan pemanfaatan dana secara rutin dilaporkan kepada masyarakat menjelang sholat Jumat. Meskipun masih menggunakan sistem pencatatan sesuai prinsip akuntansi dan terkesan masih tradisional, namun rincian penggunaan, bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran dicatat, dan tersimpan secara baik. Pengawasan pemanfaatan dana dilakukan secara internal oleh bendahara. Masyarakat ikut melakukan pengawasan. Pembangunan Masjid Al Hasan tidak memiliki donatur besar (bos), ada hanyalah beberapa orang donatur tetap
117
yang sumbangannya bervariasi. Pemanfaatan dana bantuan Masjid Al Hasan dipisahkan dari operasional harian masjid.
Gambar 2 Buku Rincian Pengeluaran dan Bukti-bukti transaksi Seluruh pekerjaaan pembangunan Masjid Al Hasan dilakukan oleh masyarakat secara bersama-sama dikoordinir oleh Subadi selaku bendahara panitia pembangunan masjid. Pemanfaatan dana umumnya masih sesuai perencanaan sebelumnya walaupun ditemukan ada beberapa penyesuaian. Pengurus Anak Cabang Nahdlatul Ulama (PAC NU) Tembelang Jombang Bantuan sosial Kementerian Agama RI pada tahun 2008 terhadap Pengurus Anak Cabang Nahdlatul Ulama Jombang memperoleh sebesar Rp. 60.000.000.,- untuk menyelenggarakan Pelatihan Hisab dan Rukyat bekerjasama Pondok Pesantren (Ponpes) Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang. Berdirinya ormas Nadhlatul Ulama
118
diprakarsai oleh KH. Hasyim ‘Asy’ary, yang menjadi cikal bakal berdirinya 6 pondok pesantren besar, yaitu Pondok Pesantren (Ponpes) Darul ‘Ulum Rejoso, Ponpes Maba’ul Ma’arif Denanyar, Ponpes Bahrul ‘Ulum Tambakberas, dan Pondok Pesantren Tebu Ireng Cukir. Keempat pondok pesantren tersebut merupakan basis dari kaum Nahdhliyin. Selain Ormas NU, Jombang juga merupakan basis Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).seperti, Ponpes Maj’mal Bahrain Ploso merupakan pondok pesantren Sidiqiyah dan Ponpes Pesantren Gading Mangu Perak. Untuk mengelolah dana bantuan PAC NU membentuk kepanitiaan, yang terdiri dari: Ketua, Bendahara, Sekretaris dan seksi-seksi. Kegiatan Pelatihan Hisab dan Rukyat merupakan bagian dari program kerja PAC NU Tembelang. Bantuan yang diterima sebesar Rp 60.000.000,- sesuai kuitansi tanda terima. Bantuan tersebut lebih besar dari proposal yang diajukan sebesar Rp 50.000.000,-. Dana bantuan dimanfaatkan untuk melaksanakan pelatihan selama 4 hari, 1 hari di Tanjungkodok, Lamongan. Peserta pelatihan berjumlah 55 orang, namun hanya dilaksanakan 25 orang (5 orang Muhammadiyah dan 20 orang ormas NU). Setiap tiga bulan NU Jombang melakukan kajian hisab rukyat, tempat penyelenggaraan dan pemberi materi dilaukan secara bergantian. Lembaga Pembinaan Keagamaan Buddha (LPKB) Jawa Timur Lembaga Pembinaan Keagamaan Buddha (LPKB) Jawa Timur berdiri sejak Oktober 2008 dibentuk berdasarkan Akta Notaris dan terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Susunan diketuai oleh seorang Guru Agama Buddha
119
pada sekolah swasta didampingi oleh pegawai Pembimas Buddha Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur selama 2 tahun. Aktivitas LPKB Jatim menggunakan dana bantuan murni (100%) dari Ditjen Bimas Buddha. Bantuan diberikan Kementerian Agama bukan sebagai stimulus, namun berupa bantuan utuh digunakan untuk melaksanakan beberapa kegiatan Lembaga Pembinaan Keagamaan Buddha (LPKB). Bantuan Ditjen Bimas Buddha kepada LPKB tahun 2008 sebesar Rp. 110.000.000,- digunakan untuk melakukan empat kegiatan, yaitu: sosialisasi PBM, pembinaan guru sekolah minggu, pembinaan tokoh rohaniawan, pembinaan pengurus rumah ibadat, pengadaan ATK dan pengadaan laptop. Pada tahun 2009 bantuan yang diterima LPKB sebesar Rp. 125.000.000,- digunakan untuk melaksanakan 4 kegiatan yaitu: orientasi 40 guru sekolah minggu Buddhis selama 3 hari, orientasi 40 orang pengelola sekolah minggu selama 1 hari, pengadaan ATK, dan pengadaan monitor komputer, serta pengadaan peralatan yang dibeli dari dana bantuan berupa laptop dan monitor komputer digunakan untuk keperluan unit kerja Pembimas Buddha Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jatim. Dengan begitu bansos yang diberikan kepada LPKB tahun 2008 dan 2009 merepresentasikan bentuk kegiatan Pembimas Buddha Kanwil Kemag Provinsi Jatim Ditjen Bimas Buddha. Untuk menjamin terlaksananya peraturan dan pertanggungjawaban, sebaiknya anggaran Ditjen Bimas Buddha dipindahkan menjadi anggaran Pembimas Buddha Provinsi Ditjen Bimas Buddha atau kegiatan
120
swakelola, namun dalam pelaksanaanya diserahkan ke Pembimas Buddha di masing-masing provinsi. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Jawa Timur Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Jawa Timur dipimpin oleh H. Endro Siswantoro, pembangunan gedung Sekretariat FKUB Provinsi Jatim terletak di lingkungan Kanwil Kemag Provinsi Jatim sampai sekarang belum selesai. Untuk itu, sementara FKUB berkantor di Islamic Center Jl. Raya Dukuh Kupang 122-124 Surabaya. FKUB Provinsi Jatim banyak melaksanakan kegiatan pemberdayaan umat bekerjasama dengan berbagai instansi pemerintah (pemprov dan pemkab/kota). Kegiatan tersebut antara lain: sarasehan Kerukunan Umat Beragama (KUB) bekerjasama dengan Pemkot Batu; seminar tentang nilai pluralitas dalam demokrasi di STAIN Pamekasan diikuti oleh STAIN sewilayah Madura dengan tema “Pengembangan Nilai-nilai Pruralitas Dalam Rangka Demokrasi”; Pertemuan Pemuka Agama Dalam Rangka Mendukung Program Kependudukan dan Keluarga Berencana; dan pertemuan dengan 30 LSM pemerhati KUB yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Anti Kekerasan (JAMAK), serta penerbitan Buletin FKUB Prov Jatim sejak 2010. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Jatim pada tahun 2008 mendapat bantuan dari Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) sebesar Rp. 15.000.000,- dan tahun 2009 menerima bantuan sebesar Rp. 20.000.000,-. Dana bantuan digunakan untuk menunjang
121
kegiatan rutin, dan transpot pegawai dan honor 1 orang Rp. 250.000,- per bulan. Bantuan juga digunakan untuk honor dan uang sidang pengurus sebanyak 12 kali untuk 21 orang dalam setahun. Dari bantuan tersebut 4 kali dibiayai dari dana tersebut sekali sidang pengurus mendapat honor Rp. 100.000,-. Selain itujuga digunakan untuk konsumsi, ATK, dan penggandaan (foto copy). Materi sidang FKUB sebanyak 12 kali dalam setahun antara lain adalah: 1. Pembahasan permasalahan FKUB kabupaten/kota; 2. Penyusunan program kunjungan ke kabupaten/kota; 3. Sosialisasi hasil kongres; 4. Penyiapan draf surat ke Makamah Agung 11 Februari 2010 yang mendukung agar UU PNPS I/Tahun 1965 dilakukan 3 kali sidang. Pada akhir tahun 2008, ketika waktu Ketua FKUB Kabupaten Jombang bertugas ke Jakarta, diberi tahu Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama agar membuat proposal untuk memperoleh bantuan biaya operasional dan FKUB Bantuan PKUB tersebut baru masuk ke rekening FKUB tanggal 17 Desember 2009 sebesar Rp. 20.000.000,-. Selain itu FKUB menerima bantuan dana pula dari Kanwil Kementerian Agama dan Pemprov Jatim. Pada tahun yang sama Kanwil Kementerian Agama memberi bantuan kepada FKUB Provinsi Jatim sebesar Rp. 30.000.000,-. Bantuan itu digunakan untuk biaya operasional FKUB. Dengan semikian pada tahun itu FKUB Provinsi Jatim menerima biaya operasional dari 2 satuan kerja di Kementerian Agama, dari PKUB dan Kanwil Kementerian
122
Agama Provinsi Jatim. FKUB juga melakukan kerjasama dengan berbagai instansi pemerintah provinsi, perguruan tinggi dan pemerintah kabupaten/kota.
123
124
2
Dampak Sosial Bantuan Kementerian Agama
Bantuan untuk Gereja Kristen Al Kitab Indonesia (GKAI) Kelurahan Pakis Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya dan Musholla Al Fatah, Desa Pulo Gedang, Kecamatan Tembelang, Jombang, serta Masjid Al Hasan, Dusun Kunto, Kecamatan Tembelang, Jombang, menurut keterangan para informan dipergunakanuntuk menambah sarana fisik rumah ibadah tersebut. Bantuan diberikan kepada GKAI menurut keterangan pengurus gereja sangat bermanfaat untuk bagi pelaksanaan ibadat bagi umat dan peralatan-peralatan ibadat yang dibeli dari bantuan sosial dapat menambah fasilitas gereja, yang rata-rata bantuan sosial tersebut sangat memberi motivasi para jamaah untuk melengkapi sarana dan fasilitas gereja yang masih sangat minim. Bantuan untuk Musholla Al Fatah, Desa Pulo Gedang, Kecamatan Tembelang, Jombang mempunyai dampak, bahwa masyarakat sekitar masih nyaman untuk melaksanakan sholat jamaah, sholat tarawih,pengajian, ceramah agama serta belajar membaca Al Qur’an.
125
Pengurus Masjid Al Hasan, Dusun Kunto, Kecamatan Tembelang, Jombang mengemukakan bahwa setelah merubah kondisi masjid lebih nyaman sholat, dan jamaah lebih bersemangat untuk melaksanakan sholat, dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan ibadat di masjid. Sebelumnya ketika tiba waktu sholat subuh mereka yang mengikuti jamaah hanya dua orang jamaah, berbeda dengan kondisi sekarang jamaahnya mencapai dua shaf, dampak lain yang nampak adalah kemajuan syiar agama di daerah iniperlahan-lahan mulai terlihat, meski belum ada pengajian rutin. Pengajian rutin direncanakan pelaksanaannya kultum ba’da sholat subuh. Pengajian yang sudah yang sudah dilaksanakan adalah kultum sebelum sholat tarawih. Dalam waktu-waktu tertentu dipergunakan untuk pertemuan ormas keagamaan seperti berlatih “banjari’ yaitu masih yang bernafaskan Islam menggunakan rebana yang biasa digunakan pada upacara pernikahan, sunatan, dan sebagainya. Pelaksanaan ibadat di masjdi adala sholat lima waktu dipimpin oleh seorang dan sekaligus imam tetap sekaligus bertanggung jawab atas pelaksanaan ibadat rutin di Masjid Al Hasan. Pembangunan masjid hanya bermodal dana Rp 600.000,-, Dalam perkembangannya kesadaran masyarakat untuk menyumbang untuk pembangunan masjid lebih meningkat. LPKB Provinsi Jatim tahun 2008 dan tahun 2009 ternyata bisa meningkatkan kompetensi para guru sekolah Minggu dan rohaniawan Buddha, bantuan tersebut, menurut keterangan pengurus digunakan untuk fasilitas
126
dan peralatan Pembimas Buddha Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jatim, dalam menunjang kelancaran tugas mereka. FKUB Provinsi Jatim menerima bantuan dari beberapa satuan kerja Kementerian Agama, dana bantuan dapat menunjang kegiatan rutin (konsumsi, ATK, dan penggandaan/foto copy), dan memberi honor sidang pengurus dan membayar pegawai honorer. Selain itu dana bantuan digunakan untuk pembinaan ke FKUB kabupaten/kota. Bantuan dapat memperlancar terlaksananya kegiatan rutin FKUB Provinsi Jatim. Sementara Pelatihan Hisab dan Rukyat, yang diselenggarakan PAC NU sebanyak dua kali mempunyai dampak positif terhadap proses penetapan tanggal, bulan dan tahun hijriyah, walaupun begitu ormas NU memiliki kebijakan internal dalam proses penetapan rukyat, yaitu selalu mengkonfirmasi penetapan rukyat yang dilakukan pemerintah. Perserikatan Muhammadiyah, tetap menggunakan hisab sebagai pedoman penetapan waktunya.
127
128
3
Problematika Pemberian Bantuan Sosial
Niat membangun masjid, dilihat dari kerangka Theory of Reasoned Action, didasari oleh keyakinan keagamaan yang kuat sebagian masyarakat, dalam menegakkan ajaran Islam yang dianut. Keyakinan normatif akan adanya pahala yang akan menghantarkan pelaku ke dalam surga, merupakan norma subjektif (subjective norm) seseorang untuk memiliki niat (intention to behave) membangun masjid yang pada akhirnya menggerakkan hatinya untuk mewujudkan (behave) niat tersebut. Dalam konteks Masjid Al Hasan, pembangunan masjid merupakan program yang sudah direncanakan, sepertinya Dewan Pengurusan Masjid, hal ini bahwa niat membangun Masjid Al Hasan, tak hanya didasari oleh subjective norm semata. Namun dipengaruhi oleh sikap (attitude towards behavior) sebagai penentu dasarnya. Ini terlihat dari perencanaan ketika awal pembentukan pengurus masjid serta dibuatnya kepanitiaan tersendiri dalam membangun masjid itu. Berdasarkan kondisi di atas, pemberian bantuan Kementerian Agama tampaknya dapat menumbuhkan kemandirian masyarakat setempat untuk membangun masjid. Ditinjau dari konteks community development, proses
129
pembangunan masjid yang berkesinambungan sudah berjalan. Pembangunan masjid dilaksanakan secara terorganisir dan secara bertahap diikuti dengan adanya evaluasi pelaksanaan kegiatan (follow-up activity dan evaluation). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sebagian besar tenaga menggunakan masyarakat yang digaji murah atau bahkan tidak digaji. Dengan demikian maka bantuan yang diterima melebihi dana yang dianggarkan, karena adanya partisipasi masyarakat baik bantuan dana, tenaga maupun bahan bangunan. Sementara keikutsertaan secara khusus aparat pemerintah dalam pembangunan masjid ini tidak nampak, tetapi beberapa tokoh masyarakat ikut berperan dalam proses pembangunan tersebut sehingga masih terpenuhi peran pendamping. Kondisi ini bisa menumbuhkan semangat masyarakat (group action) setempat untuk memberdayakan potensi mereka guna mewujudkan berdirinya sebuah masjid. Mereka lebih aktif dalam memberikan sumbangan sehingga berdirinya masjid tidak bergantung pada bantuan pemerintah. Kesepakatan membagi dana bantuan untuk empat rumah ibadat lainnya, menunjukkan adanya modifikasi dari para penerima bantuan terhadap dana yang diterimanya. Konsep pembagian ini mengingatkan kepada konsep shared poverty yang dikemukakan Geertz (1963). Rakyat mengenal budaya tolong-menolong, gotongroyong, termasuk mampu mengemban prinsip sharedpoverty sebagai wujud nyata berlakunya sistem social safety net Indonesia yang tulen (genuine). Akan tetapi, konsep ini
130
bisa memberi penyadaran akan adanya sisi-sisi negatif dari dana yang dibagi-bagi itu mengakibatkan tersendat pembangunan masjid. Dalam konteks ini, proses renovasi masjid menjadi tidak maksimal. Umpamanya renovasi masjid Al Hasan renovasi sempat tersendat, namun dalam perjalanannya karena masyarakat terdorong memberi bantuan maka dana terus mengalir. Pengumpulan dana dari masyarakat dilakukan dengan berbagai cara antara lain para penyumbang datang sendiri ke bendahara masjid ketika mereka melaksanakan sholat Jumat. Faktor Pendukung dan Penghambat Faktor-faktor pendukung keberhasilan program bansos rumah ibadat dan ormas keagamaan di Jawa Timur antara lain: (1) adanya peraturan dan petunjuk pelaksanaan program bantuan rumah ibadat dan ormas keagamaan; (2) prosedur pelaksanaan bantuan dapat diterima langsung oleh pihak penerima bantuan tanpa melalui Kanwil Kementerian Agama Provinsi atau Kankemag kabupaten/kota sehingga proses penerimaan lebih cepat; (3) Kejujuran pengelolaan bantuan memberikan dorongan kepercayaan masyarakat untuk terus memberikan sumbangan; (4) keteguhan tekad para pengelola (panitia pelaksana) untuk melanjutkan pembangunan masjid. Sementara dalam proses pelaksanaan faktor penghambat adalah: (1) Bantuan tidak dilakukan studi kelayakan, setelah bantuan diberikan tidak dilakukan monitoring oleh pihak pemberi bantuan sehingga sulit ditelusuri pemanfaatannya; (2) sosialisasi penyaluran dana
131
kurang dilakukan sehingga informasi tentang adanya bantuan kurang dilakukan masyarakat sehingga bisa terjadi tumpang tindih dalam memberi bantuan; (3) Kurangnya dukungan aparat pemerintah setempat dalam proses menerima bantuan: (4) Bantuan sering diberikan pada akhir tahun, sehingga memperlambat pemanfaatan dana tersebut.
132
4
Penutup
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dalam pengelolaan bantuan sosial Kementerian Agama RI yang diberikan terhadap rumah ibadat dan ormas keagamaan dirasa masyarakat sangat bermanfaat. Pertanggungjawaban pengelolaan bantuan secara administrasi masih sangat lemah, dan sebagai persyaratan untuk pencairan anggaran ke KPPN sudah cukup baik, namun kurang bisa dipertanggungjawabkan oleh lembaga audit (baik Itjen maupun BPK). 2. Penggunaan bantuan sosial oleh lembaga penerima bantuan telah dibukukan disertai bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran dicatat dan bisa dipertanggungjawabkan meski pencatatannya masih sederhana. Tapi pemberi bantuan tidak membuat standar yang jelas dan tegas mengenai pertanggungjawaban keuangan. 3. Agar program bantuan sosial Kementerian Agama RI bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan berlanjutnya tahun berikutnya, sebaiknya setiap direktorat membuat panduan yang jelas baik sehingga bisa di taati oleh semua pihak. Panduan
133
bantuan hendaknya mencakup seluruh aspek peraturan dan administrasi, misalkan penerima bantuan harus membuat laporan pertanggung jawaban seluruh anggaran pengeluaran sesuai bukti-bukti yang tertera dalam buku panduan. Berpijak dari hasil kajian di atas dapat disampaikan beberapa rekomendasi sebagai berikut: 1. Perlu dibuat standar baku bagi proses pemberian bantuan Kementerian Agama RI, agar pengelola anggaran bantuan pada setiap unit kerja bisa melaksanakan tugasnya dengan baik. Sehingga bantuan yang diberikan dapat di pertanggungjawaban, demikian halnya penyaluran dana bantuan akan lebih mudah dilakukan evaluasi. 2. Bantuan langsung (LS) akan lebih aman apabila penerima bantuan membuat laporan pertanggungjawaban melalui bukti-bukti pengeluaran setelah itu bantuan baru dicairkan. Akan tetapi cara semacam itu tentu akan menyulitkan pemanfaatan bantuan, karena tidak semua rumah ibadat dan ormas memiliki kemampuan cukup untuk memulai kegiatannya. Untuk itu, pemberian bantuan dapat dilakukan secara bertahap, sehingga penerima dituntut mempertanggungjawabkan dana bantuan tahap sebelumnya, setelah itu baru bisa menerima bantuan tahap berikutnya. Sehingga perlu dilakukan pendampingan intensif dalam setiap program pemberian bantuan yang berbasis community development agar bantuan sosial dapat menghasilkan manfaat yang optimal.
134
Daftar Pustaka A.A. Anwar Prabu Mangkunegara. 2009. Evaluasi Kinerja SDM, PT. Refika Aditama, Cet. IV. Asry, M. Yusuf at.al. 2009. Pemberdayaan Lembaga Keagamaan Dalam Kehidupan Ekonomi dan Sosial. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat, Departemen Agama RI. Ekowati, Mas Roro Lilik, 2009. Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi Kebijakan atau Program: Suatu Kajian Teoritis dan Praktis, Surakarta, Pustaka Cakra. Sinambela, Lijan Poltak, 2008. Reformasi Pelayanan Publik Teori Kebijakan dan Implementasi, Bumi Aksara, Jakarta, Cet. IV. Tim.
2005. Pengawasan Dengan Pendekatan Agama, Inspektorat Jenderal, Departemen Agama RI, Jakarta.
Sanapiah Faisal, 2003. Format-format Penelitian Sosial, Jakarta, RajaGrafindo. Syarif Makmur, 2008. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektifitas Organisasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Tim. 2008. Modul Pengawasan Dengan Pendekatan Agama, Inspektorat Jenderal, Departemen Agama RI, Jakarta.
135
136
Agus Mulyono
Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Provinsi Aceh
137
138
1
Pelaksanaan Bantuan Sosial Keagamaan
Masa Orde Baru Banda Aceh merupakan salah satu kota yang terkena bencana dashyat Tsunami akhir tahun 2004 yang lalu. Bencana ini hampir melumpuhkan seluruh aktivitas perekonomian di kota ini, demikian halnya beberapa infrastruktur penting. Namun, bencana tersebut berdampak positif terhadap Provinsi Aceh, yaitu terjadinya mobilisasi cukup besar, baik dari dalam maupun luar negeri ke Aceh. Mereka berbondong-bondong memberikan bantuan. Bahkan Mantan Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton, datang khusus mengunjungi Aceh dan memberikan bantuan. Tragedi itu menarik simpati orang untuk datang ke Banda Aceh. Banda Aceh juga kaya sejarah dan budaya serta alamnya yang belum dimanfaatkan secara optimal. Ada beberapa adat istiadat dan pandangan hidup yang menjadi ciri khas masyarakat Aceh. Mereka menyapa tamu atau orang yang baru dikenal dengan ucapan. Tidak boleh menerima sesuatu dari seseorang dengan tangan kiri atau kaki, dilarang memegang kepala, menghormati yang
139
dituakan, menjalin hubungan kekeluargaan yang mesra dengan tetangga, berperasaan damai, tidak pendendam, baik dalam pergaulan, dan kekeluargaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa adat pergaulan dan tata kehidupan masyarakat Aceh telah diwarnai dengan nilai-nilai keIslaman. Ajaran Islam dihayati oleh penduduk Aceh sejak dahulu sampai sekarang. Salah satu pengaruh agama yang nampak adalah tradisi bahasa tulisan yang menggunakan huruf Arab. Meskipun etnis Aceh mempunyai bahasa sendiri yang disebut bahasa Aceh (termasuk rumpun bahasa Austronesia), tetapi tidak memiliki sistem huruf khas bahasa Aceh asli. Umat Beragama dan Kehidupan Keagamaan Populasi umat Islam di Provinsi Aceh pada tahun 2009 berjumlah 4.356.624 jiwa (98%), Kristen 26.212 jiwa (0,595%), Katolik sebanyak 15.971 jiwa (0,363%), Hindu sebanyak 437 jiwa (0,010) dan Budha sebanyak 5.928 jiwa (0,139%). Sementara umat Konghucu belum terdata. Pada tahun yang sama, sarana rumah ibadat di Provinsi Aceh yakni, masjid/meunasah berjumlah 12.584 buah, gereja katolik sebanyak 11 buah, gereja Kristen sebanyak 15 buah dan 1 Pura Hindu serta 3 Wihara. Khusus yang berada di kota Sabang terdaftar sebuah Vihara, 2 gereja Katolik dan 229 buah masjid/mushola. (Laporan Tahunan Kanwil Kemenag Provinsi Aceh tahun 2009). Kehidupan umat beragama di Aceh berjalan secara harmonis. Bahkan sudah sekian lama di Provinsi Aceh
140
tidak pernah terjadi konfik keagamaan yang serius. Permasalahan hubungan antarumat beragama yang muncul di Aceh secara umum dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu penyiaran agama, konflik internal dan sesama pemeluk agama. Ini terjadi akibat perbedaan penafsiran, dan adanya upaya-upaya penistaan agama yang sering dianggap sebagai aliran sesat. Karena penduduk Aceh mayoritas Muslim, maka kasus yang menonjol berkisar pada penodaan agama Islam. Namun hal itu kemudian dapat dituntaskan oleh pemuka agama, tokoh masyarakat dan lembaga keagamaan yang ada seperti Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Kementerian Agama dan Pemda dan kedua adalah pendirian rumah ibadat. Kedua permasalahan itu dapat diselesaikan melalui jalur musyawarah. Sumber bantuan sosial rumah ibadat dan ormas keagamaan di provinsi Aceh berasal dari DIPA Kementerian Agama Pusat tahun anggaran 2008 dan 2009. Pengelolaan dan Pemanfaatan Bantuan Sosial Bantuan Sosial Masjid Al Maghfiroh Sebelum musibah gempa dan tsunami melanda di dusun Gano berdiri sebuah masjid yang diberi nama Al Maghfiroh diresmikan oleh Bahtiar, Walikota Banda Aceh, pada tahun 2001. Masjid dapat menampung ratusan jamaah. Gano adalah nama sebuah dusun yang letaknya persis di bibir pantai di kawasan Desa Lamdingin Kecamatan Kuta Alam Jln. Syiah Kuala Kota Banda Aceh Provinsi Aceh.
141
Luas tanah Masjid Al Maghfiroh + 1.400 m² dengan luas bangunan masjid 18 x 20 m² tidak termasuk dua kamar istirahat dan teras. Sebenarnya masjid ini sudah dibangun sejak tahun 1998. Waktu itu sudah dibangun pondasi, namun karena terhempas Tsunami, semua sarana hilang tersapu gelombang besar. Penduduk Dusun Gano lebih dari 200 KK. Mereka dan masyarakat sekitarnya melaksanakan shalat Jum’at, Idul Fitri dan Idul Adha di Masjid Al-Abrar yang jarak tempuhnya yang cukup jauh. Dusun Gano adalah Dusun yang penduduknya mayoritas muslim, letaknya berpendampingan dengan Makam Kerajaan Tgk. Chik di Kuta (Tgk. Syiah). Makam tersebut dikenal masyarakat sebagai Makam Keramat di seluruh Indonesia. Berdasarkan Keputusan Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI No. Dj.II/325/Tahun 2009, Masjid Al Maghfiroh Dsn. Anggreg Gano Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh memperoleh bantuan sosial sebesar Rp. 48.250.000. Dari DIPA Kementerian Agama Pusat tahun 2009. Penetapan pemberian bantuan sosial rumah ibadat ditetapkan melalui Keputusan Direktur Bimbingan Masyarakat Islam, sesuai prosedur permohonan bantuan dan persyaratan administrasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah Ditjen Bimas Islam tahun 2009. Menurut pejabat Kemenag Provinsi Aceh, sebelum penetapan bantuan, proposal yang masuk ke Kanwil Kementerian Agama cukup banyak, proposal diseleksi dan dipilih sesuai prioritas, dari hasil
142
seleksi yang diusulkan ke Kementerian Agama Pusat hanya beberapa proposal dan salah satunya adalah proposal dari Masjid Al Maghfiroh. Menurut informasi dari panitia pembangunan Masjid Al-Maghfiroh, sebelum bantuan diterima petugas dari Kementerian Agama Pusat melakukan studi kelayakan, dan setelah dana cair, dilakukan monitoring. Bantuan sosial Kemenag Pusat digunakan untuk merehab Masjid Al Maghfiroh, membeli semen, batu bata, besi batangan, kayu serta membeli bahan bangunan yang dibutuhkan, sehingga jika dilihat dari pemanfaatan bantuan, sesuai dengan tujuan pemberi bantuan. Menurut Fauzan bendahara pembangunan masjid bahwa proses untuk bangun Masjid Al Maghfiroh dibentuk kepanitiaan yang terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan teknis lapangan dengan struktur kepanitiaan tersebut pembangunan masjid ini telah memenuhi persyaratan sebagaimana dikehendaki Kementerian Agama.Bantuan sosial yang diterima panitia pembangunan sebesar Rp. 48.250.000 sesuai foto kopi rekening bank yang dimilik panitia. Bantuan sosial Kementerian Agama Pusat sebesar RP. 48.250.000,- relatif kecil jumlahnya dibandingkan biaya rencana pembangunan yang mencapai Rp. 2.121.814.000,sehingga panitia pembangunan rumah berusaha mencari bantuan berbagai lapisan masyarakat . Pengurus masjid maupun masyarakat sekitarnya merasa berterima kasih kepada Kemenag Pusat yang telah
143
membantu pembangunan Masjid Al Maghfiroh. Selain bantuan Kemenag, bantuan diperoleh pula dari BRR NAD sebesar Rp. 410.000.000, masyarakat sekitar sebesar Rp. 25.000.000, Rp. 5.000.000 dari para donatur. sehingga total dana terkumpul dan sudah kurang lebih Rp. 488.250.000,-. Sementara pembangunan, baru mencapai 30%. Walaupun demikian panitia dan masyarakat sekitarnya tetap berusaha untuk menyelesaikan pembangunan Masjid Al-Maghfiroh Bantuan Sosial Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU): LPPOM Data Kanwil Kementerian Agama NAD tanggal 2 Oktober 2009, menunjukan ormas Islam di Kota Banda Aceh berjumlah 65 buah. Badan Musyawarah Organisasi Islam Indonesia (BMOIWI), Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM), Rabithah Ulama Dayah Aceh (RUDA), Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), Organisasi Foto Amatir Baiturrahman (OFAB), DPP-Front Pembela Syari'at Islam Provinsi Aceh, Majelis Taklim Putroe Kande, PWIkatan Remaja Muhammadiyah Aceh, Majelis Ulama Nanggroe Aceh (MUNA), Pemuda Islam, Forum Penegak Syari'at Islam (FPSI), Pelajar Islam Indonesia (PII), Rabithah Thaliban Aceh, Komite Alumni Pesantren Aceh (KAPA), Majelis Dakwah Islamiyah (MDI), Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), PW-Pemuda Muhammadiyah, PP-Dewan Kemakmuran Masjid Aceh (DKMA), Manajemen Dakwah Aceh (Madah) Jroeh Nanggroe, Lembaga Cinta Al-Qur'an (LCA), DPW-Asosiasi Pengacara Syari'ah Indonesia (DPWAPSI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Yayasan
144
An-Nisaa' Centre, Majleis Amanah Rakyat Aceh (MARA), Lembaga Kajian Agama dan Sosial (LKAS), Lembaga Muslimat Keadilan, Forum Silahturrahmi Wali Santri/ Dayah NAD (Forsiwarsa NAD), Majelis Daerah Masyarakat Wisata Ziarah Indonesia (Mawaz), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Kesatuan Aksi Pelajar Muslim Indonesia (KAPMI), Majelis Permuyawaratan Ulama (MPU), Al-Jami'ah Washliyah, Muhammadiyah, Muslimin Indonesia (MI), Nahdlatul 'Ulama (NU), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PTI), Syarikat Islam (SI), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Wanita Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Wanita PERTI), Pengajian Al-Hidayah (Al-Hidayah), Majelis Muslimin Indonesia (MMI), Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Badan Pembina Perpustakaan Masjid Indonesia (BPPMI), FKDAI, Korp Alumni IAIN ArR-RANIRY (KONIRY), A I S Y I A H, PW Ikatan Kader Dakwah (ISKADA), Muslimat Al-washliyah (MA), Persatuan Dayah Inshafuddin, Satuan Karya Ulama Indonesia (SATKAR ULAMA INDONESIA), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Orwil Provinsi NAD (ORWIL ICMI), Jam'iyyah Al-Waliyyah (Al-Waliyyah), Persatuan Pengamal Thareqat Islam (PPTI), Persatuan Islam (PERSIS), Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKK-NU), Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Persaudaraan Muslim Indonesia (PARMUSI), Muslimat Nahdlatul Ulama (Muslimat NU), Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Persaudaraan Muslim (SALIMAH), Badan Pembina Perpustakaan Masjid Indonesia (BPPMI), DPW BKPRMI, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Forum Komunikasi Lembaga
145
Dakwah (FKLD) Aceh, dan Ikatan Da'i Indonesia (IKADI) Aceh. Menurut beberapa informan di Kanwil Kemenag Provinsi Aceh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) pada tahun 2009 telah menerima bantuan dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dengan No. Dj.II.2/3/ KU.05/1272/2009 sebesar Rp. 50.000.000,Bantuan tersebut diperuntukkan kepada LP-POM yang merupakan salah satu badan dalam otonom struktur organisasi MPU Aceh yang bertugas menangani Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM), terutama dalam membuat sertifikasi produk halal. Organisasi LP-POM MPU Aceh periode 2009-2012 diketuai oleh Drs. Syahrial, M. Si. Bantuan Sosial diterima melalui rekening Bank MPU yang dilengkapi foto kopi buku rekening, berita acara serah terima dan kwitansi penerimaan. Seharusnya bantuan sosial tersebut dapat dicairkan bulan September s/d November 2009, dan pertanggungjawaban keuangan paling lambat enam hari setelah bantuan sosial direalisasikan. Namun proses pengurusan bantuan, menurut staf khusus peneliti pemeriksaan obat-obatan dan makanan MPU Aceh periode 2009-2012, Hendra Herawadi, ada kesalahan pembuatan rekening, sehingga proses pencairan terlambat. Pada tahun 2010 dana tersebut baru dapat ditransfer. Menurut Hendra Herawadi, dana bantuan digunakan sebagai operasionalisasi kegiatan sertifikasi produk halal bagi pengusaha kecil/UKM.
146
Bantuan Sosial Vihara Buddha Dharma Pada tahun 2009 salah satu rumah ibadat Provinsi Aceh yang mendapat bantuan sosial adalah Vihara Buddha Dharma, Jl. Perdagangan No.127 Sabang, sesuai surat pemberitahuan nomor DJ.VI/Dt.VI.1/BA.01.1/ 241/2009. Pengurus Vihara Buddha Dharma mengatakan bahwa sebelum tsunami, Vihara ini bernama Kelenteng Khong Fuk Kiung aliran Buddha. Vihara Buddha Dharma menunjukan satu-satunya Vihara di Kota Sabang dan bantuan sosial Kementerian Agama diberikan ke Vihara itu sebesar Rp. 15.000.000,- dan digunakan untuk merenovasi bangunan gedung Vihara. Setelah memperoleh kepastian bahwa Vihara Buddha Dharma tersebut akan mendapatkan bantuan rumah ibadat. Pengurus Vihara segera mencek syarat yang harus dipenuhi dan dilengkapi yakni surat permohonan bantuan ditujukan ke Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama RI, Foto Kopi No. rekening atas nama yayasan/Vihara, Proposal rehab Vihara, Foto kopi sertifikat/ girik/surat hibah Vihara, Tanda daftar Vihara dari Pembimas Buddha Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh. Menurut keterangan Pembimas Buddha Kanwil Kementerian Agama Provinsi Wiswadasi dan panitia rehabilitasi Vihara Buddha Dharma bantuan sosial yang telah diterima sebesar Rp. 15.000.000,- dan tersebut digunakan untuk memperbaiki plafon, pengecatan dan pemasangan keramik sesuai proposal yang diajukan pengurus yakni rehabilitasi Vihara.
147
148
2
Dampak Bantuan Sosial Keagamaan
Masjid Al-Maghfiroh Bantuan sosial yang diberikan kepada Masjid Al Maghfiroh sebesar Rp. 48.250.000,- sudah diterima pihak pengurus tepat waktu. Proses pemberian bantuan ini sudah sesuai prosedur pemberian bantuan, karena terlebih dahulu dilakukan studi kelayakan dan setelah dana cair dievaluasi pihak yang berwenang. Bantuan sosial untuk pengembangan fisik Masjid Al Maghfiroh sudah terlihat, ditandai dengan berdirinya bangunan satu lantai walaupun tembok belum diplester dan belum di cat. Sehingga belum layak digunakan untuk kegiatan peribadatan dan sosial keagamaan. Untuk sementara ini masyarakat menggunakan mushala Al Muhajirin untuk melaksanakan ibadat di mushala tersebut setiap hari dilaksanakan pengajian umum, tiga hari dalam seminggu yaitu malam senin, malam kamis dan malam jum’at. Selain itu terdapat pula pengajian anak-anak dilaksanakan setiap malam Ahad, Selasa dan Rabu, khusus malam Sabtu diadakan wiridan yang dihadiri warga sekitarnya.
149
Dibangunnya Masjid Al Maghfiroh menurut keterangan beberapa orang pengurus dikarenakan mushala Al Muhajirin sudah tidak bisa menampung para jamaah. Hal itu terlihat ketika masyarakat akan melakukan shalat jum’at, mereka harus mencari masjid yang jaraknya cukup jauh, dari tempat tinggal mereka. Menurut panitia pembangunan dan masyarakat sekitar Masjid Al Maghfiroh, jika pembangunan sudah selesai, masjid akan digunakan oleh masyarakat pada empat desa disekitarnya. Penggunaan masjid tidak hanya diguna-kan untuk kegiatan keagamaan tetapi juga kegiatan sosial masyarakat sekitarnya. LPPOM MPU Aceh Menurut pengurus LPPOM, kesadaran para pengusaha di Provinsi Aceh untuk menggunakan sertifikasi produk halal masih rendah padahal untuk memperoleh sertifikasi produk halal sangat mudah. Hingga saat ini baru enam perusahaan yang mendapat sertifikat halal, yakni Kopi Gayo Montain, Shuns (bumbu masak), Bubuk Kopi Ule Kareng, Sirup Menara, Dendeng Ikan Blang Raya, Emping, dan Kopi Produk Blangrakal. Sebenarnya banyak produk makanan di Aceh yang seharusnya memiliki sertifikat halal, tapi pengusaha di daerah itu tidak melakukan hal itu. Karena LPPOM: MPU Aceh kurang melakukan sosialisasi ke para pengusaha, karena kurangnya dana, sehingga LPPOM: MPU Aceh dewasa ini masih belum bekerja secara maksimal. Struktur organisasi LPPOM
150
belum memadai, karena masih bersifat sementara. Sehingga dengan bantuan sosial Kemenag, LPPOM merasa terbantu dan akan dimanfaatkan sesuai tujuan pemberian bantuan. Harapan LPPOM kepada pemerintah pusat dan pemerintah Aceh khususnya agar lebih serius memperhatikan keberadaan LPPOM ini, sehingga akan menjadi badan sungguh-sungguh menangani sertifikasi produk halal untuk kemajuan industri di daerah ini. Vihara Budha Dharma Sabang Menurut keterangan beberapa pengurus Vihara sebelum memperoleh bantuan sosial, atap Vihara Buddha Dharma dalam keadaan bocor sehingga untuk beribadat kurang nyaman. Setelah direnovasi Vihara Buddha Dharma menjadi lebih indah, nyaman dan umat semakin khusyu dalam melakukan peribadatan. Para pengurus Vihara Buddha Dharma merasa berterima kasih terhadap pemberian bantuan rehabilitasi vihara. Mereka berharap selain bantuan rehabilitasi vihara, pemerintah lebih memperhatikan umat Buddha Sabang terutama dalam pembinaan maupun pendidikan umat. Menurut Chandra Sien, pengurus Vihara Buddha Dharma, jumlah umat Buddha di Sabang kurang lebih 80 KK, namun belum mempunyai Pandita, belum tersedia guru tetap/PNS, sehingga pengurus Vihara khawatir umat Buddha terseret pada ajaran sesat. Chandra belajar agama Buddha lebih banyak dari buku-buku agama yang dikirim pemerintah Pusat. Pandita yang datang ke Vihara Sabang
151
hanya tiga bulan sekali, sehingga untuk dia melakukan pembinaan umat dengan waktu yang amat singkat. Kalau kondisi ini berlanjut maka pembinaan umat Buddha di Sabang masih belum maksimal. Untuk itu diharapkan pemerintah sungguh-sungguh memperhatikan dengan menyediakan penyuluh Agama Buddha di Sabang. Faktor Pendukung dan Penghambat Beberapa faktor pendukung diantaranya adalah warga masyarakat sekitar rumah ibadat dan pemerintah setempat mendukung pembangunan Masjid Al Maghfiroh, renovasi Vihara Buddha Dharma dan operasionalisasi LPPOM. Faktor pendukung lainnya persyaratan pengajuan permohonan bantuan sosial sangat simpel sehingga banyak pemohon bantuan yang masuk dapat dipenuhi. Adanya koordinasi yang melibatkan Kemenag Pusat dengan Kanwil Kemenag Provinsi/Kabupaten/Kota yang intensif sehingga bantuan diberikan tepat sasaran, khusunya ke Masjid Al-Maghfiroh dan Vihara Budha Dharma. Adapun faktor penghambat antara lain keterbatasan dana dari Kementerian Agama pusat sehingga hanya sebagian kecil ormas keagamaan yang mendapat bantuan sosial rumah ibadat. Pencairan bantuan sosial memakan waktu cukup lama, kurangnya informasi terkait prosedur penerimaan bantuan, bahkan terjadi kesalahan dalam pembuatan rekening yang berdampak pada keterlambatan pencairan bantuan sosial dan belum dapat dimanfaatkan sesuai keperluan penerima bantuan.
152
3
Penutup
Kesimpulan Pemberian dana bantuan rumah ibadat dan ormas keagamaan oleh pemerintah pusat ke Kota Banda Aceh masih sangat terbatas padahal bantuan sosial sangat dibutuhkan masyarakat Aceh karena pasca Tsunami dan berbagai konflik yang telah melanda daerah tersebut masih memerlukan berbagai dukungan dan bantuan baik fisik maupun rohani. Oleh karena itu bantuan yang diberikan pemerintah baik dari pusat maupun daerah sangat diharapkan. Bantuan yang diterima oleh panitia pembangunan Masjid Al Maghfiroh sudah sesuai prosedur yang ditentukan oleh Kementerian Agama Pusat, yaitu melalui pengajuan proposal ke Dirjen Bimas Islam, namun ketika pencairan dana bantuan di LP-POM MPU, mereka kurang memahami syarat-syaratnya. Mereka juga kurang melakukan koordinasi dengan Kemenag Pusat dan Kanwil Kemenag sehingga timbul kesalahan dalam pembuatan rekening. Yang berakibatnya pencairan mengalami hambatan.
153
Dalam realisasi bantuan sosial di Masjid Al Maghfiroh sudah digunakan tujuan. Begitupula sesuai bantuan sosial untuk renovasi Vihara juga dimanfaatkan karena bantuan sosial hanya bersifat stimulus maka sumbangan umat Buddha justru lebih banyak. Adanya bantuan untuk LPPOM belum dapat direalisasikan karena adanya keterlambatan dalam penerimaan. Dengan adanya bantuan sosial untuk rumah ibadat dan ormas keagamaan dirasakan telah meringankan masyarakat dan menambah semangat beribadah di komunitas agama masing-masing. Rekomendasi Pemerintah Pusat melalui Kementerian Agama perlu memprioritaskan pemberian bantuan kepada rumah ibadat yang terkena bencana atau musibah dimana rumah ibadat tersebut memang sangat diperlukan oleh masyarakat sekitarnya sehingga mereka dapat menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya. Kementerian Agama Pusat sebagai pemberi bantuan hendaknya benar-benar mensosialisasikan tentang juklak dan juknis pemberian bantuan. Komunikasi setelah adanya bantuan untuk masyarakat atau ormas keagamaan agar lebih intensif sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penerimaan bantuan dan memperlancar penyelesaian pertanggungjawabannya. Untuk mengefektifkan bantuan pemerintah kepada ormas atau rumah ibadat, maka perlu komunikasi antara
154
direktorat-direktorat di lingkungan Kementrian Agama dengan Kanwil Kementerian Agama hendaknya dilakukan lebih intensif dalam pelaksanaan program bantuan sosial agar bantuan tersebut tepat sasaran dan tepat guna sesuai dengan proposal. Yang tidak kalah penting adalah dilakukan evaluasi oleh Kementerian Agama Pusat maupun Kanwil Kemenag agar proses pembangunan rumah ibadat dan pembinaan terhadap masyarakat lebih nyata.
155
Daftar Pustaka A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Dr, M.Si, Evaluasi Kinerja SDM, PT. Refika Aditama, Cetakan keempat 2009 http://kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=visimisi diakses tanggal 26 Juni 2010 Surat Keputusan Sekretaris Jenderal Departemen Agama RI Nomor 77 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Menteri Agama dan Sekretaris Jenderal Departemen Agama Bagi Lembaga-Lembaga dan Kegiatan Keagamaan Lijan Poltak Sinambela, Prof. Dr. Dkk, Reformasi Pelayanan Publik Teori Kebijakan dan Implementasi, Bumi Aksara, Jakarta, Cetakan keempat Tahun 2008 M. Yusuf Asry dan Amiur Nuruddin, Pemberdayaan Lembaga Keagamaan Dalam Kehidupan Ekonomi dan Sosial, Badan Litbang dan Diklat, Departemen Agama RI, Jakarta Tahun 2009 Inspektorat Jenderal, Departemen Agama RI,Modul Pengawasan Dengan Pendekatan Agama, Jakarta, 2008 Inspektorat Jenderal, Departemen Agama RI, Pengawasan Dengan Pendekatan Agama, Jakarta 2005 Departemen Agama RI, Dirjen Pendis, Pondok Pesantren, Jakarta, Tahun 2009
156
Sapaniah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Jakarta, Raja Grafindo, 2003 Syarif Makmur, Dr. M.Si, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektifitas Organisasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008
157
158
Muchtar
Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Provinsi Bali
159
160
1
Kebijakan Pemberian Bantuan Sosial
Sekilas Provinsi Bali Provinsi Bali terdiri dari 8 Kabupaten dan satu Kotamadya dengan jumlah penduduk 3.602.856 jiwa, mayoritas 3.194.207 beragama Hindu. Selebihnya 329.785 pemeluk agama Islam, 34.674 Kristen, 25.630 Katolik, dan 18.560 pemeluk Buddha, sementara Khonghucu belum terdata di Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali. Jumlah rumah ibadah umat Hindu terdiri dari 9 Pura Besar yang biasa disebut Sad-Kahyangan, 693 Pura Dang Kahyanangan, 4.617 Pura Kahyangan Tiga, serta sejumlah Panti dan Marajan. Pura Sad Kahyangan Pura yang terletak di tempatkan pada empat arah mata angin, sehingga letak masing-masing Pura berada di wilayah Timur, Barat, Selatan, Utara Provinsi Bali, misalnya Pura Besakih dan lain-lain. Pura ini merupakan tempat persembahyangan yang paling tinggi tingkatannya di Provinsi Bali. Tingkatan dibawahnya Pura Dang Kahyangan, yang digunakan sebagai tempat peribadatan masyarakat Hindu tingkat Kabupaten. Adapun Pura Kahyangan Tiga tingkat kecamatan digunakan untuk peribadatan umat Hindu, serta Panti Marajan merupakan
161
Pura milik gabungan beberapa keluarga, dan yang digunakan tempat peribadatan dalam suatu keluarga. Sementara itu Umat Islam mempunyai 234 masjid, 134 langgar, serta 348 Mushalla, Umat Buddha memiliki 36 Vihara, 20 Cetya dan umat Katolik mempunyai 21 Gereja, 11Kapel serta umat Kristen mempunyai 69 Gereja. Sedangkan pemeluk agama Khonghucu jumlah rumah ibadahnya belum terdata di Kementerian Agama Provinsi Bali.39 Perlu diketahui bahwa Penelitian Evaluasi Program Bantuan Dana Keagamaan Bagi Rumah Ibadat dan Organisasi Kemasyarakatan di Provinsi Bali difokuskan terhadap tiga rumah ibadat meliputi: Bantuan Dana Keagamaan Pura Luhur Pucak Geni Kecamatan Marge Kabupaten Tabanan, Masjid Al-Ihsaan Sanur Denpasar, dan Gereja Kristen Bali di Desa Kaba-Kaba Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan serta ormas-ormas keagamaan yang berada pada ketiga komunitas agama tersebut. Kebijakan Pemberi Bantuan Dirjen Bimas Hindu Menurut informasi Kasubdit Pendidikan Agama Hindu Tingkat Menengah Direktorat Urusan Agama Hindu, Direktorat Jenderal Bimas Hindu Nyoman Susila, S. Ag, M. Si kebijakan pemberian dana bantuan keagamaan bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan antara lain calon 39 Kantor Kementerian Agama RI Provinsi Bali, Provil Kawil Kementerian Agama Provinsi Bali, hal 24, tahun 2009;
162
penerima dana bantuan terlebih dahulu mengajukan proposal ke Dirjen Bimas Hindu dan Buddha melalui rekomendasi Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi. Memang sering terjadi proposal yang diajukan tidak melalui rekommendasi Kantor Wilayah Kementerian Agama setempat. Hal itu terjadi biasanya karena proposal dimaksud telah memperoleh disposisi pejabat Kementerian Agama Pusat yang berkunjung ke daerah Bali. Selanjutnya ia mengatakan pemberian bantuan terhadap rumah ibadat sangat memperhatikan urutan proposal yang masuk ke Direktorat urusan Agama Hindu, Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI. Bantuan diberikan dengan pertimbangan bahwa rumah ibadat dimaksud memang layak untuk dibantu. Sifat bantuan hanya sekedar member motivasi warga masyarakat setempat agar mereka suka beramal terutama dalam membangun rumah ibadat.40 Implementasi bantuan sosial ini secara khusus tidak dibentuk tim yang menangani, sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Dirjern Bimas Hindu Kementerian Agama sebagai Pejabat Pembuat Komitmen.
40 I. Nyoman Susila, S.Ag, M. Si, Kasubdit urusan Agama Hindu Tingkat menengah Direktorat Urusan Agama Hindu, Wawancara 20 Mei 2010.
163
Kebijakan Ditjen Bimas Islam Berdasarkan data yang diperoleh beberapa kebijakan yang ditempuh oleh Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam dalam pemberian bantuan sosial keagamaan sebagai berikut: 1.
Dalam pengolahan bantuan sosial keagamaan Direktorat Urais dan PembinaanSyariah Ditjen Bimas Islam membuat uku Pedoman Pelaksanaan Bantuan Sarana Peribadatan, yang meliputi: Program bantuan diadakan dalam rangka pemenuhan tugas pokok Subdit Kemasjidan yaitu melaksanakan bimbingan dan pelayanan di bidang kemakmuran, manajemen dan sarana kemasjidan; Tujuan pemberian bantuan secara umum untuk memberikan pelayanan, bimbingan dan dorongan kepada masyarakat dalam pembangunan maupun rehabilitas masjid dan mushalla sehingga akan terwujud kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat melakukan ibadah.
2.
Syarat-syarat untuk mendapatkan bantuan ialah: Mengajukan permohonan bantuan dan proposal yang meliputi: RAB, susunan panitia/pengurus, bestek/ gambar bangunan, fotokopi, sertifikat tanah dan photo-photo kegiatan/bangunan; Memiliki rekening bank atas nama pengurus dan atau panitia.
3.
Proses Penetapan bantuan meliputi: Seleksi proposal oleh unit teknis yaitu Direktorat Urais dan Pembinaan Syariah; Survey kelayakan bagi
164
permohonan yang memenuhi persyaratan administrasi oleh petugas pusat dan wilayah; Penyusunan daftar calon penerima bantuan untuk mendapatkan persetujuan pimpinan; Penetapan Surat Keputusan oleh Ditjen Bimas Islam. Pemberitahuan SK kepada Kanwil Provinsi dan Kab./Kota 4.
Mekanisme Pencairan Dana adalah: Sosialisasi pemberian bantuan kepada calon penerima bantuan; Calon penerima bantuan mengajukan kelengkapan administrasi (No. Rekening, tanda tangan, berita acara, dan kuitansi bermaterai; Pencarian bantuan transfer melalui KPPN IV Jakarta.
5.
Pemanfaatan bantuan sesuai dengan usulan dalam proposal dan kegiatan berupa pembangunan/rehab fisik;
6.
Monitoring secara langsung maupun tidak langsung atas bantuan yang akan diberikan dan survey ke lapangan pada saat dan sesudah bantuan diberikan.
7.
Laporan pertanggungjawaban kepada Dirjen Bimas Islam c.q. Direktur Urais dan Pembinaan Syariah oleh penerima bantuan.
8.
Evaluasi oleh Subdit Kemasjidan terhadap program bantuan dan menyampaikan usulan/saran untuk perbaikan masa yang akan datang.
9.
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: DJ-II/301 tahun 2008 tentang Pemberian Bantuan Rehabilitasi dan Pembangunan Masjid,telah memberikan bantuan sosial
165
keagamaan kepada 7 buah masjid yang ada di Sumatera Utara. Bantuan yang diberikan kepada tiaptiap masjid sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Kebijakan Ditjen Bimas Kristen Berdasarkan keterangan Pembimas Urusan Agama Kristen Kantor Wilayah Kementerian Agama RI Provinsi Bali, Pdt. I Nyoman Sumanjaya bahwa pada tahun anggaran 2010 di Bali ada beberapa Gereja yang menerima bantuan Ditjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI. Bantuan diberikan melalui SK Ditjen Bimas Kristen Nomor DJ/III/KEP/HK.005 /322/2008 tentang bantuan Sosial Lembaga Peribadatan untuk Pembangunan/Rehabilitasi Rumah Ibadah dan Program Peningkatan Pelayanan Kehidupan Beragama. Untuk memperoleh bantuan, gereja harus mengajukan proposal bantuan terlebih dahulu ke Ditjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI tanpa melalui rekomendasi Kantor Kementerian Agama RI Kabupaten/ Kota dan Kanwil Kementerian Agama RI Provinsi Bali. Proposal yang masuk ke Ditjen Bimas Kristen akan dinilai layak atau tidak memperoleh bantuan. Bantuan diprioritaskan untuk gereja yang lingkungan masyarakat-nya masih miskin. Kepada mereka Pembimas memberikan informasi bahwa Kementerian Agama RI Pusat memberikan bantuan untuk rehabilitasi Rumah Ibadat sebesar Rp. 30.000.000 (Tiga puluh juta rupiah).
166
Jumlah pemohon menurut pembimas Kristen cukup banyak, proses pencairannya harus mengikuti ketentuan Surat Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI Nomor 77 tahun 2008 tentang pedoman pemberian bantuan Menteri Agama RI, serta SK ekretaris Jenderal Kementerian Agama RI bagi Lembaga Keagamaan dan Kementerian Agama RI. Menurut keterangan Kepala Subdit Bina Pelayanan dan Keesaan Gereja Pontas Situros, latar belakang tentang diberikan bantuan bagi Rumah Ibadah adalah masih banyaknya rumah ibadah di daera-daerah terpencil yang memerlukan bantuan. Selain meringankan beban umat bantuan diberikan untuk merangsang masyarakat lebih meningkatkan amal dan membantu membangun rumah ibadat. Proposal yang diajukan harus memenuhi persyaratan, apakah rumah ibadat layak atau tidak menerima bantuan. Permohonan persetujuan Kabupaten/ Kota maupun Kanwil Kementerian Agama RI di tingkat Provinsi. Proposal yang diajukan sudah memenuhi persyaratan bisa mendapatkan bantuan sosial. Bantuan sosial Kementerian Agama ditangani Kepala Saksi Penguatan Kelembagaan permohonan yang masuk tidak diseleksi oleh tim khusus rumah ibadat yang terkena bencana alam memperoleh prioritas untuk menerima bantuan. Bantuan sosial rumah ibadat bertujuan untuk meningkatkan pengamalan agama masyarakat sekitar
167
rumah ibadat. Mengingat banyaknya jumlah pemohon yang masuk ke Kementerian Agama, maka rumah ibadat dan ormas keagamaan yang memperoleh bantuan sesuai peraturan yang berlaku antara lain Surat Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI Nomor 77 tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Menteri Agama RI dan sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI bagi Lembaga Lembaga Keagamaan dan Kementerian Agama RI. Rumah ibadat setelah menerima bantuan Pembimas Urusan Agama Kristen Provinsi Bali melakukan monitoring terhadapbantuan tersebut.
168
2
Implementasi Kebijakan Pemberian Bantuan Sosial
Rumah ibadat yang memperoleh bantuan dana sosial adalah yang telah mengajukan permohonan untuk memperoleh dana, baik dana pembangunan maupun dana renovasi. Proposal permohonan dana bantuan juga diajukan oleh ormas keagamaan. Rumah ibadat tersebut diajukan oleh elemen penganut agama Hindu, Islam dan Kristen. Pura Luhur Pucak Geni Pura Luhur Pucak Geni terletak di DR Seribupati Desa Cau Belayu Kecamatan Marge Kebupaten Tabanan. Pura terletak di perbukitan berjarak kurang lebih 10 Km dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Tabanan, lokasinya jauh dari lalu lalang kendaraan. Kehidupan masyarakatnya sangat sederhana, sebagian besar penduduknya hidup dari hasil pertanian. Didirikan pada tahun 1848 Masehi oleh seorang raja I Gusti Bau dari Blayu. Menurut keterangan Perbekal setempat berdirinya Pura diawali dengan adanya berbagai peristiwa alam, dikisahkan antara lain bahwa daerah ini dahulu merupakan hutan, yang didalamnya banyak semut merah
169
yang mengganggu kehidupan masyarakat setempat. Ketika itu datang seorang raja dari daerah Blayu I Gusti Bau menetap di alas itu bersama pengikutnya. Apabila matahari terbenam terlihat asap mengepul diatas alas tersebut. Melihat hal itu Raja bertanya kepada salah seorang pengikutnya yang taat beribadat, ia bernama Ida Bagus Jenar bergelar Pedande Gede Raji. Asap yang selalu mengepul di malam hari itu oleh Raja I Gede Bagus Bau dilaporkan kepada Pendeta tersebut. Kemudian mereka bersama-sama datang menuju ketempat itu untuk bersemedi dan menyaksikan kepulan asap. Selesai bersemedi mereka berkesimpulan bahwa asap yang mengepul setiap malam ternyata keluar dari kumpulan batu-batu, dan batubatu itu sampai sekarang disimpan dalam Pura. Cerita Perbekal Desa Cau Belayu, Raja dan Pedande ketika bersemedi berjanji, apabila penduduk tidak lagi diganggu semut-semut merah didaerah itu akan didirikan Pura. Janji akhirnya ditepati kedua orang itu dengan mendirikan Pura, sebab setelah mereka bersemedi semut merah ternyata tidak lagi mengganggu penduduk desa setempat. Pura itu diberi nama Luhur Pucak Geni. Pura ini memiliki areal seluas 15 are (1500 m2). Bangunan Pura tersebut meliputi: Pelinggih Utama Pura Pelinggih ini meliputi Pelinggih Ratu Gede, Pelinggih Ratu Mas serta Pelinggih Ratu Pucak Padang Dawa, Pelinggih Pepelik serta Pelinggih Padma Sana.
170
Pelinggih Ratu Pucak Geni Pelinggih ini meliputi Pelinggih Ratu Mas Lingsir, Pelinggih Ratu Ngurah, Pelinggih Siwa Sangkara. Pelinggih Tempat Sembahyangan Pelinggih ini Murda Manik, Sembahyangan Siwa Sangkara. Balai-balai Balai-balai tersebut diantaranya Balai Pecalang, Panggungan, Pewaregan Suci, Gong, Kulkul, Pengubengan, Pewaregan serta Pesandekan dan Pelinggih seperti Apit Sarung, Kori Agung, Apit Lawang, dan Wantilan. Dilingkungan Pura direncanakan akan dibuat Tiolet Kran umum serta akan diperluas tempat parkir umum. Rumah ibadat ini masuk kategori Pura Jagat Kahyangan, selain digunakan untuk persembahyangan masyarakat setempat juga warga desa lain. Pada upacaraupacara Oedalan dan lain-lain, umat Hindu tingkat kecamatan maupun kabupaten banyak datang ke Pura ini untuk melakukan sembahyang.41 Pada tahun 2008 Pura Luhur Pucak Geni menerima bantuan sosial dari Direktur Urusan Agama Hindu, Dirjen Bimas Hindu sebesar Rp. 60.000.000,- (Enam puluh juta rupiah). Menurut Pembekal Desa Cau Belayu informasi mengenai adanya bantuan bagi rumah ibadat diperoleh dari penyuluh agama kabupaten. Informasi tersebut oleh 41
Pendeta Adat Ida Bagus Eka Surawan; Wawancara tanggal, 29 April
2010,
171
pengelola Pura akhirnya direspon dengan mengajukan permohonan bantuan Kepada Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten setempat, yang pada gilirannya permohonan tersebut dikanulkan Kementerian Agama tanpa perlu rekomendasi. Dana bantuan yang diperoleh diantaranya dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali. Dana bantuan ini dikelola oleh sebuah panitia yang dibentuk berdasarkan musyawarah pengurus Pura. Sebagai ketuanya yaitu I Gusti Gde Nyoman Sudana BE, SE. dana tersebut dimanfaatkan untuk perluasan Pelinggih Ratu Gede yaitu tempat berstana para tapakan Ida Bahatara. Anggaran pembangunannya sebesar Rp.163.000.000,(Seratus enam puluh tiga juta rupiah), memperoleh bantuan dari Kementerian Agama RI sebesar Rp 60.000.000,- (Enam Puluh Juta Rupiah). Dana itu berfungsi sebagai stimulus bagi masyarakat maupun donatrr untuk membantu pembangunan Pura lain. Menurut keterangan tetua desa, setiap warga dikenakan sumbangan biaya rehab sebesar Rp. 300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah) dibayarkan boleh secara angsur. Pelaksanaan rehab dikerjakan masyarakat setempat secara bergotong-royong, adapun rincian penggunaan uang dicatat dalam Laporan Keuangan. Pelaksanaan pembangunan diawasi oleh Pecalang Pura. Pengawasan dilakukan oleh aparat desa dan Pendeta Adat. Pelaksana Pembangunan oleh Ketua Bantuan sosial termasuk sumbangan warga dilaporkan ke masyarakat luas disaksikan pengurus Pura.
172
Bantuan sosial untuk rehab Pelinggih-Pelinggih sangat bermanfaat kegiatan Pura, misalnya ketika dilaksanakan Oedalan biasanya Barong-Barong ditempatkan di halaman Pura tetapi sekarang ditempatkan dalam pelinggih-pelinggih itu dan sebelum ada hanya bisa singgah satu malam di Pura. Namun sekarang BarongBarong tersebut bisa menginap beberapa malam. Setelah perluasan, Pura juga bisa digunakan untuk musyawarah. Kemajuan syiar keagamaan cukup dirasakan masyarakat setempat karena tempat persembahyangan kini sudah cukup memadai. Pura selalu dijaga para pecalang untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Masjid Al-Ikhsan Sanur Bali Masjid Al-Ihsaan Sanur Bali terletak di area Hotel Bali Beach Sanur berjarak + 3 km dari pusat pemerintahan Provinsi Bali. Pada tahun 1963 bertepatan meletusnya Gunung Agung yang sangat dahsyat masjid tersebut mulai dibangun, letusan tersebut mengakibatkan Kota Amplapura Karang Asem rusak berat, tidak sedikit korban harta dan jiwa. Pada saat itu Pemerintah Pusat sedang membangun hotel bertingkat sepuluh, dengan biaya dari pampasan perang Jepang. Pembangunan dikerjakan oleh PN. PP Jakarta, Teknisi dari Jepang yang personalianya kebanyakan beragama Islam. Ketika itu PN. PP mendirikan sebuah bangunan mushalla sederhana sebagai tempat salat fardhu dan salat Jum’at untuk karyawan PN. PP serta para karyawan Hotel Bali Beach Sanur.
173
Pada tahun 1965 pembangunan Hotel Bali Beach hampir selesai kemudian mushalla di bongkar dipindahkan ke gudang dinding musholla masih papan sampai peresmian Hotel Bali Beach Sanur pada tahun 1966. Peresmian dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX, Setelah hotel diresmikan mushalla di pindah lagi ke gudang dekat perumahan karyawan yang waktu itu digunakan untuk kepentingan karyawan dan masyarakat desa Sanur. Pada tahun 1972 dilakukan perluasan pembangunan hotel dari 300 kamar menjadi 500 kamar, pembangunannya juga dikerjakan oleh PN. PP Jakarta. Setelah penambahan kamar hotel, persetujuan Mantan Direksi Letjen R. Suryo, dengan di tempat itu didirikan masjid berbentuk Joglo dan Khas Bali beratap alang-alang dilengkapi tempat wudhu, masjid dapat menampung + 200 jamaah, masjid tersebut kemudian diberi nama Al-Ihsaan. Seiring dengan terus berkembangnya pariwisata, masjid Al-Ihsaan tidak dapat lagi menampung jamaah untuk melaksanakan salat Jum’at, Idul Fitri dan lain-lain. Pada tahun 1982 dilakukan dan perluasan masjid. Biaya pembangunan diperoleh dari sumbangan umat Islam dan dermawan muslim yang berada di sekitar pantai Sanur Denpasar. Masjid ini sebelumnya telah mendapat bantuan dari pemerintah Propinsi Bali dan Presiden Soeharto. Bantuan sosial bagi rumah ibadat diberikan berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) serta SK yang dibuat Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama untuk memperoleh bantuan tersebut. Pengurus masjid terlebih
174
dahulu mengajukan permohonan bantuan ditujukan kepada Menteri Agama RI cq. Dirjen Bimas Islam. Permohonan itu dilampiri/dilengkapi susunan pengurus diketahui Kepala KUA dan Camat setempat; Rencana Anggaran Biaya (RAB); Rekomendasi Kanwil Kementerian Agama RI Provinsi, Bistek/gambar bangunan yang dibuat oleh arsitek; foto copy sertifikat tanah dilegalisasi BPN setempat; mencantumkan nomor rekening Bank BRI atas nama pengurus atau panitia; dan foto-foto pembangunan. Seluruh proposal yang mamsuk diseleksi oleh Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI. Terhadap masjid atau mushalla yang proposalnya dianggap memenuhi syarat secara administratif dilakukan studi kelayakan. Setelah memperoleh persetujuan dari pejabat berwenang, selanjutnya dibuatkan SK sebagai tanda disetujuinya proposal tersebut yang dibuat secara kolektif. Permohonan yang telah diterima melalui Kepala Kanwil Kementerian Agama dalam hal ini Kabid Bimas Islam dan Penyelenggara haji dan Kepala Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota hal itu diberitahukan kepada pengurus rumah ibadat yang bersangkutan. Menurut keterangan Bidang Pendidikan dan Pemberdayaan Masjid Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali pihaknya tidak pernah memberikan rekomendasi, tetapi yang menentukan masjid layak atau tidak memperoleh bantuan adalah Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama
175
RI. Karena di Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali belum pernah dibuat aturan secara tertulis, tentang proses penerima bantuan kepada masyarakat. Jumlah rumah ibadat yang mengajukan permohonan bantuan + 10 rumah ibadah meliputi masjid dan mushalla. Bantuan yang diberikan sebesar Rp. 50.000.000,(Lima puluh juta rupiah). Pencairan dana dilakukan secara langsung (LS) melalui rekening Bank BCA atas nama pengurus masjid. Menurut keterangan salah seorang Pengurus Masjid Al-Ihsan, bantuan dana yang diperoleh Masjid Al-Ihsan pada tahun 2008 berawal dari informasi Ketua Dewan Masjid Indonesia ketika dia mengikuti Rakernas DMI di Jakarta. Ketua DMI waktu itu menganjurkan agar masjid Al-Ikhsan Pantai Sanur mengajukan proposal ke Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam. Menurut Ketua DMI, untuk daerah minoritas Islam seperti Provinsi Bali, masjid diprioritaskan untuk menerima bantuan. Permohonan dialamatkan ke Kantor Kementrian Agama Pusat tanpa menyertakan rekomendasi Kanwil kementerian Agama Provinsi Bali. Proposal diajukan langsung ke Kantor Kementerian Agama Pusat untuk merehab atap yang mulai rusak. Dana yang berhasil dicairkan sebesar Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah), tentunya tidak cukup untuk memperbaikan atap masjid. Kemudian dialihkan penggunaan untuk membangun pagar sekeliling masjid. Pembuatan pagar menghabiskan dana sebesar Rp. 60.415.000,- (Enam Puluh Juta Empat Ratus Lima Belas Ribu Rupiah).
176
Pagar selesai dibangun pada tanggal 7 Pebruari 2009. Pengawasannya dilakukan pengurus, penasehat dan Ketua Umum masjid. Keterlibatan aparat dalam pembangunan masjid hanya pada even-even tertentu seperti 1 Muharram, Idul Fitri dan lain-lain. Dana yang diterima panitia digunakan untuk membuat pagar masjid Al-Ikhsan pantai Sanur karena masjid tersebut belum di pagar secara permanen sehingga menyebabkan banyak binatang keluar masuk ke lingkungan masjid sehingga mengurangi kesucian masjid. Para pengunjung masjid kebanyakan wisatawan yang berkunjung ke Bali dan sebagian karyawan hotel yang beragama Islam. Masjid pada awalnya diperuntukkan bagi karyawan hotel yang beragama Islam. Pada perkembangan selanjutnya masjid banyak dimanfaatkan oleh orang orang dari luar hotel dengan alasan untuk memakmurkan masjid. Disamping untuk kegiatan ibadah shalat lima waktu masjid juga dimanfaatkan keperluan akad nikah, pengajian karyawan hotel, dan masyarakat sekitar dan wisatawan domistik maupun manca Negara yang siggah di masjid. Pada bagian lain masjid dimanfaatkan untuk kegiatan peserta kongres PDIP dan Kongres PAN kebanyakan peserta kongres yang beragama Islam mereka mengunjungi masjid untuk melak-sanakan ibadah salat lima waktu sedangkan masyarakat sekitar kawasan masjid kurang peduli terhadap keberadaan masjid karena mereka kebanyakan beragama Hindu Bali tetapi bila ada kegiatan hari-hari besar Islam dan sejenisnya mereka turut
177
membantu terutama terhadap keamanan kendaraan tamu masjid dan lain sebagainya. Menurut salah seorang pengurus masjid Pertanggungjawaban keuangan selalu dengan cara dilaporkan kepada jamaah maupun kepada masyarakat melalui setiap saat jamaah masjid bisa membaca keadaan kas masjid. Gereja Kristen Kaba-Kaba Gereja ini berlokasi di jalan Raya Gamongan desa Toya Urip Kaba-Kaba Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Gereja Kristen ini dibangun diatas tanah seluar 300 meter persegi, tanah tersebut adalah milik salah seorang penduduk asli Bali yang bernama I Nyoman Rinis dan Imade Manre (alm) adalah orang pertama yang mendirikan Gereja Kristen Bali. Awal dibangun gereja tersebut tahun 1976 dengan ukuran lebar 7 meter dan panjang 10 meter, kemudian mengalami perubahan pada bangunan gereja tersebut menjadi 108 meter persegi dengan panjang 12 meter dan lebar 9 meter itu terjadi tahun 1982. Pada akhir tahun 2007 bangunan gereja mengalami perubahan kembali sehingga pembangunan gereja berubah menjadi 182 meter persegi. Sebelum ada bangunan gereja umat Kristen melakukan ibadah dari rumah kerumah secara bergantian. Bangunan gereja tersebut berada ditengah-tengah persawahan, baik disebelah kanan dan kiri tidak ada bangunan rumah penduduk yang ada hanyalah lahan sawah. Jarak rumah penduduk dengan bangunan gereja
178
kurang lebih 400 meter. Gereja ini termasuk Sinode Badung Selatan dan langsung masuk ke wilayah pusat walaupun secara administrasi gereja itu berada di wilayah Kabupaten Tabanan yang koordinasi pelayanan berada di Kabupaten Badung Selatan.42 Pengelolaan Dana Bantuan Sosial Keagamaan Pengelolaan dana bantuan rumah ibadah dengan melalui seleksi proposal dan diutamakan gereja yang sangat membutuhkan, kepanitiaannya dilampirkan dalam proposal, sedangkan program kerjanya direncanakan untuk evesiensi dana dan tenaga. Jumlah uang yang diterima sesuai dengan yang dimintakan karena penerimaan langsung melalui rekening atas nama gereja. Gambar bangunan dilampirkan dalam proposal, sedangkan laporan dilakukan secara rutin dan tertulis setiap minggu kepada jemaat. Informasi bantuan tersebut diperoleh dari Penbimas Urusan Agama Kristen. Bantuan dana dimanfaatkan untuk memperluas bangunan gereja, sehingga dapat menampung jamaah yang lebih banyak. Pemanfaatan Dana Bantuan Sosial Keagamaan Pemberian dana bantuan fisik gedung ternyata dirasakan oleh masyarakat sangat bermanfaat, karena sebelum ada bantuan kondisi gereja kurang nyaman untuk pelaksanaan kebaktian sebab sebagian atapnya sudah rusak namun sesudah mendapat bantuan atapnya sudah 42 Pdt. I putu Lukas Sumaja, Pengurus gereja Kristen Desa Kaba-Kaba, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Wawancara tanggal 28 April 2010.
179
diperbaiki dan nyaman untuk mwelaksanakan kebaktian. Partisipasi masyarakat setempat dalam membangun gereja ternyata tidak ada kecuali partisipasi jamaah gereja dalam membangun gereja. Untuk kemajuan syiar agama memang sangat kurang dirasakan karena umat pemeluk agama Kristen di daerah tersebut hanya 14 KK atau sekitar 45 jiwa. Merekalah yang menghidupkan gereja di Desa kaba-kaba. Untuk menghidupkan kegiatan gereja dan mengembangkannya jamaah gereja kadang-kadang mendatangkan pendeta dari tempat lain untuk berkhutbah dalam rangka menghidupkan rasa keagamaan jamaah. Kemudian bangunan gereja tidak pernah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kecuali pada halaman untuk parker kendaraan. Dampak sosial memang belum dirasakan oleh masyarakat sekitar yang beragama lain. Bantuan FKUB Provinsi Bali Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Bali terbentuk pada tanggal 12 Pebruari 1999. Sebelum itu telah tepatnya selama 6 tahun, telah terbentuk forum serupa dengan nama Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKAUB) yang berkantor di MUI Provinsi Bali. Pada tahun 2005 sampai tahun 2008 kantor FKAUB pindah ke Universitas Dwi Jendra. Selanjutnya pada tanggal 16 Juli 2008 FKAUB berubah menjadi Forum Kerukunan Umat Beragama dan berkantor di gedung milik sendiri,
180
memperoleh 500.000.000,-
dana
bantuan
pemerintah
sebesar
Rp.
Kegiatan Forum Kerukunan Umat Beragama mendapatkan bantuan setiap tahunnya dari Kementerian Agama RI Pusat sebesar Rp. 30.000.000,- (Tiga puluh juta rupiah) sedangkan dana anggaran dari pemerintah daerah sebesar Rp. 140.000.000,- (Seratus empat puluh juta rupiah). Di tingkat kabupaten mendapatkan bantuan kegiatan sebesar Rp. 75.000.000,- untuk 8 (delapan) kabupaten dan satu kotamadya. Yang terbagi atas 3 (tiga) wilayah setiap wilayah mendapat Rp. 25.000.000,- (Dua puluh lima juta rupiah) yaitu wilayah barat terdiri dari Kabupaten Tabanan, Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Buleleng. Wilayah Tengah terdiri dari Kabupaten Badung, Kabupaten Kota Denpasar dan Kabupaten Gianjar; Sedangkan wilayah Timur terdiri dari Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Bangli. Bantuan Ormas Hindu Bantuan yang diperuntukkan bagi Ormas Keagamaan Hindu diberikan kepada Pecalang Desa Pakraman Wongayagede, Banjar Wongayagede, Desa Wongayagede, Kecamatan Penebal Kabupaten Tabanan Bantuan dana tersebut berasal dari Anggaran Pemda setempat, dalam Hal ini Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali. Pecalang petugas yang bergerak di bidang keamanan pada tingkat desa dan Pura. Dalam mengembangkan tugas itu, mereka mendapat perhatian (bantuan) dari Pemda setempat,
181
dengan diberikan insentif dana bantuan sebesar Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah) pada tahun 2009, untuk perlengklapan dalam memegang tugas mereka seperti, Kenip Kuli, Kaos kaki, Baju Hitam, Biji Bross Perak, Kain Kamen katun, Pesawat Brike, dan Transport petugas. Penyerapan Dana Adapun pemanfaatan dana tersebut adalah sebagai berikut: (1) pembelian 8 pasang kenip kulit, seharga Rp. 2.396.000; (2) 8 (delapan) pasang kaos kaki seharga Rp. 48.000,- (3) pakaian baju kulit hitam seharga Rp. 25.000,- (4) 8 (delapan) biji bross perak seharga Rp. 1.200.000,- (5) 8 (delapan) kain kamen katun seharga Rp. 200.000,- (6) Handy-talky seharga Rp. 950.000,- dan transport petugas 4 kali sebesar Rp. 181.000,-43 Persyaratan penerimaan dana bantuan bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan pada intinya mereka mengajukan proposal ke Kantor Kementerian Agama RI, namun yang membedakan kadang-kadang proses pengajuannya. Karena masing-masing bagi pemohon tidak sama baik hubungan atau kedekatan dengan si pemberi bantuan sehingga ada lebih mudah dan ada juga melalui prosedur. Setelah mendapatkan penjelasan dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tabanan Pengurus Pura membentuk Panitia untuk mengajukan proposal dana bantuan merenovasi Pura dengan ketua I Gusti Gde Nyoman Sudana, BE, SE, tertanggal 2 Mei 2008. Setelah 43
Panitia Ormas Keagamaan, Perincian Penggunaan Dana bantuan tahun
2009.
182
proposal selesai dan persyaratan dilengkapi kemudian di kirim ke Kantor Kementerian Agama Kabupaten dan dilanjutkan ke Kanwil Kementerian Agama Tingkat Propinsi untuk mendapatkan rekomendasi, baru dikirim ke Ditjen Bimas Hindu dan Buddha Kementerian Agama RI Pusat.44 Pengiriman proposal dari Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali menurut keterangan Kasi Sarana dan Prasarana Bidang Urusan Agama Hindu Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali Drs. I Nyoman Arimbawa bahwa proses seperti ini ditempuh sejak tahun 2008, yang sebelumnya tidak pernah dikordinasikan. Bantuan Dana Ormas Islam Lasqi Ormas yang memperoleh dana bantuan dari Kementerian Agama adalah Lembaga Seni Qasidah Indonesia (Lasqi) sebagai organisasi Keagamaan Lembaga Seni Qasidah Indonesia (Lasqi) yang ada di Provinsi Bali berdiri pada tahun 2009, adalah suatu organsasi yang mengurus seni qasidah Indonnesia. Pada Periode 2009 – 2014 sekarang Lasqi. mendapat bantuan dari Pemerintah Pusat sebesar Rp. 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah). Lembaga ini diketahui oleh Drs. H. Moch Soleh, M. Pd. Jajaran pengurus di bawahnya adalah pegawai Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali yang beragama Islam. Mereka itu adalah kumpulan orang-orang memiliki bakat bidang Seni terutama seni yang bernafaskan Islam. 44 Ida bagus Eka Surawan, Pendeta Adat, Desa Cau Belayu, Kecamatan Marge, Kabupaten Tabanan, tanggal 29 April 2010.
183
Masalah dana bantuan yang diberikan oleh Kantor Kementerian Agama RI Provinsi Bali yang baru pertama kali dalam memperoleh dana pengurus mengajukan proposal/anggaran kegiatan selama satu tahun namun anggaran tersebut tidak semuanya dipenuhi untuk kebutuhan selama satu tahun, sehingga pengurus terpaksa mencari tambahan dana untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Adapun penggunaan dan pemanfaatan dana bantuan tersebut digunakan untuk kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan harian pengurus Lasqi seperti membeli kertas, mengirim surat-surat keluar dan transport petugas dan lain-lain. Sedang pemanfaatannya diantaranya dapat menunjang kegiatan operasional Lasqi selama satu tahun. Disamping itu pemanfaatannya untuk membiayai kegiatan Lembaga Seni Qosidah Indonesia. Faktor pendukung implementasi dana bantuan ormas keagamaan antara lain kegiatan berjalan sesuai dengan program meski dana sedikit. Sebagian besar yang duduk di jajaran pengurus adalah para pegawai Kementerian Agama RI. Disamping itu karena adanya kemudahan menghubungi petugas yang dapat dihubungi sewaktu-waktu. Sedangkan faktor penghambatnya diantaranya LASQI tidak memiliki dana sendiri, hanya bergantung pada donatur, yaitu dari pemerintah pusat dan daerah. Akibatnya tidak jarang pengurus mengeluarkan dana dari uang pribadinya.
184
Bantuan Dana Untuk Pusparawi Dana yang dikeluarkan dari Bimas Kristen diperuntukkan bagi Lembaga Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) Bali. Lembaga tersebut terbentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bali, nomor 595/01D/HK/2007 pada tanggal 30 Juli 2007. Duduk sebagai ketua umum adalah Budi Panglela, SE. Pesparawi merupakan salah satu sarana pembinaan umat Kristiani untuk meningkatkan kualitas iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang maha Esa, yang sekaligus memperhatikan menghargai, dan mendorong seni budaya yang bernafaskan keagamaan. Pusparawi merupakan kegiatan umat Kristiani baik secara nasional regional, daerah, yang didukung oleh pemerintah dan lembagalembaga Gerejawi azas nasional antara lain PGI, PGPI, PII, PBI, Bala Keselamatan, GMAHK, GDI, dan semua dukungan masyarakat Kristiani. Karena itu Pusparawi merupakan tugas pemerintah gereja, dan masyarakat sebagai partisipasi aktip umat beragama dalam pembangunan nasional atau dapat disebut asset pembangunan nasional. Pusparawi memiliki Visi terwujudnya sikap dan penampilan umat Kristiani sebagai teladan dalam memuji dan memuliakan Tuhan melalui suara yang berkumandang harmonis, dan merdu sebagai wujud? ibadah kepada Allah. Misi membina dan melastarikan seni budaya yang bernafaskan keagamaan Kristiani, membina dan memelihara kebaragamaan rasa persaudaraan dan kerukunan
185
umat Kristiani, memperkokoh dan meningkat-kan kualitas iman umat Kristiani melalui puji-pulian kepada Tuhan yang Maha Esa; Menjadikan Pesparawi menjadi wujud kesaksian dan wujud partisipasi umat Kristiani dalam pembangunan; membina dan mengem-bangkan kreatifitas musisi dan komponis Kristen serta melaksanakan pengkaderan generasi muda; Menjadikan event Pesparawi sebagai sarana untuk mewujudkan kerukunan dan harmonisasi kehidupan internal antar umat beragama. 45 Pada tahun anggaran 2008 mendapat dana bantuan sebesar Rp. 60.000.000,- (Enam puluh juta rupiah) dari Ditjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI.Penggunaan dana bantuan tersebut antara lain untuk membina umat dalam bidang seni yang bercorak keagamaan. Bantuan Sosial Keagamaan dirasa semakin meningkatkan umat dalam mengembangkan seni budaya yang bernafaskan agama melalui seni, umat semakin menyadari pentingnya pengembangan dakwah agama melalui seni budaya yang nafaskan agama, selain itu bantuan sosial juga dapat meningkatkan keimanan umat melalui seni budaya yang bercorak religius, serta dapat mewujudkan dan memelihara rasa persaudaraan serta kerukunan bagi umat kristiani, meningkatkan kreatifitas para musisi dan kompunis kristiani terhadap pengkaderan gerenasi muda. Pada bagian lain dana bantuan bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan telah dikucurkan. Dana tersebut 45
Pesparawi IIX, Medan 8-18 Juli 2006.
186
memberikan dampak positif yang dirasakan masyarakat. Umat menjalankan aktivitas agamanya lebih nyaman karena memperoleh pelayanan dan perhatian dari pemerintah. Hal tersebut dirasakan oleh umat Hindu yang melakukan peribadatan. Umat yang berasal dari tempat lain juga berduyun-duyun berdatangan ke Pura dan mereka nyaman berlama-lamaan berada di Pura dibanding sebelum direhab. Secara kuantitas, umat yang datang ke Pura juga bertambah. Religiusitas umat Hindu juga dipengaruhi oleh ketokohan dan karisma Drs. I Nyoman Jendra, rohaniwan di Pura tersebut. Beliau juga menjabat Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tabanan. Kondisi Pura dan Perkembangannya sangat didukung oleh masyarakat setempat, karena setiap kegiatan dilakukan secara bergotong-royong tanpa membedakan asal usul mereka. Sementara itu pembangunan masjid bagi umat Islam di Masjid Al-Ihsan Sanur juga berdampak signifikan bagi pelayanan ibadah. Jama’ah di masjid tersebut merasa lebih nyaman karena penambahan infrastruktur yang makin tertata. Adapun jamaah masjid kebanyakan wisatawan yang berkunjung ke Bali dan sebagian karyawan hotel yang beragama Islam.majid pada awalnya diperuntukkan bagi karyawan hotel yang beragama namun dalam perkembangan selanjutnya masjid banyak dimanfaatkan oleh orang orang dari luar hotel. Alsan pengurus mamsjid membolehkan mereka karena masjid harus selalu dimakmurkan.
187
Disamping untuk kegiatan ibadah shalat lima waktu masjid juga dimanfaatkan akad nikah, pengajian karyawan hotel, dan masyarakat sekitar dan wisatawan domistik maupun manca Negara yang siggah di masjid. Pada bagian lain masjid dimanfaatkan untuk kegiatan peserta kongres PDIP dan Kongres PAN kebanyakan peserta kongres yang beragama Islam mereka mengunjungi masjid untuk melak-sanakan ibadah salat lima waktu sedangkan masyarakat sekitar kawasan masjid kurang peduli terhadap keberadaan masjid karena mereka kebanyakan beragama Hindu Bali tetapi bila ada kegiatan hari-hari besar Islam dan sejenisnya mereka turut membantu terutama terhadap keamanan kendaraan tamu masjid dan lain sebagainya Menurut salah seorang pengurus masjid Pertanggungjawaban keuangan selalu dengan cara dilaporkan kepada jamaah maupun kepada masyarakat melalui setiap saat jamaah masjid bisa membaca keadaan kas masjid. Rumah ibadah umat Kristiani gereja Kaba-Kaba juga memperoleh perhatian. Dampak pemberian dana bantuan fisik sangat berarti bagi umat di gereja itu. Sebelum dilakukan renovasi, kondisi gereja dirasakan kurang nyaman. Atapnya sudah usang dan pada rusak sehingga dirasakan sangat mengganggu pada saat ibadah. Masyarakat turut berpartisipasi aktif merenovasi tempat ibadat mereka. Untuk kemajuan siar agama memang sangat kurang dirasakan karena umat pemeluk agama Kristen di daerah
188
tersebut hanya 14 KK atau sekitar 45 jiwa. Merekalah yang menghidupkan gereja di Desa kaba-kaba. Untuk menghidupkan kegiatan gereja dan mengembangkannya jamaah gereja kadang-kadang mendatangkan pendeta dari tempat lain untuk berkhutbah dalam rangka menghidupkan rasa keagamaan jamaah. Kemudian bangunan gereja tidak pernah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kecuali pada halaman untuk parker kendaraan. Dampak sosial memang belum dirasakan oleh masyarakat sekitar yang beragama lain. Pengelolaan Dana Bantuan Kementerian Agama RI Pengelolaan bantuan dana kegiatan Forum Kerukunan Umat Beragama dari Kementerian Agama RI Pusat dimanfaatkan untuk keperluan kegiatan rutin selama satu tahun. Faktor Pendukung Implementasi Bantuan Diantara faktor-faktor pendukung implementasi bantuan sosial ini adalah: 1. Adanya bantuan rutin dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali untuk perawatan gedung dan mebelair; 2. Baik bantuan yang dari pusat maupun dari Provinsi Bali sangat membantu kegiatan operasional kantor Forum Kerukunan Umat Beragama;
189
3. Adanya kerja sama orum Kerukunan Umat Beragama dengan instansi yang terkait seperti Kesra, Kesbang Linmas, dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi, serta pemerintah daerah yang dapat mendukung kegiatan Forum Kerukunan Umat Beragama sehingga kegiatan tersebut dapat berjalan dengan biaya yang sedikit bahkan kadang-kadang tidak mengeluarkan biaya kegiatan karena sudah duitanggulangi oleh pemerintah daerah; Sedangkan kendala yang dihadapi antara lain: 1. Mekanisme pecairan dana kadang sering terlambat sehingga bila ada kegiatan biaya tersebut mencari pinjaman dahulu; 2. Kurang adanya koordinasi antara pengurus yang ada selama ini sehingga kegiatan berjalan tidak tepat waktu; 3. Sebaiknya anggaran untuk FKUB perlu ada penambahan sehingga programkan yang telah dibuat dapat dilaksanakan tepat waktu, serta hailnya dapat dimaksimalkan selama satu tahun;
190
3
Penutup
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan: 1. Kebijakan pemerintah dalam menyalurkan bantuan dana bagi rumah ibadah dan ormas keagamaan tidak jauh berbeda. Masing-masing calon penerima dana bantuan terlebih dahulu mengajukan proposal ke Dirjen masing-masing. 2. Proposal permohonan yang diajukan disyaratkan untuk memenuhi ketentuan yang berlaku. 3. Pencairan dana dilakukan melalui transfer ke rekening BRI atas nama pengurus atau panitia. Setelah bantuan diterima, pihak penerima membuat laporan pertanggungjawaban keuangan, dan pihak pemberi bantuan ada yang melakukan pengawasan penggunaannya. 4. Bantuan pembangunan sarana ibadat dan ormas keagamaan dirasakan manfaatnya oleh umat masingmasing.
191
Daftar Pustaka A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Dr, M.Si, Evaluasi Kinerja SDM, PT. Refika Aditama, Cetakan keempat 2009 Lijan Poltak Sinambela, Prof. Dr. Dkk, Reformasi Pelayanan Publik Teori Kebijakan dan Implementasi, Bumi Aksara, Jakarta, Cetakan keempat Tahun 2008 M. Yusuf Asry dan Amiur Nuruddin, Pemberdayaan Lembaga Keagamaan Dalam Kehidupan Ekonomi dan Sosial, Badan Litbang dan Diklat, Departemen Agama RI, Jakarta Tahun 2009 ----- Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Departemen Agama RI, Dirjen Pendis, Jakarta, Tahun 2009 Sapaniah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Jakarta, RajaGrafindo, 2003 Syarif Makmur, Dr. M.Si, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektifitas Organisasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008 Pengawasan Dengan Pendekatan Agama, Inspektorat Jenderal, Departemen Agama RI, Jakarta 2005 Modul Pengawasan Dengan Pendekatan Agama, Inspektorat Jenderal, Departemen Agama RI, Jakarta, 2008
192
Penutup
193
194
P
enelitian ini merupakan penelitian evaluasi (evaluation research) terhadap program bantuan dana sosial keagamaan di lingkungan Kementerian Agama, dilakukan dengan meng-gunakan metode kualitatif. Penelitian yang diselenggara-kan dengan menurunkan tim dalam waktu bersamaan ini mempertimbangkan lokasi-lokasi yang diteliti secara berimbang dan populasi yang signifikan. Secara umum, benang merah yang dapat dipeorleh dari kajian ini diantaranya:
1. Kementerian Agama RI dalam penyediaan dana bantuan sosial dilakukan oleh pimpinan unit kerja eselon I (Ditjen Bimas Islam, Bimas Kristen, Bimas Katolik, Bimas Buddha, dan Bimas Hindu). Dana bantuan diperuntukkan bagi pembangunan rumah ibadat dan ormas keagamaan ini memerlukan pedoman pelaksanaan pemberian bantuan rumah peribadatan dan ormas keagamaan. 2. Selain dilakukan unit kerja Eselon I, bantuan sosial juga dilakukan oleh Kantor Wilayah Kementrian Agama yang dilegalkan melalui surat keputusan-nya. Namun, implementasi kebijakan Kantor Wilayah tersebut di lapangan bervariasi. 3. Dana bantuan untuk rumah ibadah pada umumnya dimanfaatkan untuk rehabilitasi rumah ibadat. Khusus di Propinsi Nusa Tenggara Timur ditemukan dana bantuan sosial yang dimanfaatkan untuk menunjang pemberdayaan ekonomi umat.
195
4. Secara umum dampak sosial keagamaan pem-berian bantuan masih kurang nampak, karena kecilnya jumlah bantuan dibandingkan kebutuhan ril rumah ibadat. Namun di beberapa wilayah jumlah bantuan untuk rumah ibadat dan ormas keagamaan bantuan tersebut dirasa dapat meng-gairahkan jamaah untuk memberi sumbangan dalam membangun rumah ibadat serta mengembangkan aktivitas ormas keagamaan. 5. Faktor pendukung pelaksanaan pemberian bantuan sosial adalah: 1) adanya kebijakan Kementrian Agama melalui surat keputusan yang mengatur proses pemberian bantuan, dan dibuatnya pedoman pelaksanaan pemberian bantuan sosial baik di pusat maupun pada Kanwil Kementrian Agama masing-masing daerah, 2) adanya partisipasi masyarakat untuk memanfatkan bantuan. Sedangkan faktor penghambat antara lain: 1) minimnya jumlah bantuan sosial kepada rumah ibadat dan ormas keagamaan dibanding kebutuhan masyarakat 2) lamanya waktu diterima-nya bantuan di sebagian tempat; 3) kurangnya koordinasi antara Kementrian Agama Pusat dengan Kanwil Kementrian Agama daerah dalam penentuan penerima dana bantuan sosial; dan 4) minimnya studi kelayakan dan monitoring terhadap pelaksanaan pemberian bantuan sosial terhadap rumah ibadat dan ormas keagamaan. Dan untuk pihak-pihak sebagai pemangku kebijakan, disampaikan rekomendasi beberap hal berikut:
196
1.
Diperlukan studi kelayakan dalam penentuan penerima bantuan dan monitoring dalam pelaksanaan bantuan. Studi kelayakan dilakukan oleh pemberi bantuan melalui seleksi proposal calon penerima bantuan berdasarkan juklak dan juknis serta melakukan survey untuk memastikan kebenaran isi proposal. Monitoring dilakukan untuk memastikan bahwa penggunaan bantuan sesuai dengan ketentuan dan tujuannya.
2.
Secara terus menerus perlu ditingkatkan koordinasi antara direktorat-direktorat di lingkungan Kementrian Agama dengan Kanwil Kementerian Agama dalam pelaksanaan program bantuan sosial. Dengan begitu Kanwil Kementrian agama bisa dilibatkan dalam proses studi kelayakan maupun monitoring sehingga pelaksanaan program bantuan sosial lebih maksimal.
3.
Untuk bantuan dalam jumlah yang besar (minimal Rp. 100 juta) dan strategis diperlukan proses analisis yang lebih cermat, baik dari studi kelayakan, pengawasan (monitoring), pendampingan, dan juga perlu dilakukan evaluasi secara priodik.
197