KEABSAHAN PERJANJIAN JUAL-BELI BENDA BERGERAK MELALUI INTERNET (TINJAUAN DARI BUKU III KUH PERDATA DAN UU NO 11 TAHUN 2008) Heru Kuswanto, SH., M.Hum.1
ABSTRAK Berdasarkan syarat sahnya suatu perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata, keabsahan transaksi jual beli melalui internet harus dibuktikan juga dengan bentuk lain, yaitu berupa tanda persetujuan (√) dengan pengisian pada formulir. Sedangkan tanggung jawab para pihak dalam jual beli melalui internet, yaitu pihak penjual bertanggung jawab atas semua produk atau jasa yang telah diiklankannya di internet serta bertanggung jawab atas pengiriman barang atau jasa yang telah dipesan oleh seorang pembeli. Sedangkan pembeli bertanggung jawab untuk membayar sejumlah harga dari produk atau jasa yang telah dibelinya dari penjual. Pasal 15 dan 16 UUITE menjelaskan bahwa sistem penyelenggaraan informasi dan transaksi elektronik harus dilakukan secara aman, andal dan dapat beroperasi sebagaimana mestinya. Penyelenggaraan sistem elektronik bertanggung jawab atas sistem yang diselenggarakannya. Namun, apabila adanya pihak lain yang secara tanpa izin melakukan tindakan sehingga sistem berjalan tidak semestinya, maka penyelenggara sistem elektronik tidak bertanggung jawab atas akibatnya. Kata Kunci : Perjanjian, Benda Bergerak, Transaksi Jual Beli melalui Internet. PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan dewasa ini sangat pesat kemajuannya, perkembangan tersebut tidak hanya pada apa yang diperdagangkan tetapi juga pada tata cara dari perdagangan itu sendiri. Pada awalnya perdagangan dilakukan secara barter antara dua belah pihak yang langsung bertemu dan bertatap muka yang kemudian melakukan suatu kesepakatan mengenai apa yang akan dipertukarkan tanpa ada suatu perjanjian. Setelah ditemukannya alat pembayaran, lambat laun barter berubah menjadi kegiatan jual-beli sehingga menimbulkan perkembangan tata cara perdagangan. Tata cara perdagangan kemudian berkembang dengan adanya suatu perjanjian di antara kedua belah pihak yang sepakat mengadakan suatu perjanjian perdagangan yang di dalam perjanjian tersebut mengatur mengenai apa hak dan kewajiban di antara kedua belah pihak. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, maka perdagangan yang pada awalnya dilakukan secara bertemu langsung dan bertatap muka antarpara pihaknya juga mengalami perubahan. Perkembangan teknologi tersebut di antaranya adalah dengan ditemukannya internet, yaitu teknologi yang memungkinkan kita melakukan pertukaran informasi dengan siapa pun dan di manapun orang tersebut berada tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Perkembangan internet menyebabkan terbentuknya sebuah arena baru yang lazim disebut dengan dunia maya. Setiap individu memiliki hak 1
Dosen Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
55
Heru Kuswanto, SH., M.Hum.: Keabsahan Perjanjian Jual Beli Benda Bergerak melalui Internet (Tinjauan dari Buku III KUH Perdata dan UU No 11 Tahun 2008).
56
dan kemampuan untuk berhubungan dengan individu yang lain tanpa batasan apa pun yang menghalanginya. Inilah globalisasi yang pada dasarnya telah terlaksana di dunia maya, yang menghubungkan seluruh masyarakat digital atau mereka yang sering menggunakan internet dalam aktifitas kehidupan setiap hari. Proses transaksi yang dilakukan dalam dunia bisnis tanpa adanya pertemuan antar para pihaknya yang menggunakan media internet termasuk ke dalam transaksi elektronik. Electronic commerce (yang selanjutnya disingkat e-commerce) dapat diartikan sebagai perdagangan elektronik. Maksud perdagangan elektronik ini adalah perdagangan yang dilakukan secara elektronik dengan menggunakan internet sebagai medianya. Perjanjian e-commerce yang dilakukan oleh para pihaknya bukan seperti layaknya perjanjian pada umumnya, tetapi perjanjian tersebut dapat dilakukan meskipun tanpa adanya pertemuan langsung antara kedua belah pihak, namun perjanjian antarpara pihak tersebut dilakukan secara elektronik. Perjanjian antarpihak dilakukan dengan mengakses halaman web yang disediakan, berisi klausul atau perjanjian yang dibuat oleh pihak pertama (penjual), dan pihak yang lain (pembeli) hanya tinggal menekan tombol yang disediakan sebagai tanda persetujuan atas isi perjanjian yang telah ada, tanpa perlu membubuhkan tanda tangan seperti perjanjian pada umumnya, tetapi menggunakan tanda tangan elektronik atau digital signature. Sehingga para pihak tidak perlu bertemu langsung untuk mengadakan suatu perjanjian. Perjanjian dalam e-commerce dengan perjanjian biasa tidaklah berbeda jauh, yang membedakan hanya pada bentuk dan berlakunya. Media dalam perjanjian biasa yang digunakan adalah tinta dan kertas serta dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak. Setelah dibuat dan disepakati maka perjanjian tersebut mengikat setelah ditandatangani, sedangkan dalam e-commerce perjanjian menggunakan media elektronik yang ada hanya form atau blanko klausul perjanjian yang dibuat salah satu pihak yang ditulis dan ditampilkan dalam media elektronik (halaman web). Kemudian pihak yang lain cukup menekan tombol yang disediakan untuk setuju mengikatkan diri terhadap perjanjian tersebut. Hal ini tentu saja menimbulkan berbagai macam persoalan di dalam perjanjian secara elektronik mengenai sah tidaknya perjanjian tersebut. Rumusan Masalah 1. Sahkah perjanjian jual-beli melalui internet? 2. Bagaimana tanggung jawab para pihak dalam jual beli melalui internet? Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang didasarkan pada asas-asas, kaidah-kaidah, ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku saat ini dan buku-buku serta literatur yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. 2. Pendekatan masalah Untuk pendekatannya, penulis menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan statue approach dan conceptual approach.
JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011 Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
Heru Kuswanto, SH., M.Hum.: Keabsahan Perjanjian Jual Beli Benda Bergerak melalui Internet (Tinjauan dari Buku III KUH Perdata dan UU No 11 Tahun 2008).
57
a. Pendekatan statue approach adalah pendekatan terhadap permasalahan dengan mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini adalah buku III KUH Perdata dan UU no 11 tahun 2008. b. Pendekatan conceptual approach adalah pendekatan terhadap permasalahan dengan mendasarkan pada pendapat sarjana hukum yang diperoleh dari bukubuku literatur dan berbagai karya ilmiah hukum. 3. Sumber bahan hukum Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier (penunjang). a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang sifatnya mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti KUH Perdata, UU No. 11 Tahun 2008 dan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang dibahas. b. Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang sifatnya menjelaskan bahan hukum primer, di mana bahan hukum sekunder berupa buku-buku literatur, rancangan undang-undang, jurnal-jurnal hukum, catatan kuliah, dan berbagai karya ilmiah hukum yang ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang dibahas. c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus Bahasa Indonesia, kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain. 4. Prosedur Bahan Hukum Tahap pengumpulan bahan-bahan yang sesuai dengan topik penelitian ini penelitian ini, dilakukan dengan infentarisasi bahan hukum yang berkaitan dengan perjanjian jual beli benda bergerak melalui internet. Bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan sedangkan bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku ilmiah (hukum) kamus, hasil penelitian, jurnal, pandangan/pendapat para ahli hukum. 5. Analisa bahan hukum Bahan hukum yang telah diperoleh, dikumpulkan kemudian dianalisa secara kualitatif yaitu merupakan suatu penelitian secara deskriptif analisa dengan semua bahan hukum yang terkumpul yang kemudian disusun, dipelajari dan dikaitkan dengan pokok masalah sehingga dapat memberikan suatu gambaran yang jelas tentang penelitian ini. PEMBAHASAN A. Keabsahan Perjanjian melalui Internet Pada prinsipnya, menurut KUH Perdata, suatu perjanjian adalah bebas, tidak terikat pada suatu bentuk tertentu. Dalam KUH Perdata ditentukan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 KUH Perdata). Untuk sahnya suatu kontrak maka harus dilihat kepada syarat-syarat yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menentukan bahwa syarat sahnya suatu perjanjian adalah sebagai berikut: 1. Kesepakatan para pihak. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011 Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
Heru Kuswanto, SH., M.Hum.: Keabsahan Perjanjian Jual Beli Benda Bergerak melalui Internet (Tinjauan dari Buku III KUH Perdata dan UU No 11 Tahun 2008).
58
3. Suatu hal tertentu, dan 4. Suatu sebab yang halal. Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan), maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal), maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum. Pasal 1339 KUH Perdata menentukan bahwa suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Kemudian Pasal 1347 KUH Perdata, syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan di dalamnya. Perjanjian elektronik dalam transaksi elektronik, harus memiliki kekuatan hukum yang sama dengan kontrak konvensional. Sebagaimana ditentukan pada Pasal 18 ayat (1) UUITE yang berbunyi Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak. Pasal 19 UUITE menyatakan bahwa “para pihak yang melakukan transaksi elektronik harus menggunakan sistem elektronik yang disepakati”. Jadi, sebelum melakukan transaksi elektronik, para pihak harus bersepakat untuk menggunakan sistem elektronik untuk melakukan transaksi. Setelah para pihak bersepakat, pihak pembeli harus cukup mempelajari term of condition (ketentuan-ketentuan yang diisyaratkan) pihak penjual. Apabila term of conditions-nya telah disetujui dan dipenuhi oleh pihak pembeli, maka langkah terakhir adalah dengan dilakukan pengeklikan tombol “SEND” atau dengan memberi tanda “√” oleh pihak pembeli yang menandakan suatu syarat persetujuan untuk perjanjian yang ditawarkan oleh pihak penjual. Pada transaksi e-commerce ini pembayaran dapat dilakukan dengan menggunakan kartu kredit (credit card), kartu debit (debet card), cek pribadi (personal check), atau transfer antarrekening. Langkah selanjutnya adalah pihak pembeli berhadapan dengan sebuah halaman situs yang menanyakan berbagai informasi sehubungan dengan proses pembayaran yang ingin dilakukan. Informasi yang biasa ditanyakan sehubungan dengan aktifitas ini adalah sebagai berikut: 1. Cara pembayaran yang ingin dilakukan, seperti: transfer, kartu kredit, kartu debit, cek personal, dan lain sebagainya. Jika menggunakan kartu kredit misalnya, informasi lain kerap ditanyakan, seperti nama yang tercantum dalam kartu, nomor kartu, expire date, dan lain sebagainya. Contoh lain adalah jika menggunakan cek personal, biasanya selain nomor cek, ditanyakan pula nama dan alamat bank yang mengeluarkan cek tersebut; 2. Data atau informasi pribadi dari yang melakukan transaksi, seperti: nama, alamat, nomor telepon, alamat penagihan, dan lain sebagainya. Jika konsumen ingin melakukan pembayaran dengan metoda lain, seperti digital cash atau electronic check misalnya, konsumen diminta untuk mengisi user name dan password terkait sebagai bukti otentik transaksi melalui internet.2
2
http://www.blogster.com/artikelekoindrajit/mekanisme-transaksi-pembayaran. Diakses 9 Maret 2010.
JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011 Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
Heru Kuswanto, SH., M.Hum.: Keabsahan Perjanjian Jual Beli Benda Bergerak melalui Internet (Tinjauan dari Buku III KUH Perdata dan UU No 11 Tahun 2008).
59
Setelah pihak pembeli mengisi formulir elektronik tersebut, maka perusahaan yang memiliki situs akan melakukan pengecekan berdasarkan informasi pembayaran yang telah dimasukkan ke dalam sistem. Melalui sebuah sistem gateway (fasilitas yang menghubungkan dua atau lebih sistem jaringan komputer yang berbeda), perusahaan akan melakukan pengecekan terhadap bank yang dipilih oleh pihak pembeli untuk melakukan pembayaran (misalnya menghubungi Visa atau Mastercard untuk jenis pembayaran kartu kredit). Hasil dari proses pengecekan di atas secara otomatis akan “diinformasikan” kepada penjual melalui situs perusahaan. Jika berhasil, maka pembeli dapat melakukan proses berikutnya (menunggu barang dikirimkan secara fisik ke lokasi konsumen atau konsumen dapat melakukan download terhadap produk-produk digital). Jika proses pengecekan tadi gagal, maka pesan kegagalan tersebut akan diberitahukan melalui situs yang sama atau langsung ke e-mail pembeli. Berbagai cara biasa dilakukan oleh perusahaan maupun bank untuk membuktikan kepada konsumen bahwa proses pembayaran telah dilakukan dengan baik, seperti: 1. Pemberitahuan melalui email mengenai status transaksi jual beli produk atau jasa yang telah dilakukan. 2. Pengiriman dokumen elektronik melalui email atau situs terkait yang berisi “berita acara” jual-beli dan kuitansi pembelian yang merinci jenis produk atau jasa yang dibeli berikut detail mengenai metode pembayaran yang telah dilakukan. Pengiriman kuitansi pembayaran melalui kurir ke alamat atau lokasi konsumen.3 Secara umum, suatu transaksi perdagangan seyogyanya dapat menjamin: 1. Kerahasiaan (confidentiality): data transaksi harus dapat disampaikan secara rahasia, sehingga tidak dapat dibaca oleh pihak-pihak yang tidak diinginkan; 2. Keutuhan (integrity): data setiap transaksi tidak boleh berubah saat disampaikan melalui suatu saluran komunikasi; 3. Keabsahan atau keotentikan (authenticity), meliputi: a. Keabsahan pihak-pihak yang melakukan transaksi: bahwa sang konsumen adalah seorang pelanggan yang sah pada suatu perusahaan penyelenggara sistem pembayaran tertentu (misalnya kartu kredit Visa dan Mastercard), atau kartu kredit seperti Kualiva dan Stand Card (misalnya) dan keabsahan keberadaan pedagang itu sendiri. b. Keabsahan data transaksi: data transaksi itu oleh penerima diyakini dibuat oleh pihak yang mengaku membuatnya (biasanya sang pembuat data tersebut membutuhkan tanda tangannya). Hal ini termasuk pula jaminan bahwa tanda tangan dalam dokumen tersebut tidak bisa dipalsukan atau diubah; 4. Dapat dijadikan bukti/tak dapat disangkal (non-repudation) catatan mengenai transaksi yang telah dilakukan dapat dijadikan barang bukti di suatu saat jika ada perselisihan.4 B. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Jual Beli melalui Internet 3 4
Ibid Riyeke Ustadiyanto, Framework E-commerce, ANDI Yogyakarta, 2002. Hal 86
JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011 Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
Heru Kuswanto, SH., M.Hum.: Keabsahan Perjanjian Jual Beli Benda Bergerak melalui Internet (Tinjauan dari Buku III KUH Perdata dan UU No 11 Tahun 2008).
60
Transaksi jual beli secara elektronik dilakukan oleh pihak yang terkait, walaupun pihak-pihaknya tidak bertemu secara langsung satu sama lain, tetapi berhubungan melalui internet. Dalam jual beli secara elektronik, pihak-pihak yang terkait antara lain: 1. Penjual atau merchant yang menawarkan sebuah produk melalui internet sebagai pelaku usaha. 2. Pembeli yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-undang, yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan berkeinginan melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan oleh penjual. 3. Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual atau pelaku usaha, karena transaksi jual beli dilakukan secara elektronik, penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka berada pada lokasi yang berbeda sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini, yaitu bank. 4. Provider sebagai penyedia jasa layanan akses internet. Pada dasarnya pihak-pihak dalam jual beli secara elektronik tersebut di atas, masing-masing memiliki hak dan kewajiban, penjual/pelaku usaha/merchant merupakan pihak yang menawarkan produk melalui internet. Oleh karena itu, penjual bertanggung jawab memberikan secara benar dan jujur atas produk yang ditawarkan kepada pembeli atau konsumen. Di samping itu, penjual juga harus menawarkan produk yang diperkenankan oleh undang-undang maksudnya barang yang ditawarkan tersebut bukan barang yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak rusak atau mengandung cacat tersembunyi, sehingga barang yang ditawarkan adalah barang yang layak untuk diperjualbelikan. Penjual juga bertanggung jawab atas pengiriman produk atau jasa yang telah dibeli oleh seorang konsumen sesuai dengan jangka waktu yang sudah disepakati bersama. Dengan demikian, transaksi jual beli termaksud tidak menimbulkan kerugian bagi siapa pun yang membelinya. Di sisi lain, seorang penjual atau pelaku usaha memiliki hak untuk mendapatkan pembayaran dari pembeli/konsumen atas harga barang yang dijualnya dan juga berhak untuk mendapatkan perlindungan atas tindakan pembeli/konsumen yang beritikad tidak baik dalam melaksanakan transaksi jual beli elektronik ini. Jadi, pembeli berkewajiban untuk membayar sejumlah harga atas produk atau jasa yang telah dipesannya pada penjual tersebut. Seorang pembeli memiliki kewajiban untuk membayar harga barang yang telah dibelinya dari penjual sesuai jenis barang dan harga yang telah disampaikan antara penjual dan pembeli tersebut, selain itu mengisi data identitas diri yang sebenar-benarnya dalam formulir penerimaan. Di sisi lain, pembeli/konsumen berhak mendapatkan informasi secara lengkap atas barang yang akan dibelinya itu. Pembeli juga berhak mendapat perlindungan hukum atas perbuatan penjual/pelaku usaha yang beritikad tidak baik. Bank sebagai perantara dalam transaksi jual beli secara elektronik, berkewajiban, dan bertanggung jawab sebagai penyalur dana atas pembayaran suatu produk dari pembeli kepada penjual produk itu karena mungkin saja pembeli/konsumen yang berkeinginan membeli produk dari penjual melalui internet yang letaknya berada saling berjauhan sehingga pembeli harus menggunakan fasilitas bank untuk melakukan pembayaran atas harga produk yang
JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011 Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
Heru Kuswanto, SH., M.Hum.: Keabsahan Perjanjian Jual Beli Benda Bergerak melalui Internet (Tinjauan dari Buku III KUH Perdata dan UU No 11 Tahun 2008).
61
telah dibelinya dari penjual, misalnya dengan proses pentransferan dari rekening pembeli kepada rekening penjual (acount to acount). Provider merupakan pihak lain dalam transaksi jual beli secara elektronik, dalam hal ini provider memiliki kewajiban atau tanggung jawab untuk menyediakan layanan akses 24 jam kepada calon pembeli untuk dapat melakukan transaksi jual-beli secara elektronik melalui media internet dengan penjualan yang menawarkan produk lewat internet tersebut. Dalam hal ini terdapat kerja sama antara penjual/pelaku usaha dengan provider dalam menjalankan usaha melalui internet ini. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan hubungan hukum yang dilakukan dengan memadukan jaringan (network) dari sistem yang informasi berbasis komputer dengan sistem komunikasi yang berdasarkan jaringan dan jasa tekomunikasi. Jenis-jenis hubungan hukum yang terjadi dalam transaksi jual beli secara elektronik tidak hanya terjadi antara pengusaha dengan konsumen saja, tetapi juga terjadi pada pihak-pihak di bawah ini: 1. Business to business: transaksi yang terjadi antarperusahaan dalam hal ini, baik pembeli maupun penjual adalah sebuah perusahaan dan bukan perorangan. Biasanya transaksi ini dilakukan karena mereka telah saling mengetahui satu sama lain dan transaksi jual beli tersebut dilakukan untuk menjalin kerja sama antara perusahaan itu. 2. Business to customer: ransaksi antara perusahaan dengan konsumen/individu. Pada jenis ini transaksi disebarkan secara umum, dan konsumen yang berinisiatif melakukan transaksi. Produsen harus siap menerima respon dari konsumen tersebut. Biasanya sistem yang digunakan adalah sistem web karena sistem ini yang sudah umum dipakai dikalangan masyarakat; 3. Customer to customer: transaksi jual beli yang terjadi antarindividu dengan individu yang akan saling menjual barang. 4. Customer to business: transaksi yang memungkinkan individu menjual barang pada perusahaan. 5. Customer to goverment: transaksi jual beli yang dilakukan antar individu dengan pemerintah, seperti, dalam pembayaran pajak.5 Dengan demikian, pihak-pihak yang dapat terlibat dalam satu transaksi jual beli secara elektronik, tidak hanya antara individu dengan individu tetapi juga dengan sebuah perusahaan, perusahaan dengan perusahaan atau bahkan antara individu dengan pemerintah. Syaratnya para pihak termasuk secara perdata telah memenuhi persyaratan untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum dalam hal ini hubungan hukum jual beli. Pada dasarnya proses transaksi jual beli secara elektronik tidak jauh berbeda dengan jual beli biasa (konvensional), antara lain: 1. Penawaran. Kegiatan yang dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui website pada internet. Penjual atau pelaku usaha menyediakan catalog produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki website pelaku usaha tersebut dapat melihat barang yang ditawarkan oleh penjual. Salah satu keuntungan jual beli melalui toko online ini adalah bahwa pembeli dapat berbelanja kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu. Penawaran dalam sebuah website 5
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Penerbit PT Raja Gravindo Persada, 2003, hal 227.
JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011 Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
Heru Kuswanto, SH., M.Hum.: Keabsahan Perjanjian Jual Beli Benda Bergerak melalui Internet (Tinjauan dari Buku III KUH Perdata dan UU No 11 Tahun 2008).
62
biasanya menampilkan barang-barang yang ditawarkan, harga, nilai rating atau poll otomatis tentang barang yang diisi oleh pembeli sebelumnya, spesifikasi barang termasuk menu produk lain yang berhubungan. Penawaran melalui internet terjadi apabila pihak lain yang mengunakan media internet memasuki situs milik penjual atau pelaku usaha yang melakukan penawaran, oleh karena itu apabila seseorang tidak menggunakan media internet dan memasuki situs milik pelaku usaha yang menawarkan sebuah produk maka tidak dapat dikatakan ada penawaran. Dengan demikian, penawaran melalui media internet hanya dapat terjadi apabila seseorang membuka situs yang menampikan sebuah tawaran melalui internet tersebut. 2. Penerimaan. Dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi. Apabila penawaran dilakukan melalui e-mail address, maka penerima dilakukan melalui e-mail, karena penawaran hanya ditujukan sebuah e-mail tersebut yang ditujukan untuk seluruh rakyat yang membuka website yang berisikan penawaran atas suatu barang yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha. Setiap orang yang berminat untuk membeli barang yang ditawarkan itu dapat membuat kesepakatan dengan penjual atau pelaku usaha yang menawarkan barang tersebut. Pada transaksi jual beli secara elektronik khususnya melalui website, biasanya calon pembeli akan memilih barang tertentu yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha, dan jika calon pembeli atau konsumen itu tertarik untuk membeli salah satu barang yang ditawarkan, maka barang itu akan disimpan terlebih dahulu sampai calon pembeli/konsumen merasa yakin akan pilihannya, selanjutnya pembeli/konsumen akan memasuki tahap pembayaran. 3. Pengiriman merupakan suatu proses yang dilakukan setelah pembayaran atas barang yang telah ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas penerimaan barang termaksud. Pada kenyataannya barang yang dijadikan objek perjanjian dikirimkan oleh penjual kepada pembeli dengan biaya pengiriman sebagaimana telah diperjanjikan antarpenjual dan pembeli. 4. Pembayaran. Sistem pihak ketiga. Pada sistem ini, ada pihak ketiga yang berfungsi sebagai agen antara pedagang/penjual dan konsumen/pembeli. Si agen inilah yang bertugas memeriksa kartu kredit konsumen, menyetujui (atau menolak) transaksi dan kemudian mengeluarkan dana untuk pembayaran kepada pedagang. Dalam kategori ini beberapa di antaranya menawarkan sistem yang lebih canggih, memungkinkan pelanggan untuk membuka rekening menggunakan kartu kredit atau kartu debit, kemudian memilih nomor pin dan password sendiri. Setiap kali konsumen ingin membeli sebuah barang atau jasa secara online, dia harus menggunakan nomor pin dan password sebagai pengganti nomor kartu kredit. Dengan demikian detil kartu kredit tidak secara terus menerus ditransfer melalui internet. Konsumen juga dapat merubah nomor pin maupun password sesering mereka inginkan. Meskipun demikian, sistem pihak ketiga tradisional ini mempunyai beberapa kelemahan. Sistem ini tidak dapat menangani pembayaran dalam jumlah kecil, dan membutuhkan detil kartu kredit untuk dimasukkan setiap kali ingin melakukan pembelian.6 6
http://www.elektroindonesia.com/elektro/tel26.html Diakses tanggal 10-03-2010.
JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011 Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
Heru Kuswanto, SH., M.Hum.: Keabsahan Perjanjian Jual Beli Benda Bergerak melalui Internet (Tinjauan dari Buku III KUH Perdata dan UU No 11 Tahun 2008).
63
Berdasarkan proses transaksi jual beli secara elektronik yang telah diuraikan di atas yang telah menggambarkan bahwa ternyata jual beli tidak hanya dapat dilakukan secara konvensional, di mana antara penjual dengan pembeli saling bertemu secara langsung, namun dapat juga hanya melalui media internet, sehingga orang yang saling berjauhan atau berada pada lokasi yang berbeda tetap dapat melakukan transaksi jual beli tanpa harus bersusah payah untuk saling bertemu secara langsung, sehingga meningkatkan efektifitas dan efisiensi waktu serta biaya baik bagi pihak penjual maupun pembeli. Pasal 15 UUITE menjelaskan: 1. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya. 2. Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya. 3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik. Pasal 16 UUITE menjelaskan bahwa ayat 1 sepanjang tidak ditentukan lain oleh Undang-Undang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut: 1. Dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan. 2. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut. 3. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut. 4. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut, dan 5. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggung-jawaban prosedur atau petunjuk. Dalam Pasal 9 UUITE dijelaskan bahwa “pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elekronik harus menyediakan informasi yang dilengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Dalam Pasal 10 ayat (1) UUITE dijelaskan bahwa “setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh lembaga sertifikasi keandalan”. Dalam Pasal 10 ayat (2) UUITE menyebutkan “ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan pemerintah”. Terkait dengan tanggung jawab seseorang mengenai tanda tangan elektronik maka dalam Pasal 12 ayat (1) UUITE disebutkan bahwa “setiap orang yang terlibat dalam tanda tangan elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas tanda tangan elektronik yang digunakannya”. Dalam Pasal 12 ayat (2) UUITE dijelaskan bahwa “pengamanan tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011 Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
Heru Kuswanto, SH., M.Hum.: Keabsahan Perjanjian Jual Beli Benda Bergerak melalui Internet (Tinjauan dari Buku III KUH Perdata dan UU No 11 Tahun 2008).
64
1. Sistem tidak dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak. 2. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik. 3. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika: a. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau b. Keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik. 4. Dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut. Pasal 12 ayat (3) UUITE juga menjelaskan bahwa “setiap orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul”. Artinya setiap orang bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul akibat pelanggaran yang dilakukan terhadap pemberian pengamanan atas tanda tangan elektronik tersebut. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Selain terpenuhinya syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sesuai pasal 1320 KUH Perdata, maka keabsahan transaksi jual beli melalui internet harus dibuktikan juga dengan bentuk lain, yaitu berupa tanda persetujuan (√) dengan pengisian pada formulir. 2. Tanggung jawab para pihak dalam jual beli melalui internet yaitu pihak penjual bertanggung jawab atas semua produk atau jasa yang telah di iklankannya di internet serta bertanggung jawab atas pengiriman barang atau jasa yang telah dipesan oleh seorang pembeli. Sedangkan pembeli bertanggung jawab untuk membayar sejumlah harga dari produk atau jasa yang telah dibelinya dari penjual. Pasal 15 dan 16 UUITE menjelaskan bahwa sistem penyelenggaraan informasi dan transaksi elektronik harus dilakukan secara aman, andal dan dapat beroperasi sebagaimana mestinya. Penyelenggaraan sistem elektronik bertanggung jawab atas sistem yang diselenggarakannya. Namun, apabila adanya pihak lain yang secara tanpa izin melakukan tindakan sehingga sistem berjalan tidak semestinya, maka penyelenggara sistem elektronik tidak bertanggung jawab atas akibatnya.
B. Saran
JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011 Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
Heru Kuswanto, SH., M.Hum.: Keabsahan Perjanjian Jual Beli Benda Bergerak melalui Internet (Tinjauan dari Buku III KUH Perdata dan UU No 11 Tahun 2008).
65
1. Perlu dilakukan sosialisasi UUITE sehingga masyarakat dapat memahami dan mengetahui perihal tentang keabsahan perjanjian melalui Internet tersebut. Dalam hal ini sosialisasi dimaksudkan juga agar masyarakat dapat melaksanakan transaksi e-commerce ini sesuai dengan aturan yang berlaku dan juga agar terdapat persamaan persepsi, sehingga tidak terdapat kendala dalam penerapannya; 2. Bagi para pihak yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama, dapat mengajukan gugatan perdata untuk memperoleh pembayaran ganti rugi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12 UUITE, dan bisa dituntut secara pidana jika barang yang diserahkan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.
JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011 Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
Heru Kuswanto, SH., M.Hum.: Keabsahan Perjanjian Jual Beli Benda Bergerak melalui Internet (Tinjauan dari Buku III KUH Perdata dan UU No 11 Tahun 2008).
66
DAFTAR PUSTAKA
BUKU Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, PT. Raja Gravindo Persada, 2003. Wirjono Projodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1985. R. Subekti, Aneka Perjanjian, cetakan ke VII, Alumni, Bandung,1985. , Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa Jakarta, cetakan XXI, 1987. Riyeke Ustadiyanto, Framework E-commerce, Andi Yogyakarta, 2002. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik MEDIA INTERNET http://poete141289.blogspot.com/2009/12/tugas-sistem-informasimanajemen.html http://www.tunardy.com/pengertian-cybercrime/ http://hukumpedia.com/index.php?title=Benda_bergerak http://www.sejarah-internet.com/pengertian-internet/ http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Internet http://www.blogster.com/artikelekoindrajit/mekanisme-transaksi-pembayaran
JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011 Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya