KATA PENGANTAR Sektor perhubungan (transportasi darat, laut dan udara) memiliki kontribusi yang sangat vital dan berdimensi strategik bagi pembangunan nasional, mengingat sifatnya sebagai penggerak dan pendorong kegiatan pembangunan serta sebagai jembatan perekat kesenjangan yang membuat semakin penting perannya sebagai bagian integral dari infrastruktur pembangunan nasional. Sesuai dengan amanah yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, Departemen Perhubungan bertugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang perhubungan. Tugas tersebut dilaksanakan dalam rangka mendukung langkah-langkah penyelamatan, pemulihan, pemantapan dan pengembangan pembangunan nasional guna mewujudkan kemajuan di segala bidang, dalam mencapai tujuan nasional. Pembangunan sektor perhubungan akan berpengaruh besar terhadap perekonomian nasional, mengingat kegiatan di bidang transportasi darat, transportasi perkeretaapian, transportasi laut dan transportasi udara berperan penting dalam kegiatan distribusi barang, penumpang dan jasa ke seluruh pelosok tanah air dan antar negara. Rencana Kerja (RENJA) Departemen Perhubungan Tahun 2009 memuat keseluruhan kebijakan publik di lingkungan Departe-men Perhubungan dan secara khusus membahas kebijakan publik sektor perhubungan yang terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disusun berdasarkan penganggaran terpadu (unified budget) menurut klasifikasi organisasi, fungsi dan jenis belanja dan berisi kebijakan pembangunan ekonomi di bidang perhubungan, baik yang terkait dengan kebijakan APBN maupun yang diarahkan untuk mendorong peranserta masyarakat dalam pembangunan perhubungan. Secara rinci RENJA Departemen Perhubungan Tahun 2009 berisi kemajuan yang telah dicapai serta masalah dan tantangan yang akan dihadapi pada masing-masing sub sektor di lingkungan Departemen Perhubungan. Dari perkembangan keadaan tersebut kemudian dirumuskan sasaran pembangunan yang hendak dicapai serta prioritas pembangunan yang akan ditempuh dengan mengacu pada agenda pembangunan yang perlu diselesaikan pada tahun 2009. Dengan arah kebijakan pada masing-masing sub sektor di lingkungan Departemen Perhubungan, yang meliputi transportasi darat, transportasi perkeretaapian, transportasi laut, transportasi udara dan penunjang transportasi, selanjutnya disusun program-program pembangunan. Kondisi internal yang akan berpengaruh adalah dukungan stabilitas politik dan keamanan pasca bencana alam tanah longsor, banjir
i Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
dan lain-lain, serta suksesnya usaha-usaha Pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Namun demikian berbagai dampak samping dari krisis politik dan keamanan yang masih berlangsung di beberapa daerah di Indonesia serta permasalahan keamanan di wilayah perbatasan negara yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dampak samping proses pembelajaran demokrasi, telah memberikan sumbangan pada lambatnya pemulihan kepercayaan pasar yang diindikasikan oleh masih belum pulihnya kegiatan investasi swasta, bahkan terdapat kegiatan realokasi investasi swasta ke luar negeri. Kondisi eksternal yang ikut berpengaruh adalah berkaitan dengan krisis keamanan berkepanjangan di Irak yang sampai sekarang belum selesai, melonjaknya harga minyak dunia, dan isu terorisme yang masih merebak sejak tahun 2002 serta krisis tekanan eksternal yang dimulai dengan guncangan / krisis pasar modal. Arah pembangunan perhubungan dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan mendukung pelaksanaan pembangunan sektor-sektor lainnya adalah mengupayakan peningkatan keterpaduan tataran transportasi nasional dengan tataran transportasi wilayah dan tataran transportasi lokal yang didukung dengan pelaksanaan otonomi dan pelimpahan wewenang kepada daerah untuk kepentingan bersama, baik antar wilayah maupun kepentingan nasional dengan tetap mengutamakan efisiensi, efektifitas, kompetisi yang sehat dan kemampuan daya saing baik secara nasional maupun internasional Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 di samping dipergunakan sebagai acuan bagi seluruh jajaran Departemen Perhubungan untuk menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKAKL) di bidang Perhubungan yang akan dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2009, secara substansi juga sejalan dengan Rencana Strategis (RENSTRA) Departemen Perhubungan 2005 – 2009 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2005-2009.
MENTERI PERHUBUNGAN
Ir. JUSMAN SYAFII DJAMAL
ii
Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
iii Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................ DAFTAR ISI ...................................................................... DAFTAR TABEL ................................................................ DAFTAR DIAGRAM ........................................................... BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
i iii vi ix
PENDAHULUAN …………................................... A. Tatanan Makro Strategis Perhubungan (TMSP) B. Rencana Umum dan Rencana Teknis Pengembangan Perhubungan ...................................... C. Sistem Perencanaan Pembangunan Perhubungan ............................................................... SASARAN, PRIORITAS DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DEPARTEMEN PERHUBUNGAN TAHUN 2009 ................................................... A. KONDISI UMUM …………………………………….. 1. Pembangunan Transportasi ….………………. 2. Regulasi dan Kerjasama Luar Negeri ………. B. PERMASALAHAN DAN TANTANGAN ................ C. SASARAN, PRIORITAS DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN ..................................... 1. Sasaran dan Prioritas Pembangunan Tahun 2009 ............................................... 2. Arah Kebijakan Pembangunan ................... TARGET PERTUMBUHAN DAN KEBUTUHAN PEMBIAYAAN DEPARTEMEN PERHUBUNGAN TAHUN 2009 ................................................... A. TARGET PERTUMBUHAN SEKTOR TRANSPORTASI TAHUN 2009.......................... 1. Realisasi Pertumbuhan Sektor Transportasi Tahun 2007 ........................... 2. Proyeksi Tahun 2008 dan 2009 .................. B. KEBUTUHAN PEMBIAYAAN SEKTOR TRANSPORTASI TAHUN 2009 ......................... 1. Upaya Mendukung Pertumbuhan (Pro Growth) ..................................................... 2. Kriteria Alokasi Anggaran APBN Dephub…..
I-1 I-2 I-3 I-3
II-1 II-1 II-1 II-9 II-10 II-15 II-15 II-17
III-1 III-1 III-1 III-4 III-8 III-8 III-9
PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DARAT ………. IV-1 A. KONDISI UMUM ……………….......................... IV-1 B. SASARAN PEMBANGUNAN ……….……………… IV-9 C. STRATEGI ………………………………………….… IV-13 D. PROGRAM PEMBANGUNAN …………………….. IV-17
iii Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
BAB V
PEMBANGUNAN TRANSPORTASI PERKERETAAPIAN………………………………………. A. KONDISI UMUM …………………………………. B. SASARAN ………………………………………….. C. STRATEGI …………………………………………. D. PROGRAM PEMBANGUNAN …………………..
V-1 V-1 V-3 V-4 V-4
BAB VI
PEMBANGUNAN TRANSPORTASI LAUT ……… VI-1 A. KONDISI UMUM …………………………………. VI-1 B. SASARAN ………………………………………….. VI-3 C. STRATEGI …………………………………………. VI-3 D. PROGRAM PEMBANGUNAN ………………….. VI-3
BAB VII
PEMBANGUNAN TRANSPORTASI UDARA…… VII-1 A. KONDISI UMUM ......................................... VII-1 B. SASARAN ………………………………………….. VII-15 C. STRATEGI ………..………………………………. VII-15 D. PROGRAM PEMBANGUNAN ………………….. VII-16
BAB VIII
PEMBANGUNAN UNSUR PENUNJANG SEKTOR TRANSPORTASI ……………………................... VIII-1 A. KONDISI UMUM ......................................... VIII-1 1. Sekretariat Jenderal…………………………. VIII-1 2. Inspektorat Jenderal……….……………….. VIII-4 3. Badan Penelitian dan Pengembangan .… VIII-6 4. Badan Pendidikan dan Pelatihan..……… VIII-6 5. Badan SARNAS……………….…………….. VIII-7 B. SASARAN ................................................... VIII-10 1. Sekretariat Jenderal..………………………. VIII-10 2. Inspektorat Jenderal …………………….... VIII-11 3. Badan Penelitian dan Pengembangan .… VIII-11 4. Badan Pendidikan dan Pelatihan ……….. VIII-11 5. Badan SARNAS…………………………….... VIII-12 C. STRATEGI ………………………………………… VIII-12 1. Sekretariat Jenderal ..……………………… VIII-12 2. Inspektorat Jenderal…............…………… VIII-13 3. Badan Penelitian dan Pengembangan..… VIII-14 4. Badan Pendidikan dan Pelatihan....... … VIII-15 6. Badan SARNAS……………………………… VIII-16 D. PROGRAM PEMBANGUNAN ………………… VIII-16 1. Sekretariat Jenderal ..……………………… VIII-16 2. Inspektorat Jenderal…............…………… VIII-19 3. Badan Penelitian dan Pengembangan..… VIII-19 4. Badan Pendidikan dan Pelatihan....... … VIII-19 5. Badan SARNAS.......................................VIII-20
iv Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
BAB IX
PEMBANGUNAN PERHUBUNGAN DI KAWASAN PERBATASAN .............................. A. KONDISI UMUM ......................................... 1. Transportasi Darat …..……………………… 2. Transportasi Laut ……………….………..... 3. Transportasi Udara ……………………….... B. SASARAN .................................................... C. STRATEGI …………………………………………. D. PROGRAM PEMBANGUNAN ………………….. 1. Program Pemeliharaan, Rehabilitasi, Peningkatan dan Pembangunan Transportasi Darat ................................ 2. Program Pemeliharaan, Rehabilitai, Peningkatan dan Pembangunan Transportasi Laut ……………................... 3. Program Pemeliharaan, Rehabilitasi, Peningkatan dan Pembanguan Transportasi Udara ................................
IX-1 IX-1 IX-1 IX-1 IX-2 IX-2 IX-3 IX-4 IX-4 IX-4 IX-4
BAB X
KAIDAH PELAKSANAAN ...............................
X-1
BAB XI
PENUTUP .................................................... XI-1
v Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
DAFTAR TABEL TABEL II-1. TABEL II-2.
TABEL III-1.
TABEL III-2.
TABEL III-3.
TABEL III-4.
PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN FASILITAS KESELAMATAN TAHUN 2007 ................................
II-2
PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN ANGKUTAN SUNGAI DANAU DAN PENYEBERANGAN TAHUN 2007..........................................................
II-3
DISTRIBUSI PDB NASIONAL TAHUN 2007 MENURUT PENGGUNAAN : Y = C + G + I + (X – M)............................................
III-2
DISTRIBUSI PDB TRANSPORTASI TAHUN 2007 MENURUT PENGGUNAAN : Y = C + G + I + (X – M).............................................
III-3
TARGET DAN REALISASI PERTUMBUHAN SEKTOR TRANSPORTASI 2007 ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000 ............................
III-4
DISTRIBUSI PDB TRANSPORTASI TAHUN 2005, 2006, DAN 2007 PRAKIRAAN TAHUN 2008 DAN 2009 MENURUT PENGGUNAAN : Y = C + G + I + (X – M) DALAM TRILIUN RUPIAH (HARGA KONSTAN TAHUN 2000) ..........................
III-6
TABEL III-5.
PRAKIRAAN PERTUMBUHAN SEKTOR TRANSPORTASI TERHADAP PEMBENTUKAN NILAI TAMBAH TAHUN 2008 DAN 2009 ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000 (TRILIUN RUPIAH) ............................................................................... III-7
TABEL III-6.
REALISASI NILAI TAMBAH DAN PEMBIAYAAN SEKTOR TRANSPORTASI TAHUN 2005, 2006 DAN 2006 SERTA PRAKIRAAN TAHUN 2008 DAN 2009 (TRILIUN RUPIAH)………………………………………… III-10
TABEL III-7.
REKAPITULASI APBN DAN PAGU INDIKATIF PEMBIAYAAN DEPARTEMEN PERHUBUNGAN PADA TAHUN BERJALAN DIBANDINGKAN DENGAN TARGET RENSTRA 2005 - 2009 (TRILIUN RUPIAH) ................................................. III-11
TABEL III-8.
SKENARIO ALOKASI SUMBER PEMBIAYAAN SWASTA DAN BUMN PADA SEKTOR TRANSPORTASI TAHUN 2008-2009………………….. III-12
TABEL IV-1.
PROGRAM REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA DAN FASILITAS LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN ................................... IV-17
TABEL IV-2.
PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN FASILITAS LLAJ .................................................... IV-17
TABEL IV-3.
PROGRAM PENINGKATAN AKSESIBILITAS PELAYANAN ANGKUTAN JALAN .................... IV-18
vi Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
TABEL IV-4.
PROGRAM RESTRUKTURISASI & REFORMASI KELEMBAGAAN & PRASARANA LLAJ ................... IV-18
TABEL IV-5.
PROGRAM PENINGKATAN DAN PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA ASDP .......................... IV-19
TABEL IV-6.
PROGRAM REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA DAN FASILITAS DERMAGA SUNGAI, DANAU, DAN PENYEBERANGAN….......... IV-19
TABEL IV-7.
PROGRAM RESTRUKTURISASI & REFORMASI KELEMBAGAAN SDP ............................................ IV-19
T ABEL V-1.
PERBANDINGAN MODA KA DENGAN MODA LAINNYA............................................................
V-1
PROGRAM PENINGKATAN AKSESIBILITAS PELAYANAN ANGKUTAN PERKERETAAPIAN .........
V-5
PROGRAM PENINGKATAN DAN PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA KERETA API ...............
V-6
PROGRAM REHABILITASI PRASARANA DAN SARANA KA ..........................................................
V-6
PROGRAM RESTRUKTURISASI & REFORMASI KELEMBAGAAN PERKERETAAPIAN ......................
V-6
PROGRAM PENYELENGGARAAN PIMPINAN KENEGARAAN DAN PEMERINTAHAN ...................
V-7
PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA TRANSPORTASI LAUT ...........................................
VI-4
TABEL V-2. TABEL V-3. TABEL V-4. TABEL V-5. TABEL V-6. TABEL VI-1. TABEL VII-1.
PROGRAM REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA TRANSPORTASI UDARA .................... VII-17
TABEL VII-2.
PROGRAM RESTRUKTURISASI KELEMBAGAAN DAN PERATURAN TRANSPORTASI UDARA ………………………………………………………………… VII-17
TABEL VII-3.
PROGRAM PEMBANGUNAN TRANSPORTASI UDARA .....................................……………………… VII-17
TABEL VII-4.
PROGRAM PENYELENGGARAAN PIMPINAN KENEGARAAN DAN KEPERINTAHAN ................. VII-19
TABEL VIII-1
KINERJA PELAYANAN SARNAS TAHUN 2006 – 2007 .................................................................
TABEL VIII-2.
PROGRAM PENDUKUNG PENGEMBANGAN TRANSPORTASI ANTAR MODA............................
VIII-9 VIII-17
TABEL VIII-3.
PROGRAM PENINGKATAN SARANA DAN PRASARANA APARATUR NEGARA .............................. VIII-18
TABEL VIII-4.
PROGRAM PENERAPAN KEPEMERINTAHAN YANG BAIK ..................................................................... VIII-18
TABEL VIII-5.
PROGRAM PENDUKUNG PENCARIAN DAN PENYELAMATAN PERHUBUNGAN ........................ VIII-19
TABEL VIII-6.
PROGRAM PENDUKUNG PROGRAM PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN.............. VIII-19
vii Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
TABEL VIII-7.
PROGRAM PENDUKUNG PENGELOLAAN KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR DAN PENDIDIKAN KEDINASAN.............................. VIII-19
TABEL VIII-8.
PROGRAM PENDUKUNG PENINGKATAN PENGAWASAN DAN AKUNTABILITAS APARATUR NEGARA................................................................. VIII-20
TABEL IX-1.
PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBANGUNAN DI WILAYAH PERBATASAN, DAERAH TERPENCIL DAN RAWAN BENCANA TAHUN 2009 ..............................................................................
viii Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
IX-5
DAFTAR DIAGRAM
DIAGRAM I-1.
KERANGKA PIKIR SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERHUBUNGAN (SP3).....
DIAGRAM III-1.
PRIORITAS ALOKASI APBN DEPHUB TAHUN 2009 ...........................................
I-4 III-9
ix Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
BAB I PENDAHULUAN Rencana Kerja (RENJA) Departemen Perhubungan Tahun 2009 merupakan rencana tahun kelima pelaksanaan pembangunan sesuai dengan Rencana Strategis (RENSTRA) Departemen Perhubungan Tahun 2005 – 2009, dan merupakan kelanjutan RENJA Departemen Perhubungan tahun 2008. Rencana Kerja (RENJA) Departemen Perhubungan Tahun 2009 disusun berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2009, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2004 2009 dan Rencana Strategis (RENSTRA) Departemen Per-hubungan Tahun 2005 – 2009, dimaksudkan untuk menjadi acuan dalam pelaksanaan tugas Departemen Perhubungan pada tahun 2009. Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 berisi kebijakan pembangunan perhubungan, yaitu transportasi dan kegiatan pendukungnya, baik yang akan dibiayai melalui APBN, anggaran BUMN, maupun Swasta. Uraian ini akan diawali dengan kondisi umum yang secara singkat menguraikan pencapaian kinerja sampai dengan tahun 2007 dan perkiraan tahun 2008, masalah dan tantangan yang harus dihadapi pada tahun 2009. Dari perkembangan keadaan tersebut kemudian dirumuskan prioritas-prioritas pembangunan tahun 2009 dan sasaran pembangunan yang hendak dicapai pada masing-masing prioritas dengan mengacu kepada agenda pembangunan Departemen Perhubungan yang perlu diselesaikan pada tahun 2009. Prioritas pembangunan tahunan disusun dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : 1.
2. 3. 4.
Memiliki dampak yang besar terhadap pencapaian sasaransasaran pembangunan sehingga langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat; Mendesak dan penting untuk segera dilaksanakan; Merupakan tugas pemerintah sebagai pelaku utama; Realistis untuk dilaksanakan.
Berdasarkan arah kebijakan pada masing-masing bidang pembangunan perhubungan, yang meliputi transportasi darat (angkutan jalan, angkutan perkeretaapian dan ASDP), transportasi laut, transportasi udara, dan kegiatan penunjang transportasi, selanjutnya disusun program-program pembangunan yang dikaitkan dengan kebutuhan pendanaan. Dengan demikian RENJA Departemen Perhubungan merupakan pedoman bagi penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Departemen Perhubungan yang merupakan bagian dari penyusunan I-1 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
APBN. Berdasarkan cakupan tersebut, RENJA Departemen Perhubungan mempunyai fungsi pokok sebagai berikut : 1.
Menjadi acuan bagi seluruh jajaran Departemen Perhubungan dan lembaga-lembaga baik pemerintah maupun swasta yang memiliki keterkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan Departemen Perhubungan, karena memuat seluruh kebijakan publik yang menjadi tugas pokok dan fungsi Departemen Perhubungan;
2.
Menjadi pedoman dalam menyusun RKA Departemen Perhubungan sebagai bagian dalam penyusunan APBN, karena memuat arah kebijakan pembangunan Departemen Perhubungan selama satu tahun;
3.
Menciptakan kepastian kebijakan, karena merupakan komitmen Departemen Perhubungan sebagai lembaga pemerintah.
Dokumen RENJA Departemen Perhubungan Tahun 2009 dilengkapi dengan lampiran yang berisi uraian tentang Program dan Kegiatan beserta indikasi pagu untuk masing-masing program. Kedudukan RENJA Departemen Perhubungan dalam kerangka pikir Sistem Perencanaan Pembangunan Perhubungan disampaikan pada Diagram 1. Diagram 1 memberikan gambaran bahwa proses perencanaan di lingkungan Departemen Perhubungan dikelompokkan atas tiga bagian utama yang saling terkait satu sama lain, sebagai berikut : A. Tatanan Makro Strategis Perhubungan (TMSP) Secara substansial, Tatanan Makro Strategis Perhubungan merupakan perangkat hukum di bidang Transportasi dan Tata Ruang, serta penjabaran transportasi secara sistemik, strategik, konsepsional, makro, dan filosofis yang dirumuskan menjadi Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS). Pada skala nasional, SISTRANAS diwujudkan dalam Tataran Transportasi Nasional (TATRANAS) yang disusun mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Rencana Tata Ruang Pulau (RTRP). Pada skala wilayah provinsi, SISTRANAS diwujudkan dalam Tataran Transportasi Wilayah (TATRAWIL) yang disusun mengacu kepada Rencana Tata Ruang Pulau (RTRP) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP). Pada skala lokal (Kabupaten/Kota), SISTRANAS diwujudkan dalam Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) yang disusun berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. B. Rencana Umum & Rencana Teknis Pengembangan Perhubungan Rencana Umum Pengembangan Perhubungan (RUPP) merupakan cetak biru pengembangan transportasi dan fasilitas I-2 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
penunjangnya dalam kurun waktu tertentu, sedangkan Rencana Teknis Pengembangan Perhubungan (RTPP) adalah rencana pemanfaatan ruang yang bersifat teknis. Dalam penyusunan RUPP dan RTPP, Pedoman dan Standar Teknis Pembangunan Perhubungan (PSTPP) merupakan acuan utama. C. Sistem Perencanaan Pembangunan Perhubungan (SP3) Sistem Perencanaan Pembangunan Perhubungan (SP3) terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RENSTRA) dan Rencana Pembangunan Jangka Pendek (RENJA). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Departemen Perhubungan (RPJP DEPHUB) dijabarkan menjadi Rencana Strategis Departemen Perhubungan (RENSTRA DEPHUB), Rencana Strategis Departemen Perhubungan dijabarkan menjadi Rencana Kerja Departemen Perhubungan (RENJA DEPHUB).
I-3 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
DIAGRAM I-1 KERANGKA PIKIR SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERHUBUNGAN (SP3) - PANCASILA - UUD 1945
SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN
SISTRANAS
RPJP NASIONAL
L I N G K U N G A N S T R A T E G I S
RPJM NASIONAL
VISI, MISI PRESIDEN TERPILIH
RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP)
PETUNJUK, PEDOMAN DAN STANDARISASI TEKNIS PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN (PSTPP)
TATANAN MAKRO STRATEGIS PERHUBUNGAN (TMSP) UU TRANSPORTASI
UU TATA RUANG
TATRANAS
RTRWN RTRW PULAU
TATRAWIL
RTRWP
TATRALOK
RTRW KAB/KKOTA
RENCANA UMUM PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN (RUPP) RENCANA TEKNIS PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN (RTPP) SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERHUBUNGAN (SP3) RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DEPARTEMEN PERHUBUNGAN (RPJPP)
ROLLING PLAN
KEBIJAKAN STRATEGIS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
ROLLING PLAN
RENCANA STRETEGIS (RENSTRA) DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
RENCANA KERJA (RENJA) DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
RKA DEPHUB
I-4 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
DIPA
BAB II SASARAN, PRIORITAS DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DEPARTEMEN PERHUBUNGAN TAHUN 2009 A. KONDISI UMUM Secara umum hasil pembangunan transportasi di lingkungan Departemen Perhubungan tahun 2007 dan perkiraan tahun 2008 telah mengalami beberapa kemajuan berdasarkan beberapa indikasi sebagai berikut : 1. Pembangunan Transportasi Pada tahun 2007, pembangunan transportasi dilaksanakan melalui 5 (lima) program yang terdiri dari: Program pemeliharaan, rehabilitasi, peningkatan dan pembangunan transportasi darat; Program pemeliharaan, rehabilitasi, peningkatan dan pembangunan transportasi laut; Program pemeliharaan, rehabilitasi, peningkatan dan pembangunan transportasi udara; Program restrukturisasi, reformasi perhubungan dan pengembangan transportasi antarmoda; serta Program peningkatan sarana dan prasarana transportasi. Selain itu terdapat program pendukung yang meliputi: Program pencarian dan penyelamatan; Program penelitian dan pengembangan perhubungan; Program pengelolaan kapasitas sumber daya manusia aparatur dan pendidikan kedinasan; Program penyelenggaraan pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan; serta Program pengawasan aparatur negara; a. Transportasi Darat 1) Lalu Lintas Angkutan Jalan Realisasi program lalu lintas angkutan jalan pada tahun 2007, meliputi: a) Pembatasan muatan Pembatasan muatan secara komprehensif telah dilakukan untuk mengurangi kerusakan jalan, kemacetan, dan turunnya jaminan keselamatan lalu lintas akibat dari angkutan muatan lebih di jalan; b) Pengadaan Bus dan Subsidi Bus Perintis Pengadaan bus terealisasi terbanyak 170 unit yang terdiri dari : bus ukuran sedang 100 unit Non AC diperuntukkan 50 unit bantuan armada DAMRI, 50 unit bantuan bus Pelajar/Mahasiswa dan angkutan kota, bus sedang 40 unit AC, diperuntukkan untuk bantuan armada BRT Kota Bogor, dan Kota II-1 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Yogyakarta, bus ukuran besar diperuntukkan bantan armada DAMRI.
30
unit,
c) Penyelenggaraan angkutan lebaran Penyelenggaraan angkutan lebaran tahun 2007 telah berjalan dengan lancar dan telah dilakukan persiapan penyelenggaraan angkutan lebaran tahun 2008 melalui koordinasi dengan instansi terkait; d) Pembangunan fasilitas keselamatan TABEL II – 1 PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN FASILITAS KESELAMATAN TAHUN 2007 NO 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
PROGRAM/KEGIATAN Pembangunan Fasilitas dan Keselamatan LLAJ a. Pengadaan dan pemasanan Marka Jalan b. Pengadaan dan pemasangan guard-rail c. Pengadaan dan pemasangan Rambu Lalu Lintas d. Pengadaan dan pemasangan RPPJ e. Pengadaan dan pemasangan Traffic Light f. Pengadaan dan pemasangan Alat PKB g. Pengadaan dan pemasangan cermin tikungan h. Pengadaan dan pemasangan deliniator Pembangunan Balai PKB Pembangunan Jembatan Timbang (Subulussalam-Aceh Singkil) Pembangunan Terminal Penumpang Rehabilitasi Terminal (Maluku, Inpres 6/2003: Masohi, Tual, Saumlaki, Kodya Ambon) Manajemen & Rekayasa Lalu Lintas Pembangunan Paku Marka Pengadaan Uji Tipe Khusus Kendaraan Motor Sosialisasi Keselamatan LLAJ Pengadaan Peralatan Unit Penelitian Kecelakaan Perbaikan LRK di Perlintasan sebidang Pengadaan dan Pemasangan Fasilitas ZoSS Pengadaan helm untuk anak Pengadaan peralatan sosilisasi keselamatan Pengadaan dan pemasangan conventer kit pada taksi termasuk instalasi dan supervisi
REALISASI
1.009.555
UNIT
M’
37.558 13.418
M’ Buah
426 30
Buah Unit
15 30
Unit Buah
4.150
Buah
1 1
Unit Lokasi
8 4
Lokasi Paket
27 1.000 1
Paket Buah Paket
28 1
Paket Paket
1 6 1.000 2 1.755
Paket Lokasi Buah Unit Set
Pada tahun 2007 diprogramkan pembangunan prasarana LLAJ guna mendukung peningkatan aksesibilitas berupa pembangunan 9 (Sembilan) lokasi terminal penumpang, antara lain: 1. Terminal Ogan Ilir (Sumatera Selatan) 2. Terminal Sei Ambang Pontianak (Kalimantan Barat) 3. Terminal Badung (Bali) 4. Terminal Kuningan (Jawa Barat) 5. Terminal Enterop (Papua) 6. Terminal Mota’ain Atambua (NTT) 7. Terminal Wonosari Kabupaten Gunung Kidul II-2 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
8. Terminal Palangkaraya (Kalimantan Tengah) 9. Terminal Aceh Timur Kabupaten Aceh Timur (NAD) Dari 9 (Sembilan) terminal tersebut, terdapat 3 (tiga) terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN), yaitu di Enterop, NTT dan Kalimantan Barat. Akan tetapi pembangunan terminal ALBN di Enterop belum dilaksanakan karena terdapat permasalahan status lahan. Pada tahun anggaran 2008 sedang dilaksanakan fasilitas keselamatan berupa pengadaan dan pemasangan marka jalan sepanjang 1.949.000 m, pagar pengaman jalan sepanjang 70.902 m, delineator 22.935 buah, traffic light 29 unit, 18 unit peralatan pengujian kendaraan bermotor (PKB), serta manajemen rekayasa lalu lintas sebanyak 19 paket. Selain itu, untuk peningkatan keselamatan bidang transportasi darat dilakukan pengadaan peralatan UPK, serta sosialisasi keselamatan LLAJ di 8 propinsi. Dalam menunjang keperintisan diprogramkan pengadaan bus ukuran sedang perintis sebanyak 31 unit bus ukuran sedang dan 40 bus ukuran besar. 2) Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Realisasi program angkutan sungai, penyeberangan tahun 2007 meliputi :
danau
dan
a) Mekanisme Penetapan tarif Telah disusun formulasi dan mekanisme penetapan tarif angkutan penyeberangan yang lebih sederhana dengan memperhitungkan jumlah unit kendaraan yang menggunakan jasa penyeberangan; b) Pembangunan Dermaga TABEL II – 2 KEGIATAN PEMBANGUNAN ANGKUTAN SUNGAI DANAU DAN PENYEBERANGAN TAHUN 2007 NO 1.
2.
3.
4.
KEGIATAN
REALISASI
UNIT
9 6 4
Unit Unit Unit
2 3
Unit Unit Unit
18 38 25
Unit Unit Unit
8 7
Unit Unit
Pembangunan dermaga sungai a. Baru b. Lanjutan c. Rehabilitasi Pembangunan dermaga danau a. Baru b. Lanjutan c. Rehabilitasi Pembangunan pelabuhan penyeberangan a. Baru b. Lanjutan c. Rehabilitasi Pembangunan kapal penyeberangan a. Baru b. Lanjutan
II-3 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
5. 6. 7. 8.
Pembangunan bus air Pembangunan speed boat Rambu suar Subsidi angkutan penyeberangan perintis a. Dalam propinsi b. Antar propinsi
5 10 18
Unit Unit Unit
64 8
Lintas Lintas
Pada tahun 2008, telah dan sedang dilaksanakan pembangunan dermaga penyeberangan sebanyak 65 unit (baru dan lanjutan), pembangunan dermaga sungai / danau 41 buah (baru dan lanjutan), rehabilitasi/peningkatan dermaga penyeberangan sebanyak 22 unit, rehabilitasi/peningkatan dermaga sungai danau 9 unit, rambu laut sebanyak 12 unit, rambu sungai 900 unit. Pengoperasian kapal penyeberangan perintis pada 71 lintas dan pengerukan alur pelayaran 1.703.333 m3 serta pembangunan break water di 1 lokasi. b. Transportasi Perkeretaapian Kegiatan pembangunan/peningkatan prasarana dan sarana perkeretaapian yang telah dilaksanakan pada tahun 2007 meliputi : 1) Prasarana Perkeretaapian Pembangunan jalan KA yaitu antara Simpang ManeBlangpulo sepanjang 20 km, penyelesaian pembangunan jalan KA antara Stasiun Payakabung Simpang menuju Indralaya (Kampus UNSRI) sepanjang 4,30 km, pembangunan longersiding di emplasement Muara Enim dan Penanggiran; pembangunan jalur ganda 2 km dan perpanjangan sepur di emplasemen Tiga Gajah (Sumsel) dan penyelesaian jalur ganda Serpong-Tanah Abang. Peningkatan jalan KA sepanjang 241 km melalui penggantian rel R.33/R.38 menjadi rel R.42/R.54 dan penggantian bantalan kayu/besi menjadi bantalan beton di lintas utama Jawa dan Sumatera. Peningkatan sinyal, telekomunikasi dan listrik (sintelis) sebanyak 17 paket di lintas utama Jawa dan Sumatera. Peningkatan atau perkuatan jembatan KA sebanyak 33 buah di lintas utama Jawa dan Sumatera. 2) Sarana Perkeretaapian Pengadaan sarana perkeretaapian meliputi pengadaan K3 Baru sebanyak 37 unit, pengadaan KRLI Prototype 1 train set (4 unit), pengadaan KRDI sebanyak 2 train set (60%), pengadaan dan pengangkutan KRL ex Jepang sebanyak 40 unit, modifikasi KRL menjadi KRDE tahap I sebanyak 4 set (20 unit), sedangkan
II-4 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
untuk rehabilitasi sarana meliputi KRL VVVF sebanyak 2 train set (8 unit), KRD sebanyak 4 unit dan retrofit/penyehatan K3 dengan bogie baru sebanyak 20 unit. Kegiatan pembangunan/peningkatan prasarana dan sarana perkeretaapian yang sedang dilaksanakan pada tahun 2008 meliputi : 1) Prasarana Perkeretaapian a) Pembangunan jalan KA meliputi pembangunan perkeretaapian NAD lintas Blangpulo – Cunda sepanjang 10,3 km, pembangunan partial double track lintas Tarahan - Tanjung Enim antara Tulungbuyut – Blambanganumpu sepanjang 5,7 Km, pembangunan elektrifikasi Serpong – Maja tahap I sepanjang 20 km termasuk rehabilitasi track eksisting sepanjang 11,52 km, persiapan pembangunan Double Double Track (DDT) Manggarai – Cikarang sepanjang 16 km, pembebasan tanah untuk pembangunan jalan KA Pasoso – Terminal Peti Kemas (JICT), lanjutan pembangunan jalan kereta api Cisomang – Cikadongdong, lanjutan pembangunan jalan KA jalur ganda segmen III Cikampek – Cirebon, pembangunan jalur ganda Cirebon – Kroya antara Paguturan – Purwokerto sepanjang 30,94 km, pembangunan jalur ganda Tegal – Pekalongan lintas Pemalang – Surodadi – Larangan sepanjang 24 km, penyelesaian pembangunan spoor emplasemen Bandara Adisucipto, lanjutan pembangunan shortcut Surabaya Pasar Turi-Surabaya Gubeng, realokasi jalur KA antara Sidoarjo – Gunungpasir (segmen I sepanjang 3,8 km), pembangunan jalan kereta api dengan memperbesar radius lengkung lintas Tarahan - Tanjung Enim sepanjang 10,6 km. b) Peningkatan jalan KA sepanjang 531,83 km di lintas utama Jawa dan Sumatera; c) Peningkatan jembatan KA sebanyak 38 unit di lintas utama Jawa dan Sumatera; d) Peningkatan dan pembangunan peralatan sintelis KA sebanyak 17 paket di lintas utama Jawa dan Sumatera. 2) Sarana Perkeretaapian Pengadaan dan modifikasi sarana KA meliputi pengadaan KRDI tahap II sebanyak 2 set (8 unit), pengadaan kereta penumpang kelas ekonomi (K3) sebanyak 25 unit, pengadaan kereta penolong (NNR) II-5 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
sebanyak 2 unit, pengadaan gerbong kerja sebanyak 20 unit, penyelesaian modifikasi KRL menjadi KRDE sebanyak 4 Set (20 unit). c.
Transportasi laut Untuk mempertahankan tingkat pelayanan jasa transportasi laut dalam tahun anggaran 2007 telah dilaksanakan pembangunan menara suar 22 unit, pembangunan rambu suar 7 unit, pembangunan pelampung suar 21 unit, pembangunan tanda siang 29 unit, pembangunan anak pelampung 15 unit, pembangunan kapal patroli kelas III sebanyak 1 unit dan kelas V sebanyak 8 unit. Revisi terhadap Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran telah selesai dilaksanakan dengan terbitnya Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang telah diundangkan dan berlaku sejak tanggal 7 Mei 2008 serta dicantumkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 64 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 4849. Sejak tanggal 1 Juli 2004, Indonesia telah menerapkan standar keselamatan dan keamanan sesuai ketentuan International Ship and Port Facilities Security (ISPS) Code, di mana sejumlah armada kapal dan fasilitas pelabuhan telah memenuhi ketentuan tersebut yang mengalami kenaikan setiap tahunnya. Fasilitas pelabuhan yang telah menerapkan ISPS Code pada tahun 2004 sebanyak 189 unit, tahun 2005 sebanyak 212 unit meningkat pada tahun 2006 menjadi 220 unit dan pada tahun 2007 menjadi 231 unit. Jumlah armada kapal yang telah menerapkan ISPS Code pada tahun 2004 sebanyak 353 unit, tahun 2005 sebanyak 480 unit meningkat pada tahun 2006 menjadi 521 unit dan pada tahun 2007 menjadi 630 unit. Jumlah fasilitas kenavigasian lainnya di seluruh Indonesia pada akhir tahun 2007: 61 unit kapal negara kenavigasian, 15.336 unit taman pelampung, 222 Stasiun Radio Pantai (SROP), 7 Stasiun Vessel Traffic Service (VTS). Kegiatan pembangunan/peningkatan prasarana dan sarana transportasi laut yang sedang dilaksanakan pada tahun 2008 meliputi: 1) Bidang Angkutan Laut: a) Pembangunan 3 unit kapal 2000 GT untuk Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Barat; b) Pembangunan 2 unit kapal Catamaran kapasitas 200 penumpang untuk Sulawesi Selatan;
II-6 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
c) Lanjutan pembangunan 1 unit kapal perintis tipe 750 DWT; d) Lanjutan pembangunan 2 unit kapal perintis tipe 500 DWT; e) Lanjutan pembangunan 2 unit kapal perintis tipe 350 DWT; f)
Pembangunan 3 unit kapal perintis tipe 900 DWT;
g) Pembangunan 3 unit kapal perintis tipe 750 DWT; h) Pembangunan 2 unit kapal perintis tipe 500 DWT; i)
Pembangunan 2 unit kapal perintis tipe 350 DWT;
j)
Penerapan National Single Window pada 3 lokasi (Pelabuhan Belawan, Semarang dan Surabaya).
2) Bidang Kepelabuhanan a) Pembangunan fasilitas pelabuhan laut di: Labuhan Angin tahap I, dermaga penumpang di Dumai, Malarko dan Seluan; b) Pembangunan trestle di Tanjung Batu (Riau), Rembang, Batang, Gilimandangin, Panarukan, Kalbut, Tanjung Tembaga (Probolinggo), Carik, Labuan Haji, Ende, Maumbawa, Waiwole, Wini, Telik Melano, Tanjung Batu (Kalbar), Kuala Pembuang, Palaihari, Pasir Penajam, Kariangau, Maloy/ Sangkulirang, Tahuna, Kawaluso, Kawio, Malanguane, Takorotan, Marampit, Makalehi, Labuan Uki, Pantoloan, Lameluru, Garongkong, Lakor, Ahmad Yani (Ternate), Raja Ampat, Arar/Sorong; c) Lanjutan pembangunan fasilitas pelabuhan Tanjung Buton, Pasean, Pulau Karamian, Labuhan Amuk Tahap II, Reo, Mempawah, Malundung (Tarakan), Sungai Nyamuk, tahap VIII, Manado, Marore tahap IV, Essang tahap II, Beo tahap III, Miangas, Sawang, Biaro tahap II, Belang tahap II, Bitung tahap II, Gorontalo tahap II, Anggrek, Machini Baji tahap II, Gudang Arang, Tulehu tahap III, Wulur tahap II, Tanjung Priok; 3) Bidang Keselamatan Pelayaran a) Pembangunan 1 unit kapal patroli kelas I; b) Pembangunan 20 unit kapal patroli kelas III; c) Pengadaan Sistem Pengawasan Kapal Patroli (Vessel Tracking System); d) Pengadaan Peralatan SAR di 22 lokasi; e) Pengadaan peralatan ISPS Code untuk pelabuhan; II-7 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
f)
Marine Electronic Highway;
g) Pembangunan 5 unit Kapal Negara Kenavigasian; h) Pengadaan sistem lampu suar SBNP; i)
Vessel Traffic Information System (VTIS) di 2 lokasi;
j)
ATN Vessel Procurement 4 unit;
k) Maritime Project; l) d.
Telecomunication
System
Development
Pengerukan alur dan kolam pelabuhan di 6 lokasi.
Transportasi Udara Hasil-hasil yang dicapai pada tahun 2007 untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, peningkatan dan pembangunan transportasi udara antara lain: pengembangan pelayanan internasional transportasi udara, yaitu telah dikembangkan sejumlah bandara, baik yang dikelola oleh Pemerintah maupun yang dikelola oleh BUMN melalui penetapan bandara internasional (Bandara Minangkabau International Airport di Padang dan SM Badaruddin II di Palembang). Beberapa kegiatan yang dilakukan pada sub sektor transportasi udara sebagian besar merupakan kegiatankegiatan pembangunan dan pengembangan bandar udara strategis yaitu, pembangunan Bandara Medan Baru sebagai pengganti Bandar Udara Polonia Medan, pembangunan terminal 3 bandara Soekarno Hatta, lanjutan pengembangan bandara Hasanuddin-Makassar dan pembangunan Bandara Lombok yang pendanaannya disediakan bersama oleh PT (Persero) Angkasa Pura I, Pemprov NTB dan Pemkab Lombok Tengah. Di samping itu dilanjutkan pelayanan penerbangan perintis di tigabelas propinsi. Pada tahun 2008 beberapa kegiatan pada subsektor transportasi udara yang telah dan sedang dilakukan meliputi: lanjutan pembangunan Bandar udara Medan Baru, Makassar dan Ternate; perpanjangan landasan Bandar Udara Ahmad Yani Semarang, Mamuju, dan Lampung; melanjutkan pembangunan bandara di Banyuwangi dan Bawean (Jatim), Dr.F.L. Tobing/Sibolga (Sumut), dan Domine Edward Osok/Sorong (Papua); pengembangan bandar udara di daerah pedalaman, perbatasan, dan rawan bencana di 12 lokasi yaitu Rembele, Silangit, Sibolga, Enggano, Rote, Ende, Naha, Manokwari, DEO Sorong, Melonguane, Nunukan, Hali-wen; pembangunan apron dan taxiway di Bengkulu dan Kendari; Rehabilitasi/peningkatan fasilitas bandar udara yang melayani penerbangan perintis, penyediaan pelayanan angkutan udara perintis di Papua, Kalimantan, Sumatera, NTT, Maluku dan Sulawesi dengan jumlah rute sebanyak 91 rute pada tahun 2008; dan peningkatan keandalan II-8 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
operasional keselamatan penerbangan berupa peralatan telekomunikasi, navigasi dan kelistrikan terutama di bandarabandara kecil. e. Transportasi Antar Moda Melalui program pengembangan transportasi antarmoda, pada tahun 2007 telah dilaksanakan kegiatan penyusunan perencanaan dan program, pemantauan dan evaluasi di bidang transportasi, koordinasi dan pemantapan sistem transportasi nasional dan wilayah. f.
Penelitian dan Pengembangan Pada program penelitian dan pengembangan perhubungan telah dilakukan kegiatan desain dan persiapan pelaksanaan penelitian asal tujuan transportasi nasional (OD Survey), kajian strategi pengembangan transportasi multimoda di Indonesia, kajian peningkatan keselamatan di perlintasan sebidang antara jalan dan jalur kereta api, serta kegiatan operasional Badan Litbang Perhubungan.
g.
Penunjang Transportasi Pada tahun 2008 terdapat beberapa kegiatan pada program penunjang transportasi yang telah dan sedang dilakukan meliputi : kajian perencanaan, evaluasi dan kebijakan bidang transportasi, kajian strategis perhubungan dan transportasi intermoda, penyusunan evaluasi dan operasional pemantauan kinerja keuangan; penyusunan pembinaan kinerja kepegawaian; dan peningkatan peran dan kinerja Pusdatin.
2. Regulasi dan Kerjasama Luar Negeri Selain hasil kegiatan yang telah diuraikan di tiap-tiap subsektor transportasi, pada tahun 2007 telah disyahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan pada tahun 2008 telah disyahkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Pada tahun 2008 sedang dilakukan pembahasan penyelesaian revisi dua peraturan perundang-undangan di bidang transportasi, yaitu: UU nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan UU nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan serta penyusunan rancangan peraturan pelaksanaan UU nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan UU nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Di samping itu untuk meningkatkan pelayanan angkutan lintas negara, telah dicapai kerja sama internasional, bilateral, regional dan multilateral. Pada kerja sama bilateral telah dilakukan konsultasi hubungan transportasi udara dengan RRC, Uni Emirat Arab, Vietnam, Srilangka, Korea Selatan, Jerman, dan Timor Leste. Pada kerja sama regional telah dilakukan pembahasan naskah perjanjian angkutan multimoda, saling II-9 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
mengakui hasil pemeriksaan kendaraan bermotor, pengaturan angkutan barang secara bebas dan jaringan jalan raya ASEAN, perumusan ASEAN Near Coastal Voyage, serta beberapa kerja sama proyek ASEAN-Jepang di bidang keamanan dan keselamatan angkutan pelayaran serta pelatihan pemahaman angkutan multimoda oleh APEC. Pada kerja sama multilateral, Indonesia aktif dalam organisasi-organisasi internasional, seperti IMO, ICAO, WMO, dan ESCAPE. Pada tahun 2008 telah dan sedang dilakukan beberapa kegiatan pada program regulasi dan kerjasama luar negeri bidang transportasi, meliputi: penyusunan peraturan bidang transportasi, sosialisasi peraturan bidang transportasi, peningkatan kerjasama luar negeri (KSLN) Perhubungan. B. PERMASALAHAN DAN TANTANGAN Meskipun telah dicapai kemajuan di berbagai bidang pada pelayanan jasa sarana dan prasarana transportasi, permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan dalam kondisi pendanaan pemerintah yang terbatas, termasuk mempertahankan dan meningkatkan keselamatan pengguna jasa transportasi. Permasalahan pelayanan transportasi ini diindikasikan oleh belum memadainya dan belum dicapainya tingkat keandalan, keselamatan serta kepuasan pengguna jasa baik karena faktor perilaku manusia, kelaikan armada, kondisi teknis sarana dan prasarana, manajemen operasional maupun kualitas penegakan hukum, sebagai berikut : 1. Transportasi Darat Permasalahan yang masih dihadapi pada pembangunan lalu lintas angkutan jalan sampai dengan tahun 2008, baik prasarana dan sarana moda transportasi jalan terutama adalah masih rendahnya kelaikan prasarana dan sarana jalan, disiplin dan keselamatan lalu lintas di jalan, serta perkembangan armada dan pergerakan angkutan jalan yang terus meningkat dan tidak sebanding dengan perkembangan panjang dan kapasitas prasarana jalan. Di samping itu, masalah kemacetan dan dampak polusi udara khususnya di kota-kota besar masih merupakan tantangan yang harus diatasi. Jumlah kecelakaan lalu lintas dan pelanggaran lalu lintas, serta pelanggaran muatan lebih di jalan masih tinggi sehingga memerlukan koordinasi dan upaya yang lebih intensif di masa depan. Jumlah kecelakaan kendaraan bermotor berdasarkan tingkat kecelakaan tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 44,25% dari tahun 2006 sehingga menjadi 48.508 kejadian dengan korban meninggal dunia sebanyak 16.548 orang dan 20.180 orang luka berat.
II-10 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Tingkat jangkauan pelayanan angkutan jalan di wilayah perdesaan dan terpencil masih terbatas, dilihat dari terbatasnya pembangunan prasarana jalan dan penyediaan angkutan umum perintis. Permasalahan yang masih akan dihadapi dalam pembangunan transportasi sungai, danau dan penyeberangan sampai tahun 2008 adalah terbatasnya baik jumlah sarana dan prasarana angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (ASDP) maupun optimasi dan sinerginya dengan prasarana / dermaga transportasi laut, dibandingkan dengan kebutuhan pengembangan wilayah dan angkutan antar pulau di seluruh Indonesia. Pembinaan dan pengembangan angkutan sungai dan danau serta potensi penggunaan sumberdaya air di sungai dan kanal secara terpadu untuk transportasi dan pengembangan sektor lain, baik pariwisata, penanggulangan banjir maupun kesehatan, belum dikembangkan secara baik. Sistem pembinaan dan manajemen sumber daya air sungai dan danau secara terpadu, baik dari sektor transportasi, pariwisata, pekerjaan umum maupun pemerintah daerah serta peran serta dan budaya masyarakat, secara berkesinambungan dan jangka panjang perlu dibangun dan dikembangkan. Ketersediaan prasarana dan sarana serta kondisi armada angkutan penyeberangan masih sangat terbatas dan sebagian besar perlu diremajakan baik armada yang dikelola oleh BUMN maupun swasta nasional. 2. Perkeretaapian Permasalahan yang sedang dan masih akan dihadapi oleh transportasi perkeretaapian pada masa yang akan datang adalah masih rendahnya share angkutan penumpang maupun barang. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor seperti terbatasnya kapasitas angkut dan kapasitas lintas serta masih kurangnya fasilitas keterpaduan dengan moda lain. Terbatasnya kapasitas angkut kereta api saat ini diakibatkan oleh kurangnya ketersediaan jumlah armada terutama untuk kereta api ekonomi dan makin menurunnya jumlah lokomotif yang siap operasi karena telah melewati umur ekonomis. Sebagai ilustrasi data sarana KA yang siap operasi pada tahun 2006 adalah : lokomotif sebanyak 339 unit, KRD/KRL sebanyak 342 unit, kereta K3 sebanyak 1.297 unit dan gerbong sebanyak 3.318 unit sedangkan pada tahun 2007 sarana yang siap operasi mengalami penurunan yaitu lokomotif sebanyak 333 unit (-1,7%), kereta K3 sebanyak 1.190 unit (-8,2%) dan gerbong sebanyak 3.289 unit (-0,9%), namun KRD/KRL mengalami kenaikan menjadi 408 unit (19,3%). Dengan program peningkatan aksesibiltas angkutan II-11 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
KA diharapkan ketersediaan armada KA dapat ditingkatkan diantaranya dengan pengadaan sarana KA baru serta modifikasi. Hal tersebut sementara dapat dilihat pada kondisi sarana KA siap operasi untuk tahun 2008 (semester 1) secara keseluruhan mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu dengan perincian sebagai berikut : lokomotif sebanyak 476 atau naik sebesar 42,9%, KRD/KRL sebanyak 414 unit atau naik sebesar 1,5%, kereta K3 sebanyak 1.262 unit atau naik sebesar 6,1% serta gerbong sebanyak 3.551 atau naik sebesar 8,0%. Terkait dengan hal tersebut diatas dan dalam rangka meningkatkan kondisi sarana dan prasarana KA yang ada, Pemerintah menyusun program Revitalisasi Perkeretaapian Nasional selama tiga tahun (2008-2010). Diharapkan dengan terlaksananya program tersebut akan meningkatkan keselamatan dan kualitas pelayanan sehingga pangsa pasar angkutan KA dapat ditingkatkan. Untuk meningkatkan kapasitas lintas terutama pada lintaslintas yang sudah jenuh dilakukan melalui upaya pembangunan jalur ganda secara parsial sesuai dengan kemampuan pendanaan pemerintah. Demikian pula untuk mengatasi kemacetan lalu lintas terutama di wilayah perkotaan diperlukan upaya untuk mengintegrasikan kereta api dengan moda lainnya sehingga mewujudkan keterpaduan moda. Di sisi lain angkutan barang belum optimal sehingga diperlukan peningkatan aksesibilitas menuju pelabuhan utama seperti Tanjung Priok, Tanjung Mas, Tanjung Perak dan Belawan. Permasalahan lainnya adalah terkait pengadaan lahan dalam pembangunan transportasi perkeretaapian diantaranya pada pembangunan perpanjangan jalur KA Pasoso – Dermaga Petikemas JICT/Koja dan pembangunan double-double track Manggarai – Cikarang yang menyebabkan tertundanya pelaksanaan pembangunan dari waktu yang dijadwalkan. Dalam hal partisipasi swasta/Pemda dalam penyelenggaraan perkeretaapian juga menjadi permasalahan, hal ini disebabkan aturan/pedoman yang menunjang pelaksanaan kebijakan tersebut saat ini sedang dalam proses penyelesaian. 3. Transportasi Laut Tantangan dan masalah utama sampai dengan tahun 2008 pada subsektor transportasi laut adalah upaya untuk meningkatkan aksesibilitas pada daerah tertinggal dan wilayah terpencil, terutama pada kawasan Timur Indonesia. Hal ini dilakukan dengan menyelenggarakan angkutan laut perintis dan meningkatkan pembangunan fasilitas pelabuhan di wilayah tersebut, dan menciptakan kondisi agar
II-12 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
keselamatan pelayaran di Indonesia semakin baik dan kegiatan bongkar muat di pelabuhan dapat dilakukan secara lebih cepat sehingga tidak terjadi penumpukan barang di pelabuhan. Penumpukan barang kemungkinan besar terjadi apabila tidak dilakukan penambahan kapasitas dan perbaikan pengelolaan prasarana dan sarana transportasi laut. Terkait dengan permasalahan keselamatan, data kecelakaan tahun 2007 menunjukkan bahwa peristiwa kecelakaan kapal terjadi 145 kali dengan rincian 59 kali kapal tenggelam, kebakaran 25 kali, tubrukan 14 kali, kandas/hanyut 26 kali, kecelakaan lainnya 21 kali dengan korban jiwa 182 orang. Faktor-faktor penyebab adalah : kelalaian manusia 23 peristiwa, faktor alam 35 kejadian, dan faktor teknis 87 kejadian. Data jumlah kecelakaan kapal sampai dengan bulan Agustus 2008 adalah sebanyak 97 kali dengan rincian: kapal tenggelam 38 kali, kebakaran 16 kali, tubrukan 15 kali, kandas/hanyut 12 kali dan kecelakaan lainnya sebanyak 17 kali dengan korban jiwa 69 orang. Faktor-faktor penyebabnya adalah: kelalaian manusia 23 kejadian, faktor teknis 25 kejadian, dan faktor alam 48 kejadian. Mengacu kepada tingginya kecelakaan transportasi laut, perlu dilakukan peningkatan fasilitas keselamatan pelayaran seperti Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), pengerukan alur pelayaran dan rekondisi dan pembangunan sarana transportasi laut seperti kapal-kapal navigasi dan kapal-kapal patroli agar penyelenggaraan transportasi laut dapat dijalankan dengan tingkat keselamatan dan keamanan sesuai dengan standar keselamatan pelayaran internasional. 4. Transportasi Udara Permasalahan yang masih dihadapi pada pembangunan transportasi udara sampai dengan tahun 2008 adalah SDM, karena dari kejadian-kejadian kecelakaan selama ini, sekitar 70 – 80 % penyebabnya adalah SDM. Sumber Daya manusia sangat berpengaruh dan berkaitan satu sama lain misalnya pilot dengan petugas air traffic control begitu juga dengan maintenance pesawat dan dengan manajemen maskapai penerbangan. Sejak terjadi deregulasi industri penerbangan di Amerika Serikat, perkembangan penerbangan di Indonesia mengalami peningkatan yang drastis. Pada 1998 jumlah penumpang pesawat sebanyak 6 juta per tahun melonjak menjadi 30 juta penumpang pertahun pada kurun waktu 2003-2006. Pada tahun 2007 penumpang angkutan udara niaga berjadwal nasional jumlahnya meningkat menjadi 40,81 juta penumpang. Sementara itu untuk jumlah kecelakaan (accident-incident) pada tahun 2005 adalah sebanyak 30 kecelakaan, dengan korban fatal sebanyak 120 orang, pada tahun 2006 jumlah kecelakaan (accident-incident) meningkat II-13 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
sebanyak 46 kecelakaan, dengan korban fatal sebanyak 26 orang, sepanjang tahun 2007 jumlah kecelakaan (accidentincident) sebanyak 26 kecelakaan, dengan korban fatal sebanyak 243 orang. Disamping itu hasil audit bandara menunjukkan bahwa kebanyakan teknologi sarana dan prasarana bandara belum memadai. Hal ini disebabkan mahalnya biaya perawatan untuk peralatan navigasi dan fasilitas lainnya, sedangkan disisi lain peralatan alat bantu navigasi, alat bantu komunikasi penerbangan, alat keamanan terminal bandara dan peralatan lainnya, jumlahnya masih belum memadai. Dari sisi maskapai penerbangan (operator), armada yang di operasikan 70 % diantaranya tergolong pesawat tua tetapi masih layak untuk dioperasikan, meskipun sebenarnya tidak ekonomis sehingga menyebabkan timbulnya persaingan yang tidak sehat. Disamping itu diperlukan pengawasan yang ketat sehingga dapat dijamin bahwa pesawat udara tersebut laik terbang. Oleh karena itu, penambahan dan perbaikan kapasitas dan fasilitas serta perbaikan pengelolaan termasuk SDM, prasarana dan sarana transportasi udara harus menjadi prioritas utama. 5.
Penunjang Transportasi Tantangan dan masalah yang dihadapi sampai dengan tahun 2008 oleh Pencarian dan Penyelamatan adalah koordinasi secara internal kelembagaan badan SAR dan antar lembaga yang terkait, baik di pusat maupun di daerah, kondisi fasilitas dan peralatan serta kompetensi sumber daya manusia yang belum merata antara tingkat pusat dan daerah. Tantangan dan masalah yang dihadapi sampai dengan tahun 2008 di bidang keuangan adalah pelaksanaan anggaran, pengelolaan PNBP, pelaporan pertanggungjawaban keuangan dan pengelolaan Barang Milik Negara yang belum sesuai standard. Tantangan dan masalah yang dihadapi sampai dengan tahun 2008 oleh Badan Diklat adalah kualitas profesionalisme sumber daya manusia dan evaluasi kurikulum yang masih rendah. Tantangan dan masalah yang dihadapi sampai dengan tahun 2008 oleh Badan Litbang adalah peningkatan kapasitas para peneliti. Tantangan dan masalah yang dihadapi sampai dengan tahun 2008 oleh Pusat Kajian dan Kemitraan adalah jumlah kuantitas dan kualitas profesionalisme sumber daya manusia.
II-14 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
C. SASARAN, PRIORITAS, ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 1. Sasaran dan Prioritas Pembangunan Tahun 2009 Sasaran pembangunan Departemen Perhubungan diarahkan kepada upaya penyelenggaraan transportasi guna mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera, aman dan damai serta adil dan demokratis. Guna mendukung perwujudan kesejahteraan masyarakat, pelayanan transportasi difungsikan melalui penyediaan jasa transportasi guna mendorong pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan masyarakat luas dengan harga terjangkau, baik di perkotaan maupun di perdesaan, mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah pedalaman dan terpencil, serta untuk memperlancar mobilitas orang, distribusi barang dan jasa serta mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi nasional. Dalam rangka mendukung perwujudan Indonesia yang aman dan damai, diupayakan penyediaan aksesibilitas transportasi di wilayah konflik, wilayah perbatasan dan wilayah terisolasi untuk mendorong kelancaran mobilitas orang, distribusi barang dan jasa, serta mempercepat pengembangan wilayah dan mempererat hubungan antar wilayah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Guna mendukung Indonesia yang adil dan demokratis, pembangunan transportasi pada tahun 2009 diarahkan untuk menjembatani kesenjangan antar wilayah dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan. Transportasi antar wilayah akan membuka peluang kegiatan perdagangan antar wilayah dan mengurangi perbedaan harga antar wilayah, meningkatkan mobilitas tenaga kerja untuk mengurangi konsentrasi keahlian dan keterampilan pada beberapa wilayah, sehingga mendorong terciptanya kesempatan melaksanakan pembangunan antar wilayah. Pemerataan pelayanan transportasi secara adil dan demokratis terkait dengan peluang yang sama bagi setiap orang untuk berperanserta dalam penyelenggaraan transportasi. Dengan memperhatikan arah penyelenggaraan transportasi seperti tersebut di atas, sasaran pembangunan Departemen Perhubungan pada tahun 2009 adalah mewujudkan sasaran yang telah diformulasikan dalam rencana strategis Departemen Perhubungan 2005-2009 sebagai berikut: a. Terwujudnya pemulihan fungsi sarana dan prasarana perhubungan agar mampu memberi dukungan maksimal bagi kegiatan pemulihan ekonomi nasional; b. Terwujudnya keberkelanjutan reformasi dan restrukturisasi (kelembagaan, sumber daya manusia dan peraturan perundang-undangan/regulatory reform) di II-15 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
bidang perhubungan dalam rangka memberikan peluang yang sama secara adil dan demokratis kepada masyarakat untuk berperanserta dalam penyelenggaraan perhubungan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance; c. Tersedianya aksesibilitas pelayanan jasa perhubungan di kawasan perdesaan, pedalaman, kawasan tertinggal, kawasan terpencil dan kawasan perbatasan untuk menciptakan suasana aman dan damai; d. Tersedianya tambahan kapasitas pelayanan jasa perhubungan yang berkualitas untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan sasaran pembangunan Departemen Perhubungan tahun 2009, skenario pagu anggaran setiap program pembangunan Departemen Perhubungan tahun 2009 disusun berdasarkan 8 (delapan) prioritas sebagai berikut : a. Terselenggaranya dukungan kelancaran untuk mensukseskan Pemilu tahun 2009;
transportasi
b. Terselenggaranya dukungan sektor transportasi untuk kelancaran distribusi bahan pokok kebutuhan masyarakat dan komoditas strategis lainnya sehubungan dengan perubahan iklim terkait dengan isu pemanasan global (global warming); c. Terwujudnya keselamatan transportasi sebagai implementasi dari program Roadmap to Zero Accident; d. Mendukung program pengentasan kemiskinan melalui upaya penyediaan aksesibilitas dan kegiatan keperintisan baik transportasi darat, perkeretaapian, laut dan udara; e. Pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana transportasi terutama untuk kegiatan yang tidak dapat diselesaikan dalam 1(satu) tahun anggaran : pengurangan backlog sarana dan prasarana perkeretaapian; dan penambahan kapasitas terkait dengan peningkatan permintaan jasa transportasi; f.
Penyediaan dana pendamping pinjaman dan hibah luar negeri sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam mengupayakan pinjaman secara bilateral;
g. Pembangunan di daerah pasca bencana dalam rangka normalisasi dan pemulihan fungsi infrastruktur transportasi; h. Pembangunan kawasan perbatasan/pulau-pulau terluar dalam rangka mempertahankan kedaulatan NKRI.
II-16 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
2. Arah Kebijakan Pembangunan Arah kebijakan pembangunan sektor transportasi tahun 2009 adalah meningkatkan kinerja keselamatan dan pelayanan, sehingga pelayanan jasa transportasi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Upaya tersebut antara lain meliputi : a. Meningkatkan keselamatan operasional maupun prasarana transportasi;
baik
sarana
b. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan jasa transportasi baik dikawasan perkotaan maupun daerah perbatasan, terisolir dan belum berkembang. c. Penyediaan pelayanan jasa transportasi yang berkualitas; d. Melanjutkan reformasi peraturan perundangan agar dapat mendorong keikutsertaan investasi swasta dan memperjelas hak dan kewajiban masing-masing pihak yang terkait; e. Melakukan restrukturisasi kelembagaan terhadap penyelenggara transportasi baik ditingkat pusat maupun daerah; f.
Melakukan optimalisasi penggunaan dana pemerintah baik untuk operasional, pemeliharaan, rehabilitasi maupun investasi melalui penyusunan prioritas program yang diwujudkan dalam suatu kegiatan.
Arah kebijakan masing-masing sub sektor adalah sebagai berikut: a. Transportasi Darat Arah kebijakan transportasi darat meliputi: (1) Memulihan kondisi pelayanan angkutan umum jalan raya; (2) Meningkatkan pelayanan angkutan sungai, danau dan penyeberangan sebagai pendukung moda transportasi lainnya; (3) Melanjutkan kewajiban pemerintah memberikan pelayanan angkutan perintis untuk wilayah terpencil; (4) Melanjutkan kegiatan operasional unit pelaksana teknis dan tugas serta fungsi pemerintah lainnya seperti merestrukturisasi kelembagaan UPT (Balai Besar Perhubungan Darat di daerah); (5) Meningkatkan keselamatan transportasi darat secara komprehensif dan terpadu; (6) Mengembangkan transportasi darat secara berkelanjutan; (7) Memadukan pengembangan kawasan dengan sistem transportasi kota; (8) Mendorong pengembangan angkutan massal berbasis jalan di wilayah perkotaan.
II-17 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
b. Transportasi Kereta api Arah kebijakan pembangunan transportasi perkeretaapian tahun 2009 meliputi: (1) Mewujudkan program revitalisasi perkeretaapian nasional; (2) Mengoperasikan kembali jalur-jalur KA yang tidak beroperasi; (3) Mewujudkan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaannya yang merupakan derivasi UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian; (4) Meningkatkan peranserta Pemerintah Daerah dan swasta dalam investasi di bidang perkeretaapian; (5) Meningkatkan peran angkutan kereta api perkotaan khususnya di wilayah Jabotabek; (6) Mewujudkan keterpaduan transportasi antar dan intra moda; (7) Meningkatkan keselamatan angkutan dan kualitas pelayanan melalui pemulihan kondisi prasarana dan sarana perkeretaapian termasuk pengujian dan sertifikasi; (8) Menyiapkan SDM Perkeretaapian yang handal diantaranya melalui sertifikasi kompetensi. c. Transportasi laut Arah kebijakan pembangunan transportasi laut tahun 2009 adalah: (1) Meningkatkan Pelayanan Transportasi Laut Nasional; (2) Meningkatkan Keselamatan dan Keamanan dalam Penyelenggaraan Transportasi Laut Nasional; (3) Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia. serta (4) Melanjutkan arah kebijakan tahun 2008 yakni memperlancar kegiatan bongkar-muat dan menghilangkan ekonomi biaya tinggi di pelabuhan, memulihkan fungsi prasarana dan sarana transportasi laut, melengkapi fasilitas keselamatan pelayaran, menambah dan memperbaiki pengelolaan prasarana dan sarana transportasi laut khususnya untuk pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri. d. Transportasi Udara Arah kebijakan pembangunan transportasi udara adalah: (1) Meningkatkan pembinaan, pengawasan melalui peningkatan kemampuan pengawasan para inspektur penerbangan, teknisi penerbangan dan menegakkan peraturan guna meningkatkan penyelenggaraan transportasi udara yang berkualitas; (2) Memenuhi / menyelesaikan tindak lanjut hasil audit ICAO tentang penyelenggaraan Transportasi Udara di Indonesia; (3) Memenuhi kebutuhan persyaratan mini-mum keamanan dan keselamatan Penerbangan terhadap sarana dan prasarana Transportasi Udara; (4) Menyediakan pelayanan angkutan udara perintis; (5) Meningkatkan sarana dan prasarana Transportasi Udara di daerah terisolir, perbatasan, dan rawan bencana secara II-18 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
bertahap; (6) Menyelesaikan penyusunan peraturan pelaksana hasil revisi UU Penerbangan dan peraturan perundang-undangan lainnya; (7) Menyelesaikan pembentukkan lembaga/unit tunggal Navigasi Penerbangan dan lembaga / unit kerja lainnya yang dibutuhkan; (8)Menerapkan tatanan kebandarudaraan nasional yang efisien dan efektif yang menunjang wawasan nusantara dan ketahanan nasional. e. Penunjang Transportasi Pada tahun 2009 Arah Kebijakan penunjang transportasi yang akan dilakukan meliputi: menyusun peraturan di bidang transportasi, mensosialisasikan peraturan bidang transportasi, meningkatkan KSLN Perhubungan, kajian perencanaan, mengevaluasi kebijakan bidang transportasi, kajian strategis perhubungan dan transportasi intermoda, menyusun evaluasi dan operasional; pemantauan kinerja keuangan; menyusun pembinaan kinerja kepegawaian; dan meningkatkan peran dan kinerja Pusdatin; serta membina dan menindak serta menegakkan hukum berupa pengenaan sanksi administratif terhadap SDM pelayaran, khususnya Nahkoda dan Perwira kapal yang terbukti salah atau lalai dalam penerapan standar profesi kepelautan.
II-19 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
BAB III TARGET PERTUMBUHAN DAN KEBUTUHAN PEMBIAYAAN DEPARTEMEN PERHUBUNGAN TAHUN 2009 A. TARGET PERTUMBUHAN TAHUN 2009 1. Realisasi Pertumbuhan Tahun 2007 Stabilitas ekonomi makro yang merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terjaga pada tahun 2007. Upaya yang mensinergikan kebijakan fiskal, moneter, penguatan lembaga keuangan dan sektor riil telah mampu mendorong perekonomian nasional untuk dapat kembali tumbuh cukup tinggi. Pada tahun 2007 perekonomian nasional tumbuh sebesar 6,3% lebih tinggi dari tahun 2006 sebesar 5,%, namun lebih rendah daripada target pemerintah (yang ditetapkan dalam asumsi APBN 2007) sebesar 6,4%, dan lebih rendah dari target pertumbuhan ekonomi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2005-2009 sebesar 6,7%. Dilihat dari pola distribusi penggunaan PDB Nasional, tampak bahwa konsumsi rumah tangga masih merupakan penyumbang terbesar. Tabel 1 memperlihatkan bahwa 63,5% Produk Domestik Bruto Nasional digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga; 8,3% untuk belanja (pengeluaran) pemerintah; 24,9% untuk pembentukan modal tetap bruto atau investasi fisik; 29,4% untuk ekspor; dan 25,3% untuk impor. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 didorong oleh : Konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,0%; Konsumsi (pengeluaran) pemerintah tumbuh 3,9%; Pemben-tukan Modal Tetap Bruto tumbuh 9,2%; serta Ekspor dan Impor barang & jasa masing-masing tumbuh 8,0% dan 8,9%. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor transportasi dan komunikasi yang tumbuh 14,4%; sektor industri pengolahan khususnya non migas yang tumbuh sebesar 5,2%; sektor listrik, gas dan air bersih serta bangunan yang masing-masing tumbuh sebesar 10,4% dan 8,6%. Kemudian disusul oleh sektor pertanian serta pertambangan dan penggalian yang masing-masing tumbuh sebesar 3,5% dan 2,0%. Secara sektoral, tabel 2 menunjukkan bahwa kontribusi nilai tambah transportasi tahun 2007 sebagian besar (127,1%) III-1 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
berasal dari konsumsi rumah tangga (terdiri dari konsumsi dalam negeri 81,8% dan konsumsi luar negeri 45,3%), sedangkan pengeluaran pemerintah dan investasi swasta/ BUMN masing-masing hanya menyumbang 12,5% dan 5,7%. Pertumbuhan nilai tambah di sektor transportasi terkendala oleh defisit neraca jasa transportasi sebesar Rp. 67,9 triliun (yang merupakan konsumsi masyarakat di luar negeri) atau 45,3% dari total PDB Sektor transportasi. Hal ini terutama terkait dengan masih besarnya pangsa muatan yang diangkut armada pelayaran asing selama tahun 2007, baik angkutan antar pulau/dalam negeri (13,66%) maupun angkutan antar negara (86,34%). TABEL III-1 DISTRIBUSI PDB NASIONAL TAHUN 2007 MENURUT PENGGUNAAN Y = C + G + I + (X – M) Harga Konstan Th 2000 No.
Penggunaan
1.
Konsumsi Rumah Tangga ©
2. 3. 4.
b
Perubahan Inventory
b
Diskrepansi Statistik
Harga Berlaku
2006
2007
Growth (%)
2007
Share (%)
1.076,9
1.131,2
5,0
2.511,3
63,5
Konsumsi Pemerintah (G)
147,6
153,3
3,9
329,8
8,3
Pemb. Modal Tetap Bruto (I)
404,6
440,1
9,2
983,8
24,9
29,0
0,9
-
0,2
-
16,9
57,0
-
-27,2
-
5.
Ekspor (X)
864,5
933,6
8,0
1.162,0
29,4
6.
Impor (M)
684,1
744,9
8,9
1.002,5
25,3
1.846,7
1.963,9
6,3
3.957,4
100
PDB Nasional (Y)
Sumber : Berita Resmi Statistik BPS 2008
Tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2007 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2005-2009 berdampak kepada pencapaian target-target indikator makro sektoral pada sektor transportasi tahun 2007 dalam Renstra Dephub 2005-2009. Kontribusi nilai tambah sektor transportasi dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional pada tahun 2007 adalah sebesar 3,8%. Dalam besaran kontribusi tersebut pertumbuhan sektor transportasi tercapai sebesar 2,7% lebih rendah dari target sebesar 11%. Rendahnya capaian target pertumbuhan sektor transportasi tersebut terkait erat dengan realisasi belanja pemerintah untuk kegiatan transportasi (di luar jalan) sebesar Rp.9 triliun lebih rendah dari target Renstra Dephub 2005-2009 sebesar Rp. 23,34 triliun (38,6% dari target). Realisasi investasi BUMN transportasi (di luar jalan) tercapai sebesar Rp. 2,9 triliun lebih tinggi dari target Renstra sebesar Rp.2,3 triliun (126%
III-2 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
dari target), namun realisasi investasi swasta hanya tercapai Rp.1,2 triliun lebih rendah dari target sebesar Rp.75,16 triliun (1,6% dari target). TABEL III-2 DISTRIBUSI PDB TRANSPORTASI TAHUN 2007 MENURUT PENGGUNAAN : Y = C + G + I + (X – M) Harga Konstan Th 2000 No.
Penggunaan
1.
Konsumsi Rumah Tangga ©
2.
3.
2006
2007
Growth (%)
2007
Share (%)
88,1
92,4
4,9
190,5
127,1
Belanja Pemerintah (G)
7,8
9,2
18,0
18,8
12,5
a. Transportasi
4,2
4,4
4,8
9,0
-
b. Jalan & Jembatan
3,6
4,8
33,3
9,8
-
Investasi (I)
2,6
4,1
57,7
8,5
5,7
a. Swasta
1,5
1,2
-20,0
2,5
-
b. BUMN 4.
Harga Berlaku
1,1
2,9
190,0
6,0
-
Ekspor Nett (X-M)
-27,6
-32,9
163,6
-67,9
-45,3
PDB Transportasi (Y)
70,9
72,8
2,7
149,9
100
Sumber : Diolah dari data BPS 2008, Dephub 2008, Bappenas 2008, Statistik Ekonomi & Keuangan BI 2008, BKPM 2008, dan Kementerian BUMN 2008.
Realisasi pertumbuhan nilai tambah sektor transportasi pada tahun 2007 berdasarkan harga konstan tahun 2000 seperti disampaikan pada tabel 3, semuanya berada dibawah target. Angka-angka pertumbuhan pada tabel 3 mengindikasikan penurunan kegiatan transportasi nasional yang merupakan dampak kumulatif menurunnya kegiatan perekonomian nasional, baik yang terkait dengan dampak global maupun isu nasional seperti bencana alam, perubahan iklim/ pemanasan global, berbagai musibah transportasi (darat, laut, udara dan perkeretaapian) yang disebabkan oleh lemahnya pengawasan di bidang keselamatan transportasi. Beberapa hal yang berpengaruh terhadap tidak tercapainya target pertumbuhan nilai tambah transportasi nasional tahun 2007 adalah : a. Penurunan kumulatif jumlah barang yang diangkut oleh moda kereta api sebesar 1,13%, sedangkan khusus di Sumatera angkutan barang turun 1,63%; b. Penurunan kumulatif jumlah penumpang angkutan laut dalam negeri sebesar 49,94% dan jumlah barang sebesar 1,3%.
III-3 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
TABEL III-3 TARGET DAN REALISASI PERTUMBUHAN SEKTOR TRANSPORTASI TAHUN 2007 ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000 Target No.
Realisasi
Uraian
Nilai tambah
Growth (%)
Nilai Tambah
Growth (%)
PDB Transportasi
76,294
7,6
72,776
2,7
0,659
6,3
0,631
1,1 3.5
1.
Angkutan Kereta Api
2.
Angkutan Jalan
31,518
5,7
30.860
3.
Angkutan SDP
2,573
5,3
2,513
2.8
4.
Angkutan Laut
10,275
8,2
9,238
-2.7
5.
Angkutan Udara
12,960
13,0
12,419
8,3
6.
Jasa Penunjang Angkutan
18,309
7,5
17,116
0.5
PDB Nasional
1964,8
6,4
1964,0
6,3
Sumber : Berita Resmi Statistik BPS 2008 dan Renja Dephub 2008
2. Proyeksi Tahun 2008 dan 2009 Tingginya pertumbuhan ekonomi tahun 2007 telah meningkatkan optimisme pada tahun 2008. Selama tahun 2008 diharapkan terjadi peningkatan koordinasi kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil yang berdampak positif terhadap upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8%, menjaga stabilitas ekonomi, dan meningkatkan kemampuan ekonomi dalam memperluas lapangan kerja serta mengurangi jumlah penduduk miskin. Namun dengan adanya tekanan eksternal yang berat, terutama meningkatnya harga minyak mentah dunia yang menembus batas psikologis US.$.100/ barel, serta perkiraan menurunnya lifting minyak mentah di dalam negeri merupakan justifikasi dilakukannya perubahan terhadap perkiraan pertumbuhan 6,8% pada tahun 2008. Tingginya harga minyak mentah dan harga pangan dunia telah mengakibatkan terjadinya penurunan permintaan global yang mengarah kepada resesi ekonomi. Kenaikan harga BBM di dalam negeri sebagai implikasi kenaikan harga minyak mentah dunia, di satu sisi telah berhasil mengurangi beban fiskal terutama pada pos subsidi, namun di sisi lain telah menimbulkan biaya sosial ekonomi yang cukup besar, yaitu berupa efek domino yang mendongkrak kenaikan harga-harga barang dan jasa lainnya sehingga meningkatkan laju inflasi yang berujung kepada kontraksi ekonomi di dalam negeri. Dengan demikian upaya menumbuhkan sinyal positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional yang mantap dan berkesinambungan melalui pengurangan ekonomi biaya tinggi guna mendorong investasi dan meningkatkan daya saing ekspor non migas, menjadi kontraproduktif, meskipun upaya meningkatkan pemberantasan tindak pidana korupsi meru-
III-4 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
pakan satu-satunya sinyal positif terhadap pulihnya kepercayaan pasar terhadap perekonomian nasional. Terkait dengan kondisi seperti tersebut di atas, dalam tahun 2008 perekonomian nasional diperkirakan tumbuh 6,2%, sedangkan pada tahun 2009 di dalam tekanan eksternal yang dimulai dengan guncangan/krisis di pasar modal dan dibarengi dengan pelaksanaan pesta demokrasi di dalam negeri target pertumbuhan perekonomian nasional dikoreksi dari 6,5% menjadi 6%. Sesuai dengan data empiris tahun 2006 dan 2007, dalam kondisi realisasi investasi yang rendah, untuk menunjang tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi nasional tersebut, sektor transportasi pada tahun 2008 dan 2009 diharapkan tumbuh minimal sebesar 7,47% dan 7,2%. Dari tabel III-4, terindikasi bahwa berdasarkan harga konstan tahun 2000 pertumbuhan konsumsi rumah tangga terhadap jasa transportasi tahun 2008 dan 2009 diperkirakan sebesar –5,86% dan 7,3%, sedangkan belanja pemerintah di sektor transportasi diharapkan tumbuh masing-masing 76,73% pada tahun 2008 dan 6,95% pada tahun 2009. Investasi swasta (termasuk BUMN) di sektor transportasi diharapkan tumbuh sebesar 45,12% pada tahun 2008 dan 6,89% pada tahun 2009. Pada tahun 2008 dan 2009 diperkirakan masih terjadi defisit neraca transaksi jasa khususnya transportasi, yang merupakan konsumsi jasa transportasi luar negeri (selisih ekspor dan impor) netto, namun pertumbuhannya diharapkan semakin melambat, yaitu sebesar 7,77% dan 6,72%, harapan ini sejalan dengan semakin efektifnya pelaksanaan Inpres No 5 Tahun 2005 Tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional. Besarnya prakiraan pertumbuhan masing-masing matra angkutan pada sektor transportasi tahun 2008 dan 2009 berdasarkan harga konstan tahun 2000 disampaikan pada tabel III-5. Pada tahun 2008 dan 2009 pertumbuhan nilai tambah angkutan kereta api diharapkan semakin membaik dari realisasi tahun 2007 (5,39% dan 5,71%), apabila target pertumbuhan volume barang yang diangkut rata-rata 6,12% per tahun dan target pertumbuhan penumpang utama yang diangkut rata-rata 7,83% per tahun dapat direalisasikan, serta program aksi ikhtiar bertahan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan. Nilai tambah angkutan jalan diharapkan tumbuh 7,10% dan 5,24% terutama sebagai dampak dari pemulihan tingkat pelayanan pada angkutan kota dan antar kota (AKAP & AKDP), pengoperasian armada bus di jalur bus way DKI Jakarta, rencana peremajaan bus AKAP dan pengoperasian bus CNG (compressed natural gas) dan pengo-perasian bus berbahan bakar bio energi. Nilai III-5 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
tambah angkutan sungai danau dan penyeberangan diharapkan tumbuh 2,02% dan 3,05% sejalan dengan pembukaan lintas penyeberangan baru dan peningkatan aktivitas lintas penyeberangan yang telah ada, proporsional dengan pertumbuhan nilai tambah angkutan jalan. Nilai tambah angkutan laut diharapkan tumbuh 3,86% dan -0,11% berkaitan dengan dampak pemberlakuan Inpres No. 5 Tahun 2005 Tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional, meskipun diperkirakan terjadi perlambatan permintaan global pada tahun 2009. Nilai tambah angkutan udara diharapkan tumbuh 13,64% dan 12,97% sejalan dengan berlanjutnya kebijakan multioperator angkutan udara yang dibarengi dengan makin ketatnya pengawasan keselamatan penerbangan. Nilai tambah jasa penunjang angkutan diharapkan tumbuh 6,50% dan 4,72% proporsional dengan pertumbuhan nilai tambah angkutan jalan, angkutan kereta api, angkutan laut dan angkutan udara. TABEL III-4 DISTRIBUSI PDB TRANSPORTASI TAHUN 2005, 2006 DAN 2007, PRAKIRAAN TAHUN 2008 DAN 2009 MENURUT PENGGUNAAN : Y = C + G + I + (X – M) DALAM TRILIUN RUPIAH (HARGA KONSTAN TAHUN 2000) KONSUMSI RUMAH TANGGA © TAHUN
SELISIH EKSPOR DENGAN IMPOR (X-M) NET
PDB TRANSPORTASI (Y)
BELANJA PEMERINTAH (G)
INVESTASI BUMN & SWASTA (I)
24,410
6,777
2,695
- 24,410
66,445
- 8,84%
6,40%
21,84%
- 19%
6,40%
6,32%
2006
60,60
27,574
7,80
2,60
- 27,60
70,807
GROWTH
6,36%
12,96%
15,09%
- 3,52%
12,96%
6,63%
2007
59,50
32,90
9,20
4,10
-32,90
72,78
GROWTH
- 1,81%
19,31%
18,0%
57,7%
19,31%
2,78%
2008*
56,01
35,42
16,26
5,95
- 35,42
78,22
GROWTH
- 5,86%
7,77%
76,73%
45,12%
7,77%
7,47%
2009*
60,10
37,80
17,39
6,36
- 37,80
83,85
GROWTH
7,3%
6,72%
6,95%
6,89%
6,72%
7,20%
DALAM NEGERI
LUAR NEGERI NET
2005
56,973
GROWTH
Sumber : Diolah dari data BPS 2008, Bappenas 2008, Statistik Neraca Pembayaran BI 2008; dan BKPM 2008
* Prakiraan
III-6 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
III-7 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
B. KEBUTUHAN PEMBIAYAAN 1.
Upaya Mendukung Pertumbuhan (Pro Growth) Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6% dan pertumbuhan sektor transportasi 7,2% pada tahun 2009, dibutuhkan dana untuk membiayai sektor transportasi (tidak termasuk jalan) minimal sebesar Rp. 22,43 triliun dengan alokasi sumber pendanaan dari APBN (Pagu definitif Departemen Perhubungan untuk belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal) sebesar Rp.16,97 triliun, investasi BUMN diperkirakan sebesar Rp.2,242 triliun dan investasi Swasta sebesar Rp. 3,218 triliun. Prakiraan nilai tambah sektor transportasi 2008 dan 2009 dikaitkan dengan sasaran pertumbuhan dan kebutuhan pembiayaan disampaikan pada tabel III-6. Tidak tercapainya target investasi yang diharapkan baik dalam Renstra Departemen Perhubungan 2005-2009 maupun RPJM Nasional 2005-2009, mengakibatkan realisasi partumbuhan sektor transportasi dalam Renja 2007 berada di bawah target pertumbuhan Renstra Departemen Perhubungan 2005-2009, demikian pula prakiraan partumbuhan sektor transportasi tahun 2008 dan 2009. Pada tahun 2008 dan 2009 pangsa pendanaan APBN diperkirakan masih lebih besar daripada pendanaan BUMN dan Swasta. Skenario pangsa pembiayaan investasi dari APBN diperkirakan naik dari 48,26% pada tahun 2007 menjadi 56,33% pada tahun 2008 dan 75,66% pada tahun 2009. Pangsa pembiayaan BUMN diharapkan meningkat dari 15,34% pada tahun 2007 menjadi 18,93% pada tahun 2008 dan 9,99% pada tahun 2009. Pangsa investasi Swasta diperkirakan menurun dari 36,40% pada tahun 2007 menjadi 24,75% pada tahun 2008 dan 14,35% pada tahun 2009. Skenario kebutuhan pembiayaan Departemen Perhubungan dari APBN tahun 2009 sesuai dengan Renstra Departemen Perhubungan Tahun 2005-2009 sebesar Rp. 22,43 triliun tidak dapat dipenuhi karena keterbatasan kemampuan dana pemerintah, yang tercermin dalam besaran pagu definitif APBN tahun 2009 sebesar Rp.16,97 triliun, namun bila dilihat dari kecenderungan (trend) realisasi APBN sejak tahun 2005 sampai dengan 2008 dan pagu definitif tahun 2009, telah terjadi peningkatan pembiayaan Departemen Perhubungan melalui APBN secara sustainable, sehingga angka prosentase pencapaian target APBN dalam Renstra Departemen Perhubungan 2005-2009 semakin membaik (Gap angka pembiayaan APBN antara Renstra dan Renja semakin mengecil), sebagaimana disampaikan pada tabel III6.
III-8 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Agar target pertumbuhan sektor transportasi 7,2% dapat dicapai, financial gap APBN tahun 2009 sebesar Rp.5,46 triliun diharapkan dapat dipenuhi dari peranserta swasta sebesar Rp. 3,218 triliun dan BUMN sebesar Rp.2,242 triliun guna membiayai segmen kegiatan transportasi yang bersifat komersial. Skenario kebutuhan investasi sektor transportasi yang diharapkan dapat dibiayai oleh Swasta dan BUMN disampaikan pada tabel III-8. 2. Kriteria Alokasi Anggaran APBN Dephub Berdasarkan pagu definitif belanja pemerintah di lingkungan Departemen Perhubungan pada tahun 2009 sebesar Rp.16,97 triliun, telah dilakukan alokasi sesuai prioritas pembangunan, yaitu : Sarana dan Prasarana Rp.6.652 Triliun (39.18%), Fasilitas Keselamatan Rp 5.0587 (29.8%); Pengembangan Sumber Daya Manusia Rp. 1.2905 Triliun (7.60%); Pengembangan Keperintisan Rp. 613 Milyar (3.61%); Desain / Study / Sosialisasi Rp. 1.046 Triliun (6,16%), dan Penyelenggaraan Pemerintahan Rp. 2.3178 (13.65%) sebagaimana terlihat dalam diagram 3.1.
40%
35%
30%
25%
20%
Sarana & Prasarana 39.18% Fasilitas Keselamatan 29.8%
15%
Kepemerin‐ tahan, 13.65%
10%
5%
SDM 7,6%
Design/study Keperintisan /sosialisasi 6.16% 3,61%
0%
Diagram 3.1. Prioritas alokasi APBN Dephub tahun 2009
III-9 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
III-10 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
III-11 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
TABEL III-8 SKENARIO ALOKASI SUMBER PEMBIAYAAN SWASTA DAN BUMN PADA SEKTOR TRANSPORTASI TAHUN 2008 DAN 2009
Triliun Rupiah
SWASTA
2008
2009
TOTAL INVESTASI SWASTA
6,8140
3,218
1. Kerjasama Pemerintah / BUMN dan Swasta a. Pengembangan transportasi KA batubara : 1) Sumatera 2) Kalimantan b Transportasi Laut : 1) Pelabuhan Kuala Enok 2) Car Terminal di Pelabuhan Tg. Priok 3) Pelabuhan Tg. Priok di Ancol Timur 4) Pelabuhan Trisakti Banjarmasin 5) Pelabuhan Makassar c. Transportasi Udara Cargo Transhipment Bandara Soetta
1,9242
0,908
2. Bidang Usaha Transportasi Swasta a. Jasa Pelayanan Bongkar-Muat b. Angkutan Jalan c. Angkutan Niaga Udara Tidak berjadual d. Angkutan Niaga Udara Berjadual e. Angkutan Udara bukan niaga f. Jasa depo petikemas dan pergudangan g. Jasa Angkutan Laut dalam negeri dan Luar Negeri h. Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarding) i. Pengelolaan Dermaga Khusus j. Jasa Penunjang Angkutan Laut k. Jasa pekerjaan bawah air
4,8898
Segmen Usaha
2,31
Triliun Rupiah
Badan Usaha Milik Negara
2008
2009
TOTAL INVESTASI BUMN
5,2120
2,2420
1. Jasa Angkutan : a. PT. Garuda Indonesia b. PT. Merpati Nusantara c. PT. Kereta Api Indonesia d. PT. Pelayaran Nasional Indonesia e. PT. ASDP f. PT. Bahtera Adhiguna g. PT. Djakarta Lloyd h. Perum DAMRI i. Perum PPD
1,5772
0,6784
Segmen Usaha
2. Jasa Infrastruktur : a. PT. Angkasa Pura I b. PT. Angkasa Pura II c. PT. PelabuhanIndonesia I d. PT. Pelabuhan Indonesia II e. PT. Pelabuhan Indonesia III f. PT. Pelabuhan Indonesia IV g. PT. Pengerukan Indonesia
3,6355
Sumber : Diolah dari data Biro Perencanaan Dephub. 2008, BKPM 2008, dan Kantor Kementerian BUMN, 2008
III-12 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
1,5636
TABEL III-5 PRAKIRAAN PERTUMBUHAN SEKTOR TRANSPORTASI TERHADAP PEMBENTUKAN NILAI TAMBAH TAHUN 2008 DAN 2009 ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000 (TRILIUN RUPIAH)
No
2005
Uraian
PDB Transportasi
2006
2007
2008*
Growth %
Nilai Tambah
2009**
Nilai Tambah
Growth %
Nilai tambah
Growth %
Nilai Tambah
Growth %
Nilai Tambah
Growth %
66.405
6.32
70.807
6.63
72.776
2.78
78.220
7.47
83.850
7.20
0.585
-2.98
0.623
6.50
0.631
1.28
0.665
5.39
0.703
5.71
28.367
4.92
29.774
4.96
30.860
3.65
33.053
7.10
35.463
5.24
1.
Angkutan Kereta Api
2.
Angkutan Jalan
3.
Angkutan SDP
2.343
4.29
2.432
3.80
2.513
3.33
2.564
2.02
2.693
3.05
4.
Angkutan Laut
8.856
8.75
9.497
7.24
9.238
-2.73
9.595
3.86
9.584
-0.11
5.
Angkutan Udara
10.362
10.42
11.466
10.65
12.419
8.31
14.114
13.64
15.945
12.97
6.
Jasa Penunjang Angkutan
15.892
5.63
17.014
7.06
17.116
0.60
18.229
6.50
19.462
4.72
1,750.82
5.60
1,847.30
5.51
1,963.97
6.32
2,085.31
6.20
2,221.31
6
PDB Nasional
Sumber : Diolah dari data BPS. 2008 * Prakiraan
TABEL III-6 REALISASI NILAI TAMBAH DAN PEMBIAYAAN SEKTOR TRANSPORTASI TAHUN 2005, 2006, 2007, 2008 SERTA PRAKIRAAN 2009 (TRILIUN RUPIAH) Realisasi URAIAN
Prakiraan
Renstra 2005
Renja 2005
Renstra 2006
Renja 2006
Renstra 2007
Renja 2007
Renstra 2008
Renja 2008
Renstra 2009
Renja 2009
67.87
66.44
74.66
70.88
82.86
72.78
92.65
78.22
104.19
83.85
- Transportasi
9.0
6.32
10.0
6.67
11.0
2.78
11.8
7.47
12.5
7.2
- PDB Nasional
5.5
5.6
6.1
5.5
6.7
6.4
7.2
6.8
6.2
6
Pembiayaan*
39.98
7.79
75.63
12.55
98.82
18.71
132.85
27.54
171.830
22.43
- APBN (Dephub)
11.39
5.26
24.48
8.45
23.34
9.03
22.35
15.51
30.413
16.977
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal .PNBP
0.32 0.78 10.29 -
0.32 0.65 4.29 -
0.44 1.06 22.97 -
0.68 1.29 6.32 0.16
0.59 1.42 21.33 -
0.84 1.57 6.46 0.16
0.95 2.03 12.53 0.206
1.02 2.472 26.921 -
1.273 2.481 12.247 0.975
1.66
1.08
1.94
1.34
2.33
2.87
2.13
5.212
1.908
2.242
28.03
1.31
50.71
2.76
75.16
6.81
111.03
6.814
143.001
3,218
APBN
25.72
69.44
30.37
67.3
21.58
48.26
14.82
56.33
15.67
75.66
BUMN
4.17
13.86
2.57
10.7
2.36
15.34
1.60
18.93
1.11
9.99
70.11
16.70
67.06
22.0
76.05
36.40
83.57
24.75
83.22
14.35
PDB Transportasi (Harga Konstan Tahun 2000) Pertumbuhan (%)
- BUMN* - SWASTA*
0.78 1.88 19.69 -
Share (%)
SWASTA
Sumber : Diolah dari data BPS, BKPM, Bappenas dan Dephub. 2008 * Diluar Jalan
TABEL III-7 REKAPITULASI APBN DAN PAGU SEMENTARA PEMBIAYAAN DEPARTEMEN PERHUBUNGAN PADA TAHUN BERJALAN DIBANDINGKAN DENGAN TARGET RENSTRA 2005-2009 (TRILIUN RUPIAH)
2005
2006
2007
2008
2009
Dep/ Ditjen/ Badan
Renstra
APBN
%
Renstra
APBN
%
Renstra
APBN
%
Renstra
APBN
%
Renstra
Definitif
%
Dephub
11.39
5.412
48
24.47
8.452
35
23.34
10.47
45
22.35
15.510
69.4
30.41
16.977
55.8
Hubda
2.287
1.922
84
7.474
0.736
10
4.384
1.280
29
2.471
2.119
85.7
0.608
1.833
301.5
-
-
-
6.673
2.516
38
7.272
2.925
40
9.549
3.782
39.6
14.487
3.693
25.5
Hubla
5.298
1.243
23
4.241
2.287
54
6.079
2.889
48
5.274
3.797
72
6.129
4.461
73.8
Hubud
2.934
1.597
54
4.663
1.899
41
4.053
2.021
50
3.017
3.553
118
6.514
4.427
67.9
Diklat
0.557
0.408
73
0.755
0.521
69
1.005
0.743
74
1.329
1.059
79.7
1.746
1.421
81.4
Litbang
0.032
0.020
63
0.070
0.056
80
0.063
0.075
119
0.081
0.070
86.4
0.105
0.064
60.9
Sarnas
0.147
0.106
72
0.195
0.196
101
0.262
0.226
86
0.345
0.675
196
0.453
0.666
147.1
Itjen
0.010
0.011
110
0.013
0.022
169
0.018
0.038
211
0.024
0.057
238
0.032
0.055
171.9
Setjen
0.132
0.103
78
0.169
0.219
130
0.207
0.269
130
0.260
0.395
152
0.335
0.354
105.7
KA
Sumber : Diolah dari data Biro Perencanaan Dephub. 2008
BAB IV PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DARAT A. KONDISI UMUM 1. Transportasi Jalan Transportasi jalan selama ini mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara. Pentingnya transportasi jalan tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan jasa angkutan jalan bagi mobilitas orang serta barang dari dan ke seluruh pelosok tanah air, bahkan dari dan keluar negeri. Di samping itu, transportasi jalan juga berperan sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah, dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya. Dilihat dari perbandingan perkembangan jumlah kendaraan (bus, truk dan mobil penumpang) dengan perkembangan pembangunan jalan, maka nampak rasio jumlah kendaraan dengan panjang jalan (kendaraan per km) setiap tahun menunjukkan peningkatan, yang semula 12,09 kendaraan/km pada tahun 1997 menjadi 17,44 kendaraan/km pada tahun 2000, 37,40 kendaraan/km pada tahun 2005 dan 55,50 kendaraan/km pada tahun 2006. Hal ini mengindikasikan tingkat kejenuhan yang berakibat semakin memburuknya pelayanan jalan. Pada tahun 2002 jumlah mobil penumpang sebanyak 3,862 juta unit, dan pada tahun 2007 jumlahnya telah mencapai 9,501 juta unit atau tumbuh rata-rata 20,32%/tahun. Pada tahun 2002 jumlah bus sebanyak 731,99 ribu unit, dan pada tahun 2007 jumlahnya telah mencapai 2,854 juta unit atau tumbuh ratarata 33,92%/tahun. Pada tahun 2002 jumlah truk sebanyak 2,015 juta unit, dan pada tahun 2007 telah mencapai 5,013 juta unit atau tumbuh rata-rata 21,57%/tahun. Fenomena yang menarik dewasa ini adalah perkembangan jumlah sepeda motor, dimana pada tahun 2002 berjumlah 18,061 juta unit meningkat tajam menjadi 45,948 juta unit pada tahun 2007 atau tumbuh rata-rata 20,91%/tahun. Fenomena ini disatu sisi terkait dengan makin mahalnya biaya angkutan umum, sedangkan di sisi lain terdapat kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh sepeda motor lewat berbagai skema pinjaman. IV-1 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985, telah ditetapkan ruas-ruas jalan menurut peranannya sebagaimana Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 375/KPTS/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Penetapan ruas-ruas jalan dalam jaringan jalan primer menurut perannya sebagai jalan arteri, jalan kolektor 1, jalan kolektor 2 dan jalan kolektor 3. Dalam ketetapan tersebut, jalan di wilayah Indonesia meliputi jalan arteri sepanjang 16.833,79 kilometer, jalan kolektor 1 sepanjang 17.795,04 kilometer, jalan kolektor 2 sepanjang 36.299,83 kilometer dan jalan kolektor 3 sepanjang 3.825,19 kilometer. Data tahun 2007 menunjukkan bahwa menurut kewenangan pengelolaannya, panjang jalan nasional 36.318 km, jalan propinsi 50.044 km, jalan kabupaten 245.253 km, jalan kota 23.469 km dan jalan toll 772 km. Di sisi penyediaan fasilitas angkutan jalan, terdapat jaringan lintas, yaitu jaringan pelayanan angkutan barang yang ditetapkan berdasarkan kesamaan kelas jalan. Pada koridor utama yang merupakan jalan arteri primer diklasifikasikan sebagai jalan kelas II atau IIIa, sedangkan jalan tol diklasifikan sebagai jalan kelas II. Disamping itu telah ditetapkan pula kelas jalan sebagai berikut : a. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 55 Tahun 1999 tentang kelas jalan di Pulau Jawa; b. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 1 Tahun 2000 tentang Penetapan Kelas Jalan di Pulau Sumatera; c. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 13 Tahun 2001 tentang Penetapan Kelas Jalan di Pulau Sulawesi; d. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 1 Tahun 2003 tentang Penetapan Kelas Jalan di Pulau Kalimantan; e. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 20 Tahun 2004 tentang Penetapan Kelas Jalan di Propinsi Bali, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara dan Papua. Jaringan lintas peti kemas telah diatur secara khusus, hal ini karena pengangkut peti kemas menggunaan alat angkutan yang bersifat khusus dan tidak semua jalan dapat dilalui. Jaringan lintas peti kemas yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 74 Tahun 1990 adalah untuk peti kemas sesuai ISO yakni peti kemas ukuran 20 kaki dan 40 kaki. Sebagai tindaklanjut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 74 Tahun 1990, Direktur Jenderal Perhubungan Darat melalui SK 538/AJ.306/DJPD/2005 telah menetapkan lintas angkutan peti kemas yang terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu : a. Lintasan normal angkutan peti kemas 20 kaki dan 40 kaki adalah lintas : Tanjung Priok-Cilegon, Tanjung PriokBogor, Tanjung Priok - Cirebon, Tanjung Priok - Pulo Gadung, Bandung-Padalarang, Bandung-Rancaekek, IV-2 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Tanjung Emas-Kudus, Tanjung Emas - Cirebon, Solo Karanganyar, Solo-Surabaya, Solo-Gemolong, Solo-Sukoharjo, Solo-Yogjakarta, Tanjung Perak – Banyuwangi, Tanjung Perak - Malang, Tanjung Perak - Tulungagung, Tanjung Perak-Tuban, dan TPK Rambipuji-Bondowoso. b. Lintas angkutan peti kemas dengan kemiringan arah memanjang jalan (gradien) lebih besar dari 7 % untuk angkutan peti kemas 20 kaki, dan lebih besar dari 5% untuk peti kemas 40 kaki. Lintasan angkutan peti kemas yang sesuai dengan kriteria di atas, adalah Lintas : Tanjung Priok-Bandung, Bandung-Cirebon, dan Semarang-Solo. Lintas peti kemas peti kemas sebagaimana ketentuan tersebut sebagian besar hanya lintas-lintas peti kemas di Pulau Jawa, sedangkan jaringan lintas di pulau sumatera sedang dalam proses, sedangkan lintas peti kemas di pulau lainnya belum ditetapkan. Terkait dengan kebijakan otonomi daerah, dewasa ini pemerintah provinsi telah mengeluarkan peraturan-peraturan daerah berkaitan dengan penanganan muatan lebih, seperti Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, D.I Yogyakarta, Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan beberapa provinsi lainnya. Sementara pemerintah provinsi yang lain belum memiliki perda. Perda yang telah dikeluarkan pemerintah provinsi terus dilakukan monitor, evaluasi dan verifikasi oleh pemerintah pusat, dengan hasil bahwa masih banyak produk-produk perda yang belum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dalam rangka penyempurnaan kebijakan penanganan muatan lebih melalui penyelenggaraan jembatan timbang, melalui bantuan Bank Dunia telah dilakukan kegiatan Standarisasi Perencanaan Jaringan dan Keselamatan Transportasi Jalan, dengan lingkup pekerjaan penataan sistem penanganan jembatan timbang mulai Januari 2004 telah dilakukan uji coba penanganan jembatan timbang metode baru di 2 (dua) propinsi, yaitu : a. Sumatera Barat (Jembatan timbang: Sungai Langsat, Lubuk Selasih, dan Kamang); b. Nanggro Aceh Darussalam (Jembatan Timbang: Seumadam); dan dilanjutkan dengan 2 lokasi baru yaitu di Jambi dan Jawa Barat dengan dana dari ADB. Sistem penanganan jembatan timbang metode baru ini melibatkan peran sektor swasta yang memegang tanggung jawab terhadap manajemen jembatan timbang. Apabila sistem ini dipandang layak oleh pemerintah maka akan diimplementasikan secara bertahap di IV-3 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
seluruh Indonesia. Hal yang penting dalam implementasi sistem ini adalah perlu dirumuskan format kebijakan penanganan jembatan timbang secara berkesinambungan (sustainable policy) baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah propinsi. Penetapan trayek bus didasarkan pada kebutuhan pelayanan tanpa memperhatikan hirarkhi jaringan trayek yang jelas baik antar trayek utama, cabang maupun ranting. Trayek-trayek antar kota antar propinsi yang telah ditetapkan sampai tahun 2007 sebanyak 1.624 trayek yang dilayani bus berizin sebanyak 19.197 unit kendaraan, terdiri dari 17.703 unit kendaraan operasi dan sebanyak 1.494 unit kendaraan cadangan dengan jumlah perusahaan bus AKAP sebanyak 772 perusahaan. Sebagai kelanjutan pelaksanaan program pembangunan pada tahun anggaran 2007 telah dilaksanakan pengadaan fasilitas keselamatan berupa pengadaan dan pemasangan marka jalan sepanjang 1.009.555 m, pagar pengaman jalan sepanjang 37.558m, rambu lalu lintas 13.418 buah, rambu penunjuk pendahulu jalan (RPPJ) sebanyak 426 buah, delineator 1400 buah, traffic light 17 unit, lampu penerangan jalan sebanyak 10 unit, 12 unit peralatan pengujian kendaraan bermotor (PKB) dan 1 Paket pembangunan gedung load kerja Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) serta manajemen rekayasa lalu lintas sebanyak 2 paket. Peningkatan keselamatan lalu lintas pada daerah rawan kecelakaan dilaksanakan dengan perbaikan DRK pada 4 lokasi di Propinsi Sumatera Utara dan Sumatera Barat. serta pada perlintasan sebidang di 89 titik. Guna menunjang keperintisan diprogramkan pengadaan bus ukuran sedang Perintis/Bus Kota/Mahasiswa sebanyak 78 unit ukuran sedang dan bus perkotaan sebanyak 70 unit bus ukuran besar. Pelayanan subsidi bus perintis untuk 99 trayek/lintasan perintis pada 18 propinsi. Disamping itu. pada tahun anggaran 2006 diprogramkan pembangunan terminal Batas Antar Negara Sei Ambawang-Pontianak (lanjutan). Pembangunan terminal Matoain (NTT). pembangunan terminal Kuningan (Jawa Barat). Realisasi sampai tahun 2008 pembangunan terminal Sei Ambawang memasuki tahap VIII dengan alokasi anggaran sebesar Rp 13.119.600.000,-; pembangunan terminal Motoain tahun 2008 memasuki tahap IV dengan alokasi anggaran Rp 7.658.324.000,- dan pembangunan terminal Kuningan pada tahun 2007 telah selesai dilaksanakan. Selain itu, pelaksanaan Inpres 6/2003 tentang Percepatan Pemulihan Pembangunan Propinsi Maluku dan Propinsi Maluku Utara Pasca Konflik telah diprogramkan pada kegiatan rehabilitasi lanjutan pada terminal dan jembatan timbang di P. Maluku.
IV-4 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan manajemen dan keselamatan transportasi, telah dilaksanakan koordinasi antar instansi dalam upaya mengatasi permasalahan pelanggaran kelebihan muatan di jalan serta penanganan daerah rawan kecelakaan. Mulai tahun 2003, Pemerintah telah mengalokasikan dana APBN untuk mengurangi daerahdaerah yang diidentifikasikan sebagai daerah-daerah rawan kemacetan dan daerah-daerah rawan kecelakaan khususnya pada koridor jalan nasional, dengan melakukan kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas, melakukan pengadaan dan pemasangan perlengkapan jalan, perbaikan geometrik jalan, perbaikan dan atau pembangunan fasilitas pendukung seperti trotoar, lampu jalan dan lain sebagainya. Pada tahun 2004 pelaksanaan kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas dilaksanakan di propinsi Kalimantan Tengah, sedangkan pada tahun 2005 dilaksanakan di 2 (dua) propinsi, yaitu provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan dan Detail Engineering Design perbaikan DRK dilakukan di 2 (dua) lokasi yaitu di Provinsi Riau dan Jambi Pada tahun 2006 dilakukan desain teknis perbaikan daerah rawan kecelakaan di Pantura, Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tahun 2007 dilakukan survai investigasi dan desain LBK/LRK di Propinsi Bali dan NTB. DED Perbaikan Daerah Rawan Kecelakaan Sumatera Selatan dan Lampung. Survai investigasi Daerah Rawan Kecelakaan Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan di Propinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Sumatera Selatan. Pada Tahun 2008 tidak dilakukan studi mengenai LBK/LRK. Mulai tahun 2005 pemerintah berupaya memberikan kemudahan bagi para penguna jalan khususnya pengendara kendaraan pada ruas jalan nasional dengan memberikan informasi terhadap ruas jalan nasional melalui pengadaan dan pemasangan nomor rute jalan. Sebagai tindak lanjut telah dilakukan uji coba pemasangan beberapa nomor rute jalan di jalan nasional sesuai SK. Dirjen Perhubungan Darat No. SK. 903/AJ.202/ DRJD/2007 tentang Penetapan Nomor Rute Jalan Nasional di Pulau Jawa. Pemasangan tersebut dilakukan pada sebagian ruas jalan nasional di pulau Jawa yaitu Jawa Barat dan Jawa Tengah yang akan dilakukan secara bertahap. Sedangkan pada tahun 2008 sedang diproses aspek legalitas pelaksanaan pembangunan rambu nomor rute di Provinsi Bali yang akan dilanjutkan dengan implementasinya. Dalam rangka mendukung Asean Highway dimana sepanjang + 3.900 KM jalan nasional di Pulau Jawa dan Bali dan Pulau Sumatera telah ditetapkan sebagai jalan internasional, direncanakan menyusun legalitas untuk pemasangan nomor IV-5 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
rute jalan pada jaringan jalan nasional dan jaringan jalan internasional. Peningkatan produktivitas angkutan pada umumnya sejalan dengan perkembangan ekonomi yang di dukung oleh pembangunan di bidang prasarana dan sarana jalan yang semakin meningkat. Jumlah bus AKAP (angkutan antar kota antar propinsi pada tahun pada tahun 2004 sebanyak 19.363 selanjutnya pada tahun 2005 dan 2006 mengalami penurunan menjadi 19.253 unit dan 19.197 unit. Pada tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 19.428 unit. Perkembangan jumlah bus AKAP sejalan dengan berkembangnya perusahaan otobus/operator dengan jumlah pada tahun 2004 sebanyak 759 perusahaan, pada tahun 2005 menjadi 765 perusahaan, pada tahun 2006 sebanyak 772 perusahaan serta pada tahun 2007 meningkat menjadi 790 perusahaan. Penanganan masalah kecelakaan lalu lintas di jalan masih harus tetap ditingkatkan secara lebih menyeluruh, pada tahun 2005 jumlah korban sebanyak 103.323 jiwa dan pada tahun 2006 sebanyak 101.354 jiwa sedangkan pada tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 82.588 jiwa. Trayek lintas batas negara antara Indonesia dengan negara tetangga beberapa diantaranya telah ditetapkan dan dilayani moda transportasi jalan, sedangkan yang lain masih dalam proses perundingan kesepakatan. Lintas batas negara yang telah dilayani adalah: Entikong (Kalbar) - Tebedu (Serawak, Malaysia); Jayapura (Papua) - Wutung (perbatasan Papua dengan Papua New Guinea); Kalimantan Timur - Sabah Malaysia (masih dalam kesepakatan); dan Pontianak (Kalbar) – Bandar Sri Begawan (Brunei). Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.1361/ AJ.106/DRJD/2003 tanggal 11 Agustus 2003 telah ditetapkan Simpul Jaringan Transportasi Jalan untuk Terminal penumpang Type A di seluruh Indonesia sebanyak 203 simpul. 2. Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan Transportasi sungai dan danau adalah transportasi yang sangat tua umurnya di Indonesia, bahkan dapat dikategorikan sebagai transportasi tradisional. Peranannya telah nyata dirasakan oleh masyarakat terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Fungsi sungai serta danau sebagai prasarana transportasi di wilayah tersebut telah mampu memberikan kontribusi yang besar serta akses sampai jauh ke pedalaman yang belum dijangkau oleh moda transportasi lain. Moda ini merupakan suatu moda transportasi yang sangat akrab dengan masyarakat di sekitar sungai/danau
IV-6 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
tersebut karena prasarana yang telah disediakan oleh alam dan investasi untuk penyelenggaraannya terjangkau oleh masyarakat. Truk air maupun kapal penyeberangan sungai dan danau, yang merupakan sarana perintis, tumbuh sangat pesat dalam dekade terakhir. Disamping itu, transportasi curah (bulk cargo seperti batu bara) di sungai juga sudah mulai berkembang. Prospek transportasi ini cukup cerah seiring dengan keunggulan karakteristiknya yang mampu mengangkut barang dalam jumlah besar (bulk cargo), hemat energi dan polusi rendah dengan dampak kerusakan lingkungan kecil. Tingkat produksi angkutan penyeberangan penumpang dari tahun 2004 sampai dengan 2007, rata-rata 15,59%, pertumbuhan angkutan barang rata-rata 26,08% dan pertumbuhan angkutan kendaraan rata-rata 3,07%. Sedangkan kapasitas angkut mengalami peningkatan dari tahun 2006 124.598 trip menjadi 124.845 trip pada tahun 2007. Dari sisi pelayanan, sampai dengan tahun 2007 telah tersedia 205 lintas penyeberangan. Dari keseluruhan lintas dimaksud,184 lintas penyeberangan telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan. Lintas-lintas padat pada umumnya dilayani lebih dari 6 unit kapal penyeberangan, sedangkan sebagian besar lintas dan lintasan perintis hanya dilayani oleh 1 unit kapal, bahkan ada kapal yang melayani lebih dari 1 lintasan, sehingga pada saat kapal menjalani docking atau mengalami kerusakan, lintas tersebut tidak dapat terlayani. Lintas penyeberangan perintis pada tahun 2007 berjumlah 72 lintasan yang pengoperasiannya dilaksanakan oleh PT ASDP (Persero) dengan mendapat subsidi dari Pemerintah. Lintas penyeberangan perintis yang telah memperlihatkan kecenderungan dapat menutup biaya operasi karena permintaan yang meningkat, tidak akan disubsidi pada tahun berikutnya. Sampai tahun 2007 masih banyak daerah yang belum dapat dijangkau dengan angkutan penyeberangan perintis dikarenakan keterbatasan dana pemerintah, sehingga diperlukan peranserta sektor swasta dalam penyelenggaraan angkutan keperintisan dengan skema pendanaan operasi secara multiyears. Pada lintas-lintas penyeberangan yang padat, peranan PT Indonesia Ferry secara berangsur-angsur berkurang karena digantikan oleh swasta. Sedangkan pada lintas-lintas penyeberangan yang baru berkembang, peranan PT ASDP (Persero) masih tetap dominan melalui program keperintisan angkutan penyeberangan. Lintas Angkutan Penyeberangan komersial dilayani oleh PT ASDP (Persero) dan 25 perusahaan swasta. Peran sektor swasta dalam angkutan penyeberangan cukup besar, terutama pada lintas-lintas penyeberangan yang padat. IV-7 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Sedangkan fungsi PT ASDP (Persero) di lintasan-lintasan padat adalah sebagai stabilisator. Tahun anggaran 2008 telah dilaksanakan pembangunan dermaga sungai sebanyak 25 unit (baru dan lanjutan), pembangunan dermaga danau 5 buah (baru), pembangunan pelabuhan penyeberangan 65 buah (baru dan lanjutan), rehabilitasi/peningkatan dermaga sungai sebanyak 11 unit, rehabilitasi/peningkatan pelabuhan penyeberangan 22 unit, rambu suar 12 buah. Pembangunan kapal penyeberangan 28 buah (baru dan lanjutan), pembangunan bus air 7 unit, pembangunan speed boat 5 unit. Pengoperasian kapal penyeberangan perintis pada 65 lintas dalam propinsi dan 6 lintas antar propinsi serta serta pengerukan alur pelayaran 5 lokasi. 3. Transportasi Perkotaan Panjang jalan di wilayah perkotaan Indonesia diperkirakan 55.000 km, sedangkan panjang jaringan jalan rel di kota besar di Pulau Jawa hanya 167 km yang merupakan jalur ganda. Perbandingan antara luas lahan dan jalan raya di kota besar sangat rendah, yaitu berkisar antara 2,5% - 5%, serta banyak fungsi jalan yang digunakan untuk non transportasi, serta tingginya penggunaan kendaraan pribadi sehingga diperlukan angkutan massal (Mass Rapid Transit). Volume pergerakan di wilayah perkotaan cenderung meningkat terutama pada jamjam sibuk, didukung oleh jaringan jalan yang tidak memadai sehingga mengakibatkan kecepatan semakin rendah, meningkatnya polusi, pemborosan ruang jalan, pemborosan energi, meningkatnya kecelakaan lalu lintas dan disiplin pengguna jalan menurun. Penurunan disiplin berlalu lintas diindikasikan dengan tidak dipatuhinya rambu dan marka jalan serta tidak mengikuti perintah petugas. Pemanfaatan jasa transportasi kota di tengah aktivitas kehidupan masyarakat membawa dampak negatif berupa pencemaran yang berasal dari “polutant” gas buang sarana/kendaraan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Dari beberapa hasil penelitian terhadap kemacetan lalu lintas di daerah perkotaan, diindikasikan terjadi pemborosan biaya sekitar Rp.10 triliun per tahun. Selama ini telah dirasakan bahwa masyarakat yang hendak melakukan perjalanan senantiasa mengalami kesulitan memperoleh pelayanan transportasi, akibat kemacetan lalu lintas dan terbatasnya kapasitas angkutan umum, serta kurang terpadunya antar moda. Di samping itu masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah tergeser ke lokasi pemukiman di wilayah pinggiran atau ke lokasi dengan akses transportasi rendah, sehingga menjadikan jarak dari rumah ke tempat kerja di pusat kota semakin jauh dan biaya transportasi semakin IV-8 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
mahal. Dalam kaitannya dengan sistem kelembagaan, terjadi tumpang tindih instansi yang menangani transportasi kota, sehingga cenderung menghasilkan persepsi berbeda yang mengakibatkan sulitnya melakukan koordinasi dalam penanganan pelbagai masalah. B. SASARAN PEMBANGUNAN 1. Transportasi Jalan Sasaran pembangunan transportasi jalan darat tahun 2009 adalah terwujudnya : a.
Peningkatan kondisi prasarana LLAJ;
b.
Peningkatan kelaikan sarana moda transportasi jalan;
c.
Peningkatan jumlah prasarana dan sarana keselamatan LLAJ;
d.
Meningkatnya Indonesia;
keselamatan
transportasi
jalan
di
e. Meningkatkan keselamatan transportasi jalan melalui pendekatan : 1) Safer management; - Coordination and Management of Road safety; - Road Safety Funding Road Safety Research and; - Costing Partnership and Collaboration. 2) Safer People; - Road safety education of children; - Driver training and/or; - Testing road safety publicity campaigns; 3) Safer Vehicle; - Vehicle safety standarts and/or roadworthiness; 4) Safer road; -
Safe planning and design of roads;
-
Hazardous locations improvement.
5) Safer System; -
Accident data system tarffic
-
Police enforcement traffic;
-
Legislation emergency assistance to victims.
IV-9 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
f.
Peningkatan keterpaduan antar moda dan efisiensi dalam mendukung mobilitas manusia, distribusi barang dan jasa;
g. Peningkatan keterjangkauan pelayanan trasportasi umum bagi masyarakat luas di perkotaan dan pedesaan serta dukungan pelayanan transportasi jalan perintis; h. Peningkatan keefektifan transportasi jalan;
regulasi
dan
kelembagaan
i.
Peningkatan kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas yang baik dan penanganan dampak polusi udara serta pengembangan teknologi sarana transportasi yang ramah lingkungan, terutama di wilayah perkotaan;
j.
Peningkatan SDM profesional dalam pembinaan, dan penyelenggaraan LLAJ;
perencanaan,
k. Penyelenggaraan angkutan perkotaan yang efisien dan berbasis masyarakat. 2. Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan Sasaran pembangunan transportasi sungai, danau dan penyeberangan tahun 2009 adalah terwujudnya : a. Peningkatan jumlah prasarana dermaga untuk meningkatkan jumlah lintas penyeberangan baru yang siap operasi dan meningkatkan kapasitas lintas penyeberangan padat; b. Peningkatan kelaikan dan jumlah sarana ASDP; c. Peningkatan keselamatan ASDP; d. Peningkatan kelancaran dan jumlah penumpang, kendaraan yang diangkut, terutama meningkatnya kelancaran perpindahan antar moda di dermaga penyeberangan, serta meningkatkan pelayanan angkutan perintis; e. Terwujudnya peningkatan peran serta swasta dan pemerintah daerah dalam pembangunan dan pengelolaan ASDP, serta meningkatnya kinerja BUMN di bidang ASDP 3. Transportasi Perkotaan Sasaran pembangunan transportasi perkotaan tahun 2009 adalah terwujudnya : a.
Peningkatan tata cara transportasi perkotaan;
dan
konsep
pembinaan
b.
Peningkatan partisipasi dan peranserta institusi terkait dalam penyelenggaraan transportasi perkotaan;
IV-10 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
c.
Peningkatan kualitas penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan perkotaan;
d.
Peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan transportasi perkotaan;
e.
Peningkatan peranserta masyarakat dalam pening-katan tertib lalu lintas;
f.
Peningkatan tertib lalu lintas dan keselamatan angkutan perkotaan;
g.
Peningkatan inovasi pengembangan transportasi perkotaan.
dan
teknologi
4. Keselamatan Transportasi Darat Sasaran pembangunan keselamatan transportasi darat tahun 2009 adalah terwujudnya : a.
Sektor 1. Koordinasi dan Manajemen Keselamatan Jalan Tujuan adalah adanya pembagian tanggung jawab secara jelas dalam kegiatan/kebijakan keselamatan jalan dengan organisasi yang terkoordinasi dengan baik, baik pada level nasional maupun daerah dengan perwakilan tiap unsur terkait dan dilengkapi dengan dukungan teknis dan finansial untuk mengatur dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan keselamatan lalulintas dengan tujuan untuk mengurangi jumlah dan korban kecelakaan.
b.
Sektor 2. Sistem Data Kecelakaan Jalan Tujuan terbentuknya sistem pengumpulan, penyimpanan, pemanggilan dan analisis data kecelakaan yang memadai dan dilaksanakan menyeluruh dalam tingkatan nasional yang memungkinkan pelaksanaan analisis, diseminasi dan penentuan prioritas tindakan keselamatan lalulintas secara komprehensif.
c.
Sektor 3. Pendanaan Keselamatan Jalan Tujuan menggali adanya sumber dana yang tepat dan memadai untuk seluruh sektor jalan.
d.
Sektor 4. Perencanaan dan Desain Keselamatan Jalan Tujuan adanya peningkatan kesadaran akan keselamatan lalulintas pada perencanaan dan perancangan jalan untuk meminimalkan jumlah korban kecelakaan lalulintas.
e.
Sektor 5. berbahaya
Perbaikan
Daerah
Rawan
Kecelakaan
/
IV-11 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Tujuan menganalisis menyeluruh pada data kecelakaan untuk identifikasi, analisis dan perbaikan lokasi-lokasi rawan kecelakaan. f.
Sektor 6. Pendidikan dan Keselamatan Jalan Untuk Anak Tujuan meningkatkan kemampuan anak untuk mengatasi bahaya lalulintas dengan memberikan pendidikan mengenai perilaku berlalulintas yang selamat sehingga dapat mengurangi resiko akan terlibat dalam kecelakaan.
g.
Sektor 7. Pelatihan dan Pengujian Pengemudi Tujuan meningkatkan keselamatan jalan dengan peningkatan pelatihan dan pendidikan bagi pengemudi dan penyaringan calon pengemudi secara lebih ketat, sehingga hanya mengemudi yang dapat menunjukkan ketrampilan mengemudi secara aman dalam situasi jalan yang normal yang layak mendapatkan izin mengemudi.
h.
Sektor 8. Kampanye dan Sosialisasi Keselamatan Jalan Tujuan meningkatkan keselamatan jalan dengan publikasi dan advokasi yang lebih efektif dengan target pada kelompok pengguna jalan beresiko tinggi pada kecelakaan dan kelompok lain yang dapat terancam keselamatannya.
i.
Sektor 9. Standar Keselamatan Kendaraan Bermotor Tujuan meningkatkan keselamatan jalan dengan pengujian berkala pada kendaraan terdaftar dan pelaksanaan pengujian tipe kendaraan baru dengan menggunakan peralatan dan teknologi modern untuk menghidarkan beroperasinya kendaraan-kendaraan yang tidak layak jalan.
j.
Sektor 10. Peraturan Lalulintas Tujuan untuk mengembangkan system peraturan yang actual dan relevan dan sistem pelaksanaan yang efisien.
k.
Sektor 11. Penegakan Hukum Tujuan untuk meningkatkan keselamatan jalan dengan peran polentas dalam menegakkan peraturan lalulintas dengan menggunakan peralatan yang modern dan pengadaan upaya taktis untuk meyakinkan dan meningkatkan kepatuhan dan perilaku tertib berlalulintas bagi pengguna jalan.
l.
Sektor 12. Pertolongan Pertama Bagi Korban Kecelakaan Lalulintas Tujuan menyediakan perawatan gawat darurat yang efektif dan menyeluruh pada skala national pada korban
IV-12 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
kecelakaan di lokasi kejadian dan akomodasi korban menuju instalasi medis dan rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. m. Sektor 13. Riset Keselamatan Jalan Tujuan meningkatkan keselamatan lalulintas lewat penelitian dengan alokasi dana yang memadai dan terkoordinasi untuk dapat memperjelas permasalahanpermasalahan yang terdapat dalam bidang keselamatan lalulintas dan penyediaan informasi untuk penentuan kerangka kerja kebijakan dan tindakan penanganan yang sesuai dan efisien. n.
Sektor 14. Biaya Kecelakaan Lalulintas Tujuan mengembangkan pengetahuan dan perkiraan mengnai biaya kecelakaan lalulintas dengan metode besaran yang realistis.
o.
Sektor 15. Kolaborasi Tujuan menjalin kerjasama yang efektif antara pemerintah, swasta dan masyarakat untuk mewujudkan keselamatan lalulintas.
C. STRATEGI Pembangunan transportasi darat tahun 2009 dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut: 1. Transportasi Jalan a. Meningkatkan kondisi pelayanan prasarana jalan dan penanganan muatan lebih secara komprehensif; b. Meningkatkan keselamatan komprehensif dan terpadu;
lalu-lintas
jalan
secara
c. Meningkatkan kelancaran pelayanan angkutan jalan secara terpadu; d. Meningkatkan aksesibilitas pelayanan masyarakat melalui pelayanan perintis;
kepada
e. Menyusun RUJTJ (Rancangan Umum Jaringan Transportasi Jalan); Revisi UU No. 14/1992; Standar Pelayanan Minimal; Standar Teknis; Pengendalian & Pengawasan di Daerah; f.
Meningkatkan profesionalisme SDM, kemampuan manajemen & rekayasa lalu lintas;
IV-13 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
g. Meningkatkan pengembangan lanjutan.
transportasi yang berke-
2. Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan a. Meningkatkan tingkat keselamatan & kualitas pelayanan sarana & prasarana pengelolaan angkutan; b. Meningkatkan kelancaran & kapasitas pelayanan lintas jenuh, memperbaiki tatanan pelayanan angkutan antar moda; c. Meningkatkan pengembangan pelayanan ASDP: 1) Jawa & Madura untuk kegiatan pariwisata, angkutan lokal pada lintas penyebaran antar provinsi, antar pulau dan pengembangan lintas penyeberangan kabupaten/kota; 2) Bali & Nusa Tenggara untuk kegiatan transportasi lokal, terkait dengan pariwisata seperti di Danau Bedugul, Batur, Kelimutu; pelayanan lintas penyeberangan antar negara; antar provinsi antar pulau; antar kabupaten/kota; 3) Kalimantan untuk kegiatan pelayanan jaringan transportasi sungai, lintas penyeberangan antar provinsi, antar pulau, dan antar negara (internasional); 4) Sulawesi untuk kegiatan penyeberangan di danau Tempe, Towuti, Matano, lintas penyeberangan antar provinsi, dalam dalam provinsi; 5) Maluku & Papua untuk kegiatan penyeberangan antar provinsi, dan antar kepulauan dalam provinsi. 3. Transportasi Perkotaan a. Mewujudkan pemulihan pelayanan bus kota sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal; b. Mewujudkan pemaduan pengembangan kawasan dengan sistem transportasi kota; c. Meningkatkan pengembangan angkutan massal dengan Bus Rapid Transit; d. Mewujudkan jalinan keterhubungan pusat kota dengan outlet (bandara), pusat produksi dengan outlet (pelabuhan laut); e. Meningkatkan jutan; f.
pengembangan
Transportasi
Merealisasikan adanya keterpaduan jaringan jalan dengan tata guna lahan;
berkelan-
antara
IV-14 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
sistem
g. Melakukan optimalisasi terhadap penggunaan sistem jaringan jalan yang ada; h. Menyediakan standar teknis penyusunan dan penetapan jaringan transportasi di kawasan perkotaan; i.
Menyediakan SPM kinerja sistem jaringan jalan;
j.
Menyediakan data base profil transportasi perkotaan untuk seluruh kota di Indonesia, terutama kota metropolitan, kota raya, kota besar dan kota sedang;
k. Melaksanakan analisis dan evaluasi dampak lalulintas pada pusat-pusat kegiatan di jalan nasional; l.
Menyediakan data base transportasi ramah lingkungan dan hasil rekomendasi penanganan dampak pembangunan pada pusat kegiatan di jalan nasional di perkotaan;
m. Menurunnya kandungan emisi gas buang kendaraan bermotor; n. Memenuhi pedoman/standar lalulintas perkotaan;
peraturan
dibidang
o. Mewujudkan tingkat pelayanan pada jalan tol di kawasan perkotaan; p. Mewujudkan tingkat pelayanan pada persimpangan jalan nasional di kawasan perkotaan; q. Mewujudkan lalulintas yang tertib dan teratur; r. Mewujudkan prasarana dan kondisi lalulintas yang mendorong dan melindungi lalulintas kendaraan tidak bermotor dan pejalan kaki; s. Konservasi dan diversifikasi energi bidang transportasi perkotaan dengan pemanfaatan bahan bakar alternatif (BBG dan BBN) untuk angkutan umum yang ramah lingkungan. 4. Keselamatan Transportasi Darat a. Memperkuat koordinasi dan penanganan keselamatan jalan; b. Menciptakan masyarakat yang sadar dan menghargai keselamatan di jalan melalui pendidikan; c. Perencanaan dan evaluasi kinerja manajemen keselamatan jalan; d. Meningkatkan berlalulintas;
ketertiban
dan
keselamatan
dalam
IV-15 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
e. Menciptakan system penjaminan resiko keselamatan yang berkeadilan dan sumber pendanaan keselamatan lalulintas; f.
Minimalisir risiko ancaman dari defensiasi pada lalulintas dan lingkungan jalan melalui rekayasa modern;
g. Mengupayakan perlindungan bagi kelompok pengguna jalan yang rentan dan mendorong moda yang lebih berkeselamatan; h. Membangun sistem tanggap darurat yang mudah diakses dan responsif. 5. Pemberian Kemudahan Akses Bagi Penyandang Cacat a.
Menyempurnakan regulasi pemerintah menyangkut ketentuan-ketentuan pokok mengenai pembangunan fasilitas publik dan sarana transpotasi yang ramah terhadap penyandang cacat;
b.
Menyusun pedoman teknis bagi angkutan publik (darat) yang penyandang cacat;
c.
Melakukan sosialisasi atas regulasi dan panduan teknis tentang ketentuan-ketentuan pokok pembangunan fasilitas publik dan sarana transportasi kepada masyarakat luas;
d.
Melakukan aksi sosial tentang penggunaan fasilitas publik dan sarana transportasi yang ramah terhadap penyandang cacat;
e.
Membangun fasilitas yang memudahkan bagi penyandang cacat di tempat menunggu angkutan baik di terminal maupun di dermaga penyeberangan;
f.
Melakukan peningkatan dan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi bagi penyandang cacat;
g.
Meningkatkan layanan informasi bagi penyandang cacat;
h.
Melakukan penguatan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas bagi Penyandang Cacat dan orang sakit pada sarana dan prasarana perhubungan menjadi Peraturan Pemerintah;
i.
Melakukan penyusunan Peraturan Daerah (Perda) tentang aspek aksesibilitas bagi penyandang cacat pada bangunan umum termasuk prasarana perhubungan darat seperti : terminal, dermaga pelabuhan, dan halte;
j.
Melakukan penyusunan pedoman teknis penggunaan sarana transportasi darat yang ramah terhadap penyandang cacat;
perusahaan jasa ramah terhadap
IV-16 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
k.
Melakukan penyelenggaraan kampanye publik/ sosialisasi kepada masyarakat tentang kepedulian pengguna fasilitas publik dan sarana transportasi bagi penyandang cacat.
D. PROGRAM PEMBANGUNAN Program pembangunan transportasi darat tahun 2009 bertujuan untuk mendukung pengembangan transportasi darat yang lancar, terpadu, aman dan nyaman, sehingga mampu meningkatkan efisiensi pergerakan orang dan barang, memperkecil kesenjangan pelayanan angkutan antar wilayah serta mendorong ekonomi nasional, meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan Prasarana dan Fasilitas Lalu Lintas Angkutan Jalan, dengan kegiatan dan target fisik dalam tabel IV-1. TABEL IV-1 PROGRAM REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA DAN FASILITAS LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN KEGIATAN Rehabilitasi Jembatan Timbang, Faskes LLAJ, Terminal
PKB,
SATUAN
JUMLAH
Rp (Miliar)
Paket
1
31,304
Sumber : Ditjen Perhubungan Darat, 2008
2. Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas dengan kegiatan dan target fisik dalam tabel IV-2
LLAJ,
TABEL IV-2 PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN FASILITAS LLAJ KEGIATAN
SATUAN
JUMLAH
Meter Buah Meter Buah Buah Buah Buah Pkt Unit Unit Unit Buah Pkt Pkt Lks Lks Lks
1.640.630 7.405 78.858 13.364 719 15 597 3 39 56 179 8.300 21 6 10 29 65
ASPEK KESELAMATAN & PRASARANA Marka Jalan Rambu Lalulintas Guardrail Delineator RPPJ Tiang F RPPJ Portal LPJU Tenaga Surya ATCS Traffic Light Warning Light Cermin Tikungan Paku Jalan Alat Pengujian Kendaraan Bermotor Jembatan Timbang Metode Baru Terminal Manajemen & Rekayasa Lalulintas ZoSS
Rp (Miliar) 428,75
Sumber : Ditjen Perhubungan Darat, 2008 IV-17 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
3. Program Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Angkutan Jalan, dengan kegiatan dan target fisik disampaikan dalam tabel IV-3 TABEL IV-3 PROGRAM PENINGKATAN AKSESIBILITAS PELAYANAN ANGKUTAN JALAN KEGIATAN
SATUAN
JUMLAH
PENINGKATAN AKSESIBILITAS PELAYANAN ANGKUTAN LLAJ Pengadaan Bus Perintis Pengadaan Bus Sedang (Bus Kota/ Mahasiwa/Pelajar) Pengadaan Bus Sedang (BRT) Pengadaan Bus Besar (BRT) Subsidi Perintis Angkutan Jalan Pengadaan Alat Penunjang Diversifikasi BBM Konverter Kit
Rp (Miliar) 122,82
Unit Unit
31 40
Unit Unit Propinsi Pkt
25 25 21 1
Unit
1500
Sumber : Ditjen Perhubungan Darat, 2008
4.
Program Restrukturisasi & Reformasi Kelembagaan & Prasarana LLAJ, dengan kegiatan dan target fisik dalam tabel IV-4. TABEL IV-4 PROGRAM RESTRUKTURISASI & REFORMASI KELEMBAGAAN & PRASARANA LLAJ KEGIATAN RESTRUKTURISASI KELEMBAGAAN & PRASARANA LLAJ Kegiatan Sosialisasi Keselamatan Transportasi Darat Pening, Kualitas SDM PPNS Penyusunan Kebijakan / Rencana Teknis Bidang LLAJ & Keselamatan Standar serta Pengembangan Sistem Informasi Penyelenggaraan Sosialisasi / Diseminasi / Seminar/ workshop/ Monitoring & Evaluasi Studi DED/Pradesain
SATUAN
JUMLAH
Rp (Miliar) 91,399
Paket
45
Paket Paket
3 81
Paket
2
Paket
32
Paket
3
Sumber : Ditjen Perhubungan Darat, 2008
5. Program Peningkatan dan Pembangunan Prasarana dan Sarana ASDP,dengan kegiatan dan target fisik dalam tabel IV-5.
IV-18 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
TABEL IV-5 PROGRAM PENINGKATAN DAN PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA ASDP KEGIATAN
SATUAN
JUMLAH
Paket Paket Paket
22 65 10
Paket Paket Paket Paket Paket
8 3 1 2 1
FASILITAS KESELAMATAN Rambu Sungai dan Danau Rambu Suar
Buah Buah
937 13
SARANA ASDP Kapal baru Kapal lanjutan Pengadaan Bus Air Pengadaan Speed Boat
Buah Buah Buah Buah
14 7 7 3
SUBSIDI PERINTIS SDP
Lintas
77
PEMBANGUNAN PRASARANA & SARANA ASDP Dermaga Penyeberangan Baru Dermaga Penyeberangan Lanjutan Dermaga Sungai Baru Dermaga Sungai Lanjutan Dermaga Danau Baru Dermaga Danau Lanjutan Pembangunan Break Water Pengerukan
Rp (Miliar) 906,903
Sumber : Ditjen Perhubungan Darat, 2008
6.
Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan Prasarana dan Fasilitas Dermaga Sungai, Danau, dan Penyeberangan, dengan kegiatan dan target fisik dalam tabel IV-6. TABEL IV-6 PROGRAM REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA DAN FASILITAS DERMAGA SUNGAI, DANAU, DAN PENYEBERANGAN KEGIATAN
SATUAN
JUMLAH
Rp (Miliar) 96,380
REHABILITASI Dermaga Penyeberangan Dermaga Danau Dermaga Sungai
Paket Paket Paket
20 6 11
Sumber : Ditjen Perhubungan Darat, 2008
7.
Program Restrukturisasi & Reformasi Kelembagaan SDP, dengan kegiatan dan target fisik dalam tabel IV-7. TABEL IV-7 PROGRAM RESTRUKTURISASI & REFORMASI KELEMBAGAAN SDP KEGIATAN Penyusunan Kebijakan / Detail Desain
SATUAN
JUMLAH
Rp (Miliar)
Paket
56
42,293
Sumber : Ditjen Perhubungan Darat, 2008 IV-19 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
8. Program pembangunan transportasi darat tahun 2009 yang bertujuan untuk memberi kemudahan akses bagi penyandang cacat, meliputi: a. b. c. d.
Penyusunan regulasi mengenai kemudahan penyandang cacat terhadap sarana dan prasarana transportasi; Penyusunan pedoman teknis dan rancang bangun sarana transportasi darat yang memprioritaskan bagi penyandang cacat; Penyusunan pedoman teknis tentang rancang bangun prasarana transportasi darat seperti: terminal, dermaga, halte yang memperhatikan penyandang cacat; Sosialisasi Peraturan Perundangan mengenai aksesibilitas bagi penyandang cacat ke daerah-daerah.
IV-20 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
BAB V PEMBANGUNAN TRANSPORTASI PERKERETAAPIAN A. KONDISI UMUM Seiring dengan meningkatnya perkembangan ekonomi Indonesia, maka pergerakan manusia dan barang pun ikut mengalami peningkatan. Peningkatan pergerakan tersebut harus didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai. Transportasi perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memegang peranan penting dalam melayani pergerakan penumpang dan barang diharapkan dapat menjadi tulang punggung angkutan darat. Berbagai kelebihan angkutan kereta api dibandingkan dengan moda lain diantaranya adalah daya angkut yang besar baik dalam satuan jumlah penumpang maupun barang (ton), pemakaian energi yang lebih hemat dan ramah lingkungan. TABEL V-1 PERBANDINGAN MODA KA DENGAN MODA LAINNYA Moda Transportasi Kereta Api Bus Pesawat Terbang Kapal Laut
Kapasitas Angkut (Orang)
Konsumsi BBM/KM (Liter/KM)
Konsumsi BBM/KM/Orang (L/KM/ORG)
Beban Biaya Polutan (US$ Juta)
1500
3
0,002
60
40
0,5
0,0125
16300
500
40
0,05
900
1500
10
0,06
2600
Sumber : Ditjen Perkeretaapian, 2008
Namun kondisi perkeretaapian di Indonesia saat ini yang jaringannya sebagian besar masih merupakan peninggalan jaman pemerintahan Belanda sangat membutuhkan penanganan yang khusus dan intensif. Berbagai keunggulan moda kereta api diatas belum dapat dioptimalkan, hal tersebut terlihat dengan masih rendahnya share angkutan baik penumpang maupun barang. Saat ini pangsa kereta api untuk angkutan penumpang hanya 7,3%, hal ini relatif masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan pangsa angkutan jalan raya sebesar 84,13%, sedangkan angkutan barang lebih kurang 0,6% dari total angkutan barang nasional, dimana untuk angkutan barang didominasi oleh angkutan laut sebesar 87% dan angkutan jalan raya 9%. Dari uraian diatas dapat diperoleh gambaran bahwa moda transportasi kereta api baik angkutan penumpang maupun barang masih kurang kontribusinya dibandingkan dengan moda lainnya. Angkutan barang masih didominasi oleh transportasi darat (truk) dan laut. Keterbatasan transportasi kereta api
V-1 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
adalah kurangnya aksesibilitas jaringan menuju pelabuhan sebagai simpul utama barang ekspor/impor seperti akses KA Pasoso – Gedebage, pelabuhan Tanjung Mas, Tanjung Perak dan Belawan. Dengan mengalihkan angkutan barang ke kereta api, maka diharapkan dapat mengurangi beban jalan raya. Untuk angkutan KA penumpang perkotaan (lokal) saat ini menjadi “primadona” di wilayah Jabotabek terutama yang menghubungkan dengan wilayah-wilayah penyangga DKI Jakarta yaitu Tangerang, Serpong, Bogor dan Bekasi. Program pengembangan angkutan KA perkotaan menjadi prioritas dengan tujuan untuk mengurangi tingkat kemacetan di kota-kota besar/metropolitan. Lebih lanjut program tersebut diarahkan untuk kota besar (berpenduduk di atas 3 juta) lainnya seperti Bandung dan Surabaya dengan layanan kereta api urban bertenaga listrik yang terintegrasi intra dan antar moda dengan moda jalan. Layanan bisa berupa kereta komuter dari sub-urban ke pusat kota, kereta regional dan lokal serta layanan intra kota dengan frekuensi tinggi. Diharapkan peran kereta api mencapai setidaknya 10% dari seluruh perjalanan urban. Pelayanan angkutan KA penumpang jarak menengah secara umum melayani proporsi pasar yang relatif rendah dibandingkan moda jalan. Pelayanan angkutan KA jarak menengah diantaranya Jakarta – Bandung (170 Km), Semarang – Cepu (139 Km), Surabaya – Malang (88 Km), Surabaya – Kertosono (76 Km), Semarang – Solo (109 Km). Tetapi terdapat juga koridor padat pelayanan angkutan KA jarak menengah seperti Jakarta – Cirebon (226 Km), Semarang – Tegal (150 Km), Yogyakarta – Solo (59 Km) yang memiliki load factor minimal 80% dari kapasitas angkut kereta, bahkan tidak jarang melebihi kapasitas angkut. Dalam memberikan layanan angkutan penumpang jarak jauh, kereta api juga telah semakin tertinggal dengan angkutan transportasi udara. Walaupun secara teknologi kereta api memungkinkan untuk menunjang transportasi jarak jauh (darat) dengan kecepatan tinggi tetapi di Indonesia prasarana dan sarana yang ada belum menunjang hal tersebut. Namun pemikiran ke arah pengembangan kereta cepat saat ini telah ada, yaitu dalam konsep pengembangan kereta api cepat (Java Bullet Train) Jakarta – Surabaya (710 km) yang diperkirakan dapat ditempuh dalam waktu 3 jam 51 menit. Hal lainnya yang dapat meningkatkan daya saing KA dengan angkutan udara adalah dengan naiknya harga BBM dunia pada tahun 2008, dimana biaya operasi angkutan udara meningkat secara signifikan yang berdampak pada peningkatan tarif angkutan udara. Kondisi ini mengakibatkan pangsa pasar angkutan KA khususnya jarak jauh dapat lebih kompetitif. Untuk mewujudkan transportasi kereta api yang handal dan layak operasi maka diperlukan investasi yang relatif besar untuk V-2 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
meningkatkan daya saing dan daya dukung prasarana dan sarana kereta api, baik melalui pembiayaan Pemerintah (APBN) maupun Swasta. Mengingat transportasi merupakan salah satu bentuk pelayanan publik maka Pemerintah mempunyai tanggungjawab dalam menyediakan transportasi tersebut khususnya transportasi kereta api baik melalui mekanisme pembiayaan APBN atau APBD, Kerja Sama Pemerintah Swasta (KPS) maupun Swasta sepenuhnya. Dengan perubahan paradigma sehubungan dengan disahkannya UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian, maka upaya untuk memajukan perkeretaapian nasional menjadi lebih terbuka. Salah satunya adalah dalam hal investasi di bidang perkeretaapian yang saat ini masih rendah diharapkan dapat ditingkatkan dengan ikut sertanya swasta maupun Pemda dalam penyelenggaraan perkeretaapian. Investasi kereta api yang potensial dikembangkan adalah kereta api barang khususnya angkutan batubara di Bengkulu, Sumatera Selatan dan Kalimantan (tengah, timur, selatan) serta kereta api bandara yaitu diantaranya KA bandara Soekarno Hatta dan Kualanamu (Sumatera Utara). Namun dalam hal ini masih menghadapi berbagai kendala, diantaranya disebabkan oleh aturan/pedoman untuk menunjang pelaksanaan investasi tersebut sampai saat ini masih dalam proses penyelesaian penyempurnaan. Dengan terbatasnya cadangan energi nasional dan peningkatan kebutuhan energi untuk aktivitas transportasi, bagaimanapun peran perkeretaapian nasional tetap strategis, mengingat beberapa keunggulan yang dimilikinya. Oleh karenanya harus didukung dengan ketersediaan prasarana dan sarana perkeretaapian yang handal dan layak operasi. Untuk itu upaya pengembangan angkutan penumpang dan barang melalui kereta api semakin diperlukan di masa-masa mendatang, baik untuk angkutan jarak jauh, menengah maupun perkotaan (lokal) seperti di kota-kota besar yang menghadapi problema kemacetan lalu lintas. B. SASARAN Sasaran pembangunan transportasi perkeretaapian tahun 2009 adalah: 1. Terwujudnya program revitalisasi perkeretaapian nasional; 2. Pengoperasian kembali jalur-jalur KA yang tidak beroperasi; 3. Terwujudnya peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaannya yang merupakan derivasi UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian; 4. Peningkatan peranserta Pemerintah Daerah dan swasta dalam investasi di bidang perkeretaapian;
V-3 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
5. Peningkatan peran angkutan kereta api perkotaan khususnya di wilayah Jabotabek; 6. Terwujudnya keterpaduan transportasi antar dan intra moda; 7. Peningkatan keselamatan angkutan dan kualitas pelayanan melalui pemulihan kondisi prasarana dan sarana perkeretaapian termasuk pengujian dan sertifikasi; 8. Penyiapan SDM perkeretaapian yang handal diantaranya melalui sertifikasi kompetensi. C. STRATEGI Strategi pembangunan transportasi perkeretaapian tahun 2009 adalah : 1. Mewujudkan program revitalisasi perkeretaapian nasional; 2. Mengoperasikan kembali jalur-jalur KA yang tidak beroperasi; 3. Mewujudkan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaannya yang merupakan derivasi UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian; 4. Meningkatkan peran serta Pemerintah Daerah dan swasta dalam investasi di bidang perkeretaapian; 5. Meningkatkan peran angkutan kereta api perkotaan khususnya di wilayah Jabotabek; 6. Mewujudkan keterpaduan transportasi antar dan intra moda; 7. Meningkatkan keselamatan angkutan dan kualitas pelayanan melalui pemulihan kondisi prasarana dan sarana perkeretaapian termasuk pengujian dan sertifikasi; 8. Menyiapkan SDM perkeretaapian yang handal diantaranya melalui sertifikasi kompetensi. D. PROGRAM PEMBANGUNAN Dengan tetap memperhatikan program pembangunan tahun 2008 dan kontinuitasnya maka disusun program pembangunan untuk tahun 2009. Program pembangunan transportasi perkeretaapian tahun 2009 bertujuan untuk meningkatkan keselamatan, mengurangi beban jalan raya dengan meningkatkan kapasitas angkut kereta api, menciptakan keterpaduan transportasi antar dan intra moda, serta reformasi kebijakan dan kelembagaan dengan peningkatan peran Swasta/Pemda dalam penyelenggaraan perkeretaapian, sehingga mampu meningkatkan kualitas pelayanan perkeretaapian serta dapat menciptakan efisiensi pergerakan orang dan barang, memperkecil kesenjangan pelayanan angkutan antar wilayah serta mendorong ekonomi nasional.
V-4 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Program pembangunan tahun 2009 diprioritaskan pada : 1. Meningkatkan keselamatan jalan KA pada lintas-lintas utama dengan melakukan penggantian bantalan kayu/ besi menjadi bantalan beton dan penggantian rel serta wesel; 2. Meningkatkan prasarana dan fasilitas di jalur lingkar Jabotabek dan ke arah Tanjung Priok termasuk Pasoso; 3. Mendukung perkeretaapian di perkotaan / komuter dengan melakukan pembangunan dan elektrifikasi antara lain pada lintas Padalarang-Bandung-Cicalengka dan Serpong-Maja; 4. Meningkatan jembatan-jembatan KA yang kondisinya sudah kritis; 5. Melanjutkan program pembangunan jalur ganda secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan pendanaan untuk mendukung program revitalisasi perkeretaapian nasional, termasuk pengadaan sarana KA; 6. Meningkatkan persinyalan untuk mendukung keselamatan operasi perjalanan KA; 7. Mengoperasikan kembali lintas-lintas yang tidak operasi; 8. Melakukan studi kebijakan dalam rangka pelaksanaan UU Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian; 9. Melakukan pengujian dan sertifikasi prasarana dan sarana KA; 10. Meningkatkan kualitas SDM perkeretaapian diantaranya melalui penyusunan pedoman/rancangan peraturan terkait dengan standarisasi kompetensi SDM perkeretaapian, penyelenggaraan sertifikasi serta pelatihan teknis; 11. Sosialisasi pembangunan bidang perkeretaapian. Program-program tersebut dikelompokkan menjadi :
di
atas
dapat
diuraikan
dan
1. Program Peningkatan Aksesibilitas Angkutan Perkeretaapian, dengan kegiatan dan target fisik disampaikan dalam tabel V2. TABEL V-2 PROGRAM PENINGKATAN AKSESIBILITAS ANGKUTAN PERKERETAAPIAN KEGIATAN
SATUAN
JUMLAH
Rp. (Miliar)
Pengadaan KRDI Baru Lebar Spoor 1.067 mm (60%) Pengadaan Kereta Penumpang Kelas Ekonomi (penyelesaian) Pengadaan Kereta Penumpang Kelas Ekonomi (baru) Pengadaan Kereta Makan Penumpang Kelas Ekonomi Dilengkapi dgn Pembangkit Listrik dan Fasilitas Penyandang Cacat (KMP3) Pengadaan Kereta Kedinasan Pengadaan Railbus Tahap I Pengadaan KRL Baru (Program KfW) termasuk jasa konsultan
Set
3
92,42
Unit
30
40,50
Unit
2
5,28
Unit
3
8,28
Unit Unit
2 1
10,00 4,36
Paket
1
294,27
V-5 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
KEGIATAN
SATUAN
JUMLAH
Rp. (Miliar)
Jasa Konsultan Pengadaan Kereta yang didanai oleh Rupiah Murni
Paket
1
0,70
Kegiatan Penunjang
Tahun
1
0,58
Sumber : Ditjen Perkeretaapian, 2008
2. Program Peningkatan dan Pembangunan Prasarana dan Sarana Kereta Api, dengan kegiatan dan target fisik dalam tabel V-3. TABEL V-3 PROGRAM PENINGKATAN DAN PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA KERETA API KEGIATAN
SATUAN
JUMLAH
Rp. (Miliar)
Km Km
80,96 326,64
873,21 747,83
Pembangunan Jalan KA Peningkatan Jalan KA Peningkatan Jembatan KA
Bh
76
255,07
Paket
28
584,22
Pembangunan Bangunan Operasional
Paket
5
129,8
Pengadaan Alat/Fasilitas Sarana/Prasarana Jasa Konsultan
Paket
13
373,99
Paket
10
108,87
Kegiatan Penunjang
Tahun
1
8,11
Peningkatan Sintelis
Sumber : Ditjen Perkeretaapian, 2008
3. Program Rehabilitasi Prasarana dan Sarana KA, dengan kegiatan dan target fisik dalam tabel V-4. TABEL V-4 PROGRAM REHABILITASI PRASARANA DAN SARANA KA KEGIATAN Perkuatan Badan Jalan Akibat Longsoran dan Amblesan Perkuatan Tubuh Baan dan Penataan Lereng/Drainase Perbaikan Badan Jalan KA daerah rawan longsor Perbaikan Tubuh Baan dan Badan Jalan KA akibat Amblesan
SATUAN
JUMLAH
Rp. (Miliar)
M'sp
1900
7,69
Paket
2
16,20
Lokasi
4
2,50
Km
9,99
25,60
Sumber : Ditjen Perkeretaapian, 2008
4. Program Restrukturisasi dan Reformasi Kelembagaan Perkeretaapian, dengan kegiatan dan target fisik dalam tabel V-5. TABEL V-5 PROGRAM RESTRUKTURISASI DAN REFORMASI KELEMBAGAAN PERKERETAAPIAN KEGIATAN
SATUAN
JUMLAH
Rp. (Miliar)
STD dan Studi Kebijakan
Laporan
58
42,31
Tahun
1
6,61
Kegiatan Penunjang
Sumber : Ditjen Perkeretaapian, 2008
V-6 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
5. Program Penerapan Kepemerintahan Yang Baik, dengan kegiatan dalam tabel V-6. TABEL V-6 PROGRAM PENERAPAN KEPEMERINTAHAN YANG BAIK KEGIATAN
SATUAN
JUMLAH
Rp. (Milyar)
Pemenuhan Kebutuhan Belanja Pegawai, Barang dan Operasional Lainnya untuk Penyelenggaraan Kepemerintahan
Paket
1
54,75
Sumber : Ditjen Perkeretaapian, 2008
V-7 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
BAB VI PEMBANGUNAN TRANSPORTASI LAUT A. KONDISI UMUM Pada kurun waktu 2003-2007 kondisi permintaan jasa transportasi laut mengalami perubahan baik untuk angkutan barang (sebagian besar menggunakan kontainer) maupun angkutan penumpang. Jumlah muatan angkutan laut barang terus meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 5,5% pertahun. Jika muatan pada tahun 2003 berjumlah 613,446 juta ton maka pada tahun 2004 telah meningkat menjadi sebesar 652,645 juta ton yang terdiri dari 187,578 juta ton muatan dalam negeri dan 465,067 juta ton muatan ekspor/impor, sedangkan pada tahun 2005 jumlah muatan yang diangkut sebesar 699,31 juta ton yang terdiri dari muatan dalam negeri 206,34 juta ton dan 492,97 juta ton muatan ekspor/impor dan pada tahun 2006 jumlah muatan yang diangkut sebesar 735,933 juta ton yang terdiri dari muatan dalam negeri 220,78 juta ton dan 515,153 juta ton muatan ekspor/impor, pada tahun 2007 jumlah muatan yang diangkut sebesar 759,851 juta ton yang terdiri dari muatan dalam negeri 227,955 juta ton dan 531,896 juta ton muatan ekspor/impor. Pangsa armada pelayaran nasional dalam mengangkut muatan dalam negeri pada tahun 2004 sebesar 53%, pada tahun 2005 meningkat menjadi 55 %, tahun 2006 meningkat menjadi 61 %, tahun 2007 meningkat menjadi 65%, sedangkan pangsa muatan dalam negeri yang diangkut armada pelayaran asing pada tahun 2000 sebesar 47% dan pada tahun 2005 menurun menjadi 45%, pada tahun 2006 menurun menjadi 39% dan pada tahun 2007 menjadi 35%. Pangsa armada pelayaran nasional dalam mengangkut muatan ekspor/impor pada tahun 2004 sebesar 4,60% dan pada tahun 2005 pangsanya meningkat menjadi sebesar 5% dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 6%, tahun 2007 menjadi 6%. Sedangkan pangsa armada pelayaran asing pada tahun 2000 sebesar 95,40% dan pada tahun 2005 menurun menjadi 95%, pada tahun 2006 menurun menjadi 94%, serta pada tahun 2007 tetap sebesar 94%. Jumlah ruas rute yang dilayani angkutan laut perintis, tahun 2004: 47 rute, tahun 2005: 48 rute, tahun 2006: 52 rute, tahun 2007: 53 rute dan tahun 2008: 56 rute. Sehubungan dengan makin tajamnya persaingan antara moda transportasi laut dengan moda transportasi udara, mulai tahun 2004 sampai 2007 jumlah penumpang yang diangkut oleh kapal-kapal laut mengalami penurunan. Jika pada tahun 2004 VI-1 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
jumlah penumpang kapal mencapai 8,782 juta orang, maka pada tahun 2005, 2006, 2007 berturut-turut mengalami penurunan menjadi 7,108 juta orang; 7,180 juta orang; 5,880 juta orang. Sampai dengan tahun 2007 jumlah pelabuhan umum yang diselenggarakan secara komersial oleh PT. Pelindo (I s/d IV) adalah 111 pelabuhan (74 pelabuhan terbuka untuk perdagangan luar negeri), jumlah pelabuhan yang diselenggarakan oleh pemerintah berjumlah 614 pelabuhan (31 pelabuhan terbuka untuk perdagangan luar negeri), Jumlah Pelabuhan Khusus/Terminal Khusus 450 unit, dan DUKS/Terminal Untuk Kepentingan Sen-diri 712 unit. Selama kurun waktu tahun 2001 sampai dengan tahun 2007 telah terjadi 683 kasus kecelakaan kapal di laut, dimana 239 kasus diantaranya disebabkan oleh faktor manusia, 220 faktor alam, dan 224 kasus disebabkan faktor teknis. Kondisi fasilitas penunjang keselamatan pelayaran sampai dengan tahun 2007 adalah 2.585 unit Sarana Bantu Navigasi, terdiri dari 274 unit menara suar, 1.564 unit rambu suar, 747 unit pelampung suar, serta 148 unit sarana telekomunikasi pelayaran terdiri dari 33 SROP + GMDSS, 115 SROP + Mobile Service. Armada kapal kenavigasian berjumlah 626 unit, terdiri dari 61 unit kapal kenavigasian, 416 unit kapal kesyahbandaran / MI, sedangkan armada kapal patroli (Kelas I s.d Kelas V) berjumlah 149 unit. Kondisi kualitas Fasilitas Penunjang Keselamatan Pelayaran sampai dengan tahun 2007 dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Fasilitas sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP), tingkat kecukupan 58,60% ; keandalan 92,96%; 2. Fasilitas sarana telekomunikasi pelayaran (STP): tingkat kecukupan A1: 11,00%; keandalan A1: 26,19%; tingkat kecukupan A2: 52,38%; keandalan A2: 12,99%; tingkat kecukupan A3: 92,31%; keandalan A3: 92,31%; Keterangan: A1: Suatu area dengan cakupan dari suatu radio telepon paling sedikit satu perangkat radio VHF SROP yang dapat memancarkan alert DSC secara terus menerus; A2: Suatu area diluar area 1 dengan cakupan dari suatu radio telepon yang dilengkapi paling sedikit satu perangkat radio MF Stasiun Radio Pantai yang dapat memancarkan alert DSC secara terus menerus; A3: Suatu area yang tidak termasuk area A1 dan A2 dengan cakupan dari suatu Satelit Geostasionary INMARSAT yang dapat memancarkan secara terus menerus. 3. Kapal navigasi berjumlah 61 unit dengan tingkat kecukupan 88,67% dan kondisi teknis di atas 80% sebanyak 19 kapal,
VI-2 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
dan kondisi lainnya 42 kapal, sedangkan kapal berumur kurang dari 10 tahun sebanyak 9 kapal, umur 10 – 19 tahun sebanyak 8 kapal, umur 20 – 29 tahun sebanyak 5 kapal, umur 30- 39 tahun sebanyak 20 kapal, dan 19 kapal berumur diatas 40 tahun. 4. Fasilitas Pemanduan dan Penundaan terdiri dari Kapal Pandu sebanyak 84 unit (milik swasta), kapal tunda sebanyak 100 unit (milik swasta) dan Tenaga Pandu sebanyak 12 orang PNS Ditjen Hubla. 5. Jumlah kapal KPLP/GAMAT 149 unit, yang terdiri dari 136 unit berada di Adpel/Kanpel dan 13 unit berada di Armada PLP dengan kondisi teknis berkisar antara 66,67%; 6. Jumlah Kapal Inspeksi/Kesyahbandaran sebanyak 416 unit, dengan tingkat kecukupan 54,37%. B. SASARAN Sasaran pembangunan transportasi laut tahun 2009 adalah : Meningkatnya aksesibilitas pelayanan transportasi laut yang terjangkau melalui pembangunan sarana dan prasarana di daerah terpencil, pedalaman, perbatasan, pulau-pulau kecil dan terluar dalam rangka mempertahankan kedaulatan NKRI dan mendukung peningkatan perkonomian daerah serta pemberian subsidi keperintisan dan PSO. C. STRATEGI Pembangunan transportasi laut dengan strategi sebagai berikut :
tahun
2009
dilaksanakan
1. Meningkatkan pelayanan transportasi laut nasional; 2. Meningkatkan keselamatan dan keamanan dalam penyelenggaraan transportasi laut; 3. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). D. PROGRAM PEMBANGUNAN Program pembangunan transportasi laut tahun 2009 seperti terlihat pada tabel VI-1 bertujuan untuk mendukung pengembangan transportasi laut yang lancar, terpadu, aman dan nyaman, sehingga mampu meningkatkan efisiensi pergerakan orang dan barang, memperkecil kesenjangan pelayanan angkutan antar wilayah serta mendorong ekonomi nasional, dengan biaya Rp.4.258 Triliun meliputi : 1. Program Pembangunan Prasarana Transportasi Laut; 2. Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan Prasarana Transportasi Laut; 3. Program Restrukturisasi Kelembagaan dan Peraturan Transportasi Laut; VI-3 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
4. Program Penyelenggaraan Kepemerintahan.
Pimpinan
Kenegaraan
dan
TABEL VI- 1 PROGRAM PEMBANGUNAN TRANSPORTASI LAUT TAHUN 2009 Satuan
Jumlah
Rp (Miliar)
a. Subsidi Pengoperasian Angkutan Laut Perintis di 56 (lima puluh enam) pangkalan antara lain : Meulaboh, Tg. Pinang, Teluk Bayur, Bengkulu. Surabaya, Tg. Wangi, Bima, Kupang, Sintete, Singkawang, Pulang Pisau, Kota baru, Bitung, Tahuna, Pagimana, Kolonedale, Kendari, Makassar, Ambon, Saumlaki, Tual, Ternate, Sanana, Babang, Jayapura, Merauke, Biak, Sorong dan Manokwari. b. Pembangunan fasilitas pelabuhan antara lain : Labuhan Angin, Tg. Buton, Dumai, Adault, Saumlaki, Namrole, Amurang, Gorontalo, Panarukan, Tg. Tembaga, Ende, Ipi, Tg. Batu (Manggar), Boom Banyuwangi, Kahakitang, Rembang, Kalbut, Pasean, Tahuna, Sawang, Tilamuta, Siwa, Janeponto, Lab. Amuk, Sape, Carik, Reo, Waiwole, Tg. Silopo, Babang, Dobo, Kayoa, Palaihari, Kariangau, Penajam Pasir, Maloy/ Sangkulirang, Manado, Sei Nyamuk, Anggrek, Leok, Garongkong, Belang-Belang, Lakor, A. Yani.
Trayek
62
269
c. Pembangunan Pelabuhan akibat Tsunami di NAD (Calang, Malahayati, Langsa)
Pelabuhan
No. I.
Kegiatan PROGRAM PEMBANGUNAN TRANSPORTASI LAUT
PRASARANA
d. Urgent Rehabilitation Tanjung Priok Port e. Kegiatan yang didanai oleh PLN, antara lain : Maritime Telecomunication System Development Project (Phase IV), Procurement of ATN Vessel f. Improvement and Development of Indonesia Aids to Navigation g. Port Security System Improvement Plan di Belawan, Dumai, Tg. Pinang, Tlk. Bayur, Palembang, Pontianak, Benoa, Bitung, Makassar h. Pembangunan SBNP, antara lain : Menara Suar Rambu Suar Rambu Tuntun Pengadaan SBNP TA 2008 akibat pemotongan BBM i. Pembangunan VTS Selat Malaka Tahap I j.
Pengadaan SRS
Paket
1,041.841
3
85.339
Unit
4
342
Paket
1
12.75
Pelabuhan
9
6
Unit
11
101
Unit
116
59.68
Paket
1
42.3
Paket
1
112.970
Paket
50
k. Peralatan Search and Rescue (SAR)
Set
18
6.3
l.
Unit
77
900
Unit Unit Unit Unit Unit Unit
2 1 2 7 20 45
Pembangunan Kapal Patroli, yang terdiri dari kapal klas : I-A I-B II III IV V
VI-4 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
No.
Kegiatan m. Lanjutan Pembangunan Kapal Perintis yang terdiri dari: 900 DWT 750 DWT 500 DWT 350 DWT n. Lanjutan pembangunan kapal 2000 GT (batu bara)
Satuan
Jumlah
Rp (Miliar) 114
unit unit unit unit Unit
2 2 2 2 5
110
Paket
1
15
Paket
1
6
a. Pengerukan Alur dan Kolam pelabuhan
Paket
10
71
III
PROGRAM RESTRUKTURISASI KELEMBAGAAN DAN PERATURAN TRANSPORTASI LAUT
Paket
1
379.169
IV
PROGRAM PENYELENGGARAAN PIMPINAN KENEGARAAN DAN KEPEMERINTAHAN
Paket
1
894.587
o. Pilot Project National Single Window 3 Pelabuhan Utama di Tg. Priok, Tg. Perak, Makassar. p. Indonesia Ship Reporting System di Selat Sunda dan Lombok II
PROGRAM REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA TRANSPORTASI LAUT
Sumber : Ditjen Perhubungan Laut, 2008
VI-5 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
BAB VII PEMBANGUNAN TRANSPORTASI UDARA A. KONDISI UMUM Didalam mewujudkan Visi dan menjalankan Misi, serta mencapai tujuan dan sasaran Departemen Perhubungan tahun 2005 - 2009, pembangunan tansportasi udara ditempuh melalui 2 (dua) strategi pokok, yaitu strategi pemulihan dan penataan penyelenggaraan transportasi, serta strategi pembangunan dalam rangka peningkatan kapasitas dan pelayanan transportasi udara, yang dilaksanakan melalui peningkatan pembinaan, pengawasan dan penegakan peraturan dalam penyelenggaraan transportasi udara; meningkatkan kualitas dan produktifitas pelayanan dengan penerapan manajemen mutu untuk memenuhi kebutuhan (demand) jasa transportasi udara, menciptakan iklim usaha jasa transportasi dalam persaingan yang sehat dan kondusif menuju industri penerbangan yang efisien, efektif, kompetitif dan berkelanjutan, yang mendorong minat investasi pihak swasta; dan memperluas jangkauan pelayanan hingga ke daerah terpencil, terisolasi, perbatasan, serta mampu mendukung penanganan bencana. Prioritas pembangunan bandar udara di Indonesia didasarkan pada : 1. Pemeliharaan/perawatan dan pemenuhan standar Keselamatan dan keamanan penerbangan; 2. Pembangunan/pengembangan bandar udara bagi pengoperasian pesawat sejenis B 737 untuk ibukota provinsi; 3. Perhatian khusus kepada daerah terisolasi dan daerah perbatasan terutama kawasan / daerah tertinggal; 4. Pemenuhan permintaan jasa transportasi udara saat ini dan yang akan datang, didasarkan pada analisis permintaan versus kapasitas. Upaya dan hasil-hasil yang dicapai untuk Pembangunan Prasarana Bandar Udara berdasarkan KM 44 tahun 2002 adalah 187 bandar udara yang terdiri penyelenggara UPT Ditjen Hubud sejumlah 162 bandara termasuk bandara Hang Nadim yang diselenggarakan oleh Badan Ototorita Batam, PT (Persero Angkasa Pura I menyelenggarakan 13 Bandara dan PT Angkasa Pura II menyelenggarakan 12 bandara. Sampai dengan tahun 2007 terdapat tambahan 6 bandar udara yang telah dan akan dioperasikan untuk melayani penerbangan umum yaitu Bandar Udara Internasional Minangkabau, Abdurahman Saleh – Malang, Blimbingsari- Banyuwangi, Seko, Rampi dan HadinotonegoroJember. Pembangunan dan pengembangan bandar udara di daerah rawan bencana dan perbatasan untuk mengantisipasi VII-1 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
bencana serta melaksanakan pengamanan wilayah Indonesia (baik secara security approach maupun prosperity approach) dibuat program pembangunan dan pengembangan bandar udara untuk didarati pesawat sekelas F-27 / C-130 Hercules pada lokasi yang sudah atau belum ada bandara. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan prioritas berdasarkan kebutuhan di lapangan dan ketersediaan pendanaan. Pembangunan fasilitas landasan dan bangunan pada tahun 2006 terkait dengan pengembangan fasilitas sisi udara bandar udara untuk peningkatan kapasitas pelayanan pada 31 bandar udara, yaitu: pesawat sejenis C-212 menjadi pesawat sejenis F28 sebanyak 4 bandara, pesawat sejenis F-28 menjadi pesawat sejenis B-737 sebanyak 1 bandar udara dan pesawat sejenis B737 terbatas menjadi pesawat sejenis B-737 penuh sebanyak 4 bandara, sedangkan pengembangan fasilitas sisi udara bandar udara untuk peningkatan kapasitas bandara pada tahun 2007 yaitu: 1. Peningkatan kapasitas Bandara dari C212 menjadi ATR 42 di 6 lokasi bandara: Teuku Cut Ali, Kuala Batee, Seko, Rampi, Depati Parbo, Stagen dan Pongtiku. 2. Peningkatan kapasitas bandara dari ATR 42 menjadi F-28 di bandara Cut Nya’ Dhien – Nagan Raya. 3. Peningkatan kapasitas bandara dari F-28 menjadi B-737 di bandara A.Yani dan Radin Inten II; dengan pembangunan fasilitas landasan pada tahun 2007 seluas 330.752 m2, pembangunan fasilitas bangunan pada tahun 2007 seluas 11.708 m2 dan pembangunan fasilitas terminal pada tahun 2007 seluas 2.253 m2. Untuk menunjang aktivitas penerbangan malam dan meningkatkan minimal operasional (visibility), sampai tahun 2005 sejumlah 53 bandara telah dilengkapi dengan lampu landasan (Runway Light), 28 bandara diantaranya dilengkapi dengan lampu pendaratan PALS (Precision Approach Lighting System) dan 20 bandara dilengkapi dengan MALS (Medium Approach Lighting System). Sementara pada tahun 2006 belum ada penambahan fasilitas lampu pendaratan. Hingga tahun 2007,jumlah peralatan PALS sebanyak 29 unit dan MALS sebanyak 20 unit. Sampai dengan tahun 2005 terdapat 23 bandara yang telah dilengkapi dengan peralatan Instrument Landing System (ILS), sebanyak 28 unit, dan pada tahun 2006 dilakukan penggantian sebanyak 4 unit ILS di Bandara Polonia-Medan, Sultan Syarif Kasim II- Pekanbaru, Ngurah Rai-Denpasar dan Tjilik Riwut – Palangka Raya yang merupakan pemindahan dari Bandara Dominie Eduard Osok-Sorong. Hingga tahun 2007 telah
VII-2 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
terpasang sebanyak 31 unit peralatan Instrument Landing System (ILS) yang terdapat di 27 lokasi bandara. Dalam rangka pemantauan dan pengamatan penerbangan, sampai dengan tahun 2005 telah terpasang peralatan Radar sebanyak 35 unit yang terdiri dari PSR (13 unit), MSSR (5 unit) dan SSR (17 unit). Kebutuhan beberapa peralatan Radar terutama untuk kawasan timur Indonesia (Sorong, Sentani, Timika, Saumlaki, Kupang dan Palu), secara bertahap dialokasikan mulai tahun 2007, terpasang peralatan RADAR (PSR, SSR, MSSR) sebanyak 36 Unit di 20 lokasi. Jumlah peralatan NDB sebagai peralatan navigasi sampai dengan tahun 2005 telah terpasang sebanyak 173 unit. Dengan perkembangan teknologi navigasi, penggunaan NDB hanya dibatasi sebagai locator system pendaratan presisi (ILS) saja, sedangkan untuk approach dan en-route, jumlahnya tidak ditambah. Peralatan VOR/DME sampai dengan tahun 2006 telah terpasang di 62 lokasi, atau terjadi penambahan sebanyak 3 lokasi (Enarotali, Ende dan Ternate) dari 59 lokasi. Pemasangan VOR/DME sampai tahun 2007 telah terpasang yaitu VOR sebanyak 67 unit dan DME sebanyak 66 unit. Dengan dipasangnya alat tersebut, maka proses pendekatan dan pendaratan pesawat udara yang sebelumnya dilakukan dengan prosedur visual akan meningkat menjadi prosedur instrumen non presisi, sehingga dapat meningkatkan aspek keselamatan penerbangan. Saat ini kebutuhan VOR/DME untuk en-route sudah mencukupi, sedangkan untuk approach, perlu dikaji secara selektif. Sampai dengan tahun 2007 telah terpasang 387 unit SSB, fasilitas komunikasi point to point (Ground to Ground). Untuk peralatan komunikasi Air to Ground sampai tahun 2007 antara lain VHF-portable sebanyak 142 unit, VHF-ER 28 set. Dengan penambahan peralatan tersebut sebagian bandara telah mengalami peningkatan pelayanan lalu lintas penerbangan yang semula bersifat informatif menjadi aktif (positif controlled), sehingga pada tahun 2006 terdapat 63 bandara dengan pelayanan ADC yang berarti bertambah 5 bandara dari 58 bandara pada tahun 2005. Peralatan Security X-Ray dan kelengkapanya di bandara, sampai dengan tahun 2005 telah terpasang 228 unit, pada tahun 2006 bertambah 11 unit, sehingga menjadi 239 unit. Pada tahun 2006 terdapat bantuan/hibah dari Pemerintah Jepang sejumlah 40 unit peralatan X-Ray beserta kelengkapannya kepada pemerintah Indonesia untuk dioperasikan di bandara-bandara PT. (Persero) Angkasa Pura I (12 unit pada 4 bandara) dan PT. (Persero) Angkasa Pura II (28 unit pada 3 bandara). Hingga tahun 2007 jumlah peralatan security X-Ray telah terpasang 254 unit. Penambahan termasuk penggantian peralatan tersebut VII-3 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
telah meningkatkan kecepatan dalam pemeriksaan/ pendeteksian barang bawaan dan calon penumpang pesawat. Pemasangan peralatan Flight Information Display System (FIDS) dan Public Adress System (PAS) pada tahun 2006 sejumlah 3 unit sehingga menjadi 28 unit FIDS dan 33 unit PAS dibandingkan dengan tahun 2005. Hingga tahun 2007 Pemasangan peralatan Flight Information Display System (FIDS) dan Public Address System (PAS) menjadi 30 unit FIDS dan 36 unit PAS. Dengan pemasangan peralatan FIDS beserta kelengkapannya telah terjadi peningkatan pelayanan dan kualitas informasi yang diperlukan bagi calon penumpang pesawat udara. Selanjutnya penambahan peralatan Integrated Ground Communication System (IGCS) 1 unit pada tahun 2006 sehingga jumlahnya menjadi 3 unit di 3 bandara. Dan pada tahun 2007 penambahan peralatan Integrated Ground Communication System (IGCS) sebanyak 1 unit sehingga jumlahnya menjadi 4 unit di 3 bandara. Dengan dipasangnya peralatan IGCS telah mengurangi penggunaan jumlah jalur frekuensi dan meningkatnya kualitas komunikasi antar unit kerja terkait di bandara. Pemasangan peralatan genset yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kapasitas bandara pada tahun 2006 sebanyak 5 unit sehingga jumlahnya menjadi 196 unit. Hingga tahun 2007 peralatan Genset terpasang sebanyak 571 unit. Dengan pemasangan termasuk penggantian peralatan Genset tersebut telah terpenuhi ketersediaan catu daya listrik untuk mendukung operasional peralatan di bandara. Dalam mengantisipasi perkembangan arus lalulintas udara dan teknologi CNS/ATM serta mengatasi keterbatasan yang ada saat ini dan menampung pertumbuhan dimasa datang, pada tahun 2007 telah dilakukan hal-hal sebagai berikut: Implementasi penggunaan GNSS sebagai alat bantu navigasi penerbangan; Restrukturisasi ATS rute; Implementasi RNP (Required Navigation Performance)/RNAV(Area Navigation) pada ATS routes tertentu; Implementasi RVSM (Reduced Vertical Separation Minima) (mulai FL290 hingga FL410); Persiapan penerapan otomasi peralatan ATS di Makassar (MAATS) untuk CPDLC dan ADS-C dan ADS-B; Penerapan prosedur-prosedur operasional berbasis satelit (GNSS) dan CPDLC. Implementasi New English Proficiency; Persiapan modernisasi sistem otomasi di ATC Jakarta (Jakarta Automation Air Traffic System) untuk sistem otomasi di wilayah Barat, direncanakan untuk dilakukan modernisasi mulai tahun 2009; Instalasi sistem radar ADS-C dan ADS-B dilokasi yang belum terjangkau RADAR serta sebagai pengganti sistem RADAR yang sudah tua. Terkait dengan pengelolaan navigasi udara, akan dilakukan kajian oleh team untuk memformulasikan bentuk
VII-4 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
kelembagaan dan pengelolaan ANSP (Air Navigation Single Provider). Sampai dengan tahun 2006 jumlah pesawat yang teregistrasi sebanyak 1.134 unit, dengan rincian : pesawat beroperasi 573 unit, terdiri dari Fix Wings 431 unit dan Rotary Wings 142 unit. Pesawat terdaftar AOC 135 (seat < 19) sebanyak 206 unit, AOC 121 (seat > 19) sebanyak 310 unit. AOC 91 (general aviation) sebanyak 57 unit. Hingga tahun 2007 jumlah pesawat yang teregistrasi sebanyak 1072 unit dengan rincian : pesawat beroperasi 536 unit, terdiri dari Fix Wings 448 unit dan Rotary wings 88 unit. Pesawat terdaftar AOC 135 (seat < 30) sebanyak 230 unit, AOC 121 (seat > 30) sebanyak 304 unit. AOC 91 (general aviation) sebanyak 102 unit. Pada tahun 2006 jumlah perusahaan angkutan udara niaga berjadwal yang beroperasi adalah 17 perusahaan, perusahaan angkutan udara niaga berjadwal khusus angkutan kargo 1 perusahaan, perusahaan angkutan udara niaga tidak berjadwal 34 perusahaan, perusahaan angkutan udara bukan niaga sebanyak 25 perusahaan. Hingga tahun 2007 jumlah perusahaan angkutan udara niaga berjadwal yang beroperasi adalah sebanyak 13 perusahaan. Perusahaan angkutan udara niaga berjadwal khusus kargo 1 perusahaan, perusahaan angkutan udara niaga tidak berjadwal 34 perusahaan, dan perusahaan angkutan udara bukan niaga 25 perusahaan. Jumlah penumpang angkutan udara dalam negeri pada tahun 2006 mengalami kenaikan sebesar 18,1%, sedangkan jumlah penumpang angkutan udara luar negeri pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar 10,2%. Jumlah penumpang dalam negeri pada tahun 2006 sebanyak 34.015.981 dan pada tahun 2007 meningkat sebesar 20% dari tahun 2006 menjadi 40.81 jt penumpang. Jumlah penumpang luar negeri pada 2006 sebanyak 12,75 juta meningkat sebesar 10% dari tahun 2006 menjadi 14,03 juta pada tahun 2007. Angkutan kargo dalam negeri mengalami penurunan sebesar 3,4 % dibandingkan tahun 2005, sedangkan angkutan kargo luar negeri mengalami kenaikan sebesar 25,23% dibandingkan tahun 2005. Jumlah angkutan kargo dalam negeri pada tahun 2006 sebesar 268,5 ton dan meningkat pada tahun 2007 menjadi 349,05 ton, sedangkan angkutan kargo luar negeri pada tahun 2006 sebesar 300,82 ton dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 345,94 ton. Perkembangan Subsidi Operasi Angkutan Udara Perintis selama kurun waktu tahun 2003 – 2006, menunjukkan bahwa jumlah rute tahun 2003 sebanyak 73 rute meningkat menjadi 83 rute pada tahun 2004, meningkat menjadi sebanyak 90 rute pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 91 rute. Jumlah kota/provinsi terhubungi pada tahun 2003 sebanyak 70 VII-5 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
kota dari 10 provinsi meningkat menjadi 76 kota dari 10 provinsi pada tahun 2004, pada tahun 2005 meningkat menjadi 81 kota dari 13 provinsi dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 82 kota dari 13 provinsi. Hingga tahun 2007 rute penerbangan perintis sebanyak 91 rute dengan jumlah kota yang terhubungi sebanyak 83 kota dari 13 propinsi dengan alokasi anggaran 127,689 miliar, dan subsidi BBM 10 lokasi dengan biaya Rp. 9,355 miliar. Frekuensi penerbangan angkutan udara perintis mengalami peningkatan dari tahun 2003 sebanyak 5.628 menjadi 6.032 pada tahun 2004, meningkat menjadi 6.656 pada tahun 2005, pada tahun 2006 menjadi 7.176. Hal ini dibarengi dengan peningkatan alokasi anggaran, yaitu dari tahun 2003 sebesar Rp. 77.17 miliar menjadi 78,77 miliar pada tahun 2004, selanjutnya menjadi Rp. 92,27 miliar pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 menjadi Rp. 112.39 miliar. Subsidi angkutan BBM juga mengalami peningkatan dari 7 lokasi pada tahun 2003, menjadi 9 lokasi pada tahun 2006, dibarengi dengan peningkatan kebutuhan biaya yang semula Rp. 2,87 miliar pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp. 5,68 miliar pada tahun 2006, pada tahun 2007meningkat menjadi 9,355 miliyar. Rute perintis tahun 2004 yang telah menjadi rute komersial pada tahun 2005 adalah 4 rute : Jayapura - Tanah Merah PP, Timika – Ewer PP, Merauke - Ewer PP, dan Kupang - Larantuka PP. Terdapat rute perintis baru pada tahun 2005 sebanyak 13 rute, yaitu: Tapak Tuan - Banda Aceh PP, Medan - Kutacane PP, Kutacane - Banda Aceh PP, Kupang - Atambua PP, Ambon Banda PP, Ternate - Mangole PP, Long Bawan – Binuang PP, Wamena - Tiom PP, Wamena - Dekai PP, Timika - Modio PP dan Timika - Alama PP. Rute Perintis tahun 2006 terdapat 7 rute perintis baru: Tapak tuan – Blang pidie PP, Blang pidie – Aceh PP, Nunukan – Binuang PP, Palangkaraya – Kuala Pembuang PP, Palu – Buol PP, Jayapura – Pagai PP, Timika – Illu PP dan tahun 2007 terdapat 12 rute perintis baru : Datadawai – Melak PP, Longbawan – Malinau PP, Long Layu – Malinau PP, Palangkaraya – Buntok PP, Makassar – Tana toraja PP, Makassar – Bua PP, Bua – Masamba PP, Ternate – Gebe PP, Wamena – Lilim PP, Wamena – Apalapsili PP, Wamena – Mindiptanah PP, Timika – Dekai PP. Terkait dengan aspek Keamanan dan Keselamatan Penerbangan, didalam mencapai suatu tingkat keselamatan penerbangan yang diinginkan diperlukan metode dan tindakantindakan tertentu salah satunya adalah Safety Management System (SMS), yaitu suatu pendekatan terorganisir untuk mengelola keselamatan, yang mencakup struktur organisasi yang diperlukan, tanggung jawab, kebijakan dan prosedur.
VII-6 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Sampai dengan tahun 2006 telah dilaksanakan beberapa kegiatan yang merupakan bagian dari SMS, yaitu kegiatan sertifikasi operasi bandar udara pada 67 bandara, sertifikasi peralatan security pada 2 bandara, dan sertifikasi pesawat udara pada 573 pesawat udara. Sedangkan kegiatan yang akan segera dilaksanakan adalah pembuatan peraturan (PP, KM) terkait dengan pelaksanaan Safety Management System (SMS), penyusunan organisasi formal yang terkait dengan pelaksanaan SMS dan ketentuan baru di bidang keamanan penerbangan, antara lain menindaklanjuti ICAO Annex 17 Amendment 11 yang diberlakukan 1 Juli 2006. Upaya tindaklanjut yang telah dilakukan adalah melalui peraturan Dirjen Perhubungan Udara no. AU 4400/DKP1046/ 2006 tanggal 24 Agustus 2006 yang mengatur agar pengelola bandar udara meningkatkan kewaspadaan dengan melaksanakan pengamanan antara lain melakukan pemeriksaan lebih ketat terhadap orang yang masuk daerah terbatas, mencocokkan tiket dengan ID, melaksanakan pemeriksaan random 10% terhadap bagasi kabin, penambahan frekuensi patroli, pemeriksaan cargo dan mewaspadai serta memeriksa dengan teliti bahan cairan yang dibawa penumpang. Ketentuan lain yang diberlakukan adalah Peraturan Dirjen Perhubungan Udara No. AU 5468/ DKP1218/2006 tanggal 3 Oktober 2006 yang mengatur tentang penumpang yang turun dilarang meninggalkan barangnya di pesawat udara, memba-tasi jumlah dan berat bagasi kabin, melakukan pemeriksaan pesawat udara sebelum berangkat dan melakukan revisi Program Pengamanan Bandar Udara pada 14 bandara serta melaksanakan peraturan Dirjen Perhubungan Udara No SKEP/252/XII/2005 tanggal 16 Desember 2005 tentang Program Nasional Diklat Pengamanan Penerbangan Sipil dengan melakukan Diklat kepada petugas pengamanan penerbangan sipil sebanyak 471 orang. Disamping itu, melaksanakan peraturan Dirjen Perhubungan Udara No SKEP/253/XII/2005 tanggal 16 Desember 2005 tentang Evaluasi Efektifitas Pengamanan Penerbangan Sipil (Quality Control) dengan melakukan audit pada 24 bandar udara. Sampai dengan tahun 2007 telah dilaksanakan beberapa kegiatan yang merupakan bagian dari Safety Management System yaitu: mengidentifikasi beberapa gejala yang menyebabkan kecelakaan; menindak lanjuti perbaikan yang harus dilaksanakan untuk meyakinkan standar tingkat keselamatan selalu terjaga; memonitor secara berkesinambungan dengan melakukan pengawasan secara berkala terhadap tingkat keselamatan penerbangan; kegiatan yang dilaksanakan meliputi : (1)Sertifikasi Operasi Bandar Udara Pada 57 bandara, (2)Sertifikasi Peralatan Peralatan Security pada 2 bandara, (3) Sertifikasi pesawat udara pada 536 pesawat udara (4) Sertifikasi Fasilitas Peralatan RDPS Medan, (5) Sertifikasi Fasilitas MAATS, (6) Pembuatan Peraturan (PP, KM) terkait VII-7 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
dengan pelaksanaan Safety Management System (SMS), (7) Pembuatan organisasi formal yang terkait dengan pelaksanaan SMS. Dalam hal kerjasama antar negara telah dilakukan kerjasama dengan dengan Pemerintah Australia untuk melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain: National Regulatory Asísstance Programme terhadap Personil Perhubungan Udara, Pusdiklat Perhubungan Udara dan PT (Persero) Angkasa Pura I serta PT (Persero) Angkasa Pura II diikuti 20 orang; Quality Control Programme Aviation Security kepada Personil Perhubungan Udara, Pusdiklat Perhubungan Udara dan PT (Persero) Angkasa Pura I serta PT (Persero) Angkasa Pura II, diikuti 20 orang; Aviation Security National Inspector/Auditor Course diikuti 18 orang; dan Aviation Security Instructor Course diikuti 23 orang. Kerjasama dengan Pemerintah Jepang adalah Study on Major Airport Security System Enforcement Plan pada 22 bandar udara Internasional, sedangkan kerjasama dengan Pemerintah Amerika Serikat adalah antara lain : Technical Assistance on Airport Safety and Security Assessment Project in Indonesia pada 4 bandar udara; Technical Assistance Quality Control Course dengan Transportation Security Administration (TSA) yang diikuti 15 orang. Indonesia menyelenggarakan pertemuan di bidang keselamatan antara lain pertemuan Internasional Strategic Summit on Aviation Safety di Bali pada tanggal 2 s.d 3 Juli 2007 yang diikuti oleh 180 peserta terdiri dari delegasi Ditjen Hubud, ICAO, IATA, Flight Safety Fund, ASA Australia, DOTARS, INACA, JICA, IAFTA, FPI, AP-I, AP-II, GMF, PT. Dirgantara Indonesia dan organisasi profesi terkait termasuk operator nasional. Hasil dari pertemuan tersebut ditandai dengan penandatanganan komitmen Indonesia dalam peningkatan keselamatan penerbangan dan keamanan penerbangan yang ditanda tangani oleh Menteri Perhubungan dan Presiden Dewan ICAO. Pertemuan lainnya yaitu International Agencies Assistance Frame Work 2007 mengenai asistensi teknis dibidang reformasi regulasi, implementasi teknologi modern, dan peningkatan kemampuan SDM. Pertemuan ke 2 ANSP Conference di Bali pada tanggal 5 s.d 6 Juli 2007 dalam membahas pelaporan incident/accident, Air Traffic Flow Management serta kemampuan berbahasa inggris bagi ATC dan Pilot untuk menyusun Regional Safety Road Map dan Seamless Airspace. Pertemuan ke-2 antara Indonesia dengan Australia pada AVSEC forum di Sydney pada tanggal 30 s.d 31 Oktober 2007, dengan hasil meningkatkan system keamanan di Bandara El Tari Kupang, percepatan pemberian ijin ke pemerintah Australia atas permohonan penempatan Air Security Officer di pesawat Australia yang terbang ke Indonesia melalui penerbitan
VII-8 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
peraturan Direktur Jenderal penerapan Air Security Officer.
Perhubungan
Udara
tentang
Pada tanggal 21 dan 22 Juni 2007 telah dilakukan pertemuan antara Timor Leste dan Indonesia untuk membahas Operational Coordination Agreement (OCA) between ATS unit of Timor Leste and ATS unit of Indonesia melibatkan ATS unit ACC Ujung Pandang dan ATS unit Bandara Eltari-Kupang. Kerjasama dengan pemerintah Australia meliputi pelatihan di bidang keamanan penerbangan berupa Capacity Building, serta pemberian bantuan dalam peningkatan kapasitas di bidang keselamatan penerbangan Indonesia Transportasi Safety Assistance Programme (ITSAP), dan kerjasama dengan pemerintah Jepang dengan pemberian bantuan Grant JICA Security Equipment untuk 5 bandar udara yaitu, Bandara : Adi Sucipto-Yogyakarta, Soekarno-Hatta, Polonia-Medan, Ngurah Rai-Bali dan Sepinggan-Balikpapan. Kualitas Pelayanan Navigasi Penerbangan pada Flight Information Region Indonesia melalui Breakdown of Separation (BOS) adalah situasi dimana pesawat udara berada pada posisi diluar area separasi baik lateral maupun vertikal yang sudah ditetapkan. Breakdown of Coordination (BOC) adalah situasi dimana terjadi penurunan pelayanan akibat menurunnya kualitas koordinasi antar unit pelayanan, atau unit pelayanan dengan pesawat udara. Data BOS dan BOC terdiri dari lokasi dan tanggal kejadian, ATS unit dan pesawat terbang terkait serta informasi faktual dilapangan. Sesuai dengan data yang telah dilaporkan sejak 2001 hingga 2007, kecenderungan BOC adalah naik seiring dengan kenaikkan jumlah pergerakan pesawat (data aircraft departure) namun dengan gradien yang rendah, sedangkan untuk BOS cenderung tetap. Untuk mengurangi kejadian BOS dan BOC dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan navigasi penerbangan, Ditjen Hubud telah menyiapkan berbagai hal, yaitu: Pembinaan terhadap ATCO (ATC Officer) pada saat validasi license di seluruh bandar udara, memberikan pembinaan terhadap para checker untuk lebih waspada dalam mengawasi para ATCO didalam melaksanakan tugas Pemandu lalu lintas penerbangan di lapangan, immediate reporting system dan suspension license and rating, mengadakan ATC Refreshing Course, menyelenggarakan Mapping dan Training New English Proficiency bagi ATC dan pilot. Dalam aspek legislasi dan regulasi telah dilaksanakan antara lain: Tindak Lanjut Inpres No. 3 Tahun 2006 yaitu Revisi UU Penerbangan, Ratifikasi Perjanjian Internasional dan pada tahun 2006 dilakukan proses ratifikasi 2 (dua) Konvensi Internasional ICAO, yaitu Cape Town Convention 2001 (Convention on International Interest in Mobile Equipment on Matters Specific). VII-9 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Konvensi ini mengatur tentang jaminan kebendaan atas barang modal bergerak termasuk pesawat udara. Dengan meratifikasi konvensi dan protokol (ratifikasi konvensi oleh Depkumham, dan protocol oleh Ditjen Perhubungan Udara), Montreal Convention 1991 (Convention on the Making of Plastic Explosives for the Purpose of Detection), Indonesia telah memiliki peraturan tentang larangan memproduksi, menyimpan, membawa, mengekspor, mengimpor dan mengedarkan bahan peledak plastik tanpa ditandai. Disamping itu ratifikasi konvensi ini akan meningkatkan citra dan kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia dalam memerangi teroris internasional pada umumnya dan memberikan jaminan keamanan dan keselamatan transportasi udara pada khususnya. Dibidang navigasi penerbangan, saat ini telah disiapkan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil yang mengatur tentang sertifikasi fasilitas navigasi (CASR part 171), pelayanan navigasi (CASR part 172), prosedur penerbangan (CASR part 173) dan informasi aeronautika (CASR part 175). Dibidang pelayanan bandar udara juga sudah disiapkan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil tentang bandar udara (CASR part 139). Pada tahun 2006 Ditjen Perhubungan Udara telah menerapkan National Single Window (NSW) sebagai tindak lanjut Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Upaya yang telah dilakukan adalah perbaikan prosedur penyampaian notice of arrival, evaluasi penetapan tarif berupa pengenaan tarif perhari dan penataan gudang serta Pembangunan terminal kargo, penataan prosedur dan lay out terminal serta sosialisasi proses pelayanan kargo selama 24 jam. Sebagai upaya peningkatan pelayanan keamanan dan keselamatan penerbangan telah di keluarkan keputusan tentang Pembatasan Umur Pesawat melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 5 tahun 2006 tentang pembatasan pesawat udara kategori transport untuk penumpang, dimana pesawat udara yang boleh didaftarkan untuk pertama kali di Indonesia adalah yang berusia kurang dari 20 tahun atau kurang dari 50000 cycle. Dalam Kerjasama Luar Negeri Angkutan Udara Internasional untuk menghadapi perkembangan dan perubahan di dunia penerbangan, Indonesia telah menyiapkan kebijakan-kebijakan angkutan udara guna meningkatkan daya saing dunia penerbangan di Indonesia. Liberalisasi angkutan udara di Indonesia dilakukan secara bertahap mengingat kendalakendala sebagai berikut : Kinerja perusahaan nasional belum optimal untuk mengembangkan cakupan usaha dan meningkatkan daya saingnya; Potensi demand sebagian besar kota-kota di Indonesia yang mempunyai bandar udara internasional masih rendah, sehingga penerapan open sky secara langsung hanya terfokus pada kota-kota yang market demand-nya tinggi, seperti VII-10 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Jakarta, Denpasar, Surabaya, Medan dan Padang; Pandangan masyarakat dunia terhadap kondisi sosial dan politik Indonesia dan perangkat hukum yang belum terintegrasi dengan baik (bersifat sektoral). Dengan liberalisasi yang dilakukan secara bertahap, Indonesia diharapkan memperoleh manfaat dari : Pertumbuhan perdagangan dan pariwisata; Pengembangan industri penerbangan; Pertumbuhan ekonomi daerah karena ada hubungan udara langsung dengan negara lain termasuk sektor pariwisata; Menciptakan dan Menguatkan hubungan serta kerjasama antar airlines internasional bagi perusahaan penerbangan; Meningkatkan daya saing airlines nasional terhadap airlines asing; Kerjasama antara airlines nasional dan asing serta menghindari terjadinya “back-track traffic”. Terdapat beberapa tingkatan yang dilakukan dalam liberalisasi angkutan udara, yaitu Forum WTO adalah forum mondial (dunia/global) yang beranggotakan semua negara di dunia dan hingga saat ini masalah liberalisasi angkutan udara yang dibahas hanya mengenai “jasa penunjang (soft rights)”, yang tertuang dalam GATS Annex on Air Transport, yaitu Aircraft repairs and maintenance, Selling and marketing of air transport dan Computer reservation system (CRS). Permasalahan di dalam forum WTO yang terkait masalah Air transport adalah masih adanya perbedaan masalah kewenangan antara WTO dengan ICAO dalam meliberalisasikan bidang hard rights. Posisi Indonesia hingga tahun 2007 belum membuat komitmen, karena prioritas liberalisasi angkutan udara masih di tingkat regional (ASEAN), sedangkan liberalisasi angkutan udara di tingkat APEC membahas bidang-bidang angkutan udara yang tertuang dalam 8 opsi yang terkait dengan Airlines Ownership and Control, Secara umum Indonesia menggunakan prinsip substansial ownership and Effective Control dan Multiple Airlines Designations (no restriction). Indonesia telah menerapkan dalam setiap perjanjian antara lain tarif (double disapproval). Indonesia telah mengarah pada double disapproval dengan beberapa ketentuan pengaman. Dalam Air Freight (more relaxation arrangement than passengers), Indonesia telah merelaksasi pengaturan hak angkut untuk air freight, Airline’s Cooperative Arrangment (eq. Third Country Code Sharing), dimana Indonesia membuka kerjasama komersial dalam bentuk third party code sharing dengan persyaratan 5th freedom rights bagi airlines pihak ketiga, Charter Services (Competitor sechedule Airlines). Secara umum charter merupakan supplement bagi schedule services, yakni Market Access (Open all international Airport). Semua bandara internasional Indonesia terbuka untuk asing, Doing Business (free transfer of earning, free to open repre-sentative, free to sell and advertise VII-11 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
airlines product, etc) dan Indonesia cukup terbuka dalam hal doing business matters. Liberalisasi di tingkat ASEAN membahas 2 (dua) bidang, yaitu Bidang Soft Right (jasa penunjang penerbangan) yang diatur dalam ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) yang meliputi Computer Reservation System (CRS), Aircraft maintenance and Repairs, Sales and Marketing, Aircraft Leasing Without Crew. Posisi Indonesia telah membuka keempat bidang tersebut sampai dengan mode 3, yaitu dengan kepemilikan asing maksimal 49% (kecuali Aircraft Leasing Without Crew yang hanya dibuka untuk mode 1 dan 2) dan dalam Bidang Hard Right (jasa penerbangan) yang dibagi menjadi 2(dua) yaitu : angkutan kargo dan angkutan penumpang. Untuk Hard Right liberalisasi dilakukan dengan mengacu pada ASEAN Roadmap Integration on Air Travel Services. Mengingat Roadmap adalah kesepakatan ASEAN yang bersifat mengikat para anggotanya, Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN harus tunduk pada Roadmap dimaksud. BIMP-EAGA Working Group on Air Linkages pada daerah-daerah yang dikembangkan adalah Bandar Seri Begawan - Brunei, Pontianak, Tarakan, Manado, Balikpapan – Indo-nesia, Miri, Labu-han, Kota Kinabalu, Kuching – Malaysia dan Davao, General Santos, Zamboanga, P. Princessa, Mindanao – Philippina. Konsep 3rd & 4th yaitu kapasitas, frekuensi dan tipe pesawat tidak dibatasi, 5th freedom yaitu dilakukan dengan ketentuan penambahan per tahun 2 (dua) point sejak tahun 2006 Multi designnated airlines. Guna percepatan pengembangan wilayah BIMP-EAGA, akan dilakukan revisi MoU BIMP-EAGA on Air Linkages yang telah ditanda tangani pada tahun 1995 oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara dan negara-negara BIMP-EAGA dengan perubahan sebagai berikut : Diberikannya hak kebebasan ke-5 dengan ketentuan penambahan per tahun 2 (dua) poin bagi setiap negara sejak tahun 2006, sehingga tercapai liberalisasi penuh pada semua EAGA entry points pada tahun 2008; Menganut multi designated airlines dengan prinsip subtantially owned and/or effectively controlled; Hak co-terminalisasi (blinded sector) dengan own stop-over rights dan code-sharing arrangements; serta Kerjasama untuk rute yang tidak dilayani airlines nasional. Revisi MoU tersebut direncanakan ditanda tangani oleh Menteri Perhubungan negara-negara EAGA pada pertemuan KTT ASEAN di Cebu tanggal 10 Desember 2006, tetapi pertemuan dibatalkan oleh Pemerintah Philippina dikarenakan terjadinya badai. IMT-GT, merupakan kerjasama sub-regional diantara 3 negara, yaitu: Indonesia, Malaysia, dan Thailand yang bertujuan untuk mengembangkan wilayah perbatasan antara 3 negara. Daerah-
VII-12 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
daerah yang dikembangkan di Indonesia adalah : Medan, Banda Aceh, Nias, Padang; Di Malaysia : Ipoh, Langkawi, dan Penang, sdangkan di Thailand: Hat Yai, Pattani, Narathiwat, Phatthalung, Trang dan Nakhon Si Thammarat. Tahun 2007 tidak ada pembatasan kapasitas frekuensi dan tipe pesawat bagi pelaksanaan hak angkut 3, 4 dan 5 bagi angkutan penumpang dan kargo. Serta diperkenankannya co-terminalisasi dengan own stop-right dan commercial cooperative arrangements dan Multi designated airlines Pada tahun 2005 Indonesia telah melakukan perjanjian hubungan udara dengan 68 negara. Pada tahun 2006 Indonesia telah melakukan 9 kali perjanjian hubungan udara bilateral. Perjanjian bilateral tersebut terdiri dari 3 perjanjian dengan negara baru (Islandia, Yunani dan Kenya) dan 6 perjanjian untuk merevisi MOU (UAE 2 kali pertemuan, Kamboja 2 kali perte-muan, Saudi Arabia dan Oman). Dengan tambahan 3 negara baru, sampai saat ini Indonesia telah memiliki perjanjian hubungan udara dengan 71 negara yang terdiri dari 2 negara di belahan Amerika Utara, 26 negara Eropa, 13 negara ASIA, 10 negara ASEAN, 5 negara Afrika, 11 negara Timur Tengah/Arab dan 4 negara Pasific. Dari 71 negara yang telah membuat perjanjian hubungan udara dengan Indonesia, 22 negara telah merealisasikan perjanjian tersebut. Sampai dengan tahun 2007 Indonesia telah memiliki perjanjian hubungan udara bilateral dengan 71 negara. Negara-negara mitra Indonesia berdasarkan wilayah adalah: (1) Amerika Utara : 2 Negara (2) Eropa : 26 Negara (3) Asia : 14 Negara (4) Asean : 10 Negara (5) Afrika : 6 Negara (6) Timur Tengah/Arab : 10 Negara (7) Pacific : 3 Negara Jumlah perjanjian hubungan udara bilateral 71 negara, 36 operator penerbangan dari 22 negara melaksanakan penerbangan ke 11 kota tujuan di Indonesia (Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Jakarta, Bandung, Solo, Surabaya, Denpasar, Mataram, Manado), 9 perusahaan penerbangan nasional terbang ke 12 negara (Hongkong, RR.China, Jepang, Korea, Malaysia, Thailand, Singapore, Vietnam, Philipina, Australia, Selandia Baru dan Arab Saudi) dengan 25 kota tujuan di mancanegara. Pelaksanaan Angkutan Haji fase I (keberangkatan) yang dimulai dari tanggal 28 November 2006 s/d 25 Desember 2006 dilaksanakan melalui 11 Bandara Embarkasi yaitu Bandara Sultan Iskandar Muda – Banda Aceh, Bandara Polonia – Medan, Bandara Soekarno Hatta – Jakarta, Bandara Adi Sumarmo – Solo, Bandara Juanda – Surabaya, Bandara Hasanuddin – VII-13 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Makassar, Bandara Sepinggan – Balikpapan, Bandara Samsudin Noor – Banjarmasin, Bandara Hang Nadim – Batam, Bandara Minang-kabau – Padang (Embarkasi baru), dan Bandara SM.Badaruddin II – Palembang (embarkasi baru). Selama periode 28 November 2006 s/d 25 Desember 2006 (phase I pemberangkatan), telah diberangkatkan sebanyak 187,789 jemaah haji yang tergabung dalam 468 Kloter dengan perincian Garuda Indonesia : mengangkut 102.726 jemaah haji (276 klo-ter), Saudi Arabian Airlines : mengangkut 85.063 jemaah haji (192 kloter). Jumlah open seat (kursi kosong) adalah 1760 kursi yang terdiri atas GA 837 kursi dan SV 923 kursi. Adanya kursi kosong tersebut dikarenakan adanya jemaah haji yang meninggal, sakit atau mengundurkan diri dan lain sebagainya. Kinerja atau On Time Performance (OTP) rata-rata untuk keseluruhan embarkasi mencapai 88,89 %. Adapun rincian OTP masing-masing Airlines adalah Garuda Indonesia : 95.65 %, Saudi Arabian Airlines: 79.17 %. Pelaksanaan angkutan Haji phase I (keberangkatan) yang di mulai dari tanggal 17 November 2006 s.d 14 Desember 2007 dilaksanakan melalui 11 Bandara Embarkasi yaitu: (1) Bandara Sultan Iskandar MudaBanda Aceh (2) Bandara Polonia-Medan (3) Bandara Soekarno Hatta-Jakarta (4) Bandara Adi Sumarmo-Solo (5) Bandara Juanda-Surabaya (6) Bandara Hasanuddin-Makassar (7) Bandara Sepingan-Balikpapan (8) Bandara Samsudin Noor-Banjarmasin (9) Bandara Hang Nadim-Batam (10) Bandara MinangkabauPadang (11) Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II-Palembang. Selama periode 17 November 2006 s.d 14 Desember 2007 (phase I pemberangkatan), telah diberangkatkan sebanyak 193.917 jemaah haji yang tergabung dalam 483 kloter, dengan perincian Garuda Indonesia :mengangkut 107.543 jemaah haji (288 kloter), Saudi Arabian Airlines : mengangkut 86.374 jemaah haji (195 kloter). Selama periode 23 Desember 2007 s.d 22 Januari ( phase II kepulangan ) telah di pulangkan seba-nyak 193.756 jemaah haji yang tergabung dalam 483 kloter. Dengan rincian Garuda Indonesia mengangkut sebanyak 107.543 jemaah haji (288 kloter), Saudi Arabian Airlines mengangkut 86.222 jemaah haji (195 kloter). Armada Pesawat yang digunakan adalah pesawat udara produksi tahun 1995 keatas kecuali B-747 tahun pembuatan 1983 keatas dengan rincian sebagai berikut: Jakarta dan Medan (B-747-GA), dengan kapasitas : 455 seats; Jakarta, Batam dan Surabaya (B747-SV), dengan kapasitas :450 seats; Banda Aceh, Padang(A 330), dengan kapasitas :405 seats; Banjarmasin, Balikpapan, Makassar, Palembang (B767/A330) dengan kapasitas :325 seats.
VII-14 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
B. SASARAN 1. Terjaminnya keselamatan, keamanan, dan kepastian hukum serta kualitas pelayanan, kenyamanan, dalam penyelenggaraan transportasi udara; 2. Terwujudnya pertumbuhan Sub Sektor Transportasi Udara yang stabil sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan (sustainable growth); 3. Terwujudnya perusahaan penerbangan nasional yang efisien dan efektif serta kompetitif di pasar internasional ; 4. Terwujudnya kontinuitas pelayanan jasa transportasi udara yang terjangkau ke seluruh pelosok tanah air, sehingga dapat ikut mendorong pemerataan pembangunan, kelancaran distribusi, stabilitas harga barang dan jasa, serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 5. Meningkatnya kualitas dan profesionalisme SDM Ditjen Perhubungan Udara bertaraf internasional dan terbentuknya kelembagaan yang optimal dan efektif sehingga dapat mendukung terwujudnya penyelenggaraan transportasi udara yang andal dan berdaya saing; 6. Terwujudnya reformasi kelembagaan, peraturan perundangundangan, SDM dan pelayanan transportasi udara; 7. Terjaminnya prioritas kegiatan penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi melalui selesainya proses revisi UU No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan serta peraturan pelaksanaannya; 8. Terwujudnya Penyempurnaan peraturan di bidang penerbangan dan ratifikasi konvensi-konvensi internasional. C. STRATEGI 1. Meningkatkan pembinaan, pengawasan melalui peningkatan kemampuan pengawasan para inspektur penerbangan dan penegakkan peraturan guna meningkatkan penyelenggaraan transportasi udara yang berkualitas; 2. Memenuhi/menyelesaikan tindak lanjut hasil audit ICAO tentang penyelenggaraan Transportasi Udara di Indonesia; 3. Memenuhi kebutuhan persyaratan minimum keamanan dan keselamatan Penerbangan terhadap sarana dan prasarana Transportasi Udara; 4. Menyediakan pelayanan angkutan udara perintis; 5. Meningkatkan sarana dan prasarana Transportasi Udara di daerah terisolir, perbatasan, dan rawan bencana secara bertahap; 6. Menyelesaikan penyusunan peraturan pelaksana hasil revisi VII-15 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
UU Penerbangan; 7. Menyelesaikan pembentukkan lembaga/unit tunggal Navigasi Penerbangan dan Lembaga/unit kerja lainnya yang dibutuhkan; 8. Menerapkan tatanan kebandarudaraan nasional yang efisien dan efektif yang menunjang wawasan nusantara dan ketahanan nasional. D. PROGRAM PEMBANGUNAN Pembangunan Transportasi Udara pada tahun 2009 bertujuan melanjutkan kebijakan peningkatan kualitas pelayanan transportasi udara melalui penerapan pelayanan dasar sesuai dengan standar pelayanan minimal, peningkatan dukungan terhadap daya saing sektor riil serta peningkatan investasi proyek-proyek infrastruktur yang dilakukan oleh swasta melalui berbagai skema kerjasama antara pemerintah dan swasta dengan prioritas menunjang pertumbuhan, pengentasan kemiskinan, dan membuka lapangan kerja di jabarkan dalam 4 program yaitu: 1. Program pembangunan Transportasi Udara, bertujuan untuk mewujudkan pengembangan / pembangunan prasarana bandara sesuai pola jaringan prasarana dan pelayanan transportasi udara nasional melalui, implementasi tatanan kebandarudaraan nasional yang berdasarkan hirarki fungsi secara efisien dan efektif dengan pertimbangan pemenuhan permintaan jasa transportasi udara serta menunjang wawasan nusantara dan ketahanan nasional dan menciptakan daya saing industri angkutan udara nasional dengan penerapan kebijakan liberalisasi angkutan udara secara selektif dalam menghadapi pasar global; 2. Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan Prasarana Transportasi Udara, bertujuan untuk menjamin peningkatan kualitas pelayanan transportasi udara nasional melalui pemenuhan prosedur kerja, standar pelayanan, dan on time performance serta implementasi ketentuan keselamatan penerbangan secara optimal; 3. Program Restrukturisasi dan Kelembagaan, bertujuan untuk mewujudkan reformasi kelembagaan, peraturan perundangundangan, SDM dan pelayanan transportasi udara, menjamin prioritas kegiatan penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi serta mewujudkan penyempurnaan peraturan dibidang penerbangan dan ratifikasi konvensi-konvensi internasional. 4. Program penyelenggaraan Pimpinan Pemerintahan dan Kenegaraan, bertujuan untuk menjamin peningkatan kemampuan personal dibidang teknis dan operasi, keharusan memiliki sertifikat kecakapan personal (SKP) serta VII-16 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
peningkatan tenaga manajer dan administrasi secara bertahap, keharusan mengikuti jenjang pendidikan keprofesionalan dibidang transportasi udara. Uraian kegiatan 4 program tersebut adalah sebagai berikut: TABEL VII – 1 PROGRAM REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN PRASARANA TRANSPORTASI UDARA Kegiatan
Satuan
Jumlah
M2 M2 M2
1400,534 19,671 146,975
M2 M2 M2 M2 M2
3,407 3,300 6,873 7,121 131,346
M2
182,630
Unit
656
a. Fasilitas Landasan Landasan Pacu Taxiway Apron b. Bangunan danTerminal Gedung Kantor Rumah Dinas, Rumah operasional Terminal Bangunan Operasional Jalan,Pagar,Parkir,Saluran,Gedung kargo Gedung Khusus c. Fasilitas Keselamatan Penerbangan: Faslektrikpen
Miliar Rp. 475,167,296
65,116,934
13,858,854
Sumber: Ditjen Perhubungan Udara, 2008 TABEL VII - 2 PROGRAM RESTRUKTURISASI KELEMBAGAAN DAN PERATURAN TRANSPORTASI UDARA Kegiatan
Satuan
Jumlah
Miliar Rp.
Operasional Belanja Pegawai dan Belanja Barang Di kantor pusat dan UPT Ditjen Hubud: a. Honorarium Pelaksana Anggaran b. Kegiatan PNBP c. Penyusunan Peraturan d. Penyuluhan/Penyebaran Info e. Penyelenggaraan Rapat Koordinasi f. Evaluasi dan pelaporan g. Peningkatan Kinerja Pegawai h. Verifikasi Fasilitas Bandara
Satker
166
560,471,714
Sumber: Ditjen Perhubungan Udara, 2008 TABEL VII – 3 PROGRAM PEMBANGUNAN TRANSPORTASI UDARA Kegiatan 1
2
Pembangunan/Peningkatan Fasilitas Landasan a. Landasan Pacu b. Taxiway c. Apron d. Pekerjaan Tanah/Urugan Tanah e. RESA f. Overrun g. Turning Area h. Shoulder
Satuan
Jumlah
Miliar Rp 5,012,880,519
M2 M2 M2 M2 M2 M2 M2 M2
870,841 36,671 70,821 3,976,519 75,600 7,020 12,700 2,754,120
Pembangunan Fasilitas Bangunan dan terminal
VII-17 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Kegiatan a. b. c. d. e. f. g. h. 3
Gedung Terminal/ Terminal dan Taman Kansteen Kantor dan Bangunan Ops gedung khusus,rumah operasional Jalan & P.Parkir,Kargo Pagar Sumber Air Bersih Drainase,Box culvert,saluran
Pengadaan Fasilitas Keselamatan Penerbangan a. Navigasi dan Surveilance ADSB ILS DVOR & DME PAPI/REIL,RW L, TW.LIGHT, PALS RVR SYSTEM AFL system b. Komunikasi Penerbangan VHF-ER, VHF-APP HF-SSB VHF-PORTABLE UHF-HT AMSS/AMSC, ATIS, RADAR,RDARA,AMHS, RMATS Tower Set & Recorder c. Fasilitas Penunjang Keamanan dan Keselamatan WTMD HHMD X-RAY Cabin X-RAY Cargo X-RAY Bagage CCTV FIDS Sirine Windsock Tabung Pemadam Public Address System d. Fasilitas Listrik dan Penerangan Genset Penangkal Petir lampu Jalan, Taman, dan Landasan Power Daya Panel Distribusi UPS Conveyor Bel Flood Light/ Lampu Penerangan Solar Cell e. Kendaraan Penunjang PK-PPK COMANDO CAR Rescue Car Ambulance Patroli Tractor Mower, Ruway Sweeper Roda-4 Tangki Air Maintenance Roda-2 f. Fasilitas terminal dan lain-lain PABX kursi terminal AC Mesin Potong rumput Komputer (note book) g. Penunjang Faselektrikpen
Satuan
Jumlah
M2
33,401
M2 M2 M2 M2 Paket Paket Paket
231 29,390 10,604 150,358 137,490 2,006 9,132,070
Paket Paket Paket Paket Paket Paket
8 18 41 24 7 16
Paket Unit Unit Unit
4 20 25 83
Unit Unit
17 16
Paket Unit Paket Unit Unit Unit Paket Paket Paket Paket Unit
14 33 15 6 14 10 8 27 7 1245 10
Unit Set Unit Paket Paket Unit Unit Unit Unit
59 18 212 20 514 19 75 33 4
Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit
24 9 22 36 38 114 28 12 27 116
Paket Unit Unit Unit Unit Unit/Pk t/M2
21 413 201 71 194 2,814
Miliar Rp
VII-18 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Kegiatan 4.
Pelayanan Penerbangan Perintis dan Angkutan BBM di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Irian Jaya Barat
5.
Study: a. Pembuatan RTT Udara Pembuatan RTT Darat b. Master Plan c. Pembuatan KKOP,UKL-UPL, WGS84,Amdal dll Pembebasan Tanah/Sertifikat
6
Satuan
Jumlah
Rute Drum
97 2,193
Paket Paket Paket Paket
24 13 17 51
Paket
598,051
Miliar Rp
Sumber: Ditjen Perhubungan Udara, 2008 TABEL VII - 4 PROGRAM PENYELENGGARAAN PIMPINAN KENEGARAAN DAN KEPEMERINTAHAN Kegiatan 1. 2. 3.
4.
Belanja Pegawai Mengikat Gaji, tunjangan/vakasi dan lembur Belanja Pegawai Tidak Mengikat Belanja Barang Mengikat a. Pengadaan ATK b. Pengadaan Peralatan Penunjang c. Perjalanan Dinas d. Biaya Pemeliharaan e. Pengadaan Pakaian Dinas f. Pengadaan Makan Minum/Obat g. Pemeriksaan Kesehatan h. Pengadaan Suku Cadang Faslektrikpen i. Pengadaan Barang untuk pelaksanaan Tupoksi Belanja Barang tidak mengikat a. Biaya Sewa (Gedung, kendaraan, dll) b. Pokja perencanaan, keuangan, dan hukum c. Penunjang pelaksanaan tupoksi
Satuan
Volume
Miliar Rp
Satker
166
211,218,422
Satker
166
644,321,819
-
-
-
Sumber: Ditjen Perhubungan Udara, 2008
VII-19 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
VII-20 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
BAB VIII PEMBANGUNAN UNSUR PENUNJANG TRANSPORTASI A. KONDISI UMUM 1. Sekretariat Jenderal a. Pusat Kajian Transportasi
Kemitraan
dan
Pelayanan
Jasa
Salah satu fungsi utama pemerintah adalah menyelenggarakan pelayanan publik untuk pemenuhan publik atas kebutuhan barang dan jasa (good and services). Seiring dengan tuntutan masyarakat akan tegaknya sistem pemerintahan yang baik dan bersih, pemerintah dituntut tanggung jawabnya untuk dapat memenuhi kebutuhan publik secara baik, teratur dan transparan. Di dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, Pusat Kajian Strategis Pelayanan Jasa Perhubungan telah diubah menjadi “Pusat Kajian Kemitraan dan Pelayanan Jasa Perhubungan” yang merupakan unsur penunjang Departemen Perhubungan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perhubungan melalui Sekretaris Jenderal. Pusat Kajian Kemitraan dan Pelayanan Jasa Perhubungan mempunyai tugas melaksanakan kajian kemitraan dan pelayanan jasa transportasi serta evaluasi pengelolaan lingkungan hidup sektor transportasi. Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perhubungan tersebut maka Pusat Kajian Kemitraan dan Pelayanan Jasa Transportasi lebih berperan optimal mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kajian kebijakan investasi prasarana dan sarana publik bersama subsektor dan instansi terkait dalam bentuk kerjasama pemerintah dan swasta serta evaluasi pelayanan jasa transportasi dan pengelolaan lingkungan hidup di sektor transportasi. b. Biro Kepegawaian Dalam kondisi saat ini Departemen Perhubungan dihadapkan pada berbagai tantangan kondisi nyata Sumber Daya Manusia yang menuntut perubahan secara berkesinambungan. Kondisi nyata dimaksud antara lain: 1) Kinerja SDM Aparatur Perhubungan yang belum optimal sehingga mempengaruhi produktivitas tugas di Bidang Perhubungan yang antara lain disebabkan belum tersusunnya rencana umum pengembangan VIII-1 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
SDM Perhubungan / cetak biru pengembangan SDM Perhubungan sebagai acuan dalam penyusunan program pengembangan Sumber Daya Manusia di masa depan guna terwujudnya rencana umum pengembangan SDM Perhubungan yang terstruktur dan handal dengan mengacu kepada Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional serta sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam upaya mewujudkan SDM Perhubungan yang berkualitas. 2) Nuansa birokratis sangat mempengaruhi pola kerja SDM Perhubungan dewasa ini, yang diindikasikan oleh belum proporsionalnya besaran serta kemampuan organisasi pemerintah dalam mencapai visi dan misi untuk mengadaptasi perubahan-perubahan dalam implementasi sistem ketatalaksanaan pembangunan pemerintah, dan kecilnya pangsa SDM Perhubungan khususnya di level operator berpendidikan menengah ke bawah dengan tingkat kompetensi yang belum memadai. 3) Kecenderungan terpolanya lingkungan kerja masa depan yang sekaligus menggambarkan antar kegiatan dengan layanan antar moda yang saling terintegrasi secara kesisteman. Lingkungan kerja masa depan yang terbentuk akibat peran sentral teknologi transportasi dan telematika tersebut telah melahirkan realitas baru, yaitu baik cerminan nuansa keterhubungan global maupun mobilitas global antara subsistem-subsistem kegiatan. 4) Meningkatnya tuntutan konsumen atau pengguna jasa terhadap kualitas layanan jasa dan mengharapkan dapat dicapainya : a) Kondisi persaingan yang sehat, efisien dan berkelanjutan dalam penyelenggaraan jasa yang pada gilirannya dapat memberdayakan ekonomi nasional; b) Pemerataan manfaat persaingan atau kompetisi bagi pengguna jasa, baik penyelenggara maupun pemerintah dan akhirnya bagi bangsa dan negara Indonesia; c) Perlindungan terhadap pengguna jasa perhubungan dalam hal kualitas pelayanan yang diterima, harga yang harus dibayar dan variasi atau ragam pilihan yang diperoleh; d) Regulator yang efektif menegakkan (enforce) peraturan dan regulasi dan persyaratan dalam lisensi atau perijinan; e) Peningkatan kinerja Sumber Daya Manusia Perhubungan yang mempunyai kompetensi sesuai bidangnya dan berkualitas di segala sektor sebagai
VIII-2 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
faktor pendukung dalam implementasi kebijakan atas teselenggaranya pelayanan prima. Menghadapi tantangan tersebut di atas, Departemen Perhubungan secara langsung dihadapkan pada kompetisi yang sangat ketat baik secara nasional maupun internasional dalam hal meningkatkan kualitas produk pelayanan dan jasa perhubungan yang pada akhirnya mempunyai implikasi terhadap kesiapan kualitas SDM Aparatur Perhubungan. Sampai dengan akhir tahun 2007 jumlah pegawai Departemen Perhubungan 31.231 orang dengan rincian 26438 jenis kelamin laki-laki, 4793 jenis kelamin perempuan, 935 orang pegawai Setjen, 213 orang pegawai Itjen, 661 orang pegawai Ditjen Hubdat, 18.392 orang pegawai Ditjen Hubla, 6.677 orang pegawai Ditjen Hubud, 365 orang pegawai Ditjen Perkeretaapian, 2.398 orang pegawai Badan Diklat, 252 orang pegawai Badan Litbang, dan 1.338 orang pegawai Basarnas. Komposisi pendidikan terdiri dari 16 pegawai lulusan doktor, 801 pegawai lulusan magister, 95 pegawai lulusan spesialis, 4.779 pegawai lulusan sarjana, 322 pegawai lulusan diploma-IV(DIV), 2.834 pegawai lulusan D-III, 653 pegawai lulusan D-II, 357 pegawai lulusan D-I, 16.994 pegawai lulusan SLTA, 2.507 pegawai lulusan SLTP dan 1.873 pegawai lulusan SD. c. Biro Keuangan Berdasarkan peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan yang disempurnakan dengan KM. 37 Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 36 Tahun 2006, pada Pasal 47 Biro Keuangan dan Perlengkapan Sekretariat Jenderal Departemen Perhubungan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan keuangan dan administrasi perlengkapan di lingkungan Departemen Perhubungan. Dengan banyaknya perubahan-perubahan yang terjadi dan menjadi tuntutan para pelaksana pengelola anggaran, maka yang ditempuh Biro Keuangan dan Perlengkapan meliputi : 1) Menetapkan kriteria-kriteria dalam pembinaan pelaksanaan anggaran dalam hal revisi dan pelaporan serta penyiapan bahan pembinaan teknis penyusunan POK; VIII-3 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
2) Memprioritaskan penyusunan laporan realisasi daya serap sebagai bahan evaluasi dan perlunya revisi anggaran; 3) Mengembangkan sistem pelaporan yang cepat dan akurat guna kebutuhan pimpinan dalam mengambil keputusan; 4) Mengembangkan bank data dan jaringan informasi untuk pelaksanaan anggaran; 5) Melakukan Pelatihan dan Pembinaan Sistem Akuntansi Instansi dan pengelolaan Barang Milik Negara di Kantor/Satker di lingkungan Departemen Perhubungan; 6) Memberikan pelayanan dan sosialisasi kepada para pengelola anggaran tentang peraturan yang berkaitan dengan keuangan; 7) Melakukan pembinaan PNBP dan pelaporan di Kantor / Satker di lingkungan Departemen Perhubungan. 2. Inspektorat Jenderal Realisasi pelaksanaan pengawasan aparatur negara yang telah dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal selama tahun 2007 sebanyak 3.799 temuan, telah selesai ditindaklanjuti sebanyak 1.128 temuan dan sebanyak 2.670 temuan dalam proses penyelesaian. Temuan dari BPKP pusat dan BPKP Propinsi seluruhnya 295 temuan, telah selesai ditindaklanjuti sebanyak 146 temuan, dan masih terdapat 149 temuan belum selesai diitndaklanjuti. Hasil pemeriksaan BPK-RI tahun 2007 di lingkungan Departemen Perhubungan terdapat sebanyak 158 temuan dan 242 saran. Pada bulan Februari 2008 telah dilakukan pemuthahiran data tindak lanjut pemeriksaan BPK-RI dengan Departemen Perhubungan. Dari pemutakhiran data tindak lanjut BPK-RI menyatakan selesai sebanyak 233 saran (92,15%), masih dalam proses penyelesaian sebanyak 15 saran (6,2%) dan belum selesai ditindaklanjuti sebanyak 4 saran (1,65%). Dalam melaksanakan pengawasan, Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan melakukan koordinasi dengan beberapa instansi terkait, yaitu : a. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Koordinasi yang dilakukan dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara selaku koordinator pengawasan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, meliputi permasalahan pengawasan secara umum dan pengawasan masyarakat yang disalurkan melalui Kotak Pos 5000. b. Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri
VIII-4 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri selaku koordinator pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan bersama dengan Inspektorat Jenderal Departemen/LPND lainnya berkoordinasi mengenai penyusunan RPKPT Tahunan dalam rangka sinergi pelaksanaan pengawasan. Pelaksanaan pengawasan juga dilakukan melalui koordinasi dengan Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) atau Inspektorat Propinsi di tingkat propinsi. c. Koordinasi Pengawasan Dengan BAWASDA Dalam rangka mencapai hasil audit yang optimal dan didukung oleh Institusi Pengawasan di Daerah (Bawasda Propinsi) di masa yang akan datang, maka pelaksanaan koordinasi antara Inspektorat Jenderal Departemen dengan Bawasda Propinsi dilakukan pada awal tahun anggaran 2008, agar pelaksanaan audit Inspektorat Jenderal di UPT/Satker di Dinas Perhubungan dapat diinformasikan ke Bawasda Propinsi lebih awal. Sebelum pelaksanaan koordinasi, Inspektorat Jenderal menginformasikan rencana tersebut dalam Surat kepada Kepala Bawasda Propinsi sesuai lokasi obyek audit dalam Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) Tahun 2009. d. Koordinasi dengan Dinas Perhubungan Inspektorat Jenderal melaksanakan koordinasi dengan Dinas Perhubungan sehubungan dengan peraturan mengenai Tata Hubungan Kerja Departemen Perhubungan dengan Pemerintah Propinsi c.q. Dinas Perhubungan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 4 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. e. Koordinasi dengan Aparat Pengawasan Fungsional lainnya Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan melakukan koordinasi dengan Aparat pengawasan lainnya berkaitan dengan klarifikasi temuan hasil audit Aparat Pengawasan Fungsional, Kejaksaan Agung berkaitan dengan temuan yang berindikasi tindak pidana korupsi, BPK-RI berkaitan dengan pemutakhiran data tindak lanjut temuan hasil pemeriksaan BPK-RI dan BPKP yang berkaitan dengan pemutakhiran data tindak lanjut temuan hasil pemeriksaan BPKP. Dalam rangka meningkatkan mutu kinerja di dalam lingkungan tugas setiap instansi dan satuan organisasi, berdasarkan VIII-5 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Kep. Men PAN nomor KEP/46/M.PAN/4/2004 dan surat edaran Menteri Perhubungan nomor: SE 1 Tahun 2007 diperlukan adanya pengendalian terhadap aparatur melalui Pengawasan Melekat. Inspektorat Jenderal selaku Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) mengevaluasi pelaksanaan Pengawasan Melekat dan evaluasi LAKIP Unit Kerja Eselon I di lingkungan Departemen Perhubungan. Dalam pelaksanaan Pengawasan Melekat, setiap Unit Kerja Eselon I secara berjenjang wajib melaksanakan dan mensosialisasikan Pengawasan Melekat, dan setiap Unit Kerja Eselon II pada akhir tahun wajib menyusun laporan evaluasi pelaksanaan Pengawasan Melekat di lingkungan masing-masing yang dipadukan menjadi laporan evaluasi pelaksanaan Pengawasan Melekat Unit Kerja Eselon I. 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan telah dikembangkan berbagai pemikiran dan pengkajian di sektor perhubungan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada para pengguna jasa. Pada umumnya penelitian yang telah diprogramkan dapat diselesaikan, meskipun sering dijumpai hambatan/kendala baik teknis pelaksanaan maupun materi/data yang kurang tersedia. Bentuk pemanfaatan hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Litbang dibagi dalam 3 (tiga) kelompok yaitu : bahan masukan dalam perumusan kebijakan perhubungan; bentuk publikasi ilmiah, baik internal, nasional maupun internasional; dan pembinaan sumber daya manusia, dalam bentuk forum temu karya peneliti. Selama tahun 2007 Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan telah menghasilkan 166 studi yang terbgai dalam 62 judul studi besar, 22 judul studi sedang dan 82 judul studi kecil yang merupakan bahan masukan guna perumusan kebijakan perhubungan; 26 kegiatan penunjang (temukarya, lokakarya, ceramah ilmiah dan seminar) serta 14 buku/ publikasi ilmiah yang tercakup dalam warta penelitian, jurnal dan buletin. 4. Badan Pendidikan dan Pelatihan Pengelolaan SDM Perhubungan pada saat ini mulai dilakukan dengan pendekatan manajemen sumber daya manusia, menetapkan Standar Kompetensi, khususnya dalam hal pola karir, pola mutasi dan pola pelaksanaan Diklat yaitu dengan disempurnakannya Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.464/DL.005/PHB.82 tanggal 15 Desember 1982 tentang Pola Pendidikan dan Pelatihan Perhubungan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2007 tentang Pendidikan dan Pelatihan Transportasi. Dengan berlakunya kebijakan otonomi daerah, Departemen Perhubungan telah memberikan VIII-6 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
sebagian besar kewenangannya kepada Pemerintah Daerah melalui kebijakan Desentralisasi Kewenangan, sehingga sebagian SDM Perhubungan telah dilimpahkan kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. Dalam upaya menunjang penyelenggaraan kegiatan pada sektor perhubungan, dibutuhkan penyediaan Sumber Daya Manusia yang memiliki kompetensi, handal, terampil, ahli di bidang transportasi darat, laut, udara, dan perkeretaapian serta memiliki daya saing tinggi. Melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan transportasi telah dihasilkan lulusan diklat yang berkualitas, berstandar nasional maupun internasional serta memiliki disiplin, tanggung jawab dan integritas yang tinggi terhadap profesinya. Sampai dengan tahun 2007 jumlah lulusan diklat perhubungan sebanyak 409.375 orang yang terdiri dari diklat awal 6.426 orang, diklat prajabatan 4.532 orang, diklat penjenjangan 757 orang, diklat teknis 396.906 orang dan diklat Luar Negeri 667 orang. Disamping itu telah dilakukan kerjasama pendidikan Pascasarjana Transportasi (magister dan doktor) dalam negeri dengan ITB, ITS, UGM, UNDIP dan UI, selain itu juga dilakukan Pengembangan Program Diklat Non Diploma untuk penerbang (Multicrew Pilot License/PC200, Aircraft Inspector Plus/AIP-60, ATC Inspector Plus/AIP-30), Pelaut (Officer Plus/OP-60) serta Darat (Praja-40 dan KA-30), menyiapkan Program Pendidikan Lanjutan (Double Degree) S2 dan S3 External kerjasama dengan UGM dan Universitas yang ada di Swedia dan ITB dengan Universitas yang ada di Belanda, peningkatan kualitas/kuantitas Tenaga Pengajar melalui Program Beasiswa S2, S3, TOT serta peningkatan kompetensi teknis bagi instruktur/pelatih dan Penyelenggaraan Ikatan Dinas serta Diklat Penyegaran bagi pegawai. Pusdiklat Aparatur Perhubungan dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.62 Tahun 2005 tanggal 6 Oktober 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan. Pusdiklat Aparatur Perhubungan dibentuk dalam rangka menyiapkan pimpinan dengan bekal kemampuan yang lengkap diantaranya kemampuan teknis professional dan kemampuan manajerial dengan visi dan misi yang jauh ke depan serta menghasilkan para lulusan yang mampu mengoperasikan peralatan kantor yang modern dengan menggunakan teknologi informasi mutakhir baik lisan maupun gambar dengan program-program diklat fungsional, struktural, intermodal, keselamatan dan bahasa. 5. Badan Sar Nasional Dalam rangka meningkatkan peranan Badan SAR Nasional dalam pelaksanaan pencarian dan penyelamatan secara cepat, tepat dan akurat terhadap manusia dalam terjadinya VIII-7 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
musibah pelayaran, musibah penerbangan dan bencana lainnya (termasuk bencana alam), telah dilakukan perubahan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2000 menjadi Peraturan Peme- rintah Nomor 36 Tahun 2006 tentang Pencarian dan Pertolongan. Sebagai tindak lanjut perubahan telah dilakukan penataan kembali terhadap kedudukan dari Badan SAR Nasional yaitu dengan menjadikannya sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dengan surat Menteri Perhubungan Nomor HK 006/2/4 Phb-06, tanggal 8 Desember 2006, telah diusulkan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara tentang pembentukan LPND Badan SAR Nasional, dan setelah melalui pembahasan bersama dengan staf Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Sekretariat Kabinet dan Departemen Keuangan terhadap usulan dimaksud, maka telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2007 tentang Badan SAR Nasional. Sejalan dengan ilmu perkembangan moda transportasi serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang transportasi, maka mobilitas manusia dan barang dari suatu tempat ketempat lainnya baik dalam lingkup nasional maupun internasional mempunyai resiko tinggi, yaitu adanya kemungkinan terjadi kecelakaan yang menimpa pengguna jasa transportasi darat, perkeretaapian, laut, dan udara. Badan SAR Nasional sebagai salah satu penunjang transportasi di bidang pencarian dan pertolongan berkewajiban untuk melakukan usaha dan kegiatan mencari, menolong, dan menyelamatkan jiwa manusia yang hilang dan dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam musibah pelayaran dan/atau penerbangan, atau bencana atau musibah lainnya. Pada tahun 2005 telah dilakukan kegiatan antara lain pengadaan kendaraan rapid deyloyment land SAR 8 unit. Pengadaan ground support and tools helicopter. Pengadaan instrument and navigation kit. Pembangunan prasarana ruangan peralatan komunikasi dan jaringan system komunikasi SAR. Pengembangan peralatan SAR di 13 Kantor SAR. Pengembangan sarana gedung kantor di 8 kantor SAR. Pengembangan prasarana pendukung gedung kantor di 13 kantor SAR. Pada Tahun Anggaran 2006, berdasarkan kegiatan yang tercantum dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kantor Pusat dan Kantor SAR daerah berjumlah Rp. 195.975.699.000,- dengan rincian kegiatan pembangunan sebagai berikut : Pembangunan prasarana penunjang proyek IDB pada 14 kantor SAR,pengadaan 11 unit rapid deployment land SAR, pengadaan 2 unit rescue boat, pengadaan 1 paket rescue hoist, pengadaan emergency floating helikopter, pembangunan prasarana penunjang 17 gedung kantor SAR, pengembangan VIII-8 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
sarana gedung kantor di 6 lokasi kantor SAR, pengembangan peralatan SAR pada 18 lokasi kantor SAR Tingkat keberhasilan penanganan musibah yang ditangani badan SAR Nasional tergambar dalam tabel dibawah ini. TABEL VIII-1 KINERJA PELAYANAN SAR NASIONAL TAHUN 2006-2007 JENIS MUSIBAH
TAHUN 2006
TAHUN 2007
KETERANGAN
1. Pelayaran − Selamat − Meninggal − Luka Berat − Luka Ringan − Hilang
2.536 1.985 154 7 12 378
3.692 2.812 268 4 9 599
Tahun 2007 Jumlah kejadian 173 kali dengan jumlah korban 3.692 orang
2. Penerbangan − Selamat − Meninggal − Luka Berat − Luka Ringan − Hilang
907 868 18 12 7 2
551 348 24 0 75 104
Tahun 2007 Jumlah kejadian 12 kali dengan jumlah korban 551 orang
3. Lain – lain − Selamat − Meninggal − Luka Berat − Luka Ringan − Hilang
2.460 708 713 232 549 258
1.180 106 436 240 318 80
Tahun 2007 Jumlah kejadian 131 kali dengan jumlah korban 1.180 orang
Sumber: Badan Sarnas, 2008
Dari tabel di atas. dapat disimpulkan bahwa jumlah musibah yang ditangani Badan SAR Nasional jumlahnya sangat bervariasi. Lamanya waktu penanganan operasi SAR sangat bergantung kepada sarana dan prasana pendukung operasi di lapangan. Disamping itu faktor medan dan alam sangat mempengaruhi keberhasilan peranan operasi SAR di lapangan. Dalam upaya meningkatkan tindak awal penanganan operasi SAR agar team rescue dapat tiba dilokasi dengan tepat dan cepat pada Tahun Anggaran 2007 melalui program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan kepemerintahan seta Program Pencarian dan Penyelamatan dengan anggaran murni sebesar Rp. 190,8 miliar dan Pinjaman Luar Negeri sebesar 35 miliar telah dilaksanakan untuk kegiatan pengadaan 2 unit rescue boat ukuran 28 M dan 36 M, pengadaan truk angkut personil sebanyak 24 unit, pengadaan 1 unit rescue hoist, pengadaan 1 set emergency floating, pengadaan 5 paket alat selam, pengadaan 5 set hydraulic rescue tool, pembangunan mess rescuer pada 12 lokasi Kantor SAR, pengadaan 5 unit rescue car, pengadaan motor all train 40 unit, pengadaan genset berikut power house pada 20 lokasi kantor SAR, Pembebasan tanah untuk perluasan kantor SAR seluas 20.978 M2, pembangunan gedung VIII-9 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
kantor SAR seluas 1.210 M2, pembangunan gudang pada 4 lokasi kantor SAR serta pengadaan peralatan SAR dan pengadaan 1 set avionic pesawat helicopter BO-105, disamping dipergunakan untuk kegiatan belanja pegawai dan belanja barang untuk mendukung kegiatan operasional. B. SASARAN 1. Sekretariat Jenderal a. Pusat Kajian Transportasi
Kemitraan
dan
Pelayanan
Jasa
Sasaran Pusat Kajian Kemitraan dan Pelayanan Jasa Transportasi adalah : 1) Terwujudnya pelaksanaan kajian kemitraan investasi infrastruktur sektor transportasi
dan
2) Terwujudnya pelaksanaan kajian pelayanan jasa transportasi 3) Terwujudnya pelaksanaan kajian pedoman evaluasi pengelolaan lingkungan hidup sektor transportasi. 4) Terwujudnya pelaksanaan kegiatan penunjang Pusat Kajian Kemitraan dan Pelayanan Jasa Transportasi. b. Sekretariat Jenderal (diluar Pusat Kajian Kemitraan dan Pelayanan Jasa Transportasi) Sasaran adalah terwujudnya : 1) Dokumen rencana dan program sebagai acuan dalam penyelenggaraan perhubungan; 2) Pengelolaan SDM Aparatur melalui manajemen SDM yang professional;
pendekatan
3) Tata kelola keuangan Negara, penyusunan laporan keuangan yang akurat/lengkap dan akuntabel, inventarisasi barang milik Negara/revaluasi asset yang efektif dan efisien serta intensifikasi dan ekstensifikasi PNBP serta tersusunnya Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) di lingkungan Dephub; 4) Melakukan pembinaan dan koordinasi penyusunan rencana pelaksanaan anggaran, intensifikasi dan ekstesifikasi PNBP, tata laksana keuangan negara, inventarisasi barang milik Negara / revaluasi aset, pengadaan barang dan jasa dan pemanfaatan barang milik negara yang belum dimanfaatkan. 5) Reformasi kelembagaan dan peraturan perundangundangan di bidang perhubungan;
VIII-10 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
6) Kerjasama luar negeri baik dalam skala regional maupun global; 7) Hubungan pers dan media serta hubungan antar lembaga yang harmonis, efektif dan efisien; 8) Sistem informasi manajemen handal dan dinamis.
perhubungan
yang
2. Inspektorat Jenderal Sasaran Inspektorat Jenderal adalah terwujudnya : a. Terwujudnya kehandalan pengendalian perencanaan pengawasan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan; b. Terwujudnya koordinasi dan pengawasan lintas sektoral serta pembinaan teknis pengawasan perhubungan; c. Terwujudnya sistem informasi dan peraturan di bidang pengawasan; d. Terwujudnya audit khusus terprogram, non terprogram, audit gabungan Itjen-Bawasda serta survai transportasi; e. Terwujudnya analisis dan evaluasi hasil pengawasan dan pelaksanaan tindak lanjut hasil audit di lingkungan Departemen Perhubungan; f.
Terwujudnya pendidikan teknis dan fungsional;
g. Terwujudnya tertib administrasi anggaran di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Perhubungan; h. Terwujudnya sarana dan prasarana kerja. 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Sasaran Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan adalah meningkatnya kuantitas dan kualitas hasil penelitian dan pengembangan serta pemanfaatannya untuk perumusan kebijakan Perhubungan dengan prioritas penelitian dan pengembangan pada pemecahan isu-isu strategis yang berkembang dan kebijakan umum Sistranas. 4. Badan Pendidikan dan Pelatihan Sektor transportasi merupakan sektor yang dalam implementasinya selalu melibatkan banyak pihak/lintas sektor dan multidisiplin. Dengan demikian upaya untuk memfokuskan perhatian terhadap aspek sumber daya manusia dan aspek sosial yang melingkupinya dalam meningkatkan keselamatan transportasi perlu suatu rumusan dan kajian yang melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu Sasaran pembangunan Badan Diklat Perhubungan diarahkan kepada upaya penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan VIII-11 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
bidang transportasi guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih maju. Untuk mendukung perwujudan masyarakat yang lebih maju maka penyelenggaraan Diklat Perhubungan difungsikan melalui penyediaan tenaga pendidik, sarana dan prasarana diklat, kurikulum dan silabus yang berlaku secara nasional dan internasional, serta restrukturisasi dan reformasi kelembagaan dan sistem manajemen diklat. Dengan memperhatikan arah penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tersebut diatas, sasaran pembangunan Badan Diklat Perhubungan sebagai berikut : a. Peningkatan kualitas/kuantitas Tenaga Pengajar melalui Program Beasiswa S2, S3, TOT dan Penyelenggaraan Ikatan Dinas serta Diklat Penyegaran bagi pegawai; b. Penyempurnaan regulasi / peraturan – peraturan yang terkait dengan Diklat serta menindaklanjuti KM. 52 Tahun 2007 tentang Pendidikan dan Pelatihan Transportasi dan paket Undang-Undang Transportasi (Darat, Laut, Udara dan Perkeretaapian); c. Pembangunan, Peningkatan dan Modernisasi sarana dan prasarana diklat secara bertahap sebagai upaya pengembangan dan pembentukan kompetensi, attitude dan budaya kerja SDM transportasi; d. Pengembangan Kurikulum dan Silaby Diklat (Harmonization, Compliance and Demand Fullfillment Curriculum) berbasis kompetensi dan perkembangan teknologi informasi; e. Penyempurnaan Kelembagaan Diklat Perhubungan dan Pembentukan Badan Layanan Umum dalam rangka meningkatkan kinerja Keuangan dan Operasional UPT Diklat Perhubungan; f.
Peningkatan kerjasama dengan pihak ketiga antara lain operator, pemerintah daerah dalam hal penyelenggaraan diklat dan penempatan lulusan diklat.
5. Badan SAR Nasional Sasaran Badan SAR Nasional adalah terwujudnya : a. Tertib administrasi di lingkungan Basarnas; b. Kecukupan Sarana dan prasarana SAR; c. Penyelenggaraan operasi SAR. C. STRATEGI Pembangunan pendukung transportasi tahun 2009 dilaksanakan dengan arah kebijakan sebagai berikut : 1. Sekretariat Jenderal
VIII-12 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
a. Pusat Kajian Kemitraan Pelayanan Jasa Transportasi 1) Mengupayakan setiap pelaksanaan kegiatan dapat menghasilkan rekomendasi yang implementatif. 2) Mendorong percepatan penyediaan infrastruktur transportasi melalui kerjasama pemerintah swasta. b. Sekretariat Jenderal (diluar Pusat Kajian Kemitraan Pelayanan Jasa Transportasi) 1) Menyusun kerangka makro perencanaan dan kebijakan penyelenggaraan perhubungan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance; 2) Merumuskan dan mengkoordinasikan penyusunan peraturan perundang-undangan dan kerjasama luar negeri; 3) Merumuskan kebijakan pentarifan dengan mempertimbangkan aspek pasar, kepentingan produsen, konsumen dan pemerintah; 4) Membangun SDM Aparatur Departemen Perhubungan yang profesional, netral, akuntabel, beretika sesuai dengan nilai-nilai Lima Citra Manusia Perhubungan; 5) Melakukan kajian kelembagaan dan ketatalaksanaan menuju kelembagaan dan ketatalaksanaan yang verbasis kinerja dan kemanfaatan hasil (Out Come); 6) Melakukan tata laksana keuangan Negara, inventarisasi barang milik Negara/ revaluasi asset, pengadaan barang/jasa, pemanfaatan barang milik negara yang belum dimanfaatkan, serta intensifikasi dan ekstensi fikasi PNBP serta tersusunnya Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) di lingkungan Dephub; 7) Membangun citra publik (image building) melalui harmonisasi fungsi kehumasan dan hubungan antar lembaga; 8) Melakukan pembinaan dan pengembangan sistem informasi manajemen perhubungan melalui penggunaan data base dan sistem pengolahan data. 2. Inspektorat Jenderal a. Meningkatkan kualitas pelaksanaan audit, untuk mendukung terlaksananya tugas, pokok dan fungsi Inspektorat Jenderal dengan penyusunan rencana, evaluasi program kerja audit dan penyusunan LAKIP serta pelaksanaan Waskat; b. Meningkatkan analisis dan evaluasi pengawasan; VIII-13 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
c. Meningkatkan kerjasama lintas sektoral; d. Mengembangkan sistem informasi data dan kepustakaan di bidang pengawasan; e. Meningkatkan keberhasilan pemantauan tindak lanjut hasil audit; f.
Meningkatkan kualitas review laporan keuangan di lingkungan Departemen Perhubungan;
g. Melaksanakan pantauan dan penyajian data kegiatan angkutan lebaran, haji, natal dan tahun baru; h. Meningkatkan kualitas SDM yang handal dalam bidang pengawasan dan dapat menguasai penggunaan perangkat teknologi informasi; i.
Mewujudkan tertib administrasi keuangan dan kegiatan;
j.
Menyediakan sarana dan prasarana pengawasan yang memadai.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan a. Melaksanakan penelitian kebijakan peningkatan pelayanan transportasi nasional; peningkatan Keselamatan dan Keamanan Transportasi; peningkatan Pembinaan Pengusahaan Transportasi Nasional; Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia dan Iptek; peningkatan Pemeliharaan dan Kualitas Lingkungan Hidup serta Penghematan Penggunaan Energi; peningkatan Penyediaan Dana Pembangunan Transportasi; dan peningkatan Kualitas Administrasi Negara di Sektor Transportasi; b. Meningkatkan kualitas SDM melalui keikutsertaan dalam seminar/workshop, pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan baik di dalam maupun di luar negeri; c. Meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian dan pengembangan, secara terkoordinasi melalui peningkatan kerjasama dengan BUMN, BUMD, perusahaan swasta, masyarakat, akademisi, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan lembaga penelitian lain; d. Mengembangkan kerjasama yang aktif dengan lembaga penelitian internasional dalam rangka inovasi dalam system transportasi; e. Mengupayakan agar tersedia data base transportasi, data hasil penelitian, informasi teknologi dan inovasi dalam bidang transportasi tersedia bagi peneliti, perusahaan jasa transportasi dan bagi berbagai tingkat pemerintahan; f. Meningkatkan pemanfaatan teknologi kegiatan penelitian dan pengembangan;
baru
VIII-14 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
dalam
g. Meningkatkan kualitas dan kuantitas referensi text book dan akses informasi melalui internet pada perpustakaan Badan Litbang Perhubungan; h. Mengembangkan prasarana penelitian dalam rangka antisipasi lebih dini perubahan strategis dan pemecahan masalah-masalah transportasi melalui penyediaan balai-balai litbang baik di pusat maupun daerah dalam mendukung perwujudan Sistranas. 4. Badan Pendidikan dan Pelatihan a. Meningkatkan frekuensi dan jenis Diklat Perhubungan dengan indikator tersedianya tenaga kerja bidang transportasi yang professional dan berdaya saing tinggi sesuai kriteria dan standar profesi secara nasional dan internasional. b. Melakukan pembinaan, restrukturisasi dan reformasi manajemen penyelenggaraan diklat perhubungan dengan indikator penyelenggaraan program diklat sektor transportasi yang efektif dan efisien. c. Melaksanakan pembangunan/peningkatan/moder nisasi sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan dengan indikator terpenuhinya standar sarana prasarana sesuai konvensi nasional dan internasional. d. Melakukan pengembangan institusi penyelenggaraan diklat Perhubungan dengan indikator perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia. e.
Melakukan evaluasi dan mengembangkan kurikulum dan silabus Diklat dengan indikator lulusan Diklat Transportasi yang memiliki kompetensi, disiplin, tang- gung jawab dan integritas yang tinggi sehingga mampu bersaing dalam era globalisasi baik di pasar nasional maupun internasional.
f.
Melakukan akreditasi institusi Diklat Perhubungan (pemerintah, BUMN, Swasta) dengan indikator terciptanya lulusan Diklat Perhubungan yang dapat memenuhi standar minimum.
g.
Melakukan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia yang berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti.
h.
Mencukupi kebutuhan tenaga kependidikan (kuantitas dan kualitas) serta meningkatkan kemampuan akademik, professional dan jaminan kesejahteraan tenaga pendidik, sehingga tenaga pendidik mampu VIII-15 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
berfungsi secara optimal, agar dapat dihasilkan lulusan yang memiliki kompetensi, disiplin, tanggung jawab dan integritas yang tinggi. i.
Melaksanakan pembaharuan sistem pendidikan transportasi termasuk kurikulumnya dengan mengembangkan pendidikan untuk memperoleh gelar akademis dan pendidikan yang berbasis kompetensi.
j.
Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun diluar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai serta berbasis pada kompetensi.
k.
Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.
l.
Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan IPTEK dan seni.
m.
Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh kompo- nen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya.
5. Badan SAR Nasional a. Mengupayakan terwujudnya penyelenggaraan operasi SAR yang efektif dan efisien melalui upaya tindak awal yang maksimal; b. Mengupayakan pengerahan potensi SAR yang didukung oleh SDM yang profesional; c. Mengupayakan fasilitas SAR yang memadai; d. Mengupayakan prosedur kerja SAR yang mantap. D. PROGRAM PEMBANGUNAN Pembangunan pendukung transportasi tahun 2009 dilaksanakan dalam beberapa program sebagai berikut : 1. Sekretariat Jenderal a. Pusat Kajian Kemitraan Pelayanan Jasa Transportasi
VIII-16 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
TABEL VIII-2 PROGRAM PENDUKUNG PENGEMBANGAN TRANSPORTASI ANTAR MODA NO 1
KEGIATAN Kajian
Kinerja
Operasional
Kapal
SATUAN
JUTA Rp
Paket
611.059
Paket
610.934
Paket
610.690
Paket
613.859
Paket
1.293.74
Penye-
berangan Dalam Rangka Peningkatan Pelayanan kepada Pengguna Jasa 2
Kajian Pelayanan Aksesibilitas Angkutan Jalan Menuju Bandara di Indonesia
3
Pemantauan dan Evaluasi Fasilitas Keamanan Terminal Penumpang Angkutan Laut
4
Pemantauan dan Evaluasi Infrastruktur Kepelabuhanan Yang Dikerjasamakan dengan Pihak Swasta
5
Pemantauan dan Evaluasi Pelayanan Angkutan Penumpang
Haji
di
Bandara
Embarkasi/
8
Debarkasi Tahun 2009 6
Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Jasa
Paket
711.329
Groundhandling di Bandara 7
Monitoring dan Sosialisasi P4GN
Paket
385.725
8
Pemantauan dan Evaluasi Tindak Lanjut Hasil
Paket
908.978
Penilaian Unit Pelayanan Publik Departemen Perhubungan 9
Pembinaan Jabatan Fungsional PEDAL Dephub
Paket
521.607
10
Capacity Building Tata Cara Pengelolaan KPS
Paket
284.970
11
Sinkronisasi
Infra-
Paket
610.690
Selatan
Paket
584.226
Paket
512.226
Paket
563.226
Paket
572.336
Paket
643.464
Paket
798.280
Sektor Transportasi Program
Pembangunan
struktur Transportasi dengan Pola KPS 12
Kajian
Pemanfaatan
Jalan
Lintas
Dalam Upaya Mengurangi Beban Jalan Lintas Utara Pulau Jawa 13
Kajian Pengembangan Angkutan Kereta Api Barang Dalam Rangka Meningkatkan Efisiensi Komponen Biaya Transportasi
14
Kajian Penyusunan Model dan Kriteria Kelayakan Proyek KPS Pembangunan Infrastruktur Transportasi
15
Kajian
Peluang
KPS
pada
Pemba-
ngunan/Pengembangan Pelabuhan Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran 16
Kajian
Penyusunan
Pembentukan
BLU
Konsep
Pedoman
Dalam
Rangka
Pengembangan UPT Transportasi Laut 17
Kajian
Gangguan
Pelayanan
Lingkungan
Operasional
terhadap
Penerbangan
(Bird
Strike, Layang-layang, dll)
VIII-17 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
18
Kajian Konsepsi Bandara yang Berwawasan Lingkungan
Dalam
Rangka
Paket
818.743
Paket
797.990
Antisipasi
Perubahan Iklim 19
Kajian
Dampak
Perubahan
Harga
BBM
Terhadap Daya Saing Penerbangan Nasional
Sumber : PKK PJT, Setjen, 2008
b. Sekretariat Jenderal (diluar Pusat Kajian Kemitraan Pelayanan Jasa Transportasi) TABEL VIII – 3 PROGRAM PENINGKATAN SARANA DAN PRASARANA APARATUR NEGARA No
Kegiatan
Satuan
Juta Rp
1
Pembangunan /pengadaan/peningkatan sarana dan prasarana
M2
220
2
Pembinaan dan penyelenggaraan administrasi pendidikan dan pelatihan
Tahun
224.84
3
Pengelolaan Gedung dan Rumah Negara
Tahun
17,110.22
4
Pengadaan Kendaraan
Unit
1,440.00
5
Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan Gedung
Tahun
14,504.51
6
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Tahun
2,118.97
7
Penyelenggaraan pengarusutamaan gender
Orang
519.59
8
Pengadaan / Pengiriman Buku dan Bahan Cetakan
Tahun
384.89
Sumber : Biro Umum, Setjen, 2008 TABEL VIII-4 PROGRAM PENERAPAN KEPEMERINTAHAN YANG BAIK No
Kegiatan
Satuan
Juta Rp
1
Pengelolaan Gaji Honorarium dan Tunjangan
Tahun
44,395.74
2
Pelayanan Publik dan Birokrasi
Tahun
9,660.39
3
Konservasi energi kantor pusat di lingkungan Dephub
Paket
660
4
Pembinaan/koordinasi/pelaksanaan ring, eva luasi dan pelaporan
Tahun
5,160.15
monito-
Sumber : Biro Umum, Setjen, 2008
VIII-18 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
2. Inspektorat Jenderal TABEL VIII-5 PROGRAM PENDUKUNG PENINGKATAN PENGAWASAN DAN AKUNTABILITAS APARATUR NEGARA No
KEGIATAN
SATUAN
JUTA Rp
1.
Akuntansi keuangan negara dan inventarisasi kekayaan negara
Paket
549.248
2.
Pengawasan & pemeriksaan
Paket
31,163.54
3.
Pembinaan /koordinasi/pelaksanaan monitoring, eva luasi dan pelaporan
Paket
6,171.298
4.
Peningkatan sarana prasarana pengawasan
Paket
443.565
5.
Pengembangan kapasitas/kualitas SDM Aparatur
Keg
837.20
6.
Pelaksanaan INPRES Nomor 5 Tahun 2004 (Percepatan Pemberantasan Korupsi)
Keg
1,644.06
Sumber : Inspektorat Jenderal, 2008.
3.
Badan Penelitian dan Pengembangan TABEL VIII-6 PROGRAM PENDUKUNG PROGRAM PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN NO
KEGIATAN
SATUAN
Juta Rp
1.
Penelitian Lintas Sektoral
Paket
15,536
2.
Penelitian Manajemen dan Transportasi
Paket
3,775
Multimoda/ dan atau Antar Moda 3.
Penelitian Transportasi Darat
Paket
3,775
4.
Penelitian Transportasi Laut
Paket
4,455
5.
Penelitian Transportasi Udara
Paket
4,065
Sumber : Badan Litbang Perhubungan, 2008
4.
Badan Pendidikan dan Pelatihan TABEL VIII-7 PROGRAM PENDUKUNG PENGELOLAAN KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR DAN PENDIDIKAN KEDINASAN No
Kegiatan
1.
Operasional dan Pemeliharaan
2.
Pembangunan Akademi Perkeretaapian Indonesia Penyelenggaraan Pendidikan Kedinasan
3. 4.
Rating School Project di Sorong, Aceh dan Ambon
Satuan 24 Satker
Juta Rp. 195,800
1 Paket
600
1 Paket
78,320
3 Paket
75,020
VIII-19 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
No 5. 6.
7. 8. 9. 10. 11.
Kegiatan
Satuan
Juta Rp.
Pendamping METI Project di Barombong, Makassar, Surabaya, Semarang dan Jakarta Penarikan Pinjaman Luar Negeri (PLN)
1 Paket
10,000
a.
Education and Training METI Project
1 Paket
35,000
b.
Jasa Konsultan, Konstruksi dan Peralatan METI Project
1 Paket
290,000
c.
Modernisasi Lembaga Diklat Kepelautan
1 Paket
9,390
Pengembangan STPI menuju Center of Excellence dan Program PC-200 Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Tenaga Pengajar Pengembangan Kurikulum dan Silabus Diklat
1 Paket
627,000
1 Paket
41,150
1 Paket
1,700
Pengembangan Kampus BP2IP Surabaya Pengembangan Kampus BP2IP Surabaya
1 Paket 1 Paket
345,000 420,000
Sumber : Badan Diklat Perhubungan, 2008
5.
Badan SAR Nasional TABEL VIII-8 PROGRAM PENDUKUNG PENCARIAN DAN PENYELAMATAN PERHUBUNGAN NO
KEGIATAN
SATUAN
JUTA Rp
45.000 M2
66,500
5 unit
96,250
24 unit
4,200
1
Pengadaan Tanah Kantor Pusat Basarnas
2
Pengadaan kapal Penyelamatan (Rescue Boat) ukuran 36 M
3
Pengadaan Rubber Boat & OBM untuk Pos SAR
4
Pengadaan Emergency Floating
2 unit
4,200
5
Pengadaan Rescue Hoist
1 unit
2,875
6
Pengadaan Rescue Car
10 unit
3,280
7
Pengadaan Suku Cadang Pesawat BO-105
1 paket
4,100
8
Pengadaan Peralatan Selam
2 set
500
9
Pengadaan Transportable Communication System Pos SAR
33 paket
19,800
10
Pengadaan Komputer /alat pengolah data
25 set
290
11
Pembangunan Gedung Operasional Pos SAR
30,033 M2
61,227
12
Pengadaan tanah untuk Pos SAR & perluasan Kantor SAR
98,732 M2
37,561
13
Pengadaan peralatan SAR untuk Pos SAR
44 paket
22,000
14
Pengadaan Perlengkapan Sarana Prasarana Opersional
73 paket
48,958
15
Procurement SAR Air Craft (PHLN)
1 paket
74,938
Sumber : Badan SAR Nasional, 2008
VIII-20 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
BAB IX PEMBANGUNAN PERHUBUNGAN DI KAWASAN PERBATASAN A. KONDISI UMUM Secara umum, hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program pengembangan wilayah perbatasan antara lain : terlaksananya beberapa perjanjian dan kesepakatan penanganan perbatasan dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea, Timor Leste, Pilipina dan Australia; tersusunnya data, informasi dan peta tentang garis batas dan pulau-pulau terluar di wilayah perbatasan; dilaksanakan pengembangan pulau-pulau kecil terluar yang strategis; terlaksananya kerjasama ekonomi melalui penanaman modal dengan negara tetangga dalam pengembangan kawasan khusus di beberapa kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur dalam kerangka Sosek Malindo. Khusus di bidang perhubungan dalam kurun waktu 2000-2007 telah dilaksanakan pembangunan dan rehabilitasi prasarana, serta sarana transportasi di wilayah perbatasan yang berpotensi untuk dikembangkan dan kawasan yang memerlukan penanganan tertentu. Beberapa pengembangan dimaksud disampaikan sebagai berikut : 1. Transportasi Darat Di bidang transportasi jalan sedang dilaksanakan pembangunan lanjutan terminal Antar Lintas Batas Negara (ALBN) di Sei Ambawang Kalimantan Barat, penyediaan subsidi operasi untuk pelayanan angkutan perintis jalan sebanyak 202 bus siap operasi dan pengadaan bus perintis ukuran sedang sebanyak 31 unit. Di bidang transportasi sungai, danau dan penyeberangan telah dilakukan pembangunan kapal penyeberangan 1 unit ukuran 500 GRT di Maluku Tenggara Barat (MTB) lintas Saumlaki-TepaKisar. 2. Transportasi Laut Di bidang angkutan laut tetap diprogramkan subsidi pengoperasian armada angkutan laut perintis sebanyak 53 kapal dan 53 rute yang sebagian melayani kawasan perbatasan, antara lain di Miangas Kawaluso, Marore, Kawio, Makalehi, Kokorotan, Larat, Leti, Wonreli/Kisar, Sarmi, Agats, dan Merauke dan subsidi dalam bentuk Public Service Obligation (PSO) kepada armada PT. PELNI yang mendapat penugasan dari pemerintah serta rehabilitasi fasilitas pelabuhan di kawasan perbatasan antara lain di Pelabuhan Tahuna.
IX-1 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
Di bidang kepelabuhanan sedang dilakukan dan telah diselesaikan pembangunan Pelabuhan Tahuna, Marore, Kawaluso, Petta, Melanguane Mingas, Tarakan, Nunukan, Eci, Agats dan Bayun. Di bidang Keselamatan Pelayaran pembangunan sebagai berikut:
telah
dilakukan
a. Rambu suar 30 meter di P. Tokong Berlayar, P. Tokong Nanas, P. Senua, P. Tokong Boro, P. Sebetul, P. Manuk, P. Panehan, P.Kakarutan, P. Intata, P. Kawio, P. Kultubai Selatan, P. Lakor, P. Budd, P. Bepondi, P. Fenildo; b. Rambu suar 15 meter di laut di P. Sebatik Barat, Gosong Makassar, P. Dolongan, P. tanpa nama, P. Shopialouisa; c. Rambu suar 15 meter di darat di: P. Karimun kecil dan P. Pelampong; d. Menara Suar 40 meter di 25 lokasi yaitu: P. Salaut besar, P Wunga, P. Sibaru-baru, Batu Mandi, P. Kepala, P. Deli, Ujung Genteng, S. Toras, P. Barung, P. Batu Kecil, Tg. Toro Doro, Tutu Neden, Tg. Datu, P. Sebatik Timur, P. Menterawu, P. Maklehi, P. Marampit, P. Yiew, P. Meyundas, P. Larat, P. Selaru, P. Masela, P. Brass, P. Laag, P. Kolepon. 3. Transportasi Udara Transportasi udara di kawasan perbatasan adalah bersifat promoting function dengan pendekatan penawaran (supply approach) berdasarkan tingkat kepentingan, yaitu untuk mempertahankan kedaulatan NKRI, mengembangkan potensi ekonomi dan sosial budaya dalam rangka mempertahankan jati diri bangsa. B. SASARAN Sasaran pembangunan perhubungan di kawasan perbatasan tahun 2009 adalah untuk memperlancar distribusi barang dan jasa serta mobilitas penduduk dalam rangka mengurangi disparitas antar kawasan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sasaran tersebut difokuskan kepada : 1. Tersedianya prasarana dan sarana perhubungan dengan kapasitas dan kualitas pelayanan memadai; 2. Terjangkaunya pelayanan perhubungan ke seluruh wilayah perbatasan; 3. Terjaminnya keselamatan dan keamanan dalam pelayanan jasa perhubungan;
IX-2 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
4. Terwujudnya kerjasama luar negeri bidang perhubungan yang saling menguntungkan serta dapat menarik investasi yang dapat memberikan nilai tambah; 5. Meningkatnya aksebilitas angkutan udara di daerah terpencil, pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan negara. C. STRATEGI Pembangunan perhubungan di kawasan perbatasan tahun 2009 dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut : 1. Transportasi Darat a. Membuka lintas-lintas baru dan memberikan subsidi pada angkutan perintis; b. Memberikan prioritas pembangunan sarana dan prasarana ASDP dan sarana angkutan jalan termasuk terminal transportasi jalan antar Negara; c. Membangun sarana fasilitas keselamatan pelayaran dan rambu-rambu perairan daratan bagi angkutan sungai dan danau; d. Mengembangkan angkutan penyeberangan antar negara di kawasan perbatasan yang sudah berkembang. 2. Transportasi Laut Pelayanan transportasi laut di kawasan perbatasan secara umum bersifat promoting function, politis dan bersifat pemerataan pembangunan. Di samping kawasan perbatasan, tercakup pula kawasan tertinggal dan daerah konflik serta daerah pasca bencana. Arah kebijakannya bersipat supply approach atau trade follow to the ship. 3. Transportasi Udara Kebijakan pembangunan transportasi udara di batasan difokuskan pada:
daerah per-
a. Bandar udara di daerah perbatasan harus dapat mendukung keamanan wilayah dan mampu didarati pesawat sekelas F-27 dengan daya dukung landasan mampu didarati pesawat C-130 (Hercules); b. Bandar Udara di daerah perbatasan harus tersedia sarana dan prasarana penunjang bandara sehingga mampu mengelola dan mengendalikan ataupun mampu melayani operasi penerbangan; c. Memberikan kompensasi subsidi operasi dan subsidi angkutan BBM pada operator pelaksanaan angkutan udara perintis;
IX-3 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
d. Memberikan kemudahan berupa ijin penerbangan lintas batas kepada operator pelaksana angkutan udara di wilayah perbatasan meliputi pelaksanaan hak kebebasan ke-5, kebebasan dalam penentuan frekuensi. D. PROGRAM PEMBANGUNAN Pembangunan Perhubungan di kawasan perbatasan tahun 2009 dilaksanakan dalam beberapa program sebagai berikut : 1. Program Pemeliharaan, Rehabilitasi, Peningkatan dan Pembangunan Transportasi Darat, meliputi kegiatan : a. Pengadaan dan pemasangan marka jalan lintas : Kupang – Batu Putih (Batas Timur Leste) NTT sepanjang 20.000 M dengan rencana anggaran sebesar Rp 700.000.000,-dan lintas Sei Penyuh – Sebadu-Sidas-Sp Tanjung Kalbar sepanjang 80.000 M dengan rencana anggaran sebesar Rp 2.560.000.000,-; b. Pengadaan dan pemasangan pagar pengaman jalan lintas Atambua – Moto’ain (Batas Timur Leste) sepanjang 720 M dengan rencana anggaran sebesar Rp 698.400.00,c. Pembangunan lanjutan terminal penumpang ALBN Sei Ambawang dengan rencana anggaran Rp 10 Milyar Kalimantan Barat dan Entrop di Papua dengan rencana anggaran Rp 7 Milyar. 2.
Program Pemeliharaan, Rehabilitasi, Peningkatan Pembangunan Transportasi Laut, meliputi kegiatan :
dan
a. Subsidi Pengoperasian Angkutan Laut Perintis di 56 Pangkalan antara lain : di Tapak Tuan, Tg. Pinang, Teluk Bayur, Pangkal Balam, Bengkulu. Surabaya, Tg. Wangi, Bima, Kupang, Sintete, Pulang Pisau, Kota Baru, Bitung, Tahuna, Pagimana, Kendari, Makassar, Ambon, Saumlaki, Tual, Ternate, Jayapura, Merauke, Biak, Sorong dan Manokwari; b. Pembangunan fasilitas pelabuhan di Miangas, Tahuna, Kawaluso, Marampit, Melonguane, Karakatung, Kawio Kahakitang, Petta, Beo, Essang, Karokotan, Biaro, Sawang, Pehe, Serui, dan pulau-pulau terluar di wilayah Kepri; c. Pembangunan kapal perintis; d. Pemeliharaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP); e. Penetapan trayek angkutan laut perintis pada beberapa lokasi pelabuhan. 3.
Program Pemeliharaan, Rehabilitasi, Pembangunan Transportasi Udara
Peningkatan
IX-4 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
dan
Usulan prioritas pengembangan bandara didaerah rawan bencana dan perbatasan Negara adalah semakin banyak suatu bandara terkait dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan, maka bandara tersebut mempunyai prioritas utama untuk dikembangkan terlebih dahulu. Program Pemeliharaan, Rehabilitasi, Peningkatan dan Pembangunan Transportasi Udara, meliputi kegiatan yaitu di dalam periode tahun 2005 s.d 2009 telah diprogramkan 28 bandar udara untuk dikembangkan sehingga mampu menangani operasi penerbangan pesawat jenis F-27 atau Hercules C-130. Hingga tahun 2007, dari 28 bandar udara tersebut telah diselesaikan pengembangan fasilitas landasan pada 14 bandar udara sehingga mampu melayani operasi peawat sejenis F-27 atau Hercules C-130. Bandar Udara lainnya masih dalam tahap pengembangan secara bertahap, yang diantaranya didahului dengan pekerjaan tanah untuk perpanjangan landasan ataupun pengembangan apron. TABEL IX – 1 PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBANGUNAN DI WILAYAH PERBATASAN, DAERAH TERPENCIL DAN RAWAN BENCANA TAHUN 2009 Kegiatan 1.
Satuan
Jumlah
Rp (Miliar)
M2
35,900
3,302,800
M’
3,345
2,341,500
M3
72,000
5,760,000
M2
15,300
6,028,200
M’
2,400
840,000
Bandara Lasondre - Pulau Batu a. Pelebaran bahu landas pacu tahap II (selesai) termasuk pengawasan b. Pembuatan saluran terbuka pasangan batu kali tahap I (target 3,345 m’)
2. Bandara Lekunik - Rote a. Lanjutan pekerjaan tanah persiapan perpanjangan landasan pacu b. Perpanjangan landasan pacu (300 m x 30 m) dan pelebaran (7 m x 900 m) dengan kolakan tabal rata-rata 5 cm termasuk parking dan pengawasan c. Pembuatan drainase dengan batu kali 1 m x 1,5 m
Sumber : Ditjen Perhubungan Udara, 2008
Kendala utama dalam pencapaian target program ini adalah kesediaan lahan untuk perpanjangan landasan yang dalam implementasinya diserahkan kepada Pemerintah Daerah setempat. Dan pengembangan bandar udara di daerah pedalaman, perbatasan, dan rawan bencana pada tahun 2008 dan 2009 terdapat di 12 lokasi yaitu Rembele, Silangit, Sibolga, Enggano, Rote, Ende, Naha, Manokwari, DEO Sorong, Melonguane, Nunukan, dan Haliwen; Tahapan pelaksanaan pembangunan bandar udara di daerah rawan bencana dan perbatasan negara adalah
IX-5 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
sesuai dengan prioritas pengembangan bandara seperti berikut: 1. Pengembangan Bandara Prioritas I a) Bangsa Lasikin – Simeuleu b) Bandara Binaka – Gunung Sitoli c) Bandara Lasondre – Pulau Batu d) Bandara Baru Enggano e) Bandara Komodo – Labuhan Bajo f) Bandara John Becker – Kisar g) Bandara Lekunik – Rote h) Bandara Nias Selatan – Teluk Dalam i) Bandara Cut Nyak Dien – Nagan Raya 2. Pengembangan Bandara Prioritas II a) Bandara Rokot – P.Sipora b) Bandara Melongguane – Talaud c) Bandara S.Condronegoro – Serui d) Bandara Kuala Batee – Blang Pidle e) Bandara Teuku Cut Ali – Tapak Tuan f) Bandara Hamzah Fansuri – Singkil g) Bandara Muko – Muko h) Bandara Gewayantana – Larantuka i) Bandara Namrole – Buru j) Bandara Emalamo – Sula k) Bandara Mali – Alor l) Bandara Dobo – Kep.Aru m) Bandara Tual Baru – Langgur n) Bandara Maimun Saleh – Sabang o) Bandara Wai Oti – Maumere 3. Pengembangan Bandara Prioritas III a) Bandara Touna – Ampana b) Bandara Nabire – Papua c) Bandara Wonopito – Lembata d) Bandara Baru Bula – Seram Bagian Timur e) Bandara Namlea – Buru f) Bandara Naha – Tahuna g) Bandara Numfor – Papua h) Bandara Tanah Merah – Papua i) Bandara Muting – Papua j) Bandara Sarmi – Papua k) Bandara Miangas – Miangas l) Bandara Benjina – Kep.Aru m) Bandara Bubung – Luwuk n) Bandara Tambolaka – Waikabubak o) Bandara Mau Hau – Waingapu p) Bandara HH Aroeboesman – Ende q) Bandara FL Tobing – Sibolga r) Bandara Fatmawati – Bengkulu s) Bandara Sultan Iskandar Muda
IX-6 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
4. Pengembangan Bandara Prioritas IV a) Bandara Wahai – Seram Bagian Timur b) Bandara Haliwen – Atambua c) Bandara Pangsuma – Putusibau d) Bandara Nunukan – Kaltim e) Bandara Tolikara – Papua f) Bandara Saumlaki Baru – NTB g) Bandara Mopah – Marauke h) Bandara Sultan Babbulah – Ternate
IX-7 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
BAB X KAIDAH PELAKSANAAN Seluruh jajaran Departemen Perhubungan wajib menerapkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan, akuntabel dan partisipatif dalam melaksanakan kegiatannya dalam rangka pencapaian sasaran program-program yang tertuang dalam Rencana Kerja Departemen Perhubungan ini. Pelaksanaan semua kegiatan, baik dalam “kerangka regulasi” maupun dalam “kerangka anggaran”, penting untuk memperhatikan keterpaduan dan sinkronisasi antar kegiatan, baik diantara kegiatan dalam satu program maupun kegiatan antar program, dalam satu lembaga maupun antar lembaga, dalam direktorat jenderal/badan maupun antar direktorat jenderal/ badan dalam satu departemen, dengan tetap memperhatikan peran, tanggung jawab, tugas pokok dan fungsi yang melekat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mencapai sinkronisasi dan keterpaduan pelaksanaan kegiatan yang telah diprogramkan, dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan forum koordinasi perencanaan, forum-forum lintas pelaku dan konsultasi publik. Penyusunan Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009 merupakan acuan baik bagi seluruh jajaran Departemen Perhubungan, Dinas Perhubungan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta BUMN di bidang Perhubungan, maupun masyarakat termasuk dunia usaha sehingga tercapai sinergi dalam pelaksanaan program pembangunan. Sehubungan dengan itu perlu ditetapkan kaidah-kaidah pelaksanaan sebagai berikut : 1. Seluruh jajaran Departemen Perhubungan, baik di pusat maupun di daerah, termasuk Dinas Perhubungan Provinsi dan Kabupaten/Kota yang melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana perhubungan menggunakan pembiayaan APBN 2009, serta BUMN di bidang Perhubungan, masyarakat umum termasuk dunia usaha yang bergerak di bidang jasa perhubungan, berkewajiban untuk melaksanakan programprogram rencana kerja Tahun 2009 dengan sebaik-baiknya. 2. Bagi jajaran Departemen Perhubungan, RENJA Tahun 2009 merupakan acuan dan pedoman dalam menyusun kebijakan publik yang berupa kerangka regulasi dan kerangka anggaran (budget intervention) dalam Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2009. Untuk mengupayakan keterpaduan, sinkronisasi dan harmonisasi pelaksanaan setiap program, maka dalam forum koordinasi perencanaan, masingmasing Direktorat Jenderal/Badan di lingkungan Departemen Perhubungan perlu menyusun : X-1 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
a.
Uraian penggunaan APBN Tahun Anggaran 2009, yang merupakan program yang dipergunakan untuk mencapai prioritas pembangunan sektor transportasi yang berupa kerangka regulasi, sesuai dengan kewenangannya.
b.
Uraian rencana penggunaan APBN Tahun Anggaran 2009, yang merupakan program yang dipergunakan untuk mencapai prioritas pembangunan perhubungan, yang berupa kerangka anggaran, sesuai dengan kewenangannya.
c.
Uraian sebagaimana pada butir b di atas, perlu juga menguraikan kewenangan pengguna anggaran yang bersangkutan.
d.
Sekretariat Jenderal Departemen Perhubungan wajib mengkoordinasikan rancangan APBN bidang Transportasi Tahun 2009 dari masing-masing Direktorat Jenderal/ Badan di lingkungan Departemen Perhubungan.
e.
Bentuk formulir yang menggambarkan butir a, b, c, dan d diatas, dapat diambil dari data sebagaimana yang tercantum dalam tabel program dalam Rencana Kerja ini.
3. Pada akhir tahun anggaran 2009, setiap Direktorat Jenderal/ Badan dengan koordinasi Biro Perencanaan Setjen Departemen Perhubungan wajib melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang meliputi evaluasi terhadap pencapaian sasaran kegiatan yang ditetapkan, dan kesesuaiannya dengan rencana alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN, serta kesesuaiannya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan APBN dan peraturan-peraturan lainnya. 4. Untuk menjaga efektivitas pelaksanaan program, setiap Direktorat Jenderal/Badan dengan koordinasi Setjen wajib melakukan pemantauan pelaksanaan kegiatan, melakukan tindakan koreksi yang diperlukan dan melaporkan hasil pemantauan secara berkala kepada Menteri Perhubungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
X-2 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009
BAB XI P E N U T U P
Rencana Kerja (RENJA) Departemen Perhubungan berlaku sejak tanggal 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2009. Langkah-langkah persiapan dimulai sejak tanggal ditetapkan sampai dengan pelaksanaannya. Keberhasilan pelaksanaan Rencana Kerja (RENJA) Departemen Perhubungan tahun 2009 tergantung pada sikap mental, tekad, semangat, ketaatan dan disiplin para penyelenggara pemerintahan di sub fungsi perhubungan dan dukungan dari para penyelenggara negara lainnya serta masyarakat secara umum. Dalam kaitan itu, seluruh penyelenggara pemerintahan, masyarakat dan seluruh stakeholder di bidang perhubungan harus secara bersungguhsungguh melaksanakan program-program pembangunan yang tertuang dalam Rencana Kerja (RENJA) Departemen Perhubungan tahun 2009 sehingga mampu memberikan hasil pembangunan sektor perhubungan yang dapat dinikmati secara adil dan merata oleh seluruh rakyat Indonesia. MENTERI PERHUBUNGAN ttd Ir. JUSMAN SYAFII DJAMAL
Salinan resmi sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum dan KSLN
UMAR ARIS, SH. MM. MH Pembina Tingkat I (IV/b)
XI-1 Rencana Kerja Departemen Perhubungan Tahun 2009