1
KATA PENGANTAR
ِ ِس ِهَّلل ِا ِهَّللال ٰمح ِ ِهَّللال ِح Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt, dengan limpahan rahmat-Nya, buku Psikologi Dakwah dapat disusun walaupun masih banyak kekurangannya. Buku Psikologi Dakwah ini merupakan salah satu buku yang dijadikan referensi bagi peserta pendidikan dakwah yang diselenggarakan oleh Yayasan Ar-Risalah Menyampaikan ajaran Islam secara lisan atau mau‟idzah hasanah merupakan bagian dari pada dakwah, dan juga merupakan sesuatu yang tidak bias dipisahkan dari ajaran Islam itu sendiri. Rasulullah SAW banyak banyak menggunakan penyampaian lisan di dalam dakwahnya. Demikian juga para sahabat dan ulama sehingga Islam dapat berkembang dengan baik. Namun demikian, dakwah bias juga dilakukan dengan menggunakan yulisan atau yang lainnya. Agar Proses dakwah bil-lisan itu bisa memperoleh hasil maksimal maka para da‟i harus memiliki kemampuan dan keterampilan menyampaikan ajaran Islam secara lisan baik melalui ceramah umum di hadapan orang banyak, khutbah Jum‟at maupun ceramah kepada orang yang jumlahnya lebih terbatas seperti Majelis Taklim kelompok arisan, teman-teman dan keluarga. Di sinilah pentingnya Psikologi Dakwah bagi para da‟i. Mudahmudahan buku kecil ini dapat membantu para da‟I dalam melaksanakan tugasnya. Amin. Jakarta, Agustus 2016 Team Penyusun Pendidikan dakwah Ar-Risalah Ketua (Drs. KH.M. Chozin Machmud, MM) 2
3
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR …………………………………….. DAFTAR ISI ……………………………………………… 1 PENGERTIAN PSIKOLOGI DAKWAH …………….. A. Pengertian Psikologi ………………………………. B. Pengertian Dakwah ………………………………... C. Psikologi Dakwah …..……………………………... 2 PSIKOLOGI AGAMA ………………………………... A. Pendahuluan ………………………………………. B. Kebutuhan Manusia ………………………………. C. Kebutuhan Agama ………………………………… D. Kebutuhan Terhadap Agama Islam ……………….. 3 PSIKOLOGI DA‟I DAN MAD‟U ……………………. A. Pendahuluan ………………………………………. B. Psikologi tentang Manusia ………………………… C. Psikologi Manusia Menurut Al-Qur‟an …………… 4 PROSES PSIKOLOGI DALAM BERDAKWAH ……. A. Sensasi ……………………………………………. B. Persepsi …………………………………………… C. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Persepsi D. Memori …………………………………………..... E. Rekonstruksi ………………………………………. 5 PSIKOLOGI BAHASA PENCERAMAH ……………. A. Qaulan Baligho ……………………………………. B. Qaulan Layyina ………………………………….… C. Qaulan Maisuro ………………………………..…..
4
1 3 5 5 5 6 7 7 7 11 12 14 14 14 18 23 23 24 24 27 28 30 30 31 31
D. Qaulan Karima ………………………………..…… E. Qaulan Sadida …………………………………….. 6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUI PRILAKU …………………………………………………. A. Ciri-Ciri Prilaku Manusia …………………………. B. Faktor-Faktor Penggerak Prilaku ………………….. 7 PSIKOLOGI DAKWAH MELALUI MEDIA MASA .. A. Komunikasi Masa …………………………………. B. Karakteristik Dakwah Melalui Media Masa ………. C. Efek Komunikasi Massa …………………………... 8 MOTIVASI DALAM DAKWAH …………………….. A. Pengertian Motivasi ……………………………….. B. Aspek-Aspek Motivasi ……………………………. 9 DAKWAH PERSUASIF …………………………….... A. Peluang Keberhasilan Dakwah ……………………. B. Pembentuk Persuasif ………………………………. 10. PENUTUP ……….…………………………………….
5
32 33 35 35 36 38 38 39 40 42 42 42 45 45 45 52
1. PENGERTIAN PSIKOLOGI DAKWAH A. PENGERTIAN PSIKOLOGI Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang merupakan gejala dari jiwanya. Yang menjadi obyek bagi psikologi adalah tingkah laku atau sikap manusia sebagai refleksi dari keadaan jiwanya, seperti sikap: marah, sedih, tertawa, senyum, rajin ibadah, suka mencuri, mabukmabukan dan sebagainya. Tingkah laku yang beraneka ragam itu merupakan akibat dari kondisi jiwanya. Seorang muslim yang jiwanya baik, ia akan taat beribadah kepada Allah dan sikapnya selalu menunjukkan halhal yang positif. Sebaliknya, seorang muslim yang jiwanya tidak baik, sikapnya selalu menunjukkan hal-hal yang kurang baik. Untuk lebih mendalami psikologi, kita dapat mempelajari semua tingkah laku manusia baik yang positif maupun yang negatif, baik manusia dalam kapasitasnya sebagai individu maupun kelompok. B. PENGERTIAN DAKWAH Banyak sekali definisi yang telah dibuat untuk merumuskan pengertian dakwah, yang intinya adalah “Mengajak manusia ke jalan Allah agar mereka bahagia dunia dan akhirat”. Ukuran keberhasilan dakwah adalah manakala orang yang diajak (mad‟u) memberi respon positif, yaitu mau menjalankan apa yang disampaikan. Maka kata dakwah itu mengandung makna aktif dan menantang, berbeda dengan kata tabligh yang artinya menyampaikan. Ukuran keberhasilan muballigh adalah manakala ia berhasil menyampai-
6
kan pesan, baik mendapat respon positif maupun tidak dari para pendengarnya. Dengan demikian ada perbedaan yang menonjol antara dakwah dan tabligh. Dalam proses dakwah itu mengandung gerakan upaya mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan bertingkah laku seperti apa yang didakwahkan oleh seorang da‟i. C. PSIKOLOGI DAKWAH Dalam proses dakwah, terjadi proses interaksi dan komunikasi antara da‟i dan mad‟u, yang bukan hanya interaksi secara lahiriyah saja, akan tetapi juga interaksi mental dan jiwa. Seorang da‟i menyampaikan materi dakwahnya, mad‟u menerima pesan-pesan yang disampaikan, kemudian mengolahnya dalam pikiran dan hati, kemudian meresponnya. Jadi, proses saling mempengaruhi antara da‟i dan mad‟u itu merupakan peristiwa mental dan jiwa. Dengan mengacu kepada pengertian psikologi dan proses dakwah sebagaimana tersebut di atas, maka dapat dirumuskan bahwa psikologi dakwah adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang terkait dengan prosesi dakwah. Psikologi dakwah berusaha menyingkap apa yang tersembunyi di balik perilaku manusia yang terlibat dalam dakwah, dan selanjutnya menggunakan pengetahuan itu untuk memaksimalkan pencapaian dari tujuan dakwah. Seorang da‟i yang paham ilmu psikologi dakwah atau seorang psikolog yang berdakwah akan jauh lebih optimal dakwahnya. Untuk itu sangatlah penting, juru dakwah mempelajari dan memahami serta mengamalkan ilmu psikologi dakwah.
7
2. PSIKOLOGI AGAMA A. PENDAHULUAN Mempelajari psikologi dakwah tidak bisa lepas dari pemahaman terhadap psikologi agama, karena dakwah itu bagian yang tidak terpisahkan dengan agama, khususnya agama Islam. Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat, psikologi agama itu meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku manusia. Contoh, seorang muslim yang bertakwa akan cepat bersikap positif jika mendengarkan adzan. Hal ini akan jauh berbeda dengan sikap seorang muslim yang munafik atau muslim yang tidak bertakwa. Seorang muslim akan bersikap sopan ketika masuk ke masjid, ketimbang mereka yang menganut agama lain. Jadi sikap dan tingkah laku manusia itu sangat berhubungan dengan keyakinannya masing-masing. Oleh karenanya, psikologi agama tugas utamanya hanyalah meneliti dan mempelajari bagaimana sikap batin atau jiwa seseorang yang berkeyakinan kepada Tuhan dan ajaran agamanya. Juga bagaimana keyakinan tersebut mempengaruhi penghayatan batinnya, sehingga menimbul-kan berbagai perasaan seperti tenteram, tenang, gelisah, khawatir dan perasaan-perasaan lainnya. B. KEBUTUHAN MANUSIA Seorang da‟i harus memahami apa saja kebutuhan manusia secara umum dan khususnya kebutuhan-kebutuhan mad‟unya. Jika kebutuhan mereka merasa terpenuhi, maka secara psikologis mereka lebih dapat memenuhi apa yang disampaikan oleh da‟i. Prof. DR. Zakiah Darajat dalam bukunya Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, mem-
8
bagi kebutuhan manusia atas dua kebutu-han pokok yaitu (1) kebutuhan primer dan (2) kebutuhan sekunder. 1. Kebutuhan Primer Kebutuhan primer adalah kebutuhan jasmaniyah seperti makan, minum, dan seks. Jika kebutuhan primer ini tidak terpenuhi, maka dapat menimbulkan gangguan kejiwaan dan mental, sehingga sikap dan tingkah lakunya abnormal dan negatif. Misalnya, seseorang mencuri karena kebutuhan jasmaninya tidak mencukupi; seseorang berzina, karena kebutuhan seksnya tidak terpenuhi. Bahkan sering terjadi pembunuhan, peperangan, pertengkaran yang dahsyat yang juga diakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primernya. 2. Kebutuhan Sekunder Kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan rohaniyah atau kebutuhan jiwa dan sosial. Sigmund Freud, membagi kebutuhan sekunder yang paling pokok menjadi lima bagian, yaitu: a. Rasa kasih Sayang Kebutuhan atas rasa kasih sayang berperan sangat penting dalam menentukan sikap dan tingkah laku kejiwaan seseorang. Seorang da‟i harus mampu memberikan rasa kasih sayangnya kepada mad‟u. Rasa kasih sayang bisa dalam bentuk ucapan, sikap atau tingkah laku, sumbangan atau bantuan, mencari solusi jika ada masalah, mendo‟akan dan sebagainya. b. Rasa Aman Setiap manusia pasti membutuhkan adanya rasa aman dalam hidupnya, baik aman dari segi fisik maupun dari segi kejiwaan. Orang yang sering dicurigai ia tidak merasa aman dalam pergaulannya, sehingga
9
sikapnya menjadi tertutup, tidak mau berkumpul dengan orang lain. Orang yang merasa perbuatan dosanya sangat banyak, jiwanya merasa tidak aman. Orang yang terlalu banyak salah juga mentalnya tidak tenang. Di sinilah seorang da‟i harus mampu memberikan rasa aman dengan cara memberikan semangat memperbaiki masa lalu dengan perbuatan-perbuatan baik untuk optimis menghadapi kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang. Dengan taubatan nasuha Allah akan mengampuni dosa dan kesalahan di masa yang lalu. Berikan harapan yang lebih baik untuk masa yang akan datang. Tanamkan bahwa Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Pengampun. c. Rasa Harga Diri Pada dasarnya, semua manusia mempunyai harga diri dan ingin mendapat penghormatan dan penghargaan dari orang lain. Jika harga diri ini tidak terpenuhi dengan baik, maka akan menimbulkan gejolak jiwa seperti: patah semangat, putus asa, minder, ngambek, dan lain-lain. Seorang da‟i harus mampu menghargai kepada mad‟unya, memberikan nilai positif, dan memberikan dorongan psikologis. Tidak dibenarkan da‟i mencela mad‟unya, memojokkan, menjatuhkan mentalnya, dan memberikan stempel yang tidak baik. Ingat: sejahat-jahatnya manusia, ia membutuhkan penghormatan dan harga diri. Maka menghargai kepada orang lain khususnya kepada mad‟u merupakan kewajiban bagi setiap da‟i
10
d. Rasa Sukses Setiap manusia pasti ingin sukses dari apa yang ia kerjakan. Dan orang akan naik harga diri dan semangat-nya jika ia sukses apa yang diinginkannya. Dan manusia akan kecewa jika ia gagal melaksanakan tugasnya. Kegagalan yang tidak terobati dapat menimbulkan gejala kejiwaan, ia bisa nekad, bahkan bisa bunuh diri. Seorang da‟i harus mampu memberikan penghargaan yang tinggi dan dorongan yang maksimal jika ada orang yang sukses, dan juga harus mampu memberikan ketenangan dan harapan yang lebih baik jika ada orang yang sedang mengha-dapi kegagalan. Secara psikologis, orang yang sedang gagal sangat membutuhkan cahaya penerang. Di sinilah seorang da‟i harus mampu meneranginya. e. Rasa Ingin Tahu Salah satu kebutuhan jiwa seseorang adalah adanya rasa ingin tahu. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akan dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan yang negatif. Salah satu contoh yang sederhana, jama‟ah masjid pada umumnya ingin tahu tentang penggunaan kas masjid. Jika hal ini tidak terpe-nuhi, akan muncul kegelisahan, kecurigaan, fitnah, akhirnya ia tidak mau infak, bahkan juga jadi malas ke masjid. Pada umumnya mad‟u menganggap bahwa da‟i adalah seorang yang tahu terhadap ilmu. Maka mereka sering bertanya dan ingin tahu. Di sini seorang da‟i harus mampu memberikan jawaban yang memuaskan. Jika tidak bisa menjawab atau jawabannya kurang memuaskan akan mengakibatkan hal-hal yang negatif. Maka seorang da‟i perlu mem-
11
persiapkan ilmu yang matang dan selalu belajar dan belajar. C. KEBUTUHAN AGAMA Selain kebutuhan primer yang bersifat jasmaniyah dan kebutu-han sekunder yang bersifat ruhaniyah dan sosial, manusia juga mempunyai kebutuhan yang lebih penting lagi, yaitu kebutuhan agama atau keyakinan terhadap kekuatan yang ada di luar dirinya, sehingga manusia disebut sebagai homo religious (makhluk yang beragama). Manusia membutuhkan adanya kekuatan yang di luar diri manusia, dikarenakan dalam hidup ini sering menghadapi persoalan-persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh manusia itu sendiri, sehingga memerlukan bantuan dan pertolongan dari luar manusia. Contoh, ada orang sakit dan telah diobati oleh dokter yang paling ahli dalam bidangnya, menggunakan obat yang terbaik, akan tetapi ternyata tidak sembuh. Ini artinya ada kekuatan lain yang sangat berperan. Sebaliknya ada orang sakit keras, menurut perhitungan dokter hidupnya hanya tinggal beberapa saat lagi, kemudian diobati oleh seseorang hanya dengan air putih dan do‟a, ternyata dapat sembuh dan sehat. Hal inilah yang mendorong manusia untuk mencari-cari sesuatu kekuatan yang dapat melin-dungi dan membimbingnya dalam kehidupan ini. Dalam proses mencari kekuatan tersebut, manusia berhasil dengan berbagai macam, antara lain ada yang berkeyakinan kepada syetan, jin, atau makhluk ghaib yang lain. Ada yang berhasil kekuatan itu berupa alam seperti matahari, air, laut, gunung dan kuburan, batu, pohon dan sebagainya. Sehingga itu semua diyakini sebagai tuhan yang mempunyai kekuatan, disembah dan dianggap dapat menyelamatkan.
12
Nabi Ibrahim As mengalami proses seperti tersebut di atas, dan pada akhirnya ia dapat menemukan dengan benar, bahwa kekuatan yang sangat dibutuhkan oleh manusia adalah kekuatan Allah Swt. Maka umat Islam menyembah-Nya, mengikuti ajarannya, dan berserah diri kepada-Nya dalam segala persoalan dalam hidupnya. D. KEBUTUHAN TERHADAP AGAMA ISLAM Menurut para pakar psikologi Islam, manusia sejak lahir telah membutuhkan Islam sebagai agamanya. Hal ini mengacu kepada kata FITRAH dari hadits Nabi Muhammad yang menyatakan:
ُّ ُ فَأَب َ َو ُه ُيُ َ ِّو َد ِن ِه َأ ْو يُ َم ِ ّج َ ا ِن ِه َأ ْو،ُك َم ْواُ ْو ٍد ي ُ ْو َ َُل عَ ََل اْ ِف ْط َل ِة ي ُ َ ِ ّ َ ِن ِه Setiap yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka sesungguh-nya kedua orang tuanya yang menjadikan ia Yahudi atau Nas-rani atau Majusi. Ibnu Taimiyah, seorang ulama besar berpendapat bahwa kata fitrah dalam hadis tersebut maknanya adalah al-Islam dan tidak ada makna lain yang lebih tepat. Maka secara psikologis semua manusia asalnya adalah Islam (fitrah). Kemudian fitrah ini menjadi karakter atau tabiat baik, kemudian terus dapat berkembang dengan sempurna jika mendapatkan bimbingan syari‟at Islam. Akan tetapi tabiat fitrah itu dapat hilang jika tidak mendapatkan syari‟at Islam dengan baik. Oleh karenanya manusia memerlukan bimbingan syari‟at Islam yang berasal dari kekuatan Yang Maha Segala-galanya, yaitu Allah Swt. Dengan syari‟at Islam, manusia akan
13
mendapatkan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan, karena kebutuhannya dapat terpenuhi dengan baik dan ia merasa aman karena hidupnya bergantung kepada Yang Maha Segala-galanya yaitu Allah Swt. Firman Allah dalam Surat Ar-um ayat 30 :
Maka hadapkanlah wajahmua dengan lurus kwpada agama Allah (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Ruum: 30). Dalam surat di atas disebutkan bahwa sejak asal kejadian manusia telah di ciptakan membawa fitrah (potensi) agama yang benar (hamif atau tauhid), ia tidak dapat menghindar, walaupun ia mengabaikan atau tidak mengakuinya. Dengan demikian yang dimaksud dengan manusia yang lahir, yakni dinul Islam, sehingga pada dasarnya setiap manusia membutuhkan agama Islam. Dan Agama yang haq hanyalah Islam. Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 19:
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam Oleh karenanya kita perlu berjuang untuk menyampaikan ajaran agama Islam, agar ketuhanannya dapat terpenuhi dengan baik 14
3. PSIKOLOGI DA’I DAN MAD’U A. PENDAHULUAN Seorang da‟i pasti akan berhadapan dengan karakter manusia yang berbeda-beda, dalam situasi dan kondisi yang berbeda-beda pula, karena tingkah laku manusia itu dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Mulai dari faktor personal, situasional, eksternal, sampai kepada faktor sosiokultural. Oleh karenanya, jika seorang da‟i paham betul tentang karakte-ristik mad‟unya, akan sangat membantu dalam menjalankan tugas-nya sebagai da‟i. Bukan hanya sekedar karakteristik mad‟u yang perlu dipahami oleh da‟i, akan tetapi juga latar belakang pendidi-kannya, pengetahuan agamanya, kehidupan sosial ekonominya, bahkan juga bahasanya perlu dipahami dengan baik. B. PSIKOLOGI TENTANG MANUSIA Manusia memiliki kepribadian yang sangat unik, ia adalah makhluk sosial dan juga makhluk budaya sekaligus makhluk yang individualis. Ketiga kepribadian yang dimiliki oleh manusia itu merupakan sunatullah atau hidayah dari Allah semenjak ia lahir, bahkan potensi tersebut telah dimiliki sejak masih dalam kandungan. Potensi tersebut akan berkembang sesuai dengan kondisi lingkungannya. Jika lingkunagannya baik, maka potensi tersebut akan menjadi baik dan bermanfaat untuk dirinya dan lingkungannya, begitu juga sebaliknya. Itulah kodrat manusia.
15
1. Manusia sebagai Makhluk Sosial Secara kudrati, setiap manusia itu membutuhkan manusia yang lain. Sehebat apapun manusia, tetap membutuhkan ban-tuan dan penghargaan orang lain. Karena kebutuhan tersebut, manusia perlu bergaul, berkawan, dan bermasyarakat. Jiwa seseorang akan merasa tenang ketika mempunyai banyak kawan dan akan merasa lebih senang ketika dihargai oleh orang lain. Maka secara alami, di mana berkumpul orang banyak dengan sendirinya akan muncul yang namanya masyarakat. Di dalam masyarakat terjadi komunikasi dan interaksi antar individu-individu, yang kemudian tercipta ide bersama, gagasan bersama, keinginan bersama, dan tindakan bersama. Kebersamaan dalam masyarakat adalah merupakan peluang yang sangat besar untuk menyampaikan misi dakwah. Contoh, pada umumnya di masyarakat ada perkumpulan-perkumpulan, mulai dari arisan, olah raga, posyandu, dan perkumpulan-perkumpulan yang lain. Seorang da‟i perlu meluangkan waktu untuk bermasyarakat dan mengarahkan perkumpulan-perkumpulan yang ada di masyarakat kepada jalan yang diridhai Allah. Dalam perkumpulan di masyarakat, dengan sendirinya juga akan muncul jiwa sosial, umpamanya mengumpulkan dana untuk berbagai macam kegiatan. Di situlah da‟i perlu mengarahkan dan mengkondisikan agar sebagian dana yang terkumpul dapat disalurkan ke jalan Allah. Pendeknya, seorang da‟i harus mampu memanfaatkan potensi sosial yang ada di masyarakat untuk diarahkan kepada pembinaan umat lahir dan batin, dunia dan akhirat.
16
2. Manusia sebagai Makhluk Budaya Allah memberi potensi yang sangat besar kepada manusia yaitu “akal”. Dengan akalnya manusia berpikir, dengan pikirannya manusia berbuat, dengan perbuatannya manusia berkembang. Perkembangan yang diciptakan oleh manusia adalah merupakan budaya. Perkembangan budaya itu didorong oleh kebutuhan-kebutuhan manusia. Pada saat panas terik matahari, dan pada saat hujan, manusia butuh berteduh, maka muncullah kreasi membuat payung. Payung adalah merupakan budaya. Untuk mempercepat perjalanan dibuatlah sepeda, kemudian sepeda motor, kemudian mobil, dan kemudian pesawat terbang. Itu semua merupakan perkembangan budaya manusia. Teknologi yang sangat canggih saat ini juga merupakan budaya yang perlu dimanfaatkan untuk berdakwah. Seorang da‟i perlu menambah wawasan dan pengetahuan tentang perkembangan budaya, karena budaya manusia setiap saat mengalami perkembangan yang sangat cepat, sesuai dengan cepatnya daya pikir manusia. Semakin banyak berpikir akan menjadi semakin banyak berkreasi, semakin banyak kreasi, akan semakin banyak budaya yang diciptakan. Budaya yang diciptakan manusia harus dimanfaatkan untuk mempercepat dan mengembangkan nilai-nilai dakwah. Pada zaman Wali Songo, di Jawa sangat populer budaya wayang. Budaya itu dimanfaatkan untuk memasukkan ajaran Islam pada masyarakat. Pada saat ini, budaya manusia yang sangat canggih tentu dapat dimanfaatkan pula sebagai sarana berdakwah. Contohnya, dakwah melalui media televisi, radio, internet, hand phone dan lain-lainnya.
17
Dalam berdakwah melalui budaya yang canggih itu, tentu tidak dibenarkan mencampur-adukkan antara yang hak dan batil. Nilai-nilai Islamnya harus dijaga dengan baik, tidak boleh larut dalam kebatilan. Manfaatkan budaya manusia untuk berdakwah dengan tetap menjaga dan mempertahankan kebenaran. 3. Manusia sebagai Makhluk Individualis Satu sisi manusia secara naluri sebagai makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan alam sekitar dan juga sebagai makhluk budaya yang selalu berbuat sesuatu untuk kepenti-ngan orang lain, akan tetapi pada sisi lain manusia juga sebagai makhluk yang sangat individualistik yaitu selalu mementing-kan diri sendiri, tidak mau kalah dengan saingannya, dan ada kecenderungan untuk selalu menjadi yang nomor satu dalam bidangnya. Karakteristik ini mengandung nilai yang positif karena dengan karakter itu manusia akan terpacu selalu maju ke depan dan akan berupaya untuk menjadi yang terbaik. Pendeknya, manusia memiliki jiwa yang selalu maju. Bagi seorang da‟i perlu memahami karakter ini, sekaligus dijadikan kesempatan untuk mencetak kader seorang pemimpin dalam masyarakat. Da‟i perlu menjiwai individu-individu mad‟u-nya, kemudian da‟i mampu mengembangkan kemampuan individu mad‟u. Jika mereka dipacu untuk mengembangkan potensi perso-nalitinya, ia akan merasa sangat senang dan mudah berkembang. Contoh, jika seorang mad‟u ada yang memiliki kemampuan sebagai pedagang, maka ia perlu dipupuk kemampuannya. Jika ada mad‟u yang mempunyai
18
potensi sebagai penjahit, maka perlu didorong untuk meningkatkan profesinya. Jika ada mad‟u yang punya kemampuan dalam bidang musik, perlu diberi kesempatan dan didorong untuk meningkatkan kemampuannya. Pendeknya, seorang da‟i perlu memahami karakter individu mad‟unya, kemudian memasukkan misi dakwahnya melalui kemampuan mad‟u, dan berikan kesempatan agar mereka bisa mengembangkan potensi dirinya. C. PSIKOLOGI MANUSIA MENURUT AL-QUR’AN Dalam al-Qur‟an maupun hadis Rasul, banyak disebut tentang manusia, mulai dari sifat-sifatnya, kecenderungannya, hak dan kewajibannya, bahkan juga tentang karakteristiknya. Ada dua status yang disandang manusia, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur‟an, yaitu status sebagai pemimpin (khalifah) yang mempunyai kedudukan sangat tinggi dan mulia di muka bumi, dan status sebagai hamba („abd) yang sangat rendah, kecil, dan lemah di hadapan Tuhannya. Jadi manusia menurut al-Qur‟an adalah besar pada satu sisi (sebagai pemimpin) dan sangat lemah („abd/hamba) pada sisi yang lain. Hal ini sangat erat dengan kondisi jiwa manusia dalam merespon sesuatu, kadang berjiwa besar, sportif, pemberani; akan tetapi terkadang berjiwa kerdil, penakut, curang, putus asa, bahkan kadang lari dari tanggung jawab. Dalam konteks psikologi, yang diamati dan dipelajari adalah gejala jiwa manusia, baik yang positif maupun yang negatif, aktivitas berpikirnya, keadaan perasaannya dan sikap tingkah lakunya. Hal-hal seperti itu dalam al-Qur‟an
19
disebut dengan nafs (jiwa), qalbu (hati), „aqal (akal) dan bashirah (nurani). 1. Nafs (jiwa) Nafs dapat dipahami sebagai dorongan keinginan manusia untuk melakukan sesuatu. Maka dorongan nafs manusia itu melahirkan tingkah laku atau sikap. Secara umum, perbuatan manusia itu terbagi dua macam : perbuatan baik dan buruk. Dua perbuatan itu juga atas dorongan dari nafs. Maka dalam al-Qur‟an, nafs juga terbagi dua macam: ada nafs yang baik (mutmainah), dan nafs yang buruk (lawamah/amarah). Manusia sebagai makhluk Allah yang mulia, sebenarnya potensi baiknya lebih kuat dibanding potensi buruknya, akan tetapi daya tarik keburukannya itu lebih kuat dibanding dengan daya tarik kebaikannya. Oleh karena itu, manusia itu dituntut untuk selalu menjaga kebersihan nafsnya, sebagaimana Allah berfirman:
. Sesungguhnya berbahagialah orang-orang yang mensucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang-orang yang mengotori jiwanya. (QS. Asy Syam : 9-10). Seorang da‟i perlu menjaga kebersihan jiwanya, agar hatinya tenang, pikirannya cemerlang dan dakwahnya mudah diterima orang. Kecuali itu seorang da‟i juga perlu menjaga jiwanya mad‟u, agar mereka juga mudah memahami ajaran Islam. Memberasihkan jiwa dari perbuatan maksiat, makanan haram, lingkungan yang kurang Islami dan menjauhi dari semua yang dilarang Allah, agar jiwanya tenang. Sebagaimana firman-Nya:
20
. Wahai jiwa yang tenang, kembalilah ke jalan Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. (QS. Al-Fajr: 27-28) 2. Qalbu (hati) Dalam perspektif psikologi, qalbu (hati) mendorong manusia untuk berbuat sesuatu yang penuh dengan kesadaran, berbeda dengan nafsu, ia mendorong perbuatan manusia dengan perasaan. Sedang karakter hati itu berubah-ubah atau tidak konsisten (taqallub). Untuk melakukan sesuatu hati kita kadang semangat, kadang malas dan kadang ragu-ragu. Terhadap seseorang, kadang cinta, kadang benci. Namun demikian, ia tetap sadar terhadap apa yang ia lakukan. Karena potensi hati yang gampang berubah-ubah itu, maka seorang da‟i harus mampu mengendalikan hatinya agar tetap istiqamah, yang salah satunya dengan memperbanyak dzikir kepada Allah, sebagaimana Allah berfirman :
Ingat, hanya dengan berdzikir kepada Allah, maka akan tenanglah hatinya. (QS. Ar-Raad : 28) Kecuali seorang da‟i perlu memperbanyak dzikir kepada Allah, ia juga harus mengkondisikan kepada mad‟u untuk berdzikir kepada Allah dengan sebanyakbanyaknya, agar hati mereka tenang. Jika hatinya tenang maka akan menumbuhkan sikap yang baik dan positif dalam kehidupannya.
21
3. Hati nurani (bashirah) Nurani berasal dari kata NUR yang artinya cahaya. Jadi, hati nurani dapat disebut sebagai cahaya hati, atau lubuk hati yang mendalam. Dalam al-Qr‟an, hati nurani disebut dengan bashirah yang artinya pandangan mata hati (QS Al-Qiyamah : 15). Nurani (bashirah) selalu konsisten, beda dengan hati. Nurani selalu jujur dan tidak bisa bohong, ia sangat terpelihara keberadaannya. Maka hati nurani harus kita jadikan panglima dalam kehidupan kita. Rasulullah bersabda: Minta fatwalah kamu kepada hati nuranimu. Dalam konteks psikologi dakwah, seorang da‟i harus selalu tunduk dan patuh kepada bashirahnya, maka ia akan menjadi da‟i yang konsisten, sebagaimana konsistennya hati nurani. Da‟i yang konsisten akan berpengaruh positif terhadap mad‟u. Seorang da‟i juga harus mampu mengkondisikan mad‟unya untuk selalu menjaga nuraninya dengan baik. Orang yang tunduk kepada nuraninya akan tenang kehidupannya karena tidak adanya beban-beban kesalahan. 4. Akal Akal adalah potensi manusia yang dianugerahkan oleh Allah untuk menerima ilmu pengetahuan. Dalam psikologi modern, akal dipahami sebagai kecakapan memecahkan masalah. Hidup ini akan selalu berhadapan dengan masalah-masalah, mulai dari masalah yang kecilkecil sampai yang paling besar. Dalam menghadapi masalah itulah fungsi akal sangat berperan. Hidup juga perlu berkembang, yang didorong oleh pengetahuan dan kecerdasan akal.
22
Orang yang berakal cerdas sikapnya jauh berbeda dengan orang yang kurang cerdas. Orang yang maksimal dalam penggunaan akal, sikapnya juga jauh berbeda dengan orang yang kurang menggunakan akalnya. Dalam konteks psikologi dakwah, seorang da‟i harus mampu mendayagunakan akalnya dengan maksimal agar banyak yang dapat diperbuat untuk mensukseskan dakwahnya. Dan juga seorang da‟i harus mampu menggerakkan kepada mad‟unya untuk dapat berpikir lebih maksimal dalam menggunakan dan memperjuangkan ajaran Islam. Dengan mengembangkan kreativitas berfikir, maka pemahaman tentang Islam dapat lebih mendalam dan akan menjadi seorang muslim yang berkualitas.
OBJEK PSIKOLOGI DAKWAH An-Nafs
Al-Qalb
Bashirah
Al-Aql
An-Nafs Dorongan keinginan manusia untuk melakukan sesuatu baik atau buruk yang di dasari oleh perasaan Al-Qalb Dorongan keinginan manusia untuk melakukan sesuatu yang didasari kesadaran Bashirah Sikap dan kondisi hati yang di naungi oleh nur Allah (hati nurani) Al-Aql Potensi manusia untuk memahami dan memecahkan segala persoalan hidup.
23
4. PROSES PSIKOLOGI DALAM BERDAKWAH Dalam proses berdakwah ada da‟i, mad‟u dan maddah (materi). Pada saat da‟i menyampaikan materi kepada mad‟u, terjadilah proses komunikasi, informasi dan transformasi. Pada saat itu mad‟u menerima materi dakwah melalui tahapantahapan, yaitu (1) penerimaan stimulus informasi; (2) pengolahan informasi; (3) penyimpanan informasi; dan (4) menghasilkan kembali informasi. Empat tahapan tersebut disebut sebagai sistem komunikasi intra personal. Proses ini meliputi sensasi, persepsi, memori dan rekonstruksi. Seorang da‟i perlu memahami betul proses-proses tersebut, agar dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan dakwahnya. A. SENSASI Sensasi adalah proses menangkap stimuli (rangsangan) dari apa yang dilihat atau dirasakan oleh indera manusia. Contoh, ketika seorang muballigh tampil ke atas mimbar, maka stimuli yang ditangkap oleh jama‟ah mula-mula adalah sosok tubuhnya dan penampilannya. Setelah mulai ceramah, yang ditangkap (stimuli) oleh jama‟ah adalah suaranya. Bagi yang duduk di dekat muballigh akan menangkap aromanya, dan bagi jama‟ah yang sempat bersalaman akan menangkap halus atau kasarnya telapak tangan. Jadi apa saja yang menyentuh alat indera, itu disebut stimuli. Seorang da‟i atau muballigh perlu membuat sensasi yang positif kepada mad‟u, agar jiwa mad‟u tertarik dan simpatik, kemudian akan dapat menumbuhkan persepsi yang baik. Dengan munculnya persepsi baik dari mad‟u, maka langkah awal dakwah telah tercapai, atau disebut dengan sukses awal dalam berdakwah.
24
B. PERSEPSI Persepsi adalah proses memberi makna pada sensasi, sehingga manusia memperoleh pengetahuan yang baru. Dan persepsi akan mengubah sensasi menjadi informasi. Ketika kita melihat ada muballigh ibukota datang dengan mengendarai mobil yang mewah, penampilannya hebat, ceramahnya juga hebat dapat memukau jama‟ah, maka penglihatan dan pendengaran kita itu berubah menjadi informasi, bahwa muballigh itu “hebat”, kemudian kita akan menginformasikan itu kepada orang lain. Seorang dari dalam segala sikapnya harus mampu membuat persepsi yang baik bagi jama‟ahnya. Karena kalau jama‟ahnya telah memiliki persepsi yang baik kepada seorang da‟i, hal itu akan lebih memudahkan dalam memasukkan materi dakwah atau dalam mempengaruhi jama‟ahnya. Jika jama‟ah telah memiliki persepsi yang baik, maka mereka akan menceritakan kepada teman-temannya dan temantemannya juga akan merasa tertarik, karena mendapatkan informasi yang menarik. C. FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI PERSEPSI 1. Faktor Gerakan Secara psikologis, manusia tertarik apa saja yang bergerak. Benda kecil yang bergerak-gerak, pasti lebih menarik perhatian dari pada benda besar yang diam. Penyanyi yang bergerak, lebih menarik perhatian dari pada yang diam. Orang berjalan yang anggota tubuhnya ada yang digerak-gerakkan, lebih menarik perhatian dari pada orang yang berjalan bisaa-bisaa saja. Satu daun kecil yang bergerak-gerak di saat daun-daun yang lain-
25
nya diam, maka daun yang bergerak itu menjadi diperhatikan. Oleh karena itu, seorang muballigh perlu menggerakkan tangannya atau anggota badannya untuk menarik perhatian jama‟ah. Tentu gerakan seorang da‟i harus disesuaikan dengan kondisi yang ada, tidak asal gerak. Yang perlu dipahami oleh da‟i bahwa gerakan badan dalam berdakwah atau berbicara menjadi salah satu daya tarik yang dapat mempengaruhi persepsi jama‟ah. 2. Faktor Kebaruan Secara psikologis, manusia selalu tertarik pada sesuatu yang baru, baju baru, motor baru, mobil baru, suasana baru dan ide-ide baru. Hal-hal yang baru itu menarik perhatian karena bisaanya di dalamnya mengandung suasana yang lebih segar. Dalam kaitannya dengan dakwah, seorang da‟i harus dapat tampil mengetengahkan hal yang baru, yang berbeda dari bisaanya untuk dapat menarik perhatian mad‟u. Kebaruan sesuatu tidak musti bersifat keseluruhan, tapi bisa juga barang lama dengan kemasan baru. Umpamanya, dalam menyampaikan dakwah walaupun isi materinya sama dengan yang lalu, akan tetapi methode penyampaian atau alat peraganya yang diperbarui, hal ini juga dapat menarik perhatian mad‟u. Materi dakwah pada dasarnya tidak mengalami perubahan karena sumber materi dakwah adalah al-Qur‟an dan hadis yang telah baku. Akan tetapi uraian dan pemahamannya bisa berkembang. Perkembangan-perkembangan itu yang harus dikuasai oleh da‟i, agar dalam dakwahnya selalu menampilkan hal-hal yang baru, sehingga pendengarnya tetap merespon dengan baik.
26
3. Faktor Kontras Secara psikologis, manusia akan lebih memperhatikan sesuatu yang berbeda dan sesuatu yang kontras. Jika jama‟ah pada umumnya memakai baju putih-putih, maka jika ada satu orang yang memakai baju merah akan menjadi perhatian. Jika di tengah-tengah keheningan ada satu suara, maka orang-orang akan berpaling memperhatikan suara tersebut. Dalam kaitannya dengan dakwah, maka seorang da‟i perlu berpenampilan yang berbeda dengan umumnya jama‟ah. Pada saat berceramah perlu dengan suara yang mudah didengarkan oleh mad‟u, sehingga memerlukan pengeras suara yang baik untuk mengalahkan suara obrolan orang banyak. Mimbar/podium lebih tinggi dari pada duduknya jama‟ah, lampu lebih terang dari pada ruangan lain. Itu semua tujuannya agar jama‟ah dapat lebih memperhatikan kepada da‟i, sehingga mereka mempunyai persepsi yang baik kepada da‟i. 4. Faktor Struktural Menurut sebuah teori psikologi, bila seseorang mempersepsi sesuatu, maka ia mempersespsinya sebagai suatu keseluruhan bukan bagian-bagian. Ketika melihat wajah cantik seorang wanita, maka yang dipersepsi bukan hanya wajahnya saja yang baik, tapi keseluruhan tubuh wanita itu, bahkan sampai bagian-bagian dalamnya dipersepsi baik, karena ia memper-sepsi dari struktur tubuhnya. Jika ada orang yang pintar, cerdas, pekerja keras, tetapi suka menyakiti isterinya, maka dipersepsi sebagai orang yang tidak baik. Sebaliknya, jika diungkapkan dengan kata-kata “ada orang yang suka menyakiti isterinya, tapi ia pintar, cerdas dan pekerja keras”. Maka yang
27
dipersepsi adalah bahwa orang tersebut baik, yang membedakan dua persepsi tersebut karena “struktur kalimatnya”. Contoh lagi, orang yang dekat dengan ulama dipersepsi sebagai orang baik. Orang yang dekat dengan pejabat tinggi, dipersepsi sebagai orang penting, orang yang dekat dengan penjahat dipersepsi sebagai orang yang tidak baik. Demikian proses stimuli yang ditangkap oleh indera dipersepsi menjadi informasi, kemudian disimpan menjadi memori. Dalam hubungannya dengan dakwah, seorang da‟i perlu memahami bahwa pada saat proses menyampaikan dakwah ada stimuli-stimuli yang ditangkap oleh indera mad‟u, dan itu akan menjadi informasi yang sangat berharga bagi mad‟u. Kemudian akan disebarluaskan kepada masyarakat yang lebih luas. Kecuali itu, informasi yang diperoleh dari stimuli juga akan disimpan oleh mad‟u menjadi memori. D. MEMORI Salah satu kelebihan manusia adalah kemampuannya dalam menyimpan informasi yang sangat banyak dalam waktu yang lama dan dapat mengingatnya kembali. Apa saja yang ditangkap oleh indera (sensasi), kemudian diubah menjadi informasi (persepsi), selanjutnya disimpan dalam ingatan (memori). Dengan demikian, memori adalah suatu sistem yang berstruktur pada otak manusia yang merekam fakta tentang suatu pengetahuan yang dapat digunakan untuk membimbing perilakunya. Jadi prilaku manusia dipengaruhi oleh memori yang ada pada dirinya.
28
Dalam mengingat kembali atau memanggil informasi dari memori, dapat terjadi dengan beberapa cara, antara lain adalah: 1. Pengingatan; yaitu sengaja mengingat-ingat kembali pengetahuan atau pengalaman yang pernah diketahui atau dijalankan di masa lalu. 2. Pengenalan; yaitu mengenali kembali apa yang pernah diketahui di masa lalu. Misalnya ketika berjumpa dengan teman akrab yang telah 25 tahun tidak bertemu. Melihat buku pelajaran yang sudah 10 tahun tidak pernah disentuh. 3. Pengulangan; yaitu mengulang kembali apa yang penah diketahui di masa lalu. Contohnya, pada saat di kampung sudah pernah hafal surat al-Fatihah. Di Jakarta selama 40 tahun tidak pernah membacanya. Ketika sudah taubat dan masu shalat, ia lebih mudah menghafal surat al-Fatihah dari pada yang masa kecilnya tidak pernah mengaji sama sekali. E. REKONSTRUKSI Rekonstruksi adalah proses pembangunan kembali suatu informasi yang sudah lama tidak pernah diaktifkan, atau dengan kata lain proses mengingat kembali suatu kejadian masa lalu yang sudah lama tidak diingatnya. Kejadian itu akan mudah diingat kembali setelah membuka informasi yang tersimpan dalam memori. Orang yang pernah mempunyai pengalaman yang sangat mendalam pada satu tempat, ketika setelah 10 tahun lewat di tempat itu lagi, maka memorinya atau daya ingatnya akan muncul dengan sendirinya. Ketika pernah berpacaran dengan X dan cukup mendalam, kemudian setelah berpisah 10 tahun
29
dan berjumpa kembali, maka memori tentang pacarnya dapat muncul kembali. Orang Jawa yang suka wayang, setelah 15 tahun hidup di Amerika dan mendengar suara gamelan, maka akan terbayang suasana pada saat nonton wayang. Proses munculnya memori sangat erat kaitannya dengan proses dakwah. Jika menyampaikan dakwah kepada orang yang masa kecilnya pernah mengaji walaupun selama 10 tahun tidak mengaji sama sekali, itu lebih mudah dari pada dakwah kepada orang yang masa kecilnya belum pernah mengaji sama sekali. Dalam hal ini da‟i perlu memahami dan mengetahui memori yang ada pada mad‟u, agar dalam penyampaian dakwahnya berjalan dengan baik. LIMA TAHAPAN PROSES BERPIKIR KREATIF 1. Orientasi. Merumuskan dan mengidentifikasikan masalah dengan benar dan tepat 2. Preparasi. Mengumpulkan informasi-informasi yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi 3. Inkubasi. Berhenti sebentar (cooling down) ketika mengalami kesulitan mencari jalan masalah. 4. Iluminasi. Merenung dengan serius, memohon dan berdo‟a untuk mencari ilham. 5. Verifikasi. Menguji dan menilai secara kritis memecahkan masalah yang sedang di hadapi
30
5. PSIKOLOGI BAHASA PENCERAMAH Al-Qur‟an memberikan tuntunan bahwa redaksi bahasa seorang penceramah (da‟i) berbeda-beda tekanannya, tergantung, siapa mad‟unya. Namun demikian, minimal ada empat bentuk bahasa yang harus di perhatikan oleh seorang da‟i agar pesan dakwahnya mudah di terima. A. QAULAN BALIGHO Qaulan Baligho artinya adalah perkataan yang membekas pada jiwa. Dalam Surat An-Nisa ayat 63 dijelaskan :
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (QS. An-Nisa : 63) Untuk mendapatkan Qaulan Baligho, seorang pencaramah dalam menyampaikan dakwahnya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. a. Perkataannya mengandung kebenaran secara hukum. b. Bahasanya benar sesuai dengan tata bahasa. c. Mempunyai kesesuaian dengan apa yang di maksud oleh penceramah. d. Menciptakan persepsi yang benar bagi mad‟u e. Menyampaikan dengan penuh keikhlasan
31
B. QAULAN LAYYINA Qaulan Layyina artinya adalah perkataan yang lemah lembut. Dalam Al-Qur‟an Surat Thoha ayat 44 dijelaskan :
maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan katakata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut. (QS. Thoha : 44) Ayat ini berada dalam rangkaian dakwah Nabi Musa dan Nabi Harun kepada Raja Fir‟aun yang menjadi penguasa pada saat itu. Berhadapan dengan penguasa yang dzalim, ceramahnya di perintahkan menggunakan bahasa yang lembut, agar penguasa yang dzalim tidak marah karena dia mempunyai kekuasaan. Dakwah yang yang lambut adalah dakwah yang di butuhkan oleh mad‟u sebagai sentuhan yang halus sehingga tidak menimbulkan gangguan pikiran. Orang yang keras pun ketika menerima dakwah dengan cara yang lembut, tidak akan berbuat kasar walaupun belum bisa menerima dakwahnya. Dakwah dengan menggunakan bahasa yang lembut akan dapat mewujudkan suasana yang kondusif, ketentraman dan kedamaian. C. QAULAN MAISURO Qaulan Maisuro artinya adalah perkataan yang ringan. Dalam Al-Qur‟an surat Al-Isra‟ ayat 28 dijelaskan :
32
Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas. (QS. Al-Isra‟ : 28) Qaulan Maisuro atau perbuatan yang ringan bisaanya digunakan bagi orang awam yang pengetahuan agamanya sangat minim, kehidupan ekonominya sangat rendah dan pendidikannya terbatas. Dakwah kepada masyarakat awam, lebih banyak ditekankan dengan bahasa yang ringan, tidak perlu banyak ceramah, akan tetapi banyak berbuat. Jadi dakwah dengan Qaulan Maisuro adalah dakwah yang lebih baik menunjukkan fakta di banding kata-kata. D. QAULAN KARIMA Qaulan Karima artinya adalah perkataan yang mulia. Dalam Al-Qur‟an Surat Al-Isra‟ ayat 23 dijelaskan :
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucap-
33
kanlah kepada mereka perkataan yang mulia.. (QS. Al-Isra‟ : 23) Dakwah dengan menggunakan Qaulan Karima lebih ditekankan ketika mad‟u pada umumnya orang-orang yang sedah tua. Psikologi orang-orang yang usianya sudah tua, bisaanya sangat peka terhadap kata-kata yang sifatnya menggurui atau menyalahkan walaupun mereka bodoh atau salah. Secara psikologi, tidak mau di ingatkan dengan perkataan yang tidak sopan. Termasuk berdakwah berdakwah kepada orang tua sendiri, harus menggunakan kata-kata yang mulia, sopan, santun dan tidak menyingggung perasaan orang tua, walaupun orang tua kita salah. E. QAULAN SADIDA Qaulan Sadida artinya adalah perkataan yang benar, tidak mengandung kebohongan. Dalam Al-Qur‟an surat AnNisa ayat 9 di jelaskan :
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.. (QS. An-Nisa : 9) Seorang da‟i dalam menyampaikan ceramahnya harus bersumber dari kebenaran, bukan katanya dan bukan kirakira yang tidak jelas kebenarannya dan antara kebenaran yang disampaikan dalam ceramah harus sesuai dengan kebe34
naran yang dijalankan. Berarti dakwahnya bukan hanya disampaikan kepada orang lain, akan tetapi juga untuk dirinya sendiri. Dengan demikian ada lima bahasa dakwah yang perlu di pahami dan di laksanakan oleh setiap penceramah, agar dakwahnya mudah diterima oleh umat, yaitu : Qaulan Baligho, Qaulan Layyina, Qaulan Maisuro, Qaulan Karima dan Qaulan Sadida PRIBADI YANG BERKUALITAS 1. Mempunyai keyakinan bahwa ia mampu mengatasi masalah yang dihadapi 2. Memanfaatkan waktu untuk selalu menambah pengetahuan 3. Mempunyai tujuan dan target dari setiap kegiatan yang dilaksanakan 4. Mampu berkomunikasi efektif yang dapat mempengaruhi orang lain untuk bertindak positif 5. Komitmen antara pikiran maupun tindakan
UCAPAN YANG BERKUALITAS Tepat bahasannya, jujur perkataannya, jelas maknanya, indah bahasanya, tegas maksudnya, mudah pemahamannya.
35
6. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRILAKU MANUSIA Seorang da‟i (juru dakwah) perlu memahami faktor-faktor yang dapat memperngaruhi prilaku manusia, karena target dakwah adalah adanya perubahan prilaku menjadi lebih baik. Manusia di kenal sebagai hewan yang berfikir atau dalam bahasa arabnya di sebut “hayawanun natiq” Maka jika manusia menggunakan akal, pikiran dan hatinya, ia menjadi makhluk yang paling istimewa di muka bumi ini. Akan tetapi jika tidak menggunakan akal, pikiran dan hatinya, maka yang tinggal sifat kehewanannya. Namun demikian masih ada ciri-ciri umum pada prilaku manusia yang membedakan dengan hewan. A. CIRI-CIRI PRILAKU MANUSIA 1. Kepekaan Sosial Manusia mempunyai kemampuan untuk dapat menyesuaikan tingkah laku dengan harapan dan pandangan orang lain. Contoh, prilaku di hadapan orang tua tentu akan berbeda dengan perilaku di hadapan anak-anak. Hal ini tidak di miliki oleh hewan pada umumnya. 2. Orientasi Pada Tugas Manusia mempunyai orientasi pada tugas pribadinya. Contoh, seorang mahasiswa yang besok akan mengikuti ujian semester, ia belajar dan segera tidur agar bisa bangun pagi. Dia tidur bukan hanya karena ingin beristirahat, akan tetapi agar dapat bangun pagi. Prilaku segera tidur tersebut karena adanya faktor orientasi pada tugas, yaitu mengukuti semester.
36
3. Kelangusngan Tingkah Laku Manusia melakukan kegiatan selalu ada kaitannya dengan kegiatan yang lalu, atau kontinuitas, bukan separadis. Yang di lakukan pada hari ini merupakan kelanjutan kegiatan kemarin, atau awal dari suatu rencana jangka panjang. Contoh, seoaang daftar kuliah adalah kelanjutan dari sekolah SLTA. Daftar di SMP sebagai kelanjutan dari tamat SD, begitu juga seterusnya. B. FAKTOR-FAKTOR PENGGERAK TINGKAH LAKU 1. Faktor Kebutuhan Seorang yang dalam keadaan lapar dan haus, ia butuh makan dan minum, tentu prilakunya berbeda dengan orang yang kenyang, akibatnya dia tidak akan konsentrasi mendengarkan ceramah. Kebutuhan manusia sangat banyak dan bervariasi, maka seorang juru dakwah perlu memahami kebutuhan jiwa jama‟ahnya. Jika kebutuhannya terpenuhi, maka tingkah laku mereka akan baik. 2. Faktor Keingintahuan Manusia selalu ingin tahu apa yang tahu apa yang terjadi di sekitarnya. Ketila terjadi suatu peristiwa besar, semua orang bertanya-tanya mengapa hal itu bisa terjadi. Bahkan ketika belum mendapatkan jawaban, bisaanya mereka mengambil kesimpulan sendiri, bisa jadi kesimpulannya tidak benar. Seorang da‟i (juru dakwah) harus mampu menjelaskan materi dakwah dengan gamblang, karena mereka selalu ingin tahu. Dan jika tidak di berikan penjelasannya dengan maksimal bisa jadi mereka bimbang atau mengambil kesimpulan yang salah.
37
3. Faktor Harga Diri Setiap manusia ingin di akui keberadaannya, maka jika mereka di remehkan atau tidak di hargai, bisa jadi dia berprilaku yang negative yang dapat merugikan dirinya dan orang lain. Sering da‟i (juru dakwah) harus mampu memahami kondisi jama‟ahnya dan bisa memberikan penghargaan dengan baik. Jika hal ini di lakukan, maka mereka akan dapat berprilaku yang positif. Dan masih banyak lagi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku masnusia yang perlu di pahami oleh da‟i (juru dakwah) antara lain faktor biologis, faktor kepercayaan, faktor kebisaaan, faktor keamanan, faktor lingkungan, faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor kerohanian dan lain sebagainya. Faktor-faktor tersebut dapat menggunakan dan mempengaruhi tingkah laku manusia. Dengan demikian, seorang da‟i (juru dakwah) harus memahami prilaku umatnya yang berbeda-beda karena perbedaan faktor yang mempengaruhinya. Bukan sekedar tingkah lakunya yang di pahami, akan tetapi lebih penting memahami faktor-faktor yang menimbulkan tingkah laku. Dengan memahami faktor-faktor tersebut, maka seorang da‟i (juru dakwah) hendaknya memperbaik faktor-faktornya terlebih dahul. Insya Allah dengan cara demikian dakwahnya dapat berhasil dengan baik. Catatan : Prilaku manusia sangat dipengaruhi oleh faktor yan mendorong prilaku itu sendiri. Prilaku yang baik karena didorong oleh pengaruh baik, prilaku buruk juga karena di dorong oleh pengaruh buruk. Perbaiki factor pendorongnya ?
38
7. PSIKOLOGI DAKWAH MELALUI MEDIA MASA A. KOMUNIKASI MASSA Massa ialah kumpulan orang banyak, ratusan, ribuan atau jutaan yang berkumpul untuk sementara karena ada kepentingan sementara. Kumpulan massa dewasa ini bisa dimaksudkan kumpulan dalam satu tempat (stadion misalnya). Bisa juga berarti berkumpul secara psikologis, misalnya penonton siaran televisi yang tersebar di pelosok tanah air tetapi secara serentak dan sesaat sedang menyaksikan acara sama. Umpamanya siaran final sepak bola dunia. Komunikasi massa ialah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa kepada sejumlah besar orang. Komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, tidak dikenal namanya satu per satu melalui media cetak atau elektronik, sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak. Jika dakwah interpersonal mengandalkan kemampuan dan kharisma individual da'i, maka dakwah melalui media massa, ketergantungannya kepada program lebih tinggi dibanding kepada kharisma pribadi da'i. Perbedaan sistem komunikasi dalam dakwah interpersonal dengan dakwah melalui media massa, secara teknis dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Jika seorang da'i ceramah di masjid, maka stimuli dakwahnya dapat diterima langsung oleh jama'ah: penampilan, suara, dan isi ceramah yang disampaikan semuanya dapat diterima oleh jamaah, tetapi dakwah melalui media massa, stimuli dakwah
39
diterima masyarakat melalui media tehnis, (radio, tv, koran), atau media sosial yang sifatnya tidak langsung. 2. Jika seorang da'i ceramah terlalu panjang di masjid, mungkin panitia akan menegurnya, atau hadirin akan pulang satu per satu. Akan tetapi, jika seorang da'i berpidato di corong radio atau layar kaca, pesan dakwah anda bersifat satu arah, hanya menyampaikan, tidak ada umpan balik langsung. 3. Jika seorang da'i berceramah di masjid, maka materi dakwah yang disampaikan ditujukan kepada publik yang terbatas, yaitu mereka yang hadir di dalam masjid itu, yang relatif mernang siap untuk mendengarkan santapan rohani, dan relatif sudah dikenal, sedangkan jika dia berpidato di, radio atau televisi, pendengar atau penontonnya bersifat terbuka, materi dakwahnya ditujukan kepada publik yang tak terbatas. 4. Jika seorang da'i berceramah di masjid, maka mad"u terkonsentrasi, yakni dalam satu ruang masjid itu, sedangkan jika ceramah melalui radio atau televisi publik pendengar dan penonton televisi tersebar secara geografis. B. KARAKTERISTIK DAKWAH MELALUI ME DIA KOMUNIKASI MASSA Komunikasi massa memiliki karakteristik psikologi yang khas, berbeda dengan komunikasi interpersonal, perbedaan-perbedaan itu adalah: 1. Pada komunkasi massa, arus informasi dakwah terkendali di tangan pemberi pesan, yakni da'i, tidak dipengaruhi oleh reaksi khalayak mad'u, karena antara da‟i dan mad‟u tidak bertemu secara langsung.
40
2. Pada komunikasi massa, reaksi mad'u sebagai umpan balik tehadap dakwah yang disampaikan hanya dilakukan melalui beberapa saluran saja, misalnya surat pembaca, atau telepon dari pendengar. 3. Dalam dakwah tatap muka atau interpersonal, dapat menangkap stimu/i melalui seluruh alat inderanya, wajah da‟i dapat terlihat, terdengar suaranya, tercium aromanya, dan bagi yang beruntung dapat bersalaman, dan merasakan kehalusan kulitnya. 4. Jika ada seorang da'i yang berkeliling mengunjungi masyarakat, maka hubungan antar manusia (hubungan interpersonal) dengan masyarakat di samping materi dakwah yang sederhana yang di sampaikan oleh da'i yang hubungan batinnya, dekat dengan masyarakat itu lebih efektif dibanding materi dakwah yang canggih tapi disampaikan oleh da'i yang tidak mengunjungi langsung kepada masyarakat C. EFEK KOMUNIKASI MASSA Tidak bisa dibantah bahwa surat kabar, radio, TV telah membantu jaringan komunikasi itu jarak dunia menjadi semakin pendek sehingga memudahkan manusia untuk belajar dan mengetahui segala macam hal di dunia ini. Akan tetapi, media massa itu juga mengubah sikap manusia terhadap banyak hal, dan bahkan berhasil menggerakan perilaku manusia mengikuti trend zaman yang disebarluaskan melalui media komunikasi itu. Pengaruh media massa terhadap perilaku (behavior), menurut sebuah penelitian ternyata lebih besar dibanding terhadap aspek kognitif (pengetahuan). Oleh karena itu, efek komunikasi massa, terutama pada lapisan masyarakat yang belum siap mental lebih banyak pada perubahan perilaku 41
yang negatif, seperti gaya hidup, mode pakaian, hiburan dan sebagainya. Menurut Dr. Zakiah Daradjat, 83% perilaku manusia itu dipengaruhi oleh apa yang dilihatnya, 11% dari apa yang didengarnya dan yang 6% sisanya merupakan gabungan dari berbagai stimulus yang diterimanya. Dalam perspektif ini dapat dibayangkan bagaimana peranan tayangan televisi dalam membentuk kepribadian masyarakat, terutama generasi muda yang masih sangat labil dan sedang mencari identitas.
SECARA PSIKOLOGIS, DA'I ADALAH PEMIMPIN YANG HARUS MEMILIKI BEBERAPA KELEBIHAN DAN KECAKAPAN 1. Kecakapan dalam bidang kepemimpinan secara khas, contoh, Da'i juga harus mampu menjadi imam, mimpindo'a dan sejenisnya. 2. Kecakapan secara umum adalah seorang da'i juga pandai komputer, pandai tentang ekonomi, pandaitentang politik dan lain sebagainya. 3. Kecakapan yang spesifik, conrohnya seorang da jugadapat mengobati orang sakit, dapat memahami ilmutaroid, falah dan lain sebagainya. 4. Kecakapan dalam segala hal yang dibutuhkan masyarakat.
42
8. MOTIVASI DALAM DAKWAH A. PENGERTIAN MOTIVASI Motivasi merupakan suatu keadaan psikologis yang dapat merangsang dan memberiarah terhadap tingkah laku atau aktivitas manusia. Dialah kekuatan yang menggerakkan dan mendorong aktivitas seseorang. Motivasi itulah yang membimbing seseorang kea rah tujuan yang di harapkan. Dengan motivasi, seseorang akan merasa ringan dalam melaksanakan tingkah lakunya. B. PERANAN MOTIVASI Motivasi itu mempunyai peranan yang sangat besar dalam berdakwah, baik bagi da‟i (juru dakwaj) atau bagi mad‟u (yang menerima dakwah). Seorang da‟i dan mad‟u harus memiliki motivasi yang kuat untuk berdakwah. Tanpa motivasi yang kuat, sulit untuk bisa mencapai dakwah yang baik. Padahal dakwah merupakan kunci utama berkembangnya agama Islam. Paling tidak ada empat peran motivasi dalam melaksanakan dakwah, yaitu: Sebagai pendorong dalam berdakwah, sebagai penentu arah dan tujuan dalam berdakwah, sebagai penyeleksi keberhasilan dakwah dan sebagai alat untuk mengevaluasi kegiatan dakwah. Dakwah yang dilaksanakan tanpa adanya motivasi, maka akan sulit mencapai tujuan berdakwah. C. ASPEK-ASPEK MOTIVASI Dalam melaksanakan dakwah harus mampu menumbuhkan motivasi kepada masyarakat agar mereka dapat berprilaku mengamalkan isi dakwahnya. Adapun aspek-aspek 43
motivasi yang perlu di pahami oleh seorang da‟i antara lain sebagai berikut: 1. Aspek Basyiron. Basyiron artinya memberikan informasi yang membahagiakan dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Semua orang membutuhkan kebahagiaan, ketenangan, keamanan dan kedamaian. Dan semua itu akan di peroleh dengan melaksanakan ajaran Islam. Mengembangkan motivasi aspek Basyiron dapat di lakukan dengan beberapa contoh, antara lain: a. Pelaksanaan ajaran agama di dorong oleh keinginan masuk surge yang penuh kenikmatan b. Melaksanakan dzikir di dorong oleh keinginannya meraih ketenangan dalam kehidupan. c. Membayar zakat / infak /shodaqoh di dorong oleh keinginannya mendapat rizki yang lebih banyak d. Melaksanakan shalat tahajud, di dorong oleh keinginannya agar hajat-hajatnya dapat tercapai. e. Melaksanakan shalat taubat di dorong oleh keinginannya agar dosa-dosanya di ampuni Allah SWT f. Belajar dakwah di dorong oleh keinginannya untuk menjadi da‟i yang dapat menyebarkan ajaran Islam. 2. Aspek Nadziron. Nadziron artinya memberikan informasi yang berupa ancaman jika tidak melaksanakan ajaran agama. Aspek ini dapat digunakan jika masyarakatnya sudah relative kuat agamanya. Mengembangkan aspek motivasi Nadziron dapat di lakukan dengan contoh-contoh sebagai berikut:
44
a. Manusia di akhirat akan masuk neraka selama-lamanya jika tidak beragama Islam. b. Orang Islam akan di siksa di neraka jika tidak melaksanakan shalat. c. Harta yang tidak di zakati akan menjadi api di neraka dan membakar kepada pemiliknya. d. Orang Islam yang mampu tapi tidak mau menunaikan haji maka matinya menjadi Yahudi atau Nasrani. e. Semua manusia akan di mintai pertanggung jawaban atas seluruh perbuatannya di dunia. f. Orang yang makan rizki haram, do‟anya tidak di kabulkan Allah SWT. Dan masih banyak lagi aspek-aspek motivasi yang lain, yang perlu di pahami oleh seorang da‟i. Pada intinya seorang da‟i harus mampu membangkitkan motifasi kepada masyarakat, agar mereka mau melakukan ajaran agama dengan baik. Pendek kata, seorang da‟i adalah motivator yang mampu memotivasi kepada mad‟u.. Tugas pokok motivator adalah memberikan pencerahan dan pemahaman yang dapat merangsang munculnya prilaku-prilaku manusia yang di dorong oleh motivasi, bukan karena keterpaksaaan aka dapat mewujudkan kedamaian dan kenyamanan bagi pelakunya. Al-Qur‟an banyak memberikan motifasi kepada umat Islam untuk melakukan amal shaleh dan juga memberikan motivasi untuk menjauhi larangan-larangan Allah SWT, agar dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dengan penuh ikhlas.
45
9. DAKWAH PERSUASIF A. PELUANG KEBERHASILAN DAKWAH Keberhasilan suatu dakwah dimungkinkan oleh berbagai hal, antara lain : 1. Kemungkinan pertama, karena pesan dakwah yang disampaikan oleh da'i memang relevan dengan kebutuhan masyarakat, sehingga mereka menerima pesan dakwah itu dengan antusias. 2. Kemungkinan kedua karena faktor pesona da'i, memiliki daya tarik personal yang menyebabkan masyarakat mudah menerima pesan dakwahnya. 3. Kemungkinan ketiga karena kondisi psikologi masyarakat yang sedang haus siraman rohani, dan mereka memiliki persepsi positif kepada setiap da'i. 4. Kemungkinan keempat, adalah karena kemasan yang menarik. Masyarakat yang semula acuh tak acuh terhadap agama dan juga terhadap da'i setelah melihat paket dakwah yang diberi kemasan lain (misalnya wayang), maka mereka menjadi tertarik. B. UNSUR PEMBENTUK PERSUASIF Kondisi psikologis mad 'u yang berbeda-beda menyebabkan tingkat pendekatan persuasif dalam berdakwah juga berbeda-beda. Namun untuk mencapai dakwah yang persuasif jelas ada unsur yang mendukungnya. Salah satu untuk yang sangat dominan adalah tentang kepribadian seorang da'i. Untuk membuat suatu dakwah itu persuasif, pertamatama seorang da'i harus memiliki kriteria-kriteria yang di-
46
pandang positif oleh masyarakat. Kriteria-kriteria itu antara lain: a. Memiliki Kualifikasi Akademis Dalam hal ini seorang da'i sekurang-sekurang rnemiliki pengetahuan tentang Al-Qur'an dan Al-Hadits, atau memiliki pengetahuan agama yang luas. Ciri seorang da'i yang berilmu antara lain, ia tidak berani mengatakan apa yang tidak dikuasainya. Seorang da'i akan segera ketahuan bodohnya jika ia berbicara tentang sesuatu yang ia sendiri tidak paham. Nasihat hukama dalam hal ini berbunyi : "Diantara tanda ilmiah adalah jika engkau tidak berbicara tentang apa yang engkau tidak mengetahui dengan menggunakan kata-kata orang yang menguasainya. Cukuplah engkau disebut bodoh, jika engkau berbicara tentang apa yang engkau sendiri tidak paham. b. Memiliki Konsekuensi Antara Amal dan Ilmunya Seorang da'i sekurang-kurangnya harus mengamalkan apa yang ia serukan kepada orang lain. Perbuatan seorang da'i tidak boleh melecehkan kata-katanya sendiri. Seorang da'i yang baik tidak akan berani mengajak orang atas apa yang ia sendiri tidak menjalankannya, dan secara moral ia juga tidak berani melarang sesuatu yang ia sendiri meninggalkanya. Tentang hal ini Al-Qur'an secara jelas menyindir kaum Yahudi yang sering tidak konsisten dengan kalimat:
47
Apakah kalian menyuruh orang lain berbuat kebajikan seraya melupakan dirimu sendiri (untuk melakulwnnya) pudahal kalian membaca Al-Kitab, apakah kalian tak mempunyai akal? (QS. Al-Baciarah : 44) c. Santun dan Lapang Dada Ciri orang santun adalah lembut tutur katanya, tenang jiwanya, tidak gampang marah dan tidak suka omong kosong. Secara psikologis, kepribadian santun dan lapang dada seorang da'i akan membuat orang (mad'u) terikat perasaannya, lebih dari pada pemahaman melalui pekirannya sehingga masyarakat mad'u cenderung ingin selalu mendekatinya. Al-Qur'an mengingatkan bahwa sifat kasar (lawan dari santun) akan membuat orang lari dari da'i.
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Ke-
48
mudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.. (QS.Al-Imran : 159) d. Bersifat Pemberani Secara psikologis, manusia memang tertarik kepada keberanian. Keberanian yang diperlukan oleh seorang da'i sudah barang tentu berbeda dengan keberanian kelompok oposisi yang lebih menekankan asal berbeda, atau keberanian yang asal berani, tetapi keberanian yang konstruktif, yang sejalan dengan konsep dasar dakwah, yaitu keberanian mengemukakan kebenaran. Keberanian dalam bidang ini bisaanya disandarkan kepada hadits Nabi yang berbunyi:
كل حلق واو اكن مل Katakanlah yang benar, meskipun pahit (HR. Ibnu Hibban) e. Tidak Mengharap Pemberian Orang (`lffah) Iffah artinya hatinya bersih dari pengharapan terhadap apa yang ada pada orang lain. Seorang da'i tak terlintas sedikit pun di dalam hatinya keinginan terhadap pemberian orang lain, maka ia dapat merasa sejajar atau bahkan lebih tinggi dibanding orang lain. Atau sekurang-kurangnya memiliki kemerdekaan di dalam dirinya. Ali bin Abi Thalib pemah berkatayang artinya : Berikan peluang kepada orang lain yang engkau suka,maka kau akan dipandang sebagai pemimpinnya. Ajukan permintaan kepada orang yang engkau suka, maka engkau akan menjadi tawanannya, dan buang
49
jauh-jauh keinginan terhadap apa yang dimiliki orang, maka engkau dapat menjadi mitranya. Da'i adalah pemimpin. Setiap da'i harus menyadari bahwa dakwah adalah pekerjaan memimpin orang menuju ke jalan yang benar. Seorang pemimpin harus memiliki kelebihan dibanding yang dipimpin. Sifat iffah memungkinkan seorang da'i untuk memimpn masyarakat karena ia tidak mengharapkan pemberian masyarakat, sebaliknya justru ingin memberi, yakni memberi bimbingan. f. Qana'ah atau Kaya Hati Da'i adalah pejuang, dan watak pejuang adalah tabah dalam menghadapi berbagai kesulitan. Salah satu problem kehidupan adalah miskin harta. Da'i yang merasa dirinya miskin bisaanya mengidap penyakit rendah hati dan tidak percaya diri. Untuk itu, seorang da'i tidak boleh miskin. Menurut hasan Al-Banna, seorang da'i harus memiliki tiga kekayaan hati yang diberikan kepada orang lain untuk mendapatkan kemuliaan yaitu : (1).Berfikirlah untuk memberi agar orang lain mengambil faedahnya, (2). Berfikirlah untuk menanam agar orang lain dapat memetik buahnya, dan (3). Bersusah payahlah untuk memberi kesempatan orang lain beristirahat. g. Kemampuan Berkomunikasi Dakwah adalah mengkomunikasikan pesan kepada mad'u. dapat dilakukan dengan lisan, tulisan atau perbuatan. Komunikasi dapat berhasil manakala pesan dakwah itu dipahami oleh mad'u, dan pesan dakwah itu mudah
50
dipahami manakala disampaikan sesuai dengan cara berpikir dan tingkat kemampuan mad'u. Pesan dakwah yang tinggi jika disampaikan secara tidak logis, atau oleh orang yang bicaranya gagap, maka dakwahnya tidak persuasif. Do'a yang diajarkan kepada calon mubaligh bisaanya mengutip do'a Nabi Musa :
َّس ِِل َأ ْم ِلي َو ْحلُ ْل ْ ّ ِ ْش ْح ِِل َص ْد ِري َوي َْ ِا َ ِاا ي َ ْف َل ُو كَ ْو ِِل
كَا َل َر ِ ّب ْ ُ ْلدَ ًةة ِم
Ya tuhan, lapangkanlah dada kami, mudahkanlah urusan kami dan lepaskan kekeluan lidah kami agar mereka memahami perkataan kami. h. Memiliki Ilmu Bantu yang Relevan Untuk menjadikan pesan dakwah itu sampai kepada mad'u tepat waktu dan tepat sasaran, seseorang da'i harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang semua hal yang berhubungan dengan mad'u sebagai tambahan dari materi dakwah. Contoh : kemampuan mengobati penyakit, mampumengurus jenazah, bahkan mampu mencarikan pekerjaan bagi yang membutuhkan. i. Memiliki Rasa Percaya Diri dan Rendah Hati Seorang da'i harus memiliki rasa percaya diri, yakni bahwa dakwahnya dilandasi oleh keikhlasan, dan mengharap ridha Allah, Seorang da'i juga harus tawadlu, rendah hati, menjauhi sifat sombong dan rasa kagum diri (`ujub). Dalam perspektif Islam, rendah hati justru akan mendatangkan kehormatan, sementara kesombongan
51
akan mengantar pada kehinaan. Nabi SAW. Pernah bersabda: Barang siapa merendahkan dirinya maka Allah akan mengangkat derajatnya, dan barang siapa menyombongkan dirinya maka Allah akan menjatuhkannya. (HR. Abu Nu'aim). Untuk memiliki rasa percaya diri dan rendah hati, seorang da‟i harus yakin dengan materi dakwahnya dan benar-benar ikhlas karena Allah SWT tidak tersinggung jika di kritik dan tidak bangga jika dipuji. Dakwah secara persuasif itu sangat penting, apalagi bagi umat Islam Indonesia yang secara umum budayanya lemah lembut dan sopan santun, sehingga pesanpesan dakwahnya lebih mengena. Disinilah setiap juru dakwah harus mampu memahami dan melaksanakan dakwah secara persuasif.
52
10. PENUTUP Al-hamdulillah buku Praktikum Dakwah ini telah selesai di tulis walaupun masih banyak kekurangannya. Insya Allah buku ini sangat besar manfaatnya jika dipahami dan di amalkan oleh para da‟i juru dakwah. Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam sesuai dengan kemampuan masing-masing yang salah satunya dengan methode ceramah. Seorang penceramah pasti berhadapan dengan orang lain baik secara langsung atau tidak langsung, sehingga di perlukan proses komunikasi yang didalamnya terjadi interaksi. Dalam proses interaksi itu, di perlukan ilmu psikologi. Untuk itu kepada para da‟i umumnya dan khususnya para peserta Pendidikan Dakwah serta mempelajari ilmu psikologi, khususnya yang ada hubungannya dengan dakwah. Maka ini dapat di jadikan salah satu acuan untuk mempelajari psikologi dakwah. Kepada segenap pembaca buku ini, kami sebagai penulis mengucapkan banyak terima kasih, semoga ada manfaatnya, dan mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahannya. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya sehingga kegiatan dakawh ini dapat berjalan dengan baik serta membawa manfaat dunia dan akhirat. Buku kecil yang sederhana ini tentu perlu dikembangkan dan ditambah pemahamannya dengan membaca dan mempelajari buku-buku psikologi yang lainnya. Yang pasti, setiap juru dakwah perlu mempelajari dan memahami psikologi dakwah agar dakwahnya berjalan dengan efektif dan efisien.
53
54