KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan ridho–NYA laporan penilaian risiko kesehatan lingkungan (Environmental Health Risk Assesment/EHRA) telah selesai disusun. Laporan EHRA disusun dengan maksud untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang memiliki risiko pada kesehatan warga. Adapun indikator yang diteliti mencakup fasilitas sanitasi yaitu sumber air minum, layanan pembuangan sampah, jamban, saluran pembuangan air limbah rumah tangga dan perilaku yang terkait dengan higinitas dan sanitasi yang mengacu kepada STBM, yaitu buang air besar, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan sampah dengan 3R, dan pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan). Laporan EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Cimahi dan Strategi Sanitasi Kota (SSK) juga menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program-program sanitasi Kota selanjutnya. Segala upaya telah dilakukan untuk penyusunan laporan EHRA Kota Cimahi tahun 2015 ini, walaupun masih dirasakan terdapat kekurangan dan kesalahan. Kami sangat mengharapkan saran dari berbagai pihak untuk dapat dijadikan masukan dalam penyempurnaan laporan ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Pemerintah Kota Cimahi, Tim Pelaksana Kelompok Kerja AMPL Kota Cimahi dan Provinsi Jawa Barat, Tim USDP yang telah memfasilitasi hingga tersusunnya laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi semua.
Cimahi, 2015 Ketua Pokja AMPL Kota Cimahi
(..............................)
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment/EHRA) merupakan sebuah studi partisipatif yang dilakukan di Kota Cimahi untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Tujuan dan manfaat dari Studi EHRA antara lain : mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang berisiko terhadap kesehatan lingkungan, memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi, sebagai salah satu bahan utama pemutakhiran Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kota Cimahi. Indikator yang digunakan dalam Studi EHRA ini adalah fasilitas sanitasi yang mencakup sumber air minum, layanan pembuangan sampah, jamban, saluran pembuangan air limbah rumah tangga dan perilaku yang terkait dengan higinitas dan sanitasi yang mengacu kepada STBM, yaitu buang air besar, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum rumah tangga, pengelolaan sampah dengan 3R, dan pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan). Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi dengan cara random. Kota Cimahi memiliki 15 Kelurahan dimana setiap Kelurahan diambil 8 RT dengan karakteristik yang berbeda (kepadatan penduduk, angka kemiskinan, daerah/wilayah yang dialiri sungai, dan daerah yang terkena banjir), pada setiap RT tersebut diambil 5 Kepala Keluarga sehingga total responden yang diambil sebanyak 600 KK. Yang menjadi responden adalah ibu atau anak perempuan yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang terdiri dari lembar pertanyaan dan lembar pengamatan dengan melibatkan kader sebagai enumeratornya. Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif dan system scoring untuk penetapan area berisiko. Hasil analisis deskriptif diketahui, hampir sebagian besar kelurahan di Kota Cimahi mempunyai permasalahan di lima indikator yaitu : sumber air, air limbah domestik, persampahan, genangan air dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Kelima indikator tersebut merupakan hasil penggabungan dari beberapa pertanyaan dan pengamatan yang terdapat pada kuesioner Studi EHRA. Indeks risiko sanitasi sebagian besar berada pada air limbah domestik dengan nilai berkisar antara 30-70. Dimana skor tertinggi terdapat di Kelurahan Setiamanah dan Cimahi (masing masing 70) serta Cigugur Tengah (68), sedangkan skor terendah terdapat di Kelurahan Cibeber (30). Sementara indeks risiko sanitasi pada sumber air berkisar pada skor 18-38 dengan skor terendah terdapat di Kelurahan Karang Mekar (18) dan skor tertinggi terdapat di Kelurahan Baros (38). Indeks risiko sanitasi persampahan berkisar antara Kelurahan Cibeureum (20) hingga Kelurahan Cibeber (44). Sementara skor terendah dari indeks risiko sanitasi terdapat pada katagori genangan air yang berkisar antara Kelurahan Cipageran (3) hingga Kelurahan Melong (27). Indeks risiko sanitasi PHBS berkisar pada skor Kelurahan Cibeureum (21) hingga Kelurahan Baros (34).
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... RINGKASAN EKSEKUTIF .............................................................................................................. DAFTAR ISI .................................................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................................................. DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................................... DAFTAR BAGAN ............................................................................................................................
i ii iii iv v vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1.2 Tujuan dan Manfaat ..................................................................................................... 1.3 Waktu Pelaksanaan Studi EHRA .................................................................................
1 1 1
BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA 2.1. Penentuan Kebijakan Sampel Pokja AMPL Kota Cimahi ............................................ 2.2. Penentuan Jumlah Kelurahan Target Area Studi ......................................................... 2.3. Penentuan RW, RT dan Responden Di Lokasi Area Studi ........................................... 2.4. Karakteristik Enumerator dan Supervisor Serta Wilayah Tugasnya ............................. 2.5. Pengumpulan dan Pengolahan Data ...........................................................................
2 2 2 4 5
BAB III HASIL STUDI EHRA 3.1. Karakteristik Rumah Tangga / Responden .................................................................. 3.2. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga .......................................................................... 3.3. Pembuangan Air Kotor / Air Limbah Domestik .............................................................. 3.4. Drainase Lingkungan / Selokan Sekitar Rumah dan Banjir ........................................... 3.5. Penggunaan Sumber Air ............................................................................................. 3.6. Perilaku Higiene / Sehat ............................................................................................... 3.7. Kejadian Penyakit Diare ............................................................................................... 3.8. Indeks Risiko Sanitasi ..................................................................................................
7 11 13 18 23 27 30 32
BAB IV PENUTUP ..........................................................................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ LAMPIRAN
vii
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
iii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1.
Kelurahan di Kota Cimahi........................................................................................
2
Tabel 3.1.
Area Beresiko Persampahan Berdasarkan Studi EHRA .........................................
13
Tabel 3.2.
Area Beresiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Studi EHRA ...............................
17
Tabel 3.3.
Area Beresiko Genangan Air Berdasarkan Studi EHRA .........................................
23
Tabel 3.4.
Area beresiko sumber air Berdasarkan Studi EHRA ...............................................
26
Tabel 3.5.
Area Beresiko Perilaku higiene dan sanitasi Berdasarkan Studi EHRA ...................
29
Tabel 3.6.
Kejadian Diare pada penduduk Berdasarkan Studi EHRA ......................................
31
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
iv
DAFTAR GRAFIK Grafik 3.1
Karakteristik Rumah Tangga/Responden Berdasarkan Usia ..................................
8
Grafik 3.2
Status dari Rumah yang di Tempati oleh Responden .............................................
8
Grafik 3.3.
Karakteristik Pendidikan Terakhir Responden ........................................................
9
Grafik 3.4
Kepemilikan SKTM oleh Responden .......................................................................
9
Grafik 3.5
Kepemilikan Jamkesda oleh Responden .................................................................
10
Grafik 3.6.
Responden yang Memiliki Anak .............................................................................
10
Grafik 3.7.
Pengelolaan Sampah Berdasarkan Kelurahan ........................................................
11
Grafik 3.8.
Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga ...............................................................
12
Grafik 3.9.
Persentase tempat Buang Air Besar ......................................................................
14
Grafik 3.10.
Tempat penyaluran Akhir Tinja ...............................................................................
14
Grafik 3.11.
Waktu Terakhir Pengurasan Tangki Septik ............................................................
15
Grafik 3.12.
Praktik Pengurasan Tangki Septik Berdasarkan Kelurahan ....................................
16
Grafik 3.13.
Tangki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman ........................................................
17
Grafik 3.14.
Persentase Rumah Tangga yang Pernah Mengalami Banjir ..................................
19
Grafik 3.15.
Persentase Rumah Tangga yang Mengalami Banjir Rutin ......................................
19
Grafik 3.16.
Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir ...............................................................
20
Grafik 3.17.
Lokasi Genagan Air di Sekitar Rumah ....................................................................
20
Grafik 3.18.
Persentase Kepemilikan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) ......................
21
Grafik 3.19.
Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga Berdasarkan Kelurahan ....................
21
Grafik 3.20.
Persentase SPAL yang Berfungsi Berdasarkan Kelurahan ....................................
22
Grafik 3.21.
Pencemaran SPAL Berdasarkan Kelurahan ...........................................................
22
Grafik 3.22.
Penggunaan Sumber Air ........................................................................................
24
Grafik 3.23.
Sumber Air Minum dan Memasak ..........................................................................
25
Grafik 3.24.
CTPS di Lima Waktu Penting ..................................................................................
27
Grafik 3.25.
Melakukan CTPS ...................................................................................................
28
Grafik 3.26.
Persentase Praktik BABS .......................................................................................
28
Grafik 3.27.
Indeks Risiko Sanitasi (IRS) ...................................................................................
32
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
v
DAFTAR BAGAN Bagan 2.1
Proses Survei Harian .............................................................................................
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
vi
4
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Sudi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah studi partisipatif di tingkat Kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat Kabupaten/Kota sampai ke Kelurahan. Kabupaten/Kota dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena: A. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat; B. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat Kelurahan/Desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda; C. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat Kelurahan/Desa; D. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator Sektor-sektor Pemerintahan secara eksklusif; E. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat Kelurahan/Desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders Kelurahan/Desa.
1.2
Tujuan dan Manfaat A. Adapun tujuan dari studi EHRA adalah untuk mengetahui : (1) Gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan; (2) Informasi dasar yang valid dalam penilaian resiko kesehatan lingkungan; (3) Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi. B. Sementara manfaat dari studi EHRA adalah : Hasil studi ini digunakan untuk bahan penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota dan Strategi Sanitasi Kota (SSK).
1.3
Waktu Pelaksanaan Studi EHRA Waktu dilaksanakannya Studi EHRA adalah bulan Februari 2015 – Mei 2015.
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
1
BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA 2.1 Penentuan Kebijakan Sampel Pokja AMPL Kota Cimahi Pokja AMPL Kota dalam menentukan kebijakannya berpengaruh langsung pada penentuan jumlah kelurahan area studi maupun penentuan jumlah respondennya. Dalam menentukan kebijakan, Pokja AMPL dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan utama antara lain : A. Kemampuan anggaran APBD Kota Cimahi; B. Ketersediaan Sumber Daya Manusia pelaksana Studi EHRA. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut diatas, Pokja AMPL Kota Cimahi menentukan kebijakan berupa ketentuan Kelurahan area studi atau ketentuan jumlah responden dalam
Studi EHRA yaitu seluruh Kelurahan diambil
sebagai
area
Studi EHRA dan langkah selanjutnya adalah menentukan RT area studinya secara random. 2.2 Penentuan Jumlah Kelurahan Target Area Studi Di Kota Cimahi target area studi dilakukan pada seluruh Kelurahan yaitu 15 Kelurahan. Tabel 2.1. Kelurahan di Kota Cimahi KECAMATAN
JUMLAH KELURAHAN
Cimahi Utara
4
Cimahi Tengah
6
KELURAHAN Pasirkaliki Cibabat Cipageran Citeureup Cimahi Karang Mekar Padasuka Setiamanah Cigugur Tengah Baros Leuwigajah Utama
Cimahi Selatan
5
Cibeber Cibeureum Melong
2.3 Penentuan RW, RT dan Responden di Lokasi Area Studi Penentuan jumlah responden didasarkan atas kemampuan anggaran, sehingga jumlah responden di Kota Cimahi sebanyak 600 responden, dengan jumlah masing-masing Kelurahan sebanyak 40 responden. Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
2
Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT) dan Rumah Responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling). Tujuannya agar seluruh RT memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai RT area studi dan rumah di RT area studi memiliki kesempatan yang sama sebagai sampel. Artinya, penentuan RT dan Rumah Responden bukan bersumber dari preferensi enumerator atau supervisor ataupun keinginan responden itu sendiri. A. Cara Menentukan RW Area Studi Jumlah RW yang ada di Kota Cimahi adalah 312 RW, cara penentuan RW area Studi EHRA sebagai berikut : (1) Mengurutkan RT per RW per Kelurahan; (2) Menentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT dan jumlah RT yang akan diambil; (3) Untuk menentukan RT pertama, maka dilakukan secara kocokan atau mengambil secara acak angka antara 1 – Z (angka random). Sebagai contoh, angka random (R#1) yang diperoleh adalah 3. (4) Untuk memilih RT berikutnya adalah 3 + Z=... dst. B. Cara Menentukan RT Area Studi Jumlah RT yang ada di Kota Cimahi adalah 1627 RT, cara penentuan RT area Studi EHRA sebagai berikut : (1) Mengurutkan RT per RW per kelurahan; (2) Menentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT dan jumlah RT yang akan diambil; (3) Untuk menentukan RT pertama, maka dilakukan secara kocokan atau mengambil secara acak angka antara 1 – Z (angka random). Sebagai contoh, angka random (R#1) yang diperoleh adalah 3; (4) Untuk memilih RT berikutnya adalah 3 + Z=... dst. C. Cara Menentukan Responden di RT Area Studi (1) Minta daftar rumah tangga ke Kelurahan; (2) Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal 5 (lima) diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5; (3) Ambil/kocok angka secara random antara 1 – AI untuk menentukan Angka Mulai (AM), contoh dibawah misal angka mulai 2; (4) Menentukan rumah selanjutnya adalah 2 + AI, 2 + 5 = 7 dst.
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
3
Metoda Pemilihan Responden Responden Studi EHRA yaitu Ibu atau anak perempuan yang sudah menikah berusia antara 18 – 60 tahun.Berikut bagan survey harian yang dilakukan dalam Studi EHRA : Bagan 2.1. Proses Survei Harian Korcam mengadakan briefing/penjelasan kepada supervisor yang berada di wilayahnya Supervisor mengadakan briefing/penjelasan kepada enumerator yg berada di wilayahnya
Enumerator melaksanakan tugas mewawancarai responden
Supervisor melakukan spot-check ke beberapa responden yang telah diwawancarai oleh enumerator
Supervisor mengumpulkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh enumerator
Supervisor memberikan laporan harian kepada ketua Tim Penyusun EHRA
Dalam pemilihan responden, responden yang tidak memenuhi kriteria akan diganti dengan responden lain yang terdekat yang memenuhi kriteria. 2.4 Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta Wilayah Tugasnya Pemilihan Supervisor dan Enumerator untuk pelaksanaan Studi EHRA sepenuhnya merupakan kewenangan Tim Studi EHRA. Tugas utama Supervisor selama pelaksanaan adalah : A. Menjamin proses pelaksanaan studi sesuai dengan kaidah dan metoda pelaksanaan Studi EHRA yang telah ditentukan; B. Menjalankan arahan dari koordinator Kecamatan dan Pokja Kota; C. Mengkoordinasikan pekerjaan Enumerator; D. Memonitor pelaksanaan Studi EHRA di lapangan; E. Melakukan pengecekan/pemeriksaan hasil pengisian kuesioner oleh Enumerator; F. Melakukan spotcheck sejumlah 5% dari total responden;
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
4
G. Membuat laporan harian dan rekap harian untuk disampaikan kepada Koordinator Kecamatan. Selanjutnya Tim EHRA bersama Koordinator Kecamatan dan supervisor menentukan antara lain: A. Menentukan kriteria Enumerator; B. Memilih Enumerator; C. Tata cara memilih responden dalam satu RT; D. Menentukan responden pengganti bila responden terpilih tidak ada atau tidak bersedia di wawancara. 2.5 Pengumpulan dan Pengolahan Data 2.5.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data menggunakan instrumen berupa kuesioner yang terdiri dari lembar pertanyaan dan lembar pengamatan. Petugas pengumpul data merupakan Enumerator yang terdiri dari 60 (enam puluh) orang Ibu-Ibu kader PKK Kelurahan dimana masing-masing Kelurahan terdiri dari 4 (empat) orang Enumerator. Beberapa kegiatan survei dibantu oleh Pokja,Kepala Seksi Pemberdayaan Kelurahan dan Petugas Kesehatan Lingkungan Puskesmas. Bantuan ini diberikan untuk memperlancar proses pemilihan responden serta proses wawancara. Koordinator Kecamatan terdiri dari 3
orang
yang
masing-masing
koordinator
Kecamatan
memegang
1 Kecamatan. Enumerator melakukan wawancara sesuai petunjuk pengisian kuesioner untuk lembar pertanyaan, sedangkan lembar pengamatan dilakukan dengan mengamati kondisi sanitasi tempat tinggal responden. Selain Enumerator terdapat juga supervisor yang akan mengisi lembar spot check dan laporan harian. Spot check dilakukan oleh Supervisor setelah responden diwawancarai oleh Enumerator. Pertemuan Supervisor dan Enumerator kembali dilakukan setelah Enumerator melaksanakan survei harian mereka. Pada pertemuan ini, Supervisor mengumpulkan hasil survei yang dilakukan oleh Enumerator. Setelah pertemuan selesai, Supervisor melaporkan kegiatan survei di wilayahnya kepada Koordinator Kecamatan. 2.5.2 Pengolahan Data Entri data dilakukan oleh Tim Entri Data yang terdiri dari 5 orang. Setiap petugas entri data melakukan entri data masing-masing 3 Kelurahan dan melakukan pengecekan serta kelengkapan data. Aturan umum entri data :
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
5
A. Pastikan setiap kuesioner yang akan di entri sudah diperiksa dan ditandatangani oleh team di lapangan (Enumerator, Supervisor dan Koordinator lapangan); B. Petugas entri data hanya mengisi angka atau kode jawaban yang tertulis pada kolom kode jawaban yang ada di kolom sebelah kanan kuesioner; C. Pengisian
tanggal
dengan
format
hari-bulan-tahun
(dd-mm-yyyy).
Contoh pada tanggal wawancara adalah 06 Maret 2015 maka petugas entri data harus memasukkan dengan angka 06-03-2015; D. Pengisian nomor kuesioner (Id Responden) harus lengkap 12 (dua belas) digit, yaitu: 2 digit pertama untuk kode Propinsi, 2 digit kedua untuk kode Kabupaten, 2 digit ketiga untuk kode Kecamatan, 3 digit keempat untuk kode Desa/Kelurahan, 1 digit kelima untuk kode strata, dan 2 digit terakhir untuk nomor urut responden. Proses pengolahan data EHRA melalui entri data mengunakan Epi Info yang dilanjutkan dengan transfer data dan penggabungan data. Data yang diinput meliputi : data lokasi, data kunjungan, kesediaan di wawancara, informasi umum responden, dan pertanyaan terkait hal sanitasi. Analisis data menggunakan analisis deskriptif dimana data yang di peroleh dikatagorikan menjadi beberapa kelompok meliputi : sumber air, persampahan, air limbah domestik, banjir/genangan dan perilaku hidup bersih dan sehat.
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
6
BAB III HASIL STUDI EHRA 3.1
Karakteristik Rumah Tangga/Responden Bagian ini memaparkan sejumlah variabel sosio-demografis di Kota Cimahi. Variabelvariabel yang di maksud mencakup : usia responden, status kepemilikan rumah, pendidikan responden, jumlah dan usia anak. Sejumlah variabel sosio-demografis dipelajari karena keterkaitannya yang cukup erat dengan masalah sanitasi. Jumlah anak di sebuah rumah berhubungan dengan besarnya kebutuhan fasilitas sanitasi. Semakin banyak jumlah anak, maka semakin besar pula kapasitas yang dIbutuhkan. Usia anak termuda menggambarkan besaran population at risk di wilayah yang dipelajari. Rumah tangga yang memiliki balita memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki balita. Hal ini disebabkan karena balita merupakan kelompok usia yang paling rentan terhadap berbagai penyakit yang disebabkan oleh masalah sanitasi, seperti diare. Variabel lain yang terkait dengan status rumah akan lebih dikaitkan dengan potensi partisipasi warga dalam pengembangan program sanitasi. Mereka yang menempati rumah atau lahan yang tidak dimilikinya diduga kuat memiliki rasa memiliki (sense of ownership) yang rendah. Mereka cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitar termasuk pemeliharaan fasilitas sanitasi ataupun kebersihan lingkungan. Sebaliknya, mereka yang menempati rumah atau lahan yang dimilikinya sendiri akan cenderung memiliki rasa memiliki yang lebih besar. Secara mendasar, perbedaan-perbedaan karakteristik ini akan menuntut perbedaan pendekatan program. Seperti di paparkan dalam bagian metodologi, responden ini adalah orang yang kebetulan ada dirumah terpilih yang berusia 18-60 tahun. Meski responden dibatasi usianya, namun jika ada responden yang memenuhi batas usia tersebut tetapi responden terlihat dan terdengar tidak cukup cakap untuk merespon pertanyaan-pertanyaan, maka responden bisa diganti oleh anggota keluarga yang lain yang usianya memenuhi syarat. Grafik dibawah merupakan proporsi usia responden di 15 Kelurahan Kota Cimahi.
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
7
Grafik 3.1 Karakteristik Rumah Tangga/Responden Berdasarkan Usia
250
229
200
150
114 100
38.2
18 2
3.0
0,3
PERSENTASE
74
61 50
TOTAL
102
10.2
19.0
12.3
17.0
0 <= 20 tahun
21 - 25 tahun
26 - 30 tahun
31 - 35 tahun
36 - 40 tahun
41 - 45 tahun
> 45 tahun
Dari 600 responden yang di wawancarai diketahui bahwa sebagian besar berusia >45 tahun (38.2%). Sementara sebagian kecil berusia < 20 tahun (0.3%). Grafik 3.2 Status dari Rumah yang Ditempati oleh Responden
400
364
350 300 TOTAL
250
PERSENTASE
200
130
150 100
60.7
50 0
42
37 6.2
Milik sendiri
Rumah dinas
12
2.0
Berbagi dengan keluarga lain
12
7.0
2.0
Sewa
Kontrak
21.7 Milik orang tua
3
.5
Lainnya
Dari 600 responden yang diwawancara diketahui sebagian besar status rumah yang ditempati responden adalah milik sendiri (60.7%) dan sebagian kecil status rumah yang di tempati responden adalah lainnya (0.5%).
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
8
Grafik 3.3 Karekteristik Pendidikan Terakhir Responden 194
200 180 160
138
140 120
100
94
100
TOTAL
80
PERSENTASE
62
60 40
12 2.0
20
23.0
15.7
32.3 10.3
16.7
0
Sebagian besar responden yang diwawancarai adalah berpendidikan SMA (32.3%) dan Sebagian kecil responden yang diwawancarai adalah tidak sekolah formal (2%). Grafik 3.4 Kepemilikan SKTM oleh Responden
600
503
500 400 TOTAL 300
PERSENTASE
200
97
83.8
100
16.2
0 YA
TIDAK
Dari 600 responden yang diwawancarai yang tidak memiliki SKTM dari seluruh Kelurahan sebesar (83.8%) dan responden yang mempunyai SKTM sebesar (16.2%).
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
9
Grafik 3.5 Kepemilikan Jamkesda oleh Responden
575 600 500 400 TOTAL 300
PERSENTASE
200
95.8 25
100
4.2
0 YA
TIDAK
Dari 600 responden yang diwawancarai yang mempunyai jamkesda hanya sebesar 4.2%. Sementara sebagian besar responden yang tidak memiliki jamkesda adalah sebesar (95.8%). Grafik 3.6 Responden yang Memiliki Anak 5%
Ya
Tidak
95%
Sebagian
besar
responden
yang
mempunyai
anak
sebesar
(95.2%).
Sementara responden yang tidak mempunyai anak hanya sebesar 4.8%. Karakteristik
rumah
tangga/responden
Studi
EHRA
di
Kota
Cimahi
dari
600 responden yang di wawancarai berdasarkan data-data di atas dapat disimpulkan bahwa 38.2% responden yang diwawancarai berusia >45 tahun dengan status rumah yang dimiliki sendiri sebanyak 60.7%. Tingkat pendidikan responden sebagian besar 32.3% adalah SMA. Kepemilikan SKTM dan jamkesda oleh responden masih rendah yaitu sebesar 16.2% dan
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
10
yang mempunyai jamkesda hanya sebesar 4.2%. Sebagian besar 95.2% yang menjadi responden sudah mempunyai anak. 3.2
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Pada bagian pengelolaan sampah rumah tangga, EHRA menelusuri sejumlah aspek yang mencakup : (1) pengelolaan sampah rumah tangga ; (2) pemilahan/ pemisahan sampah oleh rumah tangga. Adapun hasil indikator tersebut dapat dilihat pada grafik dan tabel berikut. Grafik 3.7 Pengelolaan Sampah Berdasarkan Kelurahan di Kota Cimahi Tahun 2015 120.0
100.0
80.0
60.0
40.0
20.0
.0
Lain-lain Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk
LEUW CIGU KARA SETIA I NG MELO CIBEU UTAM CIBEB BARO GUR PADA CIMA PASIR CIBAB CITEU CIPAG MANA NG REUM A S SUKA HI KALIKI AT REUP ERAN GAJA ER TENG MEKA H H AH R .0
2.5
.0
.0
.0
.0
.0
.0
2.5
5.0
.0
10.0
.0
7.5
.0
.0
.0
.0
.0
7.5
2.5
.0
.0
.0
.0
.0
2.5
.0
.0
.0
12.5
.0
10.0
.0
.0
2.5
.0
7.5
7.5
.0
.0
.0
.0
.0
.0
Dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah
.0
.0
.0
.0
2.5
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
Dibakar
.0
.0
15.0
15.0
20.0
15.0
2.5
2.5
2.5
5.0
12.5
2.5
2.5
15.0
17.5
87.5
97.5
75.0
72.5
50.0
80.0
97.5
90.0
85.0
90.0
87.5
85.0
97.5
77.5
82.5
.0
.0
.0
12.5
20.0
.0
.0
.0
2.5
.0
.0
.0
.0
.0
.0
Dibuang ke sungai/kali/laut/danau
Dikumpulkan dan dibuang ke TPS Dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang
Pengelolaan sampah berdasarkan Kelurahan di Kota Cimahi diketahui sebagian besar dikumpulkan dan di buang ke TPS dengan persentase terendah (50%) terdapat di Kelurahan Cibeber dan persentase tertinggi (97.5%) terdapat di Kelurahan Cibeureum, Cigugur Tengah dan Cibabat. Sementara sampah yang dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang sampah hanya terdapat di Kelurahan Leuwigajah (2.5%), Cibeber (20%), dan Setiamanah (2.5%).
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
11
Di beberapa Kelurahan masih terdapat pengelolaan sampah yang dibakar seperti di Kelurahan Utama, Leuwigajah, Baros dan Citeureup (masing-masing 15%), Cibeber (20%), Cipageran (17.5%), Cimahi (12.5%), Padasuka (5%), Cigugur Tengah dan Karang Mekar, Setiamanah, Pasirkaliki, Cibabat (masing-masing 2.5%). Sementara sampah yang di buang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup hanya ada di Kelurahan Cibeber (2.5%). Responden yang masih membakar sampahnya masih terdapat di Kelurahan Cibeber (20%), Kelurahan Utama, Leuwigajah, Baros, Citeureup (masing-masing sebesar 15%), Kelurahan Cipageran 17.5%. Kelurahan Cigugur Tengah, Karang Mekar, Setiamanah, Pasirkaliki, Cibabat (masing-masing 15%),dan Cimahi (12.5%). Responden yang masih membuang sampahnya ke sungai masih terdapat dikelurahan Melong (12.5%), Utama (10%), Karang Mekar dan Setiamanah (masing-masing 7.5%). Sementara responden yang masih membuang sampahnya ke lahan kosong/kebun/hutan dan membiarkan membusuk terdapat di Kelurahan Cibeber (7.5%), Baros dan Pasirkaliki (masingmasing 2.5%). Grafik 3.8 Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga di Kota Cimahi Tahun 2015 120.0
100.0
80.0
60.0
71.4 75.0
68.8 66.7 81.3
88.2
80.0 85.7 80.6
96.4
70.6 84.6
77.4
87.9
100.0
Tidak Dipilah/ Dipisahkan
40.0
Dipilah/ Dipisahkan
20.0 28.6 25.0 .0
31.3 33.3 18.8
11.8
3.6
20.0 14.3 19.4
29.4 15.4
22.6
12.1
.0
Sebagian besar responden di 15 Kelurahan tidak memilah sampah terdapat di Kelurahan Karang Mekar yaitu 100%. Sementara di Kelurahan Cibeber sebesar 96.4% responden tidak memilah sampah. Responden yang tidak memilah sampah dengan persentase sekitar 80%-90% terdapat di Kelurahan Utama, Leuwigajah, Setiamanah, Padasuka, Cimahi, Cibabat dan Cipageran. Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
12
Sementara proporsi responden yang tidak memilah sampah cukup rendah terdapat di kelurahan
Cigugur
Tengah
(66.7%)
dan
Baros
(68.8%).
Persentase responden yang tidak memilah sampah antara 70% hingga 80% terdapat di Kelurahan Melong, Cibeureum, Pasirkaliki dan Citeureup. Tabel3.1 Area Berisiko Persampahan Berdasarkan Hasil Studi EHRA PERSAMPAHAN KELURAHAN CIBEUREUM
UTAMA
LG
CIBEBER
BAROS
CIGUGUR
KARMEK
SETIA MANAH
PADASUKA
CIMAHI
PASKAL
CIBABAT
CITEUREUP
CIPAGERAN
TOTAL
KATEGORI
MELONG
VARIABEL
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
1
10
6
12
8
1
4
5
4
5
6
1
9
7
84
39
30
34
28
32
39
36
35
36
35
34
39
31
33 516
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
5
5
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
11
0
0
0
2
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
3
0
0
5
6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
11
31
36
32
34
28
35
40
36
34
32
29
35
33
37 502
9
4
8
6
12
5
0
4
6
8
11
5
7
3
Pengelolaan sampah
Tidak 5 memadai Ya, 35 memadai Frekuensi Tidak 0 pengangkutan memadai sampah Ya, 0 memadai Ketepatan Tidak tepat 0 waktu waktu pengangkutan Ya, tepat sampah 0 waktu Pengolahan Tidak diolah 30 sampah setempat Ya, diolah 10
98
Pada variable persampahan diketahui dari 15 Kelurahan yang ada di Kota Cimahi sebanyak 516 responden (86%) menyatakan pengelolaan sampah memadai dan hanya sebesar 84 responden yang pengelolaan sampahnya tidak memadai (14%). Frekuensi
pengangkutan
sampah
yang
memadai
hanya
dijawab
oleh
11 responden (Kelurahan Leuwigajah dan Cibeber 5 orang serta Setiamanah 1orang). Sementara dari 11 responden tersebut hanya 5 responden Leuwigajah dan 6 responden Cibeber yang menyebutkan pengangkutan sampah tepat waktu. Sementara 1 responden Setiamanah menyebutkan pengangkutan sampah tidak tepat waktu. Sebanyak 502 responden (83.7%) menyatakan sampah setempat tidak diolah dan hanya 98 responden (16.3%) yang menyebutkan sampah setempat diolah.
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
13
3.3
Pembuangan Air Kotor/Limbah Domestik Pembuangan air kotor/limbah tinja manusia dan lumpur tinja pada bab ini dapat dIbuat menjadi beberapa indikator yaitu (1) Tempat buang air besar; (2) Tempat penyaluran akhir tinja;(3) Waktu pengurasan tanki septik; (4) Praktik pengurasan tanki septic;(5) Tanki septik suspek aman dan tidak aman. Di bawah ini merupakan deskripsi indikator tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan responden. Grafik 3.9 Persentase Tempat Buang Air Besar di Kota Cimahi Tahun 2015 93.7
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
4.7
0
0.5
0
0
0.2
0
0.7
Sebagian besar responden yang membuang air besar ke jamban pribadi sebesar 93.7% dan hanya 4.7% yang membuang air besar ke MCK/WC umum. Sementara yang buang air besar ke selokan parit hanya sebesar 0.5%, lainnya 0.2% dan tidak tahu 0.7%. Grafik 3.10 Tempat Penyaluran Akhir Tinja di Kota Cimahi Tahun 2015 70.00
67.33
60.00 50.00
40.00 30.00
18.33
20.00 10.00 0.00
1.17
0.33
7.33
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
0
0
5.5
0
14
Responden yang menyalurkan tinja ke tanki septik sebagai penyaluran terakhir sebesar (67.33%.) Sementara responden yang menyalurkan tinja ke sungai/danau/pantai sebesar (18.33%) responden yang menyalurkan tinja langsung ke drainase sebesar (7.33%), melalui pipa sewer (1.17%), cubluk/lubang tanah sebesar (0.33%) dan yang menjawab tidak tahu sebesar (5.5%). Grafik 3.11 Waktu Terakhir Pengurasan Tanki Septik di Kota Cimahi Tahun 2015 120.0
100.0
15.8
11.1
15.0
5.0
.0 21.1
14.3
11.1
.0
2.6
.0
2.9
2.6
22.6
80.0
54.2
47.5
60.0
40.0
20.0
.0
38.9 57.9
67.6 100.0
5.6 .0 20.8 .0 12.5
.0 15.8
8.3 4.2
10.5
38.9
50.0
70.0
79.5
73.7
89.5
48.4
81.5
91.4
73.7 2.5 5.0 10.0 20.0
5.6
.0 14.3
.0 2.5 7.5
.0 17.6
14.3
15.0 .0
.0 5.3 .0
7.1
7.4 .0
5.1 5.1 7.7 .0
.0 5.3 5.3
8.8 5.9
.0 9.7 16.1
3.2
.0 2.9 .0 2.9
0-12 bulan yang lalu
1-5 tahun yang lalu
Lebih dari 5-10 tahun yang lalu
Lebih dari 10 tahun
Tidak pernah
Tidak tahu
5.3 5.3 2.6 10.5
Persentase tertinggi waktu pengurasan tangki septik kurang dari 12 bulan terdapat di Kelurahan Leuwigajah (20.0%) dan persentase terendah berada di Kelurahan Citeureup (2.9%). Sementara responden yang menjawab waktu pengurasan septik antara 1-5 tahun yang lalu persentase terbesar besar terdapat di Kelurahan Utama (38.9%) dan persentase terkecil berada di Kelurahan Cipageran 2.6%. Tangki septik tank yang dikuras responden lebih dari 5-10 tahun yang lalu persentase tertinggi berada di Kelurahan Pasirkaliki (17.6%) dan persentase terendah berada di Kelurahan Cibeber (2.5%). Sementara tangki septik tank yang dikuras lebih dari 10 tahun terdapat di Kelurahan Utama (5.6%), Leuwigajah (2.5%), Setiamanah (7.4%), Padasuka (5.1%) dan Cipageran (5.3%). Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
15
Namun semua Kelurahan di Kota Cimahi sebagian besar tidak pernah menguras septik tank nya dengan variasi persentase antara 20.8% hingga 100%. Persentase terendah yang tidak menguras septik tank terdapat di Kelurahan Melong (20%) sementara persentase tertinggi terdapat di Kelurahan Baros (100%). Sementara responden yang menjawab tidak tahu kapan waktu pengurasan septik tank, persentase tertinggi terdapat di Kelurahan Melong (54.2%) dan persentase terendah terdapat di Kelurahan Padasuka (2.6%) dan Kelurahan Cipageran 2.6%. Grafik 3.12 Praktik Pengurasan Tanki Septik Berdasarkan Kelurahan di Kota Cimahi Tahun 2015 120.0 100.0
37.5
80.0 60.0
18.2 .0
9.5 4.8
25.0 .0
.0 20.0
81.8
31.6
37.5
50.0
60.0
.0
80.0 83.3
71.4
47.6
37.5
.0
12.5 .0
28.6 .0
68.4
40.0
38.1
16.7 .0
.0 20.0
.0 40.0
.0
.0
Layanan sedot tinja
100.0
87.5
33.3 .0
31.3 66.7
50.0
10.0 .0 10.0
80.0
31.3 .0
Membayar tukang
Dikosongkan sendiri
Tidak tahu
Bila dilihat pada praktik pengurasan tanki septik berdasarkan Kelurahan terlihat bahwa seluruh Kelurahan kecuali Kelurahan Baros menggunakan layanan sedot tinja dimana persentase terbesar terdapat di Kelurahan Pasirkaliki (100%) sementara persentase terkecil terdapat di Kelurahan Cigugur Tengah (20%). Kelurahan yang respondennya menyebutkan mengosongkan sendiri untuk praktik pengurasan tanki septik yaitu : Kelurahan Cibeureum (25%), Kelurahan Leuwigajah (9.5%) dan Kelurahan Cimahi (50%). Sementara responden yang membayar tukang untuk mengosongkan tangki septik terdapat
di
Kelurahan
Leuwigajah
(4.8%),
Kelurahan
Cibabat
(31.3%),
dan Kelurahan Cipageran (10%).
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
16
Namun responden yang menyebutkan tidak tahu bagaimana mengosongkan tangki septik, persentase tertinggi terdapat di Kelurahan Cigugur Tengah (80%) dan persentase terendah berada di Kelurahan Cipageran (10%). Grafik 3.13 Tanki Septik Suspek Aman Dan Tidak Aman di Kota Cimahi Tahun 2015 120.0 100.0 80.0
27.5 50.0 67.5
60.0
55.0
45.0
80.0
87.5
65.0
70.0 72.5
40.0 20.0
72.5 50.0 32.5
45.0
55.0 12.5
.0
35.0
30.0 27.5
Tidak aman
75.0
60.0 60.0 65.0
52.5
20.0
25.0
40.0 40.0 35.0
47.5
Suspek aman
Proporsi Kelurahan dengan tanki septik suspek aman, persentase tertinggi terdapat di Kelurahan Baros (87.5%) sementara persentase tertendah terdapat di Kelurahan Cipageran (25%). Tabel 3.2 Area Berisiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Studi EHRA AIR LIMBAH DOMESTIK KELURAHAN/DESA UTAMA
LEUWI GAJAH
CIBEBER
KARANG MEKAR CIGUGUR TENGAH BAROS
SETIA MANAH
PADASUKA
CIMAHI
PASIR KALIKI
CIBABAT
CITEUREUP
CIPAGERAN
n 8
n 18
n 22
n 5
n 12
n 11
n 21
n 29
n 14
n 24
n 24
n 26
n n 30 277
27
32
22
18
35
28
29
19
11
26
16
16
14
10 323
5
2
11
2
0
4
2
3
1
2
0
11
1
2
59
3
9
10
10
0
1
5
2
7
0
11
5
2
8
79
Pencemaran Tidak aman 23 karena SPAL Ya, aman 17
21
30
4
9
40
37
39
39
39
30
38
10
36
28 423
19
10
36
31
0
3
1
1
1
10
2
30
4
12 177
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
TOTAL
CIBEUREUM n 13
KATEGORI
MELONG
n Tidak aman 20 Tangki septik Suspek suspek aman 20 aman Tidak, Pencemaran 13 aman karena pembuangan Ya, aman 6 isi tangki septik
VARIABEL
17
Dari 600 responden yang diwawancarai diketahui sebanyak 277 responden yang termasuk ke dalam tangki septik suspek tidak aman dimana jumlah responden terbanyak yang menjawabnya terdapat di Kelurahan Cipageran (30 responden) dan Kelurahan Padasuka (29 responden). 323 responden yang termasuk ke dalam tangki suspek aman dimana jumlah terbanyak terdapat di Kelurahan Baros (35 responden) dan Kelurahan Utama (32 responden). Dari 15 Kelurahan diketahui sebanyak 79 responden dinyatakan aman dalam pencemaran karena pembuangan isi tanki septik dan sebanyak 59 responden dinyatakan tidak aman pada pencemaran karena pembuangan isi tanki septik. Pencemaran
karena
SPAL
dikategori
tidak
aman
diketahui
sebanyak
423 responden dan yang termasuk kategori aman hanya sebanyak 177 responden dengan responden terbanyak terdapat di Kelurahan Leuwigajah (36 responden). 3.4
Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah dan Banjir Pada bagian ini dipaparkan mengenai banjir, air banjir perlu diangkat dalam Studi
EHRA
sebab
air
banjir
merupakan
salah
satu
faktor
risiko
penyakit.
Seperti yang diketahui luas, selama kebanjiran dan juga sesudahnya, warga di daerah banjir umumnya terancam sejumlah penyakit seperti penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare, serta penyakit-penyakit yang disebabkan oleh binatang seperti leptospirosis. Dalam Studi EHRA pengalaman banjir dilihat dari lokasi genangan air di sekitar rumah, lama air menggenang jika terjadi banjir, persentase rumah tangga yang mengalami banjir rutin, persentase rumah tangga yang pernah mengalami banjir. Aspek-aspek banjir di atas memiliki kontribusi terhadap risiko kesehatan yang dihadapi rumah tangga. Mereka yang mengalami banjir secara rutin, dengan frekuensi yang tinggi, misalnya beberapa kali dalam setahun atau bahkan beberapa kali dalam sebulan, dan dengan air yang lama bertahan (stagnan) dalam waktu yang cukup lama memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tak pernah kebanjiran atau yang mengalaminya tidak secara rutin. Lama mengeringnya air juga bisa dijadikan indikasi untuk hal yang lebih mendasar lainnya seperti kualitas saluran drainase dan pola permukaan tanah dari pemukiman. Air yang lama mengering, seperti berhari-hari, adalah indikasi bahwa rumah terletak di wilayah cekungan di mana air banjir sulit dialirkan. Meski bukan satu-satunya faktor, peristiwa banjir yang airnya cepat kering mengindikasikan adanya masalah dengan sistem drainase setempat. Selain banjir dipaparkan juga kepemilikan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL). Saluran limbah merupakan objek yang perlu dimasukan dalam EHRA karena saluran air limbah yang tidak memadai memungkinkan berkembangnya binatang pembawa patogen
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
18
berbagai penyakit. Adapun hasil penjabaran berdasarkan wawancara dengan responden dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 3.14 Persentase Rumah Tangga Yang Pernah Mengalami Banjir di Kota Cimahi Tahun 2015 105.0 100.0
.0
95.0
10.0
.0 .0 2.5 2.5
90.0
5.0 85.0
.0
.0 .0 .0 .0 .0 .0 .0 2.5 2.5 2.5 2.5 .0 5.0 5.0 7.5 7.5 2.5 5.0 7.5 .0 5.0 .0
97.5 97.5
80.0
90.0
92.5
.0 .0 2.5 2.5 2.5 .0 2.5 7.5
100.0
97.5
92.5
.0
92.5
95.0 95.0
5.0
97.5
95.0
90.0
85.0
Tidak tahu Sekali atau beberapa dalam sebulan Beberapa kali dalam Sekali dalam setahun
85.0
75.0
Dari 15 Kelurahan diketahui sebagian besar responden menyatakan tidak pernah mengalami banjir dengan persentase terendah terdapat di Kelurahan Melong (85%) dan Kelurahan Citeureup (85%). Responden yang menjawab pernah mengalami banjir sekali dalam setahun terdapat di Kelurahan Melong, Setiamanah, Padasuka, dan Citeureup (5%), Kelurahan Cibeureum, Utama, Cimahi, Cibabat, dan Cipageran (masing-masing 2.5%) serta Kelurahan Leuwigajah dan Karang Mekar (masing masing 7.5%). Responden yang menjawab pernah mengalami banjir sekali atau beberapa dalam sebulan hanya terdapat di Kelurahan Cibeber dan Baros (masing-masing 2.5%). Grafik 3.15 Persentase Rumah Tangga Yang Mengalami Banjir Rutin di Kota Cimahi Tahun 2015 120.0 100.0 80.0
.0
20.0 .0
.0
33.3
33.3
50.0 50.0
66.7 75.0
60.0 40.0
.0
100.0 100.0
66.7
100.0 100.0 100.0
66.7
66.7
100.0
.0
.0
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
Tidak Ya
50.0 50.0
33.3 25.0
100.0 33.3
.0
.0
.0
19
Persentase rumah tangga yang mengalami banjir rutin sebesar 100% terdapat di Kelurahan Cibeureum, Utama dan Cigugur Tengah. Sementara di Kelurahan Karang Mekar, Setiamanah, Cibabat dan Cipageran 100% tidak pernah mengalami banjir rutin. Grafik 3.16 Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir di Kota Cimahi Tahun 2015 120.0 100.0
.0
.0
.0
.0
33.3 33.3
80.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0 Tidak tahu
50.0
50.0
50.0
Lebih Dari 1 Hari
60.0
Satu Hari
100.0100.0100.0 40.0
100.0100.0100.0100.0 66.7 66.7
20.0 .0
50.0
Setengah hari
50.0
Antara 1 - 3 jam
50.0
Kurang dari 1 jam
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
Lama air menggenang kurang dari 1 jam jika terjadi banjir, terdapat di Kelurahan Karang Mekar, Setiamanah, Padasuka (masing masing 100%) dan di Kelurahan Leuwigajah dan Cibeber (masing masing 66.7%) serta Kelurahan Cimahi (50%). Kelurahan yang jika terjadi banjir lama air menggenangnya antara 1-2 jam terdapat di Kelurahan Melong, Cibeureum, dan Cigugur Tengah (masing masing 100%), Kelurahan Leuwigajah dan Cibeber (masing-masing 33.3%). Kelurahan Baros, Cimahi dan Citereup (masing masing 50%) . Sementara Kelurahan yang lama air menggenang hingga setengah hari jika terjadi banjir terdapat di Kelurahan Utama (100%), Kelurahan Baros dan Citeureup (masing masing 50%). Grafik 3.17 Lokasi Genangan Air Disekitar Rumah di Kota Cimahi Tahun 2015 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
63.41
21.95 12.20 2.44
0 Dihalaman rumah
Di dekat dapur
Di dekat kamar mandi
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
Di dekat bak penampungan
Lainnya
20
Lokasi genangan air di sekitar rumah sebagian besar responden menyebutkan berada di halaman rumah (63.41%), sementara genangan air di dekat kamar mandi sebesar 12.19% dan di dekat bak penampungan hanya sebesar 2.44%. Responden yang menyebutkan lainnya sebesar 21.95%. Grafik 3.18 Persentase Kepemilikan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) di Kota Cimahi Tahun 2015 6%
Ya
94%
Tidak ada
Persentase responden yang memiliki Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) di Kota Cimahi sebesar 94% lebih besar dibandingkan dengan yang tidak memiliki SPAL (6%). Grafik 3.19 Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga Berdasarkan Kelurahan di Kota Cimahi Tahun 2015 120.0 100.0 80.0 60.0
82.5
85.0 90.0
40.0
95.0
92.5
90.0 90.0
97.5
97.5
100.0
87.5 92.5
95.0 100.0
100.0
Ada Genangan
20.0 .0
Tidak Ada Genangan
15.0 10.0 10.0 17.5 10.0 5.0
2.5
7.5
2.5
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
12.5 7.5
.0
.0
5.0
.0
21
Akibat tidak memiliki SPAL rumah tangga berdasarkan Kelurahan sebagian besar responden di 15 Kelurahan menjawab tidak ada genangan dengan persentase minimal sebesar 82.5% (Kelurahan Leuwigajah). Sementara responden yang menjawab ada genangan akibat tidak memiliki SPAL rumah tangga dengan persentase tertinggi terdapat di Kelurahan Leuwigajah (17.5%). Grafik 3.20 Persentase SPAL yang Berfungsi Berdasarkan Kelurahan di Kota Cimahi Tahun 2015 120.0 100.0 80.0 60.0 40.0
20.0 .0
LEU CIGU KARA CIBE SETIA PASIR CITE CIPA MELO UTA WI CIBEB BAR GUR NG PADA CIMA CIBA UREU MAN KALI UREU GERA NG MA GAJA ER OS TENG MEKA SUKA HI BAT M AH KI P N H AH R
Tidak ada saluran
10.0
.0
.0
.0
12.5
10.0
.0
.0
.0
25.0
2.5
.0
.0
5.0
2.5
Tidak dapat dipakai, saluran kering
7.5
.0
.0
.0
.0
5.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
2.5
.0
.0
2.5
Tidak
2.5
2.5
2.5
12.5
.0
Ya
80.0
97.5
97.5
87.5
87.5
85.0 100.0 100.0 100.0 75.0
95.0 100.0 100.0 92.5
.0 97.5
Persentase SPAL yang berfungsi 100% terdapat di Kelurahan Cigugur Tengah, Karang Mekar, Setiamanah, Pasirkaliki dan Cibabat. Sementara SPAL yang tidak dapat dipakai/saluran kering dengan persentase tertinggi terdapat di Kelurahan Leuwigajah (12.5%). Grafik 3.21 Pencemaran SPAL Berdasarkan Kelurahan di Kota Cimahi Tahun 2015 120.0 100.0 80.0
.0 42.5 47.5
25.0
60.0
40.0 20.0 .0
90.0 57.5 52.5
77.5
75.0 10.0
7.5
2.5
2.5
2.5
25.0
5.0
10.0
30.0
75.0 100.0 92.5 97.5 97.5 97.5
22.5
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
75.0
95.0
90.0
70.0
Ya, aman Tidak aman
25.0
22
Pencemaran SPAL yang tidak aman dengen persentase sebesar 100% terdapat di Kelurahan Baros. Sementara persentase terendah pencemaran SPAL yang tidak aman terdapat di Kelurahan Leuwigajah (10%). Tabel 3.3 Area Berisiko Genangan Air Berdasarkan Studi EHRA GENANGAN AIR KELURAHAN/DESA TOTAL
n
n
n
n
n
n
n
n
n
N
4
10
8
5
2
5
5
7
4
0
2
6
1
74
36
30
32
35
38
35
35 33
36
40 38 34
KARANG MEKAR CIGUGUR TENGAH
Ada Adanya genangan air 11 4 (banjir) genangan air Tidak ada 29 36 genangan air
CIPAGERAN
n
CITEUREUP
n
CIBABAT
BAROS
n
PASIR KALIKI
CIBEBER
n
CIMAHI
LEUWI GAJAH
n
PADASUKA
UTAMA
n
SETIA MANAH
CIBEUREUM
KATEGORI
MELONG
VARIABEL
39 526
Dari seluruh responden yang diwawancarai mengenai genangan air, sebagian besar responden menjawab tidak ada genangan air di Kelurahannya sebesar 526 responden. Sementara responden yang menjawab ada genangan air hanya sebesar 74 responden. Jumlah responden terbanyak yang menjawab ada genangan air terdapat di Kelurahan Leuwigajah (10 responden) dan Kelurahan Melong (11 responden). 3.5
Penggunaan Sumber Air Di antara berbagai komponen lingkungan, hanya ada lima media yang dapat berperan untuk memindahkan atau mentransmisikan agen penyakit dari sumbernya ke target population atau population at risk. Kelima media tersebut adalah air, udara, pangan, vektor/serangga, dan manusia. Media dikatakan memiliki potensi untuk menimbulkan penyakit apabila dalam media tersebut terdapat sejumlah agen penyakit baik secara tunggal maupun kombinasi (Achmadi, 2011). Berdasarkan hal tersebut pada bagian ini Studi EHRA menggambarkan bagaimana akses air minum bagi rumah tangga di Kota Cimahi yang merupakan salah satu media yang berperan untuk mentransmisikan penyakit. Indikator yang diteliti mencakup dua hal, yakni 1) penggunaan sumber air, 2) sumber air minum dan memasak. Kedua aspek ini memiliki hubungan
yang
erat
dengan
tingkat
risiko
kesehatan
suatu
rumah
tangga.
Dalam indikator internasional, sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis-jenis sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti : Air botol kemasan, air ledeng/ PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
23
terlindungi dan air hujan (yang disimpan secara terlindungi). Namun, ada juga sumber-sumber yang dipandang membawa risiko transmisi patogen ke dalam tubuh manusia, contohnya, air dari sumur atau mata air yang tidak terlindungi, air dari sungai dan air dari waduk/danau. Namun dalam Joint Monitoring Programme on Water Supply and Sanitation (WHO & UNICEF, 2004), air kemasan dikategorikan sebagai sumber yang belum aman, namun penilaian itu tidak didasarkan pada masalah kualitas air, melainkan persoalan keterbatasan kuantitas. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai sebagai salah satu faktor yang mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi memperlihatkan bahwa mereka yang memiliki suplai yang memadai cenderung lebih mudah melakukan kegiatan higinitas. Jadi, masalah air kemasan lebih terkait dengan kecenderungan penggunaannya yang ditujukan hanya untuk minum saja dan menggunakan sumber lain, yang belum tentu aman, untuk kebutuhan higinitas. Dalam harmonisasi indikator versi WHO & UNICEF, air kemasan dianggap sebagai improved source hanya bila ada sumber air komplementer yang dikategorikan aman. Air juga dapat berperan sebagai penyebab penyakit menular seperti penyebar mikroba patogen, sebagai sarang insekta penyebar penyakit dan sebagai hospes sementara penyakit (Fathonah, 2005). Terkait dengan suplai air minum, studi EHRA mempelajari kuantitas dan kualitas air yang
dialami
rumah
tangga
menurut
pengakuan
verbal
responden.
Grafik di bawah ini merupakan penjabaran tentang air minum. Grafik 3.22 Penggunaan Sumber Air di Kota Cimahi Tahun 2015 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
Air Air Air Mata Air Air Air Sumur Mata Air Dari Kran Air Dari Sumur Air Air Air Dari Lainny Botol Air Isi Ledeng Sumur Air Gali Hidran UmumWaduk Gali Tidak Tidak Terlind Hujan Sungai a Kemas Ulang Dari Pompa Terlind Terlind Umum PDAM/ /Danau an PDAM Tangan Terlind ungi Proyek ungi ungi ungi
GOSOK GIGI
2.99
0.39
27.03
29.25
31.43
29.42
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
CUCI PAKAIAN
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
CUCI PIRING & GELAS
0.00
0.00
27.62
29.25
25.71
30.05
39.81
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
MASAK
11.94
21.62
27.91
26.09
28.57
25.41
34.12
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
MINUM
85.07
77.99
17.44
15.42
14.29
15.12
26.07
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
24
Sebagian besar responden di Kota Cimahi menggunakan air botol kemasan (85.07%) untuk penggunaan sumber air minum dan sebesar 77.99% menggunakan air isi ulang untuk minum. Sementara responden yang menggunakan air ledeng dari PDAM untuk minum sebesar 17.44%, air dari hidran umum (15.42%), air kran umum PDAM/Proyek (14.29%), air sumur pompa tangan (15.12%) dan air sumur gali terlindungi sebesar 26.07%. Responden yang menggunakan sumber air untuk masak dari air botol kemasan sebesar 11.94%, air isi ulang (21.62%), air ledeng dari PDAM (27.91%), air dari hidran umum (26.09%), air kran umum PDAM/proyek 28.57%, air sumur pompa tangan (25.41%) air sumur gali terlindungi (34.12%). Responden yang mengunakan sumber air untuk cuci piring dan gelas berasal dari air ledeng dari PDAM (27.62%), air dari hidran umum (29.25%), air kran umum PDAM/proyek (25.71%), air sumur pompa tangan (30.05%) air sumur gali terlindungi (39.81%). Responden yang mengunakan sumber air untuk gosok gigi berasal dari air botol kemasan (2.99%), air isi ulang (0.39%), air ledeng dari PDAM (27.03%), air dari hidran umum (29.25%), air kran umum PDAM/proyek (31.43%), air sumur pompa tangan (29.42%). Grafik 3.23 Sumber Air Minum Dan Memasak di Kota Cimahi Tahun 2015 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
Air Air Mata Air Air Air Kran Air Sumur Mata Air Dari Air Dari Sumur Air Air Air Dari Botol Air Isi Ledeng Umum- Sumur Air Gali Hidran Waduk/ Lainnya Gali Tidak Tidak Terlind Hujan Sungai Kemasa Ulang Dari PDAM/ Pompa Terlind Terlind Umum Danau n PDAM Proyek Tangan Terlind ungi ungi ungi ungi
MASAK
11.94
21.62
27.91
26.09
28.57
25.41
34.12
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
MINUM 85.07
77.99
17.44
15.42
14.29
15.12
26.07
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Sebagian besar responden di Kota Cimahi menggunakan air botol kemasan (85.07%) untuk penggunaan sumber air minum dan sebesar 77.99% menggunakan air isi ulang untuk minum. Sementara responden yang menggunakan air ledeng dari PDAM untuk minum sebesar 17.44%, air dari hidran umum (15.42%), air kran umum PDAM/Proyek (14.29%), air sumur pompa tangan (15.12%) dan air sumur gali terlindungi sebesar 26.07%. Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
25
Responden yang menggunakan sumber air untuk masak dari air botol kemasan sebesar 11.94%, air isi ulang (21.62%), air ledeng dari PDAM (27.91%), air dari hidran umum (26.09%), air kran umum PDAM/proyek 28.57%, air sumur pompa tangan (25.41%) air sumur gali terlindungi (34.12%). Tabel 3.4 Area Beresiko Sumber Air Berdasarkan Studi EHRA
LEUWI GAJAH
CIBEBER
BAROS
PADASUKA
CIMAHI
PASIR KALIKI
CIBABAT
CITEUREUP
CIPAGERAN
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
15
5
12
7
23
17
26
22
9
13
20
17
8
17
7
218
25
35
28
33
17
23
14
18
31
27
20
23
32
23
33 382
22
23
20
27
17
2
9
3
10
16
18
10
21
9
8
18
17
20
13
23
38
31
37
30
24
22
30
19
31
32 385
3
9
6
8
10
5
8
2
7
6
3
8
9
12
9
37
31
34
32
30
35
32
38
33
34
37
32
31
28
31 495
Dari responden yang diwawancarai diketahui sebanyak 218 responden, sumber airnya beresiko tercemar, dimana jumlah responden terbanyak yang menjawabnya terdapat di Kelurahan Cigugur Tengah (26 resonden). Sementara sebanyak 382 responden, sumber air nya terlindungi, dimana jumlah terbanyak terdapat di Kelurahan Cibeureum (35 responden). Dari 15 kelurahan diketahui sebanyak 215 responden menyatakan bahwa penggunaan sumber air tidak terlindungi dengan aman, dimana jumlah terbanyak terdapat di Kelurahan Leuwigajah (27 responden). Sementara sebanyak 385 responden menyatakan bahwa penggunaan sumber air terlindungi dengan aman, dimana jumlah terbanyak terdapat di Kelurahan Baros (38 responden) Sebanyak 105 responden yang menyatakan bahwa mengalami kelangkaan air, dimana jumlah responden terbanyak terdapat di Kelurahan Citeureup (12 responden). Sementara sebanyak 495 responden menyatakan bahwa tidak pernah mengalami kelangkaan air, dimana jumlah responden terbanyak mengatakan terdapat di Kelurahan Karang Mekar (38 responden).
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
26
TOTAL
UTAMA
Tidak, sumber air berisiko Sumber air tercemar terlindungi Ya, sumber air terlindungi Penngguna Tidak Aman an sumber air tidak Ya, Aman terlindungi. Mengalami Kelangkaan kelangkaan air air Tidak pernah mengalami
CIBEUREUM
KATEGORI
MELONG
VARIABEL
CIGUGUR TENGAH KARANG MEKAR SETIA MANAH
SUMBER AIR KELURAHAN
215
105
3.6
Perilaku Higiene/Sehat Pencemaran tinja/ kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia, termasuk balita, adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan). Jalur ini memperlihatkan bahwa salah satu upaya prevensi cemaran yang sangat efektif dan efisien adalah perilaku manusia yang memblok jalur fingers. Ini bisa dilakukan dengan mempraktekkan cuci tangan pakai sabun di waktu-waktu yang tepat. Dalam meta-studinya, Curtis & Cairncross (2003) menemukan bahwa praktek cuci tangan dengan sabun dapat menurunkan risiko insiden diare sebanyak 42-47%. Bila dikonversikan, langkah sederhana ini dapat menyelamatkan sekitar 1 juta anak-anak di dunia. Waktu-waktu cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan seseorang untuk mengurangi risiko balita terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare mencakup 5 (lima) waktu penting yakni: a.
Sesudah buang air besar (BAB);
b.
Sesudah menceboki pantat anak;
c.
Sebelum menyantap makanan;
d.
Sebelum menyuapi anak;
e.
Setelah memegang binatang;
f.
Sebelum menyiapkan makanan bagi keluarga.
Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan Ibu sehari-harinya, Studi
EHRA
mengajukan
pertanyaan
tentang
CTPS
di
lima
waktu
penting,
melakukan CTPS, dan Praktik BABS sebagai berikut : Grafik 3.24 CTPS Di Lima Waktu Penting
27% Tidak
Ya
73%
Proporsi responden yang melakukan CTPS di lima waktu penting hanya sebesar 27% sementara proporsi responden yang tidak melakukan CTPS di lima waktu penting sebesar 73%. Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
27
Grafik 3.25 Perilaku CTPS di Kota Cimahi Tahun 2015 2.7
Lainnya
53.8
Sebelum sholat
40.2
Setelah memegang hewan
65.5
Sebelum menyiapkan masakan
40.5
Sebelum memberi menyuapi anak
98.3
Setelah makan Sebelum makan
93.7
Setelah dari buang air besar
93.5 39.3
Setelah menceboki bayi/anak
8.5
Sebelum ke toilet
.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
Proporsi terbesar responden yang melakukan CTPS terdapat pada CTPS setelah makan (98.3%), sebelum makan (93.7%) dan setelah biang air besar (93.5%). Sementara
CTPS
yang
dilakukan
sebelum
ke
toilet
hanya
8.5%,
setelah menceboki bayi/anak (39.5%), sebelum memberi menyuapi anak (40.5%), sebelum menyiapkan masakan (65.5%), setelah memegang hewan (40.2%) dan sebelum sholat (53.8%). Grafik 3.26 Persentase Praktik BABS di Kota Cimahi Tahun 2015 120.0 100.0 80.0
50.0
55.0
47.5 67.5
77.5
60.0
55.0
82.5 77.5 82.5 80.0 80.0 87.5
70.0
80.0
72.5 Tidak
40.0 20.0
Ya, BABS
50.0
45.0 22.5
.0
52.5 32.5
45.0 17.5 22.5 17.5 20.0 20.0 12.5
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
30.0
20.0
27.5
28
Persentase tertinggi praktik BABS terdapat di Kelurahan Leuwigajah (52.5%) sementara persentase terendah praktek BABS terdapat di Kelurahan Cimahi yaitu sebesar 12.5%. Tabel 3.5 Area Berisiko Perilaku Higiene dan Sanitasi Berdasarkan Studi EHRA
KATEGORI
CIBEUREUM
UTAMA
LEUWI GAJAH
BAROS
CIGUGUR TENGAH
KARANG MEKAR
SETIA MANAH
PADASUKA
CIMAHI
PASIR KALIKI
CIBABAT
CITEUREUP
CIPAGERAN
TOTAL
CTPS di lima waktu penting
Tidak
n 24
n 20
n 25
n n n 26 33 31
n 34
n 36
n 34
n 31
n 34
n 31
n 31
n 28
n 22
n 440
Ya
16
20
15
14
7
9
6
4
6
9
6
9
9
12
18
160
Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja?
Tidak
1
7
5
6
9
7
9
10
0
6
5
2
9
3
4
83
Ya
39
33
35
34 31 33
31
30
40
34
35
38
31
37
36
517
Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat?
Tidak
12
4
4
4
16
18
22
1
2
4
1
5
9
3
106
Ya
28
36
36
36 39 24
22
18
39
38
36
39
35
31
37
494
Tidak
1
2
1
0
9
0
0
0
2
1
2
0
1
2
23
Ya, berfungsi 39
38
39
40 38 31
40
40
40
38
39
38
40
39
38
577
Keberfungsian penggelontor. Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban?
CIBEBER
VARIABEL
MELONG
PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT KODE KELURAHAN/DESA
1
2
Tidak
2
0
2
0
3
4
1
6
1
5
0
0
1
4
29
Ya
38
40
38
40 40 37
36
39
34
39
35
40
40
39
36
571
Pencemaran pada Ya, tercemar 2 wadah penyimpanan Tidak 38 dan penanganan air tercemar
1
1
3
8
0
0
1
3
3
0
0
3
6
33
39
39
37 38 32
40
40
39
37
37
40
40
37
34
567
Perilaku BABS
0
2
Ya, BABS
20
9
18
21 13
7
9
7
8
8
5
12
18
8
11
174
Tidak
20
31
22
19 27 33
31
33
32
32
35
28
22
32
29
426
Sebanyak 440 responden menyatakan bahwa tidak CTPS di lima waktu penting, dimana jumlah terbanyak terdapat di Kelurahan Karang Mekar (36 reponden).Sebanyak 83 responden menyatakan bahwa lantai dan dinding jamban tidak terbebas dari tinja, dimana jumlah terbanyak terdapat di Kelurahan Karang mekar (10 responden). Sebanyak 106 responden menyatakan bahwa jamban tidak terbebas dari kecoa dan lalat, dimana jumlah terbanyak terdapat di Kelurahan Karang Mekar (22 responden). Sebanyak 33 responden menyatakan bahwa pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air, dimana jumlah terbanyak terdapat di Kelurahan Baros (8 responden). Sebanyak 174 responden menyatakan bahwa melakukan BABS, dimana jumlah terbanyak terdapat di Kelurahan Leuwigajah (21 responden). Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
29
3.7
Kejadian Penyakit Diare Penyakit pada dasarnya merupakan hasil outcome dari hubungan interaktif antara manusia dengan perilakunya dan kebiasaannya dengan komponen lingkungan di lain pihak. Dengan demikian, penyakit merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia dengan lingkungan, antara perilaku dengan komponen lingkungan yang memiliki potensial penyakit (Achmadi, 2011). Pada bagian ini membahas kejadian penyakit diare yang merupakan sebuah penyakit di mana penderita mengalami rangsanganbuang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki kandungan air berlebihan. Di Dunia, diare adalah penyebab kematian paling umum kematian balita, dan juga membunuh lebih dari 1,5 juta orang per tahun (Wikipedia, diunggah 2011). Penyakit diare ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi (Kemenkes, 2011). Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan buang air besar (BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten terjadi selama ≥ 14 hari (WHO,2009). Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi di Indonesia, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 Kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.) (Kemenkes, 2011). Di Kota Cimahi tahun 2013 kejadian diare merupakan peringkat ketiga (10,69%) setelah ISPA
dan
Nasofaringitis
akut
pada
penderita
rawat
jalan
golongan
umur
0-<1 tahun, sementara pada golongan umur 1-4 tahun sebesar (9.81%). Penderita diare yang dirawat inap di RS Kota Cimahi tahun 2013 usia 29 hari–1 tahun merupakan proporsi terbanyak
yaitu
21,74%.
Sementara
umur
1-4
tahun
sebesar
7,56% (Profil Kesehatan Kota Cimahi, 2013). Untuk mengambarkan kejadian penyakit diare dibuat berdasarkan waktu terakhir terkena diare dan siapa yang terkena diare. Diare merupakan penyakit menular yang seringkali dikaitkan dengan higinitas dan merupakan penyakit bawaan air (water borne deseases). Penyakit ini hanya dapat menyebar apabila mikroba penyebabnya masuk ke dalam air yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya (Fathonah, 2005). Kriteria Diare pada studi EHRA ini berdasarkan dari pernyataan responden bukan berdasarkan hasil diagnosa dokter atau paramedis. Berikut hasil pernyataan dari responden:
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
30
Tabel 3.6 Kejadian Diare pada Penduduk Berdasarkan Studi EHRA KEJADIAN PENYAKIT DIARE
KATEGORI
CIBEUREUM
UTAMA
LEUWI GAJAH
CIBEBER
BAROS
CIGUGUR TENGAH
KARMEK
SETIA MANAH
PADASUKA
CIMAHI
PASIR KALIKI
CIBABAT
CITEUREUP
CIPAGERAN
TOTAL
VARIABEL
MELONG
KODE KELURAHAN/DESA
Hari ini
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
4
0
0
0
2
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
4
1
2
9
1
0
2
1
2
1
1
2
1
0
2
1
26
3
5
5
1
1
3
3
1
3
0
1
2
4
3
3
38
2
2
4
3
6
2
1
1
2
4
2
1
3
2
3
38
2
6
3
1
5
8
2
4
2
2
2
0
2
3
2
44
10
15
8
14 12 12
13
14
13
12
5
11
12 19
22
192
22 14 4 17 1 18 0 17
10 16 14 26 4 29 1 30
10 26 4 29 1 25 5 27
17 18 5 21 2 23 0 21
16 18 6 20 4 21 3 23
13 23 4 25 2 23 4 25
19 13 8 18 3 20 1 19
18 14 8 19 3 20 2 22
18 13 9 18 4 22 0 22
21 16 3 16 3 17 2 16
28 12 0 10 2 12 0 12
24 16 0 13 3 14 2 15
19 15 6 18 3 19 2 20
11 25 4 22 7 25 4 29
8 26 6 26 6 28 4 30
254 265 81 298 48 316 30 328
1
0
3
2
1
2
2
0
0
3
0
1
1
0
2
18
9
23
20
17 20 22
20
18
20
12
6
9
13 22
24
255
9
7
10
6
5
1
4
2
7
6
7
8
7
8
91
11
26
22
13 14 16
16
14
14
16
6
12
14 18
22
234
7
4
8
10 10 11
5
8
8
3
6
4
7
10
112
Kemarin 1 minggu terakhir Kapan waktu 1 bulan paling dekat terakhir anggota 3 bulan keluarga Ibu terakhir terkena diare 6 bulan yang lalu Lebih dari 6 bulan yang lalu Tidak pernah Tidak A. Anak-anak balita Ya Tidak B. Anak-anak non balita Ya Tidak C. Anak remaja laki-laki Ya D. Anak Tidak remaja Ya perempuan E. Orang Tidak dewasa lakiYa laki F. Orang Tidak dewasa Ya perempuan
4
11
Dari 600 responden yang diwawancarai diketahui sebanyak 254 responden mengatakan bahwa waktu paling dekat anggota keluarga Ibu terkena diare yaitu tidak pernah, persentase tertinggi berada di Kelurahan Cimahi (28 responden). Persentase tertinggi kejadian Diare pada anak balita sebanyak 265 responden mengatakan
tidak.
Persentase
tertinggi
pada
anak
remaja
laki-laki
sebanyak
316 responden mengatakan tidak, persentase tertinggi pada anak remaja perempuan sebanyak 328 responden mengatakan tidak, persentase tertinggi pada orang dewasa laki-laki sebanyak 255 responden mengatakan tidak, persentase tertinggi pada orang dewasa perempuan sebanyak 234 responden mengatakan tidak.
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
31
Sementara berdasarkan laporan program diare Kota Cimahi didapatkan Jumlah penderita diare bayi kurang satu tahun 2014 yang datang ke Puskesmas di Kota Cimahi sebesar 19,53%. dan balita 1-4 tahun sebesar 13,41%. Pada tahun 2014 terdapat 1 kasus kematian balita yang disebabkan diare. (Laporan Program Diare Dinas Kesehatan Kota Cimahi tahun 2014). 3.8
Indeks Risiko Sanitasi Risiko sanitasi adalah terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Penentuan area berisiko akan mengklasifikasi dan memetakan area-area yang berada dalam Kota Cimahi berdasarkan tingkat/derajat risiko sanitasi.Adapun yang menjadi unit areanya adalah Kelurahan.Tujuan penetapan area berisiko adalah sebagai salah satu kriteria dalam menentukan prioritas dari pelaksanaan program/kegiatan sektor sanitasi. Indikator area berisiko dibuat menjadi lima indikator yaitu sumber air, air limbah domestik, persampahan, genangan air dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Kelima indikator tersebut merupakan hasil penggabungan dari beberapa pertanyaan dan pengamatan yang terdapat kuesioner studi EHRA. Berikut penjabaran kelima indikator tersebut : Grafik 3.27 Indeks Risiko Sanitasi di Kota Cimahi Tahun 2015
200 180 160 140 120 100
28 32 27 22
80 60
59
40 20 -
27
32 21 10 20
29 10 29
33
21
25 24
44
49
38
36
30
21
29
28
31
34 13 23 38
32 5 23
32 13
28
51
18 24
29 10 23
28
68 51
38
13
32
1. SUMBER AIR 3. PERSAMPAHAN. 5. PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT.
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
18
70
61
70
21
26
28
27 27 22
33 5 23
52
51
27
29
15
26
26 3 28
63 55 31
21
2. AIR LIMBAH DOMESTIK. 4. GENANGAN AIR.
32
Indeks risiko sanitasi sebagian besar berada pada air limbah domestik dengan nilai berkisar antara 30-70. Dimana skor tertinggi terdapat di Kelurahan Setiamanah dan Cimahi (masing masing 70) serta Kelurahan Cigugur Tengah (68), sedangkan skor terendah terdapat di Kelurahan Cibeber (30). Sementara indeks risiko sanitasi pada sumber air berkisar pada skor 18-38 dengan skor terendah terdapat di Kelurahan Karang Mekar (18) dan skor tertinggi terdapat di Kelurahan Baros (38). Indeks risiko sanitasi persampahan berkisar antara Kelurahan Cibeureum (20) hingga Kelurahan Cibeber (44). Sementara skor terendah dari indeks risiko sanitasi terdapat pada katagori genangan air yang berkisar antara Kelurahan Cipageran (3) hingga Kelurahan Melong (27). Indeks risiko sanitasi PHBS berkisar pada skor Kelurahan Cibeureum (21) hingga Kelurahan Baros (34).
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
33
BAB IV PENUTUP Sudi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan yang dilakukan di Kota Cimahi merupakan sebuah studi partisipatif yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang ada di Kota Cimahi. Hasil Studi EHRA ini diharapkan dapat berkontribusi bagi pemutakhiran Buku Putih Sanitasi (BPS) dan perencanaan strategi dan program-program sanitasi yang dituangkan dalam Strategi Sanitasi Kota (SSK). Beberapa Indikator yang terkait dalam program sanitasi diantaranya fasilitas sanitasi yang mencakup sumber air minum, layanan pembuangan sampah, jamban, saluran pembuangan air limbah rumah tangga dan perilaku yang terkait dengan higinitas dan sanitasi yang mengacu kepada STBM, yaitu buang air besar, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum rumah tangga, pengelolaan sampah dengan 3R, dan pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan) yang menjadi dasar indeks risiko sanitasi (IRS). Risiko sanitasi yang dimaksudkan adalah terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat disuatu daerah. Dari kelima indikator tersebut, air limbah domestik merupakan indikator yang paling dominan di 15 kelurahan di Kota Cimahi dengan nilai skor antara 30-70. Sementara indikator yang mempunyai nilai risiko terkecil terdapat pada indikator genangan air dengan skor berkisar antara 5-27.
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
34
DAFTAR PUSTAKA 1. Achmadi
Umar
F
(2011),
Dasar-dasar
Penyakit
Berbasis
Lingkungan,
Penerbit Rajawali Pers, Jakarta 2. Farthonah S (2005), Higiene dan Sanitasi Makanan, Penerbit Unnes Press, Semarang 3. Laporan Penilaian Risiko Kesehatan lingkungan Kota Blitar (2007) tidak Diterbitkan 4. Laporan
Penilaian
Risiko
Kesehatan
Risiko
Kesehatan
Lingkungan
Kota
Surakarta
(2007)
Banjarmasin
(2007)
tidak Diterbitkan 5. Laporan
Penilaian
lingkungan
Kota
tidak Diterbitkan 6. Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (2011), Panduan Praktis Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan 2011 7. Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (2011), Modul Teknis Penyusunan Laporan EHRA 8. Dinas Kesehatan Kota Cimahi (2013), Profil Kesehatan Kota Cimahi Tahun 2013, Cimahi 9. Dinas Kesehatan Kota Cimahi (2014), Laporan Bulanan Program P2 Diare Tahun 2014, Bidang P2PL Kota Cimahi 10. Kementrian
Kesehatan
RI
(2011)
Situasi
Diare
di
Indonesia.
2011
http://www.depkes.go.id/downloads/Buletin%20Diare_Final(1).pdf 11. WHO,
(2009),
Diarrhoeal
Disease.
2009,
http://www.who.int/mediacentre/facsheets/fs330/en/
Laporan Studi EHRA Kota Cimahi Tahun 2015
vii