PERILAKU OBJEK KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA Mas Sukardi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Vetaran Bangun Nusantara Jl. S. Humardani Jombor Sukoharjo/ Mahasiswa S3 Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstrak Objek adalah salah satu fungsi sintaksis. Fungsi sintaksis bersifat relasional dan struktural. Salah satu jenis kalimat yang penting adalah kalimat yang keberadaan fungsi O bersifat wajib. Hasil analisis menunjukkan bahwa 1) O dituntut kehadirannya dalam kalimat aktif transtif; 2) kalimat dengan verba ekatransitif menuntut hadirnya satu O, sedangkan verba dwitransitif menuntut dua O: O1 dan O2; 3) kalimat dengan verba dwitransitif, jika dipasifkan O1 menduduki fungsi S, O2 tetap di belakang P; 4) P dan O membentuk konstruksi yang sifatnya tegar, artinya O selalu terletak di belakang P. Konstruksi ini tidak dapat diubah atau dipertukarkan letaknya; 5) kategori sintaksis yang dapat menduduki fungsi O ialah nomina atau frasa nominal dan pronomina atau frasa pronominal yang meliputi pronominal persona, pronominal penunjuk, dan pronominal penanya; 6) peran semantik yang dapat menduduki fungsi O adalah pasientif, benefaktif, sasaran, lokatif, dan instrumental. Kata kunci: perilaku objek, kalimat, bahasa Indonesia Abstract Object is one of the syntactic function. Syntactic function is relational and structural. One important type of sentence is a sentence that the presence of O function is mandatory. The analysis showed that 1) O demanded his presence in activetranstif; 2) sentences with verbs ekatransitif demanding the presence of O, while the verb dwitransitif requires two O: O1 andO2; 3) sentences with verbs dwitransitif, if pac ified O1 occupy the function S, P O2 remains behind; 4) P and O form a rigidconstruction of the nature, meaning that O is always located at therear P. This construction can not be changed or exchanged is located; 5) syntactic categories that may occupy O functions arenouns or nounphrases and pronouns or pronominal phrase that includes the pronominal persona, pronominal bookmark, and pronominal requester; 6) the role of semantics that can occupy the function O is pasientif, benefactive, goal locative, and instrumental. Key words: behavior of the object, the sentence, the Indonesian language A. PENDAHULUAN Kalimat dapat dianalisis secara fungsional, kategorial, dan semantik. Secara fungsional, kalimat terdiri atas fungsi-fungsi subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (K). Fungsi-fungsi ini bersifat relasional, artinya adanya suatu fungsi
disebabkan oleh fungsi lain. Misalnya, adanya fungsi S hanya karena hubungannya dengan fungsi P dan O. Demikian juga, adanya fungsi P hanya karena hubungannya dengan S dan O. Hubungan antarfungsi itu bersifat struktural, artinya fungsi-fungsi itu terdapat dalam sebuah struktur kalimat. Verhaar (2004: 162-3) memberikan contoh analisis kalimat berdasarkan fungsinya sebagai berikut. (1) Ayah membeli beras ketan untuk saya. (2) Ayah membelikan saya beras ketan. (3) Beras ketan dibeli ayah untuk saya. (4) Saya dibelikan beras ketan oleh ayah. Berdasarkan fungsi sintaksisnya, maka S kalimat (1) dan (2) adalah ayah, beras ketan untuk (3), dan saya untuk (4). Prediakat (1) sampai dengan (4) masing-masing ialah membeli, membelikan, dibeli, dan dibelikan. Objek hanya terdapat pada (1) dan (2), untuk keduanya adalah beras ketan; sedangkan frasa untuk saya bukan merupakan fungsi, melainkan keterangan. Secara kategorial, kalimat dapat dianalisis berdasarkan kategori nomina, verba, adjektiva, pronominal, dan numeralia (Herawati, 1992: 120). Dengan singkat Verhaar mengatakan bahwa kalimat itu secara kategorial terdiri atas verba atau frasa verabal dan nomina atau frasa nominal dan acapkali juga atas konstituen lain yang disebut keterangan (2004: 171). Sebagai contoh, dalam (1) di atas analisis kategorial sebagai berikut: ayah adalah nomina, membeli adalah verba, beras ketan adalah nomina, dan untuk saya juga nomina. Ia tidak menyebut untuk sebagai preposisi dan saya sebagai pronominal, dengan alasan bahwa dua kata tersebut merupakan satu kesatuan dalam klausa (Ayah membeli beras ketan untuk saya) berupa nominal; sedangkan sebagai frasa konstituen ini disebut frasa preposisional. Secara
semantik,
kalimat
dapat
dianalisis
berdasarkan
peran-peran
semantisnya, yaitu peran agentif, pasien, benefaktif, instrumental, objektif, lokatif, aktif, pasif, dan sebagainya. Seperti halnya fungsi sintaksis, peran semantis juga bersifat relasional dan strukural (Herawati, 1992: 120). Tulisan ini hanya akan membahas masalah objek (O) kalimat dalam bahasa Indonesia. Di atas telah dikatakan bahwa objek adalah salah satu fungsi sintaksis. Fungsi sintaksis bersifat relasional dan struktural. Oleh karena itu, di dalam makalah
ini akan dibahas jenis kalimat yang keberadaan fungsi O bersifat wajib; kategori kata yang dapat menduduki fungsi O; dan juga peran semantis yang dapat mengisi fungsi O. Sebagai landasan teori berturut-turut akan dibahas pula serba singkat tentang fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran semantis.
1. KAJIAN PUSTAKA Sebagai landasan teori di bawah ini berturut-turut
dibicarakan (a) fungsi
sintaksis, (b) kategori sintaksis, dan (c) peran semantis. 1. Fungsi Sintaksis Sudaryanto (1983: 12-15) menjelaskan bahwa fungsi atau fungsi-fungsi sintaksis adalah tataran di dalam sintaksis yang pertama, tertinggi, dan paling abstrak. Yang dimaksud dengan fungsi-fungsi sintaktis ialah yang oleh umum disebut sebagai subjek (S), predikat (P), objek (O), dan sebagai-nya. Di atas telah disebutkan bahwa fungsi sintaksis sifatnya relasional, artinya, fungsi yang satu ada karena hubungannya dengan fungsi yang lain. Sebuah konstituen disebut P karena hubungan konstituen itu dengan S atau O; begitu pula konstituen dinamakan S atau O karena hubungan konstituen-konstituen itu dengan P. Dengan kata lain, S dan O ada karena ada P, demikian juga P ada karena ada S dan O. Sebagai contoh, kalimat (1) Ali memukul Norton, dapat dianalisis secara fungsional menjadi Ali = S, memukul = P, dan Norton = O. Dengan demikian, secara struktural hubungan antarfungsi-fungsi tersebut bersifat linear, yaitu berkaitan dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat sehingga membentuk pola S-P-O (Hasan Alwi dkk., 2000: 36; lihat juga Verhaar, 2004: 165166). Di dalam bahasa Indonesia terdapat lima fungsi sintaksis yang digunakan untuk pemerian kalimat, yaitu S, P, O, Pelengkap (Pel), dan Ket. Dalam suatu kalimat tidak selalu kelima fungsi itu terisi, tetapi paling tidak harus ada konstituen pengisi S dan P. Keahadiran fungsi lainnya banyak ditentukan oleh P (Hasan Alwi dkk., 2000: 36, 326). Pola dasar kalimat bahasa Indonesia dibedakan menjadi tujuh, yakni (1) S-P, (2) S-P-O. (3) S-P-Ket, (4) S-P-Pel, (5) S-P-O-Ket, (6) S-P-O-Pel, dan (7) S-P-O-PelKet. Sebagai contoh berturut-turut (5) – (11) di bawah ini. (5) Kakakku tidur. (6) Ayah membayar pajak
(7) Nenek pergi ke pasar. (8) Pamanku menjadi guru. (9) Pak Camat membeli motor baru kemarin siang. (10) Pak Camat membeli motor baru untuk anaknya. (11) Pak Camat membeli motor baru untuk anaknya kemarin siang. Dari contoh di atas tampak bahwa hanya kalimat (11) yang memiliki konstituen kelima pengisi fungsi sintaksis yang disebutkan di atas. Dari situ tampak pula bahwa kalimat-kalimat itu secara berurutan diawali oleh S, lalu P, kemudian O, Pel, dan Ket jika ketiga unsur terakhir ini hadir. Akan tetapi, banyak kalimat bahasa Indonesia terutama Ket dan P terhadap S dapat berpindah-pindah letaknya tanpa mengubah makna informatifnya, seperti tampak dalam contoh (12) – (14) berikut. (12) Pak Camat membeli sepeda motor kemarin. (13) Kemarin Pak Camat membeli sepeda motor. (14) Membeli sepeda motor kemarin Pak Camat. Analisis kalimat dan pemakaian istilah yang berkaitan dengan analisis kalimat berdasarkan fungsi sintaksis dalam makalah ini mengacu pada pendapat Sudaryanto dan Hasan Alwi, seperti dicontohkan di atas. Oleh karena yang menjadi fokus makalah ini adalah fungsi objek, di bawah ini akan dibahas secara khusus pula hal yang berkaitan dengan fungsi objek.
b. Kategori Sintaktis Kata dapat dibedakan berdasarkan kategori sintaksisnya. Kategori sintaksis sering disebut pula kategori atau kelas kata, yaitu verba, nomina, adjektiva, adverbia, dan sebagainya (Sudaryanto, 1983: 13). Pada tataran sintaksis kategori-kategori itu dapat dikembangkan menjadi frasa verbal, frasa nominal, frasa adjektival, frasa preposisional, dan sebagainya (Hasan Alwi, 2000: 36). Verhaar (2000: 170) juga menyebutkan bahwa dalam pemerian sintaksis, kekategorialan lebih tepat bila ditentukan menurut konstituen-konstituen klausa. Konstituen-konstituen klausa dapat berupa kata atau pun frasa. Kalimat (11), misalnya, dapat dianalisis berdasarkan kategori sistaksisnya sebagai berikut: Pak Camat (dua kata): nomina, membeli (satu kata): verba, motor baru (dua kata): nomina, untuk anaknya (tiga kata): nomina, kemarin siang (dua kata): nomina (lihat Verhaar, 2000: 171). Verhaar lebih lanjut
menjelaskan bahwa konstituen seperti untuk anaknya sebagai frasa disebut frasa preposisional, sedangkan dalam hubungan sintaktis (hubungan dengan konstituen yang lain dalam sintaksis) disebut nomina atau nominal. Selanjutnya dalam makalah ini digunakan istilah sebagaimana disebutkan terdahulu oleh Verhaar.
c. Peran Semantis Hasan Alwi dkk. (2000: 334-336) menyebutkan ada sembilan macam peran semantis, yakni (1) pelaku, (2) sasaran, (3) pengalam, (4) peruntung, (5) atribut, (6) waktu, (7) tempat, (8) alat, dan (9) sumber. Pembagian peran semantis oleh Hasan Alwi dkk. ini mirip dengan yang disebutkan oleh Fillmore (1971 dalam Cook,1989: 39-42), yaitu (1) agent, (2) object, (3) experiencer, (4) benefactive, (5) goal, (6) time, (7) location, (8) instrument, dan (9) source (band. Kreidler, 1998: 70). Dalam makalah ini digunakan istilah dan dasar penyebutan peran semantis seperti yang dijelaskan oleh Fillmore. Hal ini dipilih dengan pertimbangan pembagian ini lebih mewadahi semua argumen, baik argumen primer (yang hadirnya memang dituntut oleh verba) maupun argumen atau peserta sekunder (sebagai pemerlengkap informasi). Berikut ini dijelaskan pengertian peran semantis menurut Fillmore satu per satu beserta contohnya dalam bahasa Indonesia dengan bagian yang bercetak miring merupakan peran semantis yang dimaksud. 1) Agent atau pelaku adalah paserta yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh predikat verbal. Misalnya, (15) Pak Guru sedang membaca. 2) Object atau sasaran adalah peserta yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh predikat. Misalnya, (16) Pak Guru sedang memabaca koran. 3) Experiencer atau pengalam adalah peserta yang mengalami keadaan atau peristiwa yang dinyatakan oleh predikat. Misalnya, (17) Pak Guru sedang susah. 4) Benefactive atau peruntung adalah peserta yang memperoleh keuntungan atau manfaat dari keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang dinyatakan oleh predikat. Misalnya, (19) Pak Guru memberi muridnya uang.
5) Goal atau tujuan adalah peserta yang menjadi tempat berakhirnya suatu perbuatan yang dinyatakan oleh predikat verbal. Misalnya, (20) Pak Guru menulis puisi. 6) Time atau waktu adalah peserta yang menunjukkan waktu berlangsung-nya perbuatan atau peristiwa yang dinyatakan oleh predikat. Misalnya, (21) Pak Guru pergi ke Jakarta tadi malam. 7) Location atau tempat adalah peserta yang menjadi tempat berlangsung-nya suatu tindakan. Misalnya, (22) Ibuku pergi ke Jakarta. 8) Instrument atau alat adalah peserta yang menjadi alat atau sarana terjadi-nya suatu peristiwa atau perbuatan yang dinyatakan oleh predikat. Misalnya, (23) Pak Guru menulis puisi dengan komputer. 9) Source atau sumber adalah peserta yang menjadi asal atau bahan terjadinya sesuatu benda atau peristiwa. Misalnya, (24) Pak Guru mendengarkan berita dari radio BBC.
3. CIRI-CIRI OBJEK KALIMAT BAHASA INDONESIA Hasan Alwi dkk. (2000: 329) menerangkan bahwa O adalah konstituen kalimat yang kehadirannya dituntut oleh P yang berupa verba transitif dalam kalimat aktif. Lebih lanjut dijelaskan tentang ciri-ciri O ialah (1) berwujud frasa nominal atau klausa, (2) berada langsung di belakang P, (3) menjadi S akibat pemasivan kalimat, dan dapat diganti dengan pronomina –ku, -mu, –nya. O pada kalimat aktif transitif akan menjadi S jika kalimat itu dipasifkan, seperti tampak pada (25a, b) berikut. (25) a. Pembantu membersihkan kamar saya. (O) b. Kamar saya (S) dibersihkan oleh pembantu. O dapat diganti dengan –ku, -mu, atau –nya jika O itu berupa pronominal aku, kamu, atau dia (pronomina persona ketiga) seperti tampak pada contoh (26a, b, c) berikut. (26) a. Dia mencintai aku/ -ku. b. Beliau mengasihi kamu/-mu. c. Ibu menemani dia/-nya. Herawati (1992: 111-112) menyebutkan bahwa kalimat yang P-nya berupa verba transitif atau dwitransitif memerlukan sesuatu yang erat sekali hubungannya dengan
verba dan merupakan sesuatu atau hal yang dikenai perbuatan yang disebut dalam Pnya. Sesuatu atau hal yang menderita akibat perbuatan seperti disebutkan dalam P itu disebut O. Kalimat yang P-nya berupa verba transitif memerlukan satu O, sedangkan yang P-nya berupa verba dwitransitif memerlukan dua O. Jika kalimat terakhir ini dipasifkan, O pertama yang menduduki S dalam kalimat pasif, sedangkan O kedua tetap di belakang P sebagai pelengkap. Senada dengan keterangan di atas, Ramlan juga menjelaskan bahwa O selalu terletak di belakang P yang terdiri dari verba transitif. Jika verba transitif memerlukan dua O, maka O yang satu merupakan O1 dan satunya merupakan O2. Keduanya terletak di belakang P. Apabila kalimat itu dipasifkan, O1 menjadi S, sedangkan O2 tetap di belakang P, sebagai contoh (27a, b) berikut. (27) a. Pak Sastro membelikan anak itu (O1) baju baru (O2). (aktif) b. Anak itu (S) dibelikan Pak Sastro baju baru. (pasif) Posisi O yang selalu terletak di belakang P dapat dibuktikan dengan contohcontoh berikut ini. (28) Darwin mengecat pagar. S
P
O
(29) Tono membuat layangan. S
P
O
(30) Pak Jaya memetik kelapa. S
P
O
P dan O selalu membentuk konstruksi objektif, yakni suatu konstruksi yang unsur langsungnya terdiri atas P dan O . Posisi yang demikian tidak dapat diubah, jika diubah akan membentuk konstruksi yang tidak gramatikal. Hal ini tampak pada (28a) – (30a) berikut. (28a) *Darwin pagar mengecat. (29a) *Tono layangan membuat. (30a) *Pak Jaya kelapa memetik. Kalimat (28) – (30) tersebut dapat dipasifkan menjadi (28b) – (30b) dengan analisis seperti di bawah ini. (28b) Pagar dicat (oleh) Darwin.
S
P
Pel
(29b) Layangan dibuat (oleh) Tono. S
P
Pel
(30b) Kelapa dipetik (oleh) Pak Jaya. S
P
Pel
Dalam kalimat dengan verba dwitransitif pun letak O
atau O1 selalu di
belakang P, di antaranya tidak dapat disisipi unsur lain, dan posisi O1 dan O2 tidak dapat dipertukarkan. Hal ini tampak dalam contoh (31) – (32) berikut ini. (31) a. Sulaiman membeli baju baru untuk cucunya. S
P
O
Pel
b. *Sulaiman membeli untuk cucunya baju baru. c. Sulaiman membelikan cucunya baju baru. S
P
O1
O2
d. *Sulaiman membelikan baju baru untuk cucunya. (32) a. Ibu membuka pintu untuk ayah. S
P
O
Pel
b. *Ibu membuka untuk ayah pintu. c. Ibu membukakan ayah pintu. S
P
O1
O2
d. *Ibu membukakan pintu untuk ayah. Dari contoh-contoh di atas tampak jelas sekali bahwa kedudukan O dalam kalimat aktif transitif bersifat tegar, yaitu selalu terletak di belakang atau sebelah kanan P, baik P berupa verba ekatransitif maupun dwitransitif.
4. HUBUNGAN OBJEK DENGAN PREDIKAT Di atas telah dijelaskan bahwa verba pengisi P dibedakan menjadi tiga macam, yakni verba ekatransitif, dwitransitif, dan intransitif. Kalimat dengan P berupa verba ekatransitif menuntut hadirnya satu O dan dapat dipasifkan dengan O berubah menjadi S dan S menjadi Pel. Kalimat dengan P berupa verba dwitransitif menuntut hadirnya dua buah O dan dapat dipasifkan dengan O1 menjadi S, sedangkan O2 tetap di belakang P sebagai Pel. Kalimat dengan P berupa verba intransitive tidak menuntut
hadirnya O dan tidak dapat dipasifkan. Hal ini akan tampak jelas dalam contohcontoh kalimat di bawah ini. a. Kalimat dengan P berupa verba ekatransitif. Kalimat (33) – (35) adalah contoh kalimat yang P-nya berupa verba ekatransitif, mewajibkan hadirnya satu O (bercetak miring). (33) Pekebun itu memotong rumput. (34) Kepala Sekolah mengonsep surat. (35) Dokter sedang memeriksa pasiennya. Verba memotong, mengonsep, dan memeriksa adalah verba aktif ekatransitif yang mengharuskan hadirnya sebuah O di belakangnya, yakni masing-masing rumput, surat, dan pasiennya.
b. Kalimat dengan P berupa verba dwitransitif. Kalimat (36) – (38) adalah
contoh kalimat yang P-nya berupa verba
dwitransitif, mewajibkan hadirnya dua O (bercetak miring). (36) Pak Darto mengirimi anaknya uang. (37) Adik mengambilkan kakak air. (38) Suharti memasakkan adiknya sayur asam. P pada kalimat (36) – (38) berturut-turut mengirimi, mengambilkan, dan memasakkan adalah veraba dwitransitif yang mewajibkan hadirnya dua O, masingmasing dan berturut-turut sebagai O1 dan O2, yaitu anaknya dan uang dalam (36), kakak dan air dalam (37), serta adiknya dan sayur asam dalam (38). Posisi O1 dan O2 dalam setiap kalimat tidak dapat dipertukarkan. O1 selalu berada di antara P dan O2, jika dipertukarkan kalimat menjadi tidak berterima.
c. Kalimat dengan P berupa verba intransitif. Kalimat (39) – (41) adalah contoh kalimat yang P-nya berupa verba instransitif, sehingga tidak memerlukan O. (39) Lina sedang tidur. (40) Tentara itu berlari-lari. (41) Kerbau itu sedang berjemur.
Kalimat (39) – (41) di atas mempunyai P berturut-turut tidur, berlari-lari, dan berjemur semuanya verba intransitif. Verba semacam ini tidak memerlukan hadirnya O dalam kalimat dan tidak dapat dipasifkan. Dari contoh-contoh dan uraian di atas dapat dikenali bahwa O hanya terdapat dalam kalimat yang P-nya berupa verba aktif transitif, baik yang ekatransitif maupun dwitransitif.
5. KATEGORI SINTAKSIS PENGISI OBJEK Fungsi O dalam kalimat dapat diisi oleh kategori sintaksis nomina atau frasa nominal dan pronomina atau frasa pronominal yang meliputi pronomina persona, pronomina penunjuk, dan pronomina penanya. Hal ini dapat dilihat dari contoh-contoh di bawah ini: a. Nomina sebagai pengisi O. Nomina sebagai pengisi O dapat dilihat dalam kalimat (42) – (45) berikut ini. (42) Mariam membuat kue. (43) Samijo memperbaiki sepeda. (44) Farida mencuci piring. (45) Pak Camat menandatangani surat. Dalam kalimat (42) – (45) masing-masing kue, sepeda, piring, dan surat menduduki fungsi O dan berupa sebuah kata yang berkategori nomina.
b. Frasa nominal sebagai pengisi O. Frasa nominal sebagai pengisi O dapat dilihat dalam (46) – (50) berikut ini. (46) Mariam membuat kue lapis. (47) Samijo memperbaiki sepeda motornya. (48) Farida mencuci piring porselin. (49) Pak Camat menandatngani surat dinas. (50) Sunendar mengajak adik kesayangannya. Berbeda dengan (42) - (45) yang O-nya berupa sebuah kata nomina, pada (46) – (50) pengisi O berupa sebuah frasa, berturut-turut adalah kue lapis, sepeda motornya, piring porselin, surat dinas, dan adik kesayangannya.
c. Pronomina persona sebagai pengisi O. Pronomina persona baik berupa kata maupun berupa frasa sebagai pengisi O dapat dilihat pada (51) – (55) berikut ini. (51) Dia memberi saya uang. (52) Mereka mancari kamu. (53) Para siswa mengikuti mereka. (54) Perempuan itu menanyakan kita. (55) Orang tua itu mengundang kita semua. Pengisi O pada (51) – (54) berturut-turut adalah saya, kamu, mereka, dan kita masing-masing berupa sebuah kata berkategori pronomina, sedangkan pada (55) adalah kita semua berupa frasa pronominal.
d. Pronomina penunjuk sebagai pengisi O. Pronomina penunjuk sebagai pengisi O sangat terbatas, yang dapat dilihat dari contoh (56) – (57) berikut ini. (56) Saya memilih ini. (57) Mereka mengerajakan itu. Kata ini pada (56) dan itu pada (57) adalah pronomina yang berkedudukan sebagai O untuk masing-masing kalimat tersebut.
e. Pronomina penanya sebagai pengisi O. Fungsi O dapat diisi oleh pronomina penanya, seperti apa, siapa, yang mana, dan mana tampak pada contoh (58) – (62) berikut ini. (58) Bambang sedang membuat apa? (59) Petani itu menanam apa? (60) Ia mengundang siapa? (61) Kamu memilih yang mana? (62) Anakmu memasuki mana? Kata-kata tanya apa pada (58) dan (59), siapa pada (60), yang mana pada (61), dan mana pada (62) adalah pronomina penanya yang menduduki fungsi O dalam kalimat yang bersangkutan. Hal ini dapat dibuktikan ketika pronomina tersebut disubstitusi dengan kata yang menjadi jawaban pertanyaan tersebut. Misalnya, untuk
(58) disubstitusi dengan layangan, (59) dengan padi, (60) dengan kamu, (61) dengan rumah itu, dan (62) dengan UGM, sehingga menjadi kalimat (58a) – (62a). (58a) Bambang sedang membuat layangan. (59a) Petani itu menanam padi. (60a) Ia mengundang kamu. (61a) Kamu memilih rumah itu. (62a) Anakmu memasuki UGM. Jelaslah bahwa layangan, padi, kamu, rumah itu, dan UGM merupakan O untuk masing-masing kalimat (58a) – (62a) tersebut.
6. PERAN SEMANTIS PENGISI O Peran semantis yang dapat mengisi fungsi O adalah
peran (a) objektif atau
pasientif, (b) benefaktif atau reseptif, (c) tujuan atau hasil, (d) lokatif,
dan (e)
instrumental. Hal ini secara berturut-turut dapat diketahui dari data berikut ini.
a. Peran objektif, pasientif, atau penderita sebagai pengisi O. Peran objektif atau pasientif sebagai pengisi O dapat dilihat pada data kalimat (63) – (65) berikut ini, dengan tanda bercetak miring. (63) Pemburu itu menembak babi hutan. (64) Anak kecil memecah gelas. (65) Developer itu sedang membangun banyak rumah. Konstituen babi hutan pada (63), gelas pada (64), dan banyak rumah pada (65) memiliki peran objektif atau pasientif yang menduduki fungsi O dalam kalimat masing-masing.
b. Peran benefaktif atau peruntung sebagai pengisi O. Peran benefaktif atau peruntung sebagai pengisi O dapat dilihat dari data kalimat (66) – (70) berikut ini, dengan tanda bercetak miring. (66) Ayah membelikan Tarto sepatu baru. (67) Ibu menjahitkan Rani bajunya yang robek. (68) Orang tua itu mengirimi anaknya uang.
(69) Ia mengantarkan temannya pulang. (70) Tuti memasakkan neneknya gulai kambing. Konstituen Tarto pada (66), Rani pada (67), anaknya pada (68), temannya pada (69), dan neneknya pada (70) memiliki peran benefaktif atau peuntung untuk kalimat yang bersangkutan dan sekaligus menduduki fungsi O (O1) di dalam kalimat itu.
c. Peran tujuan atau hasil (goal) sebagai pengisi O. Peran tujuan atau hasil sebagai pengisi O dapat dilihat dari data (71) – (75) berikut ini, dengan tanda bercetak miring. (71) Kepala Sekolah itu sedang mengonsep surat. (72) Pengarang itu sedang menulis novel baru. (73) Ibu sedang membuat kue lapis. (74) Sekretaris itu sedang mengetik pengumuman. (75) Para mahasiswa sedang menyelesaikan tugasnya. Konstituen surat pada (71), novel baru pada (72), kue lapis pada (73), pengumuman pada (74), dan tugasnya pada (75) mempunyai peran tujuan atau hasil untuk kalimat ayang bersangkutan dan sekaligus menduduki fungi O di dalam kalimat tersebut.
d. Peran lokatif atau tempat sebagai pengisi O. Peran lokatif atau tempat sebagai pengisi O dapat dilihati dari data kalimat (76) – (79) di bawah ini, dengan tanda bercetak miring. (76) Para tamu memasuki gedung pertemuan. (77) Pejabat itu menduduki kursi deretan pertama. (78) Peserta sidang sedang menuju ruang sidang utama. (79) Mereka memuati truk itu dengan batu kali. Konstituen gedung pertemuan pada (76), kursi deretan pertama pada (77), ruang sidang utama pada (78), dan truk itu pada (79) masing-masing mempunyai peran lokatif untuk kalimat yang bersangkutan dan sekaligus menduduki fungsi O di dalam kalimat tersebut.
e. Peran instrumental atau alat sebagai pengisi O.
Peran instrumental atau alat sebagai pengisi O dapat dilihat dari data kalimat (80) – (85) di bawah ini, dengan tanda bercetak miring. (80) Dia memerlukan kacamata untuk membaca. (81) Pemudik naik bus ke kampung halamannya. (82) Sekretaris menggunakan komputer untuk mengetik surat. (83) Anak itu memakai tongkat untuk membunuh ular itu. (84) Kita membutuhkan uang untuk biaya kuliah. (85) Mereka mendorong-dorongkan tangan merobokkan tembok besar itu. Konstituen kacamata pada (80), bus pada (81), komputer pada (82), tongkat pada (83), uang pada (84), dan tangan pada (85) masing-masing mempunyai peran instrumental atau alat untuk kalimat yang bersangkutan yang sekaligus menduduki fungsi O di dalam kalimatkalimat tersebut.
2. SIMPULAN Dari uraian dan data-data sebagaimana disebutkan di atas dapat dibuat simpulan hal-hal yang berkaitan objek kalimat dalam bahasa Indonesia sebagai berikut. 1. O dituntut kehadirannya dalam kalimat aktif transtif. 2. Kalimat dengan verba ekatransitif menuntut hadirnya satu O, sedangkan verba dwitransitif menuntut dua O: O1 dan O2. 3. Kalimat dengan verba dwitransitif, jika dipasifkan O1 menduduki fungsi S, O2 tetap di belakang P. 4. P dan O membentuk konstruksi yang sifatnya tegar, artinya O selalu terletak di belakang P. Konstruksi ini tidak dapat diubah atau dipertukarkan letaknya. 5. Kategori sintaksis yang dapat menduduki fungsi O ialah nomina atau frasa nominal dan pronomina atau frasa pronominal yang meliputi pronominal persona, pronominal penunjuk, dan pronominal penanya. 6. Peran semantik yang dapat menduduki fungsi O adalah pasientif, benefaktif, sasaran, lokatif, dan instrumental.
DAFTAR PUSTAKA
Cook Walter A. 1989. Case Grammar Theory. Washington, D.C: Georgetown University Press.
Harimurti Kridalaksana dkk. 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia: Sintaksis. Jakarta: Pusbinbangsa. Hasan Alwi dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Herawati. 1992. Widyaparwa, Objek Kalimat dalam Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Bahasa. Kreidler Charles W. 1998. Introducing English Semantics. London: Routledge. Sudaryanto. 1985. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: MLI UGM. _______. 1983. Predikat-Objek dalam Bahasa Indonesia, Keselarasan Pola-Urutan. Jakarta: Djambatan. Verhaar J.W.M. 2004. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
114