Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa
TRANSCENDENTAL LANDSCAPE Nama Mahasiswa : Ryanto Widiastono
Nama Pembimbing : Oco Santoso, S.Sn, M.Sn.
Program Studi Sarjana Bidang Seni Rupa, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email:
[email protected]
Kata Kunci : pengalaman transendental, tidak logis, seni lukis, lukisan landscape, perspektif.
Abstrak Pengalaman transendental dapat diartikan sebagai suatu proses atau keadaan yang pernah dialami subjek dalam hal-hal yang sulit dipahami, bersifat kerohanian, tidak nyata dan tidak diketahui sebab-sebabnya. Sulitnya pemahaman atas pengalaman transendental dikarenakan proses dari pengalaman tersebut terjadi secara tidak logis. Hal ini pernah dialami beberapa kali oleh penulis. Dari sini penulis tergerak untuk mengkaryakannya melalui disiplin ilmu seni lukis. Bagi penulis proses tidak logis dari pengalaman transendental bisa diwujudkan melalui lukisan landscape. Dalam proses penciptaannya, lukisan landscape menggunakan metode perspektif. Perspektif menghasilkan ilusi ruang pada bidang dua dimensional. Asas yang digunakan oleh perspektif terletak pada logika mata melihat ruang fisik yang nyata. Di sini penulis melihat peluang dimana ketidak-logisan pengalaman transendental hanya bisa disampaikan melalui sesuatu hal yang logis, yakni melalui perspektif pada lukisan landscape. Penelitian ini secara keseluruhan berusaha untuk mewujudkan visual dari proses tidak logis melalui sesuatu yang logis. Akhir dari penelitian berujung pada tidak identiknya konsep awal dengan hasil akhir yang dicapai. Hal positif yang dapat dipetik selama proses penelitian adalah penulis melihat adanya kemungkinan-kemungkinan lain dalam menyampaikan gagasan ini.
Abstract Transcendental experience can be defined as a process or situation ever experienced by subjects in the things that are difficult to understand, is spiritual, not real and unknown causes. The difficulty of understanding the transcendental experience because the process of experience is not logically occur. It had experienced several times by the author. From here the author moved to employment through the disciplines of painting. For authors illogical process of transcendental experience can be realized through the landscape paintings. In the process of its creation, landscape painting using perspective. Perspective produces the illusion of space on a two dimensional plane. Principles used by the logic of perspective is eye sees the real physical space. Here the authors see opportunities where non-logisan transcendental experience can only be delivered through a logical thing, namely through the perspective of landscape painting. This study tried to realize the overall visual of the process through something illogical logical. End of the study led to the initial concept was not identical with the end results achieved. Positive things that can be learned during the research process was the author see other possibilities in conveying this idea.
1. Pendahuluan “...Yang dicarinya bukan pengetahuan teoretis, melainkan pengetahuan yang ada artinya bagi praktik kehidupan, entah memperoleh kekayaan atau kekuasaan di dunia ini, entah––terutama yang ini––untuk dapat memahami dirinya sendiri, memperoleh informasi mengenai kebenaran tentang hidup dan kematian, tentang cara mencari dan menemukan Tuhan, singkatnya karena ia dalam filsafat itu menemukan ajaran mengenai kehidupan. Biasanya ia tidak bertanya bagaimana hubungan dunia dan Tuhan, melainkan bagaimana hubungan manusia, tegasnya aku dengan Tuhan". P.J. Zoetmulder, Manunggaling Kawula Gusti: Pantheisme dan Monisme dalam Sastra Suluk Jawa, Gramedia, 1990. Penelitian dalam tugas akhir ini dilatar belakangi oleh sebuah pengalaman yang dialami penulis sekitar dua tahun lalu. Pengalaman yang dialami penulis ini dicetuskan dari sesuatu yang bersifat non-fisik. Proses terjadinya pun tidak biasa karena bukan berasal dari benda-benda memabukkan berbentuk makanan, minuman ataupun sesuatu yang dihisap. Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 1
Pengalaman ini tiba-tiba datang begitu saja, bukan dari kemauan, keinginan, bahkan terlintas dalam pikiran pun juga tidak. Disebut sebagai apa juga penulis tidak tahu. Sampai pada akhirnya penulis mengetahuinya melalui obrolan santai bersama teman-teman. Pengalaman ini disebut sebagai ‘pengalaman transendental’. Dalam pencaharian arti yang lebih valid, penulis mengawali dari Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Keempat tahun 2011. Kata ‘pengalaman’ berasal dari kata alam, mengalami. ‘Pengalaman’ merupakan kata benda (nomina), yang berarti pernah dialami (dirasai, dijalani, ditanggung, dsb). Sedangkan kata ‘transendental’ adalah kata adjektiva (kata yang menjelaskan nomina), yang berarti menonjolkan hal-hal bersifat kerohanian; sukar dipahami; gaib (tidak kelihatan; tidak nyata; tidak diketahui sebab-sebabnya); abstrak. Dari sini ‘pengalaman transendental’ dapat diartikan sebagai suatu proses atau keadaan yang pernah dialami subjek dalam hal-hal yang sukar dipahami, bersifat kerohanian, tidak nyata dan tidak diketahui sebab-sebabnya. Terdapat juga sumber referensi lain mengenai ‘pengalaman transendental’. Dimulai dari teori-teorinya sampai pada pendalaman pemahamannya yang berhubungan dengan filsafat rumit mengenai ruang dan waktu. Tetapi sejauh ini yang penulis yakini sebagai sumber yang bisa diandalkan adalah berasal dari pengalaman penulis itu sendiri. Meskipun sukar untuk dipahami, pengalaman transendental masih bisa penulis deskripsikan. Singkat kata deskripsinya adalah sebagai berikut. Saat itu tiba-tiba penglihatan penulis berangsur-angsur tidak fokus. Kemudian perlahan-lahan juga batiniah penulis menjadi tenang, pasrah dan damai. Klimaks terjadi ketika penglihatan penulis menjadi tidak terbatas, menembus batas ruang dan objek nyata yang ada, seakan-akan di sekitar penulis hanya terdapat kekosongan. Kesadaran atas panca indra berhenti. Waktu pun juga terasa berhenti. Tidak berapa lama kekosongan itu mulai ramai kembali. Penglihatan semakin fokus. Ruang yang sebelumnya tidak terbatas menjadi berbatas, dan objek-objek nyata di depan penulis semakin jelas. Ketika semua hal menjadi jelas, pengalaman itu berhenti. Dari seluruh proses tersebut, yang aneh adalah penulis mengalami pengalaman itu dalam kondisi sadar total sehingga penulis menyadari ketika ruang menjadi kosong. Penulis menyadari ketika seluruh panca indra berhenti. Penulis menyadari kalau pengalaman ini bukanlah gejala pingsan, bengong ataupun mabuk. Penulis menyadari kalau pengalaman ini berlangsung tidak lama, kira-kira hanya berselang kurang dari lima menit. Terdapat ketidak-logisan dalam proses pengalaman transendental ini. Pengalaman transendental ini tidak hanya dirasakan sekali. Setidaknya pengalaman yang sama terjadi total sebanyak tiga kali, berlangsung di tempat dan waktu yang tidak diduga sebelumnya. Gejala-gejalanya sama dan efek yang ditimbulkannya pun juga sama, kosong, dan damai. Sebagai mahasiswa seni lukis, penulis melihat terdapat peluang dalam menyalurkan pengalaman transendental ini melalui lukisan. Peluang tersebut berada pada lukisan bergenre landscape, baik secara teknik pengerjaan maupun konsep yang nanti bakal dibawa. Jika ditarik ke arah sudut pandang yang lebih umum dimana penulis menempatkan diri sebagai bagian dari masyarakat luas, secara pribadi penulis tidak mengkhususkan pengalaman transendental ini sebagai jawaban atas permasalahanpermasalahan yang ada di masyarakat. Sebatas sebagai jawaban alternatif pun juga tidak. Kalau dihubungkan dengan sejarah seni barat dimana fungsi dan tujuan lukisan-lukisan landscape adalah merespon fenomena sosial saat itu, lukisan landscape penulis tidak juga ditujukan ke sana. Penulis merasa lukisan dalam tugas akhir ini berguna sebagai petunjuk spiritual penulis dan genre Landscape menjadi wadahnya yang pas. Motif penulis mengerjakan tugas akhir ini sesuai dengan kutipan yang tertera di awal tulisan walaupun nanti pada akhirnya, bisa jadi, apa yang dikerjakan penulis sebenarnya masih samar kejelasannya.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 2
Ryanto Widiastono
2. Proses Studi Kreatif Transcendental Landscape
Landasan Teori
Rumusan Masalah 1.
2.
Wilayah pengalaman transendental manakah yang bisa diwujudkan dalam seni lukis khususnya dalam lukisan landscape? Bagaimanakah visual landscape dari pengalaman transendental tersebut?
1. 2. 3. 4.
Teori “Pengalaman Seni” John Dewey Estetika Romantik Friedrich Schiller Teori landscape Teori perlambangan warna Sulasmi Darmaprawira
Batasan Masalah 1. 2.
1. 2. 3.
Lukisan landscape, dengan objek-objek sehari-hari yang diabstraksikan. Menggunakan teknik-teknik seni lukis seperti texture, laying-in, wet-on-wet, coating dan tracing. Cat minyak sebagai Medium utama.
Tujuan Berkarya Pelengkap syarat mata kuliah Tugas Akhir Seni Lukis SR4099. Memberikan titik kesadaran kepada penulis mengenai kapasitas spiritual yang dimiliki. Merangsang kepekaan apresiator terhadap wacana spiritual.
Proses Berkarya 1. Media fotografi digunakan untuk mendapatkan acuan objek yang akan dijadikan karya. 2. Hasil foto diolah penulis dan dijadikan sketsa atau gambar acuan. 3. Gambar acuan kemudia diolah ke atas kanvas dengan menggunakan tracing melalui proyektor.
Karya Akhir
Bagan 2.1 Proses Studi Kreatif
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 3
Ryanto Widiastono
3. Hasil Studi dan Pembahasan Transcendental Landscape No.1-8. Tabel 3.1. Karya Lukis Tugas Akhir. (Sumber: penulis) No.
lukisan
Keterangan lukisan
1.
“Transcendental Landscape No. 1”, Mix media with Oil on Canvas, 100x150 cm, 2013
2.
“Transcendental Landscape No. 2”, Mix media with Oil on Canvas, 100x150 cm, 2013
3.
“Transcendental Landscape No. 3”, Mix media with Oil on Canvas, 100x150 cm, 2013
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 4
Ryanto Widiastono
Tabel 3.1. Karya Lukis Tugas Akhir. (lanjutan) (Sumber: penulis) No.
lukisan
Keterangan lukisan
4.
“Transcendental Landscape No. 4”, Mix media with Oil on Canvas, 100x150 cm, 2013
5.
“Transcendental Landscape No. 5”, Mix media with Oil on Canvas, 100x150 cm, 2013
6.
“Transcendental Landscape No. 6”, Mix media with Oil on Canvas, 100x150 cm, 2013
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 5
Ryanto Widiastono
Tabel 3.1. Karya Lukis Tugas Akhir. (lanjutan) (Sumber: penulis) No.
lukisan
Keterangan lukisan
7.
“Transcendental Landscape No. 7”, Mix media with Oil on Canvas, 100x150 cm, 2013
8.
“Transcendental Landscape No. 8”, Mix media with Oil on Canvas, 100x150 cm, 2013
Dari tabel diatas terdapat delapan lukisan tugas akhir penulis. Warna yang tampak pada semua lukisan berasal dari warna ungu, biru, dan hijau. Semua warna,baik ungu, biru maupun hijau, memiliki tone warna yang sama, yaitu warna abu-abu. Kalau di persempit lagi, ungu dan hijau dipengaruhi tone biru. Bisa disimpulkan semua kedelapan karya memiliki nuansa abu-kebiruan yang sama. Untuk pembagian bidang, garis batas atau garis horison setiap lukisan memiliki tinggi yang sama. Selain itu tekstur yang ada pada bidang bawah memiliki ketinggian yang sama pula. Perbedaan terletak pada efek kilap pada bidang bawah. Beberapa lukisan memiliki intensitas kilap lebih tinggi dibandingkan lukisan lainnya. Sepertinya itu dikarenakan warna biru yang ada dibelakang lapisan kilap, memiliki intensitas pigmen yang berbeda. Terdapat delapan subject mater bergaris hitam dari delapan lukisan. Tiap-tiap subject mater diambil dari apa yang penulis lihat dalam lingkungan terdekat penulis. Penulis merasa subject mater bergaris hitam bisa mewakili apa yang penulis lihat ketika pengalaman transendental itu datang secara tiba-tiba. Nuansa warna yang hampir sama pada setiap lukisan memberikan kesan kesyahduan. Kilap dan tekstur yang hampir sama pada setiap lukisan memberikan kesan keberadaan. Sedangkan pembagaian bidang bawah yang sama tinggi pada setiap lukisan memberikan kesan keluasan dan kekosongan. Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 6
Ryanto Widiastono
Kesan dari kesyahduan yang dibarengi oleh keberadaan, namun sekaligus kekosongan merupakan interpretasi penulis atas kehadiran pengalaman transendental. Dititik ini penulis ingin menyampaikan nuansa yang dirasakan saat pengalaman itu tiba-tiba datang dan menghanyutkan penulis menuju sesuatu yang tidak nyata. Sesuatu yang tidak nyata tersebut penulis hadirkan melalui subject mater yang dibentuk dari garis outline hitam. Subject mater di abstraksikan oleh penulis, lalu ditempatkan diatas kanvas mengikuti garis horison, yang sebenarnya hal tersebut tidak mungkin menurut logika perspektif, merupakan interpretasi dari penglihatan penulis atas kondisi nyata sekaligus tidak nyata mengenai ruang tanpa batas dalam pengalaman transendental.
4. Penutup / Kesimpulan ‘Pengalaman transendental’ merupakan tema yang diangkat oleh penulis dalam karya ini. Penulis melihat ‘pengalaman transendental’ sebagai sebuah permasalahan penulis yang menarik untuk diinterpretasikan ke dalam karya seni, khususnya seni lukis. Penulis menyadari bahwa ‘pengalaman transendental’ yang penulis angkat pada awal pengajuan karya ini dan apa yang pada akhirnya tidaklah identik sama. Pada awalnya penulis mengangkat tema ini sebagai sebuah respon terhadap keabsurditas-an pengalaman yang pernah dijalani penulis. Seiring dengan pendalaman penulis terhadap penciptaan karya ini, penulis melihat adanya kemungkinan-kemungkinan lain dalam melihat pengalaman transendental, khususnya pada fenomena sosial yang sedang terjadi dalam masyarakat luas. Dan diakhir penelitian ini penulis sadar kalau penelitian ini hanya menemukan sebuah labirin kembali yang tidak diketahui dimana ujung dan pintu keluarnya. Pengalaman transendental yang terjadi dua tahun lalu sedikit banyak merubah sudut pandang penulis dalam melihat lingkungan, sekaligus beberapa merubah kepribadian penulis. tetapi diantara kekecewaan tersebut masih terdapat sesuatu hal yang patut disyukuri, yaitu kehidupan. Bahwa kehidupan, dengan keberagaman pengalaman yang diberikannya, sangat patut untuk dihargai sekaligus untuk diperjuangkan. Penciptaan karya Tugas Akhir ini merupakan segala upaya penulis dalam menafsirkan pengetahuan yang penulis miliki. Segala yang muncul dalam karya dan penulisan mengenai karya ini adalah upaya penulis dalam memaparkan kesadarankesadaran yang penulis miliki, antara pembelajaran teori dengan pembelajaran kehidupan. Dibalik itu semua penulis percaya bahwa seni merupakan salah satu alat dan metode yang dapat mengajak manusia untuk berbuat sesuatu lebih baik dan menyingkap sisi terdalam dari seorang manusia.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 7
Ryanto Widiastono
Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam Tugas Akhir Program Studi Sarjana Bidang Seni Rupa FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Bapak Oco Santoso, S.Sn, M.Sn.
Daftar Pustaka -
Couteau, Jean, 2003. Srihadi Soedarsono: The Path of The Soul. Jakarta: Jayakarta Agung Offset. Darmaprawira W.A., Sulasmi, 2002. Warna: Teori dan Kreativitas Penggunaannya. Edisi kedua. Bandung: ITB. Djelantik, A.A.M, 1999, Estetika: Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Pertunjukkan Seni Indonesia Sugono, Dendy, 2011, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia. Sumardjo, Jakob, 2000. Filsafat Seni. Bandung: ITB. Sumardjo, Jakob, 2002. Arkeologi Budaya Indonesia. Yogyakarta: Qalam. Supangkat, Jim, 1979. Gerakan Seni Rupa Indonesia: (dalam Kumpulan Karangan). Jakarta: Gramedia. Supangkat, Jim, 2012. Srihadi dan Seni Rupa Indonesia. Jakarta: Art:1. Zoetmulder, P.J., 1990. Manunggaling Kawula Gusti: Pantheisme dan Monisme dalam Sastra Suluk Jawa. Jakarta: Gramedia. http://alixbumiartyou .blogspot.com/2011/11/perspektif-dalam-dunia-seni-rupa.html, diakses pada tanggal 22 September 2013.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 8