TIPE & GENRE SENI LUKIS Pembagian dan variasi seni lukis representasional di bawah ini dikemukakan berdasarkan tema-nya :
1. Seni Lukis Pemandangan (Landscape) 2. Seni Lukis Alam Benda (Still-life) 3. Seni Lukis Potret (Portraiture & Self-Portrait) 4. Seni Lukis Sehari-hari (Genre Painting) 5. Seni Lukis Sejarah (History Painting)
Seni Lukis Pemandangan (Landscape) Istilah ‘lanskap’ berasal dari bahasa Inggris ‘landscape’ (dari akar Belanda, ‘lanskip’), yang digunakan pertama kali di akhir abad ke-16. Istilah ini digunakan untuk menjelaskan lukisan representasi pemandangan alam. Di abad ke-19 istilah ini memiliki istilah yang berbeda-beda di setiap negara: Landschaft (Jerman), lanskip (Belanda), paysage (Prancis), paesaggio (Italia) Dalam seni Helenistik dan Romawi seni semacam ini juga muncul tetapi hanya digunakan sebagai ilustrasi dan dekorasi, terutama untuk elemen yang ada dalam bukubuku sastra dan agama. Ketertarikan mereka diperlihatkan pada surat, teks puisi maupun sebagai lukisan dinding di kota Pompeii. Di masa Renesans, lukisan semacam ini sering dipakai oleh beberapa seniman seperti Leonardo da Vinci, Durer, Raphael yang biasanya dipakai sebagai ‘potongan’ (subsequent) atau latar belakang subjek karya mereka.
Baru di abad ke-16 sejumlah seniman seperti Annibale Carraci, Claude Lorrain, Nicholas Poussin mengembangkan seni lukis pemandangan ideal, heroik dan pastoral (yang melukiskan pedusunan). Di abad ke-18 muncul satu gaya lagi bernama Netherlandish Naturalism (gaya Belanda). Di masa Rokoko gaya pastoral lebih dikembangkan oleh Watteu dan Gainsborough, disamping juga berkembang pula gaya Romantisisme yang dikembangkan oleh Turner, Constable, Friedrich. Prestasi gemilang diraih para pelukis pemandangan Impresionisme seperti Monet, dan postimpresionism, Vincent van Gogh, Cezzane, dan Seurat. Di masa berikutnya, Surealisme melahirkan gaya lanskap yang unik terutama pada de Chirico, Tanguy dan Dali yang mengembangkan gaya lanskap mimpi (yang kemudian hari disebut Mindsscape). Di tahun 1940an, kelompok pelukis Inggris Neo Romanticism (British Romantic Painters) memodifikasi Surealisme dan Perang Dunia II. Anggota kelompok seperti Paul Nash, John Piper, Graham Sutherland melukiskan keprihatinan dan imajinasi ke dalam seni lukis lanskapnya.
LANSCAPE PAINTING
Gaya Ideal-Klasik: Poussin Lorrain
Gaya Belanda: Aldolfer Hobema Ruisdael
Gaya Inggris: Constable Gainsborough Turner
Gaya Jepang & Cina: Kano Eitaku, Hokusai
VARIAN ‘LANDSCAPE’ ditinjau dari detil objeknya:
Cole Thomas, The Course of Empire Destruction, 1836
1. History Landscape, seni lukis ini berisi tentang sejarah pada masa Abad Pertengahan, masa kalasik (Yunani-Romawi), prasejarah, atau periode sebelum manusia bertempat tinggal. Lukisan ini misalnya menggambarkan kehidupan pinggiran Mediterania, tanah Gotik, eropa Utara atau lanskap ideal yag melukiskan bekas kerajaan atau kekuasaan raja.
Cappricio del Belloto, Coloseo Roma
2. Agrarian Landscape, jenis ini berkembang pesat abad ke-18, terutama dengan melukiskan hal-hal yang berbeda di setiap tempat. Di Inggris melukiskan pemandangan ladang gandum dan apel, di Italia berobjek ladag padi dan rami, di Karibia melukiskan perkebunan tebu. Dalam gaya ini juga kerap dipakai untuk kampanye reformasi pertanian: teknologi baru pada zamannya, hasil panen, pemeliharaan hewan, pembagian tanah dan perihal buruh dan kehidupan tani.
George Clausen, Winter Work, 1883
George Clausen, Ploughing (Membajak), 1889
Gustave Caillebotte, Le pont de l'Europe, 1876
3. Urban Landscape, merupakan gambaran kehidupan kota besar yang menawarkan drama dan kejadian perkembangan ekonomi dan sosial masyarakatnya. Persoalan bisnis, wisata, sisi gelap kota, kemiskinan sering diambil sebagai tema. Kota-kota tua seperti London, Paris, Vienna banyak melahirkan ide bagi para pelukis ini pada abad ke-18 s.d.19.
4. Industrial Landscape, gambaran yang dikemukakan didominasi dengan perkembangan industri seperti batubara, asap pabrik, peleburn biji besi, terowongan, tungku perapian dan sebagainya.
William Callow, A Fishing Smack And Other Shipping On Open Seas
5. Marine Landscape atau Seascape, menggambarkan kehidupan di pantai serta berbagai kehidupan di dalam laut. Kapal, ikan dan hewan laut, ombak dan kehiduan nelayan adalah objek yang sering digambar. Di Eropa, lukisan semacam ini telah berkembag sejak abad ke17, terutama dimulai oleh pelukis Inggris (Jhn Constabel) dan Prancis.
Seni Lukis Alam Benda (Still-life) Dalam seni lukis dan grafis, merupakan sebuah penggambaran yang merupakan imitasi atau tiruan dari sebuah objek. Dalam masa Renesan, still-life biasa dipakai sebagai latar belakang lukisan potret atau aktivitas manusia lihat karya da Vinci, The Last Supper (kecuali pada kasus tertentu, lukisan Carravagio menjadi contoh yang khas, pada karya Supper at Emmaus, 1595). Dalam sejarah seni lukis, still-life berkembang sebagai genre yang independen dari pesan moral pada abad ke-17, seperti yang terjadi di Belanda. Namun dalam masa sebelumnya still-life bertumpukan dengan pesan, simbol dan kode moral seperti karya Carravaggio Basket of Fruit 1596 di Italia.
Sedang pada lukisan Cina dan Jepang stilllife mendapat tempat terhormat pada periode awal perkembangannya. Studi bunga dan bambu adalah cabang terkemuka lukisan Cina pada periode Ch’in (265-420 SM.). Di Spanyol gaya ini berkembang pesat di tangan pelukis Velasquez, juga Goya. Di Belanda berkembang di abad ke-17 dengan master-masternya antara lain: Van Huysums, De Heen, Heda, Kalf, Bosschaert, Snyders, Van Aelst dan Walscapelle. Sedang di Inggris lukisan jenis ini bukan sesuatu yang mendominasi. Perkembangannya dimulai dari dari gaya Impresionis dan selanjutnya berkembang dengan gaya-gaya pribadi yang kemudian menjadi gaya umum, seperti yang dikembangkan oleh Juan Gris dan Braque dalam Kubisme dan lain-lain.
Vincent van Gogh, Sun Flower Caravaggio, Supper at Emmaus, 1601-02 Paul Cezanne, Apples & Oranges
Dalam perkembangan seni rupa yang sekarang, still-life mendapat beragam perhatian yang lebih. Mereka terkesan ‘krusial’, lebih politis, lebih ‘individual’ dan lebih ‘chaos’ dibanding dalam pengertian sebelumnya. Di tangan beberapa perupa, still-life menginspirasi mereka untuk menciptakan seni objek jenis baru, termasuk dalam seni tiga dimensi.
MC. Escher, Dewdrop
Subodh_Gupta, Still, Steal, Steel, 2007
Yosimasa Morimura, Mother, 1991
Still-life memberi inspirasi para pematung untuk menciptakan persoalan ‘pleasure’ atau ‘kenikmatan’ objek secara langsung. Nilai raba sebuah objek dalam karya semacam ini penting, sehingga objek tidak lagi berdiri semata sebagai benda, namun menjadi sarana untuk menciptakan perasaan baru yang lebih ekstrem.
Seni Lukis Potret
(Portraiture & Self-Portrait)
Seni potret merupakan representasi seseorang, dimana wacana utama yang diketengahkan adalah (rupa) wajah. Pendapat yang lebih khusus mengatakan bahwa seni potret tidak hanya sekadar merekam wajah, namun menuangkan tentang ‘sesuatu’ yang ada pada diri seseorang ke dalam kanvas. Secara konvensional, seni potret secara teknis dibuat dengan mengetengahkan wajah dan bahu, setengah badan atau seluruh badan. Ada beberapa jenis: potret dari seorang individu, potret kelompok, atau potret diri perupa. Pada banyak kasus, seni potret disusun tujuannya adalah untuk menggambarkan karakter yang unik dan atribut subjek. Selain itu dalam perkembangan selanjutnya seni potret juga dapat menggambarkan kehidupan sehari-hari atau kehidupan seseorang.
* Penulis adalah Staf Pengajar Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta
Tipe-tipe dalam seni lukis potret ditinjau dari tema Pembagian tema semacam ini tidak saja berfungsi untuk menandai penting tidaknya karya seni potret, namun juga secara detail untuk mengukur maksud penting tidaknya subjek seni potret tersebut dalam sejarah seni rupa. Sehingga urutan di bawah ini pun bisa dipakai untuk menandai urutan kepentingan dan nilai karya seni potret bagi masyarakat.
1. Seni potret Religius. Pada zaman Yunani seni ini dipakai untuk beberapa tujuan, yaitu menghormati dan menyembah dewa. Sedang pada zaman Renaissance didominasi oleh tampilan wajah Yesus Kristus dan orang-orang disekitarnya. Karya Andrea Mantegna, Lamentation Over the Dead Christ (c.1490); Leonardo da Vinci, Virgin and Child with St. Anne (1502); Botticelli, Primavera (1482) and Birth of Venus (c.1485); Michelangelo, Pieta (1499); Raphael, Sistine Madonna (1514); Titian, Venus of Urbino (1538).
2. Seni potret Sejarah. Berisi figur-figur yang terkait dengan perkembanan sejarah. Pada zaman Romawi muncul seni potret Sejarah. Disamping itu juga pada Renaisance atau setelahnya muncul potret para pahlawan nasional. Karya Raphael, Pope Leo X (1519); Giuseppe Arcimboldo, Emperor Rudolf II as Vertumnus (1591); Anthony Van Dyck, King Charles I of England Out Hunting (1635); Diego Velazquez, Portrait of Pope Innocent X (1650); Gilbert Stewart, George Washington (1796); Jacques-Louis David, Death of Marat (1793) and Napoleon Crossing the Alps (1801); Francisco Goya, Wellington (1816), Saturn (1821); John Singer Sargent, Theodore Roosevelt (1903); Francis Bacon, Pope I - Study After Pope Innocent X by Velazquez (1951) Jacques Louis David,The Death of Marat
3. Seni potret Selebritas. Orang-orang terkenal selalu menjadi objek yang sangat mudah dan sering dipakai sebagai objek seni potret. Diptych with the Portraits of Luther and His Wife Katherina von Bora (1529); Johann Heinrich Wilhelm Tisschbein: Goethe in the Campagna (1787); Joseph Lange: Mozart at the Pianoforte (1789); Sir Henry Raeburn: Sir Walter Scott (1823), Graham Sutherland: Ray Johnson, Elvis Presley No 1, 1955 Portrait of Somerset Maugham (1949), .
4. Seni potret Ketokohan. Ini merupakan potret ketokohan (juga bisa diartikan ‘keangkuhan’) yang dilakukan oleh para bangsawan, figur kultural dan pebisnis, untuk menciptakan gambar/potret/lukisan yang lebih bagus dari orangnya yang merefleksikan posisi mereka dalam masyarakat. Karya Piero Della Francesca Duke Federico da Montefeltro and His Spouse Battista Sforza (c.1466), Leonardo da Vinci, Monalisa, Raphael, Portrait of Baldassare Castiglione (1515); Jan van Eyck, Virgin of Chancellor Rolin (1436); Hans Holbein the Younger, Portrait of Georg Gisze of Danzig (1532).
Antoine Jean Gros The Battle in Abukir
5. Seni potret Orang Biasa. Kategori ini hampir banyak dilakukan karena adanya banyak perkembangan kebutuhan dan kemampuan (finasial) orang biasa dalam hidupnya. Kebutuhan mencatatkan saudara, teman, anak-anak, orang tua dan guru dalam wujud visual misalnya dibuat untuk memenuhi peringatan dan kenang-kenangan sejarah pribadi dan media hubungan antar saudara atau antar teman. Konsep kenangan (kasih sayang, pernikahan, keluarga dan kematian) biasanya menjadi alasan utama. Namun dewasa ini kepentingan lain juga muncul, yaitu untuk memperkenalkan diri sebagai bagian dari bentuk “cinta pada diri sendiri” (narsisisme). Jadi secara sederhana, seni potret orang biasa menjadi urutan paling akhir untuk melacak apresiasi pemesan atau si perupa. Oleh sebab itu seni potret orang biasa hanya dipakai dan berguna sebagai benda pribadi, tidak terlalu penting untuk Gustave Courbet, Portrait of Jo The Beautiful Irish Girl, 1865 Francisco de Goya, La Maja Vestida publik. Francisco de Goya, La Maja Desnuda
Penggolongan dan klasifikasi karya seni potret juga bisa dilakukan dengan pendekatan visual. Pendekatan ini pun sesungguhnya hanya kesepakatan atau aturan yang diterapkan oleh sebagian kelompok tertentu dan di masa tertentu. Seperti yang dipakai pada masa keemasan seni potret (individual), pada abad ke-17: 1.Seni potret wajah. Biasanya digunakan dalam rangka menonjolkan ciri khas yang ada pada wajah. Secara menyeluruh digunakan untuk banyak keperluan alias bebas. Namun pada era ini jarang dipakai. Pendekatan wajah semacam ini justru banyak dipakai pada masa modern, seperti yang dilakukan oleh Andy Warhol. 2.Seni potret setengah badan. Biasanya digunakan orang-orang yang dihormati: perempuan ataupun orang tua yang menduduki dan memiliki posisi kultural maupun ekonomi kelas atas. Posisi ½ badan disini bukan frontal, dan pada umumnya digunakan untuk mengesankan keanggunan, terpelajar dan religius. 3.Seni potret seluruh badan, dengan posisi ¾ bagian tubuh. Bisanya dipakai untuk orang-orang yang sangat kuat memiliki dan diberi penghargaan dari masyarakat karena kekuasaannya. Pada era ini biasanya adalah anggota keluarga kerajaan. Dibuat untuk memunculkan kesan berwibawa. 4.Seni potret bersama instrumen pendukung, seperti kuda atau kendaraan lain. Potret semacam ini bisanya dipakai untuk menghormati para ksatria, pahlawan maupun raja yang menang dimedan perang. Dibuat untuk dikesankan sebagai seseorang yang memiliki sikap heroik.
Seni Lukis Potret Diri (Self-Portrait) Self-portrait adalah lukisan yang menggambarkan potret diri seniman yang bersangkutan. Tradisi melukis dengan tema potret ini telah dimulai sejak lama. Perkara lukisan potret diri, dalam sejarah seni rupa telah berkembang pesat. Seni potret telah muncul sejak era seni Timur Jauh (1500 SM.) dan Mesir Kuno yang hidup selama 4000-an tahun. Terbukti dengan adanya bentuk potret diri pada lukisan dinding piramid, selain pada bentuk-bentuk seni patung lainnya. Kala itu perkembangan potret memang bukan mengejar penampakan volume dan kepersisan wajah, namun hanyalah sekadar simbolisasi dari raja-raja yang mereka hormati. Seniman pada masa ini belum tampak mengekplorasi dirinya sendiri. Di era Romawi kuno potret diri mulai terasa naturalistik, setengah bervolume, namun masih nampak dekoratif. Selain pada lukisan, mereka juga mengembangkan pada patung batu, logam dan lilin dengan kecermatan yang lebih berkembang dari masa sebelumnya. Barulah pada abad ke-15 dan 16 di era Kristen kuno di Eropa, potret diri semakin berkembang pada fungsi agama. Di sela penggambaran Maria dan Jesus (atau sering pula disebut ikon) banyak diproduksi untuk gereja, wajah-wajah seniman muncul sebagai bagian dari representasi physiognomy (ilmu firasat) individu, pelukis itu adalah Pisanello dan van Eyck. Pisanello mengembangkan potret dirinya sebagai profil pada medali (logam), sedang van Eyck melukis dirinya sebagai orang lain pada karya Giovanni Arnolfini and his Wife.
Di era Renaissans, potret diri berkembang sebagai bentuk seni pesanan sangat kuat. Para patron, penguasa, pemimpin gereja menjadi pemesan yang sangat dihargai oleh seniman. Ukuran dan gaya lukisannya tampak sedemikian menarik, berkembang lebih bervolume, realistik, dan cenderung dilebih-lebihkan sekaligus romantis: yang jelek nampak cantik, yang cacat dimanipulasi, dan yang biasa dibuat berwibawa. Di masa ini potret diri selain sebagai wujud visual, namun kadang juga dicampuri dengan suasana mitos dan pesan religi. Di sini muncul nama-nama pelukis seperti Veronese, Titian, Tintoretto, Botticelli, dan Velasquez. Pada era modern seni potret berkembang menjadi aktivitas utama hampir pada setiap seniman. Selain memotret orang lain, sang perupa selalu menyediakan waktu untuk mendokumentasi dirinya pada karya-karyanya sendiri, baik dengan sketsa, lukisan, patung maupun seni grafis. Potret diri seolah telah menjadi satu kajian tersendiri bagi seniman. Ia memiliki fungsi membawa ego seniman-yang merasa telah dikenal oleh publik-sebagai manusia yang patut untuk dilihat, dicatat, sekaligus dihormati. Tak kurang seperti Rembrandt dengan amat jeli menampilkan perkembangan dirinya sendiri sejak muda hingga tua: berjenggot dan hampir mati. Puluhan potret dirinya lahir sebagai catatan perkembangan seni yang menandakan upaya seniman bahwa sesungguhnya potret diri telah menjadi satu peruntungan dan tanda perjalanan. Paul Cezanne dan van Gogh melukis dengan gaya Impresionismenya, Picasso memunculkan abstraksi potret dirinya dengan gaya kubis, hingga kemunculan seni potret wajah milik Warhol pada pop art yang dibuatnya dengan warnawarna cerah tahun ‘60-an. Di tahun ‘70-an muncul lukisan megapotret hiperrealis milik Chuck Close.
TEMA-TEMA DALAM SENI LUKIS POTRET Di bawah ini merupakan wacana yang khas terjadi di dalam seni potret. Meskipun di bawah ini dibuat pembagian dan klasifikasi tema, tetapi bukan tidak mungkin dalam sebuah lukisan dapat digolongkan ketiga klasifikasi tsb.
IDENTITAS & NOTASI PRIBADI - Memperlihatkan isu tentang identitas diri di seniman secara utuh, tanpa dibebani oleh isu dan konteks yang lain atau menjadi catatan dan sejarah pribadi dengan kompleksitas psikologi si seniman. (Rembrant van Rijn melukis dirinya sendiri sebagai catatan wajah di setiap usia, bisa lihat van Gogh). EKSPERIMEN MEDIA & GAYA - Memperlihatkan kecenderungan eksperimentasi dan kreativitas media atau teknik dalam visualisasi potret diri. Bahkan dapat pula sebagai bagian dari sarana pengajuan tesis baru dalam kreativitas seni. (Gustave Courbet ketika memroklamasikan Realisme, Egon Schiele dengan memanfaatkan fotografi untuk mengeksplorasi lukisan cat airnya, Salvador Dali dengan gaya surealistik, Dubuffet dengan Art Brut, Yoshimasa Morimura dengan gaya objek buah-nya, Yue Ming Jun atau Fang Li Jun dengan karakter kepalanya yang khasnya). KEBERPIHAKAN SEJARAH & KONTEKS SOSIAL POLITIK - Memperlihatkan hubungan antara berbagai hal, situasi dan kondisi yang sedang berlangsung pada saat ini maupun dengan konteks sejarah (masa lalu) peradaban dengan diri si perupa. Dalam hal ini dapat dilihat pula bahwa posisi seniman sebagai makhluk sosial yang berada di tengah-tengah masyarakat. (Leonardo da Vinci pada Monalisa atau Shirin Neshat dalam karya Seeking Martyrdom, 1955).
IDENTITAS & NOTASI PRIBADI
EKSPERIMEN MEDIA & GAYA
KEBERPIHAKAN SEJARAH & KONTEKS SOSIAL POLITIK
Agus Suwage, Ugly Self Potrait
Shirin Neshat, Speechless
Seni Lukis Sehari-hari (Genre Painting)
Jenis seni lukis ini sulit didefinisikan dengan khusus, setidaknya istilah ini digunakan untuk menggambarkan kehidupan sehari-hari, binatang maupun juga still-life. Meskipun demikian masih ada lagi pengertian bahwa genre ini juga menjadi wadah, bukan pengertian. Genre Painting menjadi penting digunakan sejak abad ke-17 di Belanda, yg digunakan untuk mewadahi selera kelas menegah untuk merepresentasikan kegiatan atau kehidupan yang sekular, komersial, pragmatis. Namun subjek ‘sehari-hari’ menjadi bingkai yang paling mudah sebagai penanda tema. Meskipun demikian, penanda ini kadang berlawanan dengan konteks seni rupa masa kini. Penanda sehari-hari di masa lalu yang jelas mengalami perubahan menjadikan seni jenis ini sulit diterima sebagai ‘sehari-hari’ yang saat ini berlangsung. Dan karya seni sehari-hari ini bukan saja bertema tentang kehidupan manusia sehari-hari namun juga terletak pada objek yang dilukis.
Elemen sehari-hari, seperti ruang, asesoris maupun yang lain dalam lukisan yang bertema sejarah, potret (diri) maupun agama menjadikan seni jenis ini semakin menarik ditelusuri. Seperti karya pelopor Genre Painting di Prancis abad ke-19, Robert Champin yang sering mendokumentasi aspek sehari-hari dalam seni lukis religiusnya seperti pada Madonna & Child with Firescreen (1428) yang memakai interior domestik, dan benda yang dipakai saat itu. Atau pada karya Peter Bruegel the Elder (The Fall of Icarus dan Flemish Provers), Jan van Eyck, Rogier van der Weyden maupun pada karya Diego Velazquez, Las Meninas. Namun dalam konteks modern, kehidupan sehari-hari tidak saja terletak pada tema keseharian seperti di sekitar (dalam & luar) rumah, namun juga kehidupan di lingkungan yang lebih luas, aktivitas kota/desa maupun hal-hal bernilai bagi seniman. Dunia komersial, ironi kehidupan maupun konflik sosial yang ada di masyarakat juga termasuk di dalam seni jenis ini. Seni jenis ini semakin ‘ramai’ dipakai karena dalam setiap perkembangan gaya dan aliran seni yang lahir, biasanya juga memotret kondisi sehari-hari masyarakat yang sezaman. Aliran Impresinisme, post-impresionisme, Surealism, Ekspresionisme, sampai Pop art dengan catatan kebudayaan pop-nya adalah bagian dari seni dengan tema ini. Malah kadang-kadang secara khusus, Picasso dan Braque menggabungkan jenis seni ini dengan still-lifenya. Sayangnya tema maupun wacana Genre Painting di abad ke 2021 mulai memudar dengan hilangnya kategorisasi dan menjadi seni yang terpinggirkan.
Paul Cezanne, Girl at the Piano (The Overture to Tannhauser), 1868.
Diego Velazquez, Las Meninas
Seni Lukis Sejarah (History Painting) Istilah ini mendeskripsikan sebuah genre yang prinsipnya diambil dari Bible, mitologi dan sastra klasik yang mengangkat urusan moral. Istilah ini juga dihubungkan dengan Grand Manner (academic historic painting). Beberapa nama yang sering dikaitkan dengan genre seni ini adalah Nicolas Poussin, Charles Leburn, Benjamin West, Jacques Louis David. Dari awal Renaissance ketika seniman Alberti pertama kali mendokumentasikan gaya ini, hingga kemunduran tradisi akademi pada abad ke-19. Lukisan sejarah dianggap sebagai bentuk yang telah klasik dari semua lukisan, yang digunakan sebagai bentuk ekspresi tema-tema kemuliaan dan sentimentalitas, seperti kita lihat pada karya Jaques Louis David berjudul The Oath of the Horatii 1784 atau karya Benyamin West’s The Death of General Wolfe 1770 adalah satu dari sekian karya-karya utama yang menggambarkan sejarah kontemporer saat itu.
Jacques Louis David, The Oath of the Horatii, 1784
Thomas Couture, Romans of the Decadence
wis mas : cuuapek ngomong terus: