PAKEM DI PERGURUAN TINGGI: UPAYA PENGELOLAAN KELAS DAN OPTIMALISASI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS CALON GURU
Iin Purnamasari Dosen PGSD IKIP PGRI Semarang
[email protected]
Abstrak Proses pembelajaran PAKEM sangat menentukan peningkatan mutu pendidikan. Belajar nilai-nilai diukur dan keterampilan khusus melalui proses pembelajaran. Melalui sistem pembelajaran ini dianggap tidak lagi mampu mendukung tercapainya tujuan pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, upaya untuk berinovasi di bidang pembelajaran selalu diperluas. Di Sekolah Dasar, juga diperlukan pendekatan pembelajaran yang dianggap relevan dengan tuntutan zaman.
Pembelajaran
model
PAKEM
dapat
mengakomodasi
tuntutan
perkembangan semua aspek anak, baik di dalam kognitif, afektif dan psikomotorik. PAKEM adalah model pembelajaran dilaksanakan dengan multimetode diskrit dan multimedia, praktek dan bekerja dalam tim, memanfaatkan lingkungan sekitar, diadakan di dalam dan di luar kelas, serta multi aspek (logika, praktek dan etika). PAKEM diharapkan melahirkan generasi mendatang berkualitas tinggi dan mampu menjawab dan memainkan peran dalam adegan global. Mahasiswa program pendidikan untuk guru sekolah dasar yang akan terjun sebagai guru, dan mengelola kelas, kelas bernyawa dapat dibangun dengan kemampuan berpikir kritis yang dapat dibuat selama kuliah kegiatan berlangsung, seperti konsep dasar tentang hal-hal ilmu sosial untuk mata kuliah semester 1 siswa sekolah dasar guru pendidikan Fakultas Pendidikan IKIP PGRI Semarang.
Kata Kunci: PAKEM, Pengelolaan Kelas, Berpikir Kritis, Calon Guru
PAKEM diterapkan dengan dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa pembelajaran model konvensional dinilai menjemukan, kurang menarik bagi para peserta didik sehingga berakibat kurang optimalnya penguasaan materi bagi peserta didik. Prinsip PAKEM antara lain; mengalami dimana peserta didik terlibat secara aktif baik fisik, mental maupun emosional, komunikasi yaitu kegiatan pembelajaran memungkinkan terjadinya komunikasi antara guru dan peserta didik, Interaksi dimana kegiatan pembelajaran memungkinkan terjadinya interaksi multi arah, yang terakhir adalah refkesi sebagai kegiatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik memikirkan kembali apa yang telah dilakukan. Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain.Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah. PAKEM juga mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah. Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan seringsering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka serta memberi kebebasan kepada siswanya untuk kreatif. Sebagai calon guru di Sekolah Dasar, mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang kelak akan terjun sebagai seorang guru, kepiawaian mengelola kelas, menghidupkan kelas dapat dibangun dengan kemampuan berpikir kritis yang dapat diciptakan selama kegiatan perkuliahan
berlangsung, seperti dalam Mata Kuliah Konsep Dasar IPS bagi mahasiswa semester 1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Semarang. PEMBAHASAN PAKEM merupakan uraian dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan
suasana
sedemikian
rupa
sehingga
siswa
aktif
bertanya,
mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa. PAKEM merupakan model pembelajaran yang dilaksanakan dengan ciriciri multimetode dan multimedia, praktik dan bekerja dalam satu tim, memanfaatkan lingkungan sekitar, dilaksanakan di dalam dan di luar kelas, serta multiaspek (logika, praktik, dan etika). PAKEM diharapkan melahirkan generasi masa depan yang berkualitas tinggi serta mampu menjawab dan berperan dalam
percaturan global. Maka dari itu mahasiswa kependidikan harus memahami dan menguasai pembelajaran ini karena berfungsi sebagai bekal profesinya sebagai guru di masa yang akan datang. Secara garis besar, gambaran dari PAKEM adalah adanya keterlibatan peserta didik dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuannya dengan penekanan pada belajar melalui berbuat. Pendidik menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi peserta didik. Pendidik mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’. Pendidik menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok. Pendidik mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya. Sebagaimana dikemukakan pada bagian pendahuluan bahwa kelas PAKEM haruslah menarik dan memenuhi kreiteria yang sesuai dengan karakteristik PAKEM itu sendiri. Kelas di mana ruangan hanya ada kursi, meja, papan tulis, guru berceramah, dan siswa mendengarkan tanpa adanya sentuhan emosional sedikitpun. Kondisi kelas seperti ini berdampak pada pembentukan mind set (pola pikir), phsikis, prilaku, dan cara pandang siswa terhadap interaksi pembelajaran yang berujung pada “kematian kelas”. Itulah sebabnya mengapa siswa lebih senang keluar masuk kelas pada saat belajar ketimbang fokus mendengarkan guru mengajar, kenapa siswa terasa sulit diatur, kenapa siswa terkesan tidak patuh pada guru, dan seterusnya. Jika semua ini terjadi maka patut dipertanyakan kembali bagaimana kelas tersebut didesain. Salah satu contohnya, mengapa kebanyakan siswa lebih antusias dan merasa merdeka serta bahagia ketika keluar kelas dibandingkan betah dalam kelas, karena kelas tidak lagi memiliki daya tarik, kelas kehilangan rasa nyaman, dan kelas tidak lagi mendorong curiosity. Di sinilah kematian kelas itu terjadi. Kelas seperti ini sering dijumpai di hampir semua sekolah. Walaupun tidak semua
guru memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dan menyadari bahwa kelas yang didesain atau yang sedang dikelola guru tersebut justru sangat membosankan dan membuat siswa tidak nyaman untuk belajar. Sebagai contoh, tidak semua pendidik (guru, dosen) sadar bahwa kehadiran dirinya sering tidak diterima oleh siswa di kelas terebut. Semestinya guru lebih tanggap dan sensitif terhadap “ketidakterimaan” tersebut, ada apa sesungguhnya dengan kelasnya? Kematian kelas cenderung disebabkan oleh ketidakmampuan guru mensutradarai sekaligus mengoksrestrasi pembelajaran dengan baik. Sementara penguasaan kedua hal di atas sangat tergantung bagaimana guru memperlakukan dirinya, kurikulum, siswa dan memperlakukan lingkungan kelasnya. Tanpa semua itu, kelas akan terasa hambar, pembelajaran akan berjalan secara mekanik, dan pada akhirnya pembelajaran menjadi sangat menjenuhkan bagi semua orang. Adalah kelas semestinya menjadi “ruang” yang memproduksi iklim, energy, kode-kode, dan ritme sehingga membantu setiap siswa dapat belajar bebas tanpa hambatan, mengalir, dinamis, ceria, menggairahkan, kesalahan, antusias, kreativitas, potensi, dan penuh dengan ketakjuban dan histeria. Kelas sejatinya menjadi “ruang pertunjukan” di mana siswa bebas mengekpresikan rasa ingin tahunya, di mana guru mengajar dengan senyum, ketulusan hati, kesetiaan, kewibawaan (mampu menggerakan orang lain), positif, kelembutan, antusias, supel, dan kaya akan wawasan dan inprovisasi.
Dengan demikian teciptalah
perpaduan irama dan ritme interaksi pembalajaran yang mengikat makna. Kelas seperti inilah yang mampu menjadikan segala sesuatunya berbicara dan segalanya bertujuan. Tidak ada yang sia-sia dalam kelas seperti ini, baik pada apa yang nampak, yang berbunyi, maupun yang dirasakan. Oleh karena itu, jika seorang guru peka dan mawas diri, sebenarnya segala bentuk aktivitas siswa dalam kelas yang terkesan melanggar aturan di mata guru sejatinya tidak dijustifikasi sebagai bentuk perilaku undisciplined semata yang kemudian harus diberikan sanksi, akan tetapi perilaku tersebut harus dilihat sebagai salah satu bentuk respon belajar yang terjadi secara alamiah. Respon belajar tersebut merupakan akibat dari stimulus yang diberikan oleh suasana lingkungan kelas yang diciptakan guru sendiri, baik disengaja
maupun tidak, langsung ataupun tidak. Oleh karena perilaku tersebut merupakan respon nonverbal (hidden respont) maka tentu mengandung pesan tertentu. Pesan ini merupakan komunikasi nonverbal yang disampaikan siswa melalui respon spontan ataupun tidak. Sehingga diperlukan kecerdasan ganda guru, paling tidak kemampuan sensitifitas untuk mengenal, memahami, merasakan sekaligus memberikan umpan balik segala bentuk respon siswa di saat pembelajaran berlangsung. Kebanyakan pendidik (guru, dosen) lebih fokus pada satu aspek aktivitas pembelajaran saja, misalnya guru lebih cenderung fokus pada anak yang pintar atau yang bermasalah. Bahkan guru lebih fokus pada dirinya sendiri (misalnya bagaimana guru menyusun materi, bagaimana menyelesaikan materi sesuai dengan waktu dan tuntutan kurikulum tanpa berusaha melibatkan pengetahuan tentang potensi, hambatan, dan gaya belajar siswa di dalamnya. Pendidik (Guru, dan dosen) lupa bahwa dalam pembelajaran masih banyak apsek yang harus menjadi pusat perhatian sekaligus dijalankan dalam tempo yang bersamaan. Misalnya; pada saat pendidik (guru dan dosen) fokus menyampaikan materi maka pada saat yang sama pula guru harus melibatkan body languange (bahasa tubuh) dan emosinya, merespon atmosfir kelas, memahami kontak mata dan energi serta merasakan respect dan antusiasme siswa sekecil apapun. Dengan demikian keberlangsungan belajar mengajar akan membentuk sebuah interaksi yang berirama dan harmonis. Interaksi pembelajaran yang “hidup” lazimnya akan penuh dengan nilai dan rasa sehingga mampu mengikat makna. Semua guru profesional sejatinya melakukan pembelajaran dengan melibatkan totalitas potensi majemuknya secara aktif. Dengan kemampuan multintelegensi tersebut maka akan menghantarkan guru pada interakasi pembelajaran yang lebih hidup yakni menjadikan segelanya berbicara, dan bertujuan. Adalah Bobbi Deporter, pakar quantum teaching menjelaskan bahwa guru quantum seharunya memiliki kepribadian bersegi banyak, kemampuan menampilkan banyak peran, kemampuan berhubungan dengan beragam potensi siswa. Sehingga lingkungan kelas mempengaruhi kemampuan siswa untuk fokus dan menyerap informasi. Dengan sedikit bergerak (berjalan di depan kelas), atau
berdiri dengan bahu rata, menjaga kontak mata, menggunakan suara lantang dengan wajah yang menyenangkan, serta menggunakan kalimat dengan predikat visual, auditorial, dan kinestetik maka akan mempermudah guru mengunci konsentarasi siswa secara tidak langsung. Dengan demikian pembelajaranpun akan berakhir dengan rasa puas, rasa ingin tahu, dan rasa rindu untuk kembali esok hari. Apalagi, untuk sementara ini, tidak ada cara terbaik menjadikan kelas lebih hidup, interaktif, inspiratif, dan menyenangkan kecuali mengembangkan kapasitas guru dalam segala aspek dan peranannya. Mahasiswa sebagai calon guru hendaknya diberikan bekal melalui penerapan pembiasaan-pembiasaan mengembangkan pola berpikir kritis dalam kerjasama tim selama perkuliahan. Hal tersebut diyakini mampu mendasari kemampuan dan ketrampilan mahasiswa sebagai calon guru di sekolah. Perkuliahan yang diwarnai dengan kebebasan, termasuk dalam bersikap terhadap issu-issu sosial, menyampaikan pendapat, bekerjasama dalam tim merupakan modal dasar bagi calon guru untuk dapat menerpakan PAKEM di sekolah. Simpulan Mahasiswa Program Studi S1. PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan sebagai calon guru hendaknya diberikan bekal kemampuan mengelola kelas yang bernuansa PAKEM dan keterampilan berpikir kritis sebagai salah satu prinsip pembelajaran PAKEM. Bekal tersebut dapat diperoleh dari perkuliahan yang juga menerapkan PAKEM oleh pendidik (dosen) agar mahasiswa sebagai calon guru dapat menerapkan pula di kelas-kelas yang diampunya di sekolah. Sebagai model pembelajaran yang multiaspek, multi pendekatan, multi metode dan multi media, maka hendaknya kreatifitas dalam menjalankannya juga senantiasa harus dimiliki oleh mahasiswa sebagai calon guru. Sehingga kelak ketika menjadi guru, para mahasiswa ini mampu menciptakan kelas yang senantiasa dicintai oleh peserta didik, dirindukan dan meaningfull bagi seluruh elemen sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
DePorter, Bobby. 1999. Quantum Teaching: Orchestrating Student Success. ISBN: 020528664X by: Pearson Paperback Lavin, Robert E. 2009. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning: Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta : Pustaka Pelajar