PENGARUH METODE DISCOVERY TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI ALJABAR KELAS VIII SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2014/2015 DI SMP N 2 SUSUKAN
Teguh Okpiyanto, Wahyudi, Tri Nova Hasti Yunianta Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana, Jl.Diponegoro 52-60 Salatiga, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan melihat ada tidaknya pengaruh penggunaan metode discovery terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran matematika. Kemampuan berpikir kreatif melandasi disusunnya SKKD 2006, namun kemampaun tersebut kurang berkembang dengan baik. Desain penelitian yang digunakan, randomized control group pretest-posttest design. Kelas kontrol pada penelitian ini menggunakan kurikulum 2013. Data yang diperoleh adalah data hasil observasi dan hasil tes. Data hasil observasi diperoleh dengan teknik observasi. Intrumen yang digunakan adalah lembar observasi terhadap guru. Data hasil pretest dan posttest diperoleh dengan teknik tes yang diteskan pada siswa. Data ini diperoleh menggunakan soal tes sebagai instrumennya. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif dan inferensial. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji independent t-test. Uji tersebut menunjukkan keadaan awal nilai sig. 0,4737 > 0,05. Hal tersebut memiliki arti bahwa rata-rata populasi pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol identik. Uji independent t-test keadaan akhir menunjukkan nilai sig. 2-tailed sebesar 0,500 lebih dari 0,05. Hal ini menunjukkan tidak terdapat pengaruh metode discovery terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi aljabar kelas VIII semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 di SMP N 2 Susukan. Hasil tersebut dikarenakan beberapa langkah pembelajaran metode discovery bagian dari scientific. Langkah pembelajaran tersebut yaitu data collection, data processing, dan generalization. Kata Kunci: discovery, berpikir kreatif, pembelajaran matematika PENDAHULUAN Perkembangan teknologi modern tidak dapat dipisahkan dengan matematika. Perkembangan pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit (Depdiknas, 2006). Hal ini terjadi karena matematika mempunyai peran penting dalam perkembangan berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Matematika sangat berguna karena matematika tidak hanya mengajarkan ilmu saja, namun matematika juga mengajarkan kemampuan berpikir. Salah satu contoh dari kemampuan berpikir adalah kemampuan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir kreatif sangat penting bagi kelangsungan kehidupan manusia. Kemampuan berpikir tersebut tidak hanya berguna dalam bidang matematika saja, namun sangat berguna pula dalam bidang lainya. Bidang yang tidak memiliki hubungan dengan matematika sekalipun, kemampuan berpikir ini dapat diterapkan dan digunakan.
1
Kemampuan berpikir kreatif merupakan buah dari hasil belajar. Hasil belajar matematika yang berupa kemampuan berpikir kreatif melandasi disusunya standar kompetensi dan kompetensi dasar yang tercantum pada badan standar nasional pendidikan 2006. Standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir tersebut. Kemampuan berpikir tersebut kenyataannya belum berkembang sesuai harapan disusunnya SKKD. Hal ini ditandai guru hanya melatih peserta didik mampu mengerjakan soal. Perkembangan peserta didik yang tidak sesuai harapan ini, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor yang mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir tersebut salah satunya adalah proses pembelajaran. Pembelajaran yang diterapkan oleh para guru belakangan ini adalah kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum dengan proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan (Permendikbud 2013:81A). Kurikulum 2013 masih sangat baru dalam dunia pendidikan. Penelitian tentang kurikulum ini belum banyak dilakukan sehingga pengaruh kurikulum ini belum diketahui. Banyak hal yang terpengaruh oleh kurikulum, metode mengajar, maupun strategi mengajar. Salah satu hal yang dipengaruhi adalah kemapuan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir kreatif dapat dikembangkan dengan menggunakan metode discovery. Metode discovery adalah cara yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar dengan melibatkan pengalaman siswa untuk menemukan sendiri atas jawaban dari masalah yang ada dan guru hanya sebagai fasilitator (Atmawati, 2012). Guru sebagai fasilitator diharapkan membuat siswa dapat menyelesaikan permasalahan dengan caranya sendiri, mengembangkan gagasan-gagasan yang dimiliki serta siswa mampu mengemukakan solusi. Secara tidak langsung siswa telah melakukan kegiatan berpikir kreatif. Berpikir kreatif merupakan salah satu tujuan dilakukannya pembelajaran discovery. Pembelajaran discovery memiliki berbagai tujuan, yaitu: (1) untuk mengembangkan kreativitas; (2) untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam belajar; (3) untuk mengembangkan kemampuan berpikir rasional dan kritis; (4) untuk meningkatkan keaktifan anak didik dalam proses pembelajaran; (5) untuk belajar memecahkan masalah; (6) untuk mendapatkan inovasi dalam proses pembelajaran (Ilahi, 2012:43). Berdasarkan tujuan di atas, discovery dapat mengembangkan kreativitas. Metode discovery merupakan metode yang fleksibel sehingga memungkinkan guru untuk membuat siswa berpikir sesuai dengan persoalan yang dihadapi. Guru dapat memberikan persoalan yang memaksa siswa untuk mencari alternatif penyelesaian. Secara tidak langsung siswa belajar berpikir kreatif. Berpikir kreatif adalah berpikir yang mengarah pada pemerolehan wawasan baru, pendekatan baru, perspektif baru, atau cara baru dalam memahami sesuatu (McGregor dalam Mahmudi, 2010). Sudjana (Atmawati, 2012) menjelaskan bahwa penelitian yang menggunakan metode ekspositori dan discovery sudah banyak dilakukan, misalnya penelitian yang dilakukan oleh University of Philipine sampai kepada kesimpulan bahwa pendekatan ekspositori dan discovery tidak berbeda keefektifannya dalam mencapai hasil belajar yang bersifat informasi, fakta dan konsep, tetapi berbeda secara signifikan dalam mencapai ketrampilan berpikir. Metode discovery lebih efektif dari pada metode ekspositori. Penelitian yang dilakukan di Philipine tersebut menyatakan adanya perbedaan ketrampilan berpikir. 2
Perbedaan ketrampilan atau kemampuan berpikir mengindikasikan bahwa metode discovery dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Hal tersebut mendorong perlunya penelitian tentang “Pengaruh Metode Discovery Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Materi Aljabar Kelas VIII Semester Ganjil Tahun Ajaran 2014/2015 di SMP N 2 Susukan” dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui ada atau tidaknya pengaruh metode discovery terhadap kemampuan berpikir kreatif. Setelah diketahui pengaruh metode discovery diharapkan kemampuan berpikir kreatif dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode tersebut. LANDASAN TEORITIS Matematika Matematika merupakan ilmu deduktif, aksioma, formal, hirarkis, abstrak, bahasa simbol yang padat arti dan semacamnya adalah sebuah sistem matematika yang dapat digunakan untuk mengatasi persoalan-persoalan nyata (Subarinah dalam Wahyudi, 2013). Soedjadi (Uno, 2007: 129) memiliki pandangan yang selaras dengan Subarinah. Soedjadi memandang matematika sebagai ilmu yang bersifat abstrak, aksiomatik, dan deduktif. Berdasarkan pandangan para pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika bukanlah cabang ilmu yang menekankan pada penyampaian informasi semata, namun secara tidak langsung mempengarui pola pikir, baik berpikir logis, analisis, sistematis, kritis, maupun kreatif. Pembelajaran Matematika Udin (Sardiyanti, 2010) mengatakan belajar adalah usaha aktif seseorang artinya tanpa adanya usaha aktif tidak akan terjadi proses belajar pada diri seseorang. Menurut W. S. Winkel, (2005:4) belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap. Sudjana (Kanssas, 2013) “Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan”. Berdasarkan pengertian matematika dan pengertian belajar di atas dapat disimpulkan pengertian pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika adalah suatu usaha aktif mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif peserta didik dengan pendidik dan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan yang bersifat deduktif, aksioma, formal, hirarkis, serta abstrak. Kemampuan Berpikir Kreatif Berpikir kreatif adalah suatu aktivitas mental yang dapat membuat hubunganhubungan secara terus menerus, sehingga ditemukan kombinasi yang “benar” atau sampai seseorang itu menyerah, Evans (Tandiseru, 2012). Kemampuan berpikir kreatif seseorang, dapat ditunjukan melalui produk pemikiran atau kreativitasnya dalam menghasilkan sesuatu yang “baru”. Pendapat berbeda disampaikan oleh Potur dan Barkul. Potur dan Barkul (Yunianta, 2012) mengatakan bahwa berpikir kreatif adalah kemampuan kognitif orisinil dan proses pemecahan masalah. Kemampuan berpikir kreatif siswa (KBKS) yang dimaksut adalah kemampuan berpikir kreatif matematis. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat 3
disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif adalah suatu aktivitas mental yang dapat membuat hubungan-hubungan secara terus menerus, sehingga ditemukan kombinasi dalam proses pemecahan masalah. Tandiseru (2012) di dalam jurnal seminar matematika dan pendidikan matematika dengan tema “Kontribusi Pendidikan Matematika dan Matematika dalam Membangun Karakter Guru dan Siswa” merumuskan indikator-indikator kemampuan berpikir kreatif sebagai berikut: (a) Kepekaan yaitu kemampuan mengaitkan persoalan dengan konsepkonsep pada matematika; (b) kelancaran yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak jawaban, metode, dan perumusan dengan benar; (c) keluwesan yaitu kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan, metode atau pertanyaan; (d) keaslian yaitu kemampuan mengemukakan solusi, metode, atau pertanyaannya adalah unik dan merupakan pengetahuan yang mendalam; (e) elaborasi yaitu kemampuan menambah suatu situasi atau masalah sehingga menjadi lengkap dan merincinya secara detail yang didalamnya dapat berupa tabel grafik, gambar, model, dan kata-kata. Pembelajaran Matematika dengan Metode Discovery Metode penemuan yang dipandu oleh guru (penemuan terbimbing) pertamakali dikenalkan oleh Plato dalam suatu dialok antara Socrates dan seorang anak. Model ini melibatkan interaksi antara siswa dan guru di mana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan oleh guru melalui urutan pertanyaan yang dilakukan oleh guru. Bruner (Markaban, 2006) menyatakan bahwa penemuan adalah suatu proses, suatu jalan atau cara dalam mendekati permasalahan bukanya suatu produk atau item pengetahuan tertentu. Bruner berpendapat belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, di mana seorang siswa dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan permasalahannya. Metode penemuan terbimbing sering kali disebut metode discovery. Metode discovery adalah cara yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar dengan melibatkan pengalaman siswa untuk menemukan sendiri atas jawaban dari masalah yang ada dan guru hanya sebagai fasilitator (Atmawati, 2012). Berdasarkan pengertian metode discovery tersebut dapat disimpulkan bahwa metode discovery adalah sebuah interaksi dimana siswa menarik sebuah kesimpulan dari pengalaman, suatu masalah, atau situasi yang tampaknya ganjil dengan bimbingan dan arahan dari guru. Metode discovery memiliki enam langkah yang diungkap Djamarah dan zain (Atmawati, 2012) yaitu simulation, problem statement, data collection, data processing, verification (pembuktian), dan generalization. Metode discovery mempunyai tujuan utama untuk mengembangkan ketrampilan intelektual, berpikir kreatif, dan mampu memecahkan masalah secara ilmiah. Mohammat Tahir Ilahi dalam bukunya yang berjudul “Pembelajaran discovery strategi dan mental vocational skill” menyatakan bahwa salah satu bukti kongkrit implikasi pembelajaran discovery strategi dapat meningkatkan vocational skill. Salah satu implikasi tersebut adalah kemampuan anak didik untuk berpikir kreatif. Secara tidak langsung Tahir mengatakan bahwa metode discovery dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.
4
Hubungan Metode Discovery dengan Kemampuan Berpikir Kreatif Kemampuan berpikir kreatif yang terdapat pada seseorang pada dasarnya memiliki berbagai tanda. Coleman dan Hammen (Rakhmat, 2007) mengungkap faktor-faktor yang secara umum menandai orang-orang kreatif yaitu: a. Kemampuan kognitif: termasuk disini berupa kecerdasan rata-rata, kemampuan melahirkan gagasan-gagasan baru, gagasan-gagasan yang berlainan, dan fleksibilitas kognitif. b. Sikap yang terbuka: orang kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimuli internal dan eksternal. Ia memiliki minat yang beragam dan luas. c. Sikap yang bebas, otonom, dan percaya pada diri sendiri. Orang kreatif tidak senang “digiring”. Ingin menampilkan dirinya semampu, semaunya. Ia tidak terlalu terikat pada konvensi-konvensi sosial. Coleman dan hammen selaras dengan ngermanto. Menurut ngermanto (2001: 72) berpikir kreatif tumbuh subur apabila didukung oleh beberapa faktor yang dikemukakan oleh Coleman dan hammen. Faktor-faktor tersebut selaras dengan metode pembelajaran discovery. Discovery sangat mendukung gagasan-gasan baru, sikap yang terbuka, serta mengajarkan sikap yang bebas. Hal ini tercermin pada metode discovery dimana metode ini mendukung siswa untuk menemukan jawaban atas permasalahanya sendiri, serta menanamkan sikap terbuka atas jawaban orang lain. Selain itu, metode discovery merupakan metode pembelajaran dimana siswa bebas menemukan jawaban dari permasalahan yang ada dengan menggunakan caranya sendiri. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian yang dilakukan di SMP N 2 Susukan ini menggunakan kelas VIII B dan kelas VIII C sebagai sampel penelitian. Kelas VIII C sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII B sebagai kelas kontrol. Kelas kontrol dan kelas eksperimen dipilih sebagai sampel dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Desain penelitian ini adalah randomized control group pretest-posttest. Kelas yang akan digunakan dalam penelitian terlebih dahulu diberikan perlakuan berupa pretest sebagai tes awal. Penelitian ini melibatkan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan (X) berupa penggunaan metode discovery dan kelas kontrol tidak diberikan perlakuan khusus. Kelas kontrol menggunakan kurikulum 2013 sebagai landasan pembelajarannya. Desai penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Desain penelitian. Kelas Pretest perlakuan Posttest Kelas Eksperimen T1 X1 T2 Kelas Kontrol T1 X2 T2 Penelitian ini menggunakan instrumen soal pretest dan soal posttest berbentuk uraian. Soal uraian tersebut diharapkan dapat menggambarkan cara berpikir siswa dan membuat siswa tidak memiliki batasan dalam menjawab soal. Batasan dalam menjawab soal akan membuat siswa menjadi terstruktur dan tidak dapat menggambarkan cara berpikir mereka. Keterbatasan dalam menjawab soal juga akan membuat beberapa indikator tidak dapat terlihat dengan baik. Data yang diperoleh dari soal pretest dan soal posttest tersebut kemudian dianalisi dengan uji independent t-test. Uji independent t-test dipilih setelah 5
memenuhi uji prasarat, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui distribusi data. Distribusi data digunakan untuk mengetahui analisi yang akan digunakan. Analisis menggunakan uji independent t-test apabila data berdistribusi normal dan menggunakan Whitney-Wann apabila distribusi data tidak normal. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Sebelum Perlakuan Setelah dilakukan tindakan berupa pretest, posttest, serta pelakuan, penelitian ini dilanjutkan dengan analisis hasil dan pembahasan. Analisis yang pertama yaitu analisis kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum mendapatkan perlakuan. Tabel 2 Tes Normalitas Data Pretest Shapiro-Wilk Kelas
Statistic
df
Sig.
1
0,956
28
0,273
Pretest
2 0,958 24 0,397 Tabel 2 merupakan hasil uji normalitas. Uji normalitas ini menunjukan dua nilai sig. yaitu nilai sig. kelas eksperimen dan nilai sig. kelas kontrol. Nilai sig. kelas eksperimen 0,273 dan nilai sig. kelas Kontrol 0,397. Kedua nilai sig ini menunjukan angka lebih dari 0,05, maka dapat dikatakan kedua sampel tersebut berdistribusi normal. Uji selanjutnya yaitu uji homogenitas yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Uji Homogenitas Data Pretest Levene Statistic
df1
df2
Sig.
0,069 1 50 0,794 Tabel 3 mununjukkan nilai sig. sebesar 0,794. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05 yang berarti data tersebut homogen atau memiliki varian yang sama. Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas data pretest, diketahui bahwa sampel berdistribusi normal dan varian dari kedua sampel bersifat homogen. Uji prasyarat pada pretest menunjukkan bahwa analisis data dapat dilakukan dengan uji independent t-test. Uji independent t-test yang dilakukan dengan berbantuan SPSS dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Uji Independent T-test Data Pretest Levene's Test for Equality of Variances F Equal variances assumed
0,069
t-test for Equality of Means
Sig.
T
0,794
0,783
Sig. (2tailed)
Df 50
0,437
Mean Difference 2,26190
Std. Error Difference 2,88905
Equal variances not 0,780 47,845 0,439 2,26190 2,90158 assumed Tabel 4 menunjukkan bahwa varian dari kedua sampel sama. Hal ini dapat dilihat dari kolom levene’s test for equality of variances. Uji levene menunjukkan nilai F hitung dari data 6
adalah 0,069 dengan nilai sig. 0,794. Nilai probabilitas lebih dari 0,05, sehingga dapat dikatakan kedua varian populasi identik. Setelah mengidentifikasi varian, tahap berikutnya adalah melihat ada tidaknya perbedaan rata-rata populasi. Tahapan ini dapat dilihat pada kolom t-test for equality of means. Uji T menunjukkan nilai t hitung sebesar 0,783 dengan nilai sig. 0,437 dengan menggunakan sig. 2-tailed. Nilai sig.0,437 > 0,05 hal ini memiliki artian nilai rata-rata populasi pretest dinyatakan identik. Data-data di atas menunjukkan bahwa data pretest dinyatakan tidak berbeda. Hal ini memiliki artian bahwa analisis dapat dilanjutkan dengan independent t-test. Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Sesudah Perlakuan. Pada saat posttest data yang masuk mencapai 100% dan tidak ada data missing. Hal ini berarti data 100% dapat dianalisis. Analisis data posttest diawali dengan uji normalitas yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 uji normalitas posttest Shapiro-Wilk Kelas Posttest
1
Statistic
df
0,927
Sig. 28
0,052
2 0,933 24 0,114 Tabel 5 di atas menunjukan nilai sig. 0,052 pada kelas eksperimen dan nilai sig. 0,114 pada kelas kontrol. Kedua nilai sig. tersebut > 0,05 yang memiliki artian bahwa kedua data tersebut berdistribusi normal. Analisis selanjutnya adalah uji homogenitas, yang dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6 Tes Homogenitas Data Posttest Levene Statistic
df1
df2
Sig.
8,294 1 50 0,006 Berdasarkan tabel 6 diperoleh angka sig. sebesar 0,006. Nilai sig. tersebut < 0,05 maka data posttest tidak memiliki varian yang sama. Data-data tersebut dapat dikatakan berasal dari populasi yang memiliki varian berbeda. Setelah uji normalitas dan homogenitas selanjutnya dilakukan uji independent t-test. Uji independen t-test ini dilakukan dengan menggunakan data posttest. Hasil uji independent t-test dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Uji Independent T-test Data Posttest
7
Levene's Test for Equality of Variances F Equal variances assumed
Sig.
t-test for Equality of Means T
Mean Std. Error Sig. (2-tailed) Difference Difference
Df
8,294 0,006 0,658
50
0,513
2,16667
3,29195
Equal variances 0,679 46,824 0,500 2,16667 3,18878 not assumed Analisis selanjutnya dilakukan dengan melihat nilai sig. pada 2-tailed pada baris equal variances not assumed. Nilai sig. 2-tailed adalah 0,500, nilai tersebut lebih dari 0,05 maka rata-rata keduanya sama atau dapat diartikan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak. Analisis di atas nenunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh metode discovery terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. A. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa tidak terdapat pengaruh metode discovery terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Hasil ini diperoleh karena beberapa langkah pembelajaran yang digunakan kelas eksperimen bagian dari scientific. Scientific merupakan landasan yang digunakan dalam menyusun kurikulum 2013. Kurikulum 2013 digunakan sebagai landasan pembelajaran kelas kontrol. Hal ini menyebabkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda. Hasil ini tidak sesuai dengan teori Coleman, Hammen, Ngermato, dan tidak sesuai pula dengan penelitian Fathur Rohim yang menyatakan: Kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki seseorang pada dasarnya memiliki berbagai tanda. Coleman dan Hammen (Rakhmat, 2007) mengungkap faktor-faktor yang secara umum menandai orang-orang kreatif, yaitu: 1) Kemampuan kognitif termasuk disini berupa kecerdasan rata-rata, kemampuan melahirkan gagasan-gagasan baru, gagasan-gagasan yang berlainan, dan fleksibilitas kognitif; 2) Sikap yang terbuka, orang kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimuli internal dan eksternal; 3) Sikap yang bebas, otonom, dan percaya pada diri sendiri. Ngermato (2001: 72) selaras dengan Coleman dan Hammen, berpikir kreatif tumbuh subur jika didukung faktor tersebut. Faktor tersebut selaras dengan metode pembelajaran discovery. Discovery sangat mendukung gagasan-gasan baru, sikap yang terbuka, serta mengajarkan sikap yang bebas. Hal ini tercermin pada metode discovery dimana metode ini mendukung siswa untuk menemukan jawaban atas permasalahanya sendiri, serta menanamkan sikap terbuka atas jawaban orang lain. Selain itu, metode discovery merupakan metode pembelajaran dimana siswa bebas menemukan jawaban dari permasalahan yang ada dengan menggunakan caranya sendiri. Fathur Rohim (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Discovery Terbimbing Pada Pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif” mengatakan bahwa terdapat pengaruh discovery terhadap kemampuan berpikir kreatif. Fathur Rohim menggunakan aspek berpikir kreatif meliputi berpikir lancar, berpikir 8
luwes, berpikir orisinil, evaluasi, dan elaborasi. Aspek tersebut tidak berbeda dengan aspek yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian Fathur Rohim yang menggunakan metode diskusi dalam kelas kontrol tersebut berkesimpulan bahwa metode discovery berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif. Kesimpulan selaras disampaikan oleh Neneng Watini (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Metode Guided Discovery Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa”. Penelitian Neneng tersebut menggunakan metode ekspositori sebagai metode pembanding. Metode ekspositori memiliki langkahlangkah sebagai berikut: 1) persiapan, 2) pertautan atau bahan terdahulu, 3) penyajian, dan 4) evaluasi. Penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa terdapat pengaruh metode discovery terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Hasil berbeda ini terjadi karena penelitian yang dilakukan oleh Fathur Rohim dan Neneng pada kelas kontrol menggunakan metode ekspositori serta metode diskusi, sedangkan penelitian kali ini kelas kontrol menggunakan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 berlandaskan 5 pengalaman belajar. Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan (permendikbud, 2013: 35). Penelitiwan ini berkesimpulan bahwa tidak terdapat pengaruh metode discovery terhasap kemapuan berpikir kreatif siswa kelas VIII SMP N 2 Susukan. Hasil tersebut dikarenakan beberapa langkah pembelajaran metode discovery bagian dari scientific. Langkah pembelajaran tersebut yaitu data collection, data processing, dan generalization. Perbedaan discovery dengan scientific (kurikulum 2013) terletak pada penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan oleh siswa pada metode discovery, sedangkan pada scientifik tidak harus siswa. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik simpulan pembelajaran matematika dengan metode discovery tidak berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi aljabar kelas VIII semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 di SMP N 2 Susukan . Hal ini di dasarkan pada analisis uji independent t-test. Hasil uji independent ttest menunjukkan nilai sig. 2-tailed sebesar 0,500. Hal ini menunjukkan tidak terdapat pengaruh metode discovery terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi aljabar kelas VIII semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 di SMP N 2 Susukan. Hasil tersebut dikarenakan beberapa langkah pembelajaran metode discovery mirip dengan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang digunakan pada kelas kontrol. Berdasarkan simpulan, maka peneliti menyarankan agar sekolah memberikan fasilitas agar guru dapat mengembangkan kurikulum 2013 dengan mengkombinasikan metode discovery. Selain itu, guru disarankan untuk melatih siswa mengerjakan soal yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kreatif. DAFTAR PUSTAKA Atmawati, Vera. 2012. Perbedaan Hasil Belajar Matematika yang Diajar Dengan Metode Ekspositori dan Metode Discovery Kelas Vii Smp Negeri 2 Tuntang Kabupaten
9
Semarang. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana. Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Sekolah Dasar Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. Ilahi, Mohammad Takdir. 2012. Pembelajaran discovery strategy & mental vocational skill. Jogjakarta: Diva Press. Kanssas, Dedi, (2013), “Pengertian Pembelajaran Menurut Para Ahli”, http://dedi26.blogspot.com/2013/04/pengertian-pembelajaran-menurut-para.html Nggermanto, Agus. 2001. Quantum Quotient Kecerdasan Quantum. Bandung: Nuansa. Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Implementasi kurikulum. Jakarta: Republik Indonesia Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya Rohim, Fathur, dkk. Penerapan Model Discovery Terbimbing Pada Pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Physics Education Journal. Vol.1 No 1 Mei 2012 Sardiyanti, Ria. 2010. Penerapan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika. Jakarta: Skripsi. UIN syarif hidayatullah. Tandiseru, Selvi Rajuaty. 2012. Kepedulian Guru Matematika Dalam Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif. Toraja: Universitas Kristen Toraja. Uno, B. Hamzah. 2007. Model pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara Wahyudi. 2012. Implementasi Problem-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Memecahan Masalah Matematika Dalam Perkuliahan Konsep Dasar Matematika. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana. Yunianta, Tri Nova. 2012. Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pada Implementasi ProjectBased Learning Dengan Peer And Self-Assessment Untuk Materi Segiempat Kelas Vii Smpn Rsbi 1 Juwana Di Kabupaten Pati. Universitas Kristen Satya Wacana W. S. Winkel. 2007. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi
10