KOMPOSISI DAN ASOSIASI VEGETASI HUTAN GAMBUT BERDASARKAN KETEBALAN LAPISAN GAMBUT DI HUTAN WISATA RAWA GAMBUT BANING, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT The Composition and Association of Peat Forest Vegetation Based on Thickness of Peat Layer in Tourism Forest of Rawa Gambut Baning, Sintang District, West Kalimantan
M. Syukur1), Achmad Ariffien Bratawinata2) dan Mohamad Sumaryono3) Abstract. The research objective were to clarify the species composition, ecological ability, stability, species association and coefficient of association and also chemical composition with different peat thickness. The research was conducted at the Tourism Forest of Rawa Gambut Baning, Sintang District, West Kalimantan using nested sampling method and determined by systematic sampling with random start. The research area was divided into three groups, namely the peat with <1 m thick, 1<1.5 m thick and >1.5 m thick. The results of the research showed that the type of peat in the research area was ombrogen oligotropic, having very acid pH (pH 3.28–3.47), very high cation exchange capacity (CEC) but low base saturation (BS) and poor nutrient element with its maturity was at the sapric and hemic levels. This influenced the vegetation composition of the lowest thick of peat (<1 m). It was consisted of more vegetations (there were 56 species, 36 genera and 23 families compared with the thicker peat (>1.5 m) which only 43 species, 32 genera and 20 families. Generally, there were 69 species, 47 genera and 28 families of vegetation found in the research area. It was found that the less thick the peat, the higher the species diversity. The species compositions found in the three levels of peat thickness were relatively same (high IS and low ID) and there were 4 species belonged to the best ecological controlling ability, namely Shorea pachypylla, Gluta renghas, Gonystylus bancanus and S. parvfolia. The association of the three peat thickness groups at the pole level, it was found that there were 19 species combinations of significantly/highly significantly association, while at the tree level, there were 11 species combinations of significantly/highly significantly association. Kata kunci: komposisi, assosiasi, kekerabatan, ketebalan gambut.
___________________________________________________________________ 1) Fakultas Kehutanan Universitas Tanjung Pura, Pontianak 2) Laboratorium Dendrologi dan Ekologi Hutan Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda 3) Laboratorium Inventarisasi dan Perencanaan Hutan Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda
163
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER 2007
164
The analysis on the family relationship value (C) revealed that there was 1 species combination which did not have a very close relationship (C = 1.0000), 9 species combinations which very close relationship (C = +1.0000), 77 species combinations were proportional negative (1
Hutan rawa gambut adalah salah satu tipe hutan yang dipengaruhi oleh faktor edaphic. Hutan tipe ini banyak dijumpai di Sumatera dan Kalimantan. Di Kalimantan, menurut MacKinnon dkk. (1996), hutan rawa gambut menempati 8– 11 % dari luas wilayah Kalimantan. Dalam klasifikasi hutan, tipe hutan umumnya disebut dengan formasi yang bervariasi antara satu dengan yang lainnya dalam hal struktur, komposisi floristik dan juga fisiognominya. Formasi-formasi hutan menempati habitat fisik yang berlainan dan dapat dikenali penampilannya secara jelas, karakteristik dari habitat fisik tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam pengelompokan formasi hutan. Dalam upaya pengelolaan hutan tipe ini, memahami komposisi, struktur dan assosiasi yang terdapat di dalamnya sangat penting. Terdapat suatu kenyataan, bahwa masyarakat tumbuh-tumbuhan mempunyai kecenderungan untuk saling ketergantungan satu sama lainnya, sehingga terciptanya suatu ekosistem yang dinamis. Oleh karena itu, dengan mengetahui hubungan-hubungan yang terjadi antara masyarakat hutan serta interaksinya, maka diharapkan akan mempermudah upaya untuk melestarikan ekosistemnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan ketebalan gambut dengan komposisi, tingkat penguasaan ekologis dan dominasi jenis vegetasi, kestabilan dalam komunitas, assosiasi antar jenis dan nilai kekerabatan serta kandungan unsur kimia yang terdapat pada ketebalan lapisan gambut yang berbeda. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan terutama mengenai komposisi, assosiasi antar jenis dan kekerabatan serta kandungan unsur kimia dan hubungannya dengan ketebalan lapisan gambut yang dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan Hutan Wisata Rawa Gambut Baning Kabupaten Sintang Kalimantan Barat, serta kontribusinya terutama bagi pihak pengelola kawasan hutan tersebut dalam upaya pengelolaan yang tepat, sehingga kelestarian ekosistemnya dapat terjamin. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada hutan rawa gambut dalam kawasan Hutan Wisata Rawa Gambut Baning Kabupaten Sintang Kalimantan Barat, pada areal yang tidak mengalami kebakaran, yaitu pada areal yang mempunyai ketebalan gambut <1 m, 1–<,5 m dan >1,5 m. Penelitian dilakukan selama 2 bulan 14 hari efektif di lapangan, yang meliputi orientasi lapangan, pembuatan plot penelitian serta pengumpulan data selama 9 minggu.
165
Syukur dkk. (2007). Komposisi dan Asosiasi Vegetasi Hutan Gambut
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua jenis vegetasi dari anakan sampai pohon (tidak termasuk tumbuhan bawah dan liana) yang terdapat didalam plot penelitian, yang meliputi tingkat semai (permudaan dengan tinggi 30 cm sampai 150 cm), pancang (tinggi >150–<10 cm), tiang ( 10–20 cm) dan pohon ( >20 cm) serta ketebalan gambut. Di samping itu juga dilakukan analisis sifat fisik dan kimia tanah gambut, pada setiap tipe ketebalan gambut yang diamati. Kegiatan persiapan penelitian meliputi pengadaan alat-alat yang digunakan, peta kawasan, orientasi lapangan dan pengukuran ketebalan gambut. Selanjutnya setelah data ketebalan gambut didapat, kemudian dipetakan pada peta kerja untuk penentuan jalur dan pembuatan plot-plot penelitian sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan menurut Soerianegara dan Indrawan (1978). Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode jalur berpetak (nested sampling) yang ditentukan dengan cara sistematik sampling with random start. Untuk setiap tipe ketebalan gambut (3 tipe) dibuatkan 1 jalur pengamatan. Setiap jalur pengamatan dibuatkan plot-plot pengamatan berbentuk persegi sebanyak 40 buah dengan ukuran 2x2 m untuk tingkat semai, 5x5 m untuk tingkat pancang berjumlah 40 buah, 10x10 m untuk tingkat tiang berjumlah 40 buah dan 20x20 m untuk tingkat pohon sebanyak 40 buah. Dengan demikian dari 3 jalur pengamatan terdapat 120 plot penelitian untuk masing-masing tingkat pertumbuhan vegetasi dengan luas seluruh areal penelitian adalah 4,8 ha. Pada plot-plot pengamatan dilakukan inventarisasi. Data yang dikumpulkan untuk tingkat pancang, tiang dan pohon meliputi nama jenis, jumlah individu, diameter pohon setinggi 130 cm di atas tanah atau 20 cm di atas banir. Untuk tingkat semai yang dicatat hanya nama jenis dan jumlah individu setiap jenis serta tinggi. Identifikasi dilakukan secara langsung, berdasarkan ciri dan sifat morfologis dari setiap jenis yang ditemukan dengan bantuan buku identifikasi dan penduduk setempat sebagai pengenal pohon. Bila ditemukan adanya jenis yang belum diketahui, maka dibuatkan awetan untuk identifikasi lebih lanjut. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada masing-masing jalur di setiap ketebalan gambut <1 m, 1–<1,5 m dan >1,5 m dengan kedalaman 0–50 cm. Setiap ketebalan gambut (3 tipe) dibuatkan profil tanah gambut dengan kedalaman 1,6 m dan lebar 2 m. Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan menggunakan bor khusus untuk tanah gambut sebanyak 8 titik pada setiap ketebalan gambut. Contoh tanah gambut kemudian dicampur, sehingga merupakan composite sample. Selanjutnya tanah tersebut dianalisis sifat fisik dan kimianya di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak. Data hasil analisis vegetasi selanjutnya dianalisis yang meliputi komposisi jenis, marga dan suku, Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Dominasi Jenis (C), Indeks Keanekaragaman Jenis (H), Kesamaan dan Ketidaksamaan Komunitas (IS dan ID), Assosiasi dan Nilai Kekerabatannya.
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER 2007
166
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Komposisi Kimia Gambut Hasil analisis kandungan kimia gambut pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Tanah gambut pada Hutan Wisata Rawa Gambut Baning Sintang berdasarkan kriteria penilaian Driessen dan Sudjadi (1984) adalah termasuk gambut ombrogen oligotrofik. Gambut tipe ini menurut Brady dan Buckman (1982), Polak dan Hardon (1987), Poerwowidodo (1990), Istomo (1994) dan Hardjowigeno (2003) memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan sangat miskin akan unsur hara. Hasil analisis menunjukkan bahwa pH sangat asam, unsur-unsur seperti K, Ca, Na dan Mg berkisar rendah sampai sangat rendah, sedangkan Corganik, N dan C/N ratio serta KTK sangat tinggi tetapi KBnya sangat rendah, sehingga dapat mengurangi tingkat kesuburan tanah tersebut. Tabel 1. Nilai Sifat Fisik dan Kimia Tanah Rawa Gambut Berdasarkan Ketebalannya di Hutan Wisata Rawa Gambut Baning Kabupaten Sintang Parameter analisis PH H2O PH KCl C-organik (%) N- total (%) C/N P K Na Ca Mg KTK KB (%) H-dd Al-dd Kadar abu (%) Kadar air maks. Warna Kematangan
Tingkat ketebalan gambut (m) <1 1–<1,5 3,47 3,31 2,42 2,24 37,31 48,91 1,22 1,38 30,58 35,44 11,02 25,95 0,35 0,41 0,47 0,55 0,55 0,65 0,31 0,39 63,48 64,73 2,65 3,09 2,05 1,84 2,79 2,77 35,67 15,67 258,88 364,75 Kuning kecoklatan Coklat pucat Hemiks Hemiks
>1,5 3,28 1,89 56,07 1,58 35,48 21,30 0,24 0,38 2,13 0,91 82,73 4,42 3,46 0,77 3,34 495,42 Coklat pucat Sapriks
Komposisi Vegetasi Komposisi vegetasi bervariasi untuk setiap tipe habitatnya. Variasi ini terjadi karena setiap vegetasi memberikan respon yang berbeda terhadap lingkungan tempat tumbuhnya, sehingga pada habitat tertentu ditemukan adanya dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya. Jenis-jenis yang dominan merupakan jenis yang paling baik kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan serta dapat memanfaatkan kondisi lingkungan dengan optimal.
167
Syukur dkk. (2007). Komposisi dan Asosiasi Vegetasi Hutan Gambut
Komposisi Jenis, Marga dan Suku Secara keseluruhan hasil analisis vegetasi yang meliputi jenis, marga dan suku serta jumlah individu berdasarkan ketebalan gambut di Hutan Wisata Rawa Gambut Baning Kabupaten Sintang Kalimantan Barat dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil penelitian terhadap komposisi jenis pada semua tingkat pertumbuhan di Hutan Wisata Rawa Gambut Baning Kabupaten Sintang Kalimantan Barat pada ketebalan gambut <1 m ditemukan 56 jenis, 36 marga dan 23 suku, ketebalan gambut 1–<1,5 m ditemukan 50 jenis, 32 marga dan 21 suku dan pada ketebalan gambut >1,5 m ditemukan 43 jenis, 32 marga dan 20 suku. Keseluruhan ditemukan 69 jenis, 47 marga dan 28 suku (Tabel 3). Tabel 2. Jumlah Jenis, Marga dan Suku Vegetasi Berdasarkan Ketebalan Gambut di Hutan Wisata Rawa Gambut Baning Kabupaten Sintang Parameter Jenis Marga Suku
<1 56 36 23
Tingkat ketebalan gambut (m) 1–<1,5 50 32 21
>1,5 43 32 20
Tabel 3. Rekapitulasi Komposisi Vegetasi Berdasarkan Jenis, Marga dan Suku Vegetasi di Hutan Wisata Rawa Gambut Baning Kabupaten Sintang Kalimantan Barat No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Jenis Adina minutiflora Valeton. Alstonia angustiloba Mig. Alstonia scholaris (L) R.Br. Anacolosa sp. Bhesa paniculata Arn. Caetanopsis sp. Calophyllum grandiflorum. L Camnosperma auriculatum Hook. f. Camnosperma sp. Canarium caudatum King. Cotylelobium flavum Pierre. Cratoxylum arborescens Blume Cratoxylum cuneatum Mig. Dactylocladus stenostachys 0liv. Dialium indum Lour. Dillenia exelsa Gilg. Dillenia sp. Dipterocarpus grandiflorus Blanco. Dryobalanops oblongifolia Dyer. Dyera costulata Hook.f. Endospermum malaccense Bent. Eugenia spicata King. Eugenia sp.1 Eugenia sp.2 Eugenia sp.3 Eugenia sp.4 Eugenia sp.5
Marga Adina Alstonia Alstonia Anacolosa Bhesa Caetanopsis Calophyllum Camnosperma Camnosperma Canarium Cotylelobium Cratoxylum Cratoxylum Dactylocladus Dialium Dillenia Dillenia Dipterocarpus Dryobalanops Dyera Endospermum Eugenia Eugenia Eugenia Eugenia Eugenia Eguenia
Suku Rubiaceae Apocynaceae Apocynaceae 0laceae Celastromaceae Fagaceae Guttiferae Anacardiaceae Anacardiaceae Burceraceae Dipterocarpaceae Guttiferae Guttiferae Melastomaceae Caesalpinaceae Dilleniaceae Dilleniaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Apocynaceae Euphorbiaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER 2007
168
Tabel 3 (lanjutan) No. 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69
Jenis Eugenia sp.6 Euthemis leococarpa Gilg. Fragraea fragrans Roxb. Ficus sp. Gluta renghas Lour. Gonystylus bancanus Kurz. Jackia ornata Wallich. Litsea sp.1 Litsea sp.2 Litsea sp.3 Litsea sp.4 Litsea sp.5 Melanorrhoea walichii Hook.f. Macaranga pruinosa Muell.Arg. Macaranga conifera J.J.Smith. Memecylon edule Blume. Memecylon sp. Myristica iners Blume. Myristica sp. Nauclea sp. Nephelium sp. Nuglea sp. Palaquium xanthoxymum Blanco. Planchonia grandis Bl. Parastemon urophyllus Wallich. Payena sp. Quercus sp. Shorea acuminatissima Miq. Shorea parvifolia Dyer. Shorea ovata Korth. Shorea pachyphylla Riedly ex Sym. Shorea uliginosa Foxw. Sindora sp. Soneratia alba Smith. Stemonurus scorpiodes Blume. Ternstroemia sp. Tetramerista sp. Tristania whiteana Griff. Vatica oblongifolia Hook.f. Vatica sp. Vitex pubescens Vahl. Xanthophyllum sp.
Marga Eugenia Euthemis Fragraea Ficus Gluta Gonystylus Jackia Litsea Litsea Litsea Litsea Litsea Melanorrhoea Macaranga Macaranga Memecylon Memecylon Myristica Myristica Nauclea Nephelium Nuglea Palaquium Planchonia Parastemon Payena Quercus Shorea Shorea Shorea Shorea Shorea Sindora Soneratia Stemonurus Ternstroemia Tetramerista Tristania Vatica Vatica Vitex Xanthophyllum
Suku Myrtaceae 0chnaceae Loganiaceae Moraceae Anacardiaceae Thymelaceae Rubiaceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Anacardiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Melastomaceae Melastomaceae Myristicaceae Myrsticaceae Rubiaceae Sapindaceae Rubiaceae Sapotaceae Lecythidaceae Chrysobalanaceae Sapotaceae Fagaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Caesalpinaceae Soneraceae Myrtaceae Theaceae Theaceae Myrtaceae Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae Verbenaceae Polygalaceae
Penguasaan Ekologis dan Dominasi Jenis Untuk menentukan jenis-jenis yang menguasai ekologis dan dominasi jenis pada suatu komunitas digunakan analisis Indeks Nilai Penting (INP) dan Indeks Dominasi Jenis (C). Jenis yang paling tinggi Indeks Nilai Penting dan Indeks Dominasi Jenisnya adalah jenis yang terbaik dalam hal kemampuan menguasai ekologis setempat serta lebih dominan dibandingkan jenis lainnya pada suatu komunitas. Dari hasil analisis diketahui bahwa terdapat 4 jenis yang terbaik dalam
169
Syukur dkk. (2007). Komposisi dan Asosiasi Vegetasi Hutan Gambut
penguasaan ekologis dan lebih dominan dibanding jenis lainnya yaitu Shorea pachyphylla, Gluta renghas, S.parvifolia, Gonystylus bancanus dan Dryobalanops oblongifolia. Keanekaragaman, Assosiasi dan Kekerabatan Jenis 1. Indeks keanekaragaman jenis (IKJ) Indeks keanekaragaman jenis dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan keanekaragaman jenis dan juga untuk menunjukkan tingkat kestabilan pertumbuhan vegetasi. Semakin tinggi nilai indeks keanekaragaman jenis, maka semakin tinggi pula tingkat kestabilan vegetasinya. Dari hasil analisis IKJ menurut Shannon (H) diketahui, bahwa tingkat semai adalah yang paling tinggi keanekaragaman jenisnya dan berarti kestabilannya juga tinggi. Berdasarkan ketebalan gambut diketahui bahwa keanekaragaman jenis tertinggi adalah pada ketebalan gambut <1 m, sedangkan yang terendah pada ketebalan gambut >1,5 m. Tingginya keanekaragaman jenis pada tingkat semai ini merupakan sesuatu yang biasa, karena pada tingkat tersebut persaingan terhadap unsur hara dan ruang tumbuh relatif lebih kecil, sehingga jenis semai lebih banyak dijumpai daripada tingkat pancang, tiang maupun pohon. Sebaliknya semakin bertambah besar suatu jenis dalam suatu komunitas, maka persaingan terhadap hara, ruang tumbuh, cahaya dan faktor edaphic lainnya semakin tinggi pula, sehingga terjadi penurunan jumlah jenis dan individu. Keanekaragaman jenis berbagai tingkat pertumbuhan berdasarkan ketebalan gambut yang berbedadapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Indeks Keanekaragaman Jenis Berbagai Tingkat Pertumbuhan Berdasarkan Ketebalan Gambut di Hutan Wisata Rawa Gambut Baning Kabupaten Sintang Ketebalan gambut 1m
1–1,5 m
>1,5 m
Tingkat pertumbuhan Semai Pancang Tiang Pohon Semai Pancang Tiang Pohon Semai Pancang Tiang Pohon
Jumlah jenis 56 56 56 45 50 50 50 42
Jumlah individu 1252 1049 790 525 1080 915 719 475
Keanekaragaman jenis (H) 5,610 5,548 5,384 5,016 5,453 5,398 5,242 4,869
43 43 43 28
941 778 554 367
5,226 5,144 4,860 4,337
2. Kesamaan dan ketidaksamaan komunitas Hasil analisis Indeks Kesamaan dan Ketidaksamaan Komunitas antar tingkat pertumbuhan pada 3 ketebalan gambut yang diamati menunjukkan adanya kesamaan komposisi jenis penyusun komunitas hutan rawa gambut pada areal penelitian. Hal ini terlihat dari besarnya nilai IS dan rendahnya nilai ID, yang mana
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER 2007
170
semakin besar nilai IS (ID semakin rendah) berarti semakin sama komposisi jenis dari 2 tipe yang dibandingkan. Tabel 5. Indeks Kesamaan Komunitas (IS) dan Indeks Ketidaksamaan Komunitas (ID) Antar Ketebalan Gambut di Hutan Wisata Rawa Gambut Baning Kabupaten Sintang Ketebalan gambut <1 dan 1– <1,5 m
IS 94,34
ID 5,66
<1 dan >1,5 m 1–<1,5 dan >1,5 m
86,87 92,47
13,13 7,53
Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat dijelaskan bahwa komposisi jenis antar ketebalan gambut walaupun relatif sama, tetapi terdapat perbedaan jenis penyusun komposisi terutama antara gambut yang tipis dengan gambut yang tebal. Adanya perbedaan jenis yang tumbuh pada ketebalan gambut ini karena semakin tebalnya gambut, maka kandungan hara, pH, kadar abu semakin rendah. Kondisi seperti ini mengakibatkan hanya jenis-jenis tertentu saja yang toleran dan dapat tumbuh serta berkembang dengan baik, sehingga semakin tebal gambutnya, maka semakin sedikit pula jumlah jenis yang ada. 3. Assosiasi antar jenis Matriks hasil analisis dengan uji Chi Square (X2 hitung) pada ketiga ketebalan gambut yang diamati, secara keseluruhan didapatkan 6 assosiasi antar jenis yang sangat signifikan dan 12 assosiasi antar jenis yang signifikan serta 256 assosiasi antar jenis yang tidak signifikan. Adanya signifikansi assosiasi ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis-jenis yang diuji. Hal ini dapat terjadi karena adanya kemungkinan dari jenis-jenis tersebut mempunyai kebutuhan hara, edaphic, ruang dan cahaya yang relatif sama atau tidak terjadi kompetisi baik secara vertikal maupun horizontal serta tidak memiliki allelopati, sehingga adanya hubungan saling ketergantungan. Matriks hasil uji Chi Square (X2 hitung) pada ketebalan gambut >1,5 m dapat dilihat pada Tabel 6. 4. Nilai kekerabatan Analisis nilai kekerabatan (C) digunakan untuk mengetahui assosiasi yang terjadi antar jenis. Dua jenis yang berinteraksi dapat membentuk assosiasi positif maupun negatif. Assosiasi positif menunjukkan adanya hubungan saling ketergantungan antara suatu jenis dengan jenis lainnya, sedangkan assosiasi negatif menandakan bahwa tidak terjadi hubungan bahkan adanya kecendrungan saling meniadakan antara suatu jenis dengan jenis lainnya pada suatu komunitas di lingkungan yang sama. Hasil analisis Nilai kekerabatan (C) dapat dilihat pada Tabel 7.
171
Syukur dkk. (2007). Komposisi dan Asosiasi Vegetasi Hutan Gambut 2
Tabel 6. Matriks Hasil Pengujian Chi Square (X ) 45 Kombinasi dari 10 Jenis Utama Tingkat Pohon pada Ketebalan Gambut >1,5 Meter D. Shorea G. S. Gon. M. oblongpachyphylla renghas parvifola bancanus walichii ifolia S. 0,64777 0,00172 0,00024 0,22894 0,22837 pachyphylla NS NS NS NS NS 0,59416 0,21559 0,08882 0,10476 Gluta renghas NS NS NS NS 6,24888 1,35603 0,22770 Shorea parvifolia * NS NS 2,40716 0,00880 Gonystylus bancanus NS NS 5,33460 Dryobalanops oblongifolia *
D. Sindora stenosp. stachys 0,01511 0,23365 0,01707 0,24545 NS NS NS NS 0,11377 0,12370 0,12370 0,14715 NS NS NS NS 0,02238 0,03955 0,05371 0,60268 NS NS NS NS 0,20122 0,34155 0,02514 0,65661 NS NS NS NS 1,25320 2,26004 1,56250 0,36630 NS NS NS NS 0,14443 1,40625 3,88889 1,39943 Melanorrhoea walichii NS NS * NS 0,62284 7,95622 1,06750 Cratoxylum arborescens NS ** NS 1,25000 0,75103 Litsea sp. NS NS 1,00962 Sindora sp. NS 2 2 Keterangan: X tabel 0,01 (1) = 6,63. X tabel 0,05 (1) = 3,84. ** = sangat signifikan. * = signifikan. NS = non signifikan. C. arbo- Litsea rescens sp.
Tabel 7. Nilai Kekerabatan (C) dari Jumlah Kombinasi Jenis (JK) dan Jumlah Petak Kehadiran (PK) Tingkat Tiang dan Pohon pada Tiga Ketebalan Gambut Tingkat Ketebalan pertumbuhan gambut Tiang <1 m 1–<1,5 m >1,5 m Jumlah Pohon <1 m 1–<1,5 m >1,5 m Jumlah
Jumlah kombinasi jenis (JK) C=-1 C=+1 -1
Jumlah petak kehadiran (PK) a+,b+ (b+) (a+) (a-,b-) 1081 141 388 190 1044 127 458 171 891 170 556 183 3016 438 1402 544 825 202 530 243 776 180 571 273 671 156 653 320 2272 538 1754 836
Hasil analisis nilai kekerabatan seperti pada Tabel 7 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Bila C = 1, berarti dua jenis yang dibandingkan mempunyai hubungan sangat tidak erat sekali dan kedua jenis tersebut tidak pernah ditemukan bersamasama dalam petak pengamatan. 2. Bila C = +1, berarti dua jenis yang dibandingkan mempunyai hubungan sangat erat sekali dan kedua jenis tersebut senantiasa ditemukan bersama-sama dalam petak pengamatan.
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (2), OKTOBER 2007
172
3. Bila C = 0, berarti dua jenis yang dibandingkan tidak mempunyai hubungan satu dengan lainnya. 4. Bila 1
Kesimpulan Tanah gambut di Hutan Wisata Rawa Gambut Baning Kabupaten Sintang termasuk tipe gambut ombrogen oligotrofik dengan pH yang sangat asam (pH 3,28–3,47), KTK sangat tinggi tetapi kejenuhan basa (KB) rendah dan kematangan tanah gambut baru pada tahap sapriks dan hemiks. Ditemukan komposisi jenis sebanyak 69 jenis, 47 marga dan 28 suku. Komposisi jenis yang ditemukan pada tiga ketebalan gambut relatif sama, pada ketebalan gambut <1 m terdapat 56 jenis, 36 marga dari 23 suku, ketebalan gambut 1–<1,5 m terdapat 50 jenis, 32 marga dari 21 suku, serta ketebalan gambut >1,5 m terdapat 43 jenis, 32 marga dari 20 suku. Terdapat 4 jenis vegetasi terbaik untuk semua tingkat pertumbuhan dan pada tiga ketebalan gambut yang berbeda terhadap kemampuan penguasaan ekologis dan dominasi jenis terhadap jenis lainnya. Keempat jenis tersebut adalah Shorea pachyphylla, Gluta renghas, Gonystylus bancanus dan S. parvifolia. Keanekaragaman jenis (tingkat kestabilan dan jumlah jenis) berdasarkan tingkat pertumbuhan vegetasi yang tertinggi adalah tingkat semai, kemudian pancang, tiang dan pohon, sedangkan berdasarkan ketebalan gambut yang tertinggi adalah ketebalan gambut <1 m disusul dengan 1–<1,5 m dan >1,5 m. Komposisi jenis penyusun komunitas hutan berdasarkan ketebalan lapisan gambut relatif sama, yang mana tingkat semai dan pancang adalah yang paling tinggi kesamaan komunitasnya, sedangkan semai dan pohon adalah yang paling tidak sama komposisi jenis penyusun komunitasnya. Assosiasi tingkat tiang (pole) yang mendominasi dari 3 lapisan gambut (ketebalan <1 m, 1–<1,5 m dan >1,5 m) adalah antara jenis Gonystylus bancanus dengan Melanorrhoea walichii, M. walichii dengan Dryobalanops oblongifolia, M. walichii dengan Cratoxylum arborescens, Shorea parvifolia dengan G. bancanus, G. bancanus dengan D. oblongifolia dan Soneratia alba dengan Dactylocladus stenostachys, sedangkan untuk tingkat pohon (tree) yang mendominasi adalah antara jenis S.parvifolia dengan G. bancanus, D. oblongifolia dengan M. walichii dan C. arborescens dengan Sindora sp. Kekerabatan jenis cenderung tumbuh berdampingan, serta tidak terjadi pengelompokkan jenis yang mencirikan nilai kekerabatan yang tinggi. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui dampak pembuatan saluran drainase terhadap dinamika tegakan dan habitat yang berhubungan dengan gradian lingkungan dan variasi lokal pada ketebalan gambut yang berbeda dengan membuat petak penelitian permanen.
173
Syukur dkk. (2007). Komposisi dan Asosiasi Vegetasi Hutan Gambut
Dalam upaya pengelolaan dan pegembangan diperlukan pengkajian dan teknik yang tepat agar tidak terjadi degradasi jenis vegetasi, yaitu melalui pendekatan ekosistem lokal spesifik serta hubungan antar jenis vegetasi yang ada. DAFTAR PUSTAKA Buckman, O.H. dan N.C Brady, 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Driessen, P.M. and M. Sudjadi. 1984. Soils and Soil Specific. Soil Problem of Tidal Swamp. Workshop on Research Priority in Tidal Swamp Rice. IRRI. Los Banos Laguna, Phillipines. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Edisi Baru. Akademika Presindo, Jakarta. Istomo. 1994. Menuju Pengelolaan Hutan Rawa Gambut Berdasarkan Kelestarian (Studi Kasus Pengelolaan Hutan Ramin di Kalimantan Tengah). Makalah Penunjang pada Symposium Nasional Penerapan Ekolabel di Hutan Produksi. Kerja Sama Fakultas Kehutanan IPB dengan Yayasan Pendidikan Ambarwati, Jakarta. MacKinnon, K.; G. Hatta; H. Halim dan A. Mangalik. 1996. The Ecology of Kalimantan. Peri Plus Editions, Jakarta. Poerwowidodo. 1990. Gatra Tanah dalam Pembangunan Hutan Tanaman di Indonesia. Radjawali Press, Jakarta. Polak, B. dan H.J. Hardon. 1987. Pertanian di Tanah Gambut. Terjemahan A. Azis Lahiya, Bandung. Soerianegara, I. dan A. Indrawan. 1978. Ekologi Hutan Indonesia. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.