Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
Studi Kelayakan Pembangkitan Daya Kogenerasi Mesin Gas Bandara Udara I Made Astina1,a dan Arief Hariyanto1,b 1
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung, 40132, Indonesia a
b
[email protected],
[email protected]
Abstrak Untuk melihat prospek implementasi kogenerasi mesin gas pada sebuah bandara udara di Indonesia, bandara udara Kualanamu dengan kondisi akhir 2014 dijadikan obyek kasus. Pada kondisi tersebut bandara udara konsumsi 2500 kWe (maksimum, tidak termasuk daya listrik sistem HVAC), dan beban maksimum 5000 TR untuk ruang yang dikondisikan seluas 122.000 m2. Studi meliputi kehandalan sistem, efisiensi pemanfaatan bahan bakar dan life cycle cost (LCC). Sistem kogenerasi dengan penggerak mula mesin gas dapat mencapai efisiensi 84,5%. Pembangkit daya sistem n+1 dipilih untuk operasinya. Dalam sistem ini tidak dibutuhkan baskup genset sehingga biaya investasi dan biaya operasi pemeliharaannya. Bila satu sistem mesin gas generator mengalami kerusakan, pemadaman listrik tidak terjadi sesaatpun selama ada pasokan gas. Disamping parameter operasi, pemeliharaan dan investasi, harga listrik dan bahan bakar gas alam sangat mempengaruhi hasil kajian ini. Dengan harga listrik Rp1400,00/kWh dan gas alam Rp91.000,00/MMBtu, hasil kajian menunjukkan LCC tahunan sistem kogenerasi mesin gas sebesar Rp63,32 Milyar dan jauh lebih kecil dibanding sistem yang mencatu daya listrik ke perusahaan listrik sentral dengan LCC sebesar Rp81,13 Milyar. Dari profil komponen LCC, LCC kogenerasi mesin gas sangat dipengaruhi oleh harga gas alam, sedangkan LCC sistem konvensional sangat dipengaruhi oleh harga listrik. Oleh karena itu, harga listrik dan gas alam yang mendukung kebijaksanaan konservasi energi dengan penerapan insentif dan disentif yang tepat sangat diperlukan untuk pertumbuhan sistem kogenerasi yang hemat energi bahan bakar.
Kata kunci : kogenerasi, mesin gas, life cycle cost, energi, bandara udara. kelayakan implementasi itu perlu aturan yang konduksif dari pemerintah Spanyol terhadap harga gas dan listrik. Banyak kogenerasi berbasiskan turbin gas telah bermunculan di dunia. Stamber [2] melaporkan aplikasi kogenerasi turbin gas di mall with kapasitas daya 4600 kWe dan pendinginan 2600 TR serta efisiensi pemanfaatan bahan bakar mencapai 78%. Sementara itu Schneider [3] lebih mengangkat keberhasilan perusahaannya dalam teknologi kogenerasi berbasiskan mesin gas dengan efisiensi pemanfaatan bahan bakar sampai dengan 90%. Kogenerasi berbasiskan mesin gas yang ramah lingkungan membutuhkan gas alam
Pendahuluan Sistem pembangkit daya yang ramah lingkungan dan efisiensi tinggi dapat mengurangi beban kelistrikan nasional serta menjaga kesinambungan pemanfaatan sumber energi fosil. Sistem tersebut harus mendapatkan perhatian utama dalam upaya konservasi dan pemanfaatan energi. Kogenerasi telah menjadi ketertarikan fihak industri dan juga peneliti sebagai upaya untuk memberikan solusi pemanfaatan energi secara maksimal. Celador dkk [1] melaporkan tentang upaya kogenerasi skala kecil (100 1000 kW) implementasi kogenerasi mesin gas untuk resinden di Spanyol. Dari hasil mereka, TI-06
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
sebagai sumber energinya. Mesin gas yang beroperasi bergantung sepenuhnya pada energi gas alam ini menggunakan prinsip kerja siklus Otto. Selain penggunaan gas alam lebih murah dari bahan bakar solar, keuntungan yang lain adalah emisi dan tingkat kebisingan yang rendah serta mudah penanganan pada gedung komersial. Paper ini merupakan kelanjutan paper [4] yang telah membahas untuk implementasi kogenerasi turbin gas untuk obyek kasus yang sama. Dengan luas gedung obyek kasus yang berpengondisian udara sekitar 122.000 m2, kebutuhan energi listriknya mencapai kisaran 2500 kWe (tidak termasuk HVAC) serta beban pendinginan maksimum 5000 TR. Dengan ukuran yang besar ini, penerapan pembangkitan daya kogenerasi diharapkan lebih efektif dari aspek teknis dan ekonomis. Sistem kogenerasi yang dikaji terdiri dari sejumlah komponen individu yaitu mesin penggerak mula mesin gas (gas engine), generator listrik, pemanfaatan kembali panas, dan sambungan listrik, yang tergabung menjadi suatu integrasi. Mesin gas yang bekerja berbasiskan siklus Otto juga menjadi alternatif untuk sistem kogenerasi. Teknologi kogenerasi yang sudah mapan dan efisiensi termal yang lebih besar akan sangat menguntungkan bila kebutuhan energi listrik lebih besar daripada sumber panas untuk proses yang lain. Pertimbangan yang menyeluruh sangat perlu dilakukan untuk mendapatkan sistem kogenerasi yang tepat untuk bandara udara.
untuk pembangunan sistem pembangkit mandiri untuk bandara udara. Green airport harus diwujudkan dari berbagai aspek baik itu arsitek, konstruksi bangunan maupun utilisasi energi di gedung, terminal, dan perkantorannya. Untuk utilisasi energinya secara umum, sistem kogenerasi sangat penting dikaji dari berbagai aspek baik kehandalan dan efisiensi pemanfaatan bahan bakar serta tingkat emisi lingkungan yang mungkin ditimbulkan. Gambar 1 memberikan ilustrasi pemanfaatan bahan bakar untuk menghasilkan daya listrik dan menghasilkan air dingin yang dialirkan ke AHU (Air Handling Unit) dan FCU (Fan Coil Unit). Sumber energi panas sistem terdiri atas energi gas buang dan panas dari jaket air pendingin mesin. Radiator akan di-bypass ketika chiller absorpsi beroperasi. Kapasitas chiller yang dihasilkan bergantung pada teknologi chiller dan kinerja dan kapasitas mesin gas yang digunakan serta rasio beban operasi generator. Chiller efek ganda dapat menghasilkan kapasitas pendinginan lebih besar karena kinerjanya lebih tinggi. Efisiensi penggerak mula yang lebih rendah akan memberikan energi termal buang yang lebih besar sehingga sumber panas chiller lebih besar dan kapasitas pendinginan juga meningkat. Sebaliknya bila efisiensi penggerak mula yang lebih besar layanan pendinginan untuk chiller yang dapat diberikan menjadi semakin kecil.
Kogenerasi Mesin Gas Mandiri Sistem pembangkit daya mandiri sangat menarik untuk dikaji bila kebutuhan listrik, panas dan dingin terjadi pada sistem layanannya. Sistem ini juga butuh dukungan sumber energi primernya sehingga dapat beroperasi. Sesuai dengan fokus pada topik ini untuk bandara udara, masalah lahan untuk sistem pembangkit tidak akan menjadi masalah. Masalah yang lain adalah ketersediaan bahan bakar untuk sistem pembangkit. Untuk kepraktisan dan lingkungan yang bersih ketersediaan bahan bakar gas sudah menjadi suatu keharusan
Gambar 1. Sistem kogenerasi mesin gas Profil penggunaan energi akan menentukan kecocokan sistem kogenerasi mandiri yang akan dipilih. Komposisi kebutuhan energi bandara udara akan berbeda dengan kebutuhan energi pada hotel. Hal ini bergantung jenis peralatan listrik yang digunakan serta tingkat huniannya serta skedul penggunaanya dari pagi sampai malam TI-06
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
yang juga berbeda dengan gedung lainnya. Sistem kogenerasi mandiri untuk beban listrik yang lebih kecil dari kapasitas pendinginan chiller absorpsi, kebutuhan penggunaan chiller mekanikal akan mempertemukan keseimbangan beban tersebut. Ada dua sumber panas yang mungkin dimanfaatkan dari mesin gas yaitu gas buang dari proses pembakaran dan panas dari air pendingin yang digunakan untuk mendinginkan ruang bakar. Dengan orde efisiensi mesin gas 40%, panas yang dibuang sekitar 60% yang terurai atas beberapa bentuk kerugian seperti cerobong 23,1%, air pendingin radiator 36,7% serta rugi-rugi lewat dinding-dinding mesin yang langsung kontak dengan udara kurang dari 1%. Demikian juga skedul beban listrik dari masing-masing utilisasi energi tersebut akan berbeda antara peruntukan sebuah gedung dengan yang lainnya. Gambar 2 memberikan sebuah ilustrasi tentang profil beban listrik dan HVAC di bandara udara. Skedul penggunaan beban ini diasumsikan sama dengan kajian yang telah dilaporkan pada paper [4].
data-data ekonomi yang digunakan dalam kajian ini. Untuk melihat keunggulan antara kedua sistem, kajian teknis lainnya dan kajian ekonomi dan termal juga harus disertakan. Tabel 1. Data utama kajian ekonomi No Parameter Kuantitas 1 Harga Listrik Rp1400,00/kWh 2 Harga Air Rp15000,00 /m3 Harga Bahan 3 Bakar Gas per Rp91000,00 MMBtu Mesin Gas + 4 Generator per Rp6110000,00 kWe 5 Genset per kWe Rp6500000,00 OpHar Mesin Gas + Generator 6 Rp100,00/kWh (kecuali bahan bakar) Chiller 7 Rp4550000,00/TR Sentrifugal Chiller Absorpsi 8 Rp10400000,00 per TR HVAC (kecuali 9 Chiller + Menara Rp2000000,00/TR Pendingin) Menara Pendingin 10 (termasuk pompa Rp1750000,00./TR + pemipaan) OpHar HVAC (kecuali 11 Rp25,00 /TR-jam listrik/bahan bakar + chiller) OpHar Chiller Absorpsi (kecuali 12 Rp30,00/TR-jam bahan bakar dan listrik) OpHar Chiller 13 Sentrifugal Rp65,00/TR-jam (kecuali listrik) Harga Gedung 14 Rp4000000,00 Mesin per m2 Umur Ekonomi 15 15 tahun Mesin Umur Ekonomi 16 20 tahun Gedung 17 Suku Bunga 0,12 Jumlah Hari 18 365 hari Operasi Setahun
Prosentase Penggunaan, %
120 100 80
HVAC Lampu E-Aux
60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112131415161718192021222324 Waktu, jam
Gambar 2. Skedul penggunaan peralatan [4] Data Ekonomi dan Teknis Dalam kajian ini pendekatan dan asumi yang sama dengan paper [4] juga digunakan. Biaya operasi tahunan diuraikan atas biaya operasi yang terdiri atas biaya bahan bakar, biaya listrik, dan biaya operasi atas upah tenaga kerja untuk pengoperasian sistem kogenerasi, serta biaya operasi atas biaya penyediaan air bersih penambah menara pendingin. Biaya peralatannya ditentukan dengan mengambil nilai kurs US $1 = Rp13.000,00 dan mengacu kondisi ekonomi akhir tahun 2014. Tabel 1 memberikan rincian TI-06
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
gas, sehingga potensi pemanfaatan panas buangnya pun menjadi berbeda. Kajian energi dilakukan dalam studi ini dengan mengevaluasi pemanfaatan bahan bakar pada sistem kogenerasi yang jadi obyek studi ini. Dengan demikian, efisiensi pemanfaatan bahan bakar dapat didefinisikan dengan persamaan (1).
Dalam kajian energi, sejumlah pendekatan yang sama dengan paper [4] juga digunakan, yaitu daya listrik di luar sistem HVAC, konsumsi daya spesifik peralatan menara pendingin, konsumsi air penambah, serta kebutuhan daya chiller absorpsi sebagaimana dirinci pada Tabel 2.
Tabel 2. Data teknis sistem kogenerasi No Parameter Kuantitas Daya Listrik non 1 2500 kWe HVAC 2 Daya Listrik Total 6450 kWe Beban Pendinginan 3 5000 TR Maksimum Daya Listrik Chiller 4 0,03 kW/TR Absorpsi Daya Listrik Chiller 5 0,65 kW/TR Sentrifugal Daya Listrik HVAC 6 (AHU, FCU, sirkulasi 0,2 kW/TR air dingin) Daya Listrik Menara 0,085 7 Pendingin kW/TR Air Penambah Menara 0,25 8 Pendingin lpm/TR
Qbb Qrugi Qbb
100% ...................(1)
dimana Qbb adalah energi yang dihasilkan dari bahan bakar, Qrugi adalah kerugian energi pada sistem kogenerasi. Kajian LCC memasukkan biaya operasi, investasi dan perawatan dengan penyertaan nilai waktu atas uang (bunga). Kajian ini sama dengan metode yang telah diaplikasikan untuk kogenerasi turbin gas pada paper [4]. Oleh karena itu kajian ini dapat dijadikan pembanding antara sistem konvensional dengan sistem kogenerasi, berbagai parameter ekonomi terkait akan disertakan dalam kajian ekonomi ini. Dalam hal tertentu karena biaya investasi sama antara dua alternatif, biaya ini dapat dieliminasi dalam perhitungan bila hanya ingin tahu perbandingan solusi ataupun sistem alternatif. Secara umum LCC tahunan dapat dihitung dengan persamaan (2). LCC I thn Othn M thn ...........(2)
Kajian Kelayakan Ada 2 kajian yang dibahas pada paper ini yaitu kajian energi dan kajian ekonomi dengan metode Life Cycle Cost (LCC). Untuk melihat keunggulan dan juga kelemahan sistem kogenerasi, sistem konvensional penggunaan energi yang bergantung penuh pada pasokan listrik dari perusahaan listrik dijadikan sebagai pembandingnya. Kajian energi untuk mengevaluasi efisiensi pemanfaatan bahan bakar dari sistem kogenerasi yang berbasiskan mesin gas. Oleh karena itu, efisiensi pemanfaatan bahan bakar yang tinggi akan menjadi sasaran dalam pengembangan sistem kogenerasi. Sedangkan kajian ekonomi dilakukan untuk melihat prospek penerapannya dari aspek ekonomi. Kajian ini mengikuti metode yang sama dilakukan pada paper [4] dan dengan datadata yang banyak sama, tetapi sistem penggerak mulanya yang berbeda yakni mesin
dimana Ithn: biaya investasi awal yang setiap tahun harus dibayar dengan memasukkan suku bunga, Othn: biaya operasi yang harus dibayar setiap tahunnya dan Mthn: biaya perawatan setiap tahun termasuk penggantian suku cadang. Dalam kajian ini biaya operasi tahunan diuraikan atas biaya operasi atas biaya bahan bakar, biaya listrik, dan biaya operasi atas upah tenaga kerja untuk pengoperasian sistem kogenerasi, serta biaya operasi atas biaya untuk penyediaan air bersih untuk penambah menara pendingin. Untuk memperoleh LCC tahunan, baik biaya operasi dan pemeliharaan (OpHar) juga didekati dengan biaya pengeluaran seragam sepanjang umur ekonomi sistem kogenerasi itu. Biaya investasi yang dikeluarkan di awal juga harus diubah menjadi biaya investasi tahunan dengan mengambil suku bunga konstan sehingga besarnya konstan sepanjang umur ekonominya. Biaya investasi tahunan TI-06
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
dihitung dengan persamaan (3) yang memasukkan nilai waktu atas penggunaan uang. ..................(3) i (1 i ) n I thn I awal n (1 i ) 1 dimana i: suku bunga, n: umur ekonomi (tahun), i: suku bunga per tahun dan Iawal: nilai investasi awal. Dengan sistem n+1 yang telah ditetapkan dalam studi ini, kapasitas yang dipilih akan menentukan jumlah serta rasio beban generator. Rencana pengembangan harus juga menjadi bagian pertimbangan dalam studi sehingga ketika kondisi akhir telah tercapai maka aktual LCC dapat menjadi lebih rendah. Berdasarkan data-data beban dan teknis serta konfigurasi yang telah dipilih sebagaimana disajikan pada Tabel 3 dan 4, kajian ekonomi yang berbasiskan LCC tahunan dapat dilakukan. Data pada Tabel 3 merupakan data dan estimasi yang mengacu kondisi yang ada di lapangan.
kg/jam, maka potensi pemanfaatan panas untuk chiller adalah: Q m c (T T ) ...................(4) g
1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter Kapasitas Total Chiller Sentrifugal Beban Pendinginan Menara Pendingin Kapasitas Total Menara Pendingin Total Daya Listrik HVAC (Maksimum) Total Daya Listrik non HVAC (Maksimum) Total Daya Listrik Luas Ruang Mesin Luas Lahan yang dibutuhkan
g ,i
g ,e
1325 kg/jam 1,003 kJ/kg o C (425 - 120)o C 1471 kW
Sedangkan panas buang lewat air pendingin mesin dengan debit aliran 130,3 m3/jam dan temperatur dari 90oC turun menjadi 70oC. Pada tingkat keadaan ini massa jenis air adalah 971,77 kg/m3 serta panas jenis air adalah 4,197 kJ/kgoC, sehingga panas yang dapat dimanfaatkan untuk chiller adalah: Q m c (T T ) .................(5) a
p
a ,i
a ,e
130,3 m /jam 4,197 kJ/kgo C (90- 70)o C 3
2952kW
Total panas yang dapat dimanfaatkan merupakan jumlah panas dari air dan gas buang dan besar menjadi 4424 kW. Dengan Chiller yang cocok untuk kondisi ini adalah chiller efek tunggal sehingga COP-nya adalah 0,85. Kapasitas maksimum chiller yang digerakkan dari panas buang untuk kondisi mesin gas beban maksimum adalah 1070 TR. Dengan pendekatan sebanding dengan rasio beban generator, untuk rasio beban 67% kapasitas chiller yang digerakkan oleh panas buang adalah 717 TR, sehingga kapasitas chiller yang dipilih menjadi 700 TR.
Tabel 3. Data teknis sistem konvensional [4] No
p
Nilai 6400 TR 6800 TR 8000 TR 4828 kW
Tabel 4. Data teknis sistem kogenerasi 2472 kW
No
7300 kW
1
2
336 m
2 2
1232 m
3 4
Spesifikasi mesin gas dan chiller yang digunakan dalam studi ini mengacu pada produk-produk yang mudah diperoleh di pasaran sesuai dengan konfigurasi operasi yang diinginkan dalam studi ini [5 - 8]. Mesin gas dengan daya 3300 kWe dipilih sebagaimana diberikan pada Tabel 4. Pada kondisi operasi maksimum, panas buang lewat gas buang dengan temperatur buang 425oC dan batas temperatur bawah dibatasi 120oC serta laju aliran gas buang 1325
5 6 7 8 9 10 TI-06
Parameter Mesin Gas + Generator (Operasi) Mesin Gas + Generator (Standby) Daya Generator Jumlah Chiller Absorpsi (Operasi) Jumlah Chiller Absorpsi (Standby) Kapasitas Chiller Absorpsi Jumlah Chiller Sentrifugal (Operasi) Jumlah Chiller Sentrifugal (Standby) Kapasitas Chiller Sentrifugal Efisiensi (Mesin Gas +
Nilai 3 unit 1 unit 3300 kWe 3 unit 0 700 TR/unit 4 unit 1 unit 900 TR/unit 0,40
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
No
Parameter Generator)
Nilai
11
0,975
16
Koreksi Kondisi ISO Rasio Beban Generator Normal Rasio Beban Generator Darurat Kapasitas Total Menara Pendingin Chiller Absorpsi Kapasitas Total Menara Pendingin Chiller Sentrifugal Daya Listrik HVAC
17
Konsumsi Bahan Bakar
12 13 14
15
18
Luas Ruangan Mesin
pembangkit daya sentral yang dibeli dari perusahaan listrik. Sistem ini yang kebanyakan digunakan di bandara udara Indonesia. Pemanfaatan bahan bakar yang berbasiskan bahan bakar gas pada PLTGU mempunyai efisiensi maksimum di kisaran 48 - 50%. Sedangkan untuk sistem dengan PLTMG berkisar pada order 40%. Demikian juga untuk sistem dengan PLTG efisiensi termalnya akan kurang dari 35%. Hasil kajian yang sama dengan paper [4] diberikan pada Tabel 5 dengan LCC tahunan Rp81,13 Milyar.
0,67 1,00 2380 TR
1125 TR 3964 kWe 357455 MMBtu/ Tahun 609 m2
Tabel 5. LCC tahunan sistem konvensional No 1 2
Konfigurasi sistem kogenerasi mesin gas dan chiller sebagaimana diberikan pada Tabel 4, ada 3 unit pasangan mesin gas generator dan chiller yang beroperasi, tetapi karena harga chiller absorpsi jauh lebih mahal dari chiller sentrifugal, sehingga sebuah chiller sentrifugal yang disediakan untuk kondisi standby. Sedangkan untuk pasangan mesin gas dan generator harus ada satu standby, dan konsep n+1 juga harus dipenuhi demi kehandalan sistem pembangkitan listrik yakni hanya 2 mesin gas generator beroperasi sudah bisa melayani beban yang maksimum yang ada, tetapi 3 mesin gas generator dioperasikan. Chiller sentrifugal tetap dibutuhkan karena dengan pemanfaatan panas buangan dari mesin gas, kapasitas chiller absorpsi yang digerakkannya tidak mencukupi.
3
4 5 6 7 8 9
Rincian Biaya Biaya Chiller Sentrifugal Biaya Investasi Menara Pendingin Biaya Investasi HVAC (kecuali Chiller+Menara Pendingin) Biaya Investasi Genset (backup) Biaya Listrik HVAC setahun Biaya Listrik non HVAC OpHar HVAC (kecuali listrik) Biaya Air setahun Biaya Gedung setahun Total
LCC tahunan, Rp 4.275.521.859 2.055.539.355
1.468.242.396
6.993.532.183 36.019.776.800 22.036.875.000 2.398.050.000 5.707.359.000 179.933.080 81.134.829.673
Dengan menggunakan sistem pembangkitan daya mandiri dengan basis mesin gas untuk bandara udara, LCC tahunan yang harus dibayar sebesar Rp63,52 Milyar menjadi lebih rendah dari sistem konvensional. Hasil lebih rinci diberikan pada Tabel 6.
Hasil dan Analisis Sebagaimana telah dibahas pada paper [4] tentang hasil sistem energi konvensional, hasil yang sama juga ditampilkan pada paper ini. Untuk sistem kogenerasi, sistem yang digunakan pada sistem ini baik kapasitas chiller dan jenis penggerak mula yang berbeda sebagaimana ilustrasi skematik yang telah diberikan pada gambar 1. Sistem utilisasi energi konvensional ini merupakan sistem energi di bandara udara yang kebutuhan energinya dipasok oleh sistem
Tabel 6. LCC tahunan kogenerasi mesin gas No 1 2 3 TI-06
Rincian Biaya Investasi Chiller Absorpsi Investasi Chiller Sentrifugal Investasi Menara
LCC tahunan, Rp 3.206.641.394 2.404.981.045 611.773.477
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
No
Rincian Biaya Pendingin Investasi Mesin Gas + Generator Biaya Bahan Bakar OpHar Mesin Gas + Generator (kecuali bahan bakar) OpHar HVAC (kecuali listrik dan bahan bakar) Biaya Air Penambah Investasi Ruang Mesin Total
4 5 6
7 8 9
ini sekitar Rp1400,00 dan harga gas alam di industri sekitar Rp90.000,00, LCC sistem konvensional lebih besar sekitar 40% dibanding dengan sistem kogenerasi mesin gas. Jadi potensi keuntungan ekonomi yang besar dapat direalisasikan dengan migrasi ke sistem kogenerasi mesin gas. Negara-negara yang punya harga listrik yang lebih mahal dari Indonesia dan harga bahan bakar gas selama dalam orde kisaran harga internasional, keuntungan yang lebih beasr akan diperoleh bila menggunakan sistem kogenerasi mesin gas. Oleh karena itu, negara-negara maju seperti Jepang dan Inggris memberikan perhatian yang sangat besar pada sistem kogenerasi karena ada keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan ataupun migrasi ke sistem kogenerasi, baik itu dilakukan pada industri, gedung komersial maupun kampus. Perbandingan kebutuhan ruang dan air antara sistem kogenerasi dan non kogenerasi diberikan pada Tabel 7. Secara umum sistem kogenerasi akan membutuhkan ruangan lebih besar dan juga jumlah air pendinginan lebih banyak, tetapi daya listrik non kogenerasi butuh 25% lebih besar.
LCC tahunan, Rp 11.841.668.576 32.528.411.857 4.190.565.000
1.471.325.720 6.773.292.225 185.054.187 63.519.474.961
Untuk menyingkapi kompetisi antara sistem konvensional dan sistem kogenerasi mesin gas, simulasi dengan variasi harga listrik dan harga gas sangat penting dilakukan. Gambar 3 memberikan informasi hasil LCC atas variasi harga listrik untuk sistem konvensional dan variasi harga bahan bakar gas untuk sistem kogenerasi mesin gas. Harga listrik divariasikan dari Rp1000,00/kWh sampai dengan Rp2500,00/kWh dengan inkremen Rp100,00/kWh dan harga gas Rp50.000,00/MMBtu sampai dengan Rp200.000,00/MMBtu dengan inkremen Rp10.000,00/MMBtu. Hasil LCC menunjukkan membesar dengan kenaikan baik harga listrik maupun harga gas. 140
Milyar Rp/tahun
120
Tabel 7. Perbandingan teknis dan kinerja No Parameter Konvensional Kogen 1
2
Konvensional Kogenerasi Mesin Gas
100
3
80 60
Chiller Absorpsi Chiller Mekanikal Efisiensi Bahan Bakar
0%
50%
100%
50%
30-40%
84,5%
4
Mesin Utama
100%
200%
5
OpHar
100%
230%
6
Rumah Mesin
100%
181%
7
Air Penambah
100%
119%
8
Daya listrik
122%
100%
40 20 0
Gambar 3. Perbandingan LLC Harga listrik listrik mempunyai pengaruh yang besar terhadap LCC sistem konvensional dan juga harga bahan bakar gas punya pengaruh yang besar terhadap LCC sistem kogenerasi. Untuk kondisi harga listrik tahun
Dari hasil yang disajikan pada Gambar 4 dan 5, dapat diketahui bahwa perbandingan profil antara sistem konvensional dan sistem TI-06
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015
kogenerasi. Biaya listrik yang sangat besar bila menggunakan sistem konvensional dan biaya bakar juga dominan pada sistem kogenerasi. 7,0%
• Sistem kogenerasi mesin gas n+1 memberikan kehandalan dalam penyediaan listrik, walaupun investasi yang lebih dibutuhkan dari sistem n. • LCC tahunan untuk kogenerasi mesin gas sebesar Rp63,52 Milyar dan lebih murah dibandingkan dengan sistem konvensional sebesar Rp81,13 Milyar dengan pada harga listrik Rp1400,00/kWh dan bahan bakar gas sebesar Rp91.000,00/MMBtu • Sistem kogenerasi mesin gas butuh ruang yang jauh lebih besar dan Jumlah peralatan utama lebih banyak.
3,0%
18,5% 71,6%
Listrik Investasi Air Lain-lain
Ucapan Terima Kasih Terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Achmad dkk PT Angkasa Pura II atas informasi tentang bandara udara Kualanamu, Sumatera Utara, serta Dr. Ir. Nanang Hariyanto dkk STEI ITB yang telah mengajak penulis dalam pekerjaan kogenerasi pembangkitan listrik.
Gambar 4. Profil biaya sistem konvensional
8,9%
Bahan Bakar Investasi Air Lain-Lain
10,7%
29,2%
Daftar Pustaka [1] A. Campos Celador, A. Erkoreka, K. Martin Escudero, J. M. Sala, Feasibility of small-scale gas engine-based residential cogeneration in Spain, Energy Policy 39 (2011), 3813–3821 [2] Irwin Stambler, 4.6 MW plant with an indirect fired 2600 ton chiller at 76.8% efficiency, Gas Turbine World: AugustSeptember 2004, 14 - 17 [3] Martin Schneider, Smart Cogeneration Plant with High Efficient Gas Engine, PowerGen Europe, Vienna, 2013 [4] I Made Astina dan Arief Hariyanto, Kajian Kelayakan Sistem Kogenerasi Turbin Gas Bandara Udara, Prosiding KNEP VI (2015), 9-20 [5] GE Power & Water Distributed Power, Jenbacher type 6, brosur [6] http://www.thermaxindia.com/Absorption -Cooling/Products/Vapour-AbsorptionMachines/Triple-Effect-Chiller.aspx [7] BROAD X Absorption Chiller Model Selection & Design Manual [8] Liang Chi Cooling Tower, Catalog
51,2%
Gambar 5. Profil biaya kogenerasi mesin gas Kesimpulan Dari kajian yang telah diberikan pada pembahasan sebelumnya, beberapa kesimpulan dapat dihasilkan. • Usaha dan upaya yang berkelanjutan selaras dengan paradigma konservasi energi dalam pengembangan sistem kogenerasi sangat penting dilakukan di Indonesia. • Studi kelayakan dengan pembandingan sistem energi konvensional dan sistem kogenerasi mesin gas untuk bandara udara telah dilakukan dan kajian meliputi kajian energi, teknis dan LCC tahunan. • Sistem kogenerasi mesin gas memberikan keunggulan dalam pemanfaatan bahan bakar yang efisien dan keuntungan ekonomi yang juga berarti dibanding dengan sistem konvensional yang bergantungan pada sistem pembangkitan tenaga listrik sentral. TI-06