Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
PENINGKATAN PRODUKSI JAGUNG MANIS DAN SERAPAN NUTRISI JERAMI DENGAN PEMUPUKAN ORGANIK, ANORGANIK DAN HAYATI Dwi Retno Lukiwati, Budi Adi Kristanto dan Surahmanto Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus UNDIP Tembalang, Semarang. Telp. /HP: 08156660889, E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pupuk kandang dikombinasikan dengan pupuk anorganik (N, P) dari sumber berbeda dan inokulasi cendawan mikoriza arbuskular (CMA) sebagai upaya untuk peningkatan produksi tanaman pangan di tanah masam. Percobaan lapang telah dilaksanakan pada tanah masam, rendah ketersediaan N dan P. Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi pengaruh pupuk N dan P dari sumber berbeda dikombinasikan dengan pupuk kandang (pukan), pukan ‘plus’ (pukan + P) dan inokulasi CMA terhadap produksi jagung manis dan serapan nutrisi jerami. Rancangan acak kelompok dengan 8 perlakuan dan 3 kelompok ulangan digunakan dalam percobaan ini. Perlakuan yang diberikan adalah T1 (pukan + RP + amonium sulfat), T2 (pukan + SP + urea), T3 (pukan + RP + amonium sulfat + CMA), T4 (pukan + SP + urea + CMA), T5 (pukan‘plus’ + amonium sulfat), T6 (pukan‘plus’+ urea), T7 (pukan‘plus’+ amonium sulfat + CMA), T8 (pukan ‘plus’ + amonium sulfat + CMA), Ukuran petak yang digunakan 3m x 3m, dosis pupuk 200 kg N/ha, 66 kg P/ha, dan inokulum CMA sesuai perlakuan yang telah ditentukan. Semua petak penelitian dipupuk KCl (125 kg K/ha). Jagung manis dipanen pada umur 70 hari sesudah tanam. Jerami jagung dipotong, kemudian ditimbang dan di analisis kadar air, N dan P untuk mendapatkan data produksi bahan kering, serapan N dan P jerami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi jagung manis, dan kualitas jerami nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan. Kombinasi pukan (T1, T2) maupun pukan ‘plus’ dengan jenis pupuk N dan P berbeda (T5, T6) menghasilkan produksi jagung dan kualitas jerami tidak berbeda. Demikian pula kombinasi pukan (T3, T4) maupun pukan ‘plus’ (T7, T8) dengan jenis pupuk N dan P berbeda serta di inokulasi CMA menghasilkan produksi jagung manis dan kualitas jerami tidak berbeda. Kombinasi pukan ‘plus’ dengan jenis pupuk N dan P berbeda serta di inokulsi CMA, menghasilkan produksi jagung dan kualitas jerami nyata lebih tinggi dibanding pukan (T1). Pukan ‘plus’ dikombinasikan pupuk inorganik dan inokulasi (T7, T8) maupun tanpa CMA (T5, T6), menghasilkan produksi jagung manis, produksi BK, serapan N dan P lebih tinggi dibanding T1. Oleh karena itu, pukan maupun pukan ‘plus’ dapat meningkatkan produksi jagung manis, produksi BK, serapan N dan P jerami pada tanah masam, jika di kombinasikan dengan pupuk anorganik. Kata kunci: cendawan mikoriza, fosfor, nitrogen, Zea mays saccharata PENDAHULUAN Jagung sebagai salah satu komoditas unggulan Jawa Tengah dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan dan mendukung ketahanan pangan nasional. Tanah tropika pada umumnya kekurangan fosfor dan nitroegn, sehingga pemupukan perlu dilakukan untuk mengatasinya. Pupuk superfosfat (SP) selama ini digunakan untuk Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
mengatasi masalah kekurangan unsur hara P dilahan tidak subur (Lukiwati 2002, Kasno et al., 2006). Pupuk SP merupakan hasil reaksi antara batuan fosfat dengan asam sulfat, larut dalam air, sehingga dapat diabsorbsi oleh akar tanaman. Sedangkan pupuk BP tidak larut dalam air sehingga lambat tersedia bagi akar tanaman. Oleh karena itu tanaman yang dipupuk SP hasilnya lebih tinggi dibanding jika dipupuk BP, sebagai contoh produksi jagung var. Bisma lebih tinggi dengan pemupukan SP dibanding BP pada dosis pemupukan yang sama (Lukiwati, 2002). Namun mahalnya harga pupuk SP, menyebabkan perlunya dicari upaya untuk memanfaatkan pupuk P alam yaitu BP (27 persen P2O5). Harga pupuk BP lebih murah dan tersedia tambang BP misalnya di Ciamis, Sukabumi, Cirebon, Pati, Tuban dan Magelang. Penggunaan pupuk BP di Indonesia mencapai 13.000 ton (tahun 1980) dan 69.000 ton (tahun 1998) terutama dikonsentrasikan pada tanaman perkebunan (Maene, 2001). Pupuk BP berasal dari fosfat alam digiling halus, mengandung trikalsium fosfat atau Ca3 (PO4)2 dengan kadar 12-27 persen P2O5 dan tidak larut dalam air, tetapi larut dalam asam (Dierolf et al., 2001; Lukiwati et al., 2001). Nassir (2001) melaporkan bahwa satu kali pemberian pupuk BP dengan dosis 80-360 kg P2O5/ha, dapat meningkatkan produksi jagung setara atau bahkan lebih tinggi dibanding pemupukan SP. Efisiensi pemupukan P untuk produksi biji jagung tertinggi dicapai pada dosis 66 kg P/ha atau 150 kg P2O5/ha (Lukiwati, 2002). Pupuk ZA (zwavelzuur amonia) atau amonium sulfat (21 persen N dan 24 persen S) sebagai salah satu jenis pupuk nitrogen bersifat asam, sehingga dapat membantu meningkatkan kelarutan pupuk BP. Hasil penelitian Lukiwati et al. (2001) menunjukkan bahwa kombinasi pemupukan BP + ZA menghasilkan produksi dan kualitas rumput setaria gajah (Setaria splendida) setara dengan pemupukan SP + urea. Dilaporkannya pula bahwa kombinasi pemupukan BP + ZA mampu menghasilkan produksi dan kualitas rumput setaria lebih tinggi dibanding tanpa pemupukan maupun pemupukan tunggal urea atau superfosfat. Pupuk kandang ‘plus’ (BP + tepung cangkang kerang + pupuk kandang) dapat meningkatkan produksi jagung manis dan serapan nutrisi apabila dikombinasikan dengan pupuk anorganik NP (Lukiwati et al., 2010). Dinamika fosfor dalam tanah sangat komplek, karena melibatkan proses kimia maupun biologi (Bationo & Kumar, 2002). Respon tanaman terhadap aplikasi pupuk P dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tanaman maupun pupuk P yang digunakan serta ada tidaknya cendawan mikoriza efektif sebagai pupuk hayati di dalam tanah. Smith & Smith (1995) menjelaskan bahwa hifa eksternal cendawan mikoriza vesikular-arbuskular (MVA) berperan meningkatkan efisiensi tanaman dalam mengabsorbsi dan translokasi unsur-unsur hara terutama P. Tiga faktor utama yang menentukan keberhasilan inokulasi MVA di lapang maupun pada penelitian di rumah kaca tanpa sterilisasi tanah yaitu (1) ketergantungan tanaman terhadap MVA, (2) efektivitas spora MVA-indigenous maupun inokulum yang di introduksikan serta (3) status hara tanah terutama fosfor. Telah banyak dibuktikan bahwa ’crude inoculum’ lebih efektif untuk kolonisasi akar dan produksi spora di lapang dibanding bentuk inokulum lainnya. Hal ini disebabkan karena ‘crude inoculum’ adalah tanah media Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
perbanyakan inokulum MVA, mengandung bermacam-macam bentuk propagul (spora dan hifa eksternal) maupun akar yang terkoloni MVA yang mampu meningkatkan persentase kolonisasi akar (Sylvia & Jarstfer, 1994). METODE Penelitian lapang telah dilaksanakan selama 3 bulan di tanah masam, pada ketinggian 650 m diatas permukaan laut. Materi penelitian yang digunakan meliputi benih jagung manis (Zea mays saccharata), pupuk kandang (pukan), pukan ‘plus’, inokulum cendawan mikoriza arbuskular (CMA) berupa ‘crude inoculum’, pupuk P (superfosfat, batuan fosfat), pupuk N (urea, amonium sulfat/ZA), dan KCl. Pupuk kandang (pukan) dibuat dari dekomposisi feses sapi bercampur urin dan sisa pakan, sedangkan pukan ‘plus’ adalah hasil dekomposisi campuran bahan pukan dengan batuan fosfat selama satu bulan. Jenis pupuk N (urea, amonium sulfat) dan P (SP-18, BP-27) digunakan dalam penelitian ini, masing-masing dengan dosis 200 kg N/ha, 66 kg P/ha atau 150 kg P2O5/ha, dan 125 kg K/ha atau 150 kg K2O/ha. Dosis pukan dan pukan ‘plus’masing-masing 1 ton/ha. Cara pemupukan pukan, pukan ‘plus’, N dan P secara tugal pada masing-masing petak sesuai perlakuan. Semua petak mendapat pemupukan KCl dan diberikan bersamaan waktu tanam. Tanam benih jagung secara tugal sebanyak 3 benih per lubang tanam dengan jarak tanam 1 m x 0,5 m. Ketika jagung berumur 4 minggu dijarangkan hingga tinggal 2 tanaman per lubang tanam. Inokulum CMA sebanyak 50 gram/ petak diberikan bersamaan waktu tanam. Perlakuan yang diberikan adalah T1 (pukan+BP+ZA), T2 (pukan+SP+urea), T3 (pukan+BP+ZA+CMA), T4 (pukan+SP+urea+CMA), T5 (pukan‘plus’+ZA), T6 (pukan ‘plus’+urea), T7 (pukan‘plus’+ZA+CMA), T8 (pukan ‘plus’+urea+CMA). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan 8 perlakuan dan 3 kali ulangan sebagai kelompok, sehingga terdapat 24 petak percobaan. Panen jagung manis dilakukan pada umur 70 hari setelah tanam, dan petak sampel seluas 1 m2. Selanjutnya jerami dipotong dan ditimbang untuk di analisis kadar air, N dan P untuk mendapatkan data produksi bahan kering, serapan N dan P jerami (Islam et al., 1992). Data hasil penelitian dianalisis ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan, dan dilanjutkan uji DMRT untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan terhadap parameter yang diamati. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Jagung Manis Hasil uji DMRT menunjukkan bahwa kombinasi pukan ‘plus’ dengan urea dan CMA (T8) menghasilkan produksi jagung berklobot maupun tanpa klobot berbeda tidak nyata dibanding (T7), namun nyata lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya. Sedangkan perbandingan antar perlakuan T1–T7, masing-masing tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 1). Perlakuan T8 (pukan‘plus’+urea+CMA) merupakan kombinasi pemupukan pukan plus+urea dan inokulasi MVA. Pukan plus mengandung P tersedia lebih tinggi dibanding pukan, karena adanya penambahan BP ketika proses pengomposan, dan cendawan MVA lebih responsif terhadap BP dibanding sumber Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
pupuk P lainnya (Dodd et al., 1990; Lukiwati, 2007). Sedangkan SP termasuk pupuk P larut dalam air, sehingga cepat tersedia bagi tanaman. Dengan demikian, dosis P pada T8 lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya, sehingga menghasilkan produksi jagung nyata lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya kecuali terhadap T7. Tabel 1. Produksi Jagung Manis dengan Berbagai Perlakuan Pemupukan Perlakuan
Jagung + Klobot
Jagung tanpa Klobot
2
T1 : Pukan+BP + ZA
kg/m 1,18 b*
ton/ha 11,80
kg/m2 0,90 b*
ton/ha 9,00
T2 : Pukan+SP + urea
1,22 b
12,22
0,94 b
9,40
T3 : Pukan + BP+ZA+ CMA
1,31 b
13,10
1,00 b
10,00
T4 : Pukan + SP+urea+ CMA
1,25 b
12,50
0,96 b
9,60
T5 : Pukan ‘plus’ + ZA
1,31 b
13,10
1,00 b
10,00
T6 : Pukan ‘plus’ + urea
1,32 b
13.20
1,01 b
10,10
T7 : Pukan ‘plus’ +ZA+CMA
1,53 ab
15,30
1,17 ab
11,70
T8 : Pukan ‘plus’ +urea+CMA 1,71 a 17,10 1,31 a * Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
13,10
Ketersediaan unsur hara P pada perlakuan T7 diduga tidak berbeda dibanding T8, karena merupakan kombinasi pukan plus+ZA dan inokulasi MVA. Kelarutan P pada kombinasi BP+ZA setara dengan SP+urea (Lukiwati et al., 2001), dan cendawan MVA lebih responsif terhadap BP. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Lukiwati dan Simanungkalit (2001), bahwa pupuk BP dapat menggantikan pupuk SP apabila BP dikombinasikan dengan inokulasi cendawan mikoriza. Secara umum pemberian pupuk organik (pukan, pukan ‘plus’) dengan berbagai kombinasi perlakuan P (SP, BP) dan N (ZA, urea), tidak berbeda pengaruhnya dalam menghasilkan produksi jagung. Demikian juga inokulasi cendawan MVA dengan berbagai kombinasi perlakuan pupuk NP + pupuk organik (pukan, pukan plus), menghasilkan produksi jagung tidak berbeda pada periode tanam pertama. Kombinasi pemupukan P dan inokulasi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, terutama apabila unsur hara P sebagai faktor pembatas produksi tanaman (Dodd et al., 1990). Semua perlakuan diberi pemupukan P (BP, SP) dengan dosis sesuai kebutuhan tanaman jagung manis yaitu 150 kg P2O5/ha (Lukiwati & Simanungkalit, 2003). Disamping itu, pemberian pukan pada tanaman jagung sesuai saran Hartatik dan Widowati (2006), yaitu antara 1-2 ton/ha. Pupuk kandang termasuk pupuk organik yang berperan terutama dalam memperbaiki sifat fisik atau kesuburan fisik tanah, dan bersifat lambat tersedia. Dengan demikian unsur-unsur hara yang terkandung dalam pupuk kandang tersedia sedikit demi sedikit, dan dalam jangka waktu lama. Dijelaskan pula bahwa pengaruh pemberian pupuk kandang umumnya terlihat terutama pada musim tanam kedua. Smithson dan Giller (2002) menyatakan bahwa kombinasi pupuk organik–anorganik diperlukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan di daerah tropika. Kombinasi pemupukan P dan inokulasi mikoriza dapat meningkatkan
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
pertumbuhan tanaman, terutama apabila unsur hara P sebagai faktor pembatas produksi tanaman (Dodd et al., 1990). Kombinasi pemupukan SP+urea tidak berbeda nyata dibanding kombinasi BP+ZA dalam menghasilkan produksi jagung. Pupuk SP-36 merupakan hasil reaksi antara batuan fosfat dengan asam sulfat sehingga mudah larut dalam air dan cepat tersedia bagi akar tanaman. Sedangkan pupuk BP lebih sesuai untuk tanah masam (pH <5,5) (Dierolf et al. 2001). Pendapat yang sama telah dinyatakan oleh Kerridge dan Ratcliff (1982) dan Young et al.(1985) bahwa pupuk BP lebih sesuai digunakan pada tanah-tanah masam. Dilain pihak pupuk ZA bereaksi masam, sehingga dapat meningkatkan kelarutan P dari pupuk BP. Hasil penelitian ini didukung pernyataan Lukiwati et al. (2001) bahwa kombinasi pemupukan BP+ZA menghasilkan produksi dan kualitas rumput setaria setara dengan perlakuan kombinasi pemupukan SP+urea. Kombinasi pupuk organik dan anorganik dengan maupun tanpa mikoriza menghasilkan produksi jagung cenderung tidak berbeda (kecuali T8). Hal ini disebabkan karena inokulasi cendawan mikoriza di lapang, dapat terjadi kontaminasi antar petak (Lukiwati, 2005). Produksi Bahan Kering dan Serapan Nutrisi Jerami Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, terdapat perbedaan yang nyata (P< 0,05) antar perlakuan yang diberikan terhadap produksi BK, serapan N dan P jerami jagung manis (Tabel 2). Produksi BK jerami tertinggi dicapai dengan perlakuan T6 (pukan plus+urea) dan nyata lebih tinggi dibanding T1 dan T2, namun tidak berbeda terhadap kombinasi pemupukan lainnya. Hal ini disebabkan karena ketersediaan unsur hara dalam perlakuan T1 dan T2 lebih rendah dibanding perlakuan kombinasi lainnya dengan maupun tanpa mikoriza. Serapan N tertinggi dicapai pada perlakuan T6 dan T7 dan nyata lebih tinggi dibanding T1 dan T2, namun tidak berbeda dibanding perlakuan lainnya. Konsentrasi nitrogen pada umumnya lebih tinggi pada bagian daun dibanding batang. Diduga ratio daun pada T6 dan T7 lebih tinggi dibanding pada perlakuan lainnya. Disamping itu produksi BK jerami T6 dan T7 lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya sehingga menghasilkan serapan N lebih tinggi. Meskipun demikian antara kombinasi pupuk organik dengan pupuk NP dari sumber yang berbeda dan inokulasi MVA masingmasing menghasilkan serapan N jerami tidak berbeda. Kombinasi pemupukan P dan inokulasi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, terutama apabila unsur hara P sebagai faktor pembatas produksi tanaman (Dodd et al., 1990). Tabel 2. Produksi Bahan Kering dan Serapan Nitrogen dan Fosfor Jerami Jagung Manis Perlakuan
Produksi BK Serapan N Serapan P Jerami (g/m2) (g/m2) (g/m2) T1 : Pukan+BP + ZA 162,12 c 2,39 c 1,14 b T2 : Pukan+SP + urea 227,61 bc 3,56 bc 2,23 a T3 : Pukan + BP+ZA+ CMA 246,06 abc 4,27 ab 1,26 b T4 : Pukan + SP+urea+ CMA 244,06 abc 4,03 ab 1,71 ab T5 : Pukan ‘plus’+ZA 263,15 ab 4,70 ab 1,81 ab T6 : Pukan ‘plus’+urea 319,13 a 5,24 a 1,32 b T7 : Pukan ‘plus’+ZA+CMA 296,23 ab 5,24 a 1,87 ab T8 : Pukan ‘plus’+ urea + CMA 290,13 ab 4,50 ab 1,41 b * Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Dalam penelitian ini, dosis pupuk N, P maupun pupuk kandang yang diberikan pada masing-masing kombinasi tidak berbeda. Oleh karena itu, antar kombinasi perlakuan yang sama tidak menunjukkan perbedaan dalam menghasilkan serapan N jerami jagung manis. Laporan hampir sama disampaikan oleh Toth et al. (2006), bahwa serapan N dan P jagung (Zea mays) dengan sumber pemupukan N berbeda menghasilkan serapan N dan P tidak berbeda. Kombinasi pukan + NP + mikoriza (T3, T4) serta pukan plus + N dari sumber berbeda yaitu T5-T6 dan T7-T8, menghasilkan serapan N cenderung lebih tinggi dibanding pukan+NP saja (T1, T2). Perlakuan T6 dan T7 menghasilkan serapan N nyata lebih tinggi dibanding T1 dan T2. Dengan demikian pemupukan kombinasi pupuk anorganik (NP) menghasilkan serapan N lebih tinggi apabila dikombinasikan dengan pukan plus dengan atau tanpa mikoriza. Serapan P tertinggi dicapai pada perlakuan T2 dan nyata lebih tinggi dibanding T1, T3, T6 dan T8. Konsentrasi P pada umumnya lebih tinggi pada bagian biji dibanding bagian lainnya pada tanaman jagung. Oleh karena itu serapan P jerami jagung yang dihasilkan tidak konsisten. Hal ini didukung oleh Bationo dan Kumar (2002) bahwa dinamika fosfor dalam tanah sangat komplek, karena melibatkan proses kimia maupun biologi. Menurut Jones (1990) respon terhadap pemupukan P merupakan fungsi dari beberapa faktor misalnya ketersediaan P tanah, bentuk pupuk P yang diberikan, ada tidaknya mikoriza efektif dalam tanah KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pukan ‘plus’ mengandung unsur hara P tersedia, N dan Ca lebih tinggi dibanding pukan dan apabila dikombinasikan dengan pupuk N (urea, ZA) serta inokulasi mikoriza vesikular-arbuskular (MVA) dapat menghasilkan produksi jagung manis lebih tinggi. Kombinasi pukan maupun pukan ‘plus’ dengan pupuk NP dari jenis yang berbeda dan inokulasi CMA, masing-masing cenderung menghasilkan produksi jagung dan kualitas jerami tidak berbeda. Kombinasi pemupukan BP+ZA menghasilkan produksi jagung dan kualitas jerami tidak berbeda dengan pemupukan SP+urea, baik dengan pukan maupun pukan ‘plus’ serta dengan atau tanpa inokulasi CMA. Saran Perlu adanya pengamatan lebih lanjut pada periode tanam jagung berikutnya, agar dapat diketahui efek sisa pupuk P terhadap peningkatan hasil yang diperoleh dari perlakuan pemupukan pukan atau pukan plus dikombinasikan dengan pupuk NP dari jenis yang berbeda serta inokulasi cendawan MVA. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Proyek DIPA UNDIP No. 124C.19/H7.2/PG/2015 sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2012
DAFTAR PUSTAKA Bationo A, Kumar AK. 2002. Phosphorus use efficiency as related to sources of P fertilizers, rainfall, soil, crop management, and genotypes in the West African semiarid tropics. Di dalam: Food Security in Nutrient–Stressed Environments: Exploiting Plant’s Genetic Capabilities. Kluwer Academic Publishers. Printed in Netherlands:145-154. Dierolf T, Fairhurst T, Mutert E. 2001. Soil Fertility Kit. A toolkit for acid, upland soil fertility management in Southeast Asia. First edition. Printed by Oxford Graphic Printers Dodd JC, Arias I, Koomen I, Hayman DS. 1990. The management of populations of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi in acid-infertile soils of a savanna ecosystem. 1. The effect of pre-cropping and inoculation with VAM-fungi on plant growth and nutrition in the field. Plant and Soil. 122: 229-240. Hartatik W, Widowati LR. 2006. Pupuk Kandang. Di dalam: Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Penerbit Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor : 59-82. Islam AKMS, Kerven G, Oweczkin. 1992. Methods of Plant Analysis. ACIAR 8904 IBSRAM QC. Jones RJ. 1990. Phosphorus and beef production in northern Australia. 1. Phosphorus and pasture productivity. Trop. Grassld. 24: 131-139. Kerridge PC, Ratcliff D. 1982. Comparative growth of four tropical pasture legumes and guinea grass with different phosphorus sources. Trop. Grassld. 16(1): 33-40. Lukiwati DR. 2005. Dry matter production and digestibility improvement of Centrosema pubescens and Pueraria phaseoloides with rock phosphate fertilization and VAM inoculation. Abstract p. 64. First International Symposium on the Management of Tropical Sandy Soils for Sustainable Agriculture. Khon Kaen Thailand, 27 November – 2 December. Lukiwati DR. 2007. Dry matter production and digestibility improvement of Centrosema pubescens and Pueraria phaseoloides with rock phosphate fertilization and VAM inoculation. J.Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia, 9(1): 1-5. Lukiwati DR, Ekowati R, Karno. 2001. Produksi bahan kering dan kadar protein kasar rumput setaria gajah dengan pemupukan N dan P. Abstract .hlm.167. Seminar Nasional ”Pengembangan Peternakan Berbasis Sumberdaya Lokal. Fakultas Peternakan IPB, Bogor 8-9 Agustus. Lukiwati DR, Simanungkalit RDM. 2001. Improvement of maize productivity with combination of phosphorus fertilizer from different sources and vesiculararbuscular mycorrhizae inoculation. Didalam: Proc.of International Meeting “Direct Application of Phosphate Rock and Related Appropriate TechnologyLatest Developments and Practical Experiences”. Kuala Lumpur, Malaysia. 1620 July 2001: 329-333. Lukiwati DR, Simanungkalit RDM. 2003. Produksi dan nilai nutrisi hijauan jagung manis (Zea mays saccharata) dengan pemupukan fosfat dan inokulasi mikoriza pada kondisi tanah berbeda. Jurnal Litbang Propinsi Jawa Tengah. 1(3) : 168 174. Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Juni, 2012
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Smithson PC, Giller KE. 2002. Appropriate farm management practices for alleviating N and P deficiencies in low-nutrient soils of the tropics. Plant and Soil. 245: 169-180. Toth JD, Doe Z, Ferguson JD, Galligan DT, Ramberg Jr CF. 2006. Nitrogen vs Phosphorus based dairy manure applications to field crops: Nitrate and phosphorus leaching and soil phosphorus accumulation. J.of Environmental Quality,35(6): 2302-2312. Young RD, Weatfall DG, Colliver GW. 1985. Production, Marketing, and Use of Phosphorus Fertilizers. In: O.P. Engestad (Ed.). Fertilizer Technology and Use. Third Ed. Published by Soil Soc.of Am., Inc. Madison, Wisconsin.pp.323-376.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012