KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA
Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM :11.12.5999 KELAS : S1-SI-09
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012
ABSTRAK
Karya
ilmiah
ini
berjudul “BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING
SOKA” Kebutuhan kepiting dunia baik kepiting bakau maupun rajungan adalah komoditas ekspor yang sangat menjanjikan. Berdasarkan data yang tersedia di Departemen Kelautan dan Perikanan, permintaan kepiting dan rajungan dari pengusaha restoran sea food Amerika Serikat saja mencapai 450 ton setiap bulan. Jumlah tersebut belum dapat dipenuhi karena keterbatasan hasil tangkapan di alam dan produksi budidaya yang masih sangat minim. Padahal, negara yang menjadi tujuan ekspor kepiting bukan hanya Amerika tetapi juga Cina, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Taiwan, Malaysia, dan sejumlah negara di kawasan Eropa. Baik kepiting bakau maupun rajungan adalah komoditas ekspor yang sangat menjanjikan. Berdasarkan data yang tersedia di Departemen Kelautan dan Perikanan, permintaan kepiting dan rajungan dari pengusaha restoran sea food Amerika Serikat saja mencapai 450 ton setiap bulan. Jumlah tersebut belum dapat dipenuhi karena keterbatasan hasil tangkapan di alam dan produksi budidaya yang masih sangat minim. Daging kepiting mengandung nutrisi penting bagi kehidupan dan kesehatan. Meskipun mengandung kholesterol, makanan ini rendah kandungan lemak jenuh, merupakan sumber Niacin, Folate, dan Potassium yang baik, dan merupakan sumber protein, Vitamin B12, dan Selenium yang sangat baik.
PEMBAHASAN
Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan luas perairan laut termasuk zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) sekitar 5.8 juta kilometer persegi atau 75% dari total wilayah Indonesia. Wilayah laut tersebut ditaburi lebih dari 17.500 pulau dan dikelilingi garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan terpanjang di dunia setelah Kanada. Di sepanjang pantai tersebut, yang potensil sebagai lahan tambak ± 1.2 juta Ha. Yang digunakan sebagai tambak udang baru 300.000 Ha. (Dahuri, 2005). Sisanya masih tidur. Artinya, peluang bisnis untuk potensi tambak tersebut untuk budidaya kepiting masih terbuka lebar. Kepiting dapat ditemukan di sepanjang pantai Indonesia. Ada dua jenis kepiting yang memiliki nilai komersil, yakni kepiting bakau (soka) dan rajungan. Kepiting soka atau kepiting cangkang lunak adalah kepiting bakau fase ganti kulit (moulting) atau kepiting lemburi. Kepiting dalam fase ini memunyai keunggulan yaitu memunyai cangkang yang lunak sehingga dapat dikonsumsi secara utuh. Pengembangan budidaya kepiting soka ini merupakan diversifikasi produksi untuk menjawab tantangan pasar luar negeri. Berdasarkan data yang tersedia di Departemen Kelautan dan Perikanan, permintaan kepiting dan rajungan dari pengusaha restoran sea food Amerika Serikat saja mencapai 450 ton setiap bulan. Kepiting tersebut diekspor dalam bentuk segar/hidup, beku, maupun dalam kaleng. Jumlah tersebut belum dapat dipenuhi karena keterbatasan hasil tangkapan di alam dan produksi budidaya yang masih sangat minim.
PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA.
Harga kepiting cangkang lunak cukup menjanjikan antara Rp 40.000,00, hingga Rp 50.000,00,- per kilogram (kg).Di samping itu usia panen cukup cepat antara 2 - 3 minggu setelah penyebaran benih.
Masa panen tidak berlangsung secara bersamaan, tapi yang
diambil adalah kepiting dalam fase tlungsumi atau ganti kulit, sedangkan yang belum moulting dibiarkan saja menunggu sampai fase tersebut. Kepiting bakau mempunyai nilai ekonomis yang tinggi baik di pasar domestic (dalam negeri) maupun pasar mancanegara (luar negeri), terutama Kepiting yang sudah matang dan sudah dewasa serta gemuk. Sementara benih kepiting bakau masih mengandalkan pasokan dari alam karena teknologi pembenihan kepiting belu dikuasai dengan baik. Oleh karena itu, aktivitas penangkapan masih intensif, terutama di daerah penghasil kepiting bakau di muara-muara sungai dan kawasan hutan mangrove. Nilai ekonomis kepiting yang terus meningkat merangsang para petani untuk membudidayakannya di tambak. Hal ini terbukti dengan meningkatnya ekspor kepiting dari Sulawesi Selatan dari tahun ke tehun. Ekspor kepiting dari Sulawesi Selatan sebesar 5.200 kg pada tahun 1989 meningkat menjadi 1.567.527 kg pada tahun 1994. konsumen kepiting tertinggi di dunia adalah Amerika Serikat yang mencapai 55% dari total kepiting dunia dengan peningkatan rata-rata 10,4 per tahun (Departemen Perdagangan, 1990). Negara pengimpor kepiting lainnya adalah Australia, Benelux, Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapura, Korea Utara, dan Korea Selatan. Umumnya, Negara-negara tersebut
mengimpor kepiting berukuran 350 g/ekor atau 3ekor/kilogram dengan harga berkisar US$5 – US$8 perkologram Berdasarkan data diatas, kita dapat memanfaatkan peluang pasar tersebut dengan cara meningkatkan produktivitas kepiting bakau, baik kuantitas maupun kualitas yang memenuhi standar pasar Internasional. Sementara di Indonesia jumlah petani dan nelayan yang membudidayakan relatif sedikit. Petani nelayan cenderung melakukan penangkapan di alam, padahal sumber daya alam berlimpah, termasuk hutan mangrove yang menjasi habitat kepiting bakau. Mengingat tidak ada satu lokasi yang sempurna, maka sangat memungkinkan adanya perekayasaan. Perekayasaan merupakan cara menciptakan tambak yang sesuai dengan sifat biologis kepiting bakau. Dalam segi ekonomis, perekayasaan tersebut juga perlu diperhitungkan karena tinggi rendahnya teknologi yang akan diterapkan pada tahap rekayasa tambak berkaitan dengan besar kecilnya biaya yang diperlukan. Untuk itu, tambak harus direkayasa sesuai dengan kebutuhan bagi pertumbuhan benih kepiting bakau. Sarana-sarana lain yang tidak atau kurang berkaitan dengan usaha sebaiknya tidak diadakan.
PENUTUP
KESIMPULAN
Melihat prospek pengembangan budidaya kepiting Soka tersebut maka perlu dilakukan budidaya secara sederhana oleh petambak dalam menghadapi era globalisasi tersebut. Disisi lain banyak terdapat tambaktambak yang tidak termanfaatkan akibat sulitnya budidaya udang yang dirasakan akibat cemaran air dari industri, maupun buangan rumah tangga. Oleh karena itu untuk memecahkan masalah tersebut kiranya pemberdayaan pembudidaya kepiting soka pada lahan budidaya bandeng atau lahan kurang produktif dianggap cukup efektif.
SARAN
Bila ingin menjadikan kepiting sebagai komoditas andalan maka penangkapan dari alam saja tidaklah cukup. Bahkan penangkapan yang berlebihan dapat mengancam kelestarian hewan ini. Karena itu, budidaya adalah pilihan yang tepat. Ada beberapa teknologi yang mendukung kegiatan budidaya tersebut, yakni: pembenihan, pembesaran, penggemukan, produksi kepiting bertelur, dan produksi kepiting soka.
REFERENSI
Dahuri, R. 2002. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia melalui Sektor Perikanan dan Kelautan. LISPI. Jakarta.
http://www.google.com
http://www.mangrovepemalang.blogspot.com
http://www.koransuararakyat.com