[92] Arim Nasim, Ketua Lajnah Maslahiyah DPP HTI: Teknologi Bisa Dibeli, Modal Bisa Dicari! Tuesday, 27 November 2012 17:45
Karena banyak kalangan yang protes atas kebijakan perpanjangan kontrak tambang gas Blok Mahakam yang pro asing , pemerintah pun akhirnya berjanji akan menyerahkan 51 persen saham Blok Mahakam kepada Pertamina. Namun anehnya, 30 persen tetap akan dialokasikan untuk perusahaan asing dengan alasan perusahaan tersebut memiliki sumber teknologi dan pendanaan yang mapan. Akal bulus pengkhianat yang pro Barat? Pastikan jawabannya dalam wawancara wartawan Media Umat Joko Prasetyo dengan Ketua Lajnah Maslahiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia Arim Nasim. Berikut petikannya.
Kok asing tetap diberi saham?
Alasan pemerintah sih karena masalah teknologi dan pendanaan. Tapi menurut saya karena mindset dan political will pemerintah terutama Kementrian ESDM sangat mengusung ekonomi liberal dengan programnya liberalisasi migas baik hulu maupun hilir, sehingga bagi mereka posisi Pertamina sama dengan posisi swasta baik lokal maupun asing.
Kira-kira kapan realisasinya?
Kontraknya sendiri kan berakhir tahun 2017, jadi sangat mungkin dimulai tahun itu. Jadi setelah kontrak habis, Total akan tetap menjadi operator Mahakam selama lima tahun pertama lagi, setelah 2017. Barulah pada 2022 akan dioperatori Pertamina. Namun kalau pemerintahnya punya keberpihakan terhadap rakyat harusnya sejak sekarang bisa, tidak perlu menunggu 2022, karena kontrak itu kesepakan yang merugikan. Semakin lama semakin besar kerugian negara.
1/5
[92] Arim Nasim, Ketua Lajnah Maslahiyah DPP HTI: Teknologi Bisa Dibeli, Modal Bisa Dicari! Tuesday, 27 November 2012 17:45
Memang berapa banyak potensi kekayaan gas Blok Mahakam tersebut?
Berdasarkan informasi yang saya dapat, Blok Mahakam memiliki cadangan sekitar 27 trilyun kaki kubik (tcf).
Yang sudah dieksploitasi Total dan Inpex berapa?
Sejak 1967 hingga 2011, sekitar 50 persen lebih telah dieksploitasi. Cadangan yang tersisa saat ini sekitar 12,5 tcf. Dengan harga gas yang terus naik, Blok Mahakam berpotensi mempunyai pendapatan kotor senilai 187 miliar dollar AS yaitu 12,5 x 1012 x 1000 BTU x 15/106 BTU) atau sekitar Rp 1.700 trilyun.
Dan siapa yang menikmatinya?
Sebagian besar dari LNG tersebut hasilnya untuk kepentingan asing seperti diekspor ke Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. PLN yang sangat membutuhkan pasokan gas malah terpaksa menggunakan BBM yang harganya jauh lebih mahal dari gas.
Gara-gara kekurangan pasokan gas, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan PLN kehilangan kesempatan menghemat biaya bahan bakar hingga Rp 37,6 trilyun. Rinciannya Rp 17,9 trilyun pada 2009 dan Rp 19,7 trilyun pada 2010.
Tapi kan pemerintah tidak punya uang dan sumber teknologi serta Pertamina juga dianggap belum mampu mengelola sendiri, jadi ya tetap mempersilakan Total E&P mengelola Blok Mahakam...
2/5
[92] Arim Nasim, Ketua Lajnah Maslahiyah DPP HTI: Teknologi Bisa Dibeli, Modal Bisa Dicari! Tuesday, 27 November 2012 17:45
Bagi penguasa dan birokrat yang menjadi agen kapitalis itu memang selalu menjadi alasan untuk membohongi rakyat. Itu kan alasan klasik! Dulu ketika Blok Cepu mereka serahkan ke ExxonMobil, alasan mereka sama teknlogi dan modal, padahal pada saat itu yang menemukan adalah pihak Pertamina dan Pertamina dengan dukungan dari lembaga keuangan dalam negeri mampu membiayai tapi tetap saja karena permintaan kapitalis dan Amerika Serikat, pemerintah menyerahkan Blok Cepu kepada ExxonMobil.
Begitu juga dalam kasus ini, secara teknologi Pertamina menyatakan mampu menjadi operator Mahakam dengan menunjukkan bukti keberhasilan mengelola Blok ONWJ dan WMO yang justru lebih sulit dibanding operasi di Blok Mahakam.
Bagaimana kalau negara memang benar-benar tidak punya dana dan teknologi?
Sekali lagi problemnya bukan masalah modal dan teknologi tapi political will dari pemerintah yang tidak ada! Jadi walaupun misalnya keterbatasan modal dan teknologi itu benar ada kalau political will atau keberpihakan pemerintah adalah untuk rakyat bukan menjadi perpanjangan tangan para kapitalis asing, saya kira bisa! Teknologi bisa dibeli, sementara modal bisa dicari!
Lantas mengapa Kementerian ESDM menyatakan Pertamina tidak mumpuni untuk kelola Blok Mahakam, negara tidak punya teknologi dan dana?
Ya..., itulah pernyataan para pembohong dan pengkhianat rakyat. Pernyataan mereka itu plin plan seperti Wamen ESDM sebelumnya, dia menyatakan bahwa Pertamina tidak mumpuni untuk kelola Blok Mahakam tapi kemudian dia mengatakan: “Untuk menjadi operator Blok Mahakam bisa saja Pertamina bekerja sama dengan perusahaan Total. Sebab, kemampuan kedua perusahaan tersebut dalam mengelola industri hulu migas tidak diragukan lagi.”
3/5
[92] Arim Nasim, Ketua Lajnah Maslahiyah DPP HTI: Teknologi Bisa Dibeli, Modal Bisa Dicari! Tuesday, 27 November 2012 17:45
Artinya Pertamina kan mampu! Tapi karena di otaknya yang ada itu kepentingan asing, bukan untuk kepentingan rakyat maka dengan mudahnya mereka berdusta!
Misalnya, Pertamina memang belum mumpuni, bolehkah pemerintah menyerahkelolakan Blok Mahakam kepada swasta apalagi asing seperti Total yang dari Prancis itu?
Kalau dalam pandangan sistem ekonomi Islam, gas sebagaimana halnya tambang yang melimpah lainnya merupakan barang milik umum (al milkiyyah al-ammah), jadi keliru besar pernyataan Wamen ESDM yang menyatakan bagi pemerintah atau negara, sama saja baik yang mengelola itu asing dalam hal ini Total E&P maupun Pertamina. Ini seolah-olah gas itu milik negara.
Jadi, dalam pandangan Islam adalah milik umum atau milik rakyat yang harus dikelola oleh negara untuk menyejahterakan rakyat bukan untuk menyejahterakan asing. Dengan demikian pengelolaannya harus diserahkan kepada negara atau BUMN bukan swasta apalagi asing.
Dalilnya?
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW dari Abyadh bin Hammal: ia menghadap Nabi SAW dan memohon diberikan bagian dari tambang garam yang menurut Ibnu Mutawakkil, berada di daerah Ma’rib lalu beliau memberikannya.
Namun tatkala orang tersebut berpaling, seseorang yang berada di majelis beliau berkata : “Tahukah Anda bahwa yang Anda berikan adalah [seperti] air yang mengalir? Maka beliau pun membatalkannya.” (HR Baihaqy dan Tirmidzy).
Hadits ini jelas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW tidak menyerahkan penguasaan barang tambang yang melimpah kepada swasta namun tetap dikuasai oleh negara. Maka kalau negara atau BUMN belum mampu maka tetap operatornya wajib dilakukan oleh negara dalam hal ini BUMN sementara keberadaan swasta hanya sebagai pekerja yang dibayar oleh negara, sehingga semua hasil gas tersebut tetap dikuasai oleh negara untuk kesejahteraan rakyat.
4/5
[92] Arim Nasim, Ketua Lajnah Maslahiyah DPP HTI: Teknologi Bisa Dibeli, Modal Bisa Dicari! Tuesday, 27 November 2012 17:45
Tapi Indonesia kan bukan negara Islam? Dan undang-undang yang diberlakukannya membolehkan asing mengelolanya?
Itulah masalah utama negara ini yang mayoritas penduduknya Muslim tapi alergi dengan negara Islam. Maka, akar masalah migas di negara kita ini sebenarnya adalah sistem ekonomi liberal yang lahir dari sistem demokrasi sehingga melahirkan UU yang liberal dan kapitalis serta melahirkan para penguasa dan birokrat yang menjadi agen-agen kapitalis yang kebijakannya selalu merugikan rakyat.
Bila ini tetap berlangsung apa bahayanya baik di dunia maupun di akhirat?
Selama Blok Mahakam dan blok-blok lainya serta sumber daya alam lain dikelola secara kapitalistik maka bahayanya di dunia ini, Indonesia akan terus dijajah secara ekonomi sehingga omong kosong akan muncul kedaulatan energi, kedaulatan pangan atau kedaulatan ekonomi. Yang ada adalah kita ini akan selalu terjajah oleh para kapitalis asing!
Dan kelak di akhirat para pejabat dan para pengikutnya akan mendapatkan siksa yang sangat pedih sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya: “Barang siapa yang berpaling dari peringatanKu (syariah Islam) maka di dunia akan dihadapkan pada kehidupan yang sempit (serba susah) dan di akhirat akan dibangkitkan dalam keadaan buta.”
Karena itu kalau ingin gas dan sumber daya alam lainnya bermanfaat untuk rakyat harus dikelola sesuai dengan sistem ekonomi Islam dalam bingkai negara Islam yang biasa disebut sebagai khilafah. Dijamin bahagia dunia akhirat.[]
5/5