TEMU ILMIAH IPLBI 2016
Karakteristik Sistem Struktur Ruang Utama Masjid Agung Demak Mohhamad Kusyanto(1), Debagus Nandang(1), Erlin Timor Tiningsih(2), Bambang Supriyadi(3), Gagoek Hardiman(3) (1)
Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Fatah Demak. Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Fatah Demak. (3) Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang. (2)
Abstrak Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Pulau Jawa. Masjid ini memiliki ruang utama yang besar sehingga untuk menaungi ruang ini diperlukan struktur atap yang besar dan kokoh. Struktur Masjid Agung Demak memiliki karakteristik yang berbeda dengan masjid yang lain. Artikel ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran/pemahaman struktur Masjid Agung Demak yang memiliki bentang yang besar. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan kategori sifat penelitian deskriptif eksploratif. Pengumpulan data dengan survei dan observasi langsung ke Masjid Agung Demak, penelusuran bahan pustaka, wawancara, pengukuran dan penggambaran serta dokumentasi. Analisis yang digunakan adalah deskriptif-analitis melalui gambar-gambar atau foto-foto dan sketsa. Dalam penelitian ini ditemukan karakteristik sistem struktur bentang lebar Masjid Agung Demak yang memiliki keunikan dalam mempertahankan sistem struktur sejak awal pendiriannya, penggunaan kayu dalam menyelesaikan bentang lebar masjid dan membagi sistem struktur dalam tiga susun tajug. Kata-kunci : Demak, karakteristik, masjid, sistem, struktur
Pendahuluan Masjid Agung Demak yang diduga didirikan pada tahun 1479 (Sumalyo, 2000) dan telah berdiri kokoh sampai saat ini. Masjid Agung Demak adalah salah satu masjid tertua di Pulau Jawa memiliki karakterisitik yang terlihat pada ruang, bentuk, dekorasi dan banyak karakteristik lain. Oleh karena itu masjid menjadi titik temu berbagai bentuk seni, mulai dari seni spasial, ruang dan bentuk, dekorasi, hingga seni suara (Setiabudi, 2000). Bentuk Masjid Agung Demak dapat dikenali melalui unsur-unsur elemen visual seperti garis, shape, value, tekstur, warna dan ruang. Bentuk dianggap sebagai suatu yang fundamental, berdiri sendiri sebagai suatu elemen tertutup dan terstruktur dalam dunia visual (Wardani, 2013: 198).
Masjid Agung Demak termasuk masjid yang besar dikarenakan memiliki ruang utama sholat berbentuk bujur sangkar berukuran 24 x 24 meter dengan penutup atap tajug susun tiga, sehingga membutuhkan struktur ruang utama yang kuat. Struktur Masjid Agung Demak termasuk struktur bentang lebar yang sangat menarik untuk diteliti (Gambar 1, 2),
Gambar 1. (kiri) Posisi Masjid Agung Demak Gambar 2. (kanan) Masjid Agung Demak (Sumber : Kusyanto, 2015) Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | H 079
Karakterisitik Sistem Struktur Ruang Utama Masjid Agung Demak
Tujuan dalam penelitian ini adalah mendapatkan gambaran/pemahaman struktur bentang lebar Masjid Agung Demak yang terbuat dari bahan kayu, memberikan pengetahuan karakteristik struktur ruang utama masjid dan dapat dijadikan rujukan dalam pembangunan masjid lain yang menggunakan bentuk atap tajug pada ruang utamanya. Metode Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif (Creswell, 2008) dengan kategori sifat penelitian deskriptif eksploratif (Groat & Wang, 2002). Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilalukan melalui survei dan observasi langsung ke Masjid Agung Demak, penelusuran bahan pustaka, wawancara, pengukuran dan penggambaran serta dokumentasi. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah deskriptif-analitis melalui gambar-gambar atau foto-foto dan sketsa dengan membagi sesuai dengan jumlah susun dalam atap tajug Masjid Agung Demak (Gambar 3) Tajug Susun 3 Tajug Susun 2
malyo (2000), komponen yang ada dalam masjid adalah (1) ruang untuk sholat bersama (ruang utama); (2) mimbar yakni tempat duduk tempat berceramah, agar lebih mudah didengar dan dilihat oleh umat atau peserta shalat jamaah; (3) mihrab yakni sebuah ceruk atau ruang relatif kecil masuk dalam dinding, sebagai tanda arah kiblat. Biasanya mimbar berdampingan di sebelah kanan mihrab; (4) tempat wudhu yakni ruang untuk menyucikan diri dengan antara lain membasuh tangan, muka dan kaki sebelum sembahyang; (5) minaret yakni menara untuk ”memanggil” untuk bersembahyang atau azan yang juga menjadi ritual shalat; (6) dikka, semacam panggung dengan tangga, diletakkan di tengah ruang shalat utama (unsur pelengkap yang tidak selalu ada dalam masjid); (7) dekorasi. Menurut Frishman (1994: 32–41), masjid memiliki komponen bagian yang meliputi ruang yang diberi batas, dinding kiblat dan mihrab, mimbar, dikka, kursi, maqsura, kolam, minaret, dan gerbang Bentuk dan ruang ditampilkan sebagai alat untuk memecahkan masalah dalam usaha merespons kondisi, fungsi, dan tujuan sesuai konteksnya (Ching: 2008: ix). Ruang utama Masjid Agung Demak berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 24x24 meter yang dapat menampung sedikitnya 500 jamaah. Bentuk bujur sangkar ruang utama sangat memungkinkan struktur atap tajug ini dipakai untuk menaungi ruang utama (Gambar 4).
Tajug Susun 1
Gambar 3. Susunan Atap Tajug Masjid Agung Demak
Analisis dan Interpretasi Masjid Agung Demak termasuk dalam masjid Jawa yang memiliki karakteristik meliputi denah persegi, atap piramid, dibatasi dinding sekeliling, dekat komplek makam, dan memiliki struktur utama saka guru, sementara serambi dan menara merupakan elemen tambahan (Budi, 2004). Ruang utama merupakan salah satu komponen yang ada dalam sebuah masjid. Menurut SuH 080 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Gambar 4. Penggunaan Bujur sangkar
Atap Tajug pada Denah
Atap yang digunakan pada Masjid Agung Demak adalah tajug bersusun tiga. Masing-masing tajug memiliki karakteristik sistem struktur yang tidak sama.
Mohhamad Kusyanto
1.
Tajug Susun 1
Tajug susun 1 berhubungan langsung dengan ruang utama Masjid Agung Demak. Sistem struktur ruang utama ini ditopang oleh 4 saka guru. Berdasarkan wawancara dengan pengurus Takmir Masjid Agung Demak, tinggi setiap saka guru adalah 17 meter. Keempat saka guru ini merupakan karya empat wali dari walisanga. Susunan formasi tata letak saka guru adalah : - Bagian Barat Laut : Sunan Bonang (Tuban) - Bagian Barat Daya : Sunan Gunung Jati (Cirebon) - Bagian Tenggara : Sunan Ampel (Surabaya) - Bagian Timur Laut : Sunan Kalijaga (Kadilangu Demak) yang lebih dikenal dengan Saka Tatal. Ke empat saka guru ini memiliki keunikan bahwa jarak antar saka guru tidak membentuk bujur sangkar. Hal ini diduga terjadi pergeseran saat rehab atau pemugaran saka guru tersebut (Gambar 5). Saka Guru
497
490
490
497
Gambar 5. Jarak Antar Saka Guru
Saka guru ruang utama masjid Agung Demak menopang atap masjid yang paling atas (tajug susun 3), atap tajuk susun yang tingkat kedua ditopang oleh struktur saka penanggap yang terbuat dari beton berbentuk lingkaran yang mengelilingi saka guru dan tajug susun 1 ditopang oleh dinding masjid dari batu bata yang mengelilingi ruang utama masjid. (Gambar 6).
Gambar 6. Saka Guru dan Saka Guru Penanggap Ruang Utama
Empat saka guru berdiameter 1,45 meter itu menahan beban bagian atap tertinggi (tajug susun 3). Tiang sekeliling saka guru (saka penanggap) menahan beban atap tajug susun 2, dan menjadi tautan atap paling bawah (tajug susun 1).
Tajug susun 1 memiliki keunikan penutup gentingnya membentuk teritisan yang lebar sehingga harus ditopang oleh saka atau kolom. Ada perbedaaan kolom penahan teritisan pada sisi Utara dan Selatan menggunakan kolom berbentuk lingkaran, sedangkan pada sisi Barat teritisan ditopang kolom persegi (Gambar 8,9,10).
Gambar 8. (kiri) Kolom sisi Selatan Gambar 9. (tengah) Kolom sisi Utara Gambar 10. (kanan) Kolom sisi Barat Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | H 081
Karakterisitik Sistem Struktur Ruang Utama Masjid Agung Demak
Kolom teritisan sisi Timur menopang pertemuan atap tajug dengan atap limasan yang menaungi serambi masjid membentuk sebuah talang (Gambar 11).
2.
Tajug Susun 2
Tajug susun 2 ditopang oleh saka penanggap. Untuk memperkuat saka penanggap dalam menopang beban atap, dipecahkan melalui kudakuda berbentang lebar. Bentang atap yang besar yakni 14,5 m. Sambungan pada kudakuda dipatek dengan pasak kayu. Untuk memperkuat kuda-kuda dipasang plat baja sebagai klem rangka kuda-kuda (Gambar 12).
Gambar 11. Kolom sisi Barat
Gambar 12. Kuda-kuda Masjid Agung Demak
Kuda-kuda yang dipasang berjumlah 2 buah dengan bentang yang sama. Kuda-kuda terbuat dari 2 kayu yang digabungkan dengan dipasak. Keunikan peletakkan kuda-kuda ini tidak ditopang oleh saka penanggap melainkan menumpang diatas blandar yang melintang di atas saka penanggap (Gambar 13). Untuk memperkuat sisi Timur dan Barat dipasang setengah kudakuda memanjang (Gambar 14).
Gambar 14. Setengah Kuda-kuda Memanjang Masjid Agung Demak
3. Tajug Susun 3 Sistem struktur atap yang paling atas, ditopang oleh blandar yang bersilangan dengan diberi penegak (makelar) ke atas menopang atap yang paling atas (Gambar 15).
Kuda-kuda Setengah Kuda-kuda
Makelar
Blandar Blandar Gambar 13. Perletakkan Kuda-kuda Masjid Agung Demak
H 082 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Gambar 15. Struktur Penopang Atap Tajug Susun 3
Mohhamad Kusyanto
Keunikan struktur pada tajug susun 3 adalah penggunaan kayu pada blandar yang bersilangan tidak dalam posisi tegak tetapi telentang dan tidak menopang pada ke empat saka guru tetapi menopang blandar yang melintang yang ditumpu oleh saka guru (Gambar 16, 17).
Gambar 16. (kiri) Struktur kayu tajug susun 3 Gambar 17. (kanan) Perletakkan Struktur kayu tajug susun 3
Struktur ruang utama Masjid Agung Demak telah menganut kaidah sistem struktur bangunan. Ruang utama masjid yang besar dan bangunan masjid yang tinggi, membutuhkan sistem struktur bentang lebar dengan bahan dari kayu. Sistem struktur Masjid Agung Demak dapat dilihat pada Gambar 18 di bawah ini.
Pertama, Masjid Agung Demak sebagai salah satu masjid tertua di Pulau Jawa masih mempertahankan sistem struktur sejak awal pendiriannya. Kedua, Masjid Agung Demak yang memiliki ruang utama sholat yang besar termasuk masjid bentang lebar yang menggunakan struktur dari bahan kayu. Penggunaan kayu sebagai konstruksi masjid bentang besar memerlukan perlakuan yang berbeda dengan bahan lain. Kayu memiliki keterbatasan dalam panjang bentang kayu untuk memenuhi sistem struktur, sehingga kayu harus disambung dengan kayu lain untuk memenuhi bentang tersebut. Ketiga, Struktur Masjid Agung Demak dirancang dapat mengalirkan beban yang ditopangnya dan beban lain yang mempengaruhinya seperti angin, getaran dan sebagainya. Sistem struktur dibuat saka guru menopang atap masjid yang paling atap (tajug susun 3), atap tajug susun tingkat kedua ditopang oleh struktur saka penanggap yang terbuat dari beton berbentuk lingkaran. Yang mengelilingi saka guru, dan tajug susun 1 ditopang oleh dinding masjid dari batu bata yang mengelilingi ruang utama masjid. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan adanya penelitian lanjutan yang membahas lebih dalam sistem struktur Masjid Agung Demak terkait dengan sistem penyaluran gaya dan penelitian lanjutan lainnya dengan tema seputar sistem struktur masjid.
Gambar 18. Isonometri Masjid Agung Demak
Ucapan terima kasih kepada Simlitabmas Ristek Dikti yang telah mendanai penelitian hibah Pekerti dan Takmir Masjid Agung Demak yang telah memberi informasi yang diperlukan dalam penelitian ini. Daftar Pustaka
Keunikan-keunikan yang terdapat dalam sistem struktur Masjid Agung Demak memunculkan karakteristik tersendiri bagi struktur Masjid Agung Demak. Kesimpulan Masjid Agung Demak memiliki karakterisitik yang berbeda dengan masjid lainnya yakni :
Budi, B.S. (2004). A Study on the History and Development of the Javanese Mosque, Part 1: A Review of Theories on the Origin of the Javanese Mosque. Journal of Asian Architecture and Building Engineering , 3, 1, 189-195. Ching, Francis DK. 2008. Arsitektur: Bentuk, Ruang dan Tatanan. Jakarta: Erlangga. Creswell, J.W. (2008). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications, Inc. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | H 083
Karakterisitik Sistem Struktur Ruang Utama Masjid Agung Demak Frishman, M. (1994). Islam and the Form of the
Mosque. In The Mosque; History, Architectural Development & Regional Diversity, ed. M. Frishman
and H. Khan. London: Thames and Hudson, 17-41. Groat, L. & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc. Kusyanto, M., Nandang, D., Tiningsih, E.T., Supriyadi, B., Hardiman, G. 2015. Evaluasi Lingkungan
Terbangun Kawasan Masjid Agung Demak Dalam Optimalisasi Ruang Luar Masjid, Seminar Nasional-
Semesta Arsitektur Nusantara 3, Universitas Brawijaya, Malang Setiabudhi, B. 2000. Menelusuri Arsitektur Masjid di Jawa, dalam Mencari Sebuah Masjid, Bandung: Masjid 2000, Sumalyo, Y. 2000. Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim, Jogjakarta: Gadjah Mada University Press. Wardani, L. 2013. Estetika Tata Ruang Interior Keraton Yogyakarta. Disertasi. UGM.
H 084 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016