KARAKTERISTIK KELUARGA ANAK PUTUS SEKOLAH DASAR SUKU TENGGER (STUDI KASUS DESA RANU PANI KECAMATAN SENDURO KABUPATEN LUMAJANG) Eriska Alvia Pertiwi1 I Nyoman Ruja2 Budijanto3 ABSTRAK: Ketidakmeratanya peningkatan pendidikan dibuktikan di salah satu desa di Provinsi Jawa Timur Kabupaten Lumajang Kecamatan Senduro, yakni Desa Ranu Pani. Hal tesebut mengakibatkan di Desa Ranu Pani banyak terdapat anak yang mengalami putus sekolah dasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik keluarga anak putus sekolah dasar Suku Tengger yang ada di Desa Ranu Pani. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survey. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak putus sekolah dasar dengan jumlah 282 anak. Sampel responden diambil sebanyak 100 responden. Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan menggunakan analisis data tabulasi tunggal dalam bentuk persentase.Hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan orangtua anak putus sekolah dasar di Desa Ranu Pani cukup rendah, yakni mayoritas hanya sebatas SD. Sehingga menyebabkan pendapatan yang diperoleh kepala keluarga rendah belum lagi ditambah beban keluarga 5-6 orang dalam satu keluarga. Adapun penyebab lain anak tersebut putus sekolah dasar karena jarak rumah yang jauh ke sekolah, cara tempuh dengan berjalan kaki, dan waktu tempuh yang lama menyebabkan anak mengalami kelelahan fisik, dan persepsi orangtua yang menganggap pendidikan tidak penting juga menjadi penyebab anak putus sekolah. Kata kunci: Karakteristik Putus Sekolah
ABSTRACK: Inequality in education improvement evidenced in one of the villages in East Java Province Senduro Lumajang District, the village of Ranu Pani. Tesebut resulted in Ranu Pani village there are many children who dropped out of elementary school. This study aimed to investigate the characteristics of primary school dropouts family Tengger tribe in the village of Ranu Pani. This research is a descriptive study using survey methods. The population is families with elementary school children with a number of 282 children. Respondent sample of 100 respondents was taken. The data in this study include primary data and secondary data. Data collection techniques used observation, interviews, and documentation by using single tabulation of data analysis in the form of a percentage. The results showed the level of parental education elementary school children in the village of Ranu Pani is low enough, the majority was limited to SD. Causing the head of the family earned income plus expenses not to mention lower family 5-6 people in one family. The other cause of the child's primary school dropouts due to the far distance of the school, how to travel by foot, and long travel time causes the child to experience physical fatigue, and the perception of parents who think education is important also to be the cause of children dropping out of school. Keyword: Characteristic Drop Out.
1
Mahasiswa jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Dosen jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. 3 Dosen jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. 2
Banyak upaya yang sudah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan pendidikan. Mulai dari meluncurkan Dana Bantuan Operasional (BOS) pada tahun 2006, perbaikan sarana dan prasarana sekolah, penambahan tenaga ahli, dan masih banyak lainnya. Namun tidak semua program-program yang diadakan pemerintah berjalan dengan lancar. Ada saja hambatan dalam pelaksanaannya. Misalkan saja, peningkatan mutu pendidikan yang cenderung tidak rata antar daerah, sehingga pendidikan di daerah terpencil jarang diperhatikan. Adapun hambatan tersebut dikarenakan keadaan geografi, demografi, dan sosial ekonomi. Kesadaran dari pihak orangtua sangat dibutuhkan dalam perkembangan anakanaknya terutama mengenai pendidikan. Pembuktian bahwa tidak meratanya peningkatan pendidikan antar daerah, dibuktikan di salah satu desa di Propinsi Jawa Timur, Kabupaten Lumajang, Kecamatan Senduro, yakni Desa Rani Pani. Desa Ranu Pani merupakan desa yang berada di Kecamatan Senduro. Dari 12 desa yang ada di Kecamatan Senduro, Desa Ranu Pani memiliki jumlah anak putus sekolah terbanyak. Hal tersebut dapat dilihat di tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1 Jumlah Pesrsebaran Anak Putus Sekolah Tiap-Tiap Desa di Kecamatan Senduro Tahun 2011 Persentase Anak Desa Putus Sekolah Dasar Tamat SD Putus Sekolah (%) 726 1951 37,2 Purworejo 501 1216 41,2 Sarikemuning 1021 1560 65,4 Pandansari 918 1660 55,3 Senduro 562 1908 29,5 Burno 1297 3752 34,6 Kandangtepus 746 1983 37,6 Kandangan 356 894 39,8 Bedayu 381 494 77,1 Bedayutalang 330 1380 23,9 Wonocepokoayu 635 846 75,1 Argosari 282 328 85,9 Ranupani Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Lumajang, 2012
Dari Tabel 1.1 diketahui bahwa pada tahun 2012 Desa Ranu Pani merupakan desa dengan persentase anak putus sekolah terbesar bila dibandingkan dengan desa lain yakni 85,9%. Kondisi tersebut memberikan pertanyaan besar mengenai karakteristik pendidikan yang ada di Desa Ranu Pani. Desa Ranu Pani adalah desa yang terletak di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Letaknya jika diukur dari Ibu Kota Kecamatan Senduro 28 km, waktu tempuh 1,5-2 jam perjalanan, sedangkan jarak ke Ibu Kota Kabupaten Lumajang 46 km dengan waktu tempuh 2,5 jam dengan menggunakan kendaraan bermotor. Desa ini terletak tepat di lereng Gunung Semeru dengan ketinggian sekitar 2200 mdpl dan dengan suhu ±10-150 C. Dengan jumlah penduduk 1.259 orang (BBTNBTS, 2010).
Desa Ranu Pani adalah desa yang didiami oleh masyarakat Suku Tengger dan akses menuju ke desa tersebut sangat susah. Jarak yang cukup jauh dengan Ibukota Kecamatan menjadikan Desa Ranu Pani kurang mendapatkan perhatian dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang telah di dapat masyarakat Desa Ranu Pani tidak berperan besar dalam memajukan pola berpikir mereka. Para orang tua mengirim anaknya ke bangku SD hanya untuk bisa membaca, menulis, dan berhitung saja dan hanya sebagai pengisi waktu luang. Bukan hanya itu saja, ketika tiba Upacara Kasodo anak-anak yang bersekolah di SD Ranu Pani meliburkan diri. Ada faktor lain yang menjadi penghambat majunya pendidikan di Desa Ranu Pani. Tenaga pendidik yang kurang adalah salah satu faktor yang mendukung. Di Desa Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang masih banyak terdapat anak petani yang putus sekolah, adapun mereka yang melanjutkan sekolah hanya pada batas tingkat SMP sederajat. Itupun jika orang tua mereka bekerja sebagai petani mampu untuk membiayai pendidikan anak mereka. Faktor biaya masih banyak faktor yang mungkin bisa menjadi alasan kuat terhadap terjadinya putus sekolah pada jenjang pendidikan dasar. Beban tanggungan keluarga juga merupakan faktor penyebab terjadinya putus sekolah, keluarga dengan penghasilan yang relatif kecil ditambah lagi dengan jumlah beban tanggungan keluarga yang besar akan memberikan dampak terhadap sempitnya pemberian kesempatan o,rangtua bagi anak-anaknya untuk berpartisipasi dalam pendidikan. Oleh karena itu penulis terdorong ingin meneliti mengenai “Karakteristik Keluarga Anak Putus Sekolah Dasar Suku Tengger (Studi Kasus di Desa Ranu Pani Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang)”
METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif karena bertujuan untuk memperoleh gambaran dan jawaban atas pertanyaan penelitian yang dirumuskan dalam rumusan masalah dan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi anak putus sekolah dasar pada masyarakat Suku Tengger di Desa Ranu Pani Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang. Berdasarkan metode pelaksanaannya penelitian ini tergolong penelitian survey. Metode penelitian survey dilakukan karena tidak semua anggota populasi dijadikan contoh atau sampel, sehingga hanya sebagian anggota populasi yang dijadikan sampel dengan jumlah populasi sebanyak 282 anak dan menggunakan sampel sebanyak 100 KK. Sumber datanya adalah primer yakni kepala keluarga yang mempunyai anak putus sekolah dasar, serta data sekunder meliputi kondisi geografi dan kependudukan
yang diperoleh dari instansi Dinas Pendidikan, Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS), dan Pemerintah Daerah. Analisis yang digunakan untuk karakteristik siswa putus sekolah dasar ini adalah deskriptif dengan tabulasi tunggal.
KONDISI GEOGRAFI Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang dengan luas kecamatan mencapai 208,68 Km2 yang termasuk ke dalam Seksi Pengelolaan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS). Desa Ranu Pani terletak pada ketinggian 2200 m dpl. Desa Ranu Pani menjadi desa pada tanggal 19 Desember 2005 oleh pemerintah Kabupaten Lumajang dan termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Senduro. Desa Ranu Pani memilki luas 35,79 Km2 yang terbagi menjadi dua dukuh yaitu, Mbedog Asu dan Besaran. Batas utara Ranu Pani adalah Resort Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Tengger Laut Pasir, sebelah selatan berbatasan dengan RPTN Darungan, sebelah selatan berbatasan dengan RPTN Patok Picis, RPTN Kunci, RPTN Taman Satriyan dan sebelah timur berbatasan dengan RPTN Seroja, RPTN Candipuro (BBTNBTS 2010). Berdasarkan klasifikasi tipe iklim oleh Schmidt dan Ferguson (1951) kawasan Ranu Pani termasuk dalam iklim C. Suhu udara rata-rata mencapai 100C, curah hujan di Ranu Pani cukup tinggi yaitu, dengan nilai Q=33,3-60%. Ranu Pani dapat dicapai melalui dua jalur yaitu dari arah Lumajang melalui Senduro (±50 Km) dan dari arah Tumpang - Malang (±53 Km). Daerah Ranu Pani memperolah air tanah dari air hujan yang merembes melalui sebaran batu gunung, bergerak masuk ke dalam lapisan batuan di bawah batu lempung yang kedap air. Untuk keperluan sehari-hari masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pani diperoleh dari bukit, yaitu dari sumber air Amprong dekat Gunung Ayek-ayek yang berjarak kurang lebih 45 Km dari Ranu Pani. Jenis tanah daerah ini termasuk jenis regosol dan latosol dengan kelas tanah 5, artinya bahwa tanah di daerah ini sangat peka terhadap erosi. Berdasarkan hasil registrasi penduduk yang sudah dilakukan Pemerinah Kabupaten Lumajang tahun 2011 diperoleh jumlah penduduk di Desa Ranu Pani Kecamatan Senduro adalah 1259 jiwa dengan 625 jiwa penduduk laki-laki dan 634 jiwa penduduk perempuan. Desa Ranu Pani terdiri dari 300 KK dengan kepadtan penduduk 35 jiwa per Km2 dan tingkat pendidikan masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pani sangat rendah. Hal tersebut terbukti dari rendahnya jumlah masyarakat yang mengecap pendidikan SD yaitu sebanyak 382 jiwa dibandingkan dengan jumlah masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pani yang putus sekolah yang mencapai 282 jiwa. Pada umumnya masyarakat Suku Tengger Desa Ranu Pani hanya
berpendidikan sampai dengan Sekolah Dasar (SD). Hal tersebut disebabkan jauhnya akses untuk mencapai Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), serta jarangnya kendaraan umum untuk mencapai sekolah tersebut.
HASIL PENELITIAN Penyajian data dalam penelitian ini didasarkan data yang terkumpul dari penelitian di lapangan. Dimana hasil penelitian ini meliputi pendidikan terakhir yang ditempuh orang tua khususnya kepala keluarga, pendapatan, beban tanggungan keluarga, aksesibiltas dari rumah ke sekolah, dan persepsi kepala keluarga terhadap pendidikan anak yang putus sekolah dasar. 1. Pendidikan Orangtua Adapun hasil penelitian menegenai pendidikan yang ditempuh orangtua anak yang mengalami putus sekolah dasar sebagai berikut: Tabel 1.2 Pendidikan Orangtua Anak Putus Sekolah Dasar di Desa Ranu Pani Pendidikan Orangtua SD SMP SMA Jumlah
Frekuensi 98 2 0 100
Presentase 98 2 0 100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa orangtua yang mempunyai anak putus sekolah dasar mengenyam pendidikan terakhir sampai tingkat SD sebesar 98 responden (98%), sedangkan tingkat SMP sebesar 2 responden (2%), dan orangtua yang memiliki pendidikan terakhir SMA adalah 0 atau tidak ada orangtua yang menempuh pendidikan terakhir pada tingkat SMA. Kondisi ini jelas memberikan gambaran bahwa rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki orangtua siswa yang mengalami putus sekolah di Desa Ranu Pani. Kondisi tersebut jelas akan berdampak terhadap cara pandang seseorang terhadap sesuatu hal termasuk juga terhadap pendidikan anak. 2. Pendapatan Keluarga Untuk mengetahui pendapatan responden dapat dilihat pada tabel 1.3. Tabel 1.3 Pendapatan Keluarga Anak Putus Sekolah Dasar di Desa Ranu Pani Pendapatan (Rp/bulan)
Frekuensi
Persentase
<750.000
18 56 22 4 100
18 56 22 4 100
750.000<1.500.000 1.500.000<2.250.000 >2.250.000 Jumlah
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang sudah dilakukan mayoritas responden memiliki pendapatan sekitar 750.000<1.500.000 rupiah sebanyak 56 responden (56%). Responden yang memiliki pendapatan <750.000 rupiah sebanyak 18 responden (18%), 1.500.000<2.250.000 rupiah sebanyak 22 responden (22%), dan untuk yang >2.250.000 rupiah sebanyak 4 responden (4%). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa anak yang mengalami putus sekolah dasar terbesar dari keluarga yang memiliki pendapatan 750.000<1.500.000 rupiah. Dari hasil kuesioner diketahui rata-rata pendapatan orangtua siswa anak putus sekolah sebesar 1.196.450/bulan. 3. Beban Tanggungan Keluarga Kebutuhan tersebut salah satunya adalah pendidikan, sebagian besar dari anak yang mengalami putus sekolah adalah yang berasal dari keluarga dengan jumlah beban tanggungan orangtua yang banyak. Tabel 1.4 Beban Tanggungan Keluarga Anak Putus Sekolah Dasar di Desa Ranu Pani Jumlah Beban Tanggungan Frekuensi Persentase Keluarga (jiwa) 13 13 12 28 28 34 37 37 56 22 22 >6 100 100 Jumlah
Di tabel 1.4 diketahui bahwa sebagian besar anak yang mengalami putus sekolah adalah berasal dari keluarga yang memiliki jumlah tanggungan antara 5-6 jiwa yakni sebanyak 37 responden (37%). Anak putus sekolah yang berasal dari keluarga dengan jumlah beban tanggungan antara 34 jiwa yakni sebesar 28 responden (28%). Anak yang mengalami putus sekolah yang berasal dari keluarga yang jumlah beban tanggungan >6 jiwa yakni sebesar 22 responden (22%). Sedangkan yang paling kecil jumlah beserta persentasenya adalah keluarga dengan beban tanggungan 12 jiwa sebanyak 13 responden (13%). Dilihat dari kondisi tersebut jelas terlihat bahwa anak yang mengalami putus sekolah dasar berasal dari keluarga yang memiliki beban tanggungan yang lebih dari 2 jiwa, yakni 3 jiwa hingga lebih atau sama dengan 6 jiwa. Tabel 1.5 Jumlah Anak Putus Sekolah Dasar Tiap Keluarga di Desa Ranu Pani Jumlah Anak Putus Sekolah Frekuensi Persentase Dasar Tiap Keluarga (jiwa) 35 35 1 39 39 2 19 19 3 7 7 4 100 100 Jumlah
Dari tabel 1.5 dapat diketahui bahwa mayoritas setiap keluarga di Desa Ranu Pani memiliki anak putus sekolah dasar 2 anak sebanyak 39 responden (39%). Keluarga yang memiliki anak putus sekolah dasar 1 anak sebanyak 35 responden (35%) dan untuk keluarga yang memiliki anak putus sekolah dasar 3 anak sebanyak 19 responden (19%), sedangkan keluarga yang memiliki anak putus sekolah dasar 4 anak sebanyak 7 responden (7%). Hal tersebut menunjukkan dari 100 keluarga terdapat 198 anak yang mengalami putus sekolah dasar di Desa Ranu Pani. 4. Jarak Rumah Siswa Dengan Sekolah a. Jarak Untuk mengetahui jarak tempat tinggal responden dengan sekolah yang di tuju dapat dilihat pada tabel 1.6 di bawah ini. Tabel 1.6 Jarak Rumah Ke Sekolah Jarak (km) <1 1-<2 2-<3 ≥3 Jumlah
Frekuensi 19 48 21 12 100
Persentase 19 48 21 12 100
Berdasarkan tebel di atas mayoritas jarak tempat tinggal responden dengan sekolah terdapat pada retang 1<2 km sebanyak 48 responden (48%). Jarak terdekat responden terdapat pada rentang <1 km sebanyak 19 responden (19%), jarak 2<3 km sebanyak 21 responden (21%), dan jarak terjauh ≥3 km sebanyak 12 responden (12%). Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa jarak dapat mempengaruhi kondisi putus sekolah berkaitan dengan waktu dan kelelahan fisik yang akan dialami anak menjadi salah satu pertimbangan orangtua dalam memilihkan sekolah untuk anak-anaknya, ataupun untuk memutuskan keberlanjutan sekolah anaknya. b. Cara Tempuh Untuk mengetahui cara tempuh yang digunakan dapat dilihat tabel 1.7 di bawah ini: Tabel 1.7 Cara Tempuh Menuju Sekolah Cara Tempuh Frekuensi 79 Jalan kaki 21 Diantar 100 Jumlah
Persentase 79 21 100
Berdasarkan tabel diketahaui bahwa anak yang mengalami putus sekolah untuk menempuh sekolahnya adalah dengan cara jalan kaki dan diantar orangtuanya. Anak-anak lebih memilih jalan kaki karena orangtua tidak sempat mengantar anaknya ke sekolah, dan
adapun orangtua yang mengantar anaknya ke sekolah dikarenakan tempat orangtua bekerja dan sekolah searah. Selain itu anak-anak memilih jalan kaki atau diantar orangtua karena di daerah itu tidak ada transportasi umumyang dapat digunakan untuk menuju sekolah, karena pada daerah ini mempunyai topografi berbukit-bukit serta terpelosok sehingga pemerintah tidak menyediakan alat transportasi untuk daerah tersebut. Adapun alat transportasi pribadi seperti truk sayur, sepeda motor, dan pick up. Hal ini tentusaja akan memberikan pengaruh yang besar terhadap keberlangsungan belajar anak di sekolah, karena anak mengalami kelelahan fisik setiap harinya untuk menempuh sekolah. Hal tersebut dapat dibaca pada Tabel 5.5 di atas bahwa anak yang pergi ke sekolah dengan jalan kaki lebih banyak yakni 79 responden (79%) dibandingkan yang diantar sebanyak 21 responden (21%). c. Waktu Tempuh Berikut merupakan paparan data dari hasil penelitian di lapangan mengenai waktu tempuh ke sekolah bagi anak-anak yang mengalami putus sekolah dasar di Desa Ranu Pani. Tabel 1.8 Waktu Tempuh Menuju Sekolah Waktu tempuh (menit) Frekuensi 27 <30 22 30-<60 33 60-<90 18 ≥90 100 Jumlah
Persentase 27 22 33 18 100
Berdasarkan tabel 1.8 diketahui bahwa anak yang mengalami putus sekolah paling banyak yakni 33 responden (33%) adalah anak yang memiliki waktu tempuh kesekolah antara 60<90 menit. Untuk anak putus sekolah yang memiliki waktu tempuh <30 menit sebanyak 27 responden (27%), anak yang memiliki waktu tempuh 30<60 menit sebanyak 22 responden (22%), dan yang paling sedikit anak putus sekolah dengan waktu tempuh ≥90 menit sebanyak 18 responden (18%). Kondisi demikian memberikan sedikit gambaran bahwa waktu tempuh memberikan dampak terhadap kesempatan anak untuk dapat melanjutan sekolahnya, hal ini berkaitan dengan kelelahan fisik yang harus dialami anak apalagi cara tempuh ke sekolahnya adalah jalan kaki sehingga mempengaruhi terhadap minat anak dan juga orangtua untuk memberikan keputusan terhadap keberlanjutan sekolah anak pada jenjang sekolah dasar. 5. Persepsi Orangtua Terhadap Pendidikan Untuk mengetahui persepsi orangtua dalam pendidikan dapat dilihat pada tabel 1.9 berikut.
Tabel 1.9 Persepsi Orangtua Anak Putus Sekolah Tentang Pendidikan Pendapat Frekuensi 8 Sangat Setuju 23 Setuju 52 Tidak setuju 17 Sangat tidak setuju 100 Jumlah
Persentase 8 23 52 17 100
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahhui bahwa mayoritas persepsi orangtua mengenai pendidikan adalah 52 responden (52%) menjawab tidak setuju dengan pendidikan, 17 responden (17%) menjawab sangat tidak setuju, 23 responden (23%) menjawab setuju, dan 8 responden (8%) menjawab sangat setuju. Alasan orangtua mengatakan tidak setuju mengenai pendidikan dikarenakan mereka menganggap pada dasarnya sekolah akan menghabiskan biaya, dan nantinya anak mereka akan bekerja. Oleh sebab itu, orangtua mengambil keputusan untuk memperbolehkan anaknya untuk putus sekolah. 6. Kegiatan Anak Setelah Tidak Melanjutkan Sekolah Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kegiatan anak setelah tidak sekolah dapat dilihat pada tabel 1.10 berikut. Tabel 1.10 Kegiatan Anak Setelah Putus Sekolah di Desa Ranu Pani Jeni kegiatan Frekuensi 74 Bekerja 23 Menikah 3 Membantu di rumah 100 Jumlah
Persentase 74 23 3 100
Berdasarkan hasil penelitian kegiatan anak setelah tidak sekolah sebanyak 74 responden (74%) memilih bekerja, 23 responden (23%) memilih menikah, dan 3 responden (3%) memilih membantu di rumah. Kegiatan anak bekerja setelah mamutuskan sekolah dikarenakan tenaga mereka memang dibutuhkan di ladang dan orangtua mereka merasa usia anak sudah cukup untuk membantu di ladang, karena anak Suku Tengger meskipun usianya masih muda, namun mereka memiliki tubuh yang besar-besar. Sama halnya dengan anak perempuan Suku Tengger, meskipun usia mereka masih muda tetapi sudah dinikahkan dengan laki-laki yang usianya lebih tua. Jika tidak menikah anak perempuan membantu di rumah seperti menyapu, memasak, dan mencuci.
PEMBAHASAN 1. Kondisi pendidikan Tingkat pendidikan orangtua yang mempunyai anak putus sekolah dasar di Desa Ranu pani tergolong rendah. Menurut Sumardi (1982), menyatakan bahwa pendidikan rendah
adalah orangtua yang tidak pernah sekolah formal dan hanya pernah menduduki sekolah dasar. Mayoritas pendidikan terakhir orangtua mencapai lulus sekolah dasar atau SD dari seluruh orangtua yang memiliki anak putus sekolah dasar. Oleh sebab itu rendahnya pendidikan terakhir orangtua menyebabkan rendahnya kepedulian orangtua untuk memberikan pendidikan yang tinggi dan berkualitas untuk masa depan anak. 2. Kondisi pendapatan Pendapatan orangtua sangat erat hubungannya dengan pendidikan anak sehingga anak dapat memperoleh pendidikan yang baik atau tidak. Pendidikan merupakan hal yang tidak lepas dengan biaya. Sehingga kecilnya pendapatan akan menghambat pendidikan seoranga anak. Di dalam penelitian ini ditemukan bahwa orangtua memiliki anak yang putus sekolah dasar mayoritas berpenghasilan rendah atau pas-pasan dengan kisaran 750.000<1.500.000 rupiah. Tentunya dengan pendapatan tersebut akan sulit untuk memenuhi kebutuhan anak dalam hal pendidikan. Oleh sebab itu, kondisi pendapatan dapat menentukan keberlangsungan pendidikan anak. 3. Kondisi Beban Tanggungan Di hasil penelitian ini ditemukan bahwa semakin besar jumlah beban tanggungan keluarga, maka anak yang mengalami putus sekolah semakin besar. Di penelitian ini juga ditemukan bahwa bukan hanya anak yang menjadi beban tanggungan keluarga, melainkan ada pihak lain yang menjadi beban tanggungan keluarga seperti menantu, mertua, dan ponakan yang menurut hasil penelitian 37 responden (37%) memiliki 56 jiwa beban tanggungan dalam satu keluarga berpotensi menyebabkan anak putus sekolah dan tiap keluarga mayoritas memiliki anak putus sekolah dasar 3 anak sebanyak 37 responden (37%). Oleh sebab itu, selain pendapat beban tanggungan keluarga juga perlu diperhatikan. 4. Kondisi Aksesibilitas Aksesibilitas adalah mudahnya sekolah untuk dijangkau dari rumah siswa. Dalam aksesibilitas terdapat sarana dan prasarana penentu dalam dunia pendidikan. Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah alat atau jarak menuju sekolah. Jarak sangat berpengaruh dalam aktivitas manusia dalam bidang apapun. Jika permasalahan aksesibilitas tidak ditanggulangi dapat menimbulkan masalah pendidikan yang lain seperti menurunnya minat atau motivasi belajar siswa hingga berujung pada penurunan mutu pendidikan dan banyaknya anak putus dan tidak sekolah. Mayoritas jarak tempat tinggal responden dengan sekolah terhadap pada rentang 12 km sebanyak 48 responden (48%).
Berdasarkan pola responden menunjukkan semakin dekat jarak rumah ke sekolah maka semakin besar anak putus sekolah. Sebaliknya, semakin jauh jarak dari rumah ke sekolah, semakin sedikit anak yang mengalami putus sekolahh. Hal tersebut dikarenakan meskipun jarak 1-2 Km terhitung dekat, tidak adanya transportas umum seperti becak dan ojek karena topografi desanya yang berbukit-bukit dan jalanan yang rusak menyebabkan anak-anak tersebut mengalami kelelahan fisik karena perjalanan yang mereka tempuh dengan berjalan kaki. Oleh sebab itu, faktor jarak menjadi salah satu latar belakang untuk mengambil keputusan pendidikan bagi anaknya. Tidak adanya transportasi umum karena topografi yang berbukit tersebut menjadikan jalan kaki atau mengendarai motor sebagai alat transportasi yang efisien untuk mencapai tempat yang ingin dituju. Namun dalam hal ini anak-anak yang ingin mencapai sekolah hanya bisa jalan kaki karena kesibukan orangtua ke ladang sehingga tidak dapat mengantar anak-anaknya ke sekolah. Oleh sebab itu anak memilih untuk putus sekolah. Jadi variabel aksesibilitas dapat menjadi latar belakang anak untuk putus sekolah. 5. Persepsi Orangtua Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas persepsi orangtua terhadap pendidikan adalah 52 responden (52%) tidak menyetuju pendidikan, 17 responden (17%) sangat tidak menyetujui pendidikan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa 69 responden setuju bahwa anak mereka putus sekolah. Orangtua beranggapan bahwa sekolah itu penting tetapi hanya sekedar bisa baca, tulis, dan berhitung saja sudah cukup sehingga tak heran di Desa Ranu Pani banyak anak yang buta huruf. Karena semakin lama anak tidak mengasah kemampuannya maka kemampuan tersebut akan hilang, kemampuan yang dimaksud adalah baca, tulis, dan berhitung. Padahal pada kenyataannya hanya bisa itu saja tidak cukup untuk memenuhi tuntutan jaman yang sudah maju. Dan hal itu terbukti setelah melakukan penelitian di lapangan, masih banyak anak anak yang buta huruf. Sehingga anak-anak tersebut diarahkan oleh orangtuanya untuk membantu bekerja di ladang dan mendapat penghasilan. Berdasarkan hasil penelitian kegiatan anak setelah putus sekolah adalah membantu orangtua di ladang/bekerja sebanyak 74 responden (74%), untuk sisanya 23 responden (23%) memilih menikah, dan 3 responden (3%0 memilih membantu di rumah. Untuk yang memilih menikah, di Desa Ranu Pani bukanlah hal yang baru. Karena di sana anak perempuan yang memiliki tubuh besar dan cantik akan segera dilamar dan dinikahkan. Usia anak perempuan tersebut berkisar antara 1012 tahun sudah di nikahkan. Bahkan ada pengalaman anak usia
kelas 5 SD yakni usia 11 tahun sudah tinggal satu rumah dengan calon suaminya. Selain itu lingkungan masyarakat juga mempengaruhi keputusan untuk tidak menyekolahkan anaknya atau putus sekolah. Oleh sebab itu, persepsi orangtua dan lingkungan masyarakat dapat mempengaruhi keputusan anak dalam keberlangsungan pendidikan.
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijabarkan pada BAB V, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa kondisi orangtua yang mempunyai anak putus sekolah sebagai berikut: 1. Tingkat pendidikan orangtua yang mempunyai anak putus sekolah dasar di Desa Ranu Pani Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang mayoritas hanya lulusan sekolah dasar (SD). 2. Tingkat pendapatan orangtua yang memiliki anak putus sekolah dasar di Desa Ranu Pani Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang mayoritas memiliki pendapatan 750.000<1.500.000. 3. Beban tanggungan orangtua yang memiliki anak putus sekolah dasar di Desa Ranu Pani Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang mayoritas memiliki beban tanggungan 5-6 jiwa. 4. Kondisi aksesbiltas siswa yang putus sekolah di Desa Ranu Pani Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang di pengaruh oleh dua indikator, yaitu jarak dan cara tempuh. Jarak tempuh dari rumah menuju sekolah siswa yang mengalami putus sekolah dasar di Desa Ranu Pani Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang cukup jauh bagi anak sekolah dasar yakni 1-2 Km dan cara tempuh yang dilakukan setiap harinya dengan berjalan kaki karena di desa tersebut tidak ada transportasi umum yang disebabkan Desa Ranu Pani memiliki topografi yang berbukit bukit dan jalanan di sana rusak parah. 5. Persepsi orangtua yang memiliki anak putu sekolah di Desa Ranu Pani Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang menyatakan tidak setuju mengenai pendidikan. Mereka menganggap pendidikan dan bersekolah akan menghabiskan biaya karena anak ujungujungnya akan bekerja di ladang juga. Saran Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diajukan saran-saran untuk dipertimbangkan oleh pihak berwenang, sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah perlu terus mengadakan sosialisasi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pendidikan tentunya dengan mengikut sertakan para tokoh masyarakat di desa tersebut mengenai pentingnya bersekolah hingga kepelosok pegunungan serta daerah yang terpencil secara berkelanjutan. 2. Memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan dan juga sarana transportasi sehingga dapat memudahkan menuju sekolah. 3. Mempertegas aturan tentang pernikahan anak usia dini di Desa Ranu Pani Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang. 4. Pemerintah desa diharapkan terus mengdakan pendataan mengenai anak yang putus sekolah dasar setiap daerah secara merata. Data ini, kemudian dijadikan landasan dalam memutuskan suatu kebijakan yang menjadi pedoman untuk meningkatkan pendidikan di daerah terpelosok. 5. Pemerintah daerah diharapkan ikut turut terjun langsung kelapangan. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah tau persis gambaran keadaan di Desa Ranu Pani khususnya mengenai pendidikan, karena tidak semua data yang diterima pusat merupakan data yang valid. 6. Diharapkan adanya kesadaran guru-guru di Desa Ranu Pani dalam pelaksanaan pendidikan setiap harinya dan diharapkan juga adanya komunikasi yang baik antara guru dan siswa agar tercapainya tujuan pendidikan. 7. Berhubung adanya keterbatasan waktu diharapkan bagi peneliti lanjut meneliti mengenai Motivasi Anaka Untuk Melanjutkan Sekolah.
DAFTAR RUJUKAN Badan Pusat Statistik Kabupaten Lumajang. 2012. Kabupaten Lumajang Dalam Angka 2009. Lumajang. Lumajang: BPS BBTNBTS.2010. Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 2010. Lumajang: BBTNBS Dinas Pendidikan.2012. Data Anak Putus Sekolah Dasar 2012. Kabupaten Lumajang: Dinas Pendidikan Kabupaten Lumajang Moleong, Lexy. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Bandung Sumardi, Mulyanto. 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok (Hans-Dieter Evers, Ed). Jakarta: CV Rajawali. Tika, Pabundu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Rineka Cipta.