Karakteristik Kebutuhan Daya dan Panjang Cacahan pada Chopper Tipe Pisau Tebas1) Bambang Purwantana2) Abstrak Chopper tipe pisau tetap dengan sistem pengaliran potongan langsung banyak digunakan untuk pencacahan rumput-rumputan karena pada umumnya dapat dibuat dalam ukuran kecil dengan konstruksi yang sederhana. Namun demikian chopper tipe ini memerlukan daya yang sangat tinggi dan porosnya secara dinamis tidak stabil disamping distribusi panjang potongan atau cacahan yang tidak seragam. Sebuah chopper dengan sistem pisau tebas (flail) telah dikembangkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kinerja terbaik dari chopper tipe pisau tebas berdasarkan analisis bentuk pisau, proses pemotongan dan aliran potongan, penataan pisau pada poros, dan dinamika poros. Karakteristik daya dikaji berdasarkan distribusi daya dan flukstuasi torsi. Distribusi panjang potongan bahan dihitung dari model proses pemotongan berdasarkan faktor-faktor operasional mesin dan kondisi tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan daya naik secara linier terhadap kenaikan volume bahan yang dicacah dan bervariasi terhadap jenis dan umur tanaman. Amplitudo fluktuasi torsi lebih disebabkan karena jarak antar pisau sedang frekuensi torsi dipengaruhi oleh kecepatan revolusi poros. Distribusi cacahan didominasi oleh panjang potongan 10 cm; meskipun dalam jumlah yang kecil terdapat juga panjang potongan antara 30-40 cm Kata kunci: chopper, pisau tebas, daya, panjang cacahan
1. PENDAHULUAN Chopper merupakan nama umum dari mesin pemanen atau pencacah rumputrumputan (misal forage harvester) untuk menghasilkan silase. Silase merupakan potongan atau cacahan dari rumput-rumputan, jagung dan sejenisnya yang disediakan untuk makanan ternak. Dalam operasionalnya chopper biasanya digandengkan pada sebuah traktor, atau dapat pula memiliki unit penggerak sendiri. Konstruksi dasar dari chopper terdiri atas susunan pisau yang dipasangkan pada suatu poros, baik horisontal maupun vertikal, dan biasanya juga dilengkapi dengan unit penghembus (blower) untuk membawa aliran potongan ke dalam suatu penampung. Kecepatan potong merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses pencacahan. McRandal dan McNulty (1978) menyatakan bahwa kecepatan minimum untuk pemotongan rumputan adalah 20 m/det. O’Dogherty dan Gale (1986) dalam penelitiannya tentang pemotongan rumput-rumputan juga mendapatkan bahwa kecepatan kritis adalah antara 15 sampai 30 m/detik; dibawah kecepatan itu pemotongan sangat tidak efektif dipandang dari sudut energi spesifik pemotongan. Dilaporkan juga oleh Chattopadhyay dan Pandey (1999) bahwa ketika kecepatan pemotongan dinaikkan dari 20 ke 60 m/det, energi pemotongan per unit luas penampang melintang bahan turun menjadi hanya sepertiganya. 1) Dipresentasikan pada Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian dan Kongres Luar Biasa PERTETA, Bogor 29-30 November 2006 2) Dosen Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. E-mail:
[email protected] 1
Kebutuhan energi untuk pemotongan atau pencacahan rumputan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti: varietas, umur, bagian atau posisi potongan, kadar lengas bahan, dan cara pemotongan. Chancellor (1958) mendapatkan adanya perbedaan kebutuhan energi karena perbedaan spesies tanaman. Chancellor (1958), Schroeder (1961) dan DeGraff (1960) melaporkan bahwa kebutuhan energi gesek adalah maksimum pada kadar air bahan antara 20 sampai 40%. McRandal dan McNulty (1980) mendapatkan bahwa semakin tua dan semakin besar ukuran tanaman maka semakin tinggi kebutuhan energi potongnya. Oldenburg (1986) melaporkan bahwa diperlukan energi antara 2,19 sampai 5,6 W.jam/m2 untuk memotong rumput-rumputan. McRandal dan McNulty (1978) melaporkan bahwa rata-rata energi pemotongan turun dengan meningkatnya kecepatan potong dari pisau. Namun demikian apabila pisau dipasang secara tetap pada poros maka kecepatan potong yang tinggi akan menyebabkan hentakan dan getaran yang berlebih pada mesin atau badan chopper. Untuk itu pemakaian pisau tebas (flail) atau pisau yang di pin dan dapat berputar pada sumbunya akan sangat membantu mengurangi getaran pada badan mesin. Beberapa penelitian telah dilakukan dalam rangka mengurangi konsumsi energi untuk pemotongan rumput-rumputan. Salah satunya adalah dengan menggunakan konfigurasi pemotongan langsung (cut-and-throw) dengan sistem pemotongan keatas (Shinners et al., 1991). Dilaporkan bahwa cara ini dapat menghemat 30-34% kebutuhan energi dibanding cara pemotongan konvensional. Cara ini efektif untuk pemotongan dengan kecepatan tinggi. Dan seperti diuraikan diatas, penggunaan pisau potong tipe tebas merupakan pilihan untuk cara pemotongan demikian. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kinerja terbaik dari suatu chopper tipe pisau tebas. Analisis dikaji berdasarkan parameter bentuk pisau, proses pemotongan dan aliran potongan, penataan pisau pada poros, dan dinamika poros. Karakteristik daya dikaji berdasarkan distribusi daya dan flukstuasi torsi. Distribusi panjang potongan diukur dan dihitung berdasarkan faktor-faktor operasional mesin dan kondisi tanaman.
2. ESTIMASI DISTRIBUSI PANJANG POTONGAN Pada mesin pemanen ataupun chopper rumput dengan pisau tebas, panjang potongan atau cacahan dipengaruhi oleh jenis tanaman, tinggi tanaman dan kondisi operasi. Pada pendekatan ini model proses pemotongan batang dibuat berdasarkan analisis geometri bidang (dua dimensi) dan distribusi panjang potongan dihitung sebagai fungsi tinggi batang dan jarak perpindahan per rotasi pisau. Koordinat posisi pisau tebas, posisi titik potong dan posisi batang diilustrasikan melalui Gambar 1. Bahan, dalam hal ini batang rumputan, diumpankan pada chopper dengan kecepatan V dan pada proses pemotongan diasumsikan batang tetap pada kondisi tegak. Dua proses pemotongan dianalisis berdasarkan karakteristik tinggi tanaman yaitu kasus dimana tanaman lebih rendah daripada mesin dan kasus dimana tanaman lebih tinggi daripada mesin. a. Model proses pemotongan tanaman yang lebih rendah dari tinggi mesin. Misalkan tinggi kerangka mesin adalah yo, dan seperti ditunjukkan pada Gambar 1 tinggi tanaman Ls digambarkan melalui garis putus-putus dan diumpankan pada posisi tegak kedalam chopper. Ujung bahan menyentuh garis lintasan putar ujung pisau (pada titik 2
kontak T(xi , yi) pada posisi B1. Setelah waktu t bahan datang pada posisi B2 sedemikian sehingga interseksi C(xc , yc) antara batang dan garis lingkaran dapat dinyatakan dengan persamaan:
xc xi v.t r 2 h Ls V .t 2
(1)
F
N
G(0,h)
C2
N’
A T
r C C1 D3
D2
Ls
T
Lm
B2 B1
L1
D1 V
Gambar 1. Koordinat untuk model proses pemotongan
Sementara itu posisi pisau tebas GF dapat dijabarkan dengan sudut θ dari jari-jari GT ketika batang pada posisi B1. Setelah waktu t koordinat ujung pisau dapat dinyatakan sebagai berikut: x f r. cos.t (2) y f r. sin.t
(3)
Batang dipotong pada posisi C dan untuk menentukan t, xc disamakan dengan xf. Dengan demikian waktu t dan panjang potongan l dapat dihitung berdasarkan persamaan 4 dan 5 berikut.
r 2 h Ls V .t r. cos.t 2
(4)
l Ls y f Ls r. sin.t h (5) Panjang potongan pada pemotongan berikutnya dapat dihitung dengan mengganti nilai yang sudah ditentukan untuk xc atau yf kedalam xi dari persamaan (1) atau Ls dari persamaan (5) mengikuti posisi awal pisau θ = 0o. Panjang dapat diperoleh dengan cara yang sama dan batang dipotong ketika bahan datang pada titik pusat O. Metode penentuan waktu t untuk menyelesaikan fungsi trigonometri persamaan (4) adalah sebagai berikut. Nilai aktual disubstitusi kedalam t pada persamaan (4) pada interval 0,25 x 60/n x1/360 detik sesuai dengan sudut rotasi pisau 0,25o dimana n adalah kecepatan rotasi pisau. Nilai yang paling mungkin untuk t diperoleh ketika kedua anggota persamaan (4) adalah mendekati sama atau ekivalen. Dengan kata lain, karena posisi pisau tebas adalah tidak dapat ditentukan ketika bahan pada posisi B1, pada persamaan (4) sudut θ dapat ditentukan pada sembarang nilai antara 0o dan 360o. Nilai aktual dengan interval 18o disubstitusikan kedalam θ dan kemudian 20 nilai t yang berbeda dihitung menggunakan 3
komputer. Sebagai konsekuensinya akan diperoleh 20 kurva distribusi panjang potongan dan rerata dari kurva-kurva tersebut dapat diadopsi sebagai hasil dari model pertama. b. Model proses pemotongan tanaman yang lebih tinggi dari tinggi mesin. Misalkan tinggi kerangka mesin adalah yo, dan seperti ditunjukkan pada Gambar 1 batang Ll diilustrasikan dengan garis utuh dan diumpankan ke chopper pada posisi bersudut. Batang bersinggungan dengan titik A pada rangka mesin pada posisi D1 dan setelah waktu to menyentuh lingkaran lintasan ujung pisau pada titik T(xi , yi). Setelah waktu t1 batang pada posisi D3 dipotong di titik C1. Batang pada posisi D3 mengikuti persamaan sederhana berikut (6) y tan .x b dimana yo (7) tan V (t o t1 ) yo (8) b y o xo V (t o t1 ) Dan to dapat ditentukan secara geometri sebagai berikut yo y o r 2 xo2 (9) to V tan V xo (h y o ) r xo (h y o ) 2 r 2
Garis lintasan lingkaran dari ujung pisau adalah : x 2 ( y h) 2 r 2 , dan dari persamaan (6) jarak x untuk titik C1 dapat dinyatakan dengan:
xc1
h tan b tan (tan 2 1)r 2 (h b) 2
(10) tan 2 1 Kondisi potongan tanaman dapat diberikan dengan xc1 = xf, dan dengan demikian dari persamaan (2) dan (10) waktu t1 dapat diformulasikan sebagai berikut
h tan b tan (tan 2 1)r 2 (h b) 2
(11) r cos(t1 ) tan 2 1 Di dalam persamaan (11) nilai-nilai tan dan b diperoleh dari persamaan (7), (8) dan (9). Seperti ditunjukkan pada Gambar 1 bagian potongan bahan diatas ruas C1N mungkin melompat keatas. Panjang potongan atau cacahan l1 dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut: y r sin(t1 ) h (12) l1 C1 N AN C 2 A o xo r sin Sementara itu bagian sebelah kiri yang tidak terpotong, D3C1, diumpankan pada kecepatan V pada posisi sudut dan dipotong pada saat t2 dari posisi D3. Tinggi potongan dapat diformulasikan sebagai y tan ( x xc1 Vt 2 ) ketika dipotong dan untuk mendapatkan t2 pernyataan untuk b harus disubstitusikan kedalam persamaan (11) dengan nilai = 0o. b (Vt 2 xc1 ) tan (13) 4
Dengan demikian panjang potongan l2 adalah sebagai berikut r sin t 2 h rsin(t1 ) sin t 2 l 2 D3C1 sin sin
(14)
Bagian lain C2N’ dibawah mata pisau secara hipotetis diumpankan dalam posisi horisontal pada kecepatan V. Panjang potongan l3 dalam proses ini akan sesuai jarak perpindahan maju tiap rotasi pisau 2V (15) l3
Dari formulasi-formulasi diatas maka dapat diperhitungkan bahwa panjang potongan atau cacahan akan berkisar pada nilai l1, l2, dan l3. Diantara tanaman yang lebih panjang dari yo, jika panjangnya antara yo sampai dengan D2A maka pada saat diumpankan dengan kecepatan V mempunyai posisi yang membentuk sudut . Jika panjangnya adalah Lm, maka sudut dapat diperoleh dengan yo (16) tan 1 2 2 Lm y o Bahan menyentuh lintasan lingkaran ujung pisau dan dipotong setelah waktu t1. Dengan mengikuti penjabaran seperti pada persamaan (6) maka nilai b dapat ditentukan sebagai berikut: (17) b Vt1 tan yi xi tan Perhitungan untuk panjang potongannya dilakukan dengan cara yang sama untuk menghitung Ll. Panjang potongan diperoleh dengan mensubstitusikan b pada persamaan (17) kedalam persamaan (11).
3. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan menggunakan model chopper pisau tebas yang digandengkan di depan traktor seperti terlihat pada Gambar 2. Spesifikasi mesin ditunjukkan pada Tabel 1. Komponen utama mesin terdiri atas 18 pasang pisau tebas yang di-pin pada dudukan yang terpasang pada suatu poros horisontal. Rotor digerakkan dengan motor listri 1,5 kW melalui transmisi belt-puli. Kecepatan putar rotor bervariasi antara 500 – 1100 rpm yang menghasilkan kecepatan linier antara 9 sampai 20 m/det. Tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah rumput gajah dan kedelai. Kondisi tanaman ditunjukkan pada Tabel 2. Tinggi, jumlah dan berat tanaman dihitung berdasarkan rata-rata nilai per satuan luas 1 (satu) meter persegi. Pencacahan atau pemotongan tanaman dilakukan pada kecepatan putar 500, 600, 700, 800, 900, 1000, dan 1100 rpm. Kecepatan kerja atau kecepatan maju mesin diatur pada kisaran 1,5 km/jam. Kecepatan putar rotor diukur pada kondisi tanpa beban, sedang kecepatan kerja mesin diukur pada saat mesin beroperasi. Torsi yang bekerja pada poros rotor diukur menggunakan sensor gaya, strain gage, yang dilengkapi dengan instrumen strain amplifier dan data recorder. Kecepatan rotasi poros diukur menggunakan rorary encoder, sedang kecepatan maju mesin (travelling speed) diukur menggunakan stop watch dan roll meter. Sebuah cerobong dipasang diatas kerangka rotor dan distribusi kecepatan udara yang melalui cerobong aliran pengeluaran 5
cacahan bahan diukur menggunakan air-velocity meter pada kondisi tanpa beban di dua posisi yaitu 0,5 meter dan 1,5 meter dari ujung pisau pemotong. Untuk mengukur panjang potongan rumput, digunakan sampel sebanyak 500 gram dalam setiap perlakuan. Distribusi panjang potongan diperoleh baik berdasar proporsi berat maupun proporsi jumlah..
Gambar 2. Model chopper yang digunakan dalam percobaan.
Tabel 1. Spesifikasi chopper pisau tebas Lebar pemotongan total Diameter rotor Diameter lingkaran luar pisau Jumlah pisau Jarak antar pisau Lebar pemotongan tiap pisau Ukuran pisau
320 mm 140 mm 340 mm 18 pasang (dibagi 4 lajur) 70 mm 40 mm 75 mm x 26 mm x 3 mm
Tabel 2. Kondisi tanaman untuk percobaan Tanaman Rumput gajah Kedelai
Umur 10 minggu 10 minggu
Produk 37 ton/ha 22 ton/ha
Tinggi 640 mm 220 mm
Kerapatan 846/m2 102/m2
Kadar air 83% 81%
4. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Karakteristik Kebutuhan Daya Pada mesin pemotong, pemanen ataupun chopper, kebutuhan daya pada umumnya ditentukan oleh faktor-faktor seperti jenis tanaman, umur tanaman, panjang potongan, dan lain-lain. Pada penelitian ini panjang potongan tidak divariasi melalui rancangbangun mesin sehingga diskusi kebutuhan daya difokuskan pada pengaruh jenis dan fase pertumbuhan tanaman. 6
Gambar 3 memperlihatkan bahwa rata-rata kebutuhan daya naik mendekati linier terhadap kenaikan laju pengumpanan bahan. Kebutuhan daya ini dihitung dari kurva distribusi torsi, dan laju pengumpanan dihitung dari produksi per satuan luas, lebar pemotongan dan kecepatan maju mesin. Untuk tanaman rumput gajah, diperlukan daya antara 4 – 7 PS pada laju pengumpanan maksimum 3,2 kg/det, dan sebagai konsekuensinya mesin memerlukan daya maksimum kira-kira 10 PS berdasarkan perhitungan distribusi frekuensi dari torsinya. Rumput gajah memerlukan daya yang lebih besar dibanding kedelai. Hal ini disebabkan karena perbedaan tahanan pemotongan ataupun tinggi tanaman antara tanaman rumput gajah dengan kedelai. Pengaruh fase pertumbuhan atau umur tanaman terhadap kebutuhan daya pemotongan ataupun pencacahan secara tidak langsug juga dapat dicermati melalui Gambar 3. Tanaman yang lebih muda memerlukan daya pemotongan yang lebih rendah dibanding tanaman yang lebih tua. Distribusi daya terhadap kecepatan putar poros, dalam pengertian jarak maju mesin per putaran pisau (pitch) ditunjukkan pada Gambar 4. Daya gesekan mekanis diukur ketika pisau-pisau belum dipasangkan, sedang daya mekanis berupa gesekan dengan udara ditentukan pada pengukuran daya ketika pisau-pisau dipasangkan tetapi tidak dalam kondisi memotong atau mencacah bahan. Dari sini dapat dilihat bahwa kebutuhan daya untuk mengalirkan udara mencapai 25-35% dari total kebutuhan daya; suatu nilai yang sangat tinggi bila dikaitkan dengan efisiensi mesin. 5
8
penghembusan 4
pemotongan total
Daya (PS)
Daya (PS)
6
4
3 2
rumput
2
1
kedelai 0 1
1.5
2
2.5
3
3.5
Debit pengum panan (kg/det)
Gambar 3. Pengaruh jenis tanaman dan debit pengumpanan
0 400
600
800
1000
1200
Kecepatan putar rotor (rpm )
Gambar 4. Distribusi kebutuhan daya
b. Karakteristik Fluktuasi Torsi Karakteristik dinamis torsi yang bekerja dianalisis berdasarkan distribusi frekuensi dan kerapatan spektrum daya dari fluktuasi torsi. Contoh distribusi frekuensi dari torsi yang diukur ditunjukkan melalui Gambar 5. Kurva diperoleh dari contoh hasil pengukuran fluktuasi torsi yang terjadi dalam suatu pemotongan dengan periode yang pendek yaitu pada pemotongan batang kedelai. Suatu instrumen oscillograms yang diperhalus dengan low-pass filter 15 Hz digunakan untuk menganalisis kurva sedemikian sehingga kurva yang diperoleh dapat memperlihatkan amplitudo laju pengumpanan bahan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa amplitudo fluktuasi torsi mempunyai nilai yang sangat besar dan nilai reratanya naik terhadap kenaikan jarak maju per rotasi pisau. 7
Hasil analisis kerapatan spektrum daya dari perilaku torsi pada pemotongan tanaman kedelai menggunakan osilogram menunjukkan bahwa puncak daya terletak pada frekuensi 13 – 16 Hz sesuai dengan dua kali frekuensi poros pto dan puncak-puncak pada frekuensi 20 – 25 Hz disebabkan oleh rotasi poros pisau. Puncak pada 40 – 50 Hz sesuai dengan dua kali frekuensi revolusi rotor. Hal ini disebabkan pada chopper yang diuji, pisaupisau dipasang dengan jarak 180o dan jarak antar tanaman adalah lebih lebar daripada jarak yang ditempuh setiap rotasi pisau. 0.2
Frekuensi relatif
0.15
0.1
0.05
0 0
2
4
6
8
10
Torsi rotor (kg.m )
Gambar 5. Kurva distribusi frekuensi torsi rotor
c. Panjang Potongan Distribusi panjang potongan bahan ditunjukkan pada Gambar 6. Panjang potongan kedelai dinyatakan dalam bentuk jumlah potongan sedang pada rumput dinyatakan dalam bentuk berat. Secara keseluruhan hampir semua potongan mempunyai panjang rerata 10 cm; meskipun dijumpai pula panjang potongan yang mencapai 30-40 cm daam jumlah yang sangat sedikit. Puncak frekuensi naik secara tajam sebagai fungsi jarak perpindahan maju per rotasi pisau. Dari hasil pengamatan visual dijumpai pula bahan yang tersayat, tidak terpotong, oleh mekanisme pisau tebas, khususnya pada pemotongan dengan kecepatan rendah.. 0.3
Frekuensi relatif
Frekuensi relatif
0.3
0.2
0.1
0.2
0.1
0
0 0
10
20
30
Panjang potongan (cm )
(a) Kedelai
40
0
10
20
30
40
Panjang potongan (cm )
(b) Rumput gajah
Gambar 6. Distribusi frekuensi potongan bahan
8
Dari hasil pengukuran, tinggi tanaman rata-rata untuk kedelai dan rumput gajah masing-masing adalah 220 dan 640 mm dengan distribusi frekuensi mendekati normal. Hasil perhitungan distribusi panjang potongan berdasarkan model 1 dan model 2 ditunjukkan pada Gambar 7. Dari gambar tersebut terlihat bahwa apabila tinggi tanaman adalah melebihi tinggi mesin maka panjang potongan reratanya akan lebih besar dibanding apabila tinggi tanaman lebih rendah dari tinggi mesin. Perkiraan panjang potongan berdasarkan model 1 dan 2 ditunjukkan pada Gambar 8. Diperlihatkan bahwa pola distribusi panjang potongan hasil perhitungan dan pengukuran adalah mirip satu dengan yang lain dan bervariasi terhadap jarak maju atau jarak rotasi tiap pasang mata pisau. 0.3
0.3
Perhitungan
h=Lm
0.2
Percobaan
0.25
h=Ls
Frekuensi relatif
Frekuensi relatif
0.25
0.15 0.1 0.05
0.2 0.15 0.1 0.05
0
0 0
10
20
30
0
Panjang potongan (cm )
10
20
30
Panjang potongan (cm )
Gambar 7. Distribusi frekuensi panjang potongan hasil perhitungan
Gambar 8. Perbandingan frekuensi panjang potongan hasil perhitungan dan pengukuran
5. KESIMPULAN 1. Kebutuhan daya rotor bertambah secara linier sebagai fungsi debit masuk bahan atau tanaman dan bervariasi terhadap jenis bahan atau tanaman. 2. Kebutuhan daya untuk penghembusan (blowing) mencapai sekitar 30% total daya 3. Amplitudo fluktuasi torsi merupakan fungsi jarak melingkar antar pisau pada rotor dan variasi debit masuk bahan yang dipotong. Frekuensi fluktuasi torsi dipengaruhi oleh kecepatan revolusi rotor. 4. Pada tanaman yang lebih tinggi dari mesin panjang potongan reratanya lebih besar dibanding apabila tinggi tanaman lebih rendah dari mesin 5. Pola distribusi panjang potongan hasil perhitungan identik dengan hasil pengukuran dan bervariasi terhadap jarak rotasi mata pisau
DAFTAR PUSTAKA Chancellor, W.J. 1958. Energy requirements for cutting forage. Agricultural Engineering 39(10):633-636 Chattopadhyay, P.S., dan PK.P. Pandey. (1999). Effect of Knife and Operational Parameter on Energy Requirement in Flail Forage Harvesting. Journal of Agricultural Engineering Research, No.73: 3-12 9
DeGraff, R.P. 1960. Factors affecting the energy required to cut forage materials. MS Thesis, Purdue University, West Lafayette, IN McRandal, D.M., dan P.B. McNulty. (1978). Impact Cutting Behaviour of Forage Crops; Mathematical Models and Laboratory Tests. Journal of Agricultural Engineering Research, No.23: 313-328 McRandal, D.M., dan P.B. McNulty. (1980). Mechanical and and physical properties of grasses. Journal Transaction of the ASAE 23(4):816-821 O’Dogherty, M.J dan G.E. Gale. (1986). Laboratory Studies of the Cutting of Grass Stems. Journal of Agricultural Engineering Research, No.35: 115-129 Oldenburg, J. 1986. Lightweight Mowers and Energy Eficiency. Florida Turf Digest 3(3):10,42 Schroeder, M.E. 1961. Method for determining the energy to shear forage. MS Thesis, Purdue University, West Lafayette, IN Shinners, K.J., R.G. Koegel, P.J. Pritzl. 1991. An upward cutting cut-and-throw forage harvester to reduce machine energy requirements. Transaction of the ASAE 37(4):1059-1067
10