KARAKTERISTIK GUNDUKAN BERTELUR DAN PERILAKU BERTELUR BURUNG GOSONG KAKI-MERAH (Megapodius reinwardt Dumont 1823) DI PULAU RINCA, TAMAN NASIONAL KOMODO
MARIA ROSDALIMA PANGGUR
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
KARAKTERISTIK GUNDUKAN BERTELUR DAN PERILAKU BERTELUR BURUNG GOSONG KAKI-MERAH (Megapodius reinwardt Dumont 1823) DI PULAU RINCA, TAMAN NASIONAL KOMODO
MARIA ROSDALIMA PANGGUR
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelas Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
EXECUTIVE SUMMARY MARIA ROSDALIMA PANGGUR. Mound Characteristics and Breeding Behaviour of Orange-footed Scrubfowl (Megapodius reinwardt Dumont 1823) in Rinca Island, Komodo National Park. Under Supervision of YENI A. MULYANI AND HARYANTO R. PUTRO. Orange-footed Scrubfowl (Megapodius reinwardt) is a kind of bird which uses heat of its environment to incubate its eggs through the process of plant decomposition (rotting) found in the forest floor. The bird lives in the lowland forest which provides nutrition and litter for constructing its mound, such as those found in TN Komodo. In this area, the bird has a unique interaction with komodo in the common use of mound and prey. This research is to examine the mound characteristics of orange-footed scrub fowl, the absences of the breeding behavior and population of Orange-footed Scrubfowl. This research was taken place in Rinca Island, Komodo NP for ± 3 months, March – May 2008. Data type taken is primary data consisting of soil texture, density of subsoil-water, soil pH, organic composition of the soil, and altitude from sea level, solar ray intensity, the condition of the plant around mound, distance from the sea shore, temperature inside mound and humidity and temperature outside mound. Another thing observed was breeding behavior, interaction with Komodo and population of Orange-footed Scrubfowl in Rinca. Vegetation analysis was carried out using the section-line method, each 60 m X 20 m. Temperature inside the mound was measured in various level of depth (25 cm, 50 cm and 75 cm). Temperature and humidity outside the mound was measured using dry-wet thermometer. Solar ray intensity was measured using solar meter. The value, yet, of subsoil-water comes from the percentage of comparison of dry weight and wet weight of the nest soil. Soil texture of each sample of the mound was analyzed in the Soil Laboratory, Fakultas Pertanian IPB. The measurement soil pH was done by reading the Universal indicator paper pH 0-14 MERCK. The value of organic content in the soil comes from burning the substrate, assuming that all organic things can be burnt completely so that the value of organic content derives from the percentage of former organic weight minus the weight without ash divide former weight. Observation of breeding behavior used Focal Animal Sampling Method. Data of the bird population was captured by using combination method of transect line and measure spot method. The nest of M. reinwardt is a mound in 0.40-0.90 m average height, the outermost diameter about 5.11-9.30 m, diameter of the mound mouth about 2.25-6.05 m and its depth until 80 cm. Soil pH about 7.5-8, organic content about 40.4659.16%, altitude of the mound 4-30 m asl and the distance from seashore 300-1100 m. Soil texture is dominant of sand in Loh Baru and dominant of dust in Loh Buaya. Solar ray intensity is various between 18.83-238.56 kw/m2, water content between 21.42-47.06%, temperature outside mound about 26.13-30.500C, and humidity about
46.25-92.25%. Temperature inside mound is different in each level of depth; 29.2533.250C (depth 75 cm), 25.75-33.250C (depth 50 cm), and 27.75-32.250C (depth 25 cm). Generally, the temperature of the inactive mound is cold compared with the active mound. Mounds in Loh Baru are situated in vegetation a bit dense. Breeding behavior begins in the morning and it starts by digging a hole for eggs. There are 11 behavior during egging i.e. coming near to the nest, sweep, digging, abandoning the nest, step out from the egging hole, voicing, observe, egging, covering egging hole and controlling. Each pair of M. reinwardt needs different period of time to dig and lay the eggs. Covering the egging holes majority was done by the male birds. Interaction of gosong bird and komodo is in the usage of the nest together and the prey of the eggs komodo. Estimated population of Orange-footed Scrubfowl in Loh Baru about 12.64 + 1.61 and in Loh Buaya is more i.e. 34.58 + 3.73. The temperature inside the nest is influenced by the subsoil water, organic content, altitude from the sea level, and distance from seashore, solar ray intensity and temperature outside nest. Each pair shows the differences of duration of time in acting a behavior. The eggs are different in each bird and different also in size influence the duration for the female bird to give eggs. The relation between the two species was seen in using the same nest to egging and the relation of prey of the eggs by komodo. Population density in Loh Buaya is higher than in Loh Baru. It can be traced with the width of the plain forest and the level of disturbance of the habitants. Keywords: Orange-footed Scrubfowl, mound, breeding behavior
RINGKASAN MARIA ROSDALIMA PANGGUR. Karakteristik Gundukan (Sarang Bertelur) dan Perilaku Bertelur Burung Gosong Kaki-merah (Megapodius reinwardt Dumont 1823) di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo. Dibimbing oleh Dr. Ir. Yeni A. Mulyani, M. Sc dan Ir. Haryanto R. Putro, MS. Burung Gosong kaki-merah (Megapodius reinwardt) termasuk salah satu jenis burung yang menggunakan panas dari lingkungan untuk mengerami telurnya. Panas tersebut diperoleh melalui proses dekomposisi tumbuhan di lantai hutan sekitarnya. Burung ini menghuni hutan dataran rendah seperti yang dijumpai di TN Komodo. Di kawasan ini burung gosong memiliki interaksi yang unik dengan biawak komodo. Sarang gundukan yang dibangun oleh burung gosong juga dimanfaatkan oleh komodo untuk meletakan telurnya. Selain memanfaatkan sarang untuk bertelur, komodo juga melakukan pemangsaan terhadap telur burung gosong. Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik gundukan bertelur burung gosong, perilaku bertelur dan kondisi populasi burung gosong di Pulau Rinca. Penelitian ini dilakukan di Loh Baru dan Loh Buaya, Pulau Rinca, TN Komodo pada bulan Maret - Mei 2008. Jenis data yang diambil yaitu data primer meliputi tekstur tanah, kadar air tanah, pH tanah, komposisi bahan organik tanah, ketinggian dari permukaan laut, intensitas cahaya matahari, kondisi vegetasi sekitar gundukan, jarak dari pantai, suhu di dalam gundukan serta suhu dan kelembaban udara di luar gundukan sarang. Selain itu, perilaku bertelur, interaksi dengan komodo serta populasi burung gosong di Pulau Rinca juga diamati. Analisis vegetasi dilakukan dengan metode jalur berpetak dengan ukuran jalur 60 m X 20 m. Suhu udara di dalam gundukan diukur pada kedalaman 25 cm, 50 cm dan 75 cm. Suhu dan kelembaban udara di luar gundukan diukur dengan menggunakan termometer bola kering dan bola basah. Intensitas matahari diukur dengan menggunakan solarimeter. Nilai kadar air tanah diperoleh dari persentase perbandingan berat kering dan berat basah tanah sarang. Tekstur tanah dari setiap sampel tanah gundukan dianalisis di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Pengukuran pH tanah dengan pembacaan pada kertas Universalindikator pH 0-14 MERCK. Nilai kandungan bahan organik diperoleh dengan membakar substrat dengan asumsi bahwa semua bahan organik dapat terbakar sempurna sehingga besarnya kandungan bahan organik tanah diperoleh dari persentase berat awal bahan organik dikurangi berat tanpa abu dibagi berat awal. Pengamatan perilaku bertelur dilakukan dengan metode Focal Animal Sampling. Pengambilan data populasi burung gosong dilakukan dengan menggunakan metode kombinasi jalur transek dan metode titik hitung. Sarang burung gosong berbentuk gundukan dengan tinggi rata-rata 0.40-0.90 m. Diameter terluar berkisar 5.11-9.30 m, diameter mulut gundukan berkisar 2.256.05 m dengan kedalaman gundukan mencapai 80 cm. pH tanah berkisar 7.5-8,
kandungan bahan organik antara 40.46-59.16 %, ketinggian gundukan 4-30 mdpl dan jarak dari pantai 300-1100 m. Tekstur tanah dominan pasir di Loh Baru dan dominan debu di Loh Buaya. Intensitas cahaya bervariasi antara 18.83-238.56 kw/m2, kadar air berkisar antara 21.42-47.06 %, suhu udara di luar sarang berkisar 26.13-30.500C, dan kelembaban udara berkisar 46.25-92.25 %. Suhu di dalam gundukan berbeda pada tiap kedalaman; 29.25-33.250C (kedalaman 75 cm), 25.75-33.250C (kedalaman 50 cm), dan 27.75-32.250C (kedalaman 25 cm). Secara umum, suhu gundukan tidak aktif lebih dingin dibandingkan dengan gundukan aktif. Gundukan di Loh Baru terletak pada vegetasi yang relatif lebih rapat. Perilaku bertelur dimulai pada pagi hari dan diawali dengan aktivitas menggali lubang telur. Terdapat 11 perilaku utama selama bertelur yaitu mendekati sarang, mengais, menggali, meninggalkan sarang, keluar dari lubang bertelur, bersuara, mengawasi, bertelur, menutup lubang telur dan memeriksa. Setiap pasangan burung gosong membutuhkan waktu yang berbeda untuk menggali dan meletakkan telur. Penimbunan lubang telur sebagian besar dilakukan oleh individu jantan. Interaksi burung gosong dengan komodo berupa pemanfaatan sarang secara bersama dan pemangsaan telur burung oleh komodo. Populasi dugaan burung gosong di Loh Baru berkisar 12.64 ± 1.61 ekor dan di Loh Buaya lebih banyak yaitu 34.58 ± 3.73 ekor. Suhu di dalam sarang dipengaruhi oleh kadar air tanah, bahan organik, ketinggian dari permukaan laut, jarak dari pantai, intensitas cahaya dan suhu udara di luar sarang. Setiap pasangan menunjukkan perbedaan durasi waktu dalam melakukan suatu perilaku. Telur yang dihasilkan berbeda pada tiap induk dan perbedaan ukuran ini berpengaruh pada durasi betina mengeluarkan telur. Hubungan antara dua spesies ini terjadi dalam hal penggunaan sarang secara bersama-sama untuk bertelur dan hubungan pemangsaan telur oleh komodo. Kepadatan populasi di Loh Buaya lebih tinggi dibandingkan dengan Loh Baru. Hal ini terkait dengan luas hutan dataran rendah, tingkat gangguan oleh manusia dan ketersediaan tumbuhan potensial pakan burung gosong. Kata kunci: Burung gosong kaki-merah, gundukan, perilaku bertelur.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakteristik Gundukan (Sarang Bertelur) dan Perilaku Bertelur Burung Gosong Kaki-merah (Megapodius reinwardt Dumont 1823) di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo” adalah benarbenar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor,
Maria Rosdalima Panggur E34104004
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas terselesaikannya penyusunan skripsi dengan judul “Karakteristik Gundukan (Sarang Bertelur) dan Perilaku Bertelur Burung Gosong Kaki-merah (Megapodius reinwardt Dumont 1823) di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo” sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Tema ini dipilih karena Burung gosong kaki-merah memiliki keterkaitan erat dengan biawak komodo dalam hal penggunaan sarang bertelur dan pemangsaan. Tulisan ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pengelola Taman Nasional dalam setiap pengambilan keputusan bagi konservasi kedua jenis satwa liar tersebut sehingga kelestariannya dapat dipertahankan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu pengerjaan karya ilmiah ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua orang yang membacanya. Bogor,
Penulis
RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Agustus 1985 di Mano, Flores, Nusa Tenggara Timur, sebagai anak kedua dari pasangan Arnoldus Panggur dan Mathilda Muwa. Penulis menamatkan pendidikan dasar dari SDK Lewe pada tahun 1998, kemudian melanjutkan pada Sekolah Menengah Pertama St. Klaus-Kuwu dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2004, penulis menamatkan pendidikan dari SMA Negeri 1 Ruteng dan berhasil diterima di IPB melalui jalur USMI dengan program studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama kuliah, penulis aktif dalam organisasi HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi) dan tercatat sebagai anggota Kelompok Pemerhati Burung ”Perenjak”. Penulis pernah menjabat sebagai ketua kelompok pemerhati tersebut pada periode 2007/2008. Selain itu penulis juga merupakan anggota PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia) Cabang Bogor. Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan di Cagar Alam (CA) Leuweung Sancang, CA Kamojang dan KPH Cianjur. Pada tahun 2008, penulis melakukan Praktek Kerja Lapang-Profesi (PKL-P) di Taman Nasional Komodo. Kegiatan lapang lain yang pernah diikuti yaitu Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di TN Way Kambas (2006), Field Course in Animal Ecology: Krakatau Islands and Ujung Kulon NP (2006) dan Surili TN Bantimurung-Bulusaraung (2007). Penulis melakukan penelitian dengan judul “Karakteristik Sarang (Tempat Bertelur) dan Perilaku Bertelur Burung Gosong Kaki-merah (Megapodius reinwardt Dumont, 1823) di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo” di bawah bimbingan Dr. Ir. Yeni A. Mulyani, M.Sc dan Ir. Haryanto R. Putro, MS sebagai syarat kelulusan.
UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan tulus penulis ingin megucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Tuhan Yesus, Bapa Arnoldus Panggur, Mama Mathilda Muwa, K Erlyn, Yornes dan Deni atas cinta yang tak terbatas dan tak kenal waktu. Selain itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Dr. Ir. Yeni A. Mulyani, MSc dan Ir. Haryanto R. Putro, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang banyak memberi masukan dan arahan selama melaksanakan tugas skripsi ini.
2.
Prof. Dr. Ir. Iding M. Padlinurjaji selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Ir. Emi Kinarsih, MS selaku dosen penguji dari Departeman Manajemen Hutan yang telah memberi masukan dalam perbaikan karya ilmiah ini.
3.
Segenap dosen dan pengajar di DKSHE pada khususnya dan Fahutan umumnya
4.
Ir. Tamen Sitorus, Msi selaku Kepala BTN Komodo beserta staf yang memberi ijin dan bantuan selama melaksanakan penelitian di Taman Nasional Komodo.
5.
Bpk Fransiskus Harum, selaku Project Leader PT. Putri Naga Komodo yang telah memberi banyak bantuan selama penelitian.
6.
Bpk Hendrikus Rani Siga, Ka Koni dan Alvin Siga yang telah bersedia direpotkan selama penelitian dan praktek. Terimakasih untuk segalanya.
7.
Keluarga besar KSH 41, HIMAKOVA, Gamanusratim dan Maria A. Puspitasari atas persahabatan dan kebersamaan selama ini. Serta semua pihak yang telah membantu dengan caranya masing yang namanya
tidak dapat ditulis satu per satu. Terimakasih untuk segala bentuk bantuannya. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.