KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TELUR AYAM ARAB PADA DUA PETERNAKAN DI KABUPATEN TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR
SKRIPSI JULIANA F. SODAK
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN Juliana F. Sodak. D14062820. 2011. Karakteristik Fisik dan Kimia Telur Ayam Arab pada Dua Peternakan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Maria Ulfah, S.Pt. M.Sc.Agr Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc Telur ayam lokal adalah bahan pangan sumber protein hewani yang memiliki kandungan protein yang tinggi dan gizi yang hampir sempurna. Tingkat konsumsi nasional terhadap telur ayam lokal Indonesia cukup tinggi, namun sistem pemeliharaan ayam lokal yang umumnya masih sederhana menyebabkan pengembangbiakan, produktivitas dan kualitas ayam lokal menjadi rendah. Salah satu ayam lokal Indonesia yang memiliki produktivitas yang tinggi adalah ayam Arab. Namun, sampai saat ini data tentang karakteristik fisik dan kimia telur ayam Arab masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis interaksi antara manajemen pemeliharaan dengan umur ayam pada kualitas fisik telur ayam Arab, serta pengaruh manajemen pemeliharaan terhadap kualitas kimia telur ayam Arab pada peternakan F dan S di Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan 180 sampel dan ditunjang oleh data sekunder dari peternakan F dan S berupa data manajemen pemeliharaan ayam Arab pada umur 52, 55, dan 58 minggu. Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL Faktorial dengan 3 ulangan, dimana faktor A adalah manajemen pemeliharaan dan faktor B adalah umur ayam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata (P<0,05) manajemen pemeliharaan terhadap kualitas fisik telur. Rataan berat telur, indeks telur, berat putih, berat dan warna kuning, berat dan tebal kerabang di peternakan F lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam Arab di peternakan S. Nilai haugh unit (HU) dan persentase komponen putih telur yang lebih tinggi terdapat pada telur ayam Arab di peternakan S. Umur ayam mempengaruhi (P<0,05) karakteristik telur yaitu indeks telur, berat putih telur, haugh unit (HU), berat, indeks dan warna kuning telur. Pada penelitian ini, terdapat interaksi (P<0,05) antara manajemen pemeliharaan dan umur ayam Arab terhadap berat dan warna kuning telur. Hasil analisa kimia telur menunjukan bahwa kandungan protein, lemak dan energi yang tinggi terdapat pada kuning telur di peternakan S, yaitu berturut-turut 18,93 %, 32,24 %, dan 3886 kkal/kg. Karakteristik kimia putih telur di peternakan S memiliki kandungan protein, Ca, P dan NaCl yang lebih rendah (10,25 %, 0,27%, 0,31%, dan 0,06%) dibandingkan dengan karakteristik kimia telur di peternakan F(10,33 %, 0,30 %, 0,32 %, dan 0,11 %). Kandungan Ca dalam kerabang telur di peternakan S lebih tinggi (45,89 %) dibandingkan dengan kerabang di peternakan F (41,93 %), namun kandungan P dalam kerabangnya lebih rendah (0,90 %) dibandingkan dengan peternakan F (1,69 %). Secara keseluruhan ayam Arab di peternakan F menghasilkan telur dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan ayam Arab di pternakan S. Kata-kata kunci: umur ayam, manajemen pemeliharaan, telur ayam Arab, karakteristik fisik dan kimia telur
ABSTRACT Physical and Chemical Characteristics of Arabic Chicken Eggs on Two Farms in Tulungagung, East Java Sodak, J., M. Ulfah and Sumiati
Arabic chicken egg could be used to meet the demand of local chicken eggs in Indonesia. However, there is little information on the physical and chemical characteristics of Arabic chicken eggs. The aims of this research were to observe the interaction between farming practices and the age of Arabic chickens on physical characteristics of their eggs, and to analyze the impact of farming practices on chemical characteristics of Arabic chicken eggs. One hundred and eighty eggs obtained from two farms (F and S) in Tulungagung, East Java were used in this research. A factorial completely randomized design was used in this study. The research results show that farming practices significantly (P<0.05) affected eggs physical characteristics. The physical characteristics of Arabic chicken eggs in F farm (except HU) were higher than those of Arabic chicken eggs in S farm. However, HU and percentage of albumen component of the egg of S farm were higher that those of F farm. The age of chickens significantly (P< 0.05) affected the shape index, albumen weight, HU, and weight, index and color of yolk. There was significant interaction (P<0.05) between farming practices and the age of Arabic chickens in the weight and color of yolk. The crude protein, fat, and energy content of the yolk of S farm were the highest (10.25 %, 0.27%, 0.31 %, and 0.06 %) than other nutrients. The crude protein, calcium, phosphorus, and NaCl content of albumen were in Arabic chicken eggs of F farm were the highest. It’s concluded that Arabic chickens in F farm produced the better egg qualities compared to those on S farm. Keywords: chicken age, farming practices, Arabic chicken egg, physical and chemical characteristics of eggs
KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TELUR AYAM ARAB PADA DUA PETERNAKAN DI KABUPATEN TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR
JULIANA F. SODAK D14062820
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi : Karakteristik Fisik dan Kimia Telur Ayam Arab pada Dua Peternakan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur Nama
: Juliana F. Sodak
NIM
: D14062820
Menyetujui: Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc.Agr NIP. 19761101 199903 2 001
Dr. Ir. Sumiati, M.Sc NIP. 19611017 198603 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB
Prof.Dr.Ir.Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal ujian: 22 Maret 2011
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Juli 1988 di Rote, Nusa Tenggara Timur. Penulis merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Onisius Sodak dan Ibu Naomi Sodak Rade. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari tahun 1994 hingga 2000 di SDN 1 Onatali, Rote Ndao. Jenjang pendidikan Penulis diteruskan ke pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada tahun 2000 hingga 2003 di SLTP Negeri 1 Rote Tengah, Rote Ndao. Selanjutnya, pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMA Negeri 1 Lobalain, Rote Ndao. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Rote Ndao pada tahun 2006. Tahun 2007 Penulis diterima di Departemen Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di UKM Gabungan Mahasiswa Nusa Tenggara Timur (Gamanusratim) pada periode 2007-2009, UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen PMK sebagai pengurus komisi pelayanan dan pemuridan pada periode 2007-2008, wakil ketua Persekutuan Oekumene Protestan dan Khatolik (POPK) Fakultas Peternakan dan pengurus organisasi Kristen Youth of Nation Ministry (YoNM) pada periode 2007 hingga sekarang. Penulis juga memiliki pengalaman magang selama satu bulan di Peternakan Babi Obor Swastika Cisarua, Bandung pada tahun 2008. Penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Teknologi Pengolahan Telur dan Daging Unggas serta asisten mata kuliah Hasil Ikutan Ternak pada bulan Febuari hingga Juli 2010.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia dan penyertaanNya sehingga Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik Fisik dan Kimia Telur Ayam Arab pada Dua Peternakan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur”. Penelitian mengenai karakteristik fisik dan kimia telur ayam Arab ini bertujuan agar kualitas telur ayam Arab dapat diketahui dan dioptimalkan melalui perbaikan manajemen pemeliharaan ayam sehingga minat konsumsi masyarakat terhadap telur ayam Arab semakin meningkat. Selain itu, masyarakat juga dapat memanfaatkan produksi telur ayam Arab yang tinggi untuk membudidayakan dan mengembangkan ayam Arab. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan Penulis dari program Sarjana Produksi dan Teknologi Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi dilakukan dengan sepenuh hati oleh Penulis, namun Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini. Penulis mengharapkan adanya masukan, saran dan kritik yang membangun agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan.
Bogor, Maret 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ....................................................................................
i
ABSTRACT …………………………………………………….......
ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………...
iv
RIWAYAT HIDUP .............................................................................
v
KATA PENGANTAR .........................................................................
vi
DAFTAR ISI ......................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ..............................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .........................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
xi
PENDAHULUAN .............................................................................
1
Latar Belakang ...................................................................... Tujuan ...................................................................................
2 2
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
3
Ayam Arab …………..……………………......................... Telur dan Komposisi Telur……….......................................... Kerabang telur ……….............................................. Putih dan Kuning Telur …………............................. Kualitas Telur ........................................................................ Bentuk, Keutuhan, dan Kebersihan Telur ...................... Berat Telur .................................................................... Indeks Telur .................................................................... Haugh Unit .................................................................... Indeks Kuning Telur ...................................................... Karakteristik Kimia Telur ......................................................
3 4 5 6 6 11 11 12 12 13 14
MATERI DAN METODE .................................................................
16
Lokasi dan Waktu ................................................................. Materi ................................................................................... Prosedur Penelitian .............................................................. Rancangan dan Analisis Data .................................................
16 16 16 19
HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................
21
Kualitas Pakan …..................................................................... Keadaan Eksterior Telur ...………….………………………. Kondisi Abnormal Telur ……………………………..... Kebersihan Kerabang ………………………………….. Keutuhan Telur ……………………………………….. Kantung Udara Telur ……………...…………………..
21 23 23 26 26 27
Berat Telur …………………………………………..... Indeks Telur …………………………………………... Komposisi Telur Ayam ……………………………………... Keadaan Interior Telur ……………………………………… Karakteristik Kerabang Telur …..…………………....... Karakteristik Fisik Interior Putih dan Kuning Telur …... Karakteristik Putih Telur ..……………………………. Karakteristik Kuning Telur ……………………………. Komposisi Kimia .……………………………………………
28 30 31 32 32 35 38 40 43
KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………...
47
Kesimpulan .…………………………………………………. Saran .…………………………………………………………
47 47
UCAPAN TERIMAKASIH ………………………………………..
48
DAFTAR PUSTAKA ….…………………………………………....
49
LAMPIRAN …………………………………………………………
52
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Kualitas Fisik Telur Ayam Arab ...................................................
4
2. Persyaratan Tingkatan Mutu Telur ................................................
7
3. Klasifikasi Persyaratan Kualitas Telur Ayam ................................
8
4. Komposisi Kimia Telur .................................................................
14
5. Karakteristik Peternakan di Lokasi Penelitian ...............................
17
6. Kandungan Nutrien Pakan (% BK) yang Diberikan pada Ayam Arab di Peternakan F dan S ...........................................................
21
7. Kondisi Abnormal, Kebersihan, Keutuhan, dan Kantung Udara Telur Ayam Arab pada Umur 52, 55, dan 58 Minggu di Peternakan F dan S .......................................................................
23
8. Keabnormalan Telur dan Pendugaan Penyebabnya pada Peternakan F dan S .......................................................................
23
9. Rataan Berat Telur Ayam Arab pada Umur 52, 55, dan 58 Minggu di Peternakan F dan S ......................................................
28
10. Rataan Indeks Telur Ayam Arab pada Umur 52, 55, dan 58 Minggu di Peternakan F dan S ......................................................
30
11. Komposisi Telur Ayam Arab Umur 52, 55, dan 58 Minggu pada Peternakan F dan S .......................................................................
31
12. Kondisi Kerabang Telur yang Tipis di Peternakan F dan S ............
32
13. Rataan Berat dan Tebal Kerabang Telur Ayam Arab pada Umur 52, 55, dan 58 Minggu di Peternakan F dan S Kondisi lain pada Kuning Telur di Peternakan F dan S ..............................................
33
14. Kondisi Lain pada Putih Telur di Peternakan F dan S ....................
36
15. Kondisi Lain pada Kuning Telur di Peternakan F dan S ................
37
16. Rataan Berat Putih Telur dan Haugh Unit (HU) Telur Ayam Arab pada Umur 52, 55, dan 58 Minggu di Peternakan F dan S .............
38
17. Rataan Berat, Indeks, dan Warna Kuning Telur (KT) Ayam Arab pada Umur 52, 55, dan 58 Minggu di Peternakan F dan S .............
41
18. Komposisi Kimia Telur Ayam Arab di Peternakan F dan S ...........
43
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Ayam Arab Betina dan Jantan ......................................................
3
2. Struktur Bagian-bagian Telur .......................................................
5
3. Titik Kapur dan Titik Kasar pada Kerabang Telur .......................
11
4. Kondisi Peternakan F dan Kondisi Peternakan S ..........................
16
5. Bentuk-bentuk Telur ....................................................................
18
6. Kondisi Abnormal pada Telur: Lubang Pada Kerabang dan Bentuk Telur yang Tidak Proporsional ........................................
24
7. Kondisi Putih Telur yang Terlalu Encer .......................................
36
8. Kuning Telur dengan Noda Darah dan Noda Daging....................
37
9. Perbedaann Warna Kuning Telur di Peternakan F dan S...............
42
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Analisis Ragam Berat Telur Ayam Arab ............................................
53
2. Analisis Ragam Nilai Indeks Telur Ayam Arab .................................
53
3. Analisis Ragam Berat Putih Telur Ayam Arab...................................
53
4. Analisis Ragam Nilai HU Ayam Arab ...............................................
53
5. Analisis Ragam Berat Kuning Telur Ayam Arab ...............................
54
6. Analisis Ragam Warna Kuning Telur Ayam Arab .............................
54
7. Analisis Ragam Indeks Kuning Telur Ayam Arab .............................
54
8. Analisis Ragam Berat Kerabang Telur Ayam Arab ............................
54
9. Analisis Ragam Tebal Kerabang Telur Ayam Arab ...........................
55
10. Berat Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda ............................................................................................
56
11. Indeks Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda .....................................................................................
57
12. Berat Putih Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda ...........................................................................
58
13. Haugh Unit Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda ..........................................................................
59
14. Berat Kuning Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda ..........................................................................
60
15. Indeks Kuning Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda ..........................................................................
61
16. Warna Kuning Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda ..........................................................................
62
17. Berat Kerabang Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda ..........................................................................
63
18. Tebal Kerabang Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda ..........................................................................
64
19. Suhu dan Kelembaban Harian di Peternakan F dan S ........................
65
PENDAHULUAN Latar Belakang Telur adalah salah satu bahan pangan sumber protein hewani yang dapat diperoleh dari telur ayam ras dan ayam lokal. Permintaan konsumen terhadap telur khususnya telur ayam lokal Indonesia mencapai 13% dari total permintaan konsumen terhadap telur, yaitu 195.000 ton telur ayam lokal dari 1.477.200 ton telur (Ditjennak, 2010). Produksi dan kualitas telur ayam lokal rendah diakibatkan oleh populasi ayam lokal pada umumnya rendah karena manajemen pemeliharaan ayam lokal yang masih bersifat tradisional dan pengembangbiakannya masih terbatas. Data statistik (BPS, 2010) menunjukkan bahwa populasi ayam lokal secara keseluruhan pada tahun 2008-2010 berturut-turut adalah 243,423 juta ekor, 249,964 juta ekor, dan 268,957 juta ekor. Populasi betina produktif adalah 8,29 % (22,29 juta ekor) dari populasi yang ada di seluruh Indonesia dengan jumlah produksi telur sebanyak 36,38 juta butir (2.273,75 ton telur) per tahun. Rendahnya jumlah populasi dan produksi telur tersebut menyebabkan terjadinya kekurangan terhadap pemenuhan kebutuhan telur ayam lokal (177.726,25 ton telur). Rendahnya persediaan telur ayam lokal di pasar nasional tersebut sangat bergantung pada ketersediaan telur secara lokal pada masing-masing daerah di Indonesia. Telur ayam Arab merupakan salah satu jenis telur ayam lokal yang mulai banyak beredar di pasar. Telur ayam Arab mempunyai bentuk dan warna kerabang serta kualitas isi yang mempunyai kemiripan dengan telur ayam Kampung, sehingga konsumen sulit membedakannya (Susmiyanto et al., 2010). Beredarnya telur ayam Arab mampu menutupi kekurangan persediaan telur ayam lokal. Beberapa tempat di Jawa Timur merupakan penghasil telur ayam Arab seperti daerah Rejotangan, Kabupaten Tulungagung yang merupakan salah satu pemasok telur ayam lokal. Dinas Peternakan Tulungagung (2009) melaporkan jumlah populasi ayam lokal petelur pada tahun 2007-2009 berturut-turut adalah 56.350, 96.456, dan 127.896 ekor. Penerapan manajemen pemeliharaan ayam lokal yang masih sederhana dan beragam di daerah Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur menyebabkan telur yang dihasilkan memiliki kualitas yang beragam. Manajemen pemeliharaan dan umur ayam merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sebutir telur baik
kualitas fisik maupun kimia sebutir telur. Sampai saat ini data karakteristik fisik dan kimia telur di lapang, khususnya di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur masih terbatas sehingga perlu dilakukan kajian tentang kualitas fisik dan kimia telur di peternakan ayam Arab. Penelitian ini diharapkan dapat membantu peternak mengontrol kualitas telur dan memberikan jaminan mutu telur ayam Arab yang beredar terutama menjadi informasi untuk memperbaiki manajemen pemeliharaan kedua peternakan tersebut, meningkatkan nilai jual telur ayam Arab, dan dapat melengkapi data kualitas telur ayam lokal Indonesia. Tujuan Penelitian ini bertujuan mengetahui interaksi antara manajemen pemeliharaan dan umur ayam yang berbeda terhadap karakteristik fisik telur ayam Arab, dan mengetahui pengaruh manajemen pemeliharaan terhadap karakteristik kimia telur ayam Arab pada dua peternakan ayam Arab di Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.
2
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Ayam Arab ada dua jenis yaitu Brakel Kriel-Silver dan Brakel Kriel-Golden yang merupakan ayam lokal yang tergolong unggul di Belgia. Pola warna bulunya sangat menarik, dari kepala hingga leher dengan bulu-bulu yang memanjang berwarna seperti berjilbab. Ayam Arab Silver memiliki warna bulu dari kepala hingga leher putih keperakan dan warna bulu badan totol hitam putih atau lurik hitam. Warna bulu dari kepala hingga leher ayam Arab Golden adalah merah dan warna bulu badannya adalah merah lurik kehitaman. Produktivitas telur ayam Arab cukup tinggi, warna dan bentuk telur ayam Arab sama dengan ayam lokal. Hal ini merupakan daya tarik yang menyebabkan banyak peternak mulai membudidayakan ayam ini secara serius (Abubakar et al., 2005; Diwyanto dan Prijonono, 2007; Roberts, 2008). Ciri khas ayam Arab dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Ayam Arab Betina dan Jantan (Meijers, 2010)
Secara genetis, ayam Arab termasuk jenis ayam petelur. Di Indonesia, produksi telurnya dapat mencapai 300 butir/tahun (Natalia et al., 2005). Harga DOC ayam Arab lebih tinggi dibandingkan ayam Kampung biasa, warna kerabang telur putih, dan harga induknya tinggi. Ayam Arab dapat dijadikan bibit untuk perbaikan genetik ayam lokal, sifat mengeram hampir tidak ada, sehingga waktu bertelur panjang. Kelemahan ayam ini antara lain warna kulit dan daging hitam sehingga nilai jual afkirnya rendah, sifat mengeram hampir tidak ada sehingga apabila
dikembangkan maka perlu ditetaskan menggunakan mesin tetas atau ayam lain. (Natalia et al., 2005). Kualitas telur ayam Arab menurut Diwyanto dan Prijonono (2007) secara umum adalah berat telur 42,5 g/butir, berat kuning telur 16,0 g/butir, berat putih telur 13,9 g/butir, berat kerabang 5,6 g/butir. Kualitas fisik telur ayam Arab secara umum ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Kualitas Fisik Telur Ayam Arab Parameter
Telur Ayam Arab
Berat Telur (g/ butir) Indeks Telur
31-52 0,75
Persentase Putih Telur (%)
51,07
Persentase Kuning Telur (%)
35,74
Persentase Kerabang Telur (%)
13,19
Sumber : Abubakar et al. (2005)
Telur dan Komposisi Telur Telur ayam segar konsumsi adalah telur ayam yang tidak mengalami proses pendinginan dan tidak mengalami penanganan pengawetan serta tidak menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan embrio yang jelas, kuning telur belum tercampur dengan putih telur, utuh dan bersih (Dewan Standardisasi Nasional, 2008). Telur tersusun atas tiga bagian utama yaitu kerabang dengan membran kerabang, putih telur dan kuning telur. Sebutir telur ayam White Leghorn menurut Yamamoto et al. (2007) terdiri dari 28%-29% kuning telur, 60%-63% putih telur dan 9%-11% kerabang. Struktur bagian-bagian telur ditunjukkan pada Gambar 2.
4
Putih Telur Lapisan encer luar Lapisan kental Lapisan encer dalam Lapisan khalaza Khalaza
Sel Kutikula Lapisan bunga karang (CaCO3) Lapisan mammilari
Kuning Telur Bintik punat (germinal) Leher latebra Lapisan kuning telur cerah Lapisan kuning telur gelap Membran vitelin
Membran Sel Kantung udara Membran luar telur Membran dalam telur
Gambar 2. Struktur Bagian-Bagian Telur (Mine, 2008)
Kerabang Telur Kualitas kerabang telur ditentukan oleh tebal dan stuktur kulitnya (Yamamoto et al., 2007). Kerabang telur sebagian besar terbangun atas kalsium karbonat (CaCO3) sehingga kandungan kalsium dalam ransum perlu diperhatikan untuk mendapatkan ketebalan kerabang telu yang optimum. Tebal kerabang optimum adalah 0,31 mm (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kerabang telur tersusun atas 95,1% garam-garam anorganik (dengan kalsium sebanyak 98%) dan 3,3% bahan organik terutama protein dan air (Yamamoto et al., 2007; Romanoff dan Romanoff, 1963). Mineral lainnya yang terkandung dalam kerabang adalah garam, karbonat, fosfat dan magnesium (Yamamoto et al., 2007). Penurunan kualitas kerabang telur seiring dengan meningkatnya umur ayam disebabkan oleh: 1) jumlah kalsium dalam tulang medullary menurun, 2) jumlah kerabang (berat) pada tiap minggu selama fase produksi telur. Selain itu, terdapat perbedaan ketebalan pada kerabang coklat dan kerabang putih. Kerabang coklat lebih tebal dibandingkan kerabang putih (North, 1984; Bell dan Weaver, 2002; Yamamoto et al., 2007). Kerabang yang diproduksi pada suhu di atas suhu normal (20-26°C) akan bersifat tipis, lebih ringan dan mudah retak baik telur ayam lokal (Islam et al., 2001; Nwachukwu et al. 2006) maupun untuk telur ayam ras petelur (Bell dan Weaver, 2002; Yamamoto et al., 2007). Oguntunji dan Alabi (2010) menyebutkan bahwa kerabang telur dipengaruhi oleh sifat genetik, nutrisi di dalam pakan, hormon, lingkungan dan manajemen. Kualitas kerabang telur yang rendah pada suhu lingkungan yang tinggi (>32°C) juga disebabkan oleh rendahnya konsumsi pakan ayam. Konsumsi pakan akan menurun pada suhu yang tinggi sehingga nutrien yang
5
diperoleh pun rendah. Kemampuan ayam untuk menghasilkan kerabang berkualitas baik sangat tergantung pada kalsium dalam pakan yang dicerna dan cadangan pada tulang. Rendahnya konsumsi pakan dapat menyebabkan kurangnya persediaan kalsium dalam tubuh ayam pada saat pembentukan telur, sehingga kerabang telur menjadi tipis. Putih Telur dan Kuning Telur Putih telur terdiri dari beberapa lapisan yang berbeda kekentalannya, yaitu lapisan encer luar, lapisan kental luar, lapisan kental dalam dan lapisan encer dalam. Perbedaan kekentalan ini disebabkan perbedaan kandungan ovomucin. Putih telur terdiri atas 12% protein dan 88% air. Warna jernih atau kekuningan pada putih telur disebabkan oleh pigmen ovoflavin. Kandungan air putih telur lebih banyak dibandingkan dengan bagian lainnya sehingga selama penyimpanan bagian inilah yang paling mudah rusak. Kerusakan ini terjadi terutama disebabkan oleh keluarnya air dari serabut ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur (Romanoff dan Romanoff, 1963; Yamamoto et al., 2007). Kuning telur mempunyai warna yang bervariasi, mulai dari kuning pucat sampai jingga. Kuning telur mengandung zat warna (pigmen) yang umumnya termasuk dalam golongan karotenoid yaitu santofil, lutein, dan zeasantin serta sedikit betakaroten dan kriptosantin. Warna atau pigmen yang terdapat dalam kuning telur sangat dipengaruhi oleh jenis pigmen yang terdapat dalam ransum yang dikonsumsi (Winarno, 2002) dan setiap ayam mempunyai kemampuan berbeda untuk merubah pigmen karoten tersebut menjadi warna kuning telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Castellini et al. (2006) menyatakan bahwa jagung kuning dan hijauan seperti rumput dapat menyebabkan warna pekat pada kuning telur. Kualitas Telur Kualitas telur merupakan kumpulan ciri-ciri telur yang mempengaruhi selera konsumen (Stadelman dan Cotteril, 1973). Kualitas fisik dan kimia sebutir telur tergantung pada kualitas isi telur dan kulit telur. Kualitas fisik telur ditunjukan oleh karakteristik telur yang meliputi berat telur, bentuk telur, berat putih, kuning, dan kerabang telur, nilai haugh unit, indeks telur dan kuning telur. Kuning dan putih telur konsumsi harus bebas dari noda darah ataupun noda daging, putih telur harus bersifat
6
kental dengan posisi kuning telur berada di bagian tengah dan berbentuk cembung. Kerabang telur harus dalam keadaan utuh, licin, dan bebas dari kotoran ayam yang menempel (DSN, 2008). Karakteristik kimia telur secara keseluruhan meliputi kandungan air, abu, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Faktor kualitas dibagi menjadi dua yaitu faktor kualitas eksterior yang meliputi warna, bentuk, tekstur, keutuhan, kebersihan kerabang dan kualitas interior meliputi kekentalan putih telur, bentuk kuning telur, dan ada tidaknya noda pada putih atau kuning telur (USDA, 1964; DSN, 2008). Ketentuan standar kualitas telur tersebut ditunjukan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Persyaratan Tingkatan Mutu Telur No.
Faktor Mutu
1
Kerabang A. Keutuhan B. Bentuk
Faktor Mutu Mutu I
2
Utuh Normal Boleh ada bagian C. Kelicinan Licin (halus) yang kasar Bersih bebas dari Bersih bebas dari D. Kebersihan kotoran yang kotoran yang menempel atau pun menempel, boleh noda ada sedikit noda Kantung udara (dilihat dengan peneropongan) A. Kedalaman Kurang dari 0,5 cm 0,5 - 0,9 cm B. Kebebasan bergerak
3
4
Mutu II
Utuh Normal
Diam ditempat
Keadaan putih telur
Bebas dari noda, darah, daging, dan benda asing lainnya
Kekentalan
Kental
Keadaan kuning telur A. Bentuk Cembung
Mutu III Utuh Abnormal Boleh kasar Bersih bebas dari kotoran yang menempel, boleh ada noda
1 cm atau lebih Bebas bergerak dan Bebas bergerak mungkin seperti busa Bebas dari noda, Boleh ada sidikit darah, daging, dan noda tapi tidak benda asing boleh ada benda lainnya asing lainnya Encer, tetapi putih telur belum Sedikit encer bercampur dengan kuning telur Agak gepeng Ditengah agak jelas
Gepeng
B. Posisi
Ditengah
Agak kepinggir
C. Bayangan batas-batas
Tidak jelas
Agak jelas
Jelas
D. Kebersihan
Bersih
Bersih
Boleh ada sedikit noda
Sumber: SNI 01-3926-2008 (DSN, 2008)
7
Tabel 3. Klasifikasi Persyaratan Kualitas Telur Ayam Bagian
yang
Kualitas
diamati
Aa
A
B
Kerabang
Bersih
Bersih
Bersih
sampai
Bersih
sampai
dengan
ternoda
dengan
ternoda
C
yang tidak nyata
yang agak nyata
–
(tidak lebih dari ¼
(1/32
1/16
bagian
bagian permukaan)
permukaan) Tidak retak
Tidak retak
Tidak retak
Tidak retak
Bentuk normal
Normal
Agak normal
Nyata abnormal
Kantung
Kedalaman <0,3
Kedalaman = 0,3
Kedalaman = 0,6-
Kedalaman
udara
cm
– 0,6 cm
0,90 cm
cm
Tidak
Putih telur
terjadi
Tidak
terjadi
perpindahan
perpindahan
Diameter kantung
Diameter kantung
udaranya 0,6 cm
udaranya 0,6 cm
Cerah dan teratur
Cerah dan teratur
Bersih
Bersih
>0,3
Bebas
Bergelembung
(tidak terbatas)
Cerah dan agak
Keruh dan tidak
tidak teratur
teratur
Bersih
Mungkin mengandung noda
Kental
Kental
Agak cair
Lembek dan berair
HU > 72
HU = 60 - 72
HU = 31- 60
Keruh dan tidak teratur
Kuning telur
Terpusat
Agak berpusat
Nyata
tidak
berpusat Batas
bayangan
Batas
bayangan
Batas
Nyata
tidak
berpusat bayangan
kabur
agak jelas
lebih jelas
Tidak bernoda
Tidak ternoda
Terdapat
Batas
bayangan
jelas sekali noda
yang tidak serius
Mungkin
sudah
memperlihatkan noda-noda
lain
yang serius, bukan noda darah atau noda daging Cembung
Cembung
Mendatar
Mendatar
Sumber : USDA (1964), Bell dan Weaver (2002), Robert (2008).
8
Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas telur ayam diantaranya adalah 1.
Sebelum telur dikeluarkan dari organ reproduksi ayam 1.
Faktor genetik Perbedaan sifat genetik seperti kelas, strain, family, dan individu ayam
berpengaruh terhadap warna kerabang dan warna kuning telur, tekstur dan ketebalan kerabang, berat telur, adanya noda darah dan banyaknya putih telur kental (Islam et al., 2001). Strain dan breed ayam (Bell dan Weaver, 2002) mempengaruhi berat telur yang dihasilkan pada setiap periode bertelur. Beberapa strain ayam mampu menghasilkan kerabang telur yang lebih baik di banding strain lainnya. Strain dan breed ayam dengan produksi telur yang baik memiliki kecenderungan terhadap penurunan kualitas kerabang. 2.
Umur induk ayam Bertambahnya umur induk ayam menyebabkan menurunnya kemampuan
fungsi fisiologis alat reproduksi dan semakin berkurangnya kualitas telur, terutama ketebalan kerabang telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Tumuova dan Ledvinka (2009) mengatakan bahwa peningkatan umur ayam berhubungan positif terhadap peningkatan berat telur, berat kuning, berat dan tebal kerabang. Bentuk telur ayam yang abnormal (Bell dan Weaver, 2002) adalah seperti keretakan kerabang, bodychecked eggs (bentuk telur bergelombang seperti tubuh ayam), kerabang tipis disebabkan umur ayam yang semakin tua. 3.
Faktor pakan Kandungan nutrien pakan yang rendah dalam ransum akan menghasilkan
kualitas telur yang rendah pula, sebaliknya peningkatan kandungan nutrien dalam pakan sesuai dengan kebutuhan akan menghasilkan telur berkualitas tinggi. Pemberian hijauan segar atau kering yang berkualitas unggul akan membantu diproduksinya warna kuning telur yang lebih menarik (Romanoff dan Romanoff, 1963). Pakan yang kekurangan kandungan kalsium dan fosfor akan menghasilkan telur dengan kerabang yang tipis dan rapuh. Peningkatan kandungan protein, asam linoleat dan energi pakan dapat meningkatkan ukuran dan berat telur (Bell dan Weaver, 2002; Lesson dan Summers, 2005). Ditjenak (2006) menetapkan standar pakan yang dapat diberikan bagi ayam lokal periode bertelur (>18 minggu) dengan
9
kandungan protein kasar sebesar 15%, kalsium 2,5%, pospor 0,7%, asam amino lysine 0,9%, methionin 0,4% dan energi 2750 kkal/kg pakan. 4.
Penyakit Penyakit yang sering menyerang ayam buras adalah tetelo, gumboro, fowl fox,
snot, pulorum, dan koksidiosis (Zainuddin dan Wibawan, 2007). Jenis penyakit yang menyerang pernapasan seperti tetelo atau yang sering disebut newcastle deases (ND) dan Infectious Bronchitis (IB) dapat menimbulkan abnormalitas pada kerabang telur (Bell dan Weaver, 2002). 5.
Suhu lingkungan Suhu lingkungan yang panas dapat menyebabkan stres dan penurunan nafsu
makan pada ayam, sehingga pemenuhan nutrien bagi tubuh dan produksi ayam tidak tercukupi. Hal ini dapat mengurangi ketebalan dan kekuatan kerabang. Suhu optimum dalam kandang bagi ayam petelur adalah 18-27 °C. Telur ayam hasil persilangan ayam Leher Gundul dan
ayam Berbulu Terbalik yang diteliti oleh
Nwachukwu et al. (2006) memiliki kualitas telur yang baik (tebal kerabang, berat kuning dan putih telur, indeks kuning telur, dan haugh unit) pada rentang suhu lingkungan ≤ 27 °C. 2. Sesudah telur keluar dari organ reproduksi ayam Telur yang dihasilkan oleh induk ayam perlu ditangani dengan tepat dan secepatnya, sehingga telur tidak mengalami penurunan kualitas. Pengambilan telur dari kandang baterai sebaiknya dilakukan sesering mungkin sehingga telur tidak terinjak atau dipatuk ayam (Bell dan Weaver, 2002). Salah satu manajemen peternakan yang berhubungan dengan penanganan telur ayam adalah pengepakan. Pengepakan akan berpengaruh terhadap kerusakan telur karena telur pecah akan menekan kerusakan komponen dan sifat fisikokimia lainnya (Romanoff dan Romanoff, 1963; Bell dan Weaver, 2002). Beberapa sifat pengepak telur ayam yang berguna dalam pemasaran antara lain dapat menghindari kerusakan fisik, mengurangi evaporasi air, mengurangi kontaminasi kotoran dan penyerapan bau yang tidak diinginkan (Winarno, 2002). Pengemasan telur ayam harus dilakukan secara hati-hati agar telur tidak retak. Lama dan suhu penyimpanan telur ayam turut berperan terhadap kualitas telur. Semakin lama telur ayam disimpan dapat mengakibatkan terjadinya penguapan isi
10
telur dan kantung udara membesar. Telur ayam jika disimpan pada suhu di atas 20 oC menyebabkan terjadinya penguapan air dan CO2 dari dalam telur. Hal ini mengakibatkan kantung udara pada telur semakin membesar (Hardjosworo et al., 1989; Bell dan Weaver, 2002). Bentuk, Keutuhan dan Kebersihan Telur Ayam Bentuk telur yang menyimpang merupakan keabnormalan pada telur yang dapat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap telur tersebut. Keabnormalan telur adalah adanya butiran-butiran kasar pada permukaan kerabang, tidak licin, tidak rata, kulit telur bergelombang sepanjang badan telur (body-check), tidak proporsional, bintik-bintik kapur, titik-titik jernih, dan lubang kecil pada kerabang (Gambar 3). Sebagian besar dari keabnormalan ini disebabkan oleh infeksi penyakit, umur ayam yang bertambah tua, stress akibat adanya ganguan, penyebaran kalsium atau kapur tidak merata pada saat pembentukan telur, komposisi nutrien pakan yang kurang tepat, dan kelembaban yang tinggi. Lubang pada kulit telur dapat terjadi dikarenakan telur dipatuk oleh induk atau terkena kuku ayam (Bell dan Weaver, 2002).
(a)
(b)
Gambar 3. Titik Kapur pada Kerabang Telur (a) dan Titik Kasar pada Kerabang Telur (b)
Kelainan pada kerabang telur dapat berupa retak kasar dan retak halus yang mempengaruhi keutuhan telur. Keretakan kerabang umumnya ddisebabkan oleh kandungan kalsium dan fosfor dalam pakan, serta pengaruh dari suhu yang tinggi. Keretakan pada telur biasanya terjadi akibat genetik, waktu peneluran (pagi atau sore), waktu pengumpulan telur, masa bertelur yang terlalu panjang, suhu, penyakit, retak saat oviposisi, retak saat telur menggelinding pada lantai cage, penanganan
11
yang kurang tepat saat pengumpulan dan pengeloksian telur atau saat perjalanan (Bell dan Weaver, 2002). Kualitas telur ayam juga dinilai dari kebersihan kerabang telur. Kerabang telur yang terkontaminasi oleh ekskreta dapat mengakibatkan penurunan kualitas telur. Ekskreta dapat membawa bakteri-bakteri yang merugikan seperti Salmonella melalui pori-pori pada kerabang telur yang dapat mengkontaminasi isi telur. Ekskreta ayam juga dapat menimbulkan bau pada telur (Bell dan Weaver, 2002). Berat Telur Ayam Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap berat telur ayam adalah umur ayam, suhu lingkungan, strain dan breed ayam, umur ayam, kandungan nutrisi dalam ransum, berat tubuh ayam, dan waktu telur dihasilkan (Bell dan Weaver, 2002). Kekurangan protein, kalsium, vitamin D, dan garam besi menyebabkan turunnya berat telur. Penyusutan berat telur ayam dapat terjadi karena adanya penguapan air selama penyimpanan, terutama pada bagian putih telur dan sebagian kecil oleh penguapan gas-gas seperti CO2, NH3, N2, dan H2S akibat degradasi komponen organik telur (Romanoff dan Romanoff, 1963; Buckle et al., 1985; Bell dan Weaver, 2002). Telur ayam yang diteliti oleh Islam et al. (2001) pada lingkungan yang bersuhu tinggi (>27°C) umumnya memiliki berat yang lebih rendah dibandingkan lingkungan bersuhu rendah (<20°C). Berat telur yang dihasilkan pada umur ayam 20-60 minggu mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur ayam (Tumuova dan Ledvinka 2009; Bell dan Weaver, 2002). Indeks Telur Pilliang (1992) dan Septiawan (2007) mengatakan bahwa bentuk telur dipengaruhi oleh lebar tidaknya diameter isthmus. Semakin lebar diameter isthmus, maka bentuk telur yang dihasilkan cenderung bulat dan apabila diameter isthmus sempit, maka bentuk telur yang dihasilkan cenderung lonjong. Semakin tinggi nilai indeks telur, maka bentuk telur tersebut akan semakin bulat. Bentuk oval atau bulat pada telur dipengaruhi oleh dinding saluran telur selama pembentukan. Indeks telur diperoleh dari hasil pengukuran panjang dan lebar telur (lebar/panjang X 100) dan kisaran indeks telur yang normal adalah 0,70-0,74. Jika terjadi penyimpangan nilai indeks, telur akan memiliki penampilan yang kurang menarik dan menjadi rentan
12
terhadap kerusakan kemasan dan pengiriman. Bentuk dan indeks telur dikendalikan oleh faktor genetik (Bell dan Weaver, 2002). Haugh Unit Haugh unit (HU) digunakan untuk mengukur kualitas putih telur. Haugh unit yang tinggi menunjukkan kualitas putih telur tersebut juga tinggi (Bell dan Weaver, 2002). Nilai HU untuk telur yang baru ditelurkan adalah 100, sedangkan untuk telur dengan mutu terbaik nilainya 75. Telur yang busuk biasanya memiliki nilai HU dibawah 50 (Buckle, 1987). Penurunan nilai HU pada telur akan mempengaruhi kualitas telur. Tingkatan kualitas telur berdasarkan nilai HU yaitu jika >72 termasuk kualitas AA, nilai HU antara 60-71 termasuk kualitas A dan nilai HU antara 31-59 termasuk kualitas B (USDA, 1964; Brown, 2000). Haugh unit dipengaruhi umur ayam dan genotipnya, musim, kandungan nutrisi pakan, lama dan suhu selama penyimpanan (Williams, 1992). Umur ayam yang meningkat dan suhu lingkungan di atas 30°C menyebabkan penurunan nilai HU. Kandungan magnesium dalam pakan perlu ditingkat agar penurunan kekentalan putih telur dapat diperlambat sehingga nilai HU dapat terjaga. Suhu ideal yang mampu mempertahankan nilai HU lebih lama adalah penyimpanan telur pada suhu freezer yaitu 0-0,5°C dan pada refrigarator suhu penyimpanan harus dipertahankan antara 10-18°C. Indeks Kuning Telur Indeks kuning telur digunakan untuk menyatakan kondisi di dalam telur secara umum dan bersifat perhitungan matematika yang terukur. Pengukurannya dengan cara membandingkan tinggi kuning telur dan lebar kuning yang baru dipecahkan di atas meja kaca (Romanoff dan Rommanoff, 1963). Nilai indeks kuning telur segar beragam antara 0,33-0,50 dengan nilai rata-rata 0,42 (Buckle et al., 1985). Binawati (2008) menuliskan kisaran nilai indeks kuning telur ayam Arab adalah 0,39-0,42. Indeks kuning telur ditentukan oleh bentuk kuning telur. Bentuk kuning telur tergantung pada kekuatan membran vitelin dan lapisan khalaza di sekitar kuning telur. Setelah ovoposisi, struktur ini secara bertahap mengalami perubahan fisik dan kimia yang mengurangi kemampuan membran vitelin dan khalaza untuk mempertahankan bentuk kuning telur tetap bulat. Perubahan ini mengubah kekuatan 13
membran vitelin sehingga kadar air berpindah dari putih menjadi kuning, meningkatkan ukuran kuning dan selanjutnya melemahkan membran. Hal ini menyebabkan permukaan kuning telur menjadi datar pada saat telur dipecahkan (Bell dan Weaver, 2002). Daya ikat membran vitelin dipengaruhi oleh kandungan protein dalam pakan. Membran vitelin terbentuk atas 87% protein, 3 % lemak dan 10% karbohidrat (Yamamoto et al., 2007). Karakteristik Kimia Telur Sebutir telur secara umum mengandung zat-zat nutrien seperti air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Kadar air putih telur sebesar 88% (Bell dan Weaver, 2002; Yamamoto et al., 2007). Protein terdapat di seluruh bagian telur, namun presentase protein lebih banyak terdapat dalam kuning dan putih telur yaitu 44% dan 50%. Kerabang dan membran kerabang telur juga mengandung protein sebanyak 6%. Lemak di dalam telur banyak terdeposit dalam kuning telur berupa trigliserida, fosfolipid, kolesterol, serebrosid dan beberapa jenis lemak lainnya (Yamamoto et al., 2007). Rataan persentase protein dalam putih dan kuning telur ayam Arab menurut Binawati (2008) adalah 8,68-9,62% dan 13,70-14,61%. Komponen-komponen kimia secara umum di dalam sebutir telur ayam Ras, ayam Kampung dan ayam Arab ditunjukan pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Kimia Telur Ayam Ras, Ayam Kampung dan Ayam Arab Ayam Ras
Komponen Putih
Kuning
Kerabang
Utuh
Ayam Kampung ** Utuh
Ayam Arab ** Utuh
-------------------------------- (%) -----------------------------Kadar air
88,00
48,20
1,60
75,50
74,00
72,96
Kadar abu
0,50-0,60
1,10
0,80-1,00
0,80-1,00
-
-
Protein
9,70-10,60
15,70-16,60
3,00*
12,80-13,40
12,80
12,74
Lemak
0,03
31,80-35,50
2,00*
10,50-11,80
11,50
9,22
Karbohidrat
0,40-0,90
0,20-1,00
0,00*
0,30-0,10
11,50
3,67
Mineral
1,00*
1,00*
95,00*
-
-
-
Sumber : Bell dan Weaver (2002), * Scanes et al. (2004), ** Susmiyanto et al. (2010)
14
Hampir semua jenis vitamin terdapat di dalam telur ayam yaitu vitamin yang bersifat larut dalam lemak (A, D, E, dan K) dan beberapa vitamain larut air (riboflavin, asam pantotenat, thiamin, niasin, asam folat, dan vitamin B12), kecuali vitamin C. Bagian telur ayam yang banyak mengandung vitamin adalah kuning telur. Sebutir telur ayam mengandung 12% vitamin A, 6% vitamin D, 9% riboflavin dan 8% asam pantontenat. Telur ayam juga mengandung zat-zat mineral seperti kalsium, fosfor, magnesium, natrium, khlor, ferrum, yodium, zinkum, kobalt, kuprum, dan mangan. Kandungan mineral dalam kuning telur sangat rendah, dan fosfor merupakan mineral paling banyak terdapat dalam kuning telur. Sulfur, kobalt, natrium, dan khlorin mempunyai konsentrasi lebih tinggi dalam putih telur dibandingkan mineral lainnya. Di dalam kerabang telur ayam, kadar kalsium lebih tinggi daripada mineral lainnya bahkan mencapai 98% (Yamamoto et al., 2007). Komposisi kimia telur dipengaruhi oleh jenis pakan, umur ayam, kondisi lingkungan (Bell dan Weaver, 2002; Yamamoto et al., 2007). Pakan dengan kandungan nutrisi yang buruk akan menghasilkan kualitas telur yang rendah. Kekurangan protein menyebabkan kuning telur dan putih telur memiliki berat yang rendah. Kekurangan kalsium dalam masa produksi akan menyebabkan kerabang telur ayam akan tipis dan mudah retak. Lemak di dalam telur ayam dapat dimanipulasi atau ditingkatkan melalui kadar lemak di dalam pakan (Bell dan Weaver, 2002). Ayam yang berumur lebih muda menghasilkan telur dengan ukuran yang lebih kecil, dan telur berukuran lebih kecil biasanya memiliki persentase kuning telur yang lebih besar. Telur ayam dengan persentase berat kuning telur yang lebih besar umumnya memiliki kandungan nutrien yang lebih tinggi dibandingkan telur dengan persentase kuning telur yang kecil (Yamamoto et al., 2007; Tumuova dan Ledvinka, 2009). Kandungan protein, pospor dan khlorin di dalam telur ayam dipengaruhi oleh umur ayam. Kandungan lemak dan kolestrol dalam kuning telur meningkat seiring meningkatnya umur ayam. Pada suhu yang tinggi, telur ayam yang dihasilkan berukuran kecil dan komposisi telur akan menurun, sehingga nilai gizi dalam telur pun menjadi rendah (Yamamoto et al., 2007).
15
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2010. Pengamatan kualitas eksterior dan interior dilakukan di Laboratorium Teknologi dan Hasil Ternak (THT). Analisa kualitas kimia pakan dan telur dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan dan Pusat Antar Universitas (PAU) Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Materi Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 180 butir telur ayam Arab petelur dari dua peternakan (F dan S) di desa Aryojeding, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rak telur (egg tray), timbangan, meja kaca, jangka sorong, teropong telur (candler), yolk colour fan, egg quality slide ruler, micrometer, wadah plastik, spatula, tissue gulung, kamera digital, dan alat tulis. Prosedur Sampel telur ayam konsumsi yang digunakan dikoleksi pada umur tiga (3) hari dari 2 peternakan ayam Arab petelur di kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Koleksi telur dilakukan pada pukul 06.00-10.00 WIB. Telur-telur dikoleksi dari 218 ekor ayam Arab petelur masing-masing di peternakan F dan S yang berumur 52 minggu, 55 minggu dan 58 minggu. Keadaan umum peternakan ditunjukan pada Gambar 4 dan Tabel 5.
(a)
(b)
Gambar 5. Kondisi Peternakan F (a) dan Peternakan S (b
16
Tabel 5. Karateristik Peternakan di Lokasi Penelitian Manajemen pemeliharaan Umur Peternak (tahun) Jumlah total ayam (ekor) Jumlah sampel ayam (ekor) Waktu koleksi telur Umur ayam (bulan) Periode bertelur Rataan bobot badan ayam (kg) Produksi telur (%) Jenis Kandang Ukuran baterai (cm) Persiapan Kandang Perawatan Jenis pakan
Peternakan (F) 45 4500 218 06.00-10.00 12 Kedua 1.56 72 Baterai 33 x 20 x 37 Formalin Antisep, Long Live ditergen; Antipar (jika ada gurem) Campuran konsentrat, jagung, bekatul (70:50:50)
Rataan konsumsi pakan (g/ekor/hari) Minggu ke-52 82,57 Minggu ke-55 80,28 Minggu ke-58 80,28 Total 243,13 Produksi telur (butir) dan Henday (%) Minggu ke-52 831 (53,28%) Minggu ke-55 825 (54,06%) Minggu ke-58 824 (53,99%) Konversi Minggu ke-52 1,86 Minggu ke-55 1,82 Minggu ke-58 1,75 Rataan 1,81 Frekuensi pemberian pakan 2 x (06.00 dan14.00); pukul 10.00 pakan diratakan Vaksinasi ND IB (per bulan) Vitamin Elektrovit, Rodeg Suhu (°C) Minggu ke-52 23,5-33,1 Minggu ke-55 23,2-32,2 Minggu ke-58 23,4-33,2 Kelembaban (%) Minggu ke-52 63-98 Minggu ke-55 59-98 Minggu ke-58 62-98 Suhu penyimpanan telur (°C) 20-28 Sumber : Ulfah et al. (2010)
Peternakan (S) 57 1500 218 06.00-10.00 12 Kedua 1.34 65 Baterai 33 x 20 x 37 Antisep, Long Live ditergen; Antipar (jika ada gurem) Pakan Komersial dari poultry shop
82,53 80,34 80,29 243,16 812 (53,21%) 808 (52,95%) 755 (49,48%) 1,94 1,88 1,86 1,89 2 x (06.00 dan 14.00); pukul 10.00 pakan diratakan ND IB (per 1.5 bln) Elektrovit, Rodeg 23,7-33,6 23,6-33,2 23,8-33,2 60-96 59-96 60-95 20-28
17
Peubah yang diamati antara lain: 1) Kualitas Telur Eksterior 1. Kebersihan kerabang telur diamati secara visual sesuai standar USDA (1964) dan SNI 01-3926-2008 (DSN, 2008). 2. Kondisi keabnormalan telur ditentukan dengan mengamati kenormalan telur secara visual yang meliputi tidak terdapat titik-titik kapur, adanya butiranbutiran kasar pada permukaan kerabang, tidak licin, tidak rata, kulit telur bergelombang sepanjang badan telur (body check) (USDA, 1964; Robert, 2008), tidak proporsional (Robert, 2008). Bentuk-bentuk telur menurut Robert (2008) ditunjukan pada Gambar 5.
Gambar 5. Bentuk-bentuk Telur Sumber: Robert (2008)
3. Indeks telur dihitung dengan rumus: Indeks telur = 4. Besarnya rongga udara ditentukan dari diameter, kedalaman atau tinggi kantung udara dengan cara diteropong atau candling. Kantung udara yang tampak saat telur diteropong dilingkari dengan pensil, kemudian diukur menggunakan official egg air cell gauge. 5. Berat telur diperoleh dengan menimbang telur. 2) Kualitas Telur Interior 1. Haugh Unit (HU). Telur ayam dipecahkan dan dituangkan ke atas meja kaca. Tinggi dan diameter putih telur lalu diukur dengan jangka sorong kurang lebih 1 cm dari kuning telur dalam satuan milimeter (mm). Selanjutnya, penghitungan HU dengan rumus : HU = 100 log (H + 7,57 – 1,7 W 0,37)
18
Keterangan : H
= tinggi albumen (mm)
W
= berat telur (gram)
HU
= haugh unit
2. Warna kuning telur ayam diamati secara visual setelah telur dipecahkan di atas meja kaca. Warna kuning telur selanjutnya dibandingkan dengan Roche Yolk Colour Fan yang memiliki 15 skor warna. Noda pada putih telur dan kuning telur juga diamati, baik pada bagian atas maupun bawah meja kaca. Noda pada telur dapat berupa noda daging (meat spoot) atau noda darah (blood spoot). 3. Berat kerabang telur ayam ditimbang dengan timbangan model Ohaus 310 (ketelitian 0,1 gram). Kerabang sebelum ditimbang diangin-anginkan lebih dahulu guna mengurangi kadar airnya. 4.
Tebal kerabang telur ayam diukur dengan micrometer setelah kerabang telur tersebut dikelupas kulit/selaput tipis bagian dalamnya.
5.
Indeks kuning telur diukur setelah telur dipecahkan dan isinya dituangkan ke atas meja kaca, kemudian tinggi kuning telur dan diameternya diukur dengan jangka sorong. Rumus indeks kuning telur adalah Indeks Kuning Telur =
6.
Putih dan kuning telur masing-masing ditimbang untuk menentukan beratnya
7.
Putih, kuning, dan kerabang telur dianalisis meliputi kandungan protein, lemak, air, abu, Ca, P dan NaCl. Selain itu, juga dilakukan pengamatan terhadap kandungan nutrisi pakan dari lokasi kandang yang diberikan pada ayam Arab. Analisis kimia telur (abu, protein kasar, lemak kasar) menggunakan metode Association of Official Analytical Chemists/AOAC. Kandungan NaCl dianalisis menggunakan metode SNI 01-2891-1992, sedangkan
Ca
dan
P
dianalisis
dengan
Atomic
Absorption
Spectrofotometer/AAS dan fotometri. Rancangan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial 2 x 3 dengan dua parameter yaitu interaksi faktor manajemen pemeliharaan dan S) dan faktor umur ayam saat pengoleksian telur (52
19
minggu, 55 minggu, dan 58 minggu). Setiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan dengan menggunakan 30 butir telur per ulangan. Model matematikanya sebagai berikut: Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + Єijk Keterangan : µ
= rata-rata sesungguhnya
Ai
= manajemen pemeliharaan ke-i
Bj
= umur ayam ke-j
ABij = interaksi antara manajemen pemeliharaan ke-i dengan umur ayam ke-j Єijk = galat percobaan pada sistem pemeliharaan ke-i dan umur ayam ke- j Data karakteristik fisik (keutuhan, kebersihan, dan keabnormalan kerabang telur, serta ada tidaknya noda pada putih dan kuning) dan karakteristik kimia telur dianalisis secara deskriptif. Data lainnya (berat telur, indeks telur, berat putih telur, haugh unit, berat kuning telur, indeks kuning telur, warna kuning telur, tebal dan berat
kerabang
telur)
dianalisis
dengan
analisis
ragam
(analisys
of
variance/ANOVA) dan General Linear Model, pada selang kepercayaan 95%, dan jika berbeda nyata diteruskan dengan uji lanjut berupa uji Tukey dengan program minitab 14.
20
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Kualitas dan kuantitas pakan memberikan pengaruh nyata bagi produktivitas dan kualitas telur ayam. Kandungan nutrien pakan ayam Arab yang digunakan oleh peternakan F dan S ditunjukan pada Tabel 6. Tabel 6. Kandungan Nutrien Pakan (% BK) yang Diberikan pada Ayam Arab di Peternakan F dan S Nutrien 1
Kadar Air (%) Abu (%)
1
Peternakan F
Peternakan S
Ditjennak (2006)
10,19
11,02
-
11,06
9,76
-
1
14,18
15,04
15,00
Lemak Kasar (%)1
5,54
6,57
-
Serat Kasar (%)1
5,78
3,24
-
63,44
65,39
-
3,09
1,31
2,50
0,71
0,41
0,70
3.777
3.648
-
2738
2.644
2.750
Protein Kasar (%)
3
BETN
Kalsium (%)
2
Fosfor (%)2 Energi Bruto (kkal/kg)2 Energi Metabolis (kkal/kg)4
Keterangan: 1Hasil analisis Lab. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati & Bioteknologi, Pusat Antar Universitas IPB (2010); 2Hasil analisis Lab Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2010); 3Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) = 100%(PK+LK+SK+Abu)%; 4 EM= 0,725EB (NRC, 1994).
Kandungan nutrien pakan ayam Arab di peternakan F dan S lebih rendah jika dibandingkan dengan standar kebutuhan ayam lokal Indonesia. Pakan yang digunakan oleh peternakan F mengandung protein yang lebih rendah (14,18%) dibandingkan dengan ketentuan dalam Ditjennak (2006) yaitu 15,00 % protein kasar. Akan tetapi, kandungan kalsium dan energi metabolis dalam pakan peternakan F lebih tinggi (3,09% dan 2.738 kkal/kg) dibandingkan dengan Ditjennak (2,50% dan 2.750 kkal/kg) (Ditjennak, 2006). Kandungan protein kasar di dalam pakan di peternakan S telah memenuhi standar Ditjennak (15,04%) (Ditjennak, 2006), namun kandungan kalsium, fosfor, dan energi metabolis pakannya lebih rendah (1,31%; 0,41%; 2644 kkal/kg). Kekurangan protein dalam pakan dapat menyebabkan ukuran
telur, berat dan ukuran kuning dan putih telur menjadi rendah. Kandungan kalsium yang tidak terpenuhi akan menyebabkan pertumbuhan tulang yang tidak sempurna pada ayam dan kualitas kerabang telur menurun. Demikian halnya dengan kekurangan fosfor, dapat mengakibatkan proses kalsifikasi yang tidak sempurna sehingga kualitas dan kekuatan kerabang telur menurun. Lemak dalam pakan biasanya berfungsi sebagai sumber energi. Kadar lemak dalam sebutir telur dipengaruhi oleh kadar lemak dalam pakan dan dapat dimanipulasi melalui pakan misalnya dengan menambahkan minyak jagung atau bunga matahari (Bell dan Weaver, 2002). Energi bruto dan energi metabolis yang tinggi terdapat dalam pakan yang digunakan oleh peternakan F (3.777 dan 2.738 kkal/kg). Rataan berat tubuh ayam di peternakan F yang lebih besar (1,56 kg) menyebabkan ayam Arab di peternakan F membutuhkan energi yang lebih banyak. Kandungan energi yang tinggi dalam pakan mengakibat terjadinya pembatasan konsumsi pakan. Hal tersebut didukung oleh data Tabel 5. Konsumsi pakan oleh ayam Arab di peternakan F (243,13 g) hampir sama dengan konsumsi pakan ayam Arab di peternakan S (243,16 g) yang memiliki berat tubuh yang lebih rendah. Rataan konsumsi pakan ayam Arab di peternakan F menjadi rendah karena energi dalam pakannya tinggi. Sebaliknya, ayam Arab di peternakan S mengkonsumsi pakan lebih tinggi karena kandungan energi metabolisnya yang rendah (2.644 kkal/kg). Ayam akan menyesuaikan konsumsinya sesuai dengan kebutuhan energi (Subekti, 2003). Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) merupakan sumber pati yang terkandung dalam pakan. Pati adalah bagian dari karbohidrat yang mudah dicerna dan merupakan sumber energi utama bagi unggas. Nilai BETN dalam pakan di peternakan S lebih tinggi adalah 65,39% sedangkan dalam pakan di peternakan F adalah 63,44%. Kandungan karbohidrat yang terdapat dalam pakan di peternakan S lebih tinggi dibandingkan kandungan karbohirat yang terdapat dalam pakan di peternakan F. Energi menurut Herawati (2011) disimpan di dalam karbohidrat, lemak dan protein dari bahan makanan. Semua bahan yang mengandung karbon (C) dan hidrogen (H) dalam bentuk yang bisa dioksidasi menjadi karbondioksida (CO 2) dan air (H2O) menunjukan energi potensial untuk ternak.
22
Karakteristik Eksterior Telur Karakteristik eksterior telur ayam Arab di peternakan F dan S ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7. Kondisi Abnormal, Kebersihan, Keutuhan dan Kantung Udara Telur Ayam Arab pada Umur 52, 55, dan 58 Minggu di Peternakan F dan S Peternakan
Umur (minggu)
N
F
52
S
Kebersihan (%)
30
Kondisi abnormal (%) 26,67
Keutuhan (%)
Kantung Udara(cm)
26,67
100
< 0,3
55
30
23,00
6,67
100
< 0,3
58
30
16,67
3,33
100
< 0,3
52
30
13,33
16,67
100
< 0,3
55
30
26,67
33,33
100
< 0,3
58
30
16,67
56,67
100
< 0,3
Kondisi Abnormal Telur Kondisi telur yang abnormal di peternakan F dan S dan pendugaan penyebabnya ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. Kondisi Abnormal Telur dan Pendugaan Penyebabnya pada Peternakan F dan S Komponen
Titik kapur
Peternakan F 52
55
58
8
4
1
1
4
Titik-titik kasar
Peternakan S 52
1
Permukaan tidak rata (berkerut) Terlalu lonjong dan tidak proporsional
1
Lubang kecil pada tlur
1
Total
8
7
3
Penyebab
55
58
(Bell dan Weaver, 2002)
1*
1
Bertambahnya umur ayam, komposisi nutrien yang kurang tepat/seimbang
5*
4
Infeksi bronkitis, Kekurangan air minum
1
Kurangnya pencahayaan, pembentukan kerabang yang tidak sempurna
3*
Infeksi bronkitis, gangguan pada ayam karena bunyi-bunyian atau hewan asing Terkena kuku ayam, penanganan saat telur dikoleksi dan dikemas
5
4
7*
5
20 16 Keterangan : * beberapa ketidaknormalan bentuk terjadi pada butir telur yang sama
23
Kisaran abnormalitas telur ayam Arab yang dihasilkan oleh peternakan F adalah 16,67-26,67% dan di peternakan S adalah 13,33-16,67%. Permukaan telur yang tidak licin akibat terdapat titik kapur dan titik-titik kasar dalam penelitian ini baik di peternakan F dan S, pada bagian tumpul dan lancip telur. Titik-titik kapur pada permukaan kulit telur disebabkan tidak meratanya penyebaran Ca atau kapur dan ayam kurang mendapatkan pencahayaan (Appleby et al., 2004). Titik kapur lebih banyak ditemukan di peternakan F karena kandungan Ca pakannya lebih tinggi daripada standar kebutuhan ayam lokal (3,09 vs 2,50) dan diduga pencampuran pakan yang diberikan pada ayam kurang merata sehingga konsumsi Ca oleh ayam tidak memenuhi kebutuhan Ca ayam. Pakan yang tidak tercampur secara merata dapat menyebabkan kerabang tipis pada telur yang dihasilkan oleh ayam yang kemungkinan memperoleh pakan dengan Ca yang rendah dari standar atau menimbulkan titik kapur pada ayam yang kemungkinan memperoleh pakan dengan Ca yang berlebih. Bentuk telur yang tidak proporsional berupa bentuk telur yang tidak bulat, terdapat bentuk cetak tubuh pada telur (body-check) dan tidak seimbang perbandingan panjang dan lebarnya (Gambar 6).
(a)
(b)
Gambar 6. Kondisi Abnormal pada Telur: Lubang Pada Kerabang (a) dan Bentuk Telur Yang Tidak Proporsional (b)
Hal ini disebabkan oleh penurunan daya kerja alat reproduksi ayam seiring meningkatnya umur ayam dan persentase bentuk tidak proporsional dapat meningkat pada umur 60 minggu (Bell dan Weaver, 2002). Penurunan kemampuan daya cerna pakan, persediaan Ca dan mineral lainnya pada tubuh ayam, dan kemampuan alat
24
reproduksi yang terjadi seiring bertambahnya umur ayam berpengaruh terhadap kualitas telur yang dihasilkan (North, 1984; Romanoff dan Romanoff, 1963). Bentuk telur yang tidak proporsional banyak ditemukan pada telur-telur di peternakan S (6 butir), sedangkan di peternakan F hanya ditemukan pada 1 butir telur. Kondisi peternakan yang terbuka dan tidak dikelilingi oleh dinding beton atau pun dinding secara penuh (Gambar 5) memungkinan terjadinya gangguan dari luar. Gangguan tersebut dapat berupa bunyi-bunyian, hewan asing atau pemangsa (Tabel 9) yang berpeluang mengakibatkan stres pada ayam sehingga berpengaruh negatif terhadap hormon-hormon yang berhubungan dengan proses pembentukan telur. Selain itu, pengaruh perubahan suhu dan kelembaban lingkungan yang secara langsung dapat menyebabkan stres pada ayam. Ketika ayam mengalami stress, produksi hormon FSH akan terganggu yang diduga berdampak negatif pada kerabang telur yang dihasilkan. Hormon FSH (Hafez, 2000) mempengaruhi sekresi steroid yaitu esterogen dan progesteron., yang dihasilkan oleh sel theca dan sel granulosa, yang penting untuk pembentukan kuning telur, albumin dan cangkang telur. Stres juga dapat mengakibatkan turunya napsu makan ayam, sehingga asupan nutrien bagi ayam menjadi rendah. Kekurangan nutrien seperti Ca dan P dapat menimbulkan terjadinya bentuk kerabang telur yang tidak proporsional. Kandungan Ca dan P dalam pakan di peternakan S yang rendah (Tabel 6) merupakan kemungkinan penyebab bentuk telur abnormal banyak terjadi di peternakan tersebut. Keabnormalan bentuk telur juga memiliki hubungan dengan penerapan manajemen dalam pencegahan penyakit. Kedua peternakan menerapkan vaksinasi bagi ayam Arab yang dipelihara yang ditunjukan pada Tabel 5. Vaksinasi NDIB lebih sering dilakukan oleh peternakan F dibandingkan peternakan S, yaitu sebulan sekali. Peluang ayam-ayam peternakan F terserang penyakit bronkitis lebih rendah dibandingkan dengan ayam-ayam di peternakan S. Hal ini terlihat hanya 2 butir telur yang ditemukan abnormal di peternakan F (Tabel 9) yang disebabkan oleh IB. Infectious Bronchitis (IB) merupakan penyakit akut pada ayam petelur yang menyerang saluran pernafasan ayam dan sangat mudah menular pada ayam. IB dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan, penurunan efisiensi pakan, penurunan produksi telur dalam jumlah dan mutu (Bell dan Weaver, 2002). Pemeliharaan ayam dengan pemberian vaksin yang tepat dapat menekan peluang kejadian infeksi
25
penyakit pada ayam yang akan berdampak pada kualitas telur. Selain itu, program pencahayaan dan pemberian pakan yang tepat (terkait dengan pemenuhan kebutuhan ayam terhadap Ca, P, Mg, dan vitamin D) berperan penting dalam proses kalsifikasi pada kerabang telur (Bell dan Weaver, 2002; Appleby et al., 2004). Penanganan telur yang baik dengan mengoleksi telur lebih awal dapat menekan terjadinya lubang pada kerabang telur. Gambar 6 merupakan sampel telur dengan lubang pada kerabangnya dan sampel telur yang berbentuk tidak proposional. Bentuk abnormal berdasarkan USDA (1964) termasuk dalam kualitas B dan C, sedangkan berdasarkan standar di Indonesia telur abnormal tergolong telur dengan mutu kelas 3 (DSN, 2008). Kebersihan Kerabang Telur Ayam Kontaminasi ekskreta ayam pada kerabang mengakibatkan perubahan warna kerabang, telur menjadi kotor, dan bau. Telur-telur yang terkontaminasi ekskreta ayam Arab di peternakan F pada umur 52, 55 dan 58 minggu masing-masing sebanyak 8 butir (26,67%), 2 butir (6,67%) dan 1 butir (3,33%). Pada perternakan S, telur ayam yang terkontaminasi ekskreta pada umur 52, 55 dan 58 minggu berturutturut adalah 5 butir (13,33%), 10 butir (26,67%), dan 17 butir (16,67%). Kebersihan kerabang telur tidak lepas dari penanganan kebersihan kandang dan frekuensi pengoleksian telur. Kebersihan kandang yang terjaga dan frekuensi yang lebih tinggi dalam mengoleksi telur akan mengurangi kemungkinan telur ayam terkontaminasi ekstreta ayam. Ekskreta ayam yang menempel pada telur kemungkinan besar mampu menjadi media bakteri untuk mengkontaminasi telur melalui kerabang dan menurunkan kualitas telur setelah disimpan beberapa waktu. Oleh karena itu sangat penting mengoleksi telur lebih sering dan menjaga kebersihan kandang baterai. Telur dengan klasifikasi kualitas AA dan A adalah telur yang bersih, sementara kerabang telur yang terkontaminasi kotoran ayam dikategorikan pada kualitas B (USDA, 1964) dan mutu kelas ketiga (DSN, 2008). Keutuhan Telur Ayam Telur utuh adalah telur yang tidak mengalami keretakan baik retak halus maupun retak kasar. Telur-telur di peternakan F dan S dikoleksi dan dikumpulkan
26
dengan baik pada setiap pagi hari (pukul 07.00-10.00WIB), sehingga keretakan telur akibat benturan dapat dihindari. Data Tabel 8 menunjukan bahwa tidak terdapat telur yang retak, baik pada peternakan F maupun peternakan S. Telur-telur tersebut dikemas pada egg tray yang terbuat dari karton. Keretakan kerabang telur akan sering ditemukan pada ayam yang tua dikarenakan berkurangnya kandungan persediaan Ca dalam tulang medula dan pengaruh suhu yang tinggi (North, 1984; Bell dan Weaver, 2002). Keretakan kerabang telur dapat diatasi dengan pemberian pakan yang mengandung nutrien yang mencukupi kebutuhan ayam petelur. Nutrien seperti Ca, Mg, dan P merupakan unsur mineral dalam pakan yang sangat penting untuk proses pembentukan kerabang. Pakan dengan Ca yang tidak tercampur secara merata dapat menyebabkan kerabang tipis pada ayam yang memperoleh pakan dengan Ca yang rendah dari standar sehingga telur menjadi rentan untuk mengalami keretakan. Metode mencampurkan bahan pakan dengan baik juga turut mempengaruhi ketersediaan nutrien-nutrien tersebut dalam pakan. Bahan-bahan pakan yang tercampur merata dapat membantu ayam-ayam memperoleh pakan dengan kandungan nutrien yang merata pula. Pencampuran yang tidak merata menyebabkan beberapa ekor ayam mengkonsumsi pakan dengan kandungan nutiren yang kurang seimbang, sementara beberapa ekor lain mengkonsumsi kandungan nutrien yang berlebih. Misalkan rendahnya kandungan nutrien Ca, Mg dan P dalam pakan menyebabkan kerabang telur ayam menjadi tipis, rapuh dan mudah retak (Yammamoto et al., 2007). Kantung Udara Telur Telur ayam Arab di peternakan F dan S memiliki kedalaman kantung udara ≤ 0,3 cm dan termasuk dalam kualitas AA (USDA, 1964) atau mutu kelas 1 menurut DSN (2008). Tabel 4 menunjukan bahwa dari 120 butir telur ayam Arab kualitas yang sangat baik, dimana kantung udara telur dan kuning telur berada dalam keadaan diam, tidak ada pergerakan dan kuning telur diam di tempat ketika dilihat pada candler. Koleksi telur pada umur telur 3 hari turut memberikan peran penting dalam kualitas kantung udara telur tetap baik. Selain itu, lama dan suhu penyimpanan telur turut berperan terhadap kualitas telur. Penyimpanan telur pada suhu kamar dan kelembaban 80 %-90 % maksimal umur 14 hari setelah ditelurkan (DSN, 2008). 27
Suhu penyimpanan telur-telur ini adalah 20-28 °C, sehingga kondisi kantung udara masih terjaga. Kantung udara telur akan membesar jika telur di simpan pada suhu tinggi atau pada rentang yang lama. Telur akan mengalami kehilangan air dan gas selama penyimpanan, kualitas isi telurnya akan menurun sementara kerabang telur tetap mempertahankan ukuran dan bentuk aslinya, sehingga mengakibatkan ukuran kantung udara telur meningkat (Bell dan Weaver, 2002). Berat Telur Telur ayam Arab di peternakan F dan S memiliki berat berkisar antara 33,3353,27 g/butir. Berat telur di kedua peternakan ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Berat Telur Ayam Arab Umur 52, 55, dan 58 Minggu pada Peternakan F dan S Peternak
F
S
Umur (minggu)
N
Berat Telur (g/butir)
52
30
44,50±3,22a
55
30
44,18±3,12a
58
30
45,89±3,69a
52
30
42,47±3,43b
55
30
42,76±3,45b
58
30
43,25±4,16b
Signifikan : Manajemen
0,000
Umur
0,153
Manajemen*Umur 0,640 Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P < 0,05)
Pada penelitian ini hanya terdapat pengaruh nyata (P < 0,05) manajemen terhadap berat telur ayam Arab, sedangkan umur ayam Arab tidak berpengaruh nyata terhadap berat telur. Tabel 10 menunjukkan bahwa rataan berat telur yang dihasilkan oleh peternakan F pada umur 52, 55, dan 58 minggu lebih tinggi dari pada berat telur ayam Arab di peternakan S. Faktor yang mempengaruhi berat telur antara lain genetik dan umur ayam, pakan, penyakit, suhu lingkungan, musim dan sistem pengelolaan ayam (North dan Bell, 1990). Sifat genetik individu ayam Arab di peternakan F memiliki kemungkinan untuk menghasilkan telur yang berukuran besar dan berat telur yang tinggi. Sebaliknya, sifat genetik ayam Arab di peternakan S
28
cenderung menghasilkan ukuran dan berat telur yang kecil dan rendah meskipun telah ditunjang dengan kandungan nutrien pakan yang baik. Adanya perbedaan jenis bahan baku pakan dan kandungan nutrisi pakan yang berbeda di peternakan F dan S berpengaruh terhadap berat telur ayam yang dihasilkan. Peningkatan energi, kandungan protein dan asam linoleat dalam pakan serta peningkatan konsumsi pakan mampu meningkatkan berat telur (Bell dan Weaver, 2002; Leeson dan Summers, 2005). Konsumsi pakan (Tabel 5) dan kandungan PK dalam pakan F lebih rendah dibandingkan dengan pakan S. Nilai konversi pakan oleh ayam-ayam Arab di peternakan F juga lebih rendah (1,81) yang menunjukkan bahwa pemanfaatan nutrien pakan lebih efisien dibandingkan dengan ayam-ayam di peternakan S, sehingga berat telur yang dihasilkan pun juga lebih besar (Tabel 10). Kandungan Ca dalam pakan di peternakan F lebih tinggi dibandingkan dengan pakan di peternakan S (Tabel 6). Ayam yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan Ca yang lebih tinggi akan memproduksi telur dengan berat kerabang yang lebih tinggi pula. Berat kerabang turut mempengaruhi berat telur utuh karena berat telur utuh merupakan akumulasi dari berat setiap bagian telur. Berat tubuh ayam juga berpengaruh terhadap berat telur yang dihasilkan (Bell dan Weaver, 2002). Berat tubuh ayam Arab di peternakan F lebih besar (1,56 kg) dibandingkan dengan berat tubuh ayam Arab di peternakan S (1,34 kg), sehingga berat telur di peternakan F menjadi lebih besar (2 g/butir) dibandingkan dengan berat telur di peternakan S. Umur ayam Arab tidak berpengaruh nyata terhadap berat telur, namun pada hasil rataan berat telur pada masing-masing peternakan mengalami peningkatan berat seiring bertambahnya umur ayam (Tabel 10). Kisaran berat telur ayam Arab umur 52-58 minggu di peternakan F dan S masing-masing adalah 44,50-45,89 g/butir dan 42,47-43,25 g/butir. Berat telur dipengaruhi oleh umur unggas, semakin tua umur unggas maka semakin berat telur yang dihasilkan sampai umur tertentu kemudian besar telur stabil dengan bertambahnya umur (Romanoff dan Romanoff, 1963; Bell, 2002). Berat telur bertambah secara nyata seiring bertambahnya umur ayam petelur coklat berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tumuova dan Ledvinka (2009) pada umur ayam 20-60 minggu. Ayam pada umur 20-24 minggu, 38-42 minggu, dan 56-60 minggu menghasilkan berat telur yang berbeda nyata.
29
Indeks Telur Indeks telur yang baik memiliki perbandingan panjang dan lebar 4:3 (Robert, 2008). Nilai indeks telur ayam Arab pada perternakan F dan S ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan Indeks Telur Ayam Arab Berumur 52, 55, dan 58 Minggu pada Peternakan F dan S Peternak F
S
Umur (minggu)
N
Indeks telur (mm)
52
30
0,77±0,04b
55
30
0,78±0,05b
58
30
0,90±0,19a
52
30
0,78±0,04b
55
30
0,77±0,04b
58
30
0,83±0,12a
Signifikan : Manajemen
0,166
Umur
0,000
Manajemen*Umur 0,063 Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukan pengaruh yang nyata (P < 0,05)
Rataan indeks telur ayam arab pada masing-masing peternakan meningkat seiring meningkatnya umur ayam. Tabel 10 menunjukan bahwa semakin tua umur ayam Arab, ukuran telurnya semakin kecil, berbentuk lebih bulat dan nilai indeksnya semakin meningkat. Umur ayam Arab berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap indeks telur. Bertambahnya umur ayam, kemungkinan menyebabkan ukuran alat reproduksi khususnya isthmus semakin besar dan lebar akibat banyak memproduksi telur sehingga telur yang dihasilkan cenderung bulat. Perbedaan manajemen pemeliharaan ayam tidak berpengaruh nyata terhadap indeks telur ayam Arab, namun berdasarkan Tabel 8 rataan nilai indeks telur ayam Arab pada peternakan F lebih tinggi daripada nilai indeks telur ayam Arab peternakan S. Induk yang mempunyai ukuran tubuh besar biasanya menghasilkan telur dalam jumlah lebih banyak dan berat tubuh induk yang tinggi penting dalam menghasilkan telur berukuran besar (Bell dan Weaver, 2002). Ayam Arab di peternakan F memiliki berat tubuh yang lebih tinggi (1,56 kg) dibandingkan ayam Arab di peternakan S (1,34 kg). Berat tubuh ayam yang semakin
30
besar memungkinkan ukuran isthmus semakin besar dan lebar, sehingga bentuk telur yang dihasilkan akan cenderung bulat. Bentuk telur yang semakin bulat tersebut umumnya memiliki nilai indeks telur yang lebih tinggi (Pilliang, 1992). Berdasarkan pernyataan Romanoff dan Rommanoff (1963) maka telur-telur dalam penitian ini mempunyai nilai indeks telur yang baik yaitu 70-79% atau 0,70-0,79 pada umur ayam 52-55 minggu. Umur ayam Arab setelah mencapai 58 minggu, nilai indeks telur meningkat di atas 80% (> 0,80). Komposisi Telur Ayam Besar masing-masing komposisi sebutir telur ayam secara garis besar mampu menggambarkan kualitas telur tersebut. Komposisi telur ayam Arab pada peternakan F dan S ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11. Komposisi Telur Ayam Arab Berumur 52, 55, dan 58 Minggu pada Peternakan F dan S Komponen Telur
Peternakan F
Peternakan S
Umur Ayam (Minggu) 58 52
55
58
10,68
10,01
9,42
49,82
46,27
56,66
51,33
39,95
35,24
39,10
38,40
52
55
Kerabang (%)
10,58
10,33
9,31
Putih Telur (%)
46,73
47,69
Kuning Telur (%)
38,30
33,39
Persentase putih telur di peternakan F dan peternakan S masing-masing berkisar 46,73-49,82% dan 46,27-51,33%. Peternakan S menghasilkan persentase putih telur yang lebih tinggi dibandingkan dengan putih telur di peternakan F. Hal tersebut menunjukan bahwa telur-telur di peternakan S mengandung putih telur yang lebih banyak dibandingkan telur-telur di peternakan F. Persentase kuning telur juga meningkat dengan meningkatnya umur ayam, baik di peternakan F ataupun peternakan S yaitu 38,30-39,95% dan 35,24-38,40% dengan persentase tertinggi kuning telur yang berasal dari peternakan F. Persentase kerabang telur mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya umur ayam. Ayam-ayam Arab di peternakan S diduga memiliki sifat genetik untuk menghasilkan telur dengan
31
komponen putih telur lebih tinggi, sedangkan ayam-ayam Arab di peternakan F menghasilkan komponen kuning telur lebih tinggi. Persentase berat putih dan kuning telur pada telur ayam Arab mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya umur ayam, sedangkan persentase kerabang telur menurun (Tabel 11. Hasil ini berbeda dengan Bell dan Weaver (2002) dan Yamamoto et al. (2007) bahwa persentase putih dan kerabang telur ayam boiler akan menurun seiring dengan meningkatnya umur ayam, sementara persentase kuning telur terus meningkat. Berdasarkan penelitian ini ayam Arab pada umur 52, 55, dan 58 minggu menghasilkan telur dengan komposisi putih dan kuning telur yang terus meningkat sementara kerabang telur menurun. Karakteristik Interior Telur Karakteristik Kerabang Telur Salah satu aspek penilaian kualitas interior telur adalah kualitas kerabang telur. Telur pada peternakan F dan S memiliki kerabang telur yang tipis ditunjukan pada Tabel 12. Tabel 12. Kondisi Kerabang Telur yang Tipis di Peternakan F dan S Peternakan F Parameter
Peternakan S
-------------------------------- (minggu) --------------------------52 55 58 52 55 58
Kerabang tipis (butir)
1,00
-
1,00
1,00
2,00
5,00
(%)
3,08
0
3,08
3,08
7,69
19,23
Total (butir)
2,00
8,00
Persentase kerabang yang tipis setiap minggunya banyak ditemukan di peternakan S yaitu 7,69-19,23 % dari setiap 26 butir telur yang digunakan dalam pengamatan. Tebal kerabang telur ini berkisar antara 0,24-0,29 mm. Sebaliknya jumlah kerabang telur yang tipis di peternakan F perminggu rendah yaitu 1 butir dengan persentase
(3,08 %). Kerabang yang tipis diakibatkan oleh kurangnya
kandungan Ca dan P dalam pakan, umur ayam yang terus meningkat, dan suhu lingkungan yang tinggi. Peningkatan umur ayam menyebabkan mobilisasi Ca dan P
32
semakin rendah karena banyaknya jumlah kerabang dihasilkan oleh ayam. Kisaran suhu lingkungan di peternakan F dan S yang tinggi (mencapai 32,6 °C) diduga merupakan salah satu faktor penyebab terjadi kerabang yang tipis. Pada suhu di atas suhu suhu normal menyebabkan napsu makan ayam menurun, sehingga asupan nutriennya (Ca dan P) rendah. Hal tersebut mengakibatkan kerabang yang dihasilkan bersifat ringan dan tipis. Telur akan memiliki ukuran yang lebih kecil, kurang tebal dan mudah retak jika telur dihasilkan pada suhu di atas suhu normal (24-26 °C) (Oguntunji dan Alabi, 2010). Kerabang mempunyai fungsi untuk menjaga keadaan putih dan kuning telur dari penetrasi mikroba dan pengaruh dari lingkungan secara langsung pada telur. Berat dan tebal kerabang telur peternakan F dan S pada umur 52, 55, dan 58 minggu ditampilkan dalam Tabel 13. Tabel 13. Rataan Berat dan Tebal Kerabang Telur Ayam Arab Berumur 52, 55 dan 58 Minggu pada Peternakan F dan S Umur
Berat Kerabang Telur F
S
Rataan
52
4,69±0,58
4,52±0,59
4,60±0,58a
55
4,55±0,49
4,31±0,45
4,43±0,47ab
58
4,46±0,74
3,95±0,49
4,20±0,61b
Rataan
4,57±0,60a
4,26±0,51b Tebal Kerabang Telur
F
S
Rataan
52
0,34±0,03
0,32±0,07
0,33±0,05ab
55
0,34±0,02
0,33±0,02
0,33±0,02a
58
0,32±0,03
0,31±0,04
0,31±0,03b
Rataan
0,33±0,03a
0,32±0,04b
Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom/baris yang sama menunjukan pengaruh nyata (P< 0,05)
Manajemen pemeliharaan ayam berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap berat dan tebal kerabang telur. Berat dan tebal kerabang telur di peternakan F lebih besar dari pada kerabang telur peternakan S (Tabel 13). Rataan berat kerabang telur di peternakan F adalah 4,57 mg, sedangkan berat kerabang telur di peternakan S adalah 4,26 mg. Telur ayam Arab di peternakan F memiliki rataan tebal kerabang
33
hingga 0,34 mm dan rataan tebal kerabang telur di peternakan S mencapai 0,33 mm. Tebal kerabang telur pada kedua peternakan tergolong dalam kategori baik yaitu melebihi tebal kerabang yang optimum 0,31 mm (Romanoff dan Romanoff, 1963). Berat dan tebal kerabang telur yang lebih tinggi di peternakan F kemungkinan dipengaruhi oleh kandungan Ca dalam pakan ayam Arab di peternakan F yang lebih tinggi dibanding dengan pakan di peternakan S (Tabel 6). Pembentukan kerabang dan sebagian besar unsur dalam kerabang telur adalah Ca sebanyak 98% (Bell dan Weaver, 2002; Yamamoto et al., 2007). Jika terjadi kekurangan Ca dalam pakan seperti halnya pada peternakan S dapat mengakibatkan pembentukan kerabang akan menggunakan persediaan Ca dalam tulang medula. Ayam biasanya menyimpan persediaan Ca dari konsumsi pakannya pada tulang medula dan skeletal dan menggunakannya dalam keadaan kekurangan asupan Ca dari pakan saat bertelur. Kekurangan Ca menyebabkan kerabang menjadi tipis dan mudah retak (Bell dan Weaver, 2002; Oguntunji dan Alabi, 2010). Selain Ca, kandungan P juga dibutuhkan dalam pembentukan kerabang. Ketidakseimbangan Ca dan P dalam pembentukan kerabang telur di peternakan S diduga dapat menyebabkan kerabang telur yang dihasilkan memiliki berat dan tebal yang lebih rendah daripada peternakan F. Kebutuhan ayam lokal petelur berumur di atas 18 minggu terhadap Ca dan P dalam pakan adalah 2,50 % dan 0,07 % (Ditjennak, 2006). Faktor selain manajemen pakan yang turut mempengaruhi kualitas kerabang adalah suhu dan kelembaban lingkungan. Kisaran suhu pada umur ayam 52, 55, dan 58 minggu adalah 23,2-33,1 °C (di peternakan F) dan 23,6-33,6 °C (di peternakan S) (Tabel 5). Suhu di peternakan S yang lebih tinggi (mencapai 33,6 °C) dapat menyebabkan konsumsi pakan ayam dan asupan nutruen menjadi lebih rendah, termasuk Ca dan P yang diperoleh (Bell dan Weaver, 2002; Oguntunji dan Alabi, 2010). Sifat genetik individu ayam Arab juga mempengaruhi berat dan tebal kerabang. Ayam Arab di peternakan F kemungkinan memiliki sifat genetik untuk menghasilkan telur dengan berat dan tebal kerabang yang lebih tinggi dibandingkan sifat genetik ayam Arab di peternakan S. Data pada Tabel 15 juga menunjukan adanya pengaruh nyata (P < 0,05) umur ayam terhadap berat dan tebal kerabang. Baik berat maupun tebal kerabang telur
34
pada peternakan F dan S mengalami penurunan selama umur pengamatan (52, 55, dan 58 minggu). Berat kerabang telur di peternakan F menurun dari 4,69 hingga 4,46 g dan kerabang telur di peternakan S menurun dari 4,52 hingga 3,95 g. Tebal kerabang telur di peternakan F menurun dari 0,34 mm menjadi 0,32 mm dan kerabang di peternakan S dari 0,32 menjadi 0,31 mm. Umur ayam yang semakin meningkat menjadikan kemampuan ayam untuk menyerap dan memobilisasikan atau pun menyimpan cadangan nutrien, misalnya Ca, telah berkurang sehingga pembentukan kerabang kurang maksimal. Hal ini menyebabkan kerabang yang dihasilkan lebih ringan dan tipis seiring bertambahnya umur ayam yang terlihat dengan jelas terjadi pada telur-telur ayam di peternakan S (Tabel 12). Peningkatan umur dan penurunan kemampuan ayam untuk memproduksi telur tersebut mampu diatasi oleh manajemen di peternakan F melalui perbaikan pakan dan pemenuhan nutrisi bagi ayam, sehingga mampu meminimalisir kejadian kerabang yang tipis (1 butir per minggu). Jumlah produksi telur ayam-ayam di peternakan F lebih tinggi () dibandingkan dengan ayam-ayam di peternakan S. Banyaknya produksi telur menunjukkan bahwa ayam-ayam tersebut lebih banyak menghasilkan kerabang telur. Semakin banyak jumlah kerabang yang dihasilkan setiap minggu dalam fase produksi telur dan seiring meningkatnya umur ayam dapat menurunkan kualitas kerabang. Dengan demikian, seharusnya kualitas kerabang telur F lebih rendah dari kerabang telur S. Namun hasil pengamatan menampilkan data yang sebaliknya pada setiap minggu umur ayam (52, 55, dan 58 minggu). Tingginya kualitas kerabang telur di peternakan F kemungkinan besar merupakan dampak dari kualitas pakan yang dikonsumsi dan konversi pakan oleh ayam. Kandungan nutrien pakan khususnya kandungan Ca dalam pakan ayam di peternakan F lebih tinggi dan diduga mencukupi kebutuhan ayam dibandingkan pakan S (Tabel 6). Karakteristik Fisik Interior Putih dan Kuning Telur Keadaan interior telur juga banyak dinilai dari keadaan putih dan kuning telur. Umumnya, ketika telur dipecah terlebih dahulu akan dilakukan pengamatan pada ada tidaknya noda pada putih dan kuning telur. Noda darah atau blood spot diakibatkan kurangnya vitamin A dan K, sementara noda daging atau meat spot
35
disebabkan umur ayam yang menua. Putih telur yang encer serta terdapatnya noda pada putih dan kuning telur termasuk dalam kategori kualitas kelas C (USDA, 1964) dan mutu kelas III (DSN, 2008).
Gambar 7. Kondisi Putih Telur yang Terlalu Encer
Beberapa sampel putih telur di peternakan F dan S terdapat noda darah, noda daging, putih telur yang encer yang ditunjukkan oleh Tabel 14 dan gambar 7. Tidak terdapat noda darah pada putih telur ayam Arab di peternakan F, sementara di peternakan S terdapat 2 putih telur yang ditemukan adanya noda darah. Keadaan putih telur lainnya ialah terdapat noda daging dan darah pada beberapa putih telur (Ensminger, 1992; Bell dan Weaver, 2002). Tabel 14. Kondisi Lain pada Putih Telur di Peternakan F dan S Peternakan F Bagian yang diamati 52
55
Peternakan S
Umur Ayam (Minggu) 58 52
55
58
Putih telur
Noda darah
-
-
-
1
1
-
Noda daging
3
-
7
-
2
3
Encer
6
3
1
10
8
4
Noda daging banyak ditemukan pada putih telur di peternakan F (10 butir) dibandingkan dengan putih telur di peternakan S (2 butir). Selain itu, terlihat bahwa seiring meningkatnya umur ayam frekuensi terjadinya noda daging semakin meningkat pada putih telur di peternakan F dan S (Tabel 14). Keadaan putih telur
36
yang encer di peternakan S lebih banyak (22 butir) kejadiannya dibandingkan putih telur di peternakan F (10 butir). Putih telur yang encer diakibatkan oleh kualitas kerabang yang rendah, baik tebal maupun berat kerabang. Telur dengan kerabang yang tipis memiliki kualitas putih telur yang encer. Kemampuan kerabang yang tipis untuk melindungi kualitas telur sangat rendah, sehingga terjadi penguapan air dalam putih telur dan putih telur menjadi encer.
(a)
(b)
Gambar 8. Kuning Telur dengan Noda Darah (a) dan Noda Daging (b)
Sampel kuning telur di peternakan F dan S juga ditemukan noda darah dan daging pada kuning telur (Gambar 8 dan Tabel 15). Gumpalan darah (blood spot) pada kuning telur dapat diakibatkan oleh darah yang menempel pada kuning telur pada waktu ovulasi atau dari alat reproduksi (USDA, 1964). Noda darah banyak terjadi pada sampel kuning telur di peternakan S daripada kuning telur di peternakan F. Sebaliknya, noda daging lebih banyak terjadi di peternakan F daripada di peternakan S. Tabel 15. Kondisi pada Kuning Telur di Peternakan F dan S Peternakan F Bagian yang diamati
52
55
Peternakan S
58
52
55
58
Kuning telur
Noda darah
-
-
-
2
1
1
Noda daging
2
-
-
-
1
-
37
Karakteristik Putih Telur Putih telur merupakan bagian telur yang berbentuk cairan dan tidak berwarna. Putih telur dari telur segar mempunyai cairan kental, jernih dan terikat kuat oleh kalaza. Haugh unit (HU) digunakan sebagai penentu kualitas dan kesegaran putih telur. Tabel 16 menunjukkan keadaan putih telur ayam Arab di peternakan F dan S. Tabel 16. Berat Putih Telur dan Haugh Unit Telur Ayam Arab Umur 52, 55, dan 58 Minggu pada Peternakan F dan S Berat Putih Telur (g/butir) Umur (minggu)
F
S
Rataan
52
20,75±2,68
19,72±3,42
20,23±3,05c
55
24,27±2,84
24,43±3,26
24,35±3,05a
58
23,68±2,19
21,63±3,20
22,66±2,69b
Rataan
22,9±2,57a
21,93±3,29b Haugh Unit (HU)
F
S
Rataan
52
63,76±9,19
69,42±9,34
66,79±9,26b
55
77,03±9,42
75,76±15,2
76,39±12,31a
58
65,45±8,26
73,44±7,37
69,44±7,81b
Rataan 68,75±8,96b 72,87±10,64a Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom/baris yang sama menunjukan pengaruh yang nyata (P < 0,05)
Manajemen pemeliharaan memberikan pengaruh nyata (P < 0,05) terhadap berat putih telur dan HU telur pada masing-masing peternakan. Rataan berat putih telur di peternakan F lebih tinggi (22,9 g/butir) dibandingkan dengan berat putih telur di peternakan S (21,93 g/butir). Ukuran dan berat telur ayam Arab di peternakan F yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam Arab di peternakan S merupakan kemungkinan penyebab berat putih telur yang lebih tinggi di peternakan F. Nilai HU telur di peternakan S lebih tinggi (72,87) dibandingkan telur di peternakan F (68,75). Kandungan protein dalam pakan yang tinggi menyumbangkan protein yang tinggi pula di dalam putih telur. Ovomucin merupakan protein yang terdapat di dalam putih telur yang berperan dalam kekentalan putih telur. Banyaknya kandungan ovomucin putih telur mampu mempertahankan kekentalan dan kesegaran putih telur dengan baik. Kandungan protein dalam pakan dan rataan konsumsi pakan
38
ayam Arab di peternakan S yang lebih tinggi daripada peternakan F, diduga menyebabkan kandungan ovomucin dalam putih telur dan nilai HU telur di peternakan S lebih tinggi dibandingkan putih telur di peternakan F. Perubahan kekentalan putih telur atau pengeceran ini dapat disebabkan oleh umur ayam dan peningkatan lama simpan telur. Interval pengoleksian telur yang rendah menyebabkan telur berada di peternakan lebih lama dan lama pendistribusian telur ke tangan konsumen menyebabkan perubahan ovomucin dalam putih telur (Bell dan Weaver, 2002). Umur ayam juga berpengaruh nyata terhadap berat putih telur dan HU telur. Berat putih telur dan HU telur pada saat ayam berumur 52 minggu di peternakan F dan S masing-masing adalah 20,75g/butir dan 63,76 dan 19,72g/butir dan 69,42. Berat putih telur dan HU telur kemudian meningkat pada umur 55 minggu menjadi 24,27g/butir dan 77,03 (peternakan F) dan 24,43g/butir dan 75,76 (peternakan S). Namun, ketika ayam berumur 58 minggu berat putih telur dan HU telur mengalami penurunan. Menurut Bell dan Weaver (2002) pada ayam petelur berumur 44-72 minggu, berat putih telur menurun ketika ayam memasuki umur ke 56 minggu. Namun Tumuova dan Ledvinka (2009) menemukan bahwa pada kisaran umur ayam 20-60 minggu, berat putih telur berkorelasi positif terhadap umur ayam. Semakin bertambah umur ayam, maka semakin bertambah pula berat putih telur. Berdasarkan hasil penelitian pada telur ayam Arab di peternakan F dan S, berat putih telur dan nilai HU telur terus meningkat hingga umur ayam tertentu (55 minggu) lalu menurun setelah ayam mencapai umur tertentu (58 minggu). Hal ini juga dimungkinkan karena pengaruh manajemen pakan yang diberikan. Pakan yang Nilai HU yang tinggi menandakan kualitas dan kesegaran putih telur yang tinggi pula. Berdasarkan ketentuan USDA (1964), nilai HU telur di peternakan F pada umur 52 (63,74) dan 58 minggu (65,45) serta peternakan S pada umur 52 minggu (69,42) adalah termasuk kategori kelas A (HU=60-72). HU telur yang dihasilkan pada saat ayam berumur 55 minggu di peternakan F (77,03) dan S ( 75,76) dan 58 minggu di peternakan S (73,44) dapat dikategorikan dalam kelas AA (HU>72). Umur ayam yang bertambah mengakibatkan penurunan nilai HU seperti halnya pada berat putih telur (Tabel 16). Williams (1992) menyimpulkan bahwa umur ayam merupakan faktor yang sangat penting perannya terhadap nilai HU.
39
Umur ayam mempunyai hubungan linear dengan nilai HU telurnya. Faktor lainnya yang mempengaruhi nilai HU telur yaitu genetik, suhu dan iklim, nutrisi, lama, suhu, dan kelembaban lingkungan saat penyimpanan, dan interval pengoleksian telur. Penurunan kekentalan putih telur mempengaruhi berat dan tinggi putih telur sehingga sangat menentukan nilai HU telur. Perubahan sifat putih telur dari kental menjadi encer terus terjadi setelah ovoposisi dengan dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan waktu penyimpanan telur. Penyimpanan telur yang terlalu lama pada suhu lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan kualitas putih telur menurun sebagai akibat kandungan air di dalam telur yang mudah menguap. Suhu lingkungan di peternakan F dan S (Tabel 5) dan suhu selama pengiriman telur dari peternakan yang tinggi juga dapat menyebabkan terjadinya penguapan tersebut. Beberapa telur yang berkerabang tipis ketika dipecahkan memiliki putih telur yang sangat encer (Gambar 7). Hilangnya CO2 dan air melalui pori-pori kerabang telur menyebabkan turunnya konsentrasi ion bikarbonat dalam putih telur dan menyebabkan rusaknya sistem buffer dan menurunnya kemampuan ikat ovomucin, sehingga kekentalan putih telur menurun. Tinggi permukaan putih telur akan menurun akibat perubahan kandungan kimia tersebut. Hal ini akan memberi pengaruh besar terhadap nilai HU yang dihasilkan. Karakteristik Kuning Telur Berat kuning telur mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur ayam (Tabel 17). Manajemen pemeliharaan yang baik dapat meningkatkan berat kuning telur yang dihasilkan oleh ayam. Tabel 17 menunjukkan terdapat interaksi antara manajemen pemeliharaan dan umur ayam terhadap berat kuning telur. Nilai interaksi terbesar diperoleh pada manajemen pemeliharaan pada peternakan F dengan umur ayam 58 minggu. Nilai interaksi antara manajemen pemeliharaan dan umur ayam terhadap berat kuning telur pada peternakan F lebih besar daripada peternakan S (Tabel 17). Manajemen pemeliharaan secara umum di kedua peternakan tersebut adalah sama. Namun, pakan ayam Arab yang diberikan di peternakan F dan S mempunyai kandungan nutrien yang berbeda (Tabel 6). Pakan dan kandungan nutrien merupakan faktor yang memberi pengaruh besar terhadap berat telur maupun komponennya, seperti berat kuning telur.
40
Tabel 17. Berat, Indeks dan Warna Kuning Telur (KT) Ayam Arab Umur 52, 55, dan 58 Minggu pada Peternakan F dan S Peternak
Umur (minggu) 52
N 26
55
26
58
Berat KT (g/butir) 16,97±1,55b
Indeks KT
Warna KT
0,32± 0,09a
6,61±0,75a
17,03±2,26b
0,36± 0,02b
5,27±0,45b
26
19,01±2,60a
0,40± 0,04c
6,92±0,89a
52
26
14,93±1,43d
0,33± 0,09a
5,65±0,56b
55
26
16,78±1,69c
0,37± 0,03b
5,46±0,76b
58
26
16,07±1,64cd
0,42± 0,04c
6,77±0,65a
Manajemen
0,000
0,104
0,006
Umur
0,000
0,000
0,000
F
S
Signifikan
Manajemen*Umur 0,002 0,900 0,000 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukan berbeda nyata (P< 0,05)
Berat kuning telur ayam Arab pada peternakan F lebih besar (16,97-19,01 g) dibandingkan berat kuning telur pada peternakan S (14,93-16,78 g). Ukuran dan berat telur di peternakan F yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur peternakan S, diduga mempengaruhi berat kuning telur yang tinggi di peternakan F. Pada rentang umur ayam Arab 52 sampai 58 minggu, berat kuning telur mengalami peningkatan yang berbeda nyata (P<0,05) (Tabel 17). Tumuova dan Ledvinka (2009) bahwa berat kuning telur meningkat dengan bertambahnya umur ayam. Umur ayam Arab di peternakan F dan S berpengaruh nyata (P < 0.05) (Tabel 14) terhadap indeks kuning telur. Secara umum, karakteristik kuning telur dari kedua peternakan sudah cukup baik, berbentuk cembung dan kokoh. Kualitas kuning telur dapat tergambarkan dari indeks kuning telur yang diperoleh dengan menghitung diameter dan tingginya. Tinggi kuning telur menunjukan tingkat kecembungan kuning telur tersebut. Nilai indeks kuning telur ayam Arab mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur ayam, baik pada peternakan F (0,32-0,40) maupun peternakan S (0,33-0,42). Hal ini menandakan dengan bertambahnya umur, ayam akan menghasilkan kuning telur berdiameter lebih kecil. Besarnya nilai indeks kuning telur pada penelitian ini tergolong normal untuk telur segar menurut Buckle et al. (1985) yaitu dengan kisaran indeks 0,33-0,50. Keadaan kuning telur yang cembung
41
dan kokoh ditentukan oleh kekuatan dan keadaan membran vitelin dan khalaza dalam mempertahankan kondisi kuning telur (Bell dan Weaver, 2002; Yamamoto et al., 2007). Penurunan kekuatan daya ikat maupun keadaan membran vitelin yang mulai melemah dapat menyebabkan perpindahan air dari putih ke kuning telur. Perpindahan air mengakibatkan kuning telur menjadi encer dan berbentuk gepeng, sehingga nilai indeks akan menjadi rendah. Penyimpanan telur dalam suhu < 28°C masih mampu mempertahankan kualitas membran vitelin dan pakan dengan kandungan protein yang memenuhi kebutuhan ayam memberikan pengaruh besar bagi membran vitelin. Kualitas kuning telur juga dinilai dari warna kuning telur tersebut. Rataan skor warna kuning telur pada peternakan F dan S masing-masing adalah 5,27-6,92 dan 5,46-6,77 (Tabel 17). Warna kuning telur tersebut kurang menarik dan cenderung pucat (Gambar 9). Warna kuning telur dengan skor 9-12 sering digunakan sebagai indikator pewarna pada beberapa produk pangan seperti roti, cake dan lain-lain. Namun di Indonesia sendiri, konsumen belum banyak memperhatikan warna kuning telur. Terdapat interaksi antara faktor manajemen pemeliharaan dan umur ayam terhadap warna kuning telur ayam Arab.
Gambar 9. Perbedaan warna Kuning Telur Ayam Arab di Peternakan F dan S
Warna kuning telur pada peternakan F dan S menurun ketika memasuki umur 55 minggu, tetapi setelah itu meningkat lagi ketika ayam berumur 58 minggu. Hal tersebut diduga terkait erat terhadap pakan yang diberikan pada ayam. Pakan di peternakan F mengandung penambahan jagung 50% sehingga berdampak pada warna kuning telurnya lebih cerah (Gambar 9) terlihat dengan rataan skor yang lebih tinggi dari pada warna kuning telur dari peternakan S (Tabel 17). Pigmen kuning telur adalah karoten dan riboflavin yang diklasifikasi sebagai lipokrom dan 42
liokrom (Yamamoto et al, 2007). Romanoff dan Romanoff (1963) menjelaskan bahwa kuning telur dipengaruhi oleh
karotenoid dalam bentuk karoten dan
xantofil. Pemberian hijauan segar atau kering yang unggul akan membantu diproduksinya warna kuning telur yang lebih menarik. Salah satu bahan pakan nabati yang mengandung karotenoid yang dibutuhkan ayam adalah jagung. Komposisi Kimia Telur Hasil analisis kimia telur ayam Arab di peternakan F dan S ditunjukkan pada Tabel 18. Tabel 18. Komposisi Kimia Telur Ayam Arab di Peternakan F dan S Komponen
Peternakan F
Peternakan S
Kuning Telur Bahan Kering Kadar abu
Putih Kerabang Kuning Putih Kerabang Telur Telur Telur Telur Telur ---------------------------- (% BK) -----------------------68,94 14,01 76,48 12,09 1,87
0,79
83,76
1,95
0,60
84,26
Protein
18,74
10,33
-
18,93
10,25
-
Lemak
31,39
0,01
-
32,24
0,01
-
Kalsium (Ca)
0,52
0,30
41,93
0,43
0,27
45,89
Pospor (P)
0,60
0,32
1,69
0,57
0,31
0,90
-
0,11
-
-
0,06
-
3669
3441
-
3886
3526
-
NaCl Energi Bruto (EB) kkal/kg
Keterangan : Hasil Penelitian Lab. Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2010)
Bahan kering (BK) banyak terdapat dalam kuning telur di peternakan S dan putih telur di peternakan F (Tabel 18). Kandungan BK suatu bahan yang tinggi dipengaruhi oleh banyaknya kandungan abu, protein kasar, dan lemak kasar dalam bahan tersebut. Kandungan abu, protein, dan lemak yang tinggi dalam kuning telur di peternakan S dan putih telur di peternakan F adalah penyebab tingginya BK di dalamnya. Kandungan abu pada kuning dan kerabang telur yang lebih tinggi berasal dari telur di peternakan S (1,95 % dan 84,26 %), namun kadar abu yang lebih tinggi pada putih telur terdapat pada telur di peternakan F (0,79 %). Kadar abu telur mempunyai hubungan dengan kadar mineral yang terdapat dalam telur, misalnya kandungan Ca
43
dan fosfor. Kandungan Ca dalam kerabang telur ayam Arab di peternakan S lebih tinggi (45,89 %) dibandingkan dengan kandungan Ca dalam kerabang telur di peternakan F (41,93 %). Akan tetapi, kandungan fosfor pada kerabang telur di peternakan F lebih tinggi (1,69 %) dibandingkan kerabang telur di peternakan S (0,90 %). Hal yang sama juga ditunjukkan oleh kadar abu pada putih telur di perternakan F yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu pada putih telur di perternakan S karena di dalam putih telurnya mengandung Ca, fosfor dan NaCl yang lebih tinggi dibandingkan dengan putih telur di peternakan S (Tabel 18). Protein telur terdapat di seluruh bagian telur yaitu pada kerabang, membran kerabang, putih, dan kuning telur, tetapi bagian terbesar terdapat pada putih dan kuning telur (Bell dan Weaver, 2002; Yamamoto et al., 2007). Pada penelitian ini, analisis protein telur hanya dilakukan pada putih dan kuning telur. Protein putih telur pada peternakan F dan S adalah 10,33% dan 10,25%. Berat putih telur yang tinggi pada peternakan F diduga mengakibatkan kandungan protein tinggi dalam putih telur di peternakan tersebut (Tumuova dan Ledvinka, 2009). Telur dengan berat putih, kuning, dan kerabang yang rendah umumnya mempunyai kandungan nutrien yang rendah pula (Yamamoto et al., 2007). Protein di dalam kuning telur pada peternakan F dan S adalah 18,74% dan 18,93%. Hal tersebut menunjukkan bahwa ayam mempunyai kemampuan untuk mempertahankan karakteristik kimia telurnya, khususnya kandungan protein (Lesson dan Summers, 2005). Meskipun kandungan protein di dalam pakan yang digunakan oleh peternakan S lebih tinggi daripada pakan yang digunakan oleh peternakan F (Tabel 6), namun kandungan protein kuning telurnya tidak jauh berbeda. Kandungan protein telur akan dipertahankan oleh ayam dengan memobilisasikan protein dalam tubuhnya pada telur, jika protein di dalam pakan kurang memenuhi. Kandungan lemak di dalam putih telur ayam Arab di peternakan F dan S adalah sama (0,01%) (Tabel 18). Lemak pada kuning telur di peternakan S lebih tinggi (32,24%) dibandingkan dengan lemak pada kuning telur di peternakan F (31,39%). Kuning telur lebih banyak mengandung lemak dibandingkan dengan putih telur karena deposit lemak terbanyak berada di dalam kuning telur. Kandungan lemak di dalam kuning telur dapat dipengaruhi oleh kandungan lemak pakan (Bell dan Weaver, 2002; Yamamoto et al., 2007). Pakan ayam Arab di peternakan S
44
mengandung kadar lemak lebih tinggi sehingga kadar lemak kuning telurnya pun lebih tinggi daripada kuning telur di peternakan F (6,57 vs 5,54 %). Putih dan kuning telur di peternakan F dan S mengandung kalsium masingmasing yaitu 0,30%; 0,52% dan 0,26%; 0,43%. Perbedaan ini disebabkan kandungan Ca dalam pakan di peternakan F lebih tinggi daripada kandungan Ca dalam pakan di peternakan S. Kandungan Ca di dalam kerabang telur ayam Arab di peternakan S lebih tinggi (45,89%) dibandingkan dengan kerabang telur di peternakan F (41,93%). Meskipun demikian, berat dan tebal kerabang telur di peternakan S tidak lebih tinggi daripada kerabang F (Tabel 16). Ukuran tubuh ayam Arab di peternakan F yang lebih tinggi (Tabel 5) diduga memanfaatkan Ca oleh ayam lebih banyak untuk pertumbuhan tulang ayam daripada untuk pembentukan kerabang, sehingga kandungan Ca dalam kerabang telur di peternakan F menjadi rendah. Kandungan fosfor yang tinggi terdapat dalam putih, kuning dan kerabang telur di peternakan F yaitu berturut-turut 0,32%, 0,60%, 1,69%. Hal ini diduga disebabkan oleh kandungan P dalam pakan ayam Arab di peternakan F lebih tinggi (0,71%) daripada pakan di peternakan S (0,41%). Persentase NaCl dalam putih telur di peternakan F (0,10%) lebih tinggi daripada peternakan S (0,06%). NaCl berfungsi untuk mengikat protein dalam putih telur dan menjaga keseimbangan tekanan osmotik. Jika terjadi perubahan kandungan kimia dalam telur akibat penyimpanan telur yang terlalu lama atau penyimpanan pada suhu yang tidak sesuai, menyebabkan terjadinya kehilangan kadar air dari putih telur. Salah satu perubahan kimia tersebut adalah perubahan daya ikat NaCl. Kandungan NaCl yang tinggi dalam telur di peternakan F mengakibatkan tingginya kemampuan mengikat air dan protein serta menjaga keseimbangan osmosis dalam putih telur, sehingga kemampuan putih telur untuk mempertahankan kekentalan dan berat putih telur di peternakan F lebih tinggi daripada putih telur di peternakan S. Kandungan energi bruto di dalam putih maupun kuning telur ayam Arab di peternakan F lebih rendah (3.441 dan 3.669 kal/g) dibandingkan telur ayam Arab di peternakan S (3.526 dan 3.886 kal/g). Hal ini berhubungan dengan energi bruto dalam pakan ayam di peternakan F yang lebih tinggi daripada pakan ayam di peternakan S, akan tetapi jumlah konsumsi pakan di peternakan S lebih tinggi daripada konsumsi pakan di peternakan F (Tabel 5). Kandungan energi bruto yang
45
tinggi pada telur ayam Arab di peternakan S juga ditentukan oleh kandungan lemak dan protein telur di peternakan S yang tinggi. Nilai energi bruto dari suatu bahan tergantung dari proporsi karbohidrat, lemak dan protein yang dikandung di dalamnya. Energi disimpan di dalam karbohidrat, lemak dan protein dari bahan makanan (Hernawati, 2011).
46
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kualitas telur ayam Arab dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan (pakan, kandungan nutrien, suhu lingkungan, vaksinasi, dan umur telur) dan umur ayam. Semakin tua umur ayam, kualitas telur yang dihasilkan semakin rendah, namun hal tersebut dapat diimbangi dan diperbaiki melalui manajemen pakan yang baik. Secara keseluruhan, telur dengan kualitas yang lebih baik terdapat di peternakan F. Manajemen pemeliharaan yang baik (peternakan F) mampu mempertahankan kualitas telur ayam Arab (berat dan warna kuning telur) yang tinggi hingga umur ayam 58 minggu. Perbedaan manajemen pemeliharaan di peternakan F dan S tidak menyebabkan perbedaan terhadap karakteristik kimia telur ayam Arab. Saran Manajemen pemeliharaan ayam Arab di peternakan S perlu diperhatikan guna meningkatkan kualitas fisik telur, khususnya perbaikan kandungan nutrien pakan (Ca, fosfor, dan energi metabolis). Kualitas warna kuning telur ayam di peternakan F dan S dapat ditingkatkan dengan menambahkan bahan pakan yang tinggi akan kandungan karotennnya, misalnya jagung kuning yang berkualitas baik. Kontrol terhadap kondisi lingkungan peternakan F dan S juga perlu ditingkatkan, misalnya menggunakan tirai penutup atau dinding sekeliling kandang dan menjaga kebersihan kandang.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu melimpahkan cinta, kasih, dan rahmat-Nya yang tak terhingga sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dan studi ini. Terimakasih Penulis sampaikan kepada Bapa Onisius Sodak dan Mama Naomi Sodak Rade dan seluruh keluarga tersayang atas segala bantuan doa, semangat, dukungan dan upaya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di IPB. Penulis menyampaikan terimakasih kepada Maria Ulfah, S.Pt. MSc.Agr. selaku pembimbing utama dan Dr. Ir. Sumiati, MSc. selaku pembimbing anggota. Terimaksih atas waktu, kesabaran dan kesediaan diri dalam bimbingannya yang berharga selama penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi. Terimakasih kepada Dr. Ir. Rudi Afnan, SPt., MSc.Agr dan Ir. Widya Hermana, MSi. selaku dosen penguji sidang atas masukan dan saran yang membangun bagi penulisan skripsi ini. Tidak lupa Penulis menyampaikan terimakasih kepada Ir. Dwi Joko Setiono, M. S. selaku pembimbing akademik, Ir. Niken Ulupi, MSi. selaku dosen pembahas seminar, seluruh dosen dan staf Fakultas Peternakan yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada Penulis selama menempuh pendidikan di IPB. Ucapan terimakasih kepada Pemerintah Daerah Rote-Ndao selaku donatur bagi Penulis selama kuliah di IPB. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua peternakan ayam Arab di Kecamatan Rejotangan, Tulungagung, Jawa Timur atas kesediaannya memberikan sampel penelitian. Staf Laboratorium bagian Teknologi Hasil Ternak, Bu Iyom dan teman-teman yang telah bersedia menghabiskan banyak waktu menemani Penulis selama penelitian yaitu Myrna, Nova Simamora, Ira, Rona, Santoni, Citra, Zenyfred dan Kak Azis. Penulis juga menyampaikan terima kasih Kak Ifit, Ratna, Nova, Mega, Desha, Resty, Melani dan tentunya keluarga besar IPTP 43 atas dukungan, doa serta bantuan selama masa tugas akhir. Terimakasih kepada keluarga besar Priyanto-Fuah, GKKD Bogor, Youth of Nation Ministry, saudara PA, dan yang terkasih Gladys Sirait teman sekamar Penulis atas kasih persaudaraan dan perhatian yang diberikan bagi Penulis. Bogor, Maret 2011 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Abubakar, G. Pambudi, & Sunarto. 2005. Performans ayam buras dan biosekuritas di balai pembibitan ternak unggul sapi dwiguna dan ayam. Pro. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Hal. 63-67. Appleby, M. C., J.A. Mench, & B.O. Hughes. 2004. Poultry Behaviour and Welfare. CABI Publishing, Wallingford. Badan
Pusat Statistik. 2010. Populasi ternak 2000-2010. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php/tabel=1&daftar=1&id_subyek=24&n otab=12. [20 Agustus 2010].
Bell, D. & Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg. Kluwer Academic Publishers, United States of America. Binawati, K. 2008. Pengaruh lanskeptur terhadap kualitas telur ayam Arab. Journal of Science. 1 (2) : 28-34. Brown, A. 2000. Understanding Food Principle and Preparation. Wadsworth University of Hawai, Hawai. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, & M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Purnomo dan Adiono (Editor). Univercity Indonesia Press, Jakarta. Castellini, C., F. Perella, C. Mugnai, & A. Dal Bosco. 2006. Welfare, productivity and quality traits of egg in laying hens reared under different rearing systems. National Journal of Animal Science. 54 (2) : 147-155. Dewan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 01-3926-2008. Telur Ayam Konsumsi. Standar Nasional Indonesia, Jakarta. Dinas Peternakan Tulungagung. 2009. Data statistik ternak unggas di Tulungagung, Jawa Timur. Dinas Peternakan, Tulungagung. Direktorat Jenderal Peternakan. 2006. Pedoman Pembibitan Ayam Lokal Yang Baik. Jenderal Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta. Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Road map pembibitan ternak. http://ditjennak.go.id/regulasiroadmap_Bab1_3.pdf. [27 Januari 2010]. Diwyanto, K. & S.N. Prijono. 2007. Keanekaragaman sumber daya hayati ayam lokal Indonesia : Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Ensminger. 1992. Poultry Science (Animal Agricultural Series). 3 rd Ed. Interstate Publishers Inc. Danville, Illions. Hafez, E. S. E. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7 Philadelphia. P: 385-393. 394-398.
th
Ed. Lea & Febiger.
Hardjosworo, E.G., P.S. Rukmiasih, & Ernawati. 1989. Penanganan Hasil Ternak. Fakultas Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hernawati. 2011. Teknik analisis nutrisi pakan, kecernaan pakan, dan evaluasi energi pada ternak.
http://file.upi.edu/Direktori/d2020fpmipa/jur.pend.biologi/197/hernawati/file/ 205.pdf. [3 Maret 2011]. Islam, M.A., S.M. Bulbul, G. Seeland, & A.B.M.M. Islam. 2001. Egg quality of different chicken genotypes in summer-winter. Pakistan Journal of Biological Science. 4(11):1411-1414. Leeson, S. & J.D. Summers. 2005. Commercial Poultry Nutrition, Third Edition. Department of Animal and Poultry Science. University of Guelph, Canada. Meijers, H. 2010. Genetics page. http://kippenjungle.nl/Henk69.english.htm. [19 Desember 2010]. Natalia, H., D. Nista, Sunarto, & D.S. Yuni. 2005. Pengembangan Ayam Arab. Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian, Palembang. Nwachukwu, E.N., S.N. Ibe, & K. Ejekwu. 2006. Short term egg production and egg quality characteristics of main and reciprocal crossbred Normal Local, Naked Neck, and Frizzle chicken X Exotic Broiler breeder stock in a humid tropical environment. J. Animal and Veterinary Advances. 5(7): 547-551. North, M.D & Bell. 1984. Commercial Chicken Production Manual. Edition. AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. [NRC] National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry . Ninth Revised Edition. National Academy Press, Washington , D.C. Oguntunji, A.O. & O.M. Alabi. 2010. Influence of high environmental temperature on egg production and shell quality: a review. World’s Poultry Science Journal. 66: 739-750. Pilliang, W. 1992. Peningkatan biovilabilitas dedak padi melalui proses fermentasi dengan Aspergillusniger. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Balai Peternakan Ternak Ciawi, Bogor. Robert, V. 2008. British Poultry Standards. Sixth Edition. Blackwell Publishing, United Kingdom. Romanoff, A.L. & A.J. Romanoff. 1963. The Avian Egg 2 nd ed. John Wiley and Sons, New York. Scanes, C. G., G. Brant & M.E. Ensminger. 2004. Poultry Science. Pearson Prentice Hall, New York. Septiawan, R. 2007. Respon produktivitas dan reproduktivitas ayam Kampung dengan umur induk yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Susmiyanto, K. Mudikdjo, & Suhardy. 2010. Studi kasus peternakan hasil silangan ayam Arab dengan ayam Kampung di desa Bantarpanjang Sukajadi Bogor. http://jurnal.dikti.go.id/jurnal/detil/id/24:118454/q/pengarang:Susmiyanto. [26 Januari 2011]. Subekti, S. 2003. Kualitas telur dan karkas ayam lokal yang diberi tepung daun katuk dalam pakan. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
50
Surayana & A. Hasbianto. 2008. Usaha tani ayam buras di Indonesia: Permasalahan dan Tantangan. J. Litbang Pertanian 27(3): 75-79. Stadelman, W.J. & Cotterill, O.J. 1973. Egg Science and Technology. The AVI Publishing Co., Inc., Westport, Connecticut. Tumuova, E. & Z. Ledvinka. 2009. The effect of time of oviposotion and age on egg weight, egg components weight and eggshell quality. Journal Arch. Geflugelk. 73(2):110-115. Ulfah, M., M.E. Asfihan, & N.K. Anwar. 2010. Produktivitas ayam Arab di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Laporan Penelitian. [USDA] United States Department of Agriculture. 1964. Egg Grading Manual. Federal Crop Insurance Corporation (FCIC), Washington DC. William, K.C. 1992. Some factors affecting albumen quality with particular reference to Haugh unit score. World's Poultry Science Journal. 48 : 5-16 Winarno, F. G. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor. Yamamoto, T., L.R. Juneja, H. Hatta, & M. Kim. 2007. Hen Eggs: Basic and Applied Science. University of Alberta, Canada. Zainuddin, D. & I.W.T. Wibawan. 2007. Keanekaragaman sumber daya hayati ayam lokal indonesia: manfaat dan potensi. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga IImu Pengetahuan Indonesia. Cibinong. Hlmn: 159-182.
51
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Ragam Berat Telur Ayam Arab Sumber keragaman A
db
JK
KT
F Hitung
Nilai P
1
185,70
185,70
14,89
0,000
B
2
47,27
23,64
1,90
0,153
Interaksi
2
11,15
5,57
10,45
0,640
Galat
174
2169,40
12,47
Total
179
2413,52
Lampiran 2. Analisis Ragam Nilai Indeks Telur Ayam Arab Sumber keragaman A
db
JK
KT
F Hitung
Nilai P
1
0,02
0,02
1,93
0,166
B
2
0,32
0,16
15,87
0,000
Interaksi
2
0,06
0,03
2,80
0,063
Galat
174
1,77
0,01
Total
179
2,17
Lampiran 3. Analisis Ragam Berat Putih Telur Ayam Arab Sumber keragaman A
db
JK
KT
F Hitung
Nilai P
1
36,91
36,91
4,21
0,042
B
2
444,68
222,34
25,38
0,000
Interaksi
2
31,92
15,96
1,82
0,165
Galat
150
1314,25
8,76
Total
155
1827,76
Lampiran 4. Analisis Ragam Nilai HU Ayam Arab Sumber keragaman A
db
JK
KT
F Hitung
Nilai P
1
664,9
664,9
6,50
0,012
B
2
2645,1
1322,5
12,92
0,000
Interaksi
2
602,9
301,4
2,95
0,056
Galat
150
15350,8
102,3
Total
155
19263,7
53
Lampiran 5. Analisis Ragam Berat Kuning Telur Ayam Arab Sumber keragaman A
db
JK
KT
F Hitung
Nilai P
1
118,44
118,44
32,40
0,000
B
2
66,61
33,30
9,11
0,000
Interaksi
2
49,15
24,57
6,72
0,002
Galat
150
548,34
3,66
Total
155
782,54
F Hitung
Nilai P
Lampiran 6. Analisis Ragam Warna Kuning Telur Ayam Arab Sumber keragaman A
db
JK
KT
1
3,692
3,962
7,68
0,006
B
2
57,038
28,519
59,35
0,000
Interaksi
2
9,115
4,558
9,49
0,000
Galat
150
72,077
0,481
Total
155
141,923
F Hitung
Nilai P
Lampiran 7. Analisis Ragam Indeks Kuning Telur Ayam Arab Sumber keragaman A
db
JK
KT
1
0,01
0,010
2,68
0,104
B
2
0,19
0,098
26,26
0,000
Interaksi
2
0,00
0,000
0,11
0,900
Galat
150
0,56
0,003
Total
155
0,77
Lampiran 8. Analisis Ragam Berat Kerabang Telur Ayam Arab Sumber keragaman A
db
JK
KT
F Hitung
Nilai P
1
3,92
3,92
12,21
0,001
B
2
3,88
1,94
6,03
0,003
Interaksi
2
0,99
0,49
1,54
0,218
Galat
150
48,19
0,32
Total
155
56,98
54
Lampiran 9. Analisis Ragam Tebal Kerabang Telur Ayam Arab Sumber keragaman A
db
JK
KT
F Hitung
Nilai P
1
0,011
0,011
7,63
0,006
B
2
0,009
0,005
3,54
0,031
Interaksi
2
0,000
0,000
0,24
0,786
Galat
150
0,209
0,001
Total
155
0,231
55
Lampiran 10. Berat telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur Berbeda (g) Ulangan
F
S
52
55
58
52
55
58
1
50,29
49,82
48,37
47,67
43,99
41,14
2
45,72
42,21
48,08
40,83
39,63
44,44
3
38,80
44,19
39,98
47,46
42,53
44,16
4
51,23
47,63
44,35
43,60
44,24
43,70
5
46,42
48,51
45,54
46,80
41,74
41,32
6
43,73
43,88
47,57
42,16
38,78
41,74
7
43,31
45,05
40,61
39,16
47,05
41,29
8
40,66
39,12
49,70
38,64
44,03
44,96
9
43,82
39,73
47,47
46,45
41,41
39,49
10
42,72
46,85
42,70
43,03
42,78
42,63
11
48,58
39,49
47,70
41,92
41,43
41,08
12
45,67
43,42
45,47
45,82
38,55
38,31
13
46,49
44,68
49,52
46,56
37,82
38,98
14
44,62
40,30
38,80
40,35
42,10
40,80
15
39,99
41,96
50,11
39,76
40,80
43,27
16
48,69
41,55
46,76
41,41
40,71
42,02
17
45,06
45,16
49,09
40,00
41,93
18
42,03
44,78
45,65
45,10
42,86
35,77
19
42,74
44,44
40,01
38,14
44,76
43,46
20
41,22
45,23
40,49
39,64
47,80
45,18
21
48,01
39,69
45,24
45,52
53,27
46,28
22
43,12
45,17
50,57
33,33
47,68
37,84
23
39,94
44,46
43,81
42,27
43,52
42,09
24
42,44
48,95
54,83
46,76
40,90
44,22
25
44,36
46,96
46,97
39,81
46,57
39,33
26
43,56
44,35
42,37
42,91
44,51
48,48
27
49,58
39,66
44,81
44,15
40,66
49,93
28
40,69
50,34
47,30
44,01
44,39
49,36
29
45,27
43,21
48,11
38,10
40,12
55,47
30
46,36
44,69
44,58
42,64
36,35
49,22
41,46
56
Lampiran 11. Indeks Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur Berbeda Ulangan
F
S
52
55
58
52
55
58
1
0,79
0,76
0,80
0,82
0,75
0,80
2
0,76
0,88
0,78
0,80
0,82
0,75
3
0,80
0,99
0,78
0,76
0,73
0,78
4
0,71
0,77
0,76
0,76
0,75
0,78
5
0,74
0,75
0,82
0,77
0,75
0,82
6
0,78
0,73
0,74
0,78
0,85
0,75
7
0,75
0,76
0,68
0,71
0,79
0,79
8
0,80
0,83
0,69
0,81
0,73
0,77
9
0,84
0,77
0,75
0,83
0,80
0,76
10
0,72
0,78
0,75
0,78
0,79
0,78
11
0,76
0,75
0,77
0,76
0,82
0,83
12
0,85
0,75
0,78
0,74
0,80
0,77
13
0,77
0,74
0,71
0,78
0,85
0,77
14
0,81
0,76
0,72
0,77
0,75
0,79
15
0,77
0,83
0,73
0,81
0,81
0,74
16
0,71
0,79
0,75
0,79
0,78
0,78
17
0,79
0,73
0,77
0,64
0,69
0,84
18
0,75
0,72
0,76
0,82
0,78
0,79
19
0,73
0,75
1,26
0,76
0,69
0,80
20
0,69
0,74
1,18
0,76
0,80
0,78
21
0,78
0,82
1,11
0,79
0,74
0,78
22
0,74
0,78
1,10
0,81
0,81
0,73
23
0,82
0,74
1,22
0,81
0,74
0,74
24
0,79
0,73
1,05
0,79
0,76
0,74
25
0,86
0,74
1,08
0,80
0,78
0,82
26
0,77
0,75
1,02
0,81
0,76
1,03
27
0,78
0,80
1,12
0,79
0,77
1,06
28
0,79
0,78
1,12
0,80
0,79
1,04
29
0,77
0,76
1,10
0,85
0,77
1,23
30
0,82
0,78
1,17
0,78
0,82
1,10
57
Lampiran 12. Berat Putih Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur Berbeda (g) Ulangan
F
S
52
55
58
52
55
58
1
22,99
28,25
20,54
22,62
17,70
18,87
2
21,75
24,23
26,70
17,26
22,17
24,48
3
21,31
18,29
23,32
22,07
21,88
24,44
4
25,84
22,13
23,67
21,58
21,55
24,46
5
22,23
27,06
24,55
23,74
24,81
19,85
6
20,64
24,74
25,13
18,78
20,47
21,83
7
20,74
25,82
20,57
16,73
27,21
18,69
8
17,47
21,23
24,37
13,84
25,56
24,55
9
22,06
21,74
24,54
19,98
23,92
20,32
10
20,99
25,68
24,84
17,08
28,98
23,55
11
22,87
24,25
26,67
14,62
26,84
20,05
12
22,08
26,87
22,60
17,91
18,57
21,68
13
19,63
25,07
24,49
23,95
22,70
22,02
14
22,97
23,69
20,31
17,94
25,34
20,86
15
18,73
21,99
25,06
20,42
26,61
25,35
16
26,27
26,66
22,90
18,65
23,32
21,02
17
18,91
27,31
24,60
20,47
25,17
24,04
18
20,07
27,01
24,09
28,77
25,01
13,77
19
20,43
26,06
19,11
20,41
25,97
21,99
20
13,31
27,03
21,98
19,04
25,67
22,25
21
22,56
17,53
21,57
20,41
33,03
28,94
22
20,42
23,29
26,74
13,29
28,28
18,59
23
16,73
21,01
24,25
19,70
25,26
18,10
24
20,25
25,53
27,50
24,19
23,02
25,75
25
18,45
26,80
24,44
18,25
21,58
17,80
26
19,88
21,81
21,11
21,12
24,68
19,06
58
Lampiran 13. Haugh Unit Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur Berbeda Ulangan
F
S
52
55
58
52
55
58
1
47,85
75,12
61,65
76,99
76,25
60,58
2
56,17
75,19
72,97
80,78
39,75
74,58
3
80,72
88,25
65,88
74,81
77,26
63,71
4
71,97
79,66
72,23
70,06
81,74
81,97
5
68,10
80,17
63,52
72,15
81,75
82,89
6
64,96
75,46
59,12
73,02
80,20
79,72
7
78,93
84,39
72,22
72,56
33,55
74,86
8
71,74
74,91
70,36
70,75
81,06
73,96
9
69,36
79,40
64,99
74,94
77,12
68,62
10
58,33
78,49
81,09
63,06
85,20
66,98
11
55,22
85,64
67,19
69,26
80,23
60,19
12
57,06
80,84
48,28
74,98
40,64
84,01
13
56,19
79,43
63,18
81,88
68,88
79,43
14
67,20
84,05
50,64
77,40
82,43
71,48
15
54,84
73,71
60,90
72,74
76,06
80,53
16
71,25
81,21
50,13
65,59
85,90
77,24
17
63,45
74,87
61,43
55,92
79,24
67,63
18
73,32
76,59
71,86
71,70
84,93
63,08
19
63,38
76,85
73,71
68,84
66,31
74,95
20
71,72
83,21
40,31
68,45
77,04
69,17
21
67,06
79,13
63,64
72,82
82,16
75,93
22
57,99
35,14
62,80
54,26
79,72
88,25
23
66,90
78,01
54,63
64,31
88,53
74,72
24
69,46
74,70
65,77
42,62
98,17
76,36
25
76,84
74,26
72,13
53,22
86,78
67,99
26
61,68
73,97
67,03
81,68
78,85
70,70
59
Lampiran 14. Berat Kuning Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur Berbeda (g) Ulangan
F
S
52
55
58
52
55
58
1
19,95
17,79
17,73
15,20
16,11
16,25
2
17,51
14,71
23,72
14,83
14,35
14,17
3
15,48
18,02
19,59
16,38
17,08
15,17
4
18,59
21,45
24,85
14,80
18,70
14,78
5
16,79
18,91
23,33
16,56
13,83
14,98
6
16,70
17,20
17,23
14,49
15,44
15,09
7
15,78
17,28
19,24
14,10
16,40
17,21
8
17,54
16,06
19,61
14,05
15,81
16,90
9
15,40
15,57
18,22
15,43
18,21
14,60
10
17,14
18,58
21,31
14,90
17,08
12,22
11
19,22
13,42
17,68
14,36
17,49
17,20
12
17,50
14,20
16,95
16,76
19,29
16,73
13
19,27
18,69
18,35
15,34
17,63
14,71
14
15,23
14,72
16,47
15,75
18,84
15,77
15
16,00
15,42
21,16
13,57
17,61
17,13
16
16,25
13,98
20,92
15,09
15,34
16,77
17
19,60
20,00
19,74
13,93
15,09
15,53
18
14,43
20,11
18,83
12,72
15,19
16,42
19
14,86
18,88
17,15
11,31
15,79
18,90
20
15,90
18,75
15,69
14,24
16,59
17,53
21
17,58
13,11
17,09
19,05
17,06
12,81
22
15,90
20,04
14,41
14,19
16,46
16,75
23
16,51
17,32
16,44
15,80
16,06
19,04
24
17,71
16,29
22,43
14,68
15,69
16,67
25
18,75
16,52
17,10
15,40
21,75
18,11
26
15,56
15,73
19,10
15,30
17,49
16,26
60
Lampiran 15. Indeks Kuning Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur Berbeda Ulangan
F
S
52
55
58
52
55
58
1
0,39
0,33
0,31
0,13
0,40
0,39
2
0,40
0,35
0,37
0,35
0,38
0,41
3
0,36
0,35
0,38
0,32
0,34
0,41
4
0,42
0,37
0,36
0,34
0,37
0,48
5
0,34
0,36
0,38
0,35
0,36
0,41
6
0,44
0,38
0,31
0,41
0,35
0,45
7
0,55
0,33
0,39
0,11
0,50
0,41
8
0,42
0,38
0,33
0,40
0,35
0,39
9
0,41
0,36
0,34
0,37
0,32
0,50
10
0,36
0,38
0,34
0,33
0,38
0,48
11
0,37
0,35
0,35
0,41
0,37
0,39
12
0,36
0,43
0,14
0,41
0,31
0,43
13
0,43
0,36
0,31
0,37
0,37
0,50
14
0,41
0,37
0,42
0,35
0,41
0,37
15
0,43
0,31
0,37
0,40
0,39
0,43
16
0,35
0,39
0,34
0,40
0,40
0,41
17
0,40
0,35
0,35
0,34
0,40
0,45
18
0,40
0,32
0,04
0,15
0,39
0,40
19
0,35
0,36
0,38
0,40
0,35
0,34
20
0,42
0,35
0,29
0,35
0,38
0,43
21
0,39
0,36
0,36
0,37
0,39
0,40
22
0,43
0,35
0,11
0,33
0,38
0,38
23
0,33
0,37
0,30
0,38
0,37
0,33
24
0,42
0,38
0,31
0,34
0,43
0,47
25
0,42
0,38
0,34
0,34
0,39
0,46
26
0,42
0,36
0,38
0,11
0,35
0,44
61
Lampiran 16. Warna Kuning Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur Berbeda Ulangan
F
S
52
55
58
52
55
58
1
6
5
7
5
5
7
2
6
5
7
6
4
7
3
6
6
6
6
5
7
4
6
6
7
6
6
7
5
6
5
6
5
5
7
6
7
5
8
7
5
8
7
6
5
9
6
7
6
8
7
6
5
5
6
7
9
5
6
7
6
5
8
10
6
6
6
6
5
7
11
7
5
7
6
5
6
12
7
5
7
6
5
7
13
7
5
7
6
5
6
14
8
6
5
5
6
7
15
7
5
7
5
5
7
16
7
5
8
5
7
7
17
6
5
6
5
5
7
18
6
5
7
5
5
6
19
7
5
8
6
5
6
20
6
6
8
5
5
7
21
7
5
7
6
6
6
22
6
5
7
5
6
6
23
8
5
7
6
7
7
24
7
5
7
6
6
8
25
8
5
7
6
6
6
26
7
5
7
6
5
6
62
Lampiran 17. Berat Kerabang Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur Berbeda (g) Ulangan
F 52
55
1
4,94
5,68
2
5,29
3
S 58
52
55
58
4,97
5,21
4,68
4,04
4,56
5,03
4,26
3,43
3,92
4,44
4,92
4,32
5,15
4,61
2,98
4
5,28
4,44
4,60
5,22
4,29
4,65
5
5,15
4,68
4,42
4,49
4,28
3,82
6
4,20
4,09
5,24
4,97
3,38
3,66
7
5,18
4,63
2,39
3,35
3,96
3,54
8
3,92
3,96
5,43
4,56
4,14
3,99
9
4,44
4,71
4,76
4,63
4,83
4,20
10
4,48
4,51
3,92
4,63
4,08
4,07
11
5,68
4,35
4,03
4,97
4,57
4,04
12
4,95
5,35
5,14
5,67
3,54
4,30
13
4,89
4,23
5,17
5,05
3,75
4,14
14
4,26
4,21
2,75
4,56
4,46
4,56
15
3,56
4,56
5,14
3,63
4,15
2,77
16
4,42
4,32
4,67
3,36
4,21
3,81
17
4,61
5,3
4,70
3,9
4,59
3,21
18
3,66
4,62
3,76
4,28
4,19
3,95
19
5,31
4,71
3,69
4,30
4,01
3,90
20
3,73
3,25
4,26
4,55
4,80
4,75
21
4,94
4,25
4,60
5,17
4,63
4,47
22
4,29
4,28
5,27
3,89
5,05
3,42
23
5,06
4,37
4,01
4,74
4,39
4,04
24
4,74
5,18
4,61
4,41
4,45
3,59
25
5,01
4,39
4,81
3,98
5,01
4,25
26
5,57
4,75
4,17
4,54
4,66
4,63
63
Lampiran 18. Tebal Kerabang Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur Berbeda (µm) Ulangan
F 52
55
1
0,34
0,35
2
0,35
3
S 58
52
55
58
0,35
0,35
0,36
0,33
0,34
0,34
0,36
0,31
0,31
0,35
0,35
0,35
0,35
0,32
0,24
4
0,34
0,31
0,31
0,37
0,32
0,34
5
0,35
0,30
0,30
0,31
0,35
0,27
6
0,31
0,30
0,30
0,34
0,28
0,30
7
0,36
0,35
0,35
0,31
0,31
0,30
8
0,33
0,34
0,34
0,36
0,34
0,32
9
0,34
0,35
0,35
0,32
0,36
0,26
10
0,35
0,35
0,35
0,34
0,32
0,32
11
0,35
0,36
0,36
0,35
0,36
0,24
12
0,39
0,38
0,38
0,34
0,33
0,35
13
0,36
0,33
0,33
0,33
0,29
0,35
14
0,31
0,35
0,35
0,35
0,33
0,34
15
0,33
0,35
0,35
0,33
0,32
0,24
16
0,35
0,34
0,34
0,25
0,36
0,32
17
0,35
0,35
0,35
0,31
0,34
0,30
18
0,27
0,33
0,33
0,30
0,32
0,33
19
0,36
0,33
0,33
0,36
0,32
0,32
20
0,28
0,35
0,35
0,32
0,34
0,33
21
0,36
0,34
0,34
0,00
0,30
0,31
22
0,33
0,33
0,33
0,32
0,36
0,32
23
0,36
0,35
0,35
0,37
0,34
0,34
24
0,32
0,37
0,37
0,34
0,35
0,25
25
0,36
0,35
0,35
0,30
0,35
0,33
26
0,34
0,34
0,34
0,33
0,33
0,35
64
Lampiran 19. Suhu dan Kelembaban di Peternakan F dan S Peternakan F Suhu ( C)
Minggu ke-
52
55
Peternakan S
o
o
Kelembaban (%)
Suhu ( C)
Kelembaban (%)
Pagi
Siang
Sore
Rataan1
Pagi
Siang
Sore
Rataan2
Pagi
Siang
Sore
Rataan1
Pagi
Siang
Sore
Rataan2
25.2
32.3
26.9
27,40
87
62
88
81,0
25.4
32.8
27.1
27,68
86
60
86
79,5
23.5
31.1
25.6
25,93
98
68
89
88,3
23.7
31.9
26.0
26,33
96
68
87
86,8
24.5
32.4
28.5
27,48
86
63
75
77,5
24.8
32.6
28.2
27,60
92
60
74
79,5
25.9
32.9
29.2
28,48
87
59
71
76,0
26.2
33.1
29.7
28,80
85
59
73
75,5
29.1
33.1
26.1
29,35
88
73
75
81,0
29.2
33.3
26.7
29,60
87
72
82
82,0
24.5
32.4
24.2
26,40
82
63
84
77,8
24.6
32.8
24.6
26,65
97
60
86
85,0
23.9
33.1
27.4
27,08
93
74
89
87,3
24.2
33.6
27.8
27,45
94
66
78
83,0
25.8
28.9
28.7
27,30
98
78
80
88,5
25.9
29.6
28.5
27,48
96
77
82
87,8
25.9
32.9
29.2
28,48
87
59
71
76,0
26.2
33.1
29.7
28,80
85
59
73
75,5
25.8
28.9
28.7
27,30
92
78
84
86,5
25.9
29.6
28.5
27,48
90
77
75
83,0
25.3
31.4
26.6
27,15
88
68
76
80,0
25.0
31.4
26.5
26,98
85
67
75
78,0
25.5
32.0
27.4
27,60
86
70
78
80,0
25.4
32.1
27.3
27,55
86
70
78
80,0
24.7
32.7
25.7
26,95
86
63
89
81,0
24.8
32.8
25.9
27,08
84
63
89
80,0
25.9
32.9
29.2
28,48
88
61
70
76,8
26.2
33.0
29.1
28,63
85
60
71
75,3
25.8
28.9
28.7
27,30
92
78
87
87,3
25.9
28.9
28.7
27,35
92
76
87
86,8
24.7
32.7
25.7
26,95
86
65
89
81,5
24.8
32.8
25.9
27,08
87
63
89
81,5
23.4
31.9
26.3
26,25
98
73
80
87,3
23.7
32.0
26.3
26,43
98
76
80
88,0
24.6
31.5
27.2
26,98
91
62
75
79,8
24.5
31.6
27.6
27,05
91
63
75
80,0
25.3
32.0
26.9
27,38
87
63
87
81,0
25.5
32.1
26.9
27,50
87
60
88
80,5
65
Peternakan F Suhu ( C)
Minggu ke-
58
59
Peternakan S
o
o
Kelembaban (%)
Pagi
Siang
Sore
Rataan
26.0
32.6
26.7
25.6
28.8
25.8
1
Suhu ( C)
Kelembaban (%) Pagi
Siang
Sore
Rataan2
27,75
77
57
86
74,3
28.2
27,23
92
77
78
84,8
30.0
28.7
27,63
91
78
84
86,0
23.6
32.5
26.5
26,55
95
76
74
85,0
84,5
24.8
32.8
24.7
26,78
92
65
85
83,5
84
86,0
23.8
31.3
25.6
26,13
95
68
84
85,5
68
75
80,3
24.5
29.7
26.2
26,23
95
67
73
82,5
87
59
71
76,0
25.9
33.1
29.4
28,58
87
60
72
76,5
77
57
86
74,3
29.3
33.2
26.3
29,53
77
60
89
75,8
Pagi
Siang
Sore
Rataan
27,83
78
58
85
27.9
26,98
91
78
29.9
25.9
26,85
92
23.4
32.5
26.4
26,43
24.4
32.5
24.1
23.7
31.1
24.5
2
Pagi
Siang
Sore
Rataan
74,8
25.9
32.6
26.6
79
84,8
25.9
28.9
78
85
86,8
25.9
98
76
74
86,5
26,35
94
62
88
25.5
26,00
96
68
29.1
24.9
25,75
89
25.9
32.9
29.2
28,48
29.1
33.2
26.2
29,40
1
Keterangan: Rataan suhu harian = (2Tpagi + Tsiang + Tsore)/4; Rataan kelembaban harian = (2Rhpagi + Rhsiang + Rhsore)/4
66