Karakterisasi Sifat Mekanik Paduan Aluminium AA. 319-T6 Akibat Pengaruh Waktu Tahan Pada Proses Precipitation Hardening Ir. Rochman Rochiem M. Sc 1, Hariyati Purwaningsih, S. Si, M. Si 1, Ribut 2 1
Staff Pengajar Teknik Material dan Metalurgi ITS, 2Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi ITS e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Paduan aluminium AA. 319 telah digunakan secara luas pada industri otomotif terutama untuk body caliper dan master cylinder, karena memiliki kekuatan dan keuletan yang tinggi, serta sifat mekanik mampu diperbaiki dengan proses penuaan (precipitation hardening). Sehingga untuk memperoleh sifat mekanik yang paling baik, proses penuaan memerlukan suatu perhitungan waktu tahan (holding time) yang tepat. Paduan aluminium AA. 319 diberi perlakuan panas berupa solution treatment pada temperatur ±495 oC dengan lama waktu tahan 3 dan 4 jam. Sedangkan untuk penuaan buatan pada temperatur ±175 oC dengan lama waktu 2, 4 dan 6 jam. Dari hasil penelitian ini diperoleh data sifat mekanik berupa nilai kekuatan tarik dan kekerasan yang paling maksimal dengan variasi waktu tahan 4 jam pada temperature 4950C dan variasi waktu tahan 6 jam pada temperature 1750C paduan Aluminium AA. 319 yakni dengan kekuatan tarik 335.09 MPa dan nilai kekerasan 63.3 HRB. Analisa struktur mikro pada paduan aluminium AA.319-T6 dan identifikasi fasa pada pengujian XRD serta analisa SEM menunjukkan adanya senyawa Al-Si yang terbentuk setelah proses precipitation hardening. Kata kunci: Aluminium, Precipitation Hardening, Waktu Tahan, Sifat Mekanik
ABSTRACT Aluminum alloy AA. 319 has been used extensively in the automotive industry, especially for the body caliper and master cylinder, because it has high strength and ductility, and mechanical properties can be improved by the aging process (precipitation hardening). However, to obtain the best mechanical properties, aging resistance requires a calculation time (holding time) is appropriate. Aluminum alloy AA. 319 were subjected to solution treatment at a temperature of ± 495 ° C with holding time 3 and 4 hours. As for artificial aging at a temperature of ± 175 ° C with holding time 2, 4 and 6 hours. From the results of this study obtained data in the form of the mechanical properties of maximum tensile strength and hardness value with the variation of holding time 4 hours at temperatures of 4950C and the variation of holding time 6 hours at temperatures of 1750C with a tensile strength of Aluminium Alloys AA. 319-T6 335.09 MPa and hardness value 63.3 HRB. Analysis of the microstructure on AA.319-T6 aluminum alloy, identification at the testing phase XRD and SEM analysis showed the existence of Al-Si compounds are formed after the precipitation hardening process. Keyword: Aluminium, Precipitation hardening, holding time, Mechanical properties
1
1. PENDAHULUAN Aluminium merupakan salah satu material yang digunakan pada industri otomotif untuk mengurangi berat secara keseluruhan. Aluminium tuang yang telah menggantikan penggunaan besi tuang, membuat biaya produksi lebih efektif pada industri otomotif, khususnya untuk pembuatan Master Cylinder, Body Caliper, Cylinder Head, dan sebagainya. Aluminium umumnya digunakan dalam bentuk paduan karena aluminium murni memiliki kekuatan dan kekerasan yang sangat rendah. Salah satu jenis aluminium paduan yang digunakan pada industri otomotif adalah AA. 319 (tatanama menurut JIS / Japan Industrial Standard) yang merupakan system paduan dari Al Si – Cu. Aluminium AA. 319 ini digunakan pada pengecoran master cylinder dan body caliper sebagai salah satu komponen rem cakram pada kendaraan bermotor. Proses pengecoran master cylinder dan body caliper umumnya dilakukan dengan proses gravity casting dan dalam prosesnya menghasilkan produk dengan sifat mekanik yang masih belum memenuhi kriteria standar dalam aplikasinya (nilai kekerasan 65±7HRB, kekuatan tarik 275 MPa dan elongation 2%). Sifat mekanik dari aluminium AA. 319 dapat ditingkatkan dengan proses perlakuan panas, yang dalam hal ini perlakuan panas yang diberikan adalah T6 (solution treatment, quenching, artificial aging). Proses solution treatment dan artificial aging Aluminium AA. 319 dilakukan pada berbagai variasi waktu tahan (holding time) dengan temperatur proses yang konstan. Variasi waktu tahan ini menyebabkan terjadinya perubahan fasa, struktur mikro dan perubahan sifat mekanik. Perubahan struktur mikro diamati dengan metalografi, transformasi fasa diketahui setelah dilakukan metode difraksi sinar-x (X-ray diffraction/XRD). Kemudian dikaji lebih lanjut tentang transformasi fasa, perubahan struktur mikro dan perubahan sifat mekanik yang terjadi, tiap variasi waktu tahan, agar diperoleh suatu variasi waktu tahan pada proses precipitation hardening yang menghasilkan suatu material dengan sifat yang maksimal.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sifat-sifat Aluminium Aluminium mempunyai kerapatan 2,70 Mg.m-3 atau sepertiga kerapatan baja, dan modulus elastisitas sebesar 70 GN.m-2. Walaupun paduan aluminium mempunyai sifat tarik yang rendah bila dibandingkan dengan baja, kekuatan spesifiknya sangat baik. Aluminium sering digunakan ketika berat merupakan faktor penting, seperti di pesawat terbang dan otomotif. 2.2 Aluminium AA.319 Paduan aluminium AA. 319 adalah suatu paduan aluminium dengan silicon dan tembaga sebagai paduan utamanya, dengan kadar tiap unsur Al 90,7 %, Si 6.6 %, dan Cu 2.7%. Ada sekitar 85 % sampai 90 % jumlah paduan aluminium-silikon tuang dari total paduan aluminium tuang yang diproduksi pada pembuatan komponen di industri otomotif (table 2.1). Salah satu jenis aluminium paduan yang digunakan pada industri otomotif adalah AA. 319 (tatanama menurut JIS / Japan Industrial Standart) yang merupakan sistem paduan dari Al-SiCu. Tabel 2.1 Komposisi Paduan Aluminium AA. 319 Parameter Target komposisi komposisi Si 6.6 ± 0.1 Cu 2.7 ±0.1 Mg 0.22 ± 0.02 Fe Max 0.3 Mn Max 0.1 Cr Max 0.1 Zn Max 0.1 Ti Max 0.2 Ni Max 0.1 Sn Max 0.05 Pb Max 0.1 Al Balance Aluminium AA. 319 ini digunakan pada pengecoran master cylinder dan body caliper sebagai salah satu komponen rem cakram pada kendaraan bermotor. Proses pengecoran master cylinder dan body caliper umumnya dilakukan dengan proses gravity casting dan dalam prosesnya menghasilkan produk dengan sifat 2
mekanik yang masih belum memenuhi kriteria standar dalam aplikasi master cylinder dan body caliper. Kekuatan mekanik dari aluminium AA. 319 dapat ditingkatkan dengan proses perlakuan panas, yang dalam hal ini perlakuan panas yang diberikan adalah T6 (solution treatment, artificial aging).
2. 3 Heat Treatment Aluminium Paduan Heat treatment merupakan suatu proses pemanasan dan pendinginan yang terkontrol, dengan tujuan mengubah sifat fisik dan sifat mekanik dari suatu bahan atau logam sesuai dengan yang dinginkan.(Mier, 2004). Proses dalam heat treatment meliputi heating, holding, dan cooling. 2. 3. 1. Precipitation Hardening Perlakuan panas pada aluminium paduan dilakukan dengan memanaskan sampai terjadi fasa tunggal kemudian ditahan beberapa saat dan diteruskan dengan pendinginan cepat hingga tidak sempat berubah ke fasa lain. Perubahan akan terjadi berupa presipitasi (pengendapan) fasa kedua yang dimulai dengan proses nukleasi dan timbulnya klaster atom yang menjadi awal dari presipitat. Presipitat ini dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasannya. Jika setelah dilakukan pendinginan cepat kemudian dipanaskan lagi hingga di bawah temperatur solvus (solvus line) kemudian ditahan dalam jangka waktu yang lama dan dilanjutkan dengan pendinginan lambat di udara disebut proses penuaan buatan (artificial aging). (D.Murizam, 2007).
Gambar 2.1. Diagram fasa perubahan mikrostruktur paduan Al-Cu. (William D., 1997)
Proses dari pemanasan awal hingga pendinginan cepat disebut proses perlakuan pelarutan (solution treatment), dan proses sesudahnya disebut proses perlakuan pengendapan (precipitation hardening). 2. 3. 2. Mekanisme Pengerasan Untuk menjelaskan mekanisme terjadinya pengerasan, sebagai contoh diambil untuk diagram fasa Al-Cu. Dari gambar 2.1 tampak bahwa kelarutan Cu dalam Al menurun dengan menurunnya temperatur. Suatu paduan dengan 4 % Cu mulai membeku di titik 1 dengan membentuk dendrit larutan padat α. Dan pada titik 2 seluruhnya sudah membeku menjadi larutan padat α dengan 4 % Cu. Pada titik 3 kelarutan Cu dalam Al mencapai batas jenuhnya, bila temperaturnya diturunkan akan ada Cu yang keluar dari larutan padat α berupa CuAl2. Makin rendah temperaturnya makin banyak Cu-Al yang keluar. Dengan pemanasan kembali sampai diatas garis solvus (titik 3) semua Cu larut kembali di dalam α. Dengan pendingan cepat (quench) Cu tidak sempat keluar dari α. Pada suhu kamar struktur masih tetap berupa larutan padat α fasa tunggal Sifatnyapun masih belum berubah. Masih tetap lunak dan sedikit ulet. Dalam keadaan ini larutan dikatakan sebagai larutan yang lewat jenuh karena mengadung solute yang melampaui batas jenisnya untuk temperatur itu. Setelah beberapa saat larutan yang lewat jenuh ini akan mengalami perubahan kekerasan dan kekuatan. Menjadi lebih kuat dan keras, tetapi struktur mikro tidak tampak mengalami perubahan. Penguatan ini terjadi karena timbulnya partikel CuAl2 (fasa θ) yang berpresipitasi di dalam kristal α. Presipitat ini sangat kecil tidak tampak di mikroskop (submicroscopic) dan akan menyebabkan terjadinya tegangan pada lattis kristal α di sekitar presipitat ini. Karena presipitat tersebar merata didalam lattis kristal. 3. METODOLOGI PENELITIAN Spesimen paduan Aluminium AA.319 dibentuk sesuai dengan standard JIS Z 2201 : 1998 yang kemudian dilakukan proses heat treatment T6 dimana dalam hal 3
ini divariasikan waktu tahannya (holding time). Proses treatment T6 meliputi : Solution treatment (pemanasan specimen uji sampai temperature 4950 C dengan waktu tahan 3 jam dan 4 jam yang dilanjutkan dengan quenching pada media air bertemperatur 40 – 500 C selama 1 menit) Artificial aging (pemanasan specimen uji sampai temperature 175 dengan waktu tahan selama 2, 4 dan 6 jam) Setelah proses treatment selesai maka dilakukan beberapa pengujian sifat mekanik (uji kekerasan, uji tarik), pengamatan struktur mikro (uji metalography, SEM/EDX) dan identifikasi fasa (XRD) untuk kemudian dilakukan analisa mengenai perubahan transformasi fasa, perubahan struktur mikro dan perubahan karakter sifat mekanik akibat variasi waktu tahan (holding time) sebelum dan sesudah proses treatment T6 pada paduan Aluminium AA. 319. 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian 4.1.1. Hasil Pengujian Tarik Pengujian tarik yang dilakukan pada paduan aluminium AA.319-T6 mengacu pada standar JIS Z 2201 – 1998. Pengujian Tarik dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih detail tentang kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength/UTS) dan keuletan yang ada pada material awal maupun yang telah mengalami perlakuan precipitation hardening. Pada gambar 4.1 di tampilkan Kurva hubungan antara perubahan nilai kekuatan tarik dengan pertambahan waktu tahan (2 jam, 4 jam dan 6 jam) pada proses aging (temperatur aging 1750C). Dari Kurva dapat dilihat bahwa yang memiliki kekuatan tarik maksimum (UTS) tertinggi adalah AA 319-T6 dengan waktu tahan 6 jam (temperatur aging 1750C) pada temperatur solution treatment 4950C selama 4 jam yaitu sebesar 335.09 Mpa, sedangkan yang memiliki kekuatan tarik minimum adalah spesimen dengan waktu tahan 2 jam (temperatur aging 1750C)
pada temperatur solution treatment 4950C selama 3 jam yaitu sebesar 232.4 MPa.
Gambar 4.1. Kurva hubungan antara perubahan nilai kekuatan tarik dengan waktu tahan pada proses precipitation hardening Dari kurva tersebut terlihat perubahan kenaikan kekuatan tarik maksimum paling besar terjadi pada spesimen dengan temperatur solution treatment 4950C jam pada artificial aging dengan temperatur 1750C selama 6 jam. Spesimen ini merupakan spesimen dengan kekuatan tarik maksimum paling besar dari 6 spesimen yang sudah di aging.
Gambar 4.2. Kurva hubungan antara waktu tahan aging terhadap Elongation untuk berbagai variasi waktu tahan pada proses precipitation hardening Dari Kurva pada gambar 4.2 dapat diamati terjadinya kenaikan Elongation pada variasi waktu solution treatment (3 jam dan 4 jam) pada temperatur konstan 4950C dengan waktu tahan aging 2 jam pada temperatur konstan 1750C, akan tetapi terjadi penurunan pada variasi waktu tahan aging selama 4 jam dan 6 jam untuk semua spesimen yang mengalami solution treatment pada temperatur 4950C dengan waktu tahan selama 3 jam dan 4 jam. Elongation terbesar dimiliki oleh 4
spesimen variasi waktu tahan 3 jam pada temperatur solution treatment 4950C dan waktu tahan 2 jam pada temperatur aging 1750C yaitu sebesar 5.93% sedangkan Elongation terendah dimiliki oleh spesimen dengan variasi waktu tahan 4 jam pada temperatur solution treatment 4950C dan waktu tahan 6 jam pada temperatur aging 1750C yakni sebesar 1.46%. Nilai elongation terendah terdapat pada spesimen yang mempunyai sifat mekanik paling tinggi. Karena Ultimate Strength berbanding terbalik dengan nilai elongation, semakin tinggi Ultimate Strength maka material semakin getas.
4.1.3. Hasil Mikro
Pengamatan Spesimen As Received
Struktur
Spesimen As Received
(A)
(B)
4.1.2. Hasil Pengujian Kekerasan α
Al-Si
α
Al-Si
Gambar 4.3. Kurva hubungan antara nilai kekerasan (HRB) dengan waktu tahan pada proses precipitation hardening Dari gambar 4.3 diatas terlihat bahwa semakin besar variasi waktu tahan pada proses precipitation hardening (temperatur solution treatment 4950C dan temperatur aging 1750C) maka kekerasan spesimen akan meningkat. Dapat dilihat bahwa spesimen yang belum di treatment sama sekali memiliki nilai kekerasan 40,8 HRB. Tapi setelah mengalami treatment dengan temperatur aging, spesimen mengalami peningkatan yang signifikan. Kekerasan yang paling maksimum terdapat pada temperatur solution treatment 4950C selama 3 jam dengan temperatur aging 1750C selama 6 jam mendapatkan nilai sebesar 63.3 HRB. Sedangkan kekerasan yang minimum diperoleh pada temperatur solution treatment 4950C selama 3 jam dengan temperatur aging 1750C selama 6 jam mendapatkan nilai sebesar 47.9 HRB.
Gambar 4.4. Struktur mikro AA 319-T6 sebelum dan setelah mengalami precipitation hardening, dimana (A) Hasil artificial aging 2,4 dan 6 jam pada solution treatment 3 jam dengan temperatur 4950C (B) Hasil artificial aging 2,4 dan 6 jam pada solution treatment 4 jam dengan temperatur 4950C Jika dilihat pada pengujian Struktur mikro material awal (As Received) paduan AA319-T6 yang ditunjukkan oleh gambar 4.4 menunjukkan daerah terang matriks α dan daerah gelap Senyawa AlSi yang masih berbentuk jaringan yang tidak putus dan terlihat kasar. Bila dibandingkan dengan material yang sudah mengalami precipitation hardening akan menunjukkan beberapa perbedaan, misalnya ukuran dendrit, persebaran serta ukuran Senyawa AlSi. 4.1.4. Hasil XRD Berdasarkan hasil pengujian XRD pada material as received dan material hasil precipitation hardening, diperoleh indikasi terbentuknya senyawa AlSi, seperti pada Gambar 4.5 dan 4.6. Fasa
5
tersebut memiliki nama mineral alumunium dengan nomor PDF 041-1222.
A
B
C
4.1.5. Hasil SEM/EDX Gambar 4.5. Hasil XRD pada paduan aluminium AA319-T6 dimana, (A) Spesimen As Received (B) waktu tahan 3 jam solution treatment, dan aging 2 jam, (C) waktu tahan 3 jam solution treatment, dan aging 4 jam, (D) waktu tahan 3 jam solution treatment dan aging 6 jam
Gambar 4.6. Hasil XRD pada paduan aluminium AA319-T6 dimana, (A) Spesimen As Received (B) waktu tahan 4 jam solution treatment, dan aging 2 jam, (C) waktu tahan 4 jam solution treatment, dan aging 4 jam, (D) waktu tahan 4 jam solution treatment dan aging 6 jam
4.1.4. Hasil Uji SEM/EDX Uji SEM digunakan untuk spesimen yang memiliki sifat mekanik paling maksimum yaitu pada perlakukan variasi waktu tahan selama 4 jam pada solution treatment 4950C dengan temperatur aging 1750C selama 6 jam.
Gambar 4.7. Hasil Uji SEM pada waktu tahan 4 jam solution treatment 4950C, aging 1750C selama 6 jam, dimana (A) Perbesaran 1000X, (B) perbesaran 3000X dan (C) perbesaran 5000X Dari hasil uji SEM pada gambar 4.7 diatas terlihat bahwa daerah yang berwarna terang merupakan senyawa AlSi yang tersebar merata didalam matriks α (Al). Sedangkan daerah yang berwarna gelap merupakan matriks α (Al). 4. 2 Pembahasan Dari data hasil pengujian tarik, maka mengkorelasikan hasil pengujian tarik dengan variasi waktu tahan precipitation hardening, dimana pada variasi waktu tahan 4 jam solution treatment 4590C dan temperatur aging 1750C selama 6 jam menunjukkan nilai kekuatan tarik yang tertinggi. Hal ini mungkin dikarenakan pembentukan fasa intermetallik lebih sempurna. Selain itu nilai elongation terendah terdapat pada spesimen yang mempunyai sifat mekanik paling tinggi. Karena Ultimate Strength berbanding terbalik dengan nilai elongation, semakin tinggi Ultimate Strength maka material semakin getas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Corin Chepko (2000) menyatakan bahwa Selama proses penuaan, paduan dapat mengalami underaged, overaged atau critically aged. Underaged terjadi karena lama waktu pemanasan paduan terlalu pendek atau temperatur terlalu rendah dan overaged disebabkan karena waktu pemanasan yang terlalu lama dan temperatur terlalu tinggi . Kedua hal ini akan menghasilkan material yang relatif lemah. Untuk menghindari hal 6
tersebut, maka paduan harus mengalami penuaan dengan perhitungan waktu yang tepat, yang disebut critically aging yang akan menghasilkan sifat mekanik maksimum. Hasil pengujian tarik pada paduan aluminium AA.391-T6 menunjukkan trend yang semakin lama waktu tahan pada proses artificial aging semakin naik kekuatan tariknya, sehingga jika dibandingkan dengan penelitian Corin Chepko (2000), maka penelitian ini belum sampai ada tahap critically aged dan overaged. Hal ini bisa disebabkan oleh kurang lamanya waktu tahan pada proses precipitation hardening ataupun temperatur yang kurang tinggi. Dari pengamatan struktur mikro, baik pada spesimen as received maupun spesimen dengan berbagai variasi temperatur precipitation hardening terlihat bentuk dendritik dan sebaran fasa intermetallik berupa daerah gelap. ukuran serta penyebaran fasa intermetallik amat berpengaruh pada sifat mekanik yang terjadi. hal tersebut dapat dilihat bahwa pada variasi waktu tahan 3 jam pada solution treatment 4950C dan waktu tahan 2 jam pada aging 1750C memiliki nilai 232.4 Mpa, kemudian 6 jam pada aging 1750C memiliki nilai 290.51 Mpa.
Pengujian difraksi sinar-x pada penelitian ini memegang peranan yang sangat penting. Transformasi fasa akibat perlakuan termal dengan variasi waktu tahan dapat teridentifikasi. Jika fasa Al digunakan sebagai acuan, maka dari pengujian XRD pada semua spesimen didapatkan data yang menyatakan tinggi rendah intensitas yang menunjukkan kuantitas dari fasa tersebut. Hal ini terlihat pada setiap variasi waktu tahan memiliki tinggi intensitas yang berbeda-beda. Jika dihubungkan dengan perubahan sifat mekanik maka dapat terlihat dengan turunnya intensitas fasa Al, kekuatan mekanik akan ikut turun seperti terlihat pada semua variasi waktu tahan 3 jam pada solution treatment 4950C dan pada aging 1750C selama 2 jam (gambar 4.6). Jika dilihat dari hasil uji SEM Dari hasil uji SEM diatas terlihat bahwa daerah
yang berwarna terang merupakan senyawa AlSi yang tersebar merata didalam matriks α (Al). Sedangkan daerah yang berwarna gelap merupakan matriks α (Al). Hal ini sesuai dengan hasil pengamatn struktur mikro yang menunjukkan persebaran senyawa AlSi pada matriks α (Al). Hasil maping EDX memperlihatkan berkurang prosentase berat unsur paduan utama (Cu dan Mg). Hal ini mungkin disebabkan karena terlalu lamanya waktu tahan yang diberikan pada temperatur yang relatif cukup tinggi. 5. KESIMPULAN Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. UTS tertinggi dimiliki spesimen dengan waktu tahan solution tretament 4 jam pada temperatur 4950C dan aging 6 jam pada temperatur 1750C yakni sebesar 335.09 MPa. 2. Kekerasan meningkat sebanding dengan lama waktu tahan pada proses precipitation hardening. Dari percobaan didapat kekerasan tertinggi dimiliki oleh spesimen dengan waktu tahan solution tretament 4 jam pada temperatur 4950C dan aging 6 jam pada temperatur 1750C, sebesar 63.3 HRB. 3. Dari pengujian XRD, diidentifikasi adanya unsur Al, Fe, dan senyawa AlSi. DAFTAR PUSTAKA Avner, Sidney H. 1982. Introduction to Physical Metallurgy, Second Edition. McGraw-Hill International Book Company, Tokyo.
Awano,Yoji., Shimazu, Yoshihiro., Takabatake, Junichi. 1989. Method For Producing Aluminium Alloy Castings and The Resulting Product. Aichi, Japan Courtney, Thomas H. 1990. Mechanical Behavior of Materials. Virginia: University of Virginia. Dinnis, Cameron M. 2005. As-cast Morphology of Iron-Intermetallics in Al7
Si Foundry Alloys. Scripta Materialia. University of Queenslands: Australia. Honorius Rachmantio, Dr.Ing, “Pengantar Material Sains II Buku Sifat Fisik dan Mekanik” (Tabernakelindo, Yogyakarta: 2004) Jacobs,M.H.,1999. Metallurgical Background to Alloy Selection and Specifications for Wrought, Cast and Special Aplications. Interdisciplinary Research Centre in Materials, The University of Birmingham, UK JIS (Japan Industrial Standard), “NonFerrous Metals and Metallurgy” 2005 Kaufman, J.G, Elwin L. Rooy. Aluminum Alloy Casting Properties, Processes, and Aplications. American Foundry’s Society. 2005 Mier,Mike,. 2004. HT-Aluminium. Departement of Chemical Engineering and Materials Science University of California. Putra, Raihandi. 2010. Logam NonFerous. Universitas Darma Persada. Jakarta Smith, William F.,1981. Structure and Properties of Engineering Alloys, McGraw-Hill Inc. New York. T. Sofyan, Bondan, Kartika, Ria. 2005. Age Hardening Response of AC2B Aluminium Alloy Modified With 0,1 wt.%Sn. University of Indonesia. William D. Callister, jr, Material Science and Engineering (Utah: John Wiley & son,inc, 1997). Zulfia,Anne., dkk. 2010. Proses Penuaan (Aging) pada Paduan Aluminium AA 333 Hasil Proses Sand Casting. Departemen Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik Universitas Indonesia: Jakarta.
8