JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
Pengaruh Waktu Ultrasonikasi dan Waktu Tahan Proses Hydrothermal Terhadap Struktur dan Sifat Listrik Material Graphene Yusuf Pradesar dan Diah Susanti, Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstrak— Kristal graphene adalah sebuah lapisan 2D yang terdiri dari hibridisasi sp2 atom karbon membentuk struktur heksagonal. Sifatnya yang menakjubkan membuat graphene dapat digunakan dalam aplikasi material nano-elektronik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis waktu ultrasonikasi dan waktu tahan hydrothermal untuk mensintesis graphene. Grafit dioksidasi menjadi grafit oksida melalui metode Hummer. Grafit oksida yang diperoleh dilarutkan dalam aquades dan diultrasonikasi selama 60 menit, 90 menit, dan 120 menit sehingga diperoleh graphene oksida (GO). GO kemudian direduksi dengan menambahkan Zn dan proses hydrothermal selama 12 jam, 18 jam, dan 24 jam pada temperatur 200 oC. Karakterisasi material dilakukan dengan pengujian XRD, SEM, FTIR, dan TGA/DSC. Pengujian FPP digunakan untuk mengetahui konduktivitas elektrik graphene. Morfologi graphene yang dihasilkan berupa lembaran-lembaran tipis dengan beberapa kerutan pada permukaannya. Nilai konduktivitas elektrik terbaik dihasilkan dari waktu ultrasonikasi 120 menit dan waktu tahan proses hydrothermal selama 12 jam yaitu 0.00021 S/cm. Kata Kunci— Grafit, Grafit oksida, Graphene oksida, Graphene, Metode hydrothermal, Metode Hummer.
I. PENDAHULUAN
P
erkembangan teknologi yang sangat cepat menuntut kemajuan ilmu pengetahuan yang cepat pula. Tuntutan masyarakat yang menginginkan perangkat teknologi yang semakin efisien menyebabkan munculnya inovasi-inovasi dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, salah satunya dalam bidang ilmu material. Para ilmuwan material diharapkan dapat menghasilkan material yang kecil (nano), ringan, dan portable tetapi memiliki sifat elektronik dan mekanik yang baik untuk menunjang kemajauan teknologi tersebut. Karbon adalah elemen unik dan memiliki banyak kegunaan yang dapat dibentuk dalam berbagai struktur dalam ukuran nano. Terdapat berbagai bentuk struktur dari hibridisasi karbon sp2, antara lain buckminsterfullerene, nested giant fullerenes, carbon nanotube, nanohorns, kristal grafit 3D, haeckelite, kristal schwarzite 3D, dan graphene. Graphene adalah salah satu material yang sangat menarik untuk dipelajari saat ini. Graphene ditemukan oleh A. K. Geim dan K. S. Novoselov pada tahun 2004. Para fisikawan, kimiawan, dan ilmuwan material saat ini telah berfokus pada aplikasi dari graphene untuk beberapa bidang penelitian dan
industri seperti fuel cell dan peralatan photovoltaic, konduktor transparan, elektroda fleksibel, sensor gas dan bio, field effect transistor, material baterai isi ulang, dan superkapasitor sesuai dengan sifat physicochemical yang sangat baik antara lain mobilitas elektron yang tinggi (~10.000 cm 2/V•s), efek Quantum Hall pada temperatur ruang, transparansi optik yang baik (97,7%), luas permukaan spesifik yang besar (2.630 m2/g), modulus Young yang tinggi (~1 TPa), dan konduktivitas panas yang tinggi (~3000 W/m•K) [1]. Terdapat berbagai metode untuk mensintesis graphene. Beberapa metode yang umum antara lain micromechanical dan chemical exfoliation dari grafit, reduksi grafit oksida, epitaxial growth di atas SiC, dan chemical vapor desposition (CVD) di atas logam transisi [2]. Penelitian ini akan membahas mengenai sintesis graphene dengan metode oksidasi grafit (Metode Hummer) dan reduksi graphene oksida dan pengaruhnya terhadap struktur dan konduktivitas material graphene. Proses reduksi GO menggunakan pelarut Zn. Metode ini dianggap paling sesuai karena bersifat sederhana, reliability-nya cukup tinggi, sesuai untuk produksi skala besar dan beragam fungsi kimia. II. METODOLOGI PENELITIAN 1. Sintesis Grafit Oksida Inti dari proses sintesis grafit oksida adalah mengoksidasi grafit sehingga menjadi grafit oksida. Metode yang digunakan untuk mensintesis grafit oksida dalam penelitian ini adalah modifikasi Metode Hummer. Metode ini menggunakan berbagai reaksi kimia unrtuk mengoksidasi grafit menjadi grafit oksida. Proses sintesis dimulai dengan melarutkan 2 g grafit di dalam 80ml H2SO4 98%. Proses pelarutan ini dalam kondisi stirring di dalam ice bath untuk menjaga temperatur di bawah 25 oC selama 1 jam. Lalu ditambahkan 4 g NaNO3 dan 8 g KMnO4 secara bertahap selama 3 jam. Setelah proses penambahan ini maka larutan akan berubah warna, yang sebelumnya berwarna hitam pekat menjadi hitam kehijauan. Hasil dari reaksi tersebut adalah ion permanganat yang merupakan oksidator kuat. Oksidator ini akan mengoksidasi grafit sehingga dihasilkan grafit oksida.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) Prosesnya selanjutnya adalah proses homogenisasi dengan stirring pada temperatur 35 oC selama 24 jam. Proses ini akan membuat larutan mengental karena proses yang melibatkan panas. Selain itu warna dari larutan akan menjadi kecoklatan. Setalah di-stirring selama 24 jam, lalu ditambahkan 200 ml aquades dan dilanjutkan stirring selama 1 jam. Lalu stirring dimatikan dan ditambahkan H2O2 ke dalam larutan. Penambahan H2O2 menyebabkan warna larutan menjadi kuning muda. Setelah 30 menit, larutan di-centrifuge untuk memisahkan antara endapan grafit oksida dengan pengotornya. Endapan grafit oksida akan berwarna kuning dan endapan pengotornya akan berwarna putih. Setelah di-centrifuge, HCl ditambahkan ke grafit oksida untuk menghilangkan pengotor logam yang terlarut. Lalu dilakukan pencucian berkala pada grafit oksida untuk menghilangkan ion-ion terlarut, seperti SO42-. Selain itu, proses pencucian bertujuan untuk menetralkan pH. Selama proses pencucian, warna larutan akan semakin gelap akibat adanya pengelupasan dari grafit menjadi grafit oksida. Larutan grafit diuji dengan BaCl2 untuk memastikan kandungan SO42- di dalam larutan dan uji pH untuk memastikan tingkat keasaman larutan maka larutan grafit oksida. Uji BaCl2 dilakukan dengan menambahkan larutan BaCl2 ke dalam sampel larutan grafit oksida dan dinyatakan berhasil jika tidak dihasilkan endapan putih BaSO4. Untuk pengujian pH dilakukan dengan menggunakan indikator pH dan dinyatakan berhasil jika pH larutan adalah 7. Setelah diuji, maka grafit oksida dapat di drying untuk mengeringkan larutan dengan menghilangkan kadungan air di dalamnya. Larutan grafit oksida dimasukkan ke dalam crusible. Proses drying dilakukan dengan furnace muffle menggunakan temperatur 110 oC dengan waktu tahan 12 jam. 2. Sintesis Graphene Dalam penelitian ini sintesis graphene menggunakan metode reduksi grafit oksida. 40 mg grafit oksida dilarutkan dalam 40 ml aquades. Proses ini dilakukan hingga larutan menjadi homogen. Setelah larutan menjadi homogen, larutan diultrasonikasi dengan ultrasonic cleaner yang memiliki kemampuan memancarkan gelombang ultrasonik sebesar 50/60 Hz. Ultrasonikasi dilakukan dalam waktu 60, 90, dan 120 menit. Akibat gelombang ultrasonik, maka grafit oksida akan terkelupas menjadi graphene oksida (GO). Lalu ditambahkan 10 ml HCl 37% ke dalam larutan GO untuk membentuk suasana asam. Ditambahkan 1,6 g serbuk Zn ke dalam larutan GO yang telah memiliki suasana asam. Setelah Zn bereaksi dengan GO sehingga menghasilkan gelembung-gelembung gas, HCl kembali ditambahkan untuk menghilangkan ZnO yang merupakan pengotor. Dari proses sintesis ini dihasilkan graphene oksida tereduksi (rGO). Setelah proses sintesis ini, larutan rGO dicuci berulang kali dengan aquades untuk menetralkan pH-nya. Setelah pH menjadi netral, larutan rGO di-hydrothermal untuk mereduksi gugus oksida rGO dan membentuk serbuk rGO yang berukuran nano. Proses hydrothermal dilakukan selama 12, 18, dan 24 jam. Larutan rGO dimasukkan ke dalam wadah teflon, yang kemudian dimasukkan ke dalam autoclave dan dikencangkan dengan skrup agar benar-benar vakum. Air dalam larutan rGO akan mencapai kondisi kritis dan memiliki
2
tekanan tinggi akibat temperatur yang tinggi sehingga dapat berperan sebagai agen kristalisasi fasa. III. HASIL DAN DISKUSI Proses sintesis graphen dibagi menjadi dua tahap utama, yaitu proses sintesi grafit oksida dan sintesis graphene. Pada proses grafit oksida, grafit dioksidasi menggunakan oksidator KMnO4. Reaksi yang terjadi selama proses oksidasi dapat dinyatakan dengan persamaan 3.1 dan 3.2 [3]. Proses oksidasi ini hanya dapat berlangsung ada kondisi asam, sehingga digunakan H2SO4 sebagai pembuat suasana asam. 3.1 3.2 Proses sintesis graphene memerlukan graphene oksida sebagai prekursor. Graphene oksida diperoleh dari proses pengelupasan grafit oksida di dalam air dengan metode ultrasonikasi. Pengelupasan ini diakibatkan oleh gelombang ultrasonik yang memiliki daerah frekuensi gelombang lebih dari 20.000 Hz. Pengelupasan dengan gelombang ultrasonik ini terjadi secara mekanik. Proses reduksi graphene oksida menggunakan Zinc sebagai reduktor. Zinc ditambahkan ke dalam larutan graphene oksida sehingga bereaksi dengan H2O. Mekanisme reaksi yang terjadi selama proses reduksi dapat dilihat pada persamaan 3.3-3.5 [4]. Hasil dari reaksi ini adalah ion H+ yang menginisiasi proses reduksi. ( (
)
)
3.3 3.4 3.5
A. Hasil Pengujian XRD Pengamatan struktur grafit, grafit oksida, dan rGO dilakukan menggunakan X-Ray Diffraction (Philips Analytical). Sampel grafit oksida berbentuk lembaran sedangkan rGO (graphene) berbentuk serbuk. Pengamatan difraksi sinar x dilakukan pada sudut 2θ = 5o – 90o dengan λ Cu-Kα 1.54060 Å.
Gambar 1. XRD pattern pada grafit, grafit oksida dan rGO Perbandingan hasil XRD dari grafit, grafit oksida, dan rGO dapat dilihat pada Gambar 4.1 Grafit teridentifikasi pada peak 2θ = 26.5897o (JCPDS-41-1487). Pada grafit oksida peak 2θ = 26.5897o tidak tampak, tetapi terbentuk peak pada
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 2θ = 10.1381o. Hal ini menunjukkan bahwa grafit telah teroksidasi seluruhnya menjadi grafit oksida. Grafit oksida memiliki d-spacing = 8.72530 Å, lebih lebar daripada grafit dengan d-spacing = 3.35245 Å. Hal ini menunjukkan adanya gugus-gugus fungsi oksigen dalam lapisan grafit oksigen. Sedangkan rGO teridentifikasi pada peak 2θ = 24.3002 dengan d-spacing = 3.66288 Å. Nilai d-spacing yang menjadi lebih kecil menunjukkan bahwa grafit oksida telah tereduksi menjadi graphene. Selain itu nilai d-spacing rGO yang lebih besar daripada grafit mengindikasikan bahwa telah terjadi pengelupasan lapisan grafit menjadi single layer graphene [5]. A
3
perbandingan data XRD seperti pada Gambar 2. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa dengan perubahan waktu ultrasonikasi; 60 menit, 90 menit, dan 120 menit; nilai d-spacing diperoleh antara 3.3 – 4 Å dengan posisi peak 2θ dari 23o – 26o. Hal ini membuktikan bahwa grafit oksida telah tereduksi menjadi graphene. Namun dari hasil XRD di atas juga terdapat peak dari grafit oksida (dengan 2θ antara 8o – 10o) dan peak dari grafit (dengan 2θ antara 26o – 27o). Adanya peak grafit menandakan bahwa proses oksidasi dari grafit menjadi grafit oksida tidak sempurna, dan adanya peak grafit oksida menandakan bahwa proses reduksi grafit oksida menjadi graphene juga tidak sempurna. Peak pada daerah 2θ = 23o – 24o menyatakan adanya single layer graphene, sedangkan peak pada 2θ = 26o menyatakan adanya few layer graphene. Few layer graphene memiliki sifat yang berbeda dari material awalnya. Tabel 1. Ukuran kristal graphene terhadap pengaruh variasi waktu ultrasonikasi
B
C
Perhitungan ukuran kristal graphene dilakukan menggunakan persamaan 3.6. Dari hasil perhitungan dapat terlhat bahwa pada waktu tahan 12 jam, ukuran kristal graphene cenderung mengalami penurunan. Namun pada waktu tahan 18 dan 24 jam ukuran kristal cenderung mengalami peningkatan. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh proses reduksi yang tidak sempurna. 3.6 B. Hasil Pengujian SEM Pengamatan morfologi graphene dilakukan dengan pengujian SEM. Instrumen SEM yang digunakan adalah Phenom G2 Pro. Morfologi yang diamati tidak hanya graphene, tetapi juga morfologi grafit dan grafit oksida sebagai perbandingan. Pengamatan morfologi terhadap graphene dilakukan pada setiap variasi perlakuan.
Gambar 2. Perbandingan hasil pengujian XRD pada lama waktu tahan proses hydrothermal (A) 12 jam, (B) 18 jam dan (C) 24 jam Untuk mengetahui pengaruh variasi waktu ultrasonikasi terhadap komposisi kimia dan ukuran kristal, maka dilakukan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
A
B
A
C
B
C
Gambar 3. Morfologi (A) grafit, (B) grafit oksida, (C) rGO dengan perbesaran 5000 kali A
4
B
Gambar 5. Hasil SEM perbesaran 10.000 kali rGO untuk waktu tahan proses hydrothermal selama 18 jam dengan waktu ultrasonikasi (A) 60 menit, (B) 90 menit, dan (C) 120 menit
A
B
C C
Gambar 4. Hasil SEM perbesaran 10.000 kali rGO untuk waktu tahan proses hydrothermal selama 12 jam dengan waktu ultrasonikasi (A) 60 menit, (B) 90 menit, dan (C) 120 menit
Gambar 6. Hasil SEM perbesaran 10.000 kali rGO untuk waktu tahan proses hydrothermal selama 24 jam dengan waktu ultrasonikasi (A) 60 menit, (B) 90 menit, dan (C) 120 menit Dari ketiga variasi waktu hydrothermal, dapat dilihat bahwa waktu ultrasonikasi mempengaruhi morfologi dari graphene. Semakin lama waktu ultrasonikasi maka morfologi graphene semakin tipis. Hal ini disebabkan oleh proses pengelupasan yang semakin baik.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C. Pengujian FTIR Pengujian FTIR menggunakan Scientific Nicolet iS10 untuk mengamati perubahan ikatan yang terjadi selama proses oksidasi dan reduksi. Instrumen ini memanfaatkan gelombang inframerah untuk mengidentifikasi pola-pola vibrasi dari setiap ikatan. A
5
disesbakan oleh kandungan air di dalam GO yang bersifat hidrofilik. Pada pola spektrum IR pada rGO, tidak teridentifikasi gugus C-O-C stretching. Hal ini disebabkan gugus O yang berikatan dengan C telah tereduksi oleh Zn. Pada waktu ultrasonikasi 60 dan 90 menit, gugus O-H stretching masih ada. Ini menandakan masih adanya kandungan air yang berikatan dengan rGO. Sedangkan pada waktu ultrasonikasi 120 menit gugus air sudah tidak ada lagi. Pada rGO dengan waktu ultrasonikasi 120 menit dan waktu tahan 12 jam, Gambar 3 (a), terdapat gugus O=C=O yaitu gugus yang menandakan akan terbentuknya gas karbon dioksida. Terbentuknya gas karbon dioksida ini akibat adanya kandungan C yang tidak stabil sehingga cenderung untuk menguap dengan membentuk gas karbon dioksida. Adanya kandungan air di dalam sampel menyebabkan hasil XRD sampel yang amorph. Semakin banyak air yang terkandung maka kurva XRD akan semakin amorph. Selain itu kandungan air di dalam sampel menyebabkan samper menajdi rapuh, seperti yang terlihat pada pengujian SEM. D. Hasil Pengujian TGA/DSC
B
C
Gambar 7. Hasil FTIR GO dan rGO dengan waktu tahan proses hydrotermal (aA) 12 jam, (B) 18 jam, dan (C) 24 jam Gambar 6 memperlihatkan pola spektrum IR antara GO dan rGO hasil proses hydrothermal. Pada GO terdapat absorpsi yang kuat pada daerah 3357.02 cm -1 yang diakibatkan oleh vibrasi O-H stretching, 1608.88 cm-1 yang diakibatkan oleh C-C streching, 1332.47 cm-1 yang diakibatkan oleh C-H stretching, dan 1046.03 cm-1 yang diakibatkan oleh C-O-C stretching. Adanya O-H stretching
Gambar 8. Hasil TGA/DSC sampel grafit oksida Pengujian TGA pada grafit oksda betujuan untuk menentukan temperatur yang sesuai untuk proses hydrothermal. Dari hasil TGA pada Gambar 4.12 diperoleh bahwa terjadi dua kali penurunan massa yang curam, yaitu pada sekitar temperatur 80 oC dan 200 oC. Peurunan massa sekitar 15% pada 80 oC menunjukkan terjadinya pelepasan zat-zat volatile, seperti air, yang berikatan secara fisikadari dalam grafit oksida. Hal ini dibuktikan dengan adanya reaksi endoterm dari grafit oksida. Selain itu dari hasil FTIR grafit oksida didapatkan peak pada daerah O-H stretching yang mengindikasikan adanya air di dalam grafit oksida. Penurunan sekitar 20% pada temperatur kedua terjadi pada daerah 200 oC. Berbeda dengan penurunan yang sebelumnya, pada penurunan ini reaksi yang terjadi adalah reaksi eksoterm. Reaksi eksoterm menandakan adanya sejumlah energi yang dilepaskan untuk mendekomposisi grafit oksida.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A
A
B
B
Gambar 9. Hasil pengujian TGA (A) weight loss dan (B) heatflow rGO dengan waktu tahan 12 jam A
6
Gambar 11.Hasil pengujian TGA (A) weight loss dan (B) heatflow rGO dengan waktu tahan 24 jam Hasil TGA dari rGO menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur maka baik massa maupun heatflow cenderung menurun. E. Hasil Pengujian FPP Graphene merupakan material yang dikatakan memiliki kemampuan menghantarkan listrik dengan baik, sehingga sangat diperlukan untuk meneliti konduktivitas listriknya. Dalam penelitian ini, pengujian konduktivitas listrik dilakukan dengan metode Four Point Probe (FPP). Tabel 2 Hasil pengujian konduktivitas listrik graphene
B
Gambar 9. Hasil pengujian TGA (A) weight loss dan (B) heatflow rGO dengan waktu tahan 18 jam
Dari Tabel 2 tampak bahwa semakin lama waktu tahan proses hydrothermal maka konduktivias listrik material graphene semakin buruk. Sedangkan semakin lama waktu ultrasonikasi maka konduktivitas listrik semakin meningkat. Penurunan konduktivitas ini disebabkan oleh struktur graphene yang terbentuk. Struktur yang terbentuk dapat berupa single layer graphene dan few layer graphene. Konduktivitas listrik terbaik diperoleh pada waktu
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) ultrasonikasi 120 menit dan waktu tahan proses hydrothermal selama 12 jam, dengan nilai konduktivitas listriknya 0.00021 S/cm. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Graphene dapat disinntesis dengan metode reduksi graphene oxide dengan Zn dan hydrothermal. Pada penelitian ini diperoleh graphene yang memiliki sifat terbaik dengan penggunanan reduktor Zn sebesar 1,6 g, waktu ultrasonikasi selama 120 menit, temperatur hydrothermal 200 oC, dan waktu tahan proses hydrothermal selama 12 jam. Sifat listrik, yang dinyatakan dengan konduktivitas listrik, terbaik sebesar 0.00021 S/cm dihasilkan dari graphene dengan waktu ultrasonikasi 120 menit dan waktu tahan proses hydrothermal 12 jam.
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3] [4]
[5]
Sung Mook Choi et al. “Synthesis and characterization of graphene -supported metal nanoparticles by impregnation method with heat treatment in H2 atmosphere”. Synthetic Metals (2011) 161: 2405-2411. Sae Byeok Jo et al. “Large-area graphene synthesis and its application to interface-engineered field effect transistors”. Solid State Communication (2012) 152:1350-1358. Daniel R. Dreyer et al. “The Chemistry of Graphene Oxide”. Chemical Society Review (2009) 39: 228-240. Geng Zhi-gang et al. “A Green and Mild Approach of Synthesis of Highly-Conductive Graphene Film by Zn Reduction of Exfoliated Graphite Oxide”.Chin. J. Chem. Phys (2012). Vol 25 No.4:494-500. Zhu Yanwu, et al.”Graphene and Graphene Oxide: Synthesis, Properties, and Application”.Adv.Mater (2010) 22:3906-3924.
7