KARAKTERISASI PRONIOSOM IBUPROFEN-SPAN 60-KOLESTEROL YANG DIBUAT DENGAN PELARUT PROPANOL DAN FASE AIR GLISEROL 0,1% Tutiek Purwanti1*, Dewi Melani1, Rio Pranata Hardjakusuma1 1
Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya 60286 *Corresponding author:
[email protected]
ABSTRACT The aim of this study was to determine characteristic of ibuprofen which consist of ibuprofen - Span 60 - cholesterol with molar ratio 2:1:0,75, 2:1:1, and 2:1:1,25. There were three formula this study. Evaluation of each formula were included by organoleptics (odor, colour, and consistency), proniosome morphology using light microscope, niosome morphology using Scanning Electron Microscope (SEM), niosome size used Particle Analyzer, and drug entrapment. Results of organoleptic tests were formula had propanol odor, white colour, and solid consistency. Evaluation used light microscope at 1000x magnification showed spherical shapes that had light edges. The next observation was Scanning Electron Microscope (SEM) up to 40000x magnification. Niosome size resulted 692 nm (formula I), 957,6 nm (formula II), and 1152,3 nm (formula III), for % drug entrapment, the result was 91,91 ± 1,12 (formula I), 88,41 ± 3,10 (formula II), and 89,84 ± 1,71 (formula III). The best formula was formula I because of smallest size, biggest entrapment, and high homogenity than other formula. Keywords (s): Proniosome, Ibuprofen, Organoleptics, Drug Entrapment, Niosome Size. ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik ibuprofen – span 60 – kolesterol dengan perbandingan molar 2:1:0,75, 2:1:1, dan 2:1:1,25. Ada tiga formula pada penelitian ini. Pada setiap formula dilakukan evaluasi, antara lain : organoleptis (bau, warna, dan konsistensi), morfologi proniosom dengan mikroskop cahaya, morfologi niosom dengan Particle Analyzer, dan uji efisiensi penjebakan. Hasil uji organoleptis adalah formula yang memiliki bau propanol, warna putih, dan konsistensi padat. Morfologi niosom dengan mikroskop (1000x) menunjukkan bentuk bulat. Pengamatan berikutnya dengan Scanning Electron Microscope (SEM) hingga 40000x pembesaran. Ukuran niosom menghasilkan 692 nm (formula I), 957,6 nm (formula II), dan 1152,3 nm (formula III), untuk % efisiensi penjebakan diperoleh hasil 91,91 ± 1,12 (formula I), 88,41 ± 3,10 (formula II), and 89,84 ± 1,71 (formula III). Formula terbaik adalah formula I karena memiliki ukuran terkecil, efisiensi penjebakan terbesar dibandingkan formula lainnya. Kata Kunci : Proniosom, Ibuprofen, Organoleptis, Efisiensi Penjebakan, Ukuran niosom
meningkatkan
PENDAHULUAN Ibuprofen merupakan salah satu obat golongan Non Steroidal Anti
kenyamanan,
serta
mempertahankan kadar obat dalam plasma (Kumar et al., 2012).
Inflammatory Drugs (NSAIDs) turunan
Untuk membuat sediaan topikal
asam propionat yang memiliki aktivitas
yang optimal, bahan aktif harus mudah
poten sebagai antiinflamasi, antipiretik
larut, sedangkan ibuprofen sendiri agak
(Sweetman, 2009; Potthast et al., 2005).
sukar larut (Potthast et al., 2005)
Obat ini banyak digunakan untuk
sehingga efek terapi yang dihasilkan
mengatasi nyeri ringan sampai sedang,
kurang
terutama yang berhubungan dengan
mengoptimalkannya dapat diformulasi
sendi seperti osteoarthritis, rheumatoid
dengan sistem proniosom.
arthritis (Sweetman, 2009; Potthast et al., 2005)
optimal.
Untuk
Proniosom ini merupakan suatu sistem penghantaran berbasis surfaktan
Efek samping yang terjadi apabila dikonsumsi
secara
per
oral
yaitu
non ionik, yang bila dihidrasi akan segera
membentuk
sistem
niosom
nausea, vomiting, pendarahan saluran
(Kumar et al.,2012; Sudhamani et al.,
cerna,
2010). Sistem proniosom dalam bentuk
dan
mengatasinya,
peptic
ulcer.
maka
Untuk
dilakukan
semisolid
(liquid
crystal
gel
atau
formulasi dalam bentuk sediaan topikal
proniosomal
dengan
Rute
metode Coaservation Phase Separation
dapat
(K.Sumit et al., 2012).
rute
transdermal mengurangi
transdermal. diharapkan efek
samping,
gel) diperoleh dengan
Karakteristik
proniosom
Penelitian ini dilakukan dengan
dipengaruhi oleh surfaktan, pelarut,
tujuan untuk mengetahui karakteristik
jumlah kolesterol, dan perbandingan
proniosom yang meliputi organoleptis
molar. Jenis surfaktan yang digunakan
(warna, bau dan konsistensi), morfologi
adalah span 60 karena mempunyai
proniosom dengan mikroskop cahaya,
efisiensi
terbesar
morfologi
niosom
dibandingkan span jenis lain (Mokhtar
mikroskop
cahaya
et al., 2008). Pelarut yang digunakan
Electron Microscop (SEM), ukuran
adalah
dapat
niosom dengan Particle Analyzer, serta
membentuk ukuran vesikel niosom yang
efisiensi penjebakan. Melalui penelitian
tidak
Penambahan
ini, diharapkan terbentuk proniosom
kolesterol diperlukan pada penelitian ini
dengan karakteristik yang baik, antara
karena dapat meningkatkan stabilitas
lain aseptabel, apabila dihidrasi akan
sistem proniosom (Singla et al., 2012).
terbentuk vesikel niosom yang sferis,
Perbandingan molar yang digunakan
kecil dan seragam, serta mempunyai
adalah ibuprofen – span 60 - kolesterol
efisiensi penjebakan yang besar.
2:1:0,75, 2:1:1 dan 2:1:1,25 dengan
METODE PENELITIAN
pelarut propanol dan fase air gliserol
Bahan. Bahan yang digunakan dalam
0,1%, digunakan perbandingan molar di
penelitian ini apabila tidak disebutkan
atas karena berdasarkan hasil penelitian
lain,
yang dilakukan oleh Kumar et al.,2012
pharmaceutical grade. Bahan yang
mampu
digunakan dalam penelitian ini antara
penjebakan
propanol
terlalu
karena
besar.
menghasilkan
penjebakan yang cukup besar.
efisiensi
memiliki
menggunakan dan
derajat
Scanning
kemurnian
lain Ibuprofen (Shasun Chemical and Drugs Ltd., India), Span 60 (Sigma),
kolesterol
(Sigma),
p.a
sebanyak berat tertentu. Semua bahan
(Brataco) dan Aqua DM (Brataco).
yang telah ditimbang dimasukkan ke
Bahan-bahan yang digunakan dalam
dalam vial yang bersih dan kering.
pembuatan larutan dapar fosfat antara
Kemudian ditambahkan propanol ke
lain
dalam vial yang berisi campuran bahan,
Na2HPO4
dan
propanol
NaH2PO4.1H2O
dengan kualitas proanalisis.
memasukkan magnetic stirrer. Vial
Alat. Alat-alat yang digunakan dalam
ditutup, dipanaskan di atas hot plate
penelitian ini antara lain:
pada suhu 50 – 60 0C lalu menyalakan
neraca
analitik CHYO JP-160, alat uji suhu
stirer
lebur Differential Thermal Analysis
sehingga
(DTA) SP 900 Thermal System Mettler
sempurna (terbentuk larutan jernih).
Toledo SP 85, FT-IR Perkin Elmer
Selanjutnya ditambah gliserin 0,1% ke
Spectrum
LC60H
dalam larutan, mulai terbentuk larutan
Elma, Hotplate + Stirer Dragonlab MS-
keruh sambil tetap dipanaskan hingga
Pro, Sentifugasi, mikroskop cahaya
homogen
Olympus
campuran didiamkan pada suhu ruang
One,
BX41
Ultrasonic
dengan
kamera
dengan
kecepatan
semua
(±5
300
bahan
menit).
hingga terbentuk gel yang padat.
Microscopy (SEM) FEI INSPECT S50,
Tabel 1. Formula Proniosom
1800 Shimadzu,
Delsa™ Nano C
Particle Analyzer Beckman Coulter, dan alat-alat gelas. Pembuatan
Proniosom.
Ditimbang
ibuprofen, span 60, dan kolesterol
terlarut
Selanjutnya
Olympus DP12, Scanning Electron
Double Beam Spectrophotometer UV-
rpm
Bahan
Formula I
Formula II
Formula III
Ibuprofen
2
2
2
Span 60
1
1
1
Kolesterol
0,75
1
1,25
Gliserol 0,1%
175 µl
200 µl
225 µl
Propanol
140 µl
160 µl
180 µl
menggunakan Particle Analyzer, dapat
Hasil Pemeriksaan
Organoleptis.
Hasil
pemeriksaan organoleptis proniosom ibuprofen dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Pemeriksaan Organoleptis Proniosom Ibuprofen Pengamatan
Formu la
Konsistensi Lunak, agak lembek
Warna Putih, agak bening
II
Lunak
Putih
III
Lunak, agak lembek
Putih, agak bening
I
Bau Bau propanol Bau propanol Bau propanol
dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Pemeriksaan Ukuran Niosom Formula
Diameter
Polidispersity
(nm)
Index (PI)
I
692
0,316
II
957,6
0,371
III
1152,3
0,413
Pengukuran Efisiensi Penjebakan Hasil uji efisiensi penjebakan dapat dilihat pada tabel 4.
Pengamatan Morfologi Proniosom.
Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Efisiensi Penjebakan
Pengamatan morfologi proniosom dilakukan
dengan
menggunakan Formula
mikroskop cahaya kemudian dilakukan pemotretan
dan
Scanning
EP %
26,4475 25,3309 25,7730
Jumlah ibuprofe n tidak terjebak (mg) 1,7963 2,1944 2,2740
23,2437 24,9939 23,1039 21,4303 20,2224 23,1116
2,3536 3,7868 2,1944 2,5925 1,7963 2,1944
89,87 84,85 90,50 87,90 91,12 90,51
Electron
Microscopy (SEM). Pemeriksaan Ukuran Niosom. Hasil
I (2 : 1 : 0,75) II (2 : 1 : 1)
pemeriksaan ukuran niosom dengan III (2 : 1 : 1,25)
Formula 1
Berat (mg)
93,20 91,34 91,18
Rata rata
91,91 ± 1,12 88,41 ± 3,10 89,84 ± 1,71
PEMBAHASAN Ibuprofen merupakan senyawa obat golongan NSAID yang digunakan untuk mengatasi nyeri. Jika dikonsumsi secara per oral, ibuprofen mempunyai efek samping, antara lain : nausea, vomiting, pendarahan saluran cerna, dan peptic Formula 2
ulcer.
Untuk
dilakukan sediaan
mengatasinya,
formulasi topikal.
dalam
Untuk
maka bentuk
membuat
sediaan topikal yang optimal, bahan aktif harus mudah larut, sedangkan ibuprofen sendiri agak sukar larut Formula 3
sehingga efek terapi yang dihasilkan kurang
optimal.
Untuk
mengoptimalkannya dapat diformulasi dengan sistem proniosom. Pada
awal
penelitian
pemeriksaan
kualitatif
yang akan
digunakan,
dilakukan bahan-bahan antara
lain
ibuprofen, span 60, dan kolesterol. Pemeriksaan
ini
bertujuan
untuk
menjamin bahan yang digunakan telah sesuai dengan pustaka. Pemeriksaan
kualitatif ibuprofen dilakukan melalui
suhu lebur yang tercantum dalam
tiga cara, antara lain organoleptis,
pustaka yaitu 53-57°C. Begitu pula
penentuan suhu lebur dan spektra
dengan pemeriksaan kualitatif terhadap
inframerah. Ibuprofen yang digunakan
kolesterol meliputi organoleptis dan
memiliki organoleptis sesuai dengan
suhu lebur. Kolesterol yang digunakan
pustaka yaitu serbuk berwarna putih.
memiliki organoleptis sesuai dengan
Pada
pustaka, antara lain serbuk berwarna
pemeriksaan
dengan
DTA
diperoleh suhu lebur sebesar 79,7°C,
putih
mendekati suhu lebur yang tercantum
Pemeriksaan dengan DTA diperoleh
dalam pustaka yaitu 75-78°C. Hasil
suhu lebur sebesar 149,0°C, masuk
identifikasi
dalam
spektra
infra
merah
dan
hampir
rentang
suhu
tidak
lebur
berbau.
yang
ibuprofen dengan teknik pellet KBr
tercantum dalam pustaka yaitu 147-
menunjukkan gambar spektra yang
150°C. Jadi dapat disimpulkan semua
identik antara sampel dan pustaka
bahan yang digunakan untuk penelitian
(spektra dapat dilihat pada gambar 5.1
telah sesuai dengan pustaka.
dan 5.2).
Tahap berikutnya adalah pembuatan
Pemeriksaan span 60 secara kualitatif
larutan
dilakukan melalui organoleptis dan
menentukan kurva baku. Setelah larutan
penentuan suhu lebur. Span 60 memiliki
baku kerja ibuprofen siap, dilakukan
organoleptis
penentuan
yang
sesuai
dengan
baku
ibuprofen
untuk
panjang
gelombang
ibuprofen
menggunakan
pustaka, yaitu granul berwarna putih
maksimum
kekuningan
kadar 11,00 dan 33,00 µg/mL sehingga
dan
berbau
spesifik.
Pemeriksaan dengan DTA diperoleh
diperoleh
panjang
gelombang
suhu lebur sebesar 59,3°C, mendekati
maksimum pada 222 nm. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan absorban bahan
fosfat pH 6,0 ± 0,05 sehingga diperoleh
tambahan untuk mengetahui apakah
persamaan regresi y = 0,0157x +
bahan tambahan dapat mengganggu
2,2191.10-3, koefisien korelasi 0,99997.
absorban ibuprofen saat pengukuran
Harga koefisien korelasi (r) hitung lebih
dengan spektrofotometer UV-Vis. Dari
besar dari r tabel (0,878) untuk n =5
spektra (gambar 5.7), tampak bahwa
dan derajat kepercayaan 95%, hal ini
bahan tambahan memberikan absorban
menunjukkan terdapat hubungan yang
yang relatif besar.
linier
Untuk
meminimalkannya,
pengukuran
absorban
antara
peningkatan
kadar
dilakukan
ibuprofen dengan serapan.
ibuprofen
Tahap selanjutnya adalah pembuatan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis
proniosom
dengan
dengan metode tiga panjang gelombang.
Coaservation
Phase
Panjang
gelombang
maksimum
digunakan metode ini karena akan
ibuprofen
sebagai
kemudian
menghasilkan struktur liquid crystalline
ditentukan λ1 dan λ3 pada panjang
berbentuk gel sehingga tepat untuk
gelombang yang memberikan absorban
sediaan topikal (Kumar et al., 2012).
ibuprofen yang besar namun memiliki
Dibuat tiga macam formula, antara lain
absorban matriks yang rendah, minimal
proniosom
10 nm di atas dan di bawah λ2. Dengan
perbandingan molar ibuprofen : span 60
demikian, dipilih panjang gelombang
: kolesterol 2 : 1 : 0,75 dengan pelarut
212 nm, 222 nm dan 232 nm sebagai
propanol dan fase air gliserol 0,1%
tiga
analitik.
(formula I), perbandingan molar 2 : 1 :
Selanjutnya dilakukan penentuan kurva
1 (formula II), dan perbandingan molar
baku ibuprofen dalam larutan dapar
2 : 1 : 1,25 (formula III). Perbandingan
panjang
λ2,
gelombang
ibuprofen
metode Separation,
dengan
molar
di
berdasarkan
atas
digunakan
hasil
karena
penelitian
yang
dengan mikroskop cahaya perbesaran 1000x
lalu
dilakukan
pemotretan
dilakukan oleh Kumar et al.,2012
dengan menggunakan kamera Olympus
mampu
efisiensi
DP12, yang dapat dilihat pada gambar
besar.
5.9 (formula I), 5.10 (formula II), dan
Perbedaan ketiga formula di atas adalah
5.11 (formula III). Pada hasil foto yang
pada jumlah kolesterol yang digunakan.
diperoleh,
terlihat
struktur
Masing-masing formula dibuat tiga kali
crystalline
yang
bervariasi
replikasi kemudian dilakukan evaluasi
berbentuk fase lamellar (berlapis-lapis),
karakteristik yang meliputi organoleptis
fase hexagonal, maupun fase cubic. Hal
(konsistensi, warna, dan bau), morfologi
ini sesuai dengan teori yang terdapat
proniosom, bentuk dan ukuran niosom,
dalam jurnal (Chavan et al., 2011).
dan efisiensi penjebakan
Variasi yang terbentuk kemungkinan
Dari hasil pemeriksaan organoleptis,
dipengaruhi oleh kondisi pembuatan,
formula I memiliki konsistensi lunak,
jumlah kolesterol yang digunakan.
berwarna putih dan berbau propanol,
Selanjutnya,
formula II memiliki konsistensi lunak
morfologi niosom dengan mikroskop
dan lebih cair, berwarna putih dan
cahaya
berbau propanol, formula III memiliki
Microscop (SEM). Sebelum melakukan
konsistensi lunak dan agak cair seperti
pengamatan, terlebih dahulu dilakukan
formula II, berwarna putih dan berbau
proses
propanol.
menjadi niosom dengan menambahkan
penjebakan
Pemeriksaan pengamatan
menghasilkan yang
cukup
berikutnya morfologi
adalah proniosom
dan
dilakukan
liquid dan
pemeriksaan
Scanning
penghidrasian
Electron
proniosom
larutan dapar fosfat. Pada pengamatan menggunakan
mikroskop
cahaya
Olympus BX41, preparasi penghidrasian
tipis pada object glass dan dikeringkan.
dilakukan dengan mengoleskan sedikit
Sampel yang telah kering lalu dioleskan
proniosom pada gelas obyek, lalu
pada holder (stub). Selanjutnya holder
ditetesi dengan dapar fosfat pH 6,0 ±
tersebut dimasukkan ke dalam specimen
0,05.
chamber
Pengamatan
dilakukan
pada
pada
mesin
SEM
untuk
perbesaran 1000x, kemudian dilakukan
dilakukan pengamatan dan pemotretan
pemotretan dengan kamera Olympus
pada
DP12, hasil foto dapat dilihat pada
pemotretan dapat dilihat pada gambar
gambar 5.13 (formula I), 5.14 (formula
5.12, terlihat vesikel niosom yang
II), dan 5.15 (formula III). Terlihat
berbentuk sferis.
vesikel niosom dalam jumlah cukup
Tahap
banyak dan sferis. Setelah mengamati
pemeriksaan ukuran vesikel niosom
vesikel
dengan
menggunakan
cahaya, tahap selanjutnya dilakukan
Analyzer.
Hasil
pengamatan dengan Scanning Electron
dilihat pada gambar 5.16 (formula I),
Microscop (SEM). Sebelum diamati,
5.17 (formula II), dan 5.18 (formula
dilakukan
penghidrasian
III), berdasarkan hasil pemeriksaan
proniosom terlebih dahulu dengan cara
tersebut diperoleh ukuran niosom mulai
menimbang
proniosom
dari formula I, II, dan III secara
dalam vial, lalu ditambah 5 mL dapar
berturut-turut adalah 692 nm, 957,6 nm,
fosfat pH 6,0 dan disonikasi selama ±
dan 1152,3 nm. Formula I dengan
20 menit. Niosom yang terbentuk
jumlah kolesterol paling kecil ternyata
didispersikan dalam HPC-M 5% dengan
memiliki ukuran yang paling kecil
perbandingan 1:1, kemudian dioleskan
dibandingkan dengan formula II dan III
niosom
dengan
proses
0,05
gram
mikroskop
perbesaran
40000x.
berikutnya,
Hasil
dilakukan
Particle
pemeriksaan
dapat
yang memiliki jumlah kolesterol lebih
penjebakan
besar. Dari hasil pengamatan ini, dapat
dibandingkan
disimpulkan bahwa jumlah kolesterol
filtrasi gel (Mokhtar et al., 2008).
mempengaruhi ukuran vesikel niosom
Setelah
yang terbentuk. Semakin besar jumlah
diperoleh efisiensi penjebakan sebesar
kolesterol
maka
91,91 ± 1,12 (formula I), 88,41 ± 3,10
ukuran vesikel niosom akan semakin
(formula II), dan 89,84 ± 1,71 (formula
besar
penambahan
III). Lalu dilakukan uji statistik dengan
tertentu. Diperoleh pula data mengenai
SPSS, berdasarkan hasil Analysis of
Polidispersity
secara
Varians (ANOVA) one way diperoleh
berturut-turut mulai dari formula I-III
nilai F hitung (2,023) < nilai F2,6 tabel
adalah 0,316, 0, 371, dan 0,413. Data
(5,14) pada derajat kepercayaan 95% (α
ini menunjukkan ukuran niosom tidak
= 0,05). Hal ini menunjukkan perbedaan
seragam karena PI yang diperoleh > 0,3,
efisiensi penjebakan formula I, II, dan
niosom dinyatakan seragam apabila
III tidak bermakna, sehingga untuk
mempunyai PI < 0,3 (H.M El-Laithy et
pemilihan formula yang paling efisien
al., 2010), lebih baik lagi jika PI yang
adalah formula I karena mempunyai
diperoleh mendekati 0,0.
jumlah kolesterol paling kecil (2 :1 :
Evaluasi karakteristik berikutnya adalah
0,75)
uji efisiensi penjebakan dengan metode
penjebakan yang besar.
sentrifugasi. Dipilih metode sentrifugasi
Proniosom
karena
relatif
karakteristik terbaik adalah proniosom
singkat (Sudhamani et al., 2010) dan
yang memiliki efisiensi penjebakan
mampu
yang besar, apabila dihidrasi menjadi
yang
sampai
digunakan,
batas
Index
memerlukan
(PI)
waktu
menghasilkan
efisiensi
relatif metode
lebih dialisis
dilakukan
tetapi
besar
perhitungan,
mempunyai
ibuprofen
dan
efisiensi
dengan
niosom akan berbentuk sferis dan
juga memiliki konsistensi lunak dan
berukuran kecil. Hal ini berkaitan
tidak terlalu padat sehingga aseptabel
dengan tujuan terapi ibuprofen sebagai
sebagai sediaan topikal.
anti inflamasi yang diharapkan mampu
KESIMPULAN
memberikan mula kerja cepat dan
Pada pemeriksaan organoleptis, ketiga
durasi panjang. Dengan ukuran niosom
formula memiliki warna putih dan
yang
berbau
kecil,
akan
memiliki
luas
propanol,
tetapi
memiliki
permukaan yang besar sehingga dapat
konsistensi yang agak berbeda. Pada
meningkatkan kontak dengan stratum
formula I dan III memiliki konsistensi
korneum kulit maka penetrasi obat
lunak dan agak lembek, sedangkan
menjadi maksimal dan mempercepat
formula II konsistensinya lunak dan
mula kerja obat. Efisiensi penjebakan
lebih padat.
yang besar dapat memberikan efek depo
Peningkatan jumlah kolesterol, pada
sehingga durasi kerja menjadi panjang.
masing-masing
Berdasarkan beberapa evaluasi yang
meningkatkan ukuran niosom.
dilakukan di atas, dapat disimpulkan
Peningkatan jumlah kolesterol tidak
formula I (ibuprofen : span 60 :
mempengaruhi efisiensi penjebakan.
kolesterol 2 : 1 : 0,75) memiliki
Karakteristik proniosom terbaik adalah
karakteristik terbaik karena efisiensi
proniosom formula I dengan komposisi
penjebakan yang besar (91,91 ± 1,12
ibuprofen-span 60-kolesterol (2:1:0,75).
%), ukuran niosom yang kecil (692 nm)
DAFTAR PUSTAKA
dan memilliki PI 0,316 yang mendekati
Ansel, H.C., 1989. Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms, 4th edition. Philadelphia : Lea and Febiger.
standar ukuran dinyatakan seragam (PI < 0,3). Dari pemeriksaan organoleptis,
formula
dapat
Biju, S.S., Talegaonkar, S., Mishra, P.R., and Khar, R.K., 2006. Vesicular systems : An overview. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, Vol. 68 pp. 141-153. Bodmeier. R., C.M Chang., 1996. Organic Solvent-free Polymeric Microspheres Prepared from Aqueous Colloidal Polymer Dispersion by W/O Emulsion Technique. International Journal of Pharmaceutics, 130, 187-194 Chavan, P., 2011. Proniosomal Gel : A novel Approach for Transdermal Drug Delivery. International Journal of Pharmaceutical Research and Development (IJPRD). Vol 4(03). Maharashtra, India. Departemen Kesehatan RI, 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Fessenden and Fessenden., 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga. H.M. El-Laithy, Omar Shoukry, and Laila G., 2010. Novel Sufar esters proniosomes for transdermal delivery of vinpocetine: Preclinical and clinical studies. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. Cairo : Elsevier Hommoss, A., Nanostructured lipid carrier (NLC) in dermal and personal care formulations. Department of Biology, Chemistry, and Pharmacy of the Freie Universitat Berlin, 2008. Japanese Pharmacopoeia 16th., 2011. Japan Kumar, G. P.,and Rajeshwarrao, P., 2011. Nonionic surfactant vesicular systems for effective drug delivery - an overview. Acta
Pharmaceutica Sinica B, Vol 1. Issue 4, pp. 208-219. Kumar, S., Prajapati, S.K., Sahu, V.K., and Prakash, G., 2012. Proniosomal gel of flurbiprofen : Formulation and evaluation. Journal of Drug Delivery & Therapeutics, 2(1). Lachman, L., Lieberman, H.A., and Kanig J.L., 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisiketiga, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Lieberman, H.A., Rieger, M.M., Banker, and Gilbert, S.B., 1996. Pharmaceutical Dosage Form : Disperse Systems.Vol. 3, 2nd ed., New York :Marcell Dekker Inc., pp 27-28. Lund, W. Eds., 1994.The Pharmaceutical Codex Principles and Practice of Pharmaceutics. 12th Ed. London : The Pharmaceutical Press. Mishra, A., Kapoor, A., and Bhargava, S., 2011.Proniosomal gel as a carrier for improved transdermal drug-delivery.Asian Journal of Pharmacy and Life Science, Vol. 1(4). Mokhtar, M., Sammour, O.A., Hammad, M.A., and Megraba, N.A., 2008. Effect of some formulation parameters on flurbiprofen encapsulationand release rates of niosomes prepared from proniosomes. International Journal of Pharmaceutics, 361 (2008) 104–111. Muller, R.H., Hommos, and Pardeike, J. 2009. Solid Lipid Nanoparticles (SLN, NLC) in Cosmetics and Pharmaceutical Dermal Products. International Journal of Pharmaceutics 366, p.170-184 Rajput, S., Agrawal, P., Pathak, A., Shrivasatava, N., Baghel, S.S., and Baghel, R.S., 2012. Review on
microspheres : Methods of preparation and evaluation. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol. 1 No.1, pp. 422-438. Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Quinn, M.E., 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients.6th Ed. London : Pharmaceutical Press (PhP). Sankar, V., Ruckmani, K., Durga, S., and Jailani, S., 2010. Proniosomes as Drug Carriers.Pak. J. Pharm. Sci., Vol. 23, No. 1, pp.103-107. Singla, S., Kumar, S.L.H., and Aggarwal, G., 2012. Proniosomes for penetration enhancement in transdermal system.International Journal of Drug Development and Research, 4(2) : 1-13. Sudhamani, T., Priyadarisini, N., and Radhakrishnan, M., 2010.Proniosomes – A promising drug carriers. International Journal of Pharm Tech Research, Vol.2, No.2, pp. 1446-1454. Sweetman, S.C., 2009. Martindale The Complete Drug Reference. 36th Ed. London : Pharmaceutical Press (PhP). Tangri, P., and Khurana, S., 2011. Niosomes : formulation and evaluation. International Journal of Biopharmaceutic, Vol. 2(1), pp. 47-53. The Department of Health, 2009. British Pharmacopoeia. London Vora B, Ajay, Khopade., 1998. Proniosome based transdermal delivery of levonogestrel for effective contraception. Journal of Controlled Release 54, 149-165