KARAKTERISASI MORFOLOGI BEBERAPA GENOTIPE KENTANG (Solanum tuberosum) YANG DIBUDIDAYAKAN DI INDONESIA
YUDI SLAMET HIDAYAT
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Kentang (Solanum tuberosum) yang Dibudidayakan di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Yudi Slamet Hidayat NIM A24090019
ABSTRAK YUDI SLAMET HIDAYAT. Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Kentang yang Dibudidayakan di Indonesia. Dibimbing oleh DARDA EFENDI dan SULASSIH. Penelitian dilaksanakan di Cikajang Garut Jawa Barat dari bulan Maret 2013 sampai Juli 2013. Tujuan penelitian ini adalah melakukan karakterisasi vegetatif dan generatif pada beberapa genotipe kentang yang dibudidayakan di Indonesia secara kualitatif dan kuantitatif. Genotipe kentang yang digunakan terdiri dari tiga pembanding (Granola, Atlantic, Sulawesi Selatan) dan tujuh genotipe uji (Intan, Bengkulu, Jambi, Bukit Tinggi, Wonosobo, Blis, dan Mikraset). Pengamatan terdiri tinggi tanaman, batang (diameter dan warna), daun (jumlah, warna, bentuk, dan ukuran daun), bunga (waktu berbunga, bentuk, dan warna), waktu panen, umbi (jumlah, bobot, bentuk, ukuran, warna, dan kadar air). Hasil penelitian menunjukkan genotipe Jambi dan Intan memiliki hasil yang lebih tinggi daripada pembanding. Sepuluh genotipe kentang yang digunakan terbagi kedalam 3 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari Jambi, Atlantic, Bukit Tinggi, dan Mikraset. Kelompok kedua terdiri dari Granola, Intan, Sulawesi Selatan, Blis dan Wonosobo. Kelompok ketiga adalah kelompok yang tidak mempunyai kesamaan dengan ketiga pembanding yaitu Bengkulu. Genotipe Bengkulu memiliki warna batang ungu muda dan warna kulit umbi merah sehingga berpotensi untuk dilakukan pendaftaran varietas.
ABSTRACT YUDI SLAMET HIDAYAT. Morphological Characterization of Some Genotypes of Potato Cultivated in Indonesia. Supervised by DARDA EFENDI and SULASSIH. The research was conducted at Cikajang Garut West Java from March 2013 until July 2013. The purpose of this research is characterize of vegetative and generative character some genotypes of potato cultivated in Indonesia qualitatively and quantitatively. The genotypes of Potato used consisted of three comparator (Granola, Atlantic, South Sulawesi) and seven tested genotypes (Intan, Bengkulu, Jambi, Bukit Tinggi, Wonosobo, Blis, and Mikraset). Observations consist of a plant height, stem (diameter and color), leaves (number of leaves, color, shape, and size), flowers (flowering time, shape, and color), time of harvest, tubers (the number of tuber, weight, shape, size, color, and moisture content). The research result showed genotype Jambi and Intan has a higher yield than the comparison. Ten genotypes of potato that is used is divided into 3 groups. The first group consists of Jambi, Atlantic, Bukit Tinggi, and Mikraset. The second group consists of Granola, Intan, South Sulawesi, Blis and Wonosobo. The third group is a group that does not have in common with the three comparator namely Bengkulu. Genotypes Bengkulu have the purple stem and red skin of tuber, so it can potentially to do registration of varieties.
KARAKTERISASI MORFOLOGI BEBERAPA GENOTIPE KENTANG (Solanum tuberosum) YANG DIBUDIDAYAKAN DI INDONESIA
YUDI SLAMET HIDAYAT
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Kentang (Solanum tuberosum) yang Dibudidayakan di Indonesia Nama : Yudi Slamet Hidayat NIM : A24090019
Disetujui oleh
Dr Ir Darda Efendi, MSi Pembimbing I
Sulassih, SP MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi: Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Kentang (Solanum ruberosum) yang Dibudidayakan di Indonesia Nama : Yudi Slamet Hidayat NIM : A240900 19
Disetujui oleh
~-
Dr Ir Darda Efendi, MSi Pembimbing I
Tanggal Lulus:
?
Sulassih, SP MSi Pembimbing II
' I .. ,
I-
""\'\A
4
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai Juli 2013 ini ialah karakterisasi, dengan judul Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Kentang (Solanum tuberosum) yang Dibudidayakan di Indonesia, dilaksanakan di daerah Cikajang Kabupaten Garut. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Darda Efendi, MSi dan Sulassih, SP MSi sebagai dosen pembimbing skripsi atas kesabaran dalam memberikan bmbingan dan pengarahan selama penelitian dan pembuatan skripsi; kepada Prof. Dr. Ir. G.A. Wattimena, MSc selaku dosen penguji, Ir. Is Hidayat Utomo, MS.Alm selaku dosen pembimbing akademik selama tujuh semester, Dr. Ir. Heni Purnamawati selaku Ketua Program Studi, dan Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr selaku Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan teman-teman atas doa dan kasih sayangnya. Semoga Karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014 Yudi Slamet Hidayat
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
Hipotesis
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Morfologi Tanaman Kentang
2
Syarat Tumbuh Tanaman Kentang
3
Varietas Tanaman Kentang
3
BAHAN DAN METODE
4
Waktu dan Tempat
4
Bahan dan Alat
4
Metode penelitian
5
Pelaksanaan Penelitian
5
Pengamatan
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakter Kualitatif
8 8
Pendugaan Kekerabatan Berdasarkan Karakter Kualitatif
10
Karakter Kuantitatif
10
Pertumbuhan Vegetatif
10
Pertumbuhan Generatif
12
Hama dan Penyakit Tanaman
14
SIMPULAN DAN SARAN
15
Simpulan
15
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
18
DAFTAR TABEL 1 Pengaruh genotipe terhadap pertumbuhan vegetatif kentang 2 Pengaruh genotipe terhadap pertumbuhan generatif kentang
11 14
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Susunan daun kentang Bentuk anak daun kentang Bentuk kelopak bunga kentang Bentuk mahkota bunga kentang Bentuk umbi kentang Karakter kualitatif kentang Dendrogram 10 genotipe kentang berdasarkan karakter kualitatif (warna batang, warna daun, bentuk daun, warna kulit umbi, warna daging umbi, dan bentuk umbi) 8 Hama dan penyakit tanaman kentang; (a) ulat buah tomat (Helicoverpa armigera Hubn.), (b) hawar daun (Phytopthora infestans), dan (c) layu (Ralstonia solanacearum)
6 6 6 7 7 9
10
15
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Deskripsi kentang Jambi Deskripsi kentang Atlantic Deskripsi kentang Bukit Tinggi Deskripsi kentang Mikraset Deskripsi kentang Granola Deskripsi kentang Intan Deskripsi kentang Blis Deskripsi kentang Sulawesi Selatan Deskripsi kentang Wonosobo Deskripsi kentang Bengkulu
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
PENDAHULUAN Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum) merupakan salah satu tanaman yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Menurut FAO (2008) budidaya kentang di Indonesia dilakukan di dataran tinggi antara 800–1800 m dpl oleh petani skala kecil. Konsumsi kentang di Indonesia baik sebagai sayuran maupun olahan setiap tahun semakin meningkat. Menurut Samadi (2007) peningkatan konsumsi dan permintaan pasar terhadap komoditas kentang seiring dengan peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Menurut BPS (2013) konsumsi rumah tangga kentang periode tahun 2002–2012 rata rata meningkat sebesar 1.76% setiap tahunnya. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2007 dimana konsumsi kentang naik sekitar 25% dibandingkan tahun sebelumnya. Sebaliknya penurunan konsumsi kentang terjadi pada tahun 2009 sebesar 15.38%. Tahun 2012 konsumsi kentang sebesar 1.46 kg kapita-1 tahun-1. Peningkatan produksi seharusnya sejalan dengan peningkatan permintaan kentang di Indonesia, hal tersebut agar kebutuhan akan komoditas tanaman kentang dapat terpenuhi. Menurut BPS (2012) terjadi penurunan produksi kentang dari tahun 2009 sampai dengan 2011, produksi tahun 2009 mencapai 1.17 juta ton, tahun 2010 menurun menjadi 1.06 juta ton, dan pada tahun 2011 produksi kentang mencapai 955.48 ribu ton. Terjadi peningkatan produksi pada tahun 2012 tetapi masih lebih rendah dari tahun 2009 yaitu mencapai 1.09 juta ton. Penurunan produksi tersebut salah satunya disebabkan oleh rendahnya produktivitas suatu varietas kentang yang dibudidayakan, serta kurang tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Varietas kentang yang banyak dibudidayakan saat ini adalah kentang Granola untuk sayur dan Atlantic untuk olahan. Menurut Setiadi (2009) dari ketiga golongan kentang yaitu kentang kuning, merah, dan putih yang paling disukai adalah kentang kuning Granola. Berdasarkan hal tersebut salah satu cara untuk meningkatkan produksi kentang adalah dengan menggunakan varietas unggul dari plasma nutfah kentang yang ada di Indonesia. Namun beberapa plasma nutfah kentang yang ada di Indonesia belum terdaftar sebagai suatu varietas, sehingga perlu dilakukan pendaftaran varietas dari beberapa plasma nutfah yang ada. Akan tetapi, untuk melakukan pendaftaran varietas diperlukan adanya deskripsi varietas secara kualitatif maupun kuantitatif serta hasil uji keunggulan varietas (38/Permentan.OT.140/7/2011), maka pada penelitian ini akan diuji tujuh plasma nutfah kentang yang ada di Indonesia dengan tiga pembanding (Granola, Atlantic, dan Sulawesi Selatan). Genotipe hasil uji karakterisasi ini diharapkan dapat memenuhi syarat utama deskripsi varietas sehingga dapat dilakukan pendaftaran varietas pada akhirnya.
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi vegetatif dan generatif beberapa genotipe kentang yang dibudidayakan di Indonesia secara kualitatif dan kuantitatif. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam percobaaan ini yaitu 1. Terdapat minimal satu genotipe uji yang lebih unggul daripada varietas Atlantik sebagai kentang olahan dan varietas Granola sebagai kentang sayur. 2. Terdapat minimal satu genotipe uji yang mengelompok dengan varietas Atlantik atau Granola.
TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Kentang Tanaman kentang (Solanum tuberosum) berasal dari daerah subtropis, tepatnya di pegunungan Andes, Amerika Selatan, perbatasan antara Bolivia dan Peru. Tanaman kentang berbentuk semak atau herba, merupakan tanaman semusim dan memiliki umbi batang yang dapat dimakan. Dalam taksonomi tumbuhan tanaman kentang diklasifikasikan kedalam Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, Kelas Dicotylodenae, Subkelas Asteridae, Ordo Solanales, Famili Solanaceae, Genus Solanum, Spesies Solanum tuberosum (Setiadi, 2009). Menurut Hawkes (1994) dalam Wattimena (2000) kultivar kentang komersial yang ada saat ini berasal dari S. Tuberosum subsp andigena, S. Tuberosum subsp tuberosum, hibrida kedua spesies, atau hibrida kedua spesies dari spesies kentang lainnya. Solanum tuberosum subsp andigena berasal dari hibridisasi S. Stenotonum (2n=2x) dengan S. Sparsipilum (2n=2x) diikuti penggandaan khromosom secara alamiah, sedangkan S. Tuberosum subsp tuberosum berasal dari S. Tuberosum subsp andigena yang telah beradaptasi pada lingkungan berhari panjang. Tanaman kentang memiliki batang berwarna hijau, ungu, atau merah apabila mengandung antosianin. Batang tanaman kentang memiliki dua tipe yaitu batang yang tumbuh di atas tanah (aerial) dan batang yang tumbuh di bawah tanah (underground). Batang yang tumbuh di bawah tanah terdiri dari stolon dan umbi yang memiliki fungsi serupa dengan batang di atas tanah, namun setiap stolon mengakhiri pertumbuhannya dengan bertambah besar atau membentuk umbi (Thomson dan Kelly, 1957). Tanaman kentang memiliki daun yang rimbun dan terletak berselang seling pada batang tanaman, berbentuk oval dengan tulang daun menyirip dan ujung daun yang runcing. Bunganya merupakan bunga sempurna, ukurannya kecil, memiliki warna yang bervariasi kuning dan ungu, tumbuh pada katiak daun
3
teratas. Benang sari bunga kentang berwarna kekuning-kuningan dan melingkarai tangkai putik, kedudukannya bisa lebih rendah, sama, atau lebih tinggi dari kepala putik. Bunga yang telah mengalami penyerbukan akan menghasilkan buah dan biji (Samadi, 2007). Umbi kentang merupakan umbi batang yang terbentuk dari pembesaran ujung stolon; mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Bentuk umbi, warna daging umbi, warna kulit umbi, dan mata tunas bervariasi menurut varietas kentang. Umbi kentang berbentuk bulat, lonjong, meruncing, atau mirip ginjal; memiliki ukuran kecil hingga besar. Mata tunas umbi terletak pada kulit umbi tersusun spiral, jumlahnya berkisar antara 2 sampai 14 mata tunas (Pitojo, 2004). Beberapa kendala yang menyebabkan kurang berhasilnya usahatani kentang adalah rendahnya kualitas bibit yang digunakan, produktivitas rendah, teknik bercocok tanam yang kurang baik, dan keadaan lingkungan yang memang berbeda dengan daerah asal kentang (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta 2004). Syarat Tumbuh Tanaman Kentang Tanaman kentang merupakan tanaman yang tidak tumbuh pada sembarang tempat. Kentang biasanya ditanam pada daerah dataran tinggi. Menurut Kementan (2013) Tanaman kentang tumbuh baik di daerah dataran tinggi atau pegunungan dengan ketinggian 800 sampai 1800 meter di atas permukaan laut (dpl). Bila tumbuh di dataran rendah (di bawah 500 m dpl), tanaman kentang sulit membentuk umbi atau hanya terbentuk umbi yang berukuran kecil, kecuali di daerah yang mempunyai suhu malam hari dingin (200C). Sementara itu, jika ditanam di atas ketinggian 2.000 m dpl, pembentukan umbinya menjadi lambat. Tanaman kentang dapat tumbuh pada suhu udara antara 15°C sampai 22°C. Suhu optimum pertumbuhan kentang yakni 18°C sampai 20°C dengan kelembaban udara 80 sampai 90%. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman kentang adalah 1000 sampai 2000 mm/tahun. Derajat keasaman atau pH yang cocok untuk tanaman kentang berkisar antara 5.0–7.0. Varietas Tanaman Kentang Menurut Wattimena (2006) varietas kentang yang dibutuhkan di Indonesia yaitu dapat beradaptasi dengan masalah lingkungan fisik dan biologi, sesuai dengan kegunaan (olahan dan non-olahan), sesuai dengan hari pendek di Indonesia, dan tahan terhadap hama dan penyakit. Menurut Rukmana (2002) jumlah klon atau varietas kentang di Indonesia terdapat lebih dari 300 klon, namun varietas unggul yang telah dilepas baru sedikit antara lain varietas Cosima, Desiree, Eigenheimer, Patrones, Rapan 106, Cipanas, Thung 151, Segunung, Katela, dan Granola. Diantara varietas-varietas unggul kentang yang ada di Indonesia yang disukai Granola dan Atlantic. Menurut Wattimena (1992) kultivar kentang yang banyak ditanam di Indonesia umumnya adalah kultivar impor dari Eropa yang telah beradaptasi dengan hari panjang. Di Indonesia kultivar tersebut menghasilkan umbi dan dipanen lebih awal akibat hari pendek. Kultivar yang dapat bertahan cukup lama
4 adalah Granola. Kultivar kentang yang saat ini banyak dibudidayakan adalah Kultivar Atlantic dan Granola. Menurut Sugiarto (2001) dalam Sari (2013) varietas Granola dirakit pada tahun 1975 di Jerman. Granola mempunyai daging umbi berwarna kuning, mata umbi dangkal, dan bentuk umbi bulat. Kentang varietas granola memiliki kandungan gula reduksi tinggi dan persentase berat kering rendah (16–17 %) sehingga tidak sesuai dengan kriteria kentang sebagai bahan baku industri. Menurut Purwito dan Wattimena (2008) Varietas Granola banyak dipilih oleh petani karena keunggulannya antara lain berumur pendek, adaptasinya luas, hasil cukup tinggi, bentuk umbi yang bagus dan agak tahan penyakit layu bakteri, meskipun kelemahannya mempunyai kadar air tinggi dan tidak cocok untuk kentang olahan. Menurut Fock et al (2000) dalam Maharijaya (2007) varietas Atlantic memiliki kualitas umbi yang baik serta kandungan bahan kering yang tinggi. Varietas Atlantic memiliki kelemahan yaitu rentan terhadap virus PVY, penyakit hawar daun dan penyakit layu bakteri. Menurut Purwito dan Wattimena (2008) VARIETAS Atlantic memiliki keunggulan berumur pendek, mutu umbi sangat baik, bahan kering tinggi dan sangat baik untuk dijadikan chip dan fries, meskipun kelemahannya tidak tahan penyakit salah satunya penyakit layu bakteri.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Cikajang Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat dengan ketinggian tempat 1283 m dpl titik koordinat 7022’14.33”LS, 107048’49.86”BT , mulai dari bulan Maret sampai dengan Juli 2013. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah umbi kentang yang terdiri atas 10 genotipe yaitu 3 genotipe pembanding (Granola, Atlantic, dan Sulawesi Selatan) dan 7 genotipe uji yaitu Intan, Bengkulu, Jambi, Bukit Tinggi, Wonosobo, Blis, dan Mikraset. Umbi kentang Sulawesi Selatan, Bengkulu, Wonosobo, Bukit Tinggi, dan Jambi diperoleh dari daerah sesuai dengan nama umbinya masing-masing. Umbi kentang Granola, Atlantic, Intan, Mikraset, dan Blis diperoleh dari daerah Garut. Umbi kentang yang digunakan berukuran 22–72 g, sudah memiliki tunas dengan panjang rata-rata 1 cm. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandang, Urea, SP-36, dan KCl serta Furadan. Peralatan yang digunakan berupa alat pertanian, alat tulis, timbangan, kamera, penggaris, jangka sorong, dan color chart.
5
Metode Penelitian Rancangan percobaan yang akan digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal 10 genotipe kentang dengan 4 kali ulangan. Model statistika yang digunakan adalah : Yij = 𝜇 + 𝛽 i + 𝛼j + 𝜀 ij Keterangan : Yij : pengamatan pada genotipe ke i dan kelompok ke j : nilai tengah populasi 𝜇 𝛽 ij : pengaruh genotipe ke i 𝛼i : pengaruh kelompok ke j 𝜀 ij : pengaruh galat percobaan pada genotipe ke i dan kelompok ke j Pengaruh dari seluruh perlakuan dapat diketahui dengan menggunakan uji F pada taraf 5%. Jika uji F menunjukkan pengaruh nyata pada taraf alfa 5% maka dilakukan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf alfa 5%. Data kualitatif dianalisis dengan uji Mantel Statistic Z menggunakan software NTSYS. Pelaksanaan Penelitian Percobaan terdiri dari 10 genotipe kentang dengan jumlah bibit per petak sebanyak 50 bibit dengan 4 ulangan. Luas petakan 12 m2 dengan jarak tanam yang digunakan adalah 30 cm x 80 cm, bibit ditanam satu umbi perlubang. Dua minggu sebelum tanam dilakukan pengolahan tanah. Tanah diolah sempurna sampai tanah menjadi gembur. Pemupukan diberikan bersamaan dengan penanaman dengan dosis 16 ton ha-1 pupuk kandang, 208 kg ha-1 NPK (15:15:15), 312 kg ha-1 SP-36, 208 kg ha-1 ZA serta 10 kg ha-1 furadan. Pemupukan susulan dilakukan pada 40 HST dengan dosis 208 kg ha-1 NPK (15:15:15). Pemeliharaan meliputi pengendalian hama dan penyakit, penggemburan, pengendalian gulma, pemasangan ajir, serta pembumbunan. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan pada 20 hari setelah tanam (HST). Penggemburan dan pengendalian gulma dilakukan pada 30 HST. Pemasangan ajir dilakukan pada 35 HST. Pembumbunan pertama dilakukan pada 40 HST bersamaan dengan pemupukan susulan. Pembumbunan kedua dilakukan pada 50 HST. Pengamatan Pengamatan morfologi mengacu pada deskriptor International Board for Plant Genetic Resource (IBPGR) dan International Union for the Protection of New Varieties of Plants (UPOV) meliputi pertumbuhan vegetatif dan generatif baik dari segi kualitatif maupun kuantitatif. Peubah kualitatif dan kuantitatif yang diamati meliputi : 1. Warna batang (hijau, hijau kekuningan, ungu, merah kecoklatan)
6 2. Bentuk penampang batang (bulat, bersegi) 3. Warna daun (hijau tua, hijau muda, hijau kekuningan) 4. Susunan daun
Tertutup
Sedang
Terbuka
Gambar 1 Susunan daun kentang 5. Bentuk anak daun
Sempit
Sedang
Lebar
Gambar 2 Bentuk anak daun kentang 6. 7. 8. 9.
Warna kepala putik (hijau tua, hijau muda) Warna benang sari (kuning, kuning-putih) Warna kelopak bunga (hijau muda, hijau tua) Bentuk kelopak bunga
Gambar 3 Bentuk kelopak bunga kentang 10. Warna mahkota bunga (putih, merah, biru, ungu, kuning)
7
11. Bentuk mahkota bunga
Gambar 4 Bentuk mahkota bunga kentang 12. Warna umbi (cream, putih, putih-cream, kuning, merah, merah muda, cokelat, ungu) 13. Bentuk umbi
Gambar 5 Bentuk umbi kentang 14. Tinggi Tanaman (cm), diukur dari atas permukaan tanah sampai pucuk. sangat pendek (<44.0 cm) pendek (44.0–49.9 cm) sedang (50.0–54.9 cm) tinggi (55.0–59.9 cm) sangat tinggi (>59.9 cm) 15. Diameter batang (cm), diukur pada batang 10 cm diatas permukaan tanah 16. Jumlah daun yang telah membuka sempurna pada satu tanaman 17. Panjang dan lebar daun (cm) 18. Waktu muncul bunga, dihitung dari saat menanam sampai 50% tanaman berbunga 19. Waktu panen, dihitung dari saat menanam sampai 80% tanaman telah mengering 20. Panjang dan diameter umbi (cm) 21. Bobot/umbi (g) 22. Kadar air umbi Metode pengukuran kadar air menggunakan metode gravimetri. Cara pengukurannya yaitu umbi di oven pada suhu 1050C selama 16 jam. Kemudian KA dihitung berdasarkan bobot basah dan bobot kering umbi dengan menggunakan rumus:
8 KA = M2-M3x 100% M2-M1 Keterangan : M1 = bobot cawan porselin + tutup M2 = bobot umbi + cawan porselen + tutup sebelum dioven M3 = bobot umbi + cawan porselen + tutup setelah dioven 23. Jumlah umbi/tanaman 24. bobot umbi/tanaman (g) 25. bobot umbi/petak (kg) 26. bobot umbi/hektar (ton)
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakter Kualitatif Warna batang tanaman kentang berbeda-beda tergantung varietasnya tetapi pada umumnya batang tanaman kentang memiliki warna hijau. Hasil penelitian karakter kualitatif pada Gambar 6 menunjukkan terdapat beberapa batang tanaman kentang yang memiliki warna selain dari hijau yaitu ungu muda dan ungu tua. Genotipe Bengkulu memiliki warna batang ungu muda. Genotipe Jambi dan Bukit Tinggi memiliki warna batang ungu tua, sedangkan Atlantic, Granola, Intan, Sulawesi Selatan, Blis, dan Wonosobo memiliki warna batang hijau. Mikraset memiliki warna batang hijau kekuningan. Bentuk penampang batang pada 10 genotipe kentang yang digunakan terdiri dari dua bentuk yaitu segi lima (Jambi, Mikraset, Granola, dan Bengkulu), dan segitiga (Atlantic, Bukit Tinggi, Intan, Sulawesi Selatan, Blis, dan Wonosobo). Daun kentang merupakan daun majemuk memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang berbeda tergantung varietasnya. Menurut UPOV (1986) karakter susunan daun terbagi atas tiga bagian yaitu tertutup, sedang, dan terbuka. Hasil penelitian pada Gambar 6 menunjukkan bahwa Atlantic, Mikraset, dan Sulawesi Selatan termasuk genotipe yang memiliki susunan daun tertutup. Genotipe Bukit Tinggi, Blis, dan Bengkulu memiliki susunan daun sedang. Genotipe yang memiliki susunan daun terbuka yaitu Jambi, Granola, Intan, dan Wonosobo. Warna daun pada Gambar 6 menunjukkan Atlantic, Bukit Tinggi, dan Bengkulu memiliki warna daun hijau tua. Genotipe Jambi, Granola, Sulawesi Selatan, Intan, Blis, dan Wonosobo memiliki warna daun hijau muda. Genotipe Mikraset memiliki warna daun hijau kekuningan. Bunga tanaman kentang terletak pada ketiak daun, pada penelitian ini tidak semua genotipe menghasilkan bunga sehingga beberapa genotipe tidak dapat diamati karakter bunganya. Genotipe yang menghasilkan bunga yaitu Atlantic, Sulawesi Selatan, dan Blis. Menurut Kusmana dan Eri (2007) untuk dapat berbunga varietas Granola memerlukan perlakuan khusus, misalnya dengan penambahan cahaya, grafting, atau perlakuan bahan kimia. Granola terkadang dapat berbunga apabila ditanam pada elevasi yang lebih tinggi (>1700 m dpl). Pada Gambar 6 yang membedakan antara bunga Atlantic, Sulawesi Selatan, dan
9
Blis adalah warna mahkota dan bentuknya, sedangkan pada karakter warna dan bentuk kelopak, warna benang sari, dan warna kepala putik memiliki karakter yang sama yaitu warna kelopak hijau berbentuk regular, warna benang sari kuning, dan warna kepala putik hijau. Warna mahkota bunga Atlantic adalah putih berbentuk semi stellate (seperti bintang), Sulawesi Selatan ungu berbentuk pentagonal (segi lima), dan Blis putih agak pucat berbentuk pentagonal. Warna kulit umbi pada Gambar 6 menunjukkan bahwa genotipe Bengkulu memiliki warna yang berbeda dengan semua genotipe yaitu merah. Genotipe Jambi, Atlantic, Bukit Tinggi, Mikraset, Granola, Intan, Sulawesi Selatan, dan Blis memiliki kulit umbi yang berwarna cream. Wonosobo memiliki warna kulit umbi putih-cream. Warna daging umbi kentang belum tentu memiliki warna yang sama dengan warna kulitnya. Berdasakan penelitian terlihat bahwa daging umbi kentang memiliki warna antara putih, cream dan kuning agak cream. Jambi, Atlantic, Mikraset, Sulawesi Selatan, dan Blis memiliki warna daging umbi putih. Daging umbi Granola memiliki warna cream, genotipe yang memiliki warna daging umbi yang sama dengan Granola yaitu Bukit tinggi dan Wonosobo. Bengkulu yang memiliki kulit umbi berwarna merah memiliki daging umbi yang berwarna kuning agak cream yang sama dengan Intan.
Gambar 6 Karakter kualitatif kentang
10 Pendugaan Kekerabatan Berdasarkan Karakter Kualitatif Beberapa karakter kualitatif (warna batang, warna daun, bentuk daun, warna kulit umbi, warna daging umbi, dan bentuk umbi) yang dianalisis dengan menggunakan software NTSYS yang terlihat dalam bentuk dendrogram (Gambar 7) menunjukkan bahwa berdasarkan karakter kualitatifnya pada jarak koefesien kemiripan 0.36 atau memiliki kemiripan 36%, genotipe kentang dikelompokan ke dalam 3 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari Atlantic, Jambi, Bukit Tinggi, dan Mikraset. Kelompok kedua terdiri dari Granola, Intan, Sulawesi Selatan, Blis, dan Wonosobo. Kelompok ketiga merupakan Kelompok yang secara kualitatif tidak mempunyai kesamaan terhadap ketiga pembanding yaitu Bengkulu. Genotipe Bengkulu dikatakan berbeda dengan semua pembanding karena memiliki batang yang berwarna ungu muda, kulit umbi yang berwarna merah dan daging umbi berwarna kuning cream.
Gambar 7
Dendrogram 10 genotipe kentang berdasarkan karakter kualitatif (warna batang, warna daun, bentuk daun, warna kulit umbi, warna daging umbi, dan bentuk umbi)
Karakter Kuantitatif Pertumbuhan Vegetatif Tanaman kentang merupakan tanaman herba (tidak berkayu), sehingga dalam budidayanya dibutuhkan ajir untuk membantu tanaman agar dapat tumbuh tegak. Tinggi tanaman yang terlalu tinggi menyebabkan kesulitan pada budidayanya yaitu pada proses pengajiran. Tanaman kentang yang terlalu tinggi harus diikat beberapa kali pada ajir supaya tanaman tidak roboh, sehingga tinggi tanaman yang pendek sampai sedang lebih baik untuk dibudidayakan. Menurut UPOV (1986) tinggi tanaman kentang di klasifikasikan ke dalam lima tingkatan yaitu sangat pendek (<44.0 cm), pendek (44.1–49.9 cm), sedang (50.0–54.9 cm), tinggi (55.0–59.9 cm), dan sangat tinggi (>59.9 cm). Berdasarkan klasifikasi UPOV, hasil pada Tabel 1 menunjukkan tinggi tanaman yang beragam yaitu sangat pendek (Atlantic, Mikraset, Granola, Bengkulu, dan Wonosobo), pendek (Intan, Blis, dan Sulawesi Selatan), sedang (Bukit Tinggi), dan tinggi (Jambi).
11
Selain tinggi tanaman faktor lain yang mempengaruhi tumbuh tegaknya suatu tanaman adalah diameter batang. Kriteria diameter batang yang diinginkan yaitu berukuran besar. Diameter batang yang besar diharapkan mampu menopang tanaman untuk tumbuh tegak sehingga tanaman tidak mudah roboh. Hasil pada Tabel 1 menunjukkan genotipe Jambi, Intan, Blis dan Sulawesi Selatan memiliki diameter batang yang lebih baik daripada semua genotipe. Genotipe yang memiliki diameter batang tidak berbeda nyata dengan Granola dan Atlantic adalah Bengkulu, Bukit Tinggi, dan Mikraset. Genotipe Wonosobo memiliki diameter batang yang paling kecil diantara semua genotipe. Daun sangat penting dalam proses fotosintesis tanaman. Kriteria daun kentang yang diharapkan yaitu memiliki jumlah yang banyak dan berukuran besar. Jumlah daun yang banyak dan berukuran besar diharapkan mampu menangkap sinar matahari secara maksimal sehingga dapat meningkatkan hasil fotosintesis. Hasil pada Tabel 1 menunjukkan bahwa genotipe Sulawesi Selatan memiliki jumlah daun yang lebih banyak daripada Atlantic dan Granola. Genotipe yang memiliki jumlah daun tidak berbeda nyata dengan Sulawesi Selatan adalah Bukit tinggi. Genotipe yang memiliki jumlah daun tidak berbeda nyata dengan Sulawesi Selatan dan Atlantic adalah Jambi, Mikraset, Intan, dan Bengkulu. Granola memiliki jumlah daun yang lebih sedikit daripada Atlantic dan Sulawesi Selatan, genotipe yang memiliki jumlah daun tidak berbeda nyata dengan Granola adalah Blis dan Wonosobo. Karakter panjang daun pada Tabel 1 menunjukkan Granola memiliki daun yang lebih panjang daripada Atlantic dan Sulawesi Selatan. Genotipe yang memiliki panjang daun tidak berbeda nyata dengan Granola adalah Jambi. Genotipe yang memiliki panjang daun tidak berbeda nyata dengan Granola dan Sulawesi Selatan adalah Intan. Genotipe Blis dan Wonosobo memiliki panjang daun yang tidak berbeda nyata dengan Sulawesi Selatan. Atlantic memiliki daun yang paling pendek diantara Granola dan Sulawesi Selatan. Genotipe yang memiliki panjang daun tidak berbeda nyata dengan Atlantic adalah Mikraset dan Bengkulu. Genotipe Bukit Tinggi memiliki panjang daun yang tidak berbeda nyata dengan Atlantic dan Sulawesi Selatan. Karakter lebar daun pada Tabel 1 menunjukkan Atlantic memiliki ukuran daun paling lebar dari semua genotipe. Granola memiliki lebar daun yang lebih kecil daripada Atlantic dan lebih lebar daripada Sulawesi Selatan, genotipe yang memiliki lebar daun tidak berbeda nyata dengan Granola adalah Jambi dan Blis. Genotipe Sulawesi Selatan memiliki lebar daun yang paling kecil diantara pembanding lainnya. Genotipe Bengkulu, Bukit Tinggi, dan Wonosobo memiliki lebar daun yang berbeda nyata lebih kecil daripada ketiga pembanding. Genotipe Intan dan Mikraset memiliki lebar daun yang paling kecil dari semua genotipe.
12 Tabel 1 Pengaruh genotipe terhadap pertumbuhan vegetatif kentang Tinggi Diameter Jumlah Panjang Lebar Genotipe Tanaman Batang daun Daun Daun ..........cm.......... ..........cm.......... Jambi 59.0a 0.6a 12.2abc 27.6ab 14.4b Atlantic 40.2de 0.4c 11.0c 16.8de 16.4a Bukit Tinggi 52.5ab 0.4c 13.0a 21.3cd 12.5d Mikraset 42.4cde 0.4c 12.0abc 14.4e 11.5e Granola 36.7e 0.4c 9.2d 29.7a 14.1b Intan 49.0bc 0.5ab 11.2bc 25.5abc 11.4e Blis 44.2bcd 0.5ab 9.2d 22.0c 14.1b Sulawesi Selatan 45.2bcd 0.5ab 12.7ab 22.1c 13.0c Wonosobo 36.3e 0.3d 8.5d 23.9bc 12.2d Bengkulu 39.7de 0.4c 12.2abc 13.4e 12.0d angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf alfa 5%.
Pertumbuhan Generatif Karakter panjang umbi pada Tabel 2 menunjukkan genotipe Jambi dan Intan memiliki ukuran umbi yang paling panjang dari semua genotipe. Genotipe Bukit Tinggi dan mikraset memiliki panjang umbi yang tidak berbeda nyata dengan ketiga pembanding. Genotipe Wonosobo memiliki panjang umbi yang tidak berbeda nyata dengan Granola. Blis memiliki panjang umbi yang tidak berbeda nyata dengan Granola dan Atlantic. Genotipe Bengkulu memiliki panjang umbi yang tidak berbeda nyata dengan Atlantic dan Sulawesi Selatan. Menurut Kusmana dan Basuki (2004) ukuran umbi kentang yang yang diterima industri memiliki diameter yang besar yaitu berkisar antara 5–7 cm. Berdasarkan ukuran diameter dan bobot umbi, hasil pada Tabel 2 menunjukkan Intan dan Blis memiliki diameter yang lebih besar dari semua genotipe dan termasuk kedalam umbi yang berukuran besar. Genotipe Jambi, Atlantic, Bukit Tinggi, Mikraset, Granola, Sulawesi Selatan, Wonosobo, dan Bengkulu memiliki umbi yang berukuran kecil karena memiliki diameter kurang dari 5 cm. Bobot hasil umbi dipengaruhi oleh jumlah umbi dan bobot umbi yang dihasilkan. Bobot hasil yang tinggi harus diikuti dengan kualitas umbi yang dihasilkan. Menurut Kusmana (2012) banyaknya jumlah umbi yang dihasilkan menjadi kurang berarti apabila berukuran kecil, karena umbi yang kecil memiliki nilai jual yang rendah. Proporsi yang ideal dikehendaki petani ialah 70–80% umbi berukuran besar (>60 g) dan sisanya yaitu 20–30% umbi ukuran kecil (<60 g). Berdasarkan ukuran bobot umbi, hasil pada Tabel 2 menunjukkan Intan dan Blis memiliki bobot/umbi yang lebih besar dari semua genotipe dan termasuk kedalam umbi yang berukuran besar. Genotipe Jambi, Atlantic, Bukit Tinggi, Mikraset, Granola, Sulawesi Selatan, Wonosobo, dan Bengkulu memiliki umbi yang berukuran kecil. Varietas kentang yang memiliki kadar air tinggi biasanya digunakan sebagai kentang sayur sedangkan varietas yang memiliki kadar air rendah biasanya cocok digunakan sebagai kentang olahan. Menurut Kusmana dan Basuki (2004) salah satu kriteria varietas kentang yang sesuai untuk olahan adalah memiliki kadar air ±75%. Hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa berdasarkan kadar air-nya
13
genotipe Atlantic, Bukit Tinggi, Sulawesi Selatan, dan Bengkulu cocok untuk kentang olahan. Genotipe Jambi, Mikraset, Granola, Intan, Blis, dan Wonosobo cocok untuk kentang sayur karena memiliki kadar air lebih dari 75%. Kandungan kadar air pada suatu varietas kentang bukan merupakan faktor tunggal untuk menentukan suatu varietas kentang cocok digunakan sebagai kentang sayur maupun olahan, tetapi perlu adanya informasi mengenai kadar gula dan kadar pati kentang. Menurut Kusdibyo dan Asandhi (2004) keripik kentang yang baik berasal dari umbi kentang yang mempunyai kadar air dan gula rendah serta kadar pati tinggi. Kadar air yang tinggi dan kadar pati yang rendah akan menghasilkan keripik kentang dengan tekstur kurang renyah. Kadar gula yang tinggi pada kentang akan menurunkan kualitas keripik kentang yaitu timbulnya warna coklat pada keripik kentang. Salah satu ciri varietas kentang unggul yaitu memiliki hasil yang tinggi. Hasil umbi/tanaman pada Tabel 2 menunjukkan Mikraset merupakan genotipe yang menghasilkan jumlah umbi paling banyak daripada semua genotipe. Blis merupakan genotipe yang menghasilkan jumlah umbi paling sedikit dari semua genotipe. Genotipe Intan, Bengkulu, Jambi, Bukit tinggi, dan Wonosobo memiliki jumlah umbi pertanaman yang tidak berbeda nyata dengan ketiga pembanding. Bobot umbi/tanaman dipengaruhi oleh bobot/umbi dan jumlah umbi/tanaman yang dihasilkan, hasil pada Tabel 2 menunjukkan genotipe Intan memiliki bobot umbi/tanaman yang paling besar diantara semua genotipe. Genotipe Bengkulu dan Mikraset memiliki bobot umbi/tanaman paling kecil dari semua genotipe. Hasil umbi pada Tabel 2 menunjukkan bahwa genotipe Intan dan Jambi memiliki hasil yang paling tinggi daripada semua genotipe serta memiliki keunggulan yaitu tahan terhadap penyakit hawar daun (Phytopthora infestans) dan layu (Ralstonia solanacearum). Granola memiliki hasil yang lebih baik daripada Atlantic dan Sulawesi Selatan. Genotipe yang memiliki hasil umbi tidak berbeda nyata dengan Granola adalah Wonosobo. Genotipe yang memiliki hasil umbi yang tidak berbeda nyata dengan Atlantic dan Sulawesi Selatan adalah Mikraset, Blis, dan Bengkulu. Atlantic, Mikraset, dan Bengkulu memiliki hasil yang rendah karena rentan terhadap penyakit hawar daun (Phytopthora infestans). Genotipe Bukit tinggi memiliki hasil umbi yang tidak berbeda nyata dengan ketiga pembanding. Hasil produktivitas pada Tabel 2 masih rendah dibandingkan dengan produktivitas kentang pada tahun 2012. Menurut BPS (2012) produktivitas kentang pada tahun 2012 mencapai 16.58 ton ha-1. Hal tersebut terjadi karena kondisi lingkungan yang kurang baik, selama penelitian sering terjadi hujan dan kondisi lingkungan mendung. Menurut Sunarjono (2007) tanaman kentang memerlukan banyak air, terutama pada stadia berbunga, tetapi tidak menghendaki hujan lebat yang berlangsung terus menerus. Hujan lebat terus menerus menghambat pancaran radiasi surya dan memperlemah energi surya sehingga fotosintesis tidak berlangsung optimal. Hal tersebut menyebabkan umbi yang terbentuk kecil dan produksi menjadi rendah. Tanaman kentang memerlukan sinar matahari penuh (60–80%) untuk fotosintesis. Kondisi lingkungan yang mendung dan berkabut akan menghambat proses fotosintesis dan mendorong timbulnya penyakit busuk daun yang disebabkan oleh cendawan.
14 Tabel 2 Pengaruh genotipe terhadap pertumbuhan generatif kentang Karakter Umbi Umbi/tanaman Hasil Umbi Bobot/ Hasil/ Hasil/ Genotipe Dia Kadar Bobot Panjang umbi Jumlah petak hektar meter air (%) (g) (g) (kg) (ton) ..........cm.......... Jambi 7.8a 4.1cd 38.8bc 76.8abc 7.2b 324.1b 11.7a 9.8a Atlantic 5.3cde 4.2c 32.6bc 71.1cd 7.2b 209.4de 5.3cd 4.4cd Bukit 5.6bcd 4.0d 39.7bc 74.7bcd 7.0b 254.2cd 7.5bc 6.3bc Tinggi Mikraset 5.1de 2.7e 12.9e 77.7abc 9.2a 113.6f 3.7d 3.1d Granola 5.6bcd 4.6b 43.7b 86.3a 6.2b 269.7bcd 8.5b 7.1b Intan 7.3a 5.0a 64.3a 83.7ab 7.5b 424.9a 13.2a 11.0a Blis 5.8bc 5.1a 68.8a 76.7abc 3.2c 185.9e 4.8cd 4.1cd Sulawesi 4.8e 3.9d 29.6cd 70.1cd 7.0b 178.1e 4.9cd 4.1cd Selatan Wonosobo 6.0b 4.7b 46.3b 83.5ab 7.5b 306.1bc 8.6b 7.2b Bengkulu 4.6e 2.9e 17.0de 66.2d 7.0b 107.0f 3.3d 2.7d angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf alfa 5%
Hama dan Penyakit Tanaman Tanaman kentang mulai terserang hama dan penyakit pada saat berumur 20 HST. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman kentang yaitu ulat jengkal (Crysodeixis arichalcea L.), ulat grayak (Spodoptera litura F.), ulat buah tomat (Helicoverpa armigera Hubn.), hawar daun (Phytopthora infestans) dan layu (Ralstonia solanacearum). Genotipe yang terserang ulat yaitu Jambi, Intan, dan Bukit Tinggi. Tanaman yang terserang ulat, daunnya berlubang-lubang tak beraturan atau sampai habis (Gambar 8). Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan insektisida curacron dengan dosis 1.33 l ha-1 dan decis 0.71 l ha-1. Semua genotipe yang digunakan pada penelitian terserang oleh penyakit hawar daun, namun yang rentan yaitu Atlantic, Bukit Tinggi, dan Mikraset. Gejala serangan yang terjadi yaitu daun berbercak kecil berwarna cokelat dan agak basah, kemudian menyebar sampai seluruh daun hingga menjadi busuk dan kering (Gambar 8). Genotipe yang terserang penyakit layu yaitu Atlantic, Sulawesi Selatan, Jambi, Bukit Tinggi, dan Mikraset. Pengendalian penyakit tanaman dilakukan dengan menggunakan fungisida antracol dengan dosis 1.42 kg ha-1, daconil 1.42 kg ha-1, dan acrobat 70.80 g ha-1.
15
a
b
c
Gambar 8 Hama dan penyakit tanaman kentang; (a) ulat buah tomat (Helicoverpa armigera Hubn.), (b) hawar daun (Phytopthora infestans), dan (c) layu (Ralstonia solanacearum)
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Genotipe Jambi dan Intan memiliki hasil yang lebih tinggi daripada ketiga pembanding. Genotipe Intan memiliki potensi untuk mendampingi Granola sebagai kentang sayur karena memiliki hasil yang tinggi, namun secara kualitatif (warna batang, warna daun, bentuk daun, warna kulit umbi, dan bentuk umbi) memiliki kesamaan dengan Granola. Genotipe Bukit Tinggi memiliki potensi untuk mendampingi Atlantic apabila termasuk kedalam jenis kentang olahan. Sepuluh genotipe kentang yang digunakan terbagi kedalam 3 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari Jambi, Atlantic, Bukit Tinggi, dan Mikraset. Kelompok kedua terdiri dari Granola, Intan, Sulawesi Selatan, Blis dan Wonosobo. Kelompok ketiga adalah kelompok yang tidak mempunyai kesamaan dengan ketiga pembanding yaitu Bengkulu. Genotipe Bengkulu berbeda dengan ketiga pembanding karena memiliki warna batang ungu muda dan kulit umbi merah, sehingga genotipe Bengkulu memiliki potensi untuk dilakukan pendaftaran varietas. Saran Perlu dilakukan uji molekular untuk mengetahui kekerabatan diantara setiap genotipe. Perlu dilakukan penelitian olahan kentang untuk mengetahui apakah jenis kentang yang diuji termasuk jenis kentang sayur atau olahan.
16
DAFTAR PUSTAKA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 2004. Teknologi Budidaya Kentang Industri di Lahan Sawah Dataran Medium Kabupaten Sleman D.I. Yogyakarta. Rekomensasi Teknologi Pertanian 2004. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi tanaman kentang [internet]. [31 Januari 2013]; http://www.bps.go. id. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2012. Jakarta [FAO] Foods and Agriculture Organisation. 2008. International year of the potato [internet]. [13 Maret 2013]; http://www.potato2008.org/en /potato/index.html. Huaman Z, JT Williams, W Salhuana, L Vincent. 1977. Descriptor for the Cultivated Potato. International Board for Plant Genetic Resources. Rome Italy. [Kementan] Kementrian Pertanian. 2013. Syarat tumbuh kentang [internet]. [diunduh pada 2013 Maret 23]; http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/ syarattumbuh-tanaman-kentang. Kusdibyo, A.A. Asandhi. 2004. Waktu panen dan penyimpanan pasca panen untuk mempertahankan mutu umbi kentang olahan. J. Ilmu Pertanian. 11(1):51-62. Kusmana dan R.S. Basuki. 2004. Produksi dan mutu klon kentang dan kesesuaiannya sebagai bahan baku kentang goreng dan kerupuk kentang. J. Hortikultura. 149(4): 246-252. Kusmana, Eri S. 2007. Karakterisasi kentang varietas Granola, Atlantic, dan Balsa dengan metode UPOV. Bul Plasma Nutfah. 13(1):29. Kusmana. 2012. Seleksi klon harapan kentang di dataran tinggi pada musim kering. J. Agrivigor. 11(2): 284-291. Maharijaya A. 2007. Seleksi in vitro klon klon kentang hasil persilangan CV. Atlantik dan CV. Granola untuk mendapatkan calon kultivar kentang unggul [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pitojo S. 2004. Benih Kentang. Kanisius. Yogyakarta. 133 hal. Purwito A. dan G.A. Wattimena, 2008. Kombinasi Persilangan dan Seleksi In Vitro Untuk Mendapatkan Kultivar Unggul Kentang. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 13 (3): 140-149. Rukmana R. 2002. Usaha Tani Kentang Sistem Mulsa Plastik. Kanisius. Yogyakarta. 45 hal. Samadi. 2007. Kentang dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta. 117 hal. Sari D C. 2013. Induksi umbi mikro kentang (Solanum tuberosum L.)secara in vitro pada suhu medium dengan beberapa konsentrasi gula [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Setiadi. 2009. Budidaya Kentang. Penebar Swadaya. Jakarta. 156 hal. Sunarjono. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya Kentang. Agromedia Pustaka. Jakarta. 110 hal. Thomson HC dan Kelly W. 1957. Vegetable Crop. Mc. Graw-Hill Book Company. Inc. London.
17
UPOV. 1986. Guidelines for The Conduct of Test for Distincness, Homogenity and Stability of Potato. International Union for The Protection of New Varieties of Plants. 27 p. Wattimena GA. 2000. Pengembangan propagul kentang bermutu dan kultivar kentang unggul dalam mendukung peningkatan produksi kentang di Indonesia.Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wattimena GA. 1992. Bioteknologi Tanaman. Depdikbud. Dirjen Dikti. PAU Bioteknologi. IPB. Bogor. 185 hal. Wattimena GA. 2006. Prospek plasma nutfah kentang dalam mendukung swasembada benih kentang di Indonesia. Pusat Peneliti Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB dan jurusan Agrohort, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
18 Lampiran 1 Deskripsi kentang Jambi Asal Bentuk penampang batang Tinggi tanaman Diameter batang Warna batang Susunan daun Bentuk anak daun Ukuran daun
: : : : : : : :
Jumlah daun Warna daun Bentuk mahkota bunga Bentuk kelopak bunga Warna bunga kelopak mahkota kepala putik benang sari Umur mulai berbunga Umur panen Bentuk umbi Ukuran umbi
: : : :
Warna kulit umbi Warna daging umbi Rasa umbi Kadar air Kandungan karbohidrat Bobot per umbi Jumlah umbi per tanaman Bobot umbi per tanaman Hasil umbi per hektar
: : : : : : : : :
: : : : : : : :
Segi lima 59.0 cm 0.6 cm Ungu tua Terbuka Sedang Panjang: 27.6 cm Lebar: 14.4 cm 12–13 daun Hijau 120 HST Oblong, long oblong Panjang: 7.8 cm Diameter: 4.1 cm Cream Putih 76.8% 36.8 g 6–8 umbi 324.1 9.8 ton
19
Lampiran 2 Deskripsi kentang Atlantic Deskripsi kentang berdasarkan SK Mentan Data Penelitian No.67/Kpts/Tp.240/2/2000 : Introduksi dari Wisconsin Amerika Serikat Segitiga : agak bulat 40.2 cm : 50 cm 0.4 cm : Hijau : Tertutup : Sedang : Panjang: 16.8 cm : Lebar: 16.4 cm 10–12 daun : Hijau tua : Semi Stellate : (seperti bintang) Regular : -
Asal
:
Bentuk penampang batang Tinggi Tanaman Diameter batang Warna batang Susunan daun Bentuk anak daun Ukuran daun
: : : : : : :
Jumlah daun Warna daun Bentuk mahkkota bunga
: : :
Bentuk kelopak bunga Warna bunga kelopak mahkota kepala putik benangsari Umur mulai berbunga Umur panen Bentuk umbi
:
Ukuran umbi
:
Warna kulit umbi Warna daging umbi Kadar air Kandungan karbohidrat Bobot per umbi Jumlah umbi per tanaman Bobot umbi per tanaman Hasil umbi per hektar Ketahanan penyakit Keunggulan
: : :
Peneliti
: -
: : : : : : :
: : : : : :
Hijau Putih Hijau Kuning 40 HST 100 HST Oblong, biovate, obovate Panjang: 5.3 cm Diameter: 4.2 cm Cream Putih 71.1% 32.6 g 7–8 umbi 209.4 4.4 ton -
: : : : : : :
hijau kuning 100 HST -
:
-
: : :
Putih Putih 16 % 8–20 ton tahan terhadap nematode kadar patinya tinggi dan kadar gulanya rendah, bila digoreng umbinya menjadi kering dan tidak berwarna cokelat Sudjoko Sahat, Dasi D.W., T. Sudarjanto, L.Amalia, Djoma’ijah
: : : : : :
:
20 Lampiran 3 Deskripsi kentang Bukit Tinggi Asal Bentuk penampang batang Tinggi Tanaman Diameter batang Warna batang Susunan daun Bentuk anak daun Ukuran daun
: : : : : : : :
Jumlah daun Warna daun Bentuk mahkota bunga Bentuk kelopak bunga Bentuk bunga Warna bunga kelopak mahkota kepala putik benangsari Umur mulai berbunga Umur panen Bentuk umbi Ukuran umbi
: : : : :
Warna kulit umbi Warna daging umbi Kadar air Kandungan karbohidrat Bobot per umbi Jumlah umbi per tanaman Bobot umbi per tanaman Hasil umbi per hektar
: : : : : : : :
: : : : : : : : :
Segitiga 52.5 cm 0.4 cm Ungu tua Sedang Sedang Panjang: 21.3 cm Lebar: 12.5 cm 13 daun Hijau tua 100 HST Eliptic, biovate, compressed Panjang: 5.6 cm Diameter: 4.0 cm Cream Cream 74.7% 39.7 g 6–8 umbi 254.2 g 6.3 ton
21
Lampiran 4 Deskripsi kentang Mikraset Asal Bentuk penampang batang Tinggi Tanaman Diameter batang Warna batang Susunan daun Bentuk anak daun Ukuran daun
: : : : : : : :
Jumlah daun Warna daun Bentuk mahkota bunga Bentuk kelopak bunga Warna bunga kelopak mahkota kepala putik benangsari Umur mulai berbunga Umur panen Bentuk umbi Ukuran umbi
: : : :
Warna kulit umbi Warna daging umbi Kadar air Kandungan karbohidrat Bobot per umbi Jumlah umbi per tanaman Bobot umbi per tanaman Hasil umbi per hektar Penciri utama
: : : : : : : : :
: : : : : : : :
Segi lima 42.4 cm 0.4 cm Hijau kekuningan Tertutup Sedang Panjang: 14.4 cm Lebar: 11.5 cm 10–14 daun Hijau kekuningan 80 HST Eliptic Panjang: 5.1 cm Diameter: 2.7 cm Cream Putih 77.7 % 12.9 g 7–10 umbi 113 g 3.1 ton Warna batang dan daun hijau kekuningan
22 Lampiran 5 Deskripsi kentang Granola Deskripsi Kentang SK Mentan No. 444/Kpts/TP Data Penelitian 240/6/1993 : Introduksi dari Jerman Barat Segi lima : Segi lima 36.7 cm : 60–70 cm 0.4 cm : Hijau : Hijau Terbuka : Sedang : Panjang: 29.7 cm : Lebar: 14.1 cm 8–10 daun : Hijau muda : Hijau : : -
Asal Bentuk penampang batang Tinggi Tanaman Diameter batang Warna batang Susunan daun Bentuk anak daun Ukuran daun
: : : : : : : :
Jumlah daun Warna daun Bentuk mahkota bunga Bentuk kelopak bunga Warna bunga kelopak mahkota kepala putik benangsari Umur mulai berbunga Umur panen Bentuk umbi
: : : :
Ukuran umbi
:
Warna kulit umbi Warna daging umbi Kadar air Kandungan karbohidrat Bobot per umbi Jumlah umbi per tanaman Bobot umbi per tanaman Ketahanan penyakit
: : : : : : : :
120 HST Bulat, eliptic, biovate Panjang: 5.6 cm Diameter: 4.6 cm Cream Cream 86.3% 43.7 g 6–7 umbi 269.7 g -
Hasil umbi per hektar Pemulia
: :
7.1 ton -
: : : : : : :
: : : : : : :
Putih Kuning 100–115 HST Oval
: : : : : : : : :
Kuning-putih Kuning 12% Tahan terhadap PVA dan PVY, agak tahan terhadap PLRV, agak peka terhadap penyakit layu bakteri dan busuk daun : 26.5 ton : Nazifah Umar, Hamzah Basah, Sudjoko Sahat, Dadan Supardah DJ, Rusmana Agus Senja
23
Lampiran 6 Deskripsi kentang Intan Asal Bentuk penampang batang Tinggi Tanaman Diameter batang Warna batang Susunan daun Bentuk anak daun Ukuran daun
: : : : : : : :
Jumlah daun Warna daun Bentuk mahkota bunga Bentuk kelopak bunga Warna bunga kelopak mahkota kepala putik benangsari Umur mulai berbunga Umur panen Bentuk umbi Ukuran umbi
: : : :
Warna kulit umbi Warna daging umbi Kadar air Kandungan karbohidrat Bobot per umbi Jumlah umbi per tanaman Bobot umbi per tanaman Hasil umbi per hektar
: : : : : : : :
: : : : : : : :
Segitiga 49.0 cm 0.5 cm Hijau Terbuka Sedang Panjang : 25.5 cm Lebar: 11.4 cm 10–12 daun Hijau 120 HST Eliptic Panjang: 7.3 cm Diameter: 5.0 cm Cream Kuning-cream 83.7 64.3 g 7–8 424.9 11.0 ton
24 Lampiran 7 Deskripsi kentang Blis Asal Bentuk penampang batang Tinggi Tanaman Diameter batang Warna batang Susunan daun Bentuk anak daun Ukuran daun
: : : : : : : :
Jumlah daun Warna daun Bentuk mahkota bunga Bentuk kelopak bunga Warna bunga kelopak mahkota kepala putik benangsari Umur mulai berbunga Umur panen Bentuk umbi Ukuran umbi
: : : :
Warna kulit umbi Warna daging umbi Kadar air Kandungan karbohidrat Bobot per umbi Jumlah umbi per tanaman Bobot umbi per tanaman Hasil umbi per hektar
: : : : : : : :
: : : : : : : :
Segitiga 44.2 cm 0.5 cm Hijau Sedang Sempit Panjang: 22.5 cm Lebar: 14.1 cm 8–10 daun Hijau muda Pentagonal (segi lima) Regular Hijau Putih agak pucat Hijau Kuning 40 HST 120 HST Bulat, eliptic Panjang: 5.8 cm Diameter: 5.1 cm Cream Putih 76.7% 68.8 g 3–4 umbi 185.9 4.1 ton
25
Lampiran 8 Deskripsi kentang Sulawesi Selatan
Data Penelitian Segitiga 45.2 cm 0.5 cm Hijau Tertutup Lebar Panjang: 22.1 cm Lebar: 13.0 cm 11–14 daun Hijau muda Pentagonal (segi lima) Regular
: : : : : : : :
Deskripsi Kentang Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan Lokal Segitiga 75–103 cm Hijau kecoklatan Panjang: 7–19 cm Lebar: 5–10 cm Hijau Seperti bintang
Asal Bentuk penampang batang Tinggi Tanaman Diameter batang Warna batang Susunan daun Bentuk anak daun Ukuran daun
: : : : : : : :
Jumlah daun Warna daun Bentuk mahkota bunga
: : :
Bentuk kelopak bunga Warna bunga kelopak mahkota kepala putik benangsari Umur mulai berbunga Umur panen Bentuk umbi
: : : : : : : : :
Ukuran umbi
:
Warna kulit umbi Warna daging umbi Kandungan karbohidrat Kadar air Bobot per umbi Jumlah umbi per tanaman Bobot umbi per tanaman Ketahanan terhadap penyakit Hasil umbi per hektar
: : : : : : : :
: 4.1 ton
: 20.0–29.5 ton
Pemulia Peneliti
: : -
: Baharuddin P. : Baharuddin P., Badron Z., Arif N., Nur Rosida, Baharuddin S., Ach. Syaifuddin, Mario Mega, Farida Riani, Hasilan, Sumardi, Erna Suriani, Rusdi R., Riadi R., Yunus G., Irmawati A., Herman K., Latif Qaeda
: : :
: : Hijau : Ungu : Hijau : Kuning : 40 HST : 100 HST : Bulat, eliptic, : compressed Panjang: 4.8 cm : Diameter: 3.9 cm Cream : Putih : : 70.1% : 29.6 g : 6–8 umbi : 178.1 g : :
Hijau Putih Keunguan Hijau Kuning 45–75 HST 92–99 HST Bulat tidak teratur Panjang: 7.0–7.7 cm Diameter: 5.2–6.1 cm Kuning muda berbercak Kuning 11.81–13.09 % 35–52 g 15–21 umbi 635–755 g -
26 Lampiran 9 Deskripsi kentang Wonosobo Asal Bentuk penampang batang Tinggi Tanaman Diameter batang Warna batang Susunan daun Bentuk anak daun Ukuran daun
: : : : : : : :
Jumlah daun Warna daun Bentuk mahkota bunga Bentuk kelopak bunga Warna bunga kelopak mahkota kepala putik benangsari Umur mulai berbunga Umur panen Bentuk umbi Ukuran umbi
: : : :
Warna kulit umbi Warna daging umbi Kadar air Kandungan karbohidrat Bobot per umbi Jumlah umbi per tanaman Bobot umbi per tanaman Hasil umbi per hektar
: : : : : : : :
: : : : : : : :
Segitiga 36.3 cm 0.3 cm Hijau Terbuka Sedang Panjang: 23.9 cm Lebar: 12.2 cm 8–9 daun Hijau muda 120 HST Bulat, oblong, compressed Panjang: 6.0 cm Diameter: 4.7 cm Putih-cream Cream 83.5% 46.3 g 6–9 umbi 306.1 g 7.1 ton
27
Lampiran 10 Deskripsi kentang Bengkulu Asal Bentuk penampang batang Tinggi Tanaman Diameter batang Warna batang Susunan daun Bentuk anak daun Ukuran daun
: : : : : : : :
Jumlah daun Warna daun Bentuk mahkota bunga Bentuk kelopak bunga Warna bunga kelopak mahkota kepala putik benangsari Umur mulai berbunga Umur panen Bentuk umbi Ukuran umbi
: : : :
Warna kulit umbi Warna daging umbi Kadar air Kandungan karbohidrat Bobot per umbi Jumlah umbi per tanaman Bobot umbi per tanaman Hasil umbi per hektar
: : : : : : : :
: : : : : : : :
Segi lima 39.7 cm 0.4 Ungu muda Sedang Sempit Panjang: 13.4 cm Lebar: 12.0 cm 11–14 daun Hijau tua 80 HST Eliptic Panjang: 4.6 cm Diameter: 2.9 cm Merah Kuning-cream 66.2% 17.0 g 7 umbi 107.0 g 2.7 ton
28
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 2 Februari 1991 dari ayah Jaji Sumarji dan ibu Nenden Nurbayani. Penulis merupakan putera kedua dari empat bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Pandeglang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Istitut Pertanian Bogor (IPB) melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan penulis memperoleh beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM). Penulis juga aktif dalam mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan yaitu pada tahun 2009 menjadi panitia seminar pertanian nasional yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa IPB. Tahun 2011 menjadi panitia Masa Perkenalan Departement (MPD) Agronomi dan Hortikultura.