KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SINTETIK DAN ALAMI PADA SUHU 1400 oC
NENG NENDEN MULYANINGSIH
PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
ABSTRAK NENG NENDEN MULYANINGSIH. Karakterisasi Hidroksiapatit Sintetik dan Alami pada Suhu 1400 OC. Dibimbing oleh SITI NIKMATIN dan RATIH LANGENATI. Suhu mempengaruhi stabilitas dan kristalinitas senyawa kalsium fosfat. Selain itu karakter penting lainnya sehubungan dengan penggunaan kalsium fosfat dalam bidang medis adalah kemurnian bahan dan komposisi fasanya. Hal ini akan berpengaruh secara signifikan ketika bahan tersebut digunakan sebagai bahan tulang tiruan, bahan tambalan gigi atau drug carrier ketika kontak langsung dengan jaringan tubuh, khususnya resorbability, biodegradation, cytotoxicity ataupun carcinogenicity. Pada penelitian ini, dianalisis pengaruh pemanasan senyawa kalsium fosfat pada suhu 1400 oC dari tiga jenis bio-hidroksiapatit (bio-HA) yaitu dari koral, tulang manusia dan tulang sapi serta dari dua jenis HA sintetik yaitu HA-1 (Ca(NO3)2 + (NH4)2HPO4)) dan HA-2 (Ca(OH)2 + H3PO4) dengan menggunakan pelarut Synthetic Body Fluid. Stabilitas termal dianalisa dengan Thermogravimetric-Differential Thermal Analysis, perubahan fasa dianalisa dengan X-Ray Difraction dan kandungan gugus kompleksnya diidentifikasi dengan Fourier Transform Infrared serta kemurnian bahan dianalisa dengan Atomic Absorption Spectroscopy dan Ultraviolet Visible. Secara keseluruhan pemanasan HA menyebabkan derajat kristalinitasnya meningkat dan dilihat dari kestabilannya HA sintetik lebih stabil dibandingkan dengan bio-HA serta adanya pengaruh ion-ion lain yang berasal dari pelarut Synthetic Body Fluid menyebabkan kandungan sampel tidak murni hidroksiapatit. Kata kunci : kalsium fosfat, bio-HA, HA sintetik, synthetic body fluid.
KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SINTETIK DAN ALAMI PADA SUHU 1400 oC
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Fisika Institut Pertanian Bogor
Oleh : NENG NENDEN MULYANINGSIH G74103014
PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi berjudul “Karakterisasi Hidroksiapatit Sintetik dan Alami pada Suhu 1400 OC” dapat terselesaikan dengan baik. Karya kecil ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari orang-orang yang mendukung penulis selama proses penelitian maupun penulisan. Merupakan suatu kehormatan bagi penulis untuk menghaturkan rasa terima kasih kepada : 1. Ibu Siti Nikmatin dan Ibu Ratih Langenati selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membantu di tengah-tengah kesibukkan mereka. 2. Seluruh dosen di lingkungan Departemen Fisika IPB yang telah mentransfer ilmu mereka dengan ikhlas dan penuh kesabaran dalam mendidik para mahasiswanya khususnya Bapak Hanedi Darmasetiawan, Bapak Indro dan Ibu Yessie atas motivasi dan saransarannya selama ini. 3. Seluruh staf karyawan Departemen Fisika IPB. 4. Para pegawai PTBN-BATAN Serpong dan BATAN Pasar Jumat atas segala bantuannya khususnya Bapak Edi dan Bapak Ngatijo yang selalu bersedia membantu pada saat preparasi di laboratorium. 5. Bapak Bambang atas bantuannya pada saat karakterisasi XRD serta atas kesediaannya untuk berdiskusi dengan penulis. 6. Bapak Cecep atas bantuannya pada saat karakterisasi dengan alat FTIR. 7. Bapak Boybul dan bapak Wawan yang telah membantu selama karakterisasi dengan alat AAS dan Uv-Vis. 8. Ibu Sutri atas bantuannya pada saat karakterisasi dengan alat TG-DTA. 9. Emak dan Papa tercinta atas segala kasih sayang, perhatian, pendidikan yang telah diberikan dan atas semua pengorbanan, keikhlasan dan kesabaran dalam mendidik keluarga. 10. Kakak-kakakku yang terbaik, teh Ida, teh Dewi dan teh Yanti, serta adik Elikukukuk terimakasih atas semua kasih sayang dan perhatian yang kalian berikan, kalian adalah saudara-saudara yang terbaik. 11. Keponakan-keponakanku yang lucu-lucu, Popi, Lina, Bila, Iir, Iis dan Iqbal, atas keceriaan yang telah kalian berikan. Semoga kalian menjadi anak-anak yang salih dan salihah yang berbakti kepada orang tua. Amin. 12. Aa Uzie dan Aa Uza atas semua dukungan, semangat, motivasi, dan keceriaan yang telah diberikan. 13. Ka Arif dan ka Eko atas semua literatur-literatur yang telah diberikan dan juga atas semua saran serta solusi yang telah diberikan. 14. Rekan penulis dalam pengambilan data, Ratna, atas kebersamaannya serta rekan-rekan hidroksiapatit atas kerjasamanya dalam pengolahan data. 15. Sahabat-sahabat seperjuangan Fisika angkatan 40 atas keceriaan, kejayusan dan keseriusannya yang telah memberi arti pentingnya persahabatan. 16. Teman-teman Fisika ’38, Fisika ’39, Fisika ’41 dan Fisika ’42, atas dukungan dan bantuannya kepada penulis. 17. Geugeu, Paul, Fahmamin dan ’All sabriners’ atas semua dukungan dan bantuannya. 18. Semua teman baikku dimanapun berada, terimakasih atas suara-suara dan pesan-pesan yang memberiku semangat. 19. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, Maret 2007 Neng Nenden Mulyaningsih
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purwakarta pada tanggal 15 November 1984, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ibu Farida dan Bapak Rosyad. Penulis mengawali pendidikan di SDN Sukaresmi pada tahun 1991 dan diselesaikan pada tahun 1997. Kemudian dilanjutkan ke SLTPN 1 Bojong
yang diselesaikan pada tahun 2000. Pada tahun yang sama,
penulis berhasil menyelesaikan pendidikan menengah tinggi dengan baik di SMUN 1 Purwakarta dan menyelesaikannya pada tahun 2003. Pada tahun 2003, penulis berhasil diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Departemen Kewirausahaan, Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) periode tahun 2004-2005 dan pada tahun 2005-2006 penulis juga aktif dalam Divisi Keilmuan Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI). Penulis pernah menjadi Asisten Praktikum mata kuliah Fisika Dasar dan Fisika Umum pada tahun 2004-2007. Selain itu penulis juga aktif sebagai staff pengajar di beberapa Lembaga Pendidikan di Bogor selama tahun 2005-2006. Pada tahun 2006, penulis berhasil meraih juara II Lomba Karya Tulis Mahasiswa bidang Ilmu Pengetahuan Alam (LKTM-IPA) di tingkat IPB dan pada tahun yang sama penulis juga berhasil meraih juara II Presentasi Lomba Karya Tulis Mahasiswa bidang Lingkungan Hidup (LKTM-LH) tingkat Nasional di Yogyakarta. Selama tahun 2006 penulis mendapatkan beasiswa dari Bank Indonesia.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL..................................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ vii PENDAHULUAN Latar Belakang............................................................................................................. Batasan Masalah .......................................................................................................... Tujuan Penelitian ......................................................................................................... Hipotesis ...................................................................................................................... TINJAUAN PUSTAKA Hidroksiapatit............................................................................................................... Metode Pembuatan Hidroksiapatit .............................................................................. SBF (Synthetic Body Fluid)......................................................................................... Identifikasi Hidroksiapatit dengan XRD (X-Ray Difraction) ....................................................................................................... Identifikasi Hidroksiapatit dengan FTIR (Fourier Transform Infrared)...................................................................................... Identifikasi Hidroksiapatit dengan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy).............................................................................. Identifikasi Hidroksiapatit dengan UV-Vis (Ultraviolet Visible)..................................................................................................... Identifikasi Hidroksiapatit dengan TG-DTA(Thermogravimetric-Differential Thermal Analysis)..................................................
1 1 1 2 2 2 3 3 4 4 5 5
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................................... 5 Bahan dan Alat............................................................................................................. 5 Metode Penelitian ........................................................................................................ 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Fasa Hidroksiapatit dengan XRD .................................................................. Identifikasi Gugus Anion PO43-, CO32- dan OH- dengan FTIR .................................. Identifikasi Unsur Kation Ca2+ dengan AAS dan P5+ dengan UV-Vis ...................... Identifikasi Hidroksiapatit dengan TG-DTA ..............................................................
8 11 15 15
PENUTUP Simpulan ...................................................................................................................... 17 Saran............................................................................................................................. 17 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 18 LAMPIRAN .............................................................................................................................. 19
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Komposisi ion-ion dalam plasma darah dan SBF .......................................................... Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-1 sebelum sintering .................................. Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-1 setelah sintering .................................... Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-2 sebelum sintering .................................. Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-2 setelah sintering .................................... Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-3 sebelum sintering .................................. Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-3 setelah sintering .................................... Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-4 sebelum sintering .................................. Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-4 setelah sintering .................................... Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-5 sebelum sintering .................................. Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-5 setelah sintering .................................... Data spektra serbuk hidroksiapatit sebelum sintering ..................................................... Data spektra serbuk hidroksiapatit setelah sintering ....................................................... Hasil pengukuran kation dengan UV-Vis dan AAS untuk sampel sebelum sintering ... Hasil pengukuran kation dengan UV-Vis dan AAS untuk sampel setelah sintering ..... Hasil uji TG-DTA ............................................................................................................
3 10 10 10 10 10 11 11 11 11 11 14 15 15 15 16
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Struktur kristal hidroksiapatit yang diproyeksikan sepanjang sumbu-a ......................... Proses terjadinya difraksi oleh kisi kristal ..................................................................... Diagram alir penelitian ..................................................................................................... Pola XRD HA-1 (a) sebelum sintering, (b) setelah sintering .......................................... Pola XRD HA-2 (a) sebelum sintering, (b) setelah sintering .......................................... Pola XRD HA-3 (a) sebelum sintering, (b) setelah sintering .......................................... Pola XRD HA-4 (a) sebelum sintering, (b) setelah sintering .......................................... Pola XRD HA-5 (a) sebelum sintering, (b) setelah sintering .......................................... Spektra serbuk hidroksiapatit sebelum sintering ............................................................. Spektra serbuk hidroksiapatit setelah sintering ...............................................................
2 3 8 9 9 9 9 10 13 14
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pola difraksi hidroksiapatit ............................................................................................... Data JCPDS hidroksiapatit .............................................................................................. Data JCPDS CaO ............................................................................................................. Data JCPDS TCP ............................................................................................................. Spektrum IR hidroksiapatit .............................................................................................. Hasil Uji TG-DTA ........................................................................................................... Data hasil karakterisasi AAS ........................................................................................... Data hasil karakterisasi spektroskofi UV-Vis ................................................................. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ..................................................................... Alat-alat yang digunakan untuk karakterisasi .................................................................
20 25 25 26 27 32 35 36 37 38
PENDAHULUAN Latar Belakang Hidroksiapatit (HA) merupakan fasa kristal dari senyawa kalsium fosfat yang lebih stabil terhadap gangguan dari luar misalnya terhadap pemanasan dibandingkan dengan fasa yang lainnya seperti dikalsium fosfat dihidrat DCPD (CaHPO4.2H2O), dikalsium fosfat anhidrat DCPA (CaHPO4), oktakalsium fosfat OCP (Ca8H2(PO4).5H2O), tetrakalsium dihidrogen fosfat (Ca4H2P6O20) dan trikalsium fosfat TCP (Ca3(PO4)2) [1]. Hidroksiapatit pada makhluk hidup biasanya disebut juga dengan biological hydroxyapatite atau bio-HA. Sifat fisik dan kimia dari bio-HA berbeda-beda bergantung pada peranan bio-HA di dalam tubuh, misalnya pada gigi dibutuhkan bio-HA yang memiliki kandungan fluorid yang lebih besar dibandingkan pada tulang yang lainnya, pada tulang anak-anak kandungan magnesiumnya yang lebih besar dibandingkan dengan pada tulang orang dewasa [2]. Bio-HA yang diimplankan dalam waktu yang sementara harus stabil selama proses penyembuhan sampai bio-HA tersebut dilepaskan kembali, sedangkan bio-HA yang diimplankan secara permanen, disamping harus bioaktif dan biokompatibel, juga harus mempunyai kekuatan yang tinggi dan tahan terhadap korosi dalam waktu yang sangat lama [3]. Bahan ini dapat diperoleh dari manusia yang bersangkutan yang disebut autograft, dari manusia lainnya yang disebut allograft, dan dari hewan yang disebut xenograft. Pemakaian autograft biasanya tidak menimbulkan reaksi penolakan dari tubuh, hanya saja ketersediaannya terbatas dan mempersyaratkan pembedahan, sedangkan pemakaian allograft dan xenograft kadang-kadang menimbulkan reaksi penolakan dari tubuh, dapat menjadi sarana perpindahan penyakit dan ketersediaannya pun terbatas. Keterbatasan-keterbatasan tersebut me- macu berkembangnya hidroksiapatit yang dibuat secara sintesa kimia yang disebut dengan hidroksiapatit sintetik. Hidroksiapatit sintetik yang akan diaplikasikan dalam bidang medis harus mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan dengan kecocokan tubuh penerima (biokompatibel) dan mempunyai karakter yang dapat menyatu dengan tulang manusia atau matriksnya (bioaktif), selain itu harus mempunyai kristalinitas dan stabilitas yang tinggi. Hidroksiapatitlsintetiklyanglumumldigunakan saat ini adalah keramik kalsium fosfat karena senyawa ini memiliki hubungan dengan mineral tulang yaitu kandungan kalsium dan fosfat dalam tulang lebih dominan dibandingkan dengan unsur-unsur yang lainnya. Senyawa kalsium fosfat hidroksiapatit biasanya digunakan dalam bentuk serbuk atau bentuk kompak yang telah disinter, karena hidroksiapatit yang telah disinter pada suhu tertentu akan mempunyai kekuatan mekanik yang lebih besar dan densitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan hidroksiapatit yang tidak disinter. Hal ini terjadi karena selama sintering energi kinetik atom-atom dalam bahan menjadi meningkat, sehingga akan terjadi difusi antara atom-atom yang berdekatan dan terjadi pengikatan partikel bersama dan ruang kosong antarpartikel menjadi semakin kecil. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hidroksiapatit dengan karakter-karakter yang diharapkan, pada penelitian ini serbuk hidroksiapatit dipanaskan sampai suhu 1400 oC, karena secara umum penomena termal dalam senyawa kalsium fosfat masih teramati sampai suhu 1400 oC.
Batasan Masalah 1. 2. 3. 4. 5.
Pada penelitian ini dilakukan sintesa hidroksiapatit dari bahan baku kalsium nitrat (Ca(NO3)2) dengan diammonium hidrogen fosfat ((NH4)2HPO4) dan dari kalsium hidroksida Ca(OH)2 dengan asam fosfat (H3PO4) menggunakan pelarut SBF (Synthetic Body Fluid). Suhu reaksi yang digunakan untuk pembuatan sampel yaitu 40 oC. Analisa sampel hidroksiapatit sintetik dan membandingkannya dengan bio-HA (koral, tulang manusia dan tulang sapi). Pemanasan sampel hidroksiapatit sampai suhu 1400 oC. Karakterisasi sampel menggunakan XRD, FTIR, UV-Vis, AAS, dan TG-DTA.
Tujuan Penelitian 1. 2.
Membuat senyawa hidroksiapatit menggunakan pelarut cairan tubuh sintetik (Synthetic Body Fluid) SBF dengan suhu reaksi 40 oC. Mengamati fenomena yang terjadi pada hidroksiapatit sintetik dan alami pada suhu 1400 oC melalui karakterisasi dengan menggunakan XRD, FTIR, AAS, UV-Vis dan TD-DTA.
Hipotesis 1. 2.
Komposisi hidroksiapatit sintetik diharapkan sama dengan komposisi bio-HA (hidroksiapatit alam). Hidroksiapatit sintetik lebih stabil atau sama dengan hidroksiapatit alam setelah dipanaskan pada suhu tinggi (1400 oC).
TINJAUAN PUSTAKA Hidroksiapatit Apatit berasal dari bahasa Yunani yaitu “apato” yang berarti palsu. Werner, seorang ahli mineralogi mengklasifikasikan hidroksiapatit ke dalam senyawa apatit berbasis kaya fosfat. Hidroksiapatit merupakan senyawa mineral dan anggota kelompok mineral apatit dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 dan mempunyai struktur heksagonal dengan parameter kisi a = 9,443 Å dan c = 6,875 Ǻ serta rasio Ca/P sekitar 1,67 [4,5]. Secara umum hidroksiapatit merupakan komponen utama senyawa anorganik pada jaringan keras hewan vertebrata yang berhubungan erat dengan kristal stabil kalsium fosfat. Struktur kristal hidroksiapatit yang diproyeksikan sepanjang sumbu-a ditunjukkan pada Gambar 1. Dari Gambar 1 terlihat bahwa terdapat dua atom bebas (Ca) dalam satuan sel. Atom Ca(2) dikelilingi oleh 6 atom oksigen milik gugus PO4 dan gugus OH, sedangkan atom Ca(1) hampir oktahedral yang dikelilingi oleh 6 atom oksigen. Atom Ca(2) membentuk segitiga normal yang tersusun sepanjang sumbu c, segitiga Ca(2) bertumpuk sepanjang sumbu c dan satu sama lain saling berputar 600. Struktur hidroksiapatit mirip dengan struktur fluorapatit yaitu atom F digantikan dengan gugus OH. Dalam struktur fluoroapatit letak atom F terdapat pada pusat segitiga Ca(2) sedangkan dalam struktur hidroksiapatit gugus OH tidak terletak pada pusat tetapi diganti di atas atau di bawah pusat segitiga. Atom P dikelilingi oleh 4 atom oksigen berbentuk tetrahedron. Tetrahedron PO4 hampir teratur dan hanya sedikit terdistorsi. Secara kimiawi, hidroksiapatit larut dalam pelarut asam tetapi tidak larut dalam pelarut basa dan sedikit terlarut dalam air destilasi. Kelarutan hidroksiapatit dalam air destilasi meningkat dengan adanya penambahan elektrolit dan akan mengalami perubahan dengan adanya asamb amino, protein, enzim
P
OH
z x
y
O Ca
Gambar 1 Struktur kristal hidroksiapatit yang diproyeksikan sepanjang sumbu a [6]. dan komponen organik lainnya. Bentuk kelarutan ini berhubungan dengan reaksi kimia dengan komponen lainnya dan sifat biokompatibel hidroksiapatit dengan lapisan tipis membran. Laju kelarutan hidroksiapatit tergantung dari perbedaan bentuk, porositas, ukuran kristal dan derajat kristalinitasnya.
Metode Pembuatan Hidroksiapatit Karakter-karakter kristal hidroksiapatit dipengaruhi oleh metode pembuatannya. Menurut Hideki (1991) dikenal 5 metode pembuatan hidroksiapatit yaitu [3] : 1. Metode basah, menggunakan reaksi cairan (dari larutan menjadi padatan), merupakan metode yang umum digunakan karena sederhana dan menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan sedikit kristal atau amorf.
2.
Metode kering, menggunakan reaksi padat (dari padatan menjadi padatan) dan menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan butir halus dan derajat kristalinitasnya tinggi. 3. Metode hidrotermal, menggunakan reaksi hidrotermal (dari larutan menjadi padatan) dan menghasilkan hidroksiapatit dengan kristal tunggal. 4. Metode alkoksida, menggunakan reaksi hidrolisa (dari larutan menjadi padatan) dan biasanya digunakan untuk membuat lapisan tipis (thin film) dan hidroksiapatit yang dihasilkan mempunyai derajat kristalinitas tinggi. 5. Metode fluks, menggunakan reaksi peleburan garam (dari pelelehan menjadi padatan), menghasilkan hidroksiapatit kristal tunggal yang mengandung unsur lain seperti boron apatit, fluorapatit, dan kloroapatit. Selain itu ada metode lain yaitu metode sol-gel yang menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan ukuran butir yang relatif homogen dan derajat kristalinitas tinggi. Proses sintesa hidroksiapatit dengan metode basah ada dua macam, yaitu : 1. Proses yang melibatkan reaksi antara garam kalsium (Ca(NO3)2 dan garam fosfat (NH4)2HPO4. 10Ca(NO3)2 + 6(NH4)2HPO4 + 2H2O Ca10(PO4)6(OH)2 + 12NH4NO3 + 8HNO3 2. Proses yang melibatkan reaksi antara asam (H3PO4) dan basa (Ca(OH)2). 10Ca(OH)2 + 6H3PO4 Ca10(PO4)6(OH)2 + 18H2O
SBF (Synthetic Body Fluid) Synthetic Body Fluid (SBF) merupakan larutan yang mengandung ion-ion yang komposisinya kurang lebih sama dengan cairan tubuh manusia, karena itu SBF merupakan model larutan yang sangat baik sebagai simulasi bagian inorganik dari plasma darah [7-10]. Sehingga SBF dapat digunakan sebagai media untuk perkembangan dan pertumbuhan kristal hidroksiapatit dalam uji coba in vitro [11-13]. Penggunaan SBF sebagai media penumbuhan senyawa kalsium fosfat mengakibatkan fasa kristal dari senyawa kalsium fosfat yang terbentuk tidak murni hidroksiapatit karena ion-ion yang terkandung dalam SBF akan mempengaruhi kadar kalsium dan fosfat dalam hidroksiapatit sehingga perbandingan Ca/P tidak tepat 1,67. Jika rasio molar Ca/P lebih besar dari 1,67 maka dalam senyawa kalsium fosfat tersebut kemungkinan terbentuk senyawa lain misalnya CaO yang dapat menurunkan kekuatan material, sedangkan jika rasio molar Ca/P kurang dari 1,67 maka dalam material tersebut terbentuk β-TCP atau α-TCP [14-16]. Pelarut cairan tubuh sintetik atau SBF (Synthetic Body Fluid) dapat dibuat dengan mencampurkan NaCl, NaHCO3, KCl, K2HPO4.3H2O, MgCl2.6H2O, CaCl2, Na2SO4, (CH2OH)3CNH3 dan HCl ke dalam aquadest. Pengaruh ion-ion yang terkandung dalam SBF diantaranya ion karbonat dapat menempati posisi hidroksil membentuk hidroksiapatit tipe A atau menempati posisi fosfat membentuk hidroksiapatit tipe B dan ion natrium dapat meningkatkan sifat bioaktif dan biokompatibel dari hidroksiapatit, karena ion natrium dapat menurunkan tingkat dehidrolisasi pada suhu tinggi. Komposisi SBF dapat dilihat dari Tabel 1. Tabel 1 Komposisi ion-ion dalam plasma darah dan SBF Ion
Identifikasi dengan XRD (X-
Na+ K+ Mg2+ Ca2+ ClHCO3HPO42SO42-
Konsentrasi (mM) Plasma darah SBF 142,0 141,3 5,0 5,0 1,5 1,5 2,5 2,5 103,0 164,4 27,0 26,9 1,0 1,0 0,5 0,5
Hidroksiapatit Ray Difraction)
Metode XRD berdasarkan sifat difraksi sinar, yakni hamburan cahaya dengan panjang gelombang λ saat melewati kisi kristal dengan sudut datang θ melewati kisi kristal dengan jarak antarbidang kristal sebesar d (Gambar 3). Alat XRD digunakan untuk mengetahui struktur kristal, perubahan fasa dan derajat kristalinitas. Difraksi sinar-x oleh atom-atom yang
tersusun di dalam kristal akan menghasilkan pola yang berbeda bergantung pada konfigurasi atomatom pembentuk kristal [17]. Pola serbuk hidroksiapatit pada XRD dapat diperoleh dalam jangkauan 2θ dari 10o sampai 70o menggunakan Shimadzu XRD 610 operasi difraktometer pada 30 kV dan 30 mA, dan radiasi CuKα dengan panjang gelombang 0,154 nm dan step scanning 0,005o-1o/step. Gelombang yang terdifraksikan dari atom-atom berbeda dapat saling mengganggu dan distribusi intensitas resultannya termodulasi kuat oleh interaksi ini. Syarat terjadinya difraksi harus memenuhi hukum Bragg : 2d sin Θ = n λ
Gambar 2 Proses terjadinya difraksi oleh kisi kristal [18]. Jika atom-atom tersusun periodik dalam kristal, gelombang terdifraksi akan terdiri dari interferensi maksimun tajam (peak) yang simetri, peak yang terjadi berhubungan dengan jarak antaratom.
Identifikasi Hidroksiapatit dengan FTIR (Fourier Transform Infrared) FTIR merupakan salah satu teknik spektroskopi inframerah yang dapat mengidentifikasi kandungan gugus kompleks dalam senyawa kalsium fosfat, tetapi tidak dapat digunakan untuk menentukan unsur-unsur penyusunnya. Pada spektroskopi inframerah, spektrum inframerah terletak pada daerah dengan panjang gelombang mulai dari 0,78 sampai 1000 μm atau bilangan gelombang dari 12800 sampai 1 cm-1. Dilihat dari segi aplikasi dan instrumentasi, spektrum inframerah dibagi ke dalam tiga jenis radiasi yaitu inframerah dekat (bilangan gelombang 12800– 4000 cm-1), inframerah pertengahan (bilangan gelombang 4000–200 cm-1), dan inframerah jauh (bilangan gelombang 200–10 cm-1). FTIR termasuk ke dalam kategori radiasi inframerah pertengahan (bilangan gelombang 4000–200 cm-1). Plot antara persentase transmitansi dengan bilangan gelombang akan menghasilkan spektrum inframerah dan setiap tipe ikatan yang berbeda mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda terletak dalam lingkungan yang sedikit berbeda, maka tidak ada dua molekul yang berbeda strukturnya akan mempunyai bentuk serapan inframerah atau spektrum infra merah yang tepat sama [19]. FTIR memanfaatkan energi vibrasi gugus fungsi penyusun senyawa hidroksiapatit, yaitu gugus PO43-, gugus CO32-, serta gugus OH-. Gugus PO43- mempunyai empat mode vibrasi yaitu : 1. Vibrasi simetri streching (v1) dengan bilangan gelombang sekitar 956 cm-1 2. Vibrasi simetri bending (v2) dengan bilangan gelombang sekitar 430–460 cm-1 3. Vibrasi asimetri streching (v3) dengan bilangan gelombang sekitar 1040–1090 cm-1 4. Vibrasi asimetri bending (v4) dengan bilangan gelombang sekitar 575–610 cm-1 Bentuk pita v3 dan v4 yang tidak simetri merupakan tanda bahwa senyawa hidroksiapatit tidak seluruhnya dalam bentuk amorf. Spektrum hidroksiapatit dapat diteliti yaitu pada v4 dalam bentuk belah dengan maksimum 562 cm-1 dan 602 cm-1. Pita absorpsi v3 mempunyai dua puncak maksimum yaitu pada bilangan gelombang 1090 cm-1 dan 1030 cm-1. Pita absorpsi v1 dapat dilihat pada bilangan gelombang 960 cm-1 [20]. Pita absorpsi OH- dapat terlihat juga dalam spektrum hidroksiapatit yaitu pada bilangan gelombang sekitar 3576 cm-1 dan 632 cm-1. Air dapat hadir dalam kristal maupun pada permukaan kristal tersebut. Air di atas permukaan kristal apatit akan hilang dan tidak dapat kembali pada pemanasan di bawah suhu 200 oC. Pita serapan energi untuk gugus karbonat dapat diamati pada
bilangan gelombang di sekitar 1545, 1450, dan 890 cm-1. Kristal apatit tipe B mempunyai daerah bilangan gelombang di sekitar 1465, 1412, dan 873 cm-1.
Identifikasi Hidroksiapatit dengan AASl(AtomicmAbsorptionmSpectros-copy) Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) berguna untuk menentukan kadar logam yang terkandung dalam sampel seperti Ca, Na, K dan Mg. Mekanisme kerjanya yaitu menggunakan prinsip penyerapan energi sinar oleh atom. Energi ini diberikan dari luar yang berasal dari radiasi lampu. Sumber radiasi yang paling banyak digunakan untuk pengukuran secara spektroskopi absorpsi atom adalah lampu katoda cekung (hollow cathode lamp). Umumnya katoda cekung dibuat hanya untuk analisis satu unsur saja (unsur tunggal) , misalnya lampu katoda cekung Fe hanya untuk analisis Fe, lampu katoda cekung Ca hanya untuk analisis Ca dan sebagainya [21], tetapi saat ini juga terdapat katoda yang terbuat dari campuran beberapa logam sehingga sebuah lampu katoda cekung dapat digunakan untuk analisis lebih dari satu unsur. AAS dapat dibagi menjadi dua proses besar yaitu produksi atom bebas dari sampel dan serapan radiasi dari sumber luar oleh atom. Serapan radiasi oleh atom bebas dalam suatu sumber, melibatkan transisi atom dari populasi tinggi pada tingkat dasar (ground state) ke tingkat eksitasi elektronik. Biasanya transisi terjadi antara tingkat dasar dan tingkat eksitasi pertama, yang dikenal dengan garis resonansi pertama. Garis resonansi pertama memiliki absorptivitas yang paling tinggi. Informasi yang diperoleh dari hasil karakterisasi dengan menggunakan AAS yaitu nilai absorbansinya yang sudah dibandingkan dengan standar absorbansi, sehingga konsentrasi sampel dapat diketahui dari hasil perbandingan dengan konsentrasi contoh, sehingga akhirnya kadar dari unsur-unsur yang dianalisis dapat diketahui..
Identifikasi Hidroksiapatit dengan Spektroskopi UV-Vis (Ultraviolet Visible) Spektroskopi Ultraviolet Visible (UV-Vis) digunakan untuk menganalisa unsur-unsur dengan cara memanfaatkan panjang gelombang pada daerah ultraviolet dan cahaya tampak. Panjang gelombang ini dihasilkan oleh sumber lampu yang memiliki spektrum kontinu dengan panjang gelombang spesifik yaitu lampu wolfram (tungsten) yang memiliki panjang gelombang antara 350 sampai 2500 nm [21,22]. Spektroskopi ini digunakan untuk mengukur kadar fosfat (PO43-) atau fosfor (P) yang terdapat dalam senyawa hidroksiapatit. Prinsip kerja alat ini adalah dengan menghitung persentase transmitansi dari sinar yang dilewatkan oleh larutan yang ingin diukur kadar unsur-unsurnya. Besar transmitansi dari larutan akan menunjukkan kadar penyusun senyawa tersebut sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan.
Identifikasi Hidroksiapatit dengan TG-DTA-(Thermogravimetric-Differential Thermal Analysis) Analisa termal bertujuan untuk mengetahui stabilitas bahan dan sifat-sifat termal bahan yaitu seperti perubahan fasa dan perubahan entalpinya. Metode pengukurannya dapat dilakukan dengan TG-DTA (thermogravimetric-differential thermal analysis). TG-DTA dapat mengukur secara kuantitatif perubahan berat sampel selama pemanasan. Kehilangan berat selama pemanasan dapat disebabkan oleh dehidrasi atau dekomposisi gugus-gugus tertentu di dalam sampel.. Berat sampel akan dicatat secara kontinu seiring dengan kenaikan temperatur [23,24]. Laju pemanasan kira-kira 5-10 0C/menit dan ukuran sampelnya sekitar 80 mg. Prinsip kerja alatnya yaitu serbuk hidroksiapatit disimpan dalam tungku (furnace) dalam keadaan setimbang dengan krus standarnya dan terisolasi secara termal. Perubahan massa hidroksiapatit menyebabkan pembelokkan sinar yang menghubungkan penutup sinar antara lampu dan salah satu fotodioda. Ketidakseimbangan arus fotodioda mengalami penguatan dan masuk ke koil yang dikondisikan antara kutub-kutub dari magnet. Medan magnet yang digerakkan oleh arus dalam koil mengembalikan sinar ke posisi semula. Arus fotodioda yang telah dikuatkan dimonitor dan ditransformasikan ke dalam informasi massa yang hilang dalam sistem. Termogram yang dihasilkan menyediakan informasi mengenai fenomena reaksi termokimia seperti reaksi eksotermik dan reaksi endotermik serta dapat teramati titik-titik rekristalisasi sampel.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada diagram alir penelitian seperti yang terlihat pada Gambar 3. Pelaksanaannya dilakukan di kawasan Puspitek Serpong Laboratorium PTBN-BATAN, Laboratorium PRR-BATAN dan Laboratorium PTBIN-BATAN serta Laboratorium Terpadu Analisa Kimia Institut Pertanian Bogor selama periode bulan Juli 2006 hingga bulan Februari 2007.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Kalsium hidroksida (CaOH)2 50 gram. Asam fosfat (H3PO4) 44,4 gram. Kalsium nitrat (Ca(NO3)2) 40,81 gram. Diammonium hidrogen fosfat ((NH4)2HPO4) 12,66 gram. Pelarut SBF 3 liter. Komposisi tiap liternya terdiri dari : a. 6,547 g NaCl 99,5 %. b. 2,268 g NaHCO3 99,5 %. c. 0,373 g KCl 99,0 %. d. 0,178 g Na2HPO4.2H2O 99,5 %. e. 0,305 g MgCl2.6H2O 98 % f. 0,368 g CaCl2.2H2O 99 %. g. 0,071 g Na2SO4. h. 6,057 g (CH2OH)3CNH2 99,2 %. i. 40 ml HCl 1 Molar. 6. Aquades 4 liter.
1. 2. 3. 4. 5.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Ball mill untuk menggerus atau menghaluskan sampel. Neraca analitik untuk menimbang sampel. Oven untuk mengeringkan sampel dan untuk sintering. Water bath Pompa vakum FTIR UV-Vis dan AAS TG-DTA XRD
Metode Penelitian Preparasi pelarut SBF 1 liter Pertama-tama siapkan 1000 ml aquades, sekitar 700 ml-nya dituangkan ke dalam tabung reaksi untuk distirrer pada suhu 40 oC, setelah itu masukkan urutan pencampuran sebagai berikut : 1. 6,47 g NaCl 99,5 % 2. 2.268 g NaHCO3 99,5 % 3. 0,373 g KCl 99,0 % 4. 0,178 g Na2HPO4.2H2O 99,5 % 5. 0,305 g MgCl2.6H2O 98 % 6. 15 ml HCl 1 Molar 7. 0,368 g CaCl2.2H2O 99,0 % 8. 0,071 g Na2SO4 9. 6,057 g (CH2OH)3CNH2 99,2 % 10. 25 ml HCl 1 Molar Dalam pencampuran diberi selang dua menit setiap tahapnya dengan tujuan supaya larut secara merata dan pemasukkan HCl sekitar dua tetes per detik. Setelah HCl masuk semua ke dalam
tabung maka isi tabung akan menjadi lebih jernih. Pengadukan dan pemanasan sampai suhu 40 oC dibiarkan kurang lebih satu jam. Preparasi Sampel HA-1 HA-1 berasal dari bahan baku kalsium nitrat (Ca(NO3)2) dengan diammonium hidrogen fosfat ((NH4)2HPO4). Membuat larutan asam untuk sampel HA-I 1. Disiapkan senyawa (NH4)2HPO4 12,66 g. 2. Larutan SBF 300 ml pada sebuah becker glass ukuran 500 ml. 3. Senyawa (NH4)2HPO4 12,66 g dituangkan dalam 300 ml SBF. Membuat suspensi dasar untuk sampel HA-I 1. Disiapkan senyawa Ca(NO3)2 40,81 g. 2. Larutan SBF 1460 ml pada sebuah becker glass ukuran 2000 ml. 3. Senyawa Ca(NO3)2 40,81 g dituangkan dalam 1460 ml SBF, diaduk sambil dipanaskan sampai 40 oC dengan kecepatan 200-300 rpm. 4. Larutan asam untuk sampel HA-I dimasukkan ke dalam larutan kalsium nitrat sekitar 2 tetes per detik sambil diaduk dan dipanaskan pada suhu 40 oC. Waktu yang dibutuhkan sekitar 3 jam. 5. Setelah semua larutan asam sampel HA-I masuk ke dalam suspensi dasar sampel HA-I, biarkan campuran tersebut selama 2 jam dan masih dalam keadaan diaduk serta dipanaskan dalam suhu 40 oC, kemudian didiamkan selama 24 jam dalam suhu ruang. 6. Endapan yang diperoleh disaring dan dicuci dengan aquades sebanyak ± 2000 ml di dalam pompa vakum. 7. Diamkan kurang lebih 24 jam dalam suhu ruangan. Preparasi Sampel HA-2 HA-2 berasal dari bahan baku garam kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dengan asam fosfat (H3PO4). Preparasi sampelnya sama dengan preparasi sampel yang pertama. Membuat larutan asam untuk sampel HA-2 1. Disiapkan senyawa H3PO4 44,40 g. 2. Larutan SBF 300 g pada sebuah becker glass ukuran 500 ml. 3. Senyawa H3PO4 44,40 g dituangkan dalam 300 g SBF. Membuat suspensi dasar untuk sampel HA-2 1. Disiapkan senyawa Ca(OH)2 50,00 g. 2. Larutan SBF 400 g pada sebuah becker glass ukuran 1000 ml. 3. Senyawa Ca(OH)2 50,00 g dituangkan dalam 400 g SBF, diaduk sambil dipanaskan sampai 40 o C dengan kecepatan 200-300 rpm. 4. Larutan asam untuk sampel HA-2 dimasukkan ke dalam larutan kalsium hidroksida sekitar 2 tetes per detik sambil diaduk dan dipanaskan pada suhu 40 oC. Waktu yang dibutuhkan sekitar 3 jam. 5. Derajat keasaman diukur dan nilai yang dicapai harus lebih besar dari 7,4. 6. Setelah semua larutan asam sampel HA-2 masuk ke dalam suspensi dasar sampel HA-2, biarkan campuran tersebut selama 2 jam dan masih dalam keadaan diaduk serta dipanaskan dalam suhu 40 oC, kemudian didiamkan selama 24 jam dalam suhu ruang. 7. Endapan yang diperoleh disaring dan dicuci dengan aquades sebanyak ± 2000 ml di dalam pompa vakum. 8. Diamkan kurang lebih 24 jam. Pengeringan Endapan yang diperoleh dari kedua sampel di atas diuapkan kandungan airnya untuk mendapatkan hidroksiapatit murni dengan cara dioven pada suhu ± 100 oC dalam waktu sekitar 72 jam. Penggerusan
Endapan yang sudah kering dimilling selama ±10 menit, dengan putaran sekitar 40 rpm supaya sampel menjadi halus. Jika sampel belum halus dapat dimilling ulang dengan putaran yang sama. Pengayakan Sampel yang sudah halus diayak dengan menggunakan saringan dengan mesh nomor 230 supaya ukuran butirnya seragam. Sampel HA-3, HA-4 dan HA-5 HA-3, HA-4 dan HA-5 berasal dari material alami yang masing-masingnya berasal dari koral, tulang manusia dan tulang sapi. Ketiga sampel ini diterima sudah jadi dari Batan Research Tissue Bank Pasar Jumat dengan kode nomor BA-G/10-05/17-93 untuk sampel dari koral, BA-G/23-3214/08-04 untuk sampel dari tulang manusia dan BACAN-G/3.6/09-01 untuk sampel dari tulang sapi. Karakterisasi dengan XRD Alat XRD yang digunakan adalah Shimadzu 610. Preparasi sampel untuk XRD yaitu sebagai berikut : 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan dan diayak ± 2 gram. 2. Sampel dimasukkan ke dalam holder berukuran 2 x 2 cm2. 3. Holder berisi sampel dikait pada diffraktometer. 4. Pada komputer diset nama sampel, sudut awal, sudut akhir, dan kecepatan analisa. Sudut awal pada 10o dan sudut akhir pada 70o dengan kecepatan baca diset 2o per menit. 5. Di-run. 6. Data diperoleh (data XRD sebelum sintering). 7. Sampel dioven sampai suhu 1400 oC, kemudian dikarakterisasi lagi dengan XRD dengan proses yang sama seperti pada saat sampel sebelum disintering. 8. Data diperoleh (data XRD setelah sintering). Karakterisasi dengan FTIR Alat FTIR yang digunakan adalah Jasco FTIR-410 Preparasi sampel untuk FTIR : 1. Dua miligram sampel dicampur dengan 20 mg KBr. 2. Sampel dibuat pelet. 3. Dicek dengan jangkauan bilangan gelombang 4000-400 cm-1. Karakterisasi dengan AAS dan UV-Vis Alat AAS yang digunakan adalah Varian SpectrAA 30/40. Preparasi sampel untuk AAS : 1. Sampel hidroksiapatit ditimbang sebanyak 0,5 gram. 2. Sampel hidroksiapatit dilarutkan dalam 5 ml asam nitrat pekat (HNO3). 3. Larutan yang terbentuk dipanaskan sampai semuanya tercampur homogen. Setelah itu diangkat dan didinginkan. 4. Larutan yang sudah dingin diencerkan dengan aquades sampai konsentrasinya sesuai dengan standar contoh yang digunakan. Kemudian disaring dengan kertas saring dan sampel siap dianalisa dengan AAS.
1. 2. 3.
Alat UV-Vis yang digunakan adalah Spectrophotometer UV-Vis 1700. Preparasi sampel untuk UV-Vis: Pipet sebanyak 50 ml masing-masing standar P, masukan ke dalam erlenmeyer 125 ml dan 50 ml larutan HA. Tambahkan 2 ml pereaksi amonium molybdat dan 0.25 ml stanous klorida, aduk dan diamkan selama 10 menit. Siap diukur dengan spektroskopi UV-Vis pada panjang gelombang 660 nm.
Karakterisasi dengan TG-DTA Alat TG-DTA yang digunakan adalah SETARAM TG-DTA 92-18. Preparasi sampel untuk TG-DTA : 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan dan diayak ± 80 miligram.
2. 3.
Sampel dimasukkan ke dalam krus platina (Pt). Digunakan atmosfer argon dan di-run sampai suhu 1400 oC dengan spesifikasi suhu pemanasan 10 oC/menit, ditahan selama 15 menit kemudian dikembalikan pada suhu ruang secara alami.
Penelusuran literatur dan penyusunan proposal Tidak
Siap ?
Preparasi pelarut SBF
Pembuatan material HA sintetik
Material HA alami Karakterisasi sampel dengan XRD, FTIR, AAS, UV-Vis dan TG-DTA
Pemanasan sampel : ± 1400 oC
Karakterisasi dengan XRD, FTIR, UV-Vis dan AAS
Pengolahan dan analisis data
Penyusunan laporan
Gambar 3 Diagram alir penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisa Fasa Hidroksiapatit dengan XRD Hasil XRD yang diperoleh untuk sampel hidroksiapatit sebelum dan sesudah disintering ditunjukkan pada Gambar 4 sampai 8 dan data JCPDS untuk HA, β-TCP, α-TCP dan CaO ada di lampiran 2, 3 dan 4. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa sampel HA-1 mempunyai fasa HA yang lebih dominan, hal ini dilihat dari kecocokannya antara hkl dan sudut difraksinya, sampel HA-1 yang sudah disintering juga masih dominan memiliki fasa HA. Begitu juga hasil identifikasi dalam sampel HA-2 baik sebelum sintering maupun setelah sintering muncul puncak-puncak milik HA yang merupakan puncak-puncak maksimumnya, tetapi pada sampel HA-2 yang telah disintering, ditemukan juga puncak-puncak yang lebih rendah dari pada puncak-puncak milik HA, puncakpuncak tersebut dimiliki oleh α-TCP. Sementara itu dalam sampel HA-3 sebelum disintering pun sudah ditemukan puncak-puncak selain milik HA, tetapi juga terdapat puncak yang lain milik β-TCP dan α-TCP, sedangkan dalam sampel HA-3 yang sudah disintering, puncak-puncak tersebut semakin kuat dan juga selama sintering terbentuk fasa baru yaitu adanya fasa CaO pada sudut difraksi sekitar 32,914o seperti yang terlihat pada Gambar 6. Puncak-puncak maksimum yang dimiliki sampel HA-4 yaitu milik HA dan α-TCP, setelah disintering puncak-puncak tersebut semakin tajam dan juga terdapat puncak baru milik β-TCP pada sudut difraksi sekitar 28,291o. Pada sampel HA-5 juga dapat dilihat adanya puncak-puncak maksimum milik HA dan α-TCP, tetapi menurut hasil pencocokan dengan standar JCPDS fasa yang lebih dominan yaitu α-TCP, fasa α-TCP ini lebih terlihat pada sampel yang sudah disintering.
HA-1 sebelum sintering 120 In te n s ita s ( a .u )
100 80 60 40 20 0 10
20
30
40
50
60
70 2θ
(a)
In te n s ita s ( a .u )
HA-1 setelah sintering 140 120 100 80 60 40 20 0 10
20
30
40
50
60
702θ
(b) Gambar 4 Pola XRD HA-1 (a) sebelum sintering, (b) setelah sintering. HA-2 sebelum sintering In te n s ita s ( a .u )
120 100 80 60 40 20 0 10
20
30
40
50
60
70 2θ
(a)
In te n s ita s ( a .u )
HA-2 setelah sintering 140 120 100 80 60 40 20 0 10
20
30
40
50
60
70 2θ
(b) Gambar 5 Pola XRD HA-2 (a) sebelum sintering, (b) setelah sintering. HA-3 sebelum sintering
In te n s ita s ( a .u )
100 80 60 40 20 0 10
20
30
40
50
60
70 2θ
(a)
HA-3 setelah sintering 120 In te n s ita s ( a .u )
100 80 60 40 20 0 10
20
30
40
50
60
70 2θ
(b) Gambar 6 Pola XRD HA-3 (a) sebelum sintering, (b) setelah sintering. HA-4 sebelum sintering
In te n s ita s ( a .u )
80 60 40 20 0 10
20
30
40
50
60
70 2θ
(a) HA-4 setelah sintering
In te n s ita s ( a .u )
200 150 100 50 0 10
20
30
40
50
60
70 2θ
(b) Gambar 7 Pola XRD HA-4 (a) sebelum sintering, (b) setelah sintering.
In te n s ita s (a .u )
HA-5 sebelum sintering 160 140 120 100 80 60 40 20 0 10
20
30
40
50
60
70 2θ
(a) HA-5 setelah sintering 140
In te n s ita s ( a .u )
120 100 80 60 40 20 0 10
20
30
40
50
60
70 2θ
(b) Gambar 8 Pola XRD HA-5 (a) sebelum sintering, (b) setelah sintering. Tabel 2 Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-1 sebelum sintering HA-1 sebelum sintering 2θ (o) hkl d (Å) 25,984 002 3,426 32,186 112 2,779 49,603 222 2,286
Standar JCPDS 2θ (o) hkl d (Å) 25,879 002 3,440 32,196 112 2,778 46,711 222 1,943
Pergeseran sudut difraksi (o) 0,0040 0,0003 0,0620
Himpitan sudut HA HA HA
Tabel 3 Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-1 setelah sintering HA-1 setelah sintering 2θ (o) hkl d (Å) 25,734 002 3,459 31,648 211 2,825 32,750 300 2,732
Standar JCPDS 2θ (o) hkl d (Å) 25,879 002 3,440 31.860 211 2,814 32,900 300 2,720
Pergeseran sudut difraksi (o) 0,0060 0,0070 0,0050
Himpitan sudut HA HA HA
Tabel 4 Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-2 sebelum sintering HA-2 sebelum sintering 2θ (o) hkl d (Å) 25,853 002 3,443 32,044 112 2,791 49,494 213 1,840
Standar JCPDS 2θ (o) hkl d (Å) 25,879 002 3,440 32,196 112 2,778 49,510 213 1,841
Pergeseran sudut difraksi (o) 0,0006 0,0047 0,0003
Himpitan sudut HA HA HA
Tabel 5 Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-2 setelah sintering HA-2 setelah sintering 2θ (o) hkl d (Å) 31,966 211 2,797 33,085 300 2,705 49,694 213 1,833
Standar JCPDS 2θ (o) hkl d (Å) 32,196 112 2,778 32,900 300 2,720 49,510 213 1,841
Pergeseran sudut difraksi (o) 0,0071 0,0056 0,0037
Himpitan sudut HA HA HA
Tabel 6 Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-3 sebelum sintering HA-3 sebelum sintering 2θ (o) hkl d (Å) 31,988 211 2,796 34,267 202 2,615
Standar JCPDS 2θ (o) hkl d (Å) 31,860 211 2,814 34,220 202 2,631
50,934
51,330
410
1,791
410
1,780
Pergeseran sudut difraksi (o) 0,0040 0,0014 0,0077
Himpitan sudut HA, β-TCP HA, α-TCP, βTCP HA
Tabel 7 Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-3 setelah sintering HA-3 setelah sintering 2θ (o) hkl d (Å) 31,715 211 2,819 32,914 300 2,719 37,430 220 2,401
Standar JCPDS 2θ (o) hkl d (Å) 31,860 211 2,814 32,900 300 2,720 34,371 220 2,610
Pergeseran sudut difraksi (o) 0,0046 0,0004 0,0889
Himpitan sudut HA HA, CaO β-TCP
Tabel 8 Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-4 sebelum sintering HA-4 sebelum sintering 2θ (o) hkl d (Å) 25,742 002 3,458 31,714 211 2,819 33,909 202 2,642
Standar JCPDS 2θ (o) hkl d (Å) 25,879 002 3,440 31,860 211 2,814 34,220 202 2,631
Pergeseran sudut difraksi (o) 0,0053 0,0046 0,0091
Himpitan sudut HA, α-TCP HA HA
Tabel 9 Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-4 setelah sintering HA-4 setelah sintering 2θ (o) hkl d (Å) 26,186 002 3,400 28,291 102 3,152 31,510 211 2,837
Standar JCPDS 2θ (o) hkl d (Å) 25,879 002 3,440 28,220 102 3,170 31,860 211 2,814
Pergeseran sudut difraksi (o) 0,0119 0,0025 0,0109
Himpitan sudut HA, α-TCP HA, β-TCP HA
Tabel 10 Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-5 sebelum sintering HA-5 sebelum sintering 2θ (o) hkl d (Å) 21,086 200 4,209 29,440 210 3,032 34,337 202 2,609
Standar JCPDS 2θ (o) hkl d (Å) 21,600 200 4,070 29,140 210 3,080 34,220 202 2,631
Pergeseran sudut difraksi (o) 0,0238 0,0103 0,0034
Himpitan sudut HA HA HA, α-TCP
Tabel 11 Maksimum pola difraksi sinar x sampel HA-5 setelah sintering HA-5 setelah sintering 2θ (o) hkl d (Å) 28,188 102 3,163 31,399 211 2,847 34,799 301 2,576
Standar JCPDS 2θ (o) hkl d (Å) 28,220 102 3,170 31,860 211 2,814 35,510 301 2,528
Identifikasi Gugus Anion PO43-, CO32- dan OH- dengan FTIR
Spektra FTIR HA-1 yang belum disintering memiliki pita serapan fosfat (PO43–) pada bilangan gelombang 561,184 cm–1, 603,61 cm–1 dan 1031,73 cm–1, pita serapan substitusi karbonat (CO32–) pada bilangan gelombang 1456,21 cm–1 dan 1637,27 cm–1, pita serapan OH- pada bilangan gelombang 3407,6 cm–1, dan pita serapan kristal apatit tipe B pada bilangan gelombang 873,596 cm–1 dan 1417,42 cm–1. Gugus PO43– yang dimiliki HA-1 ini bervibrasi asimetri bending (v4) pada bilangan gelombang 561,184 cm–1 dan 603,61 cm–1 serta bervibrasi asimetri streching (v3)
Pergeseran sudut difraksi (o) 0,0011 0,0145 0,0200
Himpitan sudut HA, α-TCP HA, α-TCP HA, α-TCP
pada bilangan gelombang 1031,73 cm–1, untuk vibrasi simetri streching (v1) dan vibrasi simetri bending (v2) tidak terdeteksi bilangan gelombangnya. HA–2 memiliki spektra FTIR untuk pita serapan substitusi karbonat (CO32–) pada bilangan gelombang 1457,92 cm–1 dan 1637,27 cm–1, pita serapan OH- pada bilangan gelombang 3415,31 cm–1, pita serapan fosfat (PO43–) pada bilangan gelombang 568,898 cm–1, 611,324 cm–1 dan 1043,30 cm–1, dan pita serapan kristal apatit tipe B pada bilangan gelombang 873,596 cm–1 dan 1425,14 cm–1. Gugus PO43– yang dimiliki HA-2 ini bervibrasi asimetri bending (v4) pada bilangan gelombang 568,989 cm–1 dan
611,324 cm–1 serta bervibrasi asimetri streching (v3) pada bilangan gelombang 1043,3 cm–1, untuk vibrasi simetri streching (v1) dan vibrasi simetri bending (v2) tidak terdeteksi bilangan gelombangnya. Spektra FTIR untuk sampel HA-3 diperoleh bahwa pita serapan substitusi karbonat (CO32–) pada bilangan gelombang 1432,85 cm–1 dan 1644,98 cm–1, pita serapan OH- pada bilangan gelombang 3432,67 cm–1 dan 3644,80 cm–1, pita serapan fosfat (PO43–) pada bilangan gelombang 603,61 cm–1 dan 1035,59 cm–1 dan pita serapan kristal apatit tipe B pada bilangan gelombang 873,596 cm– 1 . Gugus PO43– yang dimiliki HA-3 ini bervibrasi asimetri bending (v4) pada bilangan gelombang 603,61 cm–1 serta bervibrasi asimetri streching (v3) pada bilangan gelombang 1035,59 cm–1, untuk vibrasi simetri streching (v1) dan vibrasi simetri bending (v2) tidak terdeteksi bilangan gelombangnya. HA-4 memiliki spektra FTIR untuk pita serapan OH- pada bilangan gelombang 3415,31 cm–1 dan pita serapan fosfat (PO43–) pada bilangan gelombang 1035,59 cm–1. Gugus PO43– ini bervibrasi asimetri streching (v3). Pita serapan substitusi karbonat (CO32–) pada tulang manusia tidak terdeteksi bilangan gelombangnya. HA-5 memiliki spektra FTIR untuk pita serapan substitusi karbonat (CO32–) pada bilangan gelombang 1652,70 cm–1, pita serapan OH- pada bilangan gelombang 3178,11 cm–1, 3288,04 cm–1, 3482,81 cm–1 dan 3538,74 cm–1, pita serapan fosfat (PO43–) pada bilangan gelombang 518,758 cm–1, 987,375 cm–1 dan 1060,66 cm–1 dan pita serapan kristal apatit tipe B pada bilangan gelombang 788,743 cm–1, 871,667 cm–1, 1137,80 cm–1, 1205,29 cm–1 dan 1467,56 cm– 1 . Gugus PO43– yang dimiliki HA-5 ini bervibrasi asimetri bending (v4) pada bilangan gelombang 518,758 cm–1, bervibrasi asimetri streching (v3) pada bilangan gelombang 1060,66 cm–1 dan bervibrasi simetri streching (v1) pada bilangan gelombang 987,375 cm–1. Spektra FTIR untuk sampel HA-1 setelah disintering sampai suhu 1400 oC memiliki pita serapan fosfat (PO43–) pada bilangan gelombang 1043,3 cm–1, 593,968 cm–1 dan 561,184 cm–1 dan pita serapan substitusi karbonat (CO32–) pada bilangan gelombang 1594,84 cm–1. Gugus PO43– yang dimilikinya bervibrasi asimetri bending (v4) pada bilangan gelombang 593,968 cm–1 dan 561,184 cm–1 dan bervibrasi asimetri streching (v3) pada bilangan gelombang 1043,3 cm–1, sedangkan
untuk vibrasi simetri streching (v1) dan simetri bending (v2) tidak terdeteksi bilangan gelombangnya. Spektra FTIR untuk sampel HA-2 setelah disintering sampai suhu 1400 oC memiliki pita serapan fosfat (PO43–) pada bilangan gelombang 1043,3 cm–1 dan 568,898 cm–1. Gugus PO43– yang dimilikinya bervibrasi asimetri bending (v4) pada bilangan gelombang 568,898 cm–1 dan bervibrasi asimetri streching (v3) pada bilangan gelombang 1043,3 cm–1, sedangkan untuk vibrasi simetri streching (v1) dan vibrasi simetri bending (v2) tidak terdeteksi bilangan gelombangnya. Spektra FTIR untuk sampel HA-3 setelah disintering sampai suhu 1400 oC memiliki pita serapan substitusi karbonat (CO32–) pada bilangan gelombang 1417,42 cm–1 dan pita serapan fosfat (PO43–) pada bilangan gelombang 1035,59 cm–1 dan 561,184 cm–1. Gugus PO43– yang dimilikinya bervibrasi asimetri bending (v4) pada bilangan gelombang 561,184 cm–1 dan bervibrasi asimetri streching (v3) pada bilangan gelombang 1035,59 cm–1, untuk vibrasi simetri streching (v1) dan vibrasi simetri bending (v2) tidak terdeteksi bilangan gelombangnya. Spektra FTIR untuk sampel HA-4 setelah disintering sampai suhu 1400 oC diperoleh bahwa gugus yang terkandung dalam sampel yaitu hanya gugus fosfat (PO43–). Gugus fosfat ini bervibrasi asimetri streching (v3) pada bilangan gelombang 1053,59 cm–1 dan yang bervibrasi asimetri bending (v4) pada bilangan gelombang 603,61 cm-1 dan 551,542 cm-1. Vibrasi simetri streching (v1) dan vibrasi simetri bending (v2) tidak terdeteksi bilangan gelombangnya. Spektra FTIR untuk sampel HA-5 setelah disintering sampai suhu 1400 oC menunjukkan bahwa dalam sampel HA-5 hanya terkandung gugus OH- pada bilangan gelombang 3409,53 cm-1 dan gugus fosfat (PO43-) yang bervibrasi asimetri streching (v3) pada bilangan gelombang 1031,73 cm-1. Vibrasi simetri streching (v1), vibrasi simetri bending (v2) dan vibrasi asimetri streching (v3) tidak terdeteksi bilangan gelombangnya. Perbandingan sampel hidroksiapatit sebelum dan sesudah sintering sampai suhu 1400 oC dapat dilihat pada Tabel 12 dan 13, dari tabel tersebut terlihat bahwa untuk sampel sebelum sintering masih terdapat gugus OH- pada bilangan gelombang 3178,113644,80 cm-1, sedangkan pada sampel yang sudah disintering, gugus OH- tidak terdeteksi
bilangan gelombangnya karena dengan adanya proses pemanasan akan menyebabkan hilangnya gugus OH- yang berasal dari air. Gambar 9 dan 10 memperlihatkan bahwa secara keseluruhan puncak-puncak yang dimiliki oleh gugus CO32- menghilang pada sampel-sampel yang telah disintering. Hal ini didukung dengan hasil TG-DTA, bahwa pada suhu antara 750-850 oC teramatinya puncakpuncak endotermik kecuali pada HA-1. Puncak-puncak endotermik ini menunjukkan
terjadinya peleburan CO32-. Hilangnya gugus CO32- ini menunjukkan bahwa derajat kristalinitas sampel yang telah disintering menjadi meningkat. Hal inipun didukung dengan hasil karakterisasi menggunakan XRD, dari hasil XRD pada sampel-sampel yang telah disintering puncak-puncaknya semakin runcing dan tajam, keadaan ini memperlihatkan bahwa selama sintering telah terjadi proses pengkristalan.
KBr HA-1 H2O
OH-
CO32-
CO32-
% Transmitansi
PO43
HA-2
HA-3
HA-4
HA-5
Gambar 9 Spektra serbuk hidroksiapatit sebelum sintering. KBr HA-1 CO32-
PO43-
% Transmitansi
HA-2
HA-3
HA-4
HA-5
Gambar 10 Spektra serbuk hidroksiapatit setelah sintering. Tabel 12 Data spektra serbuk hidroksiapatit sebelum sintering HA-1 561,184 603,61 873,596 1031,73 1417,42 1456,21 1637,27 3407,6
Puncak (cm-1) HA-2 HA-3 HA-4 568,898 611,324 603,61 873,596 873,596 1043,30 1035,59 1035,59 1425,14 1432,85 1457,92 1637,27 1644,98 3415,31 3432,67 3415,31
HA-5 518,758 788,743 871,667 987,375 1060,66 1137,80 1205,29 1467,56 1652,70 3178,11 3288,04 3482,81
Identifikasi asimetri bending ikatan dari PO43asimetri bending ikatan dari PO43CO32- dari HA tipe B bending ikatan CO32- dari HA tipe B simetri streching ikatan dari PO43asimetri streching ikatan dari PO43CO32- dari HA tipe B CO32- dari HA tipe B streching CO32- dari HA tipe B CO32CO32OHOHOH-
-
3538,74 3644,80 Tabel 13 Data spektra serbuk hidroksiapatit setelah sintering HA-1 561,184 593,968 1043,3 1594,84
Puncak (cm-1) HA-2 HA-3 568,898 561,184 1043,3 1035,59 1417,42 -
HA-4 551,542 603,61 1035,59 -
Identifikasi Unsur Kation Ca2+ dengan AAS dan P5+ dengan UV-Vis Unsur-unsur kation yang terdapat dalam hidroksiapatit seperti Ca2+ dan P5+ diidentifikasi masing-masing dengan menggunakan AAS dan UV-Vis. Secara keseluruhan nilai rasio Ca/P lebih dari 1,67, keadaan ini menunjukkan bahwa sampel bukanlah HA murni, hal ini terjadi karena selama pembuatan sampel digunakan pelarut SBF, dimana ion-ion yang terkandung dalam larutan SBF dapat membentuk senyawa baru dan dapat mempengaruhi kadar Ca dan P yang terkandung dalam sampel. Kadar molar Ca dan P dalam sampel sebelum sintering dan setelah sintering bervariasi, kadarnya ada yang meningkat tetapi ada juga yang mengalami penurunan. Perbandingan nilai Ca dan P sebelum sintering dan setelah sintering dapat dilihat pada Tabel 14 dan 15. Tabel 14 Hasil pengukuran kation dengan UV-Vis dan AAS untuk sampel sebelum sintering Sampel HA-1 HA-2 HA-3 HA-4 HA-5
Sebelum Sintering Ca2+ P5+ (Molar) (Molar) 13,568 4,926 14,560 5,294 8,173 2,423 21,010 3,419 8,048 3,619
Ca/P 2,754 2,751 3,373 6,144 2,223
Tabel 15 Hasil pengukuran kation dengan UV-Vis dan AAS untuk sampel setelah sintering Sampel HA-1 HA-2 HA-3
Setelah Sintering P5+ Ca2+ (Molar) (Molar) 12,065 5,348 10,843 4,823 17,455 3,413
Ca/P 2,256 2,248 5,114
HA-5 1031,73 -
OHOHIdentifikasi
asimetri bending ikatan dari PO43asimetri bending ikatan dari PO43asimetri bending ikatan dari PO43asimetri streching ikatan dari PO43streching ikatan CO32- dari HA tipe B CO32-
HA-4 6,305 3,552 1,775 HA-5 3,925 2,468 1,591 Dari tabel terlihat bahwa kadar Ca setelah sintering cenderung mengalami penurunan kecuali untuk HA-3, karena sesuai dengan hasil XRD dalam sampel HA-3 yang telah disintering terbentuk senyawa baru yaitu adanya senyawa CaO (kalsium oksida), senyawa ini diperkirakan dapat meningkatkan kadar Ca yang terkandung dalam sampel, sedangkan kadar P dalam sampel yang telah disintering menunjukkan nilai yang bervariasi, kadarnya ada yang meningkat tetapi ada juga yang mengalami penurunan, tetapi perubahannya tidak begitu signifikan..
Identifikasi Hidroksiapatit dengan TG-DTA Beberapa fenomena termokimia seperti perubahan berat dan perubahan entalpi diidentifikasi dengan TG-DTA. Hasil analisis termal dengan TG-DTA untuk beberapa sampel hidroksiapatit menunjukkan bahwa pada HA-1 terdapat satu puncak eksotermik pada suhu antara 294,52-255,53 oC dengan perubahan entalpinya sebesar 36,3308 J/g. Perubahan entalpi ini masih cukup rendah sehingga tidak menyebabkan terjadinya perubahan fasa, keadaan ini didukung dengan tidak terjadinya perubahan berat selama sampel dianalisa dengan TG-DTA sampai suhu 1400 oC, tidak terjadinya perubahan berat ini juga menunjukkan bahwa sampel HA-1 sebelum dianalisis dengan TG-DTA sudah benar-benar kering. Sementara puncakpuncak kecil seperti yang terlihat dalam Lampiran 6 (grafik warna biru) hanya menunjukkan noise saja. Pada HA-2 terdapat satu puncak endotermik yaitu pada suhu antara 102,05138,21 oC dengan perubahan entalpi sebesar 17,9404 J/g dan terdapat dua puncak eksotermik pada suhu antara 249,19-346,16 o C dan 846,98-869,98 oC dengan perubahan
entalpi masing-masing 43,598 J/g dan 8,1798 J/g. Puncak endotermik menunjukkan lepasnya kandungan air dalam sampel, sedangkan puncak eksotermik yang pertama menunjukkan titik rekristalisasi sampel dan puncak eksotermik yang kedua terjadi eliminasi karbonat. Selama analisa HA-2 terdapat noise yang sangat kuat, tetapi meskipun demikian, noise ini tidak menyebabkan terjadinya perubahan berat. Pada HA-3 terdapat tiga puncak endotermik pada suhu 78,96-138,94 oC, 417,16-417,07 oC dan 661,87-701,35 oC dengan perubahan entalpi masing-masingnya sebesar 49,064 J/g, 256,7765 J/g dan 28,7643 J/g. Pada HA-3 ini terdapat puncak endotermik yang sangat tajam pada suhu sekitar 417,16-471,07 oC, sehingga perubahan energinya dapat menyebabkan terjadinya perubahan fasa meskipun tidak terjadi perubahan berat. Hal ini sesuai dengan hasil analisa XRD yaitu pada HA-3 yang telah disintering, selain fasa HA juga terdapat fasa β-TCP dan terbentuknya senyawa CaO. Puncak endotermik yang pertama menunjukkan terjadinya eliminasi air dalam sampel, puncak endotermik yang ke dua menunjukkan reaksi perubahan fasa, tetapi fasa yang terbentuk pada suhu tersebut tidak dapat diketahui karena tidak dilakukan uji XRD pada suhu terjadinya reaksi endotermik
tersebut, selain itu fasa awal yang terkandung dalam sampel sebelum sintering juga tidak hanya satu fasa sehingga sulit dilakukan pencocokkan dengan literaturnya, sedangkan puncak endotermik yang ke tiga menunjukkan terjadinya peleburan unsur Mg. Pada HA-4 terdapat dua puncak endotermik pada suhu 99,16-153,13 oC dan 1233,58-1272,65 oC dengan perubahan entalpi sebesar 113,0624 J/g dan 71,2902 J/g, dari semua sampel HA yang diidentifikasi dengan TG-DTA, hanya HA-4 yang mengalami penurunan berat yaitu sekitar 16,57% pada suhu antara 300-400 oC. Pada suhu antara 99,16-153,13 oC terdapat puncak endotermik yang cukup tajam, sebagai akibat dari hilangnya kandungan uap air atau kandungan oksigennya. Puncak endotermik yang kecilkecil juga teramati pada suhu sekitar 700-900 o C yang merupakan titik-titik rekristalisasi dari sampel. Pada HA-5 terdapat dua puncak endotermik pada suhu 184,77-198,86 oC dan o C dengan perubahan 265,16-285,68 entalpinya sebesar 38,5018 J/g dan 60,1898 J/g. Puncak-puncak endotermik ini menunjukkan hilangnya kandungan uap air dalam sampel tetapi tidak diikuti dengan perubahan berat. Data hasil identifikasi dengan TG-DTA ditunjukkan pada Tabel 16.
Tabel 16 Hasil uji TG-DTA Nama Sampel HA-1 HA-2
HA-3
HA-4
HA-5
Suhu (oC) 249,52-255,53 1200-1300 102,05-138,21 249,19-346,16 569 782 846,98-869,98 78,96-138,94 417,16-471,07 569 661,87-701,35 800-900 950-1000 99,16-153,13 300 782 851 1233,6-1272,7 184,77-198,86 265,16-285,68 569 1100-1300
TG (mg) -9,0 -
Hasil analisis ∆H (J/g) Keterangan -36,33 Eksotermik, rekristalisasi Endotermik Endotermik, eliminasi air 17,94 Eksotermik, eliminasi air -43,59 Endotermik Endotermik Eksotermik -8,18 49,07 Endotermik, eliminasi air 256,78 Endotermik, perubahan fasa Endotermik 28,76 Endotermik, peleburan Mg Endotermik, eliminasi karbonat Endotermik Endotermik, eliminasi air Perubahan berat 16,57% 113,06 Endotermik 71,29 Endotermik Endotermik Endotermik, eliminasi air 38,50 60,19 Endotermik Endotermik Endotermik
PENUTUP Simpulan Kristal kalsium fosfat berupa hidroksiapatit dapat diperoleh dari alam ataupun dibuat secara sintetik. Kestabilan fasa hidroksiapatit sintetik lebih baik dibandingkan dengan hidroksiapatit yang berasal dari alam. Perbandingan Ca/P dari masing-masing kristal kalsium fosfat rata-rata lebih dari 1,67. Hal ini menunjukkan bahwa hidroksiapatit yang terbentuk bukanlah hidroksiapatit murni, salah satu faktor penyebabnya karena sampel yang dibuat dilarutkan dalam pelarut SBF, dimana ion-ion yang terkandung dalam senyawa SBF tersebut dapat membentuk senyawa baru sehingga dapat mempengaruhi kadar Ca dan P dalam sampel.
Saran Penelitian ini dapat dikembangkan dengan mengukur konstanta difusinya dan menganalisa beberapa sifat yang berubah selama sintering seperti neck size (ukuran leher), shrinkage (penyusutan), densification dan surface area reduction.
DAFTAR PUSTAKA [1] Aoki H. Science and Medical Application of Hydroxyapatite. Tokyo: JAAS; 1991. [2] Langenati R, Ngatijo, Widjaksana, Latief A, Sugeng B. Aplikasi Hidroksiapatit di Bidang Medis. 2003. [3]--Bhat SV. Biomaterials. Pangbourne England: Alpha Science International Ltd; [4] Baig AA et al. Metastable Equilibrium Solubility Behavior of Bone Mineral. Calcif Tissue Int 1999; 64: 329 – 339. [5] Vandiver J, Dean D, Patel N, Bonfield W, Ortiz C. Nanoscale Variation in Surface Charge of Synthetic Hydroxyapatite Detected by Chemically and Spatially Specific High-Resolution Force Spectroscopy. Biomaterials 2004; [6] Putlayev V. Inorganic Materials Lab. Moscow: Moscow State University; 2002. [7] Donglu Shi, Gengwei Jiang and Jennifer Bauer. The Effect of Structural Characteristics on the in vitro Bioactivity of Hydroxyapatite. University of Cincinnati, 2001. [8] Turk J Med Sci. Biomimetic Preparation of HA Powder at 37 oC in Urea and Enzyme Urease Containing Synthetic Body Fluids; 1999. [9] Suchanek W, Yoshimura M. Processing and Properties of Hydroxyapatite-Based Biomaterials for Use as Hard Tissue Replacement Implants. Review 1997; 13: 94-117. [10]-Kalita SJ, Bose S, Hosick HL, Bandyopadhyay A. CaO-P2O5-Na2O-Based Sintering Additives for Hydroxyapatite (HAp) Ceramics. Biomaterials 2003. 25(2004)2331-2339. www.elsevier.com /locate/biomaterials. [11]-Claus G. Goetzel, Ph.D. Treatise on Powder Metallurgy, Intersection Publisher, NY; 1999. [12]-Tipler PA. Fisika untuk Sains dan Teknik. Prasetio L, Adi RW, penerjemah; Sutrisno J, editor. Jakarta: Erlangga; 1998. Terjemahan dari: Physics for Scientists and Engineers, Third Edition. [13]-Kolar d, Pejovink S, Ristic MM. Sintering–Theory and Practices. Amsterdam–oxford– New York: Elsevier Scientific Publishing Company; 1982. [14] Arifianto. Pengaruh Atmosfer dan Suhu Sintering Terhadap Komposisi Pelet Hidroksiapatit dang Dibuat dari Sintesa Kimia dengan Media Air dan SBF [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor; 2006. [15]lSiahaan M, Manaf A. Pembentukan Struktur Mikro dan Sifat Magnetik Sm2Co17 Melalui Cara Sintering. S3C-13 2005: 1-7. http://www.aacg.bham.ac.uk/magnetic_materials/origin_of_magnetism.htm. [28 April 2006] [16] German RM. Powder Metalurgi Science. Princeton: Metal Powder Industries Federation; 1984. [17] Cullity BD, Stock SR. Element of X-Ray Difraction. New Jersey: Prentice Hall; 2001. [18]lFind J. Basics in Powder X-Ray Diffraction and Special Applications. TU Munchen. [19]lKoutsopoulus S. Syntesis and Characterization of Hydroxyapatite Crystals : Arewiew on The Analytical Methode. Departement of Chemistry, University of Patras, Greece, 2002. [20]lHidayat Y. Pengaruh Ion Karbonat, Magnesium, dan Fluor dalam Presipitasi Senyawa Kalsium Fosfat : Karakterisasi dengan Menggunakan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), Spektroskopi UV-VIS, dan Fourier Transform Infrared (FTIR) [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor; 2005. [21]lNur MA, Adijuwana H. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologis. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor; 1989. [22] Putri ER. Sintesa Hidroksiapatit dengan Pelarut SBF : Pengaruh Variasi Sumber Ca2+ dan PO43- serta Temperatur Tinggi pada Karakter Serbuk [skripsi]. Depok : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia; 2005. [23]llASM International. Friction, Lubrication and Wear technology. ASM Handbook 1992; 18. [24]lBarsoum, Michel. Fundamentals of Ceramics. McGraw-Hill Companies, Inc; 1997.