KARAKTERISASI GAS SULFUR DIOKSIDA DALAM PENJERAP TETRAKLOROMERKURAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROSKOPI
ANGGI MANIUR
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ABSTRAK ANGGI MANIUR. Karakterisasi Gas Sulfur Dioksida dalam Penjerap Tetrakloromerkurat dengan Menggunakan Metode Spektroskopi. Dibimbing oleh IRMANSYAH dan MAMAT RAHMAT. Metode pengukuran gas Sulfur dioksida (SO2) yang sering digunakan di Indonesia adalah metode pararosanilin yang prosedurnya diatur pemerintah dalam Standar Nasional Indonesia 19-7119.7-2005. Kelemahan dari pengukuran dengan metode ini adalah hasil pengukuran tidak ditampilkan pada saat itu tetapi dua hari sesudahnya. Pada penelitian ini gas SO2 dijerap dalam larutan penjerap tetrakloromerkurat (TCM) kemudian diukur dengan metode spektroskopi sebagai tahapan awal pembuatan sensor kristal fotonik satu dimensi untuk mendeteksi gas SO2. Gas SO2 bereaksi dengan larutan penjerap TCM menghasilkan larutan tak berwarna dan panjang gelombang absorbansinya berada pada daerah ultraviolet, yaitu 280,11 nm. Penelitian ini mengkarakterisasi gas SO2 dengan metode spektroskopi, menghitung konsentrasi gas SO2 yang terjerap, menentukan kurva kalibrasi, menentukan konsentrasi secara real-time pada saat penjerapan beserta menentukan α (absorpsivitas) sebagai dasar pembuatan sensor kristal fotonik. Kurva kalibrasi yang diperoleh menunjukkan peningkatan konsentrasi gas SO2 yang terjerap menyebabkan intensitas yang ditransmisikan semakin menurun secara eksponensial. Nilai koefisien absorpsi yang diperoleh adalah 0,005 m2/µg. Kata kunci : tetrakloromerkurat, absorpsivitas, gas SO2, sensor kristal fotonik
KARAKTERISASI GAS SULFUR DIOKSIDA DALAM PENJERAP TETRAKLOROMERKURAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROSKOPI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor
Oleh:
ANGGI MANIUR G74080011
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul : Karakterisasi Gas Sulfur Dioksida dalam Penjerap Tetrakloromerkurat dengan Menggunakan Metode Spektroskopi Nama : Anggi Maniur NRP
: G74080011
Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor
Disetujui,
Dr. Ir. Irmansyah, M.Si. Pembimbing I
Mamat Rahmat, M.Si. Pembimbing II
Diketahui,
Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si. Ketua Departemen
Tanggal lulus:
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya sebagai penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul ”Karakterisasi Gas Sulfur Dioksida dalam Penjerap Tetrakloromerkurat dengan Menggunakan Metode Spektroskopi”. Skripsi ini disusun agar penulis sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana di Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Keterbatasan manusia membuat penulis merasa perlu kritik dan saran dari rekan-rekan demi perbaikan selanjutnya. Terima kasih.
Bogor, Juli 2012
Anggi Maniur
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Tuhan Yesus Kristus untuk kasih karunia-Nya dan setiap berkat yang ada di kehidupan penulis. Skripsi ini dipersembahkan untuk kemuliaan nama Tuhan. 2. Bapak Sintua Parbuntian Hutasoit beserta keluarga besar Hutasoit, Mama Anita Theresia Sitinjak beserta keluarga besar Sitinjak, Abang Roni Hutasoit, S.P., Kakak Uly Christina, S.Pd., dan Kakak Julyanti,S.E., yang selalu ada untuk penulis dalam suka maupun duka, untuk setiap kasih sayang dan segala doa yang diberikan. 3. Bapak Dr. Irmansyah, M.Si. sebagai pembimbing utama penulis dalam penelitian ini atas segala nasehat dan bimbingan yang diberikan kepada penulis dalam penelitian ini. 4. Bapak Mamat Rahmat, M.Si. sebagai pembimbing kedua sekaligus pemimpin dalam serangkaian penelitian tim Photonic Crystal atas kesabarannya membimbing penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. 5. Bapak Abd. Djamil, M.Si. dan Ibu Mersi Kurniati, M.Si. sebagai penguji yang telah bersedia menyempatkan waktunya dan memberikan masukan kepada penulis. 6. Bapak M. N. Indro, M.Si. sebagai editor dalam skripsi ini yang telah banyak memberikan masukan cara penulisan kepada penulis. 7. Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) yang telah memberikan Beasiswa Unggulan guna mendanai penelitian ini dan pendidikan penulis. 8. Yayasan Karya Salemba Empat dan Perusahaan Gas Negara yang telah memberikan beasiswa Beasiswa Reguler KSE-PGN guna membiayai kehidupan penulis. 9. Persekutuan Gereja Indonesia yang telah memberikan Beasiswa Yayasan Beasiswa Oikumene guna membiayai pendidikan sarjana penulis. 10. Mama Fince S. Lairihi beserta keluarga atas doa, dukungan, dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis di setiap waktu. Tuhan Yesus memberkati. 11. Nissa Sukmawati, Kak Dede Yulias, Kak Wenny Maulina, Kak Dita Budiarti, Kak Arianti Tumanggor, Kak Erus Rustami, dan Kak Azis yang selalu membantu penulis dalam penelitian. Penelitian ini tak kan selesai tanpa kalian. 12. Hardiyanti, sahabat yang selalu menemani penulis di kala suka maupun duka. Terima kasih untuk segala waktu yang diberikan untuk menemani penulis. Sahabat hanyalah sebuah kata dan kamu memberikannya makna. 13. Ferry Albert, Friska Vida Angela Hutagaol, Stephani Utari, Andreas Gonzales, Fitri Maisesi, dan Ghozie Dachlan. Kalian adalah orang-orang hebat yang pernah ditemui penulis. Kesuksesan ada di tangan kita dan jangan pernah berhenti untuk saling mendoakan. 14. Inessya Feronica, sahabat yang selalu memotivasi penulis untuk tidak menyerah dan terus maju, atas segala bentuk perhatian dan kasih sayang yang diberikan di sepanjang tahun ini. 15. Roy Nizar, Fery Nurdin Ferdiyan, Ari Widjonarko, Bambang Adhi Jatmiko, Epa Rosidah Apipah, sahabat seperjuangan yang menemani penulis dalam perkuliahan dan beberapa kompetisi, sukses untuk kita.
16. Genadi Nur Susilohadi, Nur Hutami Budiarti, Veronica Louhenapessy, dan Fristi Marselia Pardede atas segala motivasi yang diberikan. 17. Keluarga Cemara (Shanty Nathalia, Kristian Edo, Hafiz F., Fahrul, Ryanda) untuk keceriaan dan kasih sayang yang diberikan di sepanjang tahun ini. 18. Kemabalam (Nidya Bela, Misran, Dewi Santami, Valentina Sokoastri, Virza Maradhika, Ratiza Alifa), kalian adalah warga Bandarlampung di Bogor paling hebat yang pernah penulis temui. Tetap jaga kekompakan kita. 19. Pengajar Mafia Clubs (Ismail Saleh, Edwin Cahyadi, Zoraya Puspita, Novira Sartika, Soni Fauzi, Akram) atas kebersamaan kita saat mengajar. Tetap jaga kekompakan kita. 20. Thephibhi (Haikal Catur Saputra, Pramita Riskia, Meita Puspitasari, Ivan Daniel, Handrio Siregar, Ade Prisma, Roy Rimansyah, Uul, M. Kholid, dan Adhitia Rahmana) atas kebersamaan kita dalam berbagai acara dan kompetisi seni, sukses untuk kita. 21. Rekan-rekan Fisika 43, 44, 45, 46, 47, 48 atas kebersamaan yang diberikan di perkuliahan ini. 22. Rekan-rekan Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB, International Association of Students in Agricultural and Related Sciences Indonesia (IAAS) IPB, Paduan Suara Mahasiswa IPB Agria Swara, Program I Love Science, Bimbingan Belajar Ganesha Operation, dan Bimbingan Belajar Mafia Clubs atas kebersamaan sepanjang perkuliahan penulis. Di sini penulis dapat mengembangkan talenta dan mengabdi pada masyarakat.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi, 14 Oktober 1989 dari pasangan Parbuntian Hutasoit dan Anita Theresia Sitinjak. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah Atas di Bandarlampung yaitu TK Xaverius Panjang, SD Xaverius 4 Bandarlampung, SMP Xaverius 3 Bandarlampung, dan SMA Negeri 2 Bandarlampung. Penulis melanjutkan pendidikannya ke jenjang perkuliahan di Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Semasa kuliah, penulis aktif di organisasi Paduan Suara Mahasiswa IPB Agria Swara sebagai Tenor 2, International Association of Students in Agricultural and Related Sciences Indonesia, Local Committee Bogor Agricultural University sebagai Staff of Human Resource Development Department, dan Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB sebagai bagian dari Komisi Kesenian. Selama menjadi mahasiswa, penulis meraih beberapa penghargaan, antara lain: Juara II Lomba Inovasi Teknologi Lingkungan ITS, Surabaya; Juara III Mahasiswa Berprestasi tingkat Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB (2011); Juara I Mahasiswa Berprestasi tingkat Departemen Fisika FMIPA IPB (2011); Penerima Dana Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional untuk Program Kreativitas Mahasiswa – Penelitian dengan judul Kulkas Padang Pasir: Pemanfaatan Pasir sebagai Sekat dalam Kulkas Pot in Pot Tanpa Energi Listrik untuk Pengawetan Bahan Pangan Sayuran dan BuahBuahan (2011); Makalah Terbaik dalam Green Technology Competition ITB dengan judul Tungku Sekam sebagai Alternatif Energi Rumah Tangga Pedesaan (2010); Juara I Solo Festival Musik PMK IPB (2011); bersama PSM IPB Agria Swara meraih 2 gold medals dan The Most Outstanding Performance dalam 1st ITB International Choir Competition (2010); dan bersama Thephibhi menjadi Juara I Lomba Vokal Grup pada IAC 2009, Finalis Trans TV Tallent Show Suara Indonesia daerah audisi Jakarta (2010), dan Juara II Jingle pada acara Tetranology (Fateta Art and Technology) Fakultas Teknologi Pertanian IPB (2010). Penulis juga berkesempatan menjadi Asisten Praktikum Fisika Dasar TPB IPB (2010-2012); Asisten Praktikum Sensor dan Transduser Departemen Fisika IPB (2012); Pengajar Kimia di Bimbingan Belajar Ganesha Operation Bogor (2010-2012); Pengajar Kimia, Fisika, dan Kalkulus di Bimbingan Belajar Mahasiswa Mafia Clubs (2009-2012); serta menjadi Pengajar Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam program I Love Science kepada siswa-siswa Sekolah Dasar yang kurang mampu, hasil kerjasama Yayasan Karya Salemba Empat dengan Bank OCBC NISP, Surya Institute, PT Quark Internasional, dan I-Teach di Bank OCBC NISP Ahmad Yani, Bekasi dan Bank OCBC NISP Tajur, Bogor (2011) selama menjadi mahasiswa.
DAFTAR ISI halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1.1 Latar Belakang Masalah............................................................... 1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 1.4 Batasan Masalah .......................................................................... 1.5 Hipotesis ...................................................................................... BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 2.1 Udara ............................................................................................ 2.2 Pencemaran Udara ....................................................................... 2.2.1 Indeks Standar Pencemar Udara ........................................ 2.3 Sulfur Dioksida ............................................................................ 2.4 Spektroskopi dan Hukum Beer-Lambert ..................................... 2.5 Kristal Fotonik ............................................................................. BAB III. METODE PENELITIAN........................................................... 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 3.2 Alat dan Bahan ............................................................................. 3.2.1 Alat ..................................................................................... 3.2.2 Bahan ................................................................................. 3.3 Prosedur Penelitian ...................................................................... 3.3.1 Penentuan Karakteristik Absorbansi dengan Metode Spektroskopi ......................................................... 3.3.2 Pengambilan Data Transmitansi SO2 Menggunakan Metode Spektroskopi Non Real Time ............................................. 3.3.2.1 Proses Penjerapan Gas SO2 ................................... 3.3.2.2 Pengenceran dan Pembuatan Kurva Kalibrasi ...... 3.3.3 Pengambilan Data Transmitansi SO2 Menggunakan Metode Spektroskopi Real Time..................................................... BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 4.1 Penentuan Karakteristik Absorbansi Gas SO2 ............................. 4.2 Kurva Kalibrasi dan Nilai Absorpsivitas ..................................... 4.3 Data Real Time dan Konsentrasi Gas SO2 yang Terjerap ............ 4.4 Desain Sensor Kristal Fotonik ..................................................... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................... 5.1 Kesimpulan .................................................................................. 5.2 Saran ............................................................................................ DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... LAMPIRAN ..............................................................................................
x xi xii 1 1 1 1 1 1 2 2 2 3 3 4 5 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 8 9 10 11 11 12 12 13
DAFTAR TABEL halaman Tabel 1. Komposisi udara kering dan bersih............................................... Tabel 2. Nilai indeks standar pencemar udara. ........................................... Tabel 3. Pengaruh indeks standar pencemar udara untuk parameter SO2... Tabel 4. Panjang gelombang absorbansi gas SO2 dalam larutan penjerap TCM ...............................................................................
3 4 4 8
DAFTAR GAMBAR halaman Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5.
Kota-Kota dengan Kasus Pencemaran Udara di Indonesia ...... Prinsip penyerapan cahaya oleh larutan ................................... Photonic Pass Band. ................................................................ Perubahan transmitansi terhadap panjang gelombang ............. Perubahan nilai transmitansi terhadap konsentrasi gas SO2 yang terjerap dalam larutan TCM ............................................ Gambar 6. Perubahan intensitas pada panjang gelombang 280,11 nm setiap menit pada pengukuran selama 20 menit ....................... Gambar 7. Perubahan konsentrasi gas SO2 yang terjerap terhadap waktu secara real time........................................................................ Gambar 8. Perubahan konsentrasi gas SO2 yang terjerap dalam skala ISPU terhadap waktu secara real time ..................................... Gambar 9. Konsentrasi gas SO2 yang terjerap setiap menit....................... Gambar 10.Desain PPB kristal fotonik pada panjang gelombang absorbansi 280,11 nm ............................................................... Gambar 11.Desain kristal fotonik satu dimensi dengan dua cacat .............
2 5 6 8 9 9 9 10 10 11 11
DAFTAR LAMPIRAN halaman Lampiran 1. Diagram alir penelitian .......................................................... Lampiran 2. Data lapangan proses penjerapan dan perhitungan konsentrasi gas SO2 ............................................................... Lampiran 3. Data lapangan proses penjerapan dan penentuan nilai absorpsivitas. ................................................................. Lampiran 4. Perhitungan menentukan nilai konsentrasi pada setiap titik pengenceran. ................................................................... Lampiran 5. Perhitungan normalisasi menentukan nilai intensitas dari transmitansi pada proses pengenceran ................................... Lampiran 6. Konversi satuan nilai intensitas dari counts menjadi watt/m2. .................................................................... Lampiran 7. Perhitungan untuk menentukan nilai indeks standar pencemar udara (ISPU) dari konsentrasi gas SO2 yang terjerap. ........... Lampiran 8. Cara Uji Kadar Sulfur Dioksida (SO2) dengan Metoda Pararosanilin dengan menggunakan spektrofotometer (SNI 19-7119.7-2005) ............................... Lampiran 9. Skema penjerapan gas SO2 untuk menentukan nilai panjang gelombang absorbansi ...................................... Lampiran 10.Skema pengujian gas SO2 real time dengan metode spektroskopi ..............................................................
14 15 19 20 20 20 21
22 36 36
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah
Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara keadaan normalnya.1 Kehadiran zat pencemar (berbentuk gas beracun dan partikel kecil yang dinamakan aerosol) ke dalam atmosfer sampai melampaui batas ambangnya akan mengganggu kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan.2 Bila keadaan tersebut terjadi, maka udara dikatakan telah tercemar. Pencemaran udara di beberapa kota besar yang berpenduduk padat di Indonesia kini sudah mulai dirasakan terutama di daerah-daerah pemukiman dan perindustrian.3 Kecenderungan meningkatnya pencemaran udara adalah sejalan dengan bertambahnya konsumsi bahan bakar fosil terutama minyak bumi oleh industri, transportasi dan pemakaian rumah tangga. Pencemaran udara pada dasarnya berbentuk partikel (debu, gas, timah hitam) dan gas (Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NOx) , Sulfur Oksida (SOx), Hidrogen Sulfida (H2S), hidrokarbon). Udara yang tercemar dengan partikel dan gas ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya.4 Metode pengukuran pencemar udara sulfur dioksida (SO2) saat ini menggunakan metode pararosanilin sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).5 Kelemahan dari metode ini adalah data yang tidak real time serta masih digunakan larutan tambahan yaitu formaldehida dan pararosanilin ke dalam larutan penjerap saat proses spektroskopi. Hasil yang diharapkan dari karakterisasi gas SO2 dalam penjerap tetrakloromerkurat (TCM) dengan metode spektroskopi ini adalah didapatkannya nilai absorpsivitas untuk larutan TCM hasil penjerapan dan
transmitansi sebagai dasar untuk pembuatan desain kristal fotonik satu dimensi sebagai sensor gas SO2. Dengan menggunakan sensor berbasis kristal fotonik yang tersusun dari bahan periodik dengan indek bias yang berbeda, pengukuran dapat dilakukan secara kontinu dan data yang diperoleh real time karena proses pengukuran yang cepat.6
1.2
Perumusan Masalah
Bagaimana hasil kurva kalibrasi pengukuran kadar SO2 menggunakan metode spektroskopi?
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menentukan karakteristik absorbansi gas SO2 pada metode spektroskopi. 2. Menghitung konsentrasi SO2 yang bereaksi dengan larutan penjerap TCM. 3. Menentukan kurva kalibrasi hubungan antara konsentrasi dan transmitansi dengan menggunakan metode spektroskopi. 4. Menentukan nilai α (absorpsivitas) untuk desain pembuatan sensor kristal fotonik satu dimensi untuk gas SO2.
1.4
Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah: penentuan karakteristik absorbansi metode spektroskopi untuk gas SO2; penentuan kadar SO2 dengan menghitung konsentrasi (µg/m3); melakukan perbandingan terhadap hasil SNI; menentukan kurva kalibrasi SO2; dan menentukan nilai α (absorpsivitas).
1.5
Hipotesis
Variasi konsentrasi gas SO2 akan memberikan respon yang eksponensial terhadap transmitansi ketika dilewatkan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang tertentu.
2
akibat kegiatan manusia sehingga menurunkan kualitas udara hingga tidak berfungsi sesuai peruntukkannya, yang diatur oleh UU-RI No. 4 Tahun 1982 tentang lingkungan hidup dan Keputusan Menteri No. KEP-02/MENKLH/I/1988 tentang pedoman penetapan baku mutu lingkungan.9 Pencemaran udara terjadi bila penambahan bahan atau zat ke dalam udara dalam konsentrasi dan jumlah tertentu sehingga mengakibatkan efek negatif yang dapat diukur pada organisme atau benda.10 Dari beberapa pengertian mengenai pencemaran udara tersebut di atas, dapat diartikan bahwa untuk mengetahui apakah lingkungan udara sudah tercemar atau belum dapat dilakukan perbandingan antara kondisi udara ideal dan kondisi udara aktual. Setiap unsur gas di udara dapat dibandingkan dengan unsur gas yang sama yang terdapat pada komposisi udara normal.11 Gambar 1. berikut memperlihatkan jenis pencemaran udara yang terjadi di Indonesia berdasarkan pemberitaan di media massa.12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Udara
Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan dari waktu ke waktu. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah uap air dan karbon dioksida. Jumlah air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu.7 Giddings8 mengemukakan bahwa atmosfer pada keadaan bersih dan kering akan didominasi oleh 4 gas penyusun atmosfer, yaitu 78,09% N2; 20,95% O2; 0,93% Ar; dan 0,032% CO2; sedangkan gas-gas lainnya sangat kecil konsentrasinya. Komposisi udara kering , yaitu semua uap air telah dihilangkan. Komposisi udara kering yang bersih dikumpulkan di sekitar laut, dapat dilihat pada Tabel 1.
2.2
Pencemaran Udara
Pencemaran udara didefinisikan sebagai masuknya zat pencemar ke dalam atmosfer atau berubahnya komposisi udara baik oleh proses alami maupun
Medan
Jakarta Surabaya
Gambar 1. Kota-Kota dengan Kasus Pencemaran Udara di Indonesia.12
3
Tabel 1. Komposisi udara kering dan bersih8 Komponen Nitrogen (N2) Oksigen (O2) Argon (Ar) Karbon dioksida (CO2) Neon (Ne) Helium (He) Metana (CH4) Kripton (Kr) H2 H2O CO Xe O3 NH3 NO2 NO SO2 H2S
2.2.1 Indeks Udara
Standar
Konsentrasi dalam volume (ppm) (%) 780.900,0000 78,09000000 209.500,0000 20,95000000 9.300,0000 0,93000000 320,0000 0,03200000 18,0000 0,00180000 5,2000 0,00052000 1,5000 0,00015000 1,0000 0,00010000 0,5000 0,00005000 0,2000 0,00002000 0,1000 0,00001000 0,0800 0,00000800 0,0200 0,00000200 0,0060 0,00000060 0,0010 0,00000010 0,0006 0,00000006 0,0002 0,00000002 0,0002 0,00000002
Pencemar
Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) digunakan sebagai masukan bagi pengambilan tindakan dalam upaya pengendalian pencemaran udara. ISPU adalah angka yang tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara lingkungan di lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya.13 Rentang dan batas dari nilai indeks serta pengaruhnya dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2 menunjukkan rentang dan batas dari nilai ISPU. Tabel 3 menunjukkan rentang dan batas dari nilai ISPU SO2 serta pengaruhnya terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya.
2.3
Sulfur Dioksida
SO2 adalah gas yang tidak mudah menyala, tidak mudah meledak, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tetapi berbau dan dapat menyebabkan iritasi.
SO2 merupakan salah satu jenis agen oksidasi dan agen reduksi pada temperatur ruangan. Di atmosfer, SO2 memiliki kemampuan bereaksi secara fotokimia ataupun katalitik dengan material lain yang dapat membentuk sulfur trioksida, asam sulfur, dan garam dari asam sulfur.14 Pada konsentrasi antara 0,8 ppm – 1 ppm di udara, kehadirannya dapat dirasakan oleh kebanyakan orang, bahkan jika konsentrasinya lebih dari 8 ppm, gas ini berbau tajam dan dapat menyebabkan iritasi pada manusia. 14 Sumber-sumber sulfur secara alami adalah evaporasi percikan air laut, erosi debu dari tanah kering yang mengandung sulfur, uap letusan gunung berapi, emisi H2S secara
biogenik dan persenyawaan organik yang mengandung sulfur. SO2 terdapat di alam secara normal pada konsentrasi 0.3 – 1 ppm. Nilai Ambang Batas untuk SO2 adalah 0.014 ppm.15
4
Tabel 2. Nilai indeks standar pencemar udara.13 Kategori
Baik
Sedang
Rentang ISPU
Penjelasan
0 – 50
Tingkat kualitas yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika
51 – 100
Tidak Sehat
101 – 199
Sangat Tidak Sehat
200 – 299
Berbahaya
300 – lebih
Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif, dan nilai estetika Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika Tingkat udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi
Tabel 3. Pengaruh indeks standar pencemar udara untuk parameter SO2.13 Kategori
Rentang ISPU
Penjelasan
Baik
0 – 50
Luka pada beberapa spesies tumbuhan akibat kombinasi dengan O3 (Selama 4 Jam)
Sedang
51 – 100
Luka pada beberapa spesies tumbuhan
Tidak Sehat
101 – 199
Bau, Meningkatnya kerusakan tumbuhan
Sangat Tidak Sehat
200 – 299
Meningkatnya sensitivitas pada berpenyakit asma dan bronchitis
Berbahaya
300 – lebih
2.4
Spektroskopi dan Beer-Lambert
pasien
Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi yang terpapar
Hukum
Interaksi dari energi radiasi dengan bahan adalah merupakan dasar dari teori spektroskopi. Tidak semua zat dapat menyerap energi radiasi dari sinar. Energi radiasi dapat diserap jika dibutuhkan oleh zat untuk mengadakan
perubahan kimia molekul. Jadi, hanya sinar yang mempunyai energi tertentu yang dapat diserap oleh molekul sedangkan lainnya tidak. Adanya penyerapan energi oleh molekul akan mengakibatkan transisi elektron, timbulnya getaran, dan timbulnya rotasi di dalam molekul.16
5
Transisi elektron adalah perpindahan di mana elektron yang terdapat di sekitar inti atom di dalam suatu molekul naik ke level energi yang lebih tinggi. Biasanya radiasi yang mempunyai energi antara 10 sampai 100 kkal/mol (ultraviolet, visible, mendekati infrared) dapat menyebabkan transisi elektron.16 Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan, maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap (absorpsi) dan radiasi lainnya akan diteruskan (transmisi).17 Apabila suatu berkas radiasi dengan intensitas I0 dilewatkan melalui suatu larutan dalam wadah transparan maka sebagian radiasi akan diserap sehingga intensitas radiasi yang diteruskan I menjadi lebih kecil daripada I0. Transmitans dengan simbol T dari larutan merupakan fraksi dari intensitas radiasi yang diteruskan atau ditransmisi oleh larutan, yaitu: T = I / I0 x 100%
(1)
Transmitans biasa dinyatakan dalam persen (%).17
Cahaya
II I0 I
Keterangan: I0 = intensitas sinar yang datang; I = intensitas sinar yang ditransmisikan; c = konsentrasi larutan (kg/m3); α = absorpsivitas (m3.kg-1.m-1); x = tebal kuvet (m). Gambar 2. Prinsip penyerapan cahaya oleh larutan.
Pengukuran dengan metode spektroskopi didasarkan hubungan antara berkas radiasi elektromagnetik yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi dengan tebalnya cuplikan dan konsentrasi dari komponen penjerap. Penggunaan untuk analisa kuantitatif didasarkan pada Hukum Beer-Lambert yang menyatakan hubungan empirik antara intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan tebalnya larutan dan hubungan antara intensitas tadi dengan konsentrasi zat.18 A = log I0 / I = α . x. c
(2)
dengan: A = serapan; Panjang gelombang (λmaks) yang digunakan untuk melakukan analisis kuantitatif suatu zat biasanya merupakan panjang gelombang di mana memberikan serapan yang maksimum, sehingga keakuratan pengukurannya akan lebih besar.18 2.5
Kristal Fotonik Kristal fotonik adalah material dielektrik yang memiliki indeks bias atau permitivitas berbeda secara periodik, sehingga dapat mencegah perambatan cahaya dengan frekuensi dan arah tertentu. Rentang daerah frekuensi tersebut dinamakan photonic band gap (PBG).19 PBG terjadi jika gelombang elektromagnetik (EM) tegak lurus yang kontinu masuk ke struktur kristal fotonik. Sebagian gelombang tersebut direfleksikan oleh setiap lapisan batas medium dielektrik yang berbeda, dan setiap gelombang yang direfleksikan sefase dan saling bertumpangan sehingga terjadi interferensi konstruktif pada gelombang refleksinya serta menyebabkan pemantulan total pada selang panjang gelombang disekitar panjang gelombang operasinya.20 Pada saat periodisitas kristal fotonik diganggu dengan adanya cacat, maka akan muncul fenomena photonic pass band (PPB). Foton yang berasal
6
dari pancaran gelombang EM akan terlokalisasi di sekitar cacat, menimbulkan peningkatan medan yang besar. Akibatnya terbentuk mode resonansi di dalam PBG yang mana frekuensi gelombang EM datang sama dengan frekuensi mode cacat kristalnya. Lebar dan posisi PPB ini ternyata sangat bergantung pada karakteristik material (indeks bias) dan geometri (lebar) lapisan defeknya.20 Pada kristal fotonik dengan satu cacat, pengaruh indeks bias medium background sangat sensitif terhadap transmitansi PPB, sehingga pemilihan indeks bias medium background dapat digunakan untuk aplikasi sensor terutama untuk karakterisasi material berupa fluida (gas atau cair). Mekanisme yang dapat digunakan adalah dengan menempatkan cacat kristal fotonik dalam lingkungan yang ingin diketahui sifat fluidanya melalui pengukuran indeks bias menggunakan sistem sensor.20 100
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat 1. Tabung gelas (diameter 2,5 cm; tinggi 19,5 cm). 2. Tabung impinger (diameter 2,5 cm; tinggi 19,5 cm). 3. Spektrofotometer, USB Ocean Optik – 4000. 4. Sumber cahaya UV-VIS. 5. Pompa penghisap . 6. Bubbler. 7. Selang aliran gas. 8. Termometer digital. 9. Flowmeter. 10. Stopwatch. 11. Pipet tetes. 12. Gelas ukur. 13. Kuvet kuarsa. 14. Tabung penyimpan sampel. 15. Laptop. 16. Motor.
3.2.2 Bahan
80 % Transmitance
Departemen Fisika, dan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) yang seluruhnya berkedudukan di Institut Pertanian Bogor.
1. Udara lingkungan. 2. Larutan penjerap merkurat (TCM). 3. Air suling.
60 40 20 0 350 400
450 500
550
600
650 700
750
Wavelength (nm)
Gambar 3. Photonic Pass Band.18
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai September 2011 hingga Februari 2012 di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika, Laboratorium Fisika Material
tetrakloro-
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Penentuan Karakteristik Absorbansi dengan Metode Spektroskopi Larutan penjerap TCM dipersiapkan sebanyak 10 mL dan dimasukan ke dalam tabung penjerap yang telah disambungkan dengan pompa penghisap. Proses penghisapan dengan udara lingkungan dilakukan selama satu jam dengan laju alir 0,5 L/menit. Hasil dari pengujian dianalisis dengan spektroskopi di laboratorium untuk mendapatkan nilai panjang gelombang serapan maksimum, yang selanjutnya digunakan sebagai karakteristik absorbansi gas SO2 dalam penjerap TCM.
7
3.3.2 Pengambilan Data Transmitansi SO2 Menggunakan Metode Spektroskopi Non Real Time 3.3.2.1 Proses Penjerapan Gas SO2 Larutan penjerap TCM dipersiapkan sebanyak 10 mL dan dimasukan ke dalam tabung penjerap yang telah disambungkan dengan pompa penghisap. Proses penghisapan dengan udara lingkungan dilakukan selama satu jam dengan laju alir 0,5 L/menit. Setiap 15 menit dicatat nilai suhu dan kelembaban untuk perhitungan di laboratorium PPLH IPB.
3.3.2.2 Pengenceran dan Pembuatan Kurva Kalibrasi a) b)
c)
d) e)
Optimalkan alat spektro-fotometer sesuai petunjuk penggunaan alat. Sampel gas SO2 10 mL dibagi dua, 5 mL pertama disimpan dalam tabung penyimpan sampel untuk pengujian di Lab PPLH IPB dan 5 mL dimasukan ke dalam gelas ukur dan diuji transmitansi terlebih dahulu sebagai sampel murni sebelum dencerkan. Setiap penambahan larutan penjerap murni sebanyak 1 mL data transmitansi di catat. Pengenceran di lakukan sampai nilai transmitansi mendekati 100%. Buat kurva kalibrasi hubungan antara transmitansi dan konsentrasi.
3.3.3 Pengambilan Data Transmitansi SO2 Menggunakan Metode Spektroskopi Real Time Sumber cahaya LED UV dan fiber optic yang telah terhubung dengan ocean optic spectro-photometer USB 4000 UV-VIS dipasang pada tabung impinger kemudian tabung impinger dihubungkan dengan pompa penghisap
menggunakan selang. Pompa penghisap diatur dengan laju alir 0,5 L/menit. Proses penghisapan selama 20 menit. Data dicatat setiap 1 menit adalah transmitansi, suhu, kelembaban dan laju alir.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Karakteristik Absorbansi Gas SO2.
Proses penjerapan gas SO2 menggunakan larutan tetrakloromerkurat (TCM) sesuai dengan metode pararosanilin (Lampiran 7). Jumlah sampel hasil pengambilan sampel tahap 1 sebanyak 11 sampel. Gas SO2 larut dalam penjerap TCM membentuk senyawa kompleks diklorosulfonatomerkurat. Tidak ada perubahan warna larutan pada proses penjerapan. Spektrum transmitansi cahaya UV-Vis ketika dilewatkan pada larutan diklorosulfonatomerkurat ditampilkan pada Gambar 4. T1 adalah transmitansi hari pertama, T2 adalah transmitansi hari kedua dan selanjutnya. Secara keseluruhan selang panjang gelombang untuk serapan gas SO2 berada pada 268318 nm dengan nilai ekstrim serapan yang bervariasi dari 277,14-281,38 nm sehingga diperoleh nilai panjang gelombang rata-rata pada transmitansi minimum gas SO2 adalah 280,11 nm seperti ditampilkan pada Tabel 4. Nilai panjang gelombang pada transmitansi minimum merupakan nilai panjang gelombang pada absorbansi maksimum. Panjang gelombang pada absorbansi maksimum ini merupakan karakteristik absorbansi dari gas SO2 dalam larutan TCM dan dijadikan sebagai acuan pembuatan sensor kristal fotonik satu dimensi.
Transmitansi (%)
8
Panjang gelombang (nm)
Gambar 4. Perubahan transmitansi terhadap panjang gelombang. Tabel 4. Panjang gelombang pada nilai transmitansi minimum gas SO2 dalam larutan penjerap TCM. Transmitansi T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 Rata-rata 4.2
Panjang Gelombang (nm) 281,38 279,90 281,38 281,38 277,14 280,11 280,11 280,11 280,11 280,11 280,11 280,11
Kurva Kalibrasi dan Nilai Absorpsivitas Validasi data hasil perhitungan konsentrasi gas SO2 yang terjerap berdasarkan data laboratorium Pusat Pengembangan Lingkungan Hidup (PPLH) Institut Pertanian Bogor (Lampiran 2). Kurva kalibrasi antara transmitansi dan konsentrasi (Gambar 5)
menunjukkan bahwa konsentrasi gas SO2 yang terjerap semakin besar mengakibatkan cahaya yang ditransmisikan semakin kecil karena diserap oleh larutan. Gambar 5 merupakan perbandingan perhitungan konsentrasi dengan pengujian di PPLH IPB, semakin besar konsentrasi gas SO2 yang terjerap semakin kecil cahaya yang ditransmisikan dan perubahan ini terjadi secara eksponensial. Pada penelitian ini memanfaatkan perubahan konsentrasi dan ketebalan dibuat tetap. Absorpsivitas merupakan karakteristik material dan sifat penyerapan cahaya oleh larutan, hal ini menandakan bahwa seberapa besar larutan tersebut menyerap cahaya saat dilewatkan. Berdasarkan pada Gambar 5, diperoleh nilai absorpsivitas sebesar 0,005 m2/µg dari persamaan garis sesuai dengan persamaan Beer-Lambert dan nilai ini digunakan sebagai dasar untuk desain kristal fotonik satu dimensi untuk mendeteksi gas SO2 sesuai dengan panjang gelombang absorbansi gas SO2 dalam larutan penjerap TCM, yaitu 280,11 nm.
9
Gambar 5. Perubahan nilai transmitansi terhadap konsentrasi gas SO2 yang terjerap dalam larutan TCM.
Waktu (menit)
Gambar 6. Perubahan intensitas pada panjang gelombang 280,11 nm setiap menit pada pengukuran selama 20 menit.
Konsentrasi (µg/m3)
Data Real Time dan Konsentrasi Gas SO2 yang Terjerap. Data real time menunjukkan konsentrasi gas SO2 yang terjerap dalam larutan penjerap TCM pada setiap menit, sehingga dapat diketahui secara langsung nilainya tanpa menunggu waktu yang lama dalam pengujian dan analisis sampel di laboratorium. Hal ini menjadi kelebihan dibandingkan metode pararosanilin yang merupakan Standar Nasional Indonesia untuk pengukuran gas SO2 (Lampiran 7). Pada pengukuran real time, variabel yang diamati adalah intensitas cahaya yang ditransmisikan terhadap waktu akibat perubahan konsentrasi SO2 yang terjerap dalam larutan TCM. Hasil pengujian transmitansi secara langsung didapatkan dalam bentuk spektrum pada Gambar 6. Berdasarkan Gambar 6, data kemudian diamati pada perubahan intensitas puncak-puncak transmitansi pada panjang gelombang 280,11 nm (Lampiran 1).
Intensitas (x105 watt/m2)
4.3
Waktu (menit)
Gambar 7. Perubahan konsentrasi gas SO2 yang terjerap terhadap waktu secara real time.
10
Konsentrasi (µg/m3)
sehingga informasi yang disampaikan real time. Gambar 9. menunjukkan jumlah gas SO2 yang terjerap setiap menitnya. Hal ini berarti tidak ada batasan bentuk kurva dari konsentrasi gas SO2 yang terjerap tiap menitnya pada proses penjerapan gas SO2 di udara lingkungan, karena gas SO2 di udara tidak dapat diperkirakan perubahan setiap saatnya.
ISPU
Konsentrasi gas SO2 yang terjerap setiap menit dapat ditampilkan pada gambar perubahan konsentrasi terhadap perubahan waktu (Gambar 7) yang berkebalikan dengan gambar perubahan intensitas cahaya terhadap waktu penjerapan (Gambar 6). Fenomena ini terjadi karena semakin besar konsentrasi gas SO2 yang terjerap mengakibatkan intensitas cahaya yang ditransmisikan semakin kecil. Selain dalam bentuk kurva hubungan satuan µg/m3, konsentrasi gas SO2 yang terjerap terhadap waktu juga dapat ditampilkan dalam skala ISPU (Gambar 8).
Waktu (menit)
Gambar 9. Konsentrasi gas SO2 yang terjerap setiap menit. Waktu (menit)
Gambar 8. Perubahan konsentrasi gas SO2 yang terjerap dalam skala ISPU terhadap waktu secara real time. Hasil pengukuran di sekitar Departemen Fisika, FMIPA IPB, menunjukkan bahwa kondisi lingkungan berdasarkan konsentrasi SO2 dapat dikategorikan baik. Hal ini ditunjukkan dari nilai ISPU tertinggi sebesar 1,106 (Gambar 8) sedangkan nilai ISPU pada selang 0 – 50 dinyatakan bahwa kualitas udara masih dikategorikan baik (Tabel 2 halaman 4). Pada pengukuran gas SO2 secara konvensional yaitu dengan metode pararosanilin, data yang ditampilkan merupakan data akumulasi gas SO2 yang terjerap dalam larutan penjerap TCM. Pada penelitian ini data konsentrasi yang terjerap setiap menit dapat ditampilkan
4.4
Desain Sensor Kristal Fotonik Satu Dimensi Sebelum melakukan fabrikasi kristal fotonik satu dimensi, dilakukan simulasi dengan bantuan software filmstar. Puncak transmitansi Photonic Pass Band pada kristal fotonik didesain pada panjang gelombang absorbansi gas SO2 dalam larutan penjerap TCM yaitu 280,11 nm (Gambar 10), sehingga sensor ini spesifik pada panjang gelombang absorbansinya. Sensor kristal fotonik dibuat dengan pola M=5, N=6, L=1. Cacat pertama dibuat tetap dengan ketebalan indeks bias tinggi dua kali yang berfungsi sebagai regulator dan cacat kedua dikosongkan yang berfungsi sebagai reseptor, untuk pendeteksian sampel yang dilewatkan. Material yang digunakan adalah OS-5 dengan indeks bias 2,1 (indeks bias tinggi) dan MgF2 dengan indeks bias 1,38 (indeks bias rendah). Substrat-1 (S1) dan substrat-2 (S2) menggunakan material BK-7 dengan indeks bias 1,52 (Gambar 11).
11
120
Transmitansi (%)
100 80 Transmitansi SO2
60
PC Design
40 20 0 280,11
Panjang gelombang (nm)
Gambar 10. Desain PPB kristal fotonik pada panjang gelombang operasi 280,11 nm.
Gambar 11. Desain kristal fotonik satu dimensi dengan dua cacat .
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
Gas SO2 larut dalam penjerap TCM membentuk senyawa kompleks diklorosulfonatomerkurat. Tidak ada perubahan warna larutan pada proses penjerapan. Panjang gelombang operasi gas SO2 dalam larutan TCM sebesar 280,11 nm. Panjang gelombang ini berada pada daerah ultraviolet. Konsentrasi gas SO2 yang terjerap dalam larutan TCM dapat ditentukan melalui pengenceran sampel dan membandingkan data hasil analisis dari PPLH IPB sehingga kurva kalibrasi hubungan antara konsentrasi dengan transmitansi dapat ditentukan.
Konsentrasi gas SO2 yang terjerap semakin lama semakin tinggi dan transmitansi semakin rendah. Data real time menunjukkan bahwa semakin lama waktu penjerapan maka intensitas yang ditransmisikan semakin kecil. Fenomena ini terjadi karena semakin besar konsentrasi gas SO2 yang terjerap mengakibatkan intensitas cahaya yang ditransmisikan semakin kecil. Pada pengukuran gas SO2 secara konvensional yaitu dengan metode pararosanilin, data yang ditampilkan merupakan data akumulasi gas SO2 yang terjerap dalam larutan penjerap TCM. Pada penelitian ini data konsentrasi yang terjerap setiap menit dapat ditampilkan sehingga informasi yang disampaikan real time. Absorpsivitas gas SO2 di dalam larutan penjerap TCM ditentukan dari
12
persamaan garis pada kurva kalibrasi diperoleh 0,005 m2/µg dan nilai ini menjadi dasar desain pembuatan sensor kristal fotonik untuk mendeteksi gas SO2 dengan panjang gelombang operasinya. Saran Penelitian selanjutnya diharapkan pengukuran gas SO2 tanpa menggunakan larutan penjerap dan menggunakan sumber cahaya LED yang sesuai dengan karakteristik absorbansinya.
8.
9.
5.2
10.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Wardhana, W. A. (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Soemarno, S. H. (1999). Meteorologi Pencemaran Udara. Bandung: ITB. Zendrato E. (2010). ”Pengukuran Kadar Gas Pencemar”. Web. 5 Maret 2012.
. Prabu, P. (2008). ”Dampak Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan”. Web. 15 November 2011. . [SNI] Standar Nasional Indonesia. (2005). Cara Uji Kadar Sulfur Dioksida (SO2) dengan Metode Pararosanilin dengan menggunakan spektrofotometer. SNI 19-7119.72005. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional. Rahmat, M. (2009). Design and Fabrication of One Dimensional Photonic Crystal as a Real Time Optical Sensor for Sugar Solution Concentration Detection [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Fardiaz, S. (1992). Polusi Air dan Udara. Jakarta: Kanisius.
11.
12. 13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Giddings, J.S. (1973). Chemistry, Man and Environmental Change. New York: Canfield Press UU-RI No. 4 Tahun 1982 tentang lingkungan hidup dan Keputusan Menteri No. KEP02/MENKLH/I/1988 tentang pedoman penetapan baku mutu lingkungan. Husin et al. (1991). Studi Tingkat Pencemaran Udara dan Hujan Asam di Daerah Bogor. Bogor : Pusat penelitian lingkungan hidup IPB Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Harmantyo, D. (1989). Studi Tentang Hujan Masam di Wilayah Jakarta dan Sekitarnya [disertasi]. Bogor : Fakultas Pasca Sarjana IPB. Sadat et al. (2003). Udara Bersih Hak Kita Bersama. Jakarta: Pelangi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL). (1998). Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Public Health Service (DHEW) . (1969). Air Quality Criteria for Sulfur Oxides. Washington: US Department of Health, Education, and Welfare. BMG. (2003). ”Pemantauan Kualitas Air Hujan”. Web. 15 November 2011. http://www.bmg.go.id/kah.asp Winarno, F.G. (1973). Spektroskopi. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Pertanian IPB Nur, M. A. dan Hendra A. (1989). Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi. Bogor: IPB Joni, I M. (2007). Diktat Mata Kuliah Pengantar Biospektroskopi. Bandung: Universitas Padjajaran Kurniawan, C. 2010. Analisis Kopling Medan Elektromagnet Transverse Magnetik Menggunakan Metode Tensor Green [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
13
LAMPIRAN
14
Lampiran 1. Diagram alir penelitian
Mulai
Pengambilan sampel uji (sampel dijerap dengan larutan TCM)
Sampel dikarakterisasi secara spektroskopi
Diperoleh panjang gelombang serapan maksimum
Pengambilan sampel uji (sampel dijerap dengan larutan TCM)
Pengenceran dan pengukuran transmitansi secara spektroskopi.
Pengukuran nilai konsentrasi di Laboratorium PPLH.
Pembuatan kurva kalibrasi dan penentuan nilai absorpsivitas.
Pengambilan data transmitansi SO2 menggunakan metode spektroskopi real time
Perhitungan nilai konsentrasi gas SO2 yang terjerap
Analisis data
Penulisan skripsi
Selesai
15
Lampiran 2. Data lapangan proses penjerapan dan perhitungan konsentrasi gas SO2. Hari/Tanggal : Rabu, 8 Februari 2012 Panjang Gelombang : 280,11 nm. Data penjerapan gas SO2 secara real-time dengan laju alir 1 liter/menit. Waktu (menit)
Suhu (0C)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,2 28,2 28,2 28,2 28,2 28,2
Kelembaban Intensitas (%) (counts) 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 76 76 76 76 76 76
172,02 171,27 170,35 170,33 170,12 169,35 169,25 169,13 168,93 168,33 167,81 167,30 167,04 166,54 166,26 166,18 166,07
Intensitas (watt/m2)*
Konsentrasi (µg/m3)**
1,659244748 1,650331891 1,650138133 1,648103676 1,640644002 1,639675213 1,638512666 1,636575088 1,630762355 1,625724653 1,620783829 1,618264978 1,613421034 1,610708425 1,609933393 1,608867726
44,358283531 44,430098391 44,431663888 44,448112707 44,508599256 44,516474822 44,525931646 44,541707940 44,589149134 44,630401819 44,670985539 44,691722917 44,731693369 44,754129271 44,760546469 44,769375163
Perubahan Konsentrasi (µg/m3)*** 5,451743400 5,574155094 5,576823554 5,604861315 5,707963386 5,721387647 5,737507233 5,764398643 5,845264314 5,915581392 5,984758187 6,020105990 6,088237442 6,126480458 6,137418864 6,152467773
PPB
ISPU
Status
5,451743400 5,574155094 5,576823554 5,604861315 5,707963386 5,721387647 5,737507233 5,764398643 5,845264314 5,915581392 5,984758187 6,020105990 6,088237442 6,126480458 6,137418864 6,152467773
0,956 0,978 0,978 0,983 1,001 1,004 1,007 1,011 1,025 1,038 1,050 1,056 1,068 1,075 1,077 1,079
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
15
16
Lanjutan Lampiran 2 Waktu (menit)
Suhu (0C)
17 18 19 20
28,2 28,2 28,2 28,2
Kelembaban Intensitas (%) (counts) 76 76 76 76
166,00 165,59 165,21 164,97
Intensitas (watt/m2)*
Konsentrasi (µg/m3)**
1,608189573 1,604217539 1,600536141 1,598211048
44,774996468 44,807968931 44,838601753 44,857985123
Perubahan Konsentrasi (µg/m3)*** 6,162049543 6,218252604 6,270467643 6,303507478
PPB
ISPU
Status
6,162049543 6,218252604 6,270467643 6,303507478
1,081 1,091 1,100 1,106
Baik Baik Baik Baik
Keterangan: *) Nilai intensitas dikonversi berdasarkan Lampiran . **) Nilai konsentrasi diperoleh dengan persamaan y = 217,7x-0,044, dari kurva kalibrasi hasil dari normalisasi. ***) Nilai konsentrasi merupakan selisih konsentrasi dengan waktu sebelumnya.
16
17
Lanjutan Lampiran 2. Data proses pengenceran sampel gas SO2, 8 Februari 2012.
V+dV (mL) 5 6 7 8 9 10 6 7 8 9 10 6 7 8 9 10 6 7 8 9 10
T (%) 70,6160 74,8030 76,6990 78,9300 80,7900 81,8500 84,8830 85,7220 87,6770 88,3580 89,3510 91,7160 92,3180 93,2090 94,3870 95,0320 95,6300 95,7050 95,7460 96,0960 96,5680
Konsentrasi perhitungan (µg/m3) 187,0426 176,5731 172,2083 167,3407 163,4881 161,3708 152,3383 148,5725 144,3730 141,0492 139,2225 131,4297 128,1808 124,5577 121,6900 120,1141 113,3908 110,5878 107,4620 104,9879 103,6283
Konsentrasi PPLH (µg/m3) 187,0426
161,9730
156,9591
152,7809
142,7530
Intensitas (counts) 171,2700 172,2300 172,6700 173,1800 173,6000 173,8500 174,5400 174,7400 175,1900 175,3400 175,5700 176,1100 176,2500 176,4500 176,7300 176,8700 177,0100 177,0300 177,0400 177,1200 177,2300
17
18
Lanjutan Lampiran 2.
V+dV (mL) 6 7 8 9 10
T (%)
Konsentrasi perhitungan (µg/m3)
96,7860 96,8790 97,6190 97,9360 98,0680
97,82782 95,40952 92,71271 90,57822 89,40519
Konsentrasi PPLH (µg/m3)
Intensitas (counts)
100,1347
177,2800 177,3000 177,4700 177,5400 177,5700
Dari data pengenceran dapat dibuat hubungan konsentrasi dan intensitas cahaya. Persamaan kurva dapat digunakan untuk menentukan nilai konsentrasi dari data real-time.
-0,044
y = 217,7x R² = 0,8899
18
19
Lampiran 3. Data lapangan proses penjerapan dan penentuan nilai absorpsivitas. Hari/Tanggal Panjang Gelombang V+dV (mL) 5 6 7 8 9 10 6 7 8 9 10 6 7 8 9 10 6 7 8 9 10
: Jumat, 18 November 2012 : 281,38 nm.
Transmitansi (%) 34,6560 42,3530 46,0470 52,1290 56,2810 59,9050 64,6470 69,3810 73,3720 75,0320 76,5260 81,5130 82,4530 83,7960 84,9730 85,5450 87,2090 90,7680 92,9790 97,6510 98,1440
Konsentrasi Perhitungan (µg/m3) 217,4228 181,1857 155,3020 135,8893 120,7904 108,7114 90,5928 77,6510 67,9446 60,3952 54,3557 45,2964 38,8255 33,9723 30,1976 27,1778 22,6482 19,4127 16,9861 15,0988 13,5889
Konsentrasi PPLH (µg/m3) 217,4228
126,4151
57,6250
28,9945
11,4728
Dari data pengenceran dapat dibuat hubungan konsentrasi dan transmitansi (Gambar 10). Persamaan kurva dapat digunakan untuk menentukan nilai absorpsivitas.
20
Lampiran 4. Perhitungan menentukan nilai konsentrasi pada setiap titik pengenceran.
C=
x C0
Keterangan : V0
= volume awal sampel (mL).
dV = penambahan volum setelah sampel ditambahkan dengan larutan kalium iodida (mL). C
= konsentrasi sampel yang dihitung (µg/m3).
C0 = konsentrasi awal sampel (µg/m3).
Lampiran 5. Perhitungan normalisasi menentukan nilai intensitas dari transmitansi pada proses pengenceran. I (counts) = Imax +
( T – Tmin)
Keterangan : Imax = intensitas maximum pada proses penjerapan secara real-time (counts) . Imin = intensitas minimum pada proses penjerapan secara real-time (counts) . I
= intensitas pada waktu tertentu untuk proses pengenceran sampel (counts).
Tmax = transmitansi maximum pada proses pengenceran sampel (%) . Tmin = transmitansi minimum pada proses pengenceran sampel (%) . T
= transmitansi pada waktu tertentu untuk proses pengenceran sampel (%).
Lampiran 6. Konversi satuan nilai intensitas dari counts menjadi watt/m2. I(
)=
sedangkan
Keterangan : E
= energi cahaya (joule) .
h
= konstanta planck (6.63x10-34 J.s) .
c
= kecepatan cahaya (3x108 m/s) .
λop = panjang gelombang operasi gas SO2 (nm). A
= luas penampang sumber cahaya (m2).
E=
21
Lampiran 7. Perhitungan untuk menentukan nilai indeks standar pencemar udara (ISPU) dari konsentrasi gas SO2 yang terjerap.
I=
( Xx – Xb) + Ib
Keterangan : I
= ISPU terhitung.
Ia
= ISPU batas atas.
Ib
= ISPU batas bawah.
Xa = konsentrasi udara lingkungan batas atas (µg/m3). Xb = konsentrasi udara lingkungan batas bawah (µg/m3). Xx = konsentrasi udara lingkungan hasil pengukuran (µg/ m3).
22
Lampiran 8. Cara Uji Kadar Sulfur Dioksida (SO2) dengan Metoda Pararosanilin dengan menggunakan spektrofotometer (SNI 19-7119.7-2005).
Standar ini digunakan untuk penentuan sulfur dioksida (SO2) di udara ambien menggunakan spektrofotometer dengan metoda pararosanilin. Lingkup pengujian meliputi: -. Cara pengambilan contoh uji gas sulfur dioksida dengan menggunakan larutan penyerap. -. Cara perhitungan volume contoh uji gas yang diserap. -. Cara penentuan gas sulfur dioksida di udara ambien dengan metoda pararosanilin menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm dengan kisaran konsentrasi 0,01 ppm sampai 0,4 ppm udara atau 25 µg/m3 sampai 1000 µg/m3. Acuan normatif ASTM D2914-1995, Test methode for sulfur dioxide content of the atmosphere (West-Gaeke Method). Cara Uji Prinsip Gas sulfur dioksida (SO2) diserap dalam larutan penyerap tetrakloromerkurat membentuk senyawa kompleks diklorosulfonatomerkutat. Dengan menambahkan larutan
pararosanilin
dan
formaldehida,
ke
dalam
senyawa
diklorosulfonatomerkurat maka terbentuk senyawa pararosanilin metil sulfonat yang berwarna ungu. Konsentrasi larutan diukur pada panjang gelombang 550 nm.
23
Lanjutan Lampiran 8 Bahan 1. Larutan penyerap tetrakloromerkurat (TCM) 0,04 M -. Larutkan 10,86 g merkuri (II) klorida (HgCl2) dengan 800 mL air suling ke dalam gas piala 1000 mL. -. Tambahkan berturut-turut 5,96 g kalium klorida (KCl) dan 0,066 g EDTA [(HOCOCH2)2N(CH2)2 N(CH2COONa)2.2H2O], lalu aduk sampai homogen. -. Pindahkan ke dalam labu ukur 1000 mL, enecerkan dengan air suling hingga tanda tera lalu homogenkan. 2. Larutan induk natrium metabisulfit (Na2S2O6) -. Larutkan 0,3 g Na2S2O5 dengan air suling ke dalam gelas piala 100 mL. -. Pindahkan ke dalam labu ukur 500 mL, encerkan dengan air suling hingga tanda tera lalu homogenkan. CATATAN1: CATATAN2:
0,3 g Na2S2O5 dapat diganti dengan air suling dengan 0,4 g Na2SO3. Air suling yang digunakan telah dididihkan.
3. Larutan standar natrium metabisulfit (Na2S2O6) Masukkan 2 mL larutan induk sulfit ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai tanda tera dengan larutan penyerap lalu homogenkan. CATATAN: Larutan ini stabil selama 1 bulan jika disimpan dalam suhu kamar.
4. Larutan induk iod (I2) 0,1 N -. Masukkan dalam gelas piala berturut-turut 12,7 g iod dan 40,0 g kalium iodida (KI). -. Larutkan campuran tersebut dengan 25 mL air suling. -. Pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 1000 mL, encerkan dengan air suling lalu homogenkan. 5. Larutan iod 0,01 N Larutkan 50 mL larutan induk iod 0,1 N ke dalam labu ukur 500 mL dengan air suling, encerkan sampai tanda tera lalu homogenkan.
24
Lanjutan Lampiran 8 6. Larutan indikator kanji -. Masukkan dalam gelas piala 250 mL berturut-turut 0,4 g kanji dan 0,002 g merkuri (II) iodida (HgI2). -. Larutkan secara hati-hati dengan air mendidih sampai volume larutan mencapai 200 mL. -. Panaskan larutan tersebut sampai larutan jernih, lalu dinginkan dan pindahkan ke dalam botol pereaksi. 7. Larutan asam klorida (HCl) (1+10) Encerkan 10 mL HCl pekat dengan 100 mL air suling di dalam gelas piala 250 mL. 8. Larutan induk natrium tio sulfat (Na2S2O3) 0,1 N -. Larutkan 24,82 g Na2S2O3.5H2O dengan 200 mL air suling dingin yang telah didinginkan ke dalam gelas piala 250 mL dan tambahkan 0,1 g natrium karbonat (Na2CO3). -. Pindahkan ke dalam labu ukur 1000 mL kemudian encerkan dengan air suling sampai tanda tera dan homogenkan. -. Diamkan larutan ini selama 1 hari sebelum dilakukan standarisasi. 9. Larutan Na2S2O3 0,01N -. Pipet 50 mL larutan induk Na2S2O3, masukkan ke dalam labu ukur 500 mL. -. Encerkan dengan air suling sampai tanda tera, lalu homogenkan. 10. Larutan asam klorida (HCl) 1 M -.
Masukkan 83 mL HCL 37% (ρ ~ 1,19 g/mL) ke dalam labu ukur 1000 mL yang berisi kurang lebih 300 mL air suling.
-.
Encerkan dengan air suling sampai tanda tera, lalu homogenkan.
11. Larutan asam sulfamat (NH2SO3H) 0,6% b/v Larutkan 0,6 g asam sulfamat ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan dengan air suling sampai tanda tera, lalu homogenkan. CATATAN: Larutan ini dibuat segar.
25
Lanjutan Lampiran 8 12. Larutan asam fosfat (H3PO4) 3 M Larutkan 205 mL H3PO4 85% (ρ ~ 1,69 g/mL) ke dalam labu ukur 1000 mL yang berisi kurang lebih 300 mL air suling, encerkan sampai tanda tera, lalu homogenkan. CATATAN: Larutan ini stabil selama 1 tahun.
13. Larutan induk pararosanilin hidroklorida (C19H17N3.HCl) 0,2% Larutkan 0,2 g pararosanilin hidroklorida ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan dengan larutan HCl 1 M sampai tanda tera, lalu homogenkan. 14. Penentuan kemurnian pararosanilin -.
Pipet 1 mL larutan induk pararosanilin masukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda tera, lalu homogenkan.
-.
Pipet 5 mL larutan di atas dan 5 mL larutan penyangga asetat ke dalam labu ukur 50 mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda tera, lalu homogenkan.
-.
Setelah 1 jam ukur serapannya pada panjang gelombang 540 nm dengan spektrofotometer.
-.
Hitung kemurnian larutan induk pararosanilin dengan rumus sebagai berikut:
M= dengan pengertian: M
: kemurnian pararosanilin (%);
A
: serapan larutan pararosanilin;
W
: berat paraosanilin yang digunakan untuk membuat 50 mL larutan induk paraosanilin (g);
21,3 adalah tetapan untuk mengubah serapan ke berat.
26
Lanjutan Lampiran 8 15. Larutan kerja pararosanilin -.
Masukkan 40 mL larutan induk pararosanilin ke dalam labu ukur 500 mL, (bila kemurnian larutan induk pararosanilin lebih kecil dari 100% tambahkan setiap kekuarangan 1% dengan 0,4 mL larutan induk pararosanilin).
-.
Tambahkan 50 mL larutan asam fosfat 3 M.
-.
Tepatkan hingga tanda tera dengan air suling lalu homogenkan.
CATATAN: larutan ini stabil selama 9 bulan.
16. Larutan formaldehida (HCHO) 0,2% v/v Pipet 5 mL HCHO 36%-38% (v/v) dan masukkan ke dalam labu ukur 1000 mL, encerkan dengan air suling hingga tanda tera lalu homogenkan. CATATAN: larutan ini disiapkan pada saat akan digunakan.
17. Larutan penyangga asetat 1 M (pH = 4,74) -.
Larutkan 13,61 g natrium asetat trihidrat (NaC2H5O2.3H2O) ke dalam labu ukur 100 mL dengan 50 mL air suling.
-.
Tambahkan 5,7 mL asam asetat glasial (CH3COOH), dan encerkan dengan air suling sampai tanda tera, lalu homogenkan.
Peralatan a) peralatan pengambilan contoh uji SO2 sesuai gambar 4 dan 5 (setiap unit peralatan disambung dengan selang silikon dan tidak mengalami kebocoran) 1) gambar 3 untuk pengambilan contoh uji 1 jam; 2) gambar 4 untuk pengambilan contoh uji 24 jam. b) labu ukur 50 mL; 100 mL; 250 mL; 500 mL dan 1000mL; c) pipet volumetrik 1 mL; 2 mL; 5 mL dan 50 mL; d) gelas ukur 100 mL; e) gelas piala 100 mL; 250 mL; 500 mL dan 1000 mL; f) tabung uji 25 mL; g) spektrofotometer UV-Vis dilengkapi kuvet;
27
Lanjutan Lampiran 8
h) timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg; i) buret 50 mL; j) labu erlenmeyer asah bertutup 250 mL; k) oven; l) kaca arloji; m) termometer; n) barometer; o) pengaduk; dan p) botol pereaksi.
Gambar -. Botol Penjerap Midget Impinger
Keterangan gambar: A adalah ujung silinder gelas yang berada di dasar labu dengan maksimum diameter dalam 1 mm. B adalah botol penjerap midget impinger dengan kapasitas volum 50 mL. C adalah ujung silinder gelas yang berada di dasar labu dengan maksimum diameter dalam 1 mm. D adalah botol penjerap midget impinger dengan kapasitas volum 30 mL.
28
Lanjutan Lampiran 8
Gambar -. Rangkaian Peralatan Pengambil Contoh Uji SO2 selama 1 Jam. Keterangan gambar: A adalah botol penjerap volume 30 mL. B adalah perangkap uap. C adalah serat kaca (glass wool). D adalah flow meter yang mampu mengukur laju alir 0,2 L/menit. E adalah kran pengatur. F adalah pompa.
Gambar -. Rangkaian Peralatan Pengambil Contoh Uji SO2 selama 24 Jam.
29
Lanjutan Lampiran 8
Keterangan gambar: A adalah tabung penjerap. B adalah larutan penjerap. C adalah perangkap uap. D adalah glasswool. E adalah filter membran. F adalah flowmeter yang mampu mengukur laju alir 0,2 L/menit. G adalah kran pengatur. H adalah rubber septum. I adalah jarum hipodermik. J adalah pompa udara.
Pengambilan contoh uji 1. Pengambilan contoh uji selama 1 jam -. Susun peralatan pengambilan contoh uji seperti pada gambar 4. -. Masukkan larutan penyerap SO2 sebanyak 10 mL ke masing-masing botol penyerap. Atur botol penyerap agar terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung. -. Hidupkan pompa penghisap udara dan atur kecepatan alir 0,5 L/menit sampai 1 L/menit, setelah stabil catat laju alir awal F1 (L/menit). -. Lakukan pengambilan contoh uji selama 1 jam dan catat temperatur dan tekanan udara. -. Setelah 1 jam, catat laju alir akhir F2 (L/menit) dan kemudian matikan pompa penghisap. -. Diamkan selama 20 menit
setelah pengambilan contoh uji untuk
menghilangkan pengganggu. CATATAN: Contoh uji dapat stabil selama 24 jam, jika disimpan pada suhu 50C dan terhindar dari sinar matahari.
30
Lanjutan Lampiran 8 2. Pengambilan contoh uji selama 24 jam -. Susun peralatan pengambilan contoh uji seperti pada gambar 5. -. Masukkan larutan penyerap SO2 sebanyak 50 mL ke masing-masing botol penyerap. Atur botol penyerap agar terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung. -. Hidupkan pompa penghisap udara dan atur kecepatan alir 0,2 L/menit, setelah stabil catat laju alir awal F1 (L/menit). -. Lakukan pengambilan contoh uji selama 24 jam dan catat temperatur dan tekanan udara. -. Setelah 24 jam, catat laju alir akhir F2 (L/menit) dan kemudian matikan pompa penghisap. -. Diamkan
selama
20
menit
setelah
pengambilan
contoh
uji
untuk
menghilangkan pengganggu.
Persiapan Pengujian 1. Standardisasi larutan natrium tiosulfat 0,01 N -. Panaskan kalium iodat (KIO3) pada suhu 1800C selama 2 jam dan didinginkan dalam desikator. -. Larutan 0,09 g kalium iodat (KIO3) ke dalam labu ukur 250 mL dan tambahkan air suling sampai tanda tera, lalu homogenkan. -. Pipet 25 mL larutan kalium iodat ke dalam labu erlenmeyer asah 250 mL. -. Tambahkan 1 g KI dan 10 mL HCl (1+10) ke dalam labu erlenmeyer tersebut. -. Tutup labu erlenmeyer dan tunggu 5 menit, titrasi larutan dalam erlenmeyer dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N sampai warna larutan kuning muda. -. Tambahkan 5 mL indikator kanji, dan lanjutkan titrasi sampai titik akhir (warna biru tepat hilang), catat volume larutan penitar yang diperlukan.
31
Lanjutan Lampiran 8 -. Hitung normalitas larutan natrium tio sulfat tersebut dengan rumus sebagai berikut:
N=
dengan pengertian: N
: konsentrasi larutan natrium tio sulfat dalam grek/L (N)
b
: bobot KIO3 dalam 250 mL air suling (g);
V1
: volume KIO3 yang digunakan dalam titrasi (mL);
V2
: volume larutan natrium tio sulfat hasil titrasi (mL);
35,67 : bobot ekivalen KIO3 (BM KIO3 / 6); 250
: volume larutan KIO3 yang dibuat dalam labu ukur 250 mL;
1000 : konversi liter (L) ke mL. 2. Penentuan konsentrasi SO2 dalam larutan induk Na2S2O6 -. Pipet 25 mL larutan induk Na2S2O5 pada langkah di bagian Bahan nomor 2 ke dalam labu erlenmeyer asah dan pipet 50 mL larutan iod 0,01 N ke dalam labu dan simpan dalam ruang tertutup selama 5 menit. -. Titrasi larutan dalam erlenmeyer dengan larutan tio 0,01 N sampai warna larutan kuning muda. -. Tambahkan 5 mL indikator kanji, dan lanjutkan titrasi sampai titik akhir (warna biru tepat hilang), catat volume larutan penitar yang diperlukan (Vc). -. Pipet 25 mL air suling sebagai blanko ke dalam erlenmeyer asah dan lakukan langkah-langkah di atas (Vb). -. Hitung konsentrasi SO2 dalam larutan induk tersebut dengan rumus sebagai berikut:
C=
32
Lanjutan Lampiran 8 dengan pengertian: C
: konsentrasi SO2 dalam larutan induk Na2S2O5 (µg/mL);
Vb
: volume natrium tio sulfat hasil titrasi blanko (mL);
Vc
: volume natrium tio sulfat hasil titrasi larutan induk Na2S2O5 (mL);
N
: normalitas larutan natrium tio sulfat 0,01 N (N);
Va
: volume larutan induk Na2S2O5 yang dipipet (mL);
1000 : konversi gram ke µg; 32,03 : berat ekivalen SO2 (BM SO2/2). CATATAN: Melalui rumus di atas dapat diketahui jumlah (µg) SO2 tiap mL larutan induk Na2S2O5, sedangkan jumlah (µg) SO2 untuk tiap mL larutan standar dihitung dengan memperhatikan faktor pengenceran.
3. Pembuatan kurva kalibrasi -. Optimalkan alat spektrofotometer sesuai petunjuk penggunaan alat. -. Masukkan masing-masing 0,0 mL; 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL; dan 4,0 mL larutan standar Na2S2O5 pada langkah di bagian Bahan nomor 3 ke dalam tabung uii 25 mL dengan menggunakan pipet volume atau buret mikro. -. Tambahkan larutan penyerap sampai volume 10 mL. -. Tambahkan 1 mL larutan asam sulfamat 0,6% dan tunggu sampai 10 menit. -. Tambahkan 2,0 mL larutan formaldehida 0,2% -. Tambahkan 5,0 mL larutan pararosanilin. -. Tepatkan dengan air suling sampai volume 25 mL, lalu homogenkan dan tunggu sampai 30-60 menit. -. Ukur serapan masing-masing larutan standar dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. -. Buat kurva kalibrasi antara serapan dengan jumlah SO2 (µg). Pengujian contoh uji 1. Pengujian contoh uji untuk pengambilan contoh uji selama 1 jam -. Pindahkan larutan contoh uji ke dalam tabung uji 25 mL dan tambahkan 5 mL air suling untuk membilas.
33
Lanjutan Lampiran 8 -. Lakukan langkah-langkah pada Pembuatan Kurva Kalibrasi langkah 4 hingga langkah 8. -. Baca serapan contoh uji kemudian hitung konsentrasi dengan menggunakan kurva kalibrasi. -. Lakukan
langkah-langkah
di
atas
untuk
pengujian
blanko
dengan
menggunakan 10 mL larutan penyerap. Perhitungan 1. Volume contoh uji udara yang diambil Volume contoh uji udara yang diambil dikoreksi pada kondisi normal (250C, 760 mmHg) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
xtx
V=
x
dengan pengertian: V
: volume udara yang dihisap (L);
F1
: laju alir awal (L/menit);
F2
: laju alir akhir (L/menit);
t
: durasi pengambilan contoh uji (menit);
Pa
: tekanan barometer rata-rata selama pengambilan contoh uji (mmHg);
Ta
: temperatur rata-rata selama pengambilan contoh uji (K);
298
: temperatur pada kondisi normal 250C (K);
760
: tekanan pada kondisi normal 1 atm (mmHg).
2. Konsentrasi sulfur dioksida (SO2) di udara ambien -. Konsentrasi SO2 dalam contoh uji untuk pengambilan contoh uji selama 1 jam dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: C=
x 1000
34
Lanjutan Lampiran 8 dengan pengertian: C
: konsentrasi SO2 di udara (µg/Nm3);
a
: jumlah SO2 dari contoh uji dengan melihat kurva kalibrasi (µg);
V
: volume udara pada kondisi normal (L);
1000 : konversi liter (L) ke m3. -. Konsentrasi SO2 dalam contoh uji untuk pengambilan contoh uji selama 24 jam dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
C=
x 1000 x
dengan pengertian: C
: konsentrasi SO2 di udara (µg/Nm3);
a
: jumlah SO2 dari contoh uji dengan melihat kurva kalibrasi (µg);
V
: volume udara pada kondisi normal (L);
50
: jumlah total larutan penyerap yang dipakai untuk pengambilan contoh uji 24 jam.
5
: volume yang dipipet untuk dianalisis dengan spektrofotometer.
Jaminan mutu dan pengendalian mutu 1. Jaminan Mutu -. Gunakan termometer dan berometer yang terkalibrasi. -. Gunakan alat ukur laju alir (flow meter) yang terkalibrasi. -. Hindari terjadinya penguapan yang berlebihan dari larutan penyerap dalam botol penyerap, gunakan aluminium foil atau box pendingin sebagai pelindung terhadap matahari. -. Pertahankan suhu larutan penyerap di bawah 250C selama pengangkutan ke laboratorium dan penyimpanan sebelum analisa, untuk menghindari kehilangan SO2. -. Hindari pengambilan contoh uji pada saat hujan.
35
Lanjutan Lampiran 8 2. Pengendalian mutu A. Uji blanko -. Uji blanko laboratorium Menggunakan larutan penyerap sebagai contoh uji (blanko) dan dikerjakan sesuai dengan penentuan contoh uji untuk mengetahui kontaminasi, baik terhadap pereaksi yang digunakan maupun terhadap tahap-tahap selama penentuan di laboratorium. -. Uji blanko lapangan Menggunakan larutan penyerap sebagai contoh uji (blanko) dan dikerjakan sesuai dengan penentuan contoh uji untuk mengetahui kontaminasi, baik terhadap pereaksi yang digunakan maupun terhadap tahap-tahap
selama
penentuan di lapangan. B. Linieritas kurva kalibrasi Koefisien korelasi (r) lebih besar atau sama dengan 0,998 (atau sesuai dengan kemampuan laboratorium yang bersangkutan) dengan intersepsi lebih kecil atau sama dengan batas deteksi. CATATAN: Jaminan dan pengendalian mutu dilakukan sesuai dengan kebijaksanaan laboratorium yang bersangkutan.
36
Lampiran 9. Skema penjerapan gas SO2 untuk menentukan nilai panjang gelombang absorbansi Udara lingkungan
Pompa Hisap
Lampiran 10. Skema pengujian gas SO2 real time dengan metode spektroskopi.
Udara lingkungan
Pompa Hisap