KARAKTERISASI FISIK DAN KELEMBABAN TANAH PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG
RAHMAT HIDAYATULLAH SOFYAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Fisik dan Kelembaban Tanah pada Berbagai Umur Reklamasi Lahan Bekas Tambang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013 Rahmat Hidayatullah Sofyan NIM A14080084
ABSTRAK RAHMAT HIDAYATULLAH SOFYAN. Karakterisasi Fisik dan Kelembaban Tanah pada Berbagai Umur Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Dibimbing oleh ENNI DWI WAHJUNIE dan YAYAT HIDAYAT. Kegiatan penambangan menyebabkan terbukanya vegetasi hutan, penurunan kualitas fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga menyebabkan kerusakan lahan. Revegetasi lahan dilakukan untuk memperbaiki kualitas tanah pada lahan bekas tambang. Tujuan penelitian adalah mengkaji pengaruh reklamasi lahan secara vegetatif terhadap karaktestik fisik dan kimia tanah, serta dinamika kadar air tanah. Seluruh lahan memiliki tekstur klei, reaksi tanah agak masam, pori drainase yang tinggi, dan pori air tersedia yang tergolong sedang. Kadar air tertinggi saat hari ke tujuh setelah terjadi hujan terdapat pada lahan hutan, yaitu sebesar 29.81 % di kedalaman 30-50 cm. Tingginya kadar air tanah pada lapisan bawah karena air pada lapisan tersebut belum diserap oleh akar atau belum hilang melalui evapotranspirasi. Sifat-sifat fisik tanah seperti bobot isi, porositas, infiltrasi, dan permeabilitas serta sifat-sifat kimia tanah seperti kadar bahan organik dan pH tanah mengalami perbaikan seiring peningkatan umur reklamasi lahan bekas tambang. Kata kunci: curah hujan, kadar air tanah, reklamasi, sifat fisik tanah
ABSTRACT RAHMAT HIDAYATULLAH SOFYAN. Physical characterization and soil moisture at different age reclamation’s ages of mined land. Supervised by ENNI DWI WAHJUNIE and YAYAT HIDAYAT. Mining activities cause uncovering of forest vegetation, decrease soil physical, chemical and biological characteristic so that causes land degradation. Land revegetation conducting to improve soil quality on mined land. The objective of research is reviewing influence of land revegetation against soil physical, chemical and dynamics of soil moisture content. Overall mined land has a klei texture, slightly acid soil reaction, high drainage pore and available water which moderate. The highest water content at the seventh day after rains in the forest that is equal to 29.81% on 30-50 cm soil depth. Soil moisture content was higher on lower layer because water content have not been absorbed by the roots or not been lost through evapotranspiration. Physical characteristic such as bulk density, porosity, permeability, infiltration, and soil chemical such as soil organic matter content and soil reaction have improved along with increased age of mined land reclamation. Keywords: precipitation, soil moisture content, reclamation, soil physic characteristic
KARAKTERISASI FISIK DAN KELEMBABAN TANAH PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG
RAHMAT HIDAYATULLAH SOFYAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Karakterisasi Fisik dan Kelembaban Tanah pada Berbagai Umur Reklamasi Lahan Bekas Tambang Nama : Rahmat Hidayatullah Sofyan NIM : A14080084
Disetujui oleh
Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, MSi Pembimbing I
Dr Ir Yayat Hidayat, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Syaiful Anwar, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Juli 2012 ini adalah Karakterisasi Fisik dan Kelembaban Tanah pada Berbagai Umur Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, MSi dan Dr Ir Yayat Hidayat, MSi selaku pembimbing skripsi dan Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc selaku penguji skripsi yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Roni Setiawan, Ibu Nisa, Pak Jusman, Rosnani, dan Haryanto dari PT ANTAM Tbk. UBPN Pomalaa, Bapak Endang Abdurrohim beserta staf Stasiun Klimatologi Pomalaa yang telah membantu selama pengumpulan data, serta Nur Fitriani Mokoginta atas bantuan dan inspirasinya dalam menyelesaikan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga Panjen, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013 Rahmat Hidayatullah Sofyan
DAFTAR ISI PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Hipotesis
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
2
Revegetasi Lahan Bekas Tambang
3
Peranan Vegetasi dalam Perbaikan Karakteristik Fisik Tanah
5
METODE
6
Waktu dan Tempat
6
Bahan dan Alat
7
Metode Penelitian
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Tekstur dan Bahan Organik Tanah
8
Reaksi Tanah
9
Bobot isi dan Ruang Pori Total
10
Kurva pF dan Distribusi Ukuran Pori
11
Infiltrasi dan Permeabilitas
12
Dinamika Kelembaban Tanah
13
KESIMPULAN DAN SARAN
16
Kesimpulan
16
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
18
RIWAYAT HIDUP
26
DAFTAR TABEL 1 Jenis, metode, dan peralatan yang digunakan dalam analisis di laboratorium 2 Tekstur dan bahan organik tanah pada berbagai umur reklamasi lahan 3 Bobot isi dan ruang pori total pada berbagai umur reklamasi lahan 4 Distribusi ukuran pori tanah pada berbagai umur reklamasi lahan 5 Laju infiltrasi pada berbagai lahan reklamasi bekas tambang 6 Permeabilitas tanah pada berbagai lahan reklamasi bekas tambang
8 9 10 12 12 13
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Curah hujan bulanan di lokasi penelitian antara tahun 2007-2011 Kondisi lokasi penelitian Reaksi tanah pada berbagai umur reklamasi lahan Kurva pF di berbagai lahan bekas tambang pada berbagai kedalaman tanah 5 Kadar air tanah sehari setelah hujan pada berbagai kejadian hujan 6 Dinamika kadar air tanah pada berbagai umur reklamasi lahan bekas tambang
2 4 9 11 14 15
DAFTAR LAMPIRAN Bobot isi dan ruang pori total pada berbagai umur reklamasi lahan Kadar air tanah berbagai pF pada berbagai umur reklamasi lahan Laju infiltrasi pada berbagai umur reklamasi lahan Kadar air tanah di berbagai lahan reklamasi pada satu hari setelah hujan Kadar air tanah sehari hingga tujuh hari setelah hujan pada berbagai umur reklamasi lahan 12 Data curah hujan harian pada bulan September 2012 dari stasiun BMKG Pomalaa 13 Data curah hujan periode 2007-2011 dari stasiun BMKG Pomalaa 14 Data iklim periode 2007-2011 dari stasiun BMKG Pomalaa 7 8 9 10 11
18 19 20 21 22 23 24 25
11
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambangan merupakan sektor penting di Indonesia karena memberikan keuntungan ekonomi yang cukup besar. Indonesia dikenal sebagai negara dengan potensi mineral logam yang tinggi. Sebagian besar kegiatan penambangan mineral logam di Indonesia berlangsung di daratan dengan menerapkan metode penambangan terbuka (open pit mining). Metode ini telah menyebabkan terjadinya kerusakan lahan seperti terbukanya kawasan hutan, pencemaran limbah tambang, serta penurunan kualitas fisik, kimia, dan biologi tanah. Usaha reklamasi lahan bekas tambang menjadi keharusan bagi setiap perusahaan yang mengelola komoditas tambang di Indonesia, termasuk PT ANTAM Tbk. Reklamasi lahan bekas tambang dapat dilakukan dengan revegetasi tanaman lokal, tanaman pioner, atau tanaman lainnya yang memiliki kemampuan adaptasi cepat. Pertumbuhan tanaman di lahan reklamasi dapat memberikan perbaikan terhadap kualitas tanah seperti penurunan bobot isi, peningkatan porositas, kadar bahan organik, dan kemampuan retensi air, serta perbaikan pergerakan air dalam tanah dan reaksi tanah. Pertumbuhan tanaman seiring peningkatan umur reklamasi lahan juga dapat memberikan perbaikan pada struktur tanah. Perbaikan struktur tanah dapat terjadi karena aktivitas perakaran tanaman dan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Selain itu, peningkatan bahan organik dari hasil pelapukan serasah tanaman juga berperan dalam merangsang terjadinya proses agregasi tanah sehingga meningkatkan jumlah pori yang terdapat pada makroagregat. Perbaikan struktur tanah dapat berpengaruh terhadap penurunan bobot isi, peningkatan porositas, peningkatan retensi air, dan perbaikan pada pergerakan air di dalam tanah. Pergerakan air dalam tanah sangat dipengaruhi oleh kadar air tanah. Di lahan kering, kadar air tanah sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Curah hujan menentukan distribusi air dalam zona perakaran sehingga dapat digunakan tanaman untuk tumbuh, berkembang, dan berproduksi. Pada musim kemarau tanaman dapat mengalami kekurangan air karena kadar air tanah terus mengalami penurunan. Oleh karena itu, kadar air tanah pada musim kemarau juga ditentukan oleh banyaknya air yang dapat diserap oleh tanah saat musim hujan sebelumnya. Upaya reklamasi lahan perlu dievaluasi untuk mempelajari perkembangan kualitas tanah. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan upaya reklamasi. Keberhasilan reklamasi dapat ditunjukkan dengan perbaikan kualitas tanah yang mendekati fungsi ekologis lahan seperti sebelum dilakukannya kegiatan penambangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian untuk mempelajari pengaruh revegetasi terhadap karakterik fisik dan kimia tanah, serta dinamika kadar air tanah pada lahan bekas tambang.
Tujuan Penelitian Mengkaji pengaruh reklamasi lahan secara vegetatif terhadap karaktestik fisik dan kimia tanah, serta dinamika kadar air tanah.
Hipotesis Peningkatan umur reklamasi lahan dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah seperti bobot isi, porositas, infiltrasi, permeabilitas, dan retensi air tanah serta sifat-sifat kimia tanah.
TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi PT ANTAM Tbk UBP Nikel Sulawesi Tenggara PT ANTAM Tbk. UBP Nikel Sulawesi Tenggara secara administrasi berada di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara geografis terletak antara 4o10’00”-4o17’25” LS dan 121o31’30”–121o39’03” BT. Lokasi kegiatan penambangan terdiri dari tambang utara, tengah, selatan, dan pulau Maniang dengan luas total sebesar 6.128,50 ha (PT ANTAM Tbk. 2011).
Iklim dan Curah Hujan
600
0
500
8
400
16
300
24
200
32
100
40
0
Jumlah hari hujan (hari)
Curah hujan bulanan (mm)
Berdasarkan data dari stasiun BMKG Pomalaa tahun 2007-2011, lokasi kegiatan PT ANTAM Tbk UBP Nikel Sulawesi Tenggara memiliki curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2133 mm. Suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 27.2-28.4 0C dengan suhu maksimum 31.4 0C dan suhu minimum 25.9 0C. Sementara, kelembaban udara rata-rata bulanan berkisar antara 73.8-79.2 %, radiasi matahari antara 54.2-69.8 %, dan evapotranspirasi antara 4.2-5.5 mm (Lampiran 8).
48
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des Curah hujan
Hari hujan
Gambar 1 Curah hujan bulanan di lokasi penelitian antara tahun 2007-2011 (BMKG 2012)
31
Pada Gambar 1 terlihat bahwa curah hujan bulanan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun terakhir. Terlihat bahwa puncak musim hujan dalam 5 tahun terakhir (2007-2011) terjadi pada bulan November dengan curah hujan bulanan sekitar 270.6 mm. Adapun penelitian dilakukan pada bulan September 2012 atau awal dari musim hujan. Besar curah hujan dalam 5 tahun terakhir pada bulan September sebesar 162 mm dan pada bulan September 2012 atau saat dilakukannya penelitian hanya sebesar 48.6 mm. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1950), iklim di daerah penelitian tergolong sangat basah atau memiliki tipe iklim A. Berdasarkan data dari stasiun BMKG Pomalaa tahun 2007-2011, rata-rata bulan kering (bulan dengan curah hujan < 60 mm) sebesar 1.2. Adapun rata-rata bulan basah (bulan dengan curah hujan > 100 mm) sebesar 9.4 (Lampiran 7).
Tanah dan Topografi Secara umum tanah-tanah di daerah penelitian merupakan tanah yang berkembang dari bahan induk ultrabasa (Mayanggani 2005). Bahan induk ultrabasa umumnya memiliki kandungan ferromagnesium tinggi (Fe2O3 antara 7.54-8.03 %), silika rendah (SiO2 < 45 %), dan mineral mafik hingga lebih dari 90 %. Peridotit dan serpentin adalah batuan yang sering dijumpai pada daerah ini. Keduanya tergolong batuan ultrabasa dengan kandungan berupa mineral olivin, piroksen, hornblende, biotit, dan sedikit plagioklas (Best 2003 dalam Fiddin dan Hendratno 2012). Tanah asli Pomalaa dapat digolongkan ke jenis tanah Oxisol, meskipun masih terdapat jenis tanah Ultisol pada beberapa lokasi. Terbentuknya Oxisol pada daerah Pomalaa akibat proses pelapukan tanah yang berlangsung intensif dan dicirikan dengan adanya horison oksik. Hal ini didukung oleh iklim dengan curah hujan dan suhu yang relatif tinggi serta bahan induk tanah yang banyak mengandung Fe2O3. Bentuk topografi Pomalaa umumnya berupa dataran rendah dan perbukitan yang memanjang dari arah utara ke selatan sepanjang pantai. Perbukitan ini merupakan bagian dari pegunungan Mekongga yang memanjang dari arah tenggara (PT ANTAM Tbk. 2011). Daerah penelitian berada pada ketinggian antara 50 hingga 200 m di atas permukaan laut dan memiliki kemiringan lereng antara 15-25 %. Berdasarkan klasifikasi Soil Survey Division Staff (1993), kelas kemiringan lereng tergolong agak curam.
Revegetasi Lahan Bekas Tambang Metode reklamasi yang sering digunakan untuk pemulihan lahan bekas tambang adalah revegetasi. Metode ini telah banyak diterapkan pada daerahdaerah pertambangan di Amerika Serikat seperti di Dave Johnson Mine, Glenrock, Wyoming (Toy dan Shay 1987). Upaya revegetasi umumnya dilakukan setelah penataan lahan bekas tambang selesai. Salah satu kunci keberhasilan dari upaya revegetasi adalah pemilihan tanaman yang sesuai (Iskandar et al. 2012).
41
Revegetasi berperan penting dalam perbaikan kesuburan tanah. Perbaikan kesuburan tanah terkait dengan peningkatan ketersediaan air untuk tanaman, perbaikan kemasaman tanah, perbaikan pori tanah, serta peningkatan kadar bahan organik tanah. Tanah dengan perkembangan pori yang baik memiliki sirkulasi air dan udara yang juga baik sehingga akar tanaman dapat berkembang dengan baik. Vegetasi juga berperan dalam peningkatan laju infiltrasi tanah, mengurangi kekuatan dispersi air hujan, serta mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan (Arsyad 2010). Secara teknis, usaha reklamasi lahan bekas tambang dimulai dengan penataan lahan yang menyangkut regrading lubang bekas tambang dan pembuatan saluran drainase untuk memperoleh bentuk wilayah dan kemiringan yang stabil. Lubang tambang ditutup dengan berbagai material yang dikupas pada saat ekskavasi awal. Selanjutnya, permukaan lahan hasil regrading ditutup dengan topsoil setebal 50 cm. Setelah tanah disiapkan dengan baik sebagai media tumbuh tanaman, maka kegiatan revegetasi siap untuk dimulai.
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 2 Kondisi lokasi penelitian di lahan hutan (a), lahan reklamasi 2008 (b), lahan reklamasi 2009 (c), lahan reklamasi 2010 (d)
51
Tanaman yang digunakan oleh PT ANTAM UBP Nikel Sulawesi Tenggara untuk revegetasi adalah covercrop dan tanaman pioner. Covercrop hasil pembibitan, ditanam bersamaan dengan pemberian bahan amelioran pada area reklamasi. Setelah covercrop tumbuh, maka penanaman tanaman pioner segera dilakukan (PT ANTAM Tbk. 2011). Covercrop yang digunakan adalah rumput lokal Tetenggala (Tetenggala grass) dan tanaman legum. Tanaman legum dipilih karena dapat menambah unsur N tanah, tidak berkompetisi dengan tanaman pokok, dan toleran terhadap tanah yang miskin hara. Gambar 2 menunjukkan kondisi lahan hutan, revegetasi 2008, revegetasi 2009, dan revegetasi 2010. Lahan hutan memiliki berbagai jenis vegetasi seperti tirotasik (Terminalia sp.), trembesi (Samanea saman), lamtoro (Leucaena lelucephala), gamal (Gleicidia maculata), bitti, mangga-manggaan, damar (Agathis sp.), dan lain-lain. Beberapa jenis vegetasi dari lahan hutan Pomalaa serta benih dan bibit tanaman pioner dari luar Pomalaa digunakan dalam kegiatan pembibitan sebagai tanaman revegetasi. Beberapa tanaman pioner dari luar Pomalaa diantaranya cemara (Casuaria sp.), sengon buto (Enterolobium macrocarpum), johar (Cassia siamea), beringin (Ficus benyamina), sogo (Adenanthera pavonina), dan jati putih (Gmelina arborea). Penggunaan tanaman lokal bertujuan untuk mempercepat keberhasilan usaha reklamasi. Hal ini terkait dengan kemampuan tanaman untuk beradaptasi dengan cepat, melindungi tanah dari bahaya erosi, dan meningkatkan kadar bahan organik tanah (Iskandar et al. 2012). Tanaman revegetasi yang digunakan pada lahan reklamasi 2008 terdiri dari sengon buto (Enterolobium macrocarpum), johar (Cassia siamea), beringin (Ficus benyamina), sogo (Adenanthera pavonina), tirotasik, dan mangga-manggaan. Tanaman revegetasi 2009 terdiri dari sengon buto (Enterolobium macrocarpum), jati putih (Gmelina arborea), bitti, tirotasik, dan mangga-manggaan. Adapun tanaman revegetasi 2010 terdiri dari sengon buto (Enterolobium macrocarpum), jati putih (Gmelina arborea), trembesi (Samanea saman), beringin (Ficus benyamina), johar (Cassia siamea), bitti, tirotasik, dan mangga-manggaan.
Peranan Vegetasi dalam Perbaikan Karakteristik Fisik Tanah Pertumbuhan vegetasi di lahan reklamasi dari tahun ke tahun menyebabkan peningkatan kadar bahan organik tanah dan perkembangan perakaran (Iskandar et al. 2012). Peningkatan kadar bahan organik berasal dari guguran vegetasi. Bahan organik tanah dapat menjadi sumber makanan yang dapat merangsang aktivitas mikroorganisme tanah (Stallings 1957). Aktivitas mikroorganisme tanah, aktivitas perakaran, dan kadar bahan organik tanah dapat berperan dalam perbaikan karakteristik fisik tanah. Peningkatan kadar bahan organik, aktivitas mikroorganisme, dan aktivitas perakaran dapat memberikan perbaikan terhadap struktur tanah. Hasil pelapukan serasah dari vegetasi merangsang terjadinya proses agregasi tanah sehingga meningkatkan jumlah pori struktural yang terbentuk di antara agregat tanah (Lal dan Shukla 2004). Aktivitas mikroorganisme juga berperan dalam proses perbaikan struktur tanah. Mikroorganisme tanah berperan dalam dekomposisi bahan organik tanah, membuat celah pada partikel tanah, dan merangsang proses
agregasi di dalam tanah (Arsyad 2010). Agregasi tanah juga dapat dipengaruhi oleh adanya aktivitas perakaran. Setiawan (2004) mengemukakan bahwa aktivitas perakaran tanaman pada lahan revegetasi dari tahun ke tahun sangat berpengaruh terhadap agregasi tanah sehingga dapat memberikan perbaikan terhadap struktur tanah. Struktur tanah dapat menentukan distribusi pori di dalam tanah. Perbaikan struktur tanah sebagai akibat peningkatan aktivitas mikroorganisme dan perakaran vegetasi akan meningkatkan jumlah pori makro. Aktivitas mikroorganisme berperan dalam proses humifikasi sehingga menyebabkan tanah menjadi gembur dan bersifat porous sehingga jumlah pori makro mengalami peningkatan (Stevenson 1994). Perbaikan terhadap struktur tanah juga mengakibatkan peningkatan ruang pori total. Ruang pori total merupakan ruang fungsional yang menghubungkan tubuh tanah dengan lingkungan dan aktivitas biologi dalam tanah yang mendukung kehidupan (Lal dan Shukla 2004). Peningkatan kadar bahan organik tanah dapat menyebabkan peningkatan retensi air tanah. Retensi air adalah kemampuan tanah dalam menahan air di dalam pori-pori tanah (Kurnia et al. 2006). Menurut Sarief (1985) bahwa kemampuan retensi air dapat ditentukan oleh tekstur dan kadar bahan organik tanah. Semakin banyak kadar bahan organik tanah maka kemampuan retensi air akan mengalami peningkatan (Arsyad 2010). Semakin halus tekstur tanah maka kemampuan retensi air juga akan mengalami peningkatan. Hal ini karena retensi air dipengaruhi oleh pori meso dan mikro tanah yang mampu mengikat air. Air tanah merupakan komponen penting dalam siklus hidrologi yang berada di bawah permukaan tanah pada pori-pori dan ruang antar partikel tanah (Winter et al. 2006). Air memiliki arah dan kecepatan pergerakan melalui berbagai proses di dalam tanah. Pergerakan air jenuh dapat ditentukan oleh daya air yang bergerak (driving force) dan kapasitas pori melalukan air (hydraulic conductivity) (Baver et al. 1972). Pergerakan air berperan dalam pergerakan hara dan mengestimasi ketersediaan air dan udara bagi tanaman (Wahjunie 2009). Proses pergerakan air sangat penting untuk mengetahui kecukupan kandungan air tanah pada suatu daerah.
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan Maret 2013 di PT ANTAM Tbk. UBP Nikel Sulawesi Tenggara dan laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian di PT ANTAM Tbk. dilakukan di tiga lahan reklamasi bekas tambang, satu lahan hutan dan laboratorium kimia pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2012. Selanjutnya diikuti dengan analisis tanah di laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan serta analisis data hingga Maret 2013.
71
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi tanah dari lahan reklamasi PT ANTAM Tbk. UBP Nikel Sulawesi Tenggara, tanah dari lahan hutan, dan bahan-bahan kimia untuk analisis laboratorium. Lahan yang diteliti adalah tiga lahan reklamasi bekas tambang dengan umur reklamasi yang berbeda yaitu bukit R (reklamasi 2008), TM (reklamasi 2009), dan ST (reklamasi 2010), serta lahan hutan sebagai pembanding. Peralatan yang digunakan selama penelitian di lapang meliputi double ring infiltrometer dan peralatan pengambilan contoh tanah. Double ring infiltrometer digunakan untuk pengukuran laju infiltrasi.
Metode Penelitian Pemilihan Lokasi dan Pengukuran Lapangan Lokasi yang dipilih adalah tiga lahan bekas tambang dengan umur reklamasi yang berbeda dan satu lahan hutan yang berada di sekitar lahan reklamasi. Lahan reklamasi yang terpilih adalah bukit R (reklamasi 2008), bukit TM (reklamasi 2009), dan bukit ST (reklamasi 2010). Sedangkan lahan hutan dipilih yang berada di sekitar lahan reklamasi. Pengamatan di lapangan meliputi pengukuran laju infiltrasi dan kadar air tanah. Pengukuran infiltrasi dilakukan di dua titik pada masing-masing lahan. Pengukuran kadar air tanah dilakukan dengan mengompositkan tanah pada kedalaman 0-10 cm, 10-30 cm, dan 30-50 cm dari bagian lereng atas, tengah, dan bawah. Pengukuran kadar air tanah dilakukan pada satu hari setelah hujan yaitu pada tanggal 13, 14, 15, 16, dan 18 September 2012 serta satu hingga tujuh hari setelah hujan pada tanggal 18 hingga 24 September 2012. Pengukuran ini bertujuan untuk melihat kemampuan tanah dalam menahan air setelah terjadinya hujan. Menurut data iklim dan curah hujan dari BMKG Pomalaa, waktu dilakukannya pengukuran kadar air tanah adalah awal musim hujan (Gambar 1).
Pengambilan Contoh Tanah dan Analisis Tanah di Laboratorium Pengambilan contoh tanah dilakukan untuk memperoleh data beberapa sifat fisik dan kimia tanah. Contoh tanah yang diambil berupa contoh tanah utuh dan contoh tanah terganggu. Contoh tanah utuh digunakan untuk penetapan kurva pF, bobot isi, dan permeabilitas. Contoh tanah terganggu digunakan untuk analisis tekstur, bobot jenis partikel, kadar bahan organik, dan pH tanah. Pengambilan contoh tanah utuh dilakukan dengan menggunakan ring sampler dan contoh tanah terganggu diambil secara komposit pada masing-masing lahan yang diteliti. Contoh tanah diambil pada kedalaman 0-10 cm, 10-30 cm, dan 30-50 cm. Analisis yang dilakukan di laboratorium meliputi penetapan sifat fisik tanah (kadar air tanah pada berbagai pF, bobot isi, bobot jenis partikel, tekstur, dan permeabilitas) dan sifat kimia tanah (bahan organik dan pH tanah). Jenis, metode, dan peralatan yang digunakan dalam analisis sifat-sifat tanah ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis, metode, dan peralatan yang digunakan dalam analisis di laboratorium Parameter Kadar air tanah pada berbagai pF
Metode analisis Kurva pF
Tekstur tanah
Pipet
Reaksi tanah Kadar bahan organik
Elektroda gelas Walkley and Black
Permeabilitas
De Boodt
Bobot isi tanah Bobot jenis tanah
Blake dan Hartge (1986) Blake dan Hartge (1986)
Peralatan yang digunakan Panci tekan Tabung sedimentasi, pipet, gelas piala pH meter Alat-alat gelas Set alat permeabilitas laboratorium, penggaris Ring sampler Piknometer
Analisis Data Data pengamatan lapang dan laboratorium diolah secara deskriptif menggunakan microsoft excell.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tekstur dan Bahan Organik Tanah Hasil analisis tekstur dan bahan organik tanah pada berbagai lahan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa seluruh penggunaan lahan memiliki tekstur klei dengan kadar klei antara 40.01-47.59 %. Tekstur tanah pada lahan reklamasi dipengaruhi oleh bahan tanah yang digunakan dalam penimbunan pada awal kegiatan reklamasi. Kadar bahan organik tanah pada lahan reklamasi lebih rendah dibandingkan lahan hutan. Kandungan bahan organik tanah pada lapisan atas (0-10 cm) di lahan reklamasi berkisar antara 1.64-0.98 % dan lapisan bawah (30-50 cm) pada lahan hutan sebesar 1.85 %. Hal ini mengindikasikan bahwa rendahnya kadar bahan organik tanah pada lahan reklamasi karena topsoil dari lahan awal diduga telah tercampur dengan overburden. Iskandar et al. (2012) mengemukakan bahwa bagian permukaan lahan hasil regrading yang ditutup kembali dengan topsoil umumnya memiliki sifat kimia dan fisik yang buruk. Bahan organik tanah mengalami peningkatan seiring peningkatan umur reklamasi lahan. Peningkatan ini disebabkan oleh hasil pelapukan serasah tanaman revegetasi dari tahun ke tahun semakin besar. Serasah dari bagian batang, ranting, dan daun tanaman yang jatuh berperan dalam meningkatkan kandungan bahan organik tanah (Arsyad 2010). Menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) kisaran kandungan bahan organik tanah pada lahan reklamasi termasuk dalam kriteria sangat rendah dan lahan hutan termasuk kriteria rendah sampai sedang.
91
Tabel 2 Tekstur dan bahan organik tanah pada berbagai umur reklamasi lahan Penggunaan lahan Hutan
Kedalaman (cm) 0-10 10-30 30-50 Reklamasi 2008 0-10 10-30 (umur 4 tahun) 30-50 Reklamasi 2009 0-10 10-30 (umur 3 tahun) 30-50 Reklamasi 2010 0-10 10-30 (umur 2 tahun) 30-50 BO: bahan organik tanah
Pasir Debu Klei ...............(%)............... 16.28 41.60 42.12 26.25 28.70 45.05 21.83 31.18 46.99 22.54 35.12 42.35 18.75 36.75 44.49 19.59 35.75 44.65 16.42 42.47 41.11 18.24 39.52 42.25 17.59 37.85 44.56 26.81 33.19 40.01 16.30 36.11 47.59 23.02 36.42 40.56
BO (%) 4.96 2.21 1.85 1.31 0.96 0.85 1.64 0.67 0.74 0.98 0.68 0.45
Kelas tekstur Klei Klei Klei Klei Klei Klei Klei Klei Klei Klei Klei Klei
Tabel 2 juga menunjukkan bahwa secara umum kandungan bahan organik tanah pada berbagai umur lahan reklamasi dan lahan hutan mengalami penurunan seiring peningkatan kedalaman tanah. Hal ini terkait aktivitas perakaran dan adanya sumbangan bahan organik tanah dari vegetasi. Perakaran dari vegetasi umumnya dijumpai lebih banyak pada lapisan atas sehingga aktivitas dan sumbangan bahan organik dari perakaran lebih besar pada lapisan atas.
Reaksi Tanah Gambar 3 menunjukkan bahwa seluruh lahan memiliki reaksi tanah yang tergolong agak masam. Nilai pH tanah pada lahan reklamasi tidak menunjukkan adanya pola perubahan akibat adanya peningkatan umur reklamasi. Nilai pH tanah pada lahan reklamasi berkisar antara 5.65-6.10 dan lahan hutan berkisar antara 5.70-5.90. Kadar bahan organik yang tinggi pada lahan hutan menyebabkan tingginya produksi asam-asam organik dari hasil dekomposisi sehingga tanah menjadi lebih masam (Dewi 2004).
pH Tanah
6.00 4.00
Hutan Reklamasi 2008
2.00
Reklamasi 2009 0.00 0-10
10 30
30-50
Reklamasi 2010
Kedalaman tanah (cm)
Gambar 3 Reaksi tanah pada berbagai umur reklamasi lahan
101
Kondisi iklim pada daerah penelitian mendukung proses pelapukan tanah berlangsung dengan intensif. Pelapukan yang intensif menyebabkan peningkatan pelepasan basa-basa sehingga turut mempengaruhi nilai pH tanah. Pelapukan tanah yang mengakibatkan pelepasan basa-basa turut berperan dalam meningkatkan reaksi tanah pada lahan reklamasi (Murjanto 2011).
Bobot Isi dan Ruang Pori Total Bobot isi tanah pada lahan reklamasi lebih tinggi dibandingkan lahan hutan (Tabel 3). Tingginya bobot isi tanah pada lahan reklamasi disebabkan oleh kerusakan struktur tanah yang terjadi akibat pemadatan tanah dengan alat berat pada saat penataan lahan reklamasi. Kerusakan pada struktur tanah menyebabkan ruang pori tanah mengalami penurunan sehingga bobot isi mengalami peningkatan. Selain itu, rendahnya kadar bahan organik tanah menyebabkan bobot isi tanah pada lahan reklamasi lebih tinggi dibandingkan lahan hutan. Bobot isi tanah pada lahan reklamasi bekas tambang mengalami penurunan seiring peningkatan umur reklamasi lahan. Penurunan bobot isi tanah disebabkan oleh perkembangan perakaran tanaman, peningkatan aktivitas mikroorganisme tanah, dan akumulasi bahan organik tanah yang dihasilkan oleh tanaman reklamasi. Perkembangan perakaran dan aktivitas mikrorganisme tanah menyebabkan terjadinya perkembangan pori tanah. Dari Tabel 3 terlihat pula bahwa bobot isi tanah mengalami peningkatan seiring peningkatan kedalaman tanah. Peningkatan ini disebabkan oleh kandungan bahan organik tanah lapisan bawah lebih rendah daripada lapisan atas. Tabel 3 Bobot isi dan ruang pori total pada berbagai umur reklamasi lahan Penggunaan lahan
Bobot isi pada kedalaman (cm) 0-10 10-30 30-50 ............(g cm-3)..............
Hutan Reklamasi 2008 Reklamasi 2009 Reklamasi 2010
Ruang pori total tanah di kedalaman (cm) 0-10 10-30 30-50 .......(% volume)......
0.97
0.98
1.02
64
64
63
1.13
1.19
1.20
58
59
59
1.18
1.20
1.24
56
55
54
1.19
1.30
1.30
58
54
54
Ruang pori total tanah pada lahan reklamasi mengalami peningkatan seiring peningkatan umur reklamasi. Tingginya ruang pori total tanah pada lahan hutan dipengaruhi oleh bahan organik tanah yang disumbangkan dari vegetasi. Peningkatan bahan organik tanah dapat meningkatkan populasi dan aktivitas organisme tanah sehingga pori tanah mengalami peningkatan. Selain itu, aktivitas perakaran dari vegetasi juga dapat mengakibatkan peningkatan ruang pori total tanah.
111
Kurva pF dan Distribusi Ukuran Pori Gambar 4 menunjukkan bahwa secara umum seluruh lahan reklamasi bekas tambang memiliki kadar air tanah yang lebih rendah dibandingkan lahan hutan pada berbagai hisapan matriks. Hal ini karena terjadi kerusakan struktur tanah akibat pemadatan tanah dengan alat berat pada lahan reklamasi. Kadar air tanah pada lahan hutan berkisar antara 54.70-57.45 % (pF 1), 44.95-45.76 % (pF 2), 37.85-40.30 % (pF 2.54), dan 26.17-26.70 % (pF 4.2). Sedangkan kadar air tanah pada lahan reklamasi berkisar antara 50.42-53.55 % (pF 1), 40.75-45.37 % (pF 2), 34.10-38.75 % (pF 2.54), dan 22.22-24.96 % (pF 4.2). 5
0-10 cm
4
4
3
3
pF
pF
5
2
2
1
1
0 20
30
40
50
60
70
Kadar Air (v/v) Hutan asli Reklamasi 2008 Reklamasi 2009 Reklamasi 2010
10-30 cm
0 20
30
40 50 Kadar Air (v/v)
Hutan Reklamasi 2009
60
70
Reklamasi 2008 Reklamasi 2010
30-50 cm
5 4 pF
3 2 1 0 20
30
40 50 60 70 Kadar Air (v/v) Hutan Reklamasi 2008 Reklamasi 2009 Reklamasi 2010
Gambar 4 Kurva pF di berbagai lahan reklamasi bekas tambang pada berbagai kedalaman tanah Jumlah pori drainase terkait dengan pembentukan ruang pori yang dihasilkan perakaran tanaman dan mikroorganisme tanah. Perakaran tanaman akan menghasilkan lubang bekas akar dan aktivitas mikroorganisme tanah akan membentuk rongga-rongga dalam tanah yang kemudian meningkatkan pori makro tanah (Setiawan 2004). Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa pori drainase dari keempat lahan memiliki nilai yang berbeda cukup nyata sehingga kurva pF terlihat relatif terbuka pada kadar air tinggi. Tabel 4 menunjukkan bahwa lahan hutan secara umum memiliki pori drainase yang lebih tinggi daripada lahan lainnya. Sementara, pori air tersedia relatif beragam pada seluruh lahan. Pori air tersedia pada lahan reklamasi berkisar antara 9.76-15.21 % dan lahan hutan berkisar antara 11.37-14.13 %. Menurut klasifikasi Lembaga Penelitian Tanah (1980) dalam Kurnia (2006), secara umum
121
seluruh lahan memiliki pori drainase yang tergolong tinggi dan pori air tersedia yang tergolong kategori sedang. Tabel 4 Distribusi ukuran pori tanah pada berbagai umur reklamasi lahan Penggunaan Lahan Hutan
Reklamasi 2008 Reklamasi 2009 Reklamasi 2010
Kedalaman (cm) 0-10 10-30 30-50 0-10 10-30 30-50 0-10 10-30 30-50 0-10 10-30 30-50
Pori Klasifikasi drainase (% v/v) 26,63 Tinggi 23,98 Tinggi 22,74 Tinggi 22,79 Tinggi 20,82 Tinggi 20,7 Tinggi 18,43 Tinggi 16,54 Tinggi 19,93 Tinggi 24,29 Tinggi 17,95 Tinggi 17,34 Tinggi
Pori air tersedia (% v/v) 11.37 14.13 13.35 10.46 13.27 13.85 14.37 15.21 9.76 11.88 11.64 12.63
Klasifikasi
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Rendah Sedang Sedang Sedang
Infiltrasi dan Permeabilitas Tabel 5 menunjukkan bahwa laju infiltrasi terbesar terjadi pada lahan hutan sebesar 39.60 cm jam-1. Pada lahan reklamasi terlihat pola peningkatan laju infiltrasi seiring peningkatan umur reklamasi lahan. Peningkatan laju infiltrasi disebabkan oleh pertumbuhan tanaman yang dapat memperbaiki struktur tanah melalui aktivitas perakaran dan sumbangan bahan organik yang dapat digunakan oleh mikroorganisme tanah untuk beraktivitas dan merangsang proses agregasi di dalam tanah. Vegetasi juga berperan dalam melindungi permukaan tanah dari pukulan butir air hujan sehingga kekuatan menghancurkan permukaan tanah berkurang, menghambat aliran permukaan, dan meningkatkan infiltrasi. Tabel 5 Laju infiltrasi pada berbagai lahan reklamasi bekas tambang Penggunaan lahan Hutan Reklamasi 2008 Reklamasi 2009 Reklamasi 2010
Laju infiltrasi (cm jam-1) 39.60 25.20 14.40 12.00
Kelas infiltrasi Sangat cepat Cepat Cepat Cepat
(Sumber kelas infiltrasi: Kohnke 1968 dalam Sofyan 2006)
Tabel 6 menunjukkan laju permeabilitas dari berbagai lahan reklamasi bekas tambang. Dari tabel 6 terlihat bahwa hasil pengukuran permeabilitas pada keempat penggunaan lahan menunjukkan kelas yang tergolong cepat.
131
Permeabilitas yang cepat disebabkan oleh pertumbuhan tanaman revegetasi yang memperbaiki struktur tanah melalui aktivitas perakaran dan sumbangan bahan organik tanah yang merangsang proses agregasi di dalam tanah. Lahan reklamasi 2010 memiliki nilai permeabilitas yang lebih kecil dibandingkan lahan lainnya. Hal ini diduga karena vegetasi yang ada belum memberikan perbaikan terhadap struktur tanah pada lahan reklamasi 2010. Lahan reklamasi 2010 memiliki nilai permeabilitas tanah sebesar 13.07 cm jam-1 (0-10 cm), 16.60 cm jam-1 (10-30 cm), dan 13.35 cm jam-1 (30-50 cm). Tabel 6 Permeabilitas tanah pada berbagai lahan reklamasi bekas tambang Penggunaan lahan
Kedalaman (cm)
Permeabilitas (cm jam-1)
Kategori
Hutan
0-10 10-30 30-50 0-10 10-30 30-50 0-10 10-30 30-50 0-10 10-30 30-50
17.43 15.15 14.12 16.90 12.53 18.01 19.26 14.07 12.85 13.07 16.60 13.35
Cepat Cepat Cepat Cepat Cepat Cepat Cepat Cepat Cepat Cepat Cepat Cepat
Reklamasi 2008
Reklamasi 2009
Reklamasi 2010
Secara umum laju infiltrasi dan permeabilitas di lahan reklamasi tergolong cepat. Hal tersebut karena pengaruh dari vegetasi yang berperan dalam meningkatkan infiltrasi dengan cara menghalangi pukulan butir hujan agar tidak langsung mengenai permukaan tanah sehingga kekuatan menghancurkan permukaan tanah berkurang dan menghambat aliran permukaan (Hardjowigeno 2007). Selain itu, perakaran vegetasi juga dapat berperan dalam meningkatkan ruang pori tanah.
Dinamika Kelembaban Tanah Gambar 5 menunjukkan hasil pengukuran kelembaban tanah sehari setelah hujan dan gambar 6 menunjukkan kelembaban tanah sehari hingga tujuh hari setelah hujan. Pengukuran kelembaban tanah sehari setelah hujan dilakukan pada tanggal 13, 14, 15, 16, dan 18 September 2012 dengan jumlah hujan yang terjadi pada satu hari sebelumnya secara berurutan sebesar 7.7 mm, 10.1 mm, 10.3 mm, 12.8 mm, dan 7.7 mm. Sedangkan pengukuran kelembaban tanah pada satu hingga tujuh hari setelah hujan dilakukan pada tanggal 18 hingga 24 September 2012. Berdasarkan data BMKG dalam 5 tahun terakhir (2007-2011), waktu pengukuran dinamika kelembaban tanah ini merupakan awal musim hujan di lokasi penelitian.
43 40
7.7
10.1 (a)
37
10.3
12.8
7.7
20 30
31
40
28
50 12 Sept
13 Sept 14 Sept 15 Sept Tanggal kejadian hujan 0-10 cm 10-30 cm 30-50 cm
17 Sept
0 7.7
10.1
37
(b)
10.3
7.7 12.8
20
34
30
31
40
28
50 12 Sept
13 Sept 14 Sept 15 Sept 17 Sept Tanggal kejadian hujan 0-10 cm 10-30 cm 30-50 cm CH
43 40
60
0 7.7
10.1 (c)
37
10.3
7.7 12.8
10 20
34
30
31
40
28
50
25
12 Sept
13 Sept 14 Sept 15 Sept Tanggal kejadian hujan
0-10 cm
10-30 cm
30-50 cm
17 Sept
60
CH
43
0 7.7
10.1 (d)
37
10.3
7.7 12.8
10 20
34
30
31
40
28
50
25
12 Sept
13 Sept 14 Sept 15 Sept Tanggal kejadian hujan
0-10 cm
10-30 cm
30-50 cm
17 Sept
Curah hujan (mm)
40
Curah hujan (mm)
Kadar air tanah (%v)
10
Curah hujan (mm)
40
60
CH
43
25
Kadar air tanah (%v)
10
34
25
Kadar air tanah (%v)
0 Curah hujan (mm)
Kadar air tanah (%v)
141
60
CH
Gambar 5 Kadar air tanah sehari setelah hujan di (a) lahan hutan, (b) reklamasi 2008, (c) reklamasi 2009,dan (d) reklamasi 2010; CH: curah hujan Secara keseluruhan kelembaban tanah sehari setelah hujan pada seluruh lahan di berbagai kedalaman tanah (0-10 cm, 10-30 cm, dan 30-50 cm) lebih rendah daripada kadar air kapasitas lapang. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang terjadi tidak terlalu besar (7.7-12.8 mm) pada tanggal 12 hingga 17 September 2012. Dari Gambar 5 terlihat pula bahwa pada curah hujan yang sama, kelembaban tanah di lapisan atas umumnya lebih rendah daripada lapisan
151
bawahnya. Hal ini menandakan bahwa air tanah pada lapisan atas telah bergerak ke lapisan yang lebih dalam. Selain itu, kadar air pada lapisan atas juga digunakan oleh tanaman terlebih dahulu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan evapotranspirasi. Lahan hutan
30 c ba
20 10
40 kadar air (%v/v)
kadar air (%v/v)
40
c
20
b a
10 0
0 1
2
3 4 5 Hari setelah hujan
0-10 cm
6
10-30 cm
1
7 30-50 cm
Reklamasi 2009
30
c b a
20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
10-30 cm
6
10-30 cm
40
7 30-50 cm
Reklamasi 2010
30 c ba
20 10 0 1
2
Hari setelah hujan 0-10 cm
3 4 5 Hari setelah hujan
a. TLP 0-10 cm b.TLP 10-30 cm c.TLP 30-50 cm
kadar air(%v/v)
40
2
0-10 cm
a. TLP 0-10 cm b.TLP 10-30 cm c.TLP 30-50 cm
Kadar air (%v/v)
Reklamasi 2008
30
3
4
5
6
7
Hari setelah hujan 30-50 cm
a. TLP 0-10 cm b.TLP 10-30 cm c.TLP 30-50 cm
0-10 cm
10-30 cm
30-50 cm
a. TLP 0-10 cm b.TLP 10-30 cm c.TLP 30-50 cm
Gambar 6 Dinamika kadar air tanah pada berbagai umur reklamasi Kadar air tanah pada seluruh lahan setelah tujuh hari tidak terjadi hujan menunjukkan masih berada di atas kadar air titik layu permanen. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh kemampuan retensi air tanah, pengaruh iklim mikro, dan tutupan kanopi tanaman. Kemampuan retensi tanah terkait dengan kemampuan tanah dalam menahan air, iklim mikro berhubungan dengan suhu tanah, suhu udara, kelembaban udara, radiasi surya, dan angin yang menentukan pembentukan iklim di permukaan tanah. Sedangkan tutupan kanopi secara tidak langsung dapat melindungi tanah dari tingginya evaporasi. Kondisi titik layu permanen penting untuk mengetahui ketersediaan air di musim kemarau. Pengamatan kadar air tanah dapat dilakukan dengan waktu yang lebih lama. Hal ini untuk dapat melihat sampai berapa hari tercapai kondisi titik layu permanen. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa lahan hutan memiliki kadar air tertinggi setelah 7 hari tidak hujan, diikuti oleh lahan reklamasi 2008, reklamasi 2009, dan reklamasi 2010. Tingginya kadar air tanah pada lahan hutan dibandingkan lahan reklamasi dapat dipengaruhi oleh kadar bahan organik tanah yang lebih tinggi. Dapat dilihat pula bahwa kadar air tanah pada seluruh lahan mengalami penurunan dari hari pertama hingga ke tujuh setelah terjadinya hujan. Penurunan tersebut disebabkan karena tanaman terus mengambil air dari tanah untuk evapotranspirasi. Kadar air tanah di seluruh lahan pada satu hari setelah hujan berkisar antara 32.88-36.32 % dan menurun saat hari ke tujuh berkisar antara
25.19-29.81 %. Berdasarkan data tersebut maka besarnya evapotranspirasi pada keempat penggunaan lahan adalah 2.38 mm/hari.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
2. 3.
Sifat fisik (bobot isi, porositas, infiltrasi, permeabilitas, dan retensi air tanah) dan kimia tanah (bahan organik dan pH tanah) mengalami perbaikan sejalan dengan peningkatan umur reklamasi lahan. Kelembaban tanah pada lahan reklamasi mengalami peningkatan akibat adanya peningkatan bahan organik dan perbaikan struktur tanah. Laju penurunan kadar air semakin berkurang seiring dengan peningkatan umur reklamasi lahan sehingga lahan hutan memiliki kadar air tertinggi.
Saran Kadar air tanah pada seluruh lahan setelah tujuh hari tidak terjadi hujan menunjukkan masih berada di atas kadar air titik layu permanen. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai dinamika air tanah dengan selang waktu yang lebih panjang untuk mengidentifikasi daya retensi air pada lahan reklamasi. Penggunaan tanaman reklamasi yang baik dengan penanaman yang rapat diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga dapat mempercepat keberhasilan reklamasi.
DAFTAR PUSTAKA [ANTAM] PT Aneka Tambang Tbk. 2011. Laporan AMDAL PT ANTAM Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara. Jakarta (ID): ANTAM. Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air Edisi ke 2. Bogor (ID): IPB Pr. Baver LD, Gardner WH, Gardner WR. 1972. Soil Physics. New York (US), London (GB), Sidney (AU), Toronto (US): John Willey and Sons, Inc. Best MG. 2003. Di dalam: Fiddin T, Hendratno A. 2010. Karakteristik Batuan Ultrabasa di Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara. Jogjakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Blake GR, Hartge KH. 1986. Bulk Density. Di dalam: Klute A, editor. Methods of Soil Analysis. Wisconsin (US): Am. Soc. Agron. Inc, Soil Sci. Soc. Dewi DK. 2004. Pengaruh Bahan Organik Calopogonium caeruleum dan Fosfat Alam Terhadap Aktivitas Fosfatase dan P Tanah Latosol dari Sawah Baru Darmaga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
171
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo. Iskandar, Suwardi, Suryaningtyas DT. 2012. Reklamasi Lahan-lahan Bekas Tambang: Beberapa Permasalahan Terkait Sifat-sifat Tanah dan Solusinya. Seminar Nasional Teknologi Pemupukan dan Pemulihan Lahan Terdegradasi; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Pusat Studi Reklamasi Tambang LPPM IPB. Kohnke H. 1968. Di dalam: Sofyan M. 2006. Pengaruh Berbagai Penggunaan Lahan Terhadap Laju Infiltrasi Tanah [skripsi]. Bogor (ID): Iinstitut Pertanian Bogor. Kurnia U, Nurida NL, Kusnadi H. 2006. Penetapan Retensi Air Tanah di Lapangan. Di dalam: Kurnia U, Agus F, Adimihardja A, Dariah A, editor. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Bogor (ID): Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Hlm 155-166. Lal R, Shukla MK. 2004. Principles of Soil Physics. New York (US): Marcel Dekker, Inc. Mayanggani SP. 2005. Reklamasi Tanah Bekas Tambang Secara Vegetatif PT Aneka Tambang Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Jogjakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Murjanto D. 2011. Karakterisasi dan Perkembangan Tanah pada Lahan Reklamasi Bekas Tambang Batubara PT Kaltim Prima Coal [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sarief ES. 1985. Ilmu Tanah Pertanian. Bandung (ID): Pustaka Buana. Setiawan D. 2004. Perubahan Karakter Tanah pada Kawasan Reklamasi Bekas Tambang Batubara yang Direvegetasi Selama Satu, Dua, Tiga dan Empat Tahun dengan Sengon dan Akasia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Stallings JR. 1957. Soil Conservation. New York (US): Prentice Hall Inc. Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reaction. Ed ke-2. New York (US): John Wiley & Sons, Inc. Toy TJ, Shay D. 1987. Comparation of Some Soil Properties on Natural and Reclaimed Hillslopes. Soil Science Journal. 143(4):264-277. Wahjunie ED. 2009. Pergerakan Air pada Berbagai Karakteristik Pori Tanah dan Hubungannya dengan Kadar Hara N, P, K [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Winter TC, Harvey JW, Franke OL, Alley WM. 2005. Concepts of Ground Water, Water Table, and Flow Systems. New York (US): Department of the Interior, US Geological Survey.
18
Lampiran 1 Bobot isi dan ruang pori total pada berbagai umur reklamasi lahan Penggunaan Kedalaman lahan (cm) Hutan 0-10 10-30 30-50 Reklamasi 0-10 2008 10-30 30-50 Reklamasi 0-10 2009 10-30 30-50 Reklamasi 0-10 2010 10-30 30-50
Bobot isi (g cm-3) 0.97 0.98 1.02 1.13 1.19 1.20 1.18 1.20 1.24 1.19 1.30 1.30
Bobot jenis partikel (g cm-3) 2.73 2.74 2.73 2.66 2.90 2.92 2.69 2.69 2.73 2.85 2.82 2.86
Ruang pori total (% volume) 64.48 64.27 62.80 57.70 59.05 58.84 56.14 55.28 54.44 58.39 53.94 54.34
Reklamasi 2010
Reklamasi 2009
Reklamasi 2008
Hutan
Penggunaan lahan
(cm) 0-10 10-30 30-50 0-10 10-30 30-50 0-10 10-30 30-50 0-10 10-30 30-50
(%) 64.48 64.27 62.80 57.70 59.05 58.84 56.14 55.28 54.44 58.39 53.94 54.34
Kedalaman Porositas
Pori Kadar air pada pF Pori drainase 1.00 2.00 2.54 4.20 Sangat cepat Cepat Lambat drainase ...........................................(%)........................................... 55.63 44.95 37.85 26.49 8.85 10.68 7.10 26.63 54.70 45.76 40.30 26.17 9.58 8.94 5.46 23.98 57.45 45.27 40.05 26.70 5.35 12.17 5.22 22.74 53.55 43.77 34.90 24.45 4.15 9.77 8.87 22.79 52.74 45.37 38.23 24.96 6.31 7.38 7.13 20.82 52.79 44.17 38.15 24.30 6.06 8.61 6.03 20.70 50.59 40.75 37.71 23.34 5.54 9.84 3.05 18.43 52.10 45.12 38.75 23.53 3.18 6.98 6.38 16.54 50.66 43.08 34.52 24.77 3.79 7.58 8.56 19.93 50.62 41.06 34.10 22.22 7.77 9.56 6.96 24.29 50.42 41.95 35.99 24.36 3.52 8.47 5.96 17.95 17.34 51.21 43.92 37.00 24.37 3.14 7.29 6.91
Lampiran 2 Kadar air tanah berbagai pF pada berbagai umur reklamasi lahan
11.37 (sedang) 14.13 (sedang) 13.35 (sedang) 10.46 (sedang) 13.27 (sedang) 13.85 (sedang) 14.37 (sedang) 15.21 (tinggi) 9.76 (rendah) 11.88 (sedang) 11.64 (sedang) 12.63 (sedang)
Pori air tersedia
19
201
Lampiran 3 Laju infiltrasi pada berbagai umur reklamasi lahan Penggunaan lahan
Waktu (menit)
Laju infiltrasi (cm jam-1) Ulangan 1 Ulangan 2 Hutan 2 51.00 60.00 5 46.00 60.00 10 26.40 55.20 30 20.80 52.80 60 18.80 46.40 90 18.00 42.40 120 17.20 39.60 125 16.80* 39.60 Reklamasi 2008 2 15.00 54.00 5 12.00 56.00 10 10.80 44.40 30 9.60 35.20 60 7.20 30.40 90 4.80 27.60 105 4.40 26.40 120 4.40 25.60 150 3.60* 25.20 Reklamasi 2009 2 27.00 36.00 5 26.00 34.00 10 22.80 31.20 30 20.80 28.40 60 19.60 28.00 90 16.00 25.20 105 15.20 24.40 120 15.20 22.80 140 14.40 14.40 Reklamasi 2010 2 27.00 27.00 5 26.00 26.00 10 21.60 25.20 30 20.00 16.00 60 16.40 13.20 90 15.60 12.40 105 14.40 12.00 120 14.00 12.00 140 13.20 10.80 Keterangan: Laju infiltrasi yang dicetak tebal menandakan laju infiltrasi minimum Laju infiltrasi yang bertanda (*) tidak digunakan karena kesalahan dalam penentuan titik pengamatan
7.7
12.8
10.3
10.1
7.7
(mm)
Curah hujan
1/13 September 2012 1/14 September 2012 1/15 September 2012 1/16 September 2012 1/18 September 2012
Hari setelah hujan
35.45
34.88
34.86
34.86
33.90
36.32
35.70
35.28
34.76
34.12
36.23
36.06
35.37
35.28
34.51
34.05
33.83
33.78
32.33
32.54
35.03
33.75
33.87
32.45
32.71
35.26
34.84
34.31
33.31
32.75
33.12
33.10
32.98
31.94
31.83
34.36
33.47
33.87
32.22
32.03
34.68
33.57
33.69
33.22
32.90
32.88
32.03
31.86
30.48
29.29
33.14
33.21
32.17
31.04
29.25
33.40
32.98
32.35
31.34
31.01
Hutan Reklamasi 2008 Reklamasi 2009 Reklamasi 2010 0-10 10-30 30-50 0-10 10-30 30-50 0-10 10-30 30-50 0-10 10-30 30-50 cm Cm cm Cm cm cm cm Cm cm cm cm cm . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (% volume) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Lampiran 4 Kadar air tanah di berbagai lahan reklamasi pada satu hari setelah hujan
21
35,45 34,44
33,98
29,18
29,13
28,74
27,99
H+1
H+3
H+4
H+5
H+6
H+7
H+2
64,48
0-10cm
Porositas
Hari setelah hujan
29,16
30,19
29,90
30,26
34,07
36,32 35,55
64,27
10-30cm
Hutan
29,81
28,83
28,98
30,15
35,21
36,23 35,70
62,80
30-50cm
25,38
26,07
27,22
31,41
33,93
34,05 33,48
57,70
0-10cm
25,56
26,11
27,54
29,68
30,28
35,03 33,59
59,05
10-30cm
26,72
27,47
29,03
30,53
30,95
35,26 34,40
58,84
30-50cm
Reklamasi 2008
25,36
26,03
26,25
27,04
31,78
33,12 33,03
56,13
0-10cm
25,92
26,83
28,29
29,22
31,61
34,36 32,95
55,28
10-30cm
26,42
26,92
27,57
30,21
31,81
34,68 32,06
54,44
30-50cm
Reklamasi 2009
25,19
26,22
25,11
27,19
30,70
31,19
32,88
58,39
0-10cm
25,24
25,47
27,29
27,25
30,78
32,02
33,14
53,94
10-30cm
25,89
26,20
28,39
29,09
31,68
32,60
33,40
54,34
30-50cm
Reklamasi 2010
Lampiran 5 Kadar air tanah sehari hingga tujuh hari setelah hujan pada berbagai umur reklamasi lahan (19-24 September 2012)
22
23 Lampiran 6 Data curah hujan harian pada bulan September 2012 dari stasiun BMKG Pomalaa Tanggal 01/09/2012 02/09/2012 03/09/2012 04/09/2012 05/09/2012 06/09/2012 07/09/2012 08/09/2012 09/09/2012 10/09/2012
CH (mm) -
Tanggal CH (mm) 11/09/2012 7.7 12/09/2012 10.1 13/09/2012 10.3 14/09/2012 12.8 15/09/2012 16/09/2012 7.7 17/09/2012 18/09/2012 19/09/2012 20/09/2012 -
Tanggal 21/09/2012 22/09/2012 23/09/2012 24/09/2012 25/09/2012 26/09/2012 27/09/2012 28/09/2012 29/09/2012 30/09/2012
CH (mm) -
Tanggal yang dicetak tebal menandakan hari hujan dilakukannya pengamatan; CH: curah hujan
241 Lampiran 7 Data curah hujan periode 2007-2011 dari stasiun BMKG Pomalaa Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Bulan kering Bulan basah
Curah hujan (mm) 2008 2009 133 106 67 161 270 192 197 217 159 271 155 69 77 155 169 23 167 2 203 109 327 220 93 244 2017 1769 0 2 9 9
2007 133 185 152 275 135 208 72 28 47 145 293 221 1894 2 9
2010 139 221 225 185 287 304 278 273 470 350 314 259 3305 0 12
Kriteria curah hujan Schmidth-Ferguson Bulan kering : bulan dengan curah hujan <60 mm Bulan lembab : bulan dengan curah hujan antara 60-100 mm Bulan basah
: bulan dengan curah hujan >100 mm
0 < Q < 14.3
: Tipe A (sangat basah)
14.3 < Q < 33.3
: Tipe B (basah)
33.3 < Q < 60
: Tipe C (agak basah)
60 < Q < 100
: Tipe D (sedang)
100 < Q < 167
: Tipe E (agak kering)
167 < Q < 300
: Tipe F (kering)
Cara perhitungan tipe iklim Pomalaa: Q=
x 100% =
x 100% =
= 12.8 Tipe A (sangat basah)
x 100 %
2011 213 47 231 115 191 69 94 17 124 141 199 237 1678 2 8
25
Lampiran 8 Data iklim periode 2007-2011 dari stasiun BMKG Pomalaa Bulan
2007
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata
60 57 53 50 69 46 63 66 78 88 73 62 63.8
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata
29.1 27.7 27.9 27.4 27.8 26.9 26.9 26.7 27.1 28.1 27.7 28.3 27.6
Data iklim pada tahun 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 Radiasi matahari (%) Evapotranspirasi (mm) 65 56 55 51 6.0 5.1 4.8 6.0 5.3 47 55 74 59 5.1 4.8 5.5 6.8 4.6 56 68 63 47 4.5 4.2 5.6 6.2 4.7 52 62 61 57 5.0 4.2 5.6 5.4 4.1 49 65 57 43 5.0 4.2 5.3 5.7 4.2 60 63 47 56 3.5 3.9 4.6 3.8 4.2 49 65 42 52 4.2 3.3 5.0 4.2 4.6 39 84 44 59 4.4 3.2 5.7 4.4 5.4 62 87 61 61 6.3 4.5 6.3 5.8 3.2 69 82 59 59 6.7 5.2 5.8 5.4 5.4 75 81 66 67 5.4 4.6 5.7 5.3 5.8 48 70 59 39 4.8 3.7 6.0 5.5 3.8 55.9 69.8 57.3 54.2 5.1 4.2 5.5 5.4 4.6 0 Suhu ( C) Kelembaban udara (%) 28.0 28.9 28.8 28.2 74 77 78 76 75 28.2 28.2 28.5 27.5 80 76 76 79 74 27.1 27.7 28.5 28.4 80 77 78 78 77 26.8 27.6 28.8 27.2 83 83 77 78 79 27.0 27.6 28.0 31.4 78 80 80 82 78 26.6 27.3 27.0 27.5 84 80 77 82 75 26.1 26.5 26.7 27.0 75 79 77 82 74 25.9 27.6 26.8 27.9 73 80 70 81 65 26.5 28.4 27.3 30.4 73 75 70 81 69 27.8 28.8 28.4 27.9 75 78 70 77 65 28.0 28.8 28.1 28.5 80 79 75 79 76 28.2 28.5 28.5 28.3 79 78 78 75 78 27.2 28.0 28.0 28.4 77.8 78.5 75.5 79.2 73.8
26 2
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 20 Mei 1990 sebagai anak pertama dari pasangan Ir. H. Sofyan dan Hj. Darmawati. Penulis menyelesaikan studi di SMAN 1 Pomalaa pada tahun 2008 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) dari PT ANTAM Tbk. Selama perkuliahan sebagai mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT), Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa Indonesia Sulawesi Selatan (IKAMI Sulsel), dan Ikatan Kekeluargaan Pelajar Mahasiswa Sulawesi Tenggara (IKPM Sultra), serta aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti Seminar Nasional Ilmu Tanah IPB (2010), SOILIDARITY (2011), hingga menjadi Ketua Pelaksana Pekan Ilmiah Mahasiswa Ilmu Tanah Nasional (PILMITANAS) 2011. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Bioteknologi Tanah (2011), Sistem Informasi Geografis dan Kartografi (2011), serta Fisika Tanah (2012). Prestasi akademik yang pernah diraih adalah Juara I lomba karya tulis ilmiah dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Ilmu Tanah yang diselenggarakan oleh FOKUSHIMITI Regional 2 pada 7-11 Maret 2011 di Universitas Padjadjaran Bandung.