KARAKTERISASI ENZIM HIDROLASE BAKTERI DARI MATA AIR SODA PARBUBU, TAPANULI UTARA
SRI ASIH
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
KARAKTERISASI ENZIM HIDROLASE BAKTERI DARI MATA AIR SODA PARBUBU, TAPANULI UTARA
SRI ASIH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRAK SRI ASIH. Karakterisasi Enzim Hidrolase Bakteri dari Mata Air Soda Parbubu, Tapanuli Utara. Dibimbing oleh I MADE ARTIKA dan RASTI SARASWATI. Tapanuli Utara memiliki sumber mata air soda yang potensial sebagai sumber keanekaragaman biota Indonesia, salah satunya adalah bakteri hidrolitik. Tujuan penelitian ini adalah mengisolasi bakteri dari mata air soda Parbubu dan menguji aktivitas enzim hidrolasenya, yaitu lipase, protease, dan selulase serta mengkarakterisasi enzim hidrolase terbaik pada kondisi suhu dan pH tertentu. Isolasi bakteri dari mata air soda Parbubu menggunakan metode cawan tuang menghasilkan 23 isolat bakteri. Uji semikualitatif enzim hidrolase menggunakan metode indeks hidrolitik enzim pada media menunjukkan bahwa isolat bakteri P9 memiliki aktivitas enzim lipase tertinggi. Waktu panen enzim lipase bakteri P9 berdasarkan kurva tumbuh dan kurva produksi enzim, yaitu pada jam ketujuh inkubasi. Aktivitas enzim lipase ditentukan dengan metode titrimetri menunjukkan bahwa fraksi enzim dengan pengendapan (60-80)% ammonium sulfat memiliki aktivitas tertinggi, yaitu sebesar 3.5245 U/mL atau 5.992 kali dibandingkan aktivitas ekstrak kasar enzim. Enzim lipase memiliki aktivitas optimum pada pH 7, yaitu sebesar 5.9593 U/mL dan pada suhu 90ºC dengan aktivitas sebesar 4.9019 U/mL.
ABSTRACT SRI ASIH. Characterization of Enzymes from Bacteria Hidrolase Parbubu Soda Springs, North Tapanuli. Under the direction of I MADE A RTIKA and RASTI SARASWATI. North Tapanuli has a soda fountain as a source of potential biotic diversity of Indonesia, one of which is the hydrolytic bacteria. The purpose of this study was to isolate bacteria from the soda fountain and test Parbubu hidrolasenya enzyme activities, ie lipase, protease, and cellulase enzyme hidrolase and characterize the best in certain conditions of temperature and pH. Isolation of bacteria from the soda fountain Parbubu using pour plate method produced 23 isolates of bacteria. Test semikualitatif hidrolase enzyme using hydrolytic enzymes in media index showed that the bacterial isolates P9 has the highest lipase activity. Harvest time P9 bacterial lipase based on the growth curve and enzyme production curves, ie on the seventh hour of incubation. Lipase activity determined with titrimetric method shows that the fraction of the enzyme by precipitation (60-80)% of ammonium sulfate has the highest activity, that is equal to 3.5245 U / mL or 5992 times the activity of crude extract. Lipase enzyme has optimum activity at pH 7, at 5.9593 U / mL and at a temperature of 90 º C with the activity of 4.9019 U / mL.
Judul Skripsi Nama NIM
: Karakterisasi Enzim Hidrolase Bakteri dari Mata Air Soda Parbubu, Tapanuli Utara : Sri Asih : G84062071
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. I Made Artika, M. App. Sc. Ketua
Dr. Rasti Saraswati Anggota
Diketahui Ketua Departemen Biokimia
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc Ketua Departemen Biokimia
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan karunia-Nya, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan orang-orang yang berjuang menegakkan ajaran agama-Nya. Penelitian yang dilakukan berjudul Karakterisasi Potensi Enzim Hidrolase Bakteri dari Mata Air Soda Parbubu, Tapanuli Utara. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiolgi dan Kesehatan Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor pada bulan Maret sampai dengan Juli 2010. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmah ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan terutama kepada Dr. Ir. I Made Artika, M. App. Sc. Selaku pembimbing dan Dr. Rasti Saraswati selaku pembimbing sekaligus mendanai penelitian ini. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada orang tua dan keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan. Terima kasih penulis sampaikan pula kepada teman-teman Al Iffah, Al Hurriyyah, ISC, dan Biokimia 43 atas motivasi dan dukungannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sebagai bahan masukan di kemudian hari. Semoga karya tulis ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun semua pihak yang membutuhkannya demi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bogor, Februari 2011 Sri Asih
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 25 Desember 1989 dari bapak Tukiran dan ibu Lisiati. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Gondanglegi Kabupaten Malang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program mayor minor. Penulis memilih Mayor Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Minor Teknologi Pangan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada tahun ajaran 2007/2008, 2008/2009, dan 2009/2010, serta pernah menjadi asisten mata kuliah Biokimia Umum pada tahun ajaran 2009/2010. Penulis juga pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Forum for Scientifict Studies (FORCES) pada tahun 2006-2008, anggota Ikatan Keluarga Muslim TPB (IKMT) pada tahun 2006-2007, dan pengurus LDK Al Hurriyyah IPB pada tahun 20062010. Penulis pernah mendapatkan dana Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKMK) dari DIKTI pada tahun 2009. Pada periode bulan Juli sampai Agustus tahun 2009 penulis melakukan Praktik Lapangan di Laboratorium Mikrobiologi, bagian Quality Control PT. Frissian Flag Indonesia dan menulis karya ilmiah berjudul Pengendalian Mutu Susu Bubuk Formula dari Bakteri Salmonella spp.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vii PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA Mata Air Soda Parbubu................................................................................... Enzim Hidrolase ............................................................................................. Kurva Pertumbuhan Bakteri .......................................................................... Aktivitas Enzim .............................................................................................
2 2 4 5
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan ............................................................................................... 5 Metode ........................................................................................................... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi bakteri dari Mata Air Soda Parbubu.................................................... 8 Aktivitas Enzim Hidrolase secara Semikuantitatif ........................................ 8 Waktu Optimum Produksi Enzim Lipase ....................................................... 9 Aktivitas Enzim Lipase................................................................................... 10 Karakterisasi Enzim Lipase ............................................................................ 12 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ......................................................................................................... 13 Saran ............................................................................................................... 13 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13 LAMPIRAN ......................................................................................................... 16
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Sumber mata air soda Parbubu ........................................................................ 2 2 Struktur enzim selulase .................................................................................... 3 3 Struktur enzim protease ................................................................................... 3 4 Struktur enzim lipase ....................................................................................... 4 5 Pola pertumbuhan bakteri ................................................................................ 5 6 Hasil uji semikuantitatif selulase pada isolat P10............................................ 8 7 Hasil uji semikuantitatif protease pada isolat P9 ............................................. 9 8
Hasil uji semikuantitatif lipase pada (a) isolat P3, (b) isolat P9, dan (c) isolat P23.......................................................................................................... 9
9 Kurva pertumbuhan dan aktivitas lipase bakteri P9 ........................................ 10 10 Reaksi hidrolisis enzimatis spesifik pada minyak zaitun............................... 11 11 Aktivitas lipase pada beberapa fraksi enzim.................................................... 12 12 Penentuan pH optimum ................................................................................... 12 13 Penentuan suhu optimum................................................................................. 13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Bagan alir penelitian Sumber mata air soda Parbubu ........................................ 17 2 Isolasi bakteri dari sumber mata air soda Parbubu ............................................ 18 3 Uji potensi enzim hidrolase bakteri ................................................................... 19 4 Pembuatan kurva pertumbuhan bakteri lipolitik................................................ 20 5 Uji aktivitas enzim lipase dengan metode titrimetrik (Paskevicius 2001)......... 21 6 Karakterisasi enzim hidrolitik (Sari 2008)......................................................... 22 7 Isolat bakteri dari mata air soda Parbubu, Tapanuli Utara ................................ 23 8 Perhitungan Aktivitas Lipase............................................................................. 26 9 Hasil uji kuantitatif aktivitas lipase pada ekstrak kasar lipase........................... 27 10 Aktivitas lipase pada fraksi lipase dengan pengendapan ammonium sulfat.... 28 11 Aktivitas lipase pada suhu 37°C dan berbagai pH........................................... 29 12 Aktivitas lipase pada pH 7 dan berbagai suhu................................................. 30
PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara dengan sumber biodiversitas dunia karena memiliki 42 ekosistem daratan alami dan lima ekosistem lautan. Keragaman ekosistem tersebut membuat Indonesia menjadi tempat yang sangat potensial untuk eksplorasi berbagai jenis organisme. Salah satu bidang yang belum mendapat perhatian serius adalah keanekaragaman hayati mikrob. Pendekatan yang mungkin dilakukan adalah mengeksplorasi sebanyak-banyaknya mikroorganisme. Pulau Sumatera merupakan pulau dengan dominasi batuan vulkanik, berupa batuan beku, piroklastik, dan breksi vulkanik. Dominasi batuan ini menjadi salah satu penyebab terdapatnya sumber panas bumi di Pulau Sumatera (Hasan et al. 2006). Morfologi Pulau Sumatera, terutama daerah Tapanuli Utara, sebagai daerah vulkanik ini mengakibatkan adanya berbagai macam sumber mata air tanah yang berasal dari daerah dataran rendah. Mata air tanah yang muncul antara lain mata air panas dan mata air soda. Mata air soda terdapat pada sumber mata air soda Parbubu. Mata air soda dengan kondisi lingkungan yang ekstrim ini menjadikannya tempat yang potensial untuk mengeksplorasi berbagai jenis mikrob. Kondisi lingkungan yang beraneka ragam pada daerah vulkanik tersebut menyebabkan terdapat beragam mikroorganisme yang mampu tumbuh pada kondisi ekstrim seperti suhu, pH, dan konsentrasi garam yang tinggi (Madigan & Mars 1997). Sumber mata air soda yang memiliki kandungan karbonat tinggi ini menjadi pelengkap keanekaragaman biota. Keragaman mikrob yang terdapat pada sumber mata air soda sangat menarik untuk dikaji karena mikrob, terutama bakteri mampu bertahan hidup pada kondisi air yang mengandung karbonat. Potensi yang dimiliki oleh mata air soda Parbubu ini belum dikaji, bahkan pemanfaatannya hanya sebagai pemandian saja. Oleh karena itu, diperlukan kajian yang lebih mendalam terhadap potensi yang dimiliki oleh mata air soda ini agar dapat dimanfaatkan secara tepat. Untuk dapat memanfaatkan potensi yang tersimpan tersebut diperlukan upaya-upaya untuk mengeksplorasi kekayaan mikrob yang terdapat di dalamnya. Upaya untuk mendapatkan mikrob, terutama bakteri yang terdapat di mata air soda tersebut dilakukan
dengan cara mengisolasi, memurnikan, dan mengidentifikasi potensi enzimatik yang dimiliki isolat, serta optimasi potensi bakteri. Analisis ini menjadi sangat penting untuk mengetahui besarnya potensi yang dimiliki oleh bakteri dalam air soda. Keistimewaan isolat bakteri ini adalah dapat hidup pada kondisi lingkungan dengan kadar karbonat yang tinggi, yang mengakibatkan air menjadi sadah dan turunnya pH air menjadi asam (DITA 2003). Kesadahan air yang tinggi dan pH yang relatif rendah dapat menghambat organisme untuk hidup. Kondisi ekstrim air soda ini memungkinkan hidupnya bakteri yang memiliki ketahanan yang tinggi pula pada kondisi ekstrim yang dibutuhkan saat proses industri. Pengkajian terhadap potensi enzimatik bakteri ini juga diperlukan untuk memanfaatkan bakteri sebagai pabrik biologis. Bakteri yang dapat tumbuh pada lingkungan ekstrim dapat menghasilkan metabolit, salah satunya enzim, yang memiliki ketahanan terhadap kondisi ekstrim pula. Enzim-enzim yang mampu bertahan dan aktif pada kondisi ekstrim sangat diperlukan dalam dunia industri berbasis enzim. Penggunaan enzim yang mampu bertahan pada suhu tinggi dalam bidang bioteknologi dapat menurunkan biaya operasi dan meningkatkan kecepatan reaksi Enzim yang diujikan aktivitasnya antara lain protease, lipase, dan selulase. Pemilihan ketiga jenis enzim dimaksudkan untuk mendegradasi makromolekul utama yang terdapat banyak di alam, sehingga cakupan aplikasi enzim yang diproduksi bakteri ini dapat lebih luas. Aplikasi penggunaan enzim dalam industri selanjutnya disesuaikan dengan potensi mikrob yang diperoleh saat analisis. Tujuan penelitian ini adalah mengisolasi bakteri dari mata air soda Parbubu dan menguji aktivitas enzim hidrolasenya, yaitu lipase, protease, dan selulase serta mengkarakterisasi enzim hidrolase terbaik pada kondisi suhu dan pH tertentu. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi enzimatik dari isolat-isolat bakteri asal mata air soda Parbubu sehingga dapat dimanfaatkan secara luas pada bidang-bidang yang sesuai. Selain itu diharapkan dapat memberikan informasi tentang kondisi keasaman dan suhu optimum yang diperlukan enzim lipase dari salah satu isolat dalam mendegradasi substrat.
TINJAUAN PUSTAKA Mata Air Soda Parbubu Air soda merupakan sejenis air yang dikarbonasikan dan dibuat bersifat efervesen dengan penambahan gas karbon dioksida di bawah tekanan. Nama air soda berasal dari garam natrium yang dikandungnya. Kandungan senyawa garam natrium hidroksida ini menambah kualitas yang berbeda bagi sejumlah minuman beralkohol dan tanpa alkohol. Berbeda dengan minuman bersoda tersebut, terdapat mata air soda yang berasal dari alam tanpa penambahan zat apapun. Berdasarkan penelitian geologi dan hidrologi yang dilakukan oleh Situmorang (2006), terdapat dua sumber mata air soda di daerah Tarutung, yaitu sumber air soda Parbubu dan sumber air soda Pintu Bosi. Mata air soda yang saat ini dimanfaatkan sebagai pemandian air soda merupakan salah satu objek wisata di Tarutung (Gambar 1). Mata air soda yang dikenal masyarakat luas berlokasi di desa Parbubu, Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara (Ruhiman 2009). Mata air ini berada di areal persawahan. Sumber mata air ini dipercaya masyarakat dapat menyembuhkan penyakit karena adanya kandungan H2CO3 yang dapat berfungsi sebagai antiseptik. Selain itu, bila dirasakan dengan lidah, rasa air ini lebih asam dibandingkan air biasa. Debit airnya sangat banyak dan terus menerus berganti. Ciri morfologi lembah dan perbukitan memanjang sebagai hasil kegiatan tektonik aktif. Retakan-retakan yang terbentuk di sepanjang lembah ini juga menjadi jalan bagi keluarnya air panas. Mata air panas Sipoholon dekat Tarutung yang terukur bersuhu 63,8ºC menjadi tempat wisata yang ramai. Air panas Sipoholon keluar dari celahcelah batuan dan menembus tuf Toba. Endapan travertin yang terbentuk akibat air panas menerobos tuf Toba menghasilkan endapan dengan pola-pola yang menarik, berupa bentukan stalaktit dan stalagmit, serta teras-teras endapan travertin (Ruhiman 2009). Di bagian tenggara dijumpai mata air dengan gelembung-gelembung udara dengan rasa sedikit asam sehingga penduduk menamakannya air soda di Parbubu. Suhu air secara umum relatif hangat, yaitu 31,5ºC. Tetapi karena suhu udara terukur adalah 30.7ºC, maka air soda Parbubu terasa dingin ketika disentuh (Ruhiman 2009).
Gambar 1 Mata air soda Parbubu. Enzim Hidrolase Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia yang dikatalis maupun substrat yang terlibat dalam reaksi. Berdasarkan reaksi yang dikatalis, enzim dikelompokkan menjadi enam golongan, yaitu oksireduktase, transferase, hidrolase, liase, isomerase, dan ligase. Enzim hidrolase merupakan enzim yang berperan dalam reaksi hidrolisis makromolekul yang melibatkan molekul air. Enzim hidrolase dikelompokkan kembali berdasrkan substrat yang terlibat, yaitu enzim selulase, protease, dan lipase. Enzim Selulase (EC 3.2) Selulase merupakan enzim ekstraseluler yang terdiri atas kompleks endo-β-1,4glikonase (CMCase, Cx selulase endonuklease, atau carboxymethyl cellulase), kompleks ekso- β-1,4-glikonase (aviselase, selobiohidrolase, C1 selulase), dan β-1,4glikonase atau selobiase (Crueger 1984). Selulase mampu menghidrolisis selulosa menjadi gula sederhana atau glukosa dengan memutuskan ikatan glikosidik β-1,4 dalam selulosa, selodekstrin, selobiosa, dan turunan selulosa lainnya (Kulp 1975). Struktur enzim selulase dapat dilihat pada Gambar 2. Selulosa adalah polimer glukosa dengan ikatan β-1,4-glikosidik (Subba 1995). Selulosa sebagai substansi organik yang paling banyak dijumpai di alam, merupakan suatu homoglikan berantai lurus yang terbentuk dari glukosa yang saling berhubungan dengan ikatan β-1→4 glukosida. Komposisi selulosa berkisar antara 40-50% dari komposisi total penyusun dinding sel tumbuhan (Koolman 2001).
Gambar 2 Struktur enzim selulase. Dalam rantai selulosa unit anhidroglukosa memakai konfigurasi kursi dengan grup hidroksil dalam posisi aksial (Choulghlan 1985). Serat selulosa membentuk lignin pada kayu yang berfungsi sebagai pelindung selulosa terhadap serangan enzim perombakselulosa (Hardjoko et al. 1989). Adanya fibril yang dibentuk oleh mikrofibril menyebabkan selulosa bersifat tidak larut. Aktivitas enzim selulase meliputi tiga tipe utama, yaitu endoglukanase atau 1,4-βD-glukan-4-glukanohidrolase (EC 3.2.1.4), eksonuklease, meliputi 1,4-β-D-glukan glukanohidrolase (juga dikenal sebagai selodekstrin) (3.2.1.74) dan 1,4-β-D-glukan selobiohidrolase (EC 3.2.1.91), dan βglukosida glukorohidrolase (EC 3.2.1.21) (Syam 2008). Endonuklease memotong secara acak pada situs internal amorf pada rantai selulosa polisakarida menghasilkan oligosakarida dengan panjang yang berbedabeda dan akhirnya membentuk ujung rantai baru. Eksoglukanase berperan dalam mengatur proses reduksi atau tanpa reduksi dari ujung rantai selulosa polisakarida, membebaskan glukosa (glukanohidrolase) atau selobiosa (selobiohidrolase) sebagai produk utamanya. Eksoglukanase juga dapat berperan pada selulosa mikrokristalin, menyambung rantai selulosa dari struktur mikrokristalin. Glukosidase menghidrolisis selodekstrin dapat larut dan selobiosa menjadi glukosa. Selulase dapat dikenali dari glikosida hidrolase lain berdasarkan kemampuannya untuk menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosidik antara residu glukosil (Syam 2008).
mikrob, serta memiliki peranan penting dalam metabolisme sel dan keteraturan proses dalam sel (Ward 1985). Menurut Winarno (1987), protease memiliki dua pengertian, yaitu proteinase dan peptidase. Proteinase berarti mengkatalisis reaksi hidrolisis molekul protein menjadi fragmen-fragmen besar polipeptida. Peptidase memiliki pengertian dapat menghidrolisis fragmen-fragmen besar polipeptida menjadi asam amino. Enzim yang mampu mendegradasi protein ini menyebabkan enzim protease termasuk ke dalam enzim proteolitik. Protease memegang peranan utama di dalam banyak fungsi hayati, mulai dari tingkat sel, organ sampai organisme, yaitu dalam melangsungkan reaksi metabolisme, fungsi regulasi, dan reaksi-reaksi yang menghasilkan sistem berantai (cascade) untuk menjaga keadaan normal homeostasis, maupun kondisi patofisiologis abnormal, serta proses kematian sel secara terencana. Protease ekstraseluler diperlukan makhluk hidup untuk menghidrolisis nutrisi protein menjadi peptida kecil dan asam amino sehingga dapat diserap dan dimanfaatkan oleh sel tubuhnya. Protease intraseluler bertanggung jawab terhadap degradasi proteolitik secara cepat dan irreversible bagi protein sel yang fungsinya tidak diperlukan lagi atau protein abnormal yang tidak bermanfaat bahkan mengganggu metabolisme sel (Suhartono 2000). Protease merupakan salah satu jenis enzim yang banyak digunakan pada proses industri makanan, minuman, farmasi, tekstil, kertas, deterjen, dan penyamakan kulit (Kusumaningtyas et al. 2000).
Enzim Protease (EC 3.4) Protease (Gambar 3) merupakan kelompok enzim yang bersifat kompleks, yang bervariasi dalam spesifisitas substrat, sisi aktif, dan mekanisme katalitiknya. Enzim ini dihasilkan secara ekstraseluler dan intraseluler oleh hewan, tumbuhan, maupun
Gambar 3 Struktur enzim protease.
Menurut Komisi Tata Nama International Union of Biochemist and Molecular Biologist, protease termasuk dalam kelompok III subkelompok IV enzim (E.C.3.4), yaitu golongan hidrolase pemecah substrat protein. Terdapat beberapa cara klasifikasi protease yang digunakan para ahli. Hartley (1960) (dalam Widyastuti 2000) mengklasifikasikan protease berdasar sifatsifat kimia sisi aktif enzim, yaitu protease serin (memiliki asam amino serin pada sisi aktifnya), protease sulfhidril (memiliki gugus sulfhidril pada sisi aktifnya), protease metal (memiliki ion logam pada sisi aktifnya), dan protease asam (memiliki dua gugus karboksil pada sisi aktifnya). Enzim Lipase (EC 3.1) Enzim yang bekerja dalam hidrolisis lemak dan minyak dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu lipase dan esterase (Winarno 1985). Lipase termasuk golongan enzim dengan fungsi hidrolase karena dapat menghidrolisis ikatan ester pada lemak sehingga terbentuk asam lemak bebas dan gliserol. Lipase juga termasuk kelompok enzim esterase, sebab dapat menghidrolisis ikatan ester. Selain itu, lipase merupakan enzim yang dapat memutuskan ikatan rantai panjang asam lemak ester dan memiliki nama ilmiah triasilgliserol asilhidrolase (Tika et al 2007). Enzim lipase atau asilgliserol hidrolase (E.C 3.1.1.3) (Gambar 4) merupakan enzim yang dapat menghidrolisis rantai panjang trigliserida. Enzim ini memiliki potensi untuk digunakan memproduksi asam lemak, yang merupakan prekursor berbagai industri kimia. Produksi asam lemak secara industri menggunakan katalis kimia menghasilkan efek samping bagi lingkungan. Selain itu, enzim lipase telah banyak dikenal memiliki cakupan aplikasi yang amat luas dalam bidang bioteknologi, seperti biomedikal, pestisida, pengolahan limbah, industri makanan, biosensor, deterjen, untuk industri
Gambar 4 Struktur enzim lipase.
kulit dan industri oleokimia (memproduksi asam lemak dan turunannya) (Macrae AR 1983). Kurva Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan merupakan penambahan secara teratur semua komponen sel suatu jasad. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai penambahan jumlah sel. Penambahan jumlah sel pada jasad bersel banyak (multiseluler) tidak menghasilkan penambahan jumlah individunya, melainkan terbentuknya jaringan baru atau peningkatan ukuran suatu jasad. Penambahan sel pada jasad bersel satu (uniseluler) berarti penambahan jumlah individu, seperti pertumbuhan yang terjadi pada suatu kultur mikrob. Mikrob jika dimasukkan pada media baru yang sesuai akan tumbuh dan memperbanyak diri. Perbanyakan diri dilakukan melalui pembelahan biner, artinya satu sel akan membelah diri menjadi dua sel yang identik. Sel tersebut kemudian masingmasing membelah diri lagi menjadi dua, dan seterusnya. Pertumbuhan seperti ini termasuk dalam tipe pertumbuhan eksponensial (Sokatch 1969). Pada kondisi yang sesuai, beberapa jenis bakteri dapat membelah menjadi dua sel baru atau membentuk generasi baru dalam 15 menit, sedangkan pada kondisi yang tidak sesuai, diperlukan waktu hingga 24 jam atau lebih. Waktu yang diperlukan untuk membelah diri dari satu sel menjadi dua sel sempurna disebut waktu regenerasi (Foster et al. 1961). Kurva pertumbuhan diperoleh melalui perbandingan jumlah bakteri yang dihitung pada waktu-waktu tertentu sehingga menunjukkan pola pertumbuhan bakteri tersebut. Pola pertumbuhan bakteri pada umumnya memiliki empat fase pertumbuhan, yaitu fase permulaan atau adaptasi (fase lag), fase pertumbuhan eksponensial atau logaritma (fase log), fase stasioner, dan fase kematian. Fase pertumbuhan awal atau fase lag merupakan awal pertumbuhan mikrob ketika bakteri baru menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Fase ini ditandai dengan perubahan komposisi kimiawi sel, penambahan ukuran, substansi seluler, dan waktu generasinya relatif panjang. Fase selanjutnya adalah fase pertumbuhan eksponensial atau fase log yang merupakan fase pertumbuhan sel paling cepat dan paling aktif. Pada fase ini, metabolisme sel paling aktif, sintesis bahan sel sangat cepat dengan
jumlah konstan hingga nutrien habis. Fase log sangat dipengaruhi oleh suhu dan komposisi media pertumbuhan. Fase optimum pertumbuhan bakteri ini memungkinkan dalam mempelajari enzim dan komponen bakteri lainnya, termasuk metabolit primer (Rahman et al.1992). Setelah nutrisi pada media pertumbuhan sudah habis, pertumbuhan sel mulai terhambat, kecepatan pembelahan sel berkurang, dan jumlah sel yang mati mulai bertambah, serta mulai dihasilkannya metabolit sekunder. Pada fase ini, jumlah sel hidup konstan seperti tidak terjadi pertumbuhan, sehingga disebut sebagai fase stasioner. Berikutnya, nutrisi dari media pertumbuhan sudah tidak tersedia lagi dan terjadi penimbunan hasil metabolisme yang bersifat toksik yang mengakibatkan penurunan jumlah populasi bakteri secara drastis. Fase ini disebut sebagai fase kematian. Namun, pada fase ini tetap terdapat sel yang dapat bertahan hidup dengan waktu generasi yang relatif lama (Rahman et al. 1992).
Gambar 5 Pola pertumbuhan bakteri. Aktivitas Enzim Aktivitas enzim didefinisikan sebagai kecepatan pengurangan substrat atau kecepatan pembentukan produk pada kondisi optimum. Satu unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menghasilkan satu mikromolekul monomer setiap menit (Lehninger 1993). Kondisi yang mempengaruhi aktivitas enzim antara lain konsentrasi substrat, pH, dan suhu (Pelczar & Chan 1986). Setiap enzim berfungsi secara optimal pada pH, suhu, dan konsentrasi subtrat tertentu. Keasaman atau pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim karena adanya ion gugus karboksil dan gugus amino yang mudah berubah dengan kondisi keasaman yang berbeda. Temperatur sebagai faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas enzim. Pada
suatu temperatur optimal, rekasi enzimatis dapat berlangsung sangat cepat. Namun pada kondisi di atas temperatur optimum, kecepatan reaksi menurun tajam karena enzim yang merupakan protein dapat terdenaturasi, sedangkan pada kondisi di bawah temperatur, enzim bereaksi sangat lambat. Konsentrasi substrat yang terlalu rendah menyebabkan daerah aktif pada enzim tidak terikat semua pada substrat (Pelczar & Chan 1986).
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah mikropipet, tip, autoklaf, laminar air flow cabinet, cawan petri, jarum ose, gelas ukur, tabung Eppendorf, oven, spektrofotometer, termometer, pH meter digital, inkubator, lemari pendingin, neraca analitik, pengaduk magnetik, pipet Mohr, lemari pembeku, sentrifuse, dan berbagai macam peralatan gelas lainnya. Bahan-bahan yang digunakan adalah air soda dari sumber mata air soda ParbubuTapanuli Utara, NaCl 0.85%, media peptone glucose agar (PGA) (pepton, glukosa, dan agar), media potato dextrose agar (PDA), media carboxymethil cellulose (CMC) (CMC, MgSO4, 7H2O, KNO3, K2HPO4, FeSO4, 7H2O, CaCl2, 2H2O, ekstrak khamir, agaragar bakto, dan glukosa), media susu skim (susu skim, bakto agar, akuades), media Tween 80 (Tween, NaCl, CaCl2.H2O, agar, dan Bromkresol ungu), HCl 0.1N, NaOH 1N, larutan merah kongo 1%, alkohol 70%, dan akuades. Bahan yang diperlukan pada uji kuantitatif yaitu buffer sitrat, buffer fosfat, buffer borat-borax, larutan ammonium sufat, larutan alkohol:aseton (1:1), media peptone glucose yeast extract (PGY) dengan penginduksi minyak zaitun, larutan NaOH 0.05 N, larutan fenolftalein 1%, dan substrat enzim hidrolitik. Metode Penelitian Isolasi Bakteri dari Mata Air Soda Parbubu Sampel air yang diambil langsung dari mata air soda Parbubu, Tarutung, Tapanuli Utara diisolasi dengan metode cawan sebar. Sebanyak 1 mL air soda diambil menggunakan mikropipet dan dipindah ke tabung reaksi yang telah berisi 9 mL larutan garam fisiologis (0.85%) steril (pengenceran
pertama/ 10-1). Pengenceran terus dilakukan sampai pengenceran keenam atau diperoleh konsentrasi 10-6). Hasil pengenceran diambil sebanyak 0.1 mL dan dimasukkan ke dalam cawan petri, lalu ditambah dengan media hangat yang belum memadat sebanyak 20 mL. Media yang ditambahkan ada dua macam, yaitu media peptone glucose agar (PGA) dan potato dextrose agar (PDA), sehingga diperoleh koloni yang berbeda. Selanjutnya cawan digoyang perlahan untuk homogenisasi, lalu dibiarkan memadat. Cawan selanjutnya dimasukkan dalam plastik dalam posisi terbalik dan disimpan dalam inkubator suhu 37ºC selama dua sampai lima hari (Nurkanto 2007; Ilyas 2007). Setelah masa inkubasi, pertumbuhan bakteri dalam cawan diamati. Bakteri yang tumbuh dalam cawan tersebut bersifat heterogen, sehingga dilakukan pemurnian dengan cara memindahkan masing-masing bakteri yang tumbuh dengan ciri morfologi berbeda ke dalam media dalam cawan baru dan selanjutnya dipindahkan pada agar miring. Pemindahan dilakukan dengan cara mengambil sebanyak satu ose biakan dari cawan lalu dipindahkan ke agar miring dengan goresan zig-zag dari arah pangkal agar miring hingga ujung. Pemindahan ini dilakukan secara aseptik. Isolat yang telah murni selanjutnya disimpan pada media penyimpanan dengan suhu 4ºC (Akhdiya 2003). Uji Potensi Enzim Hidrolase Bakteri Pengujian Potensi Selulolitik. Pengujian potensi bakteri selulolitik secara semikuantitatif dilakukan dengan menguji aktivitas bakteri dalam mendegradasi selulosa. Metode yang digunakan adalah modifikasi metode Miller (1959) pada substrat selulosa murni, yaitu carboxy methyl cellulose (CMC). Media CMC mengandung 1 g CMC, 0.02 g MgSO4, 7H2O, 0.075 g KNO3, 0.05 g, K2HPO4, 0.002 g FeSO4,7H2O, 0.004 g CaCl2, 2H2O, 0.2 g ekstrak ragi, 1.5 g agar-agar bakto, dan 0.1 g glukosa (Meryandini et al. 2009). Isolat yang telah murni tersebut selanjutnya diambil menggunakan lup dan ditotolkan pada media CMC lalu diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37ºC (Syam 2008). Koloni yang sudah tumbuh dicuci dengan larutan merah kongo 0.1% selama sepuluh menit dan dibilas menggunakan NaCl 1%. Selanjutnya diukur diameter koloni dan zona bening yang dihasilkan oleh isolat. Aktivitas selulolitik
ditentukan berdasar indeks selulolitik (IS) yang diperoleh dari perbandingan diameter zona bening dan diameter koloni (Nurkanto 2007). Pengujian Potensi Proteolitik. Pengujian potensi bakteri proteolitik secara semikuantitatif dilakukan dengan menguji aktivitas bakteri dalam mendegradasi protein. Metode pengujian yang dilakukan berdasarkan metode Durham et al. (1987). Isolat yang telah murni ditotol pada medium agar susu skim. Agar susu skim dibuat dengan mencampurkan 100 mL susu skim pasteurisasi dicampur dalam kondisi hangat dengan larutan lain yang berisi 7.5 g bakto agar yang dilarutkan dalam 200 mL akuades dan telah diautoklaf selama 15 menit pada suhu 121ºC. Campuran tersebut lalu dimasukkan dalam cawan dan dibiarkan memadat (Amri 2004). Isolat yang telah ditotolkan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 48 jam. Setelah masa inkubasi, diukur diameter koloni dan zona beningnya. Aktivitas proteolitik ditentukan berdasar indeks proteolitik (IP) yang diperoleh dari perbandingan diameter zona bening dan diameter koloni (Akhdiya 2003). Pengujian Potensi Lipolitik. Pengujian potensi bakteri lipolitik secara kualitatif dilakukan dengan menguji aktivitas bakteri dalam mendegradasi lipid. Pengujian dilakukan menurut Sensitive Plate Assay (Kouker & Jaeger 1987 dalam Tika dkk 2007). Koloni yang tumbuh pada media diinokulasikan sebagai spot kecil pada media Tween 80 agar (Gilbert et al.1991). Tween 80 atau disebut juga polisorbat 80 merupakan surfaktan nonionik dan emulsifier yang berasal dari sorbitan polietoksilat dan asam oleat , dan sering digunakan dalam makanan. Polisorbat 80 adalah cairan, kuning kental larut dalam air. Tween 80 mengandung Tween 80, NaCl 5 g, CaCl2.H2O 0.1 g, agar 20 g, dan Bromkresol ungu 25 mg. Selanjutnya medium uji diinkubasi pada 37ºC selama 48 jam. Aktivitas lipolitik ditentukan berdasar zona yang terbentuk pada perubahan warna media dari kuning menjadi ungu. Penentuan Waktu Optimum Produksi Enzim Lipase Pengujian selanjutnya dilakukan terhadap enzim yang dihasilkan oleh bakteri dengan aktivitas tertinggi berdasarkan uji aktivitas enzim secara semi kuantitatif. Pada penelitian ini, digunakan enzim lipase dihasilkan oleh isolat bakteri dengan aktivitas
tertinggi. Penentuan waktu optimum inkubasi dilakukan dengan mengkaji hubungan antara kurva pertumbuhan bakteri dan kurva aktivitas enzim lipasenya. Pembuatan Kurva Pertumbuhan. Sebanyak satu lup isolat bakteri terpilih (data nilai indeks lipolitik terbesar), diinokulasikan ke dalam 50 mL media PGA sebagai starter dan diinkubasi selama 20 jam. Selanjutnya dimasukkan 1% starter, yaitu sebanyak 3 mL ke dalam 300 mL media cair minyak zaitun 1% dan diinkubasi pada inkubator bergoyang. Setiap jam diambil sebanyak 1 mL larutan sampel, kemudian dilakukan pengenceran. Selanjutnya, dilakukan pengukuran jumlah sel dengan metode turbidimetri melalui perhitungan optical density (OD) menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm sehingga diperoleh kurva pertumbuhan (Martharina 2009). Aktivitas Enzim Lipase. Sebanyak satu lup isolat bakteri terpilih (data nilai indeks lipolitik terbesar), diinokulasikan ke dalam 50 mL media PGA sebagai starter dan diinkubasi selama 20 jam. Selanjutnya dimasukkan 1% starter, yaitu sebanyak 3 mL ke dalam 300 mL media cair minyak zaitun 1% dan diinkubasi pada inkubator bergoyang. Pada saat bakteri mulai memasuki fase pertumbuhan eksponensial, yaitu jam keempat, dilakukan pengambilan sampel setiap tiga jam sampai akhir fase pertumbuhan untuk mendapatkan ekstrak kasar enzim per tiga jam (Maranatha 2008). Ekstrak kasar enzim diperoleh dengan sentrifugasi kultur sel pada 3500 rpm selama 15 menit pada suhu 4°C. Pengukuran aktivitas enzim ekstrak kasar dilakukan dengan metode titrimetri. Dicampurkan sebanyak 2 mL minyak zaitun, 4 mL buffer sitrat pH 6, dan 1 mL ekstrak kasar enzim lipase. Campuran dikultivasi pada shaker dengan suhu 37ºC selama 1 jam. Setelah dikultivasi, campuran substrat enzim diinaktifkan dengan penambahan larutan aseton:alkohol (1:1) sebanyak 10 mL kemudian dititrasi dengan NaOH 0.05 N dengan menambah 2-3 tetes fenolftalein 1% sebagai indikator. Aktivitas enzim lipase ditunjukkan dengan perubahan warna saat titrasi dari tidak berwarna menjadi berwarna merah muda. Perlakuan untuk kontrol dilakukan setelah kultivasi selama 1 jam. Aktivitas lipase ditentukan berdasar perhitungan volume NaOH terkoreksi, yaitu volume terpakai sampel dikurangi volume NaOH terpakai blanko. Volume NaOH terpakai selanjutnya dikalikan dengan
konsentrasi NaOH dan dibagi dengan bobot minyak dan masa inkubasi (Paskevicius 2001). Pengukuran Aktivitas Enzim Lipase Produksi Enzim Lipase. Produksi enzim lipase dilakukan dengan cara mengkultivasi satu isolat bakteri ke dalam 50 mL media PGA sebagai starter dan diinkubasi selama 20 jam. Selanjutnya dimasukkan 1% starter, yaitu sebanyak 3 mL ke dalam 300 mL media cair minyak zaitun 1% dan diinkubasi pada inkubator bergoyang selama waktu optimum panen berdasar data pengamatan sebelumnya. Setelah itu dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Filtrat hasil sentrifugasi disebut ekstrak kasar enzim. Semipurifikasi Enzim Lipase Melalui Pengendapan dengan Ammonium Sulfat. Proses pemurnian sampel ekstrak kasar enzim lipase dilakukan dengan fraksinasi bertingkat menggunakan garam ammonium sulfat dengan tingkat kejenuhan (0-20)%, (2040)%, (40-60)%, dan (60-80)%. Fraksinasi dengan amonium sulfat dilakukan dengan cara menambahkan amonium sulfat sedikit demi sedikit pada larutan ekstrak kasar enzim sambil diaduk. Pengadukan diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan busa selama kurang lebih 20 menit. Setiap endapan protein enzim yang didapat dipisahkan dari filtratnya dengan menggunakan sentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit. Pellet yang dihasilkan selanjutnya dilarutkan dalam larutan buffer sitrat pH 6 untuk dilakukan pengujian selanjutnya (Nurhasanah & Herasari 2008). Uji Aktivitas Enzim Lipase pada Berbagai Fraksi. Pengujian aktivitas enzim lipase dari fraksi-fraksi enzim yang diproduksi menggunakan metode titrimetri oleh Paskevicius (2001) seperti yang telah dilakukan pada pengujian sebelumnya). Pengujian dilakukan pada kondisi yang sama, yaitu nilai keasaman dan suhu percobaan. Karakterisasi Enzim Aktivitas Terbaik
Lipase
dengan
Fraksi enzim lipase yang memiliki aktivitas terbaik berdasarkan pengukuran aktivitas enzim pada variasi pH dan suhu. Penentuan pH optimum dilakukan dengan cara menguji aktivitas enzim lipase pada substrat minyak zaitun dalam berbagai pH. Variasi pH media yang digunakan adalah 3,
5, 7, dan 9 menggunakan buffer sitrat, buffer fosfat, dan buffer bórax-borat. Pengujian pH optimum dilakukan pada suhu 37°C. Penentuan suhu optimum dilakukan dengan cara menguji aktivitas enzim hidrolase pada berbagai suhu dalam buffer pH optimum dan diinkubasi 30 menit. Variasi suhu yang digunakan adalah 30ºC, 50ºC, 70ºC, dan 90ºC (Sari 2008).
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri dari Mata Air Soda Parbubu Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bakteri yang diisolasi dari mata air soda Parbubu, Tapanuli Utara. Berdasarkan hasil isolasi yang dilakukan, diperoleh 23 isolat bakteri dari mata air soda Parbubu. Isolat-isolat yang diperoleh dibedakan berdasarkan ciri morfologisnya, yaitu warna, bentuk tepian, ukuran, dan kecembungan. Isolasi bakteri dilakukan dengan menggunakan sampel air dari mata air soda Parbubu, Tarutung, Tapanuli Utara diisolasi dengan metode cawan sebar. Media yang digunakan adalah media peptone glucose agar (PGA) dan potato dextrose agar (PDA), sehingga diperoleh koloni yang berbeda (Nurkanto 2007; Ilyas 2007). Aktivitas Enzim Hidrolase secara Semikuantitatif Pengujian potensi bakteri dalam menghasilkan enzim hidrolase dilakukan terhadap tiga enzim, yaitu enzim selulase, protease, dan lipase. Pemilihan tiga jenis enzim ini dimaksudkan karena enzim ini merupakan enzim yang dapat mendegradasi makromolekul utama yang ada di alam, yaitu selulosa, protein, dan lipid. Pengujian potensi enzim dilakukan secara semikuantitatif, yaitu dengan mengukur indeks hidrolitik dari bakteri. Pengujian ini digunakan sebagai informasi awal dalam menentukan enzim yang memiliki aktivitas terbesar dalam mendegradasi substrat. Aktivitas Enzim Selulase secara Semikuantitatif Berdasarkan pengujiian secara semikuantitatif terhadap 23 isolat bakteri Parbubu, sebanyak tiga belas isolat memiliki aktivitas selulase. Isolat P10 merupakan isolat bakteri yang memiliki aktivitas selulase
terbaik dengan nilai indeks selulolitik (IS) sebesar 3,789. Pengujian enzim selulase secara semikuantitatif dilakukan menggunakan modifikasi metode Miller (1959) pada substrat selulosa murni, yaitu carboxy methyl cellulose (CMC). Menurut Nurkanto (2007) pengujian dilakukan dengan mengukur indeks selulolitik berdasarkan zona bening yang terlihat disekitar koloni bakteri yang ditotolkan pada media CMC. Senyawa CMC merupakan turunan selulosa yang mudah larut dalam air. Oleh karena itu CMC mudah dihidrolisis menjadi gula-gula sederhana oleh enzim selulase dan selanjutnya difermentasi menjadi etanol oleh bakteri. Hal itu yang mendasari pemilihan CMC sebagai substrat untuk pengujian enzim lipase. Pengujian ini berdasarkan proses enzimatik yang dilakukan oleh koloni bakteri yang dapat menghasilkan enzim selulase dan mendegradasi selulosa menjadi glukosa. Hasil degradasi media oleh enzim selulase terlihat sebagai zona bening, sedangkan media agar yang masih mengandung selulosa terlihat berwarna merah karna adanya ikatan dengan pewarna merah kongo. Koloni bakteri
Zona bening
Gambar 6 Hasil uji semikuantitatif selulase rpada isolat P10. Aktivitas Enzim Semikuantitatif
Protease
secara
Pengujian enzim protease secara semikuantitatif dilakukan dengan menguji aktivitas bakteri dalam mendegradasi protein. Berdasarkan pengujiian secara semikuantitatif terhadap 23 isolat bakteri Parbubu, sebanyak lima belas isolat memiliki aktivitas protease. Isolat yang memiliki indeks proteolitik terbaik adalah isolat P9 dengan nilai indeks proteolitik (IP) sebesar 2,230. Metode pengujian yang dilakukan berdasarkan metode Durham et al. (1987), yaitu pengamatan zona bening yang dihasilkan dari penguraian protein menjadi asam amino oleh enzim protease yang dihasilkan bakteri pada media susu skim. Aktivitas proteolitik dalam mendegradasi protein menghasilkan zona bening menurut
yang dilaporkan Akhdiya (2003) disebut sebagai indeks proteolitik (IP) yang diperoleh dari perbandingan diameter zona bening dan diameter koloni. Koloni bakteri
tertinggi merupakan enzim lipase. Ketiga koloni bakteri yang memiliki nilai IL tertinggi, yaitu P3, P9, dan P23 dipilih koloni P9 untuk diuji lanjut secara kuantitatif. Dipilih koloni P9 karena koloni bakteri ini juga memiliki aktivitas yang tertinggi pada uji semikuantitatif enzim protease.
Zona bening
Gambar 7 Hasil uji semikuantitatif protease pada isolat P9. Aktivitas Enzim Lipase secara Semikuantitatif Pengujian enzim lipase secara semikuantitatif dilakukan dengan menguji aktivitas bakteri dalam mendegradasi lipid menggunakan metode Sensitive Plate Assay (Kouker & Jaeger 1987 dalam Tika et al. 2007). Aktivitas lipase ditentukan berdasar zona yang terbentuk pada perubahan warna media yang mengandung bromkresol ungu dari kuning menjadi ungu. Bromkresol ungu merupakan indikator pH dengan rentang pH 5.2 berwarna ungu. Pada pengujian ini, terdapat perubahan pH dari asam menjadi basa dengan dihasilkannya asam lemak dan gliserol dari polimer lipid sehingga dapat diamati secara semikuantitatif banyaknya enzim yang dihasilkan oleh sel untuk mendegradasi polimer lipid. Berdasarkan pengujiian secara semikuantitatif terhadap 23 isolat bakteri Parbubu, sebanyak dua belas isolat memiliki aktivitas lipase. Isolat bakteri yang memiliki indeks lipolitik (IL) besar adalah isolat P3, P9, dan P23 dengan nilai indeks lipolitik berturut-turut sebesar 11,640; 10,80; 16,700. Uji kualitatif tidak selalu menjadi dasar yang baik untuk melihat aktivitas enzim, sehingga perlu dilakukan uji lanjutan terhadap aktivitas proteasenya. Menurut Ward (1985) tidak selalu terdapat korelasi yang baik antara daerah jernih di sekitar koloni pada media padat dengan kemampuan organisme tersebut. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab tidak terkorelasinya nilai aktivitas hidrolisis secara kualitatif dengan nilai aktivitas enzim secara kuantitatif adalah kecepatan pertumbuhan setiap isolat pada medium padat atau cair dan jumlah inokulum yang diberikan pada kedua medium. Berdasarkan seluruh pengujian terhadap ketiga enzim hidrolase, aktivitas enzim
a b c Gambar 8 Hasil uji semikuantitatif lipase wpada (a) isolat P3, (b) isolat P9, wdan (c) isolat P23. Tabel 1 Hasil uji aktivitas enzim hidrolase secara semikuantitatif Kode bakteri P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23
IS
IP
IL
2 2.579 3.789 1.100 1.200 1.690 3.150 1.760 2.600 1.980 2.200 1.060 1.870
1.178 1.880 1.220 2.230 1.569 1.590 1.240 1.200 1.650 1.140 1.460 1.530 1.180 1.050 1.790
2.140 11,640 6.940 3.500 10.800 2.700 2.800 2.500 3.600 1.700 3.900 16.700
Waktu Optimum Produksi Enzim Lipase Hasil pembuatan kurva pertumbuhan dan kurva produksi dapat dilihat pada Gambar 9. Kurva tersebut menunjukkan bahwa aktivitas enzim optimum terjadi pada jam ketujuh yang merupakan fase bagian awal dari fase pertumbuhan eksponensial atau fase log. Hal ini berarti isolat bakteri P9 dapat dilakukan pemanenan enzim lipase pada jam ketujuh setelah masa kultivasi.
Kurva pertumbuhan bakteri P9
Kurva produksi enzim lipase
Gambar 9 Kurva pertumbuhan dan aktivitas lipase isolat bakteri P9. Pengujian aktivitas enzim untuk pembuatan kurva pertumbuhan dilakukan pada titik-titik kurva pertumbuhan. Pada pengujian ini dilakukan pengukuran aktivitas enzim setiap tiga titik (jam) diawali pada awal fase pertumbuhan eksponensial. Menurut Martharina (2010), penentuan waktu inkubasi optimum dimaksudkan untuk memperoleh waktu yang tepat disaat aktivitas enzim berada paling tinggi sehingga dapat dilakukan pemanenan enzim dengan hasil terbaik. Waktu inkubasi optimum ditentukan berdasarkan kurva pertumbuhan bakteri dan kurva produksi dari bakteri. Selain itu, kurva ini juga dapat digunakan untuk memperkirakan penggolongan jenis metabolit dari enzim yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengujan, isolat bakteri P9 menghasilkan enzim dengan aktivitas optimum pada jam ketujuh yang merupakan awal fase pertumbuhan eksponensial. Hal ini menunjukkan bahwa isolat bakteri P9 menghasilkan enzim yang merupakan metabolit primer. Menurut Poedjiadi (1994), metabolit primer merupakan suatu zat yang dihasilkan pada fase pertumbuhan karena digunakan sebagai zat yang menopang pertumbuhan suatu makhluk hidup. Aktivitas Enzim Lipase Pengukuran aktivitas enzim lipase dilakukan pada beberapa fraksi enzim lipase, yaitu fraksi ekstrak kasar enzim (crude enzyme), fraksi enzim dengan pengendapan (0-20)%, fraksi (20-40)%, fraksi (40-60)%, dan fraksi (60-80)% ammonium sulfat. Pengukuran aktivitas enzim lipase pada fraksi ekstrak kasar enzim ini menunjukkan bahwa aktivitas rata-rata enzim hasil pengukuran duplo adalah 0.5882 U/mL. Hasil pengukuran terhadap fraksi enzim dengan pengendapan ammonium sulfat menunjukkan nilai aktivitas
rata-rata enzim hasil pengukuran duplo pada fraksi (0-20)% adalah 1.3627 U/mL, fraksi (20-40)% adalah 2.3235 U/mL, fraksi (4060)% adalah 2.4410 U/mL, dan fraksi (6080)% adalah 3.5245 U/mL. Produksi ekstrak kasar enzim diperoleh dengan mengkultivasi satu isolat bakteri P9 sebagai isolat terpilih ke dalam media yang yang mengandung minyak zaitun sebagai penginduksi. Menurut Rajendran dan Tangavelu (2007), minyak zaitun merupakan salah satu minyak nabati terbaik setelah minyak kacang tanah untuk digunakan sebagai penginduksi enzim lipase. Selain itu, minyak zaitun juga telah banyak digunakan dalam berbagai pengujian enzim lipase. Media tersebut selanjutnya diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan suhu ruang selama tujuh jam sesuai dengan hasil pengamatan waktu produksi optimum enzim. Inkubasi pada kondisi optimum pertumbuhan dimaksudkan untuk memperoleh enzim lipase dalam jumlah cukup besar. Setelah itu dilakukan pemisahan antara media dengan sel menggunakan sentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit suhu 4°C. Filtrat hasil sentrifugasi merupakan campuran antara media dan enzim yang selanjutnya disebut ekstrak kasar enzim (Paskevicius 2001). Sedangkan sel yang memiliki massa yang yang lebih besar tertarik ke pusat sentrifugal sehingga menjadi pellet yang menempel pada dinding tabung sentrifus. Ekstrak kasar enzim selanjutnya diuji aktivitas lipasenya menggunakan metode titrimetri. Pengujian menggunakan minyak zaitun sebagai substrat, buffer sitrat pH 6, dan fraksi enzim. Campuran dikultivasi pada inkubator bergoyang dengan suhu 37ºC selama 1 jam. Minyak zaitun terdiri atas trigliserida (trioleogliserol). Setiap 2 mL minyak zaitun memiliki massa 1.7 gram. Trioleogliserol dengan rumus molekul
(C17H35COO)3C3H5 memiliki berat molekul 884 g/mol, sehingga dalam 2 mL sampel minyak zaitun terdapat 1.923 mmol trigliserida. Pada masa inkubasi, minyak zaitun, (C17 H35 COO)3 C3H5, akan dihidrolisis oleh lipase menjadi asam lemak C17H34COOH dan gliserol berdasarkan reaksi pada Gambar 10. Setelah diinkubasi, campuran substrat enzim diinaktifkan dengan penambahan larutan aseton:alkohol (1:1). Campuran aseton dan alkohol mendenaturasi struktur enzim yang merupakan protein dengan mengganggu rantai ikatan hidrogen intramolekul samping. Hal ini mengakibatkan rusaknya struktur sekunder dan tersier dari enzim sehingga enzim berhenti bekerja. Kemudian campuran tersebut dititrasi dengan NaOH 0.05 N dengan sebelumnya menambahkan 2-3 tetes fenolftalein 1% sebagai indikator. Asam lemak hasil hidrolisis bereaksi dengan NaOH menjadi C17H34COONa dan H2O (Wulan et al. 2007). Aktivitas enzim lipase ditunjukkan dengan perubahan warna saat titrasi dari tidak berwarna menjadi berwarna merah muda akibat terjadinya perubahan pH pada larutan. Awal titrasi netralisasi, larutan tidak menghasilkan warna karena NaOH yang diteteskan berikatan dengan asam lemak, sehingga tidak dapat mengubah pH larutan, akibatnya fenolftalein sebagai indikator pH tidak memberikan perubahan warna. Warna merah muda muncul saat NaOH tidak lagi dapat berikatan dengan asam lemak, sehingga memberikan sifat basa pada larutan dan menimbulkan warna merah muda sebagai indikasi perubahan pH larutan. Banyaknya NaOH yang dapat berikatan dengan asam lemak menunjukkan banyaknya asam lemak yang terdapat dalam larutan sebagai hasil hidrolisis minyak zaitun. Perlakuan untuk kontrol dilakukan setelah kultivasi selama 1 jam, yaitu berarti sebelum terjadi reaksi degradasi lipid oleh lipase. Aktivitas lipase ditentukan berdasar perhitungan volume NaOH terkoreksi, yaitu volume terpakai sampel dikurangi volume NaOH terpakai blanko. Volume NaOH terpakai selanjutnya dikalikan dengan konsentrasi NaOH dan dibagi dengan bobot minyak dan masa inkubasi (Paskevicius 2001). Setelah diperoleh ekstrak kasar enzim, dilanjutkan dengan purifikasi enzim secara fraksinasi bertingkat menggunakan garam ammonium sulfat. Pengendapan menggunakan garam ammonium sulfat merupakan salah satu cara yang mudah untuk
Gambar 10 Reaksi hidrolisis enzimatis spesifik pada minyak zaitun. mengendapkan protein enzim, selain denaturasi oleh panas atau pH, sentrifugasi diferensial, filtrasi gel, dan elektroforesis (Martin et al. 1995). Penggunaan ammonium sulfat disebabkan karena ammonium sulfat mudah didapatkan, harganya relatif murah, bersifat menstabilkan enzim (Yurnaliza 2002). Penambahan garam ammonium sulfat dilakukan secara perlahan dan dilakukan pengadukan secara terus menerus. Saat pengadukan, ammonium sulfat akan berikatan dengan gugus ionik yang berada pada ujung-ujung protein enzim. Pada kondisi tertentu, garam ammonium sulfat berada pada kondisi jenuh dan tidak dapat terlarut lagi. Pada kondisi ini, molekulmolekul enzim yang telah berikatan dengan ammonium sulfat meningkat bobot molekulnya sehingga terendapkan menjadi pellet ketika disentrifugasi. Ekstrak kasar enzim dengan penambahan ammonium sulfat secara bertingkat selanjutnya disebut sebagai fraksi (0-20)%, fraksi (20-40)%, fraksi (4060)%, dan fraksi (60-80)% ammonium sulfat. Setelah penambahan garam, dilakukan pemisahan enzim dengan sentrifugasi 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4°C. sentrifuse dilakukan pada suhu 4°C agar enzim yang merupakan protein tidak rusak akibat panas yang ditimbulkan oleh sentrifuse. Enzim yang sudah terendapkan setelah mengalami sentrifus berda pada pusat sentrifugal,yaitu menjadi pellet yang menempel pada dinding tabung sentrifuse, sedangkan media terpisahkan berupa filtrat. Pellet yang dihasilkan selanjutnya dilarutkan dalam larutan buffer sitrat pH 6 untuk dilakukan pengukuran aktivitas enzim lipase (Nurhasanah & Herasari 2008). Aktivitas enzim mengalami peningkatan seiring dengan tingkat kemurnian enzim. Hubungan antara fraksi enzim yang menentukan kemurnian enzim dengan aktivitas enzim lipase dapat dilihat pada Gambar 11. Enzim pada fraksi (60-80)% memiliki aktivitas tertinggi. Hasil ini memperlihatkan bahwa terjadi kenaikan
Gambar 11 Aktivitas lipase pada beberapa wfraksi enzim. Karakterisasi Enzim Lipase Berdasarkan pengujian aktivitas enzim lipase, fraksi enzim dengan pemurnian (6080)% ammonium sulfat memiliki aktivitas terbaik. Fraksi enzim ini selanjutnya dilakukan karakterisasi enzim pada beberapa kondisi pH dan suhu untuk menentukan kondisi pH dan suhu optimum reaksi enzimatis. Hasil pengujian aktivitas enzim pada beberapa kondisi pH (Gambar 12) menunjukkan bahwa enzim lipase memiliki aktivitas optimum pada pH 7, yaitu sebesar 5.9593 U/mL. Pengujian aktivitas enzim lipase pada pH optimum pada beberapa suhu menunjukkan bahwa aktivitas lipase optimum pada suhu 90ºC dengan aktivitas sebesar 4.9019 U/mL (Gambar 13). Penentuan pH optimum dilakukan dengan mengukur aktivitas enzim lipase pada substrat minyak zaitun dalam berbagai pH. Variasi pH media yang digunakan adalah pH 3, 5, 7, dan 9 menggunakan buffer sitrat pH 3 dan 5, buffer fosfat pH 7, serta buffer bóraxborat pH 9. Pengujian pH optimum dilakukan pada suhu 37°C dengan menggunakan metode titrimetri.
Gambar 12 menunjukkan bahwa terdapat variasi aktivitas enzim pada kondisi keasaman yang berbeda-beda. Hal ini umumnya terjadi karena adanya perubahan struktur sekunder dan tersier dari enzim. Pada pH yang optimum muatan gugus samping asam amino berada pada keadaan yang sesuai sehingga enzim sangat efisien dalam mempercepat reaksi biokimia yang sangat spesifik. Aktivitas optimum lipase dicapai pada pH 7. Hal ini disebabkan karena pada kondisi pH 7 gugus pemberi dan penerima proton yang penting pada sisi katalitik enzim berada pada keadaan yang diinginkan sehingga aktivitas katalitiknya tinggi (Nurhasanah & Herasari 2008). Penentuan suhu optimum dilakukan dengan cara menguji aktivitas enzim lipase pada beberapa suhu dalam buffer pH 7 sebagai kondisi pH optimum lipase dan diinkubasi 30 menit. Variasi suhu yang digunakan adalah 30ºC, 50ºC, 70ºC, dan 90ºC (Sari 2008). Hasil pengujian aktivitas lipase pada beberapa pH tertera pada Gambar 13. Pada temperatur kurang dari 50°C enzim cukup stabil, tetapi hidrolisis substrat minyak zaitun oleh enzim tidak berjalan secara maksimal. Dengan meningkatnya temperatur, energi kinetik molekul-molekul yang bereaksi bertambah sehingga molekul yang bereaksi semakin banyak dan produk yang dihasilkan semakin besar. Enzim terus mengalami peningkatan aktivitas sampai pada suhu 90°C. Di atas temperatur optimum, aktivitas enzim menurun tajam hal ini terjadi karena enzim mengalami denaturasi protein yang dapat merubah konformasi struktur molekul sehingga enzim kehilangan sifat alamiahnya. Pada temperatur tinggi, substrat juga dapat mengalami perubahan konformasi sehingga gugus reaktifnya mengalami hambatan dalam memasuki sisi aktif enzim (Suhartono 1989). 8
aktifitas lipase U/mL
sebesar 5.992 kali dibandingkan ekstrak kasar enzim. Aktivitas spesifik enzim dipengaruhi oleh kadar protein, semakin tinggi aktivitas spesifik suatu enzim maka semakin tinggi kemurnian enzim tersebut. Hal ini menunjukkan terjadinya pemisahan protein lain yang bukan enzim. Meningkatnya aktivitas spesifik pada tiap tahap pemurnian menunjukkan bahwa purifikasi enzim yang dilakukan cukup baik (Nurhasanah & Herasari 2008). Enzim dengan tingkat kemurnian dan aktivitas tertinggi selanjutnya dilakukan tahap karakterisasi enzim pada perlakuan pH dan suhu.
5,38725,9593 4,8039 4,7598
6 4 2 0
0
5 pH
10
Gambar 12 Penentuan pH optimum enzim sssssssssssslipase.
Aktifitas Lipase (U/mL)
Sedangkan pada suhu yang lebih rendah dari suhu optimum, aktivitas enzim juga rendah. Hal ini disebabkan karena rendahnya energi aktivasi yang tersedia. Energi tersebut dibutuhkan untuk menciptakan kondisi tingkat kompleks aktif, baik dari molekul enzim atau molekul substrat (Nurhasanah & Herasari 2008). 6 5 4 3 2 1 0
3,9657
0
3,8294
4,4509
4,9019
50
Suhu
Amri E. Aktivitas amilase dan protease yang dihasilkan oleh isolat aktinomisetes [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Choughlan MP. 1985. The properties of fungal and bacterial cellulose with comment on their production and application. Biotechnology and Genetic Engineering 3:39-109. Crueger W, Crueger A, Brock TD, editor. 1984. Biotechnology: A text book of industrial Microbiology. Sunderland: Minuaer Associates.
100
Gambar 13 Penentuan suhu optimum ssssssssssssenzim lipase.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Mata air soda Parbubu, Tapanuli Utara memiliki potensi mikrobial. Sebanyak 23 isolat bakteri diperoleh dari mata air soda tersebut. Isolat tersebut memiliki aktivitas enzim lipase, protease, dan selulase dengan enzim lipase sebagai enzim dengan aktivitas terbaik. Enzim lipase dengan pengendapan (60-80)% ammonium sulfat memiliki aktivitas tertinggi dibandingkan fraksi lain, yaitu sebesar 3.5245 U/mL. Enzim lipase memiliki aktivitas optimum pada pH netral, yaitu sebesar 5.9593 U/mL dan pada suhu 90ºC dengan aktivitas sebesar 4.9019 U/mL.
[DITA] Direktori Ikan dan Tanaman Air. 2003. Kesadahan air. Ornamental Fish Information Service Highlights. . [terhubung berkala]. http://ofish.com/direktori.php [22 februari 2010]. Durham DR, Stewart DB, Stellwag EJ. 1987. Novel alkaline and heat stable serine proteases from alkalaphilic Bacillus sp. strain GX6638. J. Bacterial 169:27622768. Foster EM, Nelson FE, ML Speck, RN Doetsch, Olson JCJr. 1961. Dairy Microbiology. New Jersey: Prentice Hall. Gilbert EJ, Cornish A, Jones C. 1991. Purification and properties of extracellulear lipase from Pseudomonas aeruginosa EF2. Journal of General Microbiology 137:2223-2229.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk identifikasi bakteri P9, karakterisasi enzim lipase pada substrat yang sesuai, logam-logam inhibitor, nilai Km dan Vm. Selain itu juga perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut tentang aktivitas dan karakterisasi enzim protease dan selulase dari isolat-isolat yang diperoleh dari mata air soda Parbubu lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Akhdiya A. 2003. Isolasi bakteri penghasil enzim protease alkalin termostabil. Buletin Plasma Nutfah 9: 98-102.
Hardjoko S, Indrati NS, T Bantacut. 1989. Biokonversi: Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Bogor:PAU IPB. Hasan R, Setiadama, Risdianto D, Supardi K. 2007. Geologi daerah panas bumi Sipoholon-Tarutung, kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Pusat Sumber Daya Geologi. [terhubung berkala]. http://www.bgl.esdm.go.id/ [20 Februari 2010]. Ilyas M. 2007. Isolasi dan identifikasi mikoflora kapang pada sampel serasah daun tumbuhan di Kawasan Gunung Lawu, Surakarta, Jawa Tengah. Biodiversitas 8: 105-110.
Koolman J, Rohm K. 2001. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Septelia, penerjemah. Jakarta: Hipokrates. Kouker G and Jaeger KE. 1987. Specific and sensitive plate assay for bacterial lipases. Appl Environ Microbiol 53: 211-213. Kullp K. 1975. Carbohydrate. Di dalam: Reed G, editor. Enzyme and Food Processing. New York: Academic Pr. Kusumaningtyas E, Tan WS, Zamrod Z, Eshaghi M, Yusoff K. 2004. Existence of two forms of L protein of Newcastle disease virus isolates due to a compensatory mutation in Domain V. Arch Virol 149: 1859-1865. Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Thenawidjaja M, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry. Macrae AR. 1983. Extracelullar microbial lipases. Di dalam Fogarty WM, editor. Microbial Enzymes and biotecknology. England: Applied Science Publiser. Madigan MT, Marrs BL. Extremophiles. Sci. Am 82-87.
Nurkanto A. 2007. Identifikasi aktinomisetes tanah hutan pasca kebakaran bukit Bangkirai Kalimantan Timur dan potensinya sebagai pendegradasi selulosa dan pelarut fosfat. Biodiversitas 8: 314-319. Nurhasanah, Herasari D. 2008. Pemurnian Enzim Lipase dari Bakteri Lokal dan Aplikasinya dalam Reaksi Esterifikasi. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung. hlm 267-277. Paskevicius A. 2001. Lipase activity of yeast and yeasts-like fungi functioning under natural conditions. Institute Of Botany. [terhubung berkala]. http://images.katalogas.lt/maleidykla/bi o4/B-16.pdf [23 April 2010]. Pelczar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Volume ke-1. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Elements of Microbiology. Poedjiadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
1997.
Maranatha. 2008. Aktivitas enzim selulase isolat asal Indonesia pada berbagai substat limbah pertanian. [skripsi]. Bogor: Fakultas Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Martharina D. 2010. Karakterisasi bakteri asam laktat termofilik dari sumber air panas Gunung Pancar, Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Martin DW, Mayes PA, Rodwell VW. 1981. Harper’s Review of Biochemistry. California: Lange Medical Publication. Meryandini A et al. 2009. Isolasi bakteri selulolitik dan karakterisasi enzimnya. Makaira Sains 13:33-38. Miller GL. 1959. Use of Dinitrosalicylic Acid Reagent of Determination of Reducing sugar. Anal Chem 31: 246-248.
Rahman A, Fardiaz S, Rahaju WP, Suliantari, Nurwitri CC. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Institut PertaniSan Bogor. Rajendran A, Thangavelu V. 2007. Optimization of medium compotition for lipase production by candida rugosa NCIM 3462 using response surface methodology. Canada Journal Microbiol53:643-655. Ruhiman B. 2009. Ekspedisi Geografi Indonesia Sumatera Utara 2009. Bandung: Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Sari
WW. 2008. Karakterisasi selulase bakteri asal tanah pertanian Jawa Tengah dan Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Situmorang T. 2006. Penyelidikan geomagnet daerah panas bumi Ria-Ria Sipoholon,
Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Pusat Sumber Daya Geologi. [terhubung berkala]. http://www.bgl.esdm.go.id/ [20 Februari 2010]. Subba R. 1995. Soil Microorganisms and Plant Growth,3rd ed. New Hampshire: Science Publisher. Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. PAU Bioteknologi IPB. Bogor. Suhartono MT. 2000. Eksplorasi protease bakteri asal Indonesia untuk aplikasi industri dan riset bioteknologi. Di dalam: Suwahyono U, Rachman MA, Tambunan J, Setyahadi S, Angkoso G, Wahyudi P, Laily N, Retno WK, Trismilah, editor. Mikrobiologi, Enzim dan Bioteknologi. Prosiding Seminar Nasional Industri Enzim dan Bioteknologi II. hlm 125 -130. Syam KA. 2008. Optimasi produksi dan aktivitas enzim selulse dari mikrob selulolitik asal rayap [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Tika IN, Redhana IW, Ristiati NP. 2007. Isolasi enzim lipase termostabil dari bakteri termofilik isolat air panas Banyuwedang Kecamatan Gerogak, Buleleng Bali. Akta Kimia Indonesia 2: 109 – 112. Ward OP. 1985. Proteolytic enzymes. Di dalam: Young MM, editor. Comprehensive Biotechnology: The principles,Applications, and Regulations of Biotechnology in Industry, Agriculture and Medicine. Vol. 3. Oxford: Pergamon Press. Widyastuti N, D Astuty. 2000. Optimasi produksi dan semikarakterisasi protease dari Bacillus sp. Laporan teknik. Winarno FG. 1987. Biokimia Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Utama. Wulan PPDK, Rejoso MT, Hermansyah H. 2007. Reaksi Hidrolisis Minyak Zaitun Menggunakan Lipase Rhizopus oryzae yang Diimobilisas Melalui Metode
Adsorpsi. Depok: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Universitas Indonesia. Yurnaliza. 2002. Senyawa khitin dan kajian aktivitas enzim mikrobial pendegradasinya [tesis]. Medan: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagan alir penelitian Sumber mata air soda Parbubu Air soda dari sumber mata air soda Parbubu
Isolat Bakteri
Uji potensi selulolitik Uji potensi enzim hidrolase dari isolat bakteri
Uji potensi proteolitik Uji potensi lipolitik
Penentuan waktu inkubasi optimum melalui kurva pertumbuhan
Uji aktivitas enzim hidrolase terbaik
Karakterisasi enzim dengan variasi suhu dan pH
Lampiran 2 Isolasi bakteri dari sumber mata air soda Parbubu (Nurkanto 2007; Ilyas 2007) Air soda Parbubu
Pengenceran 9 kali menggunakan larutan NaCl 0.85%
1 mL sampel
Media PGA hangat
Inkubasi pada suhu ruang selama 48 jam
Pemurnian bakteri dengan morfologi yang berbeda
Isolat bakteri
Lampiran 3 Uji potensi enzim hidrolase bakteri 1. Pengujian potensi selulolitik (Meryandini 2007) Isolat bakteri
Ditotol pada media CMC padat
Inkubasi pada suhu ruang selama 48 jam
Bilas dengan NaCl 1%
Bilas dengan larutan congo red 1% selama 10 menit
Ukur koloni dan zona bening
Hitung indeks selulolitik
2. Pengujian potensi proteolitik (Akhdiya 2003) Isolat bakteri
Ditotol pada media susu skim padat
Hitung indeks proteolitik
Inkubasi pada suhu ruang selama 48 jam
Ukur koloni dan zona bening
3. Pengujian potensi lipolitik (Kouker & Jaeger 1987) Isolat bakteri
Ditotol pada media Tween 80
Hitung indeks lipolitik
Inkubasi pada suhu ruang selama 48 jam
Ukur koloni dan zona ungu
Lampiran 4 Pembuatan kurva pertumbuhan bakteri lipolitik Isolat bakteri
Inokulasi pada media starter cair (PGB)
Inkubasi pada inkubator bergoyang
Pengukuran OD pada 600 nm setiap jam
Pembuatan kurva pertumbuhan
Inkubasi pada inkubator bergoyang selama 6 jam
Inokulasi 1% starter pada media cair minyak zaitun 1%
Lampiran 5 Uji aktivitas enzim lipase dengan metode titrimetrik (Paskevicius 2001) Isolat bakteri
Peremajaan pada media minyak zaitun
Inkubasi 1-3 hari pada suhu ruang
Ditambah 25 mL buffer sitrat pH 6.0, 50 mM
Sentrifuse selama 15 menit pada 3500 rpm, suhu 4-5ºC
Supernatan : enzim lipase
Dicampur dengan minyak zaitun & buffer sitrat
Diinkubasi bergoyang dengan suhu 37ºC selama 1 jam
Inaktifasi enzim dengan larutan aseton:alkohol (1:1)
Titrasi dengan NaOH 0.05 N dengan indikator phenolphtalein 1%
Hitung aktivitas lipolitik bakteri
Lampiran 6 Karakterisasi enzim lipase (Sari 2008) Ekstrak enzim kasar (crude enzyme)
Dicampur dengan substrat minya zaitun Perlakuan pH (3,5,7,9) dengan penambahan buffer sitrat, fosfat, dan tris-HCl
Perlakuan suhu dengan inkubasi bergoyang pada suhu 37ºC, 50ºC, 70ºC, dan 90ºC selama 1 jam
Inaktivasi enzim
Pengukuran aktivitas enzim hidrolitik
Lampiran 7 Isolat bakteri dari mata air soda Parbubu, Tapanuli Utara Kode Bakteri P1
Warna
deskripsi
jingga
Mengkilat, sekitar koloni lebih terang, ukuran cukup besar (2-10 mm), bentuk bergelombang mirip bunga
P2
Jingga
Mengkilat, sekitar koloni lebih terang, ukuran cukup besar (2-10 mm), bentuk bergelombang mirip bunga, terlihat ada serabut
P3
Putih
Bulat, tidak mengkilat, pinggir tipis agak mengkilat, ukuran kecil (0.5-2mm)
P4
jingga
Mengkilat, sekitar koloni lebih terang, ukuran lebih besar (0.8-1.8 cm), bentuk memanjang
P5
bening
Mengkilat, bundar, kecil sekali (tidak dapat diukur)
P6
kuning
Menonjol ke permukaan media, bulat, tidak mengkilat, pinggir halus, diameter 7 mm
P7
Putih gading
Center menonjol, mengkilat, pinggir halus agak bergaris, D=1.2 cm
P8
Putih kekuning an
P9
Putih gading
Bulat, mengkilat, ukuran sangat kecil (tidak bisa diukur)
P10
putih
Mengkilat, sekitar koloni lebih terang, ukuran cukup besar (2-10 mm), bentuk bergerigi, center menonjol
Bulat, kecil (D=0.5 cm)
Foto
Lampiran 7 Isolat bakteri dari mata air soda Parbubu, Tapanuli Utara P11
kuning
Bulat, mengkilat, kecil (D= 1mm)
P12
Putih gading
Bulat, mengkilat, ukuran sangat kecil (tidak bisa diukur)
P13
Putih kekuning an
P14
bening
Mengkilat, bundar, kecil sekali (tidak dapat diukur)
P15
Putih gading
Bulat, mengkilat, ukuran sangat kecil (tidak bisa diukur)
P16
putih
Mengkilat, bundar, tepian halus, zona sekitar koloni memudar, D= 1-4 mm
P17
putih
Bulat, pinggir tidak halus, tidak mengkilat, D= 1 mm
P18
Putih gading
Bulat (seperti mutiara), mengkilat, tepian halus tanpa zona yang memudar, D= 1mm
P19
Putih kekuning an
Bulat, kecil (D=0.5 cm)
Bulat, kecil (D=0.5 cm)
Lampiran 7 Isolat bakteri dari mata air soda Parbubu, Tapanuli Utara P20
putih
Mengkilat, tepian menonjol, ada zona memudar di sekitar koloni, D= 2-4 mm
P21
Putih
Bulat, tidak mengkilat, pinggir tipis agak mengkilat, ukuran kecil (0.5-2mm)
P22
jingga
Mengkilat, sekitar koloni lebih terang, ukuran cukup besar (2-10 mm), bentuk bergelombang mirip bunga
P23
Putih
Mengkilat, center menonjol, pinggir menebal, D= 3-4 mm
Lampiran 8 Perhitungan aktivitas lipase
Aktivitas hidrolisis lipase =
(
)
Keterangan: Satu unit aktivitas lipase adalah banyaknya enzim yang dibutuhkan untuk menghidrolisis minyak menghasilkan satu µmol produk selama satu jam. A : volume NaOH (titran) untuk titrasi sampel (mL) B : volume NaOH (titran) untuk titrasi blanko (mL) N NaOH : Normalitas NaOH yang digunakan 1000 : faktor konversi dari mmol keµmol W : berat minyak (mg) 60 : waktu inkubasi (menit)
Lampiran 9 Hasil uji kuantitatif aktivitas lipase pada ekstrak kasar lipase Jam keBlanko 4 7 10 13 16 19 22 25 28
Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Volume titran terpakai (mL) 2.00 1.95 2.35 2.25 2.75 2.40 2.30 2.70 2.30 2.25 2.25 2.20 2.40 2.40 2.25 2.30 2.25 2.45
Rata-rata volume titran terpakai (mL)
Aktivitas lipase (U/mL)
1.975
0
2.300
0.1354
2.575
0.3229
2.300
0.1354
2.500
0.2187
2.250
0.1146
2.300
0.1354
2.325
0.1458
2.300
0.1354
2.350
0.1562
Lampiran 10 Aktivitas lipase pada fraksi lipase dengan pengendapan ammonium sulfat Konsentrasi (NH4)2SO4 Blanko 0% (0-20)% (20-40)% (40-60)% (60-80)%
Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Volume titran Rata-rata volume terpakai (mL) titran terpakai (mL) 2.65 2.55 2.45 2.92 3.15 3.38 3.65 3.94 4.23 4.57 4.92 5.27 4.93 5.04 5.15 5.52 6.145 6.77
Aktivitas lipase (U/mL) 0 0.5882 1.3627 2.3235 2.4410 3.5245
Lampiran 11 Aktivitas lipase pada suhu 37°C dan berbagai pH pH Bufer 3 5 7 9
Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2
Volume titran blanko (mL) Terpakai Rata-rata 10.93 10.925 10.92 4.98 4.900 4.82 3.68 3.571 3.46 3.07 3.36 3.65
Volume titran sampel (mL) Terpakai Rata-rata 18.61 17.755 16.90 10.42 10.395 10.37 10.65 9.65 8.65 8.55 8.215 7.88
Aktivitas lipase (U/mL) 4.8039 5.3872 5.9593 4.7598
Lampiran 12 Aktivitas lipase pada pH 7 dan berbagai suhu Suhu 30°C 50°C 70°C 90°C
Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2
Volume titran blanko (mL) Terpakai Rata-rata 3.30 3.375 3.45 3.40 3.42 3.44 3.45 3.41 3.37 3.60 3.60 3.60
Volume titran sampel (mL) Terpakai Rata-rata 7.07 7.42 7.77 6.60 7.326 8.05 7.40 7.95 8.60 9.70 8.60 7.60
Aktivitas lipase (U/mL) 3.9657 3.8294 4.4509 4.9019