Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
KARAKTERISASI DAN PEMANFAATAN RUMPUT BRACHIARIA Sp ACHMAD FANINDI dan B. R. PRAWIRADIPUTRA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRAK Brachiaria adalah salah satu rumput unggul introduksi yang telah beradaptasi dan dikenal oleh peternak di Indonesia. Rumput ini bisa tumbuh di hampir sebagian besar Indonesia, karena sesuai dengan iklim di Indonesia yang tropis dan toleran terhadap berbagai jenis tanah, termasuk tanah asam. Tumbuhnya semi tegak membentuk hamparan dengan ketinggian sekitar 45 cm. Budidayanya bisa menggunakan biji atau pols, dan bisa dipanen pada umur 3-5 bulan setelah biji disebar. Brachiaria mengandung nilai nutrisi yang baik, dicirikan dengan nilai palatabilitas dan protein yang tinggi. Selain sebagai pakan ternak, rumput ini juga bisa dimanfaatkan sebagai tanaman penutup di perkebunan atau untuk reklamasi dan konservasi pada lahan marjinal. Kata Kunci : Brachiaria, rumput, budidaya, pemanfaatan
PENDAHULUAN Sistem usaha tani kecil tidak bisa dipisahkan dari komponen peternakan, terutama ternak ruminansia, karena ternak ruminansia bisa digunakan sebagai sumber pupuk, tenaga kerja maupun sebagai tabungan atau status sosial. Salah satu pembatas pada peningkatan produksi ternak ruminansia adalah kurangnya ketersedian pakan secara kualitas dan kuantitas. Peternak kurang memperhatikan kualitas hijauan yang diberikan, karena mereka selalu mengandalkan rumput alam (lapangan) disekitar mereka, padahal produksi dan kualitas rumput alam rendah serta produksinya akan turun drastis pada musim kemarau. Selain itu dengan pesatnya pembangunan terutama di wilayah Jawa, lahan padang rumput semakin berkurang sehingga peternak tidak bisa menggantungkan kebutuhan ternaknya pada padang rumput alam. Oleh karena itu agar peternakan ruminansia berkembang, maka peternak harus didorong untuk menanam rumput yang berproduksi tinggi, mempunyai nilai nutrisi yang baik serta tahan terhadap berbagai musim. Maka pengenalan rumputrumput budidaya (berkualitas) perlu diperkenalkan kepada para peternak. Rumput Brachiaria adalah salah satu rumput gembala yang memiliki produksi lebih baik jika dibandingkan dengan rumput lapangan, memiliki nilai nutrisi yang tinggi, lebih tahan pada musim kemarau dan cocok untuk daerah tropis. Rumput ini berasal dari
daerah Afrika (Uganda, Kenya, Tanzania) menyebar ke berbagai daerah termasuk ke daerah Asia dan pasifik. Dan mulai di introduksikan ke Indonesia tahun 1958 (SIREGAR dan DJAJANEGARA, 1971), seiring dengan penelitian breeding dan penemuan ciltivar-cultivar baru rumput Brachiaria. Dari penemuan jenis baru ini, maka Brachiaria memiliki beberapa spesies diantaranya Brachiaria brizantha (A.Rich.) Stapf, Brachiaria decumbens, Brachiaria humidicola, Brachiaria ruziziensis, Brachiaria dictyoneura, Brachiaria distachya (FORSEA, 1992). Jenisjenis rumput ini kemudian memiliki namanama lokal seperti palisade grass, palisade signal grass, ya siknaentotang pada jenis Brachiaria brizantha (A.Rich.), atau rumput signal, pada jenis rumput Brachiaria decumbens. Sedangkan di Indonesia biasanya menyebut jenis rumput Brachiaria dengan menyingkat namanya seperti rumput Bebe, Bede, Beha, Br dan blabakan (di jawa). Rumput ini juga berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia karena bisa tumbuh baik di wilayah manapun di Indonesia, termasuk pada daerah asam (pH 3,5–5,5) seperti di Kalimantan Timur (IBRAHIM, 1995). Dengan potensi rumput Brachiaria tersebut, maka karakterisasi dan pemanfaatan rumput ini perlu dilakukan, selain untuk pengetahuan peternak juga dapat dikembangkan dan dijadikan sebagai plasma nutfah hijauan di Indonesia.
155
Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
KARAKTERISASI BRACHIARIA Tumbuhnya semi tegak sampai tegak (prostate/semierect-erect), merupakan rumput yang berumur panjang, tumbuh membentuk hamparan lebat, tinggi hamparan dapat mencapai 30 – 45 cm dan tangkai yang sedang berbunga dapat mencapi tinggi 1m (JAYADI, 1991), atau tanaman yang tumbuh creeping parennial (HUMPREYS, 1974). Sedangkan (SCHULTZE-KRAFT dan TEITZEL, 1992). Memiliki rhizoma yang pendek dan tinggi batang sekitar 30-200 cm. Bentuk daun linear biasanya berukuran 10-100 cm x 3-20 mm, berambut atau berbulu dan berwarna hijau gelap. Infloresence (bunga) terdiri dari 2-16 tandan (racemes) dengan panjang 4-20 cm, spikelet dalam satu baris; luas rachis 1 mm, berwarna ungu, spikelet berbentuk elips panjang 4-6 mm, berbulu atau berbulu pada ujungnya, panjang glume sepertiga dari panjang spikelet (SCHULTZE-KRAFT, 1992). Rumput ini tumbuh baik pada daerah humid–sub humids tropis dan dapat tumbuh pada musim kering kurang dari 6 bulan. Tumbuh baik pada jenis tanah apapun termasuk tanah berpasir atau tanah asam, seperti dilaporkan oleh MANNETJE dan JONES (1992) yang melaporkan bahwa Brachiaria brizantha, Brachiaria decumbens dan Brachiaria humidicola sangat toleran terhadap tanah-tanah yang asam dan respon terhadap pemupukan yang mengandung unsur N, P, K, walaupun tidak tahan terhadap tanah berdrainase rendah. Tahan terhadap injakan, dan renggutan (AAK, 1983). Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman ini sampai 3000 m dpl dengan suhu optimal untuk tumbuh adalah 30–350C (ANONIM, 1999). Perbanyakan rumput ini biasanya menggunakan biji, biji yang dibutuhkan per hektar adalah 1,5 –12 Kg/Ha tergantung pada kaulitas biji. Biji biasanya di sebarkan kemudian ditanam pada kedalaman kurang lebih 2-4 cm pada tanah. Biji yang baru panen sulit untuk berkecambah, oleh karena itu sebaiknya biji ditoreh terlebih dahulu, direndam menggunakan asam sulfat atau disimpan dahulu selama 6-8 bulan sebelum digunakan. Selain menggunakan biji, rumput Brachiaria brizantha dapat diperbanyak dengan menggunakan sobekan atau stek batang (SCHULTZE-KRAFT, 1992).
156
Brachiaria brizantha tumbuh dengan cepat, dan dapat dipanen/digunakan untuk pengembalaan ringan (light grazing) pada umur 3-5 bulan setelah biji disebar. Bisa tumbuh dengan baik apabila ditanam bersama legum pohon atau herba seperti Desmodium heterocarpon, centrosema pubescens, Pueraria phaseoloides, Stylosanthes, leucaena leucochepala dll. Serta tahan terhadap hama spittlebug (famili Cercopidae). Rumput ini juga dapat terus menerus tumbuh/dirotasi dengan tinggi pemotongan 20-30 Cm, dapat dipanen dengan cara grazing atau sistem cut and carry. Panen yang dihasilkan mencapai 8-20 t/ha/tahun, dengan stocking rates 1,5 sapi jantan/ha pada musim kering dan 2,5 sapi jantan pada musim hujan. Sedangkan panen biji dapat diperoleh pada umur rumput 6-8 bulan tergantung pada kondisi lingkungan, hasil panen biji mencapai 100 – 500 Kg/ha BUDIDAYA BRACHIARIA Berbagai penelitian budidaya Brachiaria telah banyak dilakukan. Brachiaria dikenal sebagai salah satu rumput yang respon terhadap pemupukan, sehingga banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui produksi Brachiaria dengan berbagai pemupukan atau pola tanam. SIREGAR (1973) melaporkan produksi Brachiaria yang mendapatkan berbagai pemupukan TSP dan ZK (Zwavelzuur Kalium) pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi Brachiaria brizantha yang menggunakan berbagai dosis TSP dan ZK TSP Perlakuan
ZK
Produksi (ton/ha/thn)
Perlakuan
Produksi (ton/ha/thn)
Tanpa TSP
114,16
Tanpa ZK
190,53
400 kg TSP
121,64
400 kg ZK
187,62
800 kg TSP
146,67
800 kg ZK
191,38
Brachiaria sangat respon terhadap pemupukan N, pengaruh N terhadap produksi Brachiaria decumbens seperti dilaporkan oleh (NG, 1972) yang menggunakan dosis N sebanyak 0, 112, 224, 448, 896 kg/ha adalah berturut-turut 9880, 14020, 19740, 19630 dan
Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
14750 BK/kg/ha dengan konsentrasi N pada rumput adalah 0,74–1,32%. Sementara itu penggunaan S sebanyak 10 Kg/ha dengan N 25 dan K 30 kg/ha diperoleh produksi Brachiaria humidicola sebanyak 1674–1951 BK/kg/ha/6 bulan pemotongan selama musim hujan. Dan pemupukan Mg sebanyak 10 kg/ha diperoleh produksi hijaun Brachiaria sebanyak 1649 kg/ha/6 bulan pemotongan (CIAT, 1983). Produksi Brachiaria, selain dipengaruhi oleh pemupukan, juga dipengaruhi oleh tinggi pemotongan. SIREGAR (1982) melaporkan produksi Brachiaria pada berbagai tinggi pemotongan adalah 25,10; 82,22; 70,58; 88,38; 94,78 g/rumpun untuk pemotongan 0, 5 cm, 10 cm, 15 cm dan 20 cm dari permukaan tanah. Semakin tinggi tingkat pemotongan produksi yang dihasilkan semakin tinggi. Sedangkan berbagai interval pemotongan yaitu 20, 30, 45 dan 60 hari menghasilkan produksi sebanyak 186,42; 190,98; 170,98 dan 195,18 ton/ha/tahun (SIREGAR dan DJAJANEGARA, 1972). Brachiaria juga bisa ditanam secara campuran dengan leguminosa. Brachiaria yang ditanam dengan C. pilosa memiliki produksi 13,8 ton/ha, lebih baik jika dibandingkan dengan yag ditanam secara monokultur yaitu 12,3 ton/ha (IBRAHIM dan JACOBSON, 1985). Sementara itu SIREGAR (1985) menyatakan bahwa Brachiaria brizantha yang ditanam dengan Digetaria milanjana di DAS Citanduy menghasilkan produksi sebanyak 38,1 ton/ha/tahun lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumput Setaria. Sedangkan produksi B. humidicola, B. dictyoneura, B. decumbens, B. brizantha yang ditanam dengan Desmodium ovalium di Carimagua, adalah 14.502; 11.726; 11.548; 7335 BK/kg/ha/tahun. KANDUNGAN NUTRISI BRACHIARIA Sebagai rumput budidaya yang banyak dipergunakan oleh peternak, Brachiaria
memiliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kandungan nutrisi pada rumput Brachiaria, CHEE dan WONG (1985) menganalisa kandungan protein kasar dan mineral beberapa spesies Brachiaria pada Tabel 2. NORTON et al. (1990) melaporkan nilai nutrisi Brachiaria decumbens umur potong 6 minggu seperti tercantum pada Tabel 3. Sementara itu kandungan protein kasar Brachiaria pada setiap morfologi, daun dan batang disajikan pada Tabel 4. Kandungan protein kasar pada kisaran 10% pada Brachiaria, menggolongkannya ke dalam rumput yang unggul. Sedangkan kandungan protein kasar dan serat kasar pada berbagai taraf pemotongan dilaporkan oleh SIREGAR dan DJAJANEGARA (1972) adalah, 13,8% dan 29,69% pada pemotongan 20 hari, 8,86% dan 30,63% pada pemotongan 30 hari, 6,24 dan 33,27 pada pemotongan 45 hari serta 5,90 dan 34,1 pada pemotongan 60 hari. Hasil tersebut menunjukkan bahwa protein kasar pada Brachiaria akan cenderung menurun dan serat kasar akan meningkat sesuai dengan bertambahnya umur potong rumput. PEMANFAATAN Konservasi dan reklamasi lahan Brachiaria sudah luas pemanfaatannya baik di tingkat penelitian maupun peternak. Pemanfaatannya pun tidak terbatas kepada penggunaanya sebagai hijauan pakan ternak. SIREGAR (1982) melaporkan bahwa Brachiaria merupakan spesies rumput yang efektif dalam mengatasi erosi tanah. Selanjutnya SIREGAR dan DJAJANEGARA (1981) mengatakan bahwa Brachiaria brizantha yang ditanam setelah pembabatan alang-alang diikuti pemotongan
Tabel 2. Kandungan protein kasar, mineral dan kecernaan bahan kering beberapa spesies Brachiaria PK %
N%
Ca %
P%
Mg %
K%
Na %
KCBK %
Brachiaria brizantha
10,8
1,73
0,26
0,16
0,18
1,41
0,02
56,9
Brachiaria decumbens
10,6
1,69
0,30
0,15
0,19
1,35
0,02
59,8
Brachiaria ruziziensis
11,6
1,86
0,31
0,16
0,20
1,80
0,02
60,7
Spesies
157
Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
Tabel 3. Nilai nutrisi Brachiaria decumbens umur potong 6 minggu Komponen
Produksi
NDF (g/Kg BK)
784
ADF (g/Kg BK)
473
Lignin (g/Kg BK)
82
Nitrogen (g/Kg BK)
10,1
Phospour (g/Kg BK)
1,48
selulosa (g/Kg BK)
367
hemiselulosa (g/Kg BK)
319
Lignin (g/Kg BK)
17,3
Tabel 4. Komposisi morfologi dan kandungan protein kasar dan abu pada Brachiaria mutica dan Brachiaria decumbens Rumput
Brachiaria mutica
Brachiaria decumbens
Komposisi Morfologi (%) Daun atas
19,8
36,8
Daun
16,5
21,0
Batang
63,7
42,2
Daun atas
5,3
7,1
Daun
2,5
4,5
Batang
2,1
6,2
Daun atas
12,8
7,0
Daun
10,6
7,0
batang
5,4
2,2
Protein Kasar (%)
Abu (%)
”improved” pasture, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh ternak. Begitupun HARYANTO (1982), melaporkan Brachiaria decumbens (Bede) yang ditanam dengan pemupukan sebanyak 1800 kg/ha/tahun dapat menekan pertumbuhan alang-alang. Kemampuan menekan alang-alang ini disebabkan karena Bede cepat tumbuh dan memiliki perakaran yang membentuk hamparan di permukaan tanah (WHYTE, R.G., 1959), sehingga pupuk yang diberikan akan diserap terlebih dahulu oleh Bede dan tidak ada kesempatan bagi alang-alang. Hal ini mengakibatkan lama-kelamaan Bede akan menutupi alang-alang dan menyebabkan alangalang mati. Adapun komposisi, produksi hijauan dan presentase Bede dan alang-alang dapat terlihat apada Tabel 5. Sedangkan CIAT (1983), melaporkan bahwa Brachiaria humidicola yang ditanam campuran dengan P. phaseoloides dapat menutupi semua area penelitian yang asalnya savana pada tahun pertama, Tabel 6. Hasil ini lebih baik jika dibandingkan dengan Andropogon yang baru menutupi lahan penelitian pada tahun ke dua. Selain itu Brachiria humidicola juga mampu beradaptasi pada daerah zural yang kandungan pasirnya tinggi, miskin drainasenya dan tahan terhadap kondisi kimia lahan tersebut. Disebutkan juga Brachiaria humidicola yang ditanam secara campuran dengan P. phesoeloides mampu menekan pertumbuhan rumput liar dan dapat berproduksi 3 ton/ha. Brachiaria sebagai cover crop
Sumber : ZEMMELINK (1980)
tiap 40 hari dan pemupukan teratur dapat menekan pertumbuhan alang-alang, sehingga Brachiaria dapat digunakan untuk mentransform padang alang-alang menjadi
Rumput sangat penting sebagai agen pengikat tanah dalam melindungi tanah, menjaga kestabilannya dan untuk menanggulangi gulma di perkebunan dan merupakan sumber nutrient untuk herbivora.
Tabel 5. Komposisi, produksi hijauan dan presentase Bede dan Alang-alang Jenis Tanaman
Panen 1
Panen 2
% Komposisi
Prod. Hijauan
% Komposisi
Prod Hijauan
Brachiaria decumbens
72,91
22,9
76,47
27,89
Alang-alang
19,21
6,04
16,55
6,04
Lain-lain
7,88
2,47
6,74
2,76
158
Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
Sejak lahan di Asia dan Pasifik digunakan untuk produksi makanan manusia (tanaman pangan) atau tanaman yang bernilai ekonomi tinggi, maka pastura diasosiasikan dengan lahan marginal yang memiliki masalah dalam tanahnya. Oleh karena itu area tanaman perkebunan dapat menjadi penting untuk pakan ternak, baik sebagai produksi hijauan atau sebagai ”by-product” untuk suplemen ternak (ABDULLAH SANI dan BASERY, 1982; WAN MANSOOR dan TAN, 1982; CHEN, 1983). Salah satu rumput yang dapat digunakan dilahan perkebunan atau sebagai cover crop adalah Brachiaria karena tergolong sangat toleran terhadap naungan (MCIVOR dan CHEN, 1985) atau Moderate (STUR dan SHELTON, 1990) dan dapat bersaing dengan gulma. CHENG (1990) melaporkan bahwa pertumbuhan maksimum gulma pada perkebunan kelapa di Bali adalah 5% yang ditanami Brachiaria decumbens cv Basilisk, 14% pada Brachiaria brizantha dan 0% pada Brachiaria humidicola. Penelitian
lain juga melaporkan bahwa Brachiaria decumbens dapat tumbuh subur di bawah pohon kelapa (TOPARK-NGARM, 1983). Sedangkan di Indonesia, YUHAENI (1990) melakukan penelitian penanaman beberapa hijauan pakan ternak di bawah naungan pohon kelapa di Pakuwon, Jawa Barat diantaranya adalah Brachiaria, hasil yang diperoleh seperti tersaji pada Tabel 7. Sementara itu NG (1990) melaporkan beberapa penelitian pada rumput, termasuk rumput Brachiaria di berbagai perkebunan di Malaysia, dengan intensitas naungan yang berbeda seperti tersaji pada Tabel 8. Selanjutnya NG (1990), melakukan penelitian dengan berbagai taraf pemotongan pada Brachiaria decumbens yang ditanam pada perkebunan kelapa, hasilnya menunjukkan bahwa, produksi brachiaria yang dipotong dengan taraf pemotongan 8, 12 dan 16 minggu adalah 4, 44 dan 56 ton/ha/tahun.
Tabel 6. Komposisi Botani Savana (padang rumput) yang ditanami oleh beberapa rumput
Spesies
Luas area awal tanam (m2) Strip
Rata-rata luas area tanam dan % total area 1981 m2
Savana
1982 %
1983
m2
%
m2
%
B. humidicola
0,5
2
1,7
67
2,5
100
2,5
100
X
2,5
10
6.0
48
7,2
58
7,2
58
D. ovalifolium
5,0
20
8.4
34
10,4
42
9,1
36
B. humidicola
0,5
2
2.5
100
2,5
100
2,5
100
X
2,5
10
7.7
62
12,5
100
12,5
100
P. phaseoloides
5,0
20
8.3
33
15,0
60
14,0
56
Tabel 7. Produksi Brachiaria di bawah naungan pohon kelapa pada berbagia umur di Pakuwon Jawa Barat Umur kelapa 4 tahun (gr/tanaman)
Umur kelapa 6 Tahun (gr/tanaman)
Segar
Kering
Segar
Kering
Segar
Kering
B. decumbens
762,22
138,38
316,66
61,91
8477,77
2471,64
B. humidicola
872,22
97,13
127,77
20,26
1338,88
264,12
B. decumbens
395,55
47,00
139,99
26,22
2916,67
732,02
B. humidicola
32,22
49,74
64,44
12,27
2108,33
475,22
B. decumbens
241,67
19,53
230,55
45,88
4700
1184,87
B. humidicola
113,89
16,68
62,22
12,40
833,34
187,97
Spesies
Tanpa Nuangan (gr/tanaman)
Panen 1
Panen 2
Panen 3
159
Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
Tabel 8. Produksi (BK, Ton/ha/thn) Brachiaria pada berbagai naungan dan intensitas cahaya Spesies
Naungan (% cahaya) 0–25 %
26–50 %
51–75 %
76–100%
Brachiaria decumbens
0,7
4,4
5 - 11
28
Brachiaria humidicola
0,7
4,1
9 - 12
22
Brachiaria miliiformis
1,0
3,4
4-7
18
Di bawah pohon kelapa
Di bawah pohon karet Brachiaria miliiformis
1,2
4,3
8,4
8,8
Brachiaria brizantha
2,1
5,6
8,6
10,1
Di bawah kelapa sawit Brachiaria decumbens
1,7
Selain dapat berproduksi di bawah naungan tanaman perkebunan, Brachiaria pun relatif tidak mengganggu hasil panen pada tanaman perkebunan. STUR dan SHELTON (1990), melaporkan bahwa hasil panen kelapa di Pulau Pinang Malaysia yang ditanam rumput Brachiaria dibandingkan dengan yang ditanam oleh rumput alam adalah 102% pada Brachiaria brizantha, 92% yang ditanam Brachiaria miliiformis dan yang terendah adalah yang ditanam Brachiaria mutica yaitu 70%. Sedangkan NASRULLAH dan RUSTAM (1994) melaporkan bahwa tumpang sari rumput Brachiaria decumbens tidak menunjukkan pengaruh terhadap pertumbuhan anakan kopi. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa rumput Brachiaria dapat ditanam pada areal perkebunan dan digolongkan pada rumput yang toleransinya moderate terhadap naungan, sesuai apa yang dilaporkan oleh K. F NG (1990). Brachiaria sebagai hijauan pakan ternak Brachiaria sebagai pakan ternak sudah dikenal di Indonesia, SIREGAR et al., (1985) melaporkan bahwa brachiaria adalah salah satu rumput yang diberikan peternak dengan cara cut-carry. Selain sebagai cut-carry, penelitian mengenai Brachiaria di padang pengembalaan pun menunjukkan bahwa Brachiaria memiliki nilai positif sebagai rumput gembala. GINTING dan POND (1996) melakukan penelitian dengan mengembalakan domba ekor tipis pada padang penggembalaan yang ditanami Brachiaria
160
brizantha selama 6 minggu istirahat 6 minggu (GM1), 1 minggu istirahat 6 minggu (GM2) dan 12 minggu istirahat 12 minggu, hasil yang diperoleh disajikan pada Tabel 9. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa Brachiaria memiliki KCBK yang tinggi dan memberikan pertambahan bobot badan yang baik. Tabel 9. Komposisi konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan, kecernaan bahan kering (Invitro) Penggembalaan
Konsumsi BK (g/Kg BB/hari)
KCBK PBB (%) (g/hari)
GM 1
42
69,9
35
GM 2
41
68,8
39
GM 3
43
67,1
29
Sedangkan CIAT (1983) melaporkan PK, KCBK dan intake (g BK/Kg0,75/hari) Brachiaria humidicola dan Brachiaria dictyoneura yang diberikan pada domba di Brazil adalah berturut-turut 11,3%; 59,1%; 75,2% dan 9,3%; 58,2%; 68,4%. Sedangkan kecernaan Brachiaria decumbens cv Basilisk pada umur tanam 14 hari dan 56 hari berturutturut adalah 62,35% dan 54,8% (BULO et al., 1994). Bagian rumput Brachiaria yang disukai oleh ternak biasanya adalah bagian daunnya, penelitian melaporkan bahwa domba mengkonsumsi 69% bagian daunnya dan 31% batangnya pada B. humidicola dan pada B. dictyoneura domba menkonsumsi 85% bagian daunnya dan 15% bagian batangnya (CIAT, 1983).
Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
Tabel 10. Intake, kecernaan dan nilai nutrisi Brachiaria decumbens pada domba Komponen Feed Intake (BK) g/hari g/Kg0,75/hari Kecernaan (%) Bahan Kering (BK) Selulosa Hemiselulosa Nitrogen Phospour Nitrogen Balance g retained/hari %ADN retained mg P retained/hari %ADP retained Komposisi pada cairan rumen Ammonia (mg N/L) Total VFA (Volatile fatty acid) (mmol/L) Asam asetat (mmol/mol total) Asam propionat (mmol/mol total)
DAFTAR PUSTAKA
Nilai
AAK. 1983. Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja dan Perah. Kanisius. Yogyakarta
528 52,4
ABDULLAH SANI, R dan BASERY, M. 1982. The Integration of Cattle with Coconut Cultivation. I. Growth Performance and Production System.
65,1 74,1 81,0 52,7 10,7 0,9 29,1 379 92,1
64,1 57,2 791 146
NORTON et al., (1990) melaporkan kecernaan dan fermentasi Brachiaria pada domba seperti tersaji pada Tabel 10. Nilai nilai tersebut menunjukkan bahwa rumput Brachiaria merupakan rumput yang memang sudah banyak diberikan kepada ternak dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber hijauan pakan ternak. KESIMPULAN Brachiaria adalah rumput unggul yang bisa tumbuh baik di daerah tropis terutama tropis basah. Bisa sebagai rumput untuk grazing atau cut & carry, memiliki nilai nutrisi yang baik dan sudah biasa diberika oleh peternak. Respon terhadap pemupukan dan bisa ditanam secara campuran dengan leguminosa. Mempunyai berbagai manfaat diantaranya dapat dijadikan sebagai tanaman konservasi suatu lahan dan sebagai cover crop pada lahan perkebunan.
MARDI, SIREGAR, M.E dan A. DJAJANEGARA. 1971. Penggunaan Rumput Brachiaria brizantha Dalam Usaha Transformasi Padang AlangAlang Menjadi Pasture. Buletin Lembaga Penelitian Peternakan, LPP. Bogor No 3, 1-7. DIRJEN PETERNAKAN. 1999. Petunjuk Teknis Budidaya Pakan Hijauan. Dirjen Peternakan Direktorat Bina Produksi dan JICA. Jakarta CIAT. 1983. Annual Report. Tropical Pastures Program Centro Internacional de Agriculture Tropical. Colombia. CHEN, C. P. dan OTHMAN, A. 1983. Effect of Cattle Production on Forage Under Oil Palm. Proceeding of The Sevent annual Conference of The Malaysia. Society of Animal Production. GINTING, S. P., and K. R. POND. 1996. Effects of Grazing Systems on Pasture Production and Quality of Brachiaria Brizantha and Liveweight Gain of Lambs HARYANTO, B., M. E. SIREGAR dan T. HERAWATI, 1982. Fariasi Komposisi Brachiaria decumbens vs Imperata cylindrica dengan Pemotongan dan Pemupukan Nitrogen Berat. Ilmu dan Peternakan. Puslitbang Peternakan. Vol 1, no 1, 29 – 31. HUMPHREYS, L. R. 1974. A guide to Better Pastures for The Tropics and Sub Tropics. Wright Stephenson & Co. Pty. Ltd. Australia. 3rd Edition. IBRAHIM, T. M dan C. N JACOBSON. 1985. Evaluation of grass and Legume in Swards for Extensive Management in South Sulawesi. Research Report 1984/1985. Balai Penelitian Ternak. Bogor. JAYADI, S. 1991. Tanaman Makanan Ternak Tropika. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor MC. IVORY, J. G dan C. P. CHEN. 1985. Tropical Grasses: Their Domestication and Role in Animal Feeding System. Forages in Southeast Asian and South Pacific Agriculture. Proceeding of an International Workshop Held of Cisarua 19-23 Agustus 1985. Australian
161
Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak
Centre for International Agriculture Research. Canbera. NASRULLAH., R. SALAM. 1994. Pengaruh Berbagai Jenis Tanaman Pakan Penutup Tanah Terhadap Pertumbuhan Anakan Kopi Robusta Pada Sistem Tumpang Sari. Prosiding Seminar Komunikasi dan Aplikasi Hasil Penelitian Peternakan Lahan Kering. Kupang. Indonesia NORTON, B. W., J. R. WILSON, H. M. SHELTON and K. D. HILL. Forages for Plantation Crops. Proceedings of a Workshop sanur Beach, Bali. 83-88. NG, T. T. 1972. Comparative Responses of Some Tropical Grasses to Fertilizer Nitrogen in Sarawak, E. Malaysia. Tropical Grasslands, G. 229-230. Ng, K. F. 1990. Forages Species for Rubber Plantations in Malaysia.Forages for Plantation Crops. Proceedings of Workshop, Sanur Beach, Bali. Indonesia. SCHULTZE-KRAFT. 1992. Forages (Edi). Plant Resources of South-East Asia (PROSEA). No 4. Wageningen, Netherlands and Bogor. Indonesia. SCHULTZE-KRAFT dan J. K. TEITZEL. 1992. Forages (Edi). Plant Resources of South-East Asia (PROSEA). No 4. Wageningen, Netherlands and Bogor. Indonesia. SIREGAR, M. E., A. DJAJANEGARA dan M. H. HARAHAP. 1973. Pengaruh Tingkat Pemupukan TSP Terhadap Produksi Segar Rumput Setaria sphacelata, Brachiaria brizantha dan Digitaria decumbens. Buletin L.P.P. Bogor. No 11, 1-7. SIREGAR, M. E dan A. DJAJANEGARA. 1974. Pengaruh Tingkat Pemupukan Zwavelzuur Kalium (ZK) terhadap Produksi Segar 5 Jenis Rumput. Buletin L.P.P. Bogor No 12, 1-8
162
SIREGAR, M. E., B. HARYANTO dan T. HERAWATI. 1982. Pengaruh Tinggi Pemotongan Terhadap Hasil Berat Kering Rumput Bede (Brachiaria decumbens, staff) dan Setaria Gajah (Setaria sphacelata STAPF). Ilmu dan Peternakan. Pusat Penelitian Peternakan. Bogor. Vol 1, 2224. SIREGAR, M. E dan D. A. IVORY. 1985. Evaluation of Herbaceous Legumes for Upland Areas of West Java. Research Report 1984/1985. Balai Penelitian Ternak. Bogor. STURR, W. W., H. M. SHELTHON. 1990. Review of Forage Resources in Plantation Crops of Southeast Asia and The Pacific Proceeding of a Workshop. Sanur beach. Bali. 25-31. TOPARK-NGARM, A. 1983. Pasture Research and Development in Thailand. Seminar Recent Advances in Pasture Research and Development in South-East Asia, 24-26 Agustus. Khon Kaen. Thailand. WHYTE, R. G., T. G. R. MOIR and J. P. COOPER. 1959. Grasses in Agriculture. FAO. Agric. Studies. No 12 Research Buletin, 10, 384-392. YUHAENI, S. 1990. Produksi Beberapa Hijauan Makanan Ternak di Bawah Naungan Pohon Kelapa pada Berbagai Umur yang Berbeda. Balai Penelitian Ternak Ciawi (un published) ZEMELINK, G. 1980. Effect of Selective Consumption on Voluntary Intake and Digestibility of Tropical Forages Centre for Agricultural. Publishing & Documentation. Wageningen.