KARAKTERISASI BIOMASSA Saccaromyces cerevisiae YANG TERIMOBILISASI PADA LEMPUNG DAN KARBON AKTIF DARI AMPAS SAGU SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Ni(II) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 pada Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Oleh : NURWAHIDA SYAHRIR F1C1 11 071
PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNUVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya serta didorong oleh niat yang suci, sehingga penulis dengan segala
keterbatasannya
dapat
menyelesaikan
penyusunan
skripsi
yang
berjudul:
“Karakterisasi Biomassa Saccaromyces cerevisiae yang Terimobilisasi pada Lempung dan Karbon Aktif dari Ampas Sagu sebagai Adsorben Ion Logam Ni(II)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si). Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepadaNabi Besar Muhammad SAW. Sang revolusioner akbar yang telah merubah keadaan dengan menyingkap kabut tebal kejahilan, sehingga terbentang luas jalan lurus yang mengantarkan manusia kepada kehidupan bahagia baik di dunia dan di akhirat melalui agama ini, yaitu Islam. Penulis menyadari bahwa dari seluruh rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan hingga selesainyaskripsi ini tidak sedikit hambatan yang dihadapi tetapi semuanya itu dapat teratasi berkat petunjuk dari Allah SWT dan disertai ketabahan, kesabaran dan keyakinan dalam berusaha serta berkat bimbingan dan arahan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. Hj. Mashuni, M.Si sebagai pembimbing pertama dan Bapak Dr. La Ode Ahmad Nur Ramadhan, S.Si., M.Si,sebagai pembimbing kedua atas ketulusan hati meluangkan waktu, tenaga dan pikirandalam mengarahkan dan membimbing penulis hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Secara khusus dengan hati yang tulus penghargaan, rasa patuh dan terima kasih yang tak terhingga penulis persembahkan kepada Ayahanda Syahrir, S.Sosdan Ibunda Maemanatersayang, sebagai tanda bakti atas doa restu, pengorbanan curahan kasih sayang dan dukungan materil yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan iii
studi dengan baik serta saudari-saudariku tercinta kakak Ratnasari, Amd.Keb, beserta suaminya Wahyu, SE dan adikku Siti Sarinah Syahrir, Syahraeni Syahrir yang telah banyak memberikan dukungan moril, motivasi, dorongan dan kasih sayang. Suatu hal yang tidak terlupakan atas dorongan dan bimbingan, serta arahan dan bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian, maka patutlah kiranya penulis menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan kepada semua pihak, khususnya : 1. Bapak Prof. Dr Ir Usman Rianse, M.Si, selaku Rektor Universitas Halu Oleo. 2. Bapak Dr. Muh. Zamrun F., S.Si. M.Si. M.Sc, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo. 3. Bapak Dr. La Ode Ahmad Nur Ramadhan, S.Si., M.Si., dan Ibu Desy Kurniawati, S.Si. M.Si., selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Kimia FMIPA Universitas Halu Oleo. 4. Bapak Dr. Armid, S.Si., M.Si., M.Sc., D.Sc., selaku penasehat akademik yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam memprogramkan mata kuliah. 5. Bapak Dr. Imran, M.Siselaku kepala Laboratorium Jurusan Kimia FMIPA Universitas Halu Oleoyang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di laboratorium. 6. Analis laboratorium Ibu Hafni dan Ibu Hasma atas segala bantuan dan dukungannya kepada penulis. 7. Bapak Prof. Dr. Muh. Nurdin M.Si., Bapak Dr. Thamrin Aziz, S.Si., M.Sidan Bapak Drs. H. Muh Natsir, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan kritikan dan arahan yang membangun kepada penulis selama proses penyelesaian hasil penelitian ini.
8. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi FMIPA Universitas Halu Oleokhususnya para Dosen Jurusan Kimia yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis. 9. Seluruh rekan-rekan
Mahasiswa Kimia khususnya Angkatan 2011,yang
memberikan bantuan, dukungan serta semangat.
iv
telah
10. Teman spesial penulis Jaya Gazali S.Ak dan teman-teman seperjuangan Lusi Sepriani, Suriani, Anatia ndisai, Kadek Dwy Wahyuni, Hadratih Iskandar, terima kasih untuk semua bantuannya selama penelitian. 11. Terimakasih kepada semua pihak utamanya Mahasiswa Kimia Angkatan 2009, 2010, 2011, 2012, 2013, 2014dan 2015 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik, dan mencatatnya sebagai amal jariyah sehingga akan memperoleh balasan pahala dari Allah subhanahu Wata’Ala, akhir kata penulis berharap semoga khasanah ilmu yang terungkap dalam hasil penelitian ini dapat memberikan banyak manfaat. Amin Yaa Rabbal Alamin.
Kendari,
April 2016
Penulis
v
KARAKTERISASI BIOMASSA Saccaromyces cerevisiae YANG TERIMOBILISASI PADA LEMPUNG DAN KARBON AKTIF DARI AMPAS SAGU SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Ni(II) OLEH : NURWAHIDA SYAHRIR F1C1 11 071 INTISARI Telah dilakukan penelitian tentang adsorpsi ion logam Ni(II) menggunakan adsorben biomassa Saccaromyces cerevisiae terimmobilisasi pada lempung dan karbon aktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya adsorpsi ion logam Ni(II) terhadap variasi pH, waktu kontak dan konsentrasi ion logam Ni(II) dan menentukan kapasitas serapan maksimum olehlempung danbiomassa S. cerevisiae terimobilisasi pada lempung dan karbon aktif. Lempung teraktivasi diperoleh dengan mereaksikan lempung dengan KMnO4, H2SO4 dan HCl. Biomassa S. cerevisiae diperoleh dengan memanaskan S. cerevisiae dalam medianya. Karbon aktif diperoleh dengan proses aktivasi dengan direaksikan HCl. Imobilisasi biomassa S.cerevisiae pada lempung dan karbon aktif dilakukan dengan mencampurkan biomassa S.cerevisiae lempung dan karbon aktif dengan perbandingan 75:5:5 dan 150:5:5 (mL biomassa:g lempung:g karbon). Lempung da nbiomassa S. cerevisiae terimobilisasi pada lempung dan karbon aktif tersebut digunakan untuk mengadsorpsi ion logam Ni(II) dengan parameter pH, waktu kontak dankonsentrasi ion logam Ni(II). Konsentrasi ion logam Ni(II) dianalisis menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA). Kapasitas dan energi adsorpsi ditentukan menggunakan persamaan isotermal adsorpsi Freundlich danLangmuir. Karakterisasi gugus fungsional lempung aktivasi sebelum dan sesudah interaksi dengan logam dan biomassa S. cerevisiae yang terimmobilisasi pada lempung dan karbon aktif sebelum dan sesudah interaksi dengan logam dilakukan menggunakan spektrofotometer FTIR. Penjerapan logam Ni(II) terjadi pada kondisi optimum pH 6, waktu kontak penjerapan logam Ni(II) terjadi pada waktu 45 menit. Kapasitas adsorpsi maksimum ion logam Ni(II) pada lempung teraktivasi dan biomassa S. cerevisiae yang terimmobilisasi pada lempung dan karbon dengan perbandingan 75:5:5 dan 150:5:5 berturut-turut sebesar 17,39002mg/g, 45,0298 mg/g dan 6,0968mg/g.. Kata kunci : Adsorpsi, Ion Logam Ni(II), Lempung, karbon aktif, Biomassa S.cerevisiae, Immobilisasi
vii
CHARACRETIZATION OF CLAY AND ACTIVATED CARBON IMMOBILIZED Saccaromyces cerevisiae BIOMASS AS ADSORBENT OFNi(II) METAL ION BY : NURWAHIDA SYAHRIR F1C1 11 071 ABSTRACT A research on the adsorption of metal ions Ni(II) using clay and charcoal immobilized S.cerevisiae was carried out. The aims of research are to determine the metal ion adsorption capacity of Ni(II) to variations in pH, contact time and concentration of metal ions Ni(II) and determine the maximum absorption capacity of the clay and biomass S. cerevisiae immobilization on clay and charcoal. Activated clay is obtained by treating the clay with KMnO4, H2SO4 and HCl. Biomass S. cerevisiae is obtained by heating. Charcoal in obtained the medium by the activation process reacted with HCl. Immobilization of biomass S.cerevisiae on clay and charcoal is conducted by mixing biomass S. cerevisiae clay and charcoal in the ratio 75:5:5 and 150:5:5 (mL biomass : clay g : g carbon). Clay and biomass S. cerevisiae immobilization on clay and charcoal is used to adsorb metal ions Ni(II) with the parameters of pH, contact time and concentration of metal ions Ni(II).The concentration of metal ions Ni(II) were analyzed using atomic absorption spectrophotometer (AAS). Capacity and adsorption energy is determined using the equation of Freundlich and Langmuir adsorption isotherm. Characterization of clay activation of functional groups before and after the interaction with metals and biomass S. cerevisiae immobilization on clay and charcoal before and after the interaction with the metal performed using FTIR spectrophotometer. Metal adsorption Ni II) occurs in conditions of optimum pH 6, metal adsorption contact time Ni(II) occurs in 45 minutes time. The maximum adsorption capacity of metal ions Ni(II) on activated clay and biomass S. cerevisiae immobilization on clay and charcoal in the ratio 75:5:5 and 150:5:5 in a row amounted to 17.39002 mg/g, 45.0298 mg/g and 6.0968 mg/g .
Keywords: Adsorption, Ion Metal Ni(II), clays, charcoal, biomass S.cerevisiae, Immobilized
viii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
iii
INTISARI
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
xii
I.
PENDAHULUAN A. LatarBelakang
1
B. RumusanMasalah
4
C. TujuanPenelitian
5
D. ManfaatPenelitian
5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Logam Nikel dan Toksisitasnya
6
B. Khamir Saccharomyces cerevisiae
7
C. Mineral Lempung
10
D. Karbon Aktif dari Ampas Sagu
13
E. Immobilisasi Biomassa S. cerevisiae Pada Lempung dan Karbon Aktif 15 F. Metode Adsorpsi
16
G. Interaksi Adsorbat dengan Adsorben
19
H. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
21
I. Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR)
24
ix
III METODE PENELITIAN A. WaktudanTempat Penelitian
26
B. AlatdanBahan
26
C. ProsedurPenelitian
27
D. Analisis Data
32
IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Adsorben
35
B. Analisis Gugus Fungsi Adsorben
39
C. Adsorpsi Ion Logam Ni(II)
43
D. Isotermal Adsorpsi
48
V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
52
B. Saran
52
DAFTAR PUSTAKA
53
LAMPIRAN
57
x
DAFTAR TABEL
No.Teks
Halaman
1.
Perbandingan Biosorpsi Menggunakan Sel Mati dan Sel Hidup
2.
Klasifikasi Asam dan basa menurut prinsip HSAB
xi
9 20
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Halaman
1.
Profil Mikroskopik Saccaromyces cerevisiae
8
2.
Struktur Permukaan Lempung
11
3.
Grafik Hubungan Antara log Ce vs log qe
17
4.
Grafik Hubungan Antara Ce vs Ce/qe
18
5.
Skema Umum Komponen Alat SSA
22
6.
Skema cara kerja FTIR
24
7.
Grafik hubungan antara C dan A
33
8.
Spektrum FT-IR Adsorben
40
9.
Grafik Variasi pH
43
10. Grafik Variasi Waktu Kontak
45
11. Grafik Variasi Konsentrasi
47
12. Grafik Isotermal Freundlich
48
13. Grafik Isotermal Langmuir
49
......................................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN No.
Teks
Halaman
1.
Pembuatan Larutan
57
2.
Pembuatan Adsorben
59
3.
Adsorpsi Ion Logam Nikel
64
4.
Serapan Karakteristik Senyawa-senyawa Organik Silikon
66
5.
Serapan Karakteristik Pada Biomassa
67
6.
Perhitungan Persen Berat Hilang Lempung Setelah Aktivasi
68
7.
Panjang Gelombang Maksimum Biomassa S. Cerevisiae
69
8.
Hasil Pengukuran Variasi pH pada Adsorben Lempung Aktivasi
70
9.
Hasil Pengukuran Variasi pH pada Adsorben ABS-LA-KA75:5:5
71
10. Hasil Pengukuran Variasi pH pada Adsorben ABS-LA-KA150:5:5
72
11. Hasil Pengukuran Variasi Waktu Kontak untuk Lempung Aktivasi
73
12. Hasil Pengukuran Variasi Waktu Kontak untuk ABS-LA-KA75:5:5
74
13. Hasil Pengukuran Variasi Waktu Kontak untuk ABS-LA-KA150:5:5
75
14. Hasil Pengukuran Variasi Konsentrasi untuk Lempung Aktivasi
76
15. Hasil Pengukuran Variasi Konsentrasi untuk ABS-LA-KA75:5:5
77
16. Hasil Pengukuran Variasi Waktu Kontak untuk ABS-LA-KA1505:5:5
78
17. Contoh Perhitungan Ni(II) Akhir, Ni (II) Teradsorpsi, Persentasi [Ni(II)] Teradsorpsi dan Jumlah [Ni(II)] Teradsorpsi per gram Biomassa Terimmobilisasi untuk Variasi Konsentrasi
79
18. Hasil Pengolahan Data Isotermal Adsorpsi Untuk Lempung Teraktivasi dengan Parameter Konsentrasi
81
xiii
19. Hasil Pengolahan Data Isotermal Adsorpsi untuk ABS-LA-KA75:5:5 dengan Parameter Konsentrasi
85
20. Hasil Pengolahan Data Isotermal Adsorpsi untuk ABS-LA-KA75:5:5 dengan Parameter Konsentrasi
89
21. Hasil Karakterisasi FT-IR Adsorben Lempung
93
22. Hasil Karakterisasi FT-IR ABS-LA-KA75:5:5
95
23. Hasil Karakterisasi FT-IR ABS-LA-KA150:5:5
97
24. Dokumentasi Penelitian
99
DAFTAR ARTILAMBANG DAN SINGKATAN Lambang dan Singkatan
ArtiLambang
SSA
Spektrofotometer Serapan Atom
FTIR
Fourrier Transform Infra Red
HSAB
Hard and Soft Acid Base
R2
Koefisien korelasi
g/cm3
Gram per Centi meter kubik
g/L
Gram per Liter
g/mol
Gram per mol
mg/L
Miligram per Liter
mg/g
Miligram per gram
mol/L
Mol per Liter
Atm
Atmosfer
rpm
Rotation per minute
KBr
Kalium Bromida
a, u
Arbitrary Unit
xv
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia kaya dengan sumber daya alam, khususnya bahan tambang meliputi emas, perak, minyak, batu bara, nikel dan lain-lain. Saat ini, menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), Indonesia menduduki peringkat ke-6 sebagai negara yang kaya akan sumber daya tambang. Pertambangan nikel merupakan salah satu pertambangan yang dapat menjadi penggerak utama pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat khusunya di daerah Sulawesi Tenggara. Pengolahan sumber daya alam di bidang pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara antara lain dilakukan oleh PT. Antam di Pomalaa, PT. Billy Indonesia di Kabaena, dan PT. Argo Morini Indah di Buton. Aktivitas produksi nikel tersebut selain menghasilkan bijih nikel, juga berpotensi menghasilkan beberapa jenis limbah cair seperti limbah logam berat nikel (Ni). Sehubungan dengan hasil pengolahan biji nikel, tumpukan hasil pembakaran biji nikel (slag) dapat berpotensi sebagai penyebab terjadinya pencemaran ion logam nikel, jika kondisi perairan dalam keadaan asam, dimana logam nikel dan atau oksidanya terionisasi menjadi ion nikel, serta pada kurun waktu tertentu akan meningkatkan konsentrasi ion nikel dalam air sungai dan laut. Metode untuk menghilangkan logam berat dari air limbah telah dilakukan dengan proses secara fisika dan kimia yang meliputi presipitasi, koagulasi dan pertukaran ion. Namun demikian, metode-metode tersebut di atas masih mahal terutama bagi negara-negara yang sedang berkembang. Proses adsorpsi merupakan teknik pemurnian dan pemisahan yang efektif dipakai dalam industri 1
2
karena dianggap lebih ekonomis dalam pengolahan air dan limbah (Al-Asheh dkk., 2000) dan merupakan teknik yang sering digunakan untuk mengurangi ion logam berat dalam air limbah (Selvi dkk., 2001). Dalam metode adsorpsi, biasanya memanfaatkan beberapa adsorben seperti lempung, karbon aktif dan juga biomassa seperti Saccaromyces cerevisae. Saccaromyces cerevisae sudah banyak diteliti berkaitan dengan potensinya sebagai biosorben dan bioakumulator logam berat, diantaranya karena memiliki persentase material dinding sel sebagai sumber pengikat logam yang tinggi juga biomassa Saccharomyces cerevisiae mudah didapatkan karena banyak digunakan dalam proses fermentasi, sedangkan kesetimbangan biosoprsi dengan kondisi optimum untuk kadmium dilaporkan terjadi sebesar 35 mg/g sel (Hadi dkk., 2003). Biomassa dari sel Saccaromyces cerevisiae (kering/mati) yang digunakan secara langsung, masih memiliki kelemahan antara lain: sangat lembek dan lengket ketika diinteraksikan dengan larutan ion logam (Amaria dkk.,2003), sehingga sulit dilakukan pemisahan kembali ion-ion logam dari adsorbennya dan biomassa mudah rusak karena dekomposisi oleh mikroorganisme lain. Oleh karena itu untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan ini dicoba dilakukan imobilisasi terhadap sel Saccharomyces cereviceae, sehingga sel tidak mudah rusak oleh dekomposisi mikroorganisme selain itu, dapat menjadi bahan adsorben yang memiliki kekuatan partikel dan ketahanan kimia yang tinggi serta dapat dikemas di dalam kolom kromatografi (Lewis, 1994).
3
Bahan menarik yang baik digunakan sebagai padatan pendukung untuk immobilisasi biomassa S. cerevisiae adalah material anorganik alam, contohnya lempung dan karbon aktif. Penggunaan lempung sebagai adsorben mempunyai beberapa keunggulan karena lempung mempunyai struktur antar lapis yang dapat dimodifikasi sehingga dapat diperbaiki sifatnya (Suarya, 2008). Keuntungan hasil immobilisasi biomassa S. cerevisiae pada lempung adalah tidak mudah terdegradasi, material adsorbennya cukup keras, ukuran adsorben yang relatif besar sehingga lebih efisien digunakan sebagai adsorben ion logam berat (Tan, 1995). Sementara itu, teknologi pembuatan karbon aktif sebagai adsorben (zat penyerap) dewasa ini berkembang dengan pesat. Karbon aktif telah digunakan secara luas dalam industri kimia, makanan/minuman, farmasi, pemurnian air, bahan pembuatan resistor, dan bahan bakar untuk keperluan rumah tangga. Karbon aktif adalah karbon yang berbentuk amorf, mempunyai porositas tinggi, dan luas permukaan yang besar. Kualitas arang aktif dipengaruhi berbagai faktor seperti sumber bahan baku, bahan aktivator dan kondisi aktivasi. Salah satu bahan baku pembuatan karbon aktif adalah ampas sagu, dimana ampas sagu sangat efektif mengadsorpsi limbah cair. Ampas sagu mengandung lignin, hemiselulosa, dan selulosa yang dapat mengalami pirolisis dan atau aktivitas menjadi karbon aktif yang sangat efektif mengadsorpsi ion-ion logam dalam limbah cair (Pope,1999) Pada penelitian sebelumnya,Budi (2011)telah mengadsorpsi ion logam Ni2+menggunakan biomassa S. cerevisiaedan diperoleh kapasitas penyerapan
4
1,755 mg/g. Bahri dkk., (2010) menggunakan lempung alam termodifikasi sebagai adsorben larutan anorganik dan diperoleh daya serap maksimum 0,474 mg/L. Paulina dkk., (2009) telah mengadsorpsi ion logam Ni (II) dan Cr (VI) menggunakan biosorben ampas sagu dan di peroleh biosorpsi ion-ion Ni(II) dan Cr(VI) berturut-turut 0,56 dan 0,05 mg/g. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, diketahui bahwa adsorben biomassa S. cerevisiae lempung alam termodifikasi dan karbon aktif dari ampas sagu memiliki kemampuan adsorpsi yang baik dan diperoleh peningkatan kemampuan adsorpsi dengan immobilisasi biomassa S. cerevisiae. Sasria dkk., (2013) telah mengadsorpsi ion logam Ni2+ menggunakan adsorben biomassa Saccharomyces cerevisiae yang terimmobilisasi pada lempung dengan kapasitas serapan maksimum berturut-turut sebesar0,0013 mg/g,0,0139 mg/g dan 0,0005 mg/g. Sementara itu dalam penelitian
sebelumnya tidak
dilakukan adsorpsi dengan menggunakan karbon aktif sebagai bahan tambahan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan adsorpsi ion logam berat Ni2+ menggunakan lempung, karbon aktif dari ampas sagu, biomassa S. cerevisiae dari isolat murni dan biomassa S. cerevisiae yang terimmobilisasi pada lempung dan karbon aktif. B. Rumusan Masalah Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana menentukan daya adsorpsi ion logam Ni2+ oleh adsorben lempung aktivasi dan biomassa S.cerevisiae yang terimmobilisasi pada lempung dan karbon aktif pada berbagai variasi pH, waktu kontak dan konsentrasi larutan?
5
2. Bagaimana kapasitas adsorpsi maksimum lempung aktivasi danbiomassa S. cerevisiae yang terimmobilisasi pada lempung dan karbon aktif terhadap ion logam Ni2+ ? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk : 1. Mengetahui daya adsorpsi ion logam Ni2+ pada berbagai variasi pH, waktu kontak dan konsentrasi larutan oleh adsorben lempung aktivasi, dan biomassa S.cerevisiae yang terimmobilisasi pada lempung dan karbon aktif. 2. Memperoleh nilai kapasitas adsorpsi maksimum lempung aktivasi dan biomassa S. cerevisiae yangterimmobilisasi pada lempung dan karbon aktif terhadap ion logam Ni2+. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1.
Dapat menjadi teknik alternatif untuk penanganan limbah logam berat dalam medium air serta dapat menambah wawasan keilmuan dalam mempelajari adsorben biomassa S. cerevisiae terimmobilisasi pada lempung dan karbon aktif.
2.
Memberikan informasi tentang kapasitas adsorpsi maksimum Ni2+ oleh lempung aktivasi dan biomassa S.cerevisiae lempung dan karbon aktif.
yang terimmobilisasi pada
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Logam Nikel dan Toksisitasnya Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang memiliki simbol Ni yang terletak pada perode 4 golongan VIII-B, dengan nomor atom 28 dan massa atom 58,71. Nikel memiliki massa jenis 8,902 g/cm3, titik lebur 1455 0
C, dan titik didih 2827 0C. Struktur kristal nikel adala FCC (face centered cubic)
dengan parameter lattice a=0,35243 nm (pada 25 0C), jari-jari atom 0,1246 nm, dan elektronegativtasnya 1,8. Nikel mempunyai sifat tahan karat. Dalam keadaan murni, nikel bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang keras (Anonymous B, 2012). Limbah logam nikel yang tidak diolah dapat mencemari lingkungan. Keracunan dapat terjadi melalui pernapasan atau terserap melalui kulit dan yang diserang adalah syaraf. Akumulasi nikel dalam tubuh dalam jumlah berlebih dapat menimbulkan kerusakan hati dan ginjal dan anemia atau gangguan kecerdasan pada keturunan (Meriatna, 2008). Limbah yang akan dibuang kadar logamnya tidak boleh melewati batas kadar maksimum yang diperbolehkan oleh regulasi pemerintah (KEP-51/ MEN LH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri). Agar tidak mencemari lingkungan, kadar maksimum ion logam Ni dalam limbah industri yang diperbolehkan adalah tidak melebihi 0,025 mg/L (Widiarso, 2010).
6
B. Khamir Saccaromyces cerevisiae Khamir adalah salah satu mikroorganisme yang termasuk dalam golongan fungi yang dibedakan bentuknya dari kapang karena uniseluler. Reproduksi vegetatif khamir terutama dengan cara pertunasan. Khamir mempunyai ukuran sel yang lebih besar, dan dinding sel yang lebih kuat daripada bakteri, serta tidak melakukan fotosintesis dan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan ganggang atau alga. Jenis khamir yang merupakan produsen utama alkohol ialah Saccaromyces cereviceae (Rahmi, 2011). Saccaromyces cerevisiae merupakan mikrobia fakultatif aerob yang dapat menggunakan baik sistem aerob maupun anaerob untuk memperoleh energi dari proses pemecahan glukosa, tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan aktifitasnya pada suhu 28-32ºC (Kartika dkk., 1992). Sel berbentuk silindris, dengan ukuran sel 5-20 mikron, dan biasanya 5-10 kali lebih besar dari ukuran bakteri. Khamir ini bersifat non-patogenik dan non-toksik sehingga banyak digunakan dalam berbagai proses fermentasi seperti pembuatan roti dan alkohol (Buckle dkk., 2007). Saccaromyces cerevisiae juga merupakan khamir sejati tergolong eukariot yang secara morfologi hanya membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, atau bulat telur yang dipengaruhi oleh strainnya. Berkembang biak dengan membelah diri melalui "budding cell". Penampilan makroskopik mempunyai koloni berbentuk bulat, warna kuning muda, permukaan berkilau, licin, dan tekstur lunak (Ahmad, 2005). Gambar 1 menunjukkan penampilan mikroskopik Saccaromyces cerevisiae.
8
Gambar 1.Profil mikroskopikSaccaromyces cerevisiae (Budi, 2010) Protein yang menyusun dinding sel S. cerevisiae kaya dengan residu asam amino glutamat, aspartat, serin, threonin, sistein dan asparagin (Hough dkk., 1982). Gugus aktif pada protein dapat mengikat logam melalui ujung amino dan karboksilat atau melalui rantai peptida yang terprotonasi. Residu sistein mengikat logam melalui gugus tiol (-SH). Residu asam aspartat dan glutamat mengikat logam melalui gugus karboksilat, sedangkan residu serin dan threonin melalui gugus hidroksil dan atom oksigen dari karbonil peptida (Hughes dan Poole, 1990). Mawardi dkk., (1997) telah meneliti pemanfaatan biomassa S.cerevisiae untuk penyerapan logam ion Pb2+. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa proses biosorpsi menggunakan sel ragi hidup maupun mati tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Perbandingan biosorpsi ion logam menggunakan sel hidup dan sel mati disajikan pada Tabel 1.
9
Tabel 1. Perbandingan Biosorpsi Menggunakan Sel Mati dan Sel Hidup (Mawardi dkk., 1997) Sel Mati
Sel Hidup
Kelebihan
Kelebihan
- Tidak
- Walaupun setiap sel dapat jenuh, namun sel
tergantung pada pertumbuhan sel, tidak berpengaruh pada terbatasnya sifat toksisitas dari ion logam serta tidak memerlukan nutrisi.
- Sangat
cepat dan efisien; biomassa memiliki sifat yang setara dengan penukar ion.
memiliki kemampuan meregenerasikan sendiri berdasarkan kemampuan pertumbuhannya.
- Logam disimpan dalam kondisi kimia labil dan memiliki sensitifitas kecil.
- Dua atau lebih mikroorganisme dapat digunakan bersamaan.
- Logam dapat segera dipisahkan dari biomassa dan direkoveri kembali.
Kekurangan - Tergantung dengan tingkat toksisitas logam
Kekurangan - Sangat cepat jenuh - Proses adsorpsi sensitif terhadap pH dan spesifikasi logam
- Tidak
berpotensi untuk pengembangan proses biologis sepanjang sel tidak dapat bermetabolisme.
terhadap sel, bahkan ada sel yang tidak tahan pada konsentrasi logam yang rendah.
- Membutuhkan nutrien bagi pertumbuhan sel.
- Sel dapat berupa ikatan kompleks logam bila dikembalikan dalam bentuk cairan.
- Logam tidak dapat segera dipisahkan dari biomassa karena ikatan intraselulernya.
Maulidiana (2006), telah menggunakan biomassa S. cerevisiae dari sel ragi mati untuk mengadsorpsi ion logam Ni2+ dengan kapasitas serapan maksimum 6,097 mg/g, dimana hasil ini sangat didukung dari penggunaan biomassa mati yang tidak bergantung pada pertumbuhan sel, tidak berpengaruh pada terbatasnya sifat toksisitas dari ion logam Ni2+, serta biomassa mati tidak memerlukan nutrisi.
10
C. Mineral Lempung Lempung adalah tanah yang mempunyai partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air. Satuan struktural dasar mineral lempung terdiri dari silika tetrahedral dan alumina oktahedral. Satuan-satuan dasar tersebut bergabung membentuk struktur lembaran yang menentukan jenis-jenis mineral lempung tersebut (Wijayanti, 2004). Lempung termasuk batuan rombakan (sedimen) yang dapat berupa endapan residu ataupun endapan sedimen. Mineral penyusun batuan asal pembentuk lempung adalah felsfar, olivin, piroksin, amfibol dan mika. Istilah lempung mempunyai arti dan pengertian sangat luas. Bagi orang awam nama lempung dipakai untuk menerangkan jenis tanah yang mempunyai sifat plastis (liat) tanpa membedakan jenisnya, baik menurut istilah perdagangan, maupun istilah geologi (Prodjosoemarto, 2000). Berdasarkan struktur mineralnya, permukaan lempung dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : a.
Permukaan yang terbentuk dari ikatan Si-O-Si dari silika tetrahedral. Permukaan ini dicirikan oleh bidang-bidang permukaan dari atom-atom oksigen, sedangkan di bawahnya terdapat atom-atom silikon tetrahedral.
11
Keterangan :
Oksigen di bidang permukaan Oksigen di bidang belakang Silikon di bidang permukaan Silikon di bidang belakang
Gambar 2. Struktur mineral lempung; (a) Silika tetrahedral, (b) Lembaran silika b.
Permukaan yang terbentuk dari ikatan O-Al-OH dari aluminium oktahedral. Permukaan ini dicirikan oleh bidang yang tersusun dari gugus OH yang tersumbal keluar. Bagian bawah ditempati oleh atom-atom Al, Fe, atau Mg sebagai pusat oktahedral.
Gambar 3. Struktur mineral lempung dengan ikatan O-Al-
OH
12
c.
Permukaan yang terbentuk dari ikatan Si-OH atau Al-OH dari persenyawaanpersenyawaan amorf. Permukaan yang dibentuk oleh Si-OH disebut permukaan tipe silanol sedangkan Al-OH disebut permukaan tipe aluminol (Tan, 1991).
Keterangan :
Hidroksil di bidang permukaan Hidroksil di bidang belakang Aluminium
Gambar 4. Struktur mineral lempung; (c) Aluminium oktahedral, (d) Lembaran alumina Lempung memiliki sifat mengadsorpsi yang baik karena ukuran partikel koloidnya sangat kecil dan lapisan penyusunnya tidak terikat dengan kuat sehingga dalam kontaknya dengan air, mineral-mineralnya menunjukkan pengembangan antar lapis yang menyebabkan volumenya meningkat dua kali lipat. Potensi mengembang dan mengerut yang tinggi menyebabkan mineral-mineralnya dapat menerima dan menyemat ion-ion logam (Tan, 1995). Di Sulawesi Tenggara, lempung merupakan salah satu mineral yang belum dimanfaatkan secara optimal. Lempung yang terdapat di Provinsi Sulawesi Tenggara salah satunya tersebar di Desa Amesiu, Kecamatan Pondidaha, Kota Kendari dengan sebaran ± 250 Ha dan ketebalan rata-rata 3 meter serta cadangan sejumlah 7.500.000 m3 (Fahri, 1995).
13
D. Karbon Aktif dari Ampas Sagu Karbon aktif adalah karbon padat yang memiliki luas permukaan yang cukup tinggi berkisar antara 100 sampai dengan 2000 m2/g. Bahkan ada peneliti yang mengklaim luas permukaan karbon aktif yang dikembangkan memiliki luas permukaan melebihi 3000 m2/g. Hal ini dikarenakan zat ini memiliki pori–pori yang sangat kompleks yang berkisar dari ukuran mikro dibawah 20 A (Angstrom), ukuran meso antara 20 sampai 50 Angstrom dan ukuran makro yang melebihi 500 A (pembagian ukuran pori berdasarkan IUPAC). Sehingga luas permukaan disini disebut luas permukaan internal yang diakibatkan adanya pori–pori yang berukuran sangat kecil. Karbon aktif sangat cocok digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan luas kontak yang besar seperti pada bidang adsorpsi (penjerapan), dan pada bidang reaksi dan katalisis karena memiliki luas permukaan yang sangat besar (Wijayanti, 2009). Karbon aktif yang berasal dari biomasa banyak dikembangkan para peneliti karena bersumber dari bahan yang terbarukan dan lebih murah. Bahkan karbon aktif dapat dibuat dari limbah biomasa seperti kulit kacang-kacangan, limbah padat pengepresan biji–bijiaan, ampas, kulit buah dan lain sebagainya. Proses pembuatan arang aktif dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu pengaktifan secara fisika dan secara kimia. Pengaktifan secara fisika pada dasarnya dilakukan dengan cara memanaskan bahan baku pada suhu yang cukup tinggi (600 - 900 oC) pada kondisi miskin udara (oksigen), kemudian pada suhu tinggi tersebut dialirkan media pengaktif seperti uap air dan CO2. Sedangkan pada pengaktifan kimiawi, bahan baku sebelum dipanaskan
14
dicampur dengan bahan kimia tertentu seperti KOH, NaOH, K2CO3, HCl dan lain sebagainya. Biasanya pengaktifan secara kimiawi tidak membutuhkan suhu tinggi seperti pada pengaktifan secara fisis, namun diperlukan tahap pencucian setelah diaktifkan untuk membuang sisa-sisa bahan kimia yang dipakai. Sekarang ini telah dikembangkan pengabungan antara metode fisika dan kimia untuk mendapatkan sekaligus kelebihan dari kedua tipe pengaktifan tersebut. Secara teori hampir semua material organik dengan persentase arang yang besar dapat
diaktivasi
untuk
meningkatkan
karakteristik
penyerapannya.
Dalam
pelaksanaannya bahan terbaik untuk arang aktif harus mengandung jumlah material organik yang minimum, mempunyai waktu penyimpanan yang panjang untuk menjaga sifat-sifatnya di bawah kondisi penggunaannya, dapat diproduksi dengan biaya rendah dan yang paling penting adalah dapat menghasilkan arang aktif yang berkualitas tinggi. Menurut Pope (2000) bahan organik yang mengandung lignin dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan arang aktif karena bahan tersebut sangat efektif mengadsorpsi limbah cair. Selain itu bahan organik yang mengandung lignin, hemiselulosa, dan selulosa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan arang aktif karena lignin dan selulosa sebagian besar tersusun atas unsur karbon, ampas sagu adalah salah satu dalam kategori ini. Pemanfaatan ampas sagu masih sangat terbatas khususnya di daerah Sulawesi Tenggara. Besarnya potensi ampas sagu yang dapat dihasilkan dari proses pengolahan belum dimanfaatkan secara optimal. Ampas sagu tersebut pada umumnya dibuang
15
ditempat penampungan atau disepanjang aliran sungai pada lokasi pengolahan sagu. Kegiatan ini dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan khususnya daerah aliran sungai, padahal ampas sagu memiliki potensi ekonomi yang tinggi sebagai bahan baku alternatif arang aktif, namun masyarakat khususnya Sulawesi Tenggara pemanfaatannya masih sangat minim. Ampas sagu digunakan sebagai bahan baku pembuatan arang aktif karena bahannya mudah didapat, bahkan dengan memanfaatkan ampas sagu sebagai bahan dasar arang aktif dapat mengurangi tingkat pencemaran lingkungan, dimana selama ini tidak dimanfaatkan oleh masyarakat (Marisha, 2005). E. Immobilisasi Biomassa Saccaromyches cerevisiae Pada Lempung dan Karbon Aktif Immobilisasi merupakan suatu proses penambahan bahan aktif pada matriks atau bahan pendukung (kebanyakan padatan) untuk meningkatkan fungsi dari bahan aktif tersebut. Penggunaan padatan anorganik sebagai matriks immobilisasi suatu bahan tertentu telah banyak dilakukan seperti untuk pembuatan adsorben selektif, katalis immobilisasi enzim dan lain-lain. Teknik immobilisasi dapat dilakukan melalui berbagai cara. Pengikatan kovalen merupakan metode yang menghasilkan suatu bahan terimmobilisasi dengan interaksi yang kuat, tetapi prosesnya relatif rumit dan memerlukan waktu yang relatif lama. Adsorpsi fisik merupakan cara yang paling mudah dilakukan, dimana interaksi antara padatan dan bahan yang diimobilkan bersifat fisik, sehingga mudah untuk dilakukan pemisahan.
16
Padatan yang banyak digunakan sebagai matriks pendukung kebanyakan adalah zeolit, alumina dan lempung. Zeolit merupakan material anorganik yang mempunyai kestabilan termal yang cukup tinggi, tetapi pori-pori kaku yang dimiliki menyebabkan zeolit tidak mudah untuk dimodifikasi. Alumina mempunyai stabilitas termal yang tinggi, tetapi sifatnya yang cenderung polar juga harus dipertimbangkan. Sedangkan lempung memiliki struktur antar lapis yang mudah dimodifikasi dan luas permukaan yang besar sehingga mudah mengembang (Sriyanti dkk., 2005). Pada umumnya struktur antar lapis lempung mudah hilang sifat porositasnya jika dipanaskan dalam suhu tinggi. Kelemahan sifat khas dari lempung ini diatasi dengan penyisipan biomassa ragi dan penambahan karbon aktif, dimana lignin yang terkandung dalam karbon aktif mampu membantu mengadsorpsi logam sedangkan pada biomassa, ion atau molekul seperti polikation hidroksi tergantikan oleh gugus aktif pada protein penyusun dinding sel biomassa ragi yang dapat mengikat ion-ion logam melalui ujung amino, rantai peptida terprotonasi dan gugus residu lainnya (Darmayani, 2010). F. Metode Adsorpsi Adsorpsi adalah proses dimana satu atau lebih unsur-unsur pokok dari suatu larutan akan lebih terkonsentrasi pada permukaan suatu padatan tertentu (adsorben). Ada dua metode adsorpsi, yaitu adsorpsi secara fisik (fisisorpsi) dan adsorpsi secara kimia (kimisorpsi). Kedua metode ini dapat dijelaskan melalui teori isotermal Freundlich danisotermal Langmuir.
17
Persamaan isotermal Freundlich didasarkan atas terbentuknya lapisan-lapisan dari molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben yang menghubungkan jumlah zat teradsorpsi dengan jumlah zat tersisa dalam larutan berair, yang dinyatakan dalam persamaan berikut: (1)
ϥe = ϥmCe1/n log ϥe = log (ϥm) + 1/n log Ce
(2)
Dimana qe adalah jumlah zat yang teradsorpsi per gram adsorben (mg/g), Ce adalah konsentrasi zat pada kesetimbangan adsorpsi (mg/L), ϥm adalah kapasitas adsorpsi dan n adalah koefisien adsorpsi Freundlich sebagai konstanta kesetimbangan adsorpsi (K). Nilai koefisien ϥm dan n diperoleh dari kemiringan (slope) dan interseptdengan memplotkan log (qe) pada log (Ce). Jika proses adsorpsi memenuhi persamaan Freundlich, maka grafik Gambar 5 dihasilkan berupa garis lurus dengan kemiringan 1/n berpotongan dengan sumbu y pada log ϥm. Energi bebas adsorpsi selanjutnya dihitung berdasrkan hubungan ΔG = -RT ln K (Roy, 1995). log qe
y = ax + b tg α = 1/n log ϥm log Ce
Gambar 5. Grafik hubungan antara log Ce vs log qe
18
Isotermal Langmuir merupakan proses adsorpsi yang berlangsung secara satu lapisan. Adsorpsi satu lapisan terjadi karena permukaan adsorben mampu mengikat adsorbat dengan ikatan kimia (Wijayanti, 2009). Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir menggambarkan hubungan antara konsentrasi zat terlarut dalam fasa cair dan fasa padat pada kondisi kesetimbangan, yang dapat dituliskan sebagai berikut:
+
e
(3)
Dimana Ce merupakan konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan adsorpsi, qe adalah jumlah adsorbatyang terjerap per gram adsorben, Ka adalah konstanta yang berhubungan dengan afinitas adsorpsi dan qm adalah kapasitas adsorpsi maksimum dari adsorben. Jika proses adsorpsi memenuhi persamaan Langmuir, maka grafik (Gambar 6) dihasilkan berupa garis lurus dengan kemiringan 1/Kaqm berpotongan dengan sumbu y pada 1/qm(Malik, 2004).
Ce/qe
y = ax + b tg α = 1/qm 1/Kaqm
Ce Gambar 6. Grafik hubungan antara Ce vs Ce/qe
19
G. Interaksi Adsorbat dengan Adsorben Kekuatan interaksi dipengaruhi oleh sifat keras-lemahnya dariadsorbat maupun adsorben. Sifat keras untuk kation dihubungkan dengan istilahpolarizing power cation, yaitu kemampuan suatu kation untuk mempolarisasianion dalam suatu ikatan. Kation yang mempunyai polarizing power cation besarcenderung bersifat keras. Sifat polarizing power cation yang besar dimiliki olehion-ion logam dengan ukuran (jari-jari) kecil dan muatan yang besar. Sebaliknyasifat polarizing power cation yang rendah dimiliki oleh ion-ion logam denganukuran besar namun muatannya kecil, sehingga diklasifikasikan ion lemah.Sedangkan pengertian keras untuk anion dihubungkan dengan istilahpolarisabilitas anion, yaitu kemampuan suatu anion untuk mengalami polarisasiakibat medan listrik dari kation. Anion bersifat keras adalah anion berukurankecil, muatan besar dan elektronegatifitas tinggi, sebaliknya anion lemah dimilikioleh anion dengan ukuran besar, muatan kecil dan elektronegatifitas yang rendah.Ion logam keras berikatan kuat dengan anion keras dan ion logam lemah berikatan kuat dengan anion lemah (Atkins, 1999). Pearson (1968) mengklasifikasikan asam-basa Lewis menurut sifat kerasdan lemahnya. Menurut Pearson, situs aktif pada permukaan padatan dapatdianggap sebagai ligan yang dapat mengikat logam secara selektif. Logam danligan dikelompokkan menurut sifat keras dan lemahnya berdasarkan padapolarisabilitas unsur. Pearson (1968) mengemukakan suatu prinsip yang disebutHard and Soft Acid Base (HSAB). Ligan-ligan dengan atom yang sangatelektronegatif dan berukuran kecil merupakan basa keras, sedangkan ligan-ligandengan atom yang elektron
20
terluarnya mudah terpolarisasi akibat pengaruh iondari luar merupakan basa lemah. Sedangkan ion-ion logam yang berukuran kecil namun bermuatan positif besar, elektron terluarnya tidak mudah dipengaruhi olehion dari luar, ini dikelompokkan ke dalam asam keras, sedangkan ion-ion logamyang berukuran besar dan bermuatan kecil atau nol, elektron terluarnya mudahdipengaruhi oleh ion lain, dikelompokkan ke dalam asam lemah. Pengelompokanasam-basa menurut prinsip HSAB Pearson dapat dilihat pada Tabel 2 (Pearson 1968). Menurut prinsip HSAB, asam keras akan berinteraksi dengan basa kerasuntuk membentuk kompleks, begitu juga asam lemah dengan basa lemah.Interaksi asam keras dengan basa keras merupakan interaksi ionik, sedangkaninteraksi asam lemah dengan basa lemah, interaksinya lebih bersifat kovalen (Pearson 1968). Tabel 2. Klasifikasi Beberapa Asam Basa Berdasar Prinsip HSAB (Bowser, 1993) Asam Keras Lunak 2+ 2+ 2+ 2+ + + + H , Li , Na , K , Be , Mg , Ca , Sr , BF3, Cu , Ag , Au , Hg+, CH3Hg+, Ti+, B(OH)3, AlH3, AlCl3, Al(Me)3, CO2, RCO+, NC+, Pd2+, Pt2+, Cd2+, Hg2+, BH3, GaMe3, Cl3+, I5+, I7+, Al3+, Sc3+, Ga3+, In3+, La3+, Cr3+, Fe3+, GaCl3, GaI3, InCl3, CH3, carbena, Br2, Co3+, Ti4+, Zr4+, Hf4+. I2, Br+, I+, atom-atom logam Menengah 2+ 2+ 2+ 2+ 3+ 3+ 2+ Fe , Ru , Os , Co , Rh , Ir , Ni , Cu2+, Bme3, GaH3, R3C, C6H5+, Sn2+, Pb2+, NO+, Sb3+, Bi3+, SO2 +
+
+
+
Basa Keras Lunak CO3 , CH2CO2 , NH3, RNH2, N2H4, H2O, OH , CO, CN , RNC, C2H4, C6H6, R3P, ROH, RO-, R2O, F-, Cl-, NO3-, PO43-, SO42-, ClO4-. (RO)3P, R3As, R2S, RSH, H-, R-, I-, SCN-, S2O3-. Menengah N2, N3, NO2-, C5H5N, C6H5NH2, Br-. 2-
-
21
H. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) Penentuan logam biasanya menggunakan metode spektrofotometri serapan atom, karena metode ini dapat digunakan untuk penentuan logam dalam konsentrasi rendah. Metode analisis ini pada prinsipnya mempunyai dua aspek, yaitu aspek kualitatif yang ditunjukkan oleh absorpsi cahaya oleh atom dalam keadaan tereksitasi pada panjang gelombang tertentu dan aspek kuantitatif berdasarkan pada hukum Bouguer-Lambert-Beer yang menyatakan bahwa banyaknya cahaya yang diserap sebanding dengan banyaknya atom yang menyerap : A = abc
(4)
di mana a (g/L) adalah koefisien absortivitas dan b adalah tebal medium penyerap (cm), mempunyai harga tertentu sehingga nilai ab adalah tetap. Dengan demikian absorbans (A) sebanding dengan konsentrasi c (mol/L) (Soendro, 1994). Cara kerja dari spektrofotometer serapan atom (SSA) serta bagian-bagiannya disajikan pada Gambar 7. Bagian pertama yaitu, sumber sinar berupa lampu katoda berongga yang spesifik untuk setiap logam karena akan memancarkan energi radiasi yang sesuai dengan energi yang diperlukan untuk transisi elektron atom. Kedua, atomizer dengan nyala api yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar dengan oksigen di nebulizer yaitu tempat diubahnya fase sampel dari larutan menjadi uap atom bebas. Ketiga, monokromator berfungsi untuk meneruskan panjang gelombang emisi(panjang gelombang maksimum) dari lampu katoda berongga yang diabsorpsi paling kuat oleh atom-atom di dalam nyala api (panjang gelombang maksimum) dan
22
menahan garis-garis emisi lain dari lampu katoda berongga yang tidak digunakan untuk analisis. Keempat, detektor berfungsi mengubah energi sinar menjadi energi listrik. Energi yang dihasilkan dapat menampilkan angka pada layar komputer dan mengeluarkan grafik dimana sistem pembacaan akan menampilkan data sesuai grafik.
Gambar 7. Skema cara kerja SSA Penentuan konsentrasi unsur logam dalam sampel dapat dilakukan dengan bantuan kurva kalibrasi yang disajikan pada Gambar 8, yang merupakan aluran antara absorbansi terhadap konsentrasi larutan standar. Hal ini sesuai dengan hukum Lambert-Beer yang menyatakan bahwa jumlah energi yang diserap (absorbans) adalah sebanding dengan konsentrasi (c) (Khopkar, 2003).
A
c Gambar 8. Kurva Kalibrasi
23
Dari grafik kurva kalibrasi terdapat hubungan antara konsentrasi (C) dengan absorbans (A) maka nilai yang dapat diketahui adalah nilai slope dan intersept, kemudian nilai konsentrasi sampel dapat diketahui dengan memasukkan nilai absorbans sampel ke dalam persamaan regresi linear dengan menggunakan hukum Lambert-Beer yaitu: y= ax + b
(5)
Keterangan : y a x b
= absorbans larutan standar = intersept = konsentrasi larutan standar = slope
untuk penentuan konsentrasi sampel yang ingin diketahui nilai absorbans, sampel diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi dalam persamaan
Xi =
y-b a
(6)
24
I. Spektrofotometri Fourrier Transform Infra Red (FTIR) Instrumen yang digunakan untuk mengukur serapan radiasi inframerah disebut spektrofotometer Fourrier Transform Infra Redatau spektrofotometer inframerah. Bagian pokok dari spektrofotometer inframerah adalah sumber cahaya inframerah, monokromator dan detektor,seperti bagan di bawah (Gambar 9).
Sumber Cahaya
Rujuka n
Monokromato r
Sampel Pemotong
Detekto r Rekorder
Gambar 9. Skema cara kerja FTIR Sumber cahaya memancarkan dua berkas cahaya, satu berkas untuk rujukan dan lainnya untuk sampel. Setelah masing-masing melewati rujukan dan sampel maka kedua berkas ini digabung kembali dalam alat pemotong (berupa cermin) dan selanjutnya diarahkan secara bergantian masuk dan didifraksi oleh monokromator sehingga berkas tersebut terpecah menurut panjang gelombang. Kemudian oleh alat detektor, beda intensitas antara kedua berkas tadi diukur pada masing-masing panjang gelombangnya, dan terakhir informasi ini diteruskan ke rekorder yang menghasilkan spektrum berwujud gambar/grafik. Prinsip kerja alat ini adalah berdasarkan penyerapan sinar inframerah oleh suatu senyawa. Suatu molekul yang menyerap radiasi inframerah, energi yang diserapnya mengakibatkan kenaikan amplitudo getaran atom-atom yang terikat dalam
25
molekul tersebut. Jadi molekul ini dikatakan berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi (excited vibration state). Panjang gelombang eksak dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan tertentu bergantung pada jenis getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu untuk tipe ikatan yang berbeda akan menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berbeda pula (Sari, 2010).
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015 sampai Januari 2016 di Laboratorium Kimia Analitik dan di Laboratorium BiokimiaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Haluoleo, Kendari. B. Alat dan Bahan 1. Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lainSpektrofotometer Serapan Atom (Varian AA240, gas Acetylen), Spektrofotometer Inframerah (FT-IR ThermoScientific Nicolet iS5 iD5ATR), Spektrofotometer UV-Vis (Jasco V-630), Laminar air flow (ESCO), water bath (Memmert),hot plate (Boeco Germany MSH420), autoklaf (Exhaust KNOB HL-340 Series), shaker (Ratek),oven (Memmert), inkubator (Memmert), timbangan analitik (Boeco Germany: max 210 g), kulkas (Panasonic), mortal, pastel, ayakan 180 mesh, stopwatch, erlenmeyer berbagai ukuran (pyrex), gelas kimia berbagai ukuran (pyrex), pipet ukur berbagai ukuran (pyrex), filler, labu takar berbagai ukuran (pyrex), botol durhan (pyrex), tabung reaksi (pyrex), rak tabung, magnetik stirer, pipet mikro (Carolina), ose jarum, sumbat, bunsen, tip, batang pengaduk (pyrex), spatula, plastik wreb, isolasi, aluminium foil, botol semprot dan botol plastik.
26
27
2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lainisolat murni Saccharomyces cerevisiae, Potatoes Dextrose Agar (PDA, E. Merck), Potatoes DextroseBroth (PDB, Himedia Laboratories), lempung, ampas sagu, serbuk nikelsulfat (NiSO4, E. Merck), asam sulfat (H2SO4 95%, E. Merck), asam klorida (HCl 37%, E. Merck), asam nitrat (HNO3 56%, E. Merck), padatan kalium permanganat (KMnO4, E. Merck), kertas pH indikator (Macherey-Nagel), kertas saring Whatman (cat. No. 42), alkohol 75% (E. Merck), akuabides, akuades, dan tissue. C.
Prosedur Penelitian
1. Pengambilan Sampel Sampel lempung diambil di Desa AmesiuKecamatan Pondidaha Provinsi Sulawesi Tenggara pada kedalaman berkisar 10–20 cm, sedangkan ampas sagu di ambil diDesa Konggamea Kecamatan Pohara Provinsi Sulawesi Tenggara, kemudiankedua sampel tersebut dijemur di bawah sinar matahari. 2. Pembuatan Adsorben a.
Biomassa S. cerevisiae (Lay, 1994) 1) Pembuatan Media Agar Miring: Sebanyak 4 gram PDA sintetik ditimbang dan dilarutkan dengan akuades 100 mL dalam erlenmeyer 250 mL kemudian diaduk dengan stirer sambil dipipet masing-masing 5 mL ke dalam 12 tabung reaksi. Media dalam tabung reaksi disterilkan menggunakan autoklaf
28
pada suhu 121C dengan tekanan 1 atm selama 1 jam. Media tersebut kemudian didinginkan pada suhu ruang dan dimiringkan hingga memadat. 2) Pembuatan Media Pertumbuhan: Sebanyak 24 gram dan 12 gram PDB sintetikditimbang, kemudian masing-masing dilarutkan dengan akuades 1000 mL dan 500 mL dalam erlenmeyer 1000 mL dan 500 mL, lalu diaduk dengan stirer. Larutan sebanyak 1000 mL digunakan sebagai media pertumbuhan sedangkan larutan sebanyak 500 mL digunakan sebagai media starter. Semua media disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121C dengan tekanan 1 atm selama 1 jam. Media kemudian didinginkan pada suhu kamar. 3) Peremajaan Isolat Murni S.cerevisiae: Isolat murni S.cerevisiae digoreskan secara zig-zag pada 12 tabung reaksi media agar miring, kemudian diinkubasi pada suhu 35 ºC selama 3 hari dalam inkubator. 4) Pembuatan Starter: Sebanyak 2 tabung isolat murni S.cerevisiae hasil peremajaan diencerkan masing-masing dengan 2 mL akuabides dan dipipet ke dalam media starter lalu dikocok hingga larut, kemudian diinkubasi selama 4 hari pada suhu 35 ºC. 5) Penumbuhan S.cerevisiae: Sel S. cerevisiae yang telah ditumbuhkan pada media starter dimasukkan 20 mL ke dalam media pertumbuhan kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 5 hari.
29
6) Persiapan Biomassa: Sel S. cerevisiae yang telah berkembang ditandai dengan adanya kekeruhan, kemudian diukur kekeruhannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 590 nm dengan media cair sebagai blanko. Untuk mendapatkan sel S. cerevisiae yang mati, maka S. cerevisiae yang masih berada dalam medianya dipanaskan di dalam waterbath pada suhu 80C selama 20 menit. b. Aktivasi Lempung (Filho dkk., 1995) Lempung yang telah dibersihkan dari kotoran, dikeringkan, dihaluskan kemudian diayak dengan ayakan 180 mesh. Selanjutnya, sebanyak 200 gram lempung dicampur dengan KMnO4 0,5 M dan ditambahkan H2SO4 6 M sambil diaduk dengan stirer selama 4 jam pada suhu 80 ºC. Hasilnya disaring dan endapannya dicuci berulang kali sampai air pencucinya mencapai pH netral lalu dipanaskan dalam oven selama 12 jam pada suhu 80 ºC. Selanjutnya, lempung hasil perlakuan KMnO4 0,5 M dan H2SO4 6 M ditambahkan HCl 6 M sambil diaduk dengan stirer selama 3 jam pada suhu 80 ºC kemudian dicuci dan disaring berulang kali sampai air pencucinya mencapai pH netral lalu dipanaskan dalam oven selama 12 jam pada suhu 80 ºC. Berat lempung setelah diaktivasi ditimbang untuk menentukan persen berat hilang lempung. Hasil aktivasi lempung disimbolkan sebagai LA.
30
c. Karbon Aktif dari Ampas Sagu 1)
Pembuatan Arang aktif (Budiono, 2010) 100 gram ampas sagu yang telah bersih dan kering diarangkan dalam tabung
karbonasi sampai diperoleh arang. Arang yang dihasilkan digerus dan diayak dengan ayakan ukuran 180 mesh. 2)
Aktivasi Karbon Aktif Ampas Sagu (Budiono, 2010) Proses aktivasi dilakukan secara kimia dengan cara merendam serbuk ampas
sagu dengan larutan HCl 4M selama 24 jam kemudian disaring dan dicuci dengan akuades hingga mencapai pH netral. Karbon aktif yang dihasilkan kemudian dikeringkan dalam open 110oC selama 2 jam. Kemudian ditumbuk sampai halus, selanjutnya diayak dengan ayakan ukuran 180 mesh. d. Immobilisasi Biomassa S. cerevisiae pada Lempung Aktivasi dan Karbon Aktif Dari Ampas Sagu Immobilisasi biomassa S. cerevisiae pada lempung dan karbon aktif dilakukan dengan cara mencampur biomassa S. cerevisiae dengan lempung dan karbon aktif menggunakan variasi perbandingan 50:5:5 dan 75:5:5 (mL biomassa : g lempung : g karbon aktif). Kemudian diaduk dengan stirer selama 24 jam dan disaring dengan kertas saring Whatman. Selanjutnya, endapannya dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selama 2 jam. Hasil immobilisasi yang berupa padatan dipecah-pecah dengan spatula tanduk dan diayak dengan ayakan 200 mesh, sehingga diperoleh partikel dengan ukuran kurang dari 200 mesh. Hasil immobilisasi biomassa S.cerevisiae pada lempung dan karbon aktif pada perbandingan 75:5:5 (mL : g :g ) disimbolkan sebagai
31
ABS-LA-KA 75:5:5 dan immobilisasi biomassa S.cerevisiae pada lempung dan karbon aktif pada perbandingan 150:5:5 (mL : g :g ) disimbolkan sebagai ABS-LAKA 150:5:5 3. Analisis Sampel dengan Spektrofotometer Fourrier Transform Infra Red (FTIR) (Darmayani, 2010) Biomassa S. cerevisiae, lempung sebelum dan sesudah aktivasi, karbon aktif dari ampas sagu dan biomassa S. cerevisiae yang terimmobilisasi pada lempung dan karbon aktif yang telah halus masing-masing dicampur dengan serbuk KBr, kemudian dihomogenkan. Masing-masing campuran yang sudah dihomogenkan dimasukkan di antara 2 plat baja mengkilat pellet die. Kemudian dihubungkan dengan pompa vakum menggunakan selang karet dan divakumkan dengan pompa hidrolik selama kurang lebih 2-10 menit tergantung diameter pelet yang dikehendaki. Selama penekanan, pemvakuman tetap berjalan terus. Setelah itu pompa vakum dimatikan, selang karet penghubung dilepaskan dan tekanan dikurangi hingga alat pellet die bisa dikeluarkan dari sistem pompa hidrolik. Pellet dalam silinder kemudian ditekan keluar secara perlahan-lahan melalui tongkat tekan dengan menggunakan pompa hidrolik. Pellet yang berisi sampel selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometer FTIR. 4. Adsorpsi Ion Logam Nikel (Maulidiana, 2006) a. Daya AdsorpsiLogam Ni(II) pada Berbagai Variasi pH Larutan 250mL larutan ion logam Ni(II)dengan konsentrasi 5 mg/L dibuat dengan mengencerkan larutan induk. Larutan Ni(II)dimasukkan ke dalam botol durhan
32
sehingga volume larutan logam Ni(II)dalam botol masing-masing adalah 50 ml yang kemudian larutan logam Ni(II)dalam botol durhan divariasikan pHnya (variasi pH 3, 4, 5, 6, dan 7) dengan menambahkan NaOH dan HNO3. Selanjutnya larutan ion logam Ni(II)dengan pH berbeda, dikontakkan dengan adsorben LA, ABS-LA-KA 75:5:5 dan ABS-LA-KA 150:5:5 kemudian dianalisis menggunakan AAS untuk mengetahui ion logam yang tidak teradsorpsi oleh adsorben. Selanjutnya dibuat profil hubungan antara pH dan kapasitas adsorpsi. b. Daya AdsorpsiLogam Ni(II) pada Berbagai Variasi Waktu Kontak Larutan 50 mL larutan ion logam Ni2+ dengan konsentrasi 10 mg/L dicampur dengan 0,1 gram adsorben LA dalam botol durhan. Selanjutnya ditutup kemudian dikocok dengan shaker pada kecepatan 175 rpm. Waktu kontak diatur berturut-turut 15, 30, 45, 60, 90, 120 dan 150menit. Filtrat dipisahkan dengan cara disaring menggunakan kertas saring Whatman lalu dianalisis dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) untuk mengetahui konsentrasi ion logam Ni2+ yang tidak teradsorpsi. Prosedur yang sama dilakukan untuk adsorbenABS-LA-KA 75:5:5 dan ABS-LA-KA 150:5:5 sebanyak 0,1 gram. Selanjutnya dibuat profil hubungan antara waktu kontak dan kapasitas adsorpsi. c. Daya AdsorpsiLogam Ni(II) pada Berbagai Variasi Konsentrasi Larutan 50 mL larutan ion logam Ni2+ dengan konsentrasi 5, 10, 15, 20 dan 50 mg/L dibuat dengan mengencerkan larutan induk, kemudian dicampur dengan 0,1 gram adsorben LAdalam botol durhan. Botol ditutup kemudian dikocok dengan shakerpada
33
kecepatan 175 rpm selama 30 menit. Filtrat dipisahkan dengan cara disaring menggunakan kertas saring Whatman lalu diencerkan menjadi 1 mg/Ldengan HNO3 1% dan dianalisis dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) untuk mengetahui konsentrasi ion logam Ni2+ yang tidak teradsorpsi. Hasil yang diperoleh diplot pada model persamaan adsorpsi isotermal Freundlich dan Langmuir untuk menentukan kapasitas dan energi adsorpsi LA. Prosedur yang sama dilakukan untuk adsorbenABS-LA-KA 75:5:5 dan ABS-LA-KA 150:5:5 sebanyak 0,1 gram. D. Analisis Data a. Penentuan Persen Berat Hilang Lempung Perhitungan dilakukan menggunakan persamaan berikut : % berat hilang lempung
(7) berat sampel awal
b. Pembuatan Kurva Standar Untuk membuat kurva standar ion logam Ni2+ diperlukan sederet larutan standar ion logam Ni2+. Konsentrasi larutan standar ion logam Ni2+ yang digunakan yaitu 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 untuk variasi pH, 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1; 1,2; 1,4; dan 1,6 untuk variasi waktu kontak, dan 5; 10; 15; 20; dan 25 untuk variasi konsentrasi. Sederet larutan standar tersebut diukur absorbansnya dengan SSA, kemudian dengan cara memplotkan absorbans versus konsentrasi larutan standar maka diperoleh kurva standar sebagai berikut :
34
A
y = ax + b
C
dari kurva standar di atas diperoleh persamaan garis regresi linear : y = ax + b
(8)
Keterangan : a b x y
= = = =
intersept slope konsentrasi larutan absorbans larutan
c. Penentuan Daya Adsorpsi Dari persamaan garis regresi linear (Persamaan 7) yang dihasilkan oleh kurva standar maka, konsentrasi ion logam Ni2+akhir dapat dihitung dengan persamaan berikut : y-b(9) a
x = Keterangan :
x = [Ni2+] akhir y = absorbans larutan
a b
= intersept = slope
Konsentrasi ion logam Ni2+yang teradsorpsi oleh lempung dapat dihitung menggunakan persamaan-persamaan berikut : Ni2+ teradsorpsi
= [Ni2+] awal – [Ni2+] akhir
% Ni2+ teradsorpsi
=
Berat Ni2+ teradsorpsi
= [Ni2+]teradsorpsi x volume larutan [Ni2+]
x 100 %
(10) (11) (12)
35
Daya Adsorpsi
=
(13)
d. Penentuan Kapasitas Adsorpsi dan Energi Bebas Adsorpsi Ion Logam Ni 2+ Oleh Biomassa S. cerevisiae, Lempung, Karbon Aktif dan Biomassa S. cerevisiae yang Terimmobilisasi Pada Lempung dan Karbon Aktif Dalam menentukan kapasitas absorpsi dan energi bebas adsorpsi ion logam Ni2+ pada adsorben LA, ABS-LA-KA 75:5:5 dan ABS-LA-KA 150:5:5 digunakan model persamaan adsorpsi isotermal Freundlich dan Langmuir. Untuk isotermal Freundlich dibuat grafik log Ce versus log qe (persamaan 2). Nilai slope merupakan log ϥm dan n, dimana ϥm adalah kapasitas adsorpsi dan n adalah nilai yang juga merupakan konstanta adsorpsi (K), dan intersept merupakan 1/n. Untuk isotermal Langmuir dibuat grafik Ce versus Ce/qe (persamaan 3). Nilai slope (b) merupakan 1/qm, sedangkan intersept (a) merupakan 1/Ka.qm.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Adsorben 1. Persiapan Biomassa Saccaromyces cerevisiae Pembuatan adsorben biomassa S. cerevisiae dilakukan dengan beberapa tahap, tahap pertama adalah peremajaan isolat murni S. cerevisiae, dengan tujuan untuk menyegarkan kembali isolat murni S. cerevisiae tersebut sebelum dipakai. Peremajaan isolat murni S. cerevisiae dilakukan pada media agar miring. Setelah dilakukan peremajaan, untuk menumbuhkan isolat murni tersebut digunakan media starter sebagai media pertumbuhan awal, yang kemudian dilanjutkan ke media pertumbuhan untuk mengembangbiakkan sel S.cerevisiae. Media pertumbuhan tersebut diinkubasi selama 5 hari dan terlihat adanya kekeruhan yang menandakan telah tumbuhnya koloni S. cerevisiae. Kekeruhan dari biakan yang sedang tumbuh diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk mengamati pertumbuhan S. cerevisiae.Pada penelitian ini pengukuran kekeruhan dilakukan pada hari kelima inkubasi pada panjang gelombang 590 nm dengan anggapan bahwa absorbans sebanding dengan jumlah mikroba dalam sampel (Lay, 1994) dan absorbans diperoleh sebesar 0,741 nm. Saccaromyces cereviseae yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dalam keadaan mati. Penggunaan biomassa dalam keadaan mati mempunyai keuntungan karena tidak dipengaruhi oleh sifat toksik dari larutan yang diserapnya (Mawardi, 1997). Keuntungan lain dari biomassa yang mati yaitu tidak tergantung pada
36
37
pertumbuhan sel, serta tidak memerlukan nutrisi dan jumlahlogam yang diadsorpsi dua kali lebih besar dibanding dengan sel hidup. (Suhendrayatna, 2001). 2. Aktivasi Karbon Aktivasi karbon aktif dilakukan dengan proses kimia menggunakan dua tahap yaitu, pada tahap pertama proses karbonasi dilakukan dengan pembakaran dari material yang mengandung karbon dan dilakukan tanpa adanya kontak langsung dengan udara (Marsh, 2006). Proses karbonisasi juga dikenal dengan pirolisis yang didefinisikan sebagai suatu tahapan dimana material organik awal ditransformasikan menjadi sebuah material yang semuanya berbentuk karbon (Hugh, 1993). Tahap kedua yaitu proses aktivasi, bertujuan untuk mengubah produk atau material karbon menjadi adsorben(Parker, 1993). Pada tahap ini arang hasil karbonasi di rendam dengan HCl 4 M yang berfungsi sebagai aktifator untukmemutuskan ikatan hidrokarbon sehingga pori-pori permukaan arang menjadi lebih luas. Penelitian ini menggunakan ampas sagu sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif karena ampas sagu mengandung lignin yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan arang aktif karena bahan tersebut sangat efektif mengadsorpsi limbah cair. 3. Aktivasi Lempung Aktivasi lempung dilakukan dengan cara mencuci lempung karena diduga lempung masih mengandung pengotor yang menutupi gugus aktif atau pori seperti zat-zat organik maupun anorganik. Aktivasi lempung bertujuan untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi lempung dengan proses kimia yaitu dengan menggunakan larutan
38
asam. Senyawa KMnO4 digunakan sebagai oksidator kuat yang bekerja dengan baik dalam mengoksidasi senyawa-senyawa organik apabila bekerja dalam suhu tinggi dan dalam suasana asam. Maka pada penelitian ini KMnO4 di campur dengan H2SO4 agar KMnO4 dapat mengoksidasi senyawa organik dengan baik. Tahap selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu 800C dan pengasaman menggunakan HCl 6 M, lalu dinetralkan dan dikeringkan. Menurut Filho dkk (1995), kadar SiO2 lempung yang telah diperlakukan dengan pemanasan dan pengasaman menggunakan asam sulfat, kalium permanganat, dan asam klorida meningkat menjadi 92% sedangkan kadar Al2O3 turun menjadi 1,7%. Jadi perlakuan pemanasan dan pengasaman tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kadar SiO2 pada lempung dan mendekstruksi oksida-oksida logam serta pengotor lain seperti bahan organik. Perlakuan pertama dengan menggunakan KMnO4yang di campuri dengan H2SO4berfungsi untuk mendekstruksi pengotor yang berupa oksida-oksida logam. H2SO4juga dimaksudkan untuk mendekstruksi senyawa-senyawa organik, H2SO4 ini tidak hanya mampu melarutkan
senyawa organik
akan tetapi juga mampu
melarutkan oksida logam, sedangkan pemanasan dengan menggunakan HCl dimaksudkan untuk mendekstruksi oksida aluminium (dealuminasi), dengan berkurangnya kadar oksida aluminium (Al2O3) akan meningkatkan luas area permukaan spesifik dan lempung menjadi lebih berpori (Filho dkk, 1995). Menurut Tyagi dkk.,(2005), konsentrasi H2SO4 sebesar 6 M dan KMnO4 0,5 M dapat meningkatkan daya adsorpsi lempung secara optimum jika dibandingkan penggunaan
39
zat-zat tersebut pada konsentrasi yang lebihrendah, sedangkan jika konsentrasi dinaikkan, maka dapat mengakibatkan penurunan daya adsorpsi. Hasil penelitian dari aktivasi lempung ini berdampak pada berkurangnya massa awal lempung yang dapat dinyatakan sebagai persen massa hilang lempungyakni sebesar 10,23 %. Besarnya persen massa hilang lempung pada perlakuan pemanasan didasarkan pada perubahan yang terjadi pada mineral sebagai akibat pemanasan. Pemanasan pada suhu berkisar antara 80–650 °C, mineral-mineral pada lempung akan mengalami reaksi utama yaitu hilangnya air yang terperangkap dalam pori-pori kristal lempung (Kasmila, 2014). Penambahan H2SO4 dan HCl karena memiliki kemampuan mengikat air yang sangat kuat. 4. Sistem immobilisasi biomassa S. cerevisiae Padapenelitian ini, dalam upaya meningkatkan aktifitas dan kualitas lempung dan karbon aktif sebagai adsorben ion logam ramah lingkungan, maka dilakukan immobilisasi dengan biomassa. Pada umumnya kelemahan lempung terhadap rusaknya struktur lapis dan mudah hilang porositas sebagai sifat khasnya, sehingga dapat diatasi dengan melakukan proses penyisipan ion atau molekul seperti polikation hidroksi ke dalam interlayer yang dikenal dengan proses interkalasi (Wijaya dkk., 2002). Sama halnya dengan penelitian ini, kelemahan sifat khas dari lempung akan diatasi dengan penyisipan biomassa S.cerevisiae, dengan asumsi bahwa ion atau molekul seperti polikation hidroksi tergantikan oleh gugus aktif pada protein penyusun dinding sel biomassa S.cerevisiae yang dapat mengikatkan ion-ion logam
40
melalui ujung amino, rantai peptida terprotonasi dan gugus residu lainnya (Hough dkk., 1982). Penyisipan biomassa pada antar lapis lempung dalam upaya mengikat biomassa tersebut dinamakan teknik immobilisasi. Pada penelitian ini biomassa diimmobilisasikan dengan lempung dan karbon aktif yang bertujuan untuk memperkuat daya adsorpsi dari adsorben. Sistem immobilisasi ini dibuat dengan cara mencampurkan biomassa S.cerevisiae sel mati pada lempung teraktivasi dengan variasi perbandingan 75:5:5 dan 150:5:5 (mL biomassa : g lempung : karbon aktif). Pemilihan terhadap penggunaan sel mati disebabkan beberapa keuntungannya yang cocok dalam aplikasi sebagai adsorben ion logam, yakni tidak bergantung pada pertumbuhan sel, tidak bergantung pada terbatasnya sifat toksisitas dari ion logam, tidak memerlukan nutrisi, serta logam dapat segera dipisahkan dari biomassa dan direkoveri kembali. Untuk memaksimalkan kontak antara permukaan lempung dan biomassa S.cerevisiae,dilakukan pemanasan beberapa jam dan perlakuan weting (pembasahan) secara berulang menggunakan aquades, sehingga dengan demikian efisiensi immobilisasi akan meningkat. B. Analisis Gugus Fungsi Adsorben Analisis dengan FT-IR digunakan untuk mengetahui gugus fungsional utama dari mineral lempung aktivasi, serta biomassa Sachromyces cerevisiae yang terimmobilisasi dengan lempung dan karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan perbandingan spektrum FTIR LA antara sebelum diinteraksikan dengan logam Ni2+ pada Gambar 10a (Lampiran 21.A) dan sesudah diinteraksikan dengan logam Ni2+pada Gambar 10b (Lampiran 21.B) pada umumnya beberapa
41
gugus fungsi mengalami perubahan serapan bilangan gelombang namun tidak signifikan. Untuk serapan gugus fungsi –OH yang semula 3395,77 cm-1 bilangan gelombangnya menurun menjadi 3390,90 cm-1 yang mengindikasikan adanya interaksi antara lempung dengan logam Ni2+, menurut Erny (2011), mekanisme seerapan yang terjadi antara gugus –OH yang terikat pada permukaan dengan ion logam yang bermuatan positif merupakan mekanisme pertukaran ion.
Gambar 10.Spektrum FTIR (a) LA sebelum dikontakkan dengan logam, (b) LA setelah dikontakkan dengan logam, (c) ABS-LA-KA75:5:5 sebelum dikontakkan dengan logam, (d) ABS-LA-KA75:5:5 setelah dikontakkan dengan logam, (e) ABS-LA-KA150:5:5 sebelum dikontakkan dengan logam, (f) ABS-LA-KA150:5:5 setelah dikontakkan dengan logam Interaksi antara gugus –OH dengan ion logam juga memungkinkan melalui mekanisme pembentukan kompleks koordinasi karena atom oksigen pada gugus – OH mempunyai pasangan elektron bebas, ion-ion Ni2+ akan berinteraksi kuat dengan
42
anion yang bersifat basa kuat seperti –OH. Ikatan antara ion Ni2+ dengan
-OH
melalui pembentukan ikatan koordinasi, dimana pasangan elektron bebas dari O pada OH akan berikatan dengan ion logam Ni2+ membentuk ikatan kompleks melalui ikatan kovalen. Hal ini juga terjadi pada serapan gugus fungsi -NH yang semula 1514,14 cm-1 menjadi 1512,28 cm-1. Pita serapan pada bilangan gelombang 2927,10 cm-1 sebelum diinteraksikan dengan logam dan 2925,31 cm-1 sesudah diinteraksikan dengan logam menunjukkan adanya vibrasi ulur C-H. Pada bilangan gelombang 1456,47 cm-1 sebelum diinteraksikan dengan logam dan setelah 1454,10 cm-1 terdapat vibrasi tekuk OH-karboksilat. Pita serapan disekitar bilangan gelombang 1034,91 cm1
menjadi 1114,79 cm-1 menunjukan adanya vibrasi ulur asimetris Si-O-Si linear.
Pada bilangan gelombang 2264,68 cm-1 bilangan gelombangnya menurun menjadi 2257,99 cm-1 menunjukkan adanya serapan Si-H. Berdasarkan data tersebut, bahwa lempung memiliki gugus Si-OH dan Si-O-Si, hal ini sesuai dengan pernyataan Anggrenistia dkk., (2015) bhwa lempung memiliki gugus silanol dan siloksan. Berdasarkan hasil analisis FTIR terhadap ABS-LA-KA75:5:5 dan ABS-LAKA150:5:5 yaitu pada perbandingan 75:5:5 terdapat serapan vibrasi rentangan OH pada bilangan gelombang 3398,43 cm-1padaGambar 10c(Lampiran 22. A), namun mengalami pergeseran bilangan gelombang setelah diinteraksikan dengan ion logam menurun menjadi 3396,79 cm-1pada Gambar 10d(Lampiran 22.B). Pada perbandingan 75:5:5 didaerah bilangan gelombang 2927,42 cm-1 sebelum diinteraksikan dengan ion nikel terdapat vibrasi rentangan CH dan pada bilangan gelombang meningkat setelah diinteraksikan dengan ion logam sebesar 2927,45 cm-1.
43
Vibrasi tekuk N-H dari gugus amina terekam pada panjang gelombang 1514,53cm-1 dan meningkat menjadi 1515,08 cm-1 setelah diinteraksikan dengan ion logam, gugus ini merupakan bagian dari gugus protein yang diperkuat dengan adanya serapan 1713,71 cm-1 meningkat menjadi 1713,59 cm-1 sebagai serapan C-O (ikatan peptida). Pada bilangan gelombang 1456,68 cm-1sebelum diinteraksi dengan logam dan 1456,47 cm-1setelah diinteraksikan dengan ion logam terdapat vibrasi tekuk OHkarboksilat, ini sesuai dari pernyataan Hughes dan Poole (1990) bahwa gugus karboksilat dan amina dapat mengikat logam. Pita serapan disekitar bilangan gelombang 1118,48 cm-1 sebelumdan sesudah diinteraksikan dengan logam sebesar 1036,13 cm-1
menunjukkan adanya vibrasi ulur asimetris Si-O-Si linear. Pada
bilangan gelombang 2228,94 cm-1 sebelum diinteraksikan dengan logam dan 2185,65 cm-1 setelah diinteraksikan dengan logam menunjukan adanya serapan Si-H. Demikianpada spektra ABS-LA-KA150:5:5pada Gambar 10e (Lampiran 23.A) dan sesudah diinteraksikan dengan ion logam nikel pada Gambar10f (Lampiran 23.B) menunjukan perubahan bilangan gelombang yang tidak cukup signifikan, terlihat serapan di bilangan gelombang 3391,41 cm-1 meningkat menjadi 3393,56 cm-1 yang merupakan serapan dari vibrasi ulur O-H dari Si-OH. Adanya serapan kuat dan tajam disekitar bilangan gelombang 2920,88 cm-1 meningkat menjadi 2927,98 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur CH. Pita serapan yang cukup tajam di daerah 1513,31 cm-1 meningkat 1513,82 cm-1 diidentifikasi sebagai vibrasi tekuk dari N-H. Serapan pada bilangan gelombang 2160,69 cm-1 meningkat menjadi 2189,11 cm-1 merupakan vibrasi serapan Si-H.
Pada pita serapan 1162,21 cm-
44
1
meningkat menjadi 1163,71 cm-1 merupakan vibrasi tekuk dari asimetris Si-O-Si.
Gugus-gugus aktif inilah yang berinteraksi dengan logam Ni(II) secara koordinasi pada saat proses adsorpsi. (Cabuk dkk, 2007). C. Adsorpsi Ion Logam Ni(II) 1. Adsorpsi Ion Logam Ni(II) pada berbagai Variasi pH Untuk mengetahui daya adsorpsi ion logam NI2+ terhadap variasi pH oleh adsorben LA, dan ABS-LA-KA75:5:5 dan ABS-LA-KA150:5:5 (mL biomassa : g lempung : g karbon) maka dilakukan pengontakan larutan ion logam Ni(II) 5 ppm dengan variasi pH larutan ion logam Ni(II) yaitu pH 3, 4, 5, 6 dan 7 selama 45 menit. Daya adsorpsi ion logam Ni(II) terhadap variasi pH oleh adsorben LA, dan ABS-LAKA75:5:5 dan ABS-LA-KA150:5:5 (mL biomassa : g lempung : g karbon) dapat dilihat pada Gambar 11.
Variasi pH Gambar 11. Grafik Daya Adsorpsi Larutan Logam Ni(II) (mg/L) Terhadap Variasi pH oleh LA, ABS-LA-KA75:5:5 dan150:5:5 (Berat Adsorben = 0,5 g)
45
Gambar 11, memperlihatkan bahwa daya adsorpsiadsorbenLA dan ABS-LAKA75:5:5 dan ABS-LA-KA150:5:5 cenderung sama pada variasi pH 3-5. Penjerapan ion logam Ni(II) oleh LA terjadi pada pH 6 yaitu 0,148 mg/g.Hal ini disebabkan pada pH 6 jumlah ion H+ lebih sedikit yang berkompetisi dengan ion logam Ni(II), sehingga interaksi antara ion logam Ni(II), dengan situs aktif lempung teraktivasi serta biomassa S. cerevisiae yang terimmobilisasi pada lempung dan karbon lebih optimum. Peningkatan daya adsorpsi seiring dengan peningkatan pH juga terjadi pada adsorben LA dan ABS-LA-KA75:5:5 dan ABS-LA-KA 150:5:5. Namun sama dengan adsorben lempung aktivasi, peningkatan daya adsorpsi tersebut terjadi pada pH 3 sampai pH 6 dengan daya adsorpsi masing - masing yaitu dari 0,0976 dan 0,089, mg/g sampai 0,117dan 0,133 mg/g. Pada pH 7 adsorpsi mengalami penurunan dengan daya adsorpsi masing - masing 0,090 dan 0,127 mg/g. Hal ini dapat terjadi karena adanya peningkatan OH- dalam larutan, sehingga larutan makin bersifat basa. Pada penelitian ini daya adsorpsi adsorben lempung aktivasilebih tinggi dibanding dengan biomassa terimmobilisasi karena menurut Tan (1995), pada permukaan lempung sebagian besar mengandung situs aktif ion silanolat (SiO-) merupakan golongan basa kuat sehingga interaksi ion H+ dari larutan dengan lempung akan sama baiknya dengan interaksi logam Ni(II) karena pada pH 6 jumlah ion H+ akan berkurang, sedangkan jumlah ion OH- akan bertambah menyebabkan gugus silanol (=Si-OH) bermuatan negatif, karena ion H+ gugus ini cenderung
46
terlepas dan berikatan dengan ion OH- bebas dalam larutan sehingga terbentuk ion silanolat (SiO-). Ion inilah yang yang mengikat ion logam dalam larutan. 2. Daya Adsorpsi Ion Logam Ni(II) Terhadap Variasi Waktu Kontak Untuk mengetahui variasi waktu kontakterhadap daya
adsorpsi ion logam
Ni(II)oleh beberapa adsorben, maka dilakukan pengontakan ion logam Ni(II) 10 ppm dengan variasi waktu pengontakkan yaitu 15, 30, 45,60, 90, 120 dan 150 menit. Hubungan antara waktu kontak ion logam Ni(II)terhadap daya adsorpsi ion logam Ni(II)oleh lempung aktivasi dan biomassa S. cerevisiae yang terimmobilisasi pada lempung dan karbon aktif terlihat dalam Gambar 12.
Gambar 12. Grafik Waktu Kontak Larutan Logam Ni(II) (mg/L) Terhadap Daya Adsorpsi Ion Logam Ni(II) oleh LA, ABS-LA-KA 75:5:5, ABS-LA-KA 150:5:5 (Berat Adsorben = 0,5 g)
Berdasarkan Gambar 12, daya adsorpsi terlihat meningkat dari waktu kontak 15 menit hingga waktu kontak 45 menit. Meningkatnya daya adsorpsi ini disebabkan
47
proses difusi dan penempelan ion logam Ni(II) pada adsorben berlangsung dengan baik. Karena hasil penelitian ini menujukkan bahwa serapan terbesar terjadi pada waktu kontak 45 menit, maka perlakuan selanjutnya yaitu adsorpsi ion logam Ni(II) terhadap konsentrasi digunakan waktu kontak 45 menit untuk ion logam Ni(II). Adsorben lempung aktivasi dan biomassa terimmobilisasi lempung dan karbon mengalami penurunan pada waktu kontak 60 sampai 150 menit, hal ini dikarenakan permukaan adsorben telah jenuh oleh molekul adsorbat sehingga adsorben tidak mampu lagi mengadsorpsi ion logam Ni(II) (Mashuni, 1999). Hasil dari penelitian ini terlihat daya adsorpsi terbesar dari ketiga adsorben tersebut adalah biomassa S.cerevisisae terimmobilisasi lempung dan karbon aktif 150:5:5 sebesar 0,467 mg/g sedangkan pada lempung aktivasi dan biomassa S.cerevisisae terimmobilisasi lempung dan karbon aktif 75:5:5 sebesar 0,424 mg/g dan 0,397 mg/g. 3. Daya Adsorpsi larutan Ion Logam Ni(II) Terhadap Variasi Konsentrasi Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan terhadap adsorpsi ion logam Ni(II) oleh adsorben LA, dan ABS-LA-KA 75:5:5 dan ABS-LA-KA 150:5:5 maka dilakukan pengontakan larutan ion logam Ni(II) dengan variasi konsentrasi 5, 10, 15, 25, 35, 45 dan 50 ppm pada pH optimum yaitu pH 6 dengan waktu pengontakkan 45 menit. Pengaruh konsentrasi larutan terhadap adsorpsi ion logam Ni(II) oleh adsorben LA dan ABS-LA-KA 75:5:5 dan ABS-LA-KA 150:5:5 dapat dilihat pada Gambar 13.
48
Gambar 13. Grafik Pengaruh Konsentrasi Larutan Logam Ni(II) (mg/L) Terhadap Daya Adsorpsi Ion Logam Ni(II) oleh LA, ABS-LA-KA 75:5:5, 150:5:5 (Berat Adsorben = 0,5 g)
Berdasarkan Gambar 13, daya adsorpsi dari adsorben LA pada konsentrasi 545 mg/L mengalami peningkatan dikarenakan permukaan adsorben dalam hal ini lempung teraktivasi memiliki sejumlah situs aktif yang sebanding dengan luas permukaan adsorben. Pada setiap situs aktif hanya satu molekul yang dapat diadsorpsi. Pada keadaan situs aktif belum jenuh dengan adsorbat yakni logam Ni(II), maka memperbesar konsentrasi logam Ni(II) yang dikontakkan dengan lempung aktif yang jumlahnya tetap akan menghasilkan adsorpsi logam Ni(II) yang meningkat secara linear. Bila situs aktif telah jenuh dengan adsorbat maka memperbesar konsentrasi logam Ni(II) tidak akan meningkatkan jumlah logam yang teradsorpsi (Oscik, 1982). Adsorben ABS-LA-KA75:5:5 dan ABS-LA-KA 150:5:5 daya adsorpsinya juga meningkat seiring meningkatnya konsentrasi larutan ion logam Ni(II), Hal ini terjadi
49
karena dengan semakin besarnya konsentrasi ion logam Ni(II) maka semakin banyak pula partikel-partikel ion logam Ni(II) yang dapat berikatan dengan gugus-gugus aktif pada adsorben-adsorben tersebut.Namun pada konsentrasi 50 mg/L mengalami penurunan daya adsorpsi, hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 50 mg/L situs aktif pada ke tiga adsorben telah jenuh. Berdasrkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang memiliki daya adsorpsi paling besar yaitu lempung aktivasi dengan daya adsorpsi sebesar 3,571 mg/L pada konsentrasi 45 mg/L karena adsorben ini memiliki gugus aktif yang banyak. D. Adsorpsi Isotermal Jenis isotermal adsorpsi, kapasitas adsorpsi dan energi bebas adsorpsi ditentukan dengan mengamati kurva adsorpsi isotermal ion logam Ni2+ oleh adsorben lempung, dan biomassa S. cerevisiaeyang terimmobilisasi pada lempung dan karbon aktif dengan konsentrasi ion logam yang bervariasi. Gambar 14 dan Gambar 15 memperlihatkan kurva adsorpsi isotermal Freundlich dan Langmuir dari ion logam Ni2+ oleh ketiga adsorben tersebut dengan variasi konsentrasi 5, 10, 15, 25, 35, 45 dan 50 mg/L, dimana qe adalah jumlah adsorbat yang teradsorpsi dan Ce adalah konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan adsorpsi.
50
Gambar 14. Adsorpsi Isotermal Freundlich Ion Logam Ni(II) Oleh LA, ABS-LA-KA75:5:5 dan ABS-LA-KA 150:5:5
Gambar 15. Adsorpsi Isotermal Freundlich Ion Logam Ni(II) Oleh LA, ABS-LA-KA75:5:5 dan ABS-LA-KA 150:5:5
Berdasarkan Gambar 14 (isotermal Freundlich) persamaan regresi linear Freundlich pada lempung diperoleh nilai R2 sebesar (0,6775). Perhitungan menggunakan persamaan Freundlich diperoleh kapasitas adsorpsi (KF) sebesar 17,39002 mg/g dan energi bebas adsorpsi -7,170 kJ/mol, sedangkan pada Gambar 15 (isotermal Langmuir) diperoleh nilai R2 sebesar (0,0262). Kapasitas adsorpsi maksimum (ϥm) menurut persamaan Langmuir yang diperoleh 0,24331. Pada
51
adsorben lempung diperoleh nilai R2 untuk persamaan Freundlich lebih besar dibandingkan dengan Langmuir, hal ini kemungkinan disebabkan adanya keterlibatan pembentukan ikatan hidrogen yang cukup besar antara adsorben dan adsorbat. Adsorpsi ion logam Ni2+ oleh ABS-LA-KA 75:5:5 (mL Biomassa: g lempung : g karbon) terlihat pada Gambar 14, nilai R2 untuk persamaan Freundlich 0,7051. Berdasarkan perhitungan menggunakan persamaan Freundlich di peroleh kapasitas adsorpsi (KF) sebesar 45,0298 mg/g serta energi bebas adsorpsi -9,559 kJ/mol. Sedangkan nilai R2 pada persamaan Langmuir (Gambar 15) diperoleh 0,1709. Menurut Mashuni (1999), biosorpsi Cu2+ bersifat asam madya sedangkan gugus hidroksil, amina dan fosfat pada biomassa S.cerevisiae bersifat basa kuat sehingga dapat terjadi interaksi kimia sesuai dengan konsep asam-basa kuat, dimana kation yang bersifat asam madya dapat berinteraksi kuat dengan ligan yang bersifat basa kuat. Sementara itu, penelitian ini kapasitas adsorpsi maksimum (ϥm) menurut persamaan Langmuir diperoleh 0,06786 mg/g. Pada adsorben ABS-LA-KA75:5:5 tidak jauh berbeda dengan adsorben lempung, ABS-LA-KA75:5:5 nilai R2 dari persamaan Freundlich lebih besar dibanding dengan nilai R2dari persamaan Langmuir. Hal ini diduga disebabkan oleh sedikitnya volume biomassa yang digunakan dan masih berada dalam medianya, sehingga interaksi yang terjadi ion logam Ni2+ dengan biomassa S.cerevisiae yang terimmobilisasi pada lempung dan karbon aktif dengan perbandingan 75:5:5 pun hanya sedikit. Adsorpsi ion logam Ni2+ oleh ABS-LA-KA 150:5:5 tidak jauh berbeda pada LA dan ABS-LA-KA 75:5:5. Nilai R2 untuk persamaan Freundlich adalah 0,9041
52
sedangkan nilai R2 pada persamaan Langmuir sebesar 0,4996, dari perhitungan menggunakan persamaan Freundlich diperoleh kapasitas adsorpsi KF sebesar 6,0968 mg/g dan energi bebas adsorpsi sebesar -4,537 kJ/mol. Hal ini juga disebabkan oleh sedikitnya volume biomassa S.cerevisiae yang digunakan dan masih berada dalam medianya, sehingga interaksi yang terjadi antara ion logam Ni2+ dengan immobilisasi biomassa S.cerevisiae yang terimmobilisasi dengan lempung dan karbon aktif pun sedikit. Kecocokan jenis adsorpsi isotermal untuk suatu proses adsorpsi dapat ditentukan oleh tingkat linearitas dari masing-masing isotermal (ditunjukkan oleh nilai R2 yang paling besar) dan nilai kapasitas adsorpsi yang paling besar (K F pada isotermal Freundlich dan ϥm pada isotermal Lamgmuir (Kumar dan Sivanesan, 2005). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ketiga adsorben LA, ABS-LA-KA 75:5:5 dan ABS-LA-KA 150:5:5 mengikuti model isotermal Freundlich dimana model isotermal ini
diperuntukkan bagi adsorpsi multilapis pada permukaan
heterogen dengan frekuensi situs yang terkait dengan energi bebas adsorpsi berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya energi bebas, (Oscik, 1982).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Daya adsorpsi ion logam Ni2+terhadap variasi pH oleh adsorben LA dan ABSLA-KA75:5:5 dan ABS-LA-KA 150:5:5, terjadi pada pH 6. Sedangkan variasi waktu kontak terhadap adsorpsi ion logam Ni2+ oleh adsorben LA dan ABSLA-KA75:5:5 dan ABS-LA-KA 150:5:5, terjadi pada waktu kontak maksimum 45 menit dan variasi konsentrasi terjadi pada konsentrasi 45 mg/L. 2. Jenis adsorpsi ion logam Ni2+ oleh LA, ABS-LA-KA75:5:5 dan ABS-LA-KA 150:5:5
mengikuti
model
persamaan
adsorpsi
isotermal
Freundlich
(multilapis), pada persamaan adsorpsi isotermal Freundlich diketahui nilai kapasitas adsorpsi pada LA, ABS-LA-KA75:5:5 dan ABS-LA-KA 150:5:5 berturut-turut sebesar 17,39002 mg/g, 45,0298 mg/g dan 6,0968 mg/g sedangkan energi bebas adsorpsi berturut-turut sebesar -7,170 kJ/mol, -9,559 kJ/mol dan -4,538 kJ/mol. B. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap adsorpsi ion logam nikel menggunakan parameter jumlah adsorben lempung teraktivasi dan biomassa S. cerevisiae
yang
terimmobilisasi
pada
53
lempung
dan
karbon
aktif.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R.Z., 2005, Pemanfaatan Khamir Saccharomyces cerevisiae untuk Ternak,Jurnal Wartazoa, 15(1). Atkins, 1999,Kimia Fisika I, Erlangga, Jakarta. Amaria, Agustini, R., Cahya ningrum, S.E., Santosa, S.J., dan Narsito, 2007, Adsorpsi Seng(II) Menggunakan Biomassa Saccharomyces cerevisiae yang Diimobilisasi pada Silika Secara Sol Gel,Akta Kimindo,2(2), 63-74. Anonymous, B., 2012, Nikel dan toksitasnya,Artikel Chemistry, Surabaya. Bahri, S., Muhdarina, dan Fitrah, A., 2010, Lempung Alam Termodifikasi Sebagai Adsorben Larutan Anorganik: Kesetimbangan Adsorpsi Lempung Terhadap Ion Cu2+, Jurnal Sains dan Teknologi,9(1), 9-13. Budi, T.S., 2011, Biosorpsi Logam Ion Nikel (II) Oleh Biomassa Saccharomyces cerevisiae dengan Perlakuan NaOH, Jurnal Teknik Kimia,Universitas Sebelas Maret. Buckle, Bayu Ramadhan1 dan Marisa Handajani, 2007, Biosorpsi Logam Berat Cr(VI) dengan Menggunakan Biomassa Saccharomyces cerevisiae, ITB. Darmayani, S. 2010, Karakterisasi Lempung Montmorilonit Terimmobilisasi Ragi Roti Menggunakan Analisis BET, FTIR dan SEM, Skripsi Sarjana Kimia, Universitas Haluoleo, Kendari. Fahri, 1995, Laporan Penyelidikan Geologi Terpadu Daerah Kabupaten Dati II Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara, Bidang Wilayah Pertambangan dan Energi, Propinsi Sulawesi Tenggara, Kendari. Filho, N.L.D., Gushikam, Y., and Polito, W.L., 1995, 2-Merkaptobenzotiazole Clay as Matric for Sorption and Preconcentration of Some Heavy Metals from Aquueous Solution, Analytical Chimica Acta, 167-172. Hadi, B., Margaritis, A., Berruti, F., and Bergongnon, M., 2003, Kinetic and Equilibrum of Cadmium Biosorption by Yeast Cells S. cerevisiae and K fragilis, Internat. J. of Chem. Reactor Engin., 1,1-16. Hasrul, Y. 2011, Kehancuran Ekonomi dan Biodiversity di Perairan Laut Pomalaa,Referensi Berita Lingkungan, Kendari Hough, J.S., Stevens, R., and Young, T.W., 1982, Malting and Brewing Science, Hopped Wart and Berr, Chapman and Hall, London.
54
55
Hughes, M.N., and Poole, R.K., 1990, Metal and Microorganism, Chapman and Hall, London. Lay, W.B., 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lewis, R. 1994, Biological Sorption, In Internet, Biorecovery System, Inc. Malik, P.K., 2004, Removal From Wastewater Using Activated Carbon Developed From Sawdust: Adsorption, Equilibrium and Kinetics,Journal of Hazardous Materials, 36, 595-601. Marisha, S., 2005, Teknik Pembuatan Arang Aktif dengan Memanfaatkan Ampas Sagu, Blog Chemistry, Bandung. Maulidiana, 2006, Biosorpsi Ion Logam Ni (II) Oleh Saccharomyces cerevisiae, Skripsi Sarjana Kimia, Universitas Haluoleo, Kendari Mawardi,Sugiharto, Mudjiran, E., dan Prijambada I.D., 1997, Biosorpsi timbal(II) oleh Biomassa Saccharomyces cerevisiae, BPS-UGM,10(2C), 203-213. Meriatna, 2008, Penggunaan Membran Kitosan Untuk Menurunkan Kadar Logam Krom (Cr) dan Nikel (Ni) Dalam Limbah Cair Industri Pelapisan Logam,USU e-Repository. Sari, N.K., 2010, Analisa Instrumentasi, Edisi Pertama-Klaten, Yayasan Humaniora. Sasria, N.,Fahmiati, Mashuni, 2013, Karakterisasi Biomassa Saccharomyces cerevisiae Yang Terimmobilisasi Pada Lempung Sebagai 2+ AdsorbenIonLogam Ni , Universitas Haluoleo. Soendro, R. 1994, Analisis Kimia Kualitatif, Erlangga, Jakarta. Sriyanti,Taslimah, Nuryono, dan Narsito, 2005, Sintesis Bahan Hibrida AminoSilika dari Abu Sekam Padi Melalui Proses Sol-Gel,Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi, 8(1). Suarya, P. 2008, Adsorpsi Pengotor Minyak Daun Cengkeh Oleh Lempung Teraktivasi Asam,Jurnal Kimia, 2(1), 19-24 Sukarta,I.N., 2010, Adsorpsi Ion Cr3+ Oleh Serbuk Gergaji Kayu Albizia yang Diaktivasi Menggunakan Pelarut Campuran EtanolToluena(1:1),Skripsi,Institut Pertanian Bogor.
56
Sunarya, A.I., 2006,Biosorpsi Cd (II) dan Pb (II) Menggunakan Kulit Jeruk Siam (Citrus reticulata), Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Tan, 1995,Dasar-Dasar Kimia Tanah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Paulina T., Nursiah La Nafie, St. Fauziah, Mildayati and Maryam, 2009, Biosorpsi Ion Ni(II) Dan Cr(VI) Oleh Ampas Sagu, Jurnal Sains MIPA,Universitas Hasanuddin. Pope, 2000, Adsorpsi Logam Cr(IV) Menggunakan Arang Aktif sebagai Adsorben, Jurnal Kimia, 2(1),9-14 Pearson, R.G., 1963, Hard Soft Acids and Bases,J. Am. Chem. Soc., 85, 35333539. Prodjosoemarto, P., 2000, Heavy Metal Adsorption by Modified Oak sawdust: Thermodynamics and Kinetics, Journal of Hazardous Materials, 141, pp. 77–85. Widiarso, T. 2010, Fitoremediasi Air Terkontaminasi Nikel dengan Menggunakan Tanaman Ki Ambang (Salvinia molesta), Jurnal Penelitian Biologi FMIPAITS. Wijayanti, Lusiana, dan Mindarwati, S.S., 2004, Pengaruh variasi kepadatan awal terhadap perilaku kembang susut tanah lempung ekspansif di GodongPurwodadi, Jurnal Penelitian, Universitas Diponegoro Semarang. Wijayanti, R. 2009,Arang Aktif dari Ampas Tebu Sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas,Skripsi Sarjana Kimia, Institut Pertanian Bogor.
57
Lampiran 1. Pembuatan Larutan a. Pembuatan Larutan KMnO4 0,5M 39,25 g padatan KMnO4 - diencerkan dengan akuades 500 mL hingga tanda tera - dikocok KMnO4 0,5M b. Pembuatan Larutan H2SO4 6M H2SO4 95% - dipipet 165 mL - dimasukkan ke labu takar 500 mL diencerkan dengan akuades hingga tanda tera - dikocok H2SO4 6M c. Pembuatan Larutan HCl 6M HCl 37% - dipipet 248,4 mL - dimasukkan ke labu takar 500 mL - diencerkan dengan akuades hingga tanda tera - dikocok HCl 6M d. Pembuatan Larutan HNO3 1% HNO3 56% - dipipet 7,7 mL - dimasukkan ke labu takar 500 mL - diencerkan dengan akuades hingga tanda tera - dikocok HNO3 1%
58
e. Pembuatan Larutan Induk Ni2+ 100 mg/L
0,1317 g serbuk NiSO4 - diencerkan dengan HNO3 1% dalam 500 mL hingga tanda tera - dikocok Larutan indukNi2+ 100 mg/L
f. Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan indukNi2+ 100 mg/L - dipipet 2,5 mL - dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL - diencerkan dengan HNO3 1% hingga tanda tera Larutan Ni2+ 5 mg/L - diencerkan dengan HNO3 1% untuk konsentrasi 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1; mg/L Larutan standar Ni2+ - diukur absorbansnya dengan SSA - dibuat kurva kalibrasinya Kurva kalibrasi
59
Lampiran 2. Pembuatan Adsorben 1. Biomassa Saccaromyches cerevisiae
Pembuatan Media Agar Miring dan Peremajaan Isolat Murni S. cerevisiae 4 g PDA sintetik - dilarutkan dalam 100 mL akuades - distirer sampai larut - dipipet masing-masing 5 mL ke dalam 12 tabung reaksi - disterilisasi 1 jam - didinginkan hingga mencapai suhu kamar - dimiringkan dan dibiarkan hingga memadat Media Agar Miring - digoreskan isolat murni S.cerevisiae pada 12 tabung reaksimedia agar miringsecara zig-zag - diinkubasi pada suhu kamar 35ºC selama 3 hari dalam inkubator Isolat murni S.cerevisiae
Pembuatan Medium Pertumbuhan dan Medium Starter 24 g PDA sintetik
12 g PDA sintetik - dilarutkan dalam 500 mL akuades
- dilarutkan dalam 1000 mL akuades Medium Pertumbuhan
Medium Starter - disterilisasi 1 jam - didinginkan hingga mencapai suhu kamar
Medium pertumbuhan dan medium Starter
60
Pembuatan Starter, Penumbuhan S. cerevisiae, serta Persiapan Biomassa S. cerevisiae 2 tabung isolat murni S. cerevisiae hasil peremajaan - diencerkan masing-masing dengan 2 mL akuabides - dipipet ke medium starter - diinkubasi 4 hari pada suhu kamar 35ºC dalam inkubator Starter - dipipet 20 mL - dimasukkan ke medium pertumbuhan - diinkubasi 5 hari pada suhu kamar 35ºC dalam inkubator - diukur kekeruhannya (absorbans) pada hari ke 5 dengan spektrofotometer 20-D pada panjang gelombang 590 nm S. cerevisiaedalam medium pertumbuhan - dipanaskan dengan waterbath pada suhu 80ºC selama 20 menit - didinginkan hingga mencapai suhu ruang Biomassa S. cerevisiae
61
2. Lempung Teraktivasi
Pencucian dengan KMnO4 0,5M; H2SO4 6M dan HCl6M Lempung basah - dibersihkan dari kotoran (akar, daun, dan ranting) - dikeringkan selama 1 minggu - dihaluskan dengan mortal - disaring dengan ayakan 180 mesh Lempung kering dan halus - ditimbang 200 g - ditambahkan KMnO4 0,5M hingga lempung terendam kemudian dicampurkan H2SO4 6 M - dipanaskan pada suhu 80ºC sambil distirer selama 4 jam - disaring - dicuci dengan akuades berulang kali hingga pH pencucinya netral - dikeringkan endapannya dalam oven pada suhu 80ºC selama 12 jam Lempung kering - dicuci lagi dengan HCl6M dengan cara yang sama dengan sebelumnya Lempung teraktivasi
Analisis gugus fungsional dengan FTIR
62
3. Aktivasi Karbon Aktif dari Ampas Sagu 100 g ampas sagu -
Dikeringkan Dikarbonasi Digerus dan diayak dengan ayakan 180 mesh
Arang -
-
Karbon Aktif
Direndam dengan HCl 4M selama 24 jam Dikeringkan dalam oven dengan suhu 110oC selama 2 jam Ditumbuk sampai halus Diayak dengan ayakan 180 mesh
63
4. Immobilisasi Biomassa S.cerevisiae pada lemung dan karbon aktif S. cerevisiae
Lempung teraktivasi
Karbon aktif
- dicampur dengan perbandingan 150:5:5, 75:5:5(mL biomassa : g lempung : g karbon aktif) - distirer selama 24 jam - disaring dengan kertas saring Whatman - dikeringkan endapannya dalam oven pada suhu 105ºC selama 2 jam Padatan S. cerevisiae lempung- karbon aktif - dipecah-pecah dengan spatula tanduk - diayak dengan ayakan 180 mesh Biomassa terimmobilisasi
Analisis gugus fungsional dengan FTIR
64
Lampiran 3. Adsorpsi Ion Logam Nikel 1. Daya Adsorpsi Ion Logam Ni2+ pada Variasi Konsentrasi 50 mL larutan ion logam Ni2+ (5, 10, 15, 25, 35, 45 dan 50 mg/L) - dicampur dengan 0,5 g adsorben lempung dalam botol durhan - dishaker 175 rpm selama 30 menit - disaring dengan kertas saring Whatman - diukur konsentrasi sisa dengan SSA - dilakukan prosedur yang sama untuk adsorben biomassa S. cerevisiae yang terimmobilisasi pada lempung dan karbon aktif 0,5 g Ni2+ sisa 2. Daya Adsorpsi Ion Logam Ni2+ pada Variasi Waktu Kontak 50 mL larutan ion logam Ni2+ 10 mg/L - dicampur dengan 0,1 g adsorben lempung dalam botol durhan - dishaker 175 rpm selama 15, 30, 45, 60, 90 dan 120 menit - disaring dengan kertas saring Whatman - diukur konsentrasi sisa dengan SSA - dilakukan prosedur yang sama untuk adsorben biomassa S. cerevisiae yang terimmobilisasi pada lempung karbon aktif 0,5 g Ni2+ sisa
65
3. Daya Adsorpsi Ion Logam Ni2+ pada Variasi pH 250 mL Larutan Logam Ni (II) 5 mg/L - dipipet masing-masing 50 ml ke dalam 5 botol durhan - divariasikan pH-nya (variasi pH 3, 4, 5, 6, 7) dengan menambahkan NaOH dan HNO3 - dikontakkan dengan adsorben - diukur konsentrasi akhir dengan SSA - dibuat grafik hubungan antara waktu kontak dan daya adsorpsi Ni (II) akhir
66
Lampiran 4. Serapan Karakteristik Senyawa-senyawa Organik Silikon (Conley, 1975)
Gugus Fungsional Si-H Si-OH Si-O SO-O-Si (diloksan) Si-O-Si (linier) Si-O-Si (trimer siklis) Si-O-Si (tetramer siklis) Si-OCH3 Si-OC2H5
Frekuensi (cm-1) 2350-2150 890-860 3643-3433 1655-1635 1100-1000 1053 1080 1034 1020 539-470 1082 1090-1050 1090
Si-C Si-CH3
890-690 1260
Si-(CH3)2
1260
Si-(CH3)2 Si-C6H5
820-800 1260 840 1632 1428 1125
Al-O-Al
795-750
Keterangan Vibrasi rentangan Vibrasi bengkokan Vibrasi rentangan OH Vibrasi bengkokan OH Vibrasi rentangan Si-O (sangat jelas, lebar) Vibrasi rentangan Si-O (sangat jelas, lebar) Vibrasi rentangan Si-O Dengan intensitas hampir sama Vibrasi rentangan Si-O Vibrasi bengkokan Si-O Vibrasi rentangan Si-OVibrasi rentangan Si-ODublet, jika terdapat Si-O-Si dublet saling tindih Rentangan Si-C Ragam goyangan CH3 (jelas dan tajam) Ragam goyangan CH3 (jelas, lebar dan karakteristik) Rentangan Si-C Vibrasi goyangan CH3 Karakteristik gugus Si(CH3)2 Vibrasi rentangan C=C Vibrasi rentangan cincin C-C- (jelas, tajam) Serapan jelas, yang muncul sebagai dublet untuk Si-(C6H5)2 Vibrasi bengkokan Al-O-Al
67
Lampiran 5. Serapan Karakteristik Pada Biomassa (Silverstein, 2002) Gugus Fungsional O-H N-H
C-H C=O C-O
Frekuensi (cm-1) 3500-3200 3300-3030 3000-2000 1550-1504 3000-2840 1390-1220 1710-1650 1260-1180 1075-1020
Keterangan Vibrasi rentangan Vibrasi rentangan Vibrasi rentangan Vibrasi bengkokan Vibrasi rentangan Vibrasi bengkokan Vibrasi rentangan Vibrasi rentangan Vibrasi bengkokan
68
Lampiran 6. Perhitungan Persen Berat Hilang Lempung setelah Aktivasi
Berat sampel awal
= 200 g
Berat sampel akhir
= 179,53 g
= 10,23 %
69
Lampiran 7. Panjang gelombang maksimum Biomassa S. cerevisiae ʎ maksimum
absorbans
580 585 590 595 600
0,703 0,732 0,741 0,721 0,719
70
Lampiran 8. Hasil Pengukuran Variasi pH pada Adsorben LA A. Pembuatan Kurva Standar Absorbans 0 0,3816 0,4566 0,5194 0,5946 0,6801
Konsentrasi Mg/L 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
B. Hasil Pengukuran Variasi pH pada LA
pH 3 4 5 6 7
[Ni(II)] awal (mg/L)
Absorbans
[Ni(II)] akhir (mg/L)
[Ni(II)] teradsopsi (mg/L)
%[Ni(II)] teradsopsi
Berat [Ni(II)] teradsopsi (gram)
5 5 5 5 5
0,3192 0,3193 0,3182 0,3153 0,3150
2,8 2,5 2,5 1,7 1,6
2,2 2,2 2,3 3,7 3,4
44 44 47,9 68,5 68
0,44 x 10-3 g 0,44 x 10-3 g 0,46 x 10-3 g 0,74 x 10-3 g 0,68 x 10-3 g
Daya Adsorpsi Adsorben (mg/L) 0,088 0,088 0,092 0,148 0,136
71
Lampiran 9. Hasil Pengukuran Variasi pH pada ABS-LA-KA 75:5:5 (mL : g : g) A. Pembuatan Kurva Standar Konsentrasi Mg/L 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
Absorbans 0 0,3816 0,4566 0,5194 0,5946 0,6801
B. Hasil Pengukuran Variasi pH pada ABS-LA-KA75:5:5
pH 3 4 5 6 7
[Ni(II)] awal (mg/L)
Absorbans
[Ni(II)] akhir (mg/L)
[Ni(II)] teradsopsi (mg/L)
%[Ni(II)] teradsopsi
Berat [Ni(II)] teradsopsi (gram)
5 5 5 5 5
0,4022 0,3941 0,3979 0,3989 0,4081
2,56 2,34 2,44 2,47 2,73
2,44 2,46 2,56 2,93 2,27
48,8 49,2 51,2 58,6 45,4
0,488 x 10-3 g 0,492 x 10-3 g 0,512 x 10-3 g 0,586 x 10-3 g 0,454 x 10-3 g
Daya Adsorpsi Adsorben (mg/L) 0,0976 0,0984 0,1024 0,1172 0,0908
72
Lampiran 10. Hasil Pengukuran Variasi pH pada ABS-LA-KA 150:5:5 (mL:g: g) A. Pembuatan Kurva Standar Konsentrasi mg/L 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
Absorbans 0 0,3816 0,4566 0,5194 0,5946 0,6801
B. Hasil Pengukuran pH pada ABS-LA-KA150:5:5
pH 3 4 5 6 7
[Ni(II)] awal (mg/L)
Absorbans
[Ni(II)] akhir (mg/L)
[Ni(II)] teradsopsi (mg/L)
%[Ni(II)] teradsopsi
Berat [Ni(II)] teradsopsi (gram)
5 5 5 5 5
0,4026 0,4087 0,4073 0,3697 0,3900
2,57 2,74 2,70 1,67 2,23
2,23 2,26 2,30 3,33 3,17
46,45 45,2 46 66,6 50,70
0,446 x 10-3 g 0,452 x 10-3 g 0,460 x 10-3 g 0,666 x 10-3 g 0,634 x 10-3 g
Daya Adsorpsi Adsorben (mg/L) 0,089 0,090 0,092 0,133 0,127
73
Lampiran 11. Hasil Pengukuran Variasi Waktu Kontak pada Adsorben LA A. Kurva Standar Konsentrasi mg/L 0 0,1 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6
Absorbans 0 0,2974 0,2999 0,3041 0,307 0,3157 0,3206 0,326 0,3307 0,3355
B. Hasil Pengukuran Variasi Waktu Kontak pada LA
Waktu
[Ni(II)] awal (mg/L)
Absorbans
[Ni(II)] akhir (mg/L)
[Ni(II)] teradsopsi (mg/L)
%[Ni(II)] teradsopsi
Berat [Ni(II)] teradsopsi (gram)
Daya Adsorpsi Adsorben (mg/L)
10 10 10 10 10 10 10
0,4400 0,4200 0,3881 0,3925 0,4061 0,3928 0,4051
5,59 4,82 3,60 3,77 4,29 4,49 4,25
2,68 3,45 4,67 4,50 3,98 3,78 4,02
32,40 41,71 56,46 54,41 48,12 45,70 48,60
0,134 x 10-3 g 0,173 x 10-3 g 0,234 x 10-3 g 0,225 x 10-3 g 0,199 x 10-3 g 0,189 x 10-3 g 0,201 x 10-3 g
0,268 0,345 0,467 0,450 0,398 0,378 0.402
Kontak 15 30 45 60 90 120 150
74
Lampiran 12. Hasil Pengukuran Variasi Waktu Kontak pada ABS-LA-KA 75:5:5 (mL:g: g) A. Kurva Standar Konsentrasi mg/L 0 0,1 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6
Absorbans 0 0,2974 0,2999 0,3041 0,307 0,3157 0,3206 0,326 0,3307 0,3355
B. Hasil Pengukuran Variasi Waktu Kontak pada ABS-LA-KA 75:5:5
Waktu
[Ni(II)] awal (mg/L)
Absorbans
[Ni(II)] akhir (mg/L)
[Ni(II)] teradsopsi (mg/L)
%[Ni(II)] teradsopsi
Berat [Ni(II)] teradsopsi (gram)
Daya Adsorpsi Adsorben (mg/L)
10 10 10 10 10 10 10
0,4588 0,4346 0,4064 0,4113 0,4134 0,4139 0,4132
6,31 5,38 4,30 4,49 4,57 4,59 4,56
1,96 2,89 3,97 3,78 3,70 3,68 3,71
23,70 34,94 48,01 45,70 44,74 44,49 44,86
0,098 x 10-3 g 0,145 x 10-3 g 0,199 x 10-3 g 0,189 x 10-3 g 0,185 x 10-3 g 0,184 x 10-3 g 0,186 x 10-3 g
0,196 0,289 0,397 0,378 0,370 0,368 0.371
Kontak 15 30 45 60 90 120 150
75
Lampiran 13. Hasil Pengukuran Variasi Waktu Kontak pada ABS-LA-KA 150:5:5 (mL:g: g) A. Kurva Standar Konsentrasi mg/L 0 0,1 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6
Absorbans 0 0,2974 0,2999 0,3041 0,307 0,3157 0,3206 0,326 0,3307 0,3355
B. Hasil Pengukuran Variasi Waktu Kontak pada ABS-LA-KA 150:5:5 Waktu Kontak 15 30 45 60 90 120 150
[Ni(II)] awal (mg/L)
Absorbans
[Ni(II)] akhir (mg/L)
[Ni(II)] teradsopsi (mg/L)
%[Ni(II)] teradsopsi
Berat [Ni(II)] teradsopsi (gram)
10 10 10 10 10 10 10
0,4351 0,4124 0,3994 0,4051 0,4061 0,4108 0,4043
5,40 4,53 4,03 4,25 4,29 4,47 4,22
2,87 3,74 4,24 4,02 3,98 3,80 4,05
34,70 45,22 51,26 48,60 48,12 45,94 48,97
0,143 x 10-3 g 0,187 x 10-3 g 0,212 x 10-3g 0,201 x 10-3 g 0,199 x 10-3 g 0,190 x 10-3 g 0,202 x 10-3 g
Daya Adsorpsi Adsorben (mg/L) 0,287 0,374 0,424 0,402 0,398 0,380 0.405
76
Lampiran 14. Hasil Pengukuran Variasi Konsentrasi pada LA A. Kurva Standar Konsentrasi (mg/L) 5 10 15 20 25
B. [Ni(II)] awal (mg/L) 5 10 15 25 35 45 50
Absorbans 0,3228 0,3968 0,4664 0,5415 0,6339
Hasil Pengukuran Variasi Konsentrasi pada LA Absorbans
[Ni(II)] akhir (mg/L)
[Ni(II)] teradsopsi (mg/L)
%[Ni(II)] teradsopsi
Berat [Ni(II)] teradsopsi (gram)
0,2637 0,2993 0,3017 0,3025 0,2723 0,2695 0,2889
1,399 3,730 3,883 3,94 4,52 5,351 10,263
3,012 5,581 9,597 17,56 21,15 35,71 25,77
68,29 59,93 71,19 81,67 71,28 86,97 71,52
0,1506 x 10-3 g 0,2790 x 10-3 g 0,4798 x 10-3g 0,8780 x 10-3 g 0,1057 x 10-2 g 0,1786 x 10-2 g 0,1288 x 10-2 g
Daya Adsorpsi Adsorben (mg/L) 0,3012 0,5581 0,9597 1,756 2,115 3,571 2,557
77
Lampiran 15. Hasil Pengukuran Variasi Konsentrasi pada ABS-LA-KA 75:5:5 A. Kurva Standar Konsentrasi (mg/L) 5 10 15 20 25
Absorbans 0,3228 0,3968 0,4664 0,5415 0,6339
B. Hasil Pengukuran Variasi Konsentrasi pada ABS-LA-KA 75:5:5 [Ni(II)] awal (mg/L)
Absorbans
[Ni(II)] akhir (mg/L)
[Ni(II)] teradsopsi (mg/L)
%[Ni(II)] teradsopsi
Berat [Ni(II)] teradsopsi (gram)
5 10 15 25 35 45 50
0,2921 0,2989 0,3192 0,3365 0,2888 0,3079 0,3946
3,261 3,701 5,03 6,16 6,99 12,85 14,503
1,15 5,16 8,45 15,34 22,68 28,22 21,53
26,07 55,41 62,68 71,34 76,44 68,71 59,74
0,0575 x 10-3 g 0,2580 x 10-3 g 0,4225 x 10-3g 0,767 x 10-3 g 0,1134 x 10-2 g 0,1411 x 10-2 g 0,1076 x 10-2 g
Daya Adsorpsi Adsorben (mg/L) 0,115 0,516 0,845 1,534 2,268 2,822 2,153
78
Lampiran 16. Hasil Pengukuran Variasi Konsentrasi pada ABS-LA-KA 150:5:5 A. Kurva Standar Konsentrasi (mg/L) 5 10 15 20 25
Absorbans 0,3228 0,3968 0,4664 0,5415 0,6339
B. Hasil Pengukuran Variasi Konsentrasi pada ABS-LA-KA 150:5:5 [Ni(II)] awal (mg/L) 5 10 15 25 35 45 50
Absorbans 0,2623 0,2749 0,2883 0,3646 0,3049 0,3209 0,3081
[Ni(II)] akhir (mg/L) 1,311 2,141 3,01 8,002 9,43 11,82 14,206
[Ni(II)] teradsopsi (mg/L) 3,10 7,17 10,47 13,49 20,24 29,25 21,83
%[Ni(II)] teradsopsi
Berat [Ni(II)] teradsopsi (gram)
70,27 77,01 77,67 62,74 68,21 71,21 60,57
0,155 x 10-3 g 0,358 x 10-3 g 0,523 x 10-4g 0,674 x 10-4 g 0,1012 x 10-2 g 0,146 x 10-2 g 0,109 x 10-2 g
Daya Adsorpsi (mg/L) 0,31 0,717 1,047 1,349 2,024 2,925 2,183
79
Lampiran 17. Contoh Perhitungan [Ni(II)] akhir, [Ni(II)] teradsorpsi, Persentasi [Ni(II)] teradsorpsi dan Jumlah Ni(II) teradsorpsi per gram Biomassa Terimmobilisasi untuk Variasi Konsentrasi A. Analisis SSA pada Ion Logam Ni2+ Sebelum dikontakkan [Ni(II)] awal (mg/L) 5 10 15 25 35 45 50
[Ni(II)] pengenceran (mg/L) 15 15 15
Faktor Pengali (FP) 2,3 3 3,3
[Ni(II)] pengenceran Analisis SSA (mg/L) (A) 4,411 9,311 13,48 21,50 12,19 13,69 10,92
[Ni(II)] awal yang Sebenarnya (mg/L) (FP x A) 4,411 9,311 13,48 21,50 29,57 41,07 36,036
B. Analisis SSA pada Ion Logam Ni2+ Setelah dikontakkan
[Ni(II)] Absorba awal ns (mg/L) 5 10 15 25 35 45 50
0,2637 0,2959 0,3014 0,2553 0,2621 0,2593 0,2899
Pengontakkan [Ni(II)] Biomassa pengencera terimmobilisa n (mg/L) si (g) 0,5 1,399 0,5 3,73 0,5 3,883 0,5 3,94 0,5 1,97 0,5 1,784 0,5 3,11
Faktor Pengali (FP)
2,3 3 3,3
[Ni(II)] akhir yang Sebenarnya (mg/L) (FP x A) 1,399 3,73 3,883 3,94 4,52 5,351 10,263
C. Persentase Ni(II) teradsorpsi dan Jumlah Ni(II) teradsorpsi per mililiter Biomassa Untuk 5 mg/L : 1. [Ni(II)] akhir dihitung dengan cara memplotkan data absorbans (0,0136) ke dalam persamaan garis lurus y = 0,0153x + 0,2422. Persamaan ini diperoleh dari kurva standar larutan Ni(II) standar sehingga diperoleh :
80
y = 0,0153x + 0,2422 0,2637 = 0,0153x + 0,2422 x = 1,40 mg/L 1,399 mg/L maka diperoleh [Ni(II)] akhir sebesar 1,399 mg/L 2. [Ni(II)] teradsorpsi (mg/L) = [Ni(II)] awal – [Ni(II)] akhir
[Ni(II)] teradsorpsi
= 4,411 mg/L – 1,399 mg/L = 3,012 mg/L 3. % Ni (II) teradsorpsi % Ni (II) teradsorpsi
=
=
x 100% x 100%
= 68,28 % 4. Berat Ni(II) teradsorpsi [Ni(II)] teradsorpsi
= 3,012 mg/L, volume larutan Ni(II) = 50 mL
mg Ni(II) teradsorpsi
=
x 50 mL
= 0,1506 mg = 0,1506.10-4 g 5. Daya Adsorpsi Daya adsorpsi
= = 0,3012 mg/g
81
Lampiran 18. Hasil Pengolahan Data Isotermal Adsorpsi untuk LA dengan Parameter Konsentrasi A. Isotermal Adsorpsi Freundlich Co (mg/L) 5 10 15 25 35 45 50
Ce (mg/L) 1,399 3,730 3,883 3,94 4,52 5,351 10,263
Qe (mg/g) 0,3012 0,5581 0,9597 1,756 2,115 3,571 2,557
Log Ce 0,1458 0,571 0,589 0,595 0,655 0,728 1,011
Log Qe -0,521 -0,253 -0,017 0,244 0,3253 0,552 0,407
Dari data diatas dapat dimasukkan kedalam persamaan isoterm adsorpsi Freundlich yaitu : y = 1,2395x - 0,6552 Log (qe)
= Log (Kf) + 1/n Log (Ce)
Log Kf
= intersept
Log Kf
= 1,2395
Kf
= 17,35801 mg/g
1/n
= kemiringan (slope)
1/n
= - 0,6552
n
=
= -1,5263
82
Energi Bebas Adsorpi = -RT ln Kf = -8,314 J/mol K. (273+29) K. ln 17,35801 = -8,314 J/mol K . 302 K . (2,8541) = -7166 J/mol = -7,166 kJ/mol Keterangan
:
Co
= Konsentrasi awal larutan (mg/L)
Ce
= Konsentrasi zat pada saat kesetimbangan (mg/L)
qe
= jumlah zat yang teradsopsi per gram adsorben (mg/g)
n
= koefisien adsorpsi Freundlich
Kf
= kapasitas adsorpsi (mg/g)
83
B. Isotermal Adsorpsi Langmuir Co (mg/L) 5 10 15 25 35 45 50
ϥe (mg/g) 0,3012 0,5581 0,9597 1,756 2,115 3,571 2,557
Ce (mg/L) 1,399 3,730 3,883 3,94 4,52 5,351 10,263
Ce/ ϥe 4,644 6,683 4,046 2,243 2,137 1,498 4,013
Dari data diatas dapat dimasukkan kedalam persamaan isoterm adsorpsi Freundlich yaitu : y = -0,1029x + 4,0957 =
+
C
Daya adsorpsi maksimum (ϥm)
= kemiringan (slope)
1/ ϥm
= 4, 0957
Ϥm
= = 0,2442
Tetapan kesetimbangan adsorpsi (Ka)= intersept 1/Ka. Ϥm Ka
=
= -0,1029 = - 39,793 L/mg
84
Keterangan
:
Ce
= konsentrasi zat pada saat kesetimbangan (mg/L)
Ϥe
= jumlah zat yang teradsopsi per gram adsorben (mg/g)
Ϥm
= kapasitas aadsorpsi maksimum (mg/g)
Ka
= tetapan kesetimbangan adsorpsi (L/mg)
85
Lampiran 19. Hasil Pengolahan Data Isotermal Adsorpsi untuk Adsorben ABSLA-KA75:5:5 dengan Parameter Konsentrasi A. Isotermal Adsorpsi Freundlich Co (mg/L) 5 10 15 25 35 45 50
Ce (mg/L) 3,261 3,701 5,03 6,16 6,99 12,85 14,503
Qe (mg/g) 0,115 0,516 0,845 1,534 2,268 2,822 2,153
Log Ce 0,5133 0,6181 0,7015 0,789 0,8409 1,109 1,161
Log Qe -0,934 -0,287 -0,073 0,785 0,355 0,45 0,333
Dari data diatas dapat dimasukkan kedalam persamaan isoterm adsorpsi Freundlich yaitu : y = 1,658x – 1,268 Log (qe)
= Log (Kf) + 1/n Log (Ce)
Log Kf
= intersept
Log Kf
= 1,658
Kf
= 45,4989 mg/g
1/n
= kemiringan (slope)
1/n
= - 1,268
n
= = -0,7887
86
Energi Bebas Adsorpi = -RT ln Kf = -8,314 J/mol K. (273+29) K. ln 145,4989 = -8,314 J/mol K . 302 K . (3,8177) = -9585 J/mol = -9,585 kJ/mol Keterangan
:
Co
= Konsentrasi awal larutan (mg/L)
Ce
= Konsentrasi zat pada saat kesetimbangan (mg/L)
qe
= jumlah zat yang teradsopsi per gram adsorben (mg/g)
n
= koefisien adsorpsi Freundlich
Kf
= kapasitas adsorpsi (mg/g)
87
B. Isotermal Adsorpsi Langmuir Co (mg/L) 5 10 15 25 35 45 50
ϥe (mg/g) 0,115 0,516 0,845 1,534 2,268 2,822 2,153
Ce (mg/L) 3,261 3,701 5,03 6,16 6,99 12,85 14,503
Ce/ ϥe 4,644 6,683 4,046 2,243 2,137 1,498 4,013
Dari data diatas dapat dimasukkan kedalam persamaan isoterm adsorpsi Freundlich yaitu : y = -0,8248x + 14,737 =
+
C
Daya adsorpsi maksimum (ϥm)
= kemiringan (slope)
1/ ϥm
= 14,737
Ϥm
= = 0,0679
Tetapan kesetimbangan adsorpsi (Ka)= intersept 1/Ka. Ϥm Ka
=
= -0,8248 = - 17,856 L/mg
88
Keterangan
:
Ce
= konsentrasi zat pada saat kesetimbangan (mg/L)
Ϥe
= jumlah zat yang teradsopsi per gram adsorben (mg/g)
Ϥm
= kapasitas adsorpsi maksimum (mg/g)
Ka
= tetapan kesetimbangan adsorpsi (L/mg)
89
Lampiran 20. Hasil Pengolahan Data Isotermal Adsorpsi untuk Adsorben ABSLA-KA 150:5:5 dengan Parameter Konsentrasi A. Isotermal Adsorpsi Freundlich Co (mg/L) 5 10 15 25 35 45 50
Ce (mg/L) 1,311 2,141 3,01 8,002 9,43 11,82 14,206
Qe (mg/g) 0,31 0,717 1,047 1,349 2,024 2,925 2,183
Log Ce 0,116 0,332 0,478 0,903 0,974 1,072 1,152
Log Qe -0,508 -0,145 0,019 0,13 0,304 0,466 0,339
Dari data diatas dapat dimasukkan kedalam persamaan isoterm adsorpsi Freundlich yaitu : y = 0,7849x - 0,4772 Log (qe)
= Log (Kf) + 1/n Log (Ce)
Log Kf
= intersept
Log Kf
= 0,7849
Kf
= 6,09397 mg/g
1/n
= kemiringan (slope)
1/n
= - 0,4772
n
= = -2,096
90
Energi Bebas Adsorpi= -RT ln Kf = -8,314 J/mol K. (273+29) K. ln 6,09397 = -8,314 J/mol K . 302 K . (1,8073) = -4537 J/mol = -4,537 kJ/mol Keterangan
:
Co
= Konsentrasi awal larutan (mg/L)
Ce
= Konsentrasi zat pada saat kesetimbangan (mg/L)
qe
= jumlah zat yang teradsopsi per gram adsorben (mg/g)
n
= koefisien adsorpsi Freundlich
Kf
= kapasitas adsorpsi (mg/g)
91
B. Isotermal Adsorpsi Langmuir Co (mg/L) 5 10 15 25 35 45 50
ϥe (mg/g) 0,31 0,717 1,047 1,349 2,024 2,925 2,183
Ce (mg/L) 1,311 2,141 3,01 8,002 9,43 11,82 14,206
Ce/ ϥe 2,998 2,874 5,931 3,176 4,041 6,507 2,998
Dari data diatas dapat dimasukkan kedalam persamaan isoterm adsorpsi Freundlich yaitu : y = -0,0459x + 5,3667 =
+
C
Daya adsorpsi maksimum (ϥm)
= kemiringan (slope)
1/ ϥm
= 5,3667
Ϥm
= = 0,1864
Tetapan kesetimbangan adsorpsi (Ka)= intersept 1/Ka. Ϥm Ka
=
= -0,0459 = - 116,877 L/mg
92
Keterangan
:
Ce
= konsentrasi zat pada saat kesetimbangan (mg/L)
Ϥe
= jumlah zat yang teradsopsi per gram adsorben (mg/g)
Ϥm
= kapasitas adsorpsi maksimum (mg/g)
Ka
= tetapan kesetimbangan adsorpsi (L/mg)
93
Lampiran 21. Hasil Karakterisasi FT-IR Adsorben LA Sebelum dan Sesudah Interaksi dengan Ion Logaam Ni2+ A. Hasil FT-IR Adsorben LA Sebelum Interaksi dengan Ion Logam Ni2+
94
B. Hasil FT-IR Adsorben LA Sesudah Interaksi dengan Ion Logam Ni2+
95
Lampiran 22. Hasil Karakterisasi FT-IR Adsorben ABS-LA-KA 75:5:5 Sebelum dan Sesudah Interaksi dengan Ion Logaam Ni2+ A. Hasil FT-IR Adsorben ABS-LA-KA 75:5:5 Sebelum Interaksi dengan Ion Logam Ni2+
96
B. Hasil FT-IR Adsorben ABS-LA-KA 75:5:5 Sesudah Interaksi dengan Ion Logam Ni2+
97
Lampiran 23. Hasil Karakterisasi FT-IR Adsorben ABS-LA-KA 150:5:5 Sebelum dan Sesudah Interaksi dengan Ion Logaam Ni2+ A. Hasil FT-IR Adsorben ABS-LA-KA 150:5:5 Sebelum Interaksi dengan Ion Logam Ni2+
98
B. Hasil FT-IR Adsorben ABS-LA-KA 150:5:5 Sesudah Interaksi dengan Ion Logam Ni2+
99
Lampiran 24. Dokumentasi Penelitian a. Pengambilan sampel
(a) (b) Gambar 13. (a) Pengambilan sampel lempung, (b) Pengambilan sampel ampas sagu b. Pembuatan Adsorben
(a)
(b)
(b)
(d)
Gambar 14. (a) Pembuatan lempung aktivasi, (b) Pembuatan karbon aktif, (c) pembuatan biomassa S.cerevisiae, (d) Pembuatan Immobilsasi biomassa pada lempung dan karbon aktif
100
c. Pengontakkan ion logam Ni(II)
Gambar 15. Pengontakkan Adsorben pada logam Ni(II) d. Analisis ion logam Ni(II)
Gambar 16. Analisis SSA