KARAKTERISASI BAKTERI ASAM LAKTAT TERMOFILIK DARI KAWAH PUTIH GUNUNG PANCAR, BOGOR
DINI MARTHARINA
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK DINI MARTHARINA. Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Termofilik dari Kawah Putih Gunung Pancar, Bogor. Dibimbing oleh AHMAD ENDANG ZAINAL HASAN dan I MADE ARTIKA. Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri yang biasanya ditemukan dalam produk fermentasi pangan dan diketahui mempunyai efek yang menguntungkan bagi kesehatan. Peranan bakteri tersebut terutama dalam meningkatkan nilai tambah produk susu, seperti yoghurt, keju, dan kefir. Tujuan penelitian ini adalah mengkarakterisasi BAL termofilik yang mampu melakukan metabolisme pada suhu tinggi. Eksplorasi mengenai BAL termofilik dilakukan pada lingkungan ekstrim alam Indonesia yang merupakan habitat bakteri termofilik, yaitu Kawah Putih Gunung Pancar, Bogor. Karakterisasi BAL termofilik dilakukan pada pH 3, 5, 7, dan 9 dengan variasi suhu 30ºC, 45ºC, 60ºC, dan 75ºC. Penentuan kuantitatif bakteri dilakukan dengan metode turbidimetri, hitungan cawan (Plate Count), dan analisis kemampuan produksi asam dalam media susu pada suhu 45˚C dan 60˚C selama 60 jam dengan interval 12 jam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh kondisi optimum pertumbuhan bakteri pada pH 7 dengan suhu inkubasi antara 45˚C-60˚C, dan jumlah sel optimum diperkirakan pada jam inkubasi ke-20. Kadar asam optimum yang diproduksi selama proses fermentasi pada suhu 45˚C-60˚C sebesar 0.16%-0.27% setelah 12-24 jam. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat bakteri asam laktat termofilik lokal dan diperlukan identifikasi lebih lanjut.
ABSTRACT DINI MARTHARINA. Characterization of Acid Lactid Bacteria from White Crater of Mount Pancar, Bogor. Under the direction of AHMAD ENDANG ZAINAL HASAN and I MADE ARTIKA. Lactic acid bacteria (LAB) commonly found in fermented dairy products are known to have advantageous effects for health. Thus, they can add the value of milk based products, such as yoghurt, cheese, and kefir. The aim of the study was to characterize thermophilic LAB on its ability to carry out metabolism at high temperature. Exploration of this bacteria was carried out at extreme environment of Indonesia as habitat for thermophilic, the White Crater of Mount Pancar, Bogor. Characterization of thermophilic LAB was conducted at pH of 3, 5, 7, and 9 with variation temperature at 30ºC, 45ºC, 60ºC, and 75ºC. Quantitative determination of bacteria was based on turbidimetry method, Plate Count, and analysis on ability of acid production in milk medium under optimum conditions at 45˚C and 60˚C for 60 hours with 12 hours intervals. Results showed that thermophilic LAB has optimum condition at pH 7 with incubation temperature between 45˚C-60˚C, and incubation period at the optimum number of cell was about 20 hours. The ability of acid production in milk medium at 45˚C-60˚C was 0.16%-0.27% after 12-24 hours. The study showed that there was thermophilic LAB present in the local environment and needs further identification.
KARAKTERISASI BAKTERI ASAM LAKTAT TERMOFILIK DARI KAWAH PUTIH GUNUNG PANCAR, BOGOR
DINI MARTHARINA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi : Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Termofilik dari Kawah Putih Gunung Pancar, Bogor Nama : Dini Martharina NIM : G84051130
Disetujui Komisi Pembimbing
Ir. A. E. Zainal Hasan, M. Si. Ketua
Dr. Ir. I Made Artika, M. App Sc. Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M. App Sc. Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah dengan judul Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Termofilik dari Kawah Putih Gunung Pancar, Bogor. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Mei 2009 sampai dengan Desember 2009 di Laboratorium Departemen Biokimia IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. H. A. E. Zainal Hasan, M. Si. selaku pembimbing utama dan Dr. Ir. I Made Artika, M. App Sc. selaku pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan dorongan semangat selama menyusun karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Tanti, Mela, Fitria, Riza, Syaiful, Bembi, dan Suyono atas kebersamaan dan dukungan morilnya selama penelitian. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada orang tua dan keluarga atas segala doa, dukungan baik moril maupun materi, serta kasih sayang yang telah diberikan Semoga karya ilmiah ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun semua pihak yang membutuhkannya demi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bogor, Februari 2010
Dini Martharina
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cilegon, Banten, pada tanggal 10 Maret 1987 sebagai putri pertama dari dua bersaudara pasangan Syamsu Rizal dan Siti Holijah. Penulis menjalani pendidikan formal di TK YPWKS I Cilegon, SD II YPWKS Cilegon, SD V YPWKS Cilegon, SMP Negeri I Cilegon, SMA Negeri I Cilegon, dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih mayor Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai anggota divisi Biokimia Tumbuhan Himpunan Profesi CREBs (Community Research and Education of Biochemistry students) Biokimia IPB periode 2006/2007 dan di beberapa kepanitiaan. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Dasar pada tahun ajaran 2007/2008, asisten praktikum mata kuliah Biokimia Umum pada tahun 2008-2009, asisten praktikum mata kuliah Pengantar Penelitian Biokimia pada tahun 2009, asisten praktikum mata kuliah Mikrobiologi Dasar pada tahun 2009, dan asisten praktikum mata kuliah Keteknikan Asam Nukleat pada tahun 2009. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan di BPBPI (Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia), di jalan Taman Kencana Bogor dengan judul Konstruksi Full Length Gen Pembungaan pada Vektor Kloning TOPO 2.1.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
ix
PENDAHULUAN ...........................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Termofilik ................................................................................ Bakteri Asam Laktat ........................................................................... Asam Laktat ....................................................................................... Karakterisasi Bakteri Asam Laktat ..................................................... Kurva Pertumbuhan .............................................................................
1 3 5 5 6
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan ..................................................................................... Metode..................................................................................................
7 7
HASIL DAN PEMBAHASAN Peremajaan Isolat Bakteri Asam Laktat Termofilik............................. Aktivitas Bakteri Asam Laktat Termofilik .......................................... Pertumbuhan Sel BAL Termofilik ....................................................... Nilai pH Optimum BAL Termofilik .................................................... Suhu Optimum BAL Termofilik .......................................................... Total Produksi Asam BAL Termofilik ................................................
8 9 10 11 11 12
SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................
15
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
15
LAMPIRAN ....................................................................................................
17
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Bakteri asam laktat Lactobacillus rhamnosus, Streptococcus thermophilus, dan Lactobacillus bulgaricus ........................................................................
3
2
Alternatif produk akhir proses fermentasi ....................................................
4
3
Pola pertumbuhan mikrob .............................................................................
6
4
Hasil peremajaan BAL termofilik pada media Thermus pH 7 dengan suhu 55°C ......................................................................................................
8
5
Hasil uji koagulasi dalam media susu-UHT pada suhu 55°C .....................
9
6
Kurva pertumbuhan BAL termofilik pada media Thermus pH7 dengan suhu 55°C ...................................................................................................... 10
7
Pertumbuhan pada perlakuan variasi pH media dengan suhu inkubasi 55°C .............................................................................................................. 11
8
Jumlah koloni isolat BAL termofilik dalam media Thermus agar pH 7 pada variasi suhu inkubasi ............................................................................ 12
9
Total asam tertitrasi selama fermentasi BAL termofilik pada suhu 45°C dan 60°C dalam media susu skim ................................................................. 13
10 Perubahan nilai pH selama fermentasi BAL termofilik pada suhu 45˚C. ..... 13 11 Perubahan nilai pH selama fermentasi BAL termofilik pada suhu 60˚C ...... 13
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Bagan alir penelitian ..................................................................................... 18
2
Alur kerja peremajaan kultur bakteri ............................................................ 19
3
Pembuatan media Thermus .......................................................................... 20
4
Alur kerja analisis total bakteri metode Plate Count .................................... 21
5
Penentuan waktu optimum pertumbuhan isolat BAL termofilik dalam media Thermus cair pH 7 pada suhu 55˚C ................................................... 22
6
Penentuan pertumbuhan BAL pada suhu 55˚C dengan perlakuan variasi pH pada media Thermus cair......................................................................... 22
7
Penentuan pertumbuhan BAL pH 7 dengan perlakuan variasi suhu pada media Thermus cair ....................................................................................... 23
8
Penentuan jumlah koloni BAL termofilik dalam media Thermus pH 7 dengan perlakuan variasi suhu melalui metode Plate Count ........................ 23
9
Penentuan Total Asam Tertitrasi dan perubahan pH selama fermentasi isolat BAL termofilik pada suhu 45˚C dalam media susu skim ................... 24
10 Penentuan Total Asam Tertitrasi dan perubahan pH selama fermentasi isolat BAL termofilik pada suhu 60˚C dalam media susu skim ................... 25 11 Penentuan total asam tertitrasi (TAT) ........................................................... 26 12 Metabolisme fermentasi homolaktat dari fruktosa 1,6 bisfosfat membentuk asam laktat ................................................................................. 27 13 Metabolisme fermentasi heterolaktat melalui lintasan pentosa fosfat ......... 28
PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai banyak daerah vulkanik, seperti gunung berapi. Keberadaan daerah vulkanik tersebut membuat Indonesia potensial sebagai tempat mengeksplorasi berbagai jenis organisme, terutama dari lingkungan yang ekstrim. Kondisi lingkungan yang beraneka ragam pada daerah vulkanik tersebut menyebabkan terdapat berbagai mikroorganisme yang mampu tumbuh pada kondisi ekstrim seperti suhu, pH, dan konsentrasi garam yang tinggi (Madigan & Mars 1997). Kawah dan sumber air panas yang terdapat pada daerah gunung berapi menjadi pelengkap sumber keanekaragaman biota. Keragaman mikrob yang terdapat pada kawah sangat menarik untuk dikaji karena mikrob tersebut memiliki kemampuan bertahan hidup pada suhu yang tinggi. Mikroorganisme yang menjadi perhatian utama adalah mikrob termofilik karena kemampuannya untuk menyelenggarakan metabolisme pada suhu tinggi. Keragaman mikrob termofilik dan hipertermofilik ditemukan pada kelompok Archaea dan Bakteri. Mikrob tersebut mempunyai kemampuan menggunakan nutrisi yang luas, yaitu dapat hidup secara fototropik dan kemotropik, autotrof dan heterotrof, serta aerob dan anaerob (Brock 1986). Bakteri merupakan pabrik biologis penghasil berbagai macam senyawa, tidak hanya untuk keperluan mikrob tersebut tetapi juga bagi makhluk lain, termasuk manusia. Salah satu bakteri yang telah banyak dimanfaatkan, terutama dalam bidang industri adalah bakteri asam laktat pada pembuatan keju, yoghurt, dan kefir. Namun, bakteri tersebut bersifat mesofilik sehingga rentan mati pada kondisi suhu tinggi. Padahal kemampuan menghasilkan metabolit asam laktat dari bakteri yang stabil pada suhu tinggi dalam proses industri akan menghasilkan tekstur dan penambahan cita rasa produk fermentasi, terutama pada keju dan yoghurt. Bakteri asam laktat juga mempunyai efek yang menguntungkan bagi kesehatan jika digunakan sebagai probiotik (Widodo 2003). Eksplorasi bakteri asam laktat termofilik, terutama dari lingkungan lokal menawarkan beberapa keuntungan. Selain dapat meningkatkan potensi dan keragaman bakteri termofilik lokal, juga dapat diterapkan pada proses industri, baik pangan maupun nonpangan, bahkan bagi perkembangan bioteknologi. Umumnya, proses pengolahan
industri dilakukan pada suhu tinggi, antara 40−100ºC sehingga tidak dapat dilakukan oleh mikroorganisme termolabil, yang sensitif terhadap suhu tinggi. Bakteri termofilik dapat bertahan hidup pada suhu tinggi serta kecepatan laju pembentukan asam laktatnya pun tinggi sehingga laju produksi akan cepat Peningkatan suhu ini akan meningkatkan laju reaksi sehingga dapat menghemat waktu, tenaga, dan mengurangi kemungkinan kontaminasi (Edwards 1990). Oleh karena itu, bakteri termofilik menjadi bakteri yang sangat potensial dalam dunia industri. Untuk dapat memanfaatkan potensi yang tersimpan di alam Indonesia, diperlukan upaya-upaya dalam mengeksplorasi kekayaan mikrob yang terdapat di lingkungan lokal. Upaya untuk mendapatkan mikrob tersebut dilakukan dengan cara mengisolasi, memurnikan, dan mengidentifikasi karakter bakteri yang diinginkan (karakterisasi). Metabolisme bakteri yang dapat bekerja pada suhu tinggi menjadi incaran industri. Hal ini menyebabkan bioteknologi maju pesat, dengan berbasis antara dunia teknologi industri dan kemampuan sintesis luar biasa dari mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi kemampuan tumbuh bakteri termofilik penghasil asam laktat pada kondisi suhu dan pH yang ekstrim di luar habitatnya. Selain itu, juga menentukan jumlah asam laktat yang diproduksi oleh bakteri tersebut berdasarkan pengukuran total asam tertitrasi. Karakterisasi ini menjadi sangat penting mengingat besarnya potensi yang dimiliki oleh bakteri termofilik, yang mempunyai keistimewaan tertentu dibandingkan bakteri mesofilik. Hipotesis dari penelitian ini adalah isolat bakteri yang didapatkan dari kawah mampu bertahan hidup dan menghasilkan asam laktat pada suhu dan pH ekstrim di luar habitatnya sehingga diharapkan dapat meningkatkan koleksi kultur BAL di Indonesia dan akhirnya dapat diterapkan secara luas dalam berbagai bidang industri.
TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Termofilik Bakteri termofilik adalah mikrob yang dapat tumbuh pada suhu relatif tinggi dengan suhu minimum 25ºC, suhu optimum 42-55ºC, dan suhu maksimum 65ºC. Beberapa bakteri termofilik bahkan masih dapat bertahan hidup hingga suhu 75ºC, misalnya Bacillus thermosaccharolyticum (Harahap 2007).
2
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan kemampuan bertahan hidup mikroorganisme. Mikroorganisme mempunyai suhu minimum dan maksimum yang menjadi batas pertumbuhannya, serta suhu optimum yang menunjukkan aktivitas maksimumnya. Suhu optimum tersebut biasanya mendekati suhu maksimum (Brock & Madigan 1991). Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, secara umum mikroorganisme dibedakan menjadi psikofilik (-3-20ºC), mesofilik (20-45ºC), termofilik (45-65ºC), ekstrim termofilik (65-85ºC), dan hipertermofilik (85-110ºC) (Edwards 1990), seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Salah satu jenis mikroorganisme yang banyak dieksplorasi adalah mikroorganisme termofilik yang hidup di daerah sekitar gunung berapi, kawah, dan air laut. Mikroorganisme yang dapat hidup pada suhu termofil hanyalah prokariot dari kelompok Archaea dan Bakteri (Madigan & Mars. 1997). Bakteri termofilik merupakan salah satu bakteri yang unik karena dapat beradaptasi pada kondisi lingkungan bersuhu tinggi. Kisaran suhu pertumbuhan bakteri yang ekstrim, yaitu termofil, termofil ekstrim, dan hipertermofil. Populasi bakteri termofilik pertama kali dikaji dari sumber air panas Taman Nasional Yellowstone oleh Thomas Brock pada tahun 1960-1970 (Garrity 1998 dalam Harahap 2007). Brock telah membuat suatu habitat tiruan menggunakan media yang mengandung nutrien dalam konsentrasi rendah dengan komposisi menyerupai sumber air panas dan suhu inkubasi 70-75ºC. Akhirnya, Brock berhasil mengisolasi Bacillus stearothermophilus dan Thermus aquaticus. Sianobakteri termofilik lainnya yang telah ditemukan dari sumber air panas yang sama adalah Synechococcus lividus. Spesies termofilik umumnya banyak ditemukan pada lingkungan yang ekstrim, misalnya daerah vulkanik, kawah, dan sumber air panas. Bakteri ini umumnya berasal dari genus Thermochromatium, Acidithiobacillus, Thermithiobacillus Thermomonas,
Beggiatoa, Methylococcus, Pyrococcus dan Alterococcus. Beberapa genus tersebut menggunakan hidrogen sulfida dan metana sebagai sumber energinya, seperti Thermochromatium tepidum dan Methylocaldum szegediense. Bakteri termofilik ini pun mampu tumbuh pada suhu lebih dari 100ºC (Labeda 1990). Spesialisasi kondisi habitat, termasuk salinitas yang dapat meningkatkan mineralitas dan penurunan tekanan memungkinkan terjadinya peningkatan temperatur menjadi lebih tinggi (Edwards 1990). Faktor-faktor yang menyebabkan bakteri termofilik mampu bertahan hidup dan berkembang biak pada suhu tinggi, antara lain (1) kandungan enzim dan protein lainnya lebih stabil dan tahan terhadap panas daripada bakteri mesofilik dan berfungsi secara optimal pada suhu tinggi hingga proses metabolisme bakteri pun dapat berlangsung, (2) pensintesis protein, seperti ribosom dan konstituenkonstituen lainnya stabil terhadap panas, dan (3) membran lipid sel termofil kaya akan asam lemak jenuh sehingga membentuk ikatan hidrofobik yang jauh lebih kuat (Brock 1986). Menurut Konhauser et al. (2003) dalam Wahyuni (2007), Archaea dan Bakteri yang hidup di daerah sumber air panas mendapatkan energinya dengan cara kemolitoautotrof atau kemoheterotrof, tetapi tidak berfotosintesis. Hal ini berarti bahwa mikrob termofilik mempunyai kemampuan menghasilkan energi dari oksidasi zat-zat kimia organik (Pelczar & Chan 1986). Umumnya, bakteri tersebut tumbuh secara anaerob dengan mengoksidasi hidrogen (H2) menggunakan komponen sulfur dan tiosulfat sebagai akseptor elektron. Bakteri lainnya yang menggunakan nitrat sebagai akseptor elektron misalnya, Persephonella marina. Pemahaman terhadap perbedaan perilaku bakteri di lingkungan alami dan di kultur laboratorium dapat membantu untuk mengenali keberadaannya. Pada sumber air panas yang asam, bakteri ditemukan terutama hidup bebas di air sedangkan pada sumber air panas netral, bakteri melekat pada dinding bersilika.
Tabel 1 Kisaran suhu untuk pertumbuhan mikroorganisme Suhu pertumbuhan (ºC) Kelompok mikroorganisme Minimum Optimum Maksimum Psikofilik -5−5 5-15 15-20 Mesofilik 10-20 20-40 40-45 Termofilik 25-45 45-60 60-80 Sumber: Fardiaz (1992).
3
Komponen-komponen yang larut pada sumber air panas biasanya adalah hidrogen sulfida, karbondioksida, senyawa karbon organik berberat molekul rendah seperti metana, hidrogen amonia, unsur-unsur mikro, dan anion-anion seperti klorida dan bikarbonat (Edwards 1990). Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) ditemukan pertama kali oleh Pasteur, seorang profesor kimia di University of Lille pada tahun 1878. Lister, yang pertama kali mendeskripsikan mengenai Streptococcus lactis, melaporkan bahwa BAL dapat diisolasi dari susu yang tengik. Selain itu, bakteri laktat juga dapat ditemukan dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan (Underkofler & Hickey 1954). BAL pada awalnya hanyalah sekelompok bakteri yang menyebabkan keasaman pada susu (milk-souring organism). Secara umum, BAL didefinisikan sebagai suatu kelompok bakteri Gram positif yang tidak menghasilkan spora, berbentuk bulat atau batang, serta memproduksi asam laktat sebagai produk akhir metabolik utama selama terjadi fermentasi karbohidrat (Rose 1982). BAL dikelompokkan kedalam berbagai genus, antara lain Streptococcus (termasuk Lactococcus), Leuconostoc, Pediococcus, dan Lactobacillus. Beberapa struktur BAL yang telah umum digunakan ditunjukkan pada Gambar 1. Taksonomi BAL ini didasari pada reaksi Gram dan produksi asam laktat dari beberapa karbohidrat. BAL memerlukan nutrisi yang sangat kompleks (Riadi 2007). Oleh karena itu, umumnya habitat bakteri ini kaya akan nutrisi, seperti berbagai jenis makanan (susu, daging, minuman, dan sayuran). Namun, beberapa jenis BAL merupakan mikrob yang ditemukan dalam mulut, saluran usus, dan vagina dari mamalia. Variasi karakteristik BAL normal terjadi di lingkungan, namun sifat bakteri Gram positif merupakan sifat yang mutlak ada. Kondisi keasaman optimum untuk petumbuhan BAL adalah pH sekitar 4.0-5.0 sehingga bakteri tersebut sangat kompetitif
dibandingkan dengan mikrob lain yang ada pada susu, tetapi beberapa galur dapat tumbuh pada pH lebih tinggi dari 9 atau lebih rendah dari 3.2 (Bamforth 2005). Suhu optimum bagi petumbuhan BAL pun beragam pada setiap galur, walaupun sebagian besar bersifat mesofilik yang tumbuh baik pada suhu 2045ºC. Genus Leuconostoc dan beberapa spesies Lactobacillus sake yang bersifat psikotropik (mampu tumbuh pada suhu 5ºC atau dibawahnya) sedangkan untuk kultur starter yoghurt Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus serta kebanyakan spesies Lactobacillus obligat homofermentatif umumnya tumbuh pada suhu 45ºC tetapi tidak tumbuh pada suhu 15ºC (Surono 2004). Secara alamiah BAL terdapat di alam, contohnya BAL yang bersifat fakultatif anaerob seperti Streptococcus. Namun, beberapa jenis galur menunjukkan reaksi yang berbeda terhadap molekul oksigen. BAL ini mengubah glukosa menjadi asam laktat, asam format, asam asetat, dan etanol (Rose 1982). Bakteri asam laktat bersifat sangat selektif terhadap substrat pertumbuhannya. Bakteri ini melakukan fosforilasi terhadap substrat untuk mendapatkan energi. Untuk pertumbuhan normal, bakteri ini membutuhkan sumber karbon dan nitrogen yang sebagian dalam bentuk asam amino purin dan pirimidin, beberapa vitamin, terutama vitamin B, zat tumbuh dan mineral. Asam-asam lemak juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri asam laktat, tetapi mekanismenya masih belum diketahui (Bamforth 2005). Dengan menggunakan glukosa yang terdapat pada substratnya, BAL ini dapat melakukan proses fermentasi secara sederhana. Bakteri asam laktat dapat menguraikan glukosa menjadi asam-asam laktat sebagai hasil fermentasi. Glukosa yang masuk ke dalam lintasan glikolisis diubah menjadi 2 molekul asam piruvat dengan menghasilkan 2 NADH dan 2 ATP. Dua molekul asam piruvat ini kemudian diubah oleh BAL menjadi asam laktat dalam kondisi anaerob dengan energi dari dua molekul NADH dari lintasan glikolisis (Agustinus 2008).
Gambar 1 Bakteri asam laktat Lactobacillus rhamnosus, Lactobacillus bulgaricus (Hutkins 2006).
Streptococcus
thermophilus,
dan
4
Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri yang menguntungkan karena mempunyai sifat antimikrob terhadap pertumbuhan mikroorganisme sehingga dapat berpotensi sebagai pengawet. Senyawa antimikrob yang dihasilkan, antara lain asam laktat, hidrogen peroksida (H2O2), karbondioksida (CO2), dan bakteriosin (Underkofler & Hickey 1954). Produksi asam oleh bakteri asam laktat berlangsung cepat sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikrob lain yang tidak diinginkan. Selain itu, bakteri ini juga dapat dikembangkan menjadi probiotik yang ditambahkan pada bahan makanan dan dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan manusia. Sebagai probiotik, beberapa spesies BAL tumbuh dan berkembang dalam sistem pencernaan manusia, mampu hidup pada kondisi pH rendah, menekan bakteri patogen, melancarkan pencernaan, menyerap bahan penyebab kanker dan tumor, serta memacu sistem kekebalan tubuh (Widodo 2003). Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah kemampuannya untuk melakukan fermentasi gula menjadi asam laktat. Sifat ini penting dalam pembuatan produk-produk fermentasi, salah satunya fermentasi susu seperti pada proses fermentasi yoghurt, keju, mentega, susu asam, dan sebagainya (Widodo 2003). Bakteri asam laktat yang bersifat termofilik telah digunakan sebagai bioproteksi dalam mengendalikan mikroflora pada pengawetan daging, dan dapat meningkatkan cita rasa produk fermentasi, seperti asetaldehida yang menimbulkan cita rasa buah (Tamime & Robinson 2007). Kelompok Lactobacilli terutama delbrueckii ssp. lactis dapat meningkatkan cita rasa keju karena mempunyai enzim yang potensial dalam memproduksi berbagai komponen aroma dari asam amino (Helinck et al. 2004).
Fermentasi asam laktat dibedakan menjadi fermentasi homolaktat dan fermentasi heterolaktat. Fermentasi yang menghasilkan asam laktat lebih besar dari 90% sebagai total produk akhir dapat dianggap sebagai fermentasi homolaktat sedangkan dalam fermentasi heterolaktat, asam laktat dan produk-produk lainnya, seperti etanol dan karbondioksida dihasilkan dalam jumlah yang seimbang. Kelompok N-Streptococci (Streptococcus thermophilus, S. cremoris, S. lactis) dan Lactobacillus bulgaricus termasuk ke dalam bakteri yang melakukan fermentasi homolaktat, sedangkan kelompok Leuconostoc dan Bifidobacterium spp. melakukan fermentasi heterolaktat (Walstra & Jenness 1984). Walaupun tipe fermentasi yang terjadi bergantung pada bakteri asam laktat yang aktif dalam proses fermentasi, dan dalam hal tertentu fermentasi homolaktat dapat berubah menjadi fermentasi heterolaktat dengan mengubah kondisi fermentasi. Fermentasi yang sempurna dan cepat terjadi pada pH 5.5 hingga pH 6.0. Proses fermentasi tersebut akan dihambat pada pH 5.0 dan terhenti jika pH media telah mencapai 4.5 (Bamforth 2005). Berbagai alternatif produk akhir yang dihasilkan selama fermentasi ditunjukkan pada Gambar 2. Pemanfaatan mikrob dalam proses fermentasi telah dikenal turun temurun sejak ribuan tahun yang lalu (Riadi 2007). Dalam proses fermentasi, mikrob maupun enzim yang dihasilkan dapat menstimulasi rasa yang spesifik, meningkatkan nilai cerna bahan pangan, menurunkan kandungan anti gizi atau bahan lain yang tidak dikehendaki, dan dapat menghasilkan produk atau senyawa turunan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (Neech et al. 1985 dalam Misgiyarta & Widowati 2000). Dengan kata lain, teknologi fermentasi dapat meningkatkan nilai guna dan nilai sosial ekonomi bahan pangan.
Gambar 2 Alternatif produk akhir proses fermentasi (Bamforth 2005).
5
Asam Laktat Asam organik yang pertama diproduksi oleh mikrob adalah asam laktat dibandingkan dengan jenis asam lainnya. Asam laktat pertama kali ditemukan oleh Scheele, seorang ahli kimia Swedia pada tahun 1780, di dalam susu asam yang ia fermentasikan selama tiga minggu. Asam laktat tersebut ditemukan berupa cairan tipis yang tidak dapat dikristalkan (Underkofler & Hickey 1954). Asam laktat, atau α-hidroksi asam propionat dapat ditemukan secara luas di alam, yaitu dalam jaringan otot pada manusia dan hewan, serta merupakan salah satu asam organik terpenting dalam tanah. Selain itu juga, ditemukan sebagai hasil fermentasi, seperti susu asam, asinan atau acar, fermentasi minuman, dan banyak produk makanan olahan lainnya seperti roti, yang diproduksi oleh bakteri. Asam laktat yang diproduksi oleh mikrob, merupakan asam organik hasil metabolit sel yang diperoleh melalui proses fermentasi. Asam laktat juga dapat dihasilkan melalui fermentasi sejumlah gula, termasuk dekstrosa, maltosa, laktosa, dan sukrosa (Frazier & Westhoff 1978). Asam laktat merupakan suspensi koloid yang tidak berwarna hingga berwarna kekuningan-kuningan dan bersifat higroskopis dalam larutan pada suhu tinggi. Molekul ini dapat larut dalam air, alkohol, dan eter, namun tidak larut di dalam klorofom. Dengan besi klorida, akan memberikan karakteristik warna kuning-hijau karena adanya gugus α-hidroksi asam. Selain itu, asam laktat juga mempunyai atom karbon asimetri, yang terdapat secara alami dalam bentuk dekstrorotatori L(+), levorotatori D(−), atau campuran rasemat DL. Pemisahan campuran rasemat menjadi isomer optis aktif telah berhasil dilakukan pada tahun 1890 (Underkofler & Hickey 1954). Asam laktat pada jaringan otot termasuk L(+), sedangkan yang diproduksi oleh bakteri adalah L(+), D(−), atau DL (Wood 1961 dalam Sokatch 1973). Asam laktat telah lama diproduksi secara komersial di Amerika Serikat, pertama kali oleh Charles E. Avery, tepatnya di Littleton, Massachusets pada tahun 1881. Produksi asam laktat pun telah dikembangkan di Eropa selama beberapa tahun (Underkofler & Hickey 1954). Cita rasa yang dihasilkan asam laktat dan sifatnya sebagai pengawet menyebabkan asam laktat banyak digunakan dalam industri pangan, terutama sebagai bahan tambahan dalam minuman ringan, sari buah, selai, serta buah-buahan dan makanan
kaleng. Oleh karena itu, asam laktat menjadi salah satu asam organik yang penting dalam proses industri. Penggunaannya saat ini pun jauh lebih luas karena dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam produksi polimer yang bersifat biodegradasi (polylactic acid) sehingga dapat diaplikasikan dalam bidang medis, farmasi, industri pengemasan makanan, dan industri tekstil (Datta et al. 1995). Karakterisasi BAL Karakterisasi atau identifikasi terhadap suatu mikrob menjadi sangat penting mengingat besarnya potensi yang dimiliki oleh bakteri termofilik, yang mempunyai keistimewaan tertentu dibandingkan bakteri mesofilik karena mempunyai protein dan enzim-enzim yang lebih stabil dan tahan terhadap panas sehingga proses metabolisme dalam sel bakteri dapat tetap berlangsung pada suhu lingkungan yang tinggi (Misgiyarta & Widowati 2000). Karakterisasi dilakukan berdasarkan sifat umum yang dimiliki oleh BAL. Sifat umum tersebut dapat diketahui berdasarkan beberapa studi pendahuluan. BAL adalah bakteri yang mampu menghasilkan asam laktat pada media pertumbuhannya. Sifat-sifat umum BAL, antara lain bentuk batang atau bulat (coccus), Gram positif, katalase negatif, endospora negatif, motilitas negatif, dan mampu menghasilkan asam-asam organik, terutama asam laktat (Misgiyarta & Widowati 2000). Selain itu, juga dapat dilakukan pengujian terhadap kemampuan isolat BAL dalam menghasilkan asam laktat terutama pada kondisi suhu tinggi. Semakin tinggi kadar asam laktat yang dihasilkan akan semakin baik dan semakin unggul dibandingkan dengan isolat BAL yang kemampuan menghasilkan asam laktatnya rendah. Koloni BAL, terutama Lactobacillus merupakan Gram positif sehingga akan tampak berwarna ungu pada pewarnaan Gram. Menurut Suyono et al. (2008), bakteri yang tumbuh pada media MRSA, yaitu media spesifik BAL, mempunyai ciri fisik berwarna putih dan terkadang membentuk badan gelembung berisi cairan sedangkan pada Thermus-agar timbul zona putih pudar. Selain itu, bakteri asam laktat termofilik akan menunjukkan karakter bakteri Gram positif melalui uji pewarnaan Gram walaupun telah diinkubasi pada suhu 45-55°C. Hal ini sekaligus juga menunjukkan bahwa bakteri tersebut tidak mengalami degeneratif pada
6
suhu tinggi sehingga mengindikasikan karakteristik bakteri termofilik. Karakterisasi lain yang dapat dilakukan terhadap BAL berbasis bioteknologi, antara lain melalui sekuens gen 16 s-RNA untuk mengetahui diversitas pada kelompok bakteri tersebut, transfer gen, vektor kloning, diferensiasi galur, dan fingerprinting protein yang terkandung di dalam sel (Tamime & Robinson 2007). Kurva Pertumbuhan Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur semua komponen sel suatu jasad. Pertumbuhan juga diartikan penambahan jumlah sel, yang berarti juga penambahan jumlah organisme, seperti pertumbuhan yang terjadi pada suatu kultur mikrob. Pembelahan atau perbanyakan sel pada jasad bersel tunggal (uniseluler) merupakan penambahan jumlah individu, misalnya pembelahan sel pada bakteri akan menghasilkan penambahan jumlah sel bakteri itu sendiri. Pembelahan sel pada jasad bersel banyak (multiseluler) tidak menghasilkan penambahan jumlah individunya, melainkan terbentuknya jaringan atau peningkatan ukuran suatu jasad (Sokatch 1973). Suatu bakteri, jika dimasukkan ke dalam media baru yang sesuai akan tumbuh memperbanyak diri. Peningkatan jumlah sel bakteri dilakukan melalui pembelahan sel secara biner. Ukuran dari satu sel bakteri akan bertambah, kemudian membelah menjadi dua sel yang sama. Selanjutnya, masing-masing sel tersebut akan membelah kembali menjadi dua sel yang sama, dan seterusnya. Secara matematika, pertumbuhan seperti ini termasuk ke dalam tipe pertumbuhan eksponensial (Sokatch 1973). Dalam kondisi yang sesuai, beberapa bakteri dapat menghasilkan generasi baru setiap 15 menit, sedangkan dalam kondisi yang tidak sesuai, dibutuhkan waktu 24 jam atau lebih untuk menghasilkan satu generasi. Waktu yang diperlukan untuk membelah diri dari satu sel menjadi dua sel sempurna disebut waktu generasi (Foster et al. 1961). Jumlah bakteri yang dihitung pada waktuwaktu tertentu, jika dibuat grafik hubungan antara jumlah bakteri dengan waktu maka akan diperoleh suatu grafik atau kurva yang menggambarkan pola pertumbuhan bakteri tersebut, seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Pola pertumbuhan yang disajikan menunjukkan bahwa pertumbuhan mikrob terbagi menjadi beberapa fase, yaitu fase
permulaan (adaptasi), fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan logaritma (eksponensial), fase pertumbuhan akhir, fase stasioner maksimum, fase kematian dipercepat, dan fase kematian logaritma (Sokatch 1973). Fase pertumbuhan dimulai pada fase permulaan (fase adaptasi) ketika bakteri baru menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, dan dilanjutkan pembelahan sel bakteri pada fase pertumbuhan dipercepat. Fase adaptasi hingga fase pertumbuhan dipercepat disebut juga fase lag. Fase lag merupakan awal pertumbuhan mikrob, sel hanya akan mengalami perubahan komposisi kimiawi, penambahan ukuran, substansi seluler, dan waktu generasinya masih panjang. Peningkatan metabolisme, struktur DNA, dan protein sel juga terjadi pada fase awal ini (Rahman et al. 1992). Pertumbuhan sel paling cepat dan aktif terjadi pada fase log (eksponensial), yaitu fase disaat metabolisme sel paling aktif, sintesis bahan sel sangat cepat dengan jumlah konstan hingga nutrien habis. Fase log (eskponensial) sangat dipengaruhi oleh suhu dan komposisi media pertumbuhan. Sel yang berada pada fase ini sering digunakan untuk mempelajari enzim dan komponen lainnya, termasuk metabolit primer (Rahman et al. 1992). Setelah itu, pertumbuhan sel mulai terhambat, kecepatan pembelahan sel berkurang, dan jumlah sel yang mati pun mulai bertambah sehingga sel memasuki fase stasioner. Pada fase ini, jumlah sel yang hidup konstan seperti tidak terjadi pertumbuhan. Sel mulai menghasilkan metabolit sekunder karena substrat untuk pertumbuhan mulai berkurang yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan. Selanjutnya, sel menuju fase kematian. Populasi mikrob akan mengalami fase kematian karena nutrien sudah tidak tersedia dan terjadi penimbunan hasil metabolisme yang bersifat toksik (Rahman et al. 1992). Fase stasioner
Fase kematian Fase logaritmik
Fase adaptasi Gambar 3 Pola pertumbuhan mikrob (Hutkins 2006).
7
Kecepatan kematian sel mencapai maksimal sampai pada fase kematian logaritma sehingga jumlah sel hidup menurun dengan cepat seperti deret ukur. Namun, beberapa sel hidup dapat bertahan sementara dengan waktu generasi sangat lama (Sokatch 1973). Bentuk kurva pertumbuhan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi media yang bervariasi, tingkat kelembaban, asosiasi antarorganisme, suhu, kebutuhan oksigen, dan pH. Jika faktor-faktor ini dikendalikan secara tepat, maka pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan dapat diminimumkan dan terjadi peningkatkan pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan (Foster et al. 1961).
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah mikropipet, tip, cawan Petri, jarum ose, gelas ukur, tabung Eppendorf, magnetic stirrer, pipet Mohr, autoklaf, laminar air flow cabinet, termometer, inkubator, lemari pendingin, neraca analitik, dan berbagai macam peralatan gelas lainnya. Pengukuran pH dilakukan dengan pH meter digital dan pH universal. Selain itu, juga digunakan buret dan spektrofotometer dalam penentuan kuantitatif. Bahan-bahan yang digunakan adalah isolat bakteri yang didapatkan dari Kawah Putih Gunung Pancar dan beberapa media, seperti susu bubuk skim, susu UHT, serta media Thermus. Komposisi media Thermus, yaitu MgSO4.7H2O; KH2PO4; (NH4)2SO4; CaCl2; NaCl; ekstrak khamir, pepton, dan bakto agar. Selain itu, juga digunakan HCl 0.1N, NaOH 1N, asam sitrat 1%, alkohol 70%, dan akuades. Metode Penelitian Pelaksanaan penelitian meliputi peremajaan isolat bakteri asam laktat (BAL) termofilik, penentuan aktivitas isolat BAL termofilik, pembuatan kurva pertumbuhan sel BAL termofilik, dan pembuatan stok isolat BAL termofilik pada media gliserol. Setelah itu, karakterisasi pertumbuhan isolat pada variasi suhu dan pH, serta penentuan produksi total asam dalam kondisi suhu dan pH optimum. Isolat bakteri yang digunakan merupakan isolat BAL termofilik yang telah berhasil diisolasi pada penelitian sebelumnya. Isolat tersebut berasal dari Kawah Putih Gunung Pancar, Bogor.
Peremajaan Isolat Bakteri Isolat bakteri sediaan dibiakkan dalam media Thermus cair pH 7 hingga 7.22 yang telah disterilisasi pada suhu 121oC, dan tekanan 1 atm selama 15 menit, kemudian diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 550C. Komposisi media Thermus, terdiri atas (NH4)2SO4 0.01%; MgSO4.7H2O 0.025%; CaCl2 0.0125%; KH2PO4 0.03%; NaCl 0.1%; ekstrak khamir 0.2%; dan pepton 0.4%. Setelah itu, dilakukan inokulasi pada media Thermus agar miring dan Thermus agar pada cawan petri secara aseptik dan diinkubasi pada suhu 55°C selama 24-48 jam. Konfirmasi aktivitas bakteri asam laktat diketahui dari koloni yang berwarna putih, setelah itu disimpan pada suhu 4°C. Pengujian Aktivitas Bakteri Asam Laktat Uji aktivitas dilakukan terhadap hasil peremajaan isolat bakteri yang kemudian diinokulasikan dalam media susu UHT (Ultra High Temperature) dan diinkubasi pada suhu 37°C dan 55°C selama 24-48 jam. Aktivitas bakteri asam laktat ditunjukkan dengan terbentuknya endapan atau gumpalan (koagulasi) dalam media susu mengandung isolat yang diinkubasi pada suhu 55°C. Sebagai kontrol negatif digunakan susu UHT tanpa diinokulasikan isolat bakteri. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Sebanyak 1% isolat BAL termofilik hasil peremajaan diinokulasikan ke dalam media Thermus cair, kemudian diinkubasi pada suhu 55°C selama 46 jam tanpa dishaker. Setiap 3−4 jam diambil sebanyak 1 mL larutan sampel, kemudian dilakukan 3 kali pengenceran dengan media Thermus. Selanjutnya, dilakukan pengukuran rapat optis (optical density atau OD) pada panjang gelombang 600 nm hingga diperoleh kurva pertumbuhan. Pembuatan Stok Kultur BAL Termofilik Isolat BAL termofilik diambil sebanyak 1% dan dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer 50 mL yang berisi 20 mL media Thermus cair, kemudian diinkubasi pada suhu 55°C selama 24 jam tanpa dilakukan aerasi. Setelah 24 jam, sebanyak 1% kultur inokulasi dipindahkan ke dalam tabung Eppendorf yang berisi 0.5 mL gliserol dan disimpan pada suhu −20°C sebagai stok kultur.
8
Karakterisasi Termofilik
Bakteri
Asam
Laktat
Isolat bakteri selanjutnya diperlakukan dengan variasi suhu dan pH. Kultur ditumbuhkan pada media Thermus cair dan agar dengan kombinasi variasi suhu 30°C, 45°C, 60°C, 75°C dan pH 3, 5, 7, 9 selama waktu inkubasi optimum. Selanjutnya, dilakukan penentuan kuantitas bakteri. Kuantifikasi bakteri dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pengukuran turbidimetri (Kanti 2005), analisis total bakteri dengan metode hitungan cawan (Plate Count) (Fardiaz 1989), dan analisis Total Asam Tertitrasi (%TAT) (AOAC 1995). Pengukuran Jumlah Sel Metode Turbidimetri (Kanti 2005). Metode ini merupakan metode penunjang yang bersifat semikuantitatif untuk menghitung pertumbuhan sel mikrob dalam suatu larutan dengan spektrofotometer. Isolat diinokulasikan pada media Thermus cair dengan variasi suhu dan pH, kemudian diinkubasi selama 18-24 jam. Pengukuran kekeruhan atau optical density (OD) dilakukan pada panjang gelombang 600 nm. Analisis Total Bakteri Metode Plate Count (Fardiaz 1989). Kultur bakteri yang menunjukkan pertumbuhan pada media Thermus cair setelah diinkubasi selama 24 jam dipipet sebanyak 0.1 mL dan dimasukkan ke dalam Eppendorf yang berisi 0.9 mL larutan NaCl 0.85% kemudian dihomogenkan menggunakan vorteks sehingga didapatkan pengenceran 1:10 (10-1). Selanjutnya pengenceran dibuat sampai 1:10.000 (10-4) menggunakan larutan pengencer yang sama. Inokulasi dilakukan pada pengenceran 1:10 (10-1) sampai 1:10.000 (10-4) dalam media Thermus agar. Selanjutnya, cawan diinkubasi pada suhu 55°C dengan posisi terbalik. Inokulasi dilakukan duplo pada setiap pengenceran. Perhitungan koloni yang tumbuh dilakukan setelah 24−48 jam. Perhitungan jumlah sel/mL (Coliform Unit−CFU) berdasarkan jumlah koloni pada pengenceran terendah saat bakteri ditemukan (antara 1300). Analisis Total Asam Tertitrasi (AOAC 1995). Sebanyak 2% isolat yang menunjukkan pertumbuhan optimum pada suhu dan pH tertentu selanjutnya diinokulasikan pada media susu skim 10% selama 60 jam tanpa aerasi. Setiap 12 jam, sampel diambil
sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer untuk dititrasi dengan NaOH 0.1 N. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein 1 % dengan perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda. Konsentrasi total asam tertitrasi dihitung sebagai persen asam laktat dengan persamaan: Total asam tertitrasi (%) =
A B 90 C 1000
100
Keterangan: A = volume NaOH yang terpakai (mL) B = konsentrasi NaOH (N) C = volume sampel yang dianalisis (mL) 90 = BE asam laktat (90 g/ekivalen)
HASIL DAN PEMBAHASAN Peremajaan Isolat Bakteri Asam Laktat Termofilik Isolat BAL termofilik sebelum digunakan diremajakan terlebih dahulu dalam media Thermus cair. Media Thermus merupakan media yang bersifat spesifik untuk pertumbuhan bakteri termofilik, salah satunya yaitu BAL termofilik. Media tersebut menunjukkan perubahan warna dari bening menjadi keruh. Hal ini membuktikan bahwa di dalam media tersebut dapat tumbuh bakteri termofilik setelah diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 55°C, seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Suhu inkubasi 55°C merupakan suhu yang spesifik digunakan untuk pertumbuhan bakteri termofilik (Foster et al. 1961). Peremajaan bakteri termofilik pada dasarnya tidak berbeda dengan bakteri mesofilik kecuali pada kebutuhan akan suhu tinggi. Hal ini mengharuskan agar media tidak menjadi kering akibat suhu tinggi dan tekanan gas yang ada di atas permukaan media, terutama media cair cukup tinggi untuk menjaga kelarutan gas tersebut.
a Gambar 4
b
Hasil peremajaan BAL termofilik pada media Thermus pH 7 dengan suhu 55°C. (a) kontrol negatif, (b) kultur BAL termofilik.
9
Pertumbuhan terbaik BAL termofilik terjadi pada media Thermus. Hal ini dikarenakan media tersebut termasuk media kompleks dan kemungkinan terdapat perbedaan komponen yang dikandungnya. Ekstrak khamir dan pepton yang terkandung dalam media Thermus mengandung komponen nutrisi lengkap. Ekstrak khamir dapat berperan sebagai substrat terbaik pada sebagian mikroorganisme, sumber nitrogen, dan sumber karbon karena mengandung asam amino yang lengkap dan vitamin (B kompleks). Pepton merupakan protein hidrolisat yang berfungsi sebagai sumber karbon, sumber energi, dan sumber nitrogen (Prescott et al. 1999 dalam Supariasih 2008). Menurut Fathir (2009) dalam Supariasih (2008), pepton mampu menyediakan nutrien esensial untuk metabolisme bakteri. Garam-garam mineral yang terkandung dalam media Thermus juga dibutuhkan oleh bakteri termofilik untuk mendukung pertumbuhannya. Garam (NH4)2SO4, MgSO4.7H2O, CaCl2, KH2PO4, dan NaCl berperan sebagai makronutrien bagi pertumbuhan bakteri. Fosfat adalah garam terpenting yang dibutuhkan oleh bakteri asam laktat. NH4 pada media tidak berfungsi sebagai sumber nitrogen, tetapi mempunyai pengaruh terhadap metabolisme asam amino tertentu, sedangkan magnesium (Mg) dan kalium (K) pada media merupakan sumber mineral yang digunakan sebagai kofaktor (Hidayat 2006). Selain itu, mikroorganisme pun membutuhkan mikronutrien untuk mendukung pertumbuhan selnya, seperti tembaga (Cu), mangan (Mn), seng (Zn), nikel (Ni), molibdenum (Mo), dan kobalt (Co) (Prescott et al. 1999 dalam Supariasih 2008). Peremajaan bakteri termofilik dilakukan beberapa kali dan memerlukan waktu yang cukup lama. Isolat BAL termofilik yang digunakan berhasil ditumbuhkan pada media Thermus cair setelah ±2 bulan. Pertumbuhan koloni pada media agar pun cukup sulit diperoleh meskipun pada media cair yang diinokulasikan isolat menunjukkan kekeruhan. Hal ini dikarenakan tidak semua mikrob dapat dibiakkan dalam laboratorium. Mikrob yang dapat dibiakkan dalam laboratorium dari suatu lingkungan dengan metode yang ada saat ini hanya 1% hingga 5% dari keseluruhannya (Dirnawan 1999). Kesulitan lain yang dihadapi dalam peremajaan bakteri termofilik, antara lain BAL termofilik memiliki kecepatan pertumbuhan yang rendah. Pada umumnya, bakteri yang berhasil diisolasi adalah bakteri
yang memiliki kecepatan pertumbuhan yang tinggi sehingga menjadi dominan di lingkungan media. Menurut Dirnawan (1999), kelemahan mikrob termofil adalah produktivitas yang lebih rendah dibandingkan produktivitas mikrob mesofilik. Selain itu, media untuk pertumbuhan bakteri termofilik pun harus diperkaya karena kemungkinan rendahnya populasi bakteri tersebut (Harahap 2007). Aktivitas Bakteri Asam Laktat Termofilik Isolat hasil peremajaan selanjutnya diinokulasikan ke dalam media susu UHT pada suhu 55°C. Setelah 24-48 jam, terjadi koagulasi pada media susu yang telah ditambahkan isolat bakteri termofilik sehingga terbentuk gumpalan, seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Asam organik, seperti asam laktat yang diproduksi oleh isolat BAL menyebabkan terjadinya koagulasi pada media susu sehingga terbentuk gumpalangumpalan (curd) yang bersifat irreversible (Tamime & Robinson 2007). Hal ini menunjukkan bahwa isolat bakteri tersebut merupakan BAL termofilik karena mampu melakukan koagulasi pada suhu tinggi, yaitu 55°C. Koagulan yang terbentuk selama proses fermentasi merupakan hasil disosiasi dan agregasi kasein yang terkandung dalam susu, yang membentuk misel. Misel kasein tersebut dibentuk dari fraksi protein yang berbedabeda dan dihubungkan melalui jembatan kalsium-fosfat (Ca-P) dan akhirnya membentuk kompleks kalsium-kasein-fosfat. Pada saat terjadi penurunan pH, kompleks kalsium-kasein-fosfat menjadi tidak stabil sehingga akan terurai menjadi kompleks kasein, kalsium-laktat, dan kalsium fosfat. Mekanisme disosiasi dan agregasi ini dipengaruhi oleh pH, konsentrasi ion, dan suhu (Aoki et al. 1986; Holt et al. 1986 dalam Tamime & Robinson 2007).
Gambar 5 Hasil uji koagulasi dalam media susuUHT pada suhu 55°C.
10
Pertumbuhan Sel Bakteri Asam Laktat Termofilik Pembuatan kurva pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui pola pertumbuhan dari isolat BAL termofilik sehingga dapat ditentukan waktu inkubasi yang diperlukan pada saat terjadi pertumbuhan optimal sel BAL termofilik. Pada biakan sistem tertutup, pengamatan jumlah sel dalam waktu yang cukup lama akan memberikan gambaran adanya fase-fase pertumbuhan yang membentuk suatu pola pertumbuhan (Hogg 2005). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh pola pertumbuhan yang menyerupai pola
pertumbuhan mikroorganisme pada umumnya. Gambar 6 menunjukkan bahwa fase adaptasi (lag phase) berada pada jam ke0 hingga jam ke-12, fase log (eksponensial) berada pada kisaran jam ke-12 hingga jam ke24. Pertumbuhan sel mulai lambat ketika memasuki fase pertumbuhan akhir yaitu dimulai pada jam ke-29. Pertumbuhan sel yang optimal terjadi pada fase log (eksponensial) sehingga pada fase ini konsentrasi sel bakteri meningkat dalam jumlah yang besar. Berdasarkan kurva pertumbuhan, dapat diketahui bahwa pertumbuhan sel mulai meningkat dengan cepat pada jam ke-18 dengan jumlah koloni sebesar 31.74 x 106 sel/mL dan mencapai jumlah tertinggi pada jam ke-24, dengan koloni yang dihasilkan sebesar 33.41 x 106 sel/mL sehingga dapat diperkirakan waktu inkubasi optimum yang mewakili fase log (eksponensial) untuk pertumbuhan isolat BAL termofilik diperkirakan pada jam ke-20, dan pada waktu ini sel berada dalam kondisi yang sangat aktif untuk membelah. Waktu ketika memasuki fase stasioner, yaitu fase pada saat jumlah sel hidup sama dengan jumlah sel yang mati, terjadi pada jam ke-29 hingga jam ke-37. Walaupun pada jam ke-32 mulai terjadi penurunan jumlah sel, tetapi terjadi peningkatan kembali pada jam ke-37. Waktu ketika memasuki fase kematian, yaitu fase pada saat pembelahan sel mulai terhenti, terjadi pada jam ke-43. Menurut Sokatch (1973), penurunan jumlah sel hidup tidak pernah mencapai nol, dalam jumlah minimum tertentu sel bakteri akan tetap bertahan dalam waktu yang sangat lama pada medianya. Setelah bakteri memasuki fase pertumbuhan akhir, kecepatan pertumbuhan BAL termofilik semakin lambat, hal ini dikarenakan nutrisi yang tersedia dalam media Thermus telah mengalami penurunan, serta adanya penimbunan hasil metabolisme. 35
Jumlah sel/mL (106 )
Menurut Rahman et al. (1992), pada suhu yang tinggi, jumlah asam yang diperlukan untuk terjadinya koagulasi kasein lebih sedikit dibandingkan jika koagulasi dilakukan pada suhu rendah. Suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya pemecahan protein dalam susu sehingga stabilitas protein susu (kasein) terganggu dan akhirnya mempercepat terjadinya koagulasi susu walaupun belum terbentuk asam. Menurut Tamime & Robinson (2007) pembentukan koagulan dapat diklasifikasikan kedalam beberapa kelompok, yaitu 1) koagulasi akibat aktivitas enzimatik, seperti proteinase yang dapat mendenaturasi matriks protein dalam susu, 2) koagulasi akibat asam yang terbentuk selama fermentasi susu, seperti yoghurt, 3) koagulasi yang terbentuk akibat panas, seperti yang terjadi pada susu UHT atau susu evaporasi jika fraksi protein yang terkandung tidak stabil sehingga menimbulkan kesalahan, dan 4) koagulasi yang dipengaruhi garam dan panas, seperti dalam pembuatan keju Ricotta. Oleh karena itu, pembentukan koagulan tersebut dapat dikatakan sebagai hasil aktivitas biologis dan fisik, serta katabolisme laktosa yang dilakukan oleh bakteri dalam media susu. Penggunaan susu UHT sebagai media uji koagulasi dikarenakan media tersebut dapat mengaktifkan pertumbuhan BAL dan hasilnya lebih baik dibandingkan dengan susu pasterurisasi. Hal ini dikarenakan jumlah padatan susu-skim (tanpa lemak) yang tinggi dalam media UHT sesuai untuk pertumbuhan bakteri laktat (Fardiaz 1989). Susu pasteurisasi diperoleh melalui proses pemanasan susu pada suhu 60°C selama 30 menit atau 71°C selama 15 detik, sedangkan susu UHT diperoleh melalui pemanasan pada suhu 100°C bahkan lebih selama 1-2 detik (Rahman et al. 1992).
30 25 20 15 10 5 0 0
10
20
30
40
50
Waktu Inkubasi (Jam) Gambar 6
Kurva pertumbuhan BAL termofilik pada media Thermus pH 7 dengan suhu 55°C.
11
Kurva pertumbuhan BAL termofilik yang diperoleh menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri termofilik terjadi cukup lambat dibandingkan pertumbuhan bakteri mesofilik. Menurut Dirnawan (1999), berdasarkan pengamatan visual, kekeruhan biakan isolat termofilik dalam media cair tampak jauh lebih rendah dibandingkan kekeruhan biakan bakteri mesofilik dengan waktu inkubasi yang sama. Selain itu, pola pertumbuhan BAL mesofil yang diperoleh Harmayani et al. (2001), menunjukkan pertumbuhan BAL mesofilik jauh lebih pesat dibandingkan dengan bakteri termofilik. Fase log (eksponensial) berlangsung dari jam ke-2 hingga waktu inkubasi mencapai jam ke-16. Fase stasioner dimulai pada jam ke-16 hingga jam ke-18 inkubasi, kemudian sel mengalami fase kematian pada jam ke-24. Nilai pH Optimum Isolat BAL Termofilik Nilai pH pada media merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan, aktivitas fisiologi, dan kematian organisme. Selain itu, produksi dan aktivitas enzim untuk kelangsungan mikroorganisme juga sangat dipengaruhi oleh nilai pH (Foster et al. 1961). Isolat yang diinokulasikan pada variasi pH dengan suhu inkubasi 55°C menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bakteri pada pH lebih rendah dari 5 dan lebih tinggi dari 7, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. Berdasarkan gambar tersebut, isolat yang ditumbuhkan pada media dengan pH 7 mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan isolat yang ditumbuhkan pada pH lainnya. Pertumbuhan jumlah sel pada pH 7 mencapai nilai OD sebesar 0.875 setelah diinkubasi selama 20 jam, dengan jumlah koloni yang diperoleh sebesar 522 x 104 sel/mL (6.72 log CFU/mL). 4
Jumlah Sel/mL (10 )
600 500 400 300 200 100 0
0
5
10
15
20
Waktu Inkubasi (Jam) pH 3 Gambar 7
pH 5
pH 7
pH 9
Pertumbuhan pada perlakuan variasi pH media dengan suhu inkubasi 55°C.
Isolat BAL termofilik juga menunjukkan pertumbuhan pada pH 5 dengan OD yang diperoleh setelah inkubasi 20 jam sebesar 0.176 dan jumlah koloni sebesar 104.4 x 104 sel/mL (6.02 log CFU/mL). Peningkatan Nilai OD yang lebih rendah menunjukkan kecepatan pertumbuhan pada pH 5 cukup rendah dibandingkan pada pH 7 sehingga diperlukan waktu inkubasi yang lebih lama supaya diperoleh koloni pada media agar dan cukup sulit menumbuhkan isolat BAL termofilik pada pH 5. Isolat yang diinokulasikan pada pH 3 dan pH 9 tidak menunjukkan terjadinya pertumbuhan. Hal ini dapat dilihat pada media yang tidak mengalami perubahan kekeruhan setelah diinkubasi selama 20 jam sehingga nilai serapannya pun tidak menunjukkan perubahan terhadap serapan awal, sebelum dilakukan inokulasi. Menurut Fardiaz (1989), sebagian besar bakteri mempunyai pH optimum sekitar 6.5−7.5. Nilai pH media yang lebih rendah dari 5.0 dan lebih tinggi dari pH 8.5 menyebabkan bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai serapan (OD) yang dihasilkan berbanding lurus terhadap jumlah sel bakteri. Semakin rendah OD bakteri tersebut, maka semakin sedikit jumlah koloni yang dapat tumbuh pada media. Nilai OD sendiri berkorelasi positif terhadap nilai serapan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pH optimum pertumbuhan BAL termofilik berkisar pada pH 7. Isolat BAL termofilik yang digunakan berasal dari Kawah Putih Gunung Pancar, Bogor yang memiliki pH air antara 7 hingga 7.22 sehingga nilai pH optimumnya sesuai dengan habitat asli tempat isolat tersebut berasal (Suyono et al. 2008). Suhu Optimum Isolat BAL Termofilik Selain pH, suhu juga memiliki peranan yang sangat penting dalam mengendalikan pertumbuhan mikrob. Berdasarkan hasil penentuan serapan dan jumlah koloni, diperoleh bahwa isolat BAL yang digunakan dapat tumbuh pada suhu berkisar antara 45˚C hingga 60˚C sedangkan pada suhu 30˚C dan 75˚C tidak terjadi pertumbuhan bakteri. Hasil ini menunjukkan bahwa isolat bakteri yang digunakan merupakan bakteri termofilik yang mampu tumbuh optimal pada suhu berkisar antara 45˚C hingga 65˚C. Menurut Foster et al. (1961), batas maksimum pertumbuhan bakteri termofilik adalah pada suhu 70˚C sehingga tidak memungkinkan untuk
12
terjadinya pertumbuhan bakteri pada suhu 75˚C. Ketika suhu meningkat hingga mencapai suhu optimum, protein dan enzim yang terdapat dalam sel akan memulai aktivitasnya sehingga metabolisme bakteri dapat berlangsung (Fardiaz 1989). Gambar 8 menunjukkan bahwa pada suhu 45˚C diperoleh jumlah koloni tertinggi dibandingkan suhu lainnya, yaitu sebesar 792 x 104 sel/mL (6.90 log CFU/mL). Peningkatan suhu menjadi 55˚C hingga 60˚C menunjukkan jumlah koloni yang lebih rendah dibandingkan koloni pada suhu 45˚C, masingmasing sebesar 522 x 104 sel/mL (6.72 log CFU/mL) dan 4.8 x 104 sel/mL (4.68 log CFU/mL). Peningkatan suhu inkubasi memiliki pengaruh yang berbanding terbalik terhadap jumlah koloni yang tumbuh pada media agar. Semakin tinggi suhu inkubasi maka kemampuan tumbuh isolat bakteri ini semakin menurun. Namun, berdasarkan log jumlah sel, jumlah koloni pada suhu 45˚C dan 55˚C menunjukkan jumlah yang tidak terlalu berbeda jauh dibandingkan dengan jumlah koloni pada suhu 60˚C. Hal ini dikarenakan suhu 55˚C merupakan suhu yang spesifik untuk pertumbuhan bakteri termofilik (Foster et al. 1961). Selain itu, isolat bakteri yang digunakan berasal dari Kawah Putih yang memiliki suhu air berkisar antara 55˚C−57˚C (Harahap 2007) sehingga kecepatan pertumbuhannya masih lebih baik dibandingkan jika isolat ditumbuhkan pada suhu 60˚C. Penentuan jumlah koloni ini dilakukan dengan hitungan cawan yang diasumsikan bahwa dari masing-masing sel mikrob akan tumbuh menjadi koloni terpisah bila diinokulasikan pada media agar. Walaupun hasil yang diperoleh bukanlah jumlah bakteri total, tetapi metode ini sering digunakan untuk menghitung koloni mikrob (Trihendrokesowo et al. 1989).
Log jumlah sel (cfu/ml)
7 6 5 4 3 2 1 0 30
45
55
60
75
Suhu (˚C) Gambar 8
Jumlah koloni isolat BAL termofilik dalam media Thermus agar pH 7 pada variasi suhu inkubasi.
Penemuan lain terkait BAL termofilik, antara lain isolat Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii ssp. bulgaricus yang telah berhasil diidentifikasi oleh Francois et al. (2007). Kedua kultur bakteri termofilik tersebut berhasil dikarakterisasi dari susu yang difermentasikan secara tradisional sehingga diketahui isolat bakteri mempunyai kemampuan tumbuh optimum pada suhu 45°C. Selain itu, terdapat bakteri termofilik lain yang juga mempunyai kemampuan tumbuh pada suhu 30˚C-60˚C, dengan suhu optimum pada 45˚C, seperti Bacillus coagulans, Lactobacillus helveticus (Helinck et al. 2006). Total produksi asam oleh BAL Termofilik Pengukuran dilakukan terhadap asam yang diproduksi oleh bakteri selama proses fermentasi. Walaupun tidak spesifik untuk mengukur kadar asam laktat, tetapi metode ini sering digunakan dan biasanya dinyatakan dalam persen asam laktat (Nugraheny 2005). Analisis total asam tertitrasi (TAT) dilakukan berdasarkan proses fermentasi terhadap isolat yang memiliki pertumbuhan optimum pada pH 7 dengan suhu inkubasi 45°C dan suhu 60°C, yang menjadi batas dari kisaran suhu optimumnya dalam media susu skim. Menurut Rahman et al. (1992), fermentasi yang dilakukan dalam penelitian ini termasuk tipe diskontinyu karena tidak dilakukan penambahan substrat ke dalam media setelah inokulasi bakteri ataupun pengambilan produk pada selang waktu tertentu. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 9, menunjukkan adanya perbedaan kemampuan isolat untuk memproduksi asam pada kondisi suhu yang diujikan. Kadar asam yang diproduksi selama fermentasi pada suhu 45˚C menunjukkan nilai tertinggi setelah waktu inkubasi mencapai jam ke-24, yaitu sebesar 0.27% dengan penurunan pH media mencapai pH 4.7. Kadar asam yang diproduksi pada suhu 60˚C menunjukkan nilai optimum setelah inkubasi mencapai jam ke12, yaitu sebesar 0.16% dengan penurunan pH media mencapai pH 5. Perubahan pH media terjadi akibat adanya asam yang diproduksi oleh isolat BAL termofilik. Pada suhu 45˚C terus terjadi penurunan nilai pH media hingga akhir fermentasi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10 sedangkan pada suhu 60˚C, penurunan pH media hanya sampai pada jam ke-12 dan setelah itu nilai pH menjadi tetap hingga akhir fermentasi, seperti ditunjukkan pada Gambar 11.
13
0.3
Suhu 60˚C Suhu 45˚C
0.25 TAT (%)
0.2 0.15 0.1 0.05 0 -0.05 0
12
24 36 48 Waktu Inkubasi (Jam)
60
Gambar 9 Total asam tertitrasi selama fermentasi BAL termofilik pada suhu 45°C dan 60°C dalam media susu skim. Blanko 8
Sampel
pH
6 4 2 0 0
12
24
36
48
60
Waktu Inkubasi (Jam) Gambar 10 Perubahan nilai pH selama fermentasi BAL termofilik pada suhu 45˚C.
sampel
8
blanko
pH
10
6 4 2 0 0
12 24 36 48 Waktu Inkubasi (Jam)
60
Gambar 11 Perubahan nilai pH selama fermentasi BAL termofilik pada suhu 60˚C.
Aktivitas fermentasi isolat bakteri yang diperoleh pada suhu 45°C menunjukkan kadar total asam yang dititrasi lebih tinggi, dengan penurunan pH yang lebih rendah hingga mencapai pH 4.5 dibandingkan aktivitas fermentasi pada suhu 60°C yang hanya
mencapai pH 5 dengan kadar asam yang lebih rendah. Masing-masing kondisi fermentasi menunjukkan terjadinya penurunan kadar asam setelah mencapai nilai optimum dengan semakin lamanya waktu inkubasi. Asam organik, seperti asam laktat yang diproduksi oleh BAL merupakan sumber karbon alternatif yang dapat digunakan kembali untuk pertumbuhan bakteri tersebut jika sumber karbon utama dalam media telah habis. Selain itu, asam laktat juga diubah menjadi asam propionat melalui residu metilmalonil-KoA yang dapat mempengaruhi karakteristik rasa pada produk fermentasi, terutama pada produk keju (Fardiaz 1989). Oleh karena itu, kadar asam yang diperoleh menunjukkan nilai yang semakin menurun dengan semakin lamanya waktu inkubasi. Fase-fase pada pola pertumbuhan mikroorganisme juga menunjukkan hasil metabolitnya. Metabolit primer dihasilkan oleh sel ketika berada pada fase log, sedangkan metabolit sekunder dihasilkan ketika sel berada pada fase stasioner. Asam laktat dalam penelitian ini merupakan hasil metabolisme primer BAL. Pertumbuhan sel maksimal ketika berada pada fase log, sehingga pada fase ini dihasilkan sel BAL dalam jumlah yang optimum dan berkorelasi positif terhadap asam laktat yang akan diproduksi pada proses fermentasi. Semakin besar konsentrasi sel maka kadar asam yang dihasilkan juga semakin besar (Rahman et al. 1992). Proses fermentasi juga ditunjukkan dengan adanya pembentukan curd (koagulan) pada media susu skim. Tekstur gumpalan curd yang dihasilkan pada proses fermentasi suhu 45°C lebih halus dan kompak dibandingkan struktur curd hasil fermentasi pada suhu 60°C. Hal ini dikarenakan struktur gumpalan yang dihasilkan dalam proses fermentasi pada suhu inkubasi 45°C bersifat lebih stabil (Tamime & Robinson 2007). Penggunaan susu skim sebagai media fermentasi bertujuan untuk mengoptimalkan pertumbuhan BAL karena mengandung laktosa sebagai gula fermentasi dan juga semua komponen gizi dalam susu yang tidak ikut terpisahkan pada proses pembuatan susu skim, kecuali lemak dan vitamin-vitamin dalam lemak (Buckle et al. 1987 dalam Nugraheny 2005). Selama proses fermentasi berlangsung, terjadi akumulasi asam organik yang menyebabkan keasaman pada susu meningkat dan dapat mengakibatkan ketidakstabilan kompleks kalsium-kasein-fosfat yang terkandung dalam susu. Keasaman yang
14
semakin tinggi, hingga akhirnya pH turun mencapai 4.7−4.6 akan menyebabkan terjadinya pembentukan koagulan atau curd pada media susu (Tamime & Robinson 2007). Asam yang terbentuk akan mempengaruhi protein kasein yang terkandung dalam susu hingga menyebabkan terjadinya denaturasi protein dan akibatnya terjadi koagulasi. Nilai pH 4.7 merupakan titik isoelektrik kasein yang menyebabkan terjadinya denaturasi terhadap protein tersebut (Rahman et al. 1992). Hasil pengukuran %TAT terhadap isolat bakteri yang diinkubasi pada suhu 60°C telah menunjukkan terbentuknya koagulan walaupun nilai pH belum mencapai 4.7−4.6. Sedangkan pada suhu inkubasi 45°C, koagulasi terjadi setelah waktu inkubasi 24 jam dan nilai pH mengalami penurunan hingga 4.7−4.5. Menurut Lucey (2001) dalam Tamime & Robinson (2007), selain dipengaruhi oleh pembentukan asam dalam media fermentasi, kecepatan pembentukan gumpalan curd juga dapat dipengaruhi oleh suhu inkubasi yang tinggi. Semakin tinggi suhu inkubasi menyebabkan semakin cepatnya terjadi koagulasi pada media fermentasi walaupun keasaman media belum mencapai pH 4.7−4.6. Inkubasi pada suhu tinggi membuat struktur gumpalan cenderung untuk merubah konformasinya menjadi lebih kompak seiring meningkatnya waktu inkubasi sehingga pemisahan gumpalan tersebut dalam media terjadi lebih cepat (Lee & Lucey 2003 dalam Tamime & Robinson 2007). Menurut Rahman et al. (1992), terjadinya koagulasi pada susu dengan keasaman yang rendah membutuhkan suhu inkubasi yang tinggi. Selain itu, berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa semakin tinggi suhu inkubasi maka semakin cepat terjadinya proses fermentasi sehingga asam yang diproduksi cepat mencapai kadar optimumnya. Namun, semakin tinggi suhu inkubasi maka kadar asam optimum (yield asam) yang dihasilkan justru semakin rendah. Suhu tinggi yang digunakan dalam inkubasi juga memberikan beberapa keuntungan lain, seperti dapat menghancurkan atau menginaktivasi organisme yang tidak diinginkan, mempengaruhi protein dalam susu sebagai media fermentasi untuk mengikat air sehingga diperoleh curd yang lebih kompak. Suhu tinggi juga mampu membebaskan oksigen sehingga menciptakan kondisi anaerob selama fermentasi (Helferich & Westhoff 1980 dalam Nugraheny 2005).
Pengukuran nilai pH selama proses fermentasi dilakukan bersamaan dengan pengukuran kadar asam. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perubahan pH tidak membentuk pola yang berbanding terbalik terhadap peningkatan kadar asam, yaitu semakin tinggi kadar asam maka pH menjadi semakin rendah. Menurut Frazier & Westhoff (1978), nilai pH tidak harus selalu berbanding terbalik terhadap total asam yang dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan pada pengukuran pH, nilai yang terukur hanya komponen asam yang terdisosiasi (tidak terikat), sedangkan pada pengukuran total asam tertitrasi, nilai yang terukur adalah komponen asam yang terdisosiasi dan yang tidak terdisosiasi (total asam). Jumlah koloni atau konsentrasi sel BAL termofilik memberikan pengaruh terhadap jumlah total asam yang diproduksi selama proses fermentasi. Semakin besar konsentrasi sel BAL termofilik maka kadar total asam yang dihasilkan pun akan semakin tinggi. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa isolat BAL termofilik yang digunakan hanya memiliki kemampuan tumbuh pada media dengan pH antara 5 hingga 7. Namun, pertumbuhan optimum terjadi pada pH 7. Jika dibandingkan dengan bakteri mesofilik yang saat ini telah banyak digunakan, pertumbuhan BAL termofilik menunjukkan kecepatan yang lebih rendah. Produksi asam laktat yang dihasilkan oleh BAL termofilik juga jauh lebih rendah dibandingkan bakteri mesofilik. Kadar asam laktat minimum yang dapat dihasilkan bakteri mesofilik dalam yoghurt adalah 0.7-0.9% (w/w) atau 80-100mM (Walstra et al. 1999), sedangkan menurut Neatherland standards (1967) kadar keasaman yang dihasilkan oleh BAL mesofilik dapat mencapai 1.48% dengan penurunan keasaman mencapai pH lebih rendah dari 4.0 pada akhir masa inkubasi proses fermentasi (Tamime & Robinson 2007). Beberapa BAL termofilik telah digunakan dalam industri, baik pangan maupun nonpangan. Kultur campuran antara Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii spp. bulgaricus yang tumbuh optimum pada suhu 45°C telah digunakan sebagai starter termofilik dalam industri yoghurt dan berbagai jenis keju. Dalam industri keju, kultur campuran tersebut difermentasikan pada suhu 35–43°C, terutama pada pembuatan keju mozarella, emmental, pizza, dan hard cheese, seperti grana (Auclair & Accolas 1983).
15
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Isolat termofilik yang berasal dari Kawah Putih Gunung Pancar, Bogor merupakan isolat Bakteri Asam Laktat (BAL) termofilik. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri terjadi pada pH 7 dengan suhu inkubasi berkisar antara 45˚C hingga 60˚C, dan waktu inkubasi optimum diperkirakan pada jam ke20. Hasil penelitian menunjukkan produksi total asam yang dinyatakan dalam persen asam laktat diproduksi secara optimum pada suhu 45˚C-60˚C dengan kadar sebesar 0.16%0.27% setelah 12-24 jam dan penurunan pH mencapai 5-4.5 pada akhir fermentasi. Saran Perlu dilakukan identifikasi asam organik yang diproduksi menggunakan HPLC agar diketahui jenis fermentasi yang dilakukan oleh isolat, termasuk homofermentasi atau heterofermentasi. Penelitian lanjutan terhadap media pertumbuhan yang lebih efektif perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh komposisi media terhadap pertumbuhan optimum isolat BAL termofilik. Selain itu, perlu dilakukan fermentasi karbohidrat dengan substrat yang berbedabeda, seperti glukosa, galaktosa, dan manosa pada kondisi optimum yang sama untuk mengetahui tingkat kadar asam.
DAFTAR PUSTAKA Agustinus. 2008. Produksi asam laktat dari limbah restoran menggunakan bakteri asam laktat dengan cara fermentasi [Laporan Praktik Lapangan]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official Agricultural Chemist. Washington: AOAC Int. Bamforth CW. 2005. Food, Fermentation and Microorganisms. Oxford: Blackwell Science. Brock TD. 1986. An overview of the thermophiles. dalam Brock TD. Thermophiles: General Molecular and
Applied Microbiology. New York: Jhon Wiley & Son. Datta R, Tsai SP, Bonsignore P, Moon SH, Frank JR. 1995. Technological and economic-potential of poly (lactic acid) and lactic-acid derivatives. Fems Microbiology Reviews 16:221-231. Dirnawan H. 1999. Isolasi bakteri termofilik penghasil enzim hidrolitik ekstraseluler dari sumber air panas Gunung Pancar [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Edwards C. 1990. Environtmental Biotechnology: Microbiology of Extreme Environtments. New York: McGraw-Hill Pub. Fardiaz S. 1989. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Frazier WC, Westhoff DC. 1978. Food Microbiology. New York: McGrawHill Book. Francois ZN, Nour EH, Fonteh AF, Moundipa FP. 2007. Biochemical properties of some thermophilic lactic acid bacteria strains from traditional fermented milk relevant to their technological performance as starter culture. Biotechnology 6: 14-21. Foster EM, Nelson FE, ML Speck, RN Doetsch, Olson JCJr. 1961. Dairy Microbiology. New Jersey: PrenticeHall. Harahap ES. 2007. Amplifikasi gen 16SrRNA bakteri termofilik dari sumber air panas Gunung Pancar Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Harmayani E, Ngatirah, Endang SR, Tyas U. 2001. Ketahanan dan viabilitas probiotik bakteri asam laktat selama proses pembuatan kultur kering dengan metode freeze dan spray drying. Teknol dan Industri Pangan 12: 126-132. Helinck S, Dominique LB, Moreau D, Yvon M. 2004. Ability of thermophilic lactic acid bacteria to produce aroma compounds from amino acids. Applied and Environtmental Microbiology 70: 3855-3861.
16
Hidayat MA. 2006. Fermentasi asam laktat oleh Rhizopus oryzae pada substrat singkong hasil hidrolisat asam [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Hogg
S. 2005. Essential Microbiology. England: John Wiley and Sons.
Hutkins RW. 2006. Microbiology and Technology of Fermented Foods. Oxford: Blackwell Pub. Kanti A. 2005. Actinomycetes selulolitik dari tanah hutan Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi. Biodiversitas 6: 8589. Labeda DP. 1990. Environtmental Biotechnology: Isolation of Biotechnological Organisms from Nature. New York: McGraw-Hill Pub. Madigan MT, Marrs BL. Extremophiles. Sci Am 82-87.
1997.
Misgiyarta, Widowati S. 2000. Seleksi dan karakterisasi bakteri asam laktat indigenus. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Bogor: Balai Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian 374-387. Nugraheny I. 2005. Pengembangan yoghurt probiotik dengan menggunakan isolat bakteri asam laktat asal manusia [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pelczar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Elements of Microbiology. Rahman A, Fardiaz S, Rahaju WP, Suliantari, Nurwitri CC. 1992. Teknologi Fermentasi susu. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Institut Pertanian Bogor. Rose AH. 1982. Economic Microbiology Vol 7: Fermented Foods. New York: Academic Pr. Riadi
L. 2007. Teknologi Yogyakarta: Graha Ilmu.
Fermentasi.
Sokatch JR. 1973. Bacterial Physiology and Metabolism. New York: Academic Pr.
Surono IS. 2004. Probiotik Susu Fermentasi Dan Kesehatan. Jakarta: Tri Cipta Karya. Suyono et al. 2008. Isolasi bakteri-termofilik asam laktat dari sumber air panas Gunung Pancar, Bogor [Laporan Akhir PKM]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Tamime AY, Robinson RK. 2007. Tamime and Robinson’s Yoghurt Science and Technology, 3rd edition. New York: Woodhead Pub. Trihendrokesowo et al. 1989. Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Universitas Gajah Mada. Underkofler LA, Hickey RJ. 1954. Industrial Fermenttion. New York: Chemical Pub. Wahyuni V. 2007. Aktivitas selulase Bacillus pumilus galur 55 yang diisolasi dari sumber air panas, Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Walstra P, Geurts TJ, Noomen A, Jellema A, Boekel MAJS. 1999. Dairy Technology Principles of Milk Properties and Processes. New York: Marcel Dekker. Walstra P, Jennes R. 1984. Dairy Chemistry and Physics. New York: Academic Pr. Widodo. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Yogyakarta: Lakticia Pr.
LAMPIRAN
18
Lampiran 1 Bagan alir penelitian Isolat bakteri dari kawah air panas
Uji aktivitas bakteri asam laktat
Peremajaan isolat bakteri asam laktat sediaan
Penyediaan stok bakteri
Karakterisasi bakteri asam laktat dengan variasi suhu dan pH
Uji kuantifikasi bakteri asam laktat
Analisis Total Bakteri Analisis Total Asam Tertitrasi
19
Lampiran 2 Alur kerja peremajaan kultur bakteri
Kultur murni isolat bakteri
1 ose Inokulasi pada media Thermus cair
Inkubasi suhu 55 °C selama 18-24 jam
Subkultur pada media Thermus agar miring
Inkubasi suhu 55 °C selama 18-24 jam
Penyimpanan, suhu 4°C.
20
Lampiran 3 Pembuatan media Thermus Komposisi media Thermus cair dalam volume 100 mL: (NH4)2SO4 0.01% = 0.01 gram MgSO4.7H2O 0.025% = 0.025 gram CaCl2 0.0125%= 0.0125 gram KH2PO4 0.03% = 0.03 gram NaCl 0.1% = 0.1 gram ekstrak khamir 0.2% = 0.2 gram pepton 0.4% = 0.4 gram kemudian dilarutkan dalam akuades hingga volume total mencapai 100 mL
Komposisi media Thermus agar dalam volume 100 mL: (NH4)2SO4 0.01% = 0.01 gram MgSO4.7H2O 0.025% = 0.025 gram CaCl2 0.0125%= 0.0125 gram KH2PO4 0.03% = 0.03 gram NaCl 0.1% = 0.1 gram ekstrak khamir 0.2% = 0.2 gram pepton 0.4% = 0.4 gram = 2 gram bakto agar 2.0% kemudian dilarutkan dalam akuades hingga volume total mencapai 100 mL
21
Lampiran 4 Alur kerja analisis total bakteri metode Plate Count
0.9 mL larutan NaCl 0.85% %
0.1 mL kultur bakteri
vorteks
10-1 10-2 10-3 10-4
100µL 100µL
Media Thermus
100µL
Media Thermus
Media Thermus
Inkubasi 55 °C, 24-48 jam
Hitung koloni
100µL
Media Thermus
22
Lampiran 5 Penentuan waktu optimum pertumbuhan isolat BAL termofilik dalam media Thermus cair pH 7 pada suhu 55˚C Waktu inkubasi (Jam)
Absorban sel
Optical Density (OD)
Jumlah sel/mL (x 106)
0 4 6 12 15 18 24 29 32 34 37 43 46
0.000 0.036 0.066 0.288 0.402 0.456 0.480 0.480 0.408 0.402 0.470 0.392 0.385
0 0.556 0.819 1.459 1.604 1.659 1.681 1.681 1.611 1.604 1.653 1.593 1.585
0 2.51 4.59 20.04 27.98 31.74 33.41 33.41 28.40 27.98 32.71 27.28 26.80
Lampiran 6 Penentuan pertumbuhan BAL pada suhu 55˚C dengan perlakuan variasi pH pada media Thermus cair
Nilai pH
Absorban
OD
3 5 7 9
0 0.015 0.075 0
0 0.176 0.875 0
Jumlah sel/mL (x 104) 0 104.4 522 0
Log jumlah sel (cfu/mL) 0 6.02 6.72 0
23
Lampiran 7 Penentuan pertumbuhan BAL pH 7 dengan perlakuan variasi suhu pada media Thermus cair Suhu (˚C) 30 45 60 75
Absorban 0.003 0.352 0.321 0.004
OD -0.523 1.547 1.507 -0.398
Lampiran 8 Penentuan jumlah koloni BAL termofilik dalam media Thermus pH 7 dengan perlakuan variasi suhu melalui metode Plate Count Variasi suhu (˚C)
Jumlah sel/mL Rataan jumlah 4 (x 10 ) sel/mL (x 104) 1 * 30 * 2 * 1 708 45 792 2 876 1 73.6 55 522 2 30.8 1 4.2 60 4.8 2 5.4 1 * 75 * 2 * Keterangan: * Tidak terjadi pertumbuhan isolat BAL termofilik. Ulangan
Log jumlah sel (cfu/mL) * 6.90 6.72 4.68 *
Lampiran 9 Penentuan Total Asam Tertitrasi dan perubahan pH selama fermentasi isolat BAL termofilik pada suhu 45˚C dalam media susu skim Nilai pH Jam ke-
VNaOH terpakai (mL)
Sampel
VNaOH terkoreksi sampel (mL)
Sampel
TAT Sampel (%) TAT rata-rata (%)
Blanko
Ulangan 1
Ulangan 2
Blanko
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
0
7.5
7
7.5
0.4
0.55
0.65
0.15
0.25
0.014
0.023
0.018
12
7
5.5
5
0.55
3.25
3.1
2.7
2.55
0.243
0.229
0.236
24
7
4.7
5
0.65
4
3.3
3.35
2.65
0.302
0.239
0.270
36
6
4.5
4.7
2.55
4.7
4
2.15
1.45
0.194
0.131
0.162
48
5.5
4.5
4.7
5.15
5.15
5.3
0
0.15
0
0.015
0.007
60
4.7
4.5
4.5
5.55
5
5.95
-0.55
0.4
-0.050
0.036
-0.007
24
Lampiran 10 Penentuan Total Asam Tertitrasi dan perubahan pH selama fermentasi isolat BAL termofilik pada suhu 60˚C dalam media susu skim Nilai pH
VNaOH terpakai (mL)
VNaOH terkoreksi Sample (mL)
TAT sampel (%)
Jam ke-
Blanko
Ulangan 1
Ulangan 2
Blanko
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
0
8
8
8
0.5
0.5
0.5
0
0
0
0
0
12
8
6
5
0.65
1.65
4.2
1
2.55
0.09
0.229
0.1595
24
5
5
5
4.35
4.65
4.5
0.3
0.15
0.027
0.014
0.0205
36
5
5
5
4.7
4.25
4.7
-0.45
0
-0.041
0
-0.0205
48
5
5
5
4
4
4.3
0
0.3
0
0.027
0.0135
60
5
5
5
3.6
3.6
3.7
0
0,1
0
0.009
0.0045
Sampel
Sampel
TAT rata-rata (%)
25
26
Lampiran 11 Penentuan total asam tertitrasi (TAT)
Total asam tertitrasi (%) = A B 90 100 C 1000
Keterangan: A = volume NaOH yang terpakai (mL) B = konsentrasi NaOH (N) C = volume sampel yang dianalisis (mL) 90 = BE asam laktat (90 g/ekivalen)
Analisis kadar asam tertitrasi pada suhu 45˚C jam ke-24 ulangan 1 Total asam tertitrasi =
3 . 35 mL 0 . 1 N 90 100 10 mL 1000
= 0.302 %
27
Lampiran 12 Metabolisme fermentasi homolaktat dari fruktosa 1,6 bisfosfat membentuk asam laktat
28
Lampiran 13 Metabolisme heterofermentasi melalui lintasan pentosa fosfat