KANDUNGAN MINERAL Se, Pb dan Hg DAGING AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KERTAS KORAN DALAM RANSUM PERIODE GROWER (3-4 MINGGU)
SKRIPSI FRANKY NINTHTAS GURNING
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN Franky N Gurning, D24103083. 2007. Kandungan Mineral Se, Pb dan Hg Daging Ayam Broiler yang Diberi Tepung Kertas Koran dalam Ransum Periode Grower (3–4 Minggu) . Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Widya Hermana, M.Si. Industri kertas merupakan salah satu jenis industri terbesar di dunia dengan menghasilkan 178 juta ton pulp, 278 juta ton kertas dan karton, dan menghabiskan 670 juta ton kayu. Pertumbuhannya dalam dekade berikutnya diperkirakan antara 2% hingga 3,5% per tahun (Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah, 2002). Kementrian Lingkungan Hidup (2005) menyatakan bahwa produksi Serikat Pers Surat Kabar sebesar 15.000 ton/bulan. Ketersediaan kertas ini cukup banyak sehingga konsumsi kertas untuk masa mendatang diduga akan terus meningkat setiap tahunnya. Meningkatnya konsumsi kertas akan meningkatkan kapasitas produksinya dengan tujuan memenuhi permintaan, hal ini diikuti pula dengan peningkatan jumlah limbah berupa kertas bekas yang dihasilkan sehingga akan timbul permasalahan lingkungan apabila tidak dimanfaatkan. Kertas koran bekas (domestic refuse) yang terlebih dahulu diolah agar menjadi tepung kertas koran dapat dimanfaatkan ternak. Akan tetapi perlu dikaji seberapa besar kandungan mineral Se,Pb dan Hg dapat terakumulasi pada daging ayam broiler. Hal tersebut sangat penting mengingat akumulasi kandungan mineral tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kandungan mineral Se, Pb dan Hg pada daging ayam broiler yang diberi tepung kertas koran dengan taraf R1=0%, R2= 5%, R3= 10%, R4=15%, R5= 20%, R6= 25% dalam ransum periode grower (3-4 minggu) untuk mendapatkan pertumbuhan kompensasi. Materi penelitian ini menggunakan 192 ekor DOC (Day Old Chicks) Strain Cobb. Pada akhir penelitian (umur 6 minggu), 24 ekor ayam digunakan sebagai sampel, setiap 25 gram daging paha segar bagian kanan dikumpulkan untuk pengujian kandungan mineral Se, Pb dan Hg daging dengan menggunakan atomic absorption spectrophotometer (AAS). Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 taraf perlakuan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 1 ekor. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (analysis of variance/ANOVA) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Dunnett (Steel dan Torrie, 1991). Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap kandungan kandungan Se, Pb dan Hg dalam daging ayam broiler. Kandungan mineral Se, Pb dan Hg dalam daging ayam broiler dengan pemberian tepung kertas koran sampai 25 % dalam ransum masih dibawah ambang batas toleransi (Se<0,19 mg/kg, Pb<0,19 mg/kg dan Hg<0,007 mg/kg) untuk dikonsumsi. Kata kunci : Se, Pb, Hg, tepung kertas koran, broiler
ii
ABSTRACT Concentration of Se, Pb and Hg Broiler’s Meat Fed Newspaper Meal at Growing Period (3-4 weeks) Gurning, F. N, Sumiati and W. Hermana
The wasted newspaper can be used as source of crude fiber in the grower broiler diets to obtain compensatory growth. However, it can be toxic to the animal if the ink contained in the newspaper is not removed properly. The ink contains Se, Pb and Hg those can be retained in the meat tissue and could be harmful for human as the consumer. The research used 192 DOC (Day Old Chicks) strain Cobb and were reared for six weeks. The treatment diets were R1 (broiler finisher commercial), R2 (R1 +5% newspaper meal), R3 (R1 +10% newspaper meal), R4 (R1 +15% newspaper meal), R5 (R1 +20% newspaper meal), and R6 (R1 +25% newspaper meal). Objective of the experiment was to determine the concentration of Se, Pb and Hg accumulation in broilers meat. The experiment was used completely randomize design with 6 treatments and 4 replications. One hundred and ninety two of broiler chickens strain Cobb were adjusted to compensatory growth through nutrient restriction during growing phase (day 28 to 34). The data were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and any significant different were further tested by Dunnett test. The results showed that using newspaper meal (0-25%) in the diets did not affect the accumulation of Se, Pb as well as Hg of the meat. It is concluded that using 25% newspaper in the diets is not harmful for consumers who consumed those broiler meat, because the concentration of Se, Pb and Hg are belowed the maximum tolerance amount. Keywords : Se, Pb, Hg, broiler, meat
iii
KANDUNGAN MINERAL Se, Pb dan Hg DAGING AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KERTAS KORAN DALAM RANSUM PERIODE GROWER (3-4 MINGGU)
FRANKY NINTHTAS GURNING D24103083
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
iv
KANDUNGAN MINERAL Se, Pb dan Hg DAGING AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KERTAS KORAN DALAM RANSUM PERIODE GROWER (3-4 MINGGU)
Oleh Franky Ninthtas Gurning D24103083
Skripsi Ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 21 Januari 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Sumiati, MSc. NIP.131 624 182
Ir. Widya Hermana, MSi. NIP. 131 999 586
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MScAgr. NIP. 131 955 531
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Agustus 1984 di Berastagi. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Manahat Gurning dan Else Sitanggang. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SDN 0404061 Berastagi. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTPN 1 Berastagi dan pendidikan menengah lanjutan atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN 1 Berastagi. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun 2003. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa DIKTI pada tahun 2006.
vi
KATA PENGANTAR Penulis menyampaikan terima kasih kepada Tuhan YME atas berkat rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kandungan Mineral Se, Pb dan Hg Daging Ayam Broiler yang Diberi Tepung Kertas Koran dalam Ransum Periode Grower (3-4 Minggu)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Mineral non esensial Pb dan Hg yang terdapat pada daging merupakan jenis mineral yang tidak atau belum diketahui kegunaannya dalam tubuh, sehingga jika dikonsumsi dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan konsumen. Mineral mikroesensial Se merupakan mineral yang berguna dan diperlukan untuk proses fisiologis, pembentuk struktur dalam jaringan, katalis dalam sistem enzim dan metabolisme sel, namun mineral ini mempunyai batas tertentu untuk dikonsumsi karena jika dikonsumsi secara berlebih akan mengganggu proses fisiologis ternak sehingga berakibat buruk terhadap kesehatan ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral Se, Pb dan Hg yang terdapat pada daging ayam broiler yang diberi tepung kertas koran dalam ransum pada ayam broiler pada periode grower (3-4minggu). Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Januari 2008 Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN......................................................................................................... ii ABSTRACT........................................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vi KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii DAFTAR TABEL................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xii PENDAHULUAN Latar Belakang............................................................................................. 1 Perumusan Masalah ..................................................................................... 2 Tujuan .......................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA Kertas ........................................................................................................... 3 Pertumbuhan Kompensasi ........................................................................... 4 Mineral......................................................................................................... 5 Selenium (Se).................................................................................... 6 Timbal (Pb) ....................................................................................... 7 Raksa (Hg) ........................................................................................ 9 METODE Lokasi dan Waktu ...................................................................................... 10 Materi......................................................................................................... 10 Ternak ............................................................................................. 10 Ransum ........................................................................................... 10 Kandang dan Peralatan ................................................................... 11 Vaksinasi......................................................................................... 12 Rancangan.................................................................................................. 12 Rancangan Percobaan .................................................................... 12 Peubah yang Diamati ...................................................................... 12 Prosedur ..................................................................................................... 13 Metode Proses Pembuatan Tepung kertas koran ........................... 13 Metode Pemberian Pakan ............................................................... 13 Metode Koleksi Sampel.................................................................. 13 Analisis Se dan Pb untuk Sampel Tepung kertas koran ................. 14 Analisis Se dan Pb untuk Sampel Daging dan Ransum Broiler finisher komersil ............................................................... 14 Analisis Hg untuk Sampel Tepung kertas koran, Daging dan Ransum Broiler Finisher Komersil................................................. 15
viii
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Se, Pb dan Hg dalam Tepung Kertas Koran dan Ransum Broiler Finisher Komersil............................................................ 16 Kandungan Se, Pb dan Hg Ransum Perlakuan .......................................... 17 Konsumsi Se, Pb dan Hg Periode Grower (3-4 minggu) sampai Finisher (4-6 minggu) .............................................................................................. 17 Kandungan Se Daging Ayam Broiler ....................................................... 20 Kandungan Pb Daging Ayam Broiler........................................................ 22 Kandungan Hg Daging Ayam Broiler ....................................................... 23 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ................................................................................................ 25 Saran .......................................................................................................... 25 UCAPAN TERIMAKASIH .................................................................................. 26 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 27 LAMPIRAN........................................................................................................... 30
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Jenis Ransum yang Digunakan Selama Penelitian ........................................ 10 2. Kandungan Nutrisi Pakan Broiler Starter (0-3 minggu), Finisher (4-6 minggu) dan Tepung Kertas Koran ............................................................................. 11 3. Komposisi Nutrisi Ransum Perlakuan (3-4 Minggu) .................................... 11 4. Kandungan Se, Pb dan Hg dalam Tepung Kertas Koran dan Ransum Broiler Finisher Komersil .......................................................................................... 16 5. Kandungan Se, Pb dan Hg dalam Ransum Perlakuan .................................... 17 6. Konsumsi Se, Pb dan Hg Periode Grower sampai Finisher.......................... 18 7. Kandungan Se Daging Ayam Broiler ............................................................ 20 8. Kandungan Pb Daging Ayam Broiler............................................................. 22 9. Kandungan Hg Daging Ayam Broiler ............................................................ 23
x
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Proses Washing Deinking ................................................................................ 4 2. Proses Pembuatan Tepung Kertas Koran....................................................... 13
xi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Konsumsi Ransum Perlakuan per Minggu Selama Penelitian (g/ekor)......... 30 2. Berat Segar Sampel, Hasil Pembacaan dan Ppm Sampel.............................. 30 3. Rekomendasi Nilai Rataan Kandungan Mineral dalam Makanan................. 31
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang Kendala harga pakan yang tinggi dapat ditanggulangi dengan meningkatkan efisiensi pakan agar menguntungkan secara ekonomis. Modifikasi pakan merupakan salah satu cara untuk menentukan keberhasilan manajemen pakan ini dengan pertimbangan tidak mengurangi nilai nutrisi yang dibutuhkan ternak. Masa pertumbuhan merupakan masa dimana ternak tumbuh menjadi lebih besar sesuai dengan bentuk dan ukuran organ berdasarkan masing-masing jenis ternak. Masa pertumbuhan ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi pakan
melalui
teknik
pertumbuhan
kompensasi.
Pertumbuhan
kompensasi
merupakan pertumbuhan yang cepat setelah ternak mengalami pembatasan pemberian pakan dan zat nutrisi tertentu. Penghambatan asupan nutrisi dengan meningkatan pemberian serat kasar dalam ransum pada masa pertumbuhan untuk memperbesar dan memperpanjang atau meningkatkan kapasitas saluran organ pencernaan sehingga laju digesta relatif lebih lama. Kertas koran adalah salah satu media informasi, namun setelah digunakan biasanya kertas tersebut tidak berguna lagi dan dibuang. Kertas koran bekas (domestic refuse) sebagai salah satu sumber serat kasar untuk dijadikan pakan ternak, memiliki ketersediaan yang tinggi sehingga pemanfaatannya diperlukan untuk meningkatkan daya guna. Pulp serat panjang dan kertas koran bekas merupakan bahan baku utama pembuatan kertas koran. Namun, karena faktor budaya, hanya sebagian kecil saja produksi kertas koran bekas yang kembali ke industri untuk didaur ulang. Dengan perhitungan produksi Serikat Pers Surat Kabar sebanyak 15.000 ton/bulan, yang kembali hanya berkisar 20 persen, sehingga Industri Kertas Indonesia mengimpor kertas bekas sebesar 1.296.855,80 ton di tahun 2002 dan 501.302,1 ton di tahun 2004 (Kementrian Lingkungan Hidup, 2005). Kertas koran bekas dapat digunakan sebagai sumber serat dalam pakan, namun adanya mineral Se, Pb dan Hg dalam zat tinta pada kertas koran dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan ternak jika termakan dalam batas berlebih, terutama pada manusia yang mengkonsumsi daging ternak tersebut. Jika Se, Pb dan Hg terkonsumsi, mineral ini dapat terdeposit dalam jaringan biologis tubuh dan bila terdapat dalam jumlah berlebih akan menghambat pertumbuhan dan produktivitas
xiii
serta menyebabkan keracunan, mineral tersebut menggangu sistem kerja organ dan fungsi fisiologis tubuh serta dapat menimbulkan kematian. Ciri dari keracunan ini dapat berupa anemia, hilangnya koordinasi otot (lumpuh), tremor pada otot, gangguan daya ingat, hilangnya nafsu makan, karsinogenik dan dalam kondisi akut, akan menyebabkan kematian. Dengan demikian harus dikaji seberapa besar kandungan Se, Pb dan Hg yang mungkin terdapat pada daging ayam broiler. Perumusan Masalah Kendala harga pakan tinggi pada industri unggas menuntut sumber daya manusianya untuk mencari solusi dalam keberlanjutan usaha. Solusi untuk menyiasati hal tersebut dapat dilakukan berupa pemanfaatan pertumbuhan kompensasi untuk meningkatkan efisiensi pakan. Tepung kertas koran merupakan salah satu sumber serat kasar dalam ransum broiler untuk melakukan teknik pertumbuhan kompensasi. Tepung kertas koran (TKK) merupakan hasil pengolahan kertas koran bekas melalui proses penghilangan tinta (washing deinking) yang mungkin masih mengandung mineral Se, Pb dan Hg, untuk itu perlu dievaluasi kandungan mineral tersebut pada daging ayam broiler yang diberi tepung kertas koran dalam ransum pada masa pertumbuhan (3-4 minggu). Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kandungan mineral Se, Pb dan Hg pada daging ayam broiler yang diberi tepung kertas koran dalam ransum periode grower (3-4 minggu).
xiv
TINJAUAN PUSTAKA Kertas Produk kertas adalah produk jadi yang menggunakan kertas sebagai bahan baku untuk menghasilkan berbagai komoditas, surat kabar, majalah, buku dan lainlain (Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, 2005). Kertas koran merupakan kertas yang diproduksi dari bahan baku hasil daur ulang semua jenis kertas dan karton yang tidak digunakan lagi dengan pengolahan secara terpisah meliputi pembuatan bubur kertas (pulp) tanpa melalui proses pemasakan, kemudian dilanjutkan dengan penyaringan dan pembersihan (Achmadi et al., 1995). Santoso (1986) menyatakan bahwa kertas dapat dimanfaatkan oleh ternak terutama ruminansia. Pemberian 12% kertas koran dalam ransum tidak mempengaruhi penampilan penggemukan sapi pedaging (feedlot ferformance) dan sifat karkas sapi jantan yang dikebiri (steer) dengan kadar lemak yang lebih rendah dari kontrol yaitu ransum tanpa diberi kertas koran (Santoso, 1986). Industri kertas berkembang pesat dengan menghasilkan 178 juta ton pulp, 278 juta ton kertas dan karton, dan menghabiskan 670 juta ton kayu. Pertumbuhannya dalam dekade berikutnya diperkirakan antara 2% hingga 3,5% per tahun (Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah, 2002) Hal yang harus diperhatikan dalam pengolahan kembali kertas koran bekas (domestic refuse) untuk tipe-tipe tetentu adalah banyaknya mineral dan zat tinta yang harus dibuang (deinking) (Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, 2005). Secara garis besar tahapan pembuatan bubur kertas (pulp) dari kertas bekas yaitu penguraian serat, pembersihan dan penyaringan, pembersihan kontaminan, pengurangan kadar air, pemutihan dan pembersihan hasil pemutihan dan proses pengeringan (Emerton, 1980). Pengumpulan tinta dimulai dari pengembangan serat setelah kertas bekas dibenamkan ke dalam air. Molekul air dengan ikatan hidrogen berikatan dengan molekul selulosa dan pengaruhnya ditingkatkan dengan penambahan basa (NaOH) dan pengaturan suhu pemasakan (Olson dan Letscher, 1992). Hidayat (1996) menyatakan bahwa pada dasarnya ada dua tipe pengolahan kertas untuk penghilangan tinta berupa flotasi (flotation deinking) dan pencucian (washing deinking). Sebelum ke proses flotasi dan pencucian dilakukan beberapa tahap, meliputi :
xv
1. Pulping atau defibering dengan penambahan bahan kimia. Proses pulping merupakan penguraian kertas dengan menggunakan mekanik, disertai dengan penambahan air dan bahan kimia. 2. Pembersihan dan penyaringan (cleaning dan screening). Diagram alir proses washing deinking dapat dilihat pada Gambar 1. Kertas bekas
Penguraian (repulping)
Penyaringan kasar
Pengapungan Primer
Pengapungan sekunder
Penjernihan filtrat pencuci
Penyaringan Halus Air jernih
Mesin kertas
Pulp bersih
Pencucian II
Pencucian I
Pengentalan
Gambar 1. Proses Washing Deinking (Hidayat, 1996) Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (2005) menyatakan bahwa kertas yang diolah dari bahan baku berupa kertas bekas masih mengandung logam Pb dan Hg sehingga perlu dilakukan pengujian kandungan logam dalam kertas tersebut. Pertumbuhan Kompensasi Pertumbuhan kompensasi merupakan usaha untuk mencapai pertumbuhan ternak secara maksimal melalui pembatasan asupan nutrisi pada masa pertumbuhan diikuti dengan periode pemulihan dengan pemberian nutrisi yang cukup bahkan tidak dibatasi untuk memacu pertumbuhan sehingga ketertinggalan pertumbuhan sebelumnya dapat disusul kembali (Lawrence dan Fowler, 1998). Pemberian pakan berserat menimbulkan perubahan ukuran bagian-bagian saluran pencernaan sehingga menjadi lebih berat, panjang dan tebal. Perubahan ini juga diikuti dengan jumlah jonjot usus (villi) dan kemampuan sekresi enzim-enzim pencernaan (Amrullah, 2002).
xvi
Lawrence dan Fowler (1998) menyimpulkan dari berbagai data penelitian bahwa periode pertumbuhan dengan pembatasan pakan secara alami meliputi : 1. Tingkat pembatasan nutrisi, yang menyebabkan kehilangan bobot badan. 2. Pembatasan, mengakibatkan kebutuhan hidup pokok menjadi konstan 3. Pembatasan ringan yang dapat menambah bobot hidup. Lawrence dan Fowler (1998) menyatakan bahwa pertumbuhan kompensasi yang diamati pada hewan mulai awal hidup menyebabkan hewan meningkatkan konsumsi pakan. Sementara itu faktor lain yang mempengaruhi adalah perubahan laju metabolis dan efek perbedaan kebutuhan hidup pokok hewan. Adanya kebutuhan energi yang rendah untuk pertumbuhan dan bertambah besarnya daya tampung pada usus dalam saluran pencernaan akan menyebabkan pertambahan bobot badan (Lawrence dan Fowler, 1998). Ketika nutrisi yang tidak dibatasi diberikan pada ternak menunjukkan dampak positif terhadap pertambahan bobot badan (Leeson dan Zubair, 1997). Mineral Widodo (2002) menyatakan bahwa semua mineral esensial dianggap ada dalam tubuh hewan. Makro dan mikro mineral tergantung pada jumlah mineral tersebut dalam tubuh hewan dimana mineral lebih dari 50 mg/kg termasuk dalam mineral makro, sedangkan dibawahnya termasuk mineral mikro (Darmono, 1995). Terdapat 22 jenis mineral esensial yaitu tujuh mineral makro mencakup : Kalsium (Ca), Natrium (Na), Kalium (K), Fosfor (P), Magnesium (Mg), Klor (Cl), Sulfur (S) dan lima belas mikro atau trace mineral mencakup : Besi (Fe), Yodium (I), Seng (Zn), Kobalt (Co), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Molibdenum (Mo), Selenium (Se), Kromium (Cr), Vanadium (V), Flourin (F), Silikon (Si), Nikel (Ni) dan Arsen (As). Aluminium (Al), Timbal (Pb), Rubidium (Ru) hanya bersifat menguntungkan dalam beberapa kondisi (Underwood dan Suttle, 2001). Mineral dibutuhkan sebagai pembentuk skeleton, sebagai bagian dalam berbagai jenis ikatan yang terdapat dalam tubuh, misalnya sebagai elektrolit untuk menjaga keseimbangan tekanan osmotik pada tubuh ayam (NRC, 1994). Mineral juga berperan sebagai pembentuk struktur organ dan jaringan, bersifat katalis dalam sistem hormon dan pada enzim sebagai aktifator dan mengatur pembelahan dan penggandaan sel (Underwood dan Suttle, 2001).
xvii
Mineral mikro dibutuhkan hanya dalam jumlah kecil, apabila termakan dalam jumlah besar dapat bersifat racun (Widodo, 2002). Mineral yang dapat menyebabkan keracunan mencakup mineral esensial seperti Cu, Zn, Se, dan non esensial seperti Hg, Pb, Cd dan As (Darmono, 1995). Selenium (Se) Sebelum tahun 1957 telah diadakan penelitian tentang selenium yang menyatakan bahwa selenium adalah esensial pada fisiologis ternak, meskipun dibutuhkan dalam jumlah kecil pada jaringan bila dibandingkan dengan mineral esensial
lainnya
(Underwood
dan
Suttle,
2001).
Kekurangan
selenium
mempengaruhi pertumbuhan, kesehatan dan fertilitas ternak, dan metabolisme selenium mempunyai hubungan dengan vitamin E pada ternak. Selenium merupakan mineral esensial bagi pertumbuhan ayam dan juga dapat bertindak sebagai pengganti vitamin E (Underwood dan Suttle, 2001). Selenium pada hewan penting untuk pertumbuhan dan fertilitas serta untuk mencegah beberapa penyakit. Selenium ditemukan sebagai unsur nutrisi pada tahun 1950, pada waktu terjadi outbreak gangguan miopati pada domba, sapi dan adanya eksudatif diatesis pada ayam. Penyakit tersebut dapat dicegah dengan pemberian diet yang mengandung Se. Selenium merupakan komponen dari enzim glutation peroxidase yang merupakan enzim yang mengkatalisis dalam pengambilan Hidrogen-Peroksida (Ullrey, 1992). Selenium merupakan trace elemen essential, namun akan menjadi racun dalam jumlah berlebih. Hal ini dapat muncul secara alamiah kronis dan akut karena penambahan selenium yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga jika diberikan melebihi batas toleran terjadi penimbunan di sekitar seleniferus (O’Toole dan Raisbeck, 1995). Kadar selenium yang terdapat pada pakan tergantung pada jenis tanaman (hijauan) yang digunakan sebagai sumber pakan, dimana pakan tersebut dipengaruhi oleh tanah dan musim dimana tanaman tumbuh (Underwood dan Suttle, 2001). Underwood (2001) menyatakan bahwa batas normal penggunaan mineral Se per hari dalam ransum ayam maksimal adalah 1-10 mg/kg. Menurut Underwood dan Suttle (2001), ada dua tipe keracunan Se yaitu : 1. Selenosis akut: Hewan yang memakan pakan mengandung Se yang tinggi dan langsung menunjukkan gejala sakit dan mati dalam beberapa jam, kandungan Se
xviii
ditemukan dalam tubuh hewan sebesar 20-30 ppm, terutama pada hati, ginjal, rambut. 2. Selenosis kronis: Pada ternak ruminansia disebut alkali disease, hewan yang memakan pakan mengandung Se di atas normal, sehingga menyebabkan keracunan dalam waktu tertentu dengan menunjukkan gejala rambut/bulu rontok, kuku retak, dan dalam waktu tertentu menyebabkan kematian. Pada ternak nonruminansia terlihat kehilangan nafsu makan, pertumbuhan terhambat, penurunan daya tetas dan gangguan saraf pusat. Tingginya kandungan selenium dalam tubuh menyebabkan keracunan, sama halnya pada manusia menyebabkan terjadi beberapa gangguan kesehatan berupa: rambut rontok, cacat kuku, potensi kanker, lever, tumor hati, pergerakan lemah akibat gangguan otot, tumor hati dan kematian (Ullrey, 1992). Food Drug Administration (1998) merekomendasikan bahwa batas toleransi konsumsi mineral Se pada manusia sebesar 0,05-0,20 mg/hari. Timbal (Pb) Timbal dengan lambang kimia Pb, biasa disebut timah hitam atau dalam bahasa latin disebut dengan Plumbum. Elemen ini bersifat tidak stabil sehingga jarang ditemui dalam keadaan bebas, umumnya elemen ini berbentuk sulfida berupa PbS yang disebut galena. Garam anorganik lainnya dapat berupa PbCO3, PbSO4 dan lain lain yang umumnya merupakan senyawa sukar larut (National Academy of Sciences, 1980). Keracunan timbal umumnya berasal dari tanah disaat ternak yang digembalakan memakan tanah atau rumput yang mengandung timbal (Underwood dan Suttle, 2001). Ternak muda umumnya terkena keracunan timbal lebih mudah, dimana ternak muda mengalami masa pertumbuhan sensitif terhadap adanya gangguan. Pb dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, pernapasan dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit. Senyawa Pb yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan/minuman akan diikutkan dalam proses metabolisme tubuh. Keracunan timbal bersifat akumulasi dalam jaringan biologis ternak yang dipengaruhi oleh bentuk kimia dalam pakan, waktu dan kadar yang termakan.
xix
Keracunan timbal melalui pernafasan, Pb yang terhirup masuk ke dalam pembuluh darah paru-paru, dimana penyerapan sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel senyawa Pb yang ada dan volume udara yang mampu dihirup pada saat bernapas. Pb yang diserap berikatan dengan darah di paru-paru diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh. Pb yang terserap oleh darah berikatan dengan sel-sel darah merah. Pada jaringan atau organ tubuh logam Pb akan terakumulasi pada tulang, karena dalam bentuk ion Pb2+ mampu menggantikan keberadaan ion Ca2+ yang terdapat pada jaringan tulang (National Academy of Sciences, 1980). Timbal dalam bentuk larutan diabsorpsi melalui dinding saluran pencernaan. Sistem darah porta hepatis (dalam hati) membawa timbal tersebut dan dideposisi serta sebagian lagi dibawa oleh darah dan didistribusikan ke dalam jaringan. Timbal kemudian diekskresikan melalui urin dan feses. Kebanyakan ekskresi terjadi melalui cairan empedu ke dalam intestinum dan sebagian kecil diekskresikan ginjal melalui air susu, keringat dan rambut (Darmono, 1995). Underwood dan Suttle (2001) menyatakan gejala yang khas dari keracunan timbal ini adalah : 1) Gastroenteritis, disebabkan reaksi rangsangan garam Pb pada mukosa saluran pencernaan, sehingga menyebabkan pembengkakan, dan gerak kontraksi rumen dan usus terhenti, peristaltik menurun, sehingga terjadi konstipasi dan kadangkadang diare. 2) Anemia, Pb terbawa dalam darah dan lebih dari 95% berikatan dengan eritrosit. Ini menyebabkan mudah pecahnya sel darah merah dan berpengaruh terhadap sintesis Hb sehingga menyebabkan anemia. 3) Ensefalopati, Pb menyebabkan kerusakan sel endotel dan kapiler darah otak sehingga dapat menimbulkan sakit kepala, mudah lupa, dan lain-lain. Kadar Pb normal yang masuk ke dalam tubuh manusia kira-kira 0,3 mg. Bagi orang normal dengan masukan 0,6 mg Pb/hari dalam jangka waktu lama dapat menderita keracunan. Masukan Pb dengan kadar lebih besar dari 0,6 mg/hari mempercepat akumulasi dan timbulnya keracunan. Misalnya dengan masukan 2,5 mg Pb/hari keracunan terjadi setelah empat tahun, sedangkan 3,5 mg Pb/hari hanya memerlukan beberapa bulan (Pikiran Rakyat, 2007). Food Drug Administration (1998) merekomendasikan bahwa batas toleransi konsumsi mineral Pb pada manusia sebesar 0,429 mg/hari.
xx
Raksa (Hg) Hg dikenal dengan istilah Raksa atau merkuri dan elemen ini bersifat nonesensial bagi ternak (National Academy of Sciences, 1980). Merkuri masuk kedalam tubuh hewan biasanya dalam bentuk senyawa organik metilmerkuri melalui inhalasi (paru) maupun melalui pakan atau saluran pencernaan (Darmono, 1995). Bentuk merkuri murni (elemen) adalah satu-satunya logam yang bersifat cair dalam suhu kamar 25oC (National Academy of Sciences, 1980). Jika termakan tidak menyebabkan keracunan, tetapi uapnya sangat berbahaya. Sekali terhisap, uap Hg akan mengalir dalam darah dengan cepat terbawa ke otak dan teroksidasi menjadi bentuk merkuri (Hg 2+) dan bentuk ini stabil dan tertinggal dalam otak (Darmono et al., 1995). Keracunan merkuri dapat dibedakan menjadi dua bagian besar berupa keracunan secara anorganik dan organik. Bentuk anorganik ini dibedakan berdasarkan bentuk elemen, merkuro dan merkuri. Pada bentuk anorganik tersebut merkuri berikatan dengan satu atom karbon atau lebih (Board on Agriculture, 1980). Organik merkuri umumnya berbentuk cairan lipid dan lebih mudah diserap daripada garam anorganik, dimana tingkat penyerapan dapat mencapai 60-100% pada ternak (Board on Agriculture, 1980). Bentuk organik merkuri berikatan dengan rantai alkil yang pendek. Rantai pendek akilmerkuri lebih mudah diserap, semakin pendek rantai C yang berikatan dengan Hg akan menyebabkan Hg sangat mudah diserap dan bersifat stabil didalam sistem metabolisme sehingga mengakibatkan daya racun alkilmerkuri semakin tinggi (Board on Agriculture, 1980). Sifat khas dari alkilmerkuri adalah mudahnya elemen ini menginfiltrasi jaringan yang membawa darah menuju otak dan plasenta serta menggangu sistem saraf pusat (Darmono et al., 1995). Batas maksimal penggunaan merkuri yang dapat ditoleransi dalam makanan yang dikemukakan oleh Food and Drug Administration (FDA) adalah kurang dari 0.5 mg/kg bahan kering (Underwood dan Suttle, 2001).
xxi
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Serat, Puslitbang Kehutanan Bogor; Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Unggas, Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor; Pusat Penelitian Tanah dan Balai Besar Industri Agro, Bogor selama bulan Maret 2006 sampai Juli 2006. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 192 ekor DOC (day old chick) ayam broiler strain Cobb yang diperoleh dari PT Sierad Produce. Ayam dipelihara selama enam minggu. Pada akhir penelitian, dua ekor ternak dari setiap ulangan diambil untuk dianalisis kandungan mineral Se, Pb dan Hg daging. Ransum Ransum yang digunakan selama penelitian adalah ransum komersil berbentuk crumble baik pada periode starter (0-3minggu) maupun pada periode finisher (4-6 minggu). Pada periode grower (3-4minggu) ransum yang digunakan terdiri atas broiler finisher komersial dan tepung kertas koran. Jenis ransum yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis Ransum yang Digunakan Selama Penelitian Umur (minggu) 0-3
3-4
4-6
Perlakuan R1
BSK
BFK
BFK
R2
BSK
BFK + 5% TKK
BFK
R3
BSK
BFK + 10% TKK
BFK
R4
BSK
BFK + 15% TKK
BFK
R5
BSK
BFK + 20% TKK
BFK
R6
BSK
BFK + 25% TKK
BFK
Keterangan :
1. BSK = Broiler Starter Komersil 2. TKK = Tepung Kertas Koran 3. BFK = Broiler Finisher Komersil
Kandungan nutrisi ransum starter (0-3minggu), finisher (4-6 minggu) dan tepung kertas koran dapat dilihat pada Tabel 2.
xxii
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Pakan Broiler Starter (0-3minggu), Finisher (46 minggu) dan Tepung Kertas Koran Komponen
Pakan Broiler
Pakan Finisher
Tepung Kertas
Starter Komersil(1)
Komersil(1)
Koran(2)
13,0 22,5 5,0 5,0 7,0 0,9 0,6 3.070 -
13,0 20,5 5,0 5,0 7,0 0,9 0,6 3.170 -
9,01 2,17 1,70 54,36 6,13 0,1(3) 0,07(3) 4,071(3)
Kadar air (%) Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Abu (%) Ca (%) P (%) EM (kkal/kg) EB (kkal/kg)
Keterangan :(1). PT Charoen Pokphand (2006) (2). Hasil Analisis Proksimat Laboratorium Sumberdaya Hayati dan Biteknologi PAU, IPB (2006) (3). Santoso, (1987)
Kandungan nutrisi ransum perlakuan periode grower (3-4 minggu) disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Perlakuan (3-4 Minggu)(1) Komponen Kadar air (%) Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Abu (%) Ca (%) P (%) E M (kkal/kg)
R1(2) 13,00 20,50 5,00 5,00 7,00 0,90 0,60 3.170,00
R2(2) 12,80 19,58 4,84 7,47 6,96 0,86 0,57 3.011,70
R3(2) 12,60 18,67 4,67 9,94 6,91 0,82 0,55 2.853,41
R4(2) 12,40 17,75 4,51 12,40 6,87 0,78 0,52 2.695,11
R5(2) 12,20 16,83 4,34 14,87 6,83 0,74 0,49 2.536,81
Keterangan : (1). Hasil Perhitungan kandungan nutrisi BFK + TKK (2). R1 = BFK; R2 = BFK + 5% TKK; R3 = BFK + 10% TKK; R4 = BFK TKK; R5 = BFK + 20% TKK; R6= BFK + 25% TKK
R6(2) 12,00 15,92 4,18 17,34 6,78 0,70 0,47 2.378,52 + 15%
Kandang dan Peralatan Ayam dipelihara di kandang berukuran 1m x 0,8m dengan alas sekam padi yang telah difumigasi. Kandang terdiri atas 24 petak dengan tiap petak berisi 8 ekor ayam broiler. Setiap petak dilengkapi dengan peralatan makan dan air minum yang disesuikan dengan kebutuhan ayam. Sebagai penerangan digunakan lampu pijar 60 watt yang ditempatkan pada setiap kandang. Peralatan lainnya adalah timbangan elektrik yang berfungsi untuk
xxiii
menimbang ayam setiap minggu dan konsumsi ransum selama penelitian. Selain itu juga digunakan peralatan lain seperti gayung, plastik ransum dan ember. Vaksinasi Vaksin yang digunakan selama penelitian antara lain vaksin ND melalui tetes mata pada umur 3 hari dan 21 hari melalui air minum untuk mencegah penyakit tetelo (Newcastle Disease/ND) dan vaksin gumboro B pada umur 12 hari melalui air minum untuk mencegah penyakit gumboro. Rancangan Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 2 ekor. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = μ + τi + εij Keterangan : Yij : Nilai Respon dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ
: Nilai rataan umum
τi
: Pengaruh perlakuan ke-i
εi
: Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
i
: Perlakuan terhadap pemberian tepung kertas koran (1,2,3,4,5,6)
j
: Ulangan (1,2,3,4) Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (analysis of
variance) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Dunnett (Steel dan Torrie, 1991). Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Konsumsi Se, Pb dan Hg pada periode grower (3-4 minggu) sampai finisher (4-6 minggu) Konsumsi Se, Pb dan Hg dihitung berdasarkan konsumsi ransum (BK) dikalikan dengan kandungan Se, Pb dan Hg ransum perlakuan (mg/kg BK) mulai dari minggu keempat sampai keenam. 2. Kandungan Se, Pb dan Hg dalam daging
xxiv
Kandungan Se, Pb dan Hg dalam daging dianalisis dengan menggunakan atomic absorbtion spectrophotometer (AAS). Prosedur Metode Proses PembuatanTepung Kertas Koran (TKK) Proses pembuatan TKK terdiri dari pemisahan tinta kertas koran (deinking) dan pembentukan tepung. Deinking mencakup penguraian serat, penyaringan, pemisahan tinta dan pencucian. Proses alur pembuatan TKK dapat dilihat pada Gambar 2. Kertas Koran Perendaman selama 12-18 jam dalam air deterjen Koran : Air : deterjen (1 : 5 : 0.008)
Penggilingan Basah dan Pencucian pada Beater Hollander
Pengeringan di oven T = 60 oC, t = 24 jam
Penggilingan Halus pada Grinder
Tepung Kertas Koran
Gambar 2. Proses Pembuatan Tepung Kertas Koran Metode Pemberian Pakan Ransum dan air minum diberikan ad libitum. Air minum diganti setiap hari. Ransum broiler starter komersil diberikan pada minggu pertama, kedua, ketiga dan dilanjutkan dengan pemberian ransum broiler finisher komersil pada periode pemulihan pada minggu kelima dan enam. Metode Koleksi Sampel Pada masa akhir pemeliharaan, 25 g paha bagian kanan sebanyak 2 ekor untuk setiap ulangan dikumpulkan. Daging yang terdapat pada paha dipisahkan dari
xxv
tulang dan kulit. Ukuran daging tersebut diperkecil (homogen) untuk dianalisis kandungan mineral Se, Pb dan Hg daging. Analisis Se dan Pb untuk Sampel Tepung Kertas Koran Satu g BK kertas koran dimasukkan kedalam 150 mL pyrex beaker. Tambahkan 10 mL HNO3. Dibiarkan beberapa menit sampai semua sampel bereaksi. Setelah seluruh sampel bereaksi secara sempurna, dilakukan penambahan 3 mL 60% HClO4 kemudian dipanaskan pada hot plate. Awal pemanasan suhu diatur pada suhu rendah kemudian setelah busa yang terbentuk habis, perlahan-lahan suhu dinaikkan sampai 80oC ± 4 jam. Pemanasan dilakukan sampai seluruh asam nitrat terevaporasi. Jika selama pemanasan timbul gumpalan hitam, suhu diturunkan, kemudian ditambahkan 10 mL HNO3 dan pemanasan dilanjutkan kembali. Setelah pemanasan selesai, sampel didinginkan selama semalam, kemudian ditambahkan larutan 10 mL 5% La2O3 kedalam labu takar 50 mL. Pengukuran kadar Se dan Pb dilakukan dengan menggunakan atomic absorbtion spectrophotometer (AAS) (AOAC, 1984). Perhitungan : ppm Element = (µg/mL) x F/g sampel dimana F = (mL contoh yang diencerkan) 50 mL % elemen = ppm x 10-4 Analisis Se dan Pb untuk Sampel Daging dan Ransum Broiler Finisher Komersil Delapan g BK sampel daging ditempatkan dalam labu erlenmeyer. Pengabuan diawali dengan penambahan ± 40 ml HNO3 dan dibiarkan selama ± 1 jam. Sampel kemudian dipanaskan (800C) ± 4 jam pada hot plate . Setelah pemanasan selesai, sampel didiamkan selama semalam. Asam sulfat (H2SO4) pekat sebanyak 3,2 ml ditambahkan, kemudian dipanaskan kembali selama ± 1 jam. Larutan campuran asam nitrat dan perklorat (1 : 2) ditambahkan sebanyak 5 – 6 tetes pada saat terjadi perubahan warna dari coklat – coklat muda – kuning – kuning muda, larutan dipanaskan kembali selama 15 menit. Selanjutnya aquades sebanyak 16 ml dan 4,8 ml HCl pekat ditambahkan. Pemanasan dilakukan kembali sampai semua bahan larut. Kemudian suhu diturunkan dan sampel didinginkan. Larutan
xxvi
ditransfer kedalam labu takar 25 ml. Pengukuran kadar Se dan Pb dilakukan dengan menggunakan atomic absorbtion spectrophotometer (AAS) (SNI, 1991). Perhitungan : ppm Element = (µg/ml) x F/g sampel dimana F = (ml contoh yang diencerkan) 50 ml % elemen = ppm x 10-4 Analisis Hg untuk Sampel Tepung Kertas Koran, Daging dan Ransum Broiler Finisher Komersil Sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam tabung destruksi. 4 ml HNO3 dan 1 ml H2O2 ditambahkan. Destruksi dilakukan di dalam penangas selama satu jam. Kemudian larutan ditransfer ke dalam labu takar 25 atau 50 ml kemudian dihimpitkan ke dalam air suling. Pengukuran kadar Hg dilakukan dengan AAS tanpa nyala pada panjang gelombang 253,7 nm dengan larutan standar 0 – 50 µg/l (BBIA, 2006). Perhitungan : ppm Element = konsentrasi pembacaan x volume pembacaan x 1000 bobot contoh (g)
xxvii
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Se, Pb dan Hg dalam Tepung Kertas Koran dan Ransum Broiler Finisher Komersil Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (2005) menyatakan bahwa kertas koran yang berbahan baku kertas bekas (domestic refuse) hasil daur ulang, limbah cairnya masih mengandung mineral Pb dan Hg. Akan tetapi untuk menghindari adanya mineral yang masih terbawa setelah proses deinking terhadap pulp kertas yang digunakan sebagai bahan baku tepung kertas koran tersebut diadakan pengujian mineral Pb dan Hg. Selenium adalah mineral yang bersifat esensial bagi ternak, namun jika konsumsi mineral Se tersebut berlebih akan bersifat toksik sehingga perlu untuk diukur jumlahnya. Tabel 4 menyajikan kandungan mineral Se, Pb dan Hg yang terdapat pada tepung kertas koran dan ransum broiler finisher komersil yang digunakan sebagai ransum perlakuan. Tabel 4. Kandungan Se, Pb dan Hg dalam Tepung Kertas Koran dan Ransum Broiler Finisher Komersil Se(2)
Pb(2)
Hg(2)
--------------------------------(mg/kg)---------------------------------TKK(1)
19,885
1,099
0,088
BFK(1)
0,004
0,052
0,000
Keterangan: (1). TKK = Tepung Kertas Koran, BFK = Broiler Finisher Komersil (2). Hasil Analisis Balai Besar Industri Agro, Bogor (2007)
Hasil analisis menunjukkan kandungan Se tepung kertas koran tinggi, yaitu sebesar 19,885 mg/kg. Kandungan Pb tepung kertas koran masih dalam batas normal yaitu 1,099 mg/kg, sesuai dengan Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (2005) yang menyatakan bahwa batas maksimum kandungan Pb sebesar 0,1-15 mg/kg. Kandungan Hg dalam tepung kertas koran sebesar 0,088 mg/kg. Ransum broiler finisher komersil juga ditemukan kandungan Se dan Pb masing-masing sebesar 0,004 mg/kg dan 0,052 mg/kg serta kandungan Hg sebesar 0,000 mg/kg. Kandungan Pb dalam ransum broiler finisher komersil masih di bawah ambang batas. NRC (1994) menyatakan bahwa kandungan Se dalam pakan komersil sebesar 0,2 mg/kg. Farm Feed (2005) menyatakan bahwa batas maksimum kandungan Pb dan Hg dalam pakan komersil masing-masing sebesar 10 mg/kg dan 0,1 mg/kg.
xxviii
Kandungan Se, Pb dan Hg Ransum Perlakuan Kandungan mineral Se, Pb dan Hg dalam ransum perlakuan disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Kandungan Se, Pb dan Hg dalam Ransum Perlakuan Perlakuan(1) Mineral(2)
R1
R2
R3
R4
R5
R6
---------------------------------(mg/kg BK)------------------------------------Se
0,00
1,00
1,99
2,99
3,98
4,97
Pb
0,05
0,10
0,16
0,21
0,26
0,31
Hg
0,00
0,00
0,01
0,01
0,02
0,02
Keterangan: (1). R1 = BFK; R2 = BFK + 5% TKK; R3 = BFK + 10% TKK; R4 = BFK + 15% TKK; R5 = BFK + 20% TKK; R6= BFK + 25% TKK (2). Hasil perhitungan dari kandungan Se, Pb dan Hg dalam broler finisher komersil dan tepung kertas koran
Pada Tabel 5 terlihat bahwa kandungan Se, Pb dan Hg dalam ransum semakin meningkat mulai dari perlakuan R1 (kontrol) sampai perlakuan R6. Perlakuan R1 mengandung Se, Pb dan Hg terkecil yaitu masing-masing sebesar 0,00; 0,05 dan 0,00 mg/kg. Perlakuan R6 mengandung Se, Pb dan Hg terbesar, yaitu masing-masing sebesar 4,97; 0,31 dan 0,02 mg/kg. Adanya kandungan Se, Pb dan Hg yang semakin meningkat disebabkan oleh meningkatnya penambahan TKK, yaitu 0 sampai 25% dalam ransum perlakuan. Namun kandungan Se, Pb dan Hg yang terdapat dalam ransum perlakuan masih dalam batas normal untuk dikonsumsi. Underwood dan Suttle (2001) menyatakan bahwa batas normal penggunaan mineral Se, Pb dan Hg per hari dalam ransum ayam maksimal 1-10 mg/kg (Se), sebesar 3-5 mg/kg (Pb) dan 0,02 mg/kg (Hg). Konsumsi Se, Pb dan Hg Periode Grower (3-4 minggu) sampai Finisher (4-6 minggu) Semakin besar Se, Pb dan Hg yang dikonsumsi, potensi mineral tersebut terdeposit di dalam jaringan biologis akan semakin meningkat. Upton (2003) menyatakan besar kecilnya kandungan mineral dalam jaringan biologis juga dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk mineral dalam pakan, lamanya konsumsi dan jenis ternak yang diujikan. Konsumsi Se, Pb dan Hg mulai dari periode grower (3-4 minggu) sampai finisher (4-6 minggu) disajikan dalam Tabel 6.
xxix
Tabel 6. Konsumsi Se, Pb dan Hg Periode Grower (3-4 minggu) sampai Finisher (4-6 minggu) Perlakuan(1) Mineral(2)
R1
R2
R3
R4
R5
R6
------------------------------------(mg BK)-----------------------------------Se
0,01
0,03
0,08
0,16
0,29
0,25
Pb
0,12
0,10
0,09
0,09
0,09
0,07
Hg
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Keterangan: (1). R1 = BFK; R2 = BFK + 5% TKK; R3 = BFK + 10% TKK; R4 = BFK + 15% TKK; R5 = BFK + 20% TKK; R6= BFK + 25% TKK (2). Hasil perhitungan dari konsumsi Ransum dikalikan dengan kandungan Se, Pb dan Hg dalam ransum
Tabel 6 memperlihatkan ternak perlakuan mengkonsumsi Se relatif semakin tinggi dengan semakin meningkatnya penambahan tepung kertas koran dalam ransum periode grower (3-4 minggu) yaitu 0,01 sampai 0,29 mg BK, kecuali pada perlakuan R6. Konsumsi Se pada perlakuan R6 terlihat relatif rendah dibandingkan dengan perlakuan R5, yaitu sebesar 0,25 mg BK. Jika dilihat dari konsumsi ransum dari perlakuan R2 sampai R6 dibandingkan dengan perlakuan kontrol, ternak pada masing-masing perlakuan mengalami konsumsi ransum relatif menurun, ternak perlakuan R2 mengkonsumsi ransum sebesar 86,01% dari perlakuan kontrol, ternak perlakuan R3 mengkonsumsi ransum sebesar 82,2% dari perlakuan kontrol, ternak pada perlakuan R4 mengkonsumsi ransum sebesar 80,08% dari perlakuan kontrol, ternak pada perlakuan R5 mengkonsumsi ransum sebesar 81,35% dari perlakuan kontrol dan ternak pada perlakuan R6 mengkonsumsi ransum turun ekstrim, dimana ternak hanya mampu mengkonsumsi ransum sebesar 69,49% dari perlakuan kontrol. Adapun konsumsi Se yang semakin meningkat pada perlakuan R1 sampai perlakuan R5, disebabkan oleh taraf pemberian tepung kertas koran dalam ransum yang semakin meningkat, tetapi konsumsi ransum relatif turun pada perlakuan R2 sampai R5 dalam kisaran 86,01-80,08% dari perlakuan kontrol. Pada perlakuan R6, semakin meningkatnya pemberian tepung kertas koran dalam ransum perlakuan (25%) tidak diikuti oleh konsumsi Se yang semakin tinggi, tetapi ternak mengalami penurunan konsumsi ransum sebesar 30,51% dari ternak perlakuan kontrol. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya pemberian serat kasar dalam ransum, sehingga mempengaruhi tingkat konsumsi Se.
xxx
Pada konsumsi Pb, ternak yang diberi ransum perlakuan mengalami perbedaan dengan konsumsi Se, dimana seharusnya ternak yang diberi kandungan Pb terbesar dalam ransum perlakuan akan mengkonsumsi Pb terbesar terdapat pada ternak perlakuan R6. Akan tetapi hasil perhitungan konsumsi Pb ransum perlakuan memperlihatkan bahwa ternak perlakuan mengalami penurunan konsumsi Pb dengan semakin meningkatnya pemberian tepung kertas koran dalam ransum perlakuan (025%), dimana konsumsi Pb terbesar terdapat pada ternak perlakuan R1 sebesar 0,12 mg BK, kemudian diikuti oleh konsumsi relatif semakin menurun pada perlakuan R2 sebesar 0,10 mg BK, perlakuan R3 sebesar 0,09 mg BK, perlakuan R4 sebesar 0,09 mg BK, perlakuan R5 sebesar 0,09 mg BK dan perlakuan R6 sebesar 0,07 mg BK. Ternak juga mengalami konsumsi ransum relatif turun dengan penambahan serat kasar (tepung kertas koran 0-25%) dalam ransum mulai dari perlakuan R2 sampai R6 dibandingkan dengan kontrol yaitu: R2= 86,01% R1; R3= 82,2% R1; R4= 80,08% R1; R5= 81,35% R1 dan R6= 69,49% R1. Konsumsi Pb pada ternak perlakuan R1 sampai R6 semakin kecil dengan pemberian ransum perlakuan juga dapat dipengaruhi oleh lamanya ternak mengkonsumsi ransum perlakuan, dimana ransum diberikan selama satu minggu (minggu keempat), tepung kertas koran menyumbang Pb pada perlakuan R1 sampai R6 masing-masing sebesar: R1= 0%; R2= 1,07%; R3= 4,53%; R4= 9,72%; R5= 17,41% dan R6=18,15%, sehingga konsumsi Pb pada Tabel 6 cenderung disumbang oleh ransum broiler finisher komersil. Pada konsumsi Hg, pemberian ransum perlakuan R1 sampai R6 pada periode grower (3-4minggu) sampai finisher (4-6 minggu) sebesar 0,00 mg BK. Hal ini disebabkan oleh kecilnya kandungan Hg dalam ransum perlakuan, selain itu juga dipengaruhi konsumsi ransum yang rendah dengan penambahan tepung kertas koran yang semakin besar (0-25%). Amrullah (2002) menyatakan bahwa rasa kenyang ayam lebih banyak ditentukan oleh peregangan temboloknya, jika tembolok penuh, ayam tidak lapar dan menghentikan konsumsi ransumnya untuk sementara. Selain itu tingkat palatabilitas ayam terhadap ransum perlakuan semakin rendah dengan semakin tingginya penggunaan TKK dalam ransum, karena ransum mengandung serat kasar tinggi. Rendahnya palatabilitas juga dikarenakan warna yang dihasilkan ransum perlakuan, dimana warna ransum perlakuan R1 sampai R6 memperlihatkan warna yang semakin
xxxi
gelap. Ewing (1963) menyatakan bahwa ayam cenderung mengkonsumsi ransum yang berwarna cerah. Palatabilitas suatu ransum ditentukan oleh bau, rasa, warna dan bentuk ransum yang akan mempengaruhi konsumsi ransum. Kandungan Se Daging Ayam Broiler Pemberian ransum perlakuan terhadap kandungan Se yang terdeposit dalam daging ayam broiler disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Kandungan Se Daging Ayam Broiler Perlakuan Ulangan
R1
R2
R3
R4
R5
R6
------------------------------------(mg/kg)-----------------------------------1
0,000
0,008
0,020
0,035
0,050
0,030
2
0,000
0,013
0,025
TD
0,034
0,044
3
0,000
TD
0,036
0,035
0,035
0,021
4
0,000
0,010
TD
0,022
0,022
TD
Rataan
0,000
0,010
0,027
0,031
0,035
0,032
S. dev
0,000
0,003
0,008
0,008
0,011
0,012
Keterangan: (1). Hasil Analisis Pusat Penelitian Tanah, Bogor (2007) (2). TD = Tidak terdeteksi, (LD) Se= 0,02 ppm
Adanya kandungan Se daging yang tidak terdeteksi (TD) pada Tabel 7, disebabkan oleh keterbatasan alat dalam mengukur kadar Se dalam sampel yang diujikan hanya sebesar 0,02 ppm, sehingga jika dilakukan pembacaan dengan menggunakan limit deteksi (LD) yang lebih kecil dari LD= 0,02 ppm, dimungkinkan kandungan Se dapat ditentukan. Berdasarkan data pada Tabel 7, hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa pemberian ransum perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan Se daging ayam broiler. Perlakuan R1 (kontrol) mengandung Se daging sebesar 0,000 mg/kg, perlakuan R2 sebesar 0,010 mg/kg, perlakuan R3 sebesar 0,027 mg/kg, perlakuan R4 sebesar 0,031 mg/kg, perlakuan R5 sebesar 0,035 mg/kg dan perlakuan R6 sebesar 0,032 mg/kg. Jika hasil diatas diurutkan, kandungan Se daging terbesar sampai terkecil adalah R5>R6>R4>R3>R2>R1. Hasil ini memperlihatkan bahwa pemberian ransum perlakuan tidak menunjukkan pola linier terhadap kandungan Se daging ternak perlakuan. Kandungan Se daging yang beragam dapat dipengaruhi oleh
xxxii
konsumsi Se dan bentuk kimia Se yang terdapat dalam ransum perlakuan, sehingga metabolisme Se dalam pakan mempengaruhi tingkat akumulasi mineral Se tersebut. Kandungan Se daging yang mampu terdeposit dalam daging dibandingkan dengan jumlah konsumsi Se perlakuan R1=0%, perlakuan R2= 33,33%, perlakuan R3= 33,75%, perlakuan R4= 19,37%, perlakuan R5= 12,06%, perlakuan R6= 12,8%. Upton (2003) menyatakan bahwa organ pencernaan ayam menyerap selenium pada saluran intestinal khususnya pada duodenum dipengaruhi oleh bentuk kimianya baik berupa organik maupun anorganik. Selenometionin diserap secara aktif kemudian diakumulasikan ke dalam hati dan jaringan otot. Sementara itu selenite diserap secara pasif dan ditemukan di duodenum, hati dan ginjal dalam konsentrasi tinggi. Tinggi rendahnya selenoprotein dalam tubuh dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas enzim glutation peroksidase (GPX) yang terdapat pada jaringan biologis spesifik (Underwood dan Suttle, 2001). Payne dan Southern (2005) menyatakan bahwa aktivitas
glutation
peroksidase
(GPX)
akan
semakin
meningkat
dengan
bertambahnya intake selenium. Target deposit organ Se mempengaruhi kandungan Se dalam daging ayam perlakuan, dimana kandungan Se terbesar pada ayam ditemukan pada bulu dengan tingkat kandungan terbesar sampai terkecil dimulai dari bulu> hati>ginjal >otot skeletal> plasma (Arnold et al., 1973). Kandungan Se dalam daging dapat juga dipengaruhi oleh adanya interaksi antara selenium dengan unsur lain mengakibatkan terbentuknya garam selenium sukar larut, sehingga sukar diserap dalam tubuh dan cenderung diekskresikan melalaui saluran pencernaan. Howel dan Hill (1978) menyatakan bahwa Pb dan Hg mampu mengurangi kandungan Se pada ayam yang mempunyai kandungan Se tinggi, dengan ditemukan peningkatan bobot badan ayam yang diberi kandungan Se dan trace elemen tinggi dibandingkan dengan ayam kontrol. Kandungan Se daging ayam broiler dengan pemberian ransum perlakuan masih dalam batas aman untuk dikonsumsi. Department of Health and the Scottish Executive (2000) menyatakan bahwa kandungan Se daging ayam maksimal 0,19 mg/kg (berat segar). Sementara itu GAIN (2006) melaporkan bahwa batas maksimum kandungan mineral Se dalam daging sebesar 0,5 mg/kg.
xxxiii
Kandungan Pb Daging Ayam Broiler Pengaruh pemberian ransum perlakuan terhadap kandungan Pb daging ayam broiler disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8. Kandungan Pb Daging Ayam Broiler Perlakuan Ulangan
R1
R2
R3
R4
R5
R6
--------------------------------------(mg/kg)-------------------------------------1
0,012
0,030
0,030
0,023
0,011
0,030
2
0,030
0,016
0,033
0,020
0,015
0,020
3
0,020
0,020
0,010
0,015
0,032
0,026
4
0,011
0,030
0,030
0,030
0,012
TD
Rataan
0,018
0,024
0,026
0,022
0,018
0,025
S. dev
0,009
0,007
0,011
0,006
0,010
0,005
Keterangan: (1). Hasil Analisis Pusat Penelitian Tanah, Bogor (2007) (2). TD= Tidak terdeteksi, (LD) Pb= 0,01ppm
Kandungan Pb dalam daging terbesar terdapat pada perlakuan R3 sebesar 0,026 mg/kg, kemudian diikuti perlakun R6= 0,025; perlakuan R2=0,024; perlakuan R4= 0,022; perlakuan R5 dan R1 dengan nilai yang sama sebesar 0,018 mg/kg. Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa pemberian ransum perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan Pb dalam daging ayam percobaan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi ransum perlakuan yang beragam, intake Pb dalam jumlah relatif kecil, sehingga akumulasi Pb dalam daging kecil. Kandungan Pb daging yang mampu terdeposit dalam daging dibandingkan dengan jumlah konsumsi Pb perlakuan R1=15%, perlakuan R2= 24%, perlakuan R3= 28,89%, perlakuan R4= 24,45%, perlakuan R5= 20%, perlakuan R6= 35,71%. Sukarnya timbal diserap oleh organ pencernaan unggas menyebabkan Pb terakumulasi hanya dalam jumlah kecil. Blaxter (1950) menyatakan bahwa timbal umumnya susah diserap oleh unggas dan ternak lainnya seperti domba dan kelinci hanya mampu menyerap 1% dengan pemberian injeksi. Selain itu kecilnya kandungan Pb dalam daging dapat disebabkan oleh akumulasi Pb terjadi pada tulang terutama pada otot skeleton (rangka). Majalah Kesehatan Indonesia (2007) menyatakan bahwa pada jaringan atau organ tubuh, logam Pb akan terakumulasi pada tulang, karena dalam bentuk ion Pb2+ mampu
xxxiv
menggantikan keberadaan ion Ca2+ yang terdapat pada jaringan tulang. Kandungan Pb daging ayam perlakuan dapat juga dipengaruhi oleh adanya interaksi antara mineral Pb, Se dan Hg dalam ransum perlakuan. Howell dan Hill (1978) menyatakan bahwa Se mampu mengurangi kandungan Pb dalam tubuh, dimana ditemukan adanya pertambahan bobot badan pada ayam yang mengandung Pb tinggi. Beberapa lembaga memberikan informasi berbeda terhadap batas kandungan Pb yang disarankan dalam produk daging, namun kandungan Pb daging yang dihasilkan masih dibawah batas ambang untuk dikonsusmsi, sehingga daging yang dihasilkan dalam batas aman untuk dikonsumsi. Department of Health and the Scottish Executive (2000) menyatakan bahwa kandungan Pb daging ayam maksimal 0,05 mg/kg (Berat Segar). Sementara itu GAIN (2006) melaporkan bahwa batas maksimum kandungan mineral Pb dalam daging sebesar 0,02 mg/kg. Kandungan Hg Daging Ayam Broiler Pemberian ransum perlakuan terhadap kandungan Hg daging ayam broiler disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Kandungan Hg Daging Ayam Broiler Perlakuan Ulangan
R1
R2
R3
R4
R5
R6
-------------------------------------(mg/kg)-------------------------------------U1
TD
TD
TD
TD
TD
TD
U2
TD
TD
TD
TD
TD
TD
U3
TD
TD
TD
TD
TD
TD
U4
TD
TD
TD
TD
TD
TD
Keterangan: (1). Hasil Analisis Pusat Penelitian Tanah, Bogor (2007) (2). TD= Tidak terdeteksi, (LD) Hg= 0,001ppm
Analisis kandungan Hg daging ayam broiler pada Tabel 9 memperlihatkan nilai yang tidak terdeteksi dengan menggunakan limit deteksi sebesar 0,001 ppm, sehingga dapat dipastikan bahwa kandungan Hg pada daging ayam percobaan ini lebih kecil dari 0,001 mg/kg. Kecilnya kandungan ini dapat disebabkan oleh akumulasi Hg pada taget organ bukan terdapat pada daging. Ayam menyerap metilmerkuri pada saluran intestinal, Hg2+ diserap tinggi pada ileum dan sedikit pada jejenum (Soares et al., 1978). Metilmerkuri dan anorganik merkuri diserap pada
xxxv
saluran intestinal dengan tingkatan yang berbeda yaitu: duodenum> ileum> jejenum. Metilmerkuri secara garis besar didistribusi ke target organ seperti pada otak, hati dan ginjal dan sisanya terdapat pada otot, fetus, susu, rambut dan bulu. Magat dan Sell (1979) melaporkan lebih dari 90%
302
Hg terdapat pada putih telur dengan
pemberian 20 ppm CH3HgCl. Ion Merkuri masuk ke dalam serum darah, sedangkan organik merkuri masuk ke dalam eritrosit kemudian didistribusikan ke dalam jalur yang sama dan diekskresikan pada feses. Selain itu rendahnya kandungan merkuri ini dapat juga disebabkan oleh interaksi antara Hg dan Se, Se bereaksi dengan Hg menjadi senyawa sukar larut. Hill (1974) menyatakan pemberian Se (SeO2) dan Hg (HgCl2) mampu membentuk ikatan yang relatif sukar dicerna pada saluran intestinal, dimana ditandai dengan
penurunan kandungan Se dan Hg dalam tubuh, dan
peningkatan bobot badan selama 2 minggu perlakuan. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa kandungan Hg daging masih dibawah batas ambang yang direkomendasikan, Department of Health and the Scottish Executive (2000) menyatakan bahwa kandungan Hg daging ayam maksimal 0,007 mg/kg (berat segar). GAIN (2006) melaporkan bahwa batas maksimum kandungan mineral Hg dalam daging sebesar 0,006 mg/kg.
xxxvi
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung kertas koran taraf 0-25% dalam ransum grower (3-4minggu) menghasilkan daging ayam broiler dengan kandungan mineral Se, Pb dan Hg di bawah batas ambang untuk dikonsumsi oleh manusia. Saran Perlu diadakan penelitian lanjut untuk menentukan kandungan Se, Pb dan Hg pada darah dan organ dalam lain serperti: tulang, hati, ginjal, usus dan lain-lain pada ayam broiler, mengingat organ tubuh tersebut juga dikonsumsi oleh manusia.
xxxvii
UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana peternakan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan,
Fakultas
Peternakan,
Institut
Pertanian
Bogor.
Penulis
mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Sumiati, MSc. dan Ir. Widya Hermana, MSi. yang telah membimbing, memberikan arahan serta motivasi hingga terselesaikan penyusunan skripsi ini. Kepada Ir. Lilis Khotijah, MSi. selaku dosen penguji seminar, Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS. dan Tuti Suryati, S.Pt, MSi. selaku dosen penguji sidang, atas segala saran dan kritik untuk penulisan skripsi ini. Terimakasih kepada Dr. Ir. H. Jajat Jachja, F.A., MAgr. sebagai pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani kuliah. Ungkapan terimakasih juga disampaikan berkat cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua penulis, saudara-saudara dan keluarga penulis. Terimakasih kepada rekan tim penelitian, staf pengajar dan laboratorium, pegawai IPB, teman-teman, dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2008 Penulis
xxxviii
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, S.S., A.H. Pudjaatmaka, T. Hadisoemarto dan Haryanto. 1995. Kamus Kimia Terapan Pulp dan Kertas. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, Jakarta. Amrullah, I.K. 2002. Seri Beternak Mandiri. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor. Arnold, R.L., O.E. Olson, and C.W. Carlson, 1973. Dietary selenium and arsenic additions and their effects on tissue and egg selenium. J. Poultry Sci. 52 : 847-854. Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia. 2005. Pedoman pengelolaan limbah padat industri pulp dan kertas. Temu usaha dan pengawasan standar operasional prosedur (SOP) pengelolaan limbah B3 pada industri pulp dan kertas, Semarang. Association of Official Analytical Chemists. 1984. Official Method of Analysis. 14th Edition. Association of Official analytical Chemists, Washington D.C.. Balai Besar Industri Agro. 2006. Metode uji penetapan kandungan Raksa (Hg) dengan metode spektrofotometer serapan atom untuk makanan dan minuman, Bogor. Blaxter, K.L. 1950. Lead as nutritional hazard to farm livestock. Absorption and excretion of lead by sheep and rabbits. Journal of Comparative Pathology. 60, 140-159. Board on Agriculture. 2001. Mineral Tolerance of Domestic Animals. National Academy Press. Washington D.C. Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Department of Health and The Scottish Executive. 2000. Food Surveillance Information. MAFF Publishing, Scotland. Emerton. 1980. The Fibrous Raw Materials of Paper. Hand Book of Paper Science. The Raw Materials of Processing of Paper Making. Volume I. Amsterdam. Ewing, W.R. 1963. Poultry Nutrition. 5th Edition. The Ray Ewing Company, California. Farm Feed. 2005. Guidelines farm feed. www.nda.agric.za/act36/FF/FF%20guidelines.doc [25 oktober 2007]. FDA (Food Drug Administration). 1998. Encylopedia of Human Nutrition. vol.2. GAIN (Global Agriculture Information Network). 2006. Fairs product specific maximum levels of contaminants in foods. China. [28 oktober 2007]. Hidayat, T. 1996. Kursus ilmu kimia pada proses pembuatan kertas. Deinking agent. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa, Bandung. Hill, C.H. 1974. Reversal of selenium toxicity in chicks by mercury, copper and cadmium. The Journal of Nutrition. 104: 593-598.
xxxix
Howell, G.O. and C.H. Hill. 1978. Biological interaction of selenium with other trace elements in chicks. Environmental Health Perspectives. 25: 147-150. Kementrian Lingkungan Hidup. 2004. Bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbah B3. Pelaksanaan ekspor impor limbah dan konvensi basel, Jakarta. Lawrence, T.L.J and V.R Fowler. 1998. Growth of Farm Animals. Division of Animal Husbandry Faculty of Veterinary Science. Unversity of Liverpool UK. dan Formerly of the Scottish Agricultural College and of the Rowett Research Institute Aberden UK. AB International, UK. Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah. 2002. Minimasi limbah dalam industri pulp dan paper. http//www.ecoton.or.id. [25 oktober 2007]. Leeson, S. and A.K. Zubair. 1997. Nutrient of the broiler chicken around the period of compensatory growth. J. Poutry Sci. 76: 992-999. Magat, W. and J.L. Sell. 1979. Distribution of mercury and selenium in egg components and egg-white proteins. Proc. Soc. Exp. Biol. Med. 161:458. Majalah Kesehatan Indonesia. 2007. No.165/Nty. http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=880&tbl=kesling. [20 Oktober 2007]. National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised Edition. National Academy Press, Washington D.C. National Academy Science. 1980. Mineral Tolerance of Domestic Animals. National Academy Press, Washington D.C. Olson C.R. and M.K. Letscher. 1992. Increasing the use of secondary fibre an overview of deinking chemistry and stickies control. Appita. 45 (2) : 125. O’toole, D. and M.F. Raisbeck. 1995. Pathology of experimentally induce chronic selenosis (alkali disease) in yearling cattle. J. Vet. Diag, Invest. 7: 364–373. Payne, R.L. and L.L. Southern. 2005. Changes in glutathione peroxidase and tissue selenium concentrations of broilers after consuming a diet adequate in selenium. J. Poultry Sci. 84:1268–1276, 2005. Pikiran Rakyat. 2007. Mekanisme keracunan timbal. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0804/19/cakrawala/utama2.htm. [17 Oktber 2007]. Santoso U. 1986. Limbah Bahan Ransum Unggas yang Rasional. PT Bhrata Karya Aksara, Jakarta. Soares, J.H., Jr., D. Miller, H. Lagally, B.R. Stillings, P. Bauersfeld and S. Cuppett. 1993. The comparative effect of oral ingestion of methyl mercury on chicks and rats. J. Poultry Sci. 52:452. Standar Nasional Indonesia. 1991. Penentuan logam berat. Metoda pengujian produk perikanan. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan B. Sumantri. Edisi Kedua. Penerbit PT. Gramedia Pustaka, Jakarta. Underwood, E.J. and N.F. Suttle. 2001. The Mineral Nutrition of Livestock 3rd Edition. CABI Publishing, New York.
xl
Ullrey, D.E. 1992. Basis for regulation of selenium supplements in animal diets. J. Anim. Sci. 70:3922-3927. Upton, J.R. 2003. The effects of selenium supplementation on performance and antioxidant enzyme activity in broiler chickens. Thesis. Faculty of North Carolina State University, North Carolina. Widodo, W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
xli
LAMPIRAN
xlii
Lampiran 1. Konsumsi Ransum Perlakuan per Minggu Selama Penelitian (g/ekor)
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6
R1 157,31 374,41 501,2 662,5 812,3 1.137,23
R2 164,72 338,63 492,25 420,31 758,38 1.087,56
Perlakuan R3 154,5 383,08 481,4 396,25 708,66 1.071,23
R4 166,88 375,25 491,87 378,63 743,75 991,07
R5 157,69 384,53 490,91 394,38 722,2 1.027,99
R6 156,56 384,81 471,23 216,25 709,38 923,88
Lampiran 2. Berat Segar Sampel, Hasil Pembacaan dan ppm Sampel Pembacaan R1U1 R1U2 R1U3 R1U4 R2U1 R2U2 R2U3 R2U4 R3U1 R3U2 R3U3 R3U4 R4U1 R4U2 R4U3 R4U4 R5U1 R5U2 R5U3 R5U4 R6U1 R6U2 R6U3 R6U4
bobot sampel (g) 24,371 25,400 23,686 23,679 25,017 26,627 25,909 25,918 25,746 26,274 25,525 25,412 25,661 25,494 25,045 25,048 25,259 26,248 25,439 25,623 25,120 25,546 25,246 25,150
Se 0,000 0,000 0,000 0,000 0,008 0,014 td 0,010 0,021 0,026 0,037 0,011 0,036 td 0,035 0,022 0,051 0,036 0,036 0,023 0,030 0,045 0,021 td
Pb 0,01 0,03 0,02 0,01 0,03 0,02 0,02 0,03 0,03 0,03 0,01 0,03 0,02 0,02 0,02 0,03 0,01 0,02 0,03 0,01 0,03 0,02 0,03 td
ppm sample (mg/kg) Hg td td td td td td td td td td td td td td td td td td td td td td td td
Se 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,01 td 0,01 0,02 0,03 0,04 td 0,04 td 0,04 0,02 0,05 0,03 0,04 0,02 0,03 0,04 0,02 td
Pb 0,01 0,03 0,02 0,01 0,03 0,02 0,02 0,03 0,03 0,03 0,01 0,03 0,02 0,02 0,02 0,03 0,01 0,02 0,03 0,01 0,03 0,02 0,03 td
xliii
Lampiran 3. Rekomendasi Nilai Rataan Kandungan Mineral dalam Makanan Kelompok makanan
Nilai tengah (mg/kg Nerat Segar) Al 6,6 5,2
As 0,005 0,007
Cd 0,028 0,023
Cr 0,15 0,14
Cu 1,6 1,7
Pb 0,02 0,017
Hg 0,002 0,004
Ni 0,13 0,18
Se 0,044 0,039
Sn 0,025 0,77
Zn 9,8 9,8
0,4
0,003
0,0008
0,09
1,3
0,006
0,001
0,12
0,12
0,007
52
0,43 1,9
0,004 0,003
0,077 0,0097
0,08 0,23
50 1,4
0,09 0,011
0,005 0,003
0,016 0,08
0,49 0,13
0,014 0,18
52 25
0,3
0,004
0,0025
0,09
0,85
0,05
0,007
0,024
0,19
0,006
15
6,1 1,1
4,4 0,003
0,013 0,0025
0,13 0,17
0,83 0,08
0,02 0,005
0,043 0,003
0,12 0,04
0,36 0,003
0,032 0,011
8 0,5
0,14 2,7
0,0009 0,005
0,0004 0,0071
0,04 0,13
0,62 2,1
0,003 0,014
0,0013 0,003
0,017 0,42
0,19 0,009
0,003 0,046
13 5,5
3,1
0,003
0,023
0,02
0,76
0,061
0,0004
0,088
0,008
0,003
3,9
0,9 2,7
0,002 0,005
0,026 0,011
0,04 0,04
1 0,85
0,003 0,015
0,001 0,0006
0,062 0,078
0,003 0,022
0,004 0,05
3,3 2,4
0,97
0,0008
0,0056
0,06
1,5
0,012
0,0009
0,31
0,014
41
4,2
0,29
0,0014
0,0015
0,02
0,79
0,003
0,0006
0,038
0,001
0,019
0,85
Buah0,82 0,0019 0,0008 0,03 0,63 0,018 0,0008 buahan Jenis 1,3 0,001 0,0002 0,02 0,083 0,015 0,0004 minuman Susu 0,07 0,0004 0,0002 0,01 0,05 0,001 0,0004 Produk susu 0,5 0,002 0,0011 0,09 0,48 0,008 0,002 sapi Kacang4 0,006 0,059 0,14 8,5 0,01 0,003 kacangan Keterangan:*) Acuan yang digunakan Sumber: Department of Health and the Scottish Executive 2000
0,048
0,0007
7,2
0,63
0,025
0,0004
0,002
0,14
0,005 0,039
0,014 0,032
0,003 0,3
3,9 12
1,8
0,25
0,029
30
Roti Gandum Karkas Daging Jeroan Produk Daging Daging Ayam* Ikan Minyak dan lemak Telur Gula Sayuran hijau Kentang Sayuran lain Sayur kemasan kaleng Buah segar
xliv