Kanabinoid, Nikotin dan Etanol Aspek Farmakologi dr. Sufi desrini M.Sc
Tujuan Belajar
Menjelaskan efek farmakologi kanabinoid
Menjelaskan reseptor kanabinoid
Menjelaskan aspek klinik kanabinoid
Menjelaskan efek farmakologi nikotin dan pendekatan farmakologi untuk mengatasi ketergantungan nikotin
Menjelaskan efek farmakologi etanol, toleransi dan ketergantungan, pendekatan farmakologi untuk mengobati ketergantungan alkohol
KANABINOID
Kanabinoid natural
Cannabis sativa, tanaman ganja
Memiliki sifat psikoaktif dan digunakan sejak ratusan tahun yang lalu
1964: identifikasi THC (Δ9- tetrahydrocannabinoid) sbg komponen aktif psikoaktif
Ekstrak kanabis mengandung sejumlah senyawa yang disebut dg kanabinoid dan sebg besar larut air
THC kanabinoid yg plg banyak
Prekursor THC adalah kanabidiol dan kanabinol kurang psikoaktif namun memiliki sift antikonvulsan dan menginduksi metabolisme obat di hepar
Gambar 1. Cannabis sativa
Cannabis sativa
Catatan mengenai ganja dalam sejarah muncul pertama kali dalam kitab pengobatan tertua di dunia, pen’ tsao ching yang berasal dari Cina.
Kitab ini merupakan kumpulan dari catatan yang dibuat oleh kaisar Shen Nung yang hidup pada masa 2900 SM.
Ganja juga disebut sebagai satu dari lima tanaman suci dalam Atharva veda, salah satu kitab suci umat Hindu (Aldrich, 1977)
sementara di Persia ganja disebut dalam kitab Zend-Avesta pada urutan pertama dari 10000 (sepuluh ribu) jenis tanaman berkhasiat obat
EFEK FARMAKOLOGI
THC bekerja tu di sistem saraf pusatmenghasilkan efek campuran dari psikomimetik dan depresan serta berbagai efek otonom perifer.
Efek subjektif utama:
Relaksasi dan merasa baik (mirip alkohol namun tidak disertai agresi dan nekat/ceroboh – tidak sensitif thd resiko)
Kesadaran sensorik tajam
Mirip dg obat2 psikomimetik spt LSD (lysergic acid diethylamide)
Subjek mengatakan waktu berjalan lambat
EFEK FARMAKOLOGI
Efek pusat yang dapat diukur langsung (baik pd hewan maupun pd manusia):
Gangguan memori jangka pendek dan tugas2 sederhana
Gangguan koordinasi motorik (menyetir)
Katalepsi
Hipotermia
Analgesia
Peningkatan napsu makan
EFEK FARMAKOLOGI
Efek perifer utama:
Takikardi (dpt dicegah dg obat2 yang menghambat transmisi simpatis
Vasodilatasi tu pd pembuluh darah konjuntiva dan sklera: menghasilkan gambaran bloodshotkhas utk cannabis smokers
Reduksi TIO
Bronkodilatasi
Gambar 2. Bloodshot
Aspek Farmakokinetika
1 jam setelah merokok kanabis muncul efek dan bertahan 2-3 jam
Sbg kecil THC dikonversi mjd 11-hydroxy-THC yg lbh aktif dibanding THCnya sendiri
Namun, sbgn besar dikonversi menjd metabolit inaktif yg akan mengalami konjugasi dan resirkulasi enterohepatik
Sangat lipofilik
Setelah dosis tunggalekskresi slm bbrp hari
Efek Samping
Overdosis
Relatif aman
Mengantuk dan bingung
Tdk mengancam kehidupan ataupun depresi KV
Lbh safe dibanding sunstansi abuse lainnya spt opioid dan etanol
Dosis rendah : THC dan derivat spt Nabilone menghasilkan euforia dan ngantuk, kadang ada distorsi sensori dan halusinasi
Pada tikus: menghasilkan efek mutagenik dan teratogenik dan meningkatkan efek pemecahan kromosom dan bersirkulasi dl sel drh putih
Toleransi dan Ketergantungan
Derajat minor
Tu pd pengguna berat
Gejala abstinensi = gejala putus obat etanol atau opioid
Nausea, agitasi, iritabilitas, bingung, takikardi, berkeringat ringan
Gejela ketergantungan psikologis dpt terjd
Efek adiksi kurang kuat
Reseptor Kanabinoid CB1 dan CB2 CB1 : • G-protein-coupled receptors • Link dg G1/0 utk menghambat adenylyl cyclase dan kanal kalsium voltage (voltageoperated calcium channel) dan aktivasi GIRK (G-protein-sensitive inward-rectifying potassium channel) hiperpolarisasi • Efek tsb = yg dihasikan oleh opioid pd reseptor opioid • Lokasi di membran plasma ujung saraf • Menghambat pelepasan transmiter dr ujung saraf presinaps yg disebabkan oleh depolarisasi dan masuknya kalsium • Reseptor CB juga mempengaruhi ekspresi gen, secara langsung melalui MAPK dan secara tidak langsung dg menngurangi aktivitas protein kinase A
Reseptor Kanabinoid CB1 receptor: • Jumlahnya banyak • Distribusi tidak homogen • Terkonsentrasi di hipokampus (relevan dg efek kanabinoid pd memori), serebelum (relevan dg hilangnya koordinasi), hipotalamus (penting dlm kontrol napsu makan dan suhu tubuh), substansia nigra, jalur dopamin mesolimbik • Jumlahnya sgt kecil di batang otak • Pd tingkat selular reseptor CB1 terletak di presinaps • Terdapat juga pada jaringan perifer spt sel endotelial, adiposit, dan saraf perifer • Mencetuskan lipogenesis melalui aktivasi reseptor CB1
Reseptor Kanabinoid
Reseptor CB2 : • Tu di jaringan limfoid (tonsil, timus dan limpa) • Terdapat juga di mikroglia ssp • EFEK KANABIS PD SISTEM IMUN • Terikat adnylyl cyclase via G1/0 , kanal GIRK dan MAPK
Endogen Cannabinoid
Ada 2 senyawa:
Anandamide
(amida dari arachidonic acid dan ethanolamine)
Banyak berikatan dg reseptor CB1
Glycerol esters (2-arachidonyl glycerol (2-AG))
To be ‘formed on demand
Endogen Cannabinoid
Endocannabinoid berperan dalam proses long-term potentiation atau penguatan sinaps antar sel syaraf, sebuah proses yang penting dalam menyimpan informasi baru yang diterima oleh otak
proses melupakan
Abnormalitas jumlah reseptor CB1 atau produksi molekul endocannabinoid menjadi hipotesis banyak ilmuwan sebagai faktor penting yang berpengaruh dalam kondisi seperti stress paska trauma, fobia dan rasa sakit yang kronis.
Melupakan juga merupakan proses yang vital ketika seseorang ingin mengingat sesuatu karena otak manusia sebenarnya menyerap semua informasi dan stimulus yang diterima lewat indera.
Tanpa mekanisme melupakan, atau gangguan pada prosesnya, manusia akan kesulitan mengingat sesuatu karena tidak tahu mana yang harus diingat dari begitu banyaknya informasi dan stimulus yang masuk ke otak.
KANABINOID SINTESIS
Dikembangkan pertamakali tahun 1970 sbg analgetik non NSAID-non opioid
Efek samping = sedasi dan gangguan memori Antagonis reseptor CB1 = Rimonabant sifat agonis inverse utk obesitas
APLIKASI KLINIK Masih kontroversial
UK dan USA antiemetik dan meningkatkan BB pd ps HIV dan keganasan Agonis : • Glaukoma • Nausea terkait kanker • Kanker dan AIDS • Nyeri neuropati • Trauma kepala • Parkinson’s disease • Tourette’s syndrome
APLIKASI KLINIK
Antagonis: •Obesitas •Ketergantungan roko •Adiksi obat •Alkoholism
NIKOTIN dan TEMBAKAU
Sejarah dan Epidemiologi
Asli tumbuh di Australia dan Amerikaditemukan saat bangsa eropa mengunjungi tempat tsb
Tersebar luas di Eropa selama abad 16
Raleigh pendukung penyebarluasan merokok di Inggris (Elizabet 1)
Namun, ditolak oleh James I dan mulai kampanye antimerokok pada awal abad 17 (dg dukungan dr Royal college of Physicians)
Hingga pertengahan abad 19tembakau dihisap dg pipa dan tu pria yg mengonsumsinya
Pembuatan rokok batang (cigarettes) dimulai pd akhir abad 19
Saat ini 98% rokok yg digunakan cigarettes
Penggunaan filter dan cigarettes rendah tarmeningkatkan proporsi perokok
Sejarah dan Epidemiologi
Pengunanya semakin meningkat diseluruh dunia 1,1 milyar perokok di dunia (18 % dr populasi total) Jumlahnya semakin meningkat di negara berkembang 6 triliun (6 x 1012 ) cigarettes terjual tiap tahunnya Pada tahun 2010, 12 juta cigarettes dihisap per menit diseluruh dunia
Efek Farmakologi Rokok
Substansi aktif dalam asap tembakau : nikotin Efek rokok dapat ditiru dg menginjeksikan nikotin dan dapat dihambat dg mecamylamine (antagonis pada reseptor asetilkolin nikotinik neuronal)
Efek pada SSP
Efeknya kompleks
Pd level selular nikotin bekerja pada nACHRs (neuronal nicotinic acetylcholine receptors) yg secara luas terdapat di otak tu di korteks dan hipokampus (berperan dalam fs kognitif)
nACHRs ligand-gated cation channels pd pre dan post sinaps meningkatkan pelepasan transmiter dan eksitasi neuronal (khususnya dopamin)
Subtipe nACHRs : α4β2 dan α7
Pemberian kronik nikotin meningkatkan jumlah nACHRs yang berarti semakin banyak nikotin yang dapat diikat di otak. Hal ini mungkin disebabkan oleh sensitivitas reseptor lama yang semakin berkurang. Penurunan sensitivitas atau biasa disebut desensitisasi dianggap berperan dalam timbulnya ketergantungan nikotin
pada sebuah percobaan pada tikus memperlihatkan bahwa nikotin menurunkan ambang rangsang kenikmatan, sehingga semakin lama semakin mudah untuk menikmatinya. Ini yang menyebabkan orang yang pada beberapa hari pertama merokok mungkin tidak terlalu menyukai rokok justru akan semakin menikmati rokok bila terus menggunakannya
Efek pada SSP
Pada level spinal : •Nikotin menghambat refleks spinal menyebabkan relaksasi otot skelet yg dapat diukur dg EMG •Stimulasi inhibitory Renshaw cell yg terdapat pada ujung ventral medula spinalis •Nikotin dan agonis nikotin epibatidine memiliki efek analgesik
Efek Perifer
Efek perifer pd dosis kecilsebagai hasil dr stimulasi ganglia otonom dan reseptor sensori perifer tu di jantung dan paru2
stimulasi reseptor tsb menghasilkan berbagai respon refleks otonom : takikardia, peningkatan CO, peningkatan tekanan arterial, penurunan motilitas usus, berkeringat
Saat seseorang pertama kali merokok mereka mengalami nausea dan kadang muntah ok adanya stimulasi reseptor sensori di lambung namun efek ini akan semakin menurun dg dosis berulang meskipun masih ada efek sentral yg mempengaruhi
Sekresi adrenalin dan nor-adrenalin dari medula adrenal berkontribusi utk efek KV dan Merangsang pelepasan hormon antidiuretik dr hipofisis posterior menyebabkan penurunan urinasi
Stimulasi simpatis dan ekresi adrenalin menyebabkan peningkatan konsentrasi asam lemak bebas
Aspek Farmakokinetika
Rata rata cigarettes mengandung 0,8 g tembakau dan 9-17 mg nikotin biasanya 10% nya diabsorpsi oleh seorang perokok (tergantung pd kebiasaan dan jenis rokok)
Nikotin dalam asap rokok diabsrpsi dg cepat dari paru2 namun diabsorpsi bruk pd mulut dan nasofaring
Asap cerutu/pipa kurang asidik dibanding asap cigarette dan cenderung diabsorpsi lbh baik di mulut dan nasofaring
Rata2 cigarette yang dihisap lbh dr 10 ment konsentrasi nikotin plasma meningkat hingga 15-30 ng/ml
Aspek Farmakokinetika
Absorpsi nikotin melalui membran sel bergantung pH
Nikotin tidak dapat menembus membran pada lingkungan asam karena pada lingkungan tersebut nikotin akan terionisasi
Nikotin dapat cepat menembus membran pada pH darah fisiologis karena pada pH tersebut 31% nikotin tidak terionisasi.
Nikotin paling mudah diabsorpsi pada lingkungan basa terutama melalui membran mukosa oral dan nasal karena epitel daerah tersebut tipis dan kaya suplai darah.
Nikotin juga mudah diserap melalui kulit
Aspek Farmakokinetika
Melalui tiga jalur absorpsi tersebut, kadar nikotin darah akan meningkat bermakna karena nikotin tidak melewati metabolisme di hati.
Nikotin yang ditelan diabsorpsi melalui usus halus, melalui sirkulasi vena portal mengalami metabolisme
pre-sistemik oleh hati. Keadaan ini menyebabkan bioavailabilitas nikotin per oral sekitar 30-40%.
Nikotin didistribusikan cepat dan ekstensif ke seluruh jaringan tubuh.
Konsentrasi nikotin darah arteri dan otak akan meningkat tajam setelah pajanan, turun setelah 20-30 menit karena nikotin terdistribusi ke jaringan lain.
Kadar nikotin tertinggi dalam organ hati, ginjal, limpa, dan paru dan paling rendah dalam jaringan lemak.
Aspek Farmakokinetika
Dalam beberapa menit setelah absorpsi, kadar nikotin lebih tinggi di arteri daripada vena.
Konsentrasi nikotin dalam vena akan menurun lebih perlahan. Hal ini menggambarkan redistribusi dari jaringan tubuh dan kecepatan eliminasi
Sebagian besar nikotin dimetabolisme di hati dan sebagian kecil dimetabolisme di paru dan ginjal.
Metabolit utamanya adalah kotinin (70%) dan nikotin-N-oksida (4%).
Kotinin dibentuk di hati dalam dua tahap yang melibatkan sitokrom P450 dan enzim aldehid oksidase. Sitokrom P450 yang terutama berperan adalah CYP2A6
Aspek Farmakokinetika
Isoenzim lain yang juga memetabolisme nikotin adalah CYP2B6, CYP2D6, dan CYP2E1.
Waktu paruh kotinin yang panjang (16 jam) menyebabkan metabolit ini dapat dijadikan penanda biokimia penggunaan nikotin
Sebagian kecil nikotin diekskresikan melalui urin, yaitu sekitar 5-10% dari eliminasi total.
Waktu paruh eliminasi nikotin rata-rata 2 jam.
Pada seseorang yang merokok secara regular, kadar nikotin dalam darah akan meningkat dalam 6-8 jam. Kadar nikotin dalam darah yang diambil pada siang hari (dalam keadaan kadar mantap) berkisar antara 10- 50 ng/mL.
Tiap batang rokok akan menghasilkan konsentrasi nikotin dalam darah sekitar 5-30 ng/mL, tergantung cara rokok dihisap.
Aspek Farmakodinamika
Nikotin bekerja pada reseptor kolinergik nikotinik di otak, ganglia autonom, medula adrenal dan sambungan neuromuskuler.
Reseptor kolinergik nikotinik memiliki dua subunit yaitu subunit α dan subunit β
Nikotin akan berikatan dengan reseptor nikotinik yang terdapat di badan sel, pada terminal saraf dan akson
Respons terhadap stimulasi reseptor nikotinik melibatkan sistem saraf simpatis dan parasimpatis.
Efek simpatis terutama dimediasi oleh stimulasi reseptor nikotinik di medula adrenal yang menyebabkan pelepasan epinefrin dannorepinefrin.
Efek simpatis dominan pada sistem kardiovaskuler yaitu hipertensi, takikardi dan vasokontriksi perifer.
Aspek Farmakodinamika
Efek parasimpatis terutama pada sistem saluran cerna dan saluran kemih yaitu menimbulkan gejala mual, muntah, diare dan peningkatan pembentukan urin.
Efek muntah juga dapat disebabkan oleh stimulasi chemoreceptor trigger zone di area postrema medula oblongata
Toleransi dan Ketergantungan
Efek nikotin yang dapat menimbulkan kecanduan adalah efeknya pada reseptor kolinergik nikotinik di otak.
Nikotin diserap dari asap rokok ke sirkulasi dalam paru, lalu melalui arteri karotis internal akan mencapai otak
Di dlm otak, nikotin akan bekerja pada reseptor kolinergik nikotinik dalam waktu 10-15 detik setelah menghisap rokok.
Ikatan antara nikotin dengan reseptor nikotiniknya di area tegmental ventral otak menyebabkan pelepasan dopamin di nukleus akumbens, yang akan menimbulkan perasaan nyaman (pleasure)
Timbulnya rasa nyaman akibat nikotin dalam hitungan detik inilah yang menyebabkan ketergantungan pada rokok.
Toleransi dan Ketergantungan
nikotin juga menyebabkan pelepasan neurotransmiter lain seperti norepinefrin, βendorfin, asetilkolin dan serotonin yang akan meningkatkan kemampuan kognitif, kewaspadaan dan memori serta menurunkan ketegangan dan kecemasan
Toleransi dan Ketergantungan
Penggunaan nikotin, baik akut maupun kronik, dapat menimbulkan toleransi. Toleransi akut terjadi akibat desensitisasi reseptor. Ketika nikotin berikatan dengan reseptor nikotinik, akan terjadi perubahan alosterik dan reseptor menjadi tidak sensitif terhadap nikotin untuk beberapa waktu.
Penggunaan kronik akan meningkatkan jumlah reseptor nikotinik hingga 50% yang mungkin merupakan akibat dari desensitisasi reseptor.
Pada keadaan tersebut jika nikotin tidak tersedia, maka pelepasan dopamin dan neurotransmiter lainnya akan menurun di bawah kadar normal, sehingga akan menimbulkan efek putus zat.
Beberapa gejala yang akan timbul pada putus nikotin adalah rasa cemas, iritabilitas, sulit berkonsentrasi, sulit beristirahat, peningkatan nafsu makan, gangguan tidur dan depresi
Toleransi dan Ketergantungan
Sindroma putus nikotin bertahan 2-3 minggu meskipun craving thd cigarette bisa bertahan lbh lama
Pd saat berhenti dpt terjd relaps meskipun sindroma putus nikotin (fisik) sudah mereda
Efek merugikan
Harapan hidup perokok lbh rendah dibanding non perokok
Merokok menyebabkan 90% kematian akibat kanker paru dan 80$ kematian akibat bronkitis dan emfisema dan 17% kematian akibat dr penyakit jantung
Sekitar 1/3 kematian pd seluruh kanker dihub kan dengan rokok
Kematian akbiat rokok terus meningkat
Pd tahun 1990, 10% kematian diseluruh dunia
Pd tahun 2030, diduga meningkat hingga 17% tu di Asia, Afrika dan Amerika latin
Strategi berhenti merokok
Strategi utama yang dapat dilakukan adalah konseling, intervensi farmakologis, atau kombinasi keduanya.
Banyak perokok telah mencoba obat yang dijual bebas untuk menghentikan kebiasaan merokok sebelum berdiskusi dengan petugas kesehatan.
Penggunaan obat bebas terkadang tidak memuaskan karena pemilihan dan penggunaan yang kurang tepat. Berbagai faktor juga turut mempengaruhi hasil usaha menghentikan kebiasaan merokok seperti kontak dengan orang-orang yang masih merokok atau keadaan lain yang dapat menimbulkan relapsnya kebiasaan merokok
FARMAKOTERAPI UNTUK BERHENTI MEROKOK
Secara umum farmakoterapi untuk menghentikan kebiasaan merokok dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
lini pertama dan lini kedua.
Tiga obat yang termasuk dalam lini pertama yaitu:
Bupropion, antidepresan yang bekerja menghambat ambilan kembali dopamine dan norepinephrine.
Nicotine (replacement therapy)
Varenicline agonis parsial reseptor nikotin.
Obat-obat yang termasuk lini kedua adalah clonidine dan nortryptiline
Nicotine Replacement Therapy
Nicotine replacement therapy adalah farmakoterapi yang paling banyak diteliti untuk menghentikan kebiasaan merokok. Penggunaan NRT bertujuan untuk menggantikan nikotin yang sebelumnya diperoleh dari rokok. Tiga mekanisme kerja utama NRT adalah mengurangi gejala putus nikotin, mengurangi efek penguatan nikotin dan memberikan efek yang sebelumnya didapatkan dari rokok
Nicotine Replacement Therapy
Short acting dan tidak diserap baik mell GI tractdalam bentuk chewing gum atau transdermal patch Efek samping : nausea, kram GI, iritasi lokal dan gatal Kesimpulan dr berbg uji double-blind (nikotin vs plasebo) kedua preparat tsb+konseling+th suportifberhasil menghentikan kebiasaan merokok, namun rata2 keberhasilannya setelah 1 tahun berhenti treatment menjd 25%
Nicotine Replacement Therapy
Nicotine replacement therapy terdiri dari enam bentuk sediaan, yaitu nikotin transdermal, permen karet (gum), tablet hisap (lozenge), tablet sublingual, inhaler dan obat semprot nasal (nasal spray).
Semua bentuk memiliki efikasi yang hampir sama dengan tingkat kepatuhan pengguna paling tinggi pada bentuk transdermal, lebih rendah untuk permen karet dan sangat rendah untuk sediaan semprot hidung dan inhaler
Sejak diidentifikasi subtipe nAChR α4β2 yang terlibat dalam sifat rewarding dr merokok tembakaudikembangkan agonist selektif sbg pengganti nikotin dg efek samping yang lbh rendah : Varenicline
Varenicline adalah agonis parsial pada subtipe reseptor nAChR α4β2.
Bupropion sama efektifnya dg nikotine replacement therapy dan memiliki efek samping yang lbh rendah
Disayangkan, bupropion menurunkan ambang kejang
ETANOL
Pendahuluan
Alkohol terutama dalam bentuk etil alkohol (etanol), telah mengambil tempat dalam sejarah umat manusia paling sedikit selama 8.000 tahun.
Saat ini, alkohol dikonsumsi secara luas.
Sama seperti obat-obat sedatif-hipnotik lainnya, alkohol dalam jumlah rendah sampai sedang dapat menghilangkan kecemasan dan membantu menimbulkan rasa tenang atau bahkan euforia
Akan tetapi, alkohol juga dikenal sebagai obat yang paling banyak disalahgunakan di dunia, suatu alasan yang tepat atas kerugian besar yang mesti ditanggung masyarakat dan dunia medis
Pendahuluan
Kandungan alkohol minuman berkisar dari 4-6% (volume/volume) untuk bir, 1015% untuk anggur, dan 40% dan lebih tinggi untuk spiritus hasil destilasi.
Proof (kekuatan alkohol) minuman mengandung alkohol adalah dua kali persen alkoholnya (sebagai contoh: alkohol 40% adalah 80 proof)
Di Amerika Serikat, sekitar 75% dari populasi dewasa mengkonsumsi minuman beralkohol secara teratur
Pada umumnya orang dewasa dapat memetabolisme alkohol per-jam sebanyak 7-10 g (150-220 mmol), ini ekuivalen dengan bir sekitar 10 oz, anggur 3,5 oz, atau minuman keras 1 oz yang disuling dengan kadar murni 80
I unit etanol= 8 g(10 ml) etanol
Efek Farmakologi Etanol
Efek Depresan
Efek selular akut etanol terjadi pd konsentrasi 5-100 nM:
Peningkatan inhibisi glisin dan GABA
Inhibisi masuknya calsium melalui volatge-gated calcium channels
Aktivasi bebrapa jenis kanal kalium
Inhibisi fs reseptor glutamat ionotrofik
Inhibisi transport adenosin
Efek Farmakologi Etanol
Etanol meningkatkan kerja GABA via reseptor GABAA mirip dg benzodiazepin Efeknya lbh kecil dan kurang konsisten dibanding benzodiazepin dan efeknya pada transmisi inhibitory synaptic transmission pada SSP masih belum jelas Sensitivitas subtipe reseptor GABAA thd etanol msh belum jelas Etanol mungkin juga bekerja pada presinaps uk meningkatkan pelepasan GABA
OVERVIEW GABA GABA (gamma-aminobutyric acid) : • Merupakan neurotransmiter inhibitor utama di otak didukung fakta bahwa banyak penyakit saraf disebabkan karena adanya degenerasi saraf GABAergik contoh: epilepsi • Disintesis dari glutamat dg bantuan enzim glutamic acid decarboxylase (GAD), didegradasi oleh GABA-transaminase • Sekali dilepaskan, GABA berdifusi menyeberangi celah untuk berinteraksi dengan reseptornya menimbulkan aksi penghambatan fungsi CNS • GABA yang sudah terdisosiasi dari reseptornya diambil kembali (reuptake) ke dalam ujung presinaptik atau ke dalam sel glial dengan bantuan transporter GABA.
OVERVIEW GABA
Terdiri dari 2 jenis: ionotropik (GABA-a) dan metabotropik (GABA-b)
Reseptor GABA-a terletak di postsinaptik cukup penting karena dia merupakan tempat aksi obat-obat benzodiazepin dan golongan barbiturat
Reseptor ini memiliki beberapa tempat aksi obat : benzodiazepin site, GABA site, barbiturat site, neurosteroid site
Reseptor GABA-a terhubung dengan kanal Cl-
OVERVIEW GABA
GABA reseptor is one of the places where alcohol (ethanol) acts.
Thus, one key action of alcohol is to reduce the activity of brain cells, by making GABA-mediated inhibition more effective.
Alcohol acts on a number of different transmitter receptors in the brain.
The balance between these various actions is the key to intoxication and, ultimately, the deleterious effects of long-term chronic alcohol abuse.
OVERVIEW GABA
GABA lepas dari ujung saraf gabaergik berikatan dengan reseptornya membuka kanal Cl ion Cl masuk hiperpolarisasi membran sel saraf efek penghambatan transmisi saraf depresi CNS
Obat-obat benzodiazepin (diazepam, klordiazepoksid, lorazepam) meningkatkan afinitas reseptor terhadap GABA pada GABA site mengaktivasi reseptor GABA Æ meningkatkan frekuensi pembukaan kanal Cl hiperpolarisasi depresi CNS
Efek Farmakologi Etanol
Konsentrasi Etanol dalam Plasma: • Threshold effects : 40 mg/100 ml (5 mmol/l) • Severe intoxication :150 mg/100 ml • Death fro respiratory failure : 500 mg/100 ml
Efek perifer utama: diuresis (penurunan sekresi ADH), vasodilatasi kutaneus, persalinan terlambat (penurunan sekresi oksitosin) Konsumsi jangka panjang menyebabkan kerusakan heparcirrhosis dan gagal hepar • Hepatitis tjd ok peningkatan akumulasi lemak • Pd cirrhosis diversi aliran darah portal varises • Toksisitas selular
Efek Farmakologi Etanol
Konsumsi etanol moderatefek proteksi thd IHD
Konsumsi berlebihan pada wanita hamilFetal Alcohol Syndrome (FAS): - gangg perkembangan janin - abnormalitas fisik dan retardasi mental
FAS TERJADI 3 DARI 1000 BAYI LAHIR HIDUP
Metabolisme Etanol
Etanol akan diubah menjadi asetaldehid, kemudian akan diubah menjadi asetat oleh aldehid dehidrogenase di dalam mitokondria. Sekitar 25% asetaldehid dimetabolisme diluar hepar
Pemakaian alkohol yang lama akan menimbulkan perubahan pada metokondria, yang menyebabkan berkurangnya kapasitas untuk oksidasi lemak
Semua yang tersebut diatas menyebabkan terjadinya perlemakan hati.
Perubahan pada sistem Oksidasi Etanol Mikrosom yang disebabkan pemakaian alkohol berlangsung lama dapat menginduksi dan meningkatkan metabolisme obatobatan, meningkatkan lipoprotein dan menyebabkan hyperlidemia
Metabolisme Etanol
Reaktive Oxygen Species (ROS) dihasilkan secara alami dalam jumlah kecil selama reaksi metabolisme tubuh dan dapat bereaksi dengan molekul seluler dan kerusakan kompleks seperti lemak, protein, atau DNA
Etanol mencetuskan pembentukan ROS dan mengganggu mekanisme normal pertahanan tubuh terhadap senyawa ini melalui berbagai proses, terutama di hati.
Etanol juga merangsang aktivitas enzim yang disebut sitokrom P450, yang berkontribusi pada produksi ROS.
Etanol dapat mengubah tingkat logam tertentu dalam tubuh, sehingga memudahkan produksi ROS
Pendekatan Farmakologi dalam mengobati ketergantungan alkohol Ketergantungan alkohol = alkoholism Tujuan terapi: Meringangkan sindroma abstinensi akut : benzodiazepin dan klometiazol efektif, klonidin dan propanolol juga sangat membantu Klonidin (α2-adrenoceptor agonist) bekerja dg menghambat pelepasan transmitter yg berlebihan yg terjd pada masa putus obat Propanolol bekerja dg menghambat bbrp efek aktifitas saraf simpatis Untuk memberikan efek tidak menyenangkan dalam konsumsi alkohol: disulfiram Naltrekson Acamprosatemengurangi craving/nyandu
• Analog taurin yg merupakan antagonis lemah pada reseptor NMDA
Disulfiram Disulfiram menghalangi penderita minum alkohol karena obat ini mengganggu metabolisme alkohol, menyebabkan terbentuknya asetaldehid (zat hasil pemecahan alkohol) yang menumpuk di dalam darah Dalam waktu 5-15 menit setelah penderita minum alkohol, asetaldehid membuat penderita merasa tidak enak karena menyebabkan kemerahan pada wajah, sakit kepala berdenyut, detak jantung meningkat, laju pernafasan menjadi cepat, serta berkeringat, diikuti oleh mual dan muntah dalam waktu 30-60 menit kemudian. Reaksi tidak nyaman dan berpotensi bahaya ini berlangsung selama 1-3 jam. Rasa tidak nyaman akibat minum alkohol yang terjadi setelah mengkonsumsi disulfiram sangat hebat, sehingga hanya sedikit orang yang mau kembali minum alkohol, meskipun hanya sedikit. Disulfiram harus diminum setiap hari
Disulfiram
Jika penderita berhenti mengkonsumsi disulfiram, maka efektivitasnya dalam mengatasi ketergantungan alkohol menjadi kurang baik. Beratnya reaksi terhadap alkohol yang berhubungan dengan pengobatan, menyebabkan disulfiram tidak boleh diberikan kepada wanita hamil, orang tua, atau pecandu yang memiliki penyakit yang serius. Pecandu alkohol yang baru pulih tidak dapat langsung mengkonsumsi disulfiram setelah berhenti minum alkohol; obat ini hanya diminum setelah beberapa hari tidak minum alkohol. Disulfiram bisa mempengaruhi metabolisme alkohol sampai 3-7 hari setelah dosis terakhir obat ini.
Naltrexone
Obat ini bisa membantu mengurangi ketergantungan jika digunakan sebagai bagian dari program pengobatan secara keseluruhan. Naltrexone mengubah efek alkohol pada zat kimia tertentu di otak (endorfin), yang berhubungan dengan keinginan untuk minum alkohol. Naltrexone tidak menyebabkan reaksi seperti disulfiram. Tetapi pecandu yang mendapatkan Naltrexone bisa terus menerus minum alkohol. Naltrexone tidak boleh diberikan kepada penderita hepatitis atau penyakit hati.
Overview agonis inverse
Obat yang memiliki efek yang berlawanan dengan agonis, jika berikatan dengan reseptor yang sama dengan agonis
Contoh : Reseptor GABA yang terhubung dengan kanal ion Cl akan terbuka jika ada agonis yang berikatan dan mengaktifkannya, sedangkan jika reseptor tersebut berikatan dan diaktifkan oleh inverse agonis, kanal ion pada reseptor akan tertutup Jadi : Inverse agonis tetap bisa mengaktifkan reseptor, tetapi efeknya adalah kebalikan dari agonis
TERIMAKASIH