Suara Hati Mahasiswa
Terbit sejak 1991
BERANDA Koran Dwiwulan LPM Solidaritas
Edisi Februari - Maret 2017 | www.solidaritas-uinsa.org
Gejolak Akreditasi Abaikan Esensi Kinerja Pendidik Dipertanyakan meski Akreditasi Tingkatkan Anggaran
K
Syamsul Huda Wakil Rektor I: UINSA akan dapatkan tambahan dana BOPTN 5% jika akreditasi kampus A.
ampus sebagai lingkungan intelektual berkewajiban untuk menjalankan Tridharma Peguruan Tinggi. Tiga pokok tersebut meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sesuai yang termaktub dalam Undang-undang Perguruan Tinggi nomor 12 tahun 2012. Undang-undang yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRRI) Juli 2012 kini dipakai sebagai patokan semua perguruan tinggi di Indonesia. Sesuai yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permen Ristek Dikti) nomor 32 tahun 2016 pasal 1 tentang Akreditasi Perguruan Tinggi dan Program Studi, yang dimaksud dengan akreditasi adalah kegiatan penilaian untuk menentukan kelayakan Program Studi dan Perguruan Tinggi. Jika diruntut benang merahnya, akreditasi juga bisa digunakan sebagai tolak ukur terlaksananya TridharBersambung ke halaman 9, KAMPUS
PPII: Alat Branding WCU Peralihan nama IAIN menuju UIN membuat Lembaga Penjamin Mutu (LPM) lebih gencar membuat program-program untuk meningkatkan mutu mahasiswa. Salah satunya adalah pembentukan Program Penalaran Islam Indonesia (PPII) yang dikhususkan untuk mahasiswa program studi (Prodi) umum. Melalui PPII, LPM UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA) mengajak mahasiswa prodi umum, seperti Hubungan Internasioal, Ilmu Ekonomi, Ilmu Politik, Sosiologi, Ilmu Kelautan, Matematika, Teknik Lingkungan, Teknik Arsitek, Biologi, Sistem Informasi, PsikoloBersambung ke halaman 10, MELALUI Dok. Solidaritas
SALAM REDAKSI Beranda
Edisi Februari - Maret 2017 | www.solidaritas-uinsa.org
Salam GENERASI ESENSI!
Gambaran pertama yang muncul saat mendengar “Lembaga Pers Mahasiswa” barangkali adalah produk terbitannya, baik cetak maupun daring (dalam jaringan) atau lebih familiar dengan sebutan media online. Hal ini lumrah terjadi dan cenderung menjadi pelecut semangat pers mahasiswa untuk terus berkarya. Sehingga LPM tidak kehilangan ruhnya, bahkan tetap memegang idealisme sebagai pers mahasiswa yang mengawal dan mengontrol kebijakan kampus serta menyampaikan suara hati mahasiswa. Dalam rentang waktu Februari - Maret, tepatnya pasca pelantikan dan rapat kerja pengurus 2017, kerabat Redaksi Solidaritas seperti dikejar waktu, selain itu juga merasa diburu pembaca yang ingin segera menikmati sajian Beranda, koran dwiwulan milik mahasiswa UINSA. Tanpa menyia-nyiakan waktu yang ada, melalui beberapa tahapan akhirnya Beranda bisa berada di tangan pembaca sebagai bentuk dukungan nyata terhadap pengembangan literasi di kampus ini, selain juga untuk mengisi waktu luang dan memberikan wawasan pengetahuan seputar UINSA, kampus dengan ikon Twin Towernya. *** Dewasa ini, saat tuntutan hidup semakin tinggi, terutama dalam sektor ekonomi, kita diharapkan bisa mengikuti perkembangan yang ada. Persaingan mendapatkan lapangan kerja juga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi pola pikir dan pola gerak masyarakat Indonesia, terutama mahasiswa yang baru saja purna dari pendidikan sarjana, magister, maupun doktor. Salah satu yang menjadi indikator diterimanya seseorang dalam profesi yang sesuai dengan latar belakang pendidikan adalah nilai akreditasi prodi atau ju-
rusan saat mengenyam pendidikan. ilmu agama tak luput dari sasaran Sehingga mahasiswa akan merasa pemberitaan utamanya dalam sangat terbantu saat akreditasi Standart Operasional Pelaksanaan prodinya cukup bagus guna men- yang masih belum ada kejelasan. dukung masa depannya. Disamping Harapannya nanti bisa terang itu juga ada kabar yang berkembang mana program kampus yang hanya bahwa semakin tinggi akreditasi mengejar akreditasi dan program yang dicapai suatu prodi maka akan yang memang untuk meningkatkan bertambah pula anggaran dana yang mutu mahasiswa. dikucurkan. Semua sejalan dengan keinginan Hal tersebut bisa jadi telah kita bersama agar kampus yang baru memicu maraknya proses akreditasi 3 tahunan beralih status dan sedang yang diwarnai kegiatan-kegiatan berjuang menuju WCU ini tidak dadakan serta terkesan bersifat se- hanya tampak gagah dengan prestasi mentara. Bukan akreditasi secara angka tanpa kekuatan esensial di esensi yang didapatkan, melainkan dalamnya. Mari kawal perubahan hanya sebagai simbol. Lalu be- UINSA yang lebih mengutamakan narkah capaian berupa angka dan esensi dan benar-benar terintegrasi huruf-huruf tersebut merupakan se- serta melahirkan lulusan yang beringalanya? Tentu hal ini akan terjawab tegritas! Salam Persma! (Red.) dengan seberapa cocok kualitas mahasiswa, fasilitas, kualitas dosen dan Susunan Redaksi: lain sebagainya dengan akreditasi Pelindung: Prof. Dr. H. Abd A’la, yang diperoleh, untuk memastikan M.Ag. Penasehat: Prof. Dr. H. Ali Mufrodi, MA., Drs. H. Samsoel proses akreditasi tidak dibangun di Bahari, MM., Drs. H. Jainuddin, atas obsesi capaian angka tertinggi M.Si. Pembina: Dr. Abdul Cholik, semata. Pada akhirnya, akreditasi diM.Ag., Muhlisin, M.Pd.I, Alfi harapkan bisa menjadi pemicu sivitas Yusron, S.HI., Sulanam, M.Pd., akademika UINSA untuk terus beMuhammad Nuril Huda, M.Pd., rupaya meningkatkan layanan yang Mahfud Nazal, Fikri Yanda, M.Pd. Pemimpin Umum : Mohammad terbaik guna melahirkan mahasiswa yang benar-benar siap pakai dengan Iqbal; Pemimpin Redaksi : Moh. Mizan Asrori; Sekretaris Redaksi: kualitas yang memadai. Muti’atul Lutfi; Redaktur : Nurani Hal ini (akreditasi, Red.) yang Ahda, Iva Yuroidha; Reporter : menjadi fokus bahasan Beranda Riana, Madihah, Muhammad Fauzi, edisi Februari-Maret 2017. Selain Aliyul Himam, Nur Azizah Aulia itu juga karya mahasiswa UINSA Rahma, M. Husnil Marom, Najwan Nada, Ummahatul Mu’minin, diakomodir dalam rubrik sastra dan Wahyu Auliasari, Abdul Ghoni, celoteh yang menampung suara hati mahasiswa untuk disampaikan Afiyah Romadhoni, Azizah, Toyiz Zaman, Umrotul Syaidah ; Desain kepada para pemangku kebijakan Grafis : Moch. Malik Ibrahim kampus. Perkembangan perpusSekretariat: Jl. Jemur Wonosari takaan UINSA pun diangkat untuk Gang IAIN No.23A Wonocolo lebih mengetahui seberapa jauh dan Surabaya seberapa cepat laju perpustakaan website: www.solidaritas-uinsa.org dengan akreditasi A yang diraih email:
[email protected] ~ tahun 2015 silam. Isu PPII sebagai
[email protected] salah satu program unggulan UINSA dalam mengintegrasikan sains dan
2
KHOBAR Beranda
Edisi Februari - Maret 2017 | www.solidaritas-uinsa.org
MENGUAK WISMA BAHAGIA STATUS KEPEMILIKAN
Pemandangan sangat kontras terlihat dari gedung dua lantai tersebut yang didominasi warna hijau. Gedung yang memiliki dua puluh dua kamar dengan halaman yang cukup luas ini tampak sepi dan terkesan tak berpenghuni.
P
eralihan nama dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, menjadikan kampus yang
terletak di jalan Ahmad Yani No. 117 ini, gencar melakukan pembangunan dan perbaikan gedung di beberapa fakultas untuk efektivitas pembelajaran mahasiswa. Akan tetapi, dibalik kemegahan gedung-gedung di UINSA, ada satu gedung yang terletak di pojok kampus, belakang Kantor Kopertais Wilayah IV. Pemandangan sangat kontras terlihat dari gedung dua lantai tersebut yang didominasi warna hijau. Gedung yang memiliki dua puluh dua kamar dengan halaman yang cukup luas ini tampak sepi
3
dan terkesan tak berpenghuni. Kesan seram dan tak terawat sangat terlihat, terutama bagi orang yang pertama kali berkunjung ke gedung tersebut. Gedung yang berdiri sejak UIN masih berstatus IAIN ini, sebelumnya merupakan yayasan pendidikan untuk pelatihan pegawai Pengadilan Tinggi Agama (PTA) dan dikelola langsung oleh pensiunan dari PTA. “Bangunan ini yang mengelola adalah orang-orang pensiunan dari PTA dan dalam pengawasan PTA. Sedangkan tanahnya sendiri saat ini statusnya adalah milik MA (Mahkamah Agung, red), tetapi bangunan fisiknya atas nama PTA,” jelas Latif salah satu pegawai PTA saat ditemui di kediamannya. “Tanah ini (wisma bahagia, red) statusnya milik negara, UINSA juga. Jadi ya sama-sama milik pemerintah,” terang lelaki yang juga mengajar sebagai dosen di FSH. Simpang siur tentang status kepemilikan Wisma Bahagia santer dibicarakan. Ditemui disela-sela kesibukannya, Abdullah Rafiq Mas’ud, Kepala Bagian Umum, menegaskan bahwa status kepemilikan Wiswa Bahagia sama sekali bukan wewenang kampus. “Dulu memang kita bersaudara, karena masih dalam satu naungan yang sama yakni Kemenag, tapi kini beda institusi, dan sudah tidak lagi,” 11, PERALIHAN
KHOBAR Beranda
Dok. Solidaritas
Edisi Februari - Maret 2017 | www.solidaritas-uinsa.org
Perpustakaan UINSA: Digitalisasi Sampai Layanan Mandiri
P
erpustakaan UINSA Surabaya semakin berkembang dari tahun ke tahun. Antusiasme pengunjung terus meningkat. Berdasarkan data perpustakaan, rata-rata ada 1500 pengunjung yang datang secara langsung ke perpustakaan di hari aktif perkuliahan. Untuk online terdapat sekitar 500-800 orang yang mengakses website perpustakaan UINSA. Akreditasi A yang berhasil diperoleh pada 2 November 2015 lalu menjadi salah satu pencapaian tertinggi perpustakaan UINSA. Menurut Sirajul Arifin, Kepala Perpustakaan, banyak komponen yang membuat perpustakaan meraih akreditasi A. Komponen pertama segi Sumber Daya Manusia (SDM), yakni terpenuhinya rasio antara pustakawan dan tenaga administrasi yang tentunya diimbangi dengan usaha pelayanan yang mumpuni. Mahasiswa prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) UINSA, Okta, berpendapat kinerja staf sudah cukup bagus dan membantu. Pelayanan yang ramah membuat pengunjung merasa terbantu saat membutuhkan sesuatu. Namun sebagian ma-
hasiswa masih ada yang merasa takaan turut membantu tercapapelayanan staf perpustakaan be- inya akreditasi. Saat ini, koleksi lum maksimal. Tidak sedikit kelu- buku perpustakaan UINSA sudah han yang datang dari mahasiswa di atas 100.000 eksemplar. Koleksaat ditanya dosen mengenai ke- si berbasis fisik ini diperkuat san ketika berkunjung ke perpus- dengan koleksi digital berupa takaan, hampir satu kelas maha- jurnal-jurnal online, yang bisa siswa di prodi BPI mengatakan diakses di perpustakaan maupun pegawainya kurang ramah. Un- online melalui database yang ada. tuk itu pihak perpustakaan setiap Koleksi digital juga meliputi tugas bulan melakukan pembinaan staf akhir mahasiswa S1, S2, dan S3. jika dibutuhkan. Bagi mahasiswa “Sejak 2014 sudah menjadi persyang akan mengadakan penelitian yaratan untuk digitalisasi skripsi. selalu diumumkan di website un- Ke depan tidak lagi menyetorkan tuk pelatihan literasi informasi. skripsi dalam bentuk fisik, tapi Ketika ada kewajiban up- hanya yang di-upload, kemudian load mandiri untuk mahasiswa nanti softfile-nya untuk backup yang sudah menyelesaikan tugas kami,” jelas Sirajul Arifin. Dia akhir, pihak perpustakaan juga meginformasikan adanya sumenyiapkan tenaga pendidiknya. rat edaran Rektor tentang tidak Bahkan di website pun sudah di- perlunya penyetoran tugas akhir siapkan prosedurnya. Selain itu, dalam bentuk fisik. Hal ini tentu perpustakaan juga melayani pela- dapat meringankan beban biaya tihan-pelatihan yang dibutuhkan mahasiswa. “Kita ingin ke depan mahasiswa, seperti pelatihan aca- perpustakaan UINSA akan menjademic writing yang pernah dilaku- di perpustakaan digital yang bisa kan mahasiswa Ushuluddin. Pi- diakses di manapun. Tugas akhir hak perpustakaan mengaku ingin akan kami digitalkan. Yang sudah membangun inklusifisme lemba- lama-lama nanti bisa jadi gak ada ga untuk merespon semua kebutu- di raknya tapi sudah bisa dilihat han mahasiswa, selama masuk di digitalnya,” imbuhnya. ranah perpustakaan. Komentar berbeda datang dari Tidak hanya dari segi SDM, Ninik, mahasiswa PGMI, “Perkelengkapan koleksi perpus- pustakaan ini sangat cocok unBersambung ke halaman 12, PERPUSTAKAAN
4
KHOBAR Beranda
Edisi Februari - Maret 2017 | www.solidaritas-uinsa.org
P
Gender Policy Ini Perlu Diformalkan
eraturan Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) tentang Kesetaraan dan Pengarusutamaan Gender resmi ditetapkan pada tanggal 10 November 2016. Meskipun telah ditetapkan sekitar empat bulan lalu, namun proses perumusan peraturan dengan nomor Un.07/1/ PP.00.9/SK/809/P/2016 memakan waktu cukup lama. Dimulai dari penelitian, FSG (Forum Group Discussion) yang dilakukan bersama pimpinan hingga menjadi Peraturan Rektor. Menurut Kepala Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), Rohimah, mengatakan bahwa peraturan ini telah melalui 22 kali revisi. Ada beberapa orang yang sangat berperan dalam perumusan Gender Policy ini, diantaranya Wahidah Hazen Siregar, Rohimah, Nabilah Naili, Eni Purwati, Hanafi, Muflikhatul Khoiro, Helmi Umam, dan Luluk Fikri Zurriyah. Tim perumus yang berasal dari PSGA dan tujuh fakultas di UINSA inilah yang melalukan penelitian sejak tahun 2015 lalu. “Kurang lebih satu tahun penelitian dan perumusannya,” jelas Rohimah saat ditemui Solidaritas di ruangannya (10/3). Tidak hanya tim perumus, ahli hukum sengaja didatangkan untuk membantu merumuskan Gender Policy tersebut. Penelitian dilakukan kepada semua sivitas akademika, mulai dari mahasiswa, dosen-dosen, hingga pimpinan kampus. Ada 7 aspek yang masuk dalam penelitian tersebut. Diantaranya
manajemen universitas, pen- dan pengarusutamaan gender garusutamaan gender, penelitian, bisa diformalkan. pengabdian masyarakat, lingkunUINSA menjadi satu-satunya gan ramah gender, pelecehan Perguruan Tinggi Islam di Jawa seksual, dan kesejahteraan ber- Timur dan nomor dua di Indobasis gender. Selain diterapkan nesia yang menetapkan Gender di manajemen universitas, mulai Policy setelah UIN Alauddin dari organisasi kemahasiswaan, Makassar. Menurut tim perumus, dekanat hingga rektorat, PSGA Gender Policy ini telah sesuai juga menginginkan adanya inte- dengan Impres tahun 2000, tegrasi dalam kurikulum. Hal terse- patnya di masa Presiden Abdubut sudah dilakukan dengan mel- rahman Wahid. Berangkat dari ibatkan 46 dosen dan bantuan 2 hal tersebut, UINSA yang merdosen dari SILE(The Supporting upakan bagian dari pemerintahan Islamic Leadership). merasa juga perlu melaksanakan Rohimah menjelaskan, awaln- undang-undang tersebut. ya ada usulan bahwa semua maAbdul A’la mengatakan, UINhasiswa harus diberi mata kuli- SA ingin menjadi salah satu perah Kesetaraan Gender, namun intis akan Gender Policy terseada beberapa pihak dosen yang but, “Supaya kampus-kampus kurang setuju dengan hal terse- lain terutama yang swasta atau but. Sehingga kemudian disepa- di masyarakat luas yang karena kati, nanti akan ada insert pada ada diskriminasi, pelecehan salah kurikulum melalui dosen-dosen satu contohnya, mulai sadar diri pengampu mata kuliah lain. bahwa ini dari sisi undang-unPara dosen diharapkan mampu dang, agama, dan pendidikan, menyinggung materi tentang ke- kita adalah setara bukan sama.” setaraan gender kepada mahaPeraturan Rektor tersebut telsiswa, sehingga mereka mengerti ah disosialisasikan pada tangbagaimana kedudukan antara la- gal 5 januari 2017 oleh Birokrat ki-laki dan perempuan sebenarn- Kampus bersama pihak Dekan ya. Fakultas, LP2M, LSM dan MaSelain dalam kurikulum, se- hasiswa UINSA yang tergabung cara eksplisit, nantinya akan dalam Unit Kegiatan Mahasiswa dilaksanakan Workshop Kese- (UKM) dan Unik Kegiatan Khutaraan Gender serta kerja sama sus (UKK). Semua yang hadir dengan lembaga-lembaga luar, pada sosialisasi tersebut sepakat misalnya Kementrian Pember- dan berkomitmen dengan mendayaan Perempuan dan Perlind- empelkan tanda tangan bersama ungan Anak. Rektor UINSA dan di banner sebagai simbolis bahPSGA mengatakan bahwa sebe- wa peraturan kesetaraan gender narnya di kampus ini (UINSA, dan pengarusutamaan gender ini Red) tidak ada persoalan, semua mendapat dukungan dari semua telah memiliki sensitivitas gen- pihak. der. Namun, dengan adanya PeraSelain sosialisasi kepada turan Rektor, kesetaraan gender semua pimpinan rektorat dan Bersambung ke halaman 11, PERATURAN
5
Dok. Solidaritas
Rektor UINSA:
SOSOK Beranda
Edisi Februari - Maret 2017 | www.solidaritas-uinsa.org
Mental Pengusaha: Antarkan Ilham jadi Juara
P
ria ini kerap disapa Pak Ilham oleh mahasiswanya, seorang dosen Fakultas Dakwah & Komunikasi UINSA yang mempunyai nama lengkap Mohammad Ilham. Selain menjadi dosen pengampu mata kuliah Kewirausahaan dirinya juga bergelut dengan dunia bisnis sejak duduk di bangku perkuliahan. Bisnis yang ia geluti meliputi berjualan susu kedelai
dan membuka jasa pijat ala Sti- Dahlan Iskan. Ajaibnya justru wi yang menerapkan konsep ia mendapat informasi beasiswa syar’i (pasien dengan pemi- Yayasan Ciputra dari salah satu jat berjenis kelamin yang pelanggan pijatnya. sama). Menjadi seorang Berbicara tentang bisnis yang yang dilahirkan dari kel- ia rintis sejak kuliah, salah satunuarga kurang berun- ya yaitu berjualan susu keledai. tung, membuatnya dia menceritakan pernah menjual bersemangat berge- susunya di jalan depan kampus lut di dunia bisnis. sebelum frontage dibangun. BerIlham dilahirkan sama adiknya ia berjuang hingdi Mojokerto 25 ta- ga bisa mendapat laba tertinggi hun yang lalu, tepat- sebanyak Rp. 300.000. Dia juga nya 22 Januari 1991. membuka jasa pijat Stiwi, dengan Pria yang menjadi wisu- konsep syariah, yang dipatok bidawan terbaik aya jasa Rp.50.000/orang hingga IAIN Sunan Am- dirinya mampu memperkerjakan pel 2013 ini juga sebanyak 20 mahasiswa. pernah mendapat Di kampung asalnya, yang tibeasiswa Superse- dak disebutkan namanya, yang mar, beasiswa PT Gama Group, terkenal dengan obat terlarang dan Beasiswa Prestasi selama dan prostitusi menjadikan ia menempuh S1. Setelah lulus, ia tergerak membuat orang-orang di melanjutkan pendidikanya ke sekitarnya beralih ke dunia wiraumagister, berkuliah S2 di Univer- saha. Seperti recycle benda-benda sitas Ciputra, Jurusan Magister yang masih bisa digunakan dan Manajemen, dengan beasiswa membuat teh dari daun-daun piYayasan Ciputra. Tidak tanggu- lihan. Dari ide-idenya itu, ia bisa ng-tanggung, dia mendapat surat mengajak masyarakat sekitarnya rekomendasi beasiswa dari Rek- untuk beralih ke pekerjaan yang tor IAIN Sunan Ampel Prof. Abd. lebih baik dan bermanfaat. A’la, Prof. Ali Aziz, dan juga Semua hal yang ia lakukan tak Bersambung ke halaman 13, SOSOK
Sayembara Tulisan Kontributor Beranda Edisi 2 LPM Solidaritas menerima tulisan untuk dimuat dalam koran BERANDA pada edisi ke-2. Info lebih lanjut kunjungi WWW.SOLIDARITAS-UINSA.ORG/LELANG
6
RESENSI Beranda
Edisi Februari - Maret 2017 | www.solidaritas-uinsa.org
Pergolakan Monyet
YANG INGIN JADI MANUSIA BY Ziza Ramdani
Identitas Buku: Judul Buku : O Penulis : Eka Kurniawan Penerbit Buku : Gramedia Pustaka Utama Cetakan : Cetakan Pertama, Maret 2016 Tebal Buku : 470 halaman No. ISBN : 978-602-03-2559-0
B
agaimana jika seekor monyet sangat mendambakan menjadi manusia? Begitulah keinginan Entang Kosasih untuk dapat menjadi manusia. Sang kekasih, O, sangat mendambakan hidup bahagia bersama dengan Entang Kosasih. Namun keinginan besar Entang Kosasih membuat O khawatir. Bagaimana bisa seekor monyet dapat menjadi manusia? “Enggak gampang jadi manusia”, pikir O (hlm. 1). Membaca halaman pertama dari buku ini akan dapat kita temukan bahwa ada hewan yang bisa berbicara (dibahasakan dengan bahasa manusia). Novel ini merupakan sebuah novel semi fabel karena terdapat banyak tokoh hewan yang diceritakan, mulai dari seekor anak anjing bernama Kirik, ular sanca bernama Boboh, burung kakatua bernama Siti dan tikus bernama Manikmaya. Tidak ketinggalan pula kisah hidup manusia, lika-liku kisah cinta dan perjuangan untuk menjadi sosok manusia. Betalumur, seorang pawang sirkus topeng monyet, satu-sat-
unya pekerjaan yang bisa ia lakukan, bertemu dengan O dan mereka berteman. Sehari-hari yang ia lakukan hanya menunggui O beratraksi dengan tidur sepanjang siang, malamnya menyenangkan diri sendiri dengan meminum bir oplosan, uang hasil kerja keras monyetnya dalam menghibur penonton yang berjalan sepanjang trotoar. Suatu ketika, pertemuan Kirik dengan O terjadi. Melihat O yang berada dibawah kontrol manusia, ia menjadi kasihan kepada si O. Namun karena keinginan kuatnya untuk menjadi manusia, dengan salah satu jalannya menjadi seekor monyet penghibur manusia, O bisa berubah kapan saja yang ia mau, menjadi seorang biduan cantik, tentara, tukang ojek dan lainnya. “Untuk bertahan hidup, kita berhak melakukan apapun”, begitu kata Kirik sekali waktu. Prinsip hidup yang menarik, pikir O. (hlm. 47). Keyakinannya bertambah kuat ketika O pergi ke pasar, atas saran Manikmaya. Ia pergi sendiri untuk membuktikan dugaannya tidak salah. Pada saat ia melihat sebuah poster bergambar seorang
lelaki yang memakai baju rumbai-rumbai setengah terbuka dengan bulu di dadanya, sedang lelaki itu memegang gitar. Itu kekasihnya, Entang Kosasih, si Kaisar Dangdut, pikir O. Setelah Betalumur hilang entah kemana, O berada di tangan Mimi Jamilah, seorang waria, teman Betalumur. O baru tahu bahwa Mimi Jamilah memiliki kekasih yang dulu pernah bersamanya, Bruno, namun ia malah mengkhianatinya. O berfikir bahwa ternyata kisah cinta manusia lebih rumit daripada kisah cintanya, kisah cinta sepasang monyet. Melihat apa yang tejadi pada Mimi tersebutlah, sebuah keputusan berat harus O tentukan. Tak ada harapan lagi baginya untuk tetap mencintai Kaisar Dangdut, karena ia sadar, dia bukanlah Entang Kosasih. *** Eka Kurniawan menyajikan sebuah mini kehidupan di dalam bukunya. Banyak tokoh yang Bersambung ke halaman 13, RESENSI
7
OPINI Beranda
Edisi Februari - Maret 2017 | www.solidaritas-uinsa.org
S
UINSA Harus Utamakan Esensi untuk Kejar Akreditasi
udah termaktub dalam Undang-undang tentang Pendidikan Tinggi Nomor 12 tahun 2012, kampus sebagai pelaksana pendidikan tinggi wajib menyelenggarakan Tridharma Peguruan Tinggi. Tiga kewajiban tersebut, yang juga harus sejak awal ditanamkan kepada para mahasiswa, yaitu Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada masyarakat. Hal itu secara berkelanjutan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai bentuk penjamin mutu perguruan tinggi dalam menjalankan tiga kewajiban tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mempuyai Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Menurut acuan Permenristekdikti No. 32 Tahun 2016, BAN-PT memberikan masa berlaku akreditasi selama 5 tahun dan akan diadakan penilaian kelayakan ulang. Untuk hal ini ada kampus yang begitu menginginkan supaya bisa mempertahankan akreditasi bagus yang telah diperoleh atau meningkatkan raihan akreditasi. Terkadang sampai melakukan beberapa hal yang cenderung berseberangan dengan nilai-nilai utama perguruan tinggi. Dari pengamatan penulis di kampusnya, program studi akan melakukan persiapan sebagus mungkin ketika tim assessor dari BAN-PT datang. Situs resmi UINSA www.uinsby.ac.id menyatakan sudah 75% prodi di UIN-
SA yang terakreditasi A. Namun, menurut Wakil Rektor I bidang Akademik, Dr. Syamsul Huda, UINSA sudah memilik prodi terakreditasi A 60% dari seluruh prodi. Sayangnya obsesi terhadap akreditasi ini terlalu menggebu-gebu. Titik fokus utamanya adalah mencapai tingkatan akreditasi yang lebih tinggi. Mengingat kampus akan mendapat bantuan anggaran yang lebih tinggi jika akreditasi prodinya mayoritas A. Namun pada kenyataannya bu-
kan kualitas atau esensi yang ada. Ada sesuatu yang terselip dan seperti disembunyikan. Kinerja dosen dalam proses pembelajaran pun masih kurang maksimal. Dosen yang kurang berkompetensi dengan mata kuliah yang diampu masih bertebaran. Frekuensi tinggi ketidakhadiran dosen juga meliputinya. Sayangnya mereka yang berkepentingan masih belum berani jujur dan mulai berbenah. Penulis pernah melakukan wawancara kepada salah satu mahasiswa pemangku kebijakan yang tidak bisa dipandang remeh di organisasi himpunan mahasiswa
8
prodi, dimana belakangan ini telah didatangi tim assesor dari BAN-PT. Narasumber tersebut mengaku jika mahasiswa telah mendapat intervensi dari pihak dekanat sebelum mereka bertemu tim assessor. Tidak salah lagi, intervensi dimaksud berupa instruksi kepada mahasiswa supaya menjawab sesuai dengan keinginan dekanat. Bukan atas realita yang ada. Adakah ketakutan tersendiri dengan kenyataan yang ada? Selain itu, narasumber dari mahasiswa prodi lain di fakultas berlabel kuning, malah mengaku himpunan mahasiswa prodinya tidak diikutkan dalam proses akreditasi. Pihak pemimpin tertinggi di prodi tersebut pun mengaku tak mengikutkan organisasi hanya karena libur kuliah. Pihak tertinggi tersebut mengklaim hanya mengambil perwakilan mahasiswa umum. Agaknya kampus sebagai tempat para manusia bebas untuk mengembangkan intelektualnya, harus mulai berbenah meski berisiko. Supaya akreditasi tidak menjadi pemahaman yang menyesatkan. Tampil di muka gemerlapan. Sivitas akademik yang di dalam dipertanyakan. Sebagaimana George W. F. Hegel memberi kesaksian dalam Phenomenology of Mind yaitu hanya dengan mengambil risiko hiduplah kebebasan dapat dicapai. Seorang yang tidak berani mempertaruhkan hidupnya tak diragukan tetap dapat diakui sebagai pribadi. Namun tidak akan mencapai hakikat pengakuan tersebut Bersambung ke hal 13, OPINI
SAMBUNGAN Beranda
Edisi Februari - Maret 2017 | www.solidaritas-uinsa.org Sambungan dari hal 1, KAMPUS ma Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). Sayangnya perjalanan UINSA dalam proses mendapatkan akreditasi tak lepas dari berbagai kendala. Solidaritas melakukan sebuah penelusuran untuk mengungkap ketimpangan antara akreditasi dan keadaan yang ada di lapangan. Syamsul Huda, Wakil Rektor I bagian akademik dan kelembagaan, mengungkapkan jika dari 43 Program Studi (Prodi) di 9 fakultas, UINSA sudah mendapat akreditasi bernilai A sebanyak 60% tahun ini. Meski beberapa prodi juga masih ada yang berstatus C karena baru berdiri, dan ada pula fakultas tergolong tua yang baru satu prodi berakreditasi A. “Seperti Prodi Sosiologi dari B jadi A, Fakultas Ushuluddin hanya satu prodi yang A yaitu Ilmu Alquran dan Tafsir, tapi Fakultas Adab hanya Sastra Inggris yang B dari tiga prodi yang lain.” Tutur Warek yang akrab disapa Syamsul ini ketika ditemui Solidaritas. Salah satu target penyandangan akreditasi A ini berkorelasi dengan kenaikan anggaran Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dari pemerintah yang diberikan kepada kampus berupa bantuan tambahan sebesar 5%. Bonus juga diberikan kepada program studi berupa terindeks internasional.
hun 2017. Proses pencapaian ke akreditasi A ini dikeluhkan mahasiswa. Mahasiswa menganggap proses pengembangan intelektual dalam lingkungan akademiknya masih belum maksimal. Salah satunya diakibatkan oleh beberapa dosen yang tidak berinteraksi langsung dengan mahasiswa sewaktu perkuliahan. Seperti yang diungkapan M. Khoruddin, dirinya dan teman sekelasnya pernah menambah pertemuan mata kuliah ketika liburan setelah UAS. Hal itu disebabkan pertemuan dengan dosen hanya berjalan 4 kali yang seharusnya dilakukan 14 kali pertemuan. “Kami baru masuk 4 kali, dan sewaktu mau UAS akademik tidak memperbolehkan, akhirnya kami menambah pertemuan lagi baru UAS.” Ungkap Uddin, mahasiswa semester 6 yang juga pernah menjabat sebagai kepala Himpunan Mahasiswa Prodi Bimbingan Konseling Islam (HMP-BKI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) 2016. Uddin juga mengeluhkan kekurangsesuaian mata kuliah di BKI, seperti mata kuliah psikologi klinis yang menurutnya mata kuliah tersebut lebih cocok di Fakultas Psikologi. “Dosen pernah mengatakan sebenarnya jika mata kuliah ini tidak cocok. Tapi katanya dia sudah konsultasi ke Prodi BKI sudah diterima. Jadi “Kan lumayan ada kenaikan teori-teori hampir mirip psikolo5%, mahasiswa akan sen- gi yang disampaikan. Kan kita ang dengan anggaran penun- beda. Teorinya juga kan beda.” jang mahasiswa.” Pungkas Jelasnya. Ketika ditemui Solipria yang juga menjadi dosen daritas Rabu (1/3) lalu, KekuFakultas Ushuluddin dan Fil- rangan jumlah dosen disinyalir safat (FUF) ini. sebagai penyebab utama adanya mata kuliah yang tidak sesuai. Kenaikan akreditasi prodi ke Kejadian tersebut dialami Uddin status A ini memiliki persentase beberapa semester yang lalu den40% dari seluruh prodi di ta- gan dosen pengampu bernama
9
Mawahsul. “Mata kuliah psikologi klinis tesebut saya ambil ketika semester 4 kalau tidak ya 5.” Menurut Agus Santoso, ketua Prodi BKI, evaluasi kinerja dosen hanya dilakukan di awal dan di akhir semester saja. Mata kuliah yang dianggap tidak sesuai ditampik olehnya. Menurutnya mata kuliah tersebut bisa sebagai pengantar serta pengayaan pengetahuan. “Malahan dosen konseling yang latar belakangnya psikologi, malah bagus.” Pungkas Agus, kepala Prodi BKI, prodi yang sudah berstatus terakreditasi A sejak tahun 2000. Ketidaksesuaian dosen dengan mata kuliah yang diampu juga dialami mahasiswa Prodi Sastra Inggris Fakultas Adab dan Humaniora. A. Setya Pambudi, mahasiswa Sastra Inggris semester 6, mengatakan ada beberapa mata kuliah sastra yang diampu oleh dosen jebolan fakultas Pendidikan dan Keguruan. Dampak yang terjadi dikatakan oleh Setya adalah ketidakpahaman mahasiswa pada mata kuliah yang diampu dosen tersebut. “Temanteman banyak yang bosan, tidak paham, dan bingung.” Begitu tutur Setya. Meski ada perbaikan kinerja oleh fakultas dengan mendatangkan dosen baru yang kompeten, ia juga mengungkapkan kekecewaan terhadap beberapa dosen yang masih menggunakan metode lama yang monoton dalam pengajaran. “Ada dosen yang pengajarannya kurang efektif, seperti menjelaskan satu esai dalam satu semester, mahasiswa bosan dan enggak paham. Teman-teman sampai bingung, mata kuliah apa ini?” Ucapnya. Dalam proses akreditasi Sastra Inggris oleh tim assessor BANPTN, mahasiswa mengaku jika
SAMBUNGAN Beranda
Edisi Februari - Maret 2017 | www.solidaritas-uinsa.org pihak prodi tidak pernah melibatkan mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Prodi Sastra Inggris (Himapro-SI). Adha, Eks-ketua Himapro-SI 2016 menyatakan dirinya dan anggota yang lain tidak dilibatkan. “Cuma ada pemberitahuan sedang ada proses akreditasi, tapi prosesnya seperti apa kami tidak tahu.” M. Kurjum Rifa’i, ketua Prodi Sastra Inggris, mengakui tidak mengajak mahasiswa dari Himapro-Si karena pada waktu akreditasi bertepatan hari libur, “Kami hanya mengajak perwakilan mahasiswa.” Dirinya juga menjelaskan ketidaksesuaian mata kuliah dan dosen yang mengampu disebabkan tidak sesuainya kantor pusat(Rektorat, Red) dalam membuka lowongan dosen. “Dalam pengumuman lowongan
dosen tetap non PNS, Kantor pusat membuat pengumuman penerimaan dosen Pendidikan Bahasa Inggris, tidak ada sastra.” Tutur Kurjum. Dirinya juga menjelaskan tentang evaluasi kinerja dosen yang masih dilakukan secara personal dengan menanyai mahasiswa. Evaluasi belum dilakukan secara tersistem dari prodi. “Rencana akan ada format yang akan dipakai untuk evaluasi.” Pungkasnya. Selain Prodi SI, masalah ketidakkompetenan dosen juga dirasakan salah satu mahasiswi Prodi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) yang tidak mau disebutkan namanya, ia menyatakan jika penguasaan materi oleh dosen dikatakan juga masih belum maksimal. “Ada beberapa dosen secara penguasaan materi mata
Sambungan dari hal 1, MELALUI gi, Akuntansi, Manajemen, Ilmu Prodi umum, agar pemikiran Komunikasi, Pendidikan Bahasa mereka tidak radikal. Inggris, Pendidikan Matematika, Thohir menjelaskan bahwa dan Sastra Inggris untuk mening- PPII adalah salah satu dari 6 katkan pengetahuan tentang keis- program penunjang akademik. 6 laman. program tersebut yaitu, Dekstop “Setelah kita beralih dari IAIN Application Training (DAT) Mimenuju UIN, tentunya tidak han- crosoft, intensif bahasa arab dan ya kualitas akademik yang dit- bahasa inggris, program baca ingkatkan, melainkan kualitas tulis Al Quran dan kompetenkeislaman juga tidak boleh dia- si keagamaan praktis (ma’had), baikan,” Ujar Thohir selaku pen- program pesantren mahasiswa anggung jawab PPII. (Pesma) dan pesantren mahasisSejatinya, PPII memiliki bo- wi (Pesmi), serta yang terakhir bot 20 Satuan Kredit Semester yaitu PPII. (SKS), yang dibagi 4 SKS tiap Namun, tidak semua program semesternya. PPII diikuti oleh berjalan mulus, seperti program mahasiswa semester 3 hingga DAT Microsoft yang nyatanya semester 7. Materi yang diajar- sampai saat ini belum juga terealkan pun beragam, ada Teologi isasikan. Tidak beda jauh dengan Islam, Ekspresi Sufistik (Akhlak program tersebut, PPII pun masih Tasawuf), Hukum Islam, Metode banyak menuai problem. Islam, dan Sejarah Islam. Semua Jadwal yang morat-maret pada itu bertujuan untuk meningkatkan setiap semester membuat dilema penalaran keislaman mahasiswa mahasiswa yang mengikuti pro-
10
kuliah yang belum maksimal, namun kehadiran dosen sudah semakin baik hingga detik ini, enggak tahu kedepan.” Ungkapnya empat hari setelah Prodi KPI didatangi tim assessor Jumat (3/3). ketika Solidaritas menyinggung tentang adakah kesan menutupi kekurangan oleh prodi saat tim assessor akreditasi datang, pihak prodi menjelaskan jika telah menjawab pertanyaan assessor seperlunya. “Kita prinsipnya menjawab pertanyaan yang ditanya, kalau gak ditanya berarti kita anggap clear. Enggak usah ditawar-tawar, kami jawab to the point yang pasti dokumen yang ditanyakan kami ada.” Pungkas sekretaris Jurusan Komunikasi, Nikmah Hadiati, sambil tertawa. (rhm/ivy/iqb)
gram PPII tersebut. Penanggung jawab PPII memberikan jadwal kepada pembimbing di tiap fakultas 2 kali dalam seminggu. Namun, nyatanya hal tersebut belum sepenuhnya terjadi di lapangan. Prodi Sastra Inggris misalnya, seperti yang diungkapkan oleh Alfi Ni’matin mahasiswi semester 6 Prodi Sastra Inggris “Pada semester 5 yang lalu, PPII hanya diadakan 2 kali pertemuan dalam satu semesternya, itupun berlangsung pada akhir semester, disaat saya sedang pusing dengan tugas Ujian Akhir Semester (UAS).” Bahkan mahasiswa prodi Hubungan Internasional sama sekali tidak merasakan materi keislaman dari PPII pada semester gasal tahun ajaran 2015/2016. “Memang semester 5 kemarin banyak problem yang kami hadapi dalam program ini, ekspektasi saya program ini berjalan dengan
SAMBUNGAN Beranda
Edisi Februari - Maret 2017 | www.solidaritas-uinsa.org lancar, namun nyatanya tidak seperti itu,” papar Thohir pada Solidaritas. “Bukan masalah jadwal saja yang masih belum jelas, materi yang akan diajukan oleh dosen pembimbing pun tidak ada acuan secara pasti,” lanjutnya. Seperti yang diungkapkan oleh Zaini, dosen pembimbing PPII Fakultas FEBI, “kita (dosen pembimbing, red) hanya dikasih silabusnya saja, sedangkan buku acuan serta metode pengajaran dibebankan kepada kita.” Kesimpangsiuran materi juga terjadi antara penanggung jawab PPII dengan dosen pembimbing. Jika dari penanggung jawab PPII ada 5 domain keilmuan yang wajib dianjurkan tiap semesternya, berbeda halnya dengan pernyataan Zaini, “Ada dua tema besar yang diajarkan PPII, yaitu Teolo-
gi Islam dan Hukum Islam.” Kurangnya komunikasi serta kerjasama antara pihak LPM dengan dosen pembimbing dirasa sebagai pemicu ketidakjelasan materi serta jadwal program peningkatan penalaran keislaman bagi mahasiswa prodi umum. Padahal pengawasan dan sosialisasi sudah dilakukan oleh pihak LPM, yaitu dua kali dalam setahun. PPII yang merupakan bagian dari keintegrasian dalam keilmuan yang tentunya untuk mem-branding UIN Sunan Ampel sebagai World Class University (WCU) diharapkan bisa lebih efektif lagi, seperti pernyataan dari Thohir “Program ini adalah bagian dari divergensi brand value dalam hal integrasi keilmuan, brand value ini diharapkan mampu mencetak sarjana yang pro-
Sambungan dari hal 3, PERALIHAN papar Abdullah Rafiq Mas’ud kedua belah pihak yakni pihak pada Solidaritas. Selain itu, ada Wisma Bahagia dengan pihak permasalahan yang perlu disoroti kampus. Belum ada jawaban dengan tegas, yakni akses keluar yang meyakinkan dari keduanmasuk bagi penghuni Wisma Ba- ya. Dan proses selama ini hanya hagia. sebatas komunikasi ringan dan “Untuk akses keluar masuk se- mengalir begitu saja. benarnya harus ditutup sepenuhn“Untuk kerja sama, pernah ya, karena seharusnya memang kami menjajaki untuk tukar gultidak boleh, tapi berhubung ada ing, tapi sepanjang ini belum tenggang rasa, kita berikan dis- ada titik temu. Yang jelas mengpensasi,” imbuhnya. gunakan akses untuk lalu lalang Saat disinggung tentang ker- kami tidak menghendaki,” unjasama jangka panjang antara gkap Abdullah Rofiq Mas’ud. Sambungan dari hal 5, PERATURAN dekanat, PSGA juga melakukan gungkapkan, Pak Rektor menjanpembekalan studi gender kepada jikan adanya ruang khusus untuk mahasiswa yang akan berang- dosen-dosen dan mahasiswa yang kat KKN (Kuliah Kerja Nyata). menyusui. Selain ruangan terseNamun, sampai saat ini belum but, Rohimah berharap, fasiliada sosialisasi kepada seluruh tas kampus, seperti toilet wanita mahasiswa. “Mahasiswa nan- ditambah sesuai dengan jumlah ti akan dapat materi gender di mahasiswa perempuan yang lebkelas-kelas, dari dosennya itu,” ih banyak dari laki-laki di kamungkap Rohimah. Ia juga men- pus ini.
11
fesional di bidangnya, namun memiliki nalar keislaman yang tawasuth”. Dengan didukung kerjasama yang baik antara pihak penyelenggara dengan dosen pembimbing diharapkan mampu mengembalikan tujuan awal, yaitu meningkatkan mutu penalaran keislaman, agar nantinya memiliki bekal keilmuan untuk mencegah pemikiran yang radikal bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa prodi umum. “Pada dasarnya program ini sangat bagus, membantu menambah asupan penalaran saya mengenai keislaman. Namun diharapkan jadwalnya lebih jelas, sehingga tidak membuat saya bingung,” ungkap Indri Rida mahasiswi semester 4 Prodi Psikologi. (rna/mdh/fzi)
“Pernah, tak jalok ae, karena sama-sama ber-plat merah, seperti frontage, dulu kan diminta,” tandasnya. Sedangkan Etik Hidayati, salah satu pengurus Wisma Bahagia, menjelaskan pihaknya sempat mengajukan ke PTA agar Wisma Bahagia dapat dijadikan kos-kosan untuk mahasiswa. Namun, keinginan tersebut belum bisa terealisasi hingga saat ini. (tyz/mzn)
Secara keseluruhan, sejak awal penelitian, perumusan, hingga ditetapkannya peraturan Rektor berjalan dengan lancar. “Semua pihak mendukung, bahkan Pak Rektor sangat mengapresiasi hal ini sejak awal,” pungkas Rohimah. (Rom/Mee/NN)
SAMBUNGAN Beranda
Edisi Februari - Maret 2017 | www.solidaritas-uinsa.org Sambungan dari hal 4, PERPUSTAKAAN
tuk mahasiswa semester 1-4. Tapi bagi mahasiswa semester 6, koleksi perpustakaan UIN kurang lengkap dan menjurus.” Hal ini karena beberapa buku yang digunakan sebagai referensi kuliah tidak ditemukan. Selain koleksi, komponen yang sangat membantu tersematnya akreditasi A adalah kerja samanya. Perpustakaan yang buka setiap Senin sampai Sabtu ini telah menjalin kerja sama dengan banyak pihak, seperti APTIS (Asosiasi Perpustakaan Perguruan Tinggi Islam) yang beranggotakan 56 perpustakaan di Indonesia. Juga FKP2TN (Forum Kerja sama Perpustakaan Perguruan Tinggi Negeri) yang menaungi perpustakaan perguruan tinggi Islam dan umum. Salah satu produk FKP2TN adalah kartu sakti. Kartu sakti digunakan untuk mengakses bahan pustaka milik perpustakaan lain yang terdaftar tanpa perlu bayar lagi. Kerja sama ini membuat para pemilik kartu perpustakaan UINSA dapat memperoleh kartu sakti dan mengakses perpustakaan yang bermitra dengan FKP2TN. Ada pula
kerja sama dengan FPPTI (Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia) yang anggotanya terdiri dari perpustakaan-perpustakaan milik perguruan tinggi, baik negeri atau swasta di Indonesia. Kerja sama yang dijalin Perpustakaan UINSA ini yang kemudian memperkuat akselerasi pengembangan perpustakaan, karena sharing pengalaman-pengalaman terbaik di semua perguruan tinggi memberikan peluang untuk perpustakaan UINSA bisa maju. Dari segala nilai lebih yang sudah ada, masih terdengar komplain dari pengunjung mengenai kurangnya lemari untuk penyimpanan tas, sehingga membuat tas berserakan di lantai. Hal ini membuat pengunjung merasa tidak tenang, karena tidak ada petugas yang mengawasi. Menanggapi hal ini, pihak perpustakaan mengaku keadaan ini darurat karena tidak adanya tempat. CCTV juga telah dipasang untuk memantau barang pengunjung guna meminimalisir angka kehilangan. Ke depan pengunjung tidak perlu khawatir karena sudah dipersiapkan tem-
12
pat di pintu depan perpustakaan yang saat ini masih dalam proses finishing dan diperkirakan selesai 2-3 bulan ke depan. Arifin juga menambahkan nantinya akan dibangun gedung perpustakaan baru yang sekarang dalam proses lelang dan diperkirakan dibangun 9 lantai di blok M (utara Fakultas Syariah dan Hukum). Pembangunan ini dibenarkan Kepala Bagian Umum, Abdullah Rofiq Mas’ud, yang dijadwalkan mulai bulan Mei 2017 dan selesai pada Desember 2018. Selain fasilitas kekurangan juga datang dari mahasiswa yang masih sering terlambat mengembalikan buku. Padahal perpustakaan sudah menyediakan fasilitas Smart Loan di website yang mengakomodir keperluan peminjaman buku. Fasilitas Smart Loan terdiri 4 macam pelayanan; pertama, Self Loan (layanan mandiri), mahasiswa tidak perlu mengisi form peminjaman manual, tapi sudah menggunakan computer touchscreen. Kedua, Loan Check untuk mengecek peminjaman secara online. Ketiga, Reloan yang membantu mahasiswa melakukan perpanjangan secara online. Terakhir Free loan (bebas pinjam), selama ini bebas pinjam harus datang ke perpustakaan, tapi sekarang mahasiswa hanya perlu melakukan upload mandiri melalui website dan menggunakan bukti unggahannya untuk bebas pinjam. Form bebas pinjam sudah disediakan di website. Jika tidak punya pinjaman, mahasiswa bisa langsung cetak surat keterangan bebas pinjam dan tinggal verifikasi sesuai ketentuan bebas pinjam.
SAMBUNGAN Beranda
Edisi Februari - Maret 2017 | www.solidaritas-uinsa.org Dengan segala upaya yang telah dilakukan, Sirajul Arifin berpesan kepada seluruh komponen kampus agar ikut memberi dukungan untuk perpustakaan. “Pesan-pesan kepada mahasiswa, karena kami menginginkan yang
terbaik, maka kepada mahasiswa pun saya harapkan yang terbaik. Sebagus apapun perpustakaannya jika tidak didukung kawan-kawan mahasiswa, dosen, dan sivitas lainnya maka akan sia-sia. Oleh karena itu, diperlukan kebersa-
maan dan sama-sama membangun kebaikan untuk semuanya. Tidak mungkin kita akan menjadi unggul jika tidak didukung komponen pendukungnya,” tegasnya. (aul/afi)
dengan Sunan Ampel Press. Tidak hanya itu, ia akan membangun Sang Juara Foundation yang memiliki program kerja training pijat momongan. Di akhir pertemuannya dengan Solidaritas, ia memberi pesan untuk mahasiswa. Menurutnya Kewirausahaan tidak hanya tentang bisnis belaka, namun juga men-
gajarkan tentang menjadi pribadi yang bermental tangguh, pejuang, kreatif, inovatif, dan solutif. Jangan menjadi orang yang terlalu banyak beretorika, “Jadi apapun yang kalian inginkan tetap usahakan memiliki mental seperti pengusaha.” pungkasnya. (ida)
ia munculkan, baik itu benda bergerak maupun tidak. Uniknya dalam buku ini, Eka membuat semua benda terasa hidup, mereka bernyawa dan dapat berbicara, seperti Revolver milik Sobar dan Kaleng Sarden milik Betalumur sebagai tempat uang. Mereka dibuat hidup dan dapat merasakan sama seperti apa yang dirasakan manusia, sedih, senang, dan se-
bagainya. Novel ini tersaji dengan kisah yang meloncat dari kisah tokoh satu ke kisah tokoh lainnya, namun bersinambung dengan kisah selanjutnya. Perlu kejelian pembaca untuk memahami cerita yang meloncat-loncat tersebut. Terdapat pula beberapa kata-kata serapah, sehingga menurut peresensi, buku ini tidak cocok
untuk usia anak-anak, meskipun dari sampul buku terlihat menarik bagi anak-anak, gambar seekor monyet yang memakai topi kuning, juga tidak adanya review buku pada sampul belakangnya. Namun dari semua itu, buku ini memiliki banyak makna kehidupan yang perlu direnungi sebagai makhluk Tuhan.
Sambungan dari hal 8, OPINI yang mana sesuatu kesadaran diri yang mandiri. Kesadaran diri ini tidak berarti semerta-merta menjadikan pihak pemangku kepentingan di kampus menyerah kepada realita yang ada. Namun dengan kebebasan ini kampus harus berani melakukan reformasi di dalam sistem yang ada. Membekukan kultur bersembunyi dari keadaan yang sekarang dan melakukan perubahan luar-dalam. UINSA akan menjadi kampus yang benar-benar diakui dari luar dan dalam. Selangkah lebih dekat den-
gan World Class University. Selain itu, para stakeholder UINSA, harus lebih terbuka kepada mahasiswa. Interaksi dengan mahasiswa mesti diutamakan. Mahasiswa juga punya andil dalam akreditasi kampusnya. Mahasiswa organisatoris maupun bukan, mereka adalah warga UINSA yang ikut juga bertanggung jawab dengan kampusnya. Keinginan lekas mendapat hasil akreditasi bagus harusnya juga tidak menjadi titik utama, jika boleh penulis meminjam pendapat dari Tan Malaka dalam
bukunya Materialisme Dialektika Logika (Madilog, Bab III Ilmu Pengetahuan-Sains) “Sedangkan sebetulnya cara mendapatkan hasil itulah yang lebih penting dari pada hasil itu sendiri.” Wallahul Muwafiq ila Aqwami Thoriq. *) Mahasiswa Aktif Semester 6 Fakultas Adab dan Humaniora UINSA, sekaligus Pengurus Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Dewan Kota Surabaya 2016.
Sambungan dari hal 6, SOSOK lepas dari dukungan motivasi. Ia mengaku motivasi utamanya adalah keluarga beserta istri dan anak-anaknya. Ketika ditemui Solidaritas Senin (13/3) ia juga menjelaskan project terdekatnya yaitu membuat buku berjudul “100 Jurus Ekstrem untuk Memenangkan Hati Dosen” yang direncanakan akan bekerjasama Sambungan dari hal 7, RESENSI
13
SASTRA Beranda
Edisi Februari - Maret 2017 | www.solidaritas-uinsa.org
S
Kaki Kaku Ayah
udah pagi, awan-awan masih asyik berbisik di telingaku yang juga masih ingin bermimpi. Udara segar menyambut pernapasanku, masuk menyusuri rongga dada dan keluar sebagai helaan panjang. Rasanya aku tak ingin bangun, masih berputar mimpi semalam, bagaimana sangat terasa nyata kebingunganku yang belum pernah kurasakan sebelumnya, dan aku harap aku tak pernah merasakannya. “Nduk, sudah bangun? Suara parau kepunyaan laki-laki paruh baya itu membuyarkan lamunanku dan membuatku bersiap untuk melaksanakan kewajibanku. “Sudah bangun Yah, tunggu.” Sekejap aku telah seutuhnya keluar dari alam mimpiku dan telah juga dari kamarku, lebih tepatnya bilik dan kain lebar sebagai pintunya. Aku sudah siap, kupandangi laki-laki ini. Rambutnya yang tertutup peci dan sisanya yang melongo di tepi, seluruhnya hampir putih. Dahinya berkerut dan pipinya yang keriput, lipatan kulit yang saling bertekuk. Kutemukan butir keringat yang mengalir menyusuri pelipis matanya merayap ke lengannya. Aku Sari, putri dari ayahku yang kucintai. Aku menyayanginya hingga aku tak mampu lagi bernapas. Kami, hanya aku dan ayahku ini yang tersisa. Ibuku meninggalkan kami karena kakek tidak setuju jika ibu terus tinggal bersama “veteran miskin” katanya. Jadi, kupikir ibu tetap mencintai ayahnya seperti aku mencintai ayahku, meski ibu
tak lagi di sini. “Sari, ayo nak nanti kalau kesiangan kita gak dapat pelanggan.” Aku ingat bahwa aku ikut bersamanya mencari uang, jadi segera kuhabiskan sarapanku. Nasi sisa kemarin yang masih bisa kutelan. Kadang aku merasa hidup ini keras, sekeras kaki kiri ayah yang terbuat dari kayu, bantuan dari orang-orang baik yang tulus tanpa ingin mencari nama. Awalnya aku juga bingung kenapa kaki ayah tidak sama, tapi aku mulai mengerti bagaimana menjadi pemain di atas papan kehidupan, dan kaki kiri ayah menjadi buktinya. Bukti lainnya, putrinya ini juga tak tahu bagaimana kaki itu bisa buntung. Untung ayah masih punya satu lainnya, dan masih punya hati untuk menerima kaki kayunya yang tak terasa jika digigit tikus. Kami menyusuri tepi jalan untuk mencari halte bus, di sanalah banyak pegawai bersepatu yang duduk menunggu tumpangannya. Sepatu itulah yang nantinya akan berubah menjadi rupiah dan kami bawa pulang, sepatu-sepatu berdebu yang menunggu untuk dipoles hingga mengkilat. Aku dan ayahku ini hanyalah penyemir sepatu yang berkeliling setiap pagi di jam kantor. Aku berharap pegawai-pegawai ini akan tetap memakai sepatu dan tak beralih ke bahan lainnya yang mungkin tak dapat ku semir. Beberapa orang bersedia dan kami berjongkok di bawahnya agar mudah menyemir, sedang beberapa lagi menolak karena sudah terlambat untuk bekerja singkatnya. Hingga terik matahari tepat di atas ubun, kami masih berkutat sambil memoles
14
SASTRA Beranda
Edisi Februari - Maret 2017 | www.solidaritas-uinsa.org sepatu-sepatu itu. “Nduk kalau sudah capek, ayo kita pulang.” Suaranya terdengar lembut, terselip helaan napas yang tak beraturan di sana, sepertinya ayah juga lelah. “Iya Yah, Sari juga pingin minum.” Tanganku memegang tenggorokan yang sedari padi belum kemasukan setetespun air. Di perjalanan pulang kami membeli beras dengan uang hasil menyemir sepatu. Berarti nasi sisa kemarin akan kering dan kujual besok pagi menjadi aking. Aku ingin ayah tak perlu lagi memakan nasi sisa kemarin dan sisa makananku yang tak habis kukunyah. Aku ingin memberikan kaki palsu untuk ayah yang bentuknya benar-benar seperti kaki, bukan kayu kaku yang membuatnya menahan sakit setiap melangkah. Dahulu, aku pernah merasa takut dengan kaki kaku ayah, hingga ayah harus melepas kaki palsunya. Melihatnya merambat di pagi hari, sedang malam harinya ayah terisak sambil menciumi foto ibu yang sedang menggendongku. Mulai detik itu aku rasa tak perlu lagi takut dengan kaki kaku ayah. Karena ayah selalu ada untukku sampai saat ini. Tanpa senyum manis istrinya yang menyambut di pagi hari dan tanpa seduhan kopi di sore hari untuk menenagkan penatnya. Saat itu kupeluk ayah dan berjanji untuk selalu menemaninya dengan seluruh sesalku karena telah membuatnya meneteskan air mata di tengah malam. Jadi malam itu tak akan pernah ku ciptakan lagi raut kekecawaan ayah. Ayah melihatku sambil tersenyum, gadis kecil yang lelahnya terbayarkan dengan tiga bungkus wafer rasa coklat. Tetapi, detik berikutnya raut wajah ayah berganti menjadi tegang sambil menekan dadanya. Aku kaget dan lantas memeluk ayah. Rasanya dadaku bergetar dan rasa takutku menyeruak hingga ke pangkal leher. Aku tak pernah melihat ayah seperti ini sebelumnya. “Ayo Yah, kita ke kamar saja ya kalau ayah sakit tidur aja ya.” Aku menemani ayah sambil ku kipasi ayah dengan kardus kecil di tepi tempat tidur. Aku memandangnya saat ia tertidur, mungkin lelah ayah terkumpul hari ini hingga sakit dadanya, mungkin karena ayah juga belum makan, dan tadi terkena panas di perjalanan pulang. “Segalanya akan baik-baik saja,” kalimat itu terus ku rapal seperti mantra, agar aku tetap kuat, tidak menangis sehingga ayah tidak akan cemas. Namun, aku ter-
15
lalu syok dan lelah hingga akhirnya aku ikut tak sadarkan diri di samping ayah. Keesokan paginya aku terbangun dengan lelah. Aku mendengar suara ayah memanggilku seolah kejadian kemaren malam hanyalah mimpi semata. Mendengar suara ayah, seketika aku panik dan bergegas bangkit dari tempat tidur. Aku baru saja membuka kain di depanku dan melihat ayah tersenyum, sambil menyandar pada meja kayu disampingnya. Makanan sudah siap disana, masih mengepul pula asap nasi putih yang terlihat sangat enak. Aku melihat wajah ayah yang sangat pucat dan tubuhnya yang bergetar tapi masih pada posisi yang sama. Aku hampir memeluknya, sebelum ayah terbatuk keras dan sesak napas. Ayah memegangi dadanya, tubuhnya terguncang dan kini sudah jatuh bersamaku. Aku bingung tak karuan melihat keadaan ayah diluar kendali, tak seperti biasanya. Ayah masih terbatuk, kemudian bercak darah keluar bersama erangan batuknya, aku berteriak memanggil namanya. Ayah tergeletak di lantai, aku berusaha menggapainya. Ayah melihatku dengan tatapan yang semakin tak bisa kuraih. Kini pandangannya meredup dan kian meredup hingga ayah benar-benar terpejam. Aku tak pernah melihat mata ayah tenggelam bersama lelapnya, ayah benar-benar terlelap jauh. Rasanya dingin membungkus tubuhku, aku tercekat hebat. Tenggorokanku sangat nyeri dan aku mulai menangis sekencang-kencangnya. Aku terpejam dan memeluk ayahku sambil terus menangis dan berteriak. Kini tak hanya kaki kirinya yang kaku tapi seluruh tubuhnya ikut membeku. Terakhir kalinya nasi hangat itu membawa senyummu. Ayahku kembali pada Sang Maha Pencipta. Putrimu ini masih belum mempersiapkan diri saat kulihat jantungmu tak lagi berdetak, tak kurasakan lagi balas pelukmu yang tiap malam kunanti, kaki kananmu sedingin hatiku saat ini. Kusimpan baik kaki kiri kayumu yang kaku ini. Tak sempat aku memberimu kaki yang pantas. Ayahku, aku mencintaimu hingga habis dunia ini. Aku akan terus berteriak memanggilmu ayah, hingga tak ada kata lain yang dapat memantapkan rasa cinta dan hormatku padamu itu kecuali kau sendiri yang tahu Ayah.[*] *) Ditulis oleh Viviani Putri Mahasiswa UIN Sunan Ampel
[email protected]
CELOTEH Beranda
Edisi Februari - Maret 2017 | www.solidaritas-uinsa.org
Abdul Kharis (Pengembangan Masyarakat Islam - Semester 6) - Saya kira untuk soal akreditasi,
ada beberapa hal yang memang menjadi sorotan. Terutama kurikulum, saya pikir sudah bagus. Kalau dari segi dosen sendiri terlalu banyak yang memaksakan, artinya, saya kira semua orang pintar dan pandai tentu pada porsinya masing-masing, tapi mereka dipaksakan memegang mata kuliah tertentu yang bukan kompetensinya, akhirnya mahasiswa lah yang menjadi korban. Soal fasilitas dan yang lain, sangat miris, kami di PMI ke depannya tentu menjadi fasilitator masyarakat. Maka dari itu, jika mahasiswa tidak pernah praktik ataupun tidak disediakan bahan-bahan dan fasilitas untuk praktik, tentu ke depan akan memengaruhi kompetensi individual ataupun prodi PMI itu sendiri.
Ah. Rofi’ul Asyhar (Sosiologi - Semester 8) - Jurusan Sosiologi ini kalau dilihat terkait pembangunan,
sarana prasarana untuk saat ini saya kira masih belum bisa dikatakan sesuai dengan akreditasi. Saya pikir kurikulum dan dosen pun belum tepat, karena kapasitas dosen masih ada yang belum memenuhi target, belum kompeten. Lalu terkait praktik di lapangan pun, saya pikir belum sesuai. Namun baiknya, mahasiswa diuntungkan dengan akreditiasi A ini. Jadi, ketika mahasiswa lulus dengan akreditasi A, jurusan akan lebih enak nantinya. Kualifikasinya bisa bersaing dengan kampus-kampus lain.
Debi Wahyudi (Psikologi – Semester 6) - Kualitas dan akreditasi di Psikologi untuk sekarang ini masih belum maksimal sih menurutku. Mulai dari fasilitasnya, sarana dan prasarana, lalu ruang kelas ber-AC masih kurang, akibatnya nggak fokus ketika perkuliahan, lalu kursi juga terkadang masih kurang, LCD juga tidak cukup. Terkait kualitas dosen, aku rasa sih sudah di atas rata-rata, namun ada beberapa dosen yang mengajar tidak sesuai bidangnya, untuk beberapa contoh ada yang lulusan kesehatan, magister sains, tapi mengampu mata kuliah keagamaan, ada juga yang mengampu statistik.
Izzah Nur Fahma (Sejarah Peradaban Islam-Semester 6) - Kalau menurut saya, kualitas jurusan
masih belum sesuai dengan akreditasi. Misal saja, ruang kelas yang digunakan untuk perkuliahan mahasiswa, tiba-tiba jadi kantor dosen, lalu ruang dosen yang lama itu dipakai kelas. Kalau kurikulum sering ganti. Itu entah gara-gara apa ya? Perlu diketahui, semester ini nama jurusan kita ganti, dulu banget namanya Sejarah dan Peradaban Islam, kemarin Sejarah dan Kebudayaan Islam, lalu sekarang jadi Sejarah Peradaban Islam.
M. Abdul Wahid (Arsitektur-Semester 2) - Kalau menurut saya ya, untuk fasilitas sekarang sudah me-
menuhi kriteria. Contohnya, seperti studio untuk menggambar, galeri untuk menyimpan karya-karya meskipun kurang lebar dan sudah terlihat penuh, lalu komputer untuk membantu perkuliahan. Kemudian untuk dosen, menurut saya kualitasnya sudah bagus, para pengajar mata kuliah sesuai dengan bidangnya, dan tentunya juga menguasai mata kuliah yang diajarnya. Tapi yang saya lihat, sebagian kecil dosen masih ada yang mempunyai kekurangan dalam masalah penyampaian. Kalau kurikulum yang kami pakai saat ini adalah kurikulum yang terbaru.
Ida Kurnia Shofa (Ilmu Al Quran dan Tafsir – Semester 4) - Menurut saya, akreditasi di IAT masih
belum sesuai. Apalagi sekarang ini, masalah perombakan kurikulum yang bikin para mahasiswa bingung, khususnya mahasiswa angkatan tahun 2014 dan 2015 dari prodi Ilmu Al Quran dan Tafsir serta Ilmu Hadits yang dulu namanya Tafsir Hadits, dan saat ini mengalami pemisahan. Sampai sekarang pun, KRS masih ada yang belum jelas, karena KRS pusat sudah ditutup sedangkan kurikulum yang dipakai itu masih yang lama dan sekarang mata kuliahnya dihapus. Pihak akademik kesulitan mengubah mata kuliah juga. Entah apa dan siapa yang salah.
16