PEDOMAN
PEMBERDAYAAN
FAKIR MISKIN
OEPARTEMEN
AGAMA
RI
DIREKTORAT JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM DIREKTORAT PEMBERDAYAAN ZAKAT
2009
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu menebarkan dan mencurahkan rahmat dan karunia- Nya sehingga buku Pedoman Pemberdayaan Fakir Miskin, dapat dis us un untuk menggarnbarkan secara singkat apa dan bagaimana pemberdayaan fakir miskin di tanah air kita. Buku Pedoman Pemberdayaan Fakir Miskin ini, bertujuan sebagai pegangan dan rujukan pejabatjajaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam pusat dan daerah, serta instansi terkait dan lembaga sosial keagamaan dalam memberikan bimbingan dan layanan di bidang ibadah sosial bagi masyarakat, Hal tersebut dilaksanakan dalam rangka meningkatkan pengetahuan tentang pelaksanaan bimbingan sosial keagamaan dan penanaman nilai-nilai luhur keagamaan. Dengan harapan nilai-nilai ibadah sosial tertanarn dan dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari bagi Individu, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara serta terbentuknya individu-individu yang memiliki kesalehan sosial di sam ping kesalehan ritual. Kami menyadari bahwa buku Pedoman Pemberdayaan Fakir Miskin ini, masih kurang memadai dan perlu
iii
terus menerus disempurnakan pad a penerbitan yang akan datang. Untuk itu diharapkan adanya kritikan dan saran konstruktif dari para pembaca untuk penyempurnaannya. Akhirnya kami sebesar-besarnya pihak yang telah terwujudnya buku pada waktunya.
mengucapkan terima kasih yang kepada tim penyusun dan semua memberikan bantuannya untuk ini sehingga dapat terbit tepat
Semoga Allah SWT senantiasa baik kita semua. Amin.
memberkahi
usaha
Jakarta, April 2009
. Nasrun Haroen, MA)
iv
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM Assalamu'alaikum Wr.Wb. Kita ucapkan puji syukur Alhamdulillah kehadirat AllahSWTatas diterbitkannya buku Pedoman Pemberdayaan Fakir Miskin ini. Buku ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi segenap jajaran Ditjen Bimas Islam mulai dari pusat sampai daerah dalam rangka memberikan bimbingan kepada fakir miskin dalam upaya meningkatkan harkat dan martabatnya. Sebagaimana dimaklumi bersama upaya memerangi kebodohan, kemiskinan, pengangguran dan keterbelakangan di negara kita perlu terus ditingkatkan. Dengan jumlah mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam diharapkan menjadi iklim yang kondusif untuk tumbuh berkembang lembaga sosial keagamaan yang mampu mengembangkan dana sosial keagamaan dan menyalurkannya kepada mereka yang berhak. Dengan demikian diharapkan kesejahteraan masyarakat, khususnya kemampuan dan kesejahteraan fakir miskin dapat ditingkatkan.
v
Untuk itu buku Pedoman Pemberdayaan
Fakir Miskin
yang ada di tangan pembaca ini sangat bermanfaat meningkatkan
pemahaman
jajaran aparat Departemen nya dalam melakukan masyarakat kesejahteraan Demikian,
dan pengetahuan
bimbingan
dan pembinanan dapat
rohani dan jasmani khususnya
Amin
Jakarta,
April 2009
Wassalam
kepada
meningkatkan fakir miskin
Allah SWT senantiasa
usaha baik kita semua.
vi
segenap
Agama dan sektor terkait lain-
yang pada _gilirannya
semoga
dalam
meridhoi
DAFTAR lSI KATA PENGANTAR SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL
iii
BIMBINGAN MASYARAKA T ISLAM DAFTARISI
v vii
BAB I. PENDAHULUAN A. DASAR PEMIKIRAN B. DASARHUKUM C. TUJUAN D. ISTILAH-ISTILAH E. SISTIMATIKA PEMBAHASAN
1
BAB II. TINJAUAN UMUM A. VISI DAN MISI B. KONDISI UMUM C. KONDISI KEMISKINAN D. TUJUAN DAN SASARAN E. SEBAB-SEBAB KEMISKINAN
9 9
1
5 6 6 8
11
21 25 27
BAB HI. KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN 31 A. ARAH KEBlJAKAN PEMBERDAYAAN 31 B. STRATEGI, PRINSIP DAN KEGIATAN 36 C. TAHAPAN PEMBERDAYAAN 41 D. PEMBINAAN FAKIR MISKIN 44
vii
BAB IV. PEMBERDAY AAN FAKIR MIS KIN A. PENDAMPINGAN FAKIR MISKIN B. LAYANANPENDAMPING C. PEMBERIAN MOTIVASI KERJA D. BEKERJA MEMILIKI NILAI GANDA BAB V PENUTUP
49 49 53
58 70
77
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran l
Undang-Undang Nomor 6 tahun 1974 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial
81
Lampiran II Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1981 tentang Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Fakir Miskin
101
Lampiran III
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2005 Tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan LAMPIRANIV Keputusan Direktur [enderal Bimbingan Masyarakat Islam NOMOR DJ.II/115 TAHUN 2009 viii
119
129
BABI PENDAHULUAN A. DASAR PEMIKIRAN Krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia sejak tahun 1997 hingga sekarang, telah berhasil menggoyahkan dan bahkan meruntuhkan sendi-sendi ketahanan masyarakat yang telah dibangun selama ini. Sendi ekonomi merupakan salah satu dari beberapa sendi ketahanan masyarakat yang paling parah mendapat terpaan badai krisis multidimensi tersebut. Gulung tikarnya beberapa bank, menurunnya daya saing barang ekspor Indonesia di luar negeri, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika yang mengakibatkan semakin meningkatnya hutang luar negeri, banyaknya karyawan yang dirumahkan, dan lain sebagainya. Ini adalah fakta-fakta yang tidak bisa dibantahkan dari seriusnya masalah yang dihadapi bangsa ini. Kondisi tersebut berujung pada semakin meningkatnya angka kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat, hingga tahun 2008, penduduk Indonesia yang digolongkan fakir dan miskin mencapai 34,96 juta jiwa atau sekitar 15,42 % dari penduduk Indonesia yang berjumlah kurang lebih 228.004.527 jiwa. Dari 34,96 jiwa tersebut, 12,77 juta jiwa tinggal di daerah perkotaan dan 22,19 juta jiwa tinggal di daerah pedesaan. Angka yang
Bah I. Pendahuluan
ditampilkan oleh BPS tersebut kendati diambil berdasarkan survei dan sudah melalui proses perhitungan yang matang tetapi bisa jadi angka yang sesungguhnya akan lebih besar lagi. Fakta-fakta di atas tentu saja amat menyedihkan. Apalagi bila kita mengingat bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah umat Islam, yang sementara ini tercatat berjumlah 195.500.708 jiwa atau 87,21% dari jumlah penduduk Indonesia. Karena posisinya yang mayoritas inilah maka tidak terlalu berlebihan bila ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bila kita berbicara tentang kemiskinan, fakir-miskin dan yatim-piatu, maka sesungguhnya kita berbicara tentang problema sosial yang dihadapi umat Islam itu sendiri. Dengan perkataan lain, sudah menjadi catatan umum bahwa umat Islam di Indonesia khususnya dan umat Islam di berbagai belahan dunia hidup di bawah garis kemiskinan. Fenomena ini dijelaskan secara panjang Iebar oleh Nabil Subhi al-Thawil dalam bukunya Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negara-Negara Muslim (1985). Dalam bukunya tersebut Subhi al-Thawil menjelaskan tentang negara-negara muslim yang pendapatan perkapitanya rendah dan problematika sosial apa saja yang akan mereka hadapi akibat kondisi yang demikian itu. Berkaca pada kasus Indonesia sebelum dan pasca krisis dimana angka kerniskinan tetap tinggi, pemerintah dalam masalah ini harus mengambil langkah-Iangkah 2
Bah I.Pendahuluan
tepat untuk sesegera mungkin membatasi
percepatan
angka
merupakan
kemiskinan
kewajiban
terse but.
konstitusional
Ini
sudah
berdasarkan
bunyi Undang-
Undang Dasar 1945 amandemen ke-empat ~asal 34: (1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara; (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak kemanusiaan; (3)
mampu Negara
sesuai dengan martabat bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak; dan (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam Undang-Undang. Kutipan pasal di atas sudah cukup menjadi landasan operasional bahwa negara berkewajiban memberikan jaminan perlindungan keamanan, kenyamanan, ketentraman, dan kesejahteraan bagi seluruh bangsa Indonesia baik dalam jangka pendek, menengah ataupun jangka panjang. Menyadari tugas berat tersebut, pemerintah melalui Departemen Agama telah berusaha melakukan program pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan fakir miskin, seperti pemberian bantuan modal usaha berguIir setiap tahun, pelatihan wirausaha, dan lain sebagainya. Berbeda dengan bentuk pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh departemen atau instansi pemerintah yang lain, sesuai dengan tugas dan fungsinya, maka 3
Bab I. Pendahuluan
Departemen Agama memanfaatkan keagamaan sebagai sentral kegiatannya.
jalur
sosial
[alur sosial keagamaan yang digunakan adalah dengan menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga sosial keagamaan yang selama ini telah banyak mengambil peran untuk peningkatan layanan, bimbingan fakir miskin dan yatim piatu, seperti lembaga-Iembaga sosial keagamaan di bawah naungan Nahdhatul Ularna, Muhammadiyah, al-Wasliyah, al-Irsyad, dan lain sebagainya. [alur sosial keagamaan ini harus betul-betul diberdayakan karena potensinya yang Iuar biasa. Selain kerjasama dengan lembaga-lembaga sosial keagamaan, Departemen Agama akan mengefektifkan dana-dana sosial keagamaan yang terkumpul melalui gerakan peduli zakat, wakaf, infaq, dan shadaqah. Sebagaimana lembaga sosiaI keagarnaan, dana sosial keagamaan ini juga mempunyai potensi sangat besar bila dikelola dengan profesionaI, selain itu, tentu saja sumber dana rutin dari APBNdan APBDjuga disertakan sebagai dana stimulan. Seluruh program yang diutarakan di atas akan dilakukan di bawah Direktorat Pemberdayaan Zakat Ditjen Bimas Islam Departemen Agama. Akan tetapi, menyadari bahwa program itu harus dipahami oleh semua yang pihak terkait maka dirasa perlu untuk menyusun buku Pedoman Pemberdayaan Fakir Miskin yang dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam mengadakan kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin di semua lapisan. 4
Babl.Pendahuluan
B.
DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Dasar 1945. 2. Undang Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. 3. Undang Undang RI Nomor 38 Tahun 1999 tentang 4. 5.
6.
7.
B.
9.
10.
Pengelolaan Zakat, Undang-undang RI Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 1981 Tentang Pelayanan Kesejahteraan Sosial bagi Fakir Miskin. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Iangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004 2009. Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2005 Tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Peraturan Menteri Agama Nomor 32 Tahun 2005 tentang Rencana Strategis Departemen Agama 2005-2009. Peraturan Menteri Agama RI Nomor 2 Tahun 2006 Tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di Lingkungan Departemen Agama. 5
Bab I.Pendahuluan
11. Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama. 12. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 8 Tahu n 2006 tentang Visi dan Misi Departemen Agama. C.
TUJUAN Adapun tujuan disusunnya buku ini adalah: 1. Menjadikan buku ini sebagai pedoman dalam sosialisasi, pelakasanaan dan pembinaan program pemberdayaan fakir miskin di lingkungan Departemen Agarna: 2. Menyatupadukan gagasan dan gerakan pemberdayaan fakir miskin antara Departemen Agarna, lembaga sosial keagamaan dan lembaga swadaya masyarakat dari tingkat pusat hingga daerah;
D. ISTILAH-ISTlLAH Dalam buku ini ada beberapa istilah yang berkaitan dengan program pemberdayaan fakir miskin, yaitu: 1. Pemberdayaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991) istilah pemberdayaan berasal dari akar kata "daya", yang berarti tenaga atau kekuatan. Kata asal itu diberi awalan "ber" sehingga berbunyi "berdaya" yang berarti kemampuan melakukan sesuatu 6
Babl.Pendahuluan
atau kemampuan bertindak. Kemudian kata berdaya diberi awal "pe" dan akhiran "an" menjadi "pernberdayaan" yang mempunyai arti
2.
menjadikan mampu untuk melakukan sesuatu atau mampu untuk bertindak. Fakir-Miskin. Ada sebagian orang yang memisahkan pengertian kata fakir dan miskin. Fakir adalah sebutan bagi orang yang berpenghasilan kurang dari setengah kebutuhan pokoknya. Sedangkan miskin adalah orang yang berpenghasilan di atas orang fakir tetapi tidak cukup memenuhi kebutuhan pokoknya. Dalam Peraturan
3.
4.
Pemerintah
RI No. 42 Tahun 1981
tentang Pelayanan Kesejahteraan SosiaI bagi Fakir Miskin, Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa "fakir-miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencarian dan tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokokyang layak bagi kemanusiaan". Pembina Ibadah Sosial adalah pejabat setingkat eselon III pad a Kantor Departemen Agama Pusat dan Daerah yang karena tugas dan fungsinya membidangi pembinaan lbadah sosial. Petugas Ibadah Sosial adalah Kepala Seksi atau yang pejabat pada Kantor Departemen Agama Pusat dan Daerah yang karena tugas dan fungsinya membidangi pembinaan ibadah sosial. 7
Bab l. Pendahuluan
5. 6.
E.
Pendamping Kelompok Usaha Fakir Miskin adalah Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan. Kelompok Usaha Fakir Miskin adalah kumpulan para fakir miskin yang memiliki kegiatan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal.
SISTIMATIKA PEMBAHASAN Buku ini akan disajikan dalam sistimatika pembahasan sebagai berikut: 1. Bab Pertama, pendahuluan. Berisi tentang dasar pernikiran, dasar hukurn, maksud tujuan disusunnya buku ini, penjelasan istilah-istilah. dan sistematika pembahasan.
2.
Bab Kedua, berisi tentang visi misi, kondisi umurn, tujuan dan sasaran, serta fenomena kemiskinan. 3. Bab Ketiga, Kebijakan Pemberdayaan Fakir Miskin, berisi Arah Kebijakan Pemberdayaan, Strategi dan Prinsip Pemberdayaan, Tahapan Pemberdayaan, Pembinaan Fakir Miskin. 4. Bab Keempat, Pemberdayaan Fakir Miskin, berisikan Pendampingan Fakir Miskin, Layanan Pendamping, Pemberian Motivasi Kerja, dan Bekerja Memiliki Nilai Ganda 5. Bab Kelima, penutup. 6. Lampiran-lampiran.
8
BAB II TINJAUAN UMUM A.
VISI DAN MISI 1. VISI
a.
Visi Departemen Agama adalah: "Terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, maju, sejahtera, dan cerdas serta saling mengormati antar sesama pemeluk agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia". ePMANomor 8 Tahun 2006). b. Visi Direktorat lenderal Bimbingan Masyarakat Islam adalah: "Terwujudnya masyarakat Islam Indonesia yang taat beragama, maju, sejahtera, cerdas, dan toleran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia".
2. MISI Dalam rangka mewujudkan visi-vist tersebut, maka ditetatpkanlah misi-rnisi sebagai berikut : a. Misi Departemen Agama adalah : 1) Meningkatkan kualitas bimbingan, pernahaman, pengamalan, dan pelayanan kehidupan beragama;
9
Bab 11.Tinjauan Umum
2) 3) 4) 5) 6) 7)
b.
Meningkatkan penghayatan moral dan etika keagamaan; Meningkatkan kuaIitas pendidikan umat beragama; Meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji: Memberdayaan umat beragama dan lembaga keagamaan; Memperkokoh kerukunan umat beragama, dan; Mengembangkan keselarasan pemahaman keagamaan dengan wawasan kebangsaan Indonesia. ePMA Nomor 8 Tahun 2006).
Misi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam adalah : 1) Mengoptimalkan pelayanan perkawinan, ketahanan keluarga sakinah, produk halal, pemberdayaan masjid, dan pembinaan syariah; 2) Meningkatkan penyuluhan dan pendidikan agama pada masyarakat, kemitraan umat, pemberdayaan lembaga keagamaan, dan dakwah Islamiyah; 3) Mengefektifkan penyul u ha n kesadaran berzakat dan pemberdayaan lembaga zakat dan ibadah sosial;
10
Bab II. Tinjauan Umum
4} Meningkatkan penyuluhan, pengelolaan, dan pemberdayaan wakaf dan perlindungan aset wakaf. 5) Mengoptimalkan pelayanan informasi, sumber
daya manusia,
keuangan,
dan
pelayanan umum. B.
KONDISI UMUM 1. Kukuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa bagi rakyat Indonesia secara keseluruhan menjadi dasar pelaksanaan pembangunan di segala bidang; 2. Sekalipun seluruh rakyat dan penyelenggara negara serta segenap potensi bangsa telah berusaha menegakkan dan melestarikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun masih ada ancarnan, hambatan dan gangguan terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 3. Kemajemukan yang - rentan konflik, otonomi daerah yang belum sepenuhnya terwujud, kebijakan yang terpusat, otoriter; serta tindakan ketidakadilan pemerintah yang dipicu oIeh hasutan serta pengaruh gejolak politik Internasional dapat mendorong terjadinya disintegrasi bangs a; 11
Bah ll. Tinjauan
Umum
4. Penyelenggara negara yang menyimpang dari ideologi Pancasila dan mekanisme UndangUndang Dasar
1945
telah
mengakibatkan
ketidakseimbangan kekuasaan di antara lembaga -lembaga negara dan makin jauh dari cita-cita demokrasi dan kemerdekaan yang ditandai dengan berlangsungnya sistem kekuasaan yang bercorak absolut karena wewenang dan kekuasaan presiden yang berlebihan yang melahirkan budaya korupsi, kolusi dan nepotisme sehingga terjadi krisis multidimensial pad a hampir seluruh aspek kehidupan. Ketidakpekaan penyelenggara negara terhadap
kondisi dan situasi tersebut telah membangkitkan gerakan reformasi di seluruh tanah air yang ditandai dengan tumbangnya rezim otoriter; 5. Gerakan reformasi telah mendorong secara relatif terjadinya kemajuan-kemajuan di bidang politik, usaha penegakan kedaulatan rakyat, peningkatan peran masyarakat disertai dengan pengurangan dominasi peran pemerintah dalam kehidupan politik, antara lain dengan terselenggaranya Sidang Istimewa MPR 1998, Pemilu 1999 yang diikuti banyak partai, netralitas pegawai negeri, serta TNI dan Polri, peningkatan partisipasi politik, pers yang bebas 12
Bah II. Tinjauan Umum
serta
baik
dan
aspirasi
masyarakat
belum
terpenuhi; 6. Konflik sosial dan menguatnya gejala disintegrasi di berbagai daerah merupakan gangguan bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kalau tidak segera ditanggulangi akan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Khususnya bagi Daerah Istimewa Aceh dan Irian Jaya hal-hal tersebut lebih merupakan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat yang perlu segera dikoreksi dengan cepat dan tepat; 7. Di bidang hukum terjadi perkembangan yang kontroversial, di satu pihak produk materi hukum pembinaan aparatur, sarana dan prasarana hukum menunjukkan peningkatan, namun di pihak lain tidak diimbangi dengan peningkatan integritas moral dan profesional aparat hukum, kesadaran hukurn, mutu pelayanan serta tidak adanya kepastian dan keadilan hukum sehingga mengakibatkan supremasi hukum belum dapat diwujudkan; 8. Tekad untuk memberantas segala bentuk penyelewengan sesuai tuntutan reformasi seperti korupsi, kolusi, nepotisme, serta kejahatan ekonomi keuangan dan penyalahgunaan kekuasaan belum diikuti 13
Bab II. Tinjauan Umum
langkah-langkah
nyata
dan
kesungguhan
pemerintah serta aparat penegak hukum dalam menerapkan dan menegakkan hukum, terjadinya campur tangan dalam proses peradilan, serta tumpang tindih kerancuan hukum mengakibatkan terjadinya krisis hukum. Kondisi hukum yang demikian mengakibatkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia di Indonesia masih memprihatinkan yang terlihat dan berbagai pelanggaran hak asasi manusia, antara lain dalam bentuk kekerasan, diskriminasi, dan kesewenang-wenangan; 9. Pembangunan di bidang pertahanan keamanan telah menunjukkan kemajuan meskipun masih mengandung kelemahan. Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur TNI dan Polri melernah, antara lain karena digunakan sebagai alat kekuasaan; rasa aman dan ketentraman masyarakat berkurang; meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban; terjadinya kerusuhan massal dan berbagai pelanggaran hukum serta pelanggaran hak asasi manusia; 10. Upaya mengatasi krisis ekonomi beserta dampak yang ditimbulkannya telah dilakukan melalui proses reformasi di bidang ekonomi, tetapi hasilnya belum memadai karena: (1) penyelenggaraan negara di bidang ekonomi 14
Bah II. Tinjauan Umurn
selama ini dilakukan atas dasar kekuasaan yang terpusat dengan campur tangan pemerintah yang terlalu besar, sehingga kedaulatan ekonomi tidak berada di tangan rakyat dan mekanisme pasar tidak berfungsi secara efektif, dan (2) kesenjangan ekonomi yang meliputi kesenjangan antara pusat dan daerah, antar daerah, antar pelaku, dan antar golongan pendapatan, telah meluas ke seluruh aspek kehidupan sehingga struktur ekonomi tidak kuat yang ditandai dengan berkembangnya monopoli serta pemusatan kekuatan ekonomi di tangan sekelompok
kecil
masyarakat
dan
daerah
tertentu; 11. Pengangguran makin meningk-at dan meluas, dan perlindungan tenaga kerja belum terwujud, jumlah penduduk miskin semakin membengkak, dan derajat kesehatan masyarakat juga menurun dratis. GejaJa itu bahkan menguat dengan ditemukannya kasus-kasus kurang gizi di kalangan kelompok penduduk usia di bawah lima tahun, yang dapat mengakibatkan timbulnya generasi yang kualitas fisik dan intelektualnya rendah. 12. Konsep pembangunan berkelanjutan telah diletakkan sebagai kebijaksanaan. Namun dalam pengalaman praktiknya selama ini justru terjadi 15
Bab II. Tinjauan Umum
pengolahan sumber daya alam yang tidak terkendali yang mengakibatkan kerusakan lingkungan yang mengganggu kelestarian alam; 13. Di bidang pendidikan, masalah yang dihadapi adalah berlangsungnya pendidikan yang kurang bermakna bagi pengembangan pribadi dan watak peserta d id ik, yang berakibat hilangnya kepribadian dan kesadaran akan makna hakiki kehidupan, mata pelajaran yang berorientasi akhlak dan moralitas serta pendidikan agama kurang diberikan dalam bentuk latihan-Iatihan pengalaman untuk menjadi corak kehidupan sehari-hari. Karenanya masyarakat cenderung tidak memiliki kepekaan yang cukup untuk membangun toleransi, kebersamaan, khususnya dengan menyadari keberadaan masyarakat yang majemuk. 14. Pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi belum dimanfaatkan secara berarti dalam kegiatan ekonomi, sosial dan budaya, sehingga belum memperkuat kemampuan Indonesia dalam menghadapi kerjasama dan persaingan global; 15. Kehidupan beragama belum memberikan jaminan akan peningkatan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakat. Merebaknya penyakit sosial,
16
Bab II. Tinjauan Urnum
16.
17.
18.
19.
korupsi dan sejenisnya, kriminalitas, pemakaian obat terlarang, perilaku menyimpang yang melanggar moralitas, etika dan kepatutan, memberikan gambaran terjadinya kesenjangan antara perilaku formal kehidupan keagamaan dengan perilaku realitas nyata dalam kehidupan keseharian; Status peranan wanita dalam masyarakat masih bersifat subordinatif dan belum sebagai mitra sejajar dengan laki-Iaki, yang tercermin pada sedikitnya jumlah wanita yang menempati posisi penting dalam pemerintahan, dalam badan legislatif, dan yudikatif serta dalam masyarakat; Luasnya ruang lingkup pembangunan daerah terutama dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah belum didukung oleh kesiapan dan kemampuan sumber daya manusia dan aparatur pemerintah daerah yang memadai serta belum adanya perangkat peraturan bagi pengelolaan sumber daya alam di daerah; Pelaksanaan politik luar negeri yang lemah antara lain karena tingginya ketergantungan pada hutang luar negeri mengakibatkan turunnya posisi tawar Indonesia dalam percaturan lnternasional; Keseluruhan gambaran tersebut menunjukkan kecenderungan menurunnya kualitas kehidupan
17
Bab II. Tinjauan Umum
dan jati diri bangsa. Kondisi itu menuntut bangsa Indonesia, terutama penyelenggara negara, para elit politik dan pemuka masyarakat, agar bersatu dan bekerja keras melaksanakan reformasi dalam segala bidang kehidupan untuk meningkatkan harkat, marta bat, dan kesejahteraan bangsa Indonesia; 20. Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan mengutamakan kesatuan dan persatuan bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Penyelenggaraan negara dilaksanakan melalui Pembangunan Nasional dalam segala kehidupan oleh penyelenggara negara yaitu lembaga tertinggi dan lembaga tinggi bersama-sama rakyat Indonesia di seluruh wilayah Republik Indonesia; 21. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan berlandasan kemampuan nasional dengan memanfaatkan i1mu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan global. Dalam pelaksanaannya mengacu pada kepribadian 18
Bab II. Tiniauan Umum
bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangs a yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju dan kukuh kekuatan dan etikanya; 22. Potensi umat beragama seperti zakat, infaq, shadaqah, hibah, jariyah, nadzar, wakaf dan sebagainya belum mendapat perhatian sepenunya. Dengan telah diterbitkannya Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf memberikan mandat untuk mengelola zakat secara profesional
sungguh
merupakan
kekuatan
masyarakat yang amat besar dalarn mendukung mobilitas dana masyarakat untuk pembangunan bangsa Indonesia; 23. Peningkatan upaya penanaman nilai-nilai keirnanan, ketaqwaan, dan akhlaq mulia yang dilaksanakan melalui pendidikan formal dan pendidikan masyarakat telah menghasilkan pendidikan keaga:maan sebagai ilmu belum sebagai nilai luhur yang harus dihayati, diarnalkan dan dikembangkan untuk memupuk ketajaman dan kemurnian hati nurani dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu pendidikan agama dalam lingkup keluarga sebagai proses 19
Bab I!. Tinjauan
Umum
internalisasi nilai-nilai keirnanan, ketaqwaan dan akhlak mulia harus senantiasa ditingkatkan; 24. Krisis nasional yang dihadapi bangsa Indonesia yang berkembang meluas ke bidang sosial budaya, agarna, moral, dan etika perlu diupayakan secara sungguh-sungguh. lintas sektor dan melibatkan segenap komponen bangsa untuk mengatasinya. Pembangunan mental spiritual perlu diseimbangkan dengan pembangunan fisik ekonorni bangsa, agar pondasi pembangunan bangsa lebih kuat dan tidak terjadi kesenjangan dalam kehidupan masyarakat; 25. Atas dasar pertimbangan itu, pemerintah senantiasa berupaya untuk mengembangkan suatu program sinergis yang berkembang luas di masyarakat antara pembangunan ekonorni, upaya pengentasan kerniskinan, pembangunan keluarga, pembangunan pendidikan dan pembangunan agama dipadukan dengan peningkatan penanaman nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlaq mulia dalam kehidupan mayarakat, berbangsa dan bernegara dalam bentuk pemberdayaan fakir miskin; 26. Pemberdayaan fakir miskin diharapkan menjadi gerakan masyarakat secara nasional yang tumbuh dari bawah yang perlu mendapat 20
Bab II. Tinjauan Umum
dukungan penuh dari pemerintah dan segenap komponen bangsa; 27. Pemberdayaan fakir miskin merupakan program yang memadukan antara pembangunan agarna, ekonorni, keluarga, pendidikan moral, sosial budaya dan akhlak mulia bangsa yang didukung secara lintas sektoral oleh Departemen Dalam Negeri, Departemen Kesehatan, Pemerintah Daerah serta LSM Agarna, dan sektor terkait lainnya; 28. Dalam rangka merespon aspirasi masyarakat yang berkembang selama ini program Pemberdayaan Fakir Miskin kegiatannya lebih banyak di daerah sehingga menuntut peran aktif Pemerintah Daerah serta seluruh sektor terkait di daerah dalam menyukseskan program tersebut. Sedangkan pada tingkat pusat lebih banyak memberikan kebijakan umum, petunjuk pelaksanaan, koordinasi, dan dukungan advokasi. C.
KONDISI KEMISKINAN
Situasi sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya yang kurang kondusif serta berbagai bentuk bencana sosial yang meningkat akhir-akhir ini telah berdampak luas bagi kemiskinan di Indonesia. Keadaan ini makin menguat seiring
dengan
persoalan-persoalan
global
yang
21
Bab II. Tinjauan Umum
berdampak pada situasi di dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi yang rendah akibat iklim investasi yang kurang menjanjikan, isu separatisme dan konflik horizontal yang menimbulkan munculnya pengungsian dan berakhir pada terjadinya kemiskinan baru, hasil-hasil pertanian sebagai sumber penghasilan utama petani yang kurang mampu bersaing di pasar Internasional, kesemuanya berkontribusi pada makin sulitnya mencari solusi yang tepat dan cepat menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. Populasi fakir miskin terus meningkat dan mencapai hampir
separuh
dari
nyata dari persoalan masalah
ketunaan
keterlantaran,
total
penduduk
miskin.
Dampak
ini adalah menonjolnya masalahsosiaI
seperti
penggelandangan,
dan berbagai masalah sosial kontemporer
yang berujung pada meningkatnya kemiskinan. Fakir miskin adalah orang atau kelompok masyarakat yang terperangkap dalam kemiskinan absolut, dengan modal sumber daya manusia, modal sosial, serta modal ekonomi yang sangat lemah. Sebagai kelompok paling lemah dan rentan di masyarakat, fakir miskin memerlukan fasilitasi pemerintah perlahan
dan masyarakat
sehingga secara
dapat keluar dari lingkaran kemiskinan yang
membelitnya. Agar terbangun suatu pola penanganan yang terarah, 22
terpadu
dan berkelanjutan,
maka diperlukan
Bab II. Tinjauan Umum
kebijakan teknis penanganan fakir miskin sebagai acuan bagi semua pihak terkait. Kemiskinan sebagai suatu permasalahan
sosial tidak
saja hanya menyangkut masalah ekonomi akan tetapi juga menyangkut masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat, masalah ini juga dialami oleh negara-negara yang sedang berkernbang dan negara-negara maju, seperti Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Masyarakat miskin tersebut berasal dari para pekerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah dan pada umumnya mereka tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap berbagai penyakit sosial, seperti pengangguran, prostisusi, dan kriminal serta masalah sosial lainnya. Sedangkan negara adi daya Amerika Serikat mengalami kemiskinan terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Sebagai negara terkaya di tahun 1960-an Amerika Serikat sebagian besar penduduknya hidup dalam serba kecukupan. Namun di balik keadaan tersebut tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah penduduknya masih tergolong miskin. Demikian juga Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang tidak terlepas dari deraan kemiskinan yang sampai saat ini.
23
Bab II. Tinjauan Umum
Untuk menurunkan diperlukan upaya yang sisternatis, berkelanjutan dan terukur. Pelajaran dapat dipetik dari pengalaman sebelum krisis tahun 1997. Pada tahun 1996, Indonesia pernah dinilai sangat berhasil menurunkan jumah penduduk miskin. Menurut survei BPS waktu itu, jumlah penduduk miskin di Indonesia menurun dari sekitar 40% pad a tahun 1970-an menjadi 22% pada tahun 1984, dan kemudian menjadi 11% pada tahun 1996. Memang pad a puncak multikrisis jumlah penduduk miskin meningkat sangat tajam menjadi lebih 59% dari total jumJah penduduk. Bahkan diperkirakan pada waktu itu multikrisis meningkatkan jumlah penduduk miskin menjadi tiga kali lipat pada tahun 1999/2000,
sehingga
menyerupai kondisi Indonesia pada awal Repelita II tahun 1970-an. Penanganan persoalan kemiskinan ke depan bukannya menjadi lebih mudah. Lalu-Iintas perdagangan bebas yang akan segera dimulai mernerlukan sumber daya manusia yang mampu bersaing. Produk yang bertahan di pasar hanyalah yang memenuhi standar kualitas kompetitif ..Hegemoni dan dominasi negara maju terhadap negara miskin masih tetap menjadi isu dominan. Sementara persoalan-persoalan sosial, politik, dan ekonomi di tingkat makro nasional masih akan tetap mendominasi. Akibat dari permasalahan di atas, maka kemiskinan akan cenderung tetap menjadi persoalan
24
Bab [). Tinjauan Urnum
pokok di Indonesia. Namun jika ada upaya yang terencana, terpadu, berkelanjutan dan terukur, maka peningkatan insiden kemiskinan akan dapat dibatasi, bahkan diturunkan dan diminimalkan jumlahnya. D.
TUJUAN DAN SASARAN 1.
Tujuan Umum Pemberdayaan Fakir Miskin adalah meningkatkan kualitas sumber daya fakir miskin secara konprehensif sebagai upaya pemerintah dalam mempercepat mengatasi krisis yang melanda bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat mad ani yang bermoral tinggi, penuh keirnanan, ketaqwaan
dan akhlak
mulia. 2.
Tujuan Khusus Pemberdayaan adalah sebagai berikut:
Fakir Miskin
a. Menanamkan, mengamalkan
menghayati dan nilai-nilai keimanan ketaqwaan. dan akhlak mulia dalam kehidupan keluarga fakir miskin melal ui Pemberdayaan Fakir Miskin, Pendamping Usaha, Bantuan Modal Usaha, dan Bantuan Pengernbangan Potensi Diri;
b. Memberdayakan ekonomi fakir miskin melalui peningkatan pendidikan dan latihan ekonomi keluarga fakir miskin, kelompok 25
Bab II. Tinjauan Umum
keluarga fakir miskin, koperasi masjid, koperasi majelis taklim dan upaya peningkatan ekonomi kerakyatan lainnya, serta mernobilisasi potensi zakat, infaq, shadaqah, wakaf dan dana keagamaan lainnya; c. Menurunkan angka fakir miskin sehingga akan mengurangi jurnlah keluarga miskin yang menjadi sumber kerawanan sosial; d. Membina fakir miskin agar memiliki pengetahuan dan kesiapan secara fisik dan mental dalam mernenuhi kebutuhan hidupnya;
e. Membina fakir miskin agar tidak terjerumus kepada dekadensi moral, perjudian, dan tindak kriminalitas lainnya; f. Membina dan memberikan kesempatan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup fakir miskin. g. Pemenuhan kebutuhan dasar terutama pangan, pendidikan, dan kesehatan yang dilakukan secara terarah. h. Meningkatkan aksesibilitas keluarga fakir miskin terhadap pelayanan sosial dasar dan jaminan kesejahteraan sosial.
26
Bab II. Tinjauan
E.
Umum
SEBAB-SEBAB KEMISKINAN
Pada tanggal 2 [uli 2007 lalu, Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) secara resmi mengumumkan bahwa jumlah penduduk miskin secara nasional turun menjadi 37,17 juta jiwa fakir miskin. Lebih rinci, jumlah penduduk miskin di pedesaan turun lebih tajam dari pada di perkotaan sebanyak 1,20 juta orang miskin yaitu dari 24, 81 pada tahun 2006 menjadi 23,61 juta orang pada tahun 2007, sementara di perkotaan turun sebanyak 0,93 juta orang yaitu 14,49 pada tahun 2006 menjadi 13,56 juta pad a tahun 2007. Sementara pada Maret 2008 Pemerintah melalui BPS meliris bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia turun 2,21 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2007 lalu menjadi sebesar 34,96 juta orang. Sebenarnya banyak ragam pendapat mengenai penyebab kemiskinan. Namun secara garis besarnya ada tiga faktor penyebab kemiskinan yang menimpa masyarakat saat ini, adalah : 1. Kemiskinan alarniyah, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami seseorang; misalnya cacat mental, cacat fisik, usia lanjut sehingga tidak mampu bekerja, dan lain-lain. 2.
Kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM, akibat kultur 27
Bab II. Tinjauan Umum
kebiasaan masyarakat tertentu; misalnya sifat malas, tidak produktif, bergantung pada harta orang tua, harta warisan, berjudi, kecanduan narkoba, kebiasan menghayal tanpa kerja dan lainlain. 3.
Kemiskinan stuktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kesalah an sistem yang digunakan oleh negara dalam mengatur urusan rakyat. Misalnya bencana alam dan pendistribusian bantuan bencana alarn, tidak sampainya informasi-informasi kepada orang miskin baik mengenai keuangan, pendidikan dan kesehatan serta mformasi-informasi lainnya.
Faktor penyebab kerniskinan nomor 1 dan nomor 2 masuk kepada kategori penyebab faktor utama secara individu yang tergantung kepada perseorangan atau bergantung kepada orang tersebut. Kelemahan individu pada nomor 2 ini biasanya kelernahan yang penyebabnya adalah orang itu sendiri. bukan disebabkan oleh orang lain, walaupun dia berada dalam lingkungan suatu masyarakat yang penuh dengan peluang rezeki. Sedangkan penyebab nomor 3 adalah masuk kepada kategori publik (masyarakat) dan sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan angka kemiskinan. Kemiskinan jenis inilah yang menjadi fenomena di berbagai negara dewasa saat ini, baik di negara-negara 28
Bah II. Tinjauan Umum
sedang berkembang maupun di negara-negara maju. Bahkan problema ekonomi sesungguhnya bukan kelangkaan keuangan di perbendaharaan negara, melainkan karena buruknya pendistribusian. Fakta rnenunjukkan, bahwa kemiskinan terjadi bukan karena tidak ada uang tapi karena uang yang ada tidak sepenuhnya sampai kepada orang-orang miskin. Demikian juga bukan karena kelangkaan sumber daya alam (SDA), melainkan disebabkan karena distribusi SDAyang tidak merata. Ada dua masalah pokok dalam kemiskinan, yaitu faktor penyebab dan dampak-dampak yang ditimbulkannya : a.
Faktor penyebab adalah berbagai situasi yang memberi ruang akan terjadinya insiden kerniskinan, baik yang menyangkut situasi sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya maupun situasi-situasi alami yang terjadi di luar perhitungan manusia. Terrnasuk dalam kategori ini adalah berbagai krisis yang terjadi baik akibat situasi dalam negeri maupun akibat dampak persoalan global. Krisis moneter sebagai dampak persoalan global merupakan faktor yang sangat berpengaruh. Sementara situasi-situasi alami yang berada di luar perhitungan mencakup dampakdampak bencana alam dan bencana sosial seperti kekeringan, banjir, kerusuhan sosial, dan sebagainya.
29
Bab II. Tinjauan Umum
b.
Dampak
yang
ditimbulkan
kerniskinan
sangat
beragam mencakup hampir semua dimensi kehidupan masyarakat dan negara. Terjadinya berbagai permasalahan sosial seperti kejahatan, ketunasosialan, keterlantaran, keterasingan, merupakan manifestasi dan kemiskinan. Dengan kata lain, kemiskinan terbukti menjadi faktor utama rapuhnya ketahanan tatanan sosial sebuah keluarga, suatu komunitas, kelompok atau masyarakat, bangsa dan bahkan negara.
30
BABIII KEBIJAKAN
A.
PEMBERDAYAAN
FAKIR MISKIN
ARAH KEBIJAKAN PEMBERDAY AAN
Kemiskinan sebagai suatu fenomena sosial tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang tetapi juga terjadi di negara yang sudah mempunyai kemapanan di bidang ekonomi. Fenomena ini pada dasarnya telah menjadi perhatian, isu, dan gerakan global yang bersifat kemanusiaan (humanity). Hal ini tercermin dari konferensi tingkat tinggi dunia yang berhasil menggelar Deklarasi dan Program Aksi untuk Pembangunan Sosial (World Summit in Social Development) di Compenhagen pada
tahun 1995 dan Millennium Declaration sebagai sasaran pembengunan tingkat dunia "Millenium Development Goals (MDGs)" tahun 2000 yang ditanda-tangani oleh perwakilan dari 189 negara baik negara kay a maupun negara-negara berkembang dan bahkan negara miskin dan tentunya Indonesia yang ditargetkan bisa tercapai sebelum 2015. Penghapusan kemiskinan (eradicate extreme poverty and hunger) menjadi skala prioritas pertama dari delapan poin yang ditetapkan. Oleh sebab itu, salah satu fenomena sosial yang dipandang perlu penanganan segera dan menjadi agenda Tingkat Tinggi Dunia adalah kemiskinan, pengangguran, dan pengucilan sosial yang ada di setiap negara. Secara konstitusional, permasalahan 31
Bab Ill. Kebijakan Pemberdayaan
dimaksud Indonesia 1945.
Fakir Miskin
telah dijadikan perhatian utama bangsa sejak tersusunnya Undang-Undang Dasar
1. Arah Kebijakan Umum Kebijakan teknis penanganan fakir miskin diselenggarakan berlandaskan Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009, Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, dan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama yang intinya adalah: a. Menciptakan iklim dan lingkungan yang kondusif bagi tersedianya kesempatan kerja untuk fakir miskin sehingga mampu berpartisipasi dalam kehidupan ekonomi, sosial, politik dan budaya, serta mampu mengakses pelayanan publik yang tersedia. b. Memfasilitasi fakir miskin untuk memiliki aksesibiIitas terhadap keterampilan, permodalan, teknologi tepat guna, serta skim-skim usaha yang rel evan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. c. Menumbuhkan jaringan kerja yang makin luas dan berkelanjutan antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha untuk mempercepat penanganan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. 32
Bab Ill. Kebijakan Pemberdayaan Fakir Miskin
d.
Memandirikan fakir miskin dalam menjalani kehidupan dari ketergantungan pada praktekpraktek perekonomian dan pihak-pihak lain yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan dengan aturan agama dan aturan
pemerintah.
2. Kebijakan Teknis a.
Penanganan fakir miskin melalui jalur keagamaan adalah prioritas -pembangunan kesejahteraan sosial, yang dilaksanakan bersama-sama antara pemerintah (Departemen Agama dan instansi terkait) dengan pemerintah daerah, masyarakat (organisasi
sosial, lembaga
svvadaya masyarakat
balk dalam maupun luar negeri), serta dunia usaha lainnya seperti lembaga-lembaga bisnis dan perbankan. b. Bantuan-bantuan sosial yang diberikan kepada fakir miskin bersifat stimulan dan mendidik, dilaksanakan dalam skim kelompok, serta bertujuan untuk mencapai kernandirian tanpa ketergantungan pada pihak lain. c.
Keterbatasan kemampuan fakir miskin daIam mengelola bantuan, aksesibilitas pemasaran, kualitas hasil usaha, cara berusaha, dibantu dengan upaya pendampingan oleh lembagalembaga yang teorganisasi di dalam masyarakat. 33
Bab Ill. Kebijakan
Pemberdayaan
d. Pembiayaan
Fakir Miskin
penanganan
fakir
miskin
harus
sebanyak mungkin melibatkan fakir miskin, masyarakat dan tokoh rnasyarakat/toga, dunia perbankkan, dunia usaha, BAZ,LAZdan upaya lain yang sah di luar anggaran pemerintah. 3.
Kebijakan Program a. Meningkatkan dukungan kebijakan politik, kebijakan koordinasi dan kebijakan anggaran untuk terealisasinya Proyek Peningkatan Layanan dan Bimbingan Fakir Miskin. b. Meningkatkan keimanan, ketaqwaan dan akhlaq mulia bagi fakir miskin terhadap Tuhan Yang Maha Esa. c. Meningkatkan motivasi terhadap masyarakat agar melaksanakan amaliyah sosial keagamaan (zakat, infaq, shadaqah, hibah, wasiat dan amal sosial keagamaan lainnya) yang merupakan modal tenaga penggerak ekonomi fakir miskin dan membuka lapangan kerja baru, serta mengurangi jenjang sosial antara si kaya dan si miskin. d. Meningkatkan tumbuh berkembangnya institusi lembaga keagamaan seperti BAS,LAS, Baitul Mal, Lembaga keuangan non Bank dan lainnya. e. Meningkatkan kehidupan beragama, sebagai nilai luhur bangsa dengan berlandaskan spiritual,
34
Bab III. Kebijakan
moral f.
dan
etika
Pemberdayaan
demi
Fakir Miskin
terwujudnya
kemaslahatan/ kesejahteraan sosial masyarakat. Meningkatkan kerja sarna dan koordinasi lintas sektor
dan antar
instansi
Pemerintah
dan
Lembaga Swadaya Masyarakat serta kerjasama antar Negara dalam pengembangan pemberdayaan nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat. g. Meningkatkan pemberdayaan kehidupan beragama agar dapat menghasilkan penyadaran, pemahaman, penghayatan, pengamalan terhadap ibadah sosial, zakat, infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, pinjaman tanpa bunga dan lembaga
keuangan non bank. h. Meningkatan kualitas sumber daya manusia dengan pendidikan dan pelatihan yang mempunyai nilai tarnbah, produktivitas kerja dan memberikan nilai tambah penghasilan, i. Meningkatan kesalehan sosial bagi masyarakat dengan pengumpulan dana ibadah sosial keagamaan, sebagai modal dasar pengentasan kemiskinan. j. Meningkatkan kesejahteraan fakir miskin, yatim piatu, anak terlantar, anak cacat, lansia, pengangguran dan penyandang sosial lainnya dengan bantuan modal, fasilitator pendamping usaha, kegiatan produktif dan padat karya produktif. 35
Bab [[(. Kebiiakan Pemberdayaan
B.
Fakir Miskin
STRA TEGI, PRINSIP DAN KEGIAT AN
Pemberdayaan kondisi kehidupan
adalah suatu proses peningkatan dan penghidupan yang ditujukan
kepada masyarakat atau kelompok atau individu fakir miskin. Mereka merupakan sumber daya manusia yang berpotensi untuk berpikir dan bertindak yang pada saat ini memerlukan "penquatan" agar mampu memanfaatkan daya (power) yang dimilikinya. Hal ini mengisyaratkan, bahwa langkah awal dalam penanganan masalah kemiskinan (keluarga fakir miskin) perlu diidentifikasi potensi yang mereka miliki. Permasalahannya adalah bagaimana karakteristik potensi yang dimiliki oleh masyarakat miskin. Hampir semua kajian masalah kemiskinan berporos pada paradigma modernisasi (the modernisation paradigm) dan the product cantered model yang kajiannya didasari kepada teori pertumbuhan ekonomi kapital dan ekonomi neoclasic ortodox. Secara umum, pendekatan yang dipergunakan lebih terkonsentrasi pada individual poverty sehingga aspek structural and social poverty menjadi kurang terjamah bahkan diabaikan. Oleh sebab itu, dalam mengatasi masalah fakir miskin atau kemiskinan diperlukan kajian yang menyeluruh (comprehensif), sehingga dapat dijadikan acuan dalam merancang program pembangunan kesejahteraan sosial yang lebih menekankan pada konsep pertolongan.
Bab III. Kebijakan Pemberdayaan Fakir Miskin
Pada konsep pemberdayaan,
pemberdayaan
dapat
diartikan sebagai upaya untuk menolong yang lemah atau tidak berdaya (powerless) agar mampu (berdaya) baik secara fisik, mental dan pikiran untuk mencapai kesejahteraan sosial hidupnya. Dalam konteks ini, mereka dipandang sebagai aktor yang mempunyai peran penting untuk mengatasi masalahnya. Untuk memberdayakan masyarakat terdapat tiga hal yang harus dilakukan yaitu: 1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang; 2. Memperkuat potensi atau daya. yang dimiliki masyarakat (empowering); dan 3.. Pemberian perlindungan, dalam proses pernberdayaan harus dicegah yang lernah menjadi lebih lemah. Sedangkan untuk pemberdayaannya selain yang disebutkan di atas diperlukan beberapa hal antara lain sebagai berikut: 1. Strategi a. Peningkatan kemampuan menuju kemandirian sosial dan ekonomi. b. Pendampingan sosial melalui lembaga-lernbaga manajemen dan ekonomi yang ada di lingkungannya.
37
Bab III. Kebijakan Pemberdayaan
c. d. 2.
Fakir Miskin
Pembangunan dan pengembangan sistem informasi penanganan fakir miskin Inisiasi dan pengembangan jaringan kerja penanganan.
Prinsip a. Profesionalisme b. Penanganan dilaksanakan berdasarkan kaidah profesionalisme pelayanan baik administratif maupun teknis operasional. c. Keterpaduan d. Penanganan diselenggarakan secara sinergis baik antar unit di Departemen Agama maupun lintas sektor dan lintas pelaku antar lembaga pernerintah, masyarakat dan dunia usaha. e. Partisipasi f. Penanganan kemiskinan diarahkan pada penumbuhan partisipasi serta lingkungan masyarakatnya. g. Kemandirian h. Penanganan kemiskinan bertujuan menciptakan kemandirian dengan menghindari ketergantungan kepada pihak luar.
3. Kegiatan a. Pengembangan Kapasitas Diarahkan untuk menggali dan meningkatkan potensi dan sumber untuk didayagunakan sebagai modal sosial menuju kemandirian.
Bab 11[, Kebijakan
b.
Pemberdayaan
Fakir Miskin
Pendampingan Sosial. motivasi, Diarahkan untuk membangun menumbuhkan kepercayaan diri serta meningkatkan berbagai keahlian oleh para pendamping terlatih.
c.
Penumbuhan kepedulian sosial masyarakat. Diarahkan untuk membangun dan meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat, termasuk dunia usaha agar dapat mengambil bagian signifikan dalam proses penanganan kemiskinan.
d.
Penguatan [aringan Penanganan Diarahkan untuk memperkuat jaringan-jaringan sosial penanganan yang telah ada antar sektor dan antar pelaku baik antar instansi pernerintah, masyarakat dan dunia usaha.
4. Kegiatan Pokok a. Bimbingan Pengenalan Masalah. Kegiatan ini terdiri dari orientasi dan observasi, identifikasi masalah, serta registrasi. b.
Bimbingan Motivasi Sosial. Terdiri dari penyuluhan dan kampanye sosial untuk menumbuhkan kesadaran, motivasi dan kepercayaan diri bahwa mereka masih memiliki potensi yang dapat dipergunakan sebagai modal dasar dalam pengembangan dirinya dan memiliki
39
Bab Ill. Kebijakan Pemberdayaan
Fakir Miskin
kekayaan budaya dan sosial. Dengan menanamkan pemahaman seperti ini, mereka diharapkan dapat keluar dari lingkaran krisis kemiskinan yang melilit mereka.
40
c.
Bimbingan Keterampilan dan Manajemen Usaha. Terdiri dari penyusunan kurikulum dan modulmodul pelatihan, seleksi calon penerima bantuan modal, pelatihan keterampilan teknis dan manajemen, penentuan kelompok dan jenis usaha.
d.
Bimbingan dan Bantuan Pengembangan Usaha. Terdiri dari bimbingan lanjut kepada para ketua dan anggota kelompok usaha fakir miskin yang dinilai telah berhasil seperti dengan cara pemberian bantuan penguatan modal usaha, insentif serta penghargaan lainnya yang sekiranya dapat mendorong tumbuh kembang usahanya.
e.
Bimbingan Organisasi Kemitraan Usaha. Terdiri dari bimbingan khusus kepada kelompok usaha fakir miskin yang dinilai maju untuk menjalin kerja sarna kemitraan dengan lembaga terkait seperti koperasi, perbankan, serta lembaga bisnis lainnya.
Bab III. Kebijakan Pemberdayaan
f.
Fakir Miskin
Pelaksanaan Kemitraan Usaha. Terdiri dari berbagai
inisiasi penjalinan
kerja
sama dan kesepakatan (MOU) antara kelompok usaha fakir miskin dengan lembaga-lernbaga bisnis terkait baik pemerintah maupun swasta. g.
Pengembangan Kemitraan Usaha. Memfasilitasi akses Kelompok usaha fakir miskin atau
KUBE yang belum
mendapat
bantuan
kemitraan usaha terhadap lembaga terkait.
C. TAHAPANPEMBERDAYAAN Pemberdayaan
kesejahteraan
fakir miskin sebagai
tolak ukur keberhasilan kemajuan suatu negara, namun di sisi lain apabila semakin banyak jumlah fakir miskin berarti peningkatan ekonomi di negara tersebut tidak merata. Untuk mensejahterakan dan meminimalisir jumlah fakir miskin yang semakin hari semakin meningkat jumlahnya, diperlukan upaya pemerataan pembangunan di bidang ekonomi Maka untuk pemberdayaan fakir miskin diperlukan tahap-tahapan sebagai berikut : 1.
Diperlukan pendataan yang jelas pad a setiap dusun, rt, rw, desa atau kelurahan, kecamatan, kabupaten dan provinsi tentang berapa jumlah fakir miskin, berapa lapangan pekerjaan yang diperlukan, berapa kebijakan yang diperlukan dan berapa sumber dana yang diperlukan. 41
Bab III. Kebijakan
2.
Pernberdayaan
Fakir Miskin
Diperlukan dukungan tim pernikir peduli fakir miskin atau sebagai wah fakir miskin yang merumuskan dengan jelas dan transparan dalam pemberdayaan fakir miskin,
42
3.
Diperlukan perencanaan yang berpihak kepada pemberdayaan fakir miskin ..
4.
Diperlukan dukungan kebijakan politik yang memadai supaya pemberdayaan fakir miskin menjadi gerakan nasional dan internasional.
S.
Diperlukan dukungan biayajdana yang mencukupi, bahwa pemberdayaan fakir miskin tahan goncangan ekonomi global.
6.
Dukungan perbankan atau Iembaga dana keuangan non bank yang mampu menggerakkan ekonomi nasional.
7.
Diperlukan jaminan sosial kepada fakir miskin . agar mereka dapat hidup dengan layak.
8.
Diperlukan pergeseran anggaran yang lebih berpihak pada pemberdayaan fakir miskin, dalam upaya mendapatkan kesempatan kerja.
9.
Diperlukan pemerataan kesempatan kerja, dengan menjamin setiap individuharus mempunyai pegangan kerja.
Bab Ill. Kebijakan
Pernberdayaan
Fakir Miskin
10.
Diperlukan jenis kerja padat karya produktif daripada padat modal konsumtif.
11.
Diperlukan penanaman nilai-nilai budaya dan injeksi moral keagamaan pada lubuk hati yang dalam bagi setiap individu-individu muslim yang telah mendapat kenikmatan lebih dari Allah dan negara. Bahwa fakir miskin jembatan kesejahteraan negara jembatan menuju surga.
12.
Periu meningkatkan kualitas mutu hasil industri fakir miskin, yang diberi hak pasaran dalam negeri dan industri besar produknya untuk pasar global.
13.
Diperlukan harmonisasi hubungan kemanusiaan antara st kaya dan fakir miskin supaya tidak terjadi kecemburuan sosia1.
14.
Perlu penanaman nilai-nilai ikhwanul keagamaan bahwa yang mendapatkan kenikmatan yang lebih membantu pada fakir miskin.
15.
Perlu mereduksi segelintir orang.
16.
Diperlukan pemikiran ulang terhadap pemberdayaan fakir miskin dengan mekanisme kerja empat puluh delapan jam.
konsentrasi
kekayaan pada
43
Bab III. Kebijakan Pemberdayaan
D.
Fakir Miskin
17.
Diperlukan peningkatan kualitas penduduk pedesaan dengan pengenalan berbagai teknologi tepat guna dan teknologi tinggi bila diperlukan.
18.
Diperlukan relokasi industri padat karya dari perkotaan ke pedesaan, agar penduduk pedesaan mudah mendapatkan akses pekerjaan.
19.
Diperlukan banyaknya pos-pos latihan pemberdayaan fakir miskin supaya mereka lebih mandiri.
20.
Diperlukan pendamping usaha bagi fakir miskin, agar mekanisme usahanya dapat lancar.
21.
Diperlukan bantu an modal dengan jasa rendah, biar usaha fakir miskin dapat hasil usahanya bersaing di pasar.
PEMBINAAN FAKlR MISKIN
Mengingat penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam, maka sasaran pembina an pemberdayaan fakir miskin Direktorat Pemberdayaan Zakat Ditjen Bimas Islam adalah fakir miskin yang beragama Islam. Untuk mengadakan pembinaan pemberdayaan fakir miskin diperlukan adanya pembinaan secara individual agar mereka menjadi orang fakir miskin yang baik. Dengan
44
Bah HI. Kebijakan Pernberdayaan Fakir Miskin
bekal individual fakir miskin yang baik sangat mudah untuk mengadakan pembinaan mental dan spritual, karena sesuai dengan ajaran mereka bahwa berusaha rnencari rezki yang halal termasuk ibadah, maka dalam pernbinaan diperlukan tahapan sebagai berikut: a.
Meluruskan niat Dalam mengadakan pernbinaan, pemberdayaan fakir miskin diharapkan antara pembina dan yang dibina mempunyai tujuan yang sama antara lain: 1) Diharapkan fakir miskin dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mampu menjaga diri untuk tidak merninta-minta. 2) Tidak menghalalkan segala cara untuk mengambil yang bukan hak rniliknya. 3) Dalam usaha pemberdayaan supaya mengikuti aturan-aturan yang ada. 4) Setiap fakir miskin dalam mengikuti kegiatan pemberdayaan tidak melakukan kegiatan yang dilarang oleh agama dan aturan hukum negara.
b.
Memberikan motivasi usaha. Dalam pemberdayaan fakir miskin diharapkan mengikuti rambu-rarnbu yang ada, yang telah diatur dalarn berbagai aturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Diharapkan jangan sampai mengerjakan usaha yang sam a yang 45
Bab Ill. Kebijakan
Pemberdayaan
Fakir Miskin
menjadikan usaha mereka jadi tidak memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Dengan
usaha
yang
berbeda-beda diharapkan pemenuhan keperluan masyarakat dapat terpenuhi secara seimbang dan adil. c.
Memperhatikan nilai-nilai illahiyah. Dalam memenuhi kehidupan para fakir miskin diharapkan mencari rezki dengan sungguhsungguh dan sesuai dengan modal dasar pendidikan, pengetahuan, pengalaman, pelatihan dan permodalan yang ada. Di sam ping itu tidak boleh dalam kegiatan pemberdayaan tersebut melupakan nilai-nilai keirnanan, ketaqwaan dan akhlaq mulia.
d.
Selalu ingat pad a Allah SWT. Allah SWT adalah yang menciptakan makhlukNya termasuk manusia. Allah SWT menjamin kehidupan makhluk-Nya. Namun dalam memenuhi kehidupannya setiap manusia diwajibkan untuk berusaha dengan yakin dan sungguh-sungguh. Mengingat datangnya suatu rezeki bagi setiap manusia tidak ada seorang pun yang tahu (ghaib). Apabila setiap individu gigih dan yakin pada-Nya, maka apapun yang menjadi harapannya akan menjadi kenyataan.
Bah III. Kebijakan
e.
Tidak Rakus. Dalam memenuhi miskin diharapkan
Pemberdayaan
Fakir Miskin
kebutuhan hidupnya fakir tidak merugikan orang lain,
misalnya: 1) Sering mengucapkan sumpah palsu 2) 3) 4) 5) 6)
f.
Sering berkata dusta Tidak melakukan hal-hal yang ilegal. Tidak melakukan penipuan. Tidak mempermainkan tukaran dan timbangan Selalu bertindak jujur kapan saja dan di mana saja
Menghindari hal-hal yang dilarang. Dalam pemberdayaan usaha fakir miskin jangan sampai melanggar aturan agama, tempat-tempat yang syubhat dan menimbulkan keraguan, sebab masih banyak lapangan pekerjaan yang perlu dikembangkan dan mendatangkan rezki yang halal, misalnya: 1) Lapangan pekerjaan di bidang pertanian dan cabang-cabangnya. 2) Lapangan pekerjaan di bidang perkebunan dan cabang-cabangnya. 3) Lapangan pekerjaaan di bidang peternakan dan cabang-cabangnya. 4) Lapangan pekerjaan di bidang industri dan cabang-ca bangnya.
47
Bab III. Kebijakan Pemberdayaan Fakir Miskin
5)
g.
Dan beberapa lapangan pekerjaan lainnya yang bisa mendatangkan rezeki yang halal.
Membuat evaluasi. Dalam setiap pemberdayaan fakir miskin dalam pelaksanaannya harus dilakukan evaluasi, tujuannya adalah agar berbagai faktor yang dapat menghambat keberhasilan tujuan dapat dikurangi, dan dilakukan antisipasi agar hasil dari kegiatan inipun dapat maksimal. Selain itu agar selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT agar apapun yang kita lakukan mendapat ridho dan lindungan-Nya,
BABIV PEMBERDAYAAN A.
PENDAMPINGAN 1.
FAKIR MISKIN
FAKIR MISKIN
Aspek - Aspek Pendampingan. a. Mental dan Motivasi Usaha. Mem bangun kesadaran dan motivasi wirausaha masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan berlandaskan kemandirian dan keswadayaan. Sebagai prasyarat terjaminnya komunikasi timbal balik antar anggota kelompok dalam rangka penguatan kepercayaan diri para anggota dalam kebersamaan dan gotong royong. b. Kelompok Usaha. Pembentukkan dan melembagakan kelompok -kelornpok usaha yang belum dibentuk, dan jika sudah ada kelompok dalam masyarakat tersebut, maka gunakanlah kelompok yang sudah ada seperti majlis ta'Iim, pengajian atau kelompok-kelornpok lain yang sudah ada. c. Administrasi. Pembinaan administrasi terdiri dari administrasi kelompok usaha dan administrasi usaha masing-masing anggota. Pernbinaan adminis-
49
Bab IV. Pemberdayaan
Fakir Miskin
trasi sangat penting karena ketertiban dan keterbukaan administrasi akan menimbulkan kepercayaan baik dari anggota maupun dari pihak lain. d. Permodalan Menggali sumber-sumber dana yang ada diantara anggota dan pihak luar untuk meningkatkan permodalan usaha kelompok Serta aspek permodalan yang efisien dan efektif. Sumber dari anggota misalnya berupa iuran anggota (wajib), shadakoh atau infaq dari anggota, sedangkan sumber dan luar adalah dari pihak donator, zakat, shadakah dan infak para qqhniya', Pemerintah dan swasta. e. Usaha. Meningkatkan kapasitas usaha seiring dengan perkembangan dan kemampuan organisasi, administrasi dan permodalannya. Peningkatan kerjasama kelompok usaha meliputi bidang produksi, pemasaran teknologi, permodalan dan manajemen usaha. f.
50
Manfaat Sosial. Kelompok baru dapat dikatakan berhasil dalarn mengadakan perubahan sosial bila manfaat adanya kelompok tidak hanya dirasakan oleh para anggota, tetapi juga oleh warga sekitar
Bab IV. Pemberdayaan
Fakir Miskin
yang bukan anggota. Kelompok bersama warga masyarakat lainnya dapat memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan yang dihadapi bersama, sehingga kehadiran kelompok menjadi pendukung tumbuhnya partisipasi usaha-usaha masyakarat dalam pembangunan setempat ke arah pembaharuan sosial. 2. Pola Pendamping. a. Pendidikan dan Latihan. Pendidikan dilakukan berdasarkan tingkat perkembangan kelompok, mulai dari penyadaran dirt, motivasi berkelompok, dasar-dasar kelompok swadaya, administrasi keuangan, ekonomi rumah tangga dan permodalan kelompok, motivasi usaha kolektif, kepemimpinan, kaderisasi dan analisa situasi. b. Bimbingan dan Konsultasi. Program pendidikan biasanya bersifat kIasikal dan terbakukan, dalam artian mempunyai kurikulum dan silabus, maka program Birnbingan dan Konsultasi (BISUL)diarahkan pada pemecahan masalah yang ada dalam kelompok secara partisipatif. c. Pelayanan Usaha. Sebagai bagian dari proses Pendampingan, kegiatan ini ingin menciptakan suasana 51
Bab IV. Pemberdayaan
Fakir Miskin
dimana kebutuhan-kebutuhan kelompok dapat dipenuhi, terutama usahanya. pelayanan pemasaran kelayakan.
kebutuhan
dalam bidang
Pelayanannya dapat berupa : permodalan, sarana produksi, dan pelayanan pembuatan studi
d. Kemitraan dan Iaringan Usaha. Membangun kemitraan dengan pihak luar dalam rangka meningkatkan kapasitas usaha serta pengembangan jaringan usaha di antara kelompok 3. Peran dan Fungsi Pendamping. a. Motivator. Memotivasi dan menumbuhkan kesadaran berwirausaha anggota kelompok dalam rangka meningkatkan kesejahteraan. b. Fasilitator. Menfasilitasi kelompok usaha dalam rangka mengoptimalkan sumber daya yang ada di sekitar kelompok, demi terciptanya situasi kondisi yang memungkinkan perkembangan kelompok dan pemecahan masalah yang ada. c.
52
Katalisator. Menjembatani dan mendorong hubungan antara individu dengan kelompok dan antara kelompok dengan masyarakat.
Bab IV. Pemberdayaan
B.
Fakir Miskin
LAYANAN PENDAMPING
Pendamping yang baik dalam memberikan layanan kepada Kelompok Usaha Mikro (dampingan) seyogyanya Pendamping itu memiliki erika, baik sikap, perilaku dan penampilan maupun tutur bahasa yang dapat diterima oleh masyarakat umumnya. Dan satu hal yang harus diperhatikan bahwa dalam diri fakir miskin tidak hanya terdapat kelemahan (kondisi serba kekurangan), tetapi dalam diri mereka juga terdapat potensi besar yang dapat dipergunakan sebagai modal dasar dalam pengembangan potensi dirinya. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa program penanggulangan kemiskinan harus mampu mengakomodasikan kedua aspek terse but. Koenraad Verhagen, (1996), melebihMenurut lebihkan kemiskinan kita cenderung melupakan apa yang mereka miliki. Orang-orang miskin bukanlah orang-orang yang "tidak merniliki" (the have not). Dari sudut pandang ekonorni mereka adalah orang-orang yang memiliki sedikit'' (the have-little) di sisi lain orang-orang miskin memiliki kekayaan budaya dan sosial. Berikut di bawah ini beberapa etika yang harus dimiliki oleh seorang Pendamping Kelompok Pemberdayaan Fakir Miskin :
53
Bab IV. Pemberdayaan
Fakir Miskin
1. [ujur. Seorang pendamping dalam berkata dan bertindak selalu mengedepankan sikap yang dapat dipercaya oleh kelompok dampingan maupun warga masyarakat umumnya. 2.
Tepat waktu. Apabila telah ditentukan jadwal pertemuan Chari,jam, tempat dan agenda) dengan kelompok dampinga n, hendaknya datang di tempat pertemuan tepat waktu. Lebih dianjurkan bila datang lebih awaI dari pad a peserta.
3.
Sopan Dalam pergaulan dalam hubungannya dengan sosial kemasyarakatan hendaknya melihat karakter, budaya dan tradisi wilayah setempat. Dengan demikian Pend am ping dituntut untuk lebih santun dalam membina masyarakat dampingan.
4.
lkhlas. Pedamping di dalam memberikan layanan kepada masyarakat sasaran hendaknya diniatkan ibadah ikhlas, sabar dan tidak menunjukkan sikap kesal, menggerutu dll.
5.
Bersikap sa bar. Aspek utamanya adalah belajar, jika kurang sabar apabila melihat yang kurang Iancar dan mengambil
54
Bab IV. Pernberdayaan
Fakir Miskin
alih hal-hal yang harus diselesaikan oleh masyarakat sasaran, maka kita tidak memberikan kesempatan untuk proses belajar yang ada pad a masyarakat tersebut. 6. Mendengarkan dan tidak Mendominasi. Karena obyeknya adalah keluarga fakir miskin, maka seyogyanya pendamping harus lebih banyak menjadi pemerhati dan pendengar yang baik dan memberi kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk lebih aktif mengungkapkan permasalahannya dan menyampaikan gagasari/Idenya. 7. Mampu Menghargai Orang Lain dan Rendah Hati. Hindari memberikan penilaian-penilaian yang sifatnya sangat sensitif/negatif kepada masyarakat sasara n, tunjukkan minat yang sungguh-sungguh. Pendamping akan memberikan bantuan dan pelayanan kepada mereka sebagaimana kita menghargai orang lain. 8. Mau Belajar. Seorang Pendamping perlu memiliki semangat belajar, banyak hal yang bisa dipelajari dalam masyaraka t, menyangkut adat istiadat, tata-nilai, norma-norma yang berlaku, tradisis kehidupan, maupun teknologi lokal (tepat guna) yang digunakan sehari-har i yang dapat digunakan sebagai wahana berpikir untuk dapat belajar dalam masyarakat .
ss
Bab IV. Pemberdayaan
Fakir Miskin
9. Keterbukaan. Perlu kiranya mengembangkan sikap keterbukaan secara Iuwes, seringkali sikap keengganan, rnalu bahkan takut, menyebabkan orang lain menyampaikan hal-hal yang bukan sebenarnya dan biasanya orang lain akan lebih terbuka apabila telah tumbuh kepercayaan kepada pendamping. Jangan segan untuk berterus terang apabila kurang merasa mengetahui atau menguasai sesuatu agar orang lain memahami bahwa semua orang selalu perlu belajar. 10 Bersikap Positif. Sebagai pendamping sebaiknya selalu membangun suasana positif, artinya kita mengajak orang untuk memahami keadaan dirinya, dengan tidak mengesampingkan potensi yang ada. Perlu diingat potensi terbesar manusia adalah kemauan untuk merubah keadaan. 11 Memiliki Wibawa Seorang Pend amping harus memiliki wibawa dengan menunjukkan kesungguhan dalarn berbuat dan bertindak, jangan mudah membuat janji-janji apabila sulit untuk direalisasikan. [angan meremehkan orang lain atau sesuatu yang ada dalam masyarakat. Hormatilah orang lainjkeluarga miskin, sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat seperti orang lain.
Bab IV. Pemberdayaan
Fakir Miskin
12 Bersikap sederajat. [angan membanding-bandingkan keluarga miskin dengan orang lain yang lebih maju. Pendamping harus menerima keluarga miskin sebagai ternan/ mitra kerja dalam masyarakat , hindari adanya jarak pemisah antara Pendamping dengan keluarga miskin, untuk menghindari adanya perasaan-perasaan yang tidak enak dan akan merusak kinerja pendamping. 13 Tidak Menggurui. [angan menganggap diri sebagai orang yang paling tahu, orang pintar dan paling menguasai keadaan. Ajak dan beri kesempatan kepada keluarga miskin untuk berbuat dengan alternatif yang dianggap paling sesuai dengan keadaan keluarga miskin sendiri. 14 Melebur Diri. Laksanakan semua hubungan dengan keluarga miskin secara informal, keterangan, keakraban, kesederhanaan dalam situasi santai, sehingga tercipta rasa kesederajaatan. 15 Adil. [ika terjadi perselisihan/pertentangan pendapat di antara percekcokan diantara atau dengan masyarakat, sebagai pendamping harus mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan tidak mengkritik atau menilai yang lainnya sehingga tidak ada perasaan yang mernihak, 57
Bab IV. Pemberdayaan Fakir Miskin
C.
PEMBERIAN MOTIVASI KERJA Problem bangsa Indonesia
bagaimana jaminan
memberikan
secara
jaminan
sosial, jaminan
dan jaminan
tanggung
kerja
hidup fakir miskin
agama
lebih menyentuh
di atas dan
tersebut
hidup,
kesempatan
kebutuhan
Ajaran-ajaran
problem-problem
kelangsung
mendapatkan
terpenuhinya
minimal.
pada masa sekarang ialah
memberikan
jawab yang penuh pada setiap pemimpin
yang
ada.
1. Bekerja adalah implernentasi Pada dasarnnya
keimanan
Iman. bukan sekadar
pernikiran,
kekhusyuan dan ketundukan, rasa takut dan [era, harapan dan keinginan dengan
saja, melainkan
ketulusan
sungguh-sungguh mengaitkan
))
Iyb)
lifG
dan keikhlasan, (teguh).
iman dengan
ayat, di antaranya
harus
pula
tingkah laku yang
Karena
itu
amal saleh
Al-Qur'an
lebih dari 70
Allah berfirman: ....,J."";.
t)
dilandasi
I~L;
.... ....
':1_,J~ ~~~\
,if.. ~ \ 0
' \ \I : ~\
~
~
'$#
($fJI ;"
~!. .,f ~ r .Jpl ~~) ~j! if
)., J
0
,
"Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahaqian dari rezki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu [kembali setelah) dibanqkitkan" (QS. al-Mulk: 15].
Bab IV. Pemberdayaan Fakir Miskin ~
,
~I ~
"J
~ IY:;I)
uP~~I ~-
...
,
IJ~/:~;l! o')~1 ~
:,_.a;
./ ",.
b~
",.
",.
"
~ , . : ~I
~ 0~
e
,~~
~
...
\~
~
.,.
Jo
;"UIIJ:?~I)
"Apabik: Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan earilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu berutung." (QS.al-jumuah: 10).
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang burukburuk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (5.Al-Baqarah: 267)
"Dan Kamijadikan siang untuk mencari penqhidupan. "(QS.An-Naba: 11).
59
Bab IV. Pemberdayaan
Fakir Miskin
"Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang menqetahui akan yang qhaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan". (QS.At-Taubah: 105). Islam menganjurkan kita bekerja, Pekerjaan manusia adalah tugas rasio (akal) dan fisik, jika manusia tidak bekerja maka ia tidak bisa mernenuhi tugas hidupnya. Manusia harus menggunakan akalnya untuk berpikir dan menjadikan pemikiran sebagai pedornan dalam kehidupan, sehingga tidak dikalahkan oleh hawa nafsu. Pemikiran yang negatif mengakibatkan kerugian bagi dirinya dan orang lain. Bekerja merupakan tugas manusia dalam hidup, namun kenyataannya manusia tidak bersungguh-sungguh mengerjakannya, bahkan banyak yang menjadikan perkerjaan hanya sebagai kegernaran. Pekerjaan merupakan sarana untuk mernperoleh rezeki dan sumber penghidupan yang layak. Dapat pula dikatakan bahwa bekerja adalah kewajiban dan kebidupan. Manusia hidup mempunyai tujuan. la hidup bukan sekadar untuk penghidupan saja, dan bukan pula sekadar menjaga eksistensi diri, Tujuan hidup manusia adalah perjuangan dan perlawanan. Perjuangan di jalan 60
Bab tV. Pemberdayaan
Fakir Miskin
kebenaran dan perlawanan terhadap apa yang melemahkan kebenaran dan memperkuat kebatian. Misi kehenaran adalah misi kebaikan, misi kerjasama yang bernilai dalam hid up, dan juga misi kasih sayang sesama manusia. Iadi, melakukan misi ini merupakan realisasi tujuan manusia dalam hidupnya. 2. Kewajiban Individu Islam menjadikan bekerja sebagai hak dan kewajiban individu. Rasulullah menganjurkan bekerja dan berpesan agar melakukannya sebaik mungkin. Rasulullah juga berpesan untuk berlaku adil dalam merie ntukan upah kerja dan menepati pembayarannya.
Fondasi utama yang diletakkan slam dalam mengatur peroiehan penghidupan (makanan pokok) manusia adalah dengan bekerja. Bekerja dan usaha daiam bidang usaha yang halal merupakan keharusan dan kewajiban bagi seorang muslim, seperti dijelaskan hadits-hadits berikut ini: Rasuiullah saw bersabda:
4 01ph.l1 01)-> ,
.~
i~ ~IJ
~;W\ ~
"Mencari harta yang halal itu wajib bagi setiap orang Islam': (HR. Thabrani) Hadits dari Miqdarn bin Ma'dikariba ra. Nabi saw bersabda : 61
Bab IV. Pemberdayaan
\
,,,$;,
~\:s; ..
,
".
Fakir Miskin
:x j5'\; LJ\ :x\~ .hi loW, J;._i yiL. .~fi ?:x yt 0l5-- ~)UI ~ "Jqo,
01) ~=4 ~...
~ c.>}-~\
.~
...
""
,,,.;.;
~jl)
01)) ~
Tidaklah seseorang makan makanan yang lebih baik daripada hasil keterampilan tangannya sendiri. Dan bahwa Nabi Allah Daud as. makan dari hasil kerja sendiri" (HR. Bukhari). Hadits dari Abi Hurairah ra. sesungguhnya Rasulullah saw bersabda :
"Nabi Zakariya as.Adalah seorang tukang kayu"
(HR. Muslim) Nabi saw bersabda : ...,
0""
",...
JL; Ji ~ ~ ;;. ~~ ~
l'
},
~?- ~b-i
4 ~ ~ ~ .~~)f
~ """
:. ~~;.__; JU ~:~~j\:G-f
"Sungguh sekiranya salah seorang di antara kamu mencari kayu bakar dan dipikulnya ikatan kayu itu, maka yang demikian itu lebih baik baginya dari pada ia meminta-minta kepada seseorang balk orang itu memberi atau menolaknya" (HR. Bukhari Muslim) Nabi saw bersabda:
4LSJ~' 62
01)) ~
.~~? :x;~§t~f)UI ~
))1)
JtS--
Bab IV. Pemberdayaan
Fakir Miskin
"Nabi Daud as. tidak akan makan kecuali dari hasil usahanya sendiri" (HR. Bukhari] Hadits-hadits lain menjelaskan : I) .....
~~I.S"
,
...
01.S"
~4- ~
0
,"
:t5"' ~)
,0,~1
~ u-I 01).)
~
0,.
",-p
~1
~
;i)1
0l ,
y- F ~
.~)
Sesungguhnya Allah mencintai hambayang berkarya. Dan barang siapa bekerja keras untuk keluarganya maka ia seperti pejuang dijalanAllahAzzawaJalla"(HR. Ahmad). ;:ii1
'i.
~""
d'::,;J'j ~j!1 ~
J'Y,
~ I)~L;
'C
~ 01pkJI 01)) ~ k.5j "Berpaqi-paqilah untuk mencari rezeki dan kebutuhankebutuhan, sebab pagi itu membawa berkah dan kesuksesan." (HR Thabrani}. '"
~ u-I 01))
~
.;~
,
..
f) ~) ~)~~ ~I
0
J
a,
~i
"Usaha yang paling utama adalah jual beli yang baik dan pekerjaan seorang laki-laki dengan keterampilan tangan sendiri." (HR.Ahmad). o'~
~ ~I
01).) ~
.~~3~; JI ~
J.
,_,
;S~i ~
...
1-
b~~
'"
$
~\ J~
"Sesungguhnya Allah senang jika salah seorang di antara kamu mengerjakan suatu pekerjaan yang dilakukan secara profesional." (HR.Baihaqi}. 3. Dorongan Kerja Motivasi kerja dimiliki oleh setiap manusia, tetapi ada sebagian orang yang lebih giat bekerja daripada yang
Bab IV. Pemberdayaan
Fakir Miskin
lain. Kebanyakan orang mau bekerja lebih keras jika tidak menemui hambatan dalam merealisasikan apa yang diharapkan. Selama dorongan kerja itu kuat, semakin besar peluang individu untuk.lebih konsisten pad a tujuan kerja. Ada juga yang lebih menyukai dorongan kerja tanpa mengharapkan imbalan. sebab ia menemukan kesenangan dan kebaha-giaan dalam perolehan kondisi yang dihadapi dan dalam mengatasi situasi yang sulit Al-Qur'an menganjurkan kita bekerja, yakni dalam untaian ayat--ayat berikut: ...
_,
~y~)
r
< ~ r-~
• ~) L...,
"
e
r~
J
c
~J~j.:JI)
.J,...I
< :-'.
...
,,.
~
_
;;1-:."':.II' ~I
, ~)
'"
~I I)
...
. lIS-JI
.: - r:-
~
J
J
lS;_' ~ l'pl
\ •D :
~)
,
"
J ~':.',
~)
.r-") ,
}
~_,JI ~ . j P
"Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan" (QS.At-Taubah: 105). ...
~i
...
:; ;"i~
......
-:;.
...}
';1 IS~~~GJI ~i.
I~)
I_;TJ~I
:;;
j~
:~I~.)w
"Sesunqquhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan (nya) dengan baik." (QS. al-Kah]: 30).
gab IV. Pemberdayaan Fakir Miskin
a oG~ -.. -;;,.J/
/
:;
,...
o~
/~/
J
J
,"Y : ~\,
0~
J:
",;
'"
~
/
...
'
:.~i0 i <""_) u~ 0...,. W(P ~ 0.;' J ~ J.r' / u/ U ,,;
~ (.f;J
...
1)l5" ~
Ft~ ~;"i ~~) '"
.......
....
"Baranqsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik lakilaki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang balk dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS An-Nahl: 97).
"Dan baqi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka [balasan) pekerjaanpekerjaan mereka, sedang mereka tiada diruqikan," (QS Al-Ahqaf 19).
"Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusaha-kan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tiada bersyukur?" (QS Yasin:35).
Bab IV. Pemberdayaan Fakir Miskin
"Apobila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS.al-jumu'ah: 10). '"
,
~ (t .)
IS; 0y
:;:,
~
...
~:~ oiJ (r~) ~C 'Y~ ;.>c_;~ ~
:)
...
oiJ
J)~i:r;J\ ~\;.._;
~t \-;i : ~\ ~ (t \)
"Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasanyang paling sempurna." (QS. An-Najm: 39-41). 4. 8ekerja Adalah Ibadah Al-Quran menyatakan: ,
f},
......
J
"
~.__-',...... ~ ,,~C- ,-:.~~ G,.d·i' .r": ) ~(":"i -- 4:':11 ... ...
tS~)
,....
yGi) ~
"...
0;
... oJ.
}.~::'J\ ~~:\
~
~G,. ~
d.JT -)
v.J
Lk.)(r r)
.,.
IJ
~
_,bL;
I)
"Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang matt. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari-padanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan. Dan kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan pada-nya beberapa mata air, supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka, mengapakah mereka tidak bersyukur?" (QS. Yasin:33-35). 66
Bah IV. Pemberdayaan
Fakir Miskin
Ketiga ayat tersebut menuntut manusia bersyukur kepada Allah atas berbagai nikmat yang dikaruniakan kepadanya. Berkaitan dengan hal ini, ada dua hal yang perlu diperhatikan: a. Hendaklah manusia bekerja didasarkan atas kepentingan berproduksi, sebagaimana dinyatakan Al-Qur'an: "...dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka". Tetapi, meski manusia yang bekerja, usaha tersebut tetap disandarkan pada kehendak Allah dengan disertai memohon pertolongan-Nya. b. Lingkungan adalah anugerah Allah yang menyediakan hal-hal yang dapat membantu manusia dalam kehidupannya, apabila anugerah Allah ini disertai kesiapan berkarya yang disediakan pula baginya sejak pertumbuhannya. Keterampilan tangan dalam pertanian adalah pilar yang kokoh dan asasi dalam perolehan hasil-hasil pertanian. 5. Bekerja Sebagai Kesalehan Sosial. Islam amat menekankan prinsip pertengahan yang memungkinkan kehidupan berjalan secara serasi dan damai, mengintegrasikan pemikiran dan keyakinan, sikap dan tindakan, tidak memisahkan antara moral individu dan hubungan sosial, menolak kerancuan atau kontra-diksi kepribadian, serta menolak sikap boros dan kikir. Allah SWT berfirman:
Bab IV. Pemberdayaan
~LJ._j1
Fakir Miskin
J;- :1~
~f ~\ ~l::'_~£j
~j
If ~
J
;",.
.......
J
J~) J~j
~ 'f. r : o.,i)1~ ... Ij_~:';. ~
"Dan demikian (pu/a) Kami telah menjadikan kamu (umat Is/am), umat yang adil dan pilihon agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu .... (QS. A/-Baqarah: 143).
,
t I~~
~\ '\ : ~\./',¥\
.,,,,.
_).
.;"
~~
j~~
jadikan tanganmu terbefenggu pada lehermu dan ja-nganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesa/." (QS.Al-lsra:29). "Dan janganlah
;"
t1"
"....
kamu
:I
-'"
I
r-~\~i .,
J .......
t:1~~~ :;; JlS'j IJ?; ~j I~
~\
,.
SJ
b~;jfJl) V : Ju_,..ill
t
"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah an tara yang demikian," (QS.Al-Furqan: 67).
68
Bab IV. Pemberdayaan
Fakir Miskin
"Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilahjalan tengah di antara kedua itu," (S.Q. Al Isra: 110). Islam mengajarkan bahwa setiap pekerjaan dan kenikmatan yang baik dapat berubah menjadi ibadah jika disertai niat tulus untuk menjaga anugerah hidup dan memanfaatkannya, serta menghormati kehendak pemberinya. Jika iman merupakan ruh dan rahasia amal, maka amal merupakan tubuh dan bentuk iman. Memisahkan kedua-nya akan menghasilkan bentuk kehidupan yang timpang. Orang yang beriman
tetapi tidak
bekerja, maka ia hidup dalam kehampaan dan kelumpuhan, tidak ada hasil kongkret dalam hidupnya, dan tidak ada tanda-tanda keimanannya. Sebaliknya, orang yang bekerja tanpa iman akan hidup seperti robot dan tidak mampu merasakan eksistensi nilai-nilai di balik penciptaannya. Islam menetapkan bahwa amal tanpa iman adalah perjuangan sia-sia, bagaikan debu yang berhamburan ditiup angin kencang. Allah SWT berfirman:
69
Bah IV. Pernberdayaan
Fakir Miskin
"Orang-orangyang kafir kepada Tuhannya, amalan-omaian mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang beranqin kencang. Mereka tidak:dapat mengambil manfaat sedi-kit pun dari apa yang tetati mereka usahakan (di dunia). Demikian itu adalah kesesatan yang jauh." (QS. Ibrahim: 18).
\~.?:~
J1
~ r r : 0L9 _;J\ , ~J;.,;.j F 0-: \~ c , c::.~) ~ "Dan Kami hadapi segaJa amal yang mereka kerjakan, lulu Komi jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan." (QS.AI Furqan: 23). Dalam pengertian umum, arnal dalam Islam merupakan akttvitas terpenting bagi seorang muslim dalam kehidupan di dunia. Karena ttu, konsep ini dipadankan dengan iman - dijelaskan ratusan kali dalam al-Quran. Setiap penjelasan tentang iman selalu dibarengi penjelasan tentang amal saleh. D. BEKERJA MEMILIKI NILAI GANDA Islam menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu dan mencari nafkah. Islam juga menginginkani umatnya menjadi umat yang kuat. Karena itu sepatutnya umat Islam tidak berdiam diri dan berpangku tangan menggantungkan hidupnya pada orang lain, sementara dirinya asyik beribadah kepada AI1ahSWT tanpa memperhatikan kehidupan di sarna sekali. Sehingga keluarga, anak dan isterinya terlantar menjadi korban pandangan sempitnya.
70.
Bab IV. Pemberdayaan
Fakir Mtskin
Pad a dasarnya setiap orang memiliki niat untuk bekerja, hanya saja motivasinya berbeda-beda. Ada yang bekerja dengan motivasi menumpuk harta untuk dipamerkan pada orang lain, ada juga yang dipakai untuk berfoyafoya serta ada juga harta yang telah diperoleh digunakan untuk hal-hal bertentangan dengan fitrah manusia. Namun, yang diinginkan Islam adalah bekerja apapun yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT agar dapat lebih banyak berbuat demi kebaikan dirinya, keluarganya, dan orang lain. Kekayaan yang diperoleh dari hasil jerih payahnya, diharapkan membawa manfaat bagi orang-orang di sekelilingnya. Al-Qur'an banyak memotivasi umat Islam untuk berkerja, di antara ayat-ayat yang menyerukan pentingnya bekerja adalah:
"Dan katakanlah : 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang menqetahui akan yang qaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya tepada kamu apayang telah kamu kerjakan." (Q5. At Taubah :105).
71
Bab IV. Pemberdayaan
Fakir Miskin
~\ ~ :x \~(, ~
'"
.... .J
;'
.J
"
...
uP~~\ ~ \)~~;.~;~oU\ ~-:~a;\~}! ,,"
/'
"" ;"
~ \ . : ~\
0
, J~
J:;:,;,
""
~
~
Jo
ill \ \)~~\)
\~
''Apabila telah ditunaikan sbalot, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS.Al-jumu'ah 10) Dua ayat tersebut menyuruh berpangku
di atas menegaskan,
betapa
umatnya untuk tidak bersantai-santai tangan.
keseimbangan
Melainkan
senantiasa
Islam
dan tidak
harus menjaga
hidup di dunia dan akhirat
dengan tetap
beribadah kepada Allah SWT dan tidak melupakan hak dan
kewajibannya
untuk
memenuhi
kebutuhan
hidupnya.
Karena itu, seorang muslim tidak dibenarkan memiliki sikap fatalistis paham
(bersikap fatalisme
menunggu adalah
tanpa
berusaha).
negatif
dalam
kehidupan
ini, Islam hanya
mengenal
jalan
man usia. Dalam kehidupan
Sebab
konsep tawakkal kepada Allah SWT, tetapi sarna sekali Islam tidak menerima sikap fatalisme. Tawakkal pada Allah SWT berarti
mendayagunakan
diri sese orang yang
seluruh potensi yang ada dalam telah
diberikan
Allah SWT untuk
memikirkan keselamatan, mempertimbangkan
berbagai alter-
natif dan memilih yang terbaik untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari,
Sehingga apa yang diberikan
oleh Allah SWT seperti mata, telinga, hidung, rnulut, tangan, kaki dan seluruh organ tubuh lainnya tidak sia-sla. Karena
72
Bah IV. Pemberdayaan
kita telah mensyukurinya
Fakir Miskin
dengan memanfaatkannya
untuk
bekerja dan berbuat baik serta mengabdi kepada Allah SWT. Konsep Islam ten tang dunia sebagai ladang persemaian manusia
menuju
memposisikan
kehidupan
kepentingan
yang lebih abadi di akhirat, materi bukanlah
sebagai tujuan
akhir, namun ia adalah sebagai media untuk merealisasikan kesejahteraan
manusia dalam menuju kehidupan yang lebih
hakiki. Ingatlah firman Allah SWT : J.
...
: i:U1:X ::.:.(_~ 0; :_,:.;'1)
o~ 'jl
~
~\~\ ~\ ~\Si \:
_! ~\)
JJ\ jl uP~~\~ ;UI;;~)~~~\:;-;-f LS ~f)
4vv
:~I~J~~\~'1
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat; dan janganlah kamu melupakan bahaqianmu dari kenikmatan] duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. AI-Qashash: 77) Karena tersendiri
itu,
syari'at
Islam
yang tidak berlandaskan
seperti dalam sistem kapitalisme, sistem bangan
mempunyai
sosialisme.
masyarakat.
Sebagaimana
antara
pada individualisme
atau kolektivisme
Dasar kebijakan
dan keserasian
kebijakan dalam
Islam adalah keseim-
kepentingan
diungkapkan
individu dan
oleh Al-Qur'an:
73
Bab IV. Pemberdayaan
Fakir Miskin
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umatyang adil dan pilihan (wasathan).." [Al-Baqarah : 143). Agama Islam sangat menekankan prinsip "pertengahan" (wasathan), karena dengan prinsip inilah kehidupan berjalan secara seimbang. Mengintegrasikan pemikiran dan keyakinan serta sikap dan tindakan. Tidak memisahkan antara moral individu dan hubungan sosial. Menolak kerancuan atau kontradiksi kepribadian. Menolak sikap boros dan kikir. Keduanya harus berjalan harrnonis, selaras dan seimbang. Islam juga mengingatkan umatnya bahwa setiap pekerjaan dan kenikmatan yang baik dapat berubah menjadi ibadah jika disertai niat tulus untuk menjaga anugerah Allah SWT dan memanfaatkannya bagi dirinya dan orang lain, serta menghormati perintah Sang Maha Pemberi Rezeki. Orang yang beriman tetapi tidak bekerja, maka kehidupannya tidak akan berjalan seimbang. Ia akan hidup dalam kehampaan dan kelumpuhan, tidak ada hasil konkrit dalam hidupnya, dan tidak tampak tanda-tanda keimanannya. Sebaliknya, orang yang bekerja tanpa iman akan hidup seperti robot mekanik. Ia tidak akan mampu menemukan hakikat dan tujuan hidupnya.
74
Bab IV. Pemberdayaan
Fakir Miskin
Aktivitasnya kosong dan hampa tanpa tujuan yang hakiki. Ia tidak akan tahu untuk apa sebenarnya ia bersusah payah bekerja dan menumpuk harta yang tidak akan ia bawa pada saat kematian menjemput [erih payah arnalnya akan sia-sia, bagaikan debu berhamburan ditiup angin kencang. Seperti firman Allah yang berbunyi:
"Orang-orang yang kafu: kepada Tuhannya, amalanamalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang Telah mereka usahakan (di dunia]. yang demikian itu adalah kesesatanyangjauh" (Q5.lbrahim :18) Dalam arti yang luas, amal dalam Islam merupakan aktivitas terpenting bagi seorang muslim dalam kehidupan di dunia. Karena itu, konsep bekerja selalu dipadankan dan disejajarkan dengan iman. Maka, tak heran jika konsepsi ini disebut ratusan kali dalam . Al-Qur'an, Setiap penjelasan tentang iman selalu dibarengi penjelasan tentang amal shalih, artinya selalu menyeimbangkan antara relasi vertikal dan horisontal. Amal seorang muslim dihadapan Allah SWT akan bernilai
75
Bab IV. Pemberdayaan
Fakir Miskin
jika disertai pencarian keridhaan-Nya. Dan ridha Tuhan tidak akan diberikan kecuali kepada rnereka yang selalu rnernegang dan korniten terhadap ajaran dan petunjuk-Nya. Petunjuk Allah SWT yang diberikan kepada rnanusia rnelalui rasul-rasul-Nya bertujuan rnernbirnbing rnereka untuk merealisasikan keuntungan di akhirat. [adi, amal dalam Islam dalam berbagai bentuknya mempunyai tujuan ganda, yaitu untuk meraih keuntungan di dunia dan kebahagiaan di akhirat kelak.
76
BABV PENUTUP
Menilik sejarah peradaban manusia bahwa kemiskinan sarna tuanya dengan usia peradaban masyarakat. Sejak zaman manusia pertama masalah kemiskinan sudah melekat pada kehidupan manusia. Ada kemiskinan tentu juga ada kecukupan/kaya. Fenomena sudah ada dalam struktur sosial masyarakat selalu ada kelas-kelas masyarakat di manapun di belahan dunia ini, yaitu kelompok masyarakat kaya dan kelompok masyarakat miskin. Begitu juga ada negara kaya dan negara miskin. Sistem sosial masyarakat yang terbentuk sejak adanya peradaban memang menunjukan penggolongan semacam ini. Dahulu pemahaman bahwa orang kaya berbeda dengan orang miskin, yakni dalam hal pemilikan harta benda. Pemahaman tersebut sudah tidak relevan lagi dengan zaman sekarang. Pemahanan demikian di zaman modern ini sudah jauh lebih maju dan berkembang. Orang miskin selain minim pemilikan harta benda, juga minim akses terhadap berbagai pelayanan-pelayanan publik baik yang disediakan oleh negara maupun lernbaga-lernbaga swasta, seperti pendidikan, kesehatan, memperoleh informasi ilmu pengetahuan, keuangan dan perbankan.
77
Bab V. Penutup
Berbagai sudut pandangan telah banyak dikemukakan oleh para pakar tentang pengertian kemiskinan yang yang telah dimuat dalam buku ini maupun dalam berbagai artikel dan tulisan, pada dasarnya kemiskinan dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentuk, yakni kemiskinan struktural, kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Dari ketiga macam tersebut, kemiskinan ketiga (absolutlah) yang sangat memerlukan perhatian serius semua pihak, karena bentuk kemiskinan adalah kondisi kemiskinan yang terburuk yang diukur dari tingkat kemampuan keluarga untuk membiayai kebutuhan dasar (basic need) yang paling minimal yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaan .
. Populasi fakir miskin terus meningkat dan mencapai hampir separuh dari total penduduk miskin. Dampak nyata dari persoalan ini adalah menonjolnya masalahmasalah ketunaan sosial seperti penggelandangan, keterlantaran, dan berbagai masalah sosial kontemporer yang berujung pada meningkatnya kemiskinan. Fakir miskin adalah orang atau kelompok masyarakat yang terperangkap dalam kemiskinan absolut, dengan modal sumber daya manusia, modal sosial, serta modal ekonomi yang sangat lemah. Sebagai kelompok paling lemah dan rentan di masyarakat, fakir miskin memerlukan fasilitasi pemerintah dan masyarakat sehingga secara perlahan dapat keluar dari lingkaran kemiskinan yang
Bah V. Penutup
membelitnya. Agar terbangun suatu pola penanganan yang terarah, terpadu dan berkelanjutan, maka diperlukan kebijakan teknis penanganan fakir miskin sebagai acuan bagi semua pihak terkait. Karena permasalahan kemiskinan tidak hanya berdiri sendiri, sehingga dalam penanggulangannya menuntut pemahaman, kecermatan dan kehati-hatian. Di dalam diri fakir miskin tidak hanya terdapat kelemahan (kondisi serba kekurangan], tetapi dalam diri mereka juga terdapat potensi yang dapat dipergunakan sebagai modal dasar dalam pengembangan dirinya. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa program penanggulangan kemiskinan harus mampu mengakomodasikan kedua aspek tersebut. Tentunya, untuk menambah wawasan, pengalaman dan pemahaman sangat dianjurkan untuk lebih banyak membaca referensi/bahan dari sumber-sumber yang berkaitan dengan pemberdayaan fakir miskin dan pemberdayaan umat yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan ibadah sosial. Akhirnya, semoga buku ini dapat membantu memberikan pencerahan para pelakasana pemberdayaan fakir miskin. Hanya kepada Allah jualah kita memohon petunjuk agar dapat memberdayaan umat melalui kegiatan ibadah sosial menuju hari esok lebih baik dari hari sekarang. Amin. 79
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.6 TAHUN 1974 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KESEJAHTERAAN SO SIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang
a.
bahwa tujuan perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, baik materil, maupun spirituil yang sehat, yang menjunjung tinggi martabat dan hak-hak azasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila, hanya dapat dicapai apabila masyarakat dan negara berada dalam taraf kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya serta menyeluruh dan merata;
b.
bahwa oleh karenanya kesejahteraan sosial harus diusahakan bersama oleh seluruh masyarakat dan pemerintah atas dasar keke)uargaan;
81
UUD RI NO.6 TAHUN 1974
c.
bahwa usaha-usaha perlu
dilakukan
kesejahteraan di dalam
so sial
rangka
dan
sebagai bagian yang integral dari usahausaha
pembangunan
mempertinggi
nasional
ke arah
taraf kehidupan
seluruh
rakyat; d.
bahwa
berhubung
dibentuk
undang-undang
menetapkan
garis
usaha-usaha Mengingat
1.
dengan pokok
Kesejahteraan
itu
perlu yang
pelaksanaan Sosial.
Pasal 5 ayat (1), jis, Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 33, dan Pasal 34 Undang-Undang
2.
Ketetapan
Dasar 1945;
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia MPR/1973
tentang
Nomor : IV/
Garis-Garis
Besar
Haluan Negara. Dengan Persetujuan
Dewan Perwakilan
Rakyat Republik
Indonesia.
MEMUTUSKAN : Menetapkan
UNDANG-UNDANG TENTANG KETENTUTAN-KETENTUAN POKOK KESEJAHTERAAN SOSIAL
Lampiran 1
BABI KETENTUAN UMUM
Pasall Setiap warga negara berhak atas taraf kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya dan berkewajiban untuk sebanyak mungkin ikut serta dalam usaha-usaha kesejahteraan sosial.
Pasal2 Yang dimaksudkan di dalam undang-undang ini dengan: (1). "Kesejahteraan Sosial" ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spirituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan
ketentraman lahir bath in yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengar menjunjung tinggi hak-hak azasi serta kewajiban manusia sesuai dengar Pancasila. (2). "Usaha-usaha Kesejahteraan Sosial" ialah semua upaya, program, dan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan, mernbina, rnernelihara, memulihkan dan mengembangkan kesejahteraan sosial. (3). "Pekerjaan Sosial" ialah semua keterampilan teknis yang dijadikan wahana bagi pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial.
UUD RI NO.6 TAHUN 1974
(4). "Iaminan Sosial" sebagai
perwujudan
dari
pada
sekuritas sosiaI adalah seluruh sistem perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial bagi warga negara yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan atau masyarakat guna memeli.hara taraf kesejahteraan sosial. BAB II TUGAS DAN USAHA PEMERINTAH
Pasal3 (1). Tugas-tugas pemerintah ialah a. menentukan garis kebijaksanaan yang diperlukan untuk memelihara, membimbing, dan meningkatkan usaha kesejahteraan sosial; b. memupuk, memelihara, membimbing dan meningkatkan kesadaran serta rasa tanggung jawab sosial masyarakat; c. melakukan pengamanan dan pengawasan pelaksanaan usaha-usaha kesejahteraan sosial (2). Hal hal tersebut dalam ayat (1) pasal ini diatur dengan Peraturan Perundang-undangan,
Pasal4 (1). Usaha-usaha Pemerintah di bidang kesejahteran sosial meliputi : a. bantuan sosial kepada warga negara baik secara perseorangan maupun dalam kelompok yang
Lampiran 1
mengalami
kehilangan
menjadi
korban
bencana,
baik
akibat
c. bimbingan, termasuk
maupun
atau
bencana-
alamiah
atau
lain;
taraf
penyelenggaraan
sosial
terjadinya
sosial
peristiwa-peristiwa b. pemeliharaan
peranan
kesejahteraan
so sial melalui
suatu sistemjaminan
pembinaan
sosial;
dan rehabilitasi
di dalamnya
penyaluran
sosial,
ke dalam
masyarakat, kepada Warga negara baik perorangan maupun
dalam
kemampuannya yang terlantar d. pengembangan meningkatkan kegotong (2). Pelaksanaan
kelompok, untuk
yang
terganggu
mempertahankan
hidup,
atau yang tersesat; dan
penyuluhan
peradaban
SO sial
untuk
perikemanusiaan
dan
royongan. usaha-usaha
Pemerintah
tersebut
ayat (1) pasal ini diatur dengan Peraturan
dalam
Perundang
-undangan.
Pasal5 (1).
Pemerintah
mengadakan
terwujudnya
dan terbinanya
usaha-u
s ah a ke arah
suatu
sistem jaminan
sosial yang menyeluruh. (2).
Penyelenggaraan dalam
sistem
jaminan
ayat (1) dilaksanakan
Peraturan
sosial
berdasarkan
tersebut atas
Perundang-undangan, 85
UUD Rl NO.6 TAHUN 1974
Pasal6 Penyelenggaraan
pendidikan,
latihan
khusus dan
latihan-latihan yang tertuju kearah pembentukan tenagatenaga ahli dan kejuruan dalam profesi pekerjaan sosial diatur dengan Peraturan Perundang-undangan. Pasal7 (1). Alat kelengkapan Pemerintah dalarn lapangan kesejahteraan sosial a. di tingkat Pusat ialah Departernen yang diserahi tugas urusan kesejahteraan sosial dengan seluruh aparatnya; b. di tingkat Daerah ialah aparat-aparat yang diserahi tugas urusan kesejahteraan sosial di Daerah. (2). Tugas, susunan dan wewenang serta hubungan alat kelengkapan, pemerintah tersebut dalam ayat (1) pasal ini diatur dengan Peraturan Perundangundangan. BABIII PERANAN DAN USAHA MASYARAKA T Pasal8 Masyarakat mempunyai kesempatan untuk mengadakan us aha kesejahteraan 86
seluas-luasnya sosial dengan
Lampiran 1
mengindahkan ketentuan
garis
sebagaimana
kebijaksanaan ditetapkan
dan
keterrtuan-
dengan peraturan
perundang-undangan,
Pasa19 Untuk mencapai daya guna dan daya kerja sebesarbesarnya bagi usaha Masyarakat di bidang kesejahteraan sosial, ialah Usaha Kesejahteraan Sosial dan pemenuhan jaminan sosial yang menyangkut kepentingan orang banyak, dapat dibentuk yayasan atau lembaga lain yang syarat-syarat dan cara-cara pembentukannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Perundang-undangan.
Pasall0 Usaha pengerahan dana dan penggunaannya bagi kegiatan kesejahteraan sosial di dalam masyarakat diatur lebih lanjut dengan peraturan Perundang-undangan. BABIV KETENTUAN PERALIHAN
Pasalll Segala peraturan perundang-undangan di bidang kesejahteraan sosial yang sudah ada tetap berlaku selama dan sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
UUD RI NO.6 TAHUN 1974
BABV KETENTUAN PENUTUP Pasal12 Undang-undang diundangkan. memerintahkan dengan
ini
mulai
Agar setiap
pengundangan
penempatannya
Republik
orang
berlaku dapat
pada
tanggal
mengetahuinya,
Undang-undang
dalam
Lembaran
ini Negara
Indonesia. Disahkan di Jakarta Pad a tangga16 Nopember 1974
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Ttd (SOEHARTO) JENDERAL-TNI Diundangkan
di Jakarta
Pada tangga16 Nopember 1974
MENTERI/SEKRETARIS REPUBLIK INDONESIA Ttd
(SUDHARMONO SH)
88
NEGARA
Lampiran 1
PEN}ELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1974 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KESE}AHTERAAN SOSIAL A.
PEN}ELASAN UMUM.
Dengan kalimat-kalimat yang sederhana tapi jelas Undang-Undang Dasar telah merumuskan, bahwa perjuangan Bangsa Indonesia bertujuan untuk mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, yaitu kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dimana setiap warga negara hidup layak, bebas dari penindasan dan penghisapan, bebas dari kehinaan dan kerniskinan, bebas bergerak secara konstruktil aktifitas-aktifitas sosial untuk mempertinggi kesejahteraan orang seorang, keluarga, golongan dan masyarakat. Tujuan yang dimaksud di atas hanya dapat dicapai sebaik-baiknya pertama-tama bila, masyarakat dan negara telah berada dalam taraf kesejahteraan sosial yang menyeluruh dan merata. Karena hal ini tidak mungkin dicapai oleh Pemerintah sendiri atau oleh masyarakat sendiri, maka usaha-usaha kesejahteraan sosial harus dilaksanakan oleh pemerintah dan oleh seluruh masyarakat secara bersama-sama atas dasar kekeluargaan.
UUD Rl NO.6 TAHUN 1974
Perkembangan
kehidupan
sosial yang sehat akan
tumbuh dari masyarakat itu sendiri, tanpa adanya paksaan dari luar, sebaliknya Pemerintah wajib memberikan pengarahan serta menetapkan garis-garis kebijaksanaan yang diperlukan untuk mencapai sasaransasaran yang dituju. Usaha-usaha kesejahteraan sosial itu mewujudkan sarana-sarana utama untuk secara langsung dapat memperbaiki syarat-syarat kehidupan dan penghidupan rakyat, sehingga rakyat akan lebih mampu dan bersedia untuk aktif ikut serta dalam usaha-usaha pembangunan nasional. Oleh karena itu usaha-usaha kesejahteraan sosial tersebut, perlu diselenggarakan di dalam rangka dan sebagai bagian integral dan usaha-usaha pembangunan nasional ke arah mempertinggi taraf hidup seluruh rakyat Indonesia. Lapangan kesejahteraan sosial adalah sangat luas dan kompleks, mencakup antara lain aspek-aspek pendidikan, kesehatan, agama, tenaga kerja, kesejahteraan sosial, (dalam arti sempit) dan lain-lain. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan usaha-usaha kesejahteraan sosial mempunyai ruang lingkup yang khusus tertuju kepada manusia sebagai perseorangan, manusia dalam kehidupan masyarakat, yang karena faktor-faktor dalam dirinya sendiri atau faktor-faktor dari luar, mengalami kehilangan kernarn-
Lampiran 1
puan melaksanakan memerlukan
peranan
bantuan
sosialnya
(disfungsi
sosial},
dirinya
sendiri
untuk mernbangun
kern bali sebagai manusia yang berguna dalam masyarakat Pancasila. Dengan tugas
bekerjasama
organ-organ
dan, tanpa
pemerintah
mengurangi
lainnya
dalam
kesejahteraan
sosial, maka penyelenggaraan
ini dilakukan
baik oleh pemerintah
pada pihak Pemerintah pertama-tama
tanggung
dan terutama
jawabnya
kepada
Undang-undang
menetapkan
garis-garis
kesejahteraan hukum
memperluas sanaan,
ini
ialah
pokok pelaksanaan
scsial, yaitu dengan
dan
mengatur / usaha-usaha menjadi dasar
cara-cara
pembinaan
mewujudkan
yang
meningkatkan,
menyerripurnakan
pemeliharaan
dibebankan
sosial.
Ie bi h mengarahkan, serta
usaha-usaha
Departernen
sosial, yang bagi Pemerintah
untuk
lapangan
maupun'zhasyarakat,
diserahi tugas urusan kesejahteraan Tujuan
tugas-
pelak-
kesejahteraan
sekuritas
5051al bagi
semua warga negara. Adapun usaha-usaha ialah berupa
pemenuhan
agar kesejahteraan menurun
sampai
layak, tanpa terus menerus
mewujudkan jaminan
melupakan
masyarakat
tidak
suatu taraf yang dipandang
pula usaha-usaha
meningkatkan
sosial itu
sosial, yang bertujuan
sosial para warga di bawah
sekuritas
untuk secara
taraf kesejahteraan
sosial
segenap warga Negara Indonesia. 91
UUD Rl NO.6 TAHUN 1974
B.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasall Undang-undang Dasar.1945 merumuskan, bahwa perjuangan bangsa Indonesia antara lain bertujuan untuk mencapai kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, karenanya setiap warga negara Indonesia berhak atas kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya. Agar kesejahteraan sosial itu dapat dicapai, maka setiap warga negara Indonesia berhak dan wajib menurut kemampuannya masing-rnasing untuk sebanyak mungkin ikut serta dalam us ahausaha kesejahteraan sosial. Pasal2 (1)
92
Pengertian tentang kesejahteraan sosial sudah jelas dirumuskan dalam undang undang ini, namun perlu dijelaskan lagi, bahwa tata kehidupan yang dimaksud di sini ialah suatu tata kehidupan dimana setiap orang-seorang, setiap keluarga, setiap golongan, atau masyarakat sendiri, dapat selalu merasakan adanya keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir batin dan setiap orang seorang mempunyai kemampuan be ke rj a, dan mengadakan usaha usaha guna memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual
Lampiran 1
tanpa adanya hambatan-hambatan mental atau sosial. (2)
Untuk
dapat
mencapai
fisik,
terwujudnya
kesejahteraan sosial seperti dimaksudkan dalam ayat (1) tersebut di atas, maka perlu disusun berbagai program dan kegiatan yang disebut usaha-usaha kesejahteraan sosial. (3)
Agar terjamin, bahwa kegiatan-kegiatan itu tertuju kepada sasarannya secara tepat dengan cara-cara pelaksanaannya yang serasi maka kegiatan-kegiatan itu harus didasarkan atas suatu tehnologi dan mempergunakan keterampilan-keterampilan tehnis tertentu, inilah yang dinamakan pekerjaan sosial.
(4)
Cukup jelas.
Pasal3 (1) a. Agar usaha-usaha kesejahteraan sosial dapat berjalan dengan sebaik-baiknya, maka menjadi tugas Pernerintah, dalam hal ini Departemen yang diserahi tugas urusan kesejahteraan sosial untuk menentukan garis kebijaksanaan guna memelihara, membimbing dan meningkatkan usaha kesejahteraan sosial. b.
Adalah menjadi tugas Departemen yang diserahi urusan kesejahteraan sosial untuk 93
UUD RI NO.6 TAHUN 1974
senantiasa
memupuk,
memelihara
dan
kemudian membimbing serta meningkatkan kesadaran dan tanggung [awab sosial dalam masyarakat, agar kesadaran dan tanggung jawab sostal itu meningkat terus menerus. c.
(2).
Agar taraf kesejahteraan sosial itu dapat terus men erus terp el ihara da n d iti ngka tka n, Departemen yang diserahi urusan kesejahteraan sosial dilengkapi dengan wewenang preventif dan represif guna mengamankan dan mengawasi terpeliharanya hasil-hasil usaha kesejahteraan sosial.
Cukupjelas.
Pasa14
(1) a. Makna kata-kata kehilangan peranan sosial dalam ayat "ini' adalah "hilangnya' kernarnpuan seseorang atau sekelompok orang untuk secara aktif turut serta dalam penghidupan bersarna''. Ayat ini menggambarkan kewajiban Pemerintah untuk memberikan bantuan kepada orang-orang yang dalam keadaan kehilangan peranan sosialnya dengan mengulurkan bantuan yang dapat membuka jalan bagi orang-orang yang bersangkutan guna mendapatkan kemampuan untuk berperan kembali. 94
Lampiran
1
Adapun orang yang dimaksudkan itu adalah antara lain misalnya para korban banjir, kelaparan, gunung meletus, kebakaran, angin taufan, gempa bumi dan demikian pula korban huru-hara, pergolakan-pergolakan sosial, para repatrian dan sebagainya. b. c.
Cukup jelas. Usaha-usaha yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) sub c adalah usaha-usaha yang bertujuan memelihara kernarnpuan orang dan kelompok-kelornpok orang untuk mernpertahankan hidupnya di sam ping usahausaha yang bertujuan agar orang-orang yang terganggu kemampuannya untuk mernpertahankan hidupnya dan karena itu terasing dari kehidupan ramai pulih kernbali kemampuannya, serta mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk kernbali turut serta dalam penghidupan bersarna itu. Terrnasuk dalarn usaha-usaha ini, antara lain usaha-usaha penggarapan terhadap tuna netra, tuna rungu/wicara, cacat tubuh, cacat mental, jompo, yatim piatu, fakir miskin, putus sekolah, gelandangan, tuna susila, korban narkotika, korban minuman keras dan sebagainya dan korban kesesatan
95
UUD RI NO.6 TAHUN 1974
lainnya. Termasuk pula dalam usaha-usaha ini usaha yang menunjang keluarga untuk melakukan fungsi sosialisasi terhadap generasi muda, dan usaha-usaha lain guna mencegah terasingkannya seseorang dari penghidupan d.
bersama. Usaha yang dimaksudkan dalam pasal 4 ayat (1) sub d adalah usaha-usaha yang bertujuan untuk meningkatkan rasa kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial para warga masyarakat Indonesia dengan meningkatkan taraf peradaban sesuatu kelompok masyarakat terasing, menghilangkan tata cara hidup yang sudah tak serasi dengan jaman, dan sebagainya, usaha-usaha yang dilandaskan atas perike·manusiaan dan kegotong-royongan dan sebagainya. Selanjutnya sebagai penghargaan terhadap jasanya bagi Perjuangan 8angsa dan sebagai pernyataan rasa terima kasih bangsa, perhatian khusus diberikan kepada pemeliharaan sekuritas so sial para - Pahlawan 8angsa, Pejuang Nasional dan para Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya atas dasar pertimbangan ini pula pemeliharaan dan pembangunan Taman-Taman Makam Pahlawan mendapatkan perhatian khusus.
Lampiran 1
(2) Cukup jelas
Pasal5 (1)
Ayatini membebankan kewajiban kepada Pemerintah untuk melaksanakan dan membina suatu sistem jaminan sosial sebagai perwujudan dari pada sekuritas sosial dan sebagai wahana utama pemeliharaan kesejahteraan sosial termaksud, pelaksanaannya mengutamakan penggunaan asuransi sosial dari/atau bantuan sosial. Sistem jaminan sosial itu harus mencakup Segenap Warga Negara Indonesia secara menyeluruh dan pembentukannya dilaksanakan secara bertahap.
(2)
Cukup jelas
Pasal6 Ketentuan pasal ini meletakkan kewajiban atas pundak Pemerintah, untuk mengadakan usaha-usaha di bidang pendidikan profesi pekerjaan sosial, baik yang berupa pendidikan tenaga-tenaga baru, maupun yang berupa latihan-Iatihan untuk meningkatkan keterampilan-keterampilan teknis atau menyegarkan kembali keterampilan teknis yang dimiliki tenagatenaga profesional pekerjaan sosial.
97
UUD RI NO.6 TAHUN 1974
Dalam hal ini pihak-pihak swasta mempunyai kesernpatan seluas-luasnya untuk menyelenggarakan atau ikut serta menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan profesionil seperti terse but di atas dan menjadi kewajiban Pemerintah untuk memberikan bimbi ngan dan pembinaan kepada dan melakukan pengawasan atas usaha-usaha pendidikan profesional itu guna menjamin mutunya. Adapun Kewajiban-kewajiban Pemerintah seperti diuraikan diatas, secara terperinci diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal7 (1)
Alat-alat kelengkapan Pemerintah dalam Lapangan Kesejahteraan Sosial di tingkat Pusat maupun di Daerah bekerja dengan Koordinasi yang serasi dengan alat-alat kelengkapan Pemerintah yang lain di dalam menangani persoalan-persoalan di bidang kesejahteraan sosial.
(2)
Cukup jelas
Pasal8 Dalam penjelasan umum telah diuraikan, bahwa usaha kesejahteraan sosial ini harus dilaksanakan oleh seluruh masyarakat dan Pemerintah secara bersama-
Lampiran 1
sarna atas dasar kekeluargaan,
maka masyarakat
mempunyai kesempatan seluas-Iuasnya untuk mengadakan usaha-usaha dalam lapangan kesejahteraan sosial ini dengan ketentuan, agar usaha -usaha ini tidak menyimpang dari tujuannya. Pemerintah memberikan garis-garis kebijaksanaan dan syarat-syarat lain yang dianggap perlu. Pasa19
Sehubungan dengan pasaJ 8 di atas, agar usaha-usaha masyarakat dalam lapangan kesejahteraan sosial ini benar-benar dapat diharapkan, maka usaha-usaha itu perlu diberi bentuk tertentu, apakah merupakan suatu organisasi saja, apakah merupakan suatu Yayasan atau perlu merupakan suatu Lembaga lain. Dalam kenyataannya bentuk Yayasan merupakan bentuk yang banyak dipakai di kota-kota, sedangkan bentuk Lembaga lain terutama berwujud "Lembaga Sosial Desa" yang didapati hampir di seluruh wilayah Indonesia, Pembentukan organisasi, Yayasan atau Lembaga Sosial lainnya perlu diatur terutama mengenai cara-cara bekerja dan syarat-syaratnya.
99
UUD RI NO.6 TAHUN 1974
Pasall0 Yang tidak kurang pentingnya dalam melaksanakan usaha-usaha kesejahteraan sosial ini ialah soal dana yang dipergunakan untuk membiayai usaha-usaha ini. Agar usaha pengerahan dana ini tidak terjadi penyimpangan dari maksud dan tujuan yang sangat mulia ini, maka Pemerintah perlu dan wajib memberikan pengaturannya tentang cara-cara dan syarat-syarat pengerahan dana yang akan dipergunakan bagi kegiatan-kegiatan kesejahteraan sosial. Pasall1 Cukup jelas Pasal12 Cukup jelas
100
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1981 TENTANG PELA YANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI FAKIR MISKIN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang
: a.
b.
bahwa masalah fakir miskin adalah merupakan rnasalah nasional yang harus ditanggulangi secara terus menerus dan bertahap; bahwa
salah
satu
usaha
untuk
menanggulangi fakir miskin adalah dengan memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin; c.
bahwa karena hal-hal tersebut di atas dan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039) pe rlu mengatur pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin dalam Peraturan Pemerintah.
101
PERATURAN PEMERINTAH
Mengingat
:
RI NOMOR 42 TAHUN 1981
1.
Pasal 5 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 34 Undang-Undang
2.. Tentang
Dasar 1945;
Ketentuan-ketentuan
Kesejahteraan
Sosial
Pokok
(Lembaran
Negara Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan
Lembaran
Negara
Nomor
3039); MEMUTUSKAN: Menetapkan
PERATURAN
PEMERINTAH
TENTAN G
PELAYANAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL
BAGI FAKIR MISKIN.
BABI KETENTUAN UMUM
Pasall Dalam Peraturan
1.
Pemerintah
ini yang dimaksud dengan
Fakir Miskin adalah
orang yang sarna sekali tidak
mempunyai
mata
mempunyai
sumber kemampuan
pencaharian
memenuhi kebutuhan
yang layak bagi kemanusiaan punyai sumber
dan
tidak pokok
atau orang yang mern-
mata pencaharian
tetapi tidak dapat
memenuhi kebutuhan pokok yang Iayak bagi kemanusiaan. 2.
Pelayanan
Kesejahteraan
Sosial Bagi Fakir
Miskin
adalah setiap upaya, program dan kegiatan yang ditujukan
untuk
mernulihkan,
bangkan kesejahteraan 102
membina
dan mengem-
sosiaI bagi fakir miskin.
Lampiran
2
3.
Dana Kesejahteraan Sosiai Bagi Fakir Miskin adalah semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dan digunakan untuk kepentingan pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin. 4. Bantuan Sosial adalah bantuan yang sifatnya semen tara yang diberikan kepada fakir rniskin, dengan maksud agar mereka dapat meningkatkan kehidupannya secara wajar. S. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan fakir miskin mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. 6. Menteri adalah Menteri Sosial. BABII PELAYANAN KESEjAHTERAAN BAGI FAKIR MISKIN
SO SIAL
Pasal2 (1) Fakir Miskin berhak kesejahteraan sosial.
mendapatkan
pelayanan
(2) Pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. bantuan sosial; b. rehabilitasi sosial.
103
PERATURAN PEMERINTAH
RJ NOMOR 42 TAHUN 1981
Pasa13
(1) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a diberikan kepada fakir miskin dengan maksud agar mereka dapat berusaha meningkatkan tarafkesejahteraan
sosialnya.
(2) [umlah, tatacara dan pelaksanaan pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri. Pasal4
(1) Rehabilitasi sosial sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b dilaksanakan terhadap fakir miskin dengan maksud agar mereka mampu rnelaksanakan dan mengembangkan fungsi sosialnya dalam kehidupan masyarakat. (2) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi usaha seleksi, pernbinaan, pengembangan dan pembinaan lanjutan. Pasa15
(1) Usaha seleksi dimaksudkan untuk dapat menetapkan jenis pembinaan terhadap fakir miskin di dalam rehabilitasi. (2) Usaha seleksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kegiatan antara lain:
104
Lampiran
2
a. identifikasi; b. wawancara. Pasa16
Usaha pembinaan dimaksudkan untuk membina kernampuan fakir miskin agar dapat berperan meningkatkan kesej ah teraan nya. Pasal7
Usaha pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 meliputi kegiatan antara lain: (a) (b) (c) (d) (e)
Pernbinaan pembinaan pembinaan pembinaan pembinaan
kesadaran berswadaya: mental; fisik; ketrampilan; kesadaran hidup bermasyarakat. Pasa18
Fakir miskin yang telah selesai menjalani pembinaan dikembangkan kemampuannya untuk berusaha sendiri agar dapat meningkatkan tarafkesejahteraan sosialnya. Pasa19
Dalam melaksanakan usaha pengembangan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 8, Menteri dapat memberikan bantu an permodaJan.
105
PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 42 TAHUN 1981
Pasall0 (1) Terhadap fakir miskin yang tidah selesai direhabilitasi dan telah berusaha sendiri di tengah-tengah masyarakat diikuti dengan pembinaan lanjutan. (2) Pembinaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kegiatan antara lain a. pengawasan; b. bimbingan. (3) Pelaksanaan pembinaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini diatur lebih lanjut oleh Menteri. BABIII PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI FAKIR MISKIN OLEH MASYARAKAT Pasalll (1) Pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin oleh masyarakat diselenggarakan oleh organisasi sosial maupun perseorangan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. (2)
Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi usaha bantuan sosial dan rehabilitasi sosial.
(3)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini diatur oleh Menteri.
106
Lampiran 2
Pasal12 (1) Organisasi sosial yang menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin dapat diberikan bantuan atau subsidi. (2)
Ienis, jumlah, tata-cara dan syarat-syarat pemberian bantuan atau subsidi diatur oIeh Menteri. Pasal13
Menteri atau pejabat yang ditunjuk berwenang sewaktuwaktu melakukan pemeriksaan tentang pelaksanaan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin yang dilakukan oleh organisasi sosial. Pasal14 Menteri dapat rnengambil tindakan terhadap pengurus organisasi sosial maupun terhadap perseorangan yang rnenyelenggarakan layanan kesejahteraan sosial bagi fakir rniskin yang minyimpang dari tujuan atau tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
107
PERATURAN PEMERINTAH
Rl NOMOR 42 TAHUN 1981
BABIV DANA KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI FAKIR MISKIN Pasal15 (1)
(2)
(3)
(4)
Untuk kepentingan pelaksanaan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin, Menteri dapat mengusahakan pengumpulan dana kesejahteraan sosial bagi fakir miskin yang berasal dari masyarakat dan dana-dana kesejahteraan sosial lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tata cara pengumpuJan dana kesejahteraan sosial bagi fakir miskin yang berada pada dan berasal dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri. Penerimaan dana kesejahteraan sosial bagi fakir miskin yang berasal dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada Menteri Keuangan. Tatacara penggunaan dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri. BABV KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP Pasal16
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Pemerintah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Menteri.
108
Lampiran
2
Pasal17 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka semua peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin yang sudah ada tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. Pasal18 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal19 Nopember 1981 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
Diundangkan di Jakarta Pada anggal19 Nopember 1981 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUDHARMONO, SH.
109
PERATURAN PEMERINTAH
RI NOMOR 42 TAHUN 1981
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1981 TENTANG PELA YANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAG I FAKIR MISKIN UMUM Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan "Fakir Miskin dan Anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara" dan selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (2) menyatakan "bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang /ayak bagi kemanusiaan". Dari ketentuan-ketentuan itu jelaslah maksud cita-cita yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar yaitu menghendaki agar setiap warga negara mempunyai lapangan pekerjaan yang layak, dan juga menghendaki agar warga negara tidak hid up dalam keadaan fakir miskin dan bebas dari keterlantaran anak-anak. Dengan menyadari akan tugas-tugas sebagaimana dimaksud oleh Undang-Undang Dasar, khususnya yang menyangkut kehidupan seseorang, keluarga atau kelompok orang yang karena sebab-sebab tertentu, berada dalam keadaan sedemikian rupa sehingga tidak mampu
110
Lampiran
2
memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan hidup dan perkembangannya secara wajar, maka kepada Pemerintah berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 ditugaskan untuk mengadakan usaha-usaha sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) sebagai berikut: Usaha pemerintah di bidang kesejahteraan sosial meliputi : (a) bantuan sosial kepada warga negara baik secara perorangan maupun dalam kelompok yang mengalami kehilangan peranan sosial atau menjadi korban akibat terjadi bencana-bencana, baik sosial maupun alamiah, atau peristiwaperistiwa lain; (b) pemeliharaan tarap kesejahteraan sosial melalui penyelenggaraan suatu sistemjaminan sosial; (c) bimbingan, pembinaan dan rehabilitasi so sial, termasuk di dalamnya penyaluran ke dalam masyarakat, kepada warga negara baik per orangan maupun kelompok, yang terganggu kemampuannya untuk mempertahankan hidup, yang terlantar atau yang tersesat; (d) pengembangan dan penyuluhan sosial untuk meningkatkan Peradaban, perikemanusiaan dan kegotong-royongan. Berdasarkan ketentuan tersebut maka dipandang perlu menetapkan suatu Peraturan Pemerintah ten tang Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Fakir Miskin, yang 111
PERATURAN PEMERINTAH
RI NOMOR 42 TAHUN 1981
merupakan salah satu pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974. Dengan demikian pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin dapat dilaksanakan secara terus menerus dan bertahap. Pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi usaha bantuan sosial dan rehabilitasi sosial bagi fakir miskin, ditujukan baik kepada perorangan maupun kepada keluarga sebagai satu kesatuan. Pengaturan mengenai dana kesejahteraan sosial bagi fakir miskin di samping didasarkan pad a kenyataan bahwa kemampuan Pemerintah untuk menyediakan biaya pelayana fakir miskin masih sangat terbatas, juga didasarkan pada kenyataan bahwa masih banyak dana yang berasal dari masyarakat yang diperuntukkan bagi usaha kesejahteraan sosial umumnya dan fakir miskin pada khususnya belum dimanfaatkan sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dana-dana terse but tidak termasuk dana yang diwajibkan oleh hukum agama. Pengaturan mengenai partisipasi masyarakat dalam menyelenggrakan usaha pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin ini didasarkan pada hal-hal sebagai berikut : Ketentuan Pasal 8 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039) 112
Lampiran
2
yang berbunyi "Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengadakan usaha kesejahteraan sosial dengan mengindahkan garis kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan sebagaimana ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan". Secara kenyataan menunjukkan bahwa potensi yang ada pad a masyarakat merupakan faktor menentukan berhasi1 usahanya kesejahteraan sosial bagi fakir miskin. PASAL DEMI PASAL
Pasall Angka 1
Pengertian fakir miskin ini diambil dari perpaduan 2 (dua) pengertian yaitu fakir miskin. Fakir berasal dari kata Arab "faqir [Faqirun)" yang berarti orang yang tidak mampu bekerja dan berusaha untuk membiayai hidup dan tidak mempunyai harta untuk keperluan hidupnya: berasal dari kata Arab "miskin Miskin (miskinun)" yang berarti orang yang mampu bekerja untuk mencari kehidupan sehari-hari dan rnempunyai harta, akan tetapi penghasilannya tidak mencukupi keperluannya. 113
PERATURAN PEMERINTAH
R! NOMOR 42TAHUN
1981
Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang meliputi pangan, sandang, pemukiman, pendidikan dan kesehatan. Angka 2 Cukup jelas. Angka 3 yang dimaksud dengan peraturan perundangundangan yang beriaku adalah antara lain: 1.
2.
3.
Peraturan Wang atau vendu reglement (ordonansi tanggal 28 Pebruari 1908 Stb. Nomor 198 Tahun 1908); Undang-undang Nomor 22 Tahun 1954 tentang Undian (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 623); Undang-undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpu!an Uang atau Barang (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 214, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2273).
Angka 4 Cukup jelas. Angka 5 Cukup jelas. Angka 6 Cukup jelas. 114
Lampiran 2
Pasal2 Cukup jelas. Pasal3 Ayat (1) Bantuan sosial terutama dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pokok secara minimal, yang meliputi pangan, sandang, pemukiman, pendidikan dan kesehatan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasa14 Ayat (1) Yang dimaksud dengan fungsi sosial adalah kemampuan dan kemauan seseorang atau sekelompok orang untuk secara aktif turut serta dalam kehidupan bermasyarakat. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal5 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat(2) • Yang dimaksud dengan identifikasi adalah upaya untuk memperoleh keterangan tentang diri seseorang dalam rangka melaksanakan usaha rehabilitasi terhadap fakir miskin. 115
PERATURAN PEMERINTAH
Rl NOMOR 42 TAHUN 1981
• Yang dimaksud dengan wawancara adalah upaya untuk memperoleh keterangan tentang diri seseorang dengan cara mengadakan tanya jawab dalam rangka melaksanakan usaha rehabilitasi terhadap fakir miskin. Pasal6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal8 Ketentuan ini dimaksudkan agar mereka yang telah mendapatkan rehabilitasi tidak kembali dalam keadaan semula. Pasal9 Cukup jelas. Pasall0 Cukup jelas, Pasalll Cukup jelas. Pasal12 Ayat (1) pemberhentian bantuanjsubsidi dimaksudkan untuk mendorong agar masyarakat lebih meningkatkan partisipasi dalam pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin. 116
Lampiran 2
Ayat(2) Cukup jelas
Pasal13 Cukup jelas.
Pasal14 Pengertian kata "tindakan" dalam pasal ini antara lain berupa pemberhentian pemberian bantuanjsubsidi; melarang melakukan kegiatan atau mengalihkan usahanya kepada pihak lain,
Pasal15 Ayat (1) Ketentuan ini dimaksudkan agar danadananya yang berada di dan berasal dari masyarakat dan Lembaga-lernbaga Pemerintah dapat dikoordinasikan dan dimanfaatkan guna kepentingan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin. Ayat(2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat(4) Cukup jelas.
117
PERATURAN PEMERINTAH
Pasal16 Cukup jelas.
Pasal17 Cukup jelas.
Pasal18 Cukup jelas.
118
RI NOMOR 42 TAHUN 1981
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN
KEMISKINAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang
: a. Bahwa
dalam
penanggulangan
rangka
peningkatan
kemiskinan
diperlukan
koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan
penajaman
penanggulangan
kemiskinan;
b. Bahwa sehubungan di atas, dipandang Peraturan
kebijakan
dengan hal tersebut perlu menetapkan
Presiden
tentang
Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan;
Mengingat
Pasal 4 ayat
(1) Undang-Undang
Dasar
Negara Republik Indoensia Tahun 1945;
MEMUTUSKAN : Menetapkan:
PERATURAN PRESIDEN TENTANG TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN
119
PERATURAN PEMERINTAH
RI NOMOR 54 TAHUN 2005
BABI KEDUDUKAN
Pasall (1)
(2)
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan adalah forum lintas sektor sebagai wadah koordinasi penanggulangan kemiskinan, yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dipimpin oleh Menteri Negara Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat. BABII TUGAS DAN FUNGSI
Pasal2 Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan mempunyai tugas melakukan langkah-langkah konkrit untuk mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan.
Pasal3 Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan menyelenggarakan fungsi : 120
Lampiran 3
a.
b.
Koordinasi
dan
sinkronisasi
penyusunan
dan
pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan. Pemantauan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan sesuai karakteristik dan potensi di daerah dan kebijakan lanjutan yang ditetapkan daerah dalam rangka penanggulangan kemiskinan di daerah masing-masing. BAB III ORGANISASI
Bagian Pertama Keanggotaan Pasal4 Susunan keanggotaan Tim Koordinasi Penanggulangan kerniskinan terdiri dari : a
Ketua merangkap anggota
Menteri Negara Koordinasi Bidang Kesejateraan Rakyat
b
Wakil Ketua merangkap anggota
Menteri Negara Koordinasi Bidang Perekonomian
c
Anggota
1. 2. 3. 4. S.
Menteri Menteri Menteri Menteri Menteri
Dalam Negeri Keuangan Sosial Kesehatan Pendidikan Nasional 121
PERATURAN PEMERINTAH Rl NOMOR 54 TAHUN 2005
Anggota
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
17. 18. 19.
122
Menteri Pendidikan Nasional Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Menteri Pertanian Menteri Kelautan dan Perikanan Menteri Kehutanan Menteri Pekerjaan Umum Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Menteri Perindustrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Keeil dan Menengah Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Negara Menteri Pembangungan Daerah Tertinggal Menteri Negara Perumahan Rakyat Menteri Negara dan Lingkungan Hidup Menteri Negara Pereneanaan Pembangunan Nasionalj Kepala Badan Pereneanaan Pembangunan Nasional
Lampiran 3
Anggota
20.
Sekretaris Kabinet
21.
Kepala Badan Pusat Statistik Kepala Badan Koordinasi Berencana Keluarga Nasional Kepala Badan Pertahanan Nasional
22.
23. d
Sekretaris Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Koordinasi B d a n g
(2)
Untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya, Ketua dapat mengikutsertakan Menteri atau Pejabat tertentu atau unsur-unsur lain yang terkait untuk hadir dalam rapat atau pertemuan dalam pelaksanaan tugas Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan sesuai dengan bidang tugas masingmasing.
123
PERATURAN PEMERINTAH R[ NOMOR 54 TAHUN 2005
Bagian Kedua
(1)
(2)
(3)
Sekretaris Pasal5 Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas, Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dibantu oleh Sekretaris. Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh salah satu unit kerja yang berada di lingkungan Kementerian Negara Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat. Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Kepala Sekretaris yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab kepada
(4)
Sekretaris Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Kepala Sekretaris Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijabat oleh Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan eselon Ill a. Bagian Ketiga Kelompok Kerja Pasal6
(1)
124
Apabila dipandang perlu, dalam melaksanakan tugasnya, Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dapat membentuk Kelompok Kerja.
Lampiran 3
(2)
(3)
Keanggotaan Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari kalangan dunia usaha, tokoh agama dan masyarakat, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan instansi pemerintah terkait. Ketentuan mengenai susunan keanggotaan dan tata kerja Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud pad a ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. i
BABIV TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN PROPINSI DAN TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN KABUPATEN/KOTA
Pasal7 (1)
(2) (3)
Guna memandukan penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan di daerah, Pemerintah daerah membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Propinsi dan atau KapubatenjKota. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Propinsi ditetapkan oleh Gubernur Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan KabupatenjKota ditetapkan oleh BupatijWalikota
PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 54 TAHUN 2005
Pasal8 Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Propinsi dan Tim Koordinasi Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. BABV TATAKERJA
(1)
(2)
Pasal9 Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan mengadakan rapat secara berkala sekurangkurangnya 3 (tiga) bulan sekali atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. Rapat dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Pasall0
(1)
(2)
126
Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan secara berkala melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Presiden. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Propinsi dan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupateri/Kota secara berkala melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan melalui Menteri Dalam Negeri.
lampiran 3
Pasalll Ketentuan mengenai tata kerja Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan diatur lebih lanjut oleh Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. BABVI PEMBIAYAAN
Pasal12 (1)
(2)
(3)
Segala pembiayaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Segala pembiayaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Propinsi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan BeJanja Daerah Propinsi. Segala pembiayaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten/Kota dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. BABVII KETENTUAN PENUTUP
Pasal13 (1)
Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini, segala kegiatan penanggulangan kemiskinan yang menjadi 127
PERATURAN PEMERINTAH Rl NOMOR 54 TAHUN 2005
tugas Komite Penanggulangan Kemiskinan yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 124 Tahun 2001 tentang Komite Penanggulangan
(2)
Kemiskinan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2002, dilanjutkan oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden ini. Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini, maka Keputusan Presiden Nomor 124 Tahun 2001 tentang Komite Penanggulangan Kemiskinan sebagaimana telah beberapa kali diu bah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2002, dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Presiden ditetapkan
Pasal14 ini mulai berlaku
pada
tanggal
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 10 September 2005 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Ttd Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono
128
Lampiran 4
LAMPI RAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM NOMOR DJ.ll/115
TAHUN 2009
TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENYUSUNAN BUKU PEDOMAN PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN TAHUN 2009 DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM
Susunan Panitia : Pengarah Ketua Sekretaris
: Prof. DR H. Nasrun Haroen, MA : Drs. H. A. [uraidi, MA ; Drs. H. A. Buwaethy, MPd
Anggota: 1. 2. 3.
Hj. Siti [auharoh Nafisah, B.Se Hj. Netty Susanti Djanan Nur Uyun, SE
4. 5. 6. 7.
H. Mubarok H. Ismail Sulaiman, M.Ag H. Mu'ti, S.Sos Yudi Setiawan Ditetapkan di: Jakarta Pada TanggaJ : 10 Februari 2009
. H.Nasrun Haroen, MA NIP. 150 235 860 129