RESEP DOKTER Buku ini kontroversial, karena isinya benar adanya. Buku ini radikal, tidak seberapa, karena kenyataan yang ada jauh lebih radikal dibanding konten di buku ini. Buku ini mengandung konten berbahaya, hindarkan dari anak di bawah umur. Membaca buku ini dapat membuat tensi naik, jantungan, stroke, serta menghujat berkali-kali. Mohon membuka mata, membuka hati, membuka pikiran agar dapat mencerna sisi positif dari konten di buku ini. Segala dampak harap ditanggung oleh diri sendiri, jangan manja, sesungguhnya dunia sangat kejam di luar sana. Jika ada keluhan, hubungi Tuhan.
PENDIDIKAN ???
Kami manusia terpelajar ... Apa garis besarnya? Di awal tadi udah dikisahkan seorang anak yang masa SMP dan SMA nya dihabiskan di sekolah yang ada sistem KKN. Terus apa
hubungannya
dengan
rumput
teki?
Hampir semua orang tua pengin anaknya sekolah tinggi setinggi gedung. Tanpa mereka sadari, anakanaknya cuma jadi boneka. Sebagian jadi robot. Segelintir yang memutuskan keluar dari perbudakan. Gak tau kapan dan siapa yang memulai, sistem “pendidikan” di negeri ini udah berubah drastis. Guru dan dosen sekarang hanya pengajar, bukan pendidik. Bohong kalau kita mengatakan guru itu pendidik. Karena apa? Karena pemerintah sudah memenggal hak guru itu sendiri. Dan orang tua gak pernah tau apa mereka di jalan yang benar atau salah. Yang orang tua tau anaknya bisa jadi “orang”.
Hak Asasi Manusia + Perlindungan Anak Sekilas point di atas adalah baik, tapi faktanya pembodohan belaka. Saya yakin pelajar sekarang sering diceramahin oleh gurunya tentang perjuangan sekolah jaman dulu. Gak buat PR? Ditampol pakai rotan. Gak bisa jawab pertanyaan? Jari dipukul penggaris kayu. Omong-omong masih ada yang sekolahnya pakai penggaris kayu gak ya? Para pelajar dulu gak pernah mengeluh maupun sok kritis dengan perlakuan itu, apa sebab? Mereka sadar itulah pembinaan mental mereka. Mereka tau dunia di luar sana lebih kejam. Kalau dipukul rotan aja mereka nangis, di luar sana mereka bakalan mati! Para guru juga bukannya merasa paling hebat, mereka selalu minta maaf ke muridnya, paling telat ya menjelang kenaikan kelas atau lulus-lulusan. Bedakan dengan anak jaman sekarang. Dicubit dikit ngadu ke komnas HAM! Dijewer dikit ngadu ke komnas
PA
(perlindungan
anak)!
Hei
bung,
mentalmu gak lebih besar dari kutu rambut! Apanya yang
melindungi
anak?
Hei
bapak
pejabat
pemerintahan! Buka kacamatamu, tetesin obat mata ke matamu, lihat produk remaja kita, gimana? Melihat sampah? Ah terlalu kasar. Melihat PSK gratisan? Masih terlalu kasar. Sebut saja mereka korban dan pelaku kebodohan. Parahnya lagi, orang tua over sensitif dengan perlakuan yang diterima anaknya. Para orang tua gak mau anaknya lecet sedikitpun. Ibarat BMW, kena hujan pun mereka stroke. Ayolah ibu, bapak, gak usah sensi, harus tau dong mana yang wajar dan gak wajar. Kecuali ditonjok sampai berdarah, nah itu baru masalah. Malah pernah ada orang tua yang marah-marah karena rambut anaknya (cewe) di potong karena gak mematuhi
peraturan
sekolah,
rambut
siswi
perempuan yang panjang harus di ikat. Orang tuanya sok menuntut, anaknya marah-marah, si guru yang menjalankan kewajibannya tetap tegar menghadapi. Apa hasilnya? Si orang tua hanya mendapatkan malu
karena kebodohannya dan kebodohan anaknya. Gak lama, anaknya pindah sekolah ke sekolah yang bisa lebih bergaya bak model sejagat raya. Jadi sebenarnya, kita ke sekolah untuk apa? Mau ngapain?
Bergaya?
Bingung kan?
Katanya
menuntut
ilmu?
Beda mendidik dan mengajar ??? Kalau anda punya pertanyaan seperti ini, selamat! Otak anda masih berfungsi. Mental anda cukup terkaji. Banyak tuh yang udah menutup buku ini. Negara kita harusnya mengubah nama dinas pendidikan namanya
menjadi pendidikan
dinas itu,
pengajaran. bertitik
berat
Yang pada
moralitas. Gak kelihatan lagi di sistem kita. Yang ada hanya pengajaran. Pelajar di ajarin apa itu daun dan apa itu timbangan. Gak tau ada kewajiban menjaga badan. Diajar apa itu hewan apa itu makanan. Selagi uang di tangan, halal haram baik buruk gak ada perbedaan. Diajar apa itu obat dan apa itu kuman. Bukan lagi antara taubat dan iman. Sebatas itu, selebihnya? Pelajar bebas! Mau ngapain kek, sama siapa kek, “itu kan HAK gue”, hadeeeh.
Di kota Pekanbaru pertengahan tahun 2013, gempar dengan berita geng motor. Setelah diselidiki lebih dalam, banyak anggotanya yang masih berstatus pelajar. Dengan alasan di bawah umur, mereka yang berstatus pelajar dibebaskan. Apa kejahatan pelajar tersebut? Apakah hanya kebut-kebutan?
Mereka
memerkosa
wanita,
mengeroyok pengendara, menghancurkan dan merampok warnet, sampai membunuh pengendara lain dan membawa pergi harta bendanya. Di kota terpencil di belahan Indonesia Timur, ratusan hingga ribuan anak tidak mendapatkan pendidikan dengan layak. Alasannya cukup (gak) logis, transportasi yang tidak mendukung, ekonomi yang ruwet, hingga banyak alasan lainnya. Indonesia sudah mampu menciptakan hujan buatan, tapi mengapa sekadar membantu anakanak yang sungguh-sungguh berniat menimba ilmu malah terabaikan?
Mana yang cuap-cuap mengedepankan HAM dan perlindungan anak? Jangan buta sebelah, kami pelaku sekaligus korban. Kami tau kebusukan seluruh elemen (yang katanya) pendidikan. Ibu, bapak, taukah apa yang kami lakukan saat diberi PR? Kami mengerjakannya saat hari dikumpulkan PR itu, di SEKOLAH. Ibu, bapak, taukah bagaimana caranya kami mendapatkan nilai ujian dengan bagus? Kami menyontek, kami menyalin jawaban itu di meja, di kertas, sampai di gadget kami. Ibu, bapak, taukah mengapa pemerintah membuat soal UN hingga 20 paket? Karena kalau 5 paket, kami masih bisa komunikasi saling bertukar jawaban, kami permisi ke WC di saat tertentu, untuk tujuan tertentu. Dan apa yang terjadi saat soal diubah menjadi 20 paket ditambah gak ada nomor paket (sistem barcode)? Kami gak tau siapa yang sepaket dengan kami. Nilai kami menjadi anjlok. Maafkan kami ibu, bapak.