KAJIAN STABILITAS LERENG LAHAN SAWAH PADA BERBAGAI RANCANGAN TERAS BANGKU (STUDI KASUS DI KECAMATAN BANJARWANGI, KABUPATEN GARUT) Asep Sapei 1, S. Hardjoamidjojo1, Erizal1 dan Mustafril 2
Abstract Terracing is one of commonly methods for soil and water conservation on hillside zone cultivation. But, some researchers found that any landslide occurred on that land. This research aims to study the change of slope stability on several terrace designs. The result shows that USSCS method gave higher vertical interval (VI) and horizontal interval (HI) than Hurni method. The stability of terrace following USSCS and Hurni methods were high for translation landslide and without soil water effect. The stability of terrace was low for rotation landslide. Key words : Terracing, slope stability PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan pertanian di daerah perbukitan (hillside zone), walaupun telah dilengkapi dengan sistem teras bangku, sangat rentan terhadap bahaya longsor, seperti yang terjadi di Desa Ngadirekso Kecamatan Wajak Kabupaten Malang (Carson, 1989) dan di Sub DAS Wiroko DAS Solo (Fletcher, 1990).
Kelongsoran juga terjadi di beberapa tempat di
Kabupaten Garut. Secara umum, kelongsoran suatu lereng disebabkan terutama oleh gaya gravitasi dan gaya rembesan air (Craig,1992). Selanjutnya Craig (1992) menyatakan bahwa salah satu metoda yang banyak digunakan untuk mengevaluasi tingkat bahaya longsor dari suatu lereng adalah analisis stabilitas lereng yang menentukan nilai faktor keamanan (safety factor, FS). Faktor keamanan merupakan perbandingan antara faktor penahan longsor dan faktor penyebab longsor. Suatu lereng dapat dikatakan aman apabila mempunyai nilai faktor keamanan lebih dari 1.2. Sistem teras umumnya dirancang dengan menentukan jarak vertikal (vertical interval, VI) berdasarkan faktor kemiringan lahan ditambah dengan faktor tanah (terutama fisika tanah) dan atau faktor iklim (terutama hujan) seperti yang dikemukakan oleh United States Soil 1 2
Staf pengajar Bagian Teknik Tanah dan Air, Jurusan Teknik Pertanian FATETA-IPB Alumni S2 PS Ilmu Teknik Pertanian, Pasca Sarjana - IPB
1
Conservation Service (USSCS) (Schwab et. al., 1981), Hurni (1980) dan Hudson (1981). Rancangan-rancangan teras tersebut belum ada yang mengacu kepada analisis stabilitas lereng seperti yang disebutkan di atas. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perubahan stabilitas lereng lahan sawah pada berbagai rancangan teras bangku.
METODE PENELITIAN Lokasi studi kasus adalah salah satu lereng lahan sawah yang terletak di Kampung Rinyem, Desa Mulyajaya, Kecamatan Banjarwangi, Kabupaten Garut, Jawa Barat (dengan koordinat 07o24’04.2” LS dan 107o52’56.2” BT) .
Analisis fisika dan mekanika tanah
dilakukan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Penelitian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Pengukuran dan pengumpulan data: a. Dimensi dan kemiringan lereng b. Sifat fisik tanah : kadar air, densitas lapangan, permeabilitas, ketebalan tanah, distribusi ukuran partikel dan konsistensi c. Sifat mekanik tanah: kohesi dan sudut gesekan dalam d. Curah hujan 2. Perancangan teras: a. Rancangan USSCS (Schwab et al. 1981): Rancangan teras metoda USSCS berdasarkan jarak vertikal (VI) yang dihitung dengan persamaan berikut: VI = 0.3 (XS + Y) dimana: VI = jarak vertikal (m) X = konstanta penyebaran curah hujan, berkisar 0.4 untuk curah hujan sekitar 2000 mm/th sampai 0.8 untuk curah hujan sekitar 1000 mm/th. Y = konstanta yang dipengaruhi oleh erodibilitas dan penutup tanah, berkisar dari 1 untuk tanah yang berkapasitas infiltrasi rendah dan sedikit tanaman sampai 4 2
untuk tanah yang erodibilitasnya rendah dengan diberi mulsa paling sedikit 3 t/ha. S = kemiringan lereng (%). Persamaan tersebut berlaku untuk kemiringan antara 20 – 30 %. b. Rancangan Hurni (1980) Rancangan teras bangku Hurni dibedakan menjadi tiga tipe utama yaitu: (a) saluran tanpa teras (C1), (b) teras dengan tampingan rumput (C2), dan (c) teras dengan tampingan batu (C3).
Rancangan ditentukan dengan menggunakan nomogram
(Gambar 1) berdasarkan kemiringan (S), faktor LS yang ditentukan dengan persamaan USLE (universal soil loss equation) dan ketebalan tanah.(D).
Gambar 1. Nomogram rancangan teras Hurni 3. Analisis stabilitas lereng Analisis stabilitas dilakukan dengan pendekatan kelongsoran rotasi (per unit teras bangku) dan kelongsoran translasi (lereng berteras) pada kondisi tanpa pengaruh air tanah (sawah tidak digenangi) dan dengan pengaruh air tanah (sawah digenangi). Gaya-gaya yang bekerja pada kelongsoran rotasi seperti pada Gambar 2, dan faktor keamanan (Fs) dihitung dengan persamaan (Das, 1993):
3
∑ c' l + W cosα tan φ ' untuk kondisi tanpa pengaruh air tanah ∑W sin α ∑ c' l + (W cosα - ul ) tan φ ' untuk kondisi dengan pengaruh air tanah - Fs = ∑W sin α
- Fs =
dimana : W = berat total irisan tanah (kgf/m) l
= panjang segmen beban W (m)
u
= tekanan air pori (kgf/m2)
φ’ = sudut geser dalam efektif (o) c’ = kohesi efektif (kgf/m2) α = kemiringan bidang geser
Gambar 2. Diagram gaya analisis stabilitas lereng untuk kelongsoran rotasi Kedalaman muka air tanah di lereng untuk kondisi dengan memperhitungkan pengaruh air tanah didekati dengan metoda Dupuit (Verrujit, 1970), yaitu :
(
h 2 = H 12 − H 12 − H 2 2
) Lx
dimana : h = kedalaman muka air tanah pada titik yang ditinjau (m) H1 = kedalaman muka air tanah di bagian hulu (m) H2 = kedalaman muka air tanah di bagian hilir (m) 4
x = jarak titik yang ditinjau dari hulu (m) L = panjang aliran yang ditinjau (m) Gaya-gaya untuk kelongsoran translasi disajikan pada Gambar 3, dan faktor keamanan dihitung dengan persamaan (Das, 1993): - Fs = - Fs =
c' 2
γH cos β . tan β
+
tan φ ' untuk kondisi tanpa pengaruh air tanah tan β
c' γ ' tan φ ' + untuk kondisi dengan pengaruh air tanah 2 γ sat H cos β . tan β γ sat tan β
dimana : H = Kedalaman tanah efektif (m) β = Kemiringan lereng (o) γ’ = γ - γw (kgf/m3) γw = berat jenis air (kgf/m3) γ = berat jenis tanah (kgf/m3) γsat = berat jenis tanah jenuh (kgf/m3) Pada kondisi dengan pengaruh air tanah, muka air tanah diasumsikan sama dengan permukaan tanah.
Gambar 3. Diagram gaya analisis stabilitas lereng untuk kelongsoran translasi
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Kemiringan lereng dan karakteristik tanah Kemiringan lereng lahan sawah berteras bangku yang dijadikan sebagai bahan studi kasus agak landai di bagian bawah (kemiringan 25 %) dan bagian atas (kemiringan 27 %) serta curam di bagian tengah (kemiringan 48 %) seperti yang terlihat pada Gambar 4. Ratarata kemiringan lereng sebesar 34 %.
60
50
Elevasi (m)
40
30
20
10
0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
Jarak horizontal (m)
Gambar 4. Profil lereng lokasi studi Tanah lokasi studi menurut sistem klasifikasi Unified termasuk kedalam jenis pasir berliat (SC, clayey sands) dengan karakteristik seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
6
Tabel 1. Karakteristik tanah lokasi studi No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Karakteristik Berat jenis , γ (t/m3) Specific gravity, Gs Permeabilitas (mm/jam) Batas cair (%) Batas plastis (%) Klasifikasi Unified Kohesi efektif, c’ (kgf/cm2) Sudut gesekan dalam, φ (o) Ketebalan tanah (m)
Lereng atas 1.42 2.70 14.83 35.54 32.40 SC 0.25 17.8
Lereng tengah 1.52 2.75 1.19 36.36 36.16 SC 0.03 24.6
Lereng bawah 1.37 2.61 1.64 36.96 36.88 SC 0.15 18.3
Rata-rata 1.44 2.69 5.89 36.29 35.15 SC 0.14 20.3 0.9
Rancangan teras Rancangan metoda USSCS menghasilkan jarak vertikal antara 4.62 – 8.07 m dan jarak horizontal antara 16.81 – 18.48 m. Sedangkan rancangan metoda Hurni menghasilkan jarak vertikal antara 2.00 – 2.41 m dan jarak horizontal antara 4.16 – 9.37 m dengan tipe C2 (teras bangku dengan tampingan rumput) dan C3 (teras bangku dengan dinding batu). Jarak vertikal dan jarak horizontal teras rancangan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai jarak vertikal dan jarak horizontal teras rancangan Uraian Kemiringan lahan (%) Jarak vertikal, VI (m) Jarak horizontal, HI (m) Tipe teras
Metoda USSCS Lereng Lereng Lereng bawah tengah atas 25 48 27 4.62 8.07 4.92 18.48 16.81 18.22 -
Metoda Hurni Lereng Lereng Lereng bawah tengah atas 25 48 27 2.34 2.00 2.41 9.37 4.16 8.91 C2 C3 C2
Profil dari rancangan teras metoda USSCS dan Hurni serta kondisi aktual lapangan seperti pada Gambar 5.
7
60
50
Elevasi (m)
40
30
20
10
0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
Jarak horizontal (m) Teras aktual
Teras USSCS
Teras Hurni
Gambar 5. Profil rancangan teras metoda USSCS dan Hurni Hasil rancangan teras metoda USSCS menunjukkan bahwa pada kemiringan lereng > 30 %, jarak vertikal yang didapat terlalu besar dan jarak horizontal terlalu kecil, sehingga akan sulit diterapkan karena akan membutuhkan pekerjaan tanah (galian dan timbunan) yang besar.
Analisis stabilitas Analisis stabilitas lereng menghasilkan nilai faktor keamanan Fs seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai faktor keamanan (Fs) hasil analisis Uraian Kelongsoran rotasi: - Tanpa pengaruh air tanah - Dengan pengaruh air tanah Kelongsoran translasi: - Tanpa pengaruh air tanah - Dengan pengaruh air tanah
Metoda USSCS Lereng Lereng Lereng bawah tengah atas
Metoda Hurni Lereng Lereng Lereng bawah tengah atas
0.75 0.12
0.72 0.09
0.74 0.11
0.95 0.31
1.70 1.08
0.93 0.30
1.96 0.97
1.07 0.55
1.83 0.91
1.96 0.96
1.62 1.01
1.81 0.89
8
Tabel di atas menunjukkan bahwa untuk kelongsoran rotasi, hampir semua rancangan teras bangku metoda USSCS dan Hurni berada pada kondisi rawan longsor karena mempunyai nilai faktor keamanan kurang dari 1.2 (Fs < 1.2), terlebih pada kondisi dengan pengaruh air tanah. Hanya teras bangku di bagian tengah lereng rancangan Hurni yang berada pada kondisi stabil bila pengaruh muka air diabaikan. Untuk kelongsoran translasi, semua rancangan teras berada pada kondisi stabil (Fs > 1.2 ), kecuali teras bangku di lereng bagian tengah rancangan USSCS. Kondisi lereng yang stabil ini berubah menjadi tidak stabil (rawan longsor) dengan Fs antara 0.55 – 1.01 bila tanah menjadi jenuh air.
KESIMPULAN
1. Rancangan teras bangku metoda USSCS menghasilkan jarak vertikal (VI) dan jarak horizontal (HI) lebih besar dibandingkan dengan rancangan teras bangku metoda Hurni. 2. Pada kondisi tanpa pengaruh air tanah, rancangan teras bangku metoda USSCS dan Hurni stabil terhadap kelongsoran translasi, tetapi tidak stabil terhadap kelongsoran rotasi. 3. Pada kondisi dengan pengaruh air tanah, rancangan teras bangku dengan metoda USSCS dan Hurni tidak stabil, baik terhadap kelongsoran rotasi maupun kelongsoran translasi.
Catatan: Kajian ini merupakan sebagian dari kegiatan kerjasama antara Fakultas Teknologi PertanianIPB dengan BAPPEDA Kabupaten Garut tahun 2002
PUSTAKA Carson, B. 1989. Soil Conservation Strategies for Upland Areas of Indonesia. Columbia. EastWest Environment and Policy Institut Occasional paper No. 9. British. Canada. Craig,R.F. 1992. Soil Mechanics - Fifth Edition, Chapman and Hall, London Das, B.M. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Diterjemahkan : Endah, N.M. dan I.B.M. Surya. Erlangga. Jakarta. Fletcher, J.R. 1990. Land Resource Survey of The Wiroko Subwatershed Upper Solo Watershed. Central Java. Indonesia. (Published Jointly by DSIR Land Resource. New Zealand. Department of Scientific and Industrial Research and the Directories General. Reforestation and land Rehabilitation. Ministry of Forestry Indonesia). DSIR Land Resource Scientific Report 12. 157 ps. Hudson, N. 1981. Soil Conservation. 2nd edition. Cornell University Press. New York 9
Hurni. 1980. A Nomograph for Design of Labour-Intensive Soil Conservation Measure in Rainfed Cultivations. Di dalam : Morgan, R.P.C., editor. Soil Conservation Problem and Prospect. John Wiley and Son, Inc. p. 109-200. New York. Schwab, G.O., R.K. Frevert, T.W. Edminster and K.K. Barnes. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. John Wiley and Sons. New York Verrujit, A. 1970. Theory of Groundwater Flow. Mac Millan. London
10